II. PEMERIKSAAN PERKARA PERDATA A. Pendahuluan Pokok bahasan II ini mengandung sub-sub pokok bahasan tentang cara mengajukan
dan
membuat
gugatan;
tindakan-tindakan
yang
mendahului
pemeriksaan; tindakan yang dapat dilaksanakan selama pemeriksaan; putusan gugur dan putusan di luar hadir tergugat (verstek); usaha hakim mendamaikan para pihak; jawaban tergugat. gugat balik dan eksepsi; menambah dan mengubah surat gugatan; kumulasi gugatan dan pengabungan gugatan, dan pembuktian. Penguasaan materi pada pokok bahasan II ini penting bagi mahasiswa, supaya dapat mengetahui dengan benar hal-hal yang berkaitan dengan pemeriksaan perkara perdata di pengadilan. Setelah mengikuti kuliah pada pokok bahasan kedua ini diharapkan mahasiswa
dapat
mengetahui
persoalan-persoalan
yang
teradapat
dalam
pemeriksaan perkara perdata di pengadilan. B. Penyajian 1. Uraian dan Contoh a. Cara mengajukan gugatan Dalam hal gugatan, perlu diketahui dulu perbedaannya dengan permohonan. Dalam perkara gugatan ada suatu sengketa yang harus diselesaikan dan diputus oleh pengadilan. Di sini hakim berfungsi sebagai orang yang mengadili dan memutus siapa pihak yang benar dan yang salah, sedang dalam permohonan tidak ada sengketa. Hakim hanya sekedar memberi jasa sebagai seorang tenaga tata usaha negara, putusan hakim berupa penetapan (declaratoir vonis). Hakim dalam permohonan tidak memutuskan suatu konflik. Contoh dalam hal ini adalah permohonan pengangkatan anak, wali, pengampu, perbaikan akta catatan sipil, dan sebagainya. Untuk mengajukan suatu gugatan harus diajukan ke Pengadilan yang wenang mengadili perkara tersebut. Dalam hukum acara perdata dikenal 2 jenis kewenangan, yaitu 1) kewenangan mutlak (kompetensi absoulut), yakni keweangan pengadilan dalam memeriksa jenis perkara tertentu yang secara mutlak tidak dapat diperiksa oleh pendalian lain, baik dalam lingkungan pengadilan yang sama (Pengadilan Negeri dengan; Pengadilan Tinggi) maupun dalam lingkungan peradilan lain (Pengadilan Negeri dengan
Pengadilan Agama); 2) kewenangan relatif (kompetensi relatif), yakni mengatur tentang pembagian kekuasaan mengadili antar pengadilan yang sejenis. Asasnya gugatan harus diajukan ke Pengadilan Negeri tempat tinggal tergugat (actor sequitur forum rei). Terhadap asas ini ada pengecualian, yaitu 1)
Jika tempat tinggal tergugat tidak diketahui, gugatan diajukan ke pengadilan Negeri tempat tinggal penggugat;
2)
Jika tergugata terdiri dari 2 orang atau lebih dan mereka tinggal di tempat yang berbeda. maka gugatan dapat diajukan di salah satu tempat tinggal tergugat;
3)
Jika tergugat terdiri dari orang-orang yang berutang dan penanggung, gugatan diajukan ke Pengadilan Negeri tempat si berutang.
4)
Jika tempat tinggal tergugat tidak diketahui (tidak dikenal), gugatan diajukan ke Pengadilan Negeri tempat tinggal Penggugat.
5)
Jika gugatan mengenai barang tetap, maka gugatan diajukan ke Pengadilan Negeri letak barang tersebut berada (actor sequitur forum sitei);
6)
Kalau kedua belah pihak memilih tempat tinggal khusus dengan akta tertulis, maka gugatan dapat diajukan ke Pengadilan negeri di tempat yang telah dipilih tersebut. Untuk mengajukan gugatan, seseorang harus mempunyai hak dan
kepentingan. Menurut Pasal 118 HIR, gugatan harus diajukan dengan surat gugatan yang harus ditandatangani penggugat atau wakilnya, harus bertanggal, menyebut secara jelas identitas masing-masing, tempat tinggal, dan kalau perlu jabatan/kedudukan mereka. Selain identitas para pihak, harus ada gambaran yang jelas mengenai duduk perkaranya (Posita, Fundamentum Petendi), di samping itu, dalam surat gugatan harus disebutkan petitum (tuntutan)., yaitu hal-hal apa yang dinginkan agar diputus. Apabila
penggugat
tidak
dapat
menu'',
permohonan
disampaikan secara lisan kepada Ketua pengadilan Negeri setempat. b. Tindakan yang mendahului pemeriksaan
dapat
Sesudah surat gugatan lengkap, penggugat dapat mendaftarkan gugatan beserta salinannya, yang akan disampaikan kepada tergugat dengan surat panggiian dari Pengadilan Negeri. Panitera akan mencatatnya dalam daftar perkara. Pada waktu memasukan surat gugatan, penggugat harus membayar biaya perkara, kecuali bagi yang tidak mampu dapat berpekara secara prodeo (cuma-cuma) dengan mengajukan surat keterangan tidak mampu yang harus diketahui oleh pejabat yang berwenang. Ketua pengadilan akan menetapkan hari dan tanggal sidang dan sekaligus menyuruh memanggil kedua belah pihak agar mengadap ke pengadilan pada hari dan tanggal yang sudah ditetapkan dengan membawa saksi-saksi dan bukti-bukti. Pemanggilan para pihak dilakukan oleh jurusita kepada tergugat di tempat tinggalnya. Apabila tergugat tidak diketemukan di tempat tinggal tersebut, gugatan diserhkan ke kepala desa di tempat tinggal tergugat berdomisili. Kalau tergugat sudah meninggal dunia, gugatan diserahkan kepada ahli warisnya, jika hli waris tidak diketemukan maka panggilan akan diserahkan ke kepala desa di tempat tinggal terakhir tergugat yang meninggal itu. Apabila tempat tinggal tergugat tidak diketahui, surat panggilan diserahkan ke Bupati/walikota dan selanjutnya akan ditempel di papan pengumuman Pengadilan Negeri. Jurusita akan menyerahlkan berita acara (relaas) panggilan kepada ketua majelis hakim yang akan memeriksa perkara tersebut, yang merupakan bukti bahwa telah dilakukan pemanggilan secara patut dan layak. c. Tindakan yang dapat dilaksanakan selama pemeriksaan Seseorang yang mengajukan gugatan ke pengadilan. di samping berharap untuk memperoleh putusan yang adil, juga berharap putusan tersebut akhirnya dapat dilaksanakan. Untuk hal ini dikenal adanya sita jaminan. Sita jaminan mengandung anti bahwa untuk menjamin pelaksanaan putusan di kemudian hari, barang-barang baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak milik tergugat. ataupun barang bergerak milik penggugat yang ada dalam penguasaan
tergugat selama proses berlangsung dapat lebih dahulu disita agar tidak dialihkan, diperjualbelikan atau dipindahtangankan ke orang lain. Sita jaminan ini harus dimohonkan oleh Penggugat kepada hakim yang memeriksa (Pasal 178 ayat (3) HIR). Jenis-jenis sita jaminan adalah : 1). Sita revindicatoir (Pasal 226 HIR) Merupakan sita atas barang bergerak milik kreditur (penggugat) sendiri. Maksud sita ini adalah agar barangbarang yang digugat tidak dihilangkan selama proses berlangsung. Akibat dari sita ini, pemohon atau penyita barang tidak dapat menguasai barang yang disita dan sebaliknya yang terkena sita dilarang mengasingkan barang. Apabila gugatan penggugat dikabulkan, maka dalam dictum putusan, sita ini dinyatakan sah dan berharga dan diperintahkan agar barang yangbersangkutan diserahkan kepada penggugat, sedang jika gugatan ditolak, maka sita tersebut dinyatakan dicabut. 2). Sita conservatoir (Pasal 227 HIR) Merupakan sita atas barang milik debitur (tergugat) agar barang tersebut tidak dihilangkan atau dipindahtangankan selama perkara sedang berlangsung. Sita ini merupakan persiapan sebelum dijalankannya putusan. 3). Sita eksekutorial Merupakan sita atas barang-barang sebagai pendahuluan suatu eksekusi dari putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dengan maksud barang tersebut akan dilelang di muka umum untuk memenuhi putusan pengadilan yang tidak dituruti secara sukarela oleh pihak yang dikalahkan. 4). Sita marital (823 Rv) Sita ini dimohonkan oleh pihak istri terhadap barang-barang suaminya, baik
bergerak
maupun
tidak
bergerak.
sebagai
jaminan
untuk
memperoleh bagiannya sehubungan dengan gugatan perceraian, agar selama proses persidangan barang tersebut tidak dihilangkan suami.
5). Sita gadai/pand beslag (Pasal 751 Rv).
Sita gadai ini semacam sita jaminan, yang dimohonkan oieh orang yang menyewakan rumah atau tanah, agar diletakan sita terhadap perabot rumah tangga milik penyeba/tergugat guna menjamin pembayaran uang sewa yang harus dibayar. d. Putusan gugur dan verstek Gugatan akan gugur jika penggugat tidak hadir dan tidak menyuruh kuasanya untuk menghadap ke pengadilan pada hari sidang yang telah ditentukan setelah dipanggil dengan patut dan layak. Karena gugatan gugur, penggugat dihukum untuk membayar biaya perkara. Penggugat yang diputus gugur diperkenankan untuk mwngajukan gugatan sekali lagi setelah ia terlebih dahulu membayar biaya perkara yang baru. Apabila pada hari sidang pertama yang telah ditentukan tergugat tidak hadir dan tidak menyuruh wakilnya untuk datang menghadiri sidang, sedang ia telah dipanggil dengan patut dan layak, maka gugatan diputus verstek. Berdasarkan Pasal 126 HIR, pengadilan sebelum menjatuhkan putusan verstek dapat memanggil sekali lagi pihak yang tidak datang tersebut. Biasanya hakim memandang perkara tersebut sangat penting. Apabila terdapat lebih dari satu tergugat dan mereka semua tidak hadir pada sidang pertama, maka acaranya sama dengan putusan mengenai satu orang tergugat. Menurut Pasal 127 HIR, apabila ada beberapa tergugat dan satu atau lebih tidak hadir pada sidang pertama, maka pemeriksaan harus diundur pada sidang yang lain, lalu hakim menyuruh memanggil lagi untuk menghadap persidangan pada persidangan kemudian. Jika ternyata pada hari sidang kemudian tergugat tersebut tidak hadir pula, maka tergugat yang tidak datang tersebut dianggap tidak melakukan perlawanan dan gugatan akan diputus secara contradiktoir terhadap semua tergugat, apabila tergugat tidak pugs dengan putusan maka dapat mengajukan banding. e. Usaha hakim untuk mendamaikan para pihak Pasal 130 ayat (1) HIR menyebutkan bahwa hakim sebelum memeriksa perkara harus berusaha mendamaikan kedua belah pihak. Peranan hakim dalam usaha mendamaikan para pihak sangat penting. Apabila hakim berhasil mendamaikan para pihak, lalu dibuat akta perdamaian dan kedua belah pihak harus mentaati isi akta perdamaian. Akta ini mempunyai kekuatan sebagaimana suatu putusan biasa yang telah mempunyai kekuatan mengikat
(inkracht van gewijsde).
Dengan adanya
perdamaian ini, maka para pihak tidak dapat mengajukan banding dan kasasi. Apabila dikemudian hari perkaranya diajukan kembali oleh para pihak atau ahli warisnya, maka gugatannya akan dinyatakan
nebis in
idem
dan karenanya dinyatakan tidak dapat diterima. Adapula perdamaian dilakukan di luar sidang. Perdamaian yang dilaksanakan di luar sidang oleh para pihak hanya mempunyai kekuatan sebagaimana persetujuan yang dilakukan oleh kedua belah pihak pada umumnya. Apabila salah satu pihak melanggar perdamaian tersebut maka masih harus diajukan lagi ke pengadilan. f. Jawaban tergugat, gugat balik dan eksepsi Apabila usaha hakim mendamaikan kedua belah pihak tidak berhasil, hakim akan memulai membacakan gugatan. Tidak ada kewajiban menjawab gugatan menurut HIR. Apabila dikehendaki jawaban secara tertulis, lalu dijawab kembali secara tertulis pula oleh penggugat, maka disebut dengan replik. Replik ini kemudian dapat dijawab lagi oleh tergugat dan disebut dengan duplik. Jawaban yang diajukan tergugat terdiri dari 2 macam, yaitu 1) jawaban yang tidak langsung tentang pokok perkara, disebut tangkisan (eksepsi), dan 2) jawaban yang langsung pada pokok perkara. Adakalanya tergugat merasa dapat menggugat kembali penggugat. Pasal 132 a dan b HIR mengatur tentang gugat balik (rekonvensi) ini. Gugat balik diajukan bersama-sama dengan jawaban. Dalam praktek, gugat balik dapat diajukan selama belum dimulai dengan pemeriksaan bukti, artinya belum dimulai dengan pendengaran saksi. Pada asasnya gugat balik dapat diajukan pada setiap perkara, namun dalam hal ini Pasal 132 huruf a HIR telah memberikan beberapa pengecualian. yaitu 1)
Jika penggugat dalam gugat asal mengenai sifat, sedangkan gugat balasan itu mengenai dirinya dan sebaliknya;
2)
Jika pengadilan yang memeriksa gugat konvensi tidak berwenang memeriksa gugat rekonvensi;
3)
Dalam perkara yang berhubungan dengan pelaksanaan putusan;
4)
Jika dalam pemeriksaan tingkat pertama tidak dimasukkan gugat balasan, maka dalam tingkat banding tidak boleh diajukan gugat balasan.
Baik gugat asal maupun gugat balik, umumnya diselesaikan sekaligus dengan satu putusan. Pertimbangan hukumnya memuat dua hal, yaitu pertimbangan hukum dalam konvensi dan pertimbangan hukum dalam rekonvensi. Manfaat gugat balik (rekonvensi) bagi kedua belah pihak adalah : 1) menghemat
ongkos
perkara,
2)
mempermudah
pemeriksaan,
3)
mempercepat penyelesaian perkara. dan 4) menghindarkan putusan yang saling bertentangan. g. Menambah atau mengubah surat gugatan HIR tidak mengatur tentang menambah dan mengubah surat gugatan, namun tidak berarti hal itu tidak diperbolehkan. Putusan MA No. 209K/Sip/1970 tanggal 6 Maret 1970 menyebutkan bahwa suatu perubahan tuntutan tidak bertentangan dengan asas-asas hukum acara perdata, asal tidak mengubah atau menyimpang dari kejadian materiil. Mengenai
pengurangan
gugatan,
hal
ini
senantiasa
akan
diperkenankan oleh hakim. Hal ini karena tidak merugikan tergugat. Perubahan gugatan tidak diperbolehkan pada tingkat di mana pemeriksaan sudah hampir selesai, pada saat mana dalildali tangkisan dan pembelaaan sudah hampir habis dikemukakan dan kedua belah pihak sebelum itu sudah mohon putusan. HIR juga tidak mengatur tentang pencabutan gugatan. Dalam praktek, pencabutan gugatan diijinkan selama oleh pihak tergugat belum diajukan jawaban, sedang jika telah diajukanjawaban diperbolehkan asal dengan persetujuan pihak tergugat. Kalau gugatan dicabut, kedua belch pihak kembali dalam keadaan semula sebelum adanya perkara. h. Kumulasi gugatan dan penggabungan perkara HIR tidak mengatur mengenai kumulasi gugatan ini. Pada umumnya tiap
gugatan
harus
berdiri
sendiri.
Penggabungan
gugatan
hanya
diperkenankan dalam batas-batas tertantu, yaitu apabila pihak penggugat dan tergugat sama orangnya. Apabila dalam satu pengadilan terdapat dua perkara yang satu sama lainnya saling berkaitan, terlebih antara penggugat dan tergugat yang sama, salah satu pihak dapat mengajukan kepada majelis agar kedua perkara tersebut digabung. Permohonan penggabungan ini apabila diajukan penggugat, harus diajukan dalam surat gugatan kedua atau surat gugatan
berikutnya. Apabila yang mengajukan tergugat, maka harus diajukan bersama-sama dengan jawaban. i. Pembuktian Salah satu tugas hakim adalah menyelidiki apakah hubungan yang menjadi dasar perkara benar-benar ada atau tidak. Hubungan ini yang harus terbukti di muka hakim dan tugas para pihak adalah memberi bahan-bahan bukti yang diperlukan hakim. Yang dimaksud dengan membuktikan adalah meyakinkan hakim tentang kebenaran dalil-dalil yang dikemukakan dalam suatu persengketaan. Tidak semua dalil yang menjadi dasar gugatan harus dibuktikan kebenarannya. Sebab dalil-dali yang tidak disangkal, apalagi diakui sepenuhnya oleh pihak lawan tidak perlu dibuktikan. Selain itu juga hal-hal yang sudah lazim diketahui oleh umum (peristiwa notoir). Hakim yang memeriksa perkara yang akan menentuKan siapa diantara para pihak yang harus membuktikan. Dalam menjatuhkan menjatuhkan beban pembuktian ini, hakim harus bertindak arif dan bijaksana serta tidak boleh berat sebelah. Semua peristiwa dan keadaan yang konkrit harus diperhatikan secara seksama oleh hakim yang memeriksa perkara. Membuktikan suatu peristiwa mengenai adanya hubungan hukum adalah suatu cara untuk meyakinkan hakim akan kebenaran dalil-dalil yang menjadi dasar gugatan atau dalil-dalil yang dipergunakan untuk menyanggah tentang kebenaran dalildalil yang telah dikemukakan pihak lawan. Hal-hal yang harus dibuktikan hanyalah hal-hal yang menjadi persengketaan (peristiwanya), yaitu segala apa yang diajukan oleh pihak yang satu, akan tetapi disangkal oleh pihak yang lain. Tentang masalah hukumnya tidak usah dibuktikan oleh para pihak, tetapi secara ex officio dianggap harus diketahui oleh hakim. Hakim terikat terhadap bukti-bukti yang diajukan para pihak dalam rangka pengambilan putusan. Hakim bebas menilai pembuktian. Sebuah bukti dinilai lengkap dan sempurna apabila hakim berpendapat bahwa berdasarkan bukti yang telah diajukan, peristiwa yang harus dibuktikan itu dianggap sudah pasti dan benar. Pasal 164 HIR menyebutkan bahwa alat bukti dalam perkara perdata terdiri atas : 1 ) bukti surat (tulisan); 2) bukti saksi; 3) persangkaan; 4) pengakuan, dan 5) sumpah.
Dalam praktek masih ada alat bukti yang sering digunakan hakim dalam mencari kebenaran akan sebuah peristiwa, yaitu: 1) pemeriksaan setempat (descente) dan 2) saksi ahli (expertise). 1) Alat bukti surat (tertulis) (Pasal 165-167 HIR) Alat bukti surat adalah segala sesuatu yang memuat tanda-tanda bacaan yang dimaksudkan untuk mencurahkan isi hati atau untuk menyampaikan buah pikir seseorang dan dipergunakan sebagai pembuktian. Dalam perkara perdata, alat bukti ini merupakan bukti yang utama, karena dalam lalu lintas keperdataan seringkali orang dengan sengaja menyediakan suatu bukti yang dapat dipakai jika timbul suatu perselisihan, dan bukti itu lazim berupa tulisan. Ada 3 macam surat sebagai alat bukti, yaitu : a) akta otentik, b) akta dibawah tangan, dan c) surat biasa. a. Akta otentik Akta otentik adalah surat yang dibuat oleh atau dihadapan seorang pejabat umum yang mempunyai wewenang untuk membikin surat itu, dengan maksud untuk menjadikan surat itu sebagai alat bukti. Pejabat umum ini adalah Notaris, Pegawai catatan Sipil, Jurusita, Panitera, pejabat KUA, dan sebagainya. Akta otentik merupakan bukti yang sempurna bagi kedua belah pihak dan ahli warisnya serta orang yang mendapatkan hak daripadanya. Dengan demikian, isi akta otentik oleh hakim dianggap benar, selama ketidakbenarannya tidak dapat dibuktikan. Terhadap pihak ketiga, akta otentik tidak mempunyai kekuatan bukti yang sempurna(bersifat bebas), melainkan hanya bersifat alat bukti yang penilaiannya diserahkan pada kebijaksanaan hakim.Akta otentik mempunyai 3 macam kekuatan pembuktian. yaitu 1) kekuatan pembuktian formil, yaitu membuktikan antara para pihak bahwa mereka sudah menerangkan apa yang ditulis dalam akta tersebut; 2) kekuatan pembuktian materiil, yaitu membuktikan antara para pihak bahwa benar-benar peristiwa yang tersebut dalam akta tersebut telah terjadi, dan 3) kekuatan mengikat, yaitu membuktikan antara para pihak dan pihak ketiga, bahwa pada tanggal tersebut dalam akta
yangbersangkutan telah menghadap kepada pegawai umum tadi dan menerangkan apa yang ditulis dalam akta tersebut. b. Akta dibawah tangan Akta dibawah tangan adalah suatu surat yang ditandatangani dan dibuat oleh para pihak sendiri, dengan maksud untuk dijadikan dari suatu perbuatan hukum, tanpa bantuan pejabat umum yang diberi wewenang untuk itu. Akta dibawah tangan mempunyai kekuatan pembuktian sempurna, seperti akta otentik, jika isi dan tanda tangan dari akta tersebut diakui oleh orang yangbersangkutan. Terhadap pihak ketiga, akta dibawah tangan merupakan bukti yang bebas. c. Surat biasa Mengenai surat-surat lainnya yang bukan merupakan akta, dalam hukum
pembuktian
mempunyai
nilai
pembuktian
bebas
yang
sepenuhnya diserahkan pada hakim. Dalam praktek, surat semacam ini sering digunakan untuk menyusun persangkaan. 2) Alat bukti saksi (Pasal 139-152, 168-172 HIR) Kesaksian adalah kepastian yang diberikan kepada hakim di persidangan
tentang
peristiwa
yang
disengketakan
dengan
jalan
membuktikan secara lisan pribadi oieh orang yang bukan salah satu pihak dalam perkara yang dipanggil di persidangan. Yang dapat disampaikan dalam kesaksian hanyalah apa yang dilihat, didengar atau dirasakan sendiri dengan disertai alasan-alasan apa sebabnya atau bagaimana sampai diketahui hal yang diterangkan itu. Seseorang saksi dilarang menarik kesimpulan, karena itu adalah tugas hakim. Saksi yang akan diperiksa sebelumnya harus disumpah menurut agamanya dan berjani bahwa
akan
menerangkan
yang
sebenarnya.
Saksi
yang
sengaja
memberikan keterangan palsu, dapat dituntut dan dihukum (Pasal 242 KUHP). Pasal 172 HIR memberi petunjuk kepada hakim agar dalam mempertimbangkan nilai kesaksian, memperhatikan benar cocok tidaknya keterangan-keterangan para saksi satu dengan yang lainnya tentang perkara yang diadilinya. Dengan demikian, keterangan seorang saksi tanpa alat bukti lain dianggap tidak cukup (unus testis nullus testis).
Dalam kesaksian dikenal istilah testimonium de auditu, yaitu keterangan saksi yang diperoleh dari orang lain. Saksi ini tidak mendengar, melihat atau merasakan sendiri. Terhadap kesaksian seperti ini tidak mempunyai nilai pembuktian. Pada asasnya setiap orang yang bukan salah satupihak dapat didengar sebagai saksi. Kewajiban menjadi saksi dapat dilihat dalam HIR maupun KUHPerdata. Saksi dapat dipaksa dan diancam dengan sanksi apabila tidak memenuhi kewajibannya sebagai saksi. Namun demikian ada beberapa pengecualian, yaitu : a. Ada golongan yang tidak mampu (dapat) menjadi saksi, dibedakan 1) tidak mampu secara mutlak Hakim dilarang untuk mendengar mereka sebagai saksi, yaitu : a). keluarga sedarah dan semenda menurut garis keturunan lurus salah satu pihak. b). suami/istri salah satu pihak, meski sudah bercerai. 2). Tidak mampu secara relatip. Mereka ini boleh didengar, akan tetapi tidak boleh menjadi saksi, yaitu a). anak yang belum mencapai umur 15 tahun. b). Orang gila, meski kadang ingatannya sehat. b. Golongan orang yang atas permintaannya sendiri dibebaskan dari 1) kewajiban menjadi saksi, yaitu saudara laki-laki dan perempuan, ipar laki-iaki dan perempuan dari salah satu pihak. 2) Keluarga sedarah menurut keturunan lurus dan saudara laki-laki dan perempuan dari suami atau istri salah satu pihak. 3) Mereka yang karena martabatnya. pekerjaan atau jabatan yang sah diwajibkan menyimpan rahasia. 3) Alat bukti persangkaan (Pasal 173 HIR). Persangkaan adalah kesimpulan yang ditarik dari suatu peristiwa yang telah dianggap terbukti atau peristiwa yang dikenal ke arah suatu peristiwa yang belum terbukti. Yang berhak menarik kesimpulan di sini adalah hakim atau undang-undang. Menurut Pasal 173 HIR, persangkaan —persangkaan itu boleh diperhatikan oleh hakim, apabila persangkaan itu penting, seksama, tentu dan seuai satu dengan yang lain.
Persangkaan
hakim
sebagai
alat
bukti
mempunyai
kekuatan
pembuktian bebas, yaitu diserahkan sepenuhnya pada kebijaksanaan hakim. 4) Alat bukti pengakuan (Pasal 174-176 HIR) Pengakuan yang dilakukan di depan sidang memberikan suatu bukti yang sempurna terhadap siapa yang melakukannya. Artinya bahwa hakim harus menganggap dalil-dalil yang telah dikemukakan dan diakui itu adalah benar dan mengabulkan segala tuntutan atau gugatan yang didasarkan pada dalil-dalil tersebut. Pengakuan yang dilakukan di luar sidang mengenai penilaian kekuatan pembuktiannya bebas, yaitu diserahkan sepenuhnya kepada hakim. Pengakuan yang disebut di atas adalah pengakuan murni, karena selain itu ada pengakuan tambahan, yang dibedakan : a.
Pengakuan dengan klausula Yaitu suatu pengakuan yang disertai dengan keterangan tambahan yang bersifat membebaskan.
b.
Pengakuan dengan kualifikasi. Yaitu pengakuan yang disertai dengan sangkalan terhadap sebagian dari tuntutan. Baik pengakuan dengan kualifikasi maupun dengan klausula harus diterima bulat dan tidak boleh dipisah-pisahkan dari keterangan tambahannya. Pengakuan seperti ini sering disebut dengan pengakuan yang tidak boleh dipisah-pisahkan (onsplitsbaar aveu) dan diatur dalam pasal 176 HIR. Selanjutnya pada bagian terakhir pasal di atas disebutkan bahwa
larangan memisah-misahkan suatu pengakuan ini tidak berlaku alagi apabila tergugat dalam pengakuannya tadi guna membebaskan dirinya, telah mengajukan peristiwa yang ternyata palsu. 5) Alat bukti sumpah (Pasal 155-158 HIR). Sumpah adalah suatu pernyataan yang khidmat yang diberikan atau diucapkan pada waktu memberi janji dan keterangan dengan mengingat akan sifat Maha Kuasa daripada Tuhan dan percaya bahwa siapa yang memberikan keterangan atau janji yang tidak benar akan dihukum oiehNYA. HIR membedakan 3 macam sumpah, yaitu
a.
Sumpah supletoir?pelengkap (Pasal 155 HIR) Sumpah supietoir adalah sumpah yang diperintahkan oleh hakim karena jabatannya kepada salah satu pihak guna melengkapi pembuktian peristiwa yang menjadi sengketa sebagai dasar putusannya. Di sini perlu adanya pembuktian permulaan Iebih dulu, tapi bukti awal tersebut belum cukup, sehingga tanpa adanya bukti sama sekali, hakim dilarang memerintahkan diadakannya sumpah ini.
b.
Sumpah aestimatoir/penaksir (Pasal 155 HIR). Sumpah penkasir yaitu sumpah yang diperintahkan oleh hakim karena jabatannya kepada penggugat untuk menentukan sejumlah uang ganti kerugian. Sumpah ini
Baru
dapat
dibebankan
hakim
apabila
penggugat dapat membuktikan haknya atas ganti kerugian, tetapi jumlahnya belum pasti. c.
Sumpah decisoir/pemutus (Pasal 156 HIR). Sumpah decisoir adalah sumpah yang dibebankan atas permintaan salah satu pihak kepada lawannya. Sumpah ini dapat dibebankan meskipun tidak ada pembuktian sama sekali dan dapat dilakukan setiap saat selama pemeriksaan di persidangan.
6) Pemeriksaan setempat (descente) Dalam pemeriksaan terhadap benda tetap hakim sering mendapat kesukaran untuk mengajukan benda tersebut ke muka persidangan. Untuk memperoleh kepastian, maka persidangan harus dipindahkan ke tempat benda tersebut berada. Yang dimaksud dengan pemeriksaan setempat adalah pemeriksaan mengenai perkara oleh hakim karena jabatannya yang dilakukan di luar gedung pengadilan, agar hakim dapat melihat sendiri memperoleh gambaran atau keterangan yang memberi kepastian tentang peristiwa yang menjadi sengketa. 7) Keterangan ahli (expertise) Keterangan dari pihak ketiga untuk memperoleh kejelasan bagi hakim kecuali dari saksi dapat juga diperoleh dari keterangan ahli, yang dalam praktek disebut dengan saksi ahli.
Keterangan ahli adalah keterangan pihak ketiga yang objektif dan bertujuan untuk membantu hakim dalam pemeriksaan guna menambah pengetahuan hakim sendiri. Laporan seorang ahli dapat diberikan secara lisan maupun tertulis yang diperkuat dengan sumpah. Siapa yang tidak boleh didengar sebagai saksi, tidak boleh didengar pula sebagai ahli. 2. Latihan 1. Jelaskan apa yang dimaksud dengan asas actor sequitur forum rei ! 2. Apa yang dimaksud dengan fundamentum petendi 2 Jelaskan !. 3. Jelaskan apa yang dimaksud dengan sita revindicatoir !. 4. Jelaskan apa yang dimaksud dengan putusan gugur ! 5. Sebutkan macam-macam alat bukti menurut HIR dan dalam pasal berapa macam-macam alat bukti itu diatur?. 3. Pedoman Jawaban Latihan a.
Bacalah dengan cermat materi bahan ajar ini. kemudian diskusikan dengan teman atau kelompok belajar Saudara.
b.
Diskusikan/tanyakan kepada dosen pengasuh jika saudara masih ragu-ragu dalam memahami beberapa hal tertentu.
4. Rangkuman Pada asasnya gugatan diajukan di tempat tinggal tergugat (actor sequitur forum rei ). Gugatan akan didaftar dan diperiksa setelah penggugat membayar biaya perkara. Dalam proses pemeriksaan perkara penggugat dapat
mengajukan
sita
jaminan
agar
nantinya
kalau
putusannya
memenangkan yangbersangkutan dapat memperoleh kepastian. Terhadap penggugat yang tidak hadir dalam sidang pertama maka akan dijatuhkan putusan gugur, sedangkan apabila yang tidak hadir tergugat maka akan diputus verstek, namun demikian pada awal persidangan hakim selalu berusaha untuk mendamaikan dahulu para pihak yang bersengketa. Apabila hal itu tidak tercapai, baru dilaksanakan dengan pembacaan surat gugatan, yang dilanjutkan dengan jawaban. Menambah, merubah dan mencabut surat gugatan diperkenankan selama
dalam
pemeriksaan
kepentingan pihak tergugat.
di
persidangan
asal
tidak
merugikan
Menurut Pasal 164 HIR terdapat 5 macam alat bukti, namun demikian di samping itu masih ada 2 alat bukti dalam praktek yang tidak diatur dalam HIR. C. Penutup 1. Test formatif 1.
Sebutkan pengecualian dari asas actor sequitur forum rei
2.
Apa yang dimaksud dengan petitum
3.
Jelaskan apa yang dimaksud dengan sita marital!
4.
Apa yang dimaksud dengan verstek!
5.
Jelaskan apa yang dimaksud dengan pemeriksaan setempat!
2. Umpan Balik Kerjakan latihan soal yang ada dalam bahan ajar ini. Cocokanlah dengan kunci jawaban yang telah disediakan. Buatlah evaluasi sendiri tentang keberhasilan Saudara dengan cara menghitung jumlah jawaban yang benar. Tingkat penguasaan yang dicapai 90% - 100% = sangat balk 80% - 89% = baik 70% - 79% = cukup Dibawah 70% berarti kurang baik Jika tingkat penguasaan dapat mencapai 80% ke atas, berarti Saudara dapat meneruskan dengan kegiatan belajar selanjutnya. 3. Kunci Jawaban 1.
Asasnya gugatan harus diajukan ke Pengadilan Negeri tempat tinggal tergugat (actor sequitur forum rei). Terhadap asas ini ada pengecualian, yaitu : a. Jika tempat tinggal tergugat tidak diketahui, gugatan diajukan ke pengadilan Negeri tempat tinggal penggugat: Jika tergugata terdiri dari 2 orang atau lebih dan mereka tinggal di tempat yang berbeda, maka gugatan dapat diajukan di salah satu tempat tinggal tergugat; c. Jika tergugat terdiri dari orang-orang yang berutang dan penanggung, gugatan diajukan ke Pengadilan Negeri tempat si berutang. Jika tempat tinggal tergugat tidak diketahui (tidak dikenal). gugatan diajukan ke Pengadilan Negeri tempat tinggal Penggugat.
e.
Jika gugatan mengenai barang tetap, maka gugatan diajukan ke Pengadilan Negeri letak barang tersebut berada (actor sequitur forum sitei);
f.
Kalau
kedua
belah
pihak
memilih
tempat
tinggal
khusus
dengan akta tertulis, maka gugatan dapat diajukan ke Pengadilan negeri di tempat yang telah dipilih tersebut. 2.
Petitum (tuntutan)., yaitu hal-hal apa yang dinginkan agar diputus.
3.
Sita marital adalah Sita yang dimohonkan oleh pihak istri terhadap barangbarang suaminya, baik bergerak maupun tidak bergerak, sebagai jaminan untuk memperoleh bagiannya sehubungan dengan gugatan perceraian, agar selama proses persidangan barang tersebut tidak dihilangkan suami.
4.
Putusan verstek adalah putusan di luar hadirnya tergugat.
5.
Pemeriksaan setempat adalah pemeriksaan mengenai perkara oleh hakim karena jabatannya yang dilakukan di luar gedung pengadilan, agar hakim dapat melihat sendiri memperoleh gambaran atau keterangan yang memberi kepastian tentang peristiwa yang menjadi sengketa.