JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print)
1
Konsep Revitalisasi Pusat Kota Banjarmasin Sebagai Upaya Pengembalian Identitas Kota Hendri Yani Saputra dan Ir. Heru Purwadio, MSP Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 Indonesia e-mail:
[email protected]
Abstrak - Adanya indikasi kemunduran vitalitas kawasan Pusat Kota Banjarmasin yang ditandai oleh menurunnya aktivitas masyarakat dalam memanfaatkan sungai sebagai urat nadi Kota Banjarmasin. Adanya fenomena ini secara tidak langsung mengancam identitas Kota Banjarmasin sebagai Kota Seribu Sungai. Penelitian ini bertujuan untuk merumuskan konsep revitalisasi pusat Kota Banjarmasin dengan beberapa tahapan analisa yaitu dengan mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi kemunduran Pusat Kota Banjarmasin beserta prioritasnya dengan menggunakan analisis Delphi dan FuzzyAHP, kedua merumuskan tipologi kemunduran kawasan melalui Fuzzy Membership dan Overlay, terakhir yaitu merumuskan konsep revitalisasi melalui interpretasi hasil analisa sebelumnya secara deskriptif. Hasil analisa menunjukkan terdapat 5 faktor yang mempengaruhi kemunduran Pusat Kota Banjarmasin yang terbentuk pada 4 tipologi kemunduran kawasan. Konsep revitalisasi Pusat Kota Banjarmasin dirumuskan secara makro dan mikro dengan pertimbangan faktor-faktor yang berpengaruh beserta prioritasnya. Dengan dilakukannya penelitian ini, diharapkan dapat lebih mengetahui fenomena kemunduran suatu kawasan yang memiliki karakteristik waterfront serta penerapan logika fuzzy dalam bidang Perencanaan Wilayah dan Kota. Kata Kunci: identitas kota, revitalisasi, waterfront, logika fuzzy
I. PENDAHULUAN
B
anjarmasin sebagai salah satu kota tertua di Kalimantan dikenal dengan identitasnya sebagai “kota seribu sungai”. Kota ini dilalui oleh dua sungai terbesar di pulau Kalimantan yaitu Sungai Martapura dan Sungai Barito sehingga memiliki berpuluh-puluh sungai, anak sungai dan bahkan kanal-kanal. Dengan kondisi alam seperti ini, masyarakat setempat memanfaatkan sungai untuk aktivitas sehari-hari, seperti berdagang yang akhirnya menjadi cikal bakal lahirnya Pasar Terapung. Meskipun telah dikenal dengan identitasnya tersebut, namun kenyataannya Banjarmasin justru kehilangan sungai dari sebelumnya 107 buah menjadi 71 buah pada saat ini. [1]. Berdasarkan Perda Nomor 5 Tahun 2013 tentang RTRW Kota Banjarmasin 2013-2032 Pusat Kota atau CBD Banjarmasin terletak di Kawasan Kelurahan Kertak Baru Ulu, Kecamatan Banjarmasin Tengah. Kawasan Pusat Kota Banjarmasin yang dilalui oleh aliran Sungai Martapura ini di dominasi oleh kegiatan komersial. Pada awal perkembangannya kegiatan perdagangan di kawasan Kertak Baru Ulu tumbuh melalui transaksi yang dilakukan di atas sungai, karena kawasan ini cukup strategis
dan terhubung langsung dengan pelabuhan terbesar di Kalimantan saat itu. Seiring perkembangan akses jalan darat, transaksi langsung di atas sungai mulai digantikan oleh dermaga yang akhirnya membentuk pasar-pasar daratan [2]. Meskipun telah bertransformasi menjadi pasar daratan, pasar-pasar ini pada awalnya tetap sangat bergantung kepada sungai dalam proses pengadaan dan pengiriman barang melalui dermaga-dermaga yang terdapat hampir di setiap sisi sungai bangunan pasar. Pasar Ujung Murung misalnya, menjadi saksi bagaimana ramainya pembeli dan pedagang yang masih menggunakan transportasi sungai dulu [3]. Namun seiring berkembangnya jaringan jalan beserta pusat-pusat perbelanjaan modern yang tidak lagi bergantung kepada sungai dalam aktivitasnya, keberadaan pasar di tepian sungai ini menurun eksistensinya, dimana hanya sekitar 55% yang terisi dari total kapasitas seluruh pasar [4]. Menurunnya eksistensi pasar di pusat kota tersebut sejalan dengan menurunnya aktivitas pemanfaatan sungai di Banjarmasin. Jumlah moda transportasi air di Kota Banjarmasin turun drastis dalam 20 tahun terakhir. Menurunnya aktivitas pemanfaatan sungai tersebut diperparah oleh kondisi sungai yang mengalami pencemaran berat oleh limbah dan sampah domestik rumah tangga [5]. Hal ini dikarenakan jumlah permukiman semakin memadati pinggiran sungai. Namun sebagian besar orientasi bangunan permukiman tersebut menganggap sungai sebagai bagian dapur [6]. Sebagai kawasan waterfront, permasalahan sungai yang kompleks tersebut memberikan implikasi pada vitalitas kawasan Pusat Kota. Dari segi fisik, beberapa bangunan di kawasan ini dalam kondisi yang memprihatinkan. Bangunan Pasar Sudi Mampir pernah ambruk diakibatkan oleh usia bangunan yang tua yakni lebih dari 50 tahun [7]. Selain itu terdapat beberapa bangunan bersejarah yang kondisinya terlantar. Selain itu dari aspek kenyamanan masyarakat, keberadaan pedestrian di pusat Kota Banjarmasin dalam kondisi yang memprihatinkan. Selain secara fisik terjadi kerusakan, pedestrian di kawasan ini di alih-fungsikan sebagai lapak Pedagang Kaki Lima. Dari segi budaya masyarakat sendiri, Banjarmasin dulu sangat dikenal dengan kearifan lokal nya dalam bermukim di tepian sungai. Rumah-rumah dibangun dengan model panggung serta bagian depan atau teras yang menghadap sungai. Sekarang, atas nama modernisasi, pola-pola pembangunan pemukiman dan usaha telah mengalami
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) perubahan. Hampir di semua sungai kita akan mendapati deretan perumahan atau warung-warung penduduk yang membelakangi sungai. Hampir semua rumah atau bangunan lainnya saat ini dibangun dengan cara diuruk [6]. Oleh sebab itu, studi ini secara komprehensif berupaya mengkaji Identitas Kota Banjarmasin melalui upaya merevitalisasi kembali pusat kota sebagai refleksi kawasan yang menjadi pusat kegiatan utama masyarakatnya. Maka dalam penelitian ini dilakukan analisis untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang berpengaruh pada kasus kemunduran kawasan beserta tipologi-nya sehingga dapat dirumuskan konsep revitalisasi Pusat Kota Banjarmasin.
2
comparison menggunakan skala 1-9, fuzzifikasi dilakukan dengan mentransformasi skala AHP ke dalam Triangular Fuzzy Number. Perhitungan bobot F-AHP dilakukan dengan persamaan yang yang ditulis oleh Chang (1996), dimana nilai fuzzy synthetic extent didapat dari persamaan (1) [8] (1) Sedangkan metode defuzzifikasi untuk mendapatkan bobot crisp dari Triangular Fuzzy Number (TFN) menggunakan persamaan WFM (Weighted Fuzzy Mean) (2) (2)
II. METODE PENELITIAN II.1 Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah survei instansional dan lapangan. Data yang digunakan adalah rentang periode 2008-2014. Instansi-instansi yang menjadi sasaran survei adalah yang terkait dalam kebutuhan data pada proses analisa dalam penelitian. Survei lapangan dilakukan dengan cara peneliti melakukan observasi serta penghitungan langsung pada kondisi wilayah penelitian. Observasi lapangan dilakukan dengan bantuan alat seperti GPS, Kamera Digital, Stop Watch, Counter dan sebagainya. Beberapa data terkait penelitian melibatkan beberapa pemangku kepentingan yaitu beberapa instansi di bawah Pemerintahan Kota Banjarmasin, Konsultan Perencanaan Tata Ruang dan Tokoh Masyarakat Setempat. II.2 Metode Analisa Metode analisa untuk mencapai tujuan penelitian terdiri dari 3 tahapan analisa yaitu analisa faktor-faktor yang mempengaruhi kemunduran, analisa tipologi kawasan berdasarkan tingkat kemunduran dan terakhir perumusan konsep revitalisasi pusat Kota Banjarmasin. A. Analisa Faktor-faktor yang mempengaruhi kemunduran pusat Kota Banjarmasin Identifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi kemunduran pusat Kota Banjarmasin dilakukan dengan menggunakan alat analisa Delphi dan Fuzzy Analytic Hierarchy Process (FAHP). Analisa Delphi dilakukan kepada stakeholders untuk mengeksplorasi serta melakukan konsensus terhadap indikatorindikator yang menyebabkan kemunduran kawasan berdasarkan karakteristiknya sebagai kawasan pusat kota, waterfront dan kawasan komersial yang sebelumnya telah didapat dari teori serta best practice yang relevan. Tahapan Delphi yang dilakukan adalah eksplorasi faktor melalui wawancara semi terstruktur kepada responden, hasil eksplorasi kembali diajukan kepada stakeholder sebagai tahap iterasi, iterasi dilakukan seterusnya hingga terjadi konsensus. Selanjutnya faktor-faktor hasil konsensus tersebut dicari bobot pengaruhnya melalui F-AHP untuk mengurangi subyektivitas dari para stakeholder terhadap faktor tertentu. FAHP merupakan penggabungan Analytical Hierarchy Process (AHP) dan Fuzzy Set, Pada model AHP orisinil, pairwise
Nilai defuzzifikasi tersebut selanjutnya di normalisasi. Hasil normalisasi nilai defuzzifikasi tersebut menjadi bobot kriteria dari faktor-faktor yang mempengaruhi kemunduran pusat Kota Banjarmasin. B. Analisa Tipologi Kawasan Berdasarkan Tingkat Kemunduran pada Pusat Kota Banjarmasin Analisa Tipologi Kemunduran Pusat Kota Banjarmasin dilakukan dengan pendekatan analisa spasial melalui antarmuka Geographic Information System (GIS). Faktor beserta variabel yang mempengaruhi kemunduran diklasifikasikan pada setiap unit spasial yang telah ditentukan yaitu blok kawasan. Kondisi pada setiap blok ditransformasi ke dalam fuzzy number dengan beberapa kurva diantaranya linear, small dan large sesuai kondisinya menggunakan fuzzy membership. Selanjutnya setiap faktor dan variabel tersebut di overlay satu sama lain menggunakan metode fuzzy overlay dengan beberapa operator diantaranya or, and, sum sesuai kondisi korelasi setiap variabel dalam faktor tersebut. Terdapat 2 tahapan overlay yang dilakukan yaitu Overlay I yang dilakukan pada setiap variabel dalam masing-masing faktor dan Overlay II overlay akhir seluruh faktor. Hasil overlay akhir tersebut dapat menunjukkan tipologi kemunduran dalam satuan fuzzy number, agar lebih representatif dilakukan klasifikasi tingkatan kemunduran ke dalam kelas linguistic yaitu sangat berat, berat, sedang dan ringan menggunakan metode natural breaks. C. Analisa perumusan konsep revitalisasi Pusat Kota Banjarmasin Konsep revitalisasi dirumuskan secara deskriptif dengan cara menginterpretasikan hasil analisa yang telah dilakukan. Menurut Kvale (1996) interpretasi adalah upaya untuk memahami data secara lebih ekstensif sekaligus mendalam. Peneliti memiliki perspektif dan menginterpretasi menurut perspektifnya. Proses interpretasi memerlukan distansi (upaya mengambil jarak) dari data, dicapai melalui langkah yang metodis dan teoretis yang jelas [9]. Konsep revitalisasi didapat dari dan perbandingan kondisi eksisting, faktor-faktor yang berpengaruh, prioritas penanganan, teori dan best practice yang dijabarkan secara deskriptif. Konsep disusun dengan pendekatan deduktif pada keseluruhan serta masing-masing tipologi kawasan (makro dan mikro).
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print)
Fuzzy Membership
Bangunan structural aging (M1) Value
Raky at
High: 1 0.75 0.5 0.25 Low: 0
Ah
Bank
Su
p. Sim
Batas Wil. Studi
HM
Ba
m
ad
Ya n
i
ru
ud din
ng ai
Ha sa n
a H
nu sa
in dd
an
Uju ng
M
uru
ng
am
pir
1
Solid Su d
im
Void
Pasar Bar u
An ta sa
Kol onel Sug iono
Laut
Pegadaian
Tim
Pa ng era n
ga
so
Nia
ata m
ur
Nia
nK
pura n
ri
Niaga
Bri gje
Peka
am pir 2
ude ra
ga
an Sa m
Su dim
Pang er
bun
Sungai
pir
gM a ngk
am im
ura
t
Linkage
d Su
3
Tipologi Kemunduran Kawasan
m dir Su
2
Konsep Revitalisasi Pusat Kota Banjarmasin Sebagai Upaya Pengembalian Identitas Kota
d.
No 1
Tabel 1. Hasil Analisa Delphi Tahap Eksplorasi Variabel Definisi Operasional Kemacetan Lalu Jumlah titik rawan kemacetan yang Lintas terjadi di pusat kota (unit) Maraknya konversi Jumlah bangunan toko dengan sarang toko menjadi sarang burung walet (unit) walet Aktivitas Pembuangan Jumlah Bangunan yang menggunakan Limbah ke Sungai jamban dan membuang limbah ke sungai (unit)
Hasil perhitungan analisa spasial tersebut kemudian ditransformasikan ke dalam fuzzy number melalui tool fuzzy membership. Kondisi variabel yang bervariasi serta tidak searah disetarakan melalui penggunaan beberapa kurva membership seperti kurva linear, small dan large. Hasil transformasi contohnya pada variabel banyaknya bangunan yang mengalami structural aging dapat dilihat pada gambar 2.
n Je
Selanjutnya dilakukan tahap konsensus terhadap variabel hasil eksplorasi tersebut kepada seluruh stakeholder melalui iterasi I. Hasil iterasi menunjukkan terjadi perbedaan pendapat serta konsensus pada 4 dari 19 variabel. Sehingga diperlukan iterasi II terhadap 4 variabel. Hasil akhir Analisa Delphi yaitu dilakukan penarikan kesimpulan dan pengelompokan terhadap variabel-variabel yang berkorelasi berdasarkan hasil wawancara sehingga didapat faktor-faktor yang mempengaruhi kemunduran Pusat Kota Banjarmasin. Bobot pengaruh dari setiap faktor tersebut dihitung dengan metode F-AHP, hasilnya dapat dilihat pada tabel 2.
Gambar. 1. Penggunaan calculate geometry untuk menghitung variabel bangunan yang mengalami structural aging (luas lantai) pada salah satu blok.
Lam
Tabel 2. Faktor-faktor yang mempengaruhi kemunduran Pusat Kota Banjarmasin beserta bobot pengaruhnya. No Faktor Bobot Peringkat 1 Penurunan aktivitas angkutan sungai 0.205 3 2 Tingginya aktivitas pencemaran Sungai 0.18 4 Hilangnya kearifan lokal masyarakat 3 0.211 2 pada karakteristik bangunan Menurunnya kondisi fisik, sarana dan 4 0.247 1 prasarana kawasan 5 Menurunnya aktivitas perdagangan 0.157 5
arta din ata
A. Faktor-faktor yang mempengaruhi Kemunduran Pusat Kota Banjarmasin Terdapat 19 variabel yang ditemukan berdasarkan hasil analisa Delphi pada tahap eksplorasi kepada para stakeholders. Pada umumnya sebagian besar stakeholder telah memahami dengan baik definisi operasional dari variabel serta memberikan rekomendasi mengenai adanya variabel tambahan maupun koreksi terhadap variabel yang ada. Hasil koreksi serta variabel baru yang didapatkan pada tahap eksplorasi ini dapat dilihat pada tabel 1.
menghitung luas lantai bangunan, panjang pedestrian/jalan, lebar kavling, keliling kawasan, persentase dan sebagainya. Selain itu juga digunakan zonal statistic untuk menghitung distribusi frekuensi pada setiap unit spasial yang ditentukan. Proses analisa spasial pada variabel bangunan yang mengalami structural aging dapat dilihat pada gambar 1.
RE .M
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
3
la Ke ya nA
Rk. Ilir
Tu KS.
B. Tipologi Kawasan Berdasarkan Tingkat Kemunduran Tipologi kemunduran kawasan Pusat Kota Banjarmasin merupakan kondisi dari setiap faktor yang mempengaruhi kemunduran Pusat Kota Banjarmasin yang digambarkan secara spasial. Tipologi ini menjadi acuan dalam analisa selanjutnya yaitu perumusan konsep revitalisasi. Hasil analisa sebelumnya menunjukkan terdapat 5 faktor yang mempengaruhi kemunduran beserta masing-masing variabelnya. 1) Tahap Klasifikasi dan Fuzzifikasi Klasifikasi variabel pada setiap blok dilakukan dengan pendekatan analisa spasial menggunakan antarmuka GIS seperti calculate geometry dan field calculator untuk
0
105
bu n
210
\
420 Meters
Gambar. 2. Hasil Fuzzifikasi variabel bangunan yang mengalami structural aging.
2) Tahap Overlay I dan II Overlay I dilakukan terhadap setiap variabel pada masingmasing faktor, sehingga hasil overlay setiap variabel tersebut menunjukkan tipologi salah satu faktor. Sedangkan overlay II dilakukan pada setiap faktor hasil overlay I sebelumnya, sehingga secara keseluruhan tahap overlay yang dilakukan dapat dilihat pada gambar 3.
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print)
4
Konsep Revitalisasi Pusat Kota Banjarmasin Sebagai Upaya Pengembalian Identitas Kota
Tipologi Kemunduran Kawasan Reclassify (Natural Breaks)
Tipologi Kemunduran Ringan Rakya t
Sedang
Ah
Su n
d.
Bank
n Je H
ga
iB
m
ad
Ya n
i
aru
nu dd in
u
an
p. Sim
Batas Wil. Studi
an as
in dd
HM
m dir Su
Sangat Berat
Ha sa
Berat
Uju n
g
M ur un
g
am
pir
1
Solid Su dim
Void
Pasar Baru
ug io no
Kol onel S An
Pega daian
r Tim u
Pa ng er an
Nia ga
o
n La ut
2
a
ta sa ri
Niaga
ata ms
Peka pura
am p ir
ud er
Nia ga
Lam bu n
am
RE .M
arta d in ata
Bri gje nK
nS
Su d im
Pan ge ra
gM
Sungai
pir am
ang
dim
kura t
Su
Linkage
a lay Ke nA
Rk. Ilir
n Tubu KS.
Gambar. 3. Tahap overlay pada setiap variabel dan faktor
Fuzzy overlay dilakukan dengan beberapa operator seperti operator OR digunakan pada variabel-variabel dalam faktor Penurunan aktivitas angkutan sungai dan Tingginya aktivitas pencemaran sungai karena masing-masing variabelnya memiliki hubungan linear. Operator OR dapat lebih representatif karena dilakukan pengambilan nilai maksimum (union) pada kondisi variabel yang identik dan saling berkorelasi positif atau searah. Sedangkan faktor lain seperti Hilangnya kearifan lokal masyarakat pada karakteristik bangunan, Menurunnya kondisi fisik, sarana dan prasarana kawasan dan Menurunnya aktivitas perdagangan menggunakan operator AND untuk menghindari increasing values padahal masing-masing variabel tersebut tidak saling mendukung/tidak ada hubungan baik searah maupun berlawanan. Hasil overlay akhir setiap faktor kemudian diklasifikasikan ke dalam kelas linguistic kemunduran sangat berat, berat, sedang dan ringan menggunakan metode natural breaks agar lebih representatif, sehingga hasil klasifikasi tersebut merupakan tipologi kemunduran Pusat Kota Banjarmasin yang dapat dilihat pada gambar 4. C.
Konsep Revitalisasi Pusat Kota Banjarmasin Konsep revitalisasi dibagi menjadi 2 yaitu Konsep Makro dan Mikro. Konsep Makro disusun dengan skala cakupan wilayah penelitian secara keseluruhan. Sedangkan Konsep Mikro dirumuskan pada setiap tipologi kemunduran. Konsep dirumuskan dengan cara melakukan komparasi kondisi eksisting, hasil analisa sebelumnya, teori dan best practice yang relevan dan dijabarkan secara deskriptif. Salah satu konsep pada faktor menurunnya kondisi fisik, sarana dan prasarana yaitu “Konsep Ornamentasi Bangunan Dua Sisi, Ruang Terbuka dan Pedestrian Promenade”.
0
105
210
\
420 Meters
Gambar. 4. Tipologi Kemunduran Pusat Kota Banjarmasin
Konsep pada faktor menurunnya aktivitas angkutan sungai yaitu “Optimalisasi angkutan sungai dengan Transportation Demand Management (TDM) dan Integrasi Moda Sungai, Darat serta Pedestrian Ways”. Konsep revitalisasi Makro dapat dilihat pada tabel 3. Tabel 3 Konsep Revitalisasi Makro Pusat Kota Banjarmasin Faktor yang berpengaruh Konsep Revitalisasi Makro Menurunnya Aktivitas “Segmentasi pasar dengan identitas Segitiga Perdagangan Emas Perdagangan Pusat Kota Banjarmasin” Tingginya aktivitas “Pembenahan sungai dan sempadannya pencemaran sungai dengan pendekatan Konsep Restorasi Sungai serta nilai budaya pada aktivitas masyarakat” Menurunnya kondisi fisik, “Konsep Bangunan Dua Sisi dan Arsitektur sarana dan prasarana Hybrid serta Ruang Terbuka dan Pedestrian kawasan Promenade” Penurunan aktivitas “Optimalisasi angkutan sungai dengan angkutan sungai Transportation Demand Management (TDM) dan Integrasi Moda Sungai, Darat serta Pedestrian Ways” Hilangnya kearifan lokal “Implementasi Rencana Tata Bangunan dan masyarakat Lingkungan berbasis preservasi Arsitektur Banjar serta berorientasi ke sungai”
Sedangkan konsep revitalisasi mikro dirumuskan pada setiap tipologi kemunduran sebagai penjabaran dari konsep makro, konsep mikro pada tipologi kemunduran sangat berat diantaranya “Pemugaran dengan pendekatan orientasi “Dua Sisi” dan arsitektur hybrid pada Bangunan Pertokoan Sudimampir dan Simpang Hasanuddin”. Pada tipologi kemunduran berat diantaranya “Konsep Peningkatan visibilitas dan aksesibilitas melalui penempatan street furniture pada Dermaga Pasar Baru, Pasar Lima dan Pasar Ujung Murung”. Sedangkan konsep pada tipologi kemunduran sedang diantaranya “Konsep Preservasi Arsitektur Banjar dengan penyusunan RTBL Kampung Tradisional Sungai Baru”. Konsep pada kemunduran ringan diantaranya “Penyediaan Ruang Terbuka Hijau dengan konsep Green Wall dan Roof Garden pada bangunan-bangunan komersial pada koridor jalan Lambung Mangkurat”.
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print)
5
5. Sedangkan konsep mikro merupakan penjabaran dari konsep makro yang dirumuskan pada setiap tipologi kemunduran. DAFTAR PUSTAKA [1] [2] Gambar. 5. Ilustrasi Pedestrian Promenade
[3] [4] [5] [6] [7] [8] [9]
Gambar 6. Ilustrasi integrasi angkutan sungai, darat dan pedestrian pada Dermaga Pasar Baru serta peningkatan visibilitas melalui street furniture.
IV. KESIMPULAN/RINGKASAN Berdasarkan tahapan analisa dalam penelitian ini yaitu mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi kemunduran, menganalisa tipologi kemunduran serta merumuskan konsep revitalisasi pusat Kota Banjarmasin maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut. 1. Faktor-faktor yang mempengaruhi kemunduran vitalitas Pusat Kota Banjarmasin berdasarkan bobot prioritasnya yaitu Menurunnya Kondisi Fisik, Sarana dan Prasarana (0.247), Hilangnya kearifan lokal masyarakat pada karakteristik bangunan (0.211), Penurunan aktivitas angkutan sungai (0.205), Tingginya aktivitas pencemaran Sungai (0.18) dan Menurunnya aktivitas perdagangan (0.157). 2. Tipologi Kemunduran Pusat Kota Banjarmasin dapat dibagi Menjadi 4 berdasarkan karakteristik dan tingkat kemunduran yaitu Tipologi Kemunduran Sangat Berat, Berat, Sedang dan Ringan. Tipologi Sangat Berat sebagian besar berada pada blok yang berbatasan langsung dengan sungai. 3. Adapun Konsep Revitalisasi Pusat Kota Banjarmasin dari hasil penelitian ini terbagi menjadi 2 yaitu Konsep Revitalisasi Makro dan Konsep Revitalisasi Mikro. 4. Konsep Revitalisasi Makro diantaranya Segmentasi pasar dengan identitas Segitiga Emas Perdagangan Pusat Kota Banjarmasin, Pembenahan sungai dan sempadannya dengan pendekatan Konsep Restorasi Sungai, Konsep Bangunan Dua Sisi dan Arsitektur Hybrid serta Ruang Terbuka dan Pedestrian Promenade, Optimalisasi angkutan sungai dengan Transportation Demand Management (TDM), Implementasi Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan berbasis preservasi Arsitektur Banjar serta berorientasi ke sungai.
Raditya, Waterfront City, Banjarmasin Sebuah Upaya Inovatif Pengembalian Citra Kota. Jakarta: Buletin Tata Ruang, (2010) Tika, Pasar Apung Pusat Perdagangan Tertua di Banjarmasin. Banjarmasin: Pusat Kajian Sejarah Budaya Kalsel, (2013) Banjarmasin Post edisi cetak Rabu 21 Maret 2012 Dinas Pasar Kota Banjarmasin, Profil Pasar di Kota Banjarmasin Tahun 2009. Banjarmasin: Pemerintah Kota Banjarmasin, (2009) Laporan Penelitian Badan Lingkungan Hidup Daerah Banjarmasin, 2010 Noor, Jukung dan Budaya Sungai. Banjarmasin: PPS IAIN Antasari, (2007) Liputan 6 News, http://news.liputan6.com. Publish 17 Sep 2005 17:29. Diakses 15 Okt 2013 Ansori, Pendekatan Triangular Fuzzy Number dalam Metode Analytic Hierarchy Process. Tadulako: Jurnal Ilmiah Foristek, (2012) Maleong, Lexy J., Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: Pt. Remaja Rosdakarya, 2009