LAPORAN AKHIR KEGIATAN MODEL AKSELERASI PEMBANGUNAN PERTANIAN RAMAH LINGKUNGAN LESTARI (M-AP2RLL) BERBASIS PADI SAWAH
NAMA PENELITI UTAMA: FIRDAUS, S.P, M.Si
BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN ACEH
BALAI BESAR PENGKAJIAN DAN PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PERTANIAN
BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2014
LEMBARAN PENGESAHAN 1. Judul RDHP
Model : Akselerasi Pembangunan Pertanian Ramah Lingkungan Lestari (m-AP2RLL) Berbasis Padi Sawah
2. Unit Kerja
Balai : Pengkajian Teknologi Pertanian Aceh
3. Alamat Unit Kerja
Jl. : P. Nyak Makam No 27 Lampineung Banda Aceh
4. Sumber Dana
APBN :
5. Status Penelitian
Baru : (B)
6. Penanggung Jawab
:
a. Nama
Firdaus, : S.P., M.Si
b. Pangkat/Golongan
Penata, : III/c
c. Jabatan
Penyuluh : Muda
7. Lokasi
Desa : Nigan Kecamatan Seunagan Kabupaten Nagan Raya Provinsi Aceh
8. Agroekosistem
Dataran : Tinggi
9. Tahun Mulai
Januari : 2014
10. Tahun Selesai
Desember : 2014
11. Output
Model : Pembangunan Pertanian Ramah Lingkungan Lestari Peningkatan Produksi Padi Sawah
12. Biaya
Rp.: 74.001.000,- (Tujuh puluh empat juta seribu rupiah)
Koordinator Program
Penanggung Jawab RDHP,
Ir. T. Iskandar, M.Si NIP. 19580121 198303 1 003
Firdaus, S.P., M.Si NIP. 19710805 200604 1 002 Kepala Balai,
Ir. Basri AB, M.Si NIP. 19591226 198303 1 002
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat serta karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan laporan Akhir dengan judul Model Akselerasi Pembangunan Pertanian Ramah Lingkungan Lestari (m-AP2RLL) Berbasis Padi Sawah. Model Akselerasi Pembangunan Pertanian Ramah Lingkungan Lestari (mAP2RLL) Berbasis Padi Sawah bertujuan Membangun model sistem percepatan pembangunan pertanian ramah lingkungan berbasis padi sawah untuk peningkatan produksi dengan konsep PTT. Ucapan terima kasih kepada semua pihak yang terlibat di dalam kegiatan ini yang telah banyak membantu dalam melaksanakan kegiatan ini di lapangan sejak awal sampai kegiatan ini terlaksana dengan baik hingga siapnya laporan akhir. Demikian laporan ini kami buat dan kami sampaikan segala kritikan dan saran yang membangun terhadap laporan ini kami ucapkan terima kasih.
Banda Aceh, Desember 2014 Penanggung Jawab Kegiatan,
Firdaus, S.P., M.Si NIP. 19710805 200604 1 002
RINGKASAN 1.
Judul RDHP
Model : Akselerasi Pembangunan Pertanian Ramah Lingkungan Lestari (m-AP2RLL) Berbasis Padi Sawah
2.
UNIT KERJA
: BALAI PENGKAJIAN PERTANIAN ACEH
3.
LOKASI
: Desa Nigan Kecamatan Seunagan Provinsi Aceh
4.
AGROEKOSISTEM
: LAHAN SAWAH
5.
STATUS
: BARU
6.
TUJUAN
7.
KELUARAN
: Adanya model sistem percepatan pembangunan pertanian ramah lingkungan berbasis padi sawah untuk peningkatan produksi dengan konsep PTT.
8.
HASIL
: Model sistem percepatan pembangunan pertanian ramah lingkungan berbasis padi sawah untuk peningkatan produksi dengan konsep PTT.
9.
PRAKIRAAN MANFAAT
: Adanya Model Akselerasi Pembangunan Pertanian Ramah Lingkungan Lestari dapat meningkatkan produktivitas petani. Tumbuh kesadaran petani tentang pentingnya mendukung pertanian berkelanjutan. Meningkatkan pendapatan petani melalui pemanfaatan sumberdaya lokal yang dimiliki secara optimal.
10.
PRAKIRAAN DAMPAK
11.
PROSEDUR
: Terjadi peningkatan produktivitas padi petani : Kegiatan Model pembangunan pertanian ramah lingkungan berbasis padi sawah dengan menggunakan konsep PTT adalah kegiatan yang dilaksanakan setelah dilakukan analisis peningkatan produksi padi
TEKNOLOGI
Membangun : model sistem percepatan pembangunan pertanian ramah lingkungan berbasis padi sawah untuk peningkatan produksi dengan konsep PTT.
di Provinsi Aceh dengan pendekatan sistem dinamik. Hasil model yang ditampilkan dengan menggunakan sistem dinamik, ada beberapa titik ungkit peningkatan produksi padi sawah antara lain konsep PTT (VUB, bibit muda, tanam legowo, pemupukan berimbang, pengendalian OPT secara terpadu). Data yang dikumpulkan: (1) Data persentase petani yang mengadopsi teknologi PTT Padi sawah (2) Data produktivitas padi sawah setelah diadopsi teknologi PTT Padi sawah. 12.
JANGKA WAKTU
: 1 TAHUN
13.
BIAYA
: RP. 74.001.000,- (Tujuh puluh empat juta seribu rupiah)
SUMMARY 1.
Title
:
2.
Implementation Unit
3.
Location
Study of Integrated Pest Management Applications borer CBB (Hypothenemus hampei) at Arabica coffee Aceh Gayo Highlands : Assessment Institute for Agriculture Technology (AIAT aceh) : Aceh Province
4.
Agroecosystem
:
Highlands
5. 6.
Status Objectives
: :
NEW To determine the effectiveness of combination of several techniques in integrated management (IPM): pruning, sanitation, spraying Beauveria bassiana and trapping in the coffee fruit borer control (CBB).
7.
Output
:
There are several techniques in integrated management (IPM): pruning, sanitation, spraying Beauveria bassiana and trapping in the coffee fruit borer control (CBB).
8.
Outcome
:
There are methode effectiveness of combination techniques in integrated management (IPM): pruning, sanitation, spraying Beauveria bassiana and trapping in the coffee fruit borer control (CBB).
9.
Expected benefit
:
10. Expected impact
Farmers understand and can to control pests CBB : Increase productivity and income of farmers
11. Procedure
:
Treatment in the review; P1 = Pruning, and sanitation, P2 = Pruning, and Beauveria; P3 = Pruning, Trap hypophytan; P4 = Pruning, sanitation, Beauveria, hypophytan trap. Control = non-controlling Aquaculture farmers. Parameters measured were Intensity PBKo pests during the harvest period (5 times)
12. Duration
:
1 Year
13. Budget
:
IDR 79.500.000,-
DAFTAR ISI Hal Halaman Pengesahan................................................................................
i
Kata Pengantar.........................................................................................
ii
Ringkasan ...............................................................................................
iii
Daftar Isi ................................................................................................
vi
Daftar Tabel .............................................................................................
viii
Daftar Lampiran .......................................................................................
ix
Daftar Gambar .........................................................................................
x
I.
PENDAHULUAN ................................................................................ 1.1 Latar Belakang ........................................................................ 1.2 Dasar Pertimbangan ................................................................. 1.3 Tujuan..................................................................................... 1.4 Keluaran .................................................................................. 1.5 Manfaat ..................................................................................
1 1 2 2 2 2
TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................... 2.1 Pengertian m-AP2RLL ................................................................. 2.2 Dampak Negatif Pestisida terhadap Pertanian ............................... 2.3 Pengaruh Negatif Pestisida Terhadap Kesehatan Manusia .............. 2.4 Pestisida Berpengaruh Buruk Terhadap Kualitas Lingkungan ........ 2.5 Pestisida Meningkatkan Perkembangan Populasi Jasad Pengganggu Tanaman ..............................................................
4 4 5 5 8
PROSEDUR.......................................................................................
11
3.1. Pendekatan ............................................................................. 3.2 Bahan dan metode pelaksanaan kegiatan ....................................
11 11
HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................ 4. 1 Karakteristik Lokasi Kegiatan (Gambaran Umum Kabupaten Nagan Raya) .......................................................... 4.2 Kondisi Existing Petani Padi Sawah dalam Menerapkan Teknologi PTT di GampongNigan Kecamatan Seunagan Kabupaten Nagan Raya .............................................................
14
KESIMPULAN ...................................................................................
20
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................
21
KEGIATAN DALAM GAMBAR ......................................................................
22
II.
III.
IV.
V.
10
14 17
DAFTAR TABEL
Tabel
1. Laju Pertumbuhan .....................
Halaman
Penduduk
Kabupaten
Nagan
Raya
15
2. Hasil analisa tanah dengan menggunakan perangkat uji tanah sawah (PUTS) pada lokasi pengkajian .................................
17
3. Pengamatan tinggi tanaman dan jumlah anakan per rumpun masa vegetatif pada beberapa varietas unggul baru (VUB)........................
17
I.
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Kinerja usahatani padi sawah rendah secara umum kurang optimal dan dihadapkan pada berbagai kendala dan hambatan biofisik yang menyebabkan rendahnya tingkat produktivitas, tidak tercapai efisiensi input serta terjadi kemunduran kesuburan lahan. Akibat dari kejadian tersebut berdampak pada pendapatan usahatani yang rendah. Untuk mengatasi masalah tersebut, salah satu pendekatannya dengan sistem usahatani integrasi tanaman dan ternak. Integrasi tanaman dan ternak dimaksudkan untuk mendukung pertanian berkelanjutan, penggunaan sumber daya alam secara optimal dan efisiensi penggunaan lahan dalam upaya peningkatan pendapatan. Telah kita sadari bersama
bahwa
ternak
kesejahteraan petani,
memberikan
kontribusi
namun hingga kini
yang
besar
terhadap
peranan ternak tersebut dalam
usahatani belum dimanfaatkan secara maksimal oleh sebagian besar petani. Ternak ruminansia dapat memanfaatkan hasil ikutan dan sisa hasil pertanian untuk kebutuhan pakannya. Dilain pihak dengan penguasaan lahan antara 0,25 – 0,30 ha (Prasetyo et al, 2001) penggunaan pupuk anorganik semakin berlebihan dalam upaya peningkatan hasil, justru memperburuk kondisi lahan. Dalam keadaan demikian pemberian pupuk kandang menjadi keharusan. Pemberian pupuk kandang selain untuk perbaikan tanah juga efisiensi penggunaan pupuk anorganik yang semakin mahal dan sulit dicari. Dengan membaiknya kondisi fisik lahan dan efisiensi dalam penggunaan pupuk diharapkan dapat meningkatkan pendapatan. Konsep pertanian terpadu atau sistem usahatani integrasi tanaman dan ternak sebenarnya telah dikenal dan diterapkan sejak petani mengenal pertanian namun dalam penerapannya belum memperhatikan untung dan ruginya serta kelestarian lingkungan. Penelitian pertanian terpadu secara sistematis telah dimulai pada tahun 1980-an. Penelitian ini mempertimbangkan aspek keberlanjutan (sustainable), secara sosial diterima masyarakat (socially acceptable), secara ekonomi layak (economically testable) dan secara politis diterima (politically desirable). Pada dekade tahun 1990-an telah diintensifkannya integrasi tanaman padi dengan ternak kerbau. Dalam hal ini dioptimalkan pemanfaatan pupuk organik berasal dari kotoran kerbau bisa mencapai 40% dari pendapatan (Diwyanto et al,
2001). Bertitik tolak dari hal tersebut, beberapa program peningkatan pendapatan mengacu pada program integrasi tanaman dan ternak dengan melibatkan ternak (Kusnadi, 2007). 1.2. Dasar pertimbangan Hasil simulasi model sistem dinamik yang di aplikasikan pada tahun 2013, untuk meningkatakan produksi padi di Provinsi Aceh selama 5 tahun kedepan dengan meningkatkan titik ungkit peningkatan produksi.
Titik ungkit tersebut
adalah peningkatan luas areal lahan sawah baru, peningkatan produksi dengan konsep PTT (varietas unggul, sistem tanam legowo, pemupukan berimbang, pengendalian OPT secara terpadu), pembangunan jaringan irigasi, pengurangan loss pascapanen. Teknologi rekomendasi diambil dari hasil kajian BPTP Aceh pada tahun 2012 dan 2013. Beberapa hasil penelitian Balai Besar Penelitian Padi Sukamandi. 1.3. Tujuan Membangun model sistem percepatan pembangunan pertanian ramah lingkungan berbasis padi sawah untuk peningkatan produksi dengan konsep PTT. 1.4. Keluaran Model pembangunan pertanian ramah lingkungan berbasis padi sawah dengan menggunakan konsep PTT 1.5. Manfaat : o
Adanya Model Akselerasi Pembangunan Pertanian Ramah Lingkungan Lestari dapat meningkatkan produktivitas petani
o
Tumbuh kesadaran petani tentang pentingnya mendukung pertanian berkelanjutan.
o
Meningkatkan pendapatan petani melalui pemanfaatan sumberdaya lokal yang dimiliki secara optimal.
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian m-AP2RLL Model akselerasi pembangunan pertanian ramah lingkungan lestari adalah model pembangunan pertanian daerah
berbasis komoditas unggulan dengan
menerapkan sistem pertanian ramah lingkungan.
Implementasi m-AP2RLL di
lapangan merupakan miniatur dari konsep atau model pembangunan pertanian ramah lingkungan berbasis komoditas unggulan daerah. Sistem Pertanian Ramah Lingkungan harus mengandung unsur-unsur: peningkatan produktivitas, rendah emisi GRK, adaptif terhadap perubahan iklim, penerapan PHT dan PHSL, rendah cemaran logam berat, zero waste, pemanfaatan sumberdaya lokal, dan terjaganya biodiversitas. Pertanian Ramah Lingkungan adalah aktivitas pertanian yang secara ekologi sesuai, secara ekonomi menguntungkan, secara sosial diterima dan mampu menjaga kelestarian sumberdaya alam dan lingkungan.
Pertanian Berkelanjutan
adalah setiap prinsip, metode, praktek, dan falsafah yang bertujuan agar pertanian layak ekonomi, secara lingkungan dapat dipertanggungjawabkan, secara sosialbudaya dapat diterima, berkeadilan, dan dilaksanakan dengan pendekatan holistik (FAO).
m-AP2RLL Merupakan perwujudan dari Program Kementan dan Litbang
terkait dengan amanat Perpres No 61 tahun 2011 tentang RAN-GRK dan Rencana Pembangunan Pertanian Daerah. Tujuan utama kegiatan m-AP2RLL mempercepat diseminasi dan adopsi teknologi inovatif ramah lingkungan yang dihasilkan Badan Litbang Pertanian dalam mendukung pembangunan pertanian daerah; serta memperoleh umpan balik untuk penyempurnaan dan pengembangan inovasi teknologi ramah lingkungan. Integrasi antara tanaman padi dan ternak ruminansia dimaksudkan adanya saling ketergantungan dan mendukung antara tanaman dan ternak untuk memberikan efek ganda yaitu efisien dan optimal dalam penggunaan bahan lokal yang dimiliki dengan harapan adanya nilai tambah peningkatan pendapatan.
2.2 Dampak Negatif Pestisida terhadap Pertanian Memang kita akui, pestisida banyak memberi manfaat dan keuntungan. Diantaranya, cepat menurunkan populasi jasad penganggu tanaman dengan periode pengendalian yang lebih panjang, mudah dan praktis cara penggunaannya, mudah diproduksi secara besar-besaran serta mudah diangkut dan disimpan. Manfaat yang lain, secara ekonomi penggunaan pestisida relatif menguntungkan. Namun, bukan berarti penggunaan pestisida tidak menimbulkan dampak buruk. Akhir-akhir ini disadari bahwa pemakaian pestisida, khususnya pestisida sintetis ibarat pisau bermata dua. Dibalik manfaatnya yang besar bagi peningkatan produksi pertanian, terselubung bahaya yang mengerikan. Tak bisa dipungkiri, bahaya pestisida semakin nyata dirasakan masyarakat, terlebih akibat penggunaan pestisida yang tidak bijaksana. Kerugian berupa timbulnya dampak buruk penggunaan pestisida, dapat dikelompokkan atas 3 bagian : (1). Pestisida berpengaruh negatip terhadap kesehatan manusia, (2). Pestisida berpengaruh buruk terhadap kualitas lingkungan, dan (3). Pestisida meningkatkan perkembangan populasi jasad penganggu tanaman. 2.3 Pengaruh Negatif Pestisida Terhadap Kesehatan Manusia Pestisida secara harfiah berarti pembunuh hama, berasal dari kata pest dan sida. Pest meliputi hama penyakit secara luas, sedangkan sida berasal dari kata “caedo” yang berarti membunuh. Pada umumnya pestisida, terutama pestisida sintesis adalah biosida yang tidak saja bersifat racun terhadap jasad pengganggu sasaran.
Tetapi
juga
dapat
bersifat
racun
terhadap
manusia
dan
jasad
bukan target termasuk tanaman, ternak dan organisma berguna lainnya. Apabila penggunaan pestisida tanpa diimbangi dengan perlindungan dan perawatan kesehatan, orang yang sering berhubungan dengan pestisida, secara lambat laun akan mempengaruhi kesehatannya. Pestisida meracuni manusia tidak hanya pada saat pestisida itu digunakan, tetapi juga saat mempersiapkan, atau sesudah melakukan penyemprotan. Kecelakaan akibat pestisida pada manusia sering terjadi, terutama dialami oleh orang yang langsung melaksanakan penyemprotan. Mereka dapat mengalami pusing-pusing ketika sedang menyemprot maupun sesudahnya, atau muntahmuntah, mulas, mata berair, kulit terasa gatal-gatal dan menjadi luka, kejangkejang, pingsan, dan tidak sedikit kasus berakhir dengan kematian. Kejadian
tersebut umumnya disebabkan kurangnya perhatian atas keselamatan kerja dan kurangnya kesadaran bahwa pestisida adalah racun. Kadang-kadang para petani atau pekerja perkebunan, kurang menyadari daya racun pestisida, sehingga dalam melakukan penyimpanan dan penggunaannya tidak
memperhatikan
segi-segi
keselamatan.
Pestisida
sering
ditempatkan
sembarangan, dan saat menyemprot sering tidak menggunakan pelindung, misalnya tanpa kaos tangan dari plastik, tanpa baju lengan panjang, dan tidak mengenakan masker penutup mulut dan hidung. Juga cara penyemprotannya sering tidak memperhatikan arah angin, sehingga cairan semprot mengenai tubuhnya. Bahkan kadang-kadang wadah tempat pestisida digunakan sebagai tempat minum, atau dibuang di sembarang tempat. Kecerobohan yang lain, penggunaan dosis aplikasi sering tidak sesuai anjuran. Dosis dan konsentrasi yang dipakai kadang-kadang ditingkatkan hingga melampaui batas yang disarankan, dengan alasan dosis yang rendah tidak mampu lagi mengendalikan hama dan penyakit tanaman. Secara tidak sengaja, pestisida dapat meracuni manusia atau hewan ternak melalui mulut, kulit, dan pernafasan. Sering tanpa disadari bahan kimia beracun tersebut masuk ke dalam tubuh seseorang tanpa menimbulkan rasa sakit yang mendadak dan mengakibatkan keracunan kronis. Seseorang yang menderita keracunan kronis, ketahuan setelah selang waktu yang lama, setelah berbulan atau bertahun. Keracunan kronis akibat pestisida saat ini paling ditakuti, karena efek racun dapat bersifat karsiogenic (pembentukan jaringan kanker pada tubuh), mutagenic (kerusakan genetik untuk generasi yang akan datang), dan teratogenic (kelahiran anak cacad dari ibu yang keracunan). Pestisida dalam bentuk gas merupakan pestisida yang paling berbahaya bagi pernafasan, sedangkan yang berbentuk cairan sangat berbahaya bagi kulit, karena dapat masuk ke dalam jaringan tubuh melalui ruang pori kulit. Menurut World Health Organization (WHO), paling tidak 20.000 orang per tahun, mati akibat keracunan pestisida. Diperkirakan 5.000 – 10.000 orang per tahun mengalami dampak yang sangat fatal, seperti mengalami penyakit kanker, cacat tubuh, kemandulan dan penyakit liver. Tragedi Bhopal di India pada bulan Desember 1984 merupakan peringatan keras untuk produksi pestisida sintesis. Saat itu, bahan kimia metil isosianat telah bocor dari pabrik Union Carbide yang memproduksi pestisida sintesis (Sevin). Tragedi itu menewaskan lebih dari 2.000 orang dan mengakibatkan
lebih dari 50.000 orang dirawat akibat keracunan. Kejadian ini merupakan musibah terburuk dalam sejarah produksi pestisida sintesis. Selain keracunan langsung, dampak negatif pestisida bisa mempengaruhi kesehatan orang awam yang bukan petani, atau orang yang sama sekali tidak berhubungan dengan pestisida. Kemungkinan ini bisa terjadi akibat sisa racun (residu)
pestisida
yang ada didalam tanaman atau bagian tanaman yang
dikonsumsi manusia sebagai bahan makanan. Konsumen yang mengkonsumsi produk tersebut, tanpa sadar telah kemasukan racun pestisida melalui hidangan makanan yang dikonsumsi setiap hari. Apabila jenis pestisida mempunyai residu terlalu tinggi pada tanaman, maka akan membahayakan manusia atau ternak yang mengkonsumsi tanaman tersebut.
Makin tinggi residu, makin berbahaya bagi
konsumen. Dewasa ini, residu pestisida di dalam makanan dan lingkungan semakin menakutkan manusia. Masalah residu ini, terutama terdapat pada tanaman sayursayuran seperti kubis, tomat, petsai, bawang, cabai, anggur dan lain-lainnya. Sebab jenis-jenis
tersebut
umumnya
disemprot
secara
rutin
dengan
frekuensi
penyemprotan yang tinggi, bisa sepuluh sampai lima belas kali dalam semusim. Bahkan beberapa hari menjelang panenpun, masih dilakukan aplikasi pestisida. Publikasi ilmiah pernah melaporkan dalam jaringan tubuh bayi yang dilahirkan seorang Ibu yang secara rutin mengkonsumsi sayuran yang disemprot pestisida, terdapat kelainan genetik yang berpotensi menyebabkan bayi tersebut cacat tubuh sekaligus cacat mental. Belakangan ini, masalah residu pestisida pada produk pertanian dijadikan pertimbangan untuk diterima atau ditolak negara importir.
Negara maju umumnya
tidak mentolerir adanya residu pestisida pada bahan makanan yang masuk ke negaranya. Belakangan ini produk pertanian Indonesia sering ditolak di luar negeri karena residu pestisida yang berlebihan. Media massa pernah memberitakan, ekspor cabai Indonesia ke Singapura tidak dapat diterima dan akhirnya dimusnahkan karena residu pestisida yang melebihi ambang batas. Pada tahun 1996, pemerintah Indonesia melalui Surat Keputusan Bersama Menteri Kesehatan dan Menteri Pertanian sebenarnya telah membuat keputusan tentang
penetapan ambang
batas maksimum residu pestisida pada hasil
pertanian. Namun pada kenyatannya, belum banyak pengusaha pertanian atau petani yang perduli. Dan baru menyadari setelah ekspor produk pertanian kita
ditolak oleh negara importir, akibat residu pestisida yang tinggi. Diramalkan, jika masih mengandalkan pestisida sintesis sebagai alat pengendali hama, pemberlakuan ekolabelling dan ISO 14000 dalam era perdagangan bebas, membuat produk pertanian Indonesia tidak mampu bersaing dan tersisih serta terpuruk di pasar global. 2.4 Pestisida Berpengaruh Buruk Terhadap Kualitas Lingkungan Masalah
yang
banyak
diprihatinkan
dalam
pelaksanaan
program
pembangunan yang berwawasan lingkungan adalah masalah pencemaran yang diakibatkan penggunaan pestisida di bidang pertanian, kehutanan, pemukiman, maupun di sektor kesehatan. Pencemaran pestisida terjadi karena adanya residu yang tertinggal di lingkungan fisik dan biotis disekitar kita. Sehingga akan menyebabkan kualitas lingkungan hidup manusia semakin menurun. Pestisida
sebagai
bahan
beracun,
termasuk
bahan
pencemar
yang
berbahaya bagi lingkungan dan kesehatan manusia. Pencemaran dapat terjadi karena pestisida menyebar melalui angin, melalui aliran air dan terbawa melalui tubuh organisme yang dikenainya. Residu pestisida sintesis sangat sulit terurai secara alami. Bahkan untuk beberapa jenis pestisida, residunya dapat bertahan hingga puluhan tahun. Dari beberapa hasil monitoring residu yang dilaksanakan, diketahui bahwa saat ini residu pestisida hampir ditemukan di setiap tempat lingkungan sekitar kita. Kondisi ini secara tidak langsung dapat menyebabkan pengaruh negatif terhadap organisma bukan sasaran. Oleh karena sifatnya yang beracun serta relatif persisten di lingkungan, maka residu yang ditinggalkan pada lingkungan menjadi masalah. Residu pestisida telah diketemukan di dalam tanah, ada di air minum, air sungai, air sumur, maupun di udara. Dan yang paling berbahaya racun pestisida kemungkinan terdapat di dalam makanan yang kita konsumsi sehari-hari, seperti sayuran dan buah-buahan. Aplikasi pestisida dari udara jauh memperbesar resiko pencemaran, dengan adanya hembusan angin. Pencemaran pestisida di udara tidak terhindarkan pada setiap aplikasi pestisida. Sebab hamparan yang disemprot sangat luas. Sudah pasti, sebagian besar pestisida yang disemprotkan akan terbawa oleh hembusan angin ke tempat lain yang bukan target aplikasi, dan mencemari tanah, air dan biota bukan sasaran.
Pencemaran pestisida yang diaplikasikan di sawah beririgasi sebahagian besar menyebar di dalam air pengairan, dan terus ke sungai dan akhirnya ke laut. Memang di dalam air terjadi pengenceran, sebahagian ada
yang terurai dan
sebahagian lagi tetap persisten. Meskipun konsentrasi residu mengecil, tetapi masih tetap mengandung resiko mencemarkan lingkungan. Sebagian besar pestisida yang jatuh ke tanah yang dituju akan terbawa oleh aliran air irigasi. Di dalam air, partikel pestisida tersebut akan diserap oleh mikroplanktonmikroplankton. Oleh karena pestisida itu persisten, maka konsentrasinya di dalam tubuh mikroplankton
akan meningkat sampai puluhan kali dibanding dengan
pestisida yang mengambang di dalam air. Mikroplankton-mikroplankton tersebut kelak akan dimakan zooplankton. Dengan demikian pestisida tadi ikut termakan. Karena sifat persistensi yang dimiliki pestisida, menyebabkan konsentrasi di dalam tubuh zooplankton meningkat lagi hingga puluhan mungkin ratusan kali dibanding dengan yang ada di dalam air. Bila zooplankton zooplankton tersebut dimakan oleh ikan-ikan kecil, konsentarsi pestisida di dalam tubuh ikan-ikan tersebut lebih meningkat lagi. Demikian pula konsentrasi pestisida di dalam tubuh ikan besar yang memakan ikan kecil tersebut. Rantai konsumen yang terakhir yaitu manusia yang mengkonsumsi ikan besar, akan menerima konsentrasi tertinggi dari pestisida tersebut. Kasus pencemaran lingkungan akibat penggunaan pestisida dampaknya tidak segera dapat dilihat. Sehingga sering kali diabaikan dan terkadang dianggap sebagai akibat sampingan yang tak dapat dihindari. Akibat pencemaran lingkungan terhadap organisma biosfer, dapat mengakibatkan kematian dan menciptakan hilangnya spesies tertentu yang bukan jasad sasaran. Sedangkan kehilangan satu spesies dari muka bumi dapat menimbulkan akibat negatif jangka panjang yang tidak dapat diperbaharui. Seringkali yang langsung terbunuh oleh penggunaan pestisida adalah spesies serangga yang menguntungkan seperti lebah, musuh alami hama, invertebrata, dan bangsa burung. Akibat efek racun pestisida, biasanya 2 – 3 hari setelah bertanam seranggaserangga Gryllotalpidae tanah,
mengalami
yang bermaksud memakan kecambah dari dalam
mati
massal
dan
menggeletak
diatas
permukaan
tanah. Bangkai serangga ini tentu saja menjadi makanan yang empuk bagi burungburung Anduhur Bolon, tetapi sekaligus mematikan spesies burung pengendali alami tersebut.
Satu lagi, spesies burung Tullik. Burung berukuran tubuh kecil ini diketahui sebagai predator ulat penggerek batang padi (Tryporiza sp). Bangsa burung Tullik sangat aktif mencari ulat-ulat yang menggerek batang padi, sehingga dalam kondisi normal perkembangan serangga hama penggerek batang padi dapat terkontrol secara alamiah berkat jasa burung tersebut. Tetapi seiring dengan pesatnya pemakaian pestisida, terutama penggunaan pestisida sistemik, populasi burung tersebut
menurun
drastis.
Bahkan
belakangan
ini,
spesies
tersebut
sulit
diketemukan. Hilangnya spesies burung ini, akibat efek racun yang terkontaminasi dalam tubuh ulat padi, yang dijadikan burung Tullik sebagai makanan utamanya. Belakangan
ini,
penggunaan
pestisida
memang
sudah
diatur
dan
dikendalikan. Bahkan pemerintah melarang peredaran jenis pestisida tertentu yang berpotensi menimbulkan dampak buruk. Tetapi sebahagian sudah terlanjur. Telah banyak
terjadi
degradasi
lingkungan
berupa
kerusakan
ekosistem,
akibat
penggunaan pestisida yang tidak bijaksana. Salah satu contohnya adalah hilangnya populasi spesies predator hama, seperti yang dikemukakan diatas. 2.5 Pestisida Meningkatkan Perkembangan Populasi Jasad Penganggu Tanaman Tujuan penggunaan pestisida adalah untuk mengurangi populasi hama. Akan
tetapi dalam kenyataannya, sebaliknya malahan sering meningkatkan
populasi jasad pengganggu tanaman, sehingga tujuan penyelamatan kerusakan tidak tercapai. Hal ini sering terjadi, karena kurang pengetahuan dan perhitungan tentang dampak penggunaan pestisida. Ada beberapa penjelasan ilmiah yang dapat dikemukakan mengapa pestisida menjadi tidak efektif, dan malahan sebaliknya bisa meningkatkan perkembangan populasi jasad pengganggu tanaman.
III. PROSEDUR 3.1 Pendekatan Kegiatan Model pembangunan pertanian ramah lingkungan berbasis padi sawah dengan menggunakan konsep PTT adalah kegiatan yang dilaksanakan setelah dilkukan analisis peningkatan produksi padi di Provinsi Aceh dengan pendekatan sistem dinamik. Hasil model yang ditampilkan dengan menggunakan sistem dinamik, ada beberapa titik ungkit peningkatan produksi padi sawah antara lain konsep PTT (VUB, bibit muda, tanam legowo, pemupukan berimbang, pengendalian OPT secara terpadu). 3.2 Bahan dan metode pelaksanaan kegiatan 3.2.1 Bahan - Varietas unggul Baru : Inpari 16, 30, Cigeulis, Ciherang - Pupuk NPK Phonka, ZA - Pestisida hayati - Bahan Pembuatan kompos - Insectisida Furadan 3.2.2 Metode pelaksanaan kegiatan Lokasi kegiatan m-AP2RLL dibangun di desa Nigan, Kecamatan Seunagan, Kabupaten Nagan Raya Provinsi Aceh pada tahun 2014 di lahan pertanian berupa lahan sawah irigasi dengan konsep PTT ramah lingkungan. 3.2.3. Introduksi Teknologi PTT Padi Sawah Teknologi introduksi pada tanaman padi sawah melalui implementasi teknologi PTT padi sawah dengan komponen meliputi antara lain : 1. Varietas unggul baru sesuai dengan karakteristik lahan, lingkungan dan keinginan petani 2. benih bermutu 3. bibit muda (< 21 HSS) 4. jumlah bibit 1-3 batang perlobang dengan sistem tanam legowo 2:1
5. pemupukan N berdasarkan Bagan warna Daun (BWD) 6. pemupukan P dan K berdasarkan status hara, PUTS 7. bahan organic (kompos jerami 5 ton/ha atau pupuk kandang 2 ton/ha) 8. pengairan berselang 9. pengendalian gulma terpadu 10. pengendalian hama dan penyakit terpadu 11. panen beregu dan pascapanen menggunakan alat perontok Adapun komponen teknologi yang akan diaplikasikan diuraikan pada Tabel 1. 3.2.4
Pembuatan kompos bahan baku jerami Untuk menunjang kegiatan tersebut dibangun/dibuat tempat pembuatan
fermentasi jerami dan kompos. Kotoran akan diolah (kompos).
Teknologi
pembuatan
kompos
yang
menjadi pupuk organik
diterapkan
memanfaatkan
bioteknologi, yaitu dengan memanfaatkan mikrobia tanah pengurai bahan organik (probiotik). pertimbangan
Probiotik yang
bahwa
produk
akan
tersebut
digunakan adalah
diproduksi
sendiri
EM4, dengan
sehingga mudah
dijangkau. Prosedur pembuatan kompos yang akan diuji adalah sebagai berikut :
Bahan baku:
jerami (50%); kotoran sapi (40 %); abu sekam (10%); dan
stardec (0,25%).
Bahan baku berupa j e r a m i , kotoran sapi, abu sekam disusun berlapis-lapis dan dicampur merata hingga ketinggian ± 150 cm.
Pada setiap lapisan ditaburi EM4 (jumlah lapisan menyesuaikan kebutuhan dan tempat pembuatan)
Setiap seminggu sekali dilakukan pembalikan dengan cara disisir cangkul dari atas ke bawah
Kadar air pada lapisan dipertahankan 60 % untuk memberikan kondisi ideal (anaerob) bagi tumbuh dan berkembangnya bakteri pengurai, apabila kadar air
kurang dari
Selama
proses
kebutuhan ideal dekomposisi
bahan
maka akan
dilakukan penyiraman. terjadi
kenaikan
temperatur
sampai ± 70o C. Apabila kondisi tersebut tidak terjadi maka aktivitas bakteri pengurai tidak berjalan atau gagal dan perlu diulang kembali.
Proses pembuatan kompos selesai dalam waktu 5 minggu yang dicirikan
dengan warna material menjadi coklat kehitaman, suhu lapisan turun secara alamiah menjadi ± 30o C , kadar air ± 40 %, aroma kotoran tidak berbau dan struktur material remah jika dipegang. 3.2.5. Pelaksanaan Penelitian: 1. Survei awal, 2. Diseminasi inovasi teknologi pola SDMC diawali sosialisasi dan avokasi, sekolah lapang (SL), 3. Survei akhir untuk mengetahui tingkat adopsi inovasi teknologi. 3.2.6. Pengumpulan Data/ Pengamatan: Data yang dikumpulkan: (1) Data persentase petani yang mengadopsi teknologi PTT Padi sawah (2) Data produktivitas padi sawah setelah diadopsi teknologi PTT Padi sawah.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4. 1 Karakteristik Lokasi Kegiatan (Gambaran Umum Kabupaten Nagan Raya) 4.1.1 Kondisi Geografis Daerah A. Geografis Kabupaten Nagan Raya merupakan Kabupaten Pemekaran dari Kabupaten Aceh Barat dengan Ibu Kota Suka Makmue yang dibentuk dengan undang-undang Nomor 4 Tahun 2002. Kabupaten Nagan Raya terletak pada 03°40’ - 04°38’ Lintang Utara dan 96°11’ - 96°48 Bujur Timur dengan luas wilayah 3.363,72 Km² (336.372 hektar) dengan batas-batas sebagai berikut (Gambar 5) : a. Sebelah Utara dengan Kabupaten Aceh Barat dan Aceh Tengah b. Sebelah Selatan dengan Samudera Indonesia c. Sebelah Timur dengan Kabupaten Gayo Luwes dan Aceh Barat Daya d. Sebelah Barat dengan Kabupaten Aceh Barat
Gambar 5. Peta Kabupaten Nagan Raya
Wilayah Kabupaten Nagan Raya adalah wilayah yang sangat cocok untuk budidaya berbagai komoditi pertanian karena didukung oleh iklim yang bagus. Salah satu cuaca yang sangat signifikan untuk budidaya pertanian adalah tingkat curah hujan, dimana untuk setiap tahunnya jumlah curah hujan yang terjadi sebesar 3.301,9 mm atau rata-rata 275,2 mm setiap bulannya. Selain ketersediaan hamparan sawah yang cukup luas dan potensial, dengan berdasarkan keadaan geografisnya, Kabupaten Nagan Raya merupakan daerah yang subur bagi tanaman bahan makanan, berpotensi besar bagi peningkatan produksi tanaman perkebunan dan kehutanan serta mempunyai peluang besar bagi peningkatan potensi kelautan. Karena hampir sepanjang garis pantai yang ada, merupakan daerah potensi perikanan laut yang masih belum dikelola secara optimal. B. Topografis Secara Topografis, Kabupaten Nagan Raya dibagi menjadi 8 Kecamatan, 27 Kemukiman dan 222 Desa. Wilayah daratan tinggi berupa pegunungan yang merupakan daerah penghasil produk perkebunan dan daratan rendah dengan berbagai potensi produk hasil pertanian serta daerah sekitar garis pantai membujur dari arah barat ke selatan yang merupakan daerah penghasil berbagai biota laut. Luas daerah pengairan dari sungai-sungai di Kabupaten Nagan Raya sebagian besar digunakan untuk mendukung kegiatan bidang pertanian dan perkebunan yang merupakan salah satu komoditi unggulan di Kabupaten Nagan Raya. C. Kondisi Iklim Kondisi iklim di Kabupaten Nagan Raya memiliki 2 (dua) musim yaitu musim kamarau dan musim penghujan. Namun demikian secara umum perbedaan waktu antara musim kemarau dan musim penghujan tidak membawa dampak berarti bagi pengembangan pertanian di Kabupaten Nagan Raya. Adapun rata-rata curah hujan selama setahun angkanya berkisar antara 5 mm – 15 mm, terjadi pada bulan Januari sampai dengan Juni. Sedang bulan Juli sampai dengan Desember angkanya berkisar antara 1 mm – 18 mm. sedang bulan-bulan lain angka rata-rata suhu udara yang terjadi pada kisaran 27 derajat celcius. Kisaran angka-angka dalam ukuran tersebut merupakan tingkat kedinginan satu wilayah yang cukup ideal bagi pengembangan bidang pertanian, perkebunan dan kehutanan. Namun dalam dua tiga tahunini kondisi iklim di Kabupaten Nagan Raya tidak menentu, ini disebabkan
karena terjadinya Pemanasan Global deseluruh dunia. Kondisi seperti ini tidak sepenuhnya
mempengaruhi
aktifitas
masyarakat
pada
bidang
pertanian,
perkebunan, kehutanan maupun pada bidang kelautan oleh para masyarakat pesisir pantai. D. Gambaran Umum Demografis Kabupaten Nagan Raya merupakan Kabupaten baru yang dimekarkan dari Kabupaten induk yaitu Kabupaten Aceh Barat. Awalnya Kabupaten Nagan Raya terdiri dari 5 (lima) Kecamatan dan pada tahun 2004 dimekarkan menjadi 8 (delapan) Kecamatan, namun didalam melakukan pendataan penduduk sampai dengan tahun 2006 masih didata pada Kecamatan induk yaitu pada 5 (lima) Kecamatan awal. Dengan memperhatikan laju pertumbuhan penduduk diharapkan dapat memprediksi perkembangan penduduk pada setiap tahunnya dan dapat dijadikan sebagai dasar pertimbangan kebijakan pemerintah daerah dalam berbagai bidang. Selengkapnya dapat dilihat laju pertumbuhan penduduk Kabupaten Nagan Raya pada Tabel 1. Tabel 1. Laju Pertumbuhan Penduduk Kabupaten Nagan Raya NO
1Beutong
PERTUMBUHAN PENDUDUK TAHUN (individu) 2006 2007 2008 2009 12.973 13.131 13.815 14.431
2Seunagan Timur
11.375
11.989
12.130
12.315
3Seunagan
25.578
14.567
15.093
15.374
10.889
10.916
9.290
17.935
18.071
18.116
6Kuala Pesisir
13.416
13.554
13.620
7Tadu Raya
11.316
11.567
11.688
46.732
50.256
52.291
52.717
131.623
143.519
144.959
146.651
KECAMATAN
4Suka Makmue 5Kuala
8Darul Makmur Jumlah
34.965
KET
Sumber : Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten Nagan Raya 2011
Dari jumlah penduduk yang ada, telah terbangun rumah tangga sebanyak 51.437 rumah tangga, dengan keanggotaan setiap rumah tangga rata-rata pada kisaran 3-4 jiwa.
4.2. Kondisi Existing Petani Padi Sawah dalam Menerapkan Teknologi PTT di Gampong Nigan Kecamatan Seunagan Kabupaten Nagan Raya Gampong Nigan salah satu gampong yang terletak di Kecamatan seunagan memiliki luas 72,60 Ha dengan titik koordinat Latitude 4:13:30.71 Longitude 96:19:5.05. Batas batas Gampong terdiri dari : Utara
: Gampong Pateuk
Timur
: Blang Puuk dan Kraktampai
Selatan
: Rambong Rayeuk
Barat
: Gampong Cot
Gampong Nigan memiliki luas sawah irigasi 52,5 Ha. Petani memiliki luas sawah 0,25 – 0.5 Ha, dengan indek pertanaman 1,5. Hampir 75 % petani Gampong Nigan berprofesi sebagai PNS di Pemda Kab Nagan Raya dan guru sekolah. Ada sisi kekurangannya kalau petani berprofesi sebagai PNS,
keinginan untuk menanam
lebih dua kali dalam setahun kurang mendapat respon.
Karena mareka bertani
hanya memenuhi kebutuhan beras keluarga sendiri sampai musim tanam berikutnya. Padahal kondisi lahan sawah beririgasi, ketersedian air sepanjang musim. Petani sawah Gampong Nigan mengadopsi teknologi Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) hanya 10%.
Hal ini disebabkan masih sangat kurang diseminasi
inovasi teknologi PTT untuk petani.
Pada umumnya petani masih menggunakan
hasil panen musim yang lalu untuk benih, sehingga produkvitas hanya 4,8 ton/ha. Menurut petani penggunaan VUB dapat meningkatkan produksi, namun benih VUB yang murni sangat sulit diperoleh pada toko saprodi. Selanjutnya menanam dengan umur bibit < 18 hari hanya 20%.
Sistem
tanam masih bentuk tegel. Sistem tanam legowo sudah pernah diperkenalkan oleh penyuluh. Namun adopsi system tanam ini masih sedikit. Hal ini menurut petani, system tanam legowo lebih lambat, sehingga jika di upahkan ke pihak ketiga ongkosnya lebih mahal dibandingkan ongkos tanam system biasa. Dan yang paling penting peningkatan produksi dengan system legowo tidak jauh berbeda dengan system biasa. Pengukuran Hara Tanah Sawah dengan menggunakan PUTS Pengukuran Hara Tanah Sawah dengan menggunakan PUTS sangat dianjurkan untuk mengetahui kandungan unsure hara di lahan sawah mareka.
Sehingga
dengan
mengetahui
kandungan
unsure
hara,
maka
diharapkan
pemupukan yang dilakukan petani tepat dosis, hemat dan tepat sasaran. Table 1. Hasil analisa tanah dengan menggunakan perangkat uji tanah sawah (PUTS) pada lokasi pengkajian. No 1. 2. 3. 4. 5.
Status/Unsur Kategori Nitrogen (N) Sangat tinggi (ST) Phosfor (P) Rendah (R) Kalium (K) Tinggi (T) pH Netral (6-7) Jika diberikan pupuk majemuk NPK
Rekomendasi 200 kg Urea/Ha 100 kg SP-36/Ha 50 kg KCl/Ha 250 kg /Ha
Keterangan
Intermitten
E. Keragaan Varietas Unggul Baru (VUB) Dari hasil pengamatan yang dilakukan peneliti di lokasi pengkajian pada fase vegetatif menunjukkan bahwa, keragaan beberapa varietas unggul baru (VUB) yang diuji adaptasikan sangat variatif terutama terhadap parameter yang diukur yakni tinggi tanaman dan jumlah anakan. (dapat dilihat pada table 2) Table 2. Pengamatan tinggi tanaman dan jumlah anakan per rumpun masa vegetatif pada beberapa varietas unggul baru (VUB). Tinggi Tanaman (cm)
Varietas
Jumlah Anakan
Inpari 30
108
17
Ciherang
98
16
Mekongga
103
15
Sumber: Data primer diolah Salah
satu
upaya
dalam
meningkatkan
produksi
adalah
dengan
menggunakan varietas yang adaptif dan sesuai dengan kondisi lingkungan setempat. Penggunaan varietas unggul yang cocok dan adaptif merupakan salah satu komponen teknologi yang nyata kontribusinya terhadap peningkatan produktivitas tanaman
dan
dapat
dengan
cepat
diadopsi
petani
karena
murah
dan
penggunaannya lebih praktis. Tujuan kegiatan display varietas unggul baru padi adalah untuk mempromosikan varietas produk Litbang Pertanian kepada masyarakat petani agar lebih mengenal dan dapat memilih varietas sesuai kemampuan, dari segi adaptasi agroekosistem dan preferensi petani serta terdiseminasikan varietas hasil rekayasa Litbang Pertanian kepada masyarakat petani.
Hasil pengkajian yang dilakukan pada lokasi M-AP2RL2 menunjukkan, tiga varietas unggul baru yang diuji menampakkan hasil yang beragam, tinggi tanaman secara berurutan masing-masing varietas; Inpari 30; 108 cm, Ciherang; 98 cm dan Mekongga 103 cm. Ini menunjukkan bahwa, Inpari 30 unggul dari tinggi tanaman dan jumlah anakan dibandingkan Ciherang dan Mekongga. Namun hingga kini, ciherang masih menjadi varietas primadona (unggulan) bagi petani karena adaptasinya tinggi dan rasa nasi enak. Grafik 1. Pengamatan tinggi tanaman dan jumlah anakan per rumpun masa vegetatif pada beberapa varietas unggul baru (VUB). 120 100 80
Tinggi Tanaman
60 40 20 0
Sumber: Data primer diolah Inpari 30, meskipun terbilang varietas baru yang dicoba di lokasi kegiatan namun memiliki adaptasi yang bagus, baik tinggi tanaman dan jumlah anakan tidak berbeda nyata dengan varietas adaptif (eksisting) seperti Ciherang dan Mekongga. Tinggi tanaman dan jumlah anakan tanaman padi sangat dipengaruhi oleh lingkungan biotik seperti, kesuburan tanah (fisika dan kimia), ketersediaan air dan berbagai faktor lainnya.
V. KESIMPULAN
Desa Nigan Kecamatan Seunagan Kabupaten Nagan Raya, merupakan salah satu desa yang masih kurang diseminasi mengenai peningkatan produktivitas padi sawah dengan konsep PTT Padi sawah dengan menggunakan pertanian ramah lingkungan. Petani belum mengetahui varietas unggul baru. Mereka menggunakan benih untuk tanam padi berasal dari hasil panen sebelumnya, sehingga produksi dari tahun ketahun masih dibawah rata-rata produktivitas padi sawah nasional. Hasil pengamatan keragaan VUB Inpari 30, Mekongga dan Ciherang terhadap parameter pertumbuhan vegetative yaitu tinggi tanaman dan jumlah anakan tidak menunjukkan berbeda antar varietas
DAFTAR USTAKA Diwyanto, K. Bambang, RP. Dan Darwinsyah, L. 2001. Integrasi Tanaman Ternak Dalam Pengembangan Agribisnis Yang Berdaya Saing Berkelanjutan Dan Berkerakyatan. Disampaikan Pada Seminar Nasional teknologi Peternakan dan Veteriner . Puslitbangnak Bogor. Kusnadi.U. (2007). Inovasi Teknologi Peternakan Dalam Sistem Integrasi Tanaman dan Ternak (SITT) Untuk Menunjang Swasembada Daging Tahun 2010. Orasi pengukuhan profesor riset Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Prasetyo. T, J. Handoyo, D. Pramono dan C. Setyani. (2001). Proceding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Puslitbangnak Bogor. Subiharta, B. Hartoyo, R. Widarto, A. Hermawan, H. Anwar, Yuni K.W, dan Suharno (2006). Sistem Integrasi Tanaman dan Ternak Berbasis Tanaman Pangan. Laporan Tahunan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Tengah. Subiharta, B. Hartoyo, R. Widarto, Yuni K.W, dan Suharno (2005). Sistem Integrasi Tanaman dan Ternak Berbasis Tanaman Pangan. Laporan Tahunan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Tengah.
KEGIATAN DALAM GAMBAR I. KOORDINASI DENGAN DINAS TERKAIT (DISTANNAK DAN BAPELLUH)
Gambar 1. Penjab m-AP2RLL melakukan koordinasi sosialisasi dengan Distannak Kabupaten Nagan Raya
Gambar 2.Penjab m-AP2RLL melakukan koordinasi sosialisasi dengan Bapelluh Kabupaten Nagan Raya
II. KONDISI EXISTING PETANI GAMPONG NIGAN
Gambar 4. Benih lebih 18 hari, bukan VUB.
Gambar 5. Sistem tanam belum jajar legowo
Gambar 6. Sosilalisasi Teknologi PTT secara kekeluargaan
III. RAPAT KOORDINASI DAN SOSIALISASI KEGIATAN m-AP2RLL PADA KELOMPOK TANI BAGI BEUSAREE GAMPONG NIGAN
IV DISEMINASI SISTEM MULTY CHANNEL (DSMC)
Gambar 10. Tim m-AP2RLL menjelaskan Hama dan Penyakit Utama pada Padi
Gambar 11. Pengendalian Hama Keong Mas
V. TANAM PERDANA
Gambar 13. Lahan sawah siap tanam
Gambar 14. Uji sampel tanah sebelum penanaman
Gambar 17. Acara Penanaman Perdana pada Kegiatan m-AP2RLL, yang dihadiri Distannak, Bapelluh, Muspika dan Gapoktan Kec Seunagan Kab. Nagan Raya
Gambar 18. Acara Penanaman Perdana Bersama
Gambar 19. Kondisi pertanaman padi umur 10 hari
Gambar 19. Pertumbuhan vegetative padi inpari 30