Jurnal of Islamic Education Management
31
ISSN: 2461-0674
KUALITAS MADRASAH DAN PROFESIONALISME GURU (UNDANG-UNDANG 14 TAHUN 2005) Febriyanti Prodi MPI Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Raden Fatah Email :
[email protected] Abstrak: Madrasah sebagai institusi pendidikan Islam yang telah ada sejak sebelum masa kemerdekaan Republik Indonesia mendapat tantangan berat karena tuntutan masyarakat yang terus berubah; yang semakin menuntut madrasah bermutu. Pergeseran nilai yang dipacu oleh tuntutan globalisasi menjadikan madrasah yang memadukan lmu umum dan ilmu agama semakin mendapat peluang dalam mempersiapakan generasi siap dan mampu menghadapi tantangan zamannya. Dengan modal moral keagamaan yang kuat, ilmu pengetahuan dan teknologi modern yang menjadi kebutuhan hidup, maka madrasah sebagai pendidikan berbasiskan masyarakat akan tetap menjadi pilihan orangtua, tidak saja mengirimkan anaknya masuk ke madrasah, melainkan juga partisipasinya bagi terselenggaranya pendidikan yang bermutu, mampu mendorong penanaman dasardasar keunggulan kompetitif. Kata Kunci: Kualitas, Profesionalisme Abstract: Madrasah as an Islamic institution that has existed since before the independence of the Republic of Indonesia gets tough challenges due to the demands of ever-changing society; increasingly demanding quality madrasah. The shift value is driven by the demands of globalization make LMU madrasah that combines public and the science of religion even got a chance in preparing the generation is ready and able to face the challenges of his time. With the moral capital strong religious, science and modern technology into the necessities of life, then the madrasah as education-based society will remain an option for parents, not only to send their children go to madrasah, but also his participation for the implementation of quality education, to encourage the planting base Basics competitive advantage. Keywords: Quality, Professionalism
ketika penentuan dasar dan bentuk
Pendahuluan Dualisme
sistem
pendidikan
negara Indonesia. Kajian kependidik-
umum dan agama (islam) merupakan
an Islam yang dilakukan oleh Karel
produk penjajahan Hindia Belanda,
Steenbrink
menjelama
Madrasah
menjadi
refleksi
dari
dalam dan
Pesantren,
Sekolah
(1986)
pergumulan dua basis politik, Islam
bersifat historis. Steenbrink dalam
dan
kajiannya
Nasionalisme,
yang
awal
kemerdekaan semakin tampak jelas
berhasil
perkembangan
mengungkap
historis
El-Idare : http://jurnal.radenfatah.ac.id/index.php/El-idare
lembaga
Desember 2016, Vol. 2 No. 2 pp 31-51
32
pendidikan
Islam,
khususnya
Meskipun madrasah lahir dari
pesantren, yang kemudian diikuti
rahim semangat pesantren, namun
dengan munculnya madrasah dan
terdapat perbedaan mendasar menurut
sekolah,
Furchan (2004: 36) terletak pada
serta
madrasah
dampak
dan
kehadiran
sekolah
terhadap
sistem
pendidikannya.
Madrasah
pesantren. Di antara dampak tersebut
menganut sistem pendidikan formal
adalah
kelompok
(dengan kurikulum nasional, pemberi-
lapisan
an pelajaran dan ujian yang terjadual,
fungsional
kemunculan baru
dalam
masyarakat Muslim, seperti “guru
bangku
agama modern” yang memainkan
umumnya
fungsi-fungsi yang relatif berbeda
sedangkan pesantren menganut sistem
dengan kelompok fungsional yang
non-formal (dengan kurikulum yang
dilahirkan
lembaga-
sangat
pendidikan
“tradisional”
lembaga seperti
pesantren.
perkembangan pendidikan kembang
sekolah
bersifat
tulis
seperti
model
Barat)
lokal,
pemberian
ujian
mengukur
hasil
modern
dari
Penambahan mata pelajaran umum di
ber-
madrasah ini tidak berjalan seketika,
Belanda
melainkan terjadi secara berangsur-
yang
sebelum
keberhasilan
untuk
adalah
pesantren jauh
papan
pelajaran yang tidak seragam, sering tanpa
Madrasah
dan
belajar
menjajah Indonesia. Namun pada
angsur,
awalnya pesantren hanya memusat-
kurikulum madrasah masih 100%
kan kegiatannya untuk mendidik para
berisi pelajaran agama, tetapi sudah
santrinya mendalami ilmu agama.
mengadopsi
Ketika pemerintah Belanda memerlu-
modern seperti bangku, papan tulis,
kan tenaga terampil untuk membantu
ulangan, ujian. Lulusan madrasah saat
administrasi pemerintah jajahan di
itu tidak bisa melanjutkan pelajaran-
Indonesia,
diperkenalkanlah
nya ke sekolah umum yang lebih
jenis pendidikan yang berorientasi
tinggi. Orangtua yang ingin mendidik
pekerjaan yang setelah kemendekaan
anaknya dalam ilmu agama dan ilmu
diadopsi oleh Indonesia dalam bentuk
umum membuat pilihanan yang berat,
sekolah umum.
sehingga
maka
yang
pada
siswa).
sistem
mereka
awalnya,
pendidikan
terpaksa
harus
Jurnal of Islamic Education Management
33
ISSN: 2461-0674
menyekolahkan
anaknya
di
dua
tempat, sekolah umum dan madrasah.
dengan
lulusan
sekolah
umum,
lulusan madrasah dapat melanjutkan pendidikan ke sekolah umum yang
Kualitas Madrasah
lebih tinggi, dan siswa madrasah
Usaha untuk memadukan sistem pendidikan
yang
dualistik
itu,
sebagaimana diusahakan dalam era Orde Baru, bukan merupakan usaha yang baru sama sekali. Pada tingkat yang sangat signifikan, usaha ke arah itu sudah dimulai sejak paruh kedua abad
ke-19
ketika
gerakan
modernisme Islam mulai berkembang di Indonesia. Pada tahap ini usaha memperbaharui dengan
pendidikan
memasukkan
pelajaran
baru
Islam
mata-mata
(umum)
memperkenalkan
sistem
dan
didaktik
metodik ala ”Belanda” sudah mulai dilakukan,
di
samping
usaha
mempengaruhi kebijkaan pemerintah Hindia Belanda untuk memasukkan pendidikan
agama
pendidikan
dalam
sistem
pribumi
yang
boleh pindah ke sekolah umum yang sama jenjangnya. Kompensasi dari kesetaraan itu adalah bahwa 70% dari kurikulum madrasah harus berisi mata pelajaran umum. Bahkan, berdasakan kurikulum madrasah 1994, kurikulum madrasah
100%
madrasah
dikategorikan
sebagai
Sekolah Umum yang Berciri Islam. Meskipun
kurikulum
1994
telah
diperbarui dengan orientasi kepada target hasil belajar, dan bukan pada proses
pembelajarannya,
guru
diberi
sehingga
wewenang
berimprovisasi
dengan
untuk
kurikulum
yang sudah disusun, mengatur alokasi waktu pembelajaran sesuai dengan kebutuhan,
menentukan
metode,
penilaian, dan sarana pembelajaran. Langkah
awal
yang
baik,
dengan dimasukkannya madrasah ke
Dengan keputusan
memuat
kurikulum sekolah umum. Sehingga
dikembangkannya (Maksum, 1999: 113-114).
harus
diterbitkannya
bersama
tiga
surat
menteri
(Menag, Mendikbud, dan Mendagri) tahun 1975 yang menetapkan bahwa lulusan madrasah dianggap setara
dalam sistem pendidikan nasional, maka
ijazah
madrasah
dapat
mempunyai nilai yang sama dengan ijazah umum yang setingkat, lulusan madrasah
dapat
melanjutkan
El-Idare : http://jurnal.radenfatah.ac.id/index.php/El-idare
ke
Desember 2016, Vol. 2 No. 2 pp 31-51
34
sekolah umum setingkat lebih atas,
27 Tahun 1966 dinyatakan bahwa
dan siswa madrasah dapat pindah ke
agama merupakan salah satu unsur
sekolah umum yang setingkat, maka
mutlak
madrasah sebetulnya dapat dijadikan
nasional. Berdasarkan ketentuan ini,
sebagai pendidikan alternatif dalam
maka Departemen Agama menye-
menjawab persoalan dan kebutuhan
lenggarkan
masyarakat muslim di Indonesia.
tidak saja yang bersifat keagaman dan
Memperkuat Eksistensi Madrasah
umum, tetapi juga yang bersifat
Pada tanggal 18 April tahun 1972
pemerintah
mengeluarkan
dalam
pencapaian
pendidikan
tujuan
madrasah
kejuruan menjadi sepenuhnya berada di
bawah
tanggung
jawab
kebijakan berupa keputusan Presiden
Departemen
No. 34 Tahun 1972 tentang tanggung
Kebudayaan. Secara implisit ketentu-
jawab Fungsional Pendidikan dan
an ini mengharuskan diserahkannya
latihan. ” isi keputusan ini pada
penyelenggaraan
intinya menyangkut tiga hal; (a)
madrasah yang sudah menggunakan
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
kurikulum
bertugas dan bertanggung jawab atas
kementerian
pembinaan pendidikan umum dan
kebudayaan.
kejuruan, (2) menteri tenaga kerja
Pendidikan
dan
pendidikan
nasional
kepada
pendidikan
dan
Menarik untuk dicatat bahwa
bertugas dan bertanggung jawab atas
kebijakan
pembinaan
dan
Presiden 34/1972 yang kemudian
kejuruan tenaga kerja bukan pegawai
diperkuat dengan Instruksi Presiden
negeri,
lembaga
15/1974 menggambarkan ketegangan
Administrasi Negara bertugas dan
yang cukup keras dalam hubungan
bertanggung jawab atas pembinaan
madrasah
pendidikan dan latihan khusus untuk
nasional. Dalam konteks ini madrasah
pegawai negeri.
tidak saja diasingkan dari sistem
latihan
(3)
keahlian
ketua
Dua tahun berikutnya, Keppres
pendidikan
di
sekitar
dengan
nasional,
pendidikan
tetapi
terdapat
Tahun
mengatur
dihapuskan. Pemberitaan dan laporan
realisasinya. Dalam Tap MPRS No.
mass media tentang kondisi madrasah
yang
kuat
juga
itu dipertegas dengan Inpres No. 15 1974
indikasi
Keputusan
akan
Jurnal of Islamic Education Management
35
ISSN: 2461-0674
yang sangat buruk pada saat itu,
pendidikan madrasah sepenuhnya di
agaknya mempunyai maksud untuk
bawah Kementerian Pendidikan dan
membentuk citra negatif madrasah
Kebudayaan. Bagi ummat
(Maksum, 1999:148). Dengan kata
madrasah
lain, Kepres dan Inpres di atas
pendidikan yang berakar dari tradisi
dipandang oleh sebagian umat Islam
Islam sendiri sehingga tidak mungkin
sebagai
ditangani
suatu
mengabaikan
manuver
peran
untuk
secara
lembaga
sekuler.
Tetapi,
manfaat
pemerintah juga memahami bahwa
madrasah, padahal madrasah merupa-
ummat Islam menuntut hak dan status
kan wadah utama pendidikan dan
yang
pembinaan umat Islam, sekaligus
sebagai bagian dari sistem pendidikan
sebagai lembaga formal bagi umat
nasional sehingga kedudukan dan
Islam
diperhatikan
orientasinya sama dengan sekolah.
pemerintah terutama bagi masyarakat
Terlebih-lebih dalam kenyataannya
pedesaan
madrasah
yang
lebih
yang
pemerintahan,
dan
merupakan
Islam,
jauh yang
dari sejak
pusat
lebih
baik
bagi
sudah
madrasah
melakukan
zaman
modifikasi baik dalam kelembagaan
penjajahan diselenggarakan oleh umat
maupun kurikulumnya sesuai dnegan
Islam. Reaksi ummat Islam terhadap
tuntunan dan tantangan pembangunan
kebijakan yang tidak menguntungkan
nasional.
itu diperlihatkan antara lain oleh Musyawarah
Kerja
Perimbangan
Pendidikan
Pengajaran Lembaga
Agama ini
Majlis
Islam di atas, apa yang dilakukan oleh
dan
pemerintah Orde Baru adalah melaku-
(MP3A).
meyakinkan
Memperhatikan aspirasi ummat
bahwa
kan pembinaan madrasah
secara
mutu pendidikan terus
menerus.
madrasah adalah lembaga pendidikan
Karena itu, berkaitan dengan Kepres
yang memberikan sumbangan yang
No. 34 tahun 1972 dan Inpres no 15
cukup
Tahun 1974, yang isinya: Pembinaan
berarti
dalam
proses
pembangunan.
pendidikan umum adalah tanggung
Pemerintah menyadari
bahwa
berkeberatan
jika
Orde
Baru
jawab
ummat
Islam
Kebudayaan,
pengelolaan
Menteri
Pendidikan
sedangkan
dan
tanggung
jawab Pendidikan Agama menjadi
El-Idare : http://jurnal.radenfatah.ac.id/index.php/El-idare
Desember 2016, Vol. 2 No. 2 pp 31-51
36
tanggung jawab Menteri Agama.
madrasah dilakukan oleh Menteri
Keluarnya
Agama,
(2)
tersebut, dapat mengatasi ketegangan
pelajaran
agama
antara pendidikan agama dengan
dilakukan
pendidikan nasional.
Pembinaan dan pengawasan mutu
petunjuk
pelaksanaan
Dalam konteks di atas, sejumlah diktum
yang
madarsah
memperkuat
lebih
ditegaskan
dengan
memerinci
yang
menunjukkan
posisi lagi
bagian-bagian kesetaran
Pembinaan pada
menteri
mata
madarsah
agama,
(3)
mata pelajaran umum pada madrasah dilakukan oleh Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan
bersama-sama
dengan Menteri Agama dan Menteri dalam Negeri (Maksum, 1999:151).
madrasah dengan sekolah. Dalam
SKB tiga menteri ini dapat
Bab. 1 pasal 1 ayat (2) misalnya
dipandang sebagai pengakuan yang
dinyatakan madrasah itu meliputi tiga
lebih
tingkatan; (1) Madarasah ibtidaiyah,
madrasah dan sekaligus merupakan
setingkat dengan Sekolah Dasar, (2)
langkah strategis menuju tahapan
Madrasah
setingkat
integrasi madrasah ke dalam Sistem
dengan Sekolah Menengah Pertama,
Pendidikan Nasional yang tuntas.
(3) Madrasah Aliyah setingkat dengan
Dalam hal ini, madrasah tidak lagi
Sekolah Menengah Atas. Selanjutnya
hanya dipandang sebagai lembaga
dalam bab II pasal 2 disebutkan
pendidikan keagamaan atau lembaga
bahwa; (1) Ijazah madrasah dapat
penyelenggara
mempunyai nilai yang sama dengan
tetapi sudah merupakan ’lembaga
ijazah sekolah umum yang setingkat,
pendidikan yang menjadikan mata
(2)
pelajaran agama Islam sebagai mata
Tsanawiyah,
Lulusan
nyata
terhadap
kewajiban
eksistensi
belajar,
Madrasah
dapat
sekolah
umum
pelajaran
Siswa
kurangnya 30% di samping mata
madrasah dapat berpindah ke sekolah
pelajaran umum”. Artiannya ”mata
umum
Mengenai
pelajaran agama tetap 100% diberikan
pembinaan
di madrasah Aliyah sebagaimana
dinyatakan dalam bab IV pasal 4
yang sudah biasa dilaksanakan selama
sebagai
ini, hanya waktu yang disediakan
melanjutkan setingkat
ke
lebih
atas,
yang setingkat.
pengelolaan
dan
berikut;
(1)
(3)
Pengelolaan
dasar
yang
sekurang-
Jurnal of Islamic Education Management ISSN: 2461-0674
37
untuk menyajikan mata pelajaran
dengan lima mata pelajaran. Dua di
agama tersebut 30% dari keseluruhan
antaranya baru diberikan mulai kelas
waktu/jam pelajaran yang ada di MA
tiga, yakni Sejarah Islam dan Bahasa
(Maksum, 1999: 152).
Arab. Selebihnyasekitar 70% dengan
Departemen
juga
10 bidang studi, merupakan mata-
tentang
mata pelajaran umum yang diberikan
persamaan ijazah madrasah swasta
sejak kelas satu hingga kelas enam.
dengan madrasah negeri. Sejalan
Pada tingkat Tsanawiyah, komposisi
dengan SKB Tiga Menteri menetap-
kurikulum dibagi ke dalam tiga jenis
kan kurikulum madrasah memuat
pendidikan: (1) Pendidikan dasar
mata-mata pelajaran umum dalam
Umum,
jumlah yang sama dengan kurikulum
Akademik,
sekolah pada tiap-tiap jenjangnya.
Keterampilan.
mengeluarkan
Agama
peraturan
(2)
Pendidikan dan
(3)
Dasar
Pendidikan
Penyempurnaan kurikulum madrasah
Pada tingkat Aliyah, struktur
merupakan langkah yang dianggap
kurikulum berbeda antara satu jurusan
paling esensial dalam merealisasikan
dengan
SKB Tiga Menteri. Persamaan status
Depdikbud (1990: 4), menyatakan
madrasah dengan sekolah tidak hanya
sesuai dengan kurikulum nasional
tampak dalam struktur kelembagaan,
1984, pendidikan pada tingkat Aliyah
tetapi juga dalam struktur mata
atau menengah Atas Umum terdiri
pelajaran yang mengakomodasikan
dari lima pilihan jurusan; 1. A1
secara penuh kurikulum sekolah.
(Ilmu-ilmu Agama), 2. A2 (Ilmu-ilmu
Pengakuan terhadap status madrasah,
Fisika), 3. A3 (ilmu-ilmu Biologi), 4.
yang diikuti dengan penyesuaian-
A4 (ilmu-ilmu Sosial) dan 5. A5
penyesuaian dengan sistem sekolah
(Pengetahuan budaya). Selain itu, di
telah membuahkan tanggapan yang
lingkungan
menggembirakan.
dibuka
Pada
tingkat
ibtidaiyah,
jurusan
juga
yang
lainnya.
Departemen
Agama
Madrasah
Aliyah
Program Khusus yang menggunakan
komposisi kurikulum 1984 terdiri dari
kurikulum
tersendiri
15 mata pelajaran. Bidang studi
komposisi
agama hanya mencakup sekitar 30%
banyak bidang studi agama.
mata
pelajaran
El-Idare : http://jurnal.radenfatah.ac.id/index.php/El-idare
dengan lebih
Desember 2016, Vol. 2 No. 2 pp 31-51
38
Tsanawiyyah, sampai dnegan Aliyah. Mengintegrasikan Madrasah dalam Sistem Pendidikan Nasional
paralel dengan perjenjangan pada
Akhir dekade 1980-an dunia pendidikan
Islam
memasuki
era
intgerasi karena lahirnya UU no. 2 tahun 1989 tentang Sistem pendiidkan Nasional, berbeda dengan Undnagundang kependidikan
sebelumnya,
mencakup ketentuan tentang semua jalur dan jenis pendidikan. Jika pada Undang-undang
sebelumnya
pendidikan nasional bertumpu pada sekolah, maka dalam UUSPN ini pendidikan nasional mencakup jalur sekolah
dan
luar
sekolah,
serta
meliputi
jenis-jenis
pendidikan
akademik,
pendidikan
profesional,
pendidikan kejuruan dan pendidikan keagamaan. Meskipun secara eksplisit tidak mengatur secara khusus tentang pendidikan
Islam,
tetapi
dalam
prakteknya memberikan ketentuanketentuan baru mengenai jenis dan kurikulum-kurikulum
pendidikan
Islam,
pendidikan
khususnya
madrasah.
pendidikan sekolah, mulai dari SD, SLTP, sampai dengan SMU. Di bawah ketentuan yang terintegrasi itu, MI pada dasarnya adalah Sekolah Dasar Berciri khas Islam, MTs adalah Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Berciri khas Islam. Kedua-duanya, MI
dan
MTs,
termasuk
dalam
kategori pendidikan dasar. Sedangkan MA pada dasarnya dikategorikan SMU berciri khas Islam. Kenyataan di atas dapat dilihat dengan adanya Keputusan Menteri Agama RI Nomor 372 tahun 1993 tentang Kurikulum Pendidikan Dasar Berciri
khas
Agama
Islam
melaksanakan kurikulum nasional SD dan SLTP. Untuk menunjukkan ciri khas Agama Islam isi kurikulum pendidikan dasar yang berciri khas agama Islam, wajib memuat bahan kajian sebagai ciri khas agama Islam, yang tertuang dalam mata pelajaran agama dengan uraian sebagai berikut:
Implikasi dari UUSPN terhadap pendidikan madrasah dapat diamati pada kurikulum dari semua jenjang madrasah,
Secara umum, penjenjangan itu pun
mulai
dari
ibtidaiyah,
al-Quran hadis, aqidak akhlak, fiqih, SKI, bahasa Arab yang diselenggarakan dalam iklim yang menunjang pembentukan kepribadian muslim.
Jurnal of Islamic Education Management
39
ISSN: 2461-0674
Ciri khas madrasah lebih dari hanya
sekedar
penyajian
mata
pendidikan nasional perlu dipertahankan dan dikembangkan. Masuknya
pelajaran agama. Artinya, ciri khas
madrasah
sebagai
sub-sistem
tersebut
pendidikan
nasional
mempunyai
bukan
hanya
sekedar
menyajikan mata pelajaran agama
berbagai
Islam di dalam lembaga madrasah
dimulainya suatu pola pembinaan
tetapi
mengikuti satu ukuran yang mengacu
yang
lebih
penting
ialah
konsekuensi antara
perwujudan dari nilai-nilai keislaman
pada
di
kehidupan
Penegasan tujuan sekolah madrasah
madrasah. Suasana lembaga madrasah
terlihat UU No. 20 Tahun 2003
yang melahirkan ciri khas tersebut
Tentang Sistem Pendidikan Nasional,
mengandung
sebagai
pasal 30 (2) dinyatakan: Pendidikan
berikut: (1) Perwujudan nilai-nilai
Keagamaan berfungsi mempersiapkan
keislaman
peserta
dalam
totalitas
unsur-unsur
di
dalam
keseluruhan
sekolah-sekolah
lain
didik
umum.
menjadi
kehidupan lembaga madrasah; (2)
masyarakat
Kedidupan moral yang beraktuaisasi,
mengamalkan
dan (3) Manajemen yang profesional,
agamanya dan/atau menjadi ahli ilmu
terbuka, dan berperan aktif dalam
agama. Ternyata tidak secara otomatis
masyarakat (Tilaar, 2004: 179).
dapat mengangkat citra madrasah
Dengan suasana madrasah yang demikian
melahirkan
budaya
sebagai
yang
anggota
memahami dan
nilai-nilai
lembaga
ajaran
pendidikan
alternatif, kecuali beberapa madrasah
madrasah yang merupakan identitas
khusus
lembaga
pendidikan
madrasah.
masyarakat.
Otonomi
lembaga
pendidikan
Madrasah yang pada umumnya
madrasah hanya dapat dipertahankan
lahir dari strata masyarakat miskin
apabila madrasah tetap mempertahan-
menyebabakan suatu keinginan untuk
kan basisnya sebagai pendidikan yang
menegerikan madrasah-madrasah. Hal
berbasiskan
dengan
tersebut dapat dimaklumi, karena
kebutuhan masyarakat Indonesia baru
mempunyai segi-segi positif antara
yang
Keberadaan
lain adanya kucuran dana pemerintah
sub-sistem
antara lain melalui INPRES SD,
madrasah
masyarakat
demokratis. sebagai
berkualitas
tinggi
El-Idare : http://jurnal.radenfatah.ac.id/index.php/El-idare
binaan
Desember 2016, Vol. 2 No. 2 pp 31-51
40
INPRES Wajib Belajar. Demikian
kaitannya dengan era globalisasi dan
juga manajemen madrasah mendapat
perdagangan
bantuan pemerintah dan mungkin
dengan persaingan, madrasah juga
pula memperoleh tenaga guru negeri
harus mempersiapkan peserta didik-
yang
Banyak
nya untuk siap bersaing apa saja yang
dalam
mereka masuki. Hal ini dimaksudkan
diperbantukan.
perkembangan sistem
baru
maupun
baik
kelembagaan
agar
bebas
lulusan
yang
penuh
madrasah
tidak
madrasah dalam hubungannya dengan
terpinggirkan oleh lulusan sekolah
sistem pendidikan nasional secara
umum dalam perebutan tempat dan
keseluruhan (Azra, 1999:89).
peran dalam gerakan pembangunan bangsa. Terbukanya peluang untuk
Wacana Madrasah Modern dalam Persaingan Global
umum
Globalisasi adalah suatu proses yang mendunia akibat kemajuankemajuan di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, terutama di bidang telekomunikasi Madrasah,
dan
dalam
transportasi.
konteks
mem-
persiapkan peserta didik menghadapi perubahan zaman akibat globalisasi ini memiliki peran yang amat penting. Keberhasilan menyiapkan
madrasah peserta
didik
dalam dalam
menghadapi tantangan masa depan yang lebih kompleks akan menghasilkan lulusan yang yang memiliki keunggulan kompetitif dan menjadi pemimpin umat, pemimpin bangsa yang
ikut
melanjutkan
menentukan
arah
perkembangan bangsa ini. Dalam
harus
ke
perguruan
tinggi
dimanfaatkan
oleh
madrasah sebaik mungkin dan harus meningkatkan
kualitas.
Madrasah
harus mendorong peserta didiknya untuk
mau
bekerja
di
bidang
ekonomi, teknik, dan ilmu eksakta murni agar bidang tersebut tidak hanya
dikuasai
nonmadrasah
yang
oleh
lulusan
belum
tentu
memiliki mental keagamaan yang kuat. Sosok yang diharapkan mampu menghadapi
globalisasi
memiliki
berbagai kecerdasan di dalam dirinya, baik
itu
kecerdasan
phisik,
intelektual, sosial, emosional, dan spiritual. Dengan demikian, jelaslah bahwa manusia “cerdas, kreatif, dan beradab” adalah sosok yang sangat dibutuhkan
pendididikan
Islam,
Jurnal of Islamic Education Management ISSN: 2461-0674
41
termasuk pendidikan madrasah untuk
di mana mutu itu ditempelkan dan
menghadapi
berapa besar persyaratan tambahan
globalisasi
(Ma’arif,
2007: 123).
yang diperlukan untuk itu. Misalnya,
Dengan yang
kompetensi
merupakan
lulusan
seorang lulusan Madrasah Aliyah
kualifikasi
untuk menduduki dunia kerja tidak
kemampuan lulusan yang mencakup
perlu
sikap, pengetahuan, dan keterampilan
tambahan
sesuai dengan standar nasional yang
layanan di tempat kerjanya, berarti ia
telah
adalah lulusan yang lebih bermutu
disepakati
madrasah
tersebut,
umumnya
maka
merupakan
mendapatkan sebelum
daripada
yang
pelatihan memberikan
masih
harus
pendidikan berbasiskan masyarakat
menempuh pelatihan pra penempatan
memiliki basis yang kuat, karena
dengan
berasal dari dan untuk rakyat, serta
Kualitas pendidikan juga bisa diukur
memiliki nilai kesempurnaan yang
dari
bersifat humanistik dan ketuhanan,
pendidikan
yaitu proses pendidikan yang lebih
customers needs dikaitkan dengan
memperhatikan
potensi
besarnya pengorbanan yang diperlu-
manusia sebagai makhluk sosial, dan
kan untuk itu, seperti biaya yang
makhluk
dan
dikeluarkan oleh masyarakat atau
khalifatullah, serta sebagai individu
pemerintah, lama belajar, dan biaya-
yang diberi kesempatan oleh Allah
biaya tidak langsung.
untuk
religius,
aspek
‘abdullah
mengembangkan
potensi-
potensinya.
spesifikasi
besarnya
yang
sama.
kapasitas dalam
layanan memenuhi
Kehadiran PP No. 19/2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP) patut disyukuri, karena dapat
Mempersiapkan Madrasah Berkualitas, Responsif dan Adaptif Kualitas pendidikan menurut Danim (2003: 80), tidak semata-mata diukur dari mutu keluaran pendidikan secara utuh (education outcomes) akan tetapi dikaitkan dengan konteks
berfungsi
sebagai
perencanaan,
dasar
dalam
pelaksanaan,
dan
pengawasan pendidikan dalam rangka mewujudkan yang
pendidikan
berkualitas
Akreditasi
melalui
Nasional
nasional Badan Sekolah/
Madrasah. Kualitas pendidikan dapat
El-Idare : http://jurnal.radenfatah.ac.id/index.php/El-idare
Desember 2016, Vol. 2 No. 2 pp 31-51
42
dilihat dari isi, proses, kompetensi lulusan,
pendidik
demikian,
nilai-nilai
tenaga
tersebut cenderung menghilang dan
kependidikan, sarana dan prasarana,
diarahkan kepada uniformitas yang
pengelolaan,
dituntut oleh sistem pendidikan yang
penilaian
dan
Namun
pembiayaan, pendidikan.
dan Untuk
diselenggarakan
oleh
pemerintah
melaksanakan ketentuan perundang-
yang sentralistik. Oleh karenai itu,
undangan
reposisi
yang
berlaku
tersebut
madrasah
hendaknya dimulai dengan upaya
berkembangnya
membangun komitmen bersama dan
tersebut yang pada akhirnya akan
diorientasikan
peningkatan
melahirkan
terlibat
di
identitas karena pembinaan madrasah
kekurang-
dengan ciri khasnya (Tilaar, 2004:
mutuan sebagai berikut; (1) disebab-
173). Secara substansional, moralitas
kan oleh manajemen (pengelolaan)
merupakan aturan, kaidah baik dan
pendidikannya yang kurang bagus,
buruk,
(2) kualitas tenaga pengajarnya yang
kehidupan dan penghidupan orang
kurang baik, (3) kekurangan dana
lain, dan keadilan dalam bertindak.
oparasional sehari-hari.
Manusia bermoral berarti manusia
kualitas
pada
SDM
dalamnya.
yang
Penyebab
identitas
ditujukan
sosok
simpati
yang
atas
lembaga
memiliki
fenomena
Tuntutan masyarakat Indonesia
yang menjadi pribadi yang utuh
“Baru”, antara lain demokratisasi
secara jasmani dan rohani, serta
pendidikan yang memupuk lahirnya
mengetahui bagaimana seharus-nya
tingkah laku peserta didik yang
dia bertindak untuk mengetahui, dan
demokratis,
yang
bagaimana seharusnya dia bertindak
demokratis antara guru dan peserta
untuk menjadi pribadi yang ideal di
didik demi perkembangan berpikir
mata masyarakat. Mereka ini adalah
yang kreatif, pendidikan agama yang
orang-orang
membentuk nilai-nilai moral serta
hidupnya bermaslahat bagi individu
memperkuat iman dan takwa, meng-
dan
uasai iptek, serta memupuk kerja
umumnya. Masalah ini menjadi fokus
sama dalam persaingan sebagaimana
perhatian madrasah dalam menjaga
dituntut oleh masyarakat global.
moralitas peserta didik.
hubungan
anggota
yang
keseharian
masyarakat
pada
Jurnal of Islamic Education Management ISSN: 2461-0674
Masalah
desentralisasi
atau
guru
yang
berkualitas,
43
disiplin
otonomi daerah merupakan nilai-nilai
sekolah yang diterapkan, dan hasil
yang melekat di dalam kehidupan
Unas yang baik. Rasanya tidak adil,
madrasah.
pelaksanaan
kalau pemerintah atau pemegang
otonomi daerah sudah tentu prinsip -
kebijakan pendidikan Islam menuntut
prinsip manajemen modern perlu
lebih banyak peranan masyarakat,
dikembangkan untuk menghimpun
khususnya dari segi sumber daya dan
segala aspirasi masyarakat yang hidup
finansial. Apalagi kesan masyarakat
di daerah otonom yang dimaksud
terhadap
untuk
“menganaktirikan”
Dalam
memberdayakan
lembaga
pemerintah
cenderung madrasah,
kemasyarakatan. Salah satu potensi
khususnya dari segi anggaran dan
besar di dalam melaksanakan otonomi
pembinaan.
pendidikan di daerah adalah peng-
Dengan UU No. 20 tahun 2003,
alaman yang dimiliki oleh pendidikan
baru
madrasah, karena madrasah sebagai
anggaran yang relatif seimbang para
lembaga
sekolah dan madrasah. Pada 2004
pendidikan
berbasiskan
masyarakat.
pemerintah
memberikan
anggaran pendidikan bagi para siswa, mulai dari Ibtidaiyah, Tsanawiyah,
Partisipasi
dan
Kepedulian
Stakeholders kepada Madrasah Demi
peningkatan
dan anggaran yang relatif sama
mutunya
maka madrasah perlu dibantu, dibela dan diperjuangkan untuk menciptakan citra di masyarakat bahwa madrasah yang bersangkutan memiliki kualitas pendidikan yang cukup baik. Citra ini dapat diciptakan dengan cara antara lain
penampilan
gedung
hingga Aliyah, memperoleh subsidi
yang
menarik, tim olah raga atau kesenian yang sering menang dalam lomba, seragam sekolah yang menarik, guru-
dengan sekolah umum di bawah Depdiknas (Burhanudin, 2006: 42). Madrasah dengan visi dan misi pembangunan pemanfaatan
nasional, prospek
serta madrasah
dengan nilai-nilai yang positif dalam memenuhi
tuntutan
masyarakat
global, maka dapat disusun kurikulum madrasah yang realistis sesuai dengan kebutuhan
dinamika
Indonesia.
El-Idare : http://jurnal.radenfatah.ac.id/index.php/El-idare
masyarakat
Desember 2016, Vol. 2 No. 2 pp 31-51
44
dengan itu, ia juga bagian dari budaya
Profesionalisme Guru Akhir-akhir
ini
isu
tentang
profesional yang jika merundung
profesionalisme guru sangat gencar
kekakuan
dibahas melalui media cetak dan
inovasi, maka tidak banyak yang
diperbincangkan
media
dapat dilakukan oleh guru kecuali
elektronik oleh banyak kalangan.
tunduk pada nilai-nilai sistem dan
Mengapa masalah profesionalisme
subbudaya yang berlaku.
guru
mendapat
melalui
perhatian
banyak
dan
keengganan
Profesionalisme
pada
berasal
dari
pihak? Jawaban pertanyaan ini bisa
kata profesi yang artinya suatu bidang
beragam,
perlu
pekerjaan yang ingin atau akan
digarisbawahi bahwa masalah itu
ditekuni oleh seseorang dengan syarat
bukanlah hal baru di negara kita.
pengetahuan dan keterampilan khusus
Sebagai masalah, telah muncul sejak
yang
pemerintah mulai membangun sistem
akademis yang intensif (Webstar,
pendidikan nasional. Bila sekarang
1989). Sedangkan pengertian guru
diangkat kembali ke permukaan dan
menurut ahli bahasa Poerwadarminta
dibahas oleh berbagai pihak, mungkin
(1986) dan Anthon M. Moeliono
benar apa yang dinyatakan oleh
(1989; 288) adalah:”… orang yang
Surakhmad (2000: 15) bahwa “selama
pekerjaannya (mata pencahariannya,
perjalanan lebih dari setengah abad
profesinal) mengajar. Guru selalu
pendidikan
mestinya
menjadi contoh bagi muridnya…”.
Indonesia telah mampu melahirkan
Sedangkan guru menurut Shadily
angkatan guru yang lebih sejahtera
(1980; 1188) adalah:”… orang yang
dan lebih profesional. Akan tetapi,
mengajarkan
yang terjadi
muridnya…”. Dengan demikian, guru
Untuk
tetapi
satu
hal
nasional,
hal
justru kebalikannya. ini
kita
tidak
bisa
diperoleh
adalah
dari
pendidikan
sesuatu
orang
yang
kepada
pekerjaannya
menyalahkan guru karena menurut
mengajar baik dalam jalur formal
Makagiansar
maupun non formal.
…guru
(2002:
tidak
62)
dalam
Jelas
bahwa
guru
yang
keterasingan. Ia adalah bagian dari
profesional
adalah
orang
yang
sistem
terdidik dan terlatih dengan baik,
pendidikan
hidup
bahwa:
dan
serentak
Jurnal of Islamic Education Management ISSN: 2461-0674
45
serta memiliki pengalaman yang kaya
profesionalisme yang telah dimiliki-
di bidangnya (Kunandar, 2011: 46).
nya kearah yang lebih baik. Guru
Prinsip-prinsip profesional sebagai
yang profesional dituntut memiliki
berikut; (a) memiliki bakat, minat,
kualifikasi pendidikan profesi yang
panggilan jiwa dan idealisme, (b)
memadai,
memiliki kualifikasi pendidikan dan
keilmuan
latar
digelutinya,
belakang
pendidikan
sesuai
memiiki sesuai
kompetensi bidang
memiliki
yang
kemampuan
dengan bidang tugasnya, (c) memiliki
komunikasi yang baik dengan anak
kompetensi yang diperlukan sesuai
didiknya, mempunyai jiwa kreatif dan
dengan bidangnya, (d) mematuhi
produktif, etos kerja dan komitmen
kode etik profesi, (e) memiliki hak
tinggi terhadap profesinya dan selalu
dan kewajiban dalam melaksanakan
melakukan pengembangan diri secara
tugas, (f) memperoleh penghasilan
terus menerus. (indrajati, 2001).
yang
ditentukan
dengan
Seorang guru yang memiliki
memiliki
profesionalisme keguruan maka tidak
kesempatan untuk mengernbangkan
berhenti dan akan terus mengembang-
profesinya secara berkelanjutan, (h)
kan
memperoleh
jabatan
prestasi
dalam
sesuai
kerjanya,
(g)
perlindungan
rnelaksanakan
hukum tugas
sikap
profesional-nya
keguruanya.
dalam
Peningkatan
profesi keguruan dapat dilakukan
profesisionalnya, (i) memiliki organi-
secara
sasi profesi yang berbadan hukum.
penatan guru, lokakarya, seminar atau
Seorang
guru
formal
melalui
kegiatan
profesional
kegiatan ilmiah lainya ataupun secara
mempunyai citra yang baik di mata
informal melalui media massa. Hal ini
masyarakat apabila dapat menunjukan
akan meningkatkan pengetahuan dan
kepada masyarakat bahwa ia layak
ketrampilan seorang guru. (Soetjipto
menjadi
& Raflis Kosasih; 1999).
panutan
atau
teladan
masyarakat di sekelilingnya. Saat ini guru harus melakukan usaha yang cukup agar dirinya menjadi layak, dan satu
satunya
dilakukan
usaha
adalah
yang
harus
meningkatkan
Tantangan Profesionalisme Guru Profesionalisme
dalam
arti
dasar adalah ketika seseorang bekerja sesuai dengan basis pendidikannya
El-Idare : http://jurnal.radenfatah.ac.id/index.php/El-idare
Desember 2016, Vol. 2 No. 2 pp 31-51
46
masing-masing. Seorang pengajar di
kemampuan
lembaga pendidikan haruslah ber-
menggambarkan
pendidikan dari lembaga pendidikan
kemampuan seseorang yang diperoleh
tinggi keguruan (LPTK). Beberapa
melalui pendidikan formal maupun
permasalah yang ber-kembangan pada
pengalaman yang dapat diukur secara
profesi
masalah
kualitatif maupun kuantitatif. Menurut
kultural/tradisi, moral, dan struktural.
Undang-undang No.14 tahun 2005
guru
adalah
Kemunculan masalah kultural/tradisi bertitik
tolak
dari
permasalahan
waktu. Lamanya kondisi guru berada dalam
ketidak-sejahteraan
membentuk
tradisi-tradisi
telah yang
terinternalisasi dalam kehidupan guru sampai sekarang. Konkretnya, tradisi itu
lebih
mengacu
pada
ranah
akademis. Minimnya kesejahteraan
dan
kecakapan
yang
kualifikasi
atau
tentang Guru Dan Dosen pasal 10 ayat (1)
kompetensi
kompetensi
guru
pedagogik,
meliputi kompetensi
kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi; Pertama, kompetensi
pedagogik
adalah
“kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik”. Kedua, kompentensi kepribadian yang mantap dari sosok
guru telah memunculkan permasalah-
seorang guru akan memberikan teladan
an baru. Pekerjaan menuntut guru
yang baik terhadap anak didik maupun
untuk selalu menambah kapasitas
masyarakatnya.
akademis pembelajaran dengan terus
profesional meliputi kepakaran atau
mem-perbarui dan berinovasi dengan
keahlian
media
penguasaan
dan
metode
pembelajaran
Ketiga,
dalam
Kompetensi
bidangnya
bahan
yang
yaitu harus
teraktual, secara berbarengan guru
diajarkannya beserta metodenya, rasa
menuntut kesejahteraanya.
tanggung
jawab
akan
tugasnya.
Keempat, kompetensi sosial adalah
Aspek Profesionalisme Guru
“kemampuan
Menyimpulkan penjelas para ahli seperti
Majid
untuk
ber-
komunikasi dan berinteraksi secara
Robotham
efektif dan efisien dengan peserta didik,
(1996), Syah (2000), dan Usman
sesama guru, orangtua/wali peserta
(1994)
didik, dan masyarakat sekitar”.
bahwa
(2005),
guru
kompetensi
adalah
Jurnal of Islamic Education Management
47
ISSN: 2461-0674
Gambar 1.1 Milestone Pengembangan Profesi Guru
Aneka produk hukum itu semua bermuara
pada
pengembangan
pembinaan profesi
dan
guru
sebagai
tenaga
profesional. Walau untuk kedepan masih sangat dibutuhkan konsitensi pemerintah
dalam
dimensi
analisis
mensinergikan kebutuhan,
penyediaan,
rekruitmen,
seleksi,
penempatan,
redistribusi,
evaluasi
kinerja, pengembangan keprofesian, pengawasan
etika
profesi,
dan
sebagainya dan produk hukum baru yang mengatur tentang sinergitas pengelolaan guru untuk menciptakan keselarasan
dimensi-dimensi
institusi yang terkait.
Menurut
guru,
sekaligus sebagai pengakuan atas kedudukan
Tahapan Guru Profesional
dan
Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan (2012:6) kesadaran untuk menghadirkan guru dan
tenaga
profesional
kependidikan sebagai
yang
sumber
daya
utama pencerdas bangsa, barangkali sama
tuanya
dengan
sejarah
peradaban pendidikan. Di Indonesia, khusus
untuk
guru,
dilihat
dari
dimensi sifat dan substansinya, alur untuk mewujudkan guru yang benarbenar
profesional,
yaitu:
(1)
penyediaan guru berbasis perguruan tinggi, (2) induksi guru pemula berbasis sekolah, (3) profesionalisasi guru berbasis prakarsa institusi, dan
El-Idare : http://jurnal.radenfatah.ac.id/index.php/El-idare
Desember 2016, Vol. 2 No. 2 pp 31-51
48
(4) profesionalisasi guru berbasis
wawasan atau landasan kependidikan,
individu atau menjadi guru madani.
pemahaman terhadap peserta didik,
Khusus profesi
untuk
guru,
pendidikan
beberapa
pengembang-an
kurikulum
atau
amanat
silabus, perancang-an pembelajaran,
penting yang dapat disadap dari dua
dan evaluasi hasil belajar; (2) materi
produk hukum ini. Pertama, calon
pelajaran secara luas dan mendalam
peserta
profesi
sesuai
Kedua,
pelajaran, kelompok mata pelajaran,
guru
dan/atau program yang diampunya;
pendidikan
berkualifikasi sertifikat
S1/D-IV.
pendidik
diperoleh
bagi
melalui
program
dan
dengan
(3)
standar
isi
konsep-konsep
mata
disiplin
pendidikan profesi yang diselenggara-
keilmuan, teknologi, atau seni yang
kan oleh perguruan tinggi yang
secara konseptual menaungi materi
memiliki program pengadaan tenaga
pelajaran, kelompok mata pelajaran,
kependidikan yang terakreditasi, baik
dan/atau program yang diampunya.
yang
oleh
Kedelapan, ujian kinerja dilaksanakan
pemerintah maupun masyarakat, dan
secara holistik dalam bentuk ujian
ditetapkan oleh pemerintah. Ketiga,
praktik
sertifikasi pendidik bagi calon guru
cerminkan penguasaan kompetensi
harus
pedagogik, kepribadian, profesional,
diselenggarakan
dilakukan
secara
objektif,
transparan, dan akuntabel. Keempat, jumlah
peserta
pendidikan
didik
profesi
setiap
tahun
program pendidikan profesi diakhiri uji
kompetensi
pendidik.
Keenam, uji kompetensi pendidik dilakukan melalui ujian tertulis dan ujian kinerja sesuai dengan standar kompetensi. Ketujuh, ujian tertulis dilaksanakan yang
secara
mencakup
yang
men-
dan sosial.
program
ditetapkan oleh Menteri. Kelima,
dengan
pembelajaran
komprehensif
penguasaan:
(1)
Alur Pengembangan Profesi dan Karir Saat
ini,
pengakuan
guru
sebagai profesi dan tenaga profesional makin
nyata.
Pengakuan
kedudukan
guru
sebagai
profesional
berfungsi
atas tenaga
mengangkat
martabat dan peran guru sebagai agen pembelajaran
untuk
meningkatkan
mutu pendidikan nasional. Inisiatif
Jurnal of Islamic Education Management ISSN: 2461-0674
meningkatkan
kompetensi
profesionalitas
ini
harus
dan
sekolah.
Analisis
49
kebutuhan,
sejalan
perumusan tujuan dan sasaran, desain
dengan upaya untuk memberikan
program, implementasi dan layanan,
penghargaan,
serta
peningkatan
sejahteraan
dan
terhadap
ke-
perlindungan
guru.
Seperti
telah
dijelaskan di atas, PP No. 74 Tahun
evaluasi
program
pelatihan
dapat ditentukan secara mandiri oleh penyelenggara
atau
memodifikasi/
mengadopsi program sejenis.
2005 tentang Guru mengamanatkan
Menurut
Kementerian
bahwa terdapat dua alur pembinaan
Pendidikan
dan pengembangan profesi guru,
(2012:11)
penilaian
yaitu: pembinaan dan pengembangan
(teacher
performance
profesi,
dan
merupakan salah satu langkah untuk
pengembangan karir. Pembinaan dan
merumuskan program peningkatan
pengembangan
guru
kompetensi guru secara efektif dan
kompetensi-
efisien. Berdasarkan penilaian kinerja
kompetensi pedagogik, kepribadian,
akan diketahui tentang kekuatan dan
sosial, dan profesional. Sementara itu,
kelemahan guru-guru, sesuai dengan
pembinaan dan pengembangan karier
tugasnya masing-masing, baik guru
meliputi
kelas, guru bidang studi, maupun
meliputi
dan
pembinaan
keprofesian
pembinaan
penugasan,
kenaikan
pangkat, dan promosi. Kegiatan
Kebudayaan kinerja
guru
appraisal)
guru bimbingan konseling. Setelah
pembinaan
pengembangan
dan
profesi
dan
dilakukan penilaian dapat ditentukan
dapat
apa yang harus dilakukan selanjutnya.
dilakukan oleh institusi pemerintah,
Penilaian
lembaga pelatihan (training provider)
secara periodik dan sistematis untuk
nonpemerintah, penyelenggara, atau
mengetahui
satuan pendidikan. Di tingkat satuan
termasuk potensi pengembangannya.
pendidikan,
program
ini
kinerja
guru
prestasi
dilakukan
kerjanya,
dapat
dilakukan oleh guru pembina, guru
Penutup Institusi pendidikan Islam yang
inti, koordinator guru kelas, dan sejenisnya yang ditunjuk dari guru terbaik dan ditugasi oleh kepala
telah
ada
kemerdekaan
sejak
sebelum
Republik
El-Idare : http://jurnal.radenfatah.ac.id/index.php/El-idare
masa
Indonesia
50
Desember 2016, Vol. 2 No. 2 pp 31-51
mendapat
karena
pendidik, pengelola satuan pendidik-
terus
an, penilik, pengawas, peneliti dan
berubah; yang semakin menuntut
pengembang di bidang pendidikan,
madrasah bermutu. Pergeseran nilai
pustakawan, laboran, teknisi sumber
yang dipacu oleh tuntutan globalisasi
belajar, dan penguji; (2) tenaga
menjadikan madrasah yang memadu-
pendidik terdiri atas pembimbing,
kan ilmu umum dan ilmu agama
pengajar,
semakin mendapat peluang dalam
pengelola satuan pendidikan terdiri
mempersiapakan generasi siap dan
atas kepala sekolah, direktur, ketua,
mampu
rektor,
tuntutan
tantangan berat masyarakat
yang
menghadapi
tantangan
zamannya. Untuk melawan tuntutan
dan
dan
pelatih;
pimpinan
dan
(3)
satuan
pendidikan luar sekolah.
globalisasi guru memegang peranan yang sangat strategis dalam kerangka menjalankan fungsi dan mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Peserta didik sekarang merupakan manusia masa depan yang diharapkan mampu menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, terampil, berwatak dan berkarakter kebangsaan, serta menjadi insan agamais. Untuk menjaga dan mencapai
tingkat
profesionalisme
seorang guru harus selalu ikut dalam proses pembinaan dan pengembangan profesi. Secara lebih luas tenaga kependidikan yang dimaksudkan di sini adalah sebagaimana termaktub UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas, kependidikan
yaitu: terdiri
(1)
tenaga
atas
tenaga
Daftar Pustaka Azra, Azyumardi. 1999. Pendidikan Islam, Tradisi dan Modernisasi enuju Milenium Baru, Jakarta: PT Logos Wacana Ilmu. Burhanudin, Jajat dan Dina Afrianty (ed.). 2006. Mencetak Muslim Modern, Peta Pendidikan Islam Indonesia, Jakarta: PT Danim, Sudarwan. 2003. Agenda Pembaruan Sistem Pendidikan, Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Departemen Pendidikan Nasional RI, Indonesia No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, Jakarta: Sekretaris Jenderal Departemen Pendidikan Nasional. Ma’arif, Syamsul. 2007. Revitalisasi Pendidikan Islam, Yogyakarta: Penerbit Graha Ilmu. Maksum. 2001. Madrasah Sejarah dan Perkembangannya, Jakarta: Logos.
Jurnal of Islamic Education Management ISSN: 2461-0674
51
Soetjipto & Raflis Kosasih; 1999, profesi keguruan, Jakarta : Rineka Cipta
Tilaar, H.A.R. 2004. Pradigma Baru Pendidikan Nasional, Jakarta: PT Rineka Cipta.
Steenbrink, Karel. 1986, Pesantren, Madrasah, dan Sekolah, Jakarta:LP3ES.
Usman, M.U., 1994. Menjadi Guru Profesional. Cetakan Kelima. Bandung: Remaja Rosdakarya
El-Idare : http://jurnal.radenfatah.ac.id/index.php/El-idare