KUANTIFIKASI JASA LINGKUNGAN DALAM PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN RAKYAT Oleh : Wuri Handayani, Yamin Mile dan Edy Junaidi Balai Penelitian Kehutanan Ciamis
ABSTRAK Potensi hutan rakyat yang cukup luas, khususnya di Pulau Jawa akan memberikan nilai manfaat yang cukup besar terutama produksi dalam bentuk kayu (tangible). Manfaat bukan kayu dari hutan rakyat (intangible) dalam bentuk jasa lingkungan seperti pengatur tata air, pengendali erosi serta penyerap emisi karbon jika dikuantifikasi mampu meningkatkan produktivitas hutan rakyat yang tidak kalah penting dibandingkan hasil produksi dalam bentuk kayu (tangible). Informasi kuantifikasi hasil air (aliran permukaan dan erosi) dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan hutan rakyat yang produktif dan berwawasan lingkungan. Pemilihan jenis tanaman kayu hutan rakyat tidak hanya dinilai dari kayunya, tetapi juga manfaat tidak langsung sebagai penyerap emisi karbon yang akan memberikan nilai ekonomi dalam peluang perdagangan karbon. Kata kunci : Hutan rakyat, intangible, kuantifikasi, produktivitas, ekonomi dan lingkungan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan rakyat seperti yang tercantum dalam UU No. 41 Tahun 1999 dimasukkan sebagai hutan hak. Istilah tersebut memberikan pengertian bahwa hutan rakyat berada di tanah yang dimiliki rakyat, baik hak milik perorangan maupun hak milik kelompok atau suatu Badan Hukum. Di Jawa Barat, hutan rakyat telah mengalami perkembangan yang cukup pesat. Menurut data dari Dinas Kehutanan Propinsi Jawa Barat, sampai dengan tahun 2006 luas hutan rakyat di Jawa Barat telah mencapai 185.547 ha dengan realisasi produksi 1.336.006.30 m3 (Sunandar, 2007). Jenis yang ditanam terdiri dari sengon, mahoni, jati, suren, ganitri, aren dan sebagainya. Pengembangan hutan rakyat di Jawa Barat menjadi sangat penting dan strategis untuk memenuhi kebutuhan kayu konsumsi industri lokal, regional maupun nasional, serta permintaan ekspor yang terus meningkat dan memberikan kontribusi terhadap perekonomian daerah khususnya di pedesaan. Dengan demikian hutan rakyat merupakan salah satu titik tumpuan ekonomi masyarakat serta berperan dalam perbaikan kualitas lingkungan. Selama ini manfaat langsung yang dirasakan adalah hasil produksi dalam bentuk kayu (tangible). Namun manfaat yang tidak kalah pentingnya dalam meningkatkan produktivitas hutan rakyat adalah hasil hutan bukan kayu (intangible) antara lain dalam bentuk jasa lingkungan seperti pengatur tata air, pemelihara kesuburan tanah, pengendali erosi serta penyerap emisi karbon. Manfaat intangible, yang bersifat kualitatif ini, melalui kegiatan penelitian dicoba untuk dikuantifikasi agar dapat diketahui sejauh mana peranannya dalam meningkatkan produktivitas hutan rakyat. Tulisan ini merupakan rangkuman dari hasil-hasil penelitian mengenai sumberdaya/ jasa lingkungan yang telah dilakukan di Jawa Barat, sehingga dapat memberikan informasi mengenai kuantifikasi manfaat intangible hutan rakyat dan peranannya dalam peningkatan produktivitas hutan rakyat.
Prosiding Seminar Hasil-Hasil Penelitian
75
B. Tujuan Tujuan penelitian adalah : Menyediakan data dan informasi kuantifikasi jasa lingkungan hutan rakyat sebagai pengendali laju aliran permukaan dan erosi/ atau perlindungan DAS Menyediakan data dan informasi kuantifikasi jasa lingkungan hutan rakyat sebagai penyerap emisi karbon (carbon sink)
1. 2.
II. JASA LINGKUNGAN DAN PERANANNYA DALAM PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN RAKYAT A. Luas dan Potensi Hutan Rakyat di Jawa Barat Sekitar 50% dari luas hutan rakyat Indonesia berada di Pulau Jawa (Hindra, 2006). Seperti halnya menurut Djajapertjunda (2003 dalam Mindawati dkk, 2006), luas hutan milik rakyat telah mencapai 1.265.000 ha yang tersebar pada 24 Propinsi dan diperkirakan seluas 500.000 ha terdapat di Pulau Jawa. Menurut Hindra, hal ini disebabkan hutan rakyat telah lama dikenal dan dipraktekkan oleh masyarakat secara tradisional dan turun temurun. Hasil taksiran potensi hutan rakyat berdasarkan interpretasi citra satelit, seperti yang dijelaskan Balai Pemantapan Kawasan Hutan Wilayah XI Jawa-Madura (2009), hingga tahun 2008 diketahui hutan rakyat di Propinsi Jawa Barat memiliki luas indikatif dan potensi kayu tertinggi dibanding Propinsi lainnya di Pulau Jawa. Tabel berikut menyajikan luas dan potensi kayu pada tiap propinsi di Pulau Jawa : Tabel 1. Taksiran Luas dan Potensi Kayu Hutan Rakyat Tiap Propinsi di Pulau Jawa pada Tahun 2008 No 1. 2. 3. 4. 5.
Propinsi Jawa Barat Jawa Tengah Jawa Timur Banten DIY Total
Luas indikatif Ha 942.698,13 742.923,17 523.629,25 322.160,83 53.602,68 2.585.014,06
% 36,4 28,7 20,3 12,4 2 99,8
Potensi kayu % juta m3 26,2 35 22,4 30 15,6 21 9 12 1,6 2 74,8 100
Sumber : Balai Pemantapan Kawasan Hutan Wilayah XI Jawa-Madura (2009).
Hingga tahun 2002, pembangunan hutan rakyat pada beberapa kabupaten (16 Kabupaten) yang ada di Jawa Barat, terluas terdapat di kabupaten Ciamis (28.982 ha), diikuti Tasikmalaya (27.287 ha), Sukabumi (15.578 ha), Kuningan (15.185 ha) dan Majalengka (9.375 ha) (Anonim, 2002 dalam Pasaribu dan Roliadi, 2006). Perkembangan produksi kayu bulat dari hutan rakyat Propinsi Jawa Barat sendiri diketahui pada tahun 2004 sebesar 651.514,66 m3, tahun 2005 sebesar 925.112,835 m3, tahun 2006 sebesar 1.335.726,544 m3, dan tahun 2007 sebesar 1.153.886,277 m3 (Statistik Kehutanan Propinsi Jawa Barat 2007 dalam BPKH Wilayah XI Jawa-Madura, 2009). Jenis-jenis pohon kayu hutan rakyat yang dikembangkan di Propinsi Jawa Barat yaitu yaitu jati, mahoni, suren, pulai, albizia, kayu afrika, akasia, pinus, kihiang, sobsi (Mindawati dkk, 2006). Adapun jenis yang paling banyak ditanam adalah sengon, diikuti mahoni, selebihnya berupa kayu campuran, jati, afrika. Hasil analisis terhadap data potensi kayu hutan rakyat pada beberapa kabupaten di Propinsi Jawa Barat, yang dilakukan oleh Pasaribu dan Roliadi (2006), menunjukkan peranan hutan rakyat dalam mendukung perekonomian masyarakat dan mencukupi kebutuhan bahan baku untuk industri pengolahan kayu sangatlah penting. Peluang untuk meningkatkan pembangunan hutan rakyat masih terbuka lebar, karena masih terjadi ketidak seimbangan antara produksi kayu pertukangan dari hutan rakyat dengan 76
Prosiding Seminar Hasil-Hasil Penelitian
kebutuhan bahan baku. Selain itu masih terjadi persaingan untuk memperoleh suatu jenis kayu, karena banyak industri pengolahan kayu yang berbeda atau yang sama, memerlukan/menggunakan bahan baku kayu sejenis dan ketersediannya yang terbatas (Pasaribu dan Roliadi, 2006). B. Jasa Lingkungan Hutan Rakyat dan Peranannya dalam Peningkatan Produktivitas Hutan Rakyat Pada sub bab di atas telah dipaparkan potensi hutan rakyat berdasarkan produk kayunya (manfaat tangible). Hutan rakyat juga memiliki produk non kayu yang bersifat intagible yaitu berupa jasa lingkungan (environtmental services) yang dihasilkan oleh hutan rakyat sebagai suatu kawasan. Penelitian tentang jasa lingkungan hutan rakyat belum banyak dilakukan. Namun fungsi/ manfaat ekologi hutan rakyat dapat dianggap sama dengan hutan secara umum, karena memiliki vegetasi penutup yang didominasi pohon dan bahkan dengan sistem agroforestri dapat menyerupai penutupan tanah pada hutan alam (memiliki strata tajuk, tumbuhan bawah dan seresah yang menutup rapat tanah). Manfaat ekologi atau jasa lingkungan hutan rakyat yang dapat menjadi produk dari nilai guna (use value) adalah (Handayani dan Indrajaya, 2007) : 1. Mengurangi resiko terjadinya bencana (mitigasi) banjir di musim penghujan dan bencana kekeringan di musim kemarau Hutan rakyat yang memiliki sejumlah besar pohon sebagaimana hutan alam, juga memiliki fungsi pengatur tata air (streamflow regulator), yaitu pada musim penghujan dapat menahan air hujan berlebih (excess rainfall) yang kemudian terserap ke dalam tanah dan pada musim kemarau dialirkan secara perlahan. 2. Mengurangi resiko terjadinya bencana (mitigasi) tanah longsor Akar pepohonan pada hutan rakyat dapat mengikat tanah lebih kuat daripada tanaman semusim, karena akar tunggang pohon hutan rakyat yang panjang dapat menghujam kedalam tanah lebih dalam daripada tanaman semusim yang berakar serabut. Oleh karena itu hutan rakyat berpotensi menahan longsor. 3. Menyediakan dan melindungi keanekaragaman hayati serta penyerap karbon Jumlah spesies yang ada pada hutan lebih besar dibandingkan pada tanaman pertanian maupun perkebunan monokultur. Selain itu, pada hutan (hutan rakyat, hutan tanaman) dengan volume biomassa yang tinggi memiliki potensi sebagai penyerap karbon yang besar. 4. Menjaga kualitas air/penghasil air bersih Tertahannya air hujan pada tajuk pohon (terintersepsi) akan mengurangi laju aliran air pada permukaan tanah dan mengurangi tumbukan langsung hujan ke tanah yang dapat memecah agregat tanah menjadi partikel tanah tererosi. Hal ini akan membuat aliran air yang mengalir di permukaan tanah tidak membawa kandungan tanah berlebih yang dapat mengakibatkan kekeruhan air dan pendangkalan pada muara aliran. Selain itu sebagian air hujan yang terserap secara bertahap ke dalam tanah akan tersaring oleh lapisan tanah dan akan menghasilkan air yang lebih jernih. Menurut Sudarna (2007), produk jasa yang dapat dihasilkan dari ekosistem hutan seperti air, keindahan dan kapasitas asimilasi lingkungan mempunyai manfaat yang besar sebagai penunjang kehidupan yang mampu mendukung dan menggerakkan sektor ekonomi lainnya. Di sisi lain produk jasa itu sendiri dapat dinilai hingga memperoleh nilai ekonomi. Nilai suatu sumberdaya alam terbagi menjadi nilai manfaat (use values) dan nilai tak termanfaatkan (non use values). Nilai manfaat sumberdaya alam (misal hutan) terdiri dari manfaat langsung (direct use value) seperti kayu, manfaat tidak langsung (indirect use value) seperti jasa lingkungan dan manfaat pilihan (option use value). Sebelum melakukan penilaian ekonomi terhadap lingkungan, perlu dikuantifikasi terlebih dulu besarnya produk jasa lingkungan yang dihasilkan. Ada beberapa metode yang dapat
Prosiding Seminar Hasil-Hasil Penelitian
77
digunakan untuk melakukan penilaian ekonomi lingkungan, aplikasinya disesuaikan dengan jenis jasa lingkungan yang dihasilkan. Jika jasa lingkungan hutan rakyat dapat dikuantifikasi dan diberikan penilaian ekonomi, apa dan bagaimana hubungan keduanya terhadap peningkatan produktivitas hutan rakyat? Berikut akan dijelaskan kaitan kuantifikasi terhadap peran dan peluangnya untuk meningkatkan produktivitas hutan rakyat, khususnya terhadap produk jasa sebagai pengendali laju aliran permukaan dan erosi tanah dalam siklus/ tata air, serta sebagai penurun emisi karbon. 1. Pengendali laju aliran permukaan dan erosi tanah/ perlindungan DAS Dalam siklus/tata air suatu kawasan (hutan rakyat, daerah aliran sungai, dll), terdapat proses interaksi antara biogeofisik (topografi/ lahan, vegetasi, tanah) dan iklim (hujan, penguapan/ evapotranpirasi). Siklus air alam merupakan mega-sistem dan untuk mengkuantifikasi komponen dari siklus, diperlukan unit-unit satuan yang dapat membagi menjadi sistem yang lebih kecil, serta pendekatan kesetimbangan/neraca air, yang akan memudahkan dalam proses kuantifikasi. Dalam sistem terdapat unsur masukan dan unsur keluaran, serta struktur yang menyusun sistem. Aliran permukaan dan unsur terlarut pada sistem siklus air, seringkali menjadi tolok ukur untuk keluaran yang dihasilkan atau diharapkan, serta dapat menjadi masukan bagi unit pengelolaan/ manajemen (hutan rakyat, DAS, dll) dalam siklus tersebut. Aliran pemukaan yang membawa/ mengangkut partikel tanah (termasuk unsur hara), jika dalam jumlah besar dan terus menerus akan mengakibatkan tanah terdegradasi, seperti penipisan solum tanah, menurunnya kesuburan tanah, timbulnya tanah-tanah kritis yang memerlukan input tinggi (biaya, waktu dan tenaga) untuk pemulihannya. Peningkatan produktivitas hutan rakyat seringkali berorientasi pada nilai manfaat langsung, sehingga masukan untuk manajemen hutan rakyat sangat umum didasarkan pada aspek ekonomi dan kelembagaan (seperti pemilihan jenis kayu yang bernilai jual tinggi, jenis yang mudah dan cepat dipasarkan, dll), serta penerapan teknik silvikultur (seperti mempercepat pertumbuhan). Pada sisi manfaat tidak langsung, khususnya produk jasa sebagai pengendali laju aliran permukaan dan erosi tanah, maka secara tidak langsung tanah-tanah hutan rakyat dapat terjaga kesuburannya. Pada akhirnya manfaat tidak langsung ini dapat menjamin produktivitas pohon kayu yang tumbuh di atasnya, baik dalam memelihara percepatan pertumbuhan, menjaga kualitas kayu, atau menjamin produktivitas tanaman semusim dalam sistem agroforestri. Masukan untuk pengelolaan lahan hutan rakyat yang memiliki laju aliran permukaan dan erosi tanah yang tinggi baik disebabkan oleh pengelolaan yang tidak tepat atau karakteristik lahan yang khas, adalah perlunya bentuk-bentuk konservasi tanah yang tepat (vegetatif, mekanik maupun kimiawi) yang dapat menurunkan laju aliran permukaan dan erosi tanah tersebut. Namun untuk mengetahui fenomena negatif (merugikan) yang terjadi dan perlu tidaknya tindakan lebih lanjut (masukan manajemen lahan), maka disinilah peran dan perlunya kuantifikasi terhadap kedua jasa lingkungan tersebut. Kuantifikasi dapat menginformasikan tingkat bahaya yang terjadi atau kondisi yang masih dapat ditolerir. Pada unit yang lebih besar seperti DAS, bukan tidak mungkin hutan rakyat yang berada pada daerah hulu, dapat memperoleh imbal jasa lingkungan (payment of environtmental services) seperti pembiayaan konservasi oleh hilir. Kuantifikasi terhadap kedua jasa lingkungan pada unit yang besar ini, merupakan landasan logis untuk membangun mekanisme pembiayaan tersebut dan dasar untuk menetapkan nilai ekonomi lingkungan yang logis. 2. Penurunan Emisi Karbon Isu pemanasan global (global warming) dan perdagangan karbon yang berkembang belakangan ini ikut berimbas pada perubahan orientasi pengelolaan hutan rakyat. Pemanfaatan hutan rakyat tidak lagi sekedar memproduksi kayu, tetapi juga memproduksi jasa lingkungan penyerap emisi karbon sebagai komoditas yang dapat diperdagangkan. 78
Prosiding Seminar Hasil-Hasil Penelitian
Jasa lingkungan penyerap emisi karbon adalah salah satu ”komoditas” baru yang mekanisme perdagangannya saat ini sedang banyak dibahas. Petani di pedesaan yang menanam pohon hutan rakyat sepantasnya dibayar dan mendapat keuntungan dari upaya penanaman pohon yang dilakukan sebagai bagian dari penyerapan emisi karbon. Sebagai langkah awal yang diperlukan untuk dapat berpartisipasi dalam mekanisme perdagangan karbon adalah menyiapkan base data (data dasar) perhitungan potensi penyerapan karbon. Dengan dasar ini dapat dikembangkan mekanisme, kebijakan, instrumen dan aturan main untuk mendapat kredit atau pendanaannya. Sebagaimana diketahui, perdagangan karbon disamping memerlukan kesepakatan internasional, juga persetujuan dan partisipasi berbagai pihak dari pemerintah pusat sampai pada pemerintah daerah dan masyarakat. Keterlibatan masyarakat merupakan salah satu persyaratan penting dalam kegiatan ini. Kelemahan posisi masyarakat dalam hal informasi, negosiasi dan tidak adanya akses ke lembaga keuangan jangan sampai dimanfaatkan oleh pihak tertentu yang mendapat keuntungan yang lebih besar sedang masyarakat hanya diperalat. Aturan yang jelas untuk mengatasi masalah ini harus didukung semua pihak untuk meningkatkan kemampuan masyarakat. Berbagai lembaga baik nasional maupun internasional tengah berusaha agar perdagangan karbon bisa memberi manfaat yang nyata dan langsung bagi masyarakat. Oleh karena itu kegiatan hutan rakyat pada lahan milik perlu diarahkan dalam rangka perdagangan karbon. Pengelolaan hutan rakyat saat ini seharusnya sudah meninggalkan cara-cara yang bisa dilakukan petani selama ini yakni tanaman pohon ditanam kemudian ditinggalkan dan dibiarkan hidup secara alami kemudian datang kembali pada saat akan ditebang. Sudah saatnya sekarang ini hutan dikelola secara lebih intensif yang diarahkan menjadi unit agribisnis yang dapat menghasilkan tujuan ganda yakni berpartisipasi dalam pengurangan emisi karbon sambil mendapat manfaat dari penjualan jasa karbon (additionality) dan memperoleh nilai hasil produksi kayu (bussiness as usual). Isu mengenai peranan hutan rakyat dalam perdagangan karbon sudah mulai diperhitungkan namun sampai saat ini masih timbul banyak pertanyaan mendasar mengenai bagaimana karbon dari hutan rakyat diperdagangkan, bagaimana menghitungnya dan bagaimana menjualnya? Apakah perdagangan karbon sama dengan perdagangan biasa. Mengapa proses yang dijalankan terlihat rumit dan sebagainya. Hal ini semata-mata kembali pada kesiapan kebijakan dan peraturan pemerintah Indonesia maupun negara negara annex 1. Karena perdagangan karbon menggunakan ukuranukuran yang belum lazim dipakai dalam perdagangan biasa. Jika manfaat intangible seperti yang telah dijelaskan di atas, memiliki peran yang cukup baik dalam peningkatan produktivitas, berarti hal ini tidak terlepas dengan manfaat tangible-nya (produksi kayu). Bahkan tidak tertutup kemungkinan dapat dibangun pasar dari produk jasa lingkungan hutan rakyat, atau pendekatan berorientasi pasar terhadap pengelolaan lingkungan, meskipun langkah untuk mewujudkannya masih panjang dan belum tentu pada prakteknya dapat memihak pada kaum ekonomi lemah (miskin). Namun yang pasti, dengan terus meningkatnya luas dan potensi hutan rakyat, akan terus dihasilkan produk dan manfaat jasa lingkungan, yang juga akan meramaikan kancah pembahasan pembangunan pasar untuk jasa lingkungan baik pada tingkat studi, konsep dan lain sebagainya.
III. KUANTIFIKASI JASA LINGKUNGAN HUTAN RAKYAT Hutan rakyat memiliki beberapa jasa lingkungan sebagai produk nilai manfaat/guna tak langsung, seperti mengurangi resiko bencana banjir dan kekeringan, mengurangi resiko terjadinya bencana longsor, menyediakan keanekaragaman hayati, menjaga kualitas air/menyediakan air bersih, penyerap emisi karbon. Pada tulisan ini akan dipaparkan tahap awal hasil pengukuran jasa atau kemampuan hutan rakyat sebagai pengendali laju aliran permukaan dan erosi yang akan berakibat mengurangi resiko banjir
Prosiding Seminar Hasil-Hasil Penelitian
79
dan tanah longsor dan kemampuan beberapa jenis kayu hutan rakyat sebagai penyerap emisi karbon. A. Kuantifikasi jasa lingkungan hutan rakyat sebagai pengendali laju aliran permukaan dan erosi Pada sub bab ini disajikan 2 (dua) penelitian yang telah dilakukan dalam rangka pengukuran jasa lingkungan hutan rakyat sebagai pengendali laju aliran permukaan dan erosi, yaitu : 1) Penelitian yang mengukur kemampuan hutan rakyat monokultur mahoni dan hutan rakyat sistem agroforestri dalam mengurangi/ menekan laju aliran permukaan dan erosi tanah, di DTA Cikumutuk, Kabupaten Garut, Jawa Barat; 2) Penelitian yang mengukur beberapa komponen hidrologi (aliran permukaan, perkolasi) pada DAS Cisadane dan simulasi model untuk mengetahui output yang dihasilkan oleh berbagai tipe penggunaan lahan, agar dapat direkomendasikan untuk pengelolaan lahan hutan rakyat yang produktif dan berwawasan lingkungan. 1. Jasa Lingkungan Hutan Rakyat sebagai Pengendali Laju Aliran Permukaan dan Erosi di DTA Cikumutuk, Kabupaten Garut, Jawa Barat Pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan selama 6 bulan, dengan membangun plot erosi sebanyak 3 buah pada kemiringan lereng 10% dan berteras. Karakteristik plot yaitu : 9 Plot I berupa hutan rakyat sistem agroforestri yang tersusun oleh tanaman kayukayuan berumur muda, tanaman buah-buahan dan tanaman semusim, yaitu mahoni, sengon, jati, mangga, jagung dan singkong. Penutupan tajuk masih sangat rendah. Pada saat panen jagung, sisa-sisa batang dan daun dibiarkan terhambur menutupi tanah sebagai mulsa. 9 Plot II berupa hutan rakyat tegakan mahoni yang memiliki tajuk relatif rapat. Tinggi rata-rata pohon mahoni sekitar 3 m – 4 m. Lantai tegakannya ditumbuhi tanaman bawah dan seresah yang cukup banyak. 9 Plot III berupa lahan yang ditanami tanaman semusim. Pada saat panen atau kemarau (bera), tanah akan sangat terbuka karena tidak ada penutupan lahan sama sekali kecuali gulma/rumput. Hasil pengukuran besarnya aliran permukaan dan erosi pada ketiga plot disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Tebal aliran permukaan dan erosi pada 3 plot erosi di DTA Cikumutuk (Tahun 2009) Bulan Januari Pebruari Maret April Mei Juni Jumlah
Hujan (mm) 0.273 0.344 0.331 0.250 0.199 0.135 1.532
Aliran permukaan (mm) Plot I 08 19 21 22 17 10 97
Plot II 08 17 21 17 20 09 91
Plot III 009 022 022 017 020 009 100
Erosi (ton/ha) Plot I 1,34 1,39 0,71 0,35 1,28 0,34 5,40
Plot II 0,18 0,32 0,17 0,16 0,40 0,22 1,46
Plot III 23,50 08,79 04,93 00,70 1,18 00,54 39,68
Sumber : Handayani dkk., 2009 Keterangan : Plot I : hutan rakyat sistem agroforestri Plot II : hutan rakyat monokultur mahoni Plot III : lahan dengan tanaman semusim
80
Prosiding Seminar Hasil-Hasil Penelitian
Berdasarkan Tabel 2, dapat diketahui : a. Hutan rakyat dengan tegakan mahoni mampu menghasilkan jasa lingkungan sebagai pengendali laju erosi relatif yang terbaik (1,46 ton/ha), yaitu mampu menekan jumlah erosi 4 kali lebih rendah daripada hutan rakyat sistem agroforestri yang tersusun dari pohon berumur muda (5,40 ton/ha), dan 27 kali lebih rendah daripada lahan dengan tanaman semusim (39,68 ton/ha). b. Besarnya aliran permukaan pada ketiga plot tidak menunjukkan perbedaan yang cukup berarti. Ini menunjukkan bahwa teras sebagai salah satu bentuk konservasi tanah dan air, dapat memperbesar kesempatan air hujan meresap ke dalam tanah, sehingga dapat mengurangi laju aliran permukaan. Meskipun demikian terlihat aliran permukaan relatif terrendah pada hutan rakyat mahoni, diikuti kemudian oleh hutan rakyat sistem agroforestri dan tertinggi pada lahan dengan tanaman semusim. Penekanan terhadap laju aliran permukaan ini akan berakibat berkurangnya laju pengikisan tanah dan jumlah partikel tanah terangkut, yang berarti dapat mengurangi atau menekan jumlah erosi. 2. Jasa Lingkungan Hutan Rakyat sebagai Pengendali Laju Aliran Permukaan dan Erosi di DAS Cisadane, Jawa Barat dan Banten DAS Cisadane secara geografis terletak pada 106o20’50”-106o28’20” BT dan 6º0’59”-6º47’02” LS. Secara administratif terletak pada 2 propinsi yaitu Jawa Barat dan Banten. Luas DAS Cisadane adalah 156.043 ha dengan panjang sungai utama 122.143,45 m. DAS Cisadane mempunyai bentuk yang memanjang dari hulu ke hilir dengan bagian hulu yang membesar. Hasil penelitian yang diperoleh sebagai berikut : a. Hasil neraca air pada penggunaan lahan DAS Cisadane Hasil neraca air pada beberapa penggunaan lahan di DAS Cisadane disajikan pada Tabel 3. Dari tabel diketahui bahwa hutan yang dikelola dengan baik, meskipun berada pada tanah yang berkemampuan menahan air hujan paling rendah (147,7 mm), tetapi mempunyai kemampuan perkolasi yang cukup baik (2261,5 mm), sehingga dihasilkan aliran permukaan (surface flow) yang terrendah (19,3%) dan aliran dasar (base flow) terbesar (76,3%) dari total hasil air DAS. Pemukiman dengan pengelolaan sedang menghasilkan aliran permukaan terbesar (74,7%), diikuti penggunaan lahan pemukiman dengan pengelolaan baik (74,3%) dan semak belukar (53%). Ladang yang dikelola dengan baik menghasilkan aliran permukaan lebih rendah (46,1%) dibandingkan kebun campuran (55,5%) dari total hasil air DAS, serta menghasilkan aliran dasar lebih tinggi yaitu 48,6% untuk ladang yang dikelola dengan baik dan 39,7% untuk kebun campuran. Hal ini dikarenakan pada kebun campuran umumnya permukaan tanah bersih dari sisa-sisa tanaman. Untuk hasil erosi yang paling rendah adalah penggunaan lahan hutan (2,0 ton/ha). Sedangkan penggunaan lahan semak belukar menghasilkan erosi paling tinggi yaitu 2.425,2 ton/ha.
Prosiding Seminar Hasil-Hasil Penelitian
81
Tabel 3. Hasil simulasi model untuk parameter hidrologi dan erosi pada penggunaan lahan DAS Cisadane tahun 2005 Surface flow
Lateral flow
Base flow
Penggunaan lahan
Hujan (mm)
Pemukiman Pengelolaan baik
4.180,7
186,9
835,7
2.600,7
74,3
68,7
2,0
739,8
21,1
3.502,2
834,1
Pemukiman Pengelolaan sedang
4.477,8
182,0
962,2
2.758,6
74,7
69,4
1,9
838,8
22,7
3.690,8
1.167,6
Hutan Pengelolaan baik
3.673,0
147,7
2.261,3
516,7
19,3
109,7
4,1
2.038,0
76,3
2.671,5
2,0
Hutan Pengelolaan sedang
4.734,6
207,9
2.625,9
1.157,0
28,6
119,9
3,0
2.275,9
56,2
4.046,5
7,6
Kebun campuran
4.620,3
185,4
1.718,9
2.074,4
55,5
90,2
2,4
1.483,5
39,7
3.737,4
1.577,2
Ladang Pengelolaan baik
3.990,4
178,1
1.738,1
1.460,0
46,1
127,2
4,0
1.540,3
48,6
3.166,0
46,0
Ladang Pengelolaan sedang
4.061,2
174,5
1.583,1
1.699,3
52,5
121,2
3,7
1.400,2
43,2
3.239,1
1.215,7
Semak belukar
4.734,6
184,7
1.520,8
2.433,0
53,0
58,6
1,3
1.307,5
28,5
4.586,8
2.425,2
Sawah Pengelolaan baik
4.734,6
189,2
2.355,7
1.546,7
42,2
78,9
2,2
2.040,0
55,7
3.662,3
91,4
Sawah Pengelolaan sedang
4.734,6
178,9
2.289,4
1.719,2
45,5
1,0
0,0
1.980,0
52,4
3.777,5
3,7
SW (mm)
Perkolasi (mm)
Mm
% WY
mm
% WY
mm
% WY
WY (mm)
Erosi (Ton/Ha)
Sumber : Junaidi, 2009. Keterangan : SW = kemampuan tanah menyimpan air WY = total hasil air
82
Prosiding Seminar Hasil-Hasil Penelitian
b. Jasa lingkungan yang dihasilkan akibat adanya pengelolaan lahan Untuk mengetahui jasa lingkungan yang dihasilkan akibat adanya pengelolaan lahan (Lampiran 1), dilakukan simulasi model pada beberapa penggunaan lahan yang ada. Pengelolaan lahan yang dipilih selain berupa teknik konservasi tanah, juga berupa perbaikan dan peningkatan penutupan lahan dengan penanaman pepohonan atau dengan kata lain memperluas hutan rakyat dengan berbagai pilihan sistem seperti agroforestri, monokultur atau polikultur. Tolok ukur produk jasa yang diamati dan diharapkan dapat memperbaiki kualitas lingkungan, yaitu debit peak surface flow, base flow dan peak flow yang disumbang terhadap total debit sungai dan hasil sedimentasi yang mampu ditahan. Lahan pemukiman pada awalnya menghasilkan aliran permukaan yang tinggi. Apabila pada lahan pemukiman ditanami pepohonan kira-kira 15% dari luas pemukiman dan sekitar 65% luasnya diubah menjadi fungsi penutupan tanah yang lain, maka akan terjadi peningkatan base flow sebesar 5,43 m3/dt, penurunan peak surface flow sebesar 7,16 m3/dt, penurunan peak flow sebesar 1,43 m3/dt, dan penurunan konsentrasi sedimen sekitar 75,50mg/lt. Pada hutan yang diubah fungsinya menjadi hutan lindung yang menerapkan teknik KTA berupa teras individu, akan meningkatkan base flow sebesar 0,67m3/dt, menurunkan peak surface flow sebesar 0,04 m3/dt dan menurunkan peak flow sebesar 0,74 m3/dt, serta menurunkan konsentrasi sedimen sekitar 0,04 mg/lt. Pada penggunaan lahan semak belukar yang diubah fungsinya menjadi agroforestry dengan perbandingan penggunaan lahan untuk tanaman ladang 70% dan pohon 30% dengan menerapkan teknik KTA berupa teras gulud dan mulsa vertikal, akan meningkatkan base flow sebesar 0,05 m3/dt, mengurangi peak surface flow sebesar 0,06 m3/dt dan menunrunkan peak flow sebesar 0,32 m3/dt, serta menurunkan konsentrasi sedimen sekitar 135,52 mg/lt. Hasil analisis terhadap pengelolaan lahan dengan menerapkan teknik pengelolaan tanaman dan pengelolaan tanah yang tepat mampu mengurangi dampak ekologi yang merugikan bagi lingkungan, akan tetapi implementasi terhadap pengelolaan lahan tersebut juga harus memperhatikan kondisi sosial, ekonomi dan budaya masyarakat setempat agar dapat diterima secara sosial budaya. B. Kuantifikasi Jasa Lingkungan Hutan Rakyat Sebagai Penyerap Emisi Karbon Peluang pemanfaatan hutan rakyat sebagai penyerap emisi karbon perlu didukung dengan data mengenai kemampuan hutan rakyat itu sendiri dalam mengikat karbon. Dalam rangka kuantifikasi kemampuan hutan rakyat sebagai penyerap emisi karbon dikemukakan beberapa hasil penelitian potensi biomasa dan karbon pada beberapa jenis tanaman kayu hutan rakyat, sebagai berikut: 1. Potensi penyerapan karbon pada tanaman sengon Tanaman sengon merupakan jenis primadona kayu hutan rakyat di Jawa Barat. Hasil pengukuran biomasa pada tanaman sengon pada plot percobaan di Kabupaten Tasikmalaya, Ciamis, Banjar dan Majenang tahun 2007, menunjukkan bahwa tanaman sengon mampu menyerap karbon dari udara sebesar 12,5 ton/ha/tahun pada tanaman berumur 3 tahun dan 5–6,5 ton/ha/tahun pada tanaman sengon berumur 2 tahun. Dari kandungan karbon tersebut, 73% terdapat pada batang, 19% pada cabang dan ranting, dan sisanya 8% terdapat pada daun (Mile dan Siarudin, 2007). 2. Potensi penyerapan karbon pada tanaman Aren Tanaman aren merupakan komoditi hutan rakyat yang penting dalam menunjang perekonomian masyarakat. Peluang pasar untuk komoditi ini semakin meningkat. Tanaman aren yang mencapai umur produktif selama 30 tahun umumnya tidak ditebang oleh masyarakat dan dibiarkan tetap berada di lapangan sampai tanaman tersebut mati dengan sendirinya. Ini berarti bahwa tegakan aren yang sudah tidak produktif tersebut merupakan penyimpanan karbon yang efektif. Prosiding Seminar Hasil-Hasil Penelitian
83
Hasil penelitian mengenai potensi penyimpanan karbon pada tanaman aren disajikan pada Tabel 4. Dapat dilihat pada tabel tersebut, bahwa rata-rata kandungan karbon total pohon aren sebesar 0,478 ton/pohon, dengan nilai terbesar pada batang, mencapai 0,378 ton/pohon. Tabel 4. Hasil pengukuran kandungan karbon pada tanaman aren Karbon (ton/pohon)
batang
pelepah
daun
Lidi
Injuk
total
Rata-rata
0,378
0,050
0,038
0,007
0,005
0,478
Minimum
0,097
0,004
0,003
0,001
0,000
0,126
Maximum
0,855
0,174
0,132
0,025
0,018
1,204
Sumber : Laporan Hasil Penelitian Balai Penelitian Kehutanan (Mile dkk., 2008).
3. Kandungan Biomasa dan Karbon di Atas Tanah, Jenis Ganitri Hasil penelitian mengenai kandungan karbon pada tanaman ganitri dapat dilihat pada tabel di bawah ini : Tabel 5. Kandungan biomasa dan karbon di atas tanah jenis ganitri Σ
Biomasa (kg/pohon)
Karbon (kg/pohon)
batang
Ranting
daun
total
batang
ranting
daun
total
Rata2
202,73
37,94
16,00
256,67
101,36
18,97
8,00
128,33
Min.
66,34
11,90
4,60
83,13
33,17
5,95
2,30
41,57
Max.
584,60
81,44
30,20
675,65
292,30
40,72
15,10
337,83
Sumber : Laporan Hasil Penelitian Balai Penelitian Kehutanan Ciamis (Mile dkk., 2009)
Hasil perhitungan sebagaimana pada tabel di atas, diketahui bahwa kandungan biomasa ganitri rata-rata sebesar 256,67 kg/pohon dengan kisaran 83,13 kg/pohon hingga 675,65 kg/pohon. Kandungan terbesar pada bagian batang, disusul bagian ranting dan daun. Rata-rata kandungan biomas batang, ranting dan daun berturutturut 202,73 kg/pohon, 37,94 kg/pohon dan 16,00 kg/pohon. Demikian juga kandungan karbon ganitri yang menunjukkan kecenderungan yang sama. Perkiraan total kandungan karbon ganitri adalah 128,33 kg/pohon dengan bagian batang, ranting dan daun berturut-turut 101,36 kg/pohon, 18,97 kg/pohon dan 8 kg/pohon. Hutan rakyat memiliki ragam jasa lingkungan dan dapat diukur melalui berbagai variabel jasa yang dihasilkan, seperti hasil air (aliran dan erosi), kandungan biomasa dan karbon. Kuantifikasi manfaat tidak langsung ini (jasa lingkungan) juga memiliki peluang menjadi jenis komoditi yang dapat dipasarkan, sehingga peluang pengembangan hutan rakyat menjadi semakin terbuka lebar. Dengan potensi hutan rakyat di Jawa Barat yang relatif tinggi, maka pengembangan hutan rakyat di Jawa Barat sudah layaknya menjadi yang terdepan, baik dalam menghasilkan manfaat langsung dan tidak langsung.
IV. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian di atas dapat ditarik kesimpulan : 1. Hutan rakyat memiliki ragam jasa lingkungan yang dapat dikuantifikasi (diukur) melalui berbagai variabel jasa yang dihasilkan antara lain hasil air yaitu aliran permukaan, aliran dasar, jumlah erosi; kandungan biomasa dan karbon. 2. Informasi kuantifikasi hasil air (aliran permukaan dan erosi) dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan hutan rakyat yang produktif (misalnya pemilihan sistem dan jenis 84
Prosiding Seminar Hasil-Hasil Penelitian
tanaman yang dapat memelihara kesuburan tanah dari hilangnya hara tanah oleh erosi), dan berwawasan lingkungan (misalnya menekan laju aliran permukaan sebagai langkah awal mitigasi banjir, menentukan pengelolaan lahan yang sesuai). 3. Banyak jenis tanaman kayu hutan rakyat yang telah dikembangkan dan dari hasil pengukuran beberapa jenis diantaranya menunjukkan kemampuan penyerap emisi karbon yang berbeda-beda. Hal ini dapat menjadi pertimbangan dalam pemilihan jenis yang tidak hanya dinilai dari kayunya, tetapi juga manfaat tidak langsung sebagai penyerap emisi karbon yang akan memberikan nilai ekonomi dalam peluang perdagangan karbon. B. Saran Potensi hutan rakyat menurut luasnya menunjukkan hampir 50% dari luas hutan rakyat berada di pulau Jawa. 50 % dari luas hutan rakyat di pulau Jawa hampir 36% berada di Jawa Barat. Potensi hutan rakyat yang cukup luas di Jawa Barat akan memberikan nilai manfaat yang cukup besar terutama produksi dalam bentuk kayu (tangible). Berdasarkan tulisan ini dapat dilihat, ternyata manfaat bukan kayu dari hutan rakyat (intangible) dalam bentuk jasa lingkungan seperti pengatur tata air, pengendali erosi serta penyerap emisi karbon jika dikuantifikasi mampu meningkatkan produktivitas hutan rakyat yang tidak kalah penting dibandingkan hasil produksi dalam bentuk kayu (tangible). Jika manfaat tangible dan intangible, mampu dikembangkan bersamaan maka peningkatan produktivitas hutan rakyat jadi semakin besar. Sehingga pengembangan hutan rakyat menjadi seamakin terbuka lebar.
DAFTAR PUSTAKA Balai Pemantapan Kawasan Hutan Wilayah XI Jawa-Madura. 2009. Potensi Kayu dan Karbon Hutan Rakyat di Pulau Jawa Tahun 1990-2008. BPKH Wilayah XI Jawa Madura. Yogyakarta. Handayani, W. dan Y. Indrajaya. 2007. Jasa Lingkungan Hutan Rakyat: Peluang Penerapan Imbal Jasa. Prosiding Seminar Hasil Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan, Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan, Departemen Kehutanan. Bogor. Hal. 398-449. Handayani, W., Y. Mile, N.Kuswandi, U.Saepudin, A.Badrunasar dan Y.Nurahmah. 2009. Penelitian Pengaruh Jasa Hutan Tanaman Terhadap Hasil Air DAS. Laporan Hasil Penelitian Balai Penelitian Kehutanan Ciamis. Ciamis. (Tidak dipublikasikan). Hindra, B. 2006. Potensi dan Kelembagaan Hutan Rakyat. Prosiding Seminar Hasil Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan, Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan, Departemen Kehutanan. Bogor. Junaidi, E. 2009. Kajian Berbagai Alternatif Perencanaan Pengelolaan DAS Cisadane Menggunakan Model SWAT. Thesis Pascasarjana IPB. Bogor. (Tidak dipublikasikan). Mile, Y. dan M. Siarudin. 2007. Potensi Biomas dan C-Stock Hutan Rakyat Sengon Pada Beberapa Tipe Tapak dan Implikasinya dalam Pemanfaatan Jasa Lingkungan Perdagangan Karbon. Prosiding Seminar Hasil Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan, Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan, Departemen Kehutanan. Bogor. Hal. 105-119. Mile, Y., M. Siarudin, E. Suhaendah, N.Kuswandi, A.Badrunasar, Y.Nurahmah dan U.Saefudin. 2008. Pengembangan Model Hutan Rakyat dalam Kerangka MPB dan Jasa Lingkungan Perdagangan Karbon. Laporan Hasil Penelitian Balai Penelitian Kehutanan Ciamis. Ciamis. (Tidak dipublikasikan). Prosiding Seminar Hasil-Hasil Penelitian
85
Mile, Y., M. Siarudin, E. Suhaendah, N.Kuswandi, A.Badrunasar, Y.Nurahmah dan U.Saefudin. 2009. Pengembangan Model Hutan Rakyat dalam Kerangka MPB dan Jasa Lingkungan Perdagangan Karbon. Laporan Hasil Penelitian Balai Penelitian Kehutanan Ciamis. Ciamis. (Tidak dipublikasikan). Mindawati, N., A. Widiarti dan B. Rustaman. 2006. Review Hasil Penelitian Hutan Rakyat. Pusat Penelitian dan Pengembangan Kehutanan, Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan, Departemen Kehutanan. Bogor. Pasaribu, R.A. dan H. Roliadi. 2006. Kajian Potensi Kayu Pertukangan dari Hutan Rakyat pada Beberapa Kabupaten di Jawa Barat. Prosiding Seminar Hasil Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan, Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan, Departemen Kehutanan. Bogor. Sunandar, A. 2007. Membangun Hutan Rakyat Untuk Kemakmuran dan Penyangga Kehidupan. Prosiding Pekan Hutan Rakyat II: Memerankan IPTEK Bagi Peningkatan Kontribusi Hutan Rakyat dalam Pembangunan Kehutanan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan Tanaman, Badan Penelitian Kehutanan, Departemen Kehutanan. Bogor.
86
Prosiding Seminar Hasil-Hasil Penelitian
Prosiding Seminar Hasil-Hasil Penelitian
87
88
Prosiding Seminar Hasil-Hasil Penelitian
Lampiran 1. Hasil debit peak surface flow, base flow, peak flow dan hasil sedimentasi yang mampu ditahan beberapa penggunaan lahan Pengelolaan
Debit Tanpa pengelolaan (m3/dt)
Debit dengan pengelolaan (m3/dt)
Tanaman
TKT
peak surface flow
base flow
Peak flow
peak surface flow
base flow
Peak flow
pohon 15%
kontrol erosi
18.74
5.52
25.16
11.58
10.95
23.73
Hutan lindung
-
Teras individu
5.05
19.93
26.12
5.01
20.59
25.38
3
Kebun vegetasi permanen
-
Mulsa vertikal/rorak
2.40
1.71
4.32
2.15
1.92
4.30
4
Ladang dengan tekhik agroforestry
pohon 15%
Mulsa vertikal
20.21
21.32
43.83
17.44176
22.71522
43.67
rumput 10%
Teras gulud
No
Penggunaan lahan
1
Pemukiman (65 % kedap air)
2
5
Sawah pengelolaan baik
-
Teras gulud baik
0.52
0.68
1.23
0.03
1.48
0.04
6
sawah pengelolaan sedang
-
Teras gulud sedang
0.47
0.55
1.01
0.46
0.55
1.01
7
Ladang dengan tekhik agroforestry
pohon 20%
Mulsa vertikal
17.86
14.72
34.05
13.84
16.62
32.54
Penutup tanah 10%
Teras gulud
Ladang dengan tekhik agroforestry
pohon 15%
Mulsa vertikal
0.22
0.12
0.73
0.16
0.17
0.41
(bekas semak belukar)
rumput 10%
Teras gulud
Penutup tanah 10%
Mulsa vertikal
8
Sumber : Junaidi, 2009
Prosiding Seminar Hasil-Hasil Penelitian
89
Lanjutan Lampiran 1. Hasil debit ………….. Konsentrasi sedimen (mg/l) No
Penggunaan lahan
Jasa lingkungan
Tanpa pengelolaan
Dengan pengelolaan
peak surface flow (m3/dt)
base flow (m3/dt)
Peak flow (m3/dt)
Konsentrasi sedimen (mg/l)
1
Pemukiman (65 % kedap air)
76.04
0.53
-7.16
5.43
-1.43
-75.50
2
Hutan lindung
0.21
0.17
-0.04
0.67
-0.74
-0.04
3
Kebun vegetasi permanen
115.31
44.07
-0.25
0.21
-0.02
-71.24
4
Ladang dengan tekhik agroforestry
3.97
3.50
-2.77
1.39
-0.16
-0.47
5
Sawah pengelolaan baik
0.27
0.05
-0.49
0.79
-1.19
-0.22
6
sawah pengelolaan sedang
273.22
0.92
-0.01
0.00
0.00
-272.30
7
Ladang dengan tekhik agroforestry
102.55
12.08
-4.02
1.90
-1.51
-90.47
8
Ladang dengan tekhik agroforestry
144.46
8.94
-0.06
0.05
-0.32
-135.52
(bekas semak belukar) Sumber : Junaidi, 2009. Keterangan : - = terjadi pengurangan
90
Prosiding Seminar Hasil-Hasil Penelitian