KOTA RAMAH HAM Marco Kusumawijaya, Rujak Center for Urban Studies (RCUS),
[email protected]
KOTA ITU SENDIRI = (SALAH SATU) HAM Kota: kesempatan untuk hidup lebih baik (pekerjaan, fasilitas dan pelayanan, bermasyarakat, kebebasan, …). Hidup meng-kota dan ber-kota adalah suatu hak. Kesempatan/tempat untuk memenuhi HAM (lainnya). Hak bermigrasi ke kota tak boleh dihambat. Hal-hal di atas itu yang harus dipenuhi (pekerjaan, dlll) Bukan hanya kota, tapi “pusat kota”: So when I hear that the “poor should know their I say, yes, they should – and their place is in centre! State land should be allocated as a to low-income housing, including in the city
place” – the city priority centres.
(UN Special Rapporteur, Raquel Rolnik, http://rujak.org/ 2013/06/un-special-rapporteurs-media-statement/)
HAK ATAS KOTA Henri Lefebvre, 1968, Le Droit à la ville.[1][2] Lefebvre summaries the ideas as a "demand...[for] a transformed and renewed access to urban life".[3][4] David Harvey described it as follows: The right to the city is far more than the individual liberty to access urban resources: it is a right to change ourselves by changing the city. It is, moreover, a common rather than an individual right since this transformation inevitably depends upon the exercise of a collective power to reshape the processes of urbanization. The freedom to make and remake our cities and ourselves is, I want to argue, one of the most precious yet most neglected of our human rights.[5] http://en.wikipedia.org/wiki/Right_to_the_city
HAK ATAS KOTA •
Ruang
•
Tempat tinggal (hunian layak, rumah dan lingkungan)
•
Pekerjaan
•
Fasilitas
•
Pelayanan
•
Berkumpul dan bermasyarakat
•
Berperan serta dalam kehidupan bersama (politik, ekonomi, sosial, budaya)
Kesulitan
:
kebutuhan vs. keinginan. Kemampuan pemenuhan, bagaimana konsensusnya? Keadilan vs. keterjangkauan, misalnya penentuan tarif dalam keadaan rentang perbedaan pendapatan yang besar
Kemungkinan “keinginan” orang tertentu mengurangi pemenuhan “kebutuhan” yang lain. Konsumsi keberlimpahan: merugikan diri (urusan sendiri) tapi kemungkinan merugikan orang lain (karena sumbernya satu: alam)
BAGAIMANA? Semoga kota-kota jangan bingung dengan banyak sekali jargon yang terus menerus diproduksi oleh lembaga internasional dan disalurkan oleh NGO/Pemerintah: Kota Ramah Ham, Kota Ramah Anak, Kota Hijau, Kota Pintar, Kota….apalagi ya? Ali Sadikin: Kota harus melalyani penduduknya mulai dari lahir sampai mati. Tapi: keadilan dan sejauh apa? Demokrasi dan partisipasi Komunitas sebagai kritik terhadap 1) negara, 2) kapitalisme dan 3) hasrat.
MASALAH-MASALAH DALAM TATA RUANG/KOTA Perencanaan dan “design” mengandung ideologi tersembunyi. (Contoh: presentasi Mindy Fullilove, Columbia Uni. NYC. Rasisme direpoduksi terus menerus melalui rancang kota). Di kita ada yang serupa: permukiman eksklusif (bahkan dengan label agama). Sejauh apa perlu pembakuan (standard) formal?
Ruang: sumber daya tersendiri, dan sekaligus tempat segala sumber daya lain mengalir atau mengambil tempat. Isu keadilan menjadi kompleks karena ini. Partisipasi Kesalahan-kesalahan teknis yang banyak Tidak transparan Banyak hal dianggap “teknis” dan diserahkan hanya kepada teknokrat (tanpa memperhatikan keingina warga).
Misalnya; lahan tertentu boleh dibangun 50 lantai, lahan lain hanya 2 lantai. Bukankah ini distribusi rezeki nomplok yang tidak adil bagi pemilik tanah? Bukan hanya masalah teknis. Atau: mengapa MRT lewat depan lahan dia, bukan depan lahan saya? Fragmentasi ruang kerja….tinggal Integrasi infrastruktur dan ruang: daya dukung. Ancaman nyata, tapi perlahan (We think slowly, we sink quickly): Jakarta Tenggelam, Air, Polusi, …. Harus melalui penataan ruang yang adil.
SARAN-SARAN Pengetahuan yang diproduksi bersama dan tersebar. Proses yang terbuka, aktif melibatkan, dan berpengetahuan. “Citizen Urbanism” (Urbanisme Warga: warga berhak, mampu, berprakarsa, terlibat dalam proses pembentukan terus-menerus kota dan kehidupan perkotaan). Hambatan: Elitisme teknokratis dan elitism penguasaan ruang sebagai sumber daya. Neo-liberalisme: ketergantungan pada dana swasta, menciutnya peran negara.