JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 2, (2013) ISSN: 2301-9271
1
Kriteria Pengembangan Kota Banjarbaru Sebagai Pusat Pemerintahan Ivana Putri Yustyarini dan Rulli Pratiwi Swtiawan Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 E-mail:
[email protected]
Pusat pemerintahan Provinsi Kalimantan Selatan dipindah dari Kota Banjarmasin ke Kota Banjarbaru karena Kota Banjarmasin dianggap memiliki kelemahan sebagai pusat pemerintahan. Banjarbaru merupakan kota baru yang memiliki potensi untuk dikembangkan menjadi pusat pemerintahan. Namun, pengembangan Kota Banjarbaru sebagai pusat pemerintahan belum optimal. Penelitian ini menganalisis potensi Kota Banjarbaru, serta faktor yang berpengaruh terhadap pengembangan Kota Banjarbaru sebagai pusat pemerintahan. Tujuan akhir dari penelitian ini adalah untuk merumuskan kriteria pengembangan Kota Banjarbaru sebagai pusat pemerintahan. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif kuantitatif yang digunakan untuk mengetahui potensi Kota Banjarbaru sebagai pusat pemerintahan. Analisis deskriptif juga digunakan untuk menentukan faktor yang berpengaruh dan kriteria pengembangan Kota Banjarbaru sebagai pusat pemerintahan serta untuk merumuskan arahan pengembangan Kota Banjarbaru sebagai pusat pemerintahan. Hasil dari penelitian ini adalah kriteria pengembangan Kota Banjarbaru sebagai pusat pemerintahan, yaitu peningkatan kualitas jaringan jalan menuju kantor pusat pemerintahan dan pengembangan keterpaduan moda transportasi serta perencanaan dan penataan penggunaan lahan untuk pembangunan pusat perkantoran pemerintah provinsi, perumahan, perdagangan jasa, industri, kawasan bandara, dan kawasan universitas Kata Kunci : kriteria pengembangan, pusat pemerintahan I. PENDAHULUAN
K
ota Banjarmasin adalah salah satu kota besar di Indonesia. Kota Banjarmasin memiliki fungsi sebagai ibu kota Provinsi Kalimantan Selatan. Namun, pada tahun 2006 Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan berencana memindahkan pusat perkantoran dari Banjarmasin ke Banjarbaru [1]. Pemindahan kantor gubernur ke Banjarbaru ini tertuang dalam RPJMD 2006-2010. Dalam RPJMD itu disebutkan bahwa salah satu prioritas pembangunan 20062010 adalah mempersiapkan dan merealisasikan proses pemindahan ibukota Provinsi Kalimantan Selatan dari Banjarmasin ke Banjarbaru [1].
Kota Banjarmasin terus mengalami peningkatan jumlah penduduk tiap tahunnya dengan pertumbuhan mencapai 2,07% pada tahun 2010. Pertumbuhan penduduk yang cukup pesat membuat kepadatan penduduk Kota Banjarmasin pada tahun 2011 mencapai 90 jiwa/Ha. Jumlah ini hampir 66 kali lipat dibandingkan kepadatan penduduk di Kabupaten lain di Kalimantan Selatan. Kepadatan Kota Banjarmasin juga dapat dilihat pada penggunaan lahan. Luas wilayah Kota Banjarmasin kurang lebih 7200 Ha sedangkan penggunaan lahan di Kota Banjarmasin tahun 2010 untuk bangunan sebesar 5.307,125 Ha, ini artinya luas lahan terbangun mencapai 73,71% dari luas Kota Banjarmasin. Banjarbaru merupakan sebuah kota baru dalam wilayah Provinsi Kalimantan Selatan yang berdiri pada tanggal 20 April 1999. Dalam kategorisasi kota baru Kota Banjarbaru termasuk dalam kota baru mandiri karena Kota Banjarbaru memiliki jumlah penduduk sebesar 199.627 jiwa. Kota Banjarbaru juga mampu menyerap tenaga kerja mencapai 93,31%. Selain itu Kota Banjarbaru memiliki jarak sebesar 35Km dari Kota Banjarmasin. Sebagai kota baru, Banjarbaru memiliki kapasitas tampung optimal penduduk dengan pola perkembangan permukiman secara horisontal sebesar 4.231.093 jiwa. Sedangkan jumlah penduduk Kota Banjarbaru pada tahun 2010 baru mencapai 199.627 jiwa. Banjarbaru memiliki luas lahan sebesar 37.138 Ha. Luas lahan Kota Banjarbaru ini lima kali lebih luas dari Kota Banjarmasin. Hal ini membuat kepadatan penduduk Kota Banjarbaru sangat rendah yaitu 5 jiwa/Ha. Dalam hubungan antar-wilayah, posisi geografis Kota Banjarbaru sangat strategis karena memiliki akses jalan simpang tiga liang anggang yang menghubungkan Banjarmasin-Kotabaru dan Banjarmasin-Hulu Sungai hingga ke Provinsi Kalimantan Tengah dan Kalimantan Timur, juga akses pelabuhan laut Trisakti sebagai gerbang jalur transportasi laut melalui jalan lingkar selatan liang anggang dan akses Bandar Udara Syamsuddin Noor sebagai jalur transportasi udara di Kalimantan Selatan. Melihat lokasi Kota Banjarbaru yang sangat strategis perlu didukung oleh infrastruktur jalan yang baik. Namun, kondisi jalan yang rusak berat pada Kota Banjarbaru mencapai 1,04 % dan jalan yang beraspal di Kota Banjarbaru baru mencapai 87 %. Oleh karena itu perlu dilakukan pengembangan infrastruktur lebih lanjut untuk mendukung fungsi Kota Banjarbaru sebagai pusat pemerintahan. Kota sebagai pusat pelayanan harus mampu menyediakan prasarana yang dapat membantu kelancaran
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 2, (2013) ISSN: 2301-9271 penduduk untuk memperoleh pelayanan. Namun, prasarana listrik dan air bersih Kota Banjarbaru masih rendah. Hingga saat ini jangkauan pelayanan listrik Kota Banjarbaru hanya sekitar 65% saja. Hal ini berakibat pada pemadaman bergilir yang terjadi antara 30 menit hingga 9 jam. Sedangkan untuk pelayanan air bersih, sampai pada tahun 2009 tingkat pelayanannya baru mencapai 23%. Kota sebagai pusat pemerintahan harus memiliki dukungan fungsi ekonomi yang cukup kuat. Ekonomi suatu kota dapat dilihat dari nilai PDRB. Kota Banjarbaru hanya mendapatkan perolehan PDRB pada kisaran 1 trilyun rupiah pada tahun 2010. Angka ini dinilai cukup rendah jika dibandingkan dengan Kota Banjarmasin yang mencapai kisaran 9 trilyun rupiah. Kota Banjarbaru mempunyai potensi untuk menjadi pusat pemerintahan, namun pengembangannya masih belum optimal dalam segi ekonomi, infrastruktur, dan pemanfaatan ruang. Potensi Kota Banjarbaru perlu diteliti agar fungsinya sebagai pusat pemerintahan
II. TINJAUAN PUSTAKA a. Pengembangan Kota Baru Kota baru dapat diartikan sebagai wilayah yang dibangun dan direncanakan yang cukup mampu untuk berfungsi sebagai kota mandiri setelah sebelumnya terdapat kota yang telah tumbuh dengan tujuan untuk mengurangi beban atau mengatasi masalah kota induk. Pengembangan kota baru dipengaruhi aspek lahan. Pengembangan kota baru akan memerlukan lahan yang cukup luas untuk melakukan pembangunan [2]. Menurut Golany pengembangan kota baru harus mampu menciptakan berbagai tipe penggunaan lahan guna mendukung variasi aktifitas. Sehingga ketersediaan lahan kosong merupakan indikator yang penting dalam pengembangan kota baru. Penduduk merupakan aspek berpengaruh dan menentukan dalam pembangunan kota baru [2]. Untuk kota diluar Pulau Jawa, Madura, Bali dan Lombok harus memiliki jumlah penduduk minimal 10.000 jiwa [3].Berdasarkan hal tersebut maka dapat dikatakan bahwa jumlah penduduk merupakan indikator dalam pengembangan sebuah kota baru. Selain itu, ketersediaan pelayanan perkotaan juga penting untuk diperhatikan dalam pengembangan kota baru [3]. Ketersediaan pelayanan perkotaan yang baik ini akan mempengaruhi perkembangan kota baru tersebut kedepannya. Pelayanan pendidikan, kesehatan, peribadatan, dan rekreasi kepada penduduk di sebuah kota baru dapat meningkatkan kehidupan masyarakat [2]. Selain sarana pelayanan perkotaan berupa sarana pendidikan, kesehatan, peribadatan, dan rekreasi penduduk, juga diperlukan prasarana fisik yang baik. Prasarana disini adalah jalan, jaringan air bersih, dan jaringan listrik. b. Kota Sebagai Pusat Pemerintahan Pusat pemerintahan harus memiliki kualitas SDM yang baik untuk dapat menjalankan fungsi pusat pemerintahan. Kondisi SDM yang baik akan membantu proses kegiatan
2
pemerintahan. Pusat pemerintahan harus melakukan fungsi pemberdayaan dengan meningkatkan peran serta masyarakat dan swasta dalam kegiatan pembangunan dan penyelenggaraan pemerintahan. Berdasarkan hal tersebut dapat ditarik indikator kota sebagai pusat pemerintahan adalah kondisi SDM yang mendukung kegiatan pemerintahan. Kondisi SDM yang dapat mendukung kegiatan pemerintahan dalam penelitian ini adalah tenaga kerja yang dimiliki oleh Kota Banjarbaru. Kota sebagai pusat pemerintahan memiliki fungsi sebagai pusat pelayanan yang mencakup pelayanan publik. Fasilitas payanan terdiri atas fasilitas pendidikan, fasilitas kesehatan, fasilitas peribadatan dan ketersediaan sarana transportasi. c. Aspek – aspek yang Mempengaruhi Pengembangan Pusat Pemerintahan Pengembangan pusat pemerintahan dipengaruhi oleh beberapa aspek. Aspek yang mempengaruhi pusat pemerintahan adalah ketersediaan infrastruktur dan fasilitas publik [3] [4]. Selain itu aspek pembangunan ekonomi juga mempengaruhi pengembangan pusat pemerintahan. Dengan perekonomian yang kuat pembangunan pusat pemerintahan baru dapat dilaksanakan dengan efektif dan efisien. Ketersediaan lahan perlu diperhatikan dalam pengembangan pusat pemerintahan [3] [4]. Ketersediaan lahan yang luas akan memungkinakan untuk dilakukan pembangunan. Perlu adanya ketersediaan jalan dalam pengembangan pusat pemerintahan [3]. Aksesibilitas yang tinggi dapat menjamin kelancaran dan kemudahan pelayanan yang dilakukan oleh pemerintah [4].. Hal ini berarti aksesibilitas yang harus diperhatikan dalam pelayanan pusat pemerintahan adalah jarak pusat pemerintahan terhadap kabupaten / kota lain dalam lingkup provinsi, jarak kantor pusat pemerintahan terhadap jaan utama, bandara, dan pelabuhan. Selain beberapa hal diatas, kondisi geografis yang penting untuk diperhatikan adalah terpenuhinya tingkat kerentanan alam yang rendah [4]. Dengan tingkat kerentanan terhadap bencana yang rendah maka kegiatan pelayanan dapat berjalan dengan baik.
III. METODOLOGI PENELITIAN a. Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini menggunakan survei sekunder dalam pengumpulan data. Survei Sekunder adalah survei yang dilakukan untuk mendapatkan data sekunder dari instasnsional. Data – data dari instansi tersebut berguna untuk mendukung pembahasan penelitian yang disesuaikan dengan kebutuhan data yang diperlukan. b. Metode Analisis Metode analisis digunakan untuk mengolah data – data yang diperoleh dari hasil survei sekunder untuk mencapai tujuan penelitian. Proses analisa dilakukan dalam 3 tahap. Berikut adalah tahapan proses analisis. 1. Deskriptif Kuantitaif Analisis deskripsi kuantitatif merupakan analisis yang paling mendasar untuk menggambarkan keadaan data
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 2, (2013) ISSN: 2301-9271 secara umum. Analisis didasarkan pada data – data sekunder dari variabel tersebut. Kemudian data – data tersebut ditabulasikan dan dideskripsikan. Analisis ini digunakan untuk mengidentifikasi potensi Kota Banjarbaru. 2. Teoritical Deskriptif Analisis tersebut merupakan analisis yang akan digunakan untuk memberikan gambaran mengenai objek studi secara mendalam disertai dengan pembahasanpembahasan yang disesuaikan dengan teori-teori yang terkait. Analisis ini digunakan untuk menganalisis faktor – fakor yang berpengaruh terhadap pengembangan Kota Banjarbaru sebagai pusat pemerintahan 3. Deskriptif Kualitatif Menentukan kriteria pengembangan Kota Banjarbaru sebagai pusat pemerintahan didasarkan pada faktor yang berpengaruh terhadap pengembangan pusat pemerintahan. Analisis dilakukan secara deskriptif dengan membandingkan hasil identifikasi potensi Kota Banjarbaru dan peraturan pemerintah yang terkait dengan pusat pemerinathan. Adapun peraturan tersebut adalah sebagai berikut : 1. PP No. 78 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pembentukan, Penghapusan, Dan Penggabungan Daerah 2. PP No. 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional 3. UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
IV. ANALISIS DAN PEMBAHASAN Identifikasi potensi Kota Banjarbaru sebagai pusat pemerintahan didasarkan pada kerentanan, ketersediaan lahan, ketersediaan sarana dan prasarana, kemampuan ekonomi, jumlah penduduk, kondisi SDM, dan keterjangkauan. 1. Kerentanan Kota Banjarbaru terdapat empat jenis kerentanan bencana di Kota Banjarbaru yaitu banjir, kebakaran, angin topan, dan kekeringan. Berikut adalah indeks rawan bencana Kota Banjarbaru. Tabel 1 Indeks Rawan Bencana Kota Banjarbaru Kerawanan Nilai Kategori Banjir Kebakaran Angin Topan Kekeringan
18 21 16 13
Sedang Tinggi Tinggi Sedang
Berdasarkan tabel tersebut diketahui bahwa Kota Banjarbaru memiliki kerentanan terhadap bencana kebakaran dan agin topan yang tinggi dan bencana banjir dan kekeringan yang sedang. Indeks kerentanan ini masih berada di bawah Kota Banjarmasin. Hal ini merupakan potensi,karena menurut PERMENDAGRI No.30 Tahun 2011 yang menyebutkan bahwa bahwa pusat pemerintahan
3 provinsi harus memenuhi syarat resiko bencana alam yang paling sedikit.
2. Ketersediaan Lahan Kota Banjarbaru memiliki ketersediaan lahan kosong yang mencapai 32.283,15 Ha. Berikut adalah tabel pola penggunaan lahan Kota Banjarbaru. Tabel 2 Analisis Pola Penggunaan Lahan Kota Banjarbaru Lahan Eksisting Rencana Luas Lahan Luas Lahan Terbangun Luas Lahan Tak Tebangun
(Ha) 37.138,00 4.854,85
% 100 13
(Ha) 37.138,00 26.527,14
% 100 71
32.283,15
87
10.610,86
29
Sebagai pusat pemerintahan, ketersediaan lahan kosong yang ada harus mampu mencukupi kebutuhan pembangunan pusat perkantoran pemerintah provinsi. Secara umum, luas lahan perkantoran pemerintah di Kota Banajrmasin adalah 0,5 – 1,2 Ha. Berdasarkan hal tersebut dapat dikatakan bahwa kebutuhan lahan untuk pembangunan 1 kantor pemerintahan adalah 0,5 – 1,2 Ha. Adapun SKPD Provinsi Provinsi Kalimantan Selatan terdiri atas Sekertaris Daerah, 17 Dinas, 13 Badan, dan 4 Lembaga. Hal ini berarti total SKPD yang dimiliki Provinsi Kalimantan Selatan adalah 35, sehingga dapat disimpulkan bahwa kebutuhan luas lahan untuk perkantoran Provinsi Kalimantan Selatan adalah 17,5 Ha – 42 Ha. Saat ini, Kota Banjarbaru memiliki luas lahan kosong mencapai 32.283,15 Ha. Hal ini berarti, ketersediaan lahan kosong di Kota Banjarbaru telah memenuhi kebutuhan pembangunan pusat perkantoran pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan. Selain itu pusat pemerintahan baru akan berdampak pada munculnya berbagai macam kegiatan baru yang berakibat pada pembangunan Kota Banjarbaru. Lahan kosong yang luas akan dapat mengakomodasi kepentingan untuk pembangaunan tersebut. Hal ini dapat dilihat pada rencana penggunaan lahan yang menunujukkan bahwa lahan terbangun Kota Banjarbaru akan direncanakan mencapai 71,4%. Hal ini berarti akan ada alokasi lahan untuk pembangunan mencapai 58,3% atau sebesar 21.651,45 Ha.Kota Banjarbaru memiliki ketersediaan sarana kesehatan, pendidikan, perdagangan, dan sarana transportasi yang lengkap untuk memenuhi kebutuhan penduduk. Namun untuk pelayanan terhadap listrik dan air bersih di Kota Banjarbaru masih berada di bawah standart dan perlu untuk dikembangkan. 3. Jumlah Penduduk Kota Banjarbaru memiliki jumlah penduduk sebesar 199.627 jiwa. Jumlah ini telah memenuhi kebutuhan minimal penduduk untuk pusat pemerintahan, yaitu sebesar 80.000 jiwa (Howard dalam Budharjo, 2005). Hal ini merupakan potensi yang baik karena dengan terpenuhinya
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 2, (2013) ISSN: 2301-9271 jumlah minimal penduduk maka Kota Banjarbaru dapat menjalankan perannya sebagai pusat pemerintahan. Tabel 4.3 Tingkat Pertumbuhan Penduduk Kota Banjarbaru Tahun Jumlah Pertumbuhan Tingkat Penduduk Jumlah Pertumbuhan (Jiwa) Penduduk Penduduk (Jiwa) 2007 159.230 6.075 3,97% 2008 164.216 4.986 3,13% 2009 171.496 7.280 4,43% 2010 199.627 28.131 16,40%
Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa Kota Banjarbaru memiliki tingkat pertumbuhan penduduk yang terus meningkat. Bahkan pada tahun 2009 – 2010 peningkatan jumlah penduduk mencapai 16,40%. Walaupun memiliki pertumbuhan penduduk yang terus meningkat, namun Kota Banjarbaru memiliki kepadatan penduduk rendah yaitu hanya sebesar 5 jiwa/Ha. Kepadatan yang rendah juga merupakan potensi karena hal ini berarti Kota Banjarbaru masih dapat terus berkembang 4. Kondisi SDM Selain dilihat dari jumlah penduduk, sebagai pusat pemerintahan, Kota Banjarbaru juga harus dilihat dari kondisi SDM. Kondisi SDM juga dilihat dari kondisi tenaga kerja. Berikut adalah tabel kondisi tenaga kerja Kota Banjarbaru. Tabel 4 Kondisi Tenaga Kerja Kota Banjarbaru Tahun TPAK TPT Bekerja 2009
61,00
9,15
90,85
2010
65,19
8,10
91,9
2011
67,06
6,69
93,31
Berdasarkan tabel tersebut, diketahui bawha jumlah pengangguran terbuka Kota Banjarbaru mengalami penurunan mulai tahun 2009 – 2011. Hal ini seiring dengan peningkatan jmlah penduduk yang bekerja dari tahun 2009 – 2010. Data tingkat penduduk angkatan kerja, menunjukkan peningkatan tiap tahunnya, namun pengangguran justru menurun dan tingkat penduduk bekerja meningkat. Hal ini menunjukkan bahwa Kota Banjarbaru telah mampu menyediakan lapangan pekerjaan bagi penduduk.
Tahun
Tabel 5 Tenaga Kerja per Sektor Sektor Tersier Sektor Sekunder (%) (%)
Sektor Primer (%)
2009 2010
66,07 66,80
18,34 18,20
15,60 15,00
2011
56,12
29,00
14,88
4
Jika dilihat berdasarkan tiga kelompok sektor, diketahui bahwa penduduk Kota Banjarbaru sebagian besar bekerja pada sektor tersier (perdagangan dan jasa). Lebih dari 50% penduduk Kota Banjarbaru bekerja pada sektor tersebut. Namun, pada tahun 2010 – 2011 terjadi penurunan persentase jumlah penduduk yang bekerja pada sektor tersier. Hal ini terjadi karena meningkatnya penduduk yang bekerja pada sektor sekunder (industri manufaktur). Sehingga dapat disimpulkan bahwa kondisi sosial penduduk Kota Banjarbaru sebagian besar bekerja pada sektor perdagangan jasa dan industri. 5. Kemampuan Ekonomi Kota Banjarbaru memiliki pendapatan yang terus mengalami peningkatan tiap tahunnya lebih dari 10%, peningkatan yang baik terjadi pada sektor jasa, perdagangan, dan industri. Namun, peningkatan PDRB tiap tahunnya ternyata tidak berkonribusi besar terhadap PDRB Provinsi Kalimantan Selatan. Kontribusi PDRB Kota Banjarbaru yang kecil pada lingkup provinsi yaitu hanya sebesar 3%, sedangkan sebagai pusat pemerintahan Kota Banjarbaru harus memiliki kondisi ekonomi yang kuat. Namun, melihat kecenderungan pertumbuhan ekonomi yang baik, perekonomian Kota Banjarbaru memiliki potensi untuk terus dikembangkan. Tabel 4.6 Pertumbuhan dan Kontribusi Ekonomi Kota Banjarbaru Tahun Banjarbaru Pendapatan Pertumbuhan Kontribusi 1.152.559.984 3,32% 2006 1.292.750.768 12,16% 3,28% 2007 1.497.324.114 15,82% 3,27% 2008 1.696.612.621 13,31% 3,30% 2009 1.887.724.660 11,26% 3,16% 2010
6. Keterjangkuan Kota Banjarbaru memiliki rata – rata jarak terhadap kota/kabupaten di Kalimantan Selatan dan jarak terhadap bandara relatif lebih dekat jika dibandingkan dengan Kota Banjarmasin. rata – rata jarak kota/kabupaten di Kalimantan Selatan terhadap Kota Banjarbaru adalah sebesar 128,5 Km. Rata – rata jarak kota/kabupaten di Kalimantan Selatan terhadap Kota Banjarmsin adalah sebesar 148,08 Km. Selain itu Kota Banjarbaru juga memiliki akses langsung melalui jalur lingkar selatan menuju pelabuhan. Lokasi kantor pusat pemerintahan terletak di Kecamatan Cempaka. Jarak kantor pemerintahan terhadap jalan utama adalah 2 Km. untuk menuju kantor pusat pemerintahan tersebut, saat ini hanya dapat dilakukan dengan menggunkan kendaraan pribadi. Untuk jarak terhadap bandara Bandar Udara Syamsuddin Noor sebagai jalur transportasi udara di Kalimantan Selatan, memiliki jarak 10Km. jarak ini relativ ekat jika dibandingkan dengan jarak Kota Banrmasin meuju bandara yang mencapai 25 Km. Untuk jarak terhadap pelabuhan, Kota Banjarbaru memiliki jarak yang cukup jauh, mencapai 37 Km. Namun, Kota Banjarbaru memiliki
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 2, (2013) ISSN: 2301-9271 akses langsung pelabuhan laut Trisakti sebagai gerbang jalur transportasi laut melalui jalan lingkar selatan liang anggang. Selain jarak, Kota Banjarbaru juga memiliki potensi dalam keretsediaan jalan. Berikut adalah tabel ketersediaan jalan dan aksesibilitas Kota Banjarbaru. Tabel 4.7 Tingkat Ketersediaan Jalan dan Aksesibilitas di Kota Banjarbaru Tahun Panjang Kebutuhan Presentase Aksesibilitas Jalan (Km) Tingkat (Km) Ketersediaan 2010 2009 2008 2007
560,675 560,675 560,675 559,120
119,78 102,90 98,53 95,54
468,10% 544,89% 569,04% 585,23%
1,510 1,510 1,510 1,543
Berdasarkan tabel tersebut, ketersediaan jalan di Kota Banjarbaru telah memenuhi kebutuhan penduduk. Aksesibilitas yang dimiliki Kota Banjarbaru masih rendah. Hal ini dapat dilihat dari indeks aksesibilitas yang hanya 1,5. Indeks aksesibilitas yang rendah ini menunujukkan bahwa panjang jalan yang ada tidak sebanding dengan luas wilayah Kota Banjarbaru. Namun, dengan luas lahan kosong Banjarbaru yang besar, peningkatan aksesibilitas dengan pembangunan jalan baru masih dapat dilakukan. Potensi Kota Banjarbaru sebagai pusat pemerintahan digambarkan pada peta sebagai berikut.
5
pengembangan Kota Banjarbaru didasarkan pada faktor pengembangan dan kriteria pengembangan Kota Banjarbaru sebagai pusat pemerintahan. Perumusan faktor pengembangan didasarkan pada hasil identifikasi potensi Kota Banjarbaru dan variabel hasil tinjauan pustaka. Adapun faktor pengembangan 119 Kota Banjarbaru sebagai pusat pemerintahan adalah sebagai berikut: 1. Faktor SDM pada sektor industri, perdangangan dan jasa. 2. Faktor pertumbuhan ekonomi melalui peningkatan pendapatan daerah dalam sektor jasa, industri dan perdagangan. 3. Faktor kemudahan dan kedekatan jarak menuju kantor pusat pemerintahan. 4. Faktor kondisi kerentanan bencana banjir, kekeringan, kebakaran, dan angin topan yang lebih rendah. 5. Faktor pertumbuhan jumlah penduduk yang tinggi untuk mendukung pembangunan kota sebagai pusat pemerintahan 6. Faktor pelayanan listrik dan air bersih untuk mendukung pengembangan pusat pemerintahan. 7. Faktor ketersediaan lahan untuk pembangunan pusat perkantoran pemerintah provinsi, perumahan, perdagangan jasa, industri, kawasan bandara, dan kawasan universitas. Perumusan kriteria pengembangan didasarkan pada hasil analisis faktor yang berpengaruh terhadap pengembangan Kota Banjarbaru sebagai pusat pemerintahan dan peraturan perundangan. Kriteria pengembangan Kota Banjarbaru sebagai Pusat Pemerintahanyang dihasilkan adalah sebagai berikut: 1. Peningkatan mutu pendidikan dan alokasi SDM pada sektor industri, perdangangan, dan jasa 2. Peningkatan promosi dan kesempatan investasi pada sektor jasa, industri, dan perdagangan 3. Peningkatan kualitas jaringan jalan menuju kantor pusat pemerintahan dan pengembangan keterpaduan moda transportasi 4. Pemeliharaan lingkungan hidup dan pencegahan dampak negatif kegiatan masnusia terhadap kerusakan lingkungan. 5. Penyediaan dan penataan permukiman; peningkatan pelayanan sarana dan prasarana; serta membuka kesempatan kerja baru. 6. Pelestarian daerah sumber air bersih, peningkatan kualitas dan keterpaduan jaringan air bersih, serta pengembangan pembangkit listrik untuk penyediaan kebutuhan listrik 7. Perencanaan dan penataan penggunaan lahan untuk pembangunan pusat perkantoran pemerintah provinsi, perumahan, perdagangan jasa, industri, kawasan bandara, dan kawasan universitas
V. KESIMPULAN/RINGKASAN Gambar 1 Potensi Kota Banjarbaru berdasarkan hasil analisis
Pengembangan Kota Banjarbaru sebagai pusat pemerintahan dirumuskan dalam arahan pengembangan Kota Banjarbaru sebagai pusat pemerintahan. Arahan
Berdasarkan hasil pengumpulan data dan analisa yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa Kota Banjarbaru memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai pusat pemerintahan. Potensi yang dimiliki meliputi aspek kependudukan, ketersediaan lahan, ketersediaan sarana prasarana, kekuatan ekonomi, dan aksesibilitas. Adapun Kriteria pengembangan Kota Banjarbaru sebagai Pusat
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 2, (2013) ISSN: 2301-9271 Pemerintahan adalah 1) Peningkatan mutu pendidikan dan alokasi SDM pada sektor industri, perdangangan, dan jasa; 2) Peningkatan promosi dan kesempatan investasi pada sektor jasa, industri, dan perdagangan; 3)Peningkatan kualitas jaringan jalan menuju kantor pusat pemerintahan dan pengembangan keterpaduan moda transportasi; 4) Pemeliharaan lingkungan hidup dan pencegahan dampak negatif kegiatan masnusia terhadap kerusakan lingkungan; 5) Penyediaan dan penataan permukiman; peningkatan pelayanan sarana dan prasarana; serta membuka kesempatan kerja baru; 6) Pelestarian daerah sumber air bersih, peningkatan kualitas dan keterpaduan jaringan air bersih, serta pengembangan pembangkit listrik untuk penyediaan kebutuhan listrik; 7) Perencanaan dan penataan penggunaan lahan untuk pembangunan pusat perkantoran pemerintah provinsi, perumahan, perdagangan jasa, industri, kawasan bandara, dan kawasan universitas
DAFTAR PUSTAKA Wajidi . Banjarbaru Menuju Ibukota Provinsi. http://bubuhanbanjar.wordpress.com/2012/05/07/banjarba ru-menuju-ibukota-provinsi-3/ (diakses tanggal 5 November 2012) [2] Budiharjo, Eko; Sujarto, Djoko. 2005. Kota berkelanjutan. Bandung: Alumni [3] Nurmandi, Ahmad. 1999. Manajemen Perkotaan. Yogyakarta : Lingkaran Bahasa [4] Adisasmita, Rahardjo; Adisasmita, Sakti Adji. 2011. Logika Pemindahan Ibukota Jakarta. Yogyakarta : Graha Ilmu [1]
6