LAPORAN AKHIR ANALISIS DAMPAK KEBIJAKAN EKSPOR TIMAH TERHADAP KINERJA TIMAH INDONESIA
PUSAT KEBIJAKAN PERDAGANGAN LUAR NEGERI BADAN PENGKAJIAN DAN PENGEMBANGAN KEBIJAKAN PERDAGANGAN KEMENTERIAN PERDAGANGAN 2014
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, atas berkah dan rahmat-Nya laporan akhir “Analisis Dampak Kebijakan Ekspor Timah Terhadap Kinerja Timah Indonesia” dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Analisis Timah ini merupakan kajian jangka pendek yang dilakukan oleh Pusat Kebijakan Perdagangan Luar Negeri, BP2KP. Fokus analisis ini untuk menganalisis dampak implementasi Permendag Nomor 32/M-DAG/PER/6/2013 Tentang Perubahan Atas Permendag Nomor 78/MDAG/PER/12/2012 Tentang Ketentuan Ekspor Timah, yang mewajibkan setiap ekspor timah melalui bursa di Indonesia yaitu Bursa Komoditi dan Derivatif Indonesia (BKDI). Dampak positif yang diharapkan dari ketentuan tersebut antara lain agar dapat membatasi terjadinya ekspor timah ilegal, meningkatkan pendapatan negara melalui penerimaan royalti produk timah, mampu menentukan harga timah sendiri serta meningkatkan nilai tambah dan daya saing ekspor produk timah Indonesia. Harapan akan dampak positif dimaksud, mengingat Indonesia adalah produsen bijih timah terbesar dunia. Hasil analisis ini diharapkan dapat menjadi acuan dalam upaya meningkatkan daya saing ekspor komoditi timah Indonesia. Akhirnya, kami menyadari bahwa laporan hasil kajian ini masih terdapat banyak kekurangan. Untuk itu, kami sangat berterima kasih kepada semua pihak atas segala masukan dan sarannya demi kesempurnaan laporan ini. Semoga laporan hasil Analisis Dampak Kebijakan Ekspor Timah Terhadap Kinerja Timah Indonesia ini bermanfaat khususnya bagi pihak terkait yang membutuhkan. Jakarta, November 2014
PUSAT KEBIJAKAN PERDAGANGAN LUAR NEGERI
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan
ii
ABSTRAK ANALISIS DAMPAK KEBIJAKAN EKSPOR TIMAH TERHADAP KINERJA TIMAH INDONESIA
Timah merupakan bahan tambang yang tidak terbarukan. Indonesia merupakan produsen bijih timah terbesar kedua dunia. Permendag Nomor 32 tahun 2013, yang mengatur perdagangan ekspor timah melalui mekanisme transaksi bursa berjangka di Bursa Komoditi dan Derivatif Indonesia (BKDI), bertujuan untuk meminimalisir ekspor timah ilegal dan lebih meningkatkan nilai tambah ekspor timah. Adapun tujuan kajian ini adalah untuk menganalisis pengaruh harga timah BKDI terhadap harga timah London Metal Exchange (LME), menganalisis pengaruh kebijakan BKDI terhadap kinerja ekspor timah Indonesia dan mengkaji persepsi pengusaha tentang kebijakan timah dalam mendukung pengembangan industri timah nasional. Hasil penelitian dengan Granger causality method menunjukkan bahwa ada hubungan satu arah antara harga timah di bursa BKDI dengan harga di bursa LME pada rentang waktu satu hari kerja. Setelah satu tahun berjalan, belum ada indikasi bahwa harga timah di bursa BKDI berpengaruh pada harga timah di bursa LME. Dari sisi penerimaan ekspor, kebijakan ekspor melalui bursa BKDI, dapat meningkatkan nilai ekspor timah bulanan ke Singapura. Dari survey dan FGD terungkap bahwa pengusaha smelter tidak keberatan dengan kewajiban mengekspor timah melalui bursa BKDI, namun perlu ada pengawasan yang lebih intensif dan audit dari lembaga independen terhadap BKDI. Kata kunci: timah, ekspor, BKDI, dan Granger causality
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan
iii
ABSTRACT IMPACT ANALYSIS OF TIN EXPORT POLICY TO INDONESIA’S TIN PERFORMANCE
Tin is a mineral that is depletable. Indonesia is the second largest producer of tin ore in the world. Permendag Number 32/2013, which regulates export of tin through the mechanism of futures transactions in Indonesia Commodity and Derivatives Exchange (ICDX), aims to minimize the illegal export and increase value added of exports tin. This study is to analyze the effect of the price of tin ICDX with London Metal Exchange (LME) price, the effect of tin policy by ICDX on the export performance of Indonesia's tin and to know industry perceptions of tin policy in supporting the development of national industry. Granger causality result shows that there is a one way relationship between tin price on ICDX and LME on one working days time lag. After one year since the policy implemented, there is no indication that tin price in ICDX influencing LME tin price. In terms of export earnings, tin export policy through ICDX mechanism can increase the value of monthly tin exports to Singapore. The survey and FGD results revealed that smelter generally do not mind the necessity tin exports through ICDX mechanism, but there needs to be more intensive supervision and auditing of independent institutions to ICDX. Keywords: tin, export, ICDX, and Granger causality
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan
iv
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .................................................................................. ii ABSTRAK.................................................................................................. iii ABSTRACT ............................................................................................... iv DAFTAR ISI ................................................................................................ v DAFTAR GAMBAR .................................................................................. vii DAFTAR TABEL ..................................................................................... viii BAB I PENDAHULUAN .............................................................................. 1 1.1 Latar Belakang .............................................................................................1 1.2 Tujuan Penelitian .........................................................................................3 1.3 Ruang Lingkup Kajian .................................................................................4 1.4 Metodologi Kajian ........................................................................................4 BAB II PENGARUH HARGA TIMAH BKDI ................................................ 7 TERHADAP HARGA TIMAH LME ............................................................. 7 2.1 Negara Produsen Timah Dunia .................................................................7 2.2 Perkembangan harga timah dunia sebelum dan sesudah BKDI .........9 2.3 Hubungan harga timah BKDI dengan LME ...........................................11 BAB III PENGARUH KEBIJAKAN EKSPOR TIMAH ............................... 14 TERHADAP KINERJA EKSPOR TIMAH INDONESIA ............................ 14 3.1 Jenis Timah yang Diekspor Sebelum dan Sesudah BKDI..................14 3.2 Perkembangan Ekspor timah sebelum dan sesudah BKDI ...............16 3.3 Pengaruh BKDI Terhadap Ekspor Timah Indonesia............................18 3.3.1 Pengaruh BKDI terhadap ekspor Timah HS 8001 ........................20 3.3.2 Pengaruh BKDI terhadap ekspor Timah HS 8003 ........................23 BAB IV KEBIJAKAN EKSPOR TIMAH DALAM MENDUKUNG ............. 26 INDUSTRI TIMAH NASIONAL ................................................................. 26 4.1. Timah Putih sebagai Sumberdaya Terhabiskan .................................26 4.2. Timah untuk Kesejahteraan Masyarakat dan Konservasi Cadangan................................................................................................29 4.3. BKDI sebagai instrumen menuju konservasi cadangan timah ......32 4.3.1 Konservasi cadangan melalui optimasi pungutan iuran ...............32 4.3.2 Konservasi melalui sertifikat clear and clean .................................33 4.3.3 Konservasi melalui Peningkatkan Harga Timah ............................33 4.4. Meningkatkan Efektifitas Kinerja BKDI dalam Perdagangan Timah 35
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan
v
4.4.1 Pengawasan yang Intensif dan Transparansi BKDI .....................35 4.4.2 BKDI lebih proaktif dalam mencari pembeli ...................................36 4.4.3 Diskriminasi Royalti dan Penambahan Spesifikasi Timah ...........37 4.4.4 Perlakuan yang Adil Terhadap Semua Smelter ............................37 4.4.5 Evaluasi terhadap Pembedaan ET Timah Batangan dan ET Timah Industri......................................................................................38 4.4.6 Melibatkan Kementerian ESDM dalam Penentuan Harga ...........38 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI .......................................... 39 5.1 Kesimpulan .................................................................................................39 5.2 Rekomendasi .............................................................................................39 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 40 LAMPIRAN ............................................................................................... 42
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan
vi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1. Fluktuasi
Harga
Timah
di
Bursa
Internasional
(USD/lb)…………………………………………………… Gambar 2.1. Negara
Produsen
Timah
Dunia
Tahun
3
2013
(Ton)……………………………………………………….
8
Gambar 2.2. Fluktuasi harga timah di bursa LME sebelum BKDI …
9
Gambar 2.3. Fluktuasi Harga Timah Sesudah BKDI ……………….
10
Gambar 3.1. Tahapan Pengolahan Timah……………………………
14
Gambar 3.2. Volume
Ekspor
Timah
periode
2008-2013
(ton)………………………………………………………..
16
Gambar 3.3. Nilai dan Volume Ekspor Batangan…………………....
17
Gambar 3.4. Diskrepansi
Data
Ekspor
Indonesia
dengan
Singapura untuk HS 80011000.................................... Gambar 4.1. Persepsi
Responden
terhadap
22
Pengelolaan
Sumberdaya Timah……………………..………………..
28
Gambar 4.2. Fluktuasi harga timah dunia sebelum dan sesudah BKDI (USD/MT)…………………………………………..
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan
34
vii
DAFTAR TABEL
Tabel
2.1. Keterkaitan antara harga timah di LME, BKDI dan Asian Metal................................................................
Tabel
12
3.1. Negara Tujuan Ekspor Timah Di BKDI Periode Januari - Agustus 2014…………………………………
18
Tabel
3.2. Koefisien penduga model ekspor timah HS 8001……
20
Tabel
3.3. Koefisien Penduga Model Ekspor Timah HS 8003…
23
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan
viii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Produksi timah Indonesia sekitar 68,5% dihasilkan dari industri smelter (industri yang memproses konsentrat bijih timah menjadi logam timah) yang berlokasi di Provinsi Bangka Belitung. PT Timah (Persero) Tbk. merupakan perusahaan smelter terbesar di Bangka Belitung. Dari ekspor tahun 2013 yang jumlahnya mencapai 100.000 ton, PT Timah menyumbang 23.237 ton atau sekitar 23,3% dari total ekspor timah. Industri smelter timah swasta lainnya menyumbang hingga 76.763 ton atau sekitar 76,7% (Bisnis.com, 2014). Industri smelter timah di Bangka Belitung jumlahnya sekitar 40 perusahaan (Tempo, 2013), dan sebesar 95% dari total produksi timah ditujukan untuk ekspor (Detik Finance, 2014).
Selama ini, dalam hal
pemasaran timah setiap industri smelter berjalan sendiri-sendiri, dan cenderung bersaing untuk bisa menjual atau mengekspor produk timah sebanyak-banyaknya. Persaingan antar pengusaha timah untuk menjual produk timah di pasar ekspor, berpotensi menekan harga timah di bursa timah dunia karena terjadi over supply.
Harga timah di bursa LME
(London Metal Exchange), yang selama ini dijadikan sebagai acuan harga timah dunia, pernah mencapai tingkat paling rendah USD 17.000 per ton pada tahun 2013 (Gatra, 2014), bahkan pernah di level USD 15.000 per ton pada tahun 2010. Harga timah dunia yang rendah menimbulkan banyak kerugian, baik bagi pengusaha timah maupun pemerintah. Namun demikian, penambang pasir timah merupakan pihak yang menderita kerugian paling besar karena penurunan harga timah dunia oleh pengusaha smelter akan langsung dibebankan kepada penambang pasir timah. Pada bulan Januari 2014, ketika harga timah dunia turun dari USD 26.970 per ton menjadi
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan
1
USD 22.074 per ton, pembelian pasir timah oleh kolektor turun sangat signifikan dari Rp 120.000 per kilogram, menjadi Rp 108.000 per kilogram (Bappebti, 2014). Sementara itu, bagi pemerintah kerugian yang ditanggung dari turunnya harga timah dunia, adalah berkurangnya penerimaan baik dalam bentuk devisa maupun royalti. Jika harga timah rendah maka penerimaan pemerintah dalam bentuk devisa maupun royalti menurun, meskipun volume ekspornya meningkat. Guna mengantisipasi terjadinya penurunan harga timah akibat persaingan diantara para pengusaha smelter, pemerintah mengeluarkan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 32 tahun 2013, yang mengatur perdagangan ekspor timah melalui mekanisme transaksi bursa berjangka di Bursa Komoditi dan Derivatif Indonesia (BKDI) atau Indonesia Commodity and Derivatif Exchange (ICDX). Permendag tersebut sekaligus juga bertujuan untuk menjadikan Indonesia sebagai referensi harga timah dunia, menggantikan LME. Keinginan ini didasari pada peran Indonesia yang selama ini sebagai negara eksportir timah terbesar dengan pangsa sekitar 30% dari total ekspor timah dunia (Bisnis.com, 2014). Harapan bursa timah Indonesia sebagai referensi harga timah dunia, dirintis dari posisi harga BKDI yang cenderung meningkat. Pada perdagangan perdana di BKDI tanggal 1 Februari 2014, harga INATIN dibuka pada level USD 24.640,- per lot, dan ditutup pada level USD 24.500,-. Harga penutupan BKDI tersebut lebih tinggi dari harga penutupan bursa timah LME sehari sebelumnya yaitu USD 24.290,- (PT Timah Persero, 2014).
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan
2
Gambar 1.1 Fluktuasi Harga Timah di bursa internasional (USD/lb) Sumber: Infomine, 2014
Namun harga timah BKDI yang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan harga timah di bursa LME belum bisa dijadikan indikasi bahwa BKDI sebagai price reference harga timah dunia. Pada Gambar 1.1 ditunjukkan bahwa selama periode Maret - April 2014, harga timah di bursa internasional berfluktuasi antara USD 10,35 per pound (sekitar USD 22.817/ton) hingga USD 10,6 per pound (sekitar USD 23.369/ton). Apakah fenomena fluktuasi harga timah di pasar dunia merupakan respon dari fluktuasi harga timah di BKDI yang diharapkan sebagai price reference, atau justru sebaliknya? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, perlu dilakukan kajian menggunakan analisis statistik dalam menguji hubungan kausalitas harga timah di bursa BKDI dengan harga timah di bursa LME.
1.2 Tujuan Penelitian Berdasarkan permasalahan yang diuraikan di atas, kajian ini bertujuan untuk melakukan analisis dampak kebijakan ekspor timah melalui bursa terhadap harga timah dunia, serta kinerja industri timah Indonesia. Tujuan spesifik dari kajian ini adalah:
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan
3
a. Menganalisis pengaruh harga timah BKDI terhadap harga timah LME b. Menganalisis pengaruh kebijakan ekspor timah terhadap kinerja ekspor timah Indonesia c. Mengkaji persepsi pengusaha timah tentang kebijakan ekspor timah dalam mendukung pengembangan industri timah nasional. 1.3 Ruang Lingkup Kajian Pelaksanaan kajian ini dibatasi pada hal-hal yang terkait dengan tugas dan fungsi pokok Kementerian Perdagangan dalam melaksanakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan ekspor timah. Sementara itu, halhal teknis lain terkait dengan roadmap pengembangan serta pembinaan penambang pasir timah dan industri smelter menjadi tanggung jawab kementerian terkait yaitu Kementerian Energi dan Sumberdaya Mineral (ESDM) dan Kementerian Perindustrian sebagai sektor pembina. Untuk itu, kajian ini difokuskan pada peran BKDI terhadap pembentukan harga timah dan tidak membahas dampak lain dari adanya kebijakan ekspor timah melalui BKDI seperti kemungkinan terjadinya mafia ekspor dan sistem kartel.
1.4 Metodologi Kajian a. Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam kajian ini terdiri dari data sekunder dan data primer, baik dalam bentuk data kualitatif maupun data kuantitatif. Data sekunder untuk menjawab tujuan a dan b. Data primer untuk menjawab tujuan c. Data primer yang diperlukan berupa fluktuasi harga dan fluktuasi produksi timah sebelum dan sesudah diberlakukannya transaksi ekspor melalui BKDI. Data primer diperoleh melalui wawancara mendalam (indepth interview) dan FGD (Focus Group Disscussion). Wawancara mendalam dilakukan terhadap enam produsen smelter sekaligus eksportir timah, serta pejabat Disperindag di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. FGD melibatkan manajemen BKDI, eksportir anggota
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan
4
BKDI, perwakilan dari Kementerian ESDM, end user timah, dan asosiasi. Data sekunder diperoleh dari PT Timah Persero, BKDI, LME, BPS, Word Bank, UN Comtrade, infomine.com, serta sumber lain yang relevan.
b. Metode Analisis Sebagai alat analisis yang digunakan pada kajian ini adalah Uji Granger
causality
method,
sedangkan
permintaan
impor
timah
menggunakan metode regresi linear berganda dan analisis deskriptif. b.1. Uji Granger causality method dan analisis cointegrasi Hubungan antara harga timah di BKDI dengan harga di LME, dianalisis menggunakan Granger causality method. Hasil analisis adalah ada tidaknya hubungan harga BKDI dengan harga LME, dan arah hubungan tersebut apakah searah atau dua arah. Dengan kata lain, studi kausalitas mempertanyakan masalah sebab akibat.
Apakah
perubahan
harga
BKDI
menyebabkan
terjadinya
perubahan harga LME atau sebaliknya harga LME menyebabkan pembentukan harga BKDI, atau keduanya berhubungan timbal balik atau tidak ada hubungan diantara keduanya. Jika perubahan pada variabel harga BKDI menyebabkan perubahan pada variabel harga LME, artinya berapa banyak nilai LME pada periode sekarang dapat dijelaskan oleh nilai BKDI pada periode sebelumnya. Kausalitas adalah hubungan dua arah. Jika terjadi kausalitas di dalam model ekonometrika, maka tidak terdapat variabel independent, semua variabel merupakan variabel dependent (Firdaus, 2004). Dalam analisis kausalitas, dibedakan menjadi: 1. Kausalitas satu arah Y1
Y2, artinya Y1 menyebabkan Y2
Y2
Y1, artinya Y2 menyebabkan Y1
2. Kausalitas dua arah Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan
5
Y1
Y2, artinya ada hubungan simultan antara Y1 dengan Y2,
karena Y1 menyebabkan Y2 dan Y2 menyebabkan Y1. Keterangan: Y1 = PDB dan Y2 = Ekspor Apabila ada hubungan, analisis dilanjutkan untuk melihat besarnya cointegrasi menggunakan model yang sesuai. Model yang sesuai ditetapkan berdasarkan hasil analisis stasioneritas. Apabila datanya stasioner, maka digunakanmodel VAR (vector autoregression), sebaliknya jika tidak stasioner menggunakan model VECM (vector error correction model) untuk mengetahui keeratan hubungan tersebut dan jeda waktu (time lag) yang diperlukan untuk mempengaruhi.
b.2. Analisis permintaan impor timah Analisis ini ditujukan untuk menjawab tujuan penelitian butir b (dampak adanya kebijakan ekspor timah melalui BKDI terhadap kinerja ekspor). Dalam analisis ini kebijakan BKDI menjadi variabel dummy eksogen (independent), dan nilai impor timah negara tujuan menjadi variabel endogen (dependent). Karena permintaan impor, tidak hanya dipengaruhi oleh adanya BKDI, maka dalam model juga dimasukkan variabel lain yang mempengaruhi permintaan impor seperti harga, pertumbuhan ekonomi negara tujuan dan variabel relevan lainnya.
b.3. Analisis deskriptif Analisis deskriptif ditujukan untuk menjawab tujuan penelitian butir c yaitu dampak BKDI terhadap fluktuasi harga dan fluktuasi produksi, serta persepsi pengusaha tentang pengaruh kebijakan ekspor timah melalui BKDI
terhadap
kinerja
industri timah nasional.
Analisis
deskriftif
memaparkan hasil temuan berupa data dan informasi harga, produksi, dan ekspor industri timah baik yang sifatnya kualitatif maupun kuantitatif.
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan
6
BAB II PENGARUH HARGA TIMAH BKDI TERHADAP HARGA TIMAH LME
Kebutuhan timah dunia sekitar 360.000 ton/tahun, dan terus meningkat seiring dengan perkembangan teknologi dan gaya hidup. Timah putih digunakan antara lain sebagai pelapis logam lain (pelat) untuk mencegah karat (34%), bahan solder (31%), bahan kerajinan untuk cendera mata, bahan paduan logam, casing telepon seluler. Timah putih juga digunakan pada industri farmasi, gelas, agrokimia, pelindung kayu, kaleng makanan (susu, ikan sarden, dll) dan penahan kebakaran (Suprapto, 2008).
2.1 Negara Produsen Timah Dunia Indonesia menduduki peringkat kedua sebagai negara produsen timah dengan jumlah produksi pada tahun 2013 sebanyak 64 ribu ton. Sementara China pada tahun yang sama menghasilkan 99 ribu ton timah. Indonesia merupakan salah satu negara eksportir terbesar timah dunia dengan pangsa pasar 30%. Negara lain yang juga memproduksi timah diantaranya Peru, Bolivia dan Brazil dengan produksi masing-masing sebesar 42 ribu ton, 16 ribu ton dan 12 ribu ton (Gambar 2.1). Harga ekspor timah sebelum penerapan Permendag 32 tahun 2013 masih ditentukan oleh bursa timah di London Exchange Market (LME). Sebagai negara eksportir terbesar, Indonesia seharusnya dapat mempengaruhi harga timah dunia (price setter).
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan
7
4.600 7.000 40.202
3.358
3.819 16.386 12.200
99.000
64.026
Gambar 2.1. Negara Produsen Timah Dunia Tahun 2013 (Ton) Sumber: www.think-energy.org
Indonesia Corruption Watch (ICW) mengungkapkan rendahnya data ekspor timah yang tercatat di Indonesia dengan data di negara importir menjadi indikasi adanya kerugian negara yang timbul akibat ekspor timah ilegal. Selama tahun 2013 disinyalir Indonesia mengalami kerugian akibat penyelundupan timah sebesar USD 362.752 juta, diduga impor timah illegal mencapai 301.800 ton. Rincian dugaan kerugian negara tersebut terdiri dari royalti timah (3 persen dari nilai ekspor)
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan
8
sebesar USD 130.754 juta dan PPh Badan (rata-rata 20 persen) sebesar USD 231.998 juta (Koran Tempo, 2014). Saat ini upaya yang dilakukan oleh pemerintah adalah dengan mewajibkan para eksportir menjual produksi timahnya melalui Bursa Komoditi dan Derivatif Indonesia sejak Agustus 2013, selain agar dapat mencegah terjadinya ekspor timah ilegal, juga meningkatkan pendapatan negara melalui penerimaan royalti produk timah sebesar 3% dari nilai ekspor, serta meningkatkan nilai tambah dan daya saing ekspor produk timah Indonesia.
2.2 Perkembangan harga timah dunia sebelum dan sesudah BKDI Sebelum Agustus 2013, harga ekspor timah mengacu pada harga di bursa LME (London Exchange Market) sebagai harga referensi. Dalam beberapa tahun terakhir, harga timah di bursa LME berfluktuasi sangat tajam, mulai dari terendah USD 15.000/MT pada Februari 2010 hingga mendekati USD 35.00/MT pada bulan April 2011. Periode lain dimana harga timah batangan dibawah USD 20.000/MT terjadi pada Januari 2012, Agustus 2012 dan Agustus 2013 (Gambar 2.2).
Gambar 2.2. Fluktuasi harga timah di bursa LME sebelum BKDI Sumber: LME, 2014 dan BKDI, 2014 (diolah)
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan
9
Sejak diberlakukannya kebijakan ekspor timah melalui bursa komoditi (BKDI) pada bulan Agustus 2013, fluktuasi harga timah di bursa LME relatif kecil. Kisaran harga timah per MT antara USD 21.000 sampai USD 24.000 (Gambar 2.2). Masuknya BKDI dalam perdagangan timah dunia merupakan pesaing baru yang dapat mengurangi dominasi perdagangan timah melalui LME. Sifat pasar yang mengarah ke arah pasar persaingan, pengaruh supply/demand dalam pembentukan harga semakin kuat. Hasil interaksi supply/demand mengarahkan harga mendekati biaya produksi, sehingga tidak menarik untuk dijadikan sebagai komoditi spekulasi.
dbkdi
Gambar 2.3. Fluktuasi harga timah sesudah BKDI (USD/ton) Sumber: BKDI (2014)
Apabila dicermati gambar 2.3 tersebut diatas, terlihat bahwa harga penjualan timah melalui BKDI relatif lebih tinggi dibandingkan dengan harga di bursa LME dan KLTM. Di bursa BKDI pelaku perdagangan lebih banyak
produsen/smelter
yang
menginginkan
harga
relatif
tinggi.
Sementara di Bursa LME dan KLTM (Kuala Lumpur Tin Market), pelaku
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan
10
lebih didominasi oleh trader dan end user yang menginginkan harga rendah. 2.3 Hubungan harga timah BKDI dengan LME Hubungan harga timah di bursa BKDI dengan harga timah di bursa LME, dibuktikan melalui uji kausalitas dengan metode Granger Causality. Kekuatan prediksi (predictive power) dari informasi sebelumnya dapat menunjukkan adanya hubungan kausalitas antara Y dan X dalam jangka waktu lama.
Data yang digunakan merupakan harga rata-rata harian
(khusus hari kerja), dari bulan September 2013 hingga Agustus 2014 (n=244). Model
Granger
Causality
dinyatakan
dalam
bentuk
vektor
autoregresi yang dinyatakan dalam persamaan, sebagai berikut: Yt = i Yt-i + j Xt-j + μ1t Xt = i Yt-i + j Xt-j + μ2t Dimana: Xt adalah Harga timah di bursa LME Yt adalah harga timah di bursa BKDI μ1t dan μ2t adalah error terms yang diasumsikan tidak mengandung korelasi serial. Hubungan kausalitas Granger dilihat dengan membandingkan nilai Fstatistik dengan nilai kritis Ftabel pada tingkat kepercayaan (0,01) dan membandingkan besarnya nilai probabilitas dengan tingkat kepercayaan (0,01) (Firdaus, 2004). Jika nilai Fstatistik (dari) Y does not Granger Cause X dan X does not Granger Cause Y lebih besar dari (>) nilai kritis Ftabel dan nilai probabilitas (dari) Y does not Granger Cause X dan X does not Granger Cause Y kurang dari (<) tingkat kepercayaan (0,01) (atau signifikan pada taraf nyata 1%), berarti terdapat kausalitas dua arah (Y X). Jika nilai Fstatistik Y does not Granger Cause X lebih besar dari (>) nilai kritis Ftabel dan nilai probabilitas Y does not Granger Cause X kurang dari (<) tingkat kepercayaan (0,01) maka signifikan. Jika nilai Fstatistik X Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan
11
does not Granger Cause Y kurang dari (<) nilai kritis Ftabel dan jika nilai probabilitas X does not Granger Cause Y lebih besar dari (>) tingkat kepercayaan (0,01) maka tidak signifikan. Hal ini berarti terdapat kausalitas satu arah (Y X). Jika nilai Fstatistik Y does not Granger Cause X kurang dari (<) nilai kritis Ftabel dan nilai probabilitas Y does not Granger Cause X lebih besar dari (>) tingkat kepercayaan (0,01) maka tidak signifikan. Jika nilai Fstatistik X does not Granger Cause Y lebih besar dari (>) nilai kritis Ftabel dan jika nilai probabilitas X does not Granger Cause Y kurang dari (<) tingkat kepercayaan (0,01) maka signifikan. Hal ini berarti terdapat kausalitas satu arah (X Y). Jika nilai Fstatistik baik Y does not Granger Cause X maupun X does not Granger Cause Y kurang dari (<) nilai kritis Ftabel dan nilai probabilitas baik Y does not Granger Cause X maupun X does not Granger Cause Y lebih besar dari (>) tingkat kepercayaan (0,01) maka tidak signifikan yang berarti tidak terdapat hubungan kausalitas. Tabel 2.1. Keterkaitan antara harga timah di LME, BKDI dan Asian Metal Hipotesis nol
Obs F-Statistic
BKDI does not Granger Cause ASME
202
ASME does not Granger Cause BKDI LME does not Granger Cause ASME
224
ASME does not Granger Cause LME LME does not Granger Cause BKDI
193
BKDI does not Granger Cause LME
Prob.
1,94542
0,1646
0,49631
0,4819
1,37051
0,2430
0,45520
0,5006
22,3756
4,E-06**)
0,16295
0,6869
** nyata pada 1% Sumber: Hasil Analisis
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan
12
Berdasarkan hasil analisis Granger Causality pada lag-1 (jarak 1 hari) menunjukkan hubungan yang sangat nyata (probabilitas < 0,01) antara harga LME dengan harga BKDI (Tabel 2.1). Harga LME 1 hari (hari kerja) sebelumnya berpengaruh terhadap harga BKDI hari ini, atau harga LME hari ini akan mempengaruhi harga BKDI di satu hari kerja berikutnya. Namun hubungan harga LME dengan harga BKDI tidak terjadi sebaliknya, atau harga BKDI tidak berpengaruh pada harga LME. Berdasarkan hasil analisis tersebut, harapan BKDI sebagai referensi harga timah dunia belum bisa tercapai. Namun, berdasarkan hasil FGD terungkap bahwa smelter anggota BKDI, optimis bahwa pada satu tahun kedepan (minimal setelah 2 tahun BKDI diberlakukan) keinginanan BKDI sebagai referensi harga perdagangan timah akan tercapai.
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan
13
BAB III PENGARUH KEBIJAKAN EKSPOR TIMAH TERHADAP KINERJA EKSPOR TIMAH INDONESIA
3.1 Jenis Timah yang Diekspor Sebelum dan Sesudah BKDI Timah yang diekspor jenisnya dinamis sesuai dengan peraturan perdagangan yang diberlakukan pada saat itu, mulai dari bahan baku pasir timah yang belum diolah, sampai timah murni batangan yang merupakan end product dari pertambangan timah. Tahapan pengolahan timah secara garis besar ditunjukkan pada Gambar 3.1.
Penambang
Biji timah Penambang tanpa ijin
Penggunaan oleh konsumen akhir
Smelter
Crude tin
Upgrading
Timah murni
Smelting Refining
Penambang dengan IPR/IUP
Pencetak
Pelat Tin ball Timah batang
Solder, pelapis anti karat seperti pada kaleng makanan, batu baterai, cenderamata
Gambar 3.1 Tahapan Pengolahan Timah Sumber: Mareta, 2011 (diolah)
Sebelum tahun 2006, biji timah (ore) dapat diekspor secara bebas. Bahkan ore sering dicampur dengan pasir untuk menghindari pembayaran royalti. Larangan ekspor tin ore yang diberlakukan sejak tahun 2006, mendorong para smelter berinvestasi mesin tannur untuk memproses tin ore menjadi timah batangan kemudian diekspor. Kandungan stannum (Sn) pada produk timah batangan yang diekspor sebelum Permendag 32 tahun 2013 diterapkan cukup bervariasi. Mulai dari timah murni sampai timah
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan
14
batangan dengan kandungan Sn yang rendah (crude tin), sesuai dengan permintaan buyer. Timah batangan yg dihasilkan smelter banyak yang memiliki kandungan Sn rendah, untuk dijual ke trading Singapura dengan cara ijon (dibayar dimuka). Crude tin dari trading Singapura tersebut kemudian dibeli oleh perusahaan refinery yang ada di Malaysia, Thailand, China untuk diolah menjadi timah murni. Banyaknya jenis timah yang diperdagangkan membuka peluang terjadinya penyelundupan untuk menghindari pembayaran royalti. Sistem ijon yang dilakukan trading dari Singapura, juga menarik petani untuk melakukan penambangan timah secara ilegal. Tahun 2012 dikeluarkan Permendag No 78 untuk mengatur perdagangan timah yang diharapkan bisa meningkatkan nilai tambah industri pengolahan timah
dalam
negeri,
sekaligus
meningkatkan
penerimaan negara dari royalti. Dalam Permendag No 78 tahun 2012 disebutkan bahwa timah batangan yang boleh diekspor sejak 1 Januari 2013 memiliki kandungan Sn minimum 99,85%, dan mulai Juli 2013 kandungan Sn minimum meningkat menjadi 99,9%. Banyaknya pintu pelabuhan ekspor, menyulitkan pengawasan terhadap pelaksanaan Permendag No 78 tahun 2012. Oleh karena itu, dikeluarkan permendag no 32 tahun 2013, yang mewajibkan ekspor timah dilakukan melalui bursa, sehingga tidak ada lagi kebocoran penerimaan royalti yang dilakukan eksportir ilegal. Dalam permendag tersebut, jenis timah yang boleh diekspor adalah 2 macam timah murni masing-masing dengan kadar Sn minimum 99,9% (1% lainnya adalah pengotor yang terdiri dari Fe maksimum 0,005% dan Pb maksimum 0,005%), serta kadar Sn minimum 99,9%. Untuk mendapatkan timah putih batang dengan kadar 99,9%, diperlukan tiga tahap proses refining (pemurnian) yaitu pory refining (mendapatkan kadar 99,92%), eutectic refining, dan electrolytic refining (kadar timah 99,9%). Tidak semua smelter memiliki teknologi pemurnian Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan
15
tersebut, namun antar smelter dapat melakukan kerjasama untuk menghasilkan timah batang dengan kadar sesuai ketentuan. Permendag yang mengatur jenis timah yang boleh diperdagangkan, mempengaruhi ekspor timah, baik dari segi nilai maupun volume ekspor. Sehingga setiap peraturan baru, akan berdampak pada kinerja ekspor timah. 3.2 Perkembangan Ekspor timah sebelum dan sesudah BKDI Logam timah yang dihasilkan dari pertambangan timah di Indonesia, sekitar 95% untuk ekspor, sedangkan sisanya sebesar 5% untuk memenuhi permintaan pasar domestik. Sebelum Permendag 32/MDAG/PER/6/2013 diterbitkan, ekspor timah selama periode JanuariAgustus 2013 termasuk ke dalam 10 komoditi non migas (HS 2 digit) dengan nilai ekspor terbesar. Produk ekspor timah Indonesia sekitar 98 persen masuk kategori HS 8001, sisanya sebanyak 2 persen termasuk dalam kode HS 8003. Perkembangan
ekspor
timah
selama
periode
2008-2013,
seperti
ditunjukkan pada Gambar 3.2, volume ekspor untuk HS 8001 berada pada kisaran 92.277 hingga 110.372 ton per tahun. Tahun 2013, volumenya turun drastis menjadi hanya 88.441 ton. Penurunan volume ekspor yang terjadi pada tahun 2013, kemungkinan disebabkan oleh awal penerapan kebijakan ekspor timah melalui perdagangan di BKDI, dimana sampai bulan keempat sejak penerapan, volume ekspor jauh dibawah rata-rata bulanan tahun 2013.
110372
99335
92277
97404
ton
120000 100000 80000 60000 40000 20000 0
101237
88441 HS 8001 HS 8003
1686 1548 989 2008 2009 2010
7128 3111 1031 2011 2012 2013
Gambar 3.2. Volume Ekspor Timah Periode 2008-2013 (ton) Sumber: BPS, 2014 (diolah)
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan
16
Berbeda dengan HS 8001, volume ekspor HS 8003 justru meningkat setelah diberlakukan BKDI. Seperti ditunjukkan pada Gambar 3.2, dari tahun 2011 volume ekspor HS 8003 terus meningkat, hingga tahun 2013. Berkurangnya volume ekspor dari HS 8001, dikompensasi oleh pengusaha smelter timah dengan meningkatkan ekspor HS 8003, untuk mengamankan cash flow perusahaan. Fluktuasi volume ekspor timah batangan setelah diberlakukan kebijakan ekspor timah melalui perdagangan di BKDI ditunjukkan pada Gambar 3.3. Volume ekspor sebelum timah diperdagangkan melalui BKDI rata-rata 100.000 ton, atau rata-rata sekitar 8.400 ton per bulan. Pada awal diberlakukannya BKDI, volume ekspor jauh dibawah rata-rata bulanan. Bulan kelima sejak diberlakukan kebijakan ekspor timah melalui BKDI yaitu bulan Desember 2013 volume ekspor timah kembali menunjukkan peningkatan yang siginfikan, namun terjadi penurunan kembali hingga bulan Agustus 2014. Nilai ekspor timah batangan selama periode September 2013 - Agustus 2014 tumbuh 14,5 persen per bulan, sedangkan volume ekspor timah batangan pada periode yang sama tumbuh 14,4 persen per bulan. (Gambar 3.3).
Perkembangan Nilai dan Volume Ekspor Timah Batangan
12.00
250.00
10.00
200.00
8.00
150.00
6.00
100.00
4.00
50.00
2.00
Nilai (USD Juta)
Sep 13 Okt 13 Nov 13 Des 13 Jan 14 Feb 14 Mar 14 Apr 14 Mei 14 Jun 14 Jul 14 Ags 14
Ribu Ton
USD Juta
300.00
-
11.35 67.20 89.54 265.05 72.15 67.26 132.01 116.56 253.03 199.69 167.65 92.44
Volume (Ribu Ton) 0.53
2.83
3.86
11.44
3.15
2.92
5.67
5.01
10.80
8.55
7.31
4.13
Gambar 3.3. Nilai dan Volume Ekspor Timah Batangan Sumber: BPS, 2014 (diolah)
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan
17
Jika dilihat dari negara tujuan ekspor pada tahun 2014 (JanuariAgustus), ekspor timah paling dominan ke Singapura dengan pangsa 77,87 persen dari ekspor timah Indonesia ke pasar dunia (Tabel 3.1). Negara tujuan ekspor kedua yaitu Belanda, kemudian disusul Amerika Serikat dan India.
Dari informasi yang diperoleh dengan pengusaha
smelter timah Singapura hanya sebagai negara transit sementara ekspor timah, dari Singapura akan dijual kembali ke negara-negara lain yang membutuhkan. Tabel 3.1. Negara Tujuan Ekspor Timah Di BKDI Periode Januari-Agustus 2014 Negara Tujuan Singapura Belanda Jepang AS Korsel India Taiwan Italia Arab Saudi Inggris Malaysia Turki Total
Volume Nilai Ribu Ton Share (%) USD Juta Share (%) 27.50 77.87 637.07 77.93 2.98 8.43 68.13 8.33 0.72 2.05 16.82 2.06 1.39 3.92 32.29 3.95 0.66 1.88 15.41 1.88 1.00 2.83 23.18 2.84 0.59 1.67 13.59 1.66 0.40 1.12 9.18 1.12 0.03 0.09 0.70 0.09 0.01 0.01 0.12 0.01 0.02 0.06 0.47 0.06 0.03 0.07 0.58 0.07 35.32 100.00 817.53 100.00
Sumber: BKDI, 2014 (diolah)
3.3 Pengaruh BKDI Terhadap Ekspor Timah Indonesia Sejak Agustus 2013, ekspor timah seluruhnya dilakukan melalui Bursa Komoditi dan Derivatif Indonesia (BKDI) sebagai implementasi dari Permendag 32/M-DAG/PER/6/2013. Timah yang akan diperdagangkan disimpan dalam gudang-gudang yang ditunjuk oleh BKDI, yang tersebar di beberapa
pelabuhan
daerah
penghasil
timah.
Pengelola
gudang
menerbitkan “resi gudang” atas timah yang disimpan. Resi gudang tersebut
digunakan
sebagai
bukti
adanya
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan
barang
yang
bisa
18
diperdagangkan dalam bursa. Buyer dan seller yang boleh melakukan transaksi di bursa, hanya yang terdaftar sebagai anggota bursa. Ketentuan tersebut diduga berpengaruh pada kinerja ekspor. Untuk menganalisis dampak kebijakan ekspor timah melalui BKDI terhadap ekspor timah Indonesia, digunakan model permintaan ekspor timah dengan menggunakan variable dummy sebelum dan sesudah adanya kewajiban ekspor melalui BKDI. Variabel dummy tersebut untuk melihat
perbedaan
kinerja
ekspor
antara
sebelum
dan
setelah
diberlakukannya kebijakan ekspor timah melalui BKDI. Data yang digunakan untuk membuat model penduga permintaan ekspor adalah data bulanan harga ekspor, volume ekspor, nilai ekspor, dan Gross Domestic Product (GDP). Dari UN Comtrade, kelengkapan data yang diperlukan tersebut hanya ekspor ke negara Singapura dan ke Timor Leste. Namun karena ekspor ke Timor Leste nilainya relatif kecil, maka tidak bisa digunakan dalam model. Sehingga model disusun menggunakan data ekspor ke Singapura. Pada pembahasan sebelumnya juga di jelaskan bahwa negara tujuan ekspor timah didominasi oleh Singapura, dari Singapura selanjutnya dijual kepada pembeli selanjutnya yang berasal dari berbagai negara. Model permintaan ekspor dibedakan antara HS 8001 (tin ingot/timah murni batangan) dengan HS 8003 (bentuk timah lainnya seperti tin bars, rods, profiles and wire). Variabel yang digunakan untuk kedua model tersebut tidak semua sama, karena disesuaikan dengan taraf nyata
pengaruh
masing-masing
variable
penduga.
Persamaan
ekonometrik yang digunakan untuk menyusun model HS 8001 (timah batangan dan sudah wajib diperdagangkan melalui BKDI) dan HS 8003 (timah solder dan belum wajib diperdagangkan melalui BKDI) adalah model regresi linier berganda untuk mendapatkan nilai korelasi yang tinggi.
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan
19
3.3.1 Pengaruh BKDI terhadap ekspor Timah HS 8001 Model penduga ekspor HS 8001 dibangun dengan menggunakan data bulanan dari bulan Januari 2013 hingga Juni 2014. Data ekspor yang digunakan adalah nilai ekspor (USD). Model yang sesuai adalah persamaan regresi berganda least square, dengan nilai ekspor (USD) sebagai variable dependent yang merupakan transformasi logaritma natural (ln) dari model ekponensial. Koefisien variable penduga model, seperti ditampilkan pada Tabel 3.2. AR(1) merupakan variable lag (t-1), yang merupakan variable tambahan untuk menghilangkan masalah autokorelasi sehingga hasil regresi yang dibangun bersifat BLUE (best linear unbiased estimators). Tabel 3.2. Koefisien penduga model ekspor timah HS 8001 Variable Ln_VOLUME_EKSPOR Ln_GDP_SING DUMMY C
R-squared Adjusted R-squared
Koefisien Std. Error t-Statistic 1,036670 0,014819 69,95409 0,401498 0,491399 0,817051 0,079635 0,035822 2,223075 1,531957 4,319304 0,354677 0,997078 Mean dependent var 0,996452 S.D. dependent var
Prob. 0,0000**) 0,4276 0,0432**) 0,7281 11,90139 0,378985
Sumber: Hasil analisis **: nyata pada 5%
Berdasarkan hasil analisis model persamaan regresi nilai ekspor timah HS 8001 adalah sebagai berikut: Nilai ekspor = 1,53V1,037GDP0,402D0,080 Dimana V adalah volume ekspor (ton), GDP adalah Gross Domestic Product (USD ribu), dan D adalah variable dummy (0 untuk periode sebelum BKDI dan 1 untuk periode setelah BKDI). Pada Tabel 3.2 ditunjukkan bahwa variabel yang sangat baik untuk menduga nilai ekspor timah adalah volume ekspor (ln_VOL_EKSPOR) dan kebijakan ekspor melalui BKDI (DUMMY) dengan nilai probabilitas masing-masing kurang dari 5% (Prob<0,05).
Nilai R-square model sangat tinggi (mendekati
angka 1) yaitu 0,997 menunjukkan bahwa model penduga sangat bagus.
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan
20
Sebesar 99,7% fluktuasi penerimaan ekspor timah HS 8001 bisa dijelaskan oleh variable penduga secara bersama-sama, sedangkan sisanya yang 0,3% dipengaruhi oleh variable lain yang tidak masuk dalam model. Variable GDP (Gross Domestic Product) yang mencerminkan daya beli di negara tujuan, tidak berpengaruh pada permintaan ekspor (Prob>0,05).
Model ekspor yang dibangun hanya menggunakan data
Singapura, dimana importir Singapura sebagian besar adalah trader. Impor timah tidak untuk dikonsumsi oleh masyarakat Singapura sendiri, namun dijual kembali ke Negara-negara user. Oleh karena itu variabel GDP Singapura tidak bisa digunakan sebagai penduga ekspor timah ke Singapura. Nilai koefisien variabel penduga volume ekspor lebih besar dari 1 (yaitu 1,037), yang menunjukkan bahwa penerimaan ekspor elastis terhadap peningkatan volume ekspor. Jika volume naik 1%, penerimaan ekspor meningkat lebih dari 1% (yaitu 1,037%). Penerimaan ekspor merupakan perkalian antara volume dengan harga. Laju peningkatan penerimaan
ekspor
yang
lebih
tinggi
dibandingkan
dengan
laju
peningkatan volume ekspor, mengindikasikan harga yang semakin tinggi dengan bertambahnya volume ekspor. Dari sisi eksportir, harga jual tinggi merupakan insentif untuk meningkatkan volume ekspor.
Pada saat harga timah dunia rendah,
produsen timah yang tidak efisien akan menghentikan penambangan. Sebaliknya jika harga timah tinggi, tambang timah yang sebelumnya ditinggalkan karena produksinya rendah, menjadi layak untuk ditambang kembali. Oleh karena itu, harga timah tinggi, akan meningkatkan volume, dan secara bersama-sama akan meningkatkan penerimaan ekspor. Model penduga nilai ekspor timah HS 8001, menggunakan data periode Januari 2013 sampai Juni 2014. Pada periode tersebut kisaran harga ekspor timah antara USD 19,394.3/metric ton sampai USD
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan
21
24,182.9/metric ton. Apabila dibandingkan dengan rentang harga pada periode sebelumnya yang pernah mencapai harga tertinggi USD 30,019.48/metric ton (pada bulan April 2011), maka harga dalam model masih memungkinkan untuk naik. Dummy variable yang digunakan dalam model penduga ekspor HS 8001 adalah nol untuk periode sebelum BKDI, dan 1 untuk periode setelah BKDI. Nilai koefisien variable penduga dummy BKDI positif (yaitu 0,080), artinya setelah diberlakukan BKDI ekspor timah HS 8001 meningkat sangat nyata dibandingkan dengan sebelum BKDI.
Nilai perbedaan
intercept model regresi linier dari logaritma natural (ln) antara sebelum dan sesudah BKDI sebesar 0,080, atau setara dengan 1,08 ton (anti ln 0,080). Kebijakan ekspor timah setelah BKDI yang hanya membolehkan ekspor timah dalam bentuk timah murni dengan kadar Sn 99,9%, memaksa produsen untuk mengekspor timah dalam bentuk HS 8001, sehingga nilai ekspor HS 8001 meningkat. 14,000
100 80 60 40 20 (20) (40) (60) (80) (100)
12,000 8,000
Persen
Ton
10,000 6,000 4,000 2,000 Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec Jan Feb Mar Apr May Sebelum BKDI
2013
Impor Singapura
2014 Setelah BKDI
Ekspor Indonesia
Selisih
Gambar 3.4. Diskrepansi Data Ekspor Indonesia dengan Singapura untuk HS 80011000 Sumber: BPS dan Global Trade Atlas, 2014 (diolah)
Namun, berdasarkan Gambar 3.4, volume ekspor timah HS 80011000 Indonesia ke Singapura mengalami penurunan yang signifikan setelah penerapan kebijakan ekspor timah melalui BKDI meskipun terjadi lonjakan ekspor cukup tinggi pada bulan Desember dan Mei 2014.
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan
22
Penurunan volume ekspor timah HS 80011000 megindikasikan ekspor timah ilegal mengalami penurunan setelah penerapan kebijakan ekspor timah melalui BKDI.
3.3.2 Pengaruh BKDI terhadap ekspor Timah HS 8003 Meskipun
ekspor
timah
HS
8003
(timah
solder)
wajib
diperdagangkan melalui Bursa Timah baru akan dilaksanakan mulai Januari 2015 mendatang, namun kajian ini membuat analisis estimasi dengan data eksisting yang tersedia. Model penduga ekspor HS 8003 dibangun dengan menggunakan data bulanan dari bulan Januari 2011 hingga Juni 2014.
Data ekspor yang digunakan adalah nilai ekspor
(USD). Model yang sesuai adalah persamaan regresi berganda least square, dengan nilai ekspor (USD) sebagai variable dependent, menggunakan data asli yang bukan transformasi dari logaritma natural. Koefisien variabel penduga model, seperti ditampilkan pada Tabel 3.3.
Tabel 3.3. Koefisien Penduga Model Ekspor Timah HS 8003 Variable Koefisien Std. Error t-Statistic VOLUME 20,28519 1,220761 16,61683 PRICE 11244,37 13522,09 0,831556 DUMMY 2688686, 1386455, 1,939252 C -1628772, 866878,9 -1,878893 R-squared 0,918636 Mean dependent var Adjusted R-squared 0.912212 S.D. dependent var **: nyata pada 1%; * nyata pada 10%
Prob. 0,0000** 0,4109 0,0599* 0,0679 6687142. 12804062
Sumber: Hasil analisis
Berdasarkan hasil analisis model persamaan regresi nilai ekspor timah HS 8003 adalah sebagai berikut: Nilai ekspor= -1628772 + 20,28519volume + 11244,37price + 2688686dummy
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan
23
Pada Tabel 3.3 ditunjukkan bahwa variabel yang sangat baik untuk menduga nilai ekspor timah adalah volume ekspor (VOLUME) dan kebijakan ekspor melalui BKDI (DUMMY) dengan nilai probabilitas masing-masing kurang dari 1% (Prob<0,01) dan kurang dari 10% (Prob<0,1). Nilai R-square model sangat tinggi (mendekati angka 1) yaitu 0,912 menunjukkan bahwa model penduga sangat bagus. Sebesar 91,2% fluktuasi penerimaan ekspor timah HS 8003 bisa dijelaskan oleh variable penduga
secara
bersama-sama,
sedangkan
sisanya
yang
8,8%
dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak masuk dalam model. Variable harga (PRICE) tidak berpengaruh pada nilai ekspor (Prob>0,1). Nilai koefisien variable penduga volume ekspor sebesar 20,3 yang artinya jika volume ekspor naik satu ton maka penerimaan ekspor akan naik sebesar USD 20,3. Timah dengan HS 8003, terdiri dari beberapa jenis timah dengan kandungan Sn yang berbeda-beda, dan harga yang juga berbeda. Namun jika dilihat dari harga timah minimum pada bursa LME yang terjadi pada tahun 2010 yaitu sekitar USD 15000/MT (Gambar 1.1), maka pertambahan penerimaan ekspor yang hanya sebesar USD 20,3 jika volume naik 1 ton, sangat jauh dibawah harga minimum yang pernah terjadi selama periode analisis. Sama halnya dengan pola pergerakan harga ekspor HS 8001, pada HS 8003 juga terjadi fenomena penurunan harga ekspor jika volume ekspor semakin meningkat. Oleh karena itu strategi peningkatan penerimaan ekspor HS 8003, dengan meningkatkan volume ekspor tidak tepat. Sebaliknya pembatasan ekspor untuk mempertahankan harga ekspor tinggi, justru akan meningkatkan manfaat sumberdaya sebagai sumber pendapatan jangka panjang. Dummy variable yang digunakan dalam model penduga ekspor HS 8003 adalah nol untuk periode sebelum BKDI, dan 1 untuk periode setelah BKDI. Nilai koefisien variable penduga dummy BKDI positif (2.688.686), artinya setelah diberlakukan BKDI ekspor timah HS 8003 meningkat sangat nyata dibandingkan dengan sebelum BKDI.
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan
Nilai penerimaan
24
ekspor sesudah BKDI lebih tinggi UDS 2.688.686 dibandingkan dengan sebelum BKDI. Meskipun volume ekspor rendah, namun dengan harga yang relatif tinggi setelah BKDI, maka akan meningkatkan penerimaan.
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan
25
BAB IV KEBIJAKAN EKSPOR TIMAH DALAM MENDUKUNG INDUSTRI TIMAH NASIONAL
Data primer untuk menganalisis dampak kebijakan ekspor timah terhadap kinerja industri timah nasional, diperoleh dari kegiatan survei dan wawancara mendalam kepada enam produsen sekaligus eksportir timah dan salah satu pejabat di Disperindag Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Data primer juga diperoleh dari FGD (Focus Group Discussion), yang melibatkan manajemen BKDI, pengusaha smelter, user tin ball (pengusaha kaleng) dan eksportir timah untuk solder, Bappebti, Kementerian ESDM. 4.1. Timah Putih sebagai Sumberdaya Terhabiskan Timah putih merupakan unsur langka, kelimpahan rata-rata pada kerak bumi sekitar 2 ppm, jauh lebih kecil dibandingkan dengan seng yang mempunyai kadar rata-rata 94 ppm, tembaga 63 ppm dan timah hitam 12 ppm. Disamping itu, daerah penghasil tambang timah putih juga terbatas. Di dunia ada sekitar 35 negara menghasilkan timah putih, yang berlokasi di dua jalur penghasil timah putih (tin belt) di Asia dan Amerika (minerals.usgs.gov). Jalur Timah Asia Tenggara yang membentang dari bagian selatan China, Thailand, Birma, Malaysia sampai Indonesia, menghasilkan sekitar setengah dari produksi timah putih dunia, dimana Indonesia menyumbang sekitar 30% produksi timah dunia (Carlin, 2008). Sementara itu, cadangan timah di Indonesia menduduki peringkat ke-5 dunia, dengan proporsi 8,1% dari cadangan timah yang tersebar di Bangkinang (Riau), Dabo (Pulau Singkep), Manggar (Pulau Belitung), dan Sungai liat (Pulau Bangka) (Dwiarto, 2014). Timah putih merupakan salah satu logam yang ditambang dan digunakan paling awal. Sebagai logam paduan, timah putih digunakan sejak 3.500 tahun sebelum masehi, dan sebagai logam murni digunakan
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan
26
sejak 600 tahun sebelum masehi. Penambangan timah putih yang telah berlangsung lama, menyebabkan beberapa negara yang berada pada jalur timah putih, kekurangan persediaan dan tidak bisa berproduksi lagi. Di jalur timah Asia Tenggara, hanya China dan Indonesia yang masih memiliki persediaan tambang timah. Tidak berproduksinya beberapa negara yang berada di jalur timah putih, menunjukkan bahwa timah putih merupakan sumberdaya alam yang terhabiskan (depletable) atau sumberdaya tidak terbarukan (nonrenewable). Kegiatan penambangan menyebabkan persediaan timah di dunia jumlahnya semakin berkurang, karena pembentukannya melalui proses geologi yang memerlukan waktu sangat lama. Dengan tingkat produksi timah putih saat ini, yaitu sekitar 100.000 ton/tahun, cadangan timah di Bangka yang telah ditambang sejak tahun 1709 (Muhibat, 2007), memiliki masa penambangan antara 50 tahun sampai 100 tahun kedepan. Sebagai sumberdaya alam yang depletable, penambangan timah harus memikirkan konservasi persediaan sumberdaya timah, dan tidak hanya ingin memperoleh keuntungan maksimum saja.
Penambangan
dilakukan sehemat mungkin (konservasi cadangan), agar generasi yang akan datang, masih bisa memenuhi kebutuhan timah. Timah putih sangat diperlukan bagi pengembangan teknologi elektronik, terutama untuk solder. Penggunaan timah putih untuk solder mencapai 65% dari seluruh timah putih yang diproduksi. Sehingga semakin berkembangnya teknologi pada generasi yang akan datang, kebutuhan timah akan semakin meningkat. Penghematan penambangan timah putih hanya bisa dilakukan melalui pengelolaan yang tepat. Dari hasil FGD diperoleh 7 strategi dalam mengelola pertambangan timah yaitu: (1) mencegah pertambangan timah secara ilegal; (2) memaksimumkan pendapatan negara melalui royalti timah sebesar 3 persen dari nilai ekspor; (3) menciptakan nilai tambah produk timah, dengan membatasi ekspor pasir timah dan/atau crude tin; (4) mencegah kerusakan lingkungan dengan mewajibkan penambang melakukan Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan
27
reklamasi; (5) menerapkan prinsip konservasi cadangan timah pada kegiatan penambangan; (6) menjaga agar harga ekspor timah tinggi; dan (7) meningkatkan produksi dan ekspor timah.
mencegah illegal mining
9,0
pendapatan negara dari royalti
9,0
menciptakan nilai tambah
9,0
mencegah kerusakan lingkungan
9,0
konservasi cadangan timah
9,0
harga ekspor tinggi
7,7
volume ekspor tinggi
3,0
Gambar 4.1. Persepsi Responden terhadap Pengelolaan Sumberdaya Timah Sumber: Hasil Analisis
Pada
Gambar
4.1
ditunjukkan
bahwa
dari
tujuh
strategi
pengelolaan pertambangan timah, lima diantaranya dianggap sangat penting, dengan nilai maksimum (nilai maksimum 9). Kelima strategi yang sangat penting tersebut yakni mencegah Pertambangan timah illegal (illegal mining), memaksimumkan penerimaan royalti, menciptakan nilai tambah dari pengolahan timah menjadi produk akhir, mencegah kerusakan lingkungan sekitar tambang, serta melakukan konservasi cadangan timah dengan melakukan penambangan secara hemat. Sedangkan strategi pengelolaan mempertahankan harga ekspor tinggi dinilai penting (nilai 7), dan strategi meningkatkan volume ekspor timah dinilai sangat tidak penting (nilai 3). Dari jawaban responden tersebut menunjukkan bahwa, konservasi cadangan merupakan tujuan utama dalam pengelolaan sumberdaya timah.
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan
28
4.2.
Timah untuk Kesejahteraan Masyarakat dan Konservasi Cadangan Dalam Undang-Undang Dasar (UUD 1945) pasal 33, dinyatakan
bahwa sumberdaya alam (termasuk hasil pertambangan timah), dikuasai oleh negara dan digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Operasional dari UUD 1945 pasal 33 tersebut dituangkan dalam UU No. 11 tahun 1967, yang mengatur bahwa penambangan timah putih hanya boleh dilakukan oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD). Pada tahun 1968, hanya ada satu perusahaan milik negara yang mengelola pertambangan timah putih yaitu Perusahaan Negara (PN) Tambang Timah. Pada tahun 1976, berdasarkan Undang-Undang No.9 Tahun 1969 dan Peraturan Pemerintah No.19 Tahun 1969; status PN Tambang Timah dan Proyek Peleburan Timah Mentok diubah menjadi bentuk Perusahaan Perseroan (Persero) dengan kepemilikan seluruh saham oleh negara Republik Indonesia, dan berubah nama menjadi PT Tambang Timah (Persero). Pada saat pertambangan timah dimonopoli oleh perusahaan milik Negara PT Tambang Timah (Persero), konsep penambangan menuju konservasi cadangan relatif mudah dilakukan. Produksi timah mudah disesuaikan untuk mengendalikan harga, karena berada dibawah satu manajemen. Sebagai perusahaan milik negara, maka tujuan utama penambangan
adalah
untuk
mensejahterakan
rakyat,
dengan
meminimalkan dampak negatif terhadap lingkungan. Namun pada tahun 1995, ketika statusnya menjadi PT Timah Tbk, 35 persen saham perusahaan dimiliki oleh masyarakat (baik dari dalam maupun luar negeri), selebihnya masih dimiliki oleh negara Republik Indonesia. Status perusahaan yang sudah go public, menyebabkan keuntungan finansial menjadi prioritas utama dari kegiatan penambangan. Aspek konservasi dan lingkungan seringkali menjadi prioritas berikutnya.
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan
29
Undang-Undang No 22 tahun 1999 tentang otonomi daerah (yang memberikan kekuasaan otonomi untuk menyelenggarakan urusan rumah tangga daerahnya kepada daerah kabupaten/kota), membuka peluang bagi banyak orang untuk melakukan usaha pertambangan timah putih. Disamping itu harga timah di pasar dunia yang terus mengalami peningkatan juga menjadi daya tarik bagi banyak orang untuk masuk dalam
usaha
pertambangan
timah.
Meskipun
pemerintah
telah
mewajibkan kepada setiap penambang untuk memiliki IUP (Ijin Usaha Penambangan), namun jumlah penambang yang berstatus ilegal (tidak memiliki IUP) sangat banyak, karena dengan biaya investasi sekitar Rp 200 juta kegiatan penambangan timah sudah bisa dioperasikan. Di kawasan Dusun Malik, Desa Kemingking Kecamatan Koba, Bangka Tengah, misalnya terdapat sekitar 300 unit tambang timah ilegal (Sinar Harapan, 2014). Banyaknya penambang timah swasta ilegal, mengakibatkan penambangan yang berorientasi pada konservasi cadangan timah, sulit dicapai. Orientasi para penambang swasta umumnya hanya untuk memaksimumkan penerimaan, dan meminimumkan biaya. lingkungan
yang
ditimbulkan
dari
kegiatan
Biaya-biaya
penambangan
tidak
diinternalisasikan dalam biaya total, akibatnya lingkungan cenderung rusak dan lahan bekas penambangan timah dibiarkan begitu saja. Dari segi ekonomi, paling tidak ada tiga bentuk potensi ekonomi yang hilang akibat kegiatan penambangan swasta ilegal. Pertama, hilangnya nilai tambah dan penyerapan tenaga kerja, karena diekspor dalam bentuk biji pasir atau crude tin. Kedua, hilangnya royalti 3 persen dari ekspor timah yang disamarkan bentuknya seperti patung kuda dan asbak dari timah, sehingga tidak masuk dalam kelompok barang ekspor kena pajak. Ketiga, kerugian ekonomi dari turunnya harga timah dunia, karena ekspor timah yang tak terkendali dalam berbagai bentuk. Negara-negara seperti Malaysia dan Thailand, membeli pasir timah dan biji timah (crude tin) dari perusahaan trading dari Singapura. Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan
30
Perusahaan trading membeli dari tambang rakyat di Indonesia dengan sistem ijon (dibayar dimuka). Pasir timah dan biji timah yang diekspor tanpa membayar royalti 3% tersebut (karena tidak masuk dalam barang ekspor kena pajak) merupakan bahan baku murah yang bisa memberikan nilai tambah besar jika diolah menjadi timah batangan. Nilai tambah yang diperoleh dalam bentuk peningkatan nilai barang, serta mineral ikutan. Zirkon, monasit (radio aktif), Ilmenit dan Xenotim merupakan mineral ikutan hasil pemurnian timah yang mempunyai nilai ekonomi tinggi (Suprapto, 2009). Tahun 2013 dilaporkan produksi timah Malaysia mencapai 32.700 ton, sementara hasil tambangnya hanya 3.800 ton. Sedangkan produksi timah nasional Thailand dilaporkan 23.000 ton, padalah kegiatan tambang timahnya sudah terhenti (Gatra, 2014). Selisih antara produksi timah dan hasil tambang yang sangat besar menunjukkan bahwa, nilai tambah dari pengolahan timah sangat menguntungkan. Hasil kajian Indonesia Corruption Watch (ICW) dalam Koran Tempo (2014), mengungkapkan bahwa selama 10 tahun (2004-2013) terdapat sekitar 301.800 ton timah diekspor secara ilegal senilai USD 4.358 miliar atau setara dengan Rp 50.121 triliun. Hilangnya penerimaan negara akibat tidak dibayarnya royalti (sebesar 3% dari nilai ekspor) dari ekspor illegal selama 10 tahun tersebut sebesar USD 130.754 juta atau sekitar Rp 6.667 triliun atau rata-rata Rp 666,7 miliar/tahun. Hilangnya manfaat ekonomi dari pertambangan timah yang sangat tinggi tersebut menunjukkan bahwa pemanfaatan sumberdaya timah, lebih banyak memberikan keuntungan bagi segolongan orang tertentu bahkan orang asing. Pemanfaatan sumberdaya alam sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat masih jauh dari harapan. Justru sebaliknya banyak masyarakat yang menerima dampak negatif dari penambangan timah putih. Oleh karena itu diperlukan instrumen yang bisa mencegah ekspor secara ilegal, meningkatkan penerimaan pemerintah dari royalti, dan meningkatkan nilai tambah dari pengolahan timah, serta mencegah over Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan
31
supply yang bisa menurunkan harga. Ekspor timah melalui bursa BKDI diharapkan mampu mewujudkan keinginan tersebut.
4.3. BKDI sebagai instrumen menuju konservasi cadangan timah Upaya untuk mengelola sumberdaya timah agar dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat, adalah dengan mengatur
perdagangan
timah.
Kementerian
Perdagangan
telah
mengeluarkan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 32 tahun 2013, yang mengatur bahwa ekspor timah
dilakukan melalui
mekanisme transaksi bursa berjangka, sejak akhir Agustus 2013. Bursa Komoditi dan Derivatif Indonesia (BKDI) atau Indonesia Commodity and Derivatif Exchange (ICDX) ditunjuk sebagai penyelenggara bursa timah melalui SK Bappebti No.08/BAPPEBTI/KEP-PBK/08/2013, tanggal 19 Agustus 2013. Evaluasi keberhasilan Permendag Nomor 32 tahun 2013 untuk mengkonservasi cadangan sumberdaya timah yang bersifat terhabiskan (depletable), diuraikan seperti berikut ini.
4.3.1 Konservasi cadangan melalui optimasi pungutan iuran Ekspor timah putih yang dilakukan melalui satu pintu, yaitu BKDI, dapat meningkatkan penerimaan royalti dari para smelter. Dimana selama 2004-2013 negara kehilangan penerimaan royalti akibat ekspor ilegal sebesar USD 130.754
juta.
Dengan
perdagangan melalui BKDI
diharapkan ekspor timah ilegal bisa diminimalkan. Penerimaan negara yang tinggi sangat memungkinkan untuk memperbaiki lingkungan pertambangan yang rusak, membangun infrastruktur dan membangun kemampuan sumber daya manusia (SDM). Sehingga ketika sumberdaya timah sudah habis dan tidak bisa dijadikan sebagai sumber pendapatan, maka akan digantikan oleh pendapatan yang bersumber dari lahan bekas tambang yang telah direklamasi, serta dari keunggulan kompetitif infrastruktur yang telah dibangun dan sumberdaya manusia yang handal.
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan
32
4.3.2 Konservasi melalui sertifikat clear and clean Timah putih yang diperdagangkan melalui BKDI, harus memiliki sertifikat clear and clean (C&C), yang membuktikan bahwa timah yang diperdagangkan berasal dari pertambangan yang memiliki IUP (Ijin Usaha Pertambangan) atau IPR (Ijin Pertambangan Rakyat), IUP Operasi produksi untuk pemurnian dan pengolahan, serta IUI (Ijin Usaha Industri) untuk usaha pengolahan timah. Persyaratan sertifikat IUP dapat mencegah penambangan pada wilayah illegal, serta membantu dalam merencanakan produksi agar tidak terjadi over supply. Pelaku ekspor timah juga dibatasi oleh eksportir terdaftar (ET) baik ET untuk timah murni (timah murni batangan), maupun ET untuk timah industri (timah murni non-batangan, timah solder dan/timah paduan bukan solder). Persyaratan sebagai eksportir terdaftar bisa mencegah ekspor ilegal yang merugikan negara dari peneriman royalti, serta berpotensi menurunkan harga dunia karena over supply.
4.3.3 Konservasi melalui Peningkatkan Harga Timah BKDI berpengaruh pada stabilitas harga timah dunia. Pada Gambar 4.2. ditunjukkan bahwa harga timah dunia yang terjadi sebelum timah diperdagangkan melalui BKDI selama periode Januari – Juli 2013, dan setelah adanya perdagangan timah di BKDI pada Agustus hingga Januari 2014 memiliki kisaran harga terendah dengan harga tertinggi berbeda. Sebelum melalui BKDI standar deviasinya selalu diatas 13%, bahkan mencapai 18,15%.
Setelah perdagangan timah melalui BKDI, standar
deviasinya hanya 5,44%.
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan
33
Gambar 4.2. Fluktuasi harga timah dunia sebelum dan sesudah BKDI (USD/MT) Sumber: Asian Metal, 2014 (diolah)
Standar deviasi harga timah yang tinggi pada periode sebelum BKDI, menunjukkan bahwa timah merupakan komoditi spekulasi. Para spekulator yang memiliki modal besar, akan memainkan harga untuk mendapatkan keuntungan. Pada harga timah yang berfluktuasi, pihak yang paling diuntungkan adalah spekulator. Produsen timah lebih banyak mengalami kerugian. Seperti tampak pada Gambar 4.2. bahwa selama 4 periode pengamatan sebelum BKDI, hanya 1 kali harga di atas rata-rata setelah BKDI, dan tiga kali berada dibawah rata-rata BKDI. Dibandingkan periode Januari-Juli 2013, harga timah batangan pada periode Januari-Juli 2014 (setelah BKDI), meningkat antara USD 500/MT sampai dengan USD 1000/MT. Oleh karena itu meskipun volume ekspor timah batangan menurun sekitar 20%, namun karena harga jual yang tinggi, pengusahan smelter timah yang menjadi anggota (seller) BKDI keuntungannya mengalami peningkatan. Sebelum perdagangan timah melalui BKDI, keuntungan smelter antara USD 400-800/MT, setelah melalui BKDI keuntungan tersebut meningkat menjadi USD 4000-5000/MT (BKDI, 2014).
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan
34
Harga timah menentukan kadar timah terendah ekonomis (COG/cut off grade). Pada tahun 2007 COG untuk endapan timah aluvial pada kisaran kadar 0,01% Sn, atau cebakan bijih timah primer dengan kadar sekitar 0,1% Sn. Harga yang relatif tinggi setelah perdagangan timah dilakukan melalui BKDI, akan menurunkan cut off grade (COG). Sumberdaya timah dengan kadar rendah yang sebelumnya tidak ekonomis untuk diusahakan, dapat menjadi cadangan yang mempunyai nilai ekonomi. COG yang rendah, memberikan peluang pengembangan cebakan timah pada wilayah yang telah dilakukan pengakhiran tambang. Kondisi ini mendukung terlaksananya konservasi cadangan timah.
4.4. Meningkatkan Efektifitas Kinerja BKDI dalam Perdagangan Timah Pangsa ekspor timah Indonesia cukup tinggi yaitu sekitar 30% (70% lainnya berasal dari 34 negara) menunjukkan bahwa Indonesia sebagai eksportir timah dominan. Sebagai eksportir dominan, Indonesia memiliki peluang menjadi price leader dalam perdagangan timah dunia. Regulasi yang mengatur ekspor melalui satu pintu yaitu perdagangan timah melalui BKDI, dapat mengendalikan volume ekspor untuk memperoleh harga ekspor tinggi. Ekspor melalui satu pintu yaitu BKDI, juga bisa mengkonservasi cadangan timah sebagai sumber pendapatan dalam jangka panjang. Namun masih ada sistem yang harus diperbaiki dalam perdagangan timah melalui BKDI.
4.4.1 Pengawasan yang Intensif dan Transparansi BKDI Sebagai satu-satunya lembaga yang memiliki otoritas dalam perdagangan timah nasional, BKDI bisa berperan sebagai pembeli tunggal (monopsoni) bagi smelter/seller nasional, sekaligus sebagai penjual tunggal (monopoli) bagi pedagang eksportir/buyer. Peran sebagai monopoli, sekaligus monopsoni, sangat strategis untuk melakukan
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan
35
praktek-praktek
perdagangan
yang
sangat
menguntungkan
bagi
sekelompok orang, sebaliknya sangat merugikan bagi kelompok yang lain. Gagalnya regulasi yang mengharuskan perdagangan dilakukan melalui satu pintu, pernah terjadi pada komoditi cengkeh pada tahun 1990-an. Petani cengkeh melalui koperasi, wajib menjual hasilnya melalui Badan Penyangga dan Pemasaran Cengkeh (BPPC). Perusahhan rokok pengguna cengkeh hanya bisa membeli cengkeh dari BPPC. Namun regulasi tersebut, justru merugikan petani, yang akhirnya banyak petani menebang
pohon
cengkehnya
karena
harga
di
BPPC
tidak
menguntungkan. Dari informasi diperoleh keterangan telah terjadi kesalahan prosedur dalam transaksi jual-beli cengkeh BPPC dengan perusahaan rokok. BPPC diduga mengambil keuntungan dari selisih pembelian cengkeh dari petani untuk dijual ke pabrik rokok (Suara Merdeka, 2007). Oleh karena itu fungsi pengawasan terhadap BKDI yang menjadi tanggung jawab Bappebti (Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi), harus selalu dijalankan. Tuntutan dari para pengusaha smelter timah di Bangka terhadap BKDI agar dilakukan audit keuangan oleh lembaga independen perlu ditindaklanjuti. Bahkan para pengusaha smelter bersedia sharing untuk membiayai audit lembaga BKDI tersebut. Adanya audit, juga bisa membuktikan kepada para smelter, bahwa BKDI yang memiliki otoritas tunggal dalam perdagangan timah dapat menjaga transparansi manajemen pengelolaan keuangannya.
4.4.2 BKDI lebih proaktif dalam mencari pembeli Kewajiban mengekspor timah batangan melalui perdagangan di bursa, membatasi para smelter dalam mencari calon pembeli untuk mempercepat transaksi. Penjualan timah sangat tergantung pada buyer anggota BKDI yang jumlahnya relatif sedikit. Data dari BKDI menunjukkan bahwa dari 20 buyer anggota, hanya 8 yang aktif melakukan perdagangan
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan
36
selama bulan Agustus 2014. Sementara pada bulan yang sama, dari 22 seller (ET/eksportir terdaftar) yang menjadi anggota BKDI, ada 18 yang melakukan perdagangan. Terbatasnya buyer aktif di bursa menyebabkan penjualan timah beberapa smelter tersendat, sehingga produksi macet dan banyak pasokan timah yang disimpan di gudang. Penjualan yang tersendat, juga menyebabkan munculnya tambahan biaya yaitu biaya modal yang macet dan biaya gudang. Oleh karena itu peran BKDI yang menggantikan smelter dalam mencari buyer, harus lebih aktif mencari buyer anggota yang baru.
4.4.3 Diskriminasi Royalti dan Penambahan Spesifikasi Timah Saat ini hanya ada satu besaran royalti yaitu 3% untuk timah batangan yang memiliki kadar Sn (stannum) minimum 99,9% dan unsur pengotor (impuritis) paling tinggi 0,005% untuk Fe (besi); dan 0,030% untuk Pb. Padahal spesifikasi jenis dan ukuran timah yang dibutuhkan pembeli bermacam-macam sesuai kebutuhan. Tarif royalti yang hanya satu macam tidak bisa mengakomodasi spesifikasi jenis timah lain yang diperlukan pembeli jenis timah untuk solder, untuk kaleng dan sebagainya. Spesifikasi timah yang diperdagangkan di BKDI serta variasi tarif royalti perlu ditambah, untuk menarik pembeli yang lebih banyak.
4.4.4 Perlakuan yang Adil Terhadap Semua Smelter Upaya BKDI untuk mendapatkan harga ekspor yang relatif tinggi, adalah melalui pembatasan jumlah ekspor. Seperti halnya OPEC yang membatasi produksi minyak anggotanya untuk mendapatkan harga tinggi, maka BKDI dalam mengendalikan produksi anggotanya juga harus adil. Pembagian quota produksi diantara smelter anggota BKDI, merupakan sikap adil untuk memberi kesempatan berproduksi yang sama bagi semua
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan
37
smelter. Demikian juga penegakan hukum yang adil terhadap pelanggaran yang dilakukan baik oleh BKDI sendiri, smelter maupun buyer dapat memberi kepastian berusaha dan membuat pertimahan nasional semakin maju.
4.4.5 Evaluasi terhadap Pembedaan ET Timah Batangan dan ET Timah Industri Permendag No 44/M-DAG/PER/7/2014 yang membatasi smelter untuk memilih salah satu apakah sebagai eksportir timah batangan saja (Eksportir Terdaftar/ET timah batangan) atau sebagai eksportir timah industri (Eksportir Terdaftar/ET timah industri), menyulitkan smelter untuk berproduksi. Beberapa smelter memproduksi lebih dari satu jenis timah, misalnya menghasilkan kombinasi antara timah batangan dengan timah solder. Jika hanya dibolehkan memegang 1 ET, maka smelter akan kesulitan menjual produksinya.
4.4.6 Melibatkan Kementerian ESDM dalam Penentuan Harga Sebagai lembaga yang ingin menjadi referensi harga, BKDI menentukan harga melalui proses lelang (bid-offer). Meskipun harga ditentukan oleh mekanisme supply/demand, namun perlu ditetapkan harga minimum yang masih menguntungkan bagi smelter. Biaya produksi masing-masing smelter berbeda, tergantung cadangan timah di wilayah tambang. Namun secara rata-rata di Bangka Belitung, untuk mendapatkan 1 ons timah putih diperlukan 1 kubik tanah mineral atau 1 kg timah memerlukan 1 truk tanah mineral. Penentuan harga di bursa perlu dikonsultasikan dengan Kementrian ESDM, agar harga tidak lebih rendah dari biaya produksi.
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan
38
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1 Kesimpulan Nilai ekspor timah batangan selama periode September 2013 Agustus 2014 tumbuh 14,5 persen per bulan, sedangkan volume ekspor timah batangan pada periode yang sama tumbuh 14,4 persen per bulan. Hasil analisis Granger causality menunjukkan bahwa ada hubungan satu arah antara harga timah di bursa BKDI dengan harga timah di bursa LME dengan time lag (jeda) satu (1) hari kerja. Harga timah di bursa LME hari ini akan mempengaruhi harga timah di bursa BKDI keesokan harinya, atau harga timah di bursa BKDI dipengaruhi oleh harga timah di LME kemarin. Kebijakan
yang
mewajibkan
ekspor
timah
melalui
BKDI
meningkatkan nilai ekspor timah bulanan HS 8001 ke negara tujuan ekspor utama yaitu Singapura. Peningkatan nilai ekspor timah batangan disebabkan harga yang relatif tinggi dibandingkan sebelum BKDI. Pengusaha smelter timah tidak keberatan dengan kewajiban ekspor timah melalui bursa BKDI, namun perlu pengawasan yang lebih intensif dan audit dari lembaga independen, agar masyarakat semakin percaya terhadap transparansi kerja BKDI. Pengusaha smelter juga menginginkan adanya kesetaraan hukum dan perlakuan yang sama kepada pengusaha pertambangan timah. 5.2 Rekomendasi Pemerintah
perlu
mempertahankan
kebijakan
ekspor
timah
batangan degan kadar Sn sebesar 99,9 persen. Selain itu, pemerintah harus lebih pro aktif melakukan diskusi untuk menggali masukan dari Pemda Provinsi Kepulauan Bangka Belitung dan para pelaku usaha sehingga dapat menekan perbedaan pendapat antar stakeholder timah. Pemerintah juga diharapkan tetap mempertahankan kebijakan ekspor timah yakni ekspor melalui bursa komoditi untuk mencegah ekspor timah illegal dan meningkatkan daya saing dan nilai tambah produk timah ekspor Indonesia.
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan
39
DAFTAR PUSTAKA
Adnan, H. 13 November 2006. Strong Demand to Keep Tin Prices High. Diunduh dari http://www.thestar.com.my/story/?file=%2F2006%2F11%2F13%2F business%2F15904009 tanggal 10 November 2014. Antaranews. 13 Mei 2014. IRESS minta revisi Permendag tata niaga timah untuk cegah kartel. Diunduh dari http://www.antaranews.com/berita/433949/iress-minta-revisipermendag-tata-niaga-timah-untuk-cegah-kartel tanggal 10 November 2014. Bappebti. 2014. Analisis Harga Timah Januari 2014. Diunduh dari http://www.bappebti.go.id/media/docs/info-komoditi_2014-0220_16-09-07_01.10_._Analisis_Bulanan_Timah-Januari_.pdf tanggal 11 November 2014. Bisnis com. 2 Mei 2014. Agustus 2013-Maret 2014, Volume Ekspor Timah Tembus 27.809 Ton. Diunduh dari http://market.bisnis.com/read/20140502/94/223958/agustus-2013maret-2014-volume-ekspor-timah-tembus-27.809-ton tanggal 12 Mei 2014. BKDI, 2014. Executive summary, Agustus 2014 (tidak dipublikasikan). Carlin,
F., 2008. Diunduh dari Mineral Information, USGS, http://minerals.usgs.gov/minerals/ tanggal 11 November 2014.
Detik finance, 2014. Produsen Samsung Hingga Apple Incar Timah dari Diunduh dari Bangka. http://finance.detik.com/read/2014/03/14/101036/ 2525510/4/produsen-samsung-hingga-apple-incar-timah-daribangka tanggal 23 September 2014. Dwiarto, D, 2014. Potensi dan Tantangan Pertambangan di Indonesia. Diunduh dari http://www.imaapi.com/index.php?option=com_content&view=article&id=1937:pot ensi-dan-tantangan-pertambangan-di-indonesia&catid=47:medianews&Itemid=98&lang=id tanggal 10 Oktober2014. Firdaus, M. 2004. Ekonometrika Suatu Pendekatan Aplikatif. Jakarta: Bumi Aksara.
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan
40
Gatra. 27 Maret 2014. Timah Malaysia dan Thailand van Babel. Diunduh dari http://www.gatra.com/fokus-berita/49793-timah-malaysia-danthailand-van-babel.html tanggal 23 September 2014. Infographics: Major Tin Producing Countries. Diunduh dari http://www.think-energy.org/index.php/infographics/401-major-tinproducing-countries tanggal 31 Oktober 2014. Koran Tempo. 6 Mei 2014. Kasus Ekspor Timah Ilegal: Pemerintah Akui Kebobolan. Mareta, Yustia. 2011. Laporan Umum Magang Tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Unit Metalurgi Muntok PT Timah (Persero) Tbk Bangka Belitung. Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret. Surakarta. Muhibat, 2007. Koin Kuno; Mengungkap Sejarah Kesultanan Palembang Darussalam, Sriwijaya Pos, Palembang. PT Timah (Persero) Tbk. 2014. Rilis harga penutupan perdana INATIN. Harga Penutupan USD 24.500, Lebih Tinggi dari LME Diunduh dari http://www.timah.com/data/uploaded/rilis%20berita%20harga%20p enutupan%20perdagangan%20perdana%20INATIN_2.pdf tanggal 11 November 2014. Sinar Harapan, 8 Agustus 2014. Tambang Timah illegal Muncul Kembali di Bangka Tengah. Diunduh dari http://sinarharapan.co/news/read/140808191/tambang-timah-ilegalmuncul-kembali-di-bangka-tengah- tanggal 10 Oktober 2014. Suara Merdeka. 21 Juli 2007. Pahitnya Cengkih setelah Monopoli. Diunduh dari http://www.suaramerdeka.com/harian/0707/21/nas16.htm tanggal 12 November 2014.
Suprapto, S.J. 2009. Potensi, Prospek dan Pengusahaan Timah Putih di Indonesia. Buletin. Sumberdaya Geologi. Vol. 3 No. 2 tahun 2008. Badan Geologi. Kementerian ESDM. Jakarta. Taylor, R.G., 1979. Geology of Tin Deposits. Elsevier Scientific Publishing Company, Canada Tempo,2013. Diunduh dari http://www.tempo.co/read/news/2013/01/14/090454205/HargaTimah-Anjlok-20-Smelter-Bangka-Kolaps. tanggal 23 September 2014.
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan
41
LAMPIRAN Kuisioner Analisis Dampak Kebijakan Bursa Timah Indonesia terhadap Kinerja Ekspor Timah Pusat Kebijakan Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan RI 2014 A. DATA ASOSIASI 1) Nama Responden :........................................................................... 2) Jabatan :........................................................................... 3) Alamat Asosiasi :........................................................................... 4) Email :........................................................................... 5) Telepon/Faks :........................................................................... B. PERTANYAAN UMUM 1) Berapa perusahaan yang telah menjadi anggota Asosiasi Industri Timah Indonesia?
2) Bagaimana rantai pasok produk timah, mulai dari penambang hingga diekspor?
3) Adakah kendala dalam memperoleh lahan tambang?
4) Berapa biaya menambang pasir timah dari lahan tambang?
5) Berapa kapasitas terpasang dan terpakai timah nasional selama 5 tahun terakhir?
6) Apa dampaknya jika terjadi perubahan jumlah penambang suplier dan jumlah smelter?
7) Berapa persen Produk timah yang dihasilkan, dipasarkan; a) dalam negeri :
%
b) ekspor
%
:
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan
42
C. DAMPAK BURSA TIMAH TERHADAP HARGA DAN VOLUME EKSPOR TIMAH 1) Bagaimana pergerakan harga dan volume timah sebelum dan setelah timah wajib diperdagangan melalui bursa timah sesuai Permendag 32/M-DAG/PER/6/2013 tentang Ketentuan Ekspor Timah? 2) Waktu
Indikator
Sebelum BTI Setelah BTI
Bijih Timah
Logam Timah
Timah Solder
Harga (Rp/kg) Volume (kg) Harga (Rp/kg) Volume (kg)
Bagaimana mekanisme pembentukan harganya?
3) Ekspor produk timah ditujukan ke negara mana saja?
4) Berapa rata-rata pangsa pasar produk ekspor timah di negara tujuan?
5) Berasal dari negara mana pesaing utama produk timah Indonesia?
6) Apakah Anda sudah mengetahui Permendag Timah terbaru (Permendag 44/M-DAG/PER/7/2014)? Bagaimana tanggapan Anda?
7) Permasalahan apa yang dihadapi dalam penjualan hasil produksi timah?
8) Kebijakan apa menurut Anda yang belum ditetapkan pemerintah dalam menunjang peningkatan pengolahan timah dalam negeri (termasuk tarif royalti timah)?
*** Terima Kasih Atas Partisipasi Anda***
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan
43