1
LANGKAH-LANGKAH PELENGKAP YANG TERLEWATKAN DALAM PEMERIKSAAN PERKARA oleh : Ali M. Haidar
I.
PENDAHULUAN Tulisan ini disajikan hanyalah sebagai ulangan dan bahkan cuplikan dari berbagai tulisan tentang teknik pemeriksaan perkara. Namun demikian, perlu kita angkat kembali sebagai refresing terhadap ingatan dan ketelitian kita dalam menangani suatu perkara. Sudah menjadi kebiasaan bagi kita bahwa suatu pekerjaan yang kita lakukan secara rutin seperti menyidang suatu perkara, kadang menimbulkan rasa jenuh dan sikap menggampangkan suatu masalah yang penting. Padahal dibalik itu bisa mengakibatkan pemeriksaan suatu perkara menjadi berlarut-larut dan kehilangan arah yang selanjutnya asas peradilan dilakukan secara sederhana, cepat dan biaya ringan tidak bisa terpenuhi. Tulisan ini sekedar mengingatkan kepada kita semua, bahwa merupakan suatu kewajiban bagi setiap hakim ketika memeriksa sebuah perkara dituntut selalu berpegang pada kaidah dan tahapan hukum acara. Disamping itu, beberapa langkah yang dapat meneyempurnakan hukum acara tidak dilewatkan begitu saja. Harapan akhir kita sebagai hakim adalah dapat mengambil keputusan sesuai dengan rasa keadilan masyarakat dan dapat dipertanggung jawabkan dihadapan Allah SWT. Amien.
II.
TAHAP PEMBUATAN PENETAPAN MAJELIS HAKIM (PMH) Ketua Pengadilan Agama sebagai pejabat yang bertanggung jawab atas jalannya organisasi, sudah seharusnya mengetahui perkara apa saja yang telah diterima, diputus dan yang telah diselesaikan. Untuk mengetahui keadaan yang demikian itu, dilakukan hal-hal antara lain sebagai berikut : Langkah pertama : Mencatat perkara tertentu yang sifatnya khusus dan kemungkinan akan mendapat perhatian masyarakat luas.
2
Langkah kedua : Memanfaatkan waktu untuk meneliti surat gugatan sebelum menunjuk majelis hakim yang akan menanganinya. Langkah ketiga : Melakukan monitoring, baik melalui instrumen pelengkap dalam bentuk buku catatan atau memantau perkembangan pemeriksaan perkara. III.
TAHAP PEMBUATAN PENETAPAN HARI SIDANG (PHS) Ketua/anggota majelis termasuk panitera pengganti, sebagai pejabat yang bertanggung jawab atas pemeriksaan suatu perkara dituntut untuk mengetahui perkembangan perkara untuk : 1. Kepentingan pemeriksaan selanjutnya. 2. Mempertanggung jawabkan perkembangan perkara. 3. Memantau keberadaan berkas perkara. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut perlu diambil langkah-langkah antara lain sebagai berikut : Langkah pertama : Mencatat perkara yang baru diterima dan ditangani kedalam sebuah buku register perkara pribadi dan mengisi perkembangan selanjutnya. Buku register perkara pribadi ini setidaknya berisi kolom nomor urut, nomor perkara, jenis perkara, nama pihak, tanggal pendaftaran, tanggal sidang pertama, tanggal putus, nama hakim konseptor putusan, nama hakim pembimbing berita acara sidang, nama panitera pengganti, tanggal minutasi, tanggal ikrar dan kolom keterangan. Langkah kedua : Membuat buku catatan sidang sebagaimana contoh berikut : Nomor 0001/Pdt.G/2015/PA.Ptk. ( Cerai talak) Fulan
>< Fulanah
3
Pembimbing BAS
: Drs. Abdul Rahman, MHI (HA.1)
Konseptor putusan
: Dra. Siti Rahmah, MH (HA.2) Atau Drs. Umar Bakri, MA (KM)
Sidang I : Kamis, tgl. 15 - 01 - 2015. 1. Penggugat = datang
Tergugat = datang
2. Meneliti identitas pihak, cocok dengan gugatan. 3. Mendamaikan pihak, tidak bersedia damai. 4. Menjelaskan kewajiban mediasi. 5. Membacakan penetapan mediator. 6. Tunda : perintah P + T untuk mediasi.
Sidang II : 30 - 01 - 2015. 1.
Penggugat = datang.
Tergugat = datang
2.
Laporan mediasi, gagal.
3.
Baca gugatan : tidak ada perubahan.
4.
Jawaban lisan : membenarkan semua posita gugatan.
5.
Replik : menguatkan gugatan.
6.
Duplik : menguatkan jawaban.
7.
Tunda : pembuktian Penggugat (surat dan saksi).
Sidang III : tgl. 08 - 02 - 2015. 1.
Penggugat = datang.
Tergugat = datang.
2.
Pembuktian Penggugat (surat ) : 2.1. .............. 2.2. .............. 2.3. Dst.
3.
Pembuktian Penggugat (saksi pertama) : 3.1. Identitas saksi pertama. 3.2. Hubungan saksi dengan pihak. 3.3. Penyumpahan saksi (menurut Islam).
4
3.4. Keterangan saksi : 3.4.1. ................ 3.4.2. ................ 3.4.3. Dst. 4. Pertanyaan pihak kepada saksi : tidak ada. 5. Tunda : pembuktian Tergugat. Sidang IV : tgl. 15 – 02 – 15. 1. Penggugat = datang. Tergugat = datang. 2. Pembuktian Tergugat (surat), tidak ada. 3. Pembuktian Tergugat (saksi pertama) : 1.1.
Identitas saksi pertama.
1.2.
Hubungan saksi dengan pihak.
1.3.
Penyumpahan saksi (menurut Islam).
3.4. Keterangan saksi : 3.4.1. ................ 3.4.2. ................. 3.4.3. Dst. 4. Pertanyaan pihak kepada saksi : tidak ada. 5. Kesimpulan Penggugat : tetap pada gugatan. 6. Kesimpulan Tergugat : tetap pada jawaban. 7. Sidang dibuka dan disekors untuk musyawarah hakim. 8. Sidang dibuka untuk umum. 9. Pembacaan putusan. (dikabulkan/ditolak). 10. Para pihak yang hadir diberitahu hak-haknya. 11. Jurusita diperintah memberi tahu isi putusan kepada pihak yang tidak hadir. (dituangkan dalam BAS dan instrumen). Catatan lain yang perlu masuk dalam BAS : 1. Dasar perubahan majelis hakim (PMH baru). 2. Dasar perubahan PP (Penunjukan PP baru). 3. Penanda tangan BAS harus mereka yang secara riil bersidang.
5
Harus diperhatikan : 1. Siapa yang mengikuti sidang baik sebagai hakim/panitera pengganti. 2. Yang bersidang harus mempunyai berdasarkan penetapan sebagai majelis hakim atau penunjukan sebagai panitera pengganti. 3. Setiap pergantian hakim atau panitera pengganti dengan penetapan/ penunjukan. 4. Mencatat apa yang terjadi/ditanyakan sendiri atau ditanyakan oleh hakim lain. Catatan sidang ini bermanfaat untuk mengetahui langkah apa yang harus dilakukan dalam pemeriksaan selanjutnya dan untuk mempersiapkan penyusunan pertanyaan kepada para pihak maupun saksi-saksi. Kegunaan lain mengapa perlu dibuat catatan sidang adalah dapat dijadikan pedoman bagi ketua/hakim anggota ketika membimbing panitera pengganti dalam membuat berita acara sidang. Langkah ini ditempuh dengan harapan berita acara sidang yang merupakan akta autentik dibuat tidak hanya berdasarkan ingatan ketua/hakim anggota atau catatan perjalanan sidang yang dibuat oleh panitera pengganti semata, akan tetapi disusun benar-benar berdasarkan catatan ketua/hakim anggota maupun catatan panitera pengganti. Dengan memperbandingkan berbagai catatan tersebut dan disusun berdasarkan logika yang benar, diharapkan validitas sebuah berita acara sidang dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya. Langkah ketiga : Membuat buku catatan khusus terhadap perkara ikrar talak dan perkara yang ditegur karena kekurangan panjar biaya perkara. Buku catatan ini sangat diperlukan, oleh karena dua kondisi perkara tersebut jarang terjadi dan sangat dimungkinkan terjadinya kelaian yang berakibat : 1. Semestinya bagi perkara yang ditegur dapat diselesaikan dalam waktu satu bulan apabila penggugat tidak memenuhi teguran. 2. Penyelesaian perkara ikrar talak akan berlarut-larut apabila tidak tepat penentuan berkekuatan hukum tetap dan penetapan hari sidangnya. 3. Pelaporan perkara setiap bulannya tidak akurat.
6
Langkah keempat : Melibatkan hakim anggota dalam penentuan penetapan hari sidang. Keterlibatan hakim anggota dalam musyawarah hakim ketika menetapankan hari sidang diharapkan akan mememberikan sumbangan pemikiran mengenai beberapa hal yang antara lain : 1. Jauh dekatnya tempat tinggal para pihak. 2. Ada atau tidaknya permohonan sita dan langkah apa yang seharusnya dilakukan. 3. Ada atau tidaknya kuasa serta bagaimana menyikapinya. 4. Surat gugatan apakah sudah memenuhi syarat formail maupun materii atau belum. 5. Pertimbangan terhadap jadwal kegiatan hakim anggota. 6. Tindakan apa yang harus dilakukan dalam pemeriksaan sidang pertama. 7. Pembagian tugas antara ketua majelis dan hakim anggota, agar supaya dapat diketahui secara jelas dan tegas siapa yang bertanggung jawab terhadap sebagian proses pemeriksaan persidangan. 8. Tugas-tugas tersebut antara lain : 8.1. Siapa yang bertugas dan bertanggung jawab membimbing panitera pengganti dalam menyusun berita acara sidang. 8.2. Siapa yang membuat instrumen yang berkaitan dengan pemeriksaan perkara. 8.3. Siapa yang harus mengonsep putusan dan mengoreksi berkas sebelum diminutasi. 8.4. Tugas ketua majelis adalah : 8.4.1. Meneliti relaas panggilan sebelum memulai pemeriksaan sidang. 8.4.2. Meneliti pemberitahuan isi putusan sebelum memberi paraf pada berkas minutasi. 8.4.3. Mengkoordinasikan pembagian tugas dalam persidangan kepada para hakim dan panitera pengganti. 8.5. Perintah yang termuat dalam penetapan hari sidang dirumuskan secara jelas dan tegas sehingga tidak bisa ditafsirkan lain.
7
Kejelasan perintah ini perlu mendapat perhatian oleh karena tidak boleh terjadi apa yang diperintahkan oleh ketua majelis apabila dilakukan oleh para pihak, akan menimbulkan kerugian bagi mereka. Sebab perintah dalam penetapan hari sidang menjadi dasar pemanggilan oleh jurusita yang bertugas dan selanjutnya akan timbul masalah apabila dipenuhi oleh para pihak. Sebagai contoh, ketika ketua majelis dalam penetapan hari sidang memerintahkan pihak penggugat untuk membawa alat bukti dan kepada tergugat agar mempersiapkan jawaban, padahal agenda sidang pertama apabila kedua pihak datang adalah jelas-jelas untuk perintah mediasi, maka perintah yang demikian itu termasuk perintah yang kurang tepat karena apabila perintah itu dipenuhi oleh para pihak akan menimbulkan kerugian bagi mereka. Rugi membiayai saksi dan bagi saksi sendiri rugi waktu dan sebagainya sehingga patut diantisipasi timbulnya ketidak puasan pihak yang bersangkutan. Langkah kelima : Membuat instrumen panggilan dan segera menyerahkannya kepada jurusita yang telah ditunjuk. IV.
TAHAP SIDANG PERDAMAIAN Berkas yang akan disidangkan sudah diserahkan oleh panitera pengganti kepada ketua majelis paling lambat sehari sebelum sidang dilakukan untuk merencanakan teknis pemeriksaan. Selanjutnya ditentukan langkah-langkah sebagai berikut : Langkah pertama : Pada saat menerima berkas yang akan disidangfkan, ketua majelis memeriksa keabsahan relaas panggilan dan mencatatnya pada catatan sidang. Langkah kedua : Apabila para pihak menggunakan jasa kuasa hukum adalah meneliti antara lain terhadap hal-hal sebagai berikut : 1. Surat kuasa berbentuk kuasa umum, kuasa khusus, kuasa otentik, kuasa dibawah tangan atau kuasa istimewa.
8
2. Kuasa yang bagaimana yang dapat mewakili atau mendampingi dalam mediasi. 3. Kuasa yang tidak memerlukan surat kuasa khusus atau secara otomatis dapat bertindak mewakili kepentingan orang atau badan tanpa harus membawa dan menunjukan surat kuasa khusus. 4. Tanggal pada meterai yang tertempel pada surat kuasa. 5. Tanggal pembuatan surat kuasa dicocokan dengan tanggal surat gugatan. 6. Siapa yang menanda tangani surat gugatan. 7. Tanggal pendaftaran surat kuasa di kepaniteraan. 8. Organisasi advokat berasal. 9. Kartu tanda pengenal anggota advokat. 10. Berita acara sumpah dari Pengadilan Tinggi. 11. Kehadiran pemberi kuasa. 12. Pemberi kuasa masih hidup atau sudah meninggal dunia. 13. Pencabutan surat kuasa dari pemberi kuasa. 14. Pengunduran diri dari penerima kuasa. 15. Hak substitusi dalam surat kuasa. 16. Izin dari Ketua Pengadilan Agama bagi kuasa insidentil. 17. Ada izin atasan bagi kuasa yang berasal dari PNS, Anggota TNI atau Polri. 18. Kuasa yang hadir, apabila kuasa lebih dari seorang. Langkah ketiga : Majelis hakim berusaha mendamaikan kedua pihak dan apabila tidak berhasil baru menjelaskan dan memulai tahapan prosedur mediasi. V.
TAHAP PEMBACAAN GUGATAN Pemeriksaan terhadap surat gugatan harus dilakukan secara cermat dan hati-hati oleh karena surat gugatan merupakan tonggak awal dan dasar pemeriksaan suatu perkara. Dengan demikian, perlu diambil langkah-langkah sebagai berikut: Langkah pertama : Meneliti isi laporan mediator apakah berisi laporan berhasil atau gagal.
9
Langkah kedua : Menyatakan sidang tertutup untuk umum apabila perkara yang ditangani berkaitan dengan perkara perceraian. Langkah ketiga : Pembacaan surat gugatan, oleh majelis hakim atau oleh penggugat atas perintah majelis hakim. Langkah keempat : Menanyakan kepada penggugat apakah ada perubahan surat gugatan atau tidak. Namun demikian apabila hakim merasa ada posita yang tidak jelas perlu menanyakan kepada penggugat, tentang apa yang dimaksud dengan klausul dalam posita gugatan. Langkah kelima : Mencermati perubahan gugatan. Perubahan yang dilakukan oleh penggugat menyangkut perubahan terhadap esensi gugatan atau hanya pembetulan tulisan yang tidak merubah materi pokok gugatan. Perubahan tersebut cukup dituangkan dalam berita acara sidang atau harus dibuat secara tertulis. Langkah keenam : Mencermati surat gugatan yang sudah dinyatakan tidak ada perubahan oleh penggugat mengenai antara lain hal-hal sebagai berikut : 1.
Identitas secara lengkap bagi para pihak yang menjadi dasar data selanjutnya.
2.
Personalitas keislaman yang menjadi dasar salah satu kewenangan absolut.
3.
Perkara voluntair yang harus ada pihak lawan atau tanpa pihak lawan.
4.
Kewenangan
Pengadilan
Agama
ketika
menyangkut
titik
singgung
kewenangan dengan peradilan lain. 5.
Siapakah sebenarnya yang menguasai harta sengketa.
6.
Dalam perkara waris, apakah semua ahli waris sudah ditarik sebagai pihak atau belum.
7.
Dalam perkara waris, apakah pihak ketiga yang menguasai harta sengketa secara sah telah ditarik sebagai pihak atau belum.
8.
Kejelasan batas, luas dan letak tanah sengketa.
10
9.
Pemberlakuan KHI tidak berlaku surut.
10. Izin atau surat keterangan untuk perkara perceraian atau poligami dan tata cara pemeriksaannya. Langkah ketujuh : Mengamati apakah dalam gugatan tersebut terdapat permohonan sita atau tidak dan cara menyikapinya. Langkah kedelapan : Menanyakan kesiapan tergugat untuk menjawab surat gugatan. Apabila jawaban tergugat disampaikan secara : 1. Lisan, maka harus jelas dan tegas yang dapat dimengerti oleh penggugat. 2. Tertulis, maka setelah tergugat menyerahkan jawaban kepada majelis hakim dan penggugat, gugatan harus dibaca untuk mengetahui maksud tergugat yang sebenarnya dan memudahkan penggugat menyampaikan replik. Bagi hakim sangat berguna untuk memilah mana dalil gugatan yang dibenarkan dan mana yang disanggah yang selanjutnya disarikan pokok-pokoknya dan dicatat dalam catatan sidang. Langkah ini perlu dilakukan untuk memperlancar pemeriksaan selanjutnya dan khususnya ketika membuat putusan. Langkah kesembilan : Mencermati konsistensi dan korelasi antara gugatan dengan replik maupun jawaban dengan duplik. Apakah saling mendukung atau terdapat perbedaan dan bahkan pertentangan antara keduanya atau tidak. VI.
TAHAP SIDANG PEMBUKTIAN Pembuktian dalam hukum acara merupakan tahapan pemeriksaan yang sangat penting, oleh karena keputusan hakim banyak tergantung kepada keterangan saksi. Sehingga dalam tahapan ini perlu diambil langkah-langkah sebagai berikut : Langkah pertama : Meneliti surat bukti, dengan cara : 1. Mencocokkan foto kopi surat bukti dengan aslinya. 2. Memberi tanda P-1 atau T-1 seterusnya.
11
3. Ketua majelis memberi catatan dengan ditulis tangan tentang cocok dan tidaknya foto kopi dengan aslinya. 4. Memperlihatkan kepada pihak lawan. Langkah kedua : Menuntaskan pemeriksaan bukti penggugat dan setelah selesai betul baru memulai pemeriksaan alat bukti yang diajukan tergugat. Langkah ketiga : Untuk memeriksa saksi perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut : 1. Dicocokkan identitas lengkap saksi berdasarkan KTP/bukti yang lain. 2. Diperjelas hubungan saksi dengan para pihak. 3. Kemudian baru disumpah menurut agamanya. Langkah keempat : Pembagian tugas antara ketua majelis dan para hakim anggota dan dituangkan dalam berita acara sidang. Sehingga tidak terkesan pemeriksaan saksi sebagaimana yang tertuang dalam berita acara sidang selalu dimonopoli oleh ketua majelis. Langkah kelima : Pertanyaan hakim dan jawaban saksi mencerminkan usaha hakim dalam peristiwa yang ditanyakan benar-benar dilihat, didengar atau dirasakan oleh saksi. Langkah keenam : Keterangan saksi hanya berdasarkan catatan hakim dan panitera pengganti dan hindari mengandalkan kopi paste atau master putusan yang tidak relevan. Langkah ketujuh : Menentukan tahapan penyampaian kesimpulan. VII.
TAHAP MUSYAWARAH HAKIM. Musyawarah hakim adalah forum pertemuan majelis hakim untuk menentukan hasil akhir suatu pemeriksaan perkara. Apakah akan dikabulkan, akan ditolak atau akan tidak diterima. Untuk itu perlu langkah-langkah antara lain sebagai berikut :
12
Langkah pertama : Hasil musyawarah harus segera dituangkan dalam bentuk konsep putusan yang sudah final, ditandai paraf oleh majelis hakim. Langkah kedua : Sebelum menanda tangani putusan, majelis hakim harus sudah meneliti kebenarannya. Langkah ketiga : Memperhatikan batas waktu kewajiban hakim untuk membuat putusan dan tenggang waktu banding bagi para pihak. VIII.
TAHAP SIDANG PUTUSAN. Sidang putusan merupakan pemeriksaan perkara pada tahap paling akhir, oleh karena itu perlu langkah yang cukup hati-hati, antara laian : Langkah pertama : Menyatakan sidang terbuka untuk umum. Sebab kelalaian mengucapkan pernyataan tersebut berakibat fatal karena putusan batal demi hukum. Langkah kedua : Meneliti siapa saja yang hadir pada saat pembacaan putusan, baik dari phak penggugat, pihak tergugat atau kuasa hukum. Pentingnya langkah ini karena menyangkut penentuan putusan mulai berkekuatan hukum, tenggang waktu verzet maupun tenggang waktu pengajuan banding. Langkah ketiga : Perintah hakim kepada jurusita agar amar putusan segera diberitahukan kepada pihak yang tidak hadir.
IX.
MINUTASI BERKAS PERKARA. Tugas akhir bagi hakim yang memeriksa dan mengadili suatu perkara adalah minutasi berkas perkara yang ditangani. Tugas ini akan terasa ringan apabila sejak awal ketua majelis mulai melakukan minutasi setiap selesai tahap persidangan.
13
Adapun beberap langkah yang perlu diperhatikan dalam melakukan minutasi suatu perkara antara lain adalah : 1. Meneliti isi berkas perkara sesuai daftar isi berkas. 2. Meneliti semua tanda tangan dan setempel. 3. Meneliti pemberian halaman. 4. Meneliti tulisan/catatan yang ada. 5. Membubuhkan paraf pada map perkara. 6. Mencatat pada buku ekspedisi setiap perpindahan berkas. Sekian terima kasih dan atas segala kekurangannya mohon maaf. Kritik dan saran untuk perbaikan selalu penulis harapkan dalam upaya bersama menjaga profisionalitas hakim pengadilan agama dalam memeriksa perkara.
Pontianak, 10 Maret 2015