TEMU ILMIAH IPLBI 2014
Kriteria Taman Kota Sebagai Sistem Rona Rully Besari Budiyanti Dosen pada Jur. Ars. Lansekap Fakulatas Arsitektur Lansekap dan Teknik Lingkungan Universitas Trisakti
Abstrak Taman kota sebagai ruang publik dibutuhkan untuk mendukung kegiatan sosial masyarakat kota. Namun tidak semua taman kota merupakan rona bagi kegiatan publik, hanya taman kota yang memenuhi kriteria tertentu saja yang dapat berperan sebagai rona kegiatan publik, yaitu Taman Ayodya Jakarta Selatan, Taman Menteng, Taman Suropati dan Taman Situ Lembang Jakarta Pusat. Dalam kondisi demikian taman kota dilihat sebagai sistem rona yang terdiri dari sistem kegiatan dan sistem tempat dimana masing-masing sistem terdiri dari berbagai unsur yang membentuknya. Untuk mengetahui kriteria dan manfaat taman kota sebagai rona kegiatan publik digunakan metode skoring dan menyusun kerangka normatif yang berisi kriteria dan indikator untuk mengkaji pemenuhan kriteria dan manfaatnya. Kerangka normatif disusun berdasarkan teori dan praktikpraktik yang pernah dilakukan sebelumnya. Hasil temuan menggambarkan bahwa belum semua kasus memenuhi kriteria dan manfaatnya belum secara optimal dapat dirasakan oleh masyarakat maupun lingkungan di sekitar taman. Kata-kunci : kriteria taman, rona kegiatan publik, taman kota
Pendahuluan Taman kota merupakan bagian dari ruang terbuka hijau yang direncanakan dan disediakan untuk memenuhi kebutuhan penduduk kota dalam melakukan berbagai kegiatan sosial di ruang luar. Jakarta dengan luas ± 650 km² dan penduduk yang hampir berjumlah 11 juta jiwa, diperkirakan memiliki sekitar ratusan taman kota yang tersebar di lima wilayah kotanya. Namun tidak semua taman kota direncanakan sebagai rona bagi kegiatan publik. Proses penyediaan, perencanaan maupun pembangunan taman kota seringkali berlandaskan pada kebutuhan ekologis tanpa mempertimbangkan kebutuhan sosial. Pengelolaan taman kota belum efektif, belum semua masyarakat terlibat dan belum adanya sistem penghargaan dari pemerintah terhadap masyarakat yang terlibat dalam mengelola taman kota.
Di Indonesia perkembangan taman kota diawali dengan alun-alun yang berperan sebagai pusat kegiatan, pusat perkembangan kota, simbol kekuasaan dan demokrasi, barometer kehidupan serta kemajuan sosial budaya sebuah kota. Dalam perkembangannya makna alun-alun mulai mengalami penyusutan, alun-alun yang dahulunya mempunyai kebebasan akses mulai berpagar dan muncul berbagai jenis miniaturisasi alun-alun pada beberapa kota di Indonesia. Sampai saat ini pengertian taman kota belum ada yang bersifat baku dan universal untuk digunakan sebagai acuan. Taman kota diberi pengertian sesuai dengan sudut pandang dari masing-masing bidang yang mengkaji. Secara normatif taman kota adalah bagian dari ruang terbuka hijau yang berfungsi sebagai tempat rekreasi, paru-paru kota dan estetika kota (Chiara,1975).
Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2014 | B_41
Kriteria Taman Kota sebagai Sistem Rona
Dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.5/PRT/M/2008 tentang Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan, taman kota diberi pengertian lahan terbuka yang berfungsi sosial dan estetik sebagai sarana kegiatan rekreatif, edukasi atau kegiatan lain pada tingkat kota. Dari sisi arsitektur kota, taman kota merupakan salah satu bentuk ruang publik yang bersifat eksternal (eksternal publik space) yang diperuntukan bagi berbagai kegiatan penduduk kota di ruang luar (Carmona,2003). Taman kota adalah sebuah pulau bagi kawasan perkotaan, sehingga harus memiliki kejelasan status hukum pengelolaan dan batas-batas peruntukannya (Steiner, 2007). Sebagai tempat, taman kota dapat menjadi vitalitas dan generator kehidupan sebuah kota, dimana di dalamnya terdapat berbagai sub sistem yang saling berhubungan serta mewujudkan keindahan yang fokus pada kaidahkaidah seni sehingga membangun berbagai pengalaman bagi pemakainya (Motloch,1991). Dalam kondisi tersebut taman kota harus dilihat sebagai sebuah sistem rona (systemsetting)yang meliputi sistem kegiatan dan sistem tempat, dimana masing-masing sistem memiliki beberapa unsur sebagai pembentuknya (Urban Living Indicators,2005). Sistem kegiatan adalah rangkaian perilaku yang secara sengaja dilakukan oleh seseorang atau kelompok orang, sedangkan sistem tempat merupakan jalinan unsur-unsur fisik atau spaial yang mempunyai hubungan tertentu dan saling terkait sehingga membentuk suatu rona yang dapat digunakan untuk berbagai kegiatan (Rapoport dalam Setiawan, 1995; Project for Public Space, 2009). Penyediaan taman kota harus ditujukan untuk kepentingan publik, bukan untuk kepentingan simbolisasi kekuasaan. Realitas di lapangan mengindikasikan bahwa proses perencanaan dan pembangunan taman-taman kota di Jakarta belum ditujukan pada pembentukan sebagai sistem rona, sehingga taman kota hanya berfungsi sebagai ruang hijau dan ornamen kota 42 | Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2013
saja. Untuk itu perlu ditelaah terhadap pemenuhan kriteria dan manfaat taman kota sebagai rona bagi kegiatan publik di Jakarta. Metode Untuk melakukan telaah terhadap pemenuhan kriteria dan manfaat taman kota sebagai rona kegiatan publik, maka dilakukan penelitian kasus studi terhadap empat taman kota di Jakarta, yaitu Taman Ayodya Jakarta Selatan, Taman Suropati, Taman Menteng dan Taman Situ Lembang Jakarta Pusat. Pemilihan kasus didasarkan pada kriteria yaitu: 1. Taman rutin digunakan dengan pengunjung minimal 100 orang/hari, 2. Memiliki minimal 3 unit fasilitas dan dilengkapi dengan 1 buah toilet, 3. Cukup dikenal publik dan pernah dimuat atau mejadi berita di media cetak, 4. Dapat diakses oleh publik dengan jam operasional minimal 10 jam/hari serta tidak dipungut biaya, 5. Dikelola oleh pemerintah provinsi DKI Jakarta. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan metoda System for Observing Play and Recreation in Communities (SOPARC) yang digunakan oleh Cohen dkk pada tahun 2006. Cohen melakukan observasi selama 7 hari berturut-turut dari pukul 06.00-24.00. Dalam melakukan analisis digunakan metode skoring yang digunakan Dharmawan dkk (2006), Green Flag (2009) dan Ümmügülsüm (2011), dalam melakukan penilaian manfaat dan kriteria ruang terbuka dan ruang terbuka hijau kota, sedangkan secara teori merujuk pada Singarimbun (1988). Penelitian dilakukan dalam beberapa tahap, yaitu: 1. Menyusun kerangka normatif. Kerangka normatif berisi kriteria, indikator dan bobot dari setiap kriteria sebagai dasar untuk menyusun kerangka penilaian terhadap pemenuhan kriteria setiap kasus penelitian, 2. Menyusun kerangka penilaian. Kerangka penilaian merupakan instrumen untuk melakukan penilaian terhadap pemenuhan
Rully Besari Budiyanti
3. 4.
kriteria taman kota sebagai rona kegiatan publik, Melakukan penilaian pemenuhan kriteria terhadap keempat kasus penelitian, Melakukan analisis komparatif terhadap empat kasus penelitian.
Pemenuhan kriteria dan manfaat empat kasus penelitian Dari hasil penilaian pemenuhan kriteria diperoleh gambaran bahwa (Tabel 3): semua kasus secara rata-rata sudah memenuhi kriteria sebagai sistem kegiatan, namun belum maksimal. Taman Menteng merupakan taman yang memiliki skor tertinggi (4.15), meskipun ketiga indikatornya tidak ada yang mencapai maksimal, namun sudah di atas skor rata-rata. Mengindikasikan bahwa meskipun tidak mencapai maksimal namun seluruh kriteria sudah memenuhi sehingga sebagai sistem kegiatan Taman Menteng sudah memenuhi kriteria meskipun belum mencapai maksimal. Taman Suropati, memiliki skor 4,05 lebih rendah dari Taman Menteng, namun memiliki satu indikator yang mencapai maksimal yaitu pengunjung taman. Artinya secara demografis pengunjung Taman Suropati sudah sangat memenuhi kriteria sebagai pelaku kegiatan. Namun pengunjung belum maksimal dalam memanfaatkannya. Hal itu ditunjukkan dengan perolahan skor waktu berlangsung kegiatan tidak mencapai maksimal (3,40) dan jenis kegiatan yang dilakukan juga belum beragam sehingga perolehan skornya belum maksimal dan tidak mencapai skor rata-rata. Taman Situ Lembang meskipun letaknya berada di dalam kawasan hunian yang tidak terhubung dengan sistem transportasi publik, namun sebagai sistem kegiatan mempunyai skor di atas rata-rata, yaitu 3,92, dengan satu indikator mencapai maksimal yaitu jenis kegiatan. Menunjukkan bahwa jenis kegiatan yang dilakukan pengunjung sudah beragam dan akses tidak menjadi kendala bagi pengunjung untuk hadir di Taman Situ Lembang.
Taman Ayodya meskipun letaknya sangat strategis, hanya sekitar 3km dari pusat komersial dan transportasi Blok M, namun memperoleh skor di bawah rata-rata dan terendah yaitu 3.22. Meskipun jumlah pengunjung Taman sudah di atas skor rata-rata, namun jenis kegiatan yang dilakukan belum beragam dan waktu pemanfaatan taman kurang dari 2 jam. Dengan perolehan skor 3,22 (di bawah skor rata-rata) menunjukkan bahwa Taman Ayodya sebagai sistem kegiatan belum dimanfaatkan secra maksimal dan kegiatan pengunjungpun masih bersifat mono aktifitas. Tabel 1. Skor pemenuhan kriteria empat taman sebagai sistem kegiatan
Unsur Kriteria
Skor maks
Skor TA
TS
TM
TSL
Skor rata rata
PK
Pt
5.00
4.75
4.75 4.25 2.75
4.13
JK
Rk
5.00
2.50
2.50 4.00 5.00
3.88
WK
Wbk
5.00
2.40
3.40 4.20 4.20
3.50
3.22
4.05 4.15 3 .92 3.84
Total skor
5.00
Keterangan PK
: Pelaku Kegiatan
JK
: Jenis Kegiatan
WK
: Waktu Kegiatan
Pt
: Pengunjung taman
Rk
: Ragam kegiatan
Wbk
: Waktu berlangsungnya kegiatan
TA
: Taman Ayodya
TS
: Taman Suropati
TM
: Taman Menteng
TSL
: Taman Situ Lembang
Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2013 | 43
Kriteria Taman Kota sebagai Sistem Rona
kipun memiliki skor yang sama, Taman Suropati telah mampu berperan sebagai pusat kegiatan ruang luar dan melting placebagi kawasan formal dan artefak sejarah lingkungan. Sedangkan Taman Menteng yang berada di kawasan komersial belum mampu mewujudkan sebagai pusat kegiatan ruang luar dan aretefak sejarah lingkungan. Gambar 1 Taman Menteng Jakarta Pusat
Taman Ayodya memperoleh skor 2,96 dan Taman Situ Lembang 2,80, belum mencapai maksimal dan di bawah skor rata-rata. Mengindikasikan bahwa kedua taman tersebut sebagai sistem tempat cukup memenuhi kriteria namun belum maksimal. Meskipun perolehan skor Taman Ayodya lebih tinggi dibandingkan dengan Taman Situ Lembang, namun Taman Ayodya belum mampu belum mampu menjadi artefak bagi sejarah lingkungannya.
Gambar 2 Taman Suropati Jakarta Pusat
Gambar 3 Taman Situ Lembang Jakarta Pusat
Gambar 5 Skor pemenuhan kriteria empat taman sebagai sistem tempat Keterangan: TA : Taman Ayodya TS : Taman Suropati TM : Taman Menteng TSL : Taman Situ Lembang
Gambar 4 Taman Ayodya Jakarta Pusat
Dari gambar 5, terlihat bahwa sebagai sistem tempat Taman Suropati memperoleh skor 3,21 dan Taman Menteng 3,24, meskipun belum mencapai maksimal namun sudah di atas skor rata-rata. Menunjukkan bahwa sebagai sistem tempat keduanya sudah memenuhi kriteria meskipun belum mencapai maksimum. Mes44 | Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2013
Gambar.6 Skor pemenuhan kriteria empat taman sebagai sistem rona
Rully Besari Budiyanti
Kesimpulan Dari hasil penelitian diperoleh gambaran (gambar 6) bahwa, sebagai sistem rona keempat taman belum memenuhi kriteria secara maksimal, namun secara rata-rata Taman Suropati dan Taman Menteng sudah memenuhi kriteria, Taman Situ Lembang cukup memenuhi dan Taman Ayodya kurang dapat memenuhi sebagai sistem kegiatan. Sebagai sistem tempat hanya Taman Situ Lembang yang kurang memenuhi kriteria. Keempat taman tersebut yang secara kasad mata telah memenuhi kebutuhan publik, namun dengan telah tersusunnya instrumen penilaian terhadap taman kota, diharapkan dapat menjadi stimulus bagi para perancang, penyedia maupun pengelola taman untuk lebih melihat taman kota bukan hanya sebagai ruang hijau tetapi sebagai rona kegiatan publik, sehingga kedudukan taman-taman kota di Jakarta dapat sejajar dengan mall maupun tempat-tempat rekreasi lainnya. Kendala yang dihadapi dalam melakukan penelitian adalah luasan taman yang tidak sesuai dengan standarisasi sebagai taman kota, fasilitas yang minim serta tidak ada keunikan tanaman, sehingga perlu dilakukan jastifikasi agar diperoleh kriteria pemilihan kasus penelitian.
akan memiliki taman kota sesuai dengan keunikan dan jati diri dari kotanya masingmasing dan taman kota dapat menjadi mall bagi masyarakat kota. Daftar Pustaka Albert J Rutledge (1971). Anatomy of Park, The
essential of recreation area planning and design. Mc
Graw Hill Book Company New York Chiara (1975). Urban Planning and Design Criteria. Jhon Wiley & Sons, INC. Hoboken New Jersey. Carmona (2003).Public Places-Urban Spaces. The Dimensions of Urban Design. Architectural Press. An imprint of Elsevier Science Linacre House, Jordan Hill, Oxford OX2 8DP 200 Wheeler Road, Burlington MA 01803. Cohen et all (2007). Contribution of Pulic Parks to Physical Activity. American Journal of Public Health 2007. http://www.pubmedcentral.nih.gov/articlerender.fcgi ?artid+1805017 Frederick R. Steiner (2007). Planning and Urban Design Standards.John Wiley & Sons, Inc. Hoboken, New Jersey Canada Haryadi B Setiawan (1995). Arsitektur Lingkungan dan Perilaku. Direktorral Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Project for Public Spaces © (2009).Project for Public Spaces, Inc. All Rights Reserved
Kerangka penilaian yang digunakan dalam penelitian ini masih bersifat umum, sehingga perlu pendalaman kriteria penilaian dengan berbagai pendekatan yang kelak dapat digunakan sebagai platform untuk menilai berbagai taman kota di Indonesia yang keragaman sosial budayanya cukup tinggi. Selain itu penelitain ini diharapakan dapat menjadi stimulus bagi para peneliti untuk lebih mengembangkan penelitian taman kota tidak hanya darai aspek ekologis tetapi juga dari berbagai aspek dan dimensi yang pada gilirannya akan dapat melengkapi dan menjadi rekomendasi taman kota yang spesifik sesuai dengan kebutuhan masyarakat di tiap-tiap kota di Indonesia. Diharapkan tidak akan muncul miniaturisasi atau duplikasi taman kota Jakarta di kota-kota lain di Indonesia, sehingga tiap kota Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2013 | 45