Harahap, dkk., Implementasi Proyek Jalan dan Jembatan …
KUALITAS PELAYANAN PUBLIK DALAM PENGURUSAN SURAT IZIN PENDIRIAN BANGUNAN (SIMB) DI KABUPATEN DELI SERDANG PROPINSI SUMATERA UTARA
Juffri Eddy, M. Arif Nasution, Heri Kusmanto
Abstract: This study is to assess the quality of services in handling process for SIM-B held directly privately and the strategies adopted in improving quality service for public. This study adopted a descriptive research. Respondent to this research consisting of people in community have interest directly or indirectly to the existence of SIM-B. The arrangement for sample taken in purposive sampling, total sample on each Kecamatan at least consisted 30 samples. On this study obtained the result such as quality of building and facilities available on the institute handling process of SIM-B is properly categorized, number of personnel available should be sufficient in order to support the run well in provide services for public, particularly in the operation, in handling the process of SIMB also find barrier and inhibiting is frequently stood on less optimal any service given, such as not properly service provide. Further, the writer also found shortage frequency in contact resulted in delivery information from and to public become worst. This however causes the handling SIM-B miss understanding for necessity and limited knowledge people have. In addition, still strategic policies by improving services to public in plan to develop business region and for settlement area, disseminating information about processing SIM-B to public, improvement the role of institute locally, contribution by other side in supply many facilities, training for execution, development on business perhaps refers to lay out setting and environment. Improvement on capability and skill by the personnel, and encourage more responsibility on local authority. Keywords: public services quality, management of letter license masyarakat dalam mendapatkan pelayanan. Sistem ini sangat efektif dan cepat untuk Berlakunya Undang-undang Nomor 22 melayani masyarakat, karena data yang tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU dikeluarkan oleh pemberi izin dapat diakses oleh Nomor 25 tahun 1999 tentang Perimbangan instansi lain yang sedang memproses izin. Sistem terpadu ini sering disebut dengan Keuangan Antara Pusat dan Daerah membawa implikasi baru dalam pembangunan daerah. Sistem Informasi Pelayanan Perizinan Satu Atap Pembangunan daerah diartikan sebagai upaya (SIMTAP). Sistem ini memerlukan unit pelayanan sistematis untuk meningkatkan kualitas hidup seluruh anggota masyarakat suatu daerah ke arah terpadu (UPT) yang dapat mengkoordinasikan berbagai bentuk perizinan yang diperlukan yang lebih baik secara terus menerus. Dengan diimplementasikannya kedua masyarakat. undang-undang tersebut pemerintah daerah Menurut Darma (2002) penerapan dituntut dan harus didukung oleh kelembagaan SIMTAP yang berbasis informasi tidaklah mudah yang handal dan inovatif untuk mengembangkan atau murah diterapkan, karena sangat terkait sektor yang substansial di daerahnya. Berbagai dengan kesiapan sumberdaya manusianya, sumberdaya dikerahkan untuk dapat mencapai kelengkapan peralatan, dan organisasi atau kesejahteraan hidup masyarakat suatu daerah. lembaga yang menaunginya. Peningkatan pelayanan kepada masyaDari berbagai daerah yang telah rakat merupakan upaya meningkatkan kese- menerapkan sistem ini lebih dahulu, mereka jahteraan masyarakat. Dengan membentuk pela- menyatakan bahwa sistem ini memberikan Juffri Eddy adalah Staf pada Pemerintah Kabupaten Serdang Bedagai yanan terpadu, yaitu suatuadalah sistem pelayanan M. Arif Nasution & Heri Kusmanto Dosen MSP SPs USUdampak efisien, waktu pengurusan bahkan waktu kepada masyarakat yang dilakukan secara yang dibutuhkan hanya separoh dari sistem terpadu antara instansi terkait, memudahkan manual. Selain itu seluruh transaksi perjanjian PENDAHULUAN
20
Jurnal Studi Pembangunan, Oktober 2005, Volume 1, Nomor 1
terdaftar dan tersimpan dengan baik, sehingga dapat menekan tingkat kebocoran yang mungkin terjadi secara manual. Pelayanan perizinan di suatu daerah sangat bervariasi dan tergantung pada kebutuhan mansyarakat. Pengurusan izin yang dapat dilakukan dalam Satu Atap antara lain, Surat Izin Mendirikan Bangunan (SIMB), pengurusan Kartu Tanda Penduduk (KTP), Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP), Surat Izin Tempat Usaha (SITU), perizinan reklame, izin pemanfaatan Air Bawah Tanah (ABT), akta kelahiran, akta kematian dan izin gangguan (HO). Kabupaten Deli Serdang sebagai salah satu kabupaten terluas di Sumatera Utara, saat ini sangat pesat pembangunannya, daerah ini membutuhkan pelayanan perizinan yang cepat, efisien dan memiliki akuntabilitas. Melihat pesatnya pembangunan di Kabupaten Deli Serdang, maka perlu penataan agar terciptanya keindahan, kenyaman, ketertiban dan bersih serta sesuai dengan perencanaan. Salah satu yang dapat dilakukan adalah dengan pengurusan IMB. Selain SIMB juga dapat memberikan sumbangan bagi pendapatan asli daerah. Izin Mendirikan Bangunan adalah izin yang diberikan kepada perorangan atau badan untuk mendirikan atau membongkar suatu bangunan dan termasuk dalam pengertian mendirikan bangunan adalah mengubah dan merobah bentuk atau membangun bangunan (Perda DS, 2000). Selama ini berbagai pengurusan izin yang ada di Kabupaten Deli Serdang terasa menyulitkan dan membebani masyarakat. Berbagai surat keterangan dan pengantar harus disiapkan untuk dapat mengurus SIM-B dan panjangnya rantai birokrasi dapat mendorong masyarakat mengambil jalan pintas atau bahkan tidak mengurus izin sama sekali. Pengurusan IMB di Kabuapten Deli Serdang masih dilakukan secara manual oleh dinas pelaksana teknis yaitu Dinas Pemukiman, Pengembangan Wilayah dan Pertambangan. Melihat banyaknya manfaat yang dapat diperoleh dengan pelaksanaan UPT, maka pengembangan sistem informasi manajemen unit pelayanan terpadu di Kabuapten Deli Serdang perlu dilaksanakan dalam rangka peningkatan pelayanan kepada masyarakat, terutama dalam pengurusan SIMB.
Unit Pelayanan Terpadu (UPT) sebagai organisasi perangkat daerah yang mempunyai tujuan untuk membantu Pemerintah Daerah di dalam melakukan pelayanan terhadap masyarakat. Sedangkan di dalam organisasi harus terdapat suatu manajemen yang bisa mewujudkan kelancaran dari aktivitas dan tujuan dari organisasi tersebut. Untuk dapat mengetahui tingkat kinerja pelayanan kepada masyarakat dan kondisi UPT pada masa yang akan datang perlu diadakan suatu pengkajian dari segi manajemennya. Pengkajian yang dilakukan adalah dengaan melakukan pengkajian manajemen secara strategi. Meningkatnya kinerja pengelolaan UPT akan semakin memudahkan masyarakat melaksanakan aktivitasnya. Dengan demikian akan semakin banyak mengurus izinnya, dan kepuasan masyarakat akan pelayanan UPT semakin baik. Akhirnya penerimaan dari UPT semakin tingggi, yang memberi masukan bagi Pendapatan Asli Daerah. Dari uraian latar belakang diatas, maka melalui penelitian ini penulis bertujuan untuk mengidentifikasi bagaimana kualitas pelayanan publik dalam pengurusan SIMB dan menemukan cara bagaimana meningkatkan kualitas pelayanan dalam pengurusan SIMB di Kabupaten Deli Serdang. METODE Penelitian ini merupakan penelitian Deskriptif, yang dilakukan di lima kecamatan di Kabupaten Deli Serdang, dengan mampertimbangkan pesatnya pertumbuhan dan konsentrasi sosial penduduk. Populasi dalam penelitian ini terdiri dari elemen masyarakat yang memiliki keterkaitan langsung maupun tidak langsung dengan pengurusan SIM-B. penetapan sampel dengan cara purposive sampling dan jumlah di masing-masing kecamatan diambil sebanyak 30 sampel. Data yang dipakai meliputi data primer dan data sekunder, yang dikumpulkan melalui angket atau kuesioner yang bersifat tertutup, wawancara tidak terstruktur, observasi dan dokumentasi. Analisis data dilakukan dengan menggunakan analisis deskriptif kuantitatif berdasarkan jawaban yang diberikan responden.
21
Eddy, dkk., Kualitas Pelayanan Publik …
PEMBAHASAN Pelayanan Publik (public services) oleh birokrasi publik merupakan salah satu perwujudan dari fungsi aparatur Negara sebagai abdi masyarakat di samping abdi Negara. Pelayanan publik oleh birokrasi publik dimaksudkan untuk mensejahterakan masyarakat (warga Negara) dari suatu Negara sejahtera (welfare state). Pelayanan umum oleh Lembaga Administrasi Negara (1998) diartikan sebagai segala bentuk kegiatan pelayanan umum yang dilaksanakan oleh instansi pemerintah dan di lingkungan Badan Usaha Milik Negara/Daerah dalam bentuk barang atau jasa, baik dalam rangka upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan. Wasistiono (2001:56) menjelaskan bahwa kegiatan institusi pemerintah dalam memberikan pelayanan umum terutama didorong motif sosial politis, ditambah dengan motif-motif ekonomi, meskipun masih relative terbatas. Penyelenggaraan pelayanan umum, menurut Lembaga Administrasi Negara (1998) dapat dilakukan dengan berbagai macam pola antara lain sebagai berikut: 1. Pola pelayanan fungsional, yaitu pola pelayanan umum yang diberikan oleh suatu instansi pemerintah sesuai dengan tugas, fungsi dan kewenangannya. 2. Pola pelayanan satu pintu, yaitu pola pelayanan umum yang diberikan secara tunggal oleh satu instansi pemerintah berdasarkan pelimpahan wewenang dari instansi pemeintah terkait lainnya yang bersangkutan. 3. Pola pelayanan satu atap, yaitu pola pelayanan umum yang dilakukan secara terpadu pada satu tempat/tinggal oleh beberapa instansi pemerintah yang bersangkutan sesuai kewenangannya masingmasing. 4. Pola pelayanan secara pusat, yaitu pola pelayanan umum yang dilakukan oleh satu instansi pemerintah yang bertindak selaku kordinator terhadap pelayanan instansi pemerintah lainnya yang terkait dengan bidang pelayanan umum yang bersangkutan. Nurmandi (1999:14) mencirikan pelayanan kepada publik sebagai berikut: tidak dapat memilih konsumen, peranannya dibatasi oleh peraturan perundang-undangan, politik
22
menginstitusionalkan konflik, pertanggungjawaban yang kompleks, sangat sering diteliti, semua tindakan harus mendapat justifikasi, tujuan dan output sulit diukur atau ditentukan. Thery (dalam Toha, 1996:36) menggolongkan lima unsur pelayanan yang memuaskan, yaitu: merata dan sama, diberikan tepat pada waktunya, memenuhi jumlah yang dibutuhkan, berkesinambungan, dan selalu meningkatkan kualitas serta pelayanan (progressive service). Setiap orang mengharapkan pelayanan yang unggul, yaitu suatu sikap atau cara pegawai dalam melayani pelanggan secara memuaskan. Moenir (1992:41) menyatakan kualitas pelayanan yang baik adalah sebagai berikut: kemudahan dalam pengurusan kepentingan, mendapatkan pelayanan yang wajar, mendapatkan pelayanan yang sama tanpa pilih kasih, dan mendapatkan perlakkuan yang jujur dan terus terang. Pelayanan publik yang professional, artinya pelayanan publik yang dicirikan oleh adanya akuntabilitas dan responsibilitas dari pemberi layanan (aparatur pemerintah). Efektif lebih mengutamakan pada pencapaian apa yang menjadi tujuan dan sasaran. Bila jasa/layanan yang diterima (perceived service) sesuai dengan yang diharapkan, maka kualitas jasa/layanan dipersepsikan baik dan memuaskan. Jika jasa yang diterima melampaui harapan pelanggan, maka kualitas jasa dipersepsikan sebagai kualitas yang ideal. Sebaliknya bila jasa/ layanan yang diterima lebih rendah daripada yang diharapkan, maka kualitas/layanan akan dipersepsikan buruk. Dengan demikian, baik atau buruknya kualitas jasa/pelayanan tergantung kepada kemampuan penyedia jasa dalam memenuhi harapan pelanggan secara konsisten dan berakhir pada persepsi pelanggan. Ini berarti bahwa citra kualitas yang baik bukanlah berdasarkan sudut pandang penyelenggara atau penyedia jasa layanan, tetapi harus dilihat dari sudut pandang atau persepsi pelanggan. Kotler (1994:62) mengemukakan bahwa pelangganlah yang mengkonsumsi dan menikmati jasa layanan sehingga merekalah yang seharusnya menentukan kualitas jasa layanan. Persepsi pelanggan terhadap jasa merupakan penilaian menyeluruh atas keunggulan suatu jasa. Namun perlu diperhatikan bahwa kinerja jasa
Jurnal Studi Pembangunan, Oktober 2005, Volume 1, Nomor 1
sering kali tidak konsisten, sehingga pelanggan menggunakan isyarat intrinsik dan destrinsik jasa sebagai acuan. Ndraha (seperti dikutip oleh Djaenuri, 1997:14) memberikan batasan pengertian pelayanan sebagai berikut: “Pelayanan (service) meliputi jasa dan pelayanan. Jasa adalah komoditi, sedangkan pelayanan pemerintah kepada masyarakat terkait dengan suatu hak dan lepas dari persoalan apakah pemegang hak itu dapat dibebani suatu kewajiban atau tidak. Dalam kaitan ini dikenal adanya ‘hak bawaan’ (sebagai manusia) dan hak pemberian. Hak bawaan itu selalu bersifat individual dan pribadi, sedangkan hak berian meliputi hak bawaan dan hak berian yang disebut pelayanan pemerintah kepada masyarakat.”. Dilihat dari segi pemerintahan, pelayanan adalah proses kegiatan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat berkenaan dengan hak-hak dasar dari hak pemberian, yang wujudnya dapat berupa jasa dan layanan. Namun demikian, pelayanan yang diberikan kepada masyarakat menuntut kualitas tertentu. Pelayanan yang diselenggarakan oleh pemerintah melalui aparatnya, walaupun tidak bertujuan mencari keuntungan Namur teap harus mengutamakan kualitas layanan yang sesuai dengan tuntutan, harapan dan kebutuhan masyarakat yang dilayani. Dalam kondisi masyarakat yang semakin iritis, birokrasi publik dituntut harus dapat mengubah posiisi dan peran (revitalisasi) dalam memberikan layanan publik. Kualitas layanan dimata masyarakat meliputi usuran sebagai berikut (Brown, 1992:31): 1. Reliability, yaitu kemampuan untuk memproduksi jasa sesuai yang diinginkan. 2. Responsiveness, yaitu kemampuan untuk membantu pelanggan dan pemberian pelayanan yang tepat. 3. Tangible, yaitu penyediaan fasilitas fisik dan perlengkapan serta penampilan pribadi. Tjiptono (1996:51) menyebutkan bahwa secara spesifik tidak ada definisi tentang kualitas, konsep kualitas sering dianggap sebagai ukuran relatif kebaikan suatu produk barang atau jasa yang terdiri atas kualitas desain, dan kualitas kesesuaian. Kualitas desain merupakan fungsi spesifikasi produk, sedang kualitas kesesuaian adalah suatu ukuran seberapa jauh suatu produk mampu memenuhi persyaratan atau spesifikasi
kualitas yang telah ditetapkan. Pada kenyataannya aspek ini bukanlah satu-satunya”. Selanjutnya, Triguno (1997:76) mengartikan kualitas sebagai standar yang harus dicapai oleh seseorang/kelompok/lembaga/organisasi mengenai kualitas sumber daya manusia, kualitas cara kerja, proses dan hasil kerja atau produk yang berupa barang dan jasa. Berkualitas mempunyai arti memuaskan kepada yang dilayani, baik internal maupun eksternal, dalam arti optimal pemenuhan atas tuntutan/persyaratan pelanggan/ masyarakat”. Kualitas pada dasarnya terkait dengan pelayanan yang terbaik, yaitu sikap pelayanan yang diberikan dengan cepat dan memuaskan, berlaku sopan, ramah dan menolong, serta profesional dan kompeten. Kualitas pelayanan publik merupakan pelayanan yang mempunyai kualitas layanan yang baik dengan tidak menimbulkan keluhan masyarakat yang dilayani, secara umum dapat diukur dengan beberapa dimensi, yaitu Keresponsifan (responsiveness), Bukti langsung (tangible), Semakin murah (cheaper), Kecepatan (faster), Empati (empathy), Terjamin (assurance). Dari beberapa dimensi kualitas layanan publik, faktor manusia dianggap menentukan dalam memberikan pelayanan yang berkualitas. Menurut Toha (1995:181) kualitas pelayanan kepada masyarakat sangat bergantung pada individual aktor dan sistem yang dipakai. Karena itu untuk memperoleh pelayanan yang berkualitas sangat tergantung pada manusia (pegawai) yang menerbitkan dan menyajikan pelayanan tersebut dengan segala perilakunya yang baik dan buruk. Toha (1998) berpendapat bahwa untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik, organisasi publik (birokrasi publik) harus merubah posisi dan peran (revitalisasi) dalam memberikan layanan publik. Dari yang suka mengatur dan memerintah berubah menjadi suka melayani, dari yang suka menggunakan pendekatan kekuasaan berubah menjadi suka menolong menuju kearah yang sesuai, kolaburatis dan dialogis dan dari cara-cara yang sloganis menuju cara-cara verja yang realistik pragmatis. MacCaulay dan Cook (1997) memberikan kiat meningkatkan pelayanan kepada pelanggan yaitu sebagai berikut: 1. Menciptakan kepemimpinan yang berorientasikan pelanggan (customer oriented).
23
Eddy, dkk., Kualitas Pelayanan Publik …
2. Menciptakan citra positif di mata pelanggan. 3. Bersikap tegas tetapi ramah lepada pelanggan. 4. Mengelola proses pemecahan masalah. 5. Pengembangan budaya persuasi positif dan negosiatif 6. Mengatasi situasi sulit yang dialami pelanggan. Dengan pelaksanaan Otonomi Daerah yang mengedepankan pelayanan masyarakat terus ditingkatkan kualitasnya, baik melalui debirokratisasi maupun deregulasi perizinan, semua ini tidak lain hanyalah untuk menciptakan pelayanan prima. Salah satu bentuk pelayanan tersebut adalah bagaimana memberikan pelayanan perijinan yang mudah, biayanya murah dan transparan, ketepatan waktu dalam penyelesaian perijinan dan lain-lain. (Suryo, 2003) Izin Mendirikan Bangunan (IMB) menurut Pemerintah Kabupaten Deli Serdang (2003) adalah izin yang diberikan lepada orang pribadi atau badan untuk mendirikan atau membongkar suatu bangunan, yang termasuk dalam pengertian mendirikan bangunan adalah mengubah atau merobohkan atau membangun bangunan. Sedangkan manfaat bangunan mempunyai IMB adalah: 1. Memberikan perlindungan keselamatan dan kenyamanan penghuni serta lingkungan sekitarnya. 2. Memperoleh kepastian hukum tentang keberadaan bangunan miliknya. 3. Memperoleh petunjuk teknis dan pengawasan dari awal sampai akhir termasuk pembuatan septitank maupun peresapannya. 4. Menunjang secara langsung terciptanya Kota Indah, Tertib dan Bersih serta sesuai dengan perencanaan kota. 5. Sebagai kelengkapan pengajuan permohonan fasilitas lain untuk sarana bangunan (misalnya: air minum, listrik, dll). 6. Memiliki nilai tambah dan dapat dipergunakan sebagai anggunan atau jaminan untuk suatu keperluan lain (misal: ke Bank). Penerapan Sistem Informasi Pelayanan Peizinan Satu Atap (SIMTAP) atau Unit Pelayanan Terpadu (UPT) untuk perizinan IMB telah dimulai sejak tahun 1997, sebagi penjabaran dalam pelaksanaan otonomi daerah dalam bidang pelayanan prima dapat diuraikan oleh Kantor Pelayanan Terpadu 2003 Kabupaten Takalar sebagai berikut:
24
1. Kesederhanaan. Mengandung arti prosedur/tata cara pelayanan diselenggarakan secara mudah, lancar, tepat, tidak berbelitbelit, mudah dipahami dan mudah dilaksanakan oleh masyarakat yang meminta pelayanan. 2. Kejelasan dan Kepastian, mengenai Prosedur/Tata cara pelayanan, Persyaratan pelayanan, baik persyaratan teknis maupun persyaratan administrasi, Unit kerja atau Pejabat yang berwenang dan bertanggung jawab dalam memberikan pelayanan, Rincian biaya/tarif pelayanan tata cata pembayarannya, Jadwal waktu penyelesaiannya. 3. Keamanan. Dimaksudkan bahwa proses serta hasil pelayanan dapat memberikan kepastian hukum dan rasa aman bagi masyarakat. 4. Keterbukaan. Mengandung arti prosedur/ tata cara, persyaratan, satuan kerja/pejabat penanggung jawab pemberian pelayanan, waktu penyelesaian, rincian biaya/tarif serta hal-hal lain yang berkaitan dengan proses pelayanan wajib diinformasikan secara tebuka agar mudah diketahui dan dipahami oleh masyarakat. 5. Efisien. Persyaratan pelayanan hanya dibatasi pada hal-hal yang berkaitan langsung dengan pencapaian sasaran pelayanan dengan tetap memperhatikan keterpaduan antara persyaratan dengan produk pelayanan yang diberikan. Dicegah adanya pengulangan pemenuhan persyaratan, di mana dalam hal proses pelayanan. 6. Efektif. Biaya pelayanan ditetapkan secara wajar dengan memperhatikan nilai barang dan atau jasa pelayanan tidak menuntut biaya terlalu tinggi diluar kewajaran. Kondisi dan kemampuan masyarakat untuk membayar. Ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 7. Keadilan yang merata. Dimaksudkan agar jangkauan pelayanan diusahakan seluas mungkin dan diberlakukan secara adil bagi seluruh lapisan masyarakat. 8. Ketepatan Waktu. Mengandung arti pelaksanaan pelayanan masyarakat dapat diselesaikan dalam kurun waktu yang ditentukan. Wilayah Kabupaten yang telah menerapkan izin secara terpadu melalui UPT dan SIMTAP memerlukan waktu yang lebih cepat dan efisien sebagai bukti peningkatan
Jurnal Studi Pembangunan, Oktober 2005, Volume 1, Nomor 1
pelayanan pada kebutuhan masyarakat di era otonomi daerah (Dinas Cipta Karya, 2003) Pengurusan IMB di kota Medan meskipun persyaratan IMB-nya dapat diakses melalui internet, namun badan pelaksana perizinan belum terpadu atau belum ditangani oleh Unit Pelaksana Terpadu (UPT) yang khusus menangani perizinan, tetapi masih dilakukan oleh Dinas Teknis terkait, yaitu Tata Kota dan Tata Bangunan Kota Medan. Akibatnya, pengurusan IMB di kota Medan masih memerlukan waktu cukup lama, yaitu selama ± 28 hari (Dinas Tata Kota). Pemkab Deli Serdang belum menerapkan perizinan secara terpadu dengan sistem perizinan satu atap, masih dilakukan secara manual melalui dinas teknis Kimpraswil dan Pertambangan sebagai unit pelaksana perizinan IMB di wilayah Kabupaten Deli Serdang. Melihat banyak manfaat yang dapat diperoleh dengan pelaksanaan UPT tersebut, maka pengembangan Sistem Imformasi Manajemen Unit Pelayanan Terpadu (SIM-UPT) di Kabupaten Deli serdang perlu dilaksanakan. Karena selama ini izin-izin dikeluarkan secara manual oleh masing-masing dinas. Dinas teknis yang mengeluarkan izin tersebut tidak memberikan informasi lengkap tentang prosedur perizinan, termasuk biaya dan jangka waktu. Masalah lain lagi adalah dinas teknis melahirkan kecurigaan berbagai pihak, karena biaya perizinan yang dibayar masyarakat lebih tinggi dari jumlah yang disetor ke kas daerah. Hasil penelitian memberikan gambaran bahwa kondisi fisik bangunan yang disediakan oleh Pemerintah Kabupaten Deli Serdang untuk mengurus SIM-B telah memadai guna melaksanakan berbagai aktivitas masyarakat. Kondisi fisik bangunan merupakan salah satu tolak ukur dari dimensi tangibles (Serdamayanti,2000). Kebutuhan akan peralatan dan perlengkapan bagi masyarakat yang mengurus SIM-B dibandingkan dengan fisik bangunan. Peralatan yang ada sangat membantu proses penyelesaian berbagai urusan, terutama dengan adanya komputerisasi. Kondisi peralatan yang digunakan dalam mengurus SIM-B dinilai sebagian besar responden sudah memadai, walau ada juga yang mengatakan masih kurang memadai. Selain gedung dan peralatan yang ada, wujud fisik yang harus dipenuhi dalam memberikan pelayanan kepada publik adalah
jumlah personil yang memadai. Jumlah personil yang melayani pengurusan SIM-B yang selama dijalankan sudah cukup. Sumber Daya Manusia yang cukup dapat memberikan pelayanan yang lebih merata kepada seluruh masyarakat yang mengurus SIM-B. Namun kadangkala jumlah yang besar tidak serta merta menjadi alasan untuk dapat menyatakan bahwa kualitas pelayanan yang diberikan menjadi lebih baik, karena mungkin saja jumlah yang besar tetapi alokasi yang tidak tepat malah mendorong kepada kualitas yang buruk. Dalam Keputusan Menpan No. 81 Tahun 1993, prinsip pelayanan publik salah satunya adalah kepastian dalam waktu pelayanan kepada masyarakat. Untuk hal ini, kualitas yang diberikan oleh pihak dinas atau instansi yang memberikan pelayanan pengurusan SIM-B yang berjalan selama ini masih jauh dari yang diharapkan. Sebagian besar responden masih mengeluhkan ketidakpastian waktu pengurusan SIM-B. Dalam kegiatan operasionalnya, instansi pelayanan SIM-B juga mendapatkan tantangan dan hambatan yang seringkali berujung kepada kurang optimalnya pelayanan yang diberikan. Wujud ketepatan pelayanan yang kurang optimal tersebut antara lain belum terlaksananya berbagai aktivitas seperti yang tertera pada beberapa bagian, kurang jelasnya jadwal untuk pelayanan masyarakat dan penunjukkan petugas yang tidak sesuai dengan keahliannya. Keadaan tersebut juga mempengaruhi rasa tanggung jawab pelaksana pengurusan SIM-B terhadap masyarakat yang ada sebagai konsumennya. Sebagai institusi, menurut para responden tanggung jawab yang diberikan masih kurang. Tanggung jawab terhadap mutu yang diberikan sulit untuk dapat ditingkatkan bila pengawasan yang ada hanya dilakukan oleh pihak intern. Masyarakat yang mengurus SIM-B pemakai izin (stakeholder) dari jasa yang diberikan juga harus dibatalkan, baik secara langsung maupun tidak langsung. Kurangnya tanggung jawab secara pribad oleh para personil perusahaan sangat dipengaruhi oleh kompetensi mereka dalam menjalankan bidang tugas masingmasing. Lebih dari setengah responden menyatakan pengetahuan dan keterampilan personil yang memberikan pelayanan pengurusan SIM-B yang berjalan selama ini masih kurang. Kondisi ini tidak terlepas dari sistem perekrutan dan pembinaan pegawai yang dilaksanakan
25
Eddy, dkk., Kualitas Pelayanan Publik …
selama ini. Prinsip the right man on the right job belum sepenuhnya dapat dilaksanakan karena masih besarnya tekanan dari berbagai pihak. Sebagian responden menyebutkan kemampuan pengetahuan dan keterampilan dari personil masih kurang dalam memberi pelayanan pengurusan SIM-B. Sikap ramah dan bersahabat atau courtesy yang dimiliki oleh pelaksana atau personil yang ada sangat dibutuhkan masyarakat sebagai rasa tanggap yang diberikan oleh instansi. Tetapi hal ini belum benar-benar diberikan secara optimal kualitasnya. Dibutuhkan lebih banyak lagi pembinaan terhadap pegawai dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Kredibilitas merupakan salah satu tolak ukur yang utama dalam kualitas pelayanan kepada publik. Kredibilitas digambarkan sebagai sikap jujur dan adil dalam setiap upaya menarik kepercayaan masyarakat. Instansi pelaksana pengurusan SIM-B sebagai bagian dari Pemerintah Kabupaten Deli Serdang secara umum memiliki kredibilitas yang baik, artinya belum mampu menunjukkan sikap yang jujur dan adil kepada masyarakat yang menerima pelayanannya. Menurut sebagian besar responden, pelaksana pengurusan SIM-B yang berjalan selama ini belum dapat memberikan keujuran dan rasa adil bagi masyarakat. Walaupun sebagian responden menyatakan dengan akan ada perbaikan dalam memberikan rasa lebih adil kepada masyarakat. Rasa aman dalam masa mengurus SIM-B sangat diperlukan, karena akan menyebabkan semakin banyak masyarakat yang akan mengurus izin. Rasa aman bukan saja kepada pribadi masyarakat yang sedang mengurus SIM-B, tetapi juga aman terhadap berbagai dokumen yang disertakan dalam pengurusan. Rasa kurang aman lebih banyak muncul di masyarakat saat pengurusan SIM-B selama ini karena harus melalui banyak kantor dan pintu, sehingga memungkinkan adanya kelalaian petugas dalam memberikan pelayanan, hal tersebut dapat menyebabkan rusak atau hilangnya berkas-berkas pengurusan yang diajukan masyarakat. Selain keamanan, hal lain yang dibutuhkan masyarakat dalam proses pengurusan SIM-B adalah kenyamanan. Sebagian besar respoden menyebutkan merasa kurang nyaman saat pengurusan SIM-B. Kenyamanan diperlukan oleh masyarakat tidak saja saat berada di dalam
26
pengurusan, tetapi juga saat menunggu proses penyelesaian berbagai urusan. Perlu kiranya dilakukan penataan atau penyusunan letak loket atau meja sehingga tidak menimbulkan kesan yang kurang nyaman. Dibutuhkan adanya suatu kontak atau pendekatan antara pelaksana pengurusan SIM-B dengan masyarakat di Kabupaten ini. Hal ini untuk memberikan kemudahan dalam berbagai informasi dari instansi pelaksana ke masyarakat atau sebaliknya dari masyarakat ke instansi tersebut. Namun hal ini masih terasa kurang didapati, di mana sebagian besar responden masyarakat berpendapat bahwa mereka sukar dan kurang mendapat akses ke instansi pelaksana guna memberi atau mendapatkan kontak atau berhubungan. Informasi pengurusan SIM-B menurut sebagian besar responden masih kurang. Masih diperlukan adanya penyampaian informasi tentang tata cara pengurusan SIM-B ke masyarakat, karena beragamnya pengetahuan masyarakat, baik dari pendidikan maupun pemahamannya. Bahkan responden ada yang menyebutkan informasi pengurusan SIM-B masih tertutup. Pemanfaatan berbagai media komunikasi akan lebih memberikan informasi kepada masyarakat. Selain itu kelembagaan yang ada di masyarakat juga harus diberdayakan dalam penyampaian informasi. Pihak pemerintah melalui bagian informasi dapat membuat papan informasi atau menempel leaftet berkaitan dengan pengurusan SIM-B di tempat-tempat masyarakat sering berkumpul, dan bukan hanya di kantor-kantor pemerintah. Selain komunikasi, masyarakat juga menginginkan suatu sikap dari pelaksana pengurusan SIM-B dalam meningkatkan kualitasnya melalui pemahaman terhadap keperluan dan keterbatasan yang ada di masyarakat. Sebagian besar responden menganggap pihak pelaksana pengurusan SIM-B masih kurang respons terhadap berbagai masukan dari masyarakat. Hal tersebut mengakibatkan orientasi untuk meningkatkan mutu pelayanan sulit tercapai karena kurang dipahaminya keperluan masyarakat.
Jurnal Studi Pembangunan, Oktober 2005, Volume 1, Nomor 1
KESIMPULAN Dari pembahasan hasil penelitian didapat beberapa kesimpulan bahwa kualitas pelayanan pengurusan SIM-B kepada masyarakat di Kabupaten Deli Serdang sebagai berikut: 1. Kualitas fisik bangunan dan peralatan yang ada di instansi pelaksana pengurusan SIM-B sudah memadai. 2. Jumlah personil yang ada cukup banyak guna mendukung kelancaran dalam pemberian pelayanan kepada masyarakat. 3. Dalam kegiatan operasionalnya, pelaksana pengurusan SIM-B juga mendapatkan tantangan dan hambatan yang seringkali berujung kepada kurang optimalnya pelayanan yang diberikan, seperti kurang tepatnya pelayanan. 4. Kurangnya frekuensi hubungan menyebabkan penyampaian informasi dari dan kepada masyarakat menjadi sangat kurang. Sehingga pelaksana pengurusan SIM-B kurang memahami keperluan dan kekurangan yang ada di masyarakat. 5. Kebijakan strategis dalam peningkatan pelayanan kepada publik pengembangan daerah bisnis dan kawasan pemukiman,
peningkatan informasi pengurusan SIM-B kepada masyarakat, peningkatan peran kelembagaan daerah, penyertaan pihak luar dalam penyediaan perangkat dan pelatihan pelaksana, pengembangan usaha yang sesuai dengan tata ruang dan lingkungan, peningkatan kemampuan dan keterampilan aparatur pelaksana, dan menumbuhkan rasa tanggung jawab aparat daerah. SARAN 1. Cara-cara strategis dalam peningkatan pelayanan kepada publik pengembangan daerah bisnis dan kawasan pemukiman, peningkatan informasi pengurusan SIM-B kepada masyarakat, peningkatan peran kelembagaan daerah, penyertaan pihak luar dalam penyediaan perangkat, pelatihan pelaksana. Peningkatan kemampuan dan keterampilan aparatur pelaksana, dan menumbuhkan rasa tanggung jawab aparat daerah. 2. kepada peneliti lain, akan sangat bermanfaat bila melakukan penelitian tentang aspek sosio-budaya masyarakat dalam mendukung berbagai program pemerintah.
27
Eddy, dkk., Kualitas Pelayanan Publik …
DAFTAR PUSTAKA
Brown, S.A., 1994. A Total Quality Service, Otario, Prentice Hall Canada Inc. Djaenuri, H.M.A., 1997. Manajemen Pelayanan Umum, Jakarta, Institut Ilmu Pemerintahan. Moenir, H.A.S., 1992. Manajemen Pelayanan Umum Di Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara. Ndraha, T., 1998. ”Kyberman”, Jurnal Bidang Kajian Utama Ilmu Pemerintahan, Nomor 4. Nurmandi, A., 1999. Manajemen Perkotaan, Aktor, Organisasi dan Pengelolaan Daerah Perkotaan Di Indonesia. Yogyakarta: Lingkungan Bangsa. Sedarmayanti, 2000. Restrukturisasi dan Pemberdayaan Organisasi Untuk Menghadapi Dinamika Perubahan Lingkungan, Bandung: Mandar Maju. Toha, Miftah, 1996. Perilaku Organisasi. Jakarta: Rajawali Press. ______
, 1998. Pembangunan Administrasi di Indonesia: Deregulasi dan Debirokratisasi dalam Upaya Peningkatan Mutu Pelayanan Masyarakat, Jakarta, LP3ES.
Wasistiono, S.,2001. Manajemen Pemerintahan Daerah, Bandung, Alqa Print.
28