1
LAPORAN DEVELOPMENT COURSE THE 21ST CENTURY YOUTH LEADERS INVITATION PROGRAM Oleh M. Irsan Nasution 1 I.
Pendahuluan
The 21st Century Renaissance Youth Leaders Invitation Program dimplementasikan sebagai follow-up dari 40 tahun sejarah Program Pertukaran Pemuda Internasional yang dimulai oleh pemerintah Jepang pada tahun 1959 untuk memperingati perkawinan Kaisar Yang Mulia. The 21st Century Renaissance Youth Leaders Invitation Program merupakan suatu inisiatif yang inovatif dan maju untuk membuka pintu bagi datangnya abad baru. Program Renaissance bertujuan agar ex peserta SWY (Ship for World Youth Programs) yang dimulai tahun 1989 dan SSEAYP (Ship for South East Asian Youth Programs) yang dimulai tahun 1974 dapat berkumpul di suatu tempat untuk bekerja sama berdasarkan persahabatan, goodwill, dan solidaritas. Program ini diinterpretasikan sebagai revival (kebangkitan kembali) semangat SWY dan SSEAYP untuk menemukan format ideal sebagai pemimpin maupun pengikut (follower) menghadapi tantangan global di bidang sosial, ekonomi dan politik di abad 21. Program Renaissance 2003 dilaksanakan selama 14 hari, mulai hari Kamis 18 September 2003 sampai dengan Rabu 1 Oktober 2003. Untuk Development Course, program diadakan di Tokyo dan Miyazaki Prefecture. II.
Tujuan dan Pengertian Development
Banyak pengertian yang berbeda tentang development menurut individu, komunitas, dan negara. Development dapat diartikan sebagai suatu tindakan untuk membangun masyarakat yang berkesinambungan (sustainable society) di lingkungan tempat tinggal kita. Dalam kasus ini, kita diminta berperan aktif, bukan sebagai pihak ketiga, tapi sebagai orang yang bertanggung jawab untuk membuat perubahan. Development Course dimulai dengan laporan dan pembahasan proyek development yang lalu maupun yang sedang berjalan di masing-masing negara peserta. Dengan memperkenalkan contoh-contoh yang familiar, peserta diharapkan untuk mendiskusikan berbagai topik tersebut dan juga menyiapkan action plan, suatu proyek yang kolaboratif yang dapat memberikan kontribusi bagi development, baik di negara peserta tersebut maupun di 20 negara peserta lainnya. 1
Participating Youth The Ship for South East Asian Youth Program (SSEAYP) 1990 dan Renaissance 2003, Development Course
2
III.
Perjalanan dan Akomodasi
Delegasi Indonesia (4 orang) berangkat menuju Jepang tanggal 17 September 2003 malam dan tiba di Narita Airport tanggal 18 September 2003, langsung dibawa menuju ANA Hotel, Tokyo. Kegiatan baru dimulai di ANA Hotel pada tanggal 19 September 2003. Di ANA Hotel, room-mate (2 orang satu kamar) pada awalny masih dikelompokkan berdasarkan negara asal. Saya satu kamar dengan I Ketut Arthayasa Sastra peserta Leadership Course. Tanggal 20 September 2003 pagi peserta check-out dari ANA Hotel dan pindah ke NYC (National Olympic Memorial Center) dan melakukan kegiatan disana bersama-sama dengan PY dari Jepang sampai dengan tanggal 24 September 2003. Barang yang tak diperlukan di NYC dapat ditinggal dan disimpan di ANA Hotel. Di NYC, masing-masing peserta mendapat satu kamar. Tanggal 24 September 2003 pagi peserta check-out dari NYC dan melakukan field trip selama satu hari, mengunjungi beberapa tempat di Tokyo. Sorenya peserta check-in kembali ke ANA Hotel. Sejak saat ini, room-mate dibagi berdasarkan course. Saya satu kamar dengan Mark Feeroz Syed, peserta dari U.K. Tanggal 25 September 2003 pagi, peserta kembali check-out dari ANA Hotel, berangkat menuju local trip. Barang yang tak diperlukan selama local trip dapat disimpan di ANA Hotel. Peserta Development Course berangkat dengan pesawat terbang menuju Miyazaki Prefecture. Malam pertama di Miyazaki masing-masing peserta mendapat satu kamar di Miyazaki Kenko Hotel. Di hari kedua sore peserta bertemu dengan keluarga angkat (1 peserta 1 keluarga angkat) dan tinggal di keluarga angkat selama 2 malam. Tanggal 28 September 2003 siang peserta kembali ke Tokyo dan menginap di ANA Hotel. Room-mate kembali sama seperti tanggal 24 September 2003, dibagi berdasarkan course. Peserta tinggal di ANA Hotel sampai dengan tanggal 30 September 2003. Peserta kembali ke negara masing-masing pada tanggal 1 Oktober 2003. IV.
Pembiayaan
Kegiatan Renaissance 2003 ini seluruhnya dibiayai oleh Cabinet Office of Japan. Untuk peserta dari luar Jakarta seperti saya, pembiayaan meliputi tiket pesawat udara kelas ekonomi Medan-Jakarta p.p., pesawat udara kelas ekonomi Jakarta-Narita Jepang p.p., transportasi lokal (dari dan ke airport, institutional visit, dan local trip), akomodasi hotel dan di NYC, meals, dll. Uang pengganti makan (siang/malam) akan diberikan jika tidak disiapkan oleh panitia, biasanya karena tidak ada kegiatan. Biaya yang harus didahulukan
3
oleh peserta seperti airport tax dan fiscal di Jakarta,langsung diganti begitu peserta tiba di ANA Hotel dari negaranya masing-masing. Jika connecting flight ke daerah asal dari Jakarta tidak tersedia di hari yang sama pada saat kepulangan, maka akan diberikan hotel di Jakarta atau sekitar bandara. V.
Kegiatan
Kegiatan Development Course, The 21st Century Renaissance Youth Leaders Invitation Program, dibagi dalam beberapa kelompok yaitu: A. B. C. D. E.
Orientation dan Ice Breaking (19 dan 20 September 2003), ANA Hotel Tokyo. Young Leaders Forum (20 – 23 September 2003), NYC Tokyo. Course Activity / Tokyo Program (24 September 2003), Tokyo. Local Trip: Miyazaki Prefecture (25 – 28 September 2003), Miyazaki. SSEAYP/SWY Networking Meeting (29 September 2003), Cabinet Office Tokyo. F. Global Youth Conference (30 September 2003), ANA Hotel Tokyo. A. Orientation dan Ice Breaking Kegiatan orientasi ini merupakan kegiatan pendahuluan untuk memperkenalkan maksud dan tujuan dari The 21st Century Renaissance Youth Leaders Invitation Program. Setelah orientasi program, dilanjutkan dengan Course Orientation. Peserta dikelompokkan berdasarkan course nya masing-masing. Pada waktu Course Orientation, peserta diberitahukan tentang maksud dan tujuan development course, tugas-tugas misalnya jadwal orang yang bertugas membuat minutes of activities, tugas sebagai panelis, presenter, atau komentator. Saya mendapat kesempatan sebagai panelis untuk Case Study Our Future Life Style: Energy and Waste. Masalah Problema Persampahan yang saya angkat mendapat perhatian dari negara-negara dunia ketiga. Peserta juga diminta membuat kelompok untuk yang bertugas merangkum dan mempresentasikan seluruh hasil diskusi, kemudian mengemas dalam bentuk CD yang akan dibagikan setelah seluruh program selesai, sebelum kembali ke negara masing-masing. Ice Breaking dilaksanakan untuk mempercepat timbulnya keakraban diantara peserta, staf IYEO, advisor, fasilitator, maupun committee members lainnya. Peserta diminta memperkenalkan diri kepada sebanyak mungkin peserta lainnya dalam waktu yang ditentukan. Kekakuan cepat cair dan peserta kemudian malah larut dalam percakapan dengan teman-teman barunya.
4
Ketika dilakukan Ice Breaking Games, peserta membentuk lingkaran penuh dan diminta untuk memperkenalkan peserta yang berdiri di sebelah kanannya dan apa yang dikaguminya secara fisik dari orang tersebut (misalnya pipi, lengan, rambut, kaki). Setelah seluruh peserta selesai memperkenalkan diri, masing-masing peserta secara berurutan diminta untuk mencium hal yang dikaguminya tersebut. Hal lucu seperti ini membuat seluruh peserta menjadi relax, akrab dan siap untuk memulai kegiatan yang padat dan serius. B. Young Leaders Forum 1. Diskusi Kegiatan ini diisi dengan diskusi yang sangat intensif. Diskusi dimulai dengan paparan Case Study yang dibagi dalam 3 group yaitu Development in my Country: Policies and Issues; Development Project in Community; dan Our Future Life Style: Energy and Waste, masing-masing dengan 3 panelis dan 2 komentator. Di group 1, Daniel Ickowicz dari Costa Rica mengangkat topik Advance Internet in Costa Rica; Vassilis Papadopoulos dari Yunani dengan The Green Frame of the Olympic Games 2004; dan Hirofumi Masunaga dari Jepang dengan Airport Policy. Di group 2, Bonny Sue dari Australia mempresentasikan Area Development Project in Antsokia Valley, Ethiopia, funded by World Vision Australia; Sorn Leak dari Cambodia dengan Increase Family Income to Enable Children to Grow up Healthy; dan Charles Alex Murasi dari Tanzania dengan Demand Driven Skills Training Project Programme for Employment Promotion and Poverty Reduction. Di group 3, M. Irsan Nasution dari Indonesia mengangkat topik Garbage Problem in Medan; Hideki Abe dari Jepang dengan “Cogeneration” and “District Heating and Cooling” for Sustainable Development; dan Dalia Bali Cohen dari Mexico dengan Milking the Desert: Water Security Potential for Rural Livelihoods Through Solar Energy. The Case of La Paz, Baja California Sur, Mexico. Setelah komentator memberikan pandangannya, seluruh peserta diskusi diberi kesempatan untuk bertanya dan memberi pendapatnya. Sayangnya waktu yang diberikan sangat sempit sehingga banyak peserta yang kurang merasa puas. Namun Shinichi Okubo (SSEAYP 1988, NL SSEAYP 1999) sebagai fasilitator mendapat pujian karena kepiawaiannya sebagai fasilitator dan moderator diskusi sehingga waktu yang sempit tersebut terasa bermanfaat.
5
Peserta juga dipecah ke dalam 5 kelompok beranggotakan 4-5 orang dan diminta mendiskusikan beberapa hal yang dapat dilakukan yang bertujuan untuk mencari masukan untuk action plan. Hasil diskusi kelompok kecil ini kemudian dibawa ke dalam forum Development Course yang beranggotakan 23 peserta (20 dari luar Jepang, 3 peserta dari Jepang). 2. Keynote Speech/Lecture Mr. Akito Terao dari National Federation of UNESCO Associations in Japan memaparkan tentang Terakoya Movement yang mereka kerjakan. Program Terakoya (TERA=kuil, KO=anak-anak, YA=rumah) melakukan berbagai kegiatan sosial di berbagai negara misalnya membangun Community Learning Centers di Afghanistan, Literacy and Life Skill Classes di Bangladesh, Teachers and Leaders Training di Viet Nam, Vocational Training di India, dan program lainnya di Nepal, Kamboja, dan Pakistan. Sumber dana untuk kegiatan ini berasal dari donator, bantuan JICA, dan yang unik sebagian besar dana berasal dari pre-stamped postcards yang salah tulis. Mereka meminta masyarakat memberikan pre-stamped postcards senilai ¥50 yang salah tulis sehingga tak dapat digunakan (misalnya alamatnya salah dan diketahui sebelum dikirim). Post card salah tulis ini sebenarnya masih dapat ditukarkan ke kantor pos dengan perangko senilai ¥45. Terakoya kemudian meminta masyarakat menyumbangkan pre-stamped postcard tersebut kepada mereka, menukarkan ke kantor pos dengan perangko, dan kemudian meminta perusahaan-perusahaan untuk membeli perangko tersebut. Dalam presentasinya, Mr. Akito Terao menunjukkan gambar sebuah gedung CLC (Community Learning Center) megah di propinsi Lai Chau Viet Nam bernilai Rp. 600 juta yang dananya secara keseluruhan berasal dari pre-stamped postcards yang salah tulis tersebut. 3. Presentation Ini merupakan puncak acara dari Young Leaders Forum. Setelah melakukan berbagai diskusi yang intensif di course masing-masing, peserta kemudian berkumpul dalam forum yang besar untuk mempresentasikan hasil pembahasan mereka. Masing-masing course diberi waktu selama 15 menit untuk mempresentasikan hasil rangkuman diskusinya. Kekompakan dan kreativitas masing-masing course sangat kelihatan disini. Seluruhnya
6
menggunakan Powerpoint untuk mempresentasikan hasilnya. Pola yang menonjol adalah, selain menggunakan Powerpoint, peserta membacakan hasil secara bergantian dan melibatkan seluruh peserta course. Pola wrap-up presentation yang digunakan memadukan presentasi Powerpoint berisi text dan gambar berbagai kegiatan dan informasi singkat masingmasing negara, musik pengiring, dan olah gerak yang mendukung presentasi tersebut. Waktu yang 15 menit untuk masing-masing course terasa sangat singkat dengan pola seperti ini. Mirip seperti presentasi drama musikal. C. Course Activity / Tokyo Program Untuk Field Trip yang dilaksanakan selama satu hari pada tanggal 24 September 2003, peserta Development Course melakukan kunjungan sebagai berikut: 1. Field Trip ke Landfill Disposal Site of Tokyo Bay 2. Field Trip ke Mori Building Co., Ltd., Roppongi Hills
1. Field Trip ke Landfill Disposal Site of Tokyo Bay Landfill Disposal Site of Tokyo Bay merupakan yang terbesar di Jepang. Inilah tempat pembuangan sampah 23 daerah yang masuk dalam wilayah Tokyo Metropolitan. Kami dibawa ke kantor pengelolaan administrasi untuk Landfill Disposal Site ini. Disana kami dapat melihat sample hasil pengolahan dari sampah-sampah yang dibawa ke disposal site tersebut dilanjutkan dengan pertunjukan film selama 20 menit tentang proses yang dikerjakan disana. Selanjutnya kami dibawa tour dengan bus melihat landfill site nya. Proses pengolahan sampah di Tokyo (dan juga daerah lain di Jepang) sudah dimulai dari awal berupa tong sampah terpisah untuk sampah berupa kaleng, kaca, sampah yang dapat dibakar, dan sampah lainnya. Jadi pada waktu dibawa ke disposal site, secara umum sampah-sampah tersebut sudah terkelompok. Di disposal site, sampah-sampah kaleng dan metal kemudian dipadatkan sehingga berbentuk segi empat sedangkan yang dapat dibakar, dibakar di incineration plant dengan panas 1300? C. Sampahsampah padat ini kemudian dikubur dengan metode berlapis (sandwich) bersama-sama dengan debu hasil pembakaran dari incineration plant di daerah laut yang sudah disiapkan untuk reklamasi di daerah Tokyo Bay. Pada akhirnya, daerah reklamasi dan hasil landfill ini digunakan untuk perluasan daerah di Tokyo.
7
Air yang keluar dari sela-sela lapisan landfill area juga dikelola secara hati-hati untuk menghindari kontaminasi dan agar sesuai dengan wastewater standard. Sementara gas methane yang dihasilkan dari landfill site ini digunakan untuk menghasilkan tenaga listrik bersama-sama dengan kincir angin yang dipasang di daerah landfill tersebut. Pemanfaatan gas methane ini selain untuk penggunaan energi secara efektif, juga untuk mencegah global warming. Air dari landfill site yang telah diproses tersebut digunakan untuk menyiram daerah landfill ini. Landfill site ini telah mendapat ISO14001 untuk mencapai sebutan “the appropriate landfill site for the 21st eco-friendly century”. Sejak tahun 1955 s/d sekarang, sudah dikerjakan 7 landfill site di daerah Tokyo Bay dengan luas masing-masing mulai dari 124.000 m2 s/d 3.190.000 m2 yang salah satunya dipakai untuk perluasan daerah Haneda airport. Yang unik dari disposal site ini, ternyata setelah diproses, banyak ditemukan uang logam terbuang yang jika ditotal jumlahnya cukup significant. Dalam pembahasan diskusi, Development Course mencoba menjajagi kemungkinan meminta uang yang terkumpul (biasanya bentuknya sudah bengkok dan rusak) dan menukarkannya ke bank Sentral untuk digunakan dalam proyek-proyek yang direncanakan Renaissance. Panitia menanggapi hal ini secara positif dan mencoba menghubungi pihak terkait, namun sayangnya hingga program berakhir, belum ada jawaban memuaskan tentang rencana ini. 2. Field Trip ke Mori Building Co., Ltd., Roppongi Hills Mori Building terletak di kawasan elit Tokyo yaitu di daerah Roppongi Hills. Proyek Roppongi Hills ini sudah dimulai sejak tahun 1986 dan selesai tahun 2003, diresmikan pada bulan April 2003, menghabiskan waktu pengembangan selama 17 tahun. Proyek ini merupakan prototype dari new urban area yang mengintegrasikan bisnis, hiburan, dan pemukiman. Sebelumnya daerah ini merupakan daerah tempat tinggal dan perkantoran saja. Roppongi Hills merupakan redevelopment project terbesar yang dilakukan oleh perusahaan swasta. Sebagai City Planning Project, di dalamnya terlibat 400 rights holders baik individu maupun corporate dan menghabiskan dana sebesar US$ 25 milyar. Setelah selesai, daerah ini dapat menampung 20.000 pekerja dan tempat tinggal bagi 2.000 orang. Luas daerah Roppongi Hills ini adalah 11 hektar. Untuk memperkenalkan daerah Roppongi Hills ini, pihak pengelola menawarkan program Roppongi Hills Walking Course, paket jalan kaki mengunjungi Mori Buiding dan area di sekitar Mori Building, dipandu oleh
8
guide yang ramah dan profesional. Paket dengan durasi 45 menit ini dijual kepada umum senilai ¥1500 / orang. Setiap gedung yang ada di daerah Roppongi Hills ini dirancang untuk tahan gempa, masalah yang selalu terjadi di Jepang. Gedung tertinggi di daerah ini adalah Mori Tower dengan total ketinggian 238 meter, terdiri dari 6 basement, 54 lantai bangunan, dan 2 penthouse, dibangun dari April 2000 – Maret 2003. D. Local Trip: Miyazaki Prefecture 1. Wisata ke Aoshima dan Horikiri Pass (View Point) Setelah tiba di Miyazaki airport, kami dibawa oleh panitia lokal yang terdiri dari alumni SSEAYP dan SWY, staf IYEO dan volunteer untuk makan siang di Aoshima Palm Beach Hotel. Wisata kemudian dilanjutkan dengan wisata ke Aoshima Horikiri View Point melihat pantai dengan bebatuannya yang unik dan pohon phoenix yang tumbuh indah di pinggir jalan. Dari sana kami berkunjung dan berjalan kaki ke shrine yang terletak di pulau kecil (Aoshima island seluas 1,5 km2). Pantai pulau tersebut dihiasi dengan batu karang berbentuk unik seperti papan cucian pakaian yang terbentuk akibat gerusan ombak. 2. Courtesy Call on Governor of Miyazaki Prefecture Setelah berkunjung ke daerah Aoshima dan Horikiri, rombongan Development Course diterima oleh Gubernur Miyazaki Prefecture, Mr. Tadahiro Ando. Dalam sambutannya, Gubernur sangat senang dengan program seperti ini dan menceritakan bahwa beliau juga pernah mengunjungi beberapa negara peserta seperti Indonesia, Malaysia, Australia, dll. Setelah peserta dari Brunei Darussalam menyampaikan kata sambutan mewakili seluruh peserta, acara diakhiri dengan pertukaran cenderamata. Seluruh peserta dari Indonesia yang ada di masing-masing course sepakat untuk membeli cenderamata berupa boneka wayang kayu yang diberikan kepada masing-masing gubernur di prefecture yang dikunjungi, dan sebelumnya di Tokyo kepada Dirjen Youth Affairs dari Cabinet Office pada waktu Opening Ceremony.
9
3. Confabulation (ramah-tamah) dengan Asia Arsenic Network Masih di kantor gubernur Miyazaki, peserta dibawa ke sebuah ruangan untuk beramah tamah dengan Asia Arsenic Network Jepang. Dirjen organisasi tersebut menceritakan tentang berbagai aktivitas organisasi itu di negara berkembang seperti Bangladesh, Nepal, India, dsb sehubungan dengan masalah arsenik yang ada di negara-negara tersebut. Mereka melakukan penyuluhan tentang bahaya yang timbul akibat kontaminasi arsenik tersebut, melakukan survey dari rumah-rumah, membagikan obat-obatan dan membantu pengobatan korban yang dirawat di rumah sakit. Kasus di Bangladesh misalnya, ada 10 juta sumur dan 25% diantaranya menunjukkan konsentrasi yang tinggi dari arsenik (0.05 mg/l). Sympton yang timbul terhadap manusia akibat arsenik ini adalah melanosis, keratosis, dan kanker kulit di telapak tangan. Seperti kebanyakan kegiatan lainnya, waktu yang tersedia sangat sempit sehingga diskusi menarik ini harus segera diakhiri agar tidak mengganggu jadwal berikutnya. Peserta kemudian dibawa ke Miyazaki Kenko Hotel untuk beristirahat sekaligus bersiap-siap untuk Welcome Party yang diadakan di hotel tersebut pada malam harinya.
4. Visit Asahi-kasei Industrial Area di Nobeoka Pusat bisnis Asahi-kasei, salah satu perusahaan besar di Jepang terletak di kota Nobeoka, kira-kira 2½ jam perjalanan dengan bus dari kota Miyazaki. Di Asahi-kasei Industrial Area kami disuguhi pertunjukan video tentang aktivitas bisnis perusahaan tersebut di berbagai bidang misalnya makanan dan minuman, serat optik, bahan peledak, bahan kimia, peralatan elektronik, peralatan medis, bahan penjernih air, bahan pembuatan diapers bayi, dsb. Perusahaan ini mengutamakan keselamatan dan keseimbangan ekologi. Waktu yang tersedia untuk ini juga sangat singkat sehingga kami hanya bisa menonton pertunjukan video singkat tersebut, dan melihat maket lokasi bisnis perusahaan itu di ruangan yang menampilkan jenisjenis usaha yang dilakukan. Selanjutnya acara makan siang tiba. Kami disambut dengan upacara minum teh yang sederhana, tidak formal seperti yang dilakukan di upacara khusus untuk itu (sado), sebelum masuk ke ruang makan.
10
5. Confabulation (ramah-tamah) dengan Earth Day Organisation Earth Day merupakan organisasi akar rumput (grass root) masyarakat yang diciptakan untuk mengatasi masalah lingkungan. Organisasi ini telah beroperasi selama 10 tahun, terdiri dari 114 grup dan 1200 anggota. Ramah-tamah dilakukan pada waktu acara makan siang. 3 peserta ditempatkan di masing-masing meja, bersama-sama dengan panitia lokal dan perwakilan Earth Day Organisation. Obrolan di meja makan itu sangat berkesan karena kami dapat berbagi cerita tentang pengalaman mereka dalam melakukan konservasi lingkungan dalam mempertahankan kelestarian lingkungan mereka. Salah satu langkah yang mereka lakukan adalah mengumpulkan tanda tangan untuk menolak proyek pembangkit tenaga listrik yang melewati hutan Aka, sampai mereka meminta hutan tersebut diakui sebagai situs warisan dunia (world heritage site) dari UNESCO. Namun usaha mereka ini tidak berhasil dan proyek tetap diteruskan sekalipun mereka telah berhasil mengumpulkan 140.000 tanda tangan. Aktivitas yang mereka lakukan meliputi preservasi hutan, mencegah illegal dumping, dan mempromosikan pendidikan tentang lingkungan. Kegiatan lainnya seperti pembersihan pantai, memasyarakatkan penggunaan sepeda, dan mendukung penggunaan kenderaan bertenaga surya. Dalam acara tanya jawab, saya menanyakan tentang isu illegal logging di kawasan tersebut. Mereka menyatakan bisnis kayu di Jepang kurang menarik sehingga hutan mereka tetap terpelihara. Begitupun mereka harus mengakui bahwa secara tak langsung mereka ikut terlibat sehingga terjadinya penebangan kayu di negara-negara seperti Indonesia, Malaysia, Thailand, dsb. 6. Visit Highway Construction Venue Dalam perjalanan kembali menuju kota Miyazaki, peserta dibawa singgah melihat lokasi konstruksi pembuatan highway. Proses pembuatan jalan layang yang dilakukan dari dua sisi untuk kemudian diselesaikan di tengah itu melibatkan sedikit sekali tenaga kerja namun menggunakan peralatan dan teknologi yang canggih. Pujian pantas diberikan atas lingkungan kerja mereka yang begitu bersih. Nyaris tidak ada material yang berserakan. Daerah dibawah tempat mereka bekerja juga sangat bersih seolah-olah tidak ada pekerjaan pembangunan diatasnya.
11
7. Homestay Homestay merupakan rangkaian acara terakhir selama 3½ hari kunjungan ke Miyazaki. Untuk homestay matching, peserta dibawa ke daerah Seagaia, di sore hari ke-2 di Miyazaki. Seagaia merupakan suatu resort terpadu yang luas di Miyazaki, meliputi Country Club, Horse Riding Club, Golf Course, Golf Academy, Phoenix Zoo, Florante (taman bunga), International Convention Hall, Sheraton Grande Ocean Resort setinggi 154 m (45 lantai), dan Seagaia Ocean Dome, pantai luas yang dibuat dalam ruangan. Sebelum bertemu host family, peserta dibawa ke lantai 45 Sheraton Grande Ocean Hotel, melihat indahnya Miyazaki dari ketinggian. Peserta kemudian bertemu dengan host family untuk kemudian tinggal dengan keluarga angkat tersebut selama 1 hari 2 malam. Saya tinggal dengan keluarga Sakamoto yang mempunyai 3 orang anak. Keluarga angkat ini membawa saya untuk mengikuti upacara minum teh (sado) di kuil (shrine) yang terletak di daerah Sadowara. Dalam upacara minum teh itu, tamu disuguhi matcha (bubuk teh hijau) diseduh dalam mangkuk, disajikan oleh host sesuai tradisi Jepang. Setelah menerima mangkuk tersebut, tamu memutar mangkuknya 2½ putaran ke kiri dan meneguk teh tersebut dalam beberapa kali tegukan. Di akhir tegukan, tamu disarankan mengeluarkan suara hisapan sebagai penghormatan kepada host, kemudian memutar kembali mangkuk tersebut 2 putaran ke kanan sebelum meletakkannya kembali. Dalam pembuatan dan penyajian teh, host mengenakan pakaian tradisional Jepang, kimono. Waktu untuk mengenal host family (keluarga angkat), lingkungan, pola hidup, dan tradisi Jepang sangat singkat, hanya 1 hari 2 malam. Dalam evaluasi program di Tokyo, kami menyarankan agar waktu homestay bisa ditambah satu atau dua hari lagi karena homestay merupakan sarana pengenalan keluarga dan budaya Jepang yang paliing efektif. E. SSEAYP/SWY Networking Meeting Acara ini dirancang agar masing-masing alumni 2 program yang berbeda dapat mendiskusikan masukan-masukan untuk memajukan asosiasi alumni. SWY AA (Ship for Wolrd Youth Alumni Association) dan SI (SSEAYP International) melakukan rapat di ruangan terpisah. Rapat SI dipimpin oleh Sekretaris Jenderal SSEAYP International, Mr. Masahide Morita. Peserta saling tukar informasi tentang asosiasi alumni dan kegiatannya di negara masing-masing. Delegasi dari Vietnam, Cambodia, Lao, dan
12
Myanmar meminta informasi dan dukungan bagaimana membentuk asosiasi alumni di negara mereka mengingat negara mereka baru beberapa tahun terakhir ini ikut SSEAYP dan belum ada asosiasi alumninya. Peserta Indonesia merasa kurangnya informasi yang dapat di-share dengan negara lain tentang program resmi yang dilakukan oleh SII, walaupun sebelum berangkat, NL Indonesia untuk Renaissance 2003, I.K.A. Sastra beberapa kali meminta informasi ini ke SII namun tidak didapat. F. Global Youth Conference Global Youth Conference merupakan puncak acara sekaligus konklusi atas seluruh aktivitas Renaissance 2003. Sebelumnya masing-masing course diberi waktu setengah harian di Cabinet Office untuk mempersiapkan materi presentasi di konferensi, dan 45 menit untuk gladi (rehearsal) di ruang konferensi di ANA Hotel. Di luar waktu tersebut, masing-masing course secara tekun menggunakan waktu luang yang tersedia sampai tengah malam untuk mengemas format yang pas untuk presentasinya. Development Course memilih topik Mission Impossible yang kemudian dalam prosesnya menjadi Mission Possible dalam presentasinya mengingat banyaknya hal yang tercakup dalam development dan sulitnya mewujudkan hal-hal yang direncanakan. Namun tak ada hal yang tak mungkin dan action plan yang direncanakan harus diwujudkan sehingga Mission menjadi Possible. Seluruh anggota course terlibat dan hadir diatas atau sekitar pentas ketika giliran menyampaikan presentasi, yang lamanya dibatasi 20 saja, tiba. Sayangnya dalam pembahasan topik-topik diskusi sampai menyusun action plan, peserta dari negara-negara maju ex SWY sangat kurang memahami masalah development yang terjadi di negara-negara berkembang sehingga materi yang dibawa ke konferensi terasa sangat datar, kurang menyentuh unsur development. Pola masyarakat timur yang anggotanya ex SSEAYP kadang-kadang lebih banyak diam membuat pembahasan dalam diskusi, persiapan, hingga materi konferensi secara umum lebih banyak didominasi peserta dari negara maju ex SWY. VI.
Waktu Luang
Waktu kegiatan selama di Jepang tentunya tidak seluruhnya sudah terjadwal dari pagi sampai malam. Jika pandai memanfaatkan waktu, banyak waktu yang dapat digunakan untuk mengunjungi tempat-tempat yang ada di Jepang. Misalnya secara umum kegiatan selalu dimulai pada pukul 09:00 atau 09:30 setiap paginya. Di NYC, waktu pagi dapat digunakan untuk mengunjungi Meiji Memorial Park dan Shrine yang letaknya persis di sebelah area NYC.
13
Hutan kota tersebut sangat rapi dan banyak orang yang berolahraga disana. Shrine (kuil) nya juga indah dan tertata rapi. Berjalan kaki di sekitar ANA Hotel juga cukup menarik, melihat suasana kota yang begitu tenang di pagi hari. Ada juga yang memanfaatkan waktu luang di pagi hari tersebut dengan pergi ke fish market (berangkat pukul 05:00 pagi), melihat aktivitas lelang ikan dan kembali ke hotel untuk sarapan. Beberapa waktu luang lain adalah setelah tiba di Tokyo sambil menunggu kontingen lain tiba, setelah acara di NYC selesai, setelah kembali dari local trip ke prefecture, dan setelah selesai SSEAYP/SWY networking meeting. Masingmasing waktu luang tersebut mulai pukul 02:00 siang sampai malam. Di waktu luang seperti ini makan siang/malam tidak disediakan di hotel/NYC. Sebagai gantinya kami diberikan uang makan. Waktu luang seperti inilah yang bisa dimanfaatkan untuk pergi ke Akihabara (pusat elektronik, Shinjuku, Atsakusa, Shibuya, dan tempat-tempat lainnya. VII. Kesimpulan 1. Program Renaissance telah berhasil menggabungkan beberapa program dibawah IYEO (International Youth Exchange Organisasi) seperti SSEAYP, SWY, dan INDEX untuk melakukan pembahasan intensif tentang berbagai isu, baik yang ada di masing-masing negara maupun di Dunia. 2. Kegiatan Renaissance cukup menarik, namun dalam pengaturan jadwal, waktu yang disediakan terlalu sempit. Perlu pengaturan jadwal yang lebih baik lagi agar peserta dapat menarik benefit maksimal dari setiap kegiatan. 3. Homestay yang cuma 1 hari 2 malam terasa sangat kurang. Dominasi peserta ex SWY dalam kegiatan terjadi karena peserta ex SSEAYP secara umum cenderung kurang agresif dalam mempertahankan dan menjelaskan proyek yang direncanakan. Kurang tajamnya pembahasan akibat keterbatasan waktu atau ppeserta yang kurang menguasai materi, dan kurangnya pemahaman oleh peserta dari negara-negara maju tentang negara berkembang menjadi penyebab lain kurang diminatinya rencana yang diajukan oleh peserta dari negara-negara berkembang. VIII. Penutup Laporan ini dimaksudkan agar peserta yang belum memahami kegiatan Renaissance dapat mempunyai gambaran mendasar tentang program “The 21st Youth Century Renaissance Youth Leaders Invitation Program”, sekaligus sebagai laporan saya setelah mengikuti program tersebut. Semoga laporan ini dapat menambah khazanah pengetahuan bagi anggota SII.
14
Ucapan terima kasih saya sampaikan kepada SII dan Cabinet Office of Japan yang telah memberikan kepercayaan kepada saya untuk mengikuti program Renaissance 2003. Kepada rekan-rekan delegasi Indonesia yang mengikuti Renaissance 2003, Sastra, Indri, dan Trisna, terima kasih atas persahabatan yang diberikan.
Medan, 24 Oktober 2003 Muhammad Irsan Nasution Delegasi Indonesia untuk Development Course