LAPORAN AKHIR Penelitian Dosen Pemula
ANALISIS KESIAPAN PENERAPAN SIKDA GENERIK DI KOTA SURAKARTA
Sri Wahyuningsih Nugraheni, S. KM., M. Kes
NIDN 0601058403
AKADEMI PEREKAM MEDIK DAN INFORMATIKA KESEHATAN APIKES CITRA MEDIKA SURAKARTA Mei 2014
1
2
RINGKASAN
SIKDA Generik merupakan aplikasi sistem informasi yang bersifat nasional sehingga wajib diterapkan di seluruh Dinas Kesehatan di Indonesia. Disisi lain Kota Surakarta sejak tahun 2006 telah memiliki SIKDA versi DKK Surakarta yang sudah berjalan dengan baik walaupun masih ada beberapa kekurangan. Peruahan sistem informasi akan berpengaruh pada sistem kerja juga, oleh karena itu migrasi data dan kesiapan sumber daya wajib diperhatikan. Berdasarkan latar belakang diatas maka penelitian ini bertujuan mengidentifikasi masalah sistem informasi yang berjalan di Kota Surakarta, menganalisis kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman SIKDA Generik dengan menggunakan analisis SWOT di Kota Surakarta, menganalisis kelayakan SIKDA Generik di Kota Surakarta, dan menganalisis kebutuhan SIKDA Generik di Kota Surakarta. Peneltian ini merupalan penelitian kualitatif dengan menggunakan pendekatan “grounded theory”. Hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan metode “content analysis”. Informan utama dalam penelitian ini adalah dua orang pengelola SIK ditingkat DKK dan dua orang pengelola SIK ditingkat puskesmas (Puskesmas Sibela dan Puskesmas Nusukan), sedangkan informan triangulasi adalan Ka. Sie Pencegahan Penyakit dan Penanggulangan KLB dan Ka. Sie KIA dan KB di DKK Surakarta. Hasil dari penelitian ini adalah adanya masalah pada SIKDA yang berjalan di Kota Surakarta baik ditingkat DKK maupun puskesmas Kota Surakarta dari aspek software, SDM dan komitmen pengguna. Berdasarkan analisis SWOT maka dapat dirumuskan strategi yaitu perlu adanya pengembangan SIMPUS dan SIK Kota Surakarta sehingga mampu interoperable dengan Bank Data Nasional. Hasil analisis kelayakan memperlihatkan bahwa aspek ekonomis dan personil memerlukan perhatian, sedangkan hasil analisis kebutuhan, untuk saat ini pengembangan SIMPUS dan SIK Kota Surakarta berbasis web dilakukan secara bertahap, dan sebagai tahap pertama DKK Surakarta mengembangkan SIK berbasis web. Berdasarkan hasil penelitian, peneliti dapat memberikan saran bagi DKK Surakarta Melibatkan pengelola SIK ditingkat puskesmas dalam merumuskan SIK dan SIMPUS berbasis web yang dapat interoperable dengan Bank Data Nasional. Mengajukan anggaran APBD untuk penambahan SDM dan pengembangan pengelola SIK baik ditingkat DKK maupun puskesmas. Sedangkan saran yang dapat peneliti berikan untuk puskesmas di Kota Surakarta adalah adanya peran aktif dari kepala puskesmas untuk meningkatkan koordinasi antara petugaspetugas di puskesmas dan pengelola SIK dalam pengelolaan data dan informasi kesehatan. Luaran penelitian ini adalah pengayaan bahan ajar mata kuliah Pengantar SIK semester V di APIKES Citra Medika Surakarta
3
PRAKATA
Peneliti bersyukur karena penulis dapat memperoleh kesempatan untuk mengadakan penelitian dosen pemula dengan judul Analisis Kesiapan Penerapan SIKDA Generik di Kota Surakarta. Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam pelaksanaan penelitian dosen pemula ini: 1. Yayasan Inter Nusa Surakarta yang telah memberi dana penelitian 2. Tominanto, S. Kom, M. Cs selaku direktur APIKES Citra Medika Surakarta 3. Riska Rosita, S. KM selaku ketua UPPM 4. Kepala Dinas Kesehatan Kota Surakarta yang telah memberikan ijin penelitian, Seksi SIMKES Kota Surakarta, pengelola SIK di puskesmas Sibela dan pengelola SIK di puskesmas Nusukan 5. Semua teman-teman dosen APIKES Citra Medika yang telah memberikan masukan-masukan dalam melakukan penelitian ini. Penulis menyadari bahwa penelitian ini tidak lepas dari kesalahan dan kekurangan dikarenakan kemampuan penulis yang terbatas. Penulis berharap semoga peneliti ini dapat bermanfaat serta menambah pengetahuan mengenai SIKDA Kota Surakarta dan SIKDA Generik.
Surakarta, Mei 2014
Peneliti
4
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL. ……………………….......…………...................…
i
PENGESAHAN…………….......................................................................
ii
RINGKASAN..............................................................................................
iii
PRAKATA...................…………………………………….............……...
iv
DAFTAR ISI. ….......…………………............………………………...…
v
DAFTAR TABEL........................................................................................
vi
DAFTAR LAMPIRAN ..……….....…………………………....................
vii
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ..…………………………………….............
1
1.2 Rumusan Masalah…….. .………….……………................
3
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
5
2.1 Analisis Sistem Informasi……………………………………
5
2.2 SIKDA Generik…………………………...…………………..
8
BAB 3 TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN…………………….
16
3.1 Tujuan Penelitian……………………………………………..
16
3.2 Manfaat Penelitian……………………………………………
16
BAB 4 METODE PENELITIAN……………………………………….
17
4.1 Jenis Penelitian………………..……………………….………
17
4.2 Subjek dan Objek Penelitian…………………………………..
17
BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN….………………………………..
18
5.1 Identifikasi Masalah………………..…………………………..
18
5.2 Analisis Kekuatan,Kelemahan,Peluang dan Ancaman………...
20
5.3 Analisis Kelayakan………………..……………………………
21
5.4 Analisis Kebutuhan…………………….………………………
29
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN…………………………………..
32
6.1 Kesimpulan…………….……………………………………….
32
6.2 Saran………….………………………………………………...
33
DAFTAR PUSTAKA
5
DAFTAR TABEL Tabel 4.1 Data Informan Utama …………….……………………………
16
Tabel 4.2 Data Informan Triangulasi.……………………………………..
17
6
BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang SIKDA Generik merupakan aplikasi sistem informasi kesehatan daerah (SIKDA) yang berlaku secara nasional yang menghubungkan secara online dan terintegrasi seluruh puskesmas, rumah sakit, dan sarana kesehatan lainnya,
baik
milik
pemerintah
maupun
swasta,
dinas
kesehatan
kabupaten/kota, dinas kesehatan provinsi, dan Kementerian Kesehatan. Aplikasi SIKDA Generik dikembangkan dengan tujuan meningkatkan pelayanan kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan serta meningkatkan ketersediaan dan kualitas data dan informasi manajemen kesehatan melalui pemanfaatan teknologi informasi komunikasi (Kemenkes RI, 2012). SIKDA dikembangkan untuk mendukung SIKNAS, namun dengan adanya desentralisasi pada sektor kesehatan berdampak negatif yaitu ketidaklengkapan
data
dan
ketidaktepatan
waktu
pengiriman
data
SP2TP/SIMPUS, SP2RS dan profil kesehatan. Desentralisasi mengharuskan pengembangan SIKDA menjadi tanggung jawab pemerintah daerah. Namun belum adanya kebijakan tentang standar pelayanan bidang kesehatan (termasuk mengenai data dan informasi) mengakibatkan persepsi masingmasing pemerintah daerah berbeda-beda sehingga menyebabkan Sistem Informasi Kesehatan (SIK) yang dibangun tidak terstandarisasi. Format input/output yang berbeda mengakibatkan sistem dan aplikasi yang dibangun tidak dapat terintegrasi. Sistem yang tidak terstandarisasi tidak hanya terjadi di daerah akan tetapi terjadi juga di Kementrian Kesehatan (Depkes RI, 2002; Depkes RI, 2007). Data yang tidak terstandarisasi, data yang tidak lengkap dan adanya duplikasi data dari masing-masing daerah dalam sistem informasi satu program kesehatan dengan sistem informasi program kesehatan lainnya mengakibatkan
data
tidak
valid
dan
akurat.
Ketidakvalidan
dan
ketidakakuratan data menjadi semakin besar jika verifikasi data tidak dilakukan. Keterlambatan pengiriman data, baik ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
dan
Provinsi
maupun
7
Kementerian
Kesehatan
mengakibatkan informasi yang diterima tidak up to date lagi sehingga proses pengolahan dan analisis data tidak dapat dilakukan tidak tepat waktu. Pada akhirnya para pengambil keputusan/ pemangku kepentingan mengambil keputusan dan kebijakan kesehatan tidak berdasarkan data yang akurat. Berdasarkan hal tersebut maka dibutuhkan suatu aplikasi sistem informasi kesehatan yang “berstandar nasional” dengan format input maupun output data yang diharapkan dapat memfasilitasi kebutuhan dari tingkat pelayanan kesehatan primer, dinas kesehatan kabupaten/kota, dinas kesehatan provinsi, dan Kementrian Kesehatan. Berdasarkan hal tersebut, maka Kementrian Kesehatan membangun aplikasi yang diharapkan mampu mengatasi berbagai permasalahan data dan informasi, aplikasi tersebut dikenal dengan nama “SIKDA Generik” (Kemenkes RI, 2011). Aplikasi SIKDA Generik diharapkan mampu menghubungkan seluruh unit pelayanan kesehatan yang meliputi puskesmas dan rumah sakit, baik pemerintah maupun swasta. Selain itu, puskesmas dan rumah sakit dapat dapat terhubung dengan jejaring kerjasamanya. Pengembangan “SIKDA Generik” bertujuan untuk memudahkan petugas puskesmas saat melakukan pencatatan sehingga pelaporan ke berbagai program di lingkungan Kementerian Kesehatan tepat waktu dan data yang dilaporkan merupakan data yang akurat dan valid. Kontribusi SIKDA Generik adalah aliran data dari level paling bawah sampai ke tingkat pusat dapat berjalan lancar, terstandar, tepat waktu, dan akurat sesuai dengan yang diharapkan. Diharapkan aplikasi tersebut dapat berguna secara efektif sebagai alat komunikasi pengelola data/informasi di daerah, dapat saling tukar menukar data dan informasi, serta membantu pengelola data/informasi agar selalu siap memberikan data atau gambaran kondisi kesehatan secara utuh dan berdasarkan bukti (Kemenkes RI, 2011). SIKDA Generik merupakan aplikasi sistem informasi yang bersifat nasional sehingga wajib diterapkan di seluruh Dinas Kesehatan di Indonesia. Dinas Kesehatan Kota Surakarta sejak tahun 2002 telah memiliki SIKDA versi Kota Surakarta dan telah berjalan sampai sekarang dengan berbagai
8
revisi. Perubahan sistem informasi akan berpengaruh pada sistem kerja, sehingga migrasi data dan kesiapan sumber daya wajib diperhatikan. Target penelitian ini antara lain mengidentifikasi masalah SIKDA di Kota Surakarta,
melakukan analisis kekuatan, kelemahan, peluang, dan
ancaman SIKDA Generik dengan menggunakan analisis SWOT, dan melakukan analisis kelayakan dan kebutuhan SIKDA Generik di Kota Surakarta. Peneltian ini merupalan penelitian kualitatif dengan menggunakan metode wawancara mendalam dan observasi. Lingkup tempat penelitian ini adalah di Kota Surakarta dengan materi penelitian adalah SIK, SIKDA dan SIKDA Generik.
1.2 Perumusan Masalah SIKNAS adalah SIK yang terintegrasi. SIK yang terintegrasi yaitu sistem informasi yang menyediakan mekanisme saling terhubung antar sub sistem informasi dengan berbagai cara yang sesuai. Pengembangan SIK Nasional dilakukan untuk mewujudkan SIK yang terintegrasi. Seiring dengan adanya desentralisasi bidang kesehatan, maka SIKDA di beberapa daerah di Indonesia sudah mulai dikembangkan, salah satunya adalah di Kota Surakarta. Dinas Kesehatan Kota Surakarta sejak tahun 2002 dengan pembiayaan APBD Kota Surakarta mulai mengembangkan SIKDA Kota Surakarta. Tujuan pengembangan
SIKDA
Kabupaten/Kota
adalah
agar
SIKDA
dapat
memberikan dukungan bagi proses pengambilan keputusan dan proses manajemen kesehatan di Kabupaten/Kota yang bersangkutan. Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota harus memberikan dukungan informasi kepada unit-unit kesehatan (Puskesmas, Rumah Sakit, dan lain-lain) di wilayahnya. Di samping itu, SIK di Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota harus menyediakan informasi bagi pihak internal maupun eksternal yaitu dengan memenuhi kebutuhan informasi kepada Kepala Dinas Kesehatan, Forum Kerjasama Lintas Sektor, dan pihak-pihak berkepentingan (stakeholders). Pada kenyataannya SIKDA kota Surakarta belum terintegrasi dengan maksimal,
dikarenakan
pencatatan
9
dan
pelaporan
dari
puskesmas
terkomputerisasi offline dan dari rumah sakit masih manual/paper based. Selain itu pemanfaatan data/informasi dan mekanisme feedback baik lingkup internal dan eksternal di Dinas Kesehatan dan di Kota Surakarta belum maksimal. Berdasarkan latar belakang dan permasalahan diatas, maka dapat dirumuskan permasalahan yaitu bagaimana analisis kesiapan SIKDA Generik di Kota Surakarta ?
10
BAB 2 : TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Analisis Sistem Informasi Analisis sistem (systems analysis) dapat diartikan sebagai proses untuk memahami sistem yang ada dengan menganalisa jabatan dan uraian tugas (business users), proses bisnis (business prosess), ketentuan dan aturan (business rule), masalah dan solusinya (business problem dan solution), business tolls, dan rencana-rencana perusahaan (business plans). (Sutabri, 2012) Langkah pertama dari kerja seorang analis sistem adalah mempelajari sistem
yang
berjalan
pada
perusahaan/institusi
dengan
segala
permasalahannya. Tujuan dari pembahasan sistem yang berjalan ini adalah untuk mendapatkan gambaran secara jelas tentang bentuk permasalahan yang ada pada organisasi tersebut, sehingga mengurangi kesalahpahaman antara analis sistem dan user. Selain itu juga untuk mempertegas bentuk logika sistem berjalan secara konseptual sebagai acuan untuk menyusun rancangan sistem yang akan diusulkan. Tahap-tahapan yang harus dilakukan dalam menganalisis sistem informasi antara lain: 1. Mengidentifikasi Masalah Hal yang harus dilakukan pada tahap ini adalah mendefinisikan masalah yang menyebabkan munculnya permintaan pembangunan sistem. Hal ini harus dinyatakan secara jelas sehingga dapat dimengerti dan disepakati baik oleh pemakai sistem (user) maupun oleh analis sistem yang bersama-sama
melaksanakan
kegiatan
studi
awal.
Penekanannya
hendaknya lebih pada kebutuhan dasar (logical requirement) dan jawaban bisnis
(business
requirement)
solution),
seperti
sedangkan
bagaimana
kebutuhan
pengolahan
fisik
harus
(physical dilakukan,
penekanannya harus seminimal mungkin bahkan mungkin dihindari sama sekali. (Jogiyanto, 2005) 2. Analisis Kekuatan, Kelemahan, Peluang dan Ancaman Analisis SWOT adalah metode perencanaan strategis yang digunakan untuk
mengevaluasi
komponen
11
kekuatan
(strengths),
kelemahan
(weaknesses), peluang (opportunities), dan ancaman (threats). Keempat komponen
itulah yang membentuk akronim SWOT (strengths,
weaknesses, opportunities, dan threats). Proses ini melibatkan penentuan tujuan yang spesifik penerapan SIK DKK dari faktor internal dan eksternal yang mendukung dan yang tidak dalam mencapai tujuan tersebut. Analisis SWOT dapat diterapkan dengan cara menganalisis dan memilah berbagai hal yang mempengaruhi keempat faktornya, kemudian menerapkannya dalam gambar matrik SWOT. Dari matrik SWOT ini kemudian dirumuskan rekomendasi strategi-strategi berdasarkan analisis faktor internal dan eksternal untuk solusi atas permasalahan penerapan SIK DKK. (Sutabri, 2012) 3. Analisis Kelayakan Studi kelayakan dilakukan untuk memperhitungkan keberlanjutan suatu sistem dalam sebuah organisasi atau institusi. Studi kelayakan adalah proses mempelajari dan menganalisis masalah yang telah ditentukan sesuai dengan tujuan yang akan dicapai. Ada 5 (lima) aspek penting yang perlu dipertimbangkan dalam menilai suatu studi kelayakan, yaitu : a. Kelayakan Teknis Sebuah masalah mempunyai kelayakan teknis, jika tim perancang sistem dapat menyelesaikan masalah tersebut dengan menggunakan hardware dan software yang tersedia. b. Kelayakan Operasi Sebuah masalah mempunyai kelayakan operasi jika tim perancang sistem dapat menyelesaikan masalah dengan menggunakan personel dan prosedur yang tersedia. Sistem baru akan mengubah cara kerja dan struktur organisasi yang ada dan telah berjalan saat ini, sehingga dalam memeriksa aspek kelayakan operasi, sistem analisis semestinya memperhitungkan reaksi perubahan sistem. c. Kelayakan Ekonomis Sebuah masalah mempunyai kelayakan ekonomis jika tim perancang sistem dapat menyelesaikan masalah tersebut dalam waktu dan
12
anggaran biaya yang masuk akal. Dengan kata lain sistem yang baru lebih menguntungkan dari segi ekonomi. d. Kelayakan Jadwal Waktu Sistem analis akan memperkirakan waktu yang dibutuhkan untuk membangun software. Apabila software sulit untuk dibuat dan ada kemungkinan keterlambatan jadwal yang telah dirancanakan maka membangun software baru akan sangat dipertimbangkan. e. Kelayakan Personil Studi kelayakan harus mempertimbangkan faktor manusia karena penggunaan software baru akan menuntut perubahan sistem kerja. (Whitten, 2004)) 4. Analisis Kebutuhan Analisis kebutuhan membahas mengenai pemilihan sumber daya yang meliputi software, hardware, brainware dan kebutuhan dana untuk implementasi sistem yang baru. Hasil dari kegiatan tersebut adalah mengetahui sasaran, tujuan, tugas-tugas, keuntungan dan kerugian dari alternatif pemilihan sumber daya software, hardware, brainware serta mengetahui keuntungan dan kerugian dari alternatif metode pembiayaan untuk menentukan kebutuhan dana guna kegiatan implementasi sistem baru. Adapun tujuan dari kegiatan ini adalah sebagai berikut: a. Memperhitungkan kebutuhan software yang akan digunakan untuk mengimplementasikan spesifikasi logis sistem yang sedang disusun dalam proses analis sistem. Analis sistem harus memilih antara menyusun atau membuat software secara intern atau membeli paket software yang sudah jadi dan siap pakai (end user). Apabila analis sistem memilih untuk menyusun software secara intern, analis sistem harus memutuskan siapa yang akan menyusun software tersebut, apakah personel sistem informasi intern, end user, atau personel kontrak eksternal. b. Memperhitungkan
kebutuhan
hardware
yang
akan
memenuhi
persyaratan fisik sistem yang sedang disusun. Analis sistem harus
13
memilih dan memeriksa setiap peralatan komputer yang dibutuhkan sesuai dengan rancangan konfogurasi komputer yang akan diusulkan. c. Memperhitungkan kebutuhan brainware atau sumber daya manusia yang nanti akan terlibat didalam operasional sistem karena kebutuhan brainware akan memenuhi persyaratan fisik sistem yang sedang disusun. Analis sistem harus memilih dan melakukan suatu pelatihan dan penyuluhan terhadap personel sistem yang akan dilibatkan dalam operasional sistem. d. Memperhitungkan metode pembiayaan yang terbaik untuk kepentingan organisasi. Analis sistem harus memilih antara membeli atau menyewa peralatan komputer atau hardware yang akan digunakan sesuai dengan konfigurasi yang sudah ditentukan. Selain itu juga memilih untuk memberdayakan dan mengoptimalkan atau merekrut sumber daya manusia atau brainware yang akan terlibat dalam operasional sistem. Dibutuhkan dana guna penerapan atau implementasi sistem pada waktu yang akan datang. (Jogiyanto, 2005) 2.1. SIKDA Generik Berdasarkan Roadmap SIK Tahun 2011-2014, Sistem Informasi Kesehatan Daerah Sistem kesehatan di Indonesia dapat dikelompokkan dalam beberapa tingkat sebagai berikut: 1. Tingkat Kabupaten/Kota, terdapat puskesmas dan pelayanan kesehatan dasar lainnya, dinas kesehatan kabupaten/kota, instalasi farmasi kabupaten/ kota, rumah sakit kabupaten/kota, serta pelayanan kesehatan rujukan primer lainnya. 2. Tingkat Provinsi, terdapat dinas kesehatan provinsi, rumah sakit provinsi, dan pelayanan kesehatan rujukan sekunder lainnya. 3. Tingkat Pusat, terdapat Departemen Kesehatan, Rumah Sakit Pusat, dan Pelayanan kesehatan rujukan tersier lainnya. (Kemenkes RI, 2012) Pada saat ini di Indonesia terdapat 3 (tiga) model pengelolaan SIK, yaitu:
14
1. Pengelolaan SIK manual, dimana pengelolaan informasi di fasilitas pelayanan kesehatan dilakukan secara manual atau paper based melalui proses pencatatan pada buku register, kartu, formulir-formulir khusus, mulai dari proses pendaftaran sampai dengan pembuatan laporan. Hal ini terjadi oleh karena adanya keterbatasan infrastruktur, dana, dan lokasi tempat pelayanan kesehatan itu berada. Pengelolaan secara manual selain tidak efisien juga menghambat dalam proses pengambilan keputusan manajemen dan proses pelaporan. 2. Pengelolaan SIK komputerisasi offline, pada jenis ini pengelolaan informasi di pelayanan kesehatan sebagian besar/seluruhnya sudah dilakukan dengan menggunakan perangkat komputer, baik itu dengan menggunakan aplikasi Sistem Informasi Manajemen (SIM) maupun dengan aplikasi perkantoran elektronik biasa, namun masih belum didukung
oleh
jaringan
internet
online
ke
dinas
kesehatan
kabupaten/kota dan provinsi/bank data kesehatan nasional. 3. Pengelolaan SIK komputerisasi online, pada jenis ini pengelolaan informasi di pelayanan kesehatan sebagian besar/seluruhnya sudah dilakukan
dengan
menggunakan
perangkat
komputer,
dengan
menggunakan aplikasi Sistem Informasi Manajemen dan sudah terhubung secara online melalui jaringan internet ke dinas kesehatan kabupaten/kota dan provinsi/bank data kesehatan nasional untuk memudahkan dalam komunikasi dan sinkronisasi data. (Kemenkes RI, 2012) Pengelolaan data/informasi kesehatan di Indonesia, dibutuhkan standar-standar baik standar proses pengelolaan informasi kesehatan maupun teknologi yang digunakan, belum memadai. Akses dan sumber daya kesehatan juga tidak merata, lebih banyak dimiliki oleh daerah-daerah tertentu, terutama di pulau Jawa. Akibatnya
setiap
institusi
kesehatan
mulai
dari
puskesmas,
rumah sakit, hingga ke dinas kesehatan kabupaten/kota dan provinsi menerapkan sistem informasi menurut kebutuhan masing-masing. Hal ini
15
menjadikan sistem yang digunakan berbeda-beda dan sulit untuk disatukan. Selain itu, kepemilikan dan keamanan data yang dipertukarkan menjadi penghalang untuk menyediakan data yang bisa diakses oleh pihak yang membutuhkan. Penyebab sulitnya mewujudkan pertukaran data kesehatan di Indonesia antara lain : 1. Penggunaan platform perangkat keras dan perangkat lunak yang berbedabeda di setiap daerah. 2. Arsitektur dan bentuk penyimpanan data yang berbeda-beda 3. Kultur kepemilikan data yang kuat dan possessive 4. Kekhawatiran akan masalah keamanan data (Kemenkes RI, 2012) Ketersediaan
informasi
kesehatan
sangat
diperlukan
dalam
penyelenggaraan upaya kesehatan yang efektif dan efisien. Pemerintah bertanggungjawab dalam ketersediaan akses terhadap informasi, edukasi dan fasilitas pelayanan kesehatan untuk meningkatkan dan memelihara derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Informasi kesehatan ini dapat diperoleh melalui SIK. Dengan berlakunya sistem otonomi daerah, maka pengelolaan SIK merupakan tanggung jawab dan wewenang masing-masing pemerintah daerah. 1. Pemerintah pusat/Kementerian Kesehatan, bertanggung jawab dalam pengembangan sistem informasi kesehatan skala nasional dan fasilitasi pengembangan sistem informasi kesehatan daerah. 2. Pemerintah daerah provinsi/dinas kesehatan provinsi, bertanggung jawab dalam pengelolaan sistem informasi kesehatan skala provinsi. 3. Pemerintah daerah kabupaten/kota / dinas kesehatan kab/kota, bertanggung jawab dalam pengelolaan sistem informasi kesehatan skala kabupaten/kota. (Depdagri, 2007; Kemenkes RI, 2009) Dampak dari otonomi daerah tersebut, setiap pemerintah daerah melakukan pengelolaan dan pengembangan SIK berbasis teknologi
16
informasi yang berbeda-beda sesuai dengan kemampuan masing-masing. Sehingga saat ini terdapat berbagai jenis SIK yang berbeda-beda di tiap daerah, baik itu berbeda dari sisi sistem operasi, bahasa pemrograman maupun data basenya. Secara umum dapat disimpulkan bahwa : 1.
SIK di Indonesia belum terintegrasi satu dengan lainnya. Informasi kesehatan masih terfragmentasi dan belum mampu mendukung penetapan kebijakan serta kebutuhan pemangku kebijakan.
2.
Menindaklanjuti permasalahan tersebut maka Pemerintah wajib mengembangkan
sistem
mengintegrasikan
dan
informasi
memfasilitasi
kesehatan proses
yang
pengumpulan
dapat dan
pengolahan data, serta komunikasi data antar pelaksana pelayanan kesehatan mulai dari fasilitas pelayanan kesehatan sampai dengan tingkat pusat, sehingga dapat meningkatkan kualitas informasi yang diperoleh. Pada saat bersamaan juga memperbaiki proses pengolahan informasi yang terjadi di daerah, yang pada akhirnya dapat mendukung pemerintah dalam penguatan sistem kesehatan di Indonesia. (Kemenkes RI, 2012) SIKDA Generik merupakan Sistem Informasi Kesehatan Daerah yang dirancang untuk dapat memenuhi berbagai persyaratan minimum yang dibutuhkan dalam pengelolaan informasi kesehatan daerah, dari proses pengumpulan, pencatatan, pengolahan, sampai dengan diseminasi informasi kesehatan. SIKDA Generik dirancang untuk menjadi standar bagi pemerintah daerah dalam pengelolaan informasi kesehatan di wilayahnya. SIKDA Generik hadir melalui proses inventarisasi berbagai SIKDA elektronik yang saat ini berjalan dan digunakan di daerah, memilih yang terbaik, kemudian dianalisis sehingga dihasilkan satu set deskripsi kebutuhan SIKDA Generik, yang mewakili kebutuhan seluruh komponen dalam sistem kesehatan Indonesia dan disesuaikan dengan standar yang diatur dalam Pedoman Nasional SIK. Langkah selanjutnya dari pengembangan SIKDA Generik ini adalah mendistribusikan aplikasi SIKDA Generik kepada pemerintah daerah yang
17
belum memiliki/menggunakan. Untuk pemerintah daerah yang telah memiliki/menggunakan SIKDA elektronik dapat tetap menggunakannya dengan beberapa penyesuaian terhadap Pedoman Nasional SIK atau beralih ke SIKDA Generik.Ruang lingkup Sistem Kesehatan Daerah, maka SIKDA Generik dirancang mengikuti komponen pelaksana kesehatan yang ada didalamnya yaitu Puskesmas, Dinas Kesehatan Kab/Kota dan Provinsi, sehingga SIKDA Generik terbagi menjadi beberapa sub sistem sebagai berikut: (Kemenkes, 2011) 1. Sistem Informasi Manajemen Puskesmas (SIM Puskesmas) Aplikasi SIM Puskesmas digunakan di puskesmas dalam kegiatan pencatatan berbagai kegiatan pelayanan, baik itu kegiatan dalam gedung maupun kegiatan luar gedung, dan dapat dilakukan koneksi data base secara oline melalui jaringan internet ke Server SIKDA Generik di dinas kesehatan, maupun ke data base lokal yang ada di puskesmas. Kegiatan puskesmas yang mampu ditangani oleh SIM Puskesmas adalah : a. Pengelolaan informasi riwayat medis pasien per individu b. Pengelolaan informasi kunjungan pasien ke puskesmas c. Pengelolaan informasi kegiatan pelayanan kesehatan dalam gedung, meliputi pelayanan rawat jalan (poliklinik umum, gigi,KIA, imunisasi, dll), pelayanan UGD dan pelayanan rawat inap d. Pengelolaan informasi pemakaian dan permintaan obat/farmasi di puskesmas, pos obat desa, pos UKK. e. Pengelolaan informasi tenaga kesehatan puskesmas f. Pengelolaan informasi sarana dan peralatan (inventaris) puskesmas g. Pengelolaan informasi kegiatan luar gedung h. Pengelolaan pelaporan internal dan ekternal puskesmas 2. Sistem Informasi Manajemen Dinas Kesehatan (SIM Dinkes) Aplikasi ini berfungsi untuk menangani pencatatan dan pengelolaan data yang berasal dari:
18
a. Pengelolaan data puskesmas, berfungsi untuk mencatat dan mengelola data manual dari puskesmas yang ada dalam wilayah kerja dinkes kabupaten/kota, yang bersifat agregat. b. Pengelolaan data rumah sakit tingkat kabupaten/kota, berfungsi untuk mengentri data manual yang berasal dari rumah sakit, baik pemerintah maupun
swasta,
yang
berada
dalam
wilayah
kerja
dinkes
kabupaten/kota yang bersifat agregat. c. Pengelolaan data rumah sakit tingkat provinsi, berfungsi untuk mengentri data manual yang berasal dari rumah sakit, baik pemerintah maupun swasta, yang berada dalam wilayah kerja dinkes provinsi yang bersifat agregat. d. Pengelolaan data apotek/instalasi farmasi, berfungsi untuk mencatat dan mengelola data manual yang berasal dari apotek/instalasi farmasi baik pemerintah maupun swasta, yang berada dalam wilayah kerja dinkes kabupaten/kota, yang bersifat agregat. e. Pengelolaan data penunjang, berfungsi untuk mencatat dan mengelola data manual, yang bersifat agregat, yang berasal dari laboratorium/ radiologi/fasilitas penunjang lainnya, baik itu milik pemerintah maupun
swasta
yang
berada
dalam
wilayah
kerjadinkes
kabupaten/kota. f. Pengelolaan data kesehatan lainnya, yang berfungsi untuk mencatat dan mengelola data kesehatan yang berasal dari fasilitas kesehatan selain puskesmas, rumah sakit, apotek/instalasi farmasi, dan laboratorium penunjang, yang berada dalam wilayah kerja dinas kesehatan, misalnya dari lembaga lintas sektor (institusi non kesehatan), praktik dokter dan klinik, lembaga survei, dan organisasi kesehatan lainnya, yang berada dalam wilayah kerja dinas kesehatan. g. Pengelolaan data SDM, yang berfungsi untuk mencatat dan mengelola data SDM kesehatan di kabupaten/kota/provinsi. h. Pengelolaan data aset, berfungsi untuk mencatat dan mengelola data aset pada dinkes kabupaten/kota dan dinkes Provinsi.
19
Pada SIM Dinkes, data yang dientri bersifat agregat. 3. Sistem Informasi Eksekutif Sistem Informasi Eksekutif, berfungsi untuk menampilkan profil kesehatan daerah, yang di dalamnya berisi indikator kesehatan daerah yang merupakan rangkuman dari data-data puskesmas, rumah sakit, dan gudang farmasi kabupaten/kota. Informasi disajikan secara ringkas dalam bentuk grafik, tabel, maupun statistik, yang dapat diakses oleh jajaran pimpinan misalnya bupati, gubernur, kepala dinas kesehatan, dan pemangku kepentingan lainnya. 4. Sistem Komunikasi Data Kesehatan Sistem Komunikasi Data Kesehatan, berfungsi untuk menangani proses sinkronisasi/ migrasi data yang berbentuk soft copy yang berasal dari dinas kesehatan kabupaten/kota, puskesmas, rumah sakit, laboratorium, apotek/farmasi, dan institusi kesehatan lainnya yang telah menggunakan perangkat komputer, aplikasi sistem informasi manajemen dan telah terhubung secara online melalui jaringan internet ke data base SIKDA Generik dalam proses pengelolaan data. Jenis data yang dikomunikasikan adalah sebagai berikut : a. Data umum fasilitas pelayanan kesehatan b. Data pasien baru c. Data kunjungan pasien di fasilitas pelayanan kesehatan d. Data morbiditas e. Data pengelolaan obat dan alat kesehatan f. Data pengelolaan sarana dan prasarana fasilitas pelayanan kesehatan g. Data pengelolaan tenaga kesehatan dan non kesehatan h. Data statistik daerah
20
BAB 3 : TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN 3.1 Tujuan Penelitian Penelitian ini secara umum bertujuan untuk menganalisis kesiapanm penerapan SIKDA Kota Surakarta dan SIKDA Generik di Kota Surakarta. Sedangkan tujuan khusus dari penelitian ini meliputi: 1. Mengidentifikasi masalah sistem informasi yang berjalan di Kota Surakarta 2. Menganalisis kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman SIKDA Generik dengan menggunakan analisis SWOT di Kota Surakarta 3. Menganalisis kelayakan SIKDA Generik di Kota Surakarta 4. Menganalisis kebutuhan SIKDA Generik di Kota Surakarta
3.2 Manfaat Penelitian Penelitian ini sangat penting karena temuan yang ditargetkan adalah diketahui masalah sistem informasi yang berjalan di Kota Surakarta, kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman SIKDA Generik di Kota Surakarta, analisis kelayakan dan analisis kebutuhan SIKDA Generik di Kota Surakarta. Hasil dari analisis ketiga hal tersebut akan mampu menggambarkan masalah sistem informasi yang terjadi di Kota Surakarta dan menilai kesiapan Kota Surakarta dalam penerapan SIKDA Generik.
21
BAB 4 : METODE PENELITIAN 4.1 Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan jenis penelitian kualitatif dengan pendekatan “Grounded Theory”. Data diperoleh dengan menggunakan metode observasi, wawancara dan pengumpulan berkas data. Hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan metode “content analysis”. Tahapan penelitian meliputi tahapan persiapan, pelaksanaan kegiatan penelitian, pengumpulan dan analisis data, penyusunan laporan dan publikasi ilmiah. (Sugiyono, 2013)
4.2 Objek dan Subjek Penelitian Objek yang diteliti adalah SIKDA Generik yang akan diterapkan di Kota Surakarta, sedangkan Subjek yang diamati adalah Manajemen tingkat atas, sampai operator/ pelaksana tingkat bawah. Variabel yang diteliti meliputi: Sistem Informasi Manajemen Puskesmas (SIMPuskesmas) dan Sistem Informasi Manajemen Dinas Kesehatan (SIM Dinkes). Data penelitian berasal dari dua jenis data yakni: 1. Data Primer Data primer didapat dari hasil wawancara tentang SIKDA Generik di Kota Surakarta. Responden yang dipilih adalah orang orang yang terlibat secara langsung maupun tidak langsung dalam penggunaan SIKDA Generik. Data primer didapat juga dari observasi SIKDA Kota Surakarta dan SIKDA Generik. Data-data informan utama dan informan triangulasi dapat dilihat pada tabel 4.1 dan tabel 4.2 dibawah ini: Tabel 4.1 Data Informan Utama No
Initial
Jenis Kelamin
Jabatan
1
IU 1
Perempuan
Ka. Sie SIMKES
Latar Belakang Pendidikan S2
2
IU 2
Laki-laki
Staff Sie SIMKES
S1
3 tahun
3
IU 3
Perempuan
S1
3 Tahun
4
IU 4
Laki-laki
Pengelola SIK di Puskesmas Sibela Pengelola SIK di Puskesmas Nusukan
D3
10 Tahun
22
Lama Kerja 6 Tahun
Tabel 4.2 Data Informan Triangulasi No
Initial
Jenis Kelamin
Jabatan
1
IT 1
Laki-laki
Ka. Sie Pencegahan Penyakit dan penanggulangan KLB
2
IT 2
Perempuan
Ka. Sie Kesehatan Ibu, Anak, dan Keluarga Berencana
Latar Belakang Pendidikan S1
Lama Kerja 1 Tahun
D3
4 Tahun
2. Data Sekunder Data sekunder digunakan untuk menunjang data primer, khususnya dalam mendapatkan gambaran tentang pelaksanaan SIKDA Generik. Data ini diperoleh dari Bagian Promosi Kesehatan di Dinas Kesehatan Kota Surakarta. Data sekunder didapatkan dokumen penunjang, yaitu kebijakan yang berkaitan dengan SIKDA Generik, prosedur tetap (protap) mengenai SIKDA Generik, struktur organisasi, deskripsi tugas personalia bagian promosi kesehatan, dan pedoman penggunaan perangkat lunak dari SIKDA Generik. Alat yang digunakan untuk mengumpulkan data adalah pedoman wawancara mendalam. Cara pengumpulan data menggunakan angket, pedoman wawancara dan pengamatan/observasi. Metode analisis data yang digunakan adalah "content analysis" yaitu metode analisis dengan menilai SIKDA yang sedang berjalan di Dinas Kesehatan Kota Surakarta dan juga menilai kelayakan SIKDA Generik apabila diterapkan.
23
BAB 5 : HASIL DAN PEMBAHASAN
Tahap-tahapan yang harus dilakukan dalam menganalisis sistem informasi antara lain: 5.1.Mengidentifikasi Masalah Sistem Informasi Kesehatan Daerah (SIKDA) mencakup SIK yang dikembangkan unit-unit pelayanan kesehatan khususnya puskesmas dan rumah sakit, SIK Kabupaten/Kota dan SIK Provinsi (Depkes RI, 2002). SIK ditingkat Kota Surakarta terkendala dari SDM yakni kemauan dan kesadaran SDM. Hal tersebut diungkapkan oleh dua informan yakni Ka. Sie SIMKES dan pengeloloa SIK ditingkat kota pada kotak 1 sebagai berikut: …kendala pada manusianya, kesadaran akan pentingnya data… (Jawaban IU 1) …kendalanya di kemauan bukan kemampuan, kendala di SDM bukan sistem… (Jawaban IU 2)
Akan tetapi, pengguna data SIK ditingkat Kota Surakarta yaitu Ka. Sie Pencegahan Penyakit dan Penanggulangan KLB dan Ka. Sie mengungkapkan data SIK sudah dimanfaatkan walaupun belum mampu memenuhi seluruh kebutuhan. Hal tersebut diungkapkan Ka. Sie KIA dan KB pada kotak 2 sebagai berikut: Kalau kita, data SIK hanya sebagai data pembanding saja, dari data yang kita peroleh dari EWARS.. (Jawaban IT 1) Data yang didapatkan dari SIK efektif, karena datanya merupakan data “satu pintu” dan bagian sini terbantu dengan data itu.. (Jawaban It 2)
SIK ditingkat puskesmas (SIMPUS) terkendala dari segi software, SDM dan komitmen pengguna SIMPUS seperti yang diungkapkan oleh kedua informan triangulasi yaitu pengelola SIK di puskesmas Sibela dan puskesmas Nusukan pada kotak 3 sebagai berikut: Ketidaklengkapan pilihan kode penyakit mengakibatkan rekapitulasi penyakit dari puskesmas menjadi tidak akurat…. Kasusnya sama dengan obat, misal obat flu tapi ada beberapa merk dagang, itu tidak bisa dijadikan satu… …. ada Bu Ratinah, sebagai Koordinator bagian SIK… Bu Ratinah itu perawat, basic pengetahuannya tidak disitu. Keterlambatan kadang dikarenakan masing-masing program terlambat mengumpulkan laporan… (Jawaban IT 1)
24
Kalau saya tidak ada basic IT, saya ahli gizi yang secara ortodidak belajar IT mengenai SIMPUS dan SIK… Pertama kali saya dilimpahi tugas, saya nggak pernah dapat pembekalan, cuma dikasih tau kalau ada yang berubah… Awalnya mereka menulis datanya di buku, kemudian saya yang melakukan entry data. Tapi kalau ada kekeliruan, saya sering disalah-salahke.. dia membenarkan tapi tidak konfirmasi ke saya, dia membenarkan untuk dirinya sendiri…
(Jawaban IT 2)
Sedangkan SIK ditingkat rumah sakit tidak dibahas dalam penelitian ini dikarenakan rumah sakit tidak bertanggung jawab kepada Dinas Kesehatan Kota melainkan kepada Kementrian Kesehatan, DKK hanya berfungsi membina rumah sakit-rumah sakit di wilayah kerjanya, sehingga DKK tidak dapat menilai kinerja SIK ditingkat rumah sakit. Hal tersebut terungkap dari hasil wawancara dengan Ka. Sie SIMKES pada kotak 4 sebagai berikut: Kalau saya rumah sakit belum bisa menilai… Tanggung jawab rumah sakit ke Kementrian. Sebenarnya tanggung jawab kita adalah di pembinaan, tapi pusatpun tidak memberi kewenangan….. (Jawaban IU 1)
Pernyataan oleh informan utama dan informan triangulasi di atas menunjukkan bahwa SIKDA Kota Surakarta masih mengalami kendalakendala ditingkat DKK, ditingkat puskesmas, dan rumah sakit. 1. Ditingkat Dinas Kesehatan Kota Surakarta SIK ditingkat Kota Surakarta terkendala dari SDM yakni kemauan dan kesadaran SDM. Selain itu, data SIK belum mampu memenuhi kebutuhan data untu semua bagian di DKK Surakarta 2. Ditingkat puskesmas diwilayah kerja Kota Surakarta SIK ditingkat puskesmas (SIMPUS) terkendala dari segi software, SDM dan komitmen pengguna 3. Ditingkat rumah sakit diwilayah kerja Kota Surakarta Rumah sakit tidak bertanggung jawab kepada Dinas Kesehatan Kota melainkan kepada Kementrian Kesehatan, DKK hanya berfungsi membina rumah sakit-rumah sakit di wilayah kerjanya, sehingga DKK tidak dapat menilai kinerja SIK ditingkat rumah sakit.
25
5.2.Analisis Kekuatan, Kelemahan, Peluang dan Ancaman Analisis SWOT adalah metode perencanaan strategis yang digunakan untuk mengevaluasi komponen kekuatan (strengths), kelemahan (weaknesses), peluang (opportunities), dan ancaman (threats). Keempat komponen itulah yang membentuk akronim SWOT (strengths, weaknesses, opportunities, dan threats). Proses ini melibatkan penentuan tujuan yang spesifik penerapan SIK DKK dari faktor internal dan eksternal yang mendukung dan yang tidak dalam mencapai tujuan tersebut. Analisis SWOT SIKDA Kota Surakarta dan SIKDA Generik KEKUATAN (STRENGTH)
KELEMAHAN (WEAKNESS)
1. DKK Surakarta memiliki aplikasi SIMPUS dan SIK yang merupakan sistem pencatatan dan pelaporan ditingkat puskesmas dan DKK 2. Struktur organisasi ditingkat DKK terdapat Seksi SIMKES yang secara khusus menangani data dan informasi kesehatan, dan ditingkat puskesmas ditunjuk seorang Koordinator data dan informasi sebagai pengelola SIK
1. Aplikasi SIMPUS dan SiK masih belum dapat memenuhi kebutuhan pengguna ditingkat puskesmas karena kode penyakit dan data obat kurang update 2. Pengelola SIK dtingkat puskesmas tidak memiliki basic IT sehingga kadangka kesulitan apabila SIMPUS dan SIK mengalami kendala 3. Pengguna ditingkat puskesmas yaitu petugaspetugas di semua bagian kadangkala terlambat mengumpulkan data ke pengelola SIK sehingga pengelola SIK terlambat melakukan entry data dan pelaporan ke DKK
STRATEGI ( S – O)
STRATEGI (W – O)
1. Terdapat aplikasi SIKDA Generik yang open source 2. Kebijakan-kebijakan pemerintah dalam bidang kesehatan mendukung data dan informasi kesehatan, misal Renstra Kesehatan 2010-2014, SKN
1. Adanya pengembangan SIMPUS dan SIK Kota Surakarta menyesuaikan format SIKDA Generik sehingga memungkinkan interoperabilitas SIK Kota Surakarta dengan SIKDA Generik
1. Adanya pengembangan SDM yang sudah ada sehingga mampu mengikuti pengembangan SIMPUS dan SIK Kota Surakarta 2. Adanya keterlibatan pengguna khususnya ditingkat puskesmas sehingga SIMPUS dan SIK mampu memenuhi kebutuhan pengguna
ANCAMAN (THREAT)
STRATEGI ( S – T)
STRATEGI (W – T)
1. Aplikasi SIKDA Generik baru sebatas SIMPUS yang merupakan sistem pencatatan, sehingga belum mampu memfasilitasi daerah mengenai data dan informasi secara keseluruhan yang membutuhkan sistem pencatatan dan pelaporan
1. DKK tidak perlu mengadopsi SIKDA Generik karena sudah memiliki aplikasi SIMPUS dan SIK sehingga cukup menyesuaikan SIMPUS dan SIK yang sudah ada dengan kebutuhan pelaporan ke pusat
1. Tidak adanya kewajiban daerah untuk mengadopsi SIKDA Generik menjadikan DKK Surakarta tidak harus memaksa pengelola SIK ditingkat DKK maupun puskesmas menerima sistem baru
SITUASI INTERNAL
SITUASI EKSTERNAL KESEMPATAN (OPPORTUNITY)
Berdasarkan analisis SWOT diatas memperlihatkan beberapa hal sebagai berikut: 1. Kebijakan pemerintah pusat melalui Pusdatin dan Kemenkes dengan adanya aplikasi SIKDA Generik tidak memaksa daerah untuk mengadopsi aplikasi
26
SIKDA Generik secara keseluruhan, dan daerah yang telah memiliki sistem pencatatan dan pelaporan dapat menyesuaikan sesuai kebutuhan data dan informasi ditingkat pusat 2. Pengembangan SIMPUS dan SIK dapat terus dilakukan sesuai dengan kebutuhan pengguna ditingkat DKK, puskesmas dan pelaporan ke pusat 3. Pengembangan SDM baik ditingkat DKK maupun puskesmas dapat selalu dilakukan tanpa harus merubah budaya kerja dengan adanya SIKDA Generik karena Kota Surakarta dapat tetap menggunakan aplikasi SIMPUS dan SIK Kota Surakarta 5.3.Analisis Kelayakan Menurut
Whitten
(2004),
studi
kelayakan
dilakukan
untuk
memperhitungkan keberlanjutan suatu sistem dalam sebuah organisasi atau institusi. Studi kelayakan adalah proses mempelajari dan menganalisis masalah yang telah ditentukan sesuai dengan tujuan yang akan dicapai. Ada 5 (lima) aspek penting yang perlu dipertimbangkan dalam menilai suatu studi kelayakan, yaitu: 1. Kelayakan Teknis Sebuah masalah mempunyai kelayakan teknis, jika tim perancang sistem dapat menyelesaikan masalah tersebut dengan menggunakan hardware dan software yang tersedia. Perangkat keras yang dibutuhkan dalam pengelolaan SIK terkomputersasi terdiri dari server, komputer, keyboard dan mouse, barcode reader, printer, Uninterrupted Power Supply (UPS), dan document scanners. Perangkat keras di DKK maupun semua puskesmas di Surakarta sudah mencukupi. Namun barcode reader belum diterapkan karena pasien puskesmas masih menggunakan Kartu Identitas Berobat (KIB) manual, seperti diungkapkan informan dari DKK dan puskesmas pada kotak 5 dibawah ini: Komputer itu masalahnya umur, ada beberapa komputer lama. Tapi kebanyakan masih bagus.. KIB pasien puskesmas masih manual.. ( Jawaban IU 2 ) Disini komputer sudah ada 7, laptop 4. Sudah sangat memadai. Tapi orang-orang disini kalau pegang komputer ada trouble ditinggal aja, ganti laptop. Jadi rasa memiliki kurang.. Kalau kartu berobat di puskesmas masih pake kertas, belum elektronik.. Barcode itu belum… ( Jawaban IU 4 )
27
SIMPUS dan SIK di Kota Surakarta dirancang oleh rekanan pihak ketiga yaitu Matcom, software SIK digunakan sejak tahun 2002, dan software SIMPUS digunakan sejak tahun 2006. SIMPUS masih digunakan sampai sekarang tahun 2014, namun SIK sudah tidak digunakan dan diganti dengan SIK berbasis web yang dirancang oleh Tim Seksi SIMKES DKK Surakarta. Hal tersebut diungkapkan oleh informan utama dan informan triangulasi pada kotak 6 dibawah ini: … sudah mulai diubah… yang paling aplikatif adalah web page… ( Jawaban IU 1) 2014 kita bisa launching, yang bisa diterapkan tahun 2014 aplikasi SIK berbasis Web, jadi dari puskesmas bisa memasukkan dan mengirim laporan dari manapun yang penting ada internet… (Jawaban IU 2) Kalau web keuntungannya, dinas bisa langsung ngakses, lebih memudahkan… (Jawaban IT 1) Tapi baru gambaran, bsk mau ada pertemuan petugasnya dilatih untuk SIK baru yang berbasis web… (Jawaban IT 2)
2. Kelayakan Operasi Sebuah masalah mempunyai kelayakan operasi jika tim perancang sistem dapat menyelesaikan masalah dengan menggunakan personel dan prosedur yang tersedia. Sistem baru akan mengubah cara kerja dan struktur organisasi yang ada dan telah berjalan saat ini, sehingga dalam memeriksa aspek kelayakan operasi, sistem analisis semestinya memperhitungkan reaksi perubahan sistem. Prosedur SIKDA berhubungan dengan kebijakan-kebijakan yang berkaitan dengan SIKDA baik yang berasal dari pusat maupun daerah (Kota/Kabupaten maupun provinsi). Hukum dan peraturan memungkinkan mekanisme penyediaan data, kualitas data, dan diseminasi/penyebaran data. Legislasi dan regulasi penting dalam kaitannya dengan kemampuan SIK untuk memanfaatkan data dari sektor kesehatan, non kesehatan, dan pelayanan kesehatan masyarakat. Kebijakan dan hukum SIK ditingkat pusat yang digunakan oleh DKK Surakarta sebagai dasar pengelolaan SIKDA Kota Surakarta adalah
28
Roadmap SIK tahun 2011-2014, SPM tahun 2009, MDGs, dan Renstra 2011-2015. Sedangkan kebijakan dan peraturan ditingkat kota yang digunakan sebagai panduan pengelolaan SIMPUS dan SIK Kota Surakarta adalah Manual SIMPUS tahun 2007 dan Standar Operasional Prosedur (SOP) tahun 2012, seperti dinyatakan oleh informan utama dan triangulasi pada kotak 7 sebagai berikut : Roadmap SIK dan Pedoman SIK itu kan pada dasarnya himbauan untuk mengacu pada itu… ( Jawaban IU 2 ) Indikator yang digunakan oleh Binkesmas adalah SPM tahun 2009, MDGs dan Renstra 2011-2015… ( Jawaban IT 2 ) Terbaru, roadmap SIKDA untuk kota. Roadmap dan panduan SIKNAS dan SIKDA… ( Jawaban IU 1 ) Saya punya manual SIMPUS yang dari MATCOM itu.. dan SOP SIK yang dari DKK… ( Jawaban IU 4 )
Legislasi dan regulasi penting dalam hal pemanfaatan data SIK dari dan kepada sektor kesehatan, non kesehatan dan pelayanan kesehatan masyarakat. Legislasi dan regulasi dapat berasal dari pusat maupun daerah, namun DKK Surakarta apabila membutuhkan data dari sektor kesehatan lain dan sektor non kesehatan menggunakan surat permohonan, jadi interaksi masih satu arah. Kesulitan pengelola SIK ditingkat DKK dalam persiapan menuju SIKDA Generik pada konversi dan migrasi data yang memerlukan kerja keras dan waktu lama. Jadi sampai sekarang DKK dan puskesmas di kota Surakarta masih menggunakan aplikasi SIK dan SIMPUS yang dirancang oleh vendor (Matcomindo Solusi Integra), walaupun kedua aplikasi tersebut juga terdapat kendala. Kendala aplikasi SIMPUS dan SIK terletak pada isian yang terlalu banyak, kode penyakit dan obat kurang spesifik, serta terdapat duplikasi isian. Selain itu di bidang P2PL menggunakan aplikasi EWARS yang merupakan aplikasi dari Kemenkes berfungsi untuk update data penyakit-penyakit berpotensi wabah. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan informan utama dan informan triangulasi pada kotak 8 sebagai berikut :
29
Untuk SIKDA generik belum ada peraturan yang terbaru ( Jawaban IU 1 ) …..migrasi itu susah sekali. Dari sini juga berencana migrasi kesitu, cuma dari sisi dukungannya belum maksimal… Sebenarnya kalau Pusdatin bisa memfasilitasi kesulitan kita, sebenarnya bisa, tapi tetep yang namanya migrasi itu ga gampang dan butuh fokus… ( Jawaban IU 2 ) ….yang bermasalah di bagian obat dan penyakit. Kode ICD di SIMPUS itu kurang spesifik…. Kasusnya sama dengan obat, misal obat flu tapi ada beberapa merk dagang, itu tidak bisa dijadikan satu. Kalau setau saya hal itu sudah pernah disampaikan pas monev, tapi belum ada feedback. ( Jawaban IU 3 ) Kendala di sistemnya, misal di kode penyakit tidak lengkap, ada penyakit yang tidak ada didaftar, begitu juga di kode obat. ( Jawaban IU 4 ) …karena itemnya banyak, karena satu puskemas petugas entry nya satu orang, kadang salah masukke… ada beberapa item yang ada di seksi lain…. ( Jawaban IT 2 ) Kalau kita, data SIK hanya sebagai data pembanding saja, dari data yang kita peroleh dari EWARS ( Jawaban IT 1 )
Kendala SIMPUS dan SIK tersebut diharapkan dapat terselesaikan dengan langkah-langkah yaitu Pusdatin Kemenkes memberikan feedback cepat
terhadap
permasalahan
konversi
dan
migrasi
data
dengan
memperhatikan keamanan data yang sudah tersimpan sebelumnya, DKK Surakarta upgrade SIMPUS dan SIK sesuai dengan keadaan kebutuhan terkini dan berbasis web. Hal tersebut sesuai pernyataan pada kotak 9 sebagai berikut : Sistem harusnya sudah mulai diubah. Yang paling aplikatif adalah web page.. ( Jawaban IU 1 ) Sebenarnya kalau Pusdatin bisa memfasilitasi kesulitan kita, sebenarnya bisa, tapi tetep yang namanya migrasi itu ga gampang dan butuh fokus… ( Jawaban IU 2 ) SIMPUS dan SIK di upgrade sesuai kebutuhan, misal kode penyakit dan kode obat tadi ( Jawaban IU 3 )
3. Kelayakan Ekonomis Sebuah masalah mempunyai kelayakan ekonomis jika tim perancang sistem dapat menyelesaikan masalah tersebut dalam waktu dan anggaran biaya yang masuk akal. Dengan kata lain sistem yang baru lebih menguntungkan dari segi ekonomi.
30
Dukungan keuangan dalam pengelolaan SIMPUS dan SIK di kota Surakarta kurang maksimal. Pendanaan untuk pembangunan, pengadaan infrastruktur, operasional, bahan habis pakai, pemeliharaan data dan informasi dan bank data mencukupi. Namun biaya untuk monitoring evaluasi
SIK,
diseminasi
informasi
melalui
website
dan
biaya
pengembangan SDM tidak ada. Hal tersebut dinyatakan oleh informan utama dan informan triangulasi pada kotak 10 sebagai berikut : Ga ada tunjangan khusus untuk pengelola SIK. Di puskesmas dan dinas yang digunakan untuk maintenance sistem adalah dana APBD dengan alokasi dana pemeliharaan alat kerja.. ( Jawaban IU 1 ) Makanya anggaran menjadi kecil karena anggaran-anggaran untuk itu dianggap terlalu besar dan tidak penting, misalnya anggaran untuk VPN, padahal keamanan data itu penting… ( Jawaban IU 2 )
Jadi kalau trouble di teknis nya kita mendatangkan orang untuk memperbaiki, sedangkan trouble di sistem kita tetep manggil dinas. ( Jawaban IU 3 ) Dari awal pembiayaan SIK dari keuangan puskesmas sendiri, dari DKK ga ada karena pembiayaan SIK di DKK kurang juga.. ( Jawaban IU 4 ) Tunjangan khusus untuk petugas puskesmas berupa uang pulsa… untuk pengelola EWARS di dinas tidak ada tunjangan khusus, karena tanggung jawab sudah melekat di pekerjaan. ( Jawaban IT 1 )
Berdasarkan hasil wawancara diatas terlihat bahwa kurangnya pembiayaan untuk pengelolaan SIMPUS dan SIK di kota Surakarta disebabkan oleh kurang pahamnya pimpinan mengenai urgensi adanya teknologi informasi dalam mendukung terciptanya informasi yang berkualitas, menjamin kemanan data, komunikasi dan publikasi informasi. Hal tersebut tidak sesuai dengan Kepmenkes No 932/Menkes/SK/VIII/2002 bahwa pemerintah pusat bertanggungjawab melakukan intervensi kepada pemerintah daerah terkait keterbatasan tenaga, biaya, dan infrastruktur. Upaya yang dapat dilakukan antara lain mengusulkan Dana Alokasi Khusus (DAK), dana Tugas Perbantuan (TP), dana dekonsentrasi atau sumber dana lain dengan mengacu pada ketentuan pengembangan SIK di wilayah terkait.
31
Kendala yang dihadapi DKK dan puskesmas mengenai keuangan SIKDA diharapkan dapat diatasi dengan beberapa strategi perbaikan antara lain pengajuan alokasi dana APBD khusus untuk maintenance SIK, teknologi informasi SIK dan kompensasi tambahan tugas mengelola SIK baik di dinas maupun puskesmas. Walaupun pada saat bidang mengajukan dana pengelolaan SIK sering ditolak karena kecenderungan kebijakan pemerintah lebih memihak pelayanan kesehatan yang bersifat kuratif dibandingkan pelayanan kesehatan yang bersifat preventif. Hal tersebut sesuai dengan hasil wawancara mendalam pada kotak 11 sebagai berikut : Secara politis yang lebih menguntungkan pasti yang langsung dilihat di masyarakat, kuratif… padahal dana butuhnya besar karena berhubungan dengan sistem dan maintenance… Upayanya, kita selalu mengajukan anggaran, tetapi mengenai disetujui atau ditolak itu urusan pimpinan…. ( Jawaban IU 1 ) Mengenai dukungan keuangan, kita mengajukan… dan biasanya ditolak. ( Jawaban IU 2 )
4. Kelayakan Jadwal Waktu Sistem analis akan memperkirakan waktu yang dibutuhkan untuk membangun software. Apabila software sulit untuk dibuat dan ada kemungkinan keterlambatan jadwal yang telah dirancanakan maka membangun software baru akan sangat dipertimbangkan. Aplikasi SIKDA Generik merupakan aplikasi SIKDA yang berlaku secara nasional dan berbasis open source (gratis). Aplikasi SIKDA Generik akan diberikan kepada semua daerah untuk diadopsi dan diimplemantasi, akan tetapi bagi daerah yang sudah memiliki SIKDA elektronik sendiri, maka
tidak
diharuskan
mengadopsi
SIKDA
Ganerik
dan
dapat
menggunakan SIKDA daerah sendiri. Akan tetapi terdapat hal yang harus diperhatikan yaitu SIKDA daerah mengikuti konfigurasi yang ditunjukkan dalam Pedoman SIK agar dapat “interoperate” (saling bertukar data) dengan Bank Data Nasional. Kota Surakarta lebih memilih mengembangkan SIKDA Kota Surakarta yang sudah ada dan tidak mengadopsi SIKDA Generik dengan
32
berbagai pertimbangan, antara lain Pusdatin Kemenkes belum siap dengan SIKDA Generik terbukti sampai sekarang aplikasi yang tersedia baru sebatas SIMPUS SIKDA Generik. Kelebihan SIKDA Generik karena dikonsep untuk terintegrasi mulai dari puskesmas, rumah sakit, dinas kesehatan kota/kabupaten, dinas kesehatan provinsi dan dinas kesehatan pusat. Akan tetapi, sisi lainnya adalah SIKDA Generik merupakan aplikasi berstandar nasional dengan dataset minimal sehingga belum mampu memenuhi kebutuhan daerah, khususnya Kota Surakarta. Jadi Kota Surakarta lebih memilih mengembangkan SIMPUS dan SIK Kota Surakarta yang dinilai lebih kompatibel dengan kebutuhan Kota Surakarta. Hal tersebut dinyatakan oleh Ka. Sie SIMKES selaku penanggungjawab data dan informasi kesehatan Kota Suirakarta pada kotak 12 sebagai berikut: Mungkin kalau daerah lain yang belum punya sistem sama sekali, akan berusaha ngejar karena daripada membuat aplikasi baru… tapi kita kan sudah jalan, mau kita kejar sananya juga belum siap, malah kita mundur lagi… Memang SIKDA Generik itu lebih terintegrasi, tapi banyak hal-hal yang kita perlukan ternyata tidak ada disana, kita juga susah apabila harus berbalik padahal belum disesuaikan dengan kebutuhan daerah. Aplikasinya lebih kompatibel milik kita sendiri, jadi mundur kalau pakai itu selama belum diperbaiki… (Jawaban IU 1)
Kota Surakarta sudah memiliki SIKDA daerah sendiri, jadi Kota Surakarta dalam pengelolaan data dan informasi tetap menggunakan SIMPUS dan SIK Kota Surakarta dengan beberapa penyesuaianpenyesuaian yang dilakukan secara bertahap. Penyesuaian yang dilakukan dalam waktu dekat adalah pengembangan SIK (sistem pelaporan) Kota Surakarta berbasis web dengan format disesuaikan dengan format SIKDA Generik, sehingga nantinya diharapkan dapat interoperate dengan Bank Data Nasional. Hal tersebut diungkapkan oleh pengelola SIK ditingkat DKK Surakarta yang bertugas melakukan pengembangan SIK Kota Surakarta pada kotak 13 sebagai berikut: Punyanya SIKDA Generik, itu kan berbasis Web, pakenya SQL… Bahasa pemograman beda, Matcom pakai Delphi, kita pakai php. Karena berbasis web, maka pakai php. Database nya beda, dulu pakai Borland, sekarang pakai My SQL. Dulu basisnya desktop.. Kalau sekarang berbasis web. (Jawaban IU 2)
33
5. Kelayakan Personil Studi kelayakan harus mempertimbangkan faktor manusia karena penggunaan software baru akan menuntut perubahan sistem kerja. Personel SIKDA Kota Surakarta berhubungan dengan pengelola SIK ditingkat puskesmas maupun DKK. Pengelola SIK akan mampu menjalankan tugasnya dengan baik apabila sesuai dengan standar pengelola SIK dari segi kuantitas maupun kualitas atau kompetensi dan kemampuan melaksanakan tugas. Pengelola SIK pada tingkatan manajemen kesehatan berdasarkan keahlian terdiri dari lima jenis, yaitu koordinator SIK, pengelola data, teknisi aplikasi, teknisi database, dan teknisi hardware dan jaringan. Sedangkan jumlah pengelola tergantung kondisi di institusi kesehatan, dapat merangkap tugas, akan tetapi lebih baik setiap jabatan diduduki oleh petugas yang berbeda. Pengelola SIK ditingkat dinas di kota Surakarta sejumlah 3 orang, sedangkan pengelola SIK ditingkat puskesmas satu orang dengan double job, yang mengakibatkan pekerjaan kurang bisa terselesaikan dengan baik. Selain itu, pengelola SIK yang bukan berasal dari basic IT ataupun rekam medis menyebabkan kesulitan dalam menjalankan tugasnya. Keadaan tersebut kurang sesuai dengan ketentuan Kemenkes yang tertuang dalam Pedoman SIK tahun 2011 yang menyatakan: “…lebih baik setiap jabatan diduduki oleh petugas yang berbeda” dan “Perbaikan SIK dapat dilakukan dengan pelatihan, penyebaran, renumerasi, dan pengembangan karir SDM di semua tingkatan…”. Mengenai hal tersebut dinyatakan informan utama dan informan triangulasi pada kotak 14 sebagai berikut : SDM di dinas bertiga sebenere ga cukup. Di puskesmas double tugas… ( Jawaban IU 1 ) Untuk tenaga kurang sekali, sudah kurang kerjaannya banyak sekali. Tidak ada tenaga khusus menangani IT, di dinas sebenarnya ga ada juga… ( Jawaban IU 2 ) Koordinator SIK disini belum maksimal, karena beliau fungsional jadi harus pelayanan juga.. ( Jawaban IU 3 )
34
SDM untuk mengelola SIK disini saya sendiri, kadang tugas utama saya di Kesling terbengkalai karena saya harus ngurusi pelaporan… ( Jawaban IU 4 ) Kalau SDM pengelola SIK setau saya di puskesmas 1 orang, itupun double job juga… ( Jawaban IT 1 ) Kalau untuk tugas utama sebenernya tenaganya cukup, tapi kalau ditambahi kerjaan lainnya, kadang jadinya molor… ( Jawaban IT 2 )
Kendala-kendala pada SDM SIK dapat diatasi dengan berbagai upaya antara lain penambahan SDM di DKK
dan puskesmas apabila
memungkinkan, apabila tidak memungkinkan maka adanya tenaga honor perlu dipertimbangkan. Penambahan SDM di puskesmas diharapkan dari tenaga rekam medis, karena seorang perekam medis mengetahui pengetahuan mengenai penyakit, obat, dan pengelolaan data rekam medis pasien. Pengelola SIK di puskesmas berkewajiban memastikan SIMPUS dan SIK berjalan dengan baik, namun bukan sebagai operator yang harus mengentri data puskesmas. Hal tersebut sesuai dengan hasil wawancara mendalam pada kotak 15 sebagai berikut : Kalau saya lebih bagus seperti ini, tapi tenaganya diperbanyak… kalau saya yang lebih tepatnya perekam medis. Dia pengelola sistemnya, dia yang harus memastikan sistem di puskesmas berjalan dengan baik.. ( Jawaban IU 1 ) Biasanya penambahan tenaga untuk profesi, misal bidan atau perawat, jadi tidak ada penambahan khusus tenaga pengelola SIK… ( Jawaban IU 2 ) Saya jangan ditaruh di bendahara pengeluaran, saya pengennya ditaruh di RM nya dan di pelaporan. ( Jawaban IU 3 ) Kalau bisa petugas SIK orang khusus, bisa dari rekam medis, tapi pekerjaan rekam medis sebenarnya banyak juga… ( Jawaban IU 4 )
5.4.Analisis Kebutuhan Menurut Jogiyanto (2005), analisis kebutuhan membahas mengenai pemilihan sumber daya yang meliputi software, hardware, brainware dan kebutuhan dana untuk implementasi sistem yang baru. Hasil dari kegiatan tersebut adalah mengetahui sasaran, tujuan, tugas-tugas, keuntungan dan kerugian dari alternatif pemilihan sumber daya software, hardware, brainware
35
serta mengetahui keuntungan dan kerugian dari alternatif metode pembiayaan untuk menentukan kebutuhan dana guna kegiatan implementasi sistem baru. Pemilihan sumber daya software berhubungan dengan aplikasi SIKDA yang meliputi aplikasi SIMPUS dan SIK, sedangkan pemilihan sumber daya hardware berhubungan dengan perangkat keras yang dibutuhkan dalam pengelolaan SIK terkomputerisasi. Pemilihan sumber daya brainware berhubungan dengan SDM SIK yang meliputi pengelola SIK dan pengguna SIK baik ditingkat DKK maupun puskesmas. Hal tersebut sudah dibahas pada analisis kelayakan teknis dan kelayakan personil, dan beberapa hal yang perlu mendapatkan perhatian antara lain: 1. Software SIMPUS dan SIK perlu dilakukan perbaikan-perbaikan sehingga mampu memanuhi kebutuhan pengguna baik ditingkat puskesmas maupun DKK. Perbaikan tersebut pada item kode penyakit disesuaikan dengan jenis penyakit pasien yang berobat ke puskesmas dan pada item obat yang disesuaikan dengan perkembangan jenis dan merk obat yang ada di puskesmas. 2. Hardware ditingkat DKK maupun puskesmas dalam kondisi baik, walaupun ada beberapa komputer yang sudah berumur. DKK khususnya Seksi SIMKES secara berkala melakukan pendataan hardware yang ada di puskesmas khususnya hardware yang pengadaannya dalam rangka pengelolaan SIK. Hal tersebut diungkapkan oleh Ka. Sie SIMKES pada kotak 16 dibawah ini: … sudah ada yang rusak, cuma saya kan nggak hafal datanya, mungkin tahun ini nanti didata lagi, kalau ada komputer yang memerlukan ganti, kita hanya merekomendasikan untuk diganti karena dana lebih banyak di puskesmas daripada di DKK… … karena yang mengadakan SIK, bagian keuangan ngambil, inventaris barang ngambil komputernya SIK, karena selama ini yang mengadakan SIK dan bagian yang lain nggak pernah. Oleh karena itu, saya mau buat surat ke puskesmas, komputer itu supaya dikembalikan ke fungsi asalnya, kalau butuh yang lain silahkan beli.. (Jawaban IU 1)
36
3. Brainware atau pengelola SIK ditingkat DKK berjumlah tiga orang
dengan kompetensi S2 satu orang selaku Ka. Sie SIMKES dan dua orang pengelola SIK dengan kompetensi S. Kom dan SMA. Sedangkan ditingkat puskesmas pengelola SIK sejumlah satu orang, namun tidak memiliki basic IT. Pengembangan SDM selama ini dilakukan secara ortodidak.
37
BAB 6 : KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan Penelitian ini bertujuan menganalisis kesiapan penerapan SIKDA Generik di Dinas Kesehatan Kota Surakarta, dan dapat disimpulkan beberapa hal sesuai dengan tujuan penelitian, yaitu: 1. Identifikasi masalah sistem informasi yang berjalan di DKK Surakarta dan puskesmas di Kota Surakarta SIK ditingkat Kota Surakarta terkendala dari SDM yakni kemauan dan kesadaran SDM. Selain itu, data SIK belum mampu memenuhi kebutuhan data untuk semua bagian di DKK Surakarta. SIK ditingkat puskesmas (SIMPUS) terkendala dari segi software, SDM dan komitmen pengguna 2. Analisis kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman menggunakan analisis SWOT. Berdasarkan analisis SWOT yang telah dilakukan, maka dapat dirumuskan strategi yaitu pengembangan SIMPUS dan SIK dilakukan sesuai dengan kebutuhan pengguna ditingkat DKK, puskesmas dan pelaporan ke pusat tanpa harus mengadopsi SIKDA Generik. 3. Analisis kelayakan SIKDA Generik di Kota Surakarta meliputi Hardware dan software penyesuaian sehingga mampu interoperable dengan Bank Data Nasional, Seksi SIMKES dalam struktur organisasi DKK Surakarta dan SOP SIK menunjukkan komitmen dari Kota Surakarta untuk pengelolaan data dan informasi kesehatan, pendanaan SIK berasal dari APBD, Kota Surakarta lebih memilih mengembangkan SIMPUS dan SIK Kota Surakarta karena lebih kompatibel dengan kebutuhan daerah dibandingkan dengan SIKDA Generik, pengembangkan SIKDA Kota Surakarta menuntut perubahan sistem kerja, dan Kota Surakarta sebagai tahap pertama mengembangkan SIK berbasis web.
38
6.1 Saran Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai kesiapan penerapan SIKDA Generik di DKK Surakarta, maka peneliti dapat memberikan saran bagi DKK Surakarta dan puskesmas di Kota Surakarta sebagai berikut: 1. Ditingkat Dinas Kesehatan Kota Surakarta Melibatkan pengelola SIK ditingkat puskesmas dalam merumuskan SIK dan SIMPUS berbasis web, mengajukan anggaran APBD untuk penambahan SDM dan pengembangan kompetensi pengelola SIK baik ditingkat DKK maupun puskesmas secara berkala 2. Ditingkat Puskesmas di Kota Surakarta Kepala puskesmas melakukan monitoring dan evaluasi kepada seluruh bagian
di puskesmas terutama mengenai pengelolaan SIK sehingga
koordinasi terbentuk dengan baik dan menghindari keterlambatan pelaporan dan menekankan kepada semua petugas di puskesmas akan pentingnya data dan informasi
39
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Dalam Negeri. Peraturan Pemerintah No 38 Tahun 2007 tentang pembagian urusan pemerintahan antara pemerintah, pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah Kabupaten/Kota. 2007 Departemen Kesehatan RI. Kepmenkes No 837/Menkes/SK/VII/2007 tentang Pengembangan Jaringan Komputer Online Sistem Informasi Kesehatan Nasional (SIKNAS Online. 2007 Departemen Kesehatan RI. Kepmenkes No 932/Menkes/SK/VIII/2002 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pengembangan Sistem Informasi Kesehatan Daerah (SIKDA) Kabupaten/Kota. Jakarta. 2002 Jogiyanto, HM. Analisis dan Desain. Andi Offset. Yogyakarta. 2005 Kementrian Kesehatan RI. Buletin SIKDA Generik Jendela Data dan Informasi Kesehatan Triwulan III. Pusdatin. Jakarta. 2011 Kementrian Kesehatan RI. Pedoman Sistem Informasi Kesehatan (Draf, Rancangan 3.3.1). Pusdatin. Jakarta. 2011 Kementrian Kesehatan RI. Roadmap Sistem Informasi Kesehatan Tahun 20112014. Pusdatin. Jakarta. 2012 Kementrian Kesehatan RI. SIKDA Generik Panduan Pengguna. Jakarta. 2011 Kementrian Kesehatan RI. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Jakarta. 2009. http://depkes.go.id Sugiyono. Memahami Penelitian Kualitatif. Alfabeta. Bandung. 2013 Sutabri, Tata. Analisis Sistem Informasi. CV Andi Offset. Yogyakarta. 2012 Whitten, Jeffery L. Analisis dan Desain. Andi Offset. Yogyakata. 2004
40