Kromatografi Afinitas Natasha Agustin Ikhsan* Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Bandung Jalan Ganesa No. 10, Bandung, Indonesia *Corresponding Author:
[email protected]
Abstrak Proses pemisahan secara kimia merupakan salah satu teknologi yang esensial untuk keperluan baik penelitian mapun komersial. Kromatografi merupakan instrumen pemisahan yang sangat selektif dan digunakan secara luas pada proses isolasi atau permurnian makromolekul. Jenis kromatografi yang sudah banyak digunakan dalam kegiatan biopurifications (pemurnian hayati) adalah size-exclusion chromatography, reversed-phase chromatography, hydrophobic interaction chromatography, ion-exchange, dan affinity chromatography (kromatografi afinitas). Kromatografi semakin populer digunakan karena dapat digunakan untuk analisis zat yang bervariasi begitu pula halnya dengan kromatografi afinitas, yaitu kromatografi cair yang menggunakan bantuan agen pengikat spesifik (specific-binding agent). Teknik yang digunakan oleh kromatografi afinitas adalah mengadaptasi interaksi yang bersifat reversibel dan spesifik layaknya peristiwa yang banyak terjadi pada sistem biologis seperti interaksi antigen dengan antibodi atau enzim dengan substrat. Afinitas merupakan gaya tarik antar dua komponen atau zat yang besarannya sangat spesifik untuk tiap komponen. Interaksi antara dua komponen karena afinitas tersebut dimanfaatkan pada kromatografi afinitas dengan cara membuat salah satu komponen terimobilisasi (ligan) pada matriks. Kromatografi afinitas memiliki berbagai variasi bergantung pada jenis ligan yang digunakan. Proses utama pada pemurnian komponen dengan kromatografi afinitas adalah pengikatan komponen target pada ligan, pencucian komponen nontarget, elusi komponen target dari ligan dan regenerasi ligan. Aplikasi kromatografi afinitas umumnya untuk pemurnian protein untuk keperluan terapi yang bernilai tinggi. Kata kunci: kromatografi, afinitas, ligan, pemurnian, protein
1. Pendahuluan Proses pemisahan secara kimia merupakan salah satu teknologi yang esensial untuk keperluan baik penelitian mapun komersial terutama untuk memisahkan sampel yang kompleks. Contoh aplikasi proses pemisahan dalam jumlah kecil adalah proses untuk mendapatkan hormon atau kandungan obat dalam darah manusia yang hanya merupakan senyawa tapak (trace compound), sedangkan contoh dalam jumlah besar adalah proses isolasi protein atau enzim skala industri [1]. Kromatografi merupakan instrumen pemisahan yang sangat selektif dan digunakan secara luas pada proses isolasi atau
permurnian makromolekul [2]. Jenis kromatografi yang sudah banyak digunakan dalam kegiatan biopurifications (pemurnian hayati) adalah size-exclusion chromatography, reversed-phase chromatography, hydrophobic interaction chromatography, ion-exchange, dan affinity chromatography (kromatografi afinitas) [3]. Kromatografi semakin populer digunakan karena dapat digunakan untuk analisis zat yang bervariasi begitu pula halnya dengan kromatografi afinitas, yaitu kromatografi cair yang menggunakan bantuan agen pengikat spesifik (specific-binding agent) [1]. Menurut International Union of Pure and Applied Chemistry (IUPAC), kromatografi afinitas
Natasha Agustin Ikhsan, Kromatografi Afinitas, 2015, 1-13
merupakan varian dari kromatografi yang menggunakan spesifitas biologis pada interaksi antara analit dan ligan pemisahan [4]. Teknik yang digunakan oleh kromatografi afinitas adalah mengadaptasi interaksi yang bersifat reversibel dan spesifik layaknya peristiwa yang banyak terjadi pada sistem biologis seperti interaksi antigen dengan antibodi atau enzim dengan substrat [5], [1]. Proses pemisahan dengan kromatografi afinitas semakin disukai karena spesifitas biologisnya yang tinggi [6] dan terhindarnya komponen yang ingin dimurnikan dari kontaminasi mikroorganisme jika komponen tersebut merupakan produk farmasi [7]. Cikal bakal kromatografi afinitas sudah berkembang sejak tahun 1910 saat Starkensen berhasil menjerat Ξ±-amilasi dengan pati yang tidak larut [3]. Kromatografi afinitas mulai dikembangkan pada tahun 1968 oleh Cuatrecasas, et al [3]. Penggunaan kromatografi afinitas sudah sangat luas dimulai dari skala laboratorium sampai skala industri. 2. Prinsip Dasar Kromatografi Afinitas Sesuai dengan namanya, kromatografi afinitas menggunakan prinsip afinitas untuk memurnikan atau memisahkan berbagai macam komponen. Afinitas merupakan gaya tarik antar dua komponen atau zat yang besarannya sangat spesifik untuk tiap komponen. Gaya tarik inilah yang akan membuat dua komponen berkombinasi satu sama lain. Interaksi antara kedua komponen tesebut tidaklah terjadi karena sifat-sifat umum seperti titik isoelektrik, hidrofobisitas, atau ukuran. Interaksi terjadi karena adanya spesifitas biologis seperti bentuk atau konformasi yang dapat βmengenaliβ komponen lain lalu berikatan karena memiliki bentuk yang sesuai [8]. Persitiwa ini terjadi pada interaksi enzim dengan substrat atau antibodi dan antigen yang merupakan substansi biologis. Interaksi ini bersifat sangat spesifik sehingga sangat bisa diandalkan untuk memurnikan produk dengan kualitas tinggi.
2
Interaksi antara dua komponen karena afinitas tersebut dimanfaatkan pada kromatografi afinitas dengan cara membuat salah satu komponen terimobilisasi pada matriks atau dapat disebut material pendukung (support material). Media padat tersebut kemudian dimasukan dalam kolom kromatografi yang kemudian dikenal sebagai ligan afinitas (affinity ligand). Ligan tersebut merupakan fasa stasioner pada kolom kromatografi afinitas [1]. Komponen yang diinginkan tidak harus menjadi komponen yang dapat berikatan dengan ligan. Komponen pengotor juga dapat berikatan dengan ligan sehingga komponen yang diinginkan dapat keluar dari kolom dengan bebas dan cepat. Hal ini juga lebih diinginkan karena lebih cepat dan mudah karena komponen langsung dapat diperoleh. Pada gambar 1, dijelaskan prinsip kerja kromatografi afinitas. Dapat dilihat pada gambar tersebut, terdapat fasa bergerak atau pelarut yang membawa dua komponen berbeda. Pelarut tersebut disebut sebagai application buffer. Kemudian campuran tersebut diinjeksikan ke dalam kolom kromatografi afinitas. Molekul yang memiliki afinitas yang spesifik dengan ligan akan berinterakasi (binding) dengan ligan sehingga molekul lain akan keluar terlebih dahulu dari kolom. Setelah itu, untuk memisahkan ligan dengan molekul yang terikat kuat dengannya, molekul tersebut dielusi menggunaan pelarut yang disebut elution buffer.
3
Natasha Agustin Ikhsan, Kromatografi Afinitas, 2015, 1-13
berpori. Namun, apapun jenis matriks yang digunakan, matriks yang baik harus memiliki sifat-sifat sebagai berikut. aplikasi
Inert
regenerasi n Elusi
pencucian n
Matriks harus tidak memberikan kontribusi apapun terhadap proses pemisahan. Oleh karena itu, matriks harus inert secara kimia [8], [9]. Hidrofilik Matriks harus memiliki sifat yang sangat mirip dengan medium operasi kromatografi afinitas. Karena umumnya kromatografi afinitas menggunakan aqueous solutions yang bersifat hidrofilik, matriks juga harus bersifat hidrofilik [10].
Gambar 1. Prinsip kerja kromatografi afinitas
Regenerasi
Elusi
Aplikasi
Respon
(Diadaptasi dari: [1])
Stabil secara kimia Matriks haruslah bersifat stabil secara kimia dibawah kondisi operasi yang digunakan. Selain itu, matriks juga harus stabil dibawah paparan pelarut, eluen, dan molekul lain yang terdapat dalam sistem [10]. Stabil secara mekanik Matriks juga harus memiliki kekuatan yang cukup untuk menahan pressure drop yang cukup besar sepajang kolom. Pressure drop dalam kolom dapat mencapai ratusan bar.
Waktu (atau volume)
Gambar 2. Skema pemisahan pada kromatografi afinitas (Diadaptasi dari: [1]) 3. Pemilihan Material Pendukung (Matriks) pada Kromatografi Afinitas Pemilihan matriks merupakan kunci penting dalam desain kromatografi afinitas. Matriks berperan penting dalam memfasilitasi saling berinteraksinya ligan dengan komponen spesisfiknya. Matriks terbagi menjadi matriks berpori (porous matrix) dan tidak berpori (nonporous matrix). Matriks dengan pori memiliki luas permukaan yang besar tetapi waktu difusi bagi komponen target menuju ligan yang tertambat dalam pori matriks juga lebih besar dibandingkan dengan matriks tidak
Memiliki ukuran pori yang sesuai Matriks tidak boleh menghalangi akses ligan dengan komponen spesifiknya. Oleh karena itu jika zat terlarut yang ingin berikteraksi dengan ligan merupakan makromolekul, matriks harus memiliki diameter pori yang besar. Terdapat perumusan ukuran diameter pori yang sesuai dengan kebutuhan yang dirumuskan oleh [10]. π
π
π
π
π
π
3
π
5
π·πππ = π·πΎπ· ππ [1 β 2.10 ( π ) + 2.09 ( π ) β 0.95 ( π ) ] /π π
π
(1)
Pada persamaan 1 diatas, π·πππ adalah koefisien difusifitas efektif suatu zat terlarut dalam material berpori, D adalah koefisien difuivitas pada larutan biasa, KD koefisien distribusi untuk zat terlarut, ππ adalah porositas partikel, RS adalah jari-jari zat
Natasha Agustin Ikhsan, Kromatografi Afinitas, 2015, 1-13
4
terlarut, RP adalah jari-jari pori, Ο adalah tortuosity factor.Ukuran diameter pori paling tidak lima kali diameter zat terlarut untuk mencegah penyumpatan [10]. Sebagai contoh, ukuran pori pada matriks silika adalah 40 β 4000 β« dan pada matriks polimetakrilat adalah 100, 200, 500, atau 1000 β« [10].
mengurangi efek perpindahan massa yang terjadi pada matriks [9]. Namun, matriks dengan diameter yang kecil memiliki kemungkinan terbentuknya fouling pada kolom yang lebih besar. Pada tabel 1 ditampilkan jenis-jenis matriks yang umum digunakan.
Memiliki diameter partikel matriks yang sesuai
4. Pemilihan Ligan
Secara teori, diameter partikel matriks yang kecil selalu lebih disukai. Hal ini disebabkan semakin kecilnya waktu difusi zat terlarut untuk dapat bertemu dengan ligan yang tertambat pada pori matriks dan untuk
Afinitas antara ligan dan komponen target adalah hal yang paling utama untuk dipertimbangkan. Umumnya konstanta afinitas (konstanta asosiasi) sebesar 106-108 M-1 sudah dapat digunakan untuk permurnian.
Tabel 1. Contoh Matriks Tradisional [10] Nama Dagang Sepharose HP Sepharose FF Mimetic series TSK-Gel Fractogel Cellufine a
Material Agarose Agarose Agarose Polymethacrilate Polymethacrilate Cellulose
Diameter Partikel Rata-rata (Β΅m) 34 90 105 10 30, 65 85, 90, 170
Contoh Ligan Protein A, heparin, Cibacron Blue Protein A, heparin, Cibacron Blue Synthetic ligands Boronate, IMACa, heparin IMACa, heparin Heparin, IMACa, gelatin
IMAC, immobilized metal-ion affinity chromatography
Ligan dapat dikelompokkan menjadi ligan sintetik dan ligan biologis [11]. Ligan biologis memiliki kelebihan pada spesifitas dan afinitasnya terhadap komponen target yang tinggi. Namun, ligan biologis memiliki kekurangan pada ketidakstabilannya saat proses sterilisasi. Hal ini menyebabkan usia ligan menjadi lebih singkat. Selain itu, potensi adanya kontaminasi dari sumber biologis lebih besar sehingga meningkatkan penanganan pada tahap akhir proses poduksi yang menyebabkan bertambah mahalnya produk hasil permurnian. Contoh dari ligan biologis adalah peptida, protein, oligosakarida, protein, dan (oligo)-nukleotida [11]. Ligan sintetik dapat menjadi solusi bagi semua kekurangan ligan biologis kecuali afinitas dan spesifitasnya. Tabel 2
menunjukkan perbandingan ligan sintetik dan ligan biologis. Tabel 2. Perbandingan ligan sintetik dan biologis [11] Sifat Selektivitas Stabilitas Kapasitas Harga Toksisitas
Jenis Ligan Sintetik Biologis SedangSangat tinggi tinggi Tinggi Rendahsedang Tinggi Rendahsedang RendahMediummedium tinggi Sedang rendah
Ligan juga dapat dikelompokkan berdasarkan jenis molekulnya, antara lain ligan berbasikan
Natasha Agustin Ikhsan, Kromatografi Afinitas, 2015, 1-13
struktur nukleotida. Ligan yang berbasikan nukleotida dapat berupa deoxyribonucleotide acid (DNA) yang banyak digunakan untuk menangkap komponen target berupa enzim atau DNA-binding proteins. Selain itu, adapula ligan yang berupa oligonukleotida dan koenzim nukeotida yang digunakan untuk komponen target berupa nucleotiderecognizing enzymes seperti dehridrogenase, kinase, sintetase, dan lain-lain. Ligan berbasikan struktur peptida. Ligan peptida dapat berupa peptida linear maupun mikroprotein. Selain itu, adapula Ligan yang berbasikan pewarna tekstil (dye-ligand). Terdapat dua jenis ligan bergantung pada interaksinya dengan komponen target. Ligan yang berinteraksi dengan komponen target berdasarkan konformasi atau bentuk dari suatu gugus spesifik disebut sebagai group-specific gels sedangkan ligan yang berinteraksi menggunakan ikatan kovalen dengan komponen target disebut sebagai covalent coupling gels. Pada tabel 4, terdapat contoh ligan yang merupakan kelompok groupspecific gels dan pada tabel 3, terdapat contoh ligan yang merupakan kelompok covalent coupling gels. Tabel 3. Jenis ligan covalent coupling [8] Ikatan CNBr Thiolpropil Thiol Epoksi
Grup ligan NH2
SH SH NH2 OH SH Tresil NH2 Aminoheksil COOH Karboksilheksil NH2
Spesifitas Protein, peptide Sulfihidril Sulfihidril Protein, peptida Karbohidrat Sulfihidril Protein, asam amino pada peptida, asam karboksilat pada protein
5
Tabel 4. Jenis ligan group-specific gels dan spesifitasnya [8] Ligan NAD, NADP Lektin Poliurasil (Poli(U)) Histon Protein A Protein G Lisin Arginin Heparin Blue F3G-A Red HE-3B Orange A Benzamidine Green A Gelatin Polimiksin 2β,5β-ADP Calmodulin Boronate Blue B
Spesifitas Dehidrogenase Polisakarida Poliadenin (Poli(A)) DNA Fc Antibodi Antibodi rRNA, dsDNA, plasminogen Fibronektin, protombin Lipoprotein, DNA, RNA NAD+ NADP+ Laktat dehidrogenase Serin protease Protein CoA, HAS, dehidrogenase Fibronektin Endotoksin NADP+ Kinase cis-Diols, tRNA, plasminogen Kinase, dehidrogenase, protein pengikat asam nukleat
5. Penyematan ligan pada matriks Terdapat tiga komponen yang harus disatukan untuk membentuk fasa stasioner pada kolom kromatografi afinitas, yaitu permukaan atau resin (matriks), pengikat (spacer), dan ligan. Salah satu faktor yang memengaruhi pengikatan ligan pada matriks adalah keberadaan gugus fungsional pada ligan. Gugus fungsi yang umum terdapat pada ligan adalah gugus amin primer, karboksil, dan thiol. Selain itu, ligan juga dapat dimodifikasi untuk mendapatkan gugus yang reaktif pada ligan. Modifikasi tersebut dapat berupa oksidasi karbohidrat atau penyematan secara kovalen gugus reaktif ortogonal. Afinitas dari ligan dapat dipengaruhi oleh tiga hal, yaitu multi-site attachment, streric hindrance, dan orientasi dari ligan. Multisite
6
Natasha Agustin Ikhsan, Kromatografi Afinitas, 2015, 1-13
attachment terjadi saat satu molekul ligan berikatan dengan matriks melalui lebih dari satu gugus fungsi (lebih dari satu ikatan). Seringkali ikatan yang lebih dari satu ini menghasilkan tambatan ligan pada matriks yang lebih kuat dan stabil. Namun, ikatan yang banyak ini juga berpotensi menimbulkan deteriorasi atau denaturasi pada ligan yang berujung pada rendahnya afinitas ligan [9]. Salah satu cara untuk mengurangi kemungkinan terjadinya multi-site attchment adalah dengan menggunakan matriks yang memiliki reactive site terbatas. Gambar 3 menunjukkan peristiwa multi-site attchment. Binding sites
Multi-site attachment
tidak terhalangi untuk berinteraksi dengan komponen target. Gambar 5 menunjukkan pengaruh steric hindrance pada ligan.
Steric hindrance (binding site terhalangi)
Spacer arm digunakan (lebih banyak sites yang tersedia) (binding site terhalangi)
Gambar 5. Perbandingan ligan dengan dan tanpa spacer arm
Single-site attachment
Gambar 3. Perbandingan multi-site attachment dan single-site attachment Orientasi ligan juga menjadi hal yang penting saat disematkan pada matriks. Jika ligan memiliki afinitas yang tidak sesuai, potensi ligan untuk berinteraksi dengan komponen target menjadi semakin berkurang. Gambar 4 meneunjukakan persitiwa tdak tepatnya orientasi penyematan ligan pada matriks.
Panjang dari spacer arm haruslah diatur sedemikian rupa agar tidak memberikan steric hindrance yang baru terhadap ligan. Umumnya, spacer arm yang digunakan memiliki panjang kurang dari 1000 Da [9]. Fungsi dari spacer arm ditunjukkan pada gambar 6. Pada tabel 5 disajikan dasar pemilihan panjang spacer arm secara kualitatif.
Ligan Spacer arm Matriks
Orientasi yang tidak tepat (binding site terhalangi)
Orientasi tepat (binding site tidak terhalangi)
Gambar 4. Perbandingan ligan dengan orientasi yang tepat dan tidak Selain afinitas yang rendah, ikatan interaksi antara ligan dan komponen target dapat terhalangi oleh steric hindrance yang disebabkan oleh matriks atau ligan lainnya. Oleh karena itu, dalam penyematan ligan pada matriks seringkali digunakan spacer arm yang menjaga agar situs aktif (active site) dari ligan
a) )
Target b) 0
Gambar 6. Perbandingan sistem kromatografi afinitas a) tanpa spacer arm dan b) dengan spacer arm
Natasha Agustin Ikhsan, Kromatografi Afinitas, 2015, 1-13
Tabel 5. Pemilihan panjang spacer arm [8] Ligan Kecil Kecil Besar Besar
Komponen Target Kecil Besar Kecil Besar
Panjang Spacer Arm Pendek Panjang -
Terdapat beberapa teknik untuk menyematkan ligan pada matriks, antara lain dengan ikatan kovalen, adorpsi pada permukaan dengan interakasi biospesifik dan nonspesifik, diperangkap dalam pori (entrapment), dan berkoordinasi dengan ion logam [9]. Imobilisasi menggunakan ikatan kovalen merupakan teknik yang paling umum digunakan [12]. Imobilisasi dengan ikatan kovalen lebih selektif dibanding metode imobilisasi lainnya. Namun, imobilisasi secara kovalen membutuhkan tahapan dan reagen kimia yang lebih banyak. Oleh karena itu, biaya produksinya juga lebih besar. Namun, karena ligan hasil imobilisasi secara kovalen lebih tahan lama dibanding imobilisasi dengan teknik lainnya, imobilisasi secara kovalen lebih ekonomis untuk digunakan dalam waktu yang lama [9]. Imobilisasi dengan adsorpsi nonspesifik adalah dengan membuat ligan teradsorp pada matriks melalui interaksi coulombic, ikatan hidrogen, dan interaksi hidrofobik [9]. Imobilisasi dengan adsoprsi nonspesifik dapat dilakukan dengan menggunakan aminereactive methods [9]. Teknik lain untuk mengimobilisasi ligan pada matriks adalah dengan entrapment,yaitu memerangkap ligan dengan capping agent. Salah satu contoh metode ini adalah entrapment albumin dari serum manusia (Human Serum Albumin) menggunakan matriks berupa hydrazide-activated supports dan capping agent berupa glikogen teroksidasi [13]. Pada imobilisasi dengan teknik ini, tidak ada ikatan yang terbentuk antara ligan dan matriks sehingga masalah yang dapat ditimbulkan seperti pada gambar 5 tidak akan terjadi [9].
6. Metode pemurnian kromatografi afinitas
7
menggunakan
Pemurnian dengan kromatografi afinitas dimulai dengan penanganan sampel dan matriks. Selanjutnya adalah penangkapan komponen target oleh ligan yang kemudian di ikuti dengan pencucian untuk memisahkan komponen lain. Tahap berikutnya dilakukan elusi untuk melepaskan ikatan antara ligan dengan komponen target. Berikut adalah pembahasan dari masing-masing tahap. Penyiapan sampel Pada penyiapan sampel, sampel diusahakan tetap berada pada konformasi yang memungkinkan untuk terjadinya interaksi antara sampel target dengan ligan. Selain itu, sampel juga dikurangi viskositasnya agar dapat mengurangi turun tekan, meningkatkan laju alir, dan mencegah tertinggalnya sampel pada kolom. Beberapa protein juga dapat mengalami agregasi atau saling berkumpul sehingga dapat memperlambat laju difusi dan dapat mengurangi probabilitas untuk ditangkap oleh ligan. Oleh karena itu, terkadang sampel harus diencerkan terlebih dahulu. Pengikatan dan pencucian Efisiensi pengikatan ligan dengan komponen target bergantung pada kinetika pengikatan yang sangat ditentukan oleh berbagai faktor seperti afinitas dari komponen itu sendiri dan konsentrasi dari ligan komponen target. Proses pemisahan menggunakan kromatografi afinitas dapat dirumuskan pada persamaan dibawah ini. ka πΏ + π . β πΏπ 2 kd
(2)
Ka adalah 2 konstanta kesetimbangan asosiasi, ka adalah konstanta laju reaksi asosiasi, dan kd adalah konstanta laju reaksi disosiasi. Ka = ka/kd.
Natasha Agustin Ikhsan, Kromatografi Afinitas, 2015, 1-13
8
Ka = [LT]/[L].[T] dengan [LT] adalah kosentrasi produk interakasi antara ligan dan komponen target, [L] adalah konsentrasi ligan dan [T] adalah konsentrasi komponen target.
logam yang terkelat (chelated metal ion) pada kolom [14]. IMAC dapat mengikat protein dengan konstanta disosiasi mencapai 10-5-10-7. [15].
Setalah pengikatan (binding) terjadi, pencucian komponen lain yang bukan target dilakukan dengan menambahkan reagen sebagai wash buffer.
Prinsip dasar yang masih digunakan hingga saat ini adalah menngunakan ion logam yang terimobilisasi seperti Cu2+, Ni2+, dan Zn2+ untuk memurnikan protein dengan basis kandungan asam asmino histidin pada protein tersebut. Ion logam tersebut membentuk kompleks dengan agen pengkelat (chelating agent) yang disebut immobilized metal chelat complex (IMCC).
Elusi Elusi adalah proses yang berkebalikan dengan proses binding. Pada proses ini, nilai Ka dibuat menjadi sekecil mungkin agar reaksi disosiasi terjadi. Terdapat dua metode elusi, yaitu elusi spesifik dan elusi nonspesifik. Pada elusi spesifik, reagen baru ditambahkan untuk berkompetisi dengan salah satu antara ligan dan komponen target sehingga kompleks antara ligan dan komponen target dapat terlepas. Pada jenis elusi ini, jumlah dan afinitas dari reagen βpenggangguβ sangat penting. Elusi jenis lain, yaitu elusi nonspesifik menggunakan manipulasi pada kondisi solven agar nilai Ka bernilai sangat kecil bahkan sampai mencapai nol. Kondisi elusi dapat dioptimasi sesuai dengan mekanisme interaksi antara ligan dan komponen target seperti meningkatkan konsentrasi garam untuk menurunkan interaksi ionik atau dengan mengubah pH untu mengubah keadaan ionisasi/protonisasi. Salah satu contoh elusi dengan mengubah pH adalah elusi antibodi dari protein A atau protein G. 7. Berbagai variasi kromatografi afinitas Immobilized metal chromatography (IMAC)
ion
affinity
IMAC merupakan jenis kromatografi afinitas yang banyak digunakan dalam pemurnian protein. IMAC berbeda dengan kromatografi afinitas yang lain karena IMAC menggunakan sebuah penanda atau βtagβ pada protein. IMAC banyak digunkan untuk memurnikan komponen dalam suatu campuran yang sangat kompleks seperti memurnikan protein dalam serum. IMAC memanfaatkan interaksi antara asam amino dari protein target dengan ion
Sebagai contoh, interaksi antara histidin dengan IMCC adalah transfer elektron. Karena histidin memiliki pKa 6, histidin menjadi mudah untuk melakukan transfer elektron saat pH lebih besar dari 6,5. Jika histidin sudah mendonorkan elektron pada IMCC, IMCC dan histidin akan membentuk kompleks. Untuk mengelusi histidin, dapat dilakukan dengan menambahkan imidazol, yaitu gugus fungsi pada histidin yang dapat bersaing dengan histidin yang sedang membentuk kompleks dengan IMCC. Cara lain adalah dengan menurunkan pHmenjadi kurang dari 6,5 yang mencegah histidin untuk mendonorkan elektronnya sehingga kompleks IMCC dan ligan dapat terlepas [15]. Bioaffinity chromatography Bioaffinity chromatography adalah keomatogrfafi afinitas yang menggunakan ligan biologis atau sering dikenal sebagai biospecific adsoption. Terdapat beberapa jenis ligan biologis yang sering digunakna, yaitu protein pengikat immunoglobulin, enzim, lektin, karbohidrat, protein serum, dan sistem avidin/biotin [16]. Immunoaffinity chromatography Immunoaffinity chromatography adalah teknik yang sangat ampuh untuk memurnikan protein [15]. Kromatografi afinitas jenis ini memurnikan protein khusunya antibodi (immunoglobulin) menggunakan ligan-ligan seperti protein A yang diproduksi oleh bakteri Staphylococcus aureus dan protein G yang diperoleh dari grup C dan G Streptococci [16].
Natasha Agustin Ikhsan, Kromatografi Afinitas, 2015, 1-13
Namun, harga ligan-ligan untuk mengikat immunogobulin ini terbilang mahal. [17]. Immobilized enzyme Enzim yang terimobilisasi sering digunakan untuk memurnikan enzim inhibitor atau sebaliknya, enzim inhibitor sering digunakan untuk memurnikan enzim. Masalah yang menjadi penghalang bagi penggunaan immbolized enzyme adalah harganya yang cukup mahal [15]. Proses imobilisasi enzim dilakukan melalui dua tahap, yaitu tahap pertama dengan aktivasi media pendukung (support) dengan carrier. Jenis support yang paling banyak digunakan adalah selulosa dan polisakarida. Selanjutnya, tahap kedua, yaitu enzim berikatan kovalen dengan carrier. Umumnya, ikatan kovalen terjadi pada gugus amin dari lisin atau arginin, gugus karboksil dari asam aspartat atau asam glutamat, gugus hidroksil pada serin atau treonin, atau gugus imidazol pada histidin [15].
9
Karbohidrat Ligan lain yang digunakan pada kromatografi afinitas adalah karbohidrat. Salah satu karbohidrat yang banyak digunakan adalah siklodestrin. Keutaman penggunaan siklodekstrin adalah kiralitas yang dimilikinya sehingga dapat dimanfaatkan untuk mengikat molekul kiral. Ligan karbohidrat tidak hanya dapat menjerat kabohidrat tetapi juga dapat menjerat protein. Sebagai contoh, protein fikolin berhasil diisolasi dari serum manusia dengan mengunakan kolom sepharose yang mengandung N-Asetil glukosamin [15]. Protein serum Protein serum juga banyak digunakan sebagai ligan pada kromatografi afinitas. Contoh protein serum yang banyak digunakan adalah Human Serum Albumin (HSA) atau Bovine Serum Albumin. Aplikasi protein serum salah satunya untuk meneliti interaksi protein dengan zat padat [15].
Lektin Avidin dan Biotin Lektin adalah protein yang bukan berasal dari sistem imun tetapi memiliki kemampuan untuk mengenali dan berikatan dengan residu karbohidrat spesifik. Dua jenis lektin yang paling umum digunakan pada kromatografi afinitas adalah canavalin A dan wheat germ agglutinin [15]. Pada tabel 6 disajikan jenisjenis lektin.
Avidin atau streptovidin dapat berikatan nonkovalen secara kuat dengan biotin sehingga avidin/biotin digunakan pada kromatografi afinitas. Aplikasi dari penggunaan avidin/biotin adalah biotin dapat dijadikan penanda ata βtagβ pada target yang diinginkan kemudan biotin ditangkap oleh avidin.streptovidin yang terimobilisasi [15].
Tabel 6. Jenis-jenis lektin [14] Reversed phase chromatography Residu Karbohidrat D-N-Asetil galaktosamin Ξ±-D-Galaktosa Ξ²-D-Galaktosa Ξ±-D-Glukosa Ξ±-D-Manosa
Lektin Soybean lectin Lektin 60 dari Ricinus communis Fitohemagglutinin E4 dan L4 Jacalin Peanut and soybean lectin Lekton 60 dan 120 dari Ricinus communis Pea and leentil lectin Konkanavalin A Pea lectin Lentil lectin Konkanavalin A
Reversed phase ditujukan pada terbaliknya sifat ligan dengan fasa bergerak pada kromatografi afinitas. Alih-alih menggunakan ligan yang hidrofilik dan polar serta fasa bergerak yang hidrofobik dan nonpolar layaknya kromatografi afinitas pada umumnya, pada reversed phase ligan bersifat hidrofobik nonpolar dan fasa bergerak bersifat hidrofilik polar. Contoh ligan yang bersifat nonpolar adalah oktadesil (C18). 8. Aplikasi industri kromatografi afinitas
Natasha Agustin Ikhsan, Kromatografi Afinitas, 2015, 1-13
Aplikasi kromatografi afinitas di industri didominasi oleh purifikasi protein bernilai tinggi khususnya untuk therapeutic protein pada bidang farmasi [11]. Produksi protein plasma therapeutical protein, pharmaceutical protein, dan enzim
10
Kromatografi afinitas saat ini banyak digunakan untuk pemurnian protein plasma yang digunakan untuk keperluan terapi seperti Factor VIII, Factor IX, von Willebrand Factor, Protein C, Antithrombin III, dan Factor XI. Tabel 7 menunjukkan produk protein plasma yang sudah berlisensi [18].
Tabel 7. Protein plasma berlisensi yang diproduksi dengan kromatografi afinitas [18] Protein Plasma Factor VIII Factor IX
Von Willebrand Factor
Metode Fraksionasi Tradisional Cryo-precipitation + Precipitation DEAE adsoption of cryo-poor plasma
Factor XI
Cryo-precipitation + Precipitation NAa NAa
Fibronectin Antithrombin III Alpha-1-antitrypsin
NAa NAa NAa
Protein C
NAa
Albumin
Ethanol Fractination Ethanol Fractination
Immunoglobulin G
Proses Kromatografi yang umum di industri Anion-exchange chromatography [19] C + ion exchange chromatography [20] Anion exchange + immobilized heparin affinity chromatography Anion-exchange chromatography + immunoaffinity Anion-exchange + Cu Metal-chelat affinity chromatography Anion exchange + immobilized gelatin affinity [21] chromatography Anion exchange + immobilized heparin affinity chromatography Anion-exchange + cation-exchange chromatography immobilized heparin affinity chromatography Anion-exchange chromatography Anion-exchange+size exclusion chromatography Anion exchange + immobilized heparin affinity chromatography Anion-exchange+ immunoaffinity chromatography Ethanol fractionationqion-exchange Chromatography [22] Anion-exchangeqimmobilized arginin affinity chromatography
Protein plasma yang banyak dihasilkan di indistri adalah protein yang berperan sebagai faktor koagulasi, yaitu Factor VIII, Factor IX, von Willebrand Factor, Fibronectin, Factor XI; inhibitor protease, yaitu Antithrombin III, Alpha-1-antitrypsin, Inter-alpha-trypsin inhibitor; anti-koagulan, yaitu Protein C ; albumin; dan immunoglobulin [18].
Selain itu, kromatografi afinitas yang menggunakan dye sebagai ligan juga banyak digunakan dalam jumlah besar untuk menghasilkan pharmaceutical protein dan enzim. Berikut adalah tabel 8 yang menampilkan jenis-jenis protein dan enzim yang dimurnikan menggunakan dye-ligand affinity chromatography.
Natasha Agustin Ikhsan, Kromatografi Afinitas, 2015, 1-13
11
Tabel 8. Protein dan enzim yang diproduksi menggunakan dye-ligand affinity chromatography [2] Protein/enzim
Sumber
Ligan
Format dehidrogenase
C. boidinii
Procion Red HE3b
Endotoksin A, B, C2
Staphylococcus
Red A
Ξ±-antitripsin [23]
Serum manusia
Cibacron Blue F3G-A
Karboksipeptidase G2
Pseudomonas spp.
Procion Red H-8BN
Glukokinase
B. stearothermophilus
Procion Brown H-3R
Interferon
Firoblas manusia
Cibacron Blue F3G-A
Fosfotransferase ATP:AMP
Hati sapi
Cibacron Blue F3G-A
Pemurnian Plasmid DNA untuk terapi gen dan vaksin DNA Saat ini mulai berkembang adanya terapi gen, yakni memasukkan asam nukleat ke dalam sel manusia dengan tujuan memperbaiki keadaan genetik seseorang. Asam nukleat yang dimasukkan dapat berupa DNA rantai tunggal dan ganda atau RNA. Asam nukleat tersebut dibawa ke dalam sel manusia menggunakan vektor berupa plasmid DNA. Plasmid DNA diperoduksi oleh bakteri rekombinan yang kemudian di murnikan menggunakan kromatografi afinitas jenis reversed phase [24]. 9. Kesimpulan Kromatografi afinitas merupakan teknik pemurnian yang saat ini sedang berkembang pesat karena kelebihannya dalam memurnikan komponen dengan spesifitas dan kemurnian yang tinggi. Kromatografi afinitas menggunakan prinsip biologis antara dua molekul yang dapat mengenali bentuk atau konformasi untuk dapat berinteraksi secara spesifik layaknya enzim dan substrat atau antara antigen dan antibodi. Terdapat berbagai jenis kromatografi afinitas bergantung pada ligan yang digunakan. Sampai saat ini, penggunaan kromatografi afinitas di industri masih didominasi untuk menghasilkan protein atau molekul murni lain yang bernilai tinggi.
Adapun penggunaan kromatografi afinitas selain itu masih sebatas untuk analisis skala laboratorium. Daftar Pustaka [1] P. S. Ruhn, Handbook of Affinity Chromatography, 2nd penyunt., S. D. Hage, Penyunt., Northwest: Taylor & Francis Group, 2006. [2] N. E. Labrou, "Design and selection of ligands for affinity chromatography," Journal of Chromatography B, pp. 67-78, 2003. [3] N. E. Labrou, "Design and selection of ligands for affinity chromatography," Journal of Chromatography B, p. 2, 2003. [4] L. S. Ettre, "Nomenclature for Chromatography," Pure and Applied Chemistry, pp. 818-872, 1993. [5] M. Wilchek and M, "Thirty years of affinity chromatography," Reactive & Functional Porperty, pp. 263-268, 1999. [6] A. C. A. Roque and C. R. Lowe, "Affinity Chromatography," in Affinity Chromatography, Methods and Protocols, New Jersey, Humana Press, 2008, p. 13. [7] J.
Janson,
"Large-scale
affinity
Natasha Agustin Ikhsan, Kromatografi Afinitas, 2015, 1-13
purification - State of the Art and Future Aspects," Trends in Biotechnology, vol. 2, pp. 31-38, 1984. [8] S. Ostrove, "Affinity Chromatography: General Methods," vol. 182, 1990. [9] S. Magdeldin and A. Moser, Affinity Chromatography: Pronciples and Applications, China: InTech, 2012. [10] P. Gustavsson and P. Larsson, "Support Material for Affinity Chromatography," in Handbook of Affinity Chromatography, Northwest, Taylor & Francis, LLC, 2006, p. 15. [11] Y. D. Clonis, "Affinity chromatography matures as bioinformatic and combinatorial tools develop," Journal of Chromatography A, pp. 1-24, 2006. [12] H. S. Kim and D. S. Hage, "Immobilization Methods for Affinity Chromatography," in handbook of Chromatography, Nortwest, Taylor & Francis Group, LLC, 2006, pp. 35-78. [13] A. B. Jackson, H. Xuan and D. S. Hage, "Entrapment Of Proteins In GlycogenCapped And Hydrazide-Activated Supports," Anal Biochem., pp. 1-6, 2012. [14] M. C. Smith, T. C. Furman, T. D. Ingolia and C. Pigdeon, "Chelating Peptideimmobilized Metal Ion Affinity Chromatography," The Journal of Biological Chemistry, p. 1, 1987. [15] A. Charlton and M. Zachariou, "Immobilized Metal Ion Affinity Chromatography of Native Proteins," in Affinity Chromatography, New Jersey, Humana Press, 2008, pp. 35-37. [16] D. S. Hage, M. Bian, R. Burks, E. Karle, C. Ochnmact and C. Wa, "Bioaffinity Chromatography," in Handbook of Affinity Chromatography, Northwest, Taylor & Francis Group, 2006, pp. 102104.
12
[17] Z. Wang, Q. Liang, .. Wen, S. Zang and J. Shen, "Antibody Purification using Affinity Chromatography: A Case Study with Monoclonal Antibody to Ractopamine," Journal of Chromatography B, p. 1, 2015. [18] T. Burnouf and M. Radosevich, "Affinity chromatography in the industrial purification of plasma proteins for therapeutic use," Journal of Biochemical and Biophysical Methods, pp. 575-586, 2001. [19] T. Burnouf, M. Burnouf-Radosevich, M. Goudemand and J. J. Huart, "A Highly Purified Factor VIII:c concentrate prepared from cryoprecipitate by ionexchange chromatography," Vox Sang, pp. 8-15, 1991. [20] J. C. Goldsmith, "Pasteurized, monoclonal antibody factor VIII concentrate: establishing a new standard for purity and viral safety of plasmaderived concentrates," Blood Coagulation & Fibrinolysis, pp. 203-215, 2000. [21] T. Burnouf and M. BurnouchRadosevich, "Chromatographic preparation of a therapeutic highly purified von Willebrand factor concentrate from human cryoprecipitate," Vox Sang, pp. 1-11, 1992. [22] L. Hofbauer, L. Bruckschwaiger, H. A. Butterweck and W. Teschner, Affinity Chromatography for Purification of IgG from Human Plasma, Shanghai: InTech, 2012. [23] P. Cuatrecasas, M. Wilchek and C. B. Anfinsen, "Selective Enzyme Purification By Affinity Chromatography," Biochemsitry, pp. 1-8, 1968. [24] G. N. M. Ferreira, G. A. Monteiro, D. M. F. Prazeres and J. M. S. Cabral, "Downstream processing of plasmid DNA for gene therapy and DNA vaccine
Natasha Agustin Ikhsan, Kromatografi Afinitas, 2015, 1-13
applications," TIBTECH, pp. 380-387, 2000.
13