Lampiran Verbatim Wawancara NARASUMBER I: DAVID TUERAH Wawancara dengan mantan ketua pemuda GPIB Kasih Karunia Medan David Tuerah, 15 Maret 2012
Octo
: Bung pernah mendengar kata “penatalayanan”?
Bung David : Saya pernah membaca buku tentang penatalayanan gereja, dari situ dilihat bahwa penatalayanan semacam bagaimana membuat manajemen di gereja. Octo
: Penatalayanan merupakan suatu kegiatan mengelolah, mengatur dan didalamnya terdapat sikap tanggung jawab?
Bung David : Ia benar. Octo
: Kemandirian terbagi dalam tiga bagian, yakni : kemandirian teologi, daya dan dana. Menurut bung, bagaimana hubungan antara penatalayanan dengan kemandirian gereja dalam bidang dana.
Bung David : Dalam artian begini, gereja mempunyai kemampuan untuk mencari dana sendiri dan gereja dapat membiayai segala kebutuhannya. Octo
: Yang memenuhi kebutuhan gereja sebagai sebuah organisasi, sebenarnya gereja atau jemaat?
Bung David : Jemaat dong harusnya. Karena, kita lihat gereja adalah lembaganya dan jemaat sebagai perorangan, maka yang harus memenuhi kebutuhan gereja adalah jemaatnya. Bagi bung, gereja yang mandiri dalam bidang dana adalah gereja yang tidak mendapatkan bantuan dari pihak pusat, dalam hal ini sinode. Octo
: Dengan pemahaman seperti itu, berarti GPIB Kasih Karunia sudah termasuk dalam kategori gereja yang mandiri dalam bidang dana?
Bung David : Secara sinodal, GPIB Kasih Karunia sudah termasuk ke dalam golongan gereja yang mandiri dalam bidang dana. Octo
: Pemasukan dana dan kelebihan dana yang dimiliki oleh gereja, merupakan suatu talenta dan potensi yang dimiliki oleh gereja. Disini dapat dilihat bagaimana peranan penatalayanan gereja, bahwa penatalayanan bukan hanya mengenai hal pengaturan tetapi juga mengelolah dan memberdayakan. Menurut bung, bagaimana peranan penatalayanan dalam hal ini?
Bung David : Kalau begitu disini perlu dipertanyakan lagi, fungsi uang sebagai alat atau tujuan dari gereja. Gereja tidak boleh memanfaatkan rumah Tuhan untuk berdagang. Kalau gereja berusaha untuk menghasilkan sumber pemasukannya sendiri, maka gereja harus bisa memanfaatkan segala potensi yang
dimilikinya. Tetapi uang bukan menjadi tujuannya, bukan untuk memperkaya, melainkan uang dijadikan alat untuk melakukan misi gereja. Octo
: Dalam konteks GPIB Kasih Karunia pemasukan dana yang didapat oleh gereja berasal dari jemaatnya?
Bung David : Benar, jemaat dalam hal ini menjadi tulang punggung gereja. Sedangkan kalau menurut bung, gereja dikatakan mandiri jikalau gereja memiliki suatu usaha untuk mencukupkan segala kebutuhannya. Octo
: Berarti gereja yang mandiri adalah gereja yang memiliki pemasukan dana berkat hasil usahanya sendiri?
Bung David : Ia, menurut bung harus seperti itu. Tetapi kembali lagi, secara sinode gereja yang mandiri adalah gereja yang tidak lagi bergantung kepada pusat atau pihak lainnya. Octo
: Dalam pemahaman bung, GPIB Kasih Karunia belum termasuk gereja yang mandiri? Melihat konteks Kasih Karunia, mungkin tidak gereja untuk berusaha guna menghasilkan sumber pemasukan yang baru dan tidak hanya bergantung kepada jemaat?
Bung David : Benar, Kasih Karunia belum dapat dikatakan mandiri. Kemungkinan itu ada, gereja bisa memberdayakan potensi dan sumber daya yang dimilikinya, tetapi yang sulit pada tahapan pengaplikasiannya. Misalnya, para ibu – ibu PKP diberikan pelatihan kursus menjahit sampai mereka bisa menghasilkan karya melalui jahitannya yang bisa dijual. Berarti disini gereja harus berpikir bukan hanya tahap untuk menghasilkan produk, melainkan juga gereja berpikir untuk melakukan pemasaran dan penjualan terhadap produk tersebut. Octo
: Menurut bung, salah tidak jikalau gereja berusaha?
Bung David : Ini sudah masuk ke dalam etika, kalau ditanya salah tidaknya, bung akan jawab ya tidak salah. Karena tidak ada pelarangan bagi gereja untuk tidak berjualan atau berusaha atau masuk dalam dunia bisnis. Tetapi mungkin efek sampingnya yang bisa terjadi, gereja tidak lagi memandang uang sebagai alat melainkan sudah menjadi tujuan. Menurut bung, jikalau uang dipakai untuk pelayanan, berapapun uang yang didapatkan itu semua dipergunakan untuk pelayanan, tetapi jikalau uang menjadi tujuan maka yang berlaku adalah prinsip ekonomi. Dengan modal sekecil – kecilnya dapat menghasilkan untung yang sebesar – besarnya. Uang sebagai alat atau uang sebagai tujuan, hanyalah permasalahan konsep berpikir. Octo
: Melihat jangka waktunya, usaha yang dilakukan oleh gereja secara kontiniu atau hanya sekali saat dibutuhkan?
Bung David : Oh tidak, usaha disini harus berkelanjutan. Kalau kita lihat dikasih karunia, beban untuk biaya operasional setiap bulannya saja bisa mencapai kisaran belasan juta. Masih operasional, belum pengeluaran yang lainnya lagi. Jadi usaha yang dilakukan oleh gereja ya harus berkelanjutan. Octo
: Kesimpulan octo, peranan penatalayanan sangat penting guna mencapai kemandirian gereja dalam bidang dana. Untuk itu diperlukan suatu usaha yang berkelanjutan, sehingga gereja mempunyai sumber pemasukan yang baru atas usahanya sendiri. Thanks bung, sampai disini wawacara.
NARASUMBER II: RYAN SIREGAR Wawancara dengan warga jemaat GPIB Kasih Karunia Medan Ryan Siregar, 16 Maret 2012
Octo
: Menurutmu, penatalayanan itu apa?
Ryan
: Hal tentang menata gereja sebagai suatu organisasi. Melalui penatalayanan ini, gereja dapat membentuk sebuah persekutuan yang baik dalam jemaat dan dapat memberikan kesaksian kepada masyarakat.
Octo
: Melalui penatalayanan ini gereja dapat hadir bukan hanya ditengah – tengah jemaat saja melainkan juga ditengah – tengah masyarakat. Kalau kemandirian itu apa?
Ryan
: Kemandirian adalah dapat menjalankan suatu badan tanpa ada bantuan dari lainnya. Gereja dapat mandiri baik itu secara finansial ataupun yang lainnya. Bisa menjalankan program itu dengan baik.
Octo
: kemandirian dana itu apa bang?
Ryan
: gereja dapat memenuhi biaya operasional dan infrastruktur gereja . Dana ini didapatkan bisa dari perpuluhan, persembahan maupun sumbangan.
Octo
: Berarti jemaat yang memenuhinya. Yang didapatkan dari persembahan maupun sumbangan jemaat. Kemampuan finansial gereja sudah kuat?
Ryan
: Kemampuan finansial gereja kita baik dan bagus, tetapi pengelolahannya yang masih kurang.
Octo
: Apakah kemandirian dana, dapat mendorong gereja untuk menghasilkan suatu usaha yang pada akhirnya dapat menghasilkan sumber pemasukan yang baru dan tetap.
Ryan
: Ia, aku setuju dan sah – sah saja gereja melakukan hal seperti ini. Bahkan menurutku ini merupakan suatu hal yang bagus bagi gereja, sehingga dapat menghasilkan sumber pemasukan yang baru. Sedangkan yang berjalan selama ini, jemaat selalu dibebani dengan sumbangan – sumbangan untuk kegiatan – kegiatan yang dilakukan oleh gereja. Padahal jemaat telah memberikan persembahan dan perpuluhan, ya seharusnya jemaat tidak lagi dibebani dengan sumbangan – sumbangan. Seharusnya pemasukan dari persembahan dan perpuluhan itu dimanfaatkan dan dikelolah, untuk membiayai seluruh kegiatan dan program gereja.
Octo
: Berarti hal tersebut baik untuk dilakukan?
Ryan
: Ia, tetapi dengan catatan gereja tetap berjalan dalam koridornya. Yakni untuk melaksanakan misi dan pelayanannya.
Octo
: Ok bang, thanks yah.
NARASUMBER III: EVI ZEBUA Wawancara dengan tenaga honorer GPIB Kasih Karunia Medan Evi Zebua, 13 Maret 2012 Octo
: Menurut kak penatalayanan gereja itu apa?
Kak Evi
: Pengaturan dan tanggungjawab rumah tangga gereja. Penatalayanan ini dilaksanakan oleh PHMJ dengan fungsi dan tugas nya masing – masing. Penatalayanan dapat terlaksana, jika PHMJ dapat menjalankan tugasnya dengan baik.
Octo
: Menurut kak bagaimana Kemandirian gereja dalam bidang dana?
Kak Evi
: Kemandirian gereja dapat tercapai jika, ketua IV dapat melaksanakan tugas nya dengan baik. Mencarikan dana dan aktif untuk mengupayakannya.
Octo
: Lebih kepada person nya? Bukan oleh gerejanya.
Kak Evi
: Bagiku ia, harus dituntut dari orang memiliki tanggungjawab dalam melaksanakan tugasnya. Karena ketua IV yang memikirkan konsep – konsep dan pelaksanaannya.
Octo
: Bagaimana peranan kemandirian gereja dalam bidang dana? Pentingkah untuk gereja?
Kak Evi
: Sangat penting, karena dengan begitu maka gereja dapat melaksanakan berbagai kegiatan.
Octo
: Sumber pemasukan gereja berasal darimana?
Kak Evi
: Mimbar, dalam artian bahwa pendeta melalui mimbarnya mendorong jemaat untuk terus memberikan persembahan dan memberikan bantuan dana. Pada saat ini daya beri warga jemaat terhadap persembahan mulai menurun. Hal ini disebabkan karena banyak kantong dan kotak persembahan yang diedarkan maupun yang diletakkan pada saat ibadah minggu. Selain itu, panitia – panitia kegiatan dan program gereja seringkali memberikan proposal donatur kepada warga jemaat. Hal ini juga mengakibatkan efek jenuh bagi jemaat.
Octo
: Berarti gereja hanya mengandalkan jemaat, sebagai sumber pemasukan dana?
Kak Evi
: Ia, semua dana kegiatan dan program serta pengadaan fasilitas gereja berasal dari jemaat. Kalau ada pun bantuan dari luar jemaat, tetap saja jemaat yang menjadi sumber pemasukan utama.
Octo
: Gereja yang mandiri dalam bidang dana, apakah sumber pemasukan hanya berasal dari jemaat atau termasuk atas usaha gereja ?
Kak Evi
: Menurutku, seharusnya gereja juga berusaha untuk memberikan sumber pemasukan. Bukan hanya jemaat saja.
Octo
: Kalau begitu, gereja didorong untuk berusaha?
Kak Evi
: Ia, gereja seharusnya mengelolah dana yang dimilikinya, serta memiliki suatu usaha dengan memberdayakan/ melipatgandakan dana yang ia miliki dengan sebaik – baiknya untuk membantu misi dan pelayanan gereja, sehingga dapat memberikan suatu sumber pemasukan dana yang baru. Tentunya hal ini dipengaruhi oleh kinerja ketua IV.
Octo
: Kalau begitu, pandangan kak terhadap kemandirian adalah gereja memiliki sumber pemasukan dana yang tidak hanya berasal dari jemaat saja, melainkan atas usaha yang dilakukan oleh gereja yang sifatnya tetap (bukan temporary) serta sumbangan dari pihak luar?
Kak Evi
: Ia benar seperti itu. Usaha yang dilakukan gereja akan sangat membantu dan menghasilkan sumber pemasukan yang baru. Sebagai contoh, gereja bisa membuka perpustakaan atau toko buku. Tetapi untuk mewujudkannya diperlukan usaha yang terus menerus dan berkelanjutan, agar pemahaman ini dapat terlaksana.
Octo
: Ok kak, sampai disini dulu. Terima kasih karena telah bersedia untuk diwawancarai.
NARASUMBER IV: PDT. ARIE. A.R. IHALAUW Wawancara dengan Pendeta selaku Ketua Majelis Jemaat GPIB Kasih Karunia Pdt. Arie R. Ihalauw – 17 Maret 2012 Octo
: Menurut bapak, bagaimana penatalayanan gereja?
Pendeta
: Selama ini pandangan yang ada, bahwa penatalayanan hanya tentang pengaturan keuangan adalah keliru, padahal pemahaman sangat keliru. Tetapi bagaimana mengelolah sumber daya (potensi) yang dimiliki oleh jemaat ini, sehingga bermanfaat untuk pengembangan misi gereja secara bertanggung jawab. Maka dari itu, untuk melaksanakan penatalayanan dengan pemahaman seperti ini, pada awalnya diperlukan pembinaan terhadap manusia (warga gereja).
Octo
: Kalau begitu, menurut bapak penatalayanan bukan hanya persoalan pengaturan, tetapi juga pengelolahan dan pemberdayaan potensi yang dimiliki oleh gereja?
Pendeta
: Benar, bukan hanya masalah pengaturan.
Octo
: Selama ini yang terjadi di Kasih Karunia, apakah penatalayanan yang dilaksanakan masih pengaturan atau sudah sampai pada pemahaman pengelolahan dan pemberdayaan?
Pendeta
: Sulit untuk mengatakannya pratek penatalayanan di jemaat ini. Pentalayanan itu harus selalu berkembang. Jadi penatalayanan harus berdasarkan visi.
Octo
: Apakah gereja kita sudah termasuk dalam gereja yang telah mandiri dalam bidang dana?
Pendeta
: Mandiri harus dimulai dari manusianya, pemahamnya, pola berpikir, pengambilan keputusan dan teologi. Ini harus dimiliki terlebih dahulu. Jika tidak mandiri dalam hal ini maka nantinya penatalayanan akan digantikan oleh manajemen. Teologi yang hadir adalah teologi yang membawa damai sejahtera, maka dari itu penatalayanan yang dilaksanakan harus membawa damai sejahtera. Dengan begitu seharusnya penatalayanan yang terjadi bukan tentang pengaturan keuangan (mengatur keluar masuknya dana), jika seperti ini yang terjadi maka jemaat yang menjadi korban. Gereja harus berpikir tentang kesejahteraan jemaatnya, karena masih banyak jemaat yang masuk dalam golongan kurang mampu. Dana terbesar gereja hanya habis untuk kegiatan organisasi (biaya operasional : gaji pendeta, gaji pegawai, perjalanan dinas pendeta, dan segala macam). Perhatian gereja terhadap jemaat dimana?
Octo
: Dalam buku perbendaharaan GPIB, tertulis bahwa ada tiga jenis pengeluaran gereja yakni, rutin, program dan proyek.
Pendeta
: Benar, tetapi keuangan gereja lebih banyak habis pada pengeluaran rutin dan proyek. Seperti membangun gedung gereja yang besar, biaya operasional gereja, perjalanan dinas, perjalan pelayanan.
Octo
: Jika begitu, pemahaman jemaat akan pentingnya kemandirian dana menjadi pokok penting untuk mencapai kemandirian dalam bidang dana?
Pendeta
: Ya seperti itu. Selama ini penatalayanan gereja dalam bidang dana hanyalah masalah pengaturan keluar masuknya keuangan. Jika seperti ini yang terjadi maka kemandirian dana tidak akan bisa tercapai.
Octo
: Penatalayanan yang saya pahami seperti yang bapak pahami. Penatalayanan bukan pengaturan tetapi dapat memberdayakan, mengelolah, mengatur dan melipatgandakan sumber – sumber yang dimiliki oleh gereja. Jika gereja memiliki pemasukan dana sebesar 10 juta, bukan berarti gereja juga berpikir membuat pengeluaran sebesar 10 juta. Kemandirian dana yang selama ini kita pahami adalah jemaat mampu membiayai kebutuhan operasional gereja.
Pendeta
: Bukan berarti gereja tidak boleh membentuk unit – unit untuk menghasilkan sumber pemasukan keuangan yang baru. Apakah gereja akan terus memerah keuangan dari jemaat, untuk memenuhi seluruh kebutuhan gereja?
Octo
: Kalau begitu, Apakah kita memerlukan transformasi pemahaman akan kemandirian dana?
Pendeta
: Seharusnya seperti itu. Transformasi, itu melihat pemahaman yang tradisional kemudian menyesuaikannya dengan konteks kekinian. Tetapi visinya tetap sama. GPIB belum mandiri dalam bidang dana. Jika keuangan habis, aset dijual, perah atau meminta dari jemaat, iuran PTB (persembahan tetap bulanan) dinaikkan atau melaksanaan perpuluhan. Gereja belum sampai pada pemahaman untuk memberdayakan potensi yang dimilikinya untuk menghasilkan sumber pemasukan yang baru selain dari pemberian jemaat. Pemahaman yang berkembang selama ini adalah gereja tidak boleh berdagang atau memiliki unit usaha. Jika pemahaman seperti ini terus berkembang maka gereja akan sulit untuk berkembang.
Octo
: Kesimpulan sementara saya, kemandirian gereja dalam bidang dana menurut bapak adalah gereja dapat menghasilkan sumber pemasukan keuangan yang baru untuk membiayai kebutuhan gereja, sehingga bukan hanya jemaat menanggung melainkan gereja juga memiliki usaha. Kalau begitu, penatalayanan yang selama ini terjadi di jemaat Kasih Karunia seperti ini? Dan, apakah gereja telah memiliki unit usaha untuk menghasilkan pemasukan yang baru?
Pendeta
: Disini, pemahaman seperti tersebut akan mati dan sulit untuk terlaksana atau bahkan sama sekali tidak akan terlaksana..
Octo
: Apakah gereja ini kedepannya memiliki pemahaman seperti ini? Bukankah dalam tata gereja, memperbolehkan gereja untuk memiliki BUMG (badan usaha milik gereja).
Pendeta
: Bisa terlaksana, jika gereja dapat memberikan pemahaman yang baru terhadap jemaat untuk dapat menerima pemahaman tersebut.
Octo
: Kebijakan perpuluhan yang telah ditetapkan oleh sinode, apakah telah berjalan dijemaat ini?
Pendeta
: Sudah berjalan, tetapi permasalahannya bukan berjalan atau tidaknya tetapi pemberdayaan terhadap perpuluhan itu. Untuk apa perpuluhan terlaksana jika pelaksanaan penatalayanannya tetap sama. Dan kemandirian dana tetap seperti itu, hanya melibatkan jemaat. Jika ini tetap terjadi maka politik ekonomi yang terjadi, jemaat terus menerus yang dibebani.