2014 Laporan Hasil Pemetaan Populasi Kunci Provinsi DKI Jakarta
Dukungan Teknis Oleh
Komisi Penanggulangan AIDS Provinsi DKI Jakarta
Daftar Isi Kata Pengantar
4
Tim Pemetaan
5
Tim Penyusun Laporan
9
Daftar Istilah
10
Ringkasan Eksekutif
11
Bagian Satu | Konteks dan Kebutuhan Pemetaan
12
1. Latar Belakang
12
2. Definisi Pemetaan
12
3. Tujuan Pemetaan
12
4. Jenis dan Ruang Lingkup Pemetaan
13
5. Manfaat Pemetaan
13
Bagian Dua | Metode Pemetaan
15
1.
Pendekatan Pemetaan
15
2.
Waktu dan Lokasi Pemetaan
15
3.
Tim Pemetaan
15
4.
Tahapan Pemetaan
16
5.
Definisi Operasional
16
6.
Populasi dan Sampel Pemetaan
17
7.
Metode Pengumpulan Data
17
8.
Teknik Pengolahan dan Analisis Data
17
Bagian Tiga | Hasil-Hasil Pemetaan Geografis 1.
Hasil-Hasil Pemetaan Geografis WPS
18 18
a.
Jumlah Populasi W PS
18
b.
Jenis-Jenis Hotspot WPS
20
c.
Indikator Pengendalian Mutu Pemetaan Geografis WPS
24
2.
Hasil-Hasil Pemetaan Geografis LSL
24
a.
Jumlah Populasi L SL
24
b.
Jenis-Jenis Hotspot LSL
25
c.
Indikator Pengendalian Mutu Pemetaan Geografis LSL
27
3.
Hasil-Hasil Pemetaan Geografis Waria
28
a.
Jumlah Populasi Waria
28
b.
Jenis-Jenis Hotspot Waria
29
c.
Indikator Pengendalian Mutu Pemetaan Geografis Waria
30
Laporan Hasil Pemetaan Populasi Kunci 2014 | KPAP DKI Jakarta | Dukungan Teknis oleh Program SUM I
Hal 2
4.
Hasil-Hasil Pemetaan Geografis LBT
31
a.
Jumlah Populasi LBT
31
b.
Jenis-Jenis Hotspot LBT
33
c.
Indikator Pengendalian Mutu Pemetaan Geografis LBT
34
5.
Hasil-Hasil Pemetaan Geografis Penasun
35
a.
Jumlah Populasi Penasun
35
b.
Jenis-Jenis Hotspot Penasun
36
c.
Indikator Pengendalian Mutu Pemetaan Geografis Penasun
37
Bagian Empat | Hasil-Hasil Pemetaan Sosial
39
1.
Hasil Pemetaan Sosial WPS
39
2.
Hasil Pemetaan Sosial LSL
44
3.
Hasil Pemetaan Sosial Waria
48
4.
Hasil Pemetaan Sosial LBT
53
5.
Hasil Pemetaan Sosial Penasun
57
Bagian Lima | Hasil -Hasil Pemetaan Sumber Daya
60
1.
Hasil Pemetaan Lembaga yang Bekerja Untuk Penanggulangan HIV dan AIDS (LSM)
60
2.
Hasil Pemetaan Fasilitas Layanan Kesehatan
60
Bagian Enam | Kesimpulan dan Rekomendasi
63
1.
Kesimpulan
63
2.
Rekomendasi
64
3.
Keterbatasan Pemetaan
65
Laporan Hasil Pemetaan Populasi Kunci 2014 | KPAP DKI Jakarta | Dukungan Teknis oleh Program SUM I
Hal 3
Kata Pengantar Proses pemetaan dan laporannya ini tidak akan terwujud tanpa kerja sama yang baik antara KPAP DKI Jakarta, KPAK enam wilayah, LSM, Forum LSM dan Program SUM I. Terima kasih saya ucapkan atas kerja keras semua tim pemetaan yang terlibat. Tanpa kontribusi anda semua, pemetaan ini tidak akan pernah terjadi dan mendapatkan hasilnya seperti saat ini. Kita sudah lama menyadari bahwa data pemetaan sangat penting untuk proses perencanaan dan evaluasi program. Pada tahun 2014 ini kita melakukan pemetaan dengan cara berbeda dan metode yang lebih sistematis mengacu pada buku ‘Petunjuk Teknis Pemetaan Untuk Perencanaan Intervensi’ yang diterbitkan KPAN dan Kemenkes RI. Mudah-mudahan informasi hasil pemetaan seperti yang tertuang dalam laporan ini dapat membantu kita membuat perencanaan dan evaluasi program yang lebih baik. Dalam hal perencanaan, data pemetaan dapat digunakan antara lain untuk menetapkan target program, menghitung jumlah logistik yang diperlukan (misalnya kondom, pelicin, LAS), memperkirakan kebutuhan capacity building bagi staf pelaksana program dan menghitung dukungan anggaran yang diperlukan untuk mencapai target-target program. Dalam hal evaluasi, data pemetaan dapat digunakan sebagai denominator untuk melihat kemajuan program (misalnya dengan membandingkan antara jumlah orang yang sudah dijangkau/mengakses layanan dengan hasil pemetaan yang ditetapkan sebagai target), melihat efektivitas program berdasarkan jumlah dan sebaran hotspot, melihat pemerataan program secara geografis dan sebagainya. Catatan khusus sengaja saya berikan dalam hal pemanfaatan data-data ini bagi monitoring, evaluasi dan pengembangan program. Semua jerih payah mengumpulkan data rasanya baru memadai jika kita memanfaatkan data-data ini dalam diskusi program sehari-hari. Tanpa itu, berapapun banyaknya data yang sudah kita kumpulkan hanya akan mengisi rak-rak buku kantor kita tetapi tidak berdampak bagi penguatan dan pengembangan program. Ini fenomena umum di Indonesia. Tetapi kita harus memulainya di Jakarta: memanfaatkan semua data yang ada untuk memandu kita menjalanlan program. Dalam rangka itu, KPAP Provinsi DKI Jakarta berencana mengembangkan fact sheet untuk beberapa laporan dan data yang sangat kaya menjadi bagian-bagian kecil yang lebih menarik. Sebab kebanyakan dari kita mungkin cukup repot untuk membaca laporan suatu penelitian secara lengkap. Mudah mudahan dengan langkah ini, kita bisa memanfaatkan data yang ada secara lebih baik. Pengembagan fact sheet akan kita mulai dengan laporan hasil pemetaan ini. Saya berharap, bidang-bidang lain dan KPAK yang melakukan riset, asesmen atau semacamnya juga dapat mengembangkan fact sheet agar informasi yang ada lebih menarik untuk dibaca dan ditelaah. Sekali lagi saya ucapkan terima kasih atas kerja keras dan partisipasi semua pihak. Semoga setiap proses kegiatan memberi pembelajaran terbaik bagi kita untuk menjalankan inovasi-inovasi lain yang berdampak. Jakarta, Desember 2014
Hj. Dra. Rohana Manggala, M.Si Sekretaris KPAP DKI Jakarta
Laporan Hasil Pemetaan Populasi Kunci 2014 | KPAP DKI Jakarta | Dukungan Teknis oleh Program SUM I
Hal 4
Tim Pemetaan Provinsi
Jakarta Pusat
Jakarta Utara
John Alubwaman Catur Prasetyo Lili Fitriyah Adrie Admira Ida Kusumaningrum Erlian Rista Aditya Miko Susi Hidayah Adi Sumari Sabilan Muhtadin Corry Kedarsari Ballqis Bunda Joyce Ria Dwi S. Pangayow Budi Mulia Ahmad SP Sika Anggrani Lolly Joselly Soeradji Anggraeny Ati Susilowati Wulan Muji Topan Benny Hamidi Peter DS Frederick Scott T. Hadi Taufik H Yulitanti Eri Kurnia Arman Aedy Yanuar R Syarif Wiwik Anggraini Imanita Yanti Sri M. Sofian dr. I Gede Subagia Rizky Rahmatia Okky Darmianto. R Orin Ella Mantika Donna Zaenal Ramadhan Abdul. S Yuwana. E Mulya. A Adhy. N Evan Neni. L Hafids
Kabid Monev dan Pengembangan Bidang Monev dan Pengembangan Bidang Monev dan Pengembangan Bidang Monev dan Pengembangan Bidang Promosi dan Pencegahan SUM I DKI Jakarta Yayasan Intermedika Yayasan Intermedika Yayasan Intermedika Yayasan Intermedika Yayasan Srikandi Sejati Yayasan Srikandi Sejati Yayasan Srikandi Sejati Yayasan Layak Jakarta Plus Center Jakarta Plus Center Jakarta Plus Center Jakarta Plus Center Jakarta Plus Center Jakarta Plus Center Jakarta Plus Center Jakarta Plus Center Jakarta Plus Center Jakarta Plus Center Yayasan Pelita Harapan Bangsa Yayasan Pelita Harapan Bangsa Karisma Karisma Karisma Karisma Gema KAKI KAKI KAKI KPAK Jakarta Pusat KPAK Jakarta Pusat KPAK Jakarta Pusat KPAK Jakarta Pusat KPAK Jakarta Pusat KPAK Jakarta Pusat KPAK Jakarta Pusat Yayasan Srikandi Sejati Yayasan Srikandi Sejati Yayasan Srikandi Sejati Yayasan Srikandi Sejati LPA Karya Bhakti LPA Karya Bhakti Jakarta Plus Center Jakarta Plus Center Jakarta Plus Center Jakarta Plus Center Jakarta Plus Center PKBI Jakarta Utara
Laporan Hasil Pemetaan Populasi Kunci 2014 | KPAP DKI Jakarta | Dukungan Teknis oleh Program SUM I
Hal 5
Jakarta Barat
Noviya Cecep Septiyansah S. Rahayu Elyana Sukmaji Elia Sarnan Endang. S Dayat. F Deni Magda Lena Syukron. M Ujang Jatmika Heri Pianah Wahyu. S Budy. M Nur Aini Nani Imanudin M. Sukmarajaya Putra Indrayana Azis Fauzi Asep Edi Bahroni Djadjang Djunaedi Fahmi Arizal Risman Sofian Yayan Baskarah Sadon Kuswara Julius Tambunan Elfeida Sardiana Sutarko Candi Theokusita. M Da Gomez Martinus Zangga Nanda Teto Henny Pawaka Kristina Agustin Acung Zulham Voni Istirani Zakaria Sahroni Budi. HS Sugeng Ali Paruq Yuli Zaenal Iwan. T Firman Rohmat Noviar Benny Hamidi Peter Putera Fahrul
PKBI Jakarta Utara PKBI Jakarta Utara PKBI Jakarta Utara PKBI Jakarta Utara PKBI Jakarta Utara PKBI Jakarta Utara PKBI Jakarta Utara PKBI Jakarta Utara PKBI Jakarta Utara Bandung Wangi Bandung Wangi PENA PENA PENA PENA Yayasan Anak dan Perempuan Yayasan Anak dan Perempuan Yayasan Anak dan Perempuan KIOS Atmajaya KIOS Atmajaya KIOS Atmajaya KIOS Atmajaya KPAK Jakarta Utara KPAK Jakarta Utara KPAK Jakarta Utara KPAK Jakarta Utara KPAK Jakarta Utara Yayasan Intermedika Yayasan Intermedika Yayasan Intermedika Yayasan Intermedika ICODESA ICODESA ICODESA ICODESA ICODESA ICODESA Yayasan Srikandi Sejati Yayasan Srikandi Sejati Yayasan Srikandi Sejati Yayasan Srikandi Sejati GEMA GEMA GEMA GEMA GEMA GEMA GEMA GEMA Yayasan Kusuma Buana Yayasan Kusuma Buana Yayasan Kusuma Buana Yayasan Kusuma Buana Yayasan Pelita Harapan Bangsa Yayasan Pelita Harapan Bangsa KIOS Atmajaya KIOS Atmajaya
Laporan Hasil Pemetaan Populasi Kunci 2014 | KPAP DKI Jakarta | Dukungan Teknis oleh Program SUM I
Hal 6
Jakarta Selatan
Jakarta Timur
Bayu Paldy Aprizal Rino. A Windi. AM Syamsul. M dr. Aryani. S Yusup Diah Slamet Febrianto Andhika Al Saiful Sendi Tayen Aldi Mario Hadi Jiran Hendra M.T. Hanny H.S.Pd Ahmad Pramono Ragil Wahyono Aurie Wahyu Paridan Budi Setiawan Teus Lugulanten Mario Sinatra Indhi Sadira Rosa Puni Dewi. R Andika. PW Mulya Zaenal Suhendi Hartono Abdul Rohim Eka Aditya Seila Yola Anggun Vira Erwin Nugrogho Tovan Agus Heri Santoso Kanti Lituhayu Tri Witjaksono Nancy Iskandar Minul Yuni Nuke Ayu Amelia Dian Uchi Adin Tono Salaludin Koko
KIOS Atmajaya KIOS Atmajaya Yayasan Mutiara Maharani Yayasan Mutiara Maharani KPAK Jakarta Barat KPAK Jakarta Barat KPAK Jakarta Barat KPAK Jakarta Barat KPAK Jakarta Barat KPAK Jakarta Barat Yayasan Intermedika Yayasan Intermedika Yayasan Intermedika Yayasan Intermedika Yayasan Intermedika Yayasan Intermedika KAPETA KAPETA KAPETA KAPETA KAPETA KAPETA KAPETA KAPETA KAPETA KAPETA KAPETA KAPETA KAPETA KAPETA Pokja Faletehan PPK-UI PPK-UI PPK-UI PPK-UI Stigma Stigma Stigma Yayasan Srikandi Sejati Yayasan Srikandi Sejati Yayasan Srikandi Sejati Yayasan Srikandi Sejati YHP YHP Sudinkes KPAK Jakarta Selatan KPAK Jakarta Selatan Yayasan Srikandi Sejati Yayasan Srikandi Sejati Yayasan Srikandi Sejati Yayasan Srikandi Sejati Yayasan Srikandi Sejati Yayasan Srikandi Sejati LPA-Karya Bhakti LPA-Karya Bhakti LPA-Karya Bhakti LPA-Karya Bhakti
Laporan Hasil Pemetaan Populasi Kunci 2014 | KPAP DKI Jakarta | Dukungan Teknis oleh Program SUM I
Hal 7
Kepulauan Seribu
Kevin Agus Sony Syeni Alfianti Tasinah Chanra Ely Jhonatan . M Jumadi Galingging Devi Irma Rian Wulandari Eva Rosita Mirnawati Suherman Heni Saimah Maryati Ai Yuniati Yuli Risciani Nurdjanah Iyan Satya Hadi Indra A. Gunawan Faizin Maya Hodland Silalahi Djaenal Arifin Suryana Reza Novalino H. Anwar Ahmad Gojali Anton Muclis Ahmad Nuryani Hilmansyah Bhaskar J dr. Heldy Arif R.A Palupi
LPA-Karya Bhakti LPA-Karya Bhakti LPA-Karya Bhakti PKBI Jakarta Timur PKBI Jakarta Timur PKBI Jakarta Timur PKBI Jakarta Timur PKBI Jakarta Timur PKBI Jakarta Timur Yayasan Hidup Positif Yayasan Hidup Positif Yayasan Hidup Positif Bandungwangi Bandungwangi Bandungwangi Bandungwangi Bandungwangi Rempah Rempah Rempah Rempah Rempah Rempah Rempah Karisma Karisma Karisma Karisma KPAK Kepulauan Seribu KPAK Kepulauan Seribu KPAK Kepulauan Seribu KPAK Kepulauan Seribu KPAK Kepulauan Seribu KPAK Kepulauan Seribu KPAK Kepulauan Seribu KPAK Kepulauan Seribu KPAK Kepulauan Seribu KPAK Kepulauan Seribu
Laporan Hasil Pemetaan Populasi Kunci 2014 | KPAP DKI Jakarta | Dukungan Teknis oleh Program SUM I
Hal 8
Tim Penyusun Laporan Jakarta Pusat Jakarta Utara Jakarta Barat Jakarta Selatan Jakarta Timur Kepulauan Seribu Provins DKI Jakarta
Wiwik Anggraini Ria Dwi S. Pangayow Fahmi Arizal Djadjang Djunaedi Samsul Windi Daniel Upay Tri Witjaksono Kanti Lituhayu Aldy Imam Mulyadi Aminullah Hilmansyah John Alubwaman Catur Prasetyo Ida Kusumaningrum Lili Fitriyah Adrie Admira Erlian Rista Aditya
Editor Erlian Rista Aditya John Alubw am an
Laporan Hasil Pemetaan Populasi Kunci 2014 | KPAP DKI Jakarta | Dukungan Teknis oleh Program SUM I
Hal 9
Daftar Istilah ABK Champion CST Fasyankes GIS GPS Hotspot Hotzone HCT Informan Informan Kunci KIE KT HIV KTH KTS KPP LASS LBT LJSS LSL Lokasi Media KPP Media KIE MOU MMT Nyebong Outlet PDP PE Penasun Penapisan PMTS PMTCT PPSK PPIA PTRM Pokja Pokmas Popkun Populasi Kunci RR STBP TKBM VCT WPS WPSL/WPSTL
Anak Buah Kapal Tokoh komunitas yang secara sukarela aktif/potensial aktif melakukan kegiatan pencegahan HIV di komunitasnya Care, Support and Treatment = PDP Fasilitas Layanan Kesehatan Geographical Information System Geographic Positioning System Tempat negosiasi dan/atau transaksi seks dan penggunaan narkoba suntik Pengelompokkan beberapa hotspot terdekat (dalam radius 300) meter menjadi satu HIV Counseling and Testing Sumber informasi yang berasal dari populasi kunci dan dianggap kredibel serta mengetahui informasi tentang populasi kunci di suatu hotspot Sumber informasi yang berasal dari luar populasi kunci dan dianggap kredibel serta mengetahui informasi tentang populasi kunci di suatu hotspot Komunikasi, Informasi, Edukasi Konseling dan Tes HIV Konseling dan Tetsing HIV Konseling dan Testing Sukarela Komunikasi Perubahan Perilaku Layanan Alat Suntik Steril = LJSS Lelaki Berisiko Tinggi Layanan Jarum Suntik Steril Lelaki berhubungan Seks dengan Lelaki Hotspot Media cetak (leaflet, sticker, poster dll) dan non cetak untuk mendukung proses KPP (Komunikasi Perubahan Perilaku) Media cetak (leaflet, sticker, poster dll) dan non cetak untuk mendukung proses KIE (Komunikasi, Informasi dan Edukasi) Memorandum of Understanding Methadone Maitenance Treatment = PTRM Bahasa slang di kalangan Waria untuk menyebut proses mencari tamu/klien di suatu hotspot Penjua/distributor/pengecer kondom baik kondom komersial/subsidi Perawatan, Dukungan dan Pengobatan Peer Educator/Pendidik Sebaya Pengguna Napza Suntik Pemeriksaan rutin IMS kepada populasi kunci tanpa melihat ada/tidaknya gejala Pencegahan Penularan IMS Melalui Transmisi Seksual Prevention Mother To Child Transmission = PPIA Program Pemasaran Sosial Kondom Pencegahan Penularan Ibu ke Anak Perawatan Terapi Rumatan Metadon Kelompok Kerja Kelompok Masyarakat Populasi Kunci Populasi paling berisiko terhadap penularan HIV yaitu Penasun, W PS, LSL, Waria dan LBT Reporting dan Recording Survey Terpadu Biologis dan Perilaku Tenaga Bongkar Muat Barang Voluntary Counseling and Testing Wanita Pekerja Seks Wanita Pekerja Seks Langsung/Wanita Pekerja Seks Tidak Langsung
Laporan Hasil Pemetaan Populasi Kunci 2014 | KPAP DKI Jakarta | Dukungan Teknis oleh Program SUM I
Hal 10
Ringkasan Eksekutif Pemetaan populasi kunci tahun 2014 menggunakan metode yang berbeda dan jauh lebih sistematis dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Hal ini berkat adanya Panduan Teknis Pemetaan Populasi Kunci Untuk Perencanaan Intervensi yang dikeluarkan KPAN dan Kemenkes RI tahun 2014. Jumlah populasi kunci di DKI Jakarta berdasarkan hasil pemetaan ini adalah sebanyak 4.193 WPSL, 7.669 WPSTL, 4.465 LSL, 1.206 Waria, 122.096 LBT dan 2.004 Penasun. Rata-rata mobilitas setiap populasi kunci adalah 1-3 hotspot per hari. Artinya setiap hari terdapat kemungkinan populasi kunci berpindah hotspot ke 1 sampai 3 hotspot lain. Pemetaan ini juga berhasil mengidentifikasi jumlah hotspot untuk setiap populasi yakni 352 hotspot WPSL, 523 hotspot WPSTL, 281 hotspot LSL, 217 hotspot Waria, 890 hotspot LBT dan 229 hotspot Penasun. Terdapat tiga jenis/bentuk hotspot paling utama pada populasi WPSL yakni wisma, rumah kost dan warung, pada WPSTL hotspot paling banyak berupa panti pijat, café dan karaoke, pada LSL adalah mall, minimarket dan salon, pada Waria adalah salon, rumah kontrakan dan rumah kost, pada LBT hotspot utamanya berupa pangkalan ojek, pangkalan truk dan pabrik dan pada populasi Penasun hotspot utamanya kebanyakan berupa pinggir jalan, rumah/kost dan gang. Jika semua hotspot dikelompokkan(clustering) menggunkan aplikasi GIS, dalam radius 300 meter (disebut dengan hotzone) maka akan terdapat 78 hotzone LSL, 97 hotzone Waria, 126 hotzone WPS, 213 hotzone LBT dan 99 hotzone Penasun. Dua indikator utama dalam pilar satu PMTS (penguatan dan pelibatan pemangku kepentingan) yakni adanya Pokja Lokasi dan kesepakatan lokasi masih belum sesuai harapan. Rata-rata (keseluruhan untuk tingkat provinsi) baru 43% hotspot WPS, 15% hotspot LSL, 14% hotspot Waria dan 22% hotspot LBT yang mempunyai Pokja Lokasi dan baru 39% hotspot WPS, 15% hotspot LSL, 34% hotspot Waria, dan 21% hotspot LBT yang mempunyai kesepakatan lokasi. Dua indikator utama dalam pilar dua PMTS (komunikasi perubahan perilaku) yakni adanya jumlah PE aktif dan media KPP yang cukup juga masih belum sesuai harapan. Rata-rata (keseluruhan untuk tingkat provinsi) baru 26% hotspot WPS, 24% hotspot LSL, 34% hotspot Waria dan 14% hotspot LBT yang mempunyai jumlah PE aktif cukup dan baru 47% hotspot WPS, 35% hotspot LSL, 37% hotspot Waria, dan 23% hotspot LBT yang mempunyai distribusi Media KPP cukup. Dua indikator utama dalam pilar tiga PMTS (penyediaan dan distribusi kondom) yakni adanya jumlah outlet kondom dan jumlah kondom terdistribusi belum sesuai harapan. Rata-rata (keseluruhan untuk tingkat provinsi) baru 53% hotspot WPS, 43% hotspot LSL, 74% hotspot Waria dan 16% hotspot LBT yang mempunyai jumlah outlet kondom cukup dan baru 40% hotspot WPS, 39% hotspot LSL, 65% hotspot Waria, dan 15% hotspot LBT yang mempunyai distribusi kondom cukup. Tiga indikator utama dalam pilar empat PMTS (pemeriksaan IMS dan HCT) yakni adanya pemeriksaan rutin di setiap hotspot, semua populasi kunci dalam hotspot mengikuti pemeriksaan dan keramahan petugas Kesehatan. Rata-rata (keseluruhan untuk tingkat provinsi) 44% hotspot WPS, 28% hotspot LSL, 82% hotspot Waria dan 25% hotspot LBT yang mempunyai pemeriksaan rutin IMS dan HCT d an baru 34% hotspot WPS, 14% hotspot LSL, 33% hotspot Waria, dan 16% hotspot LBT yang 100% populasi kuncinya mengikuti pemeriksaan rutin. Sementara itu rata-rata 70% hotspot WPS, 41% hotspot LSL, 81% hotspot Waria dan 34% hotspot LBT melihat penyedia layana sudah aman. Terdapat 23 LSM aktif yang bekerja untuk penanggulangan HIV dan AIDS. Variasi layanan mereka antara lain penjangkauan, pendampingan, rujukan ke Fasyankes dan pendampingan ODHA. Terdapat 74 Fasyankes yang dipetakan di Jakarta dengan variasi layanan antara lain IMS, VCT, LAS, PTRM, kesdas, IO dan ARV.
Laporan Hasil Pemetaan Populasi Kunci 2014 | KPAP DKI Jakarta | Dukungan Teknis oleh Program SUM I
Hal 11
Bagian Satu | Konteks dan Kebutuhan Pemetaan 1. Latar Belakang Mengetahui jumlah dan dimana populasi kunci biasa berada, bekerja, berkumpul atau tinggal (hotspot) menjadi kebutuhan mendasar untuk dapat menjalankan program pencegahan HIV yang efektif. Data ini diperlukan untuk menghitung anggaran yang diperlukan bagi program pencegahan HIV, bentuk kegiatan yang sesuai dengan karakateristik hotspot yang ada, cara paling efektif menjangkau mereka dan prioritas-prioritas program yang perlu ditetapkan. Pemetaan merupakan salah satu cara untuk mengetahui besaran jumlah dan letak hotspot populasi kunci. Di DKI Jakarta, kegiatan pemetaan populasi kunci telah menjadi agenda rutin program KPAP DKI Jaka rta. Pemetaan populasi kunci yang pertama telah dilakukan pada 2009, kemudian diperbaharui pada 2010 dan 2012. Pemetaan populasi kunci 2014 ini adalah proses pembaharuan data dari pemetaan sebelumnya. Pembaharuan data pemetaan perlu dilakukan karena adanya faktor mobilitas atau turn-over populasi kunci baik antar wilayah di DKI Jakarta maupun dari dan ke luar Jakarta. Hal ini menyebabkan jumlah populasi kunci yang selalu fluktuatif. Pembaharuan data pemetaan juga dilakukan untuk mengidentifikasi kemunculan hotspot baru dan hilangnya hotspot lama, perubahan tipe/bentuk hotspot dan karakteristik demografi populasi kunci. Berbeda dengan proses-proses pemetaan sebelumnya, pemetaan populasi kunci 2014 dilakukan lebih sistematis secara metode karena mendasarkan diri pada Petunjuk Teknis Pemetaan Populasi Kunci Untuk Perencanaan Intervensi Program HIV, Kemenkes RI dan KPAN, 2014. Pemetaan 2014 berusaha memetakan lima populasi kunci yakni LSL, Waria, WPS, Penasun dan LBT.
2. Definisi Pemetaan Sampai saat ini tidak ada definisi baku yang berlaku secara nasional tentang makna pemetaan. Untuk tujuan praktis, pemetaan atau lebih tepat disebut pemetaan komunitas di DKI Jakarta didefinisikan sebagai: “Proses partisipatoris menggam barkan situasi lingkungan geografis, sosial dan sumber daya penanggulangan HIV dan AIDS, terutama jumlah populasi kunci, lokasi fisik di mana populasi kunci biasanya berada, situasi sosial khas populasi kunci yang ada dan layanan pencegahan, perawatan, dukungan dan pengobatan HIV dan AIDS tertentu yang dapat mendukung pelaksanaan program”.
3. Tujuan Pemetaan Ada beberapa tujuan mengapa pemetaan perlu dilakukan, yakni: Untuk mengetahui jumlah dan sebaran populasi kunci penerima manfaat program. Untuk mengetahui situasi lingkungan fisik di mana populasi kunci penerima manfaat program biasanya berada (tempat nongkrong, tempat kerja, tempat tinggal, tipe/bentuk hotspot). Untuk mengetahui peta sosial populasi kunci penerima manfaat program (karakter istik demografi dasar, aktivitas sehari-hari, mobilitas, orang-orang berpengaruh di komunitas dll). Untuk mengetahui keberadaan layanan kesehatan dan LSM pencegahan HIV terdekat dan yang biasa diakses populasi kunci.
Laporan Hasil Pemetaan Populasi Kunci 2014 | KPAP DKI Jakarta | Dukungan Teknis oleh Program SUM I
Hal 12
4. Jenis dan Ruang Lingkup Pemetaan Sesuai dengan definisi dan tujuan pemetaan, maka terdapat tiga jenis pemetaan yang dilakukan dalam pemetaan populasi kunci 2014 di DKI Jakarta ini, yakni pemetaan geografis, sosial dan sumber daya program dengan ruang lingkup sbb: Diagram 1 .1 Ruang Lingk up Pem etaan Estimasi Jumlah
Geografis
Nama & Jenis Hotspot Mobilitas
Keterlibatan Pemangku Kepentingan
Pemetaan
Sosial
Pengetahuan dan Kegiatan Pencegahan Penggunaan Kondom Akses ke Fasyankes
Sumber Daya Program
LSM Penanggulangan HIV & AIDS Fasilitas Layanan Kesehatan
5. Manfaat Pemetaan Data pemetaan dapat dimanfaatkan untuk: Perencanaan Program o Untuk menentukan prioritas hotspot yang perlu dijangkau terlebih dahulu, biasanya yang jumlah populasi kuncinya banyak dan ukuran hotspotnya besar atau mulai dari mudah dijangkau terlebih dahulu o Untuk menghitung target program sesuai jumlah populasi kunci yang benar-benar ada di lapangan o Untuk menghitung kebutuhan dan kualifikasi petugas lapangan sesuai karakteristik populasi kunci dan jenis hotspot o Untuk menghitung kebutuhan materi pencegahan (kondom, pelicin, alat suntik) dan media KIE
Laporan Hasil Pemetaan Populasi Kunci 2014 | KPAP DKI Jakarta | Dukungan Teknis oleh Program SUM I
Hal 13
Implementasi Program o Untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas penjangkaun populasi kunci, misalnya dengan membagi wilayah penjangkauan berdasarkan kesamaan jenis hotspot, ukuran hotspot atau jarak antar hotspot. o Untuk meningkatkan penerimaan program oleh komunitas dan melibatkan komunitas dalam program dengan melibatkan tokoh-tokoh kunci di hotspot
Monitoring dan Evaluasi Program o Untuk memonitor berapa banyak populasi kunci yang telah dijangkau dibandingkan jumlah hasil pemetaan sebagai target o Untuk menilai kemajuan program, misalnya program PMTS yang mempunyai komponen penguatan pemangku kepentingan lokal dengan melihat berapa banyak lokasi yang telah mempunyai Pokja lokasi dibandingkan total jumlah lokasi yang ada.
Laporan Hasil Pemetaan Populasi Kunci 2014 | KPAP DKI Jakarta | Dukungan Teknis oleh Program SUM I
Hal 14
Bagian Dua | Metode Pemetaan 1. Pendekatan Pemetaan Pemetaan ini menggunakan dua pendekatan penelitian yakni kuantitatif dan kualitatif. Pendekatan kuantitatif digunakan untuk menghitung jumlah populasi kunci dan sebagian pemetaan sosial. Pendekatan kualitatif digunakan untuk memetakan sumber daya penanggulangan HIV dan AIDS dan sebagian pemetaan sosial.
2. Waktu dan Lokasi Pemetaan Pemetaan dilakukan selama empat minggu untuk lima populasi kunci yakni LSL, Waria, WPS, Penasun dan LBT. Setiap populasi dipetakan selama satu minggu serentak di enam kota/kab di DKI Jakarta.
W ak tu 13 – 17 Oktober 2014 20 – 24 Oktober 2014 27 – 31 Oktober 2014 3 – 7 November 2014
Tabel 2 .1 W ak tu, Sasaran dan Lok asi Pem etaan Populasi Sasaran Lok asi Pem etaan Jakarta Pusat, Utara, Barat, Selatan, Timur dan Kep. LSL dan Waria Seribu WPS Jakarta Pusat, Utara, Barat, Selatan dan Timur Penasun Jakarta Pusat, Utara, Barat, Selatan dan Timur Jakarta Pusat, Utara, Barat, Selatan, Timur dan Kep. LBT Seribu
Pemetaan dilakukan di semua kecamatan di semua kota/kab di DKI Jakarta.
3. Tim Pemetaan Tim pemetaan terdiri dari berbagai komponen yakni KPAP, KPAK, Sudinkes dan LSM. Struktur tim pemetaan dibuat menjadi seperti ini: Diagram 2.1 Struktur Tim Pemetaan
Tim Pemetaan Provinsi
Tim Pemetaan Kota/Kab
Tim pemetaan provinsi berperan menyiapkan tim pemetaan kota/kabupaten, melatih mereka, menyiapkan instrumen dan form , menyediakan anggaran, melakukan supervisi ke kota/kab dan menganalisis data.
Tim pemetaan kota/kab be rtugas sebagai koordinator dan supervisor dalam pelaksanaan pemetaan yang sebenarnya. Selama pelaksanaan Tim Lapangan Tim Lapangan Tim Lapangan pemetaan tim pemetaan kota/kab bertugas merekrut tim lapangan, memberikan orientasi kepada mereka, mensupervisi tim lapangan di lapangan, memutuskan apakah kunjungan lapangan perlu dilakukan ulang atau perlu ada cek silang dari tim lapangan lain, memeriksa kelengkapan isian dan akurasi data pada
Laporan Hasil Pemetaan Populasi Kunci 2014 | KPAP DKI Jakarta | Dukungan Teknis oleh Program SUM I
Hal 15
form hasil pemetaan, mengelola pertemuan data entry bersama tim lapangan dan bersama tim pemetaan provinsi melakukan analisis data hasil pemetaan. Tim lapangan bertugas mengumpulkan data ke lapangan menggunakan berbagai instrumen yang telah disediakan termasuk melakukan wawancara dengan informan dan informan kunci, melakukan observasi langsung ke lapangan, menggunakan GPS untuk menitik koordinat setiap hotspot dan menginput data ke dalam worksheet excel yang telah disediakan.
4. Tahapan Pemetaan Untuk meningkatkan kualitas data hasil pemetaan dan pemanfaatannya, proses pemetaan ini mengikuti beberapa tahap seperti yang direkomendasikan dalam Petunjuk Teknis Pemetaan, namun dengan beberapa penyesuaian sesuai kebutuhan di DKI Jakarta. Diagram 2 .1 Tahapan Um um Pem etaan
•Pembentukan tim kota/kab •Pelatihan tim kota/kab •Rekrutmen tim lapangan •Orientasi tim lapangan
Pelaksanaan •Listing data hotspot •Pengumpulan data ke lapangan •Data entry dan verifikasi
Persiapan
•Pertemuan konsensus hasil pemetaan bersama stakeholder •Workshop penulisan hasil pemetaan
Pemanfaatan Hasil •Workshop akhir tahun program 2014 •Rancangan kegiatan APBD 2015
Penulisan Laporan
5. Definisi Operasional Penasun adalah orang yang menyuntikkan napza minimal satu kali menyuntik dalam satu tahun terakhir. Kelompok ini tidak mencakup penasun yang sedang dalam terapi subtitusi opiat atau dalam program abstinen. Lebih banyak penasun laki-laki daripada perempuan, dengan lama menggunakan napza suntik dan frekuensi menyuntik beragam. Pada umumnya penasun mempunyai kesamaan karakteristik sebagai berikut yaitu menyukai tempat yang tersembunyi, berkumpul hanya dengan kelompoknya, persaudaraan yang kuat di antara mereka, dan pekerjaan yang beragam seperti wiraswasta, freelance, tukang oje k dan lain lain. Wanita Pekerja Seks Langsung adalah perempuan yang menjual seks untuk uang atau barang sebagai sumber utama pendapatan mereka, Sumber utama artinya ada kepastian memperoleh pendapatan, bukan besar/kecilnya pendapatan. Para perempuan ini termasuk mereka yang bekerja di rumah
Laporan Hasil Pemetaan Populasi Kunci 2014 | KPAP DKI Jakarta | Dukungan Teknis oleh Program SUM I
Hal 16
bordil,lokalisasi,jalanan atau tempat-tempat um um di mana pelanggan datang untuk membeli Seks. Para perempuan ini mungkin bekerja atau tidak bekerja untuk makelar atau mucikari. Wanita Pekerja Seks Tidak Langsung adalah perempuan bekerja di tempat hiburan (seperti karaoke, bar, panti pijat dan lain-lain) dan yang menjual Seks kepada pelanggan mereka yang ditemui di tempat hiburan. Transaksi seks dapat terjadi di tempat hiburan atau diluar tempat hiburan dan pemilik/man ajer tempat hiburan mungkin memfasilitasi atau tidak memfasilitasi transaksi seks tersebut. Lelaki yang berhubungan Seks dengan Lelaki adalah laki-laki yang berhubungan seks dengan pasangan lakilakinya. Kelompok ini termasuk orang-orang yang mengidentifikasi dirinya sebagai gay,biseksual atau heteroseksual. Kategori ini termasuk orang-orang yang menjual dan/atau membeli seks dengan laki-laki lain. (pekerja seks laki-laki). Waria adalah transgender (laki-laki menjadi perempuan)atau laki-laki secara biologis yang mengidentifikasi dirinya sebagai perempuan dan/atau berperilaku dan berpakaian seperti perempuan. Lelaki Berisiko Tinggi ( LBT) adalah laki-laki potensial pembeli jasa seks W PS seperti ABK/Pelaut, Nelayan,Tenaga Bongkar Muat Barang (TKBM), Pegawai Industri Pabrikan (pada industri yang mayoritas lakilaki dengan karyawan lebih dari 500 orang), Pekerja Kontruksi pada proyek konstruksi jangka panjang lebih dari satu tahun, Sopir Truk, Sopir Taxi dan Ojek (khusus yang berada pada radius 100 m dari hotspot WPS). Daftar ini merujuk kepada hasil-hasil STBP 2007 dan 2011 dengan penyesuaian. Hotspot adalah tempat transaksi dan/atau negosiasi seks dan/atau pemakaian narkoba suntik.
6. Populasi dan Sampel Pemetaan Populasi yang dipetakan dalam pemetaan ini adalah lima kelompok populasi kunci paling berisiko terhadap penularan HIV yakni LSL, Waria, WPS, Penasun dan LBT sesuai dengan definisi operasional yang ditetapkan. Sampel pemetaan adalah masing-masing 2 – 3 orang anggota populasi kunci yang dianggap mengetahui seluk-beluk populasi kunci di hotspot yang dipetakan dan 2 – 3 orang informan kunci yaitu tokoh komunitas bukan populasi kunci yang dianggap mengetahui seluk-beluk populasi kunci di hotspot yang dipetakan.
7. Metode Pengumpulan Data Data primer dikumpulkan dengan cara wawancara terstruktur menggunakan kuesioner singkat (untuk pemetaan geografis) dan panduan wawancara mendalam (untuk pemetaan sosial dan sumber daya) serta observasi. Semua pengumpulan data dilakukan langsung di lapangan ke setiap hotspot, LSM dan Fasyankes. Data sekunder pendukung dikumpulkan berdasarkan katalog data koleksi KPAP DKI, SUM I dan hasil penelusuran internet.
8. Teknik Pengolahan dan Analisis Data Pengolahan data hasil pemetaan menggunakan excel worksheet, pivot table dan kategorisasi pendapat khusus untuk merangkum hasil wawancara mendalam dengan informan dan informan kunci pada pemetaan sosial.
Laporan Hasil Pemetaan Populasi Kunci 2014 | KPAP DKI Jakarta | Dukungan Teknis oleh Program SUM I
Hal 17
Bagian Tiga | Hasil-Hasil Pemetaan Geografis 1. Hasil-Hasil Pemetaan Geografis WPS a. Jumlah Populasi WPS Berikut hasil pemetaan geografis terutama estimasi jumlah WPSL di berbagai wilayah:
Kab/ Kota
Jumlah Hotspot
Jakarta Pusat Jakarta Utara Jakarta Barat Jakarta Selatan Jakarta Timur Kepulauan Seribu Total Provinsi
74 142 12 34 90 0 352
Tabel 3 .1 Hasil Pem etaan W PSL Jak arta 2 0 1 4 Rerata Jumlah Jumlah Jumlah Jumlah Koreksi Populasi Populasi Perkiraan Populasi Mobilitas Hasil Dikoreksi Populasi Per Diterapkan Observasi Mobilitas Hotspot 1.991 1.682 27 0.98 1.961 1.257 1.236 9 0.89 1.122 332 287 28 0.66 222 137 106 4 0.85 117 872 704 10 0.88 771 0 0 0 0 0 4 .5 8 9 4 .0 1 5 13 4 .1 9 3
Keputusan Hasil Pem etaan 1 .9 6 1 1 .1 2 2 222 117 771 0 4 .1 9 3
Berdasarkan hasil pemetaan ini, maka disimpulkan jumlah W PSL di Jakarta adalah 4 .193 orang. Jumlah WPSL terbanyak terdapat di Jakarta Pusat sebesar 1.961 orang. Jumlah ini telah memperhitungkan kemungkinan mobilitas diantara mereka yang menyebabkan sebagian populasi terhitung ulang selama proses pemetaan. Kemungkinan mobilitas ini direpresentasikan dalam bentuk angka ‘koreksi mobilitas yang diterapkan’. Meskipun demikian diperkirakan jumlah populasi W PSL di Jakarta mencapai 4.589. Jumlah ini adalah jumlah yang diperkirakan oleh para informan dan informan kunci berdasarkan hasil wawancara mendalam dengan mereka langsung di hotspot. Tim pemetaan melakukan wawancara mendalam paling tidak kepada 2 informan dan 1 informan kunci di setiap hotspot. Sementara itu berdasarkan hasil observasi langsung tim pemetaan, diperkirakan terdapat 4.015 WPSL di Jakarta. Diperkirakan rata-rata terdapat 13 orang W PSL di setiap hotspot. Berdasarkan pemetaan ini, tidak ditemukan adanya hotspot WPSL di Kepulauan Seribu. Hal ini disebabkan rata-rata LBT asal Kepulauan Seribu melakukan transaksi seks di Jakarta atau kota -kota lain di sepanjang jalur penangkapan ikan para nelayan Kep. Seribu. Nelayan , seperti yang akan dijelakan berikutnya, merupakan populasi LBT terbesar di Kep. Seribu. Berikut kesimpulan hasil pemetaan jumlah WPSL di Jakarta, diurutkan berdasarkan jumlah terkecil sampai terbesar menurut wilayah:
Laporan Hasil Pemetaan Populasi Kunci 2014 | KPAP DKI Jakarta | Dukungan Teknis oleh Program SUM I
Hal 18
Grafik 3 .1 Kesim pulan Jum lah W PSL Hasil Pem etaan 2500 1 9 61
2000
N 4.193 1500
1 1 22 1000
771
500 117
0
0
Kep. Seribu
JKT Selatan
222
JKT Barat
JKT Timur
JKT Utara
JKT Pusat
Selanjutnya adalah hasil pemetaan geografis terutama estimasi jumlah pada populasi WPSTL di berbagai wilayah. Angkanya adalah sebagai berikut: Kab/ Kota
Jumlah Hotspot
Jakarta Pusat Jakarta Utara Jakarta Barat Jakarta Selatan Jakarta Timur Kepulauan Seribu Total Provinsi
33 113 144 114 119 0 523
Tabel 3 .2 Ha sil Pem etaan W PSTL Jak arta 2 0 1 4 Jumlah Jumlah Rerata Koreksi Perkiraan Populasi Jumlah Mobilitas Populasi Hasil Populasi Diterapkan Observasi Per Hotspot 1.474 1.382 45 1 2.327 1.437 21 0.81 2.228 1.895 15 0.9 1.437 771 13 0.85 1.307 976 11 0.82 0 0 0 0 8 .7 7 3 6 .4 6 1 16
Jumlah Populasi Dikoreksi Mobilitas
Keputusan Hasil Pem etaan
1.474 1.887 2.005 1.222 1.081 0 7 .6 6 9
1 .4 7 4 1 .8 8 7 2 .0 0 5 1 .2 2 2 1 .0 8 1 0 7 .6 6 9
Berdasarkan tabel 3.2 disimpulkan terdapat 7 .669 orang W PSTL di Jakarta. Namun demikian rentang perkiraannya adalah antara 6.461 orang (jumlah populasi hasil observasi) sampai 8.773 orang (jumlah perkiraan populasi) . Jumlah perkiraan pop ulasi diperoleh berdasarkan hasil wawancara tim pemetaan dengan informant dan key informant di setiap hotspot yang dipetakan. Sementara jumlah populasi hasil observasi adalah hasil pengamatan langsung tim pemetaan ketika melakukan kunjungan pemetaan di se tiap hotspot. Melalui pemetaan ini diketahui juga bahwa total jumlah hotspot WPSTL di Jakarta adalah 523 hotspot dengan rata-rata jumlah WPSTL per hotspot sebanyak 16 orang. Tidak ditemukan hotspot WPSTL di Kepulauan Seribu. Jumlah WPSTL sebanyak 7.669 merupakan pengalian antara ‘jumlah perkiraan populasi’ dengan angka ‘koreksi mobilitas diterapkan’. Hal ini dilakukan untuk memperkecil angka double counting populasi selama proses pemetaan karena pengaruh mobilitas. Dengan menerapkan angka koreksi mobili tas, WPSTL yang melakukan mobilitas diperkecil kemungkinannya untuk terhitung ulang di hotspot lain. Berikut kesimpulan hasil pemetaan jumlah W PSTL di Jakarta, diurutkan berdasarkan jumlah terkecil sampai terbesar menurut wilayah:
Laporan Hasil Pemetaan Populasi Kunci 2014 | KPAP DKI Jakarta | Dukungan Teknis oleh Program SUM I
Hal 19
Grafik 3 .2 Kesim pula n Jum lah W PSTL Hasil Pem etaan 2500 2000
2 0 05
1 8 87
N 7669 1 4 74
1500 1 0 81
1 2 22
1000 500 0
0 Kep. Seribu
JKT Timur
JKT Selatan
JKT Pusat
JKT Utara
JKT Barat
b. Jenis-Jenis Hotspot WPS Berdasarkan hasil observasi dan wawancara mendalam, terdapat 352 hotspot WPSL di Jakarta. Jika diurutkan berdasarkan jumlahnya, maka Jakarta Utara memilik hotspot W PSL terbanyak. Figurnya lengkapnya adalah sebagai berikut: Grafik 3 .3 Distribusi Jum lah Hotspot W PSL Berdasark an W ilayah 160
142
140 120
N 352
100
90
74
80
60 34
40
12
20 0
0 Kep. Seribu
JKT Barat
JKT Selatan
JKT Pusat
JKT Timur
JKT Utara
Namun jika dilihat dari jenis hotspotnya tanpa membedakan wilayah, maka wisma adalah jenis hotspot WPSL terbanyak di Jakarta disusul rumah kost, warung, café dan jalan. Figur lengkapnya adalah sebagai berikut:
Laporan Hasil Pemetaan Populasi Kunci 2014 | KPAP DKI Jakarta | Dukungan Teknis oleh Program SUM I
Hal 20
Grafik 3 .4 Distribusi Jenis Hotspot W PSL Hasil Pem etaan 2 0 1 4 100
90
90 80
70
N 352
70
73
62
60 50 40 30 20 10
11 1
2
2
2
2
3
3
12
16
3
0
Catatan perlu diberikan terhadap beberapa jenis hotspot yang biasanya didefinisikan sebagai hotspot W PSTL tetapi dalam pemetaan ini masuk dalam kategori hotspot WPSL. Dalam pengertian konvensional hotspot-hotspot seperti bar, spa, hotel, karaoke, panti pijat dan café biasanya dikategorikan sebagai hotspot W PSTL. Namun tim pemetaan di setiap wilayah melihat bahwa di beberapa bar, café dan tempat-tempat yang disebutkan di atas ternyata tidak ada aktivitas lain selain negosiasi dan transaksi seks secara langsung. Syarat bahwa kerja seks bukan kerja utama untuk mengatakan bahwa orangorang di dalam bisnis ini adalah W PSTL dengan demikian tidak terpenuhi. Sebaliknya, meski namanya bar dan café tetapi ternyata hanya nama belaka dan tidak ada aktivitas bar dan café pada umumnya. Oleh karena itu, dalam pemetaan ini beberapa bar dan café serta tempat-tempat semacam nya tetap dimasukkan sebagai hotspot WPSL. Namun demikian tidak semua bar dan café otomatis adalah hotspot W PSL. Sebagian besar bar dan café tetap merupakan hotspot W PSTL. Hanya sebagian kecil yang merupakan hotspot WPSL dan hal ini dijustifikasi berdasarkan observasi dan hasil wawancara mendalam tim pemetaan dengan informant dan key informant di setiap hotspot. Selanjutnya pada tabel 3.3 di bawah ini diuraikan persentase setiap jenis hotspot di setiap wilayah. Di Jakarta Pusat jenis hotspot W PSL terbanyak berupa warung (95 %). Sementara di Jakarta Utara jenis hotspot WPSL terbanyak adalah wisma (57%). Untuk Jakarta Barat jenis hotspot warung adalah hotspot WPSL yang terbanyak (25%) dan di Jakarta Selatan jenis hotspot terbanyak adalah berupa jalan (47%). Sementara di Jakarta Timur 79% hotspot WPSL berupa rumah kost.
Laporan Hasil Pemetaan Populasi Kunci 2014 | KPAP DKI Jakarta | Dukungan Teknis oleh Program SUM I
Hal 21
Grafik 3 .5 Distribusi Jenis Hotspot W PSL Berdasark an W ilayah 95%
100% 90%
N JP 74, N JU 143, N JB 12, N JS 34, N JT 90, N Kep. Seribu 0
79%
80% 70% 57%
60% 50%
47%
42%
40%
33% 25% 17%
30% 20% 10%
8% 8%
3% 1% 1% 1%
8% 6%
1%
6%
3%
6%
3%
9%
3%
9%
11%
10% 3%
JKT Pusat
JKT Utara
JKT Barat
JKT Selatan
Lainnya
Rumah Kost
Wisma
Lainnya
Minimart
Mall
Panti Pijat
Rumah Kost
Café
Hotel
Stasiun
Jalan
Taman
Jembatan
Pergudangan
Stasiun
Jalan
Taman
Warung
Panti Pijat
Café
Wisma
Panti Pijat
Café
Hotel
Bioskop
Warung
0%
JKT Timur
Sementara itu pada WPSTL, gambaran jumlah hotspotnya adalah sebagai berikut: Grafik 3 .6 Distribusi Jum lah Hotspot W PSTL Berdasark an W ilayah 160
144
140 120 100
113
114
119
JKT Utara
JKT Selatan
JKT Timur
N 523
80 60 33
40 20 0
0 Kep. Seribu
JKT Pusat
JKT Barat
Jakarta Barat memiliki jumlah hotspot WPSTL terbanyak dibandingkan wilayah lain. Sampai pemetaan ini selesai dilakukan, tidak ditemukan hotspot WPSTL di Kepulauan Seribu. Dilihat dari jenis hotspot pada populasi WPSTL, figurnya cukup beragam seperti tampak pada tabel berikut ini. Jika dilihat dari sebaran jenis-jenis hotspotnya, maka berikut figurnya di tiap wilayah:
Laporan Hasil Pemetaan Populasi Kunci 2014 | KPAP DKI Jakarta | Dukungan Teknis oleh Program SUM I
Hal 22
Grafik 3 .7 Distribusi Jenis Hotspot W PSTL Hasil Pem etaan 2 0 1 4 250
233
200
N 523
150 98
100 70
49
50
0
28
1
1
2
1
2
3
2
4
4
10
4
11
Tiga jenis hotspot WPSTL terbanyak adalah panti pijat, café dan karaoke. Panti pijat merupakan jenis hotspot terbanyak tidak saja di tingkat provinsi, namun juga di setiap wilayah. Berdasarkan situasi ini, tampaknya program pencegahan HIV pada WPSTL perlu lebih difokuskan ke panti pijat. Berikut adalah informasi lebih lengkap terkait sebaran jenis hotspot WPSTL di setiap wilayah. Grafik 3 .8 Distribusi Jenis Hotspot W PSTL Berdasark an W ilayah 70% 60%
60%
58%
50%
42%
40%
30% 20%
56%
N JP 33, N JU 113, N JB 144, N JS 114 , N JP 119
18%
15%
10%
5%
34%
31% 30%
27% 24%
2%
6%
2% 1%
13% 14% 10% 2%
1%
8%
9%
8% 3%
2%
1% 1% 1%
4%
1%
4%
8% 1%
Panti Pijat Karaoke Bar Panti Pijat Karaoke Café Wisma Hotel Penginapan Diskotik Spa Panti Pijat Karaoke Bar Diskotik Spa Stasiun Panti Pijat Karaoke Café Hotel Spa Stasiun Salon Rumah Kost Terminal Pasar Mall Minimart Lainnya Panti Pijat Karaoke Café Salon
0%
JKT Pusat
JKT Utara
JKT Barat
JKT Selatan
Laporan Hasil Pemetaan Populasi Kunci 2014 | KPAP DKI Jakarta | Dukungan Teknis oleh Program SUM I
JKT Timur
Hal 23
c. Indikator Pengendalian Mutu Pemetaan Geografis WPS Indikator pengendalian mutu digunakan sebagai kontrol dan deskripsi atas kualitas proses pemetaan pada setiap populasi kunci. Proses pemetaan ini dianggap memenuhi kualitas minimal yang diharapkan jika: Jumlah hari kerja efektif dianggap cukup untuk memetakan sebaran hotspot di berbagai wilayah Ada keterlibatan populasi kunci dalam pelaksanaan pemetaan. Miniman 20% hotspot yang dipetakan dikunjungi supervisor pemetaan dari total hotspot yang dipetakan. Minimal 10% hotspot di cek silang oleh tim pemetaan lain dari total hotspot yang dipetakan. Berikut gambaran beberapa indikator pengendalian mutu pemetaan untuk pemetaan populasi WPS. Kab/Kota
Jakarta Pusat Jakarta Utara Jakarta Barat Jakarta Selatan Jakarta Timur Kepulauan Seribu
Tabel 3 .3 Indik ator Pengendalian M utu Pem etaan Jumlah % Anggota Rerata Jumlah Jumlah (%) Hari Kerja Tim dr Hotspot Hotspot Popkun Dipetakan/Hari Dikunjungi Pengawas 5 33% 25 88% 5 0% 36 20% 5 0% 32 20% 5 10% 21 45% 5 28% 40 20% 0 0% 0 0%
Jumlah (%) Hotspot Dicek Silang 64% 10% 0% 10% 6% 0%
Pada pemetaan WPS, total hari kerja efektif di setiap wilayah adalah 5 hari untuk memetakan semua hotspot WPS di semua kota/kab sampai tingkat kecamatan. Populasi kunci terlibat dalam pemetaan di Ja karta Pusat, Selatan dan Timur tetapi tidak ada populasi kunci WPS yang terlibat di tiga wilayah lain. Para anggota tim pemetaan kota/kab sebagai tim supervisor melakukan supervisi ke minimal 20% hotspot yang dipetakan. Bahkan 88% hotspot yang dipetakan di Jakarta Pusat disupervisi oleh tim pemetaan kota/kab. Persentase hotspot yang dicek silang memadai khusus nya di Jakarta Pusat, Utara dan Selatan, Kurang memadai di Jakarta Timur (6% dari harapan 10 %) dan tidak memadai di Jakarta Barat (0%). Kepulauan Seribu dikeluarkan dari semua analisis pengendalian mutu pemetaan karena tidak ada program W PS di sana, tidak ada LSM pendamping W PS di sana dan berdasarkan proses listing awal ketika membuat daftar master hotspot, tidak ditemukan adanya hotspot WPS sehingga pemetaan pada populasi WPS tidak dilakukan di Kepulauan Seribu. Secara keseluruhan di lihat dari level provinsi, mutu pemetaan pada populasi WPS dianggap memadai, tetapi belum bisa dikatakan baik atau sangat baik. Memadai karena secara umum (dianalisis pada level provinsi) rata-rata kriteria mutu yang dijalankan sama dengan indikator minimal yang diharapkan, meskipun di beberapa wilayah terdapat beberapa indikator mutu minimal yang tidak terpenuhi.
2. Hasil-Hasil Pemetaan Geografis LSL a. Jumlah Populasi LSL Berikut hasil pemetaan geografis terutama estimasi jumlah LSL di berbagai wilayah:
Laporan Hasil Pemetaan Populasi Kunci 2014 | KPAP DKI Jakarta | Dukungan Teknis oleh Program SUM I
Hal 24
Tabel 3 .4 Hasil Pem etaan Jumlah Jumlah Jumlah Hotspot Perkiraan Populasi Populasi Hasil Observasi
Kab/ Kota
Jakarta Pusat Jakarta Utara Jakarta Barat Jakarta Selatan Jakarta Timur Kepulauan Seribu Total Provinsi
30 50 62 55 84 0 281
1.212 523 1.555 1.947 714 0 5 .9 5 1
997 444 1.344 1.771 496 0 5 .0 5 2
LSL Jak arta 2 0 1 4 Rerata Koreksi Jumlah Mobilitas Populasi Diterapkan Per Hotspot 40 0.78 10 0.7 25 0.67 35 0.78 20 0.85 0 0 21
Jumlah Populasi Dikoreksi Mobilitas
Keputusan Hasil Pem etaan
918 373 1.044 1.518 612 0 4 .4 6 5
918 373 1 .0 4 4 1 .5 1 8 612 0 4 .4 6 5
Berdasarkan hasil pemetaan ini, maka disimpulkan jumlah LSL di Jakarta adalah 4 .465 orang. Jumlah LSL terbanyak terdapat di Jakarta Selatan sebesar 1.947 orang. Jumlah ini telah memperhitungkan kemungkinan mobilitas diantara mereka yang menyebabkan sebagian populasi terhitung ulang selama proses pemetaan. Kemungkinan mobilitas ini direpresentasikan dalam bentuk angka ‘koreksi mobilitas yang diterapkan’. Total jumlah hotspot LSL di Jakarta adalah 281. Meskipun demikian diperkirakan jumlah populasi LSL di Jakarta mencapai 5 .951 orang. Jumlah ini adalah jumlah yang diperkirakan oleh para informan dan informan kunci berdasarkan hasil wawancara mendalam dengan mereka langsung di hotspot. Tim pemetaan melakukan wawancara mendalam paling tidak kepada 2 informan dan 1 informan kunci di setiap hotspot. Sementara itu berdasarkan hasil observasi langsung tim pemetaan, diperkirakan terdapat 5.052 LSL di Jakarta. Diperkirakan rata-rata terdapat 21 orang LSL di setiap hotspot. Pemetaan ini juga mengkonfirmasi bahwa sejauh ini tidak ada hotspot LSL di Kepulauan Seribu. Berikut kesimpulan hasil pemetaan jumlah LSL di Jakarta, diurutkan berdasarkan jumlah terkecil sampai terbesar menurut wilayah: Grafik 3 .9 Kesim pulan Jum lah LSL Hasil Pem etaan 1 5 18
1600 1400
N 4465
1200
1 0 44
918
1000
800
612
600
373
400
200 0
0 Kep. Seribu
JKT Utara
JKT Timur
JKT Pusat
JKT Barat
JKT Selatan
b. Jenis-Jenis Hotspot LSL Jakarta Timur memiliki jumlah hotspot LSL terbanyak dibandingkan wilayah-wilayah lainnnya. Total hotspot LSL di DKI Jakarta adalah 281. Berikut grafik jumlah hotspot diurutkan berdasarkan jumlahnya untuk setiap wilayah. Laporan Hasil Pemetaan Populasi Kunci 2014 | KPAP DKI Jakarta | Dukungan Teknis oleh Program SUM I
Hal 25
Grafik 3 .1 0 Distribusi Jum lah Hotspot LSL Berdasark an W ilayah
90
84
80
N 281
70
62
60
55
50
50
40
30
30 20
10
0
0
Kep. Seribu
JKT Pusat
JKT Utara
JKT Selatan
JKT Barat
JKT Timur
Dilihat dari jenis-jenis hotspot yang ada tanpa melihat wilayahnya, maka mall, minimarket dan salon merupakan tiga jenis hotspot LSL dengan jumlah terbanyak. Grafik … menunjukkan informasi dimaksud. Grafik 3 .1 1 Distribusi Jenis Hotspot LSL Hasil Pem etaan 2 0 1 4 70 58
60
N 281
50 40
30 26 26 28
30 20
10
1
1
1
1
1
4
4
4
4
4
5
6
6
6
8
11 12
17 17
0
Intervensi perubahan perilaku pada LSL sampai saat ini masih dianggap yang paling sulit. Oleh karena itu memfokuskan diri pada hostpot-hotspot dimana LSL banyak berada bisa menjadi satu langkah program yang penting. Logikanya dengan menyasar hotspot yang paling banyak berarti menyasar banyak LSL dari sisi cakupan. Jika hal ini berhasil, maka epidemi akan terpengaruh karena mayoritas LSL terjankau program secara baik.
Laporan Hasil Pemetaan Populasi Kunci 2014 | KPAP DKI Jakarta | Dukungan Teknis oleh Program SUM I
Hal 26
Seperti ditunjukkan pada Grafik … setiap wilayah mempunyai jenis hotspot dengan jumlah terbanyak yang kurang lebih sama. Hal ini akan memperm udah pengembangan desain intervensi di tingkat provinsi. Berikut data lebih rinci jenis-jenis hotspot LSL di setiap wilayah: Grafik 3 .1 2 Distribusi Jenis Hotspot LSL Berdasark an W ilayah 25
N JP 30, N JU 50, N JB 62, N JS 55, N JT 84
21
20 15
15
16
15 13
13
9
8
7 5
1
3
3
1
11
1
2
1
1
2
8
8
6 4
22
1
2
2
111
2
1
11 Bioskop
4
5 3
6
10
9
8
Spa
10
55 3
11
2
22
111
33
7
5 3
1
1
2
2
5
3
JKT Pusat
JKT Utara
JKT Barat
JKT Selatan
JKT Timur
c. Indikator Pengendalian Mutu Pemetaan Geografis LSL Berikut gambaran beberapa indikator pengendalian mutu pemetaan untuk pemetaan populasi LSL. Kab/Kota
Jakarta Pusat Jakarta Utara Jakarta Barat Jakarta Selatan Jakarta Timur Kepulauan Seribu
Tabel 3 .5 Indik ator Pengendal ian M utu Pem etaan Geografis LSL Jumlah % Anggota Rerata Jumlah Jumlah (%) Jumlah (%) Hari Kerja Tim dr Hotspot Hotspot Hotspot Dicek Popkun Dipetakan/Hari Dikunjungi Silang Pengawas 7 83% 6 20% 27% 5 100% 13 20% 10% 5 100% 13 0% 0% 5 100% 8 20% 7% 5 100% 12 20% 4% 0 0% 0 0% 0%
Pada pemetaan LSL, total hari kerja efektif di setiap wilayah adalah 5 hari untuk memetakan semua hotspot WPS di semua kota/kab sampai tingkat kecamatan, kecuali di Jakarta Pusat yang sampai 7 hari. Semua tim pemetaan di Jakarta Utara, Barat, Selatan dan Timur adalah populasi kunci. Hanya di Jakarta Pusat yang tim pemetaannya kombinasi antara populasi kunci dan staf KPAK. Namun demikian jumlah anggota tim pemetaan dari populasi kunci mendapai 83% dari total tim pemetaan yang terlibat. Para anggota tim pemetaan kota/kab sebagai tim supervisor melakukan supervisi ke mini mal 20 % hotspot yang dipetakan. Persentase hotspot yang dicek silang memadai khususnya di Jakarta Pusat dan Utara dan kurang memadai di Jakarta Selatan (7% dari harapan 10%) dan Timur (4%) dan tidak memadai di Jakarta Barat (0%). Kepulauan Seribu dikeluarkan dari semua analisis pengendalian mutu pemeta an karena tidak ada program LSL di sana, tidak ada LSM pendamping LSL di sana dan berdasarkan proses listing awal ketika
Laporan Hasil Pemetaan Populasi Kunci 2014 | KPAP DKI Jakarta | Dukungan Teknis oleh Program SUM I
Hal 27
Rusun
Bioskop
Minimarket
Rel
Mall
Warung
Rumah Kost
Fitnes Center
Sauna, Kolam Renang
Pasar
Minimarket
Taman
Salon
Karaoke
Cafe
Mini Market
Salon
Taman
Hotel
Cafe
Fitnes
Minimarket
Rumah Kost
Salon
Bioskop
Warnet
Bioskop
Minimarket
Panti Pijat
Rumah Kost
Cafe
0
membuat daftar master hotspot, tidak ditemukan adanya hotspot LSL sehingga pemetaan pada populasi LSL tidak dilakukan di Kepulauan Seribu. Secara keseluruhan di lihat dari level provinsi, mutu pemetaan pada populasi WPS dianggap baik atau lebih dari memadai. Baik karena secara umum (dianalisis pada level provinsi) di atas rata-rata kriteria/indikator minimal yang diharapkan, meskipun Jakarta Barat terdapat beberapa indikator mutu minimal yagn tidak terpenuhi.
3. Hasil-Hasil Pemetaan Geografis Waria a. Jumlah Populasi Waria Selanjutnya adalah hasil pemetaan geografis terutama estimasi jumlah pada populasi Waria di berbagai wilayah. Angkanya adalah sebagai berikut: Kab/ Kota
Jakarta Pusat Jakarta Utara Jakarta Barat Jakarta Selatan Jakarta Timur Kepulauan Seribu Total Provinsi
Tabel 3 .6 Hasil Pem etaan W aria Jak arta 2 0 1 4 Jumlah Jumlah Jumlah Rerata Koreksi Hotspot Perkiraan Populasi Jumlah Mobilitas Populasi Hasil Populasi Diterapkan Observasi Per Hotspot 13 191 160 14 0.85 63 367 244 6 0.5 32 294 239 9 0.69 36 275 253 8 0.7 71 645 434 9 0.72 2 2 2 1 1 217 1 .7 7 4 1 .3 3 2 8
Jumlah Populasi Dikoreksi Mobilitas
Keputusan Hasil Pem etaan
161 184 202 192 465 2 1 .2 0 6
161 184 202 192 465 2 1 .2 0 6
Berdasarkan tabel 3.6 disimpulkan terdapat 1 .206 orang W aria di Jakarta. Namun demikian rentang perkiraannya adalah antara 1.332 orang (jumlah populasi hasil observasi) sampai 1.774 orang (jumlah perkiraan populasi). ‘Jumlah perkiraan populasi’ diperoleh berdasarkan hasil wawancara tim pemetaan dengan informant dan key informant di setiap hotspot yang dipetakan. Sementara ‘jumlah populasi hasil observasi’ adalah hasil pengamatan langsung tim pemetaan ketika melakukan kunjungan pemetaan di setiap hotspot. Melalui pemetaan ini diketahui juga bahwa total jumlah hotspot W aria di Jakarta adalah sebanyak 217 hotspot dengan rata -rata jumlah Waria per hotspot sebanyak 8 orang. Hanya ditemukan dua hotspot Waria di Kepulauan Seribu dengan total jumlah populasi sebanyak 2 orang. Jumlah Waria sebanyak 1.206 merupakan pengalian antara ‘jumlah perkiraan populasi’ dengan angka ‘koreksi mobilitas diterapkan’. Hal ini dilakukan untuk memperkecil angka double counting populasi selama proses pemetaan karena pengaruh mobilitas. Dengan menerapkan angka koreksi mobilitas, Waria yang melakukan mobilitas diperkecil kemungkinannya untuk terhitung ulang di hotspot lain. Berikut kesimpulan hasil pemetaan jumlah Waria di Jakarta, diurutkan berdasarkan jumlah terkecil sampai terbesar menurut wilayah:
Laporan Hasil Pemetaan Populasi Kunci 2014 | KPAP DKI Jakarta | Dukungan Teknis oleh Program SUM I
Hal 28
Grafik 3 .1 3 Kesim pulan Jum lah W aria Hasil Pem etaan 500
465
450
400 350
N 1206
300 250
200
161
184
192
202
JKT Utara
JKT Selatan
JKT Barat
150 100 50 0
2 Kep. Seribu
JKT Pusat
JKT Timur
Jakarta Timur memiliki jumlah populasi Waria terbanyak. Tidak heran jika jumlah hotspot Waria terbanyak juga terdapat di Jakarta Timur. Jumlah hotspot dan populasi Waria di Jak arta Timur hampir 2-3 kali lipat dari wilayah lain.
b. Jenis-Jenis Hotspot Waria Berikut bebrapa deskripsi terkait hostpot waria. Jumlah hotspot Waria terbanyak ada di Jakarta Timur di susul Jakarta Utara dan Selatan. Grafiknya urutan wilayah berdasarkan jumlah hotspot Waria terbanyak adalah sbb: Grafik 3 .1 4 Distribusi Jum lah Hotspot W aria Berdasark an W ilayah 80
71
70
60
63
N 217
50
40
32
36
30
20 10
13 2
0
Kep. Seribu
JKT Pusat
JKT Barat
JKT Selatan
JKT Utara
JKT Timur
Sementara itu, jika dilihat dari jenis hotspotnya tanpa membedakan wilayah, maka Salon, kontrakan dan rumah kost merupakan jenis hotspot terbanyak di kalangan Waria. Figur selengkapnya adalah sebagai berikut:
Laporan Hasil Pemetaan Populasi Kunci 2014 | KPAP DKI Jakarta | Dukungan Teknis oleh Program SUM I
Hal 29
Grafik 3 .1 5 Distribusi Jenis Hotspot W aria Hasil Pem etaan 2 0 1 4 80 70 60 50 40 30 20 10 0
72 49
37
N 217
1
1
1
1
4
3
1
7
4
17
11
8
Jika semua jenis hotspot tersebut dianalisis berdasarkan wilayah, maka gambarannya adalah sebagai berikut: Grafik 3 .1 6 Distribusi Jenis Hotspot W aria Berdasark an W ilayah 67%
70%
N JP 13, N JU 63, N JB 32 N JS 36, N JT71, N Kep. Seribu 2
60%
54% 47%
50% 38%
40% 30%
24%
20% 10%
36%
34%
31%
22%
18% 13%14%
15% 8% 8%
9% 9% 9%
6%
3% 3% 3% 3% 3%
2% 2%
3% 3%
6% 6%
1%
JKT Utara
JKT Barat
Kontrakan
Salon
Taman
JKT Selatan
Warung
Lainnya
Rumah Kost
Salon
Stasiun
Warung
Lainnya
Taman
Kontrakan
Jalan
Gang
Jembatan
Stasiun
Warung
Halte
SPBU
Pasar
Lapangan
Salon
Rumah Kost
Lainnya
Jembatan
Taman
Salon
JKT Pusat
Rumah Kost
Warung
Gelanggang
Rel
0%
JKT Timur
Rumah kosta dalah jenis hotspot terbanyak di Jakarta Pusat dan Jakarta Selatan. Sementara di Jakarta Utara salon adalah jenis hotspot terbanyak. Di Jakarta Barat dan Timur, rumah kontrakan menjadi jeni s hotspot Waria terbanyak. Melihat data jenis hotspot ini, tampaknya intervensi pada Waria akan lebih efisien jika dilakukan di tempat tinggal dibandingkan langsung ke lokasi nongkrong. Alasannya, selain karena jumlah populasinya banyak, tetapi juga karena kemudahan memberikan informasi dengan proses komunikasi yang mungkin bisa dilakukan lebih baik karena lebih tenang dan bisa lebih lama dibandingkan dilakukan di lokasi nongrong/mejeng.
c. Indikator Pengendalian Mutu Pemetaan Geografis Waria Berikut gambaran indikator pengendalian mutu pada pemetaan populasi Waria:
Laporan Hasil Pemetaan Populasi Kunci 2014 | KPAP DKI Jakarta | Dukungan Teknis oleh Program SUM I
Hal 30
Kab/Kota
Jakarta Pusat Jakarta Utara Jakarta Barat Jakarta Selatan Jakarta Timur Kepulauan Seribu
Tabel 3 .7 Indik ator Pengendalia n M utu Pem etaan Geografis W aria Jumlah % Anggota Rerata Jumlah Jumlah (%) Jumlah (%) Hari Kerja Tim dr Hotspot Hotspot Hotspot Dicek Popkun Dipetakan/Hari Dikunjungi Silang Pengawas 5 75% 3 23% 38% 5 100% 21 20% 10% 5 100% 7 0% 0% 5 100% 7 10% 33% 5 100% 23 20% 11% 2 0% 1 100% 100%
Pada pemetaan Waria, total hari kerja efektif di setiap wilayah adalah 5 hari untuk memetakan semua hotspo t Waria di semua kota/kab sampai tingkat kecamatan, kecuali di Kepulauan Seribu yang hanya 2 hari karena jumlah hotspot yang juga hanya dua. Semua tim pemetaan di Jakarta Barat, Selatan dan Timur adalah populasi kunci. Hanya di Jakarta Pusat yang tim pemetaannya merupakan kombinasi antara populasi kunci dan staf KPAK. Namun demikian jumlah anggota tim pemetaan dari populasi kunci mendapai 75% dari total tim pemetaan yang terlibat. Sementara itu di Kepulauan Seribu pemetaan dilakukan langsung oleh staf KPAK karena hanya ada 2 Waria di 2 hotspot berbeda di sana. Para anggota tim pemetaan kota/kab di Jakarta Pusat, Utara dan Timur sebagai tim supervisor melakukan supervisi ke minimal 20 % hotspot yang dipetakan. Sementara di Jakarta Selatan hanya ke 10% hotspot dari indikator minimal ke 20% hotspot. Tim supervisor di Jakarta Barat tidak melakukan supervisi ke satupun hotspot LSL yang dipetakan selama proses pemetaan berlangsung. Persentase hotspot yang dicek silang secara memadai terjadi di Jakarta Pusat, Utara, Selatan dan Timur. Di Jakarta Barat tidak ada hotspot Waria yang mendapat cek silang. Sementara di Kepulauan Seribu 100% hotspot di cek silang oleh tim pemetaan lain. Secara keseluruhan di lihat dari level provinsi, mutu pemetaan pada populasi WPS dianggap baik atau lebih dari memadai. Baik karena secara umum (dianalisis pada level provinsi) di atas rata -rata kriteria/indikator minimal yang diharapkan, meskipun Jakarta Barat terdapat beberapa indikator mutu minimal yagn tidak terpenuhi.
4. Hasil-Hasil Pemetaan Geografis LBT a. Jumlah Populasi LBT Berikut rekap hasil pemetaan geografis terutama estimasi populasi LBT di Jakarta. Kab/ Kota
Jakarta Jakarta Jakarta Jakarta Jakarta
Pusat Utara Barat Selatan Timur
Tabel 3 .8 Hasil Pem etaan LBT Jak arta 2 0 1 4 Jumlah Jumlah Jumlah Rerata Koreksi Hotspot Perkiraan Populasi Jumlah Mobilitas Populasi Hasil Populasi Diterapkan Observasi Per Hotspot 138 9.091 8.152 66 0.75 112 56.212 28.141 502 0.99 108 16.947 15.743 157 0.94 100 27.220 22.486 272 0.6 418 27.687 26.420 64 0.95
Jumlah Populasi Dikoreksi Mobilitas
Keputusan Hasil Pem etaan
6.816 55.450 15.930 16.332 26.420
6 .8 1 6 5 5 .4 5 0 1 5 .9 3 0 1 6 .3 3 2 2 6 .4 2 0
Laporan Hasil Pemetaan Populasi Kunci 2014 | KPAP DKI Jakarta | Dukungan Teknis oleh Program SUM I
Hal 31
Kepulauan Seribu Total Provinsi
14 890
1.187 1 3 8 .3 4 4
1.063 1 0 2 .0 0 5
85 155
0.97
1.148 1 2 2 .0 9 6
1 .1 4 8 1 2 2 .0 9 6
Berdasarkan hasil pemetaan ini, maka disimpulkan jumlah LBT di Jakarta adalah 122.096 orang. Jumlah LBT terbanyak terdapat di Jakarta Utara sebesar 56.212 orang. Jumlah ini telah memperhitungkan kemungkinan mobilitas diantara mereka yang menyebabkan sebagian populasi terhitung ulang selama proses pemetaan. Kemungkinan mobilitas ini direpresentasikan dalam bentuk angka ‘koreksi mobilitas yang diterapkan’. Meskipun demikian diperkirakan jumlah populasi LBT di Jakarta mencapai 138.344 orang. Jumlah ini adalah jumlah yang diperkirakan oleh para informan dan informan kunci berdasarkan hasil wawancara mendalam dengan mereka langsung di hotspot. Tim pemetaan melakukan wawancara mendala m paling tidak kepada 2 informan dan 1 informan kunci di setiap hotspot. Sementara itu berdasarkan hasil observasi langsung tim pemetaan, diperkirakan terdapat 102.005 LBT di Jakarta. Diperkirakan rata -rata terdapat 155 orang LBT di setiap hotspot. LBT dalam konteks pemetaan ini didefinisikan dengan cara yang cukup ketat dan spesifik merujuk kepada hasil-hasil STBP 2007 dan 2011 dengan penyesuaian. LBT dalam kontek pemetaan ini didefinisikan sebagai ‘laki-laki potensial pembeli jasa seks WPS seperti ABK/Pelaut, Nelayan,Tenaga Bongkar Muat Barang (TKBM), Pegawai Industri Pabrikan (pada industri yang mayoritas laki-laki dengan karyawan lebih dari 500 orang), Pekerja Kontruksi pada proyek konstruksi jangka panjang lebih dari satu tahun , Sopir Truk, serta Sopir Taxi dan Ojek (khusus yang berada pada radius 100 m dari hotspot W PS)’. Jika definisi operasional ini diperluas, sangat mungkin pemetaan ini akan menghasilkan jumlah yang jauh lebih banyak. Namun demikian, tim pemetaan sepakat untuk membatasi definisi LBT di Jakarta agar lebih fokus dan benar -benar menyasar mereka yang mempunyai potensi perilaku berisiko tinggi. Berikut kesimpulan hasil pemetaan jumlah LBT di Jakarta, diurutkan berdasarkan jumlah terkecil sampai terbesar menurut wilayah: Grafik 3 .1 6 Kesim pulan Jum lah LBT Hasil Pem etaan
60000 50000
5 5 450
N 122.096
40000 2 6 420
30000 20000
1 5 930
1 6 332
JKT Barat
JKT Selatan
6 8 16
10000 1 1 48
0 Kep. Seribu
JKT Pusat
JKT Timur
JKT Utara
Total populasi LBT hasil pemetaan ini adalah 122.096 yang tersebar di enam kota/kabupaten. Jakarta Utara mempunyai jumlah LBT terbanyak dibandingkan wilayah lain. Jumlah populasi LBT di Jakarta Utara dua kali lipat lebih dibandingkan jumlah populasi LBT wilayah lain. Secara program Jakarta Utara perlu memperkuat intervensi pada LBT baik berbasis pelabuhan, jalan raya atau berbasis tempat kerja informal lainnya.
Laporan Hasil Pemetaan Populasi Kunci 2014 | KPAP DKI Jakarta | Dukungan Teknis oleh Program SUM I
Hal 32
b. Jenis-Jenis Hotspot LBT Berikut ini adalah gambaran beberapa jenis hotspot LBT di Jakarta. Jika hotspot LBT dianalisis berdasarkan wilayah, maka Jakarta Timur memiliki jumlah hotspot LBT terbanyak dibandingkan wilayah lain. Gambaran selengkapnya adalah sbb: Grafik 3 .1 7 Distribusi Jum lah Hotspot LBT Berdasar k an W ilayah
418
450 400 350 300 250 200 150 100 50 0
N 890
100
108
112
JKT Selatan
JKT Barat
JKT Utara
138
14 Kep. Seribu
JKT Pusat
JKT Timur
Dilihat dari jenis hotspotnya, Jakarta memiliki hotspot LBT terbanyak berupa pangkalan ojek disusul pangkalan truk dan pabrik . Berikut gambaran lengkapnya dengan hanya menampilkan lima jenis hotspot terbesar dari setiap wilayah. Grafik 3 .1 8 Distribusi Jenis Hotspot LBT Hasil Pem etaan 2 0 1 4 400 350 300 250 200 150 100 50 0
349 N 890
2
4
7
8
8
8
8
8
10
12
13
13
24
32
34
41
68
73
Informasi tentang jenis hotspot ini juga berguna bagi pengembangan rencana program pencegahan di kalangan LBT. Jakarta dengan populasi laki-laki yang besar bisa menjadi daerah dengan percepatan kasus baru HIV di populasi umum jika tidak ada upaya-upaya pencegahan yang lebih sistematis pada populasi LBT. Mengapa? Seperti diketahui, populasi laki-laki yang mobile umumnya menjadi bridging population, populasi yang menjembatani penularan HIV dari populasi ku nci ke populasi umum. Sebagai langkah awal, m ungkin Jakarta dapat memfokuskan diri pada tiga hotspot terbanyak di atas. Sementara itu, jika dilihat jenis hotspot per wilayah, maka gambarannya adalah sbb (hanya 5 jenis hotspot terbesar yang ditampilkan, kecuali Jakarta Barat dan Kep. Seribu—semua ditampikan):
Laporan Hasil Pemetaan Populasi Kunci 2014 | KPAP DKI Jakarta | Dukungan Teknis oleh Program SUM I
Hal 33
Grafik 3 .1 9 Distribusi Lim a Jenis Hotspot LBT Paling Banyak Berdasark an W ilayah 57%
60% 50%
50%
47%
44%
44%
40%
N JP 112, JU 108, JB 108, JS 51, JT 335, Kep. Seribu 14
32%
30%
23%
29%
22%
20% 10% 5% 6%
9%
7% 8% 8%
8% 8% 2%
6% 6%
4%
14%
13%
12%13% 10%
8%
JKT Pusat
JKT Utara
JKT Barat
JKT Selatan
JKT Timur
Pelabuhan Penumpang
Pelabuhan Nelayan
Warung
Pangkalan Ojek
Pabrik
Pasar
Pangkalan Bus
Pangkalan Taxi
Hotel
Minimarket
Pasar
Cafe
Pangkalan Taxi
Pangkalan Ojek
Pangkalan Truk
Pabrik
Terminal Bus
Pangkalan Ojek
Pangkalan Truk
Pangkalan Taxi
Pabrik
Pelabuhan Barang
Pangkalan Ojek
Pangkalan Angkot
Jalan
Lainnya
Taman
0%
Kep. Seribu
Melihat data pada grafik di atas, Jakarta Pusat perlu memfokuskan intervensi LBT di pangkalan ojek dan angkot. Sementara Jakarta Utara di Pangkalan Ojek dan Truk, Jakarta Selatan di hotel dan minimart, Jakarta Timur di pangkalan ojek dan pabrik dan Kepulauan Seribu di pelabuhan, baik pelabuhan penumpang maupun pelabuhan nelayan.
c. Indikator Pengendalian Mutu Pemetaan Geografis LBT Berikut gambaran indikator pengendalian mutu pemetaan geografis pada LBT: Kab/Kota
Jakarta Pusat Jakarta Utara Jakarta Barat Jakarta Selatan Jakarta Timur Kepulauan Seribu
Tabel 3 .9 Indik ator Pengendalian M utu Pem etaan Geografis LBT Jumlah % Anggota Rerata Jumlah Jumlah (%) Jumlah (%) Hari Kerja Tim dr Hotspot Hotspot Hotspot Dicek Popkun Dipetakan/Hari Dikunjungi Silang Pengawas 9 100% 23 20% 10% 5 0% 28 20% 10% 5 100% 22 0% 0% 7 0% 15 20% 11% 5 67% 58 20% 8% 7 0% 2 100% 0%
Pada pemetaan LBT, total hari kerja efektif di setiap wilayah beragam, antara 5 -9 hari untuk memetakan semua hotspot Waria di semua kota/kab sampai tingkat kecamatan. Semua tim pemetaan di Jakarta Pusat dan Barat adalah populasi kunci. Hanya di Jakarta Tim ur yang tim pemetaannya merupakan kombinasi antara populasi kunci dan staf KPAK. Namun demikian jumlah anggota tim pemetaan dari populasi kunci mendapai 67% dari total tim pemetaan yang terlibat di Jakarta Tim ur. Sementara itu di Jakarta Utara, Selatan dan Kepulauan Seribu pemetaan dilakukan langsung oleh staf LSM non populasi kunci dan staf KPAK.
Laporan Hasil Pemetaan Populasi Kunci 2014 | KPAP DKI Jakarta | Dukungan Teknis oleh Program SUM I
Hal 34
Para anggota tim pemetaan kota/kab di semua wilayah sebagai tim supervisor melakukan supervisi ke minimal 20% hotspot yang dipetakan. Tim supervisor di Jakarta Barat tidak melakukan supervisi ke satupun hotspot LBT yang dipetakan selama proses pemetaan berlangsung. Persentase hotspot yang dicek silang secara memadai terjadi di Jakarta Pusat, Utara dan Selatan. Di Jakarta Timur 8% hotspot mendapat cek silang, sedikit lebih rendah dari standar minimal yang diharapkan yakni 10%. Di Jakarta Barat dan Kepulauan Seribu tidak ada hotspot LBT yang mendapat cek silang. Secara keseluruhan di lihat dari level provinsi, mutu pemetaan pada populasi LBT dianggap baik atau lebih dari memadai. Baik karena secara umum (dianalisis pada level provinsi) di atas rata -rata kriteria/indikator minimal yang diharapkan, meskipun Jakarta Barat dan Kepulauan Seribu terdapat beberapa indikator mutu minimal yagn tidak terpenuhi.
5. Hasil-Hasil Pemetaan Geografis Penasun a. Jumlah Populasi Penasun Berikut ini adalah hasil pemetaan geografis pada populasi Penasun terutama tentang estimasi jumlahnya. Kab/ Kota
Jakarta Pusat Jakarta Utara Jakarta Barat Jakarta Selatan Jakarta Timur Kepulauan Seribu Total Provinsi
Tabel 3 .1 0 Hasi l Pem etaan Penasun Jak arta 2 0 1 4 Jumlah Jumlah Jumlah Rerata Koreksi Hotspot Perkiraan Populasi Jumlah Mobilitas Populasi Hasil Populasi Diterapkan Observasi Per Hotspot 33 431 308 13 0.79 35 859 557 84 0.6 22 583 439 27 0.69 53 489 397 9 0.86 86 459 282 5 0.79 0 0 0 0 0 229 2 .8 2 1 1 .9 8 3 12
Jumlah Populasi Dikoreksi Mobilitas
Keputusan Hasil Pem etaan
340 478 403 420 363 0 2 .0 0 4
340 478 403 420 363 0 2 .0 0 4
Berdasarkan tabel 3.2 disimpulkan terdapat 2 .004 orang Penasun di Jakarta. Namun demikian rentang perkiraannya adalah antara 1.983 orang (jumlah populasi hasil observasi) sampai 2.821 orang (jumlah perkiraan populasi). Jumlah perkiraan populasi diperoleh berdasarkan hasil wawancara tim pemetaan dengan informant dan key informant di setiap hotspot yang dipetakan. Sementara jumlah populasi hasil observasi adalah hasil pengamatan langsung tim pemetaan ketika melakukan kunjungan pemetaan di setiap hotspot. Melalui pemetaan ini diketahui juga bahwa total jumlah hotspot Penasun di Jakarta adalah 229 hotspot dengan rata-rata jumlah Penasun per hotspot sebanyak 12 orang. Tidak ditemukan hotspot Penasun di Kepulauan Seribu. Jumlah Penasun sebanyak 2.004 merupakan pengalian antara ‘jumlah perkiraan populasi’ dengan angka ‘koreksi mobilitas diterapkan’. Hal ini dilakukan untuk memperkecil angka double counting populasi selama proses pemetaan karena pengaruh mobilitas. Dengan menerapkan angka koreksi mobilitas, Penasun yang melakukan mobilitas diperkecil kemungkinannya untuk terhitung ulang di hotspot lain. Berikut kesimpulan hasil pemetaan jumlah Penasun di Jakarta, diurutkan berdasarkan jumlah terkecil sampai terbesar menurut wilayah:
Laporan Hasil Pemetaan Populasi Kunci 2014 | KPAP DKI Jakarta | Dukungan Teknis oleh Program SUM I
Hal 35
Grafik 3 .2 0 Kesim pulan Jum lah Penasun Hasil Pem etaan 600 500
N 2004
400
478
340
363
403
420
JKT Barat
JKT Selatan
300 200
100 0
0 Kep. Seribu
JKT Pusat
JKT Timur
JKT Utara
Jumlah populasi Penasun untuk setiap wilayah rata-rata hampir sama, meskipun Jakarta Utara memiliki jumlah Penasun terbanyak. Karena epidemi juga masih terjadi di Penasun, maka intervensi ke Penasun di semua wilayah masih perlu menjadi prioritas.
b. Jenis-Jenis Hotspot Penasun Meskipun jumlah populasi terbanyak terdapat di Jakarta Utara, namun jumlah hotspot Penasun terbanyak justru terdapat di Jakarta Timur dan Selatan. Hal ini disebabkan oleh jumlah populasi yang kecil di setiap hotspotnya dan lebih menyebar dibandingkan dengan Jakarta Utara yang jumlah populasi per hotspotnya cenderung lebih besar dan hotspotnya cenderung besar atau lebih terkonsentrasi. Data selengkapnya tentang jumlah hotspot Penasun di tiap wilayah berdasarkan jumlahnya adalah sbb: Grafik 3 .2 1 Distribusi Jum lah Hotspot Pen asun Berdasark an W ilayah
100
86
80 60
N 229
40 20
0
53
33
35
JKT Pusat
JKT Utara
22
0 Kep. Seribu
JKT Barat
JKT Selatan
JKT Timur
Selanjutnya, pemetaan ini juga berhasil mengumpulkan informasi tentang jenis -jenis hotspot Penasun di semua wilayah yang dipetakan. Jenis hotspot Penasun terbanyak adalah berupa pinggir jalan, disusul dengan rumah/kost, gang dan tempat parkir. Deskripsi selengkapnya adalah sbb:
Laporan Hasil Pemetaan Populasi Kunci 2014 | KPAP DKI Jakarta | Dukungan Teknis oleh Program SUM I
Hal 36
Grafik 3 .2 2 Distribusi Jenis Hotspot Penasun Hasil Pem etaan 2 0 1 4 50 45 40 35 30 25 20 15 10 5 0
43
N 229
2
2
25
3
4
3
5
5
9
10
9
10
11
12
30
34
12
Untuk kepentingan efisiensi proses dan efektifitas program, pemetaan ini merekomendasikan untuk meningkatkan program lebih intensif dan kreatif di jenis hotspot yang paling banyak. Namun demikian, setiap wilayah mempunyai flesibilitas berdasarkan karakteristiknya masing-masing. Misalnya di Jakarta Pusat, hotspot penasun terbesar ternyata ada di sekitar pangkalan ojek, sementara d i Jakarta Timur ada di tempat kost/rumahan. Beriku informasi terkait jenis hotspot ini dibedakan per wilayah. Grafik 3 .2 2 Distribusi Lim a Jenis Hotspot Penasun Paling Banyak Berdasark an W ilayah 51%
N JP 33, JU 35, JB 22, JS 53, JT 86 32%
30%
23%
20% 10%
5% 6%
30%
18% 18%
9% 6% 6% 8%
9%
5%
9%
8%
13% 15%
25%
17% 5%
9%
JKT Pusat
JKT Utara
JKT Barat
JKT Selatan
Parkiran
Pangkalan Ojek
jalan
Rumah
Parkiran
lain-lain
Pangkalan Ojek
Jalan
Perumahan
Gang
Lain-lain
Pangkalan Metromini
Pinggir jalan
Gang
Pangkalan Taxi
stasiun
Warung
Pangkalan Ojek
Pangkalan Angkot
Jalan
Lain-lain
Taman
0%
28%
12%
Kos-kosan
40%
Jalan
44%
50%
Warnet,TPU,Playstati…
60%
JKT Timur
c. Indikator Pengendalian Mutu Pemetaan Geografis Penasun Berikut gambaran beberapa indikator mutu pemetaan geografis pada Penasun:
Laporan Hasil Pemetaan Populasi Kunci 2014 | KPAP DKI Jakarta | Dukungan Teknis oleh Program SUM I
Hal 37
Tabel 3 .1 1 Indik ator Pengendalian M utu Pem etaan Geografis Penasun Jumlah % Anggota Rerata Jumlah Jumlah (%) Jumlah (%) Hari Kerja Tim dr Hotspot Hotspot Hotspot Dicek Popkun Dipetakan/Hari Dikunjungi Silang Pengawas Jakarta Pusat 5 67% 8 27% 12% Jakarta Utara 5 100% 8 20% 10% Jakarta Barat 5 100% 5 0% 0% Jakarta Selatan 5 100% 7 15% 10% Jakarta Timur 5 66% 12 20% 4% Kepulauan Seribu 0 0% 0 0% 0% Kab/Kota
Pada pemetaan Penasun, total hari kerja efektif di setiap wilayah adalah 5 hari kerja untuk memetakan semua hotspot Penasun di semua kota/kab sampai tingkat kecamatan. Semua tim pemetaan di Jakarta Utara, Barat dan Selatan adalah pop ulasi kunci. Sementara di Jakarta Pusat 67% tim pemetaan yang berasal dari populasi kunci dan hanya 66% di Jakarta Timur yang tim pemetaannya merupakan populasi kunci. Para anggota tim pemetaan kota/kab di semua wilayah sebagai tim supervisor melakukan supervisi ke minimal 20% hotspot yang dipetakan. Tim supervisor di Jakarta Barat dan Kepulauan Seribu tidak melakukan supervisi ke satupun hotspot Penasun yang dipetakan selama proses pemetaan berlangsung. Persentase hotspot yang dicek silang secara memadai terjadi di Jakarta Pusat, Utara dan Selatan. Di Jakarta Timur 4% hotspot mendapat cek silang, sedikit lebih rendah dari standar minimal yang diharapkan yakni 10%. Di Jakarta Barat tidak ada hotspot LBT yang mendapat cek silang. Kepulauan Seribu dikeluarkan dari semua analisis pengendalian mutu pemetaan karena tidak ada program Penasun di sana, tidak ada LSM pendamping penasun di sana dan berdasarkan proses listing awal ketika membuat daftar master hotspot, tidak ditemukan adanya hotspot Penasun sehingga pemetaan pada populasi Penasun tidak dilakukan di Kepulauan Seribu. Secara keseluruhan dilihat dari level provinsi, mutu pemetaan pada populasi LBT dianggap baik atau lebih dari memadai. Baik karena secara umum (dianalisis pada level provinsi) di atas rata-rata kriteria/indikator minimal yang diharapkan, meskipun Jakarta Barat dan Kepulauan Seribu terdapat beberapa indikator mutu minimal yagn tidak terpenuhi.
Laporan Hasil Pemetaan Populasi Kunci 2014 | KPAP DKI Jakarta | Dukungan Teknis oleh Program SUM I
Hal 38
Bagian Empat | Hasil-Hasil Pemetaan Sosial 1. Hasil Pemetaan Sosial WPS Pemetaan sosial pada populasi W PS baik langsung maupun tidak langsung dilakukan di 876 hotspot (N Jakpus/JP 107, N Jakut/JU 256, N Jakbar/JB 156, N Jaksel/JS 148, N Jaktim/JT 209). Berbeda dengan petunjuk teknis pemetaan nasional yang ada, pemetaan sosial di DKI Jakarta difokuskan untuk melihat beberapa komponen inti pada empat pilar PMTS. Hasil selengkapnya terlampir. Berikut beberapa hasil utamanya. Grafik 4 .1 Persentase Hotspot W PS Berdasark an Ada/Tidak nya Pok ja/Pok m as Ak tif 90%
82%
N JP 107, JU 256, JB 156, JS 148, JT 209
80% 70% 60% 50%
67%
65%
59%
55% 45%
41%
40%
35%
33%
30%
18%
20% 10% 0% Pusat
Utara
Barat
Tidak Ada Pokja/Pokmas
Selatan
Timur
Ada Pokja/Pokmas
Antara 18 – 67% hotspot W PS di Jakarta mempunyai Pokja Lokasi dan masih ada 41 – 82% hotspot WPS yang belum mempunyai Pokja Lokasi. Keberadaan Pokja Lokasi mengandaikan adanya proses pelibatan dan pemberdayaan komunitas dan tidak sekedar mendiseminasikan informasi. Hasil pemetaan sosial ini mengindikasikan masih lebih banyak hotspot W PS yang tidak mempunyai Pokja Lokasi/Kelompok Masyarakat (Pokmas) yang secara sukarela mengelola sebagian usaha-usaha pencegahan HIV. Namun demikian beberapa lokasi mungkin memang tidak memungkinkan untuk mempunyai Pokja Lokasi karena jumlah populasinya sedikit, dan jenis hotspotnya tidak tetap dan tidak ada struktur sosial tetap yang bekerja di sana. Pokja lokasi dapat didorong keberadaanya pada hotspot yang memenuhi beberapa situasi di atas.
Laporan Hasil Pemetaan Populasi Kunci 2014 | KPAP DKI Jakarta | Dukungan Teknis oleh Program SUM I
Hal 39
Grafik 4.2 Persentase Hotspot W PS Berdasarkan Ada/Tidaknya Kesepakatan Lokasi Tentang Pencegahan HIV 100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0%
91%
N JP 107, JU 256, JB 156, JS 148, JT 209
71%
64%
60%
59% 36%
41%
40% 29%
9%
Pusat
Utara
Barat
Tidak Ada Kesepakatan Lokasi
Selatan
Timur
Ada Kesepakatan Lokasi
Antara 9 – 60% hotspot WPS mempunyai kesepakatan lokasi tentang pencegahan HIV dan AIDS. Namun demikain masih ada 40 – 91% yang tidak mempunyai kesepakatan lokasi. Adanya kesepakatan lokasi mengindikasikan komitmen komunitas untuk menanggulangi HIV dan AIDS secara memadai memanfaatkan sumber daya lokal yang ada. Keberadaan Pokja lokasi juga untuk menjamin keberlanjutan program pasca pendampinga intensif dari LSM melalaui bantuan lembaga donor. Tabel 4.3 di bawah ini menunjukkan hasil pemetaan sosial lainnya yakni tentang kecukupan jumlah pendidik sebaya (peer educator/PE) atau kader kesehatan komunitas atau semacamnya yang masih aktif. Paling banyak hanya 48 % hostpot yang mempunyai jumlah PE aktif yang cukup (Jakarta Selatan). Kriteria kecukupannya adalah adanya satu kader untuk minimal setiap 20 orang WPS di setiap hotspot.Di Jakarta Pusat bahkan 99% hotspot tidak memiliki jumlah PE aktif yang dianggap cukup. Penilaian aktif atau tidaknya seorang PE diserahkan kepada persepsi informan dan informan kunci pemetaan ini namun berkisar antara masih ada PE, PE nya rajin memberikan informasi atau motivasi kepada teman sebayanya dan terlibat dalam beberapa kegiatan pencegahan HIV di tingkat komunitas. Sementara itu pada tabel 4.4 menunjukkan bahwa sebagian besar hotspot W PS masih mengalami kekurangan jumlah Media KPP (Media Komunikasi Perubahan Perilaku) yang didistribusikan. Antara 28 – 72% hotspot menyatakan masih mengalami kekurangan distribusi Media KPP. Kekurangan ini disebabkan tidak adanya Media KIE atau karena frekuensi distribusinya yang masih kurang. Beberapa jenis Media KPP yang didisplay juga masih dianggap kurang seperti poster, banner, sticker dan bentuk -bentuk Media KPP luar ruang lainnya.
Laporan Hasil Pemetaan Populasi Kunci 2014 | KPAP DKI Jakarta | Dukungan Teknis oleh Program SUM I
Hal 40
Grafik 4 .3 Persentase Hotspot W PS Berdasark an Kecuk upan Jum lah Outlet 120% 100%
99%
N JP 107, JU 256, JB 156, JS 148, JT 209
94%
80%
70% 58%
60%
57% 43%
42%
40% 20%
20%
6%
1% 0% Pusat
Utara
Barat
Jumlah PE Aktif Tidak Cukup
Selatan
Timur
Jumlah PE Aktif Cukup
Grafik 4 .4 Persentase Hotspot W PS Berdasark an Kecuk upan Jum lah Distribusi M edia KPP
80%
72% 61%
58%
60%
50%
55%
45%
42%
39%
40% 30%
72%
N JP 107, JU 256, JB 156, JS 148, JT 209
70%
28%
28%
20% 10% 0%
Pusat
Utara
Barat
Jumlah Distribusi Media KPP Tidak Cukup
Selatan
Timur
Jumlah Distribusi Media KPP Cukup
Pada tabel 4.5 di bawah ini menunjukkan hasil lain pemetaan sosial yakni terkait kecukupan jumlah outlet kondom, terutama outlet alternatif yang mendistribsikan kondom subsidi. Antara 17-74% hotspot WPS telah mempunyai jumlah outlet yang cukup. Namun masih ada 26-83 % hotspot yang tidak mempunyai jumlah outlet yang cukup. Standar nasional kecukupan outlet adalah 1:1 , minimal ada satu outlet kondom di setiap hotspot. Masih ada gap yang perlu diperbaiki.
Laporan Hasil Pemetaan Populasi Kunci 2014 | KPAP DKI Jakarta | Dukungan Teknis oleh Program SUM I
Hal 41
Grafik 4 .5 Persentase Hotspot W PS Berdasark an Kecuk upan Jum lah Outlet Kondom 90%
83%
80%
N JP 107, JU 256, JB 156, JS 148, JT 209
74%
73%
70%
55%
60%
54%
45%
50%
46%
40% 27%
26%
30% 17%
20% 10% 0%
Pusat
Utara
Barat
Jumlah Outlet KondomTidak Cukup
Selatan
Timur
Jumlah Outlet Kondom Cukup
Jika dilihat dari kecukupan jumlah distribusi kondom , tabel 4.6 menunjukkan bahwa antara 4-65 % hotspot WPS merasa mendapat jumlah distribusi kondom yang cukup. Sementara itu masih ada 34-96% hotspot yang tidak mendapatkan distribusi kondom dalam jumlah memadai. Grafik 4 .6 Persentase Hotspot W PS Berdasark an Kecuk u pan Jum lah Kondom Terdistribusi 120% 100%
N JP 107, JU 256, JB 156, JS 148, JT 209
96%
80%
66%
65% 55%
60%
45%
54%
35%
34%
40% 20%
46%
4%
0% Pusat
Utara
Jumlah Distribusi Kondom Tidak Cukup
Barat
Selatan
Timur
Jumlah Distribusi Kondom Cukup
Jumlah kondom terdistribusi dianggap cukup jika minimal sama dengan jumlah populasi WPS di sebuah hotspot kali 25 hari kerja. Tabel 4.7 berikut ini menunjukkan 51-63% hotspot W PS ada pemeriksaan IM S dan KTS rutin, minimal tiga bulan sekali. Namun demikian masih ada 37-48% hotspot WPS yang tidak ada pemeriksaan IMS dan KTS rutin. Hal ini bisa disebabkan tidak adanya layanan mobile clinic langsung ke hotspot atau akses yang masih terbatas ke Fasyankes yang dialami hotspot-hotspot tertentu.
Laporan Hasil Pemetaan Populasi Kunci 2014 | KPAP DKI Jakarta | Dukungan Teknis oleh Program SUM I
Hal 42
Grafik 4 .7 Persentase Hotspot W PS Berdasark an Ada/Tidak nya Pem erik saan IM S dan KTS R utin 120% 100%
N JP 107, JU 256, JB 156, JS 148, JT 209
99%
80%
60%
48%
52%
49% 51%
63%
55% 45%
37%
40% 20%
1% 0% Pusat
Utara
Barat
Tidak Ada Pemeriksaan Rutin
Selatan
Timur
Ada Pemeriksaan Rutin
Situasi sosial lain yang dijajaki adalah terkait apakah semua WPS di sebuat hotspot yang mendapat pemeriksaan rutin turut serta dalam pemetaan tersebut atau tidak. Berikut gambarannya. Grafik 4 .8 Persentase Hotspot W PS Berdasark an Jum lah Populasi Ik u t Pem erik saan Rutin 120%
100%
N JP 107, JU 256, JB 156, JS 148, JT 209
100%
89%
80%
53%
60%
47%
46%
59%
54% 41%
40% 20% 0%
0% Pusat
11% Utara
Tidak Semua Popkun Ikut Pemeriksaan
Barat
Selatan
Timur
Semua Popkun Ikut Pemeriksaan
Persentase hotspot dimana tidak semua populasi WPS-nya mengikuti pemeriksaan rutin masih cukup besar yakni antara 41-100% dan baru 11-59% hotspot yang semua populasi WPS-nya mengikuti pemeriksaan rutin. Dilihat dari persepsi informan dan informan kunci di hotspot WPS tentang keramahan penyedia layanan maka 52-94% hotspot menyatakan bahwa penyedia layanan ramah. Namun demikian masih ada 6-48% hotspot yang menyatakan penyedia layanan Kesehatan tidak ramah.
Laporan Hasil Pemetaan Populasi Kunci 2014 | KPAP DKI Jakarta | Dukungan Teknis oleh Program SUM I
Hal 43
Grafik 4 .9 Persentase Hotspot W PS yang Berpendapat Penyedia Layanan Ram ah 100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0%
94% N JP 107, JU 256, JB 156, JS 148, JT 209
74%
68%
62% 48%
52% 38%
32%
26%
6% Pusat
Utara
Barat
Layanan Tidak Ramah
Selatan
Timur
Layanan Ramah
2. Hasil Pemetaan Sosial LSL Pemetaan sosial pada populasi LSL dilakukan di 817 hotspot (N Jakpus 107, N Jakut 171, N Jakbar 156, N Jaksel 149, N Jaktim 234). Hasil-hasil pemetaan sosial pada LSL juga tidak berbeda jauh dengan hasil pada WPS. Terkait ada/tidaknya Pokja Lokasi, sebagian besar hotspot LSL belum memiliki Pokja Lokasi. Hal ini disebakkan relatif lebih sulit mendorong pembentukan Pokja Lokasi pada hotspot -hotspot LSL selain karakteristik hotspot LSL yang lebih kecil, menyebar dan lebih individualis. Selain itu struktur hotspot juga sangat mempengaruhi apakat Pokja Lokasi dapat diinisiasi atau tidak. Hotspot-hotspot yang tidak terkonsentrasi dan tidak ada struktur sosial yang relatif sama menyulitkan pengembangan Pokja Lokasi. Grafik 4 .1 0 Persentase Hotspot LSL Berdasark an Keberadaan Pok ja Lok asi 120% 100%
N JP 30, JU 50, JB 62, JS 55, JT 84
100% 89%
91%
89%
80% 60%
57%
43%
40% 20%
11%
11%
9%
0%
0%
Pusat
Utara
Barat
Tidak Ada Pokja/Pokmas
Selatan
Timur
Ada Pokja/Pokmas
Hal yang sama terjadi ketika hotspot dianalisis berdasarkan eksistensi kesepakatan lokasi. Sebagian besar hotspot belum mempunyai kesepakatan lokasi tentang penanggulangan HIV dan AIDS di hotspot -hotspot mereka sendiri. Hal ini terkait dengan ketiadaan Pokja Lokasi. Sebab pemangku kepentingan yang dapat menginisiasi terbentuknya kesepakatan lokasi adalah para anggota Pokja Lokasi. Mungkin yang diperlukan
Laporan Hasil Pemetaan Populasi Kunci 2014 | KPAP DKI Jakarta | Dukungan Teknis oleh Program SUM I
Hal 44
adalah bukan Pokja Lokasi tetapi mengidentifikasi champion-champion lokal yang mampu bergerak secara individu memotivasi anggota kelompok LSL yang lain. Grafik 4 .1 1 Persentase Hotspot LSL Berdasark an Keberadaan Kesepak ata Lok asi 120% 100%
N JP 30, JU 50, JB 62, JS 55, JT 84
100%
95%
90%
87%
80% 60%
53%
47%
40% 20%
0%
0% Pusat
Utara
13%
5% Barat
Tidak Ada Kesepakatan Lokasi
Selatan
10% Timur
Ada Kesepakatan Lokasi
Tabel 4.12 menjelaskan bahwa masih banyak kebutuhan PE atau pendidik komunitas yang perlu dikembangkan di berbagai hotspot LSL yang ada di Jakarta. Grafik 4 .1 2 Persentase Hotspot LSL Berdasark an Kecuk upan Jum lah PE Ak tif
120%
N JP 30, JU 50, JB 62, JS 55, JT 84
100%
100%
88%
80%
80% 60%
67%
57% 43% 33%
40% 13%
20%
20%
0%
0% Pusat
Utara
Barat
Jumlah PE Aktif Tidak Cukup
Selatan
Timur
Jumlah PE Aktif Cukup
Pendekatan PE tampak cukup cocok untuk hotspot-hotspot LSL dibandingkan pendekatan Pokja Lokasi. PE atau sekumpulan PE apat bertindak secara individual maupun kolektif untuk mendorong adopsi perilakuperilaku pencegahan HIV diantara anggota kelompok LSL Selanjutnya Tabel 4 .13 di bawah ini menjelaskan kecukupan distribusi media KPP di setiap hotspot yang dipetakan. Secara umum masih lebih banyak hotspot yang kekurangan distribusi media KPP dalam bentuk apapun.
Laporan Hasil Pemetaan Populasi Kunci 2014 | KPAP DKI Jakarta | Dukungan Teknis oleh Program SUM I
Hal 45
Grafik 4 .1 3 Persentase Hotspot LSL Berdasark an Kecuk u pan Jum lah Distribusi M edia KPP 100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0%
90%
93% 83%
N JP 30, JU 50, JB 62, JS 55, JT 84
80%
57%
43% 20%
17%
10%
7%
Pusat
Utara
Barat
Selatan
Jumlah Distribusi Media KPP Tidak Cukup
Timur
Jumlah Distribusi Media KPP Cukup
Pemetaan sosial juga menggali tentang situasi kecukupan outlet kondom. Tabel 4.14 di bawah ini menunjukkan jumlah outlet yang lumayan banyak meski masih belum memenuhi standar 1:1, satu outlet untuk satu hotspot. Persentase hotspot yang belum ada outletnya masih signifikan. Grafik 4 .1 4 Persentase Hotspot LSL Berdasark an Kecuk upan Jum lah Outlet Kondom 100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0%
93% N JP 30, JU 50, JB 62, JS 55, JT 84
75%
85%
67% 50% 50% 33% 25% 15% 7%
Pusat
Utara
Jumlah Outlet KondomTidak Cukup
Barat
Selatan
Timur
Jumlah Outlet Kondom Cukup
Selanjutnya pemetaan sosial juga menggali informasi tentang kecukupan jumlah distribusi kondom. Jumlah kondom terdistribusi dianggap cukup jika minimal sama dengan jumlah populasi LSL di sebuah hotspot kali 25 hari kerja. Tabel 4.15 berikut menjelaskan situasinya: ada 63-87% hotspot yang kurang jumlah distribusi kondomnya. Sementara jumlah hotspot dengan distribusi cukup rata-rata baru mencapai 13-38% kecuali di Jakarta Pusat yang mencapai 97 persen.
Laporan Hasil Pemetaan Populasi Kunci 2014 | KPAP DKI Jakarta | Dukungan Teknis oleh Program SUM I
Hal 46
Grafik 4 .1 5 Persentase Hotspot LSL Berdasark an Kecuk upan Jum lah Distribusi Kondom 120%
N JP 30, JU 50, JB 62, JS 55, JT 84
97%
100%
87%
86%
80%
66%
63% 60% 38%
40%
20%
34%
14%
13%
3%
0% Pusat
Utara
Barat
Jumlah Distribusi Kondom Tidak Cukup
Selatan
Timur
Jumlah Distribusi Kondom Cukup
Tabel 4.16 di bawah ini mengulas tentang ada/tidaknya pemeriksaan rutin di hotspot. Di sebagian besar hotspot belum ada ada pemeriksaan rutin IMS dan KTS baik melalui mobile clinic maupun static clinic. Rutinitas pemeriksaan dimaksud adalah paling tidak setiap tiga bulan sekali. Grafik 4 .1 6 Persentase Hotspot LSL Berdasark an Ada/Tidak nya Pem erik saan Rutin IM S dan KTS
120%
N JP 30, JU 50, JB 62, JS 55, JT 84
98%
100%
91%
83%
87%
80%
67%
60% 33%
40% 20%
17%
9%
2%
13%
0% Pusat
Utara
Barat
Tidak Ada Pemeriksaan Rutin
Selatan
Timur
Ada Pemeriksaan Rutin
Selanjutnya tabel 4.17 menjelaskan tentang apakah semua anggota populasi dalam sebuah hotspot telah mengikuti pemeriksaan rutin atau belum. Hasilnya anggota populasi LSL di sebagian besar hotspot belum mengikuti pemeriksaan rutin.
Laporan Hasil Pemetaan Populasi Kunci 2014 | KPAP DKI Jakarta | Dukungan Teknis oleh Program SUM I
Hal 47
Grafik 4 .1 7 Persentase Hotspot LSL Berdasark an Jum lah Populasi Ik ut Pem erik saan Rutin 120%
N JP 30, JU 50, JB 62, JS 55, JT 84
100%
100%
98%
89%
87%
80% 60%
57% 43%
40% 13%
20%
0% Pusat
11%
2%
0%
Utara
Barat
Tidak Semua Popkun Ikut Pemeriksaan
Selatan
Timur
Semua Popkun Ikut Pemeriksaan
Selanjutnya pada tabel 4.18 di bawah ini memperlihatkan bahwa 16-97% hotspot (diwakili informan dan informan kunci) menyatakan penyedia layanan yang ada di hotspot mereka ramah. Namun demikian masih ada persentase yang signifikan yang berpendapat sebaliknya. Grafik 4 .1 8 Persentase Hots pot LSL yang Berpendapat Penyedia Layanan Ram ah
120%
N JP 30, JU 50, JB 62, JS 55, JT 84
97%
100%
84%
80%
80%
72%
57%
60%
43% 40% 20%
28% 16%
20%
3%
0% Pusat
Utara
Barat
Layanan Tidak Ramah
Selatan
Timur
Layanan Ramah
3. Hasil Pemetaan Sosial Waria Hasil pemetaan sosial pada populasi Waria mengindikasikan situasi yang lebih baik daripada hasil pada populasi LSL. Berikut gambaran singkatnya. Tabel 4.19 menunjukkan bahwa baru sebagian kecil hotspot Waria yang mempunyai Pokja Lokasi. Situasi ini kurang lebih disebabkan oleh alasan yang sama yang terjadi pada polulasi LSL. Intervensi ke tempat tinggal tampaknya lebih diperlukan untuk menginisiasi terbentuknya Pokja Lokasi daripada intervensi di lokasi nyebong/hotspot. Sebab sebagian besar Waria selali tinggal berkelompok dan membentuk satu sistem dukungan sosial sendiri diantara mereka meskipun lokasi nyebong-nya berbeda-beda.
Laporan Hasil Pemetaan Populasi Kunci 2014 | KPAP DKI Jakarta | Dukungan Teknis oleh Program SUM I
Hal 48
Grafik 4 .1 9 Persentase Hotspot W aria Berd asark an Keberadaan Pok ja Lok asi 120%
N JP 13, JU 63, JB 32, JS 36, JT 71
100%
100%
98%
94%
91%
80% 60%
46%
54%
40% 20%
2%
0% Pusat
Utara
Barat
Tidak Ada Pokja/Pokmas
9%
6%
0%
Selatan
Timur
Ada Pokja/Pokmas
Situasi yang sama ditemukan pada topik kesepakatan lokasi. Baru sebagian kecil hotspot Waria yang mempunyai kesepakatan lokasi. Gambaranya adalah sbb: Grafik 4 .2 0 Persentase Hotspot W aria Berdasark an Keberadaan Kesepak ata Lok asi 120%
N JP 13, JU 63, JB 32, JS 36, JT 71
98%
100%
87%
85% 75%
80% 60%
53%
47%
40% 25% 20%
15%
13% 2%
0% Pusat
Utara
Barat
Tidak Ada Kesepakatan Lokasi
Selatan
Timur
Ada Kesepakatan Lokasi
Sementara itu terkait kecukupan sumber jumlah PE aktif di setiap hotspot, ditemukan sebagian kecil hotspot saja yang menyatakan mempunyai jumlah PE aktif yang cukup. Sebagian besar yang lain menyatakan bahwa jumlah PE aktif di hotspot mereka kurang.
Laporan Hasil Pemetaan Populasi Kunci 2014 | KPAP DKI Jakarta | Dukungan Teknis oleh Program SUM I
Hal 49
Grafik 4 .2 1 Persentase Hotspot W aria Berdas ark an Kecuk upan Jum lah PE Ak tif 120%
N JP 13, JU 63, JB 32, JS 36, JT 71
98%
100%
81%
80%
65%
62%
56%
60%
44%
38%
40%
35% 19%
20% 2%
0% Pusat
Utara
Barat
Jumlah PE Aktif Tidak Cukup
Selatan
Timur
Jumlah PE Aktif Cukup
Pada tabel 4 .22 berikut menjelaskan bahwa sebagian besar hotspot belum mempunyai distribusi Media KPP yang cukup. Bahkan 100% hotspot yang dipetakan di Jakarta Utara men yatakan jumlah Media KPP yang ada tidak cukup. Grafik 4 .2 2 Persentase Hotspot W aria Berdasark an Kecuk upan Jum lah Distribusi M edia KPP
120%
N JP 13, JU 63, JB 32, JS 36, JT 71
100%
100%
94%
85%
72%
80%
65%
60% 40% 20%
28% 15% 0%
0% Pusat
Utara
Jumlah Distribusi Media KPP Tidak Cukup
35%
6% Barat
Selatan
Timur
Jumlah Distribusi Media KPP Cukup
Kekurangan Media KPP ini bukan berarti tidak ada distribusi Media KPP yang dilakukan, tetapi lebih menyatakan bahwa jumlah Media KPP yang didistribusikan kurang. Tabel 4.23 berikut menjelaskan tentang kecukupan jumlah outlet kondom di setiap hotspot. Sebagian besar hotspot yang dipetakan menyatakan bahwa jumlah outlet kondom yang adalah cukup.
Laporan Hasil Pemetaan Populasi Kunci 2014 | KPAP DKI Jakarta | Dukungan Teknis oleh Program SUM I
Hal 50
Grafik 4 .2 3 Persentase Hotspot W aria Berdasark an Kecuk upan Jum lah Outlet Kondom 120% 100%
N JP 13, JU 63, JB 32, JS 36, JT 71
100%
94% 83%
80% 60%
46%
54%
62% 38%
40%
17%
20%
6%
0%
0% Pusat
Utara
Barat
Jumlah Outlet KondomTidak Cukup
Selatan
Timur
Jumlah Outlet Kondom Cukup
Namun situasi yang sebaliknya terjadi. Ketika tim pemetaan menanyakan apakah jumlah distribusi kondom yang ada dirasakan cukup, sebagian besar hostpot menyatakan tidak cukup. Jadi meskipun jumlah outlet dirasakan cukup oleh sebagian besar hotspot, jumlah distribusi kondomnya dirasakan belum cukup. Grafik 4 .2 4 Persentase Hotspot W aria Berdasark an Kec uk upan Jum lah Distribusi Kondom 100%
94%
N JP 13, JU 63, JB 32, JS 36, JT 71
90% 80%
83%
70%
60% 50%
58%
62% 50% 50%
42%
40% 30%
38%
17%
20%
6%
10% 0% Pusat
Utara
Jumlah Distribusi Kondom Tidak Cukup
Barat
Selatan
Timur
Jumlah Distribusi Kondom Cukup
Berbicara pemeriksaan rutin, sebagian besar hotspot Waria merasa telah mendapatkan pemeriksaan rutin. Ini adalah situasi paling bagus dibandingkan populasi kunci yang lain. Bahkan 100% hotspot di Jakarta Utara dan Barat menyatakan telah mendapat pemeriksaan rutin. Berikut gambaran selengkapnya melalui tabel 4.25:
Laporan Hasil Pemetaan Populasi Kunci 2014 | KPAP DKI Jakarta | Dukungan Teknis oleh Program SUM I
Hal 51
Grafik 4.25 Persentase Hotspot W aria Berdasark an Ada/Tidak nya Pem erik saan Rutin IM S dan KTS 120%
N JP 13, JU 63, JB 32, JS 36, JT 71
100%
100% 80%
100% 75%
69%
65%
60% 40%
35%
31%
25%
20% 0%
0% Pusat
0%
Utara
Barat
Tidak Ada Pemeriksaan Rutin
Selatan
Timur
Ada Pemeriksaan Rutin
Namun situasi sebaliknya ditemukan ketika tim pemetaan menanyakan tentang jumlah populasi Waria yang mengikuti pemeriksaan. Sebagian besar hotspot menyatakan belum 100% anggota populasi Waria di sebagian besar hotspot yang mengikuti pemeriksaan rutin. Jadi meskipun sebagian besar hotspot menyatakan ada pemeriksaan rutin di hotspot mereka, jumlah populasi Waria yang mengikuti pemeriksaan rutin belum 100 persen. Deskripsi selengkapnya ada pada tabel 4.26 di bawah ini. Grafik 4 .2 6 Persentase Hotspot W aria Berdasark an Jum lah Populasi Ik ut Pem erik saan Rutin 120%
100%
N JP 13, JU 63, JB 32, JS 36, JT 71
100%
96%
91% 75%
80%
75%
60% 40%
20% 0%
25% 0% Pusat
25%
9% Utara
Tidak Semua Popkun Ikut Pemeriksaan
4% Barat
Selatan
Timur
Semua Popkun Ikut Pemeriksaan
Berdasarkan pengalaman setiap hotspot mengikuti pemeriksaan rutin, mereka menyatakan bahwa sikap penyedia layanan Kesehatan dalam memberikan pelayanan sudah ramah di sebagian besar hotspot. Keramahan ini tidak saja terjadi pada petugas kesehatan yang langsung berhubungan dengan pemeriksaan, namun di beberapa hotspiot juga menyatakan keramahan staf layanan yang lain di bagian lain seperti bagian pendaftaran, sekuriti dan staf apotek.
Laporan Hasil Pemetaan Populasi Kunci 2014 | KPAP DKI Jakarta | Dukungan Teknis oleh Program SUM I
Hal 52
Grafik 4 .2 7 Persentase Hotspot W aria yang Berpendapat Penyedia Layanan Ram ah 120%
N JP 13, JU 63, JB 32, JS 36, JT 71
100%
100%
97%
83%
80%
64%
62% 60% 40%
38%
36% 17%
20%
3%
0%
0% Pusat
Utara
Barat
Layanan Tidak Ramah
Selatan
Timur
Layanan Ramah
4. Hasil Pemetaan Sosial LBT Pada sebagian besar hotspot LBT ditemukan belum ada kelompok kerja atau kelompok komunitas yang aktif melakukan kegiatan pencegahan HIV di hotspot-hostpot LBT, persentasenya mencapai antara 44-100% di semua kota/kab di DKI Jakarta. Gambaran hasil selengkapnya adalah: Grafik 4 .2 8 Persentase Hotspot LBT Berdasar k an Keberadaan Pok ja Lok asi 120% 100%
N JP 138, JU 112, JB 108, JS 100, JT 418, Kep.Seribu 14
80% 60%
44%
100% 86%
81%
77%
56%
40%
23%
19%
14%
20%
0%
0% Pusat
Utara
Barat
Tidak Ada Pokja/Pokmas
Selatan
Timur
Ada Pokja/Pokmas
Situasi ini disebabkan oleh banyaknya hostpot LBT yang masih harus dijangkau serta intervensi pada LBT yang relatif baru dan belum menemukan bentuknya seperti intervensi pada WPS. Situasi tersebut berimplikasi pada ada/tidaknya kesepakatan lokasi tentang pencegahan HIV di hotspothotspot LBT. Tabel 4.29 di bawah ini menjelaskan bahwa sebagian besar hotspot LBT belum mempunyai kesepakatan lokasi tentang pencegahan HIV. Hal ini banyak dipengaruhi oleh tidak adanya inisiator dan penggerak terbentuknya kesepakatan lokasi yakni Pokja/Pokmas itu sendiri. Hal tersebut juga dipengaruhi oleh belum adanya champion-champion individual, misalnya berupa PE di hotspot-hotspot LBT yang diharapkan mampu menggerakkan komunitas secara individual.
Laporan Hasil Pemetaan Populasi Kunci 2014 | KPAP DKI Jakarta | Dukungan Teknis oleh Program SUM I
Hal 53
Grafik 4 .2 9 Persentase Hotspot LBT Berdasark an Keberadaan Kesepak ata n Lok asi 120%
100% 80%
N JP 138, JU 112, JB 108, JS 100, JT 418, Kep.Seribu 14
100%
89% 74%
64%
71%
60% 40%
36%
29%
26% 11%
20%
0%
0% Pusat
Utara
Barat
Tidak Ada Kesepakatan Lokasi
Selatan
Timur
Ada Kesepakatan Lokasi
Tabel berikut ini menjelaskan tentang sedikitnya champion komunitas pada hostpot LBT. Sebagian besar hostpot LBT tidak mempunyai jumlah PE aktif yang cukup.
100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0%
Grafik 4 .3 0 Persentase Hotspot LBT Berdasark an Kecuk upan Jum lah PE Ak tif 95% 93% 92% N JP 138, JU 112, JB 108, JS 100, JT 418, Kep.Seribu 14
78%
73%
27% 7% Pusat
8%
5% Utara
22%
Barat
Jumlah PE Aktif Tidak Cukup
Selatan
Timur
Jumlah PE Aktif Cukup
Selanjutnya pemetaan ini juga melihat kecukupan Media KPP. Pada sebagian besar hotspot, Media KPP dianggap belum cukup jumlah distribusinya. Informasi selengkapnya tersedia pada tabel 4.31. Ketidaksukupan ini disebabkan oleh terbatasnya jumlah Media KIE yang diproduksi dan frekuensi distribusi yang masih kurang serta belum banyak LBT yang terjangkau oleh program pencegahan HIV. Temuan lain yang menarik terlihat pada tabel 4.32. Sebagian besar hotspot LBT juga menyatakan bahwa jumlah outlet kondom yang ada masih kurang terutama outlet kondom subsidi. Antara 60-90 persen hostpot LBT menyatakan hal ini. Performance outlet terbaik ditunjukkan Jakarta Timur yang menyatakan ada 40% hotspot LBT mengaku mempunyai jumlah outket kondom yang cukup.
Laporan Hasil Pemetaan Populasi Kunci 2014 | KPAP DKI Jakarta | Dukungan Teknis oleh Program SUM I
Hal 54
Grafik 4 .3 1 Persentase Hotspot LBT Berdasark an Kecuk upan Jum la h Distribusi M edia KPP 120%
N JP 138, JU 112, JB 108, JS 100, JT 418, Kep.Seribu 14
95%
100% 80%
69%
98%
63%
60%
60% 40%
40%
38%
31%
20%
5%
2%
0% Pusat
Utara
Barat
Jumlah Distribusi Media KPP Tidak Cukup
Selatan
Timur
Jumlah Distribusi Media KPP Cukup
Ketidakcukupan jumlah outlet disebabkan oleh begitu banyak dan tersebarnya hotspot LBT di DKI Jakarta. Proses pembentukan otutlet di hotspot -hostpot LBT juga memerlukan asesmen yang lebih berhati-hati dikarenakan sikap LBT sendir yang masih sangat beragam ketika disediakan kondom di lokasi tongkrongan mereka. Grafik 4 .3 2 Persentase Hotspot LBT Berdasark an Kecuk upan Ju m lah Outlet Kondom 120%
100%
N JP 138, JU 112, JB 108, JS 100, JT 418, Kep.Seribu 14
100%
100%
86%
79%
80%
56%
60%
44%
40%
0%
21%
14%
20% 0%
Pusat
0%
Utara
Jumlah Outlet KondomTidak Cukup
Barat
Selatan
Timur
Jumlah Outlet Kondom Cukup
Tabel 4.33 berikut menjelaskan tentang situasi lebih dalam terkait outlet dan kondom. Implikasi lebih jauh dari jumlah outlet kondom yang tidak cukup adalah jumlah distribusi kondom yang juga dirasakan tidak cukup. Sebagian besar hotspot LBT menyatakan jumlah distribusi kondom masih kurang. Topik lain yang dipetakan dalam pemetaan ini adalah tentang situasi pemeriksaan rutin IMS dan KTS pada berbagai hotspot LBT. Deskripsi selangkapnya ada pada tabel 4.34 di bawah ini.
Laporan Hasil Pemetaan Populasi Kunci 2014 | KPAP DKI Jakarta | Dukungan Teknis oleh Program SUM I
Hal 55
Grafik 4 .3 3 Persentase Hotspot LBT Berdasark an Kec uk upan Jum lah Distribusi Kondom 120%
100%
N JP 138, JU 112, JB 108, JS 100, JT 418, Kep.Seribu 14
99% 88%
100% 81%
80% 57%
60%
43%
40% 19%
12%
20% 1%
0%
Pusat
0% Utara
Barat
Jumlah Distribusi Kondom Tidak Cukup
Selatan
Timur
Jumlah Distribusi Kondom Cukup
Tabel 4.34 menunjukkan bahwa sebagian besar hotspit LBT merasa belum ada pemeriksaan rutin di hotspot mereka. Pemeriksaan rutin ini bisa melalui mobile atau static clinic. Grafik 4 .3 4 Persentase Hotspot LBT Berdasark an Ada/Tidak nya Pem erik saan Rutin IM S dan KTS 120%
N JP 138, JU 112, JB 108, JS 100, JT 418, Kep.Seribu 14
100% 80%
85% 74%
70%
60% 40%
96%
50% 50% 30%
26% 15%
20%
4%
0% Pusat
Utara
Barat
Tidak Ada Pemeriksaan Rutin
Selatan
Timur
Ada Pemeriksaan Rutin
Pada tabel 4.35 di bawah ini memperlihatkan akibat belum adanya proses pemeriksaan rutin bagi hotspot hotspot LBT, jumlah populasi LBT di setiap hostpot yang mengikuti pemeriksaan rutin juga belum 100 persen. Baru sebagian kecil hotspot LBT yang seluruh populasi LBT -nya mengikuti pemeriksaan rutin. Persentasenya antara 1-46%. Selanjutnya pada tabel 4.36 menunjukkan situasi keramahan penyedia layanan Kesehatan. Lebih da ri 2060% hotspot LBT menyatakan bahwa penyedia layanan Kesehatan telah ramah pada LBT ketika melayani mereka, kecuali di Jakarta Selatan yang hanya dua persen.
Laporan Hasil Pemetaan Populasi Kunci 2014 | KPAP DKI Jakarta | Dukungan Teknis oleh Program SUM I
Hal 56
Grafik 4 .3 5 Persentase Hotspot LBT Berdasark an Jum lah Populasi Ik ut P em erik saan Rutin 120%
100%
99%
N JP 138, JU 112, JB 108, JS 100, JT 418, Kep.Seribu 14
97%
100% 72%
80% 54%
60%
46%
40%
28%
20%
3%
1%
0%
0% Pusat
Utara
Barat
Tidak Semua Popkun Ikut Pemeriksaan
Selatan
Timur
Semua Popkun Ikut Pemeriksaan
Tingkat keramahan penyedi a layanan Kesehatan diargumentasikan akan meningkatkan demand LBT dalam memeriksakan diri ke layanan IMS dan KTS terdekat. Grafik 4 .3 6 Persentase Hotspot LBT yang Berpendapat Penyedia Layanan Ram ah 120%
N JP 138, JU 112, JB 108, JS 100, JT 418, Kep.Seribu 14
98%
100% 80%
73%
72%
63%
60% 40%
49% 51% 37% 28%
27%
20% 2% 0% Pusat
Utara
Barat
Layanan Tidak Ramah
Selatan
Timur
Layanan Ramah
5. Hasil Pemetaan Sosial Penasun Pemetaan sosial pada populasi Penasun dilakuka lebih kualitatif. Pemetaan memfokuskan pada empat tema utama yakni 1) peran komunitas, penyedia layanan, polisi, LSM penjangkau, dan ormas dalam perubahan perilaku kesehatan Penasun, 2) komunikasi perubahan perilaku, 3) ketersediaan kondom dan alat suntik, dan 4) ketersediaan layanan. Berikut akan diuraikan hasil-hasil utama pemetaan sosial Penasun tersebut.
Laporan Hasil Pemetaan Populasi Kunci 2014 | KPAP DKI Jakarta | Dukungan Teknis oleh Program SUM I
Hal 57
a.
Peran Komunitas, Penyedia Layanan, Polisi, LSM Penjangkau, dan Ormas dalam Perubahan Perilaku Kesehatan Penasun
Pada program penanggulangan HIV dan AIDS pada Penasun, komunitas umumnya mengambil peran dalam bentuk: Saling mengingatkan untuk tidak sharing alat suntik Mengingatkan untuk menggunakan alat suntik baru Mengajak pergi ke layanan Kesehatan dasar dan rehabilitasi Membantu anggota komunitas/teman yang sakit Menyarankan selalau menggunakan kondom bila sedang sakau dan melakukan hubungan seks Berbagi informasi tentang layanan Kesehatan Mempromosikan dan mengajak ikut KDS agar bisa saling bantu sesame teman positif HIV Pasangan dan keluarga Penasun pun sudah mulai terlibat dalam mendorong perubahan perilaku pada Penasun. Dibeberapa layanan PTRM di Jakarta sudah banyak terlihat pasangan maupun keluarga membantu dan menemani Penasun untuk mengakses layanan PTRM. Namun demikian peran komunitas seperti ini tidak berlaku seragama di semua hotspot. Di banyak hotspot lain, anggota komunitas masih banyak yang tidak peduli, tidak mendukung perubahan perilaku dan masih meneruskan kebiasaan sharing alat suntik. Penyedia layanan terutama Puskesmas, bersama LSM , merupakan ujung tombak penanggulangan HIV dan AIDS pada Penasun. Banyak layanan telah menyediakan, terutama dan paling banyak adalah LASS, metadon dan layanan kesehatan dasar. LSM Penjangkau menjadi sumber informasi pertama dan paling depan bagi komunitas tentang hal -hal terkait penularan dan penanganan HIV pada Penasun. Banyak anggota komunitas terlibat sebagai relawan dan petugas outreach di LSM. LSM Penjangkau umum nya memiliki beberapa jenis kegiatan di lapangan untuk mendorong perubahan perilaku pada penasun. Kegiatan tersebut antara lain pemberian informasi dasar HIV, rujukan ke layanan kesehatan dasar, rujukan ke layanan pemeriksaan IM S dan KTS, pemberian alat suntik steril, sosialisasi ke masyarakat, dan pembersihan jarum bekas di hotspot. Peran polisi sangat beragam. Polisi yang sudah terpapar informasi HIV, mengenal LSM penjangkau dan penyedia layanan dengan baik, cenderung bersikap kooperatif dengan program pencegahan HIV pada Penasun. Peran ormas tidak sepenuhnya tergali dalam pemetaan ini. Justru peran tokoh-tokoh komunitas yang lebih banyak teridentifikasi seperti RT, RW dan tokoh komunitas Penasun di lapangan. Peran tokoh-tokoh komunitas beragama mulai dari penggerak komunitas, pemberi ijin kegiatan atau turut menjadi pelaksana kegiatan dan menjadi sumber informasi komunitas. b. Kom unikasi Perubahan Perilaku Kegiatan Komunikasi Perubahan Perilaku (KPP) sebagian besar dilakuka oleh LSM dan penyedia layanan. LSM seperti kita ketahui melakukan berbagai kegiatan KPP langsung di hotspot Penasun. Kegiatan ini antara lain berupa, pemetaan populasi dan hotspot, pemberian informasi, distribusi alat suntik steril dan kondom, pengumpulan/pembersihan alat suntik bekas, rujukan ke layanan kesehatan untuk berbagai jenis layanan seperti LAS, PTRM , IM S, VCT dan kesdas, kerja sama da advokasi kepada penyedia layanan, penilaian risiko diri, distribusi media KPP, KDS, dan beberapa kegiatan berupa event serta kampanye peningkatan kesadaran pada masyarakat umum di sekitar hotspot. Beberapa LSM mempunyai kegiatan riset dan vocational training untuk peningkatan pendapatan Penasun serta kegiatan manajemen kasus berupa KDS, rujukan tes lanjutan (CD4, SGOT, SGPT dll), rujukan IO, pendampingan minum ARV, penguatan keluarga agar mampu merawat anggota keluarga yang Penasun dan postif HIV dll. Kegiatan KPP di lapangan umumnya dilakukan secara face to face dan kelompok kecil oleh petugas outreach yang telah dibagi wilayah kerja dan target programnya.
Laporan Hasil Pemetaan Populasi Kunci 2014 | KPAP DKI Jakarta | Dukungan Teknis oleh Program SUM I
Hal 58
KPP berbasis layanan Kesehatan dilakukan oleh petugas Kesehatan saat Penasun mengakses layanan Kesehatan. Kegiata KPP di Fasyankes umumnya melibatkan konseling dan CST. c.
Ketersediaan Kondom dan Alat Suntik
Alat suntik tersedia luas di berbagai Puskesmas. Saat ini aksesnya semakin mudah. SOP penyediaan dan distribusi alat suntik juga semakin rapi dijalankan. LSM menjadi distributor satelit alat suntik yang menginduk ke Puskesmas tertentu. Alat suntik yang disukai komunitas masih yang merk Terumo. Alat suntik sudah tersedia dalam beragam paket, jumlah dan disalurkan melalui beragam cara. Meskipun upaya peningkatan pengembalian alat sunti bekas masih perlu ditingkatkan, namun ketersediaan alat suntik steril diakui komunitas sudah semakin baik. Kondom juga menjadi paket pencegahan yang didistribusikan kepada Penasun dan biasanya menjadi satu paket distribusi dengan alat suntik steril. Kondom di Fasyankes relatif mudah diakses dan tidak menjadi masalah. Namun demikian ketersediaan kondom langsung di hotspot masih perlu ditingkatkan. d. Ketersediaan Layanan Ketersediaan layanan sudah semakin baik saat ini. Namun jenis layanan di setiap Fasyankes dan kualitas serta aksesnya masih beragam. Di beberapa Puskesmas hanya melayani LAS, tetapi tidak ada PTRM. Beberapa Puskesmas mempunyai layanan yang relatif lengkap mulai dari LAS, kondom, PTRM, IMS, VCT, IO, ARV dan kesdas. Kualitas layanan masih relatif beragam meski menunjukkan kecenderungan yang semakin membaik. Kualitas layanan banyaj dipengaruhi oleh kualitas dan jumlah petugas serta seringnya terjadi mutase petugas kesehatan. Keterlibatan aktif komunitas dalam membantu pemberian layanan ternyata meningkatkan penerimaan, kepercayaan dan kualitas layanan. Misalnya di banya Puskesmas staf LSM secara reguler bertugas di Puskesmas untuk membantu memberikan layanan konseling VCT, konseling adiksi, staf bantuan di klinik metadon dan LAS.
Laporan Hasil Pemetaan Populasi Kunci 2014 | KPAP DKI Jakarta | Dukungan Teknis oleh Program SUM I
Hal 59
Bagian Lima | Hasil-Hasil Pemetaan Sumber Daya 1. Hasil Pemetaan Lembaga yang Bekerja Untuk Penanggulangan HIV dan AIDS (LSM) Berdasarkan proses pemetaan sumber daya yang ada, pemetaan ini berhasil mengidentifikasi 23 LSM yang saat ini aktif melakukan program penanggulangan HIV dan AIDS. Beberapa LSM mempunyai program di lebih dari satu wilayah. Sehingga total semua wilayah sebenarnya ada 28 LSM mitra, dengan catatan ada beberapa LSM yang sama yang terpetakan lebih dari sekali. Sebaran dari 28 LSM ini menurut wilayah adalah sebagai berikut: Diagram 5.1 LSM Penanggulangan HIV & AIDS Jakarta Hasil Pemetaan
Jakarta Pusat • 7 LSM
Semua LSM ini adalah anggota Forum LSM HIV dan AIDS DKI Jakarta, kecuali LSM di Kepulauan Seribu. Jika dilihat dari fokus populasi kunci yang ditangani maka figurnya adalah sbb:
Jakarta Utara • 4 LSM
Grafik 5.1 Sebaran LSM Berdasarkan Popkun Sasaran
Jakarta Barat • 7 LSM
Jakarta Selatan • 3 LSM Jakarta Timur • 7 LSM Kepulauan Seribu • 1 LSM
7 6
N 23
6
6
WPS
Penasun
5 4
4
4
Semua Popkun
WPS, HRM
3 2
2 1
1
0 Waria
LSL
Dilihat dari fokus kegiatannya rata-rata melakukan kegiatan penjangkauan dan pendampingan, rujukan populasi kunci ke Fasyankes, pendidikan dan pelatihan, pendampingan ODHA, PABM dan pemberdayaan ekonomi. Daftar selengkapnya hasil pemetaan sumber daya LSM penanggulangan HIV dan AIDS di Jakarta dapat dilihat pada lampiran laporan ini.
2. Hasil Pemetaan Fasilitas Layanan Kesehatan Menurut data Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta, pada 2014 tercatat ada 233 Fasilitas Layanan Kesehatan (Fasyankes) terkait HIV dan AIDS di DKI Jakarta dengan berbagai jenis layanan. Jenis layanan tersebut meliputi: Grafik 5.2 Jenis Layanan Terkait HIV dan AIDS di DKI Jakarta, 2014
Laporan Hasil Pemetaan Populasi Kunci 2014 | KPAP DKI Jakarta | Dukungan Teknis oleh Program SUM I
Hal 60
80
Jenis layanan terbanyak adalah layanan konseling dan tes HIV (KT HIV). Sementara layanan Pencegahan Penularan Ibu ke Anak (PPIA) merupakan jenis layanan yang paling sedikit tersedia.
73
70
60
52
50
38
37
40
30
Bentuk berbagai jenis layanan ini bisa berupa RSUD, RS vertikal, Puskesmas dan RS/klinik swasta. 10 Namun demikian belum semua 0 jenis layanan yang ada di Jakarta PPIA PTRM PDP LJSS IMS KT HIV aktif melaporkan kegiatan penanggulangan HIV dan AIDS yang dimilikinya kepada Dinkes Provinsi DKI Jakarta. Jenis layanan RS/klinik swasta diakui Dinkes merupakan salah satu yang paling jarang melaporkan kegiatan -kegiatan terkait penanggulangan HIV dan AIDS -nya, disusul RS vertikal. 20
14
20
Imbas dari situasi ini adalah pada akurasi dan keluasan pencatatan dan pelaporan penangangan kasus HIV dan AIDS di DKI Jakarta. Pengungkapan kasus mungkin akan lebih banyak tercatat jika lebih banyak RS/klinik swasta maupun RS vertikal yang melaporkan kegiatan-kegiatan HIV dan AIDS. Tercatat sebanyak 191 layanan (82%) melaporkan kegiatan penanggulangan HIV dan AIDS-nya secara rutin kepada Dinkes Provinsi DKI Jakarta selaku SR Program Global Fund. Jika dilihat distribusi berbagai jenis layanan tersebut berdasarkan wilayah maka figurnya adalah sebagai berikut: Tabel 5 .1 Distribusi Jenis Layanan HIV dan AIDS Berdasarkan Wilayah Wilayah
PPIA
PTRM
PDP
LJSS
IMS
KT HIV
Total
Jakarta Pusat
2
5
9
8
11
16
51
Jakarta Utara
2
2
5
6
8
9
32
Jakarta Barat
5
3
6
8
9
13
44
Jakarta Selatan
3
2
6
8
11
12
41
Jakarta Timur
2
8
11
8
13
23
65
14
20
37
38
52
73
233
Total
Jakarta Timur mempunyai layanan terbanyak saat ini. Jakarta Utara mempunyai jumlah layanan paling sedikit dibandingkan wilayah lain. Tidak ada layanan terkait HIV dan AIDS di Kepulauan Seribu sampai sejauh ini. Jika ditilik dari jumlahnya maka layanan sebanyak ini seharusnya sangat cukup untuk melayani upaya-upaya penanggulangan HIV dan AIDS di DKI Jakarta terutama pada bagian intervensi bio -medis. Namun karena sasaran penanggulangan HIV dan AIDS adalah kelompok marginal, disadari sepenuhnya belum semua layanan ini cukup mudah diakses oleh populasi kunci. Diantara beberapa jenis akses (akses geografis atau jarak dan keterseduaan transportasi, akses finansia l atau keterjangkauan harga layanan dan akses psikologis dan sosial), jenis aksesibilitas paling utama yang sering diperhitungkan oleh populasi kunci adalah aksesibilitas psikologis dan sosial. Aksesibilitas ini menyangkut keramahan petugas Kesehatan kepada populasi kunci, penerimaan, stigma dan diskriminasi, konfidensialitas dan privasi, serta kesediaan layanan Kesehatan melakukan inovasi -inovasi atau modifikasi prosedur layanan guna meningkatkan akses populasi kunci yang seringkali mempunyai kebutuhan kh usus. Belum ada data spesifik yang dapat menyimpulkan situasi aksesibilitas ini hingga hari ini.
Laporan Hasil Pemetaan Populasi Kunci 2014 | KPAP DKI Jakarta | Dukungan Teknis oleh Program SUM I
Hal 61
Namun secara anekdotal, masalah bukan terletak pada petugas kesehatannya semata, tetapi pada sistem layanan yang berjalan dan personel Fasyankes yang lain. Pada banyak kasus personel pelaksana layanan HIV, misalnya staf di klinik IMS dan KT HIV, sudah sangat friendly pada populasi kunci, nam un belum pada staf di bagian sekuriti, pendaftaran, loket pengambilan obat, cleaning service dan lainnya. Edukasi terus-menerus masih diperlukan. Bukan saja kepada petugas kesehatan tetapi juga kepada populasi kunci itu sendiri agar siap dengan situasi layanan yang saat ini tersedia. Pada proses pemetaan kali ini, tim pemetaan hanya mendaftar fasyankes dan layanan yang s udah biasa diakses oleh populasi kunci dan diasumsikan relatif lebih friendly pada populasi kunci. Hal ini terbukti dengan banyaknya jumlah kunjungan populasi kunci ke Fasyankes dan layanan yang dipetakan di sini. Grafik 5.3 Distribusi Layanan HIV dan A IDS Hasil Pemetaan
20 18 16 14 12 10 8 6 4 2 0
18
18
JKT Timur
JKT Pusat
15 13 10
JKT Utara
JKT Selatan
JKT Barat
80
71
70
57
60
50 40 30
20 10
9
13
13
PTRM
KDS
24
27
ARV
LJSS
17
0 PPIA
PDP
IMS
KT HIV
Total terdaftar 74 layanan. Paling banyak terdapat di Jakarta Pusat. Layanan konseling dan tes HIV masih merupakan layanan yang paling banyak tersedia. Sementara layanan PPIA merupakan layanan yang paling sedikit tersedia. Berikut figur lengkap hasil pemetaannya: Grafik 5.4 Jenis Layanan HIV dan AIDS Di Jakarta Hasil Pemetaan Dari 74 layanan yang berhasil dipetakan, hanya 9 layanan yang menyediakan layanan PPIA dan ada 57 layanan IMS dari 74 layanan yang ada. Beberapa layanan mempunyai lebih dari 4 layanan. Daftar selengkapnya jenis layanan HIV dan AIDS yang dipetakan berdasarkan wilayah dapat dilihat selengkapnya dalam lampiran laporan ini.
Laporan Hasil Pemetaan Populasi Kunci 2014 | KPAP DKI Jakarta | Dukungan Teknis oleh Program SUM I
Hal 62
Bagian Enam | Kesimpulan dan Rekomendasi 1. Kesimpulan Setelah semua proses pengolahan dan analisis data dilakukan dan mengkaji ulang informasi yang terkumpul, berikut ini beberapa kesimpulan atas hasil pemetaan ini: Pertama, jumlah populasi kunci di DKI Jakarta berdasarkan hasil pemetaan ini adalah sebanyak 4.193 W PSL, 7.669 WPSTL, 4.465 LSL, 1.206 Waria, 122.096 LBT dan 2.004 Penasun Kedua, rata-rata mobilitas setiap populasi kunci adalah 1-3 hotspot per hari. Artinya setiap hari terdapat kemungkinan populasi kunci berpindah hotspot ke 1 sampai 3 hotspot lain. Ketiga, diidentifikasi saat ini ada sekitar 352 hotspot WPSL, 523 hotspot WPSTL, 281 hotspot LSL, 217 hotspot Waria, 890 hotspot LBT dan 229 hotspot Penasun. Keempat, jika semua hotspot dikelompokkan(clustering) dalam radius 300 meter (disebut dengan hotzone) maka akan terdapat 78 hotzone LSL, 97 hotzone Waria, 126 hotzone WPS, 213 hotzone LBT dan 99 hotzone Penasun. Kelima, tiga jenis/bentuk hotspot paling utama pada populasi W PSL adalah wisma, rumah kost dan warung. Pada populasi WPSTL adalah panti pijat, café dan karaoke. Pada Populasi LSL adalah mall, minimarket dan salon. Pada populasi Waria adala salon, rumah kontrakan dan rumah kost. Pada populasi LBT adalah pangkalan ojek, pangkalan truk dan pabrik. Dan pada populasi Penasun tiga jenis hotspot utamanya adalah pinggir jalan, rumah/kost dan gang. Keenam, dua indikator utama dalam pilar satu PMTS (penguatan dan pelibatan pemangku kepentingan) yakni adanya Pokja Lokasi dan kesepakatan lokasi masih belum sesuai harapan. Rata-rata (keseluruhan untuk tingkat provinsi) baru 43% hotspot W PS, 15% hotspot LSL, 14% hotspot Waria dan 22% hotspot LBT yang mempunyai Pokja Lokasi dan baru 39% hotspot WPS, 15% hotspot LSL, 34% hotspot Waria, dan 21% hotspot LBT yang mempunyai kesepakatan lokasi. Ketujuh, dua indikator utama dalam pilar dua PMTS (komunikasi perubahan perilaku) yakni adanya jumlah PE aktif dan media KPP yang cukup juga masih belum sesuai harapan. Rata-rata (keseluruhan untuk tingkat provinsi) baru 26% hotspot W PS, 24% hotspot LSL, 34% hotspot Waria dan 14 % hotspot LBT yang mempunyai jumlah PE aktif cukup dan baru 47 % hotspot WPS, 35% hotspot LSL, 37% hotspot Waria, dan 23% hotspot LBT yang mempunyai distribusi Media KPP cukup. Kedelapan, dua indikator utama dalam pilar tiga PM TS (penyediaan dan distribusi kondom) yakni adanya jumlah outlet kondom dan jumlah kondom terdistribusi belum sesuai harapan. Rata-rata (keseluruhan untuk tingkat provinsi) baru 53% hotspot W PS, 43% hotspot LSL, 74% hotspot Waria dan 16% hotspot LBT yang mempunyai jumlah outlet kondom cukup dan baru 40% hotspot WPS, 39 % hotspot LSL, 65% hotspot Waria, dan 15% hotspot LBT yang mempunyai distribusi kondom cukup. Kesembilan, tiga indikator utama dalam pilar empat PMTS (pemeriksaan IMS dan HCT) yakni adanya pemeriksaan rutin di setiap hotspot, semua populasi kunci dalam hotspot mengikuti pemeriksaan dan keramahan petugas Kesehatan. Rata-rata (keseluruhan untuk tingkat provinsi) 44 % hotspot W PS, 28% hotspot LSL, 82% hotspot Waria dan 25% hotspot LBT yang mempunyai pemeriksaan rutin IM S dan HC T dan baru 34 % hotspot W PS, 14% hotspot LSL, 33 % hotspot Waria, dan 16% hotspot LBT yang 100% populasi kuncinya mengikuti pemeriksaan rutin. Sementara itu rata-rata 70% hotspot WPS, 41% hotspot LSL, 81% hotspot Waria dan 34% hotspot LBT melihat penyedia layana sudah aman. Kesepuluh, terdapat 23 LSM aktif yang bekerja untuk penanggulangan HIV dan AIDS di Jakarta dengan fokus kegiatan/program utamanya adalah penjangkaun, pendampingan, rujukan dan pendampingan ODHA. Laporan Hasil Pemetaan Populasi Kunci 2014 | KPAP DKI Jakarta | Dukungan Teknis oleh Program SUM I
Hal 63
Sebagian kecil mempunyai shelter ODHA, mempunyai kegiatan pembedayaan ekonomi, advokasi dan pendidikan-pelatihan. Kesebelas, terdapat 74 Fasilitas Layanan Kesehatan yang dipetakan dan paling sering diakses populasi kunci di Jakarta. Namun demikian jumlah total Fasyankes yang mempunyai layanan terkait HIV dan AIDS di Jakarta adalah sebanyak 233 Fasyankes, dimana 191 diantaranya telah aktif melaporkan kegiatannya ke Dinkes Provinsi DKI Jakarta dan baru sekitar 74 layanan yang cukup biasa diakses oleh populasi kunci.
2. Rekomendasi Beberapa tindak lanjut program untuk merespon hasil-hasil pemetaan diperlukan agar program ke depan tetap berbasis data. Beberapa rekomendasi program melihat hasil pemetaan ini antara lain: Pertama, memprioritaskan intervensi pada hotspot-hotspot dengan jumlah populasi banyak, mobilitas rendah dan jenis hotspot yang mudah diakses terlebih dahulu untuk meningkatkan cakupan penjangkauan pada populasi kunci dalam waktu cepat dan secara bertahap menjangkau hotspot-hotspot dengan populasi kecil, mobilitas sedang atau tinggi dan jenis hostpot yang sulit diakses. Kedua, memprioritaskan intervensi pada hotzone yang besar (dengan jumlah hotspot banyak dan populasi besar) jika sulit membuat prioritas intervensi per hotspot. Sasaran intervensi bukan hotspot secara individual tetapi sekumpulan hotspot dalam radius 300 meter (hotzone) secara keseluruhan. Ketiga, di semua hotzone besar, pengembangan Pokja Lokasi dan kesepakatan lokasi perlu mendapat prioritas. Keempat, pengembangan program PE di semua hotspot juga perlu mendapat prioritas dim ulai dengan rekrutmen yang baik, pelatihan dan supervisi rutin baik melalui pertemuan rutin atau kunjungan lapangan. Kelima, memproduksi/mengadaptasi Media KPP baru dalam jumlah cukup dan mendistribusikannya ke populasi kunci secara sistematis baik dari segi cara/saluran distribusi, waktu distribusi, tempat disribusi dan pelaksana distribusi. Keenam, menambah jumlah outlet kondom sampai semua hotspot paling tidak mempunyai satu outlet dengan cara mengidentifikasi hotspot-hotspot yang belum ada outlet kondomnya memanfaatkan data GIS cakupan kondom Program Pemasaran Sosial Kondom. Ketujuh, memanfaatkan RR online logistik kondom KPAN untuk mengembangkan rencana distribusi kondom agar lebih sesuai kebutuhan lapangan. Perlu mendistribusikan kondom lebih banyak ke semua hotspot agar jumlahnya mencukupi. Kedelapan, mengorganisir pelaksanaan dokling lebih terjadwal di hotzone-hotzone besar, mempromosikan layanan IMS dan HCT di Puskesmas terdekat dengan hotzone secara lebih sistematis menggunakan berbagai macam media serta memampukan Pokja Lokasi dan PE untuk dapat melakukan rujukan langsung ke Puskesmas. Bagi LSM penjangkau perlu lebih mendorong kemandirian populasi kunci untuk dapat mengakses layanan Kesehatan sendiri. Bagi KPAK secara khusus perlu memastikan dan memfasilitasi adanya MOU kerja sama antara semua LSM yang bekerja di wilayah dengan Fasyankes. Semua ini diperlukan untuk memastikan pemeriksaan rutin IMS dan HCT serta semua populasi kunci pernah mendapat pemeriksaan secara berkala. Kesembilan, melakukan pertemuan sensitisasi kepada semua staf Fasyankes (tidak hanya staf klinik IMS dan HCT) tentang karakteristik populasi kunci dan cara komunikasi interpersonal kepada populasi kunci untuk meningkatkan keramahan petugas kesehatan dan kenyamanan populasi kunci ketika mengakses layanan kesehatan.
Laporan Hasil Pemetaan Populasi Kunci 2014 | KPAP DKI Jakarta | Dukungan Teknis oleh Program SUM I
Hal 64
Kesepuluh, memperbanyak sumber daya LSM dan Fasyankes yang bekerja untuk isu penanggulangan HIV dan AIDS. Perhatian khusus perlu diberikan kepada Kepulauan Seribu. Atau menambah sumber daya manuasia di LSM dan Fasyankes agar cakupan program dapat ditingkatkan.
3. Keterbatasan Pemetaan Pemetaan ini mempunyai beberapa keterbatasan yang berimplikasi pada kualitas data dan informasi yang dihasilkan. Beberapa keterbatasan pemetaan ini adalah: Pertama, tidak semua tim pemetaan kota/kab melakukan kunjungan pengawasan/supervisi ke hotspot yang dipetakan untuk setiap populasi. Panduan Teknis Pemetaan Nasional mensyaratkan minimal 20% hotspot mendapat kunjungan supervisi. Hal ini mungkin berdampak pada kualitas pengambilan data di lapangan. Kedua, pada pemetaan LBT, fokus pemetaan hanya dilakukan pada LBT tipe ABK, nelayan, TKBM, sopir truk, taksi dan ojek yang berpangkalan dalam radius 1 km dari hotspot W PS, pekerja pada industri yang mayoritas pekerjanya adalah laki-laki dan mempunyai karyawan di atas 500 orang, dan pekerja kontruksi laki-laki dengan durasi poyek lebih dari satu tahun. Definisi operasional seperti ini tidak mencakup semua jenis LBT yang mungkin ada di Jakarta yang mengakibatkan jumlah LBT hasil pemetaan lebih rendah daripada yang diperkirakan sebelumnya. Definisi operasional seperti ini mendasarkan diri pada temuan STBP 2007 dan 2011 dimana laki-laki dengan latar belakang pekerjaan tersebut yang terbukti sebagai LBT. LBT bisa siapa saja dan dimana saja. Secara sadar pemetaan ini mengambil tipe -tipe LBT seperti disebutkan di atas agar lebih realistis dengan ketersediaan anggaran, sumber daya dan waktu yang tersedia. Ketiga, durasi waktu pemetaan dan jumlah tim pemetaan masih dirasakan mempen garuhi kualitas pengambilan data di lapangan. Rata-rata pemetaan ini dilakukan satu minggu untuk setiap populasi kunci, bahkan waktu efektif pengambilan data ke lapangan sebenarnya hanya tiga hari. Jumlah tim pelaksana pemetaan juga dirasakan kurang dibandingkan dengan luas wilayah pemetaan yang harus dicakup. Terdapat kemungkinan beberapa hotspot tidak terpetakan atau terpetakan dengan kualitas proses yang berbeda. Keempat, belum semua pihak memandang pemetaan populasi kunci sebagai sesuatu yang penting dalam konteks perencanaan dan evaluasi program, termasuk penganggaran. Hal ini berdampak pada komitmen dan partisipasi mereka dalam seluruh proses pemetaan yang masih kurang memadai. Kelima, pemetaan sumber daya, terutama Fasyank es, baru sebatas mendaftar layanan-layanan penanggulangan HIV dan AIDS yang ada. Analisis lebih dalam untuk mengetahui aksesibilitasnya belum dapat dilakukan. Bagi kelompok marginal seperti populasi kunci, akses yang sulit sama dengan tidak ada layanan.
Laporan Hasil Pemetaan Populasi Kunci 2014 | KPAP DKI Jakarta | Dukungan Teknis oleh Program SUM I
Hal 65