GURU AGAMA PERSPEKTIF HASAN LANGGULUNG DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 2005 TENTANG GURU DAN DOSEN
Oleh: TRISNO 104011000039
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2010/1431
Terpujilah wahai engkau, ibu bapak guru Namamu akan hidup dalam sanubari ku Sebagai prasasti terima kasih ku Ntuk pengabdianmu Engkau bagai pelita dalam kegelapan Engkau bagai penyejuk dalam kehausan Engkau patriot pahlawan jasa tanpa tanda baca (Sartono)
i
LEMBAR PERNYATAAN Bismillahirrahmanirrahim Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama
: TRISNO
Nim
: 104011000039
Jurusan
: Pendidikan Agama Islam
Fakultas
: Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
Dengan ini saya menyatakan 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar strata satu (S1) di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Jika kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya asli saya atau merupakan jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sangsi berdasarkan Undang-undang yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 25 November 2010
Trisno
ii
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING SKRIPSI
GURU AGAMA PERSPEKTIF HASAN LANGGULUNG DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 2005 TENTANG GURU DAN DOSEN Skripsi Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan Agama Islam (S.Pd.I) Oleh: TRISNO NIM: 104011000039
Di Bawah Bimbingan : Dosen Pembimbing Skripsi
DR. H. Abdul Fattah Wibisono, MA NIP. 19580112 198803 1 002
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2010 iii
Lembar Pengesahan Panitia Ujian
LEMBAR PENGESAHAN Skripsi berjudul: “Guru Agama Perspektif Hasan Langgulung dan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen” diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, dan telah dinyatakan lulus dalam Ujian Munaqasyah pada 10 November 2010 di hadapan dewan penguji. Karena itu, penulis berhak memperoleh gelar sarjana S1 (S. Pd.I) dalam bidang Pendidikan Agama Islam. Jakarta, 29 November 2010 Panitia Ujian Munaqasyah Tanggal
Tanda tangan
…………..
…………........
Drs. Sapiudin Shidiq, M. A NIP. : 196703272000031001 Penguji I
…………..
………………
Dr. A. Syafi’i Noor, M.A NIP. : 19470902196721001 Penguji II
…………..
………………
Dr. Khalimi, M. A NIP. : 1196505151994031006
……………
………………
Ketua Panitia (Ketua Jurusan/Program Studi) Bahrissalim, M. Ag NIP. : 196803071998031002 Sekretaris (Sekretaris Jurusan/Prodi)
Mengetahui: Dekan FITK UIN Syarif Hidayatullah,
Prof. Dr. Dede Rosyada, M. A. NIP. :19570051981031003
iv
ABSTRAK
Trisno, Skripsi, Guru Agama Perspektif Hasan Langgulung Dan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru Dan Dosen Fakultas Ilmu Tarbiyah Dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2010. Era globalisasi menuntut reformasi dalam segala aspek kehidupan termasuk didalamnya adalah pendidikan. Guru agama merupakan salah satu komponen dalam pendidikan mempunyai tugas berat untuk meningkatkan mutu pendidikan. Sedangkan pemikiran Hasan Langgulung dan UU No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen merupakan salah satu alternatif dalam menghadapi tuntutan zaman dengan cara meningkatkan kompetensi dan memperjuangkan kedudukan guru kembali pada posisi yang semestinya. Masalah pokok yang diteliti dalam skripsi ini tentang guru agama perspektif Hasan Langgulung dan UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen yang diawali dengan mengemukakan latar belakang pemikiran keduanya tentang guru agama. Kemudian dicari letak persamaan dan perbedaan pemikiran mengenai pengertian guru agama, peran dan kedudukan guru agama, dan tugas dan tanggung jawab guru agama. Untuk menyelesaikan penulisan skripsi ini, penulis mengunakan penelitian perpustakaan dengan data sumber yang digunakan merupakan data primer seperti buku-buku karangan Hasan Langgulung dan buku-buku dari Depag RI, dan data skunder yang terkait untuk melengkapi pembahasan skripsi ini. Metode yang digunakan untuk mengkaji data dan informasi yang terhimpun dalam skripsi ini adalah metode deskriptif-analitik-komparatif. Dari hasil penelitian ditemukan jawaban bahwa pada dasarnya Hasan Langgulung dan UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen tersebut lebih banyak memiliki persamaan mengenai guru agama yaitu untuk meningkatkan profesionalisme guru dan kpribadiannya.
v
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puja dan puji hanya milik Allah Tuhan Semesta Alam, berkat Rahmat, Taufik dan Inayah-Nya, skripsi ini dapat terselesaikan. Shalawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada kekasih Allah pejuang agama Islam dan teladan yang terbaik Nabi Muhammad saw. beserta keluarga, sahabat-sahabatnya dan kepada seluruh umat Islam di seluruh alam. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan sebagaimana yang diharapkan, walaupun waktu, tenaga dan pikiran telah diperjuangkan dengan segala keterbatasan kemampuan yang penulis miliki, demi selesainya skripsi ini dan agar bermanfaat bagi penulis dan pembaca sekalian. Sebelumnya penulis mengucapkan Jazakumullah Khairan Katsiran kepada kedua orang tua tercinta, dengan curahan cinta dan kasih sayangnya, kerja kerasnya, serta doa yang selalu dipanjatkan, telah mengantar penulis menyelesaikan pendidikan S1 di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, semoga Allah selalu menjaga serta memberikan rahmat, nikmat beserta karunia-Nya kepada mereka. Selama penyusunan skripsi ini dan selama penulis belajar di Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Jurusan Pendidikan Agama Islam UIN Syarif Hidayatullah, penulis banyak mendapatkan bantuan, motivasi serta bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan yang berbahagia ini, penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada: 1. Bapak Prof. Dr. Dede Rosyada, M. A, sebagai Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Bapak Bahrissalim, M. Ag, sebagai Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam dan Bapak Drs. Sapiudin Shidiq, M. A, sebagai Sekretaris Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Bapak Dr. H. Abdul Fattah Wibisono, M. A, sebagai dosen pembimbing materi dan teknik penulisan skripsi ini, yang telah meluangkan waktu, tenaga, perhatian, dan kemudahan dalam memberikan bimbingan dan arahan yang sangat berharga bagi penulis.
vi
4. Bapak Drs. H. Elman Sadri, sebagai penasehat akademik yang telah membimbing penulis selama menjadi mahasiswa. 5. Segenap Bapak dan Ibu dosen Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Jurusan Pendidikan Agama Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan ilmu pengetahuan dan pengalamannya kepada penulis selama menjalankan perkuliahan. 6. Seluruh keluarga di rumah khususnya orang tua tercinta “My Endless Love” Ayahanda Sardjo dan Ibunda Karsilah yang telah membantu penulis dari segi materil, motivasi dan doanya. Mencurahkan segala kasih sayangnya terhadap penulis dalam rangka menyelesaikan skripsi ini. 7. Kepada kakak sepupuku tercinta Abdul Aziz Nurizun, dan adinda tercinta Watin Nurul Khasanah, yang telah memberikan semangat, doa dan motivasinya kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi. 8. Kepada semua keluarga dan saudaraku Tabah Rosyidy, Budi Waluyo yang sudah membantu penulis dalam berbagai hal. 9. Kepada semua teman-teman seperjuangan PAI angkatan 2004 yang tidak saya sebut satu persatu, terutama kelas A, “Spescial Tanks to" Bakhrudin (Cirebon), Endang Baehaki (Bogor), Muhammad Fajri (Jakarta), dan A. Fauji (Bekasi/kelas E) kalian adalah “Pahlawan Tanpa Tanda Jasa”. Kepada semuanya yang telah membantu penulisan skripsi ini yang tidak bisa disebutkan satu persatu, penulis mengucapkan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya, semoga Allah SWT. Membalas kebaikan dan bantuan yang telah mereka berikan selama penulisan. Apabila terdapat kekurangan dan kekhilafan dalam penulisan skripsi ini mohon dimaafkan. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat yang lebih luas bagi pembaca serta menambah pengetahuan dan semoga bermanfaat untuk kita semua. Amin… Jakarta, 01 Maret 2010
Trisno
vii
DAFTAR ISI
PUISI ................................................................................................................... i LEMBAR PERNYATAAN KARYA SENDIRI .............................................. ii LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING SKRIPSI .................................. iii LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI ............................................................. iv ABSTRAK .......................................................................................................... v KATA PENGANTAR ........................................................................................ vi DAFTAR ISI ..................................................................................................... viii BAB I PENDAHULUAN ................................................................................... 1 A. Latar Belakang Masalah ............................................................................ 1 B. Identitas Masalah ..................................................................................... 6 C. Pembatasan dan Perumusan Masalah ....................................................... 6 D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ............................................................. 7 E. Metode Penelitian...................................................................................... 7
BAB II PROFIL GURU AGAMA .................................................................... 8 A. Pengertian Guru Agama ........................................................................... 8 B. Kedudukan dan Peran Guru Agama ......................................................... 12 C. Tugas dan Kewajiban Guru Agama ......................................................... 16 D. Karakteristik Guru Agama ....................................................................... 18
BAB III GURU AGAMA PERSPEKTIF HASAN LANGGULUNG DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 2005 TENTANG GURU DAN DOSEN ............................................................................................. 22 A. Sketsa Hasan Langgulung ........................................................................ 22 1. Biografi dan Riwayat hidup Hasan Langgulung ................................ 22 2. Riwayat Pekerjaan Hasan Langgulung .............................................. 24 3. Buah karya Hasan Langgulung .......................................................... 25 B. Guru Agama Perspektif Hasan Langgulung .............................................. 27 1. Pengertian Guru Agama ..................................................................... 27
viii
2. Kedudukan dan Peran Guru Agama ................................................... 28 3. Tugas dan Tanggung Jawab Guru Agama ......................................... 32 C. Guru dalam UU No. 14 Tahun 2005 Tentang Guru Dan Dosen ............... 35 1. Tentang Status Profesi Guru ............................................................... 36 2. Tentang Kedudukan, Fungsi dan Tujuan ........................................... 37 3. Tentang Prinsip Profesionalisme ........................................................ 39 4. Tentang Ketentuan Khusus Guru ....................................................... 40 5. Tentang Sanksi ................................................................................... 51 D. Guru Agama Menurut Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru Dan Dosen ...................................................................................... 52 1. Pengertian Guru Agama ..................................................................... 52 2. Kedudukan dan Peran Guru Agama ................................................... 54 3. Tugas dan Tanggung Jawab Guru Agama ......................................... 58
BAB VI STUDI KOMPARASI GURU AGAMA PERSPEKTIF HASAN LANGGULUNG DAN UU NOMOR 14 TAHUN 2005 TENTANG GURU DAN DOSEN ............................................................................. 63 A. Persamaan ................................................................................................ 63 B. Perbedaan ................................................................................................. 66
BAB V PENUTUP .............................................................................................. 68 A. Kesimpulan .............................................................................................. 68 B. Saran-saran ............................................................................................... 68
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 70
ix
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi turut mewarnai dunia pendidikan kita dewasa ini. Tantangan tentang peningkatan mutu, relevansi, dan efektifitas pendidikan sebagai tuntutan nasional sejalan dengan perkembangan dan kemajuan masyarakat, berimplikasi secara nyata dalam program pendidikan dan kurikulum sekolah. Tujuan dari program kurikulum dapat tercapai dengan baik jika programnya didesain secara jelas dan aplikatif. Dalam hubungan inilah para guru dituntut untuk memiliki kemampuan dan ketrampilan dalam hal mengajar. Dalam proses pendidikan, guru tidak hanya menjalankan fungsi alih ilmu pengetahuan, tapi juga berfungsi untuk menanamkan nilai serta membangun karakter manusia secara keseluruhan agar dapat membentuk Insan Kamil.1 Pemikiran Hasan Langgulung tentang insan kamil yaitu proses perubahan kualitatif sehingga ia mendekati Allah dan menyerupai malaikat,2 karena manusia memiliki potensi yang harus dikembangkan. Jadi, dalam pendidikan tugas dan peranan
guru
sangat
dibutuhkan agar
potensi
pada manusia
dapat
teraktualisasikan.3 Dalam termonologi Islam, guru diistilahkan dengan murrabby, satu akar kata dengan rabb yang berarti Tuhan. Seorang murabbi adalah orang yang 1
Hasan Langgulung, Pendidikan Islam Menghadapi Abad Ke-21, (Jakarta: Pustaka AlHusna, 1988), Cet. Ke-1, h. 88 2 Hasan Langgulung, Teori-teori Kesehatan Mental, (Jakarta: Al-Husna, 1985) h. 405 3 Hasan Langgulung, Pendidikan Islam Menghadapi Abad Ke-21.., h. 103
1
2
mengembangkan sesuatu setahap demi setahap hingga mencapai tingkat kesempurnaan itu.4 Jadi, fungsi dan peran guru dalam sistem pendidikan merupakan salah satu manifestasi dari sifat ketuhanan, dalam pengertian sebagai rabb mengidentifikasi diri-Nya sebagai rabbul’alamin “Sang Maha Guru”, ”Guru seluruh jagad raya”.5 Sebagaimana dalam Q.S. Al-Fatihah : 2
“Segala Puji Bagi Allah, Tuhan Semesta alam.”6 Betapa mulianya kedudukan guru dalam Islam, sehingga harus dihormati dan dimuliakan setelah kedua orang tua. Mereka menggantikan peran orang tua dalam mendidik anak-anak atau peserta didik ketika berada di lembaga pendidikan.7 Guru berperan dalam membentuk dan membangun kepribadian anak agar menjadi orang yang berguna bagi agama, nusa dan bangsa. Peran guru tidak dapat diganti oleh teknologi, sekalipun teknologi memberi nilai tambah, kemudahan hidup dan proses pembelajaran. Akan tetapi, kualitas, intergritas dan kredibilitas guru yang akan menentukan kualitas proses pendidikan. Guru merupakan pintu gerbang pembaharuan yang memiliki peranan ganda, yaitu berperan menyerap ilmu pengetahuan dan teknologi serta berperan menyampaikan ilmu pengetahuan dan teknologi, dan banyak pengalaman yang dimilikinya, kepada generasi muda dan masyarakat. Guru berperan pula memberikan suri tauladan dan contoh yang baik melalui prilaku dan tindakannya. Oleh karena itu, guru di pandang sebagai modernisasi dalam segala bidang usaha utama yang dapat dilakukan oleh guru adalah melalui program pendidikan bagi para anak didik.
4
Abuddin Nata, Pendidikan dalam Perspektif Islam, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2005). Cet. I, hal. 138 5 Asrorun Ni’am Sholeh, Membangun Profesionalitas Guru: Analisis Kronologis atas lahirnya UU Guru dan Dosen, (Jakarta: Elsas, 2006), Cet. I, hal. 3 6 Departemen Agama RI, (Bandung: J-Art, 2005), hal. 1 7 Heri Jauhari Muchtar, Fiqih pendidikan, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2005), Cet KeI, h. 150
3
Rosulullah saw. Bersabda:
”Abdullah bin Mas’ud berkata: “Rosullah saw. Bersabda: “Tidak ada kedengkian kecuali dalam dua perkara: seorang laki-laki yang diberi harta oleh Allah kemudian dia habiskan dalam kebenaran (Al-Haq), dan seorang laki-laki yang diberi Al-hikmah (ilmu) oleh Allah, kemudian dia menyampaikannya dan mengajarkannya.”8 (HR. Bukhori) Dalam
operasionalnya,
mendidik
merupakan
proses
mengajar,
memberikan dorongan, memuji, menghukum, memberi contoh, membiasakan, dan lain sebagainya.9 Batasan ini memberi arti bahwa tugas pendidik bukan sekedar mengajar sebagai mana pendapat kebanyakan orang. Di samping itu, menurut Hasan Langgulung pendidik juga bertugas sebagai motivator dan fasilitator dalam proses belajar mengajar,10 sehingga seluruh potensi peserta didik dapat teraktualisasi secara baik dan dinamis. Hasan Langgulung adalah seorang ahli pendidikan dan psikologi, hal ini nampak dilihat dari jenjang pendidikannya dan karya-karyanya terutama pendidikan Islam. Kapasitasnya sebagai pemikir pendidikan islam secara akademik kemudian dikukuhkan tatkala ia memperoleh gelar profesor dalam bidang pendidikan dari Universitas Kebangsaan Malaysia. Melihat pandangan Hasan di atas tentang tugas guru sebagai motivator dan fasilitator yang bertujuan untuk mengembangkan potensi pada peserta didik. Guru diharapkan mampu mengembangkan potensi anak didik dalam mengembangkan kepribadian secara menyeluruh melalui latihan jiwa, akal, perasaan dan hasrat manusia secara islami. 8
Makmur Da’ud, Terjemah Hadits Shahih Bhukhori, (Jakarta: Widjaya, 1984), hal. 51 Al-Rasyidin dan Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Ciputat Press, 2005), Cet Ke-2, h. 43 10 Hasan Langgulung, Pendidikan Islam Menghadapi Abad Ke-21…, h. 86 9
4
Pendidikan terutama di Indonesia membutuhkan guru yang menghayati tugasnya sebagai panggilan jiwa, pekerjaan disebut panggilan jiwa bila pekerjaan itu mengembangkan orang lain kearah kesempurnaan. Ini berarti guru harus mengembangkan anak didik yang dibimbing untuk berkembang menjadi sempurna baik dalam bidang pengetahuan umum maupun pengetahuan agama.11 Dengan demikian, dalam proses belajar mengajar guru mempunyai tugas untuk mendorong, membimbing dan memberikan fasilitas belajar bagi peserta didik dan tanggung jawab guru untuk membantu perkembangan anak untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Salah satu diantara kemajuan zaman adanya pekerjaan yang ditangani secara profesionalis, sehingga pekerjaan itu dikerjakan secara bersungguh-sunguh dan serius oleh orang yang memiliki profesi di bidang tersebut. Pekerjaan guru merupakan pekerjaan profesi, karena itu harus dikerjakan sesuai dengan tuntutan profesionalis. Guru, sebagai salah satu profesi, yang melekat dalam konteks dunia pendidikan, merupakan aspek yang selalu mewarnai khazanah perkembangan sejarah bangsa. Karena, guru diharapkan mengambil peran nyata bagi perkembangan generasi bangsa. Dan tentunya, sebagaimana yang telah kita saksikan dewasa ini peran guru sangat menentukan bagi pembentukan karakteristik serta moralitas generasi bangsa ini. Oleh karena itu, tuntutan terhadap gurupun semakin hari semakin meningkat, seiring dengan meningkatnya pengaruh ilmu pengetahuan dan teknologi diberbagai sendi kehidupan masyarakat. Maka, profesionalisme gurupun sering dipertanyakan, dan berbicara mengenai profesionalisme guru, berarti ada banyak faktor yang terkait didalamnya, mulai dari kompetensi, kesejahteraan guru sampai kondisi sosial-budaya masyarakat yang mendukung. Dalam Undang-undang RI Nomor 20 Tahun 2003 menyebutkan bahwa “pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualitas sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan 11
Hasan Langgulung, Manusia dan Pendidikan: Suatu Analisis Psikologi dan Pendidikan, (Jakarta: Al-Husna, 1995), h. 206-207
5
lain
yang
sesuai
dengan
menyelenggarakan pendidikan.”
kekhususannya,
serta
partisipasi
dalam
12
Pengertian gurupun ditegaskan dalam UU No.14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen pasal 1 menyebutkan, “Guru adalah pendidik professional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada jalur pendidikan formal, serta pada jenjang pendidikan dasar dan pendidikan menengah, termasuk pendidikan anak usia dini.” Penyusunan UU dimaksudkan untuk memberikan jaminan bagi para guru dan dosen sebagai profesi dalam upaya mempersiapkan warga Indonesia manusia yang berguna terhadap diri sendiri, keluarga dan bangsa. UU ini juga memberikan jaminan terhadap masyarakat untuk mendapatkan pendidikan yang profesional. Menurut Asrorun Ni’am yang merupakan salah satu orang yang menyusun UU ini menjelaskan bahwa lahirnya UU Guru dan Dosen untuk “meretas dikotomi guru negeri dan guru swasta”,13 Diantaranya: 1. Definisi guru yang tidak dikotomis 2. Jaminan pemberdayaan guru yang demokratis dan tidak diskriminatis 3. Mempunyai fungsi dan tujuan yang sama 4. Keharusan memegang prinsip profesionalitas 5. Adanya ketentuan yang sama untuk mewujudkan profesionalitas 6. Kesamaan
hak
dan
kewajiban
dalam
menjalankan
tugas
keprofesionalan 7. Tanggung jawab pemerintah dalam pengalokasian anggaran yang setara bagi guru negeri-swasta.14 Masih banyak persoalan dalam menangani guru yang profesional di negara ini. Masih banyak yang perlu diperhatikan dalam meningkatkan mutu guru. Dan aneka persoalan itu kait-mengait, seperti meningkatkan mutu pengetahuan, mutu pembelajaran, dan mutu hubungan guru dengan murid dan rekan-rekan kerja. Dan
12
Depag RI, Undang-undang dan Peraturan Pemerintah RI tentang Pendidikan, (Jakarta: Dirjen Pendidikan Islam Depag RI, 2006), h. 5 13 Asrorun Ni’am Sholeh, Membangun Profesionalitas Guru…, h. 106 14 Asrorun Ni’am Sholeh, Membangun Profesionalitas Guru…, h. 109-114
6
terberat adalah bagaimana menaikkan penghargaan kepada guru. Sehingga mereka punya harga diri dan mau bekerja lebih professional Dengan lahirnya UU Guru dan Dosen tahun 2005, melalui sertifikasi guru, telah membawa dampak yang sangat besar bagi para guru terutama guru agama, karena dengan penerapan UU Guru dan Dosen tersebut membawa angin segar dalam upaya pencapaian kesejahteraan para guru terutama guru agama. Tentunya hal ini akan sangat memotivasi para guru untuk berbenah diri, ditambah pula dengan adanya program kualifikasi guru, yakni peningkatan kualitas pendidikan para guru, semuanya membawa perubahan yang menjanjikan bagi para guru, meskipun belum sepenuhnya dapat terlealisasikan. Berdasarkan dari masalah tersebut, maka langkah pertama yang dilakukan untuk memperbaiki kualitas pendidikan dengan memperbaiki kualitas tenaga pendidik terlebih dahulu. Yang akan penulis bahas dalam karya ilmiah dengan judul “GURU AGAMA DALAM PERSPEKTIF HASAN LANGGULUNG DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 2005 TENTANG GURU DAN DOSEN”
B. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka penulis mengidentifikasi masalah yang berkaitan dengan judul yang akan dibahas dalam skripdi ini, berikut ini penulis identifikasikan masalah yang berkenaan dengan guru agama, antara lain: 1. Mengetahui definisi, peran dan kedudukan, tugas dan kewajiban, dan karakteristik guru agama persektif Hasan Langgulung dan UU No. 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen 2. Membentuk dan mengembangkan kepribadian guru agama menurut Hasan Langgulung dan UU No. 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen 3. Upaya yang dilaksanakan Hasan Langgulung dan UU No. 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen mengenai pendidikan.
C. Pembatasan dan Perumusan Masalah
7
1. Pembatasan Masalah Untuk memperjelas dan memberi arahan yang tepat dalam pembahasan penelitian ini, perlu dilakukan pembatasan masalah. Pada pembahasan guru Agama perspektif Hasan Langgulung dan Undang-undang Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Penulis hanya berusaha mengetahui guru Agama khususnya dalam perspektif Hasan Langgulung dan Undang-undang tentang Guru dan Dosen yang berkaitan dengan peran dan kedudukan, tugas dan kewajiban, dan karakteristik guru Agama di sekolah. 2. Perumusan Masalah Sesuai pembatasan masalah di atas, maka perumusan masalah yang akan diteliti adalah bagaimana guru Agama dalam perspektif Hasan Langgulung dan Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.
D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1. Tujuan Penelitian a. Untuk mengetahui guru Agama dalam perspektif Hasan Langgulung dan Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen b. Untuk mengembangkan wawasan keilmuan yang penulis peroleh selama studi di kampus UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Kegunaan Penelitian a. Sebagai salah satu kewajiban dalam melaksanakan tugas akhir perkuliahan pada jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan. b. Sebagai bahan pertimbangan calon guru Agama khususnya dalam meningkatkan profesionalitasnya.
E. Metode Penelitian Bentuk penelitian ini merupakan bentuk penelitian kepustakaan (library Research) dengan mengkaji sumber-sumber data kepustakaan yang berkaitan dengan permasalahan yang akan dibahas dalam skripsi ini. Data yang digunakan ada dua macam, yaitu data primer dan data skunder.
BAB II PROFIL GURU AGAMA
A. Pengertian Guru Agama Sebelum penulis mengemukakan lebih lanjut tentang guru agama, penulis akan menjelaskan satu-persatu dari kata “guru agama”. Kata “guru agama” terdiri dari dua kata, yaitu “guru” dan “agama”. Terlebih dahulu penulis akan menguraikan kata “guru” kemudian tentang “agama” setelah itu akan dijelaskan tentang “guru agama”.
1. Pengertian Guru Kata guru berasal dari bahasa Indonesia yang berarti orang yang mengajar. Dalam bahasa Inggris, dijumpai kata “teacher” yang berarti pengajar. Selain itu terdapat kata “tutor” yang berarti guru pribadi yang mengajar di rumah, mengajar ekstra, pemberi kuliah, memberi les tambahan pelajaran, educator, pendidik, ahli didik, penceramah. Dalam bahasa arab istilah yang mengacu kepada pengertian guru lebih banyak seperti al-„alim (jamaknya ulama‟) atau al-mu‟allim, yang berarti orang yang mengetahui dan banyak digunakan para ulama atau ahli pendidikan yang menunjuk pada arti guru. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, “guru adalah orang yang pekerjaannya (mata pencaharianya, profesinya) mengajar.”1 Dalam bahasa yunani pendidik adalah pedagoog, “pedagoog (pendidik atau ahli didik) ialah seseorang 1
Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1988), Cet. Ke-1, h. 288
8
9
yang tugasnya membimbing anak dalam pertumbuhannya agar dapat berdiri sendiri.”2 Guru adalah pekerjaannya mengajar, baik mengajar bidang studi umum maupun mengajarkan suatu ilmu pengetahuan kepada orang lain. Guru menurut paradigma baru bukan hanya bertindak sebagai pengajar, tetapi sebagai motivator dan fasilitator proses belajar.3 “Guru adalah orang yang memiliki ilmu lebih dari pada anak didiknya; oleh karena itu guru juga bisa disebut ulama, asalkan rajin beribadah dan berakhlak mulia”.4 “Guru adalah tenaga yang professional dari pada sekadar tenaga sambilan.”5 Dalam Al-Qur‟an kata ”ulama” tertera dalam surat Al-Fathir ayat 28:
“Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya hanyalah ulama.”6
Ulama yang dimaksud dalam pengertian ini adalah para sarjana dan cendikiawan muslim dan nonmuslim. Kata-kata ulama dapat mencakup setiap ahli ilmu, bukan hanya yang memahami dan menguasai ilmu-ilmu agama. Namun yang populer di dalam masyarakat Indonesia, ulama berarti orang yang ahli dibidang ilmu Islam.7 Dari pengertian di atas, walaupun berbeda susunan redaksinya namun mempunyai kesamaan maksud, yaitu bahwa guru bukan hanya sekedar pemberi ilmu pengetahuan kepada anak didiknya di depan kelas. Tetapi merupakan tenaga professional yang di samping memperhatikan aspek kognitif juga aspek psikomotorik dan afektif pada anak didik agar tumbuh dan terbina secara utuh
2
M. Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoritis Dan Praktis, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2007), Cet. Ke-18, h. 3 3 Hasan Langgulung, Pendidikan Islam Menghadapi Abad Ke-21..., h. 86 4 Heri Jauhari Muchtar, Fikih Pendidikan…, h. 150 5 Djohar, Pendidikan Strategik: Alternatif Untuk Pendidikan Masa Depan , (Yogyakarta: Lesfi, 2003), Cet. Ke-1, h. 112 6 Departemen Agama RI, (Bandung: J-Art, 2005), hal. 438 7 Zakiah Daradjat, dalam Abu Ahmadi dan Noor Salimi, Dasar-dasar Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2004), Cet. Ke-4, h. 120
10
sebagai manusia yang susila sehingga maksud mendidik untuk mengantarkan anak didik menuju tujuan yang diharapkan oleh agama, bangsa dan Negara.
2. Pengertian Agama Menurut Hasan Langgulung agama berarti: taat, undang-undang (yang diturunkan oleh Tuhan untuk manusia), hukum (dari Tuhan untuk manusia dan kepentingan manusia), aturan-aturan (dari Tuhan untuk kepentingan manusia), penguasaan (yaitu penguasaan Tuhan atas manusia), penghambaan ( manusia kepada Tuhan), supaya manusia mencapai ketinggian dan kemuliaan serta kebahagiaan.8 Secara sederhana agama adalah aturan atau tata cara hidup manusia dalam hubungannya dengan Tuhan dan sesamanya.9 Agama adalah kata sangsekerta, sebagaimana kata Dharma (bahasa sangsekerta), din (dari bahasa arab), dan religi (dari bahasa latin).10 Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia agama adalah kepercayaan kepada Tuhan (Dewa atau sebagainya) dengan ajaran kebaikan dan kewajiban-kewajiban yang bertalian dengan kepercayaan itu.11 Thouless mendefinisikan agama sebagai hubungan praktis yang dirasakan dengan apa yang dipercayai sebagai makhluk atau wujud yang lebih tinggi dari pada manusia.12 Definisi di atas merupakan definisi agama secara sederhana karena definisi agama secara sempurna dan lengkap tidak dapat dibuat, sebab agama sebagai bentuk keyakinan yang berhubungan dengan kehidupan batin manusia memang sulit untuk di ukur secara tepat dan rinci. Hal ini mungkin yang menyulitkan para ahli untuk memberikan definisi yang tepat tentang agama. Para ahli dalam memberikan definisi agama biasanya terpengaruh oleh faktor subyektifitas pribadinya, sehingga ada orang yang mendefinisikan agama 8
Hasan Langgulung, Pendidikan dan Peradaban Islam: Suatu Analisa Sosio- Psikologi, ( Jakarta: Pustaka Al-Husna, 1985), Cet. Ke-3, h.129 9 Tim Penyusun, Ensiklopedia Nasional Indonesia, (Jakarta: Delta Pamungkas, 2004), Jilid 4, Cet. Ke-4, h. 156 10 Tim Penyusun IKAPI, Ensiklopedia Islam Indonesia, (Jakarta: Djambatan, 1992), h. 63 11 Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia… h. 9 12 Robert H. Thouless, PengantarPsikologi Agama, Terj. Machnun Husein, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995), Cet. Ke-2, h. 19
11
dari segi keyakinan sosial, dari pengalaman individual dan sebagainya. Ungkapan ini melukiskan betapa banyaknya variasi pemahaman para ahli tentang agama.13 Menurut Sayuthi Ali, “Agama adalah wahyu yang diturunkan Tuhan untuk manusia.”14 Agama adalah risalah yang disampaikan Tuhan kepada Nabi sebagai petunjuk bagi manusia dalam menyelenggarakan tata cara hidup yang nyata serta mengatur hubungan dengan dan tanggung jawab kepada Allah, kepada masyarakat, serta alam sekitarnya. Perlu dijelaskan kembali bahwa agama yang dimaksud dalam penelitian ini merupakan agama Islam. Agama Islam adalah agama Allah yang dibawa oleh Rosulullah s.a.w. untuk umat manusia dan mengatur seluruh aspek kehidupan manusia yang bertujuan mencapai kehidupan yang diridhai Allah dan kebahagian hidup di dunia dan di akhirat . Jadi, agama Islam adalah agama Allah yang disampaikan kepada Nabi Muhammad, untuk diteruskan kepada seluruh umat manusia yang mengandung ketentuan-ketentuan keimanan (aqidah) dan ketentuan-ketentuan ibadah dan muamalah (syariah), yang menentukan proses berpikir, merasa dan berbuat dan proses terbentuknya kepribadian. Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa agama adalah tata tertib meliputi upacara, pemujaan dan kepercayaan sebagai pedoman hidup, pedoman bagaimana ia harus berpikir, bertingkah laku dan bertindak, sehingga tercipta hubungan serasi antar manusia dan hubungan dengan Tuhan. Namun demikian, dalam pembahasan masalah di atas agama yang dimaksud adalah agama Islam, maka dapat dirumuskan agama Islam adalah „addin yang di bawa Nabi Muhammad saw. ialah wahyu yang diturunkan Allah Swt. di dalam Al-Qur‟an dan sunnah yang berupa perintah dan larangan serta petunjuk untuk kesejahteraan dan kebahagiaan baik di dunia maupun di akhirat.
13
Zakiah Djarajat, Ilmu Jiwa Agama, (Jakarta: Bulan Bintang, 1996), h. 1-3 M. Sayuthi Ali, Metodologi Penelitian Agama, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002), Cet. Ke-1, h. 1 14
12
3. Pengertian Guru Agama Dari beberapa pengertian di atas dapat diketahui bahwa guru agama secara umum adalah seseorang yang mengajarkan materi atau pelajaran agama, dalam hal ini adalah agama Islam. Dalam pengertian secara khusus guru agama adalah guru yang memiliki kompetensi dan kewenangan untuk mengajar agama baik di sekolah umum, madrasah negeri maupun swasta.
B. Kedudukan dan Peran Guru Agama
1. Kedudukan Guru Agama Pentingnya peranan guru terutama guru agama untuk menciptakan generasi baru di suatu masyarakat, terutama mayarakat Islam merupakan hal terpenting untuk menghargai kedudukan guru, yang melibatkan kesejahteraan hidup dengan tenang dan menempatkan kedudukan guru sebagai pembimbing, pemimpin dan pengawas bagi generasi muda.15 Disamping itu, guru juga harus diberi peluang dalam mengambil keputusan mengenai perkembangan kurikulum dalam pelaksanaan pendidikan, dan meningkatkan kualitasnya agar dapat dihargai oleh masyarakat. Di masyarakat, guru merupakan salah satu kontrol sosial. Di mata masyarakat guru adalah orang yang mempunyai perilaku yang baik yang dapat dijadikan contoh, sehingga jika ada guru berperilaku kurang baik atau melakukan kesalahan, masyarakat akan dengan cepat meresponnya, dibandingkan dengan anggota masyarakat lain yang melakukan kesalahan. Menurut Hasan Langgulung guru juga disebut ulama,16 yang merupakan penerus para nabi dalam mengajarkan ilmu agama. Pada masa Rasulullah Saw. kedudukan guru memperoleh tempat yang istimewa, tertinggi dan dihormati. Dengan demikian, kedudukan guru sangat mulia dan luhur, baik ditinjau dari sudut masyarakat, negara maupun agama. Guru sebagai pendidik merupakan
15
Hasan Langgulung, Pendidikan Islam Menghadapi Abad Ke-21…, h. 92 Hasan Langgulung, Peralihan Paradigma dalam Pendidikan Islam dan Sains Sosial, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2002), Cet. Ke-1, h. 45 16
13
seorang yang berjasa besar terhadap masyarakat dan negara. Tinggi atau rendahnya kebudayaan suatu masyarakat sebagian besar bergantung pada guru. Disamping itu, kedudukan guru dalam kegiatan pembelajaran juga sangat strategis dan menentukan. Strategis karena guru yang berhadapan langsung dengan peserta didik akan menentukan kedalaman dan keluasan materi pelajaran, sedangkan menentukan karena guru yang memilah dan memilih bahan pelajaran yang disajikan kepada peserta didik. Hal ini membuktikan bahwa guru mempunyai kedudukan yang terhormat. Dalam Undang-undang Guru dan Dosen pasal 2 kedudukan guru ditegaskan kembali, bahwa guru mempunyai kedudukan sebagai tenaga profesional pada jalur pendidikan formal.17 Sebagai pribadi yang ditiru, tidak menutup kemungkinan bila peserta didik mengharapkan figur yang senantiasa memperlihatkan kepentingan peserta didik. Biasanya guru yang seperti ini mendapatkan extra perhatian dari peserta didik. Perserta didik senang dengan sikap dan prilaku yang baik yang diperlihatkan oleh guru. Guru tidak hanya sebagai pengajar, tetapi juga sebagai pendidik sekaligus pembimbing yang akan mengarahkan peserta didik pada tahap perkembangan yang lebih baik. Berkaitan dengan ini, maka sebenarnya guru memiliki peranan yang unik dan sangat kompleks dalam proses belajar mengajar, dalam usahanya untuk mengantarkan siswa atau peserta didik ke taraf yang dicita-citakan. Oleh karena itu, setiap rencana guru harus didudukan dan dibenarkan semata-mata demi kepentingan peserta didik, sesuai dengan profesi dan tanggung jawabnya.18 Kedudukan guru terutama guru agama Islam saat ini perlu mendapat perhatian. Jelas sekali bahwa kedudukan guru saat ini semakin merosot, jauh lebih rendah dibandingkan kedudukan guru pada masa Rasulullah Saw.19 Menurut Mukhtar rendahnya kedudukan guru saat ini disebabkan karena: 17
Depag, Undang-undang dan Peraturan Pemerintah RI tentang Pendidikan, (Jakarta: Dirjen Pendidikan Islam Depag RI, 2006), h. 86 18 Sardiman A.M., Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003), Cet. Ke-10, h. 125 19 Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2007), Cet. Ke-7, h. 86
14
a. Rendahnya apresiasi terhadap guru Pendidikan Agama Islam sebagai akibat Pendidikan Agama Islam yang merupakan mata pelajaran wajib hanya dipandang sebagai pelengkap karena lembaga pendidikan dan orang tua lebih mengutamakan pelajaran yang diujikan saja. Hal ini sangat dominan pada sekolah-sekolah umum seperti Sekolah Dasar dan Menengah, akibatnya penerapan nilai-nilai agama melalui Pendidikan Agama Islam tidak bisa berjalan baik. b. Kurangnya sikap profesionalisme tugas guru Pendidikan Agama Islam yang ditandai dengan kurangnya kemampuan dalam memprogram pembelajaran, memproses pembelajaran yang sesuai dengan program pembelajaran. Adapun kemampuan
dalam memproses pembelajaran ini
meliputi
penyampaian bahan pelajaran pada siswa, metode yang digunakan dan persiapan mengajar. c. Kurangnya pengakuan terhadap guru Pendidikan Agama Islam. Hal ini ditandai dengan kurangnya penghargaan atas kegiatan pendidikan yang dilakukan oleh guru agama terhadap siswa di sekolah. Untuk itu, menurut Hasan Langgulung guru agama hendaknya selalu meningkatkan kualitas ilmu pengetahuan yang dimilikinya. Dalam hal ini Hasan Langgulung menawarkan adanya sejumlah latihan terhadap guru agama dalam meningkatkan profesionalismenya, dengan tujuan: a. Menciptakan guru-guru yang terlatih dan memiliki profesionalisme yang tinggi. b. Menghasilkan guru-guru yang bersemangat tinggi.20 Sedangkan dalam UU Guru dan Dosen pasal 4 dijelaskan kedudukan guru untuk meningkatkan martabat guru dalam agen pembelajaran.21 ”Yang dimaksud agen pembelajaran (learning agent) adalah peran guru antara lain sebagai fasilitator, motivator, pemacu, perekayasa pembelajaran, dan pemberi inspirasi belajar bagi peserta didik.”22
20
Hasan Langgulung, Manusia dan Pendidikan.., h. 233-235 Depag, Undang-undang dan Peraturan…, h. 86 22 Depag, Undang-undang dan Peraturan…, h. 130 21
15
2. Peran Guru Agama Islam menuntut kepada pendidik untuk berorientasi kepada educational needs dari peserta didik, dimana faktor “human nature” yang potensial tiap pribadi anak dijadikan sentrum proses kependidikan sampai kepada batas perkembangannya.23 M. Arifin menjelaskan bahwa “pendidik harus mengajar sesuai dengan tingkat kemampuan kejiwaannya, memberi contoh tauladan yang baik, mendorong dan memotivasi, targhieb dan tarchieb, mendorong kreativitas dalam berpikir, menciptakan suasana belajar-mengajar yang favorable (diwaktu marah atau sesak nafas guru tidak boleh mengajar).”24 Menurut E. Mulyasa bahwa peran dan fungsi guru secara umum adalah: a. Sebagai pendidik dan pengajar; bahwa setiap guru harus memiliki kestabilan emosi, ingin memajukan peserta didik bersikap realitas, jujur dan terbuka, serta peka terhadap perkembangan, terutama inovasi pendidikan. b. Sebagai anggota masyarakat; bahwa setiap guru harus pandai bergaul dengan masyarakat. c. Sebagai pemimpin; bahwa setiap guru adalah pemimpin, yang harus memiliki kepribadian, menguasai ilmu kepemimpinan, prinsip hubungan antar manusia, teknik berkomunikasi, serta menguasai berbagai aspek organisasi sekolah. d. Sebagai administator; bahwa setiap guru akan dihadapkan pada berbagai tugas administrasi yang harus dikerjakan di sekolah, sehingga harus memiliki pribadi yang jujur, teliti, rajin, serta memahami strategi dan manajemen pendidikan. e. Sebagai pengelola pembelajaran; bahwa setiap guru harus mampu dan menguasai berbagai metode pembelajaran dan memahami situasi belajarmengajar di dalam maupun di luar kelas.25
23
M. Arifin, Pendidikan Islam dalam Arus Dinamika Masyarakat, (Jakarta: IAIN Syarif Hidayatullah, 1988), h. 81 24 M. Arifin, Pendidikan Islam dalam Arus Dinamika Masyarakat..., h. 81 25 E. Mulyasa, Standar Kompetensi Dan Sertifikasi Guru, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2008), Cet. Ke-3, h.19
16
Sedangkan menurut Martinis Yamin, peran guru adalah: a. Sebagai komunikator Dilihat dari peran guru di dalam kelas, mereka berperan sebagai seorang komunikator, mengkomunikasikan materi pelajaran dalam bentuk verbal dan nonverbal. Pesan yang akan disampaikan kepada komunikan berupa buku teks, catatan, lisan, cerita, dan lain sebagainya, pesan itu dikemas sedemikian rupa sehingga mudah dipahami, dimengerti, dipelajari, dicerna dan diaplikasikan siswa.26 b. Sebagai fasilitator Guru sebagai fasilisator memiliki peran memfasilitasi siswa-siswa untuk belajar secara maksimal dengan mempergunakan berbagai strategi, metode, media dan sumber belajar27. Guru Menciptakan suatu komunitas yang bersuasana saling bergantung dan saling berdialog atas dasar saling mempercayai satu sama lain, menghasilkan pengalaman yang luas, namun ia tetap mengambil bagian dan memperhatikan dengan sikap yang sama dengan peserta didiknya.28
C. Tugas dan Kewajiban Guru Agama Tugas guru yang utama adalah memberikan pengetahuan (cognitive), sikap dan nilai (affective) dan ketrampilan (Psychometer) kepada anak didik.29 Dalam Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional dikemukakan bahwa guru adalah tenaga pendidik yang khusus diangkat dengan tugas utama mengajar. Di samping itu, ia mempunyai tugas lain yang bersifat pendukung, yaitu membimbing dan mengelola administrasi sekolah. Selain tugas tersebut, guru juga memiliki kewajiban yang berhubungan dengan kedudukannya sebagai salah satu tenaga kependidikan.
26
Martinis Yamin, Sertifikasi Propesi Keguruan di Indonesia, (Jakarta: Gaung Persada Press, 2006), Cet. Ke-2, h.24 27 Martinis Yamin, Sertifikasi Propesi Keguruan di Indonesia…, h. 27 28 M. Arifin, Pendidikan Islam dalam Arus Dinamika Masyarakat..., h. 45 29 Zahara Idris, Dasar-dasar Pendidikan, (Bandung: Angkasa, 1982), Cet. Ke-1, h. 76
17
Jabatan seorang guru agama adalah sebuah jabatan yang sangat berat karena tugas guru agama tidak hanya melaksanakan pendidikan agama secara baik, tetapi guru agama juga harus dapat memperbaiki pendidikan agama yang telah terlanjur salah diterima anak, baik dalam keluarga, maupun masyarakat sekitarnya, serta melakukan pembinaan kembali terhadap pribadi anak didik.30 Tinggi atau rendahnya suatu masyarakat, maju atau mundurnya tingkat kebudayaan suatu masyarakat dan Negara, sebagian besar tergantung kepada pendidikan yang diberikan oleh guru. Makin tinggi pendidikan guru, makin tinggi pula mutu pendidikan yang diterima oleh peserta didik, dan makin tinggi pula derajat masyarakat. Guru bertanggung jawab terhadap penciptaan situasi komunitas yang dialogis interpendent dan terpercaya. Ia menyadari bahwa pengetahuan dan pengalamannya lebih dewasa dan lebih dalam dan luas serta bersama-sama dengan peserta didik berada dalam situasi belajar yang memperhatikan satu sama lain.31 Untuk itu, Hamdani Ihsan dan A. Fuad Ihsan Dalam buku Filsafat Pendidikan Islam, menjelaskan bahwa tugas-tugas pendidik adalah32: a. Membimbing peserta didik Mencari pengenalan terhadapnya mengenai kebutuhan, kesanggupan, bakat, minat dan sebagainya. b. Menciptakan situasi untuk pendidikan Situasi pendidikan, yaitu suatu keadaan di mana tindakan-tindakan pendidikan dapat berlangsung dengan baik dan hasil yang memuaskan. Dari
beberapa
pendapat
yang
telah
diuraikan,
dapatlah
ditarik
kesimpulannya bahwa tugas guru tidak semata-mata sebagai pengajar yang mentransfer pengetahuan, tetapi juga sebagai pendidik yang mentransfer nilainilai dan sekaligus sebagai pembimbing yang memberikan pengarahan dan menuntun peserta didik dalam belajar untuk memcapai tujuan yang diharapkan. 30
Zakiah Daradjat, Ilmu Jiwa Agama..., h. 108 M. Arifin, Pendidikan Islam dalam Arus Dinamika Masyarakat ..., h. 28 32 Hamdani Ihsan dan A. Fuad Ihsan, Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: CV. Pustaka Setia, 2001), Cet. Ke-2, h. 94 31
18
Untuk itu, program pembaharuan pendidikan guru harus lebih diarahkan kepada pembinaan tenaga guru yang secara profesional mampu mengemban tugas-tugas tersebut.
D. Karakteristik Guru Agama Dari uraian di atas telah jelas bahwa pekerjaan guru itu berat, tetapi luhur dan mulia. Maka, untuk menjadi guru tidak sembarang orang dapat menjalankannya. Untuk itu, guru harus memiliki karakteristik yang baik pula agar dapat menjalankan fungsinya sebagai guru. Menurut Ahmad Tafsir karakteristik guru seperti syarat dan sifat itu harus dibedakan. Adapun syarat yang diartikan sebagai sifat guru yang pokok, yang dapat dibuktikan secara empiris. Sedangkan sifat yang dimaksud adalah sebagai pelengkap dari syarat tersebut.33
1. Syarat-syarat Guru Agama Menurut Ahmad Tafsir syarat terpenting bagi guru adalah keagamaan. Selain itu syarat guru agama adalah: a. Umur, sudah dewasa. b. Kesehatan, harus sehat jasmani dan rohani. c. Keahlian, menguasai bidang yang diajarkannya dan menguasai ilmu mendidik. d. Harus berkepribadian muslim.34 Secara umum, untuk menjadi guru yang baik menurut Islam hendaknya guru memenuhi tanggung jawab yang akan dibebankan kepadanya seperti bertaqwa kepada Allah, berilmu, sehat jasmani dan berakhlak mulia, tanggung jawab dan berjiwa nasional. Sedangkan menurut UU Guru dan Dosen pasal 8 adalah “guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi sertifikat pendidik, sehat jasmani dan
33 34
Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam…, h. 82 Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam.., h. 81
19
rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.”35 Sebagai mana yang diutarakan oleh Kunandar dalam buku Guru Profesional: Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan pendidikan (KTSP) dan Sukses dalam Sertifikasi Guru mengatakan bahwa: “Seorang guru yang profesional dituntut dengan sejumlah persyaratan minimal, antara lain: memiliki kualitas pendidikan profesi yang memadai, memiliki kompetensi keilmuan sesuai dengan bidang yang ditekuninya, memiliki kemampuan berkomunikasi yang baik dengan anak didiknya, mempunyai jiwa kreatif dan produktif, mempunyai etos kerja dan komitmen tinggi terhadap profesinya, dan selalu melakukan pengembangan diri secara terus menerus (continous improvement) melalui organisasi profesi internet, buku, seminar, dan semacamnya.”36 Karena pekerjaan guru adalah pekerjan profesional maka untuk menjadi guru harus memenuhi persyaratan, diantaranya adalah: memiliki bakat, keahlian, kepribadian, sehat mental dan badan, pengalaman dan pengetahuan yang luas, berjiwa pancasila, dan warga negara yang baik.37 Sementara dalam kriteria yang sama, Oemar Hamalik memberikan batasan tentang persyaratan guru profesional. Diantara persyaratan guru profesional itu adalah: a. Memiliki bakat sebagai guru. b. Memiliki keahlian sebagai guru. c. Memiliki keahlian yang baik dan terintegrasi. d. Memiliki pengalaman dan pengetahuan yang luas. e. Guru adalah manusia yang berjiwa pancasila. f. Guru adalah seorang warga negara yang baik.38
35
Depag. Undang-undang dan Peraturan…, h. 88 Kunandar, Guru Profesional: Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan dan Sukses dalam Sertifikasi Guru (KTSP), (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007), Cet. Ke-18, h. 50 37 Depag. Undang-undang dan Peraturan…, h. 66 38 Oemar Hamalik dalam Martinis Yamin, Sertifikasi Profesi Keguruan di Indonesia, (Jakarta: Gaung Persada, 2006), Cet. Ke-2, h. 24 36
20
Tugas yang dibebankan kepada guru memang berat, karena guru bukan saja mendidik peserta didik agar menjadi pribadi yang baik bagi peserta didik. Tetapi, guru juga memberikan kemampuan kepada peserta didik agar sanggup menjalani hidup sesuai yang diinginkan. Untuk itu, para guru harus belajar tentang keahlian profesional.
2. Sifat-sifat Guru Agama Dalam pendidikan Islam, seorang guru harus memiliki karakteristik yang menjadi sifat dan ciri yang akan menyatu dengan kepribadiannya. Dalam hal ini, Al-abrasyi memberikan batasan tentang sifat-sifat guru khususnya guru agama, antara lain: a. Memiliki sifat zuhud Yaitu melaksanakan tugasnya bukan semata-mata karena materi, akan tetapi karena mencari keridhaan Allah SWT. b. Suci dan bersih, Guru hendaknya bersih fisiknya dari segala macam kotoran dan bersih jiwanya dari segala macam sifat tercela atau tidak mempunyai dosa besar. c. Ikhlas, Hendaknya guru ikhlas dan tidak ria dalam melaksanakan tugasnya, karena ria akan menghilangkan keikhlasan. d. Murah hati atau pemaaf, Bersifat pemaaf dan selalu memaafkan kesalahan orang lain terutama anak didiknya, sabar dan sanggup menahan amarah. e. Tegas dan terhormat, Tegas dalam perkataan dan perbuatanya tetapi tidak kasar atau bersikap lemah lembut dan senantiasa membuka diri serta menjaga kehormatanya. f. Memiliki sikap kebapakan sebelum menjadi guru, Guru mencintai anak didiknya sebagai mana mencintai anak-anaknya sendiri. g. Memahami karakteristik anak didik, Guru harus dapat menguasai karakter anak didiknya, seperti pembawaan, kebiasaan, perasaan dan berbagai potensi yang dimilikinya.
21
h. Menguasai mata pelajaran, yaitu menguasai materi pelajaran yang diajarkannya dengan baik dan profesional. 39 Pada dasarnya, yang diharapkan dari guru ialah supaya guru sendiri berkembang sebagai wujud atau personifikasi dari sejumlah karakteristik yang menggambarkan sikap dan perilaku keguruan. Di mata masyarakat karakteristik itu berarti bahwa: a. Guru patut dicontoh dan diperlakukan sebagai teladan dalam masyarakat. b. Guru berinteraksi dengan lingkungan melalui kearifan budaya masyarakat. c. Guru berperilaku sosial yang serasi dengan nilai budaya masyarakat. d. Guru mengelola aktifitas pendidikan dengan moral yang tinggi. e. Guru menyayangi para peserta didik mereka sebagai amanah orang tua.40 Sedangkan dalam psikologi, karakteristik guru lebih menitik beratkan pada aspek kepribadian guru. Menurut Muhibbin Syah karakteristik kepribadian guru meliputi fleksibilitas kognitif guru dan keterbukaan psikologi guru. Pertama, fleksibilitas (keluwesan) kognitif guru merupakan kemampuan berpikir yang diikuti dengan tindakan secara simultan dan memadai dalam tindakan. Kedua, keterbukaan psikologi guru yang merupakan kemampuan memahami pikiran dan perasaan orang lain, dan menciptakan hubungan antara pribadi guru dengan siswa secara harmonis.41 Berdasarkan uraian diatas terlihat jelas dengan kesimpulan bahwa sosok guru yang baik adalah yang memiliki semangat mengajar yang tulus, yaitu ikhlas dengan mengamalkan ilmunya, bertindak sebagai orang tua yang mengasihi peserta didik mampu menggali potensi peserta didik, bersikap terbuka dan demokatis untuk menerima dan menghargai peserta didik, dapat bekerja sama dengan peserta didik, dan menjadi panutan bagi peserta didik, sehingga siswa mengikuti perbuatan baik yang dilakukan guru.
39
Muhammad Athiyah Al-Abrasyi, Beberapa Pemikiran…, h. 66-70 Departemen Agama RI, Wawasan Tugas Guru dan Tenaga Pendidikan, (Jakarta: Dirjen Kelembagaan Agama Islam, 2005), h. 12 41 Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1996 ), Cet. Ke-3, h. 227-228 40
BAB III GURU AGAMA PERSPEKTIF HASAN LANGGULUNG DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 2005 TENTANG GURU DAN DOSEN
A. Sketsa Hasan Langgulung
1. Biografi dan Riwayat Hidup Hasan Langgulung Nama lengkapnya adalah Hasan Langgulung, lahir di kabupaten Sidenreng, Rappang, Sulawesi Selatan pada tanggal 16 Oktober 1934.1 Ayahnya bernama Langgulung dan ibunya bernama Aminah Tanrasuh.2 Hasan Langgulung muda menempuh seluruh pendidikan dasarnya di daerah Sulawesi, Indonesia. Ia memulai pendidikan dasarnya di Sekolah Rakyat (SR) ─ sekarang setingkat Sekolah Dasar (SD) ─ di Rappang, Sulawesi Selatan. Kemudian melanjutkan jenjang pendidikannya di Sekolah Menengah Islam dan Sekolah Guru Islam di Makasar sejak tahun 1949 sampai tahun 1952 serta menempuh B.I. Inggris di Ujung Pandang, Makasar. Perjalanan pendidikan internasionalnya dimulai ketika ia memutuskan hijrah ke Timur Tengah untuk menempuh pendidikan sarjana muda atau Bachelor of Arts (BA) dengan spesialisasi Islamic and Arabic Studies yang beliau peroleh dari Fakultas Dar al-Ulum, Cairo University, Mesir pada tahun 1962. Setahun
1
http://groups.yahoo.com/group/smansa97/message/2820, diakses tg. 5-01-2010 th Who’s Who in The World, 7 Edition 1984-1985, (Chicago Illiniois: Marquis Who’s Who Incorporated, 1984), h. 595 2
22
23
kemudian ia sukses menggondol gelar Diploma of Education (General) dari Ein Shams University, Kairo. Di Ein Shams University Kairo pula ia mendapatkan gelar M.A. dalam bidang Psikologi dan Kesehatan Mental (Mental Hygiene) pada tahun 1967. Sebelumnya, ia juga sempat memperoleh Diploma dalam bidang Sastra Arab Modern dari Institute of Higher Arab Studies, Arab League, Cairo, yaitu di tahun 1964. Kecintaan dan kehausan Hasan Langgulung pada ilmu pengetahuan tak membuatnya puas dengan apa yang telah ia peroleh di Timur Tengah. Beliau pun melanjutkan pengembaraan intelektualnya dengan pergi ke Barat. Hasilnya gelar Doctor of Philosophy (Ph.D) dalam bidang Psikologi diperoleh dari University of Georgia, Amerika Serikat di tahun 1971. Semasa kuliah Hasan Langgulung tak hanya mengasah daya intelektualnya (kognisi) saja, saat itu ia pun sudah menunjukkan talenta sebagai seorang aktivis dan seorang pendidik. Hal ini dapat dibuktikan ketika ia diberi kepercayaan sebagai Ketua Mahasiswa Indonesia di Kairo tahun 1957. Antara tahun 1957 hingga 1967 ia mengemban amanah sebagai Kepala dan Pendidik Sekolah Indonesia di Kairo. Kemampuan organisatorisnya semakin matang ketika ia menjadi Wakil Ketua Mahasiswa Indonesia di Timur Tengah (1966-1967).3 Pada tanggal 22 September 1972, Hasan Langgulung melepas masa lajangnya dengan menikahi seorang perempuan bernama Nuraimah Mohammad Yunus. Pasangan ini dikaruniai dua orang putera dan seorang puteri, yaitu Ahmad Taufiq, Nurul Huda, dan Siti Zakiah. Keluarga ini tinggal di sebuah rumah di Jalan B 28 Taman Bukit, Kajang, Malaysia.4 Prof Hasan Langgulung (73), adalah seorang pakar pendidikan Islam asal Sulawesi Selatan meninggal dunia di Kuala Lumpur pada hari Sabtu 2 Agustus 2008 Pukul 19.47 waktu setempat.5 Mungkin tidak banyak masyarakat Indonesia yang mengenal beliau, kecuali para penggiat dunia pendidikan terutama pendidikan Islam. Sebab, tokoh yang 3
Hasan Langgulung, Asas-asas Pendidikan Islam, (Jakarta: Pustaka Al Husna Baru, 2003), Cet. Ke-5, h. 413-414 4 Wh’s Who in The World..., h. 595 5 http://groups.yahoo.com/group/smansa97/message/2820, diakses tg. 5-01-2010
24
pernah menjadi guru SMP bagi Wapres Jusuf Kalla tersebut menghabiskan separuh hidupnya di luar negeri. Saat negeri Jiran Malaysia baru saja menginjak usia kemerdekaan ke-14, pemerintah Malaysia bergiat membangun negaranya terutama dari sisi pendidikan. Saat itu banyak putra-putra pilihan dari Indonesia yang diundang pemerintah Malaysia untuk ikut serta membangun negeri tersebut. Hasan termasuk salah satu putra pilihan tersebut. Salah satu jasa yang disumbangkan Hasan di Malaysia adalah Fakultas Pendidikan di Universitas Kebangsaan Malaysia (UKM) dan Univeristas Islam Internasional Malaysia. Beliau adalah penggagas dan pendiri Fakultas Pendidikan di UKM tahun 1972. Selesai di UKM, beliau lalu berpindah dan mendirikan Fakultas Pendidikan di IIUM tahun 1980-an.6 Hasan meninggal dunia karena penyakit stroke dan dimakamkan di Taman Pemakaman Sentul, Kuala Lumpur. Dalam upacara pemakaman, seluruh pejabat KBRI, perwakilan dari kerajaan Malaysia, dan rektor IIUM ikut menghadiri.
2. Riwayat Pekerjaan Hasan Langgulung Selepas kuliah aktivitas beliau semakin padat. Ia seringkali menghadiri berbagai persidangan dan konferensi baik sebagai pembicara ataupun peserta yang diadakan di dalam maupun di luar negeri seperti di Amerika Serikat, Jepang, Australia, Fiji, Timur Tengah, beberapa negara di Eropa, di samping negaranegara di wilayah ASEAN sendiri. Pengalamannya sebagai pengajar dan pendidik dimulai sejak ia masih kuliah di Mesir, yaitu sebagai kepala sekolah Indonesia di Kairo (1957-1968). Saat di Amerika Serikat, ia pernah dipercaya sebagai asisten pengajar dan dosen di University of Georgia (1969-1970) dan sebagai asisten peneliti di Georgia Studies of Creative Behaviour, University of Georgia, Amerika Serikat (1970-1971). Asisten Profesor di Universitas Malaya, Malaysia (1971-1972). Ia juga pernah diundang sebagai Visiting Professor di University of Riyadh, Saudi Arabia (1977-1978), Visiting Professor di Cambridge University, Inggris, 6
http://groups.yahoo.com/group/smansa97/message/2820 ,
diakses tg. 5-01-2010
25
serta sebagai konsultan psikologi di Stanford Research Institute, Menlo Park, California, Amerika Serikat. Selain sebagai pengajar, peneliti dan konsultan, beliau juga menggeluti dunia jurnalistik. Ia tercatat sebagai pimpinan beberapa majalah seperti Pemimpin Redaksi Majalah Jurnal Pendidikan yang diterbitkan oleh Universiti Kebangsaan Malaysia (UKM). Anggota tim redaksi pada majalah Akademika untuk Social Sciences and Humanities, Kuala Lumpur. Anggota redaksi majalah Peidoprise, Journal for Special Education, yang diterbitkan di Illinois, Amerika Serikat. Beliau juga tercatat sebagai anggota American Psychological Association (APA) dan American Educational Research Association Muslim. Beliau pernah mengajar di Universiti Kebangsaan Malaysia sebagai professor senior dalam beberapa tahun dan beliau mengajar di Universiti Islam Antara Bangsa Kuala Lumpur, Malaysia juga sebagai professor senior (2002). Beliau mendapatkan penghargaan Profesor Agung (Royal Profesor) pada tahun 2002 di Kuala Lumpur, Malaysia oleh masyarakat akademik dunia. Hasan Langgulung menerima berbagai macam penghargaan internasional. Namanya tercatat dalam berbagai buku penghargaan seperti: Directory of American Psychological Association, Whoss Who in Malaysia, International Whoss Who of Intellectuals, Whoss Who in The World, Directory of International Biography, Directory of Cross-Cultural Research and Researches, Men of Achievement, The International Book of Honor, Directory of American Educational Research Association, The International Register Profiles, Whoss Who in The Commonwealth, Asia Whoss Who of Men and Women of Achievement and Distinction, Community Leaders of The World, Progressive Personalities in Profile dan beberapa penghargaan lainnya.
3. Buah karya Hasan Langgulung Hasan Langgulung telah menghasilkan puluhan karya ilmiah dengan menggunakan bahasa Indonesia (Melayu), bahasa Arab maupun bahasa Inggris berupa karya terjemahan, buku, makalah dan berbagai artikel yang tersebar di berbagai majalah di dalam dan luar negeri. Tulisannya membahas berbagai
26
macam persoalan yang berkisar tentang Pendidikan, Psikologi, Filsafat dan Islam. Di antara karya-karyanya tersebut, yaitu: a. Thesis M.A. : Al-Murahiq al-Indonesiy; Ittijahatuh wa Darajatutawafuq Indahu (Remaja Indonesia; Sikap dan Penyesuaiannya) b. Disertasi Ph.D. : A Cross-Cultural Study of The Childss Conception of Situational Causality in India, Western Samoa, Mexico, and The United States, kemudian diterbitkan oleh Journal of Social Psychology: USA, 1973 c. The Development of Causal Thinking of Children in Mexico and The United States, USA: The Journal of Cross-Cultural Studies, 1973 d. The Curriculum Reform of General Education in Higher Education in Southeast Asia, Bangkok: ASAIHL, 1974 e. The Self; Concept of Indonesian Adolescene, Malaysia: Jurnal Pendidikan, 1975 f. Social Aims and Effect of Higher Education, Kuala Lumpur: Economic & Business Studentss Association in Southeast Asia, 1973 g. Beberapa Aspek Pendidikan Ditinjau dari Segi Islam, Kuala Lumpur: Majalah Azzam, 1974 h. Belia, Pendidikan dan Moral, Kuala Lumpur: Dewan Masyarakat, 1977 i. Al-Ghazali dan Ibnu Thufail Vs Rousseau dan Pioget, Kuala Lumpur: Majalah Jihad, 1976 j. Pendidikan Islam akan Kemana?, Kuala Lumpur: Cahaya Islam, 1977 k. Peranan Ibu-Bapa dalam Pendidikan Keluarga, Kuala Lumpur: Al-Ihsan, 1977 l. Falsafah Pendidikan Islam, terjemahan dari karya Omar Mohammad alToumy al-Syaibany, Jakarta: Bulan Bintang, 1979 m. Beberapa Pemikiran tentang Pendidikan Islam, Bandung: Al-Ma’arif, 1980 n. Pendidikan dan Peradaban Islam, Jakarta: Pustaka Al Husna, 1985, Cet. III o. Manusia dan Pendidikan; Suatu Analisa Psikologi dan Pendidikan, Jakarta, Al-Husna Zikra, 1986 p. Teori-teori Kesehatan Mental, Jakarta: Pustaka Al Husna, 1983
27
q. Kreatifitas dan Pendidikan Islam; Analisis Psikologi dan Pendidikan Islam, Jakarta: Pustaka Al Husna, 1991 r. Peralihan Paradigma dalam Pendidikan Islam dan Sains Sosial, Jakarta: Gaya Media Pratama, 2002 s. Asas-asas Pendidikan Islam, Jakarta: Pustaka Al Husna Baru, 2003, Edisi Revisi Cet. V) t. Pendidikan Islam dalam Abad 21, Jakarta: Pustaka Al Husna Baru, 2003, Edisi Revisi (Cet. III)7
B. Guru Agama Perspektif Hasan Langgulung
1. Pengertian Guru Agama Sama dengan teori barat, pendidik dalam Islam adalah siapa saja yang bertanggung jawab terhadap perkembangan anak didik.8 Guru merupakan pendidik di lingkungan sekolah yang menyiapkan sejumlah ilmu pengetahuan, sesuai dengan tujuan yang diinginkan. Maka menurut Hasan Langgulung pendidik adalah orang yang memberikan ilmu pengetahuan kepada peseta didik melalui proses pengajaran. Menurut penelitian di Amerika Serikat sebagian besar dari guru-guru berasal dari golongan menengah-rendah seperti petani, pengusaha kecil, buruh harian dan hanya sebagian kecil saja yang ayahnya dari golongan profesional atau golongan tinggi. Guru-guru berasal dari daerah-daerah pedesaan atau kota kecil. Latar belakang guru yakni dari golongan petani dan kaum buruh yang perlu dipertimbangkan dalam pola kebudayaan di sekolah yang banyak dipengaruhi oleh guru. Guru akan membawa norma-norma dan kebudayaan yang diperolehnya melalui pendidikan ke dalam kelas yang diajarkan. Walaupun guru itu sendiri berkat pendidikannya dapat mempertinggi tingkat kulturalnya, namun ia akan 7
Beberapa karya Hasan Langgulung ini tertulis dalam riwayat hidup singkatnya sebagai penterjemah pada sampul belakang buku karya Prof. Dr. Omar Muhammad Al-Toumy AlSyaibany, Falsafah Pendidikan Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1979), Cet. Ke-I 8 Ahmad tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam…, h. 74
28
tetap terikat oleh latar belakangnya, yaitu nilai-nilai pedesaan golongan menengah-rendah yang mungkin sekali berbeda dengan norma anak didik, khususnya dikota-kota. Namun banyak orang tua anak didik, misalnya di sekolah menengah yang golongan sosialnya lebih tinggi dari guru itu sendiri. Dalam kelas gurulah merupakan kunci utama yang menentukan normanorma di dalam kelasnya dan kekuasaan penuh terdapat dalam sosok guru tersebut.
Dalam
pandangan
masyarakat,
guru
adalah
seseorang
yang
menyampaikan ilmu pengetahuan kepada para anak didik di dalam kelas. Sedangkan Hasan Langgulung berpendapat bahwa guru disebut juga ulama.9 Yaitu orang yang memiliki ilmu lebih dari pada anak didiknya. 10 Atau orang-orang yang berilmu pengetahuan.11
2. Kedudukan dan Peran Guru Agama Kedudukan orang alim dalam Islam dihargai tinggi bila orang itu mengamalkan ilmunya. Sebenarnya tingginya kedudukan guru dalam Islam merupakan realisasi ajaran Islam itu sendiri. Islam memuliakan pengetahuan; pengetahuan itu di dapat dari belajar dan mengajar; yang belajar adalah calon guru, dan yang mengajar adalah guru.12 Peranan guru di sekolah ditentukan oleh kedudukannya sebagai orang dewasa, sebagai pengajar dan pendidik dan sebagai pegawai. Yang paling utama ialah kedudukannya sebagai pengajar dan pendidik, yakni sebagai guru. Berdasarkan kedudukannya sebagai guru terutama guru agama ia harus menunjukan kelakuan yang layak bagi guru menurut harapan masyarakat. Apa yang dituntut bagi guru dalam aspek etis, intelektual dan sosial lebih tinggi dari pada yang dituntut dari orang dewasa lainnya. Guru sebagai pendidik dan pembina generasi muda harus menjadi teladan, di dalam maupun di luar sekolah. Guru harus senantiasa sadar akan kedudukannya.
9
Hasan Langgulung, Peralihan Paradigma dalam Pendidikan Islam…, h. 45 Heri Jauhari Muchtar, Fikih Pendidikan..., h. 150 11 Zakiah Daradjat, dkk., Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2006), Cet. Ke10
6, h. 40 12
Ahmad tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam …, h. 76
29
Di mana dan kapan saja ia akan dipandang sebagai guru yang harus memperlihatkan kelakuan yang patut ditiru oleh masyarakat, khususnya oleh anak didik Salah satu faktor utama yang menentukan mutu pendidikan adalah guru. Gurulah yang berada di garda terdepan dalam menciptakan kualitas sumber daya manusia.13 Khususnya proses pembelajaran di sekolah, guru memegang peran yang penting diantaranya menyampaikan dan mewariskan ilmu, teknologi, dan kebudayaan yang terus menerus berkembang. Menurut Hasan Langgulung peran guru adalah untuk menyelamatkan masyarakat dan peradaban dari penghancuran atau dalam istilah sehari-hari disebut mati dan akhirnya kita jumpai di musium, seperti mesir kuno, yunani kuno dan lain-lain. Dengan kata lain tanpa guru yang berfungsi sebagai transmitter (penyambung) budaya akan mati.14 Peran guru agama dari hari ke hari semakin berat, seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Guru sebagai komponen utama dalam dunia pendidikan dituntut untuk mampu mengimbangi bahkan melampaui perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berkembang dalam masyarakat. Menurut Hasan Langgulung “guru dalam paradigma baru ini bukan hanya bertindak sebagai pengajar, tetapi sebagai motivator dan fasilitator proses belajar.”15 a. Motivator Menurut Wina Sanjaya “dalam proses pembelajaran, motivasi merupakan salah satu aspek yang sangat penting. Proses pembelajaran akan berhasil apabila siswa mempunyai motivasi dalam belajar. untuk itu, guru dituntut kreatif dalam membangkitkan motivasi belajar siswa.”16
13
Kunandar, Guru Profesional, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007), h. 40 Hasan Langgulung, Peralihan Paradigma dalam Pendidikan Islam..., h. 45 15 Hasan Langgulung, Pendidikan Islam Menghadapi Abad Ke-21…, h. 86 16 Wina sanjaya, Strategi Pembelajaran, (Jakarta: Kencana, 2008), Cet. Ke-5, h. 28 14
30
b. Fasilitator Sebagai fasilitator, guru dituntut agar mempunyai kemampuan dalam komunikasi dan berinteraksi dengan siswa. Hal ini sangat penting, karena kemampuan berkomunikasi secara efektif dapat memudahkan siswa menangkap pesan sehingga dapat meningkatkan motivasi belajar mereka. Menurut Sardiman A. M. dalam bukunya “Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar” peran guru sebagai fasilitator, yaitu guru memberikan fasilitas dan kemudahan dalam proses belajar mengajar, misalnya dengan menciptakan suasana belajar mengajar yang sedemikian rupa, serasi dengan perkembangan siswa, sehingga interaksi belajar mengajar akan berlangsung secara efektif.17 Dari penjelasan diatas dapat diringkas bahwa peran guru agama dalam paradigma baru menurut Hasan Langgulung adalah selain sebagai transmitter (penyambung) budaya, guru berperan sebagai motivator dan fasilitator dalam mengembangkan potensi-potensi anak didik untuk mencapai tujuan pendidikan yang diharapkan. Dalam mewujudkan peranan guru, Hasan Langgulung berpendapat bahwa guru harus memiliki tiga macam pengetahuan, yaitu: a. Pengetahuan umum, yaitu semua materi atau bidang ilmu yang diajarkan, baik materi agama maupun materi umum lainya. b. Pengetahuan profesi, yaitu pengetahuan atau materi yang berkaitan dengan profesi guru yang mengikuti latihan tersebut. c. Pengetahuan khusus, yaitu beberapa pengetahuan khusus yang diberikan kepada guru-guru sesuai dengan tingkat pendidikan yang diajarnya.18 Untuk melengkapi tulisan ini, penulis menambahkan tentang kedudukan dan peran guru dari beberapa para ahli pendidikan. Sebagaimana yang diterapkan oleh Syafrudin Nurdin bahwa “jabatan guru terdiri dari empat aktifitas, yaitu: (a) pendidikan, (b) proses belajar mengajar atau bimbingan penyuluhan, (c) pengembangan profesi dan (d) penunjang proses belajar mengajar atau bimbingan 17 18
Sardiman A. M., Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar..., h.144 Hasan Langgulung, Manusia dan Pendidikan…, h. 233-235
31
dan penyuluhan.”19 Hal ini, sesuai dengan yang dijelaskan oleh Zahara Idris bahwa peranan guru adalah membimbing proses belajar mengajar untuk mencapai tujuan pendidikan.20 Dalam pendapat lain tentang peranan guru yang lebih luas, yaitu: guru sebagai pengajar, pembimbing, pemimpin, ilmuan, pribadi, penghubung, modernisator, dan pembangun.21 Berikut ini akan dijelaskan satu persatu tentang peranan guru: a.
Guru sebagai pengajar Guru menyampaikan materi pelajaran agar peserta didik memahami dengan
baik semua pengetahuan yang telah disampaikan oleh guru. b.
Guru sebagai pembimbing Guru memberikan bantuan kepada peserta didik agar mereka mampu
menemukan masalah dan
menyelesaiakan masalahnya sendiri, mengenal diri
sendiri, dan menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitar. c. Guru sebagai pemimpin Guru mengadakan supervisi atas kegiatan belajar peserta didik, membuat rencana pengajaran, mengadakan manajemen belajar, dan mengatur disiplin dalam kelas. d. Guru sebagai ilmuan Guru dipandang sebagai orang yang paling berpengetahuan terhadap peserta didik untuk itu guru berkewajiban mengembangkan pengetahuan itu secara terusmenerus memupuk pengetahuan yang dimilikinya. e. Guru sebagai pribadi Sebagai pribadi, guru harus memiliki sifat-sifat yang disenangi oleh peserta didik, orang tua peserta didik dan masyarakat. f. Guru sebagai penghubung Sekolah mempunyai dua peran, yaitu sebagai tempat menyampaikan dan mewariskan kebudayaan, teknologi dan ilmu pengetahuan. Di lain pihak sekolah 19
Syafrudin Nurdin, Guru Profesional dan Implementasi Kurikulum…, h.11 Zahara Idris, Dasar-dasar Pendidikan, (Bandung: Angkasa, 1982), Cet. Ke-1, h. 77 21 Departemen Agama RI, Wawasan Tugas Guru dan Tenaga Pendidikan, (Jakarta: Dirjen Kelembagaan Agama Islam, 2005), h. 72-76 20
32
sebagai penampung aspirasi, masalah, kebutuhan, minat, bakat dan tuntutan masyarakat. Peran guru merupakan penghubung diantara keduanya. g. Guru sebagai modernisator Guru harus senantiasa mengikuti usaha-usaha pembaharuan di segala bidang dan meyampaikan kepada peserta didik dengan batas-batas kemampuan peserta didik agar menanamkan jiwa pembaharuan di kalangan peserta didik. h. Guru sebagai pembangun Guru baik sebagai pribadi dan profesional harus dapat menggunakan setiap kesempatan untuk membantu berhasilnya rencana pembangunan masyarakat.
3. Tugas dan Tanggung Jawab Guru Agama Sebagaimana telah dijelaskan diatas, dalam pemikiran Hasan Langgulung peran guru tidak hanya menyampaikan ilmu pengetahuan saja. Tetapi guru juga sebagai motivator dan fasilitator dalam pembelajaran. Dengan demikian, penulis menyimpulkan bahwa tugas guru menurut Hasan Langgulung adalah: a. Sebagai motivator, tugas guru adalah mendidik peserta didik dengan titik berat memberikan arah dan motivasi terhadap pencapaian tujuan yang diharapkan. b. Sebagai fasilitator, tugas guru adalah memberi fasilitas dalam mencapai tujuan yang diharapkan. c. Tugas guru juga membantu perkembangan aspek-aspek pribadi seperti sikap, nilai-nilai dan penyesuaian diri. Demikianlah dalam proses belajar mengajar guru tidak terbatas sebagai penyampai ilmu pengetahuan akan tetapi lebih dari itu, guru bertanggung jawab akan keseluruhan perkembangan kepribadian peserta didik. Guru harus mampu menciptakan proses belajar mengajar yang sedemikian rupa, sehingga dapat merangsang peserta didik untuk belajar secara dinamis dalam memenuhi kebutuan dan pencapaian tujuan. Guru agama berbeda dengan guru-guru bidang studi lainnya. Guru agama di samping memberitahukan pengetahuan keagamaan, ia juga melaksanakan tugas pendidikan dan pembinaan bagi peserta didik, ia membantu pembentukan
33
kepribadian, pembianaan akhlak, di samping menumbuhkan dan mengembangkan keimanan dan ketakwaan anak didik.22 Menurut Hasan Langgulung yang dimaksud pembelajaran adalah realisasi potensi-potensi manusia agar dapat mengimbangi kelemahan aslinya, yaitu sikap lupa. Oleh sebab itu, Al-Qur’an dianggap sebagai pemberi ingat yang paling istimewa.23 Tambahnya bahwa: “Potensi-potensi itu tercermin dalam “al-Asma al-Husna” yang 99 itu, kalau direalisasikan maka umat manusia sebagai individu dan masyarakat berfungsi penuh (full-functioning). Sebaliknya kalau potensi-potensi itu tidak direalisasikan, maka manusia akan ditimpa berbagai penyakit seperti kejahilan, kemiskinan,
kemunduran,
kelaparan
dan
lain-lain
yang
mengakibatkan
kehancuran walaupun mereka berdiri diatas telaga minyak dan emas, dan dikelilingi oleh sumber alam yang kaya raya seperti terjadi pada Negara-negara dunia ketiga dewasa ini, termasuk Negara-negara Islam.”24 Dari sinilah muncul konsep baru tentang pendidikan, yaitu sebagai pemberi ingat pada manusia yang suka lupa. Dalam pengertian modern, manusia itu pelupa karena potensi-potensinya tidak dikembangkan dan diaktualisasikan. Potensi-potensi itu terpendam dalam dirinya. Oleh sebab itu, menjadi tugas dan tanggung jawab guru untuk mengembangkan dan mengaktualisasikan potensipotensi tersebut. Adapun upaya yang dapat dilakukan guru untuk mengurangi kelupaan adalah25: a. Selalu meningkatkan motivasi belajar siswa dengan menyadarkan anak didik akan tujuan pembelajaran. b. Menunjukan unsur-unsur pokok sebelum menunjukan unsur-unsur penunjang yang relevan dalam materi pelajaran yang akan disajikan.
22
Zakiah Daradjat, Pendidikan Islam dalam Keluarga dan sekolah, (Jakarta: Ruhama, 1995), Cet. Ke-2, h. 99 23 Hasan Langgulung, Peralihan Paradigma… h. 46 24 Hasan Langgulung, Peralihan Paradigma… h. 48 25 Tohirin, Psikologi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006 ), Ed. 1, h.139-140
34
c. Menyajikan pokok bahasan materi yang akan disajikan pada sesi berikutnya. d. Dalam mengajukan pertanyaan kepada anak didik guru sebaiknya memperhatikan hal-hal sebagai berikut: (1) disampaikan secara akrab dan tidak menegangkan, (2) singkat, padat, jelas, dan tidak mengandung banyak tafsiran, (3) mengandung satu masalah, (4) alternatif jawaban bukan “tidak” atau ”ya”, (5) jangan memaksa anak didik yang tidak dapat menjawab, (6) tawarkan pertanyaanpertanyaan kepada siswa lain, (7) berilah pujian terhadap siswa yang berhasil menjawab. Setiap guru harus memenuhi persyaratan sebagai manusia yang bertanggung jawab dalam bidang pendidikan. Guru sebagai pendidik bertanggung jawab untuk mewariskan nilai-nilai dan norma-norma kepada generasi berikutnya sehingga terjadi proses konservasi nilai, karena melalui proses pendidikan diusahakan terciptanya nilai-nilai baru. Al-Ghazali menyebutkan beberapa kewajiban guru agama dengan tugasnya dalam pembelajaran, yaitu: a. Jangan mengharapkan imbalan dan balasan, tetapi berharap keridhaan dari Allah Swt. semata b. Menyayangi peserta didik c. Memberikan nasihat d. Memperhatikan tingkat kemampuan peserta didik e. Guru tidak menjelekan eksistensi ilmu yang bukan bidangnya f. Mengajarkan materi yang mudah, jelas, dan layak diterima peserta didik g. Tidak berbohong26
26
Al-Ghazali dalam Muhammad Athiyah Al-Abrasyi, Beberapa Pemikiran Pendidikan Islam. Terj. Syamsuddin Asyrofi, (Yogyakarta: Titian Ilahi Pers, 1996), Cet. Ke-1, h. 77-79
35
Menurut E. Mulyasa tanggung jawab guru dapat dijabarkan ke dalam sejumlah kompetensi yang lebih khusus, berikut ini27: a. Tanggung jawab moral; bahwa setiap guru harus mampu menghayati prilaku dan etika yang sesuai dengan moral Pancasila dan mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari. b. Tanggung jawab dalam bidang pendidikan di sekolah; bahwa setiap guru harus menguasai cara belajar-mengajar yang efektif, mampu mengembangkan
kurikulum
(KTSP),
silabus,
dan
rencana
pelaksanaan pembelajaran (RPP), melaksanakan pembelajaran yang efektif, menjadi model bagi peserta didik, memberikan nasihat, melaksanakan evaluasi hasil belajar, dan mengembangkan peserta didik. c. Tanggung jawab dalam bidang kemasyarakatan; bahwa setiap guru harus turut serta menyukseskan pembangunan, yang harus kompeten dalam membimbing, mengabdi dan melayani masyarakat. d. Tanggung jawab dalam bidang keilmuan; bahwa guru harus turut serta memajukan ilmu, terutama yang menjadi spesifikasi, dengan melaksanakan penelitian dan pengembangan.
C. Guru Dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru Dan Dosen Istilah guru tidak asing lagi dalam kehidupan kita, karena guru mempunyai andil yang sangat besar. Tanpa guru, tidak akan terbentuk generasi yang berpendidikan. Maka dari itu, guru bukan hanya menerima mandat dari orang tua untuk mengajar, melainkan juga dari setiap orang yang memerlukan bantuan untuk mendidiknya. Indonesia pada tahun 2005 telah memiliki Undang-undang tentang Guru dan Dosen, yang merupakan kebijakan secara langsung untuk meningkatkan kualitas kompetensi guru lewat kebijakan keharusan guru memiliki kualifikasi S1 27
E. Mulyasa, Standar Kompetensi…Op., Cit., h. 18
36
atau D4 dan memiliki sertifikat profesi. Dengan sertifikat profesi ini pula guru berhak mendapatkan tunjangan profesi sebesar satu bulan penuh gaji guru. Selain itu, Undang-undang Guru dan Dosen juga menetapkan berbagai tunjangan yang berhak diterima guru sebagai upaya peningkatan kesejahteraan finansial guru. Kebijakan dalam Undang-undang Guru dan Dosen ini pada intinya adalah untuk meningkatkan kualitas kompetensi guru dan meningkatkan kesejahteraan mereka. Secara keseluruhan materi yang diatur dalam Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen terdiri atas 8 Bab, 84 pasal, dan 205 ayat yang mencakup: (1) Ketentuan Umum, (2) Kedudukan, Fungsi dan Tujuan, (3) Prinsip Profesionalitas, (4) Ketentuan Khusus Guru, (5) Ketentuan Khusus Dosen, (6) Sanksi, (7) Ketentuan Peralihan, dan (8) Ketentuan Penutup. Guru yang diatur dalam Undang-undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen tersusun dalam Bab IV, yang mencakup tentang guru, hak dan kewajiban guru, wajib kerja dan ikatan dinas, pengangkatan, penempatan, pemindahan
dan
pemberhentian,
serta
pembinaan
dan
pengembangan,
penghargaan, perlindungan, cuti, organisasi profesi dan kode etik guru. Seiring dengan tuntutan mutu pendidikan, maka pemerintah membuat peraturan perundang-undangan yang mengatur profesi, kompetensi, dan sertifikasi.
1. Tentang Status Profesi Guru Oemar Hamalik menyimpulkan bahwa suatu profesi pada hakikatya adalah suatu janji yang memiliki nilai-nilai etis yang mengandung unsur pengabdian pada masyarakat, melalui suatu pekerjaan tertentu yang menuntut keahlian tertentu pula.28 Profesi identik dengan kata keahlian, berarti juga suatu kompetensi khusus yang memerlukan kemampuan intelektual tinggi, yang mencakup penguasaan atau didasari pengetahuan tertentu. Demikian halnya pekerjaan/jabatan guru telah ditegaskan sebagai suatu profesi kependidikan, yaitu dalam UU Guru dan Dosen secara tegas mendefinisikan guru sebagai ”pendidik profesional yang mempunyai 28
Oemar Hamalik, Pendidikan Guru, (Jakarta: Bumi Aksara, 2006), Cet. Ke-4, h. 17
37
tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah”.29 Menurut Martinis Yamin bahwa profesi yang disandang oleh tenaga kependidikan atau guru, adalah sesuatu pekerjaan yang membutuhkan pengetahuan, keterampilan, kemampuan, keahlian, dan ketelatenan untuk menciptakan anak memiliki perilaku sesuai yang diharapkan.30 Untuk itu, harus ada landasan yang kuat untuk memberi peluang bagi guru dalam meningkatkan mutu profesi serta memperluas wawasan keilmuannya dalam melaksanakan tugas profesinya secara efektif, efesien, dan produktif sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di masa yang akan datang. Dari pembahasan di atas
memberi pemahaman bahwa unsur-unsur
tepenting dalam profesi guru adalah penguasaan sejumlah kompetensi sebagai keterampilan atau keahlian khusus yang diperlukan untuk melaksanakan tugas mendidik dan mengajar secara efektif dan efisien sehingga profesi guru mempunyai keterkaitan yang erat dengan kompetensi. Dari uraian di atas, bahwa guru dituntut harus menjadi profesional dalam arti pekerjaannya atau kegiatanya tersebut harus memerlukan keahlian, kemahiran, atau kecakapan yang memenuhi standar mutu pendidikan. Adapun tugas utama guru tidak hanya mengajar, dan mendidik, akan tetapi juga membimbing dan mengevaluasi peserta didik. Maka dari itu, dalam perspektif profesonalisme tidak semua orang dapat menjadi guru.
2. Tentang Kedudukan, Fungsi dan Tujuan a. Kedudukan Guru Undang-undang No. 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen pasal 2 ayat (1) dan (2) secara tegas disebutkan bahwa: “Guru mempunyai kedudukan sebagai tenaga profesional pada jenjang pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal yang diangkat sesuai 29 30
Depag, Undang-undang dan Peraturan…, h. 83 Martinis Yamin, Sertifikasi Profesi..., h. 20
38
peraturan perundang-undangan.”31 Adapun pengakuan kedudukan guru sebagai tenaga profesional dibuktikan dengan sertifikasi pendidik.32 Guru sebagai tenaga profesional mengandung arti bahwa pekerjaan guru hanya dapat dilakukan seseorang yang mempunyai kualifikasi akademik, kompetensi dan sertifikasi pendidikan sesuai dengan persyaratan untuk setiap jenis dan jenjang pendidikan tertentu.
Adapun pengakuan guru sebagai
tenaga profesional mempunyai misi untuk melaksanakan cita-cita dan tujuan guru dari UU No. 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen. Yaitu: 1.
Mengangkat martabat guru
2.
Menjamin hak dan kewajiban guru
3.
Meningkatkan kompetensi guru
4.
Memajukan profesi serta karir guru
5.
Meningkatkan mutu pembelajaran.
6.
Meningkatkan mutu pendidikan.
7.
Mengurangi kesenjangan ketersediaan guru antar daerah dari segi jumlah, mutu, kualifikasi akademik, dan kompetensi.
8.
Mengurangi kesenjangan mutu pendidikan antar daerah, dan
9.
Meningktakan pelayanan pendidikan yang bermutu.33
b. Fungsi Guru Menurut undang-undang No. 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen, pasal 4 bahwa kedudukan guru debagai tenaga profesional sebagai mana termaktub dalam pasal 2 ayat (1) fungsi guru untuk meningkatkan martabat dan peran guru sebagai agen pembelajaran berfungsi untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional.34
31 32
Depag, Undang-undang dan Peraturan..., h. 86 Peraturan Pemerintah RI Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru, (Jakarta: Cipta Jaya,
2009), h. 2 33 34
Depag, Undang-undang dan Peraturan..., h. 127 Depag, Undang-undang dan Peraturan..., h. 86
39
c. Tujuan Guru Dalam undang-undang No. 14 Tahun 2005 pasal 6 menyatakan bahwa: “kedudukan guru dan dosen sebagai tenaga profesional bertujuan untuk melaksanakan sistem pendidikan nasional dan mewujudkan tujuan pendidikan nasional, yaitu berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, demokratis dan bertanggung jawab.”35 3. Tentang Prinsip Profesionalitas Undang-undang No. 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen pasal 7 ayat (1) dan menerangkan bahwa: Profesi Guru dan dosen merupakan bidang pekerjaan khusus yang dilaksanakan berdasarkan prinsip-prinsip sebagai berikut: a. Memiliki bakat, minat, panggilan jiwa, dan idealisme; b. Memiliki komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan, keimanan, ketaqwaan,
keimanan,
untuk
meningkatkan
mutu
pendidikan,
keimanan, ketaqwaan, dan akhlak mulia; c. Memiliki kualifikasi akademik dan latar belakang pendidikan sesuai dengan bidang tugas. d. Memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugas. e. Memiliki tanggung jawab atas pelaksanaan tugas keprofesionalan. f. Memperoleh penghasilan yang ditentukan sesuai dengan prestasi kerja. g. Memiliki kesempatan untuk mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan belajar sepanjang hayat. h. Memiliki jaminan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas profesional, dan i. Memiliki organisasi profesi yang mempunyai kewenangan mengatur hal-hal yang berkaitan dengan tugas keprofesionalan guru.36 Prinsip profesional ini menempatkan guru sebagai sebuah profesi yang disamping memenuhi kualifikasi akademik dan kompetensi keilmuan, juga harus mempunyai keikhlasan serta keterpanggilan jiwa. Karena itu guru memainkan
35 36
Depag, Undang-undang dan Peraturan..., h. 86 Depag, Undang-undang dan Peraturan..., h. 87
40
fungsi membina akhlak mulia, budi pekerti, dan kepribadian anak didik yang menjadi landasan utama dalam mewujudkan pendidikan untuk mengimbangi tantangan perkembangan jaman. Dengan demikian, profesi mengajar adalah sebuah kewajiban; kewajiban tersebut hanya dibebankan kepada setiap orang yang berpengatahuan. Profesi mengajar harus didasarkan pada kompetensi dengan kualifikasi akademik tertentu. Di sinilah perlunya memperhatikan aspek kompetensi dalam menjalankan tugas mengajar sebagaimana yang ditekankan oleh UU Guru dan Dosen.
4. Tentang Ketentuan Khusus Guru Ketentuan khusus guru dalam UU Guru dan Dosen meliputi kompetensi dan kualifikasi yang secara khusus disebutkan dalam bab tersendiri, yakni dalam Bab IV Pasal 8, dalam rangka menjamin kelestarian dan terbangunnya jiwa keikhlasan dan pengabdian, UU ini menjamin bahwa profesi guru merupakan bidang pekerjaan khusus yang memerlukan prinsip-prinsip profesional, antara lain memiliki bakat, minat, panggilan jiwa dan idealisme. Pasal 8 undang-undang No. 14 Tahun 2005 ini, menyebutkan bahwa: “Guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.”37
a. Kompetensi Guru Pasal 10 ayat (1) bahwa: “kompetensi guru yang dimaksud sebagaimana dalam pasal 8 meliputi kompetensi petagogik, kompetensi pribadi, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi. Kompetensi itu diperjelas dalam Peraturan Pemerintah RI No. 74 Tahun 2008 Tentang Guru dalam Pasal 3 ayat (4) sampai dengan ayat (7), yaitu: 38 1) Kompetensi pedagogik merupakan kemampuan guru dalam proses pembelajaran mencakup pemahaman wawasan dan landasan kependidikan, 37 38
Depag, Undang-undang dan Peraturan..., h. 88 Peraturan Pemerintah RI.., h. 6-8
41
pemahaman terhadap peserta didik, pelaksanaan pembelajaran yang mendidik pengembangan kurikulum, pemanfaatan teknologi, evaluasi hasil belajar dan pengembangan peserta didik. 2) Kompetensi kepribadian guru meliputi beriman dan bertaqwa, berakhlak mulia, arif dan bijaksana, demokratis, mantap, berwibawa, stabil, dewasa, jujur, sportif, menjadi teladan, intropeksi diri, dan mengembangkan diri secara terus menerus. 3) Kompetensi sosial meliputi kemampuan untuk berkomunikasi lisan, tulis dan/atau isyarat secara langsung, menggunakan teknologi komunikasi sesuai fungsinya, bergaul secara efektif dengan lingkungan sekolah, bergaul dengan masyarakat sekitar sesuai norma dan nilai yang berlaku, dan menerapkan prinsip persaudaraan dan kebersamaan. 4) Kompetensi profesional guru merupakan kemampuan guru dalam menguasai pengetahuan bidang ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau seni dan budaya yang diampunya seperti menguasai mata pelajaran secara luas dan mendalam, konsep dan metode disiplin ilmu yang relevan. Kompetensi guru dalam menjalankan tugasnya mencakup tiga komponen yang terdiri dari: kompetensi kognitif, kompetensi afektif, dan kompetensi psikomotorik. a) Kompetensi Kognitif Merupakan kompetensi utama yang wajib dimiliki oleh calon guru dan guru profesional. Kompetensi ini mengandung pengetahuan yang bersifat deklaratif dan prosedural.39 Pengetahuan deklaratif ialah pengetahuan mengenai faktual yang pada umumnya bersifat statis normatif dan dapat dijelaskan secara lisan. Dan pengetahuan prosedural adalah pengetahuan yang mendasari kecakapan atau ketrampilan perbuatan jasmaniah yang yang bersifat dimanis.40 Pengetahuan dan keterempilan ini dapat dikelompokan dalam dua kategori, yaitu: pertama, pengetahuan kependidikan/keguruan, dan kedua, 39 40
Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan.., h. 231 Muhibbin Syah Psikologi Pendidikan,… h. 96-97
42
pengetahuan bidang studi yang diajarkan.41 Jadi kompetensi kognitif adalah kemampuan guru menguasai pengetahuan, kemampuan kependidikan, dan pengetahuan materi yang diajarkan. b) Kompetensi Afektif Kompetensi afektif guru meliputi perasaan dan emosi seperti: cinta, benci, senang, sedih, dan sikap-sikap tertentu terhadap diri sendiri dan orang lain. Sikap dan dan perasaan diri mencakup: konsep diri dan harga diri guru, efikasi diri dan efikasi kontekstual guru, dan sikap penerimaan terhadap diri sendiri dan orang lain.42 Jadi, kompetensi afektif merupakan kemampuan yang berkaitan dengan sikap dan perasaan terhadap profesi guru, peserta didik dan masyarakat. Terutama sikap terhadap bidang studi yang diajarkan dan sikap mencintai terhadap tugas dan tanggung jawabnya sebagai guru. c) Kompetensi Psikomotor Meliputi segala ketrampilan atau kecakapan yang bersifat jasmaniah yang pelaksanaannya berhubungan dengan tugasnya selaku pengajar. Secara garis besar kompetensi ini terdiri dari dua kategori, yaitu: kecakapan fisik umum dam kecakapan fisik khusus.43
b. Sertifikasi Guru UU Guru dan Dosen Pasal 11 ayat (1) sampai dengan ayat (4) menerangkan: a) Sertifikat pendidik sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 diberikan kepada guru. b) Sertifikasi pendidik diselenggarakan oleh perguruan tinggi yang memiliki program pengadaan tenaga kependidikan yang terakreditasi dan ditetapkan oleh pemerintah. c) Sertifikasi pendidik dilaksanakan secara obyektif, transparan, dan akuntabel. 41
Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan,… h. 232 Muhibbin Syah Psikologi Pendidikan ,… h. 233-235 43 Muhibbin Syah Psikologi Pendidikan ,… h. 236 42
43
d) Ketentuan lebih lanjut mengenai sertifikasi pendidik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.44 Sedangkan dalam Peraturan Pemerintah RI Tentang Guru “sertifikat pendidik bagi guru diperoleh melalui program profesi pendidikan yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi yang memiliki program pengadaan tenaga kependidikan yang terakreditasi, baik yang diselenggarakan pemerintah maupun masyarakat, dan ditetapkan oleh pemerintah.”45 Di atas telah dibahas bahwa guru profesional pada intinya adalah guru yang memiliki kompetensi yang dipersyaratkan untuk melakukan tugas kependidikan dan pengajaran. Selain itu, guru juga harus memiliki sertifikat pendidik yang merupakan bukti keprofesionalnya. Pada hakikatnya, standar sertifikasi guru adalah untuk mendapatkan guru yang baik dan profesional, yang memiliki kompetensi untuk melaksanakan fungsi dan tujuan pendidikan khususnya sekolah sesuai kebutuhan masyarakat dan tuntutan zaman. Dalam UU Guru dan Dosen, dikemukakan bahwa sertifikasi adalah proses pemberian sertifikat pendidik untuk guru dan dosen.46 Sedangkan Menurut Nataamijaya yang dikutip oleh E. Mulyasa bahwa sertifikasi adalah prosedur yang digunakan oleh pihak ketiga untuk memberikan jaminan tertulis bahwa sesuatu produk, proses, atau jasa yang telah memenuhi syarat yang telah ditetapkan. 47 Sertifikat pendidik adalah bukti formal sebagai pengakuan yang diberikan kepada guru dan dosen sebagai tenaga profesional.48 Berdasarkan pengertian di atas. Maka sertifikat guru dapat diartikan sebagai suatu proses pemberian pengakuan bahwa seseorang telah memenuhi standar kompetensi dan standar
44
Depag, Undang-undang dan Peraturan..., h. 89 Peraturan Pemerintah RI.., h. 8 46 Depag, Undang-undang dan Perturan…, h. 84 47 E. Mulyasa, Standar kompetensi…, h. 34 48 Depag, Undang-undang dan Perturan…, h. 84 45
44
kualifikasi.49 Atau wewenang yang diberikan kepada seseorang sebagai jaminan tertulis untuk memenuhi persyaratan kompetensi guru.50 Sertifikasi dilakukan oleh perguruan tinggi yang diselenggarakan oleh lembaga sertifikasi yang ditetapkan oleh pemerintah. Sertifikasi guru merupakan pemenuhan kebutuhan untuk meningkatkan kompetensi profesional. Oleh karena itu, proses sertifikasi dipandang sebagai bagian esensial dalam upaya memperoleh sertifikat kompetensi sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Menurut Wibowo dalam E. Mulyasa menerangkan tujuan sertifikasi untuk (1) melindungi profesi pendidik dan tenaga kependidikan, (2) melindungi masyarakat dari hal-hal yang tidak kompeten, (3) membantu dan melindungi penyelenggara pendidikan, (4) membantu citra masyarakat terhadap profesi pendidik dan tenaga kependidikan, (5) memberikan solusi dalam rangka meningkatkan mutu pendidik dan tenaga kependidikan.51 Hal yang sama juga dirumuskan oleh Kunandar tentang tujuan dan manfaat sertifikasi adalah: menentukan kelayakan guru dalam melaksanakan tugasnya,
meningkatkan
proses
dan
mutu
pendidikan,
peningkatkan
profesionalisme guru, melindungi guru dari praktek-praktek yang tidak kompeten, melindungi masyarakat dari praktek pendidikan yang tidak berkualitas dan tidak profesional, dan menjaga LPTK dari penyimpangan.52 Dalam UU Guru dan Dosen bahwa sertifikasi pendidik itu harus dilakasanakan secara obyektif, transparan, dan akuntabel. Sehingga semua orang yang telah memperoleh sertifikat pendidik memiliki kesempatan yang sama untuk menjadi guru pada satuan pendidikan tertentu. Dan biaya penyelenggaan sertifikasi ditanggung oleh pemerintah, pemerintah daerah atau masyarakat. Adapun syarat-syarat sertifikat pendidik bagi guru adalah memenuhi standar kualifikasi akademik (S1 dan D4) dan menguasai standar kompetensi yang
49
Kunandar, Guru Profesional…, h. 79 E. Mulyasa, Standar kompetensi…, h. 34 51 E. Mulyasa, Standar kompetensi…, h. 35 52 Kunandar, Guru Profesional…, h. 79 50
45
dibuktikan dengan lulus uji kompetensi. Uji kompetensi ini berbentuk tes tulis dan tes kinerja dan portofolio.53 Selain kualifikasi akademik kompetensi dan sertifikasi pendidik guru juga harus sehat jasmani dan rohani. Sebagai mana dikatakan oleh Oemar Hamalik, kriteria profesional guru dalam segi fisik yaitu sehat jasmani dan rohani, dan tidak mempunyai cacat tubuh yang bisa menimbulkan ejekan/cemooh atau rasa kasihan dari anak didik.54 Dalam penjelasan Pasal 8 UU Guru dan Dosen yang dimaksud dengan sehat jasmani dan rohani adalah kondisi kesehatan fisik dan mental yang memungkinkan guru dapat melaksanakan tugas dengan baik. Kondisi kesehatan fisik dan mental tersebut tidak ditujukan kepada penyandang cacat. Dari uraian diatas, sertifikasi guru merupakan sertifikat yang berbentuk ijazah dan sertifikat kompetensi yang diperoleh bukan melalui pertemuan ilmiah seperti seminar, diskusi panel, lokakarya dan sebagainya. Namun, sertifikasi diperoleh melalui penyelenggara pendidikan dan lembaga pelatihan setelah lulus uji kompetensi yang diselenggarakan oleh satuan pendidikan yang terakreditasi atau lembaga sertifikasi. Dengan demikian, guru profesional mengandung arti bahwa pekerjaan guru hanya dapat dilakukan oleh seseorang yang mempunyai kualifikasi akademik, kompetensi, dan sertifikat pendidik yang sesuai dengan persyaratan untuk setiap jenis dan jenjang pendidikan tertentu.
c. Hak dan Kewajiban UU Guru dan Dosen Pada pasal 14 ayat (1) menyatakan bahwa guru dalam melaksanakan tugas keprofesionalan, guru berhak: 1) Memperoleh penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum dan jaminan kesejahteraan sosial; 2) Mendapatkan promosi dan penghargaan sesuai dengan tugas dan hak atas kekayaan intelektual; 53 54
Kunandar, Guru Profesional…, h. 81 Oemar Hamalik, Pendidikan Guru..., h. 37
46
3) Memperoleh perlindungan dalam melaksanakan tugas dan hak atas kekayaan intelektual; 4) Memperoleh kesempatan untuk meningkatkan kompetensi; 5) Memperoleh dan memanfaatkan sarana dan prasarana pembelajaran untuk menunjang kelancaran tugas keprofesionalan; 6) Memiliki kebebasan dalam memberikan penilaian dan ikut menentukan kelulusan, penghargaan, dan atau sanksi kepada peserta didik sesuai pendidikan, kode etik guru, dan peraturan perundang-undangan; 7) Memperoleh rasa aman dan jaminan keselamatan dalam melaksanakan tugas; 8) Memiliki kebebasan tugas berserikat dalam organisasi prosesi; 9) Memiliki kesempatan untuk berperan dalam menentukan kebijakan pendidikan; 10) Memperoleh kesempatan untuk mengembangkan dan meningkatan kualifikasi akademik dan kompetensi akademik dan kompetensi; dan/atau 11) Memperoleh pelatihan dan pengembangan profesi dalam bidangnya.55 Kewajiban guru yang diatur dalam pasal 20 UU Guru dan Dosen yang berbunyi: 1) Merencanakan pembelajaran, melaksanakan proses pembelajaran yang bermutu, serta menilai dan mengevaluasi hasil pembelajaran; 2) Meningkatkan dan mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi secara berkelanjutan sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni; 3) Bertindak obyektif dan tidak diskriminatif atas dasar pertimbangan jenis kelamin, agama, suku, ras, dan kondisi fisik tertentu, atau latar belakang keluarga, dan status sosial ekonomi peserta didik dalam pembelajaran; 4) Menjunjung tinggi peraturan perundang-undangan, hukum, dan kode etik guru, serta nilai-nilai agama dan etika, dan; 5) Memelihara dan memupuk persatuan dan kesatuan bangsa.56 55 56
Depag, Undang-undang dan Peraturan..., h. 90 Depag, Undang-undang dan Peraturan..., h. 93
47
d. Wajib Kerja dan Ikatan Dinas Terdapat dalam Undang-undang Guru dan Dosen Pasal 21 ayat (1) menjelaskan dalam keadaan darurat pemerintah dapat memperlakukan ketentuan wajib kerja kepada guru dan/atau warga negara Indonesia lainnya yang memenuhi kualitas akademik dan kompetensi untuk melaksanakan tugas sebagai guru di daerah khusus di wilayah Indonesia. Ayat (2) menerangkan ketentuan-ketentuan tersebut diatur dengan peraturan pemerintah.57 PP RI No. 74 Tahun 2008 Tentang Guru yang dimaksud tentang wajib kerja diterangkan pada Pasal 55 ayat (2), yaitu: warga negara Indonesia yang dimaksud pada ayat (1) merupakan warga negara selain guru yang memiliki kualifikasi akademik (S1/D4) dan telah mengikuti pelatihan yang diselenggarakan permerintah/daerah.58 Pasal 22 ayat 1 dan 2 UU Guru dan Dosen menetapkan bahwa pemerintah atau pemerintah daerah dapat menetapkan pola ikatan dinas bagi calon guru untuk memenuhi kepentingan pembangunan pendidikan nasional atau kepentingan pembangunan daerah.59 Peraturan Pemerintah yang mengatur tentang pola ikatan dinas Pemerintah dan pola ikatan dinas Pemerintah Daerah pada Pasal 56 ayat (3) dan (4) yaitu: a. Memenuhi kebutuhan guru pada satuan pendidikan yang diselenggarakan Pemerintah/Pemerintah Daerah, b. Memenuhi
kebutuhan
nasional/daerah
akan
guru
yang
mengampu
pembelajaran pada satuan pendidikan yang diprogramkan menjadi taraf internasional dan/atau berbasis keunggulan lokal, c. Memenuhi kebutuhan nasional/daerah akan guru yang potensial untuk dikader menjadikan kepala satuan pendidikan dan/atau pengawas satuan pendidikan, pengawas mata pelajaran, pengawas kelompok mata pelajaran, d. Memenuhi
proyeksi
kekurangan
guru
bersangkutan.60 57
Depag, Undang-undang dan Peraturan..., h. 94 Peraturan Pemerintah RI.., h. 38 59 Depag, Undang-undang dan Peraturan..., h. 94 60 Peraturan Pemerintah RI.., h. 39-40 58
secara
nasional/daerah
yang
48
Sedangkan Pasal 23 ayat (1) dan (2) UU Guru dan Dosen pemerintah mengembangkan sistem pendidikan guru ikatan dinas berasrama di lembaga pendidikan tenaga kependidikan untuk menjamin efesiensi dan mutu pendidikan.61
e. Pengangkatan, Penempatan, Pemindahan, dan Pemberhentian Dalam UU Guru dan Dosen Pasal 25 ayat (1) menjelaskan tentang pengangkatan dan pemindahan guru dilakukan secara objektif dan transparan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.62 Dalam ayat 2 pengangkatan dan penemindahan yang dilakukan pemerintah atau pemerintah daerah diatur dengan peraturan pemerintah. Selanjutnya ayat 3 bahwa pengangkatan dan pemindahan yang dilakukan masyarakat diatur berdasarkan perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama.63 Adapun mengenai pemindahan guru. Diatur juga dalam UU Guru dan Dosen Pasal 28 ayat (3) bahwa: dalam hal permohonan pemindahan dikabulkan, pemerintah atau pemerintah daerah memfasilitasi kepindahan guru. Dan ayat (4) menguraikan pemindahan guru yang diselenggarakan oleh masyarakat diatur oleh penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan yang bersangkutan berdasarkan perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama.64 Sedangkan dalam hal pemberhentian guru diatur dalam UU Guru dan Dosen Pasal 30 tentang guru dapat diperhentikan dengan hormat dan pasal 31 tentang guru dapat diperhentikan tidak hormat.65
f. Pembinaan dan Pengembangan Diatur dalam UU Guru dan Dosen Pasal 32 sampai dengan 35. Pembinaan dan pengembangan guru yang termaktub dalam pasal ini meliputi pembinaan dan pengembangan profesi dan karir, dimana kebijakan tersebut ditetapkan oleh peraturan menteri.66 61
Depag, Undang-undang dan Peraturan..., h. 94 Depag, Undang-undang dan Peraturan..., h. 95 63 Peraturan Pemerintah RI..., h. 41 64 Depag, Undang-undang dan Peraturan..., h. 97 65 Depag, Undang-undang dan Peraturan..., h. 98-99 66 Depag, Undang-undang dan Peraturan..., h. 99-100 62
49
g. Penghargaan Penghargaan yang diatur oleh Undang-undang Guru dan Dosen terdapat dalam pasal 36 ayat (1) dan (2), 37 ayat (1) sampai dengan (5) dan 38 meliputi prestasi, berdikasi luar biasa, bertugas di daerah khusus, dan gugur dalam menjalankan tugasnya.67 Pemberian penghargaan terhadap guru merupakan salah satu upaya untuk memposisikan guru sebagai insan pendidikan dalam lingkup kehidupan bermasyarakat dan bernegara secara wajar, adil dan manusiawi. Upaya ini merupakan tanggung jawab bersama dengan semua pihak yang terkait dalam rangka mewujudkan pendidikan yang lebih bermakna.
h. Perlindungan Terdapat dalam UU Guru dan Dosen Pasal 39 ayat (1) sampai dengan (5) yang isinya tentang perlindungan
yang meliputi perlindungan hukum,
perlindungan profesi, serta perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja.68 Yang dimaksud dalam perlindungan hukum meliputi perlindungan tindak kekerasan, perlakuan diskriminatif, intimidasi, atau perlakuan tidak adil dari pihak peserta didik, orang tua peserta didik, masyarakat, birokrasi, atau pihak lain. Dalam perlindungan prefosi, guru memperoleh perlindungan yang meliputi perlindungan terhadap pemutusan hubungan kerja yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan, pemberian imbalan yang tidak wajar, pembatasan dalam penyampaian pandangan, pelecehan terhadap profesi, dan pembatasan lain. Sedangkan perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja mencakup perlindungan terhadap resiko gangguan keamanan kerja, kecelakaan kerja, kebakaran pada waktu kerja, bencana alam, kesehatan lingkungan kerja, serta risiko lain. Dari semua perlindungan ini yang berkewajiban memberikannya adalah pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat, organisasi profesi atau satuan 67 68
Depag, Undang-undang dan Peraturan..., h. 100-101 Depag, Undang-undang dan Peraturan..., h. 102
50
pendidikan. Dengan demikian, Undang-undang ini dapat menjamin perlindungan terhadap pedidik terlebih lagi terhadap guru.
i. Cuti Mengenai Cuti guru yang diatur dalam UU Guru dan Dosen Pasal 40 ayat (1) sampai dengan (3) bahwa guru memperoleh cuti yang diatur dalam perundangan-undangan, cuti untuk studi tetap memperoleh hak gaji penuh, yaitu meliputi hak gaji pokok, tunjangan yang melekat pada gaji, serta gaji lain yang meliputi tunjangan profesi, tunjangan fungsional, tunjangan khusus.69 Cuti studi yang dimaksud dalam pasal diatas, dijelaskan dalam Peraturan Pemerintah RI Pasal 51 ayat (4) yaitu digunakan guru untuk penelitian, penulisan buku, praktik kerja di dunia industri atau usaha yang relevan dengan tugasnya, pengabdian pada masyarakat atau magang pada satuan pendidikan lain atas inisiatif sendiri.70
j. Organisasi Profesi dan Kode Etik Organisasi profesi yang tercantum dalam Pasal 41 ayat (1) sampai dengan (5) UU. No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen yaitu yang bersifat indenpenden,
yang
berfungsi
untuk
memajukan
profesi,
meningkatkan
kompetensi, karier, wawasan pendidikan, perlindungan profesi, kesejahteraan, dan pengabdian masyarakat.71 Dalam organisasi profesi guru wajib menjadi anggota organisasi profesi. Dan pemerintah atau pemerintah daerah dapat memfasilitasi organisasi profesi guru dalam pelaksanaan pembinaan dan pengembangan profesi guru. Sedangkan kode etik terdapat dalam pasal 43 ayat (2) UU Guru dan Dosen berisi norma dan etika yang mengikat perilaku guru dalam pelaksanaan tugas keprofesionalan.72
69
Depag, Undang-undang dan Peraturan..., h. 103 Peraturan Pemerintah RI.., h. 36 71 Depag, Undang-undang dan Peraturan..., h. 103 72 Depag, Undang-undang dan Peraturan..., h. 104 70
51
5. Tentang Sanksi Sanksi yang diatur dalam UU Guru dan Dosen ini terdapat dalam pasal 79 ayat 2 bahwa: sanksi bagi penyelenggara pendidikan berupa:73 a. Teguran b. Peringatan tertulis c. Pembatasan kegiatan penyelenggara satuan pendidikan d. Pembekuan kegiatan penyelenggara satuan pendidikan.74 Dari semua ketentuan-ketentuan di dalam UU Guru dan Dosen di atas terdapat beberapa prinsip dasar yang meliputi: a. komitmen untuk menempatkan guru sebagai profesi yang terlindungi dan terjamin, b. penyusunan UU ini ditujukan untuk mewujudkan pendidikan yang bermutu bagi peserta didik dan meningkatkan mutu pendidikan secara keseluruhan, c. pertimbangan hak dan kewajiban antara guru, masyarakat dan pemerintah, d. kesejajaran dan keseimbangan pengaturan antara peningkatan kualitas dan kesejahteraan, e. keadilan perlakuan dan anti diskriminasi, dalam arti guru negeri-swasta. Pada intinya, pengaturan Guru dalam UU
Guru dan Dosen sesuai
penjelasan diatas, diatur dalam rangka meneguhkan profesionalisme guru yang meliputi dua hal yaitu: Pertama, pengaturan jaminan mutu dan kualitas guru (kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikasi, sehat jasmani dan rohani) dalam menjalankan profesinya. Kedua, pengaturan jaminan kesejahteraan dan perlindungan dalam bentuk penetapan penghasilan guru (gaji, tunjangan profesi, dan tunjangan lainya), perlindungan dalam melaksanakan tugas dan hak atas kekayaan intelektual, perlindungan hukum dan profesi serta kebebasan membentuk dan bergabung dalam organisasi profesi dengan tidak mengabaikan ketentuanketentuan yang telah diterapkan dalam peraturan peundang-undangan. 73 74
Peraturan Pemerintah RI..., h. 40 Depag, Undang-undang dan Peraturan..., h. 121
52
D. Guru Agama Menurut Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru Dan Dosen Guru agama senantiasa mendapat perhatian, baik oleh pemerintah maupun oleh masyarakat terutama oleh para ahli pendidikan. Pemerintah kita memandang bahwa guru agama merupakan media yang sangat penting dalam pembinaan dan pengembangan suatu bangsa. Guru agama mempunyai tugas-tugas sosial budaya yang berfungsi mempersiapkan generasi muda, sesuai dengan cita-cita yang diharapkan. Fakta di atas merupakan tantangan besar untuk membangkitkan bangsa agar menjadi besar dan kuat untuk mampu bersaing di tengah persaingan global yang sangat kompetitif. Maka salah satu usaha untuk mewujudkannya perlu adanya pembenahan secara menyeluruh terhadap guru agama yang meliputi pengembangan profesi guru, jaminan terhadap kesejahteraan guru, perlindungan guru, dan penghargaan guru melalui suatu Undang-undang yang khusus mengatur tentang guru.
1. Pengertian Guru Agama Guru adalah pendidik profesional di sekolah pada jenjang pendidikan usia dini, pendidikan dasar dan pendidikan menengah yang diangkat sesuai peraturan perundang-undangan.75 Dalam buku yang ditulis Kunandar yang berjudul Guru Profesional, Profesional berasal dari kata profesi yang berarti suatu bidang pekerjaan yang ingin atau akan ditekuni oleh seseorang.76 Profesi juga diartikan sebagai suatu jabatan atau pekerjaan tertentu yang mensyaratkan pengetahuan dan ketrampilan khusus yang diperoleh dari pendidikan akademis yang insentif. Jadi, profesi adalah suatu pekerjaan atau jabatan yang menuntut keahlian tertentu.77
75
Depag, Undang-undang dan Peraturan..., h. 83 Kunandar, Guru Profesional…., h. 45 77 Martinis Yamin, Sertifikasi Profesi keguruan..., h. 20 76
53
Profesi adalah suatu pekerjaan atau keahlian yang mensyaratkan kompetensi intelektual, sikap dan ketrampilan tertentu yang diperoleh melalui proses pendidikan secara akademis. Dengan demikian, kunandar mengemukakan profesi guru adalah keahlian atau kewenangan khusus dalam bidang pendidikan, pengajaran, dan pelatihan yang ditekuni untuk menjadi mata pencaharian dalam memenuhi kebutuhan hidup yang bersangkutan.
Guru sebagai profesi berarti guru sebagai pekerjaan yang mensyaratkan kompetensi (keahlian atau kewenangan) dalam pendidikan dan pembelajaran agar dapat melaksanakan pekerjaannya tersebut secara efektif dan efesien serta berhasil guna.78 Adapun mengenai pengertian profesionalisme itu sendiri adalah suatu pandangan bahwa suatu keahlian tertentu yang mana keahlian itu hanya diperoleh melalui pendidikan khusus dan latihan khusus.
Profesinalisme merupakan
kondisi, arah, nilai, tujuan dan kualitas suatu keahlian dan kewenangan dalam bidang pendidikan dan pengajaran yang berkaitan dengan pekerjaan seseorang yang menjadi mata pencaharian. Sementara itu, guru yang profesional adalah guru yang memiliki kompetensi yang bersyaratkan untuk melakukan tugas pendidikan dan pengajaran. Maka, dapat dipahami bahwa pengertian guru profesionalisme adalah orang yang memiliki kemampuan dan keahlian khusus dalam bidang keguruan sehingga ia mampu melaksanakan tugas dan fungsinya sebagai guru dengan kemampuan maksimal. Dari penjelasan di atas, dapat dimengerti bahwa. Profesi adalah suatu jabatan, profesional adalah kemampuan atau keahlian tertentu. Sedangkan profesionalisme adalah jiwa dari suatu profesi dan profesional.
Dengan
kata
lain profesionalisme guru agama, yaitu seorang guru yang memiliki kemampuan dan keahlian khusus dalam bidang studi agama serta telah berpengalaman dalam mengajar agama sehingga ia mampu melaksanakan tugas dan fungsinya sebagai guru agama dengan kemampuan yang maksimal serta memiliki kompetensi sesuai 78
Kunandar, Guru Profesional…, h. 46
54
dengan kriteria guru profesional, dan profesinya itu telah menjadi sumber mata pencaharian. Guru agama yang dikatakan profesional adalah seseorang yang pekerjaannya memerlukan pelatihan dan pengalaman yang lebih tinggi, serta bertanggung jawab yang sah secara hukum. Seorang guru agama yang profesional akan berkonsentrasi terhadap etika moral keagamaan dan tanggung jawab terhadap profesionalnya dibandingkan dengan yang lainnya.
2. Kedudukan dan Peran Guru Agama Peran guru sebagai agen pembelajaran berfungsi untuk mengembangkan potensi siswa secara optimal.79 Sedangkan Peranan guru dalam keseluruhan program pendidikan di sekolah diwujudkan untuk meningkatkan mutu pendidikan mencapai tujuan pendidikan yang berupa perkembangan siswa secara optimal. Tuntutan peranan guru agama sangatlah berat, meskipun pada dasarnya tanggung jawab semua pihak, guru agama mempunyai peran besar dalam sistem pendidikan yang membangun kepribadian atau karakter bangsa. Kita dapat melihat apakah suatu generasi dapat berprilaku pada berhasil atau tidaknya pendidikan yang menentukan pada kepribadian bangsa. Semua orang menyadari bahwa guru memiliki andil yang sangat besar terhadap keberhasilan pembelajaran di sekolah. Guru sangat berperan dalam membantu perkembangan anak didik untuk mewujudkan tujuan hidupnya secara optimal. Keyakinan ini muncul karena kesadaran manusia sebagai makhluk lemah, yang dalam perkembangannya manusia selalu membutuhkan orang lain, sejak lahir bahkan pada saat meninggal.
Semua itu menunjukan bahwa setiap
orang membutuhkan orang lain dalam perkembangannya, demikian halnya peserta didik yang menaruh harapan besar terhadap guru, agar anaknya berkembang secara optimal. Minat, bakat, kemampuan dan potensi-potensi yang dimiliki oleh peserta didik tidak akan berkembang secara optimal tanpa bantuan guru. Dalam kaitan ini guru perlu memperhatikan peserta didik secara individu. Karena antara peserta 79
Depag, Undang-undang dan Peraturan..., h. 86
55
didik yang satu dengan yang lain memiliki perbedaan yang sangat mendasar. Betapa besar jasa guru dalam membantu pertumbuhan dan perkembangan para peserta didik. Mereka memiliki peran dan tanggung jawab yang sangat penting dalam membentuk kepribadian anak guna mempersiapkan dan mengembangkan sumber daya manusia. Guru juga berpacu dalam pembelajaran dengan memberikan kemudahan belajar bagi keseluruhan peserta didik, agar dapat mengembangkan potensi secara optimal. Dalam hal ini guru harus kreatif dan profesional serta menyenangkan. Di sekolah dalam keseluruhan kegiatan pendidikan di tingkat operasional guru merupakan penentu keberhasilan pendidikan. Melalui kinerjanya pada tingkat institusional, intruksional dan eksperensial. Sejalan dengan tugas utamanya sebagai pendidik di sekolah sebagai guru melakukan tugas-tugas kinerjanya dengan baik dalam dunia pendidikan maupun dalam proses belajar mengajar diantaranya,80 adalah: a. Peran guru dalam dunia pendidikan, antara lain: 1) Guru Agama sebagai model atau teladan Menurut E. Mulyasa dalam buku yang berjudul Menjadi Guru Profesional “secara teoritis, menjadi model atau teladan merupakan bagian integral dari seorang guru, sehingga menjadi guru berarti menerima tanggung jawab untuk menjadi teladan”.81 Mata pelajaran agama yang diajarkan oleh guru merupakan suatu yang berguna dan dapat dipraktekan dalam kehidupan sehari-hari sehingga guru tersebut menjadi model contoh yang nyata. Hal ini akan lebih nampak pada pelajaran akhlak, keimanan, kebersihan, dan sebagainya. Jika guru sendiri tidak dapat memperlihatkan prilaku dan manfaat pelajaran yang diajarkan, jangan diharapkan peserta didiknya akan menunjukan antusias terhadap pelajaran tersebut.
80
Abudin Nata, Pendidikan dalam Perdpektif Hadits, (Jakarta: UIN Press, 2005), Cet. Ke-1, h. 217-222 81 E. Mulyasa, Menjadi Guru Profesional, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2006), Cet. Ke-4, h. 46
56
2) Guru Agama sebagai pengawas Sebagai pengawas, guru harus bisa membedakan antara nilai yang baik dan nilai yang buruk. Kedua nilai tersebut harus benar-benar dipahami dalam kehidupan dimasyarakat. Kedua nilai ini mungkin telah dimiliki peserta didik bahkan mungkin telah mempengaruhi peserta didik sebelum masuk sekolah. Sikap yang harus dilakukan guru tidak hanya disekolah akan tetapi diluar sekolahpun harus tetap dilakukan. 3) Guru agama sebagi motivator (penggerak) Sebagai penggerak guru bergairah dan aktif belajar, dalam upaya memberikan motivasi, guru dapat menganalisis motif-motif yang melatar belakangi peserta didik yang malas belajar dan menurun prestasinya di sekolah. Setiap saat guru harus bertindak sebagai motivator. Karena dalam pembelajaran tidak mustahil ada diantara peserta didik yang malas belajar dan sebagainya. Motivasi dapat efektif bila dilakukan dengan memperhatikan kebutuhan peserta didik untuk lebih bergairah dalam belajar. Peranan guru sebagai motivator sangat penting dalam interaksi edukatif. b. Peran guru agama dalam pembelajaran, antara lain: 1) Sebagai pembimbing Sebagai pembimbing guru harus mampu menguasai dan mengembangkan materi pelajaran, merencanakan dan mempersiapkan pelajaran, mengontrol dan mengevaluasi kegiatan peserta didik. Oleh karena itu guru memerlukan kompetensi yang tinggi untuk mewujudkan empat hal tersebut.82 Sifat anak didik seperti ketidak tahuan (kebodohan), kedangkalan ilmu pengetahuan dan kurangnya ilmu pengalaman telah mengundang guru untuk mendidik dan membimbing mereka. Sebenarnya anak itu memiliki dorongan atau menghilangkan sifat-sifat tersebut dengan tangannya sendiri. Akan tetapi akan lebih baik bila mendapat bantuan dari orang dewasa seperti guru misalnya melalui pendidikan.
82
E. Mulyasa, Menjadi Guru Profesional.., h. 41
57
Sebagai guru pembimbing, guru akan lebih senang jika mendapat kesempatan menghadapi peserta didik di dalam interaksi edukatif, ia memberi dorongan dan menyalurkan semangat menggiring mereka, sehingga mereka dapat melepaskan diri dari ketergantungannya kepada orang lain dengan tenaganya sendiri. Pemberian bimbingan yang dilakukan oleh guru agama meliputi bimbingan belajar dan bimbingan perkembangan sikap keagamaan. Dengan demikian membimbing dimaksudkan agar setiap peserta didik dapat mengenal tentang dirinya dan kemampuan serta potensinya untuk belajar dan bersikap sesuai dengan ajaran agama Islam. 2) Guru agama sebagai pengajar Memberikan pengajaran di dalam sekolah (kelas) ia menyampaikan pelajaran agar peserta didik memahami dengan baik semua pengetahuan yang telah disampaikannya, selain itu, ia juga berusaha agar terjadi perubahan sikap, keterampilan, kebiasaan, hubungan sosial, operasi, dan sebagainya pada peserta didik melalui pengajaran yang diberikannya. Untuk mencapai tujuan tersebut maka guru perlu memahami seluruh pengetahuan yang menjadi tanggung jawab dan menguasai dengan baik metode dan teknik mengajar. 3) Guru agama sebagai pengelola kelas Dalam perannya sebagai pengelola kelas, guru hendaknya mampu mengelola kelas sebagai lingkungan belajar serta lingkungan ini diatur dan diawasi agar kegiatan-kegiatan belajar terarah kepada tujuan-tujuan pendidikan. Pengawasan terhadap lingkungan belajar itu turut menentukan sejauh mana lingkungan yang baik. Lingkungan yang baik adalah yang bersifat menantang dan merangsang peserta didik untuk belajar, memberikan rasa aman dan kepuasan dalam mencapai tujuan. Dalam kaitannya guru sebagai pengelola kelas maka sekurang-kurangnya yang harus ia pelihara secara terus-menerus adalah suasana keagamaan, kerja sama, rasa persatuan dan perasaan puas pada peserta didik terhadap pekerjaan dan kelasnya. Dengan demikian maka guru akan lebih mudah mempengaruhi peserta didik dalam pengajaran agama.
58
4) Guru agama sebagai evaluator Di dalam proses pengajaran guru hendaknya menjadi seorang evaluator yang baik yaitu guru dapat mengetahui keberhasilan dan pencapaian tujuan. Penguasaan peserta didik terhadap pelayanan serta ketetapan atau keefektifan metode mengajar guru mengetahui apakah proses belajar yang dilakukan cukup efektif memberikan hasil yang baik dan memuaskan, atau sebaliknya, guru hendaknya terus-menerus mengikuti hasil belajar yang telah dicapai oleh peserta didik dari waktu ke waktu. Guru hendaknya mampu dan terampil dalam melaksanakan penilaian. Karena dengan penilaian, guru mengetahui prestasi yang dicapai peserta didik setelah melaksanakan pembelajaran dan akan terus menerus ditingkatkan untuk memperoleh hasil yang optimal. Pengakuan kedudukan guru sebagai tenaga profesional merupakan sistem pendidikan yang pelaksanaannya memperhatikan berbagai peraturan perundangundangan dibidang pendidikan kepegawaian, sehubungan dengan ini diperlukan pengaturan suatu UU tentang guru.83
3. Tugas dan Tanggung Jawab Guru Agama Dalam UU Guru dan Dosen dikemukan bahwa guru adalah tenaga pendidik yang khusus diangkat dengan tugas utama mengajar. Disamping itu, ia mempunyai tugas lain yaitu sebagai pembimbing dan pengelola administrasi sekolah. Selain tugas-tugas tersebut guru juga memiliki kewajiban yang berhubungan dengan kedudukannya sebagai salah satu komponen tenaga kependidikan. Keutamaan profesi guru sangatlah besar sehingga Allah menjadikannya tugas guru agama sebagaimana tugas yang diemban oleh Rasulullah. Tugas yang diemban seorang guru agama harus hampir sama dengan seorang rasul.
Dari
pandangan itu dapat dipahami bahwa tugas pendidik sebagai penerus para nabi yang pada hakikatnya mengemban misi yang mengajak manusia untuk tunduk dan patuh pada hukum-hukum Allah guna memperoleh keselamatan dunia dan akhirat. 83
Martinis Yamin, Sertifikasi Guru…., h. 249
59
Kemudian misi ini dikembangkan pada pembentukan kepribadian yang berjiwa tauhid, kreatif, berakhlak mulia dan bermoral tinggi. Sebagai figur bagi masyarakat terutama peserta didik, guru mempunyai kekuasaan untuk membentuk dan membangun kepribadian peserta didik untuk menjadi seseorang yang berguna bagi agama dan bangsa. Tugas dan tanggung jawab guru agama bukan hanya di sekolah saja, tetapi dimanapun guru itu berada, di rumah sebagai orang tua adalah sebagai guru pendidikan bagi putra putrinya. Di dalam masyarakat sekitar guru sering dipandang sebagai tokoh suri tauladan bagi orang-orang sekitarnya. Baik dalam sikap maupun perbuatannya. Sehingga tidaklah heran betapa berat tugas dan tanggung jawab guru. Terutama tanggung jawab akhlak dan suri tauladan untuk digugu dan ditiru. Hanya orang-orang yang ikhlas dan sabar yang mampu mengemban amanat itu dan ia bertanggung jawab kepada peserta didik. a. Tugas guru agama Telah dijelaskan bahwa tugas guru agama merupakan tugas mulia yang kedudukannya sama dengan tugas seorang rasul. Tugas guru adalah mengajar, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik.84 Oleh karena itu, guru agama mempunyai dua tugas yaitu tugas umum dan tugas khusus. Secara umum, tugas guru adalah sebagai warasat al-an biya yang pada hakikatnya mengemban misi rahmata li al-alamin, Yakni suatu misi yang mengajak manusia untuk tunduk dan patuh pada hukum-hukum Allah, guna memperoleh keselamatan dan
kebahagiaan dunia dan akhirat dengan
mengembangkan aspek kepribadian peserta didik yang berjiwa tauhid dan akhlak mulia. Sedangkan secara khusus tugas guru agama sebagai pengajar, pendidik, dan pemimpin.85 1) Sebagai pengajar yang bertugas merencanakan program pengajaran, melaksanakan program yang disusun dan akhirnya dengan pelaksanaan penilaian setelah program tersebut dilakukan. 84 85
Depag, Undang-undang dan Peraturan… h. 83 Ahmad tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, h. 80
60
2) Sebagai pendidik yang mengarahkan peserta didik pada tingkat kedewasaan kepribadian sempurna seiring dengan tujuan penciptaannya. 3) Sebagai
pemimpin
yang
memimpin,
mengendalikan
diri,
upaya
pengarahan pengawasan, pengorganisasian, pengontrolan, dan partisipasi atas program yang dilakukan. Sebagai pengajar, guru bertugas membina perkembangan pengetahuan, sikap dan keterampilan. Dari kenyataan itu pulalah terbukti bahwa peranan guru sebagai pendidik dan pembimbing masih berlangsung terus meski tugasnya sebagai pengajaran telah selesai. Dalam buku Filsafat Pendidikan Islam, Ahmad D. Marimba menyatakan bahwa tugas pendidik dalam pendidikan Islam adalah membimbing dan mengenal kebutuhan atau kesanggupan peserta didik, menciptakan situasi yang kondusif bagi berlangsungnya proses kependidikan, menambahkan mengembangkan pengetahuan yang dimiliki guna ditransformasikan kepada peserta didik serta senantiasa membuka diri terhadap seluruh kelemahan dan kekurangannya.86 Secara keseluruhan tugas guru agama adalah sama yaitu meliputi tugas diatas, namun bagi guru agama, segala tugas yang diberikan kepada peserta didik hendaknya lebih mengarahkan kepada pembentukan prilaku yang Islami sesuai dengan pengalaman yang telah diberikan kepada siswa dan pembentukan Akhlak mulia. Tugas-tugas yang telah disebutkan di atas menyatakan bahwa jabatan guru memilliki banyak tugas, baik yang terikat oleh dinas maupun diluar dinas dalam pembentukan kepribadian. Tugas guru agama tidak hanya sebagai suatu profesi, tetapi juga sebagai suatu tugas kemanusiaan dan kemasyarakatan. b. Tanggung jawab guru agama Berangkat dari uraian di atas maka tanggung jawab guru agama adalah mendidik individu supaya beriman kepada Allah dan melaksanakan syari’ahnya. Mendidik diri supaya berakhlak mulia dan mendidik masyarakat untuk saling menasehati dalam melaksanakan kebenaran, saling menasehati agar tabah dalam menghadapi segala kesulitan dalam beribadah kepada Allah serta menegakan 86
Al-Rasyidin dan Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam,..h. 44
61
kebenaran.87
Tanggung jawab itu bukan hanya sebatas moral seorang guru
terhadap peserta didik, akan tetapi lebih jauh dari itu. Pendidikan bertanggung jawab atas segala tugasnya yang dilakukan kepada Allah.
Tanggung jawab guru
adalah segala tindakan dalam melaksanakan tugas dan kewajiban didasarkan atas pertimbangan profesional secara tepat, pekerjaan guru menuntut kesungguhan dalam berbagai hal. Tanggung jawab guru agama bukan hanya bertanggung jawab dalam hal kecakapan dan kepandaian dalam memahami materi yang disajikan, tetapi juga harus bertanggung jawab untuk menciptakan peserta didik yang hormat, taat kepada orang tua dan guru, ramah terhadap lingkungan sekitarnya dan bertutur kata yang baik. Kalau melihat perubahan-perubahan transisional dalam pengajaran seperti telah diuraikan dalam bagian terdahulu yang menambah kesempatan bagi para peserta didik untuk belajar dan berkembang dan di lain pihak guru berdasarkan peranan profesional guru modern maka sudah barang tentu menimbulkan atau menambah tanggung jawab guru menjadi lebih besar, tanggung jawab itu adalah: 1) Guru harus menuntut para peserta didik belajar 2) Guru harus turut serta membina kurikulum sekolah 3) Melaksanakan pembinaan terhadap peserta didik (afektif, kognitif, psikomotorik) 4) Memberikan bimbingan kepada peserta didik 5) Melakukan diagnosis atas kesulitan belajar dan mengadakan penilaian atas kemauan belajar 6) Menyelenggarakan penelitian 7) Menghayati, mengamalkan pancasila 8) Turut serta membantu terciptanya kesatuan dan persatuan bangsa dan perdamaian dunia 9) Mengenal masyarakat dan ikut serta aktif 10) Turut serta menyukseskan pembangunan 87
Depag, Undang-undang dan Peraturan… h. 87
62
11) Tanggung jawab meningkatkan peranan profesi guru.88 Jadi, dapat disimpulkan bahwa tanggung jawab guru agama dari uraian diatas merupakan tanggung jawab yang harus dilaksanakan oleh guru yang meliputi tanggung jawab terhadap sikap, tingkah laku dan perkataan yang telah ditampilkan kepada peserta didik dalam rangka membina jiwa dan watak mereka. Dengan demikian tugas dan tanggung jawab guru agama sebagai pengajar, pendidik,
pembimbing,
administrasi,
kemasyarakatan.
88
Depag, Wawasan Tugas…., h. 76-84
serta
tugas
dan
tanggung
jawab
BAB IV STUDI KOMPARASI GURU AGAMA PERSPEKTIF HASAN LANGGULUNGUNG DAN UU NOMOR 14 TAHUN 2005 TENTANG GURU DAN DOSEN
A. Persamaan
1. Pengertian Guru Agama Berdasarkan penelitian di atas dan pandangan beberapa para ahli tentang pengertian guru agama pada hakikatnya sama seperti pengertian guru agama menurut Hasan Langgulung dan UU Guru dan Dosen, bahwa guru agama adalah seseorang yang memberikan ilmu pengetahuan agama, ketrampilan atau pengalaman kepada peserta didik dilingkungan formal (sekolah) untuk mengembangkan potensi-potensi yang dimiliki oleh peserta didik agar dapat memahami apa yang terkandung dalam ajaran Islam secara keseluruhan, menghayati makna dan maksud serta tujuannya yang pada akhirnya dapat mengamalkan serta menjadikan ajaran-ajaran agama Islam sebagai pegangan atau jalan hidup. Guru agama merupakan bagian dari profesi guru pada umumnya. Oleh karena itu, profil guru agama juga harus memenuhi persyaratan-persyaratan yang lazim bagi seorang guru. Meskipun demikian, karena pendidikan agama Islam memiliki kekhasan sendiri dibandingkan dengan bidang studi yang lain, maka guru agama di samping harus memiliki kompetensi keguruan pada umumnya, ia
63
64
juga dituntut memiliki kualifikasi-kualifikasi tertentu yang melekat pada ciri khas agama Islam itu sendiri.
2. Peran dan Kedudukan Guru Agama Persamaan peran guru agama menurut Hasan Langgulung dan UU Guru dan Dosen yaitu mempunyai peranan yang sama dalam menerima amanat dari kedua orang tua peserta didik. Seseorang yang menerima amanat orang tua untuk mendidik anak itu disebut guru. Namun demikian seorang guru bukan hanya penerima amanat dari orang tua untuk mendidik anaknya, melainkan dari setiap orang yang memerlukan bantuan untuk mendidiknya. Sebagai pemegang amanat, guru harus bertanggung jawab atas amanat yang diserahkan kepadanya.1 Guru dalam perpektif Islam mempunyai peranan yang sangat penting dalam proses pendidikan. Sebab guru yang bertanggung jawab terhadap perkembangan anak didik dengan mengupayakan perkembangan seluruh potensi anak didik baik potensi afektif, kognitif maupun psikomotoriknya. guru agama tidak hanya berperan sebagai pengajar dan pendidik semata-mata, tetapi harus memerankan diri sebagai pembimbing dalam belajar.
3. Tugas dan Tanggung Jawab Guru Agama Persamaan mengenai tugas seorang guru agama menurut Hasan Langgulung dan UU Guru dan Dosen, guru agama adalah tenaga pendidik yang khusus diangkat dengan tugas utama mengajar dan mernbimbing pada bidang studi agama Islam. a. Sebagai pengajar Sebagai pengajar, guru mempunyai tugas memberikan ilmu pengetahuan. Dengan kata lain, guru agama adalah orang yang mentransfer ilmu-ilmu agama Islam sesuai dengan jenjang pendidikan yang diajarnya.
1
Zakiah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam…, h. 39
65
b. Sebagai pembimbing Sebagai pembimbing, guru mempunyai tugas memberi bimbingan kepada peserta didik dalam memecahkan masalah yang dihadapinya, sebab pembelajaran sangat berkaitan erat dengan berbagai masalah diluar kelas yang sifatnya non akademis. Di samping memiliki tugas-tugas diatas, guru memiliki juga kewajiban yang berhubungan dengan kedudukannya sebagai salah satu komponen tenaga kependidikan. Kewajiban tersebut dikemukakan di dalam Undang-undang Guru dan Dosen adalah sebagai berikut: a. Merencananakan, melakasankan, menilai dan mengevaluasi dalam pembelajaran b. Selalu meningkatkan dan mengembangkan
kualitas akademik dan
kompetensi sesuai dengan tuntutan zaman c. Bersikap obyektif dan tidak membeda-bedakan latar belakang peserta didik d. Menjunjung tinggi hukum dan kode etik guru serta nilai-nilai agama dan etika e. Menjaga persatuan dan kesatuan bangsa.2 Persamaan tanggung jawab guru agama menurut Hasan Langulng dan UU Guru dan Dosen ialah keyakinannya bahwa segala tindakannya dalam melaksanakan tugas dan kewajiban didasarkan atas pertimbangan profesional secara tepat. Karena pekerjaan guru menuntut kesungguhan dalam berbagai hal. Oleh sebab itu posisi dan persyaratan para pekerja pendidikan atau orang-orang yang disebut pendidik karena pekerjannya ini, maka patutlah mendapat pertimbangan
dan
perhatian
yang
serius.
Dengan
memperhatikan
dan
mempertimbangkan hal tersebut dimaksudkan agar usaha pendidikan yang baik tidak akan jatuh ke tangan orang-orang yang bukan ahlinya, sehingga dapat mengakibatkan banyak kerugian.
2
Depag, Undang-undang dan Peraturan…, h. 93
66
B. Perbedaan
1. Pengertian Guru Agama Menurut Hasan Langgulung pengertian guru agama diartikan sebagai ulama.3 Ulama adalah jamak dari kata alim yang menunjukan pada seseorang yang memiliki pengetahuan diatas kemampuan yang dimiliki orang lain. Kata ulama dan alim selanjutnya diartikan sebagai orang yang tahu atau yang mempunyai pengetahuan ilmu agama dan ilmu umum. Sesuai perkembangan zaman istilah ulama yang merupakan bentuk jamak, berubah menjadi bentuk tunggal. Pengertian ulama juga menjadi lebih sempit, sebab diartikan sebagai orang yang memiliki ilmu pengetahuan agama. Di indonesia, masyarakat menilai ulama sebagai guru agama yang memberikan nasehat dan tauladan sebagai panutan, karena mereka diakuai sebagai orang yang memiliki kualitas dalam memahami agama. Dengan demikian ulama Indonesia adalah orang yang memiliki kekuasaan yang lebih besar dalam menjalankan ajaran-ajaran agama Islam. Sedangkan menurut UU Guru dan Dosen, pengertian guru agama adalah ditekankan pada pelatihan dan kualifikasi. Pelatihan dibuktikan dengan adanya surat-surat tanda tamat kependidikan, sementara kualifikasi diterangkan dengan sejumlah karakteristik, termasuk ujian, pengalaman, dan reputasi yang berhubungan dengan keefektifan di dalam pembelajaran.
Dalam implikasinya,
seorang profesional dituntut tidak hanya untuk memiliki pemahaman yang menyeluruh tentang hukum-hukum dan aturan-aturan teknis yang diperlukan dalam melaksanakan pekerjaannya, tetapi juga tentang karakteristik dan kondisi peserta didik. Seorang yang profesional dituntut memiliki pengetahuan tentang kepribadian, motivasi, dan aspirasi peserta didik.
2. Peran dan Kedudukan Guru Agama Menurut Hasan Langgulung, guru agama mempunyai peranan sebagai pembimbing, pemimpin dan pengawas bagi peserta didik. Untuk itu menurutnya 3
Hasan Langgulung, Peralihan Paradigma…, h. 45
67
guru agama harus diberi kesempatan dalam mengambil keputusan mengenai perkembangan, pelaksanaan pendidikan dan meningkatkan kualitasnya agar dihormati oleh masyarakat Islam.4 Sedangkan UU Guru dan Dosen dalam pembelajaran agama, guru agama berperan sebagai fasilitator, motivator, pemacu, perekayasa pembelajaran, dan pemberi insprirasi bagi peserta didik.5
3. Tugas dan Tanggung Jawab Guru Agama Tugas guru agama menurut Hasan Langgulung adalah selain mengajar juga memotivasi dan menfasilitasi kebutuhan-kebutuhan peserta didik supaya potensi-potensi yang dimilikinya dapat berkembang dan teraktualisasikan serta membantu peserta didik agar mereka hidup sesuai dengan ajaran Islam atau menjadi Insan Kamil.6 Sedangkan tugas guru agama menurut UU Guru dan Dosen adalah sebagai pendidik, pembimbing, pelatih terhadap peserta didik pada jalur pendidikan formal agar menjadi manusia yang beriman, bertaqwa, berakhlak mulia, menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab.7 Dari uraian yang telah dibahas pada pembahasan di atas dan analisis yang dilakukan penulis dalam penelitian ini, penulis mengambil titik temu bahwa guru agama menurut Hasan Langgulung dan UU No. 14 th 2005 lebih condong pada persamaan yaitu tentang guru agama yang professional dibidangnya. Perbedaan yang mendasar tentang guru agama dalam kedua pemikiran diatas didasari atas aspek pengangkatannya bahwa guru agama menurut Hasan Langgulung diangkat oleh masyarakat dibuktikan dengan pemahaman agama yang dalam. Sedangkan guru agama menurut UU Guru dan Dosen agar dapat diakui sebagai guru profesional salah satunya mempunyai sertifikat pendidik.
4
Hasan Langgulung, Pendidikan Islam Menghadapi…, h. 92 Depag, Undang-undang dan Peraturan. h. 86 6 Hasan Langgulung, Pendidikan Islam Menghadapi…, h 103 7 Depag, Undang-undang dan Peraturan. h. 83 5
BAB V PENUTUP KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Sehubungan dengan uraian pada bab terdahulu tentang guru agama perspektif Hasan Langgulung dan Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Maka, secara keseluruhan penulis sederhanakan dalam kesimpulan bahwa: Guru agama adalah seorang profesional yang mempunyai peranan dan kedudukan sebagai pengganti dari orang tua peserta didik atau orang tua kedua di sekolah yang mempunyai tugas dan tanggung jawab untuk mengembangkan seluruh potensi dan mendidik kepribadian peserta didik agar dapat hidup sesuai yang diharapkan oleh agama, masyarakat dan bangsa. Telah dijelaskan bahwa guru agama yang dimaksud adalah guru pendidikan agama Islam. Jadi, persamaan tentang guru agama perspektif Hasan Langgulung dan UU No. 14 Guru dan Dosen itu guru harus profesional, mempunyai amanat dari kedua orang tua peserta didik dan kewajiban yang sama dalam meningkatkan mutu pendidikan.
B. Saran-saran Pemikiran Hasan Langgulung dan amanat UU Guru dan Dosen yang terdapat dalam skripsi ini, semoga dapat mewakili dalam memberikan saran yang baik untuk pendidikan bagi para pendidik (guru agama), masyarakat, maupun pemerintah. Adapun saran-saran dari penulis, khususnya guru agama dalam memajukan pendidikan adalah:
68
69
1. Dapat dijadikan referensi dan pedoman dalam wacana pengembangan dunia pendidikan dan transfer ilmu pengetahuan. Sebagai profesi, guru hendaknya mampu mengadakan penelitian-penelitian yang berkaitan dengan peningkatan profesional seorang pendidik. 2. Dalam memperlakukan UU Guru dan Dosen hendaknya guru melaksakan dengan arif, bijaksana dan penuh tanggung jawab. 3. Hak dan kewajiban hendaknya harus diletakan secara seimbang, bukan saja hak yang harus dituntut melainkan juga kewajiban harus di penuhi. 4. Meniru kembali pendidikan dari Rosulullah seperti keikhlasan dalam mengembangkan, mewujudkan
tujuan, menjaga serta melestarikan
kebudayaan Islam dengan disertai kepribadian yang sesuai ajaran Islam maupun ketentuan-ketentuan dalam UU pemerintah. 5. Pendidik
khususnya
guru
agama
harus
selalu
meningkatkan
profesionalnya agar selalu siap menjalankan tugas-tugasnya dan mampu menghadapi tantangan-tantangan jaman, merespon dan memecahkannya dengan penuh kearifan dan kebijakan. 6. Selalu bekerja sama dengan masyarakat dan pemerintah dalam melaksanakan pendidikan yang sesuai dengan yang dicita-citakan. Dan, 7. Selalu kreatif atau melakukan terobosan-terobosan baru dalam pendidikan agar guru selalu menjadi panutan , sehingga kedudukannya selalu dihormati dan dihargai.
DAFTAR PUSTAKA
A.M., Sardiman, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003, Cet.-X. Al-Abrasyi, Muhammad Athiyah, Beberapa Pemikiran Pendidikan Islam. Terj. Syamsuddin Asyrofi, Yogyakarta: Titian Ilahi Pers, 1996, Cet. Ke-I. Ali, M. Sayuthi, Metodologi Penelitian Agama, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002, Cet.I. Al-Rasyidin dan Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Ciputat Press, 2005, Cet .II. Al-Syaibany, Omar Muhammad Al-Toumy, Falsafah Pendidikan Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1979, Cet.I. Arifin, M., Pendidikan Islam dalam Arus Dinamika Masyarakat, Jakarta: IAIN Syarif Hidayatullah, 1988. Daradjat, Zakiah dkk., Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 2006, Cet. VI. Daradjat, Zakiah, dalam Abu Ahmadi dan Noor Salimi, Dasar-dasar Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 2004, Cet.IV. Daradjat, Zakiah, Pendidikan Islam dalam Keluarga dan Sekolah, Jakarta: Ruhama, 1995, Cet.II. Departemen Agama RI, Wawasan Tugas Guru dan Tenaga Pendidikan, Jakarta: Dirjen Kelembagaan Agama Islam, 2005. Departemen Agama, Undang-undang dan Peraturan Pemerintah RI tentang Pendidikan, Jakarta: Dirjen Pendidikan Islam Depag RI, 2006. Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1988, Cet.I. Djarajat, Zakiah, Ilmu Jiwa Agama, Jakarta: Bulan Bintang, 1996. Djohar, Pendidikan Strategik: Alternatif Untuk Pendidikan Masa Depan, Yogyakarta: Lesfi, 2003, Cet.I.
70
71
Hamalik, Oemar, Pendidikan Guru, Jakarta: Bumi Aksara, 2006, Cet.IV. http://groups.yahoo.com/group/smansa97/message/2820, diakses tg. 5-01-2010. http://groups.yahoo.com/group/smansa97/message/2820, diakses tg. 5-01-2010. Ihsan, Hamdani, dan A. Fuad Ihsan, Filsafat Pendidikan Islam, Bandung: CV. Pustaka Setia, 2001, Cet.II. Kunandar,
Guru
Profesional:
Implementasi
Kurikulum
Tingkat
Satuan
Pendidikan dan Sukses dalam Sertifikasi Guru (KTSP), Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007, Cet. XVIII. Langgulung, Hasan, Asas-asas Pendidikan Islam, Jakarta: Pustaka Al Husna Baru, 2003, Cet.V. Langgulung, Hasan, Manusia dan Pendidikan: Suatu Analisis Psikologi dan Pendidikan, Jakarta: Al-Husna, 1995. Langgulung, Hasan, Pendidikan dan Peradaban Islam: Suatu Analisa SosioPsikologi, Jakarta: Pustaka Al-Husna, 1985, Cet.III. Langgulung, Hasan, Pendidikan Islam Menghadapi Abad Ke-21, Jakarta: Pustaka Al-Husna, 1988, Cet. I. Langgulung, Hasan, Peralihan Paradigma dalam Pendidikan Islam dan Sains Sosial, Jakarta: Gaya Media Pratama, 2002, Cet. I. Langgulung, Hasan, Teori-teori Kesehatan Mental, Jakarta: Al-Husna, 1985. Muchtar, Heri Jauhari, Fiqih pendidikan, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2005, Cet Ke-I. Mulyasa, E., Menjadi Guru Profesional, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2006, Cet.IV. Mulyasa, E., Standar Kompetensi Dan Sertifikasi Guru, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2008, Cet.III. Nata, Abudin, Pendidikan dalam Perdpektif Hadits, Jakarta: UIN Press, 2005, Cet.I. Ni’am Sholeh, Asrorun, Membangun Profesionalitas Guru: Analisis Kronologis atas lahirnya UU Guru dan Dosen, Jakarta: Elsas, 2006, Cet. I. Nurdin, Syafrudin, Guru Profesional Dan Implementasi Kurikulum, Jakarta: Ciputat Perss, 2002, Cet.I.
72
Peraturan Pemerintah RI Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru, Jakarta: Cipta Jaya, 2009. Purwanto, M. Ngalim, Ilmu Pendidikan Teoritis Dan Praktis, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2007, Cet. XVIII. Sanjaya, Wina, Strategi Pembelajaran, Jakarta: Kencana, 2008, Cet.V. Syah, Muhibbin, Psikologi Pendidikan, Bandung: Remaja Rosdakarya, 1996, Cet. III. Tafsir, Ahmad Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2007, Cet.VII. Thouless, Robert H., PengantarPsikologi Agama, Terj. Machnun Husein, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995, Cet.II. Tim Penyusun IKAPI, Ensiklopedia Islam Indonesia, Jakarta: Djambatan, 1992. Tim Penyusun, Ensiklopedia Nasional Indonesia, Jakarta: Delta Pamungkas, 2004, Jilid 4, Cet.IV. Tohirin, Psikologi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006 , Ed. I. Who’s Who in The World, 7th Edition 1984-1985, Chicago Illiniois: Marquis Who’s Who Incorporated, 1984. Yamin, Martinis, Sertifikasi Profesi Keguruan di Indonesia, Jakarta: Gaung Persada, 2006, Cet. II. Yamin, Martinis, Sertifikasi Propesi Keguruan di Indonesia, Jakarta: Gaung Persada Press, 2006, Cet. II. Zahara Idris, Dasar-dasar Pendidikan, Bandung: Angkasa, 1982, Cet.II.