KREATIVITAS YANG BERTANGGUNGJAWAB Dr. O. Notohamidjojo, S.H.
i
Undang-Undang Republik Indonesia No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta Lingkup Hak Cipta Pasal 2: 1.
Hak cipta merupakan hak eksklusif bagi Pencipta atau Pemegang Hak Cipta untuk mengumumkan atau memperbanyak Ciptaanya, yang timbul secara otomatis setelah suatu ciptaan dilahirkan tanpa mengurangi pembatasan menurut peraturan perundangundangan yang berlaku.
Ketentuan Pidana Pasal 72: 1.
Barangsiapa dengan sengaja atau tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 49 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp.1.000.000,00 (Satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,00 (Lima milyar rupiah).
2.
Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta atau Hak Terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (Lima ratus juta rupiah).
ii
KREATIVITAS YANG BERTANGGUNGJAWAB Dr. O. Notohamidjojo, S.H.
Penerbit: Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga
iii
Kreativitas yang Bertanggungjawab Dr. O. Notohamidjojo, S.H.
Cetakan, November 2011
Penata Letak: Trifosa Widoningsih Ilustrasi Sampul: Michael Bezaleel Wenas Derry A. Raditya Desain Sampul: Bayu Karina
Kreativitas yang Bertanggungjawab Dr. O. Notohamidjojo, S.H. Salatiga: Universitas Kristen Satya Wacana xvi + 709 hal.; 15 cm x 23 cm ISBN: 978 - 979 – 729 – 058 - 0
iv
Sambutan Rektor Memasuki Lustrum XI tahun 2011 ini, bahtera Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW) dengan anugerah dan pertolongan Tuhan Yang Maha Pengasih berhasil mengembangkan layarnya terus mengarungi samudra yang bergolak dengan tiupan angin perubahan menyapa masa depannya yang gemilang. Badai dan topan silih berganti menerpa bahtera dalam pelayaran itu. Walaupun demikian, UKSW tetap tegak berlayar terus. Pada waktunyalah, Gereja-Gereja Pendukung dan seluruh sivitas akademika UKSW beserta para alumninya perlu menundukkan kepala di hadapan Tuhan Yang Maha Kuasa bersama menghaturkan puji dan syukur atas anugerahNya itu. Tuhan, Kepala Gereja, itu telah berkarya dengan ajaibnya memimpin dan menghantar UKSW tiba di usia yang ke 55 melalui berbagai kepala, tangan dan kaki, dari yang tertinggi sampai dengan terendah, yang mulia sampai yang hina. Semua pihak dilibatkannya, dosen, pegawai bukan dosen dan mahasiswa. Semua turut mengambil bagian di dalam Karya yang mulia ini melalui tenaga dan pikirannya masing-masing. Kepada orang-orang yang Tuhan pakai itulah pula, ucapan terima kasih patutlah dihaturkan. Dr. O. Notohamidjojo, Rektor Magnifikus UKSW tahun 19561973, adalah salah satu di antara sekian banyak orang yang Tuhan pakai itu. Seluruh hidup dan karyanya telah dibaktikan bagi pelayaran bahtera UKSW itu. Keberadaan 50 tahun pertama UKSW dengan pertolongan Tuhan adalah hasil dan kerja keras beliau. Itu terbukti dari datangnya terpaan-terpaan besar terhadap bahtera itu di sekitar tahun 1965 dan 1993-1995. Bahtera itu tegak tegar. Walaupun kepemimpinan beliau “hanya” berlangsung 17 tahun, tidak mencapai 50 tahun, akan tetapi garis-garis haluan yang beliau tarik pada awal pelayaran dalam rencana pelayaran bahtera itu kokoh menatap jauh ke seberang lautan luas. Dari sudut pandang inilah Pak Noto perlu dipahami. v
Buku ini adalah dokumen garis-garis haluan yang telah ditoreh Pak Noto. Tujuh belas tahun beliau butuhkan bukan saja untuk menorehkan garis-garis haluan itu, akan tetapi juga menjadi jurumudi bahtera tersebut. Mungkin peralatan yang dimiliki bahtera itu sederhana saja, yaitu program studi sarjana muda, sehingga garisgaris itu terasa jauh sekali dari kenyataan. Pada usianya yang ke 55 tahun, 50 tahun kedua, sudahlah waktunya bagi UKSW betul-betul mewujudkan pelayarannya mengikuti garis-garis haluan tersebut dengan setia, terutama ketika UKSW sudah memiliki program studi doktor yang dipandu oleh para guru besarnya. Sudah waktunyalah UKSW yang adalah universitas magistrorum et scholarium betulbetul menjadi universitas scientiarum. Tujuh belas tahun bukanlah waktu yang cukup untuk mewujudkan garis-garis haluan tersebut. Tetapi 17 tahun adalah waktu yang cukup untuk menorehkan garis-garis haluan itu secara bertanggungjawab. Oleh karena itulah penerbitan ulang pikiranpikiran Pak Noto di usia ke 55 UKSW adalah tindakan yang tepat, agar generasi penerus UKSW tahu arah dan tujuan bahtera itu. “Universitas ini Tuhan yang punya,” demikian Pak Noto sering mengatakannya. Karena itu, kepadaNyalah saja segala kegiatan dan tindakan sivitas akademika, terutama para guru besarnya, patutlah dipertanggungjawabkan. Kiranya pekerjaan yang dipercayakan kepada seluruh sivitas akademika dapat dilakukan dengan penuh tanggungjawab kepada Pemilik Universitas ini. Kepada Panitia Lustrum XI UKSW yang telah bekerja keras untuk menerbitkan ulang buku ini, patutlah diucapkan terima kasih yang tulus. Tali penghubung antar generasi telah ditarik, sehingga mudah-mudahan tidak ada generasi UKSW yang tersesat. Kalau itu terjadi, universitas ini bukan lagi Satya Wacana, Setia Firman. Salatiga, 17 November 2011 Pimpinan Universitas Kristen Satya Wacana
Prof. Pdt. John A. Titaley, Th.D. Rektor
vi
Kata Pengantar Peluncuran kembali buku Kreativitas Yang Bertanggungjawab yang merupakan kumpulan tulisan Dr. O. Notohamidjojo, SH, rektor pertama UKSW adalah salah satu dari serangkaian kegiatan ilmiah yang diselenggarakan dalam perayaan LUSTRUM UKSW ke XI yang jatuh pada 30 Nopember tahun 2011. Peredaran buku Kreativitas Yang Bertanggungjawab di kalanan sivitas kampus sangatlah terbatas. Hanya beberapa orang saja di kampus ini yang memilikinya. Padahal buku tersebut memuat dokumen-dokumen penting pidato dan karangan dari “Pak Noto” yang mengandung nilai-nilai fundamental kesejarahan UKSW yang ia tulis dalam rentang perjalanan 17 tahun sebagai Rektor UKSW (1956 – 1973), dan yang telah menjadi suluh bagi perjalanan UKSW sampai saat ini. Buku Kreativitas Yang Bertanggungjawab yang diterbitkan UKSW pertama kali tahun 1973 dan diterbitkan ulang tahun 1993 dicetak dalam 2 buku terpisah (bagian 1 dan 2). Agar pembaca dapat menikmati dan memahami dokumen-dokumen penting itu secara utuh, maka Panitia Peluncuran Ulang Buku Kreativitas yang Bertanggungjawab mengetik kembali kedua buku itu dan menggabungkannya menjadi satu buku yang utuh. Yang menjadi acuan dalam pengetikan kembali buku ini adalah buku Kreativitas yang Bertanggungjawab bagian 1 dan bagian 2, terbitan Universitas Kristen Satya Wacana tahun 1993. Untuk menjaga keaslian naskah tulisan pada buku ini, maka panitia hanya mengetikkan kembali kedua buku tersebut sesuai dengan naskah versi acuan. Kalaupun ada perubahan, itu hanya dilakukan untuk kata-kata yang jelas-jelas salah tulis, atau kata yang hurufnya kurang atau lebih. Sebagai contoh: dalam versi acuan tertulis ”degnan” diubah menjadi “dengan”, tertulis ”masi” diubah menjadi ”masih,” tertulis ”leebih” diubah menjadi ”lebih.” Untuk vii
kata atau istilah dalam bahasa asing (Inggris, Belanda, Jerman, Perancis, Arab, Latin dan Bahasa Jawa) dicetak miring. Sebagai contoh: Sovereignty, Universiteit, Aufklärung, Sans peur, Khalik, Magistrorum dan Ngelmu. Sementara untuk kata/istilah campuran Inggris-Indonesia atau Belanda-Indonesia, kami tidak mengubah, tetap ditulis apa adanya. Sebagai contoh, “Selfkritik,” “Kulturil,” Buku ini juga dibuat dengan ukuran lebih kecil dari ukuran buku terbitan tahun 1993, dan menampilkan wajah Dr. O. Notohamidjojo yang dilukis mengikuti foto asli beliau sebagai cover buku. Hanya karena anugerahNyalah, maka penerbitan ulang buku ini dapat dirampungkan. Oleh karena itu patut kita panjatkan rasa syukur ini kepada Tuhan. Selain itu kami juga mengucapkan terima kasih yang tulus kepada sejumlah individu, dan lembaga, termasuk Yayasan Bina Darma, yang telah berpartisipasi dalam upaya peluncuran kembali buku ini. Terima kasih yang tulus kepada Arif Sajiarto, Bambang Susanto, Ferry Karwur, Jubhar Mangimbulude, dan ibu Trifosa Widoningsih sebagai tim editor, serta rekan-rekan di Lembaga Kemahasiswaan terutama: Illona, Godfrey, Ivone, Fitri, Jily, Tri, Anne, Meland, Ones, Jitran, Jimran, Julius, Mose, Rio, Randy, Eben, Fandy, Risco, Arwyn, Eva, Christina Noviolla, Arnold Karundeng, sebagai tim pengetikan naskah, dan atas rasa memilikinya, sehingga hanya dalam waktu yang sangat singkat naskah buku ini dapat dirampungkan dan diterbitkan kembali. Dalam keterbatasan kami, kami menyadari kemungkinan adanya kesalahan redaksional, namun demikian, kami yakin itu tidak mengubah makna sesungguhnya. Harapan kami, buku ini dapat menginspirasi, menguatkan, dan menyatukan UKSW melangkah dan berkarya dalam perjalanan 50 tahun kedua UKSW. Viva UKSW!
Salatiga, 17 November 2011
Panitia Lustrum UKSW XI
viii
Sekapur Sirih Dies Natalis Universitas Kristen Satya Wacana yang ke XXXVII, ditandai dengan peresmian pemugaran gedung perpustakaan tahap pertama, dengan nama “PERPUSTAKAAN PUSAT UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA NOTOHAMIDJOJO” yang juga ditandai dengan pembukaan selubung patung almarhum yang pernah menjabat Rektor pertama selama masa jabatan 17 tahun (1956-1973). Tiada berlebihan kiranya kalau Willi Toisuta, SP. Ph.D. yang pernah menjadi anak didik untuk kemudian meneruskan tongkat kepemimpinan UKSW selaku Rektor dua periode berturut-turut (1983-1993), memilih nama untuk diabadikan dalam bentuk gedung perpustakaan yang dibangun pada tahun 1969 dan diperluas dan direnovasi untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang berkembang. Tiada berlebihan pula kalau arsitek Yahya Kurnia Winata dari Sapto Argo Puro yang diberi kepercayaan merenovasi, melengkapi keindahan gedung dengan menambahkan lambang berupa kaca patri (Stained Glass) yang menggambarkan empat figur wanita terkenal yang diangkat dari cerita pewayangan, kebajikan yang paling didambakan manusia: Pengetahuan, Persahabatan, Pengertian dan Kearifan dalam diri Dewi Saraswati, Dewi Kamaratih, Dewi Sri dan Dewi Kunti, yang diilhami bangunan gedung perpustakaan kuno di kota Efesus, yang juga disenangi oleh almarhum. Sebuah panitia (beranggotakan: S. Subanu, MA; Sularso, SH; Drs. Siliwoeloe Djoeroemana, MA; Sumbada, SM.Th; Sukarno, B.Sc; Dra. Astiah; Drs. Kusyadi, MBA; Drs. O. Tjahjakartana, M.Sc.; Arief Sajiarto, SE; Dr. John Titaley; Utoyo Mardi, BA) yang ditugasi oleh Pengurus Yayasan Perguruan Tinggi Kristen Satya Wacana dan Pimpinan Universitas Kristen Satya Wacana kini tengah memper-
ix
siapkan pemindahan makam Dr. O. Notohamidjojo, SH dari makam Cungkup ke makam khusus yang terletak di samping Gedung Perpustakaan, yang peresmiannya direncanakan bertepatan dengan ulang tahun wafat almarhum, 2 Mei 1994. Nama Notohamidjojo tidak hanya diperkenalkan lewat nama sebuah gedung perpustakaan tingkat tujuh, lewat patung maupun makam yang dapat disaksikan untuk mengenang kembali perjuangan merintis Universitas Kristen Satya Wacana, tetapi juga pemikiranpemikiran almarhum yang tercermin dalam karangan-karangan, pidato-pidato Dies Natalis maupun berbagai tulisan yang mencerminkan visi dan misi kehidupan yang diembannya, tidak hanya perlu diketahui tetapi sangat berharga untuk dipelajari. Lembaga Penelitian Ilmu Sosial UKSW pada tahun 1973 telah berhasil mengumpulkan dan menerbitkannya, dan kini 20 tahun kemudian, saat Universitas Kristen Satya Wacana berkembang dengan pesat. Panitia Notohamidjojo, menerbitkan kembali dua buku kumpulan karangan dan pidato-pidato almarhum dalam judul dan isi yang tidak mengalami perubahan:
“KREATIVITAS YANG BERTANGGUNG JAWAB”
Bagian Pertama dan Kedua Panitia menyampaikan penghargaan atas ijin yang diberikan oleh Direktur LPU, Dr. S. Richard Hutapea, juga palilah dari Ibu S. Notohamidjojo selaku pemegang hak cipta, demikian pula dukungan yang diberikan oleh Yahya Kurnia Winata, M. Ars, sehingga dimungkinkan tebaran cita-cita terwujud. Kepada Drs. N. Daldjoeni yang dengan tekun mengoreksi naskah, demikian juga bantuan Ibu Moneta S. Prince, Ph.D., Drs. Nico Likumahua, MA, T. Purwadi, BSc., Drs. Bintoro MA, yang membantu beberapa bagian, kami menyampaikan penghargaan. Terima kasih juga kami sampaikan kepada Drs. F.X. Budhi Herlianto, Direktur PT. Alegori Semarang (Alumnus FKSS-Bahasa Inggris, 1977) yang dengan sukacita mendesain sampul buku. Melalui penerbitan ini, yang diharapkan juga akan disusul dengan tulisan-tulisan lain sebagai penjabaran atas ideal-ideal x
Universitas Kristen Satya Wacana yang telah dicetuskan oleh Dr. O. Notohamidjojo, SH yang juga pencipta nama “SATYA WACANA”, setia kepada Firman, dengan lambang gulungan buku yang berlukiskan Salib, Alfa dan Omega, serta nyala api dalam bentuk tujuh lidah api yang melambangkan Roh Kudus, dapat dihayati oleh segenap warga sivitas akademika UKSW, yang pada awal tahun 1993 memiliki 424 orang tenaga edukatif (doktor, master magister, sarjana), 300 orang tenaga non edukatif, 6500 mahasiswa dan lebih dari 15.000 alumni yang tersebar di segenap pelosok tanah air, mampu mewujudkan apa yang oleh almarhum disebut sebagai “Creative Minority”, gudang ide dan sumber gagasan yang tak pernah kering dalam mengabdi gereja, bangsa dan negara.
Soli Deo Gloria!
Salatiga, 30 November 1993 Panitia Notohamidjojo S. Subanu, MA. (Ketua) Sumbada (Sekretaris)
xi
Kata Pengantar Usaha untuk menerbitkan “kreativitas Yang Bertanggungjawab” pertama-tama dimaksudkan sebagai tanda penghargaan dari pihak Lembaga Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial (LPIS) menugaskan stafnya yang terdiri dari N. L. Kana, N. G. Schulte Nordholt, J. D. Zacharias, dan N. Daldjoeni sebagai konsultan di LPIS untuk memikirkan bentuk, isi dan sistematika terbitan ini. Team ini mengusahakan diri sebaik mungkin untuk mendapatkan dan mengumpulkan tulisan-tulisan yang banyak itu, berpedomankan bibliografi yang telah disusun oleh Drs. Towa Pala Hamakonda, MLS, Direktur Perpustakaan Pusat. Bilamana di dalam terbitan ini ada tulisantulisan yang tak dimasukkan hal itu semata-mata disebabkan oleh karena sulitnya memperoleh karya yang bersangkutan dan pertimbangan untuk mencegah terjadinya pengulangan-pengulangan. Atas dasar hasil kerja team tersebut di atas dan dengan persetujuan Dr.O. Notohamidjojo SH, LPIS memutuskan untuk menerbitkan karya beliau dalam dua bagian dengan bentuk, isi dan susunan seperti yang sekarang ada. Bagian pertama: memuat semua pidato Dies Natalis Satya Wacana dan pidato-pidato lain yang diucapkan beliau, tersusun secara chronologis. Bagian kedua: memuat tulisan-tulisan beliau, tersusun secara thematis, meliputi: -
Universitas Kristen dalam arti umum Kekristenan umum Pandangan mengenai negara, bangsa dan kebudayaan Lain-lain.
Kedua bagian ini merupakan satu kesatuan yang tak terpisahkan satu dengan yang lain.
xii
Karya beliau yang ditulis dalam bahasa Belanda terbanyak telah diusahakan untuk diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, sedangkan tulisan-tulisan dalam bahasa Inggris dipertahankan sebagaimana adanya. Oleh karena beberapa pertimbangan terdapat juga beberapa karangan yang dimuat dalam bahasa Belanda dan sebuah karangan berbahasa Inggris yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Di samping karangan-karangan disajikan pula biografi beliau. Terbitan telah dapat berwujud oleh karena kesediaan dan kerjasama dari banyak pihak. Pertama-tama LPIS berterima kasih kepada Dr.O. Notohamidjojo, SH yang menyetujui dan merangsang usaha ini; Pengurus Yayasan Satya Wacana yang membantu penyelenggaraannya; Saudara-saudara N.L. Kana, N.G. Schulte Nordholt, J.D. Zacharias dan N. Daldjoeni yang secara khusus memberikan perhatian kepada segi perencanaan maupun pengaturan terbitan ini; seluruh staf peneliti, pelayanan, administrasi dan pekarya LPIS dan tenaga-tenaga lain yang membantu pelaksanaan sehingga maksud menerbitkan karya Dr.O. Notohamidjojo, SH dapat diselesaikan pada waktunya. Terkandung harapan kiranya usaha ini dapat dimanfaatkan oleh seluruh Civitas Academica Satya Wacana khususnya dan mereka yang mendambakan perubahan.
Salatiga, 11 Oktober 1973 Lembaga Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial Direktur
xiii
DAFTAR ISI
Sambutan Rektor ................................................................. Kata Pengantar ..................................................................... Sekapur Sirih ........................................................................ Kata Pengantar ..................................................................... Buku I 1
: :
2
:
3 4 5 6
: : : :
7
:
8
:
9 10
: :
11 12
: :
13 14 15 16
: : : :
17
:
xiv
Menyegani Tuhan Itulah Pangkal Segala Pengetahuan ................................................... Tugas Perguruan Tinggi Pendidikan Guru di Indonesia dalam Masyarakat Peralihan ........ Iman Kristen dan Kebudayaan ...................... Pimpinan dan Pembinaan Pemimpin ........... Pengakuan FKIP Swasta ................................ Tugas Ilmiah Universitas Kristen Satya Wacana ........................................................... Dasar Filsafat Universitas Kristen Satya Wacana ........................................................... Universitas Kristen Satya Wacana antara Ilmu dan Masyarakat ..................................... Kekristenan yang Revolusioner .................... Panggilan Kristen yang Tritunggal dalam Masa Revolusioner ......................................... Relasi Ilmu Pengetahuan dan Kepercayaan.. Universitas Kristen Satya Wacana sebagai Pusat Persiapan bagi Suatu Masyarakat Baru Harapan tentang Hari Depan ........................ Quid Est Homo ............................................... Memanusiakan Manusia dalam Orde Baru.... Fungsi, Dasar dan Tujuan Mata Kuliah-Mata Kuliah Dasar dan Matakuliah-Matakuliah Bantu ............................................................... Satya Wacana Membangun Negara Hukum di Indonesia ....................................................
Halaman i iii v viii
1 7 20 27 40 52 59 68 74 79 87 97 101 107 120
147 167
18
:
19
:
20
:
21
:
22
:
23
:
Buku II A :
B
:
Beberapa Bahan untuk Dipertimbangkan dalam Penyusunan Kurikulum pada Satya Wacana ........................................................... Intensifikasi Pembentukan Kader Kristen di Jawa Tengah dengan Pembagian Pekerjaan yang Jelas dan Kerjasama yang Erat antara Lembaga Pendidikan Kader, Duta Wacana dan Satya Wacana .......................................... Perguruan Tinggi Kristen Satya Wacana adalah Lembaga untuk Berlatih Hidup yang Berpikir ........................................................... Pembentukan Minorita yang Berdayacipta Sumbangan Satya Wacana kepada Pembangunan Republik Indonesia ........................... Penganugerahan Gelar Doctor Honoris Causa kepada Bapak O. Notohamidojo, S.H. Rektor Magnifikus Universitas Kristen Satya Wacana ................................................. Pidato Penyerahan Rektorat Universitas Kristen dan IKIP Kristen Satya Wacana ....... Kekristenan Umum 1. Analisa Hubungan Kita dengan Orangorang Islam dalam Rangka Pancasila yang Sedang Membangun ........................ 2. Pemribumian Theologia di Indonesia ...... 3. Kepemimpinan dan Pemimpin Kristen di Indonesia .................................................... 4. Vertikalisme dan Horisontalisme ............. 5. Fungsi Gereja dalam Modernisasi dan Pembangunan ............................................ 6. Modernization, A Christian Perspective... Universitas Kristen 7. The Basis of The Christian University ... 8. Leadership and Decision-Making in Christian College and Universities ......... 9. The Christian Colleges and Current Ideologies, with special reference of democracy ................................................ 10. The Religious Witness of The Christian University/College in Its Large Community ..............................................
188
218
234
242
284 342
351 355 362 413 419 438 458 482
493
504
xv
11. Nationalism vs Internationalism The Role of The Christian University ........... C : Kebudayaan 12. Kesunyian Batin pada Manusia dan Penginjilan di Tanah Jawa ...................... 13. Wedatama dalam Sorotan Masa Kini ..... 14. Filsafat Idea Hukum dan Problema Mengenai Manusia .................................. 15. Minat Baru terhadap Ranggawarsita ...... 16. Cita-cita Ksatria dan Makna Kristen tentang Kerja ........................................... 17. Lima Sembah dan Wibawa di antara Manusia .................................................... 18. Pengertian Tapa pada Orang Jawa ......... 19. „Semu‟ di dalam Penulisan Sejarah Jawa. 20. Berita Kesukaan Natal dan Pandangan Hidup Jawa .............................................. 21. Kesenian Melakukan Kritik pada Diri Sendiri ...................................................... D : Negara dan Bangsa 22. Pancasila, De Nationale Ideologie van de Indonesische Republiek ..................... 23. Pembangunan dan Keadilan Sosial ......... 24. Sarjana Hukum yang Kita Cita-citakan pada Zaman Pembangunan Dewasa Ini.. 25. Kepribadian Nasional .............................. 26. De Beroepsethiek van de Jurist ............... 27. Pembagian Fraksi dalam DPR Pemilu ... 28. Tinjauan Kembali terhadap Ajaran Trias Politika ..................................................... Bibliografi Sementara, Indeks menurut Judul Karangan ...
xvi
513
536 545 554 562 571 579 585 590 603 608
612 632 643 656 663 698 702 707
1. MENYEGANI TUHAN ITULAH PANGKAL SEGALA PENGETAHUAN )
Kitab Amsal Sulaiman ini hendak mengajar kita hikmat hidup atau kebijaksanaan hidup. Sulaiman sebagai seorang penghimpun Amsal dapat kita bandingkan dengan kaum hukama yang sebelum dan sesudah Kristus, di daerah timur mengajar kearifan terutama kepada angkatan muda. Di lingkungan Israil, Asia-Minor kita menjumpai kaum sophist yang mengajar kepada pemuda-pemuda Junani. Pada jaman lahirnya Tuhan Jesus, datanglah orang Madjuz dari benua Timur. Di tanah Jawa kita mengenal kaum bhukjangga, yang bekerja dalam lingkungan kraton. Mereka itu merumuskan kebijaksanaan yang diperoleh dari pengalaman yang berabad-abad lamanya, dalam Amsal, atau peri bahasa. Amsal-amsal itu dihimpun menjadi Kitab. Di samping Amsal Sulaiman, Kitab Alchatib, sebagian Mazmur, dari Israel, kita mengenal misalnya: -
Kitab Amen – En – Ope dari Mesir Kata-kata Achikam dari Assyria Niticastta dari dari Jawa Kuno Wulang-reh karangan Pakubuwana IV dari Jawa Baru.
Satu hal adalah sama dalam kitab-kitab ini. Semuanya mencoba mencakup, merumuskan kebijaksanaan yang diperdapat )
Diucapkan pada Kebaktian Pembukaan P.T.P.G.-K.I. di Salatiga, Jl. Dr. Sumardi 5, tanggal 17 Oktober 1956, Salatiga
1
berabad-abad lamanya dalam peribahasa yang indah, singkat lagi padat dengan kearifan. Banyak juga diantara peribahasa-peribahasa itu yang sama bunyinya. Tetapi kalau dua fihak mengatakan sesuatu yang sama, belum berarti bahwa keduanya sama juga yang dimaksudkannya.
Apa Sebabnya? Oleh sebab itu latar-belakang berlainan. Pada umumnya dapat dikatakan bahwa latar belakang dari himpunan-himpunan kearifan di dunia timur itu: anthropocentrisme, pemusatan pada anthropos, yaitu manusia. Anthropocentrisme, yang dengan sadar atau tidak, mencari keagungan manusia.
Latar Belakang Amsal Sulaiman adalah: Theocentrisme, pemusatan pada Theos, Theocentrisme, yang mencari kemuliaan Allah.
Allah,
suatu
Sebab itu ayat kita Amsal 1:7a dapat kita pandang sebagai motto, atau anak kunci untuk memahami Amsal Solaiman itu. “Reverence for the Eternal is the first thing in knowledge ”. “Menyegani Tuhan adalah pangkal pengetahuan”. Pengertian yang penting dalam ayat kita adalah pengetahuan. Yang dimaksud dengan pengetahuan, bukanlah kecakapan teknis, seperti kecakapan seorang tukang. Bukan juga: pengalaman yang banyak, sehingga dapat mencari jalan yang tepat untuk mencapai tujuannya. Yang dimaksud dengan pengetahuan adalah “Knowledge”, kennis, pengetahuan pada umumnya. Istilah ini meliputi segala lapangan ilmu, yang menjadi objek penyelidikan daripada Jurusan Perguruan Tinggi kita. Pengetahuan di sini boleh kita hubungkan baik dengan Naturwissenschaft maupun Geistewissenschaft, baik ilmu alam, kimia, pasti, maupun ilmu theologia, filsafat, sastra, sejarah, bahasa, hukum, sosiologi, ekonomi, pendidikan dan sebagainya Apakah yang harus menjadi titik pangkal, titik keberangkatan segala penyelidikan ilmu itu?
2
Amsal 1:7a mengatakan bahwa pangkal, atau dengan istilah terjemahan Moffat: the first thing, daripada segala pengetahuan ialah: menyegani Tuhan” adalah “reverence for the Eternal”.
Apakah Artinya: Menyegani Tuhan? Artinya, bahwa kita harus percaja dan mengakui, bahwa Allah adalah Al-Khalik, yang menjadikan langit dan bumi. Dan oleh karena Allah itu Al-Khalik, Ia juga satu-satunya yang berdaulat di atas segala sesuatu. Menyegani Tuhan berarti, mengakui “the sovereignity of God” di atas segala makhluk. Berarti pula mengakui Tuhan sebagai: wetgever, pemberi Hukum dan mentaati normanorma itu yang telah diwahyukannya dalam Alkitab itu dalam segala lapangan hidup: baik di lingkungan ilmu, maupun di lingkungan kesusilaan, kebudayaan pada umumnya, kemasyarakat-an, pemerintahan, keagamaan. Saya ulang: menyegani Tuhan dilapangan pengetahuan berarti: mengakui kedaulatan Allah, mentaati norma-norma kebenarannya dan norma-norma kesusilaannya di lapangan penyelidikan ilmiah dan penggu-naan ilmu. Itu berarti bahwa barang siapa ingin mendapat pengetahuan yang sejati, haruslah ia menundukkan diri kepada Allah dan kaidahkaidahnya. Jika tidak, maka ia tidak akan sampai kepada pengetahuan, hanya kebebalan dan kesia-siaanlah yang akan diperolehnya. Bukan kebenaran, bukan truth, melainkan kesesatan yang akan menjadi bagiannya. Dalam hal ini penulis Amsal tidak ada keraguraguan sedikit pun juga. Apakah “reverence for the Eternal” ini berarti sumber perkembangbiakan didalam lapangan penyelidikan ilmiah, sehingga barangsiapa menyegani Tuhan, dengan bekal itu saja memperoleh hasil ilmiah yang melebihi penyelidik-penyelidik lain. Bukan demikian maksudnya dan bukan demikian pula kenyataannya. Dikatakan: bukan demikian kenyataannya. Bukanlah perkembangan ilmu pengetahuan modern itu mulai pada jaman Renaissance, mulai dengan emansipasi atau pembebasan ilmu pengetahuan dari pada ikat-bimbingan gereja? bukankah ilmu pengetahu3
an itu memperoleh kemenangan-kemenangannya nya yang mentakjubkan sehingga pada abad ke-19 merupakan suatu deretan malam Sinterklas, oleh karena experimen, perhitungan analisa semata-mata, terlepas dari iman dan kepercayaan? Dikatakan: bukan demikian maksudnya! Amsal tidak menyangkal atau mengganti metode-metode yang ditempuh oleh ilmu-ilmu modern. Pengarang Amsal tidak bermaksud supaya “menyegani Tuhan” itu menggantikan penyelidikan ilmiah. Alkitab bukanlah suatu ichtisar tentang ilmu pasti, alam, hayat, ekonomi, hukum, sejarah, bahasa, pendidikan dan seterusnya. Pengarang Amsal hanya mengatakan, bahwa menyegani Tuhan itu harus menjadi pangkal menjadi awal, menjadi “the first thing in knowledge”. Perbedaan pangkal akan membawa perbedaan pandangan dalam ilmu pengetahuan dan akan membawa perbedaan penggunaan ilmu pengetahuan. Ilmu umumnya mulai dengan meyelidiki fakta. Pada abad yang lampau orang mengira bisa menetapkan fakta secara objektif, artinya menurut keadaan fakta itu sendiri. Abad ke-20, mengakui bahwa hal itu tidak mungkin. Fakta sebagai material daripada “scientific occupation” itu senantiasa ditaruh dalam bingkai tertentu, diletakkan dalam perspektif yang tertentu dan dipilih menurut criteria yang tertentu. Sebab itu benarlah apa yang dikatakan oleh Goethe: “Alles Faktischeist Ischon Theorie”. Bagaimana pun juga usaha kita untuk menetapkan fakta itu seobyektif-obyektifnya, tapi yang kita capai sebenarnya: “reference to facts” penunjukkan akan, verwijzing – akan, fakta. Pemaknaan fakta, memberi makna kepada fakta itu tergantung daripada titik pangkal kita. Kalau diperkenankan memberi contoh: Sarjana Anthropologi mis. berhadapan dengan anthropos/manusia sebagai fakta. Seorang sarjana evolusionis memandang manusia itu sebagai keturunan primata atau kera. Seorang sarjana yang menyegani Tuhan, yang berpangkal pada Alkitab beranggapan bahwa manusia itu makhluk yang dijadikan oleh Allah menurut citraNya.
4
Teranglah bahwa sarjana anthropologi ini akan berbeda dalam jalan fikiran dan perincian ilmunya. Perbedaan titik pangkal tidak hanya akan membawa perbedaan pandangan dan hasil, melainkan akan mengakibatkan perbedaan penggunaan ilmu. Seorang sarjana yang tidak percaya kepada Tuhan akan mempergunakan ilmunya menurut untung ruginya sendiri saja, yang akan membawa dia kepada kesia-siaan atau nihilisme saja. Seorang sarjana yang menyegani norma-norma Tuhan akan menundukkan diri kepada norma-norma keagamaan dan kesusilaan yang dinyatakan oleh Tuhan dalam kasih kepada Allah dan sesama manusia. Pada saat sekarang dari pelbagai sudut, baik dari fihak sarjana yang beriman, maupun dari fihak sarjana yang humanis, terdengar suara-suara tentang krisis universitas, terdengar peringatanperingatan, bahwa perguruan tinggi itu merosot menjadi lembaga yang tidak berkaidah lagi,
Moberly, mengatakan dalam karangannya: the Crisis of the university, bahwa universitas menjadi tempat dimana segala sesuatu dapat dipelajari, kecuali hal-hal yang terpenting bagi hidup manusia
Van der Leeuw menyerukan supaya universitas kembali lagi kepada principialiteit apabila ingin mengatasi krisisnya. Di dalam keadaan sedemikian ini baiklah kita mendengarkan dan memperhatikan kata-kata Amsal Sulaiman. Amsal 1:7a berseru kepada para mahasiswa dan para dosen: Saudara harus mulai dari pangkal. Saudara harus mulai dengan mendengarkan firman Tuhan dan mentaati norma-normanya dalam segala lapangan hidup, juga dalam lapangan ilmu.
Plato mengatakan bahwa segala pengetahuan itu berpangkal pada keheranan. Memang ucapan itu banyak benarnya. Tetapi Alkitab menggali dasar yang lebih dalam dan segala ilmu harus berpangkal pada pengakuan kedaulatan Allah dan ketaatan kepada firman dan normanya. Hanya dalam terang firman Allah kita dapat melihat dengan jelas pada segala lapangan ilmu
5
pengetahuan. Hanya dalam terang firman Allah kita boleh berharap, memperoleh kebenaran yang sejati. Barangsiapa dapat memahami ini, dapat mengerti juga bahwa iman dan ilmu pengetahuan tidaklah dapat dipisah-pisahkan secara dualistis. Menyegani Tuhan itu berarti menerima norma-norma dari Tuhan, yang memberikan arah yang tertentu dalam penyelidikan ilmiah. Oleh sebab itu bagi penjelidikan ilmiah diperlukan: tobat,
repentance. Oleh sebab itu Gereja Kristen kuno berkata sepatah kata yang penuh kearifan: yaitu bahwa scientia (ilmu) tidak dapat diceraikan dari “conscientia” (yaitu hati nurani atau keinsafan batin). Pada saat kita mulai kuliah-kuliah pertama PTPG Kristen pertama di Indonesia ini, hendaknya kita tanamkan sekali lagi dalam hati sanubari kita: “The first thing in knowledge is reverence for the Eternal ” Dengan jalan demikian kita boleh mengharapkan kebenaran yang sebenarnya dan boleh kita menempatkan penyelidikan ilmiah dalam lingkungan usaha untuk menantikan dan menyegerakan kedatangan kerajaan Allah.
________ Beberapa sumber: 1. 2. 3.
6
Dr. J. Verkuyl: Khotbah tentang Amsal Sulaiman bab I:1-7 Moberly: The crisis of the university Van der Leew: De crisis der universiteit, Wending Universities nummer 1951.
2. TUGAS PERGURUAN TINGGI PENDIDIKAN GURU INDONESIA DALAM MASYARAKAT PERALIHAN Hadirin yang mulia, Seperti dalam lingkungan hukum adat, suatu perbuatan hukum itu harus terang, artinya harus dilakukan di muka kepalaadat dan penghuni dusun, supaya dapat mengakibatkan perubahan, yang dikehendaki dalam tata-hukum, demikian pula pembukaan PTPG – KI ini, wajib kita langsungkan di hadapan para pemuncakpemuncak penguasa negara dan ilmu pengetahuan, para wakil-wakil gereja dan khayalak ramai, agar lembaga kami ini memperoleh pengesahan dan turut mengambil bagian dalam pertumbuhan dan pergaulan ilmu. Bukan pada tempatnya pada saat memperkenalkan diri PTPGKI tampil ke depan dengan menunjukkan artinya bagi masyarakat Indonesia, oleh karena artinya itu masih harus dibuktikan dalam perjalanan hidupnya. Tapi sudah sepatutnya apabila ia sekarang ini memaparkan dengan serba-singkat cita-citanya, yang dianggap sebagai tugas untuk dikejar dan diwujudkan pada hari-depan.
Pendahuluan Hadirin yang mulia, Perhubungan antara suatu periode dengan perguruan tinggi oleh almarhum Profesor van der Leeuw dalam suatu “artikel Wending dirumuskan dengan kalimat: “Elke tijd heeft de
Diucapkan pada pembukaan PTPG-KI di Salatiga tanggal 30 Nopember 1956
7
universiteit, die hij verdient of die hij verdragen kan” (Tiap jaman mempunyai Perguruan Tinggi yang layak dipunyainya, atau yang dapat dibebaninya). Pandangan historis ini menurut saya dapat diubah menjadi pandangan sosiologis. Tanpa mengurangi kebenaran yang tercantum di dalam-nya, dapat kita katakan, bahwa: “Tiap-tiap masyarakat mempunyai perguruan tinggi yang layak dipunyainya”. Dengan ucapan ini diperlihatkan segi-pasif perhubungan funksionil antara perguruan tinggi dan masyarakat dan diakui pencerminan masyarakat dalam kontinuiteitnya dan diskontinuiteitnya, dalam kebaikan dan cacadnya, dalam tata dan nirtata-nya (orde dan disorder), pada perguruan tingginya. Ini adalah suatu pengakuan, yang disertai pengertian yang makin mendalam sejak perkembangan “Wissenssoziologie”, yang menunjukkan pengaruh sosial-kulturil terhadap ilmu pengetahuan dan pemikiran ilmiah. Sebaliknya dengan kata-kata yang hampir sama, dapat juga kita tunjukkan segi-aktif atau tugas perguruan tinggi terhadap masyarakat, yaitu dengan pengkalimatan: “Tiap-tiap masyarakat harus layak mempunyai perguruan tinggi yang ada padanya” (Elke maatschappij moet verdienen, de universiteit die zij heeft). Artinya, perguruan tinggi wajib berdaya-upaya, supaya jangan hanya menjadi bunglon yang bersama warna dengan masyarakatnya, melainkan supaya bercorak sendiri. Ia wajib mengusahakan diri supaya menjadi perintis dan pedoman, baik di lapangan ilmu maupun kesusilaan sehingga patut dianut dan dikejar oleh masyarakat. Dengan ketiga rumusan tersebut sebenarnya telah terbayangkan serba ringkas perhubungan-fungsionil antara perguruan tinggi dan masyarakat dalam periode yang tertentu, sedangkan dalam rumusan yang terakhir telah dikatakan in abstracto tugas perguruan tinggi terhadap masyarakat pada umumnya.
Masyarakat dalam Peralihan Marilah kita sekarang dari taraf abstrak dan absolut turun ke tingkat konkrit dan relatif, untuk melukiskan tugas PTPG-KI terhadap masyarakat Indonesia yang sedang dalam peralihan.
8
Tiap-tiap masyarakat senantiasa berubah dan dalam peralihan demikian juga masyarakat Indonesia. Tetapi seperti air sungai sekalikali melalui katarak-katarak dalam perjalanannya, demikian pula suatu masyarakat dapat mengalami diskontinuiteit dan pergolakan dalam sejarahnya. Situasi sedemikian itu biasanya timbul dalam pertemuan dengan kebudayaan lain Masa peralihan seperti itu oleh masyarakat-masyarakat Indonesia pada waktu-historis dialaminya dalam pertemuannya dengan Kebudayaan Hindu. Van Naerseen dalam: “Cultuur-contacten en Sosiale conflicten in Indonesie”, menguraikan perubahan-perubahan dalam prosesakulturasi pada zaman Hindu itu, yang mengakibatkan pertentangan-pertentangan sosial a.l. antara lingkungan istana Jawa-Hindu dan Mendala, yaitu persekutuan-persekutuan autonoom di bawah keperbawaan kewikuan. Juga pada zaman kedatangan agama islam dialami perubahanperubahan. Pada waktu itu tumbuhlah disamping kerajaan-kerajaan Islam persekutuan-persekutuan tasawuf, yaitu tarikah-tarikah dan pesantren-pesantren dan mulai nampak pencetusan gerakan-gerakan ratu-adil, sebagai reaksi terhadap pemerintahan, yang tak terderita. Lebih daripada zaman Hindu berkembanglah pertentangan antara kaum adat dan penganut hukum baru, inklusif hukum fikih, yang antara lain memuncak dalam gerakan padri terhadap kaum adat di Minangkabau. Sampai saat sekarang ini di seluruh Indonesia pertentangan antara adat dan fikih belum mendapat penyelesaian, bahkan menjadi akut, karena terbawa dalam suasana pengaruh “revival” dunia Islam. Betapa pentingnya juga pengaruh kebudayaan Hindu dan agama Islam terhadap masyarakat-masyarakat Indonesia, tetapi boleh dikatakan, bahwa ada pariteit dalam cultuur-niveau antara masyarakat-masyarakat Indonesia dan kebudayaan luaran itu. Bertalian dengan pariteit itu soal-dasar yang dicampakkan oleh van Leur dalam disertasinya: “Some observations concerning early Asian trade”, adalah: “Apakah pariteit dalam taraf-kebudayaan masih dapat dipertahankan oleh masyarakat-masyarakat Indonesia terhadap invasi barat!“.
9
Fundamentil dalam uraian dan pembuktian van Leur ialah, bahwa pada pertemuan yang pertama dalam abad ke-16 antara timur dan barat i.c. bangsa Portugis di Indonesia, tidak ada perbedaan taraf sedikitpun dalam lapangan kemiliteran, tehnik pelayaran dan perdagangan. Juga dalam abad ke-17. V.O.C. hanyalah salah satu badan perdagangan yang harus menyesuaikan diri dalam lalu-lintas di antara ragam pedagang Indonesia, Asia dan Eropa. Bahkan berbagai dalam abad ke-18 sekalipun, tidak mungkin dikatakan ada Campaignies Indie, oleh karena kekuasaan Mataram dan Tanah Jawa belum terpatahkan, sedangkan Sumatra, Kalimantan, Makassar dan Sulawesi masih tegak sendiri dengan megahnya. Sampai sekeliling tahun 1800 masih ada “interaction” yang setaraf antara timur dan barat di Indonesia. Baru sesudah tahun 1800 terpatahkan continuiteit dalam perkembangan kebudayaan Indonesia menurut pola-pola (pattern)-nya sendiri, oleh modern-kapitalisme barat. Perubahan-perubahan sejak abad ke-19 adalah mendalam dan mendasar. Setelah revolusi tehnik dan industrialisasi Eropa barat oleh kapitalisme modern makan dunia dibanjiri barang-barang industri secara massal. Indonesia turut terbawa dalam suasana selintang bujur bumi dari activiteit ekonomi yang ekspansif dengan rumah-tanggauang dan lalu-lintas modern. Bersama-sama dengan daerah-daerah Asia lain, Indonesia menjadi pasar industri-raksasa dari Barat dan dijadikan tempat-produksi bahan-dasar dan bahan perkebunan. Pengaruh barat sejak abad ke-19 itu terasa “lain“, terasa “asing“, tetapi tak tertahan dan menyebabkan dis-continuiteit dalam perkembangan kebudayaan masyarakat Indonesia. Proses akulturasi ini pada zaman kemerdekaan tidak terhenti, melainkan makin menghebat karena bertambahnya perhubungan internasional dan kurangnya bimbingan dari pihak kita terhadap proses akulturasi itu. These daripada van Leur, - walaupun benar pula Romein menempatkan penyimpangan barat dari Algemeen Menselijk Patroon pada akhir abad pertengahan – adalah bahwa pengaruh barat yang prinsipil lain, kepada Indonesia baru mulai sekelililing 1800. Garis yang ditarik van Leur itu dilanjutkan oleh Burger dan Wertheim (Indonesia Society in transition), sedangkan Resink, memberikan penghalusan dalam garis-kasar van Leur itu dengan menunjukkan, bahwa di Indonesia sampai akhir abad ke-19 masih terdapat 10
“volkenrechtelijke berhoudingen”. Baru pada tahun 1910 dengan adanya “Wet op het Nederlands onderdaanschap“, mulailah “colonie d’encadrement” yang sebenarnya. Usaha sarjana-sarjana tersebut wajib dilanjutkan. Seperti dalam ajaran “onrechmatige daad”, harus diadakan “rechtsverijning”, demikian pula these van Leur ini memerlukan “historische verfijning” dengan penyelidikan-detail oleh historici Indonesia. Menurut Kraemer pengaruh barat kepada timur hanya dapat dicandra istilah bencana alam: “earthquake” sebagai “the only
approciate one to suggest what was happened to East by penetration of the West”. Untuk mengerti tepatnya istilah Kraemer ini kita harus beralih dari tinjauan historis ke pandangan sosiologis. Baik kaum sosiolog maupun ahli-adat mengetahui bahwa masyarakat Indonesia asli bukanlah sewarna, melainkan pancawarna dan terdiri dari ribuan masyarakat-hukum yang kecil-kecil yang dapat digabungkan lagi dalam lebih kurang duapuluh lingkungan hukum adat. Masyarakat-masyarakat hukum itu bersikap dan berbuat terhadap alam-gaib, dunia-luar dan dunia-kebendaan sebagai kesatuan. Masyarakat-masyarakat itu merupakan kelompokankelompokan manusia hidup menurut peraturan-peraturan yang tetap dibawah pemerintahan sendiri dan mempunyai milik materiil dan immateriil sendiri. Untuk memahami masyarakat-masyarakat ini, baik yang bersifat genealogis territorial diperlukan pengetahuan tentang “verwantschaps-systeemnya”. Dalam semua segi-hidup, perkawinan, harta-bersama, kewarisan, jual-beli, terutama jual-beli tanah dan transaksi yang menyangkut tanah, nampaklah corak komunal, dimana kepentingan umum didahulukan dan kepentingan seseorang dikemudiankan. Tetapi sejak abad ke-19, lebih-lebih pada abad ke-20 penetrasi barat makin meluas dan makin intensif. Perekonomiannya dengan lalu-lintas dan Geldwirtschaft dengan zakelijkheid-nya dan kontraknya, yang menggantikan jualbeli yang berlainan sifatnya, pemerintah Ned. Indie, dengan perundang-undangannya, pengadilan, pajak, pengajaran, dan sebagainya menembuskan pengaruhnya sampai ke dusun yang sekecil-kecilnya, menguakkan dan membongkar bingkai-bingkai dari persekutuan 11
komunal kita. Akibat dari gempa-pengaruh itu adalah penanggalan kelamin (gezin) dan individu dari ikatan verwantengroep, sehingga tumbuhlah ketegangan antara kelamin dan individu terhadap keluarga (familie) dan suku. Gempa pengaruh itu pada zaman kemerdekaan makin menghebat lebih-lebih dikota-kota. Dilihat dari sudut sosiologis, akibatnya adalah rontoknya individu dari ikatan-ikatannya yang organis semula, sehingga manusia Indonesia sekarang, dalam roh dan jiwanya banyak berkeliaran seperti “kleyang kabur kanginan”. Proses individualisasi yang sekarang berlangsung di Indonesia ini dapat kita perbandingkan dengan masa Renaissance di Eropa. Saya sendiri berkeyakinan baiklah kita bercermin pada Renaissance itu menginsyafi situasi kita dan menyingkiri cela dan perderitaan yang tidak perlu. Dalam hubungan ini baik dikemukakan, bahwa penyelidikan hukum adat, yang oleh van Vollenhoven dan Ter Haar disetarafkan dengan tingkat etnologi pada zamannya akan ketinggalan, apabila tidak memperhatikan proses-akulturasi dan individualisasi itu. Masyarakat-masyarakat hukum asli tersebut, dipandang dari sudut sosiologis mewujudkan “Gameinschaft”, merupakan struktur yang tertutup, suatu susunan masyarakat yang bulat. Dipandang dari segi ekonomis, masyarakat-masyarakat asli itu menyelenggarakan rumah-tangga yang tertutup dimana peredaran barang mungkin menyertai berjenis lembaga sosial. Lain daripada itu, masyarakat-masyarakat tersebut merupakan kesatuan-kesatuan yuridis-politik yang tunduk kepada keperbawaan yang tradisionil. Religieus-ethis masyarakat-masyarakat itu tunduk kepada hormensysteem yang bulat, totaliter, homogin, tradisionil yang berlaku dengan kepastian hukum alam. Intisari sistem norma itu bersifat religius, bersangkutan dengan kebaktian kepada pendasar masyarakat hukum itu. Di sini kita lihat deifikasi daripada kelompok itu, disini kelompok berbakti kepada diri sendiri. Barangsiapa dapat melihat esensi ini, akan mengerti juga, bahwa norma-norma sosial dalam masyarakat adalah imanen, tertujukan kepada keselamatan kelompok, kommunal, 12
mendahulukan kepentingan marga, suku atau keluarga terhadap kepentingan anggotanya. Dapat kita mengerti dari sifat imanen dan kommunal itu, bahwa tidak mungkin ada sikap prinsipil-tajam, tidak mungkin pula pertentangan yang mutlak, sehingga senantiasa diusahakan mufakat dalam masyarakat, Norma-norma religius-sosial yang merupakan suatu sistim yang bulat itu, berfungsi dalam bermacam-macam lembaga social dari generasi di bawah pengawasan kepala-adat dengan kepastian kodrat alam. Tiap-tiap anggota masyarakat tunduk kepada kehendak golongannya menurut norma-norma yang tradisionil dalam milieu yang homogin. Dalam proses akulturasi dan proses individualisasi anggota kelompok itu tertanggal dari ikatannya yang organis dan tercampakkan kepada diri sendiri. Jika mulakala kelompok yang memutuskan segala sesuatu bagi anggotanya menurut norma-norma yang tradisionil dalam lingkungan yang homogin, maka individu yang terlepas, sekarang ini berhadapan dengan bermacam-macam norma yang heterogin dan bertentangan. Dari kriminologi kita mengetahui betapa bahayanya “conflict of norma” itu. Dari sudut ilmu jiwa kita dapat mengikuti istilah Romein, yang mempergunakan “geestelijke gespletenheid” dari pada orang Indonesia, karena mendua di antara norma-norma timur dan barat – norma-norma lamadan norma-norma baru. Inti dari seluruh pemandangan kita bermaksud minta perhatian terhadap manusia Indonesia, yang dalam proses akulturasi tercampakkan kepada diri sendiri dalam milieu yang heterogeen, berhadapan dengan norma-norma yang bertentangan. Seakan-akan ada dua aku atau lebih yang bersarang dalam hatinya dan seolaholah berbelahlah jiwanya dengan tiada berketentuan haluannya.
Discontinuiteit dalam masa peralihan ini hanya dapat kita tunjuk beberapa seginya dan nampak antara lain terletak pada terkuaknya struktur masyarakat yang bulat, hancurnya rumah tangga tertutup, tertanggalnya kelamin dan individu dari verwantengroepnya, devaluasi norma-norma social semula, tercampaknya individu 13
dalam suasana heterogin yang menjemukan dia dengan roh yang berbelah terhadap “conflict of norms”.
TUGAS PTPG – KI Apakah tugas PTPG-KI dalam masyarakat berlainan ini dan di antara semua manusia Indonesia ini? Seperti tiap-tiap perguruan tinggi tugasnya yang pertama ialah: memelihara dan mengembangkan ilmu, mencari kebenaran berdaulat, yang mentransendensikan manusia, bangsa dan negara. Mencari dan menyelidiki kebenaran dalam segala jurusan yang sekarang ada: jurusan ilmu pendidikan, ilmu sejarah, bahasa inggris, hukum-negara, ekonomi dan yang terbayang dalam anganangan: bahasa indonesia dan pasti-alam, sebagai suatu nilai yang tegak sendiri dalam kejujuran, kekhidmatan, kerendahan hati dan kebenaran. Dalam waktu yang tidak terlampau lama kami berharap mempersembahkan hasil-hasil penyelidikan itu kepada masyarakat. Disamping studi dan penyelidikan para guru sendiri, tugas kedua yang amat penting adalah mendidik para studen menjadi pengabdi kebenaran menurut syarat-syarat yang kami taati. Kami usahakan menggiatkan hasrat studi murid-murid kami, membangkitkan budi yang kritis dengan kemauan membangun ilmu.
Tugas yang ketiga yang biasanya disebut: mendidik pemimpin-pemimpin akademis. Dengan tegas tugas ini kami rumuskan: mendidik guru pengabdi masyarakat dan warganegara yang jujur. Kita sudah cukup memimpin, tetapi kekurangan pengabdi yang menyumbangkan dirinya secara diam-diam untuk kepentingan dan kesejahteraan sesama kita. Cita-cita kami adalah supaya dapat dikatakan tentang PTPG-KI sebagai keseluruhan, bahwa ia dalam masyarakat Indonesia yang mengalami pancaroba, adalah sebagai satu, yang mengabdi.
Tugas Keempat adalah melanjutkan kebudayaan (transmission of culture). Sari usaha pengajaran dan pendidikan, dimana dan di 14
zaman manapun juga, adalah mewariskan kebudayaan. Tugas ini dalam masa peralihan ini menjadi delikat, karena kita berada: “Between two worlds – one dead the other not yet born”. Terutama tugas guru dalam proses akulturasi yang menggelora ini, menjadi delikat. Memang guru itu dari zaman ke zaman perantara dan penimbang dalam pertemuan-pertemuan kebudayaan. Hal itu dapat kita saksikan baik pada zaman Hindu, Islam, Ned. Indie maupun pada zaman Kemerdekaan. Hanya saja, disalurkan melalui “Nederlandse Trechter” (yang oleh fihak Indonesia kerapkali dianggap sebagai anti acculturatie-politic) pada zaman kemerdekaan ini, dimana Indonesia menyelenggarakan kontak internasional yang tak terbatas, proses akulturasi itu dibiarkan tak terpimpin, sehingga pemuda dan warganegara Indonesia tiada yang siap serta berdaya menghadapi pengaruh luaran itu. Tugas catur rupa tersebut oleh PTPG-KI dilaksanakan di atas dasar-dasar tertentu:
Dasar Souvereiniteit, yang berpangkal Pengakuan: 1.
“Menyegani Tuhan adalah pangkal segala pengetahuan” (surat Amsal Sulaiman 1:7) Dasar ini berisi pengakuan bahwa Allah adalah Khallik seluruh kosmos, Tuhan yang berdaulat (souverein), yang bertakhta di atas batas yang mutlak di atas makhluknya. Batas yang itu adalah nomos, wet.
2.
Dasar kedua adalah: normativiteit. Dasar ini akibat dari dasar pertama. Pengakuan, bahwa Tuhan itu berdaulat, berisi pula pengakuan bahwa Tuhan adalah Pengundang-undang, yang menitahkan normanya kepada sekalian makhluk dalam lapangan mana dan perhubungan mana pun juga. Dengan dasar normativiteit ini kami mengakui ketundukan akan norma-norma yang Theonom, transcenden dan universil, di lapangan ilmu dan kebenaran, dalam pergaulan dan kesusilaan Dalam bermacam-macam bentuk “Vergesellschaftung” yang dimasuki, manusia Indonesia acapkali menghadapi kepentingankepentingan yang bertentangan, karena inersi yang ada padanya 15
sering ia hanya memilih menurut norma sosial immanent yang satu atau menurut norma sosial immanent yang lain, tanpa kriterium norma transcenden-universil. Di sinilah letak kepentingan dasar normativiteit, bagi kami. Dalam pengajaran dan pendidikan akan kami tunjukkan dan hidupkan norma-norma transcenden-universil sebagai kriterium bagi pemilihan dan pemutusan pribadi dalam milieu yang heterogin beserta norma-norma yang bertentangan. Kami berkeyakinan bahwa proses akulturasi hanya dapat kita atasi dan perkembangan kebudayaan Indonesia dapat kita langsungkan dengan mendidik manusia dan guru Indonesia yang “normbewust”. Keinsyafan norma, yang memungkinkan sikap yang kritis dan selektif terhadap segala apa yang menjajakan diri sebagai kongres kebudayaan, yang mau merancangkan kemajuan kebudayaan Indonesia. Jalannya kebudayaan tidaklah mungkin dibendung menurut ketetapan suatu kongres. Kami belum begitu defaitis, sehingga tiada menaruh kepercayaan akan planning dan pengaturan masyarakat. Kami yakin akan harganya tatahukum dan tata-masyarakat dengan perantaraan organisasi. Tetapi di samping itu kami percaya kepada kemungkinan ketobatan manusia (de bekering van de mens), yang bersedia mengatur hidupnya menurut norma transcenden-universil. 3.
Dasar yang ketiga adalah: actualiteit. Yang kami maksud ialah mencari kebenaran dan dalam melakukan penyelidikan ilmiah kami tidak akan berjanjang naik ke panggung-gading, untuk mendistansikan diri dari pada masyarakat. Dalam semua jurusan kami usahakan dengan kesungguhan untuk menyangkutkan pelajaran kami pada problematik masyarakat aktuil, yang pada hakekatnya adalah problematik nasional. Di sini dasar aktualiteit yang dibebankan kepada tiaptiap perguruan tinggi bertemu dengan pembangunan ilmu nasional (oleh karena bahan nasional yang aktuillah yang diolah), walaupun ilmu itu pada hakekatnya bersifat internasional.
16
4.
Dasar yang keempat adalah: sociabiliteit. Yang kami maksud ialah bahwa pekerja ilmiah harus mempunyai rasa tanggung-jawab terhadap masyarakat. Dalam proses peralihan dan diskontinuiteit ini, guru yang berilmu tidak boleh beridiri di pinggir sebagai “penonton”. Kita masing-masing adalah “pemain” dalam suatu drama, sedangkan terhadap jalan dan hasilnya kita masing-masing turut bertanggung-jawab. Betapapun ruwet dan menggemparkan drama itu dan betapapun sulit menentukan pendirian di dalamnya, semuanya itu dalam situasi yang konkrit dapat disederhanakan dengan ketaatan kepada titah Tuhan Yesus yang kedua: “Hendaklah engkau mengasihi sesamamu manusia, seperti dirimu sendiri”. Demikian tugas dan dasar PTPG-KI dalam masyarakat peralihan sepanjang penglihatan kami secepat-lewat. Nyatalah bahwa kami datang dengan program yang tertentu.
Syarat Kebebasan Tinggalah kini menyatakan bahwa pelaksanaan program itu memerlukan syarat yaitu kebebasan. Kami minta kebebasan, bukan untuk kebebasan, melainkan untuk mendapat kesempatan menunaikan tugas kami. Yang kami minta, bukan “gedulde vrijheid”, melainkan kebebasan yang sama-hak untuk bersama-sama dengan perguruan tinggi lainnya memberikan sumbangan kepada pembangunan nasional, menurut iman dan konsiensi kami. Rancangan pemerintah untuk memberikan autonomi kepada perguruan tinggi akan mendapat dukungan sepenuhnya dari fihak kami. Terima kasih. O. Notohamidjojo termasuk seorang yang ingin mengabdikan diri untuk kepentingan ilmu pengetahuan. Keinginannya dapat diwujudkan dengan mendirikan Perguruan Tinggi Pendidikan Guru Kristen Indonesia (PTPG-KI) pada awal 17 Oktober 1956 di Salatiga, dengan mendapat dukungan dari 9 Gereja pendukung yakni: 17
Gereja Kristen Djawi Wetan, Gereja Kristen Jawa Tengah, Gereja Kristen Tata Injil Sekitar Muria, Gereja Kristen Indonesia Jawa Tengah, Gereja Hervormeerd Indonesia, Gereja Kalimantan Evangelie, Gereja Kristen Toraja, Gereja Kristen Pasundan, dan Gereja Kristen Sumba. PTPG-KI berbentuk yayasan yang diasuh oleh Dewan Pengurus, Dewan Kurator, dan Dewan Pengajar. Dewan Pengurus dipimpin oleh Ds. S. Djojodihardjo dan Dewan Kurator dipimpin oleh S. Poerbosoesanto yang bertanggung jawab dalam bidang administrasi Perguruan Tinggi, sedang Dewan Pengajar yang dipimpin oleh O. Notohamidjojo dipercayakan untuk mertanggung jawab dalam kebijaksanaan Akademis keluar maupun ke dalam. Pada mulanya PTPG-KI terdiri dari lima jurusan yakni: ilmu mendidik, sejarah budaya, bahasa Inggris, ekonomi dan hukum. Kelima jurusan tersebut, diasuh oleh 23 tenaga pengajar masing-masing terdiri dari seorang dari United States of America, dua orang dari New Zealand, 8 orang dari Negeri Belanda dan 12 orang berkebangsaan Indonesia. Selain itu terdapat pula 107 mahasiswa yang diseleksi dari 316 calon mahasiswa. Jumlah mahasiswa tersebut di atas tidak hanya berasal dari pulau Jawa sendiri, tetapi juga berasal dari seluruh penjuru Indonesia seperti: Batak, Kalimantan, Toraja, Menado, Ambon, Maluku, Timor, Sumba, Tionghoa WNI dan antar WNI. Situasi seperti ini tetap berkembang hingga sekarang dan ini menyebabkan kemudian Universitas Kristen Satya Wacana terkenal sebagai “Mini Indonesia” (Indonesia kecil). Minat O. Notohamidjojo untuk mendirikan satu Perguruan Tinggi rupa-rupanya diilhami oleh apa yang pernah dikemukakan oleh Prof. van der Leeuw:
Elke tijd heeft de Universiteit, die hij verdient, of die hij verdragen kan. (tiap masyarakat mempunyai Perguruan Tinggi yang layak dipunyainya, atau yang dapat dibebaninya).
18
Ucapan van de Leeuw semakin berfungsi sebagai pendorong baginya, apa bila dilihat dari keadaan masyarakat Indonesia sebagai “masyarakat peralihan”, yang amat membutuhkan pengabdian sebuah Perguruan Tinggi.
19
3. IMAN KRISTEN DAN KEBUDAYAAN (Latar-Belakang Usaha Satu Tahun PTPG Kristen Indonesia) Para tamu yang mulia, Dewan Pengurus, Dewan Kurator dan Dewan Pengajar yang mutabir, Para mahasiswa, anak-anakku yang kekasih,
Dengan hati yang penuh rasa terima-kasih dan jantung yang berdebar gembira saya ucapkan selamat datang kepada hadirin sekalian pada Perayaan Dies Natalis I – PTPG-KI kita ini. Pada penilaian kami usia satu tahun yang pertama adalah masa yang tersulit dalam sejarah sesuatu perguruan tinggi. Kenyataan itu akan lebih-lebih kita insyafi apabila kita mengingat akan banyaknya ”kindersterfte” dalam lingkungan perguruan tinggi di Indonesia. Maka sudah wajiblah kita pada saat ini menaikkan puji “Ebenhaezer” “sampai di sini kita ditolong oleh Tuhan juga”. Kemudian daripada itu perkenankanlah saya memaparkan ikhtisar singkat tentang perkembangan satu tahun PTPG-KI kita. Ijinkanlah kiranya perkembangan itu saya lukiskan di atas latarbelakang, yang menjadi sumber inspirasi yaitu, Fungsi perguruan tinggi dalam suatu masyarakat yang tertentu dalam garis besarnya ada dua: a. b.
Perguruan tinggi itu tempat persemaian kebudayaan; Perguruan tinggi itu tempat calon pemimpin
Diucapkan pada perayaan Dies Natalis I PTPGKI, 30 Nopermber 1957.
20
Kami akui bahwa ini daripada usaha perguruan tinggi adalah pengembangan ilmu dengan penyelidikan, tetapi pada kenyataannya pengembangan ilmu dan pendidikan pemimpin tiada mungkin dipisahkan daripada pemeliharaan kebudayaan pada umumnya.
Apakah yang Kita Maksud dengan Kebudayaan? Istilah kebudayaan di sini kita pergunakan sebagai terjemahan adekwat daripada perkataan “Cultuur.” Menurut Dr. Zoetmulder dalam bukunya: Cultuur, Oost en West, perkataan cultuur perkataan Cultuur berasal dari “colo” yang berarti “membalikkan tanah dengan bajak.” Substantif cultura mulamula bermakna “penanaman atau pemeliharaan tanah.” Cultuur dapat dirumuskan dengan “pemeliharaan/pengembangan oleh manusia yang berbudi (Rede) kemungkinan-kemungkinan dan kekuatan-kekuatan alami yang ada pada manusia, sehingga merupakan keseluruhan yang selaras. Dalam jalan fikiran ini maka secara konkritnya dapat kita uraikan demikian: pengembangan kekuatan fikiran, menumbuhkan pelbagai ilmu. Pemeliharaan rasa keindahan menciptakan berjenis-jenis kesenian, pemeliharaan bakat efficiency menciptakan teknik, rasa keadilan menumbukan hukum dan sebagainya. Biasanya orang beranggapan, bahwa cultuur itu sesuatu yang abstrak, yang hanya patut direnungkan oleh para sarjana yang ngalamun. Tetapi pada hakekatnya tiada sesuatu hal yang demikian konkrit dan hari-hari seperti cultuur. Ketentuan Dawson “Culture is way of life” mungkin bisa membuka jalan kepada pengertian yang sewajarnya. “Cultuur adalah cara hidup.” Cultuur adalah Umwelt yang diciptakan oleh manusia. Marilah kita konkritkan cara hidup dan Umwelt kita itu dan membayangkan sebentar apa yang terjadi pagi tadi. Pagi tadi ketika kita bangun menyingkirkan selimut (cultuur) yang menghangati badan dalam malam yang dingin, turun dari tempat tidur (cultuur) sambil mengantuk-ngantuk meraba-raba dengan kaki akan sandal (cultuur), mengambil anduk (cultuur) dan sabun (cultuur) pergi tergegas-gegas ke kamarmandi (cultuur). Kemudian bersisir (cultuur), berhias dan bersolek (cultuur), dan sebagainya. Demikianlah manusia itu dari detik ke detik hidup dalam cultuur.
21
Dalam pandangan Abraham Kuyper segi lahir cultuur itu terletak di lapangan “Uitwendige werking van de Algemene Genade.” Di samping itu mengenal “inwendige werking van de Algemene Gratie”, yaitu bidang keagamaan dan kesusilaan (godsdienstig en zedelijk terrein). Istilah kebudayaan tepat benar untuk menterjemahkan: cultuur. Perkataan kebudayaan berasal dari kata “budi”. Kebudayaan adalah “segala usaha budi manusia dan segala sesuatu yang diciptakan budi manusia”. Seperti cultuur, perkataan kebudayaan, meliputi baik aksi (usaha) maupun resultat (hasil) daripada usaha manusia. Mungkin dengan uraian yang singkat ini agak jelas apa yang kita maksud dengan kebudayaan. Cultuur memang “beheersen van natuur”, termasuk juga “menselijke natuur”. Di samping itu perlu dikemukakan bahwa cultuur mula-mula tiada terpisahkan dari cultus, daripada kebaktian kepada Allah atau ilah. Terutama J. Huizinga dalam “In de schaduwen van morgen”: mengingatkan kita bahwa: “cultuur is geritchtheid”. Cultuur itu bertujuan. Cultuur atau kebudayaan itu bukan wilayah yang netral melainkan wilayah perjuangan. Kebudayaan itu dapat bertujuan kepada Babylon, kota kebinasaan dari Wahyu 18 atau bertujuan ke Yerusalem Baru. Artinya: Semua aksi dan hasil budi dan roh kita itu pada akhirnya kita persembahkan kepada suatu ideal, kepada Allah atau ilah yang tertentu. Perguruan tinggi, tempat dimana dibina kebudayaan dan dimana calon pemimpin yang berkebudayaan dididik pertama-tama harus menginsyafi, bahwa kebudayaan bukan lapangan netral dan harus menentukan sikapnya terhadap dan untuk mengembangkan kebudayaan itu.
Sikap Iman Kristen terhadap Kebudayaan Bagaimanakah pendirian iman Kristen terhadap Kebudayaan? Richard Niebuhr dalam bukunya: “Christ and Culture”, menerangkan bahwa, dalam perjalanan sejarah ada kemungkinan lima pendirian. Pendirian yang pertama diringkas, sebagai Christ against Culture. Dalam pendirian ini iman Kristen menolak kebudayaan, yang dianggapnya sebagai Keduniawian. Pendirian yang kedua: Christ of Culture. Ini pendirian yang berlawanan benar dengan yang 22
pertama, di sini iman Kristen justru diduniawikan, disesuaikan dengan kebudayaan. Dalam pendirian ini “One feels no great tension
between church and world, the social laws and the Gospel, the workings of divine grace and human effort, the ethics of salvation and the ethics of social conservation or progress”. Pendirian yang ketiga: Christ above Culture. Dalam pendirian ini iman Kristen ditempatkan diatas kebudayaan dan merendahkan nilai kebudayaan. Pendirian yang keempat: Christ and Culture in paradox. Menurut paham ini, orang Kristen, senantiasa menghadapi dilema karena adanya dualisme daripada dunia Kristus dan dunia Kaisar. Kepada keduanya orang Kristen wajib bersetia pada waktu yang berlainan dan cara berlainan. Pendirian yang kelima: Christ transforming culture. Menurut kepercayaan ini, maka Kristus berkuasa, rela dan berkehendak membaharui manusia dan masyarakat sesempurnanya. Berfikir concretiserend dan relativerend, maka kita kini bertanya: Bagaimanakah pendirian PTPG-KI. kita terhadap kebudayaan Indonesia? Sebelumnya menjawab pertanyaan ini, perkenankan kiranya saya mengutip sitat yang agak panjang dari bukunya yang terbaru Hendrik Kraemer: “ Religion and the Christian faith”. Membicarakan pokok yang amat dicintainya, yaitu. Synkretisme, seperti nampak dari “Wortelen van het Syncretisme”, buku Tambaram “Christian massage in a non-Christian world”, ia dalam Religion and the Christian faith” p. 410, mengetengahkan dengan terus terang:
“There is much justification for saying that one of the frustating features in the life of the “younger churches” is that they are, in spite of all self-determination and independence or autonomy, still to a great extent, in their structure and style of expression, spiritual colonies of the West, copies of something, but not grown-up. There even seem to be “younger churches” that unfortunately feel quite confortable in it, and look upon it already as cherished tradition. It should be realized that this “nice” disposition makes them blind to their real task and deaf to their real calling, to be salve and light right here and now”.
23
Beberapa garis kemudian penulis sarjana melanjutkan:
“It means that the Church has to live, to witnees, to grow there, in that specific world where God has placed it. Adaption therefore does not signity compromise, or “interesting experiment”, but as I made clear in my Tambaram book, expression of the Christian faith in a style, which is, as D.T. Niles has often remarked, not that of a potplant, but of a seed sown in a specific soil” Kata-kata peringatan, yang dilancarkan dengan jujur dan terus terang itu kami terima dengan penuh terima-kasih, dengan maksud untuk dilaksanakan. PTPG-KI memang benih yang ditanam dibumi yang khusus, bumi Indonesia, dan dipelihara dalam kebudayaan yang khusus, kebudayaan Indonesia Bagaimanakah pendirian PTPG-KI untuk mengulang pertanyaan, secara konkrit, terhadap kebudayaan Indonesia? Kami ingin mengikuti paham “adaption”, yang bukan merupakan kompromi, melainkan suatu tanaman dari pada iman Kristen dengan suatu gaya, bukan dari tumbuhanpot, melainkan gaya daripada suatu benih yang ditanam dalam bumi yang khusus. Atau dengan perumusan Richard Niebuhr, kami bukan menghendakkan:
Christ against culture Christ of culture Christ above culture Christ and culture in paradox, melainkan: Christ transforming culture. Kami tidak akan menolak kebudayaan Indonesia, tidak akan menjumbuhkan iman Kristen dan kebudayaan Indonesia, tidak akan memandang hina kebudayaan Indonesia, tidak akan mengikuti sikap dualisme terhadap Kebudayaan Indonesia, melainkan kami akan menerima dan membaharui, mentransformasikan kebudayaan Indonesia kita. Iman Kristen percaya kepada panggilan berkebudayaan, seperti dititahkan dalam Genesis 1:26, 28 untuk menguasai dan melihara alam.
24
Iman Kristen mengandung norma-norma yang memungkinkan berlaku selektif terhadap kebudayaan kita. Iman Kristen adalah akar baru, yang membuat zat baru dan menghayati dengan gaya baru, unsur-unsur kebudayaan yang sudah dipilihnya. Selanjutnya iman Kristen menunjukan kebudayaan yang dibaharui itu kearah yang tertentu, yaitu ke Yerusalem Baru, mana seperti dikalimatkan dalam Wahyu 21, “Bangsa-bangsa akan membawa kemuliaan dan kehormatan kebudayaannya masing-masing”. “Iman Kristen, yang membaharui dan menghayati kebudayaan Indonesia” itulah pedoman dan sumber inspirasi dalam usaha kami di PTPG-KI. kita. Dalam mata-pelajaran dasar: agama, filsafat, etika, diperkenalkan norma-norma yang memungkinkan bersikap selektif dan kreatif terhadap kebudayaan kita. Dalam mata-pelajaran Anthropologi kebudayaan dan sosiologi diperkenalkan masyarakat dan perubahan masyarakat, yang menjadi pendukung kebudayaan. Sedangkan matapelajaran kejuruan yang berlainan dalam tiap-tiap jurusan, kami coba memberikannya dari situasi hic et nunc, ditinjau dari sudut eriteris yang tertentu. Untuk memberikan satu contoh: Hukum bagi kami bukanlah semata-mata kebiasaan atau adat. Hukum bagi kami adalah sistem norma. Suatu sistem norma yang melindungi: 1) die Institutionen, yaitu lembaga-lembagadalam masyarakat seperti: hak-milik, tukar-menukar perkawinan negara; 2)
die Menschenrechte, yaitu hak-hak asasi manusia: kebebasan keagamaan, pengajaran, mempunyai dan mengeluarkan pandapat, perlindungan diri dan sebagainya;
3) dengan melaksanakan sejauh-jauhnya die Garechtigkeit, yaitu keadilan, yang sesuai dengan kehendak Tuhan. Dalam mata-pelajaran keguruan, kami coba meninjau persoalan pengajaran dan pendidikan di Indonesia dari kriteria yang tertentu. Dengan bermacam-macam usaha kami coba mempertinggi teanspirit diantara para mahasiswa dan mempererat perhubungan mahasiswa dengan dosen. Dengan memperhatikan sport dan musik
25
kami usahakan jangan sampai pendidikan terlalu menyebelah, dan mengharapkan perkembangan kepribadian yang selaras. Menurut rancangan yang tertentu kami ingin memberikan sumbangan kepada masyarakat dan kebudayaan Indonesia. Yang kami perlukan menurut paham kami adalah: a)
kebebasan untuk melaksanakan rancangan kami,
b) menolak suatu politik kebudayaan yang bersifat paksa, c) bantuan dari fihak penguasa kepada tiap-tiap usaha yang membangun (konstruktif) dalam masyarakat dan kebudayaan.
CATATAN Menjelang tahun kedua PTPG-KI. menunjukkan adanya perkembangan fisik sebagai berikut: bertambahnya empat tenaga pengajar, seorang Inggris, seorang Pilipina, dan dua orang Indonesia, di samping adanya kepergian dua orang penting yang berjasa bagi peletakan dasar PTPG-KI. Satya Wacana. Kedua orang tersebut adalah Dr. John D. Hayes yang meninggal dunia pada 4 Maret 1957, dan Tuan Joc van der Waals yang kembali ke Nederland. Menjelang akhir tahun kuliah 1956-1957 terbentuklah organisasi massa mahasiswa (extra-kurikuler) seperti GMNI. dan GMKI dan Senat Mahasiswa (intra-kurikuler) pada 16 Maret 1957. Segi positif dari perkembangan fisik di atas dihadapkan pula dengan kesulitan-kesulitan phisik lainnya i soal aula kuliah dan asrama yang dibutuhkan untuk penampungan mahasiswa. Di balik perkembangan fisik serta kesulitan-kesulitan di atas, dalam pidato ilmiah seperti tersaji di bawah ini, O. Notohamidjojo mengemukakan suatu tanggung jawab yang lebih besar dari PTPGKI yakni: menciptakan satu “Educational Policy” yang sesuai dengan Iman Kristen tanpa melepaskan diri dari Kebudayaan Indonesia.
26
4. PIMPINAN DAN PEMBINAAN PEMIMPIN Suatu Pedoman Dalam Pendidikan Di PTPG-KI
Para Tamu yang mutabir, Dewan Pengurus, Dewan Kurator dan Dewan Pengajar yang terhormat, Para mahasiswa yang kekasih, Hadirin yang mulia. Pertama-tama saya ucapkan selamat datang dan terima kasih kepada para tamu sekalian. Kehadiran saudara-saudara yang kami hargai setinggi-tingginya, menandakan minat saudara-saudara terhadap usaha kami dan merupakan perwujudan komunikasi masyarakat dengan Perguruan Tinggi kami. Ketika pada tanggal 30 Nopember 1957, kami menyebut perayaan ulang-tahun sebagai Dies Natalis pertama, maka penyebutan itu sebenarnya prematur dan memang penyebutan itu kami lakukan atas dasar keyakinan iman. Perayaan ulang-tahun pada tahun yang lalu baru secara hak dapat disebut Dies Natalis pertama, apabila sudah ada Dies Natalis kedua. Syukurlah Tuhan telah memperkenankan kami mencapai saat itu pada waktu sekarang ini. Ia telah melimpahkan berkatNya, sehingga kita bersama-sama dengan Rasul Paul dalam I Tesalonika 5: 16-18, dapat bersaksi:
Diucapkan pada Dies Natalis II, Desember 1958.
27
“Hendaklah kita bersuka-cita senantiasa, dan berdoa dengan tiada berkeputusan, dan mengucapkan syukur di dalam segala sesuatu”. Izinkanlah kiranya saya sekarang melukiskan perkembangan Perguruan Tinggi Pendidikan Guru Kristen Indonesia kita di atas uraian tentang:
”PIMPINAN DAN PEMBINAAN PEMIMPIN” Hadirin yang mulia, Pada upacara pembukaan tanggal 30 Nopember 1956 telah diuraikan, bahwa tugas Perguruan Tinggi kita ada empat: 1. 2. 3. 4.
Menjadi pusat penyelidikan ilmu, Mendidik para mahasiswa menjadi pengabdi kebenaran, Membina pemimpin, Mewariskan kebudayaan (transmission of culture).
Pada Dies Natalis pertama telah kita bentangkan, betapa paham iman Kristen terhadap kebudayaan Indonesia dan betapa kami mencoba melaksanakan pewarisan kebudayaan Indonesia itu. Perkenankanlah saya sekarang memaparkan bagaimana paham kami mengenai “Pimpinan dan Pembinaan Pemimpin”. Di tengah-tengah masyarakat Indonesia yang mengalami transkulturasi dan transisi dalam semua pola hidupnya serta normanormanya, pokok yang menjadi tugas kami di sini, adalah pokok yang lebih pelik dan aktuil.
I. Apakah sebenarnya Pimpinan atau Leadership? Menurut Enciclopaedia Britannica, leadership dapat didefinisikan sebagai penggunaan pengaruh terhadap pihak lain untuk pelaksanaan maksud dan tujuan daripada yang mempergunakan pengaruh itu. Definisi seluas ini meliputi baik pimpinan autokratis maupun demokratis, baik pimpinan intelektuil dan ilmiah, maupun pimpinan keagamaan, militer, artistik, dan mencakup pula perhubungan langsung muka lawan muka antara pemimpin dan yang dipimpin dalam perkara-perkara yang khusus. 28
Menurut Enciclopaedia of the Social Sciences pengertian pimpinan ini hendaknya dibedakan daripada keperbawaan atau authority yang menyandarkan kekuasaannya terhadap pihak atau golongan yang diperintahnya pada kekuatan adat, atau hukum. Hendaknya pimpinan atau leadership jangan-jangan sampai dijumbuhkan pula dengan demagogi, yaitu kesanggupan untuk merangsang instink dan membakar emosi daripada massa. Pimpinan yang kami maksud adalah perhubungan antara pemimpin dan golongan penganutnya yang berdasarkan pemilihan yang bebas, bukan berdasarkan paksaan, bukan pula karena dorongan daripada instink yang buta melainkan karena keutuhan kepribadian yang diterangi oleh akal. Pada umumnya yang kami maksud dengan leadership adalah perhubungan, yang beralaskan pertimbangan yang sadar antara penganut terhadap kepribadian pemimpin, dan sebaliknya antara pemimpin terhadap kepribadian penganut. Ruas kedua ini, menurut kami, amat penting artinya. Seorang pemimpin wajib menginsyafi sedalam-dalamnya dan wajib mengakui nilai khusus daripada manusia-dalam-masyarakat. Baik Jacques Ellul dalam “die theologische Begrundung des Rechtes”, yang menyatakan bahwa pengertian hukum harus meliputi tiga unsur:
1. die Institution, 2. die Menschenrechte, 3. die Gerechtigeit Maupun Dicey dalam “Law of the constitution” yang menyebut tiga arti dari pada rule of Law yakni:
1. the absolute supremacy of regular law, 2. equality before the law, 3. the rights of individuals, Lengkapnya:
the “rule of law” lastly, may be used as a formula for expressing the fact that with us the law of the constitution are not 29
the source but the consequence of the rights of individuals . Ingin menjalin nilai khusus atau subyect daripada manusia, juga terhadap pemimpin. Sebab itu betapa pun juga bentuk demokrasi terpimpin nanti, secara materiil kita mengharapkan penjaminan “die Institutionen” dan “die Menschenrechte” yang dilaksanakan menurut “gerechtigkeit”. Penjaminan nilai khusus, daripada kepribadian dan hak-hakmanusia Indonesia adalah principiel bagi kami. Kami menentang faham yang menganggap manusia adalah obyek. Sekali lagi: soal pokok dalam masalah pimpinan adalah maksud dan tujuan daripada pemimpin dan bagaimana sikap pemimpin itu terhadap penganutnya seorang demi seorang untuk melaksanakan maksud dan tujuan itu. Kebesaran seorang pemimpin tergantung pada keutamaan maksud dan tujuannya dan kesanggupan untuk mewujudkannya. Pemimpin yang sungguh agung, menurut faham kami, adalah pemimpin yang dapat memperkaya kepribadian penganut-penganutnya.
II. Sifat-sifat Seorang Pemimpin 1.
Kasih
Perhubungan antar-manusia itu harus dikuasai oleh hukum kasih, seperti difirmankan dalam Matius 22:39: “Hendaklah engkau mengasihi sesama manusia seperti dirimu sendiri”. Demikian pula hukum dasar dalam relasi antara pimpinan dan yang dipimpin adalah Kasih. Hukum Kasih ini yang menjamin perlakuan yang dipimpin sebagai subyek (seperti diri sendiri) dan bukan sebagai
obyek. 2. Pengabdi Sifat kedua dari-pada seorang pemimpin adalah sifat pengabdi. “Barang siapa di antara kamu yang hendak menduduki tempat yang pertama (artinya: hendak menjadi pemimpin) ia patut menjadi hamba atau abdi kepada sekalian” (Markus. 10:44).
30
3. Message Di samping kedua sifat pokok tersebut, I. W. Moomaw dalam bukunya “Deep furrows” dalam fasal “Qualities of real leadership”, menyebutkan suatu deretan sifat-sifat, di antaranya kami pilih: Pemimpin yang sesungguhnya harus mempunyai “a sense of mission” dan harus mempunyai “message”. Lebih-lebih dalam masa dan keadaan golongan yang dipimpin dihinggapi rasa kekhawatiran, diombang-ambingkan oleh keragu-raguan, disitu pemimpin harus melihat dengan jernih apakah rancangan, apakah ide, apakah messagenya dan ia harus sanggup menguraikan “wartanya” dengan sederhana serta mudah difahami.
4. Vision dan insight Pemimpin harus mempunyai vision and insight, Ia harus bisa melihat lebih jauh ke depan dari lain-laindan harus bisa membedabedakan lebih terang daripada golongan yang dipimpinnya.
5. Strong convictions and self-confidence Pemimpin yang kerapkali berhadapan dan berlawanan dengan kenyataan yang harus diubahnya dan bersemuka dengan orang-orang yang harus diputar pandangan dan haluannya, harus mempunyai strong convictions, keyakinan yang tak gentar, dan selfconfidence, kepercayaan kepada diri sendiri 6. Persistence, patience, and enthusiasm Pemimpin harus tahan uji, sabar dan mempunyai semangat yang tak kunjung padam. Ia harus mempunyai keteguhan jiwa dan kesetiaan untuk mewujudkan apa yang menjadi panggilan dan suruhannya. Di Indonesia pada masa sekarang, hampir disemua lapangan hidup, bertaburanlah rancangan-rancangan yang hebat dan mengagumkan, tapi yang kandas di jalan karena kekurangan keteguhan jiwa dan kesabaran untuk menyelesaikannya. 7. Willingness to work hard. Orang lain, penganut bisa malas, tetapi seorang pemimpin tidak boleh malas. Ia harus bekerja keras dan harus mempunyai kecakapan menggiatkan orang lain untuk bekerja. 31
8.
Keinsyafan akan kewajiban dan disiplin pada diri sendiri.
Pemimpin harus bisa menguasai dan membatasi diri sendiri, ia harus bisa tunduk kepada peraturan. Baginya berlaku, bahwa dalam disiplin dan pembatasan diri sendiri nampaklah keulungannya. Disiplin pada diri sendiri harus dibarengi oleh keinsyafan akan kewajiban. Perintah Nelson pada tahun. 1805 di Trafalgar bukan berbunyi:
“England expects every man will be a hero”, melainkan “England expects every man will do his duty”. Hendaknya itu sudah cukup: melakukan kewajiban dengan disiplin terhadap diri sendiri. Demikianlah astadarma, tugas delapan daripada pemimpin sejati.
III. Fungsi Pemimpin Sepanjang pengetahuan saya belum ada perumusan fungsi pemimpin yang demikian singkat, tepatnya bagi Indonesia seperti yang dianjurkan oleh Dr. Ki Hajar Dewantara bagi Taman Siswa. “Tut wuri andayani” “Mengikuti dan mempengaruhi” “Follow and guide” Pemimpin hendaknya mengikuti orang-orangyang dipimpin, sebagai subyek yang penuh dan mengembangkan tanggung jawabnya. Di samping itu seorang pemimpin harus “andayani”, memberikan pengaruh dan bimbingan kepada yang dipimpinnya untuk melihat maksud dan tujuan yang dituntutnya, harus membesarkan hati dan menilai kemajuan penganutnya, serta tiap-tiap kali memberikan tanggung-jawab baru untuk mewujudkan taraf dan tujuan yang lebih tinggi.
32
IV. Jenis Pimpinan Pembagian pimpinan dalam beberapa jenis tergantung daripada kriterium yang dipergunakan. Baik juga dikemukakan, bahwa tiap-tiap pembagian hanya mempunyai arti yang nisbi, karena kenyataan pimpinan dan pemimpin adalah demikian pelik dan muskilnya, sehingga tidak mungkin memasukkannya dalam kotak-kotak yang tertentu.
a. Pembagian Max Weber Dipandang dari legitimasi dari pada pimpinan, maka Max Weber membaginya dalam tiga jenis: 1) pimpinan charismatis 2) tradisionil 3) rasionil 1.1.
Legitimasi dari pada pimpinan yang bersifat kharismatis berdasarkan pengakuan terhadap kesaktian dan kepahlawanan seorang pemimpin. Penganut-penganutnya yakin akan charisma atau anugerah istimewa yang dilimpahkan kepadanya dan yang dimiliki oleh pemimpin yang diikutinya.
1.2.
Legitimasi dari pada pimpinan yang bersifat tradisionil berdasarkan pada kepercayaan dan adat, yang sejak dahulu berkuasa secara turun-temurun. Raja-raja pada zaman kuno, di Mesir, Tiongkok, di Indonesia itu menjabat pimpinan yang tradisionil. Biasanya pimpinan tradisionil ini dijalani unsur kharismatis.
1.3.
Legitimasi pimpinan yang bersifat rasionil itu kita jumpai, apabila pengakuan terhadap pimpinan itu berdasarkan peraturan-peraturan yang ditetapkan dan pemimpin itu ditunjuk menurut ketentuan-ketentuan peraturan-peraturan tersebut.
Hendaknya kita memperhatikan peringatan Max Weber, bahwa ketiga jenis pimpinan itu adalah “Idealtypen”, yang dalam kenyataan tidak kita temui dalam bentuk yang murni, melainkan senantiasa bercampuran. Lain dari pada itu pembagian Max Weber ini, terutama mengingat pimpinan puncak dilapangan politik atau kenegaraan.
33
b. Pembagian Richard Schmidt Di samping pembagian Max Weber ini Richard Schmidt dalam Encyclopaedia of the Social sciences membedakan dua type pimpinan: 1. 2. 1.1.
yang satu yang lain
: representative atau symbolic leadership : dynamic atau creative leadership
Representative leadership yaitu pimpinan yang memuaskan harapan golongannya dengan melakukan perbuatan untuk golongan sesuai dengan nilai-nilai dan haluan kemajuan golongan itu.
1.2.
Creative leadership yaitu pimpinan yang menjadi gaya pendorong untuk nilai-nilaiatau program baru, yang mengubah faham dan haluan golongan penganut.
Dalam kenyataan, pembagian Max Weber mestinya kerapkali dipertepat serta dilengkapi oleh pembedaan Richard Schmidt. Kita misalnya menjumpai: pimpinan yang rasionil kharismatis dan kreatif dari pada Bung Karno. (Rasionil karena ditunjuk menurut peraturanperaturanyang tertentu, kharismatis, karena oleh banyak orang di Indonesia dianggap bahwa Bung Karno dikaruniai anugerah pimpinan yang istimewa, dan kreatif, karena beliau membawa nilai-nilai dan haluan baru) dan seterusnya.
c. Kriterium terhadap Pemimpin Seperti telah kami kemukakan kriterium penilaian pemimpin yang kami pergunakan adalah: pengakuan nilai khusus atau subyek dari pada yang dipimpin. Pemimpin yang baik yaitu pemimpin yang memperkaya kepribadian yang dipimpin. Pemimpin yang buruk adalah pemimpin yang memperalat yang dipimpin untuk kepentingan diri sendiri. Kami mengetahui bahwa dalam kenyataan tidak mudah dibedakan dengan tegas, karena dalam kenyataan egoisme atau altruisme itu bercampur baur tak terpisahkan.
34
V. Pembinaan Pemimpin 1.
Pemimpin karena pembinaan atau kelahiran
Pertanyaan yang penting dalam pemandangan terhadap pimpinan dan pemimpin adalah soal, apakah pemimpin itu karena kelahiran atau pembinaan? Soal ini menurut faham kami adalah pengkhususan pertanyaan: apakah pendidikan atau pembinaan pada umumnya ada gunanya atau tidak. Kami yakin, bahwa pendidikan itu bukan mahakuasa, sehingga bisa mengubah seorang bodoh menjadi cerdas-pandai, atau seseorang yang lemah wataknya menjadi pemimpin yang tegas dan agung. Tetapi kami yakin pula akan kebenaran teori konvergensi, yang mengatakan bahwa perkembangan seseorang itu karena bakat dan pengaruh luaran, termasuk pendidikan, dalam interactionnya Keyakinan tentang kemungkinan berhasilnya pembinaan dan pendidikan adalah keyakinan yang ada pada tiap-tiap orang tua, guru, guru besar dan siapa pun yang melakukan tugas mendidik dan pimpinan. 2.
Bagaimana kami melakukan pembinaan calon pemimpin di PTPG-KI kita?
Sebelumnya kami ingin mengemukakan bahwa kecuali kami percaya akan kenisbian dari pada pembagian pimpinan, kami percaya juga akan kenisbian gradasi antara pemimpin. Bukanlah demikian kenyataan di dunia ini, bahwa umat manusia itu dapat dibagi dalam dua golongan yang tegas: golongan pemimpin murni pada satu pihak dan golongan penganut murni pada pihak lain. Maka biasanya orang itu pada waktunya dan dalam lingkungannya pemimpin, sedangkan pada saat lain dan dalam lingkungan lain menjadi penganut. Dalam kenisbian-kenisbian itulah hendaknya kita melihat pekerjaan kami di PTPG-KI apabila kita bicara tentang pembinaan pemimpin: Orang itu pemimpin pada waktunya dan penganut pada waktu lain.
35
Setelah itu semuanya, dapat kita kemukakan bahwa seluruh usaha kami di PTPG kita, dalam berjenis-jenis seginya, adalah mempersiapkan calon pemimpin: a)
Dengan matakuliah dasar: pelajaran agama, etika dan filsafat, kami mencoba menunjukkan dan 1) Mengalamkan hukum kasih dalam hubungan antar-manusia 2) Dan menginsyafi bahwa pemimpin sejati adalah pengabdi kepada sesamanya,
b) Dengan matakuliah dasar itu pun kami mencoba menginsyafkan para mahasiswa akan message dan norma-norma baru untuk menilai dan untuk menjadi pedoman dalam menghadapi dan mengatasi persoalan dalam masyarakat yang akan dimasukinya. c)
Selanjutnya dengan penyelenggaraan pelajaran yang luas dan komprehensif dan dengan cara memandang pelajaran secara prinsipiil kami mencoba memberikan vision dan insight kepada para mahasiswa.
d) Dengan mempertahankan taraf pelajaran yang setinggi-tingginya, dalam kenyataan Indonesia yang bergumul dengan kekurangan buku pelajaran dan pengajar-ahli, maka para mahasiswa kami paksa untuk membiasakan diri bekerja keras, membatasi diri (self-dicipline), tahan uji dan sabar dalam usaha mencapai tujuan. e)
Dengan memberi petunjuk tentang kebiasaan studi yang berdaya guna, maka kami mencoba melatih para mahasiswa untuk menguasai bahannya secara cepat, sebab pemimpin yang baik harus dengan lekas dapat memperoleh orientasi dalam bahan/keadaan yang dihadapinya.
f)
Dengan research dan pelajaran yang praktis, kami berusaha untuk mengenalkan mahasiswa dengan masyarakat, persoalan dan penderitaan dalam masyarakat. Sebab pemimpin harus bukan hanya idealis melainkan juga realis.
g) Di luar suasana kuliah dan ujian para mahasiswa diberi kesempatan untuk memimpin dalam senat dengan seksi-seksinya; penyelenggaraan Dies Natalis II ini adalah pekerjaan senat baru; dalam organisasi-organisasi mahasiswa; GMKI dan GMNI.
36
Amat kami sayangkan, bahwa karena jumlah pengajar full time hanya 9 saja, dan hanya 10 dosen yang diam di Salatiga, dan belum adanya asrama kampus yang kami perlukan, maka kami belum bisa menciptakan college community yang seharusnya. Pergaulan pengajar dan pelajar itu sebenarnya yang mempunyai pengaruh pendidikan yang sebesar-besarnya. Dalam rangka kemungkinan pada masa sekarang kami berusaha membina dan memupuk bakat yang ada. Apakah para tamatan PT kita akan sungguh-sungguh menjadi pemimpin, tergantung pula dari bakat masing-masing dan kesempatan yang diperolehnya nanti. Dari sejarah dan sosiologi kita mengetahui bahwa apabila kebutuhan akan perubahan yang besar bertemu dengan seorang berbakat yang terpanggil untuk memenuhinya, maka di situ tumbuhlah seorang pemimpin. Betapa besarnya kebutuhan akan perubahan, tapi kalau tiada bisa menyangkut pada seseorang yang berbakat, maka tiada akan muncullah seorang pemimpin. Sebaliknya betapa agung pun bakat seseorang, tapi apabila ia tiada menjumpai kesempatan untuk mengembangkannya, tidak terhasilkan pula seorang pemimpin yang besar. Dikatakan secara abstrak dan umum: antara pemimpin dan kenyataan sekelilingnya ada interaction, tetapi pertemuan dua pihak sehingga menimbulkan interaction bukan terletak di tangan manusia. Walaupun luas dan beraneka ragam segi pekerjaan kami dalam lapangan persiapan pemimpin, tetapi tugas itu adalah tugas yang minta kerendahan hati. Kami hanyalah laksana penyiram bunga; layu atau berbuahnya bunga itu bukan terletak di tangan kami. Tetapi kami tetap yakin, bahwa dengan studi dan bimbingan, para tamatan kita akan dapat memberi pimpinan yang lebih baik kepada lingkungannya. Kami berharap dan berdoa supaya nanti di antara pemuda-pemuda/pemudi-pemudiyang kami sumbangkan kepada masyarakat Indonesia ada beberapa juga bukan hanya
37
menunjukkan representative leadership melainkan juga creative leadership, yang dengan kasih mengabdikan diri kepada sesamanya. Uraian ini bukanlah terlepas dari pada pidato peringatan, bahkan merupakan inti daripadanya tentang sebagian dari “educational policy” yang kami tuntut.
Catatan: Tahun 1958-1959 PTPG-KI memasuki tahun kuliah dengan kepergian beberapa Guru Besar. Mereka adalah: Prof. Dr. Mr. de Heer, kembali ke Universitas Gajah Mada, setelah memberi kuliah Ekonomi dan Ds. Matthysen yang kembali ke tanah airnya setelah memberi mata kuliah Agama. Di pihak lain, Satya Wacana mengalami beberapa kemajuan akademis, baik untuk kepentingan keluar maupun dalam Satya Wacana sendiri. Untuk kepentingan keluar tercatat: 1.
Terjalinnya hubungan dengan Kementrian P & K khususnya Koordinasi Perguruan Tinggi.
2.
Dengan Akademi Theologia di Yogyakarta, PTPG. Sanata Dharma dan Universitas-universitas Negeri.
3.
Perjalanan Dekan ke New Zealand dan Australia yang memperkenalkan Satya Wacana kepada NCC dan seluruh gerejagerejanya dan juga kepada Australian Council of the World, C of C yang berpusat di Melbourne dan Sydney.
4.
Menghadiri konferensi antar Universitas Kristen Asia Timur dan Tenggara di Silliman University, Dumaquete di Philipina, International Christian University di Tokio, yang menghasilkan kemungkinan para lulusan PTPG-KI untuk melanjutkan studi ke sana.
Sedang perkembangan ke dalam nampak dari: 1. Bangunan gedung kuliah oleh Dewan Pengurus / Kurator. 2. Dalam lapangan pengajaran, dengan melakukan research perekonomian di Dagan, Solo, September 1958. 3. Perjalanan ilmiah ke Borobudur.
38
4. Menyiapkan persiapan-persiapan untuk memperalihkan bentuk PTPG. ke Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan sebagai bagian dari Universitas Kristen sebagai suatu perguruan tinggi. Dalam pidato ilmiah pada Dies Natalis ke II, yang berjudul: Pimpinan dan Pembinaan Pemimpin, O. Notohamidjojo mengemukakan satu hal penting sehubungan dengan perkembangan-perkembangan di atas, yakni: hendaknya pemerintah menjamin perlakuan yang sama antara universitas/perguruan tinggi negeri, dan universitas/perguruan tinggi partikelir yang memenuhi syarat.
39
5. PENGAKUAN FKIP SWASTA Hadirin yang arif -budiman, Perkenankan kiranya untuk mendekati persoalan “Pengakuan FKIP. Swasta” dari sudut prinsipiil/asasi.
I. Pendekatan dari Sudut Prinsipil a) FKIP Swasta adalah Fakultas, Tempat Penyelidikan Ilmiah FKIP swasta bermaksud dan berusaha sebagai Fakultas. Istilah fakultas (menurut J. Huizinga dalam “Verzameldewerken VIII, pag. 6 dls.) mula-mulaberarti kesanggupan (geschiktheid) atau kecakapan (bekwaamheid). Kemudian bermakna: pengajaran dala suatu kesanggupan atau kecakapan. Lalu berarti “leervak” atau “suatu kelompok matakuliah (groep van studien)”, dan akhirnya “suatu persekutuan pengajar dan pelajar, yang pada suatu universitas mewakili kelompok matakuliah-mata kuliah tersebut”. FKIP swasta bermaksud dan berusaha menjadi persekutuan dosen dan studen, yang mewakili “groep van studien”, dengan perkataan lain ingin dan bekerja sebagai persekutuan ilmiah. Sebagai persekutuan ilmiah FKIP swasta menunaikan tugasnya berdasarkan keyakinan, bahwa akal yaitu alat perlengkapan manusia untuk melakukan penyelidikan dan pengajaran ilmiah, itu bukan autonoom. Hendaknya kita membayangkan sejenak pelbagai ragam ilmu pengetahuan. Kita mengenal ilmu pasti, ilmu alam, ilmu hayat, ekonomi, sosiologi, ilmu hukum, dan sebagainya.
Diucapkan pada musyawarah F.K.I.P. Swasta tanggal 19, 20 Juni 1959 di Salatiga.
40
Dapat dikatakan, bahwa tiap-tiap ilmu tersebut menyelidiki satu segi, lingkungan, aspek yang tertentu daripada kenyataan. Ilmuilmuyang kita sebut merupakan ilmu-vak (vakwetenschap). Seorang ahli ilmu-vak itu memusatkan pikiran dan penyelidikannya pada satu segi yang tertentu daripada kenyataan dengan mengesampingkan semua segi lain daripada kenyataan dari perhatian akalnya. Hendaknya kita mengambil suatu contoh yang konkrit: pohon jati. Seorang ekonom akan menunjukkan semua perhatiannya kepada segi atau aspek ekonomi daripada pohon jati itu. Ia tidak menghiraukan susunan molekul, tidak memperhatikan pula peranan pohon jati dan sejarah kesenian Indonesia. Yang diperhatikan hanyalah harga dan nilai pohon itu, produksi, industri, penjualan dan sebagainya. Seorang ahli ilmu hayat sebaliknya tidak menyelidiki harga pohon dan kayunya, melainkan hanya mementingkan aspek hayat, (hidup), pertumbuhan dan kembang-biaknya etc. Nampaklah kiranya bahwa ilmu-vak itu membina pengetahuan yang berwates, karena hanya memperhatikan segi atau aspek yang tertentu daripada kenyataan. Sebab itu terbitlah sekarang pertanyaan: apakah ilmu-vak itu autonom, atau apakah ahli ilmu-vak itu dapat terhindar dari segala prasangka (voor-oordeel, bukan voor-oordel). Menurut faham kami: tidak mungkin. Tiap-tiap ilmu vak itu dalam usahanya menghadapi soal-soal yang tidak mungkin diselesaikan dengan memakai pengetahuan dari vaknya sendiri. Tiap ilmu-vak menjumpai soal-soal dasar/pokok, yang melangkahi batas-batas kompetensi ilmu-vak yang bersangkutan. Misalnya: soal mengenai batas-batas lapangan dari-pada ilmu-vak; dimanakah letak batas aspek (segi) yang menjadi lapangan penyelidikan ilmu-vak tertentu dalam keseluruhan kenyataan/kosmos?
Contoh lain: Apakah hukum kausalitas alami itu hanya berlaku untuk ilmu alam/kimia saja, ataukah berlaku juga bagi aspek hayat, psychis, historis, sosial, ekonomis, juridis dan sebagainya. Untuk menjawab soal-soalpokok/dasar itu ilmu-vak memerlukan bantuan daripada instansi lain, yang memperhatikan struktur
41
atau susunan daripada kosmos, yang melihat kosmos dalam aspekaspeknya. Instansi yang demikian itu memang ada, yaitu ilmu filsafat. Ilmu filsafatlah yang mencoba menjawab pertanyaan mengenai hakikat seluruh kenyataan dalam struktur/bouwplan-nya. Bukan hanya struktur kenyataan saja yang diselidiki oleh ilmu filsafat, melainkan juga misalnya: susunan pengetahuan. Jawab yang diperoleh dari ilmu filsafat itu memperngaruhi secara diinsafi atau tidak diinsafi usaha daripada ahli-ahli ilmuvak. Pertanyaan yang berikut dalam rangkaian fikiran ini ialah: Ilmu-filsafat sendiri, apakah itu otonom, dalam arti: apakah ilmu filsafat itu dapat diusahakan dengan mempergunakan akal (ratio) manusia saja. Pertanyaan ini amat pelik dan pentingnya. Seumpama ilmu filsafat itu ilmu yang autonom, yang bersifat akal murni, maka boleh kita simpulkan, bahwa pada akhirnya: ilmu pengetahuan (sebab ilmu filsafat pun adalah ilmu pengetahuan) itu memang autonom. Betapa sukarnya untuk menjawab pertanyaan: apakah ilmu filsafat itu autonom atau tidak, nampaklah dari pelbagai ragam jawab dari para kaum filsuf sendiri. Aliran rasionalisme jawabnya berlainan daripada irrasionalisme. Menurut rasionalisme akal manusia itu memadai untuk menjelaskan semua soal, memadai untuk meraih kebenaran yang terakhir. Akallah yang menyusun kembali semua gejala setelah kenyataan diremuknya, akallah yang menggalang kesatuan dalam kejamakan. Akal manusia dianggapnya mewujudkan alat-pembuka semua rahasia. Akan tetapi, keyakinan rasionalisme itu didasarkan atas apa? Dengan perumusan lain: dengan alasan apa aliran rasionalisme itu memilih akal sebagai alat pembuka semua rahasia? Mengapa oleh rasionalisme akal dianggap kompeten menyelesaikan semua soal pengetahuan. Terpilihnya akal sebagai dasar dan pangkal daripada ilmu pengetahuan/ilmu filsafat itu berdasarkan suatu pemilihan yang bukan bersifat akali. Rasionalisme memilih akal; karena percaya kepada akal. Dan kepercayaan itu tidak diperoleh dengan jalan fikiran akal, melainkan kepercayaan itu adalah suatu keyakinan. 42
Atas dasar keyakinan itu rasionalisme memilih akal sebagai dasar dan alat penyelesaian semua soal ilmu pengetahuan. Keyakinan itu dapat dipahami, dapat dihormati, tapi tidak bisa dibuktikan dengan akal. Akal tak dapat mendasarkan diri sendiri atas diri sendiri (vide: Dr. Mr. D. C. Mulder: Iman dan Ilmu pengetahuan). Dengan perkataan lain: kami tidak percaya akan “Voraussetzungslosigkeit” der Wissenschaft. Itu disebabkan, oleh karena bukan akal in abstracto (akal terlepas dari segala sesuatu), yang berfikir dan mengusahakan ilmu pengetahuan, melainkan manusia dalam totaliteitnya yang berfikir dan mengusahakan ilmu pengetahuan itu, yaitu manusia dengan kepercayaan dan keyakinannya, dengan simpati dan antipatinya, manusia sebagai keseluruhan, yang mempunyai sikap tertentu terhadap dunia dan hidup. Ilmu pengetahuan adalah salah-satu hasil daripada sikap tertentu (bepaalde houding) terhadap kenyataan dan hidup. Penyelidikan dan pengusahaan ilmu pengetahuan tidak dapat dilakukan secara autonom atau voraussetzungslos. Lebih jelas lagi hubungan antara ilmu pengetahuan dan pandangan dunia/hidup apabila kita bertanya tentang: maksud (zin) daripada ilmu pengetahuan. Pertanyaan ini sungguh hanya dapat dijawab menurut pandangan dunia/hidup masing-masing. Ada sarjana (Max Scheler) yang membedakan antara:
Herrschaftwissen (Ilmu pengetahuan untuk menguasai kenyataan).
Bildungswissen (Ilmu pengetahuan untuk membentuk manusia ke arah kesempurnaan).
Erlossungswissen (Ilmu pengetahuan keagamaan untuk membahagiakan). Bagaimana pun juga jawab terhadap pertanyaan tersebut, salah satu jawab yang dapat kita setujui adalah, bahwa ilmupengetahuan itu bermaksud memperoleh kesejahteraan manusia. Paham ini beralaskan penilaian yang setinggi-tingginya terhadap manusia, yang berarti keyakinan yang tertentu terhadap manusia.
43
Konsekuensi daripada keyakinan ini adalah, bahwa: a)
Manusia tidak boleh dikorbankan untuk ilmu pengetahuan.
b) Ilmu pengetahuan hanya berguna, bila memperkaya manusia secara rohani. Sebab itu hyperspecialisasi dan pengeringan (verschraling) berfikir menurut faham kami, harus kita tolak. Kesimpulan daripada uraian kami yang singkat dan tidak lengkap ini ialah, bahwa: antara ilmu pengetahuan dan pandangan dunia/hidup itu ada hubungannya, yang tak terhindari. Itu disebabkan oleh karena bukan akal in abstracto, yang mengusahakan ilmu pengetahuan, melainkan manusia sebagai keutuhan yang mempunyai sikap tertentu terhadap dunia/ hidup. Sebab itu pula, menurut paham kami, maka ilimu pengetahuan itu, hanya dapat diusahakan dalam kebebasan. Hanya dalam kebebasan yang terlepas dari semua paksaan, dapatlah ahli ilmupengetahuan menunaikan tugas-panggilannya. Di situlah letak: alasan daripada kebebasan ilmiah, kebebasan mimbar, academic freedom, dan autonomy daripada fakultas swasta. Di sinilah letak alasan daripada pengakuan: FKIP swasta, sebagai fakultas, sebagai persekutuan ilmiah, yang tegak sendiri. FKIP swasta mengakui adanya: hubungan antara ilmu pengetahuan dan keyakinan hidup (Welt – und Labens-anschauung), dan menolak diskrepansi antara keduanya. Hanya dalam integrasi daripada keyakinan dan ilmu pengetahuan adalah kemungkinan untuk membentuk integrasi dalam kepribadian para mahasiswa. Di tengah-tengah disintegrasi dalam masyarakat dan negara Indonesia, FKIP. swasta bekerja melaksanakan keyakinannya, yaitu: “Disintegrasi dalam masyarakat dan negara itu pada asasnya, hanya dapat mulai diatasi dari integrasi kepribadian warga-negara, yang merupakan “kernen” dalam keudaran (ontbinding) dalam masyarakat dan negara”.
44
b) FKIP swasta, tempat pendidikan guru/pendidik Usaha mendidik adalah usaha yang mempunyai “gerichtheid”. Tujuan mana yang dianut tergantung daripada tujuan pendidikan, dan tujuan pendidikan ini tergantung daripada pandangan terhadap hakikat-manusia, dan oleh karenanya tidak terpisahkan daripada keyakinan masing-masing. Untuk menjelaskannya, perkenankan memberikan contoh sebagai berikut: Eggersdorfer membedakan dalam aliran normatieve pedagogiek empat golongan yang terpenting: a)
Individual Auffassung, yang mengutamakan hubungan individuil antara pendidik-terdidik.
b) Soziale Auffassung, yang menganggap masyarakat sebagai tujuan terakhir bagi usaha pendidikan. c)
Kulturphilosophische Auffassung, yang menganggap kebudayaan (kultur) sebagai unsur essensiel dalam pendidikan.
d) Theistisch – metaphysiche Auffassung, yang mencari tujuan bukan dalam alam immanensi melainkan dalam alam transendensi. Dari contoh tersebut, teranglah bahwa usaha pendidikan tidak dapat dipisahkan dari tujuannya, tujuan tidak dapat dipisahkan dari pandangan terhadap hakikat-manusia, dan yang akhir ini tidak terpisahkan daripada keyakinan masing-masing. Juga pendekatan dari sudut: tempat pendidikan guru/pendidik, FKIP swasta berkeyakinan tidak dapat dipisahkan daripada keyakinan dan Welt – und Lebensanschauung. Dari dua jurusan tersebut kita ingin menunjukkan, bahwa disintegrasi dalam masyarakat dan negara hanya dapat (mulai) diatasi dengan integrasi kepribadian, yang kita coba mewujudkannya baik dalam penuntutan ilmu maupun dalam usaha pendidikan Di sinilah letak dasar-hukum daripada FKIP swasta. Pangkuan terhadapnya berarti: memberi kans yang sewajarnya bagi pembangunan nusa dan bangsa. Dalam negara Indonesia, yang baik dalam mukadimah, maupun dalam fs. 1 UUDS dan dalam seluruh jiwa UUDS. mengakui 45
asas demokrasi, sudah sewajarnya, bahwa pada asasnya, FKIP swasta itu dengan syarat-syarat tertentu, mendapat pengakuan dari Pemerintah.
c) Kesamaan kewarganegaraan Mahasiswa, yang dibina dalam FKIP swasta adalah warganegara Indonesia yang penuh, yang tak ada bedanya daripada warganegara Indonesia lainnya, yang kesamaan haknya diperlindungi oleh UUDS, antara lain dalam: fs. 7 (1) setiap orang diakui sebagai manusia pribadi terhadap undang-undang. (2) sekalian orang berhak menuntut perlakuan dan perlindungan yang sama oleh Undang-undang. (3) sekalian orang berhak menuntut perlindungan yang sama terhadap pembelakangan dan terhadap tiap-tiap penghasutan untuk melakukan pembelakangan demikian. fs. 18 Setiap orang berhak atas kebebasan agama, ke-insyafan batin dan pikiran. fs. 30 (1) Tiap warganegara berhak mendapat pengajaran. (2) Memilih pengajaran yang akan diikuti adalah bebas. (3) Mengajar adalah bebas dengan tidak mengurangi pengawasan penguasa yang dilakukan terhadap itu menurut peraturan undang-undang. Kesamaan hak itu menjadi ilusi apabila pengakuan, jika syarat-syarat yang menjamin bonafiditeit FKIP swasta itu sudah dipenuhi, tidak ditunaikan.
46
II. Apakah Pengakuan? Yang kita maksud dengan: Pengakuan ialah penunjukan oleh pemerintah terhadap FKIP/ Perguruan Tinggi swasta berwenang sama dengan FKIP/PT. negara, dalam pemberian ijazah, gelar-gelar dan sebutan-sebutan universiter, yang disebut dengan tegas dalam penunjukan itu. Pemberian ijazah, gelar-gelar dan sebutan-sebutan yang disebut dengan tegas itu, berdasarkan kelulusan dalam ujian yang diadakan oleh FKIP/PT swasta itu sendiri. Kepada FKIP/PT swasta yang diakui itu tiap-tiap tahun diberi sokongan oleh Pemerintah. Pemberian sokongan itu diatur dalam Peraturan Pemerintah. FKIP/PT swasta, yang bersubsidi adalah FKIP/PT swasta yang diakui oleh Pemerintah, dan yang diberi hak-hak yang sama dengan FKIP/PT negara. Pengakuan ini didasarkan: fs. 30. UUDS (lihat di atas). fs. 40. Penguasa melindungi kebebasan mengusahakan kebudayaan serta kesenian dan ilmu pengetahuan. Dengan menjunjung asas ini maka penguasa memajukan sekuat tenaganya perkembangan kebangsaan dalam kebudayaan serta kesenian dan ilmu pengetahuan. fs. 41. (1) Penguasa wajib memajukan rakyat baik rohani maupun jasmani. Undang-undang No. 4 tahun. 1950, tentang Dasar-Dasar Pendidikan dan Pengajaran disekolah untuk seluruh Indonesia. fs. 13 (1) Atas dasar kebebasan tiap-tiap warganegara menganut sesuatu agama atau keyakinan hidup maka kesempatan leluasa diberikan untuk mendirikan dan menyelenggarakan sekolah-sekolah partikelir. 47
fs. 14 (1) Sekolah-sekolah partikelir yang memenuhi syarat-syarat dapat menerima subsidi dari Pemerintah untuk pembiayaannya. Kami tidak dapat menyetujui apa yang tercantum dalam RUU tentang Perguruan Tinggi, fs. 47 (1) Perguruan Tinggi swasta dapat ditunjuk oleh Menteri untuk: a) menyelenggarakan pelajaran persiapan bagi ujian pada Perguruan Tinggi Negara, disebut Perguruan Tinggi Swasta yang diakui. fs. 47 (1a) ini menurut faham kami bertentangan dengan autonomi perguruan tinggi. Tuntutan kami, supaya fs. 47 (1a) diubah menjadi: Perguruan Tinggi swasta dapat ditunjuk oleh Menteri untuk menyelenggarakan pelajaran pelajaran persiapan bagi ujian yang setaraf dengan ujian yang sejenis yang diadakan oleh PT negara. PT sedemikian disebut PT swasta yang diakui. Sebab itu pula, kami tidak dapat menyetujui keputusan Dewan Pertimbangan Antar Universitas, mengenai ujian negara, yang harus ditempuh oleh FKIP swasta. Seperti telah dinyatakan, keputusan itu, menurut faham kami, bertentangan dengan autonomi PT.
III. Tingkat-tingkatPengakuan Pengakuan itu oleh Pemerintah hendaknya diberikan menurut tingkat-tingkat yang berikut, sehingga Pemerintah (Kem. PP dan K) berkesempatan mengikuti perkembangan FKIP swasta masingmasing sebaik-baiknya.
Tingkat 1.
Tingkat bantuan Pemberian bantuan tahunan oleh Pemerintah sebagai pengakuan adanya suatu FKIP swasta. Syarat-syarat pemberian bantuan dapat diatur dalam Peraturan
48
Pemerintah (sebagai pelaksana Undang-undang tentang Perguruan Tinggi).
Tingkat 2.
Tingkat pengesahan ujian Pada tingkat ini ujian Sarjana Muda dan sarjana FKIP swasta dihadiri oleh panitia-peninjau dari FKIP negara. Panitia Peninjau ini melalui fakultas/universitasnya memberikan laporan kepada bagian Biro Koordinasi Perguruan Tinggi Kem. PP dan K dan mengusulkan pengesahan ujian dan pemberian ijazah, gelar dan sebutan.
Tingkat 3.
Tingkat Pengakuan. Berdasarkan laporan tersebut dalam 2, Pemerintah dapat menunjuk FKIP swasta berwenang memberi ijazah, gelar dan sebutan yang sama dengan FKIP negara, tanpa dihadiri panitia peninjau dari FKIP negara. Pengakuan ini berlaku surut sampai waktu ijazah, gelar dan sebutan yang pertama diberikan oleh FKIP swasta yang bersangkutan.
Tingkat 4.
Tingkat subsidi. FKIP swasta yang bersubsidi adalah FKIP swasta yang diakui dan mendapat pembiayaan penuh dari pemerintah seperti FKIP negara.
IV.
Syarat-syaratPengakuan
Mestinya pihak Pemerintah untuk mencegah pertumbuhan FKIP./PT swasta yang membelukar tak beraturan, harus menetapkan syarat-syaratyang tertentu dalam pengakuan FKIP/PT swasta itu. Syarat-syarat itu hendaknya menjamin: a) Kepastian usaha dalam dukungan hukum. b) Kepastian organisasi. c) Kepastian taraf ilmiah yang diselenggarakan FKIP swasta. ad a. FKIPswasta harus didukung/dibina oleh suatu badan hukum yang mempunyai modal – dalam bentuk apapun – yang 49
tertentu. Jumlah ditentukan (peraturan pemerintah).
dengan
undang-undang
ad b. 1) FKIP swasta harus memajukan peraturan tentang pengawasan tentang pengajaran oleh Dewan Kurator, peraturan organisasi oleh Dewan Pengurus. 2) FKIP swasta harus memajukan peraturan tentang penetapan/pengehentian dosen. ad c. 1) Harus ditentukan syarat mengenai jumlah dosen lengkap (qualified) bagi tiap-tiap jurusan. 2) Harus dimajukan peraturan-peraturan ujian-ujian yang harus ditempuh untuk memperoleh ijazah, gelar dan sebutan yang menjadi wenang FKIP swasta yang bersangkutan. 3) Harus ada jaminan tentang pemberian kuliah-kuliah, sehingga berlaku secara beraturan.
V. Peraturan Peralihan Tiap-tiap undang-undangbaru senantiasa disertai peraturan peralihan untuk menampung keadaan sebelum undang-undang itu berlaku. Undang-undang tentang perguruan tinggi hendaknya disertai peraturan peralihan sebagai berikut: “Kepada FKIP/PT swasta yang ada pada saat pengundangan undang-undang tentang PT telah menunjukkan kemampuan berkembang ke arah penyempurnaan, diberi hak yang sama dengan FKIP/PT negara mengenai pemberian ijazah, gelargelar dan sebutan-sebutan universiter, walaupun belum semua syarat perlengkap-an/jumlah mahaguru tetap dipenuhi, dengan ketentuan bahwa kalau dalam waktu sepuluh tahun setelah pengundangan itu syarat-syarat tersebut belum juga dipenuhi, penunjukan kesamaan wenang itu akan dicabut seluruhnya oleh Pemerintah. Sokongan FKIP/PT swasta tersebut diatur dengan Peraturan Pemerintah”.
50
Berhubung dengan mendesaknya keadaan untuk menjamin kepastian hukum bagi tamatan FKIP/PT swasta, maka apabila undang-undang tentang perguruan tinggi hanya dapat diselesaikan dalam jangka waktu yang lama, peraturan peralihan yang diusulkan ini, hendaknya secepat-cepatnya ditetapkan oleh YM Menteri PPK untuk kemudian dimasukkan sebagai peraturan peralihan ke dalam undang-undang tentang perguruan tinggi.
Catatan: Tahun 1959, membawa Satya Wacana ke arah perkembangan yang lebih meyakinkan, dengan adanya pengakuan FKIP Swasta pada Musyawarah FKIP Swasta tanggal 19, 20 Juni 1959. Hal ini merupakan suatu peristiwa penting bagi kelangsungan Satya Wacana selanjutnya dalam rangka usaha mengabdi dan mengembangkan ilmu pengetahuan bagi kepentingan masyarakat Indonesia. Kemajuan seperti ini semakin diperkuat pula dengan bertambahnya jumlah mahasiswa sebanyak 342 orang dari lima jurusan FKIP Sedang tenaga pengajar berjumlah menjadi 41orang, setelah keluarga G. Brewster (New Zealand), Miss Cruz (Pilipina) dan Drs. Steenwinkel pada awal 1960 (Nederland), meninggalkan Satya Wacana.
51
6. TUGAS ILMIAH UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA Para tamu yang mutabir, Dewan Pengurus, Dewan Kurator dan Dewan Pengajar yang terhormat, Para mahasiswa yang kekasih, Hadirin yang mulia. Atas nama keluarga Universitas Kristen Satya Wacana, kami ucapkan selamat datang dan terima kasih sebesar-besarnya kepada para tamu sekalian. Perkenankanlah kami pada Dies Natalis IVdari FKIP dan pembukaan resmi Universitas Kristen kita, sebelum menyampaikan laporan tahunan, menyajikan uraian singkat tentang: “Tugas Ilmiah Universitas Kristen Satya Wacana“ Saudara-saudara sekalian, Pada pembukaan PT kita pada 30 Nopember 1956 diumumkan dasar perguruan tinggi kita. 1.
Pengakuan: Souvereiniteit (kedaulatan) Tuhan terhadap kosmos, Ia bertahta di atas batas yang mutlak, di atas makhluknya. Batas yang mutlak itu adalah nomos, yaitu Hukum, hukum Tuhan.
2.
Normativiteit, yaitu pengakuan bahwa Tuhan yang berdaulat itu Pengundang-undangan yang menitahkan norma-norma-Nya kepada sekalian makhluk dalam lapangan mana dan hubungan mana pun juga.
diucapkan pada Dies Natalis IV FKIP
52
3.
Aktualiteit, yaitu dasar, bahwa penyelidikan dan pengajaran, kami sangkutkan kepada problematik yang aktuil, yang pada hakekatnya adalah problematik Nasional.
4.
Sociabiliteit, yaitu dasar pengabdian kepada sesama manusia dan masyarakat dalam arti seluas-luasnya.
Di atas dasar-dasar tersebut pada perayaan dies-dies yang lalu dipaparkan: 1.
Tugas perguruan tinggi terhadap perkembangan kebudayaan (transmission of culture)
2.
Tugas perguruan tinggi terhadap pendidikan pemimpin, yang sebenarnya adalah pengabdi.
3.
Sekarang: tugas ilmiah Universitas Kristen kita.
I. Universitas Perkataan Universitas itu mula-mula berarti collectivitas atau persekutuan. Arti itu ternyata dari ungkapan: “Universitas magistrorum et scholarium” persekutuan para magistri (ahli) dan para siswa. Baru kemudian pengertian universitas sebagai persekutuan, terdesak oleh pengertian Studium Generale yaitu lembaga dimana diajarkan artes liberales (de zeven vrije kunsten yang tergabung dalam trivium dan quadrivium) sebagai dasar studi theologia, hukum dan medicina. Sejak itu universitas menjadi lembaga dimana diselidiki dan diajarkan semua ilmu. Tugas ilmiah menjadi tugas yang terpenting bagi universitas. Bagaimana sikap dan pandangan Universitas Kristen kita terhadap ilmu itu?
II. Ilmu Ilmu adalah apa yang dimaklumi, adalah keseluruhan pengetahuan, yang teratur secara sistematis. Ilmu adalah hasil daripada pemikiran. Pemikiran itu dilakukan bukan oleh akal in abstracto melainkan oleh manusia dalam totalitasnya, yaitu manusia dengan pandangan dunia dan hidupnya, dengan sikap yang tertentu terhadap kenyataan dan hidup. 53
Sikap (attitude) manusia terhadap kosmos dan hidup itu berjenis-jenis. Di sini hanya kami sebut tiga macam: 1. Monisme. 2. Dualisme. 3. Theistis monistis dualisme.
III. Monisme Yang kami maksudkan dengan monisme di sini adalah faham yang mengembalikan (mereduksikan) keberaneka-warnaan kosmos kepada satu asal, satu prinsip. Bagi kami yang terpenting dalam monisme ini ialah bahwa kepada manusia tidak diberikan tempat tersendiri dalam kosmos. Manusia hanyalah satu gejala yang tidak ada perbedaan asasi daripada fenomena lainnya Tiga hal yang kami kemukakan tentang monisme: 1. Pandangannya terhadap kenyataan 2. Pandangan terhadap manusia 3. Pandangan terhadap pemikiran ad 1. Kenyataan dianggap sebagai suatu totalitasyang suci, yang meliputi semuanya. Alam semesta adalah makro kosmos. Tiap gejala mempunyai tempat yang tertentu di dalamnya menurut klasifikasi yang tertentu. Tiap yang masuk dalam ikatan dan berhubungan tertentu dengan gejala-gejala lainnya. ad 2. Manusia adalah mikrokosmos, bagian yang mencerminkan keseluruhan dan sejenis dengan gejala lain. Ia merupakan sesuatu yang swasta (tegak sendiri) oleh karena hidupnya terjalin dalam totalitas itu. Tugasnya adalah menyelenggarakan harmoni dengan totalitas, penyesuaian dengan kosmos (=kata-kosmon) ad 3. Pemikiran menuju kebijaksanaan dan pengertian tentang perhubungan-perhubungan yang misteris dalam totalitas. Kebijaksanaan/pengertian ini diperoleh dimana dapat dialami
54
secara intens totalitas itu; dalam mystik, extase, mimpi, alam kematian. Ilmu di sini adalah sesuatu yang gaib, adalah “ngelmu”, yang dimiliki oleh yang tajam intuisinya dan hidup dekat pada sumber-sumber penyataan totalitas itu. Tujuan pemikiran adalah kesatuan dengan totalitas, sifatnya bukan obyektifkritis melainkan subyektif-participerend.
IV. Dualisme Dualisme ini faham, dimana manusia diberi tempat tersendiri, yang pada asasnya lain daripada gejala-gejala lain dalam kosmos. Manusia adalah roh, yang bebas dan bertanggung-jawab, yang berhadapan dengan kosmos, yang menganggap kosmos sebagai obyek untuk diselidiki. 1.
Kenyataan dianggap sebagai obyek yang terletak di luar roh manusia, yang dianggap sebagai salah satu kemungkinan ciptaan Roh. Kosmos itu diatur menurut hukum-hukum yang rasionil.
2.
Manusia sebagai roh, terpisah secara asasi daripada kosmos. Manusia memandang kosmos sebagai obyek untuk dikuasainya dengan mendapatkan rasionalitasnya.
3.
Pemikiran. Apabila pemikiran dalam monisme ditujukan kepada partisipasi dengan totalitas maka pemikiran dalam dualisme ditujukan kepada obyektivitas.
Pemikiran mencari perumusan semurni-murninya daripada pengertian-pengertian. Cita-cita pemikiran ini diperkalimatkan oleh Archimedes: “Berilah tempat untuk berdiri (di luar kosmos) maka saya akan menggerakkannya” Di sini nampaklah gairah untuk menguasai segala sesuatu yang menghasilkan ilmu, yang oleh Max Scheler disebut: Herrschaftswissen. Dalam suasana pemikiran dualisme ini: ilmu alam, ilmu tehnik, dan ilmu-ilmu lain di dunia Barat maju pesatnya. Tetapi dalam pemikiran dualisme itu terletak bahaya yang oleh Dooyeweerd disebut: “het persoonlijkheidsideaal van den 55
”Nomouniversale”, de vrije koningsmens, die de wereld zal beheersen en in eigen souverine levensdrang zijn levenshouding bepaalt” (Dr. H. Dooyeweerd: De betekenis der wetsideevoor rechtswetenschap en rechtsphilosophie pag. 6), dengan perkataan lain: budaya pendewaan manusia yang berdaulat dan tidak mau terikat oleh norma-norma yang heteronom.
V. Theistis monistis dualisme Sikap kami di universitas Kristen ini adalah sikap dualisme, dalam arti bahwa kami memberi tempat tersendiri kepada manusia. Manusia adalah makhluk yang mempunyai nilai tersendiri dan tanggungjawab tersendiri, dan manusia itu wajib menyelidiki alam semesta sebagai obyeknya. Hanya saja dualisme ini bukan dualisme yang mutlak. Berhadapan dengan Tuhan yang bertahta di atas nomos, kami manusia merasa kongenial dengan makhluk yang lain. Di sini letak segi monisme yang kami akui.
Paham kami adalah: monistis dualisme Monistis dualisme ini suatu monistis dualisme yang khusus, karena dipanggalkan pada pangkuan kedaulatan Tuhan, sebab itu:
Theistis monistis dualisme. Inilah grondmotief daripada pemikiran kami, yaitu dasar daripada pembinaan ilmu pada Universitas Kristen ini.
1. Kenyataan Menurut paham kami kenyataan/kosmos dijadikan oleh Tuhan. Tuhan adalah asal yang absolut dan integral daripada segala sesuatu.
2. Manusia Manusia adalah makhluk yang dijadikan oleh Tuhan menurut wajahnya “in God’s image, in God’s likeness” Sentrum daripada manusia bukan terletak dalam akal, melainkan dalam hatinya. Dalam hati itu diambil keputusan-keputusan
56
yang terpenting dalam hati itu ditentukan sikap terhadap Tuhan. Jatuh ke dalam dosa adalah keruntuhan daripada hati, keruntuhan itu keruntuhan yang radikal, yang menghanyutkan seluruh kosmos. Sebaliknya penyelamatan adalah pembaharuan pada asasnya daripada hati dan seluruh kosmos.
3. Pemikiran Pemikiran dalam theistismonistisdualisme ini adalah pemikiran daripada seorang saksi.
Ilmu adalah Kesaksian Sebagai seorang saksi pekerjaan ilmiah harus memberikan fakta, yang diinderakan dan dialami, secara seobyektif-obyektifnya. Tetapi ia baru seobyektif-obyektifnya apabila ia memperlakukan kosmos dan gejala-gejalanya bukan in abstracto, melainkan in relatio dengan Khaliknya, apabila ia memperhitungkan norma-norma yang diwahyukannya, dan mempergunakan ilmu dan hasilnya bagi kebahagiaan sesama manusia dan bagi Soli Deo Gloria, hanya untuk kemuliaan Tuhan.
Catatan: Kemajuan Satya Wacana baik dalam perkembangannya phisik ditahun sebelumnya (1956-1958) ditambah dengan kemajuan akademis 1958, menunjukkan bahwa pengakuan yang diperoleh 1959 tidak merupakan suatu pengakuan semu belaka. Namun, apa yang dapat ditunjukkan sebelumnya lebih berdasarkan pada kemampuan Satya Wacana untuk memenuhi persyaratan phisik bagi adanya satu Perguruan Tinggi. Untuk memperoleh suatu pengakuan yang lebih berarti harus pula dibuktikan dengan kemampuan intelektual para mahasiswanya. Kesempatan untuk hal ini diberikan oleh pemerintah kepada Satya Wacana pada tahun 1960. 64 mahasiswa dari 5 jurusan FKIP Satya Wacana diperkenankan menempuh ujian Negara, Sarjana Muda pada FKIP Universitas Bandung. Dari 64 mahasiswa peserta ujian ternyata 48 orang dapat berhasil, berarti 75% dari jumlah seluruh57
nya. Sedang jumlah seluruh mahasiswa (tingkat I-III) sebesar 342 orang. Pada permulaan tahun 1960-1961, jumlah tersebut bertambah menjadi 383 orang. Di pihak lain terjadi pula perubahan struktur FKIP Satya Wacana yang sebelumnya merupakan bagian dari satu struktur yang lebih besar, ke dalam Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW). Perubahan ini diadakan atas keputusan Dewan Kurator pada tanggal 4 desember 1959. Selain FKIP sebagai bagian dari UKSW dibuka pula dua fakultas, yakni Fakultas Hukum dengan jumlah mahasiswa 22 orang dan Fakultas Ekonomi dengan 26 mahasiswa. Jumlah seluruhnya menjadi 431 orang. Sebagai konsekuensi dari jumlah mahasiswa tersebut di atas, terdapat pula pertambahan jumlah pengajar sebanyak 49 orang dari 41 orang pada tahun 1959. Dapat disebutkan Prof. F. De Stock untuk fakultas Ekonomi (ketua jurasan), Ny. Stock untuk Jurusan Bahasa Inggris, S.W Tanya dan Ir. Gan Than Gie (Kwee Tik Liang, Tan Tjong Swan dalam Jurusan dan Fakultas Hukum/Ekonomi. Drs. M. Hutagalung Hadiutomo untuk Jurusan Pendidikan, Busrodin untuk Mata Kuliah Bahasa Indonesia dan pengangkatan 6 asisten dosen tamatan FKIP Satya Wacana Salatiga. Seperti biasanya UKSW senantiasa mengusahakan hubungan yang lebih luas dengan Perguruan-perguruan Tinggi Negeri/Islam/ Kristen dan Yayasan-yayasan Kristen didalam dan diluar negeri. Tercatat jalinan hubungan dengan FKIP Muhammadiyah Solo, dengan Dewan Gereja Indonesia Jakarta; Universitas Nommensen Pematang Siantar, dan perhubungan dengan Universitas Kristen se Asia melalui United Board for Christian Higher Education in Asia. Semuanya diusahakan tanpa menyampingkan hubungan intim dengan Badan-badan pemerintah, khususnya pejabat-pejabat sipil dan militer di Kotamadya Salatiga. Tugas ilmiah Universitas Kristen Satya Wacana yang diucapkan pada Dies Natalis I, 1960 dilengkapi dengan pidato tentang Dasar Filsafat UKSW pada Dies Natalis 1961.
58
7. DASAR FILSAFAT UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA Para tamu yang mutabir, Dewan Pengurus, Dewan Kurator, dan Dewan Pengajar yang terhormat, Para mahasiswa yang kekasih, Hadirian yang mulia, Pada Lustrum FKIP dan Dies Natalis II Universitas Kristen Satya Wacana sudah semestinya kita pertama-tama menaikkan syukur kehadirat Tuhan, yang melindungi dan memberkati kita sampai diperkenankan memasuki saat yang bersejarah bagi Perguruan Tinggi kita ini. Terima kasih kami yang sebesar-besarnya kami ucapkan kepada para tamu, yang berkenan hadir di sini untuk mengguyubi perayaan dan kegembiraan kami keluarga Universitas Kristen Satya Wacana. Perkenankanlah kami sebelum memberikan laporan resmi kepada Dewan Pengurus dan Dewan Kurator menegaskan kembali secara singkat:
A. Dasar filsafat Universitas Kristen Satya Wacana I. Universitas Kristen Satya Wacana 1. Universitas Kristen Satya Wacana adalah Universitas Scientiarum, suatu persekutuan/lembaga ilmiah.
Diucapkan pada Dies Natalis II, Universitas Kristen Satya Wacana, 30 Nopember 1961.
59
2. Universitas Kristen Satya Wacana adalah Universitas Magistrorum et Scolarium, suatu persekutuan antara magistri (ahli) dan mahasiswa, dengan perkataan lain suatu lembaga pendidikan. 3. Universitas Kristen Satya Wacana adalah lembaga pembinaan ahli-ahli, pelayan-pelayan masyarakat Indonesia. Dalam ketiga segi usahanya ini Universitas Kristen kita ingin menunaikan tugasnya dengan “Satya Wacana” = setia kepada firman, setia kepada firman Tuhan.
II. Dasar-dasar Filsafat Ada empat: 1. 2. 3. 4.
Pengakuan Souvereinitas Tuhan Dasar Normativitas Dasar Aktualitas Dasar Sosiabilitas
Sub. 1. Pengakuan Souvereinitas Tuhan Dasar pertama ini berarti, bahwa kami mengakui bahwa Tuhan Allah adalah Al-Khalik langit dan bumi, dan oleh karenanya berdaulat di atas langit dan bumi. Pengakuan ini berarti pula bahwa semua kedaulatan dibumi adalah kedaulatan karunia-pinjaman, sehingga tiap pendukung kekuasaan di bumi bertanggungjawab kepada Tuhan, yang berdaulat sebenarnya. Dalam alam pengakuan ini kekuasaan negara/pemerintah terbatas, dalam tiga penjuru: a)
Secara vertical kedaulatan negara/pemerintah adalah kedaulatan karunia/pinjaman, yang harus dipertanggungjawabkan kepada Yang mengaruniakan.
b) Secara horisontal pertama terbatas oleh: keadilan dan kasih. Kekuasaan negara/pemerintah tidak boleh dipergunakan semata-mata untuk berkuasa-kuasaan.
60
Kekuasaan negara/pemerintah baru bersifat susila apabila diabdikan kepada pemeliharaan keadilan dan kasih. Keadilan pada umumnya adalah: “suum cuique tribuere” = “memberikan kepada masing-masing apa yang menjadi bagiannya”. Mengenai keadilan kita mengenal: b 1) Keadilan vindikatif, yaitu keadilan yang menghukum/ membalas, yaitu keadilan dalam bidang hukum pidana, dimana negara/ pemerintah menghukum kejahatan dan pelanggaran sesuai dengan “suum cuique tribuere”. b 2)
Kita mengenal keadilan distributife, dalam bidang hukum publik, dimana pemeliharaan “suum cuique tribuere” dilaksanakan dengan memperhitungkan perbedaan kualitatif antara warganegara (misalnya hanya orang-orang yang berbakat dan belajar untuk menjadi dokter; ditetapkan sebagai dokter; akan tidak adil apabila tiap-tiap warganegara dijadikan dokter).
b 3)
Kita mengenal keadilan kommutatif dalam perhubungan kontrak dan pertukaran, dimana prestasi dan kontraprestasi, rugi dan gantirugi didasarkan atas kesamaan.
b 4) Akhirnya kita mengenal keadilan kreatif yang memberi kesempatan menciptakan kepada orang-seorang dan golongan-golongan dalam masyarakat untuk mengembangkan kepribadian dan kebudayaan. Kedaulatan negara/pemerintah wajib dipergunakan untuk memelihara keempat keadilan tersebut. Di samping itu kedaulatan negara/pemerintah wajib diabdikan kepada pernyataan kasih. Kekuasaan negara/pemerintah harus ditujukan kepada publicum bohum, kesejahteraan umum, dipergunakan untuk melayani warganegara, golongan-golongan, lapisan-lapisan masyarakat, dan daerah-daerah yang miskin, kelaparan menderita dan terpencil. c) Batas horisontal kedua terletak dalam lingkungan-lingkungan yang masing-masing dikaruniai kedaulatan dalam lingkungannya sendiri.
61
a.
Lingkungan orang-seorang yang dikaruniai oleh Tuhan hakhak asli, supaya mampu bertindak sebagai pihak dalam perjanjian (Bund, Verbond) dengan Tuhan, hak-hak asli itu misalnya: hak hidup, hak milik, hak kebebasan konsiensi/ agama, hak kebebasan mendidik dan mengajar, hak menyatakan diri dalam ilmu, kesenian, kebudayaan, hak mempunyai dan melahirkan pendapatan dan sebagainya.
b. Lingkungan keluarga juga mendapat kedaulatan langsung dari Tuhan bagi pemeliharaan keluarga itu. Orang tualah yang misalnya bertanggungjawab langsung kepada Tuhan tentang pendidikan/pengajaran anak-anaknya. c.
Lingkungan Gereja/golongan agama, yang dalam lingkungan dan pengembangan iman mendapat kedaulatan daripada Tuhan.
d. Lingkungan ilmu pengetahuan, seperti universitas, yang diberi tugas dan kedaulatan untuk mencari kebenaran menurut norma-norma ilmu pengetahuan yang tidak dapat dicampuri oleh pihak mana pun. e.
Lingkungan kesenian diberi tugas dan kedaulatan untuk menciptakan keindahan menurut norma-norma lingkungannya sendiri. Menghormat lingkungan-lingkungan tersebut sesuai dengan dasar/tujuan Revolusi Indonesia yang menurut Manifesto Politik Republik Indonesia adalah kongruen dengan Social Consciance of Man.
“Keadilan sosial, kemerdekaan individu, kemerdekaan bangsa dan lain sebagainya adalah pengejawantahan daripada Social consciance of Man” (Manipol pag.) Negara wajib mengakui dan melindungi kedaulatan lingkungan-lingkungan tersebut. Negara yang tidak menghormatinya adalah negara- totaliter. Negara yang mengakui dan melindungi kedaulatan lingkungan-lingkungan tersebut adalah negara hukum, seperti yang dicita-citakan oleh Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, dan Manifesto Politik Republik Indonesia.
62
Sub 2. Dasar Normativitas Dasar ini berarti pengakuan bahwa Tuhan yang berdaulat itu juga pengundang-undang yang tertinggi, yang menitahkan hukum/ normanya kepada seluruh makhluk dalam lapangan mana dan perhubungan mana pun juga, Bagi Universitas Kristen Satya Wacana, dasar normativitas itu berlaku baginya. a) Sebagai Lembaga ilmiah Penelitian ilmiah dan pengajaran ilmu menurut paham kami adalah tugas yang diterima daripada Tuhan. Norma-norma untuk menunaikan tugas ini ialah: a.1. Hormat akan Tuhan adalah pangkal segala pengetahuan Plato mengatakan bahwa keheranan itu pangkal ilmu. Alkitab mengatakan:Irad Jahwe (Reverence of the Lord) itu permulaan daripada Daath (Knowledge). a.2. Bagi lapangan ilmu pengetahuan berlaku juga hukum ke-8 daripada Dekalog: engkau jangan berdusta. Dengan jujur kita harus mencari dan merumuskan kebenaran diseluruh bidang ilmu. a. 3. Pengabdi ilmu harus menunaikan tugasnya dengan rendah hati, karena ia insaf, bahwa “ia sekarang ini nampak didalam cermin muka kelam” dan “baru kelak pengetahuannya akan disempurnakan” a. 4. Kebenaran ilmiah itu mentransendensikan batas-batas golongan, masyarakat dan negara, serta meliputi suluruh alam semesta/ umat manusia. Sebab itu dilapangan ilmu wajib kita terbuka bagi kerjasama internasional. a.5. Penyelidik dan pengabdi ilmiah sebenarnya adalah saksi daripada kerja Tuhan yang besar, yang terbentang dalam kosmos. Dalam penyelidikan dan pekerjaannya, ia akan terpesona oleh kemuliaan Al-Khalik, yang kemahakuasaannya terbaca sebagai buku terbuka dalam alam semesta. Dengan demikian ilmu pengetahuan yang berawal dengan khidmat kepada Tuhan berakhir dengan bakti-puji kepada Tuhan. 63
b) Dasar normativitas itu menyangkut pula pada Universitas Kristen kita yang sebagai Lembaga pendidikan. Pendidikan adalah bimbingan secara sadar yang diberikan untuk perkembangan kepribadian supaya sanggup melihat dan menunaikan tugasnya sebagai manusia. Teranglah bahwa pendidikan itu aktivitas yang bertujuan. Tujuan dalam pendidikan tergantung daripada pandangan terhadap manusia. Tujuan dalam pendidikan kita di sini adalah: dalam doa dengan memohon berkat dari Tuhan membentuk manusia-pengabdi Tuhan dalam pelayanan kepada sesamamanusia dan masyarakat. c)
Dasar nomativitas itu mengait pula pada Universitas Kristen kita sebagai Lembaga pembina pekarya-pekarya akademis. Di bidang ini berlakulah norma-norma diakonia (=pelayanan) Kristen. Menurut Alkitab dapat dibedakan antara: C 1. Diakonia kharismatis C 2. Diakonia sosial.
Diakonia kharismatis pada khususnya menunjukan kasih dan sayang yang ditujukan kepada mereka yang lapar, dahaga, mereka yang asing, bertelanjang, sakit, yang meringkuk dalam penjara, (Mat.25: 35-46), dan menurutt tradisi gereja ditambah dengan satu kategori lagi, yaitu orang yang meninggal dunia. Diakonia sosial itu pelayanan yang terdiri daripada pemeliharaan keadilan dibidang politik, sosial ekonomi dan kebudayaan. Bagi pekarya-pekarya akademis banyak kesempatan untuk turut mengambil bagian dalam terutama diakonia sosial. Sebab itu tanggungjawab sosial harus dibangkitkan padanya. Baginya haruslah jelas bahwa, pelayanan, apabila pelayanan itu Kristen itu diresapi kasih dan keadilan.
Sub 3. Dasar Aktualitas Dalam menunaikan tugasnya dalam tiga bidang, sebagai lembaga ilmiah, pendidikan dan pembina pekarya akademis, Universitas 64
Kristen Satya Wacana menyangkutkan penelitian/pengajaran, pendidikan dan pembinaan pada soal-soal masyarakat yang aktuil, pada masalah hangat daripada bangsa dan negara kita, menyangkutnya pada perkembangan kebudayaan nasional. Di ini bertemu asas aktualitas persoalan nasional dan kebudayaan kebangsaan.
Sub 4. Dasar Sosiabilitas Dasar ini menghendakkan supaya pekarya akademis jangan menjadi penonton yang pasif dalam revolusi nasional, melainkan ia harus menjadi pemain yang aktif, yang mengabdikan bakat dan tenaganya kepada sesama manusia dan masyarakat. Dalam partisipasi yang aktif itu ia berpedoman pada identifikasi yang kritis. Pekarya akademis Kristen wajib menyatujiwakan diri dengan pergolakan masyarakat Indonesia secara kristis, karena ia mempergunakan kriteria daripada kerajaan surga.
III. Syarat-syarat Pelaksanaan Untuk menunaikan tugas Universitas Kristen Satya Wacana, kita perlukan pelaksanaan Pancasila, Undang-Undang 1945 dan Manifesto Politik Republik Indonesia secara jujur. Ketiganya bersama dengan Undangundang tentang dasar-dasar pendidikan dan penga-jaran disekolah (UURINo, 4 Th 1950 joUURINo.12 Th. 1954), dan Undang-undang tentang Perguruan Tinggi Tahun 1961, menjamin: 1.
Kebebasan institusionil, yaitu kebebasan universitas sebagai lembaga ilmiah, pendidikan dan pembinaan. Dalam bidangnya itu ia harus bebas mengatur diri sendiri dan mengadakan relasirelasi yang diperlukan.
2.
Kebebasan profesionil yaitu kebebasan pendidik/pengajar untuk membimbing mahasiswa menurut konsiensi dan keyakinannya.
3.
Kebebasan fungsionil, yaitu kebebasan untuk membaktikan/ melayankan ilmu dan pekarya akadaemis kepada masyarakat dan umat manusia.
65
IV. Kesimpulan Dasar filsafat Universitas Kristen Satya Wacana tak lain daripada rangka principial daripada Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945 dan Manifesto Politik Republik Indonesia. Sumbangan kita sebagai Universitas Kristen adalah memberikan isi dari sudut paham Kristen kepada Pancasila, UndangUndang Dasar 1945 dan Manifesto Politik Republik Indonesia..
B. Laporan Perkembangan Lembaga 1.
Perguruan Tinggi Pendidikan Guru Kristen Indonesia (PTPGKI). Kami mulai perguruan tinggi kita sebagai PTPG-KI di jalan Dr. Sumardi 5 Salatiga pada tanggal 17 Oktober 1956. Pembukaan resmi dilakukan di hotel Kalitaman (sekarang Kaloka) pada 30 November1956. PTPG-KIberlangsung tiga tahun lamanya.
2.
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Kristen Indonesia (FKIPKI) Dalam pada itu pemerintah mengubah PTPG-nya menjadi FKIP dan memasukkannya sebagai fakultas ke dalam universitas negara. Perkembangan ini menghadapkan kepada kenyataan yang tak dapat kami hindari.Pada tanggal 17 Juli 1959, bersamaan dengan pemberian ijazah Sarjana Muda yang pertama kali, Ketua Dewan Pengurus mengumumkan bahwa PTPG-KI diubah menjadi FKIP-KI.
3. Universitas Kristen Satya Wacana Suatu fakultas, juga fakultas FKIP tidak bisa berdiri sendiri. Tindakan pada 17 juli 1959 harus diikuti oleh pembangunan Universitas. Konsekuensi itu ditarik pula oleh Dewan Pengurus dan Dewan Kurator. Pada tanggal 5 Desember 1959 dalam perayaan Dies Natalis III FKIP dan peresmian pembukaan gedung-gedung di jalan. Tuntang 54-56 (sekarang Jalan Diponegoro 54-56) oleh Dewan Pengurus dan Dewan Kurator 66
(yang diwakili oleh Ds. S. Djojodihardjo dan Sdr. S. Poerbosoesanto, ketua dan sekretaris Dewan Pengurus, Ds. Poerbowijogo-ketua Dewan Kurator) diumumkan, bahwa rapat gabungan mereka tanggal 4 Desember 1959, dengan suara bulat memutuskan untuk mendirikan Universitas Kristen yang kemudian dinamakanUniversitas Kristen Satya Wacana.
Catatan: Isi pidato diatas dimaksudkan untuk dapat mengisi kemajuankemajuan UKSW yang telah menjulang ke depan. Betapa tidak! Pertambahan mahasiswa bertambah menjadi 514 orang, menghasilkan 90 SM swasta, 72 orang di antaranya berhasil lulus dalam ujian negara. Segi positip dari keberhasilan ini dan kemajuan yang senantiasa diperoleh, menambah penghargaan dan dukungan dari pihak luar. Hal ini terbukti dari angka pertambahan gereja pendukung yakni: Gereja Kristen Isa Almasih, Gereja Masehi Injili Indonesia, Gereja Maluku dan Gereja Bali, di samping Gereja Gereformeerd yang mengundurkan diri dari pendukung sejak 1958. Mulai dipikirkan langkah-langkah persiapan untuk menjadi Perguruan Tinggi yang diakui sesuai UU Perguruan Tinggi yang baru dikemukakan dengan menjalin hubungan yang lebih erat dengan universitas/akademi dari pemerintah dan juga meningkatkan diri dalam aspek perkuliahan. Keyakinan akan adanya kemungkinankemungkinan untuk berkembang diusahakan pula dengan membuka tingkat doktoral jurusan ekonomi dan hukum, sedang jurusan bahasa Inggris dan mendidik telah dimulai pada tahun 1960.
67
8. UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA ANTARA ILMU DAN MASYARAKAT *
Para tamu yang mutabir, Dewan Pengurus, Dewan Kurator dan Dewan Pengajar yang terhormat, Para mahasiswa yang kekasih, Hadirin yang mulia. Pada awal upacara Peringatan Dies Natalis VI Perguruan Tinggi kita, wajiblah kita pertama-tama mengucapkan syukur kepada Tuhan, yang telah menyertai dan memberkati Universitas Kristen Satya Wacana dalam tahun akademi yang lalu. Pada saat seperti ini kita menginyafi dengan penuh kesadaran, bahwa anugerah Tuhan telah dilimpahkan kepada kita tanpa jasa sesuatu pun daripada pihak kita manusia. Kemudian daripada itu perkenankanlah kami keluarga Universitas Kristen Satya Wacana mengucapkan terima kasih kepada para tamu, yang berkenan hadir di sini untuk turut mengambil bagian dalam upacara terima kasih kami kepada Tuhan. Hadirin yang mulia Kita hidup di Indonesia dalam masa pembangunan. Dalam pembangunan nasional semesta berencana itu, Universitas Kristen Satya Wacana turut mengambil bagian dengan yakin dan ulet. Seperti tiap-tiap universitas Satya Wacana hidup dan berkembang antara ilmu dan masyarakat. Ilmu adalah keseluruhan pengetahuan yang diatur secara sistematis. Dalam mengusahakan ilmu, perhubungan vital antara
Diucapkan pada Pidato Dies Natalis VI, 30 November 1962
68
subyek dan obyek, lebih tepat: antara subyek dan Gegenstand-nya, berfungsi dalam horison suatu kebudayaan yang tertentu. Atau dengan perumusan lain: relasi timbal balik yang hidup antara penyelidik dan sasarannya itu berlangsung, disadari atau tidak, dalam cakrawala Welt-und Lebensanschauung. Ilmu adalah orientasi existensiil. Sehingga hakikat dan tujuan ilmu dalam Monisme, berlainan daripada dalam Dualisme, berlainan pula dalam Monotheistis monistis dualisme. Sebagai keseluruhan Universitas Kristen Satya Wacana bekerja dalam horison Monotheistis monistis dualisme, yang pada akhirnya mengatasi segala nama. Ia Raja segala raja, yang diberi kuasa, termasuk kuasa pengundang-undang di langit dan dibumi. Dalam horison Monotheistis monistis dualisme itu, ilmu bukan tujuan yang terakhir. Kita menolak semboyan “la science pour la science”. Bagi kita logos itu tunduk kepada ethos, dan ethos kepada Theos. Ilmu itu dilayankan kepada sesama manusia, dan melalui diakonia kepada sesama manusia itu kepada Tuhan, yang bertakhta di Kerajaan Allah. Universitas Kristen Satya Wacana menginyafi tanggung jawab sosial daripada karyawan-ilmiah karena motif yang dalam, yaitu agape, kasih yang mengorbankan diri. Di samping itu Satya Wacana berdiri dan memang mau berdiri di tengah-tengah masyarakat Indonesia, yang menggelombang bergolak, yang menuntut pengaturan, penyelenggaraan dan penenangan dari ilmu dan karyawan ilmiah. Masyarakat kita gandrung akan hasil karya para cerdik-cendikiawan. Berfungsi sebagai lembaga-penghubung antara ilmu dan masyarakat, yang kedua-duanya bergerak secara dynamis, Satya Wacana menjawab tantangan ini secara formil dan materiil. Secara formil response kita, kita wujudkan dalam perluasan: dengan dua fakultas exakta: Fakultas ilmu hayat, dan fakultas ilmu pasti-alam. Kita harus mengakui, bahwa pembukaan kedua fakultas exakta itu kita lakukan dengan menggerakkan semua tenaga yang ada dan tidak-ada pada kita, tidak hanya untuk memenuhi tuntutan undang-undang tentang Perguruan Tinggi no. 22/Th.1961, melain69
kan karena keinsyafan bahwa masyarakat Indonesia memerlukan scientist-scientistyang cakap dan bertanggung jawab untuk menggali kekayaan alam Indonesiam bagi kemakmuran rakyatnya. Juga pembukaan jurusan Pendidikan Guru Agama sebagai keenam dari FKIP bukan hanya untuk memenuhi ketetapan MPRS, melainkan karena keinsyafan,bahwa kita dipanggil untuk turut membangun dalam bidang rohaniah masyarakat Indonesia – yang sekarang mengalami pergeseran dari sifat religieus kesifat sekuler – unuk turut member pedoman dalam suasana norma heterogin. Secara materiil kita menekankan pendidikan karakter, pendidikan kepribadian, yang memperoleh keterbentukan (Bildung) sosial – filosofis – ethis – religieus, tanpa mengabaikan keterbentukan intelektuil theoritis. Di bidang kedua ini kita menggiatkan dengan menggunakan studi terpimpin untuk merangsan auto-aktivitas daripada para mahasiswa, membangkitkan berfikir yang kritis dengan memberikan kriteria, yang diperlukan. Dengan studi terpimpin itu kita menghendakkan keswastaan yang bertanggung-jawab. Dalam fakultas dan jurusan, terutama di tingkat Sarjana, dilakukan penelitian (research) walaupun masih sederhana, pertama-tama penelitian yang bertalian dengan penulisan thesis sarjana.
Masa Datang Apabila diperkenankan meninjau kedepan, maka kami dengan Satya Wacana akan mendidik kepribadian mahasiswa secara religieus-ethis-filosofis-sosial dengan memperdalam dan memperluas mutu ilmu yang penuh tanggungjawab sanggup mengabdi kepada gereja dan masyarakat. 1.
Pendidikan Tingkat Sarjana yang akan menyumbangkan tenaga akademis kepada masyarakat akan minta perhatian kita yang khusus.
2.
Pembangunan laboratorium untuk fakultas-fakultas exakta, wajib kita laksanakan, betapapun juga sulit dan mahalnya.
3. Penelitian dan lembaga penelitian, yang tiada hanya membawa guna theoretis, melainkan juga praktis harus kita selenggarakan.
70
4. Perpustakaan harus dibangun, dan harus kita usahakan supaya perpustakaan dipergunakan oleh mahasiswa. 5. Majalah ilmiah, yang bermutu ilmiah dan berasakan iman Kristen, wajib kita terbitkan, sebagai tempat hasil penelitian kita dan sebagai sumbangan kepada dunia ilmiah Indonesia dan masyarakat Indonesia. Ini semua memerlukan pergedungan dan biaya yang kami mintakan perhatian dari Dewan Pengurus, Dewan Kurator, Panitia Keuangan.
Penutup Ilmu dan universitas adalah usaha sosial yang memerlukan kooperasi nasional, ekumenis dan internasional. Sebab itu perkenankanlah kamimengakhiri laporan ini dengan mohon terima kasih ke dalam: Kepada para kawan pengajar yang dengan setia menunaikan tugasnya. kepada Dewan Mahasiswa, Pengurus GMKI, GMNI dan semua mahasiswa yang memberikan bantuan yang kompak dan beraneka warna pekerjaan kita. kepada tata-usaha, yang senantiasa dengan giat mengikuti gerakan cepat perkembangan universitas kita. kepada Dewan Pengurus dan Dewan Kurator, Panitia Keuangan, yang selalu dalam kerjasama yang erat, mengusahakan perluasan Universitas Kristen Satya Wacana. kepada Gereja-Dunia, yang membantu kita dengan pertolongan tenaga dan biaya, kepada PT negeri/swasta yang bekerja sama dengan kami atas kooperasi dan saling pengertian, kepada masyarakat Salatiga, penguasa sipil/militer setempat, panca tunggal Salatiga: Bp. Komres, Bp. Walikota/ Kepala daerah, Bp. Kodim, Bp. Kepala Polisi, Bp. Kepala Kejaksaan dan Jawatan-jawatandi Salatiga, kepada penguasa sipil/militer di Jawa Tengah, kepada
71
Dep. PTIP, PDK, Agama, Luar negeri yang memberikan bantuan. Terima kasih.
Catatan: Tahun pelajaran 1962-1963 ditandai dengan perubahan yang lebih berarti dalam Perguruan Tinggi Satya Wacana, terutama dalam struktur akademisnya. Perubahan struktur akademis dimaksud nampak dari dibukanya beberapa fakultas seperti: fakultas Ilmu Hayat, fakultas Ilmu Pasti/Alam dan menambah jurusan Pendidikan Guru Agama untuk FKIP. Dengan demikian UKSW mempunyai 5 fakultas yakni: Ekonomi, Hukum, Ilmu Hayat, Ilmu pasti dan alam serta FKIP dengan enam buah jurusan. Perubahan ini diiringi pula dengan pertambahan tenaga-tenaga pengajar, di antaranya Dr. FL. Cooley yang dipercayakan menjabat Ketua Panitia matakuliah dasar dibantu oleh 3 orang Sarjana Muda, 8 orang tenaga Sarjana dan seorang asisten untuk fakultas/jurusan hukum, 5 orang Sarjana dan 5 orang Sarjana Muda, pada fakultas exakta, seorang Sarjana dan 2 orang asisten untuk jurusan Sejarah Budaya, 3 orang Sarjana dan 4 orang Sarjana Muda untuk Fakultas Ekonomi. Dengan bertambahnya 23 tenaga pengajar maka jumlah pengajar bertambah dari 53 orang (1961) menjadi 83 orang yang memberi kuliah kepada sejumlah 616 mahasiswa dari jumlah 514 pada tahun lalu. Kemajuan akademis terlihat dari diselenggarakannya ujian sarjana pendidikan swasta untuk 5 orang, 92 Sarjana Muda swasta, 81 di antaranya mengikuti ujian negara dan yang berhasil sebanyak 70 orang. Diusahakan pula ujian Sarjana Muda fakultas Hukum, Ekonomi di Universitas Diponegoro dan mengirimkan beberapa tamatan Sarjana Muda UKSW untuk belajar di universitas lain, di samping adanya 9 tenaga pengajar (Sarjana) yang meninggalkan Satya Wacana. 2 buah ruang kuliah dapat selesai dibangun, satu student centre, 6 rumah dosen, satu asrama mahasiswa putra, dua asrama mahasiswa putri, dan memulai langkah-langkah persiapan untuk 72
membangun ruang kuliah, kantor tata usaha, ruang pengajar yang oleh Prof. Mohammad Yamin diletakkan pertama pada 30 Agustus 1962. Hal lain adalah pertambahan 4 Gereja pendukung yakni Gereja Kristen Isa Almasih, Gereja Masehi Injili Minahasa, Gereja Maluku dan Gereja Bali. Patut disebutkan pula adanya kunjungan Prof. Mr. Poerbopranoto ketua FKIP Universitas Airlangga Malang, Konsul Jenderal New Zealand untuk menyerahkan buku-buku perpustakaan. D. Roemainum, Ds. Prawar dari Dewan Gereja irian Barat. Prof. Dr. Verkuyl memberi ceramah mengenai: Alkitab, Iman dan Akal, Mr. Kuntoro Shiozuki dari World Federation Student Movement, Jenewa, Wakil Gereja Australia dan D. N. Aidit yang memberi kuliah Etika Komunis.
73
9. KEKRISTENAN YANG REVOLUSIONER Bacaan: Wahyu 6: 1-8. Awal tahun 1963 ditandai dengan pergolakan yang hebat Revolusi tidak hanya menggelora di Indonesia, Asia, Afrika melainkan diseluruh dunia. Orang Kristen yang berfikir sudah lama bertanya pada diri sendiri: “Darimana asalnya revolusi dunia ini bagaimana seharusnya kekristenan kita dalam masa revolusi ini? Marilah kita bicara tentang: Kekristenan yang revolusioner, dengan pembagian: 1. Revolusi itu berasal daripada Tuhan 2. Tujuan revolusi Allah 3. Kekristenan yang revolusioner
1. Revolusi itu Berasal daripada Allah Bahwa Autor atau Pengarang daripada revolusi itu adalah Allah sendiri, dapat kita baca dalam wahyu 5 dan 6. Allah bukan hanya Allah daripada kosmos, daripada ketertiban ketenangan, Allah juga Allah daripada chaos, pergolakan dan revolusi. Dalam wahyu 5 dapat kita baca bahwa rancangan Tuhan tentang sejarah dunia itu dilambangkan sebagai kitab, yang tertutup dengan tujuh meterai. Hanya anak domba, yaitu Kristus, Persona keII dalam Allah yang Tritunggal, dapat diserahi pelaksanaan rancangan tentang sejarah dunia itu. Apabila meterai pertama dibuka, maka tampaklah seekor kuda putih dan orang yang mengendarainya itu ada berpanah. Maka
Khotbah pembukaan Kuliah, Senin 7 januari 1963.
74
dikaruniakan kepadanya suatu mahkota, dan keluarlah ia dengan tanda kemenangan dan supaya ia menang lagi. Kuda putih dengan pengendara yang berpanah itu adalah lambang daripada Evangelium Christi, warta kesukaan Kristus. Evangelium itu menang, dan sedang menang dan akhirnya menang. Hanya saja untuk membuka jalan baginya di dunia di dalam sejarah umat manusia, untuk membuka jalan ke dalam hati manusia, maka Tuhan Allah melalui tangan Kristus, mengeluarkan: Kuda lain, kuda yang merah menyala. Pengendaranya dikaruniai kuasa untuk mengambil perdamaian dari bumi, sehingga orang berbunuh-bunuhan, dan sebilah pedang yang besar dikaruniakan kepadanya. Kuda merah menyala beserta pengendaranya yang berpedang yang besar adalah simbol daripada perang, revolusi perang dan akibat-akibatnya yang dahsyat. Kemudian dikeluarkan oleh Tuhan Allah dengan perantaraan Kristus:
Kuda hitam, lalu terdengarlah suara: secupak gandum sedinar harganya dan jelai tiga cupak sedinar harganya, artinya: bahan makanan menjadi amat mahal harganya. Secupak adalah takaran makanan orang sehari (1 liter), dan sedinar adalah upah buruh sehari, sehingga seorang buruh hanya bisa membeli makanan untuk diri sendiri dengan upah yang diterimanya sehari. Ia dengan kerjanya tidak dapat memperoleh makanan bagi keluarganya. Kuda hitam adalah lambang kelaparan. Kemudian dilepaskan oleh Tuhan Allah melalui Kristus yang memegang pemerintahan dunia:
Kuda kelabu dan orang yang duduk di atasnya itu maut namanya, dan hades (neraka) itu mengikut sertanya. Maka kepada keduanya itu dikaruniakan kuasa atas seperempat bumi akan membunuh dengan pedang dan dengan kelaparan dan dengan maut dan dengan binatang buas-binatang buas di bumi. Kuda kelabu adalah lambang maut dan kebinasaan yang mengamuk di bumi. Dari Wahyu 6 ini nampaklah, bahwa Allah sendiri itu Pengarang daripada revolusi, Allah yang mendatangkan perang, 75
kelaparan dan maut serta kebinasaan. Tetapi tidak hanya dalam Wahyu nampak bahwa Allah bukan hanya Allah daripada kosmos melainkan juga daripada pergolakan. Kita melihat dalam pembangunan menara di Babel, bahwa Tuhan Allah mempergolakkan bahasa dan persekutuan manusia, dalam kitab-kitab Zakaria, dimana kedatangan revolusi dilambangkan sengan empat tanduk dan empat pandai besi, dalam Detero Yesaya dimana Cyrus, raja Persia dititahkan untuk mempergolakkan kerajaan Babilonia. Allah itu Pengarang revolusi di dunia.
2. Apakah Tujuan Revolusi Allah Itu? Tujuan revolusi itu jelas dari Wahyu 6: 1-8. Tujan pergolakan, yang digelorakan di bumi ialah membangkitkan hati nurani manusia yang tertidur, ialah membuka siensi manusia, untuk merintis jalan Evangelium Christia, untuk merombak dan menggempur dunia yang lama yang berdosa untuk membangun kerajaan baru, yaitu Kerajaan Allah dimana Allah bertakhta dengan berkedaulatan.
3. Kekristenan yang Revolusioner Dalam perombakan dunia lama dan pembangunan dunia baru itu diharapkan oleh Allah daripada kita orang Kristen, supaya menjadi KooperatorNya yang revolusioner. Kekristenan yang revolusioner itu dimungkinkan karena pembaharuan manusia dalam Kristus. II Korintus 5 : 17, menyatakan “Barangsiapa yang hidup dalam Kristus, maka ia adalah makhluk baru, maka segala yang lama itu sudah lenyap dan yang baru sudah terbit”. Kita orang Kristen harus menginsyafi, bahwa kita adalah makhluk yang baru, yang disuruh menjadi ambassadeur (dutabesar) daripada Raja Baru-Kristus di dunia yang akan binasa. Kita harus memproklamasikan bahwa dunia lama dan manusia lama itu akan lenyap dan sedang lenyap dan dunia baru beserta manusia baru itu akan terbit dan sedang terbit. Proklamasi ini proklamasi revolusioner.
76
Apakah Revolusioner? Sikaprevolusioner berarti menghakimi (judge) situasi yang berada atas nama kebenaran, yang belum berada (atau yang mendatang), sedangkan kita menganggap kebenaran yang menentang itu lebih hakiki dan lebih nyata daripada kenyataan yang mengelilingi kita sekarang. Tindakan dan perbuatan yang revolusioner adalah tindakan dan perbuatan yang dilakukan dalam kesadaran Parous dalam kehadiran Kristus, dalam kedatangan kembalinya Kristus. Ditinjau dari arti revolusi ini, maka semua revolusi duniawi, revolusi komunnis atau revolusi apapun bukan revolusi, melainkan reformisme, oleh karena revolusi dunia ini yang berdasarkan manusia yang lama. Revolusi Kristen adalah revolusi yang radikal (radix= akar), revolusi sampai ke akar, yaitu revolusi yang bersumberkan pembaharuan daripada manusia lama menjadi manusia baru karena karya Tuhan Yesus Kristus, kewarganegaraan kerajaan kegelapan menjadi kewarganegaraan baru daripada Kerajaan Allah, yang mengubah ketaatan kepada hukum yang lama yaitu hukum kebencian menjadi ketaaatan kepada hukum kasih. Kekristenan yang revolusioner ini bukan karena usaha manusia, bukan anthropocentris, melainkan karunia daripada Allah yang Tritunggal dan Theocentris adanya. Kekristenan yang revolusioner ini harus merombak manusia dan alam lama dengan pelayanan dan kegiatan kasih. Dengan wujud baru dan dengan hukum baru itu kita orang Kristen terpanggil untuk mentransformasikan, untuk membaharui masyarakat dan dunia. Kita dipanggil untuk memimpin semua revolusi di dunia ini, yang dipandang orang Kristen hanya reformisme saja. Kita orang Kristen kerap kali bersikap takut-takut dan minggir-minggir karena kita tertegun memandang Sang Bayi di Betlehem saja. Kita lupa bahwa Kristus kecuali berbaring di kandang Betlehem, sudah disalib, sudah mati, sudah bangkit kembali dan sudah naik di surga. Ia sekarang adalah Raja segala raja, Tuhan daripada segala yang dipertuan, yang memegang tampuk pimpinan sejarah dunia.
77
Marilah dalam masa revolusi ini ktia menginsyafi kekristenan yang revolusioner dan berbuat serta bertindak dengan program kerja di bidang: kegerejaan, politik, sosial, ekonomi, kebudaan (ilmu, kesenian, pendidikan), yang jelas untuk mentransformasikan bangsa dan masyarakat sambil meresapkan Wahyu 21: 5: “Maka Allah yang duduk di atas arasy itu pun berfirman: “Tengoklah, Aku jadikan semua baharu”
78
10. PANGGILAN KRISTEN YANG TRITUNGGAL DALAM MASA REVOLUSIONER Bacaan: Markus 4: 14, 15 “Maka ditetapkannya dua belas orang supaya mereka
bersama-sama dengan Dia, dan supaya mereka itu disuruh pergi mengajar orang dan lagi akan beroleh kuasa membuangkan setan”. GMKI dan tiap orang Kristen hidup dalam dunia yang penuh dengan bahaya dan penderitaan. Dalam bidang internasional kita menghadapi suasana yang labil, dimana tiap saat, peperangan dapat meletus. Malahan peperangan itu dapat juga menjalar ke dalam batas-batas negara kita. Di bidang dalam negeri, kita menghadapi kesulitan-kesulitan penyelenggaraan keadilan dan kemakmuran dan mengalami pergolakan ideologi yang masing-masing datang dengan retensi dapat menyelesaikan penderitaan di Indonesia. Di tengan-tengah dunia internasional dan nasional yang demikian seremnya, GMKI dan tiap orang Kristen harus hidup dengan mata terbuka dan telinga terbuka. Tidak hanya pancaindra kita harus terbuka, melainkan juga hati dan akal kita harus terbuka. Kita harus hidup dengan “normbesef”, dengan kesadaran akan norma. Kita harus mulai apakah suatu gerakan atau penganjurnya itu dari Kristus, atau dari roh gelap. Kita jangan hidup sebagai “sleepwalker”, sebagai orang yang mengigau, melainkan kita harus hidup berjaga. Di tengah-tengah revolusi yang sedang menggelora dan mengguntur didunia dan dalam hati manusia ini, kita boleh bertanya sambil berdoa, kepada Tuhan kita yang hidup:
Khotbah Dies Natalis XII GMKI Cabang Salatiga 17 Februari 1963.
79
“Apakah yang harus kami perbuat. Apakah panggilan kami di tempat kami ini dan pada masa kini?” Tidak banyak nats dalam Alkitab yang dengan padat, singkat dan lengkapnya menggambarkan panggilan orang Kristen. “Supaya mereka itu bersama-sama dengan Dia, dan supaya mereka itu disuruhnya pergi mengajar orang dan lagi akan beroleh kuasa membuangkan setan” Marilah pada pagi ini, dalam rangka peringatan Dies Natalis GMKI XIII dan pada kebaktian Doa Sedunia, kita bicara tentang:
Panggilan Kristen yang tritunggal dalam masa revolusioner, dengan perincian: 1. 2. 3.
Supaya kita bersama-sama dengan Kristus Pergi Berbuat
1. Supaya Kita Bersama-sama dengan Kristus a.
Panggilan kita orang Kristen yang pertama pada masa revolusioner di Indonesia ini, sama dengan panggilan Kristen dari semua jaman dan semua tempat, yaitu bersama-sama dengan Kristus, bersekutu dengan Kristus. Bersama-sama dengan kristus adalah raison d’etre kita sebagai orang Kristen. Bersekutu dengan Kristus adalah alasan keberadaan kita orang Kristen. Kita orang Kristen, baru Kristen dalam koinonia (persekutuan) dengan Kristus. Tanpa Kristus, kita bukan Kristen. Pengkhianatan bagi orang Kristen yang terbesar ialah apabila ia berbuat seakan-akan tidak ada Kristus, apabila ia mengingkari bahwa Kristus mengendalikan pemerintahan di langit dan di bumi, dimana ada Kristus di situ ada Kristen Persekutuan dengan Kristus merupakan pensifatan yang menentukan, merupakan garis pemisah antara kekristenan dan semua ideologi duniawi. Perbedaan dogma atau denominasi antara orang Kristen bukan garis pemisah mutlak. Tetapi koinonia dengan Kristus itu menentukan pemisahan yang mutlak.
b.
80
Kemudian, apakah arti (werdi) sebenarnya daripada “bersamasama dengan Kristus?” Pertanyaan ini dijawab dengan jelas oleh Rasul Paulus dalam II Korintus 5:17:
“Barang seorang yang hidup didalam Kristus, ialah kejadian yang baru; maka segala apa yang lama itu sudah lenyap, sedangkan yang baru itu sudah terbit” Bersama-sama dengan Kristus adalah perkenan daripada Allah kepada kita manusia yang berdoa untuk turut mengambil bagian dalam hidup baru, atas dasar karya Kristus yang melakukan “Stellvertretende Gerechtigkeit” (keadilan yang menggantikan). Ia yang tiada berdosa, dihisabkan sebagai berdosa untuk kebahagiaan kita semua. Hidup baru itu bukan hanya menyinggung segi tata lahir, melainkan justru mendalam dan mengakar kepada tata-batin, sampai kehati. Kita manusia yang berdosa dijadikan makhluk yang baru sampai kehati kita, yang menentukan sikap dan mewujudkan sumber fikiran dan perbuatan kita. Kristus adalah Adam yang baru yang memulai perihal baru dalam sejarah dan mengalaskan Kerajaan Baru, yakni Kerajaan Surga yang mencerahi dunia kita. Bersama-sama dengan Kristus berarti bahwa kita dihisabkan dalam hidup Kerajaan Surga. Supaya kita orang Kristen tetap hidup Kristen, kita harus senantiasa hidup dalam Terang Pemerintahan Tuhan. c.
Apakah syaratnya supaya kita tetap dalam Terang Pemerintahan Allah? Kita orang Kristen harus tetap hidup dalam dialogia dalam soal jawab dengan Kristus, Tuhan kita, Kita harus mengalami kehadiranNya dalam hati kita, mengalami dialogia dengan Tuhan dalam doa kita, dalam kebaktian kita dan dalam pelayanan sakramen. Pendeknya dalam seluruh hidup kita, kita harus mengalami kehadiranNya, pesertaan-Nya yang penuh kasih dan rahmat. Baru denga perkenalan secara pribadi atas dasar pengalaman dalam seluruh hidup kita sehari-hari, kita dapat menjadi martyr dalam arti rangkap: saksi dan menderita untuk Kristus.
d. Hidup bersama-sama dengan kristus berarti hidup sebagai anggota Tubuh Kristus.
81
Tiap orang Kristen terpanggil untuk mendemonstrasikan hidup baru, yang dipertanyakan oleh Kristus dalam hidupnya. Kita terpanggil akan imitation Christy, untuk meneladan hidup Kristus sesuai dengan norma dan Hukum Kerajaaan Allah. Lain daripada itu, apabila kita hidup dalam Kristus maka menurut 1 Yahya 1:7: “Jikalau kita berjalan di dalam terang sebagaimana Ia (Kristus) juga ada di dalam terang, maka bersekutulah kita seorang dengan seorang” Apabila kita hidup dalam kristus kita merupakan persekutuan (koinonia) yang kuat teguh yang tidak dapat dipecah-pecahkan oleh roh gelap. Hidup baru dan persekutuan antara orang Kristen merupakan tanda-tanda daripada keberadaannya bersama-sama dengan Kristus.
2. Pergi Mengajar Orang Panggilan kita yang kedua ialah “pergi”“mengajar orang”.Atau dengan perumusan yang lebih luas dari Matius 28 : 19: “Sebab itu pergilah kamu, jadikanlah sekalian bangsa itu muridKu, serta membabtiskannya dengan Nama Bapa, dan Anak dan Rohkudus”. Istilah Yunani yang dipergunakan berarti pergi, berjalan. Gereja Kristen dan orang Kristen didunia dan di Indonesia ini diharapkan supaya jangan berhenti, jangan statsis, jangan mandek, tetapi bergerak, dinamis dan maju. Kita tidak diharapkan hidup menetap dalam istana, melainkan hidup dalam tenda, yang tiap saat sanggup beralih tempat sesuai dengan perubahan situasi dan strategi. Kita dipanggil untuk pergi. Lambang hidup Kristen yang wajib kita teladan adalah hidup Abraham. Ia dipanggil oleh Tuhan untuk meninggalkan negeri Ur di Chaldia untuk menuju ke suatu negeri yang dijanjikan oleh Yahwe. Demikian juga kita orang Kristen dipanggil untuk menempuh suatu “Abrahamatisch avontuur”, suatu “Abrahamic adventure”, menuju ke negeri Perjanjian, Kerajaan Surga.
82
Tugas kita adalah pergi. Istilah pergi itu meliputi dua hal: a. Berangkat dan meninggalkan alam yang lama b. Memasuki lingkungan dan dunia baru. Orang Kristen tiap saat harus siap untuk berangkat, untuk bergerak dengan dinamika. Ibrani 13:14 menyatakan: “Karena di dunia ini kita tiada mempunyai negeri yang kekal, melainkan kita mencari negeri yang akan datang”. Kita orang Kristen adalah refugee, pengungsi dari negeri lain, yang menuju ke Kerajaan Surga. Kita ini menurut doa Imam Agung Kristus, berada didunia, tetapi bukan dari dunia. Raja kita memerintahkan kepada kita supaya kita pergi, supaya kita menjadi musafir. Sebab itu seharusnya tidak ada seorang yang demikian dinamiknya, demikian bergerak cepatnya seperti orang Kristen. Orang Kristen yang statik tidak mengerti panggilannya. Sebab itu nama Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia adalah nama yang sesuai dengan panggilan untuk berdinamik menurut komando Kristus. Kita sekalian harus membenarkan nama Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia dalam kehidupan organisasi kita.
Kita Pergi Pada masa sekarang ini ketentuan-ketentuan hidup kita, perlindungan-perlindungan yang mengamankan hidup kita seakanakan diambil oleh Allah dan kita dicampakkan dalam kenyataan panggilan kita: Kita harus pergi, jangan mengikat pada satu tempat atau satu siasat, kita harus menempuh avontuur Abraham di muka bumi ini. Pergi berarti berangkat, tetapi berarti juga memasuki dunia dan lingkungan baru. Dunia dan lingkungan baru yang kita masuki ialah dunia yang sekuler, dunia yang tidak mengenal Kristus, dunia yang melawan Kristus. Untuk dapat pergi mengajar orang dalam dunia sekarang itu kita harus mengenalNya. Kita harus mengetahui bahwa dunia yang mengingkari Kristus/Allah itu mengganti Kristus/Allah dengan berhala-berhala ciptaannya sendiri. Manusia adalah manusia yang
83
religious. Dalam hatinya ditanamkan oleh Tuhan: semen religionis, bibit keagamaan, sehingga apabila ia tiada berbakti kepada Allah, lalu menyembah berhala. Dunia sekuler itu kecuali menyembah berhala dikuasai oleh ideologi-ideologi yang pada hakikatnya dan dalam intinya merupakan self-deification (pendewaan dari diri pribadi) daripada manusia. Kita harus mempelajari, meneliti dan mengenal dunia sekuler beserta ideologi-ideologinya, supaya kita dapat mengajarnya tentang Kristus, sehingga ajaran kita memperoleh tanggapan Lain daripada itu kita wajib mempergunakan alat komunikasi, harus memakai bahasa yang difahami oleh dunia. Pada masa ini, bahasa revolusi yang difahami orang Indonesia. Kita orang Kristen harus memakai bahasa revolusi untuk dapat dimengerti. Sebenarnya tidak ada orang yang serevolusioner seperti kita orang Kristen. Kita ingin merevolusikan/mentransformasikan seluruh dunia/umat manusia atas dasar hidup baru dalam Kristus. Semua revolusi yang dikehendakkan oleh ideologi-ideologi duniawi hanyalah revormisme, revolusi tambalan, karena didasarkan pada manusia lama yang berdosa. Pergilah memasuki dunia sekuler dan pergunakan bahasa pengantarnya dalam mengajar mereka tentang Kristus, Tuhan kita.
3. Berbuat, Membuangkan Setan Atas panggilan Kristus, kita orang Kristen seharusnya bergerak dengan dinamika, memasuki dunia yang sekuler. Tapi kita ingin menetap dalam kamar doa kita, dalam tembok gereja kita, dalam dinding universitas kita. Atas panggilan Kristus kita orang Kristen seharusnya berbuat, melawan dan membuang setan, melawan dan membuang roh gelap dari dunia dan dari ideologi-ideologinya. Tapi kita lebih suka menikmati hidup tanpa berbuat apa-apa untuk revolusi Kerajaan Surga. Kita orang Kristen menjadi sedemikian lalai dan lengah di bidang kerja dan perbuatan, sehingga semboyan-semboyan kerja kita diambil alih oleh kaum komunis. Untuk memberikan contoh: “Jikalau seorang tiada mau bekerja jangan ia makan”. Ini dikenal oleh tiap orang komunis di Rusia. 84
Kita orang Kristen tidak mengetahui bahwa semboyan itu adalah nats dari Alkitab, yang terdapat dalam II Tesalonika 3:10. Semboyan lain: “Dari masing-masing sesuai dengan kecakapannya kepada masing-masing sesuai dengan kebutuhannya”. Ini pun dikenal orang Rusia, tetapi tidak oleh kita. Ungkapan ini berasal dari Calvin, yang hidup tiga abad sebelum Marx. Calvin menyusun rumusan itu atas dasar II korintus 2. Kelebihan kita orang Kristen adalah bicara, bicara terlalu banyak. Kekurangan kita adalah aksi, perbuatan. Kita harus mengidentifikasikan diri, menyaturagakan diri dengan penderitaan dalam masyarakat kita. Kita harus menyusun proyek kerja, program aksi. Kita dipanggil untuk berbuat, untuk melayani, untuk melawan dan membuang setan dan roh gelap, yang mempergunakan kegiatan kerja untuk menentang Terang Kerajaan Surga. Kita mengira bahwa sudah memadailah, jikalau kita bersamasama dengan Kristus dan pergi mengajar orang. Belum cukup! Kita harus membuang setan, kita harus mentransformasikan dunia. Kita harus membaharui bidang kegerejaan, bidang politik, bidang sosial, bidang ekonomi, bidang kebudayaan (ilmu, kesenian, pendidikan). Bagi orang Kristen bidang-bidang itu tidak terpisahkan daripada koionia (sekutuan dengan Kristus) dan kerugma (proklamasi Kerajaan Surga). Pemisahan pelayanan (diakonia) dalam bidang-bidang tersebut dari koionia dan kerugma, bertentangan dengan panggilan tritunggal daripada orang Kristen. Sebab itu di lapangan diakonia yang beraneka warna itu diharapkan daripada kita untuk melakukannya dalam horison Kerajaan Surga dan mendasarkannya atas: agape (kasih yang mengorbankan diri):
a – lethia - kebenaran (truth), (sebenarnya: tidak tertutup, pembukaan rahasia) 85
dikajosune - keadilan (tapi bukan dengan cashnex melainkan dijiwai oleh “personal touch”) Marilah kita bukan non-aktif, melainkan aktif, bukan menganggur, melainkan dengan dinamika hidup.Susunlah rancangan kerja untuk kita laksanakan dengan setia. Marilah kita mendengar dan melaksanakan panggilan Kristen yang tritunggal: - bersekutu dengan Kristus (koionia) - pergi mengajar dunia (kerugma) - giat dan berbuat membuang roh gelap (diakonia) di bidang kegerejaan, politik, sosial, ekonomi, dan kebudayaan. Tuhan beserta kita.
86
11. RELASI ILMU PENGETAHUAN DAN KEPERCAYAAN Para tamu yang kami muliakan, Dewan Pengurus Dewan Kurator, Para Pengajar, Para anggota tata usaha, yang terhormat, Para mahasiswa yang kekasih, A. Hari ini adalah hari untuk bersyukur. Bersyukur kepada Tuhan, yang telah menyertai, membimbing Universitas Kristen kita. Yang juga berkenan mendengarkan doa kita untuk diberi pengakuan. Terpujilah Namanya di atas segala nama, Terpujilah KaryaNya di atas pekerjaan manusia. Dari sini kami ingin mengucapkan terima kasih kepada semuanya dari Gereja dalam dan luar negeri, yang secara bertekun turut membantu kita dalam doa. Kehadapan J.M. Menteri beserta Dep. PTIP kami mengucapkan terima kasih atas kepercayaannya untuk: 1.
Menyatakan UKSW sebagai perguruan tinggi swasta terdaftar terhitung mulai 16 juli 1962, menurut Surat Keterangan. Terdaftar No.7/1962.
2.
Memutuskan: memberikan penghargaan sama dengan ijazah perguruan tinggi negeri yang setaraf kepada ijazah sarjana muda/sarjana dari Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, dan sarjana muda dari Fakultas Hukum dan Fakultas Ekonomi Universitas Kristen Satya Wacana, terhitung mulai tanggal 1 April 1963, menurut Surat Keputusan Menteri Perguruan Tinggi dan Ilmu Pengeta-
Diucapkan pada Perayaan Pengakuan persamaan Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga, 24 April 1963.
87
huan Republik Indonesia No.22 Tahun 1963 tertanggal 20 Maret 1963. Para tamu yang mulia, Terima kasih kami haturkan kepada Saudara-saudara sekalian atas perkenan saudara-saudara mengguyubi syukur dan kegembiraan keluarga Universitas Kristen Satya Wacana. Terima kasih kepada musyawarah FKIP swasta (Sanata Dharma), FKIP Muhammadiyah (Sala dan Jakarta) yang sejak juni 1959 bekerjasama untuk memperoleh pengakuan-persamaan, Terima kasih kepada FKIP Bandung, yang dalam tiga tahun berturut-turut telah menguji sarjana muda dan sarjana kita, sehingga turut membantu mengadakan alasan akan pengakuan.Terima kasih kepada Universitas Diponegoro, UGM, AMN, FKIP Malang yang memperkenankan mahaguru-mahagurunya membantu kita di sini. Terima kasih kepada Badan Antar Perguruan Tinggi Kristen Indonesia atas kerjasama yang baik. Dari sini kami mengucapkan selamat kepada UKI dan Universitas Nomensen yang juga memperoleh persamaan. Terima kasih kepada Bapak-bapakpembesar sipil dan militer setempat dan provinsi yang menaruh hati yang baik terhadap kami dan memberikan kemungkinan untuk berkembang. Demikian pula kepada penduduk (masyarakat Salatiga), yang membantu dan mengaku kami sebagai Universitasnya. Terima kasih kepada sekolah-sekolah latihan yang turut membantu kami dalam suatu aspek pendidikan yang tertentu daripada mahasiswa-mahasiswa kita. Terima kasih kepada Dewan Pengurus, Dewan Kurator yang tak henti-hentinya menaruh perhatian dan bekerja untuk Universitas Kristen kita. Pengakuan ini adalah juga berkat yang dikaruniakan oleh Tuhan kepada karya Saudara-saudara. Terima kasih kepada seluruh pengajar yang tanpa menghitung lelah mempertahankan taraf pelajaran/pendidikan di Universitas Kristen kita. Pengakuan ini adalah berkat kerjasama kita dan mencambuk kita untuk mengejar persamaan dan meninggikan mutu serta watak daripada pendidikan/pengajaran Kristen kita. 88
Terima kasih kepada para mahasiswa angkatan 59, 60, 61, 62 yang dengan taat menunjukkan prestasi yang tinggi dalam ujian negara di Bandung. Terima kasih kepada staf tata usaha yang tanpa memperhitungkan waktu menyertai kami dalam mengejar pengakuan/persamaan. Terima kasih kepada semua pihak yang tidak dapat disebut di sini atas semua bantuan dan simpati. B. Seperti Saudara-saudara sudah ketahui Universitas Kristen Satya Wacana mulai riwayatnya sebagai PTPG-KI (sampai sekarang terkenal di kampung). Kuliah-kuliah dimulai pada tanggal 17
oktober 1956 di Jalan Dr. Sumardi 5 dan dibuka secara resmi pada tgl 30 Nopember 1956. PTPG-KI diubah menjadi FKIP-KI. pada tanggal 17 juli 1959. Pada 5 Desember 1959 diumumkan pendirian Universitas Kristen Satya Wacana. Yang sekarang terdiri dari lima fakultas:
1. FKIP dengan jurusan: 1. Ilmu Mendidik 2. Sejarah Budaya 3. Bahasa Inggris 4. Hukum 5. Ekonomi 6. Pendidikan Guru Agama 2. 3. 4. 5.
Fakultas Ekonomi Fakultas Hukum Fakultas Biologi Fakultas Ilmu Pasti/Alam
Jumlah mahasiswa yang berasal dari 19 daerah Indonesia ada 616 (Satya Wacana adalah Perguruan Tinggi yang paling nasional), Dosen 84. Fakultas Biologi, FIPIA tidak perlu cemas karena belum diakui. Tahun depan kita boleh kembali. Perkenankanlah kami pada saat yang historis bagi Universitas kita ini menyajikan pemikiran kembali tentang soal Apakah arti predikat Kristen terhadap universitas dan apakah werdi (makna) 89
Satya Wacana dalam nama Universitas kita. Universitas pada umumnya menunjukkan tiga aspek, yang masing-masing mewujudkan vocatio/panggilannya.
1. Universitas pertama-tama adalah uni-versitas scientiarum. - Suatu persekutuan ilmiah, yang mengajarkan ilmu dan melakukan ilmu dan melakukan penelitian ilmiah. 2. Universitas adalah universitas magis-trorum et scholarium. - Persekutuan dosen dan studen, pergaulan mendidik antara guru dan murid. 3. Universitas adalah persekutuan pembinaan untuk profesi-
profesi yang bertaraf akademis. Bag.1. Berhubung dengan waktu, maka hanya aspek pertama akan kami uraikan secara skematis, sedangkan aspek-aspek yang lain hanya akan disebut saja. Soal yang kita hadapi adalah: -
Apakah arti predikat Kristen terhadap universitas, sebagai universitas scientiarum?
-
Dengan perumusan lain apakah relasi antara ilmu
pengetahuan dan kepercayaan.
a. Ilmu Pengetahuan Yang kita maksud: wetenschap, wissenschaft, sciences and the
humanities. Pengetahuan mula-mula berarti apa yang kita ketahui dalam perkembangan kebudayaan Yunani terbitlah differentiatie di bidang pengetahuan: pengetahuan yang teoretis yang disebut ephisteme dan pengetahuan yang praktis. Sehingga dapat dikatakan bahwa timbullah perswastaan/daripada ilmu terhadap praxis. Kecuali perswastaan (berdiri sendiri) terhadap praktek, ilmu pengetahuan itu mendapat sifat khusus karena: metode yang khusus dan jenis pengetahuan yang khusus. Dalam menganalisa kenyataan maka subyek mengarahkan diri pada yang umum supaya memperoleh pengetahuan yang berlaku secara umum. Subyek berusaha bersikap untuk tidak memperhitungkan diri sendiri agar memperoleh pengetahuan yang seobyektifobyektifnya. Selanjutnya dalam usaha memperoleh pengetahuan 90
yang umum, maka subyek mengarahkan diri kepada yang umum daripada suatu aspek kenyataan yang tertentu, sehingga tumbuhlah ilmu-ilmu vak: pasti, alam, biologi, ekonomi, sosiologi, hukum dan sebagainya. Dengan perkataan lain, penguasaan ilmu pengetahuan disertai tiga jenis abstraksi: 1. 2. 3.
Absrtaksi daripada pengetahuan praktis Abstraksi daripada subyek sejauh-jauhnya Abstraksi fungsionil, yaitu memisahkan aspek kenyataan yang tertentu daripada yang lain.
Ilmu pengetahuan/Wissenschaft adalah: Pengetahuan yang diperoleh secara metodis dan disusun sebagai keseluruhan secara sistematis tentang suatu bidang/aspek kenyataan.
b. Apakah Ilmu Pengetahuan itu Autonom? Pertanyaan ini adalah soal yang rumit. Apakah ilmu pengetahuan bisa berdiri secara abstrak dan mutlak? Apakah abstraksi-abstraksi yang tersebut tadi dapat dilaksanakan secara sempurna. Dapatkah ilmu pengetahuan tegak sendiri dan tidak bergantung kepada hal-hal lain? Kaum empiris menyatakan, bahwa pengetahuan kita itu terdiri dari elemen-elemen yang berasal dari pengalaman. Seperti huruf-huruf, itu menyusun perkataan dan perkataan tersusun menjadi kalimat, maka demikian pula elemen-elemen penginderaan itu tersusun menjadi arti daripada kenyataan bagi manusia. Sebaliknya akhir-akhir ini ada filsuf-filsuf yang menyatakan bahwa bukan fakta/elemen itu yang mendahului, melainkan arti/zin itulah yang lebih dulu. Misalnya Merleau Ponty menunjukkan bahwa empirisme berpangkal pada elemen-elemen penginderaan, dan arti daripada gejala-gejala misalnya kausalitas diberikan atas dasar: asosiasi. Merleau-Ponty tiada dapat menyetujuinya, karena arti sesuatu gejala tidak timbul karena asosiasi, tetapi asosiasi itu baru mungkin karena arti, yang kita berikan kepada gejala. Kausalitas diketahui lebih dulu daripada penginderaan. Tiap penginderaan itu timbul dalam cakrawala arti “dalam horison van zin, van betekenis”. 91
Pandangan Merleau-Ponty ini menunjuk kepada fenomenologi daripada Edmond Husserl. Husserl mengemukakan bahwa tiaptiap fenomena itu menunjuk keluar diri sendiri. Penginderaan daripada sesuatu barang hanya mengenai suatu aspek (Abschattung) daripada barang yang bersangkutan. Misalnya dari kubus kita lihat bidang atas, depan dan sisi. Tapi kita lihat bidang atas sungguhsungguh sebagai bidang atas. Ini berarti bahwa kita mengandaikan keberadaannya bidang bawah. Dalam tiap aspek terletaklah transendensi daripada aspek itu. Dengan melihat aspek sesuatu barang, sudah diintensikan/dimasksudkan/diartikan totalitas dari pada barang itu. Penunjukan transenden itu lebih daripada itu. Barang yang konkrit itu sendiri menunjuk kepada yang umum. Penginderaan yang individuil itu sudah mencakup lebih dari pada yang individuil itu. Penginderaan kubus memberi pengertian bahwa itu adalah satu eksemplar daripada kubus pada umumnya. Bahkan fenomena menunjuk lebih luas lagi. Husserl bicara tentang horiso luar. Kita melihat sesuatu gejala dalam keseluruhan. Saya melihat segi depan daripada rumah, tapi saya antisipasikan juga segi belakang daripada rumah itu. Rumah itu saya lihat bukan berdiri dalam kekosongan, melainkan pada jalan kota yang tertentu. Demikian juga halnya dengan horison waktu. Rumah kita inderakan dalam waktu sejarah yang tertentu. Lain daripada itu fenomena itu beradanya baik untuk saya maupun untuk orang lain, sehingga ada inter subyektifitas, pada tiap barang, yang diinderakan sebagai sesuatu yang obyektif. Obyektivitas dan inter subyektivitas itu correlaat. Subyek dan obyek daripada pengetahuan itu terletak dalam horison arti. Tidak ada obyek tanpa subyek, tidak ada obyektifitas tanpa inter subyektifitas, tidak ada kebenaran tanpa horison. Pengetahuan dan ilmu pengetahuan itu tidak berdiri sendiri. Senantiasa tercakup dalam zin horison daripada kebudayaan dan pandangan dunia dan hidup. Sedangkan pandangan hidup/dunia ini terletak dalam horison kepercayaan-sikap terakhir terhadap Allah. Tidak hanya kaum filsuf, melainkan juga kaum sosiolog menunjukkan ketergantungan pengetahuan dan ilmu dengan kebudayaan, lingkungan sosialnya. Terutama Kaarl Manhein yang merin92
tis jalan bagi Wissensosiologie ini, dimana ia ingin menunjukkan sampai dimana pemikiran ilmiah dan ilmu itu dipengaruhi kenyataan sosial/kebudayaan. Pengetahuan tentang suatu gejala/fenomena tergantung daripada horison kebudayaan dan pandangan dunia/hidup/keper-cayaan. Untuk memberikan contoh: matahari yang terbit itu bagi seorang yang percaya kepada Bathara Surya, mempunyai arti lain daripada yang mempunyai pengetahuan ilmu alam. Di belakang pencatatanpencatatan gejala terletaklah perbedaan horison, yang berwujud kepercayaan akan materialisme, spritualisme, idealisme, vitalisme, pantheisme atau kepercayaan Kristen. Menurut faham ini ilmu pengetahuan bukan autonom. Hal ini disebabkan karena akal budi itu bukan autonom. Bukan akal in abstracto yang mengusahakan ilmu pengetahuan, melainkan manusia sebagai keseluruhan. Dan manusia sebagai keseluruhan di kemudikan oleh hatinya/akunya. Bahwa hati manusia itu pusatnya sudah disebut dalam Amsal. Sulaiman 4 : 23: “Peliharakan hatimu terlebih daripada segala sesuatu, karena dari dalamnya terpancarlah segala hidup”. Augustinus menyatakan: ”Non intratur inveritam nisi per charitatem” (kita tidak akan memperoleh kebenaran kecuali melalui kasih). Kasih ini pengetahuan daripada hati, yang mendahului pengetahuan akali. Pascal membedakan antara esprit de geometrie (pemikiran matematis-logis) dan esprit de finesse (pemikiran dengan hati). Dalam hati manusia itu ditentukan sikapnya yang terakhir terhadap dunia dan hidup, terhadap Tuhan dan ilah. Hati itu sumber kepercayaannya. Pense: Le coeur a ses raison que la raison ne cannait point (hati mempunyai alasan, yang tiada dikenal oleh akal). Pengetahuan hati itu mengenai kebenaran terdalam/terakhir mengenai Allah, kosmos, hidup, yang tiada dapat dirumuskan dengan akal. Akal manusia itu di kemudikan oleh hatinya, juga dalam usaha ilmu pengetahuan. Dapat kita simpulkan ilmu pengetahuan adalah orientasi manusia dalam kosmos dan horison pandangan dunia dan hidup serta kepercayaan.
93
c. Relasi Ilmu Pengetahuan dan Kepercayaan Kristen Dalam perjalanan Sejarah, kita jumpai berjenis relasi antara ilmu pengetahuan dan kepercayaan Kristen.
1. Ilmu pengetahuan mengalahkan kepercayaan Misalnya dalam Rationalisme, yang mengajarkan bahwa pencerahan budi meniadakan kepercayaan religieus. Demikian pula: Positivisme daripada Comte sesudah stadium theologis dan metaphysis datanglah stadium positif, yang hanya memperhitungkan fakta-fakta positif. Juga: dialektis-materialisme. Aliranaliran ini sendiri berpangkal pada kepercayaan: kesempurnaan akal, dan keselamatan oleh ilmu pengetahuan, kepercayaan bahwa Allah bukan asal daripada hidup/kebenaran.
2. Kebenaran yang rangkap Misalnya kaum Averrose (abad XIII) mengajarkan bahwa apa yang dipertanyakan oleh Alkitab itu benar, apa yang diajarkan oleh ilmu pengetahuan juga benar. Dianut oleh cendekiawan apabila hasil ilmu pengetahuannya selaras dengan kepercayaan. Mereka terancam disitegrasi batin, yang membahayakan.
3. Kepercayaan mengalahkan ilmu pengetahuan Kepercayaan dianggap tidak memerlukan ilmu-pengetahuan. Ini faham daripada Fideisme. Apakah Athena (symbol daripada pemikiran manusia) kena-mengena dengan Jerusalem (symbol dari-pada revelasi).
4. Pemisahan kepercayaan dan ilmu Misalnya Thomas Aquinas, yang membedakan antara kebenaran alami, yang dapat diperoleh dengan pemikiran akalkodrati, dan kebenaran supranatural yang hanya dapat diperoleh dengan kepercayaan (Trinitas, Penyelamatan oleh Kristus). Tapi pemisahan ini bukan mutlak. Karena pada Thomas Aquinas: alam, walaupun tersendiri, rentan berbakat kepada (aangelegd op), yang atas-alami.
5. Dua jenis ilmu-pengetahuan Kepercayaan di sini dihubungkan dengan kepercayaan ilmu pengetahuan. Kepercayaan Kristen akan menyebabkan usaha
94
ilmiah yang bersifat Kristen. Kepercayaan lain akan menghasilkan ilmu pengetahuan lain.
6. Kepercayaan horison bagi ilmu pengetahuan Kepercayaan dan ilmu pengetahuan tidak boleh saling meniadakan. Tidak tertahan juga pemisahan kepercayaan dan ilmu pengetahuan sehingga menimbulkan keretakan batin, disintergrasi batin. Harus diakui bahwa ada ketegangan antara kepercayaan dan ilmu pengetahuan. Penyesuaian kepercayaan dan ilmu pengetahuan bukanlah suatu Gabe, melainkan suatu Aufgabe, yang tidak akan memperoleh penyelesaian dalam dunia ini. Relasi antara kedua adalah relasi yang dinamis, orang yang percaya berdiri didunia ini dengan horison yang lain, dengan horison pandangan dunia, hidup dan kepercayaan yang lain. Tapi ia bertanggungjawab atas dunia dan sesama manusia, juga dalam pemeliharaan ilmu pengetahuan. Pandangan-dunia/ hidup beserta kepercayaan adalah horison dalam usaha ilmiahnya, yang memberikan arah dan arti (Sinn) daripada pekerjaannya. Orang Kristen terpanggil mengintegrasikan ilmu pengetahuannya dalam horison kepercayaan kepada Logos daripada Trinitas. Logoslah yang menjadi dasar dunia dan hidup dan dasar terakhir ilmu pengetahuannya. Ini berarti bahwa dalam horison kepercayaan akan Logos itu: 1.
Cendekiawan Kristen mengetahui bahwa ilmu pengetahuan dan Kosmos itu menunjuk kepada Allah sebagai asal dan tujuan. Kepercayaan ini pada satu pihak akan memberikan kepastian bahwa ia menuju kebenaran. Rasul Paulus dalam Rum I: 18, 25 menyatakan bahwa kefasikan itu menekan melakukan suppressi terhadap kebenaran dan mengganti kebenaran dengan dusta. Pemikiran orang Kristen, yang dibaharui oleh Kristus mendapat kemungkinan pembebasan daripada “Suppression and replacement of the truth”. Lain daripada itu cendekiawan Kristen dapat memperoleh kegembiraan yang dalam, dalam usahanya menyelidiki kosmos yang merupakan makhluk daripada Khaliknya.
95
2.
Karena kepercayaannya kepada Allah yang souverein, ia dapat melakukan de-sakralisasi dan de-idolisasi daripada alam dan ilmunya.
3.
Baginya ilmu bukanlah netral, semata-mata zakelijk obyektif, positivistis, ia melihat zin, arti, werdinya dalam horison kepercayaannya.
4.
Juga ia tidak perlu takut-takut bahwa hasil ilmunya bertentangan dengan kepercayaan. Integrasi ilmu dalam pandangan hidup/dunia hanya mungkin dalam menunjuk kepada Sang Logos (Sang Sabda), ialah Radix (Akar) daripada pengetahuan dan dunia.
Bag. 2. Unversitas Magistrorum et Scolarium Universitas sebagai pergaulan pendidikan antara dosen dan
student tergantung pada tujuan pendidikan. Pendidikan adalah pertolongan yang diberikan kepada pemuda untuk mencapai keswastaan susila, yang ditentukan oleh pandangan terhadap manusia. Pandangan terhadap manusia ini tergantung daripada kepercayaan. Bag. 3. Universitas Sebagai Lembaga Pembinaan Pemimpin yang Profesional Aspek ini tergantung pada pandangan kepemimpinan Kristen, yang pada asasnya adalah diakonia, pelayanan kasih kepada masyarakat/bangsa/negara Indonesia dalam horison Kerajaan Allah. Universitas Kristen Satya Wacana dalam tiga aspeknya ingin menunaikan panggilannya dalam horison kepercayaan Kristen. Satya Wacana (= setia kepada Firman) mengekspresikan suatu hasrat untuk bekerja dari dan untuk Logos (Firman), yang menjadi dasar dan tujuan kosmos/hidup dan ilmu pengetahuan. Terima kasih.
Sumber yang Digunakan: 1. Dr. C.A. van Peursen, Filosofische Orientatie 2. Universiteitsmaandblad : Wending 3. Sir Walter Moberly, The Crisis of the University
96
12. UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SEBAGAI PUSAT PERSIAPAN BAGI SUATU MASYARAKAT BARU Tuan-tuan dan nyonya, Dewan Pengurus dan dewan Kurator, Para Dosen dan Para Mahasiswa, Bagi Universitas Kristen Satya Wacana, peringatan Dies Natalis adalah suatu hari untuk mengenang masa lampau dan untuk memandang masa depan dengan membuat rencana-rencana. Dalam mengenangkan masa lampau kami menghayati berkat Tuhan atas kemajuan dan perkembangan kami, kami melihat bantuan dari pihak penguasa, dari sesama universitas, dan dari sesama manusia kami. Itulah sebabnya, Dies Natalis merupakan hari untuk mengucapkan syukur kepada Tuhan dan menyatakan terima kasih kepada sesama kami; hari untuk melayani dalam artinya yang sungguh, yaitu merendahkan diri di depan Tuhan dan manusia. Bagi kami, memandang masa depan berarti berikrar kepada “Satya Wacana”, setia kepada Firman Allah dalam semua rencana manusiawi kami. Perayaan Dies Natalis ke VII berbeda dari perayaan-perayaan yang lalu karena kehadiran Y.M. Menteri Perguruan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan, dan Wakil-wakil dari semua Universitasuniversitas Kristen di Indonesia yang baru saja menyelesaikan konsultasi di sini, dan tamu kami dari luar negeri yang berfungsi baik di bidang gerejani maupun di dunia perguruan tinggi.
Diucapkan pada Dies Natalis ke VII, Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga, 30 November 1963.
97
Kami ingin mengucapkan terima kasih kami yang setulustulusnya kepada semua tamu kami. Perkenankan kami sekarang memulai laporan kami kepada Dewan Pengurus dengan pandangan sepintas tentang. UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SEBAGAI PUSAT PERSIAPAN BAGI SUATU MASYARAKAT BARU Sama seperti universitas-universitas lain, Universitas Kristen Satya Wacana adalah suatu “Universitas scientiarum”, suatu lembaga ilmu dan penelitian yang bertugas untuk mengimplementasikan “Kultur-Uebertragung”, Kultur Entfaltung und-Entwicklung,” atau, dengan menggunakan kata-kata Adolf Lowe dalam The University Transformation-nya, bertugas untuk memberikan “general or
cultural education, promoting the rational and intuitional Understanding of nature and society, or in other words, trying to interpret the meaning and evolution of the world as a whole”. Universitas Kristen Satya Wacana adalah juga suatu “Magistrorum et scholarium”, suatu persekutuan dari magistra dan scholaria, yang memberikan pendidikan keagamaan dan susila dengan membentuk kata hati mahasiswa. Ketiga, Universitas Kristen Satya Wacana adalah suatu lembaga dimana para mahasiswa dilatih utnuk menjadi spesialis dalam jabatannya yang dapat melayani masyarakatnya yang sudah mengalami pembagian kerja. Universitas Kristen Satya Wacana dalam ketiga seginya tersebut di atas dan dalam panggilannya secara keseluruhan merupakan perguruan tinggi yang bertanggungjawab. Tanggung jawab mengandaikan “dialektisch Gezweiung”, artinya suatu persekutuan di dalamnya satu pihak bertanya dan Satya Wacana menjawab. Satya wacana pertama-tama memberi jawaban yang mentransenden kepada Allah. pencipta langit dan bumi, yang menjadi dasar hidup baru dalam Kerajaan Surga. Ada damai, kebenaran, kasih, dan keadilan dalam Kerajaan Allah. Kami, juga sebagai perguruan tinggi dituntut untuk memberikan jawab kami, usaha kami untuk merefleksikan Kerajaan Allah dan untuk mengubah 98
dunia dan masyarakat berdasarkan damai, kebenaran, kasih dan keadilan. Sebagai “universitas scientiarum”, kami harus mencari kebenaran, yang mentransenden batas-batas kelas, masyarakat dan negara. Magistra dan scholaria dituntut tidak hanya menghafalkan atau mereproduksi, tetapi untuk meningkatkan pengetahuan mereka secara metodis demi mencapai cara berfikir kreatif dan kritis yang dapat menilai tiap keadaan dan memecahkan persoalan-persoalan dalam masyarakat. Di samping apa yang tersebut di atas itu, Universitas Kristen Satya Wacana dipanggil untuk membentuk hati nurani para pengajar dan mahasiswa, mempertajamnya dengan norma-norma damai, kebenaran, kasih dan keadilan. Tujuan kami dapat dirumuskan sebagai mendidik, melatih dan membentuk ahli-ahli yang kreatif, berhati murni dan bertanggungjawab. Untuk mencapai tujuan ini maka mutlak bahwa staf dosen dan para mahasiswa mengetahui kosmos, kemanusiaan, masyarakat, dan negara. Dalam masyarakat Indonesia yang revolusioner staf dosen dan para mahasiswa harus melihat kemanusiaan dan masyarakat dalam kedua segiannya. Konsepsi yang berpendapat bahwa kemanusiaan hanya individu mengandung kekurangan dan kesalahan daripada individualisme dan liberalisme. Konsepsi yang berpendapat bahwa masyarakat merupakan nilai satu-satunya adalah kesalahan daripada universalisme. Kami menghargai anthropos dan societas dalam keduasegiannya. Dengan mendidik, melatih, dan membentuk staf dosen dan para mahasiswa baik teori maupun praktek agar menjadi ahli yang kreatif, berhati nurani dan bertanggungjawab, yang mengenal kemanusiaan dan masyarakat, kami Universitas Kristen Satya Wacana, ingin menjadi salah satu pusat dimana kemanusiaan dan masyarakat sekarang dinilai dan masyarakat masa depan direnungkan, direncanakan, dan dipersiapkan. Dengan pengorbanan dan kerja keras, yang adalah wajar bagi setiap karya besar, Satya Wacana ingin menyiapkan suatu masyarakat baru yang lebih adil, lebih sejahtera, dengan membentuk kepemimpinan yang kreatif, berhatinurani, bertanggungjawab, yang
99
akan mempertahankan kebenaran dan keadilan, dan mengantarkan damai, dan melaksanakan kasih dalam cakrawala Kerajaan Allah.
Perkembangan Satya Wacana Dapat diutarakan di sini beberapa perkembangan baru sebagai berikut: Jumlah mahasiswa 751 orang, diasuh oleh dosen/asisten sebanyak 100 orang. Dalam uraian pertama mengenai perkembangan Satya Wacana telah disebutkan bahwa Satya Wacana dikenal juga sebagai Indonesia Kecil. Mereka yang berasal dari segala penjuru tanah air Indonesia telah pula menambah keharuman nama Satya Wacana di wahana asalnya. Mission ini ditambah dengan jalinan hubungan yang senantiasa dibangun dengan gereja di seluruh pelosok Nusantara, telah menambah kesediaan beberapa gereja untuk menjadi pendukung. Tercatat pada tahun ini jumlah gereja pendukung sebesar 18 buah, dari 13 buah pada tahun lalu. 6 buah gereja yang kemudian bersedia menjadi pendukung Satya Wacana itu adalah: Benua Niha Keriso Protestan (Nias), Gereja Kristen Sulawesi Tengah, Gereja Kristen Sulawesi Tenggara, GMIT, GPM, Gereja Kristen Injili Irian Barat. Di samping itu terdapat pula 6 gereja Dunia yakni: Gereja
Gereformeerd dan Hervormd di Nederland, National Council of Churches di New Zealand, National Council of Churches di Australia dan Gereja-gereja di Jerman Barat. Kemajuan akademis dari beberapa rencana untuk mendirikan lembaga penelitian, dan sebuah perpustakaan untuk menampung pertambahan buku-buku yang di tahun ini telah mencapai 9000 buah. Pula diusahakan pemesanan alat-alat laboratorium untuk Fakultas Ilmu Hayat oleh Dewan Pengurus dan Kurator. Secara realistis kemajuan akademis, terjadi di dalam menghasilkan untuk kedua kalinya beberapa sarjana pendidikan, pertama kali untuk Sarjana Bahasa Inggris, membuka beberapa tingkat doktoral baru, masing-masing untuk Fakultas Hukum/Ekonomi dan FKIP jurusan Sejarah Budaya.
100
101