! ! ! ! ! ! ! ! ! ! ! ! ! ! ! ! ! ! !
Laporan Badan Pengurus Forum Orangutan Indonesia 2010-2015 Laporan ini merupakan bentuk pelaporan Badan Pengurus Forum Orangutan Indonesia mengenai pelaksanaan mandat yang diberikan oleh Majelis Perwalian Anggota Forum Orangutan Indonesia.
! ! ! ! ! ! ! ! ! ! ! !
!
! ! !
! !
Laporan Badan Pengurus Forum Orangutan Indonesia 2010-2015 Agustus 2015 FORINA !
Jl. Cemara Boulevard No. 58, Sektor VII Taman Yasmin, Kecamatan Bogor Barat, Bogor, Jawa Barat. Telepon/ Fax: +62 251 840 1645 !
! !
Daftar Isi Kata Pembuka
i
Sekapur sirih
1
Pengawalan Implementasi SRAK
3
Mendorong Perubahan Kebijakan Pro Konservasi Orangutan 9 Pengelolaan Anjungan Data Orangutan
11
Dukungan Konservasi di Tingkat Tapak
14
Publikasi dan Pengembangan Perangkat Konservasi Orangutan
20
Fasilitasi Forum Orangutan Daerah
22
Persiapan PHVA 2016
23
Pengelolaan Kelembagaan
25
Penutup
27
0! Kata Pembuka !
Forum Konservasi Orangutan Indonesia (FORINA) didirikan pada 2009 diharapkan dapat menjadi katalis yang mampu mengubah Strategi dan Rencana Aksi Konservasi Orangutan Indonesia 2007-2017 dari sebuah konsep menjadi kegiatan yang terimplementasikan. Forum yang dibentuk oleh para pihak ini diharapkan juga dapat menularkan semangat pendekatan multi pihak dan bentuk kerja sama kolaboratif dalam mewujudkan masa depan Orangutan Indonesia yang lebih baik dan stabil.
Tidak terasa sudah hampir lima tahun FORINA mencoba melaksanakan perannya. Dukungan dari para anggota yang berasal dari institusi pemerintah, perusahaan swasta, organisasi konservasi, kelompok donor, peneliti, pemerhati maupun masyarakat yang berada di sekitar habitat Orangutan, kami rasakan sangat besar dan antusias dalam mendukung pelaksanaan peran FORINA. Sebagai wujud pertanggungjawaban kepada para anggota dan juga Majelis Perwalian Anggota, FORINA mencoba menyusun sebuah laporan yang melingkupi kegiatan pada periode 2010 hingga 2015. Laporan ini utamanya berisikan peran FORINA dalam Strategi dan Rencana Aksi Konservasi Orangutan Indonesia 2007-2017 dan kondisi kelembagaan FORINA. Kami sadari masih banyak yang harus diperbaiki dan ditingkatkan, agar upaya konservasi orangutan dan habitatnya dapat terwujud. Apalagi ancaman dan tantangan di masa mendatang disadari akan semakin banyak. Mudah-mudahan dukungan dan kerja sama dari para pihak dapat terus terpelihara dalam mewujudkan masa depan Orangutan Indonesia yang lebih baik dan stabil.
! Hormat kami, Bogor, Agustus 2015
Drs. Ign. Herry Djoko Susilo, M.Sc.
i !
!
ii !
1! Sekapur Sirih !
Kebutuhan adanya forum konservasi orangutan sejatinya sudah muncul sejak awal 2000-an, namun inisiasi pembentukannya baru dapat terlaksana pada 2009. Keinginan pembentukan forum ini menguat dengan dikeluarkannya Strategi dan Rencana Aksi Konservasi (SRAK) Orangutan Indonesia 2007–2017 melalui Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P.53/Menhut-IV/2007, dimana dinyatakan dibutuhkannya sebuah forum nasional untuk mengawal proses dan evaluasi SRAK tersebut.
Pada Kongres Orangutan Indonesia di Bogor pada 29 Februari 2009, para pemangku kepentingan konservasi orangutan menyepakati pembentukan Forum Orangutan Indonesia yang disingkat menjadi FORINA. Secara legal formal forum ini baru dapat diaktekan melalui akte notaris No.02 Tahun 2010 oleh Notaris Masita Hartati, SH, M.Kn., pada 8 Juli 2010. FORINA dalam melakukan kegiatannya dimandatkan untuk memegang prinsipprinsip dasar kelembagaannya, yakni: lembaga ini bukanlah lembaga swadaya masyarakat (LSM) dan selamanya tidak akan menjadi LSM, serta bukan lembaga pelaksana kegiatan di tingkat lapangan. FORINA lebih diharapkan dapat mendorong anggota/mitra untuk lebih berperan dalam melakukan kegiatan di lapangan. Adapun fungsi dari lembaga ini adalah menjadi media pemersatu dan mendorong sinergisitas pelaksanaan konservasi orangutan, menjadi wahana komunikasi, berbagi informasi, pengalaman dan pengetahuan sesama anggotanya. Forum ini juga diharapkan dapat menjadi wadah untuk mendorong dan menyatukan gerakan konservasi orangutan, mengga-
1
lang dan merawat hubungan antara anggota dan dengan segenap konstituennya. Berdasarkan prinsip dan fungsi kelembagaannya, FORINA memiliki visi mewujudkan kelestarian orangutan dan habitatnya melalui sinergitas peran serta para pihak. Adapun misi yang dipilih untuk menjabarkan visi tersebut adalah: mempromosikan konservasi orangutan Indonesia, meningkatkan kesadartahuan konstituen konservasi orangutan, memfasilitasi advokasi kebijakan konservasi orangutan, memfasilitasi sinkronisasi dan sinergitas upaya konservasi orangutan, dan memfasilitasi dukungan untuk kegiatan konservasi orangutan.
FORINA menetapkan ketercapaian visi dan misinya harus ditandai dengan kondisi: 1) Terjaga dan berkembangnya !
2 !
!
populasi orangutan di habitatnya; 2) Adanya sinergitas kegiatan dari anggotanya dalam konservasi orangutan; 3) Adanya penerapan praktek manajemen pengelolaan kawasan dan pemanfaatan sumberdaya alam yang memperhatikan kepentingan orangutan dan habitatnya; 4) Tidak dijumpainya lagi perburuan, perdagangan, dan atau kepemilikan ilegal orangutan: 5) Adanya kawasan yang diprioritaskan bagi konservasi orangutan; 6) Pluralisme hukum yang menjamin konservasi orangutan di habitatnya dan keberlanjutan fungsi ekologis alam; 7) Konsumen turut mengambil tanggung jawab dengan memastikan kelestarian sumber-sumber produksi berbasis pada sumber daya alam dan pengelolaan sumberdaya alam hayati secara lestari guna menjamin kesinambungan fungsi ekologis; 8) Adanya pendistribusian dukungan, termasuk pendanaan yang memadai, bagi konservasi orangutan dan habitatnya. FORINA dalam melaksanakan kegiatan hariannya melalui sebuah Badan Pengurus yang telah dibentuk sejak 2009. Hingga saat ini, Badan Pengurus FORINA telah berusaha menjalankan mandat yang diberikan untuk mencapai visi dan misi yang ada, baik dengan sumber daya yang dimiliki maupun bekerja sama dengan pihak lainnya. Melalui dokumen ini, Badan Pengurus FORINA bermaksud menyampaikan laporan kepada para pihak, utamanya Majelis Perwalian Anggota FORINA, sebagai bentuk pertanggungjawaban dari mandat yang diberikan untuk periode 2010 hingga 2015.
2! Pengawalan Implementasi SRAK FORINA bersama mitra telah melakukan tiga kali periode monitoring dan evaluasi (monev) SRAK, yakni pada 2008-2010, 2010-2011 dan 2011-2013. Pada setiap periode monev dilakukan dengan dua tahapan, yakni: tahapan pertama melalui pertemuan regional dan tahapan kedua melalui pertemuan nasional. Dalam setiap tahapan,
FORINA berusaha menjaga komposisi peserta untuk dapat seimbang dan menggambarkan kamar-kamar yang ada di dalam forum ini, yakni: kamar pemerintah, kamar swasta, kamar LSM dan kamar pemerhati. Adapun informasi mengenai waktu pelaksanaan dan mitra pelaksanaan monev SRAK dapat dilihat pada Tabel 2.1.
!
Tabel 2.1. Waktu Pelaksanaan dan Mitra Pelaksanaan Monev SRAK orangutan Periode evaluasi 2008-2010
2010-2011
2011-2013
Pelaksanaan kegiatan Nasional: 14-15 Juni 2010 Kalimantan Barat: 22-23 April 2010 Kalimantan Timur: 6-7 April 2010 Kalimantan Tengah:!17-18 Mei 2010 Sumatera Utara: 2–4 Maret 2010 Nangroe Aceh Darussalam: 19–20 April 2010 Nasional: 26-27 September 2011 Kalimantan Timur: 23-24 September 2011 Kalimantan Tengah:16-17 September 2011 Kalimantan Barat: 13-14 September 2011 Sumatera Utara: 23-24 September 2011 Nanggroe Aceh Darussalam: 29 September 2011 Nasional: 7-8 Nopember 2013 Kalimantan Barat: 5-6 September 2013 Kalimantan Tengah: 16-17 September 2013 Sumatera Utara dan Aceh: 19-21 Agustus 2013
Mitra pelaksana kegiatan Kementerian Kehutanan, Orangutan Conservation Service Program (OCSP)USAID
Kementerian Kehutanan, USAID
Kementerian Kehutanan, Indonesia Forestry and Climate Support (IFACS)USAID
!
3 !
Secara umum, dalam ketiga rangkaian evaluasi yang dilakukan, para pihak yang ada sudah sangat terbuka dan bersedia membagi informasi yang dimilikinya dalam kaitan monev SRAK. Meskipun FORINA masih menghadapi beberapa tantangan meningkatkan kualitas evaluasi SRAK, yakni: a) Para pihak belum mendokumentasikan kegiatan yang berhubungan dengan SRAK secara baik. Akibatnya, dibutuhkan upaya tambahan untuk menggali penggalian informasi. b) Banyak lembaga yang belum melakukan pengelolaan pengetahuan (knowledge management) secara terinstitusionalisasi, dimana banyak pengetahuan yang ada sangat tergantung oleh individu tertentu di dalam lembaga tersebut. Kondisi ini selain mengakibatkan dibutuhkan waktu yang lebih lama dalam penggalian informasi, juga berakibat pada tidak terdokumentasinya kegiatan yang mungkin berhubungan dengan SRAK, karena tidak tepatnya informan yang terlibat dalam evaluasi SRAK. Beberapa temuan hasil monev implementasi SRAK Orangutan Indonesia 2007-2017 yang terakhir, yakni untuk periode 2011-2013, diantaranya: 1) Meskipun berdasarkan peraturan perundangan, spesies Orangutan merupakan spesies yang dilindungi, namun habitat spesies ini tidak terlindungi dengan baik. Kondisi ancaman kawasan habitat orangutan di luar kawasan konservasi dan hutan lindung, adalah: a. Secara umum, keberlanjutan habitat orangutan yang ada di 4 !
areal penggunaan lain (APL) dan hutan produksi konversi (HPK) menuju kehilangan akibat ekspansi pembangunan perkebunan sawit, pertambangan, pertanian dan pembangunan lain. b. Secara umum, keberlanjutan habitat orangutan yang ada di hutan produksi (HP) yang tumpang tindih dengan penggunaan lain (misalnya konsesi pertambangan) menuju kehilangan habitat; c. Secara umum, keberlanjutan habitat orangutan yang ada di hutan produksi yang pemilik konsesi aktif berkegiatan lapangan kondisinya lebih terjaga, sementara kawasan hutan produksi yang tidak ada pembebanan IUPHH-HA atau pemilik IUPHH-HA-nya tidak aktif terjadi alih fungsi dan okupasi oleh masyarakat;
d. Secara umum, keberlanjutan habitat orangutan di hutan produksi yang ada pembebanan ijin IUPHH-HTI dan Perkebunan secara umum menuju kehilangan, meskipun beberapa pemilik IUPHH-HTI dan Perkebunan sudah ada inisiatif-inisiatif untuk membuat areal penyisihan untuk orangutan.
e. Alih fungsi tata ruang menjadi ancaman bagi keberadaan habitat orangutan, terutama dengan belum ditetapkannya RTRWP/K menjadi ancaman bagi keberadaan habitat.! 2) Kondisi ketersediaan rencana pengelola kawasan yang merupakan habitat orangutan ataupun rencana konservasi orangutan belum dilakukan di semua kawasan konservasi dan kawasan hutan lindung yang merupakan habitat orangutan. a. Beberapa habitat orangutan yang berstatus kawasan konservasi sudah memiliki rencana kelola (kawasan), yakni: seluruh Taman Nasional dan beberapa kawasan
konservasi lainnya. Sementara beberapa habitat orangutan yang berstatus kawasan konservasi belum memiliki rencana kelola (kawasan). Sedangkan untuk hutan lindung, sangat terbatas habitat orangutan yang memiliki rencana kelola, antara lain: KPHL model Kapuas (Kalteng). b. Beberapa habitat orangutan yang berstatus kawasan konservasi dan Hutan lindung yang sudah memiliki rencana konservasi orangutan secara khusus, adalah: TN Kutai, (Kaltim), TN Betung Kerihun (Kalbar), TN Bukit Baka Bukit Raya (Kalbar-Kalteng), TN Gunung Palung (Kalbar). Sedangkan untuk hutan lindung, baru beberapa habitat orangutan yang memiliki rencana kelola (orangutan), antara lain: HL Bukit Batikap (kawasan pelepas liaran orangutan) Kalteng dan KPHL model Kapuas-Kalteng 3) SK Dirjen PHKA No. 173/IV-Set/2013 merupakan penjabaran indikator kinerja utama (IKU) di Kementerian Kehutanan untuk meningkatan populasi spesies terancam punah, termasuk orangutan, sebesar 3% dari kondisi tahun 2008 sesuai kondisi biologis dan ketersediaan habitat. Kebijakan ini telah mendorong unit-unit kerja pengelola teknis Direktorat Jenderal PHKA di tingkat lanskap melakukan kegiatan yang berkaitan dengan konservasi satwa liar prioritas utama, termasuk orangutan. Monitoring dan evaluasi kondisi orangutan di dalam kawasan juga telah mulai dilaksanakan oleh unit pengelola teknis. Pemahaman pengelola kawasan mengenai kebijakan 5
!
peningkatan populasi 3% perlu diluruskan bahwa pertumbuhan yang terjadi adalah murni dari perkembangan populasi asli di dalam kawasan, bukan berasal dari relokasi. Hal ini disebabkan masih ada keinginan untuk mencapai peningkatan populasi 3% ini, melalui proses translokasi atau memasukkan populasi dari luar. 4) Relokasi orangutan dari habitat aslinya terjadi peningkatan dari waktu ke waktu diakibatkan kehancuran habitat orangutan oleh pembukaan lahan untuk kegiatan perkebunan, HTI dan pertambangan. Para pelaku pembukaan lahan ini sebagian besar hanya menyerahkan orangutan kepada unit otoritas terkait dan tidak bertanggung jawab dalam menjamin ketersediaan maupun kelestarian areal relokasi. Padahal, hampir semua pusat rehabilitas yang sudah lama berdiri mendekati atau melebihi daya tampungnya. Kondisi ini diakibatkan lebih banyaknya orangutan yang masuk dibandingkan orangutan yang keluar
6 !
(pelepasliaran/ release) dari pusat rehabilitasi. Secara total ada lebih dari 1,000 (seribu) orangutan di kandang-kandang pusat rehabilitasi. Sementara kondisi areal pelepasliaran yang ada tidak memadai untuk menampung orangutan yang ada di pusat rehabilitasi. Usulan areal untuk pengajuan translokasi dan pelepasliaran belum ditanggapi serius oleh pengambil kebijakan. Ketiadaan aturan yang mengatur dan menegaskan tanggung jawab perusahaan yang melakukan pembukaan lahan dan berakibat pada terjadinya relokasi, serta legalisasi proses pembukaan lahan tanpa pertimbangan penanganan orangutan yang ada di dalam kawasan. Padahal translokasi harus merupakan opsi terakhir sesuai dengan SRAK Nasional Orangutan. 5) SRAK orangutan memandatkan bahwa pada 2015 sudah tidak ada lagi orangutan di Pusat-Pusat Rehabilitasi. Padahal kondisi pusat rehabilitasi orangutan yang ada saat ini adalah: ada pendirian pusat rehabi-
litasi baru, orangutan yang masuk lebih banyak dibandingkan orangutan yang keluar (pelepasliaran/ release) dari pusat rehabilitasi, hampir semua pusat rehabilitasi yang sudah lama berdiri mendekati atau melebihi daya tampungnya. Selain itu masing-masing pusat rehabilitasi memiliki prosedur operasi standar penanganan rehabilitasi dan pelepasliaran yang tidak seragam. Kebijakan yang diharapkan dapat mengatur standarisasi prosedur yang telah dibahas sejak 4 tahun lalu belum jelas dan tertahan dalam proses diinternal Kementerian Kehutanan. Lokakarya Internasional Konservasi Orangutan FORINA bekerja sama dengan OCSPUSAID dan Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam, Kementerian Kehutanan melaksanakan lokakarya internasional konservasi orangutan (International Workshop on Orangutan Conservation) pada 15-17 Juli 2010 di Sanur Beach Hotel, Bali. Dalam pelaksanaan kegiatan ini, FORINA berhasil menggalang dukungan dari 17 sponsor dan 23 co-sponsor. Kegiatan lokakarya international ini diikuti oleh 183 peserta, baik nasional maupun internasional, yang berasal dari instansi pemerintah, universitas, lembaga swadaya masyarakat, sektor swasta, ahli, peneliti maupun pemerhati konser-
vasi orangutan. Hasil utama dari lokakarya ini adalah terdokumentasikannya beberapa ancaman terkini, upaya konservasi serta beberapa hasil penelitian terakhir mengenai konservasi
orangutan.
Melalui lokakarya internasional ini juga, FORINA berharap agar keberadaan strategi dan rencana aksi konservasi orangutan yang ada diketahui oleh para pihak dan juga publik, sehingga dukungan dan kontribusinya dalam melaksanakan strategi dan rencana tersebut dapat berlangsung di masa mendatang. Prosiding dari kegiatan lokakarya internasional ini telah pula diterbitkan oleh FORINA, baik dalam bahasa Inggris maupun dalam bahasa Indonesia, yang kedua file elektroniknya dapat diperoleh di website FORINA.
7 !
3! Mendorong Perubahan Kebijakan Pro Konservasi Orangutan Perubahan kebijakan yang menjadi target utama dari FORINA adalah revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa, khususnya pada bagian lampirannya. Pada lampiran peraturan ini dinyatakan bahwa orangutan yang termasuk ke dalam satwa yang dilindungi adalah dengan nama latin, Pongo pygmeus, yang merupakan nama taksonomi untuk Orangutan Kalimantan. Hal ini dapat menjadi masalah saat melakukan penuntutan kepada para pelanggar hukum pada Orangutan Sumatera yang memiliki nama taksonomi Pongo abelii. Jika status perlindungan yang dipergunakan adalah PP ini sebagai delik hukum, maka dapat menjadi celah hukum bagi para pelanggar untuk luput dari hukuman. FORINA beserta beberapa lembaga konservasi
8 !
lainnya mendorong perubahan PP ini melalui beragam upaya sejak 2010. Telah beberapa kali agenda dan tawaran revisi yang diajukan kepada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Kemen LHK), namun hingga saat ini revisinya masih belum berlangsung. FORINA juga membantu Kemen LHK dalam mempersiapkan standar operasi dan prosedur (standard operational and procedure atau SOP) kegiatan penyelamatan (rescue) orangutan. Pembukaan lahan dan kebakaran hutan dalam beberapa tahun terakhir telah mengakibatkan banyak orangutan yang harus diselamatkan. Upaya penyelamatan terkadang tidak berhasil menyelamatkan nyawa orangutan dikarenakan ketiadaan petunjuk teknis yang dapat digunakan. Prihatin dengan kondisi ini
dan juga menjalankan amanat perlunya penyusunan dokumen ini di dalam SRAK, FORINA dengan dukungan dari GRASP-UNESCO melakukan Workshop Mitigasi Konflik Orangutan-Manusia melalui SOP Rescue pada 29-30 Oktober 2012 di Hotel Permata Bogor, Jawa Barat. Kegiatan ini dihadiri oleh 33 peserta yang berasal dari 20 lembaga, baik lembaga swadaya masyarakat, pemerintah, swasta, maupun perguruan tinggi. Hasil kegiatan ini salah satunya adalah menyepakati bahwa rescue dan translokasi harus menjadi pilihan terakhir dalam mitigasi konflik manusia-orangutan, karena sangat beresiko untuk kehidupan orangutan. Untuk hal ini konflik harus dihindari dan dicegah melalui penegakan hukum dan praktek pengelo-
laan lahan yang bertanggung jawab dengan memperhatikan unsur ekologi dan prilaku orangutan. Rancangan yang dihasilkan dari kegiatan ini kemudian diajukan ke Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (dahulu Ditjen PHKA) Kemen LHK untuk ditetapkan sebagai kebijakan resmi berupa Permenhut P.53/Menhut-II/2014 yaitu Perubahan Atas Peraturan Menteri Kehutanan P.48/Menhut-II/2008 tentang Pedoman Penanggulangan Konflik Antara Manusia dan Satwa Liar dengan Lampiran IV Khusus Orangutan. Pelepasliaran dan translokasi orangutan yang berlangsung hampir jarang dilakukan evaluasi secara bersama. Para lembaga konservasi yang melaksanakan pelepasliaran melakukan evaluasi dengan metode yang berbeda satu dengan lainnya. Untuk menjembatani adanya keseragaman metode evaluasi dan membangun medium bertukar pembelajaran, FORINA yang didukung oleh ARCUS Foundation melaksanakan Workshop Evaluasi Upaya Pelepasliaran dan Translokasi Orangutan pada 14-16 April 2013 di Hotel Santika Bogor, Jawa Barat. Kegiatan ini dihadiri oleh 43 peserta dari 26 lembaga internasional maupun nasional yang terdiri dari LSM, Pemerintah, Swasta, Pemerhati, Ahli dan Akademisi. Kegiatan ini bertujuan untuk menjamin komitmen dari semua program reintro9
!
duksi yang aktif saat ini aktif untuk memberikan kontribusi informasi yang relevan dalam bentuk perjanjian sharing data, menentukan variabel reintroduksi, mendiskusikan masalah utama dan solusinya, serta mengantisipasi potensi masalah. Dari kegiatan ini dihasilkan empat kesepakatan, yaitu: kesepakatan untuk berbagi data telah ditandatangani oleh sebagian besar pihak yang terlibat, secara kolektif membuat daftar variabel ideal yang disepakati untuk mengevaluasi upaya reintroduksi, berbagai masalah dibahas dan solusi yang diusulkan seperti penggunaan perangkat radio telemetry untuk memantau keberhasilan reintroduksi, permasalahan kemandirian individu yang dilepaskan dan !
10 !
lain sebagainya. Pertemuan ini juga mengidentifikasi masalah mendesak untuk dapat segera ditindaklanjuti, yakni: keterbatasan daerah reintroduksi dan terjadinya individu yang dilepasliarkan menyerang kebun masyarakat dan lain sebagainya. Salah satu tindak lanjut konkrit dari pertemuan ini, khususnya dalam mengevaluasi kerja pelepasliaran, adalah tersedianya dukungan pendanaan bagi 3 peneliti Indonesia untuk melakukan evaluasi kerja pelepasliaran oleh ARCUS Foundation. Dana ini diperuntukan bagi 2 orang mahasiswa program strata dua dan 1 orang mahasiwa program strata tiga. !
4! Pengelolaan Anjungan Data Orangutan FORINA telah mengembangkan sistem anjungan data (database) yang terdiri dari database transek pengamatan, peluruhan sarang, informasi site survey orangutan, titik keberadaan orangutan, penegakan hukum orangutan, database orangutan di pusat rehabilitasi dan ex situ (di kebun binatang), database konflik orangutan serta perdagangan orangutan dan proses hukum. Dukungan awal pembuatan anjungan data dan website berasal dari USAID pada 2010, yang kemudian disempurnakan pada 2013 dengan menggunakan pendanaan dari IFACS-USAID.
yang meru-pakan bagian dari paket Microsoft Office, sehingga para pengguna dapat meng-gunakannya secara langsung dan tidak memerlukan program tambahan dipe-rangkatnya untuk berkontribusi dalam menambahkan, memperbaiki dan mengunakannya. Sistem database yang dikembangkan FORINA memiliki kemudahan untuk dimodifikasi sesuai kebutuhan di masa mendatang ataupun diadaptasikan oleh
Sistem data base yang dikembangkan berbasis web-GIS yang sederhana, namun sarat informasi dan memiliki kemudahan untuk memasuk-kan (entry) data, dan mengupayakannya untuk bersaha-bat dengan pengguna (user friendly). Sistem database menggunakan software yang banyak dipakai, yaitu: Microsoft Access, 11 !
keterancaman suatu populasi. Berda-sarkan indikasi awal ini, diharapkan dapat mendorong para peneliti, kelom-pok konservasi maupun pengambil kebijakan untuk
organisasi anggota dan mitra FORINA dalam pengembangan sistem database internalnya. Hal ini disebabkan sistem ini dapat dikembangkan, misalnya melalui penambahan field atau space bagi informasi yang belum terakomodasi, tanpa mengganggu data yang sudah ada di dalam sistem. Keutamaan lainnya dari sistem database ini adalah kesesuainya (compatibility) dengan sistem database lainnya dikarenakan kemudahan mengeksport data maupun hasil ke bentuk laporan dalam program Microsoft Word atau Microsoft Excel, yang kemudian dapat dijadikan input pada sistem database lainnya. FORINA juga membangun database spasial berbasis website (WebGIS) distribusi orangutan yang di-overlay dengan data pendukung seperti peta tutupan dan peta tataguna lahan. Sistem ini merupakan data distribusi spesies dilindungi pertama di Indonesia yang disajikan dalam bentuk Web-GIS. Tampilan Web-GIS dapat memberikan indikasi awal atas kebutuhan dibangunnya koridor orangutan ataupun satwa liar lainnya, ataupun gambaran kondisi 12 !
melakukan konservasi orangutan.
suatu habitat
upa-ya terkait dan populasi
Sistem anjungan data yang dipersiapkan oleh FORINA telah pula diperkenalkan kepada para pihak potensial yang dapat memanfaatkannya. Selain melalui pemaparan di dalam kegiatan-kegiatan monitoring dan evaluasi SRAK yang dilakukan, FORINA secara khusus melakukan kegiatan pengenalan melalui pelatihan penggunaan anjungan data ter-
sebut. Kegiatan ini dilaksanakan pada 30 Januari hingga 2 Pebruari 2014 di Wisma Makara Universitas Indonesia, Depok. Kegiatan ini dihadiri oleh 35 orang yang terdiri dari perwakilan pemerintah (diantaranya: BKSDA dan BAPPEDA dari Sumatera dan Kalimantan), lembaga konservasi non pemerintah, Forum Regional (diantaranya: Forum Orangutan Aceh, Forum Konservasi Orangutan Sumatera Utara, Forum
Konservasi Orangutan Kalimantan Barat, Forum Konservasi Orangutan Kalimantan Tengah, Forum Konservasi Kalimantan Timur), dan juga beberapa akademisi. Para peserta pelatihan diperkenalkan sistem anjungan data yang dikembangkan FORINA, juga menyepakati protokol dalam pemanfaatan data yang dihasilkan dari sistem pengelolaan data ini.
13 !
5! Dukungan Konservasi Di Tingkat Tapak FORINA merupakan lembaga yang ditetapkan dalam statutanya menjadi lembaga yang tidak melaksanakan implemetasi kegiatan di tingkat tapak, namun dapat saja memfasilitasi atau menginisiasi para pihak untuk melaksanakan kegiatan konservasi orangutan di tingkatan tersebut. Dalam mendukung konservasi di tingkat tapak ini, FORINA melakukan beberapa kegiatan diantaranya: 1. Peningkatan kapasitas dalam pelaksanaan survei orangutan FORINA melihat kemampuan para pihak dalam melakukan survei orangutan masih kurang, terutama dalam metodologi survei dan identifikasi sarang. FORINA melalui dukungan dari USAID memberikan pelatihan dua hari, yang meliputi
teori dan praktek lapangan kepada staf dari BKSDA, Taman Nasional, LSM, perguruan tinggi dan perusahaan pemanfaat lahan di tiga propinsi di Kalimantan. 2. Peningkatan kapasitas melaksanakan mitigasi konflik satwamanusia Pengetahuan mitigasi konflik satwamanusia masih sangat terbatas dimiliki oleh para pengiat konservasi orangutan di tingkat tapak. Satwa liar yang dilindungi, seperti: orangutan, kerapkali menjadi korban
Tabel 5.1. Informasi Pelaksanaan Pelatihan Survei Orangutan Waktu Pelaksanaan 16-17 September 2011 19-20 September 2011 23-24 September 2011
14 !
Tempat Kegiatan Desa Sungai Rasau, Sei Pinyuh, Kab. Pontianak, Kalimantan Barat Hutan konservasi Bhirawa (PT. Surya Hutani Jaya Unit II), Kalimantan Timur Balai Penelitian Kehutanan Banjarbaru KHDTK Tumbang Nusa, Pulang Pisau, Kalimantan Tengah
Jumlah Peserta 34 orang 32 orang 35 orang
dari konflik yang berlangsung. FORINA bekerja sama dengan Wildlife Conservation Society dan USAID mencoba meningkatkan kapasitas para pihak di tingkat lanskap melalui pelatihan dua hari di lima propinsi yang masih memiliki habitat orangutan. Sebanyak 49
lembaga yang menjadi pemanfaat kegiatan pelatihan ini, yang terdiri atas: 13 lembaga pemerintah, baik UPT Pemerintah pusat maupun dinas di bawah pemerintah daerah, 30 lembaga organisasi non pemerintah, dan 6 lembaga perguruan tinggi.
Tabel 5.2. Informasi Pelaksanaan Pelatihan Mitigasi Konflik Satwa-Manusia Waktu Pelaksanaan 15-16 September 2011 19-20 September 2011 19-20 September 2011, 21-22 September 2011, 23-24 September 2011
Tempat Kegiatan Pusat Pelatihan Yayasan Dian Tama, Toho, Pontianak, Kalimantan Barat Cherry Green Hotel, Medan, Sumatera Utara Amaris Hote, Palangkaraya, Kalimantan Tengah Sulthan Hotel, Banda Aceh Grand Sawit Hotel, Samarinda, Kalimantan Timur
3. Kalimantan wide survey Kegiatan Kalimantan Wide Survey (KWS) dilakukan melalui dua tahapan, yakni KWS Pertama yang berlangsung pada 2009 oleh APAPI/ PERHAPPI dan KWS Kedua yang dilakukan pada 2012 oleh FORINA. Dalam pelaksanaan kegiatan KWS Kedua yang didukung oleh The Nature Conservancy (TNC) ini, FORINA bekerja sama dengan beberapa lembaga konservasi di Kalimantan, diantaranya: FOKKAB, WWFKalbar, Riak Bumi, Sylva Indonesia Universitas Tanjungpura, Yayasan Titian, Yayasan Palung, AKAR, PRCF Indonesia, Yayasan Dian Tama, Lembaga Living Indonesia, FK3I, Yayasan Orangutan Indonesia (Yayorin), UF-UK, BKSDA Pangkalan Bun dan ECOSITROP PPHT Universitas Mulawarman.
Jumlah Peserta 35 orang 33 orang 33 orang 35 orang 34 orang
Pada KWS Pertama, survei dilakukan dengan mengirimkan tim survei mendatangi desa-desa di sekitar blok-blok hutan yang tersisa dan diduga merupakan habitat orangutan. Tim survei KWS Pertama melakukan wawancara dengan para penduduk yang ada dan menanyakan pengalaman perjumpaan individu ataupun sarang orangutan. Hasil dari survei ini adalah diperkirakan ada 4,4 juta hektar kawasan yang berpotensi merupakan habitat orangutan tersisa di luar kawasan konservasi. 15
!
Pada KWS Kedua, kegiatan dilakukan melalui dua tahapan, yakni: 1) Workshop persiapan dengan melatih tim survei, yang dilakukan di Samarinda pada 6 Mei 2021, di Pontianak pada 9 Juni 2012, dan di Pangkalanbun pada 16 Juni 2012; dan 2) Pelaksanaan survei lapangan dilakukan pada 36 grid/ lokasi yang berada di luar kawasan konservasi dan diduga memiliki populasi orangutan berdasarkan hasil dari KWS Pertama. Survei lapangan dilakukan selama 4 bulan, yang dimulai dari minggu kedua Juli 2012 hingga minggu kedua November 2012. Penempatan jalur pengamatan survey lapangan melalui metode jari-jari dengan pusat lokasi camp atau desa dan empat jalur dengan arah berbeda yang panjangnya masing-masing jalur yang dilalui adalah minimal 4 km per jalur. Penentuan lokasi berdasarkan kemudahan akses untuk dilalui dan keamanan pengamatan. Semua jalur yang dilalui dipetakan dengan memanfaatkan fasilitas automatic tracking (dengan
16 !
perekaman setiap 5 detik) pada GPS. Adapun hasil KWS Pertama yang diverifikasi oleh KWS Kedua di 36 grid/ lokasi menunjukkan hasil 69,4%. Terdapat 12 grid/ lokasi yang pada KWS Pertama diperkirakan merupakan habitat orangutan, namun setelah dilakukan verifikasi dengan survei secara langsung ke blok hutannya, ternyata tidak ditemukan tanda-tanda keberadaan orangutan, seperti: perjumpaan langsung maupun sarang. 4. Penyusunan rencana kolabaratif di empat lanskap orangutan FORINA dengan dukungan USAIDIFACS mendorong terjadinya kegiatan pengelolaan kolaborasi (collaborative management) mengenai mitigasi ancaman orangutan di empat lanskap utama orangutan, yakni: Aceh Selatan, Aceh Tenggara, Kayong Utara (Palung) dan Katingan. Setelah melalui proses observasi, wawancara dan diskusi dengan para pihak potensial di masing-masing
lanskap, FORINA berhasil mengidentifikasi satu rencana kegiatan kolaboratif di setiap lanskap. Rencanarencana tersebut telah dikonsultasikan dengan para pihak yang ada dan mendapatkan masukan untuk perbaikan dan penyempurnaan.
pada rencana-rencana yang sudah ada atau sudah didiskusikan oleh para pihak yang ada. Sementara dalam inisiasi kolaborasi mencoba memulai kelembagaan kolaborasi dari para pihak yang siap berkolaborasi, namun tetap memberikan ruang bagi para pihak lainnya yang hendak bergabung di masa mendatang. Faktor keberlanjutan dan ketersediaan mitra kolaborasi yang akan terus mengawal pelaksanaan kegiatan kolaborasi juga menjadi pertimbangan penting dalam penyusunan rencana pengelolaan kolaboratif ini. Adapun rencana kegiatan kolaboratif di tingkat lanskap dan mitra potensial yang akan melanjutkan rencana tersebut dapat dilihat pada Tabel 5.3.
Dalam pendekatan kolaborasi ditawarkan, FORINA lebih mendorong Tabel 5.3. Rencana Kolaboratif da Mitra Potensial Pelaksana Lokasi Lanskap Aceh Tenggara
Rencana Kegiatan Kolaboratif
Mitra Potensial
Kerjasama Kolaboratif Berbasis Masyarakat Pengamanan Hutan Sekitar Ketambe
Aceh Selatan
Kerjasama Kolaboratif Berbasis Masyarakat Pengamanan Hutan Suaka Margasatwa Rawa Singkil
Kayung UtaraPalong
Pengelolaan Kolaboratif Ekoturisme di Hutan Lindung Sungai Paduan
Katingan
Penyediaan dan pengelolaan habitat bagi orangutan translokasi dan suaka orangutan di areal kerja PT. Rimba Makmur Utama
Orangutan Information Centre (OIC), masyarakat sekitar kawasan, Balai Besar Taman Nasional Gunung Leuser, dan pemandu wisata di sekitar Ketambe Yayasan Leuser Internasional (YLI), Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh, serta komunitas Desa Teupin Tinggi, Bulusuma, Sinebouk Jaya, Rakit, Kampung Tengoh dan Kuta Padang. Yayasan Palung, Dinas Kehutanan Kab. Kayong Utara, Dinas Pariwisata Kab. Kayong Utara, dan masyarakat Desa Padu Banjar Village, Kab. Kayong Utara. PT. Rimba Makmur Utama (RMU), Borneo Orangutan Survival Foundation (BOSF) and Forum Konservasi Orangutan Kalimantan Tengah (FORKAH)
17 !
5. Diskusi Koridor Orangutan dan Satwa Liar Lainnya Sebagai upaya merespon kebutuhan pembuatan panduan mengenai pembangunan koridor untuk satwa liar khususnya orangutan, FORINA telah mengadakan diskusi untuk berbagi pengetahuan dan pengalaman yang terkait dengan koridor satwa liar bersama bersama ahli dan penggiat konservasi satwa liar lainnya (badak dan harimau). Pertemuan yang diselenggarakan pada hari Jum’at tanggal 28 Februari 2014 Pukul : 08.30–12.00 di Ruang Rapat LPPM, Selasar Lantai 3 Kampus Universitas Nasional Jl. Sawo Manila, Ps. Minggu, Jakarta Selatan. 6. Inisiasi pengembangan koridor orangutan di Kalimantan Barat FORINA bekerjasama dengan Forum Konservasi Orangutan Kalimantan Barat (FOKKAB) melakukan program inisiasi pengembangan konservasi orangutan Kalimantan sub jenis Pongo pygmaeus pygmaeus berbasis masyarakat di koridor antara Taman Nasional Betung Kerihun (TNBK)– Taman Nasional Danau Sentarum (TNDS). Kegiatan yang berlangsung di Kabupaten Kapuas Hulu ini mendapatkan dukungan pendanaan dari Tropical Forest Conservation Act (TFCA) Kalimantan. Progam ini bertujuan untuk membangun konektivitas populasi dan habitat orangutan Kalimantan, serta meningkatkan pemahaman masyarakat mengenai konservasi orangutan 18 !
di koridor dua taman nasional tersebut. Program ini direncanakan akan berlangsung selama 3 (tiga) tahun dari 2014 hingga 2017 di lima desa koridor TNBK-TNDS, yaitu Mensiau, Labian Ira’ang, Labian, Sungai Ajung dan Melemba. Program ini melaksanakan lima kegiatan utama yaitu: identifikasi habitat potensial pelepasliaran orangutan Kalimantan sub jenis Pongo pygmaeus pygmaeus di DAS Mendalam, monitoring populasi dan distribusi orangutan berbasiskan masyarakat, perbaikan habitat orangutan, monitoring perburuan dan perdagangan orangutan, dan kampanye konservasi orangutan. Hingga satu tahun pelaksanaan kegiatan, telah cukup banyak capaian yang diperoleh program ini. Program ini telah melakukan identifi-
kasi potensi areal pelepasliaran seluas 32.838 Ha, yang sebagian besarnya adalah hutan lahan kering primer. Survei lapangan juga sidah dua kali dilaku-kan di kawasan ini, yakni: di sub DAS Seluwa-Mekurei pada DAS Men-dalam dan Sungai Mentibat-Pari di wilayah TNBK. Kawasan yang disur-vei ini cukup sesuai untuk habitat pelepasliaran dengan dijumpainya 272 jenis tumbuhan, yang 52% adalah pakan orangutan. Inisiasi perbaikan habitat yang dilakukan di koridor telah menyelesaikan kajian keanekaragaman hayati di hutan dan di sekitar desa. Hasil kajian ini kemudian didesiminasikan pada Lokakarya Keanekaragaman Hayati dan Perbaikan Habitat Orangutan, yang dilaksanakan di Putussibau pada 12-13 Mei 2015 dan dihadiri oleh 57 orang perwakilan para pihak yang ada. Pada lokakarya ini juga disepakati kegiatan perbaikan
habitat orangutan nantinya akan dilakukan melalui skema restorasi. Selain itu, juga sudah dilakukan pelatihan untuk membangun sistem pangkalan data (data base) untuk 15 orang perwakilan LSM dan pemerintah dan pelatihan investigasi untuk monitoring perburuan dan perdagangan orangutan dan satwa liar dilindungi kepada 15 orang petugas lapangan. Guna mendukung hal tersebut juga dilakukan identifikasi kearifan lokal konservasi orangutan yang nantinya akan dijadikan sebagai dasar penguatan hukum adat terkait dengan konservasi orangutan. Melengkapi kegiatan-kegiatan di atas, sudah dilakukan identifikasi kelompok target dan strategi kampanye konservasi orangutan yang akan dijadikan sebagai landasan pelaksanaan serangkaian kegiatan kampanye berikutnya.
19 !
6! Publikasi dan Pengembangan Perangkat Pendukung Konservasi Orangutan FORINA dalam mendukung konservasi orangutan menerbitkan beberapa publikasi terkait konservasi orangutan. Publikasi ini diharapkan dapat menjadi referensi bagi para pihak di tingkat lapangan dalam menghadapi permasalahan yang dihadapinya menyangkut konservasi orangutan. Terdapat lima publikasi terjemahan dan sepuluh publikasi yang secara khusus dipersiapkan oleh FORINA hingga 2015, yang semuanya dapat diunduh dari website yang dimiliki FORINA (www.forina.or.id). Empat publikasi yang merupakan publikasi terjemahan merupakan prinsip pengelolaan konservasi orangutan di konsesi pemanfaatan lahan, yakni tambang, kelapa sawit, hutan tanaman industri dan hak pengusahaan hutan alam, yang diterbitkan oleh OCSP-USAID dalam bahasa Inggris. Satu dokumen lainnya yang diterjemahkan adalah Prosiding International Workshop on Orangutan Conservation 2010. Adapun kesepuluh publikasi yang merupakan
20 !
publikasi khusus yang dipersiapkan oleh FORINA adalah: 1. Panduan Survei Orangutan (2012), yang berisikan metode pengamatan orangutan yang dianjurkan dilakukan untuk memprediksi kepadatan orangutan di sebuah blok hutan. 2. Panduan Lapangan Pengenalan JenisJenis Mamalia dan Burung Dilindungi di Sumatra dan Kalimantan (2012), yang berisikan in-formasi lengkap mengenai jenis-jenis mamalia dan burung yang masuk dalam status dilindungi di Sumatera dan Kalimantan, yang harapannya dapat digunakan sebagai acuan bagi para pihak yang melakukan survei sumber daya alam. 3. Panduan Tanya Jawab Seputar Orangutan (2014), yang berisikan informasi terkait dengan orangutan agar masyarakat luas lebih mengenal dan memahami orangutan, satwa yang menjadi bagian penting dari keanekaragaman hayati Indonesia
4. Panduan Mitigasi Konflik ManusiaOrangutan (2014), yang berisikan cara masyarakat menghadapi situasi konflik ini dengan langkah netralisasi terbaik, selaras kebutuhan manusia dan orangutan, meminimalisasi kerugian pada kedua belah pihak, serta menghindarkan terjadinya konflik baru yang lebih besar. 5. Prosedur Konservasi Orangutan in situ di Luar Kawasan Konservasi (2014), yang dapat menjadi bahan pertimbangan dan acuan pelaksanaan teknis konservasi in situ orangutan di luar kawasan konservasi, khususnya pada areal HPH, HTI, perkebunan dan pertambangan. 6. Konsep Ideal Koridor Orangutan dan Prinsip Pengelolaanya (2014), yang berisi konsepsi mengenai koridor secara umum, dengan dilengkapi desain perencanaan dan pengelolaan/ manajemen koridor. 7. Panduan Penanganan Kebakaran di Habitat Orangutan (2014), yang berisikan pengertian, jenis, penyebab, tipe, kebijakan terkait dan dampak kebakaran, dampak kebakaran terhadap orangutan dan penanganan kebakaran untuk penyelamatan orangutan. 8. Panduan Pengamanan Hutan Berbasis Komunitas (2014), yang berisi informasi dan panduan yang berkaitan dengan upaya perlindungan dan pengamanan hutan yang dilakukan oleh masyarakat sekitar habitat orangutan. 9. Panduan Pengarusutamaan Konservasi Orangutan dalam Penataan !
!
Ruang Wilayah Provinsi dan Kabupaten (2014), yang berisikan bagaimana data peta distribusi orangutan dan peta ancaman habitatnya dapat diakui dan dimanfaatkan sebagai salah satu data penting dalam penataan ruang daerah.
10. Panduan Pengembangan Pariwisata Berkelanjutan Bersama Masyarakat di Hutan Lindung Gambut Kab. Kayong Utara, Kalimantan Barat (2014), yang berisikan cara mendesain sebuah program pengembangan pariwisata berdasarkan pembelajaran program yang pernah dilakukan FORINA.
!
21!
7! Fasilitasi Forum Orangutan Daerah Hingga saat ini telah berdiri forumforum daerah yang merupakan mitra FORINA dalam mendorong konservasi orangutan di Indonesia. Forum-forum ini bersifat independen dan bukan merupakan forum bawahan dari FORINA. Forum daerah yang telah terbentuk di 5 (lima) regional, yaitu FORA (Forum Orangutan Aceh), FOKUS (Forum Orangutan Sumatera Utara), KORAN (Forum Komunikasi Orangutan Falimantan Timur), FORKAH (Forum Orangutan Kalimantan Tengah) dan FOKKAB (Forum Konservasi Orangutan Kalimantan Barat). Adapun kontak dari masing-masing forum tersebut dapat dilihat pada Kotak Forum Orangutan Daerah. Kondisi kelembagaan forum-forum yang ada cukup beragam. Ada yang kelembagaannya aktif melakukan kegiatan dan mampu bekerja sama dengan mitra lainnya, namun ada pula yang mengalami kevakuman kegiatan tidak lama setelah pembentukannya. FOKUS dan FOKKAB merupakan dua forum yang paling aktif melakukan pertemuan rutin, !
! ! 22 !
baik terkait penanganan konflik yang berlangsung maupun menggalang sinergisitas diantara angota forum. FORA lebih banyak melakukan kegiatankegiatan advokasi dan mewarnai opini publik di media lokal mengenai pentingnya konservasi hutan dan orangutan. Jika keempat forum daerah lainnya terbentuk pada 2010, FORKAH baru dapat terbentuk pada 2012. FORKAH, meskipun forum daerah yang terakhir terbentuk telah mulai aktif melakukan fasilitasi kegiatan konservasi orangutan. Sementara KORAN yang dibentuk secara informal pada 2010, kelembagaan dan kegiatannya kemudian mengalami kevakuman hingga saat ini. Kotak 1. Forum Orangutan Daerah 1. FORA (Forum Orangutan Aceh), Ketua: Badrul Irfan, Email:
[email protected] 2. FOKUS (Forum Orangutan Sumatera Utara), Ketua: Panut Hadisiswoyo, Email:
[email protected] 3. FOKKAB (Forum Konservasi Orangutan Kalimantan Barat), Ketua: Albert Tjiu, Email:
[email protected] 4. FORKAH (Forum Orangutan Kalimantan Tengah), Ketua: Dr. Hendrik Segah, Email:
[email protected]
! !
8! Persiapan Population and Habitat Viability Assesment 2016 Pemutakhiran data distribusi dan populasi orangutan secara menyeluruh perlu dilakukan untuk mengetahui dinamika populasi dan trend ancamannya pada masa lalu dan prediksi keberlanjutannya. Guna pemutakhiran data terakhir berdasarkan Population and Habitat Viability Assesment (PHVA) Orangutan
pada 2004, FORINA merencanakan dilaksanakannya PHVA Orangutan 2016. Dalam rangka mempersiapkan kegiatan tersebut, telah dilakukan persiapan di tingkat regional dalam bentuk pre-PHVA yang dilaksanakan di Kalimantan Timur,
Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah dan rencananya akan pula dilaksanakan di Sumatera Utara, yang akan meliputi wilayah kajian Orangutan Sumatera. Bentuk kegiatan pre-PHVA meliputi identifikasi, pengumpulan dan verifikasi data lapangan yang berhubungan dengan distribusi habitat dan populasi orangutan, serta kondisi ancaman kelestariannya. Data yang diperoleh dipetakan, dipersiapakan dan dianalisis untuk digunakan pada kegiatan PHVA orangutan 2016. Selain kegiatan pre-
PHVA, FORINA juga memfasilitasi terbentuknya komite pengarah pelaksanaan PHVA dan revisi SRAK melalui Keputusan Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem, 23
!
!
Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup. Komite pengarah yang terdiri dari pakar yang berasal institusi penelitian dan konservasi ini, nantinya
diharapkan dapat memilih metode pemodelan yang akan digunakan dalam PHVA 2016.
Tabel 8.1. Waktu Pelaksanaan dan Mitra Pelaksanaan Monev SRAK orangutan Regional, Waktu Pelaksanaan Kalimantan Timur, 14–17 April 2015 Kalimantan Barat , 15-16 Juni 2015 Kalimantan Tengah, 24-25 Juni 2015 Sumatera Utara dan Aceh, 24-25 Agustus 2015 (rencana) ! !
!
24 !
!
Mitra Pelaksana Kegiatan The Nature Conservancy, BKSDA Kalimantan Timur BKSDA Kalimantan Barat, GIZFORCLIME, WWF Indonesia, FOKKAB, AKAR dan Lembaga Titian. BKSDA Kalimantan Tengah, FORKAH, Yayasan BOS, WWF Indonesia dan Wilmar Group BKSDA Sumatera Utara, BKSDA Aceh, TNGL, FORA, FOKUS
Jumlah Peserta 52 orang peserta 53 orang peserta
95 orang peserta
Diharapkan dapat dihadiri sebanyak 80 orang peserta.
!
9! Pengelolaan Kelembagaan ! !
Kerja sama dan kemitraan strategis FORINA pada rentang 2010-2015, telah berhasil menggalang kerja sama dan kemitraan strategis dengan beberapa lembaga. Semua bentuk kemitraan yang dilakukan oleh FORINA berbentuk bantuan pendanaan sukarela (grant), yang tidak bertentangan dengan hukum dan peraturan yang berlaku di Indonesia. Adapun kerja sama yang telah berlangsung adalah sebagai berikut: 1. Kerja sama dengan USAID pada 2010 melalui kontrak Purchase Order (PO) bernomor AID-497-0-11-00076 sebesar Rp. 1,181,050,000,2. Kerja sama dengan The Nature Conservancy pada 2012 melalui kontrak bernomor P/BALIKPAPAN/FORI 020112 tanggal 17 Januari 2012 sebesar Rp. 533.670.564.-. 3. Kerja sama dengan IFACS-USAID pada 2012 hingga 2014 melalui Subcontract bernomor 019-1836FORINA-001 sebesar $ 368,000. 4. Kerja sama dengan Tropical Forest Conservation Act Kalimantan (TFCA Kalimantan) pada 2014-2017 melalui Surat Perjanjian Penerimaan Hibah bernomor 007/01/02/02/2346/ TFCA2/CYC.1/IV/2014 tanggal 30 April 2014 dengan jumlah grant sebesar Rp. 6.271.695.000
5. Kerja sama dengan Arcus Foundation melalui OF-UK pada 2015 melalui grant bernomor G-PGM-1505-1293 tanggal 10 Juni 2015 dengan jumlah grant sebesar £44,883.48. Pengelolaan sumber daya manusia Pengurus FORINA dalam melaksanaan kegiatannya sehari-hari dan program dilakukan melalui sebuah sekretariat yang berlokasi di Bogor dengan alamat di Jl. Cemara Boulevard No. 58, Sektor VII Taman Yasmin, RT 4 RW 11, Kelurahan Cilendek Timur, Kecamatan Bogor Barat, Bogor, Jawa Barat. Sekretariat FORINA dikelola oleh sebuah tim, yang terdiri atas: Ketua FORINA/ Koordinator Sekretariat: Drs. Ign. Herry Djoko Susilo, MSc. Pengelola Keuangan: Frida Mindasari Sanain, S.Si (sebelumnya pada 2010-2012 oleh Naya Silana, S.Si, M.Si) Penasehat Keilmuan: Dr. Sri Suci Utami Atmoko Penasehat Pengelolaan Data dan Kemitraan: Dra. Ermayanti, MSi. Penasehat Pengelolaan Keuangan: Jonata Syarief, SE, MBA. Staf Program: Moh Arif Rifqi, S.Si dan Fajar Saputra, S.Si
25 !
!
Pengelolaan keuangan lembaga Kondisi keuangan FORINA hingga Juni 2015 memiliki saldo sebesar Rp. 4,283,075,929.00. Saat ini saldo tersebut berada pada rekening lembaga di Bank Negara Indonesia (BNI) Cabang Cimanggu Bogor, dengan nomor rekening 0339 1886 35 dan berbentuk
deposito di Bank Tabungan Pensional Nasional (BTPN) dengan nomor rekening 0538DEP000796 sebesar Rp. 1,500,000,000.00. Adapun ringkasan dana FORINA dalam rentang 2010 hingga 31 Juli 2015 dapat dilihat pada Tabel 9.1.
Tabel 9.1. Ringkasan Dana FORINA per 31 Juli 2015 RINGKASAN DANA FORINA PER 31 JULI 2015 (DALAM RUPIAH) DONOR 2015 FORINA 2015 IFACS ARCUS TFCA Kalimantan
PENERIMAAN 548,985,067.00 4,041,542,312.00 933,152,336.00 2,961,315,000.00
PENGELUARAN 513,593,095.00 1,924,122,335.00 77,314,100.00 1,686,889,256.00
SALDO 35,391,972.00 2,117,419,977.00 855,838,236.00 1,274,425,744.00 4,283,075,929.00
*unaudited ! ! ! ! ! ! ! ! ! ! !
26 !
!
! !
10! Penutup FORINA selama lima tahun terakhir, yakni pada 2010-2015, telah berupaya semaksimal mungkin melaksanakan peran yang dimandatkan oleh anggota dan sebagaimana yang diharapkan dalam Strategi dan Rencana Aksi Konservasi (SRAK) Orangutan Indonesia 2007–2017. Pelaksanaan monitoring dan evaluasi SRAK secara rutin dapat dilaksanakan, meskipun tidak dilakukan setiap tahunnya, namun telah berhasil melaksanakannya sebanyak tiga kali di dalam rentang waktu tersebut. Keterlibatan para pihak, yang mewakili kelompok-kelompok kepentingan yang ada, selalu dapat diupayakan, walaupun keberimbangan komposisi secara jumlah terkadang masih menjadi tantangan. Dalam kaitan mendukung implementasi SRAK di tingkat tapak, FORINA telah berupaya membangun sistem anjungan data yang terintegrasi dan penyiapan publikasi-publikasi terkait konservasi orangutan. Sistem informasi dan publikasi yang ada disajikan di dalam website FORINA, dengan harapan dapat dengan mudah diakses oleh para pihak yang membutuhkannya. FORINA telah pula melakukan pengawalan pada revisi kebijakan yang pro orangutan, namun
perubahan kebijakan yang diharapkan masih belum berlangsung. Di masa mendatang, FORINA akan lebih secara aktif memberikan masukan dan melakukan pengawalan pada proses perubahan kebijakan ini. FORINA mengamati telah munculnya solidaritas dan kebersamaan dari para pihak untuk mendorong konservasi orangutan dalam mewujudkan masa depan Orangutan Indonesia yang lebih baik dan stabil. Kemitraan dan kolaborasi yang bertujuan meningkatkan konservasi orangutan diantara pemerintah, swasta, peneliti, organisasi konservasi dan lembaga donor semakin meningkat dalam beberapa waktu terakhir. Momentum ini perlu dipertahankan dan dijaga. Peran menjaga momentum inilah yang akan menjadi salah satu fokus FORINA di masa mendatang. Kondisi habitat orangutan, khususnya yang berada di Kalimantan, banyak yang berada di dalam konsesi yang dikuasai oleh kelompok swasta. FORINA di masa mendatang juga berharap dapat lebih mendorong kolaborasi para pihak untuk bersama-sama membantu kelompok swasta dalam melaksanakan pengelolaan kawasan lindung setempat 27
!
!
di dalam konsesi. Masukan dan dukungan teknis dalam pengelolaan habitat yang didasari oleh kajian ilmiah akan menjadi salah satu upaya yang akan dilakukan FORINA dalam mendukung hal ini. Dalam mendukung integrasi habitat yang terfragentasi, FORINA akan pula mencoba bekerja sama dengan forum-forum lainnya yang fokus pada konservasi satwa liar yang dilindungi untuk melakukan studi-studi terkait efektivitas koridor dan desain koridor satwa. Salah satu mandat FORINA yang disadari belum dapat terlaksana secara maksimal adalah membangun dukungan pendanaan berkelanjutan bagi konservasi orangutan. Sangat disadari bahwa dalam merancang, menyusun strategi dan mewujudkan rencana ini, peran ! ! !
34
majelis perwakilan anggota (MPA) sangat besar. Kondisi MPA yang selama ini dapat dikatakan vakum dirasakan perlu untuk direvitalisasi, agar Badan Pengurus dan Sekretariat FORINA memiliki mitra dalam mewujudkannya dan implementasi rencana-rencana di dalam SRAK yang lain. Revitalisasi MPA perlu pula didahului pendataan kembali anggota dan peningkatan layanan kelembagaan pada anggota. Pendataan anggota perlu dilakukan dengan kembali menyadarkan hak dan kewajibannya sebagai anggota FORINA. Tata kelola kelembagaan yang ada di dalam AD/ ART kelembagaan perlu diupayakan pelaksanaannya, sehingga proses transparansi dan akuntabilitas kelembagaan dapat di tingkatkan.
Forum Orangutan Indonesia Jl. Cemara Boulevard No. 58 Taman Yasmin, Bogor, Indonesia, 16112 www.forina.or.id !