ANALISIS SANAD DAN MATAN HADIS SALAT DI ATAS KENDARAAN
Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Theologi Islam (S.Th.I)
Oleh:
M. Ghozali NIM: 1110034000127
PROGRAM STUDI TAFSIR HADIS FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1436 H/2015 M
TIM PENGUJI SKRIPSI
Skripsi ini telah diuji pada sidang terbuka pada: Hari, tanggal
: Kamis, 21 Mei 2015
Pukul
: 10.00-11.30 WIB
Pembimbing
: Dr. Bustamin, M.Si
Ketua Sidang
: Dr. Lilik Ummi Kaltsum, MA
Sekretaris
: Dra. Banun Binaningrum, M.Pd.
Tim Penguji
: 1. Rifqi Muhammad Fathi, MA 2. Hasanuddin Sinaga, MA
iii
ABSTRAK M. Ghozali Analisis Sanad Dan Matan Hadis Salat Di Kendaraan Dalam ajaran Islam Hadis merupakan sumber utama setelah alQur’an yang selalu dijadikan landasan bahkan pedoman dalam kehidupan sehari-hari baik perkataan, perbuatan ataupun tindakan terutama yang berkaitan dengan ibadah. Umat Islam dalam melakukan ibadah tentu saja harus memiliki pengetahuan tentang aturan dan tata cara untuk melaksanakan ibadah tersebut agar tidak sia-sia dan dapat diterima di sisi Allah SWT. Salah satu ibadah yang pokok diantaranya ialah salat, seorang muslim wajib melaksanakan ibadah ini walaupun bagaimana keadaannya dan dimanapun posisinya. Namun, dalam keadaan dan posisi tertentu seseorang sering merasa ragu dan kebingungan untuk melaksanakan kewajibannya yaitu seperti melakukan salat di atas kendaraan. Pada penelitian ini penulis akan melakukan analisa terhadap Hadis an r a an n an a a aa n araan un u n a u bagaimana kualitas Hadis tersebut. Namun, dalam penelitian ini penulis membatasi Hadis yang akan diteliti yaitu dua Hadis yang masing-masing terdapat dalam kitab Sunan al-Tirmidzî dan ahîh al-Bukhârî. Berdasarkan penelitian yang penulis lakukan terhadap unsur-unsur yang terdapat dalam Hadis yang berkaitan dengan salat di atas kendaraan, ditemukanlah kriteria-kriteria yang menunjukan kualitas masing-masing Hadis tersebut. Salah satu perawi pada sanad hadis yang terdapat dalam kitab Sunan al-Tirmidzî memiliki tingkat intelektual yang kurang dalam abitannya sehingga Hadis tersebut berstatus Hasan. Sementara untuk Hadis yang terdapat dalam kitab ahîh al-Bukhârî berkualitas Sahih kerena masing-masing perawi memiliki kredibilitas tinggi dan moralitas yang baik.
v
KATA PENGANTAR Segala puji milik Allah yang maha pengasih dan juga penyayang, sehingga atas taufiq dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas akhir kuliah (Skripsi) Nabi Muhammad yang telah banyak memberikan inspirasi kepada umat manusia khususnya kepada penulis yang telah menjadikan beliau sebagai inspirasi untuk mengkaji Hadis yang saya beri judul “ANALI I SANAD DAN MATAN HADIS SALAT DI ATA KENDARAAN” Penelitian ini dilakukan guna memperoleh gelar sarjana Theologi Islam dari Fakultas Ushuluddin. Saya menyadari selama proses penggarapan Skripsi ini banyak pihak yang memberikan bantuan, ,
iv i,
,
’
Maka pada kesempatan ini Saya
ingin mengucapkan banyak terimakasih kepada: 1. Bapak Prof. Dr. Dede Rosada, MA. Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta beserta seluruh sivitas Akademika. 2. Bapak Prof. Dr. Masri Mansoer, M.Ag. Dekan Fakultas Ushuluddin Universitas Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan pelayanan berbagai fasilitas kepada penulis. 3. Ibu Dr. Lilik Ummi Kaltsum, MA. Ketua Jurusan Tafsir Hadis Fakultas Ushuluddin, dan Ibu Banun Binaningrum, M.Pd. Sekertaris Jurusan Tafsir Hadis Fakultas Ushuludin, yang selalu menyempatkan waktunya untuk memberikan berbagai keperluan yang berkaitan dengan skripsi penulis.
vi
4. Bapak Dr. Bustamin, M.Si. Selaku dosen pembimbing yang selalu meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan kepada penulis dalam menyelesaikan tugas ini. 5. Seluruh Dosen Fakultas Ushuludin khususnya Jurusan Tafsir Hadis yang tanpa henti memberikan pengajaran serta pemahaman. 6. Bapak dan Ibu petugas Perpustakan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, dan perpustakaan Fakultas Ushuludin yang telah memberikan pelayanan kepada penulis dalam mencari referensi. 7. Ayah
Ib
,y
’
b
harta dan raganya untuk kelancaran saya. Adik dan kakak tercinta yang selalu mendukung dan membantu penulis. 8. Keluarga besar Yayasan Nurul Huda yang telah memberikan dukungan dan perhatian. 9. Keluarga besar Yayasan al-Atiqiyah, terutama kepada abi Wawan yang telah memberikan saran-saran kepada penulis. 10. Kyai Bahrudin selaku pimpinan pondok pesantren Darul Hikam yang senantiasa memberikan nasihat dan pepatah. 11. Teman-teman seperjuangan Tafsir Hadis. Saudara Dani Kamaludin, ahmad al-Faruqi, Afwan, Aceng, Lail, Angga, Mabrur. Teman KKN LANGIT 13, teman-teman di pondok Darul Hikam serta seluruh kerabat yang selalu memberikan motivasi dan bantuan untuk kesuksesan dan kelancaran penulis.
vii
Penulis mengakui karya ini jauh untuk dikatakan sempurna, tetapi penulis mengharapkan semoga karya tulis ini bermanfaat baik untuk penulis pribadi maupun para pembaca.
Jakarta, 26-03-2015.
M. Ghozali
viii
TRANSLITERASI
Transliterasi dimaksudkan sebagai pengalih huruf dari abjad yang satu ke abjad yang lain. Transliterasi Arab-Latin disini ialah huruf-huruf Arab dengan huruf-huruf latin beserta perangkatnya. Pedoman transliterasi dalam skripsi ini meliputi: a. Konsonan NO
Huruf Arab
Huruf Latin
Keterangan
1
ا
2
ب
B
Be
3
ت
T
Te
4
ث
Ts
Te dan Es
5
ج
J
Je
6
ح
7
خ
Kh
Ka dan Ha
8
د
D
De
9
ذ
Dz
De dan Ze
10
ر
R
Er
11
ز
Z
Zet
12
س
S
Es
13
ش
Sy
Es dan ye
14
ص
Es dengan garis di bawah
15
ض
De dengan garis di bawah
16
ط
Te dengan garis di bawah
Tidak dilambangkan
H dengan garis di bawah
ix
17
ظ
18
ع
‘
Koma terbalik di atas
19
غ
Gh
Ge dan Ha
20
ف
F
Ef
21
ق
Q
Ki
22
ك
K
Ka
23
ل
L
El
24
م
M
Em
25
ن
N
En
26
و
W
We
27
ه
H
Ha
28
ء
`
Apostrof
29
ي
Y
Ye
Zet dengan garis di bawah
b. Vokal Untuk vokal tunggal, ketentuan alih aksaranya adalah sebagai berikut: Tanda Vokal Arab
Tanda Vokal Latin
َ
A
َ
I
َ
U
Keterangan
Kasrah
Adapun untuk vokal rangkap, ketentuan alih aksaranya adalah sebagai berikut:
x
Tanda Vokal Arab
Tanda Vokal Latin
Keterangam
َي
Ai
a dan i
َو
Au
a dan u
Sedangkan untuk vokal panjang ketentuan alih aksaranya ialah apabila A panjang ditulis dengan â ( a dengan topi di atas), I panjang ditulis dengan î ( I dengan topi di atas), U panjang ditulis dengan û ( u dengan topi di atas).
xi
DAFTAR ISI LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ............................................i LEMBAR PERNYATAAN .........................................................................ii LEMBAR PENGESAHAN UJIAN ............................................................iii ABSTRAK ....................................................................................................v KATA PENGANTAR ..................................................................................vi PEDOMAN TRANSLITERASI .................................................................ix DAFTAR ISI .................................................................................................xii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah .....................................................................1 B. Rumusan dan Pembatasan Masalah ...................................................7 C. Tujuan Penelitian ...............................................................................8 D. Tinjauan Pustaka ................................................................................9 E. Metode Penelitian...............................................................................10 F. Sistematika Penelitian ........................................................................11 BAB II SEKILAS TENTANG SALAT A. Pengertian Salat dan Kedudukannya Dalam Islam ............................13 B. Cara Melaksanakan Salat Di Atas Kendaraan ...................................17 C. Pendapat Ulama Terhadap Salat Di Atas Kendaraan ........................22 BAB III ANALISIS HADIS MENGENAI SALAT DI ATAS KENDARAAN A. Kritik Sanad Hadis .............................................................................26 1. Teks dan Terjemahan Hadis ..........................................................26 2. Takhrij Hadis .................................................................................27 3. I’tibar Hadis ...................................................................................32 4. Penelitian Sanad Jalur al-Bukhârî ..................................................33
xii
5. Penelitian Sanad Jalur al-Tirmidzî.................................................46 6. Natijah ...........................................................................................56 B. Kritik Matan Hadis .............................................................................56 1. Perbandingan Hadis dengan al-Qur’an ..........................................57 2. Perbandingan dengan Riwayat Lain ..............................................58 3. Komentar Ulama ............................................................................60 BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan .........................................................................................62 B. Saran ...................................................................................................62 DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................63 LAMPIRAN BOIGRAFI PENULIS
xiii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hadis atau yang disebut juga dengan sunah, sebagai sumber ajaran Islam yang berisi pernyataan, pengamalan, pengakuan, dan hal ihwal Nabi Saw yang beredar pada masa Nabi Muhammad saw. hingga wafatnya, disepakati sebagai sumber ajaran Islam setelah al-Qur‟an dan isinya menjadi hujjah (sumber otoritas) keagamaan. Oleh karena itu, umat Islam pada masa Nabi Muhammad saw. dan pengikut jejaknya, menggunakan Hadis sebagai hujah keagamaan yang diikuti dengan mengamalkan isinya dengan penuh semangat, kepatuhan dan ketulusan. Dalam praktek, disamping menjadikan al-Qur‟an sebagai hujah keagamaan, mereka juga menjadikan Hadis sebagai hujah yang serupa secara seimbang, karena keduanya sama diyakini berasal dari wahyu Allah.1 Seorang muslim yang mengakui Allah sebagai tuhan-Nya dan Nabi Muhammad sebagai utusan-Nya sepatutnya dan selayaknya ia selalu mengikuti ataupun menjalankan perintah dan menjauhi larangan Allah dan juga Nabi Muhammad sebagai utusan-Nya. Serta menjadikan al-Qur‟an dan Hadis sebagai pedoman ataupun rujukan umat manusia yang mendapati perselisihan paham,
pendapat, dan permasalahan hidup
lainnya. Sebagaimana firman Allah dalam surat al-Nisa ayat 59 :
1
Erfan Soebahar, Menguak Fakta Keabsahan Sunah. (Bogor: Kencana, 2003), h. 3.
1
2
ِ ٱّلل وٱلْي وِم ٱالء ِ ِ ِ ِ ٱّلل وٱل َر ُس اخ ِر ْ َ َ َ ِول إِن ُكنتُ ْم تُ ْؤمنُو َن ب َ َ فَِإن تَ َٰنَ َز ْعتُ ْم ِف َش ْىء فَ ُردُّوهُ إِ َل َ َح َس ُن تَأْ ِويلا َ َِٰذَل ْ ك َخ ْي ر َوأ “kemudian jika kamu berlainan Pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya”. Berdasarkan ayat di atas, jelaslah bahwa Allah memerintahkan umat manusia agar mengambalikan segala urusan dalam kehidupannya kepada al-Qur‟an dan juga Hadis yang menjadi sumber pokok dalam ajaran Islam. Namun,
sejalan
dengan
perjalanan
waktu
umat
manusia
menghadapi berbagai permasalahan yang harus disikapi dan dijalankan dengan baik. Bagi umat Islam, permasalahan yang timbul kapan dan dimanapun harus dikembalikan kepada pegangan hidup mereka yang telah ditetapkan yaitu al-Qur‟an dan Hadis. Pada satu sisi, al-Qur‟an maupun Hadis dianggap pedoman yang siap kapan saja untuk dijadikan rujukan terhadap semua permasalahan yang dihadapi. Namun, dalam tataran prakteknya, tidak semudah mengemukakannya dalam teori semata. Banyak ayat maupun Hadis yang mempunyai makna ganda, yang disebabkan tingginya nilai sastra yang dimiliki oleh kedua teks tersebut. Sehingga tidak boleh tidak, perlu usaha yang mendalam dan serius untuk menggali dalil-dalil tersebut agar menjadi pedoman praktis untuk dilaksanakan dengan mudah dan meyakinkan kebenarannya.2
2
Abdul Wahid, Hadis Nabi dan Problematika Masa Kini. (Banda Aceh: al-Raniry Press, 20007), h. 1.
3
Aspek lain yang juga harus diperhatikan adalah menyangkut eksistensi Rasulullah dalam berbagai posisi dan fungsinya. Adakalanya sebagai manusia biasa, sebagai pribadi, suami, utusan Allah, kepala Negara, pemimpin masyarakat, panglima perang, dan sebagai hakim pemutus perkara. Sebab keberadaan ini menjadi acuan pemahaman Hadis berkaitan dengan posisi dan peran apa yang sedang Rasulullah jalankan. Oleh karenanya penting sekali mendudukan pemahaman Hadis pada tempat yang proporsional, kapan dipahami secara tekstual, konstektual, universial,
temporal,
situasional
maupun
lokal.
Bagaimanapun,
pemahaman yang kaku dan statis akan menutup eksistensi Islam yang âlih li kulli zamân wa makân.3 Salah satu dari pembahasan yang dijelaskan Hadis adalah berkaitan dengan ibadah-ibadah yang wajib ataupun sunah. Salat adalah merupakan ibadah wajib yang akan pertama kali dipertimbangkan oleh Allah terhadap seorang muslim. Sebagaimana yang dijelaskan dalam sebuah Hadis berikut.
َاد بْ ُن َسلَ َم َة َع ْن َد ُاو َد بْ ِن أَِِب ِى ْند َع ْن ُزَر َارَة بْ ِن أ َْو َف ُ أَ ْخبَ َرنَا ُسلَْي َما ُن بْ ُن َح ْرب َح َدثَنَا ََح ِ ُ ال رس ِ َ اّلل صلَى ِ اس ُ بِ ِو ال َْب ْب ُد َ َي ق َ َ ول َ َاّللُ َعلَْيو َو َسلَ َم إِ َن أَ َو َل َما ُي ُ َ َ َال ق ِّ َع ْن ََتيم ال َدا ِر ِ ِ اّللُ تَ َب َال َ ال َ َصان ق َ ال ْ َصلَتَوُ َك ِاملَةا ُكتِب َ ت لَوُ َكاملَةا َوإِ ْن َكا َن ف َيها نُ ْق َ صلَةُ فَِإ ْن َو َج َد ِ ِ ِ ِِ ِ ِ ِ َُضتِ ِو ُثَُ ال َزَكاةُ ُث َ ص ِم ْن فَ ِري َ ل َملَئ َكتو انْظُُروا َى ْل ل َب ْبدي م ْن تَطَُّوع فَأَ ْكملُوا لَوُ َما نَ َق 4 ِ ك ُ الْل ْع َم َ س ِ ذَل َ ال َعلَى َح “Sungguhnya pertama kali yang akan dihisab dari seorang hamba adalah salat, jika salatnya sempurna maka akan ditulis sempurna untuknya. 3 4
Muhammad Solikhin, Hadis Asli Hadis Palsu (T. tp: Garudawaca, t.t.), h. 11. Al-Dârimî, Sunan al-Dârimî, juz 1 (Beirut: Dâr al-Kitâb al-„Arabî, 1407), h. 361.
4
Apabila padanya terdapat kekurangan, maka Allah Ta'ala berfirman kepada para malaikat-Nya: Lihatlah apakah hamba-Ku memiliki amalan sunah? Lalu sempurnakan apa yang kurang sempurna dari ibadah wajibnya. Kemudian zakat, kemudian amalan-amalan lain juga seperti itu perhitungannya.” Selain itu salat juga merupakan syarat mencapai keselamatan dan penyangga iman seseorang. Ia juga sebagai penghubung antara hamba dan Tuhannya. Salat adalah penyejuk mata pelipur hati. Begitu mulia dan luhur nilainya, sehingga salat
itu pertama kali diwajibkan pada malam isra’
mi’raj, seolah-olah hal ini menunjuk pada hakikat salat
dan seakan-akan
roh kita naik ketika salat menghadap Sang Maha pencipta untuk memperoleh tambahan iman dan takwa.5 Perintah untuk menegakan salat
banyak disebutkan di dalam al-
Qur‟an, antara lain:
ِ ِ يموا َ صلَ َة فَاذْ ُك ُروا َ ض ْيتُ ُم ال َ َفَِإذَا ق اّللَ قِيَ ااما َوقُبُ ا ُ ودا َو َعلَى ُجنُوب ُك ْم فَِإذَا اط َْمأْنَ ْنتُ ْم فَأَق ِ ي كِتَاباا َم ْوقُوتاا َ صلَةَ إِ َن ال َ ال ْ َصلَ َة َكان َ ِت َعلَى ال ُْم ْؤمن “Maka apabila kamu telah menyelesaikan salat (mu), ingatlah Allah di waktu berdiri, di waktu duduk dan di waktu berbaring. kemudian apabila kamu telah merasa aman, Maka dirikanlah salat itu (sebagaimana biasa). Sesungguhnya salat itu adalah fardu yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman”. Oleh sebab itu, sebagai seorang muslim wajib untuk melaksanakan ibadah salat
baik dilaksanakan dalam keadaan apapun, bagaimanapun,
dan dimanapun. Namun dalam prakteknya
sering
sekali banyak
ditemukan persoalan tentang salat bahkan bingung ketika waktu salat telah datang sedangkan posisi seseorang masih di dalam kendaraan umum
5
Syekh Musthafa Masyur, Berjumpa Allah Lewat Salat (Jakarta: Gema Insani Press, 2002), h. 19.
5
dan diperkirakan akan sampai setelah waktu salat
tersebut berakhir.
Apalagi ditambah persoalan perjalanan saat ini yaitu macet yang akan menghambat seluruh pengguna jalan dalam melakukan aktivitasnya. Persoalan semacam ini sebenarnya pernah dialami saya ketika hendak berangkat dari Ciputat menuju Sukabumi. Ketika itu berangkat setelah salat
ashar pukul 16.00 WIB. Dengan menggunakan kendaraan umum,
dikarenakan kondisi jalanan macet sampailah saya pada saat waktu salat magrib telah berakhir yaitu pukul 19.30 WIB. Permasalahan yang terjadi dikalangan masyarakat adalah mengenai perbedaaan pandangan dalam memahami keterangan-keterangan makna yang terkandung Hadis. Hadis salat di kendaraan inilah salah satu contoh dari banyaknya Hadis yang sering banyak diperbincangkan terkait makna Hadis yang akan diamalkan dalam kehidupan sosial. Sebagian orang atau bahkan setingkat ulama meyakini dan memahami Hadis salat di kendaraan boleh dilakukan asalkan bukan salat
fardu kemana pun arah kendaraan
tersebut melaju, semantara yang lainnya memahami Hadis salat di kendaraan tersebut boleh dilakukan walaupun pada keadaan salat wajib. Berdasarkan persoalan ataupun permasalahan di atas penulis tertarik untuk menelusuri persoalan tentang salat di kendaraan dengan melalui pendekatan Hadis sebagai sumber pokok umat Islam setelah alQur‟an. Namun dalam penelitian ini penulis tidak terlalu fokus untuk mencari boleh atau tidaknya salat wajib atau sunah dilakukan di kendaraan, tetapi lebih fokus terhadap unsur-unsur yang ada pada Hadis itu sendiri. Adapun salah satu Hadis yang berkaitan dengan salat
6
dikendaraan yaitu sebagaimana yang diriwayatkan sunan al-Darimi yang berbunyi sebagai berikut.
ِ عن عب ي ِد، ََحر ِ َع ْن، للا بْ ِن ُع َم َر َ َ ق، َح َدثَنَا ُس ْفيَا ُن بْ ُن َوكِيع ْ َُ ْ َ ُ َ ْ َح َدثَنَا أَبُو َخالد األ: ال ِ أَو ر، ِاّلل علَي ِو وسلَم صلَى إِ َل ب ِب ِريه ، احلَتِ ِو َ ِ أَ َن الن، َع ِن ابْ ِن عُ َم َر، نَافِع َ َ َ َ ْ َ َُ صلَى َ َب َ َ ْ 6 ِِ ِ وَكا َن يصلِّي علَى ر .ت بو ُ احلَتِ ِو َح ْي ْ ث َما تَ َو َج َه َ َ َُ َ Hadis-Hadis di atas masing-masing memiliki unsur-unsur yang terdapat pada Hadis yaitu sanad dan matan. Sanad Hadis yang berarti merupakan sebuah rangkaian periwayatan dari sedangkan matan adalah cerita dari sanad ataupun isi dari Hadis tersebut, matan menurut ilmu Hadis adalah penghujung sanad yakni sabda Nabi Muhammad Saw yang disebutkan setelah akhir sanad Hadis.7
Sanad merupakan persoalan
pertama yang berkaitan langsung dengan Hadis, dalam arti persoalannya lebih tertuju pada penelusuran sanad-sanad Hadis, siapa perawinya, bagaimana jati dirinya, bagaimana moralitasnya dan lain sebagainya. Di samping itu, persoalan lainnya yang tidak kalah pentingnya dalam proses isnâd adalah penelusuran kemampuan rawi dalam proses menerima dan meriwayatkan Hadis apakah ia seorang yang sungguh-sungguh dalam bermajelis sama‟ atau lebih banyak lalai sehingga terjadi banyak kekeliruan dalam menyampaikan Hadis dari gurunya.8 Inilah yang akan
6
Muhammad bin „Îsa Abû „Îsa al-Tirmidzî, Sunan al- Tirmidzî, ( Beirut: Dâr al-Gharib al- Islamî, 1998), h. 456 7 Bustamin, dan Isa Salam, Metode Kritik Hadis. (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004), h. 59. 8 M. Abdurrahman, dan Elan Sumarna, Metode Kritik Hadis. (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2011), h. 244.
7
menjadi kajian penulis dalam membahas Hadis tentang salat di kendaraan berdasarkan analisis sanad dan juga matan. B. Identifikasi Masalah
1. Pembatasan Masalah Berawal dari penjelasan latar belakang di atas, maka diperlukanlah suatu pembatasan masalah. Dengan tujuan agar pembahasan terfokus pada penelitian yang akan dikaji dan lebih terarah. Oleh sebab itu penulis akan memberikan batasan terhadap penelitian yang akan dikaji dengan membatasi Hadis sebagai berikut : Pembatasan yang pertama, penulis hanya akan menganalis atau melakukan kritik terhadap Hadis salat di kendaraan sedangkan untuk hukum yang berkaitan dengan salat di kendaraan penulis tidak akan terlalu membahasnya. Kedua, penulis akan meneliti Hadis-Hadis yang berkaitan dengan salat di kendaraan. Pembatasan yang ketiga, dari sekian banyak Hadis yang berkaitan dengan salat di kendaraan maka saya batasi jumlah Hadis tentang salat di kendaraan yang akan dianalisa dari segi sanad dan matan hanya dua Hadis saja karena keterbatasan waktu dan akan menghasilkan halaman yang sangat banyak. Hadis-hadis tersebut terdapat dalam kitab Sahih al-Bukhari dan Sunan al-Tirmidzi, dengan alasan bahwa setiap hadis di mana pun ia
8
dimuat dan setinggi apa pun ia diapresiasi harus diteliti sebelum diberikan penelitian ilmiah apa pun terhadap keterpercayaannya.9 2. Rumusan Masalah Dalam penulisan skripsi ini, penulis ingin melakukan penelitian bagaimana kualitas Hadis tentang salat di atas kendaraan? C. Tujuan Penelitian Dan Kegunaan Penelitian Adapun tujuan dan kegunaan dilakukannya penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Tujuan penelitian ini adalah: a. Untuk memberikan pengertian secara ilmiah terhadap Hadis salat dikendaraan. b. Untuk mengetahui kualitas sanad dan matan Hadis salat di kendaraan. c. Untuk menggambarkan Hadis-Hadis tentang salat
di kendaraan.
d. Untuk menguraikan unsur-unsur Hadis yang menjadi hal terpenting dalam menentukan kualitas Hadis. 2. Kegunaan Penelitian ini adalah a. untuk memberikan wawasan pengetahuan dan referensi tambahan terhadap kajian Hadis khususnya tentang Hadis salat 9
di kendaraan.
Kamarudin Amin, Menguji kembali Keakuratan Metode Kritik Hadis. ( Jakarta: Hikmah, 2009), h. 190.
9
b. Memberikan gambaran pemahaman Hadis salat
kendaraan yang
dilihat berdasarkan unsur-unsur yang terdapat pada Hadis yaitu sanad dan matan. c. Secara Akademik, Penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbangsih pemikiran dalam khazanah pemikiran Islam khususnya dalam bidang Hadis. d. Sebagai syarat untuk memperoleh gelar Strata-1 bidang Theologi Islam pada program study Tafsir Hadis di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. D. Tinjauan Pustaka Penulis menyadari bahwa karya ilmiah yang membahas tentang Salat telah banyak dilakukan oleh para peneliti dari berbagai kajian disiplin ilmu. Diantara karya ilmiah yang penulis temukan adalah sebagai berikut : a.
Skripsi pada Fakultas Dakwah Institut Agama Islam Negeri Sunan Kali Jaga Yogyakarta tahun 2001 karya M. Rizal Efendi Hasibuan dengan judul PENGALAMAN SALAT FARDHU SOPIR DAN KERNET BIS PT.ALS ( ANTAR LINTAS SUMATRA) CABANG YOGYAKARTA. Dalam skripsi ini M. Rizal Efendi Hasibuan menjelaskan permasalahan ibadah salat yang dilakukan sopir dan kernet yang setiap harinya berada di perjalanan. Peneliti ini melihatnya dengan berdasarkan faktor pendukung serta faktor
10
penghambat terhadap kewajiban salat 5 waktu seorang sopir dan kernet bis tersebut. b. Skripsi pada Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negeri Jakarta tahun 2009 karya Mahbubah dengan judul KUALITAS HADIS-HADIS QADA SALAT (KAJIAN SANAD MATAN). Dalam skripsinya Mahbubah melakukan penelitian terhadap
salat qada dengan
pendekatan ilmu Hadis yang menjelaskan kualitas Hadis. Melalui penelitiannya Mahbubah menyatakan bahwa Hadis qada salat adalah merupakan Hadis yang memiliki kualitas ahad masyhur yang a h dengan alasan bahwa Hadis tersebut memiliki sanad yang bersambung serta rawinya yang abit. Berdasarkan karya-karya ilmiah yang telah dilakukan para peneliti mengenai salat dari berbagai macam-macam pendekatannya, maka saya tertarik untuk meneliti pembahasan salat dilakukan di kendaraan melalui disiplin ilmu Hadis. E. Metode Penelitian Dalam melakukan penelitian ini penulis menggunakan metode pencarian data-data yang biasa disebut library research berupa buku, artikel, majalah, baik yang bersifat primer ataupun sekunder diantaranya yaitu tahdzîb al-tahdzîb karya Ibn Hajar al-Asqalânî, Karya Jamâludin Abî al-Hajjâj Yûsuf al-Mizzî, Tahdzîb al-Kamâl fî asmâ al-Rijâl, Mu’jam al-Mufahras li alfâd al-Hadîts al-Nabawi karya Arnold John Wensinck.
11
Adapun langkah-langkah ataupun cara pengumpulan data yang ditempuh penulis dalam melakukan analisis data adalah sebagai berikut : Pertama, Metode takhrij Hadis, dengan menggunakan kitab Mu’jam al-Mufahras li alfâd al-Hadîts al-Nabawi karya Arnold John Wensinck dan kitab al-Mausû’a al-Atraf karya Abu Hajar Muhammad al-Saʻîd ibn Basyûnî Zaghlûl. Kedua, Melakukan penelitian sanad Hadis dari data yang diambil dari kitab dan Hadis kemudian menentukan kedudukan Hadis melalui penelitian kepribadian para perawi Hadis. Ketiga,
Melakukan
kritik
matan
Hadis
dengan
cara
membandingkan Hadis dengan al-Qur‟an dan Hadis dengan Hadis. Dalam metode penulisan skripsi ini penulis merujuk pada buku pedoman akademik tahun 2010-2011. F. Sistematika Penelitian Adapun sistematika penulisan dari penelitian ini penulis menyusun berdasarkan bab perbab, agar mendapatkan gambaran yang jelas dalam skripsi ini.yaitu dengan susunan sebagai berikut: Bab satu, sebagai pendahuluan yang merupakan gambaran umum tentang keseluruhan isi skripsi yang dimulai dengan latar belakang masalah yang dilanjutkan rumusan masalah, lalu tujuan dan kegunaan penelitian, metode penelitian, dan sistematika penelitian.
12
Bab dua, membahas sekilas tentang salat yang meliputi pembahasan pengertian salat dan kedudukannya dalam Islam serta penulis juga akan menjelaskan bagaimana salat di kendaraan dilakukan (tata cara salat
di kendaraan), selain dari pada itu dalam bab ini pun dijelaskan
pendapat-pendapat para ulama memandang seputar Hadis salat
di
kendaraan. Bab tiga, membahas seputar proses analisis penulis terhadap Hadis-Hadis salat di kendaraan dengan melalui takhrij Hadis. Langkah pertama penulis menyajikan teks dan terjemah Hadis kemudian dilanjutkan dengan kegiatan penelitian Hadis yang dilakukan dengan menelusuri sanad Hadis, i’tibar Hadis, serta melakukan kritik sanad. Selain dari itu, pada bab ini juga dilakukan penelusuran terhadap matan Hadis dengan cara mencari awal matan Hadis, melalui kata-kata yang terdapat pada matan Hadis, pencarian melalui tema Hadis, meneliti kandungan matan Hadis, pendapat ulama terhadap makna Hadis, serta memberikan verifikasi terhadap Hadis. Bab empat, merupakan bab terakhir dari penelitian ini yang akan diakhiri dengan penutup meliputi kesimpulan, saran. Dan untuk melengkapi skripsi serta bukti penelitian, penulis cantumkan lampiranlampiran.
BAB II SEKILAS TENTANG SALAT A. Pengertian Salat Dan Kedudukannya Dalam Islam Dalam Kamus Bahasa Indonesia, salat adalah merupakan perbuatan menghadap kepada Allah sepenuh jiwa raga untuk berdoa, memuji, memuliakan, dan memohon rahmat-Nya sebagai ibadah dengan melakukan beberapa perkataan dan perbuatan yang dimulai dengan takbir dan diakhiri dengan salam sesuai dengan syarat-syarat yang telah ditentukan oleh hukum Islam1. Sedangkan pengertian salat menurut bahasa Arab adalah merupakan kata yang diambil dari kata
صلى – يصلي
yang memiliki arti do‟a2.
Berkaitan dengan pengertian Salat yang berarti do‟a, al-Qur‟an menjelaskan dalam surat al-Taubah ayat 103 sebagai berikut :
ِ ك س َكن ََلم واّلل ََِس يم ٌ ُ َ ْ ُ ٌ َ َ َصالَت َ ص ِّل َعلَْي ِه ْم إِن َ َو ٌ يع َعل
“Dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. dan Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui.” Berdasarkan ayat di atas, kata
ص ِّل َعلَْي ِه ْم َ َو
“ dan berdo‟alah untuk
mereka” artinya mintakan ampun untuk mereka dari dosa-dosa yang telah mereka lakukan. Begitu juga dengan kata
ََلُ ْم
ك َس َك ٌن َ َصالَت َ إِن
“
Sesungguhnya do‟a kamu itu menjadi ketentraman jiwa bagi mereka,”
1
Peter salim, Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer, ( Jakarta: Modern English Press, 2002), h. 1313. 2 A.W. Munawwir, Kamus al-Munawwir Arab-Indonesia Terlengkap, ( Surabaya: Pustaka Progressif, 1997), h. 792.
13
14
artinya, itu menjadi penenang hati mereka karena Allah telah mengampuni dosa mereka dan menerima taubat mereka.3 Sedangkan pengertian salat secara istilah ialah perkataan maupun perbuatan yang diawali dengan takbir dan diakhiri dengan salam berdasarkan syarat-syarat dan waktu yang telah ditetapkan. Allah telah menetapkan waktu-waktu salat fardu yang lima waktu. Sebagaimana dalam firman-Nya :
ِ ي كِتَابًا َم ْوقُوتًا ْ َإِن الصالَ َة َكان َ ِت َعلَى ال ُْم ْؤمن
“Sesungguhnya salat itu adalah fardu yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman”. (Qs. Al-Nisâ ayat 103). Jelaslah bahwa salat menjadi salah satu ibadah yang waktunya telah ditentukan. Bahkan memiliki keutamaan yang luar biasa bagi siapa saja yang melaksanakan salat tepat pada waktunya. Sebagaimana yang dijelaskan dalam Hadis berikut ini :
ِ ال ِ ِ ِ حدثَنَا أَبو ِ ِشام بْن َع ْب ِد املَل :الع ْي َزا ِر َ َ ق،ك َ الولي ُد بْ ُن َ َ َ َ ق،ُ َحدثَنَا ُش ْعبَة:ال ُ ُ َ الوليد ى َ ُ ِ ب َى ِذ ِه الدا ِر َوأَ َش َار إِ َل َدا ِر ُ يَ ُق،ت أَبَا َع ْم ٍرو الش ْيبَ ِان َ َأَ ْخبَ َرِن ق ُ ََِس ْع:ال َ َحدثَنَا:ول ُ صاح ِ أَي العم ِل أَحب إِ َل:ْت النِب صلى للا علَي ِو وسلم ِ عب ِد :ال َ َاّلل؟ ق َ َ ق،اّلل ُ َسأَل:ال َْ َ َ ََ َ ََ َْ ُ ِ اد ِف َ ََي؟ ق َ َالوالِ َديْ ِن ق َ ََي؟ ق َ َ ق،الصالَةُ َعلَى َوقْتِ َها ٌّ ُث أ:ال ٌّ ُث أ:ال ُ اجلِ َه:ال َ ُث بر:ال ٗ ِ يل ِ َِسب ادِن َ َاّلل ق َ استَ َز ْدتُوُ لََز ْ َولَ ِو، َحدثَِن ِبِِن:ال Salat juga merupakan perwujudan dari rasa kelemahan seorang manusia dan rasa membutuhkan seorang hamba terhadap Tuhan dalam membentuk perkataan dan perbuatan sekaligus, sebagai perwujudan ketaatan seorang hamba terhadap perintah dan kewajiban dari Tuhan, dan 3
Ibn jarîr al- abarî, Tafsir Azzam, 2009), h. 202. 4 Ibn Hajar al-Asqalani,
- abarî, Penerjemah Anshari Taslim, dkk (Jakarta: Pustaka al-Bârî, juz 2 (Beirut: Dâr al-Ma‟rifah, 1379), h. 9.
15
sebagai sarana yang di dalamnya seorang hamba meminta ketabahan untuk menghadapi berbagai kesulitan dan ujian yang dialami di dunia ini, dan sebagai perwujudan pernyataan memuji kebesaran dan kemulian Allah.5 Salat adalah kewajiban yang konstan dan absolut, untuk hamba sahaya dan kaum merdeka, untuk si kaya dan si miskin, untuk orang yang sehat dan sakit, dan untuk yang bepergian ataupun yang tidak bepergian. Kewajiban ini tidak gugur bagi siapa saja yang sudah sampai pada usia baligh, dalam keadaan bagaimanapun juga, tidak seperti puasa, zakat, dan haji, yang diwajibkan dengan beberapa syarat dan sifat, dalam waktu tertentu dan dengan batas yang tertentu pula. 6 Begitu pentingnya salat untuk dilakukan dalam kondisi apapun seperti pada kondisi perang, pada saat dalam perjalanan, atau pada saat dalam kondisi yang aman. Sebagaimana firman Allah dalam surat al-Nisâ berikut ini:
ِ ض َربْتُ ْم ِف ْٱْل َْر ص ُروا ِم َن ٱلصلَ ٰوةِ إِ ْن ِخ ْفتُ ْم أَن َ َوإِ َذا ُ اح أَن تَ ْق ٌ َس َعلَْي ُك ْم ُجن َ ض فَ لَْي ِٰ ِ ِ ِ نت ِفي ِه ْم َ ين َكانُوا لَ ُك ْم َع ُد ًّوا مبِينًا ﴿ٔٓٔ﴾ َوإِذَا ُك َ ين َك َف ُرو إن ٱلْ َكف ِر َ يَ ْفتنَ ُك ُم ٱلذ َسلِ َحتَ ُه ْم فَِإذَا َس َج ُدوا فَ لْيَ ُكونُوا َ ت ََلُ ُم ٱلصلَ ٰوةَ فَ لْتَ ُق ْم طَائَِفةٌ ِّم ْن ُهم م َع ُ ك َولْيَأ َ فَأَقَ ْم ْ ْخ ُذوا أ ِ ُ ك ولْيأ ِ ِ ِ ِ َسلِ َحتَ ُه ْم َود ْ ْخ ُذوا ح ْذ َرُى ْم َوأ َ ُصلوا فَ لْي َ ُمن َوَرائ ُك ْم َولْتَأْت طَائ َفةٌ أُ ْخ َر ٰى َلْ ي َ َ َ صلوا َم َع ِ ِِ ِ ِ ْ ٱل ِذين َك َفروا لَو تَغْ ُفلُو َن َعن أ ِ اح ْ ْ ُ َ َ ََسل َحت ُك ْم َوأ َْمت َعت ُك ْم فَ يَميلُو َن َعلَْي ُكم م ْي لَةً َوٰح َدةً َوَل ُجن َس ِل َحتَ ُك ْم َو ُخ ُذوا ِح ْذ َرُك ْم َ َض ٰى أَن ت َ َعلَْي ُك ْم إِن َكا َن بِ ُك ْم أَذًى ِّمن مطَ ٍر أ َْو ُكنتُم م ْر ْ ضعُوا أ ِ ٰ ِ َ إِن ٱّلل أ ض ْيتُ ُم ٱلصلَ ٰو َة فَٱذْ ُك ُروا ٱّللَ ِق ٰيَ ًما َ َين َع َذابًا م ِهينًا ﴿ٕٓٔ﴾ فَِإ َذا ق َ َ َعد ل ْل َكف ِر ِ ِ ِ ي ْ َيموا ٱلصلَ ٰو َة إِن ٱلصلَ ٰو َة َكان ً َُوقُع َ ِت َعلَى ٱل ُْم ْؤمن ُ ودا َو َعلَ ٰى ُجنُوب ُك ْم فَِإ َذا ٱط َْمأْنَنتُ ْم فَأَق ﴾ٖٔٓ﴿ كِ ٰتَبًا م ْوقُوتًا 5
Ahmad Thib Raya dan Musdah Mulia, Menyelami Seluk Beluk Ibadah Dalam Islam, (Bogor: Kencana, 2003), .h. 175. 6 Alhasani al-Nadwi, Sadur Zainudin, Empat Sendi Agama Islam: Salat , Zakat, Puasa, Haji. (Jakarta: Rineka Cipta, 1992), h. 21.
16
“Dan apabila kamu bepergian di muka bumi, Maka tidaklah mengapa kamu mengqasar sembahyang(mu), jika kamu takut diserang orang-orang kafir. Sesungguhnya orang-orang kafir itu adalah musuh yang nyata bagimu.” (Al-Nisâ ayat 101) “Dan apabila kamu berada di tengah-tengah mereka (sahabatmu) lalu kamu hendak mendirikan salat bersama-sama mereka, Maka hendaklah segolongan dari mereka berdiri (salat) besertamu dan menyandang senjata, kemudian apabila mereka (yang Salat besertamu) sujud (telah menyempurnakan serakaat), Maka hendaklah mereka pindah dari belakangmu (untuk menghadapi musuh) dan hendaklah datang golongan yang kedua yang belum bersembahyang, lalu bersembahyanglah mereka denganmu, dan hendaklah mereka bersiap siaga dan menyandang senjata. orang-orang kafir ingin supaya kamu lengah terhadap senjatamu dan harta bendamu, lalu mereka menyerbu kamu dengan sekaligus. dan tidak ada dosa atasmu meletakkan senjata-senjatamu, jika kamu mendapat sesuatu kesusahan karena hujan atau karena kamu memang sakit; dan siap siagalah kamu. Sesungguhnya Allah telah menyediakan azab yang menghinakan bagi orang-orang kafir itu”. (Al-Nisâ ayat 102). “Maka apabila kamu telah menyelesaikan salat (mu), ingatlah Allah di waktu berdiri, di waktu duduk dan di waktu berbaring. kemudian apabila kamu telah merasa aman, Maka dirikanlah salat itu (sebagaimana biasa). Sesungguhnya salat itu adalah fardu yang ditentukan waktunya atas orangorang yang beriman”. (Al-Nisâ ayat 103). Jika menelusuri kitab suci yang diturunkan Allah dan sunnah Nabi maka kita akan menemukan adanya perhatian yang begitu besar terhadap masalah salat . Bapak para Nabi, Ibrahim .as. berdo‟a kepada tuhannya agar Allah menjadikan dirinya dan keturunannya termasuk orang yang mendirikan salat, dan menjadikan salat sebagai ungkapan pujian terhadap Ismail. Ditemukan pula di dalamnya bahwa perintah yang pertama kali ditujukan Allah kepada Nabi Musa adalah perintah mendirikan salat dan berwasiat kepada Musa dan saudaranya Harun untuk melaksanakannya. Wasiat serupa disampaikan Luqman kepada anaknya.7
7
Abdul Aziz Muhammad Azzam, Abdul Wahab Sayyid Hawass, Fiqh Ibadah, Penerjemah Kamran As‟at Irsyadi, Ahsan Taqwim dan al-Hakam Faishal, ( Jakarta: Amzah, 2010), h. 150.
17
Diantara ayat-ayat al-Qur‟an yang berkaitan dengan kedudukan salat dalam Islam yang telah dijelaskan di atas ialah sebagai berikut :
ِ يم الصالَ ِة َوِم ْن ذُ ِّري ِت َرب نَا َوتَ َقب ْل ُد َع ِاء ْ ب ِّ َر َ اج َعل ِْن ُمق
“Ya Tuhanku, Jadikanlah aku dan anak cucuku orang-orang yang tetap mendirikan salat , Ya Tuhan Kami, perkenankanlah doaku.” (Q.S. Ibrahim ayat 40)
ِ وَكا َن يأْمر أ َْىلَوُ بِالصالَ ِة والزَكاةِ وَكا َن ِع ْن َد ربِ ِو مر ضيًّا ْ َ َّ َ ُُ َ َ َ
“Dan ia menyuruh ahlinya untuk bersembahyang dan menunaikan zakat, dan ia adalah seorang yang diridhai di sisi Tuhannya.” (Q.S. Maryam ayat 55)
إِن ِن أَنَا اّللُ لَ إِلَوَ إِل أَنَا فَا ْعبُ ْدِن َوأَقِ ِم الصالَ َة لِ ِذ ْك ِري
“Sesungguhnya aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain Aku, Maka sembahlah aku dan dirikanlah salat untuk mengingat aku.” (Q.S. Thaha ayat 14). Demikianlah hakikat salat menurut pandangan agama. Salat mempunyai pengaruh yang sangat besar di dalam mendidik jiwa dan membina akhlak. Sungguh, pada setiap bagian salat terkandung keutamaankeutamaan akhlak yang bermanfaat untuk melahirkan sifat-sifat terpuji.8 B. Cara Melaksanakan Salat Di Kendaraan Tata cara salat yang sempurna dari segala aspeknya ialah mendirikan salat sejalan dengan salat yang diparaktekkan oleh Rasulullah Saw.9 Melaksanakan salat pada saat berada di kendaraan adalah dibolehkan. Seperti mengerjakan salat dalam kapal laut, kereta, dan pesawat terbang hukumnya sah dan tidak dihukumi makruh. Dalam kondisi seperti ini, salat boleh dilakukan semampunya (tidak harus dilakukan secara sempurna seperti dalam kondisi normal).10
8
Syeikh Abdurrahman al-Jaziri, Kitab Salat Fikih Empat Madhab Mudah Memahami Fikih dengan Metode Skema, diterjemahkan Syarif Hademasyah dan Luqman Junaidi, (Jakarta: Hikmah, 2010), h. 4. 9 Sa‟id bin Ali bin Wahf al-Qahtani, Salat Rasulullah, (Sukoharjo: Media zikir,t.t.), h. 11. 10 Sayyid Sabiq , Fiqih Sunah, (Pena Pundi Aksara: 2009), h. 563.
18
Ibn Umar meriwayatkan bahwa Nabi saw. ditanya perihal salat di atas kapal laut, beliau bersabda:
ِ ، َحدثَنَا بِ ْش ُر بْ ُن فَافَا، َصلِ ِو ْ وسى بْ ِن َس ْه ٍل الْبَ ْربَ َها ِري م ْن أ َ َحدثَنَا أَبُو بَ ْك ٍر ُُمَم ُد بْ ُن ُم ِ حدثَنَا ج ْع َفر بن ب رقَا َن َعن م ْيم، حدثَنَا أَبو نُع ْي ٍم ون بْ ِن ِم ْه َرا َن َع ِن ابْ ِن ُع َم َر ُسئِ َل النِب َ ُ َ َ ُْ ُ ْ ُ َ َُ ْ اف الْغَ َرق َ َصلى للا عليو وسلم َع ِن الصالَةِ ِف الس ِفينَ ِة ق َ َص ِّل قَائِ ًما إِل أَ ْن ََت َ ال Berdasarkan Hadis di atas, bahwa pada suatu hari Rasulullah pernah ditanya tentang salat di atas kapal laut maka Nabi menjawab atas pertanyaan tersebut. Nabi berkata salat lah di dalamnya (kapal laut) dengan cara berdiri kecuali apabila kamu takut tenggelam. Adapun mengenai cara melakukan salat di atas kendaraan, Rasulullah memberikan petunjuk tentang tata caranya, sebagai berikut: Sebisa mungkin menghadap kiblat. Jika tidak memungkinkan, maka menghadapnya mengikuti arah laju kendaraan. Sebagaimana Hadis yang diriwayatkan salim berikut ini:
ِ َْح ُد بن ٍ ب أَ ْخبَ رِن يُونُس َع ِن ابْ ِن ِش َه اب َع ْن َس ٍِال َع ْن أَبِ ِيو َ ُ ْ َ ْ َحدثَنَا أ َ ٍ صال ٍح َحدثَنَا ابْ ُن َو ْى ُ ِ صلى للا عليو وسلم يسبِح علَى الر- اّلل ِ ول احلَ ِة أَى َو ْج ٍو تَ َوج َو َويُوتُِر ُ ال َكا َن َر ُس َ َق َ ُ َّ ُ ٔٔ .صلِّى ال َْم ْكتُوبَةَ َعلَْي َها َ َُعلَْي َها غَْي َر أَنوُ لَ ي ِ ُ يpada Hadis di atas adalah orang Yang dimaksud dengan kata ح ُ ّسب َ yang melaksanakan salat sunah12, maka apabila seseorang mengerjakan salat sunnah dikerjakan di atas kendaraan diperbolehkan untuk tidak menghadap kiblat apabila memang tidak memungkinkan. Berdasarkan
11
Abû Dâud Sulaeman bin As‟as al-Sajsastani, Sunan Abû Dâud, (Beirut: Dâr al-Kitab al Arabi), juz 1, h. 473. 12 Abû al- ayyib Muhammad Syamsu al-Haq al-„A m, ‟Aun al-M ’bud, juz 4 (Madinah: Al-maktabah al-salafiyah, 1968), h. 91.
19
Hadis yang diriwayatkan Ibn Umar mengatakan bahwa ketika itu pernah melihat Nabi Muhammad salat di atas keledai dan beliau menghadapkan wajahnya ke khaibar. Berikut Hadis yang diriwayatkan ibn Umar:
ِ ك َعن َعم ِرو ب ِن ََْيي الْم ِازِِن َعن س ِع ٍ ِت َعلَى مال يد بْ ِن َ ََحدثَنَا ََْي َي بْ ُن ََْي َي ق ُ ْال قَ َرأ َ ْ ّ َ َ ْ ْ ْ َ ِ َ ت رس صلِّى َعلَى ِْحَا ٍر َو ُى َو َ َسا ٍر َع ِن ابْ ِن ُع َم َر ق َ ُول اّلل صلى للا عليو وسلم ي ُ َ ُ ْال َرأَي َ َي ٖٔ .ُم َو ِّجوٌ إِ َل َخ ْيبَ َر Diusahakan berdiri. Jika tidak bisa, disesuaikan dengan kondisi yang ada. Salah satu dasar Hadis yang membolehkannya adalah Hadis yang berikut ini :
ِ ِ ِ ِ ِ ٍ يم بْ ُن ُ َحدثَنَا َعب، يم بْ ُن َْحاد ُ َحدثَنَا إبْ َراى، َحدثَنَا أَبُو َعام ٍر، اس بْ ُن يَ ِزي َد ُ َحدثَنَا إبْ َراى ِ ٍ ْ طَ ْه َما َن َع ْن ُحس اعةً بِ ُع ْذ ِر املَطَ ِر َ َي ِِبَ َذا َوق َ َور الصالَةُ َعلَى الراحلَ ِة ِف الس َف ِر َج ُ َال الْب ُ اس َ ٔٗ ِ َوالبلَة Berdiri dalam salat adalah merupakan salah satu dari rukun salat
yang harus dipenuhi, tetapi pada kondisi tertentu seseorang yang hendak salat diperbolehkan untuk tidak berdiri apabila memang benar-benar tidak dapat memungkinkan untuk melaksanakannya seperti pada saat seseorang yang berada di atas kendaraan yang ditungganginya sementara dia tidak mungkin mampu salat sambil berdiri atau turun dari kendaraannya sehingga tidak dapat salat secara sempurna dikarenakan takut akan bahaya yang akan menimpanya, seperti adanya hujan atau banjir di
sekitar kendaraannya
ataupun bahaya lainnya.15
13
Abû al-Husain Muslim al-Qusyairî al-Naisâbûrî, Sahîh Muslim, juz 2 (Beirut: Dâr Afâq al-Jadîdah, t.t.), h. 149. 14 Abî al-Hasan „Ali bin Umar al-Dâruqu nî, Sunan al-Dâruqutnî, juz 2 (T.tp: Mu`assasah al-Risâlah, t.t.), h. 219. 15 Muhamad Anis Sumanji, 125 Masalah , (Solo: Tiga Serangkai, 2008), h. 162.
20
Demikian juga Hadis yang diriwayatkan oleh ibn Umar dalam kitab al-Bukhârî, sebagai berikut.
ِ حدثَنا معت ِمر عن عب ي ِد، حدثَنا ُُمَم ُد بن أَِب ب ْك ٍر الْم َقد ِمي َع ِن ابْ ِن ُع َم َر، للا َع ْن نَافِ ٍع َ َ ْ َُ ْ َ ٌ َ ْ ُ َ َ َ ُْ ُ ِ ت إِ َذا َ ْْت أَفَ َرأَي ُ صلِّي إِلَْي َها قُل ُ ب صلى للا عليو وسلم أَنوُ َكا َن يُ َع ِّر َ ُض َراحلَتَوُ فَ ي ِّ ِ َع ِن الن، ِ ْخ ُذ ى َذا الرحل فَ ي ع ِّدلُو فَ يصلِّي إِ َل ِ َىب ِّ ت ، ال ُم َؤخ ِرِه َ َ أ َْو ق، آخ َرتِِو َ َاب ق َ ُ ال َكا َن يَأ َ ُ ُ َُ َ ْ ُ الرَك ٔ6 ِ ر، وَكا َن ابْن عُمر .ُ يَ ْف َعلُو، ُض َي اّللُ َع ْنو َ ََ ُ َ Dibolehkan kita mengerjakan salat fardu di atas kendaraan, apabila
kendaraan itu menghadap kiblat. Walaupun kendaraan itu sedang berjalan, seperti kapal dan lain-lainnya. Dan apabila salat tidak dapat dilakukan sambil berdiri, karena keadaan kendaraan tidak mengizinkan, maka dibolehkan kita mengerjakan sambil duduk. Kendaraan yang dapat disamakan dengan kapal adalah kereta api, motor, trem dan yang semisalnya. Karena itu, Apabila seorang mengerjakan salat dalam kendaraaan, hendaklah menghadap qiblat dan berdiri, selama masih ada kemungkinan untuk berdiri itu. Apabila kapal menghadap ke timur, hendaklah orang yang salat itu memutarkan badannya kearah barat. Tetapi jika tidak mungkin memutarkan badan, dibolehkan ia menghadap kemana saja kendaraan itu menghadap. Ruku‟ dan sujud dilakukan menurut kemungkinan.17
ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِِ َ أَن َر ُس ْو َل للا: َو َح َدثَِن َعن َمالك َعن َع ْبد للا بْ ِن دينَا ٍر َع ْن َع ْبد للا ب ِن عُ َمر ُصلى للا ِ ال عب ُد ِ َعلَ ِيو و سلَم َكا َن ي ِِ ِ للا ب ِن ِدينَا ٍر َ الس ٍفر َح َ َ َيث تَ َوج َهت بِ ِو ق َُ َ صلي َعلَى َراحلَتو ِف َ َ َ ِ ٍِ َيت أَنَس َ َبن َس ِعيد ق َ ِفع ُل ذَل ُ ال َرأ َ َبن ُع َمر ي َ ك َو َح َدثَِن َعن َمالك َعن ََي َي ُ َوَكا َن َعب ُد للا 16
Muhammad bin Ismâ‟il bin `Ibrâh m bin al-Mugîrah al Bukhârî, al-Jâmi’ 1 (Kairo: Dâr al-Sya‟ab, 1987), h. 135. 17 Hasbi as Shidiqi, Pedoman , ( Jakarta: Ikapi, 1983), h. 457 dan 458.
-
h, juz
21
ِ ِ بن مالِك ِف الس َف ٍر وىو ي ِ ِ سج ُد إِميَاء َ ُ َُ َ َ ُ َصلي َعلَى ْحَا ٍر َو ُى َو ُمتَ َوجوُ إِ َل غَ ِي القبلَة يَرُك ُع َوي َ ٔ8 ٍ جهوُ َعلَى َشيء َ َِمن غَ ِي أَن ي َ ض َع َو اح البَ ْل ِخي َع ْن َكثِ ٍْي ب ِن ِ بن ُس َوا ٍر َحدثَنَا عُ َم ُر بْ ُن الرَم َ بن ُم ُ ُوسى َحدثَنَا َشبَابَة ُ َحدثَنَا ََْي َي أَن ُهم َكانُوا َم َع النِب: ِزيَاد َع ْن َع ْم ٍرو بْ ِن عُثْ َما َن بْ ِن يَ ْعلَى بْ ِن ُمرَة َع ْن أَبِْي ِو َع ْن َج ِّد ِِ ِه ِ َ ض ْي ٍق وح ِ صلى للا َعلَْي ِو و سلم ِف م ِس ٍْي فَانْتَ ُهوا إِ َل م اء ِم ْن َ ُ ََ َ َ َ َ َ َ ض َرت الصالةُ فَ َمطَ ُروا الس َم ِ للا صلى للا علَي ِو و سلم (وىو) علَى ر ِ فَ وقِ ِهم والب لَة ِمن أَس َف ٍل ِم ْن هم فَأَذ َن رسو ُل احلَتِ ِو ْ ْ َ َ ْ َ ُْ َ ُْ َ َ َُ َ َ َ َ ْ َ ُ ِ ِ ِ ِِ ِِ ِ ض م َن َ اء َْي َع ُل الس ُج َ ود أَ ْخ َف َ َام ) فَ تَ َقد َم َعلَى َراحلَتو ف َ َام ( أَ ْو أَق َ ََوأَق ً َصلى ِب ْم يُ ْوم ُئ إ ْمي ٔ9 الرُك ْو ِع Apabila kesempatan bersuci dengan cara berwudhu tidak dapat memungkinkan untuk mengerjakannya, karena di atas kendaraan yang sedang berjalan atau tidak ada air untuk berwudhu, maka dapat diganti dengan tayamum.20 Bila juga tidak memungkinkan berwudhu di atas kendaraan maka dapat dilakukan dengan cara bertayamum. Cara tayamum yakni dengan menepuk-nepuk tangan kepada dinding, kaca, atau kursi kendaraan. Lalu usapkan kewajah kemudian yang satu mengusap sampai pergelangan. C. Pendapat Ulama Tentang Salat di Kendaraan Dengan semakin banyaknya masyarakat, semakin banyak juga permasalahan yang mereka alami dalam upaya untuk memenuhi kewajiban salat . Salah satu dari sekian banyak permasalahan tentang salat tersebut adalah salat di atas kendaraan. Oleh sebab itu penulis ingin mengutip pendapat para ulama terhadap salat yang dilakukan di atas kendaraan. 18
Mâlik bin `Anas Abû Abdullah al-Asbahî, Mu a` al-Imâm Mâlik, juz 1 (Mesir: Dâr Ihyâ, 1951), h. 151. 19 Muhammad bin „Îsa Abû „Îsa al-Tirmidzî, Sunan al- Tirmidzî, juz 2 (Beirut: Dâr Ihyâ, t.t.), h. 266. 20 Zakiah Drajat, Menjadikan Hidup Bermakna, ( Jakarta: Ruhama, 1996), h. 84.
22
1. Seorang yang melakukan salat di atas kendaraan, karena sulitnya kondisi untuk dapat melakukan secara sempurna, maka kondisi tersebutlah yang menyebabkan terjadinya izin untuk melakukan beberapa kekurangan, dan syariat telah mengetahui hal tersebut, dengan kata lain syariat merestui terjadinya kekurangan itu, oleh sebab itu syariat tidak memerintahkan pelakunya untuk mengulangi salat nya kembali, baik dengan cara mengqadha atau lainnya21 2. Menurut imam al-Nawawi, salat yang dilakukan di atas kendaraan diperbolehkan dengan syarat ketika dalam perjalanannya tidak bertujuan untuk maksiat. Seperti perjalanan yang bertujuan untuk mencuri, membunuh seseorang, berzina, dan maksiat-maksiat lainnya maka ibadah salat yang dilakukannya itu tidak sah. Imam Nawawi mengatakan bahwa salat yang boleh dilakukan di atas kendaraan adalah salat sunah serta diberikannya kemudahan jika tidak ditemukannya air untuk bersuci maka dibolehkan utuk bertayamum. 3. Imam Syafi‟i berpendapat, salat di atas kendaraan hukumnya tidak boleh akan tetapi pada kondisi kendaraan yang kita tumpangi berhenti sehingga kita memungkinkan untuk ruku, dan sujud maka salat nya sah untuk dilaksanakan.
Adapun salat sunah yang dilakukan di atas
kendaraan maka diperbolehkan salat sekira ia menghadap kendaraannya melaju, karena seorang tersebut tidak mampu untuk menghadap kiblat. Begitu pula ketika seorang musafir yang dalam perjalanannya ia tidak dapat melakukan ruku dan juga sujud secara sempurna maka 21
hal. 267.
Syarif Hidayatullah Husain, Salat Dalam Madzhab Ahlul Bait (Jakarta: Lentera, 2007),
23
diperbolehkan untuk melakukannya dengan isyarat seperti melakukan sujud lebih rendah dari pada ruku. Pada hakikatnya tidak diperbolehkan salat selain menghadap kiblat baik muqim atau musafir kecuali pada posisi khauf.22 Bila melakukan sebagian salat dalam kondisi sangat takut dengan melewatkan sebagian kewajibannya, seperti menghadap kiblat, lalu merasa aman di tengah salat , maka ia menyempurnakanya dengan melengkapi
kewajiban-kewajibannya.
Bila
sedang
mengendarai
kendaraan dengan tidak menghadap kiblat, maka ia turun lalu menghadap ke arah kiblat dan melanjutkan salat nya, karena salat yang telah dilakukan sebelum merasa aman tetap sah, sehingga boleh melanjutkannya (dengan cara salat orang yang merasa aman). Sebagaimana halnya bila tidak ada kewajiban salat yang dilewatkan. Bila tidak menghadap kiblat ketika turun dari tunggangan atau meninggalkan sebagian kewajiban setelah merasa aman, maka salat nya rusak. Bila memulai salat dengan rasa aman dan menyempurnakan syarat dan wajibnya, lalu muncul rasa sangat takut, maka ia menyempurnakannya dengan cara yang di perlukan. Misalnya ia sedang salat sambil berdiri di atas tanah dan menghadap kiblat, lalu ia merasa perlu menunggangi kendaraan dan membelakangi kiblat, maka ia menyempurnakan salat nya dengan cara yang diperlukannya itu.23 Sedangkan imam Maliki berpendapat bahwa salat di atas kendaraan dapat dilakukan dalam kondisi takut akan bahaya apabila seseorang
22
Muhammad bin `Idrîs al-Syâfi‟i, al-Umm, (Beirut: Dâr al-Ma‟rifah, 1393), h. 97. Ibn Qudamah, Al-Mugni, penerjemah Amir Hamzah, ( Jakarta: Pustaka Azam, 2007), h. 197 dan 198. 23
24
turun dari kendaraan, takut dari ancaman hewan buas, takut akan bahaya musuh. 4. Barang siapa yang berada di atas kapal sementara ia mampu untuk menepi sehingga dapat memungkinkan melakukan salat dengan cara berdiri ruku dan juga sujud maka salat di atas kapal diperbolehkan karena telah terpenuhinya syarat-syarat tersebut. Dan apabila syaratnya tidak terpenuhi seperti diharuskannya berdiri ketika salat karena berdiri dalam salat merupakan salah satu dari rukun salat maka hal demikian tidak lah sah melakukannya.24 5. Berkaitan dengan salat di kendaraan, Penafsiran imam Qurtubi terhadap ayat 239 dari surat al-Baqarah25 menjelaskan bahwa salat yang berada dalam posisi takut akan adanya ancaman bahaya terhadap nyawanya maka terdapat keringanan bagi seseorang yang hendak melakukan ibadah salat pada saat posisi takut tersebut. Diantara keringanan yang diperoleh ialah orang yang dalam perjalanan, serta orang yang berada di atas kendaraan yang keselamatannya terancam. Sehingga dalam praktek salat nya ia diperbolehkan dengan melakukan isyarat seperti ketika tidak mampu melakukan ruku ataupun sujud maka dapat dilakukan dengan cara menggerakan kepalanya serta diperbolehkan menghadapkan kepalanya kemana saja dia menghadap apabila memang tidak memungkinkan untuk menghadap kiblat.26
24
83. 25 26
Al-Hanâfi, Al-Ikhtâr i T ’ îl Mukhtâr, juz 1 (Beirut: Dâr al-Kitab Alamiyah, 2005), h.
فَِإ ْن ِخ ْفتُ ْم فَ ِرجالً أ َْو ُرْكباناً فَِإذا أ َِم ْنتُ ْم فَاذْ ُك ُروا اّللَ َكما َعل َم ُك ْم ما َلْ تَ ُكونُوا تَ ْعلَ ُمو َن
Al-Qur ubî, al-Jâmi’ i A kâmi al Qur’ n, juz 3 (Kairo: Dâr al-Kitab, 1964), h. 223.
25
6. Apabila seseorang yang bepergian atau berada diatas kendaraan dan tidak mampu turun dari kendaraannya untuk menunaikan salat disebabkan takut akan adanya kekacauan, atau ada bencana disekitarnya maka diperbolehkan untuk ruku dan sujud kemana saja dia menghadap.27
27
Badrudîn al-`Ain al-Hanafi, Umdah al-Qârî Syarah al-Munîriyah, t.t.), h. 224.
h al- Bukhori, Juz 10, (Beirut:
BAB III ANALISIS HADIS MENGENAI SALAT DI ATAS KENDARAAN A. Kritik Sanad Hadis 1. Teks Dan Terjemah Hadis Diantara sekian banyak Hadis yang menjelaskan salat di atas kendaraan ialah salah satu diantaranya terdapat dalam kitab Bukhârî
al-
pada bab menghadap kiblat bagaimanapun keadaannya dan
dalam kitab Sunan al-Tirmidzî pada bab melakukan Salat
di atas
kendaraannya (unta).
َِّ شام بن أَِب عب ِد ِ ِ ِ ِ َح َّدثَنَا ََْي َي بْ ُن أَِب:ال َ َ ق،اَّلل َ َ ق،يم ْ َ ُ ْ ُ َ َح َّدثَنَا ى:ال َ َح َّدثَنَا ُم ْسل ُم بْ ُن إبْ َراى َِّ ول َِّ عن جابِ ِر ب ِن عب ِد،الر ْْح ِن ِ ِ صلَّى ُ « َكا َن َر ُس:ال َ َ ق،اَّلل ْ َ ْ َ ْ َ َ َّ َع ْن ُُمَ َّمد بْ ِن َع ْبد،َكثِ ٍري َ اَّلل ِ للا علَي ِو وسلَّم يصلِّي علَى ر استَ ْقبَ َل ُ َح ْي،احلَتِ ِو ْ ث تَ َو َّج َه َ اد ال َف ِري َ ت فَِإذَا أ ََر ْ َضةَ نَ َز َل ف َ َ َُ َ ََ َْ ُ ٔ ِ »َالق ْب لَة
“Telah menceritakan kepada kami Muslim bin Ibrâhîm rk t : T l h m n rit k n k p k mi is m in ill h rk t : T l h m n rit k n k p k mi in K ts r ri Mu mm in „ urr hm n ri J ir in „ ill h rk t : Rasulullah Saw. Salat di atas kendaraan dalam perjalanannya kemana pun kendaraan itu menghadap namun apabila beliau hendak salat wajib maka beliau turun dari kendaraan dan menghadap kiblat.”
ِ عن عب ي ِد، َْحر ٍِ َع ْن، للا بْ ِن عُ َم َر َ َ ق، َح َّدثَنَا ُس ْفيَا ُن بْ ُن َوكِي ٍع ْ َُ ْ َ ُ َ ْ َح َّدثَنَا أَبُو َخالد األ: ال ِ أَو ر، ِاَّلل علَي ِو وسلَّم صلَّى إِ َل ب ِع ِريه َّ أ، َع ِن ابْ ِن عُ َم َر، نَافِ ٍع ، احلَتِ ِو َّ َِن الن َ َ َ َ ْ َ َُّ صلَّى َ َّب َ َ ْ ٕ ِِ ِ وَكا َن يصلِّي علَى ر .ت بو ُ احلَتِ ِو َح ْي ْ ث َما تَ َو َّج َه َ َ َُ َ “Telah menceritakan K p k mi Suf n in W ki‟ rk t : Telah menceritakan kepada kami Abu Khalid al-Ahmar dari Ubaidillah bin Um r in N fi‟ ri i n „Umar. Nabi Muhammad Saw. Salat di atas unta 1
Muh mm in Ism ‟il in `I r h m in al-Mugîrah al Bukhârî, -Bukhârî, Juz 1, (Kairo: Dâr al-S ‟ 1987) h. 110. 2 Muh mm in „Îs û „Îs l-Tirmidzî, Sunan al- Tirmidzî, juz 1 ( Beirut: Dâr alGharib al- Islamî, 1998), h. 456
26
27
atau kendaraannya, dan beliau salat di atas kendaraannya menghadap k m n s j k n r nn m ngh p.” 2. Takhrij Hadis 3 Dalam melakukan penelitian terhadap sebuah Hadis , kegiatan takhrij merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan karena sangat penting untuk dapat mengetahui teks sebuah Hadis terhimpun. Untuk mengetahui kejelasan Hadis beserta sumber-sumbernya, ada beberapa metode takhrij yang dapat dipergunakan oleh mereka yang akan menelusurinya. Metode-metode takhrij ini diupayakan oleh para Ulama dengan maksud untuk mempermudah mencari Hadis-Hadis. Para ulama telah banyak mengkodifikasikan Hadis-Hadis dengan mengaturnya dalam susunan yang berbeda satu dengan yang lainnya, sekalipun semuanya menyebutkan perawi Hadis yang meriwayatkannya. Perbedaan cara-cara mengumpulkan inilah yang akhirnya menimbulkan ilmu Takhrij. Diantara mereka ada yang menyusunnya sesuai dengan urutan abjad hijâiyah (alif, ba, ta, tsa, dan seterusnya). Disamping itu ada pula yang menyusunnya sesuai dengan tema Hadis , seperti salat , zakat, tafsir dan lain-lain. Juga ada yang disusun menurut nama-nama perawi terakhir. A k l n t r khir itu sahabat bila Hadis nya
p r
i
il adakalanya tabi’in bila Hadis
itu mursal. Hadis tersebut ada yang ditulis lengkap ada pula yang hanya potongannya saja. Ada pula yang menyusunnya menurut kriteria-kriteria Hadis, seperti Hadis qudsi, Hadis mutawattir, Hadis
3
u’, dan lain-
Takhrij Hadis ialah suatu proses menunjukan tempat Hadis pada sumbernya, dimana Hadis tersebut telah diriwayatkan lengkap dengan sanadnya.
28
lain. Serta ada pula Hadis yang tersusun menurut lafal-lafal yang terdapat dalam matan. Sesuai dengan cara Ulama mengumpulkan Hadis-Hadis, dapat lah disimpulkan bahwa metode-metode takhrij Hadis
dalam lima macam
metode: 1. Takhrij menurut lafal pertama Hadis. 2. Takhrij menurut lafal-lafal yang terdapat dalam matan. 3. Takhrij menurut perawi terakhir. 4. Takhrij menurut tema Hadis. 5. Takhrij menurut klasifikasi jenis Hadis.4 Adapun pendapat lain menyatakan ada empat cara atau metode takhrij Hadis. Pertama, takhrij Hadis melalui lafal atau kata yang terdapat dalam matan Hadis. Kedua, takhrij Hadis melalui tema. Ketiga, takhrij Hadis melalui awal matan Hadis, dan keempat takhrij Hadis melalui periwayat Hadis pada tingkat sahabat.5 Berikut takhrij Hadis
yang penulis lakukan dalam penelitian ini
dengan cara melacak melalui kata-kata yang terdapat dalam matan Hadis . Kata yang menjadi penelusuran pertama penulis adalah
رحل.
Sehingga
ditemukan kata tersebut yang relevan dengan kajian penulis yaitu sebagai berikut:
ان النب صلي ا هلل عليو و سلم صلي ايل بعري ة او رحلتو 4
Abu Muhammad Abdul Mahdi bin Abdul Qadir bin abdul Hadi, Metode takhrij Hadis ( Semarang: Dina Utama, t.t.), h. 14. 5 Bustamin, Dasar-Dasar Ilmu Hadis ( Jakarta: Ushul Press, 2009), h . 191.
29
Selain matan
ٔٗٗ صالة
ت
۸۹ صالة
خ
ٕٗ۷ صالة
م
ٔ۰ٕ صالة
د
ٕٔٙ صالة
دي
ٗٔ سفر
ط
ٔٗٙ٤ٕ٤ٔٗٔ
حم
ان النب صلي ا هلل عليو و سلم صلي ايل بعري ة او رحلتو
Ditemukan juga matan lain yang juga sesuai dari penelusuran kata pada kitab
’j
رحل
yaitu sebagai berikut: ٙ
كان النب يصلي علي رحلتو
٤ٔ٘ العمل يف الصالة٤ ٔ٘٤ٔ ٕ٤۸-۷ تقصري الصالة٤ٙ وتر٤ٕٔ صالة
خ
٤۹ٕحج ٕٕ مغازي ٕٕ مساجد٤ٕ۷-ٕٕ٤ٗ مسافرين٤ٕٗ۹صالة
م
۸ ٤۹سفر
د
ٕ ٗٗٔوتر ٗٔ تفسري سورة٤ٕٔٗصالة
ت
ٕٕ ٕ قيام اليل٤صالة ٕٕ قبلو
ن
ٕٔ۷ اقامو
جو
ٕٕٔ ٤ٔ۹ٔدى صالة ٕ٘ ٤ٕٕسفر
ط
ٕ حم Metode takhrij kedua adalah dengan cara mencari awal matan Hadis sebagai berikut:
6
A. J. Wensinck, Concordance et Indices de la Tradition Musumane, diterjemahkan kedalam bahasa Arab oleh Muh mm Fu‟ „ ul Baqi, al-M ’j -Mufahras li alfâz alHadîts al-Nabawî, Juz 2, (Leiden, 1936), h. 233.
30
كان يصلي علي رحلتو حيثما تو جهت بو ٔٔ۰
خ
ٖ۷ ٤ٖٕصالة املسافرين ب ٗ رقم
م
ٖٕ٘
ت
ٗ۸ٕ ٤ٗ۸ٗ ٤ٕ
ش
كان يصلي علي رحلتو السفر حيثما تو جهت بو ٙٔ ٤ ٕ٤ ٕٗٗ
ن
۷ٕ٤ٙٙ:ٕ
حم
ٗ۸ٗ:ٕ
ش
ٕٔٙ:ٕ جمم ٔ۹ٕ سفع ٕٙ۰ :ٕ
عر
ٖ۸ٔ :۹ حلو ٖ٘۸ :٘ خط Adapun diantara Hadis-Hadis di atas yang penulis temukan pada kitab Hadis yang enam yaitu sebagai berikut:
َِّ ول َِّ عن عب ِد، اَّلل ب ِن ِدينا ٍر ِ ٍ ِوح َّدثَِن َعن مال َّ اَّلل بْ ِن عُ َم َر أ اَّلل صلى َ َن َر ُس َ ْ َّ َع ْن َع ْب ِد، ك َْ ْ َ َ ْ ََ ٚ ِِ ِ للا عليو وسلم َكا َن يصلِّي علَى ر .ت بو َّ احلَتِ ِو ِيف ُ الس َف ِر َح ْي ْ ث تَ َو َّج َه َ َ َُ ri 7
“Telah menceritakan kepadaku dari Mâlik dari Abdullah bin Dînar ull h in „Um r. R sulull h S . T l h m l kuk n salat di atas
Mâlik bin `Anas Abû Abdullah al-Asbahî, M Ihyâ, 1951), h. 151.
-Imâm Mâlik, juz 1 ( Mesir: Dâr
31
kendaraan dalam m ngh p”.
perjalanannya
kemana
pun
kendaraan
tersebut
َِّ َْحر عن عب ي ِد ٍِ اَّلل َع ْن نَافِ ٍع َع ِن ابْ ِن ْ َُ ْ َ ُ َ ْ َح َّدثَنَاهُ أَبُو بَ ْك ِر بْ ُن أَِب َش ْيبَ َة َح َّدثَنَا أَبُو َخالد األ ٛ ِِ ِ َكا َن يصلِّى علَى ر-صلى للا عليو وسلم- َن النَِّب .ت بو ُ احلَتِ ِو َح ْي ْ ث تَ َو َّج َه َّ َّ عُ َم َر أ َ َ َُ “T l h m n rit k n k p k mi û kr in S i ht l h m n rit k n k p k mi û Kh li l- m r ri „U i ill h ri N fi‟ ri i n „Um r h R sulull h S . T l h m l kuk n salat di atas kendaraannya kemana pun k n r n t rs ut m ngh p”.
ِ عن عب ي ِد، َْحر ٍِ َع ْن، للا بْ ِن ُع َم َر َ َ ق، َح َّدثَنَا ُس ْفيَا ُن بْ ُن َوكِي ٍع ْ َُ ْ َ ُ َ ْ َح َّدثَنَا أَبُو َخالد األ: ال ِ أَو ر، ِاَّلل علَي ِو وسلَّم صلَّى إِ َل ب ِع ِريه َّ أ، َع ِن ابْ ِن عُ َم َر، نَافِ ٍع ، احلَتِ ِو َّ َِن الن َ َ َ َ ْ َ َُّ صلَّى َ َّب َ َ ْ ٜ ِِ ِ وَكا َن يصلِّي علَى ر .ت بو ُ احلَتِ ِو َح ْي ْ ث َما تَ َو َّج َه َ َ َُ َ “Telah menceritakan K p k mi Suf n in W ki‟ rk t : Telah menceritakan kepada kami Abu Khalid Al-ahmar dari Ubaidillah bin Um r in N fi‟ ri i n Um r. N i Muhammad Saw. Salat di atas unta atau kendaraannya, dan beliau salat di atas kendaraannya menghadap k m n s j k n r nn m ngh p.”
ِ عن عب ِد، ك ِ ٍِ َكا َن: ال َ َ َع ِن ابْ ِن ُع َم َر ق، للا بْ ِن ِدينَا ٍر ْ َ ْ َ ٍ َع ْن َمال، أَ ْخبَ َرنَا قُتَ ْيبَةُ بْ ُن َسعيد ٔٓ ِ ِ ِ للا صلى للا عليو وسلم يصلِّي علَى ر ِ ول ت بو ُ َر ُس َّ احلَتِ ِو ِيف ْ الس َف ِر َح ْيثُ َما تَ َو َّج َه َ َ َُ “T l h m n rit k n k p k mi Qut i h in S ‟ ri M lik ri ull h in D n r ri I n „Um r: R sulull h S . Salat di atas kendaraannya dalam perjalanan kemanapun kendaraaan tersebut m ngh p”.
َِّ شام بن أَِب عب ِد ِ ِ ِ ِ َح َّدثَنَا ََْي َي بْ ُن أَِب:ال َ َ ق،اَّلل َ َ ق،يم ْ َ ُ ْ ُ َ َح َّدثَنَا ى:ال َ َح َّدثَنَا ُم ْسل ُم بْ ُن إبْ َراى َِّ ول َِّ عن جابِ ِر ب ِن عب ِد،الر ْْح ِن ِ ِ صلَّى ُ « َكا َن َر ُس:ال َ َ ق،اَّلل ْ َ ْ َ ْ َ َ َّ َع ْن ُُمَ َّمد بْ ِن َع ْبد،َكثِ ٍري َ اَّلل ِ للا علَي ِو وسلَّم يصلِّي علَى ر استَ ْقبَ َل ُ َح ْي،احلَتِ ِو ْ ث تَ َو َّج َه َ اد ال َف ِري َ ت فَِإ َذا أ ََر ْ َض َة نَ َز َل ف َ َ َُ َ ََ َْ ُ ٔٔ ِ »َالق ْب لَة 8
Abû al-Husain Muslim al-Qusyairî al-Naisâbûrî, Sahîh Muslim, ( Beirut: al-Afâq, t.t.), juz 2, h. 149. 9 Al-Tirmidzî, Sunan al- Tirmidzî, juz 1, h. 456. 10 hm in S u‟ û ul R hm n l-Nasâi`, al-Mujtabî min al-Sunan, ju 1 l ppo: M kt l-M û‟ t l-Islamiyyah, 1986), h. 244. 11 Muh mm in Ism ‟il in `I r h m in l-Mugîrah al Bukhârî, ahîh al-Bukhâri, juz 1 (Kairo: Dâr al-S ‟ 1987) h. 110.
32
“T l h m n rit k n k p k mi Muslim in I r h m rk t : T l h m n rit k n k p k mi is m in ill h rk t : T l h m n rit k n k p k mi in K ts r ri Mu mm in „ urr hm n ri J ir in „ ill h rk t : R sulull h Saw. Salat di atas kendaraan dalam perjalanannya kemanapun kendaraan itu menghadap namun apabila beliau hendak salat wajib maka beliau turun dari kendaraan n m ngh p ki l t.”
: ال َ َ ق، َع ْن َجابِ ٍر، الزبَ ِْري ُّ َع ْن أَِب، َع ْن ُس ْفيَا َن، َح َّدثَنَا َوكِيع، ََح َّدثَنَا ابْ ُن أَِب َش ْيبَة ِ ُ ب عثَِن رس صلِّي َعلَى َ َ ق، اج ٍة ُ فَ ِج ْئ: ال َ ُت َو ُى َو ي َ ول للا صلى للا عليو وسلم ِيف َح ُ َ ََ ٕٔ ِر وع ِ الرُك ُّ َو، احلَتِ ِو ََْن َو ال َْم ْش ِر ِق ُّ ض ِم َن ُ الس ُج ُ ود أَ ْخ َف َ “T l h m n rit k n k p k mi I n Syaibah menceritakan k p k mi W k ‟ ri Suf n ri Zu ir ri J ir rk t : mengutus kepadaku Rasulullah Saw. Dalam kebutuhan. Berkata: maka Aku menghampiri dan beliau sedang salat di atas kendaraannya menghadap ke arah Masyriq dan beliau melakukan sujud lebih rendah dari rukû‟.” 3. I’ b r Hadis Langkah i’ b r sanad Hadis
dalam istilah ilmu Hadis
didefinisikan sebagai penelusuran yang menyertakan jalur atau sanadsanad Hadis tertentu yang tampak hanya diketahui satu rawi saja, agar diketahui apakah ada rawi lainnya dalam riwayat Hadis tersebut baik ia meriwayatkan secara
i atau
jalur sahabat lain, atau
’nawi, dalam jalur itu sendiri atau dari
tidak ditemukan sama sekali dalam riwayat
tersebut jalur lain yang meriwayatkan baik secara
maupun
’nawi.13
Dengan dilakukannya al-i’ b r, maka akan terlihat dengan jelas seluruh jalur sanad Hadis
yang diteliti, demikian juga nama-nama
periwayatnya, dan metode periwayatan yang digunakan oleh masing-
12
Abû Dâu Sul im n in
s‟ s al-Sajsastani, Sunan Abû Dâud, juz 2 (T.tp: Dâr Fikr,
t.t.), h. 9. 13
s n s ‟ ri Melacak Hadis Nabi Saw cara cepat mencari Hadis dari manual hingga digital, editor Muhammad Nur ichwan, (Semarang: Rasail, 2006), h. 21.
33
masing periwayat yang bersangkutan. Jadi, kegunaan i’ b r adalah untuk mengetahui keadaan sanad Hadis seluruhnya dilihat dari ada atau tidaknya pendukung berupa periwayat yang berstatus mutabi’ atau syahid. Yang dimaksud mutabi ’ ialah periwayat yang berstatus pendukung pada periwayat yang bukan sahabat Nabi . Sementara syahid ialah periwayat yang berstatus pendukung yang berkedudukan sebagai dan untuk sahabat Nabi.14 Untuk mengetahui masing-masing periwayat yang terdapat pada Hadis-Hadis yang telah penulis temukan melalui Takhrij Hadis di atas, maka penulis akan menjelaskan para periwayat Hadis baik yang berstatus mutabi’ atau syahid berikut ini: a. Jalur M
I
M
ditemukan periwayat bernama Mâlik, yang
dimaksud adalah Mâlik bin Anas. b. Jalur Muslim
it muk n p ri
t
rn m
N fi‟ yang dimaksud
adalah N fi‟ M ul Abdullah bin `Umar bin al-Kh „
l-Qursyî al-
.
c. Jalur al-Nasâi` ditemukan periwayat Mâlik, yang dimaksud adalah Mâlik bin Anas. d.
J lur
ûD u
it muk n p ri
t W k‟
ng im ksu
W k ‟ in l J rr .
j lur ini jug t r p t p ri
Suf n
l h Suf n in S ‟
ng im ksu
t
l h rn m
in M srûq l-saurî.
4. Penelitian Sanad Jalur al-Bukhârî
14
M. Syuhudi Ismail, Metodologi Penelitian Hadis Nabi , ( Jakarta: Bulan Bintang, 1992), h. 52.
34
Selain seorang periwayat Hadis, al-Bukhârî juga merupakan mukharij Hadis yaitu yang menghimpun Hadis-Hadis. Maka Berdasarkan sanad Hadis yang terdapat pada jalur al-Bukhârî tentang pembahasan Hadis di atas ialah terdiri dari beberapa periwayat Hadis yaitu Jâbir bin Abdullah, Muhammad bin Abdurr hm n
in S u n
in
bî
Katsir al- â`i, Hisyâm bin Abdullah ad-Dastû`î, Muslim ibn Ibrâhîm al`Azdî al-Farâhidî, dan Bukhârî. Untuk mengetahui sil-silah jalur dari masing-masing periwayat, penulis akan kemukakan hal tersebut sebagai berikut: a.
Jâbir bin Abdullah Jâbir bin Abdullah memiliki nama lengkap yaitu Jâbir bin
Abdullah bin „ mr
in
ram bin Salamah atau yang lebih dikenal
dengan panggilan kuniyah nya Abu Abdullah, namun telah terjadi perbedaan dalam kuniyah yang dimiliki Jâbir bin Abdullah ada yang menyebutnya Abu Abdurrahman ada juga yang mengatakan Abu Abdullah tetapi julukan Abu Abdullah yang paling sahîh.15 Jâbir bin Abdullah adalah merupakan salah seorang diantara tujuh puluh orang Ans r yang berbaiat kepada Rasullah dalam baiat Aqabah II, Ketika Rasulullah memilih beberapa orang wakil diantara utusan itu, Abdullah bin Amr juga terpilih sebagai salah seorang dari wakil-wakil mereka. Ia diangkat oleh Rasul sebagai wakil bagi kaum bani Salamah. Setelah ia kembali ke Madinah, ia mempersembahkan jiwa, harta dan keluarganya untuk kepentingan Islam. Setelah Rasulullah hijrah ke 15
221.
I nu „
u l-Bâr,
-I ’ b
M ’r
-
b, juz 1 (Beirut: Dâr al-Jîl, 1412), h.
35
Madinah, Abu Jabir menemukan nasib bahagianya dengan selalu bersama Nabi baik siang maupun malam.16 Beliau wafat pada tahun 78 Hijriah di kota Madinah.17 Guru-guru beliau diantaranya ialah: No
Nama Guru
1
Nabi Muhammad
2
Khâlid bin Wâlîd lh h in „Ubaidillah
3 4
„
ull h in `Unais
5
„ m r in âsar
Adapun murid-murid yang berguru pada Jâbir bin Abdullah diantaranya ialah: No 1
Muhamad bin Abdurrahmân bin Saubân
2
`Ibrâhîm bin Hâris al-Taimî
3
Muhammad bin Abbâd bin J ‟f r
4
Muhammad bin Muslim bin Syihâb al-zuhrî
5
M mû
16
h. 466.
Nama Murid
17
in L
l- ns r 18
Khalid Muhammad Khalid, Biografi 60 Sahabat Nabi (Jakarta: Ummul Qura, 2012),
Ibnu Hajar al-Asqalanî, -I b b , juz 1 (Beirut: Dâr al-Jîl, 1412), h. 434. 18 Jamâludin Abî al-Hajjâj Yûsuf al-Mizzî, Tahdzîb al-Kamâl fî asmâ al-Rijâl, juz 4 (Beirut: Mu`assasah al-Risâlah, 1983), h. 444.
36
b. Muhammad bin Abdurrahmân Muh mm
in
urr hm n m rup k n s or ng T i‟in
ng
memiliki nama lengkap Muhammad bin Abdurrahman bin Sauban alQurasyî al-„Âmirî Abu Abdullah al-Madanî. Sesuai dengan nama yang dimilikinya, beliau dikenal dengan
kuni h n
u „
ull h dan
Madinah merupakan negeri semasa hidupnya19. Ulama Hadis seperti bin abî katsir meriwayatkan Hadis dari beliau yang terdapat pada jalur al-Bukhârî dalam pembahasan tentang bab salat, salat qasar, dan dalam pembahasan keutamaan salat. Guru-guru beliau diantaranya: No
Nama Guru
1
Jâbir bin Abdullah
2
Abî Mu i‟ in „Auf
3
` had bani Rif ‟ h in
4
S lm n in Sakhr
5
Abdullah bin Abbâs
ris
Murid-murid yang pernah meriwayatkan dari beliau diantaranya ialah: No 1 19
Nama Murid bin `Abî Katsîr
Syihab al-Dîn Ahmad ibn „ l ibn Hajar al-„ sq lȃn Tahdzîb al-Tahdzîb, juz 3 (T.tp: Mu`assasah al-Risâlah, t.t.), h. 624.
37
ris in
2 3
Muhammad bin Zâ`idah al-Laisî
4 5
urr mân
bin Sa‟i
l-Ans r
Yazîd bin Abdullah bin al-Hâdi20
Berkaitan dengan penilaian para ulama terhadap periwayatan yang dilakukan Muh mm
in
urr m n
in Saubân, Penulis kutip
beberapa komentar Ulama diantaranya: Muh mm
in S ‟
û ur‟ h
n Nasâ`I berkata bahwa beliau
adalah seorang yang tsiqah.21 Melihat berdasarkan hubungan guru dan murid dalam periwayatan hadis yang terjadi antara Jâbir bin Abdullah dan Muhammad bin Abdurrahmân, menunjukan bahwa adanya ketersambungan sanad. Dalam hal ini
Muhammad bin Abdurrahmân menggunakan kata َع ْنuntuk
menghubungkan periwayatannya kepada Jâbir bin Abdullah. Selain dari pada itu komentar ulama yang diberikan terhadap Muhammad bin Abdurrahmân menunjukan bahwa beliau adalah seorang yang
b
dan
juga „adil. Kota Madinah yang merupakan negeri semasa hidup Jâbir bin Abdullah dan Muhammad bin Abdurrahmân, maka dimungkinkan keduanya pernah bertemu.
20
Al-Mizzî, Tahdzîb al-Kamâl fî asmâ al-Rijâl, Juz 25, h. 597. Al-Mizzî, Tahdzîb al-Kamâl fî asmâ al-Rijâl, Juz 25, h. 598.
21
38
c.
ya bin Abî Katsîr in bî Katsîr m miliki n m l ngk p
K sir l- â`i Abu Nasr al-Yamâmi
itu
in bî
n S lih l-Mutawakil merupakan
nama ayahnya22. Sesuai dengan nama lengkap yang dimilikinya beliau dikenal dengan kuniyah nya Abu Nasr sedangkan Yamamah merupakan negeri semasa hidupnya.
r Ul m m ri
tk n
h
in
Abî Katsîr wafat pada tahun 129 hijriah sementara yang lainnya berpendapat beliau wafat pada tahun 132 hijriah, namun pendapat pertama yang lebih sâhih23. Guru-guru beliau diantaranya: No 1
Nama Guru Jâbir bin Abdullah
2 3
ul
m
in Sin n
4
`Uqbah bin Abdul Ghâfar
5
Muhamad bin Ibrâhîm bin Hârits al-Taimî
Adapun murid-murid beliau yang pernah berguru padanya atau yang pernah meriwayatkan Hadis kepada beliau diantaranya:
22
Al-„ sq lȃn Al-Dzahabî,
23
Tahdzîb al-Tahdzîb, Juz 4, h. 383. r ’ ȃm al-Nubala , (T.tp: Muassasah al-Risâlah, 1985), Juz 1, h. 28.
39
No
Nama Murid
1
Hisyâm al-Dastûî
2
`
û
in „Ut h Qâdî al-Yamâmah
3
is m in
ss n
4
Abdullah bin
5
„Ikrim h in „ mm r l-Yamâmî24
ibn `Abî Kasîr
Komentar ulama terhadap
bin `Abî Katsîr Diantaranya:
Al-„Ijl berkata Bahwa beliau periwayat tsiqah, Abû Hatim Berkata bahwa beliau adalah seorang Imam yang tidak menceritakan Hadis kecuali seorang yang tsiqah n mun ul m
ng l in
li u
û J ‟f r l-“uq ili
rkom nt r
h
r
ng n
bin `Abî
Katsîr
merupakan seorang yang pernah berkata dusta (Tadlîs).25 Dalam hal ini û J ‟f r l-„Uqaili tidak memberikan penjelasan dalam memberikan penilaian Jarh terhadap
bin `Abî Katsîr yang menurutnya pernah
berkata dusta. Melihat berdasarkan hubungan guru dan murid dalam periwayatan Hadis yang terjadi antara Jâbir bin Abdullah urr hm n
in
bî
n Muh mm
Katsîr m nunjuk n
k t rs m ung n s n . D l m h l ini
in
h bî
in n Katsîr
menggunakan kata َع ْنuntuk menghubungkan periwayatannya kepada Muhammad bin Abdurrahmân. Selain dari pada itu komentar ulama yang 24
Al-Mizzî, Tahdzîb al-Kamâl fî asmâ al-Rijâl, Juz 31, h. 505. Al-Mizzî, Tahdzîb al-Kamâl fî asmâ al-Rijâl, Juz 31, h. 509.
25
40
in
diberikan terhadap adalah seorang yang
b
bî Katsîr menunjukan bahwa beliau
dan juga adil, walaupun ada sebagian ulama
yang mengatakan bahwa beliau sorang yang tidak jujur. d. Hisyâm bin Abdullah Hisyâm bin Abdullah memiliki nama lengkap yaitu Hisyâm bin `abî
ull h l-D stû`
û
k r l- isri. Dan ayah beliau bernama
Sanbar al-Raba tetapi beliau sering dikenal dengan al-Dastû`î karena dia merupakan pedagang pakaian yang didatangkan dari Dastû`î26. Sesuai dengan nama lengkap yang dimiliki Hisyâm bin Abdullah maka beliau dikenal dengan kuniyah nya Abu Bakar, sedangkan Basrah merupakan l
nama negeri semasa hidupnya. Abû al-
n „ mrû l-Fallas berkata,
bahwa Hisyâm bin Abdullah wafat pada tahun 154 Hijriah27. Diantara Guru-guru yang pernah beliau timba ilmunya dalam hubungan periwayatan Hadis ialah sebagai berikut: No 1
Nama Guru bin `abî Katsîr
2
`Ayûb al-Sakhtiyânî
3
„Âmir in
4 5
26
ul W hi
l-
l
urr m n l-Sarrâj Abdul Karîm `Abî `Umayah
Al-„ sq lȃn Tahdzîb al-Tahdzîb, Juz 4, h. 272. Al-Dzahabî, r ’ȃ -Nubala, juz 7, h. 172.
27
41
Adapun murid-murid beliau yang pernah meriwayatkan Hadis padanya ialah sebagai berikut: No
Nama Murid
1
Muslim ibn Ibrâhîm
2
`
3
`Ishâq bin Yûsuf al-`Azraq
4
Abdullah bin Hisyâm al-Dastû`î
5
`Ism ‟il in „Ul
h r in S ‟
l-Sammân
h28
Komentar para ulama terhadap Hisyâm bin `Abî
Abdillah
diantaranya: isyâm al-Rif ‟
`Abû
ri Wak ‟ m n rit k n k p
k mi
Hisyâm al-Dastû`î bahwa ia adalah seorang tsabtân yang berarti memiliki hujjah yang kuat. `Abû
âtim berkata dari `Abî Ghassân al-Tustarî Yûsuf bin Mûsa
aku mendengar bahwa `Abâ Dâud berkata bahwa Hisyâm al-Dastû`î adalah seorang `amîr al-mu`minîn29 dalam Hadis.30 M lih t h is
r s rk n hu ung n guru
ng t rj i nt r
is m in
n muri
ull h
n
l m p ri
t n
in bî Katsîr,
menunjukan bahwa adanya ketersambungan sanad. Dalam hal ini Hisyâm bin 28 29
Abdullah
menggunakan
kata
َحدَّثَنَاuntuk menghubungkan
Al-Mizzî, Tahdzîb al-Kamâl fî asmâ al-Rijâl, Juz 30, h. 216. `Amîr al-mu`minîn yaitu merupakan golongan orang yang berperingkat tinggi dalam
Hadis. 30
Al-Mizzî, Tahdzîb al-Kamâl fî asmâ al-Rijâl, Juz 30, h. 220.
42
in
periwayatannya kepada
bî Katsîr, bentuk redaksi kata yang
digunakan untuk penyandarannya merupakan redaksi kata yang termasuk kategori tingkatan yang tinggi. Selain dari pada itu komentar ulama yang diberikan terhadap Muhammad bin Abdurrahmân menunjukan bahwa beliau adalah seorang yang
b
dan juga adil yang bisa tetapkan
sebagai dasar hukum. e. Muslim bin Ibrâhîm al-`Azdî al-Farâhidî Muslim bin Ibrâhîm memiliki nama l ngk p I r h m l-`
l-F r hi
itu Muslim
u „ mru l- isri. S su i
in
ng n n m
lengkap yang dimilikinya maka beliau dikenal dengan kuniyah nya Abu „ mru s
ngk n l- isri
ik itk n
yaitu Basrah. Muslim bin I r h m
ng n negeri semasa hidupnya f t p
ul n s f r
itu p
tahun 222 Hijriah31. Guru-guru beliau yang pernah jumpai dalam periwayatan Hadis diantaranya: No
Nama Guru
1
Hisyâm al-Dastû`î.
2
Hârûn bin Mûsa al-Nahawî
3
Al-Minh l in „Is
4
Muqâtil bin Sulaimân
31
Al-Dzahabî,
r ’ȃ
l-„
-Nubala, Juz 19, h. 296.
43
5
Muh mm
in R s i
l-M k ûl
Adapun murid-murid beliau diantaranya ialah: No
Nama Murid
1
Al-Bukhârî
2
`Abû Dâwud
3
`Abû Muslim `Ibrâhîm bin Abdullah al-Kajjî
4
`
m
in l-
5
`
m
in Mûs
s n in Khir s l-Sâmî32
Komentar Ulama terhadap Muslim ibn Ibrâhîm al-`Azdî alFarâhidî: Berkata Abû Bakar bin Abî Khaits m h
ri
in Mu‟ n
bahwa beliau merupakan periwayat yang tsiqah terpercaya33.
Melihat berdasarkan hubungan guru dan murid dalam periwayatan Hadis yang terjadi antara Hisyâm bin Abdullah dan Muslim bin Ibrâhîm, menunjukan bahwa adanya ketersambungan sanad. Dalam hal ini Muslim bin Ibrâhîm menggunakan kata َحدَّثَنَاuntuk menghubungkan periwayatannya kepada Hisyâm bin Abdullah, bentuk redaksi kata yang digunakan untuk penyandarannya merupakan redaksi kata yang termasuk kategori tingkatan yang tinggi. Selain dari pada itu komentar ulama yang diberikan terhadap Muhammad bin Abdurrahmân menunjukan bahwa 32
Al-Mizzî, Tahdzîb al-Kamâl fî asmâ al-Rijâl, Juz 27, h. 487 dan 489. Al-Mizzî, Tahdzîb al-Kamâl fî asmâ al-Rijâl, Juz 27, h. 490.
33
44
beliau adalah seorang yang
b
dan juga ‘adil. Kota Basrah yang
merupakan negeri semasa hidup Muslim bin Ibrâhîm dan Hisyâm bin Abdullah, maka dimungkinkan keduanya pernah bertemu. Begitu pula dilihat berdasarkan jarak tahun wafat keduanya yang tidak berjauhan.
f. Imam al-Bukhârî Imam al-Bukhârî memiliki nama lengkap yaitu Muhammad bin Ism ‟il bin `Ibrâhîm bin al-Mugîrah bin Badzdizabah Abû Abdullah alBukhârî34. Sesuai dengan nama lengkap yang dimilikinya maka beliau lebih dikenal dengan kota kelahirannya di kota Bukhârâ yaitu lahir pada tahun 194 H.35 Imam al-Bukhârî semasa hidupnya telah melakukan perjalanan ilmiah nya ke berbagai daerah untuk mempelajari berbagai macam ilmu termasuk Hadis khusus nya. Diantara daerah-daerah yang pernah beliau singgahi yaitu Bukhârâ, Khurâsân, Iraq, Mesir, Hijaz, Syam36. Karena kecerdasan dan hafalan nya terhadap Hadis maka Imam Bukhârî t rk n l
ng n k r
n
ng p ling monum nt l
itu kit
S h h al-Bukhârî. Selain itu masih banyak lagi karya beliau dalam menulis kitab antara lain: Kitab al-„Il l Kitab al-Kunâ Kit
34
l-T r kh l-S gh r
Al-„ sq lȃn Tahdzîb al-Tahdzîb, Juz 3, h. 508. Bustamin dan Hasanudin, Membahas Kitab Hadis, (Ciputat, UIN Syarif Hidayatullah, 2010), h. 11. 36 Al-„ sq lȃn Tahdzîb al-Tahdzîb, juz, 24, h. 431. 35
45
Kit
l-T r kh l- us
Kitab al-Târîkh al-Kabîr Guru-Guru Beliau diantaranya sebagai berikut: No
Nama Guru
1
`I r h m in
m h l-Zubair
2
`Ibrâhîm bin al-Mundzar
3
m
in
n l
4
m
in
l-
5
Adam bin Abî Iyâs al-„ sq l nî
Murid-murid Beliau diantaranya sebagai berikut: No
Nama Murid
1
Al-Tirmidzî
2
`I r h m in `Is q l-Harb û
3
37
mi `
4
`
m
5
Ish q in
m
in Sahl bin Mâlik m
37
Al-Mizzî, Tahdzîb al-Kamâl fî asmâ al-Rijâl, Juz 24, h. 431 dan 434.
46
Komentar-komentar Ulama terhadap Imam al-Bukhârî diantaranya sebagai berikut: rk t
`
m
in Sayyâr al-Marwazî bahwa Imam Bukhârî
adalah merupakan periwayat Hadis yang memiliki pengetahuan dan hafalan Hadis yang bagus38. 5. Penelitian Sanad Jalur al-Tirmidzî Sama halnya dengan Imam al-Bukhari, Tirmidzî juga merupakan periwayat Hadis dan banyak menghimpun Hadis. Maka berdasarkan sanad yang terdapat pada jalur al-Tirmidzî tentang pembahasan Hadis di atas ialah terdiri dari Ibn Um r N fi‟ U aidillah bin `Um r ` Kh li
l-`
m r Suf n in W k ‟
û
n Tirmidzî. Untuk mengetahui
sil-silah jalur dari masing-masing periwayat, penulis akan kemukakan hal tersebut sebagai berikut: a. Ibn „Umar Abdullah bin Umar bin Khatab al-Qursyiu al-„
i u beliau
adalah merupakan pribadi yang tangguh dan selalu dekat kepada Allah. S t
ull h in Um r t l h
rusi s nj
i
r i r
“ ku t l h
berbaiat kepada Rasulullah dan sampai saat ini, aku tidak pernah mengingkari janji itu. Aku tidak pernah berbaiat kepada pengobar fitnah dan tidak pula membangunkan orang mukmin dari tidurnya. K lim t t rs ut m rup k n r ngkum n k hi up n s or ng l kil ki s l h
ng ik runi i usi p nj ng hingg m l ihi 80 tahun, dan
telah memulai hubungan dengan Rasulullah dan islam sejak berusia 13 38
Al-„ sq lȃn Tahdzîb al-Tahdzîb, Juz 3, h. 508.
47
tahun, yaitu ketika ia ingin menyertai ayahandanya dalam perang badar, dengan harapan mendapatkan tempat dalam deretan para pejuang, seandainya tidak ditolak oleh Rasulullah karena usianya yang masih terlalu muda.39 Beliau wafat pada tahun 73 hijriah40. Adapun Murid-murid atau yang pernah meriwayatkan Hadis dari ibn Umar diantaranya ialah: No
Nama Murid
1
N f’
2
Muhammad bin al-Muntasyir
3
Marwân bin Sâlim al-M q ff ‟
4
Muslim bin `Abî Maryam
5
Mûsa bin Dihqân41
-
-Qursyî
b. Nâfi‟ N fi‟ m miliki n m l ngk p
l-Qurasyî al-„ dawî Abû Abdullah al-Madani42. Sesuai
al-Kh
dengan nama l ngk p nya
itu N fi‟ Abdullah bin `Umar bin
u „
ng imilikin
N fi‟ ik n l
ng n kuniyah
ull h sedangkan Madani merupakan nama kota yang
dikaitkan dengan nama negeri semasa hidupnya yaitu Madinah. Menurut pendapat yang
39
N fi‟
f tp
t hun 117 ijri h43.
Khalid Muhammad Khalid, Biografi 60 Sahabat Nabi, hal. 104. Al-Asqalanî, -I b b , juz 4, h. 181. 41 Al-Mizzî, Tahdzîb al-Kamâl fî asmâ al-Rijâl, Juz 15, h. 334. 42 Al-Mizzî, Tahdzîb al-Kamâl fî asmâ al-Rijâl, Juz 29, h. 298. 43 Al-Dzahabî, r ’ ȃm al-Nubala, Juz 9, h. 119. 40
48
Diantara guru-guru yang pernah beliau jumpai dalam periwayatan Hadis adalah sebagai berikut: No
Nama Guru ‘
1 2
I r h m in
3
R fi‟ in Kh
4
S ‟
ull h in M ‟
in „
s
j
i n `Abî Hindun
sl m M ul „Um r i n Kh
5
Adapun murid-murid beliau diantaranya ialah: No
Nama Murid ‘
î
1
Ubai
2
Abdul Wâhid bin Qais al-Sulamî
3
„
ul k r m `
4
„
ul K r m in M lik l-Jazarî
5
ul „
-‘
û `um
h l-
in „Um r i n „
sr
ul „
44
Diantara sekian banyak ulama berkomentar terhadap N fi‟, penulis cantumkan perkataan ulama berikut ini. Berkata al-„Ijlî: tsiqah, berkata Ibn Khirâsy: tsiqah, dan berkata al-N s ‟ : tsiqah45 Melihat berdasarkan hubungan guru dan murid dalam periwayatan 44
Al-Mizzî, Tahdzîb al-Kamâl fî asmâ al-Rijâl, Juz 29, h. 299. Al-Mizzî, Tahdzîb al-Kamâl fî asmâ al-Rijâl, Juz 29, h. 304.
45
49
H is
ng t rj i nt r N fi‟
n
n I nu Um r m nunjuk n
h
k t rs m ung n s n . D l m h l ini N fi‟ m nggun k n k t
َع ْنuntuk menghubungkan periwayatannya kepada Ibnu Umar. Selain dari pada itu komentar ulama yang diberikan terhadap N fi‟ menunjukan bahwa beliau adalah seorang yang
b
dan juga ‘adil.
c. Ubaidillah bin „Umar Ubaidillah bin „Umar memiliki nama lengkap yaitu Ubaidillah bin `Um r in „Um r
fs bin „Âsim bin „Um r in Kh
l-Qursyî al-„
al-
û „Usm n l-Madanî46. Sesuai dengan nama lengkap yang
dimilikinya maka beliau dikenal dengan kuniyah n
itu
u „Usm n,
sedangkan al-Madanî dikaitkan dengan nama negeri semasa hidup nya yaitu kota Madinah. Menurut al-Haitsamu bin al-„ Ubai ill h in „Um r wafat pada tahun 147 Hijriah47. Guru-Guru beliau diantaranya sebagai berikut: No
46
Nama Guru
1
N f’
‘
2
Muhammad bin Munkadir
3
Muhammad bin
4
is m in „Ur
5
Yazîd bin Rûmâna
bin Habbân h
Al-„ sq lȃn Tahdzîb al-Tahdzîb, juz 3, h. 22. Al-Dzahabî, r ’ȃ -Nubala, Juz 11, h. 375.
47
i i
h
50
Murid-murid beliau diantaranya ialah sebagai berikut: No
Nama Murid
1
`A
-
2
Abu `Ishâq al-Fazârî
3
in S ‟
l-Q
n
4
in S ‟
l-Umwî
bin Zakariyâ bin `Abî Zâ`idah48
5
m
Berkata Abdullah bin
in
anbal: Berkata
M ‟ n: U aidillah bin „Um r t rm suk or ng rt n
âtim:
p
ku
bin
ng tsiqah. Berkata `Abû
mad bin Hanbal dari Malik, Ubaidillah bin
Umar, Berkata: Ubaidillah seorang yang memiliki hujjah yang kuat, seorang hafid, dan juga banyak meriwayatkan Hadis .49 Melihat berdasarkan hubungan guru dan murid dalam periwayatan Hadis yang terjadi antara N fi‟
n Ubaidillah bin „Umar, menunjukan
bahwa adanya ketersambungan sanad. Dalam hal ini
Ubaidillah bin
„Umar menggunakan kata َع ْنuntuk menghubungkan periwayatannya kepada N fi‟ . Selain dari pada itu komentar ulama yang diberikan terhadap Ubaidillah bin „Umar menunjukan bahwa beliau adalah seorang yang
b
dan juga ‘adil. Kota Madinah yang merupakan negeri semasa
hidup N fi‟
n Ubaidillah bin „Umar, maka dimungkinkan keduanya
pernah bertemu. 48
Al-Mizzî, Tahdzîb al-Kamâl fî asmâ al-Rijâl, Juz 19, h. 125. Al-Mizzî, Tahdzîb al-Kamâl fî asmâ al-Rijâl, Juz 19, h. 128.
49
51
d. `Abû Khâlid al-` `
û Kh li
mar l-`
m r m miliki n m l ngk p
ayyân al-`Azdî, `Abû Khâlid al-`
itu Sulaimân in
mar al-Kûfî al-J ‟f r 50. Sesuai
dengan nama lengkap yang dimilikinya maka beliau dikenal dengan kuniyah nya yaitu Abu Khalid. Sedangkan al-Kûfî merupakan nama yang dikaitkan dengan negeri semasa hidupnya yaitu negeri Kuffah. Beliau wafat pada tahun 189 Hijriah51. Guru-guru beliau diantaranya ialah sebagai berikut: No
Nama Guru ‘Umar
1
Ubai
2
Abdul Malik bin Juraij
3
ul
4
ull h in „ un
5
m
„Usm n in
in J ‟f r
km
Murid-murid beliau diantaranya ialah sebagai berikut: No 1
f
î’
2
`Ishâq bin Râhawiyah
3
Adam bin `Abî `Iyâs
4
50
Nama Murid
m
in
tim l-
-
l
Al-„ sq lȃn Tahdzîb al-Tahdzîb, Juz 2, h. 89. Al-Dzahabî, r ’ȃ -Nubala, Juz 17, h. 17.
51
52
m
5
in „Imr n l-`Akhnasî52
Berkata „Abbâs al-Duwarî, dari b rk t
m
bin Mu‟in:
in S ‟d bin `Abî Maryam, dari
, dan bin Mu‟ n:
tsiqah.53 Melihat berdasarkan hubungan guru dan murid dalam periwayatan Hadis yang terjadi antara `
û Kh li
l-`
m r dan Ubaidillah bin
„Umar , menunjukan bahwa adanya ketersambungan sanad. Dalam hal ini `
û Kh li
l-`
m r menggunakan kata َع ْنuntuk menghubungkan
periwayatannya kepada Ubaidillah bin `Umar. Selain dari pada itu komentar ulama yang diberikan terhadap `
û Kh li
l-`
m r
menunjukan bahwa beliau adalah seorang yang abit dan juga ‘adil. e. Sufyân bin Wakî‟ Sufyân bin Wakî‟ memiliki nama lengkap yaitu Suf n in W k ‟ bin al-Jarrâ al-Ru`sî, ` l ngk p
ng
imilikin
û Mu mm Suf n
l-Kûfî54. Sesuai dengan nama in W k ‟ l ih
ik n l
ng n
kuniyah nya Abû Muhammad. Sedangkan al- Kûfî merupakan nama yang dikaitkan dengan negeri semasa hidupnya yaitu negeri Kuffah. Suf n
in W k ‟
f t pada bulan Rabiul Akhir pada tahun 247
Hijriah55. Guru-guru beliau diantaranya ialah sebagai berikut: 52
Al-Mizzî, Tahdzîb al-Kamâl fî asmâ al-Rijâl, Juz 11, 395. Al-Mizzî, Tahdzîb al-Kamâl fî asmâ al-Rijâl, Juz 11, 396. 54 Al-„ sq lȃn Tahdzîb al-Tahdzîb, Juz 2, h. 62. 55 Al-Dzahabî, r ’ȃ -Nubala, Juz 12, h. 153. 53
53
No
Nama Guru
1
`Abî Khâlid Sulai
2
Sulaim in „Îsa al-Qârî
3
I r h m in „U ainah
4
Ism ‟il in Muh m
5
Abdullah bin Idrîs
-`Ahmar
in Ju
h
Murid-murid beliau diantaranya ialah sebagai berikut: No
Nama Murid
1
Al-Tirmidzî
2
Ibn Mâjah
3
`A û J ‟f r
4
`
û„ l
5
`
û hm
m hm
in
s n
i nu Muh mm
Ism ‟il in Mûs
56
Berkata Ibnu `abî Hatim: Telah memberikan syarat kepada Sufyân in W k ‟
yaitu untuk merubah tulisannya, karena telah terdapat
kecacatan dalam Hadis Suf n in W k ‟.
û Zur‟ h berkata: La
Yastaghala bihi, kâna Yuttahamu bi al-Kadzab.57
56
Al-Mizzî, Tahdzîb al-Kamâl fî asmâ al-Rijâl, Juz 11, 201. Al-Dzahabî, r ’ȃ -Nubala, Juz 12, h. 152.
57
54
Melihat berdasarkan hubungan guru dan murid dalam periwayatan Hadis yang terjadi antara Suf n in W k ‟
n`
û Kh li
l-`
m r,
menunjukan bahwa adanya ketersambungan sanad. Dalam hal ini Sufyân in
W k‟
menggunakan
periwayatannya kepada `
kata
û Kh li
َح َّدثَنَا l-`
untuk
menghubungkan
mar. Namun komentar ulama
yang diberikan terhadap Suf n in W k ‟ berbeda dengan periwayat lainnya yang menunjukan bahwa beliau adalah seorang yang layyin dan juga Kadzab. Kota Kuffah yang merupakan negeri semasa hidup Sufyân in W k ‟
n `
û Kh li
l-`
m r m k
imungkink n k u n
pernah bertemu. Melalui penilaian ulama yang memberikan kata-kata jarh maka terdapat kecacatan yang dapat mempengaruhi kualitas hadis yang disebabkan seorang perawinya tertuduh dusta. f. Al-Tirmidzî Imam al-Tirmidzî memiliki nama lengkap yaitu Muhammad bin „Is
in s ur h in Mûsȃ i n l-Dahhak al-Sulamî58. Sesuai dengan nama
lengkap yang dimilikinya, dikenal dengan sebutan nama yang dikaitkan dengan nama kota semasa hidupnya yaitu Tirmiz. Al-Tirmidzî dilahirkan pada tahun 209 Hijriah59. Selama hidupnya Imam al-Tirmidzî
telah
melakukan perjalanan ilmiah untuk mempelajari berbagai ilmu khususnya Hadis. Diantara kota-kota yang pernah beliau singgahi dalam perjalanan ilmiah nya yaitu kota Khurasan, Iraq, dan Haramain. Imam al-
58
Al-„ sq lȃn Tahdzîb al-Tahdzîb, Juz 3, h. 668. Endang Soetari, Ilmu Hadis Kajian Riwayah dan Dirayah, (Bandung: Mimbar Pustaka, 2005), h. 312. 59
55
Tirmidzî meninggal pada tanggal 13 Rajab di kota Tirmiz pada tahun 279 H.60 Guru-guru beliau diantaranya: No
Nama Guru
1
Muhammad bin Abdullah bin Numair al-Kûfî
2
Muhammad bin Ghailân
3
Yusuf bin Isa
4
Qut i h in S ‟i
5
Abu Mus`ab al-Zuhri
Murid-murid beliau diantaranya sebagai berikut: No
Nama Murid
1
û
k r`
2
û
mi
3
m
4
û l-
5
m in „
in `Ism ‟ l in „Âmir l-Samarqandî ull h in D u
l-Marwazî
in ûsuf l-Nasafî rits s
in
m
i h
Hammâd bin Syâkir61
Ibn Hibbân dalam kitab al-Tsiqât memberikan penilaian kepada alTirmidzi bahwa ia merupakan seorang yang memiliki hafalan dan banyak mempelajari Hadis.62
60
Al-Dzahabî, r ’ȃ -Nubala , Juz 25, h. 275. Al-Mizzî, Tahdzîb al-Kamâl fî asmâ al-Rijâl, Juz 26, h. 251. 62 Al-Mizzî, Tahdzîb al-Kamâl fî asmâ al-Rijâl, Juz 26, h. 252. 61
56
6. Natijah Berdasarkan penelitian sanad yang dilakukan dengan cara melihat kepribadian masing-masing perawi yang terdapat dalam jalur al-Bukhari serta penilaian para ulama Hadis, maka dapat saya simpulkan bahwa riwayat Hadis tersebut merupakan Hadis yang bersambung sanadnya yang juga didukung para ulama Hadis yang memberikan penilaian positif terhadap para perawi sehingga hadisnya termasuk dalam kriteria keshahihan Hadis. Sementara untuk Jalur al-Tirmidzi Walaupun masingmasing dari perawinya saling berkaitan atau memiliki sanad yang bersambung, tetapi salah satu diantara perawinya terdapat kecacatan yang mengurangi kualitas sebuah Hadis. B. Kritik matan Hadis Sebagaimana disinggung sebelumnya bahwa selain sanad Hadis , aspek yang perlu diperhatikan untuk mendapatkan keabsahan suatu Hadis adalah matan. Dengan kata lain, Hadis
yang telah ditetapkan ahih
secara sanad, tidak dengan serta merta melegitimasi kes hihan Hadis seutuhnya. Hal ini disebabkan adanya kemungkinan Hadis tersebut tidak s hih
secara matan. Terlebih yang bersangkutan berkenaan dengan
masalah hukum. Adapun metodologi yang biasa untuk melacak kes hihan matan Hadis antara lain ialah dengan menampilkan
lain
(baik berupa al-Qur‟ n m upun Hadis ) yang satu tema dengan Hadis yang sedang diteliti. Selain itu, pendekatan rasional juga sering digunakan guna menelaah otentisitas dan otoritas Hadis dilihat dari segi tekstual dan kontekstual. Kritik matan ini dirasa perlu karena tidak
57
menutup kemungkinan adanya Hadis
yang secara saad
dan
sepintas Nampak tidak memiliki masalah, namun setelah dilakukan penelitian
ternyata
ditemukan
pertentangan dengan maupun Hadis tersebut
kejanggalan-kejanggalan
berupa
lain yang lebih otoritatif seperti al-Qur‟ n
lain yang lebih kuat, atau jika tidak kendati Hadis secara sanad namun akal kita tidak dapat menjangkau sisi-
sisi rasionalitas dari Hadis
itu sendiri. Hal ini menyebabkan
berkurangnya otoritas Hadis
atau bahkan bisa saja meruntuhkan
otentisitas Hadis itu sendiri. Berdasarkan
hal
di
atas,
penulis
merasa
perlu
untuk
mengetengahkan beberapa pendekatan guna mengkritisi validitas Hadis dilihat dari aspek matan yang memiliki beberapa macam aspek yaitu tidak bertentangan dengan akal sehat, tidak bertentangan dengan alQur‟ n ti k
rt nt ng n
ng n
is Mutawatir, tidak bertentangan
dengan amalan yang telah disepakati ulama, tidak bertentangan denggan dalil yang telah pasti, dan tidak bertentangan dengan Hadis ahad.63 Adapun pedekatan yang penulis gunakan antara lain: 1. Perbandingan Hadis dengan al-Qur‟ n Selain melakukan penelitian terhadap sanad Hadis yang berkaitan dengan topik Hadis yang sama, penulis juga akan mencoba melakukan perbandingan dengan ayat al-qur‟ n
ng
rk it n
ng n salat di atas
kendaraan sebagai langkah awal dalam penelitian matan Hadis karena
63
Bustamin, Isa H.A Salam, Metode kritik Hadis. ( Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004), h. 63.
58
salah satu dari fungsi Hadis Adapun ayat al-Qur‟ n
terhadap al-qur‟ n
ng p nulis
itu untuk Tabyin.
ntumk n s
g i p r n ing n
dengan Hadis yaitu yang terkandung dalam surat al-Baqarah ayat 115 berikut ini:
َِّ َّلل الْم ْش ِر ُق والْمغْ ِرب فَأَي نما تُولُّوا فَثَ َّم وجو ِِ ِ اَّلل و اسع َعلِيم َُْ َ ََّ اَّلل إِ َّن َ َّ َو َ َ َْ ُ َ َ
“Dan kepunyaan Allah-lah timur dan barat, Maka kemanapun kamu menghadap di situlah wajah Allah.64 Sesungguhnya Allah Maha Luas (rahmat-Nya) lagi Maha mengetahui”. Dari banyaknya penafsiran yang dikatakan para ulama terhadap ayat di atas, terdapat penafsiran ayat al-Qur‟ n
ng
rk it n
ng n
Hadis yang sedang penulis teliti tentang salat di atas kendaraan yaitu pendapat yang mengatakan bahwa ayat 115 pada surat al-baqarah diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW sebagai izin dari Allah untuk melakukan salat sunah dengan menghadapkan wajahnya ke arah mana saja, dalam safarnya, atau dalam keadaan perang, ketakutan yang amat sangat, atau ketika bertemu dengan pasukan, dan pemberitahuan bahwa ke arah manapun mereka menghadapkan wajahnya, maka disanalah wajah Allah, dengan firman-Nya:
َِّ فَأَي نما تُولُّوا فَثَ َّم وجو ِ اَّلل و اسع َعلِيم َُْ َ ََّ اَّلل إِ َّن َ َ َْ
“Maka kemanapun kamu menghadap di situlah wajah Allah”. Riwayat yang menjelaskan hal tersebut ialah sebagai berikut:
َِّ وح َّدثَِن عب ي ُد ٍ ى ح َّدثَنَا ََْيي بن س ِع ِ يد َعن َع ْب ِد الْم ِل ك بْ ِن أَِب ْ َُ ْ َ ُْ َ َ ُّ اَّلل بْ ُن عُ َم َر الْ َق َوا ِري ِر ََ َ َِّ ول صلى للا عليو- اَّلل ُ ال َكا َن َر ُس َ َال َح َّدثَنَا َس ِعي ُد بْ ُن ُجبَ ٍْري َع ِن ابْ ِن عُ َم َر ق َ َُسلَْي َما َن ق 64
Disitulah wajah Allah maksudnya; kekuasaan Allah meliputi seluruh alam; sebab itu di mana saja manusia berada, Allah mengetahui perbuatannya, karena ia selalu berhadapan dengan Allah
59
ِ يصلِّى وىو م ْقبِل ِمن م َّكةَ إِ َل الْم ِدين ِة علَى ر-وسلم - ال َ َ ق- ُث َكا َن َو ْج ُهو ُ احلَتِ ِو َح ْي َ ْ ُ َُ َ َ ُ َ َ َ َ َِّ ت (فَأَي نما تُولُّوا فَثَ َّم وجو ِِ )اَّلل َُْ َ َ َ ْ ْ ََوفيو نَ َزل Abu Kuraib menceritakan kepada kami, katanya, Abdul Malik
m n rit k n k p Salat
dengan
k mi
ri S ‟i
menghadap
ke
in Zu ir arah
ri I n Um r
sebagaimana
h
i
tungganganya
menghadap.65 2. Perbandingan Dengan Riwayat lain Setelah penulis melakukan penelitian terhadap kemungkinan ada riwayat lain yang berbicara tentang topik yang sama dengan Hadis yang sedang penulis teliti, penulis menemukan beberapa Hadis yang terhimpun dalam beberapa kitab induk Hadis seperti Dawud, Sunan al-Nasâi, dan M
’ I
Muslim, Sunan Abî M
. Periwayatan-
periwayatan melalui jalur lain ini bisa masuk kategori syahid dan b ’ . Dalam literatur ilmu Hadis , keberadaan I’ b r sangat berguna untuk menopang posisi Hadis baik dari segi otentisitas maupun otoritas Hadis yang sedang diteliti. Dengan bahasa lain, keberadaan syahid dan b ’
ini menegaskan kekuatan Hadis
dalam hal validitasnya
sehingga membuat Hadis tersebut layak untuk dipergunakan baik sebagai landasan hukum maupun landasan beribadah. Adapun redaksi lain yang berupa syahid dan
65
b ’
tersebut ialah sebagai berikut:
I n j r r lr r - b r Penerjemah, Ahsan Askan, editor Besus Hidayat amin, ( Jakarta: Pustaka Azzam, 2007), h. 420.
60
َِّ ول َِّ عن عب ِد، اَّلل ب ِن ِدينا ٍر ِ ٍ ِوح َّدثَِن َعن مال َّ اَّلل بْ ِن عُ َم َر أ اَّلل صلى َ َن َر ُس َ ْ َّ َع ْن َع ْب ِد، ك َْ ْ َ َ ْ ََ ٙٙ ِ ِ ِ للا عليو وسلم َكا َن يصلِّي علَى ر ت بو َّ احلَتِ ِو ِيف ُ الس َف ِر َح ْي ْ ث تَ َو َّج َه َ َ َُ “Telah menceritakan kepadaku dari Mâlik dari Abdullah bin Dînar ri ull h in „Um r. R sulull h S . T l h m l kuk n salat di atas kendaraan dalam perjalanannya kemana pun kendaraan tersebut m ngh p”.
َِّ َْحر عن عب ي ِد ٍِ اَّلل َع ْن نَافِ ٍع َع ِن ابْ ِن ْ َُ ْ َ ُ َ ْ َح َّدثَنَاهُ أَبُو بَ ْك ِر بْ ُن أَِب َش ْيبَةَ َح َّدثَنَا أَبُو َخالد األ ٙٚ ِ ِ ِ َكا َن يصلِّى علَى ر-صلى للا عليو وسلم- َن النَِّب ت بو ُ احلَتِ ِو َح ْي ْ ث تَ َو َّج َه َّ َّ عُ َم َر أ َ َ َُ “T l h m n rit k n k m n rit k n k p k mi N fi‟ ri i n „Um r h R k n r nn k m n pun k n
p k mi û kr in S i ht l h û Kh li l- m r ri „U i ill h ri sulull h S . T l h m l kuk n salat di atas r n t rs ut m ngh p”.
ِ عن عب ِد، ك ِ ٍِ َكا َن: ال َ َ َع ِن ابْ ِن ُع َم َر ق، للا بْ ِن ِدينَا ٍر ْ َ ْ َ ٍ َع ْن َمال، أَ ْخبَ َرنَا قُتَ ْيبَةُ بْ ُن َسعيد ٙٛ ِ ِ ِ للا صلى للا عليو وسلم يصلِّي علَى ر ِ ول ت بو ُ َر ُس َّ احلَتِ ِو ِيف ْ الس َف ِر َح ْيثُ َما تَ َو َّج َه َ َ َُ “T l h m n rit k n k p k mi Qut i h in S ‟ ri M lik ri ull h in D n r ri I n „Um r: R sulull h S . Salat di atas kendaraannya dalam perjalanan kemana pun kendaraaan tersebut m ngh p”.
: ال َ َ ق، َع ْن َجابِ ٍر، الزبَ ِْري ُّ َع ْن أَِب، َع ْن ُس ْفيَا َن، َح َّدثَنَا َوكِيع، ََح َّدثَنَا ابْ ُن أَِب َش ْيبَة ِ ُ ب عثَِن رس صلِّي َعلَى َ َ ق، اج ٍة ُ فَ ِج ْئ: ال َ ُت َو ُى َو ي َ ول للا صلى للا عليو وسلم ِيف َح ُ َ ََ ٜٙ ِر وع ِ الرُك ُّ َو، احلَتِ ِو ََْن َو ال َْم ْش ِر ِق ُّ ض ِم َن ُ الس ُج ُ ود أَ ْخ َف َ “T l h m n rit k n k p k mi I n S i h m n rit k n k p k mi W k ‟ ri Suf n ri Zu ir ri J ir rk t : mengutus kepadaku Rasulullah Saw. Dalam kebutuhan. Berkata: maka Aku mengampiri dan beliau sedang salat di atas kendaraannya menghadap k r h M s riq n li u m l kuk n suju l ih r n h ri rukû‟.” Dari beberapa Hadis yang telah penulis cantumkan di atas dengan berbagai varian redaksi juga periwayat yang berbeda-beda baik dari jalur 66
Mâlik bin `Anas , M -Imâm Mâlik, juz 1, h. 151 Abû al-Husain Muslim al-Qusyairî al-Naisâbûrî, h Muslim, juz 2, h. 149. 68 Al-Nasâi`, al-Mujtabî min al-Sunan, Juz 1, 244. 69 Abû Dâud, Sunan Abû Dâud, juz 2, h. 9. 67
61
sahabat maupun periwayat setelahnya, penulis berkesimpulan bahwa tidak ada satu pun riwayat Hadis yang berseberangan dengan Hadis
yang
sedang penulis teliti. Lebih jauh dari itu keberadaan Hadis -Hadis diatas sebagaimana
telah
penulis
menguatkan otentisitas Hadis
singgung sebelumnya
justru semakin
ini sebagai salah satu sumber hukum
diperbolehkannya Salat meski tidak menghadap kiblat ketika posisi kita dalam kendaraan, dengan catatan Salat
yang dilakukan adalah Salat
sunah. 3. Komentar Ulama Terhadap Hadis Salat Di Atas Kendaraan Menurut Imam al-S fi‟i dalam kitab nya al-Umm Menyatakan bahwa ketika seseorang hendak melakukan Salat sunah di atas kendaraan maka lakukanlah Salat
tersebut kemanapun hendak menghadap dan
apabila seseorang yang berada diperjalanan akan melaksanakan Salat sunah d iatas kendaraan kemana pun kendaraan itu menghadap dan Salat sunah dapat dilakukan pada jenis kendaraan apapun. Dan apabila hendak melakukan ruku ataupun sujud maka lakukanlah dengan isyarat, yaitu dengan cara melakukan sujud lebih rendah dari pada ruku.70 Ibnu Battal Mengatakan bahwa Ulama sepakat untuk mensyaratkan turun dari kendaraan untuk melaksanakan Salat fardu, dan seseorang tidak diperbolehkan melaksanakan Salat fardu di atas hewan tunggangannya.71
70
Muhammad bin `Idrîs al-S fi‟i al-Umm, Juz 1, (Beirut: Dâr al-M ‟rif h 1393), h.
71
al-Bârî, penerjemah Gazzirah Abdi Ummah ( Jakarta:
97. Ibn Hajar al-Asqalani, Pustaka Azzam, 2008), h. 152.
BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan Dalam penelitian ini penulis mengkaji dua Hadis yang berkenaan dengan salat di atas kendaraan yang terdapat dalam dua kitab Hadis yaitu Sunan al-Tirmdzî dan
h al-Bukhârî. Maka berdasarkan
penelitian melalui kritik sanad dan matan, penulis berkesimpulan bahwa Hadis salat di atas kendaraan yang terhimpun dalam ahîh alBukhârî berkualitas
h karena telah memenuhi kriteria kaidah
kesahihan Hadis baik secara sanad juga matan. Sehingga Hadis tersebut dapat diamalkan untuk menjadi landasan dilakukannya salat di atas kendaraan, akan tetapi salat tersebut ialah salat sunah. Sedangkan untuk Hadis yang terhimpun dalam Sunan al-Tirmidzî, penulis berkesimpulan bahwa Hadis tersebut tergolong kepada Hadis yang berkualitas aif, karena penulis menemukan dalam penelitian sanad terdapat perawi yang layyin (lemah) serta memiliki kecacatan dalam kepribadiannya. B. Saran Pada akhirnya penulis menyadari bahwa karya tulis ini jauh untuk dikatakan sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan kepada pembaca untuk memberikan kritik dan saran yang kiranya membantu dalam kesempurnaan karya tulis ini agar lebih bermanfaat bagi penulis khususnya serta kepada orang lain umumnya.
62
63
Penulis menyarankan pula agar kajian ini untuk dikaji dalam sudut pandang yang berbeda misalkan, Hadis salat di atas kendaraan dilihat berdasarkan tekstual dan konstektualitas Hadis, dan beberapa sudut pandang lainnya yang dapat dilakukan oleh mereka yang memiliki perhatian khusus terhadap kajian Hadis-Hadis.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Hadi, Abu Muhammad Abdul Mahdi bin Abdul Qadir bin, Metode Takhrij Hadits. Semarang: Dina Utama, t.t. Abdurrahman, M dan Sumarna, Elan. Metode Kritik Hadits. Bandung: Remaja Rosda Karya, 2011. Abû Abdullah, Mâlik bin `Anas,
-Imâm Mâlik. Mesir: Dâr Ihyâ, 1951.
Al Bukhârî, Muhammad bin Ismâ’il bin `Ibrâhîm bin al-Mugîrah, Bukhârî. Kairo: Dâr al-Sya’ab, 1987.
h al-
Al-‘Asqalȃnî,Syihab al-Dîn Ahmad ibn ‘AlîibnHajarTahdzîb al-Tahdzîb.T. tp: Mu`assasah al-Risâlah, t.t. Al-‘A îmAbâdî, Abûal- ayyib Syamsual-Haq. ’AunalMaktabah al-salafiyah, t.t. Al-Asqalani, IbnHajar al-Bârî, Jakarta:PustakaAzzam, 2008. Al-Asqalanî, IbnuHajar Al-Asqalani,IbnHajar.
b
’b d. Madinah: Al-
penerjemahGazzirahAbdiUmmah
-
b
. Beirut: Dâr al-Jîl, 1412.
al-Bârî. T. tp: Dâr Ma’rifat, 1379.
Al- âruqu nîAbî al-Hasan ‘Ali bin Umar. Sunan al-Dâruqutnî. T. tp: Mu`assasah al-Risâlah, t.t. Al-Dzahabî,
rA’ ȃ
Al-Hanâfi, Al- k t r
-Nubala. T. tp: Muassasah al-Risâlah, 1985. ’
Al-Hanafi, Badrudîn al-`Ain,
k t r.Beirut: Dâr al-KitabAlamiyah, 2005. d
-
r
r
- Bukhori. Beirut: al-
Munîriyah, t.t. Al-Jaziri,Syeikh Abdurrahman. t b t k t d b d k d MetodeSkema. diterjemahkanSyarifHademasyahdanLuqmanJunaidi. Jakarta: Hikmah, 2010. Al-Mizzî, JamâludinAbî al-HajjâjYûsufTahdzîbal-Kamâlfîasmâ al-Rijâl.Beirut: Mu`assasah al-Risâlah, 1983.
64
65
Al-Nadwi,Al-hasani, Zainudin,Sadur. t Puasa, Haji.Jakarta: RinekaCipta, 1992.
d A
t
k t
Al-Naisâbûrî, Abû al-Husain Muslim al-Qusyaerî.Sahîh Muslim. Beirut: DârAfâq al-Jadîdah, t.t. Al-Nasâi`, Ahmad bin Syu’ebAbû Abdul Rahmân, al-Mujtabî min al-Sunan,( Aleppo: Maktabal-Ma bû’ât al-Islamiyyah, 1986. Al-Qahtani,Sa’id bin Ali bin Wahf. Al-Qurtubi, al-J
’
t
A k
r’
. Sukoharjo: Media zikir, t.t. .Mesir: Dâr al-Kitab, 1964.
Al-Sajsastani, AbûDâud Sulaeman. SunanAbûDâud. Beirut: Dâral-Kitab al Arabi, t.t. Al-Syâfi’i, Muhammad bin `Idrîs.al-Umm. Beirut: Dâr al-Ma’rifah, 1393. Al- abarî,IbnJarîr. r PustakaAzzam, 2009.
b r
PenerjemahAnshariTaslim,
dkk.
Jakarta:
Al- abarî, IbnJarîr. r - b r Penerjemah, AhsanAskan, BesusHidayat Amin. Jakarta:PustakaAzzam, 2007.
editor
Al-Tirmidzî, Muhammad bin ‘ÎsaAbû ‘Îsa, Sunan al- Tirmidzî. Beirut: Dâr alGharib al- Islamî, 1998. t. Solo: TigaSerangkai, 2008.
AnisSumanji, Muhammad. d
As-Shidiqi, Hasbi.
t. Jakarta: Ikapi, 1983.
Asy’ari,Hasan, MelacakHaditsNabi Saw caracepatmencariHaditsdari manual hingga digital. editor Muhammad Nurichwan. Semarang: Rasail, 2006. BustamindanHasanudin, SyarifHidayatullah, 2010.
MembahasKitabHadis.
Ciputat:
UIN
Bustamin, dan Salam, Isa. MetodeKritikHadits.Jakarta: Raja GrafindoPersada, 2004. Bustamin, Dasar-DasarIlmuHadits. Jakarta:Ushul Press, 2009. Drajat,Zakiah.
t
dk
Husain, SyarifHidayatullah. 2007.
d t
r
k a. Jakarta: Ruhama, 1996. d
bA
t, (Jakarta: Lentera,
66
IbnQudamah, Al-Mugni, penerjemah Amir Hamzah, Jakarta: PustakaAzam, 2007. Ibnu ‘Abdu al-Bâr.A - t ’ b Ismail, M. 1992.
’r
t -A
b. Beirut: Dâr al-Jaîl, 1412.
Syuhudi.MetodologiPenelitianHaditsNabi.
Jakarta:BulanBintang,
Khalid, Khalid Muhammad.Biografi 60 SahabatNabi.Jakarta: UmmulQura, 2012. Masyur,SyekhMusthafa. 2002.
r
A
t
t.Jakarta, GemaInsaniPress,
Muhammad Azzam,Abdul AzizdanSayyidHawass,Abdul Wahab.FiqhIbadah, Penerjemah Kamran As’atIrsyadi, AhsanTaqwimdan al-HakamFaishal. Jakarta: Amzah, 2010. Munawwir,A.W.Kamus al-Munawwir Arab-Indonesia Terlengkap.Surabaya: PustakaProgressif, 1997. Raya,
Ahmad ThibdanMulia, Musdah.MenyelamiSelukBelukIbadahDalam Islam.Bogor: Kencana, 2003.
Sabiq, Sayyid. FiqihSunah. T.tp: Pena PundiAksara: 2009. Salim, Peter. KamusBahasa Indonesia Kontemporer.Jakarta: Modern English Press, 2002. Soebahar, Erfan. MenguakFaktaKeabsahanSunah. Bogor: Kencana, 2003. Soetari, Endang. IlmuHaditsKajianRiwayahdanDirayah.Bandung:MimbarPustaka, 2005. Solikhin, Muhammad.HaditsAsliHaditsPalsu. T. tp: Garudawaca, t.t. Wahid, Abdul. HaditsNabidanProblematikaMasaKini.Banda Aceh: Press, 20007.
al-Raniry
Wensinck, A. J Concordance et Indices de la Tradition Musumane, diterjemahkankedalambahasa Arab oleh Muhammad Fu’ad ‘Abdul Baqi, al’ -Mufahras li alfâz al-Hadîts al-Nabawî, Jilid IV, E.J. Brill, Leiden, 1936.
SKEMA SANAD Nabi Abî Zubair
Jâbir bin Abdillah
Ibn Umar.
( Wafat 126 H).
( Wafat 78 H).
( Wafat 73 H).
Sufyân
( Wafat 127 H).
Nâf ’
ammad
( Wafat 117 H).
(Wafat 161 H).
Abdullah bin Dînâr.
Mâlik. ( Wafat 179 H).
W kî’ (Wafat 196 H).
ya bin Abî Katsîr ( Wafat 129 H).
Ubaidillah
(Wafat 240 H). -
Hisyâm bin Abî Abdillah Ibn Abî Syaibah (Wafat 239 H).
( Wafat 189 H).
( Wafat 154 H). S fy
W kî’
275
Abû Bakr bin Abî Syaibah.
al-Nasâi`
( Wafat 235 H).
( Wafat 303 H).
Muslim bin Ibrâhîm ( Wafat 247 H).
Abû Dâud
Qutaibah.
( Wafat 147 H).
( Wafat 222 H). Al-Bukhâri
Al-Tirmidzi
256
( Wafat 279 H).
Muslim 261
BIOGRAFI PENULIS Muhammad Ghozali dilahirkan di Sukabumi, Jawa Barat, pada tanggal 12 maret 1993. Setelah menyelesaikan Sekolah Dasar Negeri (2004) ia melanjutkan pendidikannya ke Madrasah Tsanawiyah Nurul Huda Cidadap, Sukabumi, Jawa Barat (tamat 2007). Pada tahun 2010 ia menyelesaikan Sekolah Menengah Atas dan kegiatan mengajinya di Yayasan Pendidikan Islam al-Atiqiyah Sukabumi, Jawa Barat. Ia merupakan anak kedua dari enam bersaudara. Demi mewujudkan cita-cita serta harapan keluarganya, ia melanjutkan pendidikannya ketingkat yang lebih tinggi. Pada tahun 2010 ia masuk Universitas Syarif Hidayatullah Jakarta di Fakultas Ushuluddin jurusan Tafsir Hadis, untuk membantu pemahan dan pemikiran di kampus ia pun masuk ke pondok pesantren Darul Hikam yang berada di sekitar kampus pada tahun yang sama.