Jurnal keuangan & Bisnis Volume 4 No. 1, Maret 2012
VARIABEL YANG MEMPENGARUHI FISCAL STRESS PADA KABUPATEN/KOTA SUMATERA UTARA Iskandar Muda (
[email protected]) Dosen Departemen Akuntansi Fakultas Ekonomi USU Medan
ABSTRACT The objective of this research are to assertain and analyze the influence of the growth of the original regional revenue (pendapatan asli daerah/ PAD), capital expenditure growth/development, and economic growth (PRDB) towards fiscal stress on the regency/ municipality of North Sumatera. This research employed 25 samples of 33 districts / cities of North Sumatera in 6 (six) periods from year 2004 – 2009. Variables of the original regional revenue growth (PAD), capital expenditure growth/development, and the influence of economic growth (PRDB) utilized data from year 2004 – 2008, while for the variable of fiscal stress used data from year 2005 – 2009. This research applied the multiple regression method and random effects models, and also exercised the classical assumption test: normality, multicollinearity, heteroscedasticity, and auto correlation. The result of this study indicates that original regional revenue growth (PAD), capital expenditure growth/development, and economic growth (PRDB) significantly influence the fiscal stress on the regency / municipality of North Sumatera. It is enhanced by the study of Haryadi (2002), Jimenez (2007), and Conrey (2010). Partially, only original regional revenue growth (PAD) have significant influence towards the fiscal stress on the regency / municipality of North Sumatera. Meanwhile, capital expenditure growth/development, and economic growth (PRDB) do not influence significantly the fiscal stress on the regency / municipality of North Sumatera, with α = 5%. It indicates that only 6% of fiscal stress variable can be explained by original regional revenue growth (PAD), capital expenditure growth/development, and economic growth (PRDB). The remains by 94% allegedly affected by other unexplained variables by this research models. Keywords: Original Regional Revenue Growth (PAD), Capital Growth/Development, Economic Growth (PRDB), Fiscal Stress
PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Untuk mengatasi permasalahan yang menghambat pencapaian tingkat kesejahteraan masyarakat, Pemerintah (Daerah) sebagai penyelenggara pembangunan dan sekaligus abdi masyarakat, harus dapat merencanakan pembangunan, kini dan di masa yang akan datang. Sehingga untuk mendukung koordinasi antar pelaku pembangunan, mengoptimalkan partisipasi masyarakat, menjamin tercapainya sumber daya secara efisien dan berkeadilan serta menjamin terciptanya integrasi, sinkronisasi dan sinergis diperlukan suatu dokumen perencanaan, yaitu melalui Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) yang sesuai dengan amanah pasal (3) dalam UU No. 25 Tahun
2004 tentang Sistem Pembangunan Nasional.
Expenditure
Perencanaan
Seiring dengan pelaksanaan otonomi daerah tersebut dan sesuai dengan semangat Undang – Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang – Undang No. 33 Tahun 2004 tersebut maka Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah bersumber dari Pendapatan Asli Daerah dan penerimaan berupa dana transfer pemerintah pusat yang merupakan bentuk perimbangan yang bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara. Meskipun memberikan manfaat positif bagi pengembangan daerah, kebijakan otonomi dinilai terlalu cepat
27 - 46
Maret
Jurnal Keuangan & Bisnis
dilakukan, terlebih ditengah-tengah upaya daerah melepaskan diri dari belenggu krisis moneter (Saragih, 2003). Secara eksplisit Brojonegoro (2003) menegaskan bahwa pelaksanaan otonomi dinilai sebagai penerapan pendekatan Big Bang dikarenakan pendeknya waktu persiapan untuk negara yang besar dengan kondisi geografis yang cukup menyulitkan. Otonomi daerah dilaksanakan pada saat daerah mempunyai tingkat kesiapan yang berbeda, baik dari segi sumber daya maupun kemampuan manajerian daerah. Nanga (2005) menunjukkan adanya disparitas (kapasitas) fiskal yang tinggi antar daerah memasuki era otonomi. Beberapa daerah tergolong sebagai daerah yang beruntung karena memiliki sumber- sumber penerimaan yang potensial, yang berasal dari
pajak, retribusi daerah, maupun ketersediaan sumber daya alam yang memadai yang dapat dijadikan sumber penerimaan daerah. Namun, disisi lain bagi beberapa daerah, otonomi bisa jadi menimbulkan persoalan tersendiri mengingat adanya tuntutan untuk meningkatkan kemandirian daerah. Daerah mengalami peningkatan tekanan fiskal (fiscal stress) yang lebih tinggi dibanding era sebelum otonomi. Daerah dituntut untuk mengoptimalkan setiap potensi maupun kapasitas fiskalnya dalam rangka untuk mengurangi tingkat ketergantungan terhadap pemerintah pusat. Berikut disajikan kondisi keuangan Kabupaten Kota di Sumatera Utara yang menampilkan profil kondisi keuangan yang menunjukkan adanya gejala fiscal stress terdapat pada Tabel 1 berikut :
Tabel 1. Kondisi Keuangan Kabupaten KotaTahun 2009 (Dalam Jutaan) Obs
KABUPATEN
1
Kab. Nias
2
Kab. Mandailing Natal Kab. Tapanuli Selatan Kab. Tapanuli Tengah Kab. Tapanuli Utara Kab. Toba Samosir Kab. Labuhan Batu Kab. Asahan
3 4 5 6 7 8
DAU
DAK
DBH
149250.49
50210.77
8620.85
Total Transfer 208082.11
7250
Belanja Dearah 346371
% PAD/Transfer 3.48%
% Transfer/Belanja 60.07%
385221
52781
30759
468761
10683
574656
2.28%
81.57%
274928
54190
45632
374750
30998
529958
8.27%
70.71%
311655.65
49299.9
23251.42
384206.97
15500
311450
4.03%
123.36%
360547
60756
27106
448409
7809
547347
1.74%
81.92%
279899
50019
28578
358496
14012
490243
3.91%
73.13%
296250.14
41591.2
47600.85
385442.19
34651.44
247111
8.99%
155.98%
PAD
446561
77532
38141
562234
20044
648828
3.57%
86.65%
634437
77477
73565
785479
39113
937193
4.98%
83.81%
10
Kab. Simalungun Kab. Dairi
327835
48026
26346
402207
9134
439818
2.27%
91.45%
11
Kab. Karo
393390
49370
19705
462465
24293
655106
5.25%
70.59%
12
Kab. Deli Serdang Kab. Langkat
804029
95766
123956
1023751
102735
1318989
10.04%
77.62%
597473
63972
132839
794284
31605
938838
3.98%
84.60%
Kab. Humbang Hasundutan Kab. Serdang Bedagai Kota Sibolga
260055
49257
30023
339335
13949
388606
4.11%
87.32%
396352
75214
46266
517832
25439
621646
4.91%
83.30%
211207
37461
22186
270854
11515
324942
4.25%
83.35%
227872
41326
20374
289572
15421
380370
5.33%
76.13%
307529
39229
28093
374851
23592
487196
6.29%
76.94%
221405
33285
18912
273602
15116
362546
5.52%
75.47%
20
Kota Tanjung Balai Kota Pematang Siantar Kota Tebing Tinggi Kota Medan
900206
50645
244940
1195791
365979
2138439
30.61%
55.92%
21
Kota Binjai
283641
28399
64106
376146
16157
407488
4.30%
92.31%
22
Kota Padang Sidempuan
256539
38751
26829
322119
12061
351044
3.74%
91.76%
9
13 14 15 16 17 18 19
Sumber :
Direktorat Jendral Perimbangan Keuangan Pusat Daerah Jakarta 2011.
28
2012
Iskandar Muda
Berdasarkan data tersebut terlihat bahwa rata-rata persentase Pendapatan Asli Daerah di Sumatera Utara hanya sebesar 3.5 %. Sedangkan kebutuhan untuk memenuhi belanja daerah sepenuhnya masih bergantung dari pembagian dana perimbangan. Selain itu peningkatan persentase belanja juga disebabkan oleh meningkatnya kebutuhan daerah yang disebabkan oleh banyak faktor internal dan eksternal. Latar belakang dari adanya fenomena fiskal stress ini karena adanya fenomena yang terjadi dimana lahirnya Undang-Undang No.28 tahun 2009 Tentang Pajak dan Retribusi Daerah. Sebelum adanya UU tersebur beberapa wewenang daerah tentang Pajak dan Retribusi Daerah masih dipungut dan disetor kepada Pemerintah Pusat. Diundangkannya UU No. 28 Tahun 2009, suatu bentuk apresiasi pelaksanaan otonomi Daerah yang memberikan kewenangan yang semakin besar kepada Daerah dalam rangka penyelenggaran Pemerintah Daerah yang berbasis pelayanan kepada masyarakat. Hal ini dikarenakan masih minimnya Pendapatan Asli Daerah (PAD), basis pajak daerah yang masih terbatas, banyaknya Peraturan Daerah bermasalah perihal pemungutan, dan lemahnya pengawasan pungutan daerah yang dikarenakan sistem pengawasan masih bersifat represif juga penerapan sanksi yang belum maksimal. Pemerintah Indonesia terdiri dari provinsi dan kabupaten. Mulai tahun 2001, pemerintah mulai beroperasi dalam lingkungan yang jauh lebih terdesentralisasi. Desentralisasi fiskal di Indonesia ditandai dengan pelimpahan tanggung jawab pengeluaran yang signifikan kepada pemerintah daerah, terutama di tingkat kabupaten. Namun, kontrol atas sumber utama pendapatan tetap sangat tersentralisasi (Sukarwo, 2003). Pada akhir tahun 2007, sekitar 38 persen dari total pengeluaran sektor publik hanya sekitar 8 persen dari total pendapatan masyarakat. Akibatnya, transfer dari pemerintah pusat diperlukan untuk membiayai sebagian besar pengeluaran desentralisasi ke tingkat daerah. Penurunan kegiatan ekonomi diberbagai daerah juga menyebabkan penurunan PAD daerah sehingga menghambat pelaksanaan kegiatan pemerintah, pembangunan, dan pelayanan masyarakat oleh pemerintah daerah secara otonom. Begitu juga sebaliknya peningkatan kegiatan ekonomi diberbagai daerah akan
meningkatkan PAD daerah sehingga pelaksanaan kegiatan pemerintah, pembangunan, dan pelayanan masyarakat oleh pemerintah tidak terhambat. UU No. 28 tahun 2009 merupakan peraturan yang memuat pajak daerah dan retribusi daerah, dimana di dalamnya terdapatnya empat jenis pajak baru yang diberikan wewenang sepenuhnya kepada daerah yaitu Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB P2), Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) yang sebelumnya menjadi wewenang pusat, Pajak Sarang Burung Walet sebagai pajak Kabupaten/Kota serta Pajak Rokok yang merupakan pajak baru bagi Propinsi. Disamping itu juga terdapat empat jenis retribusi baru bagi daerah yaitu Retribusi Pelayanan Tera Ulang, Retribsui Pendidikan, Retribusi Pengendalian Menara Telekomunikasi, dan Retribusi Izin Usaha Perikanan. Pengalihan wewenang pungutan BPHTB dari Pemerintah Pusat ke Pemerintah Daerah sebagai mana yang diamanatkan UU No. 28 Tahun 2009. Bahwa, tujuan terbesar pengalihan BPHTB tidak lain untuk meningkatkan local taxing powerKabupaten dan Kota yang selama ini belum berjalan secara maksimal, walaupun lokalitas objek PBB P2 (Pajak Bumi Bagunan Perdesaan dan Perkotaan) dan BPHTB berlokasi didaerah Kabupaten dan Kota. Disamping itu juga hampir disetiap negara telah menetapkan Property Tax dan Property Transfer sebagai salah satu pajak daerah. Inilah yang menjadi pertimbangan utama pengalihan PBB P2 dan BPHTB. Pengalihan BPHTB dari Pusat dan Daerah tidak hanya sebatas pemungutan/penagihan, melainkan juga pada pendataan, penilaian, penetapan, pelayanan yang menyeluruh yang harus dilaksanakan daerah. Dikarenakan UU No. 28 Tahun 2009, diundangkan pada tanggal 15 September 2009 dan diberlakukan satu tahun sejak diundangkan. Yang mana berdasarkan pasal 185 menyebutkan, UU ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari. Jelas, efektivitas diberlakukannya UU No.28 Tahun 2009, menyangkut pelaksanaan pelimpahan wewenang pemungutan BPHTB kepada Pemerintah Daerah mulai dilaksanakan dan diberlakukan pada tanggal 1 Januari 2011. Sempitnya waktu berakibat masih banyaknya
29
27 - 46
Jurnal Keuangan & Bisnis
Maret
Pemerintah Daerah belum mengeluarkan Perda mengenai BPHTB. Karena itu bagi Pemerintah Daerah yang belum memiliki Perda tidak diperkenankan untuk melakukan pemungutan BPHTB terhutang kepada masyarakat dalam rangka proses pengalihan hak atas tanah dan bangunan. Untuk itu, diberlakukannya UU No. 28 Tahun 2009 perihal mengenai pengalihan pungutan BPHTB dari Pemerintah Pusat ke Pemerintah Daerah harus tetap dikritisi, apakah dengan diberlakukannya UU ini akan meningkatkan PAD Daerah atau malah sebaliknya. Jika hal ini memang tidak mungkin menjadi potensi bagi daerah khususnya bagi daerah-daerah kecil dan daerah yang baru melaksanakan pemekaran, dapat melaksanakan hak uji materi terhadap UU ini. Karena filosofi diberlakukannya UU ini, tidak lain harus tetap memperhatikan aspek keadilan bagi masyarakat dan kondisi daerah yang bersangkutan. Kondisi fenomena tersebut merupakan suatu pemicu dan fenomena fiskal stress yang menunjukkan sejauhmana upaya daerah dalam menggali penerimaan baru yang digunakan menutupi pengeluaran daerah yang jumlahnya meningkat tiap tahunnya. Hal ini yang dikatakan dengan nama fenomena fiskal stress.
Motivasi penelitian ini dilakukan, yaitu untuk melihat bagaimana faktor-faktor yang mempengaruhi fiscal stress berupa pertumbuhan pendapatan, belanja daerah dan pertumbuhan ekonomi di Sumatera Utara. Adanya kewenangan yang lebih luas yang diberikan oleh pemerintah pusat tidak hanya diindikasikan mempengaruhi pendapatan daerah, tetapi mempengaruhi pola/stuktur belanja daerah. Adi (2006) memberikan argumentasi bahwa perubahan pola belanja, terutama dengan peningkatan belanja pembangunan menjadi hal yang logis dilakukan dalam rangka peningkatn pendapatan asli daerah. Terkait dengan hal itu, pemerintah daerah diharapkan semakin mendekatkan diri dalam berbagai kegiatan pelayanan publik guna meningkatkan tingkat kepercayaan publik. Seiring dengan semakin tingginya tingkat kepercayaan, diharapkan tingkat partisipasi (dukungan) publik terhadap pemerintah daerah juga semakin tinggi (Adi, 2007).
Penelitian Haryadi (2002) menunjukkan fiscal stress secara signifikan berpengaruh terhadap kinerja keuangan pemerintah Kabupaten/kota di Jawa Timur sebelum dan sesudah krisis. Hasil dari penelitian tersebut adalah tingkat kemampuan pembiayaan daerah sebelum krisis relatif lebih besar dibandingkan sesudah krisis, dari segi kemampuan mobilisasi daerah relatif lebih baik sesudah krisis, dari segi tingkat ketergantungan secara relatif menunjukkan perkembangan yang positif sesudah krisis. Penelitian lain terkait dengan fiscal stress dilakukan oleh Andayani (2004). Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa terjadi perubahan rata-rata pendapatan dan belanja daerah Kabupaten/Kota sebelum dan sesudah adanya krisis. Pada masa krisis ekonomi, ratarata pendapatan dan belanja daerah kabupaten/kota mengalami penurunan yang signifikan. Penerimaan daerah yang tidak stabil selama krisis ekonomi menyebabkan fiscal stress (tekanan keuangan), sehingga terjadi penurunan rata-rata pendapatan dan belanja daerah.
1.
Rumusan Masalah Persoalan penelitian yang dapat dirumuskan dari gambaran latar belakang yang telah dipaparkan adalah sebagai berikut::
2.
3.
4.
Apakah pertumbuhan pendapatan asli daerah secara parsial berpengaruh terhadap fiscal stress kabupaten/kota di Sumatera Utara ? Apakah pertumbuhan belanja modal/pembangunan secara parsial berpengaruh terhadap fiscal stress kabupaten/kota di Sumatera Utara ? Apakah pertumbuhan ekonomi (PDRB) secara parsial berpengaruh terhadap fiscal stress kabupaten/kota di Sumatera Utara ? Apakah pertumbuhan pendapatan asli daerah, pertumbuhan belanja modal/pembangunan dan pertumbuhan ekonomi (PDRB) secara parsial dan simultan berpengaruh terhadap fiscal stress kabupaten/kota di Sumatera Utara?
Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Untuk melihat pengaruh pertumbuhan pendapatan asli daerah secara parsial
30
2012
2.
3.
4.
Iskandar Muda berpengaruh terhadap fiscal stress kabupaten/kota di Sumatera Utara. Untuk melihat pengaruh pertumbuhan belanja modal/pembangunan secara parsial berpengaruh terhadap fiscal stress kabupaten/kota di Sumatera Utara. Untuk melihat pengaruh pertumbuhan ekonomi (PDRB) secara parsial berpengaruh terhadap fiscal stress kabupaten/kota di Sumatera Utara. Untuk melihat pengaruh pertumbuhan pendapatan asli daerah, pertumbuhan belanja modal/pembangunan dan pertumbuhan ekonomi (PDRB) secara simultan dan secara parsial berpengaruh terhadap fiscal stress kabupaten/kota di Sumatera Utara?
undang-undang otonomi daerah dan dikeluarkannya undang-undang No. 34 tahun 2000 yang membatasi pungutan pajak daerah dapat memberikan pengaruh yang cukup besar terhadap penerimaan daerah. Ketersediaan sumber-sumber daya potensial dan kesiapan daerah menjadi faktor penting keberhasilan daerah dalam era otonomi ini. Keuangan daerah, terutama pada sisi penerimaan bisa menjadi tidak stabil dalam memasuki era otonomi ini. Sobel dan Holcombe (1996) dalam Andayani (2004) mengemukakan bahwa terjadinya krisis keuangan disebabkan tidak cukupnya penerimaan atau pendapatan dalam memenuhi kebutuhan pengeluaran. Daerah- daerah yang tidak memiliki kesiapan memasuki era otonomi bisa mengalami hal yang sama, tekanan fiskal (fiscal stress) menjadi semakin tinggi dikarenakan adanya tuntutan peningkatan kemandirian yang ditunjukkan dengan meningkatnya penerimaan sendiri untuk membiayai berbagai pengeluaran yang ada. Shamsub dan Akoto (2004) mengelompokkan penyebab timbulnya fiscal stress ke dalam 3 (tiga) kelompok, yaitu: 1. Menekankan bahwa peran siklus ekonomi dapat menyebabkan fiscal stress. Penyebab utama terjadinya fiscal stress adalah kondisi ekonomi seperti pertumbuhan yang menurun dan resesi. 2. Menekankan bahwa ketiadaan perangsang bisnis dan kemunduran industri sebagai penyebab utama timbulnya fiscal stress. Yu dan Korman (1987) dalam (Shamsub & Akoto, 2004) menemukan bahwa kemunduran industri menjadikan berkurangnya hasil pajak tetapi pelayanan jasa meningkat, hal ini dapat menyebabkan fiscal stress. 3. Menerangkan fiscal stress sebagai fungsi politik dan faktor-faktor keuangan yang tidak terkontrol. Ginsberg dalam (Shamsub & Akoto, 2004) menunjukkan bahwa sebagian dari peran ketidakefisienan birokrasi, korupsi, gaji yang tinggi untuk pegawai, dan tingginya belanja untuk kesejahteraan sebagai penyebab fiscal stress.
Manfaat Penelitian Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Sebagai masukan dan rekomendasi kepada pemerintah kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara dalam menyusun Anggaran dengan memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi fiscal stress Kabupaten/Kota di Sumatera Utara. 2. Sebagai masukan dan rekomendasi kepada Bapak Gubernur Provinsi Sumatera Utara terkait kebijakan yang diambil dalam menyusun Anggaran dengan memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi fiscal stress Kabupaten/Kota di Sumatera Utara. 3. Sebagai masukan kepada seluruh anggota Dewan Perwakilan Rakyat baik dipusat maupun didaerah terutama pada Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara agar benar-benar mengawasi pelaksanaan penyerapan Anggaran Belanja yang dikucurkan dari pusat untuk menutupi belanja daerahnya. 4. Sebagai masukan bagi peneliti lainnya menentukan variabel-varabel apa saja yang terkait dengan fiscal stress di Sumatera Utara. TINJAUAN PUSTAKA Landasan Teori Fiscal Stress Dongori (2006) menyatakan bahwa dampak diberlakukannya 31
27 - 46
Jurnal Keuangan & Bisnis
Otonomi daerah menuntut daerah untuk meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD). Seiring dengan peningkatan kemandirian, daerah diharapkan mampu melepaskan (atau paling mengurangi) ketergantungan terhadap pemerintah pusat. Dalam era ini, PAD idealnya menjadi komponen utama pembiayaan daerah. Namun upaya pemerintah daerah ini mengalami hambatan karena diberlakukannya UU No. 34 Tahun 2000 tentang Pajak Daerah. Keberadaan UU ini seringkali dinilai justru menjadi disinsentif bagi daerah, dikarenakan membatasi daerah untuk melakukan ekstensifikasi pajakpajak daerah. Pada saat fiscal strees tinggi, pemerintah cenderung menggali potensi penerimaan pajak untuk meningkatkan penerimaan daerahnya (Shamsub dan Akoto, 2004). Oleh karena itu, tingginya angka upaya pajak dapat diidentikkan dengan kondisi fiscal stress. Upaya Pajak (tax effort) adalah upaya peningkatan pajak daerah yang diukur melalui perbandingan antara hasil penerimaan (realisasi) sumbersumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) dengan potensi sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah. Tax effort menunjukkan upaya pemerintah untuk mendapatkan pendapatan bagi daerahnya dengan mempertimbangkan potensi yang dimiliki. Potensi dalam pengertian ini adalah seberapa besar target yang ditetapkan pemerintah daerah dapat dicapai dalam tahun anggaran daerah tersebut.
Maret
kualitas, kemudahan, ketepatan dan kecepatan pelayanan. Secara teoritis pengukuran kemandirian daerah diukur dari PAD. Sesuai dengan UU No.33 Tahun 2004 disebutkan bahwa PAD terdiri dari: pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain PAD yang sah. Namun, diantara semua komponen PAD, pajak dan retribusi daerah merupakan penyumbang terbesar, sehingga muncul anggapan bahwasanya PAD identik dengan pajak dan retribusi daerah. Halim (2004:96) menyatakan bahwa Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan semua penerimaan daerah yang berasal dari sumber ekonomi asli daerah. Halim (2004:96) menjelaskan bahwa sumber Pendapatan Asli Daerah diperoleh dari Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan, Dan Lain-lain PAD yang sah. Belanja Modal Menurut Halim (2004: 73), “Belanja Modal merupakan belanja pemerintah daerah yang manfaatnya melebihi satu tahun anggaran dan akan menambah aset atau kekayaan daerah dan selanjutnya akan menambah belanja yang bersifat rutin seperti biaya pemeliharaan pada Kelompok Belanja Administrasi Umum”. Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 Pasal 53 ayat 1 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah juga disebutkan bahwa Belanja Modal merupakan pengeluaran yang dilakukan dalam rangka pembelian/ pengadaan atau pembangunan aset tetap berwujud yang mempunyai nilai manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan untuk digunakan dalam kegiatan pemerintahan, seperti dalam bentuk tanah, peralatan dan mesin, gedung dan bangunan, jalan, irigasi dan jaringan, dan aset tetap lainnya.
Pendapatan Asli Daerah Menurut Permendagri No.32 Tahun 2008, dalam upaya peningkatan PAD, agar tidak menetapkan kebijakan yang memberatkan dunia usaha dan masyarakat. Upaya tersebut dapat ditempuh melalui penyederhanaan sistem dan prosedur administrasi pemungutan pajak dan retribusi daerah, meningkatkan ketaatan wajib pajak dan pembayar retribusi daerah serta meningkatkan pengendalian dan pengawasan atas pemungutan PAD yang diikuti dengan peningkatan
32
2012
Iskandar Muda pendapatan asli daerah tidak akan memberikan arti apabila tidak diikuti dengan peningkatan pertumbuhan ekonomi daerah. Brata (2004) menyatakan bahwa terdapat dua komponen penerimaan daerah yang berpengaruh positif secara signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi regional. Kedua komponen tersebut adalah PAD dan Bagian Sumbangan & Bantuan. Namun demikian, penelitian Brata (2004) belum mencakup periode setelah otonomi daerah sehingga hubungan PAD dan Pertumbuhan ekonomi dapat saja mengarah ke hubungan negatif jika daerah terlalu ofensif dalam upaya peningkatan penerimaan daerahnya.
Pertumbuhan Ekonomi PDRB dapat menggambarkan kemampuan suatu Daerah mengelola sumber saya alam yang dimilikinya. Oleh karena itu besaran PDRB yang dihasilkan oleh masing-masing Propinsi sangat bergantung kepada potensi sumber daya alam dan faktor produksi Daerah tersebut. Adanya keterbatasan dalam penyediaan faktor-faktor tersebut menyebabkan besaran PDRB bervariasi antar Daerah. Dalam perekonomian suatu negara, masing-masing sektor tergantung pada sektor yang lain, satu dengan yang lain saling memerlukan baik dalam tenaga, bahan mentah maupun hasil akhirnya. Sektor industri memerlukan bahan mentah dari sektor pertanian dan pertambangan, hasil sektor industri dibutuhkan oleh sektor pertanian dan jasa-jasa. PDRB yang digunakan adalah PDRB berdasarkan Harga Berlaku (PDRB riil). Jika PDRB dibagi dengan jumlah penduduk di suatu daerah pada suatu waktu tertentu akan diperoleh PDRB per kapita. Salah satu tujuan utama dari desentralisasi fiskal adalah terciptanya kemandirian daerah. Peningkatan PAD harus berdampak pada perekonomian daerah (Saragih, 2003). Oleh karena itu, daerah tidak akan berhasil bila daerah tidak mengalami pertumbuhan ekonomi yang berarti meskipun terjadi peningkatan penerimaan PAD. Bila yang terjadi sebaliknya, maka bisa diindikasikan adanya eksploitasi PAD terhadap masyarakat secara berlebihan tanpa memperhatikan peningkatan produktifitas masyarakat itu sendiri. Sidik (2002) menegaskan bahwa keberhasilan peningkatan PAD hendaknya tidak hanya diukur dari jumlah yang diterima, tetapi juga diukur dengan perannya untuk mengatur perekonomian masyarakat agar dapat lebih berkembang, yang pada gilirannya dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat di daerah. Tingkat pertumbuhan ekonomi menjadi salah satu tujuan penting pemerintah daerah maupun pemerintah pusat. Upaya untuk meningkatkan
Pengaruh Pertumbuhan PAD terhadap Fiscal Stress Penelitian sebelumnya yang dilakukan Bappenas (2003), serta Setiaji dan Adi (2007) tentang peta kemampuan daerah (propinsi, maupun kabupaten dan kota) dalam era otonomi menunjukkan bahwa Pendapatan Asli Daerah (PAD) mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Pemerintah daerah berupaya mengoptimalkan potensi pendapatan asli daerah sebagai bagian utama dalam penyusunan APBD sebagai upaya meminimalkan ketergantungan penerimaan dari pemerintah pusat. Dalam kondisi fiscal stress, pemerintah daerah akan mengoptimalkan potensi pendapatan daerah sebagai upaya meningkatkan pembiayaan daerah. Penelitian yang dilakukan oleh Halim (2001) menunjukkan bahwa fiscal stress dapat mempengaruhi APBD suatu daerah. Hal tersebut dibuktikan dari adanya pergeseran (kenaikan/penurunan) dari komponen penerimaan dan pengeluaran APBD. Terkait dengan hal itu, penelitian Halim (2004) memberikan fakta empirik bahwa kondisi fiscal stress yang terjadi di tahun 1997 ternyata secara umum tidak menurunkan peran PAD terhadap total anggaran penerimaan/pendapatan daerah. Komponen dari sektor
33
27 - 46
Jurnal Keuangan & Bisnis
penerimaan dalam Anggaran Penerimaan dan Belanja Daerah (APBD) yang terpengaruh secara signifikan dengan kondisi fiscal stress adalah proporsi retribusi daerah, sedangkan proporsi pajak daerah relatif tidak terpengaruh, bahkan proporsinya sedikit naik dalam komposisi Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Maret
pembiayaan daerah sebelum krisis relatif lebih besar dibandingkan sesudah krisis, dari segi kemampuan mobilisasi daerah relatif lebih baik sesudah krisis, dari segi tingkat ketergantungan secara relatif menunjukkan perkembangan yang positif sesudah krisis. Penelitian Andayani (2004) yang menguji fiscal stress pada saat krisis ekonomi dan sebelum krisis ekonomi menunjukkan bahwa disaat daerah mengalami fiscal stress yang tinggi (yaitu pada saat krisis ekonomi) maka terdapat kecenderungan peningkatan belanja daerah.
Penelitian lain yang dilakukan oleh Purnaninthesa (2006) membuktikan bahwa fiscal stress berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja keuangan pemerintah kabupaten/kota di Jawa Tengah. Purnaninthesa (2006) menyimpulkan bahwa fiscal stress pada suatu daerah dapat menyebabkan motivasi bagi daerah untuk meningkatkan pendapatan asli daerahnya guna mengurangi ketergantungan pada pemerintah pusat. Penelitian lain yang dilakukan Dongori (2006) menunjukkan fakta empirik bahwa fiscal stress mempunyai pengaruh negatif terhadap tingkat ketergantungan daerah. Semakin tinggi tingkat fiscal stress maka ada terdapat upaya daerah untuk meningkatkan kemandiriannya, yaitu dengan cara mengoptimalkan potensi asli daerahnya, yang salah satunya tercermin pada pendapatan asli daerah.
Purnaninthesa (2006) dan Dongori (2006) menunjukkan fakta empiris yang hampir sama bahwa, fiscal stress mempunyai pengaruh positif terhadap tingkat pembiayaan daerah. Secara komprehensif, Dongori (2006) memberikan gambaran empirik bahwa dibandingkan dengan era sebelum otonomi daerah, pengaruh fiscal stress terhadap tingkat pembiayaan sesudah otonomi lebih besar dibandingkan sebelum otonomi. Perubahan pembiayaan ini lebih banyak disebabkan adanya tuntutan peningkatan pelayanan publik yang ditunjukkan dengan peningkatan alokasi ataupun terjadi pergeseran belanja untuk kepentingan-kepentingan pelayanan publik secara langsung, dalam hal ini belanja pembangunan. Implementasi Undang-undang otonomi daerah diharapkan dapat memberikan motivasi bagi daerah untuk meningkatkan pendapatan asli daerahnya. Pemerintah diharapkan menggali potensi yang ada di daerahnya, sehingga pendapatan asli daerahnya dapat digunakan untuk membiayai belanja daerah, khususnya yang berkaitan langsung dengan pelayanan publik ataupun peningkatan prasarana yang mendukung percepatan pertumbuhan ekonomi daerah. Pada gilirannya harapan untuk meningkatkan pendapatan asli daerah dapat terpenuhi. Berarti fiscal stress benar-benar memberikan pengaruh terhadap pembelanjaan daerah.
Pengaruh Pertumbuhan Belanja Modal / Pembangunan terhadap Fiscal Stress Dalam menghadapi otonomi daerah, pemerintah daerah harus lebih meningkatkan pelayanan publiknya. Upaya ini akan terus mengalami perbaikan sepanjang didukung oleh tingkat pembiayaan daerah yang memadai. Alokasi belanja yang memadai untuk peningkatan pelayanan publik diharapkan memberikan timbal balik berupa peningkatan peneriamaan pendapatan asli daerah, baik yang berasal dari retribusi, pajak daerah maupun penerimaan lainnya. Penelitian Haryadi (2002) menunjukkan fiscal stress secara signifikan berpengaruh terhadap kinerja keuangan pemerintah Kabupaten/kota di Jawa Timur sebelum dan sesudah krisis. Hasil dari penelitian tersebut adalah tingkat kemampuan
34
2012
Iskandar Muda
Pengaruh Pertumbuhan terhadap Fiscal Stress
(Saragih, 2003). Oleh karena itu, daerah tidak akan berhasil bila daerah tidak mengalanii pertumbuhan ekonomi yang berarti meskipun terjadi peningkatan penerimaan PAD. Bila yang terjadi sebaliknya, maka bisa diindikasikan adanya eksploitasi PAD terhadap masyarakat secara berlebihan tanpa memperhatikan peningkatan produktifitas masyarakat itu sendiri. Sidik (2002) menegaskan bahwa keberhasilan peningkatan PAD hendaknya tidak hanya diukur dari jumlah yang diterima, tetapi juga diukur dengan perannya untuk mengatur perekonomian masyarakat agar dapat lebih berkembang, yang pada gilirannya dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat di daerah. Pada gilirannya harapan untuk meningkatkan pendapatan asli daerah dapat terpenuhi. Berarti pertumbuhan ekonomi memberikan pengaruh terhadap fiscal stress.
Ekonomi
Tujuan utama dari desentralisasi fiskal adalah terciptanya kemandirian daerah. Pemerintah daerah diharapkan mampu mengali sumber-sumber keuangan lokal, khususnya melalui Pendapatan Asli Daerah (Sidik, 2002). Daerah yang memiliki tingkat pertumbuhan PAD yang positif mempunyai kemungkinan untuk memiliki tingkat pendapatan per Kapita yang lebih baik. PAD berpengaruh positif dengan petumbuhan ekonomi di daerah (Brata, 2004). PAD merupakan sumber pembelanjaan daerah, jika PAD meningkat maka dana yang dimiliki oleh pemerintah daerah akan lebih tinggi dan tingkat kemandirian daerah akan meningkat pula, sehingga pemerintah daerah akan berinsisiatif untuk lebih menggali potensi-potensi daerah dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan PAD secara berkelanjutan akan menyebabkan peningkatan pertumbuhan ekonomi daerah itu. Peningkatan PAD harus berdampak pada perekonomian daerah
Reviu Penelitian Terdahulu Beberapa literatur penelitian terdahulu yang terkait dengan penelitian ini antara lain terdapat pada Tabel 2 berikut :
Tabel 2. Reviu Penelitian Terdahulu No
Nama Peneliti
Judul Penelitian
1
Nanga (2005)
Disparitas Fiskal di Indonesia
2
Haryadi (2002)
Analisis Pengaruh Fiscal Stress terhadap Kinerja Keuangan Pemerintah Kabupaten/Kota Dalam Menghadapi Pelaksanaan Otonomi Daerah
Variabel Penelitian Uji Beda dengan variabel PAD dan Pertumbuhan Ekonomi Fiscal Stress Terhadap Kinerja Keuangan Pemerintah
Hasil Penelitian Adanya disparitas (kapasitas) fiskal yang tinggi antar daerah memasuki era otonomi Fiscal stress secara signifikan berpengaruh terhadap kinerja keuangan pemerintah Kabupaten/kota di Jawa Timur sebelum dan sesudah krisis
.
35
27 - 46
No
Jurnal Keuangan & Bisnis
Nama Peneliti
Variabel Penelitian Analisis Anggaran Deskriptif atas Pendapatan dan Anggaran Belanja Daerah Pendapatan dan Belanja Daerah Judul Penelitian
3
Andayani (2004)
4
Kamna Lal dan Assessing the Benedict Jimenez Impact of Fiscal (2007) Stress on Capital Debt Financing : Evidence from the States
5
6
Political variables, fiscal and budgetary institutions, demographic factors, and economic variables on capital debt financing Jonathan P. West Municipal Demographic and dan Stephen E. Government organizational Condrey (2010). Strategies for variables and Controlling economic climate. Personnel Costs During the Fiscal Storm
Ravi Balakrishnan, Stephan Danninger, Selim Elekdag, and IrinaTytell (2009)
The Transmission of Financial Stress from Advanced to Emerging Economies
36
Financial crises, financial stress index, emerging economies
Maret
Hasil Penelitian Terjadi perubahan ratarata pendapatan dan belanja daerah Kabupaten/Kota sebelum dan sesudah adanya krisis. Pada masa krisis ekonomi, rata-rata pendapatan dan belanja daerah kabupaten/kota mengalami penurunan yang signifikan. The influence of political variables, fiscal and budgetary institutions, demographic factors, and economic variables on capital debt financing. Jurisdictions whose municipal fiscal conditions are considered to be fair or poor are more likely than cities whose fiscal conditions are perceived to be good toexcellent to use many of the cost reduction strategies. Other demographic and organizational variables had some limited relationship with the use of strategies, but were not as significantly associated with costcontainment actions as city economic climate Past banking sector financial stress in advanced economies implies that the decline capital flows may be large and drawn-out
2012
Iskandar Muda Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) kabupaten dan kota di Sumatera Utara. Data diperoleh dari buku APBD Sumatera Utara dan dari situs Departemen Dalam Negeri serta bersumber dari BPS Sumatera Utara. Periode APBD yang menjadi pengamatan penelitian adalah periode 2005 sampai dengan 2009.
Kerangka Konspetual Model yang dapat dikembangkan berdasar teori dan pengembangan hipotesis penelitian adalah sebagai berikut :
PERTUMBUHAN PAD (X1)
Definisi Operasional Variabel PERTUMBUHAN BELANJA MODAL / PEMBANGUNAN (X2)
Fiscal Stress (Y) Fiscal Stress diukur berdasarkan realisasi penerimaan dibandingkan dengan nilai potensi pendapatan Asli Daerah. Upaya pajak yang tinggi mencerminkan tingkat fiscal stress yang lebih besar, hal ini berarti bahwa permintaan untuk jasa tertentu melebihi sumber atau pendapatan yang ada. Menurut Reschovsky (2003), tekanan fiskal (Fiscal Stress) dapat dirumuskan:
FISCAL STRESS (Y)
PERTUMBUHAN PDRB (X3) Gambar 1. Model Penelitian
Hipotesis Penelitian Adapun hipotesis dalam penelitian ini adalah :
Peningkatan PAD = Realisasi PAD / Potensi PAD x 100%
1. Pertumbuhan Pendapatan Asli Daerah secara parsial berpengaruh terhadap fiscal stress kabupaten/kota di Sumatera Utara.
Pertumbuhan Daerah (X1)
Pendapatan
Asli
Pertumbuhan pendapatan asli daerah diukur berdasarkan pendapatan asli daerah periode APBD dibagi dengan pendapatan asli daerah periode APBD sebelumnya. Haryadi (2002).
2. Pertumbuhan belanja modal / pembangunan secara parsial berpengaruh terhadap fiscal stress kabupaten/kota di Sumatera Utara. 3. Pertumbuhan ekonomi (PDRB) secara parsial berpengaruh terhadap fiscal stress kabupaten/kota di Sumatera Utara. 4. Pertumbuhan Pendapatan Asli Daerah, pertumbuhan belanja moda l /pembangunan dan pertumbuhan ekonomi (PDRB) secara parsial dan simultan berpengaruh terhadap fiscal stress kabupaten/kota di Sumatera Utara.
PPAD (t) = PADt/PADt-1 x 100 % Keterangan: PPAD (t) = Pertumbuhan Pendapatan Daerah periode t PAD (t) = Pendapatan Asli Daerah periode t PAD (t-1) = Pendapatan Asli Daerah periode t-1
METODE PENELITIAN
Pertumbuhan Belanja Pembangunan (X2)
Jenis dan Sumber Data Penelitian
Modal
/
Pertumbuhan belanja modal diukur berdasarkan belanja modal periode APBD dibagi dengan belanja daerah periode APBD sebelumnya. Haryadi (2002)
Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif kuantitatif yaitu penelitian yang menjelaskan atas suatu fenomena yang ada serta menggambarkan secara jelas dari objek penelitian. Penelitian ini menggunakan data sekunder yang berupa data realisasi
37
27 - 46
Maret
Jurnal Keuangan & Bisnis
data perhitungan PAD dan Belanja Daerah yang dianggarkan.
PBM(t) = BMt/BMt-1 x 100 % Keterangan: PBM(t) = Pertumbuhan Belanja Modal periode t BM(t) = Belanja Modal periode t BM (t-1) = Belanja Modal periode t-1
2. Pemerintah daerah kabupaten dan kota yang tidak dimekarkan pada kurun waktu 2004 -2009. Adapun deskripsi data Kabupaten/Kota yang telah ditentukan sebagai sampel. Kabupaten/Kota yang terpilih menjadi sampel penelitian adalah sebanyak 25 (dua puluh lima) sampel Kabupaten/Kota di Sumatera Utara.
Pertumbuhan Product Domestic Regional Bruto/PDRB (X3) Pertumbuhan Product Domestic Regional Bruto/PDRB diukur berdasarkan PDRB Harga Konstan. Haryadi (2002).
D. Model Analisis Model analisis regresi berganda dengan metode Random Effect Model yang digunakan adalah :
PPDRB (t) = PDRBt/PDRBt-1 x 100 % Keterangan: PPDRB (t) = Pertumbuhan Ekonomi periode t PDRBt = PDRB periode t PDRBt-1 = PDRB periode t-1
Y = + ß1 PPADX1 + ß2 PBMX2 + ß3 PPDRBX3 + e dimana : Y ß PPAD (X1) PBM (X2)
Fiscal Stress Konstanta Slope atau koefisien regresi Pertumbuhan PAD Pertumbuhan Belanja Daerah PPDRB (X3) = Pertumbuhan PDRB e = error
Populasi dan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh Pemerintahan Kota/Kabupaten di Provinsi Sumatera Utara berjumlah 33 kabupaten dan kota. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah 25 (dua puluh lima) pemerintah Kabupaten/Kota di Sumatera Utara pada tahun 2004-2009. Data sampel diambil dengan menggunakan purposive sampling dengan kriteria yaitu :
= = = = =
HASIL dan PEMBAHASAN Hasil
1. Daerah Kabupaten dan Kota di Provinsi Sumatera Utara yang mempublikasikan laporan keuangannya secara konsisten dari tahun 2004-2009 dan ketersediaan
Deskripsi Data Penelitian Berdasarkan model yang diperoleh diperoleh deskripsi statistik dari data penelitian dapat dilihat pada Tabel 2 berikut:
Tabel 3. Statistik Deskriptif
N
Minimum Maximum
Mean
Std. Deviation
FS_Y
125
.00
8.57
1.2345
.96169
PAD_Growth_X1
125
-1.00
8.40
.3065
.92068
BM_Growth_X2
125
-.88
65.42
4.8629
11.14211
PDRB_Growth_X3
125
-1.04
7.80
.2355
.74911
Valid N (listwise)
125
Sumber : (data diolah SPSS).
38
2012
Iskandar Muda
Uji Asumsi Klasik Tabel 4. Hasil Pengujian One Sample Kolmogorov Smirnov Test
Pengujian Normalitas Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah model regresi pada variabel terikat dan variabel bebas mempunyai distribusi normal atau tidak. Untuk menguji apakah data penelitian ini terdistribusi normal atau tidak dapat dideteksi melalui 2 cara yaitu analisis grafik dan analisis statistik (uji One sample Kolmogorov Smirnov).
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Unstandardize d Residual N
125
Normal Mean a, Parameters Std. Deviation ,b Most Extreme Differences
1) Analisis Grafik
Absolute
.0000000 .40580820 .160
Positive
.160
Negative
-.134
Kolmogorov-Smirnov Z
1.161
Asymp. Sig. (2-tailed)
.135
a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data.
Sumber : Hasil Output SPSS 17.
Dari hasil pengujian terlihat pada Tabel 4 tersebut terlihat besarnya nilai Kolmogorov- Smirnov adalah 1.161 dan signifikansinya pada 0.135 dan nilainya jauh diatas α = 0.05 Dalam hal ini berarti H0 ditolak yang berarti data residual berdistribusi normal.
Gambar 2. Grafik Normalitas Berdasarkan pada Gambar 1 tersebut Ghozali (2005) menyatakan jika distribusi data adalah normal, maka terdapat titik titik yang menyebar disekitar garis diagonal dan penyebarannya mengikuti arah garis diagonalnya. Hasil grafik tersebut terlihat bahwa titik titik yang menyebar disekitar garis diagonalnya maka dapat dinyatakan bahwa residual terdistribusi normal.
Uji Multikolinearitas Pengujian multikolinearitas dilakukan untuk melihat apakah pada model regresi ditemukan ada tidaknya korelasi antar variabel bebas. Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi multikolinearitas. Cara mendeteksinya adalah dengan melihat nilai Variance Inflation Factor (VIF). Menurut Ghozali (2005: 93), pada umumnya jika VIF > 10, maka variabel tersebut mempunyai persoalan multikolinearitas dengan variabel bebas lainnya.
2). Uji Statistik Uji Normalitas bertujuan untuk melihat apakah model regresi, variabel pengganggu atau residual berdistribusi normal. Untuk itu dilakukan uji one sample Kolmogorov Smirnov Test. Adapun hasil pengujian terdapat pada Tabel 4 berikut : 37
27 - 46
Maret
Jurnal Keuangan & Bisnis
untuk ke 3 (tiga) variabel independen diatas tidak terdapat persoalan multikolinieritas.
Tabel 5. Uji Multikolinieritas Coefficients
a
Collinearity Statistics Model 1
Tolerance
Uji Heteroskedastisitas
VIF
PAD_Growth_X1
.976
1.025
BM_Growth_X2
.986
1.015
PDRB_Growth_X3
.988
1.012
Menurut Ghozali (2005: 107) model regresi yang baik adalah model yang homoskesdatisitas atau tidak terjadi heteroskedastitas. Untuk mendeteksi ada atau tidaknya heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan dengan Uji Glesjer. Asumsi utama Uji Glesjer yaitu dengan melakukan regresi variable independen terhadap unstandardized residual (Ghozali, 2005 : 111). Adapun hasil pengujian Uji Glesjer terdapat pada Tabel 6 berikut :
a. Dependent Variable: FS_Y
Sumber : Hasil Output SPSS 17.
Dari Tabel 5 diatas, terlihat bahwa variabel independen yaitu PAD_Growth_X1, BM_Growth_X2 dan PDRB_Growth_X3 mempunyai angka Variance Inflation Factor (VIF) dibawah angka 10. Hal ini berarti bahwa regresi yang dipakai Tabel 6. Uji Glesjer Coefficients
a
Unstandardized Coefficients Model 1
B (Constant)
Std. Error -.030
.096
PAD_Growth_X1
.028
.048
BM_Growth_X2
.000
PDRB_Growth_X3
.074
Standardized Coefficients Beta
t
Sig. -.310
.758
.084
.585
.562
.004
-.010
-.069
.945
.204
.054
.362
.719
a. Dependent Variable: Unstandardized Residual
Sumber : Hasil Olah Data SPSS.
Jika koefesien parameter beta dari persamaan regresi tersebut signifikan secara statistik, hal ini menunjukkan bahwa dalam data model empiris yang diestimasi terdapat heteroskedastisitas dan sebaliknya jika parameter beta tidak signifikan secara statistik, maka asumsi homoskesdatisitas pada data model tersebut tidak dapat ditolak. Hasil yang terlihat pada Tabel 4.4 menunjukkan koefesien parameter untuk variabel independent PAD_Growth_X1, BM_Growth_X2 dan PDRB_Growth_X3 tidak ada yang signifikan (PAD_Growth_X1
dengan tingkat signifikansi 0.562, BM_Growth_X2 dengan tingkat signifikansi 0.945 dan PDRB_Growth_X3 dengan tingkat signifikansi 0.719. Maka dapat disimpulkan model regresi tidak terdapat heteroskedastisitas. Uji Autokorelasi Dari hasil pengujian terlihat bahwa nilai DW sebesar 1.855, berarti data tidak terkena autokorelasi. Adapun nilai DW terdapat pada Tabel 7 berikut:
38
27 - 46
Maret
Jurnal Keuangan & Bisnis
Tabel 7. Uji Autokorelasi b
Model Summary Model 1
R .288
a
R Square
Adjusted R Square
.083
.060
Std. Error of the Estimate
Durbin-Watson
.93236
1.855
a. Predictors: (Constant), PDRB_Growth_X3, BM_Growth_X2, PAD_Growth_X1 b. Dependent Variable: FS_Y
Sumber : Hasil Olah Data SPSS.
Hasil uji autokorelasi di atas menunjukkan nilai statistik Durbin-Watson (D-W) sebesar 1.855, maka disimpulkan bahwa tidak terjadi autokorelasi baik positif maupun negatif (masih dalam kisaran angka D-W -2 dan +2).
Pengujian uji kesesuaian dilakukan untuk menentukan kelayakan suatu model regresi, karena variabel penelitian lebih dari dua variabel maka kelayakan tersebut dapat dilihat dari nilai Adjusted R Square. Nilai Adjusted R Square yang diperoleh dari hasil pengolahan sebesar 0,047168. Hal ini menunjukkan bahwa 4,72% variabel fiscal stress dapat dijelaskan oleh variabel independen yang ada yaitu variabel pertumbuhan Pendapatan Asli Daerah, pertumbuhan Belanja Modal/Pembangunan dan pertumbuhan ekonomi. Sisanya sebesar 95,28 % dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak dijelaskan oleh model penelitian ini. Untuk melihat tingkat kepercayaan hasil uji hipotesis, selanjutnya dilakukan uji signifikan. Adapun hasil pengujian atas pola data gabungan time series dengan cross section terdapat pada Tabel 8 berikut :
Uji Hipotesis Berdasarkan hal tersebut peneliti menggunakan model Random Effect Model (REM) dimana jika data panel yang dimiliki mempunyai jumlah waktu (T) lebih kecil dibandingkan dengan jumlah individu (N) maka disarankan untuk menggunakan model efek random (random effect). Hipotesis dalam penelitian ini adalah terdapat pengaruh signifikan antara pertumbuhan Pendapatan Asli Daerah, pertumbuhan belanja modal dan pertumbuhan ekonomi berpengaruh secara simultan dan secara parsial terhadap Fiscal Stress, cateris paribus dapat diterima.
Tabel 8. Hasil Pengujian Statistik dengan E-Views Dependent Variable: FSG? Method: Pooled EGLS (Cross-section random effects) Date: 06/05/11 Time: 21:33 Sample: 2005 2009 Included observations: 5 Cross-sections included: 25 Total pool (balanced) observations: 125 Swamy and Arora estimator of component variances Variable
Coefficient
Std. Error
C PADG? BMG? PDRBG? Random Effects (Cross) _NIAS--C _MANDAILINGNATAL--C _TAPANULISELATAN--C _TAPANULITENGAH--C
1.142458 0.248012 -0.005191 0.175288
0.097232 11.74982 0.085019 2.917129 0.006842 -0.758620 0.102864 1.704082
-0.017649 -0.104108 0.010953 -0.098670
28
t-Statistic
Prob. 0.0000 0.0042 0.4496 0.0909
2012
Iskandar Muda _TAPANULIUTARA--C _TOBASAMOSIR--C _LABUHANBATU--C _ASAHAN--C _SIMALUNGUN--C _DAIRI--C _KARO--C _DELISERDANG--C _LANGKAT--C _NIASSELATAN--C _HUMBANGHASUNDUTAN--C _PAKPAKBHARAT--C _SAMOSIR--C _SERDANGBEDAGAI--C _SIBOLGA--C _TANJUNGBALAI--C _PEMATANGSIANTAR--C _TEBINGTINGGI--C _MEDAN--C _BINJAI--C _PADANGSIDEMPUAN--C
-0.087317 -0.092020 -0.061853 -0.037063 0.046593 -0.045793 -0.009913 0.004947 -0.023973 0.380039 0.109993 -0.066517 0.108928 0.029514 -0.037800 -0.055004 -0.043534 -0.085381 0.274958 -0.074048 -0.025282 Effects Specification S.D.
Cross-section random Idiosyncratic random
0.194310 0.836832
Rho 0.0512 0.9488
Weighted Statistics R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression F-statistic Prob(F-statistic)
0.070220 0.047168 0.899332 3.046109 0.031414
Mean dependent var S.D. dependent var Sum squared resid Durbin-Watson stat
1.095654 0.921323 97.86462 1.889690
Unweighted Statistics R-squared Sum squared resid
0.081688 105.3130
Mean dependent var Durbin-Watson stat
1.234534 1.756039
Sumber : Hasil Pengujian Eviews
Uji signifikan dibedakan atas uji signifikan simultan (uji F) dan uji signifikan parsial (uji t) dengan taraf signifikan α = 5%. Hasil menunjukkan secara simultan terdapat pengaruh variabel pertumbuhan pendapatan asli daerah, pertumbuhan belanja modal/pembangunan dan pengaruh pertumbuhan ekonomi (PDRB) terhadap fiscal stress kabupaten/kota di Sumatera Utara. Secara parsial variabel yang berpengaruh adalah PAD growth berpengaruh terhadap fiscal stress di Kabupaten/Kota di Sumatera Utara.
Berdasarkan Tabel tersebut juga maka dapat dibentuk persamaan regresi dengan konstanta adalah variabel penelitian dengan model sebagai berikut : FS_Y = 1.142458+ 0.248012_PAD_X1 0.005191_BM_X2 + 0.175288_PDRB _X3 Berdasarkan Tabel 8 tersebut juga maka dapat dibentuk persamaan regresi dengan konstanta adalah objek penelitian sebagai berikut :
41
27 - 46
Jurnal Keuangan & Bisnis
Maret
Nias_FS_Y = -0.017649 + 0.248012_PAD_X1 - 0.005191_BM_X2 + 0.175288_PDRB _X3 Madina_FS_Y = -0.104108 + 0.248012_PAD_X1 - 0.005191_BM_X2 + 0.175288_PDRB _X3 Tapsel_FS_Y = 0.010953 + 0.248012_PAD_X1 - 0.005191_BM_X2 + 0.175288_PDRB _X3 Tapteng_FS_Y = -0.098670 + 0.248012_PAD_X1 - 0.005191_BM_X2 + 0.175288_PDRB _X3 Taput_FS_Y = -0.087317 + 0.248012_PAD_X1 - 0.005191_BM_X2 + 0.175288_PDRB _X3 Tobasa_FS_Y = -0.092020 + 0.248012_PAD_X1 - 0.005191_BM_X2 + 0.175288_PDRB _X3 LabuhanBatu_FS_Y = -0.061853 + 0.248012_PAD_X1 - 0.005191_BM_X2 + 0.175288_PDRB _X3
Asahan_FS_Y = -0.037063 + 0.248012_PAD_X1 - 0.005191_BM_X2 + 0.175288_PDRB _X3 Simalungun_FS_Y = 0.046593 + 0.248012_PAD_X1 - 0.005191_BM_X2 + 0.175288_PDRB _X3 Dairi_FS_Y = -0.045793 + 0.248012_PAD_X1 - 0.005191_BM_X2 + 0.175288_PDRB _X3 Karo_FS_Y = -0.009913 + 0.248012_PAD_X1 - 0.005191_BM_X2 + 0.175288_PDRB _X3 DeliSerdang_FS_Y = -0.004947 + 0.248012_PAD_X1 - 0.005191_BM_X2 + 0.175288_PDRB _X3
Langkat_FS_Y = -0.023973 + 0.248012_PAD_X1 - 0.005191_BM_X2 + 0.175288_PDRB _X3 Nias Selatan_FS_Y = 0.380039 + 0.248012_PAD_X1 - 0.005191_BM_X2 + 0.175288_PDRB _X3 Humbahas_FS_Y = 0.109993 + 0.248012_PAD_X1 - 0.005191_BM_X2 + 0.175288_PDRB _X3 Pakpak_Bharat_FS_Y = -0.066517 + 0.248012_PAD_X1 - 0.005191_BM_X2 + 0.175288_PDRB _X3
Samosir_FS_Y = 0.108928 + 0.248012_PAD_X1 - 0.005191_BM_X2 + 0.175288_PDRB _X3 Sergai _FS_Y = 0.029514 + 0.248012_PAD_X1 - 0.005191_BM_X2 + 0.175288_PDRB _X3
Sibolga _FS_Y = -0.037800 + 0.248012_PAD_X1 - 0.005191_BM_X2 + 0.175288_PDRB _X3 Tanjung_Balai _FS_Y = -0.055004 + 0.248012_PAD_X1 - 0.005191_BM_X2 + 0.175288_PDRB _X3
Pematang_Siantar _FS_Y = -0.043534+ 0.248012_PAD_X1 - 0.005191_BM_X2 + 0.175288_PDRB _X3 Tebing_Tinggi_FS_Y = -0.085381+ 0.248012_PAD_X1 - 0.005191_BM_X2 + 0.175288_PDRB _X3
Medan _FS_Y = 0.274958+ 0.248012_PAD_X1 - 0.005191_BM_X2 + 0.175288_PDRB _X3 Binjai _FS_Y = -0.074048+ 0.248012_PAD_X1 - 0.005191_BM_X2 + 0.175288_PDRB _X3 Padang_Sidempuan _FS_Y = -0.074048+ 0.248012_PAD_X1 - 0.005191_BM_X2 + 0.175288_PDRB _X3
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa konstanta terbesar adalah Kabupaten Nias Selatan dengan nilai konstanta 3.80 dan konstanta terkecil adalah Kabupaten Mandailing Natal sebesar -10.41. Semakin besar konstanta maka semakin besar sebuah persamaan regresi dalam kekuatan memprediksi suatu model. Untuk daerah yang memperoleh koefesien contanta yang negatif perlu mendapat perhatian pemerintah.
Pembahasan Secara simultan variabel pertumbuhan PAD, Pertumbuhan Belanja Modal dan Pertumbuhan ekonomi berpengaruh signifikan terhadap fiskal stress di Sumatera Utara. Secara parsial hanya variabel Pertumbuhan PAD berpengaruh signifikan terhadap kondisi fiscal stress di Sumatera Utara. Sedangkan variabel Variabel
42
2012
Iskandar Muda
Pertumbuhan Belanja Modal dan pertumbuhan ekonomi yang diproksikan oleh Product Domestic Regional Bruto (PDRB) tidak berpengaruh signifikan terhadap fiscal stress pada Kabupaten Kota di Provinsi Sumatera Utara. Hal ini disebabkan oleh perkembangan belanja modal mengalami penurunan dan minimnya belanja modal yang dialokasikan, begitu juga pertumbuhan ekonomi mengalami peningkatan tetapi tidak berpengaruh signifikan terhadap fiscal stress di Sumatera Utara. Hal ini paling tidak mengindikasikan adanya penggunaan sumber daya secara efisien dan efektif, tetapi berbagai fasilitas yang disediakan dapat dioptimalkan kemanfaatannya, sehingga memberikan dampak yang cukup tinggi terhadap PE/PDRB. Hal ini disebabkan bahwa besarnya PE/PDRB sangat ditentukan oleh besarnya Pendapatan Asli Daerah (adanya korelasi yang signifikan). BAPENAS (2003) menegaskan bahwa pertumbuhan PAD seharusnya sensitif terhadap kenaikan pertumbuhan ekonomi, karena pertumbuhan ekonomi diukur dengan mengunakan PE/PDRB dan Pendapatan per Kapita.
Kewenangan pemerintah daerah dalam pelaksanaan kebijakannya sebagai daerah otonomi sangat dipengaruhi oleh kemampuan daerah tersebut dalam menghasilkan Pendapatan Daerah. Semakin besar upaya maksimalisasi Pendapatan Asli daearah yang dilakukan suatu daerah, maka semakin besar pula kewenangan pemerintah daerah tersebut dalam melaksanakan kebijakannya. Maksimalisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) dalam pengertian bahwa keleluasaan yang dimiliki oleh daerah dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) maupun untuk menggali sumber-sumber penerimaan yang baru. PAD adalah pendapatan daerah yang bersumber dari hasil pajak daerah, hasil retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain. Pendapatan Asli Daerah yang sah yang bertujuan untuk memberikan keleluasaan. Pemerintah daerah di dalam membiayai belanja daerahnya, selain dengan menggunakan transfer dari pemerintah pusat, mereka juga menggunakan sumber dananya sendiri yaitu PAD. Selain itu, adanya Peralihan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) serta peralihan pemungutan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) sebagai pajak daerah, dapat membuat perubahan yang positif khususnya yang berkaitan mengenai upaya peningkatan pelayanan terhadap wajib pajak dan optimalisasi serta penguatan penyelenggaraan daerah juga merupakan potensi untuk meningkatkan PAD.
Saragih (2003) menyatakan bahwa pemanfaatan belanja modal hendaknya dialokasikan untuk hal-hal produktif, misalnya untuk melakukan aktivitas pembangunan. Dampak penggunaan belanja modal akan berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi daerah dan akan berdampak meningkatnya perekonomian masyarakat. Penerimaan pemerintah hendaknya lebih banyak untuk programprogram pelayanan publik, hal ini menyiratkan pentingnya mengalokasikan belanja pemerintah daerah untuk berbagai kepentingan publik.
Selama ini daerah sangat tertatih-tatih untuk meningkatkan penerimaan sendiri (PAD). Beberapa penelitian Brodjonegoro dan Vasques (2002) memberikan fakta empirik, rata-rata kontribusi PAD terhadap penerimaan daerah masih sangat minim (kurang dari 20%). Sehingga bila hakekat otonomi ditujukan untuk peningkatan kemandirian (pembiayaan) daerah, maka bisa dikatakan hakekat ini merupakan sesuatu yang sangat mustahil terwujud.
Pendapatan Asli Daerah (PAD) berpengaruh terhadap fiscal stress. Hal ini konsisten dengan hasil yang dicapai oleh Nanga (2005). Kemandirian dalam APBD sangat terkait dengan kemandirian PAD, sebab semakin besar sumber pendapatan yang berasal dari potensi daerah, bukan sumber pendapatan dari bantuan, maka daerah akan semakin leluasa untuk mengakomodasikan kepentingan masyarakatnya tanpa muatan kepentingan Pemerintah Pusat yang tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat di daerah. 43
27 - 46
SIMPULAN, SARAN
Jurnal Keuangan & Bisnis
KETERBATASAN,
dan
Simpulan 1.
2.
Secara simultan Pertumbuhan Pendapatan Asli Daerah, Pertumbuhan Belanja Modal/Pembangunan dan Pertumbuhan Ekonomi/PDRB berpengaruh signifikan terhadap fiscal stress di Kabupaten/Kota di Sumatera Utara. Hasil penelitian ini memperkuat penelitian Nanga (2005).. Secara parsial hanya variabel pertumbuhan Pendapatan Asli Daerah (PAD), yang berpengaruh signifikan terhadap fiscal stress di Kabupaten/Kota di Sumatera Utara. Sedangkan variabel Pertumbuhan Belanja Modal/Pembangunan dan Pertumbuhan Ekonomi/PDRB tidak berpengaruh signifikan dengan tingkat alpha 5 % terhadap Fiscal Stress di Kabupaten/Kota di Sumatera Utara.
2.
3.
Keterbatasan 1.
2.
Sampel dalam penelitian ini dibatasi pada kabupaten/kota tertentu yang memiliki ketersediaan data, yaitu 25 kabupaten/ kota di Propinsi Sumatera Utara. Hal ini menyebabkan hasil penelitian hanya berlaku untuk kabupaten/ kota yang menjadi sampel penelitian, sehingga belum dapat di generalisasi untuk seluruh Kabupaten/Kota di Indonesia. Penelitian ini tidak memberikan secara rinci alokasi penggunaan Pendapatan Asli Daerah dan Komponen Belanja Modal/Pembangunan manakah yang memberikan kontribusi yang besar terhadap perubahan Fiscal Stress dan variabel Pertumbuhan ekonomi diproksikan hanya dengan PDRB harga berlaku sehingga terdapat pengaruh inflasi dan perkembangan harga.
4.
5.
01 Januari 2010 maka dapat memperkecil terjadinya gap fiskal stress yang ada sehingga dapat meningkatkan kemandirian Propinsi Sumatera Utara. Upaya yang dilakukan dengan meningkatkan pos Pajak Daerah dan Retribusi Daerah serta mengoptimalkan BUMD sebagai salah satu komponen sumber pendapatan daerah Provinsi Sumatera Utara. Bagi Anggota Dewan DPRD Provinsi Sumatera Utara agar melakukan pengawasan lebih intens atas UU No.28 Tentang Pajak dan Retribusi Daerah dimana dengan berlakunya UU tersebut yang efektif mulai dari tanggal 01 Januari 2010 karena dapat meningkatkan kemadirian Provinsi Sumatera Utara melalui peningkatan pos penerimaan pada APBD Kabupaten Kota di Sumatera Utara. Bagi peneliti berikutnya dimasa mendatang agar memperkecil sampel penelitian pada skop Kabupaten atau Kota sehingga bisa diidentifikasi permasalahan utama pada kasus Kabupaten/Kota tertentu. Komponen PAD dan komponen Belanja Modal agar diteliti lebih lanjut pos manakan yang berperan dominan dan mampu memberikan masukan dan saran kepada kepala daerah. Penelitian berikutnya agar meneliti persegmen atas kondisi BUMD sehingga mampu memberikan solusi dan saran yang tepat kepada Bapak Gubernur bagaimana penyelesaian yang ideal atas permasalahan BUMD pada Kabupaten Kota di Sumatera Utara dan peneliti berikutnya sebaiknya menggunakan komponen pertumbuhan ekonomi dengan PDRB harga konstan sehingga dapat mengurangi efek inflasi dan perkembangan barang dan jasa.
DAFTAR PUSTAKA Adi,
Priyo Hari. (2005). Dampak Desentralisasi Fiskal Terhadap Pertumbuhan Ekonomi. Jurnal Kritis. Universitas Kristen Satya Wacana. Salatiga. _____________. (2006). Hubungan Antara Pertumbuhan Ekonomi Daerah, Belanja Pembangunan dan Pendapatan Asli
Saran 1.
Maret
Bagi Gubernur Sumatera Utara agar memanfaatkan peluang dari adanya UU No.28 Tentang Pajak dan Retribusi Daerah dimana dengan berlakunya UU tersebut yang efektif mulai dari tanggal
44
2012
Iskandar Muda
Daerah (Studi pada Kabupaten dan Kota se Jawa-Bali). Simposium Nasional Akuntansi IX. Padang.
Haryadi, Bambang. (2002). Analisis Pengaruh Fiscal Stress Terhadap Kinerja Keuangan Pemerintah Kabupaten/Kota dalam Menghadapi Pelaksanaan Otonomi Daerah. Simposium Nasional Akuntansi V. Semarang.
_____________. (2007). Kemampuan Keuangan Daerah dan Relevansinya dengan Pertumbuhan Ekonomi. The 1st National Accounting Conference. Departemen Akuntansi, Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Jakarta.
Jonathan P. West dan Stephen E. Condrey. (2010). Municipal Government Strategies for Controlling Personnel Costs During the Fiscal Storm. Working Paper IMF. Kamna Lal dan Benedict Jimenez. (2007). Assessing the Impact of Fiscal Stress on Capital Debt Financing : Evidence from the States. Working Paper. Nanga. (2005). Disparitas Fiskal di Indonesia. Jurnal Kritis. Universitas Kristen Satya Wacana. Salatiga.
Dongori,Dessy Patricia F. (2006). Pengaruh Tekanan Fiskal Terhadap Kinerja Keuangan Daerah Sebelum dan Sesudah Otonomi Daerah. Andrew Young School of Policy Studies. Working Paper Fakultas Ekonomi Universitas Kristen Satya Wacana. Salatiga. Andayani W. (2004). Analisis Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Jurnal Akuntansi dan Keuangan Sektor publik vol 05, No 1 Februari. Bappenas. (2003). Peta Kemampuan Keuangan Propinsi dalam Era Otonomi Daerah (Tinjauan atas Kinerja PAD, dan Upaya yang Dilakukan Daerah)“, Direktorat Pengembangan Otonomi Daerah. www.bappenas.go.id.
Purnaninthesa. Anggita. (2006). Analisis Pengaruh Fiscal Stress terhadap Tingkat Pembiayaan Daerah, Mobilisasi Daerah, Ketergantungan dan Desentralisasi Fiskal Pemerintah Kabupaten/Kota dalam Menghadapi Otonomi Daerah (Studi Empiris pada Kabupaten/Kota Se Jawa Tengah). Fakultas Ekonomi Universitas Kristen Satya. Wacana. Salatiga. Ravi Balakrishnan, et al. (2009). The Transmission of Financial Stress from Advanced to Emerging Economies. IMF Working Paper. Reschovsky, Andrew. (2003). The Implication of State Fiscal Stress for Local Governments. Fiscal Journal. Vol 4. No.3. Saragih, Juli Panglima. (2003). Desentralisasi Fiskal dan Keuangan Daerah dalam Otonomi. Penerbit Ghalia Indonesia.
Brodjonegoro, Bambang dan Jorge Martines Vasques. (2002). An Analysis of Indonesia’s TransferSystem : Recent Performance and Future Prospect. George State University. Brata, Aloysius Gunadi. (2004). Komposisi Penerimaan Sektor Publik dan Pertumbuhan Ekonomi Regional. Lembaga Penelitian Universitas Atma Jaya Yogyakarta. Dongori,Dessy Patricia F. (2006). Pengaruh Tekanan Fiskal Terhadap Kinerja Keuangan Daerah Sebelum dan Sesudah Otonomi Daerah. Fakultas Ekonomi Universitas Kristen Satya Wacana. Salatiga. Ghozali, Imam. (2005). Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program SPSS, Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang.
Setiaji, Wirawan dan Priyo Hari Adi. (2007). Peta Kemampuan Keuangan Daerah Sesudah Otonomi Daerah : Apakah Mengalami Pergeseran? Simposium Nasional Akuntansi X. Makassar.
Halim, Abdul. (2004). Analisis Deskriptif Pengaruh Fiscal stress Pada APBD Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota di Jawa Tengah. Kompak. STIE Yogyakarta.
Shamsub, Hannarong., Joseph B Akoto. (2004). State and Local Fiscal Structures and Fiscal Stress. Journal of Public Budgeting, Accounting and Financial Management, Vol 16, No 1 Hal: 40-61.
45
27 - 46
Jurnal Keuangan & Bisnis
Sukarwo. (2003). Berbagai Permasalahan Keuangan daerah, Airlangga University Press. Surabaya Sidik, Machfud. (2002). Optimalisasi Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dalam Rangka Meningkatkan Kemampuan Keuangan Daerah. Makalah disampaikan Acara Orasi Ilmiah. Bandung. 10 April 2002. Undang-Undang No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah Undang-Undang No. 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Undang-Undang No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Undang-Undang No. 34 tahun 2000 tentang Pajak Daerah. Undang-Undang No.33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Undang-Undang No.28 Tahun 2009 Tentang Pajak dan Retribusi Daerah (PDRD). Undang-Undang No.25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional. www.djpk.go.id, Direktorat Jendral Perimbangan Keuangan Pusat Daerah. Jakarta. 2011. Permendagri No.13 Tahun 2006, Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah. Jakarta.
46
Maret