LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIKA
ISOTHERM ADSORPSI
Oleh : Kelompok 2 Kelas C
Ewith Riska Rachma
1307113269
Masroah Tuljannah
1307113580
Michael Hutapea
1307114141
PROGRAM SARJANA STUDI TEKNIK KIMIA UNIVERSITAS RIAU PEKANBARU 2014
BAB I TEORI 1.1
Tujuan Percobaan Menentukan isoterm adsorbsi menurut Freundlinch bagi proses adsorbsi
1.2
asam asetat pada arang Dasar Teori Arang adalah padatan berpori hasil pembakaran bahan yang mengandung
karbon. Arang tersusun dari atom-atom karbon yang berikatan secara kovalen membentuk struktur heksagonal datar dengan sebuah atom C pada setiap sudutnya. Susunan kisi-kisi heksagonal datar ini tampak seolah-olah seperti pelatpelat datar yang saling bertumpuk dengan sela-sela di antaranya(Sudarman,2001). Karbon aktif adalah bentuk umum dari berbagai macam produk yang mengandung
karbon
yang
telah
diaktifkan
untuk
meningkatkan
luas
permukaannya. Karbon aktif berbentuk kristal mikro karbon grafit yang pori porinya telah mengalami pengembangan kemampuan untuk mengadsorpsi gas dan uap dari campuran gas dan zat-zat yang tidak larut atau yang terdispersi dalam cairan (Murdiyanto, 2005). Luas permukaan, dimensi, dan distribusi karbon aktif bergantung pada bahan baku, pengarangan, dan proses aktivasi. Berdasarkan ukuran porinya, ukuran pori karbon aktif diklasifikasikan menjadi 3, yaitu mikropori (diameter <2 nm), mesopori (diameter 2–50 nm), dan makropori (diameter >50 nm)(Kustanto, 2000) 1.2.1
Adsorpsi Adsorpsi terjadi pada permukaan zat padat karena adanya gaya tarik atom
atau molekul pada permukaan zat padat. Molekul-molekul pada permukaan zat padat atau zat cair, mempunyai gaya tarik ke arah dalam, karena tidak ada gayagaya lain yang mengimbangi. Adanya gaya-gaya ini menyebabkan zat padat dan zat cair, mempunyai gaya adsorpsi. Adsorpsi berbeda dengan absorpsi. Pada absorpsi zat yang diserap masuk ke dalam absorbens sedangkan pada adsorpsi zat yang diserap hanya terdapat pada permukaannya (Sukardjo, 1990) Ada dua macam adsorpsi yaitu adsorpsi fisika dan adsorpsi kimia. Dalam adsorpsi fisika, molekul-molekul teradsorpsi pada permukaan dengan ikatan yang
lemah (bersifat reversible, dengan cara menurunkan tekana gas atau konsentrasi zat terlarut). Sedangkan adsorpsi kimia melibatkan ikatan koordinasi sebagai hasil penggunaan elektron bersama-sama adsorben dan adsorbat (Sukardjo,1990). Adsorpsi Fisik
Adsorpsi Kimia
Molekul terikat pada adsorben oleh gaya Molekul terikat pada adsorben oleh ikatan van der Waals Mempunyai entalpi reaksi – 4 sampai –
kimia Mempunyai entalpi reaksi – 40 sampai –
40 kJ/mol Dapat membentuk lapisan multilayer Adsorpsi hanya terjadi pada suhu di
800 kJ/mol Membentuk lapisan monolayer Adsorpsi dapat terjadi pada suhu tinggi
bawah titik didih adsorbat Jumlah adsorpsi pada permukaan
Jumlah adsorpsi pada permukaan
merupakan fungsi adsorbat
merupakan karakteristik adsorben dan
adsorbat Tidak melibatkan energi aktifasi tertentu Melibatkan energi aktifasi tertentu Bersifat tidak spesifik Bersifat sangat spesifik Tabel 1.1 Perbedaan adsorpsi fisik dan adsorpsi kimia(Sukardjo,1990) Adsorben adalah zat yang mengadsorpsi zat lain. yang memiliki ukuran partikel seragam, kepolarannya sama dengan zat yang akan diserap dan mempunyai berat molekul besar. Adsorbat adalah zat yang teradsorpsi zat lain. Fakttor-faktor yang mempengaruhi kapasitas adsorpsi antara lain, luas permukaan adsorben, ukuran pori adsorben, kelarutan zat terlarut, pH, dan temperature (Castellan,1982). Menurut Atkins 1990 , Proses adsorpsi dalam larutan, jumlah zat teradsorpsi tergantung pada beberapa faktor, yaitu : (1). Jenis adsorben. (2). Jenis adsorbat. (3). Luas permukaan adsorben (4). Konsentrasi zat terlarut (5). Temperatur (6). Lama Pengadukan
1) Jenis adsorben dan jenis adsorbat Kekuatan interaksi adsorbat dengan adsorben dipengaruhi oleh sifat dari adsorbat maupun adsorbennya. Gejala yang umum dipakai untuk meramalkan komponen mana yang diadsorpsi lebih kuat adalah kepolaran adsorben dengan adsorbatnya. Apabila adsorbennya bersifat polar, maka komponen yang bersifat polar akan terikat lebih kuat dibandingkan dengan komponen yang kurang polar. 2) Massa adsorben yang ditambahkan Jumlah adsorben yang ditambahkan kedalam larutan sangat memengaruhi hasil adsorpsi karena adsorben mempunyai titik jenuh tertentu. Pada titikk ini adsorben tidak dapat lagi mengadsorpsi adsorbat dari larutan. Seluruh adsorbat dalam larutan dapat diambil jika jumlah adsorben yang ditambahkan proporsional dengan dengan jumlah adsorbat dalam larutan atau dengan kata lain adsorbat telah terambil semua kedalam permukaan aktif adsorben sebelum mencapai titik jenuh 3) Luas permukaan Daya adsorpsi akan meningkat dengan ukuran partikel yang semakin kecil. Oleh karena itu, kecepatan adsorpsi suatu adsorben yang berbentuk powder lebih besar daripada adsorben yang berbentuk granular atau bongkahan. 4) Temperatur Laju adsorpsi akan meningkat seiring dengan meningkatnya temperatur dan menurun jika temperatur dikurangi. Hal ini terjadi jika terdapat perbedaan temperatrur yang cukup besar. Sedangkan perbedaan temperatur yang kecil tidak memengaruhi proses adsorpsi 5) Pengadukan Proses adsorpsi dipengaruhi olek difusi film dan difuusi pori. Tahapan ini sangat bergantung pada kecepatan pengadukan. Pada pengadukan yang rendah, maka tahapan adsorpsi hanya terjadi pada difusi film saja. 6) Lama pengadukan Adsorpsi terjadi saat adsorben mulai menyerap adsorbat dalam jangka waktu yang tertentu. Besarnya hasil penyerapan bergantung dari lamanya interaksi yang diberikan kepada adsorben dan adsorbat. Interaksi ini terjadi ketika proses pengadukan, dalam proses pengadukan tersebut terjadi kesempatan bagi adsorben untuk menyerap sebanyak-banyaknya zat pengotor.
1.2.2 Penentuan Adsorbsi Isoterm Perubahan
konsentrasi
adsorbat
oleh
proses
adsorpsi sesuai dengan mekanisme adsorpsinya dapat dipelajari melalui penentuan isoterm adsorpsi yang sesuai, seperti isoterm Langmuir dan Freundlich. 1.2.2.1 Isoterm Langmuir Meskipun terminologi adsorpsi pertama kali diperkenalkan oleh Kayser (1853-1940), penemu teori adsorpsi adalah Irving Langmuir (1881-1957), Nobel laureate di Chemistry (1932).
Isoterm adsorpsi Langmuir didasarkan atas
beberapa asumsi, yaitu: (1).
Adsorpsi hanya terjadi pada lapisan tunggal (monolayer)
(2).
Panas adsorpsi tidak tergantung pada penutupan permukaan
(3).
Semua situs dan permukaannya Persamaan isoterm adsorpsi Langmuir dapat diturunkan secara teoritis
dengan menganggap terjadinya kesetimbangan antara molekul-molekul zat yang diadsorpsi pada permukaan adsorben dengan molekul-molekul zat yang tidak teradsorpsi. Persamaan isoterm adsorpsi Langmuir dapat dituliskan sebagai berikut.
Dimana C merupakan konsentrasi adsorbat dalam larutan, x/m adalah konsentrasi adsorbat yang terjerap per gram adsorben, k adalah konstanta yang berhubungan dengan afinitas adsorpsi dan (x/m)mak adalah kapasitas adsorpsi maksimum dari adsorben. Kurva isoterm adsorpsi Langmuir dapat disajikan seperti pada Gambar 1.1.
Gambar 1.1 Kurva Isoterm Adsorpsi Langmuir 1.2.2 Persamaan Isoterm Adsorpsi Freundlich Persamaan isoterm adsorpsi Freundlich didasarkan atas terbentuknya lapisan monolayer dari molekul-molekul adsorbat pada permukaan adsorben. Namun pada adsorpsi Freundlich situs-situs aktif pada permukaan adsorben bersifat heterogen. Persamaan isoterm adsorpsi Freundlich dapat dituliskan sebagai berikut. Log (x/m) = log k + 1/n log c......................................................................(2) Sedangkan kurva isoterm adsorpsinya disajikan pada Gambar 2.1.
Gambar 1.2 Kurva Isoterm Adsorpsi Freundlich
Sandi (2008) menjelaskan hal-hal yang dapat dilihat dari kurva isoterm adalah sebagai berikut. 1. Kurva isoterm yang cenderung datar artinya isoterm yang digunakan menyerap pada kapasitas konstan melebihi daerah kesetimbangan 2. Kurva isoterm yang curam artinya kapasitas adsorpsi meningkat seiring dengan meningkatnya konsentrasi kesetimbangan.
1.2.3
Isoterm BET
Isoterm ini berdasar asumsi bahwa adsorben mempunyai permukaan yang homogen. Perbedaan isoterm ini dengan Langmuir adalah BET berasumsi bahwa molekul-molekul adsorbat bisa membentuk lebih dari satu lapisan adsorbat di permukaannya. Pada isoterm ini, mekanisme adsoprsi untuk setiap proses adsorpsi berbeda-beda. Mekanisme yang diajukan dalam isoterm ini adalah isoterm Langmuir biasanya lebih baik apabila diterapkan untuk adsorpsi kimia, sedangkan isoterm BET akan lebih baik daripada isotherm Langmuir bila diterapkan untuk adsoprsi fisik (Anonim, 2008).
BAB II PERCOBAAN 2.1 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Alat yang Digunakan Alat-alat yang digunakan adalah Cawan porselin 2 buah Cawan petri 2 buah Labu erlenmeyer 250 ml 8 buah Gelas kimia 250 ml 1 buah Gelas ukur 50 ml 1 buah Labu takar 100 ml 1 buah
7. 8. 9. 10. 11. 12.
2.2
Bahan yang Digunakan 1. 2. 3. 4. 5.
2.3 a
Pipet tetes 2 buah Buret 50 ml 1 buah Corong 2 buah Termometer Batang pengaduk Oven
Larutan asam asetat dengan 5 konsentrasi berbeda Adsorben arang Larutan standar NaOH 0,1 N Kertas saring Indikator fenolftalein (PP)
Prosedur Percobaan Arang diaktifkan dengan cara dipanaskan dalam cawan porselin di oven selama 20 menit. Masukkan ke dalam labu erlenmeyer masing-masing 1
b
gram arang. Lrutan asam aseat dibuat dengan konsentrasi 0,5 M; 0,25 M; 0,125 M; 0,0625 M dan 0,0313 M yang dibuat dari pengenceran sebanyak masing-
c
masing 100 ml. Larutan dimasukkan masing-masing larutan ke dalam erlenmeyer yang telah berisi arang. Tutup labu ini dengan alumunium foil dan biarkan selama 30 menit. Selama 30 menit tersebut, kocok larutan selama satu
d e f
menit secara teratur setiap 10 menit. Temperatur selama percobaan dicatat dan dijaga tidak terjadi perubahan suhu yang besar. Setelah 30 menit, larutan disaring larutan menggunakan kertas saring Larutan filtrat di titrasi sebagai berikut : Dari dua larutan dengan konsentrasi paling tinggi diambil 10 ml, larutan berikutnya diambil 25 ml dan dari dua larutan dengan konsentrasi paling rendah standar
2.4
masing-masing 50 ml, kemudian dititrasi dengan larutan 0,1
M
dengan
menggunakan
indikator
PP.
Pengamatan a. Arang diaktifkan dengan dilakukan pemanasan dalam oven pada suhu 1000C sampai arang terasa panas.
b. Dilakukan pengenceran asam asetat, konsentrasi asam asetat yang tersedia adalah asam asetat 98 % , maka dilakukan pengenceran untuk mendapatkan konsentrasi yang diinginkan, yaitu konsentrasi 0,5M; 0,25 M; 0,125 M; 0,0625M dan 0,0313M kemudian dimasukkan ke dalam erlenmeyer dan ditutup dengan alumunium foil. c. Arang dimasukkan ke dalam erlenmeyer dan ditambahkan larutan asam asetat yang telah diencerkan sebelumnya. Campuran didiamkan hingga 30 menit dengan pengadukan yang dilakukan setiap 10 menit dengan waktu 1 menit. Temperatur selama percobaan dilakukan pada suhu kamar, yaitu pada suhu 280C. d. Setelah 30 menit campuran di saring menggunakan kertas saring yang terlebih dahulu ditimbang. Kemudian endapannya/arangnya ditimbang dan filtratnya hasil penyaringan dititrasi dengan larutan NaOH 0,1 N. Filtrat dengan konsentrasi awal 0,5 M dan 0,25 M diambil sebanyak 10 ml, sebanyak 25 ml untuk filtrat dengan konsentrasi awal 0,125 M, terakhir sebanyak 50 ml filtrat dengan konsentrasi awalnya 0,0625M dan 0,0313M. Titrasi dihentikan ketika telah terbentuk larutan ungu pada filtrat yang ditirasi. Sehingga diperoleh volume NaOH yang terpakai untuk menentukan konsentrasi filtrat yang dititrasi. Konsentrasi yang diperoleh dinyatakan sebagai konsentrasi asam akhir.
BAB III HASIL DAN DISKUSI
3.1
Hasil Percobaan Temperatur: 280C
Tabel 3.1 Hasil Percobaan No
m (gram)
Konsentrasi asam mula-mula
1 2 3 4 5
1 0,98 1,1 0,98 1,1
0,5 M 0,25 M 0,125 M 0,0625 M 0,0313 M
3.2
Konsentrasi asam akhir (C) 0,048 M 0,039 M 0,0124 M 0,0096 M 0,0034 M
X (gram)
x/m
Log x/m
Log C
2,88 2,99 3,82 4,36 4,6
2,88 3,05102 3,472727 4,44898 4,181818
-0,01628 -0,10369 -0,05742 -0,2327 0,621365
-1,31876 -1,40894 -1,90658 -2,01773 -2,46852
Diskusi Konsentrasi asam asetat yang teradsorpsi diperoleh dari hasil selisih
konsentrasi awal dan konsentrasi akhir. Besarnya konsentrasi asam asetat yang teradsorpsi kemudian digunakan untuk menentukan massa asam asetat yang teradsorpsi. Hasil perhitungan tersebut digunakan untuk menentukan tetapantetapan pada isoterm adsorpsi Freundlich dan Langmuir.
grafik C vs x/m belum sesuai dengan teori isotherm adsobsi Langmuir karena seharusnya grafik seperti setengah trapezium mengalami kenaikan dan selanjutnya terjadi kekonstanan. Namun dari hasil percobaan ini grafik tidak
terjadi kekonstanan. Hal ini mungkin terjadi karena kekurang cermatan praktikan dalam mengencerkan larutan asam asetat yang akan
digunakan, atau
ketidaktepatan praktikan dalam memanaskan arang sehingga arang yang digunakan bukan merupakan absorben yang baik (bisa bekerja secara maksimal)
Dari grafik dapat terlihat bahwa isoterm Freundlich tidak sesuai jika konsentrasi adsorbat sangat tinggi, hal ini dibuktikan dengan semakin sedikitnya asam asetat yang terserap oleh arang pada konsentrasi 0,125 M. Regresi linear yang diperoleh dari grafik antara log x/m dengan log C yaitu y = 0.1297 + 0.6983 sehingga nilai tetapan k pada asam asetat diperoleh, yaitu sebesar4,992 sedangkan tetapan n senilai 9,329. Kemiringan grafik sebesar 0,828 mengakibatkan nilai tetapan tersebut belum sesuai dengan yang diinginkan yaitu sebesar 1. Ini disebabkan saat percobaan tidak dilakukan standarisasi terhadap larutan NaOH 1 N terlebih dahulu, sehingga konsentrasi NaOH tidak diketahui secara tepat. Begitu juga ketidaktelitian dalam pengenceran asam asetat menjadi berbagai konsentrasi mengakibatkan ketidaktepatan dalam menentukan konsentrasi asam asetatnya. Hal ini akan mempengaruhi proses titrasi yang dilakukan antara larutan asam asetat sesudah perlakuan dengan NaOH
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2008. Isotherm Adsorpsi. http://smk3ae.wordpress.com/2008/12/03/iso therm-adsorpsi/. Diakses pada 05 November 2014 Castellan GW. 1982. Physical Chemistry. Third Edition. New York: General Graphic Servies Kustanto.2000.Karbon
Aktif
dalam
Kehidupan
Sehari-hari.Jogjakarta
Universitas Gadjah Mada Murdiyanto.2005.Senyawa Karbon.Malang : Universitas Brawijaya Sandi. 2008. http://www.scribd.com/doc/32979730/Adsorpsi-Isotherm. Diakses pada 05 November 2014. Sudarman.2001.Manfaat Arang Aktif.Makassar : Universitas Hassanudin. Sukardjo. 1990. K I M I A A N OR GA NIK . Penerbit Rineka Cipta. Jakarta
: