Edisi September-Desember 2009
L S C M NEWSLETTER
HOT NEWS
PROFESOR I NYOMAN PUJAWAN RAIH JUARA 2 DOSEN BERPRESTASI TINGKAT NASIONAL
Research in Brief Keputusan Pemesanan pada Supply Chain dengan Pertimbangan Fleksibilitas Kapasitas
Pengembangan Rancang Bangun Game Edukasi Logistik untuk Penataan Kontainer di Bay Kapal
LSCM Event
Kunjungan ke APL Logistic Rantai Pasok Nucifera dari CV Biomass
LOGISTIC AND SUPPLY CHAIN MANAGEMENT LABORATORY INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA
Edisi September - Desember 2009
Redaksional SALAM REDAKSI DEWAN REDAKSI Penanggung Jawab : Dr. Ir. Sri Gunani Partiwi, MT (Ketua Jurusan Teknik Industri ITS)
Pimpinan Redaksi : Prof. Ir. I Nyoman Pujawan, M.Eng., Ph.D Wakil Pimpinan Redaksi : Dr.Eng.,Ir. Ahmad Rusdiansyah M.Eng. Redaktur Pelaksana : Widha Kusuma N, ST Pelaksana Teknis : Ratih Ardia Sari, ST Fitri Karunia Rani, ST Linda Fransiska Fitriyah Hadi Wildan Fitransah Meirina Rosita
Pembaca yang terhormat, Newsletter persembahan dari Laboratorium Logistics & Supply Chain Management (LSCM) Jurusan Teknik Industri kali ini akan mengetengahkan isu-isu terbaru mengenai penelitian-penelitian di bidang SCM dan logistik serta event-event yang diselenggarakan oleh Lab LSCM selama empat bulan terakhir ini. Untuk ke depannya, kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari para pembaca sekalian untuk memperbaiki kualitas newsletter ini. Selain itu, kami juga mengharapkan partisipasi pembaca sekalian untuk memberikan sumbangsih melalui karya tulis ataupun informasi mengenai isu-isu terbaru seputar Logistik dan SCM, sehingga dapat memperkaya content dari newsletter ini ke depannya. Selamat menikmati sajian newsletter ini, dan mudah-mudahan dapat menjadi media sharing knowledge untuk kita semua. Redaksi
Penyunting & Tata Letak : Sudiana Wirasambada Mirza Miftanula Nifriyanti Ramadhani Alamat Redaksi : Gedung Teknik Industri - ITS Sukolilo, Surabaya Telp : 031-5939361 e-mail :
[email protected] website : www.centerscm.org
Kritik & Saran
LSCM Laboratory Logistics and Supply Chain Management Laboratory
Laboratorium Logistics & Supply Chain Management Jurusan Teknik Industri - ITS Surabaya Logistics and Supply Chain Management Laboratory
Edisi September - Desember 2009
Daftar Isi LSCM Hot News : Prof.Nyoman Pujawan raih
3
Dosen Berprestasi Tingkat 2 Nasional
Research in Brief : Keputusan Pemesanan pada Supply Chain dengan pertimbangan Fleksibilitas Kapasitas
4
Vehicle Routing Problem and Delivery Time Windows Sampah Liar di Surabaya Timur
6
Pengembangan Rancang Bangun Game Edukasi untuk Penataan Kontainer di Bay Kapal
9
Perencanaan Produksi Menggunakan Model Optimasi untuk Produk yang Memiliki Umur Pendek
12
LSCM Event : Rantai Pasok Nucifera dari CV Biomass
18 20
Kunjungan LSCM ke APL Logistic
LSCM Update : Pengembangan Perangkat Lunak Untuk Mengoptimalkan Konsolidasi Pengiriman Produk Berbasis “Cost Sharing” Bagi Klaster Industri
22
Studi Inventory Management dengan Mempertimbangkan Lead Time Distribution dan Variabilitas Harga dalam Rangkaian Rantai Pasok
23
L
S
C
M
2
Edisi September - Desember 2009
LSCM hot news Menang Juara 2 Dosen Berprestasi Tingkat Nasional Bukanlah Jalan Cerita yang Pendek Disadur oleh : Nifriyanti Ramadhani Asisten Lab Logistics & Supply Chain Management
Pada akhir Juli 2009 yang lalu, kepala
Companies from Internal Production System to Supply Chain
Laboratorium Logistic and Supply Chain, I Nyoman
Context. Penelitian ini membahas permasalah industry
Pujawan, berhasil memenangkan kompetisi Dosen
mengenai jadwal produksi yang berubah – ubah pada suatu
Berprestasi Nasional pada urutan kedua. Tentunya hal ini
pabrik. Tentunya hal ini menyebabkan inefisiensi dan biaya
akan menjadi kebanggan bukan hanya laboratorium tetapi
yang semakin besar.
juga institut. Prestasi ini juga diperoleh dengan usaha
Berbeda dengan peneliti lain yang berpendapat
semalam saja. Banyak hal yang telah dilalui oleh Pak
bahwa permasalahan ini berasal dari faktor eksternal yaitu
Nyoman hingga akhirnya juri memutuskan ia lah yang
ketidakpastian supply dan demand, Pak Nyoman mengatakan
menjadi juara.
bahwa permasalah ini juga bias dari faktor internal. Ia tidak
Sebelum mengalami penjurian tingkat nasional,
hanya menulis satu jurnal saja mengenai topik ini. Terdapat
Pak Nyoman terlebih dahulu mengikuti seleksi tingkat
enam jurnal lainnya yang juga membahahas permasalahan
institut. Dalam seleksi ini, kriteria penjurian yang
ini. Hal itulah yang menurut Pak Nyoman yang menjadikan
digunakan adalah Tri Dharma pendidikan, yaitu
satu nilai tambah dirinya di mata juri karena konsistensi
pendidikan, penelitian dan pengembangan, serta
dalam menulis.
pengabdian masyarakat. Setelah itu, baru lah Pak Nyoman berangkat ke Jakarta pada tanggal 27-30 Juli untuk mengikuti selanjutnya secara nasional. Pada poin Tri Dharma pendidikan yang ketiga, Pak Nyoman merasa belum cukup. Sebenarnya banyak penelitian dan pelatihan yang telah dilakukan kepada masyarakat dan ia merasa bahwa terlalu banyak apabila harus dicantumkan semuanya. Sebaliknya, dosen berumur memasuki umur 40 tahun ini
Conference Chairman Prof.Ir.I Nyoman Pujawan,M.Eng
merasa yakin pada aspek penelitian dan pengembangan karena ia mengikuti asosiasi profesi serta sempat menjadi panitia konferensi internasional. Pada akhirnya, Pak Nyoman berhasil menyisihkan 81 peserta lainnya dengan presentasi salah satu karya ilmiahnya, yaitu Schedule Instability in Manufacturing
3
L S C M NEWSLETTER
Edisi September - Desember 2009
Research in Brief Keputusan Pemesanan pada Supply Chain dengan Pertimbangan Fleksibilitas Kapasitas Disadur oleh : Mirza Miftanula Asisten Lab Logistics & Supply Chain Management Setiawan, I. 2009
Keputusan Pemesanan pada Supply Chain dengan Pertimbangan Fleksibilitas Kapasitas Tugas Akhir Mahasiswa S2 Teknik Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember
Untuk memenuhi permintaan pelanggan, dalam memproduksi barang, perusahaan harus membeli material yang dibutuhkan. Selain mempertimbangkan waktu pesan sampai ke tangan perusahaan (lead time), perusahaan juga harus memperhatikan harga yang ditawarkan oleh pemasok. Pemesanan harus diperhitungkan dengan tepat agar biaya yang dikeluarkan minimal. Untuk mencapai tujuan tersebut, perusahaan dituntut melakukan berbagai pertimbangan dalam keputusan pemesanan. Salah satu contoh adalah dengan tidak melakukan pemesanan hanya pada satu pabrik tetapi beberapa pabrik dengan kapasitas pemesanan yang berbeda untuk memperoleh harga yang paling optimal. Supply chain adalah pendekatan integrasi antara supplier, manufaktur, dan retailer untuk mengelola aliran barang, informasi dan uang sehingga produk dapat diproduksi dan didistribusikan dalam jumlah yang tepat, dan pada saat yang tepat untuk mengurangi biaya dan memenuhi tingkat kepuasan pelanggan (Simchi–Levi et al.,2000). Supply chain merupakan kesatuan sistem manufaktur, supplier, transportasi, informasi, warehouse, retailer, dan pelanggan. Dalam menghadapi kompetisi bisnis, diperlukan kemampuan untuk mengakomodasikan ketidakpastian internal maupun eksternal dalam mengambil keputusan. Fleksibilitas merupakan kemampuan merespon terhadap segala perubahan yang tidak pasti. Ketidakpastian pada lingkungan bisnis menuntut perusahaan memiliki fleksibilitas dalam supply chain mereka. Fleksibilitas dalam supply chain melibatkan seluruh komponen yang terdiri dari supplier, manufaktur, retailer, dan pelanggan. Komponen yang
sangat penting dalam penerapan fleksibilitas supply chain adalah manufaktur. Fleksibilitas manufaktur dapat dilakukan melalui sumber daya manusia ataupun pengaturan proses untuk tip-tiap mesin. Sistem manufaktur yang fleksibel adalah sistem yang dapat menyesuaikan kebutuhan part-part yang akan digunakan untuk menyusun suatu produk tertentu karena perubahan permintaan yang tidak pasti. Fleksibilitas supply chain sangat bergantung pada pihak internal perusahaan (antardepartemen) dan pihak eksternal seperti supplier, distributor, retailer, dan penyedia informasi. Kapasitas produksi (PC) merupakan sejumlah produksi yang dikerjakan oleh fasilitas (n), banyaknya shift periode (S), serta laju produksi (Rp), sehingga dapat diperoleh rumus sebagai berikut : PC = nSHRp Kapasitas yang diterapkan di perusahaan dikenal dengan sebutan kapasitas terpasang. Kapasitas terpasang merupakan jumlah maksimum yang dapat diproduksi perusahaan dengan performans mesin sebesar 60% - 80%. Pada penelitian ini dikembangkan sebuah model matematis untuk merepresentasikan sebuah supply chain yang terdiri dari sejumlah pabrik, gudang, maupun ritel. Komponen supply chain yang terdiri dari pelanggan, gudang, dan pabrik terkait dalam suatu rantai distribusi. Model matematis tersebut dapat digambarkan sebagai berikut :
4
L S C M NEWSLETTER
Edisi September - Desember 2009
Research in Brief Pabrik i
Gudang j
Pelanggan k
P1 C1
W1 C2 P2
Fleksibilitas kapasitas dapat diketahui melalui perbandingan kapasitas dengan demand, yang dikenal dengan rasio K/D. Rasio K/D awal yang digunakan sebesar 1. Selain itu juga dibutuhkan data jumlah minimum pesanan (MOQ) sebesar 10 % kapasitas. Berikut ini adalah tabel perbandingan total biaya dengan fleksibilitas kapasitas yang berbeda :
C3
Tabel 1 Hasil Komputasi Biaya Total dengan Tingkat K/D Berbeda
W2
P3
C4
Gambar 1 Model Supply Chain
Pemodelan dilakukan dengan menggunakan fungsi tujuan meminimumkan biaya pembelian, biaya penyimpanan di gudang ataupun pelanggan, biaya pemesanan dari gudang ke pabrik maupun dari pelanggan ke gudang. Untuk kendala yang harus diperhitungkan adalah : keseimbangan inventori di tiap gudang, keseimbangan inventori di tiap pelanggan, kapasitas pabrik, jumlah minimum pesanan tiap pabrik, biaya pemesanan dari pelanggan ke gudang, biaya pemesanan dari gudang ke pabrik, batasan variabel pesanan dan inventori bernilai positif, serta kendala integrality. Setelah melakukan penjabaran fungsi tujuan dan fungsi kendala, langkah berikutnya adalah mendefinisikan parameter, variabel-variabel dan konstanta yang terkait dengan fungsi tujuan dan fungsi kendala. Pemodelan yang telah dibuat diuji coba pada program Lingo. Eksperimen dilakukan dengan mengubah-ubah tingkat fleksibilitas kapasitas yang diwujudkan sebagai rasio antara total kapasitas dengan total permintaan maupun dengan mengubahubah besaran batas minimum jumlah pesanan dari tiap-tiap pabrik. Dari hasil eksperimen, perbedaan fleksibilitas kapasitas menghasilkan total biaya yang berbeda pula. Total biaya yang dibahas dibatasi hanya terdiri dari biaya pemesanan dari gudang ke pabrik, biaya pemesanan dari konsumen ke gudang, biaya penyimpanan di konsumen, harga produk termasuk biaya pengiriman tanpa biaya penambahan kapasitas pabrik. Penggunaan asumsi juga diperlukan untuk membuat pabrik seakan-akan memiliki kapasitas yang dapat diperbesar.
Tingkat K/D 1.0 1.5 2.0 2.5 3.0 3.5 4.0 4.5 5.0
Biaya total 4,388,016 4,223,079 4,167,810 4,161,009 4,152,718 4,151,975 4,149,575 4,144,698 4,144,300
Semakin tinggi rasio K/D, makin fleksibel kapasitas supply chain. Dari tabel, terlihat bahwa makin besar fleksibel kapasitas maka total biaya juga makin rendah. Peningkatan K/D akan diikuti dengan kenaikan total biaya. Kenaikan yang berbanding lurus ini akan mencapai suatu titik optimal hingga kenaikan K/D tidak akan berpengaruh signifikan terhadap total biaya. Selain fleksibilitas kapasitas, fleksibilitas dalam supply chain juga dapat diterapkan dalam jumlah minimum pemesanan. Semakin rendah nilai MOQ maka berarti kebijakan pemesanan makin fleksibel. Permintaan yang makin fluktuatif juga akan meningkatkan total biaya. Begitu pula dengan biaya pemesanan. Saat biaya pemesanan mengalami kenaikan maka total biaya juga akan meningkat. Dari pengolahan data maka dapat ditarik kesimpulan bahwa fleksibilitas kapasitas direpresentasikan melalui perbandingan total kapasitas dengan total demand atau K/D, fleksibilitas kebijakan pemesanan ditunjukkan melalui nilai MOQ, fluktuasi permintaan berpengaruh terhadap biaya total, serta terjadinya kenaikan biaya pemesanan.
5
L S C M NEWSLETTER
Edisi September - Desember 2009
Research in Brief Vehicle Routing Problem Pick-up and Delivery with Time Windows (VRPPDTW) Sampah Liar di Surabaya Timur Disadur oleh : Fitriyah Hadi Asisten Lab Logistics & Supply Chain Management
Salah satu permasalahan umum yang kerap terjadi di kota besar adalah permasalahan penangananan sampah. Begitu juga dengan Kota Surabaya yang merupakan salah satu kota besar di Indonesia. Pengangkutan sampah di wilayah Surabaya ini belum dapat dilaksanakan secara optimal. Hal ini disebabkan karena masyarakat membuang sampah di tempat pembuangan sampah yang tidak terdaftar sebagai tempat pembuangan resmi. Sehingga sampah seperti ini tidak dapat terangkut oleh mobil pengangkut sampah. Sampahsampah yang dibuang pada tempat pembuangan tidak terdaftar inilah yang disebut dengan sampah liar. Transportasi merupakan salah satu hal yang penting karena dapat memberikan kontribusi biaya terbesar terhadap pendistribusian logistic (Ballou, 2004). Vehicle Routing Problem (VRP) merupakan salah satu permasalahan di bidang transportasi dan distribusi yang berkaitan dengan penjadwalan dan penentuan rute yang baik sehingga permintaan dari customer dapat dilayani dengan cepat (Lin dkk, 2008). Penjadwalan pengangkutan sampah merupakan contoh permasalahan VRP. Pengangkutan sampah di Surabaya yang belum optimal tadi, dapat diperbaiki dengan aplikasi penjadwalan armada pengangkut dengan VRP melalui metode algoritma heuristik nearest neigbour dan tabu search. Banyaknya timbunan sampah di suatu daerah berhubungan dengan jumlah populasi suatu daerah. Populasi penduduk kota Surabaya pada tahun 2008 telah mencapai 2.720.156 jiwa (jatim.bps.go.id). Sedangakan besarnya timbunan sampah adalah 3.1 liter per orang/hari (Sembiring, 2007), sehingga jumlah sampah yang dihasilkan sebesar 8946,17 m3 perhari. Timbunan sampah tersebut tidak seluruhnya diangkut oleh truk sampah, tetapi juga diambil pemulung, dibakar pada incenerator, dan sampah liar yang berserakan.
Kinerja pengangkutan sampah di Surabaya saat ini masih belum optimal. Hal ini sesuai dengan data yang diperoleh dari Sembiring (2007) yang menunjukkan bahwa pengangkutan sampah di Kota Surabaya memiliki efisiensi sebesar 30,36% dan prosentase sampah yang tidak terangkut perhari sebesar 9,45%. Pihak yang memiliki kewenangan untuk mengangkut sampah adalah DKP (Dinas Kebersihan dan Pertamanan) Kota Surabaya. Melalui pendekatan VRPPDTW, penjadwalan pengangkutan sampah dapat dilakukan dengan lebih baik sehingga seluruh sampah terangkut dengan biaya yang minimal, dengan utilitas kendaraan lebih tinggi. Pendekatan VRPPDTW juga akan menjadi alternatif solusi bagi DKP Kota Surabaya unuk dapat mengangkut sampah. Pengangkutan sampah di Surabaya dimulai dari pengangkutan sampah rumah tangga dengan gerobak sampah menuju Tempat Pembuangan Sementara (TPS) yang berupa landasan atau depo sampah. Selanjutnya, armada pengangkut sampah yang yang terletak di pool Jalan Tanjung Sari bertugas untuk mengangkut seluruh sampah yang ada di berbagai TPS dan juga sampah liar di Kota Surabaya. Kemudian armada pengangkut akan membuang sampah (unloading) di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Benowo. Setiap armada pengangkut dapat melakukan pengangkutan (loading) lebih dari sekali untuk tempat pembuangan sampah yang sama jika kapasitas sampah melebihi kapasitas armada pengangkut sampah. Berikut ini gambar aliran pengangkutan sampah di Kota Surabaya : A
Lokasi sampah liar
B Pool kendar aan
A
B Lokasi sampah liar A
A
Loka si sampa h liar
TPA Benowo
6
L S C M NEWSLETTER
Edisi September - Desember 2009
Research in Brief Untuk dapat melakukan pengangkutan sampah dengan efektif maka perlu diketahui jarak tempuh dari tempat pembuangan sampah yang satu dengan tempat pembuangan yang lain. Metode yang dapat digunakan untuk menentukan jarak antara lain metode euclidean dan metode rectilinier dengan konstanta.
Subject To : v i, j vÎ V jÎ N
X = 1 å å v i, j jÎ N
v i,j jÎ N
X X = 0 å å
i Î P +
(1)
(2) iÎ P ,vÎ V
(3) vÎ V X sv( v ), j = 1 VRPPDTW merupakan permasalahan å + jÎ P transportasi (pick up dan delivery) dengan menggunakan penjadwalan melalui time windows (4) vÎ V X iv,e ( v ) = 1 å untuk memperoleh solusi optimal. Fungsi objektif i Î Pyang umum digunakan dalam VRPPDTW adalah (5) X iv, j X vj , n + 0 iÎ P+ ,vÎ V minimasi total pelayanan pelanggan, minimasi total å å i = N jÎ N jarak, minimasi ketidaknyamanan konsumen, dan jÎ minimasi kombinasi terbobot antara total waktu v (6) t iv,n + T nv+ vÎ P+ ,vÎ V i £ i pelayanan konsumen dan ketidaknyamanan Ti + konsumen. Untuk batasan yang digunakan adalah time windows constraint, capacity constraint, depot location constraint, pairing constraint, presedence X v = (7) i, j Î P, v Î V 1Þ Ti v + t iv, j £ T jv i, j constraint, resource constraint, dan batasan lain seperti batasan durasi rute, dan waktu istirahat. (8) X sv( v ) , j = 1Þ T sv( v ) + t sv( v ), j £ T jv j Î P+ ,vÎ V Fungsi tujuan yang digunakan dalam penelitian ini adalah minimasi biaya pengangkutan sampah. Fungsi konstrain dideskripsikan menjadi 8 X v (9) 1Þ Tiv + t iv, e ( v ) £ T jv jÎ P,vÎ V i ,e ( v ) = hal yakni : (1) – (4) konstrain aliran kendaraan (10) ai £ Ti v £ bi iÎ P ,vÎ V (1). Setiap kendaraan meninggalkan lokasi pick up dan menuju suatu lokasi pemberhentian (2). Setiap kendaraan yang memasuki lokasi (11) vÎ V as ( v ) £ Tsv( v ) £ bs ( v ) pemberhentian i akan meninggalkan lokasi (3). Secara langsung ada lokasi pick up setelah lokasi depot untuk setiap kendaraan (4). Ada lokasi delivery sebelum lokasi depot untuk (12) vÎ V ae ( v ) £ Tev( v ) £ be ( v ) setiap kendaraan (5). Pairing Constraint (6). Precedence Constraint X iv, j = 1Þ Lvi + lj = Lvj iÎ P, j Î P+ ,vÎ V (13) (7) – (9) Kompatibilitas antara rute dan penjadwalan (10) – (12) Time Window Constraint (13) – (15) Kompatibilitas antara rute dan kapasitas kendaraan X iv, j = 1Þ Lvi l jLkj iÎ P, j Î P,vÎ V (14) n = (16) – (17) Capacity Constraint (18). Non negativity Constraint
Berikut ini pemodelan yang digunakan untuk masalah pengangkutan sampah :
Minimize :
(15) X sv( v ), j = 1Þ Lvs ( v ) + lj £ Lvj jÎ P+ ,vÎ V
Lvs ( v ) = 0
(16)
vÎ V
ci , j X iv, j å å vÎN V i , jÎ
7
L S C M NEWSLETTER
Edisi September - Desember 2009
Research in Brief li £ Lvi £ Qv
(17) iÎ P+ ,vÎ V
X iv, j Î { 0,1}
(18) i, j Î P, v Î V
Setelah memperoleh pemodelan sistem maka dibutuhkan prosedur untuk memperoleh solusi optimal. Dalam kasus ini penentuan rute menjadi tahapan utama program aplikasi. Penentuan rute dilakukan dengan dua tahap. Tahap pertama adalah inisialisasi dengan metode nearest neigbour. Tahap
Dari hasil aplikasi, maka truk pengangkut sampah dibagi ke beberapa lokasi. Apabila kapasitas sampah di lokasi tertentu melebihi kapasitas truk (17) pengangkut sampah maka truk pengangkut sampah tersebut harus kembali ke lokasi tersebut. Sistem penjadwalan dapat memprediksi jumlah serta kemunculan sampah dengan rute optimum. Dengan penerapan VRPPTDW maka dapat menghemat biaya dengan mengurangi total jarak keadaan existing dengan rata-rata jarak tempuh. Berikut ini akan ditampilkan cost saving untuk tiap kendaraan :
inisialisasi ini membuat jalur terdekat dari titik yang telah dikunjungi terhadap titik yang belum terkunjungi. Sedangkan tahap kedua merupakan tahap
improvement dengan menggunakan metode tabu search. Tabu search merupakan lanjutan local search ketika menemui local optimum dengan mengizinkan nonimproving move. Dengan penerapan VRPPDTW maka akan dihasilkan 3 truk sebagai jumlah kendaraan optimum, output rute nearest neighbour cukup optimum, dan cost saving yang didapatkan sebesar Rp 3.602.388 / hari untuk kendaraan pengangkut. Referensi Pugung, Agung. 2009. Penjadwalan Armada Pengangkutan Sampah Liar Wilayah Surabaya Timur. Untuk bentuk tampilan input data pada program aplikasi adalah :
Sedangkan tampilan output program aplikasi adalah :
8
L S C M NEWSLETTER
Edisi September - Desember 2009
Research in Brief PENGEMBANGAN RANCANG BANGUN GAME EDUKASI LOGISTIK UNTUK PENATAAN KONTAINER DI BAY KAPAL Disadur oleh : Asisten Lab Logistics & Supply Chain Management Hendriyono Rachman1, Ahmad Rusdiansyah2 Transportation and Distribution Logistics (TDLog) Research Group Logistics and Supply Chain Management Laboratory Jurusan Teknik Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya Email:
[email protected] ;
[email protected]
1 PENDAHULUAN Pada penelitian ini, pengembangan game edukasi akan fokus pada permasalahan loading kontainer di suatu bay kapal. Permasalahan yang dihadapi dalam perencanaan loading di kapal biasa disebut dengan Master Bay Plan Problem (MBPP). Kompleksitas dari permasalahan MBPP dapat dilihat dari konstrain yang ada, yaitu berat kontainer, tujuan kontainer, ukuran kontainer, tipe kontainer, dan aturan peletakan kontainer. Pada umumnya, penempatan kontainer pada suatu bay kapal ditentukan oleh pangkalan kapal yang berkolaborasi dengan pekerja yang bertanggung jawab atas peletakan kontainer pada kapal yang dimaksud (Ambrosino dkk., 2004). Dengan berpedoman pada rancang bangun bay kapal, pekerja tersebut dapat menentukan peletakan kontainer yang sesuai dengan tipenya yang beragam. Perencanaan ini bertujuan untuk mengedukasi pemain sehingga dapat meminimasi terjadinya shifting pada kontainer yang tidak dibongkar di pelabuhan berikutnya. Agar keputusan yang diambil tepat, pengalaman dan pengetahuan yang tinggi adalah hal yang mutlak harus dimiliki oleh pekerja. Metode optimasi untuk meminimasi jumlah shifting kontainer telah dibahas oleh beberapa peneliti sebelumnya, misalnya Ambrosino et al., 2004. Akan tetapi, penelitian tersebut belum banyak diimplementasikan pada dunia praktis karena ada beberapa konstrain yang belum dipertimbangkan, misalnya urutan penataan kontainer. Dari ilustrasi permasalahan MBPP diatas, dapat dibuat suatu game simulasi yang sesuai dengan konteks teori dan juga permasalahan riil (dengan batasan dan asumsi tertentu) yang terdapat pada industri jasa pengiriman transportasi laut. Batasan yang terdapat pada rancang bangun game edukasi yang dibuat secara garis besar ada lima batasan yaitu tipe kontainer yang digunakan adalah kontainer tank,
dry, dan thermal; ukuran kontainer hanya terbatas pada kontainer berukuran 20 feet dan 40 feet; Tujuan kapal kargo tidak lebih dari tiga pelabuhan; Penataan kontainer hanya untuk satu bay kapal; dan Parameter kestabilan kapal adalah selisih berat dan toleransi kapal. Tujuan dari penelitian ini adalah dikembangkannya sebuah game edukasi yang dapat menterjemahkan pengetahuan-pengetahuan dari MBPP dengan menyesuaikan pada konteks teori dan kondisi riil sesuai dengan lingkup penelitian yang telah ditetapkan. 2 PEMBAHASAN 2.1 Studi Literatur Sawyer dan Smith (2008) menjelaskan bahwa game edukasi adalah game yang digunakan untuk meningkatkan motivasi dalam belajar, meningkatkan efektifitas dari transfer konten atau untuk tujuan belajar lain yang spesifik. Ada dua tipe game edukasi yaitu game edukasi dengan media simulasi ataupun yang non simulasi (Cruickshank, 1980). Game edukasi non-simulasi adalah game dimana pemain dihadapkan pada permasalahan yang terjadi pada permasalahan matematis, fisis, maupun permasalahan lainnya yang bisa diselesaikan dengan prinsip dasar dalam disiplin ilmu tersebut. Tipe lain dari game edukasi yaitu game dengan media simulasi dimana pemain dihadapkan pada lingkup ataupun permasalahan yang disimulasikan mendekati kondisi nyata. Pada intinya game ini ditujukan agar siswa dapat memperoleh pengetahuan yang lebih mendalam terhadap proses ataupun event yang terjadi pada permasalahan dunia nyata yang disimulasikan oleh game tersebut. Pembuatan game edukasi berbeda dengan pembuatan game pada umumnya. Elemen pembangun game adalah perpaduan dari disiplin ilmu computer science, seni atau desain grafis dan desain story (Zyda, 2006). Desain story dari game edukasi tersebut berasal dari input akademisi dengan bidang keilmuan yang terkait, valid dan sesuai teori, dengan permasalahan yang akan dimasukkan kedalam game.
9
L S C M NEWSLETTER
Edisi September - Desember 2009
Hal ini juga disebutkan pada penelitian lain bahwa peran akademisi sangat erat kaitannya dalam pembuatan game edukasi (Klopfer, et al., 2008). Hal ini dikarenakan input yang terbesar dalam pembuatan game edukasi berasal dari akademisi. Input dari akademisi tersebut adalah permasalahan yang diangkat, algoritma penyelesaian, dan evaluasi dari game (gambar 1 )
Gambar 2 Simplifikasi dimensi bin-packing
Gambar 1 Perancangan game edukasi
2.2
Perancangan Sistem Game Dalam perancangan sistem game ini akan dibahas tentang detail permasalahan, cerita game, evaluasi atau feedback terhadap pemain dan desain level. Perancangan sistem ini akan mengupas segala hal tentang apa yang akan dirancang di dalam game sehingga dapat membentuk suatu game edukasi yang efektif. Game ini memodelkan permasalahan nyata dari penataan kontainer di bay kapal menjadi suatu permasalahan yang relatif lebih simpel namun tidak meninggalkan aspek-aspek sebenarnya dari penataan kontainer. Simplifikasi dari permasalahan penataan kontainer dalam game ini antara lain adalah dimensi binpacking, pemindahan kontainer yang telah diletakkan, dan parameter yang menyebabkan terjadinya kemiringan dari kapal. Permasalahan penataan kontainer di bay kapal adalah permasalahan bin-packing tiga dimensi yang terdiri dari dimensi bay, tier, dan row. Dalam game yang dibuat, permasalahan penataan kontainer tersebut disimplifikasikan menjadi permasalahan bin- packing dua dimensi yang hanya terdiri dari dimensi tier dan row. Dalam hal ini dimensi bay masih terlibat di dalam permasalahan game yaitu sebanyak satu bay namun ukuran panjang kontainer adalah sama dengan panjang bay yang mengakibatkan dimensi bay menjadi tidak perlu diperhitungkan. Simplifikasi dari dimensi permasalahan bin-packing dapat dilihat pada gambar 2. Simplifikasi lain yang terdapat dalam game ini yaitu kontainer yang telah diletakkan di suatu slot pada bay kapal tidak boleh dipindahkan ke slot lain. Hal ini dimaksudkan untuk meningkatkan tantangan yang ada. Jika pemain melakukan kesalahan peletakan kontainer, pemain dapat memanfaatkan fasilitas undo last move yang disediakan dalam game. Fasilitas ini dapat digunakan berkali-kali tetapi hanya berlaku untuk undo satu langkah terakhir saja.
Simplifikasi yang terakhir yaitu parameter yang menyebabkan terjadinya kemiringan kapal. Kemiringan kapal dapat terjadi akibat selisih berat, ballast air, meta center, dan toleransi dari masing-masing kapal. Batas maksimum kemiringan kapal umumnya adalah ±15 derajat dari titik normal. Kemiringan kapal adalah positif jika searah dengan jarum jam dan negatif jika berlawanan dengan arah jarum jam. Dalam game ini, parameter yang menyebabkan terjadinya kemiringan kapal adalah toleransi dari kapal dan selisih berat saja. Batas maksimum toleransi kapal dalam game adalah 50 ton.
Gambar 3 Simplifikasi dari parameter yang menyebabkan terjadinya kemiringan kapal
Pemain dihadapkan pada penataan sejumlah kontainer yang telah ditentukan sedimikian rupa sehingga tidak ada unnecessary shifting dari kontainer di yard dalam penataannya ke dalam bay kapal. Pemain harus mengambil kontainer yang terletak di bagian paling atas dari tumpukan kontainer yang ada. Dalam hal ini, selain variabel-variabel yang melingkupi penataan itu sendiri, ada variabel lain yang berupa limit waktu. Dengan adanya limit waktu tersebut maka penataan kontainer harus dilaksanakan tidak melebihi waktu yang telah ditentukan. Game tersebut terdiri dari beberapa level yang didesain untuk mempermudah pemain dalam memahami permasalahan yang ada. Desain level dari game yang akan dibuat dengan mempertimbangkan variabel penataan dan tingkat kesulitan dari penataan kontainer di bay kapal dapat dilihat pada tabel 1.
10
L S C M NEWSLETTER
Edisi September - Desember 2009
Tabel 2 Rataan sampel
Tabel 1 Desain level
Rata-rata Standar deviasi Jumlah sampel Ho df t Stat p-value (two-tail) t Critical two-tail
Pre-test Post-test 1,666667 12,6 1,112697 0,6324555 15 15 0 14 -28,4871 8,52E-14 2,144787
3 PENUTUP 2.3 Pengembangan dan Pengujian Perangkat Lunak Perangkat lunak game edukasi ini dibuat pada platform .Net Framework + XNA dengan bahasa pemrograman C#. Tahap pengembangan dan pengujian perangkat lunak game ini terkait dengan deskripi dan uji terhadap perangkat lunak yang dibuat. Perangkat lunak game ini dibangun dengan inputan dari bahasa pemrograman, algoritma penataan, dan desain grafis game. Game yang dikembangkan telah ditinjau ulang dan diujikan terkait dengan aturan penataan kontainer yang telah dijelaskan sebelumnya. Peninjauan ulang dan revisi dilakukan pada pengembangan untuk menghindari bongkar-pasang yang dapat mempersulit implementasi akhir dan pengembangan game secara menyeluruh.
Berdasarkan perancangan dan pengujian serta analisa dalam penelitian ini, maka kesimpulan yang diperoleh yaitu: 1. Dengan perancangan dan implementasi yang telah dilakukan, penelitian ini berhasil membuat suatu perangkat lunak berupa game edukasi untuk penataaan kontainer di bay kapal yang diberi nama StowaGame. StowaGame telah mampu menggambarkan permasalahan penataan kontainer di bay kapal dengan simplifikasi yang telah ditentukan. 2. Uji paired-t test terhadap game menghasilkan pvalue < 0.05. Hal ini dapat diartikan bahwa perangkat lunak yang dibuat mampu memberikan edukasi terhadap pemain game.
Tahap uji edukasi dari game mencakup tentang perancangan soal dan uji edukasi dari game. Soal atau pertanyaan terkait dengan edukasi dari game disesuaikan dengan informasi yang diberikan oleh game. Uji edukasi dari game dilakukan dengan pre-test dan post-test untuk pertanyaan yang sama. Edukasi dari game akan dibuktikan secara statistik dengan uji paired-t. Soal dari game edukasi ini adalah soal pilihan ganda yang terkait dengan informasi yang diberikan pada game. Soal yang dibuat terdiri dari 15 soal dengan urutan soal yang disesuaikan tingkatan atau level yang terdapat dalam game. Hipotesis dari uji paired-t yang akan dilakukan adalah: H0 = Game yang dibuat tidak memberikan edukasi terhadap pemain H1 = Game yang dibuat memberikan edukasi terhadap pemain Hipotesis awal diterima jika p - value ≥0.05 dan hipotesis tandingan diterima jika p - value < 0.05. Perhitungan dari paired-t test terkait dengan uji edukasi diatas (tabel 2). Dari perhitungan paired-t test yang telah dilakukan (tabel 2) diperoleh p-value < 0.05 sehingga kesimpulan yang diambil adalah tolak H0 dan nyatakan bahwa game yang dibuat memberikan perbedaan yang signifikan terhadap pengetahuan pemain terkait dengan permasalahan penataan kontainer di bay kapal.
11
L S C M NEWSLETTER
Edisi September - Desember 2009
Perencanaan Produksi Menggunakan Model Optimasi untuk Produk yang Memiliki Umur Pendek. (Studi Kasus PT Nippon Indosari Corpindo-Pasuruan) Disadur oleh : Asisten Lab Logistics & Supply Chain Management
Paramita Setyaningrum, Prof. Dr. Ir. I Nyoman Pujawan, M.Eng Jurusan Teknik Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya Kampus ITS Sukolilo Surabaya 60111 Email :
[email protected] ;
[email protected]
1.1 Pendahuluan Pemenuhan kebutuhan secara tepat baik dalam kuantitas, kualitas, maupun waktu produk tersebut sampai di tangan konsumen merupakan target yang harus dipenuhi oleh perusahaan demi kepuasan konsumen. Sedangkan adanya faktor ketidakpastian terhadap jumlah permintaan konsumen menyebabkan perusahaan harus melakukan suatu perencanaan produksi yang tepat dalam hal pengadaan inventory, baik bahan baku maupun produk jadi. Apabila perencanaan produksi yang dilakukan oleh perusahaan kurang tepat akan mengakibatkan kerugian karena hal ini dapat meningkatkan biaya serta mengurangi service level terhadap pelanggan. Karena itu dibutuhkan suatu sistem perencanaan produksi yang tepat untuk mengetahui jumlah dan waktu suatu produk harus diproduksi sehingga produk yang tersedia dapat memenuhi seluruh kebutuhan pelanggan secara tepat. PT. Nippon Indosari Corpindo atau yang lebih dikenal dengan Sari Roti merupakan salah satu produsen roti terbesar di Indonesia yang berbasis mass production. Roti merupakan salah satu jenis dari perishable product, yaitu jenis produk yang mempunyai life time yang pendek. Perusahaan yang salah satu pabriknya berlokasi di PIER ini memproduksi jenis roti sebanyak 19 item dengan wilayah pemasaran di daerah Jawa Timur, Jawa Tengah, Pulau Madura, dan Pulau Bali. Dua hal tersebut, yaitu sifat produk yang tidak tahan lama serta jangkauan pemasaran yang cukup jauh menyebabkan perusahaan harus melakukan perencanaan kebutuhan produksi dengan tepat. Selain mengantisipasi dua hal tersebut, perencanaan produksi juga untuk mencegah apabila terdapat sejumlah permintaan yang tidak sesuai dengan perencanaan produksi, yang dapat menyebabkan shortages atau overstock. Shortages terjadi karena perusahaan tidak mempunyai safety stock produk untuk periode lebih dari 1 hari. Apabila terjadi overstock, produk akan langsung digunakan untuk pakan ternak. Hal ini akan menyebabkan kerugian bagi perusahaan.
Sistem perencanaan produksi yang ada saat ini adalah perencanaan harian, yang dibagi menjadi 6 fase dalam sehari. Divisi sales dan production planning membuat peramalan permintaan produk setiap harinya untuk perkiraan kebutuhan baku. Sedangkan untuk produk jadi, divisi sales memberikan informasi kepada divisi Production Planning pada H-2 sebelum produk didistribusikan untuk memenuhi permintaan dari Distribution Center, RO (Retail Outlet), minimarket, supermarket, distributor, stockpoint, dan agen. Divisi Production Planning membuat perencanaan produksi dan menentukan besarnya jumlah produksi berdasarkan informasi dari divisi Sales. Namun, ada kalanya terjadi ketidaksesuaian antara penentuan jumlah produksi dan permintaan dari pelanggandisebabkan oleh permintaan agen yang dapat direvisi hingga H-1. Produksi untuk memenuhi permintaan seluruh distributor Sari Roti dilakukan pada H-2 pukul 15.00, sedangkan permintaan agen masih boleh direvisi hingga H-1 pukul 24.00. Jadi apabila terjadi ketidaktepatan dalam peramalan produksi untuk agen akan mengakibatkan shortages/ overstock. Hal yang mungkin bisa dilakukan adalah mengetahui jumlah produksi dan permintaan masing-masing produk untuk mengetahui distribusi jumlah produksi dan permintaan untuk setiap agen distribusi. Data jumlah produksi dan permintaan tersebut akan dibandingkan untuk mengetahui selisih antara keduanya. Selisih tersebut merupakan resiko shortages atau overstock yang harus ditanggung oleh perusahaan. Oleh karena itu, pada penelitian kali ini akan dicoba untuk membuat model optimasi dimana tujuannya adalah meminimumkan total biaya akibat adanya shortages atau overstock produk jadi. Kemudian hasil dari model penyelesaian tersebut akan dibandingkan dengan kondisi existing perusahaan. Pengembangan model penyelesaian ini berbasis kepada newsboy inventory model, dimana tujuan dari model ini adalah menentukan jumlah produksi untuk memenuhi kebutuhan konsumen. Penentuan produksi secara tepat merupakan hal yang penting disebabkan sifat produk yang perishable (umur pendek), sehingga kelebihan jumlah
12
L S C M NEWSLETTER
Edisi September - Desember 2009
produksi merupakan kerugian bagi perusahaan karena produk tersebut tidak dapat disimpan untuk dijual pada keesokan harinya. Pada penelitian ini akan mengambil dua jenis produk sebagai obyek penelitian, yaitu Roti Gandum dan Roti Tawar Spesial, dimana data yang digunakan adalah data sekunder dari perusahaan, yaitu data permintaan dari agen pada bulan Maret 2009. Asumsi yang digunakan adalah harga produk diketahui dan konstan selama penelitian dilakukan, tidak mempertimbangkan setup cost, raw material yang tersedia di gudang mampu memenuhi kebutuhan produksi, dan tidak ada retur penjualan. 2. Tinjauan Pustaka Suatu produk dapat diklasifikasikan menjadi dua bagian, yaitu perishable product dan non-perishable product. Menurut Donselaar, dkk (2006), perbedaan utama antara keduanya adalah mengenai umur dari produk tersebut, dimana umur dari produk tersebut dihitung saat proses produksi selesai dilakukan sampai produk tersebut sudah tidak bisa dikonsumsi lagi. Menurut Chen, dkk (2009) perishable product, seperti produk makanan yaitu roti, sayuran, buah-buahan, obat-obatan, dan makanan untuk hewan peliharaan mempunyai lifetime yang pendek dimana produk tersebut akan mulai mengalami penurunan kualitas setelah proses produksi dan akan semakin menurun saat pengiriman produk tersebut sampai ke tangan konsumen. Perishable product dibagi menjadi dua kategori, yaitu produk yang secara simultan menjadi rusak pada akhir periode/ expiring date. Kedua, yaitu produk yang akan mengalami kerusakan seiring bertambahnya waktu sampai tiba masa expiring date. Untuk kategori yang kedua, dibagi lagi menjadi dua bagian, yaitu produk yang mempunyai lifetime tetap, artinya produk tersebut hanya bisa dikonsumsi sebelum masa expiring date tanpa mengurangi kualitas produk, contohnya seperti persediaan darah di bank darah dan yang kedua adalah produk yang kualitasnya akan semakin menurun sampai masa expiring date yaitu saat produk sudah tidak bisa dikonsumsi, seperti produk makanan, sayuran, bunga dan pakan hewan (Chen dkk, 2009). Permasalahan yang terkait dengan produk jenis ini adalah permintaan yang bersifat stokastik (Nahmias, 1982), artinya permintaan yang ada pada setiap periodenya berbeda-beda. Hal ini sering menyebabkan ketidaksesuaian antara perencanaan dengan permintaan riil dari pelanggan. Permasalahan yang dihadapi terkait dengan pemintaan yang bersifat stokastik dan lifetime yang pendek menyebabkan perusahaan meminimasi jumlah persediaan untuk produk jadi. Apabila terjadi overstock akan menyebabkan kerugian bagi perusahaan karena lifetime dari produk tersebut akan semakin berkurang. Namun dengan tidak adanya persediaan dapat menimbulkan terjadinya shortages apabila jumlah
permintaan melebihi perencanaan produksi yang telah dilakukan oleh perusahaan. Oleh karena itu perencanaan produksi yang tepat merupakan solusi untuk meminimasi kerugian perusahan. Hal-hal diatas yang menjadi dasar penelitian yang membahas tentang penjadwalan produksi untuk perishable product dengan tujuan mencari jumlah dan waktu yang tepat produk harus dibuat untuk meminimasi waste dan biaya produksi (Arbib dkk, 1999). Arbib, dkk (1999) membahas tentang penjadwalan produksi dengan tujuan untuk mengurangi overstock (kelebihan produk yang tidak terjual karena sudah melebihi expiring date akan merugikan perusahaan). Isu ini menjadi bahan penelitian yang menarik karena semakin banyaknya kebutuhan akan perishable product. Berdasarkan beberapa penelitian yang ada, penelitian mengenai perencanaan produksi dan penentuan rute yang optimal dilakukan secara terpisah, Chen, dkk (2008) mencoba membuat model PS-VRPTW-P (Production Schedule and Vehicle Routing Problem with Time Windows for Perishable Product). Pada penelitian kali ini antara perencanaan produksi untuk menentukan jumlah dan waktu produksi yang tepat serta penentuan rute yang optimal diselesaikan secara integralistik. Dengan lifetime yang cukup pendek, apabila jumlah produksi melebihi permintaan pasar maka produk tersebut akan dikembalikan ke tangan produsen. Sebaliknya, apabila produsen memutuskan untuk memproduksi produk dengan jumlah sedikit yang mengakibatkan jumlah produksi lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah permintaan, maka akan terjadi shortages. Hal ini akan mempengaruhi kepuasan konsumen terhadap produk. Kepercayaan konsumen akan menurun apabila suatu jenis produk yang biasa dikonsumsi tidak tersedia di pasar. Pada akhirnya akan menyebabkan berpindahnya konsumen ke produk yang lain, artinya permintaan konsumen terhadap produk tersebut akan berkurang. Selain permasalahan kuantitas produksi, produk juga harus segera sampai ke tangan konsumen. Walaupun jumlah dan waktu produksi tepat, namun apabila produk tidak segera sampai di tangan konsumen, produsen akan terkena penalti. Pada penelitian ini akan dikembangkan model penyelesaian yang berbasis newsboy inventory model yang bertujuan untuk meminimasi total biaya yang muncul akibat adanya shortages/ overstock. Dengan adanya revisi permintaan yang jumlahnya fluktuatif menyebabkan jumlah overstock dan shortages yang terjadi cukup besar. Oleh karena itu, tujuan dari penelitian ini adalah menentukan nilai konstanta dari perkiraan permintaan yang diberikan oleh distributor pada hari H-2 dari waktu pengiriman. Kemudian hasil dari model penyelesaian ini akan dibandingkan dengan kondisi existing yang ada di perusahaan.
13
L S C M NEWSLETTER
Edisi September - Desember 2009
3. Metodologi Penelitian Pada penelitian ini terdapat beberapa tahap yang harus dilakukan antara lain : 1. Observasi lapangan dengan mengamati kondisi yang terjadi di perusahaan terkait dengan permasalahan yang diamati pada penelitian ini, antara lain pola permintaan dan penjualan, kapasitas produksi PT. Sari Roti. 2. Pengumpulan data 3. Simulasi Monte Carlo untuk merepresentasikan kondisi permintaan selama 2 bulan mendatang. 4. Pengembangan model penyelesaian untuk menentukan nilai konstanta dari perkiraan permintaan H-2 agen. 5. Implementasi model dengan data perusahaan dan membandingkan hasilnya dengan kondisi existing perusahaan. Adapun model yang akan digunakan untuk menyelesaikan permasalahan PT Sari Roti dalam menentukan jumlah produksi optimal adalah model optimasi yang dibuat dengan batasan-batasan yang sesuai dengan kondisi perusahaan. Adapun variabel keputusan dan parameter dari model ini adalah sebagai berikut : o Variabel keputusan untuk model ini adalah : (Q) keputusan perusahaan dalam menentukan penambahan atau pengurangan jumlah produksi atas kondisi permintaan agen yang stokastik (revisi agen dari H-2 ke H-1) o Parameter yang digunakan untuk model ini adalah sebagai berikut : (D) Jumlah permintaan dari seluruh agen distribusi tiap hari (P) Jumlah produksi perusahaan per hari (Xi) Jumlah permintaan dari agen distribusi I pada H-2 (Yi) Jumlah permintaan dari agen distribusi I pada H-1 (Ai) revisi pemintaan oleh agen i (Co) biaya yang harus ditanggung oleh perusahaan apabila terjadi overstock Co untuk produk RTS sebesar Rp. 3.500,Co untuk produk RTG sebesar Rp. 5.000,(Cu) biaya yang harus ditanggung oleh perusahaan apabila terjadi shortages Cu untuk produk RTS sebesar Rp. 2.000,Cu untuk produk RTG sebesar Rp. 2500,(B) minimum batch yang harus dipenuhi untuk satu kali produksi B untuk produk RTS 10000 B untuk produk RTG 900 (K) kapasitas produksi maksimum perusahaan per hari K untuk produk RTS 30000 K untuk produk RTG 10000
Adapun model yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : TCmin = Co Max (0, P-∑Xi) + Cu Max (0, ∑Xi-P)
(3.1)
Batasan-batasan yang digunakan pada model ini adalah sebagai berikut :
Yi = Xi ± Ai
D = min (P,
Xi ) å
(3.4)
i
Yi ± Q) (3.5) å Overstock terjadi jika P > å Xi i P = min (K,
i
Shortages terjadi jika P <
Xi å i
Penjelasan dari parameter yang digunakan pada model ini adalah (3.2) Permintaan H-2 jumlahnya sama dengan permintaan H-1 ditambah dengan revisi agen, dimana revisi agen dapat bernilai positif atau negatif, (3.3) Jumlah produksi minimum harus memenuhi minimum batch yang telah ditentukan, (3.4) Jumlah permintaan yang dapat dipenuhi perusahaan adalah nilai minimum dari jumlah produksi per hari dan jumlah permintaan keseluruhan (3.5) Jumlah produksi per hari adalah nilai minimum dari kapasitas produksi perusahaan dan total permintaan H2 dijumlahkan dengan nilai revisi hasil simulasi, dimana nilai revisi tersebut dapat berjumlah positif atau negatif. Pada model tersebut juga terdapat variabel Co dan Cu, dimana Co adalah biaya yang harus ditanggung perusahaan apabila terjadi overstock. Biaya overstock merupakan hasil konversi dari biaya produksi per unit produk, dimana biaya tersebut terdiri dari bahan baku, gaji pegawai, listrik, air, dan biaya operasional lain. Cu adalah biaya yang ditanggung perusahaan apabila terjadi shortages. Biaya shortages merupakan konversi dari keuntungan penjualan per unit produk. Algoritma dari model ini adalah sebagai berikut : 1. Pengumpulan data permintaan existing H-2 dan H-1 untuk kedua produk. 2. Mengidentifikasi distribusi data existing 3. Generate number untuk beberapa periode mendatang, pada penelitian ini dilakukan untuk 2 bulan ke depan. 4. Setelah memperoleh hasil data proyeksi permintaan H-2 dan H-1 lalu dicari selisih permintaan tiap hari untuk tiap produk. Selisih permintaan ini digunakan sebagai batasan untuk memperoleh nilai Q yang feasible. Namun, ada lagi batasan untuk mendapatkan nilai Q, yaitu tidak boleh melebihi nilai K (kapasitas maksimal produksi) dan kurang dari B (minimum batch). Langkah yang
14
L S C M NEWSLETTER
Edisi September - Desember 2009
6.
7. 8.
4. Pengumpulan dan Pengolahan Data PT. Nippon Indosari Corpindo (NIC) menerapkan Supply Chain Management dalam menjalankan proses produksinya. Adapun stage yang terlibat dalam aliran rantai pasok ini adalah supplier, produsen, distributor, 3PL (Third Party Logistic), dan konsumen. Dalam hal ini NIC berperan sebagai produsennya. Sistem produksi perusahaan ini berbasis make to order, karena karakteristik produk yang mempunyai umur pendek, yaitu lima hari, sehingga tidak boleh ada persediaan karena dapat mengurangi kualitas produk apabila sampai ke tangan konsumen. Berikut ini adalah proses bisnis PT Sari Roti dalam menentukan jumlah produksi untuk memenuhi permintaan distributor.
Dari gambar 4.1 dapat dilihat urutan proses bisnis yang terjadi mulai dari datangnya permintaan H-2 sampai produk tersebut ke tangan konsumen. Pengembangan model penyelesaian yang digunakan pada penelitian ini menyesuaikan dengan kondisi perusahaan, namun menggunakan beberapa asumsi yang telah dijelaskan pada bab 3. Data-data yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Data historis jumlah permintaan pelanggan pada H-2 2. Data historis jumlah permintaan pelanggan pada H-1 3. Data historis jumlah penjualan produk. 4. Data historis jumlah produksi pada periode yang sama dengan data permintaan. 5. Harga barang pada retailer dari produk tertentu. H-2
H-1
Distributor Centre
Minimarket
Retail Outlet
Distributor
Supermarket
Agen
Agen Distributor
Sales
Sales
PPIC
H
Agen
Distribusi by 3PL
5.
dilakukan untuk memperoleh batasan nilai Q adalah sebagai berikut : a. Batasan yang dicari untuk memperoleh nilai Q adalah batas atas dan batas bawah. b. Menjumlahkan seluruh permintaan H-2 seluruh distributor untuk tiap produk per hari. c. Batas atas diperoleh dari mencari nilai minimum tiap selisih permintaan per produk per hari selama proyeksi dilakukan, dimana selisih permintaan adalah jumlah kapasitas dikurangi dengan total permintaan H-2 per hari untuk tiap produk. d. Batas bawah diperoleh dari mencari nilai minimum tiap selisih permintaan per produk per hari selama proyeksi dilakukan, dimana selisih permintaan adalah jumlah minimum batch dikurangi dengan total permintaan H-2 per hari untuk tiap produk. Setelah nilai Q diperoleh, lalu dihitung total biaya yang muncul dengan menggunakan data existing pada bulan Maret 2009. Pada penelitian ini akan menggunakan tiga skenario. Skenario 1 adalah perhitungan total biaya dengan nilai Q merupakan hasil simulasi. Skenario 2 adalah perhitungan total biaya dimana produksi dilakukan sesuai permintaan H-2. Skenario 3 adalah perhitungan biaya total biaya dimana produksi dilakukan sesuai permintaan H-1, artinya perusahaan melakukan fleksibilitas yaitu produksi untuk OTP 2 sampai 4 mengikuti revisi dari agen. Menghitung total biaya yang ditanggung perusahaan apabila perusahaan memproduksi sesuai permintaan H-2. Menghitung total biaya yang dikeluarkan perusahaan dengan sistem fleksibilitas produksi perusahaan. Perusahaan memproduksi produk sesuai dengan permintaan setelah revisi. Penyesuaian ini dilakukan pada OTP 2 sampai 6. Hasil ini akan dibandingkan dengan kondisi apabila perusahaan memproduksi permintaan sesuai dengan H-1.
Produksi Order
PPIC
FG
Change Schedule Production
Overstock atau Shortages
Gambar 4.1 Proses Bisnis dalam Menentukan Ukuran Produksi PT. Sari Roti
Data tersebut digunakan sebagai data input untuk proses pengolahan data yag telah dijelaskan pada bab 3. Dari proses pengolahan data diperoleh hasil sebagai berikut :
Gambar 4.2 Grafik Perhitungan Q Optimum Produk RTS
Gambar 4.3 Grafik Perhitungan Q Optimum Produk RTG
15
L S C M NEWSLETTER
Edisi September - Desember 2009
Dari grafik tersebut dapat dilihat nilai konstanta Q optimum yang menimbulkan total biaya paling minimum adalah sebagai berikut : Tabel 4.1 Hasil Pengolahan Data Menentukan Nilai Konstanta Q
Produk
Q
RTS
63
RTG
-7
Pada bab 3 telah dijelaskan bahwa pada penelitian ini menggunakan 3 skenario. Skenario 1 adalah perhitungan total biaya dengan menggunakan nilai Q yang merupakan hasil simulasi. Skenario 2 adalah perhitungan total biaya dimana produksi dilakukan sesuai permintaan H-2. Skenario 3 adalah perhitungan biaya total biaya dimana produksi dilakukan sesuai permintaan H-1, artinya perusahaan melakukan fleksibilitas yaitu produksi untuk OTP 2 sampai 4 mengikuti revisi dari agen. Berikut adalah hasil perhitungan total biaya untuk tiap produk. Tabel 4.2 Total Biaya Tiap Skenario untuk Produk RTS dan RTG Jenis Produk Skenario 1 Skenario 2 Skenario 3 TC RTS (Rp) 12.049.054,- 11.597.296,- 5.110.641,TC RTG (Rp) 4.798.330,4.713.791,4.253.049,-
Pada penelitian ini juga dilakukan analisa sensitivitas untuk mengetahui pengaruh biaya overstock dan shortages terhadap total biaya dan nilai Q. Uji sensitivitas ini dilakukan dengan menurunkan biaya overstock sebesar Rp. 500,- untuk masing-masing produk. Hasil yang diperoleh dari analisa sensitivitas tersebut adalah apabila biaya overstock menurun akan menyebabkan total biaya dan nilai Q ikut menurun. 5. Analisa dan Interpretasi Hasil Dari hasil pengumpulan dan pengolahan data yang telah dilakukan, diketahui bahwa permintaan H-2 dan revisi agen yang terjadi pada PT. Sari Roti cukup fluktuatif sehingga menyebabkan terjadinya overstock dan shortages yang menimbulkan biaya bagi perusahaan. Namun, perusahaan lebih sering mengalami shortages daripada overstock. Hal ini disebabkan karena kerugian yang akan ditanggung perusahaan akan menjadi lebih besar jika terjadi ovestock. Biaya overstock per unit sebesar 2 kali lipat biaya apabila dibandingkan dengan terjadinya shortages. Dari hasil perhitungan untuk produk RTS diperoleh nilai Q dengan total biaya minimum sebesar 63. Nilai tersebut merupakan konstanta yang diperoleh dari data hasil simulasi dan akan digunakan untuk menghitung total
biaya pada data asli. Nilai Q tersebut artinya dalam proses produksi per hari akan ditambahkan sebanyak 63 unit dari permintaan pada H-2. Revisi agen hasil simulasi yang dihasilkan bernilai positif dikarenakan perusahaan dalam memenuhi permintaan distributor cenderung kurang dari permintaan pada H-1. sedangkan untuk produk RTG diperoleh nilai Q sebesar -7 yang artinya pada proses produksi per hari dikurangi sebanyak 7 unit dari permintaan H-2. Revisi agen hasil simulasi untuk produk RTG bernilai negatif dikarenakan resiko yang ditimbulkan apabila terjadi overstock cukup besar yaitu sebanyak 2 kali lipat apabila dibandingkan dengan terjadinya shortages produk. Hasil dari perbandingan biaya untuk tiap skenario telah dijelaskan pada bab 4 menunjukkan bahwa skenario 1 lebih baik jika dibandingkan dengan skenario 2, yaitu penghematan yang diperoleh sebanyak Rp. 452.248,- dalam 1 bulan untuk produk RTS dan Rp 84.539,- untuk produk RTG. Namun, perbedaan tersebut tidak terlalu signfikan. Hal ini disebabkan fluktuasi revisi agen yang terlalu besar, sedangkan hasil dari simulasi ini merupakan jumlah terkecil dari seluruh total biaya yang ditanggung perusahaan selama satu bulan. Artinya, total biaya tersebut merepresentasikan rata-rata revisi agen dengan total biaya terkecil selama 1 bulan bukan nilai revisi terkecil agen per hari. Sedangkan perbandingan antara skenario 2 dan 3 menunjukkan bahwa penghematan biaya yang diperoleh perusahaan sebesar Rp. 6.938.903,- untuk produk RTS dan Rp. 545.281,- untuk produk RTG. Penghematan yang diperoleh perusahaan apabila menggunakan skenario 3 cukup besar, hal ini disebabkan perusahaan menerapkan sistem yang lebih fleksibel dalam memenuhi permintaan dari agen. Informasi revisi permintaan dari agen diperoleh setelah OTP 1, artinya perusahaan harus melakukan proses produksi sebelum memperoleh infomasi revisi permintaan agen hanya pada OTP 1. Estimasi produksi oleh perusahaan hanya dilakukan untuk memproduksi permintaan pada OTP 1. Perusahaan memproduksi untuk pengiriman OTP 2 sampai 4 sesuai dengan revisi dari agen. Namun, pada penelitian ini tidak dibahas secara detail mengenai penerapan sistem fleksibilitas ini. Biaya-biaya yang muncul akibat penerapan sistem fleksibilitas, seperti pengadaaan material akibat revisi yang cukup besar dan jumlah pekerja yang dibutuhkan untuk memenuhi permintaan agen setelah adanya revisi permintaan tidak diperhitungkan pada penelitian ini. Pada bab 4 telah dilakukan analisa sensitivitas untuk mengetahui pengaruh variabel Co dan Cu terhadap total biaya yang ditanggung perusahaan apabila terjadi shortages dan overstock. Variabel Co dan Cu nilainya diubah, tetapi harga produk yang dijual ke distributor tetap sama. Jumlah dari biaya overstock dan shortages ini merepresentasikan harga produk yang diberikan kepada distributor. Hasil uji sensitivitas yang dilakukan pada bab 4 menunjukkan bahwa turunnya vriabel Co (biaya produksi) menyebabkan turunnya
16
L S C M NEWSLETTER
Edisi September - Desember 2009
total biaya yang diakibatkan terjadinya shortages/ overstock. Oleh karena itu, langkah yang dapat diambil perusahaan untuk menurunkan total biaya yang terjadi, selain melakukan perencanaan produksi dengan tepat, adalah dengan menurunkan biaya yang muncul akibat overstock. 6. Kesimpulan dan Saran 6.1 Kesimpulan Pada tugas akhir ini dikembangkan suatu model penyelesaian yang berbasis newsboy inventory method untuk mendapatkan jumlah yang harus diproduksi setiap hari. Jumlah tersebut diperoleh dengan menentukan suatu nilai konstanta dari perkiraan permintaan yang diberikan oleh distributor pada hari H-2 dari waktu pengiriman. Kesimpulan yang diperoleh dari Tugas Akhir ini adalah :
tidak memperhitungkan biaya yang muncul akibat penerapan sistem fleksibilitas tersebut, seperti biaya penyediaan material yang sifatnya mendadak karena harus memenuhi permintaan distributor sesuai dengan revisi yang diberikan. Oleh karena itu, pada penelitian selanjutnya diharapkan untuk memperhitungkan biaya yang muncul dengan penerapan sistem fleksibilitas tersebut dan menghitung kebutuhan bahan baku secara tepat agar dapat memenuhi seluruh permintaan distributor.
1. Jumlah Q (nilai konstanta penyesuaian permintaan terhadap permintaan H-2 agen) untuk produk RTS sebanyak 63 dan produk RTG sebanyak -7. 2. Pada penelitian tugas akhir ini menggunakan tiga skenario. Skenario pertama adalah perhitungan total biaya menggunakan nilai penyesuaian terhadap permintaan H-2 hasil simulasi. Skenario kedua adalah perhitungan total biaya apabila jumlah produk yang diproduksi sesuai dengan permintaan H-2. Skenario ketiga adalah perhitungan total biaya apabila perusahaan menerapkan sistem fleksibilitas produksi dengan menyesuaikan revisi dari agen. Total biaya yang ditanggung oleh perusahaan menggunakan skenario 1 lebih rendah dibandingkan dengan skenario 2. Penghematan biaya yang diperoleh perusahaan selama 1 bulan menggunakan data bulan Maret 2009 sebesar 452.248,- untuk produk RTS dan Rp84.539,untuk produk RTG. 3. Penghematan biaya yang diperoleh perusahaan jika menerapkan skenario 3 dibandingkan dengan menerapkan skenario 2 sebesar Rp. 6.938.903,- untuk produk RTS dan Rp. 545.281,- untuk produk RTG. Skenario 3 menghasilkan biaya paling rendah jika dibandingkan dengan dua skenario lain karena pada skenario ini perusahaan menerapkan sistem fleksibilitas dengan memproduksi produk sesuai dengan revisi agen pada pengiriman OTP 2 sampai 6. Hanya saja pada penelitian ini biaya yang muncul, seperti biaya penyediaan bahan baku akibat pemenuhan produk sesuai dengan revisi agen belum diperhitungkan. 4. Peningkatan variabel Co menyebabkan nilai Q menurun dan TC menurun. 5. Peningkatan variabel Cu menyebabkan nilai Q meningkat dan TC meningkat. 6.2 Saran Pada penelitian tugas akhir ini skenario 3 menghasilkan total biaya yang lebih rendah di antara dua skenario yang lain. Hanya saja pada perhitungan biayanya
17
L S C M NEWSLETTER
Edisi September - Desember 2009
LSCM Event Rantai Pasok Nucifera dari CV Biomass Ditulis oleh : Asisten Lab Logistics & Supply Chain Management
Tanggal 2 juni lalu, Lab. LSCM mengadakan kunjungan ke CV. Biomass. Peserta dari kunjungan ini adalah para asisten lab LSCM. Produk yang dihasilkan dari CV. Biomass ini salah satunya adalah Nucifera. Nucifera merupakan minyak kelapa murni yang diproduksi dengan tetap menjaga sifat natural dari buah kelapa segar (bukan kopra), diproduksi dengan prose salami tanpa bahan kimia, tanpa penambahan zat aditif, dan tanpa menggunakan pemanasan. Dari kunjungan ke CV yang terletak di Sarono Jiwo I tersebut, tidak hanya pengetahuan mengenai supply chain saja yang didapatkan tetapi juga pengalamanpengalaman inspiratif mengenai technopreneurship yang dipaparkan oleh Mas Gelardi selaku direktur CV. Biomass dalam merintis bisnisnya dari awal mula hingga berdiri sampai saat ini.
Pengalaman mengenai kebangkrutanpun juga tidak kalah menarik perhatian, yakni ketika ia berusaha dalam ekspor fiber. Dalam usahanya ini, kesalahan fatal yang dilakukannya adalah mengabaikan medan tempuh dari ekspor fibernya. Fiber sendiri sangat tergantung dengan keadaan lingkungan sekitarnya. Memang sebelum pengiriman cek awal sudah dilakukan bahwa fiber yang dikirim memenuhi kualifikasi dari customer. Namun selama perjalanan ekspor fiber tersebut, ia tidak memperhitungkan kondisi alam tersebut. Customer sendiri tidak memberitahukan mengenai hal ini kepadanya, sehingga benar saja ketika sampai dilokasi customer fiber yang tiba tidak sesuai dengan kualifikasi. Pada saat itu, tentu saja ia harus menaggung kerugian yang sangat besar karena customer waktu itu hanya mau menanggung biaya 20% dari yang dijanjikan sebelumnya.
Kisah technopreneurship : ”tertipu secara optimum dan bangkrut secara efektif..” Mas Gelardi sendiri berasal dari Teknik Kimia ITS, yang bersama dengan ke 10 temannya mendirikan CV. Biomass ini. Beliau menuturkan bahwa betapa pentingnya pengetahuan dalam dunia bisnis agar tidak tertipu oleh pihak-pihak lain yang terkait sehingga mas Gelardi memberikan sebuah istilah berupa tertipu secara optimum serta bangkrut secara efektif,. Kemudian dijelaskan apa yang dimaksudkan oleh pengalamannya tersebut. Menurut pengalamannya, dalam menerjuni dunia usaha perlu mengetahui medan usaha tersebut dengan baik. Ia mengungkapkan bahwa banyak terdapat faktor x yang tidak dapat diduga. Mas Gelardi sendiri bertutur bahwa sering kali ia tertipu dalam menjalankan bisnisnya itu. Misalkan saja, ketika ia harus mengirimkan kelapakelapa untuk produksi Nucifera, harus ada pengawasan yang ketat terhadap supplier. Karena salah-salah, jika tidak diawasi maka kelapa-kelapa yang dikirimkan adalah kelapa kecil atau kelapa yang tidak layak untuk diproduksi. Tidak itu saja pengalaman tertipunya, pernah juga suatu hari ia harus menanggung kerugian senilai satu truk kelapa karena dibawa lari oleh pengemudi truknya.
Rantai pasok Nucifera Untuk Supply Chain dari Nucifera sendiri awalnya memang terlihat sederhana yakni diawali dengan supplier yang memasok kebutuhan kelapa. Kelapa-kelapa ini selanjutnya diangkut menuju manufaktur untuk diproduksi. Setelah produksi selesai hingga tahap pengemasan, produk Nucifera ini dikirmkan kepada retailer atau outlet-outlet penjualan. Namun demikian berdasarkan penuturan Mas Gelardi, bila dilihat dari sudut pandang supply chain sendiri, produk Nucifera yang diproduksi oleh CV. Biomass ini mempunyai karakteristik yang unik. Jika ditelusuri lebih dalam, ternyata dalam pengelolaan Supply Chain nya, ada beberapa hal penting yang harus menjadi perhatiannya yakni struktur
18
L S C M NEWSLETTER
Edisi September - Desember 2009
geografi, musim, kultur dari negara indonesia dan bentuk fisik kelapa itu sendiri. Keempat hal ini sangat penting untuk dipertimbangkan dalam rangka menjaga kelancaran aliran produk dari hulu hingga ke hilir Dibandingkan dengan kelapa sawit, aktivitas supply untuk kelapa menurutnya lebih sulit. Hal ini dikarenakan karena pohon-pohon kelapa yang menjadi ujung tombak dari usahanya itu secara geografi tersebar secara tidak merata di masing-masing rumah penduduk. Tidak seperti kelapa sawit yang memang dibudidayakan dalam perkebunan, sebelum dapat melakukan supply tentu saja kelapa-kelapa ini harus dikumpulkan disuatu tempat terlebih dahulu baru kemudian dikirimkan ke manufaktur. Hal ini tentu saja membutuhkan effort tersendiri dalam proses pelaksanaannya. Belum lagi jumlah panen dari kelapa-kelapa yang berbeda dalam satu tahun karena adanya pengaruh musim. Hal ini membuatnya berpikir bahwa tidak bisa usahanya hanya tergantung pada satu supplier saja. Supplier yang saat ini memasok kelapa untuk usahanya tersebar pada wilayah Jawa Barat, Lombok dan Bali. Namun demikian, dalam ilmu supply chain management, semakin banyak supplier akan menimbulkan permasalahan pada proses koordinasi. Apalagi adanya permasalahan perbedaan mengenai harga dan patokan kualitas dari tiap-tiap supplier akan menuntut tingginya effort dalam hal koordinasi supplier. Dari sisi kultur ada beberapa kendala juga yang tak bisa dihindari. Contohnya saja ketika ia mengusung ide melakukan pengiriman dengan menggunakan truk besar. Secara teori, dalam logistics management pengiriman sekali dalam jumlah yang besar akan meningkatkan economic of scale dari pengiriman. Namun demikian, kendala muncul dari penduduk-penduduk yang memiliki usaha sebagai transporter dengan truk-truk yang lebih kecil. Tentu saja mereka tidak menyetujui adanya penggunaan truk besar karena akan berimbas pada usahanya. Demi menghormati kultur ini, tentu saja ide penggunaan truk besarpun tak dapat dijalankan. Dari sisi bentuk fisik kelapa, hal ini juga memiliki pengaruh yang berarti terutama dalam hal pengiriman. Untuk menjaga kealamian kelapa, kelapa harus dikirimkan dalam bentuk utuh masih berupa batok kelapa dan sabutnya padahal kebutuhan produksi hanya membutuhkan daging dari kelapa saja. Namun demikian, hal ini tetap harus dipertahankan meskipun perbandingan antara volume kelapa dan pengiriman sangatlah tidak efisien.
Dalam hal distribusi dan marketing, Mas Gelardi menjelaskan bahwa produknya Nucifera ini masih dalam tahap pencarian tipe distribusi dan sistem marketing yang efektif. Ia menjelaskan bahwa pertama kali distrtribusi dan marketing dari Nucifera dilakukan dengan direct selling system dengan menggunakan tenaga penjual (salesman). Hal ini dilakukan mengingat produk Nucifera merupakan produk baru. Sehingga penyampaian mengenai knowledge product sangat penting pada awal pertama kali produk ini diluncurkan. Namun demikian, hal ini dirasa kurang efektif mengingat tingginya biaya yang harus dikeluarkan untuk mentraining tenaga sales. Untuk itu, kemudian dicobalah mass distribution system. Produk Nucifera ini dikirimkan dan di jual melalui toko-toko. Namun demikian, karena produk ini baru sistem distribusi seperti ini tidak menunjang marketing karena knowledge product tidak tersampaikan dengan baik pada cutomer. Karenanya saat ini, CV Biomass mencoba sistem marketing yang baru dalam menunjang distribusinya tersebut. Yakni dengan mengimplementasikan new wave marketing system. Harapannya adalah knowledge product dapat tersampaikan secara tepat namun disisi lain juga menekan biaya dari marketing itu sendiri. Begitulah kunjungan yang dilakukan Lab. LSCM ke CV. Biomass. Dalam penutupannya Mas Gelardi menuturkan kesimpulan bahwa tidak selamanya usaha dapat berjalan licin sesuai dengan keinginan. Namun pengalaman-pengalaman tersebut tidak membuatnya patah arang dalam berusaha. Menurutnya yang paling penting adalah, untuk dapat menaklukan bidang usaha yang digelutinya, seseorang harus mengetahui dengan baik mengenai pengetahuan akan produknya baik itu pengetahuan intrinsik mengenai produk maupun ekstrinsik. Pengetahuan ekstrinsik ini merupakan pengetahuan diluar produk secara fisik. Tentu saja supply chain management juga termasuk didalamnya. Lalu bagaimana jika memang dunia usaha yang digeluti merupakan hal yang baru?. Dalam hal ini Mas Gelardi memberikan kunci jawabannya yakni silaturahmi. Silaturahmi dalam rangka menjalin network yang lebih luas merupakan amunisi yang luar biasa dalam suatu usaha. Karena dengan begitu, ketika suatu masalah terjadi kita dapat dapat mengadu dan meminta saran pada pihak yang tepat. Dengan begitu diharapkan kita akan cepat tanggap terhadap permasalahan dan dapat menghasilkan solusi yang tepat.
19
L S C M NEWSLETTER
Edisi September - Desember 2009
LSCM Event Kunjungan LSCM ITS di APL Logistic Ditulis oleh : Asisten Lab Logistics & Supply Chain Management
Dalam rubrik kunjungan kali ini, Newsletter LSCM akan menyajikan laporan kegiatan kunjungan yang dilakukan Lab LSCM jurusan teknik industri ITS ke APL logistics. APL Logistics merupakan distributor yang dipercaya oleh P&G (Proctare and Gambler) untuk mendistribusikan produk-produknya di wilayah Indonesia. Tidak hanya itu saja, selain melayani distribusi produkproduk dari APL Logistics juga dipercaya untuk melakukan aktivitas warehousing (pengelolaan warehouse) terhadap produk-produk P&G.
untuk PT Badak yang diselenggarakan Laboratorium LSCM yakni Introduce to SCM. Kunjungan yang diadakan pada hari Jum'at tanggal 3 April 2009 ini dilakukan sebagai kegiatan penutup dari rangkaian acara pelatihan tersebut bertujuan untuk memperlihatkan secara langsung kepada para peserta pelatihan penerapan ilmu SCM secara nyata. Kegiatan kunjungan ini dimulai sekitar pukul 07.30, sesampai di lokasi yakni Gudang Kamadjaja yang berada di jalan kali anak ini, peserta disambut oleh pihak APL logistics untuk dipersilahkan memasuki ruang pertemuan yang telah disiapkan sebelumnya. Dalam ruang pertemuan tersebut, salah seorang dari pihak APL logistics ini menjelaskan mengenai company profile dan bisnis proses dari APL Logistics kepada para peserta kunjungan yang terdiri dari peserta pelatihan dan asisten Lab LSCM. Dari kegiatan ini terlihat bahwa para peserta kunjugan yang hadir dalam acara tersebut begitu antusias. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya pertanyaan-pertanyaan mengenai keingintahuan lebih dalam lagi terhadap apa yang disampaikan oleh pihak APL Logistics.
Asisten Laboratorium LSCM memperhatikan presentasi dari tim APL Logistic
Sebenarnya kunjungan ke APL Logistics ini bukanlah kali pertama yang dilakukan oleh Lab LSCM. Sejak tahun 2007, APL Logistics dan Jurusan Teknik Industri ITS khususnya Lab LSCM, telah menjalin hubungan yang erat sebagai wujud dari kerjasama antara dunia pendidikan dan dunia industri yang sesungguhnya. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan antara lain kunjungan perusahaan sebagai suplemen kegiatan perkuliahan SCM (Supply Chain Management) dan kerja praktek mahasiswa. Bukan hanya itu saja, APL logistics bersikap sangat terbuka dalam hal knowledge sharing. Beberapa kali pihak LSCM telah melakukan kunjungan dan diskusi secara langsung mengenai bisnis proses secara umum perusahaan-perusahaan yang bergerak dibidang serupa dan kendala-kendala apa saja yang dihadapi selama beroperasi. Kegiatan kunjungan kali ini agak istimewa karena dilakukan bertepatan dengan adanya kegiatan Pelatihan
Kunjungan ke Warehouse APL Logistic
Karena tak lengkap rasanya jika hanya mendengarkan penjelasan saja, setelah sesi presentasi, Pihak APL Logistics mengajak para peserta kunjugan ke warehouse mereka untuk melihat aktivitas warehousing yang dilakukan APL Logistics terhadap produk-produk P&G secara langsung. Dengan dipandu beberapa pegawai APL Logistics, para peserta dibagi menjadi beberapa kelompok kecil. Kemudian mereka berkeliling dan melihat sendiri bagaimana operasi pengelolaan warehouse yang dilakukan.
20
L S C M NEWSLETTER
Edisi September - Desember 2009
Karena antusias yang begitu besar, saat berjalan tiap peserta nampak terlibat dalam beberapa diskusi dengan pegawai APL Logistics. Diskusi-diskusi yang dilakukan tersebut pun bervariasi. Ada yang berkaitan dengan permasalahan teknologi informasi yakni Warehouse Management System (WMS) yang digunakan, aturan penataan dan penumpukan (stacking) produk pada warehouse dan truk, alur distribusi dll.
Asisten Lab LSCM terlibat diskusi dengan Pihak APL Logistic
Kira-kira pukul 11.00 WIB, kegiatan kunjungan ini pun berakhir. Para peserta kunjungan akhirnya mohon diri dengan tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada APL Logistics. Dari kunjungan yang dilakukan ini, Pihak Lab LSCM tentu saja berharap akan terus terjalinnya hubungan antara Lab LSCM dan APL Logistics, baik dalam bentuk kegiatan kunjugan-kunjugan seperti ini maupun bentuk kegiatan knowledge sharing lainnya terutama dalam hal meminimalkan gap antara dunia pendidikan dan industri secara nyata. (Fit)
Pihak Lab LSCM berkeliling di Warehouse milik APL Logistic
21
L S C M NEWSLETTER
Edisi September - Desember 2009
LSCM Updates PENGEMBANGAN PERANGKAT LUNAK UNTUK MENGOPTIMUMKAN KONSOLIDASI PENGIRIMAN PRODUK BERBASIS ”COST SHARING” BAGI KLASTER INDUSTRI Peneliti : Dr. Eng. Ir. Ahmad Rusdiansyah, M.Eng Dr. Ir. Sri Gunani Partiwi, MT Beberapa Mahasiswa S2 TI - ITS Permasalahan yang dihadapi dalam klaster industri adalah besarmya biaya transportasi yang harus ditanggung karena dengan kedua cara tersebut mengiriman harus menggunakan Full Truck Load (FTL). Salah satu cara mereduksi biaya transportasi adalah melakukan konsolidasi pengiriman (Shipping Consoldiation). Konsolidasi disini berupa kerjasama antara perusahaan-perusahaan yang ada dalam untuk bersama-sama mengirimkan produknya guna mencapai economic of scale.
Hasil Penelitian ini selain berupa laporan yang akan menjadi kontribusi bagi keilmuan di bidang LSCM, juga akan dihasilkan perangkat lunak komersial yang dapat diaplikasikan bagi pihak-pihak yang membutuhkan, dalam hal ini khususnya klaster industri.
Dalam penerapan strategi konsolidasi pengiriman, harus diperhatikan beberapa pengambilan keputusan secara simultan, yakni sebagai berikut : (1) Keputusan menentukan jumlah dan jenis truk berdasarkan order yang diterima dan ketersediaan truk (2) Keputusan penentuan penataan produk ke dalam truk sehingga penggunaan ruang dalam kendaraan dapat optimum dan jumlah barang yang diangkut maksimal (3) Keputusan Penentuan Biaya Transportasi Bersama. Biaya tersebut terdiri dari fixed cost yang besarnya tetap untuk satu kali pengiriman. Dan variable cost yang disesuaikan dengan ratio penggunaan utilitas kendaraan dan jarak dari tujuan pengiriman. Mengingat berbagai keputusan kompleks tersebut sangat sulit untuk dilakukan secara manual, maka diperlukan perangkat lunak dengan algoritma tertentu untuk memecahkan problem tersebut secara simultan. Oleh sebab itu, secara spesifik, penelitian ini bertujuan mengembangkan suatu perangkat lunak untuk mengoptimumkan konsolidasi pengiriman untuk menimumkan biaya transportasi bersama yang ditanggung oleh masing-masing industri di klaster industri serta menentukan pembagian biaya (cost sharing) antar industri yang mengikuti kolaborasi.
22
L S C M NEWSLETTER
Edisi September - Desember 2009
LSCM Updates “Studi Inventory Management dengan Mempertimbangkan Lead-Time Distribution dan Variabilitas Harga dalam Rangkaian Rantai Pasok : Studi Kasus pada Supply Chain Elpiji 3kg.” Peneliti : Dr. Eng. Ir. Ahmad Rusdiansyah, M.Eng Niniet Indah Arvitrida, ST, MT Sudiana Wirasembada Ilsan Nur Putra Ketersediaan suatu produk di pasaran dapat dilihat dari ketersediaan produk tersebut jika terdapat suatu permintaan terhadapnya. Hal ini berimplikasi kepada lancar atau tidaknya aliran suplai produk tersebut ke konsumen. Kecocokan antara suplai dan permintaan ini yang menjadi topik dalam pembahasan SCM. Ketika permintaan terhadap suatu barang meningkat, maka suplai yang mengalir dari hulu ke hilir tentunya akan berbeda kuantitasnya dibanding ketika permintaan normal. Pemenuhan permintaan dalam keadaan seperti inilah yang harus ditangani oleh suplier. Oleh karena itu, banyak sekali alternatif-alternatif keputusan yang dipakai untuk menangani kondisi semacam ini. Dalam konsep SCM kita mengenal adanya variabilitas. Variabilitas akan banyak terjadi pada sepanjang rantai pasok. Konsep beer game yang diperkenalkan pada SCM mengilustrasikan adanya fluktuasi permintaan yang berasal dari hilir menuju ke hulu. Ini menyebabkan permintaan yang relatif stabil pada hilir menjadi sangat berfluktuasi pada hulu (uncertainty demand). Padahal permintaan yang muncul pada hilir bergerak dengan stabil. Fenomena di atas merupakan penyebab tingginya biaya yang muncul pada supply chain. Kebutuhan untuk memenuhi permintaan dalam variabilitas sepanjang rantai pasok yang tinggi menyababkan aktivitas perencanaan dalam rantai pasok menjadi hal yang sangat krusial.
manajemen. Banyak sekali literatur-literatur yang telah mengkaji kebijakan inventory yang optimal dalam suatu supply chain dalam menghadapi variabilitas yang terjadi di sepanjang rantai pasok. kebijakan inventory dalam rantai pasok elpiji juga berpengaruh terhadap ketersediaan elpiji dalam menghadapi permintaan di pasaran. Banyak penelitian-penelitian sebelumnya yang telah mengkaji kebijakan inventory yang optimal dalam ketidakpastian sepanjang supply chain yang dapat diterapkan pula pada rantai pasok gas elpiji. Namun, dari penelitianpenelitian tersebut belum ada yang melakukan pembahasan mengenai efek dari variabilitas waktu distribusi dan perubahan harga pada tiap eselon sepanjang rantai pasok seperti fenomena yang terjadi pada rantai pasok elpiji. Untuk itu, penelitian ini akan difokuskan pada studi kebijakan inventory di sepanjang rantai pasok dengan mempertimbangkan ketidakpastian waktu distribusi dan perubahan harga pada produk elpiji. Batasan yang diambil pada penelitian ini adalah elpiji 3kg yang diperjualbelikan pada masyarakat. Pada penelitian ini juga akan dilihat bagaimana perilaku konsumen untuk berpindah dari elpiji 3kg menjadi 12kg ketika terjadi fluktuasi variabilitas sepanjang supply chain.
Inventory merupakan hal yang wajar dalam aktivitas bisnis suatu perusahaan. Inventory digunakan oleh perusahaan sebagai cadangan jika sewaktu-waktu terjadi lonjakan permintaan dari permintaan awal (buffer stock). Selain itu, inventory juga digunakan untuk mengantisipasi ketersedian barang atau bahan baku selama lead-time pemesanan barang agar proses produksi dapat berjalan secara normal. Dalam SCP, keputusan mengenai inventory merupakan keputusan taktis yang diambil pihak
23
L S C M NEWSLETTER