PENGARUH PENAMBAHAN BERBAGAI KOMPOSISI NUTRISI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL JAMUR TIRAM PUTIH (Pleurotus ostreatus)
Ade Hilman Juhaeni 1) Program Studi Agrotekhnologi Fakultas pertanian Universitas Siliwangi
[email protected]
Fitri Kurniati 2) Fakultas pertanian Universitas Siliwangi
[email protected]
Undang 3) Fakultas pertanian Universitas Siliwangi
[email protected]
Jln. Siliwangi No. 24 Kotak Pos 164 Tasikmalaya 46115 Tlp: (0265) 330634 Fax: (0265) 325812 Website: www.unsil.ac.id E-mail:
[email protected]
ABSTRACT The objective of this study was to investigate and determine the exact composition of nutrients that can improve the growth and the yield of oyster mushroom. The study was carried out from July to November 2013 in mushroom center of Agribusiness Incubator Center of Agriculture faculty, Siliwangi University, Tasikmalaya altitude of approximately 350 m above sea level . The study Methods that used was is Experimental methods using randomized block design ( RBD) with 4 treatments and six replications. The Nutrient compositions that used in this study were : A = Without nutrients ( control ) , B = leri water Nutrition 10 ml / baglog , C = leri water + sugar + bean extract 10 ml / baglog , D = leri water + sugar + vitamin B complex 10 ml / baglog . The parameters measured were plant height pseudo stem of oyster mushroom, cap diameter of oyster mushroom, number of oyster mushroom body , weight per oyster mushroom body, fresh weight of oyster mushroom. The results showed that : 1. The addition various nutritient composition gave effect on the height pseudo stem of oyster mushroom at 2nd, and 3rd, harvest, cap diameter of mushroom at 4th 1
2
2.
harvest, number of oyster mushroom body at 2nd and 3rd harvest , weight per oyster mushroom body at 2nd, 3rd, and 4th harvest and fresh weights of oyster mushroom body at 1st, 2nd, 3rd, and 4th harvest, total weight of oyster mushroom harvest. The addition of leri water nutrition 10 ml / baglog gove the best effect on the cap diameter of mushroom at 4th harvest, fresh weight of oyster mushroom body with the best average of 116,23 g/baglog at 2nd harvest, and total weight as much as 440,25 g/baglog.
Keywords: Nutrient composition, Oyster mushrooms ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menentukan komposisi nutrisi yang tepat yang mampu meningkatkan pertumbuhan dan hasil jamur tiram putih. Penelitian dilaksanakan di rumah jamur Pusat Inkubator Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Siliwangi, pada ketinggian tempat kurang lebih 350 m dpl. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai Nopember 2013. Metode Penelitian yang digunakan adalah metode eksperimental dengan menggunakan rancangan acak kelompok (RAK) dengan 4 perlakuan dan diulang sebanyak enam kali. Jenis komposisi nutrisi yang digunakan dalam percobaan ini adalah : A = Tanpa nutrisi ( Kontrol), B = Nutrisi air leri 10 ml/baglog, C = Nutrisi air leri+gula+ekstrak tauge 10 ml/baglog, D = Nutrisi air leri+gula+vitamin B kompleks 10 ml/baglog. Parameter yang diamati adalah tinggi batang tubuh buah jamur tiram putih, diameter tudung buah jamur tiram putih , jumlah tubuh buah jamur tiram putih, bobot per tubuh buah jamur tiram putih, bobot basah jamur tiram putih. Hasil penelitian menunjukkan : 1. Penambahan berbagai komposisi nutrisi memberikan pengaruh terhadap tinggi batang semu panen ke-2, dan ke-3, diameter tudung buah jamur pada panen ke-4, jumlah tubuh buah jamur pada panen ke-2, ke-3, dan ke-4, bobot per tubuh buah jamur pada panen ke-2, ke-3, dan ke-4, bobot basah jamur tiram putih pada panen ke-1, ke-2, ke-3, dan ke-4, bobot total panen jamur tiram. 2. Penambahan nutrisi air leri 10 ml/baglog memberikan diameter tudung buah jamur yang lebih besar pada panen ke-4, bobot basah jamur tiram terberat sebanyak 116,23 g/baglog pada panen ke-2 dan bobot total panen terberat sebanyak 440,25 g. Kata kunci : Komposisi nutrisi, Jamur tiram I.
PENDAHULUAN Jamur tiram putih merupakan salah satu jenis jamur konsumsi yang cukup
digemari masyarakat. Jamur tiram putih termasuk dalam kelompok Basidiomycotes, yakni kelompok jamur putih yang ditandai dengan tumbuhnya miselium berwarna putih memucat pada sekujur media tanam (Sumarsih, 2010). Indonesia telah diperhitungkan sebagai negara produsen jamur di dunia. Berdasarkan kapasitas produksinya, Indonesia menempati urutan ke-2 untuk jamur
3
tiram putih serta jamur kuping dan urutan ke-5 dunia untuk jamur kancing dan jamur shiitake (Slamet, 2005). Data volume ekspor jamur tiram segar Indonesia kurun waktu tahun 2009 sampai 2012 sebanyak 1,093 ton, 425,000 ton, 302,000 ton dan 41,000 ton, sedangkan volume impor sebanyak 617,000 ton, 1,272 ton, 1,011 ton dan 426,000 ton. Nilai ekspor dan impor jamur Indonesia yang terus meningkat menjadi suatu alasan mengapa budidaya jamur tiram putih semakin marak. Impor terjadi karena belum terpenuhinya kebutuhan jamur masyarakat oleh pasar lokal. Jumlah permintaan akan jamur tiram putih masih lebih banyak dibandingkan dengan pasokan jamur yang ada, hal ini berkaitan dengan kebutuhan jamur di pasar lokal yang semakin meningkat akibat berkembangnya industri makanan. Menurut Cahyana dkk (1999), jamur merupakan organisme yang tidak berklorofil sehingga jamur tidak dapat menyediakan makanan sendiri dengan cara fotosintesis seperti pada tanaman berklorofil. Oleh karena itu, jamur mengambil zat-zat makanan yang sudah jadi yang dibuat atau dihasilkan oleh organisme lain untuk kebutuhan hidupnya. Pada fase pembentukan miselium, jamur tiram memerlukan suhu 22 sampai 28
dan kelembaban 60% sampai 80%.
Menurut Ismawan dkk (2003), kandungan protein jamur tiram rata-rata 3,5 sampai 4% dari berat basah. Berarti proteinnya dua kali lipat lebih tinggi dibandingkan asparagus dan kubis. Bila dihitung dari berat kering jamur tiram kandungan proteinnya adalah 19 sampai 35% sementara beras 7,3%, gandum 13,2%, kedelai 39,1% dan susu sapi 25,2%. Jamur tiram juga mengandung sejumlah vitamin penting terutama kelompok vitamin B, vitamin C dan provitamin D yang diubah menjadi vitamin D dengan bantuan sinar matahari. Kandungan vitamin BI (tiamin), B2 (riboflavin), niasin dan provitamin D2 (ergosterol)-nya cukup tinggi. Jamur merupakan sumber mineral yang baik. Kandungan mineral utama yang tertinggi adalah kalium (K), kemudian fosfor (P), natrium (Na), Kalsium (Ca) dan magnesium (Mg). Menurut Achmad dkk (2011), jamur tiram mengandung karbohidrat sebesar 58%, lemak sebesar 1,6%, dan protein sebesar 27%. Protein jamur mengandung leusin, isoleusin, valin, triptofan, lisin, fenilanin, dan beberapa jenis asam amino lainya yang penting bagi tubuh. Vitamin B kompleks pada jamur tiram tergolong tinggi. Budidaya jamur tiram saat ini di tingkat petani masih banyak kendala karena para petani masih belum sepenuhnya memperhatikan faktor-faktor yang menunjang
4
keberhasilannya. Faktor-faktor yang harus dipertimbangkan dalam budidaya jamur tiram antara lain lokasi dengan ketinggian dan persyaratan lingkungan tertentu, sumber bahan baku untuk substrat tanam, sumber bibit, dan lain-lain yang merupakan faktor penentu (Syammahfuz Chazali dkk, 2009) Media tanam yang umum digunakan oleh petani adalah serbuk gergaji. Menurut Slamet (2005), media tanam serbuk gergaji harganya murah, mudah didapat, medianya kompak dan padat. Pada proses awal pembuatan media tanam jamur, bahan yang dibutuhkan terdiri dari serbuk gergaji kayu, dedak dan kapur ditambah dengan air, selain itu bisa juga ditambahkan pupuk hayati untuk mempercepat proses pengomposanya. Media tanam jamur tiram pada awal pembuatan sudah memiliki kandungan nutrisi yang cukup, namun setelah proses inkubasi yaitu pada fase penumbuhan miselium, nutrisi yang ada pada media jamur sedikit berkurang, sehingga diperlukan kembali asupan nutrisi yang cukup untuk tahap pembentukan calon tubuh buah jamur. Setelah panen pertama media tanam juga memerlukan nutrisi sehingga diupayakan untuk menambahkan nutrisi kembali agar nutrisi selalu tersedia dalam media, dan setelah panen selanjutnya diperlakukan sama. Penambahan nutrisi di kalangan petani tradisional komposisinya beragam, adapun komposisi nutrisi yang biasa digunakan salah satunya dengan menggunakan air leri. Sebenarnya banyak teori untuk membuat nutrisi tambahan untuk memacu pertumbuhan jamur tiram, selain memanfaatkan air leri (air cucian beras), penggunaan hasil fermentasi buah, ekstrak tauge, vitamin B kompleks, gula sampai beberapa ramuan yang bisa kita buat sendiri (Khoerul Huda, 2012). Berdasarkan hal tersebut di atas, maka penulis merasa perlu melakukan penelitian mengenai Pengaruh Penambahan Nutrisi terhadap Pertumbuhan dan Hasil Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostreatus). Maksud penelitian adalah untuk mencoba pengaruh penambahan berbagai komposisi nutrisi terhadap pertumbuhan dan hasil jamur tiram putih. Adapun tujuan penelitian adalah untuk mengetahui penambahan berbagai komposisi nutrisi yang paling baik terhadap pertumbuhan dan hasil jamur tiram putih.
5
II. METODE PENELITIAN Tempat dan waktu percobaan Penelitian dilaksanakan di rumah jamur Pusat Inkubator Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Siliwangi Kelurahan Cikahuripan Kecamatan Tawang Kota Tasikmalaya pada ketinggian tempat kurang lebih 350 m dpl. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai Nopember 2013. Bahan dan alat percobaan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : (a) Bibit jamur tiram putih siap tanam generasi F2 (b) serbuk gergaji kayu albasia 200 kg. (c) Dedak 30 kg, (d) Kapur dolomit sebanyak 10 kg, (e) alkohol 70%, (f) Pupuk hayati M-Bio 0.5 liter, (g) spirtus, (h) air bersih secukupnya, (i) vitamin B kompleks 5 tablet, (j) air leri 5 liter, (k) gula 50 gram, (l) tauge 500 gram Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah : (a) saringan kawat 0,5 cm. (b) Sekop. (c) Cangkul. (d) Timbangan. (e) Kantung plastik polypropylene transparan berukuran 20 cm x 30 cm dengan ketebalan 0,3 mm. (f) Drum. (g) Kompor Pengukus dari drum. (h) Lampu spirtus. (i) Terpal. (j) Cincin paralon berdiameter 2,5 cm dan tinggi 2 cm. (k) Kapas, (l) Ember. (m) Jolang. (n) Kapuk. (o) Thermometer. (p) Hygrometer. (q) pH meter. (r) Handsprayer. (s) Spatula. (t) Jangka sorong. (u) Mistar. (v) Gunting. (w) Alat tulis. (x) Jarum suntik (y) kertas label dan buku untuk pencatatan data. Metode Penelitian Rancangan penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) yang terdiri dari empat perlakuan dan diulang enam kali. Perlakuan tersebut terdiri dari: A = Tanpa nutrisi ( Kontrol) B = Nutrisi air leri C = Nutrisi air leri + gula + ekstrak tauge D = Nutrisi air leri + gula + vitamin B kompleks Jumlah keseluruhan petak percobaan 24 plot. Masing-masing perlakuan terdiri dari 8 baglog .
6
III. HASIL DAN PEMBAHASAN Tinggi Batang Semu Tubuh Buah Jamur Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa penambahan berbagai komposisi nutrisi memberikan pengaruh berbeda nyata terhadap tinggi batang semu pada panen ke-2 dan ke-3 (Tabel 6). Tabel 6. Pengaruh penambahan berbagai komposisi nutrisi terhadap tinggi batang semu panen ke 1,2,3, dan 4. Tinggi batang semu (cm)
Perlakuan Panen ke 1 A=Tanpa nutrisi B=Air leri C=Air leri+gula+ekstrak tauge D=Air leri+gula+vit.B komplek
7,42 a 7,19 a 6,88 a 7,19 a
Panen ke 2
Panen ke 3
Panen 4
6,76 a 7,24 bc 6,93 ab 7,39 c
6,15 a 7,08 b 6,70 b 6,61 ab
6,10 a 6,37 a 6,40 a 5,86 a
Keterangan : Nilai rata-rata yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf nyata 5 %
Pada Tabel 6 terlihat bahwa penambahan nutrisi pada perlakuan B dan D memberikan hasil yang lebih baik dibanding perlakuan A terhadap tinggi batang semu jamur tiram pada panen ke-2. Sedangkan penambahan nutrisi perlakuan B dan C memberikan hasil yang lebih baik terhadap tinggi batang semu jamur tiram dibandingkan perlakuan A pada panen ke-3. Hal tersebut menunjukan bahwa dengan penambahan komposisi nutrisi mampu meningkatkan pertumbuhan tinggi batang semu. Menurut Bekti Indras (2011), karbohidrat bisa jadi perantara terbentuknya hormon auksin dan giberelin. Auksin bermanfaat untuk merangsang pertumbuhan pucuk dan kemunculan tunas baru sedangkan giberelin berguna untuk merangsang pertumbuhan akar. Selain itu, air leri, ekstrak tauge juga mengandung vitamin B1. Vitamin B1 juga berfungsi memaksimalkan penyerapan nutrisi di dalam media tanam, sehingga dapat berpengaruh terhadap tinggi batang jamur. Penambahan nutrisi perlakuan B, C dan D pada saat pembukaan media tanam, miselium yang baru muncul tidak bisa menerima asupan nutrisi secara langsung dari luar dan berpengaruh pada proses munculnya tunas menjadi terhambat. Sehingga pada saat panen ke-1 media tanam yang diberikan nutrisi panennya lebih lama daripada yang tidak memakai nutrisi. Sedangkan pada panen ke-4 pemberian nutrisi tidak berpengaruh pada pertumbuhan tinggi jamur.
7
Pada penambahan komposisi perlakuan C (air leri, gula dan ekstrak tauge) menunjukkan tidak berbeda nyata dengan perlakuan lainya terhadap tinggi batang semu panen ke-1 dan ke-4. Hal tersebut dimungkinkan karena penambahan nutrisi setelah pembukaan media, media tanam jamur belum siap menerima asupan nutrisi dari luar sehingga belum mampu diserap oleh tunas jamur dengan baik dan belum bisa mendorong pertumbuhan tinggi batang jamur tiram. Pada penambahan nutrisi perlakuan D (air leri, gula dan vitamin B kompleks) menunjukkan tidak berbeda nyata dengan perlakuan lainya pada panen ke-1 dan 4. Hal tersebut penambahan nutrisi perlakuan D (air leri, gula dan vitamin B kompleks) pada media tanam kondisinya basah dan pekat, sehingga menghambat pertumbuhan jamur, sedangkan pada panen ke-2 menunjukan berbeda nyata terhadap tinggi batang jamur, dikarenakan penyerapanya lebih optimal. Diameter Tudung Buah Jamur Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa penambahan berbagai komposisi nutrisi memberikan pengaruh berbeda nyata terhadap diameter tudung pada panen ke-4 (Tabel 7). Diameter tudung buah (cm)
Perlakuan A=Tanpa nutrisi B=Air leri C=Air leri+gula+ekstrak tauge D=Airleri+gula+vit.B komplek
Panen ke 1 8,52 a 8,43 a 8,15 a 8,08 a
Panen ke 2 7,51 a 7,61 a 7,60 a 7,70 a
Panen ke 3 7,06 a 7,15 a 6,87 a 7,07 a
Panen 4 6,22 a 6,92 b 6,32 a 6,50 ab
Keterangan : Nilai rata-rata yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf nyata 5 %
Tabel 7. Pengaruh penambahan berbagai komposisi nutrisi terhadap diameter tudung buah pada panen ke 1, 2, 3, dan 4. Pada Tabel 7 terlihat bahwa penambahan perlakuan B (air leri) memberikan hasil lebih baik dibanding perlakuan lainya terhadap diameter tudung jamur pada panen ke-4. Sedangkan penambahan pada perlakuan B, C dan D tidak memberikan pengaruh nyata terhadap diameter tudung jamur pada panen ke-1, ke-2, dan ke-3. Hal ini disebabkan unsur hara yang menunjang untuk penambahan diameter tudung jamur tiram sudah tercukupi, maka proses perkembangan miselium menjadi tubuh buah akan normal. Hal ini sejalan dengan pendapat Cahyana dkk (1998), bahwa pertumbuhan jamur sangat dipengaruhi oleh hara yang terdapat pada media, apabila unsur hara yang
8
dapat diserap jamur tersedia cukup, maka proses perkembangan miselium menjadi tudung buah jamur akan normal sedangkan unsur hara yang diserap tanaman sedikit menyebabkan pertumbuhan jamur terhambat. Jumlah Tubuh Buah Jamur Hasil analisis statistik menunjukkan penambahan berbagai komposisi nutrisi berpengaruh terhadap jumlah tubuh buah pada panen ke-2, ke-3 dan ke-4. ( Tabel 8). Tabel 8. Pengaruh penambahan berbagai komposisi nutrisi terhadap jumlah tubuh buah panen ke-1, ke-2, ke-3, dan ke-4. Perlakuan Panen ke 1 A=Tanpa nutrisi 5,52 a B=Air leri 4,78 a C=Air leri+gula+ekstrak tauge 5,17 a D=Air leri+gula+vit.B komplek 4,98 a
Jumlah tubuh buah (buah) Panen ke 2 5,36 a 6,65 b 6,23 b 6,19 b
Panen ke 3 4,96 a 5,84 b 5,56 b 5,52 b
Panen 4 4,86 a 5,59 b 5,40 b 5,28 ab
Keterangan : Nilai rata-rata yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf nyata 5 %
Tabel 8 terlihat bahwa penambahan nutrisi perlakuan B, C dan D sebanyak 10 ml/baglog memberikan pengaruh lebih baik terhadap jumlah tubuh buah jamur pada panen ke-2 dan ke-3, sedangkan penambahan nutrisi perlakuan B dan C memberikan pengaruh lebih baik terhadap jumlah tubuh buah jamur pada panen ke-4. Hal ini disebabkan karena penambahan nutrisi pada media tanam mempunyai tingkat energi untuk metabolisme atau pertumbuhan miselium jamur tiram putih, sehingga lebih cepat dan mudah ujung hifa menembus dan menyebar (Susiana, 2010). Selain itu pada nutrisi air leri memiliki kandungan vitamin B1 yang berfungsi memaksimalkan penyerapan nutrisi di dalam media tanam sehingga mampu untuk meningkatkan jumlah tubuh buah (Murjito, 1998). Miselium jamur selain memerlukan selulosa juga memerlukan tambahan nutrisi tambahan lain seperti nitrogen, fosfor, karbon, sulfur magnesium dan unsur hara mikro untuk pertumbuhannya. Pertumbuhan miselium dan tubuh buah dipengaruhi oleh tersedianya unsur hara fospor yang cukup tinggi (Etty Sumiati, 2002). Kandungan nutrisi tambahan pada berbagai media terhadap miselium, masing-masing memberikan respon berbeda yang dapat memenuhi media tumbuh sehingga dalam memacu
9
pertumbuhan tubuh buah penyerapan nutrisi tambahan tersebut dibantu oleh oksigen (O2), cahaya dan frekuensi penyiraman (Ellianti dan titik Suryani, 2004). Bobot per tubuh buah jamur Hasil analisis statistik menunjukkan penambahan berbagai komposisi nutrisi memberikan pengaruh nyata terhadap bobot per tubuh buah pada panen ke-2, dan ke-4 (Tabel 9). Tabel 9. Pengaruh penambahan berbagai komposisi nutrisi terhadap bobot per tubuh buah jamur tiram panen ke-1, ke-2, ke-3, dan ke-4. Perlakuan Panen ke 1 A=Tanpa nutrisi 24,83 a B=Air leri 25,22 a C=Air leri+gula+ekstrak tauge 22,93 a D=Air leri+gula+vit.B komplek 22,66 a
Bobot per tubuh buah (g) Panen ke 2 20,79 b 18,58 a 17,90 a 16,54 a
Panen ke 3 18,47 a 17,56 a 18,36 a 17,68 a
Panen 4 16,67 a 19,33 b 16,64 a 16,59 a
Keterangan : Nilai rata-rata yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf nyata 5 %
Pada Tabel 9 terlihat bahwa perlakuan A (tanpa nutrisi) terhadap bobot per tubuh buah jamur tiram memberikan hasil tertinggi pada panen ke-2. Pada awalnya miselium menyerap nutrien yang ada pada media, sehingga terbentuk bakal tunas jamur, kemudian bakal tunas tersebut menyerap nutrien untuk pertumbuhanya. Menurut Suriawiria (2002), bahwa nutrien yang tersedia dalam media tanam yang mampu diserap oleh jamur akan mampu meningkatkan berat jamur. Hal ini dikarenakan pada perlakuan tanpa nutrisi jumlah tubuh buah lebih sedikit sedangkan bobot cukup besar sehingga bobot per tubuh buah besar. Sedangkan pada panen ke-4 perlakuan penambahan nutrisi perlakuan B (air leri) memberikan pengaruh nyata, hal ini disebabkan karena penyerapan unsur haranya bekerja secara optimum sehingga memberikan bobot per tubuh buahnya menjadi bertambah. Bobot Basah Jamur Per Baglog Per panen Hasil analisis statistik menunjukkan penambahan berbagai komposisi nutrisi berpengaruh terhadap bobot basah jamur pada panen ke-1, ke-2, ke-3, ke-4 (Tabel 10) Tabel 10. Pengaruh penambahan berbagai komposisi nutrisi terhadap bobot basah jamur tiram /baglog empat kali panen.
10
Perlakuan Panen ke 1 A=Tanpa nutrisi 114,40 b B=Air leri 105,84 a C=Air leri+gula+ekstrak tauge 99,79 a D=Air leri+gula+vit.B komplek 101,65 a
Bobot basah jamur (g) Panen ke 2 104,05 a 116,23 b 103,34 a 103,73 a
Panen ke 3 96,98 a 111,34 b 92,46 a 93,61 a
Panen 4 88,46 a 106,84 b 89,26 a 85,96 a
Keterangan : Nilai rata-rata yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf nyata 5 %
Pada Tabel 10 terlihat bahwa perlakuan A (tanpa nutrisi) memberikan pengaruh paling baik dibanding perlakuan lainya terhadap bobot basah jamur pada jamur tiram pada panen ke-1. Hal ini disebabkan miselium yang tumbuh pada media tanamnya tidak terganggu dan terhambat pertumbuhanya dengan adanya penambahan nutrisi yang diberikan pada saat pembukaan media seperti pada perlakuan lainya. Selain itu media tanam pada perlakuan A (tanpa nutrisi) sudah memiliki unsur hara dan cadangan energi yang cukup untuk menghasilkan bobot basah yang optimal, namun pada berikutnya bobot basah jamur yang dihasilkan cenderung menurun. Penambahan nutrisi perlakuan B (air leri) memberikan pengaruh paling baik dibanding perlakuan lainya terhadap bobot basah jamur pada panen ke-2, ke-3 dan ke-4. Hal ini dikarenakan penambahan nutrisi air leri lebih mudah diserap dan nutrisinya sesuai dengan kebutuhan jamur. Selain itu bobot basah jamur perlakuan B (air leri) meningkat pada panen ke-2 sedangkan pada panen berikutnya mengalami penurunan yang tidak terlalu drastis. Sedangkan pemberian nutrisi perlakuan C (air leri, gula, ekstrak tauge) dan D (air leri, gula, vit. B kompleks) hanya mampu meningkatkan bobot basah pada panen ke-2 sedangkan pada panen berikutnya bobotnya menurun. Pada panen ke-1 penambahan nutrisi tidak ada pengaruh terhadap pertumbuhan jamur, hal ini disebabkan karena miselium dan bakal tubuh jamur belum mampu menyesuaikan untuk menyerap kebutuhan nutrisi, namun pada tahap berikutnya penambahan nutrisi dapat diserap oleh jamur dan mampu meningkatkan produktivitas jamur pada perlakuan penambahan nutrisi perlakuan B (air leri).
Hal ini dapat
dijelaskan, bahwa suatu tanaman dapat tumbuh dengan baik, apabila segala unsur yang dibutuhkannya tersedia dalam jumlah cukup, dan unsur tersebut berada dalam bentuk yang dapat diserap oleh tanaman (Dwijoseputro, 2000).
11
Bobot Total Jamur Per Baglog Tabel 11. Pengaruh penambahan berbagai komposisi nutrisi terhadap bobot total jamur tiram /baglog Perlakuan A=Tanpa nutrisi B=Air leri C=Air leri+gula+ekstrak tauge D=Air leri+gula+vit.B komplek
Bobot Total Panen (g) 403,89 a 440,25 b 385,24 a 384,95 a
Keterangan : Nilai rata-rata yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf nyata 5 %.
Hasil analisis statistik menunjukkan penambahan berbagai komposisi nutrisi berpengaruh terhadap bobot total panen (Tabel 11). Tabel 11 terlihat bahwa perlakuan B (air leri) memberikan pengaruh yang terbaik dibandingkan dengan perlakuan yang lainya. Air leri menunjukkan hasil bobot panen sebanyak 440,25 g/baglog. Sedangkan perlakuan yang lain (A,C dan D) memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata. Penambahan perlakuan B (air leri) dapat meningkatkan bobot total jamur tiram dikarenakan air leri mempunyai kandungan unsur hara yang dibutuhkan jamur untuk pertumbuhanya. Menurut Winarni (2002), air leri mengandung unsur N, P, K, C dan unsur lainya, sedangkan jamur membutuhkan karbon, fospor, nitrogen, vitamin dan mineral untuk pertumbuhannya. Pada perlakuan penambahan nutrisi perlakuan C (air leri, gula, ekstrak tauge) dan D (air leri, gula, vitamin B kompleks) memberikan hasil yang kurang baik terhadap bobot total jamur tiram. Dimungkinkan karena pada kedua perlakuan tersebut adanya tambahan gula. Pemberian gula bisa memberikan pengaruh yang baik terhadap bobot total asalkan diberikan sebanyak satu kali selama periode produksi yaitu sebesar 15 ml/baglog, tetapi pada penelitian kali ini frekuensi pemberian nutrisi yang mengandung air gula diberikan sebanyak empat kali, dimungkinkan kandungan air gulanya terlalu berlebih dalam baglog jamur, sehingga penyebaran miselium terganggu, kemunculan tunas lambat, kemampuan penyerapan air sulit diserap sehingga kandungan air pada tubuh buah jamur sedikit dan berpengaruh pada bobot total menjadi rendah. Jamur ada yang mampu menyerap nutrisi dengan baik, adapula yang kurang bisa menyerap nutrisi dengan baik sehingga pertumbuhan antara satu dan yang lainnya tidak sama. Selain itu proses-proses pertumbuhan sebelumnya juga mempengarungi interval panen, yaitu penyebaran miselium terganggu, kemunculan pin head yang lambat dan
12
lain sebagainya. Hasil penelitian Susi Stevani (2011), bahwa pemberian molase 15 ml/baglog mampu meningkatkan pertumbuhan dan hasil jamur tiram paling baik. IV.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan Berdasarkan uraian pada pembahasan, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1.
Penambahan berbagai komposisi nutrisi memberikan pengaruh terhadap tinggi batang semu panen ke-2, dan ke-3, diameter tudung buah jamur pada panen ke-4, jumlah tubuh buah jamur pada panen ke-2, ke-3, dan ke-4, bobot per tubuh buah jamur pada panen ke-2, ke-3, dan ke-4, bobot basah jamur tiram putih pada panen ke-1, ke-2, ke-3, dan ke-4, bobot total panen jamur tiram.
2.
Penambahan nutrisi air leri 10 ml/baglog memberikan diameter tudung buah jamur yang lebih besar pada panen ke-4, bobot basah jamur tiram terberat sebanyak 116,23 g/baglog pada panen ke-2 dan bobot total panen terberat sebanyak 440,25 g.
Saran Untuk mendapatkan pertumbuhan dan hasil jamur tiram putih yang lebih baik, disarankan menambahkan nutrisi air leri sebanyak 10 ml/baglog. Diperlukan penelitian lanjutan tentang penambahan satu jenis nutrisi yang berbeda tiap perlakuan.
13
DAFTAR PUSTAKA
Achmad, Mugiono, Tias Artianti dan Chotimatul Azmi. 2011. Panduan Lengkap Jamur. Penebar Swadaya. Jakarta Bekti Indras, 2011. Pengaruh Pemberian Air Beras dan Air Vetsin Terhadap Pertumbuhan Tanaman Tomat dan Terong (skripsi) http://gloriousthing.blogspot.com/2011/06/penelitian-tentang-pengaruhpemberian.html (diakses 25 Januari 2014) Cahyana, YA, Muchrodji, dan M. Bakrun. 1999. Jamur tiram. Penebar Swadaya, Jakarta. Dwijoseputro. D. 2000. Pengantar fisiologi tumbuhan. PT Gramedia, Jakarta. Ellianti dan Titik Suryani. 2004. Perbaikan Produksi Jamur. Rencana Operasional Penelitian Pertanian (ROPP), Balai Penelitian Tanaman Sayuran (BALITSA). Lembang. Bandung. Etty Sumiati, S. Sastrosiswojo, A.W.W. Hadi Suganda dan A. Hadiat. 2002. Identifikasi Permasalahan Budidaya Jamur Tiram. Ismawan, H., N. Widyastuti, Donowati, Jamil dan Uswindraningsih. 2003. Teknologi bioproses pembibitan dan produksi jamur tiram untuk peningkatan nilai tambah pertanian. Prosiding seminar teknologi untuk negeri 2003. Vol. 11, hal. 123126.Available online at http://www.iptek.net.id/ind/?i-nnu=8&cli=jsti&id=35. (Diakses 1 Juni 2013). Khoerul Huda 2012. Ramuan Pemacu Pertumbuhan Jamur http://oemahjamur.blogspot.com/2012/07/ramuan-pemacu-pertumbuhan-jamurtiram.html (diakses 20 mei 2013) Laboratorium Tanah Umum dan Analisis Bahan Pangan UGM, 2011. Termuat dalam skripsi Citra Wulandari, Sri Muhartini, dan Sri Trisnowati. http://jurnal.ugm.ac.id/index.php/jbp/article/view/1516 Murjito, 1998. Pengaruh Penambahan Beberapa Jenis Serealia Pada Serbuk Gergaji Sebagai Tambahan Nutrisi Jamur Tiram Putih. Universitas Muhamadiah Malang. Malang.
14
Slamet, K. 2005. Pengembangan usaha budidaya jamur tiram putih di jawa barat melalui pembangunan industri terpadu. proposal MAJI. Bandung. (Tidak dipublikasikan). Suriawiria, U. 2001. Sukses Beragrobisnis Jamur Kayu Shitake, Kuping, Tiram. Penebar Swadaya. Jakarta Susiana. 2010. Pengaruh Penambahan Gula (Sukrosa) terhadap Pertumbuhan Miselium Jamur Tiram Merah (Plerotus flabellatus). Skripsi Biologi UIN. UIN Malang: http://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q= skripsisusiana2010 &source=web&cd=3&ved=0CDMQFjAC&url. Diakses 25 Januari 2014. Susi Steviani, 2011. Pengaruh Penambahan Molase dalam Berbagai Media Pada Jamur Tiram Putih (Plerotus ostreatus). Skripsi Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta http://www.google.com/perpustakaan.uns.ac.id. Diakses 10 Maret 2014. Syammahfuz Chazali, dan Putri Sekar Pratiwi. 2009. Usaha jamur tiram. Penebar Swadaya, Yogyakarta. Vincent Gaspersz. 1991. Teknik Analisis Dalam Penelitian Percobaan. Tarsito, Bandung. Winarni. 2002. Pengaruh Formulasi Media Tanam dengan bahan dasar serbuk gergaji terhadap Produksi Jamur Tiram Putih (Pleorotus ostreatus). http://pustaka.it.ac.id/pdf.penelitian/70032.pdf (diakses 3 Juni 20013)