Laporan Akhir EKPD Provinsi Maluku
2011
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ………………………………………………………………………………….
i
Daftar Isi ………………………………………………………………………………………….
iii
PENDAHULUAN …………………………………………………………………..
1
A.
Latar Belakang ……………………………………………………………...
1
B.
Tujuan dan Sasaran ………………………………………………………..
2
C.
Keluaran ……………………………………………………………………..
3
BAB I.
BAB II.
HASIL EVALUASI TERHADAP CAPAIAN PRIORITAS NASIONAL 2010
4
DAN 2011 ……………………………………………………………………..........
BAB III.
BAB IV.
A.
Reformasi Birokrasi dan Tata Kelola …………………………………….
4
B.
Pendidikan …………………………………………………………………..
12
C.
Kesehatan …………………………………………………………………..
24
D.
Penanggulangan Kemiskinan ……………………………………………..
33
E.
Ketahanan Pangan ………………………………………………………...
39
F.
Infrastruktur ………………………………………………………………….
51
G.
Iklim Investasi dan Iklim Usaha …………………………………………..
60
H.
Energi ……………………………………………………………………….
70
I.
Lingkungan Hidup dan Pengelolaan Bencana …………………………..
73
J.
Daerah Tertinggal, Terdepan, Terluar, dan Pasca Konflik …………….
86
K.
Kebudayaan, Kreativitas, Inovasi dan Teknologi ……………………….
93
L.
Kesejahteraan Rakyat ……………………………………………………..
100
M.
Politik, Hukum, dan Keamanan ………………………………………….
108
N.
Perekonomian ………………………………………………………………
115
RELEVANSI ISU STRATEGIS, SASARAN, ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENGEMBANGAN ………………………………………………….
125
EVALUASI TEMATIK …………………………………………………………….
136
Tim Evaluasi Universitas Pattimura Ambon
iii
Laporan Akhir EKPD Provinsi Maluku
BAB V.
2011
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI …………………………………………..
142
A.
Kesimpulan ………………………………………………………………….
142
B.
Rekomendasi ………………………………………………………………..
144
LAMPIRAN Tabel indikator dan data tahun 2009, 2010 dan 2011
145
Tim Evaluasi Universitas Pattimura Ambon
iv
Laporan Akhir EKPD Provinsi Maluku
2011
Kata Pengantar
Sebagai tindak lanjut dari kerjasama Badan Perencanaan Pembangunan Nasional dengan 33 Universitas Negeri di Indonesia yang diawali dengan penandatanganan Nota kesepahaman pada hari Kamis Tanggal Dua Belas bulan Mei tahun Dua Ribu Sebelas, maka Universitas Pattimura
sebagai perguruan tinggi negeri yang berada di Provinsi Maluku
dipercayakan melakukan Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah (EKPD) di Provinsi Maluku. Penyelenggaraan EKPD di Indonesia ini telah berlangsung selama empat tahun. Pada tahun 2011 ini kegiatan difokuskan pada tiga hal yaitu tingkat pencapaian target kinerja RPJMN pada tahun 2010 dan 2011 di Provinsi Maluku; relevansi isu strategis, sasaran, arah kebijakan, dan strategi pengembangan dalam RPJMN 2010-2014 dengan kondisi Provinsi Maluku; dan evaluasi tematik di Provinsi Maluku.
Dalam rangka pelaksanaan tugas ini maka sebagai langkah awal Tim EKPD melakukan persiapan dengan melakukan diskusi merancang jadwal kegiatan yang berkaitan dengan pelaksanaan pengamatan, pengumpulan data dan informasi berdasarkan sasaran RPJMN, pelaksanaan analisis dan penilaian terhadap capaian sasaran pembangunan daerah, dan pelaksanaan Focus Group Discussion (FGD) dengan SKPD terkait termasuk instansi terkait dan kegiatan lain yang disesuaikan dengan jadwal yang telah ditetapkan oleh Direktorat Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional (BAPPENAS) seperti yang tertuang dalam panduan EKPD 2011. Selain itu, Tim EKPD Provinsi Maluku juga melakukan pendekatan dengan Pemerintah Provinsi Maluku dalam hal ini Sekertaris Daerah (Sekda) Provinsi Maluku, dan sosialisasi kepada Ketua Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Provinsi Maluku dan staf.
Kinerja pembangunan daerah diukur dari indikator-indikator kinerja yang telah dtetapkan. Indikator yang telah ditetapkan ini digunakan sebagai basis dalam melakukan evaluasi kinerja pembangunan oleh tim EKPD Provinsi Maluku. Indikator kinerja adalah uraian ringkas yang menggambarkan tentang suatu kinerja yang diukur dalam pelaksanaan suatu kebijakan terhadap tujuannya. Indikator merupakan ukuran kuantitatif dan kualitatif, dalam perumusan indikator yang harus memenuhi asumsi keterukuran.
Tim Evaluasi Universitas Pattimura Ambon
i
Laporan Akhir EKPD Provinsi Maluku
2011
Indikator EKPD 2011 berdasarkan tujuan dan sasaran pembangunan daerah adalah berupa indikator dampak (impact) yang pencapaiannya didukung melalui pencapaian indikator hasil (outcome). Suatu parameter harus memenuhi lima kaidah yaitu: Specific, yakni dapat diidentifikasi dengan jelas; Measurable, jelas dan dapat diukur dengan skala penilaian tertentu yang disepakati, dapat berupa pengukuran kuantitas, kualitas dan biaya; Attainable, dapat dicapai; Relevant, mencerminkan keterkaitan secara langsung dan logis antara target output dalam rangka mencapai target impact yang ditetapkan; serta antara target outcome dalam rangka mencapai target impact yang ditetapkan dan Timely, yakni tepat waktu.
Semoga laporan akhir pelaksanaan EKPD Provinsi Maluku ini dapat menggambarkan seluruh kondisi riil pembangunan daerah di Provinsi Maluku.
Ambon, 2 Desember 2011 Rektor Universitas Pattimura
Prof. Dr. H. B. Tetelepta, M.Pd
Tim Evaluasi Universitas Pattimura Ambon
ii
Laporan Akhir EKPD Provinsi Maluku
2011
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Evaluasi Pembangunan daerah di Provinsi Maluku merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pembangunan nasional, pada hakekatnya pembangunan daerah di Provinsi Maluku adalah upaya terencana untuk meningkatkan kapasitas daerah dalam mewujudkan masa depan daerah yang lebih baik dan kesejahteraan bagi semua masyarakat. Hal ini sejalan dengan amanat UU No. 32 tahun 2004 yang menegaskan bahwa Pemerintah Daerah diberikan kewenangan secara luas untuk menentukan kebijakan dan program pembangunan di daerah masing-masing dan UU No. 25 tahun 2004 tentang sistem Perencanaan Pembangunan Nasional telah mengamanatkan 5 (lima) tujuan pelaksanaan sistem perencanaan pembangunan nasional yaitu : (1) untuk mendukung koordinasi antar pelaku pembangunan; (2) menjamin terciptanya integrasi, sinkronisasi, dan sinergi antar daerah, antar ruang, antara waktu, dan antar fungsi pemerintah, serta antara pusat dan daerah; (3) menjamin keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, dan pengawasan; (4) mengoptimalkan partisipasi masyarakat; dan (5) menjamin tercapainya penggunaan sumberdaya secara efisien, efektif, berkeadilan, dan berkelanjutan. Pelaksanaan evaluasi kinerja pembangunan daerah akan mengacu pada RPJMN 2010-2014, dengan fokus utama untuk mengetahui: (1) tingkat pencapaian target kinerja RPJMN pada tahun 2010 dan 2011 di Provinsi Maluku; (2) relevansi isu strategis, sasaran, arah kebijakan, dan strategi pengembangan dalam RPJMN 2010-2014 dengan kondisi Provinsi Maluku; dan (3) evaluasi tematik di Provinsi Maluku. Pelaksanaan evaluasi RPJMN 2010-2014 dilakukan secara eksternal dengan harapan agar seluruh proses evaluasi tersebut beserta rekomendasinya berlangsung dalam proses yang lebih independen. Adapun kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh suatu organisasi dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan. Evaluasi harus dilakukan secara sistematis dan komprehensif sehingga dapat mengidentifikasi sampai sejauh mana tingkat pencapaian sasaran, tujuan, dan kinerja pembangunan daerah terhadap target-target yang telah ditetapkan. Hasil evaluasi dari Tim EKPD Provinsi Maluku 2011 diharapkan dapat memberikan umpan balik pada perencanaan pembangunan daerah untuk perbaikan kualitas perencanaan di Provinsi Maluku. Adapun evaluasi adalah rangkaian kegiatan membandingkan realisasi masukan (input), keluaran Tim Evaluasi Universitas Pattimura Ambon
1
Laporan Akhir EKPD Provinsi Maluku
2011
(output), dan hasil (outcome) terhadap recana dan standar. Selain itu, hasil evaluasi dapat digunakan sebagai dasar bagi pemerintah dalam mengambil kebijakan pembangunan daerah Provinsi Maluku.
B. Tujuan dan Sasaran Tujuan dan sasaran kegiatan evaluasi kinerja pembangunan daerah secara terperinci dapat diberikan spesifik sebagai berikut. Tujuan kegiatan ini adalah: •
Untuk melengkapi baseline data 2009 dan mengetahui tingkat pencapaian prioritas nasional 2010 dan 2011 berdasarkan RPJMN 2010-2014 di Provinsi Maluku
•
Untuk mengetahui relevansi isu strategis, sasaran, arah kebijakan dan strategi pengembangan dalam RPJMN 2010-2014 dengan kondisi daerah Provinsi Maluku
•
Untuk mengetahui masalah spesifik melalui evaluasi tematik di Provinsi Maluku
Sasaran dari kegiatan ini antara lain: •
Tersedianya baseline data 2009 dan hasil evaluasi terhadap capaian prioritas nasional 2010 dan 2011 berdasarkan RPJMN 2010-2014 di Provinsi Maluku
•
Tersedianya informasi dasar untuk merumuskan kebijakan terutama yang berupa langkah penanganan segera, baik oleh pemerintah maupun pemerintah daerah Provinsi Maluku
•
Tersedianya hasil evaluasi yang menunjukkan kesesuaian dan atau ketidaksesuaian antara isu strategis, sasaran, arah kebijakan, dan strategi pengembangan dalam RPJMN 2010-2014 dengan kondisi daerah Provinsi Maluku
•
Tersedianya informasi dasar untuk melakukan revisi RPJMN oleh pemerintah dan revisi RPJMD oleh pemerintah Provinsi Maluku
•
Tersedianya hasil evaluasi terhadap masalah spesifik melalui evaluasi tematik di daerah Provinsi Maluku
•
Tersedianya informasi dasar bagi pemerintah maupun pemerintah daerah dalam merumuskan langkah kebijakan mengatasi masalah spesifik melalui evaluasi tematik di daerah Provinsi Maluku.
Tim Evaluasi Universitas Pattimura Ambon
2
Laporan Akhir EKPD Provinsi Maluku
2011
C. Keluaran Keluaran yang diharapkan dapat diperoleh dari kegiatan ini adalah sebagai berikut: •
Dokumen data dasar evaluasi dan dokumen hasil evaluasi terhadap capaian prioritas nasional 2010 dan 2011 berdasarkan RPJMN 2010-2014 di Provinsi Maluku
•
Dokumen hasil evaluasi relevansi terhadap isu strategis, sasaran, arah kebijakan, dan strategi pengembangan dalam RPJMN 2010-2014 dengan kondisi Provinsi Maluku
•
Dokumen hasil evaluasi terhadap masalah spesifik melalui evaluasi tematik di Provinsi Maluku
Tim Evaluasi Universitas Pattimura Ambon
3
Laporan Akhir EKPD Provinsi Maluku
2011
BAB II HASIL EVALUASI TERHADAP CAPAIAN PRIORITAS NASIONAL 2010 DAN 2011
A. Reformasi Birokrasi dan Tata Kelola Dalam menganalisis tentang evaluasi kinerja pembangunan daerah yang berkaitan dengan prioritas nasional reformasi birokrasi dan tata kelola terdapat lima indikator yang menjadi bagian dari analisis tersebut. Indikator-indikator tersebut adalah persentasi kasus korupsi yang tertangani dibandingkan dengan yang dilaporkan, persentasi kabupaten/kota yang memiliki peraturan daerah pelayanan satu atap, persentasi kabupaten/kota yang memiliki pelaporan Wajar Tanpa Pengecualian (WTP), persentase kabupaten/kota yang telah memiliki e-procurement,
dan persentase kabupaten/kota yang telah memiliki peraturan
daerah transparansi. Kemudian dianalisis pencapaian indikator dan rekomendasi kebijakan.
1. Indikator 1.1. Persentase kasus korupsi yang tertangani dibandingkan dengan yang dilaporkan Persentase kasus korupsi yang tertangani dibandingkan dengan yang dilaporkan dapat dilihat pada Tabel 1 berikut ini. Tabel 1. Persentase Jumlah Kasus Korupsi Yang Tertangani Tahun
Provinsi
2004
‐
2005
‐
2006
‐
2007
30
2008
19.05
2009
19.05
2010
34
s/d Juni 2011
28
Selanjutnya data pada Tabel 1 dapat ditunjukkan grafiknya dengan menggunakan Gambar 1 berikut ini.
Tim Evaluasi Universitas Pattimura Ambon
4
Laporan Akhir EKPD Provinsi Maluku
2011
Gambar 1. Grafik Jumlah Kasus Korupsi yang Tertangani
Berdasarkan Tabel 1 dan Gambar 1 menunjukan bahwa kinerja Kejati dalam penanganan kasus korupsi di Provinsi Maluku dalam tahun 2010 dan bulan Mei 2011 telah mengalami peningkatan dalam penanganan dan penyelesaiannya. Hal ini didasarkan pada hasil identifikasi data dari Kejaksaan Tinggi (Kejati) Provinsi Maluku. Sesuai hasil identifikasi data dari Kejati Provinsi Maluku ternyata ditemukan bahwa sesuai hasil pelaporan masyarakat serta temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang dilaporkan kepada Kejati Provinsi Maluku pada tahun 2010 dan bulan Mei 2011 terdapat 129 perkara kasus korupsi yang masuk dari kabupaten/kota di Provinsi Maluku. Jumlah kasus korupsi tersebut merupakan laporan dari masyarakat dan hasil temuan BPK yang dilaporkan langsung ke Kejati Provinsi Maluku. Dari sejumlah kasus korupsi tersebut ternyata 46 kasus yang telah dapat diselesaikan dengan baik oleh Kejati Provinsi Maluku. Hal ini berarti terjadi peningkatan dalam penanganan dan penyelesaian kasus korupsi yang ada. Peningkatan dalam penanganan dan penyelesaian kasus korupsi ini juga tidak terlepas dari adanya kebijakan pimpinan Kejati Provinsi Maluku untuk secepatnya melakukan penanganan dan penyelesaian kasus korupsi. Apa yang telah dicapai oleh Kejati Provinsi Maluku saat ini bukanlah sesuatu hal yang dapat dibanggakan karena terbukti dari laporan kasus koprupsi yang masuk ternyata masih sebagian besar kasus korupsi yang juga belum diselesaikan. Hal ini disebabkan oleh adanya beberapa faktor yang turut mempengaruhi kinerja Kejati Tim Evaluasi Universitas Pattimura Ambon
5
Laporan Akhir EKPD Provinsi Maluku
2011
Provinsi Maluku. Faktor-faktor tersebut seperti, keterlambatan realisasi laporan dari Kejati pada kabupaten/kota serta alokasi anggaran yang terbatas untuk menangani secara langsung beberapa kasus korupsi pada beberapa kabupaten/kota yang memiliki rentang kendali atau jarak yang cukup jauh sehingga membutuhkan biaya untuk penyelesaiannya. Demikian maka upaya peningkatan kinerja Kejati Provinsi Maluku juga sangat dipengaruhi oleh ketersediaan anggaran yang menjadi kebutuhan untuk terlaksananya pembangunan daerah.
1.2. Persentase kabupaten/kota yang memiliki peraturan daerah pelayanan satu atap Data persentase kabupaten/kota yang memiliki peraturan daerah pelayanan satu atap dapat dilihat pada Tabel 2 sebagai berikut. Tabel 2. Persentase kabupaten/kota yang memiliki peraturan daerah pelayanan satu atap. Tahun
Provinsi
2004
10
2005
10
2006
10
2007
20
2008
20
2009
20
2010
-
2011
-
Data persentase kabupaten/kota yang memiliki peraturan daerah pelayanan satu atap belum lengkap karena belum tersedia data tahun 2010 hingga tahun 2011. Selanjutnya data pada Tabel 2 dapat ditunjukkan grafiknya dengan menggunakan Gambar 2 berikut ini.
Tim Evaluasi Universitas Pattimura Ambon
6
Laporan Akhir EKPD Provinsi Maluku
2011
Gambar 2. Grafik Persentase kabupaten/kota yang memiliki peraturan daerah pelayanan satu atap
Berdasarkan uraian Tabel 2 dan Gambar 2 menunjukan bahwa kinerja pembangunan daerah di Provinsi Maluku dalam melakukan sistem pelayanan satu atap pada tahun 2010 dan tahun 2011 tidak dapat dianalisis.
Hal ini disebakan oleh adanya sistem perangkat
organisasi yang dimiliki oleh masing-masing kab/kota.
Sesuai hasil identifikasi yang
dilakukan oleh Tim EKPD pada kantor Gubernur Maluku ternyata data yang dibutuhakn untuk menganaisis evaluasi kinerja pembangunan daerah tentang Perda pelayanan satu atap pada kab/kota di Provinsi Maluku tidak dapat diperoleh.
Hal ini sesuai dengan informasi yang
diberikan oleh Staf Biro Hukum pada kantor Gubenur Provinsi Maluku. Alasan yang diperoleh tentang kebutuhan akan informasi tersebut bahwa pada setiap kabupaten/kota telah melakukan sistem perangkat organisasinya tersendiri sehingga penanganan terhadap pelayanan satu atap langsung dilakukan pada tiap-tiap kabupaten/kota.
1.3. Persentase kabupaten/kota yang memiliki pelaporan Wajar Tanpa Pengecualiaan (WTP) Dalam upaya untuk menganalisis kinerja pembangunan daerah di Provinsi Maluku, khususnya tentang pelaporan Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) tahun 2010 dan 2011 belum dapat dianalisis pencapaiannya oleh tim. Hal ini disebabkan oleh masalah yang dihadapi oleh BPK RI untuk mengaudit laporan keuangan pada setiap kabupaten/kota di Provinsi Tim Evaluasi Universitas Pattimura Ambon
7
Laporan Akhir EKPD Provinsi Maluku
2011
Maluku pada umumnya sama yaitu adanya kelemahan sistem pengendalian interen dan pembatasan lingkup pemerikasaan pada setiap kabupaten/kota di Provinsi Maluku sehingga BPK RI tidak dapat menerapkan prosedur pemeriksaan untuk memperoleh keyakinan yang memadai atas kewajaran laporan keuangan serta lingkup pemeriksaan BPK RI tidak cukup untuk memungkinkan menyatakan pendapat.
1.4. Persentase kab/kota yang telah memiliki e-procurement Target kinerja pembangunan daerah di Provinsi Maluku, khususnya tentang pengadaan barang dan jasa (e-procurement) pada tahun 2010 sampai sekarang tidak dapat dianalisis capaiannya oleh Tim EKPD. Hal ini disebabkan oleh belum tersedianya website pada masing-masing kab/kota sehingga data tersebut juga tidak diperoleh pada kantor Gubernur Maluku. Hal ini sesuai dengan hasil identifikasi yang dilakukan oleh Tim pada bagian inspektorat kantor Gubernur Provinsi Maluku. Informasi ini diperoleh dari salah seorang staf pada bagian inspektorat pada kantor Gubernur Provinsi Maluku.
1.5. Persentase kabupaten/kota yang telah memiliki Perda Transparansi Dalam upaya untuk menganalisis kinerja pembangunan daerah di Provinsi Maluku yang memiliki Perda transparansi pada tahun 2010 dan tahun 2011 ternyata tidak dapat dilakukan analisisnya oleh Tim EKPD. Hal ini karena setiap kab/kota telah melakukan sistem penanganannya sendiri. Sesuai hasil identifikasi yang dilakukan oleh Tim EKPD pada kantor Gubernur Maluku ternyata data yang dibutuhkan untuk menganalisis evaluasi kinerja pembangunan daerah tentang Perda transparansi kab/kota di Provinsi Maluku tidak dapat diperoleh. Hal ini sesuai dengan informasi yang diberikan oleh Staf Biro Hukum pada kantor Gubenur Provinsi Maluku. Alasan yang diperoleh tentang kebutuhan akan informasi tersebut bahwa pada setiap kab/kota telah melakukan sistem penanganannya sendiri.
2. Analisis Pencapaian Indikator Analisis capaian kasus korupsi yang tertangani dibandingkan dengan yang dilaporkan Sesuai informasi yang disampaikan oleh Kejaksaan Tinggi Maluku, diketahui bahwa berbagai kasus korupsi yang ditangani, berasal dari hasil pelaporan masyarakat dan temuan BPK baik dalam tahun 2010 maupun 2011. Dalam tahun 2010, kasus atau perkara yang masuk berjumlah 36, sementara yang berhasil diselesaikan sebanyak 34 (94,44%).
Tim Evaluasi Universitas Pattimura Ambon
8
Laporan Akhir EKPD Provinsi Maluku
2011
Sedangkan sampai dengan bulan Juni tahun 2011, kasus yang masuk adalah sebanyak 56, dan yang sudah diselesaikan baru sebanyak 28 (50,0%). Dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya, tampak bahwa tingkat penyelesaian kasus dalam tahun 2010 lebih tinggi, karena ternyata selain laporan BPK, masyarakat pun cukup proaktif melaporkan dan mengawasi, terutama di tingkat Kejati Provinsi Maluku dan Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Ambon. Sementara pada tingkat Kejari dan Cabjari lainnya, jumlah kasus yang diselesaikan relatif sedikit, di antaranya ada yang bahkan tidak tertangani baik karena kekurangan bukti-bukti ataupun dialihkan ke tingkat Kejati. Kondisi yang sama juga dialami pada tahun 2011, di mana laporan terbanyak ditangani oleh Kejati Maluku dan Kejari Kota Ambon. Kondisi ini menunjukkan bahwa khususnya masyarakat di ibukota (Kota Ambon) telah memiliki cukup kesadaran yang tinggi baik untuk melaporkan maupun mengawasi proses hukum di lembaga penegak hukum. Kendala lain yang masih dirasakan dalam rangka penanganan kasus korupsi adalah keterlambatan realisasi laporan dari Kejati pada kab/kota serta alokasi anggaran yang terbatas untuk menangani secara langsung beberapa kasus korupsi pada beberapa kabupaten/kota yang memiliki rentang kendali atau jarak yang cukup jauh sehingga membutuhkan biaya untuk penyelesaiannya.
Analisis capaian kabupaten/kota yang memiliki peraturan daerah pelayanan satu atap Berdasarkan uraian tabel 2 menunjukan bahwa kinerja pembangunan daerah di Provinsi Maluku dalam melakukan sistem pelayanan satu atap pada tahun 2010 dan tahun 2011, masih menunjukkan kondisi yang sama dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Hal ini disebabkan oleh paling tidak 2 kondisi, yaitu (1) kapasitas sumberdaya aparatur pemerintah daerah dan lembaga DPRD dalam memahami kepentingan daerahnya masing-masing dan kebutuhan untuk membangun sinkronisasi sistem yang berujung pada efisiensi dan efektivitas pelayanan publik; dan (2) ego sektoral masing-masing SKPD yang masih mewarnai
dinamika
pembangunan
di
setiap
daerah.
Dalam
konteks
kepentingan
pembangunan Provinsi Maluku yang mendasarkan diri pada pendekatan Gugus Pulau-Laut Pulau, maka kurangnya kreativitas untuk membangun sistem yang terintegrasi di dalam suatu daerah, ditenggarai bisa berdampak kurang menguntungkan bagi hubungan kerjasama antar daerah dalam lingkup Provinsi Maluku. Artinya, jika di dalam suatu kabupaten/kota saja belum sepenuhnya mampu mendinamisasi pembangunan secara sinergis melalui pengadaan peraturan satu atap, bagaimana dengan hubungan antar gugus pulau yang didalamnya terdapat satu atau lebih kabupaten/kota. Sebetulnya sejak tahun 2009 yang lalu, telah ada Tim Evaluasi Universitas Pattimura Ambon
9
Laporan Akhir EKPD Provinsi Maluku
2011
upaya-upaya untuk mendudukkan dua kabupaten/kota yang berada dalam satu gugus pulau untuk membicarakan hal-hal tertentu terkait dengan pembangunan di kedua wilayah. Namun hingga kini ternyata realisasi kerjasamanya tidak pernah terlihat, dan berbagai peraturan satu atap yang diharapkan bisa memfasilitasi dinamika pembangunan baik di dalam wilayah yang bersangkutan maupun antar wilayah, belum terbentuk.
Analisis capaian kabupaten/kota yang memiliki pelaporan Wajar Tanpa Pengecualiaan (WTP) Dalam upaya untuk menganalisis kinerja pembangunan daerah di Provinsi Maluku, khususnya tentang pelaporan Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) tahun 2010 dan 2011 belum dapat dianalisis.
Hal ini disebabkan oleh masalah yang dihadapi oleh BPK RI untuk
mengaudit laporan keuangan pada setiap kabupaten/kota di Provinsi Maluku pada umumnya sama yaitu adanya kelemahan sistem pengendalian internal dan pembatasan lingkup pemerikasaan pada setiap kabupaten/kota di Provinsi Maluku sehingga BPK RI tidak dapat menerapkan prosedur pemeriksaan untuk memperoleh keyakinan yang memadai atas kewajaran laporan keuangan serta lingkup pemeriksaan BPK RI tidak cukup untuk memungkinkan menyatakan pendapat. Dengan demikian maka pelaporan Wajar Tanpa Pengecualian yang menjadi salah satu indikator untuk Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah di Provinsi Maluku tidak dapat dianalisis persentase capaianya oleh tim.
Analisis capaian kabupaten/kota yang telah memiliki e-procurement Target kinerja pembangunan daerah di Provinsi Maluku, khususnya tentang pengadaan barang dan jasa (e-procurement) pada tahun 2010 sampai sekarang tidak dapat dianalisis capaiannya. Hal ini disebabkan belum tersedianya website pada masing-masing kabupaten/kota, dan juga pada tingkatkantor pemerintah Gubernur Maluku. Kondisi demikian, terutama disebabkan selain terbatasnya sumberdaya manusia yang dapat mendisain dan khususnya
mengoperasikan
mekanisme
dimaksud,
juga
karena
kekurang-pedulian
pemerintah daerah masing-masing untuk memfasilitasi terbentuknya suatu sistem yang transparan dan akuntabel bagi kepentingan layanan publik. Apabila mekanisme manajemen pembangunan dalam konteks di atas tidak segera diadakan, maka kondisi tersebut akan semakin membuka ruang dan peluang bagi kemungkinan penyelewengan dan atau kolusi, korupsi dan nepotisme, serta kurang membantu untuk menciptakan efisiensi dan efektivitas layanan publik yang inklusif dan demokratis. Tim Evaluasi Universitas Pattimura Ambon
10
Laporan Akhir EKPD Provinsi Maluku
2011
Analisis capaian kabupaten/kota yang telah memiliki Perda Transparansi Peraturan daerah tentang transparansi merupakan hal yang penting untuk memfasilitasi manajemen pembangunan daerah yang inklusif dan akuntabel. Namun sampai saat ini, tidak dijumpai satupun peraturan daerah dalam lingkup provinsi Maluku yang mengakomodasi kepentingan dimaksud. Kondisi demikian tentu akan berdampak pada interaksi
lembaga
pemerintahan
daerah
dengan
publik,
di
mana
kemungkinan
penyelewengan kekuasaan dapat saja terjadi sebagai akibat tidak tersedianya landasan hukum. Selain itu, tidak tersedianya peraturan daerah dimaksud, menyebabkan standarstandar atau indikator-indikator tentang transparansi tidak juga tersedia, sehingga membuka ruang bagi setiap orang untuk mendefinisikan apa yang dimaksudkan dengan transparansi menurut kemauan dan kepentingan setiap orang.
3. Rekomendasi Kebijakan Berdasarkan pembahasan di atas maka dapat disampaikan beberapa hal sebagai rekomendasi kebijakan sebagai berikut. a. Penanganan dan penyelesaian kasus korupsi masih perlu untuk dilakukan secara lebih baik. Berdasarkan hal tersebut maka selain kebijakan pimpinan untuk menyelesaikan segala kasus korupsi yang telah diterima, perlu juga untuk menyediakan anggaran khusus untuk menangani berbagai kasus korupsi yang ada pada kabupaten/kota yang jaraknya cukup jauh dari wilayah Provinsi Maluku. b. Dalam upaya meningkatkan kinerja pembangunan daerah maka perlu untuk mendorong peningkatan koordinasi dan sinkronisasi lintas institusi pemerintahan, termasuk memperdalam pemahaman dari substansi berpemerintahan yang berbasis pada otonomi daerah dan desentralisasi terutama pada tingkat kabupaten/kota. Hal ini dimaksudkan agar dapat mengakselerasi pengembangan Peraturan Daerah Pelayanan Satu Atap yang memungkinkan masyarakat dapat memperoleh pelayanan secara cepat, tepat dan murah.
Tim Evaluasi Universitas Pattimura Ambon
11
Laporan Akhir EKPD Provinsi Maluku
2011
B. Pendidikan Dalam menganalisis tentang evaluasi kinerja pembangunan daerah yang berkaitan dengan prioritas nasional pendidikan terdapat empat indikator yang menjadi bagian dari analisis tersebut.
Indikator-indikator tersebut adalah rata-rata lama sekolah, angka
partisipasi murni, angka partisipasi kasar, dan angka melek aksara 15 tahun ke atas. Kemudian
dilanjutkan
dengan
analisis
pencapaian
indicator
yang
dimaksud
dan
penyampaian rekomendasi.
1. Indikator 1.1. Rata-rata Lama Sekolah Berdasarkan identifikasi data rata-rata lama bersekolah usia 15 tahun ke atas Provinsi Maluku sejak tahun 2006 sampai dengan tahun 2010 sebagaimana diperlihatkan pada Tabel 3 yang merupakan hasil identifikasi dari data BPS Provinsi Maluku.
Tabel 3. Lama Waktu Bersekolah Tahun
Lama Waktu Bersekolah
2006
8.60
2007
8.60
2008
8.60
2009
8.63
2010
8.75
Selanjutnya data pada Tabel 3 dapat ditunjukkan dengan menggunakan grafik pada Gambar 3 berikut ini. Tim Evaluasi Universitas Pattimura Ambon
12
Laporan Akhir EKPD Provinsi Maluku
2011
Gambar 3. Grafik Rata-Rata Lama Bersekolah Berdasarkan
Tabel 3 dan Gambar 3 terlihat bahwa rata-rata lama bersekolah
mengalami kenaikan dalam dua tahun terakhir, yaitu pada tahun 2009 dan tahun 2010 masing-masing dari 8,60 tahun 2008 menjadi 8,63 tahun 2009 dan 8,75 pada tahun 2010. Hal ini menunjukkan bahwa capaian indikator rata-rata lama bersekolah 15 tahun ke atas di Provinsi Maluku sudah menunjukkan ada perbaikan walaupun belum mencapai 100 persen tetapi masih lebih tinggi dari capaian nasional.
1.2. Angka Partisipasi Murni (SD/MI) Berdasarkan identifikasi data Angka Partisipasi Murni untuk Provinsi Maluku sejak tahun 2004 sampai dengan tahun 2010 sebagaimana diperlihatkan dengan Tabel 4 berikut ini.
Tim Evaluasi Universitas Pattimura Ambon
13
Laporan Akhir EKPD Provinsi Maluku
2011
Tabel 4. Angka Partisipasi Murni SD/MI
Tahun
Provinsi
2004
93,46
2005
92,93
2006
92,4
2007
94,37
2008
95,48
2009
97,03
2010
95,00
Sumber data: Dikpora dan BPS Provinsi Maluku
Selanjutnya data pada Tabel 4 dapat diperlihatkan secara grafik dengan menggunakan Gambar 4 berikut ini.
Gambar 4. Grafik Indikator APM SD/MI Provinsi Maluku
Berdasarkan Tabel 4 dan Gambar 4 terlihat bahwa angka capaian APM Provinsi Maluku mengalami penurunan dari 93,46 persen tahun 2004 menjadi 92,4 persen pada tahun 2006 atau menunjukan tren penurunan sebesar 0,53 persen setiap tahun sampai tahun 2006, sebaliknya telah mengalami peningkatan dari 92,4 persen tahun 2006 menjadi 95,00 persen tahun 2010 atau mengalami peningkatan sebesar 1,11-1,97 % (data Tabel 4). Berdasarkan data tersebut bahwa penurunan APM SD/MI masing-masing 0,53 persen dari tahun 2004 – 2006 disebabkan karena jumlah anak usia 7-12 tahun yang sedang bersekolah pada jenjang SD/MI mengalami penurunan sebesar 0,53 persen setiap tahun (2004 – 2006). Penurunan tersebut disebabkan oleh pengaruh dari dampak kerusuhan Maluku dimana kondisii Tim Evaluasi Universitas Pattimura Ambon
14
Laporan Akhir EKPD Provinsi Maluku
2011
keamanan masih belum stabil. Banyak anak yang eksodus keluar daerah Maluku mengikuti orang tua atau banyak pula anak usia tersebut yang belum disekolahkan oleh orang tua mereka karena tidak kondusifnya keamanan saat itu. Setelah tahun 2006 seiring dengan membaiknya kondisi keamanan di Provinsi Maluku dan banyaknya lembaga-lembaga swadaya (NGO) dalam maupun luar negeri turut berpartisipasi merestorasi pembangunan pasca kerusuhan, sehingga berdampak kepada kenaikan APM SD/MI yang cukup tinggi yaitu antara 1,11 – 1,97 persen. Namun tahun 2010 APM SD/MI kembali terkoreksi sebesar 1,97 persen yaitu dari 97,03 menjadi 95,00 persen. Hal ini terjadi karena ada koreksi dalam perhitungan angka capaian.
1.3. Angka Partisipasi Kasar (SD/MI) Berdasarkan data hasil identifikasi Angka Partisipasi Kasar (APK) untuk Provinsi Maluku sejak tahun 2004 sampai dengan 2010 ditunjukkan pada Tabel 5 berikut ini.
Tabel 5. Angka Partisipasi Kasar SD/MI
Tahun
Angka Partisipasi Kasar (APK)
2004
97,4
2005
106,8
2006
109,9
2007
116,36
2008
114,35
2009
112,58
2010
98,49
Sumber data: Dinas Dikpora & BPS ProMal
Selanjutnya data pada Tabel 5 dapat diperlihatkan secara grafik dengan menggunakan Gambar 5 berikut ini.
Tim Evaluasi Universitas Pattimura Ambon
15
Laporan Akhir EKPD Provinsi Maluku
2011
Gambar 5. Grafik APK SD/MI Provinsi Maluku
Berdasarkan Gambar 5 dan Tabel 5 terlihat bahwa data angka Partisipasi Kasar (APK) SD/MI tahun 2009 telah mencapai 112,58 persen, secara signifikan lebih tinggi dibandingan dengan capaian APM tahun yang sama yang baru mencapai 97,03 persen. Hal itu menunjukkan banyaknya siswa yang berusia di bawah tujuh tahun (undergrate) dan di atas 12 tahun (overage). Hal ini dimungkinkan karena pasca kerusuhan Maluku ada usaha dari berbagai pihak untuk mengatasi problem-problem pembangunan pendidikan di Maluku sehingga mendorong banyak anak yang berada dibawah usia 7 tahun telah bersekolah SD/MI maka jumlahnya terus meningkat terutama di kota Ambon dan kota-kota kabupaten di Maluku. Di samping itu, adanya anak-anak usia di atas 12 tahun yang masih bersekolah di SD/MI, hal ini disebabkan oleh dua kemungkinan. Pertama, anak-anak itu masuk SD/MI di atas usia tujuh tahun, dan kedua, adanya anak-anak yang mengulang kelas, sehingga mereka baru dapat menyelesaikan SD/MI pada usia di atas 12 tahun. Di lain pihak grafik pada Gambar 5 memperlihatkan ada penurunan APK SD/MI pada dua tahun terakhir (2008 dan 2010), hal ini disebabkan oleh beberapa kemungkinan, yaitu dimana lembaga-lembaga swadaya masyarakat yang selama masa pasca kerusuhan melakukan advokasi kepada masyarakat telah mengakhiri kegiatannya, dan adanya gelombang krisis ekonomi yang melanda negeri ini sehingga menyebabkan banyak anak yang dropout terutama yang mengulang kelas.
Tim Evaluasi Universitas Pattimura Ambon
16
Laporan Akhir EKPD Provinsi Maluku
2011
1.4. Angka melek aksara 15 tahun ke atas Berdasarkan hasil identifikasi data angka melek aksara 15 tahun ke atas untuk Provinsi Maluku sejak tahun 2004 sampai dengan tahun 2010, ditunjukkan dengan Tabel 6 berikut ini. Tabel 6. Angka Melek Aksara >15 Tahun
Tahun
Angka Melek Aksara > 15 Tahun
2004
91,00
2005
91,50
2006
91,70
2007
92,00
2008
98,12
2009
98,69
2010
98,14
Sumber data: Dinas Dikpora dan BPS Provinsi Maluku
Selanjutnya data pada Tabel 6 dapat diperlihatkan secara grafik dengan menggunakan Gambar 6 berikut ini.
Gambar 6. Grafik angka melek aksara > 15 tahun
Berdasarkan Tabel 6 dan Gambar 6 terlihat bahwa angka melek aksara 15 tahun ke atas mengalami kenaikan yang cukup berarti dari tahun 2004 hingga tahun 2010. Hal ini Tim Evaluasi Universitas Pattimura Ambon
17
Laporan Akhir EKPD Provinsi Maluku
2011
menunjukkan bahwa capaian indikator angka melek huruf 15 tahun ke atas di Provinsi Maluku tergolong tinggi walaupun belum mencapai 100 persen dan masih lebih tinggi dari capaian nasional. Angka melek huruf di Provinsi Maluku terlihat makin membaik karena cenderung naik setiap tahun dari tahun 2004 sampai tahun 2009, namun pada tahun 2010 sedikit mengalami penurunan tetapi sudah lebih tinggi dari angka target yang ditetapkan. Seperti yang terlihat Tabel 6, angka melek huruf naik tajam dari tahun 2008 sampai tahun 2009, mencapai 98,69%, turun pada tahun 2010 menjadi 98,14.
2. Analisis Pencapaian Indikator Analisis Capaian Rata-Rata Lama Bersekolah Rata-rata lama bersekolah Provinsi Maluku; target tahun 2010 untuk Maluku adalah 9,91 % dan Nasional adalah 9,00%, capaian tahun 2010 adalah 8,75 %. Hal ini disebabkan adanya pengaruh faktorfaktor: kondisi keterisolasian geografis, kultur masyarakat yang merasa cukup jika sudah mampu membaca dan menulis, kemiskinan, dan keamanan.
Rata-rata lama bersekolah usia 15 tahun ke atas yang dicapai untuk Provinsi
Maluku
berdasarkan
identifikasi data BPS
Provinsi
Maluku tahun 2010 adalah 8,75 persen (Tabel 3). Berdasarkan
target
indikator capaian untuk rata-rata lama bersekolah usia 15 tahun ke atas yang
ditetapkan dalam RPJMD Provinsi Maluku 2008 – 2013, bahwa target untuk tahun 2010 adalah 9,91 persen, sedangkan yang ditetapkan dalam RPJMN adalah 9,00 persen. Memperhatikan capaian kinerja rata-rata lama bersekolah dalam 5 tahun terakhir terlihat ada peningkatan namun angka capaian tahun 2010 ini masih lebih rendah 1,16 persen dari angka target yang ditetapkan dalam RPJMD Provinsi Maluku 2008 – 2013 dan 0,25 dari target RPJMN 2010 - 2014. Dilihat dari trend angka capaian dalam lima tahun ini menunjukan kenaikan terutama dalam dua tahun terakhir yaitu tahun 2008 ke tahun 2009, dan tahun 2009 ke tahun 2010, kenaikan tersebut terdorong oleh perbaikan terhadap faktor-faktor internal maupun eksternal meliputi, adanya program wajib belajar 12 tahun di Provinsi Maluku yang diberlakukan sejak tahun 2008, pemberian beasiswa untuk siswa miskin, kondisi sosial kemasyarakatan dan keamanan yang semakin baik. Trend kenaikan angka capaian rata-rata lama bersekolah ini sejalan dengan kenaikan pada capaian angka partisipasi murni SD dari 94,39 pada tahun 2009 menjadi 94,89 tahun 2010, angka partisipasi kasar SD dari 112,58 pada tahun 2009 menjadi 112,95 pada tahun 2010 maupun angka melek aksara 15 tahun ke atas dari 94,14 pada tahun 2009 menjadi 99,48 pada tahun 2010. Tim Evaluasi Universitas Pattimura Ambon
18
Laporan Akhir EKPD Provinsi Maluku
2011
Walaupun telah memperlihatkan adanya trend yang meningkat namun demikian, sesungguhnya angka capaian rata-rata lama bersekolah tahun 2010 masih lebih rendah 1,16 % dari target yang ditetapkan dalam RPJMD Provinsi Maluku tahun 2008-2013. Walaupun secara kuantitatif jumlah sarana dan prasarana pendidikan seperti gedung sekolah terutama SD sudah terdapat pada semua desa di Maluku, kendala geografis kepulauan yang sulit untuk dijangkau, maka anak yang telah menamatkan sekolah pada jenjang SD tidak dapat melanjutkan pendidikannya ke jenjang SMP dan/atau ke jenjang SMA, karena di pulaunya tidak dibangun SMP atau SMA sebab jumlah rombongan belajar yang sedikit, sedangkan akses ke sekolah SMP atau SMA jauh dan harus menyeberang ke pulau lain sehingga mereka sebagian besar tidak dapat bersekolah lagi. Kondisi yang demikian mempengaruhi animo anak-anak usia sekolah pada desa-desa di pulau terpencil untuk bersekolah. Di lain pihak masyarakat melihat bahwa dengan kondisi keterisolasian yang demikian membentuk opini, “yang penting sudah mengenal huruf atau sudah tahu membaca dan menulis”, karena pendidikan yang tinggi akan tidak bermanfaat bagi mereka, dan tidak dapat dipakai untuk mendapat pekerjaan di desanya. Pekerjaan yang menjadi mata pencaharian utama mereka adalah petani dan nelayan tradisional,sehingga tidak memerlukan ketrampilan tertentu atau syarat pendidikan tertentu. Kultur masyarakat perdesaan yang hidup dalam kondisi terisolasi antar pulau demikian yang menyebabkan masih sulitnya pencapaian target rata-rata lama bersekolah yang ditetapkan, disamping faktor tingkat kemiskinan yang masih tinggi, penyalahgunaan dana BOS, dan kondisi keamanan yang belum sepenuhnya kondusif.
Analisis Capaian APM SD/MI Tahun 2010 Angka partisipasi murni (APM) SD/MI Provinsi Maluku; target tahun 2010 adalah 96,82 %, capaian tahun 2010 adalah 95,00 %. Hal itu berarti bahwa masih ada 5% anak usia 7-12 tahun yang tidak bersekolah, diantaranya 22,8% (10.407 anak) yang tidak atau belum pernah bersekolah, sisanya tidak bersekolah lagi. Paling sedikit ada lima alasan mengapa mereka tidak bersekolah lagi: 1) kemisikinan (tekanan ekonomi keluarga), 2) keterisolasian geografis, 3) kurangnya bangunan sekolah, 4) lemahnya manajemen pengelolaan dan penyaluran dana BOS, dan 5) masih banyak pungutan diluar biaya resmi.
Angka partisipasi murni (APM) SD/MI untuk pencapaian Provinsi Maluku
berdasarkan
identifikasi
data BPS dan dinas DIKPORA Provinsi
Maluku
tahun
2010
adalah 95,00 persen. Berdasarkan target
indikator capaian untuk
angka partisipasi murni (APM) SD/MI
yang
ditetapkan
dalam
RPJMD Provinsi Maluku 2008 – 2013, bahwa target untuk tahun 2010 adalah 96,82 persen. Memperhatikan capaian kinerja Tim Evaluasi Universitas Pattimura Ambon
19
Laporan Akhir EKPD Provinsi Maluku
2011
partisipasi murni (APM) SD/MI dalam tahun 2010 terlihat ada pencapaian yang lebih rendah dibanding dengan target yang ditetapkan dalam RPJMD, bahkan lebih rendah dari pencapaian pada awal pelaksanaan RPJMD Provinsi Maluku 2008 – 2013. Data APM SD/MI tahun 2004 – 2006 menunjukan adanya penurunan, itu disebabkan karena jumlah anak usia 7 -12 tahun yang sedang bersekolah pada jenjang SD/MI mengalami penurunan sebesar 0,53 persen setiap tahun (2004 – 2006). Penurunan tersebut disebabkan oleh pengaruh dari dampak kerusuhan Maluku dimana kondisi keamanan masih belum stabil. Banyak anak yang eksodus keluar daerah Maluku mengikuti orang tua atau banyak pula anak usia tersebut yang belum disekolahkan oleh orang tua mereka karena tidak kondusifnya keamanan saat itu. Setelah tahun 2006 seiring dengan membaiknya kondisi keamanan di Maluku dan banyaknya lembaga-lembaga swadaya (NGO) dalam maupun luar negeri turut berpartisipasi merestorasi pembangunan pasca kerusuhan, sehingga berdampak kepada kenaikan APM SD/MI yang cukup tinggi yaitu antara 1,11 – 1,97 persen. Kondisi perbaikan APM SD/MI ini juga dipengaruhi antara lain oleh perbaikan sarana dan prasarana pendidikan, peningkatan dana bantuan operasional sekolah (BOS) dan komitmen alokasi anggaran pendapatan dan belanja daerah sebesar 20 persen untuk pendidikan sesuai dengan amanat UUD 1945 perubahan. Angka capaian APM 95 % pada tahun 2010 dibandingkan dengan capaian tahun 2009 mengalami penurunan sebesar 2.03% atau ada 4.225 anak yang berhenti bersekolah atau belum bersekolah. Faktor-faktor penyebabnya akan diterangkan bersamaan dengan asumsi selisih APM yang belum dicapai sampai dengan tahun 2010. Memang jika diperhatikan bahwa angka capaian 95 % sebenarnya merupakan angka yang cukup tinggi, namun jika disimak dan dianalisis dengan seksama dari selisih antara yang telah dicapai dengan yang seharusnya maka dapat dikatakan bahwa sesungguhnya masih ada 5% anak yang belum bersekolah atau tidak bersekolah lagi. Angka 5% merupakan angka yang masih cukup besar dan masih memprihatinkan jika melihat bahwa jumlah anak usia 7 – 12 tahun pada tahun 2010 mencapai 246.019 orang (BPS Maluku 2011), maka dipastikan ada anak yang masih belum menikmati pendidikan pada tingkat SD/Mi ada sekitar 12.300 orang. Belum menikmati pendidikan dapat terjadi karena pada usia tersebut ada yang belum pernah bersekolah dan atau sudah tidak bersekolah lagi. Dari jumlah tersebut (12.300), yang belum pernah bersekolah ada 2.375 anak atau 19,30 %, sisanya 80,70 % atau sekitar 9.225 anak adalah yang masuk dalam kategori tidak bersekolah lagi atau putus sekolah. Indikator menurunnya APM SD/MI di Provinsi Maluku mengindikasikan ada penurunan tingkat Tim Evaluasi Universitas Pattimura Ambon
20
Laporan Akhir EKPD Provinsi Maluku
2011
partisipasi atau aksesibilitas anak Maluku terhadap pendidikan turun. Ada beberapa faktor yang menjadi alasan mengapa mereka tidak bersekolah lagi antara lain adalah : 1) kemiskinan yaitu adanya tekanan ekonomi keluarga, dimana anak terpaksa tidak kesekolah karena harus membantu orang tua memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga; 2) keterisolasian geografis dimana wilayah Maluku 90 % merupakan wilayah lautan sedangkan daratannya berlembah dan berbukit menyebabkan kondusivitas proses pembelajaran yang rendah dan aksesibilitas terhadap informasi juga menjadi rendah serta menyebabkan pengeluaran terhadap komponen biaya pendidikan menjadi lebih tinggi; 3) kurangnya bangunan sekolah dimana jumlah sekolah dasar (SD) dimana sampai dengan tahun 2010 tercatat ada 1.652 sekolah, namun bangunan yang tersedia hanya 1.474 buah; 4) lemahnya manajemen penyaluran dan pengelolaan dana BOS dimana banyak dana tersebut yang salah sasaran bahkan cenderung salah digunakan dan ini merupakan suatu anomali; 5) masih banyaknya pungutan kepada siswa diluar pungutan resmi sehingga satuan biaya pengeluaran untuk pendidikan menjadi besar menyebabkan ada orang tua yang tidak mampu menanggung tekanan beban biaya tersebut sehingga anaknya terpaksa harus berhenti bersekolah. Di lain pihak dengan indikator APM ini dapat memberikan petunjuk bahwa selain aksesibilitas anak Maluku terhadap pendidikan menurun, terdapat juga kesenjangan dan ketidakmerataan anak di Maluku dalam menikmati pendidikan yang berkualitas. Pemerintah Provinsi Maluku ternyata belum mampu memenuhi program wajib enam tahun apalagi wajib belajar Sembilan tahun. Analisis Capaian APK SD/MI Tahun 2010 Angka partisipasi kasar (APK) SD/MI Provinsi Maluku; target tahun 2010 adalah 116,32 %, capaian tahun 2010 adalah 98,49 %. Penurunan Angka capaian yang jauh dari target berkorelasi dengan penurunan indicator lain seperti APM, ratarata lama bersekolah, angka melek aksara, dan kemiskinan. Tidakterlihat upaya yang sistematis untuk meningkatkan APK maupun APM. Beberapa alas an turunnya APK antara lain adanya disparitas mutu layanan dan sarana dan prasarana pendidikan, kemampuan menajemen personalia, hambatan geografi, moral hazard dari penyelenggara pendidikan, serta tingkat kemiskinan yang masih cukup tinggi
Target kinerja pencapaian angka patisipasi
kasar
(APK)
Provinsi Maluku tahun 2010 yang ditetapkan dalam RPJMD tahun 2008 – 2013
adalah sebesar
116,32 %, dan berdasarkan hasil identifikasi data dari BPS dan Dinas DIKPORA Provinsi Maluku tahun 2010 adalah sebesar 98,49 %. Mempehatikan capaian kinerja
Tim Evaluasi Universitas Pattimura Ambon
SD/MI
21
Laporan Akhir EKPD Provinsi Maluku
2011
APK 2010 menunjukan adanya penurunan yang cukp tajam dibandingkan dengan capaian pada tahun 2009,(Gambar 5), bahkan jauh lebih rendah dari target yang ditetapkan dalam RPJMD 2008 – 2013 Provinsi Maluku. Memperhatikan data capaian APK SD/MI tahun 2004 – 2007 menunjukan adanya trend peningkatan yang bagus, hal itu dapat dimaklumi karena kondisi saat itu dimana semua perhatian masyarakat maupun pemerintah bahkan dunia internasional ditujukan ke Maluku sehubungan dengan upaya membangkitkan kembali rasa percaya diri masyarakat pasca kerusuhan sehingga ada banyaknya anak yang berusia di bawah tujuh tahun (undergrate) dan di atas 12 tahun (overage) yang bersekolah pada jenjang SD/MI. Saat itu banyak anak yang terpaksa meninggalkan kelasnya sehingga banyak yang harus mengulang kelas sehingga mereka telah overage untuk jenjang itu. APK yang tinggi saat itu karena semua elemen dan institusi baik nasional maupun internasional memusatkan perbantuannya untuk Maluku, namun lain halnya setelah itu. Memperhatikan grafik 10, ada hal menarik yang diperlihatkan yaitu adanya trend penurunan angka capaian partisipasi kasar (APK) pada jenjang SD/MI yang mulai terjadi tahun 2008 dan terus sampai tahun 2010. Penurunan ini justru dimulai bersamaan dengan dimulainya pelaksanaan RPJMD Maluku 2008-2013. Sebagaimana diketahui bahwa APK merupakan ukuran yang menggambarkan upaya pemerataan dan perluasan akses pendidikan sehingga dapat dibilang dengan membaca angka ini maka pertanyaan apakah telah terjadi kemerataan atau kesenjangan dalam akses pendidikan oleh masyarakat pada suatu wilayah dapat dijawab. Fakta yang menunjukkan penurunan ini berkorelasi dengan indikator-indikator lain seperti rata-rata lama bersekolah yang masih rendah, APM yang juga turun dan masih dibawah target, angka melek aksara yang turun, dan tingkat kemiskinan yang masih cukup tinggi (± 23%). Upaya pemerataan dan perluasan akses pendidikan di Maluku nampaknya masih mengalami
kemunduran
karena
tidak
terlihat
upaya-upaya
yang
sistematis
untuk
mempertahankan APK maupun APM. Adanya disparitas mutu layanan dan sarana pendidikan yang besar diantara kabupaten dan kota di Maluku, kualitas manajemen personalia yang rendah (banyak orang yang “the wrong man on the right place”, karena punya hubungan baik dengan pejabat dikabupaten/kota), kemampuan manajemen personalia dalam perencanaan dan pengumpulan informasi serta komunikasi yang rendah di kabupaten dan kota di Maluku, hambatan geografis yang menyebabkan kesenjangan dalam mengakses pendidikan, adanya moral hazard diantara penyelenggara proyek-proyek pendidikan Tim Evaluasi Universitas Pattimura Ambon
22
Laporan Akhir EKPD Provinsi Maluku
2011
sehingga banyak proyek yang salah sasaran misalnya dalam penyaluran dana BOS atau proyek lainnya, dan tingkat kemiskinan masyarakat yang masih cukup tinggi. Semuanya ini merupakan akumulasi dari kemunduran dalam pencapaian relevansi dan aksesibilitas pendidikan di Maluku yang berdampak pada penurunan APK dan indikator lainnya.
Analisis Capaian Angka Melek Aksara 15 Tahun Ke Atas Angka melek aksara 15 tahun ke atas Provinsi Maluku; target tahun 2010 adalah 97,89 %, capaian tahun 2010 adalah 98,14 %. Hal ini disebabkan makin banyak anak usia SD/Mi yang bersekolah dan menamatkan studinya.
Target kinerja pencapaian angka melek aksara 15 tahun ke atas Provinsi Maluku tahun 2010 yang ditetapkan dalam RPJMD tahun 2008 – 2013
adalah sebesar
97,89%. Berdasarkan hasil identifikasi data dari BPS dan Dinas DIKPORA Provinsi Maluku tahun 2010 bahwa angka melek huruf 15 tahun ke atas adalah sebesar 98,14 %. Mempehatikan capaian kinerja APK 2010 menunjukan adanya sedikit penurunan dibandingkan dengan capaian pada tahun 2009, tetapi sudah melampaui dari target yang ditetapkan dalam RPJMD 2008 – 2013 Provinsi Maluku. Hal ini menunjukkan bahwa capaian indikator angka melek aksara 15 tahun ke atas di Provinsi Maluku tergolong tinggi walaupun belum mencapai 100 persen dan masih lebih tinggi dari capaian nasional. Faktor penting penyebab naiknya angka melek aksara di Provinsi Maluku adalah makin banyaknya anak-anak usia SD/MI yang bersekolah dan menamatkan studi. Hal ini terlihat dari angka APM SD/MI yang naik dan Angka Putus Sekolah yang menurun.
3. Rekomendasi Kebijakan Berdasarkan hasil capaian indikator maka dapat disimpulkan bahwa kinerja di bidang pembangunan pendidikan sudah relevan dengan kebijakan prioritas pembangunan bidang ini secara nasional. Efektifitas pembangunan juga sudah menunjukan perbaikan namun ada indikator yang belum mencapai target baik provinsi maupun nasional. Dengan demikian direkomendasikan sebagai berikut: a. Perlu dilakukan peningkatan perhatian kebijakan pembangunan di bidang pendidikan oleh Pemerintah Daerah Maluku yang diarahkan ke pedesaan dan daerah pesisir yang terisolir; b. Diperlukan perencanaan dan penentuan program-program pengembangan kualitas sumberdaya manusia yang diarahkan ke sejumlah pulau (daerah) yang masih terisolir Tim Evaluasi Universitas Pattimura Ambon
23
Laporan Akhir EKPD Provinsi Maluku
2011
yang menyebabkan sebagian penduduk belum mendapat pelayanan dasar yang memadai terutama pendidikan dan kesehatan; c. Mendorong berkembangnya sektor-sektor riel yang mendorong meningkatnya IPM maluku sampai ke daerah terpencil dan terisolasi.
C. Kesehatan Dalam menganalisis tentang evaluasi kinerja pembangunan daerah yang berkaitan dengan prioritas nasional kesehatan terdapat empat indikator yang menjadi bagian dari analisis tersebut. Indikator-indikator tersebut adalah angka kematian bayi, angka harapan hidup, persentase penduduk ber-kb (contraceptive prevalence rate), dan laju pertumbuhan penduduk. Kemudian dilanjutkan dengan analisis pencapaian indicator yang dimaksud dan penyampaian rekomendasi
1. Indikator 1.1. Angka Kematian Bayi Berdasarkan identifikasi data angka kematian bayi Provinsi Maluku sejak tahun 2004 sampai dengan tahun 2010 sebagaimana diperlihatkan pada Tabel 7 yang merupakan hasil identifikasi dari laporan program Dinas Kesehatan Provinsi Maluku. Tabel 7. Capaian indikator Angka Kematian Bayi
Tahun
Angka Kematian Bayi (AKB)
2004
48
2005
48
2006
49,5
2007
49
2008
10
2009
9
2010
13.3
Sumber data: Dinas Kesehatan Maluku
Selanjutnya data pada Tabel 7 dapat diperlihatkan secara grafik dengan menggunakan Gambar 7 berikut ini. Tim Evaluasi Universitas Pattimura Ambon
24
Laporan Akhir EKPD Provinsi Maluku
2011
Gambar 7. Grafik Angka Kematian Bayi
Berdasarkan Gambar 7 dan Tabel 7 di atas terlihat bahwa Angka Kematian Bayi (AKB) di Provinsi Maluku pada tiga tahun terakhir rata-rata sangat baik, namun terjadi peningkatan lagi
pada tahun 2010 yaitu 13,3 per seribu kelahiran hidup dibandingkan
dengan tahun-tahun sebelumnya. Semakin tinggi angka kematian bayi mengindikasikan adanya kegagalan pelaksanaan program bidang kesehatan. AKB Maluku pada awal pelaksanaan RPJMN adalah sebesar 48 orang per 1000 kelahiran hidup. Berdasarkan grafik pada Gambar 7 menunjukkan terjadinya penurunan AKB sejalan dengan makin membaiknya asupan gizi masyarakat yang bergerak naik secara perlahan, sehingga berakibat kepada menurunnya angka gizi buruk penduduk.
1.2. Angka Harapan Hidup Data identifikasi usia harapan hidup (UHH) Provinsi Maluku tahun 2004 sampai dengan tahun 2010 sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 8 merupakan hasil identifikasi dari laporan program dinas kesehatan Provinsi Maluku.
Tim Evaluasi Universitas Pattimura Ambon
25
Laporan Akhir EKPD Provinsi Maluku
2011
Tabel 8. Data Usia Harapan Hidup (UHH)
Tahun
Usia Harapan Hidup (UHH)
2004
66,2
2005
66,2
2006
66,6
2007
67,5
2008
67,7
2009
67,20
2010
67,40
Sumber data: Dinas Kesehatan & BPS Maluku
Selanjutnya data pada Tabel 8 dapat diperlihatkan secara grafik dengan menggunakan Gambar 8 berikut ini.
Gambar 8. Grafik Usia Harapan Hidup
Umur harapan hidup merupakan indikasi keberhasilan pembangunan bidang kesehatan. Semakin baik tingkat kesehatan masyarakat maka umur harapan hidup akan semakin tinggi. Umur harapan hidup penduduk Maluku pada awal RPJMN adalah 66,2 tahun. Angka ini mengalami peningkatan selama lima tahun pelaksanaan RPJMN di Maluku sehingga pada tahun 2010 umur harapan hidup penduduk Maluku telah mencapai 67,40 tahun mengalami kenaikan 0,2 tahun (Gambar 8 dan Tabel 8).
Angka ini lebih rendah
Tim Evaluasi Universitas Pattimura Ambon
26
Laporan Akhir EKPD Provinsi Maluku
2011
dibandingkan dengan tahun 2007 dan 2008, dan juga masih lebih rendah dari umur harapan hidup nasional.
1.3. Persentase penduduk ber-KB (contraceptive prevalence rate) Data identifikasi persentase penduduk ber KB (contraceptive prevalence rate) Provinsi Maluku tahun 2004 sampai dengan tahun 2010 sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 9 merupakan hasil identifikasi dari laporan program BKKBN Provinsi Maluku. Tabel 9. Persentase Penduduk Ber-KB
Tahun
Persen Penduduk Ber‐KB
2004
39
2005
39,78
2006
63,69
2007
67,35
2008
79,00
2009
79,00
2010
34.1
Sumber data: BKKB Provinsi Maluku
Selanjutnya data pada Tabel 9 dapat diperlihatkan secara grafik dengan menggunakan Gambar 9 berikut ini.
Gambar ... Grafik Persentasi Penduduk ber-KB
Gambar 9. Persentase penduduk ber-KB Tim Evaluasi Universitas Pattimura Ambon
27
Laporan Akhir EKPD Provinsi Maluku
2011
Berdasarkan Gambar 9 dan Tabel 9 terlihat bahwa capaian indikator persentase penduduk ber-KB di Provinsi Maluku dari 2004 – 2009 menunjukan peningkatan dari tahun ke tahun di atas capaian nasional.
Peningkatan angka capaian dari tahun 2004 ke 2009
mencapai 40 %, suatu angka capaian yang spektakuler. Berdasarkan target RPJMN 2004 – 2009 angka kesertaan penduduk ber-KB adalah 67,5 persen dan target untuk 2015 adalah 71 persen. Kedua target secara nasional telah terlampaui di Provinsi Maluku. Namun kenyataan data yang ditunjukkan pada tahun 2010, ada koreksi yang luar biasa dari hasil SDKI 2007 menjadi 34,1 persen sehingga membuat grafik turun curam.
1.4. Laju pertumbuhan penduduk Data identifikasi laju pertumbuhan penduduk (LPP)
Provinsi Maluku
tahun 2004
sampai dengan tahun 2010 sebagaimana ditunjukkan pada tabel 10 merupakan hasil identifikasi dari data BPS dan laporan program BKKBN Provinsi Maluku. Tabel 10. Data Persentase LPP
Tahun 2004
Persen LPP 2,55
2005
2,55
2006
2,59
2007
1,44
2008
2,44
2009
1,8
2010
2,78
Sumber data: BKKBN Provinsi Maluku
Selanjutnya data pada Tabel 10 dapat diperlihatkan secara grafik dengan menggunakan Gambar 10 berikut ini.
Tim Evaluasi Universitas Pattimura Ambon
28
Laporan Akhir EKPD Provinsi Maluku
2011
Gambar 10. Grafik Persentasi LPP Provinsi Maluku
Berdasarkan Gambar 10 dan Tabel 10 terlihat pada periode tahun 2004 – 2010 laju pertumbuhan penduduk Maluku bertumbuh sebesar rata-rata 2,31 %. Laju Pertumbuhan penduduk Provinsi Maluku selama kurun waktu 2000 – 2010 atau selama sepuluh tahun terakhir sebesar 2,90 % (BPS Provinsi Maluku). Memperhatikan grafik laju pertumbuhan terlihat pertumbuhan penduduk tahunan mengalami fluktuasi mulai tahun 2006 sampai dengan 2010 Laju pertumbuhan penduduk yang tinggi ini dipengaruhi oleh kembalinya penduduk yang sebelumnya mengungsi ke provinsi lain akibat konflik sosial dan juga adanya pemekaran daerah kabupaten/kota. Laju pertumbuhan penduduk juga merupakan indikator utama untuk menilai keberhasilan pelaksanaan program keluarga berencana dalam analisis ini. Pelaksanaan program pembangunan bidang keluarga berencana dapat dikatakan berhasil apabila laju pertumbuhan penduduk mengalami penurunan.
2. Analisis Pencapaian Indikator Analisis Capaian AKB tahun 2010. Angka kematian bayi Provinsi Maluku; target tahun 2010 adalah 45 per 1000 kelahiran hidup, capaian tahun 2010 adalah 13,3 per 1000 kelahiran hidup. Hal ini disebabkan adanya peningkatan pelayanan kesehatan penduduk miskin dan layanan kesehatan ibu hamil dan melahirkan.
Angka Kematian Bayi (AKB) per 1000
kelahiran
Provinsi
Maluku
hidup
untuk
berdasarkan
identifikasi data laporan program dari
dinas
kesehatan
Provinsi
Maluku, diketahui bahwa capaian indikator angka kematian bayi tahun 2010 adalah 13,3 per 1000 kelahiran hidup (Tabel 7). Berdasarkan target
indikator capaian untuk AKB yang
Tim Evaluasi Universitas Pattimura Ambon
29
Laporan Akhir EKPD Provinsi Maluku
2011
ditetapkan dalam RPJMD Provinsi Maluku 2008 – 2013, bahwa target untuk tahun 2010 adalah 45 per 1000 kelahiran hidup. Memperhatikan capaian kinerja angka kematian bayi Provinsi Maluku sejak tahun 2004 sampai dengan tahun 2010 memperlihatkan keberhasilan yang luarbiasa yaitu turun dari 48 per 1000 KH pada tahun 2004 menjadi 13,3 per 1000 KH pada tahun 2010. Hasil capaian kinerja ini telah jauh melampuai target kinerja penurunan AKB Provinsi Maluku yang ditetapkan sampai dengan tahun 2013 yang merupakan tahun terakhir masa RPJMD 2008 – 2013, yaitu sebesar 42 per 1000 KH. Capaian kinerja ini bahkan telah jauh melampaui target pencapaian nasional yaitu 35 per 1000 KH maupun target MDG’s yaitu 25 per 1000 KH. Penurunan AKB ini mengindikasikan ada keberhasilan yang ditunjukkan dengan adanya keberhasilan pencapaian sasaran-saran program pembangunan bidang kesehatan, sebagaimana yang tertuang dalam RPJMD Provinsi Maluku 2008 – 2013, misalnya program peningkatan pelayanan kesehatan penduduk miskin di Puskemas jaringannya sehingga memungkinkan tersedia layanan kesehatan yang memadai bagi ibu hamil dan melahirkan. Berdasarkan grafik pada Gambar 7 menunjukkan terjadinya penurunan AKB sejalan dengan makin membaiknya asupan gizi masyarakat yang bergerak naik secara perlahan, sehingga berakibat kepada menurunnya angka prevalensi gizi buruk penduduk.
Analisis Capaian UHH Tahun 2010 Angka usia harapan hidup Provinsi Maluku; target tahun 2010 adalah 68,5 tahun, capaian tahun 2010 adalah 67,4 tahun. Hal ini sebabkan adanya peningkatan derajat kesehatan masyarakat dan perbaikan kesejahteraan masyakat.
Angka usia harapan hidup berdasarkan identifikasi data laporan program dinas kesehatan dan BPS Provinsi
Maluku,
ditahui
bahwa
capaian indikator angka usia harapan hidup tahun 2010 adalah 67,40 tahun (Tabel 8). Berdasarkan target indikator capaian untuk UHH yang ditetapkan dalam RPJMD Provinsi Maluku 2008 – 2013, bahwa target untuk tahun 2010 adalah 68,5 tahun. Memperhatikan capaian kinerja angka usia harapan hidup Provinsi Maluku sejak tahun 2010 memperlihatkan pencapaian masih dibawah target provinsi tapi telah mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya sebesar 0,2 tahun. Kondisi
capaian
demikian
mengindikasikan
bahwa
pelaksanaan
program
pembangunan kesehatan di provinsi Maluku telah berjalan dengan baik, berbagai program bidang kesehatan yang telah dilaksanakan antara lain seperti program obat dan perbekalan kesehatan, program upaya kesehatan masyarakat, program promosi kesehatan dan Tim Evaluasi Universitas Pattimura Ambon
30
Laporan Akhir EKPD Provinsi Maluku
2011
pemberdayaan masyarakat, program perbaikan gizi masyarakat, program pengembangan lingkungan sehat, dan program pencegahan dan penanggulangan penyakit menular. Di lain pihak terjadi peningkatan derajat kesehatan masyarakat dan peningkatan kesejahteraan masyarakat yang ditunjukkan dengan menurunnya prevalensi gizi buruk dan penurunan tingkat kemiskinan.
Analisis Capaian CPR Tahun 2010 Persentase Angka persentase penduduk berKB (CPR) Provinsi Maluku; tidak ada target yang ditetapkan dalam RPJMD Maluku, sedang target yang ditetapkan secara nasional sampai dengan tahun 2014 adalah 65 %, capaian tahun 2010 untuk Provinsi Maluku adalah 34,1%, terendah dari seluruh provinsi di Indonesia. Hal ini disebabkan karena program pembangunan keluarga berencana belum berjalan dengan baik dan tidak mendapat prioritas.
Penduduk
ber-KB
(Contraceptive Prevalence Rate/ CPR)
adalah
antara
pasangan
perbandingan usia
subur
(PUS) yang menggunakan atau memakai alat kontrasepsi dengan seluruh pasangan usia subur.
Berdasarkan identifikasi data dari laporan BKKBN Propinsi Maluku tahun 2010 didasarkan pada data SDKI 2007 bahwa angka capaian persentase penduduk ber KB Provinsi Maluku adalah sebesar 34,1%. Sedangkan berdasarkan target yang ditetapkan secara nasional sampai dengan 2014 angka capaian persentase penduduk ber KB adalah sebesar 65%, hal ini menunjukan bahwa capaian Maluku masih jauh dibawah target nasional dan terendah dari seluruh provinsi di Indonesia. Kondisi tersebut menununjukan bahwa pelaksanaan program pembangunan keluarga berencana di Provinsi Maluku belum berjalan dengan baik, ini terbukti dari tidak dimaksukkannya program keluarga berencana sebagai prioritas dalam RPJMD 2008 – 2013 Provinsi Maluku,
sehingga kesadaran pasangan usia subur (PUS) untuk memakai alat
kontrasepsi atau mengikuti program KB masih sangat rendah yaitu hanya 34,1% terendah di Indonesia, perhatian pemerintah daerah lebih banyak diarahkan pada program-program peningkatan kesejahteraan masyarakat dan keamanan pasca kerusuhan. Memperhatikan capaian persentase penduduk berKB (CPR) Provinsi Maluku sampai dengan bulan Agustus 2011 maka target kenaikan CPR 1,1% yang ditetapkan secara nasional setiap tahun akan sulit dicapai. Memperhatikan data pada table dan grafik diatas, bahwa capaian indicator kinerja persentase penduduk berKB pada tahun 2006 – 2009 yang menunjukkan angka pencapaian yang sangat tinggi dan sudah melampaui target nasional. Angka-angka tersebut merupakan Tim Evaluasi Universitas Pattimura Ambon
31
Laporan Akhir EKPD Provinsi Maluku
2011
laporan kegiatan program dari kabupaten/kota se Maluku. Angka tersebut menunjukan bias yang sangat tinggi dibandingan dengan hasil SDKI. Diduga kabupaten/kota hanya memperhatikan dan mengejar target pencapian anggaran tanpa mengevaluasi capaian program yang riel di lapangan dan cenderung memanupulasi hasil capaian (laporan asal bapak senang). Terlihat jelas lemahnya kemampuan manajemen dan sistem pengelolaan data dan informasi tidak konsisten.
Analisis Capaian Persentase Laju Pertumbuhan Penduduk (LPP) 2010 Angka laju pertumbuhan penduduk Provinsi Maluku; target tahun 2010 adalah 1,78 % , capaian tahun 2010 adalah 2,78%. Hal ini sebabkan PUS yang berKB rendah, ditunjukan dengan angka CPR yang hanya 34,1%, kembalinya pengungsi dan pemekaran daerah.
Data persentase laju pertumbuhan penduduk
(LPP)
identifikasi data
berdasarkan
BKKBN Provinsi
Maluku tahun 2010 diketahui bahwa capaian
indikator
angka
laju
pertumbuhan penduduk tahun 2010 adalah 2,78 % (Tabel 10). Berdasarkan target indikator capaian untuk UHH yang ditetapkan dalam RPJMD Provinsi Maluku 2008 – 2013, target untuk tahun 2010 adalah 1,78 %. Memperhatikan capaian kinerja laju pertumbuhan penduduk Provinsi Maluku sejak tahun 2010 memperlihatkan pencapaian lebih tinggi sebesar 1% dibandingankan dengan target yang ditetapkan provinsi, dengan kata lain kinerja bidang kependudukan dan keluarga berencana masih rendah dan harus mendapat prioritas. Sedangkan berdasarkan data BPS Laju Pertumbuhan penduduk Provinsi Maluku selama kurun waktu 2000 – 2010 atau selama sepuluh tahun terakhir sebesar 2,78 % (BPS Provinsi Maluku 2010). Laju pertumbuhan penduduk yang tinggi
ini dipengaruhi oleh
kembalinya penduduk yang sebelumnya mengungsi ke provinsi lain akibat konflik sosial dan juga adanya pemekaran daerah kabupaten/kota. Laju pertumbuhan penduduk juga merupakan indikator utama untuk menilai keberhasilan pelaksanaan program keluarga berencana dalam analisis ini. Pelaksanaan program pembangunan bidang keluarga berencana dapat dikatakan berhasil apabila laju pertumbuhan penduduk mengalami penurunan. Dari capaian indikator kinerja persentase penduduk berKB terlihat korelasi yang sangat nyata dengan Laju pertumbuhan penduduk Maluku tahun 2010, dimana jumlah PUS yang menggunakan alat kontrasepsi atau yang ikut KB hanya 34,1% sehingga mendorong laju pertumbuhan penduduk dari 1,8 % pada 2009 menjadi 2,78 % pada tahun 2010. Melihat laju pertumbuhan penduduk yang terjadi pada tahun 2009 dan tahun 2010 maka target penurunan laju pertambahan penduduk tahun 2011 Tim Evaluasi Universitas Pattimura Ambon
32
Laporan Akhir EKPD Provinsi Maluku
2011
yaitu sebesar 1,59 % sulit dicapai, kecuali ada upaya ekstra dalam peningkatan kualitas dan jangkauan layanan KB misalnya melalui pembinaan kesertaan berKB dan peningkatan advokasi kepada stakeholder.
3. Rekomendasi Kebijakan Capaian Indikator kesehatan belum menunjukkan relevansi yang baik dengan arah pembangunan nasional dan target indikator kinerja yang ditetapkan RPJMN maupun RPJMD Maluku. Atas dasar ini direkomendasikan sebagai berikut: a. Pemerintah Daerah Provinsi Maluku perlu mengevaluasi dan meningkatkan kinerja yang difokuskan pada pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin di Puskesmas; pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin di Rumah Sakit; peningkatan pelayanan kesehatan Ibu dan Anak serta pemberian imunisasi dasar kepada balita b. Pemerintah daerah Provinsi Maluku perlu menetapkan fokus kebijakan pembangunan keluarga berencana dalam usaha untuk menurunkan laju pertambahan penduduk dan meningkatkan persentase penduduk berKB melalui program peningkatan kualitas dan jangkauan layananberKB; pebinaan kesertaan PUS berKB; peningkatan advokasi pada stakeholder KB dan peningkatan kemitraan dalam pelaksanaan program KB, serta penyediaan data dan informasi program kependudukan dan KB
D. Penanggulangan Kemiskinan Dalam menganalisis tentang evaluasi kinerja pembangunan daerah yang berkaitan dengan prioritas nasional penanggulangan kemiskinan terdapat dua indikator yang menjadi bagian dari analisis tersebut. Indikator-indikator tersebut adalah persentasi kasus korupsi yang tertangani dibandingkan dengan yang dilaporkan, persentasi penduduk miskin dan tingkat pengangguran terbuka. Kemudian dilanjutkan dengan analisis pencapaian indikator yang dimaksud dan penyampaian rekomendasi.
1. Indikator 1.1. Persentase penduduk miskin Persentase penduduk miskin tahun 2005 sampai dengan 2011 di Provinsi Maluku disajikan pada Tabel 11 berikut ini.
Tim Evaluasi Universitas Pattimura Ambon
33
Laporan Akhir EKPD Provinsi Maluku
2011
Tabel 11. Persentase Penduduk Miskin
Tahun 2006 2007 2008 2009 2010 2011
Provinsi 33.04 31.14 29.66 28.23 27.74 23.00
Selanjutnya data pada Tabel 11 dapat diperlihatkan secara grafik dengan menggunakan Gambar 11 berikut ini.
Gambar 11. Persentase Penduduk Miskin Provinsi Maluku
Persentase penduduk miskin merupakan indikator uatama yang menjadi prioritas pembangunan secara nasional, hal ini sejalan dengan tekad pemerintah yang telah meratifikasi program MDGs yang bertujuan menurunkan tingkat kemiskinan penduduk Indonesia mencapai setengahnya pada tahun 2015. Sejalan dengan program pembangunan Maluku yang difokuskan pada penanggulangan kemiskinan maka sampai dengan tahun 2011 nampak kecenderungan penurunan tingkat kemiskinan yang cukup signifikan. Tabel 11 dan Gambar 11, memperlihatkan tren perkembangan persentase penduduk miskin di Maluku, yang menunjukkan bahwa Provinsi Maluku termasuk daerah yang memiliki Tim Evaluasi Universitas Pattimura Ambon
34
Laporan Akhir EKPD Provinsi Maluku
2011
persentase penduduk miskin yang cukup tinggi dibandingkan dengan provinsi lain di Indonesia. Persentase penduduk miskin di Provinsi Maluku pada tahun 2004 sebesar 32,13 % merupakan angka persentase kemiskinan yang sangat signifikan dibandingkan dengan persentase kemiskinan secara nasional yang hanya 16,66% pada tahun yang sama. Kemudian pada tahun 2005 menjadi 32,26 % dibandingkan dengan angka kemiskinan nasional sebesar 15,42% pada tahun 2005. Selanjutnya angka ini naik menjadi 33,04 pada tahun 2006 yakni
merupakan angka yang sangat memprihatinkan dibandingkan dengan
tingkat persentase kemiskinan nasional. Daerah Maluku termasuk daerah dengan penduduk miskin terbesar persentasenya pada tahun itu. Pada tahun 2007 angka kemiskinan di Maluku turun menjadi 31,14 %, dan pada tahun 2008 turun lagi menjadi 29,66 %, dan turun lagi menjadi 28,23 % pada tahun 2009. Pada tahun 2010 walaupun belum signifikan tetapi sudah terjadi penurunan mencapai 27,74 %, dan selanjutnya pada paruh waktu tahun 2011 yakni pada awal bulan Agustus 2011 angka persentase kemiskinan penduduk di Maluku turun mencapai 23 %. Seperti dijelaskan sebelumnya bahwa meningkatnya kemiskinan penduduk Maluku, berawal dari terjadinya kerusuhan sosial pada tahun 1999 sampai dengan tahun 2004, dimana bagian terbesar penduduk menjadi pengungsi, dan kehilangan pekerjaan akibat dari eksodusnya banyak perusahaan besar keluar dari Daerah Maluku. Pemulihan ekonomi yang berjalan lamban setelah pemulihan dari kerusuhan merupakan alasan kuat makin meningkatnya penduduk miskin di daerah ini.
1.2. Tingkat pengangguran terbuka Tingkat pengangguran terbuka penduduk di Provinsi Maluku disajikan pada Tabel 12 berikut ini.
Tim Evaluasi Universitas Pattimura Ambon
35
Laporan Akhir EKPD Provinsi Maluku
2011
Tabel 12. Tingkat Pengganguran Terbuka Tahun
Provinsi
2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011
19.67 13.72 12.20 11.05 10.30 9.97 9.10
Selanjutnya data pada Tabel 12 dapat diperlihatkan secara grafik dengan menggunakan Gambar 12 berikut ini.
Gambar 12. Tingkat Pengangguran Terbuka
Berdasarkan Tabel 12 dan Gambar 12
terlihat bahwa kecenderungan indikator
pengangguran terbuka menurun dari tahun ke tahun mulai tahun 2005 sampai dengan kuartal 2 tahun 2011.
Tabel 12
dan Gambar 12 memperlihatkan kondisi berkurangnya
pengangguran terbuka di Provinsi Maluku.
Seperti dijelaskan sebelumnya bahwa
pengangguran terbuka di Provinsi Maluku berkisar pada angka 11,67 pada tahun 2004, 19,49 % pada tahun 2005 yang kemudian menjadi 11,05 % pada tahun 2008, dan pada tahun Tim Evaluasi Universitas Pattimura Ambon
36
Laporan Akhir EKPD Provinsi Maluku
2011
2009 turun menjadi 10,3 %. Angka ini kemudian turun menjadi 9,97 % pada tahun 2010, dan kemudian menjadi 9,10 % pada tahun 2011.
Persentase
pengangguran ini merupakan
angka pengangguran yang terjadi di perkotaan, sedangkan di daerah pedesaan masih berkisar diatas 13 %. Secara riil sebenarnya angka pengangguran di Provinsi Maluku masih cukup tinggi. Secara nasional persentase pengangguran terbuka adalah 9,86 pada tahun 2004 dan berfluktuasi tiap tahun yakni 14,22 pada tahun 2005 kemudian menurun menjadi sebesar 8,46 pada tahun 2008 dan menjadi 7,3 % pada tahun 2009, dan 6,9 % pada tahun 2010.
Persentase pengangguran penduduk di Maluku ternyata masih lebih besar
dibandingkan dengan rata-rata nasional.
Seperti dijelaskan sebelumnya bahwa sektor
informal berupa bazar ekonomi yakni usaha mikro dan usaha kecil merupakan sector andalan yang dapat menampung penduduk yang menganggur untuk berusaha dan melanjutkan kehidupannya. Hal ini tentu karena lambannya penyediaan lapangan kerja baru selama periode pemulihan kerusuhan, sehingga sebagian besar penduduk hanya mampu mencukupi kebutuhan makannya saja dan berada dalam kategori penduduk miskin.
2. Analisis Pencapaian Indikator Pada tahun 2009 Pemerintah Daerah Provinsi Maluku menetapkan target pengurangan kemiskinan penduduk Maluku untuk tahun 2010 adalah sebesar 22,5 %, dalam kenyataan realisasi ini tidak tercapai, dan hanya mencapai 27,74 %, yang berarti masih kurang 5 %. Hal ini disebabkan terutama karena belum fokusnya program penanggulangan kemiskinan pada setiap SKPD yang melaksanakan program secara terpisah-pisah menurut versinya sendiri, juga program-program pemberdayaan masyarakat melalui PNPM yang dilakukan di seluruh kabupaten belum berjalan secara efektif di semua daerah kabupaten. Pada tahun 2010, perhatian pemerintah Daerah Provinsi Maluku untuk mengalokasikan dana penanggulangan kemiskinan sudah cukup signifikan, baik APBD maupun APBN. Apabila dikaitkan dengan indikator pendukung lain seperti Tingkat Pengangguran Terbuka, Laju Pertumbuhan Ekonomi, dan Nilai Tukar Petani, maka dapat dijelaskan bahwa, terjadinya penurunan angka persentase penduduk miskin di Maluku sangat dipengaruhi oleh berkurangnya tingkat pengangguran penduduk, walaupun lapangan kerja utama masih pada sektor informal. Persentase tingkat pengangguran terbuka menurun dari tahun ke tahun dan pada tahun 2011 mencapai 9,10 %. Walaupun demikian laju pertumbuhan ekonomi Provinsi Maluku seperti ditunjukkan oleh grafik pada Gambar 13, menunjukkan penurunan dari tahun
Tim Evaluasi Universitas Pattimura Ambon
37
Laporan Akhir EKPD Provinsi Maluku
2011
ke tahun sehingga dapat merupakan kendala utama belum pulih dan belum berkembangnya perekonomian di Maluku.
Gambar 13. Grafik Hubungan Tingkat Kemiskinan Penduduk dan Faktor Pendukung Lainnya Selanjutnya
faktor
pendukung
indikator
Nilai
Tukar
Petani
memperlihatkan
kecenderungan peningkatan dari tahun 2008 sebesar 103,07, kemudian naik menjadi 107,03 pada tahun 2009, dan kembali turun menjadi 105,25 pada tahun 2010, selanjutnya naik lagi menjadi 107,51 pada tahun 2011. Hal ini mengindikasikan bahwa menurunnya persentase tingkat kemiskinan penduduk pedesaan yang mendorong menurunnya tingkat kemiskinan di Provinsi Maluku. Target penanggulangan kemiskinan di Provinsi Maluku untuk tahun 2011 ditetapkan sebesar 20,05 %, tetapi dalam kenyataan target tersebut tidak dapat tercapai dan masih pada angka 23 % di tahun 2011. Belum tercapainya angka target yang ditetapkan pemerintah provinsi, menurut Kepala Kantor BPS Maluku disebabkan oleh meningkatnya harga barang kebutuhan pokok selama periode tersebut cukup tinggi, sehingga penduduk
Tim Evaluasi Universitas Pattimura Ambon
38
Laporan Akhir EKPD Provinsi Maluku
2011
yang sebelumnya tergolong tidak miskin namun penghasilannya berada di sekitar garis kemiskinan menjadi bergeser posisinya menjadi miskin. Berdasarkan indikator yang dijelaskan di atas, maka upaya Pemerintah Provinsi Maluku untuk menanggulangi kemiskinan harus direncanakan secara fokus dengan mengefektifkan program-program penanggulangan yang lebih fokus dan terarah pada sasaran yang dituju, karena sering sekali terjadi penyimpangan dalam penentuan sasaran masyarakat yang harus menerima bantuan dan pendampingan. Dan yang lebih penting lagi adalah alokasi anggaran yang memadai dan ditujukan kepada penduduk miskin sesuai hasil identifikasi dan observasi yang akurat.
3. Rekomendasi Kebijakan Berdasarkan analisis ketercapaian indikator kemiskinan, dapat disimpulkan bahwa baik tahun 2010 maupun tahun 2011 target capaian indikator kemiskinan belum terpenuhi; program pengurangan penduduk miskin di Provinsi Maluku tidak dipisahkan dari program pembangunan ekonomi secara umum sehingga dinilai tidak fokus; dan penduduk miskin di perdesaan masih cukup tinggi dibandingkan dengan penduduk perkotaan. Untuk lebih meningkatkan kinerja dalam penanggulangan kemiskinan di Maluku maka direkomendasikan sebagai berikut: a. Menjadikan penanggulangan kemiskinan sebagai program prioritas yang dilaksanakan oleh semua komponen SKPD, Badan dan Lembaga di Provinsi Maluku b. Implementasi program penanggulangan kemiskinan dilakukan dengan metode yang terpadu, sinergis dan saling mendukung antara berbagai komponen. c. Meningkatkan anggaran untuk percepatan penanggulangan kemiskinan terutama di perdesaan
E. Ketahanan Pangan Dalam menganalisis tentang evaluasi kinerja pembangunan daerah yang berkaitan dengan prioritas nasional ketahanan pangan terdapat empat indikator yang menjadi bagian dari analisis tersebut. Indikator-indikator tersebut adalah PDRB sector pertanian, nilai tukar petani, produksi padi, dan jumlah penyuluh pertanian. Kemudian dilanjutkan dengan analisis pencapaian indicator yang dimaksud dan penyampaian rekomendasi
Tim Evaluasi Universitas Pattimura Ambon
39
Laporan Akhir EKPD Provinsi Maluku
2011
1. Indikator 1.1. PDRB Sektor Pertanian Data PDRB sektor pertanian untuk Provinsi Maluku
dapat ditunjukkan dengan
menggunakan Tabel 13 berikut ini. Tabel 13. PDRB Sektor Pertanian Provinsi Maluku (juta rupiah) Tahun
Berlaku
Konstan
2005
1.634.107
1.096.737
2006
1.802.961
1.129.295
2007
2.013.093
1.175.896
2008
2.153.759
1.209.850
2009
2.335.409
1.258.949
2010
2.505.458
1.330.244
2011
1.384.733*
675.256*
* = Angka sampai triwulan II 2011 Sumber : BPS Provinsi Maluku Tahun 2011
Berdasarkan data pada Tabel 13 dapat diperlihatkan grafiknya dengan menggunakan Gambar 14 berikut ini.
Tim Evaluasi Universitas Pattimura Ambon
40
Laporan Akhir EKPD Provinsi Maluku
2011
Gambar 14. Grafik PDRB Sektor Pertanian Provinsi Maluku (juta rupiah)
Grafik pada Gambar 14 di atas menunjukan bahwa program pemberdayaan penyuluh pertanian di Provinsi Maluku sampai dengan tahun 2011 berjalan sesuai dengan yang direncanakan. Kegiatan-kegiatan yang direncanakan berupa Pelatihan Teknis Manajemen Penyuluh Lapangan I, II, dan III serta Pengembangan SDM Penyuluh direncanakan setiap tahun sebanyak 40 orang, dan kegiatan Fasilitasi penyuluh swadaya binaan Dinas Pertanian direncanakan setiap tahun sebanyak 200 orang. Selanjutnya data PDRB dari sektor Pertanian Provinsi Maluku pata Tabel 13 disajikan atas dasar harga berlaku dan harga konstan. PDRB atas dasar harga berlaku menggambarkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung dengan menggunakan harga pada setiap tahun, sedangkan PDRB atas dasar harga konstan menunjukan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung dengan menggunakan
harga pada satu tahun tertentu
sebagai tahun dasar perhitungannya. PDRB atas dasar harga berlaku dapat digunakan untuk melihat pergeseran struktur ekonomi, sedangkan harga konstan dapat digunakan untuk mengetahui pertumbuhan ekonomi dari tahun ke tahun. Dengan demikian, PDRB merupakan indikator
untuk
mengukur
sampai
sejauh
mana
keberhasilan
pemerintah
dalam
memanfaatkan sumberdaya yang ada, dan dapat digunakan sebagai perencanaan dan pengambilan keputusan. Tim Evaluasi Universitas Pattimura Ambon
41
Laporan Akhir EKPD Provinsi Maluku
Berdasarkan data pada Tabel 13,
2011
Produk Domestik Regional Bruto atau PDRB
Provinsi Maluku dari sektor Pertanian sejak tahun 2005 sampai tahun 2010 mengalami kenaikan dari tahun ke tahun, baik atas dasar harga berlaku maupun atas dasar harga konstan. Kenaikan PDRB Provinsi Maluku rata-rata per tahun dari sektor Pertanian atas dasar harga berlaku sejak tahun 2005 – 2010 sebesar 8,94 % dengan kenaikan tertinggi pada tahun 2007 yakni sebesar 11,65 % dan terendah pada tahun 2008 yakni sebesar 6,99%. Sedangkan kenaikan rata-rata per tahun atas dasar harga konstan dengan tahun dasar 2000 sebesar 3,94 % dengan kenaikan tertinggi pada tahun 2010 yakni sebesar 5,66 % dan terendah pada tahun 2008 sebesar 2,89%. Persentase PDRB atas dasar harga berlaku dari sektor Pertanian di Provinsi Maluku pada tahun 2010 mengalami peningkatan dari tahun 2009 sebesar 7,28 % dan persentase PDRB atas dasar harga konstan dari sektor pertanian mengalami peningkatan dari tahun 2009 sebesar 5,66%. Walaupun pada tahun 2010 terjadi peningkatan PDRB atas harga berlaku untuk sektor pertanian di Maluku dari tahun sebelumnya, namun persentase peningkatannya lebih rendah. Hal ini disebabkan karena beberapa sub sektor dari sektor pertanian seperti sub sektor Tanaman Pangan, sub sektor Tanaman Perkebunan Rakyat, dan sub sektor Peternakan pada tahun 2010 produksinya mengalami penurunan akibat kondisi iklim (musim hujan) yang cukup panjang dan sulit diprediksi sebelumnya. Rendahnya persentase peningkatan PDRB sektor pertanian di Maluku pada tahun 2010 juga disebabkan karena rendahnya Nilai Tukar Petani (NTP) di provinsi Maluku pada tahun 2010 (103,54) dibandingkan dengan NTP pada tahun 2009 (107,03). Walaupun rendahnya persentase kenaikan PDRB sektor pertanian di Maluku pada tahun 2010 dibandingkan dengan tahun sebelumnya namun sektor pertanian masih tetap merupakan tulang punggung perekonomian Maluku, sektor Pertanian (sektor primer) memiliki peranan terbesar ( > 30 persen) bila dilihat dari kontribusinya pada PDRB. Kemudian diikuti dengan sektor lainnya yaitu sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran, sektor Pengangkutan dan Komunikasi, sektor Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan, sektor industri, sektor Bangunan, sektor Pertambangan & Penggalian serta sektor Listrik dan Air Bersih.
Tim Evaluasi Universitas Pattimura Ambon
42
Laporan Akhir EKPD Provinsi Maluku
2011
1.2. Nilai Tukar Petani Data rata-rata nilai tukar petani per tahun untuk Provinsi Maluku dapat ditunjukkan dengan menggunakan Tabel 14 berikut ini.
Tabel 14. Persentase Nilai Tukar Petani di Provinsi Maluku Tahun
Provinsi
2006
-
2007
-
2008
103,07
2009
107,03
2010
103,54
2011
104,66*
* : Nilai rata-rata sampai Agustus 2011 Sumber : BPS Provinsi Maluku 2011
Berdasarkan data pada Tabel 14 dapat diperlihatkan grafiknya dengan menggunakan Gambar 15 berikut ini.
Gambar 01 Nilai Tukar Petani Gambar 15. Grafik Nilai Tukar Petani
Tim Evaluasi Universitas Pattimura Ambon
43
Laporan Akhir EKPD Provinsi Maluku
2011
Tabel 14 dan Gambar 15 menunjukan bahwa data Nilai Tukar Petani (NTP) di Provinsi Maluku baru mulai terlihat pada tahun 2008, karena
sebelum tahun 2008
penghitungan NTP oleh Badan Pusat Statistik hanya dilakukan pada 23 provinsi di Indonesia, tidak termasuk Provinsi Maluku.
Pada tahun 2008 penghitungan NTP sudah dilakukan
terhadap 33 provinsi termasuk provinsi Maluku. Nilai Tukar Petani (NTP) merupakan salah satu indikator proxy yang dapat mengukur tingkat kesejahteraan petani. NTP adalah perbandingan antara Indeks harga yang diterima petani (It) dengan Indeks harga yang dibayar petani (Ib) dalam satuan persentase. Nilai Tukar Petani Provinsi Maluku tahun 2009 dari bulan Januari sampai Desember, seluruhnya berada di atas level 100, dengan angka NTP terendah pada bulan Oktober yakni 105,16 dan angka tertinggi pada bulan Pebruari yakni 109,46. Sedangkan angka rata-rata NTP Provinsi Maluku pada tahun 2009 sebesar 107,03. Ini merupakan potret secara umum tentang membaiknya kesejahteraan petani di provinsi Maluku. Walaupun demikian, tidak semua petani di Provinsi Maluku
tingkat kesejahteraannya di tahun 2009 makin membaik,
karena hanya beberapa sub sektor saja dari sektor Pertanian yang indeks Nilai Tukar Petani diatas angka/level 100 yaitu sub sektor Hortikultura dan sub sektor Perikanan. Sedangkan beberapa sub sektor lainnya seperti sub sektor Tanaman Pangan, sub sektor Tanaman Perkebunan Rakyat, dan sub sektor Peternakan indeks Nilai Tukar Petani masih dibawah angka/level 100. Data NTP Provinsi Maluku tahun 2010 dari bulan Januari
sampai
Desember, seluruhnya berada di atas level 100, dengan angka NTP terendah pada bulan Maret yakni 102,56 dan angka tertinggi pada bulan Oktober yakni 104,55. Sedangkan angka rata-rata NTP Provinsi Maluku pada tahun 2010 sebesar 103,54. Walaupun NTP provinsi Maluku selama tahun 2010 berada di atas level 100, namun jika dibandingkan dengan tahun 2009 yang lalu maka NTP provinsi Maluku pada tahun 2010 mengalami penurunan sebesar 3,49 %. Penurunan Nilai Tukar Petani pada tahun 2010 ini disebabkan karena kondisi iklim (musim hujan) di Maluku sepanjang tahun 2010 yang lalu cukup panjang dan tidak dapat dipredikasi sebelumnya sehingga tidak dibuat upaya-upaya penanggulangannya.
Tim Evaluasi Universitas Pattimura Ambon
44
Laporan Akhir EKPD Provinsi Maluku
2011
1.3. Produksi Padi Tabel 15. Produksi Padi di Provinsi Maluku selama Lima Tahun Terakhir Tahun 2006 2007 2008 2009 2010 2011
Produksi padi 49.833 57.132 73.826 89.875 83.109 78.134)*
* : Data sampai dengan Agustus 2011 Sumber : BPS Provinsi Maluku 2011
Berdasarkan data pada Tabel 15 dapat diperlihatkan grafiknya dengan menggunakan Gambar 16 berikut ini.
Gambar 16. Grafik Produksi Padi di Provinsi Maluku Salah satu komoditas pangan utama di daerah Maluku adalah padi. Daerah kabupaten yang memiliki lahan potensial untuk pengembangan komoditas padi di Provinsi Maluku adalah Kabupaten Buru, Kabupaten Maluku Tengah, dan Kabupaten Seram Bagian Barat. Tim Evaluasi Universitas Pattimura Ambon
45
Laporan Akhir EKPD Provinsi Maluku
2011
Berdasarkan Tabel 15 dan Gambar 16 terlihat bahwa produksi padi di Provinsi Maluku dari tahun 2006 sampai tahun 2009 terjadi kenaikan yang cukup signifikan, dengan rata-rata kenaikan sebesar 21,87 %.
Selanjutnya pada tahun
2010
terjadi penurunan
sebesar 7,53 % dari tahun sebelumnya (tahun 2009). Penurunan produksi padi di provinsi Maluku pada tahun 2010 ini lebih banyak diakibatkan oleh kondisi alam yang kurang mendukung terutama pengaruh iklim (musim hujan yang cukup panjang) yang berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya dan kondisi ini tidak diperkirakan sebelumnya sehingga baik petani maupun instansi teknis yang terkait dengan produksi padi sepanjang tahun 2010 tidak dapat mengantisipasi hal ini. Kondisi iklim yang sama juga terjadi sepanjang tahun 2011, sehingga diprediksikan bahwa di tahun 2011 ini juga agak sulit untuk dapat meningkatkan produksi padi agar bisa mencapai jumlah produksi seperti pada tahun 2009 yang lalu.
1.4. Jumlah Penyuluh Pertanian Berdasarkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi Maluku tahun 2008 – 2013 khusus untuk Sektor Pertanian, maka program yang terkait dengan penyuluh pertanian di Provinsi Maluku terlihat pada Tabel 16. Tabel 16. Program Penyuluh Pertanian di Provinsi Maluku Program Pemberdayaan 2008 Penyuluh Pertanian Peningkatan Kinerja penyuluh Pertanian ‐ Pelatihan Teknis Manajemen dan III (orang) ‐ Fasilitasi penyuluh swadaya binaan Dinas Pertanian ‐ Pengembangan SDM Penyuluh
2009
2010
2011
2012
2013
Total
50
40
40
40
40
40
250
200
200
200
200
200
1.000
40
40
40
40
40
200
Tim Evaluasi Universitas Pattimura Ambon
46
Laporan Akhir EKPD Provinsi Maluku
2011
Selanjutnya data pada Tabel 16 dapat ditunjukkan dalam bentuk grafik dengan menggunakan Gambar 17 berikut ini.
Gambar 17. Program Penyuluh Pertanian di Provinsi Maluku
Pada Tabel 16 terlihat bahwa pemerintah daerah telah merencanakan pengadaan tenaga penyuluh maupun peningkatan kapasitas penyuluh setiap tahun. Beberapa Program atau
kegiatan
penyuluhan
pertanian
di
provinsi
Maluku
berupa
penyuluhan
dan
pendampingan kepada petani dan pelaku Agribisnis; penyuluhan dan pendampingan bagi kelompok tani dan gabungan kelompok tani; peningkatan kapasitas penyuluh dan aparatur; penyusunan dan penyebaran informasi penyuluhan; pemberdayaan penyuluh swasta dan swadaya; penyuluhan informasi distribusi pemasaran atas hasil produksi pertanian masyarakat; penyuluhan kualitas dan keknik kemasan hasil produksi pertanian/perkebunan yang akan dipasarkan; penyuluhan penerapan teknologi pertanian tepat guna; diklat kepemimpinan dan kewirausahaan agribisnis bagi penyuluh; peningkatan kapasitas penyuluh pertanian; diklat dasar ( I dan II ) bagi penyuluh; diklat teknis pengembangan komoditas; dan peningkatan kesejahteraan tenaga penyuluh pertanian. Selanjutnya grafik pada Gambar 17 menunjukan bahwa program pemberdayaan penyuluh pertanian di Maluku sampai dengan tahun 2011 berjalan sesuai dengan yang direncanakan. Kegiatan-kegiatan yang direncanakan berupa, Pelatihan Teknis Manajemen Tim Evaluasi Universitas Pattimura Ambon
47
Laporan Akhir EKPD Provinsi Maluku
2011
Penyuluh Lapangan I, II, dan III serta Pengembangan SDM Penyuluh direncanakan setiap tahun sebanyak 40 orang, dan kegiatan Fasilitasi penyuluh swadaya binaan Dinas Pertanian direncanakan setiap tahun sebanyak 200 orang. Pencapaian sasaran peningkatan produksi pertanian dan partisipasi seluruh elemen masyarakat dalam kegiatan pembangunan pertanian didukung oleh pelaksanaan berbagai program penyuluhan pertanian dari tahun ke tahun. Upaya meningkatkan keberdayaan masyarakat petani di pedesaan dilakukan melalui berbagai kegiatan penyuluhan dan pelatihan keterampilan kepada petani. Dengan berbagai program atau kegiatan penyuluhan pertanian baik program penyuluhan kepada petani maupun program Peningkatan Kapasitas
penyuluh dan
Pemberdayaan Penyuluh, maka diperlukan pula jumlah tenaga penyuluh pertanian yang memadai. Dalam hal ini pemerintah perlu melakukan peningkatan jumlah tenaga penyuluh seperti yang direncanakan.
2. Analisis Pencapaian Indikator Analisis Pencapaian PDRB Sektor Pertanian Persentase PDRB atas dasar harga berlaku dari sektor Pertanian di Provinsi Maluku pada tahun 2010 mengalami peningkatan dari tahun 2009 sebesar 7,28 % dan persentase PDRB atas dasar harga konstan dari sektor pertanian mengalami peningkatan dari tahun 2009 sebesar 5,66%. Walaupun pada tahun 2010 terjadi peningkatan PDRB atas harga berlaku untuk sektor pertanian di Maluku dari tahun 2009 yaitu 7,8 %, namun persentase peningkatannya lebih rendah dibandingkan dengan persentase peningkatan dari tahun 2008 - 2009 yaitu sebesar (8,43%). Hal ini disebabkan karena beberapa sub sektor dari sektor pertanian seperti sub sektor Tanaman Pangan, sub sektor Tanaman Perkebunan Rakyat, dan sub sektor Peternakan pada tahun 2010 produksinya mengalami penurunan akibat kondisi iklim (musim hujan) yang cukup panjang dan sulit diprediksi sebelumnya. Rendahnya persentase peningkatan PDRB sektor pertanian di Maluku pada tahun 2010 juga disebabkan karena rendahnya Nilai Tukar Petani (NTP) di provinsi Maluku pada tahun 2010 (103,54) dibandingkan dengan NTP pada tahun 2009 (107,03). Walaupun rendahnya persentase kenaikan PDRB sektor pertanian di Maluku pada tahun 2010 dibandingkan dengan tahun sebelumnya namun sektor pertanian masih tetap merupakan tulang punggung perekonomian Maluku, sektor Pertanian (sektor primer) memiliki peranan terbesar ( > 30 persen) bila dilihat dari kontribusinya pada PDRB. Kemudian diikuti dengan sektor lainnya yaitu sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran, sektor Pengangkutan dan Tim Evaluasi Universitas Pattimura Ambon
48
Laporan Akhir EKPD Provinsi Maluku
2011
Komunikasi, sektor Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan, sektor industri, sektor Bangunan, sektor Pertambangan & Penggalian serta sektor Listrik dan Air Bersih. Nilai Tukar Petani Provinsi Maluku tahun 2009 dari bulan Januari sampai Desember, seluruhnya berada di atas level 100, dengan angka NTP terendah pada bulan Oktober yakni 105,16 dan angka tertinggi pada bulan Pebruari yakni 109,46. Sedangkan angka rata-rata NTP Provinsi Maluku pada tahun 2009 sebesar 107,03. Ini merupakan potret secara umum tentang membaiknya kesejahteraan petani di provinsi Maluku. Walaupun demikian, tidak semua petani di Provinsi Maluku
tingkat kesejahteraannya di tahun 2009 makin membaik, karena hanya beberapa
sub sektor saja dari sektor Pertanian yang indeks Nilai Tukar Petani diatas angka/level 100 yaitu sub sektor Hortikultura dan sub sektor Perikanan. Sedangkan beberapa sub sektor lainnya seperti sub sektor Tanaman Pangan, sub sektor Tanaman Perkebunan Rakyat, dan sub sektor Peternakan indeks Nilai Tukar Petani masih dibawah angka/level 100. Data NTP Provinsi Maluku tahun 2010 dari bulan Januari
sampai Desember,
seluruhnya berada di atas level 100, dengan angka NTP terendah pada bulan Maret yakni 102,56 dan angka tertinggi pada bulan Oktober yakni 104,55. Sedangkan angka rata-rata NTP Provinsi Maluku pada tahun 2010 sebesar 103,54. Walaupun NTP provinsi Maluku selama tahun 2010 berada di atas level 100, namun jika dibandingkan dengan tahun 2009 yang lalu maka NTP provinsi Maluku pada tahun 2010 mengalami penurunan sebesar 3,49 %. Penurunan Nilai Tukar Petani pada tahun 2010 ini disebabkan karena kondisi iklim (musim hujan) di Maluku sepanjang tahun 2010 yang lalu cukup panjang dan tidak dapat dipredikasi sebelumnya sehingga tidak dibuat upaya-upaya penanggulangannya. Kondisi yang demikian juga akan cenderung sama dengan tahun 2011. Analisis Pencapaian Produksi Padi Produksi padi di Provinsi Maluku pada tahun 2010 hanya mencapai 83.109 ton, sedangkan pada tahun 2009 mencapai 89.875 ton, dengan demikian produksi padi pada tahun 2010 mengalami penurunan produksi sebesar 7,53 % dari tahun sebelumnya (tahun 2009). Penurunan produksi padi di provinsi Maluku pada tahun 2010 ini lebih banyak diakibatkan oleh kondisi alam yang kurang mendukung terutama pengaruh iklim (musim hujan yang cukup panjang) yang berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya dan kondisi ini tidak diperkirakan sebelumnya sehingga baik petani maupun instansi teknis yang terkait dengan produksi padi sepanjang tahun 2010 tidak dapat mengantisipasi hal ini. Kondisi iklim yang sama juga terjadi sepanjang tahun 2011, sehingga diprediksikan bahwa di tahun 2011 Tim Evaluasi Universitas Pattimura Ambon
49
Laporan Akhir EKPD Provinsi Maluku
2011
ini juga agak sulit untuk dapat meningkatkan produksi padi agar bisa mencapai jumlah produksi
seperti pada tahun 2009 yang lalu. Pemerintah daerah telah merencanakan
pengadaan tenaga penyuluh maupun peningkatan kapasitas penyuluh setiap tahun. Dengan berbagai program atau kegiatan penyuluhan pertanian baik program penyuluhan kepada petani maupun program Peningkatan Kapasitas Penyuluh dan Pemberdayaan Penyuluh, maka diperlukan pula jumlah tenaga penyuluh pertanian yang memadai. Dalam hal ini pemerintah
perlu
melakukan
peningkatan
jumlah
tenaga
penyuluh
seperti
yang
direncanakan.
3. Rekomendasi Kebijakan Berdasarkan analisis ketercapaian indikator ketahanan pangan, dapat disimpulkan bahwa pada tahun 2010 terjadi peningkatan PDRB
atas harga berlaku untuk sektor
pertanian di Maluku dari tahun 2009 yaitu 7,8 %, namun persentase peningkatannya lebih rendah dibandingkan dengan persentase peningkatan dari tahun 2008 - 2009 yaitu sebesar 8,43%; NTP provinsi Maluku pada tahun 2010 mengalami penurunan sebesar 3,49 % dari tahun 2009; produksi padi di Provinsi Maluku pada tahun 2010 hanya mencapai 83.109 ton, sedangkan pada tahun 2009 mencapai 89.875 ton, dengan demikian produksi padi pada tahun 2010 mengalami penurunan produksi sebesar 7,53 % dari tahun sebelumnya (tahun 2009); produksi padi pada tahun 2010 mengalami penurunan
sebesar 7,53 % dari tahun
tahun 2009; dan pengadaan jumlah Penyuluh pertanian dari tahun ketahun di lakukan sesuai target pada RPJMD 2008 – 2013. Selanjutnya berdasarkan kesimpulan tersebut maka rekomendasi kebijakan yang dapat dikemukakan kepada Pemerintah Daerah Provinsi Maluku dan SKPD terkait sebagai berikut : a. Melakukan kajian-kajian untuk mengatasi berbagai faktor yang berpengaruh terhadap produksi pangan, terutama faktor iklim. b. Menjadikan ketahanan pangan sebagai program prioritas yang dilaksanakan oleh semua komponen SKPD, Badan dan Lembaga yang terkait dengan masalah pangan di Provinsi Maluku. c. Implementasi program ketahanan pangan haruslah dilakukan dengan metode yang terpadu, sinergis dan saling mendukung antara berbagai komponen. d. Meningkatkan anggaran untuk peningkatan program-program yang terkait dengan ketahanan pangan terutama angaran yang dapat dimanfaatkan oleh petani di pedesaan.
Tim Evaluasi Universitas Pattimura Ambon
50
Laporan Akhir EKPD Provinsi Maluku
2011
F. Infrastruktur Dalam menganalisis tentang evaluasi kinerja pembangunan daerah yang berkaitan dengan prioritas nasional infrastruktur terdapat empat indikator yang menjadi bagian dari analisis tersebut.
Indikator-indikator tersebut adalah persentase panjang jalan nasional
dalam kondisi baik, sedang dan buru; jumlah pembangunan rumah sederhana/provinsi, perda RTRW provinsi, dan persentase kab/kota yang telah mensahkan perda RTRW. Kemudian dilanjutkan dengan analisis pencapaian indicator yang dimaksud dan penyampaian rekomendasi
1. Indikator 1.1. Persentase panjang jalan nasional dalam kondisi baik Data persentase panjang jalan provinsi dalam kondisi baik untuk Provinsi Maluku dapat ditunjukkan dengan menggunakan Tabel 17 berikut ini.
Tabel 17. Persentase panjang jalan nasional kondisi baik Tahun
Panjang Jalan Nasional Kondisi Baik (%)
2004
51,50
2005
55,22
2006
65,44
2007
54,04
2008
43,13
2009
52,5
2010
50,2
Selanjutnya data pada Tabel 17 dapat ditunjukkan dalam bentuk grafik dengan menggunakan Gambar 18 berikut ini.
Tim Evaluasi Universitas Pattimura Ambon
51
Laporan Akhir EKPD Provinsi Maluku
2011
Gambar 18. Grafik Persentase Panjang Jalan Nasional Kondisi Baik
Berdasarkan Gambar 18 dan Tabel 17 terlihat bahwa persentase panjang jalan nasional dalam kondisi baik dari tahun 2004 hingga tahun 2010 mengalami fluktuasi. Persentase terbaik terjadi pada tahun 2006 yaitu persentase panjang jalan nasional dalam kondisi baik mencapai 65,44 % dan mengalami penurunan yang signifikan pada tahun 2008. Kemudian mengalami kenaikan yang cukup signifikan tahun 2009 dan mengalami penurunan tahun 2010.
1.2. Persentase panjang jalan nasional dalam kondisi sedang Data persentase panjang jalan provinsi dalam kondisi sedang untuk Provinsi Maluku dapat ditunjukkan dengan menggunakan Tabel 18 berikut ini. Tim Evaluasi Universitas Pattimura Ambon
52
Laporan Akhir EKPD Provinsi Maluku
2011
Tabel 18. Persentase panjang jalan nasional kondisi sedang Tahun
Panjang Jalan Nasional Kondisi Sedang (%)
2004
16.52
2005
14,18
2006
11,76
2007
19,92
2008
10,67
2009
32,7
2010
25,1
Selanjutnya data pada Tabel 18 dapat ditunjukkan dalam bentuk grafik dengan menggunakan Gambar 19 berikut ini.
Gambar 19. Grafik Persentase Panjang Jalan Nasional Kondisi Sedang
Tim Evaluasi Universitas Pattimura Ambon
53
Laporan Akhir EKPD Provinsi Maluku
2011
Berdasarkan Gambar 19 dan Tabel 18 terlihat bahwa persentase panjang jalan nasional dalam kondisi sedang dari tahun 2004 hingga tahun 2010 mengalami fluktuasi. Persentase dari tahun 2004 hingga 2006 mengalami penurunan yang cukup signifikan dan mengalami kenaikan yang signifikan pada tahun 2007. Pada tahun 2008, persentase panjang jalan nasional dalam kondisi sedang mengalami penurunan hingga tahun 2010.
1.3. Persentase panjang jalan nasional dalam kondisi buruk Data persentase panjang jalan provinsi dalam kondisi buruk untuk Provinsi Maluku dapat ditunjukkan dengan menggunakan Tabel 19 berikut ini.
Tabel 19. Persentase panjang jalan nasional kondisi buruk
Tahun
Panjang Jalan Nasional Kondisi Buruk (%)
2004
31,73
2005
30,60
2006
22,80
2007
26,04
2008
46,20
2009
14,8
2010
24,7
Selanjutnya data pada Tabel 19 dapat ditunjukkan dengan menggunakan Gambar 20 berikut ini.
Tim Evaluasi Universitas Pattimura Ambon
54
Laporan Akhir EKPD Provinsi Maluku
2011
Gambar 20. Grafik Persentase Panjang Jalan Nasional Kondisi Buruk
Berdasarkan Gambar 20 terlihat bahwa persentase panjang jalan nasional dalam kondisi buruk mengalami fluktuasi dari tahun 2004 hingga tahun 2010. Persentasenya mengalami penurunan dari tahun 2004 hingga tahun 2006 dan mengalami kenaikan dari tahun 2007 hingga tahun 2008. Kemudian persentasenya mengalami penurunan pada tahun 2009 dan mengalami kenaikan pada tahun 2010.
1.4. Jumlah Pembangunan Rumah Sederhana/Provinsi Pemerintah daerah Provinsi Maluku melalui Kementerian Perumahan Rakyat telah memprogramkan bantuan perumahan terhadap masyarakat berupa stimulant. Pada tahun 2007 sebanyak 100, kemudian tahun 2008 sebanyak 200 dan tahun 2009 sebanyak 750 unit (sumber data : RPKD Provinsi Maluku Tahun 2011). Bantuan stimulant Rp.4.400.000/KK. Selain itu dalam rangka pemenuhan hak dasar untuk tempat tinggal dan lingkungan yang layak sesuai dengan UUD 1945, pemerintah telah memfasilitasi penyediaan perumahan bagi Tim Evaluasi Universitas Pattimura Ambon
55
Laporan Akhir EKPD Provinsi Maluku
2011
masyarakat berpendapatan rendah serta memberikan dukungan penyediaan prasarana dan sarana dasar pemukiman.
1.5. Perda RTRW Provinsi Perda Nomor 05 Tahun 2009 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Maluku Tahun 2007-2027 yang telah ditetapkan pada November 2009 dan mulai disosialisasikan oleh Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) di tahun 2010. Dokumen Perda sudah didistribusikan ke semua kabupaten/kota di Maluku usai penetapannya. Tujuan dari sosialisasi ini adalah adalah menumbuhkan kesamaan persepsi dalam memahami Struktur ruang di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota, sehingga tidak terjadi tumpang tindih program pembangunan diantara keduanya (kabupaten/kota dan provinsi). Keberadaan Perda No 5 Tahun 2009 ini, juga mengharuskan pemerintah Kota/kabupaten menetapkan rencana tata ruang zonasi yang mangatur kawasan-kawasan tertentu secara spesifik dan mendetail, seperti kawasan rawan bencana, daerah pesisir, kawasan sungai, dan kawasan pemukiman. Perda RTRW Provinsi Maluku terdiri dari 13 Bab yang berisikan ketentuan umum; ruang lingkup, azas tujuan, tugas dan wewenang kebijakan dan strategi penataan ruang wilayah provinsi; rencana struktur ruang wilayah; pola ruang wilayah; arahan pemanfaatan ruang; arahan pengendalian pemanfaatan ruang; hak kewajiban dan peran masyarakat; ketentuan pidana; penyidikan; hingga ketentuan lain-lain, serta ketentuan peralihan dan ketentuan penutup. Walaupun RTRW Provinsi Maluku telah diperdakan namun sementara mengajukan usulan alih fungsi lahan ke Kementerian Kehutanan dan diajukan untuk dievaluasi oleh Dirjen Bangda Depdagri. Surat Permohonan Alih Fungsi Lahan telah ditandatangani oleh Gubernur dan sedang menunggu lampiran Peta dari Badan Pemetaan Kawasan Hutan (BPKH) Regional IX Kementerian Kehutanan RI.
1.6. Persentase kab/kota yang telah mensahkan Perda RTRW Provinsi Maluku memiliki 9 kabupaten (Maluku Tengah, Maluku Tenggara, Maluku Tenggara Barat, Maluku Barat Daya, Kepulauan Aru, Seram Bagian Barat, Seram Bagian Timur, Buru, dan Buru Selatan) dan 2 kota (Ambon dan Tual). Sampai saat ini RTRW dari 9 kabupaten dan 2 kota ini belum disahkan.
Tim Evaluasi Universitas Pattimura Ambon
56
Laporan Akhir EKPD Provinsi Maluku
2011
2. Analisis Pencapaian Indikator Analisis pencapaian persentase panjang jalan nasional dalam kondisi baik Transportasi darat di Maluku merupakan salah satu urat nadi dalam menghidupkan masyarakat dan sebagai penggerak dalam pelaksanaan kehidupan politik, ekonomi, sosial budaya dan pertahanan keamanan serta yang terpenting adalah transportasi sebagai alat pemersatu. Persentase panjang jalan nasional kondisi baik pada tahun 2009 mengalami kenaikan yang cukup baik dan pada tahun 2010 mengalami penurunan yang tidak terlalu signifikan. Kenaikan sebesar 9,37% panjang jalan nasional kondisi baik pada tahun 2009 sebagai bagian dari upaya pemerintah dalam pembenahan infrastruktur di Provinsi Maluku. Pada sisi lain, kenaikan persentase ini juga sebagai bagian dari persiapan pemerintah daerah Provinsi Maluku yang menjadi tuan rumah pelaksanaan Sail Banda 2010 yang merupakan even yang bersifat internasional. Pemerintah daerah Provinsi Maluku berupaya secara maksimal untuk membenahi berbagai infrastruktur termasuk jalan nasional. Pembenahan ini berkelanjutan hingga tahun 2010 namun karena curah hujan yang turun terus menerus sehingga menyebabkan proses pembenahan mengalami hambatan dan berpengaruh terhadap jalan yang telah masuk kategori kondisi baik. Hal ini merupakan salah satu faktor penyebab turunnya persentase jalan nasional dalam kondisi baik sebesar 2,3 % pada tahun 2010 (dari 52,5% pada tahun 2009). Kemudian hal ini berdampak pada menurunnya tingkat kualitas jalan termasuk jalan nasional. Pengawasan yang belum optimal dari pihak-pihak terkait serta terbatasnya infrastruktur.merupakan salah satu penyebabnya.
Analisis pencapaian persentase panjang jalan nasional dalam kondisi sedang Pada tahun 2009 persentase panjang jalan kondisi sedang mengalami kenaikan sebesar 22,3 % (dari 10,67 % pada tahun 2008). Kenaikan ini karena terjadi pembenahan infrastruktur jalan termasuk jalan nasional oleh pemerintah daerah Provinsi Maluku terutama menjelang pelaksanaan Sail Banda 2010 di Provinsi Maluku selain karena sesuai dengan rencana yang telah dibuat pemerintah daerah. Pada tahun 2010, jalan nasional kondisi sedang mengalami penurunan sebesar 7,6 % (dari 32,70 % pada tahun 2009). Hal ini disebabkan karena pada saat pembenahan jalan nasional kondisi buruk dan sedang namun karena curah hujan yang signifikan di Provinsi Maluku berakibat pada menurunnya tingkat kualitas jalan yang akan dibenahi maupun yang telah dibenahi oleh pemerintah daerah Provinsi Maluku sehingga perubahan persentase panjang
jalan nasional kondisi sedang
mengalami perubahan yang tidak terlalu signifikan ke arah yang lebih baik. Selain itu panjang Tim Evaluasi Universitas Pattimura Ambon
57
Laporan Akhir EKPD Provinsi Maluku
2011
jalan nasional kondisi sedang mengalami perubahan menjadi buruk karena berbagai faktor tersebut.
Analisis pencapaian persentase panjang jalan nasional dalam kondisi buruk Persentase panjang jalan nasional kondisi buruk mengalami penurunan yang sangat signifikan pada tahun 2009 yaitu sebesar 31,4 %. Salah satu penyebab penurunan secara signifikan karena pemerintah secara terus menerus melakukan pembenahan jalan terutama berkaitan dengan pelaksanaan agenda internasional Sail Banda 2010 dan Provinsi Maluku sebagai tuan rumah kegiatan tersebut. Pada tahun 2010 mengalami kenaikan sebesar 9,9 % dari 14,80 % (tahun 2009). Kenaikan ini disebabkan karena pada saat pembenahan infarstruktur jalan, khususnya jalan nasional bersamaan dengan curah hujan yang terus menerus di Provinsi Maluku sehingga menyebabkan kerusakan-kerusakan jalan terlebih pada jalan nasional kondisi sedang. Pada sisi lain jalan nasional kondisi buruk semakin bertambah buruk. Secara garis besar keterkaitan antara persentase antara panjang jalan nasional kondisi baik, sedang, dan buruk dapat diperlihatkan dengan grafik pada Gambar 41 berikut ini.
Gambar 21. Grafik panjang jalan nasional kondisi baik, sedang dan buruk Tim Evaluasi Universitas Pattimura Ambon
58
Laporan Akhir EKPD Provinsi Maluku
2011
Berdasarkan grafik pada Gambar 21 terlihat bahwa persentase panjang jalan nasional kondisi baik. Sedang dan buruk mengalami fluktuasi dari tahun ke tahun dan saling mempengaruhi antara panjang jalan nasional kondisi baik, sedang dan buruk dalam hal penambahan persentase panjang jalannya.
Analisis pencapaian Jumlah Pembangunan Rumah Sederhana/Provinsi Program pemerintah berkaitan dengan pembangunan
rumah sederhana melalui
stimulant yang diperoleh masih sangat rendah jangkauan dan cakupannya. Karena belum banyak masyarakat yang dapat menikmati program pemerintah ini dimana jumlah masyarakat yang membutuhkannya masih banyak sedangkan yang tersedia sedikit. Untuk itu pemerintah pusat melalui Kementerian Perumahan Rakyat dapat meningkatkan jumlah bantuan kepada masyarakat di Provinsi Maluku. Pada sisi lain perkembangan usaha yang dilakukan pemerintah pusat di Provinsi Maluku dari tahun ke tahun meningkat malah di tahun 2009 mengalami peningkatan lebih dari 300%.
Analisis pencapaian persentase Perda RTRW Provinsi Salah satu kendala utama belum disahkannya RTRW Provinsi Maluku karena masalah Alih Fungsi Lahan. Saat ini, aAlih fungsi lahan sementara berproses di Direktorat Jenderal Planalogi Kementerian Kehutanan dengan beberapa kendala. Permasalahan utama pada alih fungsi lahan ini adalah data spasial mulai dari koordinat masing-masing desa, luasan desa, batas desa, pemekaran kecamatan baru, jumlah kepala KK per desa yang berubah-ubah dan jumlahnya yang meningkat terus. Apabila permasalahan alih fungsi lahan telah selesai maka akan dilanjutkan konsultasi ke Kementerian Dalam Negeri. Umumnya Raperda RTRW terhambat di pusat dikarenakan masalah hutan maupun batas wilayah yang menjadi kewenangan Kementerian Kehutanan dan Kementerian Dalam Negeri. Sebagai upaya untuk mengatasi hal tersebut, walaupun sebagian besar wilayah timur Indonesia berupa daerah konservasi tidak menjadi halangan untuk maju. “Mengacu pada prinsip “Majulah dari hutan” hendaknya dapat dijadikan motivasi sekaligus kebanggaan wilayah timur Indonesia karena merupakan cerminan pembangunan yang berkelanjutan.
Analisis pencapaian Persentase kab/kota yang telah mensahkan Perda RTRW Presentase kab/kota yang telah mensahkan perda RTRW sampai saat ini belum mengalami peningkatan yang signifikan. Salah satu penyebab karena RTRW Provinsi Maluku Tim Evaluasi Universitas Pattimura Ambon
59
Laporan Akhir EKPD Provinsi Maluku
2011
juga belum disahkan karena permasalahan alih fungsi lahan yang belum terselesaikan selain batas-batas wilayah antar kabupaten yang belum terselesaikan. Namun pada sisi lain. usaha menuju ke arah untuk mensahkan RTRW mengalami progress yang cukup signifikan. Mulai dari penyusunan dan draf laporan awal, perkembangan draf Ranperda, proses pengajuan ke BKPRN setelah mendapat rekomendasi dari gubernur dan proses di BKPRN untuk ijin substansi. Hampir 80 % kabupaten/kota yang mengalami perkembangan cukup signifikan dalam upaya mensahkan RTRWnya.
3. Rekomendasi Kebijakan Berdasarkan analisis capaian maka dapat diberikan rekomendasi kepada Pemerintah daerah Provinsi Maluku dan Pemerintah Pusat serta SKPD-SKPD terkait antara lain: a. Pembangunan transportasi darat di Maluku belum dapat dikatakan berhasil, karena pembangunan jalan di daerah-daerah tertentu belum dapat dimanfaatkan sepenuhnya oleh masyarakat, khususnya pada daerah terpencil sehingga perlu mendapat penanganan yang serius dari pemerintah daerah dan pemerintah pusat. b. Perlu pengawasan yang ketat dari pemerintah berkaitan dengan kualitas jalan yang dibangun karena kualitas jalan yang rendah akan berakibat pada cepat rusaknya jalan yang telah dibenahi. c. Perlu penganggaran yang memadai berkaitan dengan pembenahan infrastruktur jalan nasional dan jalan provinsi termasuk jalan yang menghubungkan daerah yang belum terjangkau sehingga dapat terjangkau dan akan berdampak pada peningkatan ekonomi masyarakat. d. Perlu upaya penyediaan anggaran yang memadai dalam rangka peningkatan jumlah perumahan di Provinsi Maluku dan perencanaan yang akurat. e. Perlu upaya keras baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota dalam rangka pengesahan RTRW provinsi dan kabupaten/kota
G. Iklim Investasi dan Iklim Usaha Dalam menganalisis tentang evaluasi kinerja pembangunan daerah yang berkaitan dengan prioritas nasional iklim investasi dan iklim usaha terdapat lima indikator yang menjadi bagian dari analisis tersebut. Indikator-indikator tersebut adalah . persentase kredit UMKM, nilai realisasi investasi PMA, nilai realisasi PMDN, jumlah alokasi kredit perbankan, dan
Tim Evaluasi Universitas Pattimura Ambon
60
Laporan Akhir EKPD Provinsi Maluku
2011
jumlah tabungan masyarakat. Kemudian dilanjutkan dengan analisis pencapaian indicator yang dimaksud dan penyampaian rekomendasi
1. Indikator 1.1. Persentase kredit UMKM Pada tahun 2010 reasisasi kredit usaha rakyat (KUR) yang di peruntukkan bagi UMKM Maluku sebesar Rp 249,5 milyar, jumlah KUR ini bertambah
sebesar 23,8 %,
sehingga untuk tahun 2011 perkiraan jumlah KUR yang akan tersalur menjadi Rp 308,8 milyar. Dalam upaya meningkatkan penyerapan KUR, Bank Indonesia bekerja sama dengan pemerintah Kabupaten Kota setempat melalui instansi terkait seperti Dinas Koperasi dan UKM dengan cara memberikan pelatihan kepada pelaku UKMK. Realisasi KUR di Maluku ditetapkan per Kabupaten/Kota diperlihatkan seperti ditunjukkan pada Tabel 20 sebagai berikut (urutan daerah sesui besarnya dana yang dialokasikan).
Tabel 20. Realisasi KUR Maluku per Kabupaten/kota Nomor Urut
Daerah
Jumlah yang diperoleh (milyar rupiah)
Persentase
1
Kota Ambon
125,8
0,502
2
Maluku Tengah
46,9
0,180
3
Maluku Tenggara Timur
37,5
0,150
4
Maluku Tenggara Barat
10,5
0,040
5
Aru
9
0,036
6
Buru
7,9
0,029
7
Seram Bagian Barat
7,8
0,029
8
Seram Bagian Timur
3,5
0,012
9
Maluku Barat Daya
0,245
0,001
Sumber : Bank Indonesia Ambon
Berdasarkan data pada Tabel 20 dapat dibuat grafik persentase kredit UMKM per Kabuten/Kota berdasarkan realisasi KUR yang ditunjukkan dengan Gambar 22 berikut ini.
Tim Evaluasi Universitas Pattimura Ambon
61
Laporan Akhir EKPD Provinsi Maluku
2011
Gambar 22. Grafik realisasi KUR di Provinsi Maluku
Presentase KUR merupakan salah satu program pemerintah dalam rangka memberdayakan ekonomi rakyat. Program ini dapat dipakai sebagai salah satu indicator pengembangan usaha mikro, maka berbagai informasi terkait dengan Kredit Usaha Rakyat (KUR) dapat tersaji dalam bentuk kesederhanaan. Program ini secara intensif tertata secara baik dan terkelola secara akuntabel terungkap pada tahun 2010. Oleh sebab itu berpangkal tolak/merujuk pada tahuun 1010 itu, maka alokasi dana Kredit Usaha Rakyat (KUR) teralokasi menurut besaran kabupaten kota sesuai persentase tertinggi sampai terendah.
1.2. Nilai Realisasi Investasi PMA Pada triwulan I tahun 2011 meningkat sebesar 11,8% dari nilai realisasi investasi 0,378 juta $ menjadi 0,420 juta $. Bila pertumbuhan investasi PMA sejak tahun 2006 sampai 2011 diperlihatkan pada Tabel 21 berkut ini.
Tim Evaluasi Universitas Pattimura Ambon
62
Laporan Akhir EKPD Provinsi Maluku
2011
Tabel 21. Realisasi Investasi PMA Tahun
Nilai Realisasi Investasi PMA Promal (Jutaan $)
2006
0,328
2007
0,330
2008
0,324
2009
0,353
2010
0,378
2011
0,420
Berdasarkan data pada Tabel 21, dapat dibuat grafik dengan menggunakan Gambar 23 berikut ini.
Gambar 23. Grafik Realisasi Investasi PMA
Tim Evaluasi Universitas Pattimura Ambon
63
Laporan Akhir EKPD Provinsi Maluku
2011
Berdasarkan Tabel 21 dan Gambar 23 maka secara persentatif dapat dikatakan bahwa nilai investasi PMA tahun 2006 sampai 2011, memperlihatkan yang mengalami peningkatan dari waktu ke waktu.
1.3. Nilai Realisasi PMDN Tabel 22 berikut ini memperlihatkan data nilai Realisasi Investasi PMDN (Milyaran Rupiah).
Tabel 22. Realisasi Investasi PMDN Tahun
Nilai Realisasi Investasi PMDN Promal (Milyar Rupiah)
2006
3376,85
2007
3225,67
2008
3133,78
2009
3000,02
2010
6000,07
2011
1400,07
Berdasarkan Tabel 22
maka dapat dibuat dibuat grafik nilai Realisasi Investasi
PMDN dan ditunjukkan dengan Gambar 24 berikut ini.
Tim Evaluasi Universitas Pattimura Ambon
64
Laporan Akhir EKPD Provinsi Maluku
2011
Gambar 24. Grafik Realisasi Investasi PMDN
Berdasarkan Tabel 22 dan Gambar 24 terlihat bahwa realisasi PMDN berfluktuasi dimana mengalami penurunan dari tahun 2006 hingga tahun 2009 dan mengalami kenaikan signifikan pada tahun 2010 dan mengalami penurunan yang signifikan tahun 2011.
1.4. Jumlah alokasi kredit perbankan Posisi pinjaman rupiah yang dirsalurkan oleh perbankan kepada masyarakat di Kabupaten/Kota untuk daerah Maluku periode 2006 – 2011, disajikan pada Tabel 23 berikut ini. Tabel 23. Jumlah Nominal Alokasi Kredit Oleh Perbankan di Maluku Tahun 2006 2007 2008 2009 2010 2011
Nominal 1.428.165,00 1.874.531,00 2.581.119,00 3.222.877,00 4.015.088,00 4.332.937,00
Keterangan Pinjaman yang diberikan dalam bentuk: modal kerja, investasi dan konsumsi.
Selanjutnya data pada Tabel 23 dapat ditunjukan dengan grafik pada Gambar 25 berikut ini. Tim Evaluasi Universitas Pattimura Ambon
65
Laporan Akhir EKPD Provinsi Maluku
2011
Gambar 25. Grafik Kecenderungan Alokasi Anggaran Perbankan Kepada UMKM di Maluku
Usaha Menengah, Kecil dan
Mikro, merupakan sektor yang sangat penting
mendukung perekonomian nasional dan daerah Maluku, namun jumlah besaran kredit yang dialokasi kepada pelaku UMKM belum merupakan jumlah yang menjanjikan karena masih kecil. Grafik pada Gambar 25 memperlihatkan kenaikan yang cukup signifikan dari tahun ke tahun walaupun jumlah nominal yang dialokasi masih cukup kecil. Hal ini disebabkan oleh masih sedikitnya jumlah UMKM yang mendapatkan kredit karena berbagai persyaratan administrasi yang masih sulit dijalani oleh pemohon.
1.5. Jumlah tabungan masyarakat Posisi simpanan masyarakat / dana terhimpun dari pihak ke tiga selama periode 2006 – 2011. Untuk daerah Maluku, disajikan pada Tabel 24 berikut ini.
Tim Evaluasi Universitas Pattimura Ambon
66
Laporan Akhir EKPD Provinsi Maluku
2011
Tabel 24. Jumlah Nominal Dana Yang Disimpan Pihak Ketiga/Perbankan di Maluku Tahun 2006 2007 2008 2009 2010 2011
Nominal 3.827.651,00 4.623.024,00 4.608.758,00 5.086.995,00 5.664.960,00 6.064.114,00
Keterangan DPK, terdiri atas giro, simpanan berjangka dan tabungan.
Selanjutnya data pada Tabel 24 dapat ditunjukan dengan grafik pada Gambar 26 berikut ini.
Gambar 26. Grafik Perkembangan DPK Perbankan Maluku Berdasarkan grafik pada Gambar 26 terlihat bahwa Tabungan masyarakat yang terdiri atas Giro, Simpanan berjangka dan tabungan, meningkat dari tahun ke tahun seperti yang ditunjukkan oleh Tabel 24 dan Gambar 26. Walaupun demikian jumlah nominasi sangat kecil sehingga belum mempengaruhi perkembangan perekonmian di Maluku.
Tim Evaluasi Universitas Pattimura Ambon
67
Laporan Akhir EKPD Provinsi Maluku
2011
2. Analisis Pencapaian Indikator Analisis pencapaian Persentase kredit UMKM Persentase kredit UMKM melalui KUR mengalami kenaikan yang cukup signifikan sebesar 23,8% yaitu sebesar Rp. 245,5 milyar di tahun 2010 sehingga untuk tahun 2011 perkiraan jumlah KUR yang akan tersalur menjadi Rp 308,8 milyar. Presentase KUR merupakan salah satu program pemerintah dalam rangka memberdayakan ekonomi rakyat. Dalam upaya meningkatkan penyerapan KUR, Bank Indonesia bekerja sama dengan pemerintah Kabupaten/Kota setempat melalui instansi terkait seperti Dinas Koperasi dan UKM dengan cara memberikan pelatihan kepada pelaku UKMK. Misalnya pelatihan – pelatihan teknik keuangan agar bank tidak ragu memberikan pinjaman kepada UMKM di Maluku. Realisasi KUR di Maluku ditetapkan per Kabupaten/Kota dan yang mendapat realisasi KUR terbesar adalah Kota Ambon. Program ini berjalan cukup baik karena mendapat respon yang baik dari pemerintah daerah kabupaten/kota.
Analisis pencapaian Nilai Realisasi Investasi PMA Secara persentatif dapat dikatakan bahwa nilai investasi PMA tahun 2006 sampai 2011, menunjukkan hal yang sangat positif karena mengalami peningkatan dari waktu ke waktu walaupun pada tahun 2008 mengalami penurunan yang tidak signifikan dan mulai mengalami kenaikan yang tidak signifikan pada tahun 2009. Hal ini terjadi disebabkan oleh karena didukung oleh kondisi yang cukup kondusif di Provinsi Maluku yang semakin membaik dari waktu ke waktu ke waktu. Lingkungan yang kondusif ini merangsang para investor asing untuk mau menanamkan modalnya di Provinsi Maluku. Selain itu adanya kebijakan-kebijakan yang positif dari pemerintah daerah Provinsi Maluku dan SKPD-SKPD yang terkait dalam merespon kebijakan yang terkait dengan penanaman modal oleh para investor asing di Provinsi Maluku. Hal ini berakibat pada Peningkatan realisasi investasi pada periode triwulan I tahun 2011, jika dibandingkan dengan periode-periode sebelumnya meningkat rata-rata sebesar 1,8 %. Realisasi PMA di Provinsi Maluku berdasarkan asal Negara, ternyata 5 (lima) Negara terbesar berinvestasi adalah Singapura (US$ 1,1 Milyar dengan 142 proyek), Amerika Serikat (US$ 0,3 Milyar dengan 74 proyek), Jepang (US$ 0,3 Milyar dengan 78 proyek), Britsh Vergin Island (US$ 0,2 Milyar dengan 30 proyek), dan Inggris (US$ 0,2 Milyar dengan 36 proyek). Hal ini tidak menutup kemungkinan untuk adanya peningkatan nilai modal asing dari para investor saat ini.
Tim Evaluasi Universitas Pattimura Ambon
68
Laporan Akhir EKPD Provinsi Maluku
2011
Analisis pencapaian Nilai Realisasi PMDN Realisasi PMDN di Provinsi Maluku berfluktuasi dimana mengalami penurunan dari tahun 2006 hingga tahun 2009 dan mengalami kenaikan signifikan pada tahun 2010 dan mengalami penurunan yang signifikan tahun 2011. Salah satu faktor yang sangat berpengaruh terhadap kenaikan dan penurunan realisasi PMDN di Provinsi Maluku adalah faktor keamanan. Ketidakstabilan keamanan di Provinsi Maluku beberapa tahun terakhir ini sangat berpengaruh terhadap besar kecil nilai realisasi PMDN di Provinsi Maluku serta tertundanya realiasi PMDN di Provinsi Maluku. Realisasi PMDN berdasarkan sektor usaha (5 besar) dapat diperinci sebagai berikut: transportasi, gedung dan telekomunikasi (Rp 2,7 triliun dengan 6 proyek); industri mineral non logam (Rp 2,4 triliun dengan 12 proyek); industri makanan (Rp 1,7 triliun dengan 4 proyek); listrik, gas dan air (Rp 1,6 triliun dengan 12 proyek); serta tanaman pangan dan perkebunan (Rp 1,4 triliun dengan 24 proyek).
Analisis pencapaian Jumlah alokasi kredit perbankan Pemerintah provinsi Maluku dalam perencanaan pembangunannya tidak menetapkan target jumlah nominal kredit perbankan maupun target nominal jumlah tabungan masyarakat, walaupun terjadi kenaikan alokasi dana kredit perbankan dan kenaikan tabungan masyarakat secara signifikan Berdasarkan analisis kecenderungan seperti disajikan pada Gambar 7.1 dan 7.2 dapat dijelaskan bahwa terjadinya kenaikan jumlah nominal kredit dan meningkatnya tabungan masyarakat adalah disebabkan oleh berkembangnya sektor UMKM, yang dalam kondisi keamanan Maluku yang tidak stabil, sektor ini telah berkontrusi dengan baik terhadap pertumbuhan ekonomi dan berimbas terhadap pertumbuhan ekonomi Maluku.
Gagalnya
penanaman modal asing oleh investor luar negeri menyebabkan pertumbuhan ekonomi Maluku berkjalan sangat lamban.
Atas dasar ini, maka untuk mengefektifkan sektor
perbankan maka perlu diberikan kemudahan bagi UMKM untuk berakses ke perbankan.
Analisis pencapaian Jumlah tabungan masyarakat Tabungan masyarakat cenderung naik signifikan dari tahun ke tahun tetapi nominal jumlah belum cukup menggembirakan hal ini tentu disebabkan belum efektifnya pengusaha besar penanam investasi di Maluku karena faktor keamanan yang belum cukup menjamin. Pada sisi lain, kesadaran masyarakat yang makin tinggi untuk menggunakan jasa perbankan melalui pembukaan rekening dan memanfaatkan layanan lainnya seperti transfer uang dan
Tim Evaluasi Universitas Pattimura Ambon
69
Laporan Akhir EKPD Provinsi Maluku
2011
tarik tunai melalui ATM juga menjadi penyebab pesatnya pertumbuhan jumlah tabungan masyarakat.
3. Rekomendasi Kebijakan Berdasarkan pembahasan tersebut maka dapat dikemukakan beberapa pokok penting sebagai rekomendasi kebijakan bagi pemerintah daerah Provinsi Maluku dan pemerintah pusat sebagai berikut. a. Dalam menggairahkan motivasi investor di Maluku, perlu pembenahan berbagai infrastruktur baik yang dapat dipergunakan bagi usaha kecil mikro dan menengah maupun usaha-usaha besar. b. Perlu didorong pihak perbankan tertutama bank-bank swasta untuk lebih berperan didalam proses WPK karena kontribusi terhadap DPK lebih banyak dimliki oleh bank swasta. c. Pemerintah daerah tetap menjaga kestabilan keamanan di daerah sehingga dapat meningkatkan keyakinan dan kepercayaan para investor baik dalam negeri maupun luar negeri untuk menanamkan modal di Provinsi Maluku d. Mendesak kepada DPR untuk mengkaji RUU Penanaman Modal yang akan menjadi paying bagi seluruh investor. e. Paling utama adalah memberantas oknum-oknum mafia di penegak hukum yang mencari-cari celah kelemahan hukum, yang tujuannya untuk mencari kesalahan dan menjebak investor maupun instansi terkait di Maluku.
H. Energi Dalam menganalisis tentang evaluasi kinerja pembangunan daerah yang berkaitan dengan prioritas nasional energy terdapat satu indikator yang menjadi bagian dari analisis tersebut. Indikator tersebut adalah rasio elektrifikasi. Kemudian dilanjutkan dengan analisis pencapaian indicator yang dimaksud dan penyampaian rekomendasi
1. Indikator 1.1. Rasio Elektrifikasi Data rasio elektrifikasi di Provinsi Maluku hanya dapat ditunjukkan untuk tahun 2009 hingga tahun 2011. Secara terperinci dapat ditunjukkan dengan Tabel 41 berikut ini.
Tim Evaluasi Universitas Pattimura Ambon
70
Laporan Akhir EKPD Provinsi Maluku
2011
Tabel 25. Data rasio Elektrifikasi Tahun
Provinsi
2005
-
2006
-
2007
-
2008
-
2009
54,51
2010
57,92
2011
61,17
Data pada Tabel 25 dapat ditunjukkan grafiknya dengan menggunakan Gambar 27 sebagai berikut.
Gambar 27. Grafik Rasio Elektrifikasi
Berdasarkan grafik pada Gambar 27 terlihat bahwa rasio elektrifikasi mengalami kenaikan dari tahun 2009 hingga tahun 2011. Hal ini menunjukkan bahwa perkembangan rasio elektrifikasi dari tahun 2009 hingga tahun 2011 semakin baik walaupun secara nasioal belum mencapai rasio elektrifikasi yang ideal seperti yang dicapai oleh beberapa provinsi lain di Indonesia.
Tim Evaluasi Universitas Pattimura Ambon
71
Laporan Akhir EKPD Provinsi Maluku
2011
2. Analisis Pencapaian Indikator Rasio elektrifikasi menandakan tingkat perbandingan jumlah penduduk yang menikmati listrik dengan jumlah total penduduk di suatu wilayah atau negara. Rasio elektrifikasi ini sangat berhubungan dengan tingkat pertumbuhan ekonomi suatu wilayah. Data dibawah ini pun secara tidak langsung menjelaskan sejauh mana tingkat perekonomian Indonesia, dimana Indonesia termasuk dalam jajaran negara-negara dengan rasio elektrifikasi dibawah rata-rata, bersama dengan beberapa negara di Afrika. Ratio elektrifikasi di wilayah Provinsi Maluku, akan ditingkatkan. Rasio elektrifikasi provinsi Maluku saat ini masih dibawah rata-rata nasional. Dengan segala upaya Pemerintah akan meningkatkan kapasitas listrik di wilayah-wilayah tersebut. Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral (DESDM) cq. Direktorat Jenderal Listrik dan Pemanfaatan Energi (DJLPE) akan menerapkan manajeman pada sisi supply dan sisi demand. Pada sisi supply pemerintah akan melakukan penambahan kapasitas baru, memperbaiki pembangkit yang mengalami kerusakan dan mengoptimalkan kapasitas terpasang yang ada. Pada sisi demand, pengendalian pertumbuhan beban, penurunan losses dan edukasi penghematan listrik kepada masyarakat juga dilakukan pemerintah. Selain dua sisi yang sudah disebutkan, untuk jangka menengah panjang hingga tahun 2011 program diversifikasi energi bagi pembangkit akan terus dijalankan dan ditingkatkan sesuai dengan road map yang ada. Saat ini, rasio elektrifikasi di Provinsi Maluku. 61,17. Hal ini sudah melampaui target yang ditentukan oleh PT PLN Wilayah Maluku yaitu sebesar 60%. Tahun ini, Pemerintah melalui Program Listrik Pedesaan akan membangun PLTS 50 WP yang tersebar di 7.327 unit, PLTMH kapasitas 2x40 KW dan 2 unit PLTB pada Sistem Maluku. Saat ini hampir semua daerah di Indonesia tingkat elektrifikasinya atau pemberian tenaga listriknya masih rendah. Menurutnya, untuk meningkatkan ratio elektrifikasi di Wilayah Maluku sampai ke tingkat yang maksimal dalam waktu singkat tentu akan memerlukan investasi berupa pembangunan pembangkit, jaringan distribusi, jaringan transmisi dan gardu induk yang memerlukan dana yang cukup besar. pertumbuhan daya tersambung di wilayah Maluku sekitar 6,23 persen dan diproyeksikan kedepan akan semakin meningkat hingga 7,1 persen. Hal ini menunjukkan ketersediaan daya dan peningkatan efisiensi merupakan perhatian bagi seluruh jajaran PLN. Untuk mencapai target tersebut, PT. PLN (Persero) Wilayah Maluku menargetkan penambahan pelanggan sebanyak 36.700 pelanggan dengan rincian pelanggan lampu Super Ekstra Hemat Energi (SEHEN) sebanyak 15.000 pelanggan dan pelanggan Non-SEHEN sebanyak 21.700 pelanggan. Hal ini dilakukan melalui perluasan jaringan, program SHS (Solar Home Tim Evaluasi Universitas Pattimura Ambon
72
Laporan Akhir EKPD Provinsi Maluku
2011
System) serta Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Komunal. Diharapkan dengan pencapaian rasio elektrifikasi 65 persen pada akhir tahun 2011 ini, maka makin bertambah masyarakat di daerah-daerah pelosok wilayah Maluku yang dapat menikmati listrik.
3. Rekomendasi Kebijakan Berdasarkan hasil analisis capaian maka perlu direkomendasikan beberapa hal penting bagi pemerintah daerah dan pemerintah pusat antara lain: a. Perlu peningkatan ketersediaan daya dan peningkatan efisiensi merupakan perhatian bagi pemerintah Provinsi Maluku, khususnya PT PLN Wilayah Maluku dengan penambahan pelanggan yang dilakukan melalui perluasan jaringan, program SHS (Solar Home System) serta Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Komunal sehingga makin bertambah masyarakat di daerah-daerah pelosok wilayah Maluku yang dapat menikmati listrik. Hal ini akan berdampak bagi kesejahteraan masyarakat Maluku secara luas. b. Perlu dilakukan segala upaya Pemerintah Daerah Provinsi Maluku dan Pemerintah Pusat melalui PT. PLN Wilayah Maluku sehingga rasio elektrifikasi atau perbandingan antara jumlah rumah tangga yang sudah menikmati dan yang belum menimati pasokan listrik serta rasio desa berlistrik (perbandingan antara desa yang sudah menikmati listrik dan belum) semakin meningkat.
I.
Lingkungan Hidup dan Pengelolaan Bencana Dalam menganalisis tentang evaluasi kinerja pembangunan daerah yang berkaitan
dengan prioritas nasional terdapat empat indikator yang menjadi bagian dari analisis tersebut. Indikator-indikator tersebut adalah persentase luas lahan rehabilitasi dalam hutan terhadap lahan kritis, frekuensi terjadi bencana, persentase ruang terbuka hijau (RTH) di ibukota provinsi, dan persentase pembentukan Badan Penaggulangan Bencana Daerah (BPBD) di kab/kota/provinsi. Kemudian dilanjutkan dengan analisis pencapaian indicator yang dimaksud dan penyampaian rekomendasi
1. Indikator 1.1. Persentase luas lahan rehabilitasi dalam hutan terhadap lahan kritis Data persentase luas lahan rehabilitasi dalam hutan terhadap lahan kritis untuk Provinsi Maluku dapat ditunjukkan pada Tabel 26 berikut ini.
Tim Evaluasi Universitas Pattimura Ambon
73
Laporan Akhir EKPD Provinsi Maluku
2011
Tabel 26. Presentasi Luas Lahan Rehabilitasi Dalam Hutan Terhadap Lahan Kritis Tahun
Provinsi
2005
0.30
2006
0.02
2007
0.19
2008
0.05
2009
0.07
2010
0.11
Selanjutnya data pada Tabel 26 dapat ditunjukkan secara grafik dengan menggunakan Gambar 28 berikut ini.
Gambar 28. Grafik Persentase Luas Lahan Rehabilitasi Dalam Hutan Terhadap Lahan Kritis Berdasarkan data pada Tabel 26, Persentase Luas Lahan Rehabilitasi dalam hutan terhadap lahan kritis di Provinsi Maluku sejak tahun 2005 sampai tahun 2010 mengalami fluktuasi dari tahun ke tahun. Persentase tertinggi terjadi pada tahun 2005 (0,30 %), kemudian pada tahun 2006 mengalami penurunan yang sangat signifikan (0,02%). Demikian pula pada tahun 2007 Tim Evaluasi Universitas Pattimura Ambon
74
Laporan Akhir EKPD Provinsi Maluku
2011
mengalami kenaikan dan pada tahun 2008 terjadi penurunan (0,05%). Selanjutnya pada tahun 2009 dan 2010 terjadi peningkatan, namun dengan persentase kenaikan yang relatif kecil. Ketidakberhasilan program rehabilitasi lahan disebabkan oleh beberapa faktor antara lain: a. Penyelenggara/pelaksana rehabilitasi lahan tidak profesional dibidang kehutanan, karena umumnya berasal dari latar belakang pengusaha yang mengutamakan aspek finansial. b. Organisasi penyelenggara yang tidak proporsional dengan tujuan rehabilitasi hutan dan perbaikan lingkungan; c. Belum tersedianya benih dan bibit dari jenis pohon lokal menyebabkan pemilihan jenis tanaman rehabilitasi tidak sesuai; Rendahnya persentase luas lahan rehabilitasi dalam hutan terhadap lahan kritis yang terjadi di Maluku sehingga dapat disebutkan bahwa kinerja di sub-bidang ini belum signifikan dibandingkan dengan tujuan pembangunan kualitas pengelolaan sumberdaya hutan dan lingkungan hidup. Berdasarkan Tabel 26 dan Gambar 28 terlihat bahwa terjadi fluktuasi dalam capaian persentase luas lahan rehabilitasi dalam hutan terhadap lahan kritis, hal ini ditunjukkan oleh belum signifikannya perubahan yang terjadi secara positif.
Dengan luas lahan kritis di
wilayah Maluku lebih dari 2 juta hektar dan pencapaian indikator seperti yang ditunjukkan oleh gambar grafik menyatakan bahwa belum ada perubahan yang cukup signifikan untuk dapat dikatakan berhasil dalam melakukan rehabilitasi lahan-lahan kritis. Hal ini disebabkan oleh belum terkoordinasinya implementasi gerakan dan program rehabilitasi lahan hutan dan lahan-lahan kritis. Dengan demikian upaya rehabilitasi lahan kritis belum relevan dengan kebijakan secara nasional. Fluktuasi tren kinerja rehabilitasi lahan kritis di Maluku memperlihatkan belum efektifnya kinerja pembangunan di bidang ini. Sehingga diperlukan strategi baru untuk lebih meningkatkan kinerjanya. Seperti disebutkan diatas bahwa belum profesionalnya para penyelenggara rehabilitasi lahan berupa reboisasi menyebabkan tingkat keberhasilan reboisasi di lahan-lahan hutan sangat kecil.
Dalam hal ini pemerintah perlu melakukan
pembinaan kepada perusahaan rekanan pelaksana reboisasi untuk dapat bekerja secara profesional dimana tenaga-tenaga pelaksana teknis harus memiliki latar belakang pekerjaan tanaman secara profesional, karena pekerjaan tanaman memerlukan keahlian dan ketrampilan di bidang silvikultur dan perbenihan tanaman hutan. Tim Evaluasi Universitas Pattimura Ambon
75
Laporan Akhir EKPD Provinsi Maluku
2011
Capaian seperti ini menunjukkan bahwa organisasi penyelenggara juga belum profesional dalam menangani program penghijauan lahan-lahan kritis.
Adanya sistem
penyelenggara proyek yang ditenderkan tanpa melihat profesionalisme rekanan merupakan faktor tidak berhasilnya program penghijauan di daerah ini. Pelaksanaan penghijauan dan reboisasi umumnya hanya pada penanaman, sedangkan pemeliharaan dan perawatan tanaman belum menjadi perhatian, padahal pemeliharaan merupakan faktor utama keberhasilanan tanaman reboisasi dan penghijauan. Program Rehabilitasi Hutan dan Lahan di Maluku belum terlalu menggembirakan karena salah satu faktornya adalah belum adanya koordinasi yang baik antara instansi terkait di daerah ini khususnya instansi teknis kehutanan (SKPD maupun Balai Kehutanan lainnya) dalam menangani kegiatan reboisasi dan penghijauan. Selain itu masih minimnya kegiatan pembinaan, pengendalian dan pengawasan gerakan rehabilitasi hutan dan lahan.
1.2. Frekuensi terjadi bencana Frekuensi terjadi bencana di Provinsi Maluku selama tahun 2006 sampai dengan 2011 yang diperoleh dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Maluku, disajikan pada Tabel 27 berikut ini. Tabel 27. Frekuensi terjadi Bencana di Provinsi Maluku Tahun
Frekuensi (kali)
2006
11
2007
4
2008
14
2009
5
2010
9
2011
11
Selanjutnya data pada Tabel 27 dapat ditunjukkan secara grafik dengan menggunakan Gambar 29 berikut ini.
Tim Evaluasi Universitas Pattimura Ambon
76
Laporan Akhir EKPD Provinsi Maluku
2011
Gambar 29. Grafik Frekuensi terjadi Bencana di Provinsi Maluku
Berdasarkan data pada Tabel 27 dan Gambar 29, frekuensi terjadi bencana di Provinsi Maluku selama tahun 2006 sampai dengan 2011 mengalami fluktuasi dari tahun ke tahun. Frekuensi tertinggi terjadi pada tahun 2008 (14 kali), kemudian pada tahun 2006 dan 2011 sebanyak (11 kali). Sedangkan frekuensi terendah terjadi pada tahun 2007 (4 kali ) dan 2009 (5 kali).
1.3. Persentase ruang terbuka hijau (RTH) di Ibukota Provinsi Program pemerintah daerah provinsi Maluku yang berkaitan dengan Ruang Terbuka Hijau (RTH) di Ibukota Provinsi baru dicanangkan sejak tahun 2008, dan sampai dengan tahun 2011 program tersebut baru sebatas peningkatan peran serta masyarakat dalam Pengelolaan Ruang Terbuka Hijau. Program ini diimplementasikan dalam bentuk sosialisasi tentang pentingnya RTH bagi masyarakat. Program peningkatan peran serta dalam pengelolaan RTH, kegiatan dan sasaran dari tahun 2008 hingga tahun 2011 dapat ditunjukkan dengan Tabel 28 berikut ini.
Tim Evaluasi Universitas Pattimura Ambon
77
Laporan Akhir EKPD Provinsi Maluku
2011
Tabel 28. Program, peran dan sasaran RTH Program
Kegiatan
Sasaran
2008
2009
2010
2011
Peningkatan Peran serta dalam Pengelolaan Ruang Terbuka Hijau
Sosialisasi pada masyarakat
Masyarakat
550
550
550
550
Selanjutnya data pada Tabel 28 dapat ditampilkan dengan grafik pada Gambar 30 berikut ini.
Gambar 30. Grafik Program, peran dan sasaran RTH Berdasarkan Tabel 28 dan Gambar 30 terlihat bahwa program dan kegiatan yang berkaitan dengan Ruang Terbuka Hijau di Provinsi Maluku berupa peningkatan peran serta mayarakat dalam pengelolaan Ruang Terbuka Hijau dengan kegiatan berupa sosialisasi kepada masyarakat. Sesuai program yang telah direncanakan maka sejak tahun 2008 sampai tahun 2011 telah dilakukan sosialisasi setiap tahun kepada sebanyak 550 warga masyarakat yang berdomisili di kota Ambon sebagai ibukota Provinsi Maluku. Secara ekologi ternyata keadaan lingkungan perkotaan di Kota Ambon sebagai ibukota Provinsi Maluku semakin mengalami kemunduran, padahal kestabilan kota secara Tim Evaluasi Universitas Pattimura Ambon
78
Laporan Akhir EKPD Provinsi Maluku
2011
ekologi sangat penting, sama pentingnya dengan nilai kestabilannya secara ekonomi. Oleh karena terganggunya kestabilan ekosistem perkotaan di kota Ambon, maka alam menunjukkan reaksinya berupa : meningkatnya suhu udara di perkotaan, penurunan air tanah, banjir/genangan, penurunan permukaan tanah, abrasi pantai, pencemaran air berupa air minum berbau, mengandung logam berat, pencemaran udara seperti meningkatnya kadar CO, karbon-dioksida, oksida nitrogen dan belerang, debu, suasana yang gersang, monoton, bising dan kotor. Hijaunya kota tidak hanya menjadikan kota itu indah dan sejuk namun aspek kelestarian, keserasian, keselarasan dan keseimbangan sumberdaya alam, yang pada giliran
selanjutnya
akan
membaktikan
jasa-jasa
berupa
kenyamanan,
kesegaran,
terbebasnya kota dari polusi dan kebisingan serta sehat dan cerdasnya warga kota. Kota yang memiliki Ruang Terbuka Hijau (RTH), memiliki kawasan hutan berupa hutan kota. Hutan kota adalah suatu hamparan lahan dengan pertumbuhan pohon-pohon yang kompak dan rapat dalam suatu wilayah perkotaan dengan luas paling sedikit 0,25 hektar (Peraturan Pemerintah RI Nomor 63 tahun 2002). Hutan kota merupakan suatu ekosistem yang mempunyai fungsi majemuk, semakin diperlukan kehadirannya untuk melindungi penduduk dari berbagai masalah lingkungan di dalam kota. Beberapa hasil penelitian menunjukan bahwa hutan kota dapat menunjukkan kemampuannya dalam mereduksi kebisingan. Besar kecilnya kemampuan tersebut sangat tergantung dari jenis spesies, tinggi tanaman, kerapatan dan jarak tumbuh, serta faktor iklim yaitu kecepatan angin, suhu dan kelembaban. Oleh karena itu kajian untuk mengetahui Persentase Ruang Terbuka Hijau (RTH) di kota Ambon sebagai Ibukota Provinsi Maluku sangatlah penting untuk dilakukan.
1.4. Persentase pembentukan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) di kabupaten/kota/provinsi Sampai dengan saat ini Provinsi Maluku secara administratif
terdiri atas 11
Kabupaten/Kota, yang merupakan hasil dari beberapa kali pemekaran yaitu : -
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2003 tentang Pembentukan Kabupaten Seram Bagian Timur, Kabupaten Seram Bagian Barat, dan Kabupaten Kepulauan Aru di Provinsi Maluku, maka jumlah kabupaten/kota di Provinsi Maluku meningkat menjadi 8.
-
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2007 tentang Pembentukan Kota Tual, maka jumlah kabupaten/kota di Provinsi Maluku dimekarkan menjadi 9.
-
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2008 tentang Pembentukan Kabupaten Maluku Barat Daya dan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2008 tentang Pembentukan Tim Evaluasi Universitas Pattimura Ambon
79
Laporan Akhir EKPD Provinsi Maluku
2011
Kabupaten Buru Selatan, maka jumlah kabupaten/kota di Provinsi Maluku dimekarkan menjadi 11. Dengan demikian, Provinsi Maluku secara administratif pada tahun 2008 terbagi atas 11 Kabupaten/Kota.
Sedangkan Pembentukan Badan Penanggulangan Bencana Daerah di
Provinsi Maluku baru dimulai pada tahun 2009, namun sebelum tahun 2009 penanggulangan bencana baik ditingkat provinsi maupun kabupaten/kota ditangani oleh Dinas Sosial atau instansi terkait lainnya. Di Provinsi Maluku sampai dengan tahun 2011 hanya kabupaten Seram Bagian Barat yang belum membentuk Badan Penanggulangan Bencana Daerah. Persentase pembentukan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) di provinsi dan kabupaten/kota di Maluku disajikan pada Tabel 29 dan grafik persentase pembentukan BPBD digambarkan pada Gambar 31. Tabel 29. Persentase pembentukan BPBD di provinsi dan kabupaten/kota di Maluku Tahun
Jumlah Provinsi dan Kab/Kota
Jumlah
2006
9
-
-
2007
10
-
-
2008
12
-
-
2009
12
9
75,00
2010
12
10
83,33
2011
12
11
91,67
BPBD
Persentase Pembentukan BPBD (%)
Tim Evaluasi Universitas Pattimura Ambon
80
Laporan Akhir EKPD Provinsi Maluku
2011
Gambar 31. Grafik Persentase pembentukan BPBD di provinsi dan kabupaten/kota di Maluku
2. Analisis Pencapaian Indikator Analisis Pencapaian Persentase luas lahan rehabilitasi dalam hutan terhadap lahan kritis. Pada Tabel 23 terlihat bahwa capaian Indikator persentase luas lahan rehabilitasi dalam hutan terhadap lahan kritis di Provinsi Maluku dari tahun 2005 sampai tahun 2010 rata-rata
sebesar
0,12
menunjukkan
persentase
keberhasilan
yang
sangat
kecil
dibandingkan dengan tingkat kerusakan hutan dan bertambah luasnya lahan kritis di Maluku. Ketidak berhasilan program rehabilitasi lahan disebabkan oleh beberapa faktor antara lain: a. Penyelenggara/pelaksana rehabilitasi lahan tidak profesional dibidang kehutanan, karena umumnya berasal dari latar belakang pengusaha yang mengutamakan aspek finansial. b. Organisasi penyelenggara yang tidak proporsional dengan tujuan rehabilitasi hutan dan perbaikan lingkungan; c. Belum tersedianya benih dan bibit dari jenis pohon lokal menyebabkan pemilihan jenis tanaman rehabilitasi tidak sesuai; Rendahnya persentase luas lahan rehabilitasi dalam hutan terhadap lahan kritis yang terjadi di Maluku sehingga dapat disebutkan bahwa kinerja di sub-bidang ini belum signifikan dibandingkan dengan tujuan pembangunan kualitas pengelolaan sumberdaya hutan dan lingkungan hidup. Tim Evaluasi Universitas Pattimura Ambon
81
Laporan Akhir EKPD Provinsi Maluku
2011
Berdasarkan Tabel 26 dan Gambar 28 terlihat bahwa terjadi fluktuasi dalam capaian persentase luas lahan rehabilitasi dalam hutan terhadap lahan kritis, hal ini ditunjukkan oleh belum signifikannya perubahan yang terjadi secara positif.
Dengan luas lahan kritis di
wilayah Maluku lebih dari 2 juta hektar dan pencapaian indikator seperti yang ditunjukkan oleh gambar grafik menyatakan bahwa belum ada perubahan yang cukup signifikan untuk dapat dikatakan berhasil dalam melakukan rehabilitasi lahan-lahan kritis. Hal ini disebabkan oleh belum terkoordinasinya implementasi gerakan dan program rehabilitasi lahan hutan dan lahan-lahan kritis. Dengan demikian upaya rehabilitasi lahan kritis belum relevan dengan kebijakan secara nasional. Fluktuasi tren kinerja rehabilitasi lahan kritis di Maluku memperlihatkan belum efektifnya kinerja pembangunan di bidang ini. Sehingga diperlukan strategi baru untuk lebih meningkatkan kinerjanya. Seperti disebutkan diatas bahwa belum profesionalnya para penyelenggara rehabilitasi lahan berupa reboisasi menyebabkan tingkat keberhasilan reboisasi di lahan-lahan hutan sangat kecil.
Dalam hal ini pemerintah perlu melakukan
pembinaan kepada perusahaan rekanan pelaksana reboisasi untuk dapat bekerja secara profesional dimana tenaga-tenaga pelaksana teknis harus memiliki latar belakang pekerjaan tanaman secara profesional, karena pekerjaan tanaman memerlukan keahlian dan ketrampilan di bidang silvikultur dan perbenihan tanaman hutan. Capaian seperti ini menunjukkan bahwa organisasi penyelenggara juga belum profesional dalam menangani program penghijauan lahan-lahan kritis.
Adanya sistem
penyelenggara proyek yang ditenderkan tanpa melihat profesionalisme rekanan merupakan faktor tidak berhasilnya program penghijauan di daerah ini. Pelaksanaan penghijauan dan reboisasi umumnya hanya pada penanaman, sedangkan pemeliharaan dan perawatan tanaman belum menjadi perhatian, padahal pemeliharaan merupakan faktor utama keberhasilanan tanaman reboisasi dan penghijauan. Program Rehabilitasi Hutan dan Lahan di Maluku belum terlalu menggembirakan karena salah satu faktornya adalah belum adanya koordinasi yang baik antara instansi terkait di daerah ini khususnya instansi teknis kehutanan (SKPD maupun Balai Kehutanan lainnya) dalam menangani kegiatan reboisasi dan penghijauan. Selain itu masih minimnya kegiatan pembinaan, pengendalian dan pengawasan gerakan rehabilitasi hutan dan lahan.
Tim Evaluasi Universitas Pattimura Ambon
82
Laporan Akhir EKPD Provinsi Maluku
2011
Analisis Pencapaian Frekuensi Terjadi Bencana Berbagai bencana alam baik besar maupun kecil telah melanda kepulauan Maluku selama beberapa tahun belakangan ini.
Bencana alam tersebut telah menimbulkan
kerusakan yang besar dan menghancurkan hasil-hasil pembangunan yang telah dicapai. Beberapa kejadian bencana alam yang terjadi antara lain gempa bumi dan tsunami di Kabupaten Maluku Tenggara Barat dan Buru Selatan. Selain bencana-bencana tersebut, terjadi pula bencana alam lainnya seperti tanah longsor dan bencana alam yang diakibatkan oleh perubahan iklim global, seperti banjir, gelombang pasang, kekeringan dan angin puting beliung yang hampir setiap tahun melanda berbagai tempat di wilayah kepulauan Maluku yang mengancam dan mempengaruhi kehidupan sosial ekonomi masyarakat. Di kota Ambon setiap tahun terjadi bencana alam tanah longsor yang selalu membawa korban jiwa maupun harta benda. Beberapa program/kegiatan dan target dalam kaitan dengan program BPBD Provinsi Maluku dapat ditunjukkan dengan Tabel 30 berikut ini.
Tabel 30. Program dan Target BPBD Provinsi Maluku Kegiatan Koordinasi penyusunan profile daerah rawan bencana Koordinasi pembangunan daerah rawan bencana Monitoring, evaluasi dan pelaporan Koordinasi dan pengendalian mitigasi bencana Pemantauan dan penyebarluasan informasi potensi bencana alam Sosialisasi dan pelatihan penanggulangan bencana Pemantauan posko siaga bencana Pembuatan peta rawan bencana dan jalur zona evakuasi Pengadaan rambu bahaya tsunami dan pemasangan petunjuk arah evakuasi Pengadaan peralatan sistem peringatan dini Pengadaan peralatan komunikasi
Target Tersedianya dokumen profil daerah rawan bencana Adanya keterpaduan dan kerjasama pembangunan daerah rawan bencana Perkembangan pelaksanaan program dan kegiatan pembangunan daerah rawan bencana diketahui terintegrasinya pengendalian mitigasi bencana se kabupaten kota Data / informasi potensi bencana Meningkatnya pengetahuan cara penanggulangan bencana Meningkatnya kesiagaan menghadapi bencana Tersedianya peta rawan bencana dan jalur evakuasi Tersedianya rambu dan terpasangnya petunjuk arah evakuasi Jumlah peralatan EWS (early warning system yang terpasang Jumlah peralatan komunikasi yang tersedia
Tim Evaluasi Universitas Pattimura Ambon
83
Laporan Akhir EKPD Provinsi Maluku
2011
Berbagai kegiatan yang merupakan program penanggulangan bencana alam yang ditargetkan dalam RPJMD Provinsi Maluku realisasinya sampai dengan tahun 2010 telah mencapai 72,72 %, hal ini mengindikasikan bahwa adanya upaya yang cukup signifikan dari pemerintah daerah untuk mengantisipasi dan menanggulangi berbagai bencana yang terjadi di daerah ini. Namun demikian terdapat berbagai kendala yang dihadapi pemerintah daerah dalam mengantisipasi dan menanggulangi bencana yang terjadi, kendala tersebut disebabkan karena daerah Maluku merupakan wilayah kepulauan yang sulit dijangkau dalam waktu yang singkat. Untuk itu diperlukan berbagai sarana guna mengatasi kendala yang ada, dan hal ini tentunya akan berdampak pada peninggkatan anggaran yang harus disediakan oleh pemerintah daerah.
Analisis Pencapaian Persentase Ruang Terbuka Hijau (RTH) di Ibukota Provinsi Program pemerintah daerah provinsi Maluku yang berkaitan dengan Ruang Terbuka Hijau (RTH) di Ibukota Provinsi baru dicanangkan sejak tahun 2008, dan sampai dengan tahun 2011 program tersebut baru sebatas peningkatan peran serta masyarakat dalam Pengelolaan Ruang Terbuka Hijau. Program ini diimplementasikan dalam bentuk sosialisasi tentang pentingnya RTH bagi masyarakat. Secara ekologi ternyata keadaan lingkungan perkotaan di Kota Ambon sebagai ibukota Provinsi Maluku semakin mengalami kemunduran, padahal kestabilan kota secara ekologi sangat penting, sama pentingnya dengan nilai kestabilannya secara ekonomi. Oleh karena terganggunya kestabilan ekosistem perkotaan di kota Ambon, maka alam menunjukkan reaksinya berupa : meningkatnya suhu udara di perkotaan, penurunan air tanah, banjir/genangan, penurunan permukaan tanah, abrasi pantai, pencemaran air berupa air minum berbau, mengandung logam berat, pencemaran udara seperti meningkatnya kadar CO, karbon-dioksida, oksida nitrogen dan belerang, debu, suasana yang gersang, monoton, bising dan kotor. Hijaunya kota tidak hanya menjadikan kota itu indah dan sejuk namun aspek kelestarian, keserasian, keselarasan dan keseimbangan sumberdaya alam, yang pada giliran selanjutnya akan membaktikan jasa-jasa berupa kenyamanan, kesegaran, terbebasnya kota dari polusi dan kebisingan serta sehat dan cerdasnya warga kota. Kota yang memiliki Ruang Terbuka Hijau (RTH), memiliki kawasan hutan berupa hutan kota. Hutan kota adalah suatu hamparan lahan dengan pertumbuhan pohon-pohon yang kompak dan rapat dalam suatu wilayah perkotaan dengan luas paling sedikit 0,25 hektar (Peraturan Pemerintah RI Nomor 63 tahun 2002). Hutan kota merupakan suatu ekosistem yang mempunyai fungsi majemuk, semakin diperlukan Tim Evaluasi Universitas Pattimura Ambon
84
Laporan Akhir EKPD Provinsi Maluku
2011
kehadirannya untuk melindungi penduduk dari berbagai masalah lingkungan di dalam kota. Beberapa
hasil
penelitian
menunjukan
bahwa
hutan
kota
dapat
menunjukkan
kemampuannya dalam mereduksi kebisingan. Besar kecilnya kemampuan tersebut sangat tergantung dari jenis spesies, tinggi tanaman, kerapatan dan jarak tumbuh, serta faktor iklim yaitu kecepatan angin, suhu dan kelembaban. Oleh karena itu kajian untuk mengetahui Persentase Ruang Terbuka Hijau (RTH) di kota Ambon sebagai Ibukota Provinsi Maluku sangatlah penting untuk dilakukan. Analisis Pencapaian Pembentukan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) di kabupaten/kota/provinsi Seiring dengan cukup tingginya intensitas bencana alam yang terjadi di Provinsi Maluku, maka pembentukan Badan Penaggulangan Bencana Daerah di Provinsi maupun di Kabupaten/kota menjadi suatu keharusan di wilayah kepulauan Maluku. Hal ini penting karena selain tingginya frekuensi bencana, juga paradigma penanganan bencana telah bergeser dari upaya yang bersifat responsif menjadi upaya pencegahan dan pengurangan risiko bencana. Perubahan paradigma tersebut telah dimulai dengan diterbitkannya Rencana Aksi
Nasional
Pengurangan
Risiko
Bencana.
Juga
dilaksanakan
pengintegrasian
pengurangan risiko bencana ke dalam kebijakan dan perencanaan pembangunan nasional, yang ditunjukkan oleh penetapan prioritas pembangunan dalam Rencana Kerja Pemerintah. Selain itu, upaya peningkatan kinerja penanggulangan bencana juga ditunjukkan dengan diterbitkannya Undang-Undang (UU) Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, serta diperkuatnya kelembagaan penanggulangan bencana melalui terbitnya Peraturan
Presiden
Penanggulangan
(Perpres)
Bencana
Nomor
(BNPB),
8
Tahun
sebagai
2008
kerangka
tentang hukum
Badan dan
Nasional
kelembagaan
penanggulangan bencana.
3. Rekomendasi Kebijakan Berdasarkan analisis ketercapaian indikator Lingkungan Hidup dan Pengelolaan Bencana, dapat disimpulkan bahwa luas lahan rehabilitasi dalam hutan masih sangat rendah jika dibandingkan dengan lahan kritis yang ada di Provinsi di Maluku; Pemerintah Provinsi Maluku dalam menyusun program yang berkaitan dengan Lingkungan Hidup belum mengkaji persentase Ruang Terbuka Hijau (RTH) di Ibukota Provinsi; Kepulauan Maluku merupakan wilayah yang sering dilanda bencana. Sesuai kesimpulan dia tas maka rekomendasi Tim Evaluasi Universitas Pattimura Ambon
85
Laporan Akhir EKPD Provinsi Maluku
2011
kebijakan yang berkaitan dengan Lingkungan Hidup dan Pengelolaan Bencana, dapat dikemukakan sebagai berikut : a. Untuk mendorong peningkatan persentase luas lahan rehabilitasi dalam hutan terhadap lahan kritis maka perlu peningkatan kinerja di bidang rehabilitasi lahan hutan. b. Melakukan kajian-kajian untuk mengetahui persentase Ruang Terbuka Hijau (RTH) di Ibukota Provinsi. c. Menjadikan penanggulangan bencana sebagai program prioritas yang dilaksanakan oleh semua komponen SKPD, Badan dan Lembaga yang terkait dengan masalah bencana di Provinsi Maluku. d. Meningkatkan anggaran untuk penanggulangan bencana mengingat daerah Maluku merupakan wilayah kepulauan yang sulit dijangkau jika terjadi bencana pada pulau-pulau yang terisolir.
J. Daerah Tertinggal, Terdepan, Terluar, dan Pasca Konflik Dalam menganalisis tentang evaluasi kinerja pembangunan daerah yang berkaitan dengan prioritas nasional daerah tertinggal, terdepan, terluar dan pasca konflik terdapat ltiga indikator yang menjadi bagian dari analisis tersebut.
Indikator-indikator tersebut adalah
indeks Gini, jumlah kabupaten tertinggal dan kemiskinan. Kemudian dilanjutkan dengan analisis pencapaian indikator yang dimaksud dan penyampaian rekomendasi
1. Indikator 1.1. Indeks Gini Indeks Gini umumnya dipakai untuk mengukur tingkat kesenjangan antar wilayah, dan dalam laporan ini adalah kesenjangan yang terjadi antara wilayah maju dan wilayah tertinggal terutama di pulau terluar dan daerah perbatasan. Data Indeks Gini disajikan pada Tabel 31 berikut ini.
Tim Evaluasi Universitas Pattimura Ambon
86
Laporan Akhir EKPD Provinsi Maluku
2011
Tabel 31. Indeks Gini Tahun
Provinsi
2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011
0.30 0.30 0.30 0.31 0.31 0.33 0.33
Berdasarkan data pada Tabel 31 dapat dibuat grafik Indeks Gini yang ditunjukkan dengan Gambar 32 berikut ini.
Gambar 32. Grafik Indeks Gini Trend terjadinya kesenjangan antar wilayah perkotaan dengan wilayah perdesaan terutama perdesaan di pulau-pulau terluar dan perbatasan sejak tahun 2005 adalah sebesar 0,30 angka yang sama pada tahun 2006 dan 2007. Indeks Gini merangkak naik menjadi 0,31 pada tahun 2008 dan 2009 dan selanjutnya naik menjadi 0,33 berturut-turut pada tahun 2010 dan 2011.
Hal ini menunjukkan bahwa kesenjangan antar wilayah makin melebar
sebesar 0,03 sejak tahun 2005 sampai dengan 2011.
Kondisi ini tentunya tidak dapat
Tim Evaluasi Universitas Pattimura Ambon
87
Laporan Akhir EKPD Provinsi Maluku
2011
dipungkiri karena memang perhatian pemerintah Maluku untuk melakukan pembangunan di wilayah tersebut masih sangat rendah. Alokasi anggaran untuk membangun infrastruktur dasar seperti listrik perdesaan, prasarana transportasi jalan, jembatan, komunikasi, belum nampak secara nyata. Sampai saat ini perhubungan dan transportasi untuk mencapai wilayah perdesaan di pulau-pulau terluar dan perbatasan masih sangat minim. Transportasi udara misalnya hanya tiga kali seminggu menggunakan penerbangan perintis dengan pesawat kecil dengan kapasitas tempat duduk yang sangat sedikit. Belum ada pelabuhan untuk berlabuhnya kapal penumpang PELNI dan pelayaran ke pulau-pulau terluar dan perbatasan hanya sebulan sekali.
Dengan adanya pemekaran Daerah Kabupaten baru Maluku Barat Daya dari
kabupaten induknya Maluku Tenggara Barat, maka diharapkan akan dapat menggerakkan pembangunan oleh pemerintah karena rentang kendali makin dekat. 1.2. Jumlah Kabupaten Tertinggal Jumlah dan persentase kabupaten tertinggal di Maluku disajikan pada Tabel 32 berikut ini.
Tabel 32. Jumlah dan persentase kabupaten tertinggal Tahun
Jumlah & Persentase Kabupaten Tertinggal
2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011
(6) 66.60 (6) 66.60 (6) 66.60 (6) 66.60 (6) 66.60 (8) 72.70 (8) 72.70
Berdasarkan data pada Tabel 32 dapat dibuat grafik persentase kabupaten tertinggal yang ditunjukkan dengan Gambar 33 berikut ini.
Tim Evaluasi Universitas Pattimura Ambon
88
Laporan Akhir EKPD Provinsi Maluku
2011
Gambar 33. Grafik Persentase Kabupaten Tertinggal
Pemekaran wilayah Propinsi Maluku menjadi dua provinsi pada tahun 1997, yaitu Provinsi Maluku sebagai provinsi induk dan Provinsi Maluku Utara, bersamaan dengan pemekaran wilayah Kabupaten Maluku Tenggara Barat dari kabupaten induknya Maluku Tenggara, dan Kabupaten Buru dari kabupaten Maluku Tengah, menyebabkan Provinsi Maluku memiliki lima daerah kabupaten. Selanjutnya pada tahun 2001, upaya pemerintah untuk memperpendek rentang kendali dalam pembangunan, maka terjadi pula pemekaran wilayah kabupaten yakni Kota Tual dan Kabupaten Kepulauan Aru dari kabupaten induknya Maluku Tenggara, dan Kabupaten Seram Bagian Barat dan Seram Bagian Timur dari kabupaten induknya Kabupaten Maluku Tengah. Pemekaran wilayah tidak serentak menyebabkan naiknya kesejahteraan penduduk, baik di wilayah kabupaten pemekaran maupun kabupaten indunya yang sebelumnya belum berkembang pembangunannya. Dengan demikian seperti yang ditunjukkan oleh Tabel 32 dan Gambar 33, tercatat bahwa sejak tahun 2005 sampai dengan dengan tahun 2009 daerah kabupaten tertinggal adalah sebesar 66,66 persen atau enam kabupaten dari sembilan kabupaten/kota yang ada di Provinsi Maluku. Kondisi semakin parah lagi pada tahun 2009 sampai dengan tahun 2011, dimana terjadinya wilayah pemekaran kabupaten baru, yang secara nyata menaikkan jumlah dan persentase kabupaten tertinggal yaitu delapan kabupaten dari sebelas kabupaten/kota yang ada di Provinsi Maluku. Ketertinggalan dalam Tim Evaluasi Universitas Pattimura Ambon
89
Laporan Akhir EKPD Provinsi Maluku
2011
pembangunan adalah belum terbangunnya berbagai infrastruktur dasar air bersih, listrik, pendidikan, kesehatan yang diperlukan untuk menaikkan tingkat kesejahteraan penduduk secara minimal, juga minimnya sarana transportasi, komunikasi dan
juga infrastruktur
ekonomi yang diperlukan untuk mendukung pembangunan perekonomian di kabupatenkabupaten baru hasil pemekaran.
1.3. Kemiskinan Data persentase kemiskinan daerah tertinggal dapat disajikan pada Tabel 28 berikut ini.
Tabel 33. Persentase kemiskinan daerah tertinggal Tahun
Persentase Kemiskinan daerah tertinggal
2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011
41.50 39.51 37.02 35.56 33.50 31.49 30.04
Berdasarkan data pada Tabel 33 dapat dibuat grafik persentase kemiskinan daerah tertinggal yang ditunjukkan dengan Gambar 34 berikut ini.
Tim Evaluasi Universitas Pattimura Ambon
90
Laporan Akhir EKPD Provinsi Maluku
2011
Gambar 34. Grafik Persentase kemiskinan daerah tertinggal
Persentase penduduk miskin seperti yang disajikan pada Tabel 33 dan Gambar 34, merupakan persentase kemiskinan penduduk yang berada di wilayah perdesaan di pulaupulau terluar dan perbatasan. Terjadinya kerusuhan sosial pada tahun 1999 sampai dengan tahun 2005, menyebabkan perhatian pemerintah Provinsi Maluku nyaris belum ditujukan ke wilayah terluar yakni pulau-pulau terluar di perbatasan. Perhatian pemerintah baru terjadi setelah berbagai masalah perbatasan secara nasional menjadi isu penting pada tahun 2006 dan 2007, yaitu dengan Negara Malaysia, sehingga seluruh Daerah Provinsi diminta untuk memperhatikan pembangunan di wilayah perbatasan yaitu pulau-pulau terluar di perbatasan. Hal yang sama terjadi di Maluku, dimana perhatian pemerintah provinsi baru dimulai pada tahun 2009, dengan menempatkan pos-pos keamanan dan pertahanan di pulau-pulau terluar. Walaupun demikian gerak pembangunan di daerah perbatasan terutama di pulaupulau terluar belum nyata dilihat dari alokasi anggaran pembangunan yang masih sangat minim, yakni tidak mencukupi dua milyar per tahun.
2. Analisis Pencapaian Indikator Pemerintah Daerah Provinsi Maluku belum menetapkan target dalam membangun pulau-pulau terluar terutama di wilayah perbatasan.
Hal ini disebabkan terutama oleh
minimnya ketersediaan anggaran pembangunan Daerah Maluku. Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus bagi Daerah Maluku sangat kecil dibandingkan dengan daerah provinsi Tim Evaluasi Universitas Pattimura Ambon
91
Laporan Akhir EKPD Provinsi Maluku
2011
lain di wilayah kontinental. Dasar perhitungan anggaran pemerintah pusat kepada daerah berdasarkan luas teritorial daratan sangat merugikan Provinsi Maluku yang 93 persen wilayahnya terdiri dari lautan, dimana luas lautan tidak menjadi dasar perhitungan alokasi anggaran.
Hal inilah yang memicu Pemerintah Daerah Provinsi Maluku untuk
memperjuangkan Provinsi Kepulauan dengan perlakuan khusus bersama-sama dengan enam provinsi kepulauan lainnya di Indonesia. Secara garis besar dapat ditunjukkan dengan menggunakan Gambar 35 berikut ini.
Gambar 35. Grafik Analisis Pencapaian Daerah Tertinggal
3. Rekomendasi Kebijakan Berdasarkan data, bahasan dan hasil analisis tingkat capaian dapat disimpulkan bahwa kesenjangan antar wilayah kota dan desa di perbatasan dan pulau-pulau terluar masih cukup tinggi terutama dalam penyediaan infrastruktur dasar, transportasi, komunikasi, pendidikan, kesehatan dan kesejahteraan; persentase kabupaten tertinggal di Maluku lebih dari lima puluh persen yang menunjukkan sebagian besar kabupaten masih belum berkembang baik; dan persentase kemiskinan desa di wilayah perbatasan dan pulau-pulau terluar terdepan masih cukup tinggi (33%), dibandingkan di perkotaan (23%). Berdasarkan simpulan dan analisis di atas direkomendasikan sebagai berikut: Tim Evaluasi Universitas Pattimura Ambon
92
Laporan Akhir EKPD Provinsi Maluku
2011
a. Pemerintah Provinsi Maluku perlu mendesain perencanaan khusus dalam pembangunan wilayah perbatasan terluar dan terdepan dengan fokus program prioritas; b. Mendorong kabupaten pemekaran yang berada di wilayah perbatasan terluar dan terdepan
untuk
meningkatkan
kinerja
anggaran
dan
perhatian
khusus
dalam
pembangunan wilayah tersebut; c. Prioritas program perlu dilakukan kusus dalam rencana pengendalian kemiskinan di wilayah perbatasan, terluar dan terdepan, sehingga tidak terjadi kesenjangan yang lebih besar antar desa tertinggal dan perkotaan.
K. Kebudayaan, Kreatifitas, Inovasi dan Teknologi Dalam menganalisis tentang evaluasi kinerja pembangunan daerah yang berkaitan dengan prioritas nasional kebudayaan, kreatifitas, inovasi dan teknologi terdapat empat indikator yang menjadi bagian dari analisis tersebut.
Indikator-indikator tersebut adalah
jumlah paten (HAKI), jumlah dosen peneliti PTN/PTS, jumlah perpustakaan, dan jumlah hasil riset dari lembaga riset. Kemudian dilanjutkan dengan analisis pencapaian indikator yang dimaksud dan penyampaian rekomendasi
1. Indikator 1.1. Jumlah paten (HAKI) Secara institusional, pada saat ini telah ada Direktorat Jendral Hak Kekayaan Intelektual yang tugas dan fungsi utamanya adalah menyelenggarakan administrasi hak cipta paten, merek, desain industri, dan desain tata letak sirkuit terpadu. Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual (semula disebut Direktorat Jenderal Hak Cipta, Paten dan Merek) dibentuk pada tahun 1998. Direktorat Jendral Hak Kekayaan Intelektual yang baik sebagaimana yang diharapkan oleh masyarakat, baik yang berasal dari dunia industri dan perdagangan, maupun dari institusi yang bergerak di bidang penelitian dan pengembangan. Data jumlah paten di Provinsi Maluku belum terdata dengan baik, selain memang jumlah paten yang diperoleh di Provinsi Maluku yang masih sangat langkah dan rendah. Sedangkan untuk Univeritas Pattimura sampai saat ini baru terdapat 1 dosen peneliti yang memperoleh paten atas penelitiannya pada tahun 2007. Penelitian ini berkaitan dengan turunan minyak atsiri dari Pala Banda. Hak.
Tim Evaluasi Universitas Pattimura Ambon
93
Laporan Akhir EKPD Provinsi Maluku
2011
1.2. Jumlah dosen peneliti PTN/PTS Data jumlah dosen peneliti PTN/PTS sampai saat ini tidak memiliki system basis data yang baik sehingga untuk mendapatkan data yang akurat mengalami kesulitan sehingga data yang digunakan pada indikator ini adalah data jumlah dosen peneliti pada Universitas Pattimura. Data jumlah dosen peneliti dapat diperlihatkan pada Tabel 34 berikut ini. Tabel 34. Jumlah Dosen Peneliti Tahun
Jumlah Dosen Peneliti
2008
139
2009
215
2010
88
2011
90
Berdasarkan data pada Tabel 34 dapat dibuat grafik jumlah dosen peneliti yang ditunjukkan dengan Gambar 36 berikut ini.
Gambar 36. Grafik Jumlah Dosen Peneliti Berdasarkan grafik pada Gambar 36 terlihat bahwa jumlah dosen peneliti pada Universitas Pattimura mengalami fluktuasi. Pada tahun 2009 mengalami kenaikan yang Tim Evaluasi Universitas Pattimura Ambon
94
Laporan Akhir EKPD Provinsi Maluku
2011
cukup signifikan dan kemudian mengalami penurunan yang juga cukup signifikan di tahun 2010. Selanjutnya pada tahun 2011 mengalami kenaikan yang tidak signifikan. 1.3. Jumlah perpustakaan Berdasarkan data yang diperoleh dari perpustakaan umum provinsi Maluku di Kota Ambon, jumlah perpustakaan umum yang ada di kabupaten/kota di provinsi Maluku sebanyak 11 perpustakaan, namun 3 diantaranya yaitu perpustakan umum di kabupaten Kepulauan Aru, kabupaten Buru Selatan dan Kota Tual belum memiliki struktur kelembagaan dalam operasional perpustakaan tersebut. Sedangkan jumlah perpustakaan desa yang terdata di perpustakaan Kota Ambon, sebanyak 44 buah yang terdiri dari 23 buah pada 23 desa di Kabupaten Maluku Tengah dan 21 buah pada 21 desa di Kota Ambon. 1.4. Jumlah hasil riset dari lembaga riset Hasil riset dari beberapa lembaga riset di Provinsi Maluku belum terdata dengan baik khususnya oleh SKPD terkait sehingga data yang digunakan untuk indikator ini adalah data hasil hasil riset pada Universitas Pattimura Ambon, Selanjutnya data jumlah hasil riset di Universitas Pattimura dapat diperlihatkan dengan Tabel 35 berikut ini.
Tabel 35. Jumlah Hasil Riset Tahun
Jumlah Hasil Riset
2008
61
2009
71
2010
27
2011
28
Berdasarkan data pada Tabel 35 dapat dibuat grafik jumlah hasil riset yang ditunjukkan dengan Gambar 36 berikut ini.
Tim Evaluasi Universitas Pattimura Ambon
95
Laporan Akhir EKPD Provinsi Maluku
2011
Gambar 36. Grafik Jumlah Hasil Riset
Berdasarkan data pada Tabel 35 dan grafik Gambar 36 terlihat bahwa jumlah hasil riset di Universitas Pattimura mengalami penurunan yang cukup signifikan pada tahun 2010 dan mengalami kenaikan yang tidak signifikan pada tahun 2011. Adapun jenis penelitian yang dominan diserap oleh dosen Unpatti selama tahun 2008 adalah penelitian Dosen Muda dan Kajian Wanita, sedangkan pada tahun 2009 adalah penelitian Stranas/Prioritas Nasional dan Hibah Bersaing. Dari 13 jenis penelitian yang tersedia, terdapat 6 jenis penelitian yang belum dimanfaatkan oleh dosen Unpatti yaitu Hibah Disertasi Doktor, Hibah Pasca, Hibah Kompetensi, Kerjasama Internasional, Rapid dan Riset Unggulan Nasional.
2. Analisis Pencapaian Indikator Analisis Pencapaian Jumlah paten (HAKI) Kurang terdatanya jumlah paten yang terdapat di Provinsi Maluku disebabkan karena kurang dilakukan sosialisasi secara intensif oleh pemerintah daerah dan SKPD terkait dalam rangka lebih meningkatkan pelayanan dan kemudahan bagi masyarakat berkaitan dengan pengajuan permohonan hak kekayaan intelektual yang mana dapat dilakukan di Kantorkantor Wilayah Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia. Selanjutnya, Kantor-kantor Wilayah akan menyampaikan permohonan tersebut kepada Direktorat Jenderal HaKI untuk diproses lebih lanjut. Terlebih, pada saat ini, dengan bantuan World Bank sedang dilaksanakan penyempurnaan sistem otomasi di Direktorat Jenderal HaKI yang diharapkan Tim Evaluasi Universitas Pattimura Ambon
96
Laporan Akhir EKPD Provinsi Maluku
2011
dapat lebih menunjang proses administrasi dimaksud. Tidak sebagaimana bidang kekayaan intelektual lain yang administrasinya dikelola oleh Direktorat Jenderal HaKI, bidang varietas tanaman ditangani oleh Departemen Pertanian. Keterlibatan berbagai pihak secara terkoordinasi dan intensif sangat diperlukan untuk menjamin terlaksananya sistem hak kekayaan intelektual yang diharapkan termasuk lembaga-lebaga riset baik di lingkungan kampus maupun di luar lingkungan kampus. Pada sisi lain, pemerintah daerah Maluku perlu secara bertahap dan berkesinambungan telah diupayakan sosialisasi mengenai peran hak kekayaan intelektual di berbagai aspek dalam kehidupan sehari-hari seperti : kegiatan perindustrian dan perdagangan, investasi, kegiatan penelitian dan pengembangan, dan sebagainya. Berbagai lapisan masyarakat pun telah dilibatkan dalam kegiatan ini. Sesuai dengan Keputusan Presiden Nomor 189 Tahun 1998, Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia cq. Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual telah ditugasi melakukan koordinasi dengan semua instansi Pemerintah yang berkompeten mengenai segala kegiatan dan permasalahan di bidang hak kekayaan intelektual.
Analisis Pencapaian Jumlah dosen peneliti PTN/PTS Bila dikaitkan antara dosen Unpatti yang terlibat dalam penelitian selama tahun 20082011 dengan jumlah seluruh dosen Unpatti sebanyak 1.108, maka dapat dikatakan bahwa minat meneliti dosen Unpatti tergolong rendah. Salah satu penyebabnya karena kurang mampu bersaing dalam memperebutkan hibah-hibah penelitian di tingkat nasional. Berdasarkan analisis yang dilakukan, diperlukan beberapa rekomendasi kebijakan sebagai solusi pemecahan masalah dalam menindak lanjuti pengelolaan penelitian di Unpatti dan di Maluku pada umumnya, yang mengarah pada : penataan struktur kelembagaan, sistem dan mekanisme organisasi, manajemen kerjasama penelitian sehingga pada tataran operasional dapat menjalin kewenangan, sekaligus memberdayakan semua unit fungsional terkait dengan program penelitian; merumuskan fungsi keterkaitan fungsional antar unit kerja untuk
menumbuhkan
kerjasama
penelitian
yang
sinergis
antar
unit
di
Unpatti;
mengembangkan penelitian mono-disiplin di unit laboratorium dan jurusan/ program studi, multi-disiplin dan interdisiplin di pusat-pusat penelitian/kajian atau fakultas; merumuskan kembali payung penelitian Unpatti dengan memperhatikan kelayakan pengembangan unitunit fungsional secara proporsional, serta kelayakan SDM dan ragam bidang ilmu sebagai basis utama penelitian.
Tim Evaluasi Universitas Pattimura Ambon
97
Laporan Akhir EKPD Provinsi Maluku
2011
Analisis Pencapaian Jumlah perpustakaan Upaya pengembangan perpustakaan ke depan hendaknya mengacu pada peraturan perundangan yang sudah ditetapkan dan perlu didukung kreativitas dan ide cemerlang dari kepala perpustakaan daerah dalam mengantarkan perpustakaan daerah ke arah kemajuan perpustakaan, karena salah satu kunci kemajuan perpustakaan daerah adalah motivasi dan dedikasi
tinggi
serta
peran
aktif
kepala
perpustakaan.
Adapun
permasalahan
pengembangan perpustakaan daerah Terbatasnya tenaga administrasi maupun tenaga fungsional sehingga terjadi perangkapan tugas dalam pelaksanaan kegiatan; Fungsi perpustakaan dan arsip belum dimanfaatkan secara optimal oleh masyarakat, pada hal kebutuhan masyarakat terhadap informasi yang mengglobal sangat diperlukan pada setiap strata kemasyarakatan; koleksi berbagai jenis perpustakaan masih terbatas sehingga belum dapat memenuhi kebutuhan masyarakat; Belum terbentuknya budaya baca; devenifikasi layanan perpustakaan belum dapat memiliki kebutuhan dan harapan pemustaka; layanan perpustakaan belum menjangkau ke seluruh wilayah pedesaan, daerah terpencil; tidak tersedianya data yang akurat dalam pengambilan kebijakan dan perencanaan; lemahnya koordinasi, monitoring, evaluasi, pembinaan dan pelaporan. Dalam mengatasi permasalahan pengembangan minat baca dan perpustakaan ini harus di pecahkannya akar masalah yang ada saat ini yaitu sistem kelembagaan perpustakaan yang belum kuat, intervensi anggaran terbatas, terbatasnya infrastruktur dan prasarana perpustakaan, budaya membaca yang belum menguat di masyarakat. Terkait dengan kebijakan pengembangan perpustakaan pemerintah daerah Provinsi Maluku perlu meningkatkan keadilan antar kawasan sebagai upaya untuk mengurangi kesenjangan/ketimpangan pembangunan di bidang pendidikan dalam skala ruang lingkup gugus pulau melalui pemerataan dan perluasan akses masyarakat terhadap pelayanan perpustakaan; peningkatan produktivitas, efektifitas dan efisiensifitas layanan
perpustakaan
dalam
rangka
meningkatkan
budaya
baca
masyarakat;
mengupayakan pemerataan dan perluasan layanan informasi ilmu pengetahuan dan teknologi melalui perpustakaan keliling desa; peningkatan kualitas dan profesionalisme sumberdaya manusia pustakawan dan arsiparis; Penyediaan dan pembaharuan data dan informasi manajemen; Pemantapan sarana dan prasarana perpustakaan. Dengan demikian arah kebijakan pembangunan perpustakaan daerah Maluku ke depan antara lain; tersedianya jaringan website yang dapat memberikan akses Informasi secara luas, membangun perpustakaan elektronik dengan menyiapkan ruang audio visual dan fasilitas penunjang, Tersedianya tenaga-tenaga pustakawan yang menguasai Teknologi.. Tim Evaluasi Universitas Pattimura Ambon
98
Laporan Akhir EKPD Provinsi Maluku
2011
Analisis Pencapaian Jumlah hasil riset dari lembaga riset Sistem pendataan yang belum maksimal mengenai jumlah hasil riset dari lembaga riset sehingga menyebabkan jumlah hasil riset termasuk Universitas Pattimura tidak dapat diketahui secara pasti. Untuk itu dalam laporan ini hanya digunakan hasil riset dari Universitas Pattimura. Di Universitas Pattimura terlihat bahwa jumlah hasil riset juga mengalami penurunan dan perkembangannya menuju ke arah yang kurang sehat. Penyebab menurunnya hasil riset karena hibah-hibah penelitian yang dikompetisikan di tingkat nasional mengalami peningkatan dan pengetatan dalam penilaian sehingga banyak dosen peneliti yang usulannya tidak diterima untuk dibiayai. Parameter dan indikator untuk menilai keberhasilan suatu lembaga riset perlu dibuat dengan pendekatan manajemen riset dan ditetapkan dengan peraturan sehingga akan menjadi saringan dan arena kompetisi yang adil bagi lembaga-lembaga riset yang ada untuk tetap bertahan atau bergabung dengan lembaga riset lainnya atau hilang begitu saja karena tidak adanya dana yang diberikan oleh pihak manapun berkaitan dengan rendahnya mutu lembaga riset tersebut. Disarankan setiap lembaga riset dapat membentuk suatu tim evaluasi guna mengevaluasi kinerja organisasi risetnya saat ini dengan menggunakan parameter dan indikator yang telah ada dan mencoba membandingkannya dengan lembaga-lembaga riset yang ada di departemen lainnya. Sistem evaluasi terhadap kinerja lembaga penelitian hingga kini belum ada petunjuk elaksanaan (juklak) dan petunjuk teknis (juknis) nya yang dibuat oleh instansi terkait sehingga kinerja dari lembaga-lembaga riset nasional sulit diketahui perkembangannya dari tahun ke tahun, apakah suatu lembaga riset sudah berubah dari lembaga riset yang biasa menjadi lembaga riset yang tangguh dalam hitungan waktu tertentu. Sistem kelembagaan, perangkat lunak dan perangkat keras dari suatu lembaga riset perlu menjadi prioritas kegiatan saat ini dalam mengantisipasi reposisi dan peran lembaga riset pada saat otonomi daerah berjalan dengan mengacu kepada kebutuhan dan permasalahan yang timbul didaerah dimana lembaga riset tersebut berada.
3. Rekomendasi Kebijakan Berdasarkan hasil analisis maka dapat dikemukakan rekomendasi kebijakan sebagai berikut: a. Perlu dilakukan sosialisasi secara intensif oleh pemerintah daerah dan SKPD terkait dalam rangka lebih meningkatkan pelayanan dan kemudahan bagi masyarakat berkaitan dengan pengajuan permohonan hak kekayaan intelektual Tim Evaluasi Universitas Pattimura Ambon
99
Laporan Akhir EKPD Provinsi Maluku
2011
b. penataan struktur kelembagaan, sistem dan mekanisme organisasi, manajemen kerjasama penelitian sehingga pada tataran operasional dapat menjalin kewenangan, sekaligus memberdayakan semua unit fungsional terkait dengan program penelitian; merumuskan fungsi keterkaitan fungsional antar unit kerja untuk menumbuhkan kerjasama penelitian yang sinergis c. Meningkatkan
keadilan
antar
kawasan
sebagai
upaya
untuk
mengurangi
kesenjangan/ketimpangan pembangunan di bidang pendidikan dalam skala ruang lingkup gugus pulau melalui pemerataan dan perluasan akses masyarakat terhadap pelayanan perpustakaan;
peningkatan
produktivitas,
efektifitas
dan
efisiensifitas
layanan
perpustakaan d. Setiap lembaga riset perlu membentuk suatu tim evaluasi guna mengevaluasi kinerja organisasi risetnya saat ini dengan menggunakan parameter dan indikator yang telah ada dan mencoba membandingkannya dengan lembaga-lembaga riset yang ada di departemen lainnya.
L. Kesejahteraan Rakyat Dalam menganalisis tentang evaluasi kinerja pembangunan daerah yang berkaitan dengan prioritas nasional kesejahteraan rakyat terdapat empat indikator yang menjadi bagian dari analisis tersebut.
Indikator-indikator tersebut adalah Indeks Pembangunan Manusia,
pendapatan per kapita, penyandang masalah social, dan gizi buruk. Kemudian dilanjutkan dengan analisis pencapaian indicator yang dimaksud dan penyampaian rekomendasi
1. Indikator 1.1. Indeks Pembangunan Manusia Indeks Pembangunan Manusia (IPM) untuk Provinsi Maluku berdasarkan identifikasi data BPS sejak tahun 2004 – 2010 dapat dilihat pada Tabel 29 berikut ini.
Tim Evaluasi Universitas Pattimura Ambon
100
Laporan Akhir EKPD Provinsi Maluku
2011
Tabel 29. IPM Provinsi Maluku Tahun
IPM
2004
69,00
2005
69,20
2006
69,70
2007
69,96
2008
69,96
2009
70,96
2010
71,42
Selanjutnya berdasarkan data pada Tabel 29 dapat diperlihatkan grafiknya dengan menggunakan Gambar 34 berikut ini.
Gambar 34. Grafik IPM Provinsi Maluku
Berdasarkan Tabel 29 dan Gambar 34 terlihat bahwa IPM Provinsi Maluku mengalami pertumbuhan yang sangat lambat dari tahun 2004 hingga tahun 2010. Kenaikan IPM dari tahun 2009 hingga tahun 2010 cukup signifikan dibandingkan dengan pertumbuhan dari tahun 2004 hingga tahun 2008.
Tim Evaluasi Universitas Pattimura Ambon
101
Laporan Akhir EKPD Provinsi Maluku
2011
1.2. Pendapatan per kapita Pendapatan perkapita adalah besarnya pendapatan rata-rata penduduk di suatu wilayah. Pendapatan perkapita didapatkan dari hasil pembagian pendapatan wilayah tersebut dengan jumlah penduduknya. Pendapatan perkapita juga merefleksikan PDB per kapita. Pendapatan perkapita sering digunakan sebagai tolak ukur kesejahteraan dan tingkat pembangunan suatu wilayah atau negara; semakin besar pendapatan perkapitanya, semakin sejahtera wilayah atau negara tersebut. Untuk wilayah Provinsi Maluku tercatat bahwa pendapatan per kapita per orang masyarakat dalam tiga tahun terakhir pelaksanaan RPJMD Provinsi Maluku tahun 2008 – 2013 menunjukkan peningkatan. Data angka pendapatan per kapita Provinsi Maluku dalam tiga tahun terakhir seperti tersaji pada Tabel 30 berikut ini.
Tabel 30. Pendapatan Per Kapita Prov. Maluku Tahun
2008 2009 2010
Pendapatan Perkapita (Rp juta/orang/per tahun) 4,43 4,87 5,28
Selanjutnya berdasarkan data pada Tabel 30 dapat diperlihatkan grafiknya dengan menggunakan Gambar 35 berikut ini.
Tim Evaluasi Universitas Pattimura Ambon
102
Laporan Akhir EKPD Provinsi Maluku
2011
Gambar 35. Grafik Pendapatan Perkapita
Pencapaian indikator ini didukung oleh perekonomian daerah Maluku yang mengalami kenaikan setidaknya dilihat dari naiknya Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga konstan dari Rp 3,39 triliun pada tahun 2009 menjadi Rp 4,25 triliun pada tahun 2010. Dilain pihak pertumbuhan ekonomi daerah juga mengalami kenaikan cukup tinggi yaitu dari 5,43 persen pada tahun 2009 menjadi 6,47 persen pada tahun 2010 dan kondisi ini melebihi tingkat pertumbuhan nasional pada periode yang sama dan juga telah melampaui target yang ditetapkan dalam RPJMD Provinsi Maluku tahun 2008 -2013. Walaupun secara riil ada kenaikan pendapatan perkapita, namun jika dibandingkan dengan pendapatan perkapita per orang per tahun di Provinsi lain seperti Sulawesi Selatan pada tahun 2010 yang sudah mencapai Rp 13 juta atau angka capaian nasional yang sudah mencapai Rp 27 juta, maka provinsi Maluku masih rendah.
Tim Evaluasi Universitas Pattimura Ambon
103
Laporan Akhir EKPD Provinsi Maluku
2011
1.3. Penyandang masalah sosial Permasalahan sosial yang semakin kompleks dewasa ini ditandai munculnya kantong-kantong kemiskinan, konflik-konflik sosial, kesenjangan pemerataan pendapatan, meningkatnya angka kejahatan, tingginya
angka pengangguran, perilaku kekerasan,
pelanggaran hukum, penyalah gunaan narkotika dan lain-lain dengan skala yang lebih kompleks dan saling terkait. Masalah sosial yang dihadapi masyarakat kita pada umumnya adalah masalah ekonomi yang berdampak ke masalah lainnya. Penyandang masalah sosial adalah seseorang keluarga atau masyarakat yang karena hambatan, kesulitan atau gangguan tidak dapat melaksanakan fungsi sosialnya dan karena tidak dapat menjalin hubungan yang serasi dan kreatif dengan lingkungannya sehingga tidak dapat terpenuhi kebutuhan hidupnya. Dari FGD yang dilakukan teridentifikasi ada 26 kelompok penyandang masalah sosial di Maluku masing-masing: anak balita terlantar, anak terlantar, anak yang menjadi korban tindak kekerasan atau diperlakukan salah, anak nakal, anak jalanan, anak cacat, wanita rawan sosial ekonomi, wanita yang menjadi korban tindak kekerasan, lanjut usia terlantar, lanjut usia yang menjadi korban tindak kekerasan atau
diperlakukan salah, penyandang cacat, penyandang cacat bekas
penderita penyakit kronis, tuna susila, pengemis, gelandangan, bekas narapidana, korban penyalahgunaan NAPZA, keluarga fakir miskin, keluarga berumah tak layak huni, keluarga yang bermasalah sosial psikologis, keluarga rentan, masyarakat adat terpencil, masyarakat yang tinggal di daerah rawan bencana, korban bencana alam, korban bencana sosial, dan penyandang HIV/AIDS.
1.4. Gizi Buruk Data prevalensi gizi buruk (%) untuk Provinsi Maluku
dapat ditunjukkan dengan
Tabel 31 berikut ini.
Tim Evaluasi Universitas Pattimura Ambon
104
Laporan Akhir EKPD Provinsi Maluku
2011
Tabel 31. Data Prevalensi Gizi Buruk (%)
Tahun
Prevalensi Gizi Buruk (%)
2004
2,5
2005
2,3
2006
2,1
2007
0,9
2008
0,7
2009
0,37
2010
0,07
Sumber data: Dinas Kesehatan Maluku
Selanjutnya berdasarkan data pada Tabel 30 dapat diperlihatkan grafiknya dengan menggunakan Gambar 36 berikut ini.
Gambar 36. Grafik Pevalensi Gizi Buruk
Tim Evaluasi Universitas Pattimura Ambon
105
Laporan Akhir EKPD Provinsi Maluku
2011
2. Analisis Pencapaian Indikator Analisis Pencapaian IPM Salah satu indikator Kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) adalah Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Peningkatan IPM berhubungan langsung dengan perbaikan indikator-indikator sosial, misalnya, angka melek aksara dewasa, angka kematian bayi, perbaikan IPM juga diiringi oleh berkurangnya kemiskinan yang mana angka kemiskinan pendapatan juga tidak dapat mengungkapkan kenyataan bahwa seseorang dapat jatuh miskin bukan saja karena tidak memiliki pendapatan yang cukup, tapi karena tertinggal dalam banyak hal. Misalnya tertinggal dalam hal pendidikan, memiliki tingkat kesehatan yang buruk, atau hidup di lingkungan yang tidak aman. Indeks Pembangunan Manusia Provinsi Maluku bertumbuh secara perlahan mencapai 71,42 % pada tahun 2010 dari basis tahun 2008 sebesar 69,96 % atau naik 1,66 %, tetapi masih di bawah angka pencapaian nasional, walaupun begitu, angka capaian tersebut telah mendekati target yang ditetapkan RPJMD 2008 – 2013 provinsi Maluku yaitu sebesar 74,78 %. Salah satu faktor lambatnya pertumbuhan IPM Provinsi Maluku adalah masih cukup tinggi angka putus sekolah pada anak 7 – 24 tahun di Maluku yaitu mencapai 27,05 % dan anak yang belum pernah bersekolah pada usia tersebut mencapai 0,93%. Di lain pihak, indikator kemiskinan juga masih cukup memprihatinkan karena angka kemiskinan penduduk di Maluku masih tinggi yaitu 28,10 % pada tahun 2010. Namun di sisi lain terjadi perbaikan terhadap indikator kesehatan penduduk yang ditunjukkan dengan menurunnya angka kematian bayi yang cukup signifikan yaitu dari 49,0 per 1000 kelahiran hidup tahun 2007 yaitu sebelum RPJMD tahun 2008 - 2013 menjadi 13,3 per 1000 kelahiran hidup tahun 2010. Faktor lain yang membuat perubahan IPM Maluku yang lambat selama 5 tahun terakhir adalah kondisi lingkungan sosial yang tidak aman yang dialami Provinsi Maluku selama kurang lebih 5 tahun yakni sejak tahun 1999 – 2004 dan eksesnya dirasakan sampai sekarang.
Analisis Pencapaian Pendapatan per kapita Naiknya
pendapatan
per
kapita
yang
merupakan
salah
indikator
ukuran
kesejahteraan masyarakat tersebut tidak terlepas dari kinerja dan kebijakan pemerintah daerah di berbagai bidang pembangunan. Dalam APBD tahun 2010, pemerintah Provinsi Maluku mengalokasikan dana belanja langsung sebesar Rp 187,99 Milyard yang ditujukan Tim Evaluasi Universitas Pattimura Ambon
106
Laporan Akhir EKPD Provinsi Maluku
2011
untuk membangun berbagai infrastruktur antara lain di bidang pekerjaan umum, perhubungan, informasi dan telekomunikasi, serta energy dan sumberdaya mineral. Disamping itu berbagai program penanggulangan kemiskinan diluncurkan pemerintah antara lain program PNPM Mandiri. Untuk itu telah dialokasikan pada tahun 2010 PNPM Perdesaan sebesar Rp 113.000.000.000, P2KP (program penanggulangan kemiskinan perkotaan sebesar Rp 10.605.000.000, program pembangunan infrastruktur perdesaan sebesar Rp 8.75.000.000, program pengembangan usaha agribisnis perdesaan (PUAP) sebesar Rp 291.180.000,dan program pemberdayaan perikanan dan kelautan sebesar 3.750.000.000. Hal ini menunjukkan program pembangunan telah berjalan dengan baik sehingga mendorong berkembangnya ekonomi masyarakat yang berdampak pada peningkatan pendapatan perkapita.
Analaisis Pencapaian Persentase Penyandang masalah sosial Dalam identifikasi data permasalahan yang dihadapi adalah data persentase (%) dari masing-masing kelompok penyandang masalah sosial di Maluku kurang tersedia sehingga analisis terhadap indikator ini sulit dilakukan.
Analaisis Pencapaian Persentase Gizi Buruk Prevalensi gizi buruk adalah persentase balita yang mengalami kekurangan gizi akut. Penurunan prevalensi gizi buruk mengindikasikan keberhasilan program pembangunan bidang kesehatan. Prevalensi balita yang mengalami gizi buruk pada awal pelaksanaan RPJMN di Maluku adalah sebesar 2,5 % (Tabel 22). Angka ini mengalami penurunan yang drastis menjadi 0,37% pada akhir pelaksanaan RPJMN di Maluku. Hal ini disebabkan karena ada perbaikan kondisi ekonomi masyarakat, terutama masyarakat golongan ekonomi lemah, karena masuknya berbagai bantuan dari lembaga-lembaga swadaya masyarakat dalam maupun luar negeri, adanya program askeskin, dan program makanan tambahan, serta pemberian vitamin A bagi anak di sekolah sehingga kebutuhan gizi anak-anak balita terpenuhi. Di lain pihak persentase gizi buruk menurun secara drastis menjadi 0,37 % pada tahun kelima pelaksanaan RPJMN di Maluku. Hal ini tidak terlepas dari optimalisasi pelaksanaan program pembangunan bidang kesehatan, terutama dalam hal penyuluhan kepada masyarakat tentang pentingnya gizi bagi balita. Namun demikian, angka-angka capaian yang dicapai itu menjadi kontras dengan kenyataan di lapangan, terutama pada Tim Evaluasi Universitas Pattimura Ambon
107
Laporan Akhir EKPD Provinsi Maluku
2011
daerah-daeran terpencil yang tersebar di seluruh kabupaten/kota di Maluku. Secara kasat mata masih banyak ditemui anak balita gizi buruk di desa-desa. Hal ini karena laporanlaporan yang diberikan kabupaten/kota hanya didasarkan pada persentase program yang telah dilaksanakan, dan hanya berdasarkan angka prediksi semata bukan pada angka capaian berdasarkan data survei yang dilakukan secara rutin. Walaupun terjadi penurunan prevalensi gizi buruk dari tahun ke tahun tapi jika membuat dan memperhatikan tren akan menunjukan adanya kenaikan. Hal ini memberikan peringatan kalau pemerintah propinsi Maluku harus kembali serius memperhatikan masalah ini, atau ada kemungkinan berhubungan dengan krisis global. 3. Rekomendasi Kebijakan Berdasarkan hasil analisis maka dapat dikemukakan rekomendasi kebijakan sebagai berikut: a. Perlu adanya perhatian dari pemerintah daerah dan SKPD-SKPD dalam merancang dan melaksanakan program yang lebih ditekankan kepada program yang berkaitan dengan faktor-faktor utama penyebab lambatnya pertumbuhan IPM Provinsi Maluku dan faktor pendukung pertumbuhan b. Pemerintah daerah perlu mendorong berkembangnya ekonomi masyarakat yang berdampak pada peningkatan pendapatan perkapita. c. Pemerintah daerah Provinsi Maluku harus dapat mendata para penyandang sosial karena hal ini sangat berkaitan dengan kebijakan pemerintah ke depan. d. Perlu optimalisasi pelaksanaan program pembangunan bidang kesehatan, terutama dalam hal penyuluhan kepada masyarakat tentang pentingnya gizi bagi balita.
M. Politik, Hukum, dan Keamanan Dalam menganalisis tentang evaluasi kinerja pembangunan daerah yang berkaitan dengan prioritas nasional politik, hokum dan keamanan terdapat tiga indikator yang menjadi bagian dari analisis tersebut.
Indikator-indikator tersebut adalah indeks kriminalitas,
persentase penyelesaian kasus kejahatan konvensional, dan persentase penyelesaian kasus kejahatan transnasional. Kemudian dilanjutkan dengan analisis pencapaian indicator yang dimaksud dan penyampaian rekomendasi
Tim Evaluasi Universitas Pattimura Ambon
108
Laporan Akhir EKPD Provinsi Maluku
2011
1. Indikator Sampai saat ini instansi Kepolisian Daerah
maupun Pengadilan Negeri dan
pengadilan tinggi belum dapat menyajikan data Indeks Kriminalitas Di Provinsi Maluku, hal ini disebabkan masih terbatasnya sumber daya manusia di instansi tersebut terutama dalam pengumpulan
data
dan
menganalisisnya
untuk
kepentingan
perencanaan
pembangunan.Alasan rahasia Negara juga merupakan dalih dari belum tersistemnya cara penyampaian data bagi kebutuhan penelitian ilmiah maupun untuk kepentingan perencanaan pembangunan. Atas dasar ini maka untuk membahas indeks kriminalitas dipakai data tindak kriminalitas yang terjadi di daerah ini, yang diperoleh dari kepolisian daerah.
1.1. Tindak Kriminal dan Tindak Kejahatan di Maluku Gambaran dan kecenderungan terjadinya tindak kriminal disajikan pada Tabel 30 berikut ini. Tabel 32. Tindak Kriminal dan Tindak Kejahatan di Maluku BULAN
TINDAK KRIMINAL TAHUN 2005
2006
2007
2008
2009
2010
JANUARI
111
49
151
120
241
117
FEBRUARI
112
85
112
176
211
146
MARET
135
69
117
147
141
132
APRIL
72
150
109
195
114
91
MEI
76
78
206
271
190
111
JUNI
70
195
129
179
191
131
JULI
71
65
150
213
173
97
AGUSTUS
67
52
143
212
222
140
SEPTEMBER
56
148
81
162
194
118
OKTOBER
111
181
136
178
198
133
NOVEMBER
151
73
101
240
210
151
DESEMBER
102
74
164
262
184
127
1134
1219
1599
2355
2269
1494
Selanjutnya data pada Tabel 32 dapat dibuat grafiknya seperti yang ditunjukkan pada Gambar 37 berikut ini.
Tim Evaluasi Universitas Pattimura Ambon
109
Laporan Akhir EKPD Provinsi Maluku
2011
Gambar 37. Grafik Tindak Kriminal Di Provinsi
Berdasarkan Tabel 32 dan Gambar 37 dilihat kecenderungan terjadinya tindak kriminal dan tindak kejahatan di Daerah Maluku. Pada tahun 2005 terjadi 1134 kasus tindak kriminal dan kejahatan kemudian naik berturut-turut menjadi 1219, 1599, 2355 kasus pada tahun 2006 sampai dengan 2008. Pada tahun 2009 angka ini menurun mencapai 2269 kasus dan pada tahun 2010 menjadi 1494 kasus. Menurunnya tindak kriminal di Maluku pada tahun 2010 disebabkan oleh antisipasi aparat keamanan terutama kepolisian menjelang diselenggarakannya proses-proses pemilihan kepala daerah di beberapa kabupaten, yang umumnya disertai dengan tindak kekerasan dan mengarah ke tindakan kriminal. 1.2. Persentase penyelesaian kasus kejahatan konvensional Persentase penyelesaian kasus kejahatan konvensional dapat disajikan pada Tabel 33 berikut ini.
Tim Evaluasi Universitas Pattimura Ambon
110
Laporan Akhir EKPD Provinsi Maluku
2011
Tabel 33. Persentase penyelesaian kasus kejahatan konvensional Tahun
PersentasePenyelesaianTindakKriminal
2005 2006 2007 2008 2009 2010
37 59 33 42 53 51
Selanjutnya data pada Tabel 33 dapat ditunjukkan dengan grafik seperti pada Gambar 38 berikut ini.
Gambar 38. Grafik Persentase Penyelesaian Tindak Kriminal
Berdasarkan Tabel 33 dan Gambar 38 terlihat bahwa terjadinya persentase penyelesaian
kasus
kejahatan
konvensional
yang
sangat
fluktuatif
karena
begitu
menumpuknya kasus kejahatan sehingga tidak dapat diselesaikan dalam tahun yang sama. Selain itu terbatasnya sumber daya manusia juga merupakan penyebab lambannya penyelesaian kasus tersebut. Umumnya sebagian besar kasus yang belum dapat ditangani adalah kasus kejahatan yang terjadi di daerah kabupaten.Kasus kejahatan terbanyak terdapat di Kabupaten Maluku Tengah, dan dengan jumlah aparat kepolisian yang belum memadai, merupakan kendala utama dalam menyelesaikan kasus-kasus kejahatan tersebut. Tim Evaluasi Universitas Pattimura Ambon
111
Laporan Akhir EKPD Provinsi Maluku
2011
Persentase penyelesaian kasus tindak kejahatan di Provinsi Maluku adalah sebesar 37% pada tahun 2005, naik menjadi 59% pada tahun 2006, selanjutnya hanya mencapai 33% pada tahun 2007, dan menjadi 42% pada tahun 2008 kemudian sebesar 53% pada tahun 2009, dan pada tahun 2010 hanya mencapai 51 %. Lambatnya penyelesaian kasus juga berdampak pada makin maraknya kejahatan baru yang mungkin saja terjadi akibat dari ketidakpuasan masyarakat terhadap kinerja aparat keamanan di daerah-daerah. Masih rendahnya rasio jumlah aparat kepolisian dengan banyaknya jumlah penduduk yang harus dilayani juga merupakan faktor lambatnya penyelesaian kasus-kasus tersebut.
1.3. Persentase penyelesaian kasus kejahatan transnasional Persentase penyelesaian tindak kejahatan transnasional dapat disajikan pada Tabel 32 berikut ini. Tabel 34. Persentase Penyelesaian Tindak Kejahatan Transnasional Tahun
TindakKejahatan
2005
2006
2007
2008
2009
2010
Illegal Logging Illegal Oil Illegal Fishing Psikoterapi/Narkoba Senpi/Handak/Amunisi Terorisme
0.75 0.50 0.64 0.63 0.81 0.00
1.00 0.75 0.81 0.71 1.00 1.00
0.75 1.00 0.70 0.72 0.73 0.00
0.68 1.00 0.83 0.56 0.66 0.00
0.75 1.00 0.60 0.44 0.53 0.00
0.75 0.40 0.46 0.69 0.88 0.00
Rata‐rata
0.56
0.88
0.65
0.63
0.55
0.53
Selanjutnya data pada Tabel 34 dapat ditunjukkan dengan menggunakan grafik pada Gambar 39 berikut ini.
Tim Evaluasi Universitas Pattimura Ambon
112
Laporan Akhir EKPD Provinsi Maluku
2011
Gambar2.3 GrafikPersentasePenyelesaianTindakKejahatan Transnasional di Maluku (2005-2010)
Gambar 39. Grafik Persentase Penyelesaian Tindak Kejahatan Transnasional
Berdasarkan Tabel 34 dan Gambar 39, kecenderungan penyelesaian tindak kejahatan transnasional adalah pada tahun 2005 sebesar 56 % kemudian naik pada tahun 2006 sebesar 88 %, selanjutnya terjadi penurunan secara terus menerus mulai tahun 2007 sampai dengan tahun 2010 berturut-turut sebesar 65 %; 63 %; 55 %; dan hanya 53 % pada tahun 2010. Hal ini secara jelas memperlihatkan belum optimalnya aparat penegakan hukum di daerah ini.
2. Analisis Pencapaian Indikator Pemerintah Provinsi Maluku bersama instansi vertical secara tegas tidak menentukan target penyelesaian kasus-kasus criminal maupun tindak kejahatan konvensional maupun kejahatan transnasional.
Walaupun demikian Tindak kriminal dan tindak kejahatan yang
terjadi di Provinsi Maluku sejak tahun 2005 sampai dengan 2009 umumnya didominasi oleh terjadinya tindak kekerasan bersama, akibat dari perkelahian antar kampung dan juga konflik antar masa pendukung calon pimpinan daerah pada saat pemilihan kepala daerah. Selain itu kasus-kasus penganiayaan juga banyak terjadi akibat dari masalah ekonomi dan kekerasan dalam rumah tangga. Angka tindak kriminalitas tertinggi terjadi pada tahun 2008 didominasi oleh penganiayaan dan kekerasan bersama akibat dari masalah ekonomi, batas tanah antar Tim Evaluasi Universitas Pattimura Ambon
113
Laporan Akhir EKPD Provinsi Maluku
2011
kampung, kekerasan bersama konflik antar kampung dan juga akibat dari penyelenggaraan pemilihan kepala daerah.
Terjadi 190 kasus penganiayaan berat, diikuti ole 114 kasus
kekerasan bersama yang dilakukan oleh massa antar kampung dan massa antar kelompok pendukung pemilihan kepala daerah. Pada tahun 2009 kasus-kasus tindak kriminal menurun walaupun belum signifikan, karena kasus kriminal yang terjadi adalah tindakan kekerasan bersama lebih dari 110 kasus diikuti penganiayaan berat sebanyak 98 kasus. Pada tahun 2010 terjadi penurunan jumlah kasus kriminal dengan jumlah kasus sebanyak 83 kasus. Persentase penyelesaian kasus kejahatan konvensional naik pada tahun 2010 dibandingkan dengan tahun sebelumnya walaupun belum signifikan. Sebaliknya penyelesaian tindak kejahatan transnasional menurun dari tahun ke tahun dan pada tahun 2010 hanya mencapai 53 % dibandingkan tahun sebelumnya sebesar 55 %. Kondisi penyelesaian kasus-kasus kejahatan konvensional maupun kejahatan transnasional tergeser sementara akibat dari banyak dan menumpuknya kasus korupsi di daerah ini. Terjadinya kasus korupsi merupakan perhatian utama aparat penegak hukum saat ini, akibat dari makin intensnya tuntutan masyarakat untuk segera menuntaskan kasus korupsi di banyak kabupaten. Seperti yang disebutkan di atas bahwa, lambannya proses penyelesaian kasus tindak kejahatan konvensional maupun kejahatan transnasional di Maluku disebabkan oleh ketersediaan aparat secara kuantitatif maupun kualitatif sehingga kinerja yang dicapai tidak maksimal setiap tahunnya.
3. Rekomendasi Kebijakan Berdasarkan data dan analisis ketercapaian program di bidang ini dapat disimpulkan bahwa pemerintah Provinsi Maluku dan Instansi vertikal penegakan hukum belum berjalan optimal dan belum menunjukkan kinerja yang maksimal dalam penyelesaian kasus kasus kriminal dan kejahatan; kelambatan penyelesaian kasus disebabkan oleh ketersediaan sumberdaya manusia aparat di bidang hukum dan kepolisian; target untuk menyelesaikan kasus-kasus kriminal dan kejahatan lainnya belum ditetapkan secara tegas oleh Pemerintah Daerah Maluku bersama instansi penegakan hukum. Dengan demikian dapat diberikan rekomendasi sebagai berikut: a. Pemerintah Daerah Maluku perlu menetapkan target bersama instansi terkait untuk menyelesaikan kasus-kasus kriminal dan kejahatan konvensional maupun transnasional sehingga kinerjanya dapat diukur dari tahun ke tahun.
Tim Evaluasi Universitas Pattimura Ambon
114
Laporan Akhir EKPD Provinsi Maluku
2011
b. Pemerintah Provinsi Maluku perlu meminta penambahan aparat penegakan hokum atau adanya detasering aparat penegak hukum dari pemerintah pusat, agar berbagai kasus dapat diselesaikan dengan cepat sehingga tidak terjadi penumpukan setiap tahunnya.
N. Perekonomian Dalam menganalisis tentang evaluasi kinerja pembangunan daerah yang berkaitan dengan prioritas nasional perekonomian terdapat lima indikator yang menjadi bagian dari analisis tersebut.
Indikator-indikator tersebut adalah pertumbuhan ekonomi, inflasi,
perkembangan PAD, pertumbuhan ekspor dan pertumbuhan impor. Kemudian dilanjutkan dengan analisis pencapaian indikator yang dimaksud dan penyampaian rekomendasi
1. Indikator 1.1. Pertumbuhan ekonomi Laju pertumbuhan ekonomi Daerah Maluku dapat disajikan dengan data pada Tabel 35 berikut ini. Tabel 35. Laju pertumbuhan ekonomi
Tahun
Provinsi
2005
5.07
2006
5.55
2007
5.62
2008
4.23
2009
5.43
2010
6.47
2011
5.54
Selanjutnya data pada Tabel 35 dapat ditunjukkan dengan menggunakan grafik pada Gambar 40 berikut ini. Tim Evaluasi Universitas Pattimura Ambon
115
Laporan Akhir EKPD Provinsi Maluku
2011
Gambar 40. Grafik Laju Pertumbuhan Ekonomi Berdasarkan Tabel 35 dan Gambar 40 tersebut dapat dilihat bahwa pertumbuhan ekonomi di daerah ini berjalan lambat dengan kenaikan tiap tahun yang belum signifikan. Kecenderungan pertumbuhan ekonomi pada tahun 2005
ke 2006 sebesar 5,55 persen
kemudian pada tahun 2007 sebesar 5,62 atau hanya naik 0,07 persen. Selanjutnya pada tahun 2008 turun menjadi sebesar 4,23 persen dan pada tahun 2009 dan 2010 naik berturutturut sebesar 5,43 dan 6,47 persen. Pada tahun 2011 sampai bulan Juni telah bertumbuh sebesar 5,54 persen dan diharapkan akan mencapai 6 persen pada akhir tahun 2011.
Tim Evaluasi Universitas Pattimura Ambon
116
Laporan Akhir EKPD Provinsi Maluku
2011
1.2. Inflasi Pertumbuhan laju inflasi di Provinsi Maluku dapat disajikan pada Tabel 36 berikut ini. Tabel 36. Laju Inflasi
Tahun
Laju Inflasi
2006
4.80
2007
5.85
2008
9.38
2009
6.48
2010
8.78
2011
3.02
Selanjutnya data pada Tabel 36 dapat ditunjukkan dengan menggunakan grafik pada Gambar 41 berikut ini.
Gambar 41. Grafik Inflasi di Provinsi Maluku Berdasarkan Tabel 36 dan Gambar 41 terlihat bahwa laju inflasi di Maluku
berfluktuasi yang ditunjukkan dengan inflasi mencapai 6,5 % pada tahun 2005 kemudian turun mencapai 4,8 % pada tahun 2006 selanjutnya naik menjadi 5,85 % pada tahun 2007 Tim Evaluasi Universitas Pattimura Ambon
117
Laporan Akhir EKPD Provinsi Maluku
2011
kemudian naik drastic mencapai 9,38 % pada tahun 2008 yang kemudian turun lagi menjadi 6,48 %. Pada tahun 2009 naik lagi mencapai 8,78 dan sampai dengan Juli 2011 inflasi mencapai 3,02 % yang diprediksi dapat mencapai di atas 6 % pada bulan desember 2011.
1.3. Perkembangan PAD Perkembangan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Maluku tahun 2005 dapat disajikan pada Tabel 35 berikut ini. Tabel 37. Perkembangan PAD
Tahun
Provinsi
2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011
0.51 0.59 0.06 0.24 0.05 0.91 0.96
Selanjutnya data pada Tabel 37 dapat disajikan secara grafik dengan menggunakan Gambar 42 berikut ini.
Gambar 42. Persentase PAD Tim Evaluasi Universitas Pattimura Ambon
118
Laporan Akhir EKPD Provinsi Maluku
2011
Berdasarkan Tabel 37 dan Gambar 42 dapat dilihat kecenderungan perkembangan PAD yang sangat kecil dan tidak signifikan, hal ini tentu terkait dengan kemampuan pemerintah daerah dalam menggarap sumber-sumber yang dapat merupakan kontribusi bagi pendapatan keuangan daerah. Secara jelas terlihat bahwa perkembangan PAD dari tahun ke tahun hanya berkisar 0,05 dan 0,07. Pada tahun 2005 0,51 persen kemudian pada tahun 2006 naik menjadi 0,59, dan tahun 2007 hanya naik 0,06 persen, pada tahun 2008 sebesar 0,24 dan perkembangan yang menurun pada tahun 2009 sebesar 0,05 dan pada tahun 2010 dan 2011 berturut-turut naik 0,91 dan 0,96. Kenaikan pendapatan asli daerah yang kecil seperti ini tentu merupakan kendala bagi Pemerintah Daerah Maluku dalam merancang pembangunan karena sangat tergantung dari kucuran dana pemerintah pusat. 1.4. Pertumbuhan Ekspor Pertumbuhan ekspor di Provinsi Maluku pada tahun 2005 sampai dengan 2011 disajikan pada Tabel 38 berikut ini.
Tabel 38 Nilai dan Persentase Ekspor Tahun 2005
Nilai (juta $US) & Persentase Ekspor (0.12) 0.12
2006
(0.14) 0.14
2007
(0.18) 0.22
2008
(124.60) 1.00
2009
(102.25) ‐0.22
2010
(168.53) 0.39
2011
(38.88) ‐3.33
Selanjutnya data pada Tabel 38 dapat disajikan secara grafik dengan menggunakan Gambar 43 berikut ini.
Tim Evaluasi Universitas Pattimura Ambon
119
Laporan Akhir EKPD Provinsi Maluku
2011
Gambar 43. Pertumbuhan Ekspor
Gambaran pertumbuhan ekspor seperti disajikan oleh Tabel 38 dan Gambar 43 menunjukkan pertumbuhan ekspor yang berfluktuasi setiap tiga tahun, artinya kenaikan tidak konsisten menurut waktu. Gambaran ini memperlihatkan bahwa perekonomian Maluku yang bertumpu pada hasil-hasil pertanian, perkebunan, perikanan dan kehutanan belum berproduksi secara maksimal. Pada tahun 2005 nilai ekspor adalah US $ 0,12 juta, pada tahun 2006 sebesar US $ 0,14 juta, kemudian sebesar US $ 0,18 juta pada tahun 2007, selanjutnya terjadi kenaikan mencapai US $ 124.60 juta pada tahun 2008 tetapi kemudian turun menjadi sebesar US $ 102.25 juta pada tahun 2009, dan kembali naik mencapai US $ 168,53 juta dan sampai dengan bulan Juni 2011 ekspor baru mencapai US $ 33 juta 1.5. Pertumbuhan Impor Perkembangan impor dari Provinsi Maluku tahun 2005 sampai dengan Juni 2011 disajikan pada Tabel 39 berikut ini. Tim Evaluasi Universitas Pattimura Ambon
120
Laporan Akhir EKPD Provinsi Maluku
2011
Tabel 39. Nilai dan Persentase Impor Tahun 2005
Nilai (juta $US) & Persentase Impor (60.00) 0.05
2006
(64.37) 0.07
2007
(11.06) ‐4.82
2008
(115.73) 0.90
2009
(97.24) ‐0.19
2010
(329.28) 0.70
2011
(145.96) ‐1.26
Selanjutnya data pada Tabel 39 dapat disajikan secara grafik dengan menggunakan Gambar 44 berikut ini. Gambar 44. Persentase Impor
Berdasarkan Tabel 39 dan Gambar 44 terlihat bahwa perkembangan impor juga cukup berfluktuasi, walaupun demikian dari nilainya ternyata nilai impor lebih tinggi dibandingkan dengan nilai ekspor sehingga terjadi ketidakseimbangan dalam perekonomian di Maluku dari sisi ekspor dan impor. Pada tahun 2005 sebesar US $ 60,0 juta, kemudian Tim Evaluasi Universitas Pattimura Ambon
121
Laporan Akhir EKPD Provinsi Maluku
2011
naik menjadi sebesar US $ 64,37 pada tahun 2006, pada tahun 2007 terjadi penurunan impor ke Maluku menjadi sebesar
US $ 11,06 juta, kemudian pada tahun 2008 terjadi
kenaikan impor yang signifikan yakni sebesar US $ 115, 73 juta tetapi pada tahun 2009 nilai impor kembali turun drastis mencapai US $ 97,24 juta. Pada tahun 2010 nilai impor kembali naik drastic sebesar US $ 329,28 juta dan pada bulan Juni tahun 2011 nilai impor baru mencapai US $ 145,96 juta.
2. Analisis Pencapaian Indikator Pemerintah Daerah Provinsi Maluku dalam rencana pembangunan ekonomi menetapkan target pertumbuhan ekonomi di atas 6%, namun dalam kenyataan target tersebut tidak tercapai. Dari analisis capaian indikator utama pertumbuhan ekonomi ternyata hanya pada tahun 2010 pertumbuhan ekonomi mencapai 6,47 %, tetapi tahun berikutnya turun lagi. Terjadi ketidakseimbangan antara ekspor dan impor dimana nilai impor jauh lebih besar dari nilai ekspor mengindikasikan kondisi perekonomian yang belum stabil, dimana secara makro pembangunan ekonomi di daerah ini belum berorientasi pada pasar, dan masih bergantung sepenuhnya pada anggaran pembangunan yang dibiayai oleh pemerintah saja.
Selanjutnya akan ditunjukkan garfik Pertumbuhan ekonomi dibandingkan dengan
Persentase PAD, Persentase Ekspor dan Impor di Provinsi Maluku dengan Gambar 45 berikut ini.
Tim Evaluasi Universitas Pattimura Ambon
122
Laporan Akhir EKPD Provinsi Maluku
2011
Gambar 45. Grafik Pertumbuhan ekonomi dibandingkan dengan Persentase PAD, Persentase Ekspor dan Impor di Provinsi Maluku
Berdasarkan grafik pada Gambar 43 terlihat bahwa laju pertumbuhan ekonomi Maluku belum cukup baik, karena belum didukung oleh kegiatan ekspor impor yang rata-rata sangat kecil setiap tahun sehingga PAD yang diharapkan naik setiap tahun tidak tercapai. Berdasarkan analisis diatas dapat disebutkan bahwa perekonomian Maluku belum berkembang dengan baik karena belum berkembangnya sektor riil yang dapat mendorong terjadinya peningkatan ekspor dari bidang produksi yang berkembang dengn baik, artinya perlu untuk menggalakkan kembali penanaman modal dan investasi dalam bidang usaha yang potensial di Maluku.
3. Rekomendasi Kebijakan Berdasarkan hasil analisis di atas dapat disimpulkan bahwa laju pertumbuhan ekonomi di Provinsi Maluku belum mencapai target yang ditetapkan sehingga perekonomian Maluku berkembang dengan baik seperti ditunjukkan oleh indikator laju pertumbuhan yang Tim Evaluasi Universitas Pattimura Ambon
123
Laporan Akhir EKPD Provinsi Maluku
2011
sangat fluktuatif. Indikator pendukung ekspor impor yang diharapkan dapat memicu pertumbuhan ekonomi masih belum cukup signifikan kontribusinya. Untuk memicu pertumbuhan ekonomi daerah yang tinggi, maka Pemerintah Provinsi Maluku perlu meningkatkan kinerja dalam menggalang bertumbuhnya investasi di daerah di berbagai bidang usaha, dengan menetapkan regulasi yang tidak menghambat, dan memberikan peluang dan fasilitas bagi investor dengan berbagai kemudahan yang menjamin keberlangsungan usaha. Selain itu jaminan faktor keamanan yang kondusif dan kemudahan serta ketersediaan fasilitas infrastruktur ekonomi merupakan daya tarik bagi investor dalam menanam investasi di Maluku.
Tim Evaluasi Universitas Pattimura Ambon
124
Laporan Akhir EKPD Provinsi Maluku
2011
BAB III. RELEVANSI ISU STRATEGIS, SASARAN, ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENGEMBANGAN
Pada bagian ini akan diberikan ulasan mengenai relevansi antara Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2010-2014 dengan Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) tahun 2010 dan 2011 yang berkaitan dengan isu strategis, sasaran, arah kebijakan dan strategi pengembangan. Selanjutnya diberikan rekomendasi kepada pemerintah daerah dalam menetapkan kebijakan-kebijakan pembangunan daerah ke depan. A. Isu Strategis NO
RPJMN 2010‐2014
1
Optimalisasi Pengembangan Sektor Dan Komoditas Unggulan. Hal ini ditujukan oleh belum optimalnya pengembangan industri pengolahan hasil laut di Provinsi Maluku, dan hal ini ditujukan pula oleh rendahnya akses terhadap infrastruktur pendukung ekonomi, khususnya akses terhadap jalan, akses terhadap pelabuhan, akses terhadap prasarana listrik, dan akses masyarakat terhadap prasarana dan sarana pos dan telematika.
RKPD 2010
RKPD 2011
ANALISIS RELEVANSI
Isu strategis ini sudah merupakan prioritas program di Provinsi Maluku dengan program Pengembangan komoditas unggulan daerah di sektor pertanian yaitu hasil tanaman perkebunan kelapa, cengkeh, pala dan kakao. Komoditi unggulan juga dari produksi perikanan berupa hasil tangkapan ikan dan produksi budidaya rumput laut. Telah direncanakan pada tahun 2010 untuk menetapak cluster industri pengolahan rumput laut di seluruh kepulauan Maluku. Dalam tahun 2011 telah dianggarakan alokasi anggaran sebesar 1,4 triliun untuk pengembangan rumput laut.
Isu strategis ini ditempatkan dalam prioritas II yaitu penguatan daya saing perekonomian daerah berbasis klaster industry sumber daya alam, melalui peningkatan investasi, perluasan akses pasar dan kelembagaan dengan fokus pengembangan komoditas unggulan daerah di sektor pertanian yaitu hasil tanaman perkebunan kelapa, cengkeh, pala dan kakao. Kemudian sektor perikanan berupa hasil tangkapan ikan dan produksi budidaya rumput laut.
Isu strategis RPJMD Maluku dinilai sejalan atau relevan dengan isu pada RPJMN karena selain sudah menjadi prioritas program juga menjadi perhatian utama pemerintah daerah Maluku dengan menempatkannya pada isu utama 1 prioritas program pembangunan
REKOMENDASI Direkomendasikan untuk menjadi isu strategis dengan prioritas program tersediri dan didukung dengan pembangunan infrastruktur pendukung pembangunan ekonomi di daerah‐daerah kabupaten
Tim Evaluasi Universitas Pattimura Ambon
125
Laporan Akhir EKPD Provinsi Maluku
2011
RKPD 2010
RKPD 2011
ANALISIS RELEVANSI
Pembangunan Wilayah Perbatasan, Tertinggal dan Pulau Terpencil, dan Kawasan Bencana. Hal ini ditunjukkan oleh meningkatnya kebutuhan pembangun an di wiayah perbatasan, rendahnya jumlah dan menurunnya persentase kredit usaha kecil di Provinsi Maluku, kurangnya akses penduduk terhadap sarana dan prasarana di Provinsi Maluku, dan luasnya kawasan bencana.
Isu strategis ini ditempatkan sebagai salah satu program dalam prioritas program I yaitu penguatan perekonomian daerah dengan alokasi anggaran yang kecil. Sasarannya adalah percepatan infrastruktur dan pengembangan wilayah. Dinilai perhatian terhadap isu ini masih sangat rendah karena belum menjadi isu utama pembangunan di Maluku.
Isu strategis RPJMD Maluku belum menempatkan pembangunan wilayah perbatasan sebagai prioritas program utama yang harus dilakukan sejalan dengan program dan isu strategis pembangunan nasional sehingga dinilai kurang relevan dengan RPJMN.
Direkomendasikan untuk dilakukan re‐ orientasi perencanaan dengan isu utama dan prioritas program pada pembangunan wilayah perbatasan.
Rendahnya Kinerja Birokrasi Dan Tata Kelola Hal ini berkaitan dengan rendahnya kapasitas Pemda dalam menjalankan tata pemerintahan yang baik dan secara khusus terkait dengan rendahnya akses masyarakat terhadap informasi tat ruang di Provinsi Maluku.
Isu strategis ini ditempatkan pada prioritas peningkatan upaya anti korupsi, reformasi birokrasi, sehingga merupakan prioritas program yang sejalan dengan RPJMD dan dinilai sangat strategis, terutama dengan sasaran peningkatan kualitas pelayanan public, penataan kelembagaan dan tatalaksana, peningkatan kapasitas pengelolaan keuangan daerah dan pelaksanaan keterbukaan informasi
Isu strategis ini ditempatkan dalam prioritas III yaitu percepatan pembangunan perdesaan, daerah tertinggal, terdepan, terluar dan pengelolaan kawasan bencana dengan fokusnya peningkatan penanganan komunitas terpencil; penataan, pemanfaatan dan pengendalian fungsi ruang serta pengelolaan kawasan rawan bencana; pengembangan kawasan perbatasan yang terintegrasi dan komprehensif. Isu ini masih belum menjadi isu utama pembangunan di Maluku. Isu strategis ini ditempatkan pada prioritas penguatan reformasi birokrasi, pemantapan demokrasi, keamanan dan ketertiban serta kualitas perdamaian sehingga merupakan prioritas program yang sejalan dengan RPJMD dan dinilai sangat strategis, terutama dengan sasaran pemantapan kelembagaan, ketatalaksanaan, serta sistem pengawasan yang akuntabilitas, peningkatan kualitas pelayanan publik, peningkatan kapasitas pengelolaan keuangan daerah dan pelaksanaan keterbukaan informasi
Isu ini telah menjadi prioritas pemerintah daerah Maluku sehingga dinilai sejalan dan relevan dengan RPJMN.
Isu dan program ini perlu dipertahankan dan ditingkatkan terutama dalam alokasi anggaran pembangunan.
NO
RPJMN 2010‐2014
2
3
REKOMENDASI
Tim Evaluasi Universitas Pattimura Ambon
126
Laporan Akhir EKPD Provinsi Maluku
2011
RKPD 2010
RKPD 2011
ANALISIS RELEVANSI Isu ini dinilai sejalan dan relevan dengan Isu strategis pada RPJMN dengan program‐ program yang terarah seperti program wajib belajar 9 dan 12 tahun, program pendidikan menengah dan pendidikan non formal, program pendidikan Program kejuruan, upaya kesehaan masyarakat, program obat dan perbekalan kesehatan, perbaikan gizi masyarakat dan pengembangan lingkungan sehat. Isu ini dinilai tidak sejalan dengan RPJMN, karena diprogramkan secara tidak focus karena proses rehabilitasi dan pemulihan keamanan sudah berlanjut dan berlangsung baik. Walaupun demikian isu ini masih perdu diadopsi dan diterapkan dalam program pembangunan di Maluku
NO
RPJMN 2010‐2014
4
Kualitas Sumberdaya Manusia Isu strategis ini berkaitan dengan rendahnya akses terhadap pendidikan dasar dan menengah, rendahnya status kesehatan dan gizi masyarakat, serta rendahnya pendapatan per kapita di Provinsi Maluku.
Isu ini ditempatkan pada prioritas II program pembangunan Maluku yaitu Percepatan pengurangan kemiskinan, pengangguran dan peningkatan kualitas SDM; dengan sasaran peningkatan akses dan kualitas wajib belajar pendidikan dasar 12 tahun,Peningkatan akses dan pelayanan kesehatan masyarakat; dan peningkatan kualiats ketenagakerjaan dan perluasan kesempatan kerja
Isu ini ditempatkan pada prioritas I program pembangunan Maluku yaitu percepatan peningkatan kualitas sumber daya manusia, pengurangan kemiskinan dan pengangguran dengan sasaran peningkatan akses dan kualitas wajib belajar pendidikan dasar 12 tahun,Peningkatan akses dan kualitas pelayanan kesehatan; dan peningkatan kualiats ketenagakerjaan dan perluasan kesempatan kerja
5
Tingginya Dampak Konflik Maluku Terhadap Lingkungan, Kehidupan Sosial Dan Ekonomi, serta Lingkungan: Lebih jauh lagi muncul persentase yang tinggi pada penggangguran, kemiskinan, dan modal sosial sebagai konsekwensi dari konflik sosial di Provinsi Maluku.
Isu di bidang ini masuk dalam prioritas program IV dan merupakan bagian dengan sasaran pemantapan stabilitas keamanan dan ketertiban masyarakat. Jadi program daerah Maluku dinilai tidak fokus sebagai prioritas program, namun sejak tahun 2003 program rehabilitasi dan pemulihan telah dilakukan, sehingga memasuki tahun 2008 sampai dengan 2013 merupakan program peningkatan daya saing. Walaupun demikian dampak dari kerusuhan sosial masih berlanjut terhadap masyarakat yakni kemiskinan dan pengangguran.
Isu di bidang ini masuk dalam prioritas program IV yang sangat berkaitan dengan keamanan, ketertiban serta kualitas perdamaian. Sejak tahun 2003 program rehabilitasi dan pemulihan telah dilakukan, sehingga memasuki tahun 2008 sampai dengan 2013 merupakan program peningkatan daya saing. Walaupun demikian dampak dari kerusuhan sosial masih berlanjut terhadap masyarakat yakni kemiskinan dan pengangguran.
REKOMENDASI Isu dan prioritas program ini perlu dipertahankan dan ditingkatan di tahun‐ tahun mendatang secara lebih efektif.
Tinjauan terhadap isu strategis ini perlu dipertimbangkan untuk dimasukkan sebagai prioritas program khusus pembangunan masyarakat akibat dampak kerusuhan di Maluku
Tim Evaluasi Universitas Pattimura Ambon
127
Laporan Akhir EKPD Provinsi Maluku
2011
NO
RPJMN 2010‐2014
6
Ketergantungan Pasokan Pangan Dari Luar Wilayah Sebagai Konsekwensi Menurunnya Luas Areal dan Produksi tanaman Pangan: Hal ini berkaitan dengan rendahnya luas panen dan produksi tanaman pangan di Provinsi Maluku:
RKPD 2010
RKPD 2011
ANALISIS RELEVANSI
Isu ini termuat dalam prioritas I program pembangunan Maluku. Yaitu Program peningkatan ketahanan pangan Pertanian dan perkebunan, penngkatan produksi pertanian dan perkebunan, peningkatan produksi peternakan, penerapan teknologi pertanian. Program‐ program ini tentunya tidak sejalan dengan RPJMN yang terfokus pada peningkatan luas dan produksi tanaman pangan.
Isu ini termuat dalam prioritas II program pembangunan Maluku. Yaitu Program peningkatan ketahanan pangan Pertanian dan perkebunan, peningkatan produksi pertanian dan perkebunan, peningkatan penerapan teknologi pertanian/perkebunan, peningkatan produksi hasil peternakan, dan pengembangan budidaya perikanan. Program‐ program ini tentunya tidak sejalan dengan RPJMN yang terfokus pada peningkatan luas dan produksi tanaman pangan
Kondi wilayah Maluku yang terdiri dari pulau‐ pulau kecil dengan lahan yang sempit untuk membangun persawah an untuk menanam padi, maka, dinilai isu ini tidak sejalan dengan RPJMN karena orientasi usaha pertanaiannya berbeda. Provinsi Maluku lebih fokus ke tanaman perkebunan, sedangkan program nasional terfokus pada luasan sawah dan peningkatan produksi padi.
REKOMENDASI Dari sisi kondisi wilayah kepulauan tentunya pembukaan sawah yang lebih luas akan berdampak pada lingkungan dan sumberdaya lain di daerah ini. Membuka lahan sawah berarti mengancam tanaman sagu dan tanaman lainnya yang habitat dan areaknya sama dengan lahan untuk sawah sehingga kebiijakan perluasan areal sawah memang tidak relevan untuk Maluku dan harus dicari solusi lain untuk tidak tergantung pada karbohidrat beras.
Tim Evaluasi Universitas Pattimura Ambon
128
Laporan Akhir EKPD Provinsi Maluku
2011
NO
RPJMN 2010‐2014
7
Konservasi Sumberdaya Alam Dan Lingkungan Hidup serta Mitigasi Bencana: Hal ini berkaitan dengan meningkatnya kebutuhan energi, dan tingginya perambahan hutan dan gangguan lingkungan.
RKPD 2010
RKPD 2011
ANALISIS RELEVANSI
Dalam RKPD Maluku termuat pada prioritas program pembangunan I dengan sasaran Konservasi sumberdaya alam dan lingkungan yang diikuti dengan program‐program: pengelolaan sampah; pengendalian pencemaran, Rehabilitasi dan pemulihan cadangan SDA; Program pengelolaan ruang terbuka hijau dan program pengembangan kapasitas pengelolaan SDA dan Lingkungan
Dalam RKPD Maluku termuat pada prioritas program pembangunan yaitu percepatan pembangunan pedesaan, daerah tertinggal, terdepan, terluar, dan pengelolaan kawasan rawan bencana dengan fokus pada konservasi SDA dan lingkungan hidup; dan penataan, pemanfaatan dan pengendalian fungsi ruang serta pengelolaan kawasan rawan bencana.
Isu ini merupakan bagian kecil dari isu pengembangan perekonomian yang dinilai tidak focus dan tidak sejalan dengan RPJMN, sehingga tidak relevan. Sebaliknya isu perambahan hutan merupakan permasalahan yang nyata terjadi di daerah ini, serta berbagai masalah gangguan lingkungan
REKOMENDASI Dianjurkan untuk ada perhatian khusus terhadap isu ini, karena merupakan isu yang terkait dengan kehidupan masyarakat sehingga perlu menjadi isu utama dan program prioritas dalam perencanaan pembangunan Daerah Maluku.
Tim Evaluasi Universitas Pattimura Ambon
129
Laporan Akhir EKPD Provinsi Maluku
2011
B. Sasaran RPJMN 2010‐2014
RKPD 2010
RKPD 2011
ANALISIS RELEVANSI
1
Meningkatnya standar hidup masyarakat wilayah Maluku, yang ditujukan dengan membaiknya berbagai indikator pembangunan, yaitu pertumbuhan ekonomi, kemiskinan, pengangguran, angka kematian bayi, angka harapan hidup, pengangguran serta pendapatan per kapita
Sasaran dalam RKPD 2010 ditujukan pada pengembangan komoditas unggulan di bidang perkebunan dan perikanan, penciptaan iklim investasi, peningkatan ketahanan pangan, industri pengembangan pengolahan, dan peningkatan perdagangan.
Sasaran dalam RKPD 2011 ditujukan pada pengembangan komoditas unggulan di bidang perkebunan dan perikanan, penciptaan iklim investasi, peningkatan ketahanan pangan, pengembangan industri pengolahan, peningkatan perdagangan
Berdasarkan sasaran pembangunan ternyata tidak sejalan dengan RPJMN, walaupun secara makro terdapat indikator yang sama. Dengan demikian dinilai sasaran pembangunan ini belum cukup relevan dengan RPJMN
2
Meningkatnya produksi dan Komoditas unggulan Maluku di produktivitas sektor perikanan di bidang perikanan adalah ikan dan wilayah Maluku rumput laut. Dengan demikian sasaran pembangunan di bidang ini sudah sejalan dengan RPJMN walaupun tidak diprogramkan secara nyata dalam prioritas program pembangunan Berkembangnya jaringan dan Sasaran di bidang jaringan meningkatnya transportasi. transportasi merupakan prioritas pembangunan Maluku yaitu Percepatan pembangunan infrastruktur dan pengembangan wilayah. Walaupun demikian karena wilayah kepulauan dan tersebar sangat luas maka jangkauan pembangunan berjalan lambat dan tergantung pada alokasi anggaran.
Komoditas unggulan Maluku di bidang perikanan adalah ikan dan rumput laut. Dengan demikian sasaran pembangunan di bidang ini sudah sejalan dengan RPJMN walaupun tidak diprogramkan secara nyata dalam prioritas program pembangunan Berkaitan dengan prioritas pembangunan Maluku yaitu peningkatan pelayanan dasar dan pembangunan pedesaan. Sasarannya adalah meningkatkan kuantitas dan kualitas sarana dan prasarana transportasi, jaringan (jalan dan irigasi), pemukiman, energi, dan ketenagalistrikan. Namun karena wilayah kepulauan dan tersebar sangat luas maka jangkauan pembangunan berjalan lambat dan tergantung pada alokasi anggaran.
Sasaran pembangunan dalam meningkatkan produksi dan produktivitas dinilai telah sejalan dan relevan dengan RPJMN
NO
3
Sasaran ini sangat relevan dengan RPJMN yang menempatkan pembangunan jaringan dan transportasi sebagai prioritas utama
REKOMENDASI Dianjurkan untuk reorientasi sasaran pembangunan dibidang ini akan belum relevan dan tidak konsisten dengan RPJMN. Sasaran pembangunan ini harus fokus dan jelas karena terkait dengan program nasional untuk meningkatkan standar hidup masyarakat Sasaran pembangunan dibidang ini sudah sangat konsisten dan hanya perlu mendapat penekanan kuat dari segi alokasi anggaran dan terdistribusi sampai ke daerah kabupaten. Sasaran program pembangunan Maluku perlu difokuskan lebih khusus dalam bidang transportasi laut dan udara untuk memperpendek rentang kendali dan jangkauan pelayanan serta arus ekonomi.
Tim Evaluasi Universitas Pattimura Ambon
130
Laporan Akhir EKPD Provinsi Maluku
2011
NO
RPJMN 2010‐2014
RKPD 2010
RKPD 2011
ANALISIS RELEVANSI
4
Mewujudkan keseimbangan Sasaran pembangunan ini belum pembangunan wilayah Maluku merupakan prioritas bagian Utara dan bagian Selatan pembangunan Maluku, walaupun dalam kenyataan hal ini terjadi, sehingga sasaran ini tidak ada dalan rencana pembangunan Maluku tahun 2010.
Sasaran pembangunan ini juga belum merupakan prioritas pembangunan Maluku, walaupun dalam kenyataan hal ini terjadi, sehingga sasaran ini tidak ada dalan rencana pembangunan Maluku tahun 2011.
Tidak ada relevansi antara sasaran pembangunan dalam RPJMN dengan sasaran pembangunan Maluku dalam mewujudkan keseimbangan Utara dan Selatan
5
Mewujudkan keseimbangan Sasaran di bidang ini tidak pembangunan wilayah darat, termuat dalam sasaran dan pesisir dan pulau‐pulau kecil prioritas pembangunan Maluku, karena tidak program yang terfokus pada peningkatan keseimbangan antar wilayah darat, pesisir dan pulau‐pulau kecil
Sasaran di bidang ini juga tidak termuat dalam sasaran dan prioritas pembangunan Maluku tidak ada di tahun 2011, karena tidak ada program yang terfokus pada peningkatan keseimbangan antar wilayah darat, pesisir dan pulau‐pulau kecil.
Sasaran pembangunan ini belum termuat dalam prioritas pembangunan Maluku walaupun terjadi kesenjangan antara wilayah sehingga dinilai sasaran pembangunan ini tidak relevan dan belum konsisten dengan RPJMN
REKOMENDASI Diperlukan merancang suatu rencana program pembangunan untuk menyetarakan wilayah yang terbelakang dengan wilayah yang sudah Maju yakni antara Maluku bagian Utara dan Maluku bagian selatan, sehingga terjadi pemerataan pembangunan Direkomendasikan untuk memperhatikan program ini dengan perencanaan yang bersifat focus pada masalah kesenjangan antar wilayah darat.dan pulau‐pulau kecil.
Tim Evaluasi Universitas Pattimura Ambon
131
Laporan Akhir EKPD Provinsi Maluku
2011
C. Arah Kebijakan Dan Strategi Pengembangan NO
RPJMN 2010‐2014
1
Pengembangan sentra produksi komoditas unggulan, dengan strategi pengembangan: a. Meningkatnya produktivitas usaha perikanan tangkap dan budidaya, b. Diversifikasi produk kearah ikan siap saji untuk pasar dalam dan luar negeri, c. Mengembangkan kluster industry perikanan dengan Ambon sebagai pusat industry pengolahan, Penguatan kedaulatan wilayah nasional melalui pendekatan kesejahteraan dan keamanan, dengan strategi pengembangan: a. Meningkatkan stabilitas keamanan kawasan perbatasan, b. Mengembangkan kegiatan ekonomi di wilayah perbatasan, tertinggal dan pulau terpencil.
2
RKPD 2010
RKPD 2011
ANALISIS RELEVANSI
Arah kebijakan ini sudah merupakan perencanaan dalam RKPD 2010 yaitu: a. Menjadikan Maluku sebagai lumbung ikan b. Pengembangan industri berbasis perikanan dan kelautan c. Mengembangkan kluster industry rumput laut di seluruh kepulauan Maluku
Arah kebijakan ini sudah merupakan kelanjutan perencanaan dari RKPD 2010 yaitu: Menjadikan Maluku sebagai lumbung ikan, Pengembangan industry berbasis perikanan dan kelautan dan Mengembangkan kluster industry rumput laut di seluruh kepulauan Maluku
Arah kebiakan ini dinilai relevan dengan RPJMN dimana seluruh arah kebijakan dan strategi pengembangan sesuai dengan RPJMN dan diikuti juga oleh alokasi anggaran yang cukup signifikan di bidang ini
Dianjurkan untuk menempatkan arah kebijakan ini terpisah dengan pembangunan ekonomi lainnya mengingat sumberdaya alam Maluku sangat mendukung program dan arah kebijakan serta strategi pengembangannya
Arah kebijakan penguatan kedaulatan dalam RKPD Maluku ditempatkan pada pembangunan perekonomian dengan strategi: Pengembangan wilayah perbatasan sebatas pembangunan infrastruktur dan belum fokus pada kegiatan ekonomi
Arah kebijakan penguatan kedaulatan dalam RKPD Maluku ditempatkan pada pembangunan perekonomian dengan strategi: Pengembangan kawasan perbatasan yang terintegrasi dan komprehensif dan belum fokus pada kegiatan ekonomi
Arah kebijakan ini belum sejalan dengan RPJMN karena belum ditempatkan sebagai arah kebijakan dan strategi penegmbangan dalam perencanaan pembangunan Maluku, padahal wilayah Maluku berbatasan dengan berbagai negara
Reorientasi perencanaan pembangunan perlu dilakukan dalam dokumen RPJMD Maluku agar sejalan dan relevan dengan RPJMN, agar indikatornya dapat diukur secara tepat
REKOMENDASI
Tim Evaluasi Universitas Pattimura Ambon
132
Laporan Akhir EKPD Provinsi Maluku
2011
RKPD 2010
RKPD 2011
ANALISIS RELEVANSI
Peningkatan reformasi birokrasi dan tata kelola, dengan strategi pengembangan: a. Meningkatkan kualitas regulasi dan peraturan daerah. b. Meningkatkan penegakan hukum dan HAM termasuk penanganan kasus korupsi. c. Meningkatkan kualitas pelayanan publik
Arah kebijakan di bidang ini difokuskan dalam prioritas program upaya anti korupsi, reformasi birokrasi pemantapan demokrasi, keamanan dan akuntabilitas kinerja dengan arah kebijakan: a. Peningkatan kualitas pelayanan public b. Peningkatan efektivitas fungsi legislative c. Peningkatan kinerja dan kesejahteraan PNS
Arah kebijakan ini dinilai terdapat dalam RKPD Maluku dan dinilai telah sejalan dengan arah kebijakan dalam RPJMN sehingga cukup relevan perencanaannya dengan RPJMN
Dianjurkan untuk arah kebijakan ini tetap menjadi focus perencanaan pembangunan Maluku mengingat masih banyak penyimpangan yang terjadi di kalangan birokrasi dalam menjalankan pemerintahan.
Peningkatan kualitas sumberdaya manusia untuk mendukung ketersediaan angkatan kerja berketerampilan dan berpendidikan tinggi, dengan strategi pengembangan: a. Meningkatkan akses pelayanan pendidikan dan keterampilan kerja. b. Meningkatkan akses pelayanan kesehatan. c. Meningkatkan produktivitas angkatan kerja dan mengembangkan ekonomi lokal
Arah kebijakan pembangunan Maluku di bidang ini sudah termuat dalam RKPD Maluku dengan strategi kebijakan: a. Peningkatan akses dan kualitas wajib belajar pendidikan dasar 12 tahun b. Pengembangan pelayanan kesehatan masyarakat c. Peningkatan kualitas ketenagakerjaan dan perluasan kesempatan kerja
Arah kebijakan difokuskan pada penguatan reformasi birokrasi, pemantapan demokrasi, keamanan dan ketertiban serta kualitas perdamaian dengan arah kebijakan: a. Pemantapan kelembagaan, ketatalaksanaan serta sistem pengawasan dan akuntabilitas Peningkatan kualitas pelayanan publik dan kapasitas aparatur Negara b. Peningkatan sistem kinerja dan kesejahteraan PNS c. Pemantapan pencegahan korupsi dan peningkatan kualitas penanganan perkara korupsi d. Peningkatan efektivitas fungsi legislatif. Arah kebijakan pembangunan Maluku di bidang ini sudah termuat dalam RKPD Maluku 2011 dengan strategi kebijakan: a. Peningkatan akses dan kualitas wajib belajar pendidikan dasar 12 tahun b. Pengembangan pelayanan kesehatan masyarakat c. Peningkatan kualitas ketenagakerjaan dan perluasan kesempatan kerja
Arah kebiakan ini dinilai relevan dengan RPJMN dimana seluruh arah kebijakan dan strategi pengembangan sesuai dengan RPJMN dan diikuti juga oleh alokasi anggaran yang cukup signifikan di bidang ini
Dianjurkan untuk tetap mempertahankan arah kebijakan pembangunan ini dalam prioritas program pembangunan Maluku, karena kualitas pendidikan dan kesehatan masyarakat masih cukup rendah
NO
RPJMN 2010‐2014
3
4
REKOMENDASI
Tim Evaluasi Universitas Pattimura Ambon
133
Laporan Akhir EKPD Provinsi Maluku
2011
NO 5
RPJMN 2010‐2014 Peningkatan harmoni kehidupan masyarakat dengan kemajukan agama dan golongan, dengan strategi pengembangan: a. Meningkatkan kapasitas lembaga keswadayaan masyarakat Maluku; b. Memulihkan modal sosial dan rasa saling percaya ditengah masyarakat Maluku
6
Percepatan pemulihan kondisi sosial ekonomi masyarakat, dengan strategi pengembangan: a. Meningkatkan sektor‐sektor yang menyerap banyak tenaga kerja.
RKPD 2010
RKPD 2011
ANALISIS RELEVANSI
Arah kebijakan ini termuat dalam prioritas yaitu peningkatan keamanan dengan arah kebijakan: a. Peningkatan keamanan dan kenyamanan lingkungan b. Pemeliharaan kamtibmas dan pencegahan tindak kriminal c. Kemitraan pengembangan wawasan kebangsaan d. Peningkatan komitmen persatuan dan kesatuan nasional e. Pemulihan wilayah konflik f. Pemulihan kamtibmas Arah kebijakan pemulihan kondisi social ekonomi termuat dalam prioritas pembangunan Maluku I yaitu penguatan perekonomian daerah dengan arah kebijakan: a. Penciptaan iklim investasi b. Pengembangan usaha mikro, kecil, menengah dan koperasi c. Peningkatan perdagangan dalam dan luar negeri
Arah kebijakan ini termuat dalam prioritas pembangunan I dan IV dengan arah kebijakan: a. Pemantapan stabilitas keamanan dan ketertiban masyarakat b. Peningkatan kerukunan intern dan antar umat beragama c. Pembangunan jati diri dan kearifan local yang berbasis pada pluralism/multikultur
Arah kebijakan dan strategi pengembangan daerah Maluku sudah cukup sejalan dan dinilai relevan dengan RPJMN
Dianjurkan untuk lebih menegaskan arah kebijakan yang terfokus pada peningkatan kapasitas kelembagaan masyarakat sehingga program pembangunan lebih fokus.
Arah kebijakan pemulihan kondisi sosial ekonomi termuat dalam prioritas pembangunan Maluku daerah dengan arah kebijakan: a. Peningkatan kualitas ketenagakerjaan dan perluasan kesempatan kerja b. Peningkatan infrastruktur pendukung penguatan perekonomian c. Pengembangan usaha mikro, kecil, menengah dan koperasi d. Pencipataan iklim investasi yang kondusif e. Pengembangan industri pengolahan f. Pengembangan komoditas unggulan daerah
Arah kebijakan ini dinilai belum maksimal sejalan dengan kebijakan secara nasional yang lebih fokus pada peningkatan penyerapan tenaga kerja dengan membuka lapangan kerja baru dan mendorong pertumbuhan ekonomi yang kuat, sehingga dinilai tidak relevan dengan RPJMN.
Perlu melakukan penekanan orientasi arah kebijakan dan strategi pengembangan di bidang ini dan dimuat dalam dokumen RPJMD sehingga pembangunan di bidang ini menjadi lebih focus dan terarah.
REKOMENDASI
Tim Evaluasi Universitas Pattimura Ambon
134
Laporan Akhir EKPD Provinsi Maluku
2011
NO
RPJMN 2010‐2014
7
Peningkatan ketahanan pangan di tingkat wilayah, dengan strategi pengembangan: a. Meningkatkan produksi dan produktivitas tanaman pangan; b. Memperkuat interaksi perdagangan antar wilayah; c. Diversifikasi pangan;
8
Pemanfaatan sumberdaya alam dan lingkungan hidup secara berkelanjutan, dengan strategi pengembangan: a. Meningkatan konservasi sumberdaya alam dan lingkungan hidup.
9
Peningkatan kewaspadaan dini terhadap potensi bencana alam, dengan strategi pengembangan: a. Mitigasi bencana alam
RKPD 2010
RKPD 2011
ANALISIS RELEVANSI
Arah kebijakan ketahanan pangan sudah merupakan program prioritas dalam RKPD Maluku yakni dengan strategi: a. Peningkatan produksi pertanian/ perkebunan b. Peningkatan pemasaran hasil c. Peningkatan kesejahteraan petani d. Peningkatan penerapan teknologi pertanian/perkebunan Arah kebijakan ini termuat dalam prioritas pembangunan I dengan sasaran konsevasi sumberdaya alam dan lingkungan hidup dengan startegI a. Pengendalian pencemaran dan perusakan lingkungan hidup b. Rehabilitasi dan pemulihan cadangan sumberdaya alam Arah kebijakan ini tercakup dalam konservasi sumberdaya alam dan lingkungan, tetapi belum menjadi arah kebijakan khusus mitigasi bencana alam
Arah kebijakan ketahanan pangan sudah merupakan program prioritas dalam RKPD Maluku yakni dengan strategi: a. Peningkatan sarana distribusi perdagangan b. Pengembangan lembaga ekonomi pedesaan c. Peningkatan pemberdayaan masyarakat desa
Arah kebijakan ketahanan pangan dinilai sudah sejalan dengan arah kebijakan nasional yang termuat dalam RPJMN, sehingga dinilai cukup relevan arah kebijakan dan strategi pengembangan pada RPJMD dan RPJMN
Arah kebijakan ini perlu mendapat penekanan lebih luas untuk lebih meningkatan hasil yang akan dicapai dalam pembangunan ke depan
Arah kebijakan ketahanan pangan sudah merupakan program prioritas dalam RKPD Maluku yakni dengan strategi: a. Konservasi SDA dan lingkungan hidup
Arah kebijakan pembangunan di bidang sumberdaya alam dinilai sejalan dengan RPJMN dan dinilai relevan RKPD Maluku dengan RPJMN
Wlaupun cukup relevan namun memerlukan penekanan yang lebih tegas dalam arah kebijakan danstrategi pembangunan daerah Maluku
Arah kebijakan ketahanan pangan sudah merupakan program prioritas dalam RKPD Maluku yakni dengan strategi: Penataan, pemanfaatan dan pengendalian fungsi ruang serta pengelolaan kawasan rawan bencana
Arah kebijakan kewaspadaan dini di Maluku belum sejalan dengan RPJMN karena tidak menjadi prioritas dalam perencanaan RKPD Maluku, sehingga dinilai tidak relevan
Reorientasi arah kebijakan dan strategi pembangunan kewaspadaan dini perlu dilakukan untuk lebih fokus mengingat Maluku merupakan daerah rawan bencana.
REKOMENDASI
Tim Evaluasi Universitas Pattimura Ambon
135
Laporan Akhir EKPD Provinsi Maluku
2011
BAB IV. EVALUASI TEMATIK
Data yang disajikan oleh BPS Maluku dalam rapat koordinasi pembangunan Provinsi Maluku di awal tahun 2011, menyebabkan terjadinya polemic berkepanjangan antara Badan Pusat Statistik Maluku dengan pemerintah daerah.Hasil survey BPS menunjukkan bahwa Provinsi Maluku termasuk dalam daerah termiskin nomor tiga di Indonesia. Pemerintah Provinsi Maluku mempersoalkan indikator kemiskinan yang digunakan dalam survey, padahal indikator yang dipakai adalah indikator standar nasional dengan berbagai komponen pendukung indikator kemiskinan.
MDGs, menetapkan indikator sederhana secara
internasional yang apabila diterapkan di daerah tertentu seperti Maluku akan meningkatkan angka persentase kemiskinan. Indikator tersebut menetapkan bahwa, apakah pendapatan rumah tangga di bawah US$ 1, atau di bawah US$ 2. Atas dasar berbagai komponen penentu indikator kemiskinan maka penetapan persentase jumlah penduduk miskin rata-rata di Maluku oleh BPS Maluku, pada saat itu adalah sebesar 27,74 persen (2010) dan turun menjadi 23 persen pada tahun 2011. Walaupun demikian masih tetap jauh di atas rata-rata nasional yang hanya 16 persen dan makin turun pada tahun 2011. Terjadinya kemiskinan di perdesaan maupun perkotaan di Derah Maluku disebabkan oleh berbagai faktor yang sangat kompleks.
Girsang (2011), melakukan penelitian dan
pengamatan yang terjadi di berbagai tempat baik daerah transmigrasi, perdesaan dan perkotaan, dan dituangkan dalam bukunya, “ Kemiskinan Multi Dimensi Di Pulau Pulau Kecil”
Secara ringkas dijelaskan bahwa proses kemiskinan di Maluku adalah sebagai
berikut:
A. Kemiskinan di Desa Transmigrasi Program transmigrasi sebenarnya membawa misi pemerataan dengan menciptakan peluang berusaha dan bekerja untuk meningkatkan taraf hidup transmigran. Masyarakat di desa transmigrasi awalnya egaliter karena memiliki jumlah modal yang relative sama, lahan 2 hektar per kepala keluarga ditambah biaya hidup selama setahun. Setelah masa berlalu 15 tahun kemudian, ketika monetisasi dan komersialisasi makin merasuk ke pedesaan termasuk desa transmigrasi, terjadi masalah ketimpangan atau kesenjangan.Ketimpangan penguasaan lahan dan pendapatan, menampakkan kembali wajah kehidupan sosial ekonomi seperti yang terjadi di daerah asal.
Misalnya di satu sisi muncul tunawisma dan di sisi lain 16%
rumahtangga lapisan atas menguasai hampir 50% total lahan yang ada di desa transmigrasi. Tim Evaluasi Universitas Pattimura Ambon
136
Laporan Akhir EKPD Provinsi Maluku
2011
Ketimpangan penguasaan lahan ternyata diikuti ketimpangan pendapatan, walau dengan angka Gini yang lebih rendah.Hal ini disebabkan karena sumber pendapatan rumahtangga dari pertanian dan luar pertanian (sektor informal), berperan penting memperbaiki distribusi pendapatan di perdesaan.
Proses terjadinya ketimpangan penguasaan lahan di desa
transmigrasi pada awalnya timbul karena perbedaan kapasitas adaptif transmigran dalam menghadapi berbagai factor perintang di lokasi permukiman baru dimana lahan belum siap tanam, irigasi belum tersedia dan lokasi terisolir. Kapasitas adaptif merupakan kemampuan untuk merespons dan mengatasi berbagai masalah yang dihadapi di lingkungan baru. Rumahtangga yang relatif kurang berhasil menerapkan strategi konsolidasi, sedangkan rumahtangga lapisan bawah cenderung menggunakan strategi bertahan hidup (survival). Berbeda dengan lapisan atas, lapisan bawah dan tengah, tidak memiliki modal cadangan pangan maupun pengembangan usaha. Namun demikian, setiap lapisan rumahtangga saling berinteraksi dalam hubungan patron-client antara lapisan atas yang mampu membayar tenaga kerja pada lahan usaha taninya, dan buruh tani yang hanya mengandalkan tenaga kerja dalam mencari nafkah keluarga. Hubungan sosial demikian turut membantu mengurangi kesenjangan sosial dan ekonomi di desa.
B. Kemiskinan di Desa Non Transmigrasi Seram Bagian Barat Selama ini kemiskinan di wilayah perdesaan Maluku, khususnya antara desa transmigrasi dan non transmigrasi (negeri-masyarakat adat), mempunyai ciri sensitif konflik disertai kondisi geografis dengan aksesibilitas di dalam dan antar pulau yang sulit.Oleh karena itu kemiskinan di daerah kepulauan Maluku, memiliki ciri multidimensi baik dimensi ekonomi maupun non-ekonomi. Hasil kajian di Desa Lohiatala, Kabupaten Seram Bagian Barat menunjukkan bahwa rata-rata pendapatan rumahtngga sebesar Rp 12,6 juta per tahun atau rata-rata Rp 210.000/kapita/bulan, berada di bawah garis kemiskinan sekitar Rp 220.000/kapita/bulan. Namun bukan berarti semua rumah tangga di Lohiatala adalah miskin, hanya 26 %, karena adanya kesenjangan pendapatan. Desa Lohiatala adalah salah satu desa di Kabupaten Seram Bagian Barat yang baru dimekarkan tahun 2004. Berdasarkan data Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten SBB tahun 2010, dari 33.535 rumahtangga sebanyak 9.492 atau sekitar 28,3% dari total rumahtangga kabupaten masih tergolong miskin. Menurut BPS Kabupaten SBB tahun 2009 jika jumlah penduduk miskin yang diukur berdasarkan jumlah rumahtangga penerima dana Bantuan Langsung Tunai (BLT) pada tahun 2008, maka jumlah rumahtangga miskin adalah 11.560 rumahtangga atau Tim Evaluasi Universitas Pattimura Ambon
137
Laporan Akhir EKPD Provinsi Maluku
2011
sekitar 35% dari total kabupaten (32.995 rumahtangga), Dalam kurun waktu 4 tahun (20052008) angka kemiskinan di Kabupaten SBB cenderung menurun sekitar 0,99% per tahun. Masyarakat negeri Lohiatala mengartikan kemiskinan dan sebab-sebabnya dalam berbagai bentuk dimensi, yakni kondisi geografis yang berbukit dan infrastruktur jalan usahatani yang sulit, rumah tidak layak huni, ketidak pastian penghasilan, tanggungan keluarga yang lebih banyak, akses transportasi dan komunikasi yang sulit dan mahal, pendapatan tidak menentu dan keterbatasan tenaga, modal dan teknologi untuk mengusahakan lahan perkebunan. Jika menggunakan angka rata-rata tingkat pendapatan rumahtangga yang telah mencapai Rp 12,4 juta per tahun, maka semua warga negeri Lohiatala tergolong miskin. Kenyataannya, akibat adanya kesenjangan pendapatan, maka tingkat kemiskinan di Lohiatala adalah 26%, hampir sama dengan angka kemiskinan Provinsi Maluku. Kesenjangan dan kemiskinan lebih rendah di Lohiatala kemungkinan karena asset modal (uang beredar) lebih sedikit dibanding di desa transmigrasi walau dengan tingkat kesenjangan lebih tinggi.
C. Kemiskinan Di Perdesaan Pulau Yamdena Maluku Tenggara Barat Potret kemiskinan di perdesaan Kabupaten MTB menunjukkan bahwa total pengeluaran rumahtangga petani di 5 desa tidak jauh berbeda yakni berkisar antara Rp 5,12 juta dan 6,67 juta atau rata-rata sekitar Rp 6,3 juta per tahun. Karena jumlah anggota rumahtangga berkisar antara 4 – 5 orang maka pendapatan/kapita/bulan berkisar antara Rp 104.354
dan Rp 130.442.
Jika nilai pendapatan ini dijadikan sebagai ukuran tingkat
kemiskinan maka petani di perdesaan Kabupaten MTB masih hidup di bawah “garis kemiskinan”
sebesar
juta/kapita/tahun
atau
Rp 152.487/kapita/bulan (Pendapatan Provinsi Maluku Rp 3,26 Rp
271.667/kapita/bulan).
Rumahtangga
petani
perdesaan
mengalokasikan sekitar 71% pengeluarannya untuk pangan (termasuk rokok) dan 29% untuk non pangan. Komponan non pangan terbesar adalah biaya pendidikan anak (11%), disusul oleh transportasi dan listrik.
Biaya kesehatan tergolong kecil, sebab kesehatan bukan
prioritas utama bagi penduduk miskin, walau petani menyadari kesehatan sangat penting karena menentukan tingkat produktivitas bekerja dalam usahatani. Jadi persoalan serius bagi penduduk miskin di perdesaan Pulau Yamdena dan di Maluku pada umumnya adalah rendahnya tingkat pendapatan untuk memenuhi kebutuhan pendidikan, kesehatan dan transportasi. Masalah pangan umumnya masih tercukupi kecuali kekurangan keseimbangan komponen gizi (nutrisi) dimana karbohidrat masih lebih dominan disbanding protein, mineral dan vitamin.
Masalah pangan akan menjadi serius ketika terjadi musim kering Tim Evaluasi Universitas Pattimura Ambon
138
Laporan Akhir EKPD Provinsi Maluku
berkepanjangan.
2011
Hasil observasi Girsang (2009b), indikasi akar masalah penyebab
kemiskinan multidimensial di tingkat rumahtangga petani adalah sebagai berikut: •
Petani miskin karena pasar terbatas untuk komoditas pertanian yang jumlah dan kontinuitasnya, juga terbatas dan tidak menentu di perdesaan;
•
Petani miskin karena langkanya inovasi dan pendampingan penyuluhan pertanian yang jarang sekali dilaksanakan;
•
Petani miskin karena walau memiliki lahan relative luas, tetapi luas lahan yang diolah atau diusahakan sempit;
•
Petani miskin karena aksesibilitas transportasi laut dan darat terbatas dan mahal, sehingga sulit memasarkan hasil pertanian khususnya pada musim ombak;
•
Petani miskin karena kesuburan lahan semakin rendah dan berbasis pada praktek lading berpindah tanpa input;
•
Petani miskin karena sulit mengendalikan gulma dan hama penyakit tanaman dan dipersulit oleh terbatasnya penyuluhan pertanian;
•
Petani miskin karena industri pengolahan hasil pertanian belum berkembang.
D. Kemiskinan Di Perdesaan Buru Selatan Tingkat pendapatan rumah tangga petani di Kecamatan Waesama Buru Selatan ratarata sebesar Rp 12,8 juta. Jika menggunakan standar kemiskinan Sayogo untuk jumlah beban tanggungan rumahtangga sebanyak 6 jiwa, maka tingkat pendapatan rumahtangga petani masih dibawah standar garis kemiskinan sebesar Rp 13,4 juta per tahun. Kemiskinan dimaksud bukan kemiskinan pangan dan gizi, tetapi kemiskinan pendapatan rumahtangga, Kemiskinan pendapatan mempunyai imbas kepada sulitnya memenuhi kebutuhan dasar non pangan seperti papan, sandang, pendidikan dan kesehatan, air bersih, rekreasi dan penggunaan hak dan kewajiban dalam berbagai kegiatan pembangunan. Sumber pendapatan rumahtangga petani tersebut seluruhnya dari pertanian dan tidak ada dari hasil usaha luar petani. Indikator kemiskinan juga terlihat dari proporsi pengeluaran rumahtangga dimana 60% untuk kebutuhan dasar pangan dan 40% untuk non pangan.Komposisi pangan yang dikonsumsi petani dan keluarganya tidak menjadi masalah sejauh proporsi kelompok makanan karbohidrat, protein dan lemak, vitamin dan mineral masih dikonsumsi dalam jumlah yang cukup.Hal menarik adalah petani semakin bergantung kepada konsumsi beras yang diimpor dari luar desa dari pada produk non-beras yang dapat mereka hasilkan sendiri. Tim Evaluasi Universitas Pattimura Ambon
139
Laporan Akhir EKPD Provinsi Maluku
2011
Pengeluaran rumahtangga petani untuk rokok menempati urutan kedua setelah karbohidrat yakni 14,3%, 14 kali lebih tinggi dari konsumsi daging dan 28 kali lipat lebih tinggi dari konsumsi susu. Di samping pengeluaran pangan terdapat pengeluaran rumahtangga petani untuk non pangan. Pendidikan merupakan pengeluaran kebutuhan dasar non pangan terbesar, disusul sandang, transportasi dan sabun.
Hal ini menunjukkan bahwa petani
memandang pendidikan sangat penting untuk perbaikan status keluarga dan masa depan anak-anak mereka agar keluar dari lingkaran kemiskinan dari generasi ke generasi.
E. Kemiskinan Perkotaan Di Pulau Ambon Kota Ambon adalah salah satu dari 11 kabupaten/kota di Provinsi Maluku.Kota ini memiliki posisi dan peran strategis sebagai icon orang Maluku dan dijadikan standar untuk memicu kemajuan kabupaten/kota lainnya. Profil rumahtangga miskin Kota Ambon dikaji dari sisi profil rumahtangga yakni pengeluaran rumahtangga sebagai salah satu indicator kemiskinan yang menggambarkan kemampuan kepala keluarga dan anggota keluarga untuk menhasilkan uang guna memenuhi kebutuhan dasar baik pangan maupun non pangan.Oleh karena rumahtangga miskin umumnya tidak memiliki tabungan atau asset berharga lainnya, maka tingkat pengeluaran hampir identik dengan tingkat pendapatan. Secara umum tingkat pengeluaran rumahtangga atau keluarga pada empat desa/kelurahan di Kecamatan Sirimau yang terletak di pusat kota Ambon rata-rata antara Rp 858.000 dan Rp 1.000.000 setiap bulan.
Perbedaan tingkat pengeluaran rumahtangga antara satu kelurahan dengan
kelurahan yang ada di pusat kota Ambon, sepertinya tidak jauh berbeda yakni Rp 142.000. Namun demikan nilai uang ini sangat berarti bagi setiap individu rumahtangga miskin yang hidup di kota Ambon yang tergolong “kota mahal”.
Sumber pengeluaran/pendapatan
rumahtangga tersebut tidak hanya dari kepala keluarga, tetapi juga anggota keluarga, termasuk ibu rumahtangga dan anak-anak. Kontribusi kepala keluarga terhadap pengeluaran (pendapatan) rumah tangga bervariasi, masing-masing tertinggi di Kelurahan Honipopu (88%), disusul Batu Merah (78%), Rijali (70%) dan Kelurahan Ahusen (65%).Jadi ibu rumah tangga dan anak-anak mempunyai kontribusi penting terhadap pendapatan rumahtangga miskin. Jumlah tanggungan keluarga atau rumahtangga miskin adalah antara 4 dan 5 jiwa (rata-rata 4,5 jiwa per rumahtangga).Pemasukan (pendapatan kotor) rumahtangga per kapita sangat dipengaruhi oleh nilai pendapatan dan jumlah tanggungan dalam rumah tangga.Hasil kajian (Girsang, 2011) menunjukkan bahwa jumlah tanggungan di desa Batu Merah dan Kelurahan Ahusen cukup tinggi (rata-rata 5 jiwa), dibandingkan desa dan kelurahan lainnya. Tim Evaluasi Universitas Pattimura Ambon
140
Laporan Akhir EKPD Provinsi Maluku
2011
Dengan demikian pendapatan per kapita rumahtangga miskin di pusat kota Ambon, berkisar antara Rp 6.370 dan Rp 7.152 per hari. Secara individu sangat sulit hidup di kota Ambon dengan pendapatan per kapita demikian, kecuali jika hanya ingin sekedar untuk bertahan hidup. Jika dibandingkan dengan standar kemiskinan global yang menetapkan standar hidup US $ 1.25 per hari, maka kehidupan rumahtangga miskin di pusat kota Ambon hanya sekitar US $ 0.76 per hari. Jadi tingkat kemiskinan perkotaan di kota Ambon sekitar 1,5 kali lebih rendah dari standar kemiskinan global.
F. Kesimpulan Dan Rekomendasi F.1. Kesimpulan Berdasarkan uraian, penjelasan dan analisis kemiskinan oleh Girsang (2011), maka dapat disimpulkan: •
Kemiskinan di Maluku adalah kemiskinan multidimensial yang disebabkan oleh geofrafis, keterisolasian, minimnya infrastruktur dasar dan minimnya transportasi;
•
Kemiskinan rumahtangga petani disebabkan oleh banyak faktor berbeda dari desa- ke desa tapi secara umum akses ke pemasaran merupakan faktor utama;
•
Thesis Girsang (2011) bahwa pendekatan pengentasan kemiskinan di daerah perdesaan di tiap kecamatan dan kabupaten memerlukan desain model yang spesifik dan sesuai dengan profil kemiskinan di masing-masing daerah, merupakan keniscayaan yang harus ditelusuri lebih dalam.
F.2. Rekomendasi Rekomendasi sebagai hasil analisis dan simpulan yang dikemukakan di atas adalah sebagai berikut: •
Pemerintah provinsi dan kabupaten di Maluku perlu melakukan reorientasi perencanaan pembangunan dengan menetapkan prioritas penanggulangan kemiskinan sebagai prioritas utama dengan rancangan program tersediri;
•
Diperlukan desain model penanggulangan kemiskinan atas dasar kajian profil kemiskinan di setiap desa, kecamatan dan kabupaten/kota;
•
Diperlukan alokasi dana secara kualitatif dan kuantitatif untuk akselerasi penanggulangan kemiskinan di Provinsi Maluku
Tim Evaluasi Universitas Pattimura Ambon
141
Laporan Akhir EKPD Provinsi Maluku
2011
BAB V. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
A. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan maka dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut:
Kinerja di bidang pembangunan pendidikan sudah relevan dengan kebijakan prioritas pembangunan bidang ini secara nasional. Efektifitas pembangunan juga sudah menunjukan perbaikan namun ada indikator yang belum mencapai target baik provinsi maupun nasional.
Capaian Indikator kesehatan belum menunjukkan relevansi yang baik dengan arah pembangunan nasional dan target indikator kinerja yang ditetapkan RPJMN maupun RPJMD Maluku.
Penyediaan data yang akurat di Provinsi Maluku khususnya SKPD-SKPD maupun lembaga-lembaga pemerintahan masih sangat jauh dari yang seharusnya sehingga kesulitan dalam mendapatkan data-data yang akurat.
Target capaian indikator kemiskinan belum terpenuhi; program pengurangan penduduk miskin di Provinsi Maluku tidak dipisahkan dari program pembangunan ekonomi secara umum sehingga dinilai tidak fokus; dan penduduk miskin di perdesaan masih cukup tinggi dibandingkan dengan penduduk perkotaan baik tahun 2010 maupun tahun 2011
Terjadi peningkatan PDRB pada tahun 2010 atas harga berlaku untuk sektor pertanian di Maluku dari tahun 2009 yaitu 7,8 %, namun persentase peningkatannya lebih rendah dibandingkan dengan persentase peningkatan dari tahun 2008 - 2009 yaitu sebesar 8,43%; NTP provinsi Maluku pada tahun 2010 mengalami penurunan sebesar 3,49 % dari tahun 2009; produksi padi di Provinsi Maluku pada tahun 2010 hanya mencapai 83.109 ton, sedangkan pada tahun 2009 mencapai 89.875 ton, dengan demikian produksi padi pada tahun 2010
mengalami
penurunan produksi
sebesar 7,53 % dari tahun
sebelumnya (tahun 2009); produksi padi pada tahun 2010 mengalami
penurunan
sebesar 7,53 % dari tahun tahun 2009; dan pengadaan jumlah Penyuluh pertanian dari tahun ketahun di lakukan sesuai target pada RPJMD 2008 – 2013.
Luas lahan rehabilitasi dalam hutan masih sangat rendah jika dibandingkan dengan lahan kritis yang ada di Provinsi di Maluku; Pemerintah Provinsi Maluku dalam menyusun program yang berkaitan dengan Lingkungan Hidup belum mengkaji persentase Ruang
Tim Evaluasi Universitas Pattimura Ambon
142
Laporan Akhir EKPD Provinsi Maluku
2011
Terbuka Hijau (RTH) di Ibukota Provinsi; Kepulauan Maluku merupakan wilayah yang sering dilanda bencana.
Untuk mendorong peningkatan persentase luas lahan rehabilitasi dalam hutan terhadap lahan kritis maka perlu peningkatan kinerja di bidang rehabilitasi lahan hutan.
Penanggulangan bencana sebagai program prioritas dilaksanakan oleh semua komponen SKPD, Badan dan Lembaga yang terkait dengan masalah bencana di Provinsi Maluku.
Anggaran untuk penanggulangan bencana cukup tinggi mengingat daerah Maluku merupakan wilayah kepulauan yang sulit dijangkau jika terjadi bencana pada pulau-pulau yang terisolir.
Tingkat pembangunan ekonomi provinsi Maluku masih memperlihatkan
kinerja
pembangunan yang belum memadai terutama kondisi kondusif bagi aliran penanaman modal, pembangunan infrastruktur, penerbitan perangkat regulasi perizinan, dan revitalisasi perencanaan dan program pembangunan ekonomi Provinsi Maluku.
Tingkat pelayanan publik dan demokrasi terutama dalam penanganan korupsi, koordinasi, sistem data base, dan kesadaran politik masyarakat belum menunjukkan kinerja yang memadai di Provinsi Maluku
Kualitas pengelolaan dan penyusunan laporan keuangan masih sangat rendah
Tingkat kualitas pengelolaan Sumber Daya Alam menunjukkan kinerja yang sangat rendah
baik
dari
segi
relevansi
maupun
efektifitas
maupun
implementasi
programpembangunan di bidang ini.
Permasalahan belum disahkan RTRW Provinsi adalah segera diselesaikan alih fungsi lahan yang tentunya sangat berkaitan dengan RTRW Kabupaten/Kota di Provinsi Maluku.
Tingkat kesejahteraan sosial menunjukkan kinerja rendah terutama masih terganggu angka kemiskinan penduduk, dan masih rendahnya tingkat pelayanan kesejahteraan sosial masyarakat.
Minat penelitian dosen peneliti mengalami penurunan berakibat pada hasil riset baik pada PTN/PTS maupun lembaga riset lainnya
Pemahaman masyarakat mengenai paten (HAKI) masih sangat rendah dan kurangnya sosialisasi dari pemerintah daerah dan lembaga riset yang ada di Provinsi Maluku
Angka tindak kriminal dan kejahatan di Provinsi Maluku belum mendapat perhatian yang serius dan maksimal oleh pemerintah daerah
Program-program yang dibuat oleh Pemerintah daerah pada RPJMD Provinsi bila dibandingkan dengan program-program (program nasional) yang dibuat oleh pemerintah Tim Evaluasi Universitas Pattimura Ambon
143
Laporan Akhir EKPD Provinsi Maluku
2011
pusat pada RPJMN 2010-2014 ternyata ada program daerah yang tidak mendukung prioritas/program nasional, ada program daerah yang mendukung sepenuhnya prioritas/program nasional, dan ada prioritas daerah yang tidak ada di prioritas nasional khususnya pada RKPD tahun 2010 dan 2011. Secara umum kinerja pembangunan Provinsi Maluku belum cukup relevan dengan arah pembangunan secara nasional. Hal yang sama terkait efektifitas pembangunan yang kinerjanya masih fluktuatif
dan belum konsisten dalam kecenderungan peningkatan
pembangunannya.
B. Rekomendasi Berdasarkan pembahasan dan simpulan maka dapat direkomendasi sebagai berikut:
Perlu dibuat sistem basis data yang terstruktur dan terpercaya oleh setiap SKPD maupun lembaga-lembaga riset/pemerintah lainnya termasuk PTN/PTS dan dapat dapat diakses oleh setiap individu maupun kelompok ataupun instansi/lembaga yang membutuhkannya
Penanganan dan penyelesaian kasus korupsi masih perlu ditingkatkan dan dilakukan secara lebih optimal.
Upaya meningkatkan kinerja pembangunan daerah perlu diintensifkan untuk mendorong peningkatan koordinasi dan sinkronisasi lintas institusi pemerintahan, termasuk memperdalam pemahaman dari substansi berpemerintahan yang berbasis pada otonomi daerah dan desentralisasi terutama pada tingkat kabupaten/kota.
Diperlukan perencanaan dan penentuan program-program pengembangan kualitas sumberdaya manusia yang diarahkan ke sejumlah pulau (daerah) yang masih terisolir yang menyebabkan sebagian penduduk belum mendapat pelayanan dasar yang memadai terutama pendidikan dan kesehatan;
Menjadikan penanggulangan kemiskinan sebagai program prioritas yang dilaksanakan oleh semua komponen SKPD, Badan dan Lembaga di Provinsi Maluku dan Implementasi program penanggulangan kemiskinan dilakukan dengan metode yang terpadu, sinergis dan saling mendukung antara berbagai komponen.
Menjadikan ketahanan pangan sebagai program prioritas yang dilaksanakan oleh semua komponen SKPD, Badan dan Lembaga yang terkait dengan masalah pangan di Provinsi Maluku dan dalam implementasi program ketahanan pangan haruslah dilakukan dengan metode yang terpadu, sinergis dan saling mendukung antara berbagai komponen serta anggaran yang memadai. Tim Evaluasi Universitas Pattimura Ambon
144
Laporan Akhir EKPD Provinsi Maluku
2011
Perlu penganggaran yang memadai berkaitan dengan pembenahan infrastruktur jalan nasional dan jalan provinsi termasuk jalan yang menghubungkan daerah yang belum terjangkau sehingga dapat terjangkau dan akan berdampak pada peningkatan ekonomi masyarakat.
Perlu upaya penyediaan anggaran yang memadai dalam rangka peningkatan jumlah perumahan di Provinsi Maluku dan perencanaan yang akurat.
Perlu upaya keras baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota dalam rangka pengesahan RTRW provinsi dan kabupaten/kota
Dalam menggairahkan motivasi investor di Maluku, perlu pembenahan berbagai infrastruktur baik yang dapat dipergunakan bagi usaha kecil mikro dan menengah maupun usaha-usaha makro.
Perlu didorong pihak perbankan tertutama bank-bank swasta untuk lebih berperan didalam proses WPK karena kontribusi terhadap DPK lebih banyak dimliki oleh bank swasta.
Pemerintah daerah tetap menjamin dan menjaga kestabilan keamanan di daerah sehingga dapat meningkatkan keyakinan dan kepercayaan para investor baik dalam negeri maupun luar negeri untuk menanamkan modal di Provinsi Maluku
Mendesak kepada DPR untuk mengkaji RUU Penanaman Modal yang akan menjadi paying referensi bagi seluruh investor.
Memberantas oknum-oknum mafia di penegak hukum yang mencari-cari celah kelemahan hukum, yang tujuannya untuk mencari kesalahan dan menjebak investor maupun instansi terkait di Maluku.
Perlu peningkatan ketersediaan daya dan peningkatan efisiensi merupakan perhatian bagi pemerintah Provinsi Maluku, khususnya PT PLN Wilayah Maluku dengan penambahan pelanggan yang dilakukan melalui perluasan jaringan, program SHS (Solar Home System) serta Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Komunal sehingga makin bertambah masyarakat di daerah-daerah pelosok wilayah Maluku yang dapat menikmati listrik. Hal ini akan berdampak bagi kesejahteraan masyarakat Maluku secara luas.
Perlu dilakukan segala upaya Pemerintah Daerah Provinsi Maluku dan Pemerintah Pusat melalui PT. PLN Wilayah Maluku sehingga rasio elektrifikasi atau perbandingan antara jumlah rumah tangga yang sudah menikmati dan yang belum menimati pasokan listrik serta rasio desa berlistrik (perbandingan antara desa yang sudah menikmati listrik dan belum) semakin meningkat. Tim Evaluasi Universitas Pattimura Ambon
145
Laporan Akhir EKPD Provinsi Maluku
2011
Untuk memicu pertumbuhan ekonomi daerah yang tinggi, maka Pemerintah Provinsi Maluku perlu meningkatkan kinerja dalam menggalang bertumbuhnya investasi di daerah di berbagai bidang usaha, dengan menetapkan regulasi yang tidak menghambat, dan memberikan peluang dan fasilitas bagi investor dengan berbagai kemudahan yang menjamin keberlangsungan usaha. Selain itu jaminan faktor keamanan yang kondusif dan kemudahan serta ketersediaan fasilitas infrastruktur ekonomi merupakan daya tarik bagi investor dalam menanam investasi di Maluku.
Pemerintah daerah perlu memenuhi rasio jumlah aparat kepolisian dengan jumlah penduduk di Provinsi Maluku untuk merespon angka tindak kriminal dan kejahatan yang meningkat di Provinsi Maluku.
Pemerintah daerah termasuk instansi terkait harus secara maksimal berupaya menangani dan mengawasi kasus korupsi di Provinsi Maluku dalam rangka menjamin adanya penuntasan dan kepastian hukum
Pemerintah daerah Provinsi Maluku harus dapat mengakselerasi pengembangan Peraturan Daerah Pelayanan Satu Atap.
Pemerintah daerah di wilayah Maluku perlu mempercepat proses perbaikan penyusunan laporan keuangannya.
Perlu pengembangan sistem database yang berperspektif gender dalam berbagai aspek atau bidang pembangunan.
Pemerintah daerah harus memberikan perhatian yang lebih maksimal dan bekerja sama dengan pemerintah pusat melalui program-program yang dibuat di tingkat daerah maupun pusat dapat memberikan kontribusi yang positif sehingga dapat meningkatkan kualitas sumber daya manusia di bidang pendidikan dan kesehatan di Provinsi Maluku.
Peningkatan laju pertumbuhan ekonomi Provinsi Maluku oleh pemerintah daerah dapat dilakukan dengan berbagai program yang dibuat dan ditunjang dengan stabilitas keamanan yang terjamin serta infrastruktur yang memadai.
Pemerintah daerah perlu melakukan revitalisasi peningkatan kebijakan pembangunan dan selektif dalam penentuan program-program pengembangan kualitas pengelolaan sumber daya alam di bidang Pertanian, Kehutanan dan Kelautan oleh Pemerintah Daerah Maluku termasuk penguatan aspek legal dan kelembagaan pengelolaan yang berkaitan dengan perluasan kawasan konservasi laut di Maluku.
Tim Evaluasi Universitas Pattimura Ambon
146
Laporan Akhir EKPD Provinsi Maluku
2011
Perlu dilakukan sosialisasi secara intensif oleh pemerintah daerah dan SKPD terkait dalam rangka lebih meningkatkan pelayanan dan kemudahan bagi masyarakat berkaitan dengan pengajuan permohonan hak kekayaan intelektual
Penataan struktur kelembagaan, sistem dan mekanisme organisasi, manajemen kerjasama penelitian sehingga pada tataran operasional dapat menjalin kewenangan, sekaligus memberdayakan semua unit fungsional terkait dengan program penelitian; merumuskan fungsi keterkaitan fungsional antar unit kerja untuk menumbuhkan kerjasama penelitian yang sinergis
Meningkatkan
keadilan
antar
kawasan
sebagai
upaya
untuk
mengurangi
kesenjangan/ketimpangan pembangunan di bidang pendidikan dalam skala ruang lingkup gugus pulau melalui pemerataan dan perluasan akses masyarakat terhadap pelayanan perpustakaan;
peningkatan
produktivitas,
efektifitas
dan
efisiensifitas
layanan
perpustakaan
Setiap lembaga riset perlu membentuk suatu tim evaluasi guna mengevaluasi kinerja organisasi risetnya saat ini dengan menggunakan parameter dan indikator yang telah ada dan mencoba membandingkannya dengan lembaga-lembaga riset yang ada di departemen lainnya.
Pemerintah daerah perlu mendorong berkembangnya ekonomi masyarakat yang berdampak pada peningkatan pendapatan perkapita.
Pemerintah daerah Provinsi Maluku harus dapat mendata para penyandang sosial karena hal ini sangat berkaitan dengan kebijakan pemerintah ke depan.
Perlu optimalisasi pelaksanaan program pembangunan bidang kesehatan, terutama dalam hal penyuluhan kepada masyarakat tentang pentingnya gizi bagi balita.
Pemerintah daerah dalam menyelenggarakan program pengentasan kemiskinan di Maluku harus lebih serius sehingga dapat tepat sasaran sehingga dapat ditekan angka kemiskinan
Dalam penyusunan program-program pada RPJMD Provinsi yang dibuat oleh pemerintah daerah termasuk SKPD-SKPD terkait harus dapat lebih bijaksana menentukan programprogram yang berkualitas bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat.dan tentunya diusahakan selaras dengan program nasional pada RPJMN 2010-2014, khususnya pada RKPD tahun 2012 sehingga hal yang sama tidak terjadi pada RKPD 2010 dan 2011.
Tim Evaluasi Universitas Pattimura Ambon
147
Laporan Akhir EKPD Provinsi Maluku
Penentuan prioritas/program nasional
2011
pada RPJMN harus tetap memperhatikan
kebutuhan daerah dengan ciri khasnya dan kondisi geografisnya dimana luas lautan lebih luas dari luas daratannya sehingga pembangunan dapat tepat sasaran dan merata.
Tim Evaluasi Universitas Pattimura Ambon
148
Laporan Akhir EKPD Provinsi Maluku
2011
LAMPIRAN. TABEL INDIKATOR DAN DATA TAHUN 2009, 2010 DAN 2011
No 1
2
3
4 5
Capaian Tahun Prioritas Indikator Nasional 2009 2010 2011 Reformasi Persentase kasus korupsi yang Birokrasi dan tertangani dibandingkan dengan 19.05 34 28 Tata Kelola yang dilaporkan (%) Persentase kab/kota yang memiliki peraturan daerah pelayanan satu 20 atap (%) Persentase kab/kota yang memiliki pelaporan Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) (%) Persentase kab/kota yang telah memiliki e-procurement (%) Persentase kab/kota yang telah memiliki Perda Transparansi (%) Pendidikan Rata-rata Lama Sekolah (Tahun) 8.63 8.75 Angka Partisipasi Murni (SD/MI) 97.03 95.00 (%) Angka Partisipasi Kasar (SD/MI) 112.58 98.49 (%) Angka melek aksara 15 tahun ke 98.69 98.14 atas (%) Kesehatan Angka Kematian Bayi (Per 1000 9 13,3 kelahiran hidup) Angka Harapan Hidup (Tahun) 67.20 67.40 Persentase penduduk ber-KB 79.00 34.10 (contraceptive prevalence rate) (%) Laju pertumbuhan penduduk (%) 1.8 2.78 Penanggulan Persentase penduduk miskin (%) 28.23 27.74 23.00 Kemisikinan Tingkat pengangguran terbuka (%) 10.30 9.97 9.10 Ketahanan PDRB Sektor Pertanian (Rp) 2.335.409 2.505.458 1.384.733 Pangan Nilai Tukar Petani (Rp) 107.03 103.54 104.66 Produksi Padi (Ton) 89.875 83.109 78.134 Jumlah Penyuluh Pertanian 40 40 40 (Orang)
Tim Evaluasi Universitas Pattimura Ambon
149
Laporan Akhir EKPD Provinsi Maluku
2011
No 6
7
8 9
10
Prioritas Nasional Infrastruktur
Capaian Tahun 2009 2010 2011 52,5 50,2 32,7 25,1
Indikator
% panjang Baik (%) jalan Sedang (%) nasional Buruk (%) dalam 14,8 24,7 kondisi: Jumlah Pembangunan Rumah 750 Sederhana/ Provinsi (Unit) Perda RTRW Provinsi (Unit) 1 1 1 Presentase kab/kota yang telah mensahkan Perda RTRW 0 0 0 (%) Iklim Investasi Presentase kredit UMKM (%) 1,015 dan Iklim Nilai Realisasi Investasi PMA 0.353 0.378 0.420 Usaha (US$ Juta) Nilai Realisasi Investasi PMDN 3000.02 6000.07 1400.07 (Rp Milyar) Jumlah alokasi kredit 3,222,877 4,015,088 4,332,937 perbankan (Rp Jt) Jumlah tabungan masyarakat 5,086,995 5,664,960 6,064,114 (Rp M) Energi Rasio Elektrifikasi (%) 54.51 57.92 61.17 Lingkungan Persentase luas lahan Hidup dan rehabilitasi dalam hutan 0.05 0.07 0.11 Pengelolaan terhadap lahan kritis (%) Bencana Frekuensi terjadi bencana 5 9 11 (Kali/Thn) Presentase ruang terbuka hijau (RTH) di Ibukota Provinsi (%) Persentase pembentukan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) di 9 10 11 kab/kota/provinsi (%) Daerah Tertinggal, Terdepan, Terluar, dan Pasca Konflik
Indeks Gini Jumlah Kabupaten Tertinggal (Kab) Kemisikinan (%)
0.31 66.60 23.50
0.33 72.70
0.33 72.70
31.49
30.04
Tim Evaluasi Universitas Pattimura Ambon
150
Laporan Akhir EKPD Provinsi Maluku
2011
No 11
1
2
3
Prioritas Nasional Kebudayaan, Kreatifitas, Inovasi dan Teknologi
Indikator
Jumlah paten (HAKI) (Unit) Jumlah dosen peneliti PTN/PTS (Orang) Jumlah perpustakaan (Buah) Jumlah hasil riset dari lembaga riset (Buah) Prioritas Lainnya Kesejahteraan IPM (Indeks) rakyat Pendapatan per kapita (Rp juta / orang/tahun) Penyandang masalah sosial (%) Gizi buruk (%) Politik, Indeks kriminalitas (Indeks) Hukum, dan Persentase penyelesaian kasus Keamanan kejahatan konvensional (%) Persentase penyelesaian kasus kejahatan transnasional (%) Perekonomian Pertumbuhan ekonomi (%) Inflasi (%) Perkembangan PAD (%) Pertumbuhan Ekspor (%) Pertumbuhan Impor (%)
Capaian Tahun 2009 2010 2011 1 1 1 215
88
90
-
55
55
71
27
28
70.96
71.42
-
4,43
4,87
5,28
0,7 -
0,37 -
0,07 -
53
51
-
3.87
3.71
-
5.43 6.48 0.05 -0.22 -0.19
6.47 8.78 0.91 0.39 0.70
5.54 3.02 0.96 -3.33 -1.26
Tim Evaluasi Universitas Pattimura Ambon
151