BAB III ANALISIS PUTUSAN PENGADILAN TERKAIT PENERAPAN PIDANA BERSYARAT TERHADAP ANAK SEBAGAI PELAKU TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN (Studi Kasus Putusan Nomor 227/Pid.Sus/2013/PN.Bi) A.
Posisi Kasus
1.
Kronologi Kasus Kasus yang penulis angkat dalam tulisan ini, dengan Nomor Putusan :
227/Pid.Sus/2013/PN.Bi, dimana anak sebagai pelaku tindak pidana pembunuhan. Kronologi
kasus
sebagai
berikut,
Anak
bernama
......BINTI
TEGUH
HARYANTO (Selanjutnya disebut Melati), merupakan seorang ibu yang karena takut akan ketahuan melahirkan anak pada saat anak dilahirkan atau tidak lama kemudian dengan sengaja merampas nyawa anaknya, yakni dilakukan dengan cara sebagai berikut: Bahwa Terdakwa Melati sebelum kejadian telah berpacaran dengan Putra Rahmadani Bin Dirman (selanjutnya disebut sebagai Saksi),dan selama masa berpacaran Terdakwa dan Saksi sering sekali melakukan hubungan suami istri, bahkan menurut keterangan terdakwa seminggu minimal 1 kali Terdakwa dan saksi melakukan hubungan suami istri. Awal bulan Maret 2013 Terdakwa dan Saksi melakukan hubungan badan, hingga akhirnya sekira bulan Mei 2013 Terdakwa hamil, terdakwa mengetahui dirinya hamil karena terdakwa telat mensturasi selama 1 bulan, kemudian terdakwa melakukan tes kehamilan dan ternyata hasilnya positif. Mengetahui dirinya hamil, Terdakwa mengajak Saksi untuk bertemu, dan setelah bertemu Terdakwa memberitahukan pada Saksi bahwa Terdakwa telah terlambat Mensturasi, dan telah ditest dengan Testpack (alat test kehamilan) ternyata benar bahwa terdakwa telah hamil. Dalam keadaan bingung akhirnya Saksi menyuruh
Terdakwa untuk menggugurkan kandungannya. Saksi menyarankan Terdakwa untuk makan buah nanas muda dan kemudian saksi membelikan 2 (dua) pack pil tuntas dan 1 (satu) pack obat pelangsing. Ternyata kandungan Terdakwa tidak bisa gugur. Pada tanggal 08 September 2013 sekira pukul 22.00 WIB Terdakwa akhirnya melahirkan anaknya dikamar tidurnya, dan dalam keadaan seluruh keluarganya telah tertidur. Awalnya Terdakwa merasakan sakit pada pinggangnya, kemudian terdakwa mengambil perlak bayi dan sprei yang ada dikamar pembantunya, kemudian terdakwa mengunci kamar dan mematikan lampu. Terdakwa meletakkan sprei dan perlak ditempat tidur, kemudian membuka celana dalam dan rok yang dipakai terdakwa, kemudian terdakwa duduk dengan posisi kaki mengangkang kemudian terdakwa mengejan sambil mengurut – urut perutnya kearah bawah, tidak lama kemudian terdakwa merasakan bayi yang dikandungnya sudah lahir, namun setelah lahir bayi tersebut tidak menangis. Terdakwa merasa capek setelah melahirkan, maka terdakwa istirahat sebentar sambil berbaring, setelah merasa kuat lagi lalu terdakwa menutupi bayi tersebut dengan rok milik terdakwa. Merasa takut kalau ketahuan orangtuanya kalau terdakwa telah melahirkan anak, Terdakwa kemudian memasukkan bayi tersebut kedalam Tas kain tenteng, dan tas kain tenteng itu dimasukkan terdakwa lagi kedalam tas ransel kemudian tas itu diletakkan kebawah tempat tidur terdakwa. Terdakwa kemudian memakai celana dalamnya dan membereskan sprei dan perlak bayi yang kemudian terdakwa kembalikan kekamar pembantunya setelah itu terdakwa tidur kembali.
Keesokan harinya pada tanggal 09 September 2013 sebelum berangkat sekolah terdakwa SMS kepada Saksi Putra Rahmadani Bin Dirman kalau anak mereka telah lahir dan sekarang merupakan tanggungjawab saksi. Pagi itu Terdakwa dengan mengendarai motor sambil membawa tas ransel yang berisi bayi berangkat kesekolahnya. Sembari menunggu saksi yang sedang ada ulangan disekolahnya, Terdakwa menyembunyikan tas ransel tersebut di kebun belakang sekolah dan menonton bola volley. Setelah saksi selesai ulangan disekolahnya lalu keduanya bertemu di warnet pandawa dan terdakwa menyerahkan tas ransel berisi bayi tersebut kepada saksi dan ketika saksi mengajak terdakwa untuk menguburkan bayi tersebut bersama – sama terdakwa menolak dengan alasan sudah ditelepon ayahnya. Saksi pun akhirnya membawa tas ransel berisi bayi mereka kekawasan hutan Juwangi Kab. Boyolali seorang diri, kemudian saksi menggali tanah menggunakan tangan, belum lagi galian tersebut terlalu dalam saksi langsung memasukkan bayi tersebut kedalam tanah galian itu, menutupnya lalu pulang kerumah. Pada hari kamis, 12 September 2013 sekira pukul 08.30 WIB ketika Saksi Harsono berangkat kerja di hutan petak 16 B RHP Ngaren BKHP Kedung Cumpleng KHP Telawa Ikut Ds. Ngaren Kec. Jungawi, Kab. Boyolali dan melintas dekat mayat bayi yang Saksi Putra Rahmadani Bin Dirman kubur sebelumnya. Saksi Harsono mencium aroma tidak sedap. Saksi mencari sumber bau tersebut dan menemukan sebuah gundukan yang ditutpi daun pisang yang sudah kering dan dikerumuni lalat. Saksi Harsono kemudian memanggil saksi Adiyanto, dan saksi adiyantolah yang membuka daun pisang itu dan menemukan ada rambut bayi.
Selanjutnya Saksi Harsono dan Saksi Adiyanto melaporkan kejadian ini kepada Polsek Jungawi Kab. Boyolali. Hasil Visum et repertum nomor VER/077/IKFML/IX/2013 tanggal 12 September 2013 yang ditandatangan oleh dr. Adji Suwandono, S.H. dokter jaga dari Instalasi Kedokteran Forensik dan Medikolegal RSUD Dr.Muwardi Surakarta pada pemeriksaan Korban diperoleh kesimpulan, bahwa korban (jenazah bayi terdakwa) mengalami asikfia (mati lemas) karena kekurangan oksigen dalam pernapasannya. 2.
Dakwaan Penuntut umum telah mengajukan Terdakwa ke persidangan dengan
dakwaan berbentuk Alternatif sebagai berikut, yaitu: Pertama : Terdakwa melakukan tindak pidana sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 341 KUHP jo. Pasal 55 ayat (1) Ke – 1 KUHP Kedua : Terdakwa melakukan tindak pidana sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal 342 KUHP. Ketiga : Terdakwa melakukan tindak pidana sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal 181 KUHP. 3.
Tuntutan
Tuntutan pidana yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum pada pokoknya menuntut : 1. Menyatakan terdakwa Melati,
telah
terbukti
secara
sah
dan
meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “pembunuhan anak karena takut akan ketahuan melahirkan anak pada saat anak
dilahirkan
atau
tidak lama
kemudian”
sebagaimana diatur dan
diancam pidana Pasal 341 KUHP. 2. Menjatuhkan pidana kepada terdakwa Melati dengan pidana penjara selama 1 (satu) tahun
dengan masa percobaan 1 (satu) tahun dan 6
(enam) bulan; 3. Menyatakan barang bukti berupa : a. 1 (satu) buah tas gendong warna coklat. b. 1 (satu) buah kain rok warna biru. c. 1 (satu) buah HP merk Samsung tipe GT S5753 E warna hitam. d. 1 (satu) buah sprei yang bernoda darah. e. 1 (satu) buah softek yang bernoda darah. f. 1 (satu) buah HP merk Nokia tipe 2690 warna hitam biru. g. 1 (satu) buah SPM Honda Fit X th. 2008 warna hitam Nopol: K3065-GP an. Wawan Kuncoro. h. 1 (satu) buah SPM SPM Honda Revo warna hitam th. 2009 Nopol: K-4412-QP. i. 1 (satu) buah tas ransel warna hitam. Masing-masing digunakan untuk
perkara lain atas nama terdakwa Putra
Rahmadani Bin Dirman; 4. Menetapkan apabila terdakwa dinyatakan
bersalah agar terdakwa
dibebani membayar biaya perkara sebesar Rp. 2.000,- (dua ribu rupiah) 4.
Fakta Hukum 1. Saksi a. Harsono Bin Harjo Prayitno
Saksi menerangkan bahwa pada hari Kamis, tanggal 12 September 2013, sekira jam 08.30 WIB saksi berangkat kerja ke Hutan petak 16 B RPH Ngaren BKPH Kedung Cumpleng KPH Telawa, Ds. Ngaren, Ds. Juwangi, Kab. Boyolali, saksi mencium aroma tidak sedap. Saksi mencari asal bau tersebut dan akhirnya menemukan gundukan yang ditutupi daun pisang. Saksi lalu memanggil teman saksi, yaitu Adiyanto. Adiyanto kemudian membuka daun pisang tersebut dan melihat ada rambut. Akhirnya arena takut keduanya melaporkan penemuan tersebut ke Polsek Juwangi. Tak berapa lama datang empat orang polisi kelokasi. Oleh polisi gundukan tersebut dibongkar dan mayat bayi dikeluarkan. Namun saksi tidak erani melihat proses pembongkaran gundukan tersebut. b. Adiyanto
Bin Nyamin
Saksi menerangkan bahwa, saksi mengetahui adanya gundukan yang menimbulkan aroma tidak sedap setelah saksi dipanggil oleh teman saksi yaitu Harsono. Saksi kemudian membuka kemudian membuka daun pisang tersebut dan melihat ada rambut. Akhirnya karena takut Saksi dan temannya melaporkan penemuan tersebut ke Polsek Juwangi. Tak berapa lama datang empat orang polisi kelokasi. Oleh polisi gundukan tersebut dibongkar dan mayat bayi dikeluarkan. Namun saksi tidak berani melihat proses pembongkaran gundukan tersebut, baru setelah bayi tersebut di keluarkan saksi berani melihat. c. Sujiono Bin Kasman Karto Rejo
Saksi menerangkan bahwa, saksi mengetahui adanya mayat bayi dari atasan Saksi Harsono, kemudian saksis langsung datang ke tempat kejadian. Bersama saksi Harsono dan Saksi adiyanto kemudian membuka kemudian membuka daun pisang tersebut dan melihat ada rambut saja. Saksi Harsono kemudian melaporkan penemuan tersebut ke Polsek Juwangi. Tak berapa lama datang empat orang polisi kelokasi. Oleh polisi gundukan tersebut dibongkar dan mayat bayi dikeluarkan. Namun saksi tidak berani melihat proses pembongkaran gundukan tersebut. d. Sundoyo Bin Yoso Kasim Saksi mengetahui adanya penemuan mayat bayi laki-laki karena saksi sebagai Petugas Polisi di Polsek Juwangi Boyolali telah mendapat laporan dari karyawan Perhutani yaitu Harsono kalau di hutan tersebut ditemukan mayat seorang bayi, lalu setelah mendapat laporan tersebut kemudian saksi berlima (lima orang) datang ditempat kejadian untuk mengecek kebenarannya, ternyata memang benar ada mayat bayi, setelah itu kami menghubungi team medis dari Puskesmas Juwangi. Gundukan itu dibongkar yang dipimpin langsung oleh dr. Hendro, dari gundukan tersebut ditemukan ditemukan mayat seorang bayi laki-laki yang baunya sudah busuk sekali dibungkus dengan kain rok, bayi tesebut masih ada ari – arinya dan oleh dokter ari –ari dan tali pusar bayi tersebut dipisah Dokter memperkirakan pembuangan bayi tersebut sudah sekitar 3 (tiga) hari sebelum mayat ditemukan kemudian
mayat bayi tersebut dibawa ke Rumah Sakit dr. Moewardi untuk divisum. Masih ditempat penemuan bayi, sekitar 100 (seratus) meter ditemukan tas berwarna coklat setelah tas tersebut dibuka didalam tas tersebut berisi sebuah kertas yang ada bekas darah dan ada KOP SMU N I Karangrayung, sebuah Simcard kartu AS yang sudah tidak aktif, dan simcard tersebut masih ada pesan masuknya yang salah satu pesan tersebut dari seseorang yang memanggil nama Melati. Saksi bersama petugas kepolisian lainnya berusaha untuk mencari identitas dari data tersebut dan kemudian saksi bersama rekan polisi lainnya diantaranya yaitu Hasyim Syafi’i mendatangi rumah
Terdakwa
Melati untuk menanyakan kasus penemuan mayat bayi tersebut. Saat bertemu dengan Terdakwa Melati, pertama kali ditanya tentang penemuan mayat bayi laki-laki, Terdakwa Melati menjawab tidak tahu, lalu setelah ditunjukkan sebuah tas warna Terdakwa
Melati baru
melahirkan
seorang
orangtuanya,
mengakui bayi
kemudian
perbuatannya bahwa ia telah
dirumahnya
setelah
coklat,
saksi
tanpa
sepengetahuan
menanyakan
kepada
Terdakwa Melati tentang tempat dimana bayinya dibuang, Terdakwa katakan kalau Rahmadani
yang dan
membuang
bayi
tersebut adalah
Putra
bayinya dibuang dimana, Terdakwa Melati
mengatakan tidak tahu. e. Hasyim Syafi’i Bin Kusnin
Saksi mengetahui adanya penemuan mayat bayi laki-laki karena saksi sebagai Petugas Polisi di Polsek Juwangi Boyolali telah mendapat laporan dari karyawan Perhutani yaitu Harsono kalau di hutan tersebut ditemukan mayat seorang bayi, lalu setelah mendapat laporan tersebut kemudian saksi berlima (lima orang) datang ditempat kejadian untuk mengecek kebenarannya, ternyata memang benar ada mayat bayi, setelah itu kami menghubungi team medis dari Puskesmas Juwangi. Gundukan itu dibongkar yang dipimpin langsung oleh dr. Hendro, dari gundukan tersebut ditemukan ditemukan mayat seorang bayi laki-laki yang baunya sudah busuk sekali dibungkus dengan kain rok, bayi tesebut masih ada ari – arinya dan oleh dokter ari – ari dan tali pusar bayi tersebut dipisah Dokter memperkirakan pembuangan bayi tersebut sudah sekitar 3 (tiga) hari sebelum mayat ditemukan kemudian mayat bayi tersebut dibawa ke Rumah Sakit dr. Moewardi untuk divisum. Masih ditempat penemuan bayi, sekitar 100 (seratus) meter ditemukan tas berwarna coklat setelah tas tersebut dibuka didalam tas tersebut berisi sebuah kertas yang ada bekas darah dan ada KOP SMU N I Karangrayung, sebuah Simcard kartu AS yang sudah tidak aktif, dan simcard tersebut masih ada pesan masuknya yang salah satu pesan tersebut dari seseorang yang memanggil nama Melati. Saksi
bersama
petugas
kepolisian lainnya berusaha untuk
mencari identitas dari data tersebut dan kemudian saksi bersama rekan
polisi
lainnya
mendatangi rumah
diantaranya Terdakwa
yaitu
Sundoyo Bin Yoso Kasim
Melati untuk
menanyakan
kasus
penemuan mayat bayi tersebut, lalu setelah bertemu dengan Terdakwa Melati pertama kali ditanya tentang penemuan mayat bayi lakilaki, Terdakwa Melati menjawab tidak tahu, lalu setelah ditunjukkan sebuah tas warna
coklat,
Terdakwa
Melati baru
mengakui
perbuatannya bahwa ia telah melahirkan seorang bayi dirumahnya tanpa sepengetahuan orangtuanya, kemudian setelah saksi menanyakan kepada
Terdakwa Melati tentang tempat dimana bayinya dibuang,
Terdakwa katakan kalau yang membuang bayi tersebut adalah Putra Rahmadani
dan
bayinya dibuang dimana, Terdakwa Melati
mengatakan tidak tahu; f. Siti Roqana Binti Purmin Saksi baru mengetahui kalau ada pembuangan bayi setelah saksi dihubungi oleh Polisi karena saksi bekerja di Warnet Pandawa Net di Gebyog, Kec. Juwangi, Kab. Boyolali sebagai operator. Saksi mengatakan bahwa saksi pernah melihat Putra Rahmadani dan temannya datang ke warnet, tapi kalau Melati selalu datang sendiri. Pernah sekali saksi melihat elati dan Putra Rahmadani datang kewarnet dalam waktu yang sama, namun sendiri – sendiri dan apa yang dilakukan melati dan putra rahmadani didalam bilik tidak kelihatan oleh saksi. g. Sidiq Sholeh Ginanjar Bin Mardi
Saksi menerangkan bahwa saksi bekerja di Warnet Pandawa Net sejak bulan Juni 2013, sekitar 3(tiga) bulan. Saksi pernah melihat Putra Rahmadani datang ke Warnet, tetapi saksi belum pernah melihat Melati datang ke Warnet, yang saksi ketahui bila Putra Rahmadani datang ke Warnet untuk ngenet. h. Teguh Haryanto Saksi menerangkan bahwa saksi baru mengetahui kejadian tersebut setelah petugas kepolisisan datang kerumah saksi, dan memberitahu mengenai penemuan odentitas saksi di daerah hutan petak 16 B Rph Ngaren BKBH Kedung Cumpleng KPH Telawa, Desa Ngaren, Kecamatan Juwangi Kabupaten Boyolali. Saksi mengatakan bahwa saksi tidak mengetahui bahwa anaknya punya pacar, karna anak saksi tidak pernah mengenalkan kepada saksi selaku orangtuanya. Saksi mengatakan bahwa anak saksi tidak ernah main, anak saksi ijin jika hendak mengerjakan tugas sekolah, dan saksi tidak pernah merasa curiga bahwa anaknya hamil, karena tidak ada tanda – tanda kehamilan dari anak saksi. Saksi tidak mengetahui bahwa anaknya telah melahirkan dikamanya karena letak kamar mereka berjauhan. Antara keluarga terdakwa dan keluarga Putra bin Rahmadani telah ada kesepakatan bahwa anak mereka akan dinikahkan setelah lulus sekolah. Dan kesepakatan itu dibuat secara tertulis dan diketahui kepala desa setempat
i. Sutiyem Binti Sutardi Saksi menerangkan bahwa saksi kenal dengan Terdakwa tetapi tidak mempunyai hubungan kekeluargaan dengan terdakwa. Saksi menerangkan bahwa saksi baru mengetahui kejadian tersebut setelah petugas kepolisisan datang kerumah saksi, dan memberitahu mengenai penemuan odentitas saksi di daerah hutan petak 16 B Rph Ngaren BKBH Kedung Cumpleng KPH Telawa, Desa Ngaren, Kecamatan Juwangi Kabupaten Boyolali. Saksi mengatakan bahwa saksi tidak mengetahui bahwa anaknya punya pacar, karna anak saksi tidak pernah mengenalkan kepada saksi selaku orangtuanya. Saksi mengatakan bahwa anak saksi tidak ernah main, anak saksi ijin jika hendak mengerjakan tugas sekolah, dan saksi tidak pernah merasa curiga bahwa anaknya hamil, karena tidak ada tanda – tanda kehamilan dari anak saksi. Saksi tidak mengetahui bahwa anaknya telah melahirkan dikamanya karena letak kamar mereka berjauhan. Antara keluarga terdakwa dan keluarga Putra bin Rahmadani telah ada kesepakatan bahwa anak mereka akan dinikahkan setelah lulus sekolah. Dan kesepakatan itu dibuat secara tertulis dan diketahui kepala desa setempat j. Putra Rahmadhani Bin Dirman Saksi menerangkan bahwwa saksi berpacaran dengan terdakwa melati sejak bulan januari. Saksi mengajak terdakwa jumpa pertamakali di warnet arsanet. Selain mengerjakan tugas – tugas sekolah, saksi juga sering bersetubuh dengan terdakwa, kurang lebih
12 (dua belas) kali. Sebelum bertemu saksi dan terdakwa terlebih dahulu janjian melalui SMS (short message system). Saksi pertama kali melakukan hubungan badan (bersetubuh) terhadap Melati di Warnet Arsanet (Pandawa) pada bulan Januari 2013 sekira
jam
14.00
WIB
yang
beralamat
di
Desa
Gebyok,
Kecamatan Juwangi, Kabupaten Boyolali, pada awalnya Terdakwa mengirim pesan lewat Hand Phone untuk bertemu dengan saksi di Warnet ARSANET setelah pulang dari sekolah, lalu setelah saksi pulang sekolah saksi pergi ke Warnet ARSANET untuk bertemu dengan Melati, lalu saksi masuk disalah satu bilik warnet yang telah ada Melati, lalu saksi dengan Melati mengobrol dan membuka facebook, lalu saksi mencium bibir Melati yang dibalas oleh Melati. Saksi kemudian menjamah – jamah payudara Melati setelah itu saksi mengajak melakukan hubungan badan (suami isteri), lalu saksi duduk dilantai membuka retsliting celana dan menurunkan celananya sebatas lutut, dengan posisi Melati dipangku dengan membuka rok (bawahan) dan menurunkan celana, dengan posisi saling berhadapan antara saksi dengan, lalu saksi memasukkan alat kelaminnya yang sudah tegang ke dalam lubang vagina Melati, kemudian Melati menggoyang-goyangkan
pantat
hingga
alat
kelamin
saksi
mengeluarkan air mani, kemudian saksi membersihkannya dengan tisu. Saksi juga menerangkan setelah Melati hamil saksi
masih
menyetubuhi Melati berulang kali. Saksi mengetahui melati hamil sekitar
bulan
Mei
2013 karena melati bilang kalau terlambat
menstruasi dan setelah dicek dengan tespeck ternyata benar hamil. Pada waktu mengetahui melati hamil saksi menyuruh melati untuk menggugurkan kandungannya. Pada hari Minggu, tanggal 8 September 2013, saksi menerima pesan lewat Handphone dari melati bahwa melati telah melahirkan bayinya, lalu mereka janjian untuk bertemu di warnet pandawa, sekitar jam 14.00 Wib. Saksi akhirnya bertemu dengan terdakwa, kemudian saksi menanyakan kepada terdakwa bagaimana bayinya, sudah lahir atau belum. Kemudian dijawab oleh terdakwa “bayimu sudah lahir kejangkejang terus mati (meninggal)”, dan setelah itu melati memberikan tas gendong warna coklat yang berisi bayi. Sepulang sekolah, sekitar jam 13.30 WIB., saksi membawa tas yang berisi bayi tersebut ke hutan di daerah Juwangi, sampai dihutan menggali tanah dengan tangan yang dalamnya sekitar 30 (tiga puluh) centi meter, karena saksi takut ketahuan orang lalu saksi mengeluarkan tas jinjing yang berada dalam tas coklat ke dalam galian tanah tersebut lalu saksi timbun dengan tanah dan daun-daun kering, kemudian tas berwarna coklat tersebut saksi buang disekitar tempat tersebut, lalu saksi pulang. 2. Ahli Hasil Visum Et Repertum Nomor : 005/RS.UB/IX/2013, yang dibuat dan ditandatangani oleh dr.Heryustianto, Sp.OG, dokter Spesialis Kandungan/Kebidanan pada Rumah Sakit Umi Barokah yang pada hasil pemeriksaan terhadap Melati Pada bagian perut berdasarkan USG; Rahim sedikit membesar karena pasca melahirkan
dengan kesimpulan Masa nifas, 5 (lima) hari pasca melahirkan, selaput dara tidak ditemukan lagi oleh karena sudah robek Hasil Visum Et Repertum Nomor VER/077/IKF-ML/ IX/2013 tanggal 12 September 2013 yang ditandatangani oleh dr.Adji Suwandono, SH dokter jaga dari Instalasi Kedokteran Forensik dan Medikolegal Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Dr. Muwardi Surakarta pada pemeriksaan korban diperoleh kesimpulan “mengalami asikfia
(mati
lemas)
karena
kurang
udara
(oksigen)
dalam
pernafasannya” 3. Surat 1. Visum Et Repertum Nomor : 005/RS.UB/IX/2013, yang dibuat dan ditandatangani
oleh
dr.Heryustianto,
Sp.OG,
Spesialis
Kandungan/Kebidanan. 2. Visum Et Repertum Nomor VER/077/IKF-ML/ IX/2013 tanggal 12 September 2013 yang ditandatangani oleh dr.Adji Suwandono, SH dokter jaga dari Instalasi Kedokteran Forensik 4. Keterangan Terdakwa Terdakwa kenal dengan Putra Rahmadhani sejak akhir bulan Desember tahun 2012 melalui Facebook. Terdakwa memiliki hubungan pacaran dengan Putra Rahmadhani sejak tanggal 14 Januari 2013. Putra Rahmadhani pertama kali melakukan hubungan badan (bersetubuh) terhadap Terdakwa di Warnet Arsanet (Pandawa) pada bulan Januari 2013 sekira jam 14.00 WIB yang beralamat di Desa Gebyok, Kecamatan Juwangi, Kabupaten Boyolali. Sebelum
melakukan hubungan suami – istri pertama sekalinya, awalnya saksi Putra Bin Rahmadani dan terdakwa ngobrol – ngobrol terlebih dahulu, setelah itu saksi Putra Bin Rahmadani mengajak berciuman, sambil berciuman saksi menjamah – jamah payudara terdakwa setelah itu Putra bin Rahmadani mengajak berhubungan suami – Istri. Ide untuk melakukan hubungan suami – istri pertama sekali berasal dari saksi Putra Bin Rahmadani, dan mengapa terdakwa mau diajak berulang kali melakukan hubungan suami – istri karena terdakwa terangsang, dan saksi berjanji akan menikahi terdakwa apabila telah lulus. Ternyata setelah terdakwa hamil, saksi tidak mau bertanggungjawab,
dan
mengancam
terdakwa
jika
tidak
mengguggurkan kandungannya, kelak jika berumahtangga saksi akan menyia – nyiakan terdakwa. Saksi menyuruh terdakwa menggugurkan kandungannya dengan cara terdakwa diberikan pil tuntas dan obat pelangsing, selain itu terdakwa juga disuruh makan nanas. Ternyata usaha untuk menggugurkan kandungan terdakwa gagal. Akhirnya pada tanggal 08 September 2013, sekira pukul 24.00 WIB, terdakwa melahirkan sendiri dirumahnya. Seluruh proses bersalin dilakukan oleh terdakwa sendiri, tanpa seorang pun dirumah terdakwa yang mengetahui hal tersebut. Setelah dilahirkan, bayi terdakwa tidak menangis, terdakwa yang merasa lelah sehabis melahirkan kemudan terdakwa beristirahat. Terdakwa yang merasa kuat kembali kemudian membungkus bayi
tersebut, dan memasukkannya ke tas coklat, kemudian dimasukkan lagi ke tas ransel terdakwa dan diletakkan dibawah tempat tidur. Keesokan harinya terdakwa menghubungi saksi putra bin rahmadani, memberitahu bahwa anaknya sudah lahir dan mengajak untuk bertemu. Akhirnya terdakwa bertemu dengan saksi Putra bin Rahmadani, dan terdakwa menyerahkan tas ransel berisi bayi terdakwa kepada saksi. Saksi mengajak terdakwa untuk bersama – sama menguburkan bayi tersebut, namun terdakwa menolak dengan alasan sudah dihubungi oleh ayahnya. Pada hari kamis tanggal 12 September 2013, polisis mendatangi rumah terdakwa, dan mengatakan mengenai penemuan mayat bayi serta identitas terdakwa, dan terdakwa mengakui bahwa bayi tersebut adalah anak terdakwa dan barang – barang tersebut merupakan milik terdakwa. Antara keluarga terdakwa dan saksi Putra bin Rahmadani sudah ada kesepakatan bahwa mereka akan dinikahkan setelah lulus sekolah. Terdakwa mengatakan bahwa terdakwa belum pernah dipidana dan dia sangat menyesali perbuatannya. 5.
Pertimbangan Hakim Majelis Hakim mempertimbangkan dakwaan, bahwa oleh karena
Terdakwa dalam perkara ini didakwa oleh Penuntut Umum dengan Dakwaan berbentuk Alternatif yang artinya terhadap dakwaan dapat dipertimbangkan salah satu dari dakwaan yang paling relevan dengan fakta-fakta persidangan untuk itu Pengadilan akan mempertimbangkan dakwaan Pertama melanggar Pasal 341 KUHP yang unsur-unsurnya adalah sebagai berikut :
1. Unsur “Seorang Ibu”; Pengertian seorang ibu pada delik ini menunjuk kepada perempuan yang telah mengandung dan melahirkan seorang anak; Menimbang, bahwa berdasarkan keterangan saksi Putra Rahmadhani Bin Dirman dan keterangan Terdakwa dipersidangan diperoleh fakta bahwa sejak awal bulan Januari 2013 Terdakwa telah menjalin hubungan pacaran dengan Putra Rahmadhani Bin Dirman dan telah melakukan persetubuhan dengan Putra Rahmadhani Bin Dirman secara berulang-ulang kali sehingga pada bulan Maret 2013 terdakwa positif hamil, lalu pada hari Minggu tanggal 08 September 2013
sekira pukul 22.00, dengan cara cara yang telah
disebutkan sebelumnya terdakwa telah melahirkan bayinya. Bahwa dari fakta tersebut diatas dihubungkan dengan hasil Visum Et
Repertum
Nomor
:
005/RS.UB/IX/2013,
ditandatangani oleh dr.Heryustianto,
Sp.OG,
yang dokter
dibuat
dan
Spesialis
Kandungan/Kebidanan pada Rumah Sakit Umi Barokah yang pada hasil pemeriksaan terhadap Melati Pada bagian perut berdasarkan USG : Rahim sedikit membesar karena pasca melahirkan dengan kesimpulan Masa nifas, 5 (lima) hari pasca melahirkan, selaput dara tidak ditemukan lagi oleh karena sudah robek ; Berdasarkan fakta hukum tersebut diatas unsur seorang ibu telah terpenuhi; 2. Unsur “Yang karena takut akan ketahuan melahirkan anak”; Bahwa berdasarkan keterangan saksi Teguh Haryanto dan saksi Sutiyem, dihubungkan dengan keterangan Terdakwa serta surat Visum Et Repertum Nomor : 005/RS.UB/IX/2013, yang dibuat dan ditandatangani
oleh dr.Heryustianto, Sp.OG, dokter Spesialis Kandungan/Kebidanan pada Rumah Sakit Umi Barokah diperoleh fakta hukum bahwa pada hari Minggu tanggal 08 September 2013 sekira jam22.00 WIB, ketika orangorang yang berada di dalam rumah Terdakwa telah tidur, Terdakwa merasakan sakit pada pinggangnya, karena Terdakwa telah mengetahui dan memahami betul bila dirinya akan segera melahirkan. Sejak awal Terdakwa telah menyembunyikan kehamilannya dari keluarganya maka Terdakwa berusaha untuk menyembunyikan proses melahirannya dengan tidak berusaha meminta pertolongan kepada orang lain tetapi Terdakwa mengambil sikap untuk melakukan sendiri proses persalinannya, dan setelah bayi yang dikandungnya lahir Terdakwa yang merasa takut ketahuan oleh orang tuanya bila telah melahirkan anak maka Terdakwa memasukkan bayinya ke dalam tas kain tenteng setelah itu Terdakwa memasukkan tas kain tenteng tersebut ke dalam tas ransel, kemudian tas tersebut diletakkan dibawah tempat tidur Terdakwa, setelah itu Terdakwa memakai celana dalamnya lalu Terdakwa membereskan sprei dan perlak tersebut setelah itu Terdakwa tidur; Berdasarkan fakta hukum tersebut diatas dengan demikian unsur Yang karena takut akan ketahuan melahirkan anak telah terpenuhi; 3. Unsur “Pada
saat anak dilahirkan atau tidak lama kemudian, dengan
sengaja merampas nyawa anaknya”; Unsur ini bersifat alternatif sehingga apabila salah satu bagian dalam unsur ini telah terbukti maka unsur tersebut telah terpenuhi ;
Bahwa yang dimaksud “dengan sengaja”, menurut teori ilmu hukum pidana, kesengajaan harus diartikan secara luas, bukan hanya kesengajaan dalam bentuk sengaja sebagai tujuan tetapi juga sengaja sebagai kepastian dan dalam
bentuk
sengaja
akan
kemungkinan,
sedangkan yang dimaksud “dengan sengaja” berdasarkan Memorie Van Toelechting adalah suatu kehendak yang disadari dan ditujukan untuk melakukan suatu kejahatan tertentu; Berdasarkan keterangan keterangan saksi-saksi dan keterangan Terdakwa dipersidangan dihubungkan dengan surat Visum Et Repertum Nomor
: 005/RS.UB/IX/2013, yang dibuat dan ditandatangani oleh
dr.Heryustianto, Sp.OG, dokter Spesialis Kandungan/Kebidanan pada Rumah Sakit Umi Barokah diperoleh fakta hukum sebagai berikut : a. Bahwa pada hari Minggu tanggal 08 September 2013 sekira pukul 22.00 WIB Terdakwa telah melahirkan seorang bayi tanpa dibantu oleh orang lain, karena takut ketahuan oleh orang tuanya Terdakwa menutupi bayi tersebut dengan rok milik Terdakwa lalu Terdakwa memasukkan bayinya ke dalam tas kain tenteng tas kain tenteng tersebut dimasukan lagi ke dalam tas ransel, b. Bahwa selanjutnya Terdakwa pergi ke sekolahnya terlebih dahulu dengan mengendarai sepeda motor revo warna hitam , Nopol: K-4412-QP sambil membawa tas ransel berisi bayi yang telah dilahirkan Terdakwa, lalu Terdakwa menyembunyikan tas ranselnya yang berisi
bayi
tersebut
di
kebun
belakang
sekolahnya
kemudian
Terdakwa menonton pertandingan bola
volley dan badminton; c. Bahwa setelah saksi Putra Rahmadani Bin Dirman selesai mengikuti ulangan disekolahnya, lalu Terdakwa langsung menuju ke warnet Pandawa sambil membawa tas ransel berisi bayi sesampainya di warnet tersebut, Terdakwa sempat menunggu saksi Putra Rahmadani Bin Dirman, setelah ketemu dengan saksi Putra Rahmadani lalu Terdakwa menyerahkan bayi tersebut beserta tasnya kemudian saksi Putra Rahmadani Bin Dirman mengajak Terdakwa
untuk menguburkan bayi mereka tetapi Terdakwa
menolak ajakan saksi Putra Rahmadani Bin Dirman karena terdakwa sudah ditelepon ayahnya untuk segera pulang; d. Bahwa setelah itu saksi Putra Rahmadani Bin Dirman membawa tas ransel yang berisi bayi tersebut ke wilayah hutan Juwangi Kab. Boyolali kemudian saksi Putra Rahmadani Bin Dirman menggali tanah dengan menggunakan tangan, lalu pada saat tanah yang di gali tersebut sedalam 30 (tiga puluh) centi meter Putra Rahmadhani memasukan tas berisi bayi tersebut ke dalam galian tanah tersebut karena takut ketahuan orang lalu saksi Putra Rahmadani mengubur bayinya tersebut kemudian saksi pulang ke rumahnya; e. Bahwa pada hari Kamis tanggal 12 September 2013 sekira pukul 08.30 WIB, ketika saksi Harsono hendak berangkat kerja di hutan Petak 16 B RPH Ngaren BKPH Kedung Cumpleng KPH Telawa ikut Ds. Ngaren Kec. Juwangi, Kab. Boyolali dan melintas di
dekat mayat bayi terdakwa dikubur, saksi harsono mencium aroma tidak sedap, kemudian saksi Harsono mencari bau tersebut lalu saksi Harsono menemukan ada sebuah gundukan yang ditutupi daun piang yang sudah kering dan dikerumuni lalat kemudian saksi Harsono memanggil saksi Adiyanto. Saksi Adiyanto membuka daun pisang tersebut dan menemukan Harsono
ada
dan
rambut
seorang
bayi
selanjutnya
saksi
saksi Adiyato melaporkan kejadian ini kepada
petugas Polsek Juwangi Kab. Boyolali; Menimbang, bahwa dari hasil Visum Et Repertum Nomor VER/077/IKF-ML/IX/2013, tanggal 12
September 2013 yang ditandatangani oleh dr.Adji
Suwandono, SH., dokter jaga dari Instalasi Kedokteran Forensik dan Medikolegal Rumah Sakit Umum
Daerah
(RSUD)
Dr.
Moewardi Surakarta menerangkan bahwa pada pemeriksaan korban diperoleh kesimpulan “mengalami asikfia ( mati lemas) karena kurang udara (oksigen) dalam pernafasannya”; Perbuatan terdakwa telah terbukti memenuhi semua unsur tindak pidana dari pasal yang didakwakan oleh Penuntut Umum dalam Dakwaan Pertama serta alat bukti yang diajukan dipersidangan telah memenuhi syarat dua alat bukti yang sah seperti ditentukan dalam Pasal 183 KUHAP. dimana antara alat bukti yang satu dengan lainnya terdapat hubungan yang saling berkaitan erat, sehingga menimbulkan keyakinan bagi Hakim bahwa benar telah terjadi tindak pidana dan terdakwalah sebagai pelakunya, untuk itu terdakwa harus dinyatakan telah
terbukti secara Sah dan Meyakinkan Bersalah melakukan Tindak Pidana “Pembunuhan Anak” seperti dimuat dalam amar putusan ini; Bahwa
sebelum
Pengadilan
menjatuhkan
pidana
terhadap
diri
Terdakwa maka akan dipertimbangkan hal-hal sebagai berikut: Hasil Penelitian Kemasyarakatan yang pada pokoknya menerangkan bahwa perbuatan yang dilakukan oleh terdakwa dilatarbelakangi: 1. Klien merasa takut kalau diketahui oleh orang tuanya karena telah hamil dan melahirkan; 2. Klien kurang mendapat pengawsan dan perhatian dari orang tua; 3. Pribadi klien yang masih tergolong labil sehingga tidak berpikir secara panjang dalam bertindak; Sehingga pihak BAPAS merekomendasikan agar Terdakwa diputus “PIDANA BERSYARAT”; 1. Bahwa Orang tua Kandung terdakwa dipersidangan telah memberikan keterangan bahwa orang tua akan mendidik dan mengawasi pergaulan terdakwa dengan lebih baik lagi; 2. Memperhatikan
keadaan
Yang
memberatkan
dan
keadaan
yang meringankan bagi diri terdakwa sebagaimana dimaksud oleh pasal 197 ayat (1) huruf f KUHAP jo pasal 28 ayat (2) Undangundang Nomor 4 tahun 2004 yaitu : Keadaan Yang Memberatkan : 1. Perbuatan terdakwa sangatlah tidak manusiawi terlebih lagi perbuatan itu dilakukan terhadap darah dagingnya sendiri; Keadaan Yang Meringankan ;
1. Terdakwa mengaku terus terang perbuatannya ; 2. Terdakwa menyesali perbuatannya ; 3. Terdakwa masih tergolong anak; 6.
Vonis Hakim Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut
diatas dihubungkan dengan maksud dan tujuan pemidanaan itu sendiri yaitu tidak semata-mata sebagai pembalasan kepada terdakwa tetapi juga sebagai upaya mendidik terdakwa, dengan demikian pidana yang dijatuhkan kepada diri terdakwa diharapkan mampu memberikan penjeraan bagi terdakwa khususnya dan masyarakat pada umumnya untuk tidak melakukan perbuatan tersebut. Pengadilan
berpendapat
terhadap
diri terdakwa
akan
dikenakan
“Pidana bersyarat” sehingga pidana yang dijatuhkan kepada Terdakwa lebih baik tidak usah dijalani kecuali jika dikemudian hari ada putusan hakim yang menentukan lain, disebabkan karena terpidana melakukan suatu tindak pidana sebelum masa pidana bersyarat yang ditentukan dalam perintah tersebut habis; Majelis Hakim menjatuhkan vonis sebagai berikut : 1. Menyatakan terdakwa ......Binti TEGUH secara sah
dan
meyakinkan
bersalah
HARYANTO telah terbukti melakukan
tindak
pidana
“Pembunuhan Anak”. 2. Menjatuhkan pidana bersyarat terhadap terdakwa ......BINTI TEGUH HARYANTO oleh karena itu dengan pidana penjara selama 1 (satu) tahun. 3. Menetapkan
bahwa pidana tersebut tidak
usah dijalani
kecuali
bila dikemudian hari ada putusan Hakim yang menentukan lain, karena
terpidana sebelum lewat masa pidana bersyarat selama 1 (satu) tahun dan 3 (tiga) bulan melakukan perbuatan yang dapat dipidana. 4. Memerintahkan agar Terdakwa dibebaskan dari tahanan. 5. Memerintahkan agar barang bukti berupa : a. 1 (satu) buah tas gendong warna cokelat, 1 (satu) buah kain rok warna biru, 1 (satu) buah Hand Phone merek Samsung tipe GT S5753 E warna hitam, 1 (satu) buah sprei yang bernoda darah, 1 (satu) buah softex yang bernoda darah, 1 (satu) buah Hand Phone Nokia tipe 2690 warna hitam biru, dan 1 (satu) buah tas ransel warna hitam ; b. 1 (satu) buah sepeda motor Honda Fit-X Th 2008 warna hitam Nopol K 3065 GP Noka MHIHB71138K599628, Nosin: HB71E-1593003, beserta STNK nya atas nama: WAWAN KUNCORO Alamat Kepoh RT 04/R06, Karangsono, Kec. Karangrayung, Kab. Grobogan; c. 1 (satu) unit sepeda motor Honda NF11B1D M/T Revo warna hitam tahun 2009 Nopol K-4412-QP; Masing-masing diserahkan kepada Penuntut Umum untuk dipergunakan pada perkara atas nama terdakwa Putra Rahmadani Bin Dirman; 6. Membebankan terdakwa untuk membayar biaya perkara sebesar Rp.2000,(dua ribu rupiah). B.
Analisa Kasus Vonis hakim atas suatu Tindak Pidana, terhadap pelaku Tindak pidana
memiliki konsekuensi yang luas, baik terhadap diri si pelaku tindak pidana maupun masyarakat secara luas. Putusan hakim dipengadilan sangat berpengaruh
dalam memenuhi rasa keadilan terhadap korban maupun terdakwa, terlebih lagi terdakwa yang masih tergolong anak. Majelis Hakim pengadilan negeri Boyolali dalam Putusan nomor 227/Pid.Sus/2013/PN.Bi, menetapkan Melati, sebagai Pelaku tindak pidana pembunuhan, terhadap bayinya sendiri. Pada bagian ini akan di analisis penerapan pidana bersyarat dalam putusan perkara nomor 227/Pid.Sus/2013/PN.Bi, dengan Terdakwa Melati, sebagaimana yang sudah dikemukakan sebelumnya bahwa atas tindak pidana pembunuhan terhadap bayinya sendiri terdakwa dijatuhi pidana bersyarat, sudahkah penerapan putusan tersebut tepat adanya dan telah memenuhi keadilan terhadap korban tindak pidana tersebut yaitu bayi yang merupakan darah daging terdakwa sendiri. Pada kasus yang dianalisis berikut, dimana terdakwa masih tergolong anak, oleh karena itu harus mempertimbangkan banyak hal dalam penjatuhan pidana atas perbuatan terdakawa, sebelum membahas lebih lanjut terlebih dahulu mari kita lihat apa yang dimaksud dengan anak, dan apa itu kenakalan anak serta perbuatan yang tergolong kenakalan anak dan bagaimana perbuatan terdakwa dipandang dari undang undang yang berlaku di Indonesia. Mengenai siapakah yang disebutkan anak dalam sistem hukum di Indonesia cukup beragam, antaralain; 56 Pengertian menurut UU No 39 tahun 1999 tentang HAM dalam Pasal 1 ayat (5) menyatakan: “Anak adalah setiap manusia yang yang berusia dibawah 18 (delapan belas) tahun dan belum menikah, termasuk anak yang masih dalam kandungan apabila hal tersebut adalah demi kepentingannya.” Berdasarkan Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997, pengertian anak yaitu: 56
http://prabusetiawan.blogspot.com/2009/05/pengertian-anak.html diakses pada tanggal 22 Februari 2015
“Anak adalah bagian dari generasi muda sebagai salah satu sumber daya manusia yang merupakan potensi dan penerus cita-cita perjuangan bangsa yang memiliki peran strategis dan mempunyai ciri dan sifat khusus memerlukan pembinaan perlindungan dalam rangka menjamin pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental, sosial secara utuh, serasi, selaras dan seimbang.” Pengertian anak yang terdapat dalam Pasal 45 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (selanjutnya disingkat dengan KUH Pidana) yaitu: “Anak yang belum dewasa apabila belum berumur 16 (enam belas) tahun. Apabila anak yang masih dibawah umur terjerat perkara pidana hakim dapat memerintahkan supaya anak yang terjerat perkara pidana dikembalikan kepada orang tuanya, walinya, atau orang tua asuhnya, tanpa pidana atau memerintahkan supaya diserahkan kepada pemerintah tanpa pidana atau di pidana pengurangan 1/3 (satu pertiga) dari ancaman maksimum 15 tahun. Menurut Konvensi Hak-hak Anak “Anak adalah setiap manusia yang berusia di bawah 18 tahun, kecuali berdasarkan yang berlaku bagi anak tersebut ditentukan bahwa usia dewasa dicapai lebih awal.” Pengertian – pengertian diatas mengenai anak dihubungkan dengan kasus ini, maka terdakwa memang benar tergolong seorang anak, dilihat dari usia terdakwa yang masih berusia 16 (enam belas) tahun dan belum menikah. Sebagai anak, mempunyai ciri dan sifat khusus memerlukan pembinaan perlindungan dalam rangka menjamin pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental, sosial secara utuh, serasi, selaras dan seimbang.” Hal tersebut menunjukkan bahwa terdakwa masih tergolong individu yang rentan dan belum stabil dari segi psikis dan fisik. Keadaan demikian membuat anak memerlukan perlindungan dari orang – orang dewasa disekitarnya Perlindungan terhadap anak pada suatu bangsa merupakan tolok ukur peradaban bangsa tersebut, karenanya wajib diusahakan dengan kemampuan nusa dan bangsa. 57 Anak tetaplah anak dengan segala ketidakmandirian yang ada mereka sangat membutuhkan perlindungan dan kasih sayang dari orang 57
Nashriana, Perlindungan Hukum Pidana Bagi Anak Indonesia, Rajawali Pres, Jakarta,2012, Hlm 3.
disekitarnya, dan ketika anak tidak memperoleh apa yang menjadi haknya, disitulah seringkali anak menunjukkan perilaku juvenile delinquency atau kenakalan anak. Dari keterangan yang diperoleh dipengadilan saksis yang merupakan ibu terdakwa diketahui ternyata bukan ibu kandung terdakwa dan dari hasil persidangan diketahui bahwa antara Ayah dan ibu kandung terdakwa telah bercerai. Keadaan demikian menunjukkan bahwa terdakwa tidak tumbuh dalam keluarga yang stabil, demikian dapat dikatakan ketidak harmonisan keluarga terdakwa membuat perkembangan psikisnya juga terganggu dan kurang stabil. Terdakwa atas apa yang di alaminya di keluarga akhirnya mencari jenis kasih sayang lain. Yaitu dengan menjalin hubungan dengan lawan jenisnya sebagai sepasang kekasih. Istilah juvenile delinquency, berasal dari juvenile artinya young, anak – anak, anak muda, ciri karasteristik pada masa muda, sifat – sifat khas pada periode remaja; sedangkan delinquency artinya wrong doing, terabaikan/ mengabaikan, yang kemudian diperluas artinya menjadi jahat, a – sosial, kriminal, pelanggar aturan, pembuat ribut, pengacau, penteror, tidak dapat lagi diperbaiki durjana, dursila dan lain – lain.
58
Hubungan dengan lawan jenis, atau sering disebut berpacaran, sebenarnya bukanlah hal yang melanggar undang – undang yang melanggar adalah ketika dalam berpacaran apa yang dilakukan terdakwa adalah perbuatan yang melanggar norma – norma agama dan hukum yang ada. Dari segi agama, terdakwa telah melakukaan hubungan suami istri padahal terdakwa dan pacarnya belum terikat
58
Ibid, Hlm 25.
dalam hubungan suami istri maka apa yang dilakukannya adalah perbuatan zinah yang dari segi agama terdakwa sendiri yaitu agama islam adalah perbuatan berdosa. Ternyata dari hasil hubungan suami istri yang dilakukan antara terdakwa dan pasangannya, terdakwa akhirnya mengandung. Namun fatalnya terdakwa dengan
alasan
takut
ketahuan
telah
mengandung
terdakwa
akhirnya
menggugurkan kandungannya. Sebagaimana
diketahui
terdapat
berbagai
macam
definisi
yang
dikemukakan oleh para ilmuwan tentang Juvenile Delequency atau kenakalan anak ini, seperti diuraikan dibawah ini. a. Paul Moedikno 59, memberikan perumusan, mengenai pengertian Juvenile Delequency, yaitu sebagai berikut: 1. Semua perbuatan yang dari orang-orang dewasa merupakan suatu kejahatan, bagi anak-anak merupakan delequency. Jadi semua tindakan yang dilarang oleh hukum pidana, seperti mencuri, menganiaya, membunuh dan sebagainya. 2. Semua perbuatan penyelewengan dari norma kelompok tertentu yang menimbulakan keonaran dalam masyarakat, misalnya memakai celana jangki tidak sopan, mode you can see dan sebagainya. 3. Semua perbuatan yang menunjukan kebutuhan perlindungan bagi social, termasuk gelandangan, pengemis dan lain-lain. Menurut Kartini Kartono, 60 yang dikatan Juvenile Delequency adalah: “Perilaku jahat/dursila, atau kejahatan/kenakalan anak-anak muda, merupakan gejala sakit (patologi) secara sosial pada anak-anak dan remaja yang disebabkan oleh suatu bentuk pengabaian sosial sehingga mereka itu mengembangkan bentuk pengabaian tingkah laku yang meyimpang.” R. Kusumanto Setyonegoro, 61 mengemukakan pendapatnya tentang Juvenile Delequency antara lain sebagai berikut:
59
Paul Moedikno dalam Romli Atmasasmita, Problem Kenakalan Anak – anak Remaja, Armico, Bandung, 1983, Hlm 22 60 Kartini Karton, Patologi Sosial 2, Kenakalan Remaja, Rajawali Pres, Jakarta, 1992, Hlm 7. 61 R. Kusumanto Setyonegoro, dalam Romli Atmasasmita, Op cit, Hlm 23.
“Tingkah laku individu yang bertentangan dengan syarat-syarat dan pendapat umum yang dianggap sebagai akseptabel dan baik, oleh suatu lingkungan masyarakat atau hukum yang berlaku disuatu masyarakat yang berkebudayaan tertentu. Apabila individu itu masih anak-anak, maka sering tingkah laku serupa itu disebut dengan istilah tingkah laku yang sukar atau nakal. Jika ia berusaha adolescent atau preadolescent, maka tingkah laku itu sering disebut delinkuen; dan jika ia dewasa maka tingkah laku ia seringkali disebut psikopatik dan jika terang-terangan melawan hukum disebut criminal.” Menurut undang – undang yang berlaku di Indonesia bahwa yang dimaksud dengan juvenile delequency atau kenakalan anak, antaralain; Berdasarkan Pasal 1 butir 2 Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadialan Anak bahwa yang dimaksud dengan juvenile delequency adalah: 1. Anak yang melakukan tindak pidana, atau 2. Anak yang melakukan perbuatan yang dinyatakan dilarang bagi anak, baik menurut peraturan perundang-undangan maupun menurut peraturan hukum lain yang hidup dan berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan. Sedangkan berdasarkan Pasal 1 ayat (3) UU No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak juga menjelaskan tentang anak yang berkonflik dengan hukum, yaitu : “Anak yang Berkonflik dengan Hukum yang selanjutnya disebut Anak adalah anak yang telah berumur 12 (dua belas) tahun, tetapi belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang diduga melakukan tindak pidana.” Melati, terdakwa dalam kasus yang diangkat jika dilihat dari penjabaran pendapat para ahli serta penjabaran Pasal Undang – Undang maka benar adanya terdakwa melakukan kenakalan anak. Sebagaimana yang di katakan oleh Paul Moedikno bahwa perbuatan terdakwa tergolong dalam juvenile delequency, dan terang – terang melanggar undang undang. Bagaimana tidak selain melakukan zinah terdakwa dengan tega membunuh darah dagingnya sendiri. Padahal berdasarkan hasil visum dari dokter bayi terdakwa meninggal karna sesak nafas. Mengindikasikan bayi tersebut tidak meninggal sesaat setelah dilahirkan, melainkan sebagai akibat dari perbuatan
terdakwa yang langsung membungkus bayinya dengan kain gendong dan memasukkannya kedalam tas dan diletakkan ke bawah kolong tempat tidur. Perbuatan terdakwa sangat tidak berprikemanusiaan, sebab setelah dia melakukan hal tersebut diatas kepada bayinya, terdakwa masih dapat kembali tidur, apa yang terdakwa merupakan perbuatan yang bisa dilakukan seorang psikopat. Anak saat melakukan kenakalannya sering melakukan perbuatan yang berakibat buruk dan merugikan bagi dirinya sendiri serta bagi orang lain. Bahkan dari kenakalan anak tersebut ada yang tergolong kejahatan berat seperti yang dilakukan oleh Terdakwa dalam kasus ini, padahal terdakwa telah berusia 16 (enam belas) tahun 9 (sembilan) bulan. Menilik dari Ilmu psikologi perkembangan terdakwa telah berada dalam fase ketiga yang dimulai pada usia 14 – 21 tahun yang dinamakan masa remaja, dalam arti sebenarnya yaitu fase pubertsa dan adolescent, dimana terdapat masa penghubung dan masa peralihan dari anak menjadi orang dewasa. 62 Penggolongan usia anak dalam konteks ini sebenarnya tidak dikaitkan dengan tanggungjawab yuridis, tetapi tidak berkelebihan jika seorang anak yang telah berusia 10 (sepuluh) tahun ke atas (masa peralihan remaja menjelang dewasa) sudah layak dijatuhi sanksi apabila telah melakukan tindak pidana. 63 Psikologis
mengatakan
bahwa
fase
usia
terdakwa
sudah
mengalami
perkembangan pola pemikiran yang mengarah jauh lebih dewasa dan matang. Pengalaman dan nilai nilai hidup yang diterima terdakwa juga sudah bisa dikatakan cukup untuk membantu terdakwa memilah – milah mana yang baik dan mana yang tidak baik. Namun pada kenyataan yang terjadi bertolak belakang. 62 63
Wagiati Soetodjo, Hukum Pidana Anak, Refika Aditama, Bandung, 2008, Hlm. 8. Bunadi Hidayat, Pemidanaan Anak di Bawah Umur,Op cit, hlm 56
Masa peralihan tersebut timbul sesudah pemasakan seksual (pubertas). Masa peralihan tersebut diperlukan untuk mempelajari remaja mampu memikul tanggungjawabnya nanti setelah dewasa. Makin maju masyarakatnya makin sukar tugas remaja untuk mempelajari tanggungjawab ini. Meskipun antara anak –anak dan masa remaja tidak terdapat batas yang jelas, namun nampak adanya suatu gejala yang tiba –tiba dalam permulaan masa remaja yaitu; gejala timbulnya seksualitas (genital), hingga masa remaja ini atau setidak –tidaknya permulaan masa tersebut juga disebut masa pubertas. 64 Sangat mungkin terjadi, bahwa faktor pendorong terjadinya tindak pidana yang dilakukan terdakwa di picu oleh keadaan lingkungan terdakwa dibesarkan tidak mendukung terdakwa menjadi individu yang stabil. Bagaimana mungkin orang tua yang sehari – hari selalu bersama terdakwa tidak mengetahui bahwa terdakwa sedang hamil. Hal itu bisa menjadi indikasi bahwa orangtua terdakwa tidak terlalu perduli kepada keseharian terdakwa. Bahkan sampai saat terdakwa melahirkan, orang tua terdakwa juga tidak tahu menahu, orangtua terdakwa baru mengetahuinya setelah polisi datang kerumah terdakwa. Masa remaja atau masa Pubertas bisa dibagi dalam 4 (empat) fase, yaitu : 65 a. Masa awal pubertas, disebut pula sebagai masa pueral/prapubertas. b. Masa menentang kedua, fase negatif, trozalter kedua. c. Masa pubertas sebenarnya, mulai kurang 14 tahun. Masa pubertas pada anak wanita pada umumnya berlangsung lebih awal dari anak laki –laki. d. Fase adolescence, mulai kurang lebih usia 17 tahun sampai sekitar 19 tahun hingga 21 tahun. 64
F.J Monks, Psikologi Perkembangan, Gajah Mada University Press, Yogyakarta, 2006, Hlm 262. 65 Wagiati Soetodjo, Op Cit, Hlm 8
Pada point c dan d fase diatas terjadi perubahan – perubahan besar. Perubahan besar yang dialami anak membawa pengaruh pada sikap dan tindakan kearah lebih agresif sehingga pada periode ini banyak anak – anak dalam bertindak dapat digolongkan kedalam tindakan yang menunjukkan kearah kenakalan anak. 66 Pada fase ini sangat dibutuhkan peranan orangtua dikarenakan pada fase ini libido dan agresifitas anak sedang dalam puncak perkembangannya. Orangtua berperan untuk memberikan pendidikan moral dan norma yang berlaku sehingga keagresifan anak dapat ditekan. Selain itu juga orang tua harus mampu melindungi anak dari pengaruh buruk lingkungan dan dari tindakan tindakan yang menyimpang dari norma – norma. Berhasil tidaknya didikan orangtua sangat mempengaruhi perkembangan kepribadian anak itu sendiri. 67 Pada kenyataan tidak jarang peranan orangtua dalam keluarga tidak berjalan sebagaimana mestinya atau gagal. Kegagalan tersebut diakibatkan tidak berjalannya dengan baik fungsi – fungsi keluarga yang mencakup fungsi edukasi, fuingsi sosialisasi, fungsi perlindungan, fungsi afeksi, maupun fungsi ekonomi. Fungsi – fungsi menjadi tidak efektif ketika terjadi ketegangan – ketegangan dalam keluarga, kemudian disusul dengan disorganisasi keluarga yang meliputi berbagai kelemahan, ketidaksesuaian dan putusnya jalinan ikatan anggota – anggota keluarganya. 68 Keadaan gagalnya pengasuhan dari orangtua merupakan
66
Ibid, Hlm 8 F.J Monks, Op Cit, Hlm 14 68 Arif wahyunadi, Edi syhanda, dkk,. Penelitian Partisipatori Anak yang dilacurkan di Surakarta dan Indramayu, Citra Grafika, Jakarta, 2004, Hlm 27. 67
motivasi timbulnya kenakalan anak, artinya faktor – faktor pendorong sehingga seorang anak melakukan kenakalan. 69 Padahal terdakwa yang sedang dalam masa puncak – puncak peningkatan libido (gairah seksual), dipengaruhi perkembangan fisiknya, sungguh sangat memerlukan perhatian dan arahan yang jauh lebih intens dan mendalam dari orangtuanya. Orangtua sangat berperan menjadi pengarah anak, agar tidak tersesat dalam pergaulannya. Khususnya dalam seks juga orangtua sudah bisa mulai terbuka kepada anaknya, namun masih tertanam dibenak orangtua bahwa mebicarakan seks adalah hal yang tabu. Padahal hal tersebut sangat penting untuk memberi pondasi pola pikir anak terhadap seks yang pantas dilakukan. Uraian diatas jika dihubungkan dengan kondisi terdakwa yang berusia 16 (enam belas) tahun 9 (sembilan) bulan, berarti terdakwa berada dalam fase ke – 3, dimana pola berpikirnya masih lebih ditentukan dan dipengaruhi lingkungan daripada faktor kepribadiannya sendiri. Kelabilan jiwa ini lebih lanjut diuraikan oleh F.J Monks : “Puncak kurve remaja ada pada usia 15 tahun. Mereka menuntut pengakuan kedewasaan, atau ras aku yang terlepas dari orangtuanya. Dalam menghadapi masa remaja itu, rasa emosinya lebih ditonjolkan daripada rasionya. Sifat spontanitas lebih dipengaruhi budaya tertentu. Bila dihadapkan pada situasi persoalan yang rumit, mereka berada dalam krisis identitas, artinya tidak berada dalam kelompok anak maupun kelompok dewasa dan akhirnya memilih pasrah pada keadaan.” 70 Kondisi jiwa yang demikian labil, ditambah lagi kurang berhasilnya pengasuhan dari orangtua terdakwa membuat terdakwa merasa terabaikan mendorong terdakwa melakukan kejahatan, dimana kejahatan yang dilakukan
69 70
Nashriana, Perlindungan Hukum Pidana Bagi Anak di Indonesia, Op cit, hlm. 35 F.J Monks, Op Cit, Hlm 18
terdakwa tergolong dalam kejahatan kesusilaan dan kejahatan pembunuhan. 71 Terdakwa yang melakukan perzinahan (hubungan seksual diluar nikah) yang berujung pada kehamilan dan dikarenakan rasa takutnya akan ketahuan telah hamil di luar nikah, terdakwa membunuh bayinya sendiri sesaat setelah dilahirkan. Kedua jenis kejahatan yang dilakukan oleh terdakwa sama – sama perbuatan yang bertentangan dengan hukum dan agama sebagaimana telah dikatakan diatas. Terlebih lagi perbuatan terdakwa yang tega membunuh bayi yang merupakan darah dagingnya sendiri hanya karena alasan takut ketahuan orangtuanya sungguh merupakan suatu perbuatan yang kejam dan tidak terpuji, jika memang dia takut untuk hamil, kenapa terdakwa berani melakukan hubungan suami istri. Harusnya sebagai individu yang sehat jasmani dan rohani (tidak gila) Terdakwa tau akan konsekuensi dari perbuatannya. Sejatinya saja pembunuhan biasa saja tergolong Tindak pidana berat, terlebih lagi jika pembunuhan itu dilakukan terhadap bayi yang belum bisa berbuat apa – apa dan belum bisa menyampaikan keinginanya, dan pembunuhan itu dilakukan oleh ibu si bayi sendiri. Kejahatan yang dilakukan terdakwa dalam sistem hukum di Indonesia diatur dalam Pasal 341 KUH Pidana, dimana menurut pasal tersebut yang dihukum adalah seorang ibu, baik kawin maupun tidak kawin yang dengan sengaja membunuh anaknya pada waktu melahirkan atau sesaat sesudah melahirkan karena takut ketahuan bahwa dia sudah melahirkan. Biasanya anak
71
Wagiati Soetodjo, Op Cit, Hlm 18
yang dilahirkan berasal dari hubungan perzinahan. Maka dijatuhi hukuman penjara selama – lamanya tujuh tahun. 72 Putusan hakim sehubungan dengan kejahatan yang dilakukan terdakwa adalah Menjatuhkan pidana bersyarat terhadap terdakwa Melati dengan pidana penjara selama 1 (satu) tahun. Menetapkan usah
dijalani
kecuali
bahwa
pidana
tersebut
tidak
bila dikemudian hari ada putusan Hakim yang
menentukan lain, karena terpidana sebelum lewat masa pidana bersyarat selama 1 (satu) tahun dan 3 (tiga) bulan melakukan perbuatan yang dapat dipidana. Memerintahkan agar Terdakwa dibebaskan dari tahanan. Putusan hakim tersebut tidak lagi menunjukkan rasa keadlian terhadap korban (bayi terdakwa). Sebab dikatakan dalam Undang – undang bahwa pidana bersyarat hanya dapat dijatuhkan jika perbuatan pidana yang dilakukan dinilai hakim dan menurut Undang – Undang bukan termasuk tindak pidana berat. Putusan itu tidak dapat menunjukkan bahwa dengan dijatuhkan pidana yang sedemikian rupa maka terdakwa akan menyesal dan atas perbuatanyya ada berupa “ganti rugi” sebagai salah satu bentuk tanggungjawab atas tindak pidana yang di lakukannya. Menurut Roeslan Saleh dipidana atau tidaknya seseorang yang melakukan perbuatan pidana tergantung apakah pada saat melakukan perbuatan ada kesalahan atau tidak, apakah seseorang yang melakukan perbuatan pidana itu memang mempunyai kesalahan maka tentu ia dapat dikenakan sanksi pidana, akan tetapi apabila ia telah melakukan perbuatan yang terlarang dan tercela, tetapi tidak
72
Pasal 341 KUHP
mempunyai kesalahan ia tentu tidak dapat dipidana. 73 Berkaitan dengan kesalahan yang dilakukan oleh pelaku di haruskan adanya pertanggungjawaban pidana oleh pelaku namun pertanggungjawaban pidana mensyaratkan pelaku harus mampu bertanggung jawab, yang menjadi pertanyaan kapan seseorang dikatakan mampu bertanggung jawab dan apa ukurannya? 74 KUHP menentukan masalah kemampuan bertanggung jawab dihubungkan dengan pasal 44 KUHP. Pasal 44 KUHP menentukan “ barang siapa melakukan perbuatan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kepadanya, karena jiwanya cacat dalam tumbuhnya atau jiwanya terganggu karena penyakit.” Berdasarkan Pasal 44 Moeljanto menyimpulkan bahwa adanya kemampuan bertanggungjawab harus ada kemampuan untuk membedakan mana yang baik dan yang buruk, sesuai dengan hukum dan mana yang melawan hukum, dan kemampuan untuk menentukan kehendaknya menurut keinsyafan yang baik dan buruknya perbuatan tadi Melihat pada pendapat yang di uraikan oleh Roeslan Saleh dan Moeljanto diatas maka seharusnya kepada terdakwa dapat dimintai pertanggungjawaban pidana, di karenakan terdakwa dalam keadaan sehat akalnya mampu sudah mampu membedakan mana perbuatan baik dan mana yang buruk, serta mana yang sesuai dengan hukum dan mana yang berlawanan dengan hukum. dan ditelaah dari segi usia meskipun masih tergolong anak, usia terdakwa seperti yang dipaparkan sebelumnya diatas, sudah dalam tahap peralihan dari remaja ke
73
Roeslan Saleh, Perbuatan Pidana Dan Pertanggungjawaban Pidana Dua Pengertian Dasar Dalam Hukum Pidana, Aksara Baru, Jakarta 1983, Hlm 75 74 Marlina, Peradilan Pidana Anak di Indonesia Pengembangan Konsep Diversi dan Restorative Justice, Refika Aditama, Bandung, 2012, Hlm 70.
dewasa dan pola berpikirnya juga turut berkembang seiring dengan perkembangan fisik dan psikisnya. Maka dapat dikatakan penjatuhan pidana bersyarat kepada terdakwa tidak menunjukkan suatu bentuk pertanggungjawaban terdakwa atas perbuatan pidana yang dilakukannya, yang nyata – nyata perbuatan terdakwa tersebut tergolong kejahatan berat, keji dan tidak berprikemanusiaan. Memang benar terdakwa masih dalam usia anak dan labil sehingga hasurus diperhatikan perkembangan psikologinya, jika dia dijatuhi pidana berat bagaimana dampaknya pada diri anak. Tapi bagaimana dengan korban (bayi terdakwa sendiri), apakah haknya tidak perlu diperhatikan? Bukankah bayi yang dilahirkannya juga berhak hidup? Ataukah karena korban masih bayi dan tidak dapat berbicara, maka seolah olah dia tidak penting dibanding masa depan terdakwa yang jelas – jelas memang bersalah. Dan bila bayi tersebut mampu berkata –kata dan menyampaikan keingiinannya dia pun pasti tidak ingin dilahirkan dalam kondisi hasil perzinahan. Berdasarkan Pasal 45 KUHP, Dalam hal penuntutan pidana terhadap orang yang belum dewasa karena melakukan suatu perbuatan sebelum umur enam belas tahun, hakim dapat menentukan; Memerintahkan supaya si tersalah dikembalikan kepada orang tuanya, walinya atau pemeliharanya, tanpa pidana apapun; atau Memerintahkan supaya yang bersalah diserahkan kepada pemerintah tanpa pidana apapun, jika perbuatannya merupakan kejahatan atau salah satu pelanggaran berdasarkan Pasal – Pasal 489, 490, 492, 496, 497, 503 – 505, 514, 517 – 519, 526, 531, 532, 536 dan 540 serta belum lewat dua tahun sejak dinyatakan bersalah karen melakukan kejahatan atau salah satu pelanggaran tersebut diatas dan putusannya telah menjadi tetap; Atau menjatuhkan pidana kepada yang bersalah.
Dihubungkan dengan Pasal 45 diatas perbuatan terdakwa tidak termasuk pada pasal – pasal yang dicantumkan Pasal 45 yang dapat diterapkan pidana bersyarat, dimana terdakwa melakukan perbuatan seperti yang diatur dalam Pasal 341. Sehingga sebenarnya kepada terdakwa penjatuhan pidana bersyarat tidaklah sesuai dengan akibat dari kejahatan yang dilakukannya. Maka seharusnya terdakwa sudah tidak layak lagi dikenai pidana bersyarat, selain itu usia terdakwa juga sudah lebih dari 16 (eanam belas) tahun, padahal dalam pasal ini dikatakan sebelum 16 (enam belas) tahun. Pidana bersyarat yang diberikannya sangat ringan, maksudnya dalam hal penerapannya terdakwa hanya dikembalikan ke orangtua dan dididik orangtuanya lebih baik dari sebelumnya. Tapi tidak ada tindak lanjut apa yang harus dilakukan terdakwa sebagai ganti pidana penjara atas dirinya, selain syarat tidak melakukan pidana lain dalam kurun waktu tertentu. Putusan hakim tidak mampu menunjukkan bahwa terdakwa akan benar – benar menyesali perbuatannya dan apakah pidana bersyarat tersebut telah benar merubah terdakwa dari segi psikologisnya kearah yang lebih baik, sebab dia hanya dikembalikan pada orangtuanya untuk dididik kembali oleh orangtuanya. Padahal berdasarkan perbuatan pidana yang dilakukan terdakwa serta berdasarkan keterangan keterangan yang diperoleh selama persidangan telah membuktikan bahwa orangtua gagal menjalanjkan fungsinya sebagai pendidik anak. Bagaimana mungkin orangtua diserahkan tanggungjawab pengasuhan kembali padahal orangtua telah gagal sebelumnya. Selain itu juga seharusnya tujuan pemidanaan dijatuhkan tidak hanya membawa dampak untuk terdakwa saja tapi juga harus memberi efek kepada masyarakat awam agar tidak melakukan
kejahatan yang sama, khususnya kepada anak – anak remaja yang sedang dalam masa perkembangan seperti terdakwa. Melihat putusan ini bisa saja anak – anak remaja lain yang melakukan kejahatan yang sama dan tidak takut melanggar hukum yang ada karena pidana yang dijatuhkan tidaklah berat. Maka seharusnya meskipun memang pidana bersyarat harus dijatuhkan perlu disertai dengan syarat tambahan berupa sebuah kewajiban untuk anak untuk melakukan sesuatu, bisa berupa perbuatan sosial yang dapat membangun, mengajari dan menuntut anak untuk lebih bertanggung jawab dan mengarahgkannya melakukan perbuatan – perbuatan yang lebih positif, serta dalam pelaksanaannya harus disertai pembimbingan, yang mana harus ditangani oleh ahlinya (psikolog), agar perubahan yang hendak dicapai pidana bersyarat dapat benar benar diwujudkan. Sehingga pemidanaan yang dicita – citakan hukum indonesia yang semata – mata tidak hanya memberi nestapa tetapi juga untuk membawa perubahan terhadap diri terdakwa kearah yang lebih positif dapat terwujud.
BABI V PENUTUP a. Kesimpulan 1. Pengaturan
dalam
pemidanaan
anak
yang
melakukan
kejahatan
pembunuhan terhadap bayinya sendiri, hakim dapat memerintahkan agar anak yang melakukan tindak pidana di serahkan kepada orang tua untuk dididik dan diawasi oleh orang tua anak sendiri dengan lebih baik lagi, dan meskipun dikembalikan pada orang tua, tidak terlepas dari pengawasan jaksa, ataupun pengawas yang ahli. Anak dapat juga diserahkan pada pemerintah, jika diserahakan pada pemerintah maka anak tersebut di tempatkan di rumah pendidikan negara. Hal ini dilakukan agar anak dapat menerima pendidikan dari pemerintah atau dengan cara lain apabila anak oleh perintah hakim diserahkan kepada seorang tertentu badan hukum, yayasan, atau lembaga amal yang berkedudukan di Indonesia dimaksudkan agar anak dapat memperoleh pendidikan. 2. Pidana penjara yang dapat dijatuhkan kepada anak nakal paling lama setengah dari maksimum ancaman pidana penjara bagi orang dewasa, apabila anak nakal melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup maka pidana penjara yang dapat dijatuhkan kepada anak tersebut paling lama sepuluh tahun. Pidana yang dapat dijatuhkan kepada anak nakal berupa pidana pokok dan tambahan pidana pokok yaitu pidana penjara, pidana kurungan, pidana denda atau pidana pengawasan. Sedangkan pidana tambahan berupa perampasan barang – barang tertentu atau pembayaran ganti rugi.
3. Majelis mempertimbangkan dakwaan primair yaitu bahwa dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan hukuman adalah semua pasal yang didakwakan sudah terpenuhi juga berdasarkan hal – hal yang memberatkan dan meringankan terdakwa, maka pidana yang dijatuhkan terhadap terdakwa tersebut dipandang telah memenuhi rasa keadilan. b. Saran 1. Perlunya pertimbangan secara baik oleh hakim yang memeriksa dan memutus suatu perkara dengan mempertimbangkan secara baik-baik unsur-unsur dari ketentuan yang didakwakan terhadap terdakwa serta dapat memperhatikan rasa keadilan keadan dari seorang terdakwa. Sehingga dalam membuat putusan, dapat diperoleh keputusan yang adil baik kepada korban ataupun kepada pelaku kejahatan. 2. Perlu peranan pemerintah agar dapat memperhatikan kebutuhan hukum serta pendidikan dari warga negara dan terlebih khusus bagi anak – anak agar setiap warga negara memperoleh pemahaman tentang perbuatan-perbuatan yang melanggar ketentuan perundang-undangan yang berakibat pemidanaan, dalam memerangi kejahatan di perlukan peran serta masyarakat dalam memberikan informasi setiap peristiwa pidana yang berada di sekitarnya. Hal ini membantu aparatur negara dalam menindak secara cepat setiap perbuatan-perbuatan yang melanggar ketentuan hukum yang berlaku di Indonesia.