Laporan Kimia Fisika Kelarutan Sebagai Fungsi Suhu BAB 1 PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Kelarutan adalah jumlah zat yang dapat larut dalam sejumlah pelarut sampai membentuk larutan jenuh. Apabila suatu larutan suhunya diubah, maka hasil kali kelarutannya juga akan berubah. Larutan ada yang jenuh, tidak jenuh, dan lewat jenuh. Larutan dikatakan jenuh pada temperature tertentu, bila larutan tidak dapat melarutkan lebih banyak zat terlarut. Bila jumlah zat terlarut kurang dari larutan jenuh disebut larutan tidak jenuh, dan bila jumlah zat terlarut lebih dari larutan jenuh disebut larutan lewat jenuh. Daya larut suatu zat dalam zat lain, dipengaruhi oleh jenis zat pelarut, temperatur, dan sedikit tekanan. Pengaruh suhu terhadap kelarutan dapat dilihat pada peristiwa sederhana yang terjadi pada kehidupan sehari-hari yaitu kelarutan gula dalam air. Gula yang dilarutkan ke dalam air panas, dan satu lagi dilarutkan ke dalam air dingin, maka gula yang akan lebih cepat larut pada air panas karena semakin besar suhu semakin besar pula kelarutannya. Aplikasi lainnya yaitu pada bidang industri pada pembuatan reactor kimia, pada proses pemisahan dengan cara pengkristalan integral, selain itu juga dapat digunakan untuk dasar atau ilmu dalam proses pembuatan grandul-grandul pada industri baja. Oleh karena itu percobaan tentang kelarutan sebagai fungsi suhu ini dilakukan agar mempelajari tentang kelarutan dan pengaruh suhu terhadap kelarutan serta mengetahui aplikasi dalam kehidupan sehari-hari maupun bidang industri.
1.2 -
Tujuan Mengetetahui fungsi dari penambahan indikator PP Mengetahui konsentrasi asam oksalat dari suhu 40°C, 30°C, 20°C, 10°C Mengetahui pengaruh suhu dalam kelarutan
suatu
zat
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Yang dimaksud dengan kelautan dari suatu zat dalam suatu pelarut adalah banyaknya suatu zat yang dapat larut secara maksimum dalam suatu pelarut pada kondisi tertentu. Biasanya dinyatakan dalam satuan mol/ liter. Jadi bila batas kelarutan tercapai, maka zat yang dilarutkan itu dalam batas kesetimbangan, artinya bila zat terlarut ditambah, maka akan terjadi larutan yang belum jenuh. Dan kesetimbangan tergantung pada suhu pelarutan (Hoedijono, 1990). Dua komponen dalam larutan adalah solute dan solvent. Solute adalah substansi yang terlarut. Sedangkan solvent adalah substansi yang melarutkan, contoh sebuah larutan NaCl. NaCl adalah solute dan air adalah solvent. Dari ketiga materi, padat, cair dan gas, sangat dimungkinkan untuk memiliki semblan tipe larutan yang berbeda: padat dalam padat, padat
1.
2.
3.
4. a. b. c. d.
dalam cairan, padat dalam gas, cairan dalam cairan, dan sebagainya. Dari berbagai macam tipe ini larutan yang lazim kita kenal adalah padatan dalam cairan, cairan dalam cairan, gas dalam cairan, dan gas dalam gas (Yazid. Estien, 2005). Suatu substansi dapat dikelompokkan sangat mudah larut, dapat larut (Moderately Soluble), sedikit larut (Slightly Soluble), dan tidak dapat larut. Beberapa variabel, misalnya ukuran ion-ion, muatan dari ion-ion, interaksi atara ion-ion, interaksi antara solute dan solvent, temperature, mempengaruhi kelarutan. Kelarutan dari solute relatif mudah diukur melalui percobaan. Beberapa faktor yang berhubungan dengan kelarutan antara lain: Sifat alami dari solute dan solvent Substansi polar cenderung lebih miscible atau soluble dengan substansi polar lainnya. Substansi non polar cenderung untuk miscible dengan substansi nonpolar lainnya, dan tidak miscible dengan substansi polar lainnya. Efek dari temperature terhadap kelarutan Kebanyakan zat terlarut mempunyai kelarutan yang terbatas pada sejumlah solvent tertentu dan pada temperatur tertentu pula. Temperature dari solvent memiliki efek yang besar dari zat yang telah larut. Untuk kebanyakan padatan yang terlarut pada liquid, kenaikkan temperatur akan berdampak pada kenaikkan kelarutan (Solubilitas). Efek tekanan pada kelarutan Perubahan kecil dalam tekanan memiliki efek yang kecil pada kelarutan dari padatan dalam cairan tetapi memiliki efek yang besar pada kelarutan gas dalam cairan. Kelaruatn gas dalam cairan berbanding langsung pada tekanan dari gas diatas larutan. Sehingga sejumlah gas yang terlarut dalam larutan akan menjadi dua kali lipat jika tekanan dari gas diatas larutan adalah dua kali lipat. Kelajuan dari zat terlarut Ukuran partikel Temperatur dari solvent Pengadukan dari larutan Konsentrasi dari larutan (Sukardjo, 1997). Efek panas dalam pembentukan larutan dapat digunakan dalam penerapan prinsip Le. Chateliers untuk menghitung efek temperature pada kelarutan. Dengan menggunakan terminology dari thermodinamika, bahwa kandungan panas atau entalphy dari sistem telah meningkat sesuai dengan jumlah energi thermal (heat molar vaporization atau Hv). Perubahan entalphy untuk proses diberikan dengan mengurangi entalpy akhir sistem dengan entalphy mulamula. H = Hhasil – Hhasil Secara umum H positif untuk setiap perubahan maksroskopik yang terjadi pada tekanan konstan jika energi panas mengalir keluar. Proses dimana entalpi dalam sistem meningkat disebut proses endotermik, sedangkan entalpi yang mengalami penurunan disebut eksotermik. Perubahan entalpi terbatas hanya pada aliran panas jika proses tersebut terbawa keluar sehingga tekanan mula-mula dan akhir adalah sama, dan sistem adalah tertutup. Pembentukan dari larutan apakah itu eksotermik atau endotermik tergantung pada temperatur dan sifat alamiah solute dan solvent untuk memprediksi efek dari perubahan temperatur. Kita dapat menggunakan prinsip Le-
Chatekiers, sangatlah diperlukan untuk memperhitungkan perubahan entalpi untuk proses pelarutan dari kondisi larutan jenuh. Entalpi molar dari larutan (H1) sebagai jumlah kalor dari energi panas yang seharusnya tersedia (H1 positif) ataupun yang seharusnya dipindahkan (H1 negatif) untuk menjaga agar temperatur tetap konstan yang mana didalamnya terdapat satu mol zat terlarut dalam volume yang sangat besar yang mendekati larutan jenuh untuk menghasilkan larutan jenuh. Jika entalpi dari larutan adalah negatif peningkatan temperatur menyebabkan penurunan kelarutan. Kebanyakan padatan solute memiliki entalpi positif dari larutan sehingga kelarutan mereka meningkat sesuai dengan kenaikkan temperatur. Hampir semua perubahan kimia merupakan proses eksotermik ataupun proses endotermik. Hampir semua perubahan kimia merupakan proses eksotermik. Kebanyakan, tetapi tidak semua reaksi yang terjadi secara spontan adalah reaksi eksotermik (Sukardjo, 1997). Asam oksalat adalah senyawa kimia yang memiliki rumus H2C2O4 dengan nama sistematis asam etanadioat. Asam karboksilat paling sederhana ini bisa digambarkan dengan rumus HOOC – COOH. Merupakan asam organik yang relatif kuat, 10.000 kali lebih kuat dari asam asetat. Dianionnya, dikenal sebagai oksalat, juga akan pereduktor. Banyak ion logam yang membentuk endapan tak larut dengan asam oksalat, contoh terbaik adalah kalsium (CaOOCCOOCa), penyusun utama jenis batu ginjal yang sering ditemukan. Asam oksalat memiliki massa molar 90.30 gr mol-1, dengan penampilan berupa kristal putih, densitasnya 1,90 gr cm-3. Kelrutan dalam air yaitu 90 gr dm-3(pada suhu 2OoC) dan keasamannya (pKa) yaitu 1, 38, 4, 28. Titik nyala yaitu 166oC. Senyawa-senyawa yang terkait yaitu Oksalil klorida, Dinadium oksalat, Kalsium oksalat, dan Fenil oksalat ester. Data diatas berlaku pada temperatur dan tekanan standar (25oC, 100 kPa). Natrium hidroksida (NaOH), juga dikenal sebagai soda kaustik atau soda hidroksida adalah sejenis basa logam kauslik. NaOH membentuk larutan alkalin yang kuat ketika dilarutkan kedalam air. Ia digunkan diberbagai macam industri, kebanyakan digunakan sebagai basa dalam proses tekstil, air minum, sabun dan detergen. NaOH adalah basa yang paling umum digunakan dilabolatorium kimia. NaOH murni berbentuk putih padat dan tersedia dalam bentuk pellet, serpihan, butiran ataupun larutan jenuh 50%. Bersifat lembab cair dan secara spontan menyerap karbon dioksida dari udara bebas. NaOH sangat larut dalam air dan akan melepaskan panas ketika larutan. Ia juga larut dalam etanol dan metanol. Walaupun kelarutan NaOH dalam kedua cairan ini lebih kecil dari pada kelarutan KOH. Tidak larut dalam dietil eter dan pelarut non polar lainnya, meninggalkan noda kuning pada kain dan kertas. Massa molar NaOH yaitu 39,9971 gr/mol. Penampilan berupa zat padat putih, densitasnya 2,1 gr/cm3, padat, titik lelehnya 3,8oC (591 K), titik didih 1390oC (1663 K), kelarutan dalam air 111 gr/100 ml (20 oC), kebebasan (pKe) yaitu – 2, 43, titik nyalanya yairu tidak mudah menguap. Indikator adalah suatu zat pennjuk yang dapat membedakan larutan, asam atau basa atau netral. Alearts dan Santika (1984) melampirkan beberapa indikator dan perubahannya pada trayek pH tertentu, kegunaan indikator ini adalah untuk mengetahi beberapa kira-kira pH suatu larutan. Disamping itu juga digunakan untuk mengetahui titik akhir konsentrasi pada beberapa analisa kuantitatif senyawa organik dan senyawa anorganik,
Fenol ftalein adalah indkator titras iyang lain yang sering digunakan dan fenol ftalein ini merupakan bentuk asam lemah yang lain. Pada kasus ini, asam lemah tidak berwarna dan ionionnyaberwanra merah muda terang. Penambahan ion hidrogen berlebih menggeser posisi kesetimbangan kearah kiri dan mengubah indikator menjadi tak berwarna. Penambahan ion hidroksida menghilangkan ion hidrogen dari kesetimbangan yang mengarah kekanan untuk menggantikannya mengubah indikator menjadi merah muda. Setelah tingkat terjadi pada pH 9,3. Karena pencampuran warna merah muda dan tak berwarna menghasilkan warna merah muda pucat, hal ini sulit untuk mendeteksinya dengan akurat.
BAB 3 METODOLOGI PERCOBAAN
3.1 Alat dan bahan 3.1.1 Alat Pipet volume 10 ml Tiang klem Buret Hot plate Termometer Labu Erlenmeyer Gelas ukur Labu takar 100 ml Corong gelas Pipet tetes
3.1.2 Bahan Larutan H2C2O4 2N Larutan NaOH 0,2N Indikator pp Es batu Aquades Kertas label Tissue
3.2 Prosedur percobaan 3.2.1 Kelarutan NaOH pada suhu 40oC Dipipet 10 ml asam oksalat 2N ke dalam labu takar 100 ml Diencerkan asam oksalat 10 ml tersebut dengan aquades hingga volumenya 100 ml (mencapai tanda batas)
Dipipet 20 ml asam oksalat yang telah diencerkan ke dalam Erlenmeyer Dipanaskan Erlenmeyer yang berisi asam oksalat 20 ml hingga suhunya 60 oC, kemudian diturunkan hingga suhunya 40oC dengan meletakkan Erlenmeyer di atas es batu Ditambahkan ke dalam Erlenmeyer tersebut 1-2 tetes indikator pp, kemudian di titrasi dengan NaOH 0,2N hingga larutan mengalami perubahan warna menjadi merah muda.
3.2.2 Kelarutan NaOH pada suhu 30oC Dipipet 10 ml asam oksalat 2N ke dalam labu takar 100 ml Diencerkan asam oksalat 10 ml tersebut dengan aquades hingga tanda batas Dipipet 20 ml asam oksalat yang telah diencerkan ke dalam Erlenmeyer Dipanaskan Erlenmeyer yang berisi asam oksalat 20 ml hingga suhunya 60 oC, kemudian diturunkan hingga suhunya 30oC dengan meletakkan Erlenmeyer di atas tumpukan es batu Ditambahkan ke dalam Erlenmeyer tersebut 1-2 tetes indikator pp, kemudian di titrasi dengan NaOH 0,2N hingga larutan mengalami perubahan warna menjadi merah muda. 3.2.3 Kelarutan NaOH pada suhu 20oC Dipipet 10 ml asam oksalat 2N ke dalam labu takar 100 ml Diencerkan asam oksalat 10 ml tersebut dengan aquades hingga tanda batas Dipipet 20 ml asam oksalat yang telah diencerkan ke dalam Erlenmeyer Dipanaskan Erlenmeyer yang berisi asam oksalat 20 ml hingga suhunya 60 oC, kemudian diturunkan hingga suhunya 20oC dengan meletakkan Erlenmeyer di atas tumpukan es batu Ditambahkan ke dalam Erlenmeyer tersebut 1-2 tetes indikator pp, kemudian di titrasi dengan NaOH 0,2N hingga larutan mengalami perubahan warna menjadi merah muda. 3.2.2 Kelarutan NaOH pada suhu 10oC Dipipet 10 ml asam oksalat 2N ke dalam labu takar 100 ml Diencerkan asam oksalat 10 ml tersebut dengan aquades hingga tanda batas Dipipet 20 ml asam oksalat yang telah diencerkan ke dalam Erlenmeyer Dipanaskan Erlenmeyer yang berisi asam oksalat 20 ml hingga suhunya 60 oC, kemudian diturunkan hingga suhunya 10oC dengan meletakkan Erlenmeyer di atas tumpukan es batu Ditambahkan ke dalam Erlenmeyer tersebut 1-2 tetes indikator pp, kemudian di titrasi dengan NaOH 0,2N hingga larutan mengalami perubahan warna menjadi merah muda.
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengamatan Tabel pengamatan sistem NaOH . H2C2O4
V H2C2O4 20 ml 20 ml 20 ml 20 ml
[H2C2O4] 2N 2N 2N 2N
V NaOH 1,1 ml 1,1 ml 1,0 ml 1,1 ml
[NaOH] 0,2 N 0,2 N 0,2 N 0,2 N
4.2 Reaksi 4.2.1 Reaksi antara NaOH + H2C2O4 2NaOH(aq) + H2C2O4 Na2C2O4(aq) + 2H2O(ℓ) 4.2.2 Reaksi antara NaOH + indikator PP
4.3 Perhitungan 4.3.1 Mencari konsentrasi asam oksalat 4.3.1.1 N1 H2C2O4 pada suhu 40oC Diketahui : VH2C2O4 = 20 ml
T 40o 30o 20o 10o
NNaOH
= 0,2 N . 2 = 0,4 N VH2C2O4 = 1,1 ml Ditanya : NH2C2O4 ? Dijawab : NH2C2O4 . VH2C2O4 = NNaOH .VNaOH NH2C2O4 . 20 ml = (0,4 N x 1,1 ml) / 20 ml NH2C2O4 = 0,022 Faktor Pengenceran = 100/10 = 10 NH2C2O4 x Faktor Pengenceran = 0,022 x 10 = 0,22 N 4.3.1.2 N2 H2C2O4 pada suhu 30oC Diketahui : VH2C2O4 = 20 ml NNaOH = 0,2 N . 2 = 0,4 N VH2C2O4 = 1,1 ml Ditanya : NH2C2O4 ? Dijawab : NH2C2O4 . VH2C2O4 = NNaOH . VNaOH NH2C2O4 . 20 ml = (0,4 N x 1,1 ml) / 20 ml NH2C2O4 = 0,022 Faktor Pengenceran = 100/10 = 10 NH2C2O4 x Faktor Pengenceran = 0,022 x 10 = 0,22 N 4.3.1.3 N3 H2C2O4 pada suhu 20oC Diketahui : VH2C2O4 = 20 ml NNaOH = 0,2 N . 2 = 0,4 N VH2C2O4 = 1,1 ml Ditanya : NH2C2O4 ? Dijawab : NH2C2O4 . VH2C2O4 = NNaOH . VNaOH NH2C2O4 . 20 ml = (0,4 N x 1,1 ml) / 20 ml NH2C2O4 = 0,022 Faktor Pengenceran = 100/10 = 10 NH2C2O4 x Faktor Pengenceran = 0,022 x 10 = 0,22 N
4.3.1.4 N4 H2C2O4 pada suhu 10oC Diketahui : VH2C2O4 = 20 ml NNaOH = 0,2 N . 2 = 0,4 N VH2C2O4 = 1,1 ml Ditanya : NH2C2O4 ? Dijawab : NH2C2O4 . VH2C2O4 = NNaOH . VNaOH NH2C2O4 . 20 ml = (0,4 N x 1,1 ml) / 20 ml NH2C2O4 = 0,022 Faktor Pengenceran = 100 / 10 = 10 NH2C2O4 x Faktor Pengenceran = 0,022 x 10 = 0,22 N
4.4 Pembahasan Suatu zat dapat larut dalam pelarut tertentu, tetapi jumlahnya selalu terbatas. Batas itu disebut kelarutan. Kelarutan adalah suatu zat terlarut yang dapat melarut pada sejumlah pelarut pada suhu tertentu sampai membentuk larutan jenuh. Kelarutan suatu zat dapat ditentukan dengan menimbang zat yang akan ditentukan kelarutannya. Kemudian dilarutkan, misalnya dalam 100 ml pelarut. Jumlah zat yang ditimbang harus diperkirakan dapat membentuk larutan lewat jenuh, yang ditandai masih tepatnya zat yang tidak larut. Didasar wadah setelah dilakukan pengocokkan dan didiamkan. Setelah terjadi kesetimbangan antara zat padat yang larut dan yang tidak larut.Padatan yang tidak larut lalu disaring dan ditimbang. Selisih berat awal dan berat
padatan yang tidak larut merupakan kelarutan zat tersebut dalam 100 ml. Daya larut suatu zat berbeda-beda tergantung dari sifat zat terlarut dan pelarutnya. Ada beberapa zat yang mudah larut dan ada pula yang sukar larut. Biasanya kelarutan dinyatakan dalam gram zat tersebut per 100 ml atau per 100 gram pelarut. Suatu larutan jika merupakan keseimbangan dinamis. Kesetimbangan tersebut akan dapat bergeser bila suhu dinaikkan. Pada umumnya kelarutan zat padat dalam larutan bertambah bila suhu dinaikkan karena umumnya proses pelarutan bersifat endotermik. Pengaruh kenaikkan suhu pada kelarutan zat berbeda satu dengan yang lainnya. Suatu substansi dapat dikelompokkan sangat mudah larut, dapat larut, sedikit larut dan tidak dapat larut. Beberapa variable, misalnya ukuran ion-ion, interaksi antara ion-ion, interaksi antara solute dan solvent, temperature, mempengaruhi larutan. Kelarutan dari solute relatif mudah di ukur melaui percobaan. Beberapa faktor yang mempengaruhi kelarutan antara lain: sifat alami dari solute dan solvent, merupakan substansi polar cenderung lebih miscible atau solube dengan substansi polar lainnya. Substansi non polar cenderung untuk bercampur dengan substansi non polar lainnya, dan tidak bercampur dengan substansi polar lainnya; Efek dari temperatur terhadap kelarutan yaitu kebanyakan zat terlarut mempunyai kelarutan yang terbatas pada sejumlah solvent tertentu dan pada temperatur tertentu pula. Temperatur dari solvent memiliki efek yang besar dari zat yang telah larut. Untuk kebanyakan padatan yang terlarut pada liqiud, kenaikkan temperature akan berdampak pada kelarutan (solubilitas). Jika kelarutan zat padat bertambah dengan kenaikkan suhu, maka kelarutan gas berkurang bila suhu dinaikkan, karena gas menguap dan meninggalkan pelarut. Luas permukaan sentuhan zat kecepatan kelarutan dapat dipengaruhi juga oleh permukaan (besar, kecilnya partikel zat terlarut). Luas permukaan sentuhan zat terlarut dapat diperbesar melalui proses pengadukkan atau pengerusan secara mekanis. Gula halus lebih mudah larut dari pada gula pasir. Hal ini karena luas bidang sentuh gula halus lebih luas dari gula pasir. Sehingga gula halus lebih mudah berinteraksi dengan air; Daya hantar listrik, air murni merupakan penghantar listrik yang buruk akan tetapi jika dala air tersebut ditambahkan zat terlarut maka sifat daya hantarnya akan berubah sesuai dengan jenis zat yang dilarutkan; Efek tekanan pada kelarutan yaitu perubahan kecil dalam tekanan memiliki efek yang kecil pada kelarutan dari padatan dalam cairan tetapi memiliki efek yang besar pada kelarutan gas dalam cairan. Kelarutan gas dalam cairan berbanding langsung pada tekanan dari gas diatas larutan, sehingga sejumlah gas yang terlarut dalam larutan akan menjadi dua kali lipat tekanan dari gas diatas larutan adalah dua kali lipat; Kelajuan dari zat terlarut, dimana zat padat terlarut dipengaruhi oleh ukuran partikel, tempeatur dari solvent, pengadukan dari larutan, dan konsentrasi dari larutan; pelarut yaitu kebanyakan garam anorganik lebih dapat larut dalam pelarut anorganik dan garam oragnik lebih dapat larut dalam pelarut organik, ion-ion dalam kristal tidak memiliki gaya tarik yang lebih besar terhadap molekul pelarut organik. Oleh karena itu, biasanya kelarutannya lebih rendah dibandingkan kelarutan dalam air; Pengaruh aktivitas yaitu ternyata banyak endapan menunjukkan kelarutan yang meningkat dalam larutan yang mengandung ion-ion yang tidak bereaksi secara kimia dengan ion-ion endapan; Pengaruh pH yaitu ion hidrogen yang bersenyawa dengan anion suatu garam u tuk membentuk asam lemah, dengan demikian meningkatkan kelarutan garam itu. Pada larutan yang keasamannya cukup tinggi, anion asam lemah tidak mengubah pH secara berarti; Volume yaitu volume berbanding terbalik dengan tekanan, karena volume yang besar menyebabkan kelarutannya semakin rendah,
hal ini di sebabkan apabila volume tinggi, maka tumbukannya antara partikel yang satu dengan yang lain akan semakin jarang terjadi dan reaksi akan berjalan lambat sehingga zat terlarut akan sulit larut dalam zat. Pada percobaan kelarutan sebagai fungsi suhu, hal pertama yang kita lakukan adalah mempipet 10 ml asam oksalat kedalam labu takar 100 ml, kemudian diencerkan asam oksalat 10 ml tersebut dengan aquades hingga volumenya 100 ml, hingga tanda batas. Dipipet 20 ml asam oksalat yang telah diencerkan kedalam erlenmayer. Kemudian dipanaskan erlenmayer yang berisi asam oksalat 20 ml hingga suhunya 60 oC. Fungsi dipanaskan adalah agar suhunya meningkat, karena apabila suhunya dinaikkan energi kinetiknya meningkat dan semakin sering terjadinya tumbukan sehingga reaksi akan berlangsung lebih cepat. Dipanaskan hingga suhu 60oC, karena suhu tersebut merupakan suhu optimum. Lalu suhu diturunkan berturut-turut hingga 40oC, 30oC, 20oC, dan 10oC. Untuk menurunkan suhu larutan, gelas piala yang berisi larutan diletakkan didalam wadah yang berisi es batu. Disini asam oksalat sebagai solut (zat terlarut) dan H2O sebagai solvent (zat pelarut). Fungsi penurunan suhu, agar dapat mengetahui kelarutan pada suhu yang berbeda. Larutan asam oksalat memiliki kelarutan yang tinggi seiring dengan kenaikan suhu. Kemudian ditambahkan 1-2 tetes indikator PP kedalam erlenmayer. Untuk mengetahui konsentrasi asam oksalat pada masing-masing suhu, larutan asam oksalat ditambahkan indikator PP. Penambahan indikator PP ini bertujuan untuk mengetahui titik ekuivalen dari larutan asam oksalat. Larutan asam oksalat memiliki kelarutan yang tinggi seiring dengan kenaikkan suhu. Indikator PP memiliki trayek pH 4,2-6,3 dan berwarna bening pada suasana asam dan berwarna merah muda pada suasana basa. Kemudian dititrasi dengan NaOH 0,2 N. Lalu kemudian dicatat volume yang didapat. Pada suhu 40oC, larutan asam oksalat dititrasi dengan menggunakan NaOH 0,2 N dan didapat volume NaOH adalah 1,1 ml, sehingga dapat dihitung N H2C2O4 adalah sebesar 0,022 N dengan laju reaksi -3, 6741 x 10-3 J/mol.K. Pada suhu 30oC, larutan asam oksalat dititrasi dengan menggunakan NaOH 0,2 N dan didapat volume NaOH adalah 1,1 ml, sehingga dapat dihitung N H2C2O4 adalah sebesar 0,022 N dengan laju reaksi -5, 6930 x 10-3 J/ mol.K. Pada suhu 20oC, larutan asam oksalat dititrasi dengan menggunakan NaOH 0,2 N dan didapat volume NaOH adalah 1,0 ml, sehingga dapat dihitung N H2C2O4 adalah sebesar 0,022 N dengan laju reaksi -7,8497 x 10-3 J/ mol.K. Dan padaada suhu 10oC, larutan asam oksalat dititrasi dengan menggunakan NaOH 0,2 N dan didapat volume NaOH adalah 1,1 ml, sehingga dapat dihitung N H2C2O4 adalah sebesar 0,022 N dengan laju reaksi -1, 106 x 10-2 J/ mol.K. Aplikasi panas kelarutan dalam industri adalah dalam pembuatan reactor kimia, bila panas pelarutnya diketahui untuk menghindari kerusakan pada reactor karena kondisi thermal tertentu dengan kelarutan reactor tersebut. Prinsip percobaan pada praktikum kali ini adalah menentukan panas pelarutan dari asam oksalat. Asam okslat merupakan asam dikarboksilat dengan rumus kimia H2C2O4, padatan kristal tak berwarna dan bersifat racun. Pertama-tama dilkukan pengenceran pada asam oksalat, kemudian dinaikkan suhunya hingga 60oC sebelum H2C2O4 dititrasi dengan NaOH, terlebih dahulu suhu diturunkan hingga mencapai 40, 30, 20,10oC. Kemudian kedalam larutan ditambahkan indikator PP. Indikator PP merupakan senyawa organik yang mempunyai rumus molekul C2OH14O4. Setelah itu dapat di hitung volume NaOH. Mol NaOH merupakan hasil kali antara konsentrasi dengan volume NaOH yang dibutuhkan.
BAB 5 PENUTUP -
5.1 Kesimpulan Penambahan indikator PP berfungsi untuk mengetahui terjadinya suatu titik ekivalen dalam proses pentitrasi dengan terjadinya perubahan warna pada larutan Konsentrasi asam oksalat dari masing-masing suhu adalah pada suhu 40°C sebesar 0,22 N, pada suhu 30°C sebesar 0,2 N, pada suhu 20°C sebesar 0,2 N dan pada suhu 10° C sebesar 0,22 N. kelarutan suatu zat akan bertambah seiring dengan semakin meningkatnya suhu. Hal ini disebabkan karena semakin tinggi suhu/temperature tumbukan antar partikel-partikel dalam zat tersebut semakin cepat sehingga akan mempercepat terjadinya reaksi (palarutan). 5.2
Saran Sebaiknya pada praktikum selanjutnya digunakan reagen lebih dari satu tidak hanya H2C2O4, misalnya H2S sehingga praktikan lebih bertambah wawasannya.
DAFTAR PUSTAKA Ismarwanto, Hoedjiono. 1990. Diktat Kuliah Kimia Analisa Bag. 1. Surabaya: FTI ITS Sukardjo. 1997. Kimia Fisika. Jakarta: Rineka Cipta Yazid, Estien. 2005. Kimia Fisika Untuk Paramedis. Yogyakarta: Penerbit Andi
LABORATORIUM KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS CENDRAWASIH JAYAPURA 2011 I. TUJUAN PERCOBAAN 1. Menentukan harga kelarutan dan penentuan pengaruh temperatur terhadap kelarutan suatau zat. 2. Menghitung panas suatu zat II. PENDAHULUAN Yang dimaksud dengan kelarutan dari suatu zat dalam suatu pelarut, adalah banyaknya suatu zat dapat larut secara
maksimum dalam suatu pelarut pada kondisi tertentu. Biasanya dinyatakan dalam satuan mol/liter. Jadi bila batas kelarutan tercapai, maka zat yang dilarutkan itu dalam batas kesetimbangan, artinya bila zat terlarut ditambah, maka akan terjadi larutan jenuh, bila zat yang dilarutkan dikurangi, akan terjadi larutan yang belum jenuh. Dan kesetimbangan tergantung pada suhu pelarutan ( Hoedijono, 1990).
Pada larutan jenuh terjadi kesetimbangan antara zat terlarut dalam larutan dan zat yang tidak terlarut. Dalam kesetimbangan ini kecepatan melarut sama dengan kecepatan mengendap, yang berarti konsentrasi zat dalam larutan akan selalu tetap. Proses kesetimbangan ini akan bergeser apabila dilakukan suatu perubahan yang dikenakan pada sistem tersebut (Supeno, 2006.). Larutan jenuh merupakan larutan dimana zat terlarutnya (molekul atau ion) telah maksimum pada suhu tertentu. Untuk zat elektrolit yang sukar larut, larutan jenuhnya dicirikan oleh nilai Ksp. Nilai Ksp pada suhu 250 C telah di daftar. Jika larutan mengandung zat terlarutnya melebihi jumlah maksimum kelarutannya pada suhu tertentu, maka dikatakan bahwa larutan telah lewat jenuh (Mulyono,2005). Suatu substansi dapat dikelompokan sangat mudah larut, dapat larut (moderately soluble), sedikit larut (slightly soluble), dan tidak dapat larut. Beberapa variabel,misalnya ukuran ion-ion, muatan dari ion-ion, interaksi antara ionion, interaksi antara solute dan solvent, temperatur,mempengaruhi kelarutan. Kelarutan dari solute relatif mudah diukur melalui percobaan. Beberapa faktor yang berhubungan dengan kelarutan antara lain: 1. Sifat alami dari solute dan solvent. Substansi polar cenderung lebih miscible atau soluble dengan substansi polar lainnya. Substansi nonpolar cenderung untuk miscible dengan substansi nonpolar lainnya, dan tidak miscible dengan substansi polar lainnya. 2. Efek dari temperatur terhadap kelarutan Kebanyakan zat terlarut mempunyai kelarutan yang terbatas pada sejumlah solvent tertentu dan pada temperatur tertentu pula. Temperatur dari solvent memiliki efek yang besar dari zat yang telah. Untuk kebanyakan padatan yang terlarut pada liquid, kenaikkan temperatur akan berdampak pada kenaikkan kelarutan (solubilitas). 3. Efek tekanan pada kelarutan Perubahan kecil dalam tekanan memiliki efek yang kecil pada kelarutan dari padatan dalam cairan tetapi memiliki efek yang besar pada kelarutan gas dalam cairan. Kelarutan gas dalam cairan berbanding langsung pada tekanan dari gas diatas larutan. Sehingga sejumlah gas yang terlarut dalam larutan akan menjadi dua kali lipat jika tekanan dari gas diatas larutan adalah dua kali lipat. 4. Kelajuan dari zat terlarut Kelajuan dimana zat padat terlarut dipengaruhi oleh : a. Ukuran partikel b. Temperatur dari solvent c. Pengadukan dari larutan. d. Konsentrasi dari larutan. ( Sukardjo, 1977 ) Kelarutan bergantung pada berbagai kondisi seperti suhu, tekanan, konsentrasi bahan– bahan lain dalam larutan itu,dan pada komposisi pelarutnya. Perubahan kelarutan dengan tekanan tak mempunyai arti penting yang praktis dalam anlisis anorganik kualitatif, karena semua pekerjaan dilakukan dalam bejana terbuka pada tekanan atmosfer; perubahan yang sedikit dari tekanan atmosfer tak mempunyai pengaruh yang berarti atas kelarutan.Terlebih penting adalah perubahan kelarutan dengan suhu. Umumnya dapat dikatakan bahwa kelarutan endapan bertambah besar dengan kenaikan suhu ,meskipun dalam beberapa hal yang istimewa (seperti kalium sulfat) terjadi hal yang
sebaliknya. Laju kenaikan dengan suhu berbeda-beda dalam beberapa hal sangat kecil sekali dalam hal-hal lainnya sangat besar (Vogel,1990). Jika kesetimbangan diganggu, misalnya dengan merubah temperatur maka konsentrasi larutan akan berubah. Menurut Van’t Hoff pengaruh temperatur terhadap kelarutan dapat dinyatakan sebagi berikut: (d ln S/dT) = (∆H)/(RT)2 d ln S = (∆H)/(RT)2 dT Diintegralkan dari T1 ke T2 maka akan mengahsilkan, H / RT + konstantaln S = atau, ln (S2/S1) = (∆H/R) {(T2 – T1)/( T2.T1)} dimana : S2,S1 = kelarutan zat masing-masing pada temperatur T2 dan T1 (mol/1000 gram solven) H = panas pelarutan per mol R = konstanta gas Panas pelarutan yang dihitung ini adalah panas yang diserap jika 1 mol padatan dilarutakan dalam larutan dimana larutan sudah dalam keadaan jenuh. Hal ini bebeda dengan panas pelarutan untuk larutan encer yang bisa terdapat dalam table panas pelarutan tersebut adalah panas pengenceran dari keadaan jenuh menjadi keadaan encer. Pada umumnya panas pelarutan adalah positif sehingga menurut Van’t Hoff semakin tinggi temperatur akan semakin banyak zat yang melarut (panas pelautan positif = endotermis). Sedangkan untuk zat-zat yang memiliki panas pelarutan negatif, maka makin tinggi suhu akan semakin berkurang zat yang dapat larut (Supeno, 2006). Alkalimeteri adalah pengukuran konsentrasi basa dengan menggunakan larutan baku asam, bisa asam kuat atau asam lemah.Titrasi adalah proses mengukur volume larutan yang terdapat dalam buret yang ditambahkan ke dalam larutan lain yang diketahui volumenya sampai terjadi reaksi sempurna. ( http://arifqbio.multiply.com/journal/item/7,3 November 2009). Contoh titrasi alkalimetri: Titrasi asam kuat oleh basa kuat HCl + NaOH → NaCl + H2O Titrasi asam lemah oleh basa kuat CH3COOH + NaOH → CH3COONa + H2O III. ALAT DAN BAHAN • ALAT Thermostat Thermometer Erlenmeyer 250 mL Gekas ukur 250 mL Pipet ukur 10 mL Pengaduk Tabung reaksi BAHAN Larutan asam oksalat jenuh Larutan NaOH 0,5 N Indicator pp
Es batu Garam dapur IV. PROSEDUR KERJA 1. Memasukkan 50 mL larutan asam oksalat jenuh ke dalam tabung reaksi. 2. C.Menyiapkan thermostat berupa wadah yang berisi campuran air dan garam dapur (2-3 sendok makan ) yang diberi pecahan es batu sehingga mencapai suhu 0 3. Memasukkan tabung reaksi ke dalam thermostat tersebut. Posisinya diatur sedemikian sehingga seluruh larutan jenuh tercelup dalam thermostat. 4. Selalu mengaduk yang berada dalam thermostat agar temperatur menjadi homogen 5. Sesudah tercapai kesetimbangan (± 5 menit) lalu mengambil 1,5 mL larutan (kristal asam oksalat jangan sampai ikut terhisap, diatur agar kristal turun ke dasar tabung). 6. Menitrasi larutan oksalat tersebut yang telah di ambil dengan larutan NaOH 0,5 N. titrasi dilakukan tiga kali, yang sebelumnya larutan oksalat tersebut telah diberi indicator pp 2-3 tetes 7. C. untuk setiap temperature percobaan pengambilan larutan masing-masing sebanyak 1,5 mLMengatur thermostat untuk pengamatan pada temperature 5, 10, 15, 20, dan 25 V. DATA PENGAMATAN NaOH = 0,5 N = 0,5 M Tabel 2.6.1. Hasil percobaan SUHU(0C) Volume asam oksalat Volume NaOH yang digunakan saat titrasi (mL) Volume rata-rata NaOH (ml) I II III 5 1,5 5,5 2,2 3,8 3,8 10 1,5 1,5 4,5 3 3,3 15 1,5 2,8 3,8 2,8 3,1 20 1,5 2,7 3,1 2,8 2,86 25 1,5 2,9 3,5 4,2 3,5 VI. PERHITUNGAN Tabel Perhitungan nasam oksalat dan Wasam oksalat T (0C) V NaOH (ml) Normalitas asam oksalat Molaritas asam oksalat n asam oksalat(mmol) W asam oksalat(g) W pelarut(g) 5 3,8 0,358 0,179 0,2685 0,024 1,476 10 3,3 0,344 0,172 0,258 0,0232 1,4768 15 3,1 0,337 0,1685 0,25275 0,0223 1,4777 20 2,86 0,327 0,1635 0,24525 0,0221 1,4779 25 3,5 0,35 0,175 0,2625 0,0236 1,4764 Perhitungan normalitas asam oksalat . Temperatur : 5 0 C Contoh Perhitungan V NaOH = 3,8 mL N NaOH = 0,5 N
V H2C2O4 = 3,8 mL + 1,5 mL = 5,3 mL N1V1 = N2V2 3,8 x 0,5 = 5,3N2 N2 = 1,9 / 5,3 N2 = 0,358 N C adalah 0,358 NJadi normalitas H2C2O4 pada suhu 5 Perhitungan molaritas Temperatur : 5 0 C Contoh Perhitungan Berat equivalen asam oksalat (eq) = 2 M = N / eq M = 0,358 / 2 = 0,179 M C adalah 0,179 MJadi molaritas H2C2O4 pada suhu 5 Perhitungan mol asam oksalat . Temperatur : 5 0 C Contoh Perhitungan Volume asam oksalat (V) = 1,5 mL n=MxV n = 0,179 x 1,5 n = 0,2685 mmol C adalah 0,2685 mmolJadi mol H2C2O4 pada suhu 5 Perhitungan massa asam oksalat. Temperatur : 5 0 C Contoh Perhitungan Massa relatif asam oksalat (Mr) = 90 gr/mol W = n x Mr W = (0,2685 mmol/1000 mL) x 90 gr/mol = 0,024 gr massa jenis pelarut (air) yaitu :Berat larutan H2C2O4 pada volume 1,5 mL dengan menganggap massa jenis larutan W larutan = V x = 1,5 mL x 1 gr/mL = 1,5 gr Jadi W pelarut = W larutan – W asam oksalat = 1,5 gr – 0,024 gr = 1,476 gr Molalitas asam oksalat (m) = n x (1000 gr/W pelarut) = (0,2685 mmol/1000 mL) x (1000/1,476 gr) = 0,1819 m Jadi untuk kelarutan asam oksalat (H2C2O4) adalah sebagai berikut : S = (m x Mr) / V
= (0,1819 m x 90 gr/mol) / 1,5 mL = 10,914 gr/1000 gr pelarut C sebagai contoh.Pada perhitungan diatas hanya mengambil perhitungan kelarutan H2C2O4 pada suhu 5 Tabel 3.1.2 Perhitungan Sasam oksalat T 0C) Kelarutan gr/1000 gr pelarut 5 10,914 10 10,482 15 10,263 20 9,957 25 10,669 ms, dan ln msTabel 3.1.3. Hasil perhitungan Suhu (K) 1/T Ln S 278.15 0.0035952 2.3905 283.15 0.0035317 2.3497 288.15 0.0034704 2.3285 293.15 0.0034112 2.2983 298.15 0.003354 2.3673 VII. PEMBAHASAN Pada percobaan yang berjudul kelarutan sebagai fungsi temperatur ini bertujuan untuk memahami pengertian kelarutan suatu zat, menentukan harga kelarutan, mengetahui pengaruh temperatur terhadap kelarutan terhadap kelarutan suatu zat dan dapat menentukan panas kelarutan suatu zat. Dalam percobaan ini kita akan menentukan panas pelarutan dari asam oksalat. Asam oksalat merupakan asam dikarboksilat dengan rumis kimia H2C2O4 (atau dapat ditulis (COOH)2H2O) ;padatan kristal,tak bewarna ,dan bersifat racun. Digunakan dalam laboraturium sebagai pereaksi analitik (larutan baku), untuk bahan pengelantang, pembersih logam, dan untuk pembuatan senyawa organik. Untuk mengetahui bagaimana kelarutan dari asam oksalat pada berbagai temperature kita harus akan membuat thermostat terlebih dahulu. Thermostat yang kita buat disini terbuat dari gelas kimia dua liter yang berisi garan dan es batu yang berfungsi untuk menurunkan suhu asam oksalat sehingga nantinya kita juga dapat melihat kelarutan H2C2O4 pada suhu rendah. Tujuan penambahan NaCl adalah untuk menurunkan titik beku campuran didalam termostat agar dapat mencapai suhu yang rendah yaitu dibawah titik beku air. C. Mengambil 1,5 mL asam oksalat pada setiap masing-masing suhu yang telah ditentukan lalu dititrasi dengan larutan NaOH 0,5 N. Titrasi ini merupakan titrasi asam lemah oleh basa kuat yang biasa disebut sebagai titrasiDalam percobaan ini kita akan mengamati perubahan kelarutan H2C2O4 ketika suhu dinaikkan yaitu mulai dari 5, 10, 15, 20, dan 25 alkalimetri. Adapun reaksinya adalah sebagai berikut: H2C2O4 + NaOH → NaHC2O4 + H2O Sebelum H2C2O4 dititrasi oleh NaOH ,terlebih dahulu ke dalam larutan H2C2O4 ditambahkan indikator pp (fenolftalein). Fenolftalein merupakan senyawa organik yang mempunyai rumus molekul C20H1404 ; padatan kristal, tak bewarna ,larut dalam alkohol dan pelarut organik ; rentang perubahan pH nya adalah 8,2 – 10. Pemilihan indikator pp ini adalah karena titrasi ini merupakan titrasi asam lemah oleh basa kuat yang memiliki titik ekuivalen diatas 7. Hal itu cocok dengan rentang perubahan pH dari indikator pp .Indikator pp tidak bewarna dalam suasana asam dan bewarna merah muda dalam suasana basa. Dalam reaksi titrasi ini kita menghitung berapa banyak volume NaOH yang dibutuhkan untuk menitrasi 1,5 ml larutan H2C2O4. Mol NaOH merupakan hasil kali antara konsentrasinya dengan volume NaOH yang dibutuhkan.
Kelarutan H2C2O4 dinyatakan sebagai jumlah mol H2C2O4 setiap 1000 gram larutan . Setelah mengetahui volume NaOH yang diperlukan untuk menitrasi 1,5 ml H2C2O4 maka kemudian kita bisa menentukan harga s (kelarutan) sebagai jumlah mol H2C2O4 dalam 1000 gram larutan .Kemudian dibuat grafik hubungan antara 1/T (K-1) pada sumbu x dan lnS pada sumbu y. Persamaan garisnya adalah sebgai berikut: lnS = -∆H/R x 1/T + C y=mx Dari grafik tersebut menunjukkan bahwa kelarutan berbanding terbalik dengan suhu, hal ini tidaklah sesuai dengan literatur, dimana pada percobaan, harga kelarutan asam oksalat nilainya lebih rendah dari literatur. Hal ini terjadi karena kemungkinan pada proses titrasi kurang teliti dalam melihat titik ekuivalen serta tidak efektifnya dalam menitrasi karena memakai tabung reaksi saat melakukan titrasi hal ini terjadi karena terbatasnya peralatan lab yang dimiliki. Serta pada saat pengambilan larutan asam oksalat yang akan ditentukan konsentrasinya dengan cara titrasi terdapat sejumlah endapan kristal oksalat yang terambil sehingga akan mempengaruhi nilai konsentrasi asam oksalat pada larutan, karena kristal oksalat tersebut akan melarut kembali sesuai dengan kenaikan temperatur dan akan mempengaruhi kelarutan. Tabel 3.1.4 Kelarutan asam oksalat pada berbagai suhu dari literature Kirk-Othmer Suhu (0C) Kelarutan (gr/100 gr pelarut) 4 6,2681 8 5,8647 12 6,4777 16 6,9981 20 7,4340 24 7,7551 28 7,9158 32 8,0185 36 8,0651 40 8,4020 . Panas pelarutan diferensial dapat dihitung dengan menggunakan persamaaan berikut: xy/m = y = perubahan suhu m = -6.,13 / -0,0212 x = perubahan ln s C= 289,1509 yang diambil sebagai contoh diatas adalah pada suhu 10 dan 15 H = -m x RJadi = -289,1509 x 8,314 J/mol K = -2.404 J/mol K VIII. KESIMPULAN Berdasarkan percobaan yang kami lakukan dapat disimpulkan sebagai berikut : • Kelarutan berbanding terbalik dengan kenaikan temperatur, semakin besar suhu larutan asam oksalat maka semakin kecil kelarutan asam oksalat
• H) asam oksalat adalah -2.404 J/mol KPanas pelarutan ( • Kelarutan oksalat bersifat eksotermis karena panas pelarutan bernilai negatif IX. PERTANYAAN 1. Sebutkan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi harga kelarutan suatu zat? Sifat alami dari solute dan solvent. Efek dari temperatur terhadap kelarutan Efek tekanan pada kelarutan Kelajuan dari zat terlarut 2. Terangkan pengaruh tiap-tiap factor (jawaban nomor 1) terhadap proses kelarutan? Sifat alami dari solute dan solvent. Substansi polar cenderung lebih miscible atau soluble dengan substansi polar lainnya. Substansi nonpolar cenderung untuk miscible dengan substansi nonpolar lainnya, dan tidak miscible dengan substansi polar lainnya. Efek dari temperatur terhadap kelarutan Kebanyakan zat terlarut mempunyai kelarutan yang terbatas pada sejumlah solvent tertentu dan pada temperatur tertentu pula. Temperatur dari solvent memiliki efek yang besar dari zat yang telah larut. Untuk kebanyakan padatan yang terlarut pada liquid, kenaikkan temperatur akan berdampak pada kenaikkan kelarutan (solubilitas). Efek tekanan pada kelarutan Perubahan kecil dalam tekanan memiliki efek yang kecil pada kelarutan dari padatan dalam cairan tetapi memiliki efek yang besar pada kelarutan gas dalam cairan. Kelarutan gas dalam cairan berbanding langsung pada tekanan dari gas diatas larutan. Sehingga sejumlah gas yang terlarut dalam larutan akan menjadi dua kali lipat jika tekanan dari gas diatas larutan adalah dua kali lipat. Kelajuan dari zat terlarut Kelajuan dimana zat padat terlarut dipengaruhi oleh : e. Ukuran partikel f. Temperatur dari solvent g. Pengadukan dari larutan. h. Konsentrasi dari larutan. X. DAFTAR PUSTAKA Ismarwanto, Hoedijono.1990. Diktat Kuliah Kimia Analisa Bagian I. Surabaya: Jurusan Teknik Kimia FTI-ITS Vogel, 1990, Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro, Jakarta: PT Kalman Media Pustaka. Petrucci, Ralph H, 1992, Kimia Dasar “Prinsip dan Terapan Modern, Jakarta: Erlangga. Supeno, 2006, Petunjuk Praktikum Kimia Fisika I, Jayapura: Universitas Cendrawasih. Sukardjo. 1977. Kimia Fisika. Jakarta: PT. Aneka Cipta HAM, Mulyono, 2005, Kamus Kimia, Jakarta: Bumi Aksara. Anonim, 2011, http://arifqbio.multiply.com/journal/item/7, di akses 14 Mei 2011, pukul 18.30 WIT.
Laporan praktikum kimia fisik KELARUTAN SEBAGAI FUNGSI TEMPRATUR
KELARUTAN SEBAGAI FUNGSI TEMPERATUR I.TUJUAN PERCOBAAN Memahami pengertian larutan jenuh,menentukan harga kelarutan dan mengetahui pengaruh temperatur terhadap kelarutan suatu zat Dapat menentukan panas pelarutan suatu zat II.DASAR TEORI Kelarutan zat terlarut diketahui dari konsentrasi dalam larutan jenuhnya ,biasanya dinyatakan dalam banyaknya mol zat terlarut per liter larutan jenuh (Petrucci dan Suminar,1992). Kelaruta(s) suatu endapan menurut defenisi adalah sama dengan konsentrasi molar dari larutan jenuhnya (Vogel , 1990).Larutan jenuh merupakan larutan dimana zat terlarutnya (molekul atau ion) telah maksimum pada suhu tertentu .Untuk zat elektrolit yang sukar larut ,larutan jenuhnya dicirikan oleh nilai Ksp .Nilai Ksp pada suhu 250 C telah didafatar.Jika larutan mengandung zat terlarutnya melebihi jumlah maksimum kelarutannya pada suhu tertentu , maka dikatakan bahwa larutan telah lewat jenuh(Mulyono,2005).Kelarutan bergantung pada berbagai kondisi seperti suhu , tekanan ,konsentrasi bahan – bahan lain dalam larutan itu,dan pada komposisi pelarutnya. Perubahan kelarutan dengan tekanan tak mempunyai arti penting yang praktis dalam anlisis anorganik kualitatif,karena semua pekerjaan dilakukan dalam bejana terbuka pada tekanan atmosfer ; perubahan yang sedikit dari tekanan atmosfer tak mempunyai pengaruh yang berarti atas kelarutan.Terlebih penting adalah perubahan kelarutan dengan suhu.Umumnya dapat dikatakan bahwa kelarutan endapan bertambah besar dengan kenaikan suhu ,meskipun dalam beberapa hal yang istimewa (seperti kalium sulfat) terjadi hal yang sebaliknya. Laju kenaikan dengan suhu berbeda-bedadalam beberapa hal sangat kecil sekali dsalam hal-hal lainnya sangat besar (Vogel,1990). Secara matematis hubungan antara suhu dan kelarutan diberikan dalam persamaan Van’t Hoff sebagai: dlnS/dT=∆H/〖RT〗^2 dlnS=∆H/〖RT 〗^2 dT ∫_S1^S2▒〖dlnS=∫_T1^T2▒∆H/〖RT〗^2 〗 dT ln S2/S1=∆H/R (-1/T2-(-1/T1) ) ln S2/S1=∆H/R (1/T1-1/T2) ln〖 S2/S1〗=∆H/R ((T2-T1)/T2T1) Alkalimeteri adalah pengukuran konsentrasi basa dengan menggunakan larutan baku asam, bisa asam kuat atau asam lemah.Titrasi adalah proses mengukur volume larutan yang terdapat dalam buret yang ditambahkan ke dalam larutan lain yang diketahui volumenya sampai terjadi reaksi sempurna.( http://arifqbio.multiply.com/journal/item/7,3 November 2009).Contoh titrasi alkalimetri: Titrasi asam kuat oleh basa kuat HCl + NaOH → NaCl + H2O Titrasi asam lemah oleh basa kuat CH3COOH + NaOH → CH3COONa + H2O III.ALAT DAN BAHAN Alat Termostat 0 – 500C Thermometer -10 – 700C Tabung reaksi besar Buret 50 ml Statip Erlenmeyer 250ml 2 buah Pipet ukur 10 ml Pengaduk Bahan Larutan asam oksalat jenuh Larutan standar NaOH 0,5 M Indicator pp Kristal garam dapur Es batu Air ledeng
Air panas IV.CARA KERJA a 150 ml asam oksalat dimasukkan dalam tabung reaksi b Termostat berupa wadah yang berisi campuran air ledeng,garam dapur, dan batu es c Posisi tabung reaksi diatur sehingga seluruh bagian larutan jenuh tercelup d Larutan diaduk sampai tercapai kesetimbangan ,misalnya pada suhu 00C e 10 ml asam oksalat diambil (pengambilan diatur sehingga tidak ada asam oksalat yang ikut terambil) f Dititrasi dengan larutan 0,5 M NaOH dengan indikator pp (titrasi dilakukan sebanyak 2X g 10 ml asam oksalat diambil dan dititrasi sebanyak 2X pada suhu 5,10,1,20,25,dan 300C V.HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Data Hasil Percobaan Kenaikan Temperatur No T(K) V1(ml) V2(ml) V NaOH V rata-rata(ml) 1 278.15 23.5 23.5 23.5 2 283.15 25.5 26 25.75 3 288.15 32 33.2 32.6 4 293.15 34.2 38.9 36.55 5 298.15 38.2 38.5 38.35 6 303.15 38.9 39.8 39.35
∆H = 15680.204 joule/mol = 15.68 k joule/mol Penurunan Temperatur No T(K) V1(ml) V2(ml) V rata-rata(ml) 1 303.15 17 22.5 19.75 2 298.15 23 21 22 3 293.15 29.5 32 30.75 4 288.15 36 36.5 36.25 5 283.15 34 36.3 35.15 6 278.15 42 42.1 42.05
∆H = 21757.738 joule/mol = 21.76 k joule/mol Pembahasan Percobaan yang berjudul kelarutan sebagai fungsi temperatur ini bertujuan untuk memahami pengertian larutan jenuh, menentukan harga kelarutan dan mengetahui pengaruh temperatur terhadap kelarutan suatu zat serta dapat menentukan panas pelarutan suatu zat. Panas pelarutan atau entalpi pelarutan merupakan entalpi yang diperlukan atau dilepaskan jika 1 mol zat dilakukan dalam sejumlah pelarut sehingga diperoleh konsentrasi tertentu dari larutan.Dalam percobaan ini kita akan menentukan panas pelarutan dari asam oksalat.Asam oksalat merupakan
asam dikarboksilat dengan rumus kimia H2C2O4 (atau dapat ditulis (COOH)22H2O) ;padatan kristal,tak bewarna ,dan bersifat racun. Digunakan dalam laboraturium sebagai pereaksi analitik (larutan baku), untuk bahan pengelantang, pembersih logam, dan untuk pembuatan senyawa organik. Pada percobaan ini kita melihat bagaimana kelarutan dari H2C2O4 pada berbagai temperatur .Termostat merupakan wadah yang berisi garam, air ledeng, dan batu es yang berfungsi untuk menurunkan suhu H2C2O4 sehingga nantinya kita juga dapat melihat kelarutan H2C2O4 pada suhu rendah.Tujuan penambahan NaCl adalah untuk menurunkan titik beku campuran didalam termostat agar dapat mencapai suhu yang rendah yaitu dibawah titik beku air. Pada perobaan ini dibagi menjadi dua kelompok .Kelompok yang pertama mengamati perubahan kelarutan H2C2O4 jika suhunya dinaikkan dan kelompok kedua mengamati perubahan kelarutan H2C2O4 jika suhunya diturunkan. Kelompok yang pertama mengamati kelarutan H2C2O4 pada suhu 5,10,15,20,25, 300C dan kelompok kedua sebaliknya ,yaitu yaitu mengamati perubahan kelarutan pada suhu 30,25,20,15,10,50C. 10 ml larutan asam oksalat diambil pada pada setiap suhu diatas .Kemudian larutan dititrasi dengan larutan NaOH 0.5 M .Titrasi ini merupakan titrasi asam lemah oleh basa kuat yang biasa disebut sebagai titrasi alkalimetri.Adapun reaksinya adalah sebagai berikut: H2C2OH + NaOH → NaHC2O4 + H2O Sebelum H2C2O4 dititrasi oleh NaOH ,terlebih dahulu kedalam larutan H2C2O4 ditambahkan indikator pp (fenolftalein). Fenolftalein merupakan senyawa organik yang mempunyai rumus molekul C20H1404 ; padatan kristal ,tak bewarna ,larut dalam alkohol dan pelarut organik ; rentang perubahan pH nya adalah 8,2 – 10. Pemilihan indikator pp ini adalah karena titrasi ini merupakan titrasi asam lemah oleh basa kuat yang memiliki titik ekuivalen diatas 7. Hal itu cocok dengan rentang perubahan pH dari indikator pp .Indikator pp tidak bewarna dalam suasana asam dan bewarna merah muda dalam suasana basa. Dalam reaksi titrasi ini kita menghitung berapa banyak volume NaOH yang dibutuhkan untuk menitrasi 10 ml larutan H2C2O4.Mol NaOH merupakan hasil kali antara konsentrasinya dengan volume NaOH yang dibutuhkan.Kelarutan H2C2O4 dinyatakan sebagai jumlah mol NaOH setiap 1000 gram larutan . Setelah mengetahui volume NaOH yang diperlukan untuk menitrasi 10 ml H2C2O4 maka kemudian kita bisa menentukan harga s(kelarutan) sebagai jumlah mol NaOH dalam 1000 gram larutan .Kemudian dibuat grafik hubungan antara 1/T (K-1) pada sumbu x dan lnS pada sumbu y. Persamaan garisnya adalah sebgai berikut: lnS=-∆H/R 1/T+C y=mx R = konstanta gas umum (8.314 joule mol-1K-1) m =- ∆H/R ∆H =-mR Dari grafik hubungan antara 1/T vs lnS kita dapat menentukan nilai m sabagai kemiringan garisnya. Dengan mengetahui harga m kita bisa menentukan panas pelarutan (∆H) nya. Dalam hal ini kita akan mendapatkan dua buah grafik yaitu grafik hubungan antara 1/T vs lnS jika suhunya dinaikkan serta grafik 1/T vs lnS jika suhunya diturunkan . Dari grafik hubungan antara 1/T vs lnS jika suhunya dinaikkan didapatkan nilai m nya -1886. Dan ∆H nya 15680.204 joule/mol atau 15.68 k joule/mol. Sedangkan dari grafik hubungan antara 1/T vs lnS jika suhunya diturunkan didapatkan nilai m nya -2617. Dan ∆H nya 21757.738 joule/mol atau 21.76 k joule/mol. Harga ∆H dari kedua percobaan diatas bernilai positif ,hal itu berarti kelarutan asam oksalat bersifat endotermis.Selain dari grafik hasil percobaan, sifat kelarutan asam oksalat juga dapat dilihat dari data hasil percobaan. Data hasil percobaan menunjukkan bahwa volume NaOH yang dibutuhkan untuk menitrasi 10 ml H2C2O4 bertambah jika suhunya dinaikkan dan berkurang jika suhunya diturunkan. Jumlah volume NaOH yang dibutuhkan berbanding lurus dengan kelarutan H2C2O4. Harga ∆H untuk kedua percobaan diatas tidaklah sama besar, hal itu disebabkan oleh berbagai faktor, diantaranya tingkat ketelitian dalam penentuan titik ekuivalen dan jumlah volume NaOH yang terpakai berbeda karena praktikan yang melakukan percobaan pertama berbeda dengan praktikan yang melakukan percobaan kedua . VI.KESIMPULAN Larutan jenuh merupakan larutan dimana jumlah zat terlarutnya (molekul atau ion) telah maksimum pada suhu tertentu . Untuk larutan H2C2O4 semakin tinggi temperatur maka kelarutannya juga akan semakin besar. ∆H untuk percobaan pertama adalah 15.68 k joule/mol ∆H untuk percobaan kedua adalah 21.76 k joule/mol Kelarutan asam oksalat(H2C2O4) bersifat endotermis
DAFTAR PUSTAKA
Day,R.A.dan A.L.Underwood.Analisis Kimia Kuantitatif.Jakarta:Erlangga. Dogra,S.1990.Kimia Fisikdan Soal-Soal.Jakarta:Universitas Indonesia. HAM,Mulyono.2005.Kamus Kimia.Jakarta:Bumi Aksara. http://arifqbio.multiply.com/journal/item/7,3 November 2009. Petrucci ,Ralph H.1992.Kimia Dasar “Prinsip dan Terapan Modern.Jakarta:Erlangga. Pudaatmaka ,A Hadyana.2002.Kamus Kimia.Jakarta:Balai Pustaka. Vogel .1990.Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro.Jakarta:PT Kalman Media Pustaka.
LAPORANPRAKTIKUM KIMIAFISIKAII KELARUTAN SEBAGAI FUNGSI SUHU ABSTRAK
Kelarutan merupakan ukuran jumlah maksimal zat terlarut dalam sejumlah tertentu pelarut dan pada suhu tertentu. Kelarutan suatu zat akan tergantung pada suhu dan tekanan yang diberikan dalam proses pelarutan tersebut, semakin tinggi suhu yang diberikan akan semakin cepat dan besar juga kelarutan yang dihasilkan. Proses penentuan kelarutan zat pada berbagai suhu dapat dilakukan dengan mengamati pristiwa larutnya asam oksalat pada berbagai suhu yang digunakan dalam percobaan (20 oC, 30oC dan 40oC). Sedangkan penentuan kalor pelarutan diferensial dapat dilakukan dengan berdasarkan hasil percobaan yang akan dibuat dalam bentuk grafik antara log m terhadap 1/T dan apabila tidak tergantung pada suhu, maka grafik log m terhadap 1/T akan linier sehingga kalor diferensial pelarutan dapat ditentukan. Berdasarkan hasil percobaan, bahwa suhu tinggi memang menghasilkan kelarutan yang besar. Kalor pelarutan diferensial dari hasil percobaan adalah sebesar -3140,37 J/mol. Kata kunci : Kelarutan, suhu, tekanan, kalor pelarutan diferensial BABIPENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Kelarutan adalah jumlah zat yang dapat larut dalam sejumlah pelarut sampai membentuk larutan jenuh. Apabila suatu larutan suhunya diubah, maka hasil kelarutannya juga akan berubah.Larutan dikatakan jenuh pada temperatur tertentu, bila larutan tidak dapat melarutkan lebih banyak zat terlarut. Bila jumlah zat terlarut kurang dari larutan jenuh disebut larutan tidak jenuh. Dan bila jumlah zat terlarut lebih dari larutan jenuh disebut larutan lewat jenuh. Daya larut suatu zat dalam zat lain, dipengaruhi oleh jenis zat pelarut, temperatur dan sedikit tekanan. Aplikasi kelarutan dalam dunia industri adalah pada pembuatan reaktor kimia, pada proses pemisahan dengan cara pengkristalan integral, selain itu juga dapat digunakan untuk dasar atau ilmu dalam proses pembuatan granul -granul pada industri baja. Oleh karena aplikasi kelarutan yang bermanfaat dan adanya faktor-faktor yang mempengaruhi kelarutan maka praktikum kelarutan zat padat dalam cairan perlu dilakukan. 1.2 Tujuan Percobaan Menentukan kelarutan zat pada berbagai suhu dan menentukan kalor pelarutan diferensial. 1.3 Prinsip Percobaan Proses penentuan kelarutan zat pada berbagai suhu dapat dilakukan dengan mengamati pristiwa larutnya asam oksalat pada berbagai suhu yang digunakan dalam percobaan (20oC, 30oC dan 40oC). Sedangkan penentuan kalor pelarutan diferensial dapat dilakukan dengan berdasarkan hasil percobaan yang akan dibuat dalam bentuk grafik antara log m terhadap 1/T dan apabila tidak tergantung pada suhu, maka grafik log m terhadap 1/T akan linier sehingga kalor diferensial pelarutan dapat ditentukan. 2NaOH + H2C2O4 → Na2C2O4 + 2H2O BABII. TINJAUANPUSTAKA 2.1 Kelarutan dan Kalor Pelarutan Suatu zat dikatakan tak larut, jika zat tersebut larut dalam jumlah yang sangat sedikit. Kelarutan suatu zat akan tergantung pada temperatur dan tekanan yang diberikan. Jumlah maksimal zat terlarut dalam sejumlah
tertentu pelarut dan pada suhu tertentu merupakan ukuran kelarutan suatu zat yang larut tersebut (Chang, 2005). Banyaknya kalor yang dilepaskan pada saat proses pencairan disebut kalor pelarut. Suatu kalor pelarut biasa diberikan simbol pelarutannya. Defenisi lain mengatakan bahwa kalor pelarutan merupakan perbedaan antara energi setelah berupa cairan dan energi komponen larutan sebelum dicampurkan, dapat dituliskan sebagai berikut: (Brady, 1999). pelarut = H pelarut – H komponen 2.2 Larutan Jenuh dan Persamaan Van’t Hoff Larutan jenuh adalah larutan yang kandungan solutenya sudah mencapai maksimal sehingga penambahan solute dalam larutan lebih lanjut tidak dapat larut.Konsentrasi solute dalam larutan jenuh disebut kelarutan. Untuk solute padat maka larutan jenuhnya terjadi kesetimbangan dimana molekul fase padat meninggalkan fasenya dan masuk ke fase cairan dengan kecepatan sama dengan molekul – molekul ion dengan fase cair yang mengkristal menjadi fase padat. (Chang, 2005). Persamaan Van’t Hoff merupakan suatu bentuk persamaan umumyangmenyatakantentanghubungantetapankesetimbangan suatuprosesdengansuhupadatekanantetap.Adapunpersamaan tersebutdapatdituliskansebagaiberikut:(Atkins,1990). 2.3 Titrasi dan Indikator Titrasi merupakan bagian dari analis kimia yang didasarkan pada metode volumetri. Proses titrasi dilakukan dengan melakukan penambahan secara hati-hati sejumlah zat tertentu kepada zat lain hingga terjadi titik ekuivalen dan titik akhir tittrasi. Dalam prakteknya, titik ekuivalen dan titik akhir titrasi terjadi secara bersamaan (Day dan Underwood, 2002). Proses titrasi akan selalu menggunakan larutan standar primer dan larutan standar sekunder. Larutan standar primer merupakan larutan yang konsentrasinya sudah diketahui saat penimbangan. Sedangkan larutan standar sekunder adalah larutan yang konsentrasinya akan diketahui setelah dititrasi bersama larutan standar perimer. Indikator merupakan suatu zat warna yang larut dengan perubahan warnanya tampak jelas dalam rentang pH tertentu ( Brady, 1999).
2.4 Analisa Bahan 2.4.1 Akuades (H2O) Akuades merupakan pelarut tidak berwarna dengan konstanta dielektrik yang tinggi. H 2O berguna sebagai pelarut dalam beberbagai reaksi kimia. Akudes memiliki titik didih pada suhu 100 0 C dan titik lebur yang mencapai suhu 0,0 0C (Kusuma, 1983). 2.4.2. Asam Oksalat (H2C2O4) Asam oksalat merupakan padatan kristal dengan rumus umum H2C2O4 yang sedikit larut dalam air. Asam oksalat menjadi anhidrat jika dipanaskan pada suhu 110oC, termasuk asam yang sangat beracun. Asam oksalat memiliki berat molekul (BM) sebesar 90,05 gr/mol (Daintith, 1994). 2.4.3 Indikator PP (C2H14O4) Indikator PP merupakan suatu indikator yang umum digunakan dalam tittasi asam-basa. Indikator PP sangat mudah larut dalam alkohol dan pelarut organik lainnya. C2H14O4 tidak memberikan perubahan warna pada kondisi di bawah pH=8 dan mamberikan warna di atas pH=9,6 (Daintith, 1994). 2.4.4 Natrium Hidroksida (NaOH) Natrium hidroksida mudah larut dalam etanol maupun pelarut air. NaOH berwarna putih, lembab dan dapat menyerap gas CO 2 dari udara bebas. NaOH 50% pada temperatur tertentu dapat sebagai media oksida anodik yang tumbuh pada baja (Burleigh, dkk, 2008; Daintith, 1994).
BABIV. HASILDANPEMBAHASAN 4.2 Pembahasan Kelarutan merupakan suatu zat kimia tertentu, zat terlarut atau solute, untuk larut dalam suatu pelarut (solvent).Kelarutan dinyatakan dalam jumlah maksimum zat terlarut yang larut dalam suatu pelarut. Ada 2 reaksi dalam larutan, yaitu, eksoterm, yaitu proses melepaskan panas dari sistem ke lingkungan, temperatur dari campuran reaksi akan naik dan energi potensial dari zat- zat kimia yang bersangkutan akan turundan endoterm, yaitu
menyerap panas dari lingkungan ke sistem, temperatur dari campuran reaksi akan turun dan energi potensial dari zat- zat kimia yang bersangkutan akan naik. Larutan jenuh yaitu suatu larutan yang mengandung sejumlah solute yang
larut
dan
mengadakan
kesetimbangn
dengan
solut
padatnya. Defenisi lain, adalah larutan yang partikel- partikelnya tepat habis bereaksi dengan pereaksi (zat dengan konsentrasi maksimal). Larutan jenuh terjadi apabila bila hasil konsentrasi ion = Ksp berarti larutan tepat jenuh. Kelarutan dipengaruhi oleh beberapa hal, misalnya temperatur yang tinggi berbeda kelarutan dengan temperatur rendah, banyaknya zat juga berbeda dengan zat yang jumlahnya sedikit dilarutkan dan tekanan rendah juga akan berbeda kelarutannya dengan tekanan tinggi. Proses penentuan kalor pelarutan diferensial dilakukan dengan cara menjenuhkan larutan asam oksalat tersebut hingga tidak dapat melarutkan lebih banyak zat terlarut lagi, pelarutan dengan menggunakan akuades pada suhu tertentu. Lalu dilakukan penyesuaian suhu terhadap larutan asam oksalatnya
yang
sudah
perbedaan
kelarutan
dijenuhkan
asam
oksalat
sebelumnya tersebut
guna
pada
untuk
setiap
melihat
suhu
yang
diinginkan. Kemudian bentuk suhu asam oksalat dalam suhu yang bervariasi (20oC, 30oC dan 40oC), setelah itu ditepatkan asam oksalatnya dengan menggunakan pelarut akudes hingga pengenceran mencapai volume 100 ml. Setelah pengenceran terhadap asam oksalat jenuh tersebut dengan akuades, lalu dilakukan pemipetan sebanyak 5 ml dari total volume yang sudah diencerkan untuk dititrasi dengan larutan NaOH menggunakan indikator PP. Indikator PP tidak memberikan perubahan warna pada kondisi di bawah pH=8, yaitu pada kondisi indikator tersebut dimakukan ke dalam asam oksalat dan akan mamberikan warna di atas pH=9,6 dimana kondisi tersebut terjadi pada saat sudah dilakukan titrasi dengan larutan basa NaOH. Perubahan warna menjadi merah mudah tersebut menunjukkan bahwa pada hasil titrasi sudah pada pH di atas 9,6. Dalam praktiknya, titik ekuivalen dan titik akhir titrasi juga terjadi bersamaan saat kondisi perubahan warna tersebut.
Titik akhir titrasi merupakan suatu titik yang berlangsung saat kondisi kesetimbangan antara titran dan titer terjadi dan menandakan bahwa berakhirnya proses titrasi. Sedangkan titik ekuivalen merupakan titik yang terjadi saat mol titran tan titrat mencapai kesimbangan secara sempurna. Secara teoritis, titik ekuivalen akan terjadi terlebih dahulu yang kemudian diikuti oleh titik akhir titrasi. Namun, berdasarkan fakta yang terjadi bahwa titik
ekuivalen
dan
titik
akhir
titrasi
dalam
praktiknya
berlangsung
bersamaan waktu. Setelah titrasi berlangsung, catat volume NaOH yang digunakan dalam titrasi tersebut untuk memuatnya ke dalam data hasil praktikum yang dilakukan, kemudian data tersebut akan diolah menjadi bentuk grafik guna untuk digunakan sebagai media dalam menentukan nilai kalor pelarutan diferensial dari percobaan. Kalor pelarutan merupakan perbedaan antara energi setelah berupa cairan dan energi komponen larutan sebelum dicampurkan tersebut. Hasil untuk percobaan menunjukkan bahwa suhu yang tinggi sangat berpengaruh terhadap kelarutan asam oksalat. Kalor pelarutan diferensial merupakan suatu pristiwa perubahan panas pelarutan yang timbul bila ditambahkan sebanyak 1 mol zat terlarut dalam larutan dengan volume banyak. Dalam percobaan ini, kelarutan asam oksalat terbukti menunjukan bahwa semakin tinggi suhu yang digunakan (40 oC), maka kelarutannya akan semakin tinggi jika dibandingkan pada kondisi yang mengunakan suhu rendah (20oC dan 30oC). Kelarutan pada suhu 30oC juga lebih tinggi dibandingkan pada suhu 20oC. Dengan demikian, pengaruh suhu terhadap kelarutan terbukti berbanding lurus. Sedangkan, banyaknya kalor diferensial yang dihasilkan dalam percobaan ini adalah sebesar-3140,37 J/mol. DAFTARPUSTAKA Atkins, P.W. 1990. “Kamus Lengkap Kimia”. Rineka Cipta. Jakarta. Burleigh, T., D., Schmuki. P., Virtanen, S. 2008. “Properties Of The Nanoporus Anodic Oxide Elektrochemically Grown On Steel In Hot 50% NaOH “: Materials and Metalluargical Engineering Departement. New Mexico Tech. Acta. 45-53. Brady, J. 1999. “Kimia Universitas, Asas dan Struktur”. Bina Aksara. Jakarta.
Chang, R. 2005. “Konsep-konsep Inti Kimia Dasar”. Erlangga. Jakarta. Day, R., A. Dan Underwood, A. L. 2002. ”Analisis Kimia Kuantitatif”. Edisi Ke-6. Erlangga. Jakarta. Daintith, J. 1994. “Kamus Lengkap Kimia: Oxport”. Erlangga. Jakarta. Kusuma, S. 1983. “Pengetahuan Bahan-Bahan”. Erlangga. jakarta.