KUALITAS MIKROBIOLOGIS SET YOGHURT SINBIOTIK DENGAN PENAMBAHAN NATAMYCIN SEBAGAI BIOPRESERVATIF
SKRIPSI DINI PARAMITA
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
RINGKASAN DINI PARAMITA. D14204070. 2008. Kualitas Mikrobiologis Set Yoghurt Sinbiotik dengan Penambahan Natamycin sebagai Biopreservatif. Skripsi. Program Studi Teknologi Hasil Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembimbing Utama : Dr. Ir. Rarah Ratih Adjie Maheswari, DEA Pembimbing Anggota : Irma Isnafia Arief, S.Pt, M.Si Yogurt adalah produk hasil fermentasi susu menggunakan kultur starter bakteri asam laktat, umumnya Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus thermophilus. Berdasarkan metode pembuatannya, tipe yogurt dibagi menjadi set yoghurt dan stirred yoghurt. Set yoghurt difermentasi dalam kemasan akhir sehingga koagulum yang dihasilkan kompak dan berbentuk semi padat. Fermentasi susu pada stirred yoghurt dilakukan pada tangki atau fermentor besar dan setelah inkubasi kemudian produk dikemas dalam kemasan kecil, yang memungkinkan koagulum berubah struktur menjadi tidak kompak lagi dan mempunyai konsistensi agak cair. Produk yogurt pada saat ini dapat diperkaya dengan sinbiotik yang terdiri atas fruktooligosakarida sebagai prebiotik dan probiotik Lactobacillus acidophilus dan/atau Bifidobacterium. Yogurt merupakan produk yang bersifat asam sehingga sangat mudah ditumbuhi kapang atau khamir yang menyebabkan kerusakan produk selama penyimpanan. Pemanfaatan pengawet alami (biopreservatif) sedang dikembangkan pada saat ini, salah satunya adalah natamycin (natamisin) yang sangat sesuai diaplikasikan pada yogurt karena mampu mencegah pertumbuhan fungi dan diharapkan tidak berpengaruh bagi Bakteri Asam Laktat di dalam produk. Penggunaan natamisin perlu diteliti sebagai upaya peningkatan keamanan dan daya tahan produk pangan, dengan tetap mempertahankan kualitas yogurt pada umur simpan yang relatif lama. Penelitian ini bertujuan mengetahui kualitas mikrobiologis set yoghurt sinbiotik yang ditambahkan natamisin dengan konsentrasi terpilih selama penyimpanan. Kegiatan tugas akhir berupa magang penelitian dilakukan di PT Fajar Taurus dan dilanjutkan dengan analisis kualitas produk di Bagian Ilmu Produksi Ternak Perah Fakultas Peternakan. Penelitian dibagi dalam dua tahap, yaitu penelitian pendahuluan dan penelitian utama. Penelitian pendahuluan bertujuan untuk menentukan konsentrasi natamisin terpilih yang digunakan pada penelitian utama. Data yang diperoleh diolah dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL). Set yoghurt sinbiotik dengan penambahan konsentrasi natamisin terpilih, yaitu 20 ppm, kemudian disimpan selama 8 minggu pada suhu 5±1°C. Peubah yang diuji adalah pH, total asam tertitrasi, viskositas, aktivitas air, populasi Bakteri Asam Laktat, Total Plate Count dan populasi kapang dan khamir. Data yang diperoleh diolah dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL) Faktorial. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan natamisin hanya berpengaruh nyata menurunkan populasi kapang dan khamir (P<0,05), sementara lama penyimpanan nyata mempengaruhi pH (P<0,01), viskositas (P<0,01), populasi Bakteri Asam Laktat (P<0,05), Total Plate Count (P<0,05) serta populasi kapang dan khamir (P<0,05). Interaksi penggunaan natamisin dan lama penyimpanan
mempengaruhi aktivitas air (P<0,05). Natamisin dengan konsentrasi 20 ppm dapat diaplikasikan dalam pembuatan yogurt untuk menghambat kapang dan khamir tanpa mempengaruhi kualitas Bakteri Asam Laktat dalam yogurt, walaupun belum menunjukkan aktivitas maksimal sebagai antimycotic. Kata-kata kunci : set yoghurt, sinbiotik, bakteriosin, natamisin
ABSTRACT Microbiological Quality of Sinbiotic Set Yoghurt with Addition of Natamycin as Biopreservative Paramita, D., R. R. A. Maheswari and I. I. Arief Yoghurt is referred as an acidified and coagulated product from milk by fermentation of lactic acid bacteria, Streptococcus thermophilus and Lactobacillus bugaricus. Recently, yoghurt can be enriched with fructo-oligosaccharide as prebiotic and probiotic such as Lactobacillus acidophilus and Bifidobacterium to produce sinbiotic yoghurt. Yoghurt contains a lot of nutrients which is required by human. Yoghurt is categorised as a perishable product and has short shelf life especially caused by yeasts and molds. Therefore, it needs the addition of preservative agent to prolong its shelf life. Bacteriocin, one of natural and safe preservative agents, is a protein compound (generally as peptide) which has bacterisidal characteristic for microorganism. Natamycin is one of bacteriocins that has some unique characteristics, which make it particularly suitable for preventing fungal growth in food and beverages. Natamycin has been shown by numerous scientists to be effective against both yeasts and molds. Currently, natamycin is allowed as a biopreservative for food throughout the world. The addition of natamycin in set yoghurt is expected to prolong its shelf life. The objective of this study was to evaluate the microbiological quality of set yoghurt added with natamycin during storage. The best concentration of natamycin was 20 ppm, which gained from preliminary study. Sinbiotic set yoghurt added with 20 ppm natamycin was stored in 5±1°C for 8 weeks. The results of this study showed that the addition of natamycin only significantly affected the growth of yeasts and molds (P<0,05) while storage significantly influenced pH (P<0,01), viscosity (P<0,01), total lactic acid bacteria (P<0,05), Total Plate Count (P<0,05) and total yeasts and molds (P<0,05). Interaction between natamycin and storage period affected significantly water activity (P<0,05). Level of 20 ppm natamycin can be applied to inhibit growth of yeasts and molds in yoghurt without affect quality of lactic acid bacteria, even the activity of natamycin did not work optimally as antimycotic. Keywords : set yoghurt, sinbiotic, bacteriocin, natamycin
KUALITAS MIKROBIOLOGIS SET YOGHURT SINBIOTIK DENGAN PENAMBAHAN NATAMYCIN SEBAGAI BIOPRESERVATIF
DINI PARAMITA D14204070
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
KUALITAS MIKROBIOLOGIS SET YOGHURT SINBIOTIK DENGAN PENAMBAHAN NATAMYCIN SEBAGAI BIOPRESERVATIF
Oleh DINI PARAMITA D14204070
Skripsi ini telah disetujui dan disidangkan di hadapan Komisi Ujian Lisan pada tanggal 18 Juli 2008
Pembimbing Utama
Pembimbing Anggota
Dr. Ir. Rarah R. A. Maheswari, DEA. NIP 131 671 595
Irma Isnafia Arief, S.Pt, M.Si NIP 132 243 330
Dekan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
Dr. Ir. Luki Abdullah, M.Agr.Sc NIP 131 955 581
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 31 Agustus 1986 di Purbalingga, Jawa Tengah. Penulis adalah anak pertama dari dua bersaudara, dari pasangan Drs. Haryanto, M.Si dan Dra. Purita Dyah Purwandari. Pendidikan formal penulis dimulai tahun 1990 di TK Ananda UT lalu dilanjutkan dengan pendidikan dasar di SDN Cipayung 1 hingga tahun 1994. Penulis kemudian pindah ke SD Dharma Karya UT dan menyelesaikan pendidikan dasar pada tahun 1998. Pendidikan lanjutan menengah pertama diselesaikan pada tahun 2001 di SMPN 1 Pamulang, sedangkan pendidikan lanjutan menengah atas diselesaikan pada tahun 2004 di SMAN 74 Jakarta. Penulis diterima sebagai mahasiswa pada Program Studi Teknologi Hasil Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) pada tahun 2004. Selama mengikuti pendidikan, penulis aktif di Himpunan Mahasiswa Produksi Ternak (Himaproter) Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor sebagai pengurus Departemen Penelitian dan Pengembangan (2005-2006) dan berbagai kepanitiaan. Penulis pernah menjadi asisten praktikum Mata Kuliah Dasar Teknologi Hasil Ternak dan Mata Kuliah Ilmu dan Teknologi Pengolahan Susu. Penulis juga berpartisipasi dalam Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) dan Pemilihan Peneliti Remaja Indonesia (PPRI).
KATA PENGANTAR Alhamdulillahi Rabbil’alamin, segala puji dan syukur Penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena dengan karunia dan rahmat-Nya telah memberikan nikmat yang tak terkira dan hanya dengan pertolongan-Nya lah skripsi ini dapat diselesaikan. Kebutuhan masyarakat akan bahan pangan yang HAUS (Halal, Aman, Utuh dan Sehat) mendorong industri untuk mampu mempertahankan kualitas produk selama penyimpanan dan pemasaran. Salah satu usaha yang ditempuh adalah dengan menggunakan bahan pengawet. Pemanfaatan bahan pengawet alami menjadi tuntutan konsumen karena akan memberikan jaminan terhadap keamanan pangan produk. Berbagai penelitian dikembangkan untuk memperoleh pengawet alami atau biopreservatif, salah satunya adalah natamisin yang diisolasi dari Streptomyces natalensis. Susu dan produk olahannya perlu mendapatkan perhatian khusus untuk dapat terus dikembangkan dan diterima oleh masyarakat, sehingga dipilih tempat magang di PT Fajar Taurus pada unit pengolahan susu di Cijantung, Jakarta. PT Fajar Taurus sedang mengembangkan produk olahan berupa yogurt sinbiotik, namun terkendala dengan umur simpannya akibat pertumbuhan kapang dan khamir dalam produk. Aplikasi penggunaan biopreservatif natamisin menarik untuk diangkat sebagai topik pada magang penelitian ini. Diharapkan hasil magang penelitian bermanfaat baik bagi penulis, PT Fajar Taurus maupun masyarakat umum.
Penulis
DAFTAR ISI RINGKASAN..................................................................................................
Halaman i
ABSTRACT.....................................................................................................
iii
RIWAYAT HIDUP .........................................................................................
iv
KATA PENGANTAR .....................................................................................
v
DAFTAR ISI....................................................................................................
vi
DAFTAR TABEL............................................................................................
viii
DAFTAR GAMBAR.......................................................................................
ix
DAFTAR LAMPIRAN....................................................................................
x
PENDAHULUAN ...........................................................................................
1
Latar Belakang........................................... ......................................... Tujuan..................................................................................................
1 2
TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................................
3
Susu ..................................................................................................... Yogurt.................................................................................................. Kultur Starter Yogurt........................................................................... Probiotik .............................................................................................. Prebiotik............................................................................................... Bakteriosin........................................................................................... Aplikasi Bakteriosin ............................................................................ Natamisin............................................................................................. Sifat Organoleptik................................................................................ Pengemasan ......................................................................................... Penyimpanan Dingin ...........................................................................
3 4 8 11 13 15 15 16 19 20 21
METODE.........................................................................................................
23
Lokasi dan Waktu................................................................................ Materi .................................................................................................. Rancangan ........................................................................................... Prosedur...............................................................................................
23 23 23 25
HASIL DAN PEMBAHASAN .......................................................................
30
Keadaan Umum Perusahaan ................................................................ Penelitian Pendahuluan........................................................................ Pemeriksaan Starter Yogurt ..................................................... Penentuan Konsentrasi Natamycin Terbaik............................. Penelitian Utama.................................................................................. Nilai pH dan Total Asam Tertitrasi ......................................... Viskositas................................................................................. Aktivitas Air ............................................................................
30 32 32 33 38 38 41 43
Bakteri Asam Laktat ................................................................ Total Plate Count..................................................................... Kapang dan Khamir ................................................................. Uji Organoleptik ......................................................................
44 46 47 49
KESIMPULAN DAN SARAN .......................................................................
52
Kesimpulan .......................................................................................... Saran ....................................................................................................
52 52
UCAPAN TERIMA KASIH ...........................................................................
53
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................
54
LAMPIRAN.....................................................................................................
58
DAFTAR TABEL Nomor Halaman 1. Standar Nasional Indonesia untuk Yogurt.............................................. 5 2.
Aplikasi Natamisin, Level Dosis dan Metode Aplikasi .........................
19
3
Bakteri Starter Yogurt dan Karakteristiknya..........................................
33
4.
Karakteristik Fisik dan Mikrobiologis Set Yoghurt Sinbiotik dengan Penambahan Konsentrasi Natamisin yang Berbeda...............................
34
5.
Nilai pH Set Yoghurt Sinbiotik selama Penyimpanan............................
38
6.
Nilai Total Asam Tertitrasi (TAT) Set Yoghurt Sinbiotik selama Penyimpanan ..........................................................................................
41
7.
Nilai Viskositas Set Yoghurt Sinbiotik selama Penyimpanan ................
42
8.
Populasi Bakteri Asam Laktat (BAL) Set Yoghurt Sinbiotik selama Penyimpanan...........................................................................................
44
Populasi Total Plate Count (TPC) Set Yoghurt Sinbiotik selama Penyimpanan ......................................................................................... .
47
10. Populasi Kapang dan Khamir Set Yoghurt Sinbiotik selama Penyimpanan............................................................................................
48
11. Hasil Uji Organoleptik Set Yoghurt Sinbiotik…………………………..
50
9.
DAFTAR GAMBAR Nomor
Halaman
1. Morfologi Streptococcus thermophilus ....................................................
9
2. Morfologi Lactobacillus bulgaricus.........................................................
9
3. Skema Pembentukan Asam Laktat dari Laktosa oleh BAL Homofermentatif dan Heterofermentatif………………………………..
10
4. Morfologi Lactobacillus acidophilus .......................................................
12
5. Morfologi Bifidobacterium bifidum .........................................................
13
6. Struktur Natamisin....................................................................................
17
7. Diagram Alir Proses Pembuatan Set Yoghurt Sinbiotik dengan Penambahan Natamisin ............................................................................
28
8. Aktivitas air (aw) Set Yoghurt Sinbiotik selama Penyimpanan..................
43
DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1. Denah Bangunan Pabrik PT Fajar Taurus .............................................. 59 2.
Formulir Uji Hedonik .............................................................................
60
3.
Morfologi Kultur Starter Set Yoghurt Sinbiotik ....................................
61
4.
Hasil Uji Kruskal Wallis terhadap pH Set Yoghurt Sinbiotik dengan Penambahan Berbagai Konsentrasi Natamisin ..........................
61
Hasil Uji Kruskal Wallis terhadap TAT Set Yoghurt Sinbiotik dengan Penambahan Berbagai Konsentrasi Natamisin ..........................
61
Hasil Uji Kruskal Wallis terhadap Viskositas Set Yoghurt Sinbiotik dengan Penambahan Berbagai Konsentrasi Natamisin ..........................
61
Hasil Uji Kruskal Wallis terhadap BAL Set Yoghurt Sinbiotik dengan Penambahan Berbagai Konsentrasi Natamisin ..........................
62
Hasil Uji Kruskal Wallis terhadap TPC Set Yoghurt Sinbiotik dengan Penambahan Berbagai Konsentrasi Natamisin ..........................
62
Hasil Uji Kruskal Wallis terhadap Kapang Khamir Set Yoghurt Sinbiotik dengan Penambahan Berbagai Konsentrasi Natamisin ..........
62
10. Hasil Uji Kruskal-Wallis pH pada Set Yoghurt Sinbiotik selama Penyimpanan ..........................................................................................
62
11. Hasil Analisis Ragam TAT Set Yoghurt Sinbiotik selama Penyimpanan ..........................................................................................
63
12. Hasil Analisis Ragam Viskositas Set Yoghurt Sinbiotik selama Penyimpanan ..........................................................................................
63
13. Hasil Analisis Ragam aw Set Yoghurt Sinbiotik selama Penyimpanan ..
64
14. Hasil Uji Kruskal Wallis BAL pada Set Yoghurt Sinbiotik selama Penyimpanan ..........................................................................................
64
15. Hasil Uji Kruskal-Wallis Total Plate Count (TPC) Set Yoghurt Sinbiotik selama Penyimpanan ..............................................................
65
16. Hasil Analisis Ragam Kapang Khamir Set Yoghurt Sinbiotik selama Penyimpanan ..........................................................................................
66
17. Komposisi BPW - OXOID.....................................................................
66
18. Komposisi MRSA - OXOID ..................................................................
67
19. Komposisi PCA - OXOID......................................................................
67
20. Komposisi PDA - OXOID......................................................................
68
5. 6. 7. 8. 9.
PENDAHULUAN Latar Belakang Susu ialah salah satu sumber protein hewani yang memiliki berbagai keunggulan, diantaranya daya cerna dan keseimbangan yang tinggi serta merupakan makanan yang lengkap. Komposisi utamanya adalah protein, lemak dan laktosa yang berperan sebagai sumber energi, mineral dan vitamin. Jumlah konsumsi susu di Indonesia masih rendah dibandingkan negara-negara Asia. Masyarakat Indonesia mengkonsumsi susu 9,0 liter per kapita per tahun, sedangkan Vietnam mengkonsumsi susu sebanyak 10,7 liter per kapita per tahun dan Malaysia mencapai 25,4 liter per kapita per tahun. Rendahnya konsumsi susu dapat disebabkan tidak tersedianya susu akibat terbatasnya populasi sapi perah di Indonesia. Bantuan bibit sapi perah unggul dari pemerintah sangat dibutuhkan peternak untuk menjamin kecukupan produksi susu dalam negeri. Selain itu, rendahnya konsumsi susu juga terjadi karena sebanyak 60% masyarakat Indonesia mengalami lactose intolerance. Diversifikasi produk susu menjadi susu fermentasi, es krim, keju, puding maupun produk lainnya diperlukan sebagai alternatif bagi kelompok masyarakat tersebut. Tugas akhir berupa magang penelitian, diawali dengan kegiatan magang yang dilakukan di PT Fajar Taurus. PT Fajar Taurus memproduksi susu pasteurisasi dan yogurt. Yogurt merupakan produk diversifikasi susu yang bersifat asam memungkinkan kapang dan khamir tumbuh sehingga pangan mudah terkontaminasi dan rusak. Kebutuhan masyarakat akan bahan pangan yang HAUS (Halal, Aman, Utuh dan Sehat) semakin meningkat seiring dengan meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap bahaya yang ditimbulkan oleh makanan. Mikroorganisme berperan penting dalam menyebabkan keracunan makanan dan pembusukan makanan. Berbagai upaya ditempuh oleh industri untuk mengatasi masalah tersebut, salah
satunya
dengan
pengawetan.
Keuntungan
pengawetan
diantaranya
meningkatkan umur simpan yogurt dan memudahkan penanganan, terutama selama proses distribusi. Pengawetan memungkinkan produk didistribusikan atau diekspor ke wilayah lain. Pengawetan bahan pangan dapat dilakukan dengan tiga jenis metode, yaitu (1) pengawetan secara fisik, dilakukan dengan pengaturan suhu pada proses produksi, distribusi dan penyimpanan, (2) pengawetan secara kimia, dilakukan dengan penambahan bahan kimia sebagai bahan pengawet, dan (3)
pengawetan secara biologis, dilakukan dengan melibatkan hasil metabolisme alami, misalnya bakteriosin dari bakteri asam laktat. Metode pengawetan sebaiknya disesuaikan dengan bahan pangan yang akan diawetkan sehingga tidak mempengaruhi kualitas produk. Kecenderungan konsumen untuk memilih bahan pangan alami mengakibatkan industri jarang menggunakan metode pengawetan secara kimia. Penambahan bahan kimia sebagai bahan pengawet akan membawa dampak negatif bagi konsumen baik secara langsung maupun tidak langsung, misalnya adanya residu yang berbahaya bagi kesehatan konsumen. Perusahaan lebih memilih menggunakan biopreservatif yang berasal dari tanaman, hewan atau dihasilkan oleh mikroorganisme. Bakteriosin, salah satu hasil metabolisme bakteri asam laktat, merupakan zat antimikroba yang bekerja pada bakteri lain yang berkerabat dekat dengan bakteri produsen. Bakteriosin telah umum digunakan sebagai biopreservatif pada bahan pangan karena mempunyai aktivitas bakterisidal terhadap berbagai kelompok bakteri Gram positif dalam makanan, khususnya yang bersifat perusak dan patogen. Bakteriosin telah dibuktikan aman bagi konsumen. Penambahan bakteriosin pada yogurt perlu dilakukan sebagai upaya peningkatan keamanan dan daya tahan bahan pangan, dengan tetap mempertahankan kualitas yogurt pada umur simpan yang relatif lama. Natamycin (natamisin), bakteriosin yang digunakan dalam penelitian ini, dibuktikan sebagai agen antimycotic yang aman dan telah digunakan dalam produk pangan. Tujuan Tujuan magang penelitian ini adalah sebagai berikut : 1.) mengaplikasikan ilmu yang diperoleh di Perguruan Tinggi. 2.) memperoleh pengalaman di dunia kerja. 3.) mengetahui kualitas mikrobiologis set yoghurt sinbiotik yang ditambahkan natamisin dengan konsentrasi berbeda ; dan 4.) mengetahui kualitas mikrobiologis set yoghurt sinbiotik dengan penambahan natamisin selama penyimpanan.
TINJAUAN PUSTAKA Susu Definisi susu segar menurut SNI 01-3141-1998 adalah cairan yang berasal dari ambing sapi sehat, diperoleh dengan cara pemerahan yang benar, tidak mengalami penambahan atau pengurangan suatu komponen apapun dan tidak mengalami proses pemanasan (DSN, 1998). Susu, secara kimia, adalah emulsi lemak dalam air yang mengandung gula, garam-garam mineral dan protein dalam bentuk suspensi koloidal. Komponen utama susu ialah air, lemak, protein, laktosa dan abu. Beberapa faktor yang mempengaruhi konsentrasi komponen-komponen dalam susu ialah adanya mastitis, tahapan dalam periode laktasi, musim dan pakan (Rahman et al., 1992). Susu Skim Susu skim adalah bagian susu yang tertinggal sesudah krim diambil sebagian atau seluruhnya. Susu skim mengandung semua zat makanan dari susu kecuali lemak dan vitamin-vitamin yang larut dalam lemak. Susu skim dapat digunakan oleh orang yang menginginkan nilai kalori rendah di dalam makanannya, karena susu skim hanya mengandung 55% dari seluruh energi susu, dan susu skim juga digunakan dalam pembuatan keju dengan lemak rendah dan yogurt (Buckle et al., 1987). Kandungan lemak merupakan parameter penting karena pengaruhnya terhadap daya ikat air. Saat susu dihomogenisasi, globula lemak beraksi seperti kasein misel, sebagian dari globula lemak tertutup oleh kasein. Hal ini menyebabkan interaksi antara protein membentuk jaringan tertutup dan air terikat secara kimia dan fisik di dalamnya. Curd yang berasal dari susu tanpa lemak, jaringan yang terbentuk berlubang kasar dan resiko terjadinya sineresis lebih besar. Jika kadar lemak dinaikkan, maka akan menaikkan pula daya ikat air sehingga curd yang terbentuk lebih halus dan kecenderungan sineresis dapat dikurangi (Suryani, 2007). Padatan tanpa lemak digunakan untuk meningkatkan firmness dan kekentalan pada set yoghurt dan stirred yoghurt. Padatan tanpa lemak dapat berupa susu bubuk skim, kasein atau Whey Protein Concentrate (WPC). Protein susu umum digunakan dalam bentuk kasein, kaseinat, susu skim atau WPC. Skim bubuk dan Na kaseinat digunakan untuk meningkatkan viskositas dan body, tetapi jika digunakan secara
tunggal dalam dosis tinggi cenderung membentuk tekstur kurang halus (Suryani, 2007). Total padatan, yaitu padatan susu maupun pemanis dengan konsentrasi lebih dari 22% akan menghambat aktivitas Lactobacillus bulgaricus (Rahman et al., 1992). Yogurt Yogurt dalam SNI 01-2981-1992 didefinisikan sebagai produk yang diperoleh dari susu yang telah dipasteurisasi, kemudian difermentasi dengan bakteri sampai diperoleh keasaman bau dan rasa yang khas, dengan atau tanpa penambahan bahan lain yang diizinkan (DSN, 1992). Yogurt adalah produk koagulasi yang diperoleh dari fermentasi susu dengan asam laktat yang diproduksi oleh bakteri (Early, 1998). Yogurt yang baik memiliki tekstur yang halus, lembut, konsisten dan tidak ada sineresis. Bahan baku dan ingridien dengan komposisi dan formulasi yang tepat serta proses pengolahan yang benar dibutuhkan untuk menghasilkan yogurt dengan tekstur dan konsistensi yang baik (Suryani, 2007). Pembuatan yogurt dimulai dengan pemanasan susu yang akan difermentasi pada suhu 90oC selama 15-30 menit, kemudian didinginkan sampai suhu 430C, diinokulasi dengan 2% kultur campuran Streptococcus thermophilus dan Lactobacillus bulgaricus dan dipertahankan pada suhu ini selama ± 3 jam hingga tercapai keasaman yang dikehendaki yaitu 0,85-0,90% asam laktat dan pH 4,0-4,5 (Buckle et al., 1987). Flavor dan mutu yogurt banyak berhubungan dengan fermentasi bakteri tertentu. Streptococcus thermophilus memulai fermentasi laktosa menjadi asam laktat, mengurangi potensial redoks produk dengan menghilangkan oksigen dan menyebabkan pengurangan protein susu melalui kerja enzim proteolitik. Hal ini menciptakan kondisi yang menguntungkan untuk pertumbuhan Lactobacillus bulgaricus yang mulai berkembang bila pH telah menurun sampai 4,5. Flavor khas yogurt disebabkan karena asam laktat dan sisa-sisa asetaldehida, diasetil, asam asetat dan bahan-bahan mudah menguap lainnya yang dihasilkan oleh fermentasi bakteri. Lactobacillus bulgaricus adalah penyebab utama terbentuknya asetaldehida (Buckle et al., 1987).
Tabel 1. Standar Nasional Indonesia untuk Yogurt No. 01-2981-1992 Kriteria uji Persyaratan Keadaan Penampakan
Cairan kental / semipadat
Bau
Normal/khas
Rasa
Khas/asam
Konsistensi
Homogen
Lemak (% b/b)
Maksimum 3,8
Berat kering tanpa lemak (BKTL) (% b/b)
8,2
Protein (% b/b)
Min 3,5
Abu (% b/b)
Maks 1,0
Jumlah asam (dihitung sebagai laktat) (% b/b)
0,5-2,0
Cemaran logam (mg/kg) Timbal (Pb)
Maksimum 0,3
Tembaga (Cu)
Maksimum 20
Timah (Sn)
Maksimum 40
Raksa (Hg)
Maksimum 0,03
Arsen (As)
Maksimum 0,1
Cemaran mikroba Bakteri koliform (angka paling mungkin/ml)
Maksimum 10
Eschericia coli (angka paling mungkin/ml)
<3
Salmonella (koloni/100 ml)
Negatif
Sumber: Dewan Standardisasi Nasional, 1992
Tipe yogurt dapat dibagi menjadi beberapa kategori, umumnya berdasarkan kandungan lemak, metode pembuatan dan flavor. Yogurt berdasarkan kandungan lemaknya dibedakan dalam tiga kategori yaitu: 1) yogurt yang mengandung minimum 3,25% lemak susu; 2) yogurt yang mengandung lemak susu 1-3,25%; dan 3) yogurt rendah lemak yaitu bila mengandung lemak susu kurang dari 1% (Tamime, 1990). Berdasarkan metode pembuatannya, tipe yogurt dibagi menjadi set yoghurt dan stirred yoghurt. Set yoghurt dituang ke dalam kemasan akhir setelah tahap inokulasi. Pewarna atau flavor ditambahkan ke dalam kemasan akhir sebelum susu diinokulasi untuk membantu proses agitasi kemudian kemasan akhir akan diinkubasi
pada suhu yang sesuai. Jika pH yang diinginkan sudah dicapai, kemasan didinginkan. Koagulum yang dihasilkan kompak dan hasil gel berbentuk semi padat, sehingga disebut ‘set’ (Staff, 1998). Set yoghurt difermentasi dalam kemasan akhir, inkubasi dapat dilakukan dalam waterbath, dalam ruangan dengan suhu terkontrol atau melalui heated tunnel (Varnam dan Sutherland, 1994). Pada stirred yoghurt fermentasi susu dilakukan pada tangki fermentor atau wadah besar dan setelah inkubasi barulah produk dikemas dalam kemasan kecil, sehingga memungkinkan koagulumnya rusak atau pecah sebelum pendinginan dan pengemasan selesai (Rahman et al., 1992). Berdasarkan flavornya, yogurt dibedakan menjadi natural yoghurt dan fruit yoghurt. Natural atau plain yoghurt adalah yogurt tanpa penambahan flavor lain sehingga rasa asamnya sangat tajam sedangkan fruit yoghurt adalah yogurt yang diberi flavor sintetik dan zat pewarna (Rahman et al., 1992). Robinson (1999) mengemukakan beberapa tujuan kesehatan yang telah dibuktikan melalui konsumsi susu fermentasi, termasuk yogurt, yaitu memacu pertumbuhan karena meningkatkan pencernaan dan penyerapan zat gizi, mengurangi atau membunuh bakteri jahat dalam saluran pencernaan, menormalkan kerja usus besar (mengatasi konstipasi dan diare), memiliki efek anti kanker, mengatasi masalah lactose intolerance, berperan dalam detoksifikasi dan mengatasi stres, serta mengontrol kadar kolesterol dalam darah dan tekanan darah. Karakteristik Yogurt Nilai pH dan Total Asam Tertitrasi (TAT). Terdapat dua konsep yang saling berkaitan dalam analisis pangan yang berhubungan dengan keasaman yaitu pH dan asam tertitrasi. Masing-masing kuantitasnya secara analitis ditentukan dengan cara yang berbeda dan memiliki dampak tersendiri pada kualitas pangan (Sadler dan Murphy, 2003). Nilai pH merupakan faktor penting dalam menentukan ketahanan bahan pangan terhadap kontaminasi mikroorganisme, karena peranan asam (pH) terhadap daya hambat pertumbuhan mikroba pembusuk, maka makanan dibagi menurut tingkat keasamannya yaitu : (1) makanan berasam rendah (pH tinggi) yang mempunyai pH di atas 4,5; (2) makanan asam yang mempunyai pH antara 4,0-4,5 dan (3) makanan yang berasam tinggi (pH rendah) yang mempunyai pH di bawah 4,0
(Winarno et al., 1980). Pengukuran nilai pH didasarkan pada konsentrasi ion hidrogen yang menunjukkan jumlah asam terdisosiasi, sedangkan pengukuran TAT berdasarkan jumlah semua komponen asam baik yang terdisosiasi maupun yang tidak terdisosiasi (Helferich dan Westhoff, 1980). Streptococcus thermophilus bertanggung jawab terhadap penurunan pH awal yogurt sampai di bawah 5,0. Pertumbuhan Streptococcus thermophilus menjadi sangat lambat pada keadaan tersebut. Lactobacillus bulgaricus bertanggung jawab terhadap penurunan pH selanjutnya sampai sekitar 4,2 saat pertumbuhan Lactobacillus mendominasi keseluruhan proses fermentasi (Vedamuthu, 1982). Nilai asam tertitrasi adalah persentase asam dalam bahan yang ditentukan secara titrasi dengan basa standar (Rahman et al., 1992). Total asam tertitrasi berhubungan dengan ukuran konsentrasi total asam yang terkandung dalam suatu pangan. Total asam tertitrasi merupakan indikator pengaruh asam terhadap flavor, yang lebih baik dibandingkan pH. Pangan membentuk sistem penyangga rumit yang memerintahkan bagaimana ion hidrogen (H+) diperlihatkan. Tanpa adanya penyangga, kurang dari 3% asam dalam makanan terurai menjadi ion H+ dan basa konjugasinya. Kemampuan mikroorganisme untuk tumbuh pada pangan spesifik adalah contoh penting bahwa proses lebih tergantung pada konsentrasi ion hidronium dibandingkan total asam tertitrasi (Sadler dan Murphy, 2003). Tamime dan Robinson (1989) menyatakan bahwa meskipun hubungan antara jumlah asam tertitrasi dengan pH tidak selalu setara di dalam sistem buffer seperti halnya yogurt, pengukuran pH secara elektrometrik langsung dapat menghasilkan suatu korelasi antara pH dengan karakteristik utama yang diinginkan pada produk yogurt. Total asam tertitrasi (TAT) dinyatakan dengan persen asam laktat. Asam laktat (C3H6O3) merupakan komponen asam terbesar yang terbentuk dari hasil fermentasi susu menjadi yogurt (Helferich dan Westhoff, 1980). Proses pembentukan asam laktat, yaitu laktosa pada susu akan masuk ke dalam sel bakteri asam laktat (BAL). Di dalam sel bakteri, laktosa akan dihidrolisis oleh enzim β-galaktosidase menjadi glukosa dan galaktosa (Robinson, 1999). Total asam tertitrasi pada pangan ditentukan oleh titrasi asam basa untuk memperkirakan konsentrasi total asam. Sebagian besar asam tersebut merupakan asam organik yang mempengaruhi cita rasa, warna, stabilitas mikrobial dan kualitas pangan (Sadler dan Murphy, 2003).
Viskositas. Viskositas suatu cairan didefinisikan oleh Muchtadi dan Sugiyono (1992) sebagai besarnya hambatan atau resistensi cairan tersebut terhadap aliran, pengadukan atau shaker. Viskositas susu berkisar antara 1,5075 sampai 1,7085 cP. Peningkatan viskositas susu disebabkan oleh adanya penggumpalan protein susu (kasein) yang tidak stabil pada pH di bawah 4,6. Tekstur yogurt seharusnya memiliki viskositas yang tinggi, kompak dan dapat dipindahkan atau dimakan dengan menggunakan sendok. Faktor-faktor yang mempengaruhi viskositas yogurt adalah konsentrasi padatan tanpa lemak, lemak susu, penstabil, pencampuran bahan baku, proses pemanasan susu dan kultur starter yang digunakan (Vedamuthu, 1982).
Kultur Starter Yogurt Kultur starter merupakan bagian yang penting dalam pembuatan yogurt. Beberapa aspek penting pada kultur starter yaitu bebas dari kontaminasi, pertumbuhan yang cepat, menghasilkan flavor yang khas, tekstur dan bentuk yang bagus, tahan terhadap bakteriofage dan juga tahan terhadap antibiotik (Rahman et al., 1992). Pembuatan yogurt menggunakan dua jenis bakteri yaitu Streptococcus thermophilus dan Lactobacillus bulgaricus. Streptococcus thermophilus merupakan bakteri asam laktat berbentuk bulat yang membentuk rantai panjang atau pendek, Gram positif, katalase negatif dan optimum pada pH 6,5 suhu 37°C (Tamime dan Robinson, 1989). Morfologi Streptococcus thermophilus dan Lactobacillus bulgaricus dapat dilihat pada Gambar 1 dan 2. Lactobacillus bulgaricus adalah bakteri berbentuk batang, homofermentatif, Gram positif, kebutuhan nutrisi untuk pertumbuhan lengkap dengan suhu pertumbuhan optimal sekitar 45ºC (Tamime dan Robinson, 1999). Penggunaan dua jenis bakteri harus tepat supaya didapat hasil yang maksimal. Perbandingan yang tepat adalah 1:1. Produksi asam dari dua jenis bakteri ini akan maksimal jika ditumbuhkan bersama dibandingkan jika terpisah. Streptococcus thermophilus memiliki fungsi sebagai penghasil suasana asam untuk Lactobacillus bulgaricus tumbuh karena Streptococcus thermophilus memfermentasi laktosa menjadi asam laktat sehingga menyebabkan penguraian protein susu melalui kerja dari enzim proteolitik. Kondisi tersebut menguntungkan untuk pertumbuhan
Lactobacillus bulgaricus yang mulai berkembang bila pH telah menurun sampai 4,5. Lactobacillus bulgaricus berperan dalam pembentukan asetaldehida (Jay, 2000). Skema pembentukan asam laktat dari laktosa oleh BAL dapat dilihat pada Gambar 3. Perbandingan yang sesuai antara Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus thermophilus diperlukan dalam pembentukan flavor dan tekstur pada yogurt. Diasetil dan asam volatil dari susu merupakan sumber utama citarasa yogurt. Penggunaan starter BAL meningkatkan citarasa (Rahman et al., 1992). Citarasa dan sifat tertentu didapatkan dengan penambahan BAL dari spesies lain seperti Lactobacillus acidophilus dan Bifidobacteria sp. Keduanya merupakan bakteri probiotik yang mampu bertahan hidup dalam saluran pencernaan manusia dan menekan pertumbuhan bakteri pembusuk. Bakteri probiotik juga mempunyai fungsi sebagai penghasil substrat yang setara dengan antibiotik alami sehingga mempunyai nilai medis (Tamime dan Robinson, 1999).
Gambar 1. Morfologi Streptococcus thermophilus Sumber : www.unibas.it
Gambar 2. Morfologi Lactobacillus bulgaricus Sumber : www. Magma.ca
Laktosa
Laktosa (homofermentatif)
Glukosa
(heterofermentatif)
Galaktosa
Glukosa 6-fosfat
Galaktosa 1-fosfat
Fruktosa 6-fosfat
Glukosa 1-fosfat
Glukosa Glukosa 6-fosfat Fruktosa 6-fosfat
Fruktosa 6-fosfat
Fruktosa 1,6-bifosfat Dehidroksiaseton fosfat
eritrosa 4-fosfat
asetil fosfat
Heptosfosfat
asetat
Gliseraldehide 3-fosfat piruvat
+ laktat
triofosfat 2-Asetil fosfat
2 Asetat
Asetat
2 Gliseraldehide 3 fosfat 2 piruvat
Format
Laktat
Gambar 3. Skema Pembentukan Asam Laktat dari Laktosa oleh BAL Homofermentatif dan Heterofermentatif Sumber : Tamime dan Robinson (1999)
Probiotik Kata probiotik berasal dari bahasa Yunani yang berarti “untuk hidup”. Kata ini pertama kali digunakan oleh Lilley dan Stillwell pada tahun 1965 untuk mendeskripsikan
suatu
mikroorganisme
yang
menstimulasi
pertumbuhan
mikroorganisme yang lain. Pada tahun 1974, probiotik juga didefinisikan Parker sebagai organisme dan substansi yang mendistribusikan keseimbangan mikroba pada usus halus. Probiotik juga didefinisikan probiotik sebagai pakan imbuhan dalam bentuk mikroba hidup yang mempunyai manfaat pada hewan dengan memperbaiki keseimbangan mikroba di dalam ususnya (Fuller, 1992). Bakteri yang dapat digunakan sebagai probiotik adalah bakteri yang termasuk ke dalam golongan mikroorganisme Generally Recognized as Safe (GRAS) yaitu mikroorganisme yang telah direkomendasikan sebagai mikroorganisme yang aman digunakan dalam pengolahan pangan, contohnya Lactobacillus acidophilus, Lactobacillus
bulgaricus,
Streptococcus
thermophilus,
Bifidobacteria
sp.,
Enterococci (Fuller, 1992). Kelompok bakteri GRAS tidak membusukkan protein dan dapat memetabolisme berbagai jenis karbohidrat secara fermentatif menjadi asam laktat (Surono, 2004). Probiotik dapat berupa mikroorganisme tunggal atau dalam bentuk kultur campuran. Spesies bakteri yang sering digunakan adalah Lactobacillus sp., Leuconostoc, Pediococcus, Propionibacterium dan Bacillus. Spesies khamir meliputi Saccharomyces cerevisiae dan Candida pintolopesii, serta dari kapang meliputi Aspergillus niger dan Aspergillus oryzae (Fuller, 1992). Probiotik dapat diperoleh dengan cara mengkonsumsi produk olahan susu fermentasi
yang
mengandung
bakteri
dari
kelompok
Lactobacilli
dan
Bifidobacterium (Fuller, 1989). Karakteristik penting yang harus dipertimbangkan dalam memilih strain probiotik potensial menurut Saarela (2000) yang disitir oleh Surono (2004) mencakup aspek keamanan, fungsional dan teknologi. Beberapa kriteria seleksi bakteri probiotik yaitu 1) tahan asam lambung dan empedu, 2) melekat ke sel usus, 3) bertahan dalam saluran usus, 4) memproduksi antimikroba, 5) antagonis terhadap patogen, 6) aman dalam makanan dan klinis, 7) secara klinis terbukti mempunyai efek kesehatan dan 8) idealnya berasal dari manusia.
Lactobacillus acidophilus merupakan bakteri berbentuk batang, Gram positif dan tidak membentuk spora serta termasuk famili Lactobacillaceae, genus Lactobacillus. Lactobacillus acidophilus bersifat homofermentatif, non motil dan menghasilkan DL-asam laktat (Buchanan dan Gibbon, 1974). Produksi asam laktat sebesar 0,3-1,9%, mempunyai suhu pertumbuhan optimal 35-45ºC, tetapi pada suhu kurang lebih 15ºC tidak terjadi pertumbuhan. Nilai pH optimal pertumbuhannya adalah 5,5-6,0 (Tamime dan Robinson, 1999). Kerja fisiologis Lactobacillus acidophilus adalah meningkatkan mikroflora usus karena Lactobacillus acidophilus dapat hidup dalam saluran pencernaan (Nakazawa dan Hosono, 1992). Kelebihan lain Lactobacillus acidophilus adalah dapat memfermentasi amigdalin, selobiosa, laktosa, salisin dan sukrosa tetapi tidak dapat memfermentasi manitol serta amonia tidak dihasilkan dari arginin (Robinson, 1981). Lactobacillus acidophilus dapat menghambat pertumbuhan bakteri patogen dalam saluran pencernaan, mengendalikan kadar serum kolesterol yang diduga mampu menurunkan kolesterol, meningkatkan kemampuan cerna laktosa serta mengurangi resiko sakit perut dan diare (Gilliland, 1989). Lactobacillus acidophilus mengontrol pertumbuhan kanker karena aktifitas enzimnya mampu menurunkan produksi zat karsinogen dan mencegah pengembangan kanker di dalam pencernaan (Nakazawa dan Hosono, 1992). Morfologi Lactobacillus acidophilus dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4. Morfologi Lactobacillus acidophilus Sumber : www.probiotics.com
Bifidobacteria memiliki karakteristik diantaranya 1) Gram positif, anaerobik dan tidak berspora, 2) panjangnya berkisar antara 2-8μ, 3) optimum tumbuh pada suhu 36-38°C, 4) memfermentasi satu mol glukosa dengan fruktosa-6-phospate kinase untuk memproduksi 1,5 mol asetat dan satu mol asam laktat dan 5) terdapat beberapa bentuk seperti bentuk Y, V, bengkok, spatula, batang (Nakazawa dan Hosono, 1992). Bifidobacteria memiliki beberapa efek yang menguntungkan diantaranya adalah dapat meningkatkan metabolisme protein dengan memproduksi asam laktat sehingga dapat mengurangi kehilangan nutrisi yang dapat diserap. Meskipun memproduksi
asam
laktat,
Bifidobacterium
Lactobacillaceae sp. Genus ini termasuk golongan
bukan
merupakan
famili
Eubacteria yang memiliki
penampilan seperti tangkai. Morfologi Bifidobacterium bifidum dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5. Morfologi Bifidobacterium bifidum Sumber : www.probiotics.com
Prebiotik Istilah prebiotik didefinisikan sebagai suatu bahan makanan yang tidak dapat dicerna yang memberikan manfaat positif bagi tubuh karena secara selektif menstimulir pertumbuhan dan aktivitas bakteri yang bermanfaat dalam usus besar. Prebiotik pada umumnya merupakan karbohidrat yang tidak dapat dicerna tapi mempunyai pengaruh baik terhadap ekosistem mikroflora probiotik dalam usus sehingga dapat memberikan efek kesehatan. Bahan prebiotik di dalam usus besar akan difermentasi oleh bakteri probiotik terutama Lactobacillus dan Bifidobacteria,
sebagai hasil metabolisme adalah asam lemak rantai pendek dalam bentuk asam asetat, propionat, butirat, L-laktat, juga karbondioksida dan hidrogen. Asam lemak rantai pendek digunakan oleh tubuh sebagai energi (Surono, 2004). Persyaratan utama yang harus dipenuhi oleh bakteri probiotik untuk dapat tumbuh dalam usus manusia adalah harus dapat menempel terlebih dahulu pada sel epitel manusia dan mengkolonisasi pada sisi penempelan (Fuller, 1989). Bahan prebiotik yang paling sering dipakai ialah FOS (Fruktooligosakarida) yang disukai dan difermentasi oleh bifidobacteria. FOS adalah suatu gabungan rantai panjang dan pendek β-D-fruktan dengan unit-unit fructosyl yang diikat oleh sambungan β-2-1 glikosidik. FOS memiliki banyak karakteristik yang diinginkan, termasuk stimulasi bifidus yang kuat (strong bifidus-stimulation), FOS juga menyediakan sumber selektif serat pada makanan dan mempertinggi fungsi produk pangan dengan menambahkan tekstur dan rasa. Inulin dan oligofruktosa adalah bentuk umum FOS yang ditemukan secara luas di alam. Fruktooligosakarida terdapat dalam berbagai makanan, seperti asparagus, pisang, oats, bawang putih, artichoke dan chicory namun jumlah yang terkandung dalam makanan tersebut masih rendah (Angus et al., 2005). Oligofruktosa sebagai pemanis memberikan kualitas yang serupa dengan gula atau sirup glukosa. Oligofruktosa lebih mudah larut dibandingkan inulin dan memperlihatkan stabilitas mikrobial yang bagus selama pengolahan pangan. Oligofruktosa mengandung sedikit kalori dan mempertinggi keuntungan nutrisional tanpa mengganggu rasa dan mouthfeel. Inulin dan oligofruktosa juga merupakan bahan serat yang penting dan dapat meningkatkan rasa dan tekstur produk pangan (Angus et al., 2005). Oligofruktosa dan inulin resisten terhadap enzim pencernaan dan tidak mengalami hidrolisis karena struktur kimianya spesifik. Fermentasi oligofruktosa memiliki beberapa akibat fisiologis yang telah ditunjukkan dalam berbagai penelitian, bahwa fermentasi tersebut menggunakan efek stimulatori istimewa dalam meningkatkan populasi bakteri yang berguna bagi kesehatan seperti Bifidobacterium spp., yang secara bersamaan mempertahankan populasi patogen potensial, misalnya Clostridium dan Escherichia coli pada level relatif rendah. Inulin dan oligofruktosa meningkatkan pertumbuhan Bifidobacteria. Selain efek bifidogenic, FOS memiliki
pengaruh nutrisi tambahan dalam parameter fisiologis pencernaan seperti pH colon. Fruktooligosakarida memainkan peran dalam sistem immunoregulatory dan meningkatkan bioavailability mineral, seperti kalsium, magnesium dan besi (Angus et al., 2005). Bakteriosin Tagg et al. (1976) mengemukakan beberapa kriteria bakteriosin sebagai berikut : (1) mempunyai spektrum aktivitas yang relatif sempit, terpusat di sekitar spesies penghasil (secara philogenik dekat), (2) senyawa aktif terutama terdiri atas fraksi protein, (3) bersifat bakterisidal, (4) mempunyai reseptor spesifik pada sel sasaran, dan (5) gen determinan terdapat pada plasmid yang berperan pada produksi dan imunitas. Bakteriosin dikelompokkan menjadi 4 kelas, yaitu kelas I lantibiotik yang merupakan peptida rantai pendek, suatu asam amino yang sangat khusus. Sebaliknya, kelas II bakteriosin yang mengandung senyawa non lantionin seperti lactococcins, pediocins, lactacins dan leucocin A, merupakan peptida berberat atom rendah yang tahan panas. Kebanyakan bakteriosin kelas II mempunyai daya antibakteri terhadap Listeria monocytogenes. Bakteriosin kelas III, protein, peptida berberat atom tinggi yang tidak tahan panas, dan kelas IV merupakan jenis bakteriosin yang tidak diketahui dengan baik identitasnya (Surono, 2004). Aplikasi Bakteriosin Mikroorganisme yang mengkontaminasi selama pengolahan, transportasi dan penyimpanan makanan dapat menyebabkan keracunan makanan, penyakit atau infeksi dan pembusukan makanan. Hal ini menjadi permasalahan penting di dunia industri karena mengakibatkan kerugian yang sangat besar. Penggunaan pengawet sebagai bahan tambahan pada makanan dilakukan untuk mengatasi hal tersebut. Perusahaan makanan harus mempertimbangkan secara hati-hati, bahkan harus menggunakan sekecil mungkin bahan tambahan non makanan dan sintetis (Roller, 1991). Konsumen yang menyadari akan pentingnya kesehatan lebih tertarik pada makanan yang tidak mengandung bahan pengawet terutama yang berasal dari bahan non-pangan. Orientasi pencarian bahan pengawet adalah yang dapat diterima
konsumen dan secara alami terdapat dalam makanan, misalnya berasal dari tanaman, hewan atau dihasilkan oleh mikroorganisme yang disebut biopreservatif. Bahan alami yang telah digunakan dan diuji aman yaitu bakteriosin yang berasal dari berbagai BAL (Ray, 1996). Bakteriosin yang dihasilkan oleh BAL telah menarik banyak perhatian pada beberapa tahun terakhir karena senyawa tersebut potensial digunakan sebagai bahan pengawet. Substansi ini merupakan protein sehingga dapat terdegradasi pada pencernaan manusia dan hewan. Bakteriosin BAL telah banyak digunakan sebagai biopreservatif makanan terutama dalam keju, susu dan berbagai produk makanan lainnya (Jimenez-Diaz et al., 1993). Beberapa bakteriosin stabil terhadap panas, sehingga membuat bakteriosin tersebut aplikatif terhadap perlakuan panas. Bakteriosin bersifat irreversible, mudah dicerna, berpengaruh positif terhadap kesehatan dan aktif pada konsentrasi rendah (de Vuyst dan Vandamme, 1993). Bakteriosin asal BAL mudah diterima sebagai bahan tambahan oleh para ahli kesehatan dan lebih penting oleh konsumen, karena BAL biasanya secara alami memang berada dalam proses fermentasi makanan (Gonzales et al., 1996). Natamisin Natamisin pertama kali ditemukan tahun 1955 dalam sebuah kultur filtrat bakteri Streptomyces natalensis. Organisme ini diisolasi dari tanah di provinsi Natal di Afrika Selatan dan nama natamisin berasal dari nama daerah tersebut. Natamisin awalnya disebut pimaricin, sesuai nama kota terdekat, yaitu Pietermaritzburg (Danisco, 2005). Natamisin diizinkan sebagai bahan tambahan pangan secara internasional, terutama untuk perlakuan pada permukaan keju dan daging yang diproses (Danisco, 2005). Natamisin merupakan suatu bubuk putih atau krem-putih yang hampir tidak memiliki bau atau rasa. Natamisin diproduksi dengan fermentasi Streptomyces natalensis melalui ekstraksi, filtrasi dan pengeringan (Stark, 2003). Penggunaan natamisin bagi pangan terutama bertujuan untuk mencegah pertumbuhan fungi. Delves-Broughton (2005) menyatakan bahwa fungi tumbuh pada makanan yang memiliki pH, kelembaban dan aktivitas air yang rendah ; fungi juga dapat tumbuh pada suhu rendah. Natamisin, dalam bentuk trihidrat, dapat disimpan bertahun-tahun pada suhu ruang, terutama jika dilindungi dari kelembaban dan cahaya. Bahkan
setelah beberapa tahun disimpan pada kondisi tersebut, hanya beberapa persen aktivitas yang hilang (Stark, 2003). Aktivitasnya yang luas terhadap khamir dan kapang mengakibatkan natamisin memiliki beberapa karakteristik unik yang membuatnya sesuai untuk mencegah pertumbuhan fungi pada permukaan produk pangan dan dalam minuman. Natamisin aman bagi konsumen, efektif pada konsentrasi rendah, tidak berpengaruh negatif pada kualitas produk pangan, memiliki kemampuan untuk bertahan pada permukaan keju atau sosis dan memiliki waktu bekerja yang panjang (Stark, 2003). Natamisin memiliki bentuk kristal dan formula empiris C33H47NO13, strukturnya pertama kali ditemukan tahun 1958. Natamisin termasuk kelompok polyene macrolides, yaitu tetraenes. Struktur natamisin merupakan suatu cincin macrocyclic atom karbon. Natamisin adalah amfoter, dengan satu kelompok basa dan satu kelompok asam (Danisco, 2005). Struktur natamisin dapat dilihat pada Gambar 6.
Gambar 6. Struktur Natamisin Sumber : Delves-Broughton (2005)
Antimycotic beraksi melalui penggabungan ergosterol dan sterol lainnya seperti 24 dan 28-dehydroergosterol dan kolesterol. Komponen ini hanya terdapat dalam membran sel kapang dan khamir, tetapi tidak terdapat dalam bakteri, sehingga natamisin tidak berpengaruh terhadap bakteri. Ikatan irreversible yang mengikat natamisin ke ergosterol menghambat sintesis ergosterol dan memecah membran sel,
menimbulkan peningkatan permeabilitas membran, sebagai akibatnya terjadi kebocoran bahan esensial dan pada akhirnya akan terjadi lisis sel (Danisco, 2005). Kedua aspek mekanisme ini diketahui untuk menutupi kekurangan resistensi strain alami di lingkungan. Pertama, ergosterol adalah suatu senyawa esensial membran sel dan terdapat di seluruh fungi dan kapang. Suatu percobaan menemukan mutan fungal resisten untuk mengurangi level ergosterol atau menghilangkannya. Hal ini memiliki marked effect pada kecepatan pertumbuhannya dan strain tidak mungkin bertahan in vivo. Kedua, natamisin memiliki cidal effect karena senyawa tersebut menyebabkan penghancuran misel. Suatu sel yang kontak dengan natamisin menghadapi konsentrasi antimycotic yang tinggi dan mematikan (Danisco, 2005). Membran sel eukariotik menurut Stark (2003) mengandung lipid, phospholipid, protein dan sterol. Sterol memainkan peran penting dalam aksi selektif polyene antimycotic. Ergosterol adalah sterol utama dalam membran sel khamir dan kapang. Natamisin memiliki daya tarik menarik yang tinggi terhadap ergosterol dan berikatan secara irreversible dengan ergosterol dalam membran sel fungal. Hal ini mengganggu permeabilitas membran sel yang mengakibatkan kebocoran ion esensial dan peptida kecil yang cepat sehingga mengakibatkan sel menjadi lisis. Natamisin efektif terhadap khamir, kapang dan fungi lainnya, tetapi tidak memiliki aktivitas terhadap bakteri, virus atau mikroorganisme lainnya seperti protozoa. Sebagian besar kapang dan khamir sensitif terhadap bahan pengawet dengan level rendah. Penggunaan 40 ppm NatamaxTM, suatu produk natamisin komersial, umumnya menunjukkan aktivitas secara efektif, tetapi kebusukan akibat kapang umumnya dapat dikontrol pada level 5 ppm. Beberapa spesies mungkin kurang sensitif, contohnya Penicillium discolour, Verticillium cinnabarinum, Botrytis cinerea. Natamisin lebih bersifat fungisidal atau dapat membunuh kapang dan khamir dibandingkan bahan pengawet kimia yaitu sorbat yang hanya menghambat atau bersifat fungistatik terhadap pertumbuhan kapang dan khamir (Danisco, 2005). Aplikasi, dosis dan metode aplikasi natamisin pada bahan pangan dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Aplikasi Natamisin, Level Dosis dan Metode Aplikasi Aplikasi Pangan Dosis yang Disarankan Metode (ppm) Keju hard atau semi1250-2000 Perlakuan permukaan dengan spray atau imersi hard 500 Penambahan langsung pada emulsi coating Produk daging : sosis 1250-2000 Perlakuan permukaan dengan kering spray atau imersi Yogurt 5-10 Penambahan langsung pada yogurt Produk roti 1250-2000 Perlakuan permukaan dengan spray Pasta tomat 7,5 Penambahan langsung selama pencampuran Jus buah 2,5-10 Penambahan langsung Anggur 30-40 Penambahan langsung utuk menghentikan fermentasi 3-10 Penambahan langsung setelah pembotolan untuk mencegah pertumbuhan kapang atau khamir Sumber : Delves-Broughton, 2005
Sifat Organoleptik Organoleptik merupakan penilaian mutu produk berdasarkan panca indera melalui syaraf sensorik. Penilaian dengan indera banyak digunakan untuk menilai mutu suatu produk terutama produk hasil pertanian dan makanan. Salah satu cara penilaian organoleptik adalah uji hedonik yang merupakan penilaian panelis tentang suka atau tidak suka, dapat menerima atau tidak dapat menerima terhadap suatu produk yang diuji. Kriteria yang biasa digunakan dalam penilaian organoleptik terdiri atas rasa, warna, tekstur dan aroma (Soekarto dan Hubeis, 1993). Pengujian organoleptik merupakan pengujian terhadap produk pangan dengan menggunakan panca indera yaitu penglihatan, penciuman, pencicipan dan peraba (Rahayu, 2001). Warna Warna bahan pangan mempunyai peranan penting dalam penentuan mutu serta mempunyai daya tarik sehingga konsumen dapat memberi kesan suka atau tidak suka dengan cepat. Warna produk makanan tertentu merupakan faktor penentu
kerusakan serta petunjuk tingkat mutu dan pedoman proses pengolahan (Soekarto, 1981). Aroma Aroma suatu produk dapat dinilai dengan alat penciuman. Aroma makanan dapat dipengaruhi oleh jenis, lama dan suhu pemasakan, selain itu aroma produk olahan dapat juga dipengaruhi oleh buah-buahan yang ditambahkan selama pembuatan dan pemasakan terutama bumbunya (Winarno, 1997). Rasa Rasa merupakan salah satu faktor penentu daya terima konsumen terhadap produk pangan. Indra yang berperan dalam menentukan rasa adalah indra pencicip yang dapat membedakan empat rasa utama yaitu manis, asin, asam dan pahit (Winarno, 1997). Tekstur Tekstur merupakan halus atau tidaknya suatu irisan pada saat disentuh jari atau dengan indera pengecap lidah. Aspek yang dinilai pada kriteria tekstur adalah kasar serta halusnya produk yang dihasilkan. Tekstur makanan dipengaruhi oleh kadar air, lemak, serta jenis dan jumlah karbohidrat atau protein (Fardiaz et al., 1992). Pengemasan Pengemasan merupakan suatu cara dalam memberikan kondisi sekeliling yang tepat bagi bahan pangan (Buckle et al., 1987). Kemasan yang baik adalah jenis kemasan yang mampu menjaga produk dari gangguan lingkungan sekitar produk yang akan merusaknya. Jenis kemasan yang digunakan disesuaikan dengan sifat produk yang akan dikemas dan tujuan penggunaan (Syarief et al., 1989). Pengemasan memegang peranan penting dalam pengawetan suatu produk makanan. Robertson (1991) menyatakan bahwa umur simpan dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu karakteristik produk, lingkungan dan bahan pengemas atau sistem pengemasannya. Adanya wadah atau pembungkus dapat membantu melindungi bahan pangan yang ada di dalamnya, mencegah atau mengurangi kerusakan, melindungi dari bahaya pecemaran serta gangguan fisik seperti gesekan, benturan dan getaran. Fungsi utama kemasan menurut Syarief et al. (1989) adalah 1.) melindungi produk terhadap kotoran dan kontaminasi lain ;
2.) melindungi makanan terhadap kerusakan fisik, perubahan kadar air dan cahaya ; 3.) mempunyai fungsi yang baik, efisien dan ekonomis ; 4.) mempunyai kemudahan dalam membuka dan menutup serta mudah dalam tahap-tahap penanganan, pengangkutan, dan distribusi ; 5.) mempunyai ukuran, bentuk dan bobot sesuai dengan standar yang ada, mudah dibuang, mudah dibentuk, dan 6.) menampakkan identifikasi, informasi dan penampilan yang jelas agar dapat membantu promosi atau penjualan. Kemasan yang sering digunakan sebagai bahan pengemas bahan makanan meliputi kemasan kertas, botol, plastik, kaleng, komposit (kombinasi plastik dan kertas). Kemasan set yoghurt sinbiotik dengan penambahan natamisin adalah plastik polipropilen, yang termasuk jenis plastik olefin dan polimer dari propilen. Beberapa sifat utama polipropilen menurut Syarief et al. (1989) antara lain : 1.) ringan, mudah dibentuk, tembus pandang dalam bentuk film dan dan tidak transparan dalam bentuk kemasan kaku ; 2.) kekuatan tarik lebih besar dari polietilen ; 3.) lebih kaku dari polietilen dan tidak gampang sobek ; 4.) permeabilitas uap air rendah, permeabilitas gas sedang, tidak baik untuk makanan yang peka terhadap oksigen, dan 5.) tahan terhadap suhu tinggi sampai dengan 150°C. Penyimpanan Dingin Penyimpanan adalah usaha perlindungan bahan pangan dari kerusakan yang disebabkan oleh aktivitas biologis yang berasal dari mikroorganisme, serangga, binatang pengerat dan kerusakan fisiologis atau biokimia (Damayanti dan Mudjajanto, 1995). Pendinginan merupakan kegiatan untuk mengkondisikan suatu bahan di atas suhu pembekuan yaitu 2-10°C. Pendinginan bahan pangan yang bertujuan untuk penyimpanan biasa dilakukan dalam refrigerator dengan suhu 4-8°C (Winarno, 1997). Tujuan penyimpanan dingin adalah mencegah kerusakan tanpa mengakibatkan penyusutan secara kuantitatif ataupun kualitatif (Fellows, 1990). Penggunaan suhu rendah dalam pengawetan bahan pangan berdasarkan fakta bahwa aktivitas mikroorganisme food-borne melambat dan/atau berhenti pada suhu
di atas pembekuan dan umumnya berhenti pada suhu subfreezing karena seluruh reaksi metabolik mikroorganisme dikatalisis oleh enzim dan reaksi katalisis enzim tergantung pada suhu. Adanya kenaikan suhu akan menyebabkan peningkatan laju reaksi (Jay, 2000). Terdapat sedikitnya dua jenis kisaran suhu rendah yang memungkinkan bahan pangan disimpan untuk tujuan pengawetan yaitu suhu chilling dan refrigerator. Suhu chilling berada diantara suhu refrigerator dan suhu ruang, biasanya sekitar 1015°C. Suhu refrigerator berada diantara 0-2°C dan 5-7°C sehingga sangat tepat untuk penyimpanan
perishable
foods
(bahan
pangan
yang
mudah
rusak)
dan
semiperishable foods dalam jumlah banyak. Suhu di bawah 6°C akan menghambat pertumbuhan sebagian besar bakteri food-poisoning dan memperlambat pertumbuhan seluruh organisme penyebab kerusakan pangan (Jay, 2000).
METODE Lokasi dan Waktu Kegiatan magang telah dilaksanakan di PT Fajar Taurus, Unit Pengolahan Susu di Cijantung, Jakarta selama 2 bulan, dimulai dari tanggal 1 Agustus 2007 sampai 30 September 2007. Pelaksanaan magang mengikuti ketentuan jam kerja karyawan, yaitu pukul 08.00 hingga 17.00. Analisis sampel dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Produksi Ternak Perah. Pengujian terhadap daya terima produk dilakukan di Laboratorium Teknologi Hasil Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Pengamatan kualitas set yoghurt sinbiotik telah dilaksanakan mulai bulan November 2007 sampai Februari 2008. Materi Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah susu skim bubuk, bulk starter yogurt yang terdiri atas Lactobacillus bulgaricus, Streptococcus thermophilus, Lactobacillus acidophilus dan Bifidobacterium bifidum dan natamisin komersial merek NatamaxTM yang diperoleh dari PT Fajar Taurus, sukrosa, aquadestila, fenolftalein (pp), NaOH 1 N, kristal violet, iodium, alkohol, safranin, H2O2, Plate Count Agar (PCA), DeMan Rogosa Sharp Agar (MRSA), DeMan Rogosa Sharp Broth (MRSB), Potato Dextrose Agar (PDA) dan Buffer Peptone Water (BPW). Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah oven, autoklaf, pemanas, waterbath, panci, timbangan digital, labu Erlenmeyer, pipet, tabung reaksi, rak tabung reaksi, pembakar Bunsen, spatula, cawan Petri, inkubator, pH meter, viskometer, alat titrasi Biuret, termometer, gelas objek, cover glass, mikroskop, refrigerator dan kemasan plastik polipropilen. Rancangan Penelitian dibagi dalam dua tahap, yaitu penelitian pendahuluan dan penelitian utama. Penelitian pendahuluan bertujuan untuk menentukan konsentrasi natamisin terbaik untuk penelitian utama. Rancangan yang digunakan pada penelitian pendahuluan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola searah dengan satu perlakuan dan tiga kali ulangan. Perlakuan yang diberikan yaitu pemberian
konsentrasi natamisin pada tiga taraf yang berbeda (10, 15 dan 20 ppm). Model matematika yang digunakan dalam penelitian pendahuluan ini sebagai berikut : Yij = μ + τi + Єij Keterangan : Yij
= variabel respon akibat pengaruh konsentrasi natamisin ke-i dan ulangan ke-j
μ
= nilai tengah umum
τi
= pengaruh konsentrasi natamisin ke-i
Є ij
= galat percobaan akibat ulangan ke-j dari perlakuan ke-i Penelitian utama bertujuan untuk mengetahui kualitas set yogurt sinbiotik
yang diberi penambahan konsentrasi natamisin terbaik, yaitu 20 ppm, selama 8 minggu penyimpanan. Penelitian utama menggunakan Rancangan Acak Lengkap Faktorial pola dua arah dengan dua perlakuan dan tiga kali ulangan. Perlakuan yang diberikan yaitu penambahan natamisin pada dua taraf perlakuan (dengan natamisin 20 ppm dan tanpa natamisin) dan lama penyimpanan pada lima taraf perlakuan (minggu ke-0, 2, 4, 6 dan 8). Model matematika yang digunakan sebagai berikut : Yijk = µ + Pi + Yj +Pyij + Єijk Keterangan : Yijk
= variabel respon akibat pengaruh taraf natamisin ke-i dan penyimpanan ke-j
µ
= nilai tengah umum
Pi
= pengaruh taraf natamisin set yoghurt sinbiotik level ke-i
Yi
= pengaruh penyimpanan level ke-j
Pyij
= pengaruh interaksi antara taraf natamisin ke-i dengan penyimpanan ke-j
Єij
= pengaruh galat percobaan pada unit percobaan ke-k dalam kombinasi perlakuan ke-ij
Analisis Data Data yang diperoleh dianalisis dengan empat uji asumsi yaitu kehomogenan, kenormalan, kebebasan galat dan keaditifan. Data parametrik dianalisis dengan sidik ragam (ANOVA) sedangkan data non parametrik dengan Kruskal Wallis. Data parametrik yang berpengaruh nyata (P<0,05) dilanjutkan dengan uji Tukey dan data non parametrik yang berpengaruh nyata (P<0,05) menggunakan Statistix 8.0. Data
hasil pengujian organoleptik terhadap penampilan umum, warna, rasa, aroma dan tekstur dirata-ratakan kemudian dianalisis secara deskriptif. Prosedur Penelitian Pendahuluan Pemeriksaan Kemurnian Kultur Starter (Fardiaz, 1992). Pemeriksaan kemurnian kultur starter dilakukan melalui pemeriksaan mikroskopik dengan bantuan metode pewarnaan Gram dan uji katalase terhadap starter campuran yang terdiri atas S. thermophilus, L. bulgaricus, L. acidophilus dan B. bifidum. Preparat bakteri dioleskan pada gelas objek dan difiksasi. Pewarnaan Gram dilakukan dengan cara preparat bakteri tersebut ditetesi dengan kristal violet, dibiarkan selama 1 menit dan dicuci dengan aquadestila. Selanjutnya ditetesi dengan larutan iodium dan dibiarkan kembali selama 1 menit. Setelah itu, dilakukan pencucian dengan alkohol dan terakhir ditetesi dengan safranin selama 20 detik. Setelah penambahan zat warna dilakukan pencucian dengan aquadestila untuk menghilangkan kelebihan zat warna. Bakteri yang telah diwarnai kemudian diamati di bawah mikroskop. Sel-sel bakteri Gram negatif akan berwarna merah, sedangkan bakteri Gram positif tetap berwarna biru apabila dilakukan pemeriksaan di bawah mikroskop. Pengujian katalase dilakukan dengan cara bakteri yang telah dioleskan pada gelas objek ditetesi dengan satu tetes H2O2. Apabila dihasilkan gelembunggelembung gas, maka bakteri yang diperiksa termasuk kelompok bakteri katalase positif, Bakteri Asam Laktat termasuk dalam kelompok bakteri katalase negatif. Pembuatan Set Yoghurt Sinbiotik. Proses pembuatan set yoghurt dilakukan dengan cara : sebanyak 150 gram susu skim bubuk dicampurkan dengan 1 liter air, 0,9% fruktooligosakarida (FOS) dan natamisin dengan berbagai konsentrasi (10, 15 dan 20 ppm). Bahan-bahan tersebut dimasukkan ke dalam panci double wall kemudian dipanaskan hingga mencapai suhu 95°C dan dipertahankan selama 5 menit. Campuran lalu didinginkan hingga suhu mencapai 45°C dan ditambahkan 3% bulk starter yogurt yang mengandung kultur Lactobacillus bulgaricus, Streptococcus thermophilus, Lactobacillus acidophilus dan Bifidobacterium bifidum. Yogurt dikemas dalam wadah plastik untuk menghasilkan set yoghurt dan diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37°C. Konsentrasi natamisin terbaik dipilih berdasarkan hasil
analisis terhadap kualitas fisik, meliputi pH, total asam tertitrasi dan viskositas serta kualitas mikrobiologis, meliputi populasi Bakteri Asam Laktat, Total Plate Count, dan populasi kapang dan khamir dalam set yoghurt sinbiotik. Penelitian Utama Set yoghurt sinbiotik dengan konsentrasi natamisin terpilih, yaitu 20 ppm, dikemas dalam cup plastik polipropilen dan disimpan dalam refrigerator bersuhu 5±1°C selama 8 minggu. Pengujian terhadap kualitas fisik dan mikrobiologis dilakukan pada minggu ke-0 sebelum penyimpanan, ke-2, ke-4, ke-6 dan minggu ke8. Pengujian organoleptik terhadap produk set yoghurt dengan uji hedonik dilakukan pada produk segar sebelum penyimpanan untuk mengetahui penerimaan panelis. Pengujian kualitas fisik meliputi pH, total asam tertitrasi, viskositas, dan aktivitas air, sedangkan pengujian mikrobiologi meliputi penghitungan populasi Bakteri Asam Laktat, Total Plate Count dan populasi kapang dan khamir. Diagram alir proses pembuatan set yoghurt sinbiotik yang diberi penambahan natamisin dapat dilihat pada Gambar 7. Pengujian Fisik Set Yoghurt Sinbiotik Pengukuran pH (AOAC, 1995). Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan pH meter. Alat pH meter distandarisasi terlebih dahulu dengan buffer untuk pH 4 dan pH 7 sesuai kisaran pH yogurt. Pengukuran dilakukan dengan mencelupkan elektroda pH meter kedalam 10 ml sampel. Skala dibaca setelah jarum penunjuk berada pada posisi yang tetap. Pengukuran pH set yoghurt sinbiotik dilakukan pada minggu ke-0, ke-2, ke-4, ke-6 dan minggu ke-8. Pengukuran Total Asam Tertitrasi (AOAC, 1984). Sebanyak 10 ml sampel dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer, kemudian ditambahkan dengan 2-3 tetes indikator fenolftalein 1%. Campuran dititrasi dengan NaOH 0,1 N dan titrasi dihentikan apabila telah terjadi perubahan warna merah muda. Jumlah NaOH yang digunakan dicatat. Pengukuran TAT set yoghurt sinbiotik dilakukan pada minggu ke0, ke-2, ke-4, ke-6 dan minggu ke-8. Penghitungan persentase asam laktat menggunakan rumus sebagai berikut : % Asam Laktat = ml NaOH x 0,009 x N NaOH x 100 bobot sampel
Pengukuran Viskositas (DSN, 1992). Pengukuran viskositas dilakukan dengan menggunakan rotational viscometer (Rion Viscotester VT 04-F) dengan cara memasukkan tangki pemutar dari dari viskometer ke dalam sejumlah sampel sebanyak 100 ml. Tangki dibiarkan berputar beberapa saat sampai jarum skala penunjuk berhanti pada skala tertentu. Skala yang terbaca menunjukkan viskositas dari sampel yang diperiksa dengan satuan desi Pascal (dPa.S). Pengukuran viskositas set yoghurt sinbiotik dilakukan pada minggu ke-0, ke-2, ke-4, ke-6 dan minggu ke-8. Aktivitas Air (aw) (AOAC, 1995). Pengukuran aktivitas air menggunakan aw-meter merk Shibaura WA-360. Alat dikalibrasi terlebih dahulu dengan menggunakan NaCl jenuh pada kertas saring dan diletakkan pada cawan, kemudian nilai aw. diset sampai dengan 0,0750 g. Sampel diletakkan dalam cawan pengukuran, setelah ditutup dan dikunci alat dijalankan sampai menunjukkan tanda completed, nilai aw dapat dibaca. Penghitungan Total Plate Count (DSN, 1992). Uji total mikroorganisme dilakukan dengan metode hitungan cawan Total Plate Count (TPC) dengan metode tuang atau pour plate. Satu ml dari setiap pengenceran yang dikehendaki (P-4-P-6) dipipet secara duplo ke dalam cawan Petri steril. Sebanyak 12-15 ml media PCA dituang ke dalam cawan Petri tersebut, lalu dihomogenkan dengan cara menggerakkan membentuk angka delapan. Cawan diinkubasi dengan posisi terbalik pada suhu 38oC selama 24 jam setelah agar memadat. Koloni yang tumbuh dihitung dengan Standar Plate Count (SPC). Penghitungan Bakteri Asam Laktat (DSN, 1992). Pengujian dilakukan dengan metode tuang atau pour plate. Satu ml dari setiap pengenceran yang dikehendaki (P-4-P-6) dipipet secara duplo ke dalam cawan Petri steril. Sebanyak 12-15 ml media MRSA dituang ke dalam cawan Petri tersebut, lalu dihomogenkan dengan cara menggerakkan membentuk angka delapan. Cawan diinkubasi dengan posisi terbalik pada suhu 38oC selama 24 jam setelah agar memadat. Koloni yang tumbuh dihitung dengan SPC (Standar Plate Count). Penghitungan Kapang dan Khamir (DSN, 1992). Pemupukan dilakukan dengan menggunakan media PDA. Satu ml dari setiap pengenceran yang dikehendaki (P-1-P-3) dipipet secara duplo ke dalam cawan Petri steril. Sebanyak 12-15 ml PDA dituang ke dalam cawan Petri tersebut, lalu cawan dihomogenkan dengan cara
menggerakkan membentuk angka delapan. Cawan diinkubasi dengan posisi terbalik pada suhu 25-30oC selama 24-48 jam setelah agar memadat. Koloni yang tumbuh dihitung dengan SPC (Standar Plate Count).
Susu skim bubuk, fruktooligosakarida (FOS), air dan natamisin
Pemanasan pada suhu 95°C selama 5 menit
Pendinginan hingga suhu 45°C
Penambahan bulk starter
Pengemasan
Inkubasi pada suhu 37°C selama 24 jam
Set yoghurt sinbiotik
Penyimpanan pada suhu 5±1°C Gambar 7. Diagram Alir Proses Pembuatan Set yoghurt Sinbiotik dengan Penambahan Natamisin (Tamime dan Robinson, 1999 yang dimodifikasi)
Uji Organoleptik Set Yoghurt Sinbiotik (Soekarto, 1981) Pengujian sifat organoleptik dari produk set yoghurt dilakukan melalui uji hedonik. Pengujian menggunakan panelis tidak terlatih sebanyak 60 orang. Panelis memberikan penilaian tingkat kesukaan terhadap warna, keasaman, bau, tekstur dan rasa dari masing-masing produk. Skala yang digunakan adalah 1 sampai 5, yaitu (1) sangat tidak suka, (2) tidak suka, (3) netral, (4) suka dan (5) sangat suka.
HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Perusahaan PT Fajar Taurus merupakan perusahaan yang memproduksi susu pasteurisasi dan yogurt yang didirikan tahun 1964 oleh Ibu Bustanil Arifin. Perusahaan ini berawal dari sebuah usaha peternakan sapi perah yang berlokasi di Cijantung, Jakarta Timur. Peternakan ini awalnya hanya memiliki beberapa ekor sapi perah dengan fasilitas yang masih sederhana sehingga pada saat itu pemasaran produk susu dilakukan secara langsung dari rumah ke rumah di daerah sekitar Cijantung. Seiring dengan meningkatnya permintaan terhadap susu maka PT Fajar Taurus melakukan perluasan industri dengan melakukan penambahan jumlah sapi. Perluasan ini dilakukan juga dengan membangun pabrik baru yang dilengkapi dengan peralatan otomatis berkapasitas 350 liter per jam, yang merupakan hasil kerja sama PT Fajar Taurus dengan konsultan Denmark Danish Turkey Dairies (DTD). Adanya pembangunan pabrik baru dan jumlah sapi yang terus bertambah menyebabkan lokasi peternakan di kawasan Cijantung tidak lagi memadai. Akhirnya pada tahun 1974 peternakan Taurus Dairy Farm dipindahkan ke desa Tenjo Ayu, Cicurug, Sukabumi dan pabrik yang berlokasi di Cijantung dikhususkan untuk pengolahan susu. PT Fajar Taurus berdiri secara resmi pada tanggal 29 Mei 1974. Pada awal tahun 1987, mesin dan peralatan produksi telah dipasang lengkap dan sejak saat itu PT Fajar Taurus mulai berproduksi secara komersial. Tercatat hingga akhir tahun 1998 konsumen PT Fajar Taurus terutama adalah perkantoran dan pabrik di wilayah DKI Jakarta yang mencapai 70% dari total penjualan. Sebagian lain dari produk olahan susu yang dihasilkan dipasarkan ke swalayan, sekolah, perumahan, hotel dan industri roti. Perusahaan pengolahan susu PT Fajar Taurus terletak di jalan Raya Bogor No. 40, Cijantung, Jakarta Timur. Lokasi pabrik berada di sekitar pemukiman penduduk, berseberangan dengan pabrik susu Frisian Flag Indonesia. Luas daerah yang dimiliki mencapai 28.217 m2. Bangunan pabrik terdiri atas kantor, tempat produksi, musholla, perumahan karyawan, kolam renang, kantor satpam, tempat parkir, halaman dan lahan penghijauan. Denah bangunan pabrik dapat dilihat pada Lampiran 1.
Yogurt adalah salah satu produk unggulan PT Fajar Taurus yang sangat digemari konsumen. PT Fajar Taurus menghasilkan set dan stirred yogurt baik plain maupun dengan berbagai rasa, buah atau flavor. Peningkatan kualitas produk yogurt selalu dilakukan oleh PT Fajar Taurus untuk meningkatkan penerimaan konsumen. Yogurt merupakan produk susu fermentasi dengan salah satu karakteristiknya bersifat asam. Keasaman yogurt (±0,5-2% asam laktat) mempunyai keuntungan untuk menekan pertumbuhan mikroorganisme perusak ataupun bakteri patogen dalam produk. Yogurt mempunyai umur simpan yang relatif panjang yaitu selama ±1 bulan. Kerusakan yang sering terjadi pada yogurt disebabkan oleh pertumbuhan kapang atau khamir yang akan tumbuh dengan baik pada kondisi asam dari produk, dengan memanfaatkan asam sebagai sumber karbohidrat bagi pertumbuhannya. Penambahan bahan pengawet merupakan salah satu jalan keluar bagi industri untuk dapat mempertahankan umur simpan produk dari kerusakan mikrobiologis oleh kapang dan khamir. Penggunaan bahan pengawet yang bersifat biopreservatif lebih menjadi pilihan industri karena memberikan jaminan keamanan pangan kepada konsumen terhadap produk yang dikonsumsinya. PT Fajar Taurus dapat menangkap peluang pasar ini sekaligus untuk meningkatkan komitmennya menghasilkan produk yang berkualitas dan aman bagi konsumennya. Natamisin sebagai bahan pengawet alami yang dapat menghambat pertumbuhan kapang dan khamir dipilih untuk alasan tersebut di atas. Penentuan konsentrasi natamisin yang digunakan perlu dilakukan untuk mendapatkan dosis yang efektif dalam mencegah pertumbuhan kapang dan khamir dalam yogurt. Pengaruh penambahan natamisin terhadap kualitas mikrobiologis dan penerimaan yogurt dengan demikian perlu diteliti agar dapat menjadi justifikasi penggunaannya dalam yogurt serta menentukan umur simpan produk. Topik ini bersama dengan perusahaan disepakati untuk dipilih sebagai subjek dalam kegiatan tugas akhir berupa magang penelitian.
Penelitian Pendahuluan Pemeriksaan Kultur Starter Yogurt Salah satu faktor yang mempengaruhi mutu yogurt adalah kualitas kultur starter yang digunakan. Pemeriksaan kemurnian bertujuan untuk memastikan tidak terdapat kontaminasi pada kultur starter yogurt diantaranya melalui pewarnaan Gram dan uji katalase. Kultur starter set yoghurt sinbiotik ini merupakan campuran yang terdiri atas Lactobacillus bulgaricus, Streptococcus thermophilus, Lactobacillus acidophilus dan Bifidobacterium bifidum. Pewarnaan Gram menunjukkan hasil Gram positif, yaitu sel bakteri berwarna biru pada pemeriksaan di bawah mikroskop dan tidak menunjukkan adanya kontaminasi dari Gram negatif pada kultur starter yogurt. Perbedaan susunan dinding sel bakteri Gram positif dan Gram negatif mengakibatkan perbedaan dalam sifat-sifat pewarnaannya. Pada bakteri Gram positif, 90% dari dinding selnya terdiri dari lapisan peptidoglikan yang sangat tebal, sedangkan lapisan tipis lainnya adalah asam teikoat. Asam teikoat mengandung unit-unit gliserol atau ribitol yang terikat satu sama lain oleh ester fosfat, dan biasanya mengandung gula lainnya dan D-alanin. Asam teikoat bermuatan negatif, lapisan ini juga mempengaruhi muatan negatif pada permukaan sel (Fardiaz, 1992). Aspek penting pada starter yogurt menurut Rahman et al. (1992) yaitu bebas dari kontaminasi, pertumbuhan yang cepat, menghasilkan flavor yang khas, tekstur dan bentuk yang bagus, tahan terhadap bakteriofage dan juga tahan terhadap antibiotik. Uji
katalase
terhadap
starter
campuran
Lactobacillus
bulgaricus,
Streptococcus thermophilus, Lactobacillus acidophilus, dan Bifidobacterium bifidum menunjukkan hasil katalase negatif atau tidak menghasilkan enzim katalase. Hal ini ditandai dengan tidak terbentuknya gelembung udara (O2) saat koloni bakteri ditetesi dengan satu tetes larutan H2O2. Enzim katalase mengubah hidrogen peroksida (H2O2) menjadi air dan oksigen (Fardiaz, 1992). Hasil yang diperoleh sesuai dengan pernyataan Surono (2004) bahwa bakteri asam laktat merupakan bakteri Gram positif, katalase negatif dan tidak membentuk spora, kultur starter yogurt dengan demikian dapat digunakan dalam pembuatan set yoghurt sinbiotik. Karakteristik kultur starter yogurt dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Karakteristik Starter Yogurt Sinbiotik Bakteri Pemeriksaan Mikroskopis
Referensi
dan Uji Katalase S. thermophilus
Gram positif , katalase
Berbentuk bulat, hidup secara
negatif
berpasangan atau membentuk rantai (Fardiaz, 1992), Gram positif
dan
katalase
negatif
(Tamime dan Robinson, 1989). L. bulgaricus
Gram positif, katalase
Berbentuk batang yang panjang,
negatif
katalase negatif (Fardiaz, 1992) dan Gram positif (Tamime dan Robinson, 1999).
L. acidophilus
Gram positif, katalase
Berbentuk batang, Gram positif
negatif
(Tamime dan Robinson, 1999), termasuk genus Lactobacillus, katalase negatif (Fardiaz, 1992).
B. bifidum
Gram positif, katalase
Gram positif, terdapat beberapa
negatif
bentuk seperti bentuk Y, V, bengkok,
spatula,
batang
(Nakazawa dan Hosono, 1992) dan katalase negatif (Yuguchi et al., 1992). Penentuan Konsentrasi Natamisin Terbaik Penelitian pendahuluan bertujuan untuk menentukan konsentrasi natamisin terbaik yang akan digunakan pada penelitian utama. Konsentrasi natamisin yang digunakan adalah 10, 15 dan 20 ppm. Hasil pengujian terhadap kualitas fisik yang meliputi pH, Total Asam Tertitrasi (TAT) dan viskositas serta sifat mikrobiologis yang meliputi Total Plate Count (TPC), Bakteri Asam Laktat (BAL) dan populasi kapang dan khamir dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Karakteristik Set Yoghurt Sinbiotik dengan Penambahan Natamisin pada Konsentrasi yang Berbeda Parameter Konsentrasi Natamisin Referensi pH
10 ppm
15 ppm
20 ppm
4,09±0,00
4,14±0,09
4,06±0,08
3,8-4,6 (Tamime
dan
Robinson, 1989) TAT (%
0,69±0,04
0,74±0,06
0,74±0,15
asam laktat)
0,5-2,0% (SNI No.
01-2981-
1992) Viskositas
52,5±15,21
47,67±12,06
42,5±9,01
7,82±0,22
8,04±0,10
7,99±0,16
7,97±0,19
8,15±0,22
8,11±0,31
2,25±0,19
1,74±0,67
1,00±0,00
(dPa.S) BAL (log10 cfu/ml) TPC (log10 cfu/ml) Kapang
dan
Maksimum 10
khamir (log10
koloni/ml
cfu/ml)
(Tamime
dan
Robinson, 1999) Nilai pH dan Total Asam Tertitrasi (TAT). Makanan yang mengandung asam biasanya lebih tahan lama, sehingga pH menjadi salah satu parameter umur simpan suatu bahan pangan. Nilai pH set yoghurt sinbiotik terutama dipengaruhi oleh aktivitas BAL yang bekerja memfermentasi laktosa menjadi sebagian besar asam laktat dan sejumlah kecil asam lainnya. Nilai pH set yoghurt sinbiotik dengan penambahan berbagai konsentrasi natamisin berkisar antara 4,06-4,14 (Tabel 4). Rendahnya pH disebabkan set yoghurt sinbiotik merupakan produk plain yogurt yang tidak ditambahkan gula maupun flavor sehingga rasa asam yang dihasilkan secara natural cukup tajam (Rahman et al., 1992). Jenis yogurt ini biasanya tidak langsung dikonsumsi, tetapi diolah lebih lanjut ataupun untuk persiapan pembuatan
salad. Set yoghurt sinbiotik dengan penambahan natamisin pada tiga konsentrasi berbeda tersebut menghasilkan nilai pH yang memenuhi ketentuan, sesuai dengan pernyataan Tamime dan Robinson (1989) bahwa yogurt yang baik memiliki pH 3,84,6. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa konsentrasi natamisin tidak mempengaruhi nilai pH dengan nilai masing-masing untuk penambahan natamisin 10, 15 dan 20 ppm secara berturut-turut adalah 4,09 ; 4,14 dan 4,06. Total asam tertitrasi (TAT) dinyatakan dengan persen asam laktat. Asam laktat (C3H6O3) merupakan komponen asam terbesar yang terbentuk dari hasil fermentasi susu menjadi yogurt (Helferich dan Westhoff, 1980). Nilai TAT set yoghurt sinbiotik berkisar antara 0,69-0,74% asam laktat (Tabel 4). Ketentuan jumlah asam yogurt menurut SNI 01-2981-1992 (DSN, 1992) adalah 0,5-2,0% asam laktat, sehingga ketiga produk set yoghurt sinbiotik tersebut memenuhi ketentuan SNI. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa konsentrasi natamisin yang tidak berbeda mempengaruhi nilai TAT yaitu masing-masing untuk 10, 15 dan 20 ppm adalah sebesar 0,69 ; 0,74 dan 0,74% asam laktat. Penambahan natamisin pada konsentrasi yang berbeda tidak berpengaruh terhadap pH dan TAT. Keasaman dan pH disebabkan oleh aktivitas BAL kultur starter, yang berarti bahwa penambahan natamisin dengan konsentrasi 10, 15 dan 20 ppm tidak berpengaruh terhadap populasi BAL pada ketiga produk set yoghurt sinbiotik. Viskositas. Viskositas menggambarkan besarnya hambatan suatu cairan terhadap aliran dan pengadukan. Viskositas set yoghurt sinbiotik berkisar antara 42,5-52,5 dPas (Tabel 4). Set yoghurt adalah produk susu fermentasi yang diinkubasi di dalam kemasan tertentu sehingga karakteristik koagulumnya tidak berubah, sesuai dengan pernyataan Rahman et al. (1992) dan koagulum yang dihasilkan kompak dengan gel berbentuk semi-padat seperti yang dikatakan Staff (1998). Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa konsentrasi natamisin tidak mempengaruhi viskositas. Faktorfaktor yang mempengaruhi viskositas yogurt antara lain stabiliser, konsentrasi padatan tanpa lemak, lemak susu, pencampuran bahan baku, proses pemanasan susu dan kultur starter yang digunakan (Vedamuthu, 1982). Kultur starter yogurt sinbiotik berperan juga dalam menentukan viskositas produk melalui pembentukan koagulum yang terjadi karena tercapai titik isoelektrik
antara ion-ion protein yang bermuatan negatif dengan H+ dari asam hasil fermentasi kultur starter. Natamisin tidak berpengaruh terhadap BAL sehingga produksi asam akan sama, demikian pula viskositasnya. Bakteri Asam Laktat (BAL). Populasi BAL yang terkandung dalam yogurt merupakan salah satu faktor penentu kelayakan produk dikategorikan sebagai pangan fungsional. Ketentuan populasi BAL minimal dalam produk pangan fungsional menurut Tamime dan Robinson (1999) adalah 6,00 log10 cfu/ml atau setara dengan 1,0×106 koloni/ml. Populasi BAL dalam ketiga produk set yoghurt sinbiotik adalah 7,82-8,04 log10 cfu/ml (Tabel 4). Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa penambahan konsentrasi natamisin hingga 20 ppm tidak mempengaruhi populasi BAL. Hal ini disebabkan natamisin merupakan antimycotic yang tidak bereaksi terhadap bakteri sehingga tidak menghambat pertumbuhan BAL. Danisco (2005) mengemukakan bahwa natamisin tidak bereaksi terhadap bakteri sehingga sangat menguntungkan bagi produk pangan seperti yogurt dan keju yang membutuhkan bakteri asam laktat sebagai kunci proses produksinya. Total Plate Count (TPC). TPC menunjukkan populasi seluruh mikroorganisme yang terdapat dalam produk bahan pangan tanpa menunjukkan jenis mikroorganisme tertentu, sehingga dapat digunakan sebagai gambaran umum mikroorganisme dalam suatu bahan pangan. Pada produk set yoghurt sinbiotik, diharapkan TPC didominasi oleh BAL. Set yoghurt sinbiotik dengan penambahan berbagai konsentrasi natamisin memiliki TPC berkisar antara 7,97-8,15 log10 cfu/ml (Tabel 4). Penambahan konsentrasi natamisin sebanyak 10, 15 dan 20 ppm tidak mempengaruhi populasi TPC. Hal ini karena bakteri tidak memiliki membran sterol sehingga bakteri menjadi kurang sensitif terhadap natamisin, sesuai pernyataan Jay (2000) yang menyatakan bahwa natamisin beraksi dengan cara yang sama seperti antibiotik polyene lainnya, yaitu dengan mengikat membran sterol dan menyebabkan penyimpangan permeabilitas membran selektif. Membran eukariot mengandung sterol yang mempengaruhi stabilitas membran. Beberapa antibiotik yang dapat bereaksi dengan sterol bersifat aktif terhadap sel eukariot, tetapi tidak aktif terhadap sel prokariot, mungkin karena antibiotik tersebut mempengaruhi susunan dan fungsi membran eukariot (Fardiaz, 1992). Hasil pemupukan menunjukkan bahwa populasi TPC pada
set yoghurt sinbiotik didominasi oleh BAL. Hal ini dapat dilihat dari rataan populasi TPC yang setara dengan rataan populasi BAL. Pemanasan yang digunakan dalam proses pembuatan set yoghurt sinbiotik berperan penting karena mampu membunuh mikroorganisme patogen yang tidak dikehendaki dan menekan kontaminan lainnya, sehingga produk didominasi oleh BAL. Kapang dan Khamir. Konsentrasi natamisin yang ditentukan dalam penelitian pendahuluan ini didasarkan pada kemampuannya dalam penghambatan atau membunuh kapang dan khamir dalam produk. Populasi kapang dan khamir dalam set yoghurt sinbiotik dengan penambahan natamisin pada konsentrasi yang berbeda adalah 1,00-2,25 log10 koloni/ml (Tabel 4). Analisis ragam menunjukkan bahwa penambahan konsentrasi natamisin yang berbeda tidak berpengaruh nyata terhadap populasi kapang dan khamir. Hal ini mungkin disebabkan sempitnya kisaran konsentrasi natamisin yang digunakan sehingga tidak memberikan hasil yang signifikan. Penggunaan 40 ppm NatamaxTM efektif secara normal, tetapi kebusukan akibat kapang umumnya dapat dikontrol dengan penggunaan 5 ppm (Danisco, 2005). Pada Tabel 4 menunjukkan bahwa set yoghurt sinbiotik yang diberi penambahan 20 ppm natamisin mampu menurunkan populasi kapang dan khamir sebesar 0,74-1,25 log10 koloni/ml lebih rendah dari kedua konsentrasi lain yang digunakan. Hal ini mengindikasikan bahwa natamisin efektif menghambat pertumbuhan kapang dan khamir. Antimycotic natamisin beraksi dengan bergabung dengan ergosterol dan sterol lainnya seperti 24 dan 28-dehydroergosterol dan kolesterol. Ikatan irreversible yang mengikat natamisin ke ergosterol menghambat sintesis ergosterol dan memecah membran sel sehingga menimbulkan peningkatan permeabilitas membran. Hal ini berakibat pada terjadinya kebocoran bahan-bahan esensial sel sehingga pada akhirnya akan menyebabkan sel mengalami lisis (Danisco, 2005). Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa penambahan 20 ppm natamisin dalam set yoghurt sinbiotik menghasilkan populasi kapang dan khamir yang paling sedikit dibandingkan 10 dan 15 ppm. Populasi BAL pada set yoghurt sinbiotik dengan penambahan 20 ppm natamisin didapatkan masih cukup tinggi yaitu lebih dari 107 log10 cfu/ml menunjukkan bahwa penambahan natamisin tidak mempengaruhi pertumbuhan starter yogurt tersebut. Walaupun nilai pH, TAT dan viskositas juga tidak berbeda pada ketiga konsentrasi natamisin sehingga pemilihan
konsentrasi terendah akan lebih ekonomis bila ditinjau dari biaya produksi, namun dengan mempertimbangkan resiko terjadinya kontaminasi atau pertumbuhan kapang dan khamir yang akan melaju cepat selama penyimpanan, maka ditentukan bahwa konsentrasi natamisin sebesar 20 ppm dipilih sebagai konsentrasi natamisin yang akan digunakan untuk penelitian utama. Penelitian Utama Penelitian utama bertujuan untuk mempelajari sifat fisik, mikrobiologis dan organoleptik set yoghurt sinbiotik yang diberi penambahan konsentrasi natamisin terpilih yaitu 20 ppm selama penyimpanan produk. Pengujian terhadap sifat fisik adalah pH, Total Asam Tertitrasi (TAT), viskositas dan aktivitas air (aw) serta sifat mikrobiologis yang meliputi Total Plate Count (TPC), Bakteri Asam Laktat (BAL) serta kapang dan khamir. Pengujian terhadap sifat orgaoleptik produk dilakukan melalui uji hedonik sebelum produk mengalami penyimpanan. Kontrol adalah set yoghurt sinbiotik tanpa penambahan natamisin. Nilai pH dan Total Asam Tertitrasi (TAT). Nilai pH mempunyai peranan penting dalam produk pangan karena mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme. Nilai pH set yoghurt sinbiotik selama penyimpanan dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Nilai pH Set Yoghurt Sinbiotik selama Penyimpanan Lama
Rataan
Perlakuan
Penyimpanan
dengan Natamisin
(Minggu)
20 ppm
0
3,77±0,02
3,74±0,04
3,75AB ±0,04
2
3,66±0,02
3,66±0,01
3,66B±0,01
4
3,86±0,02
3,86±0,02
3,86A±0,02
6
3,74±0,02
3,75±0,04
3,75 AB±0,03
8
3,66±0,01
3,65±0,05
3,66 B±0,03
tanpa Natamisin
Keterangan: Superskrip dengan huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan sangat nyata (P<0,01)
Nilai pH yogurt dengan atau tanpa natamisin termasuk stabil yaitu berkisar antara 3,66-3,86 selama 8 minggu penyimpanan. Analisis ragam menunjukkan bahwa penambahan natamisin tidak berpengaruh terhadap pH produk (P>0,05). Sebaliknya, lama penyimpanan berpengaruh nyata terhadap perubahan pH set
yoghurt sinbiotik (P<0,01). Semakin lama penyimpanan, nilai pH yogurt cenderung semakin menurun dengan nilai kisaran antara 3,86 dan 3,66. Yogurt mengalami penurunan pH (keasaman semakin meningkat) selama penyimpanan karena adanya aktivitas metabolik dari BAL yang memfermentasi laktosa untuk menghasilkan asam laktat selama penyimpanan. Interaksi antara natamisin dan lama penyimpanan tidak mempengaruhi nilai pH produk (P>0,05). Perubahan pH yogurt yang mempunyai kecenderungan menurun pada minggu kedua disebabkan oleh terakumulasinya asam organik hasil fermentasi BAL, sejumlah besar hasil metabolisme tersebut adalah asam laktat. Lactobacillus bulgaricus, Streptococcus thermophilus dan Lactobacillus acidophilus merupakan bakteri homofermentatif. Metabolisme homofermentatif melibatkan jalur Embden Meyerhoff Parnas (EMP), yaitu glikolisis, menghasilkan asam laktat, 2 mol ATP dari 1 molekul glukosa atau heksosa dalam kondisi normal, tidak menghasilkan CO2, asam asetat, senyawa citarasa dan mannitol serta 1 mol ATP dari heksosa dan tidak mempunyai enzim aldolase. Bakteri Asam Laktat homofermentatif menggunakan jalur EMP untuk menghasilkan piruvat untuk kemudian direduksi menjadi asam laktat melibatkan enzim lactate dehidrogenase menggunakan kelebihan NADH (Surono, 2004). Bifidobacterium bifidum merupakan bakteri heterofermentatif, melalui jalur 6-fosfoglukonat atau fosfoketolase selain menghasilkan asam laktat juga menghasilkan etanol, CO2, asam asetat, senyawa citarasa, dan mannitol serta 1 mol ATP dari heksosa dan tidak mempunyai enzim aldolase (Surono, 2004). Asam laktat sebagai produk akhir yang dihasilkan dengan cara tersebut akan menurunkan nilai pH dari lingkungan pertumbuhannya dan menimbulkan rasa asam. Peningkatan pH set yoghurt sinbiotik pada minggu ke-4 dapat terjadi akibat pertumbuhan kapang dan khamir. Buckle et al. (1987) menyatakan bahwa kapang dan khamir dapat memecah asam yang secara alamiah terdapat dalam bahan pangan atau yang ditambahkan, oleh karena itu mengakibatkan kenaikan pH. Kapang menggunakan asam hasil fermentasi BAL sebagai sumber karbohidratnya dan melakukan oksidasi asam amino menghasilkan NH3 yang bersifat basa, sehingga akan meningkatkan pH produk. Landecker (1982) mengemukakan bahwa fungi memiliki kemampuan untuk mengoksidase asam amino. Reaksi deaminasi merupakan pemindahan gugus amino dari asam amino menghasilkan NH3 dan asam keto dengan reaksi sebagai berikut :
NH2 – CH – COOH + ½ O2 → NH3 + O = C - COOH R
R
Kondisi pH yogurt yang rendah diharapkan mampu mempertahankan produk dari kontaminasi mikroba yang tidak tahan terhadap asam sehingga produk diharapkan akan mempunyai umur simpan yang lebih lama. Fardiaz (1997) menyatakan bahwa produk yang mempunyai pH rendah lebih tahan selama penyimpanan dibandingkan dengan produk yang mempunyai pH netral atau mendekati netral. Makanan yang mempunyai pH rendah di bawah 4,5 biasanya tidak dapat ditumbuhi oleh bakteri, tetapi dapat menjadi rusak karena pertumbuhan kapang dan khamir. Makanan yang mengandung asam biasanya tahan lama, tetapi jika oksigen terdapat dalam jumlah yang cukup maka kapang dapat tumbuh serta proses fermentasi akan berlangsung terus sehingga daya awet dari asam tersebut akan hilang. Pada keadaan ini, mikroba proteolitik dan lipolitik dapat berkembang biak (Winarno et al., 1980). Bila hal ini terjadi maka produk akan mengalami kerusakan yang ditandai oleh pH yang meningkat, diproduksinya gas, terjadi perubahan rasa menjadi pahit dan timbulnya ketengikan. Yogurt dapat digolongkan dalam makanan yang aman bila dibuat secara higienis sebab pada tingkat keasaman sekitar 1% asam laktat mikroba patogen seperti Salmonella spp. umumnya inaktif, demikian juga bakteri koliform adalah tergolong kelompok bakteri yang tidak tahan pada pH rendah (Rahman et al., 1992). Streptococcus mulai tumbuh pada keasaman 0,2% asam laktat, kemudian disusul oleh Lactobacillus yang lebih toleran terhadap asam. Jika nilai TAT telah melebihi 2,5% asam laktat, kapang dan ragi akan tumbuh dan setelah keasaman menurun kembali, bakteri proteolitik akan tumbuh (Winarno et al., 1980). Nilai TAT set yoghurt sinbiotik selama penyimpanan dapat dilihat pada Tabel 6. Nilai TAT yogurt selama 8 minggu penyimpanan adalah berkisar antara 0,831,01% asam laktat, baik untuk yogurt tanpa natamisin maupun dengan penambahan natamisin 20 ppm. Ketentuan jumlah asam yogurt dalam SNI 01-2981-1992 adalah 0,5-2,0% asam laktat, sehingga yogurt yang dihasilkan dapat dikatakan memenuhi standar SNI tersebut. Analisis ragam menunjukkan bahwa TAT set yoghurt sinbiotik
tidak dipengaruhi baik oleh penambahan natamisin, lama penyimpanan maupun interaksi antara keduanya (P>0,05). Pengukuran nilai pH didasarkan pada konsentrasi ion hidrogen yang menunjukkan jumlah asam terdisosiasi, sedangkan pengukuran TAT berdasarkan jumlah semua komponen asam baik yang terdisosiasi maupun yang tidak terdisosiasi (Helferich dan Westhoff, 1980). Total asam tertitrasi berhubungan dengan ukuran konsentrasi total asam yang terkandung dalam suatu pangan. Total asam tertitrasi merupakan indikator pengaruh asam terhadap flavor yang lebih baik dibandingkan pH. Kemampuan mikroorganisme untuk tumbuh pada pangan spesifik adalah contoh penting bahwa proses lebih tergantung pada konsentrasi ion hidronium dibandingkan total asam tertitrasi (Sadler dan Murphy, 2003). Tabel 6. Nilai Total Asam Tertitrasi (TAT) Set Yoghurt Sinbiotik selama Penyimpanan Lama Penyimpanan Perlakuan (Minggu)
dengan Natamisin 20 ppm
tanpa Natamisin
------------------------(% asam laktat)--------------------------0
0,96±0,14
0,94±0,16
2
1,01±0,08
0,98±0,06
4
0,96±0,07
0,87±0,06
6
0,93±0,04
0,88±0,04
8
0,83±0,03
0,88±0,04
Viskositas. Viskositas menggambarkan besarnya hambatan suatu cairan terhadap aliran dan pengadukan. Perubahan nilai viskositas bisa disebabkan adanya perubahan protein susu terutama kasein yang bersifat hidrofilik (Muchtadi dan Sugiyono, 1992). Viskositas set yoghurt sinbiotik selama penyimpanan dapat dilihat pada Tabel 7. Perubahan susu yang cair menjadi kental saat difermentasi disebabkan kultur bakteri asam laktat menghasilkan exopolysaccharide (EPS) selama fermentasi, yang meningkatkan kekentalan yogurt. EPS yang berasal dari BAL telah dikembangkan sebagai pengganti bahan penstabil sintetis untuk mencegah sineresis (Suryani, 2007). Pembentukan gel selama pembuatan produk olahan susu pada dasarnya terjadi karena ketidakstabilan komplek kasein. Gel tersebut bersifat irreversible dan
diklasifikasikan menjadi beberapa kelompok, diantaranya pembentukan gel akibat asam. Penggumpalan oleh asam dikendalikan oleh pH. Partikel kasein berada pada titik isoelektris pada pH 4,6. Pada pH tersebut afinitas partikel terhadap air menurun sehingga akan terjadi pengendapan sehingga protein terkoagulasi dan viskositas meningkat (Buckle et al., 1987). Tabel 7. Nilai Viskositas Set Yoghurt Sinbiotik selama Penyimpanan Lama Perlakuan Rataan Penyimpanan
dengan Natamisin
(Minggu)
20 ppm
tanpa Natamisin
-------------------------------------(dPa.s)----------------------------------0
51,00±3,97
50,50±3,28
50,75 AB±3,27
2
51,00±7,94
44,17±3,82
47,58AB±6,71
4
54,00±9,54
49,00±1,00
51,50AB±6,66
6
55,00±0,00
58,33±2,89
56,67A±2,58
8
32,83±2,57
35,17±4,48
34,00B±3,51
Keterangan: Superskrip dengan huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan sangat nyata (P<0,01)
Nilai viskositas set yoghurt sinbiotik selama penyimpanan yaitu 34,00-56,67 dPa.s. Analisis ragam menunjukkan bahwa viskositas set yoghurt sinbiotik hanya dipengaruhi oleh lama penyimpanan (P<0,01) dan tidak dipengaruhi baik oleh penambahan natamisin maupun interaksi antara keduanya. Viskositas set yoghurt sinbiotik mempunyai nilai tertinggi pada minggu ke-6, kemudian menurun secara signifikan pada akhir penyimpanan di minggu ke-8. Rahayu dan Christanti (1991) menyatakan bahwa semakin lama suatu produk yogurt disimpan, kemampuan partikel protein di dalamnya untuk bersatu semakin besar sehingga akan terbentuk partikel yang berat dan mudah mengendap, yang menyebabkan
peningkatan
viskositas
produk.
Kenaikan
viskositas
selama
penyimpanan hingga minggu ke-6 yang diperoleh sesuai dengan pernyataan Rahman et al. (1992) bahwa penyimpanan suhu rendah menyebabkan peningkatan viskositas karena terjadinya clumping dari globula-globula lemak. Viskositas set yoghurt sinbiotik dapat dipertahankan dengan menambahkan stabilizer selama proses pembuatan yogurt, namun karena yogurt ini tidak menggunakan stabilizer, maka tidak dapat mempertahankan viskositasnya hingga minggu ke-8. Penggunaan bahan
penstabil dalam yogurt salah satunya adalah untuk membuat struktur gel (Rahman et al., 1992) dan menghasilkan viskositas yogurt yang kental (Vedamuthu, 1982). Pembentukan gel yogurt adalah hasil dari proses biologis dan fisik pada susu, seperti homogenisasi, pemanasan dan katabolisme laktosa dalam susu oleh kultur starter untuk kebutuhan energinya dan sebagai hasilnya, produksi asam laktat dan komponen lain. Pada pH di bawah 4,5 terjadi penyusunan dan pengumpulan kembali partikel kasein, mengakibatkan terjadinya pembentukan matriks protein yang terdiri dari rantai dan kelompok misel (Tamime dan Robinson, 1999). Viskositas dapat dipengaruhi oleh stabilizer, konsentrasi padatan tanpa lemak, lemak susu, pencampuran bahan baku, proses pemanasan susu dan kultur starter yang digunakan (Vedamuthu, 1982). Aktivitas Air (Activity of Water atau aw). Aktivitas air digunakan sebagai petunjuk adanya sejumlah air dalam bahan pangan yang dibutuhkan bagi pertumbuhan mikroorganisme. Setiap mikroorganisme mempunyai kebutuhan aw yang berbeda untuk pertumbuhannya. Perubahan aw set yoghurt sinbiotik selama penyimpanan dapat dilihat pada Gambar 8.
Nilai aw
1,00 0,95 0,90 0,85 0,80 0
Keterangan: dengan Natamisin 20 ppm tanpa Natamisin
0,88d±0,00 0,89d±0,01
2 4 6 Lama Penyimpanan (Minggu) 0,91bcd±0,00 0,93abc±0,00
0,94ab±0,01 0,94a±0,01
0,89cd±0,01 0,94ab±0,01
0,95±0,01a 0,94±0,02ab
Gambar 8. Aktivitas air (aw) Set Yoghurt Sinbiotik dengan ( tanpa (
8
) atau
) Penambahan Natamisin selama Penyimpanan
Nilai aw set yoghurt sinbiotik selama penyimpanan berkisar 0,88-0,95. Analisis ragam menunjukkan bahwa aw produk dipengaruhi oleh interaksi antara penambahan natamisin dan lama penyimpanan (P<0,05). Nilai aw set yoghurt
sinbiotik dengan atau tanpa natamisin mempunyai pola perubahan yang sama dan didapatkan meningkat hingga minggu ke-4, selanjutnya bertahan stabil hingga akhir penyimpanan. Peningkatan nilai aw set yoghurt sinbiotik selama penyimpanan terjadi karena metabolisme respirasi mikroorganisme umumnya diikuti dengan pelepasan air dan hal ini mengakibatkan peningkatan nilai aw bahan pangan (Buckle et al., 1987). Nilai aw set yoghurt sinbiotik yang berkisar antara 0,88-0,95 selama penyimpanan
merupakan
lingkungan
yang
kondusif
bagi
pertumbuhan
mikroorganisme. Bakteri umumnya membutuhkan aw mendekati 1,00 sementara aw minimal untuk pertumbuhan kapang lebih rendah dibandingkan dengan khamir dan bakteri (Fardiaz, 1992). Hal ini berarti bahwa nilai aw dalam set yoghurt sinbiotik akan mendukung pertumbuhan kapang dan khamir selama penyimpanan bila mikroorganisme ini sudah terdapat dalam produk sejak awal penyimpanan. Bakteri Asam Laktat (BAL). Produk akhir yogurt setelah inkubasi biasanya mengandung 107 sel/ml dari masing-masing jenis kultur starter bakteri, Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus thermophilus (Buckle et al., 1987). Perubahan populasi BAL set yoghurt sinbiotik selama penyimpanan 8 minggu dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Populasi Bakteri Asam Laktat (BAL) Set Yoghurt Sinbiotik selama Penyimpanan Lama Penyimpanan Perlakuan Rataan (Minggu)
dengan Natamisin
tanpa Natamisin
20 ppm ------------------------------( log10 cfu/ml)-------------------------------0
8,45±0,62
8,23±0,42
8,34a±0,49
2
6,45±0,29
7,28±1,37
6,87ab±0,99
4
6,12±0,15
7,37±1,68
6,74ab±1,27
6
4,32±0,28
5,59±1,45
4,95b±1,17
8
5,73±0,53
6,66±0,19
6,20ab±0,63
Keterangan: Superskrip dengan huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan nyata (P<0,05)
Populasi BAL yang terkandung dalam yogurt merupakan salah satu faktor penentu kelayakan produk untuk dikategorikan sebagai pangan fungsional. Populasi BAL dalam set yoghurt sinbiotik hanya dipengaruhi oleh lama penyimpanan
(P<0,05) dan tidak dipengaruhi baik oleh penambahan natamisin atau interaksinya dengan lama penyimpanan. Populasi BAL nyata menurun setelah 6 minggu penyimpanan sebesar ±4 log menjadi 4,95 log10 cfu/ml dibandingkan populasi BAL awal sebesar 8,34 log10 cfu/ml. Populasi BAL pada set yoghurt sinbiotik memenuhi ketentuan disebut sebagai pangan fungsional (lebih besar atau sama dengan 6,00 log10 cfu/ml) hingga penyimpanan minggu ke-4. Pada minggu ke-6 populasi secara nyata menurun dan mulai meningkat kembali hingga akhir penyimpanan pada minggu ke-8. Penurunan BAL pada minggu ke-6 dapat disebabkan pula oleh terjadinya peningkatan populasi kapang dan khamir, sehingga terjadi kompetisi antara kedua kelompok mikroorganisme tersebut. Peningkatan kembali populasi BAL pada minggu ke-8 kemungkinan karena probiotik sudah mulai memanfaatkan prebiotik. FOS disukai dan difermentasi oleh bifidobacteria. Palframan et al. (2002) yang disitir oleh Tamime et al. (2005) membuktikan bahwa oligofruktosa meningkatkan pertumbuhan bifidobacteria, baik pada populasi absolut maupun proporsinya dalam total bakteri anaerob. FOS menunjukkan efek bifidogenic yang berbeda pada kondisi yang berbeda. Studi in vitro mengindikasikan bahwa FOS memproduksi efek bifidogenic optimum pada pH 6,8. Populasi BAL pada awal penyimpanan mencapai lebih dari 8,00 log10 cfu/ml. Winarno (1997) menyatakan bahwa susu skim bubuk mengandung lebih dari 50% laktosa, yang merupakan karbohidrat utama dalam susu. Jumlah laktosa yang mencapai separuh komposisi susu skim bubuk mengakibatkan BAL memperoleh nutrisi yang cukup. Perubahan populasi BAL selama penyimpanan dipengaruhi lingkungan. Suasana lingkungan yang terlalu asam dapat menghambat pertumbuhan BAL. Nilai pH set yoghurt sinbiotik yang rendah mencapai 3,66 kurang sesuai lagi untuk pertumbuhan BAL. Jay (2000) mengemukakan bahwa Streptococcus thermophilus akan berhenti tumbuh pada pH 4,2-4,4 dan pertumbuhan Lactobacillus bulgaricus terhenti pada pH 3,5-3,8. Ray (2000) menyatakan bahwa Bifidobacteria berhenti tumbuh pada pH di bawah 4,5, sedangkan menurut Shah (2000) Lactobacillus acidophilus berhenti tumbuh pada pH di bawah 4,0. Kondisi keasaman optimum untuk pertumbuhan BAL adalah pH sekitar 4,0-5,0, sehingga BAL bersifat kompetitif dibanding mikroba lain yang ada pada susu (Surono, 2004).
Kompetisi antara BAL dengan kapang dan khamir juga menjadi salah satu penyebab menurunnya populasi BAL. Khamir akan tumbuh dengan optimal pada pH 4-5 dan tetap dapat tumbuh pada pH rendah dimana pertumbuhan bakteri terhambat. Kapang mempunyai pH untuk pertumbuhan pada kisaran yang luas yaitu 2-8,5; tetapi pertumbuhannya akan lebih baik pada kondisi asam atau pH rendah (Fardiaz, 1992). Efek antagonisme diantara bakteri starter dapat disebabkan oleh bakteriosin yang dapat menurunkan populasi starter pada produk (Shah, 2000). Streptococcus thermophilus diketahui menghasilkan bakteriosin yang stabil pada suhu panas (100°C selama 10 menit) dan menunjukkan aktivitas penghambatan terhadap bakteri Gram negatif maupun Gram positif. Lactobacillus bulgaricus menghasilkan bakteriosin Bulgarican yang bersifat termostabil pada suhu 120°C selama 60 menit dan hanya aktif pada pH asam ; menunjukkan spektrum penghambatan yang luas terhadap bakteri Gram negatif maupun Gram positif. Lactobacillus acidophilus menghasilkan bakteriosin Acidophilucin A, Lactacin B dan Lactacin F yang menghambat pertumbuhan Lactobacillus bulgaricus (Tamime dan Robinso, 1999). Total Plate Count (TPC). Penghitungan TPC menunjukkan jumlah mikroorganisme yang terdapat dalam produk pangan secara keseluruhan tanpa menunjukkan jenis mikroba tertentu. Pada produk set yoghurt sinbiotik, TPC diharapkan didominasi oleh BAL. Analisis ragam menunjukkan bahwa TPC hanya dipengaruhi oleh lama penyimpanan (P<0,05) dan tidak dipengaruhi oleh penambahan natamisin maupun interaksinya dengan lama penyimpanan. Populasi TPC dalam set yoghurt sinbiotik, baik dengan maupun tanpa natamisin, bertahan hingga minggu ke-4 penyimpanan dan nyata lebih rendah dari populasi awal pada minggu ke-6. Populasi TPC menunjukkan peningkatan kembali pada minggu ke-8. Pola perubahan populasi TPC sejalan dengan perubahan populasi BAL. Perubahan populasi pada minggu ke-6 juga dialami oleh BAL, yang menunjukkan bahwa populasi TPC didominasi oleh BAL, walaupun pertumbuhannya tidak dapat optimal karena perbedaan media yang digunakan. Populasi TPC set yoghurt sinbiotik selama penyimpanan dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9. Populasi Total Plate Count (TPC) Set Yoghurt Sinbiotik selama Penyimpanan Lama Penyimpanan Perlakuan Rataan (Minggu)
dengan Natamisin
tanpa Natamisin
20 ppm ----------------------------( log10 cfu/ml)-------------------------------0
7,40±0,00
7,75±0,31
7,57a±0,27
2
6,71±0,21
7,25±0,13
6,98ab±0,34
4
6,59±0,98
7,24±1,58
6,92ab±1,23
6
4,47±0,50
5,54±1,39
5,00b±1,11
8
6,77±0,60
6,29±0,31
6,53ab±0,50
Keterangan: Superskrip dengan huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan nyata (P<0,05)
Media untuk pemupukan BAL menggunakan media selektif MRSA yang memungkinkan BAL tumbuh optimal sedangkan PCA untuk pemupukan TPC merupakan media non selektif. Media PCA digunakan untuk menghitung mikroorganisme dalam suatu bahan pangan secara keseluruhan, bila semua mikroorganisme yang dipupukkan dapat tumbuh dengan baik dalam media PCA, maka populasi TPC akan mewakili total dari populasi bakteri, kapang dan khamir. Kapang dan Khamir. Penggunaan natamisin sebagai antimycotic bagi pangan terutama berguna untuk mencegah pertumbuhan fungi. Suhu penyimpanan set yoghurt sinbiotik besar pengaruhnya terhadap jenis mikroorganisme yang tumbuh dan kecepatan pertumbuhannya. Kapang dan khamir umumnya tergolong mesofil dengan suhu optimum 25-30°C. Kapang dan khamir tumbuh baik pada makanan yang disimpan pada suhu kamar, bahkan masih dapat tumbuh pada suhu pendinginan (Fardiaz, 1992). Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa penambahan natamisin dan lama penyimpanan nyata berpengaruh terhadap populasi kapang dan khamir dalam set yoghurt sinbiotik (P<0,05), namun tidak dipengaruhi oleh interaksi antara keduanya. Analisis ragam juga menunjukkan bahwa penambahan natamisin sebesar 20 ppm mampu menekan populasi kapang dan khamir ±1 log lebih rendah (P<0,05). Membran sel eukariotik mengandung lipid, phospholipid, protein dan sterol. Natamisin memiliki daya tarik menarik yang tinggi terhadap ergosterol, yaitu sterol utama dalam membran kapang dan khamir, dan berikatan secara irreversible dengan
ergosterol dalam membran sel fungal. Hal ini mengganggu permeabilitas membran sel yang mengakibatkan kebocoran ion esensial dan peptida yang cepat sehingga mengakibatkan lisis sel. Populasi kapang dan khamir set yoghurt sinbiotik dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10. Populasi Kapang dan Khamir Set Yoghurt Sinbiotik selama Penyimpanan Lama Penyimpanan Perlakuan Rataan (Minggu)
dengan Natamisin
tanpa Natamisin
20 ppm ------------------------------( log10 cfu/ml)----------------------------0
2,06±0,36
2,67±1,14
2,37bc±0,83
2
1,46±0,49
3,00±0,68
2,23c±0,10
4
2,00±0,43
3,15±1,71
2,58bc±1,28
6
3,57±1,32
4,52±1,73
4,05ab±1,47
8
3,92±0,83
5,39±0,31
4,66a±0,98
Rataan
2,60±1,19b
3,75±1,50a
Keterangan: Superskrip dengan huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan nyata (P<0,05)
Populasi kapang dan khamir dalam set yoghurt sinbiotik selama penyimpanan tampak menunjukkan stabil hingga minggu ke-4 yaitu ±2,3 log10 cfu/ml. Perpanjangan penyimpanan hingga minggu ke-6 meningkatkan populasi sebesar 2 log10 cfu/ml dan populasi tersebut terus bertahan hingga akhir penyimpanan pada minggu ke-8. Nilai pH set yoghurt sinbiotik yang berkisar antara 3,66-3,86 selama penyimpanan berkaitan dengan peningkatan populasi kapang dan khamir. Kemampuan kapang dan khamir untuk tumbuh pada pH rendah memungkinkan populasinya terus bertambah. Khamir masih dapat tumbuh pada pH rendah pada saat pertumbuhan bakteri terhambat. Pertumbuhan kapang biasanya berjalan lambat bila dibandingkan bakteri dan khamir. Jika kondisi pertumbuhan memungkinkan semua mikroorganisme untuk tumbuh, kapang biasanya kalah dalam kompetisi dengan bakteri dan khamir, tetapi jika kapang dapat mulai tumbuh, maka pertumbuhan akan berlangsung cepat (Fardiaz, 1992). Yogurt yang telah siap dipasarkan tidak boleh terkandung khamir lebih dari 100 sel/ml (Rahman et al., 1992). Pembuatan yogurt harus dilakukan secara higienis
karena khamir dapat berasal dari kontaminasi silang udara pada ruang pengemasan, peralatan untuk filling (pengisian) dan kontaminasi bahan pengemas (Vedamuthu, 1982). Kontaminan beberapa genus kapang seperti Mucor, Rhizopus, Aspergillus atau Penicillium pada permukaan yogurt bukan lagi merupakan masalah yang penting bagi industri (Rahman et al., 1992). Penggunaan natamisin sebagai biopreservatif memiliki keunggulan karena dapat diaplikasikan di permukaan produk pangan, sehingga memastikan bahan pengawet tetap bertahan pada permukaan seperti yang dibutuhkan (Delves-Broughton et al., 2005). Kemampuan ini memungkinkan natamisin menghambat pertumbuhan kapang di permukaan set yoghurt sinbiotik. Pengadukan selama distribusi dapat mencegah tumbuhnya kontaminan pada stirred yoghurt. Namun, hal ini tidak mungkin dilakukan untuk sinbiotik karena bentuknya semi padat. Masalah utama terhadap adanya kontaminan kapang biasanya terjadi pada yogurt kemasan kecil. Populasi kapang yang masih diperbolehkan terdapat dalam yogurt maksimal 10 koloni/ml (Rahman et al., 1992). Walaupun penambahan natamisin sebesar 20 ppm mampu menghambat pertumbuhan kapang dan khamir, namun populasi akhir dalam produk masih melebihi ketentuan yang berlaku. Populasi kapang dan khamir hanya dapat ditekan hingga 2 minggu penyimpanan, setelah itu populasi terus berlipat ganda hingga akhir penyimpanan. Jadi, konsentrasi sebesar 20 ppm belum menjamin produk bebas dari kapang dan khamir. Penambahan natamisin dengan tingkat konsentrasi yang lebih tinggi namun masih dalam batas yang diizinkan (≤40 ppm) dapat dilakukan untuk optimalisasi penghambatan terhadap kapang dan khamir dalam set yoghurt sinbiotik. Uji Organoleptik Pengujian organoleptik bertujuan mengetahui daya terima panelis terhadap set yoghurt sinbiotik dengan penambahan natamisin. Jumlah panelis adalah 60 orang. Penerimaan mencakup atribut mutu penampilan umum, warna, bau, tekstur dan rasa. Tanggapan pribadi panelis tentang kesukaan atau ketidaksukaan terhadap produk tersebut diminta untuk diungkapkan melalui pemberian nilai (angka) yang telah ditetapkan. Skala hedonik yang digunakan antara 1-5 (skala 1=sangat tidak suka, 2=tidak suka, 3=netral, 4=suka, 5=sangat suka). Hasil uji organoleptik set yoghurt sinbiotik dapat dilihat pada Tabel 11.
Tabel 11. Hasil Uji Organoleptik Set Yoghurt Sinbiotik Parameter
Rataaan
Warna
4,02
Bau
4,22
Tekstur
4,13
Rasa
4,05
Penampilan umum
4,07
Keterangan : 1 = sangat tidak suka, 2 = tidak suka, 3 = netral, 4 =suka, 5 = sangat suka
Warna. Warna memiliki arti dan peranan yang penting pada komoditas pangan dan hasil pertanian (Soekarto, 1985). Warna juga dapat digunakan sebagai indikator kesegaran atau kematangan. Warna yang seragam dan merata dapat menandai cara pencampuran atau cara pengolahan yang baik (Winarno, 1997). Hasil rataan uji hedonik menunjukkan bahwa panelis menyukai warna set yoghurt sinbiotik dengan nilai rataan sebesar 4,02. Panelis yang sangat menyukai warna set yoghurt sinbiotik adalah sebesar 20% (12 dari 60 panelis), seluruh panelis tersebut menyukai warna putih set yoghurt sinbiotik. Sebagian besar panelis menyukai warna set yoghurt sinbiotik, yaitu mencapai 61,67% (37 dari 60) panelis sedangkan sisanya sebanyak 18,33% (11 dari 60) panelis memilih netral. Tidak didapatkan seorangpun dari panelis yang tidak menyukai maupun sangat tidak menyukai warna set yoghurt sinbiotik. Bau. Winarno (1997) mengemukakan bahwa bau makanan menentukan kelezatan bahan makanan tersebut. Bau yang diterima oleh hidung dan otak lebih banyak merupakan berbagai ramuan atau campuran empat bau utama, yaitu harum, asam, tengik dan hangus. Hasil rataan uji hedonik menunjukkan bahwa panelis menyukai bau set yoghurt sinbiotik dengan nilai rataan sebesar 4,22. Panelis yang sangat menyukai bau set yoghurt sinbiotik berjumlah 36,67% (22 dari 60 panelis). Seluruh panelis tersebut menilai set yoghurt sinbiotik memiliki bau khas yogurt. Sebanyak 51,67% (31 dari 60) panelis menyukai bau yogurt, sedangkan 8,33% (5 dari 60) panelis memilih netral. Jumlah panelis yang tidak menyukai penampilan umum yogurt sebanyak 3,33% (2 dari 60) panelis dan tidak didapatkan panelis yang sangat tidak menyukai bau set yoghurt sinbiotik.
Tekstur. Yogurt yang baik memiliki tekstur yang halus, lembut, konsisten dan tidak ada sineresis. Skim bubuk, sebagai bahan baku set yoghurt sinbiotik, dan kaseinat berfungsi juga untuk meningkatkan viskositas dan body, tetapi jika penggunaannya secara tunggal dalam dosis tinggi cenderung membentuk tekstur yang kurang halus (Suryani, 2007). Hasil rataan menunjukkan panelis menyukai tekstur set yoghurt sinbiotik dengan nilai rataan sebesar 4,13. Panelis yang sangat menyukai tekstur yogurt berjumlah 31,67% (19 dari 60 panelis). Seluruh panelis menyukai tekstur set yoghurt sinbiotik karena teksturnya yang lembut. Sebanyak 55% (33 dari 60 panelis) menyukai tekstur yogurt, 8,33% (5 dari 60 panelis) memilih netral dan sisanya 5% (3 dari 60 panelis) tidak menyukai tekstur yogurt. Tidak didapatkan panelis yang sangat tidak menyukai tekstur set yoghurt sinbiotik. Rasa. Rasa menentukan daya terima konsumen terhadap produk pangan. Indera yang berperan adalah indra pencicip yang dapat membedakan empat rasa utama yaitu manis, asin, asam dan pahit (Winarno, 1997). Hasil rataan uji hedonik menunjukkan bahwa panelis menyukai rasa set yoghurt sinbiotik dengan nilai rataan sebesar 4,05. Panelis yang sangat menyukai rasa yogurt berjumlah 31,67% (19 dari 60 panelis). Seluruh panelis sangat menyukai rasa khas yogurt pada set yoghurt sinbiotik. Sebanyak 50% (30 dari 60 panelis) menyukai rasa yogurt sedangkan 10% (6 dari 60 panelis) memilih netral. Jumlah panelis yang tidak menyukai penampilan umum yogurt sebanyak 8,33% (5 dari 60 panelis) dan tidak didapatkan panelis yang sangat tidak menyukai rasa set yoghurt sinbiotik. Penampilan umum. Penampilan umum merupakan penilaian panelis terhadap penampilan hasil kombinasi seluruh atribut produk. Hasil rataan uji hedonik menunjukkan bahwa panelis menyukai penampilan umum set yoghurt sinbiotik dengan nilai rataan sebesar 4,07. Panelis yang sangat menyukai penampilan umum set yoghurt sinbiotik berjumlah 28,33% (17 dari 60) panelis. Sebanyak 55% (33 dari 60) panelis menyukai penampilan umum yogurt sedangkan 11,67% (7 dari 60) panelis memilih netral. Jumlah panelis yang tidak menyukai penampilan umum yogurt sebanyak 5% (3 dari 60) panelis dan tidak didapatkan panelis yang sangat tidak menyukai penampilan umum set yoghurt sinbiotik.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Penambahan natamisin mampu menurunkan populasi kapang dan khamir dalam set yoghurt sinbiotik sebesar 1 log selama 8 minggu penyimpanan, namun tidak mempengaruhi populasi bakteri asam laktat. Set yoghurt sinbiotik masih dapat disebut sebagai pangan fungsional hingga minggu keempat penyimpanan karena kandungan bakteri asam laktat lebih dari 106 log10 cfu/ml. Penyimpanan berpengaruh terhadap perubahan pH, viskositas, populasi bakteri asam laktat, Total Plate Count serta populasi kapang dan khamir dalam set yoghurt sinbiotik, sedangkan nilai aw dipengaruhi oleh interaksi antara natamisin dan lama penyimpanan. Penambahan natamisin sebesar 20 ppm mampu menghambat pertumbuhan kapang dan khamir, namun populasi akhir masih melebihi saran maksimal yaitu 10 koloni/ml. Saran Kapang dan khamir dapat berasal dari kontaminasi silang udara pada ruang pengemasan, peralatan filling (pengisian) dan kontaminasi bahan pengemas, sehingga aplikasi Good Manufacturing Practices (GMP) dan Hazard Analytical Critical Control Point (HACCP) yang tepat sangat diperlukan. Pengujian terhadap natamisin dengan tingkat konsentrasi yang lebih tinggi namun masih dalam batas yang diizinkan, juga perlu dilakukan untuk mengoptimalkan penghambatan terhadap kapang dan khamir dalam set yoghurt sinbiotik sehingga kualitas produk dapat dipertahankan dengan umur simpan yang lebih lama.
UCAPAN TERIMA KASIH Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala karunia dan rahmat-Nya yang telah melimpahkan nikmat tak terhingga dan hanya dengan pertolongan-Nya skripsi ini dapat diselesaikan. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Ir. Rarah R. A. Maheswari, DEA dan Irma Isnafia Arief, S.Pt, M.Si yang telah membimbing, mengarahkan dan membantu penulis selama penyusunan tugas akhir. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Epi Taufik, S.Pt, MVPH dan Ir. Anita Tjakradidjaja, M.Rur.Sc yang telah bersedia sebagai dosen penguji dan memberikan masukan dalam penulisan skripsi. Terima kasih kepada pimpinan PT Fajar Taurus, manajer Quality Control dan Research and Development Ir. Ria Suryani dan seluruh staf PT Fajar Taurus atas perkenan dan bimbingan yang diberikan selama Penulis magang. Terima kasih juga kepada Ferry C. Kusumah, S.Pt, Joni Setiawan S.Pt, Sukmawijaya A.Md dan seluruh staf Bagian Perah Departemen IPTP. Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada kedua orangtua, Drs. Haryanto, M.Si dan Dra. Purita Dyah Purwandari atas limpahan kasih sayang, doa, motivasi dan dukungan serta adik Rina Paramita atas hiburan dan keceriaan yang ditularkan. Terima kasih Penulis ucapkan kepada Om Soni, Tante Pita dan Ian yang telah menjadi keluarga kedua. Terima kasih khusus kepada Rachmad Teguh Priyono atas motivasi, dukungan dan kesabaran. Terima kasih pada rekan penelitian Stefani dan Ria Kartika Dwiyani atas bantuan, dukungan dan kekompakan, Fitria B.Y., Dini Maharani A.R., Mira Hotri, Etik Piranti A., Barlianty Jannah, Rindu D.A., Cicilia Takasari atas persahabatan yang indah serta Triani Widiasih dan Ratih Permanasari atas bantuan yang diberikan selama penelitian. Terima kasih juga kepada teman-teman THT 39, 40 dan 41 serta IPTP 42 dan 43. Penulis juga mengucapkan terima kasih banyak kepada segenap civitas akademika Fakultas Peternakan IPB dan pihak-pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Bogor, Agustus 2008 Penulis
DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2008. Picture of Bifidobacteria bifidum. Http://www.Probiotics.com [3 April 2008] Anonim. 2008. Picture of Lactobacillus acidophilus. Http://www.Probiotics.com [3 April 2008] Anonim. 2008. Picture of Lactobacillus bulgaricus. Http://www.Magma.ca [3 April 2008] Anonim. 2008. Structure of Natamycin. Http://www.En.wikipedia.org [3 April 2008] Anonim. 2008. Picture of Streptococcus thermophilus. Http://www.Unibas.it [20 Juni 2008] Association of Official Analitycal Chemist (AOAC). 1995. Official Methods of Analisys Chemist. Vol. 1A. AOAC, Inc., Washington. Angus, F., S. Smart dan C. Shortt. 2005. Prebiotic ingredients with emphasis on galacto-oligosaccharides and fructo-oligosaccharides. Dalam: A. Y. Tamime (Editor). Probiotic Dairy Products. Blackwell Publishing, Oxford. Buchanan, R. E. dan N. E. Gibbon. 1974. Bergey’s Manual of Determinative Bacteriology. 8th Edition. The William and Wilkins Co., Baltimore. Buckle, K. A., R.A. Edwards, G.H. Fleet dan M. Wootton. 1987. Ilmu Pangan. Terjemahan: H. Purnomo dan Adiono. Penerbit Universitas Indonesia, Depok. Damayanti dan Mudjajanto. 1995. Teknologi Makanan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jendral Pendidikan Dasar dan Menengah, Jakarta. Danisco. 2005. Technical Memorandum. http://www.danisco.com [26 September 2007]. Delves-Broughton, J., L. V. Thomas, C. H. Doan, dan P. M. Davidson. 2005. Natamycin. Dalam: P. M. Davidson, J. N. Sofos, A. L. Branen (Editors). Antimicrobials in Foods. 3rd Edition. CRC Press, Boca Raton. Dewan Standarisasi Nasional. 1992. SNI 16-2897-1992. Cara Uji Cemaran Mikroba. Badan Standarisasi Nasional, Jakarta. Dewan Standarisasi Nasional. 1992. SNI 01-2981-1992. Standar Mutu Yogurt. Badan Standarisasi Nasional, Jakarta. Dewan Standarisasi Nasional. 1998. SNI 01-3141-1998. Standar Mutu Susu. Badan Standarisasi Nasional, Jakarta.
de Vuyst, L. dan E. J. Vandamme. 1993. Bacteriocins of Lactic Acid Bacteria Microbiology, Genetics and Applications. Blackie Acadenmic and Profesional, London. Edmonds, P. 1978. Microbiology an Environmental Perspective. Macmillan Publishing Co., Inc. London. Fardiaz, S. 1992. Mikrobiologi Pangan. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Fardiaz, D., N. Andarwulan, H. Wijaya dan N.L. Puspitasari. 1992. Petunjuk Laboratorium Teknik Analisis Sifat Kimia dan Fungsional Komponen. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor, Bogor. Fellows, P. J. 1990. Food Processing Technology: Principle and Practice. Ellis Horwood, New York. Fuller, R. 1989. Probiotics in man and animals. J. Appl. Bacteriol. 66: 365-378. Fuller, R. 1992. Probiotics: The Scientific Basic. Chapman and Hall, London. Gilliland, S. E. 1989. Acidophilus milk products, a review of potential benefits to consumers. J. Dairy Sci. 72:2483 – 2494. Gonzales, B.E., F. Glaasker, E.R.S. Kunji, A.J.M. Driessen, J.E. Suarez, dan W.N. Konings. 1996. Bactericidal mode of action of Plantaricin S. J. Appl. Environ. Microbiol. 62:2701-2709. Goris, L.M.G. dan H.M.J. Bennik. 1994. Bacteriocin for food biopreservatives. Internationale Zeitschrift fur-lebensmittel-tecnik-Marketing-Verpackung-undanalytik. 49:65-68. Helferich, W. dan D. Westhoff. 1980. All About Yogurt. Prentice-Hall, Inc., Englewood Cliffs, New Jersey. Hoier, E. 1992. Use probiotic starter culture in dairy products. Food Australia. 44 (9):418-420. Jay, J. M. 2000. Modern Food Microbiology. 6th Edition. Aspen Publishers Inc., Maryland. Jimenez-Diaz, R., R.M. Rios-Sanchez, M. Desmazeaud, J.L. Ruiz-Barba dan J.C. Piard. 1993. Plantaricins S and T, two new bacteriocins produced by Lactobacillus plantarum LPCO 10 isolated from a green olive fermentation. J. Appl. Environ. Microbiol. 59:1416-1424. Landecker, E. M. 1972. Fundamentals of the Fungi. Prentice-Hall Inc., New Jersey. Muchtadi, T.R. dan Sugiyono. 1989. Petunjuk Laboratorium Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. Pusat Antar Universitas, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Nakazawa, Y. dan A. Hosono. 1992. Functions of Fermented Milk Challenges for The Health Science. Elsevier Applied Science, London. Oberman, H. 1985. Fermented milk. Dalam: Wood. B.J.B. (Editor). Microbiology of Fermented Food. Volume I. Elsevier Applied Science, New York. Purnomo, H. 1995. Aktivitas Air dan Peranannya dalam Pengawetan Pangan. Penerbit Universitas Indonesia, Depok. Rahayu, W.P. 2001. Penuntun Praktikum Penilaian Organoleptik. Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Rahman, A., S. Fardiaz., W. P. Rahayu, Suliantari dan C. C. Nurwitri. 1992. Teknologi Fermentasi Susu. Pusat Antar Universitas. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Ray, B. 1996. Fundamental Food Microbiology. CRC Press, Tokyo. Robertson, G.L. 1991. Predicting the shelf life of packaged foods. J. Asean Food. 6:43-51. Robinson, R. K. 1981. Dairy Microbiology. Vol 2: The Microbiology of Milk Product. Applied Science Publishers, New Jersey. Robinson, R.K., C.A. Batt dan P.D. Patel (Editor). 1999. Encyclopedia of Food Microbiology. Academic Press, New York. Roller, S. 1991. The Biotecnological Development of New Food Preservatives. Biotech. Gen. Engin. Rev. 9:183-205. Sadler, G. D. dan P. A. Murphy. 2003. pH and titratable acidity. Dalam: S. S. Nielsen (Editor). Food Analysis. Plenum Publishers, New York. Shah, N. P. 2000. Probiotic Bacteria: selective enumeration and survival in diary products. J. Dairy Sci. 83:894-907. Soekarto, S.T. 1981. Penilaian Organoleptik. Pusat Pengembangan Teknologi Pangan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Soekarto, S.T. dan M. Hubeis. 1993. Petunjuk Laboratorium Metode Penilaian Indrawi. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Staff, M.C. 1998. Cultured milk and fresh cheeses. Dalam: R. Early (Editor). The Technology of Dairy Products. Blackie Academic and Professional, London. Stanley, G. 1998. Microbiology of fermented milk products. Dalam: R. Early (Editor). The Technology of Dairy Products. Blackie Academic and Professional, London.
Stark, J. 2003. Natamycin: an effective fungicide for food and beverages. Dalam: S. Roller (Editor). Natural Antimicrobials for the Minimal Processing of Foods. Woodhead Publishing Limited, Cambridge. Surono, I. S. 2004. Probiotik Susu Fermentasi dan Kesehatan. PT Tri Cipta Karya, Jakarta. Suryani, R. 2007. Memperbaiki Tekstur Yoghurt. Food Review. 11 (6):32-35. Syarief, R., S. Santausa dan S.Isyana. 1989. Teknologi Pengemasan Pangan. Pusat Antar Universitas, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Tagg, J.R., A.S. Dajani dan L.W. Wannaker. 1976. Bacteriocins of Gram positive bacteria. Bacteriol. Rev. 11:722-756. Tamime, A. Y. dan R. K. Robinson. 1989. Yoghurt: Science and Technology. 1st Edition. Pergaman Press London. Tamime, A. Y. dan R. K. Robinson. 1999. Yoghurt: Science and Technology. 2nd Edition. Woodhead Publishing Ltd., Cambridge. Varnam, A. H. dan J. P. Sutherland. 1994. Milk and Milk Products Technology, Chemistry and Microbiology. Chapman and Hall, London. Vedamuthu. E.R. 1982. Fermented milk. Dalam: A.H. Rose (Editor). Fermented Foods. Academic Press Inc. Ltd., London. Winarno, F.G., S. Fardiaz dan D. Fardiaz. 1980. Pengantar Teknologi Pangan. PT Gramedia, Jakarta. Winarno, F.G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Yuguchi, H. T. Goto dan S. Okonogi. 1992. Fermented milk, lactic drinks and intestinal microflora. Dalam: Y. Nakazawa and A. Hosono (Editors). Function of Fermented Milk: Challenge for The Health Science. Elsevier Applied Science, New York.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Denah Bangunan Pabrik PT Fajar Taurus
2550
4350
3140
1600
1650
RollingDoor 2550
Parit
PasteurizerBatch
3760 RollingDoor
ColdStorage1(Milk)
LoadingArea
Parit
Milk Pump
6850
1700
4700
Chiller 1 ColdStorage2(Yoghurt)
PanelKontrol
1450
Agitator
Inkubator
Chiller 2
R.PersiapanBahanBaku
3250
3000
FlowMeter 7850
QCArea
3000
Lab. Mikrobiologi
BoilingPan
R.ProsesProduksi
RawMilkTank FillingYoghurt
Agitator1
4750
Panel Kontrol
Com pressor
Agitator3
Agitator2
8500 3000
R.Mesin
Chiller Ice Bank
PlasticSealer
Pasteurisasi & Homogenizer
HoldingTank MixingTank YoghurtTank
Pump 2
4800
2700
R.Packaging AutoCupSealer
Pump 1
15550 Teras
Gudang
R. Sanitasi Krat
1100
IceBank 7890
4660
3200
4800
3050
R.Locker W C W C 1100 1000 1100
Drainase
Drainase
3000 10250
Laundry
3100
R.CuciKrat
4100
Drainase
R.Adm inistrasi
Scale:1:100
Drawingby :RiaSunuW aruju,ST
Size : m m
Checkedby :
Rem ark
Date :29-07-2004 Approvedby:
TAURUSPRODUCTIONLAY-OUT
No:02
A4
Lampiran 2. Formulir Uji Hedonik SET YOGHURT SINBIOTIK Formulir Penilaian Nama : Tanggal pengujian : No. Telp : Instruksi : Di hadapan saudara telah tersedia satu buah sampel. Saudara diminta menentukan kesukaan saudara terhadap produk dengan menjelaskan kesukaan yang membuat saudara menyukai atau tidak menyukai produk. Penampilan Umum Kode
Penilaian Hedonik
Keterangan : 1: Sangat suka, 2: Suka, 3: Netral, 4: Tidak suka, 5: Sangat tidak suka Penilaian Warna Penilaian Hedonik Keterangan : 1 : Sangat putih 2 : Putih 3 : Netral 4 : Tidak putih 5 : Sangat tidak putih Penilaian Bau
Keterangan : 1 : Sangat suka 2 : Suka 3 : Netral 4 : Tidak suka 5 : Sangat tidak suka Penilaian Hedonik
Keterangan : 1 : Sangat bau khas yogurt Keterangan : 1 : Sangat suka 2 : Bau khas yogurt 2 : Suka 3 : Netral 3 : Netral 4 : Tidak bau khas yogurt 4 : Tidak suka 5 : Sangat tidak bau khas yogurt 5 : Sangat tidak suka Penilaian Tekstur Penilaian Hedonik Keterangan : 1 : Sangat lembut 2 : Lembut 3 : Netral 4 : Tidak lembut 5 : Sangat tidak lembut Penilaian Rasa
Keterangan : 1 : Sangat suka 2 : Suka 3 : Netral 4 : Tidak suka 5 : Sangat tidak suka Penilaian Hedonik
Keterangan : 1 : Sangat rasa khas yogurt Keterangan : 2 : Rasa khas yogurt 3 : Netral 4 : Tidak rasa khas yogurt 5 : Sangat tidak rasa khas yogurt
1 : Sangat suka 2 : Suka 3 : Netral 4 : Tidak suka 5 : Sangat tidak suka
Lampiran 3. Morfologi Kultur Starter Set Yoghurt Sinbiotik
Lampiran 4. Hasil Uji Kruskal Wallis terhadap pH Set Yoghurt Sinbiotik dengan Penambahan Natamisin pada Berbagai Konsentrasi Perlakuan N Median Rataan Z Natamisin Ranking 10 ppm 3 4,095 5,0 0,00 15 ppm 3 4,120 6,0 0,77 20 ppm 3 4,065 4,0 -0,77 Overall 9 5,0 H = 0,81 P = 0,668
Lampiran 5. Hasil Uji Kruskal Wallis terhadap Total Asam Tertitrasi (TAT) Set Yoghurt Sinbiotik dengan Penambahan Natamisin pada Berbagai Konsentrasi Perlakuan N Median Rataan Z Natamisin Ranking 10 ppm 3 0,7100 4,3 -0,52 15 ppm 3 0,7400 6,0 0,77 20 ppm 3 0,6900 4,7 -0,26 Overall 9 5,0 H = 0,63 P = 0,731
Lampiran 6. Hasil Uji Kruskal Wallis terhadap Viskositas Set Yoghurt Sinbiotik dengan Penambahan Natamisin pada Berbagai Konsentrasi Perlakuan N Median Rataan Z Natamisin Ranking 10 ppm 3 45,00 5,5 0,39 15 ppm 3 49,00 5,3 0,26 20 ppm 3 45,00 4,2 -0,65 Overall 9 5,0 H = 0,43 P = 0,808
Lampiran 7. Hasil Uji Kruskal Wallis Set Yoghurt Sinbiotik dengan Penambahan Natamisin pada Berbagai Konsentrasi terhadap Bakteri Asam Laktat (BAL) Perlakuan N Median Rataan Z Natamisin Ranking 10 ppm 3 7,699 3,2 -1,42 15 ppm 3 8,079 6,5 1,16 20 ppm 3 8,079 5,3 0,26 Overall 9 5,0 H = 2,50 P = 0,287
Lampiran 8. Hasil Uji Kruskal Wallis Set Yoghurt Sinbiotik dengan Penambahan Natamisin pada Berbagai Konsentrasi terhadap Total Plate Count (TPC) Perlakuan N Median Rataan Z Natamisin Ranking 10 ppm 3 7,924 4,0 -0,77 15 ppm 3 8,041 5,8 0,65 20 ppm 3 8,146 5,2 0,13 Overall 9 5,0 H = 0,69 P = 0,707
Lampiran 9. Hasil Uji Kruskal Wallis Set Yoghurt Sinbiotik dengan Penambahan Natamisin pada Berbagai Konsentrasi terhadap Jumlah Kapang dan Khamir Perlakuan N Median Rataan Z Natamisin Ranking 10 ppm 3 2,342 7,7 2,07 15 ppm 3 1,903 4,8 -0,13 20 ppm 3 1,000 2,5 -1,94 Overall 9 5,0 H = 5,84 P = 0,054
Lampiran 10. Hasil Uji Kruskal-Wallis pH Set Yoghurt Sinbiotik Selama Penyimpanan Pengaruh Natamisin pada Set Yoghurt Sinbiotik Perlakuan N Median Rataan Rank Nilai Z Dengan Natamisin 15 3,745 15,6 0,04 Tanpa Natamisin 15 3,715 15,4 -0,04 Overall 30 15,5 H = 0,00 DF = 1 P = 0,967 Keterangan: * berbeda nyata (p<0,05) ** berbeda sangat nyata (p<0,01)
Pengaruh Penyimpanan terhadap pH Set Yoghurt Sinbiotik Lama Penyimpanan N Median Rataan Rank (Minggu) 0 6 3,758 19,2 2 6 3,660 6,7 4 6 3,858 27,5 6 6 3,748 17,7 8 6 3,660 6,5 Overall 30 15,5
Nilai Z 1,14 -2,75 3,73 0,67 -2,80
H = 24,95 DF = 4 P = 0,000** Keterangan: * berbeda nyata (p<0,05) ** berbeda sangat nyata (p<0,01)
Uji Lanjut Kruskal Wallis Pengaruh Penyimpanan terhadap pH Set Yoghurt Sinbiotik Lama Penyimpanan Rata-rata Grup Homogen (Minggu) 0 19,167 AB 2 6,6667 B 4 27,500 A 6 17,667 AB 8 6,5000 B Lampiran 11. Hasil Analisis Ragam TAT Set Yoghurt Sinbiotik Selama Penyimpanan Sumber Keragaman db JK KT F Hitung P Natamisin 1 0,006453 0,006453 0,92 0,349 Penyimpanan 4 0,063333 0,015833 2,26 0,099 Natamisin|Penyimpanan 4 0,014613 0,003653 0,52 0,721 Error 20 0,007013 0,140267 Total 29 0,224667 Keterangan: * berbeda nyata (p<0,05) ** berbeda sangat nyata (p<0,01)
Lampiran 12. Hasil Analisis Ragam Viskositas Set Yoghurt Sinbiotik Selama Penyimpanan Sumber Keragaman db JK KT F Hitung P Natamisin 1 13,33 13,33 0,58 0,456 Penyimpanan 4 1746,28 436,57 18,89 0,000** Natamisin|Penyimpanan 4 119,42 29,85 1,29 0,307 Error 20 462,17 23,11 Total 29 2341,20 Keterangan: * berbeda nyata (p<0,05) ** berbeda sangat nyata (p<0,01)
Uji Lanjut Tukey HSD Pengaruh Penyimpanan terhadap Viskositas Set Yoghurt Sinbiotik Lama Penyimpanan Rata-rata Grup Homogen (Minggu) 0 17,167 AB 2 12,917 AB 4 18,250 AB 6 25,667 A 8 3,5000 B Lampiran 13. Hasil Analisis Ragam aw Set Yoghurt Sinbiotik Selama Penyimpanan Sumber Keragaman db JK KT F Hitung P Natamisin 1 0,0000024 0,0000024 0,03 0,860 Penyimpanan 4 0,0171722 0,0042931 57,18 0,000** Natamisin|Penyimpanan 4 0,0009437 0,0002359 3,14 0,037* Error 20 0,0015015 0,0000751 Total 29 0,0196198 Keterangan: * berbeda nyata (p<0,05) ** berbeda sangat nyata (p<0,01)
Uji Lanjut Tukey HSD terhadap Natamisin|Penyimpanan Perlakuan Minggu Penyimpanan Mean Natamisin 0 0,8843 Natamisin 2 0,9093 Natamisin 4 0,9250 Natamisin 6 0,9412 Natamisin 8 0,9448 Tanpa Natamisin 0 0,8858 Tanpa Natamisin 2 0,8932 Tanpa Natamisin 4 0,9390 Tanpa Natamisin 6 0,9520 Tanpa Natamisin 8 0,9375
Grup Homogen d bcd abc ab a d cd ab a ab
Lampiran 14. Hasil Uji Kruskal-Wallis Bakteri Asam Laktat (BAL) Set Yoghurt Sinbiotik Selama Penyimpanan Pengaruh Natamisin terhadap BAL Set Yoghurt Sinbiotik Perlakuan N Median Rataan Rank Nilai Z Dengan Natamisin 15 6,161 12,8 -1,70 Tanpa Natamisin 15 6,847 18,2 1,70 Overall 30 15,5 H = 2,89 DF = 1 P = 0,089 Keterangan: * berbeda nyata (p<0,05) ** berbeda sangat nyata (p<0,01)
Pengaruh Penyimpanan terhadap BAL Set Yoghurt Sinbiotik Lama Penyimpanan N Median Rataan Rank (Minggu) 0 6 8,355 25,7 2 6 6,600 17,4 4 6 6,202 15,3 6 6 4,477 6,3 8 6 6,369 12,8 Overall 30 15,5
Nilai Z 3,16 0,60 -0,08 -2,85 -0,83
H = 15.36 DF = 4 P = 0.004* Keterangan: * berbeda nyata (p<0,05) ** berbeda sangat nyata (p<0,01)
Uji Lanjut Kruskal Wallis Pengaruh Penyimpanan terhadap BAL Set Yoghurt Sinbiotik Lama Penyimpanan Rata-rata Grup Homogen (Minggu) 0 25,667 a 2 17,417 ab 4 15,250 ab 6 12,833 b 8 6,3333 ab Lampiran 15. Hasil Uji Kruskal-Wallis Total Plate Count (TPC) Set Yoghurt Sinbiotik Selama Penyimpanan Pengaruh Natamisin terhadap TPC Set yoghurt Sinbiotik Perlakuan N Median Rataan Rank Nilai Z Dengan Natamisin 15 6,686 13,9 -1,00 Tanpa Natamisin 15 7,148 17,1 1,00 Overall 30 15,5 H = 1,00 DF = 1 P = 0,318 Keterangan: * berbeda nyata (p<0,05) ** berbeda sangat nyata (p<0,01)
Pengaruh Penyimpanan terhadap TPC Set Yoghurt Sinbiotik Lama Penyimpanan N Median Rataan Rank (Minggu) 0 6 7,398 24,8 2 6 7,038 17,2 4 6 6,926 17,5 6 6 4,699 5,2 8 6 6,409 12,8 Overall 30 15,5 H = 16,16 DF = 4 P = 0,003* Keterangan: * berbeda nyata (p<0,05) ** berbeda sangat nyata (p<0,01)
Nilai Z 2,90 0,52 0,62 -3,21 -0,83
Uji Lanjut Kruskal Wallis Pengaruh Penyimpanan terhadap TPC Set Yoghurt Sinbiotik Lama Penyimpanan Rata-rata Grup Homogen (Minggu) 0 24,833 a 2 17,167 ab 4 17,500 ab 6 5,1667 b 8 12,833 ab Lampiran 16. Hasil Analisis Ragam Kapang dan Khamir Set Yoghurt Sinbiotik Selama Penyimpanan Sumber Keragaman db JK KT F Hitung P Natamisin 1 9,818 9,818 9,12 0,007* Penyimpanan 4 29,167 7,292 6,77 0,001* Natamisin|Penyimpanan 4 0,868 0,217 0,20 0,935 Error 20 21,541 1,077 Total 29 61,394 Keterangan: * berbeda nyata (p<0,05) ** berbeda sangat nyata (p<0,01)
Uji Lanjut Tukey HSD Pengaruh Natamisin terhadap Jumlah Kapang dan Khamir Set Yoghurt Sinbiotik Perlakuan Rata-rata Grup Homogen Dengan Natamisin 2,6028 B Tanpa Natamisin 3,7469 a Uji Lanjut Tukey HSD Pengaruh Penyimpanan terhadap Jumlah Kapang dan Khamir Set Yoghurt Sinbiotik Lama Penyimpanan Rata-rata Grup Homogen (Minggu) 0 2,3660 bc 2 2,2298 c 4 2,5757 bc 6 4,0463 ab 8 4,6565 a Lampiran 17. Komposisi BPW - OXOID Komposisi Media Peptone Sodium chloride Disodium phosphate Potassium dihydrogen phosphate pH 7,2 ± 0,2
gram/ml 10,0 5,0 3,5 1,5
Cara Pembuatan Media Sebanyak 20 gram BPW dicampurkan dalam 1000 ml air destilasi bersuhu 60°C dan diaduk sampai tercampur rata, kemudian didistribusikan ke dalam botol, lalu disterilkan pada suhu 121°C selama 15 menit. Media BPW disimpan dalam refrigerator (4-7°C) bila tidak segera digunakan, dan dipanaskan kembali dalam waterbath (±70°C) apabila akan digunakan. Lampiran 18. Komposisi MRSA - OXOID Komposisi Media gram/ml Peptone 10,0 ‘Lab-Lemco’ powder 8,0 Yeast extract 4,0 Glucose 20,0 Sorbitan mono-oleate 1 ml Dipotasium hydrogen phosphate 2,0 Sodium acetate 3 H2O 5,0 Triamonium citrate 2,0 Magnesium sulphate 7 H2O 0,2 Manganase (II) sulphate H2O 0,05 Agar 10,0 Air pH 6,2 ± 0,2 Cara Pembuatan Media Sebanyak 62 gram MRSA dicampurkan dalam 1000 ml air destilasi bersuhu 60°C dan diaduk sampai tercampur rata, kemudian didistribusikan ke dalam botol, lalu disterilkan pada suhu 121°C selama 15 menit. Media MRSA disimpan dalam refrigerator (4-7°C) bila tidak segera digunakan, dan dipanaskan kembali dalam waterbath (±70°C) apabila akan digunakan. Lampiran 19. Komposisi PCA – OXOID Komposisi Media gram/ml Tryptone grams 5,0 Yeast extract 2,5 Glucose 1,0 Agar 9,0 pH 7,0 ± 0,2 Cara Pembuatan Media Sebanyak 17,5 gram PCA dicampurkan dalam 1000 ml air destilasi bersuhu 60°C dan diaduk sampai tercampur rata, kemudian didistribusikan ke dalam botol, lalu disterilkan pada suhu 121°C selama 15 menit. Media PCA disimpan dalam refrigerator (4-7°C) bila tidak segera digunakan, dan dipanaskan kembali dalam waterbath (±70°C) apabila akan digunakan.
Lampiran 20. Komposisi PDA – OXOID Komposisi Media gram/ml Potato extract 4,0 Glucose 20,0 Agar 15,0 pH 5,6 ± 0,2 Cara Pembuatan Media Sebanyak 39 gram PDA dicampurkan dalam 1000 ml air destilasi bersuhu 60°C dan diaduk sampai tercampur rata, kemudian didistribusikan ke dalam botol, lalu disterilkan pada suhu 121°C selama 15 menit. Media PDA disimpan dalam refrigerator (4-7°C) bila tidak segera digunakan, dan dipanaskan kembali dalam waterbath (±70°C) apabila akan digunakan.