Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2011
PENGARUH PENAMBAHAN BUBUK JAMUR TIRAM PUTIH (Pleurotus ostreatus) TERHADAP KUALITAS YOGHURT SUSU KAMBING (Effect of White Oyster Mushroom Powder (Pleurotus ostreatus) Addition on Goat Milk Yoghurt Quality) SALAM N. ARITONANG, E. PURWATI dan Y. FITRI Fakultas Peternakan Universitas Andalas, Kampus Unand Limau Manis, Padang 25153
ABSTRACT A research on effect of white oyster mushroom powder addition on goat milk yoghurt quality was done. In this research 4080 ml of Peranakan Ettawa goat milk was used. Reseach method applied was randomized block design (RBD) with 5 treatments and 4 replications. The treatment was the addition of white oyster mushroom powder as much as: A (0%), B (0.1%), C (0.2%), D (0.3%) and E (0.4%). Variables measured were protein content, fat content, viscosity and flavour of goat milk yoghurt. Results showed that addition of powdered white oyster mushroom significantly (P < 0.05) increased protein content, viscosity and flavour of goat milk and reduced fat content. The addition of white oyster mushroom powder as much as 0.3% was the best to produce goat milk yoghurt. Key Words: Goat Milk, Pleurotus Ostreatus, Yoghurt, Viscosity ABSTRAK Penelitian Pengaruh Penambahan Bubuk Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostreatus) terhadap kualitas yoghurt susu kambing telah dilaksanakan dengan menggunakan susu kambing Peranakan Ettawa sebanyak 4080 ml. Metode penelitian menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 5 perlakuan dan 4 kelompok ulangan. Perlakuan yang diberikan dalam penelitian ini adalah penambahan bubuk jamur tiram putih sebanyak A (0%), B (0,1%), C (0,2%), D (0,3%) dan E (0,4%). Peubah yang diukur adalah kadar protein, kadar lemak, viskositas dan rasa yoghurt susu kambing. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan bubuk jamur tiram putih nyata (P < 0,05) meningkatkan kadar protein, viskositas dan rasa yoghurt susu kambing serta menurunkan kadar lemaknya. Penambahan bubuk jamur tiram putih sebanyak 0,3% yang terbaik untuk menghasilkan yoghurt susu kambing. Kata Kunci: Susu Kambing, Pleurotus Ostreatus, Yoghurt, Viskositas
PENDAHULUAN Susu kambing adalah susu yang memiliki aroma yang khas dengan nilai gizi yang tinggi. Karakteristik susu kambing, yaitu warnanya lebih putih, globula lemak susunya lebih kecil, lemak susu kambing lebih mudah dicerna serta mengandung mineral, kalsium, vitamin A, E dan B kompleks yang lebih tinggi sehingga dapat dikonsumsi bagi orang yang alergi akan susu sapi karena tidak mengandung alpha lactoglobulin yang bersifat allergen (SUSANTO dan BUDIANA, 2005). Namun aroma khas yang ada pada susu kambing membuat susu ini
620
kurang digemari oleh masyarakat sehingga sebagian kecil saja masyarakat yang mengkonsumsi susu kambing dalam keadaan segar. Upaya untuk menjadikan susu kambing sebagai bahan pangan yang digemari masyarakat salah satunya adalah dengan mengolah susu kambing segar menjadi yoghurt. Menurut BUCKLE et al. (2007) yoghurt didefinisikan sebagai produk koagulasi susu yang dihasilkan melalui proses fermentasi bakteri asam laktat yaitu Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus thermophillus yang merombak laktosa menjadi asam laktat. Flavor khas yoghurt disebabkan karena asam
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2011
laktat dan sisa-sisa asetaldehida, diasetil, asam asetat dan bahan-bahan mudah menguap lainnya yang dihasilkan oleh fermentasi bakteri. KUSUMAH (2008) menyatakan bahwa kualitas yoghurt dipengaruhi oleh suhu, lama pemeraman dan persentase starter. Secara fisika dan kimia produk yoghurt yang baik adalah yang memiliki tekstur halus, kental dengan cita rasa spesifik (agak asam) dan berbentuk seperti bubur atau es krim. Bakteri asam laktat sebagai bakteri probiotik dalam pertumbuhannya memerlukan nutrisi yang tersedia, yang dapat juga diperoleh dari sumber nutrisi yang mengandung prebiotik. Prebiotik pada umumnya merupakan karbohidrat yang tidak dapat dicerna, tapi mempunyai pengaruh baik terhadap ekosistem mikroflora probiotik dalam usus sehingga dapat memberikan efek kesehatan pada manusia dan binatang, biasanya dalam bentuk oligosakarida dan serat pangan (SURONO, 2004). WIDODO (2003) menyatakan bahwa penambahan prebiotik pada dasarnya dimaksudkan untuk membantu bakteri probiotik dengan cara meningkatkan viabilitas atau kemampuan hidup dalam sistem pencernaan. Beberapa bahan pangan yang mampu lolos dari lambung dan usus kecil (duodenum, jejenum dan ilium) serta tidak terdigesti (kecuali oleh probiotik) sangat berpotensi sebagai prebiotik, diantaranya karbohidrat yang mengandung soluble dietary fibre (SDF) seperti oligosakrida, pentosan (non-starch polysaccharide) dan resistant starch. Jamur tiram putih yang mengandung nutrisi yang sangat bermanfaat bagi kesehatan tubuh manusia, memiliki kandungan gizi yang tinggi yaitu mengandung protein 19 – 30%, karbohidrat 50 – 60% (SISWONO, 2002). Menurut EFITA (2005) bahwa jamur tiram dapat dikembangkan menjadi produk lain seperti sup, saus, pasta, sosis, bakso, makanan fermentasi, makanan ringan, biskuit, mie instan, permen dan teh serbat atau beragam minuman untuk pemulihan energi, minuman sehat juga dapat dibuat dari fitrat kulturnya. ATRIANI (2007) melaporkan, bahwa penggunaan bubuk jamur tiram putih pada pembuatan yoghurt susu sapi sebanyak 0,4%
merupakan level terbaik. Begitu pula dengan penelitian MUCHTAR (2007) bahwa dengan penambahan bubuk jamur tiram putih sebanyak 0,4% dapat meningkatkan viabilitas bakteri asam laktat (BAL). MATERI DAN METODE Metode dalam penelitian ini merupakan metode eksperimen dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) yang terdiri dari 5 perlakuan dan 4 ulangan. Perlakuannya yaitu: pemberian bubuk jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) sebanyak: A (0%), B (0,1%), C (0,2%), D (0,3%), E (0,4%) ke dalam susu kambing yang telah diberi starter Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus thermophillus sebanyak 2%. Variabel yang diukur adalah kadar protein, kadar lemak, viskositas dan rasa dari yoghurt susu kambing. Adapun prosedur dari penelitian ini adalah sebagai berikut: Seribu milliliter (1000 ml) susu kambing dipasteurisasi pada suhu 65°C selama 30 menit pada water bath sambil diaduk, lalu ditambahkan 4% gula pasir. Kemudian suhu diturunkan sampai 43°C untuk kemudian diinokulasikan Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus thermophillus (1 : 1) sebanyak 2% sambil diaduk agar homogen. Setelah itu susu dibagi ke dalam 5 botol masing-masing sebanyak 200 ml, yang kemudian secara acak dibagi dalam 5 kelompok perlakuan untuk ditambahkan bubuk jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) masing-masing sebanyak: A (0%), B (0,1%), C (0,2%), D (0,3%), dan E (0,4%). Setelah homogen botol ditutup rapat dan diinkubasi di dalam inkubator selama 5 jam pada suhu 43°C. Yoghurt yang dihasilkan disimpan di dalam refrigerator pada suhu 5°C untuk dilakukan pengamatan sesuai variabel yang diukur. Prosedur tersebut di atas dilakukan sebanyak 4 kali. Bila perlakuan menunjukkan hasil berbeda nyata (P < 0,05) maka akan dilanjutkan dengan Duncans Multiple Range Test (DMRT), sedangkan nilai rasa dianalisis dengan menggunakan uji non parametrik Friedman Test (STEEL dan TORRIE,1995).
621
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2011
HASIL DAN PEMBAHASAN Kadar protein Tabel 1. menunjukkan bahwa penambahan bubuk jamur tiram putih meningkatkan kadar protein yoghurt susu kambing secara nyata (P < 0,05), dengan kadar protein yoghurt tertinggi pada perlakuan E (6,83%) yang tidak berbeda nyata dengan perlakuan D (6,64%) (P > 0,05). Kadar protein yoghurt susu kambing pada perlakuan B (6,19%) dan C (6,27%) nyata lebih tinggi dibandingkan perlakuan A (5,25%) (P < 0,05). Meningkatnya kadar protein yoghurt susu kambing seiring dengan meningkatnya penambahan konsentrasi bubuk jamur tiram putih karena dalam jamur tersebut mengandung nutrisi, yaitu oligosakarisa yang bertindak sebagai prebiotik. Oligosakarida juga dapat meningkatkan viabilitas dari bakteri asam laktat dalam merombak laktosa menjadi asam laktat. Sesuai dengan pendapat MICHWAN (2007), bahwa oligosakarida yang tidak tercerna seperti rafinosa, fruktooligosa-karida, galaktosillaktosa, isomalto oligosa-karida atau transgalakto-siloligosakarida (TOS) diketahui dapat meningkatkan jumlah bifidobakteria indigenus dan bakteri asam laktat lainnya. Akibatnya asam yang terbentuk akibat penguraian laktosa oleh aktifitas dari bakteri yoghurt ini semakin tinggi. Adapun asam berperan dalam menggumpalkan protein yoghurt menjadi curd yang menyebabkan total padatan meningkat, sehingga kadar air yoghurt susu kambing menurun. Sesuai dengan pernyataan WIDODO (2003), bahwa pada pH asam, protein yoghurt mengalami koagulasi sehingga terbentuk koagulan atau gumpalan yang semakin lama semakin banyak.
Disamping itu, meningkatnya kadar protein yoghurt susu kambing oleh karena penambahan bubuk jamur tiram putih disebabkan jamur tiram putih merupakan sumber protein nabati yang terdiri dari asam amino yang merupakan komponen utama penyusun protein. Akibatnya, dengan menambahkan bubuk jamur tiram putih ke dalam pembuatan yoghurt susu kambing berarti menambahkan protein secara tidak langsung ke dalam yoghurt. Kadar protein yoghurt susu kambing pada perlakuan E tidak berbeda nyata dengan perlakuan D (P > 0,05), disebabkan penambahan bubuk jamur tiram putih sampai 0,3% pada perlakuan D sudah maksimal dalam reaksinya untuk meningkatkan viabilitas dari bakteri yoghurt dalam merombak laktosa menjadi asam laktat. Oleh karena oligosakarida yang dimanfaatkan sebagai prebiotik sudah maksimal maka peningkatan total padatan pun sudah maksimal, sehingga penurunan kadar air juga sudah maksimal yang diikuti oleh maksimalnya peningkatan kadar protein yoghurt susu kambing. Akibatnya, saat konsentrasi bubuk jamur tiram putih ditingkatkan lagi sampai 0,4% pada perlakuan E, kadar protein yang dihasilkan relatif sama. Menurut BADAN STANDARISASI NASIONAL (1992) tentang mutu yoghurt, bahwa kadar protein yang diizinkan minimum 3,5%. Hasil pengukuran kadar protein yoghurt susu kambing dengan penambahan bubuk jamur tiram putih sesuai dengan standarisasi mutu yoghurt karena kadar proteinnya antara 6,19 – 6,83%. Kadar lemak Tabel 1 menunjukkan bahwa penambahan konsentrasi bubuk jamur tiram putih nyata
Tabel 1. Pengaruh penambahan bubuk jamur tiram putih (Pleurotus ostreotus) terhadap kadar protein, kadar lemak, viskositas dan rasa yoghurt susu kambing Perlakuan A
Kadar protein 5,25 ± 0,50
a
ab
Kadar lemak 5,57 ± 0,25
c
bc
5,23 ± 0,50
Viskositas
1,50 ± 0,12a
ab
1,70 ± 0,09ab
3,38 ± 0,75 4,85 ± 0,85
Rasa a
B
6,19 ± 0,25
C
6,27 ± 0,45ab
4,89 ± 0,47b
7,00 ± 2,27ab
1,88 ± 0,11b
D
b
6,64 ± 0,93
4,68 ± 0,36
ab
b
1,65 ± 0,09ab
E
6,83 ± 1,24b
4,26 ± 0,14a
12,43 ± 6,86b
1,68 ± 0,10ab
10,35 ± 4,29
Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata (P < 0,05)
622
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2011
menurunkan kadar lemak yoghurt susu kambing P < 0,05), dengan kadar lemak yoghurt susu kambing terrendah pada perlakuan E (4,26%) tetapi berbeda tidak nyata dengan perlakuan D (4,68%) (P > 0,05). Kadar lemak yoghurt susu kambing menurun seiring dengan meningkatnya pemberian konsentrasi bubuk jamur tiram putih. Kondisi ini diduga karena serat pada jamur tiram putih bersifat mengikat misel lemak sehingga mengurangi absorpsi lemak. Akibatnya, kadar lemak yoghurt susu kambing semakin menurun dengan meningkatnya pemberian bubuk jamur tiram putih. Sesuai dengan pendapat JAMES dan GROPPER (1990) dalam LESTARI (2006) bahwa lignin mempunyai gugus methoxyl yang dapat mengikat kuat mineral dan nutrien lain, serta sifatnya yang adsorptif akan mengikat misel lemak, sehingga mengurangi absorpsi lemak. Demikian juga menurut ATRIANI (2007) bahwa semakin banyak jumlah bubuk jamur tiram putih yang ditambahkan ke dalam pembuatan yoghurt maka kadar lemak akan semakin menurun. Kadar lemak yoghurt susu kambing pada perlakuan E tidak berbeda nyata dengan kadar lemak yoghurt susu kambing pada perlakuan D (P > 0,05). Hal ini disebabkan penambahan bubuk jamur tiram putih sampai 0,3% sudah maksimal dalam reaksinya mengikat misel lemak pada yoghurt susu kambing. Akibatnya, saat konsentrasi bubuk jamur tiram putih yang diberikan ditingkatkan sampai 0,4% pada perlakuan E, kandungan lemak yang dihasilkan relatif tidak berbeda. Viskositas Tabel 1. menunjukkan bahwa penambahan konsentrasi bubuk jamur tiram putih meningkatkan viskositas yoghurt susu kambing secara nyata (P < 0,05), dengan viskositas yoghurt susu kambing tertinggi pada perlakuan E (12,43 Cpa) tetapi tidak berbeda nyata dengan pada perlakuan D (10,35 Cpa) (P > 0.05). Viskositas yoghurt susu kambing antara perlakuan B (4,85 Cpa) dan C (7,00 Cpa) tidak berbeda nyata (P > 0,05), namun keduanya nyata lebih tinggi dibandingkan pada perlakuan A (3,38 Cpa).
Meningkatnya viskositas yoghurt susu kambing seiring dengan meningkatnya penambahan konsentrasi bubuk jamur tiram putih, disebabkan sebagai prebiotik bubuk jamur tiram putih mengandung oligosakarida yang dapat memacu pertumbuhan Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus thermophillus, yang akan menghasilkan asam laktat sebagai hasil metabolismenya laktosa sehingga asam laktat yang dihasilkan meningkat. Akibatnya, dengan meningkatnya asam laktat akan menggumpalkan protein susu yang menyebabkan yoghurt susu kambing menjadi kental sehingga viskositas pada yoghurt susu kambing meningkat. Hal ini sesuai dengan pendapat TAMIME dan DEETH (1980) bahwa kekentalan dari susu tergantung pada kandungan protein yang terdapat di dalamnya, dan kandungan protein yang tinggi akan menghasilkan yoghurt yang lebih kental dan padat. Viskositas yoghurt susu kambing pada perlakuan A paling rendah, yaitu 3,38%. Hal ini disebabkan pada perlakuan A tidak ditambahkan bubuk jamur tiram putih, sehingga oligosakarida pada bubuk jamur tiram putih yang diharapkan sebagai prebiotik tidak dapat memacu aktifitas bakteri Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus thermophillus dalam merombak laktosa menjadi asam laktat. Akibatnya, asam laktat yang dihasilkan sedikit sehingga koagulasi protein rendah dan kadar air tetap tinggi yang menyebabkan tekstur yoghurt susu kambing menjadi kurang kental. Sesuai dengan pendapat NURILMALA (2008) bahwa viskositas berbanding lurus dengan kadar protein yoghurt dan berbanding terbalik dengan kadar lemak. Rasa Tabel 1. menunjukkan, bahwa penambahan bubuk jamur tiram putih (P < 0,05) menurunkan nilai rasa yoghurt susu kambing secara nyata (P < 0,05), dengan nilai rasa yoghurt susu kambing pada perlakuan C (1,88) tertinggi dan paling disukai oleh panelis (P < 0,05) namun tidak berbeda nyata dibandingkan perlakuan D dan E (P > 0,05), yaitu masing-masing 1,65 dan 1,68. Yoghurt susu kambing pada perlakuan C, yaitu yang ditambahkan bubuk jamur tiram
623
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2011
putih sebanyak 0,2% nilai rasanya paling tinggi. Hal ini disebabkan kandungan asam laktat yang dihasilkan tidak terlalu tinggi sehingga rasa yoghurt susu kambing yang dihasilkan pun tidak terlalu berasa asam dan disukai oleh panelis. Keasaman yang dihasilkan ini merupakan akibat dari aktivitas bakteri yoghurt dalam memanfaatkan oligosakarida sebagai prebiotik untuk menghasilkan asam laktat yang tidak terlalu tinggi. Kondisi ini menimbulkan aroma serta cita rasa segar dan khas pada yoghurt susu kambing, sebagai akibat dihasilkannya berbagai komponen volatil penentu flavor yang disukai oleh panelis. Sesuai dengan pendapat WIDODO (2003) bahwa yoghurt merupakan produk pangan hasil fermentasi susu yang mempunyai cita rasa khas dengan kandungan asam cukup tinggi, tekstur yang semi padat dan citarasa segar sebagai akibat dihasilkannya berbagai komponen volatile penentu flavor seperti diasetil, asetaldehide, karbondioksida, dan sedikit alkohol. Rasa yoghurt susu kambing pada perlakuan D dan E mengalami penurunan. Hal ini disebabkan dengan semakin tingginya pemberian bubuk jamur tiram putih hingga 0,4% semakin tinggi pula prebiotik di dalam yoghurt, yang dapat meningkatkan viabilitas bakteri asam laktat dalam merombak laktosa menjadi asam laktat sehingga rasa yoghurt lebih asam. Walau nilai rasa yoghurt pada kedua perlakuan tersebut mengalami penurunan, namun panelis masih menyukai rasa yoghurt tersebut.
BADAN STANDARISASI NASIONAL. 1992. Penetapan Angka Lempeng Total. SNI. No. 01-29811992, Jakarta.
KESIMPULAN
STEEL, R.G.D. dan J. TORRIE. 1995. Prinsip dan Prosedur Statistika suatu Pendekatan Biometrik. Edisi Kedua. Alih Bahasa BAMBANG SUMANTRI. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Penambahan bubuk jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) mampu meningkatkan kadar protein, viskositas dan rasa yoghurt susu kambing, akan tetapi menurunkan kadar lemak yang dihasilkan. Penambahan bubuk jamur tiram putih dengan konsentrasi 0,3% (D) menghasilkan kualitas yoghurt susu kambing terbaik dan rasanya masih disukai DAFTAR PUSTAKA ATRIANI, R. 2007. Pengaruh Penambahan Bubuk Jamur Tiram Putih Terhadap Kualitas Yoghurt. Tesis. Universitas Putra Indonesia.
624
BUCKLE, K.A., R.A. EDWARDS., G.H. FLEET dan M, WOTTON. 2007. Ilmu Pangan. Terjemahan: HARI PURNOMO ADIONO. Universitas Indonesia, Jakarta. EFITA, R. 2005. Manfaatkan jamur sebagai bahan pangan dan obat. Sumber: Majalah Health Today. Sabtu 13 Agustus 2005. KUSUMAH, A. 2008. Yoghurt, Bioteknologi Sederhana. http://indobic.or.id/artikel. (2 Februari 2010). LESTARI, S. E. 2006. Adsorpsi Mineral dan Kadar Lemak Darah pada Tikus yang Diberi Serat Ampas Teh Hasil Modifikasi Melalui Fermentasi dengan Aspergillus niger. Skripsi. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, Bogor. MICHWAN, A. 2007. Prebiotik, Probiotik dan Simbiotik. Artikel Tersedia: http://Ardiansyah Multiply.com/jurnal/item/22. (2 Februari 2010). MUCHTAR, L. 2007. Pengaruh Waktu Penyimpanan terhadap Viabilitas Bakteri Asam Laktat pada Yoghurt Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostreotus). Tesis. Universitas Putra Indonesia. NURILMALA, F. 2008. Studi karakteristik produk pada formulasi yoghurt pada kalori. J. Nusa Kimia. 7(2). SARWONO, B. 2006. Beternak Kambing Unggul. Penebar Swadaya, Jakarta. SISWONO, 2002. Jamur tiram untuk antikolesterol. http://jamur pangan.co.id. (5 Februari 2010. Jam 13.15 WIB).
SURONO. I.S. 2004. Probiotik Susu Fermentasi dan Kesehatan. Tri Cipta Karya, Jakarta. SUSANTO, N.S. dan BUDIANA. 2005. Susu Kambing. Penebar Swadaya, Jakarta. TAMIME, A.Y., H.C. DEETH. 1980. Yoghurt: Technology and biochemistry. J. Food Proc. 43(12): 939 – 977. WIDODO. 2003. Bioteknologi Industri Susu. Lacticia Press, Yogyakarta.
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2011
DISKUSI
Pertanyaan: 1. Setelah dibuat yoghurt bagaimana nilai tambah/jualnya? 2. Apakah sudah dilakukan uji organoleptik? 3. Inokulasi + jamur tiram putih (prosedurnya) kapan ditambah?
Jawaban: 1.- Nilai jual yoghurt lebih mahal daripada susu segar - Bau dari susu segar yang tidak enak berkurang/hilang setelah dibuat yoghurt - Untuk kesehatan banyak yang memilih susu kambing 2. Uji organoleptik sudah dilakukan 3. Setelah inokulasi bakteri beberapa saat + jamur (suhu tetap 37 – 40°C)
625