KUALITAS HADIS NABI TENTANG PENANGGULANGAN MARAH DENGAN CARA DUDUK ATAU BERBARING (Kajian Sanad dan Matan Hadis)
Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ushuluddin (S.Ud)
Oleh Ruslan Abdul Ghoni NIM : 207034000504
PROGRAM STUDI TAFSIR HADIS FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1432 H / 2011 M
KUALITAS HADIS NABI TENTANG PENANGGULANGAN MARAH DENGAN CARA DUDUK ATAU BERBARING (Kajian Sanad dan Matan Hadis)
Skripsi Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin dan Filsafat untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ushuluddin (S.Ud)
Oleh Ruslan Abdul Ghoni NIM : 207034000504
Di Bawah Bimbingan
Drs. H. Harun Rasyid, MA. NIP : 19600902 198703 1001
PROGRAM STUDI TAFSIR HADIS FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1432 H / 2011 M
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Skripsi
berjudul
PENANGGULANGAN
KUALITAS MARAH
HADIS DENGAN
NABI CARA
TENTANG
DUDUK
ATAU
BERBARING (Kajian Sanad dan Matan Hadis) telah diajukan dalam sidang munaqasyah Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada 06 Oktober 2011. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Strata Satu (S1) pada Program Studi Tafsir-Hadis.
Jakarta, 06 Oktober 2011
Sidang Munaqasyah
Ketua Merangkap Anggota
Sekretaris Merangkap Anggota
Ahmad Rifqi Mukhtar, MA NIP : 19690822 199703 1 002
Devi Afritasari, Lc. NIP : 19720320 200003 2 001
Anggota
Drs. Maulana, M.Ag NIP :19650207 199903 1 001
Drs. H. Harun Rasyid, MA NIP : 19600902 198703 1 001
ABSTRAK
Kualitas Hadis Nabi Tentang Penanggulangan Marah dengan Cara Duduk atau Berbaring; Kajian Sanad dan Matan Hadis. Yang terdapat dalam kitab Musnad A mad bin anbal. Hadis adalah semua perkataan, perbuatan dan taqrir Nabi Muhammad SAW. Kedudukannya sangat penting dalam kehidupan karena ia merupakan sentral figur umat manusia. Maka hadis sebagai pedoman hidup seyogianya terjamin keotentikannya. Sementara dalam perjalanan sejarah telah terjadi pergeseran, baik secara internal maupun eksternal, akibatnya status hadis bisa berkualitas shahih, hasan, dha’if dan bahkan maudu’. Dalam hal ini penulis mencoba mengungkap kualitas hadis tentang mengatasi marah, karena hampir setiap hari dapat dilihat dan didengar pada media masa kekerasan yang disebabkan seseorang tidak bisa mengendalikan diri ketika marah. Penelitian ini perlu dilakukan untuk mengetahui dan menjaga keotentikan sumber, dengan mengkaji bagaimana kualitas hadis dari segi sanad dan matan hadis. Juga guna mengungkap korelasi marah dan duduk atau berbaring, sehingga Rasulullah memerintahkan seorang yang marah dalam keadaan berdiri dengan cara duduk atau berbaring. Dengan demikian, ajaran atau hujjah yang disandarkan atas Nabi SAW tersebut dapat dipertanggung jawabkan. Pada penelitian ini penulis menggunakan metode penelitian kepustakaan library Reseach sepenuhnya. Yaitu Dengan menelaah beberapa literatur yang relevan dengan pokok pembahasan skripsi. Dari hasi penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa kualitas hadis Ahmad bin Hanbal tentang Penanggulangan Amarah dengan Cara Duduk atau Berbaring adalah Shahih. Baik sanad maupun matan. Di samping itu, marah dan duduk atau berbaring ini memiliki korelasi sikologis cukup dekat. Karena marah merupakan ketegangan akal akibatnya perasaan semakin jengkel, maka dengan melakukan aktivitas duduk atau berbaring secara sikologis sedikitnya dapat menenangkan ketegangan akal sehingga membuka kesempatan berpikir positif dan secara berlahan kemarahan menjadi reda. Di samping itu, dengan duduk dan berbaring dapat membatasi keluasan untuk bertindak agresi.
i
KATA PENGANTAR
Alhamdulilahirabbil’alamin, tiada yang patut terucap di lisan melainkan pujian terhadap sang Maha pemberi nikmat dan rahmat, Allah SWT. Dialah yang telah mengukir jalan hidup yang beragam semata untuk kebaikan hamba. KasihNya yang tiada tara banding, sehingga seluruh makhluk-Nya dapat melaksanakan aktivitas sehari-hari. Shalawat teriring salam semoga Allah sampaikan kepada Nabi Muhammad SAW. Ia adalah Rasul pemangku akhlak budi yang agung. Ungkapan katanya laksana mutiara yang berharga, sehingga umat yang mengikutinya akan selamat di dunia dan di akhirat. juga kepada keluarga, sahabat dan orang-orang yang selalu taat menjalankan risalahnya. Penulis menyadari akan keberhasilan skripsi ini tidak luput dari dukungan berbagai pihak baik dalam segi moril maupun materil. Oleh sebab itu, penulis hendak menyampaikan ucapaan terima kasih serta apresisasi setinggi-tingginya kepada : 1. Prof. Dr. Zainun Kamaluddin Faqih, MA selaku Dekan Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, Bapak Dr. Bustamin, M.Si selaku Ketua Jurusan Tafsir Hadis. Bapak Ahmad Rifqi Mukhtar, MA selaku Pengelola Program Non Reguler Fakultas Ushuluddin dan Filsafat. Dan seluruh staf akademik Fakultas Ushuluddin dan Filsafat Yang telah memimpin, membina serta memotivasi penulis selama melakukan studi di lembaga pendidikan Universitas Islam Negeri ini.
ii
2. Bapak Drs. H. Harun Rasyid, MA selaku pembimbing penulis. Dengan dedikasi yang tinggi telah rela meluangkan waktu berharganya untuk memberi motivasi, nasehat serta arahan yang berharga kepada penulis. 3. Seluruh dosen Fakultas Ushuluddin dan Filsafat Jurusan Tafsri Hadis yang telah mentransfer
serta
mendidik penulis
dengan khazanah ilmu
pengetahuan umum mapun agama selama berada di lembaga pendidikan Universitas Islam Negeri ini. 4. Seluruh staf perpustakaan utama dan perpustakaan Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Perpusatakaan Pusat Studi Ilmu Al-Qur’an Jakarta yang telah memfasilitaori serta membantu penulis dalam penggunaan buku-buku selama proses penulisan skripsi ini. 5. Tak lupa pula pernulis persembahkan ucapan terima kasih tak terhingga kepada orang yang sangat penulis cintai, mereka adalah orang tua penulis yang tak pernah lelah serta bosan memberikan nasehat, motivasi dan memberikan dukungan materil hingga terwujudnya skripsi ini. semoga senantiasa dilimpahkan rahmat oleh Allah SWT. 6. Sahabat-sahabt di kampus UIN Syarif Hidayatullah dan seluruh sahabat selainnya. Terutama mereka yang satu generasi dengan penulis yang telah bersama-sama merasakan manis dan getirnya proses pendidikan di universitas ini. serta seluruh pihak yang ikut terlibat dalam proses penulisan skripsi ini. sekali lagi penulis mengucapkan terima kasih. Kesadaran atas segala kelemahan sebagai manusia biasa menumbuhkan suatu keyakinan bahwa di balik ini semua ada kekuatan Yang Maha Sempurna lagi kuasa di atas ciptaan-Nya. Kesadaran atas kelemahan ini terbukti bahawa
iii
penulis sangat bergantung kepada-Nya dalam segala hal. Manusia hanya bisa berencana dan berusaha, selebihnya Allah jualah yang menentukan. Maka dalam skripsi ini tentunya memiliki banyak kekurangan. Oleh karena itu penulis mengaharap serta menerima dengan kedua belah tangan akan kritik dan saran yang membangun kepada seluruh pihak atas karya ilmiyah ini.
Jakarta, 08 September 2011 Penulis
iv
PEDOMAN TRANSLITERASI1 Konsonan Huruf Arab
Huruf Latin
Keterangan tidak dilambangkan
ا ب
b
be
ت
t
te
ث
ts
te dan es
ج
j
je
ح
h
h dengan garis bawah
خ
kh
ka dan ha
د
d
de
ذ
dz
de dan zet
ر
r
er
ز
z
zet
س
s
es
ش
sy
es dan ye
ص
s
es dengan garis bawah
ض
d
de dengan garis bawah
ط
t
te dengan garis bawah
ظ
z
zet dengan garis bawah
ع
‘
koma terbalik keatas, menghadap ke kanan
غ
gh
ge dan ha
1
Pedoman ini disesuaikan dengan pedoman akademik-Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, dan Disertasi)- yang di susun oleh Hamid Nasuhi, dkk. Terbitan CeQDA (Center for Quality Development and Assurance) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2007, hal. 47-51.
v
ف
f
ef
ق
q
ki
ك
k
ka
ل
l
el
م
m
em
ن
n
en
و
w
we
ھـ
h
ha
ء
‘
apostrof
ي
y
ye
Vokal Vokal dalam bahasa Arab, seperti bahasa Indonesia, terdiri dari vokal tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong. Untuk vokal tunggal alih aksaranya adalah sebai beeriku: Tanda Vokal Arab
Tanda Vokal Latin
Keterangan
___َ___
a
fathah
___ِ___
i
kasrah
___ُ___
u
dammah
Adapun untuk vokal rangkap, ketentuan alih aksaranya sebagai berikut: Tanda Vokal Arab
Tanda Vokal Latin
Keterangan
__َ__ي
ai
a dan i
vi
__َ__ و
au
a dan u
Vokal Panjang (Madd) Ketentuan alih aksara vokal panjang (Madd), yang dalam bahasa Arab dilambangkan dengan harakat dan huruf, adalah sebagai berikut: Tanda Vokal Arab
Tanda Vokal Latin
Keterangan
ــَﺎ
â
a dengan topi di atas
ــﻲ
î
i dengan topi di atas
ـــﻮ
û
u dengan topi di atas
Kata Sandang Kata sandang, yang dalam sistem aksara Arab dilambangkan dengan huruf, yaitu alif dan lam, dialih aksarakan menjadi huruf /l/ , baik diikuti oleh huruf syamsyiah maupun qamariyah. Contoh: al-rijâl bukan ar-rijâl, al-dîwân bukan ad-dîwân. Syaddah (Tasydîd) Syaddah atau tasydîd yang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan sebuah tanda, dalam alih aksara ini dilambangkan dengan huruf, yaitu dengan menggandakan huruf yang diberi tanda syaddah itu. Akan tetapi, hal ini tidak berlaku jika huruf yang menerima tanda syaddah itu terletak setelah kata sandang yang diikuti oleh huruf-huruf syamsiyyah. Misalnya yang secaraa lisan berbunyi ad-daruurah, tidak ditulis “ad-darûrah”, melainkan “al-darûrah”, demikian seterusnya.
vii
Ta Marbûtah Berkaitan dengan alih aksara ini, jika huruf ta marbûtah terdapat pada kata yang berdiri sendiri, maka huruf tersebut dialihaksarakan manjadi huruf /h/ (lihat contoh 1 di bawah). Hal yang sama juga berlaku jika ta marbûtah tersebut diikuti oleh kata sifat (na’t) (lihat contoh 2). Akan tetapi, jika huruf ta marbûtah tersebut diikuti oleh kata benda (isim), maka huruf tersebut dialihaksarakan menjadi huruf /t/ (lihat contoh 3). Contoh: no
Kata Arab
Alih aksara
1
ﻃﺮﯾﻘﺔ
tarîqah
2
اﻟﺠﺎﻣﻌﺔ اﻹﺳﻼﻣﯿﺔ
al-jâm’ah al-islâmiyyah
3
وﺣﺪة اﻟﻮﺟﻮد
wahdat al-wujûd
Huruf Kapital Meskipun dalam tulisan Arab huruf capital tidak dikenal, dalam alih aksara ini huruf capital tersebut juga digunakan, dengan memiliki ketentuan yang berlaku dalam Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) bahasa Indonesia, antara lain yang menuliskan kalimat, huruf awal nama tempat nama bulan, nama diri, dan lain-lain. Penting diperhatikan, jika nama didahului oleh kata sandang, maka yang ditulis dengan huruf capital tetap huruf awal nama diri tersebut, bukan huruf awal atau kata sandangnya. Contoh: Abû Hâmid al-Ghazâli bukan Abû Hamid AlGhazâli, al-Kindi bukan Al-Kindi.
viii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR…………………………………………………………
i
PEDOMAN TRANSLITERASI……………………………………………..
iv
DAFTAR ISI………………………………………………………………….. viii
BAB I.
PENDAHULUAN ………………………………………………. 1 A. Latar Belakang Masalah …………………………………….. 1 B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ……………………….. 7 C. Tinjauan Pustaka …………………………………………….. 8 D. Tujuan Penulisan …………………………………………….. 8 E. Metodologi Penelitian ……………………………………….. 9 1. Pengumpulan Data ………………………………………. 9 2. Metode Pembahasan …………………………………….. 9 3. Teknik Penulisan ………………………………………… 9 F. Sistematikan Penulisan …………………………………….. 10
BAB II.
TINJAUAN UMUM TENTANG MARAH ………………….. 11 A. Pengertian Marah …………………………………………... 11 B. Pemicu Kemarhan ………………………………………….. 15 C. Ekspresi Marah …………………………………………….. 19 D. Penanggulangan Gejolak Amarah dalam Ilmu Psikologi ….. 21
BAB III.
KEGIATAN PENELITIAN SANAD HADIS ……………….. 27 A. Kegiatan Takhrij Hadis …………………………………….. 27 B. Kegiatan I’tibar …………………………………………….. 30
ix
C. Penelitian Sanad ……………………………………………. 33 BAB IV.
KEGIATAN PENELITIAN MATAN HADIS ……………... 45 A. Meneliti Matan dengan Melihat Kualitas Sanad …………… 46 B. Meneliti Susunan Lafal Matan yang Semakna ……………... 47 C. Meneliti Kandungan Matan ………………………………… 47 D. Memahami Kandungan Matan Hadis dengan Pendekatan Ilmu Psikologi …………………………………………………… 50
BAB V.
PENUTUP ……………………………………………………... 54 A. Kesimpulan …………………………………………………. 54 B. Saran-saran …………………………………………………. 55
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………. 56
x
PEDOMAN TRANSLITERASI1 Konsonan Huruf Arab
Huruf Latin
Keterangan
ﺍ
tidak dilambangkan
ﺏ
b
be
ﺕ
t
te
ﺙ
ts
te dan es
ﺝ
j
je
ﺡ
h
h dengan garis bawah
ﺥ
kh
ka dan ha
ﺩ
d
de
ﺫ
dz
de dan zet
ﺭ
r
er
ﺯ
z
zet
ﺱ
s
es
ﺵ
sy
es dan ye
ﺹ
s
es dengan garis bawah
ﺽ
d
de dengan garis bawah
ﻁ
t
te dengan garis bawah
ﻅ
z
zet dengan garis bawah
ﻉ
‘
koma terbalik keatas, menghadap ke kanan
ﻍ
gh
ge dan ha
1
Pedoman ini disesuaikan dengan pedoman akademik -Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, dan Disertasi)- yang di susun oleh Hamid Nasuhi, dkk. Terbitan CeQDA (Center for Quality Development and Assurance) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2007, h. 47-51
v
ﻑ
f
ef
ﻕ
q
ki
ﻙ
k
ka
ﻝ
l
el
ﻡ
m
em
ﻥ
n
en
ﻭ
w
we
ﻫـ
h
ha
ﺀ
‘
apostrof
ﻱ
y
ye
Vokal Vokal dalam bahasa Arab, seperti bahasa Indonesia, terdiri dari vokal tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong. Untuk vokal tunggal alih aksaranya adalah sebai beeriku: Tanda Vokal Arab
Tanda Vokal Latin
Keterangan
___َ___
a
fathah
___ِ___
i
kasrah
___ُ___
u
dammah
Adapun untuk vokal rangkap, ketentuan alih aksaranya sebagai berikut: Tanda Vokal Arab
Tanda Vokal Latin
Keterangan
__َ__ي
ai
a dan i
__َ__ و
au
a dan u
vi
Vokal Panjang (Madd)
Ketentuan alih aksara vokal panjang (Madd), yang dalam bahasa Arab dilambangkan dengan harakat dan huruf, adalah sebagai berikut: Tanda Vokal Arab
Tanda Vokal Latin
Keterangan
ــَﺎ
â
a dengan topi di atas
ــﻲ
î
i dengan topi di atas
ـــﻮ
û
u dengan topi di atas
Kata Sandang Kata sandang, yang dalam sistem aksara Arab dilambangkan dengan huruf, yaitu alif dan lam, dialih aksarakan menjadi huruf /l/ , baik diikuti oleh huruf syamsyiah maupun qamariyah. Contoh: al-rijâl bukan ar-rijâl, al-dîwân bukan ad-dîwân.
Syaddah (Tasydîd) Syaddah atau tasydîd yang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan sebuah tanda, dalam alih aksara ini dilambangkan dengan huruf, yaitu dengan menggandakan huruf yang diberi tanda syaddah itu. Akan tetapi, hal ini tidak berlaku jika huruf yang menerima tanda syaddah itu terletak setelah kata sandang yang diikuti oleh huruf-huruf syamsiyyah. Misalnya kata اﻟﻀﱠﺮُوْرَة, tidak ditulis “ad-darûrah”, melainkan “al-darûrah”, demikian seterusnya.
Ta Marbûtah Berkaitan dengan alih aksara ini, jika huruf ta marbûtah terdapat pada kata yang berdiri sendiri, maka huruf tersebut dialihaksarakan manjadi huruf /h/ (lihat contoh 1 di bawah). Hal yang sama juga berlaku jika ta marbûtah tersebut diikuti oleh kata sifat (na’t) (lihat contoh 2). Akan tetapi, jika huruf ta marbûtah tersebut diikuti oleh kata benda (isim), maka huruf tersebut dialihaksarakan menjadi huruf /t/ (lihat contoh 3).
vii
Contoh: no
Kata Arab
Alih aksara
1
ﻃﺮﻳﻘﺔ
tarîqah
2
ﺍﳉﺎﻣﻌﺔ ﺍﻹﺳﻼﻣﻴﺔ
al-jâmî’ah al-islâmiyyah
3
ﻭﺣﺪﺓ ﺍﻟﻮﺟﻮﺩ
wahdat al-wujûd
Huruf Kapital Meskipun dalam tulisan Arab huruf kapital tidak dikenal, dalam alih aksara ini huruf kapital tersebut juga digunakan, dengan memiliki ketentuan yang berlaku dalam Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) bahasa Indonesia, antara lain yang menuliskan kalimat, huruf awal nama tempat nama bulan, nama diri, dan lain-lain. Penting diperhatikan, jika nama didahului oleh kata sandang, maka yang ditulis dengan huruf kapital tetap huruf awal nama diri tersebut, bukan huruf awal atau kata sandangnya. Contoh: Abû Hâmid al-Ghazâli bukan Abû Hamid AlGhazâli, al-Kindi bukan Al-Kindi.
viii
DAFTAR ISI
ABSTRAK .......................................................................................................
i
KATA PENGANTAR………………………………………………………… ii PEDOMAN TRANSLITERASI……………………………………………… v DAFTAR ISI………………………………………………………………...... ix
BAB I
PENDAHULUAN ………………………………………………. 1 A. Latar Belakang Masalah …………………………………….. 1 B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ……………………….. 8 C. Tinjauan Pustaka …………………………………………….. 9 D. Tujuan Penulisan …………………………………………… 10 E. Metodologi Penelitian ……………………………………… 10 F. Sistematikan Penulisan …………………………………….. 11
BAB II
TINJAUAN UMUM TENTANG MARAH ………………….. 12 A. Pengertian Marah ………………………………………….. 12 B. Pemicu Kemarhan ………………………………………….. 16 C. Ekspresi Marah ……………………………………………... 20 D. Penanggulangan Gejolak Marah dalam Ilmu Psikologi …… 23
BAB III
KEGIATAN PENELITIAN SANAD HADIS ……………….. 28 A. Kriteria Keshahihan Hadis ………………………………… 28 B. Kegiatan Takhrij Hadis …………………………………….. 29 C. Kegiatan I’tibar …………………………………………….. 33 D. Penelitian Sanad ……………………………………………. 35
ix
BAB IV
KEGIATAN PENELITIAN MATAN HADIS ……………... 49 A. Meneliti Matan dengan Melihat Kualitas Sanad …………… 50 B. Meneliti Matan yang Semakna …………………………….. 51 C. Meneliti Kandungan Matan ………………………………… 51 D. Memahami Kandungan Matan Hadis dengan Pendekatan Ilmu Psikologi …………………………………………………… 55
BAB V
PENUTUP ……………………………………………………... 59 A. Kesimpulan …………………………………………………. 59 B. Saran-saran …………………………………………………. 60
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………. 61
x
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah al-Sunnah dalam Islam merupakan penafsir atas al-Qur’an dalam praktik atau penerapan ajaran Islam secara faktual dan ideal. Hal ini mengingat bahwa pribadi Nabi SAW merupakan perwujudan dari al-Qur’an yang ditafsirkan untuk manusia, serta ajaran Islam yang dijabarkan dalam kehidupan sehari-hari.1 Hadis merupakan pedoman yang utama setelah al-Qur’an. Orang yang menolak hadis sebagai sumber kedua dalam ajaran Islam berarti ia menolak petunjuk al-Qur’an.2 Ia pun merupakan salah satu peninggalan Rasulullah kepada umatnya untuk dipatuhi serta diamalkan. bila berpegang teguh kepada petunjukpetunjuk tersebut seorang tidak akan tersesat selama-lamanya. Pernyataan ini semakin tidak meragukan setelah cukup banyak ayat al-Qur’an yang memerintahkan orang-orang beriman untuk patuh dan mengikuti petunjuk Nabi Muhammad, sebagian dari ayat-ayat tersebut adalah sebagai berikut, surat alasyr, 59: 7
َ اﷲ َ اﷲ
“Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Amat keras hukumannya”. Menurut Quraisy Shihab dalam tafsirnya tentang kalimat “Apa yang
1 Yusuf Qardhawi. Bagaimana Memahami Hadis Nabi SAW. Penerjemah Muhammad Al-Baqir. (Bandung : Karisma, 1993). Cet. I. h. 17 2 M.Syuhudi Ismail. Metodologi Penelitian Hadis Nabi. (Jakarta: Bulan Bintang, 1992). Cet. I. h. 9
2
diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah” memberi petunjuk secara umum. Yakni semua perkara yang diperintah dan yang dilarang oleh Nabi Muhammad SAW.3 Dengan demikian mentaati petunjuk Nabi Muhammad merupakan suatu keniscayaan bagi orang yang beriman. Mentaatinya berarti mentaati Allah SWT, sebagaimana yang diutarakan dalam al-Qur’an surat al-Nis ’, 4: 80 berikut:
َ اﷲ
“Barang siapa yang mentaati Rasul itu, sesungguhnya ia telah mentaati Allah. dan barangsiapa yang berpaling (dari ketaatan itu), maka Kami tidak mengutusmu untuk menjadi pemelihara bagi mereka.” Disamping itu, hadis memiliki fungsi yang sangat penting dalam ruang lingkup kajian al-Qur’an yaitu untuk membuka maksud-maksud al-Qur’an adalah dengan Hadis Rasulullah SAW. Fungsi hadis secara spesifik terhadap al-Qur’an tidak lepas dari salah satu tiga hal : pertama, menetapkan dan memperkuat hukum-hukum yang telah ditentukan oleh al-Qur’an. Kedua, memberikan perincian dan penafsiran terhadap ayat-ayat al-Qur’an yang masih mujmal, memberikan taqyid (pensyaratan) ayat-ayat al-Qur’an yang masih mutlaq dan mentakhsis ayat al-Qur’an yang masih ‘Aam. Ketiga, menetapkan hukum yang tidak terdapat dalam al-Qur’an.4 Fungsi hadis inipun diungkapkan dalam firman Allah SWT. Surat al-Na l, 16: 44
3 M.Quraisy Shihab. Tafsir Al-Mishbah Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an. (Jakarta : Lentera Hati, 2002). Cet. I. h. 113 4 Fatehur Rahman. Ikhtishar Mushthalahul Hadis. (Bandung : PT. Al-Ma’arif, 1981). Cet. III. h. 47-49
3
“keterangan-keterangan (mukjizat) dan kitab-kitab. dan Kami turunkan kepadamu al-Quran, agar kamu menerangkan pada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan” Fungsi hadis selainnya adalah sebagai sentral figur umat manusia dalam menjaga keharmonisan seluruh alam. Sebagaimana tertera dalam al-Qur’an surat Al-Anbiya : 107
Artinya : “dan tiadalah kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.”
Upaya menjaga keharmonisan masyarakat ini terlihat jelas ketika Rasulullah memberikan wasiat kepada salah seorang sahabat untuk menjauhi halhal yang dapat memicu kemarahan,5 dan bahkan ia memberi solusi dalam mengatasinya ketika kemarahan terjadi. Hal ini sangat penting disampaikan karena hampir setiap kerusakan, permusuhan dan bahkan pembunuhan disebabkan seseorang tidak bisa mengendalikan diri ketika marah. Salah satu solusi tersebut beliau sampaikan kepada Abu Dzar al-Ghifari
ْﺣَﺪﱠﺛَﻨَﺎ أَﺣْﻤَﺪُ ﺑْﻦُ ﺣَﻨْﺒَﻞٍ ﺣَﺪﱠﺛَﻨَﺎ أَﺑُﻮ ﻣُﻌَﺎوِﯾَﺔَ ﺣَﺪﱠﺛَﻨَﺎ دَاوُدُ ﺑْﻦُ أَﺑِﻰ ھِﻨْ ٍﺪ ﻋَﻦْ أَﺑِﻰ ﺣَﺮْبِ ﺑْﻦِ اﻷَﺳْﻮَدِ ﻋَﻦ ْﻏﻀِﺐَ أَﺣَﺪُﻛُﻢْ وَھُﻮَ ﻗَﺎﺋِﻢٌ ﻓَﻠْﯿَﺠْﻠِﺲ َ أَﺑِﻰ ذَرﱟ ﻗَﺎلَ إِنﱠ رَﺳُﻮلَ اﻟﻠﱠﮫِ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﯿﮫ وﺳﻠﻢ ﻗَﺎلَ ﻟَﻨَﺎ إِذَا ْﻓَﺈِنْ ذَھَﺐَ ﻋَﻨْﮫُ اﻟْﻐَﻀَﺐُ وَإِﻻﱠ ﻓَﻠْﯿَﻀْﻄَﺠِﻊ “Menceritakan pada kami Ahmad bin Hanbal, menceritakan pada kami Abu Muawiyah, menceritakan pada kami Daud bin Abi Hind, dari Abi Harb bin Abi Al-Aswad, dari Abi Dzar. Ia berkata sesungguhnya Rasulullah bersabda pada kami, “Apabila salah satu dari kalian marah dan dalam keadaan berdiri maka duduklah jika itu dapat menghilangkan marah, jika tidak maka berbaringlah.”6
5 Al-H fi Ibnu Hajar al-Asqal n . Fathul Bari Syarah Shahih Al-Bukhari. Penerjemah Amiruddin (Jakarta : Pustaka Azzam, 2008), Jilid 29. h. 397 6 Ab D ud Sulaim n ibn Asy’asy al-Sijistani. Sunan Ab D ud. (T.tp.: Dar Al-Fikr, t.t). Juz IV, hadis ke-1874. h. 250
4
Marah merupakan tabi’at manusia. Jadi memiliki rasa marah bukan suatu yang dilarang tetapi hendaknya seorang dapat mengendalikannya. Salah satu solusi pengendalian marah ini adalah dengan cara duduk atau berbaring. Bicara tentang pengendalian marah, al-Qur’an juga memerintahkan agar seorang dapat menguasai emosi marah. Sebab pada saat seorang sedang marah, maka pemikirannya tidak berfungsi dan ia kehilangan kemampuan untuk mengambil keputusan yang benar.7 Ketika seorang marah cendrung mengarah kepada berlaku agresif dan emosi yang tak terkontrol. Akal pikiran dan hatinya terkalahkan oleh motivasi marah yang memuncak. Akibatnya dapat merugikan dirinya seperti lelah fisik dan mental, maupun orang lain seperti tindakan agresif yang bisa mencederai atau mengancam nyawa orang lain. 8 Kendati hadis sebagai penjelas al-Qur’an dan sebagai sentral figur manusia dalam mengatasi marah, hadis tersebut perlu diteliti kembali kemurniannya agar ajaran yang disandarkan kepada Nabi SAW dapat dipertanggung jawabkan.9 Sebab di dalam tubuh hadis tak terlepas dari permasalahan-permasalahan yang mengakibatkan kualitas hadis menjadi shahih, hasan, dhaif, dan bahkan maudu’. Pokok permasalahan hadis secara umum adalah menyangkut kualitas hadis, pemahaman hadis sampai pada aplikasinya dalam kehidupan sehari-hari. Sentralnya adalah sanad dan matan hadis, keduanya merupakan unsur penting yang saling berkaitan erat menentukan keberadaan dan kualitas suatu hadis.
7
Muhammad Usman Najati. Al-Qur’an dan Psikologi. Penerjemah M.Zaka Al-Farisi (Jakarta: Aras Pustaka, 2003). Cet. III. h. 83 8 M. Darwis Hude. Emosi Penjelajahan Religio Psikologis tentang Emosi Manusia di dalam Alquran. (T.tp.: Erlangga. 2006). H. 162 9 Maksudnya agar terhindar dari pernyataan Nabi SAW. “Barang siapa yang secara sengaja berbohong atas namaku maka hendaknya ia bersiap-siap menempati tempat duduknya di neraka”. Lihat. Shahih Bukhari Kitab ‘Ilm Bab dosa seorang yang berbohong atas Nabi SAW. Juz I. h. 31
5
Sehingga kekosongan salah satunya akan berpegaruh, dan bahkan merusak eksistensi dan kualitas suatu hadis. Pergeseran keotentikan hadis tersebut secara umum diakibatkan oleh dua faktor, yaitu faktor eksternal dan faktor internal. faktor eksternal di antara yakni adanya perbedaan pencatatan dan penghimpunan hadis Nabi SAW dengan sejarah pencatatan
dan
penghimpunan
al-Qur’an.10
Untuk
al-Qur'an,
semua
periwayatanya berlangsung secara mutawatir. Sedang untuk hadits, sebagian periwatannya berlangsung secara mutawatir dan sebagian lagi berlangsung ahad. Dengan demikian ada kemungkinan-kemungkinan terjadi pemalsuan hadis di dalamnya. Selain itu, dalam perjalanan sejarah telah terjadi pemalsuan hadis pada peristiwa pergolakan politik antara kubu Muawiyah bin Abi Sufyan (w. 60 H/680 M) dan kubu Ali bin Abi Thalib (memerintah 35-40 H/656-661 M). Masingmasing ingin meligitimasi pendapatnya dengan al-Qur’an dan As-Sunnah sampai melakukan pemalsuan hadis.11 Sesunggguhnya Pemalsuan ini bukan saja dilakukan oleh umat muslim tetapi juga oleh non muslim. Motivasi orang-orang melakukan pemalsuan hadis ialah untuk : Pertama, membela kepentingan politik ; Kedua, menyesatkan umat Islam ; ketiga, membela ras, suku, negara dan imam ; keempat, memikat hati orang yang mendengarkan kisah yang dikemukakannya ; kelima, menjadikan orang lain lebih zahid ; keenam, perbedaan Mazhab dan Teologi ; ketujuh, memperoleh perhatian dari penguasa.12 Dalam pemalsuan hadis
10
M.Syuhudi Ismail. Kaidah Kesahihan Sanad Hadis. (Jakarta : Bulan Bintang, 2005). Cet. 3. h. xiii 11 Muhammad ‘Ajaj Al-Khathib. Ushul Al-Hadis. Penerjemah Qodirun Nur dan Ahmad Musyafiq. (Jakarta : Gaya Media Pratama, 2007). Cet. IV. h. 353 12 Muhammad ‘Ajaj Al-Khathib. Ushul Al-Hadis. Penerjemah Qodirun Nur dan Ahmad Musyafiq. (Jakarta : Gaya Media Pratama, 2007). Cet. IV. h. 354-362
6
tersebut ada yang bersifat sengaja dan ada yang bersifat tidak sengaja, meski demikian, pemalsuan tetap merupakan perbuatan tercela. 13 Berdasarkan fenomena di atas, dalam rangka menetapkan hujjah yang benar-benar murni bersumber dari Nabi Muhammad SAW. maka melakukan penelitian kemurnian hadis adalah suatu keniscayaan. Adapun faktor yang mengemukakan dari sisi internal, adalah faktor yang bersangkutan dari figur Nabi SAW sebagai figur sentral. Keberadaan Nabi dalam berbagai posisi dan fungsinya menjadi acuan untuk memahami hadis. Karena masyarakat manusia pada setiap generasi dan tempat, selain memiliki berbagai kesamaan, juga memiliki berbagai perbedaan.14 Menurut petunjuk al-Qur’an, Nabi Muhammad selain dinyatakan sebagai Rasulullah juga dinyatakan sebagai manusia biasa.15 Dengan kata lain, Nabi SAW hidup tidak di ruang yang hampa. Oleh karena itu, dalam memahami hadis tidak boleh mengabaikan kondisi Nabi Muhammad SAW dan kondisi suatu masyarakat tertentu ketika kontak komunikasi itu berlangsung. Patut diingat bahwa pengaruh sosial merupakan hal yang sentral dalam interaksi manusia dalam kehidupan bermasyarakat. Oleh karena itu, untuk memahami hadis Nabi perlu mempertimbangkan beberapa hal : pertama, bentuk matan dan cakupan petunjuknya ; kedua, fungsi Nabi Muhammad saw ; dan ketiga, latar belakang terjadinya hadis.16
13
M.Syuhudi Ismail. Kaidah Kesahihan Sanad Hadis. (Jakarta: Bulan Bintang, 2005). Cet. 3. h. 111 14 M.Syuhudi Ismail. Paradigma Baru Memahami Hadis Nabi. (Jakarta: Intimedia dan Insan Cemerlang, Tanpa tahun). Cet. I. h. 189 15 M.Syuhudi Ismail. Hadis Nabi yang Tekstual dan Kontekstual .(Jakarta: Bulan Bintang, 1994). Cet. I. h. 4 16 M.Syuhudi Ismail. Paradigma Baru Memahami Hadis Nabi. (Jakarta: Intimedia dan Insan Cemerlang, Tanpa tahun). Cet. I. h. 190
7
Berdasarkan paradigma di atas, melakukan penelitian ulang hadis merupakan suatu keniscayaan sebagai usaha menemukan kekeliruan dalam rangka menemukan kebenaran. Penelitian ini bukan meragukan keseluruhan hadis Nabi SAW tetapi lebih kepada kehati-hatian dalam pengambilan dasar hukum dalam agama. Berdasarkan uraian di atas menunjukan betapa pentingnya melakukan penelitian hadis baik sanad maupun matan. Dari sini akan nampak mana yang benar-benar hadis dan mana yang bukan hadis, atau mana hadis yang kuat sebagai hujjah dan mana hadis yang lemah. Setelah itu, bagaimana memahami pesannya untuk diaplikasikan. Oleh karena itu, penulis termotivasi untuk membahas kualitas hadis melalui kritik sanad dan matan juga bagiaman memahami kandungannya. Maka penulis menetapkan judul KUALITAS HADIS NABI TENTANG PENANGGULANAGAN MARAH DENGAN CARA DUDUK ATAU BERBARING ; Kajian Sanad dan Matan Hadis.
8
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah Agar lebih fokus kepada satu kosentrasi dalam penulisan skripsi ini, penulis merasa perlu membatasi permasalahan sebagai berikut: 1. Dalam melakukan penelitian ini, penulis akan meneliti hadis dari dua segi, yaitu sanad dan matan hadis. 2. Berdasarkan informasi yang penulis dapat dari kitab-kitab hadis, bahwa hadis yang berbicara tentang penanggulan marah ini di antaranya terdapat pada kitab Sunan Abu Daud dan Musnad Ahmad bin Hanbal. Dalam hadis tersebut berisikan upaya dalam meredakan marah ketika berdiri dengan cara duduk atau berbaring, dan di dalam dua kitab hadis tersebut pula berisikan upaya meredakan marah dengan cara berwudu, dengan cara shalat, dan dengan cara diam. Dari data ini, yang menjadi objek penelitian penulis adalah hadis riwayat Ahmad bin Hanbal yang berisikan tentang upaya penanggulangan marah ketika berdiri dengan cara duduk atau berbaring. Alasannya, Ahmad bin Hanbal adalah muhadis yang kitabnya termasuk dalam kutub al-Kutub al-Tis’ah, di dalamnya terdapat pula hadis-hadis dha’if. Selain itu pembahasan penanggulangan marah dengan cara duduk atau berbaring ini belum ada yang meneliti secara khusus baik sanad maupun matan. Setelah pembatasan masalah tersebut, maka penulis merumuskan dengan pertanyaan : 1. Bagaimana kualitas sanad dan matan hadis tentang penanggulangan marah dengan cara duduk atau berbaring dalam kitab Musnad Ahmad bin Hanbal ? 2. Apa korelasi marah dengan duduk sehingga Rasulullah saw memilih metode
9
mengatasi kemarahan di saat beridir dengan cara duduk atau berbaring serta bagaiamana pemahamannya ketika dikaitkan dengan ilmu psikologi ?
C. Tinjauan Pustaka Untuk menghindari terjadinya kesamaan pembahasan pada skripsi ini dengan skripsi yang lain, penulis menelusuri kajian-kajian yang pernah dilakukan orang atau memiliki unsur kesamaan. Selanjutnya hasil penelusuran ini akan menjadi acuan penulis untuk tidak mengangkat judul yang sama, sehingga diharapkan kajian ini tidak terkesan plagiat dari kajian yang telah ada. Berdasarkan hasil penelusuran, penulis menemukan ada satu karya yang membahas permasalahan ini, yaitu Skripsi oleh Warsito dengan judul “Cara Mengatasi Marah Perspektif Hadis” tahun 2006, no.1900. Skripsi ini membahas tentang bagaimana cara-cara mengatasi kemarahan berdasarkan petunjuk Nabi, yang dilakukan dengan cara mengumpulkan hadis-hadis yang berkaitan tanpa memaparkan kualitas hadis, kamudian dipahami dengan ilmu psikologi. Dari tinjauan di atas, dapat penulis katakan bahwa pembahasan skripsi ini berbeda dengan karya tersebut, karena penulis membahas lebih khusus pada 1 hadis tentang penanggulangan marah ketika berdiri dengan cara duduk atau berbaring dalam kitab Musnad Ahmad bin Hanbal, lalu dilakukan kritik sanad dan matan hadis untuk mengungkap kualitas hadis. Kemudian memahamainya dengan pendekatan ilmu psikologi.
10
D. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui kualitas sanad dan matan hadis 2. Untuk mengethuai korelasinya antara marah dengan duduk dan bagaimana pemahaman kandungan hadis ketika dikaitkan dengan ilmu psikologi. 3. Untuk menambah khazanah keilmuan bagi penulis dan kaum muslimin pada umumnya. 4. Untuk memenuhi tugas dan syarat dalam menyelesaikan gelar sarjana setrata satu (S1) pada Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
E. Metodologi Penelitian 1. Pengumpulan Data Untuk mengumpulkan dan meneliti data dalam skripsi ini, penulis menggunakan metode penelitian kepustakaan (library Reseach) sepenuhnya. Yaitu Dengan menelaah beberapa literatur yang relevan dengan pokok pemabahsan skripsi. 2. Metode Pembahsan Dalam pembahasan ini, penulis menggunakan metode deskriptif analitis, yaitu sebuah metode dengan terlebih dahulu data yang diperoleh dikumpulkan lalu digambarkan permasalahan yang dibahas lalu dianalisis lebih lanjut, kemudian ditarik kesimpulan. 3. Teknik Penulisan Adapun dalam penulisan skripsi ini, penulis berpedoman kepada buku yang
11
berjudul Pedoman penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis dan Disertasi)yang disusun oleh Hamid Nasuhi, dkk. Terbitan CeQDA (Center for Quality Development and Assurance) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, tahun 2007.
F. Sistematika Penulisan Dalam penulisan skripsi ini penulis mengklasifikasi menjadi lima bab dan setiap bab dibagi menjadi beberapa sub-sub yang setiap sub saling berkaitan. Sistematika penulisan tersebut berikut ini : Bab pertama pendahuluan, yang terdiri dari latar belakang masalah, identifikasi, pembatasan dan perumusan masalah, tinjauan pustaka, tujuan penelitian, metodologi penelitian, dan sistematikan penulisan. Bab kedua berisikan tinjauan umum tentang Marah. Meliputi pengertian Marah, Pemicu Kemarahan, Ekspresi Marah, dan
Penanggulangan Gejolak
Marah dalam Ilmu Psikologi Bab ketiga berisi kegiatan penelitian sanad hadis. Yang terdiri dari, Kriteria Keshahihan Sanad Hadis, Kegiatan Takhrij Hadis, Kegiatan I’tibar, dan Penelitian Sanad Bab keempat berisikan kegiatan penelitian matan hadis. Yang terdiri dari, Meneliti Matan dengan Melihat Kualitas Sanad, Meneliti Matan yang Semakna, Meneliti Kandungan Matan Hadis, dan Memahami Matan Hadis dengan Pendekatan Ilmu Psikologi Bab kelima berisikan penutup. Yang terdiri dari kesimpulan dan saran.
12
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG MARAH
A. Pengertian Marah Marah dalam bahasa Arab yaitu Gha ab. Kata Gha ab berasal dari akar kata Gha iba – Yagh abu – Gha aban berarti marah. 1 Marah berarti gusar, jengkel, muak dan sangat tidak senang karena diri diperlakukan tidak sepantasnya. Marah-marah sebagai kata kerja yang berarti berkali-kali marah ; mengeluarkan kata-kata atau menunjukan sikap sebagai pelampiasan marah.2 Menurut istilah, marah berarti perubahan internal atau emosional yang menimbulkan penyerangan dan penyiksaan guna mengobati apa yang ada di dalam hati.3 Jadi, marah setiap orang adalah keadaan jiwanya, yang tampak secara nyata pada perubahan jasmaninya. Beberapa perspektif lain tentang definisi marah diantaranya: Menurut DR. Sarlito Wirawan Sarwono, “Marah adalah emosi yang timbul terhadap suatu yang menjengkelkan.”4 Imam Ghazali menerangkan bahwa marah bagaikan nyala api yang menyala berkobar-kobar, menyerang bergerak dan bergejolak dalam hati manusia.5 Rochelle Semmel Albin, menjelaskan bahwa “Rasa marah menunjukkan bahwa perasaan kita sudah tersinggung oleh seseorang, atau sesuatu sudah tidak 1 Ahmad Warson Munawir. Al-Munawwar Kamus Arab – Indonesia (Surabaya: Pustaka Progressif, 1997), h. 1008 2 EM Zul Fajri dan Ratu Aprilia Sanjaya. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia (T.tp.: Difa Publisher, t.t.), h. 550 3 Yadi Purwanto, dan Rachmat Mulyono. Psikologi Marah Perspektif Psikologi Islami (PT. Refika Aditama : Bandung, 2006), h. 7 4 Sarlito Wirawan Sarwono. Pengantar Umum Psikologi (Jakarta: Bulan Bintang, 2000), Cet. VIII. h. 53 5 Im m Ab H mid Mu ammad bin Mu ammad al-Ghaz li. I ya’ ‘Ul muddin (T.tp.: D r Al-Diy ni Littir tsi, 1407 H/1987 M), Cet. I. Juz III. h. 175
13
baik. Misalnya, seorang akan marah apabila tidak jadi dipromosikan ke jabatan lebih tinggi karena jabatan itu diberikan kepada orang lain.”6 Dalam hal ini marah sebagai suatu emosi yang disebabkan karena seseorang menghadapi suatu keadaan yang tidak disukainya, atau bertentangan dengan kemauannya. Abdul Rahman Shaleh, menyatakan bahwa “Sumber utama dari kemarahan adalah hal-hal yang mengganggu aktivitas untuk mencapai tujuannya.”7 Tristiadi Ardi Ardani sedikit menambahkan atas perspektif sebelumnya bahwa “Marah merupakan suatu emosi yang membantu manusia dalam menjaga dirinya. Pada waktu seseorang sedang marah, energinya guna melakukan upaya fisik yang keras semakin meningkat. Hal ini memungkinkannya untuk mempertahankan diri atau menaklukan segala hambatan yang menghadang dalam upaya mencapai tujuannya. Terkadang penyaluran emosi marah ini bisa berupa memusuhi hal-hal yang menghambat pencapaian tujuannya. Namun ada kalanya dengan pengalihan atau meluapkan pada hal lain yang tidak berhubungan dengan tujuannya atau penyebab marahnya. Emosi marah ini bisa membuat macetnya kemampuan berpikir yang sehat.”8 Dari pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa marah adalah bentuk ekspresi manusia untuk melampiaskan ketidakpuasan, kekecewaan atau kesalahannya ketika terjadi gejolak emosional yang tidak terkendalikan. Dalam hal ini terdapat dua kategori marah, yaitu marah yang bersifat positif dan marah yang bersifat negatif. Marah yang bersifat positif ialah marah yang terkendalikan
6
Rochelle Semmel Albin. Emosi Bagaimana mengenal, menerima dan mengarahkannya. Penerjemah Sr. M. Brigid, OSF (Yogyakarta: Kanisius, 1986), h. 50 7 Abdul Rahman Shaleh. Psikologi Suatu Pengantar dalam Perspektif Islam (Jakarta: Kencana, 2008), Cet. III. h. 176 8 Tristriadi Ardi Ardani. Psikiatri Islam (Yogyakarta: UIN Malang Press, 2008), Cet. I. h. 124
14
akal sehat dan marah yang bersifat negatif ialah marah yang tidak terkendalikan akal sehat. Marah merupakan bagian dari emosi dasar manusia. Term emosi dalam pemakaian sehari-hari sangat berbeda dengan pengertian emosi dalam psikologi. Emosi dalam pemakaian sehari-hari mengacu kepada ketegangan yang terjadi pada individu akibat dari tingkat kemarahan yang tinggi. Seorang yang membanting gelas karena merasa harga dirinya dilecehkan orang lain, dengan mudah dikategorikan sedang dalam keadaan emosi. Dengan kata lain, orang yang berubah nada suara, raut muka, atau tingkah lakkunya karena marah, biasanya diperingatkan agar jangan bertindak emosional. Ungkapan semacam itu jarang muncul pada peristiwa-peristiwa seperti kaget, ketakutan, senang, atau karena suatu yang menjijikan, kendati semua peristiwa tersebut masuk dalam kategori emosi. Karena emosi lazim dipahami oleh masyarakat sebagai ekspresi marah. 9 Dari segi etimologi, emosi berasal dari akar kata bahasa Latin ‘movere’ yang berarti ‘menggerakan, bergerak.’ Kemudian ditambahkan dengan awalan ‘e‘ untuk memberi arti ‘bergerak menjauh.’ 10 Emosi adalah suatu perasaan dan pikiran khasnya, suatu keadaan biologis dan psikologis, serta serangkaian kecenderungan untuk bertindak.11 Oleh karena itu yang dimaksud dengan emosi di sini bukan terbatas pada emosi atau perasaan marah saja, tetapi meliputi setiap keadaan pada diri seseorang
9
M.Darwis Hude. Emosi Penjelajahan Religio Psikologis tentang Emosi Manusia di dalam Alquran (T.tp.: Erlangga. 2006), h. 15 10 M.Darwis Hude. Emosi Penjelajahan Religio Psikologis tentang Emosi Manusia di dalam Alquran (T.tp.: Erlangga. 2006), h. 16 11 Agus Efendi. Revolusi Kecerdasan Abad 21 Kritik MI, EI, SQ, AQ & Successful intelligence atas IQ (Bandung: Alfabeta, 2005), Cet. I. h. 176
15
yang disertai dengan perasaan senang atau tidak senang, baik pada tingkatan yang lemah atau dangkal maupun pada tingkatan kuat atau mendalam. Agar lebih jelas, di bawah ini merupakan jenis-jenis emosi. Seperti ditunjukan oleh Daniel Goleman yang mempunyai daftar emosi telatif lengkap, daftar emosi tersebut sebagai berikut : Amarah (Anger) : beringas (fury), mengamuk (ourage), benci (resentment), marah besar (wrath), jengkel (exasperation), kesal hati (indigination), terganggu (vexation), rasa pahit (acrimony), berang (animosity), tersinggung (annoyance), bermusuhan (irritability), kekerasan (hostility), kebencian patologis (violence). Kesedihan (Sadness) : pedih, sedih, muram, suram, melankolis, mengasihani diri, kesepian, ditolak, putus asa, depresi berat. Rasa takut (Fear) : cemas, takut, gugup, kawatir, waswas, perasaan takut sekali, waspada, sedih, tidak tenang, ngeri, takut sekali, sampai dengan paling parah, fobia, dan panic. Kenikmatan (Enjoyment) : bahagia, gembira, ringan, puas, riang, senang, terhibur, bangga, kenikmatan indrawi, takjub rasa terpesona, rasa puas, rasa terpenuhi, kegirangan luar biasa, senang, sengan sekali, hingga yang paling ekstrem, mania. Cinta (love) : penerimaan, persahabatan, kepercayaan, kebaikan hati, rasa dekat, bakti, hormat, kasmaran, kasih. Terkejut (Surprise) : terkejut, terpana. Dan Jengkel (Disgust) : hina, jijik, muak, benci, tidak suka, mau muntah, tidak enak perasaan.
16
Malu (Shame) : rasa salah, malu hati, kesal hati, sesal, aib, hati hancur lebur, perasaan sedih atau dosa yang mendalam. 12
B. Pemicu Kemarahan Kemarahan merupakan suatu gejolak kehidupan. Jika seorang naik darah atau berbuat kekeliruan, pekerkjaan dan kegiatan mungkin terganggu, suasana kerja yang menyebalkan. Demikianlah kehidupan. Namun, jika episode-episode kemarahan ini mulai sering terjadi dan memakan waktu lebih lama, hal itu tak bisa lagi dipandang sekedar gejolak hidup biasa. Kemarahan sebagai pengganggu rutin dapat sangat melelahkan dan merampas kenyamanan hingga perlu mengadakan perubahan.13 Untuk menghindari gangguan itu, Rasulullah SAW berwasiat kepada seorang sahabat agar dapat menghindari hal-hal yang dapat memicu kemarahan.
ﻟَﺎ: َ ﻗَﺎل، أَوْﺻِﻨِﻰ: َﻋﻠَﯿْﮫِ وَﺳَﻠﱠﻢ َ ُﻋَﻦْ اَﺑِﻲْ ھُﺮَﯾْﺮَةَ رَﺿِﻲَ اﷲُ ﻋَﻨْﮫُ اَنﱠ رَﺟُﻼَ ﻗَﺎلَ ﻟِﻠﻨﱠﺒِﻲﱢ ﺻَﻠﱠﻰ اﷲ ْ ﻟَﺎ ﺗَﻐْﻀَﺐ:َ ﻗَﺎل، ﻓَﺮَدﱠ ﻣِﺮَارًا. ْﺗَﻐْﻀَﺐ Dari Abu Hurairah RA. “Seseorang berkata kepada Nabi SAW, ‘Berwasiatlah
kepadaku’.
Beliau
bersabda.
‘Jangan
marah’
orang
itu
mengulanginya beberapa kali dan beliau bersabda, ‘Jangan marah’.”14 Emosi marah bukan hal yang dilarang, karena ia merupakan naluri yang tidak hilang dari tabi’at seseorang. maksud kata larangan di atas adalah sesuatu usaha untuk mengendalikannhya dengan latihan. Seperti pendapat Al-Khaththabi, “makna sabda Nabi SAW ‘Jangan marah’ adalah jauhi sebab-sebab yang 12
Agus Efendi. Revolusi Kecerdasan Abad 21 Kritik MI, EI, SQ, AQ & Successful intelligence atas IQ (Bandung: Alfabeta, 2005), Cet. I. h. 177 13 W. Robert Nay, Ph.D. Mengelola Kemarahan Trampil Menangani Konflik, Melegakan Hubungan, dan Mengekspresikan Diri Tanpa Lepas Kendali. Penerjemah Leinovar Bahfein (Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta, 2007), Cet. I. h. 43 14 Al-H fi Ibnu Hajar al-Asqal n . Fathul Bari Syarah Shahih Al-Bukhari. Penerjemah Amiruddin (Jakarta : Pustaka Azzam, 2008), Jilid 29. h. 397
17
menimbulkan kemarahan dan jangan mendekati hal-hal yang mengarah kepadanya.”15 Oleh karena itu, seorang perlu terlebih dahulu mengenali hal-hal yang dapat menyebabkan kemarahan. Secara garis besar sebab yang menimbulkan marah itu terdiri dari faktor fisik dan faktor psikis.16 A. Faktor Fisik Faktor fisik antara lain: kelelahan yang berlebihan, zat-zat tertentu yang menyebabkan marah, hormon kelamin pun dapat mempengaruhi kemarahan seperti pada saat wanita sedang menstruasi. Berikut ini dampak-dampak lain yang dapat ditimbulkan oleh lima faktor terhadap ketahanan emosi.17 1. Tidur Tidur yang cukup memulihkan kemampuan seorang untuk berfikir jernih dan bersikap tenang. Kurang tidur cenderung membuat orang lebih mudah jengkel dan labil emosinya. Penelitian baru-baru ini menunjukkan bahwa orang dewasa rata-rata butuh tidur minimal delapan jam sehari. Sementara remaja butuh lebih banyak lagi. Kurang olah raga, jadwal tidur yang tidak teratur, stress yang tidak tertangani, obat-obatan tertentu, penggunaan alkohol yang berlebihan, masalahmasalah kesehatan seperti kelainan tidur (sleep apnea), dan kebiasaan tidur yang buruk termasuk di antara faktor yang mengganggu tercapainya tidur yang nyenyak di malam hari.
15
Al-H fi Ibnu Hajar al-Asqal n . Fathul Bari Syarah Shahih Al-Bukhari. Penerjemah Amiruddin (Jakarta : Pustaka Azzam, 2008), Jilid 29. h.400 16 Yadi Purwanto, dan Rachmat Mulyono. Psikologi Marah Perspektif Psikologi Islami (Bandung: PT. Refika Aditama, 2006), h. 18 17 W. Robert Nay, Ph.D. Mengelola Kemarahan Trampil Menangani Konflik, Melegakan Hubungan, dan Mengekspresikan Diri Tanpa Lepas Kendali. Penerjemah Leinovar Bahfein (Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta, 2007), Cet. I. h. 134
18
2. Stres Dengan tingkatan stress yang tinggi, seorang akan cenderung menjadi lebih mudah jengkel dan memiliki daya tahan emosi yang lebih rendah. Tugas yang terlalu banyak, tenggang waktu yang tidak realistis, perubahan hidup yang signifikan, ketidakpastian, kecemesan, dan daya kendali yang rendah akan meningkatkan ketegangan, mendorong seorang semakin dekat ke zona berbahaya ketika pemicu amarah yang tak terduga muncul. 3. Bahan-Bahan Kimia Alkohol, kafein, dan bahan-bahan kimia lain yang masuk ke tubuh, bisa memperhebat emosi secara dramatis. Tidak seperti slogan yang umum diketahui, alkohol tidak serta-merta membuat konsumen merasa gembira dan rileks. Jika seorang dari awal sudah merasa kesal, sedih atau gelisah, alkohol cendrung akan memperhebat perasaan tersebut, karena bahan ini menekan pusat dalam otak yang sedianya memungkinkan seorang mengendalikan emosi. Kafein memperbesar tingkat ketegangan dan dapat memperhebat rasa jengkel dan stress. Banyak pula obat-obatan terlarang yang melemahkan kemampuan seorang untuk berfikir jernih, meningkatkan emosi, dan secara khusus terkait dengan sikap-sikap agresif. Jadi adalah penting untuk meneliti efek samping sebelum mengonsumsi bahan makanan dan obat-obatan yang mengandung bahan kimia. 4. Makanan Nutrisi yang cukup dan memadai adalah keharusan untuk mempertahankan fleksibilitas dan memperkecil intensitas emosi. Ketika seorang lupa sarapan atau makan siang misalnya, maka level gula darah akan menurun tajam. Begitupun sebaliknya, mengonsumsi gula yang terlalu tinggi atau junk food dapat
19
meningkatkan
kecenderungan
naik-turunnya
suasana
hati
yang
bisa
mempengaruhi kemampuan menghadapi pemicu amarah berikutnya secara konsisten. Akibatnya seorang menjadi lebih mudah marah dan letih, dan kemampuan untuk berpikir jernih menurun. Menyantap makanan yang seimbang dan memastikan memperoleh vitamin dan mineral yang penting, akan meningkatkan daya tahan emosi dalam mengahapi apa pun yang muncul. 5. Penyakit Ketika seorang terserang penyakit atau merasakan sakit, daya fleksibilitas menurun. Saat sakit kepala, sakit perut, atau penderitaan kala terserang pilek atau flu berat, sumber daya dalam diri kita terfokus kepada penyembuhan. Sebagai akibatnya energi yang tersisa untuk menghadapi kejadian-kejadian yang menyesakan dada menjadi kecil. Kondisi tersebut dapat mengacaukan kosentrasi seorang untuk dapat sepenuhnya terfokus pada aspek-aspek penting dari suatu situasi yang bisa menyulut kemarahan. B. Faktor Psikis Faktor psikis yang menimbulkan marah adalah erat kaitannya dengan kepribadian seseorang. terutama sekali menyangkut apa yang disebut “self concept yang salah” yaitu anggapan seseorang terhadap dirinya yang salah. Self concept yang salah manghasilkan pribadi yang tidak seimbang. Karena seseorang akan menilai dirinya sangat berlainan sekali dengan kenyataan yang ada. Self concept yang salah terdapat tiga bagian yaitu:18 1. Rasa rendah diri, yaitu menilai dirinya sendiri lebih rendah dari yang sebenarnya. Orang semacam ini mudah sekali tersinggung karena segala 18
Yadi Purwanto dan Rachmat Mulyono. Psikologi Marah Perspektif Psikologi Islami (Bandung: PT. Refika Aditama, 2006), h. 18-19
20
sesuatu dinilai sebagai yang merendahkannya, akibatnya wajar. Ia mudah sekali marah. 2. Sombong, yaitu menilai dirinya sendiri lebih dari kenyataan yang sebenarnya. Jadi merupakan sifat kebalikan sifat dari rasa rendah diri. Orang yang sombong terlalu menuntut banyak pujian bagi dirinya. Jika yang diharapkan tidak terpenuhi, ia wajar sekali marahnya. 3. Egoistis atau terlalu mementingkan diri sendiri, yang menilai dirinya sangat penting melebihi kenyataan. Orang yang bersifat demikian akan mudah marah karena selalu terbentur pada pergaulan sosial yang bersifat apatis (masa bodoh), sehingga orang yang egoistis tersebut merasa tidak diperlakukan dengan semestinya dalam pergaulan sosial.
C. Ekspresi Marah Sebenarnya marah adalah suatu emosi penting yang memberi tahu bahwa seorang perlu menyelesaikan suatu masalah. Menurut Triantoro Safari dan Nofrans Eka Saputra dengan mengutip Greenberg dan Watson, 2002, bahwa “Emosi marah bisa bersifat protektif, konstruktif, tetapi dapat juga bisa menjadi destruktif.”19 Sayangnya emosi marah pada perakteknya tidak dimanfaatkan sebagai resolusi masalah. Hal ini dikarenakan ketidak sadaran untuk melihat bahwa marah atau cara seorang mengekspresikan kemarahan itu sendiri telah menjadi sebuah masalah. Sesungguhnya kemarahan menjadi masalah jika memiliki dampak
19
Triantoro Safari dan Nofrans Eka Saputra. Manajemen Emosi Sebuah Panduan Cerdas Bagaimana Mengelola Emosi Positif dalam Hidup Anda (Jakarta : PT. Bumi Aksara, 2009), Cet. I. h.73
21
tertentu bagi diri yang bersangkutan dan kehidupannya.20 Dampak marah tersebut dapat
dilihat
jika
kemarahan
berdampak buruk terhadap
orang
lain,
mempengaruhi efisiensi dan performa peribadi, dan memperngaruhi kualitas kesehatan21. Para ilmuan sepakat bahwa budaya menentukan penyebab munculnya emosi pada seseorang. Seperti pada perasaan marah merupakan emosi universal, namun cara pengekspresian rasa marah pada satu budaya akan berbeda dengan cara pengekspresian rasa marah pada budaya lainnya, entah itu terasa baik atau buruk, mengerikan atau menakjubkan, berguna atau destruktif.22 Begitupun kemampuan untuk merasa jijik berlaku universal, namun penyebab timbulnya rasa jijik akan mengalami perubahan sejalan dengan tahapan perkembangan, dan penyebab rasa jijik juga berbeda-beda pada tiap budaya. Pada beberapa budaya, orang merasa jijik terhadap ulat (yang dianggap ahli botani sebagai hewan yang cantik, dan dianggap sebagai santapan yang lezat oleh suku Dani di Papua).23 Beberapa karakteristik dalam ekspresi kemarahan atau dikenal dengan istilah wajah-wajah kemarahan oleh W.Robert Nay, PH.D, di antaranya berikut ini:24
20
W. Robert Nay, Ph.D. Mengelola Kemarahan Trampil Menangani Konflik, Melegakan Hubungan, dan Mengekspresikan Diri Tanpa Lepas Kendali. Penerjemah Leinovar Bahfein (Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta, 2007), Cet. I. h. 38-39 21 W. Robert Nay, Ph.D. Mengelola Kemarahan Trampil Menangani Konflik, Melegakan Hubungan, dan Mengekspresikan Diri Tanpa Lepas Kendali. Penerjemah Leinovar Bahfein (Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta, 2007), Cet. I. h.39-42 22 Carole Wade dan Carol Tavis. Psychology, 9th Edition. Penerjema Padang Mursalin dan Dinastuti (Jakarta: Erlangga, 2007), Jilid 2. h. 129 23 Carole Wade dan Carol Tavis. Psychology, 9th Edition. Penerjemah Padang Mursalin dan Dinastuti (Jakarta: Erlangga, 2007), Jilid 2. h. 130 24 W. Robert Nay, Ph.D. Mengelola Kemarahan Trampil Menangani Konflik, Melegakan Hubungan, dan Mengekspresikan Diri Tanpa Lepas Kendali. Penerjemah Leinovar Bahfein (Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta, 2007), Cet. I. h. 69s
22
1. Pasif-Agresif Pasif-Agresif yaitu menahan pujian, perhatian, atau kepedulian. Mungkin, “melupakan” atau tidak menaati komitmen. Menjaga jarak ketika marah. Atau melakukan sesuatu yang diketahui dapat membuat kesal orang lain. 2. Sarkasme Sarkasme yaitu melontarkan “banyolan” atau sindirian yang menyakitkan orang
lain.
Membuka
aib
seseorang
dihadapan
orang
lain
atau
mempermalukannya di depan umum. Mengeraskan suara dan sikap yang dapat membuat orang muak atau tidak senang. 3. Kemarahan dingin Kemarahan dingin yaitu menjauhkan diri dari orang lain selama beberapa waktu. Menjaga jarak. Menolak menunjukan apa yang menjadi masalah. Cenderung menghindari pembicaraan emosional ketika marah. 4. Permusuhan Permusuhan yaitu menunjukan suatu gejolak perasaan, meninggikan volume suara, seperti lebih tertekan. Berlaku seolah-olah diburu waktu. Secara jelas menunjukan tanda-tanda frustasi dan kekesalan terhadap orang lain yang lamban atau tidak memenuhi ekspektasi kompetensi dan kinerja yang tinggi. 5. Agresif Agresif yaitu suara yang meninggi, melontarkan kata-kata keras dan atau menghina. Kutukan, sumpah serapah, dan tuduhan. Memiliki pikiran atau gambaran mental untuk menyakiti orang lain. Menumpahkan kemarahan dengan menyentuh, mendorong atau menendang, atau memukul.
23
D. Penanggulangan Gejolak Marah dalam Ilmu Psikologi Jika seorang pernah diminta untuk santai, tenang, atau sabar ketika gejolak amarah sedang memuncak. Permintaan-permintaan seperti di atas hanya sedikit ucapan menimbulkan efek yang jauh berbeda dari yang diharapkan, bahkan sering kali justru memperburuk keadaan. Setidaknya, ucapan semacam itu tidak memiliki pengaruh apa pun terhadap gejolak yang tengah dirasakan. Berpindah ke posisi tenang begitu gejolak muncul bukanlah sesuatu yang mudah dilakukan, karena itu akan menentang seluruh respons fisiologi yang mempersenjatai seorang sejak lahir. Marah merupakan emosi dasar manusia yang tak terelakan. Ketika emosi marah menguasai manusia, kamampuan untuk berpikir jernih tidak dapat bekerja dengan baik. Terkadang muncul darinya beberapa tindakan atau perkataan permusuhan yang kemudian akan disesalinya manakala marahnya mereda.25 Pada saat emosi marah meluap, pentinglah bagi seseorang untuk menahan serta mengendalikan diri guna mengindari hal tersebut. Oleh karena itu, perlu metodemetode untuk meredakan amarah dan kembali pada kondisi tenang dan rasional ketika menemukan tanda-tanda mulai merasa marah dan kemarahan itu memuncak melampaui kendali. Menurut W.Robert Nay. Ph.D ada beberapa langkah dalam meredakan gejolak amarah yaitu: 26
25
Muhammad Utsman Najati. Psikologi Dalam Al-Quran Terapi Qurani dalam Penyembuhan Gangguan Kejiwaan. Penerjemah M. Zaka Al-Farisi (Bandung: CV. Pustaka Setia, 2005), Cet. I. h. 119 26 W. Robert Nay, Ph.D. Mengelola Kemarahan Trampil Menangani Konflik, Melegakan Hubungan, dan Mengekspresikan Diri Tanpa Lepas Kendali. Penerjemah Leinovar Bahfein (Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta, 2007), Cet. I. h. 156-174
24
1. Napas Kehidupan: Pernapasan Diafragmatis untuk Mengelola Gejolak Perubahan cara bernafas ini, yang disebut oleh Robert Nay sebagai “pernapasan sinyal”, tidak hanya segera meredakan gejolak hingga ke skala kemarahan yang lebih rendah, akan tetapi juga berguna untuk mengelola stres sehari-hari, faktor yang memperhebat kemarahan. Ketika seorang tengah marah jantung cenderung berdetak lebih cepat dari pada biasanya, maka dengan melambatkan tingkat pernapasan akan membawa pada kondisi detak jantung jauh lebih rileks dari sebelumnya. 2. Menegangkan Otot Tubuh Agar Menjadi Rileks Relaksasi adalah salah satu teknik terapi perilaku. Kebanyakan masyarakat, relaksasi diartikan sebagai pertisipasi dalam aktivitas olah raga, melihat TV, dan rekreasi. Dipilihnya terapi relaksasi sebagai salah satu terapi mengendalikan amarah, karena terapi ini efektif. 27 Ketika seorang stres atau marah, otot-otot bersiap untuk “bertarung atau mundur” dengan menegang, berancang-ancang untuk beraksi. Dr. Edmund Jacobson, seorang psikolog di tahun 1920-an yang dikutip oleh Robert Nay dalam bukunya menemukan bahwa respon relaksasi yang mendalam bisa dicapai dengan mengajarkan pasien membedakan antara ketegangan
dengan
relaksasi.
Pendekatannya
sangat
sederhana.
pasien
diperintahkan untuk menegangkan serangkaian kelompok otot, masing-masing kurang lebih selama sepuluh sampai dua belas detik. Biasanya di mulai dengan tangan dan jari-jari tangan dengan berkosentrasi pada apa yang dirasakan otot-otot itu. Kemudian penegangan itu dikendurkan dan pasien memfokuskan perhatian pada sensasi internal yang berhubungan dengan relaksasi. Pelemasan ini 27
Yadi Purwanto dan Rachmat Mulyono, Psikologi Marah Perspektif Psikologi Islami (Bandung: PT. Refika Aditama, 2006), h. 76
25
membantu meredakan gejolak kemarahan. Keadaan ini akan diperoleh setelah melakukan langkah-langkah berikut sebanyak tiga atau empat kali: a. Mengepalkan tangan sambil mengangkat dan mengencangkan bahu sekuat mungkin b. Menekankan bagian atas lengannya ke kedua sisi dadanya sambil mengencangkan hingga pektoralnya (otot-otot dadanya) kaku. c. Memasukan otot-otot perutnya d. Mengernyitkan atau mengkerutkan wajah dan mencoba mengencangkan otot-otot wajah sebanyak mungkin 3. Ucapan Otogenik: Menyatakan Niat Relaksasi otogenik memanfaatkan kekuatan sugesti. Jika seorang mulai memfokuskan kewaspadaan pada salah satu bagian tubuh anda, nyatakanlah dalam benak berulang kali bagaimana yang dirasakan bagian tubuh itu ketika telah sepenuhnya rileks. Relaksasi otogenik, “oto” berarti sendiri dan “genik” berarti berubah, dari bahasa latin sangat mudah dipelajari dan terdiri dari dua hal: a. Fokuskan perhatian sepenuhnya pada tiap bagian tubuh ketika menyatakan suatu ucapan dalam kepala yang menggambarkan apa yang dirasakan bagian tubuh berdasarkan pengalaman rileks sebelumnya. Misalnya, kata “lancar dan sejuk” atau “hangat dan lemas”. b. Ulangi ucapan itu empat kali, nyatakan dengan lembut dan perlahan serta hubungkan dengan menarik napas penuh secara perlahan-lahan hembuskan sambil menyatakan kalimat tersebut.
26
4. Khayalan: Membuka Jendela Mental Menuju Realitas yang Lebih Damai Betapa imajinasi bisa sangat jelas. Mimpi terasa sangat nyata ketika seorang baru saja terbangun, dengan mengulang peristiwa dalam pikiran membangkitkan indra pengelihatan, penciuman, dan pendengaran seperti ketika pertama kali merasakannya. Memanfaatkan kemampuan untuk membuat bayangan itu nyata agar gejolak kemarahan bisa diredakan. Membayangkan sebuah situasi secara jelas dapat merangsang emosi-emosi yang serupa dengan apa yang benar-benar dialami. Itulah sebabnya mengapa dengan hanya membayang-bayangkan pengalaman yang memancing bisa memperpanjang rasa marah hingga berjam-jam atau bahkan berhari-hari
setelah
kejadian
sesungguhnya.
Hendaknya
sebaliknya,
membangkitkan bayangan yang positif bisa menjadi fondasi untuk bereaksi terhadap sesuatu yang memicu kemarahan dengan sikap baru yang tenang. 5. Pengalihan yang Dapat Membantu Hampir semua strategi yang manjur untuk mengalihkan fokus perhatian pada sesuatu yang lebih netral, menonton atau menyibukan pikiran bisa bermanfaat untuk melemahkan gejolak kemarahan. Pertimbangkanlah sejumlah kemungkinan-kemungkinan yang mungkin bermanfaat ketika strategi-strategi perbedaan kemarahan lainnya kurang berhasil menyejukan hati. a. Berlahan lakukanlah hitungan mundur dari sepuluh hingga satu seraya melepaskan ketegangan dan menghembuskan napas relaksasi yang dalam.
27
b. Bacalah sebuah puisi, dengarkan bagian refain lagu kesukaan, atau bacalah suatu kalimat yang memiliki makna spiritual misalnya sebuah ayat Quran, Injil, atau Taurat. c. Berkosentrasilah pada sesuatu yang menyibukan pikiran, misalnya mencoba mengingat daftar belanjaan, perencanaan pesta. Oleh sebab itu, ketika sensasi-sensasi tubuh akibat kemarahan yang meningkat memberi sinyal bahwa seorang perlu meredakan gejolak tersebut. seorang bisa berhenti beraksi secara lisan belajar berpaling dengan duduk atau berbaring sejenak untuk meraih kendali. Seperti yang dilakukan Todd, misalnya, tidak bisa begitu saja meninggalkan tempat karena dia adalah orang penting di rapat bisnis. Saat lainnya berbicara, dia bisa mencoba duduk, bersandar, mengendurkan otot-ototnya, dan melakukan pernapasan relaksasi, sambil mengulang pikiran yang menenangkan setiap kali menarik napas seperti yang digambarkan sebelumnya.28 Sebab sensor-sensor proprioseptif dalam tubuh mengirimkan sinyal posisi yang lebih rileks ini ke otak, dan tak lama kemudian ketegangan menyurut. Selain itu, duduk akan memperkecil kemungkinan berkembangnya amarah menjadi agresi, dan orang lain akan merasa tidak terlalu terancam. Sebaliknya, berdiri dan bergerak kesana kemari memberi sinyal ke otak untuk mempertahankan atau bahkan meningkatkan level gejolak amarah.29
28
W. Robert Nay, Ph.D. Mengelola Kemarahan Trampil Menangani Konflik, Melegakan Hubungan, dan Mengekspresikan Diri Tanpa Lepas Kendali. Penerjemah Leinovar Bahfein (Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta, 2007), Cet. I. h.151 29 W. Robert Nay, Ph.D. Mengelola Kemarahan Trampil Menangani Konflik, Melegakan Hubungan, dan Mengekspresikan Diri Tanpa Lepas Kendali. Penerjemah Leinovar Bahfein (Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta, 2007), Cet. I. h. 175-176
28
BAB III KEGIATAN PENELITIAN SANAD HADIS
A. Kriteria Keshahihan Sanad Hadis Sanad1 hadis dapat dikatakan shahih jika telah sepenuhnya memenuhi standar kriteria keshahihan sanad hadis yang telah ditetapkan. Dalam hal ini Ibn Shalah telah menetapkan 4 standar keshahihan sanad hadis,2 yatiu: 1. Sanad hadis bersambung, yang dimaksud sanad bersambung ialah tiap-tiap periwayat dalam sanad hadis menerima riwayat hadis dari periwayat terdekat sebelumnya, keadaan itu berlangsung demikian sampai akhir sanad dari hadis tertentu. Jadi, seluruh rangkaian sanad mulai dari periwayat yang disandari oleh mukharij3 sampai pada Raulullah SAW bersambung periwayatannya. 4 2. Diriwayatkan oleh para perawi yang tsiqat5 (‘ dil lagi
bi )
3. Tidak mengandung Sy dz, yang dimaksud sy dz adalah penyimpanagan oleh perawi tsiqat terhadap orang yang lebih kuat darinya.
1 Sanad menurut bahasa adalah sesuatu yang dipengangi (al-Mu’tamad). Disebut demikian, karena matan bersandar dan berpegang kepada sanad. Sendangkan menurut istilah, sanad adalah rangkaian para perawi yang menghubungkan pada matan. Lihat. Mahmud Tahhan, Metode Takhrij dan Penelitian Sanad Hadis, Penerjemah Ridlwan Nasir (Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1995), Cet. I. h. 98 2 Muhammad ‘Ajaj Al-Khatib, Ushul Al-Hadits Pokok-Pokok Ilmu Hadis. Penerjemah Qodirun Nur dan Ahmad Musyafiq (Jakarta: Gaya Media Pertama, 1998), Cet. I. h. 276-277 3 Mukharij maksudnya ialah seorang yang menghimpun riwayat hadis dalam karya tulisnya. 4 M.Syuhudi Ismail, Kaidah Kesahihan Sanad Hadis Telaah Kritis dan Tinjauan dengan Pendekatan Ilmu Sejarah (Jakarta: Bulan Bintang, 2005), Cet. 3. h. 131 5 Yang dimaksud Tsiqat adalah perawi hadis yang berstatus ‘ dil dan bi . dil adalah orang yang lurus agamanya, baik pekertinya dan bebas dari kefasikan dan hal-hal yang menjatuhkan keperwiraannya. Adapun bi adalah orang yang benar-benar sadar ketika menerima hadis, paham ketika mendengar dan menghafalnya sejak menerima hingga menyampaikannya. Lihat. Muhammad ‘Ajaj Al-Khatib, Ushul Al-Hadits Pokok-Pokok Ilmu Hadis. Penerjemah Qodirun Nur dan Ahmad Musyafiq (Jakarta: Gaya Media Pertama, 1998), Cet. I. h. 276
29
4. Tidak mengandung ‘Illat, yang dimaksud ‘illat yakni seperti memursalkan yang maushul, memutasilkan yang munqati’ ataupun memarfu’kan yang mauquf. B. Kegiatan Takhrij Hadis Mengetahui masalah takhrij6 kaidah, dan metodenya adalah suatu yang sangat penting bagi orang yang memperlajari ilmu-ilmu syar’i, agar mampu melacak suatu hadis sampai pada sumber aslinya.7 Maka untuk mengetahui hal tersebut, dalam kegiatan takhrij hadis ini penulis mencoba menelusuri dengan dua metode. Pertama, metode penelusuran lafaz dengan merujuk kepada kitab alMu’jam al-Mufahras li Alf
al-Had ts al-Nabawiy. Kedua, metode awal matan
dengan merujuk kepada kitab Maus ’ah Al-A r f al-Had ts al-Nabawiy alSyar f Adapun informasi yang dihasilkan dari kamus al-Mu’jam al-Mufahras li Alf
al-Had ts al-Nabawiy8 malalui penelusuran kata ""ﻏﻀﺐ9 menunjukkan
matan hadis yang dimaksud penulis terdapat di dalam kitab berikut ini:
6
Kata takhrij menurut arti bahasa ialah:
اﺟﺘﻤﺎع أﻣﺮﯾﻦ ﻣﺘﻀﺎدﯾﻦ ﻓﻲ ﺷﻲء واﺣﺪ Artinya: “Kumpulan dua perkara yang saling berlawanan dalam satu masalah” Sedangkan takhrij menurut istilah ialah: اﻟﺪّﻻﻟﺔ ﻋﻠﻰ ﻣﻮﺿﻊ اﻟﺤﺪﯾﺚ ﻓﻰ ﻣﺼﺎدره اﻻﺻﻠﯿّﺔ اﻟّﺘﻲ أﺧﺮﺟﺘْﮫ ﺑﺴﻨﺪه ﺛﻢ ﺑﯿﺎنِ ﻣﺮﺗﺒﺘﮫ ﻋﻨﺪ اﻟﺤﺎﺟﺔ Artinya: “menunjukan tempat hadis pada sumber-sumber aslinya, di mana hadis tersebut telah diriwayatkan lengkap dengan sanadnya, kemudian menjelaskan derajatnya jika diperlukan. Menunjukan tempat hadis, berati menyebutkan kitab-kitab tempat hadis tersebut. misalnya, perkataan أﺧﺮج اﻟﺒﺨﺎريﱡ ﻓﻰ ﺻﺤﯿﺤﮫmaksudnya al-Bukhari telah mentakhrij dalam kitab Shahihnya. lebih lanjut, lihat. Mahmud Tahhan, Metode Takhrij dan Penelitian Sanad Hadis, Penerjemah Ridlwan Nasir (Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1995), Cet. I. h. 1-5 7 Mahmud Tahhan, Metode Takhrij dan Penelitian Sanad Hadis, Penerjemah Ridlwan Nasir (Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1995), Cet. I. h. 7 8 Wingsing, Al-Mu’jam Al-Mufahras li Alf Al-Had ts Al-Nabawiy (Madinah Laidn: Maktabah Biril, 1936), Juz 4. h. 520 9 Hasil penelusuran dari kata ﻏﻀﺐdalam kamus Al-Mu’jam Al-Mufahras li Alf AlHad ts menginformasikan bahwa hadis yang berbicara tentang penanggulangan marah cukup banyak. Diantaranya penanggulangan marah dengan cara duduk atau berbaring (Musnad Ahmad bin Hanbal, Juz 5. h. 152), dengan cara diam (Musnad Ahmad bin Hanbal, Juz 1. h. 239), dengan cara berwudu (Musnad Ahmad bin Hanbal, Juz 4. h. 236), perintah ‘janganlah marah’ (Shahih
30
152 /5 : ﺣﻢ
-
Berdasarkan data dari kitab al-Mu’jam al-Mufahras, menunjukan bahwa hadis yang tengah dicari hanya ada satu riwayat hadis, yakni terletak dalam Musnad A mad bin Hanbal, Juz V, halaman 152. Sedangkan data yang dihasilkan kamus Maus ’ah Al-A r f10 yaitu malalui penelusuran awal matan " "إذا ﻏﻀﺐ أﺣﺪﻛﻢ وھﻮ ﻗﺎﺋﻢ ﻓﻠﯿﺠﻠﺲmenunjukan hasil sebagai berikut: – ﻛﺌﯿﺰ1973 – ﺣﺐ8/23 – اﺗﺤﺎق5114 – ﻣﺸﻜﺎة3/162 – ﺳﻨﺔ152 /5: – ﺣﻢ4781 : د
-
8/70 – ﻣﺠﻤﻊ3/170 – ﻋﺮ2/101 Berdasarkan data dari kitab Maus ’ah Al-A r f ternyata menunjukan ada sembilan kitab yang memuat riwayat hadis tersebut. Agar lebih jelas, penulis sertakan makna dari lambang-lambang11 tersebut di bawah ini: Keterangan
Lambang 4781 : د
-
Kitab Musnad A mad bin Hanbal, Juz V / halaman 152.
152 /5: ﺣﻢ
-
kitab Syarh Al-Sunnah Lilbagaw , Juz 3 / halaman 162
3/162 ﺳﻨﺔ
-
5114 ﻣﺸﻜﺎة
-
8/23 اﺗﺤﺎف
-
1973 ﺣﺐ
-
2/101 ﻛﺌﯿﺰ
-
Kitab Sunan Ab
D ud : hadis ke-4781
Kitab Misyk h Al-Masab Kitab Itti
Littabr z , hadis ke-5114
f Al-S dah Al-Muttaq n lizzab d , Juz 8 / h.
23 Kitab Maw rid Al-Zam n Lilhaitsam , hadis ke-1973 Kitab Kanzu Al-‘Umm l Lilmuttaq
Al-Hind , Juz 2 / h.
Bukhari, kitab dab hadis ke-76, Sunan Tirmizi, kitab Birr hadis ke-73, Muatha Malik, kitab Husnu al-Khuluqi hadis ke-11, Musnad Ahmad bin Hanbal, Juz 2 h. 175) 10 Ab H jir Muhammad al-Sa’ d bin Basy n Zaglul. Mausu’ah A r f al- Had ts al-Nabawi al-Syar f (Beirut: D r al-Kutub al-‘Ilmiyyah, t.t), Juz 1. h. 356 11 Lihat. Ab H jir Muhammad al-Sa’ d bin Basy n Zaglul. Mausu’ah A r f alHad ts al-Nabawi al-Syar f (Beirut: D r al-Kutub al-‘Ilmiyyah, t.t), Juz 1. h. 16-21
31
101 Kitab Al-Mughn
‘an Hamli Al-Isf ri Lil’ir q , Juz 3 / h.
3/170 ﻋﺮ
-
8/70 ﻣﺠﻤﻊ
-
170
Kitab Mujm’a Al-Zaw id Lilhaitsam , Juz 8 / halaman 70
Namun, riwayat yang terdapat dalam Al-Kutub al-Tis’ah12 yang dimaksud penulis, hanya terdapat dua riwayat hadis yaitu masing-masing terletak dalam kitab-kitab sebagai berikut : 1. Sunan Ab
D ud, Juz IV, hadis ke-1874, halaman 250 (satu riwayat)
2. Musnad A mad bin Hanbal, Juz V, halaman 152 (satu riwayat).
Redaksi hadis dari hasil penelusuran tersebut adalah sebagai berikut : a. Hadis Riwayat Abu Daud:
ْﺣَﺪﱠﺛَﻨَﺎ أَﺣْﻤَﺪُ ﺑْﻦُ ﺣَﻨْﺒَﻞٍ ﺣَﺪﱠﺛَﻨَﺎ أَﺑُﻮ ﻣُﻌَﺎوِﯾَﺔَ ﺣَﺪﱠﺛَﻨَﺎ دَاوُدُ ﺑْﻦُ أَﺑِﻰ ھِﻨْﺪٍ ﻋَﻦْ أَﺑِﻰ ﺣَﺮْبِ ﺑْﻦِ اﻷَﺳْﻮَدِ ﻋَﻦ ْﻏﻀِﺐَ أَﺣَﺪُﻛُﻢْ وَھُﻮَ ﻗَﺎﺋِﻢٌ ﻓَﻠْﯿَﺠْﻠِﺲ َ أَﺑِﻰ ذَرﱟ ﻗَﺎلَ إِنﱠ رَﺳُﻮلَ اﻟﻠﱠﮫِ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﯿﮫ وﺳﻠﻢ ﻗَﺎلَ ﻟَﻨَﺎ إِذَا 13
ْﻓَﺈِنْ ذَھَﺐَ ﻋَﻨْﮫُ اﻟْﻐَﻀَﺐُ وَإِﻻﱠ ﻓَﻠْﯿَﻀْﻄَﺠِﻊ
b. Hadis Riwayat Ahmad bin Hanbal:
ِ ﻋَﻦْ أَﺑِﻲ ﺣَﺮْبِ ﺑْﻦ، ٍ ﺣَﺪﱠﺛَﻨَﺎ دَاوُدُ ﺑْﻦُ أَﺑِﻲ ھِﻨْﺪ، َﺣﺪﺛﻨﺎ ﻋﺒﺪ اﷲ ﺣﺪﺛﻨﻲ أﺑﻲ ﺣَﺪﱠﺛَﻨَﺎ أَﺑُﻮ ﻣُﻌَﺎوِﯾَﺔ ٌ ﻓَﺠَﺎءَ ﻗَﻮْم، ُ ﻛَﺎنَ ﯾَﺴْﻘِﻲ ﻋَﻠَﻰ ﺣَﻮْضٍ ﻟَﮫ: َ ﻗَﺎل، ﻋَﻦْ أَﺑِﻲ ذَرﱟ، ِ ﻋَﻦْ أَﺑِﻲ اﻷَﺳْﻮَد، ِأَﺑِﻲ اﻷَﺳْﻮَد ُ ﻓَﺠَﺎءَ اﻟﺮﱠﺟُﻞ، أَﻧَﺎ: ٌ أَﯾﱡﻜُﻢْ ﯾُﻮرِدُ ﻋَﻠَﻰ أَﺑِﻲ ذَرﱟ وَﯾَﺤْﺘَﺴِﺐُ ﺷَﻌَﺮَاتٍ ﻣِﻦْ رَأْﺳِﮫِ ؟ ﻓَﻘَﺎلَ رَﺟُﻞ: َﻓَﻘَﺎل ، ﯾَﺎ أَﺑَﺎ ذَرﱟ: ُ ﻓَﻘِﯿﻞَ ﻟَﮫ، َ ﺛُﻢﱠ اﺿْﻄَﺠَﻊ، َ وَﻛَﺎنَ أَﺑُﻮ ذَرﱟ ﻗَﺎﺋِﻤًﺎ ﻓَﺠَﻠَﺲ، ُﻓَﺄَوْرَدَ ﻋَﻠَﯿْﮫِ اﻟْﺤَﻮْضَ ﻓَﺪَﻗﱠﮫ
12 Shah h al-Bukh ri, Shah h Muslim, Sunan Ab D ud, Sunan al-Nas ’i, Sunan Tirmiz , Sunan Ibni M jah, Sunan al-D rimi, Muatha M lik, Musnad A mad bin Hanbal 13 Ab D ud Sulaim n ibn Asy’asy Al-Sijistani, Sunan Ab D ud (T.tp.: Dar Al-Fikr, t.t.), Juz 4, h. 250
32
إِذَا: إِنﱠ رَﺳُﻮلَ اﷲِ ﺻَﻠﱠﻰ اﻟﻠﱠﮫُ ﻋَﻠَﯿْﮫِ وَﺳَﻠﱠﻢَ ﻗَﺎلَ ﻟَﻨَﺎ: َ ﻓَﻘَﺎل: َ ﺛُﻢﱠ اﺿْﻄَﺠَﻌْﺖَ ؟ ﻗَﺎل، َﻟِﻢَ ﺟَﻠَﺴْﺖ 14
.ْ ﻓَﺈِنْ ذَھَﺐَ ﻋَﻨْﮫُ اﻟْﻐَﻀَﺐُ وَإِﻻﱠ ﻓَﻠْﯿَﻀْﻄَﺠِﻊ، ْﻏَﻀِﺐَ أَﺣَﺪُﻛُﻢْ وَھُﻮَ ﻗَﺎﺋِﻢٌ ﻓَﻠْﯿَﺠْﻠِﺲ
Dalam kegiatan takhrij dengan dua metode ini menghasilkan redaksi hadis seperti yang tertulis di atas, yaitu hadis yang diriwayatkan oleh Abu Daud (Hadis ke-4781) dan Hadis yang diriwayatkan oleh Ahmad bin Hanbal yang akan dibahas berikut ini. Selanjutnya hadis yang menjadi objek penelitian penulis adalah hadis yang diriwayatkan oleh Ahmad bin Hanbal. Sebab meski ia sangat teguh memegang hadis, tidak jarang terbukti ia memakai hadis-hadis
a’ f selama kedaifannya
tidak disebabkan kebohongan perawinya, pada hal-hal yang menyangkut keutamaan amal, atau yang tidak menyangkut hukum.15 Adapun redaksi hadis tersebut berikut ini:
ِ ﻋَﻦْ أَﺑِﻲ ﺣَﺮْبِ ﺑْﻦ، ٍ ﺣَﺪﱠﺛَﻨَﺎ دَاوُدُ ﺑْﻦُ أَﺑِﻲ ھِﻨْﺪ، َﺣﺪﺛﻨﺎ ﻋﺒﺪ اﷲ ﺣﺪﺛﻨﻲ أﺑﻲ ﺣَﺪﱠﺛَﻨَﺎ أَﺑُﻮ ﻣُﻌَﺎوِﯾَﺔ ٌ ﻓَﺠَﺎءَ ﻗَﻮْم، ُ ﻛَﺎنَ ﯾَﺴْﻘِﻲ ﻋَﻠَﻰ ﺣَﻮْضٍ ﻟَﮫ: َ ﻗَﺎل، ﻋَﻦْ أَﺑِﻲ ذَرﱟ، ِ ﻋَﻦْ أَﺑِﻲ اﻷَﺳْﻮَد، ِأَﺑِﻲ اﻷَﺳْﻮَد ُ ﻓَﺠَﺎءَ اﻟﺮﱠﺟُﻞ، أَﻧَﺎ: ٌ أَﯾﱡﻜُﻢْ ﯾُﻮرِدُ ﻋَﻠَﻰ أَﺑِﻲ ذَرﱟ وَﯾَﺤْﺘَﺴِﺐُ ﺷَﻌَﺮَاتٍ ﻣِﻦْ رَأْﺳِﮫِ ؟ ﻓَﻘَﺎلَ رَﺟُﻞ: َﻓَﻘَﺎل ، ﯾَﺎ أَﺑَﺎ ذَرﱟ: ُ ﻓَﻘِﯿﻞَ ﻟَﮫ، َ ﺛُﻢﱠ اﺿْﻄَﺠَﻊ، َ وَﻛَﺎنَ أَﺑُﻮ ذَرﱟ ﻗَﺎﺋِﻤًﺎ ﻓَﺠَﻠَﺲ، ُﻓَﺄَوْرَدَ ﻋَﻠَﯿْﮫِ اﻟْﺤَﻮْضَ ﻓَﺪَﻗﱠﮫ إِذَا: إِنﱠ رَﺳُﻮلَ اﷲِ ﺻَﻠﱠﻰ اﻟﻠﱠﮫُ ﻋَﻠَﯿْﮫِ وَﺳَﻠﱠﻢَ ﻗَﺎلَ ﻟَﻨَﺎ: َ ﻓَﻘَﺎل: َ ﺛُﻢﱠ اﺿْﻄَﺠَﻌْﺖَ ؟ ﻗَﺎل، َﻟِﻢَ ﺟَﻠَﺴْﺖ .ْ ﻓَﺈِنْ ذَھَﺐَ ﻋَﻨْﮫُ اﻟْﻐَﻀَﺐُ وَإِﻻﱠ ﻓَﻠْﯿَﻀْﻄَﺠِﻊ، ْﻏَﻀِﺐَ أَﺣَﺪُﻛُﻢْ وَھُﻮَ ﻗَﺎﺋِﻢٌ ﻓَﻠْﯿَﺠْﻠِﺲ Artinya : “Menceritakan padaku ‘Abdullah, menceritakan padaku ayahku, menceritakan padaku Abu Mu’awiyah, menceritakan padaku Daud bin Abi Hind dari Abu Harb bin Abu Aswad dari Abu Aswad dari Abu Dzar. Berkata Abu Aswad, waktu itu Abu Dzar sedang berjalan ke kolamnya, kemudian datang sekelompok orang : siapa di antara kalian yang inginkan 14 A mad bin Hanbal, Musnad Al-Im m A mad bin Hanbal (Beirut: Dar Al-Fikr, t.t.), Jilid 5, h. 152 15 Tim Penulis IAIN Syarif Hidayatullah, Ensiklopedi Islam Indonesia (Jakarta: Jambatan, 1992), h. 81
33
Abu Dzar dan menghitung-hitung rambut kepalanya, seorang laki-laki : aku, kemudian laki-laki itu menuju kolam dan mengetuk kolam, pada waktu itu Abu Dzar berdiri maka ia duduk lalu ia berbaring, maka laki-laki itu menghampirinya dan berkata : hai Abu Dzar mengapa tadi kamu duduk dan kemudian berbaring ? maka Abu Dzar berkata : Sesungguhnya Rasulullah Saw bersabda kepada kami, jika di antara kalian marah dan dalam keadaan berdiri maka duduklah jika itu bisa menhilangkan marah, jika tidak maka berbaringlah.”
B. Kegiatan I’tibar Setelah melakukan Takhrij al-hadis dalam penelitian sanad ini penulis melakukan kegiatan I’tibar.16 I’tibar dilakukan untuk memperlihatkan dengan jelas seluruh jalur sanad hadis yang diteliti, termasuk nama-nama periwayatannya, dan metode periwayatan yang digunakan oleh masing-masing periwayat yang bersangkutan.17 Dalam melakukan i’tibar dapat dibantu dengan pembuatan skema18 serta diagram sanad. Hal ini guna memudahkan pemahaman dan efektifitas kegiatan penelitian terhadap hadis yang dimaksud. Dalam hal ini diperlukan sikap kecermatan di dalam melakukan kegiatan penelitian hadis. Menurut M. Syuhudi Ismail, dalam melukiskan jalur-jalur sanad, garis-garisnya jelas sehingga dapat dibedakan antara jalur sanad yang satu dan jalur sanad yang lainnya. Nama-nama periwayat dan lambang-lambang periwayatan yang dicantumkan di dalam skema sanad harus cermat sehingga tidak mengalami kesulitan tatkala dilakukan penelitian terhadap masing-masing
16 I’tibar merupakan bentuk masdar dari kata I’tabara. menurut bahasa al-I’tibar adalah “peninjauan terhadap berbagai hal dengan maksud untuk dapat diketahui sesuatu yang sejenis”. Sementara menurut istilah, al-i’tibar berarti menyertakan sanad-sanad yang lain untuk suatu hadis tertentu. lebih lanjut, lihat. M.Syuhudi Ismail, Metodologi Penelitian Hadis Nabi (Jakarta: Bulan Bintang, 1992), Cet. I. h. 51 17 M.Syuhudi Ismail, Metodologi Penelitian Hadis Nabi (Jakarta: Bulan Bintang, 1992), Cet. I. h. 52 18 Dalam pembuatan skema ada tiga hal penting yang perlu mendapat perhatian , yakni (1) jalur seluruh sanad; (2) nama-nama periwayat seluruh sanad; dan (3) metode periwayatan yang digunakan oleh masing-masing periwayat. Lebih lanjut, lihat. M.Syuhudi Ismail, Metodologi Penelitian Hadis Nabi (Jakarta: Bulan Bintang, 1992), Cet. I. h. 52
34
periwayat dan bahkan dapat menyebabkan kesalahan dalam menilai sanad yang bersangkutan.19 Informasi di atas menunjukan terdapat dua mukharij yakni Ahmad bin Hanbal dan Abu Daud. Dengan demikian penulis membuat bagan berikut ini : SKEMA SANAD HADIS
« ْ» إِذَا ﻏَﻀِﺐَ أَﺣَﺪُﻛُﻢْ وَھُﻮَ ﻗَﺎﺋِﻢٌ ﻓَﻠْﯿَﺠْﻠِﺲْ ﻓَﺈِنْ ذَھَﺐَ ﻋَﻨْﮫُ اﻟْﻐَﻀَﺐُ وَإِﻻﱠ ﻓَﻠْﯿَﻀْﻄَﺠِﻊ رَﺳُﻮل اﻟﻠﱠﮫِ ﺻَﻠّﻰ اﷲُ ﻋَﻠَﯿﮫِ وَﺳَﻠﱠﻢ ﻗﺎﻝ
ّأﺑﻲ ذر (w.32 H) H) (w.32 ﻋﻦ
أﺑﻲ اﻷﺳﻮد (w.69 H) ﻋﻦ
أﺑﻲ ﺣﺮب ﺑﻦ أﺑﻲ اﻷﺳﻮد (w.109 H) ﻋﻦ
داود ﺑﻦ أﺑﻲ ھﻨﺪ (w.137 H) ﺛﻨﺎ
أﺑﻮ ﻣﻌﺎوﯾﺔ (w.195 (w.195 H) H) ﺛﻨﺎ
(ٍأﺑﻲ )أَﺣْﻤَﺪُ ﺑْﻦُ ﺣَﻨْﺒَﻞ (w.164 H-241 H) 19
M.Syuhudi Ismail, Metodologi Penelitian Hadis Nabi (Jakarta: Bulan Bintang, 1992), Cet. I. h.52-53
35
(164 H-241 H) ﺣﺪﺛﻨﺎ
ﺣﺪﺛﲏ
أﺑﻮ داود
ﻋﺒﺪ اﷲ
202 H-275 (213 H-290 H H)
(213 H-290 H)
C. Penelitian Sanad Hadis Ahmad bin Hanbal Meneliti Sanad berarti mempelajari rangkaian para perawi dalam sanad dengan cara mengetahui biografi masing-masing perawi, kuat dan lemahnya dengan gambaran umum, dan sebab-bebab kuat dan lemah perawi secara terinci.20 Seperti yang akan dijelaskan berikut ini. Setelah memperhatikan skema seluruh sanad di atas, terdapat dua mukharij yang mencantumkan hadis tersebut di dalam kitab karyanya, dua jalur sanad tersebut berakhir pada Abu Dzar Al-Ghifari. Dengan demikian, tampak jelas mulai dari periwayatan pertama sampai terakhir dapat diketahui bahwa periwayatan yang berstaus syahid21 tidak ada, karena ternyata Abu Dzar merupakan satu-satunya sahabat yang meriwayatkan hadis yang tengah diteliti tersebut. maka sanad hadis tersebut termasuk Gharib22 bagian dari hadis Ahad yang perlu diteliti keorsinilannya.
20
Mahmud Tahhan, Metode Takhrij dan Penelitian Sanad Hadis, penerjemah Ridlwan Nasir (Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1995), Cet. I. h. 97 21 Syahid ialah hadis yang periwayat di tingkat sahabat Nabi SAW terdiri dari lebih seorang. Lihat. M.Syuhudi Ismail, Kaidah Kesahihan Sanad Hadis Telaah Kritis dan Tinjauan dengan Pendekatan Ilmu Sejarah (Jakarta: Bulan Bintang, 2005), Cet. III. h. 145 22 Hadis Gharib merupakan salah satu bagian hadis Ahad (hadis yang diriwayatkan oleh satu orang). Gharib secara bahasa berarti yang jauh dari kekerabatan. Sedangkan hadis Gharib secara istilah ialah hadis yang hanya diriwayatkan oleh seorang perawi secara sendiri. Lihat. Manna’ Al-Qaththan, Pengantar Studi Ilmu Hadis (Jakarta : Pustaka Al-Kautsar, 2005), Hal. 113 dan 115.
36
Kemudian lambang-lambang metode periwayatan yang terdapat dalam hadis tersebut di antaranya adalah
addatsana, ‘an, dan q la. itu menunjukan, terdapat
perbedaan metode yang digunakan para periwayat dalam sanad hadis tersebut. Selanjutnya sanad yang akan diteliti adalah hadis yang diriwayatkan oleh Ahmad bin Hanbal dengan alasan seperti yang telah diutarakan sebelumnya. Adapun Urutan nama periwayat hadis Ahmad bin Hanbal di atas adalah sebagai berikut: 1. Periwayat I
: Ab
Dzar al-Ghif ri
2. Periwayat II
: Ab
Aswad Al- i ly
3. Periwayat III
: Ab
Harb bin Ab
4. Periwayat IV
: D ud bin Ab
5. Periwayat V
: Ab
6. Periwayat VI
: A mad bin Hanbal
Al-Aswad
Hind
Mu’ wiyah Mu ammad bin Khaz m
Dalam kegiatan kritik sanad berikut ini akan diuraikan para perawi hadis dalam skema sanad hadis tersebut dari mukharij Abdullah bin Hanbal dan Ahmad bin Hanbal.23 seterusnya hingga periwayat pertama :
1. Abdullah Bernama lengkap ‘Abdullah bin A mad bin Mu ammad bin Hanbal bin Hilali bin Asad al-Syaib ni, Ab
‘Abdirrahm n al-Baghd di.24 Lahir pada
tahun 213 H dan wafat pada hari Minggu pada akhir siang bulan Jumadil Akhir
23
Ahmad bin Hanbal selain sebagai periwayat hadis juga sebagai mukharij. Namun penghimpunan hadis-hadisnya tidak dilakukan sendiri, tetapi dengan cara memerintahkan putranya (Abdullah bin Ahmad bin Hanbal) untuk menulis kitabnya. Oleh sebab itulah penulis menetapkan Abdullah sebagai mukharij dalam jalur Ahmad bin Hanbal. 24 Jam luddin Ab Al-Hajjaj Y suf Al-Maraz , Tahdz b Al-Kam l f Asm AlRij l (T.tp.: Muassasah Al-Ris lah, t.t.), Jilid 14. h. 285
37
tahun 290 H kemudian dimakamkan di makam “B bu al-Tibani.” Sebagai penghormatan terakhir sebelum dimakamkan, anak saudaranya bernama Juhair bin Shaleh ikut menshalatkan zenajahnya.25 Guru dan Murid : ‘Abdullah bin Hanbal menerima hadis kepada 94 guru. di antaranya : Ibr h m Bin Ism ’il bin Yahya bin Salamah bin Kuhail, Ibr h m bin Al-Hajj j
Al-Sy m , Ibr h m bin Al-Hasan Al-B hil
Al-Maqrai,
A mad bin Ibr h m Al-Dauraq , A mad bin Ibr h m Al-Mausl , A mad bin Mu ammad bin Ayub Sh hib Al-Magh z , Ab hi A mad bin Mu ammad bin Hanbal dan lain sebagainya. Adapun Murid-muridnya berjumlah 27 orang di antaranya : Al-Nas ’i, Ab bin M lik Al-Qathi’i Ab
Bakar A mad bin Ja’far bin Hamdan
Husain A mad bin Ja’far bin Mu ammad bin
‘Ubaidillah Ibnu Al-Mun di, A mad bin Salman dan seterusnya.26 Komentar ulama kritikus hadis terhadapnya 27 sebagai berikut: 1. Ibr h m bin Mu ammad bin Basyar berkata: qad wa’
‘ilman
kats ran28 2. Al-Q d
Ab
Ya’la bin Farra’i berkata: ‘Abdullah ma
al- adits aw min hif
min Ilmi
al-had ts29
25 Jam luddin Ab Al-Hajjaj Y suf Al-Maraz , Tahdz b Al-Kam l f Asm AlRij l (T.tp.: Muassasah Al-Ris lah, t.t.), Jilid 14. h. 291 26 Jam luddin Ab Al-Hajjaj Y suf Al-Maraz , Tahdz b Al-Kam l f Asm AlRij l (T.tp.: Muassasah Al-Ris lah, t.t.), Jilid 14. h. 286-289 27 Jam luddin Ab Al-Hajjaj Y suf Al-Maraz , Tahdz b Al-Kam l f Asm AlRij l (T.tp.: Muassasah Al-Ris lah, t.t.), Jilid 14. 289-290 28 Artinya, “Abdullah telah menerima dan memberi ilmu yang banyak” ta’dil tersebut termasuk dalam tingkatan ke-4 karena penta’dilan menunjukan adanya kedabitan tanpa adanya isyarat akan keadilan. Lihat. Manna’ Al-Qaththan, Pengantar Studi Ilmu Hadis (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2005), h. 88 29 Artinya, “Abdullah adalah seorang yang diberi nasib baik dari ilmu hadis atau dari penghafal hadis” ta’dil tersebut termasuk dalam tingkatan ke-2 karena penta’dilan menunjukan adanya sifat yang menguatkan ketsiqahannya, keadilan dan ketetapan periwayatannya. Lihat. Manna’ Al-Qaththan, Pengantar Studi Ilmu Hadis (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2005), h. 88
38
3. Ab
Bakr Al-Kh tib berkata: Abdullah adalah seorang yang tsiqatan
tsabatan f himan.30 Berdasarkan analisis penilaian ulama hadis terhadapnya, dapat disimpulkan Abdullah sebagai seorang yang tsiqat.31 Tidak ada seorang ulama pun yang melontarkan celaan terhadapnya. Selanjutnya, hadis yang diriwayatkan Abdullah ini bersambung kepada Ahmad bin Hanbal. Hal ini dapat dilihat melalui metode periwayatannya secara al-sama’,32 selain itu mereka berhubungan anak dan ayah yang memiiki kesamaan tempat tinggal dan hidup semasa, bahwa Abdullah hidup selama 28 tahun sebelum wafatnya Ahmad.
2. Abi (Ahmad bin Hanbal) Bernama lengkap, A mad bin Mu ammad bin Hanbal bin Hilali bin Asad Al-Syaib n , Ab
‘Abdillah Al-Marwazi, kemudian Baghd d . Ab
dilahirkan di Baghdad pada bulan Rabi’ul Awal tahun 164 H-241 H. dan wafat di sana.33 Ayah Mu ammad bin Hanbal wafat saat ia masih kecil, sepeninggal ayahnya kemudian ia diasuh oleh ibnunya dengan kehidupan yang sangat
30
Ta’dil yang dilontarkan kepada Abdullah ini berkualitas ke-2 dalam tingkatan ta’dil. Artinya, secara hukum periwayatan Abdullah tersebut bisa diterima dan dijadikan hujjah. Lihat. Manna’ Al-Qaththan, Pengantar Studi Ilmu Hadis (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2005), h. 88-89 31 Setelah melihat tingkatan-tingkatan penta’dilan yang dilontarkan ulama hadis terhadapnya, menunjukan penta’dilan lebih banyak berada pada tingkatan ke-2 dengan menyebutkan sifat yang menguatkan ketsiqahannya. Artinya, secara hukum ketsiqahan Abdullah tersebut bisa diterima dan dijadikan hujjah. Lihat. Manna’ Al-Qaththan, Pengantar Studi Ilmu Hadis (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2005), h. 88-89 32 as-Sama’ ialah penerimaan hadis dengan cara mendengar langsung lafal hadis dari guru hadis baik secara didiktekan atau disampaikan dalam pengajian. Mayoritas ulama menempatkan cara menerimaan riwayat as-Sama’ berstatus tertinggi dalam periwayatan hadis. Lebih lanjut, lihat. M.Syuhudi Ismail, Kaidah Kesahihan Sanad Hadis (Jakarta: Bulan Bintang, 2005), Cet. III. h. 60 33 Jam luddin Ab Al-Hajjaj Y suf Al-Maraz , Tahdz b Al-Kam l f Asm AlRij l (T.tp.: Muassasah Al-Ris lah, t.t.), Jilid 1 h. 445
39
sederhana.34 Ahmad pernah melakukan perjalanan pendidikannya ke berbagai daerah di antaranya Kufah, Bashrah, Mekah, Madinah, Yaman, Syam, dan Jazirah.35 Ia pun merupakan seorang yang tekun beribadah, mengerjakan shalat setiap hari dan setiap malam sebanyak 103 raka’at dan terkadang mendekati 180 raka’at, pada saat sakit ia shalat setengah dari 103 raka’at. Saat kecil sudah hafal Al-Qur’an36 dan selalu menghatamkan bacaan Al-Qur’an setiap satu pekan sekali.37 Guru dan Murid : A mad bin Mu ammad bin Hanbal menerima hadis kepada 129 guru, di antaranya, Ibr h m bin Kh lid Al-Shan’ n , Ibr h m bin Sa’d Al-Zuhr , Ibr h m bin syam s Al-Samarqand Al-‘Abbas Al-Baghd d , Ish q bin Y suf Al-Azraq, Ab
Ibr h m bin Ab Mu’ wiyyah bin
Kh zim Al- ar ri, dan seterusnya.38 Adapun murid yang menerima hadis sebanyak 85 orang di antaranya, Al-Bukh ri, Muslim, Ab
darinya
D ud,
Ibr h m bin Ish k, A mad bin Hasan bin Junaidib Al-Tirmiz , ‘Abdullah bin A mad bin Mu ammad bin Hanbal. Dan seterusnya.39 Komentar ulama kritikus hadis terhadapnya sebgai berikut:
34
Tim Penulis IAIN Syarif Hidayatullah, Ensiklopedi Islam Indonesia (Jakarta: Jambatan, 1992), h. 80 35 Jam luddin Ab Al-Hajjaj Y suf Al-Maraz , Tahdz b Al-Kam l f Asm AlRij l (T.tp.: Muassasah Al-Ris lah, t.t.), Jilid 1. h. 437 36 Tim Penulis IAIN Syarif Hidayatullah, Ensiklopedi Islam Indonesia (Jakarta: Jambatan, 1992), h. 80 37 Jam luddin Ab Al-Hajjaj Y suf Al-Maraz , Tahdz b Al-Kam l f Asm AlRij l (T.tp.: Muassasah Al-Ris lah, t.t.), Jilid 1. h. 458-459 38 Jam luddin Ab Al-Hajjaj Y suf Al-Maraz , Tahdz b Al-Kam l f Asm AlRij l (T.tp.: Muassasah Al-Ris lah, t.t.), Jilid 1. h. 437-440 39 Jam luddin Ab Al-Hajjaj Y suf Al-Maraz , Tahdz b Al-Kam l f Asm AlRij l (T.tp.: Muassasah Al-Ris lah, t.t.), Jilid 1 h. 440-442
40
1. A mad bin Salamah al-Nais b riy berkata:40 Aku tidak melihat Aswad al-Ra’si lebih hafal hadis Rasulullah dan tidak ada yang lebih mengetahui fiqih serta maknanya dari ayahnya ‘Abdullah bin Hanbal41 2. Sh leh bin A mad bin Abdillah bin Sh leh berkata: Ahmad Tsiqatun, Tsabtun f mengerti dalam hadis,
itu
al- ad ts.42 Ia orang yang mulia, orang yang Ia mengikuti
ts r, Sh hibu al-Sunnah wa
khairin. 3. Ab
Bakr al-Marr dzi berkata:43 Aku hadir pada saat Aba Tsauri
ditanya suatu hal, lalu ia berkata, ‘berkata Abu Abdillah Ahmad bin Hanbal Guru kami, Imam kami, masalah tersbut begini dan begini.44 4. ‘Abdullah bin D ud Al-Khuraibi berkata: Ahmad adalah paling Utama di Masanya45. Dengan pandangan yang sama berkata pula Ab
Ish k
Al-Fazari, dan Nasr bin ‘Al . Berdasarkan analisis penilaian ulama hadis terhadapnya, dapat disimpulkan Ahmad sebagai seorang yang tsiqat.46 Tidak ada seorang ulama pun yang
40 Jam luddin Ab Al-Hajjaj Y suf Al-Maraz , Tahdz b Al-Kam l f Asm AlRij l (T.tp.: Muassasah Al-Ris lah, t.t.), Jilid 1 h. 456 41 ta’dil tersebut termasuk dalam tingkatan pertama, dengan menggunakan bentuk superlatif dalam penta’dilan atau dengan menggunakan wajan af’ala. Lihat. Manna’ Al-Qaththan, Pengantar Studi Ilmu Hadis (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2005), h. 88 42 Artinya, “Ahmad adalah seorang yang adil dan dabit, tetap di dalam hadis” ta’dil tersebut termasuk dalam tingkatan ke-2 karena penta’dilan menunjukan adanya sifat yang menguatkan ketsiqahannya, keadilan dan ketetapan periwayatannya. Lihat. Manna’ Al-Qaththan, Pengantar Studi Ilmu Hadis (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2005), h. 88 43 Jam luddin Ab Al-Hajjaj Y suf Al-Maraz , Tahdz b Al-Kam l f Asm AlRij l (T.tp.: Muassasah Al-Ris lah, t.t.), Jilid 1. h. 453 44 ta’dil tersebut termasuk dalam tingkatan ke-5, dengan tidak menunjukan adanya pentsiqatan atau celaan. Lihat. Manna’ Al-Qaththan, Pengantar Studi Ilmu Hadis (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2005), h. 88 45 ta’dil tersebut termasuk dalam tingkatan ke-5, dengan tidak menunjukan adanya pentsiqatan atau celaan. Lihat. Manna’ Al-Qaththan, Pengantar Studi Ilmu Hadis (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2005), h. 88 46 Setelah melihat tingkatan-tingkatan penta’dilan yang dilontarkan ulama hadis terhadapnya, menunjukan penta’dilan memiliki kualitas tertinggi dalam tingkatan penta’dilan karena di antara ta’dil ada yang menggunakan bentuk superlatif dalam penta’dilan atau dengan menggunakan wajan af’ala Artinya, secara hukum ketsiqahan Ahmad bin Hanbal tersebut bisa
41
melontarkan celaan terhadapnya. Selanjutnya, hadis yang diriwayatkan Ahmad ini bersambung kepada Abu Muawiyah. Hal ini dapat dilihat melalui metode periwayatannya secara al-sama’. Selain itu, hubungan sebagai murid Abu Muawiyah dan jarak kelahiran serta wafat di antara keduanya menunjukan merekapun hidup semasa. Bahwa Ahmad hidup selama 31 tahun sebelum wafatnya Abu Muawiyah.
3. Abu Muawiyah Bernama lengkap, Ab
Mu’ wiyah Mu ammad bin Khaz m Al- ar ri,
Al-K f .47 Ia menetap di Kufah, Ab
Mu’ wiyah wafat di usia ke-82 tahun,
tepatnya 195 H.48 Guru dan Murid : guru Ab A’masy, D ud bin Ab
Mu’ wiyah cukup banyak. Di antarnaya Al-
Hind dan lain sebagainya. Demikian pula murid yang
menerima hadis darinya cukup banyak. Diantaranya adalah Ab
Bakar bin Ab
Syaibah, A mad bin Mu ammad bin Hanbal, dan lain sebagainya.49 Komentar ulama terhadapnya antara lain : Ahmad bin Ali bin Hajr Al-Asqalani berkata:50 Abu Muawiyah adalah tsiqatun, A f
al-N s li ad ts al-A’masy51
diterima dan dijadikan hujjah. Lihat. Manna’ Al-Qaththan, Pengantar Studi Ilmu Hadis (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2005), h. 88-89 47 H fi A mad bin ‘Al bin Hajar Al-‘Asqal n , Taqr b Al-Tahdz b (T.tp.: D r Al-‘ simah, t.t.), Huruf مh. 840 48 H fi A mad bin ‘Al bin Hajar Al-‘Asqal n , Taqr b Al-Tahdz b (T.tp.: D r Al-‘ simah, t.t.), Huruf مh. 840 ; Footnote. Im m Muslim bin Hajjaj, Kun wa Al-Asm ’ (T.tp.: Tanpa penerbit, 1404 H/1984), Cet. I. Jilid II. h. 759 49 Jam luddin Ab Al-Hajjaj Y suf Al-Maraz , Tahdz b Al-Kam l f Asm AlRij l (T.tp.: Muassasah Al-Ris lah, t.t.), Jilid 34. h. 304 50 H fi A mad bin ‘Al bin Hajar Al-‘Asqal n , Taqr b Al-Tahdz b (T.tp.: D r Al-‘ simah, t.t.), Huruf مh. 840 ; Im m Muslim bin Hajjaj, Kun wa Al-Asm ’ (T.tp.: Tanpa penerbit, 1404 H/1984), Cet. I. Jilid II. h. 759
42
Berdasarkan analisis penilaian ulama hadis terhadapnya, dapat disimpulkan Abu Muawiyah sebagai seorang yang tsiqat.52 Tidak ada seorang ulama pun yang melontarkan celaan terhadapnya. Selanjutnya, hadis yang diriwayatkan Abu Muawiyah ini bersambung kepada Daud bin Abi Hindi. Hal ini dapat dilihat melalui metode periwayatannya secara al-sama’. Selain itu, hubungan sebagai murid Daud dan jarak kelahiran serta wafat di antara keduanya menunjukan merekapun hidup semasa. Bahwa Abu Muawiyah hidup selama 24 tahun sebelum wafatnya Daud bin Abi Hindi.
4. Daud bin Abi Hindi Bernama lengkap, D ud bin Ab ‘Udz fir, dikatakan
ahm n Al-Qusyair
Al-Basr .53 D ud bin Ab
Hind dan namanya D n r bin Ab
Bakr, dan Ab
Mu ammad
Hind wafat di Bashrah pada 137 H.
Guru dan Murid : D ud bin Ab
Hind Cukup Banyak. Di antaranya adalah
Bisyr bin Numair, Bakr bin Abdillah Al-Muzan , Al-Hasan Al-Basriy, Ab Harb bin Ab
Al-Aswad. Dan lain sebagainya. Demikian pula murid yang
menerima hadis darinya cukup banyak. Di antaranya adalah Ibr h m bin
51
ta’dil tersebut termasuk dalam tingkatan pertama, dengan menggunakan bentuk superlatif dalam penta’dilan atau dengan menggunakan wajan af’ala. Lihat. Manna’ Al-Qaththan, Pengantar Studi Ilmu Hadis (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2005), h. 88 52 Setelah melihat tingkatan-tingkatan penta’dilan yang dilontarkan ulama hadis terhadapnya, menunjukan penta’dilan memiliki kualitas tertinggi dalam tingkatan penta’dilan. Artinya, secara hukum ketsiqahan Abu Muawiyah tersebut bisa diterima dan dijadikan hujjah. Lihat. Manna’ Al-Qaththan, Pengantar Studi Ilmu Hadis (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2005), h. 88-89 53 Jam luddin Ab Al-Hajjaj Y suf Al-Maraz , Tahdz b Al-Kam l f Asm AlRij l (T.tp.: Muassasah Al-Ris lah, t.t.), Jilid 8. h. 461
43
ahm n, Ism ’ l bin ‘Ulaiyah, Asy’ats bin ‘Abdi Al-Malik, Ab
Mu’ wiyah
Al- ar ri. Dan lain sebagainya.54 Komentar ulama kritikus hadis terhadapnya55 sebagai berikut. 1. Ibnu Mub rak berkata: dia itu “ uf 2. ‘Abdullah bin A mad bin
al-Basriyy n”56
anbal berkata: tsiqatun tsiqatun57
3. Ish q bin Mans r berkata: tsiqatun58 4. A mad bin ‘Abdullah Al-‘Ijlyy berakta: Tsiqatun Jayyid al-Isn di dan dia adalah laki-laki yang shaleh59 5. Ab
atim dan Al-Nas ’
berkata: tsiqatun60
6. Ya’q b bin Syaibah berkata : tsiqatun tsabtun61 Berdasarkan analisis penilaian ulama hadis terhadapnya, dapat di simpulkan Daud sebagai seorang yang tsiqat.62 Tidak ada seorang ulama pun yang
54 Jam luddin Ab Al-Hajjaj Y suf Al-Maraz , Tahdz b Al-Kam l f Asm AlRij l (T.tp.: Muassasah Al-Ris lah, t.t.), Jilid 8. h. 462-464 55 Jam luddin Ab Al-Hajjaj Y suf Al-Maraz , Tahdz b Al-Kam l f Asm AlRij l (T.tp.: Muassasah Al-Ris lah, t.t.), Jilid 8. h. 465 56 Artinya, “orang yang paling hafal di negeri Bashrah” ta’dil tersebut termasuk dalam tingkatan pertama, dengan menggunakan bentuk superlatif dalam penta’dilan atau dengan menggunakan wajan fu’ lu. Lihat. Manna’ Al-Qaththan, Pengantar Studi Ilmu Hadis (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2005), h. 88 57 ta’dil tersebut termasuk dalam tingkatan ke-2, dengan menyebutkan sifat yang menguatkan ketsiqahannya, keadilan dan ketetapan periwayatannya. Lihat. Manna’ Al-Qaththan, Pengantar Studi Ilmu Hadis (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2005), h. 88 58 ta’dil tersebut termasuk dalam tingkatan ke-3, dengan pentsiqahan tanpa adanya penguatan atas hal itu. Lihat. Manna’ Al-Qaththan, Pengantar Studi Ilmu Hadis (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2005), h. 88 59 ta’dil tersebut termasuk dalam tingkatan ke-2, dengan menyebutkan sifat yang menguatkan ketsiqahannya, keadilan dan ketetapan periwayatannya. Lihat. Manna’ Al-Qaththan, Pengantar Studi Ilmu Hadis (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2005), h. 88 60 ta’dil tersebut termasuk dalam tingkatan ke-3, dengan pentsiqahan tanpa adanya penguatan atas hal itu. Lihat. Manna’ Al-Qaththan, Pengantar Studi Ilmu Hadis (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2005), h. 88 61 ta’dil tersebut termasuk dalam tingkatan ke-2, dengan menyebutkan sifat yang menguatkan ketsiqahannya, keadilan dan ketetapan periwayatannya. Lihat. Manna’ Al-Qaththan, Pengantar Studi Ilmu Hadis (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2005), h. 88 62 Setelah melihat tingkatan-tingkatan penta’dilan yang dilontarkan ulama hadis terhadapnya, menunjukan penta’dilan memiliki kualitas tertinggi dalam tingkatan penta’dilan. Karena Abu Hatim dan Nasa’i tergolong kelompok ulama jarh mutasyadid . Artinya secara hukum ketsiqahan Daud bin Abi Hind tersebut sangat kuat dijadikan hujjah. Lihat. Manna’ Al-Qaththan, Pengantar Studi Ilmu Hadis (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2005), h. 88-89
44
melontarkan celaan terhadapnya. Selanjutnya, Daud menerima hadis dari Abi Harb dengan metode periwayatannya ‘an’anah.63 Meskipun Daud memakai metode tersebut, tetapi sanad dari Daud kepada Abi Harb bersambung juga, karena Daud seorang periwayat tsiqat yang tidak pernah terbukti melakukan tadlis.64 Selain itu, hubungan sebagai murid Abi Harb dan jarak kelahiran serta wafat di antara keduanya menunjukan merekapun hidup semasa. Bahwa Daud bin Abi Hind hidup selama 28 tahun setelah wafatnya Abi Harb. Dengan demikian hadis yang diriwayatkan Daud bin Abi Hind ini bersambung kepada Abi Harb.
5. Abi Harb Bernama lengkap, Ab
Harb bin Ab
Al-Aswad Al-Dialy.65 Ab
Harb
wafat 109 H. Ia menetap di Bashrah dan hadisnya sangat dikenal di sana.66 Guru dan Murid : guru Ab
Harb cukup banyak, di antaranya adalah
‘Abdullah bin ‘Amar bin Al-‘ s, ‘Abdullah ibnu Fa bin Qais Al-Basriy, Ab
lah Al-Laitsy, ‘Abdullah
Al-Aswad Al-Dialy. Dan lain sebagainya. Demikian
pula murid yang menerima hadis darinya cukup banyak, di antaranya adalah
63
Harf ﻋﻦyang disebut di atas dinamakan sebagai hadis mu’an’an. Sebgaian ulama menyatakan, sanad hadis yang menggandung harf ﻋﻦadalah sanad yang terputus. Tetapi metode tersebut bisa diterima jika memenuhi syaratnya. Yaitu dalam sanad tersebut tidak menyembunyikan tadlis yang dilakukan oleh perawi, periwayatannya bersambung, periwayat yang menggunakan ﻋﻦdapat dipercaya. Lebih lanjut, lihat. M.Syuhudi Ismail, Kaidah Kesahihan Sanad Hadis (Jakarta: Bulan Bintang, 2005), Cet. 3. h. 72-73 64 Tadlis menurut bahasa berarti penyembunyian aib barang dagangan dari pemberli. Diambil dari kata “ad-dalsu” yaitu kegelapan atau percampuran kegelapan. Sementara Tadlis menurut istilah adalah penyembunyian aib dalam hadis dan menampakan kebaikan pada zhahirnya. Lihat. Manna’ Al-Qaththan. Pengantar Studi Ilmu Hadis. Penerjemah Mifdhol Abdurrahman (Jakarta : Pustaka Al-Kautsar, 2005), Cet. I. h. 139 65 Jam luddin Ab Al-Hajjaj Y suf Al-Maraz , Tahdz b Al-Kam l f Asm AlRij l (T.tp.: Muassasah Al-Ris lah, t.t.), Jilid 33. h. 231 66 Jam luddin Ab Al-Hajjaj Y suf Al-Maraz , Tahdz b Al-Kam l f Asm AlRij l (T.tp.: Muassasah Al-Ris lah, t.t.), Jilid 33. h. 232
45
umr n bin A’yun, D ud bin Ab
Hind, Ab
Wahb Saif bin Wahb. Dan lain
sebagainya. 67 Komentar ulama terhadapnya68 sebagai berikut: 1. Ibnu
ibb
n menceritakannya di dalam kitab al-tsiq t69
2. Ibn Hajar menambahkan: bahwa Ibnu ‘Abdul Bar Watsaqahu70 3. Al-Dzahabi: Watsaqahu71 Berdasarkan analisis penilaian ulama hadis terhadapnya, dapat disimpulkan Abi Harb sebagai seorang yang tsiqat.72 Tidak ada seorang ulama pun yang melontarkan celaan terhadapnya. Selanjutnya, Abi Harb menerima hadis dari Abi al-Aswad dengan metode ‘an’anah. Meskipun Abi Harb memakai metode tersebut, tetapi sanad dari Abi Harb kepada Abi al-Aswad bersambung juga, karena Abi Harb seorang periwayat tsiqat yang tidak pernah terbukti melakukan tadlis. Selain itu, hubungan sebagai murid Abi al-Aswad dan jarak kelahiran serta wafat di antara keduanya menunjukan merekapun hidup semasa. bahwa Abi Harb hidup selama 40 tahun setelah wafatnya Abi Al-Aswad. Dengan demikian hadis yang diriwayatkan Abi Harb ini bersambung kepada Abi Al-Aswad.
67
Jam luddin Ab Al-Hajjaj Y suf Al-Maraz , Tahdz b Al-Kam l f Asm AlRij l (T.tp.: Muassasah Al-Ris lah, t.t.), Jillid 33. h. 231 68 Jam luddin Ab Al-Hajjaj Y suf Al-Maraz , Tahdz b Al-Kam l f Asm AlRij l (T.tp.: Muassasah Al-Ris lah, t.t.), Jilid 33. h. 232 69 ta’dil tersebut termasuk dalam tingkatan ke-3, dengan pentsiqahan tanpa adanya penguatan atas hal itu. Lihat. Manna’ Al-Qaththan, Pengantar Studi Ilmu Hadis (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2005), h. 88 70 Artinya “Ibnu Hajar menilainya sebagai seorang yang tsiqat”. ta’dil tersebut termasuk dalam tingkatan ke-3, dengan pentsiqahan tanpa adanya penguatan atas hal itu. Lihat. Manna’ AlQaththan, Pengantar Studi Ilmu Hadis (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2005), h. 88 71 Artinya “Al-Dzahabi menilainya sebagai seorang yang tsiqat”. ta’dil tersebut termasuk dalam tingkatan ke-3, dengan pentsiqahan tanpa adanya penguatan atas hal itu. Lihat. Manna’ AlQaththan, Pengantar Studi Ilmu Hadis (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2005), h. 88 72 Setelah melihat tingkatan-tingkatan penta’dilan yang dilontarkan ulama hadis terhadapnya, menunjukan penta’dilan memiliki kualitas ketiga dalam tingkatan penta’dilan.. Artinya, secara hukum ketsiqahan Abi Harb tersebut bisa diterima dan dijadikan hujjah. Lihat. Manna’ Al-Qaththan, Pengantar Studi Ilmu Hadis (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2005), h. 88-89
46
6. Abi al-Aswad Bernama Ab
Al-Aswad Al-Dialy. Pendapat lain mengatakan Al-Dualy
Al-Basriy ia seorang Qadi di Bashrah. Ia bernama lengkap Z lim bin ‘Amar bin Sufy n73 bin Jandal bin Ya’mar bin Ab
ils bin Nuf tsah bin ‘Ad
bin Al-Dialy,
Al-Aswad wafat pada tahun 69 H. semasa hidupnya ia pernah ikut
peperangan Jamal bersama Ali sampai memporak-porandakan wilayah Ubaidillah bin Ziyad.74 Guru dan Murid : Ab
Al-Aswad menerima hadis dari 10 Guru, di
antaranya adalah Ubai bin Ka’ab, Al-Zubair bin ‘Aww m, ‘Abdullah bin ‘Abb s, ‘Abdullah bin Mas’ d, ‘Al Mu’ dz bin Jabal, Ab
bin Ab
lib, ‘Umar bin Khat b,
Dzar Al-Ghif ri dan seterusnya. Adapun
jumlah
muridnya sebanyak lima orang di antarnaya : Sa’ d bin ‘Abdirrahman bin Ruqaisy, ‘Abdullah bin Buraidah, ‘Umar bin ‘Abdullah maula Gufrah, Yahya bin Ya’mar, Anaknya Ab
Harb bin Ab
Al-Aswad.75
Komentar ulama kritikus hadis antara lain : Ab
Bakr bin Ab
Khaitsamah berkata: Abi Al-Aswad adalah Tsiqatun, dan dia
orang yang pertama berbicara dalam Nahwu.76 Berdasarkan analisis penilaian ulama hadis terhadapnya, dapat di simpulkan Abi al-Aswad sebagai seorang yang tsiqat.77 Tidak ada seorang ulama pun yang
73 Jam luddin Ab Al-Hajjaj Y suf Al-Maraz , Tahdz b Al-Kam l f Asm AlRij l (T.tp.: Muassasah Al-Ris lah, t.t.), Jilid 33 h. 38 74 Jam luddin Ab Al-Hajjaj Y suf Al-Maraz , Tahdz b Al-Kam l f Asm AlRij l (T.tp.: Muassasah Al-Ris lah, t.t.), Jilid 33. h. 38 75 Jam luddin Ab Al-Hajjaj Y suf Al-Maraz , Tahdz b Al-Kam l f Asm AlRij l (T.tp.: Muassasah Al-Ris lah, t.t.), Jilid 33. h. 37 76 ta’dil tersebut termasuk dalam tingkatan ke-2, dengan menyebutkan sifat yang menguatkan ketsiqahannya, keadilan dan ketetapan periwayatannya. Lihat. Manna’ Al-Qaththan, Pengantar Studi Ilmu Hadis (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2005), h. 88 77 Setelah melihat tingkatan penta’dilan yang dilontarkan ulama hadis terhadapnya, menunjukan penta’dilan memiliki kualitas kedua dalam tingkatannya. Artinya, secara hukum
47
melontarkan celaan terhadapnya. Selanjutnya, Abi al-Aswad menerima hadis dari Abu Dzar dengan metode ‘an’anah. Meskipun Abi al-Aswad memakai metode tersebut, tetapi sanad dari Abi al-Aswad kepada Abu Dzar bersambung juga, karena Abi al-Aswad seorang periwayat tsiqat yang tidak pernah terbukti melakukan tadlis. Selain itu, hubungan sebagai murid Abu Dzar dan jarak kelahiran serta wafat di antara keduanya menunjukan merekapun hidup semasa. Bahwa Abi Al-Aswad hidup selama 37 tahun setelah wafatnya Abu Dzar. Dengan demikian hadis yang diriwayatkan Abi Al-Aswad ini bersambung kepada Abu Dzar.
7. Abu Dzar Bernama lengkap Ab
Dzar Al-Ghif ri78 Sahabat Rasulallah saw.
Bernama lengkap, Jundub bin Jun dah bin Sufy n bin ‘Ubaid bin Waq ’ah bin Har m bin Ghif r. Dikatakan dalam riwayat lain Jundub bin Jun dah bin Qais bin ‘Amar bin Mulail bin Su’air bin Har m bin Ghif r bin Mulail bin
amrah
ibnu Bakr bin ‘Abdi Man h bin Kin nah bin Khuzaimah bin Mudrikah bin Ily s bin Mu ar. Dan Ibunya bernama Ramlah binti Waq ’ah bin Bani Ghif r bin Mulail. Abu Dzar wafat di Rabdzah pada tahun 32 H / 652 M. saat itu ibnu Mas’ d pun ikut menyolatkan. Kemudian Ibnu Mas’ud wafat sepuluh hari setelah
ketsiqahan Abu Aswad tersebut bisa diterima dan dijadikan hujjah. Lihat. Manna’ Al-Qaththan, Pengantar Studi Ilmu Hadis (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2005), h. 88-89 78 Nama lengkap Abu Dzar dan ayahnya terdapat kontroversi di kalangan ulama hadis, Namun yang masyhur ialah Jundub bin Junadah bin Sufyan bin ‘Ubaid bin Waqi’ah bin Haram bin Ghifar. Dikatakan dalam riwayat lain Jundub bin Junadah bin Qais bin ‘Amar bin Mulail bin Shu’air bin Haram bin Ghifar bin Mulail bin Dhamrah ibnu Bakar bin Abdi Manah bin Kinanah bin Khuzaimah bin Mudrikah bin Ilyas bin Mudhar. Lihat. Jam luddin Ab Al-Hajjaj Y suf AlMaraz , Tahdz b Al-Kam l f Asm Al-Rij l (T.tp.: Muassasah Al-Ris lah, t.t.), Jilid 33. h. 294
48
wafatnya Abu Dzar.79 Abu Dzar berkata : “Aku adalah orang Islam yang keempat”. Ia masuk Islam saat berada di Mekah kemudian ia kembali ke kota kaumnya sampai akhirnya ia menetap di Madinah.80 Guru dan Murid, Abu Dzar berguru langsung kepada Nabi saw. Dan ia pun meriwayatkan hadis dari Mu’ wiyah bin Ab Sufy n. Adapun muridnya sebanyak 77 orang, di antaranya adalah Ahnaf bin Qais, Usamah bin Salman, Anas bin M lik, Ahban (ia adalah anak perempuan Abi Dzar, namun ada yang mengatakan “Ahban” adalah anak saudaranya, Jubair bin Nufair Al-Hadram , Abu Al-Aswad Al-Diali, Ab
Salam Al-Aswad. Dan seterusnya.81
Komentar ulama terhadapnya, Abdullah bin Buraidah dari Ayahnya bahwa Rasulallah saw bersabda “Aku diperintahkan mencintai empat orang dari sahabatku, dan Allah telah mengabarkan kepada ku bahwa ia mencintai mereka. Ayahnya berkata, siapakah mereka ya Rasulallah ? Nabi saw menjawab mereka adalah Ali, Abu Dzar, Sulaiman, dan Miqdad”. Berdasarkan metode periwayatan as-sama’ yang digunakan Abu Dzar, kesamaan tempat tinggal, hubungan guru dan murid, dan pernyataan kecintaan Nabi SAW terhadapnya, Maka hadis yang diriwayatkan oleh Abu Dzar bersambung kepada Nabi Muhammad SAW.
Kesimpulan Hasil Penelitian Sanad 79
Jam luddin Ab Al-Hajjaj Y suf Al-Maraz , Tahdz b Al-Kam l f Asm AlRij l (T.tp.: Muassasah Al-Ris lah, t.t.), Jilid 33. h. 298 ; Tim Penulis IAIN Syarif Hidayatullah, Ensiklopedi Islam Indonesia (Jakarta: Jambatan, 1992), h. 51 80 Jam luddin Ab Al-Hajjaj Y suf Al-Maraz , Tahdz b Al-Kam l f Asm AlRij l (T.tp.: Muassasah Al-Ris lah, t.t.), Jilid 33. h. 294 81 Jam luddin Ab Al-Hajjaj Y suf Al-Maraz , Tahdz b Al-Kam l f Asm AlRij l (T.tp.: Muassasah Al-Ris lah, t.t.), Jilid 33. h. 295-296
49
Dari penelitian sanad di atas dapat disimpulkan bahwa sanad Ahmad bin Hanbal melalui Abu Mu’awiyah ini berkualitas shahih. Karena setelah penulis melakukan penelitian, berdasarkan metode periwayatan yang mereka gunakan di antaranya al-sama’, ‘an’anah dan q la, kemudian berdasarkan data historis di antara mereka adanya hubungan murid dan guru secara estafet, tahun (lahir dan wafat) dan beberapa tempat yang pernah mereka singgahi, mata rantai sanad hadis Ahmad bin Hanbal dinyatakan bersambung. Adapun hasil mencermati beberapa penilaian para kritikus hadis terhadap para periwayat hadis telah menunjukan bahwa mereka dinyatakan bereputasi baik atau Tsiqat terhindar dari syadz dan ‘illat. Jadi hadis yang diteliti ini telah memenuhi syarat kesahihan sanad hadis menurut Ibn Al-Shalah.82 Dengan demikian, hadis riwayat Ahmad bin Hanbal ini berkualitas Sah
82
lidz tihi.83
Muhammad ‘Ajaj Al-Khatib, Ushul Al-Hadits Pokok-Pokok Ilmu Hadis. Penerjemah Qodirun Nur dan Ahmad Musyafiq (Jakarta: Gaya Media Pertama, 1998), Cet. I. h. 276 83 Shahih lidzatihi adalah hadis shahih yang memenuhi syarat-syaratny secara maksimal, yaitu sanadnya bersambung, diriwayatkan oleh perawi yang tsiqat, terhindar Syadz, dan terhindar dari illat. Muhammad ‘Ajaj Al-Khatib, Ushul Al-Hadits Pokok-Pokok Ilmu Hadis. Penerjemah Qodirun Nur dan Ahmad Musyafiq (Jakarta: Gaya Media Pertama, 1998), Cet. I. h. 277
49
BAB IV KEGIATAN PENELITIAN MATAN HADIS
Bicara tentang hubungannya dengan status kehujahan hadis, maka penelitian sanad dan matan memiliki kedudukan yang sama pentingnya. Karena suatu hadis barulah dinyatakan shahih, apabila sanad dan matan hadis itu sama-sama berkualitas shahih.1 Pernyataan yang dikemukakan ulama bahwa unsur-unsur yang harus dipenuhi oleh suatu matan yang berkualitas shahih ada dua macam, yakni terhindar dari syudzudz (kejanggalan) dan terhindar dari ‘illah (cacat). Oleh karena itu, kedua unsur tersebut harus menjadi acuan utama dalam meneliti matan hadis.2 Dalam penelitian matan ini tidaklah mudah. Seperti yang telah diungkapkan oleh M.Syuhudi Ismail misalnya, apabila dinyatakan bahwa kaidah kesahihan sanad hadis mempunyai tingkat akurasi yang tinggi, maka suatu hadis yang sanad-nya shahih mestinya matan-nya juga shahih. Namun, pada kenyataannya, ada hadis yang sanad-nya shahih tetapi matan-nya
a’ f. Hal ini terjadi
sesungguhnya bukanlah disebabkan oleh kaidah keshahihan sanad yang kurang akurat, melainkan karena faktor-faktor lain. Seperti pertama, karena telah terjadi kesalahan dalam melaksanakan penelitian matan. Kedua, karena terjadinya kesalahan dalam melaksanakan penelitian sanad. Ketiga, karena matan hadis yang bersangkutan telah mengalami periwayatan secara makna yang ternyata
1 M.Syuhudi Ismail, Metodologi Penelitian Hadis Nabi (Jakarta: Bulan Bintang, 1992), Cet. I. h. 122-123 2 M.Syuhudi Ismail, Metodologi Penelitian Hadis Nabi (Jakarta: Bulan Bintang, 1992), Cet. I. h. 124
50
mengalami kesalahpahaman.3 Untuk itu, kecermatan4 seorang peneliti sangatlah dibutuhkan dalam penelitian matan hadis. Setelah dilakukan penelitian sanad (kritk sanad) pada pembahasan sebelumnya, dilanjutkan dengan penelitian matan (kritik matan) guna mengetahui kualitas matan tersebut. Adapun langkah-langkah dalam metodologi kegiatan penelitian matan5 yakni : pertama, meneliti matan dengan melihat kualitas sanadnya. Kedua, Meneliti susunan lafal matan yang semakna. Ketiga, meneliti kandungan matan hadis. 6
A. Meneliti Matan dengan Melihat Kualitas Sanad. Berdasarkan hasil penelitian sanad dalam kegiatan kritik sanad di atas, bahwa sanad hadis Ahmad bin Hanbal adalah berkualitas Shahih. Keshahihan hadis ini dapat mewakili hadis-hadis yang dikeluarkan oleh mukharij lainnya. Kualitas sanad Ahmad bin Hanbal tersebut merupkan gerbang pertama dalam kegiatan kritik matan hadis mengenai “Penanggulangan Amarah Ketika Berdiri dengan Cara Duduk atau Berbaring.”
3
M.Syuhudi Ismail, Metodologi Penelitian Hadis Nabi (Jakarta: Bulan Bintang, 1992), Cet. I. h. 124 4 Maksudnya seorang peneliti harus memiliki keahlian di bidang hadis, memiliki pengetahuan yang luas dan mendalam tentang ajaran Islam, telah melakukan kegiatan mutala’ah yang cukup, berakal cerdas sehinga mampu memahami pengetahuan secara benar, dan memiliki tradisi keilmuan yang tinggi. Lihat. M.Syuhudi Ismail, Metodologi Penelitian Hadis Nabi (Jakarta: Bulan Bintang, 1992), Cet. I. h. 130 5 Matan menurut bahasa adalah ﻣﺎﺳﻠﺐ وارﺗﻔﻊ ﻣﻦ اﻻرضartinya: Bumi yang keras dan tinggi. Sedangkan menurut istilah, matan adalah perkataan yang menjadi ujung sanad. Lihat. Mahmud Tahhan, Metode Takhrij dan Penelitian Sanad Hadis. Penerjemah Ridlwan Nasir (Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1995), Cet. I. h. 99 6 M.Syuhudi Ismail, Metodologi Penelitian Hadis Nabi (Jakarta: Bulan Bintang, 1992), Cet. I. h. 121-122
51
B. Meneliti Susunan Lafal Matan yang Semakna Susunan matan hadis yang pertama berkaitan dengan penanggulangan amarah perspektif
Nabi Muhammad
SAW.
Setelah diperhatikan serta
dikomparasikan oleh penulis, antara matan hadis yang diriwayatkan Abu Daud dan Ahmad bin Hanbal nampaknaya tidak ada perbedaan sedikit pun. Maka untuk memperjelas persamaan matan hadis tersebut berikut ini:
( إِذَا ﻏَﻀِﺐَ أَ ﺣَﺪُﻛُﻢْ وَھُﻮَ ﻗَﺎﺋِﻢٌ ﻓَﻠْﯿَ ﺠْﻠِﺲْ ﻓَﺈِنْ ذَھَﺐَ ﻋَﻨْﮫُ اﻟْﻐَﻀَﺐُ وَإِﻻﱠ ﻓَﻠْﯿَﻀْﻄَ ﺠِﻊْ )رواه أﺑﻮ داود( إِذَا ﻏَﻀِﺐَ أَ ﺣَﺪُﻛُﻢْ وَھُﻮَ ﻗَﺎﺋِﻢٌ ﻓَﻠْﯿَ ﺠْﻠِﺲْ ﻓَﺈِنْ ذَھَﺐَ ﻋَﻨْﮫُ اﻟْﻐَﻀَﺐُ وَإِﻻﱠ ﻓَﻠْﯿَﻀْﻄَ ﺠِﻊْ )رواه أﺣﻤﺪ ﺑﻦ ﺣﻨﺒﻞ-
Dengan demikian, jika ditempuh metode muq ranah (perbandingan) ternayata pada kedua matan hadis di atas memiliki persamaan baik dalam lafa maupun makna.
C. Meneliti Kandungan Matan Hadis Sebagai acuan dalam meneliti kandungan matan hadis penulis menggunakan metode komparatif teks hadis dan al-Qur’an yang berkaitan dengan topik hadis yang tengah diteliti. Metode itu dilakukan dengan langkah membandingkan kandungan matan hadis dengan hadis-hadis shahih, kandungan hadis dengan pesan al-Qur’an. Sehingga dengan metode ini dapat diketahui, apakah hadis tersebut bertentangan atau tidak dengan hadis-hadis shahih lainnya, bertentangan atau tidak dengan al-Qur’an sebagai sumber hukum Islam pertama, atau dengan akal sahat.
52
Setelah diteliti, penulis berkesimpulan bahwa hadis Nabi tentang penanggulangan amarah dengan cara duduk atau berbaring ini dapat dipertanggung jawabkan. Sebagai tolok ukur dalam penelitian matan dengan melihat kandungan hadis-hadis dan al-Qur’an yang sejalan dapat dinyatakan hadis Ahmad bin Hanbal tersebut maqbul (dapat diterima) karena berkualitas shaihh dengan pertimbangan sebagai berikut: 1. Tidak bertentangan dengan hadis shahih Hadis yang diteliti tidak bertentangan dengan hadis Nabi saw yang shahih lainnya. Karena Penulis menemukan satu matan lain riwayat al-Bukhari dan Muslim meskipun terdapat perbedaan lafaz matan hadis, namun hadis ini memiliki topik dan kandungan yang sama dengan hadis Ahmad bin Hanbal. untuk membandingkan kandungan matan yang sejalan tersebut idealnya dilakukan kritik sanad hadis yang dimaksud. Tetapi penulis tidak melakukannya mengingat atas kesepakatan ulama hadis bahwa hadis al-Bukhari bernilai shahih, tidak perlu diteliti atau dibahas kembali.7 Matan hadis yang dimaksud adalah sebagai berikut:
َﺣَﺪﱠﺛَﻨَﺎ ﻋَﺒْﺪُ اﻟﻠﱠﮫِ ﺑْﻦُ ﯾُﻮﺳُﻒَ أَﺧْﺒَﺮَﻧَﺎ ﻣَﺎﻟِﻚٌ ﻋَﻦِ اﺑْﻦِ ﺷِﮭَﺎبٍ ﻋَﻦْ ﺳَﻌِﯿﺪِ ﺑْﻦِ اﻟْﻤُﺴَﯿﱠﺐِ ﻋَﻦْ أَﺑِﻰ ھُﺮَﯾْﺮَة ، ِ ﻗَﺎلَ » ﻟَﯿْﺲَ اﻟﺸﱠﺪِﯾﺪُ ﺑِﺎﻟﺼﱡﺮَﻋَﺔ- ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﯿﮫ وﺳﻠﻢ- ِ أَنﱠ رَﺳُﻮلَ اﻟﻠﱠﮫ- رﺿﻰ اﷲ ﻋﻨﮫ« ِإِﻧﱠﻤَﺎ اﻟﺸﱠﺪِﯾﺪُ اﻟﱠﺬِى ﯾَﻤْﻠِﻚُ ﻧَﻔْﺴَﮫُ ﻋِﻨْﺪَ اﻟْﻐَﻀَﺐ Artinya : “Diriwayatkan pula oleh Abu Hurairah “Bahwa Rasulallah saw. suatu saat bersabda “Bukanlah disebut orang kuat, orang yang kuat pukulannya. Orang yang kuat adalah orang yang dapat mengendalikan dirinya dikala marah,”8 Kandungan hadis al-Bukhari ini dengan tegas menyatakan bahwa kekuatan seseorang bukan dilihat dari fisik untuk melakukan sesuatu (pukulan). Namun 7
Mahmud Tahhan, Metode Takhrij dan Penelitian Sanad Hadis. Penerjemah Ridlwan Nasir (Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1995), Cet. I. h. 139 8 Al-Hafidz Ibnu Hajar Al-Asqalani, Fathul Bari Syarah Shahih Al-Bukhari. Penerjemah Amiruddin (Jakarta : Pustaka Azzam, 2008), Jilid 29. h. 396
53
bagaimana upaya seorang mengendalikan diri dalam rangka meredakan gejolak amarah yang muncul dari dalam dirinya sendiri. Menurut Ibnu Baththal, “melawan jiwa lebih sulit dari pada melawan musuh, karena Nabi SAW menjadikan orang yang menguasai dirinya ketika marah sebagai orang yang paling kuat.”9 2. Tidak bertentangan dengan al-Qur’an Meskipun di dalam al-Quran tidak membahas secara khusus tentang isi pokok kandungan hadis di atas, tetapi di dalam Al-Qur’an menyinggung permasalahan yang sama dengan hadis tersebut. yaitu motivasi untuk mengendalikan amarah. Oleh karena itu, dinyatakan tidak bertentangan dengan pesan-pesan Al-Qur’an, seperti pada ayat:
ُ ﺍﷲ ﻭ “(yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan mema'afkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.” (QS. Ali-Imran : 134). Menurut Quraish Shihab, di antara beberapa sifat-sifat orang muttaqin dalam redaksi ayat Al-Qur’an di atas menunjukan bahwa sifat orang yang bertakwa adalah yang mampu menahan amarah. “… Kata اﻟﻜﺎﻇﻤﯿﻦmengandung makna penuh dan menutupnya dengan rapat, seperti wadah yang penuh air lalu ditutup rapat agar tidak tumpah. Ini mengisyaratkan bahwa perasaan tidak bersahabat masih memenuhi hati yang bersangkutan, pikiran masih menuntut 9
Al-Hafidz Ibnu Hajar Al-Asqalani. Fathul Bari Syarah Shahih Al-Bukhari. Penerjemah Amiruddin. (Jakarta : Pustaka Azzam, 2008). Jilid 29. H. 401
54
balas, tetapi dia tidak memperturutkan ajakan hati dan pikiran itu, dia menahan amarah …”10 Dengan demikian jelas bahwa marah harus bisa dikendalikan, meski hal itu sangat menjengkelkan. Orang yang menuruti emosi marah bukanlah tergolong orang-orang yang bertakwa seperti yang telah digambarkan oleh Allah SWT. bahkan sifat muttaqin tersebut dapat meningkat lebih terpuji, jika seorang dapat memaafkan kesalahan musuh walaupun ia memiliki kemampuan membalasnya. Seperti dalam firman Allah SWT.
“dan (bagi) orang-orang yang menjauhi dosa-dosa besar dan perbuatanperbuatan keji, dan apabila mereka marah mereka memberi maaf.” (QS. AsySyura : 37)
“Tetapi orang yang bersabar dan mema'afkan, Sesungguhnya (perbuatan ) yang demikian itu termasuk hal-hal yang diutamakan.” (QS. Asy-Syura : 43) 3. Tidak bertentangan dengan akal sehat dan ilmu pengetahuan seperti yang akan dijelaskan pada sub selanjutnya. Dengan demikian, setelah dilakukan penelitian matan hadis dengan metode muq ranah baik dengan hadis-hadis Nabi lainnya maupun dengan al-Qur’an, maka dapat disimpulkan bahwa kandungan hadis yang diteliti tidak bertentangan dengan kedua sumber tersebut. sehingga dapat dikatakan kualitas keshaihan matan dapat dipertanggung jawabkan.
10
M.Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an (Jakarta : Lentera Hati, 2002), vol 2. h. 221
55
D. Memahami Kandungan Matan Hadis dengan Pendekatan Ilmu Psikologi Setelah diadakan penelitian hadis baik melalui sanad dan matan dengan metode-metode yang telah ditetapkan oleh ulama hadis, sehingga dapat diketahui bahwa kualitas keduanya dapat dipertanggung jawabkan. Selanjutnya perlu adanya pemahaman terhadap kandungan matan hadis. Untuk menemukan pengetahuan apakah pesan-pesan Nabi Muhammad SAW 14 abad yang silam masih relevan sampai saat ini ketika dikaitkan dengan ilmu psikologi. Dalam psikologi, marah berarti perubahan internal atau emosional yang dapat menimbulkan perilaku yang agresif sebagai pelampiasan guna mengobati apa yang ada dalam hati. Marah berasal dari reaksi emosional akut. Ditimbulkan oleh sejumlah situasi yang merangsang, termasuk ancaman, agresi lahiriah, pengekangan diri, kekecewaan atau frustasi.11 Secara garis besar sebab yang menimbulkan marah itu terdiri dari faktor fisik dan psikis.12 Sesungguhnya jiwa dan fisik memiliki korelasi sikologis. Hal ini sebagaimana terungkap dalam hadis Nabi Muhamamd saw. yang artinya “Apabila salah satu dari kalian marah dalam keadaan berdiri maka duduklah jika itu dapat menghilangkan marah, jika tidak maka berbaringlah.” Dalam hadis tersbut menunjukan adanya hubungan antara jiwa dan fisik. Jiwa manusia memiliki karakteristik yang dilengkapi dengan kemampuan dan 11
Hisham Thalbah, Kemukjizatan psikoterapi Islam Ensiklopedi Mukjizat alquran dan Hadis (Bekasi: PT. Saptasentosa, 2008), Cet. I. h. 66 12 Faktor fisik bisa diakibatkan oleh : Kelelahan yang berlebihan. - Zat tertentu yang mengakibatkan marah. Jika otak kurang mendapatkan zat asam (oksigen) maka orang itu akan lebih mudah marah. - Hormon seks misalnya estrogen pada wanita dapat mempengaruhi emosi seseorang. Misalnya pada wanita yang sedang Haid. Faktor psikis : Terutama yang menyangkut anggapan yang salah dari seorang terhadap dirinya. Seperti Rendah diri, ini ditandai dengan menilai dirinya sendiri lebih rendah dari yang sebenarnya. Maka orang ini sensitif akan mudah sekali tersinggung. - Tinggi diri, yang bersangkutan menilai dirinya lebih dari kenyataan sebenarnya. Sombong terlalu menuntut pujian. Jika yang diharapkan tidak terpenuhi ia akan marah. Iihat. Hisham Thalbah, Kemukjizatan psikoterapi Islam Ensiklopedi Mukjizat alquran dan Hadis (Bekasi: PT. Saptasentosa, 2008), Cet. I. h. 71-72
56
rahasia yang tinggi. Karakteristik tersebut bisa terlihat dari emosinnya, seperti sedih, senang, takut, kecemasan, duka, kegelisahan, kesusahan dan perasaan lainnya. Perasaan tersebut muncul ketika menghadapi peristiwa-peristiwa menyakitkan dalam hidupnya karena adanya perubahan kondisi psikologi yang terlihat dari fisiknya, seperti perubahan raut muka, keluar keringat, tertawa, cemberut, dan tanda lainnya. Terkadang perubahan terjadi sangat dalam yang dirasakan oleh jiwa seseorang, seperti detak jantung yang bekerja cepat, sesak nafas, dan lain-lain.13 pengaruh ini sudah dicontohkan oleh Allah dalam surat AlNahl : 58
Artinya : “dan apabila seseorang dari mereka diberi kabar dengan (kelahiran) anak perempuan, hitamlah (merah padamlah) mukanya, dan Dia sangat marah”. Emosi terlahir sebagai energi di dalam fisik akibat beban yang berlebihan. Oleh karena itu sebaiknya diupayakan dapat memanfaatkan emosi untuk mengarahkannya kepada aktivitas yang bermanfaat. Seperti sebagian psikiater menganjurkan teknik substitusi, yaitu proses mengantikan dengan ketenangan dan kebencian dengan kasih sayang. Atau teknik pengalihan perhatian, yaitu mengerjakan sesuatu hal lain untuk mengalihkan rasa marah yang timbul. 14 Adapula yang menggunakan cara dengan bantuan oleh spiritual. Ia membuat rileks otot-otot pada badanya, dengan cara yang santai agar dapat menghilangkan ketegangan otot fisiknya, sebab emosi berhubungan dengan ketengangan akal.
13
Hisham Thalbah, Kemukjizatan psikoterapi Islam Ensiklopedi Mukjizat alquran dan Hadis (Bekasi: PT. Saptasentosa, 2008), Cet. I. h. 2 14 Yadi Purwanto dan Rachmat Mulyono, Psikologi Marah Perspektif Psikologi Islami (Bandung: PT. Refika Aditama, 2006), h. 71
57
Oleh karenaya, ketika dapat terlepas dari ketegangan otot, emosi marah pasti akan mereda.15 Persepsi mendasar yang harus dipahami dalam mengendalikan kemarahan adalah menumbuhkan kesadaran pada diri sendiri bahwa kemarahan tak akan pernah mencapai tujuan apa pun. Seseorang yang berharap memenuhi suatu keinginan mencapai tujuan tak akan pernah mencapainya dengan manjadi marah dan melakukan perbuatan-perbuatan yang kasar. Sebagai contoh, seorang atasan yang jengkel terhadap pegawainya yang bodoh tidak dapat membuatnya lebih cerdas dengan berbagai makian yang serba kasar. Tujuan itu lebih tercapai misalnya dengan membimbingnya secara sabar atau menyuruh dan membiayainya untuk mengikuti suatu kursus tertentu. Jadi untuk setiap masalah atau keadaan yang dapat menimbulkan kemarahan tentu ada cara-cara penyelesaian yang selaras ketimbang suatu peledakan emosi marah yang kasar. Strategi inilah yang pertama-tama harus dimengerti, dikembangkan, ditanamkan samapi diinsyafi sesadar-sadarnya dalam pikiran setiap orang. Kalau seseorang sudah dapat mencapai tujuannya, maka langkah-langkah pengendalian berikutnya yang telah digambarkan pada bab II sebelumnya akan terasa mudah. Oleh karena keadaan emosi sangat berhubungan dengan ketegangan akal, sehingga dapat mengacaukan pikiran yang normal, dan menciptakan tindakantindakan negatif. Untuk menghindari hal tersebut, seorang harus bisa meredakan ketegangan akal. Salah satu cara efektif menghilangakan beban fisik atau ketegangan adalah dengan mengalihkan atau mengarahkannya kepada kesibukan atau aktivitas lain yang bermanfaat atau lebih rileks. Seperti duduk bersandar, 15
Hisham Thalbah. Kemukjizatan psikoterapi Islam Ensiklopedi Mukjizat alquran dan Hadis (Bekasi: PT. Saptasentosa, 2008), Cet. I. h. 76
58
berbaring, berwudu, diam, dan mandi. Dengan melakukan pilihan metode dari satu, dua atau lebih, seperti yang diperintahkan oleh Rasulullah saw, apabila seorang marah ketika berdiri maka hendaknya duduk, jika duduk tidak berhasil meredakan amarah maka hendaknya seorang memilih alternatif lain yaitu dengan cara berbaring. Hal ini merupakan pengalihan kosentrasi yang menjengkelkan pada kosentrasi atau aktivitas lain yang lebih rileks, sebab ‘duduk’ dan ‘berbaring; merupakan kegiatan yang dapat mengistirahatkan ketegangan-ketegangan otot serta meminimalisir gerakan yang dapat mencederai orang lain di saat gejolak kemarahan terjadi. Metode pengalihan ini telah diungkpakan pula oleh W.Robert Nay. Ph.D yaitu “…Hampir semua strategi yang manjur untuk mengalihkan fokus perhatian pada sesuatu yang lebih netral, menonton atau menyibukan pikiran bisa bermanfaat untuk melemahkan gejolak kemarahan. Pertimbangkanlah sejumlah kemungkinan-kemungkinan yang mungkin bermanfaat ketika strategi-strategi peredaan kemarahan lainnya kurang berhasil menyejukan hati…”16
16
W. Robert Nay, Ph.D, Mengelola Kemarahan Trampil Menangani Konflik, Melegakan Hubungan, dan Mengekspresikan Diri Tanpa Lepas Kendali. Penerjemah Leinovar Bahfein (Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta, 2007), Cet. I. h. 156-174
59
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Setelah melewati seperangkat metode dalam kritik sanad dan matan, dalam mengkaji hadis tentang “Penanggulangan Amarah Ketika Berdiri dengan Cara Duduk atau Berbaring” yang diriwayatkan oleh Ahmad bin Hanbal. Penulis dapat menyimpulkan sebagai berikut: 1. Setelah dilakukan penelitian sanad hadis tentang “Penanggulangan Amarah Ketika Berdiri dengan Cara Duduk atau Berbaring” yang diriwayatkan oleh Ahmad bin Hanbal melalui jalur Abu Mu’awiyah (w.195 H). Sanad hadis tersebut berkualitas Shahih. 2. Adapun dari segai matan dalam hadis tersebut telah memenuhi kriteria ke-shahih-an matan. Di sana tidak terdapat pertentangan dengan hadishadis Nabi lainnya atau dengan al-Qur’an. Sehingga matan hadis ini terhindar dari syudzudz (kejanggalan) dan ‘illat (cacat). 3. Sedangkan hasil kesimpulan terhadap analisis kandungan matan hadis adalah sebagai berikut : Ketika pemahaman Hadis riwayat Ahmad bin Hanbal tentang “penanggulangan marah disaat berdiri dengan cara duduk” ini dikaitkan dengan ilmu psikologi tidaklah terdapat pertentangan. Bahkan berdiri dengan duduk memiliki korelasi sikologis cukup dekat. yaitu pada dasarnya emosi terlahir akibat beban yang berlebihan baik berasal dari luar maupun dalam diri sehingga terjadi ketegangan akal,
akibatnya
60
dapat mengacaukan pikiran yang normal, hingga tercipta tindakantindakan negatif. Oleh karena itu, seorang harus bisa meredakan ketegangan akal. Salah satu cara efektif menghilangakan beban fisik atau ketegangan adalah dengan mengalihkan kepada aktivitas lain yang lebih rileks. Seperti duduk atau berbaring. Dengan demikian ketegangan otot akan teristirahatkan serta membuka kesempatan bekerjanya pikiran yang normal, sehingga kemarahan menajdi reda.
B. Saran-saran Kedudukan hadis Nabi SAW sebagai sumber ajaran Islam kedua setelah alQur’an mempunyai peranan penting dalam kehidupan bermasyarakat. Untuk itu penulis menghimbau sebagai berikut : 1. Diharapkan semua pihak di antaranya lembaga akademis, pemerintahan dan ulama setempat ikut berpartisipasi memberikan perhatian yang penuh terhadap pembinaan masyarakat untuk membekali pengetahuan tentang hadis. agar pengetahuan, pemahaman dan pengamalan hadis dimasyarakat dapat tersebar dengan baik, 2. Agar pembaca dapat menindak lanjuti penelitian kualitas sanad dan matan terhadap hadis-hadis tentang cara mengatasi marah lainnya. 3. Agar pembaca dapat mengkaji lebih dalam tentang pengaruh duduk atau berbaring terhadap peredaan emosi marah Akhirnya kepada Allah SWT. penulis berharap agar skripsi ini menjadi titik sumber pengetahuan dan inspirasi yang bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.
61
DAFTAR PUSTAKA
D ud. T.tp.: Dar
Ab
D ud Sulaim n ibn Asy’asy Al-Sijist ni. Sunan Ab Al-Fikr, t.t.
Ab
H jir Mu ammad Al-Sa’ d bin Basy ni Zaglul. Mausu’ah A r f AlH d ts Al-Nabawiy Al-Syar f. Beirut: D r Al-Kutub Al-‘Ilmiyyah, t.t.
al-‘Asqal n , A mad bin ‘Al D r Al-Asimah, t.t.
bin Hajar. Taqr b Al-Tahdz b. T.tp.: Penerbit
________, Fathul Bari Syarah Shahih Al-Bukhari. Penerjemah Amiruddin. Jakarta:
Pustaka Azzam, 2008. Cet II. A mad bin Hanbal. Musnad Al-Im m A mad bin Hanbal. Beirut: D r Al-Fikr, t.t. Albin, Rochelle Semmel. Emosi Bagaimana mengenal, menerima dan mengarahkannya. Penerjemah M. Brigid. Yogyakarta: Kanisius, 1986. Ardani, Tristriadi Ardi. Psikiatri Islam. Yogyakarta: UIN Malang Press, 2008. Cet. I. Efendi, Agus. Revolusi Kecerdasan Abad 21 Kritik MI, EI, SQ, AQ & Successful intelligence atas IQ. Bandung: Alfabeta, 2005. Cet. I. Fajri, EM Zul dan Sanjaya, Ratu Aprilia. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia. T.tp.:Penerbit Difa Publisher, t.t. al-Ghaz li, Ab H mid Mu ammad bin Mu ammad. Ihy ’ ‘Ul mudd n. T.tp.: D r Al-Diy ni Littir tsi, 1407 H/1987 M. Cet. I. Hude, M. Darwis. Emosi Penjelajahan Religio Psikologis tentang Emosi Manusia di dalam Alquran. T.tp.:Erlangga, 2006. Ibnu Hamzah Al-Husaini Al-Hanafi Ad-damsyiqi. Asbab Al-Wurud. Penerjemah Suwarta Wijaya dan Zafrullah Salim. Jakarta: Kalam Mulia, 2002. Cet. I. Imam Muslim bin Hajjaj. Kuna wa Al-Asma. T.tp.: T.pn., 1404 H/1984. Cet. I. Jilid II. Ismail, M. Syuhudi. Kaidah Kesahihan Sanad Hadis Telaah Kritis dan Tinjauan Dengan Pendekatan Ilmu Sejarah. Jakarta: Bulan Bintang, 2005. Cet. III. _______, Kaidah Kesahihan Sanad Hadis. Jakarta: Bulan Bintang, 2005). Cet. III. _______, Hadis Nabi yang Tekstual dan Kontekstual. Jakarta: Bulan Bintang, 1994. Cet. I.
62
_______, Paradigma Baru Memahami Hadis Nabi. Jakarta: Intimedia dan Insan Cemerlang, t.t. Cet. I. _______, Metodologi Penelitian Hadis Nabi. Jakarta: Bulan Bintang, 1992. Cet. I. al-Khatib, Muhammad Ajaj. Ushul Al-Hadits. Penerjemah Qodirun Nur dan Ahmad Musyafiq, Jakarta: Gaya Media Pertama. 1998. Maulana Muhammad Zakariya Al-Kanadi Halawi. Muatha M lik. Beirut: Dar AlFikr, 1394 H/1974 M. Cet. III. Munawir, Ahmad Warson. Al-Munawwar Kamus Arab – Indonesia. Surabaya: Pustaka Progressif, 1997. al-Maraji, Jamaluddin Abi Al-Hajjaj Yusuf. Tahdz bu Al-Kam l f Rij l. T.tp.: Penerbit Muassasah Ar-Risalah, t.t.
Asm
Al-
Najati, Muhammad Usman. Al-Qur’an dan Psikologi. Jakarta: Aras Pustaka, 2003. Cet. III. ________, Psikologi Dalam Al-Quran Terapi Qurani dalam Penyembuhan Gangguan Kejiwaan. Penerjemah M.Zaka Al-Farisi. Bandung: CV. Pustaka Setia, 2005. Cet. I. Nasuhi, Hamid. dkk. Pedoman penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis dan Disertasi). Ciputat:CeQDA, 2007. Cet. II. Nay, W.Robert, Mengelola Kemarahan Trampil Menangani Konflik, Melegakan Hubungan, dan Mengekspresikan Diri Tanpa Lepas Kendali. Diterjemahkan oleh Leinovar Bahfein. Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta, 2007. Cet. I. Purwanto, Yadi dan Mulyono, Rachmat. Psikologi Marah Perspektif Psikologi Islami. Bandung: PT. Refika Aditama, 2006. Qardhawi, Yusuf. Bagaimana Memahami Hadis Nabi SAW. penerjemah Muhammad Al-Baqir. Bandung: Karisma, 1993. Cet. I. Rahman, Fatehur. Ikhtishar Mushthalahul Hadis. Bandung: PT. Al-Ma’arif, 1981. Cet. III. Safari, Triantoro dan Saputra, Nofrans Eka. Manajemen Emosi Sebuah Panduan Cerdas Bagaimana Mengelola Emosi Positif dalam Hidup Anda. Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2009. Cet. I. Sarwono, Sarlito Wirawan. Pengantar Umum Psikologi. Jakarta: Bulan Bintang, 2000. Cet. VIII. Shihab, M.Quraisy. Tafsir Al-Mishbah (Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an). Jakarta: Lentera Hati, 2002. Cet. I. Shaleh, Abdul Rahman. Psikologi Suatu Pengantar dalam Perspektif Islam. Jakarta: Kencana, 2008. Cet. III.
63
Tahhan, Mahmud. Metode Takhrij dan Penelitian Sanad Hadis. Penerjemah Ridlwan Nasir, Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1995. Cet. I. Thalbah, Hisham. Kemukjizatan psikoterapi Islam Ensiklopedi Mukjizat Al-Quran dan Hadis. Bekasi: PT. Saptasentosa, 2008. Cet. I. Tim Penulis IAIN Syarif Hidayatullah. Ensiklopedi Islam Indonesia. Jakarta: Jambatan, 1992. Wade, Carole dan Tavis, Carol. Psychology, 9th Edition, Jilid 2. Penerjemah Padang Mursalin dan Dinastuti. Jakarta: Erlangga, 2007. Wingsing, Al- Mu’jam al-Mufahras li Alf Laidn: Maktabah Biril, 1936.
al-Had ts al-Nabawiy. Madinah