PENGARUH TOTAL KREDIT, PDB, dan TINGKAT SUKU BUNGA TERHADAP PERKEMBANGAN JUMLAH UNIT USAHA BERSKALA KECIL dan MENENGAH (UKM)
Oleh : I MADE RAJIV PERMADI (H14051239)
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009
PENGARUH TOTAL KREDIT, PDB, dan TINGKAT SUKU BUNGA TERHADAP PERKEMBANGAN JUMLAH UNIT USAHA BERSKALA KECIL dan MENENGAH (UKM)
Oleh : I MADE RAJIV PERMADI (H14051239)
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009
RINGKASAN
I Made Rajiv Permadi. Pengaruh Total Kredit, PDB, dan Tingkat Suku Bunga terhadap Perkembangan Jumlah Unit Usaha Berskala Kecil dan Menengah (UKM) (dibimbing oleh Dr. Sri Mulatsih.)
Usaha Kecil Menengah (UKM) di Indonesia merupakan salah satu sektor kegiatan ekonomi yang terbesar. Selain itu, peranan UKM dalam penyerapan angkatan kerja pun memiliki kontribusi yang sangat besar. Sumbangan sektor UKM terhadap PDB juga sangat besar. Menurut data dari BPS dan Kementerian Negara Koperasi dan UKM, Kontribusi UKM terhadap PDB Indonesia pada tahun 2007 mencapai 53,6 %. Sehingga sektor UKM merupakan sektor yang penting terhadap perekonomian Indonesia. Selain menjadi sektor yang penting terhadap perekonomian di Indonesia, sektor UKM juga sebagai sektor yang tahan terhadap krisis ekonomi. Berdasarkan prospek usaha, UKM merupakan sektor yang potensial yang dapat menciptakan nilai tambah. Akan tetapi, kenyataan menunjukan bahwa UKM belum maksimal dikembangkan, terbukti dengan banyaknya kekurangan yang menghambat UKM untuk berkembang. Salah satu faktor yang sangat berpengaruh yaitu dalam hal permodalan. Hal tersebut menghambat UKM untuk meningkatkan skala produksi dan perluasan skala usaha. Sehingga meskipun potensial dalam penciptaan lapangan kerja, akan tetapi dengan hambatan tersebut akan menghambat pula proses penyerapan tenaga kerja dan perluasan usaha. Peranan sektor UKM yang potensial tidak dapat tercapai dengan optimal jika kendalakendala yang dihadapi sektor UKM tidak segara dipecahkan oleh berbagai pihak. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk Menganalisis pengaruh pertumbuhan ekonomi di Indonesia terhadap perkembangan UKM di Indonesia, serta mengukur pengaruh dunia perbankan terhadap pertumbuhan UKM di Indonesia. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan data sekunder, Time Series tahun 2000 – 2008. Penelitian ini menggunakan dua metode pendekatan, metode kualitatif untuk menganalisis bagaimana hubungan antara peningkatan jumlah unit usaha sektor UKM dengan tingkat suku bunga, total PDB, dan total kredit sektor UKM. Sedangkan metode kuantitatif untuk menganalisis data pada penelitian ini adalah dengan metode Ordinary Least Square (OLS). Adapun peranti lunak (Software) yang digunakan pada saat proses pemasukan data adalah dengan menggunakan Microsoft Excel 2007, sedangkan pada saat pengolahan data menggunakan Minitab.
Hasil Penelitian menunjukan bahwa Variabel total kredit, dan PDB mempunyai pengaruh yang berbanding lurus terhadap peningkatan jumlah unit usaha berskala kecil dan menengah, sedangkan tingkat suku bunga yang berbanding terbalik dengan peningkatan jumlah unit usaha berskala kecil dan menengah. Variabel tingkat suku bunga berpengaruh sangat dominan terhadap peningkatan jumlah unit usaha berskala kecil dan menengah. Koefisien variabel suku bunga pada hasil pengolahan data adalah sebesar – 634414, ini berarti bahwa penurunan suku bunga sebesar 1 % dapat meningkatkan jumlah unit usaha sebesar 634414 unit usaha. Selain itu, peningkatan jumlah UKM di Indonesia juga membuka lapangan pekerjaan baru di Indonesia.
INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN DEPARTEMEN ILMU EKONOMI Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh, Nama Mahasiswa
: I Made Rajiv Permadi
Nomor Registrasi Pokok
: H14051239
Program Studi
: Ilmu Ekonomi
Judul Skripsi
: Pengaruh Total Kredit, PDB dan Tingkat Suku Bunga terhadap Perkembangan Jumlah Unit Usaha Berskala Kecil dan Menengah (UKM)
dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor
Menyetujui, Dosen Pembimbing,
Dr. Sri Mulatsih NIP. 19640529 198903 2 001
Mengetahui, Ketua Departemen Ilmu Ekonomi,
Rina Oktaviani, Ph.D NIP. 19641023 198903 2 002
Tanggal Kelulusan:
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta, pada tanggal 20 November 1986 sebagai anak kedua dari tiga bersaudara, yaitu dari pasangan I Nyoman Sugata dan Sri Sumartini. Penulis memulai pendidikan formalnya di TK Kasih Ananda, lalu melanjutkan ke jenjang Sekolah Dasar Negeri 01 Pagi, Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 236 Jakarta, dan Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 61, Jakarta Timur. Pendidikan sarjana ditempuh penulis di Perguruan Tinggi Negeri Institut Pertanian Bogor pada tahun 2005 melalui tes Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Kemudian pada tahun 2006 menjadi mahasiswa pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
PERNYATAAN DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENARBENAR KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Bogor, Juli 2009
I Made Rajiv Permadi H14051239
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan YME atas rahmat dan hidayah-NYA maka penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini yang berjudul “Pengaruh Total Kredit, PDB, dan Tingkat Suku Bunga terhadap Perkembangan Jumlah Unit Usaha Berskala Kecil dan Menengah (UKM)”. Skripsi ini disusun sebagai bentuk kepedulian penulis terhadap perkembangan Usaha Kecil dan Menengah (UKM) di Indonesia, dan merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Dalam penyusunan skripsi ini penulis banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Kedua orang tua, I Nyoman Sugata dan Sri Sumartini yang telah memberikan segala doa dan dukungannya baik moril maupun materil kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini. 2. Dr. Sri Mulatsih selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan secara teoritis dan teknis kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini. 3. Dr. Muhammad Firdaus sebagai dosen penguji utama yang telah memberikan masukan untuk penyempurnaan terhadap isi skripsi ini. 4. Dr. Muhammad Findy selaku dosen penguji komisi pendidikan yang telah memperbaiki skripsi ini dari segi penulisan yang benar. 5. Tanti Novianti, M.Si sebagai Pembimbing Akademik 6. Saudara kandung dari penulis yaitu I Putu Mahendara dan I Komang Narendra 7. Ika Damayanti yang telah memberikan semangat dan bantuan pada penyelesaian skrisi ini. 8. Teman-teman satu bimbingan yaitu Stefanie, Rochma, Sunengcih 9. Damar, Tia, Riza, Memes, Sri Mulyati, Rina, Anggi, Riri, Istiana serta temanteman yang tidak bisa disebutkan satu persatu oleh penulis.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran sangat diharapkan. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca.
Bogor, Juli 2009
I Made Rajiv Permadi H14051239
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR ISI.................................................................................................................i DAFTAR TABEL........................................................................................................iii DAFTAR GAMBAR...................................................................................................iv DAFTAR LAMPIRAN................................................................................................v I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ................................................................................................. 1 1.2 Perumusan Masalah ......................................................................................... 4 1.3 Tujuan Penelitian ............................................................................................. 6 1.4 Manfaat Penelitian ........................................................................................... 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi dan Ruang Lingkup UKM.................................................................. 7 2.2 Karakteristik UKM........................................................................................... 14 2.3 Definisi dan Tugas Perbankan ......................................................................... 16 2.4 Pembangunan dan Pertumbuhan Ekonomi ...................................................... 20 2.5 Pengertian Tingkat Suku Bunga....................................................................... 27 2.6 Tinjauan Penelitian Terdahulu ......................................................................... 29 2.7 Kerangka Pemikiran......................................................................................... 30 2.8 Hipotesis .......................................................................................................... 32 III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis dan Sumber Data ..................................................................................... 33 3.2 Model Penelitian Umum .................................................................................. 34 3.3 Ruang Lingkup Variabel - Variabel................................................................. 34 3.4 Metode dan Analisis Data ................................................................................ 35 3.5 Model Data Regresi Berganda ......................................................................... 36 3.6 Uji Ekonometrika ............................................................................................. 36 3.6.1 Multikolinearitas .................................................................................... 36
3.6.1.1 Regresi Komponen Utama ......................................................... 38 3.6.1.2 Bias dalam Penduga Koefisien Regresi Komponen Utama ....... 42 3.6.1.3 Penutup Analisis Regresi Komponen Utama ............................. 43 3.6.2 Autokorelasi ........................................................................................... 44 3.6.3 Heteroskedastisitas ................................................................................. 45 3.6.4 Uji Normalitas ........................................................................................ 45 IV. GAMBARAN UMUM 4.1 Usaha Kecil dan Menengah di Indonesia......................................................... 46 4.2 Total Kredit yang Tersalurkan di Sektor UKM .............................................. 51 4.3 Suku Bunga ...................................................................................................... 60 4.4 Pendapatan Domestik Bruto (PDB) di Indonesia............................................. 63 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Pengaruh Kredit, PDB, dan Suku Bunga terhadap UKM ............................... 66 5.2 Uji Ekonometrika......................................................................................... .... 67 5.2.1 Uji Normalitas......................................................................................... 67 5.2.2 Uji Autokorelasi.................................................................................... .. 68 5.2.3 Uji Heteroskedostisitas......................................................................... .. 68 5.2.4 Uji Multikolinearitas............................................................................ ... 68 5.3 Penyelesaian Multikolinearitas............................................................... ......... 71 VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ...................................................................................................... 78 6.2 Saran................................................................................................................. 79 DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................. 81 LAMPIRAN................................................................................................................. 83
DAFTAR TABEL Halaman Tabel 4.1 Jumlah Usaha Kecil, Menengah, dan Besar Tahun 1999-2008 di Indonesia (unit)........................................... 47 Tabel 4.2 Total Unit Usaha di Indonesia pada tahun 1999-2008 (Unit)……48 Tabel 4.3 Penyerapan Tenaga Kerja pada Sektor Usaha Kecil, Menengah, dan Besar Tahun 2000-2008 di Indonesia (Orang).....50 Tabel 4.4 Kendala yang Dihadapi Industri Kecil dan Rumah Tangga dalam Presentase…………………………….53 Tabel 4.5 Jumlah Total Kredit Bank Umum yang Disalurkan pada Usaha Kecil dan Menengah (Miliar Rupiah)………………. 54 Tabel 4.6 Proporsi Kredit pada Berbagai Sektor Usaha Kecil dan Menengah pada Tahun 2000-2008 (Milyar Rupiah)……….. 56 Tabel 4.7 Proporsi Rata-rata dari penyaluran kredit UKM untuk Semua Sektor pada Periode tahun 2000-2008 (Persen)................ 58 Tabel 4.8 Tingkat Suku Bunga untuk Modal Kerja Secara Rata-rata pada Tahun 2000-2008 (Persen)………………………………… 61 Tabel 4.9 Perkembangan Total PDB Indonesia (Miliar Dollar Amerika)….. 64 Tabel 5.1 Hasil Regresi Persamaan Perkembangan Jumlah UKM…………. 66 Tabel 5.2 Hasil Estimasi Uji Heteroskedastisitas…………………………… 68 Tabel 5.3 Uji Korelasi Total Kredit, PDB, dan Suku bunga terhadap Jumlah Usaha…………………………………………… 69 Tabel 5.4 Nilai Rataan dan Standar Deviasi Setiap Variabel Independen…. 72 Tabel 5.5 Nilai Sebaran Normal Pada Tiga Komponen Utama…………….. 72 Tabel 5.6 Analisis Komponen Utama Z1, Z2, Z3…………………………… 73 Tabel 5.7 Hasil Regresi Variabel Jumlah Usaha terhadap W1……………… 74
DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran…………………………………………….31 Gambar 4.1 Proporsi UKM dengan Usaha…………………………………..49 Gambar 4.2 Total Kredit Bank Umum yang Disalurkan pada Usaha Berskala Kecil dan Menengah…………………………..55 Gambar 4.3 Proporsi Penyaluran Kredit UKM pada Semua Sektor…………………………………………….. 59 Gambar 4.4 Perkembangan Suku Bunga Kredit Modal Kerja pada Tahun 2000-2008………………………………………… 62 Gambar 4.5 Grafik Pertumbuhan Total PDB Indonesia Tahun 2000-2008 (Miliar US $)……………………………... 65
DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1 Data Penjelas ................................................................................ 83 Lampiran 2 Hasil Regresi jumlah UKM terhadap Total Kredit, PDB, dan Suku Bunga............................................................................ 83 Lampiran 3 Uji Normalitas ............................................................................. 84 Lampiran 4 Uji Heteroskedastisitas ................................................................ 84 Lampiran 5 Uji Multikolinearitas ................................................................... 85 Lampiran 6 Sebaran Normal ............................................................................ 85 Lampiran 7 Analisis Komponen Utama pada Sebaran Normal ...................... 86 Lampiran 8 Analisis Regresi Jumlah UKM terhadap W1 .............................. 86 Lampiran 9 Transformasi W hingga menjadi X ............................................. 87
1
I. PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Sedikitnya ada dua definisi usaha berskala kecil yang dikenal di Indonesia.
Pertama, definisi usaha kecil menurut Undang-Undang No.9 tahun 1995 tentang Usaha Kecil. Undang-Undang No 9. Tentang Usaha Kecil tersebut menjelaskan bahwa usaha kecil merupakan kegiatan ekonomi rakyat yang memiliki hasil penjualan tahunan maksimal Rp 1 Miliar dan memiliki kekayaan bersih, tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, paling banyak Rp 200 juta. Definisi UKM berikutnya didefinisikan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia. BPS mendeskripsikan besar-kecilnya suatu industri berdasarkan jumlah pekerjanya. Berdasarkan penggolongan jumlah tenaga kerjanya tersebut, maka
yang
dimaksud dengan industri rumah tangga adalah industri dengan jumlah tenaga kerja 1-4 orang, sedangkan yang termasuk dalam industri kecil adalah suatu industri dengan jumlah pekerja 5-19 orang. Usaha Kecil Menengah (UKM) di Indonesia merupakan salah satu sektor yang memiliki kontribusi yang cukup besar dalam penyerapan angkatan kerja dan sumbangannya terhadap PDB. Menurut data dari BPS dan Depkop, Kontribusi UKM terhadap PDB Indonesia pada tahun 2007 mencapai 53,6 %. Sehingga sektor UKM merupakan sektor yang penting terhadap perekonomian Indonesia. Selain menjadi sektor yang penting terhadap perekonomian di Indonesia, sektor UKM juga sebagai sektor yang tahan terhadap krisis ekonomi. Hal ini dibuktikan dari eksistensi sektor Usaha Kecil Menengah (UKM) pada saat terjadi
2
resesi/krisis yang melanda Indonesia pada tahun 1997 silam. Hampir seluruh sektor dari kegiatan ekonomi di Indonesia mengalami keterpurukan pada saat krisis tahun 1997 tersebut. Banyak dari perusahaan-perusahaan besar yang gulung tikar, dan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) oleh perusahaan-perusahaan besar terhadap para karyawannya tidak dapat terhindarkan, sehingga terjadi banyak sekali pengangguran. Hal ini dilakukan oleh para pengusaha, karena mereka menilai bahwa Indonesia sedang mengalami keterpurukan ekonomi yang ditunjukan dengan tingginya tingkat inflasi yang berarti terjadi pelemahan nilai tukar mata uang rupiah, sehingga hal tersebut dapat meningkatkan biaya produksi, sedangkan kondisi permintaan domestik maupun asing sedang melesu. Akibatnya perusahaan harus menanggung kerugian yang terjadi. Kondisi yang berbeda dapat kita temui pada sektor UKM. Jumlah unit usaha yang bergerak dalam sektor UKM justru semakin meningkat pasca Krisis ekonomi pada tahun 1997 silam. Hal ini dibuktikan dari data yang didapatkan dari Departemen Koperasi Indonesia yang menunjukan bahwa jumlah UKM terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun semenjak gelombang krisis ekonomi melanda Indonesia pada tahun 1997. Berdasarkan data dari Departemen Koperasi Indonesia, jumlah usaha kecil pada tahun 1999 berjumlah 39.859.509. Pada tahun 2006, jumlah unit usaha mengalami peningkatan yang cukup signifikan hingga menjadi 48.822.925. Secara prosentase, jumlah unit usaha pada sektor UKM dari tahun 1999 hingga tahun 2006 mencapai 22.5 %. Adapun alasan – alasan UKM dapat bertahan dan cendrung meningkat jumlahnya pada masa krisis yaitu karena : pertama ; sebagian besar UKM memproduksi barang konsumsi dan jasa-jasa
3
dengan elastisitas permintaan terhadap pendapatan yang rendah. Kedua; Krisis ekonomi yang terjadi pada tahun 1997 menyebabkan perusahaan-perusahaan besar banyak merumahkan para pegawainya. Namun, pegawai-pegawai yang menjadi korban PHK tersebut banyak yang menjadi wirausahawan, dan mendirikan usaha yang berskala kecil dan menengah, akibatnya jumlah UKM meningkat (Soejodono,2004). Jumlah unit UKM berbanding lurus dengan penyediaan lapangan pekerjaan. Hal ini berarti peningkatan pada jumlah unit usaha pada sektor UKM juga akan memperluas lapangan pekerjaan yang tersedia. Peningkatan jumlah unit usaha di sektor UKM yang terjadi pada tahun 1999 hingga tahun 2006 juga membawa
dampak
positif
terhadap
penyerapan
tenaga
kerja.
Dengan
bertambahnya jumlah unit UKM dari tahun ke tahun, maka dengan kata lain, sektor UKM telah membuka kesempatan kerja, dengan begitu jumlah tenaga kerja yang terserap dalam sektor UKM pun dari tahun ke tahun terus meningkat. Oleh karena itu, Sektor UKM memiliki kontribusi yang tinggi terhadap penyerapan tenaga kerja, pengentasan kemiskinan, dan pemerataan distribusi pendapatan. Walaupun sektor usaha kecil dan menengah (UKM) telah menjadi salah satu sektor yang vital terhadap perekonomian di Indonesia, tidak dapat dipungkiri bahwa sektor UKM menemui berbagai macam kendala dalam perkembangannya. Kendala-kendala yang dihadapai sektor usaha kecil adalah seperti masalah kesulitan modal, pengadaan bahan baku, pemasaran, produksi dan manajemen, dan persaingan lainnya. Secara umum, kendala yang dihadapi oleh sektor UKM dapat diklasifikasikan menjadi dua kategori, yaitu ; permasalahan finansial
4
(financial Problem) dan permasalahan organisasi manajemen (management organitation Problem). (Urata,2000). Oleh karena itu, agar peranan sektor UKM terhadap perekonomian Indonesia dapat optimal, maka kendala-kendala yang dihadapi oleh UKM harus dapat diselesaikan.
1.2
Rumusan Masalah Sektor UKM merupakan jantung perekonomian Indonesia. Jumlah UKM
yang ada di Indonesia meningkat dengan pesat, dari sekitar tujuh ribu pada tahun 1980 menjadi sekitar 40 juta unit usaha pada tahun 2001. Peningkatan jumlah UKM di Indonesia juga akan memperbesar penyerapan tenaga kerja pada sektor UKM. Penyerapan tenaga kerja di sektor UKM pada tahun 1980 hanya sekitar 12 juta tenaga kerja. Pada tahun 1990, jumlah tenaga kerja yang terserap di sektor UKM meningkat menjadi 45 juta tenaga kerja. Pada tahun 2001, jumlah tenaga kerja yang terserap pada sektor UKM mencapai 74,5 juta pekerja. Melihat kontribusi UKM yang begitu besar, tidak mengherankan bila UKM merupakan salah satu sektor yang dapat mewujudkan perekonomian Indonesia yang kuat dan kokoh. Salah satu alasan sektor Usaha Kecil dan Menengah (UKM) berkembang dari tahun ke tahun adalah karena sektor UKM mempunyai beberapa keunggulan dibandingkan dengan perusahaan besar, yaitu : (1) Inovasi dalam teknologi yang telah dengan mudah terjadi dalam pengembangan produk; (2) Berbasis pada sumber daya lokal sehingga dapat memanfaatkan potensi secara maksimal dan memperkuat kemandirian; (3) Kemampuan menciptakan kesempatan kerja cukup
5
tinggi; (4) Fleksibilitas dan kemampuan menyesuaikan diri terhadap kondisi pasar yang berubah dengan cepat dibanding dengan perusahaan skala besar yang pada umumnya birokratis; (5) Terdapatnya dinamisme manajerial dan peranan kewirausahaan; (6) Dimiliki dan dilaksanakan oleh masyarakat lokal sehingga mampu mengembangkan sumber daya manusia lokal; (7) Tersebar dalam jumlah yang banyak sehingga merupakan alat pemerataan pembangunan yang efektif (Azrin,2004). Berdasarkan prospek usaha, UKM merupakan sektor yang potensial yang dapat menciptakan nilai tambah. Akan tetapi, kenyataan menunjukan bahwa UKM belum maksimal dikembangkan, terbukti dengan banyaknya kekurangan yang menghambat UKM untuk berkembang. Salah satu faktor yang sangat berpengaruh yaitu dalam hal permodalan. Hal tersebut menghambat UKM untuk meningkatkan skala produksi dan perluasan skala usaha. Sehingga meskipun potensial dalam penciptaan lapangan kerja, akan tetapi dengan hambatan tersebut akan menghambat pula proses penyerapan tenaga kerja dan perluasan usaha. Peranan sektor UKM yang potensial tidak dapat tercapai dengan optimal jika kendala-kendala yang dihadapi sektor UKM tidak segara dipecahkan oleh berbagai pihak. Para pengusaha yang bergerak di sektor UKM merasakan bahwa faktor modal menjadi salah satu kendala yang sangat menghabat perkembangan usaha mereka. Oleh karena itu, dunia perbankan dapat berperan aktif dalam pemecahan permasalahan ini dengan memberikan bantuan kredit kepada para pengusaha yang bergerak di bidang UKM.
6
Maka permasalahan yang dapat dikaji berdasarkan kondisi di atas adalah sebagai berikut : 1. Bagaimana pengaruh pertumbuhan ekonomi di Indonesia terhadap perkembangan UKM di Indonesia? 2. Seberapa besar pengaruh dunia perbankan terhadap pertumbuhan UKM di Indonesia? 1.3
Tujuan Penelitian: Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah di atas, maka tujuan
dari penelitian ini adalah : 1. Menganalisis pengaruh pertumbuhan ekonomi di Indonesia terhadap perkembangan UKM di Indonesia 2. Mengukur pengaruh dunia perbankan terhadap pertumbuhan UKM di Indonesia. 1.4
Manfaat Penelitian Penelitian ini memberikan gambaran mengenai UKM di Indonesia dan
diharapkan dapat memberikan masukan bagi pemerintah dalam mengembangkan UKM sehingga pada akhirnya dapat memberikan kontribusi yang besar dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Penelitian ini juga diharapkan dapat berguna sebagai bahan pustaka untuk penelitian selanjutnya.
7
II. TINJAUAN PUSTAKA
Menurut teori ekonomi pembangunan oleh Schum peter dijelaskan bahwa motor penggerak pertumbuhan ekonomi adalah jumlah wirasawasta (enterpreneur) yang terus meningkat dan terus melakukan inovasi. Di Indonesia, jumlah wiraswastawan yang dominan adalah wiraswastawan yang bergerak pada sektor usaha kecil dan menengah. Sehingga untuk dapat meningkatkan kuantitas dan kualitas UKM yang ada di Indonesia diperlukan bantuan dana dari pemerintah dalam bentuk kredit usaha.
2.1
Definisi dan Ruang Lingkup UKM Terdapat berbagai macam definisi mengenai usaha berskala kecil. World
Bank, sebagai instansi keuangan internasional, mendefinisikan UKM menjadi 3, yaitu: 1. Medium Enterprise (Usaha Skala Menengah), dengan Kriteria:
Jumlah karyawan maksimal 300 orang
Pendapatan setahun hingga sejumlah $ 15 juta
Jumlah asset hingga sejumlah $ 15 Juta
2. Small Enterprise (Usaha Skala Kecil), dengan kriteria:
Jumlah karyawan maksimal 30 orang
Pendapatan setahun hingga sejumlah $ 3 juta
Jumlah asset hingga sejumlah $ 3 Juta
8
3. Micro Enterprise (Usaha Skala Mikro), dengan kriteria:
Jumlah karyawan maksimal 10 orang
Pendapatan setahun hingga sejumlah $ 100.000
Jumlah asset hingga sejumlah $ 100.000
Pengertian Usaha Kecil Menengah di Indonesia juga masih sangat beragam. Setidaknya ada enam instansi yang merumuskan usaha kecil dengan batasannya masing-masing. Keenam instansi tersebut adalah Kementrian Negara Koperasi dan Usaha Kecil Menengah, Badan Pusat Statistik (BPS), Departemen Perindustrian, Bank Indonesia, Departemen Perdagangan, serta Kamar Dagang dan Industri (Kadin). Dari keenam instansi itu, kecuali BPS yang menggunakan pendekatan jumlah tenaga kerja, Usaha kecil pada umumnya dirumuskan dengan menggunakan pendekatan finansial. Selain keenam instansi tersebut, pemerintah juga telah menetapkan beberapa undang-undang yang menjelaskan tentang definisi UKM. Menurut Kementrian Negara Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Menegkop dan UKM), yang dimaksud dengan Usaha Kecil (UK), termasuk Usaha Mikro (UMI), adalah entitas usaha yang mempunyai kekayaan bersih paling banyak Rp 200 juta, tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, dan memiliki penerimaan tahunan paling banyak satu miliar rupiah. Sementara itu, Usaha Menengah (UM) merupakan entitas usaha milik warga negara Indonesia yang memiliki kekayaan bersih lebih besar dari Rp 200 juta s.d. Rp 10 Miliar, tidak termasuk tanah dan bangunan.
9
Badan Pusat Statistik Indonesia menggambarkan bahwa perusahaan dengan jumlah tenaga kerja 1-4 orang digolongkan sebagai industri kerajinan dan rumah tangga. Perusahaan dengan tenaga kerja 5-19 orang sebagai industri kecil, perusahaan dengan tenaga kerja 20-99 orang sebagai industri sedang atau menengah, dan perusahaan dengan tenaga kerja lebih dari 100 orang sebagai industri besar. Bank Indonesia dan Departemen Perindustrian melalui Surat Keputusan Menteri Perindustrian No.286/M/SK/10/1089, mendefinisikan usaha kecil berdasarkan nilai asetnya. Menurut kedua instansi ini, yang dimaksud dengan usaha kecil
adalah usaha yang asetnya (tidak termasuk tanah dan bangunan
tempat usaha), bernilai kurang dari Rp 600 juta. Departemen Perdagangan membatasi usaha kecil berdasarkan modal kerjanya. Menurut Departemen Perdagangan, usaha kecil adalah usaha yang modal kerjanya bernilai kurang dari Rp 25 juta. Sedangkan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) terlebih dahulu membedakan usaha kecil menjadi dua kelompok. Kelompok pertama adalah yang bergerak dalam bidang perdagangan, pertanian, dan Industri. Kelompok kedua adalah bergerak dalam bidang konstruksi. Menurut Kadin, yang dimaksud dengan usaha kecil untuk kelompok pertama adalah yang memiliki modal kerja kurang dari Rp 600 juta. Adapun untuk kelompok kedua yang dimaksud dengan usaha kecil adalah yang memiliki modal kerja dari Rp 250 juta dan memiliki nilai usaha kurang dari satu milyar rupiah. Mengacu Undang-Undang No.9 Tahun 1995, kriteria usaha kecil dilihat dari segi keuangan dan modal yang dimilikinya adalah : (1) Memiliki kekayaan
10
bersih paling banyak Rp 200 juta (tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha), atau (2) Memiliki hasil penjualan paling banyak satu miliar rupiah per tahun. Sedangkan untuk kriteria usaha menengah : (1) Untuk sektor Industri, memiliki total asset paling banyak lima milyar rupiah, dan (2) Untuk sektor NonIndustri, memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 600 juta (tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha), (3) Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak tiga miliar rupiah. INPRES No.10 Tahun 1999, mendefinisikan usaha menengah adalah unit kegiatan yang memiliki kekayaan bersih lebih besar dari Rp 200 juta sampai maksimal Rp 10 miliar. Pada tanggal 4 Juli 2008 telah ditetapkan Undang-undang No.20 Tahun 2008 tentang usaha mikro, kecil, dan menengah. Definisi UKM yang disampaikan oleh undang-undang ini juga berbeda dengan definisi di atas. Menurut UU No.20 Tahun 2008 ini, yang disebut dengan usaha kecil adalah entitas yang memiliki kriteria sebagai berikut : (1) Kekayaan bersih lebih dari Rp 50 juta sampai dengan paling banyak Rp 500 juta, tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; dan (2) Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp 300 juta sampai dengan paling banyak Rp 2,5 miliar. Sementara itu, yang disebut dengan usaha menengah adalah entitas usaha yang memiliki kriteria sebagai berikut : (1) Kekayaan bersih lebih dari Rp 500 juta sampai dengan paling banyak Rp 10 miliar, tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; dan (2) Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp 2,5 miliar sampai dengan paling banyak Rp 50 miliar.
11
Kondisi UKM di Indonesia terus berkembang. Hal ini dapat dilihat dari perkembangan jumlah UKM yang ada di Indonesia dan penyerapan jumlah tenaga kerja. Kondisi usaha kecil dan menengah di negara lain juga menghadapi kondisi yang sama. Besarnya kekuatan ekonomi di Cina ditopang oleh Usaha Kecil dan Menegah (UKM) dan bisnis swasta daerah yang disebut sebagai Township and Village Enterprises (TVEs). Sedangkan di jepang, kekuatan ekonominya sebagian besar juga ditopang oleh Usaha Kecil dan menengah atau disebut Small and Medium Enterprises (SME). Proporsi jumlah pelaku UKM di Jepang hampir tidak beda dengan di Indonesia. Jumlah UKM di Jepang saat ini mencapai 6,6 juta (99,1 persen dari total pelaku usaha), sedangkan UKM di Indonesia mencapai 40 juta (99,99 persen dari total pelaku usaha). Bedanya, dengan di Indonesia, jumlah UKM tersebut sudah termasuk pelaku usaha yang menghasilkan barang primer, seperti petani, nelayan, perambah hutan dan sebagainya. Sedangkan di Jepang, yang tergolong UKM adalah non-primary industries. Jika pengelompokan UKM di Jepang memasukkan pelaku usaha penghasil barang primer, maka dipastikan proporsinya akan mendekati proporsi UKM di Indonesia. Jumlah UKM di Jepang yang begitu besar memiliki peranan sangat penting bagi perekonomian, baik dari penyerapan tenaga kerja maupun pertumbuhan output. Jumlah tenaga kerja yang terserap mencapai 42 juta atau sekitar 78 persen dari total pekerja, sedangkan perusahaan-perusahaan besar hanya menyerap sekitar 12 juta atau 22 persen dari total pekerja. Dari segi output, UKM di Jepang juga masih mendominasi di masing-masing
12
industrinya. Sebagai contoh, di bidang manufaktur, pertambangan, dan sejenisnya, UKM memberikan output kurang lebih 154 triliun yen (52 persen), sedangkan perusahaan-perusahaan besar memberikan output kurang lebih 145 triliun yen (48 persen). Di bidang wholesale (perdagangan besar) UKM memberikan output 316 triliun yen (62 persen), sementara perusahaan-perusahaan besar menyumbang output 198 triliun yen (38 persen). Di bidang perdagangan eceran dan jasa, UKM menghasilkan output 110 triliun yen (77 persen), sedangkan output perusahaanperusahaan besar hanya 33 triliun yen (23 persen). Sumbangsih TVEs bagi perekonomian Cina memang tidak bisa disepelekan. TVEs yang semula merupakan perkembangan dari industri pedesaan yang digalakkan oleh pemerintah Cina. Jika pada tahun 1960 jumlahnya hanya sekitar 117 ribu, namun semenjak reformasi tahun 1978 jumlahnya mengalami pertumbuhan spektakuler menjadi 1,52 juta. Apabila dilihat dari sisi penyediaan lapangan kerja, TVEs di akhir Tahun 1990-an telah menampung setengah dari tenaga kerja di pedesaan Cina. Walaupun perkembangan TVEs ini sempat mengalami pasang surut dan tidak merata di seluruh wilayah Cina, namun secara rata-rata mengalami pertumbuhan yang sangat mengesankan. Produksi dari TVEs meningkat dengan rata-rata 22,9 persen pada periode 1978-1994. Secara nasional, output TVEs pada Tahun 1994 mencapai 42 persen dari seluruh produksi nasional. Sedangkan untuk volume ekspor, TVEs memberikan kontribusi sebesar sepertiga dari volume total ekspor Cina pada Tahun 1990-an.
13
Pemerintah melakukan berbagai macam kebijakan dalam rangka mendukung Usaha Kecil dan Menengah (UKM) di negaranya masing-masing. Di Indonesia, pemerintah mengeluarkan program bunga ringan untuk kredit modal usaha. Di jepang, pemerintah mendukung UKM dengan cara mendirikan berbagai lembaga yang membantu UKM, mulai dari konsultasi, bantuan permodalan, pelatihan, hingga jaringan bisnis. Dukungan yang dilakukan oleh pemerintah cina terhadap UKM-nya adalah dengan mengeluarkan kebijakan untuk mendukung TVEs yang disebut sebagai The Spark Plan pada Tahun 1978. Kebijakan ini terdiri dari 3 kegiatan utama yang berangkaian. Pertama, memberikan pelatihan bagi 200.000 pemuda desa setiap tahunnya berupa satu atau dua teknik yang dapat diterapkan di daerahnya. Kegiatan kedua dilakukan dengan lembaga riset di tingkat pusat dan tingkat provinsi guna membangun peralatan teknologi yang siap pakai di pedesaan. Dan yang ketiga adalah dengan mendirikan 500 TVEs yang berkualitas sebagai pilot project. Pemerintah Cina juga berusaha menempatkan diri sebagai pelayan dengan menyediakan segala kebutuhan yang diperlukan oleh industri seperti pendeknya jalur birokrasi dalam perizinan usaha. Selain itu, Tidak ketinggalan infrastruktur penunjang untuk memacu ekspor yang disiapkan oleh pemerintah Cina secara serius. Bila pada Tahun 1978 total panjang jalan raya di Cina hanya 89.200 km, maka pada Tahun 2002 meningkat tajam menjadi 170.000 km. Untuk pelabuhan, setidaknya saat ini Cina memiliki 3.800 pelabuhan angkut, 300 di antaranya dapat menerima kapal berkapasitas 10.000 MT. Sementara untuk keperluan tenaga
14
listrik pada Tahun 2001 saja Cina telah mampu menyediakan sebesar 14,78 triliun kwh, dan saat ini telah dilakukan persiapan untuk membangun PLTA terbesar di dunia.
2.2
Karakteristik UKM Sektor Usaha Kecil dan Menengah memiliki karakteristik tersendiri yang
dapat membedakan antara UKM dengan Usaha berskala besar. Karakteristik yang membedakan UKM dengan usaha berskala besar adalah dari segi permodalannya dan Sumber Daya Manusianya. Usaha Kecil dan Menengah umumnya memerlukan modal yang relatif kecil dibandingkan dengan usaha berskala besar. Oleh karena itu UKM lebih banyak bergerak di sektor informal, karena keterbatasan sumber daya yang dimiliki terutama masalah modal. Banyaknya Usaha Kecil dan Menengah yang bergerak di sektor informal menyebabkan sulitnya sektor perbankan menyalurkan dana dalam bentuk kredit sebagai tambahan modal terhadap sektor UKM, karena pihak perbankan menilai bahwa penyaluran kredit terhadap sektor UKM memiliki tingkat resiko yang sangat tinggi. Sehingga tidak mengherankan bila UKM sering menghadapi kesulitan untuk mendapatkan kredit dalam mengembangkan usahanya. Dari segi SDM pendukungnya, Sektor UKM memiliki karakteristik tertentu diantaranya adalah sebagai berikut : (1) Tenaga kerja sangat mudah untuk masuk ataupun keluar pasar; (2) Tidak memiliki keterampilan yang memadai; (3) Tingkat pendidikan formal yang rendah; (4) Biasanya tenaga kerja dirangkap produsen dengan dibantu tenaga kerja keluarga (Cahyono,1983)
15
Karakteristik UKM yang lain sehingga mampu membedakan sektor UKM dengan usaha berskala besar diantaranya adalah : (1) Kegiatan usaha umumnya sederhana; (2) Skala usaha relatif kecil; (3) Umumnya sektor UKM tidak memiliki izin usaha; (4) Tingkat penghasilannya umumnya rendah; (5) Usaha sektor UKM umumnya beraneka ragam; (6) Keterkaitan suatu usaha dengan usaha lain sangat kecil (Cahyono,1983) Menurut Anoraga dalam Karina (2005), Secara umum usaha berskala kecil dan menengah (UKM) memiliki karakteristik tersendiri yang membedakan UKM dengan usaha berskala besar, yaitu : (1) Sistem pembukuan yang relatif sederhana dan cendrung tidak mengikuti kaidah administrasi pembukuan standar. Kadangkala pembukuannya tidak di Up Date sehingga sulit untuk menilai kinerjanya; (2) Margin usaha yang relatif sedikit akibat tingginya persaingan yang ada; (3) Modal terbatas; (4) Pengalaman menejerial dan mengelola perusahaan masih sangat terbatas; (5) Skala ekonomi yang terlalu kecil, sehingga sulit untuk mengharapkan mampu menekan biaya mencapai titik efisiensi jangka panjang; (6) Kemampuan pemasaran dan negosiasi serta diversifikasi pasar sangat terbatas; (7) Kemampuan untuk memperoleh sumber dana dari lembaga keuangan masih sangat rendah. Menurut Soedjono dalam Indriyani (2007), kriteria UKM dilihat dari cirricirinya pada dasarnya dianggap sama, yaitu sebagai berikut ; (1) Struktur organisasi yang sangat sederhana, hanya terdiri dari pemilik dan pekerja; (2) Tanpa staf yang berlebihan (jumlah tenaga kerja yang sedikit); (3) Pembagian kerja belum dibagi dengan jelas, sehingga setiap pekerja dapat mengerjakan di
16
semua bagian produksi; (4) Memiliki hierarki manajerial yang pendek, perintah dari pemilik secara langsung dapat disampaikan secara lisan, tidak melalui hierarki yang panjang; (5) Aktivitas sedikit formal, dan sedikit menggunakan proses perencanaan; (6) Kurang membedakkan asset pribadi dan asset perusahaan.
2.3
Definisi dan Tugas Perbankan Menurut Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998 dari perubahan Undang-
Undang Nomor 7 tahun 1992, Bank adalah suatu badan usaha yang dalam kegiatan pokoknya menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Sedangkan menurut Prof. G. M Verryn Stuart (1988), Bank adalah suatu badan yang tujuan untuk memuaskan kebutuhan kredit, baik dengan alat pembayarannya sendiri atau dengan uang yang diperoleh dari orang lain maupun dengan jalan memperedarkan alat-alat penukar baru berupa uang giral. Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa bank merupakan tempat penyimpanan uang, pemberi atau penyalur kredit dan juga perantara dalam lalu lintas pembayaran. Pemerintah Indonesia telah mengklasifikasikan Bank menjadi 3, yaitu Bank Umum, Bank Perkreditan Rakyat (BPR), dan Bank Campuran. Menurut UU No.10 Tahun 1988, yang dimaksud dengan Bank Umum adalah Bank yang dapat memberikan jasa lalu lintas pembayaran. Bank umum sendiri terdiri dari (a) Bank umum pemerintah, seperti Bank Mandiri, Bank BRI, dan Bank BNI; (b) Bank Umum Swasta Nasional; (c) Bank Umum Swasta Asing; dan (d) Bank Umum Koperasi. Yang dimaksud dengan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) adalah bank
17
yang menerima simpanan hanya dalam bentuk deposito berjangka, tabungan dan atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu. Sedangkan yang dimaksud dengan Bank Campuran adalah bank umum yang didirikan bersama oleh satu atau lebih bank umum yang berkedudukan di Indonesia dan didirikan oleh warga Negara Indonesia dan atau badan hukum Indonesia yang dimiliki sepenuhnya oleh Warga Negara Indonesia, dengan satu atau lebih bank yang berkedudukan di Luar Negeri. Fungsi perbankan Indonesia adalah sebagai penghimpun, penyalur, dan pelayan jasa dalam lalu lintas pembayaran dan peredaran uang di masyarakat yang bertujuan menunjang pelaksanaan pembangunan nasional, dalam rangka meningkatkan pemerataan, pertumbuhan ekonomi dan stabilitas nasional ke arah peningkatan kesejahteraan rakyat banyak. Secara ringkas, fungsi bank
dapat
dibagi menjadi sebagai berikut. A.
Penghimpun Dana Salah satu fungsi bank adalah sebagai suatu badan yang menghimpun dana
dari masyarakat. Dana dari masyarakat tersebut disebut juga sebagai dana pihak ketiga. Dana tersebut sebagai simpanan bank yang nantinya akan dimanfaatkan lebih lanjut. Bank-bank yang ada menyediakan berbagai macam produk untuk menjaring dana yang ada dari masyarakat. Produk-produk tersebut antara lainnya adalah sebagai berikut : 1. Giro : Giro adalah simpanan pihak ketiga yang pengembaliannya dapat dilakukan setiap saat dengan cek maupun bilyet giro dan surat perintah
18
bayar lainnya, serta penyetorannya dapat dilakukan oleh siapa saja dan tidak ada pembatasan transaksi setoran maupun pengambilan. Tingkat suku bunga giro relative lebih rendah daripada jenis simpanan lainnya. 2. Deposito : Deposito berjangka yaitu simpanan uang dari pihak ketiga / masyarakat kepada bank yang penarikaannya hanya dapat dilakukan setelah jangka waktu tertentu menurut perjanjian antara kedua pihak tersebut. Jenis simpanan ini menawarkansuku bunga yang relative tinggi dibandingkan dengan jenis simpanan lainnya. Deposito didesain untuk masyarakat yang mempunyai kelebihan dana, jadi sekaligus merupakan alternatif investasi, bukan hanya sekedar sebagai penyimpanan dana. 3. Tabungan : Tabungan adalah suatu simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan menurut syarat tertentu yang disepakati tetapi tidak dapat ditarik dengan cek, bilyet giro, dan atau alat lainnya yang dipersamakan dengan itu. Tabungan merupakan jenis simpanan yang paling banyak dimanfaatkan oleh masyarakat karena persyaratan pembukaan rekeningnya relative paling mudah. B.
Penyalur / Pemberi Kredit Bank dalam kegiatannya tidak hanya menyimpan dana yang diperoleh,
namun bank juga menyalurkan kembali dana yang telah terkumpul dalam bentuk kredit kepada masyarakat yang memerlukan dana segar untuk usaha. Tentunya
19
dalam pelaksanaan fungsi ini diharapkan bank akan mendapatkan sumber pendapatan berupa bagi hasil atau dalam bentuk bunga kredit. Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu yang berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara Bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga. Berdasarkan tujuan penggunaannya, Bank Indonesia membedakan kredit menjadi : 1. Kredit Konsumtif Merupakan jenis kredit yang diberikan untuk tujuan konsumtif. Kredit ini digunakan untuk mengkonsumsi secara pribadidan dalam kredit ini tidak ada pertambahan barang dan jasa yang dihasilkan, karena memang untuk digunakan atau dipakai oleh seseorang atau badan usaha. 2. Kredit modal kerja Kredit yang digunakan untuk menambah modal kerja untuk membayai seperti pembelian bahan baku, biaya produksi, biaya pemasaran, dan lain-lain dalam jangka pendek, biasanya satu tahun. Kredit ini digunakan
untuk
keperluan
meningkatkan
produksi
dalam
operasionalnya. 3. Kredit Investasi Kredit jangka menengah atau jangka panjang untuk pembelian barangbarang modal beserta jasa yang diperlukan untuk rehabilitasi,
20
modernisasi, maupun ekspansi proyek yang sudah ada atau pendirian proyek yang baru. Pemberian kredit akan menimbulkan resiko, oleh sebab itu, penyaluran kredit harus benar-benar teliti dan memenuhi persyaratan. Hal ini dilakukan untuk menghindari terjadinya resiko kredit macet, karena kredit macet akan membawa dampak negatif baik pada jangka pendek maupun dalam jangka panjang. C.
Penyalur Dana Dana yang terkumpul oleh bank akan disalurkan kembali kepada
masyarakat, sehingga dana yang ada di bank menjadi lebih bermanfaat. Dana tersebut disalurkan dalam bentuk pembelian surat – surat berharga , pemilikan harta tetap, dll. D.
Pelayanan Jasa Bank Fungsi lainnya dari suatu bank bank adalah sebagai suatu lembaga yang
menyediakan pelayanan dalam hal “lalu – lintas pembayaran uang” dengan melakukan berbagai aktivitas kegiatan antara lain pengiriman uang, inkaso, cek wisata, kartu kredit, dan pelayanan lainnya. 2.4
Pembangunan dan Pertumbuhan Ekonomi Pembangunan ekonomi adalah suatu proses kenaikan pendapatan total dan
pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan penduduk dan disertai dengan perubahan fundamental dalam struktur ekonomi suatu negara. Pembangunan ekonomi tak dapat lepas dari pertumbuhan ekonomi; pembangunan
21
ekonomi mendorong pertumbuhan ekonomi, dan sebaliknya, pertumbuhan ekonomi memperlancar proses pembangunan ekonomi. Yang dimaksud dengan pertumbuhan ekonomi adalah proses kenaikan kapasitas produksi suatu perekonomian yang diwujudkan dalam bentuk kenaikan pendapatan nasional. Suatu negara dikatakan mengalami pertumbuhan ekonomi apabila terjadi peningkatan GNP riil di negara tersebut. Adanya pertumbuhan ekonomi merupakan indikasi keberhasilan pembangunan ekonomi. Perbedaan antara pertumbuhan ekonomi dan pembangunan ekonomi adalah pada pencapaian keberhasilannya. Pertumbuhan ekonomi keberhasilannya lebih bersifat kuantitatif, yaitu adanya kenaikan dalam standar pendapatan dan tingkat output produksi yang dihasilkan, sedangkan pembangunan ekonomi lebih bersifat kualitatif, bukan hanya pertambahan produksi, tetapi juga terdapat perubahan-perubahan dalam struktur produksi dan alokasi input pada berbagai sektor perekonomian seperti dalam lembaga, pengetahuan, dan teknik. Terdapat berbagai macam konsep pendapatan nasional untuk mengukur seberapa besar kemakmuran suatu negara. Konsep-konsep tersebut antara lain : Produk Domestik Bruto (PDB), Produk Nasional Bruto (PNB), Produk Nasional Netto, Pendapatan Nasional Netto, Pendapatan Perseorangan, Pendapatan yang siap dibelanjakan. Produk Domestik Produk (PDB) adalah jumlah produk berupa barang dan jasa yang dihasilkan oleh unit-unit produksi di dalam batas wilayah suatu negara (domestik) selama satu tahun. Dalam perhitungan PDB ini, termasuk juga hasil produksi barang dan jasa yang dihasilkan oleh perusahaan/orang asing yang
22
beroperasi di wilayah negara yang bersangkutan. Barang-barang yang dihasilkan termasuk barang modal yang belum diperhitungkan penyusutannya, karenanya jumlah yang didapatkan dari PDB dianggap bersifat bruto/kotor. Sementara itu, Produk Nasional Bruto (PNB) meliputi nilai produk berupa barang dan jasa yang dihasilkan oleh penduduk suatu negara (nasional) selama satu tahun; termasuk hasil produksi barang dan jasa yang dihasilkan oleh warga negara yang berada di luar negeri, tetapi tidak termasuk hasil produksi perusahaan asing yang beroperasi di wilayah negara tersebut. Sedangkan Produk Nasional Netto (NNP) adalah PDB dikurangi depresiasi atau penyusutan barang modal (sering
pula
disebut
replacement).
Replacement
penggantian
barang
modal/penyusutan bagi peralatan produksi yang dipakai dalam proses produksi umumnya bersifat taksiran sehingga mungkin saja kurang tepat dan dapat menimbulkan kesalahan meskipun relatif kecil. Pendapatan Nasional Neto (NNI) adalah pendapatan yang dihitung menurut jumlah balas jasa yang diterima oleh masyarakat sebagai pemilik faktor produksi. Besarnya NNI dapat diperoleh dari NNP dikurang pajak tidak langsung. Yang dimaksud pajak tidak langsung adalah pajak yang bebannya dapat dialihkan kepada pihak lain seperti pajak penjualan, pajak hadiah, dll. Pendapatan perseorangan (Personal Income) adalah jumlah pendapatan yang diterima oleh setiap orang dalam masyarakat, termasuk pendapatan yang diperoleh tanpa melakukan kegiatan apapun. Pendapatan perseorangan juga menghitung pembayaran transfer (transfer payment). Transfer payment adalah penerimaan-penerimaan yang bukan merupakan balas jasa produksi tahun ini,
23
melainkan diambil dari sebagian pendapatan nasional tahun lalu, contoh pembayaran dana pensiunan, tunjangan sosial bagi para pengangguran, bekas pejuang, bunga utang pemerintah, dan sebagainya. Untuk mendapatkan jumlah pendapatan perseorangan, NNI harus dikurangi dengan pajak laba perusahaan (pajak yang dibayar setiap badan usaha kepada pemerintah), laba yang tidak dibagi (sejumlah laba yang tetap ditahan di dalam perusahaan untuk beberapa tujuan tertentu misalnya keperluan perluasan perusahaan), dan iuran pensiun (iuran yang dikumpulkan oleh setiap tenaga kerja dan setiap perusahaan dengan maksud untuk dibayarkan kembali setelah tenaga kerja tersebut tidak lagi bekerja). Pendapatan yang siap dibelanjakan (Disposable Income) adalah pendapatan yang siap untuk dimanfaatkan guna membeli barang dan jasa konsumsi dan selebihnya menjadi tabungan yang disalurkan menjadi investasi. Disposable Income ini diperoleh dari Personal Income (PI) dikurangi dengan pajak langsung. Pajak langsung (direct tax) adalah pajak yang bebannya tidak dapat dialihkan kepada pihak lain, artinya harus langsung ditanggung oleh wajib pajak, contohnya pajak pendapatan. Menurut Mankiw 2003 dalam bukunya yang berjudul teori makroekonomi, ada tiga instrumen/pendekatan untuk menghitung nilai dari pendapatan nasional. Pendekatan-pendekatan itu adalah sebagai berikut : pendekatan pengeluaran, pendekatan produksi, pendekatan pendapatan. Penghitungan dengan metode pendekatan pengeluaran yaitu dengan cara menghitung jumlah seluruh pengeluaran untuk membeli barang dan jasa yang diproduksi dalam suatu negara
24
selama satu periode tertentu. Perhitungan dengan pendekatan ini dilakukan dengan menghitung pengeluaran yang dilakukan oleh empat pelaku kegiatan ekonomi negara, yaitu: Rumah tangga (Consumption), pemerintah (Goverment), pengeluaran investasi (Investment), dan selisih antara nilai ekspor dikurangi impor (X−M) atau sering disebut dengan Nett Export. Secara matematis dapat dirumuskan dengan persamaan sebagai berikut : Y = Konsumsi + Investasi + Pengeluaran Pemerintah + (Ekspor-Impor)
(1)
Dimana konsumsi adalah pengeluaran yang dilakukan oleh rumah tangga, investasi adalah pengeluaran oleh sektor usaha, pengeluaran pemerintah oleh pemerintah, (ekspor-impor) melibatkan sektor luar negeri, dan Y merupakan pendapatan nasional. Cara penghitungan pendapatan nasional menggunakan pendekatan pendapatan adalah dengan menjumlahkan seluruh pendapatan yang diterima oleh faktor-faktor produksi. Faktor-faktor produksi tersebut adalah upah, sewa, bunga, dan laba. Secara matematis, penghitungan pendapatan nasional dengan menggunakan pendekatan pendapatan dapat dirumuskan sebagai berikut ; Y = Sewa + Upah + Bunga + Laba
(2)
Dimana sewa adalah pendapatan pemilik faktor produksi tetap seperti tanah, upah untuk tenaga kerja, bunga untuk pemilik modal, dan laba untuk pengusaha.
25
Selain menggunakan pendekatan pengeluaran dan pendekatan pendapatan, terdapat suatu pendekatan lagi untuk menghitung pendapatan nasional, yaitu dengan menggunakan pendekatan produksi. Cara menghitung pendapatan nasional pada pendekatan produksi ini adalah dengan cara menjumlahkan nilai seluruh produk yang dihasilkan suatu negara dari bidang industri, agraris, ekstraktif, jasa, dan niaga selama satu periode tertentu. Nilai produk yang dihitung dengan pendekatan ini adalah nilai jasa dan barang jadi (bukan bahan mentah atau barang setengah jadi). Secara teoritis nilai pendapatan nasional yang dihitung baik menggunakan pendekatan pendapatan, atau pendekatan pengeluaran, ataupun pendekatan produksi harus menunjukan nilai yang sama. Namun dalam prakteknya, menghitung pendapatan nasional menggunakan pendekatan produksi ataupun pendekatan pendapatan lebih sulit untuk mendapatkan data – datanya, maka dalam penghitungan pendapatan nasional akan lebih mudah apabila kita menghitungnya menggunakan pendekatan pengeluaran. Besar-kecilnya nilai pendapatan nasional suatu Negara dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu; permintaan agregat, penawaran agregat, konsumsi, tabungan, dan investasi. Faktor-faktor ini saling berhubungan satu sama lain dan akan berpengaruh terhadap nilai pendapatan nasional di negara tersebut. Adanya kenaikan pada permintaan agregat cenderung mengakibatkan kenaikan pada tingkat harga. Dengan adanya peningkatan harga yang disebabkan dari peningkatan permintaan agregat, maka hal ini juga akan mendorong naiknya
26
tingkat penawaran agregat, sehingga hal ini akan berdampak pada peningkatan output nasional. Syarat agar output nasional yang meningkat, maka peningkatan jumlah tenaga kerja mutlak diperlukan, sehingga hal ini akan mengurangi tingkat pengangguran. Semakin kecil tingkat pengangguran yang ada, maka semakin sejahtera masyarakat negara tersebut. Hal ini berimplikasi pada peningkatan konsumsi dan tabungan yang dilakukan oleh masyarakat. Dana yang disimpan oleh masyarakat dalam bentuk tabungan pada suatu bank, akan disalurkan kembali oleh bank tersebut kepada pihak ketiga dalam bentuk kredit yang akan digunakan untuk melakukan investasi, sehingga nilai investasi pun meningkat. Sesuai dengan pendekatan pengeluaran, peningkatan pada variabel konsumsi dan investasi pada suatu negara akan meningkatkan pendapatan nasional negara tersebut. Dengan kata lain, peningkatan permintaan agregat akan berpengaruh positif pada pendapatan nasional. Manfaat menghitung nilai dari pendapatan nasional suatu negara adalah kita dapat mengukur tingkat kemakmuran negara tersebut. Selain bertujuan untuk mengukur tingkat kemakmuran suatu negara, perhitungan pendapatan nasional juga memiliki manfaat-manfaat lain, diantaranya adalah untuk mendapatkan datadata terperinci mengenai seluruh barang dan jasa yang dihasilkan suatu negara selama satu periode, selain itu penghitungan pendapatan nasional juga dapat bermanfaat untuk mengetahui dan menelaah struktur perekonomian nasional. Data pendapatan nasional dapat digunakan untuk menggolongkan suatu negara menjadi negara industri, pertanian, atau negara jasa. Contohnya,
27
berdasarkan pehitungan pendapatan nasional dapat diketahui bahwa Indonesia termasuk negara pertanian atau agraris, Jepang merupakan negara industri, Singapura termasuk negara yang unggul di sektor jasa, dan sebagainya. Disamping itu, data pendapatan nasional juga dapat digunakan untuk menentukan besarnya kontribusi berbagai sektor perekomian terhadap pendapatan nasional, misalnya sektor pertanian, pertambangan, industri, perdaganan, jasa, dan sebagainya. Data tersebut juga digunakan untuk membandingkan kemajuan perekonomian dari waktu ke waktu, membandingkan perekonomian antarnegara atau antardaerah, dan sebagai landasan perumusan kebijakan pemerintah. 2.5
Pengertian Tingkat Suku Bunga Tingkat bunga adalah jumlah tertentu yang harus dibayarkan peminjam
kepada pemberi pinjaman atas sejumlah uang tertentu untuk membiayai konsumsi dan investasi. Tingkat bunga ditentukan oleh kekuatan permintaan dan penawaran dana di pasar uang. Semakin murah biaya peminjaman uang, semakin banyak uang yang akan diminta oleh rumah tangga dan dunia usaha. Semakin tinggi tingkat bunga semakin besar persedian dana yang dapat dipinjamkan. Tingkat keseimbangan dari bunga ditentukan oleh perpotongan dari permintaan dan penawaran dana yang dapat dipinjamkan. Tingkat bunga atau biaya modal adalah faktor yang penting dalam kaitannya dengan keputusan investasi perusahaan. Tingkat bunga yang dikenakan untuk setiap transaksi tertentu akan tergantung atas beberapa pertimbangan, seperti tujuan dan jangka waktu dari pinjaman, jumlah uang yang dipinjam, jaminan yang ditawarkan, faedah kredit bagi peminjam, semua faktor yang
28
mempengaruhi tingkat “resiko” yang dirasa berhubungan dengan pinjaman sebagaimana yang dilihat oleh pemberi pinjaman. Para ekonom menyebutkan tingkat bunga yang dibayar bank sebagai tingkat bunga nominal dan kenaikan dalam daya beli masyarakat sebagai tingkat bunga riil. Jika i menyatakan tingkat bunga nominal, r tingkat bunga riil, dan π laju inflasi, maka hubungan di antara ketiga variabel ini dapat ditulis sebagai berikut (Mankiw, 2003).
i = r+π
(3)
Pada persamaan di atas terlihat bahwa tingkat bunga nominal merupakan penjumlahan di antara tingkat bunga riil dan laju inflasi yang menunjukkan bahwa tingkat bunga dapat berubah karena dua alasan, yaitu tingkat bunga riil yang berubah atau inflasi yang berubah. Sehingga terdapat hubungan yang positif antara tingkat bunga nominal dengan inflasi dimana kenaikan satu persen dalam laju inflasi akan menyebabkan kenaikan satu persen dalam tingkat bunga nominal. Persamaan tersebut juga menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang negatif antara tingkat bunga riil dengan laju inflasi. Jika terjadi inflasi, maka akan menurunkan tingkat bunga riil. Artinya ketika terjadi peningkatan inflasi, maka suku bunga deposito riil akan menurun dan sebaliknya terjadi ketika terjadi penurunan inflasi maka tingkat bunga deposito riil akan meningkat.
29
2.6
Tinjauan Penelitian Terdahulu Penelitian tentang UKM telah dilakukan oleh Karina (2005) dengan judul
“Analisis Penyaluran Kredit Bank Umum terhadap Usaha Kecil di Indonesia”. Tujuan dari penelitian tersebut adalah menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi dan peran perbankan dalam penyaluran kredit bank umum terhadap usaha kecil di Indonesia. Metode yang digunakan adalah Ordinary Least Square (OLS). Kesimpulan yang didapatkan bahwa selama periode 1998-2003 jumlah unit usaha kecil memberikan pengaruh yang positif dan signifikan terhadap penyaluran kredit usaha kecil. Peningkatan jumlah unit usaha kecil menyebabkan kredit yang disalurkan oleh unit usaha kecil juga semakin banyak. Tingkat suku bunga kredit juga memberikan pengaruh yang signifikan terhadap penyaluran kredit pada usaha kecil. Penelitian mengenai UKM juga pernah dilakukan oleh Anggit Gumilar pada tahun 20008 dalam skripsinya yang berjudul “Pengaruh Suku Bunga terhadap Berbagai Jenis Kredit UMKM di Indonesia”. Tujuan dari penelitian tersebut adalah untuk mengetahui bagaimana suku bunga mempengaruhi penyaluran kredit UMKM di Indonesia. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah dengan menggunakan metode VAR. Hasil penelitian pada skripsi ini menunjukan bahwa tingkat suku bunga mempengaruhi penyaluran kredit UMKM, semakin tinggi tingkat suku bunga, maka semakin rendah tingkat permintaan kredit. Sebaliknya, semakin rendah tingkat suku bunga maka permintaan kredit pada sektor UMKM juga akan meningkat.
30
Maharani Tejasari (2008) juga telah melakukan penelitian mengenai UKM padan skripsinya yang berjudul “Peranan Sektor Usaha Kecil dan Menengah dalam Penyerapan Tenaga Kerja dan Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia”. Tujuan dari penelitian adalah untuk mengetahui peranan UKM dalam penyerapan tenaga kerja dan pengaruhnya terhadap pertumbuhan Ekonomi di Indonesia. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode OLS. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Maharani Tejasari adalah bahwa sektor UKM dapat menyerap tenaga kerja lebih banyak dan sektor UKM juga dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi di Indonesia. 2.7
Kerangka Pemikiran UKM merupakan sektor usaha yang mempunyai potensi yang sangat
besar. Dari tahun 1997 hingga tahun 2008, jumlah UKM di Indonesia terus meningkat. Sehingga sektor UKM mampu menjadi penggerak utama bagi perekonomian di Indonesia. Survei yang dilakukan oleh BPS pada tahun 2008 menunjukan bahwa kontribusi UKM terhadap PDB Indonesia pada tahun 2007 adalah sebesar Rp 2.121,3 triliun dari total PDB sebesar Rp. 3.957,4 triliun, atau sebesar 53,6 persen dari total Pendapatan Domestik Bruto Indonesia tahun 2007. Meskipun UKM memiliki potensi yang besar, namun potensi sektor UKM belum dikembangkan secara maksimal. Hal itu terkait dengan masalah modal yang menjadi kendala utama pada sektor UKM. Penyaluran dana terhadap sektor UKM dalam bentuk kredit modal usaha merupakan salah satu cara untuk mengatasi kendala yang ada pada sektor ini. Dengan adanya penambahan modal, diharapkan sektor UKM dapat terus berkembang. Perkembangan UKM di
31
Indonesia dapat menyerap tenaga kerja yang lebih banyak lagi, sehingga pengangguran yang ada dapat berkurang. Penyaluran kredit oleh Bank berkaitan sangat erat terhadap tingkat suku bunga yang berlaku. Tingkat suku bunga yang ditetapkan oleh Bank merupakan penghasilan untuk kreditur (Bank) yang didapatkan dari debitur (Peminjam) karena telah mendapatkan sejumlah dana yang berasal dari kreditur (Bank). Tinggi-rendahnya tingkat suku bunga yang berlaku akan menjadi salah satu faktor pertimbangan seseorang debitur untuk meminjam uang kepada Bank. Penelitian ini menganalisis pengaruh total kredit, PDB, dan tingkat suku bunga terhadap perkembangan jumlah unit usaha berskala kecil dan menengah (UKM). Berikut adalah kerangka pemikiran pada penelitian ini.
Kondisi UKM di Indonesia saat ini
Kendala UKM : Modal
Potensi UKM
Output (PDB)
Kredit
Perkembangan Jumlah Usaha UKM
Penyerapan Tenaga Kerja
Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran
Suku Bunga
32
2.8
Hipotesis Berdasarkan kerangka pemikiran dan permasalahan yang akan dipecahkan,
maka dapat diberikan jawaban sementara atas permasahan yang ada sebagai berikut : 1. Total PDB mempunyai pengaruh yang positif terhadap jumlah usaha kecil dan menengah (UKM) 2. Total kredit yang disalurkan kepada sektor UKM mempunyai pengaruh yang positif terhadap perkembangan jumlah UKM. 3. Tingkat suku bunga untuk pinjaman bank mempunyai pengaruh yang negative terhadap perkembangan jumlah UKM.
33
III.METODOLOGI PENELITIAN
3.1
Jenis dan Sumber Data Penelitian mengenai sektor usaha UKM ini termasuk penelitian sosial.
Karena penelitiaan ini melihat hubungan yang terjadi pada masyarakat dalam kegiatan ekonomi (sosial). Pada penilitian ini akan dilihat bagaimana hubungan antara tingkat suku bunga, total PDB, dan total kredit terhadap peningkatan jumlah unit usaha sektor UKM. Jenis data dalam penelitian ini adalah data sekunder. Yang dimaksud dengan data sekunder adalah bahwa data tersebut sudah tersedia di lapang sehingga peneliti tidak perlu melakukan penelitian khusus untuk mendapatkan suatu data yang dinginkan. Data yang digunakan pada penelitian ini berasal dari Badan Pusat Statistik (BPS), Bank Indonesia, Departemen Koperasi Indonesia, dan CEIC Mandiri Sekuritas. Data yang dikumpulkan adalah data mengenai perkembangan jumlah unit usaha pada sektor UKM, total kredit sektor UKM , Suku bunga kredit Bank umum, dan jumlah total PDB. Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data time series pada periode tahun 2000-2008. Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari hingga Juli 2009, dimana meliputi kegiatan pengumpulan data dan literatur, pengolahan data, analisis data, hingga penulisan laporan dalam bentuk skripsi. Data yang digunakan pada penelitian ini didapatkan melalui studi pustaka dari koran dan internet. Selain itu, penulis juga telah melakukan kunjungan ke Badan Pusat Statistik (BPS) untuk mendapatkan data-data yang terkait.
34
3.2
Model Penelitian Umum Penelitian ini menganalisis pengaruh variabel tingkat suku bunga, total
PDB, dan total kredit sektor UKM terhadap perkembangan jumlah unit usaha pada sektor UKM. Variabel tingkat suku bunga, total PDB, dan total kredit sektor UKM
merupakan
variabel-variabel
independen,
sedangkan
variabel
perkembangan jumlah unit usaha merupakan variabel dependen. Oleh karena itu, dalam menganalis hubungan ini kita akan menggunakan persamaan berikut : Jml usaha = C + β1 Total Kredit + β2 Suku Bunga + β3 Total PDB
(4)
Keterangan : Jml usaha : Jumlah unit usaha pada sektor UKM (Unit) Total kredit : Total kredit yang disalurkan pada sektor UKM (miliar rupiah) Suku bunga : Suku bunga bank umum untuk kredit modal kerja (persen/tahun) Total PDB : Total Pendapatan Domestik Bruto Indonesia (miliar dolar AS) 3.3
Ruang Lingkup Variabel-Variabel Penelitian ini membahas tentang hubungan antara perkembangan unit
usaha sektor UKM (sebagai variabel dependen) dengan tingkat suku bunga, total PDB, dan total kredit sektor UKM (sebagai variabel-variabel independen). Data perkembangan unit usaha sektor UKM didapatkan dari Kementerian Negara Koperasi dan UKM dan Badan Pusat statistik (BPS). Besarnya nilai dari data perkembangan jumlah unit usaha diukur dengan satuan unit usaha. Data perkembangan jumlah unit usaha merupakan data time series dengan rentang periode 2000-2008.
35
Data tingkat suku bunga yang digunakan pada penilitian ini adalah data tingkat suku bunga Bank Umum. Data ini didapatkan oleh penulis melalui website Bank Indonesia Data yang tersedia di Bank Indonesia adalah data tingkat suku bunga bulanan pada Tahun 2000-2008. Oleh karena itu, untuk mempermudah dalam proses pengolahan data digunakan tingkat suku bunga rata-rata per tahun. Data total kredit untuk sektor UKM juga didapatkan oleh peneliti di website Bank Indonesia. Data total kredit yang tersedia pun dalam format penyajian bulanan dari Tahun 2000-2008. Sehingga, untuk mempermudah dalam proses pengolahan data pun, maka data total kredit yang didapatkan dari website Bank Indonesia diolah menjadi data jumlah total kredit untuk sektor UKM dalam format tahunan. Cara untuk mendapatkan jumlah total kredit UKM tahunan adalah dengan menjumlahkan semua nilai kredit bulanan dalam satu satuan periode. Sementara itu, data mengenai Total PDB didapatkan oleh penulis dari website CEIC Mandiri Sekuritas. Data Total PDB yang tersedia di website CEIC Mandiri Sekuritas sudah dalam format time series tahunan dari periode Tahun 2000-2008, sehingga data ini dapat langsung digunakan pada pengolahan data.
3.4
Metode dan Analisis Data Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif
untuk menganalisis bagaimana hubungan antara peningkatan jumlah unit usaha sektor UKM dengan tingkat suku bunga, total PDB, dan total kredit sektor UKM. Sedangkan metode untuk
menganalisis data yang pada penelitian ini adalah
dengan metode OLS. Adapun software yang digunakan pada saat proses
36
pemasukan data adalah dengan menggunakan Microsoft Excel 2007, sedangkan pada saat pengolahan data menggunakan Minitab.
3.5
Model Data Regresi Berganda Analisis regresi berkaitan dengan studi ketergantungan dari satu peubah
tidak bebas dengan satu atau lebih peubah bebas yang bersifat menerangkan, dengan tujuan untuk memperkirakan atau meramalkan nilai rata-rata dari peubah tidak bebas apabila nilai peubah bebas sudah diketahui (Gujarati, 1999). Hubungan di antara peubah ini dapat dimodelkan dalam suatu persamaan matematik yang disebut persamaan regresi. Apabila dalam persamaan regresi terdapat lebih dari dua peubah dalam hubungan yang berbentuk linier, maka disebut regresi linier berganda (multiple linear regression) yang dapat dituliskan dalam persamaan berikut ini: y = β0 + β1х1 + β2x2 + ...+βpхp + εi
(5)
Dimana y merupakan peubah tidak bebas, x adalah peubah bebas, β merupakan parameter, sedangkan ε adalah sisaan.
3.6
Uji Ekonometrika 3.6.1
Multikolinearitas Multikolinearitas terjadi akibat adanya korelasi yang tinggi di
antara peubah bebasnya. Multikolinearitas menyebabkan koefisienkoefisien regresi dugaan memilki ragam yang sangat besar, sehingga akan berdampak pada hasil pengujian koefisien yang akan cenderung untuk
37
menerima H0, sehingga koefisien-koefisien regresi tidak nyata yang pada akhirnya sering membuat persamaan regresi yang dihasilkan menjadi misleding (Wetherill dalam Ulpah, 2006). Salah satu cara mendeteksi terjadinya multikolineritas adalah dengan menggunakan matriks korelasi untuk melihat terjadinya korelasi di antara peubah bebas. Koefisien korelasi antara x1 dan x2 dapat dirumuskan sebagai berikut: rx1x2 =
Cov (x1,x2)______ [Var(x1)Var(x2)]1/2
(6)
Cara lain yang dapat digunakan adalah dengan faktor inflasi ragam (Variance Inflation Factor) atau VIF, yaitu pengukuran multikolinearitas untuk peubah bebas ke-i. VIF adalah suatu faktor yang mengukur seberapa besar kenaikan ragam dari koefisien penduga regresi dibandingkan dengan peubah bebas yang ortogonal jika dihubungkan secara linier. Nilai VIF akan semakin besar jika terdapat korelasi yang semakin besar di antara peubah-peubah bebas. VIF yang lebih besar dari 10 dapat digunakan sebagai indikator adanya multikolinearitas (Neter et al, 1990). Hubungan antara VIF dengan multikolinearitas adalah : VIF =
1___ 1-Ri2
(7)
Ri2 adalah koefisien determinasi dari regresi peubah bebas ke-i dengan semua peubah bebas lainnya.
38
Ada banyak cara dan pendekatan yang dapat digunakan untuk mengatasi masalah multikolinearitas, diantaranya: a. Menghilangkan peubah bebas yang mempunyai multikolineritas tinggi terhadap peubah bebas lainnya. b. Menambah data pengamatan atau contoh, c. Melakukan
transformasi
terhadap
peubah-peubah
bebas
yang
mempunyai kolineritas atau menggabungkan menjadi peubah-peubah bebas baru yang mempunyai arti. Selain cara-cara tersebut, terdapat beberapa metode yang dapat diterapkan, seperti penggunaan regresi gulud, regresi kuadrat terkecil, dan regresi komponen utama. Regresi komponen utama merupakan suatu metode yang dikenal naik dan sering digunakan untuk mengatasi masalah multikolinearitas, karena pendugaan dengan metode tersebut akan menghasilkan nilai dugaan yang memiliki tingkat ketelitian lebih tinggi, serta dengan jumlah kuadrat sisaan yang lebih kecil dibandingkan dengan pendugaan menggunakan metode kuadrat terkecil (Gasperz dalam Ulpah, 2006).
3.6.1.1 Regresi Komponen Utama Analisis komponen utama pada dasarnya mentransformasi peubahpeubah bebas yang berkorelasi menjadi peubah-peubah baru yang orthogonal
dan
tidak
berkorelasi.
Analisis
ini
bertujuan
untuk
menyederhanakan peubah-peubah yang diamati dengan cara mereduksi
39
dimensinya. Hal ini dilakukan dengan menghilangkan korelasi di antara peubah melalui transformasi peubah asal ke peubah baru (komponen utama) yang tidak berkorelasi (Gasperz dalam Ulpah, 2006). Konsep aljabar linier tentang diagonalisasi matriks digunakan dalam anlisis tersebut, matriks korelasi R (atau matriks ragam peragam Σ) dengan dimensi pxp, simetrik dan non singular, dapat direduksi menjadi matriks diagonal D dengan pengali awal dan pengali akhir suatu matriks orthogonal V atau dapat dituliskan sebagai berikut : V’ R V = D
(8)
λ1 > λ2 > ... > λp > 0 adalah akar ciri - akar ciri dari matriks R yang merupakan unsur-unsur diagonal matriks D, sedangkan kolom-kolom matriks V, v1, v2,..., vp adalah vektor -vektor ciri R. Ada pun λ1, λ2, ..., λp dapat diperoleh melaului persamaan berikut: |– λI|= 0
(9)
Jika peubah yang diamati mempunyai satuan pengukuran berbeda, maka perlu dibakukan. Dalam hal ini, komponen utama diturunkan dari matriks korelasi R. Matriks peragam Σ digunakan apabila semua peubah yang diamati, diukur dalam satuan pengukuran yang sama. Misalkan x1, x2, ..., xp adalah peubah acak berdimensi p yang mengikuti sebaran normal ganda dengan vektor nilai tengah υ dan matriks peragam Σ serta matriks korelasi R, dapat ditulis dalam bentuk vektor X’ = (x1 x2 ... xp). P peubah asal tadi dapat diturunkan p buah komponen utama untuk
40
menerangkan komponen total sistem, dan sering kali keragaman total itu dapat diterangkan secara memuaskan oleh sejumlah kecil komponen utama, misal k buah komponen dimana k
Wj
saling
(10) ortogonal
sesamanya.
Komponen
ini
menjelaskan bagian terbesar dari keragaman yang dikandung oleh gugusan data yang telah dibakukan. Komponen-komponen W yang lain menjelaskan proporsi keragaman yang semakin lama semakin kecil sampai semua keragaman datanya terjelaskan. Tetapi biasanya tidak semua W digunakan, sebagian ahli menganjurkan agar memilih komponen utama yang akar cirinya lebih besar dari satu, karena jika akar ciri kurang dari satu maka keragaman data yang dapat diterangkan oleh komponen utama tersebut sangat kecil. Pemilihan komponen-komponen utama disarankan yang memiliki keragaman kumulatif sampai kira-kira 75 persen. Adapun pembakuan yang dimaksud adalah dengan mengurangkan setiap peubah bebas asal Xj dengan rata-rata dan dibagi simpangan baku, dapat dinotasikan sebagai berikut: Z = (Xj – X) s
(11)
41
Misalkan suatu persamaan regresi dinyatakan dalam bentuk sebagai berikut: Y = Xβ + ε
(12)
Jika suatu matriks pengamatan X yang telah dibakukan dilambangkan dengan Z sehingga diperoleh akar ciri (λ) dan vektor ciri (V) dari Z’Z (bentuk korelasi) dan V’V = I karena V ortogonal, persamaan regresi asal dapat dituliskan sebagai berikut: Y = Zβ + ε
(13)
Y = β0 1 + ZVV’β + ε
(14)
Y = β0 1 + Wα + ε
(15)
dengan W = ZV dan α = V’ β W=ZV
(16)
W’W = (ZV)’(ZV) = V’Z’ZV
(17)
Persamaan (17) akan menghasilkan diagonal (λ1,λ2,...λp) yang setara dengan Var(Wi) = λi dan Cov(Wi-1,Wi) = 0. Hal ini menunjukkan bahwa komponen utama tidak saling berkorelasi dan komponen utama ke-i memiliki keragaman sama dengan akar ciri ke-i, sedangkan ragam koefisien regresi γ dari m komponen utama adalah: Var(γi) = s*2 Σ g=1
, i = 1, 2, ..., m
(18)
42
Dimana : aig adalah koefisien pembobot komponen utama (vektor ciri), λg adalah akar ciri, sedangkan s*2 adalah: s*2 = KTG= s2_____ JKT Σ(y-y) 2
(19)
3.6.1.2 Bias dalam Penduga Koefisien Regresi Komponen Utama Penduga koefisien regresi pada model regresi yang diperoleh dengan menggunakan regresi komponen utama sering berbias, padahal sifat penduga yang baik adalah tak bias dengan ragam penduga minimum. Namun, bersamaan dengan hal tersebut telah terjadi reduksi besar-basaran pada ragam penduga koefisien regresi yang besar karena multikolinearitas. Bias bukanlah hal yang harus dihindari, karena penduga dengan ragam yang minimum juga dapat berbias dan tetap disukai. Misalkan sebanyak r komponen utama dieliminasi dan sebanyak k tersisa, dengan r + k + p. Misalkan juga telah diperoleh matriks V = (v1 v2 ... vp) dari vektor ciri-vektor ciri Z’Z dipartisi menurut V = (Vr| Vk), maka demikian pula dengan matriks diagonal akar cirinya: ^ = [^, 0 ] [0 ^k] Dimana ^, dan ^k juga merupakan matriks diagonal, sedangkan ^, berisi akar ciri yang bersesuaian dengan vektor ciri yang dieliminasi, karena ^ = V’(Z’Z)V = W’W, maka αr = (W’W)-1 V’ZY sehingga α yang
43
tersisa adalah αk = ^-1VkZY dan dapat ditulis sebagai bpc = Vk αk, sehingga E(bpc) = Vk αk Vk Vk’ β, karena VV’= I=Vr Vr’+Vk Vk’, maka: E(bpc) = [I- Vr Vr’] β = β - Vr Vr’ β = β - Vr αr
(20)
Sehingga penduga koefisien regresi komponen utama dengan mengeliminasi r komponen utama dalam model akan berbias sebesar Vr αr dengan Vr adalah vektor ciri – vektor ciri yang dieliminasi (Myers dalam Ulpah, 2006). Tahapan Analisis Komponen Regresi Komponen utama yang dilakukan dalam anlisis adalah: a) Membakukan peubah bebas asal, yaitu X menjadi Z b) Mencari akar ciri dan vektor ciri dari matriks R c) Menentukan persamaan komponen utama dari vektor ciri d) Meregresikan peubah respon Y terhadap skor komponen utama W e) Transformasi balik
3.6.1.3 Penutup Analisis Regresi Komponen Utama Analisis komponen utama pada dasarnya mentransformasi peubahpeubah bebas yang berkorelasi menjadi peubah-peubah baru yang ortoghonal
dan
tidak
berkorelasi.
Analisis
ini
bertujuan
untuk
menyederhanakan peubah-peubah yang diamati dengan cara mereduksi dimensinya, sehingga masalah multikolinearitas dapat diatasi. Reduksi ini dilakukan terhadap komponen utama yang mempunyai akar ciri yang nilainya kurang dari satu. Dengan teknik ini peubah yang cukup banyak
44
akan diganti dengan peubah yang jumlahnya lebih sedikit tanpa diiringi oleh hilangnya objektifitas analisis. Berdasarkan teori, jika semua komponen utama tetap dalam model regresi, maka akan terjadi transformasi berupa rotasi peubah bebas, sehingga koefisien regresi tidak berubah. Jika peubah yang diamati mempunyai satuan pengukuran berbeda, maka perlu dibakukan. Dalam hal ini komponen utama diturunkan dari matriks korelasi R. Matriks peragam Σ digunakan bila pengukuran semua peubah yang diamati berdasarkan pada satuan pengukuran yang sama.
3.6.2
Autokorelasi Autokorelasi didefinisikan sebagai korelasi antara anggota
serangkaian observasi yang diurutkan menurut waktu dan ruang. Model klasik mengasumsikan bahwa unsur gangguan yang berhubungan dengan observasi tidak dipengaruhi oleh unsur disturbansi atau gangguan yang berhubungan dengan pengamatan lain. Akibat dari terjadinya autokorelasi adalah varian residual yang diperoleh akan lebih rendah daripada semestinya, sehingga mengakibatkan R2 menjadi lebih tinggi dan pengujian hipotesis dengan menggunakan t-statistic dan f-statistic Untuk mendeteksi terjadinya autokorelasi pada model dengan menggunakan Minitab dapat dilihat dari nilai Durbin-Watson yang ada pada hasil regresi. Jika nilai Durbin-Watson mendekati dua, maka tidak terjadi masalah autokorelasi pada model.
45
3.6.3
Heteroskedastisitas Heteroskedastisitas merupakan suatu kondisi dimana nilai varian
dari variabel independen tidak memiliki nilai yang sama atau nilai ragam error term tidak memiliki nilai yang sama untuk setiap observasi. Hal ini melanggar asumsi dasar regresi linear klasik, yaitu : setiap variabel bebas mempunyai nilai yang konstan atau memiliki varian yang sama. Kondisi heteroskedastisitas sering terjadi dalam data cross-section karena data ini menghimpun data yang mewakili berbagai ukuran. Salah satu cara untuk mendeteksi ada atau tidaknya gejala heteroskedastisitas yaitu dengan menggunakan White heteroskedasticity. Kriteria uji yang digunakan yaitu : 1. Jika nilai probabilitas pada hasil regresi lebih besar dari taraf nyata (α) yang digunakan, maka model persamaan yang digunakan tidak mengalami heteroskedastisitas. 2. Jika nilai probabilitas pada hasil regresi lebih kecil dari taraf nyata (α) yang digunakan, maka model persamaan yang digunakan mengalami heteroskedastisitas.
3.6.4
Uji Normalitas Uji ini dilakukan jika sampel yang digunakan kurang dari 30.
Kriteria uji yang digunakan adalah jika nilai probabilitas pada model lebih besar sama dengan taraf nyata yang digunakan (5%), maka error term terdistribusi dengan normal. Sebaliknya, jika nilai probabilitas pada model kurang dari taraf nyata, maka error term tidak terdistribusi dengan normal.
46
IV. GAMBARAN UMUM
4.1
Usaha Kecil dan Menengah di Indonesia Pertumbuhan jumlah usaha yang berskala kecil dan menengah (UKM) di
Indonesia memiliki tren yang positif. Hal ini dibuktikan dari eksistensi Usaha Kecil dan Menengah (UKM) di Indonesia mengahadapi perkembangan zaman. Krisis ekonomi yang melanda Indonesia pada Tahun 1997 silam, telah membuktikan bahwa sektor UKM mampu bertahan menghadapi krisis. Menurut data yang berasal dari BPS, jumlah unit usaha berskala kecil dan menengah selalu berkembang. Pada Tahun 1980, UKM di Indonesia hanya berjumlah sekitar tujuh ribu unit usaha, sedangkan pada Tahun 2001, jumlah UKM telah berkembang mencapai 40 juta unit usaha. Data yang didapatkan dari Departemen Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (Depkop dan UKM) juga menunjukan hal yang sama, bahwa jumlah unit usaha kecil dan menengah di Indonesia mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, seperti tampilan pada Tabel 4.1. Berdasarkan Tabel 4.1, jumlah unit usaha berskala kecil pada Tahun 1999 hanya 39.859.509 unit usaha. Pada Tahun 2008, jumlah usaha berskala kecil mengalami peningkatan yang pesat menjadi 51.062.682 unit usaha. Berarti telah terjadi perkembangan sebesar 11.203.173 unit usaha atau sebesar 28,11 persen. Sementara itu, jumlah unit usaha berskala menengah pada Tahun 1999 berjumlah 52.214, dan pada Tahun 2008 berkembang menjadi 127.128 unit usaha, hal ini mengindikasikan bahwa telah terjadi peningkatan sebesar 143,47 persen atau sebesar 74.914 unit usaha. Bukan hanya usaha kecil dan menengah yang
47
mengalami perkembangan dari tahun ke tahun. Usaha berskala besar pun selalu berkembang dari tahun ke tahun. Jumlah usaha berskala besar pada Tahun 1999 hanya sebesar 1.885 unit usaha, sedangkan pada Tahun 2008 telah berkembang menjadi 7.887 unit usaha. Peningkatan jumlah unit usaha berskala besar pada Tahun 1999 hingga Tahun 2008 adalah sebesar 6002 unit usaha atau sebesar 318,41 persen. Tabel 4.1 Jumlah Usaha Kecil, Menengah, dan besar tahun 1999 – 2008 di Indonesia (Unit) Tahun
Usaha Kecil
Usaha Menegah
Usaha Besar
1999
39.859.509
52.214
1.885
2000
39.705.204
78.832
5.675
2001
39.883.111
80.969
5.915
2002
41.859.444
85.050
6.132
2003
43.372.885
87.357
6.514
2004
44.684.351
93.036
6.686
2005
47.006.889
95.855
6.811
2006
48.822.925
106.711
7.204
2007
49.720.236
120.253
7.421
2008
51.062.682
127.128
7.887
Sumber : Departemen Koperasi 2009
Berdasarkan Tabel 4.1, dapat diolah untuk mengetahui seberapa banyak kontribusi Usaha Kecil dan Menengah (UKM) terhadap perekonomian di Indonesia, terutama dari segi kuantitas unit usaha. Hasil olahan tersebut ditampilkan pada Tabel 4.2.
48
Tabel 4.2 Total Unit Usaha di Indonesia pada Tahun 1999-2008 (Unit) Tahun
UKM
Usaha Besar
Jumlah Unit Usaha
Prosentase UKM
1999
39.911.723
1.885
39.913.608
99,9
2000
39.784.036
5.675
39.789.711
99,9
2001
39.964.080
5.915
39.969.995
99,9
2002
41.944.494
6.132
41.950.626
99,9
2003
43.460.242
6.514
43.466.756
99,9
2004
44.777.387
6.686
44.784.073
99,9
2005
47.102.744
6.811
47.109.555
99,9
2006
48.929.636
7.204
48.936.840
99,9
2007
49.840.489
7.421
49.847.910
99,9
2008
51.189.810
7.887
51.197.697
99,9
Sumber : Departemen Koperasi, 2009 (Data Diolah)
Berdasarkan Tabel 4.2, diketahui bahwa seluruh usaha dari berbagai skala mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Pada Tahun 1999 jumlah seluruh unit usaha adalah sebesar 39.913.608 unit usaha, sedangkan pada Tahun 2008, seluruh unit usaha telah berkembang menjadi 51.197.697 unit usaha. Hal ini berarti telah terjadi peningkatan sebesar 11.284.089 atau sebesar 28,27 persen. Berdasarkan Tabel 4.2 pula, diketahui bahwa usaha berskala kecil dan menengah jumlahnya lebih dominan dibandingkan dengan usaha berskala besar. Pada Tahun 1999, jumlah seluruh unit usaha adalah sebesar 39.913.608 unit usaha. Dari jumlah tersebut, usaha berskala kecil dan menengah mencapai 39.911.723 unit usaha. Ini berarti jumlah usaha berskala kecil dan menengah mencapai 99,9 persen dari jumlah seluruh unit usaha di Indonesia pada Tahun
49
1999. Pada Tahun 2000 pun kondisi tersebut masih terjadi. Pada Tahun 2000, jumlah usaha berskala kecil dan menengah mencapai 39.784.036 unit usaha, sedangkan jumlah seluruh unit usaha pada Tahun 2000 adalah 39.789.711 unit usaha. Ini berarti jumlah usaha kecil dan menengah mencapai 99,9 persen dari jumlah seluruh unit usaha di Indonesia. Pada Tahun 2008, jumlah seluruh unit usaha di Indonesia adalah sebesar 51.197.697 unit usaha. Dari 51.197.697 unit usaha tersebut, jumlah usaha berskala besar hanya sebesar 7.887 unit usaha, sedangkan sisanya yang berjumlah 51.189.810 unit usaha adalah jumlah unit usaha berskala kecil dan menengah. Dari jumlah seluruh unit usaha di Indonesia pada Tahun 2008, jumlah usaha besar adalah hanya sebesar 0.015 persen dari jumlah seluruh unit usaha. Sedangkan jumlah usaha kecil dan menengah pada Tahun 2008 adalah sebesar 99,95 persen. Oleh karena itu, walaupun telah terjadi perkembangan jumlah seluruh unit usaha selama periode tahun 1999-2008 sebesar 28,27 persen, namun hal ini tidak merubah dominasi usaha berskala kecil dan menengah berkisar di angka 99 persen. Proporsi jumlah unit usaha kecil dan menengah dengan jumlah usaha besar ditampilkan pada Gambar 4.1.
Usaha Kecil dan Menengah Usaha Besar
Sumber : Departemen Koperasi, 2009 Gambar 4.1 Proporsi UKM Tahun 1999-2008
50
Jumlah usaha berbanding lurus dengan penyediaan lapangan pekerjaan. Hal ini berarti peningkatan pada jumlah usaha (baik usaha kecil, menengah, maupun besar) juga akan memperluas lapangan pekerjaan yang berimplikasi pada peningkatan penyerapan tenaga kerja pada semua sektor usaha. Dengan begitu, jumlah pengangguran yang ada pada angkatan kerja akan menurun. Penyerapan tenaga kerja pada semua sektor usaha (usaha kecil, usaha menengah, dan usaha besar) ditunjukan pada Tabel 4.3 berikut. Tabel 4.3 Penyerapan Tenaga Kerja pada Sektor Usaha Kecil, Menengah, dan Besar Tahun 2000-2008 di Indonesia (orang) Tahun
Usaha Kecil
Usaha Besar
Jumlah
62.856.765
Usaha Menengah 7.550.674
2000
2.874.055
73.281.494
2001
70.884.594
3.802.834
2.962.943
77.650.371
2002
73.905.002
3.902.895
3.017.995
80.825.892
2003
77.947.490
3.994.863
3.145.736
85.088.089
2004
76.415.980
4.030.620
3.154.771
83.601.371
2005
78.994.872
4.238.921
3.212.033
86.445.862
2006
80.933.384
4.438.109
3.388.462
88.804.955
2007
86.891.386
4.879.059
3.492.488
95.262.933
2008
89.237.452
5.010.793
3.555.353
97.803.598
Sumber : Departemen Koperasi 2009
Berdasarkan Tabel 4.3, dapat dilihat bahwa penyerapan tenaga kerja setiap tahun mengalami trend peningkatan di semua sektor usaha, baik sektor usaha kecil, menengah, atau pun sektor usaha skala besar. Namun, pada sektor usaha berskala kecil dan menengah menyerap tenaga kerja lebih banyak daripada sektor usaha berskala besar. Rata-rata penyerapan tenaga kerja pada sektor UKM
51
mencapai 96 persen dari jumlah penduduk disektor usaha. Sebagai contoh, dari 77.650.371 orang yang bekerja pada Tahun 2001, 74.687.428 orang diantaranya bekerja di sektor usaha skala kecil dan menengah atau sekitar 96,2 persen yang bekerja di sektor UKM, sedangkan 3,8 persennya atau 2.962.943 orang yang bekerja di usaha berskala besar. Oleh karena itu, sektor UKM memiliki kontribusi yang tinggi terhadap penyerapan tenaga kerja, pengentasan kemiskinan, dan pemerataan distribusi pendapatan.
4.2
Total Kredit yang Tersalurkan di Sektor UKM Fungsi bank di Indonesia adalah sebagai penghimpun, penyalur, dan
pelayan jasa dalam “lalu-lintas” pembayaran dan peredaran uang di masyarakat. Fungsi tersebut bertujuan untuk menunjang pelaksanaan pembangunan nasional, dalam rangka meningkatkan pemerataan, pertumbuhan ekonomi dan stabilitas nasional kearah peningkatan kesejahteraan rakyat banyak. Fungsi perbankan dalam hal penghimpunan dana dari masyarakat dapat berupa giro, deposito, dan tabungan. Semua dana yang didapatkan oleh Bank dalam bentuk simpanan tersebut akan digunakan oleh pihak Bank untuk disalurkan kembali kepada masyarakat yang membutuhkan likuiditas finansial dalam bentuk kredit. Menurut Bank Indonesia, kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, yang berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara Bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.
52
Pemberian kredit akan menimbulkan resiko. Oleh sebab itu, penyaluran kredit harus teliti dan memenuhi beberapa persyaratan. Hal ini dilakukan untuk menghindari terjadinya resiko kredit macet. Kredit macet yang terjadi pada suatu Bank pada dasarnya akan merugikan para nasabah dari Bank tersebut, karena dana yang disalurkan oleh suatu Bank dalam bentuk kredit sebenarnya adalah dana masyarakat (nasabah) yang dihimpun oleh Bank. Oleh karena itu, Bank sangat berhati-hati dalam menyalurkan kredit agar tidak terjadi kredit macet. Ada lima faktor pertimbangan yang menjadi tolak ukur dalam penyaluran kredit oleh Bank, yaitu : karakter (Character), kapasitas (Capacity), modal (Capital), kolateral (Collateral), dan kondisi (Condition) dari calon penerima kredit. Semua faktor pertimbangan ini akan dievaluasi oleh pihak Bank dalam rangka pemberian kredit kepada calon peminjam. Karena keterbatasan informasi dari lima faktor pertimbangan di atas, pihak Bank akan mengevaluasi secara detail faktor-faktor tersebut. Hal ini dilakukan untuk memperkecil kemungkinan terjadinya kredit macet. Berdasarkan analisis penilaian karakter, kapasitas, modal, kolateral, dan kondisi dari calon penerima kredit, pada umumnya sektor usaha berskala kecil dan menengah lebih sulit untuk mendapatkan kredit daripada usaha berskala besar. Pihak bank menilai bahwa pemberian kredit kepada sektor usaha kecil dan menengah memiliki resiko yang lebih tinggi dibandingkan dengan memberikan kredit kepada usaha berskala besar. Penilaian pihak Bank kepada usaha berskala kecil dan menengah itu timbul karena kusulitan pihak perbankan untuk mengetahui berbagai informasi mengenai analisis penilaian di atas. Sehingga
53
Usaha Kecil dan Menengah mengalami masalah akses dalam memperoleh pinjaman Bank. Menurut survey yang dilakukan oleh redaksi Kompas Tahun 2005, ada beberapa kendala yang dihadapi oleh usaha berskala kecil dan menengah. Kendala-kendala yang dihadapai sektor usaha kecil adalah seperti masalah kesulitan modal, pengadaan bahan baku, pemasaran, produksi dan manajemen, dan persaingan lainnya. Tabel 4.4 menampilkan hasil survey yang telah dilakukan oleh redaksi harian Kompas. Tabel 4.4 Kendala yang Dihadapi Industri Kecil dan Rumah Tangga Jenis kendala
Rumah Tangga (%)
Industri Kecil (%)
Kendala Modal
40,48
36,63
Pengadaan Bahan Baku
23,75
16,76
Pemasaran
16,96
4,43
Produksi dan Manajemen
3,07
26,89
Persaingan Lainnya
15,74
17,36
100
100
Jumlah Sumber : www.kompas.com
Berdasarkan data dari Tabel 4.4 di atas, dapat disimpulkan bahwa kendala utama yang dihadapi usaha berskala kecil adalah masalah kesulitan modal. Hal ini akan menghambat pertumbuhan usaha berskala kecil dan menengah. Pada akhirnya, apabila penyaluran kredit kepada sektor usaha berskala kecil dan menengah masih sangat sulit, hal ini dapat mengganggu perekonomian Indonesia. Walaupun kendala modal menjadi masalah utama pada usaha berskala kecil dan menengah, namun berdasarkan pada kenyataannya jumlah usaha
54
berskala kecil dan menengah terus berkembang dari Tahun 2000 hingga Tahun 2008. Selain itu, usaha berskala kecil dan menengah juga mampu bertahan menghadapi krisis ekonomi yang terjadi. Melihat potensi usaha berskala kecil dan menengah yang begitu besar, kepercayaan pihak perbankan Indonesia untuk menyalurkan kredit sebagai bantuan finansial kepada usaha berskala kecil dan menengah terus berkembang. Berdasarkan data dari Bank Indonesia, jumlah kredit yang disalurkan oleh Bank Umum kepada sektor usaha berskala kecil dan menengah mengalami peningkatan dari Tahun 2000 hingga Tahun 2008. Besarnya jumlah total kredit bank umum yang disalurkan pada usaha berskala kecil dan menengah ditampilkan pada Tabel 4.5 berikut : Tabel 4.5 Jumlah Total Kredit Bank Umum yang Disalurkan pada Usaha Kecil dan Menengah (Miliar Rupiah) Tahun
Toal Kredit
Pertumbuhan (%)
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008
299.532 709.566 659.202 427.700 881.009 1.076.840 1.153.478 1.276.530 1.488.036
136,89 -7,09 -35,11 105,98 22,23 7,12 10,67 16,57
Sumber : Bank Indonesia (Data diolah), 2009.
Berdasarkan pada Tabel 4.5, besarnya jumlah total kredit bank umum yang disalurkan pada usaha berskala kecil dan menengah mempunyai tren yang positif. Total kredit yang disalurkan bank umum kepada usaha berskala kecil pada tahun 2000 adalah sebesar 299.532 milyar rupiah, sedangkan pada Tahun 2008,
55
penyaluran kredit sudah mencapai 1.488.036 milyar rupiah. Sehingga semenjak Tahun 2000 hingga 2008 telah terjadi peningkatan jumlah total kredit sebesar 1.188.504 milyar rupiah, atau sebesar 396,8 persen. Tren dari penyaluran total kredit bank umum untuk usaha berskala kecil dan menengah dapat dilihat pada Gambar 4.2.
JUMLAH/ TOTAL
Sumber : Bank Indonesia, 2009
Gambar 4.2 Total Kredit bank Umum yang Disalurkan pada Usaha Berskala Kecil dan Menengah Peningkatan pada jumlah total kredit bank umum yang disalurkan pada usaha berskala kecil dan menengah mempunyai multiplier effect yang sangat besar. Peningkatan pada jumlah total kredit yang disalurkan pada usaha berskala kecil dan menengah akan memacu usaha-usaha yang berskala kecil dan menengah di Indonesia untuk terus tumbuh. Perkembangan usaha berskala kecil dan menengah akan mampu menyerap tenaga kerja lebih banyak lagi, sehingga tingkat
56
pengangguran di Indonesia akan berkurang. Dengan berkurangnya tingkat pengangguran di Indonesia, maka hal itu akan meningkatkan produktivitas masyarakat Indonesia, dengan demikian tingkat kesejahteraan masyarakat Indonesia pun juga akan meningkat, dan pada akhirnya, hal ini juga akan memacu pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Penyaluran kredit pada usaha berskala kecil dan menengah di Indonesia banyak disalurkan untuk usaha yang bergerak di sektor non-pertanian. Sektor pertanian dinilai sebagai salah satu sektor usaha yang kurang menjanjikan di Indonesia. Sehingga penyaluran kredit untuk usaha berskala kecil dan menengah yang bergerak di sektor pertanian tidak mendapatkan proporsi kredit yang terbesar. Sektor-sektor yang menjadi tujuan utama dari penyaluran kredit untuk UKM adalah sektor jasa. Selain itu, sektor UKM yang bergerak di bidang perdagangan juga mendapat penyaluran kredit usaha dari pihak perbankan. Besarnya nilai kredit yang disalurkan oleh bank umum untuk usaha berskala kecil dan menengah di berbagai sektor ditunjukan pada Tabel 4.6. Tabel 4.6 Proporsi Kredit pada Berbagai Sektor Usaha Kecil dan Menengah pada Tahun 2000-2008 (miliar rupiah) 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008
Pertanian 53320 117382 132654 153389 177912 223355 229094 236994 235132
Pertambangan 374 686 519 645 553 640 721 1258 2784
Sumber : Bank Indonesia 2009.
Perdagangan 58782 139953 181544 241891 299121 414598 503099 595191 721848
Jasa-jasa 187056 451545 344485 31775 403423 438247 420564 443087 528272
Total 299532 709566 659202 427700 881009 1076840 1153478 1276530 1488036
57
Berdasarkan pada Tabel 4.6, dapat diketahui bahwa jumlah kredit yang disalurkan kepada usaha berskala kecil dan menengah banyak disalurkan kepada usaha kecil dan menengah yang bergerak di bidang jasa. Pada Tahun 2000, jumlah kredit yang disalurkan mencapai 299.532 miliar rupiah. Dari 299.532 milyar tersebut, kredit yang disalurkan pada sektor jasa mencapai 187.056 miliar rupiah, atau mencapai 62,5 persen dari total kredit yang disalurkan pada tahun itu. Sektor perdagangan menjadi sektor tujuan kedua dalam penyaluran kredit kepada usaha berskala kecil dan menengah. Pada Tahun 2000, kredit yang tersalurkan di sektor perdagangan mencapai 58.782 miliar rupiah, atau setara dengan 19,63 persen dari total kredit yang disalurkan. Sedangkan sektor pertanian dan pertambangan hanya mendapat bantuan kredit dari bank sebesar 53.320 miliar rupiah atau sekitar 17,8 persen dan 374 miliar rupiah atau setara dengan 0,13 persen. Mulai Tahun 2006 penyaluran kredit untuk UKM lebih banyak disalurkan untuk sektor perdagangan, setelah itu disusul secara berurutan oleh sektor jasa, pertanian, dan pertambangan. Pada Tahun 2006, jumlah total kredit yang disalurkan oleh perbankan di Indonesia mencapai 1.153.478 miliar rupiah. Dari jumlah tersebut, jumlah kredit yang disalurkan untuk sektor perdagangan mencapai 503.099 miliar rupiah (43,6 persen), sedangkan kredit yang disalurkan untuk sektor jasa adalah sebesar 420.564 miliar rupiah (36,5 persen). Jumlah kredit yang disalurkan untuk sektor pertanian sebesar 229.094 miliar rupiah (19,9 persen), dan sektor pertambangan hanya mendapatkan kredit sebesar 721 miliar rupiah, atau sebesar 0,06 persen. Berdasarkan Tabel 4.6 , mulai Tahun 2006 hingga Tahun 2008, jumlah penyaluran kredit untuk sektor pertanian nyaris
58
mengalami stagnansi. Jumlah kredit yang disalurkan untuk sektor pertanian hanya berkisar pada nilai 229.000 hingga 236.000. Hal ini sangat berbeda untuk sektor perdagangan dan jasa, jumlah kredit yang disalurkan pada sektor ini mengalami peningkatan yang besar pada periode 2006-2008. Besarnya jumlah total kredit dari Tahun 2000 hingga Tahun 2008 mengalami peningkatan yang cukup signifikan, dari 299.532 miliar rupiah pada Tahun 2000 hingga mencapai 1.488.036 miliar rupiah pada Tahun 2008, atau telah meningkat sebesar 396,8 persen. Namun hal ini tidak membuat sektor pertanian sebagai sektor primadona dalam penyaluran kredit. Sektor jasa dan sektor perdagangan masih menjadi sektor tujuan utama dalam penyaluran kredit untuk usaha berskala kecil dan menengah. Berdasarkan pada Tabel 4.6, dapat diolah lebih lanjut untuk mengetahui proporsi rata-rata dari penyaluran kredit UKM semua sektor. Pada Tabel 4.7 ditampilkan besarnya proporsi rata-rata dari penyaluran kredit UKM untuk semua sektor. Tabel 4.7 Proporsi Rata-rata dari Penyaluran Kredit UKM untuk Semua Sektor pada Periode tahun 20002008 (Persen)
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 Rata - Rata
Pertanian 17,80 16,54 20,12 35,86 20,19 20,74 19,86 18,57 15,80 20,61
Pertambangan 0,12 0,10 0,08 0,15 0,06 0,06 0,06 0,10 0,19 0,10
Sumber : Bank Indonesia, 2009. (Data Diolah)
Perdagangan 19,62 19,72 27,54 56,56 33,95 38,50 43,62 46,63 48,51 37,18
Jasa-jasa 62,45 63,64 52,26 7,43 45,79 40,69 36,46 34,71 35,50 42,10
59
Tabel 4.7 menunjukan bahwa pada periode Tahun 2000-2008 secara ratarata jumlah kredit yang disalurkan oleh bank untuk usaha berskala kecil dan menengah lebih dominan disalurkan pada sektor jasa sebesar 42,10 persen dari jumlah total kredit yang disalurkan. Setelah itu, sektor perdagangan menjadi alternative kedua sebesar 37,18 persen dari total kredit yang dikucurkan untuk usaha kecil dan menengah. Walaupun Indonesia sebagai negara agraris, penyaluran kredit untuk sektor pertanian masih belum diperhatikan secara maksimal. Rata-rata jumlah kredit yang disalurkan oleh bank untuk sektor pertanian hanya sebesar 20,61 persen dari jumlah total kredit yang disalurkan. Sektor yang mendapat bagian kredit paling adalah usaha kecil dan menengah sektor pertambangan. Penyaluran kreditnya secara rata-rata hanya berkisar 0,10 persen dari jumlah total kredit yang disalurkan bank untuk UKM. Besarnya proporsi rata-rata dari penyaluran kredit UKM pada semua sektor ditampilkan pada Gambar 4.3.
1 20.61 42.1
Jasa - Jasa Perdagangan Pertanian Pertanian Pertambangan
37.18
Sumber : Bank Indonesia, 2009
Gambar 4.3 Proporsi Rata-rata dari Penyaluran Kredit UKM pada Semua Sektor.
60
4.3
Suku Bunga Suku bunga berkaitan sangat erat dengan aktivitas penyaluran kredit.
Suku bunga adalah imbal jasa yang diberikan oleh penerima kredit kepada penyalur kredit sebagai biaya dari penggunaan dana yang dipinjamkan oleh pihak penyalur kredit kepada penerima kredit. Besarnya tingkat suku bunga yang terjadi adalah ditentukan oleh kekuatan permintaan dan penawaran dana di pasar uang. Semakin murah biaya peminjaman uang, semakin banyak uang yang akan diminta oleh rumah tangga dan dunia usaha dalam bentuk kredit. Sedangkan, semakin tinggi tingkat bunga semakin besar persedian dana yang dapat dipinjamkan. Tingkat keseimbangan dari bunga ditentukan oleh perpotongan dari permintaan dan penawaran dana yang dapat dipinjamkan. Selain berdasarkan oleh kekuatan permintaan dan penawaran dana di pasar uang, besar-kecilnya tingkat suku bunga juga dipengaruhi oleh kondisi perekonomian domestik dan global. Apabila suatu Negara memiliki kondisi perekonomian yang baik, maka besarnya tingkat suku bunga yang berlaku akan relatif lebih rendah apabila dibandingkan dengan Negara yang memiliki perekonomian yang buruk. Selain itu, pada Negara yang memiliki perekonomian yang baik, tingkat suku bunga yang berlaku juga relatif lebih stabil dibandingkan dengan Negara yang memiliki kondisi perekonomian yang buruk. Besarnya tingkat suku bunga berbanding terbalik dengan tingkat permintaan kredit. Semakin besar tingkat suku bunga, maka tingkat permintaan kredit akan semakin menurun, sedangkan semakin kecil tingkat suku bunga, tingkat permintaan untuk kredit justru akan semakin meningkat.
61
Data mengenai perkembangan kondisi tingkat suku bunga untuk penyaluran kredit secara rata-rata yang berlaku di Indonesia ditampilkan pada Tabel 4.8. Tabel 4.8 Tingkat Suku Bunga untuk Modal Kerja Secara Rata-Rata pada Tahun 2000-2008 (Persen) Tahun 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008
Suku bunga 18,52 18,55 18,95 16,82 14,12 14,05 15,98 13,86 13,60
Sumber : Bank Indonesia, 2009.
Berdasarkan Tabel 4.8, dapat diketahui bahwa kondisi tingkat suku bunga untuk modal kerja di Indonesia memiliki pergerakan yang berfluktuatif. Pada Tahun 2000, tingkat suku bunga rata-rata yang berlaku untuk modal kerja relatif tinggi, sebesar 18,52 persen. Kondisi perekonomian Indonesia yang sedang melesu menyebabkan tingginya tingkat suku bunga, sehingga mempengaruhi tingkat permintaan kredit. Pada Tahun 2000 hingga Tahun 2002, tingkat suku bunga untuk modal kerja terus merangkak naik, mulai 18,52 persen pada Tahun 2000, 18,55 persen pada Tahun 2001, dan 18,95 persen di Tahun 2002. Peningkatan suku bunga yang terjadi dapat memperlambat pertumbuhan permintaan kredit yang digunakan sebagai modal untuk melakukan berbagai macam usaha. Namun seiring berjalannya waktu, kondisi perekonomian sudah
62
mulai membaik dan relatif stabil, sehingga hal itu pun berimbas pada turunnya tingkat suku bunga rata-rata yang berlaku untuk modal kerja. Mulai Tahun 2003 hingga Tahun 2008, tingkat suku bunga untuk modal kerja yang berlaku di Indonesia mengalami penurunan secara bertahap. Walaupun pada Tahun 2006 tingkat suku bunga untuk modal kerja kembali meningkat, namun pada Tahun 2007 dan 2008 tingkat suku bunga untuk modal kerja di Indonesia mengalami penurunan kembali. Tentu saja hal ini sangat positif dalam peningkatan permintaan jumlah kredit, terutama kredit yang digunakan sebagai modal untuk melakukan usaha ataupun dalam hal pengembangan usaha. Peningkatan dan penurunan tingkat suku bunga rata-rata untuk modal kerja yang terjadi pada Tahun 2000 hingga Tahun 2008 dapat dilihat pada Gambar 4.4.
Sumber : Bank Indonesia, 2009 Gambar 4.4 Perkembangan Suku Bunga untuk Modal Kerja secara Rata-rata pada Tahun 2000-2008
63
4.4
Gambaran Umum mengenai Pendapatan Domestik Bruto (PDB) di Indonesia Pertumbuhan ekonomi suatu negara berkaitan erat dengan keberhasilan
dalam pencapaian output yang bersifat kuantitatif, seperti nilai Pendapatan Domestik Bruto (PDB) dari suatu negara. Besar-kecilnya nilai dari PDB suatu Negara menunjukan tingkat kesejahteraan suatu negara. Semakin besar nilai PDB suatu negara, maka semakin sejahtera pula negara tersebut, sedangkan semakin kecil PDB, maka hal ini dapat mengindikasikan bahwa tingkat kesejahteraan negara tersebut masih rendah. Ada
tiga
instrumen/pendekatan
untuk
menghitung
pendapatan
nasional/Pendapatan Domestik Bruto (PDB), yaitu : pendekatan pengeluaran, pendekatan produksi, dan pendekatan pendapatan. Penghitungan dengan metode pendekatan pengeluaran yaitu dengan cara menghitung jumlah seluruh pengeluaran untuk membeli barang dan jasa yang diproduksi dalam suatu negara selama satu periode tertentu. Perhitungan dengan pendekatan ini dilakukan dengan menghitung pengeluaran yang dilakukan oleh empat pelaku kegiatan ekonomi negara, yaitu: Rumah tangga (Consumption), pemerintah (Goverment), pengeluaran investasi (Investment), dan selisih antara nilai ekspor dikurangi impor (X-M) atau sering disebut dengan net export. Cara penghitungan pendapatan nasional menggunakan pendekatan pendapatan adalah dengan menjumlahkan seluruh pendapatan yang diterima oleh faktor-faktor produksi. Faktor-faktor produksi tersebut adalah upah, sewa, bunga, dan laba. Selain menggunakan pendekatan pengeluaran dan pendekatan pendapatan, terdapat suatu pendekatan lagi untuk
menghitung pendapatan nasional,
yaitu
dengan
64
menggunakan pendekatan produksi. Cara menghitung pendapatan nasional pada pendekatan produksi ini adalah dengan cara menjumlahkan nilai seluruh produk yang dihasilkan suatu negara dari bidang industri, agraris, ekstraktif, jasa, dan niaga selama satu periode tertentu. Nilai produk yang dihitung dengan pendekatan ini adalah nilai jasa dan barang jadi (bukan bahan mentah atau barang setengah jadi). Perkembangan Pendapatan Domestik Bruto (PDB) di Indonesia dari tahun 2000-2008, ditampilkan pada Tabel 4.9. Tabel 4.9 Perkembangan Total PDB Indonesia (miliar Dollar Amerika)
Tahun 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008
PDB 95,45 140,00 150,20 141,26 172,98 208,31 256,00 284,07 364,24 420,00 467,00
Pertumbuhan (%) 46,67 7,23 -5,95 22,46 20,42 22,89 10,96 28,22 15,31 11,19
Sumber: Mandiri Sekuritas 2009.
Berdasarkan Tabel 4.9, dapat dilihat bahwa dalam 10 tahun terakhir, Pendapatan Domestik Bruto Negara Indonesia telah tumbuh sebesar 389.28 persen, dari 95,446 US $ pada Tahun 1998 menjadi 467 US $ pada Tahun 2008. Tentu saja hal ini membawa dampak positif terhadap keadaan ekonomi Indonesia, karena semakin besar nilai PDB Indonesia, maka itu merupakan salah satu
65
indikasi bahwa tingkat kesejahteraan di Indonesia mulai membaik. Perkembangan Total PDB di Indonesia dapat dituangkan dalam grafik di Gambar 4.5.
500,000 450,000 400,000 350,000 300,000 250,000 200,000 150,000 100,000 50,000 0
1998
2000
2002
2004
2006
2008
Sumber : Mandiri Sekuritas, 2009
Gambar 4.5 Grafik PDB Indonesia Tahun 2000-2008 (Miliar US $)
66
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1
Pengaruh Kredit, PDB, dan Suku Bunga terhadap UKM Penelitian ini menganalisis pengaruh faktor tingkat suku bunga, total PDB,
dan total kredit terhadap tingkat perkembangan jumlah unit usaha berskala kecil dan menengah. Hasil estimasi model ditunjukan pada hasil regresi dalam Tabel 5.1. Tabel 5.1 Hasil Regresi Persamaan Perkembangan Jumlah UKM Variabel
Koefisien
Probability
C
41074692
0,001
Total Kredit
0,854
0,701
Suku Bunga
−269834
0,354
PDB
28202
0,013
R-squared (R2)
0,970
Adjusted R-squared (adj R2)
0,953
Durbin-Watson Stat
1,51517
Prob (F-Statistic)
0.000
Keterangan : Taraf Nyata 5 % (α=0,05)
Uji statistik (uji-f) yang disajikan pada Tabel 5.1 menunjukkan hasil yang baik. Hal ini dapat dilihat dari probabilitas F sebesar 0,0000 yang nilainya lebih kecil dari taraf nyata 0,05. Hal ini berarti bahwa pengaruh yang ditimbulkan keseluruhan variabel penjelas secara serempak terhadap variabel bebas adalah baik. Artinya dari semua variabel bebas (variabel total kredit, PDB, dan suku
67
bunga) dalam model tersebut setidaknya ada satu variabel yang berpengaruh nyata terhadap perkembangan jumlah UKM. Berdasarkan hasil analisis regresi menunjukan bahwa persamaan ini memiliki kecocokan model yang tinggi. Hal tersebut dapat dilihat pada nilai koefisien determinasi (R2) pada persamaan perkembangan jumlah unit usaha bernilai 0,97 (97 persen). Artinya bahwa variabel total kredit, PDB, dan Suku Bunga yang terdapat dalam model menjelaskan keragaman sebesar 97 persen, dan sisanya (3 persen) dijelaskan oleh faktor-faktor lain di luar persamaan. Namun, walaupun nilai R2 pada persamaan di atas tinggi, tetapi besarnya nilai P (P-Value) dari variabel total kredit dan suku bunga nilainya lebih besar dari taraf nyata 0,05 (5 persen).
5.2
Uji Ekonometrika Uji ekonometrika dilakukan untuk mengetahui pelanggaran asumsi yang
terjadi pada model yang diteliti. Uji ekonometrika yang dilakukan adalah uji normalitas, uji autokorelasi, uji heteroskedastisitas, dan uji multikolinearitas.
5.2.1
Uji Normalitas Data yang digunakan pada penelitian ini kurang dari 30 data. Oleh
karena itu perlu dilakukan uji normalitas terlebih dahulu untuk mengetahui distribusi error term pada penelitian ini apakah sudah terdistribusi dengan normal. Hasil uji normalitas yang terdapat pada lampiran 3 menunjukan bahwa nilai probabilitas pada model adalah sebesar 0,048. Hal ini berarti bahwa Error Term yang ada pada model telah terdistribusi dengan normal.
68
5.2.2
Uji Autokorelasi Model persamaan yang digunakan dalam menganalis pengaruh
total kredit, PDB, dan tingkat suku bunga terhadap perkembangan jumlah unit usaha berskala kecil dan menengah (UKM) memiliki nilai DurbinWatson Statistic sebesar 1,517 (mendekati dua). Hal ini menyatakan bahwa tidak ada pelanggaran terhadap autokorelasi.
5.2.3
Uji Heteroskedastisitas Hasil regresi pada uji heteroskedastisitas
menunjukan bahwa
masing-masing variabel bebas memiliki nilai probabilitas lebih besar dari taraf nyata 5 persen (α = 0,05). Hal ini menunjukan bahwa tidak terjadi pelanggaran
asumsi
heteroskedastisitas.
Hasil
regresi
pada
uji
heteroskedastisitas ditunjukan pada Tabel 5.2 di bawah ini. Tabel 5.2 Hasil Estimasi Uji Heteroskedastisitas Peubah Total Kredit Suku Bunga PDB
5.2.4
Nilai-p 0,931 0,743 0,975
Keterangan Homoskedastisitas Homoskedastisitas Homoskedastisitas
Uji Multikolinearitas Untuk melihat apakah telah terjadi multikolinearitas atau tidak
pada model, maka perlu dilakukan uji korelasi. Pada matriks hasil uji korelasi menggambarkan korelasi variabel independen dengan variabel
69
dependen, dan korelasi antar variabel independen. Hasil uji korelasi pada model terdapat pada Tabel 5.3. Tabel 5.3 Uji Korelasi Total kredit; PDB; dan Suku bunga terhadap Jumlah Usaha Jumlah Usaha
Total Kredit
PDB
Suku Bunga
Total Kredit
0,917
1
0,917
PDB
0,981
0,917
1
− 0,826
Suku Bunga
−0,858
−0,793
−0,826
1
− 0,793
Menurut teori metode staistik, korelasi antara variable dependen dengan variabel independen, dilihat dari nilai Pearson correlation atau rnya. Nilai korelasi suatu variabel dengan variabel lain mempunyai nilai sebagai berikut :
-1 < r < 1 Dimana, jika :
r mendekati 1, hubungan variable tersebut sangat kuat dan searah
r mendekati -1, hubungan variable tersebut sangat kuat dan tidak searah
r mendekati 0, tidak ada hubungan linier antar variable tersebut Berdasarkan output korelasi di atas, dapat dilihat bahwa korelasi
antara variabel total kredit terhadap perkembangan jumlah unit usaha kecil dan menengah memiliki r sebesar 0,917. Sehingga dapat diartikan bahwa hubungan antara total kredit dengan perkembangan jumlah unit usaha
70
sangat kuat dan searah (karena r mendekati 1). Dengan kata lain, variabel total kredit mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap perkembangan jumlah unit usaha, dan peningkatan pada jumlah total kredit juga dapat meningkatkan jumlah unit usaha. Korelasi variabel Pendapatan Domestik Bruto (PDB) Indonesia dengan perkembangan jumlah unit usaha memiliki nilai
Pearson
Correlation (r) sebesar 0,981. Korelasi variabel ini dengan perkembangan jumlah unit usaha, memiliki kesamaan dengan korelasi pada variabel total kredit terhadap jumlah unit usaha. Sehingga hal ini dapat didefinisikan bahwa variable PDB mempunyai pengaruh yang sangat kuat dan searah terhadap perkembangan jumlah unit usaha, dengan kata lain, peningkatan Pendapatan Domestik Bruto Indonesia juga akan meningkatkan jumlah unit usaha yang berskala kecil dan menengah. Berdasarkan output korelasi di atas pula, dapat kita amati bahwa korelasi variabel suku bunga terhadap jumlah unit usaha memiliki nilai yang berbeda dengan variabel-variabel lain. Pada variabel total kredit dan PDB, nilai Pearson Correlation (r) adalah sebesar 0,917 dan 0,981. Nilai Pearson Correlation untuk variabel total kredit dan PDB bernilai positif mendekati satu yang berarti bahwa memiliki hubungan yang sangat kuat dan searah, sedangkan pada variabel tingkat suku bunga nilai Pearson Correlation (r) adalah sebesar –0,858. Ini berarti bahwa variabel suku bunga memiliki korelasi yang kuat dan tidak searah. Hal ini dapat
71
didefinisikan bahwa jika terjadi peningkatan nilai suku bunga maka jumlah unit usaha mengalami penurunan. Pada Tabel 5.3, dijelaskan bahwa korelasi antar variabel independen memiliki nilai yang lebih besar dari [0.8]. Hal ini mempunyai arti bahwa antar variabel indepeden mempunyai korelasi yang tinggi. Ini mengindikasikan bahwa telah terjadi multikolinearitas pada model. 5.3
Penyelesaian Multikolinearitas Untuk menyelesaikan masalah multikolinieritas yang terjadi pada
persamaan di atas, maka dapat diatasi dengan cara menggunakan metode Stepwise Regression dan Regresi komponen utama. Pada penelitian ini, metode yang digunakan untuk mengatasi masalah multikolinieritas adalah metode Regresi Komponen Utama. Karena apabila kita menggunakan metode Stepwise Regression, masalah multikolinieritas dapat diatasi namun dengan cara menghilangkan salah satu peubah independen, sehingga akan lebih baik jika kita menggunakan metode regresi komponen utama. Berikut adalah langkah-angkah yang dilakukan pada Regresi komponen utama. Keragaman satuan yang terdapat pada data semua peubah independen (total kredit, PDB, dan tingkat suku bunga), distandarisasi ke sebaran normal (Z) dengan rumus sebagai berikut :
(21)
72
Dimana : Zi = sebaran normal ke-i Xi = nilai variabel ke-i X = nilai rata-rata variabel Sxi = standar deviasi variabel Untuk menghitung sebaran normal, perlu diketahui nilai rataan dan standar deviasi setiap peubah. Nilai rataan dan standar deviasi setiap peubah ditampilkan pada Tabel 5.4. Tabel 5.4 Nilai Rataan dan Standar Deviasi Setiap Variabel Independen Peubah Total kredit Suku bunga PDB
rata-rata 885.765,90 16,05 273,78
Stdev 396.783,90 2,23 119,69
Setelah didapatkan nilai rataan dan standar deviasi di atas, langkah selanjutnya adalah mencari nilai sebaran normal pada 3 komponen utama. Besarnya nilai sebaran normal pada 3 komponen utama ditampilkan pada Tabel 5.5. Tabel 5.5 Nilai Sebaran Normal pada 3 Komponen Utama JML_Usaha 39784036 39964080 41944494 43460242 44777387 47102744 48929636 49840489 51189810
Z1 -1,47746 -0,44407 -0,571 -1,15445 -0,01199 0,48156 0,67471 0,98483 1,51788
Z2 1,10788 1,11998 1,29792 0,34323 -0,8629 -0,89562 -0,03147 -0,98034 -1,09866
Z3 -1,03257 -1,10727 -0,84225 -0,54702 -0,14858 0,08596 0,75576 1,22164 1,61433
73
Setelah mendapatkan nilai sebaran normal pada tiga komponen utama, langkah berikutnya adalah menentukan banyaknya komponen utama yang dimasukan ke dalam persamaan. Untuk menentukan banyaknya komponen utama yang dimasukan ke dalam persamaan digunakan analisis komponen utama dengan melihat nilai eigenvalue dari masing-masing komponen utama. Hasil analisis komponen utama disampaikan pada Tabel 5.6. Tabel 5.6 Analisis Komponen Utama Z1, Z2, Z3
Eigenvalue Variabel Z1 Variabel Z2 Variabel Z3
1 2.6921 0.582 −0.561 0.589
Principal component (Komponen utama) 2 0.2275 0.486 0.821 0.300
3 0.0804 0.652 − 0.112 − 0.750
Untuk menentukan banyaknya komponen utama yang dimasukan ke dalam persamaan, maka kita harus melihat nilai eigenvalue dari masing-masing komponen utama. Apabila nilai eigenvalue > 1, maka komponen utama tersebut yang akan dimasukan ke dalam persamaan, dan apabila nilai eigenvalue < 1, maka komponen utama tersebut tidak akan dimasukan ke dalam persamaan. Berdasarkan analisis komponen utama yang telah dilakukan di atas, dapat kita lihat bahwa komponen utama yang memiliki nilai eigenvalue >1 adalah komponen utama satu (PC1), sedangkan komponen utama dua dan tiga nilainya < 1, oleh karena itu hanya komponen utama satu (PC1) yang akan dimasukan ke dalam persamaan. Untuk mendapatkan suatu persamaan linier, kita harus meregresikan variabel jumlah usaha dengan variabel lain yang merepresentasikan
74
nilai dari komponen utama satu (PC1). Besarnya nilai komponen utama satu (PC1) adalah sebagai berikut : W1 = 0,582 (Z1) – 0,561 (Z2) + 0,589 (Z3)
(22)
Dimana W1 adalah variabel pembobot yang merepresentasikan nilai dari komponen utama 1 (PC1). Setelah didapatkan variabel W1 yang mewakili nilai dari komponen 1, kemudian diregresikan dengan variabel jumlah usaha. Hasil regresi variabel jumlah usaha dengan W1 ditunjukan pada Tabel 5.7. Tabel 5.7 Hasil Regresi Variabel Jumlah Usaha terhadap WI Variabel
Koefisien
Probability
C
45221435
0,000
W1
2523063
0,000
R-squared (R2)
0,942
Adjusted R-squared (adj R2)
0,934
Durbin-Watson Stat
2,39374
Prob(F-Statistic)
0.000
Hasil regresi pada Tabel 5.7 menunjukkan bahwa nilai R2 adalah sebesar 94,2 persen, dan ini berarti bahwa variabel W1 yang mewakili komponen utama satu (PC1) Artinya bahwa variabel W1 yang terdapat dalam model menjelaskan keragaman sebesar 94,2 persen, dan sisanya dijelaskan oleh faktor-faktor lain diluar persamaan. Sebelum dilakukan regresi komponen utama, nilai R2 pada awal persamaan juga memiliki nilai yang tinggi, namun besarnya nilai P-Value yang ada pada variabel-variabel independen melebihi nilai taraf nyata 5 persen (0,05), sehingga variabel-variabel tersebut dianggap tidak signifikan. Namun setelah
75
dilakukan regresi komponen utama, nilai P-Value untuk variabel W1 yang merepresentasikan nilai komponen utama satu (PC1) nilainya dibawah taraf nyata 0,05 yaitu 0,00. Hal ini menunjukan bahwa variabel W1 mempengaruhi perkembangan jumlah unit usaha sebesar 94,2 persen dan berpengaruh signifikan. Hal ini menunjukan bahwa masalah multikolinineritas yang terjadi sebelumnya telah teratasi dengan menggunakan regresi komponen utama. Transformasi W1 ke Z Berdasarkan hasil regresi pada Tabel 5.7 didapatkan persamaan untuk perkembangan jumlah usaha adalah sebagai berikut : Jml usaha = 45221435 + 2523063 W1
(23)
Dengan mensubsitusikan persamaan (22) dan (23), didapatkan persamaan untuk jumlah usaha yaitu sebagai berikut : Jml usaha = 45221435 + 2523063 (0,582 Z1 – 0,561 Z2 + 0,589 Z3) Jml usaha = 45221435 + 1468423 Z1 - 1415438 Z2 + 1486084 Z3 Bentuk persamaan di atas masih dalam bentuk satuan komponen utama (Z), sehingga untuk mengetahui persamaan tersebut dalam satuan variabel yang diteliti (Total kredit, Suku bunga, dan PDB), maka variabel Z harus dirubah menjadi variabel-variabel yang diteliti yaitu dengan mentransformasikan z menjadi x berdasarkan persamaan (21).
76
X1 X1 X2 X2 - 1415438 Jml usaha = 45221435 + 1468423 S2 + S 1 X3 X3 1486084 S 3 X 1 885765,9 X 2 16,04922 Jml usaha = 45221435 + 1468423 - 1415438 396783,9 2,231094 X 3 273,7831 + 1486084 119,6886 Jml usaha = 48725878 + 3,700812 X1 − 634414 X2 + 12416,26 X3 Jml usaha = 48725878 + 3,700812 Total_Kredit − 634414 SUKU_BUNGA + 12416,26 PDB Pada persamaan di atas dapat kita lihat bahwa variabel total kredit dan PDB mempunyai nilai yang positif. Ini berarti bahwa jumlah unit usaha akan meningkat seiring dengan peningkatan yang terjadi pada variabel total kredit dan PDB. Sedangkan nilai dari variabel suku bunga adalah negative, ini mempunyai arti bahwa variabel ini memiliki pengaruh yang kontradiktif dengan hasilnya. Koefisien dari variabel total kredit adalah sebesar 3,700812 ini berarti bahwa peningkatan total kredit sebesar satu miliar rupiah dapat meningkatkan 3,700812 unit usaha. Sedangkan koefisien dari PDB adalah sebesar 12416,26. Ini berarti bahwa peningkatan Pendapatan Domestik Bruto (PDB) Indonesia sebesar satu miliar dollar dapat meningkatkan jumlah unit usaha berskala kecil dan menengah sebesar 12.416,26 unit usaha. Sedangkan variabel suku bunga memiliki koefisien sebesar −634.414, ini mempunyai arti bahwa peningkatan satu persen pada tingkat suku bunga dapat menurunkan jumlah unit usaha sebesar 634.414
77
unit usaha. Sebaliknya, jika tingkat suku bunga turun sebesar satu persen, maka hal ini dapat memacu peningkatan jumlah unit usaha sebesar 634.414 unit usaha. Berdasarkan hasil di atas dapat disimpulkan bahwa variabel tingkat suku bunga berpengaruh sangat besar terhadap jumlah unit usaha kecil dan menengah. Sedangkan variabel Total kredit merupakan variabel yang memiliki pengaruh paling kecil terhadap jumlah unit usaha berskala kecil dan menengah.
78
VI. PENUTUP
6.1
Kesimpulan a. Jumlah Total kredit yang disalurkan untuk usaha berskala kecil dan menengah pada tahun 2000-2008 mengalami peningkatan. Pada tahun 2000, jumlah total kredit yang disalurkan adalah sebesar 299.532 milyar rupiah, sedangkan pada tahun 2008, jumlah total kredit yang disalurkan adalah sebesar 1.488.036 milyar rupiah. Sektor jasa dan perdagangan masih menjadi sektor utama dalam penyaluran kredit. Peningkatan jumlah total kredit berbanding lurus terhadap peningkatan jumlah unit usaha, namun kontribusi variabel ini masih relatif kecil. Hal ini dapat dilihat dari kecilnya nilai koefisien pada hasil penelitian. Nilai koefisien variabel total kredit adalah sebesar 3,700812. Ini didefinisikan bahwa peningkatan total kredit sebesar 1 milyar rupiah dapat meningkatkan jumlah unit usaha sebesar 3,7 unit usaha. b. Variabel total kredit, dan PDB mempunyai pengaruh yang berbanding lurus terhadap peningkatan jumlah unit usaha berskala kecil dan menengah, sedangkan tingkat suku bunga yang berbanding terbalik dengan peningkatan jumlah unit usaha berskala kecil dan menengah. c. Variabel tingkat suku bunga berpengaruh sangat dominan terhadap peningkatan jumlah unit usaha berskala kecil dan menengah. Koefisien variabel suku bunga pada hasil pengolahan data adalah sebesar –
79
634.414, ini berarti bahwa peningkatan suku bunga sebesar 1 % dapat menurunkan jumlah unit usaha sebesar 634.414 unit usaha. d. Total Pendapatan Domestik Bruto (PDB) Indonesia dari tahun 20002008 mengalami tren yang meningkat, dari tahun 2000 yang berjumlah sebesar 150,196 milyar dollar dan tahun 2008 sudah meningkat menjadi 467 milyar dollar. Peningkatan PDB ini juga berbanding lurus terhadap peningkatan jumlah unit usaha berskala kecil dan menengah. Hal ini ditunjukan dari nilai koefisien untuk PDB adalah sebesar 12.416,26. Ini berarti bahwa peningkatan PDB Indonesia sebesar 1 milyar dollar dapat meningkatkan jumlah unit usaha berskala kecil dan mengah sebesar 12.416,26 unit usaha.
6.2
Saran a. Pemerintah harus menjaga stabilitas ekonomi, sehingga tingkat suku bunga dapat terjaga pada level yang rendah. Karena tingkat suku bunga sangat berpengaruh terhadap peningkatan jumlah unit usaha berskala kecil dan menengah. Selain itu, diperlukan peran serta pemerintah untuk menjalankan program-program penyaluran kredit dengan tingkat suku bunga yang rendah. b. Mengingat Indonesia sebagai negara yang memiliki potensi dalam bidang pertanian, maka diperlukan berbagai usaha yang mendukung kemajuan pada bidang pertanian, termasuk dalam penyaluran kreditnya. Penyaluran kredit usaha untuk usaha berskala kecil dan menengah pada sektor pertanian perlu ditingkatkan, sehingga
80
perekonomian Indonesia dapat lebih berkembang sesuai dengan potensi yang dimlikinya. c. Pemerintah harus mendorong produktivitas dalam negeri agar meningkat sehingga pendapatan nasional (PDB) pun akan semakin terus meningkat, dengan begitu, hal tersebut akan menjadi stimulant bagi perekonomian Indonesia untuk terus berkembang, dan ini akan merangsang terhadap tumbuhnya unit-unit usaha berskala kecil dan menengah.
81
DAFTAR PUSTAKA
Arsyad, L. 2008. Lembaga Keuangan Mikro: Institusi, Kinerja, dan Sustanabilitas. ANDI : Yogyakarta. Azrin, M. 2004. Dampak Ekonomi Pengembangan Usaha Kecil dan Menengah Sektor Perdagangan Terhadap Perekonomian Kota Bogor [Tesis]. Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Bannock, Graham, R. E. Baxter dan Evan Davis. 2004. A Dictionary of Economics. Penguin Books Ltd. Inggris. BI. 2009. Outstanding of Small Scale Credits in Rupiah of Commercial Banks by Group of Banks and by Economic Sector. www.bi.go.id BI. 2009. Outstanding of Small Scale Credits in Rupiah of Commercial Banks by Group of Banks and by Economic Sector. www.bi.go.id Cahyono, B. 1983. Pengembangan Kesempatan Kerja. BPFG: Yogyakarta. Gujarati, D. N. 1999. Basic Econometric, 3rd. Ed. Mc Graw-Hill International Edition, Singapore. Gumilar, A. 2008. Pengaruh Suku Bunga terhadap Berbagai Jenis Kredit UMKM di Indonesia [skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Juanda, B. 2007. Metodologi Penelitian Ekonomi dan Bisnis. Bogor : IPB Press. Karina. 2005. Analisis Penyaluran Kredit Bank Uum terhadap Usaha Kecil di Indonesia [skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Kementrian Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah. 2008. Statistik Usaha Kecil dan Menengah (UKM) Tahun 2000-2008. Kementrian Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah. Jakarta. Kuncoro, M. 1996. Ekonomi Pembangunan: Teori, Masalah, dan Kebijakan. UMP KMP YPPM : Yogyakarta. Mankiw, N. G. 2003. Teori Makroekonomi: Edisi Kelima. Erlangga: Jakarta. Pramiyanti, A. 2008. Studi Kelayakan Bisnis untuk UKM. Med Press : Jakarta.
82
Tejasari, M. 2008. Peranan Sektor Usaha Kecil dan Menengah dalam Penyerapan Tenaga Kerja dan Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia [Skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Instiut Pertanian Bogor. Bogor. Bogor. Ulpah, M. 2006. Regresi Komponen Utama [Tesis]. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Wikipedia. 2009. Produk Domestik www.wikipedia.com [5 Mei 2009]
Bruto
[Wikipedia
Online].
Wikipedia. 2009. Pendapatan Nasional [Wikipedia Online]. www.wikipedia.com [5 Mei 2009]
83 Lampiran 1 Data Penjelas Tahun 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008
JML_Usaha 39784036 39964080 41944494 43460242 44777387 47102744 48929636 49840489 51189810
TOTAL KREDIT 299532 709566 659202 427700 881009 1076840 1153478 1276530 1488036
SUKU BUNGA 18,521 18,548 18,945 16,815 14,124 14,051 15,979 13,862 13,598
PDB 150,196 141,255 172,975 208,311 256 284,072 364,239 420 467
Lampiran 2. Hasil Regresi Jumlah UKM terhadap Total Kredit, PDB, dan Suku Bunga The regression equation is JML_Usaha = 41074692 + 0,85 TOTAL KREDIT - 269834 SUKU BUNGA + 28202 PDB Predictor Constant TOTAL KREDIT SUKU BUNGA PDB
Coef 41074692 0,854 -269834 28202
SE Coef 5432451 2,099 264125 7516
T 7,56 0,41 -1,02 3,75
P 0,001 0,701 0,354 0,013
VIF 6,5 3,2 7,5
S = 927265 R-Sq = 97,0% R-Sq(adj) = 95,3% Analysis of Variance Source DF Regression 3 Residual Error 5 Total 8 Source TOTAL KREDIT SUKU BUNGA PDB
SS 1,41191E+14 4,29910E+12 1,45490E+14 DF 1 1 1
Seq SS 1,22414E+14 6,66889E+12 1,21073E+13
Durbin-Watson statistic = 1,51517
MS 4,70635E+13 8,59820E+11
F 54,74
P 0,000
84 Lampiran 3. Uji Normalitas Kenormalan Normal 99
Mean StDev N KS P-Value
95 90
-1,65568E-08 733067 9 0,276 0,048
Percent
80 70 60 50 40 30 20 10 5
1
-2000000
-1000000
0 RESI3
1000000
2000000
Titik-titik mendekati garis lurus, maka diasumsikan galat sudah menyebar normal.
Lampiran 4. Uji Heteroskedastisitas Meregresikan peubah X terhadap mutlak residual The regression equation is |Ut| = 275168 + 0,044 TOTAL KREDIT + 21285 SUKU BUNGA + 57 PDB Predictor Constant TOTAL KREDIT SUKU BUNGA PDB Peubah Total Kredit Suku Bunga PDB
Coef 275168 0,0442 21285 57
SE Coef 1261217 0,4872 61320 1745 Nilai-p 0,931 0,743 0,975
T 0,22 0,09 0,35 0,03
P 0,836 0,931 0,743 0,975
keterangan Homoskedastisitas Homoskedastisitas Homoskedastisitas
85
Lampiran 5. Uji Multikolinearitas Uji Korelasi Variabel
TOTAL KREDIT PDB SUKU BUNGA
JML_Usaha 0,917 0,000
TOTAL KREDIT
0,981 0,000
0,917 0,000
-0,858 0,003
-0,793 0,011
Cell Contents: Pearson correlation P-Value
Lampiran 6. Sebaran Normal Z1 -1,47746 -0,44407 -0,571 -1,15445 -0,01199 0,48156 0,67471 0,98483 1,51788
Z2 1,10788 1,11998 1,29792 0,34323 -0,8629 -0,89562 -0,03147 -0,98034 -1,09866
Z3 -1,03257 -1,10727 -0,84225 -0,54702 -0,14858 0,08596 0,75576 1,22164 1,61433
PDB
-0,826 0,006
86 Lampiran 7. Analisis Komponen Utama pada Sebaran Normal Eigenanalysis of the Correlation Matrix Eigenvalue Proportion Cumulative
PC1 2,6921 0,897 0,897
PC2 0,2275 0,076 0,973
PC3 0,0804 0,027 1,000
Variable Z1 Z2 Z3
PC1 PC2 0,582 0,486 -0,561 0,821 0,589 0,300
PC3 0,652 -0,112 -0,750
KARENA NILAI EIGEN VALUE YANG LEBIH BESAR DARI 1 HANYA ADA DI PC1 MAKA KOMPONEN YANG DIGUNAKAN HANYA PC1 Untuk menentukan berapa banyak komponen Utama yang dipakai maka bisa dilihat dari nilai eigen (Eigen Value) jika Eigen Value > 1 maka komponen tersebut digunakan. Pada output diatas maka komponen yang diambil sebanyak 1 Komponen. Lampiran 8. Analisis Regresi Jumlah UKM terhadap W1 The regression equation is JML_Usaha = 45221435 + 2523063 W1 Predictor Constant W1
Coef SE Coef 45221435 364927 2523063 235905
T 123,92 10,70
P 0,000 0,000
S = 1094780 R-Sq = 94,2% R-Sq(adj) = 93,4% Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total
DF 1 7 8
SS 1,37100E+14 8,38980E+12 1,45490E+14
Durbin-Watson statistic = 2,39374
MS 1,37100E+14 1,19854E+12
F 114,39
P 0,000
87 Lampiran 9. Tranformasi W Hingga Menjadi X JML_Usaha = 45221435 + 2523063 W1 JML_Usaha = 45221435 + 2523063(0,582 Z1 – 0,561 Z2 + 0,589 Z3) JML_Usaha = 45221435 + 1468423 Z1 - 1415438 Z2 + 1486084
Z3
Transformasi Z menjadi X JML_USAHA = 45221435 + 1468423
X1 X1 X2 X2 X3 X3 - 1415438 + 1486084 S1 S2 S3
JML_USAHA = 45221435 + 1468423
X 1 885765,9 X 2 16,04922 - 1415438 + 1486084 396783,9 2,231094
X 3 273,7831 119,6886 JML_USAHA = 48725878
+ 3,700812 X1 -634414 X2 + 12416,26 X3
JML_USAHA = 48725878
+ 3,700812 Total_Kredit - 634414 SUKU_BUNGA + 12416,26 PDB