LAPORAN PERTANGGUNG JAWABAN
STUDY EXCURSION 2011
STUDY
EXCURSION
2011
25
AGUSTUS
–
5
JULI
2011
BATURAJA
‐
TANJUNG
ENIM
–
PALEMBANG
–
CILEGON
‐
BANDUNG
JURUSAN
TEKNIK
KIMIA
FAKULTAS
TEKNOLOGI
INDUSTRI
INSTITUT
TEKNOLOGI
SEPULUH
NOPEMBER
2011
Laporan
Study
Excursion
2011
BAB
I
URAIAN
SINGKAT
PT.
SEMEN
BATURAJA
(
Persero
)
I.1. Profil
Perusahaan
PT
Semen
Baturaja
(Persero)
adalah
Badan
Usaha
Milik
Negara
(BUMN)
yang
bergerak
pada
bidang
industri
semen
portland
di
wilayah
Sumatera
Selatan,
tepatnya
Tanjung
Enim.
PT
Semen
Baturaja
(Persero)
didirikan
pada
14
November
1974
dengan
saham
gabungan
dari
PT.
Semen
Gresik
sebesar
45
%
dan
PT.
Semen
Padang
sebesar
55
%.
Pemilihan
letak
pusat
produksi
di
daerah
Tanjung
Enim
ini
dilakukan
dengan
pertimbangan
jumlah
ketersediaan
bahan
baku
dan
lokasi
yang
tepat
untuk
dijadikan
lokasi
pertambangan.
Pada
tanggal
9
November
1979,
status
perusahaan
berubah
dari
Penanaman
Modal
Dalam
Negeri
(PMDN)
menjadi
Persero
dengan
komposisi
saham
milik
Pemerintahan
Republik
Indonesia
88
%,
PT.
Semen
Padang
7
%,
PT.
Semen
Gresik
5
%.
Kemudian
pada
tahun
1991,
PT.
Semen
Baturaja
diambil
alih
secara
keseluruhan
oleh
Pemerintah
Republik
Indonesia.
PT.
Semen
Baturaja
memiliki
tiga
lokasi
utama,
dengan
pembagian
sebagai
berikut:
Lokasi
Palembang
• Kantor
pusat
• Pengilingan
dan
pengepakan
Baturaja
• Penambangan
• Pusat
produksi
dan
pengepakan
Panjang
• Penggilingan
dan
pengepakan
Seiring
dengan
meningkatnya
pertumbuhan
masyarakat,
pembangunan
infrastruktur
baru
pun
semakin
ditingkatkan
sehingga
kebutuhan
semen
juga
ikut
meningkat.
Oleh
karena
itu,
PT.
Semen
Baturaja
sebagai
produsen
tunggal
semen
di
Sumatera
Selatan
mulai
mengadakan
beberapa
tahapan
optimasi
untuk
meningkatkan
kapasitas
produksinya.
Proyek
Optimasi
I
(
OPT
I
)
dimulai
pada
tahun
1992
dan
selesai
pada
1994,
dengan
pemasangan
unit
cooler
(
grate
cooler
),
sehingga
kapasitas
produksi
meningkat
menjadi
550.000
ton
semen
per
tahun.
Kapasitas
ini
terus
ditingkatkan
3
Laporan
Study
Excursion
2011
sehingga
pada
tahun
1996,
kapasitas
produksi
PT.
Semen
Baturaja
mencapai
593.664
ton.
Proyek
Optimasi
II,
sebagai
tindak
lanjut
dari
OPT
I,
dilakukan
pada
1996
dan
selesai
pada
2001.
Optimasi
inin
dilakukan
untuk
meningkatkan
kapasitas
produksi
hingga
dua
kali
lipat,
yaitu
sebesar
1.250.000
ton
semen
per
tahun.
Kapasitas
produksi
masih
terus
ditingkatkan,
sehingga
saat
ini
kapasitas
produksi
sekitar
1,2
juta
ton
per
tahunnya.
Kapasitas
terpasang
produksi
Perseroan
sebesar
1.250.000
ton
semen
per
tahun,
masing‐masing
Pabrik
Baturaja
550.000
ton,
Pabrik
Palembang
350.000
ton
dan
Panjang
350.000
ton
atau
sebesar
2,6%
dibanding
kapasitas
terpasang
nasional.
Dalam
tahun
2009
realisasi
produksi
terak
telah
mencapai
1.039.427
ton
atau
meningkat
1%
diatas
produksi
tahun
2008,
sedangkan
produksi
semen
secara
keseluruhan
sebesar
1.047.300
ton
atau
98%
dibanding
tahun
2008.
Untuk
menjamin
kualitas
produk,
pemantauan
kualitas
dilakukan
di
setiap
tahapan
proses
produksi
secara
terus
menerus
untuk
tetap
memenuhi
persyaratan
Standard
Nasional
Indonesia
(SNI
15‐2049‐2004).
Untuk
menjaga
konsistensi
dalam
memenuhi
Standard
Nasional
Indonesia
dan
operasional
Perseroan
secara
periodik
diaudit
oleh
Badan
Sertifikasi
Independen.
Disamping
itu
perseroan
telah
menerapkan
Sistem
Manajemen
ISO
9001
:
2000,
Sistem
Manajemen
Lingkungan
dan
Sistem
Manajemen
Keselamatan
dan
Kesehatan
Kerja
(K3).
Semen
Portland
type
I
diproduksi
menurut
Standard
Nasional
SNI
No
15
‐
2049
‐
1994.
Agar
mutu
semen
selalu
memenuhi
standar
hasilnya,
maka
secara
berkesinambungan
semen
diteliti
dan
dimonitor
secara
konsisten
di
laboratorium
PT
Semen
Baturaja
(Persero)
dengan
menggunakan
X
‐
Ray
Analyzer
dan
komputer
(QCX
‐
System)
juga
di
laboratorium
Balai
Besar
Penelitian
dan
Pengembangan
Industri
Barang
Teknik
Bandung.
Dalam
menyalurkan
produknya
Semen
Baturaja
menggunakan
distributor
dengan
jaringan
yang
tersebar
diseluruh
wilayah
Sumatera
Selatan,
Lampung,
Jambi,
Bengkulu,
Bangka
Belitung,
Riau,
Banten,
dan
sekitarnya.
Hal
ini
memberikan
peluang
bagi
Semen
Baturaja
untuk
meningkatkan
penjualan
dan
mencapai
kapasitas
terpasang
karena
Sumatera
Selatan
dan
Lampung
merupakan
wilayah
di
Indonesia
yang
menikmati
pertumbuhan
ekonomi
yang
cukup
baik
dan
stabil.
4
Laporan
Study
Excursion
2011
BAB
II
PROSES
PRODUKSI
II.1. Pengenalan
Singkat
Produk
Semen
merupakan
hasil
pencampuran
clinker
dan
gypsum,
terkadang
ditambah
juga
bahan
lain
seperti
trass,
abu
vulkanis,
kapur,
atau
fly
ash.
Berdasarkan
komposisi
dan
bahan
tambahan
tersebut,
semen
dibagi
menjadi
3
macam,
antara
lain
adalah:
Portland:
Portland
I‐
V
Blended:
PPC,
PCC,
dan
slug
Special:
colour
dan
oilwell
Clinker,biasanya
sekitar
94‐97%
dari
komposisi
semen,
tersusun
dari
CS3
(
alite
),
CS2
(
belite
),
C3A
(
celite
),
dan
C4A
(
ferite).
Untuk
PT.
Semen
Baturaja,
komposisinya
adalah
:
Alite
50‐70%
Belite
15‐50%
Celite
5‐10%
Felite
5‐15%
dengan
komposisi
clinker
sekitar
80‐96%
dari
semen.
Sampai
saat
ini,
Baturaja
hanya
mempunyai
1
clinker.
Hal
ini
dikarenakan
sistem
pembersihan
dan
perawatan
clinker
menggunakan
sistem
operasi
gas,
sehingga
kurang
ekonomis
jika
jumlah
clinker
yang
digunakan
terlalu
banyak.
II.2. Proses
Produksi
II.2.1.Proses
Penambangan
Bahan
baku
limestone
dan
clay
untuk
pembuatan
semen
Baturaja
diperoleh
dari
penambangan
terbuka.
Tambang
seluas
600
ha
tersebut
baru
dipergunakan
sekitar
20
ha
saja
dan
diperkirakan
baru
akan
habis
30
tahun
mendatang.
Tahapan
proses
penambangan
secara
garis
besar
adalah:
Cutting/Pemotongan→
Drilling
atau
Blasting→
Digging→
Hauling→
Crushing→
Reklamasi→
Eksplorasi
ulang
•
Blasting
atau
proses
peledakan
dijadwalkan
setiap
jam
12.00
waktu
setempat
5
Laporan
Study
Excursion
2011
II.2.2.Bahan
Baku
Produksi
Semen
memiliki
dua
jenis
bahan
baku,yaitu:
Calcareous,
yang
memiliki
kandungan
CaCO3
lebih
besar
dari
75%
Contoh:
limestone,
chalk,
marble,
dan
shell
deposit
Argillaceous,
bahan
yang
memiliki
kandungan
SiO2,
Al2O3,
Fe2O3
Contoh:
clay,
marl
Dalam
bahan
baku
tersebut,
terkandung
beberapa
oksida
utama
yang
diperlukan
dalam
proses
produksi,
yaitu
CaO
dari
limestone
dan
SiO2,
Al2O3,
Fe2O3
dari
clay
atau
glass.
Selain
bahan
baku,
diperlukan
juga
bahan
koreksi,
untuk
memperbaiki
karateristik
produk
yang
dihasilkan.
Dalam
hal
ini,
digunakan
pasir
besi
dan
silika.
Komposisi
(%)
Kapur
Tambang
75
–
90
Clay
Tambang
7
–
20
Raw
mix
Sumber
Pasir
besi
Batubara
Semen
Bahan
baku
Burner
Clinker
Pasir
silika
Gypsum
Pantai
Cilacap,
Lampung,
tambang
rakyat
Tambang
rakyat
PT.
Bukit
Asam,
tambang
rakyat
Thailand
1
–
3
1
–
6
180
–
200
kg
/
ton
semen
3
–
6
Ada
2
macam
proses
yang
pernah
digunakan
oleh
Baturaja
dalam
proses
pembuatan
clinker
,
yaitu
wet
process
dan
dry
process.
Namun,
saat
ini
hanya
digunakan
dry
process
yang
lebih
efisien
dengan
burner
FLS
Swirlfax
berkapasitas
4300
ton/
hari.
Wet
process
Kapasitas
panas
yang
diperlukan
1200
kcal/kg
Kapasitas
produksi
kecil
karena
terlalu
banyak
air
Memerlukan
ruang
bakar
yang
panjang
Homogenisasi
tinggi
6
Laporan
Study
Excursion
2011
Dry
process
Kapasitas
panas
yang
diperlukan
900
kcal/kg
Homogenisasi
rendah,
sehingga
grinding
lebih
susah
Konsumsi
panas
rendah
Kapasitas
produksi
tinggi
Secara
garis
besar,
proses
pembuatan
semen
dimulai
dari
penambangan
bahan
mentah
yang
menjadi
bahan
baku
pembuat
semen,
yaitu
batu
kapur
dan
tanah
liat
di
Baturaja.
Setelah
itu,
dilakukan
proses
pemecahan
dan
penghancuran
(crusher).
Bahan
baku
yang
telah
halus
di
angkut
ke
tempat
penyimpanan
(limestone
storage
dan
clay
storage
)
dan
dicampurkan
dengan
pasir
silika
dan
pasir
besi
untuk
dijadikan
raw
meal.
Raw
meal
ini
yang
akan
di
giling
di
dalam
raw
mill
setelah
mengalami
proses
pengeringan
dan
hasilnya
disimpan
ke
dalam
raw
material
storage
silo.
Proses
berikutnya
adalah
proses
pembakaran,
dimana
sebelumnya
sudah
dilakukan
pemanasan
awal
di
preheater,
yang
bertujuan
menghilangkan
CO2
dengan
proses
kalsinasi.
Proses
ini
dilanjutkan
dengan
pembakaran
di
kiln
dengan
menggunakan
bahan
bakar
batu
bara
untuk
mendapatkan
clinker.
Clinker
kemudian
didinginkan
dengan
mechanical
fan
dan
ditransfer
ke
storage
dengan
bantuan
elektrostatis.
Udara
panas
yang
berasal
dari
clinker
akan
dipergunakan
untuk
pemanasan
raw
mill
dan
calciner.
Clinker
hasil
produksi
Pabrik
Baturaja
sebagian
digiling
di
Pabrik
Baturaja
dan
sebagian
lagi
dibawa
ke
Pabrik
Palembang
dan
Pabrik
Panjang
untuk
di
proses
lebih
lanjut
di
kedua
pabrik
tersebut.
Proses
selanjutnya
adalah
penggilingan
clinker.
Penambahan
bahan
–
bahan
baku
penolong
seperti
gypsum
dilakukan
sebelum
memasukkan
clinker
ke
cement
mill.
Hasil
dari
penggilingan
clinker
dengan
gypsum
inilah
yang
disebut
semen
jenis
Portland
Type
I
yang
kemudian
di
lakukan
pengantongan
dan
siap
dijual
di
pasar.
Produk
Semen
Baturaja
dipasarkan
dalam
beberapa
macam
kemasan
yaitu
curah,
sak
dengan
kapasitas
50
kg,
dan
bed
dalam
satuan
ton.
Beberapa
reaksi
yang
terjadi
dalam
proses
pembuatan
semen
ini
adalah:
Mineral
decomposition
:
Al2SiO3
+
2H2O
→
Al2O3
+
2
SiO2
+
2H2O
Calcination
:
CaCO3
→
CaO
+CO2
Solid
phase
reaction
:
sintering
dan
pembentukan
CaS2
7
Laporan
Study
Excursion
2011
8
Untuk
menjaga
kualitas
produk
yang
dihasilkan,
maka
dilakukan
beberapa
hal,
antara
lain
kontrol
variabel,
install
peralatan,
menjaga
ketersediaan
suplai
panas
dan
energi
(
sekitar
112
kWh/
kg
hasil
),
dan
menjaga
jumlah
dan
kualitas
bahan
baku.
II.2.3.
Sistem
Firing
PT.
Semen
Baturaja
menggunakan
sistem
direct
firing
dan
indirect
firing.
Untuk
sistem
direct
firing
sendiri
atau
pembakaran
langsung
dipergunakan
fine
coal
pada
Atox
mill,
berkapasitas
30
ton/
hari.
Abu
hasil
pembakaran
atau
coal
ash
akan
digunakan
sebagai
bahan
pembuatan
clinker.
Komposisi
coal
ash
yang
dihasilkan
akan
mempengaruhi
komposisi
raw
mix
yang
dipergunakan
dalam
proses
produksi.
Laporan
Study
Excursion
2011
BAB
I
URAIAN
SINGKAT
PT.
BUKIT
ASAM
PERSERO
Tbk.
II.1. Profil
Perusahaan
Sejarah
pertambangan
batubara
di
Tanjung
Enim
dimulai
sejak
zaman
kolonial
Belanda
tahun
1919
dengan
menggunakan
metode
penambangan
terbuka
(open
pit
mining)
di
wilayah
operasi
pertama,
yaitu
di
Tambang
Air
Laya.
Selanjutnya
mulai
1923
beroperasi
dengan
metode
penambangan
bawah
tanah
(underground
mining)
hingga
1940,
sedangkan
untuk
produksi
komersial
dimulai
pada
1938.
Seiring
dengan
berakhirnya
kekuasaan
kolonial
Belanda
di
tanah
air,
para
karyawan
Indonesia
kemudian
berjuang
menuntut
perubahan
status
tambang
menjadi
pertambangan
nasional.
Pada
1950,
Pemerintah
RI
kemudian
mengesahkan
pembentukan
Perusahaan
Negara
Tambang
Arang
Bukit
Asam
(PN
TABA).
Pada
1981,
PN
TABA
kemudian
berubah
status
menjadi
Perseroan
Terbatas
dengan
nama
PT
Tambang
Batubara
Bukit
Asam
(Persero)
Tbk,
yang
selanjutnya
disebut
Perseroan.
Dalam
rangka
meningkatkan
pengembangan
industri
batubara
di
Indonesia,
pada
1990
Pemerintah
menetapkan
penggabungan
Perum
Tambang
Batubara
dengan
Perseroan.
Sesuai
dengan
program
pengembangan
ketahanan
energi
nasional,
pada
1993
Pemerintah
menugaskan
Perseroan
untuk
mengembangkan
usaha
briket
batubara.
Pada
23
Desember
2002,
Perseroan
mencatatkan
diri
sebagai
perusahaan
publik
di
Bursa
Efek
Indonesia
dengan
kode
“PTBA”.
PT.
Bukit
Asam
sendiri
memiliki
pertambangan
dan
demarga
di
berbagai
wilayah
di
Indonesia.
Untuk
lebih
jelasnya,
dapat
dilihat
pada
gambar
di
bawah
ini:
9
Laporan
Study
Excursion
2011
10
II.2. Proses
Produksi
II.2.1.Bahan
Baku
Produksi
Batubara
merupakan
senyawa
hidrokarbon
padat
yang
terdapat
di
alam
dengan
komposisi
yang
cukup
kompleks.
Bahan
organik
utamanya
yaitu
tumbuhan
yang
dapat
ditengarai
berupa
jejak
kulit
pohon,
daun,
akar,
struktur
kayu,
spora,
pollen,
damar,
dan
lain‐lain.
Selanjutnya
bahan
organik
tersebut
mengalami
berbagai
tingkat
pembusukan
(dekomposisi)
sehingga
menyebabkan
perubahan
sifat‐sifat
fisik
maupun
kimia
baik
sebelum
ataupun
sesudah
tertutup
oleh
endapan
lainnya.
Proses
perubahan
sisa‐sisa
tanaman
menjadi
gambut
hingga
batu
bara
disebut
dengan
istilah
pembatu
baraan
(coalification).
Secara
ringkas
ada
2
tahap
proses
yang
terjadi,
yakni:
•
Tahap
Diagenetik
atau
Biokimia,
dimulai
pada
saat
material
tanaman
terdeposisi
hingga
lignit
terbentuk.
Agen
utama
yang
berperan
dalam
proses
perubahan
ini
adalah
kadar
air,
tingkat
oksidasi
dan
gangguan
biologis
yang
dapat
menyebabkan
proses
pembusukan
(dekomposisi)
dan
kompaksi
material
organik
serta
membentuk
gambut.
Laporan
Study
Excursion
2011
•
11
Tahap
Malihan
atau
Geokimia,
meliputi
proses
perubahan
dari
lignit
menjadi
bituminus
dan
akhirnya
antrasit.
Mutu
endapan
batubara
juga
ditentukan
oleh
suhu,
tekanan
serta
lama
waktu
pembentukan,
yang
disebut
sebagai
'maturitas
organik.
Pembentukan
batubara
dimulai
sejak
periode
pembentukan
Karbon
(Carboniferous
Period)
dikenal
sebagai
zaman
batubara
pertama
yang
berlangsung
antara
360
juta
sampai
290
juta
tahun
yang
lalu.
Berikut
ini
ditunjukkan
tahapan
pembatu
baraan.
Proses
awalnya,
endapan
tumbuhan
berubah
menjadi
gambut/peat
(C60H6O34)
yang
selanjutnya
berubah
menjadi
batubara
muda
(lignite)
atau
disebut
pula
batubara
coklat
(brown
coal).
Batubara
muda
adalah
batubara
dengan
jenis
maturitas
organik
rendah.
Setelah
mendapat
pengaruh
suhu
dan
tekanan
yang
terus
menerus
selama
jutaan
tahun,
maka
batubara
muda
akan
mengalami
perubahan
yang
secara
bertahap
menambah
maturitas
organiknya
dan
mengubah
batubara
muda
menjadi
batubara
sub‐bituminus
(sub‐bituminous).
Perubahan
kimiawi
dan
fisika
terus
berlangsung
hingga
batubara
menjadi
lebih
keras
dan
warnanya
lebih
hitam
sehingga
membentuk
bituminus
(bituminous)
atau
antrasit
(anthracite).
Dalam
kondisi
yang
tepat,
peningkatan
maturitas
organik
yang
semakin
tinggi
terus
berlangsung
hingga
membentuk
antrasit.
Dalam
proses
pembatubaraan,
maturitas
Laporan
Study
Excursion
2011
organik
sebenarnya
menggambarkan
perubahan
konsentrasi
dari
setiap
unsur
utama
pembentuk
batubara.
Semakin
tinggi
peringkat
batubara,
maka
kadar
karbon
akan
meningkat,
sedangkan
hidrogen
dan
oksigen
akan
berkurang.
Karena
tingkat
pembatubaraan
secara
umum
dapat
diasosiasikan
dengan
mutu
atau
mutu
batubara,
maka
batubara
dengan
tingkat
pembatubaraan
rendah
disebut
pula
batubara
bermutu
rendah
seperti
lignite
dan
sub‐bituminus
biasanya
lebih
lembut
dengan
materi
yang
rapuh
dan
berwarna
suram
seperti
tanah,
memiliki
tingkat
kelembaban
(moisture)
yang
tinggi
dan
kadar
karbon
yang
rendah,
sehingga
kandungan
energinya
juga
rendah.
Semakin
tinggi
mutu
batubara,
umumnya
akan
semakin
keras
dan
kompak,
serta
warnanya
akan
semakin
hitam
mengkilat.
Selain
itu,
kelembabannya
pun
akan
berkurang
sedangkan
kadar
karbonnya
akan
meningkat,
sehingga
kandungan
energinya
juga
semakin
besar
Berdasarkan
tinjauan
beberapa
senyawa
dan
unsur
yang
terbentuk
pada
saat
proses
coalification,
maka
secara
umum
dikenal
beberapa
tingkatan
batubara
yaitu:
1.
Peat/
gambut,
(C60H6O34)
dengan
sifat
:
•
Warna
coklat
•
Material
belum
terkompaksi
•
Mernpunyai
kandungan
air
yang
sangat
tinggi
•
Mempunvai
kandungan
karbon
padat
sangat
rendah
•
Mempunyal
kandungan
karbon
terbang
sangat
tinggi
•
Sangat
mudah
teroksidasi
•
Nilai
panas
yang
dihasilkan
amat
rendah.
•
2.
Lignit/
brown
coal,
(C70OH5O25
)
dengan
ciri
:
•
Warna
kecoklatan
•
Material
terkompaksi
namun
sangat
rapuh
•
Mempunyai
kandungan
air
yang
tinggi
•
Mempunyai
kandungan
karbon
padat
rendah
•
Mempunyai
kandungan
karbon
terbang
tinggi
•
Mudah
teroksidasi
•
Nilai
panas
yang
dihasilkan
rendah.
12
Laporan
Study
Excursion
2011
13
3.
Subbituminous
(C75OH5O20)
‐
Bituminous
(C80OH5O15)
dengan
ciri
:
•
Warna
hitam
•
Material
sudah
terkompaksi
•
Mempunyai
kandungan
air
sedang
•
Mempunyai
kandungan
karbon
padat
sedang
•
Mempunyai
kandungan
karbon
terbang
sedang
•
Sifat
oksidasi
rnenengah
•
Nilai
panas
yang
dihasilkan
sedang.
4.
Antrasit
(C94OH3O3)
dengan
ciri
:
•
Warna
hitam
mengkilat
•
Material
terkompaksi
dengan
kuat
•
Mempunyai
kandungan
air
rendah
•
Mempunyai
kandungan
karbon
padat
tinggi
•
Mempunyai
kandungan
karbon
terbang
rendah
•
Relatif
sulit
teroksidasi
•
Nilai
panas
yang
dihasilkan
tinggi.
Untuk
menjaga
kualitas
batubara
yang
dihasilkan,
lapisan
penutup
batubara
dibuang
setebal
5‐10
cm.
Inilah
yang
disebut
batubara
bersih
II.2.2.
Pengenalan
Produk
PT
Bukit
Asam
(Persero)
Tbk.
(PTBA)
memasarkan
6
(enam)
jenis
batubara
yang
berbeda
‐
IPC
53,
BA
55,
BA
59,
BA
63,
BA
67,
BA
70
dengan
spesifikasi
sebagai
berikut:
Dengan
rata‐
rata
permintaan
yang
cukup
tinggi
untuk
BA‐67
Laporan
Study
Excursion
2011
II.2.3.
Analisa
Produk
Pada
dasarnya
terdapat
dua
jenis
material
yang
membentuk
batubara,
yaitu:
•
Combustible
Material,
yaitu
bahan
atau
material
yang
dapat
dibakar/
dioksidasi
oleh
oksigen.
Material
tersebut
umumnya
terdiri
dari
karbon
padat
(Fixed
Carbon),
senyawa
hidrokarbon,
total
Sulfur,
senyawa
Hidrogen,
dan
beberapa
senyawa
lainnya
dalam
jumlah
kecil.
•
Non
Combustible
Material,
yaitu
hahan
atau
material
yang
tidak
dapat
dibakar/dioksidasi
oleh
oksigen.
Material
tersebut
umurnnya
terdiri
dan
senyawa
anorganik
(Si02,
A1203,
Fe203,
Ti02,
Mn304,
CaO,
MgO,
Na20,
K20
dan
senyawa
logam
lainnya
dalam
jumlah
kecil)
yang
akan
membentuk
abu
dalam
batubara.
Kandungan
non
combustible
material
ini
umumnya
tidak
diingini
karena
akan
mengurangi
nilai
bakarnya.
Komposisi
material
dalam
batubara
inilah
yang
nantinya
akan
dijadikan
parameter
kualitas
batubara
yang
sering
digunakan
antara
lain
adalah
kalori,
kadar
kelembaban
(Kandungan
Air),
kandungan
zat
terbang,
kadar
abu,
kadar
karbon,
kadar
sulfur,
ukuran,
dan
tingkat
ketergerusan
(HGI),
di
samping
parameter
lain
seperti
analisis
unsur
yang
terdapat
dalam
abu
(SiO2,
Al2O3,
P2O5,
Fe2O3,
dll),
analisis
komposisi
sulfur
(pyritic
sulfur,
sulfate
sulfur,
organic
sulfur),
dan
titik
leleh
abu
(ash
fusion
temperature)
serta
analisa
analisa
unsur
terkecil
(trace
element)
seperti
Hg,As,Se,B,
dll.
Pengaruh
parameter
di
atas
terhadap
peralatan
pembangkitan
listrik
adalah:
1.
Kalori
(Calorific
Value
atau
CV,
satuan
cal/gr
atau
kcal/kg)
CV
sangat
berpengaruh
terhadap
pengoperasian
pulveriser/mill,
pipa
batubara,
dan
windbox,
serta
burner.
Semakin
tinggi
CV
maka
aliran
batubara
setiap
jam‐nya
semakin
rendah
sehingga
kecepatan
coal
feeder
harus
disesuaikan.
Untuk
batubara
dengan
kadar
kelembaban
dan
tingkat
ketergerusan
yang
sama,
maka
dengan
CV
yang
tinggi
menyebabkan
pulveriser
akan
beroperasi
di
bawah
kapasitas
normalnya
(menurut
desain),
atau
dengan
kata
lain
operating
ratio‐ nya
menjadi
lebih
rendah.
2.
Kadar
kelembaban
(Moisture,
satuan
persen)
Hasil
analisis
untuk
kelembaban
terbagi
menjadi
free
moisture
(FM)
dan
inherent
moisture
(IM).
Adapun
jumlah
dari
keduanya
disebut
dengan
total
moisture
14
Laporan
Study
Excursion
2011
(TM).
Kadar
kelembaban
mempengaruhi
jumlah
pemakaian
udara
primernya.
Batubara
berkadar
kelembaban
tinggi
akan
membutuhkan
udara
primer
lebih
banyak
untuk
mengeringkan
batubara
tersebut
pada
suhu
yang
ditetapkan
oleh
output
pulveriser.
3.
Zat
terbang
(Volatile
Matter
atau
VM,
satuan
persen)
Kandungan
VM
mempengaruhi
kesempurnaan
pembakaran
dan
intensitas
api.
Penilaian
tersebut
didasarkan
pada
rasio
atau
perbandingan
antara
kandungan
karbon
(fixed
carbon)
dengan
zat
terbang,
yang
disebut
dengan
rasio
bahan
bakar
(fuel
ratio).
Semakin
tinggi
nilai
fuel
ratio
maka
jumlah
karbon
di
dalam
batubara
yang
tidak
terbakar
juga
semakin
banyak.
Jika
perbandingan
tersebut
nilainya
lebih
dari
1.2,
maka
pengapian
akan
kurang
bagus
sehingga
mengakibatkan
kecepatan
pembakaran
menurun.
4.
Kadar
abu
(Ash
content,
satuan
persen)
Kandungan
abu
akan
terbawa
bersama
gas
pembakaran
melalui
ruang
bakar
dan
daerah
konversi
dalam
bentuk
abu
terbang
(fly
ash)
yang
jumlahnya
mencapai
80
persen
dan
abu
dasar
sebanyak
20
persen.
Semakin
tinggi
kadar
abu,
secara
umum
akan
mempengaruhi
tingkat
pengotoran
(fouling),
keausan,
dan
korosi
peralatan
yang
dilalui.
5.
Kadar
karbon
(Fixed
Carbon
atau
FC,
satuan
persen)
Nilai
kadar
karbon
diperoleh
melalui
pengurangan
angka
100
dengan
jumlah
kadar
air
(kelembaban),
kadar
abu,
dan
jumlah
zat
terbang.
Nilai
ini
semakin
bertambah
seiring
dengan
tingkat
pembatubaraan.
Kadar
karbon
dan
jumlah
zat
terbang
digunakan
sebagai
perhitungan
untuk
menilai
kualitas
bahan
bakar,
yaitu
berupa
nilai
fuel
ratio
sebagaimana
dijelaskan
di
atas.
6.
Kadar
sulfur
(Sulfur
content,
satuan
persen)
Kandungan
sulfur
dalam
batubara
terbagi
dalam
pyritic
sulfur,
sulfate
sulfur,
dan
organic
sulfur.
Namun
secara
umum,
penilaian
kandungan
sulfur
dalam
batubara
dinyatakan
dalam
Total
Sulfur
(TS).
Kandungan
sulfur
berpengaruh
terhadap
tingkat
korosi
sisi
dingin
yang
terjadi
pada
elemen
pemanas
udara,
15
Laporan
Study
Excursion
2011
terutama
apabila
suhu
kerja
lebih
rendah
dari
pada
titik
embun
sulfur,
di
samping
berpengaruh
terhadap
efektivitas
penangkapan
abu
pada
peralatan
electrostatic
precipitator.
7.
Ukuran
(Coal
size)
Ukuran
butir
batubara
dibatasi
pada
rentang
butir
halus
(pulverized
coal
atau
dust
coal)
dan
butir
kasar
(lump
coal).
Butir
paling
halus
untuk
ukuran
maksimum
3
milimeter,
sedangkan
butir
paling
kasar
sampai
dengan
ukuran
50
milimeter.
8.
Tingkat
ketergerusan
(Hardgrove
Grindability
Index
atau
HGI)
Kinerja
pulveriser
atau
mill
dirancang
pada
nilai
HGI
tertentu.
Untuk
HGI
lebih
rendah,
kapasitasnya
harus
beroperasi
lebih
rendah
dari
nilai
standarnya
pula
untuk
menghasilkan
tingkat
kehalusan
(fineness)
yang
sama.
II.3. Perlindungan
Lingkungan
Hidup
Untuk
menjaga
kelestarian
lingkungan
hidup,
ada
beberapa
program
yang
dijalankan
PT.
Bukit
Asam,
antara
lain
adalah:
•
Kolam
pengendapan
lumpur
•
Penyiraman
air
di
jalanan
untuk
mengurangi
debu
yang
beterbangan
•
Reklamasi
dengan
tanaman
yang
ekonomis
•
Pembuatan
kolam
pengolahan
limbah
•
Pemberian
kapur
aktif
dalam
limbah
untuk
mengurangi
keasaman
air
tambang
•
Reuse
limbah
belt
conveyor
•
Rencana
Pasca
Tambang
(TAHURA
ENIM),
yaitu
perubahan
wilayah
bekas
pertambangan
menjadi
wilayah
pertanian,
perumahan,
maupun
daerah
wisata.
II.4. Istilah
yang
Digunakan
Abu
atau
ash
Sisa
pembakaran
dari
mineral‐mineral
yang
tidak
hangus
dalam
batubara
seperti
lempung,kuarsa,pasir,lanau
dan
belerang
bila
batubara
dibakar.Mineral‐mineral
tersebut
secra
kimia
dan
fisika
sama
dengan
lempung,
kuarsa,pasir,lanau,
dan
belerang
yang
terdapat
di
alam
16
Laporan
Study
Excursion
2011
Adb
Singkatan
dari
air
dried
basis.
Air
asam
penirisan.
Air
bersifat
asam
yang
ditiriskan
dari
tambang
batubara
dalam
atau
tambang
batubara
terbuka
yang
dihasilkan
oleh
reaksi
organik
atau
inorganik
bahan‐bahan
mengandung
pirit
(besi
sulfida)
dengan
air
dan
oksigen
sehingga
air
ini
mengandung
asam
belerang
dan
besi.
Air‐dried
basis
Disingkat
ADB
atau
adb,
berarti
analisis
conto
batubara
dalam
keadaan
kadar
kelembaban
yang
hampir
sama
dengan
kelembaban
udara
sekitarnya.
Air
dried
Disingkat
AD
atau
ad,
berarti
conto
batubara
dikeringkan
secara
alami
atau
dalam
alat
pengering
pada
suhu
ruang
sebelum
dianalisis.
Analisis
proksimat
Penentuan
pesentase
dari
kadar
kelembaban,
zat
terbang
,
karbon
tertambat
(karbon
tetap)
dan
abu
dengan
cara
tertentu
di
laboratorium
umumnya
untuk
batubara
dan
kokas.
Walaupun
tidak
tepat
analisa
proksimat
lebih
sering
mencantumkan
nilai
kalor
batubara,
analisa
dilakukan
pada
basis
contoh
sebagai
diterima
(as‐reveived),
bebas
kelembaban
(moisture
free)
dan
bebas‐abu
(ash‐free).
Analisis
ultimat
Analisa
laboratorium
untuk
menentukan
kandungan
abu,
karbon,
hidrogen,
ogsigen
dan
belerangdalam
batubara
dengan
metoda
tertentu.
Kandungan
itu
dinyatakan
dalam
persen
pada
basis
contoh
dikeringkan
pada
suhu
105ºC
dalam
keadan
bebas
kelembaban
dan
abu.
ARB
Singkatan
dari
as‐
received
basis.
As‐received
basis
:
disingkat
ARB
atau
arb,
yang
berarti
contoh
yang
dianalisa
sesuai
keadaan
pada
waktu
diterima
dilaboratorium.
Ash
fusibility:
Ukuran
dalam
derajat
suhu
dari
abu
batubara
melunak
dengan
cara
uji
karbon
contoh
batubara
(di
laboratorium
dengan
cara
dan
keadaan
baku).
17
Laporan
Study
Excursion
2011
Ash
fusion
temperature
:
suhu
pelunakan
abu,
yakni
suhu
ketika
conto
batubara
(biasanya
dibentuk
seperti
kerucut
kecil)
mulai
berubah
dan,
melunak
mendekati
pelelehan
dalam
uji
bakar
laboratorium.
18
Laporan
Study
Excursion
2011
BAB
I
URAIAN
SINGKAT
PT.
PUPUK
SRIWIDJAJA
PALEMBANG
I.1. Profil
Perusahaan
PT
Pupuk
Sriwidjaja
Palembang
merupakan
anak
perusahaan
dari
PT
Pupuk
Sriwidjaja
(Persero)
yang
merupakan
Badan
Usaha
Milik
Negara
(BUMN)
.
PT
Pupuk
Sriwidjaja
Palembang
menjalankan
usaha
di
bidang
produksi
dan
pemasaran
pupuk.
Perusahaan
yang
juga
dikenal
dengan
sebutan
PT
Pusri
ini,
diawali
dengan
didirikannya
Perusahaan
Pupuk
pada
tanggal
24
Desember
1959,
merupakan
produsen
pupuk
urea
pertama
di
Indonesia.
Perusahaan
ini
telah
mengalami
beberapa
kali
pengembangan,
sehingga
PT
Pupuk
Sriwidjaja
yang
semula
hanya
memiliki
satu
pabrik
dengan
kapasitas
terpasang
100.000
ton
per
tahun,
dalam
periode
1972‐2004
telah
menjadi
2.280.000
ton
urea
Secara
sekilas,
tahapan
pembangunan
PUSRI
adalah
sebagai
berikut:
•
Pusri
didirikan
pada
tanggal
24
Desember
1959
di
Palembang,
dengan
kegiatan
usaha
memproduksi
pupuk
urea.
•
Pada
tahun
1963
beroperasi
pabrik
pupuk
urea
pertama
yaitu
:
”
PUSRI
I
”
dengan
kapasitas
terpasang
sebesar
100.000
ton
per
tahun.
•
Tahun
1974
dibangun
pabrik
pupuk
Urea
kedua
yaitu
“
PUSRI
II
“
dengan
kapasitas
terpasang
sebesar
380.000
ton
pertahun
(
sejak
tahun
1992
kapasitasnya
ditingkatkan
/
optimasi
menjadi
570.000
ton
/
tahun
).
•
Tahun
1976
dibangun
pabrik
pupuk
Urea
ketiga,
yaitu
“
PUSRI
III
”
dengan
kapasitas
terpasang
sebesar
570.000
ton
pertahun.
•
Tahun
1977
dibangun
pabrik
pupuk
Urea
keempat,
yaitu
“
PUSRI
IV
”
dengan
kapasitas
terpasang
sebesar
570.000
ton
pertahun.
19
Laporan
Study
Excursion
2011
•
Tahun
1990
dibangun
pabrik
pupuk
Urea,
yaitu
“
PUSRI
I
B
”
dengan
kapasitas
terpasang
sebesar
570.000
ton
pertahun
sebagai
pengganti
pabrik
Pusri
I
yang
dihentikan
operasinya
karena
usia
teknis
dan
sudah
tidak
efisien
lagi.
Pabrik
ini
mulai
berproduksi
pada
tahun
1994,
merupakan
pabrik
pertama
yang
dikerjakan
sebagian
besar
oleh
ahli‐ahli
bangsa
Indonesia,
yang
dibangun
dengan
konsep
hemat
energi
dan
menggunakan
sistem
kendali
komputer
“Distributed
Control
System”
•
Tahun
1979,
pemerintah
menetapkan
PT.Pusri
sebagai
perusahaan
yang
bertanggung
jawab
dalam
pengadaan
dan
penyaluran
seluruh
jenis
pupuk
bersubsidi,
baik
yang
berskala
dari
produksi
dalam
negeri
maupun
import
untuk
memenuhi
kebutuhan
program
intensifikasi
pertanian
(Bimas
dan
Inmas).
•
Tahun
1997
dibentuk
Holding
BUMN
Pupuk
di
Indonesia
dan
PT.
Pusri
ditunjuk
oleh
pemerintah
sebagai
induk
perusahaan.
•
Tanggal
1
Desember
1998,
pemerintah
menghapus
subsidi
dan
tata
niaga
seluruh
jenis
pupuk,
baik
pupuk
yang
diproduksi
dalam
negeri
maupun
pupuk
import
•
Pada
tahun
2001
tata
niaga
pupuk
kembali
diatur
oleh
Pemerintah
melalui
Kepmen
Perindag
RI
No.93/MPP/Kep/3/2001,
tanggal
14
Maret
2001,
dimana
unit
niaga
Pusri
dan
atau
produsen
melaksanakan
penjualan
pupuk
di
lini
III
(kabupaten)
sedangkan
dari
kabupaten
sampai
ke
tangan
petani
dilaksanakan
oleh
distributor
(BUMN,
Swasta,
Koperasi)
•
Pada
tahun
2003
keluar
Kepmen
Perindag
No.70/MPP/2003
tanggal
11
Februari
2003
tentang
tata
niaga
pupuk
yang
bersifat
rayonisasi
dan
berarti
PT
Pusri
tidak
lagi
bertanggung
jawab
untuk
pengadaan
dan
penyediaan
pupuk
secara
nasional
tetapi
dibagi
dalam
beberapa
rayon.
•
Pada
tahun
2010
dilakukan
Pemisahan
(Spin
Off)
dari
Perusahaan
Perseroan
(Persero)
PT.
Pupuk
Sriwidjaja
disingkat
PT.
Pusri
(Persero)
kepada
PT.
Pupuk
Sriwidjaja
Palembang
serta
telah
terjadinya
pengalihan
hak
dan
kewajiban
PT.
Pusri
(Persero)
kepada
PT.
Pusri
Palembang
20
Laporan
Study
Excursion
2011
21
BAB
II
PROSES
PRODUKSI
II.1. Pengenalan
Singkat
Produk
II.1.1.
Pengenalan
Produk
Produksi
Pabrik
PT
Pupuk
Sriwidjaja
terdiri
dari
produk
utama
dan
produk
samping
yang
dihasilkan
oleh
Pabrik
Utama
Pusri
II,
III,
IV,
IB.
Produk
utama
terdiri
dari
Amoniak
dan
Urea,
sedangkan
produk
samping
terdiri
dari
Amoniak
Ekses,
Oksigen,
Nitrogen,
Dry
ice,
dan
CO2
PT.
Pusri
mempunyai
4
(empat)
unit
pabrik
dengan
masing‐masing
pabrik
terdiri
atas
3
(tiga)
bagian
sebagai
berikut
:
•
Pabrik
Offsite/Utilitas
Pabrik
utilitas
adalah
pabrik
yang
menghasilkan
bahan‐bahan
pembantu
maupun
energi
yang
dibutuhkan
oleh
pabrik
amoniak
dan
urea.
Produk
yang
dihasilkan
dan
diolah
dari
pabrik
utilitas
ini
antara
lain
sebagai
berikut
:
Laporan
Study
Excursion
2011
•
AIR
BERSIH
•
AIR
PENDINGIN
•
AIR
DEMIN
•
UDARA
PABRIK
•
UDARA
INSTRUMENT
•
TENAGA
LISTRIK,
disuplai
4
pembangkit
listrik
dengan
kapasitas
21‐ 25
MW
•
UAP
AIR
dengan
tekanan
42
kg
atau
medium
steam
•
Pabrik
Amoniak
Pabrik
Amoniak
ialah
pabrik
yang
menghasilkan
amoniak
sebagai
hasil
utama
dan
carbon
dioxide
sebagai
hasil
samping
yang
keduanya
merupakan
bahan
baku
pabrik
urea.
Bahan
baku
pembuatan
amoniak
adalah
gas
bumi
yang
diperoleh
dari
Pertamina
dengan
komposisi
utama
methane
(CH4)
sekitar
70%
dan
Carbon
Dioxide
(CO2)
sekitar
10%.
Steam
atau
uap
air
diperoleh
dari
air
Sungai
Musi
setelah
mengalami
suatu
proses
pengolahan
tertentu
di
Pabrik
Utilitas.
Sedangkan
udara
diperoleh
dari
lingkungan,
dan
sebelum
udara
ini
digunakan
sebagai
udara
proses,
ditekan
terlebih
dahulu
oleh
kompresor
udara.
Secara
garis
besar
proses
dibagi
menjadi
4
unit,
dengan
urutan
sebagai
berikut
:
22
Laporan
Study
Excursion
2011
1.
Feed
Treating
Unit
2.
Reforming
Unit
3.
Purification
&
Methanasi
4.
Compression
Synloop
&
Refrigeration
Unit
(1)
Feed
Treating
Unit
Gas
Alam
yang
masih
mengandung
kotoran
(impurities),
terutama
senyawa
belerang
sebelum
masuk
ke
Reforming
Unit
harus
dibersihkan
dahulu
di
unit
ini,
agar
tidak
menimbulkan
keracunan
pada
Katalisator
di
Reforming
Unit.
Untuk
menghilangkan
senyawa
belerang
yang
terkandung
dalam
gas
alam,
maka
gas
alam
tersebut
dilewatkan
dalam
suatu
bejana
yang
disebut
Desulfurizer.
Gas
alam
yang
bebas
sulfur
ini
selanjutnya
dikirim
ke
Reforming
Unit.
(2)
Reforming
Unit
Di
reforming
unit
gas
alam
yang
sudah
bersih
dicampur
dengan
uap
air,
dipanaskan,
kemudian
direaksikan
di
Primary
Reformer,
hasil
rekasi
yang
berupa
gas‐gas
hydrogen
dan
carbon
dioxide
dikirm
ke
Secondary
Reformer
dan
direaksikan
dengan
udara
sehingga
dihasilkan
gas‐gas
sebagai
berikut
:
•
Hidrogen
•
Nitrogen
•
Karbon
Dioksida
Gas
gas
hasil
reaksi
ini
dikirim
ke
Unit
purifikasi
dan
Methanasi
untuk
dipisahkan
gas
karbon
dioksidanya.
(3)
Purification
&
Methanasi
Karbon
dioksida
yang
ada
dalam
gas
hasil
reaksi
Reforming
Unit
dipisahkan
dahulu
di
Unit
Purification,
Karbon
Dioksida
yang
telah
dipisahkan
dikirim
sebagai
bahan
baku
Pabrik
Urea.
Sisa
karbon
dioksida
yang
terbawa
dalam
gas
proses,
akan
menimbulkan
racun
pada
katalisator
ammonia
converter,
oleh
karena
itu
sebelum
gas
proses
ini
dikirim
ke
Unit
Synloop
&
Refrigeration
terlebih
dahulu
masuk
ke
Methanator
(4)
Compression
Synloop
&
Refrigeration
Unit
Gas
Proses
yang
keluar
dari
Methanator
dengan
perbandingan
gas
hidrogen
:
nitrogen
=
3
:
1,
ditekan
atau
dimampatkan
untuk
mencapai
tekanan
yang
diinginkan
oleh
Ammonia
Converter
agar
terjadi
reaksi
pembentukan,
uap
ini
kemudian
masuk
ke
Unit
Refrigerasi
sehingga
didapatkan
amoniak
dalam
fasa
cair
yang
selanjutnya
digunakan
sebagai
bahan
baku
pembuatan
Urea.
23
Laporan
Study
Excursion
2011
24
Hasil
/
produk
pada
proses
di
atas
adalah
gas
ammonia
cair
serta
karbon
dioksida
yang
digunakan
sebagai
bahan
baku
pembuatan
Urea.
•
Pabrik
Urea
Proses
pembuatan
Urea
dibuat
dengan
bahan
baku
gas
CO2
dan
liquid
NH3
yang
disuplai
dari
Pabrik
Amoniak.
Laporan
Study
Excursion
2011
Proses
pembuatan
Urea
tersebut
dibagi
menjadi
6
unit,
yaitu
:
1.
Sintesa
Unit
2.
Purifikasi
Unit
3.
Kristaliser
Unit
4.
Prilling
Unit
5.
Recovery
Unit
6.
Proses
Kondensat
Treatment
Unit
(1)
Sintesa
Unit
Unit
ini
merupakan
bagian
terpenting
dari
pabrik
Urea,
untuk
mensintesa
Urea
dengan
mereaksikan
Liquid
NH3
dan
gas
CO2
di
dalam
Urea
Reaktor
dan
ke
dalam
reaktor
ini
dimasukkan
juga
larutan
recycle
karbamat
yang
berasal
dari
bagian
Recovery.
Tekanan
operasi
di
Sintesa
adalah
175
Kg/cm2
G.
Hasil
Sintesa
Urea
dikirim
ke
bagian
Purifikasi
untuk
dipisahkan
ammonium
karbamat
dan
kelebihan
ammonianya
setelah
dilakukan
stripping
oleh
CO2
(2)
Purifikasi
Unit
Ammonium
karbamat
yang
tidak
terkonversi
dan
kelebihan
ammonia
di
unit
Sintesa
diuraikan
dan
dipisahkan
dengan
cara
tekanan
dan
pemanasan
dengan
dua
step
penurunan
tekanan,
yaitu
pada
17kg/cm2
G
dan
22,2
kg/cm2
G.
Hasil
peruraian
berupa
gas
CO2
dan
NH3
dikirim
ke
bagian
Recovery,
sedangkan
larutan
ureanya
dikirim
ke
bagian
kristaliser.
(3)
Kristaliser
Unit
Larutan
urea
dari
unit
Purifikasi
dikristalkan
dibagian
ini
secara
vacuum.
Kemudian
kristal
ureanya
dipisahkan
di
Centrifuge.
Panas
yang
diperlukan
untuk
menguapkan
air
diambil
dari
panas
Sensibel
larutan
urea,
maupun
panas
kristalisasi
urea
dan
panas
yang
diambil
dari
sirkulasi
Urea
Slurry
ke
HP
Absorber
dari
Recovery.
(4)
Prilling
Unit
Kristal
urea
keluaran
Centrifuge
dikeringkan
sampai
menjadi
99,8%
berat
dengan
udara
panas,
kemudian
dikirimkan
ke
bagian
atas
Prillign
Tower
untuk
dilelehkan
dan
didistribusikan
merata
ke
seluruh
distributor,
dan
dari
distributor
dijatuhkan
ke
bawah
sambil
didinginkan
oleh
udara
dari
bawah
dan
menghasilkan
produk
urea
butiran
(prill).
Produk
urea
dikirim
ke
bulk
storage
dengan
belt
conveyor.
25
Laporan
Study
Excursion
2011
26
(5)
Recovery
Unit
Gas
ammonia
dan
gas
CO2
yang
dipisahkan
dibagian
purifikasi
diambil
kembali
dengan
2
step
absorbsi
dengan
menggunakan
mother
liquor
sebagian
absorbent
kemudian
di
recycle
kembali
ke
bagian
sintesa.
(6)
Proses
Kondensat
Treatment
Unit
Uap
air
yang
menguap
dan
terpisahkan
dibagian
kristaliser
didinginkan
dan
dikondensasikan.
Sejumlah
kecil
urea,
NH3,
dan
CO2
ikut
kondensat
kemudian
diolah
dan
dipisahkan
di
stripper
dan
hydrolizer.
Gas
CO2
dan
gas
NH3nya
dikirim
kembali
ke
bagian
purifikasi
untuk
direcover.
Sedang
air
kondensatnya
dikirim
ke
utilitas.
II.2. Proses
Produksi
II.2.1.
Proses
produksi
pupuk
urea
Kedengaran
amat
sederhana
bahwa
pupuk
Urea
terbuat
dari
gas
alam,
air
dan
udara.
Udara
tersedia
tidak
terbatas
sedang
gas
alam
terdapat
banyak
di
Indonesia.
Dengan
sendirinya
bagi
Indonesia
bukanlah
menjadi
masalah
yang
berat
untuk
dapat
memproduksi
sendiri
pupuk
buatan
bagi
kepentingan
pertaniannya.
Namun
tidaklah
sesederhana
itu
proses
pembuatan
pupuk
Urea
yang
dibuat
di
Pabrik
Pusri
yang
dikenal
sebagai
jenis
pupuk
tunggal
berkadar
Nitrogen
46%.
Dimulai
dari
ladang‐ladang
gas
yang
banyak
terdapat
di
sekitar
Prabumulih
yang
diusahakan
oleh
Pertamina,
gas
alam
yang
bertekanan
rendah
dikirim
melalui
pipa‐
Laporan
Study
Excursion
2011
pipa
berukuran
14
inchi
ke
pabrik
pupuk
PT
Pupuk
Sriwidjaja,
di
Palembang.
Gas
alam
ini
dimasa‐masa
yang
lalu
tidak
diusahakan
orang
dan
dibiarkan
habis
terbakar.
Menjelajah
hutan‐hutan,
rawa‐rawa,
sungai,
bukit‐bukit
dan
daerah‐daerah
yang
sulit
dilalui,
gas
alam
bertekanan
rendah
ini
dikirim
melalui
pipa‐pipa
sepanjang
ratusan
kilometer
jauhnya
menuju
pemusatan
gas
alam
di
pabrik
pupuk
di
Palembang.
Gas
bertekanan
rendah,
melalui
proses
khusus
pada
kompresor,
gas
diubah
menjadi
gas
yang
bertekanan
tinggi.
Kemudian
gas
ini
dibersihkan
pada
unit
Sintesa
Gas
untuk
menghilangkan
debu,
lilin
dan
belerang.
Pertemuan
antara
gas
yg
sudah
diproses
dengan
air
dan
udara
pada
unit
sintesa
ini
menghasilkan
tiga
unsur
kimia
penting,
yaitu
unsur
gas
N2
(zat
lemas),
unsur
zat
air
(H2),
dan
unsur
gas
asam
arang
(CO2),
Ketiga
unsur
kimia
penting
ini
kemudian
dilanjutkan
prosesnya.
Zat
lemas
(N2)
dan
zat
air
(H2)
bersama‐sama
mengalir
menuju
Unit
Sintesa
Urea.
Pada
sintesa
amoniak,
zat
lemas
(N2)
dan
zat
air
(H2)
diproses
menghasilkan
amoniak
(NH3).
Gas
asam
arang
(CO2),
yang
dihasilkan
pada
unit
Sintesa
Gas,
kemudian
bereaksi
dengan
amoniak
pada
unit
Sintesa
Urea.
Hasil
reaksi
ini
adalah
butir‐butir
urea
yang
berbentuk
jarum
dan
sangat
menyerap
air.
Oleh
karena
itu
proses
pembuatan
dilanjutkan
lagi
pada
Menara
Pembutir,
dimana
bentuk
butir‐butir
tajam
itu
diubah
dengan
suatu
tekanan
yang
tinggi
menjadi
butir‐butir
Urea
bulat
yang
berukuran
1
sampai
2
milimeter
sehingga
mempermudah
petani
menabur
dan
menebarkannya
pada
sawah‐sawah
mereka.
Pada
umumnya,
butir‐butir
Urea
itu
dibungkus
dengan
karung
plastik
dengan
berat
50
Kilogram.
27
Laporan
Study
Excursion
2011
28
II.2.2.
Proses
kimia
pembuatan
Amoniak
dan
Urea
Pupuk
Urea
yang
dikenal
dengan
nama
rumus
kimianya
NH2CONH2
pertama
kali
dibuat
secara
sintetis
oleh
Frederich
Wohler
tahun
1928
dengan
mereaksikan
garam
cyanat
dengan
ammonium
hydroxide.
Pupuk
urea
yang
dibuat
PT
Pusri
merupakan
reaksi
antara
karbon
dioksida
(CO2)
dan
ammonia
(NH3).
Kedua
senyawa
ini
berasal
dari
bahan
gas
bumi,
air
dan
udara.
Ketiga
bahan
baku
tersebut
meruapakan
kekayaan
alam
yang
terdapat
di
Sumatera
Selatan.
Pada
proses
pembuatan
amoniak
dengan
tekanan
rendah
dalam
reaktor
(±150
atmosfir)
yaitu
dengan
reaksi
reforming
merubah
CO
menjadi
CO2,
penyerapan
CO2
dan
metanasi.
Reaksi
reforming
ini
dilakukan
dalam
2
tingkatan
yaitu
:
Laporan
Study
Excursion
2011
Tingkat
Pertama
:
Gas
bumi
dan
uap
air
direaksikan
dengan
katalis
melalui
piap‐pipa
vertikal
dalam
dapur
reforming
pertama
dan
secara
umum
reaksi
yang
terjadi
sebagai
berikut:
Cn
H2n
+
nH2O
‐‐‐>
NCO
+
(2n+1)H2
‐panas
CH4
+
H2O
‐‐‐>
CO
+
3H2
‐
panas
Tingkat
Kedua
:
Udara
dialirkan
dan
bercampur
dengan
arus
gas
dari
reformer
pertama
di
dalam
reformer
kedua,
hal
ini
dimaksudkan
untuk
menyempurnakan
reaksi
reforming
dan
untuk
memperoleh
campuran
gas
yang
mengandung
nitrogen
(N)
2
CH4
+
3
O2
‐‐‐>
12
N2
2
CO
+
4
H2O
‐‐‐>
12
N2
lalu
campuran
gas
sesudah
reforming
direaksikan
dengan
H2O
di
dalam
converter
CO
untuk
mengubah
CO
menjadi
CO2
CO
+
H2O
‐‐‐>
CO2
+
H2
CO2
yang
terjadi
dalam
campuran
gas
diserap
dengan
K2
CO3
K2
CO3
+
CO2
+
H2O
‐‐‐>
KHCO3
larutan
KHCO3
dipanaskan
guna
mendapatkan
CO2
sebagai
bahan
baku
pembuatan
urea.
Setelah
CO2
dipisahkan,
maka
sisa‐sisa
CO,
CO2
dalam
campuran
gas
harus
dihilangkan
yaitu
dengan
cara
mengubah
zat‐zat
itu
menjadi
CH4
kembali
CO
+
3H2
‐‐‐>
CH4
+
H2O
CO2
+
4H2
‐‐‐>
CH4
+
2H2O
Lalu
kita
mensintesa
nitrogen
dengan
hidrogen
dalam
suatu
campuran
ganda
pada
tekanan
150
atmosfir
dan
kemudian
dialirkan
ke
dalam
converter
amoniak.
N2
+
3H2
‐‐‐>
2NH3
Setelah
didapatkan
CO2
(gas)
dan
NH3
(cair),
kedua
senyawa
ini
direaksikan
dalam
reaktor
urea
dengan
tekanan
200‐250
atmosfer.
2NH3
+
CO2
‐‐‐>
NH2COONH4
+
Q
amoniak
karbon
dioksida
ammonium
karbamat
NH2COONH4
‐‐‐>
NH2
CONH2
+
H2O
‐
Q
Reaksi
ini
berlangsung
tanpa
katalisator
dalam
waktu
±25
menit.
Proses
selanjutnya
adalah
memisahkan
urea
dari
produk
lain
dengan
memanaskan
hasil
reaksi
(urea,
biuret,
ammonium
karbamat,
air
dan
amoniak
kelebihan)
dengan
penurunan
tekanan,
dan
temperatur
120‐165
derajat
Celsius,
sehingga
ammonium
29
Laporan
Study
Excursion
2011
karbamat
akan
terurai
menjadi
NH3
dan
CO2,
dan
kita
akan
mendapatkan
urea
berkonsentrasi
70‐75%.
Untuk
mendapatkan
konsentrasi
urea
yang
lebih
tinggi
maka
dilakukan
pemekatan
dengan
cara:
1. Penguapan
larutan
urea
di
bawah
vacuum
(ruang
hampa
udara,
tekanan
0,1
atmosfir
mutlak),
sehingga
larutan
menjadi
jenuh
dan
mengkristal.
2. Memisahkan
kristal
dari
cairan
induknya
dengan
centrifuge
3. Penyaringan
kristal
dengan
udara
panas
Untuk
mendapatkan
urea
dalam
bentuk
butiran
kecil,
keras,
padat
maka
kristal
urea
dipanaskan
kembali
sampai
meleleh
dan
urea
cair
lalu
disemprotkan
melalui
nozzle‐nozzle
kecil
dari
bagian
atas
menara
pembutir
(prilling
tower).
Sementara
tetesan
urea
yang
jatuh
melalui
nozzle
tersebut,
dihembuskan
udara
dingin
ke
atas
sehingga
tetesan
urea
akan
membeku
dan
menjadi
butir
urea
yang
keras
dan
padat
Pengolahan
air
limbah
di
pabrik
PT
Pusri
Palembang
kini
kian
disempurnakan
dengan
telah
dioperasikannya
pemakaian
Instalasi
Pengolahan
Air
Limbah
(IPAL)
dan
Minimasi
Pemisah
Air
Limbah
(MPAL)
yang
memanfaatkan
media
tanaman
Eceng
Gondok.
Sebelumnya
Pusri
telah
memiliki
sistem
IPAL
yang
menggunakan
bantuan
mikrobiologi,
namun
seiring
dengan
perkembangan
teknologi
maka
dipandang
perlu
untuk
di
sempurnakan
lagi.
Lebih
lanjut
Indra
menjelaskan
Proyek
IPAL
dan
MPAL
ini
terdiri
dari
beberapa
unit
proses
antara
lain:
1.
Kolam
Emergency
2.
Kolam
Ekualisasi
3.
Kolam
/
Tangki
Net
ralisasi
4.
Scrubber
5.
Kolam
Wetland
6.
Kolam
Mikrobiologis
7.
Bak
Penampung
di
masing‐masing
pabrik
atau
MPAL
8.
Serta
unit‐unit
pendukungnya.
30
Laporan
Study
Excursion
2011
31
II.
Proses
produksi
produk
samping
a.
Amoniak
Ekses
b.
Nitrogen
dan
Oksigen
Cair
Pabrik
oksigen
mulai
berproduksi
pada
tahun
1980
dan
nitrogen
pada
tahun
1983.
Dalam
pabrik
pemisah
udara
(Air
Separation
Unit)
prinsipnya
adalah
melakukan
fraksinasi
terhadap
kandungan
nitrogen
dan
oksigen
yang
terdapat
dalam
udara
bebas
Dengan
melalui
kompresor,
udara
bebas
tersebut
dikompresi
dan
kemudian
didinginkan
hingga
suhu
minus
184
derajat
Celcius.
Kandungan
H2O
yang
terdapat
dalam
udara
tersebut
diuapkan
untuk
dihilangkan.
Dengan
titik
didih
yang
berbeda,
pada
suhu
minus
183
derajat
Celcius,
Oksigen
(O2)
mencair
dan
memisahkan
diri
dari
Nitrogen
(N2).
Gas
Nitrogen
akan
mencair
pada
suhu
minus
196,8
derajat
Celcius.
Proses
yang
digunakan
dalam
Air
Separation
Unit
adalah
dari
perusahaan
Process
System
Incorporated,
New
York,
Amerika
Serikat.
Kapasitas
terpasang
pabrik
ini
adalah
60
N/M3
Oksigen
per
Jam
dan
50
N/M3
Nitogen
per
Jam.Produk
nitrogen
dan
oksigen
cair
ini
terutama
untuk
keperluan
sendiri,
d
isamping
kelebihannya
dapat
dijual.
c.
CO2
dan
es
kering
(dry
ice)
Dry
ice
mulai
diproduksi
tahun
1983
dan
produksi
CO2
pertama
kali
dalam
bentuk
botol
pada
tahun
1980
dan
sejak
1983
ada
yang
dalam
bentuk
botol
dan
ada
juga
yang
cair.
Laporan
Study
Excursion
2011
Pabrik
ini
menggunakan
proses
dari
perusahaan
Gases
Industriales
Buenos
Aires,
Argentina
dengan
kemampuan
produksi
55
ton
CO2
cair
per
hari.
CO2
cair
berasal
dari
gas
CO2
yang
berlebih
dari
pabrik
amoniak
yang
dikirim
ke
pabrik
CO2
cair.
Setelah
gas
CO2
domurnikan,
lalau
didinginkan
pada
suhu
minus
30
derajat
Celcius.
Pada
tekanan
15kg/cm2
gas
CO2
berubah
menjadi
cair.
CO2
cair
umumnya
digunakan
dalam
industri
minuman
dan
blanket.
Untuk
memproduksi
es
kering
(dry
ice),
CO2
cair
yang
telah
dihasilkan
sebelumnya
diubah
menjadi
salju
CO2
padat
yang
ditekan
dengan
alat
press
sehingga
membentuk
silinder
berukuran
panjang
34
cm
dengan
penampang
garis
tengah
15cm
dan
temperatur
minus
78,8
derajat
Celcius.
Kapasitas
pembuatan
es
kering
in
iadalah
4,8
ton
per
hari.
Es
kering
ini
umumnya
digunakan
untuk
pengawetan
hasil
pertanian
dan
perikanan.
Penggunaan
es
kering
dapat
mengurangi
persentase
kerusakan,
lebih
tahan
lama
penyimpanannya
dan
dapat
mengurangi
bahan‐bahan
terbuang.
Pendinginan/pengawetan
bahan
makanan
dengan
es
kering
tidak
boleh
tersentuh
langsung,
sebab
akan
mengakibatkan
bahan
makanan
tersebut
rusak.
Untuk
beberapa
industri
tertentu,
es
kering
berguna
dalam
pekerjaan
liner
yang
sangat
penting.
.
32
Laporan
Study
Excursion
2011
33
Laporan
Study
Excursion
2011
BAB
I
URAIAN
SINGKAT
PT.
PERTAMINA
(
Persero
)
UP
III
PLAJU
I.1. Profil
Perusahaan
Perjalanan
kilang
PERTAMINA
Musi
dimulai
sekitar
1957‐1961,
dimana
terjadi
kegiatan
nasionalisasi
perusahaan
minyak
Belanda
dan
Amerika
baik
di
Sumatera
Utara
maupun
di
Sumatera
Selatan.
Sejalan
dengan
pengakuan
kedaulatan
Indonesia,
saham
milik
pemerintah
Belanda
beralih
ke
tangan
pemerintah
Republik
Indonesia
dan
pada
tanggal
31
Desember
1959,
berubah
menjadi
PT.
PERMINDO.
Setelah
mengalami
beberapa
kali
perubahan
pemilik
dan
nama,
akhirnya
pada
1969,
Kilang
Sungai
Gerong
diserahkan
ke
PN
PERTAMINA.
Pengembangan
kilang
Musi
sendiri
dilakukan
melalui
beberapa
tahapan
berikut:
1904
Pendirian
kilang
minyak
Plaju
berkapasitas
110
MBSD
1926
Pendirian
kilang
minyak
Sungai
Gerong
berkapasitas
70
MBSD
1965
Nasionalisasi
kilang
Plaju
1970
Nasionalisasi
Sungai
Gerong
1971
Pembangunan
polypropylene
plant
Plaju
berkapasitas
20.000
ton/
tahun
1972
Integrasi
kilang
Plaju
dan
Sungai
Gerong
Up
grading
kilang
tahap
I
1982
• Pembangunan
HVU
II
• Up
grading
FCCU
1983
Pembangunan
TA/
PTA
plant
berkapasitas
180.000/th
1987
Proyek
Energy
Conservation
Improvement
1990
Debottlenecking
TA/
PTA
plant
menjadi
225.000
ton/th
1994
Up
grading
kilang
tahap
I
• Revamping
RFFCU
34
Laporan
Study
Excursion
2011
• Pembangunan
PP
plant
• Standarisasi
frekuensi
listrik
Sungai
Gerong
2002
Pembangunan
jembatan
integrasi
2003
PERTAMINA
berubah
status
menjadi
PT.
PERTAMINA
(PERSERO)
35
Laporan
Study
Excursion
2011
36
BAB
II
PROSES
PRODUKSI
II.1. Pengenalan
Produk
II.1.1.
Produk
kilang
Musi
PERTAMINA
melaksanakan
tugas
dari
pemerintah
sebagai
Public
Service
Obligation
(PSO),
yaitu
untuk
memenuhi
kebutuhan
masyarakat
akan
produk
BBM
dalam
negeri.
Beberapa
produk
yang
dihasilkan
UP
III
plaju
adalah:
PRODUK
BAHAN
BAKAR
MINYAK
KEGUNAAN
UTAMA
Premium
Bahan
bakar
mesin
Minyak
Tanah
Bahan
bakar
rumah
tangga
Solar
Bahan
bakar
diesel
Industrial
Diesel
Oil
Bahan
bakar
mesin
industri
Industrial
Fuel
Oil
Minyak
bakar
industri
Laporan
Study
Excursion
2011
PRODUK
BAHAN
BAKAR
KHUSUS
KEGUNAAN
UTAMA
Avgas
Bahan
bakar
pesawat
baling‐baling
Avtur
Bahan
bakar
pesawat
jet
Pertamax
Bahan
bakar
mesin
kompresi
tinggi
PRODUK
NBBM
DAN
GAS
KEGUNAAN
UTAMA
LPG
Bahan
bakar
rumah
tangga
Solvent
Bahan
pelarut
Musicool
refrigerant
Media
pendingin
ramah
lingkungan
PRODUK
PETROKIMIA
KEGUNAAN
UTAMA
Polytam‐
polypropylene
Pertamina
PTA
Bahan
baku
industri
plastik
Bahan
baku
polyester
tekstil
Selain
itu,
kilang
Musi
juga
menghasilkan
produk
lain,
seperti
naphta,
vaccum
residue,
paraphinic
oil
distillate,
dan
nitrogen.
II.1.3.POLYTAM
Diproduksi
di
PERTAMINA
UP
III,
Plaju
dengan
kapasitas
45.000
ton/
tahun
dan
dikemas
dalam
tas
25
kg,
yang
diproses
melalui
polimerisasi
gas
propylene
yang
dimodifikasi
dengan
agen
aditif
seperti
anti
oksidan,
anti
blok
dan
slip
agent.
Berbagai
jenis
Polytam:
•
Polytam
Film
(PF
1000)
•
Benang
Polytam
(PY
240)
•
Polytam
Injeksi
Fitur
Khusus:
Kantong
plastik
yang
dihasilkan
dari
PERTAMINA
Polytam
memiliki
karakteristik
yang
lebih
baik
dalam
hal:
visual
lebih
jelas,
mengkilap,
openability
antistatik
dan
baik
rendah.
Untuk
aplikasi
karung
plastik,
menyengat
masing‐masing
memiliki
yang
lebih
baik
tarik,
wiru
berserat
dan
mudah
bukan.
37
Laporan
Study
Excursion
2011
Aplikasi
Manfaat:
•
Polytam
Film
(PF
1000)
o
Bahan
baku
yang
digunakan
untuk
memproduksi
kemasan
umum
untuk
yang
baik,
hal
sayuran,
buah‐buahan
dan
roti.
o
Tubular
Film
o
Pemain
Film
•
Benang
(PY
240)
o
Bahan
baku
karung
plastik
digunakan
untuk
berbagai,
tas
anyaman
plastik,
tegap
band,
minum
jerami
dan
tali
plastik
•
Polytam
Injeksi
o
Bahan
baku
yang
digunakan
untuk
memproduksi
produk
plastik
rumah
tangga
umum
o
Otomotif
bagian
o
Baterai
kasus
o
Makanan
dan
peralatan
obat
o
Mainan
Plastik
II.1.4.
Refrigerant
Hydrocarbon
Musicool
Musicool
adalah
refrigerant
hemat
energi
dan
ramah
lingkungan
produksi
PT
PERTAMINA
(PERSERO)
UP
III.
Refrigerant
ini
memiliki
beberapa
keunggulan,
yaitu:
•
Ramah
lingkungan,
karena
tidak
membentuk
racun
maupun
gum,
serta
tidak
merusak
lapisan
ozon,
meskipun
dilepas
ke
udara
bebas.
•
Hemat
energi
•
Irit,
karena
,Musicool
memiliki
kerapatan
yang
rendah.
Oleh
karena
itu,
hanya
perlu
sekitar
30%
penggunaannya
dibandingkan
refrigerant
CFC
pada
kapasitas
pendingin
yang
sama.
II.2. Proses
Produksi
Kilang
Musi
dirancang
untuk
mengolah
minyak
mentah
dalam
negeri,
terutama
dari
daerah
Sumatera
Selatan
dan
sekitarnya,
dengan
kapasitas
terpasang
126.2
ribu
barel
per
hari
(MBSD).
Konfigurasi
proses
pengolahan
Kilang
Musi
merupakan
kilang
terintegrasi
antara
kilang
BBM
dan
kilang
produk
petrokimia,
yang
dihasilkan
dari
pengolahan
hasil
cracking
minyak
bumi.
Proses
produksi
PERTAMINA
secara
garis
besar
dapat
dilihat
pada
diagram
proses
di
bawah
ini.
38
Laporan
Study
Excursion
2011
Kilang
Musi
memproduksi
BBM
melalui
3
tahapan
unit
proses,
yang
terdiri
dari:
•
PRIMARY
PROCESS
UNIT
Primary
process
merupakan
tahapan
proses
pemisahan
distilasai
pada
tekanan
atmosferik
untuk
pemisahan
minyak
mentah
atau
crude
oil
ataupun
distilasi
tekanan
hampa
untuk
pemisahan
Long
Residue
yang
menghasilkan
fraksinasi
produk
BBM.
UNIT
PROSES
LOKASI
KAPASITAS
(MBSD)
CDU
II
Plaju
16.20
CDU
III
Plaju
30.00
CDU
IV
Plaju
30.00
CDU
V
Plaju
35.00
CDU
VI
Sungai
Gerong
15.00
HVU
II
Sungai
Gerong
53.50
Stabilizer
CAB
Plaju
4.90
BB
Distilling
Plaju
2.89
39
Laporan
Study
Excursion
2011
•
SECONDARY
PROCESS
UNIT
Secondary
process
merupakan
tahapan
lanjutan
Primary
Process
dengan
teknologi
reaksi
kimia,
seperti
catalytic
cracking,
polimerisasi,
atau
alkilasi,
yang
bertujuan
mengkonversi
feedstock
menjadi
produk
yang
bernilai
tambah.
Proses
ini
dilanjutkan
dengan
stabilisasi
untuk
mendapatkan
fraksi
BBM
sesuai
spesifikasi.
UNIT
PROSES
LOKASI
KAPASITAS
(MBSD)
Alkylasi
Plaju
1.80
C4
Polymerisasi
Plaju
2.30
Sungai
Gerong
20.50
RFCCU
•
TREATING
SYSTEM
AND
BLENDING
PROCESS
Sebelum
masuk
ke
tangi
final
product,
komponen
produk
BBM
di‐treating
terlebih
dahulu
melalui
process
treating
technology.
Sedangkan
untuk
optimalisasi
produk
BBM,
fraksi
produk
yang
sejenis
akan
melalui
blending
process.
Selain
kilang
BBM,
UP
III
Plaju
juga
memiliki
kilang
petrokimia,
yang
terdiri
dari
kilang
Polypropylene
atau
PP
dan
kilang
TA/
PTA.
Kilang
PP
dibanggun
pada
1971
dengan
kapasitas
produksi
20.000
ton/
tahun
dan
ditingkatkan
menjadi
45.200
ton/
tahun
pada
1994.
Bahan
baku
yang
digunakan
adalah
raw
propane
–polypropylene
yang
dipasok
dari
unit
RFCC
Sungai
Gerong.
Salah
satu
produk
dari
kilang
ini
adalah
POLYTAM,
biji
plastik
PP
yang
digunakan
sebagai
bahan
baku
industri
plastik.
II.3. Fasilitas
Pendukung
Produksi
dan
Pengolahan
Limbah
Dalam
proses
produksinya,
PERTAMINA
memiliki
beberapa
fasilitas
yang
mendukung
jalannya
proses
produksi
•
Utilitas
Fasilitas
utilitas
berfungsi
menyediakan
pasokan
listrik
untuk
kebutuhan
operasional
kilang,
menghasilkan
dan
mendistribusikan
fluida
proses,
serta
suplai
dan
distribusi
kebutuhan
air
bersih
•
Laboratorium
40
Laporan
Study
Excursion
2011
41
Laboratorium
bertanggung
jawab
mengontrol
kualitas
bahan
baku
dan
produk
yang
dihasilkan
kilang
agar
sesuai
spesifikasi
standar
mutu
uji
kualitas.
•
Tangki
timbun
Tangki
penimbun
berfungsi
menampung
bahan
baku
dan
produk
yang
dihasilkan
dari
proses
pengolahan
•
Dermaga
Kilang
Musi
memiliki
12
unit
dermaga
untuk
memperlancar
distribusi
produk
dan
transportasi
Untuk
mengendalikan
limbah
hasil
produksi,
maka
kilang
Musi
memiliki
beberapa
fasilitas
pengolahan
limbah,
yaitu:
•
Incinerator
:
unit
pembakaran
limbah
padat
kilang
petrokimia
•
Oil
catcher
:
sarana
mengurangi
kadar
minyak
yanng
terbawa
air
buangan
kilang
•
Primary
dan
secondary
effluent
treatment
:
sarana
mereduksi
BOD
dan
COD
limbah
kilang
petrokimia
•
Flaring
system
:
untuk
membakar
gas
buang
sebelum
dilepas
ke
udara
Laporan
Study
Excursion
2011
42
BAB
I
URAIAN
SINGKAT
PT.
CABOT
INDONESIA
I.1. Profil
Perusahaan
PT.
Cabot
Indonesia,
yang
membuka
sebuah
pabrik
dengan
kapasitas
30.000
ton
karbon
hitam
di
Cilegon
Mei
1992,
kini
berencana
untuk
melipatgandakan
ukuran
operasi
untuk
60.000
ton.
Peningkatan
kapastas
produksi
ini
bertujuan
untuk
memenuhi
kebutuhan
pasar
karbon
hitam
dalam
negeri
Indonesia,
yang
dikatakan
berkembang
dengan
cepat
dalam
menanggapi
pertumbuhan
produksi
ban
dan
industri
terkait.
Ekspansi
PT.
Cabot
Indonesia,
awal
tahun
ini
disetujui
oleh
Indonesia,
Badan
Koordinasi
Penanaman
Modal,
merupakan
suatu
investasi
sebesar
$
24,5
juta.
Kapasitas
tambahan
akan
diarahkan
terutama
untuk
pasar
lokal,
tetapi
juga
akan
mendukung
ekspor
ke
pasar
regional.
Produksi
komersial
dimulai
pada
tahun
1995.
I.2. Proses
Produksi
Carbon
black
adalah
bentuk
lain
elemen
karbon
yang
berasal
dari
cokes,
charcoal
dan
graphite
dan
terbentuk
akibat
pembakaran
hidrokarbon
aromatik
berat
secara
tidak
sempurna
oleh
udara
panas
dan
gasa
alam
sesuai
reaksi
berikut:
CxHy
+
O2
‐‐‐>
C
+
CH4
+
CO
+
H2
+
CO2
+
H2O
Setiap
partikel
primer
saling
berhubungan
membentuk
formasi
tiga
dimensi
yang
disebut
aggregates.
Susunan
geometris
ini
berpengaruh
pada
struktur
formasi
Laporan
Study
Excursion
2011
tersebut.
Reaksi
kimia
dalam
proses
diakhiri
dengan
penyemprotan
air
pada
bagian
bawah
reaktor.
Sebagian
agregat
dapat
bergabung
menjad
partikel
yang
lebih
besar
disebut
agglomerates.
Partikel
ini
akan
terpisah
saat
proses
pencampuran
menjadi
karet
olahan
Mata
rantai
utama
dalam
pross
pembuatan
carbon
black
adalah
reaktor
yang
dilapisi
bata
tahan
api.
Carbon
black
dihasilkan
dari
proses
reaksi
kimia
di
mana
terjadi
proses
pembakaran
tidak
sempurna.Bahan
baku
yang
digunakan
dalam
proses
ini
adalah
hidrokarbon
berat,
yang
diperoleh
dari
proses
distilasi
minyak,
produksi
etilen,
dan
distilasi
coal
tar.
Minyak
panas
diinjeksikan
untuk
memanaskan
reaktor
tertutup.
Proses
pembakaran
diatur
dan
dihentikan
sebelum
proses
sempurna,
sehingga
hanya
sebagian
kecil
minyak
yang
terbakar
untuk
menjaga
temperatur
reaksi
sekitar
1350‐ 1800
˚C.
Sisa
minyak
akan
tersebar
selama
pembentukan
carbon
black.
Proses
inindisebut
Oil
Furnace
process
Untuk
memproduksi
berbagai
macam
carbon
black
dengan
karateristik
berbeda,
dilakukan
manipulasi
terhadap
kondisi
reaktor.
Reaksi
pembentukan
carbon
black
dikontrol
dengan
steam
atau
penyemprotan
air.
Partikel
yang
terbentuk
akan
dibawa
dengan
aliran
gas
panas
menuju
proses
cooling
dan
pemisahan
gas
dalam
sleeve
filters.
Partikel
yang
disebut
non‐reinforced
43
Laporan
Study
Excursion
2011
44
carbon
black
ini
akan
ditransfer
ke
dalam
proses
pelletizing,
untuk
memudahkan
transfer
ke
dalam
silo.
Skema
sederhana
dari
keseluruhan
proses
produksi
carbon
black
adalah
sebagai
berikut:
I.3. Aplikasi
Produk
Macam
carbon
blackdapat
diklasifikasikan
sesuai
ukuran,
spesifikasi
permukaan
partikel,
dan
struktur
agregat.
Proses
pembakaran
carbon
black
menghasilkan
beberapa
macam
produk
dengan
karateristik
yang
beragam
dan
meningkatkan
karateristik
mekanika
fisik
produk
dengan
penambahan
zat
aditif
tertentu
(
proteksi
terhadap
radiasi
UV,pigmentasi,
dan
konduktasi
serta
mengatur
kekerasan
produk,
terutama
pada
industri
karet).
Pasar
utama
carbon
black
adalah
sektor
industri
ban,
diikuti
sektor
produksi
barang
karet.
Laporan
Study
Excursion
2011
BAB
I
URAIAN
SINGKAT
PT.
TITAN
PETROKIMIA
NUSANTARA
I.4. Profil
Perusahaan
Pabrik
ini
terletak
di
situs
36‐hektar
di
Merak,
Provinsi
Banten,
sekitar
120
km
di
luar
Jakarta,
dimulai
dengan
dua
kereta
api,
dua
gudang
penyimpanan
untuk
PE
dengan
kapasitas
gabungan
sebesar
hampir
14.000
metrik
ton,
sebuah
dermaga
swasta
yang
dapat
melayani
kapal
masuk
hingga
10.000
DWT
dan
fasilitas
produksi
Hidrogen
dan
Nitrogen.
PT.
TITAN
Petrokimia
Nusantara
Tbk.
didirikan
pada
9
Desember
1987
dengan
nama
PT
Indofatra
Plastik
Industri
dan
berganti
nama
menjadi
PT
Fatrapindo
Nusa
Industri
pada
tahun
1988.
Kemudian
nama
tersebut
berubah
menjadi
PT
Fatrapolindo
Nusa
Industri
Tbk.
pada
tahun
2001,
terkait
dengan
proses
penggabungan
perusahaan
pada
Indonesia
Stock
Exchange.
Perusahaan
tersebut
merupakan
salah
satu
produsen
Biaxially
Oriented
Polypropylene
(BOPP
film)
di
Indonesia,
dengan
nama
“Falene”.
Falene
BOPP
film
diproduksi
dengan
menggunakan
teknologi
pada
industri
plastic
film
dan
merupakan
salah
satu
film
terbaik
di
Indonesia.
Menggunakan
teknologi
dari
Mitsubishi
Heavy
Industries,
Jepang
dan
DMT,
SA‐Perancis,
perusahaan
memproduksi
bermacam‐macam
jenis
film,
dikelompokkan
ke
dalam
4
kategori,
yaitu
“Falene
Plain”,
“Falene
Heat
Sealable”,
“Falene
Cigarette”
dan
“Falene
Metalizable”.
Semua
produk
perusahaan
dipasarkan
secara
langsung
dan
digunakan
untuk
kemasan
produk‐produk
makanan,
bungkus
luar
kemasan
rokok,
sabun
dan
detergen,
alat‐alat
tulis,
kosmetik,
bahan
kemasan
untuk
penggantian
aluminium
(metalized
film)
dan
produk‐produk
lain
dari
berbagai
macam
industry
yang
menggunakan
plastik
sebagai
bahan
utama
untuk
kemasan.
Setelah
dua
tahun
konstruksi,
pada
tahun
1993
perusahaan
mulai
produksi
PE
dengan
dua
kereta
api;
total
kapasitas
200.000
ton
per
tahun.
Setahun
kemudian
pada
tahun
1994,
program
ekspansi
pertama
perusahaan
menyebabkan
peningkatan
dalam
kapasitas
produksi
50.000
ton
per
tahun.
Perusahaan
ini
memulai
program
ekspansi
kedua
pada
tahun
1998
dengan
menambahkan
kereta
ketiga
dengan
kapasitas
200.000
ton
per
tahun.
Hal
ini
membawa
total
kapasitas
perusahaan
untuk
45
Laporan
Study
Excursion
2011
450.000
ton
per
tahun,
sehingga
terbesar
ketiga
High
Density
Polyethylene
(HDPE)
dan
Linear
Low
Density
Polyethylene
(LLDPE)
produsen
di
Asia
Tenggara.
Pada
tahun
2003,
PT.
Pemegang
saham
Peni
yang
dijual
perusahaan
untuk
Grup
Indika,
sebuah
kelompok
dengan
kepentingan
Indonesia
di
petrokimia,
energi
dan
pertambangan.
Tiga
tahun
kemudian,
pada
21
Maret
2006
Indika
menjual
perusahaan
ke
Titan
Petchem
(M)
Sdn.
Bhd,
anak
perusahaan
dari
Titan
Kimia
Corp
Sdn.
Bhd
dan
kemudian
berganti
nama
menjadi
PT.
TITAN
Petrokimia
Nusantara
(PT.
TITAN).
46
Laporan
Study
Excursion
2011
BAB
II
PROSES
PRODUKSI
II.1. Pengenalan
Singkat
Produk
Polyethylene
atau
lebih
sering
disebut
PE
adalah
poliolefin
yang
paling
banyak
digunakan
di
dunia.
PT.
TITAN
memproduksi
berbagai
macam
High
Density
Polyethylene
(HDPE)
dan
Linear
Density
Polyethylene
resin
dengan
merek
dagang
TITANVENE.
Produksi
menggunakan
proses
fluidized
bed
Innovene
menghasilkan
produk
berkualitas
tinggi
dan
memberikan
perlindungan
lingkungan
optimal.
Berdasarkan
densitasnya,
polyethylene
dapat
dikelompokkan
menjadi:
a. Low
Density
Polyethylene
(
LDPE
)
LDPE
memiliki
banyak
cabang,
rantai
polimer
lurus
dan
struktur
tidak
serapat
HDPE
(High
Density
Polyethylene).
Reaksi
polimerisasi
LDPE
merupakan
reaksi
eksotermik
dengan
kondisi
operasi
pada
tekanan
dan
temperatur
tinggi.
Sifat
fisik
LDPE
antara
lain
adalah
memiliki
densitas
0,91–0,94
g/cm3,
titik
leleh
98–115oC.
Kegunaannya
adalah
sebagai
tempat
penyimpanan
asam,
lapisan
film
transparan
dalam
pengemasan,
dan
injection
molding
untuk
pembuatan
barang‐barang
rumah
tangga,
mainan
anak‐anak,
insulasi
kawat
dan
kabel,
pelapis
koil
atau
kertas.
b. Very
Low
Density
Polyethylene
(
VLDPE
)
VLDPE
dikenal
juga
sebagai
Ultra
Low
Density
Polyethylene
(ULDPE),
memiliki
rantai
polimer
pendek,
cabang
banyak
dan
merupakan
bentuk
khusus
LLDPE.
Sifat
fisik
VLDPE
antara
lain
adalah
memiliki
densitas
0,86–0,9
g/cm3,
titik
leleh
60‐100oC,
tekstur
halus,
fleksibel,
mudah
dibentuk,
tidak
memiliki
rasa
dan
bau,
lapisannya
cukup
bening.
c. High
Density
Polyethylene
(
HDPE
)
HDPE
dihasilkan
dengan
menggunakan
katalis
Ziegler‐Natta
dengan
bantuan
katalis
metal
oxide
seperti
kromium
oksida.
Sifat
fisik
HDPE
antara
lain
adalah
memiliki
densitas
0,94–0,97
g/cm3,
titik
leleh
125‐132oC.
Produk
HDPE
dapat
dibagi
menjadi
2
kelas,
yaitu:
47
Laporan
Study
Excursion
2011
i.
HDPE
dengan
berat
molekul
tinggi,
digunakan
untuk
blow
molding
(misal:
botol)
dan
pipa.
Tipe
ini
mempunyai
daya
tahan
terhadap
tekanan
yang
baik,
keras,
dan
kaku.
ii. HPDE
dengan
berat
molekul
rendah,
digunakan
untuk
injection
molding
(misal:
peralatan
rumah
tangga,
mainan
anak‐anak
yang
membutuhkan
kekerasan
tinggi
dan
tahan
terhadap
panas,
lapisan
film
dan
sheet,
insulasi
kawat
dan
kabel,
dan
pipa)
dan
rotational
molding.
Tipe
ini
lebih
mudah
diproses
daripada
HDPE
dengan
berat
molekul
tinggi.
d. Linear
Low
Density
Polyethylene
(
LLDPE
)
LLDPE
mempunyai
keuntungan
bila
dibanding
LDPE,
yaitu
proses
lebih
murah,
tidak
mudah
robek,
tahan
terhadap
panas
dan
memiliki
kekakuan
yang
sesuai
untuk
injection
molded
parts.
Sifat
fisik
LLDPE
antara
lain
adalah
memiliki
densitas
0,9‐0,94
g/cm3
dan
titik
leleh
100‐125oC.
Proses
produksi
yang
dilakukan
oleh
PT.
TITAN
Petrokimia
Nusantara
menghasilkan
polyethylene
(HDPE
dan
LLDPE)
yang
dapat
digunakan
untuk
berbagai
macam
produk.
Produk
LLDPE
dengan
berbagai
variasinya
memiliki
kegunaan
sebagai
berikut:
•
LLDPE
tipe
LL0209AA
Sebagai
sack
film,
kemasan
makanan
serta
kemasan
pada
industri
lainnya.
•
LLDPE
LL0209SR
Sebagai
kemasan
makanan,
tas
belanjaan,
kemasan
untuk
industri.
•
LLDPE
LL0220AA
Sebagai
blended
film,
cast
film
dan
lapisan
luar
rotomoulding
•
LLDPE
LL0220SR
Sebagai
kemasan
makanan,
tas
belanjaan,
kemasan
untuk
industri.
•
Kawat
dan
Kabel
Sebagai
isolasi
kawat
dan
kabel
listrik
bertegangan
rendah.
Produk
HDPE
dengan
berbagai
variasinya
memiliki
kegunaan
sebagai
berikut:
•
Blow
Molding
tipe
HD5220GM
Untuk
blow
moulded
container
susu
serta
kemasan
susu
dan
jus
buah‐buahan.
•
Blow
Moulding
tipe
HD5707GM
Untuk
blow
moulded
container
susu
serta
kemasan
susu
dan
jus
buah‐buahan.
•
Blow
Moulding
tipe
HD5502GA
48
Laporan
Study
Excursion
2011
Untuk
blow
moulded
container
(5L
atau
kurang)
makanan,
bahan
kimia,
rotan
sintetis
dan
pipa‐pipa
saluran.
•
Blow
Moulding
tipe
HD5401GA
Untuk
blow
moulded
container
berukuran
besar
(lebih
dari
5L)
untuk
makanan,
bahan
kimia,
rotan
sintetis
dan
pipa‐pipa
saluran.
•
Blow
Moulding
tipe
HD5420GA
Untuk
blow
moulded
container
yang
berukuran
sangat
besar
lebih
dari
150L
untuk
bahan‐bahan
kimia
yang
digunakan
pada
industri.
•
Tape/Filamen
HD5609AA
Untuk
plester,
tali,
net
dan
anyaman
karung.
•
Roto
Moulding
HD3840UA
Digunakan
untuk
tangki
rotational
moulded
untuk
air
dan
bahan‐bahan
kimia,
drum
dan
gerobak.
•
HDPE
Film
HD
5301AA
Untuk
tas,
kemasan
makanan,
kemasan
industry.
•
Organoleptic
Injection
Molding
tipe
HD5120EA‐B
Untuk
tutup
botol
bahan
kimia
dan
makanan,
•
Organoleptic
Injection
Molding
tipe
HD5120GB‐B
Untuk
tutup
botol
bahan
kimia
dan
makanan,
•
Organoleptic
Injection
Molding
tipe
HD5211EA‐B
Untuk
tutup
botol
air
mineral
dan
makanan
non
karbohidrat.
•
General
Injection
Molding
tipe
HD5740UA
Untuk
peti
kemas,
tutup
botol.
•
General
Injection
Molding
tipe
HD6070EA
Untuk
peti
kemas,
tutup
botol,
kotak
makanan
dan
tutupnya.
•
General
Injection
Molding
tipe
HD6070UA
Untuk
peti
kemas,
tutup
botol,
kotak
makanan
dan
tutupnya.
•
General
Injection
Molding
tipe
HD5218EA
Untuk
peralatan
rumah
tangga,
container,
dan
mainan
anak‐anak.
II.2. Unit
Produksi
PT.
TITAN
Petrokimia
Nusantara
memproduksi
polyethylene
(PE)
dengan
bahan
baku
utama
adalah
ethylene
dan
butene.
Kedua
bahan
baku
49
Laporan
Study
Excursion
2011
tersebut
direaksikan
dengan
menggunakan
katalis
sehingga
menjadi
produk‐ produk
yang
diinginkan,
baik
HDPE
maupun
LLDPE.
Bahan
baku
utama
akan
direaksikan
di
dalam
reaktor.
Reaksi
tersebut
adalah
reaksi
polimerisasi
eksothermis.
Dalam
reaksi
tersebut
digunakan
berbagai
katalis
yang
dapat
menunjang
proses
reaksi.
Departemen
produksi
PT.
TITAN
Petrokimia
Nusantara
terdiri
dari
jetty
yang
berfungsi
untuk
bongkar
muatan
kapal
yang
memasok
ethylene
dan
butene.
Grade
maksimum
ethylene
adalah
sebesar
350
ton
per
jam,
sedangkan
grade
butane
adalah
sebesar
100
ton
per
jam.
Selain
jetty,
departemen
produksi
juga
memiliki
tangki
ethylene
dan
tangki
butene.
Tangki
ethylene
berfungsi
untuk
menyimpan
ethylene
dengan
temperatur
‐103°C
dan
temperatur
maksimum
tangki
adalah
‐190°C.
bila
tekanan
di
dalam
tangki
naik,
maka
ethylene
akan
ditransfer
ke
kompresor.
Tangki
ini
dilengkapi
dengan
safety
rely
valve.
Tangki
butane
berfungsi
menampung
butane.
Tekanan
operasi
tangki
adalah
2
bar,
temperatur
operasi
29°C
dengan
temperatur
maksimum
60°C.
tangki
ini
dilengkapi
dengan
pressure
safety
valve.
Selanjutnya
terdapat
Feed
Purification
Unit.
Unit
ini
berfungsi
untuk
memurnikan
feed
yang
akan
dimasukkan
ke
dalam
reactor
dengan
menggunakan
fluidized
bed
gas.
Zat‐zat
pengotor
yang
akan
dihilangkan
adalah
CO2,
CO,
O2,
dan
air.
Zat‐zat
tersebut
dapat
merusak
katalis.
Selain
itu
sulfur
dan
asethylene
juga
merupakan
zat
yang
akan
dihilangkan
dari
feed.
Terdapat
Catalist
Preparation
Unit
yang
berfungsi
untuk
proses
pembuatan
katalis.
Terdapat
pula
Solvent
Recovery
Unit
yang
berfungsi
untuk
menghilangkan
air
serta
fraksi
berat
(oktan)
dari
solvent.
Cromium
Aktivasi
Unit
berfungsi
untuk
pembuatan
katalis
kromium.
Unit
boiler
berfungsi
sebagai
penyedia
steam
yang
dugunakan
pada
proses.
PT.
TITAN
Petrokimia
Nusantara
memiliki
3
unit
boiler.
Unit
boiler
tersebut
memproduksi
dua
macam
steam
yaitu
steam
medium
yang
bertekanan
7
bar
serta
steam
low
yang
bertekanan
3,5
bar.
Unit
Prepolimerisasi
berfungsi
untuk
membuat
katalis
prepolimer.unit
ini
terdapat
pada
train
1
dan
2.
Train
1
dan
train
2
digunakan
untuk
memproduksi
HDPE.
Sedangkan
train
3
yang
memproduksi
LLDPE
tidak
50
Laporan
Study
Excursion
2011
menggunakan
unit
prepolimerisasi.
Unit
polimerisasi
adalah
unit
dimana
pembuatan
powder
polimer
terjadi.
Sebagai
unit
akhir
produksi
terdapat
Additive
Extrusion
Unit
untuk
pembuatan
biji
polyethylene
serta
Bagging
Unit
untuk
pengepakan
produk
yang
telah
dihasilkan
dan
siap
untuk
dipasarkan.
II.3. Proses
Produksi
Kunci
utama
dari
proses
dengan
Fluidized
Bed
Innovene
adalah
sistem
katalis
yang
yang
dirancang
khusus
untuk
proses
polimerisasi.
Melalui
perjanjian
lisensi
dengan
BP,
PT.
TITAN
memiliki
akses
ke
berbagai
teknologi
BP,
dari
jenis
Ziegler
Natta
Catalyst
sampai
teknologi
Innovene
terbaru,
yaitu
injeksi
katalis
BP
langsung.
Teknologi
ini
memastikan
operasi
pabrik
yang
efisien
dan
produk
dengan
kualitas
tinggi.
Output
dari
kualitas
produk
yang
konsisten
terjamin.
Katalis
atau
katalis
yang
telah
diprepolimerasi
diumpankan
ke
dalam
reaktor
tempat
terjadinya
proses
polimerisasi
dalam
konsentrasi
rendah.
Partikel
polimer
kering
yang
sedang
berkembang
dijaga
tetap
dalam
kondisi
terfluidisasi
dengan
aliran
naik
gas
reaktan,
yang
sebagian
besar
mengandung
monomer
ethylene
dan
komonomer
butane.
Gas
ini
akan
keluar
melalui
bagian
atas
reaktor
dan
didinginkan
sebelum
di‐recycling
kembali
ke
dasar
reaktor.
Komposisi
gas
tersebut
terus‐ menerus
diatur
secara
otomatis
untuk
memastikan
produk
memiliki
spesifikasi
yang
diinginkan.
Polyethylene
powder
dikeluarkan
dari
fluidizede
bed
melalui
sebuah
valve,
kemudian
di‐degassing
dan
diolah
untuk
menghentikan
aktivitas
katalis
yang
masih
tersisa.
Pneumatic
conveying
mendorong
powder
menuju
pelletizing
extruder,
di
mana
terjadi
pencampuran
powder
dengan
aditif
tertentu
sesuai
aplikasi
produk.
Produk
akhir
dari
proses
ini
berupa
pellet
yang
siap
untuk
dikirim.
51
Laporan
Study
Excursion
2011
52
Laporan
Study
Excursion
2011
BAB
I
URAIAN
SINGKAT
PLTU
SURALAYA
I.1. Profil
Perusahaan
Pada
waktu
terjadinya
krisis
energi
yang
melanda
dunia
tahun
1973
dan
pada
saat
itu
terjadi
embargo
minyak
oleh
negara‐negara
Arab
terhadapa
Amerika
Serikat
dan
negara‐negara
Industri
lainnya
dan
disusul
keputusan
OPEC
(organisasi
negara‐negara
pengekspor
minyak)
untuk
menaikan
BBM
lima
kali
lipat.
Belajar
dari
pengalaman
maka
Pemerintah
mencari
sumber
energi
pengganti
BBM
Pemerintah
menyadari
akan
ketergantungan
pada
BBM
serta
gas
alam
dan
uranium
yang
akan
habis
40‐80
tahun
lagi
salah
satu
jalan
yang
ditempuh
adalah
pengalihan
kepada
batubara.
Dalam
rangka
memenuhi
peningkatan
kebutuhan
akan
tenaga
listrik
khususnya
di
pulau
Jawa
sesuai
dengan
kebijaksanaan
pemerintah
serta
untuk
meningkatkan
pemanfaatan
sumber
eneri
primer
dan
diversifikasi
sumber
energi
primer
untuk
pembangkit
tenaga
listrik,
maka
PLTU
Suralaya
dibangun
dengan
menggunakan
batubara
sebagai
bahan
bakar
utama
yang
merupakan
sumber
energi
primer
kelima
disamping
energi
air,
minyak
bumi
dan
panas
bumi.
PLTU
Suralaya
pembangunannya
dilakukan
dalam
3
(tiga)
tahap
yang
seluruhnya
berjumlah
7
unit
:
‐
Tahap
I
=
2x400
MW
beroperasi
tahun
1984
‐
Tahap
II
=
2x400
MW
beroperasi
tahun
1989
‐
Tahap
III
=
3x600
MW
beroperasi
tahun
1997
Sumber
Daya
yang
Dikelola(
Kapasitas
)
Unit
1
‐
4,
@
400
MW
1.600MW
Unit
5
–
7,
@
600
MW
1.800MW
Total
unit
1
‐
7
=
3.400MW
Dalam
pembangunannya
secara
keseluruhan,
dibangun
oleh
PLN
Proyek
Induk
Pembangkit
Therma
Jawa
Barat
dan
Jakarta
Raya
dengan
Konsultan
asing
dari
Montreal
Engeneering
Company
(Monenco)
Canada
untuk
unit
1s/d
4
sedangkan
53
Laporan
Study
Excursion
2011
untuk
unit
5
s/d7
dari
Black
&
Veatch
International
(
BVI
)
Amerika
Serikat.
Dalam
melaksanakan
pembangunan
Proyek
PLTU
Suralaya
dibantu
oleh
beberapa
kontraktor
lokal
dan
kontraktor
asing.
PLTU
Suralaya
terletak
di
desa
Suralaya
Merak
Kotamadya
Cilegon,
Jawa
Barat
7
Km
kearah
utara
dari
Pelabuhan
Penyeberangan
Merak.
Luas
lahan
yang
digunakan
untuk
membangun
PLTU
Suralaya
berikut
sarana
dan
fasilitas
penunjang
lainnya
adalah
240,65
hektar.
Lahan
yang
dipergunakan
untuk
PLTU
Suralaya
merupakan
lembah
yang
dikelilingi
oleh
bukit/hutan
lindung.
Sebelumnya
ada
4
(empat)
lokasi
alternatip
yang
dipilih
untuk
lokasi
PLTU.Namun
dari
hasil
studi
kelayakan,
Suralaya
telah
dipilih
sebagai
lokasi
yang
paling
baik,
karena
adanya
beberapa
faktor
sebagai
berikut:
1. Tersedianya
tanah
dataran
yang
cukup
luas
dimana
tanah
tersebut
dipandang
tidak
produktif
untuk
pertanian.
2. Tersedianya
pantai
dan
laut
yang
cukup
dalam,
tenang
dan
bersih,
hal
ini
baik
untuk
pelabuhan
dan
air
pendingin.
3. Adanya
faktor
item
2
tersebut
diatas,
maka
akan
membantu/memperlancar
pengangkutan
peralatan
berat
dan
bahan
bakar.
4. Jalan
masuk
lokasi
tidak
terlalu
jauh
dan
sebelumnya
sudah
ada
jalan
namum
belum
begitu
baik.
5. Jumlah
penduduk
disekitar
lokasi
masih
relatip
sedikit
sehingga
tidak
perlu
pembebasan
penduduk
guna
pemasangan
saluran
transmisi.
6. Tanah
yang
memungkinkan
untuk
didirikan
bangunan
yang
besar
dan
bertingkat.
7. Tersedianya
tempat
yang
cukup
untuk
penimbunan
limbah
abu
dari
sisa
pembakaran
batubara.
8. Tersedianya
tenaga
kerja
yang
cukup
memperlancar
pelaksanaan
pembangunan.
9. Dampak
lingkunganya
baik
karena
terletak
diantara
perbukitan
dan
laut.
Menimbang
data
monitoring
beban
listrik
se‐Indonesia,
bahwa
kebutuhan
akan
tenaga
listrik
di
pulau
Jawa
merupakan
yang
terbesar,
maka
tepat
apabila
dibangun
pembangkit
yang
besar
di
Pulau
Jawa.
54
Laporan
Study
Excursion
2011
BAB
II
PROSES
PRODUKSI
II.1.
Proses
Produksi
Tenaga
Listrik
•
BATUBARA,
sebagai
bahan
bakar
utama
Pembangkit
Suralaya
berasal
dari
Tambang
batubara
Bukit
Asam,Sumatera
Selatan.
Batubara
yang
digunakan
memiliki
heating
value
sekitar
4,225‐5,242
kcal/kg
berdasarkan
analisis
proksimat.
Batubara
dari
kapal
akan
dikirim
ke
dalam
junction
house
dengan
belt
conveyor,
dilanjutkan
menuju
scrapper
dan
pulverizer.
Pulverizer
ini
berfungsi
menghancurkan
batubara
hingga
ukuran
200
mesh.
Batubara
yang
telah
hancur
akan
disembur
udara
panas
dengan
temperatur
300
˚C
dan
ditransfer
menuju
burner.
Panas
yang
dihasilkan
akan
digunakan
mendidihkan
air
dalam
boiler
hingga
uapnya
kering
atau
menghasilkan
steam.
Steam
tersebut
akan
menggerakkan
turbin
pada
generator
dan
menghasilkan
arus
sebesar
23
kV.
Arus
ini
akan
melewati
travo
step
up
untuk
menaikkan
arus
hingga
500
kV.
Batubara
yang
digunakan
sebagai
bahan
bakar
boiler
akan
menghasilkan
abu.
Abu
ini
akan
ditiup
dengan
fan
menuju
electric
precipitators.
Dalam
ESP,
abu
akan
diinduksi
hingga
bermuatan
negatif
55
Laporan
Study
Excursion
2011
dan
dibawa
menuju
collecting
plate.
Sisa
gas
yang
telah
bersih
akan
dikeluarkan
ke
atmosfer.
•
BOILER,
masing‐masing
boiler
membutuhkan
1,500
ton
air.Uap
yang
keluar
dari
boiler
pada
tekanan
174
kg/cm2
dan
540
derajat
Celcius.
•
TURBIN
&
GENERATOR,
uap
dialirkan
ke
turbin.Masing‐masing
turbin
untuk
unit
1,2,3
&
4
berkapitas
400
MW
dan
600
MW
untuk
unit
5,6
&
7.Masing‐masing
turbin
dihubungkan
langsung
dengan
generator.
Tegangan
yang
dihasilkan
dinaikkan
dari
23,000
volt
menjadi
500,000
volt
dengan
menggunakan
trafo
sebelum
disalurkan
ke
sistem
jaringan.
•
PENDINGIN,
uap
yang
melewati
turbin
akan
didinginkan
dan
dikondensasikan
menjadi
air
di
dalam
kondensor
sebelum
dikembalikan
ke
boiler.Kondensor
sendiri
didinginkan
oleh
air
yang
dipompakan
dari
air
laut.
Sistem
yang
dipergunakan
pada
unit
ini
adalah
sistem
interkoneksi,
maksudnya
saat
salah
satu
sistem
overhaul,
maka
suplai
listrik
akan
dilakukan
oleh
unit
lain.
Namun,
bila
semua
unit
mengalami
masalah,
maka
putara
turbin
akan
mengalami
penurunan
hingga
mati.
Suplai
listrik
untuk
turbin
diperoleh
dari
EDG
(diesel
genset),
yang
berjumalah
2.
Masing‐masing
untuk
unit
1‐4
dan
unit
5‐7.
EDG
ini
diuji
setiap
hari
Jumat
untuk
mencegah
kemungkinan
tertentu
.
Dampak
Lingkungan
akibat
beroperasinya
PLTU
Suralaya
>
Abu
Terbang
(Fly
Ash)
>
Emisi
Gas
Hasil
Pembakaran
(Sox,
Nox,
CO2)
>
Limbah
Cair
(Water
Pollution)
>
Limbah
Lainnya
(Other
Pollutants)
•
Limbah
klorin
akan
diolah
dalam
chlorine
plant,
dan
dicek
berapa
ppm
konsentrasi
pada
keluaran
di
kondensor
Semua
dampak
terhadap
lingkungan
masih
di
bawah
ambang
batas
BME
II.2.
Produk
Samping
ABU
DAN
DEBU,
beberapa
batubara
yang
terbakar
jatuh
ke
bagian
bawah
boiler
di
mana
nantinya
dikumpulkan
dan
dijual
untuk
pembuatan
bahan
bangunan.
Lebih
dari
99,5%
debu
ditangkap
oleh
electrostatic
precipitators
(ESP).Pada
56
Laporan
Study
Excursion
2011
elektron
dilepaskan
ke
batangan
berbentuk
saringan
sehingga
partikel
yang
halus
yang
lewat
ditarik
ke
saringan
tersebut
dan
kemudian
dapat
dikumpulkan
secara
proses
mekanik.
Serbuk
abu
batubara
memiliki
beberapa
macam
penggunaan,dari
proyek
pembuatan
jalan
sampai
dengan
bahan
semen
untuk
pembuatan
beton.
Abu
batubara
adalah
bagian
dari
sisa
pembakaran
batubara
pada
Boiler
pembangkit
listrik
tenaga
uap
yang
berbentuk
partikel
halus
amorf
dan
bersifat
Pozzolan,
berarti
abu
tersebut
dapat
bereaksi
dengan
kapur
pada
suhu
kamar
dengan
media
air
membentuk
senyawa
yang
bersifat
mengikat.
Dengan
adanya
sifat
pozzolan
tersebut
abu
terbang
mempunyai
prospek
untuk
digunakan
berbagai
keperluan
bangunan.
57
Laporan
Study
Excursion
2011
BAB
I
URAIAN
SINGKAT
PT.
MITSUBISHI
CHEMICAL
INDONESIA
I.1. Profil
Perusahaan
Industri
poliester
memiliki
peranan
yang
sangat
penting
dalam
perkembangan
kondisi
perekonomian
di
Indonesia.
Salah
satunya
adalah
PT.
Mitsubishi
Chemical
Indonesia,
dahulu
PT.
Bakrie
Kasei
Corporation
(BKC),
yang
didirikan
pada
tanggal
4
Maret
1991
untuk
memproduksi
Purified
Terephtalic
Acid
(PTA).
Operasi
komersial
dimulai
pada
bulan
Januari
1994,
dengan
kapasitas
produksi
plant
pertama
sebesar
250.000
metrik
ton.
Untuk
memenuhi
meningkatnya
permintaa
produk,
maka
MCCI
memulai
pembangunan
plant
kedua
pada
tahun
1996
dan
melakukan
integrasi
dengan
PET
Resin
plant
dengan
kapasitas
52.000
metrik
ton,
yang
beroperasi
pada
tahun
1995.
Peningkatan
kapasitas
produksi
ini
terus
dilakukan
hingga
pada
akhir
tahun
2000,
kapasitas
produksi
total
mencapai
640.000
ton
PTA
per
tahun.
58
Laporan
Study
Excursion
2011
BAB
II
PROSES
PRODUKSI
II.1. Bahan
Baku
Produksi
Raw
material
(bahan
baku)
dari
PT.
Mitsubishi
Chemical
Indonesia
(MCCI)
adalah
paraxylene
(PX)
yang
dibeli
dari
PT.
Pertamina.
Hal
ini
karena
biaya
operasi
untuk
dikeluarkan
untuk
mengelolah
Crude
Oil
menjadi
paraxylene
(PX)
sangat
tinggi
dibanding
jika
langsung
membeli
dari
PT.
Pertamina.
Paraxylene
(PX)
merupakan
turunan
dari
Naphtha
yang
juga
merupakan
turunan
dari
crude
oil.
II.2. Pengenalan
Produk
II.2.1.
Produk
MCCI
MCCI
memiliki
dua
macam
produk,
yaitu
PTA
dan
PET
resin.
PTA
adalah
bahan
yang
tidak
beracun,
diproduksi
dengan
mengoksidasi
salah
satu
komponen
minyak
bumi,
yaitu
paraxylene
(PX).
Material
inin
digunakan
dalam
industri
poliester
dan
industri
tekstil.
Sedangkan,
PET
resin
digunakan
dalam
pembuatan
film
atau
botol
minuman.
Produk
ini
tidak
berbahaya,
dapat
didaur
ulang,
dan
memiliki
ketahanan
yang
tinggi.
a.
Purified
Terephthalic
Acid
(PTA)
Purified
Terephthalic
Acid
(PTA)
adalah
senyawa
organik
dengan
rumus
C6H4
(COOH)2.
Produk
ini
berupa
padatan
tak
berwarna
merupakan
komoditas
kimia
yang
digunakan
terutama
sebagai
pendahulu
kepada
poliester
PET,
digunakan
untuk
membuat
pakaian,
botol
plastik,
dan
fiber.
b.
Polyethylene
Terephtalate
(PET
Resin)
Polyethylene
terephthalate
(kadang‐kadang
ditulis
poli
(etilena
tereftalat)),
biasa
disingkat
PET,
PETE,
atau
PETP
usang
atau
PET‐P,
adalah
termoplastik
polimer
dari
keluarga
resin
poliester
dan
digunakan
dalam
serat
sintetis,
kemasan
minuman
serta
makanan,
aplikasi
thermoforming,
dan
rekayasa
resin
sering
dikombinasikan
dengan
serat
kaca.
Tergantung
pada
pengolahan
dan
sejarah
termal
dalam
proses
produksinya,
polyethylene
terephthalate
ada
yang
sebagai
amorf
(transparan)
dan
sebagai
59
Laporan
Study
Excursion
2011
semicrystalline
material.
Bahan
semicrystalline
mungkin
muncul
transparan
(partikel
ukuran
<500
nm)
atau
buram
dan
putih
(ukuran
partikel
sampai
beberapa
mikron)
tergantung
pada
struktur
kristal
dan
ukuran
partikel.
Mayoritas
produksi
PET
di
dunia
untuk
serat
sintetis
besarnya
lebih
dari
60%
dengan
jumlah
produksi
kemasan
botol
sekitar
30%
dari
permintaan
global.
Selain
itu
PET
juga
dapat
digunakan
sebagai
bahan
pembuat
pita
kaset,
kosmetik,
disket
komputer,
dan
juga
sebagai
coating.
Secara
garis
besar,
produk
industri
poliester
dan
PET
Resin
yang
dihasilkan
PT.
Mitsubishi
Chemical
Indonesia
adalah
sebagai
berikut:
II.2.2.
Pemasaran
produk
Untuk
pemasaran
produknya,
PT.
Mitsubishi
Chemical
Indonesia
(MCCI)
telah
mengekspor
ke
berbagai
Negara
di
dunia
terutama
di
Asia‐Pasifik.
Sebagian
besar
produk
MCCI
yang
diekspor,
sedangkan
sisanya
digunakan
untuk
memenuhi
kebutuhan
dalam
negeri.
Dengan
rata‐rata
produksi
640.000
ton/tahun
untuk
PTA
dan
52.000
Ton/tahun
untuk
PET
Resin,
PT.
Mitsubishi
Chemical
Indonesia
(MCCI)
mampu
menjadi
salah
satu
penghasil
poliester
terbesar
di
Indonesia.
60
Laporan
Study
Excursion
2011
II.3. Proses
Produksi
II.3.1.
Pengolahan
paraxylene
menjadi
PTA
Udara
PX
Mixing
Oksidasi
Kristalisasi
Katalis
Separasi
Drying
Crude
TPA
(CTA)
Purification
TPA
Separasi
Kristalisasi
CTA
Plant
Hidrogenasi
Pelarutan
dengan
air
Drying
TPA
II.3.2.
Pengolahan
PTA
Menjadi
Polyethylene
Terephtalate
(PET)
Resin
Polyethylene
Terephtalate
(PET)
Resin
merupakan
turunan
dari
PTA.
PET
Resin
sendiri
didapat
dari
esterifikasi
dari
PTA.
Pembuatan
Polyethylene
Terephtalate
(PET)
Resin
dari
PTA
dilakukan
pada
PET
Resin
Plant.
61
Laporan
Study
Excursion
2011
Berikut
adalah
gambar
mekanisme
reaksi
proses
pembuatan
PET
dari
PTA
II.4
Pengendalian
Mutu
Produksi
Mutu
dari
produk
yang
dihasilkan
oleh
PT.
Mitsubishi
Chemical
Indonesia
ini
dikontrol
secara
online.
Kemajuan
teknologi
sangat
digunakan
oleh
perusahaan
ini.
Sehingga
kualitas
dari
produk
sangat
terjaga.
Mutu
dari
product
dari
purified
terephthalic
acid
(PTA)
dipengaruhi
oleh
ukuran
kristalnya.
Ukuran
medium
yang
sangat
diharapkan
dalam
proses
pembuatan
purified
terephthalic
acid
(PTA)
sendiri,
karena
itu
harga
dari
ukuran
medium
lebih
mahal
dibanding
dengan
ukuran
kristal
sebesar
100
μm
yang
hanya
sebagai
harga
premiumnya.
Untuk
itu
penting
sekali
untuk
memperhatikan
dari
crystal
size
distribution
(CSD)
pada
proses
continue
dari
pembuatan
PTA
ini
sendiri.
Kualitas
hasil
produksi
merupakan
salah
satu
syarat
utama
dalam
industry
untuk
meraih
kepuasan
dari
customer/pelanggan.
PT.
Mitsubishi
Chemical
Indonesia
(MCCI)
telah
memperoleh
sertifikasi
ISO
9002
pada
tahun
1996
sebagai
bukti
bahwa
kualitas
produk
keluar
(release
product)
telah
sesuai
dengan
standar
internasional.
II.5.
Limbah
dan
Pelestarian
Lingkungan
Secara
umum
industry
polyester
khususnya
PT.
Mitsubishi
Chemical
Indonesia
(MCCI)
menghasilkan
3
jenis
limbah,
yaitu
padat,
cair,
dan
gas.
Untuk
62
Laporan
Study
Excursion
2011
limbah
padat,
PT.
Mitsubishi
Chemical
Indonesia
(MCCI)
melakukan
treatment
terlebih
dahulu.
Setelah
itu
limbah
padat
dikirim
ke
PPLI
untuk
didikelolah
menjadi
limbah
yang
ramah
lingkungan.
Sedangkan
limbah
yang
berbentuk
cair
dilakukan
wastewater
treatment
terlebih
dahulu,
dengan
standart
internasional
maka
jika
telah
memenui
standart
limbah
yang
telah
ditreatment
dialirkan
ke
laut.
Limbah
gas
ditreatment
dengan
cara
regular
smpling
dengan
cara
inline
monitoring.
Secara
keseluruan,
limbah
yang
dihasilkan
oleh
PT.
Mitsubishi
Chemical
Indonesia
(MCCI)
ini
telah
memenuhi
standart
pemerintah.
Ini
terbukti
dari
RELEASE
PROPER
2005
yang
dikeluarkan
pemerintah,
MCCI
tergolong
industri
yan
telah
lulus
proper
test
dengan
peringkat
berwarna
biru.
63