ANALISIS KLASIFIKASI KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI JAWA TIMUR BERDASARKAN PEUBAH KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH TAHUN 2010
OLEH NANANG WIDARYOKO H141140112
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
RINGKASAN
NANANG WIDARYOKO. Analisis Klasifikasi Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Timur Berdasarkan Peubah Kinerja Pembangunan Daerah Tahun 2010 (dibimbing oleh WIWIEK RINDAYATI). Dalam mendukung keberhasilan program pembangunan nasional, pendekatan regional mempunyai kedudukan yang lebih dominan. Hal ini disebabkan karakteristik dari masing-masing daerah tidak sama. Permasalahan utama dalam pembangunan yang terus terjadi dan selalu diupayakan untuk terus dikurangi adalah masalah ketimpangan (unevenness) dan konsentrasi (concentration). Pembangunan Jawa Timur mempunyai arah dan tujuan yang sejalan dengan pembangunan nasional. Provinsi yang terdiri dari 29 kabupaten dan 9 kota ini cukup berhasil dalam melaksanakan pembangunan ekonomi. Walaupun begitu, jika dilihat pembangunan antarkabupaten/kotanya, masih terdapat ketimpangan. Oleh karena itu adanya klasifikasi wilayah berdasarkan kinerja pembangunannya dapat dijadikan salah satu pedoman dalam merumuskan kebijakan pembangunan. Dalam penelitian ini, kinerja pembangunan daerah dicerminkan oleh tiga peubah yaitu kinerja pembangunan ekonomi, sumberdaya manusia dan prasarana yang masing-masing diukur dengan indikator-indikator yang sesuai. Data yang digunakan merupakan data sekunder yang dikeluarkan oleh BPS. Analisis yang digunakan adalah Analisis Komponen Utama dan Analisis Faktor untuk meringkas indikator-indikator yang dimaksud. Tiga peubah yang dihasilkan kedua analisis tersebut, yaitu skor faktor ekonomi, skor faktor sumberdaya manusia, dan skor faktor prasarana selanjutnya digunakan untuk melakukan klasifikasi kabupaten/ kota dengan Analisis Cluster. Analisis Cluster menghasilkan lima kelompok kabupaten/kota, yaitu: Kelompok 1 memiliki karakteristik kinerja ekonomi sangat tinggi, sumberdaya manusia tinggi, dan prasarana sangat tinggi beranggotakan 1 kota. Kinerja ekonomi sedang, sumberdaya manusia rendah dan prasarana rendah dimiliki oleh kelompok 2 dengan jumlah anggota 10 kabupaten. Kelompok 3 yang berjumlah 17 kabupaten bercirikan kinerja ekonomi, sumberdaya manusia dan prasarana sedang. Kelompok 4 yang beranggotakan 7 kota memiliki ciri kinerja ekonomi sedang, sumberdaya manusia tinggi dan prasarana tinggi. Sedangkan kelompok dengan karakteristik kinerja ekonomi sangat tinggi, sumberdaya manusia dan prasarana tinggi dimiliki kelompok 5 dengan jumlah anggota 3 kabupaten/kota. Berdasarkan ciri yang dimiliki, selanjutnya dapat dibuat peringkat. Peringkat I diduduki oleh Kelompok 1, disusul kelompok 5 di peringkat II. Peringkat III ditempati oleh Kelompok 4. Kelompok 3 berada di urutan ke IV. Sedangkan peringkat ke V diraih oleh kelompok 2. Saran penulis yaitu pembangunan ekonomi, sumberdaya manusia, dan prasarana pada setiap kabupaten/kota seyogyanya memperhatikan karakteristik masing-masing daerah. Hasil klasifikasi wilayah yang menggambarkan keunggulan ataupun kelemahan daerah bisa menjadi salah satu acuan.
ANALISIS KLASIFIKASI KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI JAWA TIMUR BERDASARKAN PEUBAH KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH TAHUN 2010
Oleh NANANG WIDARYOKO H14114012
Skripsi Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
Judul Skripsi : ANALISIS KLASIFIKASI KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI JAWA TIMUR BERDASARKAN PEUBAH KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH TAHUN 2010 Nama
: Nanang Widaryoko
NRP
: H14114012
Menyetujui, Dosen Pembimbing
Dr. Ir. Wiwiek Rindayati, M.S. NIP. 19620816 198701 2 001
Mengetahui, Ketua Departemen Ilmu Ekonomi
Dedi Budiman Hakim, Ph.D. NIP. 19641022 198903 1 003
Tanggal Kelulusan :
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA TULIS ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Bogor, November 2011
Nanang Widaryoko H14114012
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Nanang Widaryoko, dilahirkan di Trenggalek pada tanggal 9 April 1982 dari pasangan Widaryadi dan Nunik Sulistyani serta merupakan anak pertama dari empat bersaudara. Penulis menikah dengan Ulfatul Umami. Penulis mengikuti pendidikan di Sekolah Dasar Negeri Pakis pada tahun 1989 sampai dengan tahun 1995, Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 1 Durenan pada tahun 1995 sampai dengan tahun 1998, dan Sekolah Menengah Umum Negeri 1 Trenggalek pada tahun 1998 sampai dengan tahun 2001. Kemudian penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Tinggi Ilmu Statistik Jakarta Jurusan Statistik Ekonomi pada tahun 2002 sampai dengan tahun 2006. Sejak Maret 2007, penulis bekerja di BPS Kabupaten Kotabaru Provinsi Kalimantan Selatan dan bertugas sebagai Staf Seksi Neraca Wilayah dan Analisis Statistik. Pada tahun 2011 penulis diterima menjadi mahasiswa program alih jenis di Sekolah Pascasarjana Departemen Ilmu Ekonomi melalui program beasiswa kerjasama Badan Pusat Statistik dengan Departemen Ilmu Ekonomi Institut Pertanian Bogor.
KATA PENGANTAR
Puji syukur Alhamdulillah penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, karunia dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan dan penulisan skripsi yang berjudul “ANALISIS KLASIFIKASI KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI JAWA TIMUR BERDASARKAN
PEUBAH
KINERJA
PEMBANGUNAN
DAERAH
TAHUN 2010”. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan dukungan moral-spiritual dan material kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, khususnya kepada: 1. Seluruh jajaran pimpinan BPS, khususnya Dr. Rusman Heriawan, yang telah memberikan kesempatan bagi penulis untuk meningkatkan kemampuan dan pengetahuan melalui program tugas belajar pascasarjana 2. Dr. Ir. Wiwiek Rindayati, M.S. selaku pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan arahan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini 3. Dr. Ir. Sri Mulatsih, M.Sc.Agr. dan Dr. Muhammad Findi Alexandi, M.E. selaku dosen penguji atas saran dan kritik untuk kesempurnaan skripsi ini 4. Istriku tercinta, Ulfatul Umami, atas dukungannya yang setiap saat membantu penulis, serta keluarga yang selalu memberikan bantuan doanya 5. Rekan mahasiswa kelas khusus BPS-IPB angkatan 2011, khususnya yang satu kosan dengan penulis 6. Seluruh jajaran pegawai BPS yang telah membantu penyediaan data. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi penulis dan pihak yang memerlukannya. Bogor, November 2011
Nanang Widaryoko H14114018
viii
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR ISI .................................................................................................... viii DAFTAR TABEL ............................................................................................
x
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xi DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xii I.
II.
PENDAHULUAN ..................................................................................
1
1.1. Latar Belakang ................................................................................
1
1.2. Perumusan Masalah ........................................................................
3
1.3. Tujuan Penelitian ............................................................................
5
1.4. Manfaat Penelitian ..........................................................................
6
1.5. Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian ..................................
6
TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN .................
7
2.1. Tinjauan Pustaka .............................................................................
7
2.1.1. Konsep Pembangunan Regional .............................................
7
2.1.2. Konsep Ekonomi Regional ..................................................... 10 2.1.3. Peubah Pembangunan ............................................................. 19 2.2. Penelitian-penelitian Terdahulu ...................................................... 25 2.3. Kerangka Pemikiran ........................................................................ 27 III.
METODOLOGI PENELITIAN .............................................................. 29 3.1. Jenis dan Sumber Data .................................................................... 29 3.2. Metode Analisis Data ...................................................................... 29 3.2.1. Analisis Komponen Utama ..................................................... 30 3.2.2. Analisis Faktor ........................................................................ 36 3.2.2. Analisis Cluster ....................................................................... 40
ix
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................... 48 4.1. Gambaran Umum Provinsi Jawa Timur.......................................... 48 4.2. Analisis Kinerja Pembangunan Daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Timur .................................................................... 55 4.2.1. Kinerja Pembangunan Ekonomi ............................................ 55 4.2.2. Kinerja Pembangunan Sumberdaya Manusia ........................ 57 4.2.3. Kinerja Pembangunan Prasarana ........................................... 59 4.2.4. Gambaran Kondisi Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Timur Berdasarkan Kinerja Pembangunan Ekonomi, Sumberdaya Manusia dan Prasarana .......................................................... 60 4.3. Klasifikasi Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Timur Berdasarkan Kinerja Pembangunan Ekonomi, Sumberdaya Manusia dan Prasarana .......................................................................................... 63 V.
KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................... 87 6.1. Kesimpulan ...................................................................................... 87 6.2. Saran ................................................................................................. 88
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 91 LAMPIRAN .................................................................................................. 94
x
DAFTAR TABEL
Nomor
Halaman
3.1
Kategori, nilai konversi dan nilai selang Skor Faktor ........................
47
4.1
Pertumbuhan ekonomi dan PDRB perkapita Jawa Timur tahun 20052010 (persen) ........................................................................................
50
Peranan sektor ekonomi dalam PDRB Jawa Timur atas dasar harga berlaku tahun 2005-2010 (persen)........................................................
51
Faktor, akar ciri dan persentase keragaman kinerja pembangunan ekonomi ................................................................................................
56
Faktor, akar ciri dan persentase keragaman kinerja pembangunan sumberdaya manusia ............................................................................
58
Faktor, akar ciri dan persentase keragaman kinerja pembangunan prasarana...............................................................................................
59
Skor faktor ekonomi, sumberdaya manusia dan prasarana kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur ...............................................
61
Nilai batas selang Skor Faktor (SF) berdasarkan peubah ekonomi, sumberdaya manusia dan prasarana ...................................................
65
4.8
Nilai dan kategori rata-rata peubah pada masing-masing kelompok ...
65
4.9
Indikator makro sosial 7 kota dan Provinsi Jawa Timur tahun 2010 ...
80
4.10
Indikator makro sosial Kota Kediri, Kabupaten Sidoarjo, Kabupaten Gresik dan Provinsi Jawa Timur tahun 2010 .......................................
84
Nilai konversi kategori Skor Faktor pada masing-masing kelompok ..
85
4.2 4.3 4.4 4.5 4.6 4.7
4.10
xi
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman Pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa Timur tahun 2005-2010 (persen) .................................................................................................
4
2.1
Kerangka pemikiran .............................................................................
27
4.1
Peta Jawa Timur berdasarkan wilayah administratif ............................
49
4.2
Kontribusi sektor primer, sekunder dan tersier Provinsi Jawa Timur tahun 2005-2010 (persen).....................................................................
52
Indikator makro sosial Kota Surabaya dan Provinsi Jawa Timur tahun 2010 ............................................................................................
68
Indikator makro sosial 10 kabupaten dan Provinsi Jawa Timur tahun 2010 ......................................................................................................
71
Indikator makro sosial 17 kabupaten dan Provinsi Jawa Timur tahun 2010 ......................................................................................................
74
Peta hasil klasifikasi dan pengurutan kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur tahun 2010 ........................................................................
86
1.1
4.3 4.4 4.5 4.6
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Halaman
1.
Nilai peubah kinerja pembangunan ekonomi .................................... 94
2.
Nilai peubah kinerja pembangunan sumberdaya manusia ................ 96
3.
Nilai peubah kinerja pembangunan prasarana .................................. 98
4.
Nilai standarisasi (z-score) peubah kinerja pembangunan ekonomi . 100
5.
Nilai
standarisasi
(z-score)
peubah
kinerja
pembangunan
sumberdaya manusia ......................................................................... 102 6.
Nilai standarisasi (z-score) peubah kinerja pembangunan prasarana 104
7.
Output AKU dan Analisis Faktor kinerja pembangunan ekonomi ... 106
8.
Output
AKU
dan
Analisis
Faktor
kinerja
pembangunan
sumberdaya manusia ......................................................................... 108 9.
Output AKU dan Analisis Faktor kinerja pembangunan prasarana .. 110
10.
Nilai skor faktor hasil Analisis Faktor dan rata-rata berbobot skor faktor dari tiga peubah kinerja pembangunan ................................... 113
11.
Matriks
korelasi
peubah
kinerja
pembangunan
ekonomi,
sumberdaya manusia dan prasarana .................................................. 115 12.
Hasil Analisis Cluster........................................................................ 117
13.
Nilai statistik deskriptif skor faktor pembangunan ekonomi, sumberdaya manusia dan prasarana .................................................. 119
14.
Hasil klasifikasi ................................................................................. 120
15.
Ringkasan .......................................................................................... 121
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Pembangunan nasional menjadi bagian utama dalam penyelenggaraan suatu negara. Untuk menjamin keserasian dan keterpaduan pembangunan nasional perlu diusahakan keselarasan antara pembangunan sektoral dan pembangunan regional. Pendekatan sektoral ataupun regional tidak dapat dikatakan salah satu yang terbaik, namun jika dilihat potensi ekonomi dan karakteristik yang ada pada tiap-tiap daerah tidak sama, maka pendekatan regional lebih kuat peranannya (Soebagiyo, 2000). Permasalahan utama dari hasil pembangunan yang selama ini terjadi dan terus diupayakan untuk selalu dikurangi adalah masalah ketimpangan (unevenness) antardaerah. Perbedaan mencolok yang terjadi adalah antara Indonesia Bagian Barat (IBB) dengan Indonesia Bagian Timur (IBT), Jawa dengan Luar Jawa, Jakarta dengan Luar Jakarta dan juga antara kota dengan desa. Dalam ilmu ekonomi regional telah disebutkan bahwa ketimpangan (unevenness) dan konsentrasi (concentration) merupakan dua isu pokok yang pada akhirnya ikut mempengaruhi proses pembangunan di suatu wilayah. Kedua hal tersebut sebelumnya kurang mendapat perhatian dari para ekonom maupun para pengambil kebijakan pembangunan. Sebelumnya, pembangunan hanya didasarkan pada pencapaian pendapatan nasional serta pendapatan per kapita yang tinggi, atau masih cenderung mengikuti pandangan ekonomi konvensional. Seperti yang telah
2
diketahui, ekonomi konvensional hanya menjawab pertanyaan ekonomi seperti (barang/jasa) yang diproduksi (what to produce), bagaimana aktivitas produksi (how to produce), serta untuk siapa barang/jasa tersebut di produksi (for whom to produce) dan mengabaikan heterogenitas karena “ruang” atau “spasial”. Para ekonom konvensional berasumsi bahwa prinsip ekonomi yang telah digariskan akan berlaku universal di semua wilayah, baik itu daerah maju maupun terbelakang (Tarigan, 2005). Pada kenyataannya, kondisi tiap wilayah tidak sama antara satu dengan yang lain, seperti potensi ekonomi, jumlah penduduk, ketersediaan sarana/prasarana dan kualitas sumberdaya manusianya, sehingga berbagai kebijakan ekonomi yang diterapkan pada suatu wilayah belum tentu bisa diterapkan pula di wilayah lain. Dengan kata lain, pertanyaan “di mana aktivitas manusia terjadi (where)” yang merupakan kajian tambahan dalam ilmu ekonomi regional, belum tercakup ke dalam ilmu ekonomi konvensional. Disamping itu, aspek nonekonomi juga masih cenderung diabaikan. Akibatnya, antara tujuan untuk mencapai peningkatan pendapatan nasional serta pendapatan per kapita selalu diikuti kesenjangan, sehingga ketimpangan hasilhasil pembangunan antardaerah tidak bisa dihindari. Ada dua faktor yang layak dikemukakan untuk menerangkan mengapa ketimpangan pembangunan dan hasil-hasilnya dapat terjadi. Faktor pertama ialah karena ketidaksetaraan anugerah (endowment), misal sumberdaya alam, kapital, keahlian/ketrampilan, bakat atau potensi, atau sarana dan prasarana. Sedangkan faktor yang kedua adalah kesalahan tumpuan strategi pembangunan. Sasaran-sasaran
3
pembangunan diarahkan untuk pencapaian pertumbuhan yang tinggi dengan mengabaikan aspek pemerataan dan keadilan (Dumairy, 1996). Terjadinya kesejangan atau ketimpangan hasil-hasil pembangunan pada suatu wilayah, berimplikasi terhadap kondisi perekonomian di wilayah tersebut. Hal ini menimbulkan masalah tidak hanya di bidang ekonomi tetapi juga bidang sosial, politik maupun keamanan. Oleh karena itu, adanya klasifikasi wilayah berdasarkan tingkat perkembangannya dapat menjadi pedoman pemerintah dalam menentukan kebijakan pembangunan.
1.2 Perumusan Masalah Untuk mengukur kinerja suatu perekonomian, indikator yang umum dipakai adalah Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Selain menampilkan jumlah agregat output yang dihasilkan suatu wilayah, dari PDRB juga bisa diperoleh berbagai indikator turunan seperti pertumbuhan ekonomi, pendapatan per kapita, maupun stuktur perekonomian, sehingga dapat menjadi acuan bagi pengambil kebijakan untuk mengevaluasi yang selanjutnya membuat perencanaan pembangunan secara tepat. Dalam
perkembangannya,
pembangunan
bukan
hanya
menyangkut
pencapaian posisi perekonomian yang ideal, namun juga pembangunan manusia. Karena pada hakekatnya manusia merupakan inti dari tujuan pembangunan itu sendiri.
4
Banyak hal yang mempengaruhi keberhasilan pembangunan, salah satunya adalah ketersediaan infrastruktur. Dengan dukungan infrastruktur, terlebih yang mampu menjangkau wilayah terkecil, bisa memperlancar akses ekonomi baik antarsektor maupun antarregion di suatu negara yang pada akhirnya meningkatkan aktivitas perekonomian. Pembangunan di Jawa Timur merupakan bagian integral dari pembangunan nasional, sehingga arah, tujuan maupun sasaran yang ingin dicapai sejalan dengan arah serta tujuan yang sudah ditetapkan dalam program pembangunan nasional. Jika dilihat dari pertumbuhan ekonomi agregatnya, kondisi perekonomian di Jawa Timur bisa dikatakan sangat baik. Dalam kurun 2005 hingga 2010, laju pertumbuhan ekonomi Jawa Timur rata-rata berada di atas 5 persen (BPS Provinsi Jawa Timur, 2011).
Sumber: BPS Provinsi Jawa Timur, 2011 Gambar 1.1 Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Jawa Timur Tahun 2005-2010 (Persen) Namun demikian, jika ditinjau dari pembangunan antarkabupaten/kotanya,
5
masih terdapat ketimpangan atau ketidakseimbangan. Perbedaan nilai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) per kapita, nilai investasi, kualitas sumberdaya manusia serta ketersediaan prasarana (Lampiran 1-3) merupakan salah satu gambaran bahwa proses pembangunan di Jawa Timur belum sepenuhnya terlaksana dengan baik di seluruh wilayah kabupaten/kotanya. Berdasarkan latar belakang dan uraian di atas, terdapat beberapa permasalahan yang ingin dikaji dalam penelitian ini, yaitu: 1. Bagaimana pencapaian kinerja pembangunan ekonomi, sumberdaya manusia, dan prasarana masing-masing kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur? 2. Bagaimana klasifikasi kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur berdasarkan kemiripan pencapaian kinerja pembangunan ekonomi, sumberdaya manusia ,dan prasarana? 3. Bagaimana karakteristik ekonomi, sumberdaya manusia, dan prasarana masingmasing kelompok yang telah terbentuk?
1.3 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah: 1. Menghitung skor faktor ekonomi, sumberdaya manusia, dan prasarana sebagai indikator pencapaian kinerja pembangunan ekonomi, sumberdaya manusia, dan prasarana pada masing-masing kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur. 2. Mengklasifikasikan kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur berdasarkan indikator kinerja pembangunan ekonomi, sumberdaya manusia, dan prasarana. 3. Menentukan
karakteristik
kelompok
berdasarkan
rata-rata
karakteristik
6
ekonomi, sumberdaya manusia, dan prasarana kabupaten/kota dalam masingmasing kelompok yang telah terbentuk.
1.4 Manfaat Penelitian Dari penelitian ini, diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut: 1. Bagi penulis dapat meningkatkan pengetahuan maupun wawasan tentang pembangunan regional di Provinsi Jawa Timur. 2. Bagi pemerintah atau instansi terkait dapat menjadi bahan pertimbangan dalam menentukan kebijakan pembangunan yang sesuai dengan karakteristik daerah masing-masing. 3. Bagi peneliti dapat menjadi referensi untuk melakukan penelitian lebih lanjut.
1.5 Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian ini hanya mengklasifikasikan kabupaten/kota berdasarkan peubah yang disesuaikan dari indikator kinerja pembangunan daerah yang dikeluarkan oleh Bappenas. Pemakaian indikator, khususnya indikator sumberdaya manusia bersifat global dan tidak menggunakan penimbang mengingat penulis belum menemukan literatur yang mendasari. Obyek penelitian adalah 38 kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur Tahun 2010. Adapun data yang digunakan diperoleh dari publikasi yang diterbitkan Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Timur. Untuk data Potensi Desa, menggunakan publikasi tahun 2008, mengingat data yang terbaru (tahun 2011) masih dalam tahap pengolahan di BPS.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN
2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Konsep Pembangunan Regional Pembangunan regional adalah suatu proses di mana pemerintah daerah dan seluruh komponen masyarakat mengelola berbagai sumberdaya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan untuk menciptakan lapangan pekerjaan baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi dalam daerah tersebut (Blakely dalam Nofika, 2005). Analisis mengenai keberhasilan suatu pembangunan merupakan hal yang sangat diperlukan untuk mengetahui sampai sejauh mana kebijakan yang telah diterapkan akan bermanfaat bagi masyarakat. Pembangunan ekonomi yang mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang disertai perubahan struktur ekonomi, merupakan aspek yang sangat penting. Transformasi dari sektor pertanian ke non pertanian, industri yang terintegrasi dengan perdagangan dan jasa, pergeseran skala unit produksi maupun peningkatan sosial ekonomi masyarakat menjadi tujuan dari pembangunan ekonomi. Berdasarkan
definisi
Direktorat
Jenderal
Pembangunan
Daerah
Kementerian Dalam Negeri (Setyarini, 1999), perencanaan pembangunan daerah merupakan suatu proses tindakan strategis yang dimulai dari penyediaan informasi awal tentang situasi yang berkaitan dengan kapasitas, potensi, peluang yang dimiliki serta kendala yang dihadapi. Informasi mengenai struktur perekonomian,
8
pendapatan per-kapita, PDRB, dan lainnya merupakan bagian dari informasi awal yang perlu disajikan para pengambil keputusan serta perumus kebijakan daerah. Dengan adanya informasi ini maka tujuan serta sasaran pembangunan dapat dirumuskan dan ditetapkan. Perencanaan pembangunan daerah merupakan perencanaan yang integratif dan komprehensif, artinya bahwa penentuan dan pemilihan prioritas didasarkan atas kebutuhan masyarakat. Dalam
implementasinya
perencanaan
pembangunan
daerah
harus
mengkaitkan keseluruhan sektor sosial dan ekonomi serta mengacu pada kebijakan nasional. Jadi perencanaan pembangunan pada dasarnya berkaitan dengan proses pengambilan keputusan tentang bagaimana cara terbaik untuk memanfaatkan sumberdaya secara optimal dalam rangka mencapai tujuan dan sasaran pembangunan menjadi program-program. Manfaat pembangunan dan pertumbuhan ekonomi harus dapat dinikmati secara adil dan merata oleh penduduk (Setyarini, 1999). Ketimpangan wilayah terutama perkotaan dan perdesaan walaupun tidak dapat dihindari sebagai akibat perbedaan potensi wilayah dan kapasitas yang berbeda, harus tetap diperhatikan. Upaya-upaya untuk mengurangi ketimpangan atau kesenjangan yang ada perlu diakomodasi dalam perencanaan. Mengabaikan kepentingan khusus kelompok miskin, daerah tertinggal, khususnya yang berkaitan dengan upaya pemberdayaan terhadap mereka merupakan pengingkaran terhadap prinsip pemerataan, sehingga praktek pembangunan harus mampu memberdayakan semua kelompok dalam masyarakat. Pertumbuhan ekonomi
9
adalah penting tetapi perhatian yang lebih besar harus dicurahkan pada kualitas dan distribusinya. Pertumbuhan ekonomi yang berkualitas antara lain harus employment friendly with growth yaitu pertumbuhan yang kondusif terhadap penciptaan lapangan kerja yang luas dan perluasan kesempatan berusaha. Pertumbuhan
ekonomi
memang
diperlukan
sebagai
dasar
pelaksanaan
pembangunan, tetapi pembangunan yang kurang mengikutsertakan masyarakat bawah, yang semestinya mendapat perhatian akan menyebabkan keadaan mereka semakin tertinggal (Setyarini, 1999). Selanjutnya, pengertian daerah (regional) dalam konteks pembangunan regional berbeda-beda, tergantung tinjauannya. Arsyad mendefinisikan daerah berdasarkan aspek ekonomi yaitu: 1. Suatu daerah dianggap sebagai ruang di mana kegiatan ekonomi terjadi dan terdapat kemiripan sifat di dalam berbagai pelosok ruang tersebut, misalnya dari segi pendapatan per kapita, sosial budaya, geografis dan sebagainya. Daerah dalam pengertian ini disebut daerah homogen. 2. Suatu daerah dianggap sebagai suatu ekonomi ruang atau “spasial” yang dikuasai oleh satu atau beberapa pusat kegiatan ekonomi. Daerah dalam pengertian ini disebut sebagai daerah nodal. 3. Suatu daerah dianggap sebagai suatu ekonomi ruang yang berada di bawah satu administrasi tertentu seperti satu provinsi, kabupaten, kecamatan, dan sebagainya. Jadi, daerah di sini didasarkan pada pembagian administrasi suatu negara. Daerah dalam pengertian ini dinamakan daerah administrasi.
10
Pengertian yang ketiga ini lebih banyak digunakan dalam aplikasi pembangunan ekonomi daerah (Nofika, 2005). Sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa pembangunan ekonomi daerah mempunyai tujuan untuk memperluas serta meningkatkan kesempatan pembangunan
kerja
bagi
daerah,
masyarakat kebijakan
di
daerah.
utama
yang
Untuk perlu
mencapai
tujuan
dilakukan
adalah
mengusahakan semaksimal mungkin agar prioritas pembangunan daerah sesuai dengan potensi yang dimiliki oleh daerah yang bersangkutan. Hal ini disebabkan potensi pembangunan yang dihadapi oleh masing-masing daerah sangat bervariasi. Karena itu, apabila prioritas pembangunan daerah kurang sesuai dengan potensi yang dimiliki oleh masing-masing daerah, maka sumberdaya yang ada kurang dapat dimanfaatkan secara maksimal yang pada akhirnya mengakibatkan proses pertumbuhan ekonomi daerah yang bersangkutan juga terhambat (Sjafrizal, 2008). 2.1.2 Konsep Ekonomi Regional Pemanfaatan ilmu regional dalam kehidupan masyarakat, khususnya yang menyangkut formulasi kebijakan dan perencanaan pembangunan, menuntut keterkaitan dengan ilmu lain. Walaupun demikian ilmu regional mempunyai ciri tersendiri. Menurut Azis (1994) kekhususan ilmu ini dibanding dengan ilmu lainnya terletak dalam fokusnya yang sangat menonjol terhadap keterkaitan antara dimensi spasial (ruang) dengan dimensi waktu, serta perlakuan simultan keduanya dalam menjelaskan, memprediksi dan memecahkan berbagai masalah ekonomi sosial. Dalam perkembangannya, ilmu ekonomi regional lebih mendekati ilmu
11
ekonomi terutama apabila diamati dari segi alat analisis yang digunakan. Itulah sebabnya seperti banyak pengamat berpendapat bahwa nama Ilmu Ekonomi Spasial (Spatial Economics) merupakan alternatif yang membedakannya dengan ilmu ekonomi
konvensional, sekaligus menunjukkan keterkaitannya yang erat
dengan ilmu ekonomi. Penggunaan peralatan matematika dan model dalam ilmu ekonomi spasial sangat banyak dan untuk mengoperasikan model serta melakukan percobaan terhadap hipotesis, ilmuwan dibidang ini memanfaatkan banyak informasi data empiris. Perhatian utama ilmu ekonomi regional berkisar pada lokasi atau sistem lokasi, daerah perkotaan (urban) atau sistem daerah perkotaan, rute transportasi atau jaringan rute transportasi, penggunaan alokasi sumber atau sistem penggunaan sumber, yang semuanya merupakan bagian dan kesatuan ruang atau sistem ruang (spatial system). Bagi ilmuwan dibidang ini, daerah (region) bukan sekedar wilayah yang didemarkasi secara arbitrary namun merupakan wilayah yang sangat mempunyai arti karena terdapat beberapa masalah sosial ekonomi yang terkait dengannya. Suatu wilayah yang merupakan bagian provinsi atau kabupaten, dapat besar artinya bagi seorang ilmuwan dibidang ilmu ekonomi spasial, misalnya karena wilayah ini memiliki kepadatan penduduk yang sangat tinggi (Azis, 1994). Berbagai masalah ekonomi sosial yang berkaitan dengan kehidupan perkotaan, masalah pertumbuhan, sanitasi dan jasa publik ikut terkandung dalam pengertian wilayah tersebut. Perbedaan pokok ilmu ekonomi regional dengan ilmu
12
ekonomi konvensional terletak pada perlakuan terhadap dimensi spasial. Dalam ilmu ekonomi dimensi waktu mempunyai posisi sentral dan „harga‟ waktu dicerminkan melalui tingkat bunga. Keuntungan dana yang ditabung di bank merupakan contoh yang paling jelas. Dimensi spasial diperlakukan hanya secara implisit. Sebaliknya bagi seorang peneliti di bidang ilmu ekonomi regional dimensi spasial atau jarak memegang posisi kunci sehingga biaya pengangkutan merupakan harga yang sangat penting untuk diperhitungkan secara eksplisit dalam analisis (Azis, 1994). Sejalan dengan pengertian di atas, pertanyaan di mana yang praktis terabaikan oleh ilmu ekonomi, menjadi sangat pokok dalam ilmu ekonomi regional. Apabila diamati secara teliti, teori produksi, teori konsumsi dan teori keseimbangan, baik berupa keseimbangan parsial maupun keseimbangan umum dalam ilmu ekonomi, selama lebih dari satu abad telah berhasil memberi jawaban terhadap pertanyaan berapa, bilamana, bagaimana dan siapa dalam hubungannya dengan suatu pelaksanaan kegiatan ekonomi. Karena pertanyaan di mana terabaikan, analisis formal ilmu ekonomi cenderung berada dalam dunia tanpa ruang atau semacam wonderland of no dimensions (Azis, 1994). Selanjutnya Azis (1994) mengemukakan, paling tidak dua argumentasi pokok dapat diajukan terhadap dua kenyataan tersebut. Menentukan lokasi optimum (dimensi spasial) suatu kegiatan ekonomi berarti mengekonomikan unsur waktu dan mengurangi keterlambatan pengangkutan. Jadi di sini terlihat bahwa aspek ruang dianggap sudah dapat diperlakukan sebagai aspek waktu. Apabila
13
biaya angkutan antardaerah sangat diperlukan dalam analisis, maka hal ini dapat dilakukan cukup dengan memasukkan komponen biaya tersebut dalam teori harga yang sudah standar. Pembangunan regional tidak hanya menitikberatkan pada pencapaian pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Hal ini sejalan dengan makna pembangunan yang berdimensi luas. Beberapa sasaran fundamental pembangunan yang selalu berusaha untuk diupayakan oleh banyak daerah adalah (Todaro, 2006): 1. Meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi; 2. Meningkatkan pendapatan perkapita; 3. Mengurangi kemiskinan, pengangguran dan ketimpangan. Ketiga sasaran pembangunan di atas jika diamati merupakan perwujudan dari pembangunan ekonomi dan pembangunan sumberdaya manusia. Dua sasaran pertama mencerminkan bahwa pembangunan ekonomi, dengan cakupan yang lebih luas dan tidak hanya mengacu pada pertumbuhan ekonomi serta pendapatan perkapita, merupakan hal yang sangat penting dalam rangka mendukung program pembangunan daerah. Sedangkan sasaran yang ke tiga menunjukkan bahwa sumberdaya manusia merupakan inti dari pembangunan. Masalah kependudukan (manusia) dan perubahan struktur perekonomian suatu wilayah adalah masalah yang saling terkait. Disamping itu, permasalahan yang menyangkut penduduk tidak lepas dari masalah sosial. Frank Notestein menyatakan bahwa pertumbuhan perekonomian yang cepat juga harus dibarengi dengan perbaikan kondisi social masyarakatnya, seperti perbaikan kesehatan,
14
pendidikan, dan peningkatan kesejahteraan (Asian Population Studies Series no 41 dalam Naibaho, 2003). Pembangunan ekonomi merupakan salah satu bagian penting
dari
pembangunan nasional. Dua komponen yang sering dijadikan ukuran bagi keberhasilan
pembangunan
adalah
pertumbuhan
ekonomi
dan
struktur
perekonomian. Pertumbuhan ekonomi menggambarkan perkembangan kegiatan yang
dilakukan
masyarakat
dalam
perekonomian
yang
ditandai
dengan
bertambahnya produksi barang dan jasa yang dihasilkan masyarakat serta meningkatnya tingkat kemakmuran masyarakat. Kondisi yang berkembang ini diantaranya disebabkan oleh bertambahnya faktor-faktor produksi baik berupa kuantitas maupun kualitas, meningkatnya investasi yang pada akhirnya menambah barang modal, serta peranan teknologi yang semakin besar (Sukirno, 1994). Selain itu, pertumbuhan ekonomi memberikan indikasi seberapa besar kontribusi kegiatan perekonomian
terhadap
kenaikan
pendapatan
masyarakat
khususnya
bagi
masyarakat yang memiliki faktor-faktor produksi. Pertumbuhan ekonomi dihitung berdasarkan nilai PDRB atas dasar harga konstan. Sehingga, angka pertumbuhan yang diperoleh mencerminkan pertumbuhan riil yang dihasilkan oleh aktivitas perekonomian pada periode tertentu dengan menghilangkan pengaruh perubahan harga (BPS Provinsi Jawa Timur, 2011). Struktur ekonomi menggambarkan corak kehidupan perekonomian dalam suatu daerah. Struktur yang terbentuk diperoleh dari besarnya kontribusi Nilai
15
Tambah Bruto (NTB) yang diciptakan oleh sektor-sektor ekonomi dalam daerah tersebut. Perbedaan potensi daerah, baik itu ekonomi, sumberdaya alam maupun potensi-potensi lain menyebabkan struktur ekonomi antara daerah satu dengan yang lain bervariasi. Dengan mengetahui struktur ekonomi suatu daerah, diharapkan kebijakan pembangunan yang akan diterapkan sesuai dengan karakteristik dari daerah yang bersangkutan. Sektor-sektor ekonomi yang ada di antaranya adalah: pertanian, pertambangan, penggalian, industri pengolahan, listrik, gas dan air bersih, bangunan, perdagangan hotel dan restoran, angkutan dan komunikasi, serta keuangan dan jasa-jasa (BPS Provinsi Jawa Timur, 2011). Untuk memudahkan pembahasan, sektor ekonomi yang ada dikelompokkan ke dalam tiga sektor utama, yaitu: primer yang terdiri dari sektor pertanian, pertambangan dan penggalian, sektor sekunder mencakup sektor industri pengolahan, listrik, gas dan air bersih serta bangunan sedangkan sektor tersier terdiri atas perdagangan, hotel dan restoran, angkutan dan komunikasi, serta keuangan dan jasa-jasa. Salah satu implikasi pelaksanaan pembangunan ekonomi adalah terjadinya perubahan mendasar dari struktur perekonomian, yaitu dari perekonomian tradisional yang berbasis pada pertanian atau sektor primer menuju sistem perekonomian modern yang bertumpu pada sektor nonprimer sebagaimana yang telah dikemukakan oleh Hollis B Chenery (Tambunan, 2011). Dalam Perekonomian Indonesia Beberapa Masalah Penting, Tambunan (2003) menyatakan bahwa semakin besar peran dari sektor-sektor ekonomi yang memiliki nilai tambah besar terhadap pembentukan atau pertumbuhan PDRB di suatu wilayah, semakin tinggi
16
pertumbuhan PDRB di wilayah tersebut. Wilayah yang laju pertumbuhan PDRBnya rendah adalah wilayah yang didominasi oleh sektor primer. Distribusi PDB/PDRB menurut wilayah merupakan indikator utama yang umum digunakan untuk mengukur derajat penyebaran dari hasil pembangunan ekonomi di suatu negara atau wilayah. Semakin besar perbedaan dalam kontribusi PDRB terhadap PDRB total, semakin besar pula ketimpangan dalam pembangunan ekonomi (Tambunan, 2003). Faktor lain yang tidak kalah penting dalam mendukung pertumbuhan ekonomi adalah investasi dan pendapatan asli daerah. Investasi merupakan sumber utama pertumbuhan ekonomi jangka panjang, khususnya untuk sektor-sektor ekonomi yang secara potensial bisa sangat produktif dan bisa diandalkan sebagai sumber
devisa
(Tambunan,
2001).
Sementara
pendapatan
asli
daerah
menggambarkan kemampuan suatu daerah untuk menghasilkan sumberdaya yang bisa mensejahterakan rakyatnya. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, manusia merupakan inti dari pembangunan. Manusia tidak hanya sebagai
pelaku tetapi juga sasaran
pembangunan itu sendiri. Salah satu masalah yang berkaitan dengan manusia dan perlu diperhatikan dalam proses pembangunan adalah masalah kependudukan yang mencakup antara lain jumlah, komposisi, dan distribusi penduduk. Jumlah penduduk yang besar dapat menjadi modal pembangunan apabila kualitasnya baik, namun sebaliknya, dapat menjadi beban pembangunan apabila kualitasnya rendah (Rahmalaila, 2005).
17
Terdapat dua modal penting manusia yang sangat berkaitan bagi keberhasilan pembangunan, yaitu pendidikan dan kesehatan. Pendidikan dan kesehatan merupakan tujuan pembangunan yang mendasar. Pendidikan adalah hal yang pokok untuk menggapai kehidupan yang memuaskan dan berharga, sedangkan kesehatan merupakan inti dari kesejahteraan. Pendidikan memainkan peran kunci dalam membentuk kemampuan sebuah negara berkembang untuk menyerap teknologi modern dan untuk mengembangkan kapasitas agar tercipta pertumbuhan serta pembangunan yang berkelanjutan. Lebih jauh lagi, kesehatan merupakan prasyarat bagi peningkatan produktivitas, sementara keberhasilan pendidikan juga bertumpu pada kesehatan yang baik (Todaro dan Smith, 2006). Indikator lain yang dapat digunakan untuk mencerminkan keberhasilan pembangunan adalah perluasan kesempatan kerja bagi penduduk. Semakin besar kesempatan kerja yang dapat diraih oleh penduduk dalam suatu wilayah, semakin tinggi pula standar hidup penduduk dalam wilayah tersebut. Di sisi lain, jumlah tenaga kerja yang lebih besar berarti akan menambah jumlah tenaga kerja produktif, dan ini merupakan salah satu faktor positif yang dapat memacu pertumbuhan ekonomi (Todaro dan Smith, 2006). Standar hidup layak dari penduduk secara umum bisa dilihat dari kemampuan daya belinya. Semakin tinggi kemampuan daya beli, mengindikasikan semakin tinggi standar kehidupan penduduk tersebut. Hal ini juga bisa diartikan semakin jauhnya kehidupan penduduk tersebut dari kemiskinan. Berdasarkan uraian di atas, dapat dirumuskan beberapa indikator untuk
18
mengukur keberhasilan pembangunan sumberdaya manusia, yaitu: a. Angka Harapan Hidup (AHH), yang mengukur lama hidup dan Angka Kematian Bayi (AKB) sebagai indikator kesehatan. b. Angka Melek Huruf (AMH) dan Rata-rata Lama Sekolah, yang merupakan indikator untuk mengukur tingkat pengetahuan penduduk. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK), yang mengukur kemampuan untuk meningkatkan standar hidup serta kegiatan yang produktif. c. Tingkat kemiskinan untuk mengetahui seberapa besar masyarakat yang berkehidupan kurang kurang layak. d. Pengeluaran perkapita masyarakat untuk mengukur kemampuan dayabeli masyarakat. Permasalahan yang selalu timbul dalam pembangunan dan sampai sekarang masih dicari solusinya adalah masalah ketimpangan. Perbedaan yang paling nyata terjadi adalah antara kota dan desa. Adanya anggapan bahwa desa hanya merupakan “komponen penunjang” bagi berhasilnya
pembangunan
perkotaan yang berbasis sektor-sektor yang dinobatkan sebagai “sektor unggulan” seperti industri dan jasa membawa dampak kurangnya perhatian pemerintah terhadap pembangunan desa. Padahal peranan desa juga sangat penting dalam membangun fundamental perekonomian. Dalam beberapa kurun waktu terakhir, para pakar ilmu ekonomi pembangunan mulai menyadari bahwa daerah perdesaan tidak bersifat pasif, tetapi jauh lebih penting dari sekedar penunjang dalam proses pembangunan ekonomi
19
secara keseluruhan. Keduanya harus ditempatkan sejajar, yakni sebagai unsur atau elemen unggulan yang sangat penting, dinamis, dan bahkan sangat menentukan dalam strategi-strategi pembangunan secara keseluruhan. Tanpa pembangunan daerah perdesaan yang bersifat integratif (integrated rural development), pertumbuhan industri tidak akan berjalan lancar, dan kalaupun dapat berjalan, pertumbuhan industri tersebut akan menciptakan berbagai ketimpangan internal yang sangat parah dalam perekonomian bersangkutan. Pada gilirannya, segenap ketimpangan
tersebut
akan
memperparah
masalah-masalah
kemiskinan,
ketimpangan pendapatan, serta pengangguran (Todaro dan Smith, 2006). Selanjutnya dalam Ilmu Ekonomi Bagi Negara Sedang Berkembang, Todaro (1985) mengungkapkan bahwa program pembangunan perdesaan harus menitikberatkan pada pembangunan di sektor-sektor yang dapat meningkatkan pendapatan, baik dibidang pertanian maupun diluar pertanian, dibidang-bidang usaha yang dapat menampung tenaga kerja, pelayanan kesehatan, perbaikan di bidang pendidikan, serta pembangunan prasarana. Berdasarkan PP No. 129 Tahun 2000 tentang Persyaratan Pembentukan dan Kriteria Pemekaran, Penghapusan dan Penggabungan Daerah, pembangunan prasarana yang dapat mencerminkan potensi daerah adalah mencakup lembaga keuangan, prasarana pendidikan, kesehatan, transportasi, dan komunikasi. 2.1.3 Peubah Pembangunan Dalam menilai keberhasilan kinerja pembangunan, diperlukan suatu ukuran atau sering disebut indikator. Indikator ini dapat menggambarkan kondisi maupun
20
hasil pembangunan yang sebelumnya bersifat abstrak. Jadi indikator merupakan komponen penjelas bagi peubah (variabel). Penentuan peubah kinerja pembangunan daerah dalam penelitian ini mengacu pada indikator berdasarkan PP No. 129 Tahun 2000 tentang Persyaratan Pembentukan dan Kriteria Pemekaran, Penghapusan dan Penggabungan Daerah dan Usulan Indikator Kinerja Pembangunan Daerah hasil penelitian Bappenas yang bekerja sama dengan UNDP dalam Laporan Studi Pengembangan Indikator Pembangunan Daerah dengan beberapa penyesuaian serta pendekatan karena adanya keterbatasan data dan kemiripan informasi dari beberapa indikator. Indikator-indikator untuk menilai kinerja pembangunan daerah adalah sebagai berikut: A. Indikator untuk menilai Kinerja Pembangunan Ekonomi: 1. Pertumbuhan ekonomi 2. PDRB perkapita 3. Pendapatan Asli Daerah 4. Kontribusi sektor sekunder terhadap PDRB kabupaten/kota 5. Kontribusi sektor tersier terhadap PDRB kabupaten/kota 6. Persentase PDRB kabupaten/kota terhadap PDRB Provinsi 7. Nilai investasi Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) 8. Nilai Investasi Penanaman Modal Asing (PMA) B. Indikator untuk menilai Kinerja Pembangunan Sumberdaya Manusia: 1. Jumlah penduduk
21
2. Angka Harapan Hidup (AHH) 3. Angka Kematian Bayi (AKB) 4. Angka Melek Huruf (AMH) 5. Rata-rata Lama Sekolah 6. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) 7. Pengeluaran Perkapita 8. Persentase Tingkat Kemiskinan C. Indikator untuk menilai Kinerja Pembangunan Prasarana: 1. Persentase desa dengan jalan aspal 2. Persentase desa dengan jalan yang dapat dilalui kendaraan roda empat 3. Persentase desa terdapat bangunan SD 4. Persentase desa terdapat jaringan telepon seluler 5. Persentase desa terlayani internet 6. Persentase desa terdapat jaringan listrik PLN 7. Persentase desa terdapat pasar 8. Persentase desa terdapat puskesmas pembantu 9. Persentase desa terdapat tenaga kesehatan (dokter) yang tinggal di desa 10. Persentase desa terdapat prasarana sanitasi (jamban sendiri) 11. Persentase desa yang terlayani PDAM Definisi indikator yang digunakan dalam penelitian ini berdasar pada konsep dan definisi yang digunakan dalam berbagai publikasi BPS, yaitu: 1.
Pertumbuhan ekonomi: pertumbuhan nilai PDRB atas dasar harga konstan
22
dari suatu periode terhadap periode sebelumnya 2.
PDRB perkapita: nilai PDRB atas dasar harga berlaku dibagi jumlah penduduk pertengahan tahun
3.
Pendapatan Asli Daerah: penerimaan suatu daerah yang bersumber dari daerah itu sendiri, seperti pajak daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan yang dimiliki daerah maupun hasil pengelolaan kekayaan daerah
4.
Persentase sektor sekunder terhadap PDRB: peran sektor sekunder terhadap pembentukan PDRB kabupaten/kota
5.
Persentase sektor tersier terhadap PDRB: peran sektor tersier terhadap pembentukan PDRB kabupaten/kota
6.
Persentase PDRB kabupaten/kota terhadap PDRB Provinsi: peran PDRB kabupaten/kota terhadap PDRB Provinsi atas dasar harga berlaku
7.
Investasi Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN): nilai penanaman modal yang dilakukan oleh pengusaha domestik
8.
Investasi Penanaman Modal Asing (PMA): nilai penanaman modal yang dilakukan oleh pengusaha asing
9.
Jumlah penduduk: adalah semua orang yang berdomisili di suatu daerah selama enam bulan atau lebih dan atau mereka yang berdomosili kurang dari enam bulan tetapi bertujuan untuk menetap
10.
Angka Harapan Hidup (AHH): menggambarkan rata-rata lamanya tahun hidup yang dijalani oleh penduduk dalam suatu wilayah dan tingkat kesehatan serta keadaan gizi dari penduduk pada daerah tersebut
23
11.
Angka Kematian Bayi (AKB): jumlah anak yang dilahirkan pada tahun tertentu dan meninggal sebelum mencapai usia 5 tahun, dinyatakan sebagai angka per 1000 kelahiran hidup
12.
Angka Melek Huruf (AMH): banyaknya penduduk suatu wilayah yang dapat membaca dan menulis dari setiap 100 penduduk di wilayah tertentu
13.
Rata-rata Lama Sekolah: rata-rata jumlah tahun yang dihabiskan oleh penduduk berusia 15 tahun ke atas untuk menempuh semua jenis pendidikan formal yang pernah dijalani
14.
Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK): banyaknya penduduk usia 10 tahun ke atas yang termasuk angkatan kerja (bekerja dan mencari pekerjaan) dari setiap 100 penduduk usia 10 tahun ke atas di wilayah tertentu
15.
Pengeluaran perkapita: pengeluaran riil perkapita yang telah disesuaikan untuk menggambarkan daya beli masyarakat
16.
Persentase penduduk miskin: perbandingan jumlah penduduk miskin dengan total penduduk di suatu wilayah
17.
Jalan aspal: jenis permukaan jalan terluas dengan menggunakan aspal
18.
Jalan dilalui roda empat: jalan yang bisa dilalui kendaraan roda empat atau lebih sepanjang tahun
19.
Desa terdapat bangunan SD: adalah desa yang terdapat bangunan sekolah dasar
20.
Desa terdapat jaringan telepon seluler: adalah desa yang sudah terlayani
24
jaringan telepon seluler dengan sinyal kuat 21.
Desa terlayani jaringan internet: adalah desa yang sudah terdapat jaringan dan pelayanan internet
22.
Desa terlayani listrik PLN: adalah desa yang sebagian besar keluarganya berlangganan listrik secara resmi dari PLN
23.
Pasar: tempat transaksi barang/jasa antara penjual dan pembeli dengan lokasi bangunan tetap
24.
Puskesmas pembantu: unit pelayanan kesehatan masyarakat yang membantu kegiatan puskesmas di sebagian wilayah kerja puskesmas dan Polindes (Pondok Bersalin Desa)
25.
Desa terdapat tenaga kesehatan: adalah desa yang terdapat tenaga kesehatan (dokter) yang tinggal dan memberikan pelayanan di desa
26.
Sarana sanitasi: adalah sarana buang air besar sehat berupa jamban sendiri yang dimiliki oleh suatu keluarga dalam perdesaan.
27.
PDAM: perusahaan yang menyalurkan air minum yang telah mengalami proses penjernihan. Kemudian dengan menggunakan ketiga kriteria kinerja pembangunan daerah
tersebut, kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur dikelompokkan berdasarkan kemiripan karakteristik serta pencapaian pembangunan ekonomi, sumberdaya manusia dan prasarana.
25
2.2 Penelitian Terdahulu Rahmalaila (2004) dalam studinya
“Pengelompokan Kabupaten/Kota di
Provinsi Sulawesi Selatan Berdasarkan Faktor Ekonomi, Manusia dan Lingkungan Tahun 2002”, dengan analisis cluster dan diskriminan, membagi kabupaten/kota di Sulawesi Selatan menjadi tiga kelompok. Kelompok 1 merupakan kabupaten/kota dengan karakteristik faktor ekonomi, manusia dan lingkungan tinggi yang beranggotakan 1 kota, kelompok 2 kabupaten/kota dengan faktor ekonomi, manusia dan lingkungan sedang berjumlah 19 kabupaten/kota dan kelompok 3 yang berkarakteristik faktor ekonomi dan manusia sedang, serta faktor lingkungan tinggi dengan jumlah anggota 4 kabupaten/kota. Qomariah (2006) dalam penelitiannya yang berjudul “Studi Klasifikasi Kabupaten Dan Kota Di Jawa Timur Berdasarkan Variabel-Variabel Sosial Ekonomi Dengan
Pendekatan
Analisis
Diskriminan
Dan
Regresi
Logistik”
dengan
memanfaatkan data hasil survei sosial ekonomi nasional (SUSENAS) 2004 Provinsi Jawa Timur, menghasilkan dua kelompok kabupaten/kota, kelompok pertama terdiri atas 24 Kabupaten yang selanjutnya dikategorikan sebagai daerah dengan tingkat sosial ekonomi rendah. Kelompok kedua terdiri dari 5 Kabupaten dan 9 Kota yang selanjutnya dikategorikan sebagai daerah dengan tingkat sosial ekonomi tinggi. Analisis serupa juga dilakukan oleh Hasibuan (2007) dengan judul “Pengelompokan dan Pengurutan Ibukota Provinsi di Indonesia Berdasarkan Kualitas Lingkungan Hidup Tahun 2005”. Dengan metode analisis deskriptif, analisis komponen utama, analisis faktor, analisis cluster dan penghitungan indeks kualitas
26
lingkungan hidup, penelitian ini menghasilkan tiga kelompok daerah, yaitu daerah dengan kualitas lingkungan baik, daerah dengan kualitas lingkungan sedang, dan daerah dengan kualitas lingkungan buruk. Kota Jakarta merupakan daerah dengan kualitas lingkungan yang buruk. Sementara kota Bandar Lampung berpredikat sebagai kota dengan kualitas lingkungan terbaik. Penelitian Arianti (2009) yang mengambil judul “Pengelompokan Kecamatan Di Kabupaten Probolinggo Berdasarkan Indeks Pembangunan Manusia Dengan Cluster Analysis” membagi kecamatan-kecamatan yang ada di wilayah Kabupaten Probolinggo Jawa Timur menjadi 4 kelompok. Kelompok 1 yang beranggotakan 8 kecamatan, memiliki ciri nilai IPM tinggi. Kelompok 2 dengan karakteristik nilai IPM rendah beranggotakan 4 kecamatan. Kelompok 3 yang beranggotakan 5 kecamatan, merupakan kelompok dengan tingkat pencapaian IPM paling rendah dibanding kelompok lain. Sementara kecamatan-kecamatan yang memiliki nilai IPM tertinggi bergabung ke dalam kelompok 4 dengan jumlah anggota 7 kecamatan. Sementara
itu,
Setiawan
(2010)
dalam
penelitiannya
“Analisis
Pengelompokan Kabupaten/Kotamadya Berdasarkan Indikator Partisipasi Perempuan Provinsi Jawa Timur”, dengan analisis cluster membagi kabupaten/kota di Jawa Timur menjadi 3 kelompok. Kelompok 1 dengan ciri tingkat pendidikan dan partisipasi angkatan kerja perempuan sedang, memiliki anggota 15 kabupaten/kota. Kelompok 2 dengan jumlah anggota 14 kabupaten/kota, merupakan kelompok yang bercirikan tingkat pendidikan perempuan rendah dan angka partisipasi perempuan tinggi. Sedangkan ciri tingkat pendidikan dan angka partisipasi perempuan tinggi,
27
dimiliki oleh kelompok 3 dengan jumlah anggota 9 kabupaten/kota. Berbeda dengan penelitian-penelitian sebelumnya, penelitian ini memasukkan variabel prasarana sebagai tambahan instrumen analisis. Di samping itu, di dalam penelitian ini juga membentuk lima kelompok kabupaten/kota dengan tujuan agar karakteristik kelompok yang terbentuk lebih spesifik.
2.3 Kerangka Pemikiran Berdasarkan latar belakang, perumusan masalah maupun tujuan penelitian yang telah dipaparkan sebelumnya, dapat ditetapkan diagram proses berfikir sebagai berikut: Pembangunan Daerah
Pembangunan Ekonomi
Pembangunan Sumberdaya Manusia
Tidak Merata
Ketidaksetaraan Antarwilayah
Klasifikasi Berdasarkan Pencapaian Pembangunan
Implikasi Kebijakan Gambar 2.1. Kerangka Pemikiran
Pembangunan Prasarana
28
Pembangunan daerah yang dapat diukur melalui kinerja pembangunan ekonomi, sumberdaya manusia dan prasarana, dalam kenyataanya menunjukan terjadinya ketidaksetaraan. Hal ini tentu bisa menghambat kinerja pembangunan secara regional. Adanya klasifikasi wilayah berdasarkan tingkat pencapaian pembangunannya, dapat menjadi rujukan bagi para pengambil kebijakan sehingga program pembangunan bisa diterapkan lebih cepat serta efisien.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan pada penelitian ini berupa data sekunder yang bersumber dari publikasi-publikasi BPS, yaitu Data Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi Jawa Timur Tahun 2005-2010, Data PDRB Kabupaten/Kota se-Jawa Timur Tahun 2010, Jawa Timur Dalam Angka 2011, Statistik Potensi Desa Provinsi Jawa Timur Tahun 2008, Data Makro Ekonomi dan Sosial Provinsi Jawa Timur Tahun 2005-2010 dan Hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional Provinsi Jawa Timur Tahun 2010.
3.2 Metode Analisis Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis data dengan banyak peubah (Multivariate), yaitu Analisis Komponen Utama yang dirangkai dengan Analisis Faktor. Tujuan kedua analisis ini adalah untuk mereduksi banyaknya dimensi peubah yang saling berkorelasi menjadi suatu set kombinasi linier baru yang tidak saling berkorelasi akan tetapi masih mempertahankan sebagian besar keragaman data asli (original variable). Selanjutnya, sesuai dengan salah satu tujuan penelitian, kabupaten/kota yang ada
di
Provinsi
Jawa
Timur
diklasifikasikan
berdasarkan
kinerja
pembangunannya. Untuk itu, digunakan Analisis Cluster. Keseluruhan proses analisis dilakukan dengan bantuan program SPSS 19.
30
3.2.1 Analisis Komponen Utama Analisis Komponen Utama (AKU) digunakan untuk mengetahui apakah penelitian ini layak untuk analisis lebih lanjut dalam hal ini Analisis Faktor, di lihat dari nilai Kaiser Meyer Olkin (KMO) dan uji Bartlett. Analisis Komponen Utama (AKU) atau Principal Component Analysis (PCA) adalah suatu teknik menyusutkan (reduksi) data dimana tujuan utamanya untuk mengurangi banyaknya dimensi peubah yang saling berkorelasi menjadi peubah-peubah baru {disebut Komponen Utama (KU)} yang tidak berkorelasi dengan mempertahankan sebanyak mungkin keragaman dalam himpunan data tersebut. Artinya dengan dimensi yang lebih kecil diharapkan lebih mudah melakukan penafsiran atau interpretasi tanpa kehilangan banyak informasi tentang data.
Banyaknya KU (peubah baru) yang terbentuk diharapkan seminimal
mungkin, akan tetapi mampu menerangkan keragaman total yang maksimal. Secara aljabar linier, komponen utama merupakan kombinasi-kombinasi linier dan p peubah acak X1, X2, X3, X4,…., Xp. Secara geometris kombinasi linier ini merupakan sistem koordinat baru yang didapat dari rotasi sistem semula dengan X1, X2, X3, .…., Xp sebagai sumbu koordinat. Sumbu baru tersebut merupakan arah dengan variabilitas maksimum dan memberikan kovariasi yang lebih sederhana. Sebagai catatan, dalam Analisis Komponen Utama, asumsi populasi mengikuti distribusi Normal Multivariate tidak diperlukan. Komponen utama yang dibentuk merupakan kombinasi linear dari peubahpeubah asli, dimana koefisiennya adalah vektor ciri (eigen vector). Vektor ciri dihasilkan dari akar ciri (eigen value) matriks kovarian atau matriks korelasi.
31
Penggunaan matriks kovarian atau matriks korelasi tergantung dari kesamaan satuan peubah-peubah yang dianalisis. Apabila satuannya sama digunakan matriks kovarian, sedang bila tidak sama digunakan matriks korelasi. Bila komponen utama diturunkan dari populasi normal multivariate dengan random vektor X X 1 , X 2 ,..., X P dan vektor mean μ 1 , 2 ,..., p
'
'
dan
matriks
Σ
kovarians
dengan
akar
ciri
(eigen
value)
yaitu
1 2 ... p 0 didapat kombinasi linier komponen utama adalah: Y1 e1' X e11 X 1 e21 X 2 ... e p1 X p Y2 e '2 X e12 X 1 e22 X 2 ... e p 2 X p ….
Yp e 'p X e1 p X 1 e2 p X 2 ... e pp X p
(1)
Maka: Varian Yi e'i e i
(2)
Kovarian Yi , Yk e'i e k
(3)
i , k = 1, 2, …, p Syarat untuk membentuk komponen utama yang merupakan kombinasi linear dari peubah X agar mempunyai varian maksimum adalah dengan memilih vektor ciri (eigen vector) yaitu e e1 , e 2 ,..., e p sedemikian hingga varian '
Yi e'i e k
maksimum dan e'i e i 1
Komponen
utama
pertama
adalah
kombinasi
memaksimumkan var e'1 X dengan syarat e'1 e1 1
linear
e'1 X yang
32
Komponen
utama
kedua
adalah
kombinasi
linier
e'2 X
yang
memaksimumkan var (e'2 X) dengan syarat e' 2 e 2 1 Komponen utama ke-i adalah kombinasi linier e'i X yang memaksimumkan var (e'i X) dengan syarat e' i e i 1 dan kov e'i X, e'k X 0 untuk k < i. Antar komponen utama tersebut tidak berkorelasi dan mempunyai variasi yang sama dengan akar ciri dari Σ. Akar ciri dari matriks ragam peragam Σ merupakan varian dari komponen utama Y, sehingga matriks ragam peragam dari Y adalah:
1 0 Σ. . 0
0
2 . . .
. . . . . p . . . . . .
0 0 .
Total keragaman peubah asal akan sama dengan total keragaman yang diterangkan oleh komponen utama yaitu: p
p
j 1
j 1
varX i tr Σ 1 2 ... p varYi
(4)
Penyusutan dimensi dari peubah asal dilakukan dengan mengambil sejumlah kecil komponen yang mampu menerangkan bagian terbesar keragaman data. Apabila komponen utama yang diambil sebanyak q komponen, di mana q < p, maka proporsi dari keragaman total yang bisa diterangkan oleh komponen utama ke-i adalah:
1 2 ... q p
100%
q
j j 1
p
100%, j 1,2,3,..., q
atau
(5)
33
Penurunan komponen utama dari matriks korelasi dilakukan apabila data sudah terlebih dahulu ditransformasikan kedalam bentuk baku Z. Transformasi ini dilakukan terhadap data yang satuan pengamatannya tidak sama. Bila peubah yang diamati ukurannya pada skala dengan perbedaan yang sangat lebar atau satuan ukurannya tidak sama, maka peubah tersebut perlu dibakukan (standardized). Peubah baku (Z) didapat dari transformasi terhadap peubah asal dalam matriks berikut:
Z V 1/2
X μ 1
(6)
V1/2 adalah matriks simpangan baku dengan unsur diagonal utama adalah ii
1/ 2
sedangkan unsur lainnya adalah nol. Nilai harapan E (Z) = 0 dan keragamannya
adalah Cov(Z) V 1/2
V 1
1/2 1
ρ
(7)
Dengan demikian komponen utama dari Z dapat ditentukan dari vektor ciri yang didapat melalui matriks korelasi peubah asal ρ. Untuk mencari akar ciri dan menentukan vektor pembobotnya sama seperti pada matriks Σ. Sementara teras matriks korelasi ρ akan sama dengan jumlah p peubah yang dipakai. Penetapan banyaknya KU untuk dapat ditafsirkan dengan baik dapat dilihat dari: 1. Proporsi keragaman kumulatif dari KU Menurut Morrison (1990), banyaknya KU yang dipilih sudah cukup memadai apabila KU tersebut mempunyai persentase keragaman kumulatif tidak kurang dari 75% dari total keragaman data. Sedangkan Johnson dan Wichern (2002) mengisyaratkan bahwa KU dengan kondisi persentase keragaman
34
kumulatif sebesar 80-90%, dapat menggambarkan data asalnya. Keragaman total KU: p
Var (Yi) = 1+2+…+p
i 1
p
= i i 1
(8)
2. Nilai dari akar ciri Pemilihan komponen utama yang digunakan, didasarkan pada nilai akar cirinya. Menurut Kaiser (dalam Ekaria, 2004), pemilihan KU berdasarkan pendekatan akar ciri yang nilainya 1. AKU seringkali disajikan dalam tahap pertengahan dalam penelitian yang lebih besar. KU bisa merupakan masukan pada Analisis Faktor atau Analisis Cluster. KU terpilih selanjutnya digunakan sebagai pembentuk peubah dalam Analisis Faktor. Langkah selanjutnya adalah melakukan pengujian terhadap matriks korelasi dari data yang menjadi objek pengamatan. Matriks korelasi digunakan untuk melihat keeratan hubungan antara peubah yang satu dengan peubah yang lain. Ada dua macam pengujian yang dapat dilakukan terhadap matriks korelasi, yaitu: o Uji Bartlett Pengujian ini dilakukan untuk melihat apakah matrik korelasinya bukan merupakan suatu matrik identitas, jika matrik korelasinya merupakan matrik identitas, maka tidak ada korelasi antarpeubah yang digunakan. Uji ini dipakai bila sebagian besar dari koefisien korelasi kurang dari 0,5. Langkah-langkahnya adalah:
35
1. Hipotesis Ho : Matriks korelasi merupakan matriks identitas H1 : Matriks korelasi bukan merupakan matriks identitas 2. Statistik uji
2 N 1
2 p 5 ln R
6
N = Jumlah observasi
(9)
p = Jumlah peubah
R = Determinan dari matriks korelasi 3. Keputusan Uji Bartlett akan menolak H0 jika nilai
2 obs 2 , p p 1 / 2
(10)
o Uji Kaiser Meyer Olkin (KMO) Uji KMO digunakan untuk mengetahui apakah metode penarikan sampel yang digunakan memenuhi syarat atau tidak. Disamping itu, uji KMO dalam Analisis Faktor berguna untuk mengetahui apakah data yang digunakan dapat dianalisis lebih lanjut atau tidak dengan Analisis Faktor. Rumusan uji KMO adalah
KMO
r r i
i j
2
ij
i i j 2 ij
a 2 ij i
; i = 1,2,…,p ; j = 1,2,…,p
(11)
i j
di mana: rij = Koefisisen korelasi sederhana antara peubah i dan j aij = Koefisien korelasi parsial antara peubah i dan j Adapun penilaian uji KMO dari matrik antarpeubah adalah sebagai berikut: 0,90
36
0,80
; data tidak layak untuk uji lebih lanjut dengan analisis fak-
tor. 3.2.2 Analisis Faktor Analisis faktor adalah suatu analisis data untuk mengetahui faktor-faktor yang dominan dalam menjelaskan suatu masalah. Menurut Johnson dan Wichern (2002) yang dimaksud dengan analisis faktor adalah: 1. Pengembangan dari AKU yang lebih terperinci dan teliti. 2. Mengecek konsistensi data terhadap struktur peubah. Sedangkan kegunaan dari Analisis Faktor (Supranto, 2004) adalah: 1. Untuk mengidentifikasi dimensi yang mendasari (underlying dimensions) atau faktor, yang menjelaskan korelasi antara suatu set variabel. 2. Untuk mengidentifikasi suatu set variabel baru yang tidak berkorelasi (independent) yang lebih sedikit untuk menggantikan suatu set variabel asli yang saling berkorelasi. 3. Untuk mengidentifikasi suatu set variabel yang penting dari suatu set variabel yang banyak. Analisis Faktor pada dasarnya bertujuan untuk mendapatkan sejumlah kecil faktor/komponen utama yang memiliki sifat berikut (Ekaria, 2004): 1. Mampu menerangkan semaksimum mungkin keragaman data.
37
2. Terdapatnya kebebasan antarfaktor. 3. Tiap faktor dapat diinterpretasikan sejelas-jelasnya. Perbedaan antara Analisis Faktor dan Analisis Komponen Utama adalah: 1. Pada Analisis Komponen Utama, tujuannya adalah untuk memilih sejumlah peubah baru (yang disebut sebagai komponen utama) yang menjelaskan total variasi dalam set data sebesar – besarnya, 2. Pada Analisis Faktor, tujuan utamanya adalah memilih faktor-faktor yang dapat menjelaskan keterkaitan (Interrelationship) antar peubah asli. Dengan perkataan lain, Analisis Faktor bertujuan untuk menjelaskan arti peubahpeubah dalam set data. Pada Analisis Faktor diperlukan nilai estimasi dari faktor-faktor bersama yang disebut dengan skor faktor. Berdasarkan skor faktor pada setiap observasi, kita dapat menyatakan untuk masing – masing observasi tinggi rendahnya nilai skor faktornya. Skor faktor tertentu menunjukkan penting tidaknya peranan faktor-faktor tersebut bagi observasi itu. Skor faktor benilai negatif, nol dan positif, dimana jika nilainya semakin besar maka semakin besarlah peranan faktor tersebut terhadap suatu permasalahan pada observasi yang kita teliti. Secara umum, model Analisis Faktor adalah sebagai berikut : X1 - 1 = 11F1 + 12F2 + 13F3 +…………..+ 1mFm + 1 X2 - 2 = 21F1 + 22F2 + 23F3 +…………..+ 2mFm + X3 - 3 = 31F1 + 32F2 + 33F3 +…………..+ 3mFm +
38
Xp - p = p1F1 + p2F2 + p3F3 +…………..+ pmFm + p
(12)
Atau dalam notasi matriks, dituliskan Xpx1 - px1 = LpxmFmx1 + px1
(13)
di mana : Fj
= Faktor Umum ;
j = 1,2,……m; m
i
= Faktor Spesifik ;
i = 1,2,….p
i
= rata–rata peubah ke i
ij
= loading untuk peubah ke –i pada faktor ke –j
L
= Matriks faktor loading
dengan asumsi: 1. E(F) =0 2. Var (F) = E (FF') = Imxm 3. E () = 0 4. Var () = E(') = Cov (F') = E (F') =0, sehingga F dan independent Adapun struktur kovarian untuk model adalah: 1. Cov (X) = LL' + ψ
(14)
Var (Xi) = li21 li22 ... lij2 i
CovX 1 , Y j li21l 2j1 li22 l 2j 2 ... lim2 l 2jm 2. Cov (X,F) = L Cov (X1,Fj) = lij
(15)
39
Model (X-μ) = LF + ε adalah linier dalam faktor bersama. Bagian dari Var (Xi) yang dapat diterangkan oleh faktor bersama disebut communality ke-i. Sedangkan bagian dari Var (Xi) karena faktor spesifik disebut varian spesifik ke-i.
ii li21 li22 ... lim2 i hi2 i
(16)
di mana: hi2 = communality ψi = varian spesifik ke-i Dalam praktek, matriks ragam peragam di taksir dengan matriks ragam peragam sampel S dan matrik korelasi ρ peubah ditaksir dengan matriks korelasi R. Dalam hal ini, paket progarm SPSS/PC+ langsung menggunakan matriks korelasi R sebagai matriks ragam peragam dalam menghitung akar ciri dan vektor ciri maupun analisis faktornya. Faktor-faktor yang diperoleh melalui metode komponen utama pada umumnya masih sulit diinterpretasikan secara langsung. Untuk itu dilakukan manipulasi dengan cara merotasi loading L dengan menggunakan metode Rotasi Tegak Lurus Varimax (Varimax Orthogonal Rotation) sesuai dengan saran beberapa ahli, karena rotasi tegak lurus varimax lebih mendekati kenyataan dibanding yang lain. Rotasi varimax adalah rotasi yang memaksimalkan faktor pembobot, dan mengakibatkan korelasi variabel-variabel dengan suatu faktor mendekati satu, serta korelasi dengan faktor lainnya mendekati nol, sehingga mudah diinterpretasikan. Dari rotasi tersebut menghasilkan matriks loading baru L*, yaitu: L*(pxq) = L(pxq) . T(qxq)
(17)
40
di mana T adalah matriks transformasi yang dipilih sehingga, T'T = TT' = I
(18)
Matriks transformasi T ditentukan sedemikian serupa hingga total keragaman kuadrat loading L, yaitu:
1 q p ij V p j 1 i 1 hi
4 p ij h i 1 i
2
2 / p
(19)
menjadi maksimum, di mana: q
V (keragaman dari kuadrat loading untuk faktor ke-j) i 1
hi2 2i1 2i 2 ... 2iq (komunalitas, yaitu jumlah varians dari suatu variable ke-i yang dapat dijelaskan oleh sejumlah m common factors). Dari perumusan diatas, rotasi merupakan suatu upaya untuk menghasilkan faktor penimbang baru yang lebih mudah diinterpretasikan yaitu dengan mengalikan faktor penimbang awal dengan matriks transformasi yang bersifat orthogonal, sehingga matriks korelasinya tidak akan berubah. Dari merotasi matriks loading tadi menyebabkan setiap variabel asal mempunyai korelasi yang tinggi dan faktor tertentu saja, sedangkan dengan faktor lain mempunyai korelasi relatif rendah sehingga pada akhirnya setiap faktor akan lebih mudah diinterpretasikan. 3.2.3 Analisis Cluster Analisis Cluster bertujuan untuk memisahkan obyek ke dalam beberapa kelompok yang mempunyai sifat berbeda antar kelompok yang satu dengan yang lain. Dalam analisis ini tiap-tiap kelompok bersifat homogen antar anggota dalam
41
kelompok atau variasi obyek dalam satu kelompok yang terbentuk sekecil mungkin. Analisis ini digunakan untuk mengelompokan n individu (unit observasi) dengan p peubah ke dalam k kelompok. Bila yang akan dikelompokan berupa obyek maka pendekatan ukuran kemiripan biasanya ditunjukkan oleh ukuran jarak. Salah satu ukuran kemiripan yang digunakan adalah jarak euclidean. Jarak euclidean antar dua obyek Xi = [X1, X2, ..., XP] dan Yj = [Y1, Y2, ..., YP] yang berdimensi p adalah:
D X ,Y =
X 1 Y1 2 X 2 Y2 2 ... X P YP 2 X Y' X Y
(20)
Sehingga akan diperoleh matrik jarak sebagai berikut:
D
0 d 21
d12 0
. d n1
. d n2
... d1n ... d 2 n 0 ...
. 0
Semakin kecil nilai D, maka semakin besar kemiripan antara kedua pengamatan tersebut. Sebaliknya bila D besar, semakin besar ketidakmiripan dari pengamatan tersebut. Asumsi yang harus dipenuhi dalam penerapan Analisis Cluster adalah: 1. Sampel yang diambil harus dapat mewakili populasi yang ada. Dalam penelitian ini, digunakan data populasi, sehingga asumsi ini tidak perlu diuji lagi. 2. Multikolinieritas Multikolinieritas adalah kemungkinan adanya korelasi antar peubah bebas.
42
Sebaiknya tidak ada atau seandainya ada, besar multikolinieraitas tersebut tidaklah tinggi yaitu kurang dari 0,8 (Gujarati, 2004). Bila data yang digunakan dalam Analisis Cluster adalah data skor komponen dari hasil AKU, maka tidak akan ditemukan lagi adanya Multikolinieritas. Tahap selanjutnya dalam Analisis Cluster adalah menentukan metode pengelompokan/klasifikasi. Terdapat dua metode yaitu: 1. Metode Kelompok Hierarki (Hierarchical Clustering Methods) Metode ini digunakan bila banyaknya kelompok yang diinginkan belum diketahui.
Metode
ini
paling
banyak
digunakan
karena
pembentukan
kelompoknya bersifat alamiah. Pengelompokannya disajikan secara visual berbentuk dendogram yaitu suatu bagan yang menyajikan banyaknya kelompok terbesar hingga terkecil. Cara menentukan banyaknya kelompok yang tepat didasarkan pada jumlah anggota kelompok yang relatif merata. Proses pengelompokan diawali dengan memandang setiap obyek (n) sebagai sebuah kelompok, sehingga jumlah kelompok sebanyak jumlah obyeknya. Dua obyek/kelompok yang paling mirip (dalam hal ini dilihat dari jarak) adalah obyek yang pertama kali digabungkan menjadi satu kelompok, sehingga jumlah kelompok menjadi n-1. jarak kelompok baru dengan kelompok sebelumnya di hitung kembali. Prosedur ini diulang sampai akhirnya kemiripan berkurang, sehingga semua kelompok tergabung dalam suatu kelompok tunggal. Pada pengelompokan Hirarki terdapat tiga jenis metode, yaitu:
43
(1) Metode Pautan Tunggal (Single Linkage) Metode ini di lakukan dengan meminimumkan jarak antara kelompok yang di gabungkan. Jarak antar kelompok di bentuk dari individu-individu dalam dua kelompok yang mempunyai jarak terkecil atau kemiripan terbesar. Proses dimulai dengan menentukan jarak terkecil dalam D = {dih} dan gabungkan obyekobyek, misal U dan V, untuk memperoleh kelompok I atau {UV}, maka jarak antara {UV} dan kelompok W yang lain adalah: D(UV)W = min {dUW , dVW}
(21)
di mana: dUW adalah jarak terdekat dari kelompok U dan W dVW adalah jarak terdekat dari kelompok V dan W (2) Metode Pautan Lengkap (Complete Linkage) Dalam metode ini, jarak antar kelompok dibentuk dari individu-individu dalam dua kelompok yang mempunyai jarak yang paling jauh. Jadi pautan lengkap memastikan bahwa semua individu dalam suatu kelompok berada dalam jarak maksimum pada masing-masing kelompok yang lain. Pengelompokan dimulai dengan mencari jarak pada D = {dih} dan penggabungan antara U dan V untuk mendapatkan kelompok I (UV). Selanjutnya jarak antara (UV) dan setiap kelompok W dihitung dengan: D(UV)W = max {dUW , dVW} di mana: dUW adalah jarak kelompok yang paling jauh U dan W dVW adalah jarak kelompok yang paling jauh V dan W
(22)
44
(3) Metode Rataan Grup (Group Average) Metode ini dilakukan dengan meminimumkan rata-rata jarak antara semua pasangan individu dari kelompok yang digabungkan. Proses pengelompokan dimulai dengan mencari jarak D = {dih} untuk mendapatkan obyek yang terdekat. Kelompok ini dihubungkan untuk membentuk kelompok I atau (UV). Selanjutnya jarak antara (UV) dengan kelompok W lainnya ditentukan dengan: d UV W
nU nV dWU dWV nU nV nU nV
(23)
(4) Metode Sentroid (Centroid) Ukuran ketidakmiripannya adalah:
d UV W
nU nV nU nV dWU dWV d nU nV nU nV nU nV 2 UV
(24)
(5) Median Pada metode ini jarak antara dua gerombol yang terbentuk adalah:
d UV W
1 1 1 dWU dWV dUV 2 2 4
(25)
(6) Ragam Minimum (Minimum Variance) Ukuran ketidakmiripan yang digunakan ialah: d UV W
nU
nV dWU nV nW dWV nW dUV nU nV nW
di mana:
nU = banyaknya obyek dalam gerombol U nV = banyaknya obyek dalam gerombol V
nW = banyaknya obyek dalam gerombol W
(27)
45
2. Metode Non Hierarki Metode ini digunakan bila banyaknya kelompok yang akan dibentuk telah diketahui lebih dahulu. Sifat pengelompokannya tidak alamiah karena telah di kondisikan untuk jumlah kelompok tertentu. Proses pengelompokan dimulai dengan menentukan nilai k yang merupakan pusat kelompok, dengan cara random dari data. Metode non hierarki yang sering digunakan adalah metode K_Means, yaitu metode yang bertujuan mengelompokan data sedemikian hingga jarak tiaptiap data ke pusat kelompok dalam satu kelompok minimum. Analisis Cluster yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode tidak berhierarki (K-means Clustering). Banyaknya gerombol (cluster) yang ingin dibentuk terlebih dahulu ditentukan. Didalam metode ini diasumsikan bahwa analisis terdiri dari n individu dan p pengukuran. X (i,j) adalah nilai dari individu ke-i dalam variabel ke-j; i = 1,2,…,n dan j = 1,2,…,p. Misal P (n,K) adalah pengelompokan yang merupakan hasil dari masing-masing individu yang dialokasikan ke dalam sebuah gerombol (cluster) 1,2,…,K. Rata-rata variabel ke-j dalam gerombol (cluster) ke-l akan dinotasikan dengan X (l,j), dan jumlah individu-individu yang termasuk dalam gerombol (cluster) ke-l dinyatakan dengan n(l). Dalam notasi ini kita dapat menampilkan jarak antara individu ke-i dan gerombol ke-l sebagai berikut: p
D(i, l ) ( X (i, j ) X (l , j ) )1 2 j 1
2
(28)
46
dengan komponen kesalahan tiap-tiap kelompok dapat didefinisikan sebagai berikut: n
2
EP(n, K ) Di, l (i)
(29)
i 1
di mana l(i) adalah gerombol (cluster) yang terdiri individu ke-i, dan D[i,l(i)] adalah jarak Euclidean antara individu i dan rata-rata klaster yang terdiri dari individu. Prosedur untuk
pengelompokan adalah mengikuti langkah-langkah:
mencari pengelompokan dengan komponen kesalahan E yang kecil dengan menempatkan individu-individu dari satu kelompok ke kelompok lainnya sampai tidak terjadi perpindahan hasil individu dalam pereduksian E. Dalam melakukan Analisis Cluster, sebaiknya pola nilai matriks korelasi data asal diamati terlebih dahulu. Selanjutnya dihitung persentase korelasi sedang (0,31-0,75) dan besar (0,76-1,00). Jika persentase korelasi sedang dan besar berkisar antara 10 hingga 80 persen, maka data skor faktor dapat memberikan hasil yang lebih baik daripada data asal untuk proses penggerombolan (Handayani dalam Naibaho, 2003). Kemudian dari hasil Analisis Cluster tersebut, dapat diketahui rata-rata maupun standar deviasi masing-masing indikator pada tiap kelompok. Dalam penelitian ini, indikator-indikator dari masing-masing kelompok dikategorikan menjadi lima tingkatan yaitu sangat rendah, rendah, sedang, tinggi ataupun sangat tinggi untuk mendapatkan informasi yang lebih cermat. Penentuan tingkatan kategori tersebut mengacu pada penelitian Abdullah (2008) dengan batasan pengkategorian sebagaimana terlihat pada Tabel 3.1. Untuk mempermudah penilaian, masing-masing kategori dikonversikan dalam bentuk angka.
47
Tabel 3.1 Kategori, Nilai Konversi dan Nilai Selang Skor Faktor Kategori
Nilai Konversi
Nilai Selang
(1)
(2)
(3)
Sangat Tinggi 5 Tinggi 4 Sedang 3 Rendah 2 Sangat Rendah 1 Sumber: Abdullah, 2008, diolah. di mana: j = 1,2,3…n, n = banyaknya kelompok j = rata-rata total peubah j Sj = standar deviasi peubah j SF = skor faktor
( j + 1,5Sj) < SF ( j + 0,5Sj) < SF ≤ ( j + 1,5Sj) ( j - 0,5Sj) < SF ≤ ( j + 0,5Sj) ( j - 1,5Sj) < SF ≤ ( j - 0,5Sj) SF ≤ ( j - 1,5Sj)
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Umum Provinsi Jawa Timur
Provinsi Jawa Timur terletak di antara 1110 0' dan 114 0 4' Bujur Timur serta 7 012' dan 8 0 48' Lintang Selatan. Provinsi berpenduduk sekitar 37 juta jiwa (Sensus Penduduk 2010) ini mempunyai luas 147.130,15 km2 yang terbagi atas kawasan hutan 12.261,64 km2 (26,02%), persawahan seluas 12.286,71 km2 (26,07%),
pertanian
tanah
kering
mencapai
11.449,15
km2
(24,29%),
pemukiman/kampung seluas 5.712,15 km2 (12,12%), perkebunan seluas 1.581,94 km2 (3,36%), tanah tandus/rusak seluas 1.293,78 km2 (2,75%), tambak/kolam mencapai 737,71 km2 (1,57%), kebun campuran seluas 605,65 km2 (1,29%), selebihnya terdiri dari rawa/danau, padang rumput dan lain-lain seluas 1.201,42 km2 (2,55%). Jawa Timur memiliki 60 buah pulau (termasuk Pulau Madura yang merupakan pulau terbesar) serta 48 gunung. Gunung yang tertinggi adalah Gunung Semeru yang mencapai ketinggian 3.676 meter di atas permukaan laut dan Gunung Lamongan yang merupakan gunung berapi yang terendah dengan tinggi 1.668 m. Secara administratif, provinsi ini terbagi menjadi 29 kabupaten dan 9 kota. Provinsi yang terletak di ujung timur Pulau Jawa ini sebelah utara berbatasan dengan Laut Jawa; sebelah timur dengan Pulau Bali; sebelah selatan dengan Samudera Indonesia; dan sebelah barat berbatasan dengan Provinsi Jawa Tengah.
49
23 22
26
27
24
25 78 76 15 19 18 17 16 75 20 77 71 06 79 14 02 73 72 01 03 04 05 07
28
29
21
74 08
13
11
12 N
09 10
W
E S
Sumber: BPS Provinsi Jawa Timur, 2011 Keterangan: : Kabupaten : Kota Kabupaten: 01. Pacitan 02. Ponorogo 03. Trenggalek 04. Tulungagung 05. Blitar 06. Kediri 07. Malang 08. Lumajang 09. Jember 10. Banyuwangi 11. Bondowoso 12. Situbondo 13. Probolinggo 14. Pasuruan 15. Sidoarjo
16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29.
Mojokerto Jombang Nganjuk Madiun Magetan Ngawi Bojonegoro Tuban Lamongan Gresik Bangkalan Sampang Pamekasan Sumenep
Kota: 71. Kediri 72. Blitar 73. Malang 74. Probolinggo 75. Pasuruan 76. Mojokerto 77. Madiun 78. Surabaya 79. Batu
Gambar 4.1 Peta Jawa Timur Berdasarkan Wilayah Administratif Dalam beberapa kurun waktu terakhir, perekonomian Jawa Timur menunjukkan kinerja yang cukup membanggakan. Hal ini bisa dilihat dari besarnya laju pertumbuhan ekonomi yang secara rata-rata berada di atas angka 5 persen selama periode 2005 hingga 2010 yang merupakan indikasi adanya peningkatan produksi barang dan jasa secara progresif. Krisis global yang
50
melanda dunia pada akhir 2008 hingga pertengahan 2009, tidak memberikan pengaruh cukup berarti bagi perekonomian di provinsi ini. Terbukti di tahun tersebut, Jawa Timur mampu meraih pertumbuhan ekonomi masing-masing sebesar 5,94 dan 5,01 persen serta mencapai pertumbuhan tertinggi di tahun 2010 sebesar 6,67 persen, lebih tinggi dibanding pertumbuhan ekonomi nasional yang sebesar 6,10 persen. Kondisi ini didukung dengan semakin membaiknya PDRB perkapita yang mencapai Rp. 20.771,69 juta rupiah pada tahun 2010 atau meningkat sebesar 86,89 persen jika dibandingkan pada tahun 2005. Tabel 4.1 Pertumbuhan Ekonomi dan PDRB Perkapita Jawa Timur Tahun 2005-2010 Indikator
2005
2006
2007
2008
2009
2010
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
5,84
5,80
6,11
5,94
5,01
6,68
Pertumbuhan Ekonomi (persen) PDRB Perkapita (ribu rupiah)
11.114 12.861 14.629 16.807 18.446 20.772
Sumber: BPS Provinsi Jawa Timur, 2011. Hingga tahun 2010, perekonomian Jawa Timur masih ditopang oleh tiga sektor utama, yaitu perdagangan, hotel dan restoran, kemudian industri pengolahan serta sektor pertanian. Namun seiring berjalannya waktu, peranan sektor pertanian terus mengalami degradasi. Jika pada tahun 2005 sektor pertanian memberikan kontribusi terhadap perekonomian sebesar 19,20 persen, di tahun 2010 sektor ini mengalami penurunan yang cukup signifikan menjadi 15,75 persen. Kondisi sebaliknya terjadi pada sektor perdagangan, hotel dan restoran yang terus mengalami peningkatan kontribusi dari 26,45 persen pada
51
tahun 2005 menjadi 29,47 persen di tahun 2010. Struktur perekonomian Jawa Timur secara keseluruhan dapat dilihat pada Tabel 4.2: Tabel 4.2 Peranan Sektor Ekonomi dalam PDRB Jawa Timur Atas Dasar Harga Berlaku Tahun 2005-2010 (Persen) No Sektor/Subsektor (1) (2) 1 Pertanian 2 Pertambangan dan Penggalian 3 Industri Pengolahan 4 Listrik, Gas dan Air Bersih 5 Konstruksi 6 Perdag, Hotel dan Restoran 7 Pengangkutan dan Komunikasi 8 Keuangan, Persew. dan Jasa Perusahaan 9 Jasa-jasa Produk Domestik Regional Bruto
2005 (3) 17,20 2,07
2006 (4) 17,13 2,13
2007 (5) 16,69 2,17
2008 (6) 16,55 2,22
2009 (7) 16,34 2,22
2010 (8) 15,75 2,19
29,94 1,50
29,21 1,49
28,75 1,59
28,47 1,58
28,14 1,55
27,49 1,51
4,22 26,45
4,05 27,25
3,93 28,07
3,89 28,49
4,01 28,42
4,50 29,47
5,34
5,35
5,32
5,25
5,50
5,52
4,62
4,61
4,70
4,79
4,83
4,89
8,67 8,78 8,78 8,77 9,00 8,68 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00
Sumber: BPS Provinsi Jawa Timur, 2011. Jika kesembilan sektor pada Tabel 4.2 dikelompokkan menjadi tiga sektor utama yaitu sektor primer (pertanian dan pertambangan), sektor sekunder (industri pengolahan, listrik, gas dan air bersih serta konstruksi) dan sektor tersier (perdagangan, hotel dan restoran, pengangkutan dan komunikasi, keuangan, persewaan dan jasa perusahaan serta jasa-jasa), dapat disimpulkan bahwa struktur perekonomian Jawa Timur didominasi oleh sektor tersier dengan sumbangan terhadap PDRB dalam kurun lima tahun terakhir rata-rata sebesar 46,92 persen. Jumlah penduduk yang begitu besar serta letak geografis yang cukup strategis, mendorong sektor perdagangan, hotel dan restoran berkembang pesat yang pada akhirnya menjadi pelopor dominasi tersebut.
52
Sementara itu, sektor yang sebenarnya dianggap sebagai “intisari” ekonomi Jawa Timur adalah sektor sekunder dengan industri pengolahan sebagai ikonnya. Hal tersebut diduga disebabkan oleh banyaknya usaha industri manufaktur di provinsi ini. Bahkan Jawa Timur merupakan provinsi ketiga yang dijuluki “episentrum” industri Indonesia setelah Jawa Barat dan Jabotabek. Meskipun terus mengalami penurunan kontribusi dari tahun 2005 hingga tahun 2010, sektor ini masih menjadi tulang punggung bagi perekonomian Jawa Timur, khususnya subsektor industri makanan, minuman, dan tembakau, yang didominasi oleh industri rokok. Hal ini bisa dilihat dari besarnya sumbangan sektor ini terhadap penciptaan PDRB yang jauh di atas sektor listrik, gas dan air serta konstruksi.
Sumber: BPS Provinsi Jawa Timur, 2011, diolah. Gambar 4.2 Kontribusi Sektor Primer, Sekunder dan Tersier Provinsi Jawa Timur Tahun 2005-2010 (Persen) Uraian diatas memberikan gambaran bahwa secara agregat, terjadi transformasi sektoral dari perekonomian berbasis primer (tradisional) menuju ekonomi modern, seperti sekunder dan terutama tersier sebagaimana yang
53
telah diungkapkan oleh Hollis B Chenery (Tambunan, 2011). Kondisi ini cukup menggembirakan mengingat sektor sekunder dan tersier dibangun dari sektor-sektor yang tidak tergantung pada sumberdaya alam. Di samping itu, salah satu ciri daerah yang maju adalah jika daerah itu lebih didominasi oleh sektor yang sudah terlepas dari keberadaan sumber daya alam (tertiary sector). Namun begitu, transformasi struktural ekonomi akan lebih bermakna jika didukung oleh transformasi sektoral tenaga kerja. Ditinjau dari segi pembangunan sumberdaya manusia, dapat dikatakan bahwa kualitas sumberdaya manusia di Provinsi Jawa Timur secara keseluruhan sudah cukup membanggakan. Tingginya Angka Melek Huruf (AMH) yang mencapai 88,02 persen mengindikasikan bahwa tingkat pengetahuan masyarakat sudah baik. Hal ini didukung dengan Angka Partisipasi Sekolah (APS) usia 7-12 dan 13-15 sebagai cerminan pendidikan dasar sembilan tahun yang masingmasing sebesar 98,74 persen dan 88,87 persen serta rata-rata lama sekolah yang mencapai 7,32 tahun. Dengan tingginya tingkat pengetahuan tersebut, pada akhirnya mempengaruhi pola kehidupan masyarakat, salah satu di antaranya adalah pola hidup sehat. Angka Harapan Hidup (AHH) yang mencapai 69,58 persen serta Angka Kematian Bayi (AKB) 29,99 persen memberikan gambaran bahwa sebagian besar masyarakat di provinsi ini sudah memiliki kesadaran untuk melaksanakan pola hidup sehat. Ketimpangan atau ketidaksetaraan pembangunan antara perkotaan dan perdesaan ternyata masih tinggi. Hal ini tercermin dari rendahnya persentase desa yang memiliki prasarana untuk menunjang kegiatan perekonomiannya.
54
Banyaknya desa yang memiliki pasar merupakan contoh, yang hanya sebesar 23,81 persen dari jumlah seluruh desa yang ada di provinsi ini. Begitu juga persentase banyaknya desa yang terlayani internet serta sumber air minum dari Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) yang rata-rata juga masih relatif kecil, yaitu 8,82 persen dan 12,69 persen. Walaupun begitu, pembangunan prasarana pendidikan, perumahan, serta komunikasi bisa dikatakan sudah baik. Hal ini tercermin dari persentase desa yang memiliki SD, persentase desa yang dialiri jaringan listrik PLN dan jaringan telepon seluler, yang masing-masing sebesar 99,27 persen, 95,32 persen dan 86,28 persen. Pembangunan prasarana transportasi dan sanitasi di provinsi ini juga sudah cukup baik yang ditunjukkan dengan persentase desa dengan jalan dapat dilalui kendaraan roda empat, persentase banyaknya desa dengan jalan aspal, serta persentase desa yang memiliki prasarana sanitasi (jamban sendiri) yaitu masing-masing sebesar 98,62 persen, 78,50 dan 69,81 persen. Adanya perbedaan sumberdaya alam, kondisi geografis, maupun kebijakan pembangunan antara kabupaten/kota yang satu dengan lainnya, menyebabkan karakteristik ekonomi, sumberdaya manusia dan prasarana yang ada pada masing-masing kabupaten/kota tersebut juga bervariasi. Hal ini bisa dilihat pada Lampiran 1-3 yang memuat berbagai karakterisik ekonomi, sumberdaya manusia serta prasarana seluruh kabupaten/kota di Jawa Timur yang dicerminkan melalui berbagai indikator sebagaimana yang telah diidentifikasi dalam penelitian ini.
55
4.2 Analisis Kinerja Pembangunan Daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Timur Kinerja pembangunan daerah dicerminkan oleh tiga peubah yaitu pembangunan ekonomi, sumberdaya manusia dan prasarana di mana masingmasing peubah diukur oleh indikator-indikator yang sesuai. Adanya perbedaan satuan dari data yang digunakan akan menyebabkan bias dalam Analisis Komponen Utama maupun Analisis Faktor. Oleh karena itu, data asli harus distandardisasi terlebih dahulu dengan cara melakukan transformasi data ke dalam bentuk Z-score. Kemudian dengan melakukan analisis terhadap masingmasing kinerja pembangunan, akan diperoleh hasil analisis untuk Kinerja Pembangunan Ekonomi, Kinerja Pembangunan sumberdaya manusia, dan Kinerja Pembangunan Prasarana. 4.2.1 Kinerja Pembangunan Ekonomi Berdasarkan hasil pengolahan AKU dan Analisis Faktor Kinerja Pembangunan Ekonomi pada Lampiran 7, diketahui bahwa nilai uji KMO adalah 0,528 dengan nilai signifikansi 0,00. Oleh karena nilai KMO sudah di atas 0,5 dan nilai signifikansi berada di bawah 0,05 berarti data cukup untuk melakukan Analisis Faktor. Tabel Communalities memberi gambaran tentang persentase keragaman dari suatu peubah asal yang dapat dijelaskan oleh faktor yang ada. Semakin besar communalities sebuah variabel, semakin besar pula korelasinya dengan faktor yang terbentuk. Dari Tabel Communalities dapat dilihat persentase terbesar dimiliki oleh peubah Z-score Persentase PDRB per kapita, yaitu 0,947.
56
Hal ini berarti sekitar 94,7 persen keragaman dari peubah tersebut dapat dijelaskan oleh faktor yang terbentuk. Pada Tabel Total Variance Explained, pada label initial eigenvalues menunjukkan nilai eigenvalue untuk masing-masing faktor, yang semula terdiri atas 8 faktor atau sebanyak variabel aslinya. Kemudian dipilih faktor-faktor dengan nilai eigenvalue di atas 1 dan ternyata terdapat 4 faktor atau komponen yang nilai eigenvalue-nya di atas 1 (Tabel 4.3). Keempat faktor tersebut secara bersama-sama menerangkan keragaman total sebesar 88,178 persen. Tabel 4.3 Faktor, Akar Ciri, dan Persentase Keragaman Kinerja Pembangunan Ekonomi Faktor (1) 1 2 3 4
Akar Ciri (2) 2,074 2,018 1,869 1,093
Persentase Keragaman (3) 25,925 25,229 23,367 13,.657
Persentase Keragaman Kumulatif (4) 25,925 51,154 74,521 88,178
Sumber: Hasil Pengolahan SPSS. Setelah empat faktor merupakan jumlah yang paling optimal, maka distribusi kedelapan variabel pada empat faktor tersebut (loading factor) dapat dilihat pada Tabel Component Matrix. Untuk memperjelas hasil interpretasi, maka dilakukan Rotasi Varimax yang hasilnya ditampilkan pada Tabel Rotated Component Matrix dengan interprestasi sebagai berikut: 1.
Faktor 1, berkorelasi positif yang tinggi dengan peubah Z-score Nilai Investasi PMA dan Z-score Nilai Investasi PMDN
2.
Faktor 2, berkorelasi positif yang tinggi dengan peubah Z-score Pendapatan Asli Daerah (PAD), Z-score Kontribusi Sektor Tersier dan Z-score Kontribusi PDRB Kabupaten/Kota terhadap PDRB Provinsi
57
3.
Faktor 3, berkorelasi positif yang tinggi dengan peubah Z-score PDRB Perkapita dan Z-score Kontribusi Sektor Sekunder
4.
Faktor 4, berkorelasi positif yang tinggi dengan peubah Z-score Pertumbuhan Ekonomi. Dari Component Transformation Matrix, angka-angka yang terdapat
pada diagonal utama berada di atas 0,5, yaitu 0,631, 0,728, 0,507 dan 0,899. Hal ini membuktikan bahwa ketiga faktor yang terbentuk sudah tepat karena memiliki korelasi yang cukup tinggi. Kemudian dari keempat faktor tersebut diperoleh skor faktor yang dapat dilihat pada Lampiran 10. Keempatnya dirata-rata dengan menggunakan bobot persentase keragaman masing-masing, dengan rumus sebagai berikut: Skor faktor ekonomi = {(skor faktor ekonomi_1 x 25,925) + (skor faktor ekonomi_2 x 25,229) + (skor faktor ekonomi_3 x 23,367 + skor faktor ekonomi_4 x 13,657)} : 88,178 4.2.2 Kinerja Pembangunan Sumberdaya Manusia Pada lampiran 8, ditampilkan hasil AKU dan Analisis Faktor Kinerja Pembangunan Sumberdaya Manusia. Nilai KMO Test pada analisis ini sebesar 0,764 dengan nilai signifikansi 0,00. Hal ini mengindikasikan bahwa data masuk dalam kategori agak baik untuk melakukan Analisis Faktor. Nilai communalities masing-masing peubah rata-rata berada di atas 0,5, hanya nilai Z-score Jumlah penduduk dan Z-score Pengeluaran Perkapita yang berada di bawah 0,5 (0,380 dan 0,472). Persentase terbesar terdapat pada peubah Zscore Angka Melek Huruf yaitu sebesar 91,0 persen. Dengan menyeleksi nilai
58
eigenvalue yang berada di atas 1, diperoleh dua faktor atau komponen utama dalam analisis ini yang keduanya mampu menjelaskan keragaman total sebesar 73,847 persen, yaitu: Tabel 4.4 Faktor, Akar Ciri, dan Persentase Keragaman Kinerja Pembangunan Sumberdaya Manusia Faktor (1) 1 2
Akar Ciri (2) 4,650 1,257
Persentase Keragaman (3) 58,131 15,716
Persentase Keragaman Kumulatif (4) 58,131 73,847
Sumber: Hasil Pengolahan SPSS. Rotasi Varimax yang dilakukan menghasilkan keluaran (output) yang lebih jelas dari faktor yang terbentuk dengan interprestasi: 1.
Faktor 1, berkorelasi positif yang tinggi dengan peubah Z-score Angka Harapan Hidup, Z-score Angka Melek Huruf, Z-score Rata-rata Lama Sekolah, Z-score Pengeluaran Perkapita dan berkorelasi negatif yang tinggi dengan Z-score Angka Kematian Bayi dan Z-score Persentase Tingkat Kemiskinan
2.
Faktor 2, berkorelasi positif yang cukup tinggi dengan peubah Z-score Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja dan berkorelasi negatif yang cukup tinggi dengan Z-score Jumlah Penduduk. Pada Tabel Component Transformation Matrix dapat dilihat bahwa
faktor yang terbentuk sudah tepat. Hal ini ditunjukkan nilai pada diagonal utama yang jauh di atas 0,5 yaitu sebesar 1,00. Untuk memperoleh skor faktor kinerja pembangunan sumberdaya manusia, dua skor faktor yang ada (Lampiran 10) dihitung dengan menggunakan rata-rata berbobot, yang rumusnya:
59
Skor faktor sumberdaya manusia = {(skor faktor sumberdaya manusia_1) x 58,131 + (skor faktor sumberdaya manusia_2 x 15,716)} : 73,847 4.2.3 Kinerja Pembangunan Prasarana Hasil analisis Kinerja Pembangunan Prasarana ditampilkan pada Lampiran 9. Berdasarkan nilai uji KMO sebesar 0,774 dan nilai signifikansi 0,00, diketahui
bahwa data agak baik untuk dilakukan Analisis Faktor.
Persentase keragaman terbesar yang dapat dijelaskan oleh faktor yang terbentuk dimiliki oleh peubah Z-score Persentase desa yang terlayani internet, yaitu sebesar 0,918. Setelah diseleksi nilai eigenvalue yang berada di atas 1, diperoleh tiga faktor yang ketiganya mampu menjelaskan keragaman total sebesar 68,374 persen sebagaimana yang tertera pada tabel berikut ini: Tabel 4.5 Faktor, Akar Ciri, dan Persentase Keragaman Kinerja Pembangunan Prasarana Faktor (1) 1 2 3
Akar Ciri (2) 3,481 2,815 1,225
Persentase Keragaman (3) 31,646 25,592 11,136
Persentase Keragaman Kumulatif Kumulatif (4) 31,646 57,238 68,374
Sumber: Hasil Pengolahan SPSS. Hasil Rotasi Varimax mengasilkan interpretasi sebagai berikut: 1. Faktor 1, berkorelasi positif yang tinggi dengan peubah Z-score Persentase desa terlayani internet, Z-score Persentase desa terdapat pasar, Z-score Persentase desa terdapat puskesmas pembantu, Z-score Persentase desa terdapat tenaga kesehatan, dan Z-score Persentase desa yang terlayani PDAM.
60
2. Faktor 2, berkorelasi positif yang cukup tinggi dengan Z-score Persentase desa dengan jalan aspal, Z-score Persentase desa dengan jalan dapat dilalui kendaraan roda empat, Z-score Persentase desa terdapat jaringan telepon seluler, Z-score Persentase desa terlayani listrik PLN dan Z-score Persentase desa terdapat prasarana sanitasi 3. Faktor 3, berkorelasi negatif yang tinggi dengan Z-score Persentase desa terdapat bangunan Sekolah Dasar. Angka-angka
pada
diagonal
utama
dari
Tabel
Component
Transformation Matrix yang berada jauh di atas 0,5 yaitu 0,917, 0,857 dan 0,939 membuktikan bahwa faktor yang terbentuk sudah tepat. Hasil penghitungan rata-rata berbobot terhadap ketiga skor faktor (Lampiran 10) adalah: Skor faktor prasarana = {(skor faktor prasarana_1 x 31,646 + skor faktor prasarana_2 x 25,592) + (skor faktor prasarana_3 x 11,136)} : 68,374 4.2.4 Gambaran Kondisi Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Timur Berdasarkan Kinerja Pembangunan Ekonomi, Sumberdaya Manusia dan Prasarana Untuk mengetahui gambaran kondisi seluruh kabupaten/kota yang ada di Jawa Timur berdasarkan Kinerja Pembangunan Ekonomi, Sumberdaya Manusia serta Prasarana, dapat menggunakan angka-angka yang merupakan hasil penghitungan rata-rata berbobot dari ketiga skor faktor tersebut (skor faktor ekonomi, sumberdaya manusia dan prasarana) sebagaimana yang terlihat pada Tabel 4.6:
61
Tabel 4.6 Skor Faktor Ekonomi, Sumberdaya Manusia dan Prasarana Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Timur Kabupaten/kota
Skor Faktor Ekonomi
Skor Faktor SDM
Skor Faktor Prasarana
(1)
(2)
(3)
(4)
Pacitan Ponorogo Trenggalek Tulungagung Blitar Kediri Malang Lumajang Jember Banyuwangi Bondowoso Situbondo Probolinggo Pasuruan Sidoarjo Mojokerto Jombang Nganjuk Madiun Magetan Ngawi Bojonegoro Tuban Lamongan Gresik Bangkalan Sampang Pamekasan Sumenep Kota Kediri Kota Blitar Kota Malang Kota Probolinggo Kota Pasuruan Kota Mojokerto Kota Madiun Kota Surabaya Kota Batu Rata-rata Standar deviasi
-0,23 -0,33 -0,28 -0,12 -0,25 -0,05 0,05 -0,16 -0,08 -0,14 -0,21 -0,29 -0,14 0,15 0,79 0,25 0,04 -0,24 -0,32 -0,27 -0,28 0,53 0,24 -0,10 1,28 -0,35 -0,38 -0,30 -0,29 1,00 -0,31 0,08 -0,32 -0,30 -0,33 -0,17 2,06 -0,27 0,00 0,51
0,55 0,19 0,61 0,61 0,54 0,06 -0,24 -0,46 -1,30 -0,28 -1,16 -0,96 -1,49 -0,72 0,71 0,47 0,30 -0,01 0,03 0,67 -0,10 -0,62 -0,40 -0,25 0,49 -1,27 -1,81 -0,98 -0,90 0,95 1,24 0,96 0,51 0,36 1,20 1,12 0,58 0,80 0,00 0,82
-0,46 -0,36 -0,46 -0,14 -0,35 -0,13 -0,05 -0,25 -0,20 0,06 -0,61 -0,39 -0,41 -0,44 0,15 -0,30 -0,17 -0,18 -0,10 0,08 -0,39 -0,60 -0,19 -0,25 0,06 -0,29 -0,97 -0,45 -0,97 1,08 0,70 1,36 0,65 0,87 0,95 1,24 1,46 0,43 0,00 0,62
Sumber: Hasil Pengolahan SPSS.
62
Berdasarkan Tabel 4.6, skor faktor ekonomi tertinggi pada tahun 2010 dimiliki oleh Kota Surabaya yaitu 2,06, kemudian disusul oleh Kabupaten Gresik dan Kota Kediri yang masing-masing memiliki skor faktor ekonomi 1,28 dan 1,00. Tingginya skor faktor ekonomi ini dapat memberikan gambaran bahwa kinerja perekonomian di ketiga daerah tersebut lebih baik jika dibandingkan dengan daerah lain. Kondisi sebaliknya terjadi pada Kabupaten Bangkalan dan Sampang. Kedua kabupaten tersebut memiliki kinerja perekonomian yang relatif lebih buruk jika dibandingkan dengan kabupaten/kota yang lain. Hal ini bisa dilihat dari skor faktor ekonomi Kabupaten Sampang yang merupakan skor faktor ekonomi paling rendah di provinsi ini, yaitu -0,38. Sedangkan peringkat di atasnya ditempati oleh Kabupaten Bangkalan yang memiliki skor faktor ekonomi sebesar -0,35. Kinerja pembangunan sumberdaya manusia di Provinsi Jawa Timur menempatkan Blitar sebagai kota yang paling berhasil. Skor faktor sumberdaya manusia yang mencapai 1,24 merupakan indikatornya. Disusul Kota Mojokerto dengan skor faktor 1,20 serta Kota Madiun dengan skor faktor 1,12. Ini artinya, ketiga kota tersebut kualitas sumberdaya manusianya lebih baik jika dibandingkan dengan kabupaten/kota lain di provinsi ini. Sedangkan kabupaten/kota yang memiliki skor faktor sumberdaya manusia terendah adalah Kabupaten Sampang dengan skor faktor sebesar -1,81. Kabupaten Probolinggo dan Kabupaten Jember secara berurutan berada di atasnya dengan skor faktor masing-masing -1,49 dan -1,30.
63
Predikat kota metropolis secara otomatis juga membuat Surabaya sebagai kota yang paling berhasil dalam melaksanakan pembangunan prasarana. Hal ini terbukti pada nilai skor faktor prasarana yang sebesar 1,46. Dibawahnya ada Kota Malang dan Madiun dengan skor faktor prasarana masing-masing sebesar 1,36 dan 1,24. Hal ini mengindikasikan bahwa pembangunan prasarana perdesaan di ketiga kota tersebut lebih baik jika dibandingkan kabupaten/kota lainnya di Jawa Timur. Kabupaten yang tergolong kurang berhasil dalam melaksanakan pembangunan prasarana perdesaan adalah Kabupaten Bojonegoro. Skor faktor prasarana yang hanya sebesar -0,60 merupakan bukti bahwa kesenjangan pembangunan prasarana antara perkotaan dan perdesaan di kabupaten ini masih besar. Kabupaten Bondowoso berada satu tingkat di bawah Kabupaten Bojonegoro dengan skor faktor prasarana sebesar -0,61. Kondisi yang paling buruk terjadi pada Kabupaten Sampang dan Sumenep dengan skor faktor prasarana hanya sebesar -0,97.
4.3 Klasifikasi Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Timur Berdasarkan Kinerja Pembangunan Ekonomi, Sumberdaya Manusia dan Prasarana Berdasarkan kinerja pembangunan ekonomi, sumberdaya manusia dan prasarana, selanjutnya dilakukan klasifikasi terhadap kabupaten/kota yang ada di Provinsi Jawa Timur, menjadi lima kelompok. Pembentukan menjadi lima kelompok ini dilakukan untuk mendapatkan karakteristik kelompok yang lebih detail. Sebagaimana
yang
telah
diuraikan
sebelumnya,
penelitian
ini
menggunakan Analisis Cluster dengan metode K-Means Cluster di mana
64
informasi mengenai jumlah kelompok yang dapat dibentuk tidak tersedia. Berdasarkan matriks korelasi (lampiran 11), diketahui bahwa persentase korelasi sedang dan besar peubah-peubah kinerja pembangunan ekonomi, sumberdaya manusia serta prasarana adalah 40,74 persen, 67,86 persen, dan 50,91 persen. Hal ini dapat diartikan bahwa data skor faktor memberikan hasil pengamatan yang lebih baik jika dibandingkan dengan data asal, sehingga untuk selanjutnya proses klasifikasi kabupaten/kota yang ada di Jawa Timur dalam penelitian ini menggunakan data skor faktor. Karena korelasi antara skor faktor ekonomi, sumberdaya manusia dan prasarana berada di bawah 0,8 (lampiran 11), maka asumsi tidak terjadi multikolinieritas dapat terpenuhi. Tabel Initial Cluster Centers pada lampiran 12 adalah tampilan pertama dari proses Analisis Cluster. Selanjutnya dilakukan proses iterasi (pengulangan dengan ketepatan lebih tinggi dari sebelumnya) sebagaimana yang tertera pada Tabel Iteration History. Angka-angka dalam Tabel Final Cluster Centers merupakan hasil akhir setelah terjadi lima tahapan iterasi yang menggambarkan rata-rata masing-masing peubah pada setiap kelompok yang telah terbentuk. Dengan menggunakan selang pengkategorian berdasarkan nilai rata-rata dan standar deviasi, didapat batas selang atas dan bawah serta kategori nilai rata-rata peubah pada setiap kelompok sebagaimana pada Tabel 4.7 dan 4.8:
65
Tabel 4.7 Nilai Batas Selang Skor Faktor (SF) Berdasarkan Peubah Ekonomi, Sumberdaya Manusia dan Prasarana
Kategori
Skor Faktor Ekonomi
Skor Faktor Sumberdaya Manusia
Skor Faktor Prasarana
(1)
(2)
(3)
(4)
Sangat Tinggi
0,77 < SF
1,22 < SF
0,93 < SF
Tinggi
0,26 < SF ≤ 0,77
0,41 < SF ≤ 1,22
0,31 < SF ≤ 0,93
Sedang
-0,26< SF ≤ 0,26
-0,41 < SF ≤ 0,41
-0,31 < SF ≤ 0,31
Rendah
-0,77 < SF ≤ -0,26
-1,22 < SF ≤ -41
-0,93 < SF ≤ -0,31
Sangat Rendah
SF ≤ -0,77
SF ≤ -1,22
SF ≤ -0,93
Sumber: Hasil Pengolahan SPSS. Tabel 4.8 Nilai dan Kategori Rata-rata Peubah Pada Masing-masing Kelompok
Kelompok
Skor Faktor Ekonomi
(1)
1 2 3 4 5
Skor Faktor Sumberdaya Manusia
(2)
2,06 (ST) -0,13 (S) -0,13 (S) -0,23 (S) 1,02 (ST)
(3)
0,58 -1,12 0,13 0,88 0,72
(T) (R) (S) (T) (T)
Skor Faktor Prasarana (4)
1,46 (ST) -0,53 (R) -0,21 (S) 0,89 (T) 0,43 (T)
Sumber: Hasil Pengolahan SPSS. Keterangan: ST = Sangat Tinggi T = Tinggi S = Sedang R= Rendah SR = Sangat Rendah Untuk mengidentifikasi apakah peubah-peubah pembangunan tersebut dapat membedakan antara kelompok yang satu dengan yang lain, dilakukan Uji Anova dengan hipotesis: H0 : peubah tidak membedakan karakteristik kelompok H1 : peubah membedakan karakteristik kelompok Jika nilai signifikansi kurang dari 0,05, maka keputusannya adalah tolak H 0. pada Tabel Anova (lampiran 12) dapat dilihat bahwa nilai signifikansi pada
66
semua skor faktor sebesar 0,00, berarti skor faktor ekonomi, sumberdaya manusia dan prasarana dapat membedakan karakteristik masing-masing kelompok yang terbentuk. Angka F terbesar ada pada skor faktor sumberdaya manusia yang mencapai 45,482. Ini artinya, skor faktor sumberdaya manusia sangat membedakan karakteristik kelima kelompok kabupaten/kota. Hasil klasifikasi kabupaten/kota di Jawa Timur selengkapnya adalah sebagai berikut: Kelompok 1, memiliki ciri-ciri faktor ekonomi sangat tinggi, sumberdaya manusia tinggi, dan prasarana sangat tinggi dengan anggota Kota Surabaya. Surabaya merupakan kota terbesar kedua di Indonesia setelah Jakarta. Sebagai pusat bisnis, industri, perdagangan, dan pendidikan di kawasan timur Indonesia, daerah yang mendapat julukan sebagai Kota Pahlawan ini menjadi pusat akselerasi perekonomian bagi daerah Jawa Timur dan sekitarnya. Berdirinya perusahaan-perusahaan ternama seperti PT Sampoerna Tbk, Wing’s Group, Maspion, Unilever maupun PT PAL mengindikasikan bahwa Surabaya memiliki corak industri yang cukup dominan. Belum lagi perusahaan Rokok Sampoerna, UBM Biskuit, Viva Cosmetics, Industri Emas UBS, serta Bogasari yang telah terlebih dahulu dikenal sebagai produk Kota Surabaya. Secara spasial, persebaran industri juga semakin pesat. Di daerah selatan kota, terdapat kawasan industri Rungkut atau Brebek Industri, SIER (Surabaya Industrial Estate Rungkut PT. Persero). Sementara di bagian utara telah dibangun kawasan industri dan pergudangan Tambak Langon-Kalianak-Margamulyo yang berintegrasi dengan pelabuhan Tanjung Perak dan jalan tol dan pusat grosir (Kembang Jepun dan Pasar Turi).
67
Sektor lain yang juga tidak kalah penting dalam memberikan kontribusi bagi perekonomian Surabaya adalah sektor tersier, khususnya sektor perdagangan, hotel dan restoran. Sektor yang sering disebut sebagai motor penyelamat ekonomi ini, sampai saat ini masih menunjukkan eksistensinya dalam meningkatkan pertumbuhan. Dalam kurun waktu 2008 hingga 2010, sektor ini memberikan kontribusi rata-rata sebesar 42,96 persen bagi penciptaan PDRB Kota Surabaya. Letak geografis yang sangat strategis serta dukungan jumlah penduduk yang begitu besar, menjadikan sektor ini berkembang sangat pesat. Kurang lebih belasan mal besar dan puluhan supermarket serta pusat perbelanjaan modern ternama terdapat di kota ini seperti Tunjungan Plaza, Pakuwon Trade Center, Supermall Pakuwon Indah, Mal Galaxy, Surabaya Town Square (Sutos), Hi Tech Mall, Maspion Square, dan lain-lain. Bahkan baru-baru ini telah dibangun Empire Palace, yang merupakan wedding mal pertama di Indonesia. Sedangkan pusat perbelanjaan tradisional yang terkenal diantaranya Pasar Turi, Pasar Atom, dan Darmo Trade Center (DTC). Kebijakan baru Kota Surabaya untuk menciptakan kota perdagangan semakin membuka jalan sektor ini untuk terus berkembang. Prestasi gemilang dalam perekonomian tersebut, semakin lengkap dengan pencapaian pembangunan sumberdaya manusia Kota Surabaya yang optimal. Data dari BPS Provinsi Jawa Timur menggambarkan bahwa kualitas sumberdaya manusia di daerah ini secara umum masih jauh lebih baik dari rata-rata Jawa Timur sebagaimana yang terlihat pada Gambar 4.3. Bahkan jika ditinjau dari Indeks Pembangunan Manusia (IPM), Kota Surabaya berada di urutan ke-2
68
setelah Kota Blitar. Kondisi ini menjadi modal penting untuk mempertahankan kemajuan
daerah
serta
menjadikan pembangunan yang berjalan bisa terus
berlanjut dan mampu memberikan dampak positif bagi keseluruhan rakyat di provinsi ini.
Sumber: BPS Provinsi Jawa Timur, 2011. Gambar 4.3 Indikator Makro Sosial Kota Surabaya dan Provinsi Jawa Timur Tahun 2010 Keterangan: AHH : Angka Harapan Hidup (tahun) AKB : Angka Kematian Bayi (persen) AMH : Angka Melek Huruf (persen) RLS : Rata-rata Lama Sekolah (tahun) AKB : Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (persen) Kemiskinan : Persentase Jumlah Penduduk Miskin (persen)
Pembangunan prasarana yang memadai hingga ke seluruh pelosok wilayah kota, menjadi prasyarat bagi keberhasilan pembangunan di segala bidang. Berdasarkan data Potensi Desa Tahun 2008, tercatat bahwa ketersediaan prasarana di tingkat desa/kelurahan di Kota Surabaya hampir merata. Prasarana telekomunikasi, transportasi, air, kesehatan maupun pendidikan sudah terbangun di sebagian besar wilayah kota ini, dengan rasio secara rata-rata sebesar 98,57
69
persen. Hal ini menjadi bukti bahwa Kota Surabaya layak untuk dijadikan teladan dalam rangka mencapai kemajuan pembangunan daerah. Kelompok 2, dengan ciri-ciri faktor ekonomi sedang, faktor sumberdaya manusia rendah, dan faktor prasarana rendah, memiliki 10 anggota, yaitu: Kabupaten
Jember,
Bondowoso,
Situbondo,
Probolinggo,
Pasuruan,
Bojonegoro, Bangkalan, Sampang, Pamekasan dan Sumenep. Jika diperhatikan, Kabupaten Bondowoso, Situbondo dan Probolinggo adalah kabupaten yang berada di Kawasan Tapal Kuda. Disebut demikian karena dalam peta bentuknya mirip tapal kuda. Kuatnya pengaruh kultur Madura merupakan ciri dari kawasan ini. Hal tersebut dinilai wajar karena mayoritas penduduknya adalah suku Madura. Sedangkan Kabupaten Bangkalan, Sampang, Pamekasan dan Sumenep merupakan kabupaten yang berada di wilayah Pulau Madura. Pegunungan kapur yang sama-sama terdapat di ketujuh kabupaten ini menyebabkan aktivitas perekonomian wilayahnya kurang bisa berkembang dengan baik. Areal persawahan sering dilanda kekeringan sehingga sebagian besar penduduknya lebih memilih untuk menjadi nelayan. Prasarana
pendidikan
maupun
kesehatan
yang
masih
terbatas
menyebabkan kualitas sumberdaya manusia kelompok ini masih kalah jika dibandingkan dengan kabupaten/kota lain. Hal ini tercermin pada rendahnya nilai skor faktor sumberdaya manusia yaitu -1,12. Akan tetapi kabupatenkabupaten tersebut mempunyai potensi untuk berkembang, seperti Bangkalan. Kabupaten ini masuk dalam wilayah pengembangan spasial Provinsi Jawa Timur yang sering disebut wilayah Gerbangkertasusila (Gresik, Bangkalan,
70
Mojokerto, Surabaya, Sidoarjo dan Lamongan). Bahkan, saat ini telah terbangun Jembatan Suramadu yang menghubungkan Pulau Madura dengan Kota Surabaya. Kondisi ini tentu bisa mendukung proses pembangunan kabupaten ini dan mengatasi kesenjangan antara Pulau Madura dengan wilayah di Jawa Timur yang lain. Hal yang sama juga terjadi pada Kabupaten Bojonegoro. Temuan sumur minyak yang sangat melimpah bisa menjadi peluang bagi pengembangan daerah. Di Kabupaten Jember, yang menjadi sentra industri berbasis perkebunan khususnya tembakau, diyakini bisa terus berkembang pesat. Sebagai salah satu wilayah penghasil tembakau di Jawa Timur (di samping Kabupaten Probolinggo, Bojonegoro, Pamekasan dan Sumenep), kontribusi agroindustri terhadap pendapatan daerah kabupaten ini cukup besar. Hal yang terpenting adalah adanya dukungan infrastruktur yang memadai khususnya yang mampu menjangkau wilayah perdesaan sehingga mampu mengurangi ekonomi biaya tinggi. Bencana lumpur yang terjadi di Sidoarjo dan sebagian kecil wilayah Kabupaten
Pasuruan,
cukup
memberikan
tekanan
yang
berarti
bagi
pembangunan di Kabupaten Pasuruan. Terbukti kabupaten yang merupakan salah satu basis industri di Jawa Timur ini, harus bergabung dengan kelompok yang bercirikan kinerja prasarana rendah, padahal kabupaten ini memiliki potensi ekonomi yang cukup besar. Luasnya daerah ditambah munculnya semburan lumpur tersebut, pada akhirnya membuat pembangunan prasarana perdesaan di Kabupaten Pasuruan menjadi terhambat.
71
Sumber: BPS Provinsi Jawa Timur, 2011. Gambar 4.4 Indikator Makro Sosial 10 Kabupaten dan Provinsi Jawa Timur Tahun 2010 Keterangan: AHH : Angka Harapan Hidup (tahun) AKB : Angka Kematian Bayi (persen) AMH : Angka Melek Huruf (persen) RLS : Rata-rata Lama Sekolah (tahun) AKB : Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (persen) Kemiskinan : Persentase Jumlah Penduduk Miskin (persen)
Satu ciri yang identik dari kelompok ini adalah rendahnya pencapaian kinerja pembangunan manusia yang direpresentasikan oleh angka Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Berdasarkan data dari BPS Provinsi Jawa Timur, di Tahun 2010, kabupaten-kabupaten yang tergabung dalam kelompok ini menduduki peringkat 10 besar dari bawah, termasuk Kabupaten Jember yang berada di urutan 32. Hal ini ironis mengingat di kabupaten ini terdapat universitas negeri yang cukup terkenal, yaitu Universitas Negeri Jember, juga Kabupaten Pasuruan yang berada pada peringkat 29, cukup jauh dari daerah tetangganya, Kota Pasuruan dan Kabupaten Sidoarjo yang
masing-masing
72
berada pada urutan 12 dan 6. Sementara jika ditinjau dari indikator makro sosial, secara rata-rata pencapaian dari ke 10 kabupaten tersebut masih berada di bawah Provinsi Jawa Timur. Kelompok 3 terdiri dari 17 anggota, dengan ciri-ciri faktor ekonomi, sumberdaya manusia dan prasarana sedang. Kabupaten/kota yang termasuk dalam kelompok ini adalah Kabupaten Pacitan, Ponorogo, Trenggalek, Tulungagung, Blitar, Kediri, Malang, Lumajang, Banyuwangi, Mojokerto, Jombang, Nganjuk, Madiun, Magetan, Ngawi, Tuban dan Lamongan. Ciri dari kabupaten/kota yang masuk dalam kelompok ini adalah ketergantungan perekonomian pada sektor primer. Bahkan, berdasarkan data dari BPS Provinsi Jawa Timur tahun 2010, daerah-daerah seperti Pacitan, Ponorogo, Trenggalek, Blitar, Kediri, Malang, Lumajang, Banyuwangi, Tuban dan Lamongan tergolong daerah dengan kontribusi sektor primer yang cukup tinggi (rata-rata 40,37 persen) terhadap perekonomian daerahnya.
Dari 17 daerah
tersebut, terdapat beberapa kabupaten yang berpotensi menjadi daerah industri khususnya industri kecil dan sedang serta industri berbasis perkebunan, seperti di Kabupaten Banyuwangi. Di wilayah yang didominasi sektor pertanian ini, telah berkembang industri souvenir yang merupakan pendukung bagi sektor pariwisata di Bali. Di Tulungagung, kota yang berada di wilayah selatan, telah berkembang industri garmen dan bahkan menjadi komoditas ekspor khususnya ke Afrika. Di samping itu, juga terdapat industri kerajinan marmer yang hingga saat ini menjadi sektor unggulan di kabupaten ini. Sedangkan industri gula (tebu), yang merupakan
73
salah satu “ciri” perindustrian Jawa Timur terpusat di Kabupaten Kediri dan Malang. Salah satu daerah yang diprediksi akan mengalami perkembangan cukup pesat adalah Kabupaten Lamongan. Ditetapkannya Lamongan sebagai Kawasan Ekonomi Khusus, memberikan jalan bagi daerah ini untuk melakukan ekspansi ekonomi. Kondisi tersebut juga didukung oleh letak geografis yang cukup strategis yaitu di jalur pantura. Berdirinya kawasan wisata terpadu “Wisata Bahari Lamongan” yang menggabungkan konsep wisata bahari dengan aneka wahana wisata (dunia wisata), semakin memperkaya potensi ekonomi di daerah yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Gresik ini. Kekayaan laut yang melimpah, salah satunya adalah komoditi ekspor teri nasi, serta cadangan minyak dan gas yang juga siap dieksploitasi, menjadikan Kabupaten Tuban sebagai salah satu daerah yang patut diperhitungkan. Besarnya potensi alam tersebut, pada akhirnya mengundang sejumlah industri untuk berinvestasi di Tuban. Bahkan pemerintah daerah setempat telah menyediakan zona industri seluas 49.210 hektar atau 26,74 persen dari luas seluruh wilayah Kabupaten Tuban. Pembangunan industri hilir seyogyanya memang harus terus ditingkatkan sehingga kekayaan alam yang telah diekspolitasi akan memberikan nilai tambah yang lebih besar. Dari sisi pembangunan manusia, wilayah yang tergabung dalam kelompok ini secara rata-rata memiliki kinerja standar. Berdasarkan data dari BPS Provinsi Jawa Timur, nilai indikator makro sosial dari ke 17 kabupaten/kota tersebut hampir sama dengan angka pencapaian provinsi. Fasilitas kesehatan maupun
74
pendidikan yang belum begitu memadai dan mampu menjangkau seluruh pelosok wilayah, disinyalir sebagai penyebab kurang optimalnya upaya peningkatan kualitas sumberdaya manusia.
Sumber: BPS Provinsi Jawa Timur, 2011. Gambar 4.4 Indikator Makro Sosial 17 Kabupaten dan Provinsi Jawa Timur Tahun 2010 Keterangan: AHH : Angka Harapan Hidup (tahun) AKB : Angka Kematian Bayi (persen) AMH : Angka Melek Huruf (persen) RLS : Rata-rata Lama Sekolah (tahun) AKB : Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (persen) Kemiskinan : Persentase Jumlah Penduduk Miskin (persen)
Sementara itu, pembangunan infrastruktur mulai diupayakan di beberapa wilayah pada kelompok ini. Pada tahun 2001, 8 kabupaten yaitu Pacitan, Trenggalek, Tulungagung, Blitar, Malang, Lumajang, Jember dan Banyuwangi telah
menandatangani
sebuah
MoU
(Memorandum
of
Understanding)
pembangunan jalur selatan Jawa Timur. Diharapkan, pembangunan tersebut segera terealisasi sehingga ketimpangan pembangunan antardaerah bisa diminimalisir.
75
Kelompok 4, dengan ciri-ciri faktor ekonomi sedang, faktor sumberdaya manusia dan faktor prasarana tinggi, memiliki 7 anggota, yaitu: Kota Blitar, Malang, Probolinggo, Pasuruan, Mojokerto, Madiun dan Batu. Jika diperhatikan, daerah yang masuk dalam kelompok ini merupakan daerah perkotaan. Sektor tersier menjadi ciri utama perekonomian kelompok ini. Satu daerah yang cukup berpotensi untuk berkembang khususnya di sektor tersier (hotel dan perdagangan) adalah Kota Batu. Sebagai wilayah pemekaran dari Kabupaten Malang, kota ini memang memiliki kondisi geografis yang mendukung. Udara yang sejuk serta terletak di dataran tinggi, ditambah berdirinya area wisata Jatim Park dan Batu Night Square, semakin menarik para wisatawan baik manca maupun domestik untuk berkunjung ke Batu. Kontribusi sektor hotel dan perdagangan wilayah yang pernah disebut sebagai “Switzerland”-nya Jawa Timur ini cukup besar bahkan paling besar jika dibandingkan dengan sektor lain, yaitu sebesar 48,55 persen (BPS Provinsi Jawa Timur, 2011). Berkembangnya industri berbasis agro, seperti pembuatan minuman sari apel, menjadikan Batu sebagai salah satu daerah yang dianggap berhasil dalam membangun industri pengolahan berbasis sumberdaya alam. Kondisi geografis yang berdekatan dengan laut, memberikan keuntungan bagi Kota Pasuruan. Berbagai pengembangan potensi ekonomi pesisir seperti industri jasa pemeliharaan kapal rakyat dan komponen perlengkapan kapal rakyat, industri kecil pengolahan ikan yaitu, pengeringan dan pengasinan ikan dan tepung ikan untuk komponen pakan ternak, pengembangan/pembangunan pelayanan jasa Unit Pelayan Teknik (UPT) logam berupa fasilitas UPT, teknologi pengecoran
76
logam, Elektric Welding, Forging Machine, industri pengolahan hasil perikanan seperti pengeringan/pengasapan, peridangan dan pengasinan serta industri tepung ikan menjadikan Kota Pasuruan sebagai wilayah yang cukup berhasil dalam perekonomian. Di samping itu, Pasuruan termasuk wilayah yang disebut sebagai “Segitiga Emas” (bersama Surabaya, Kediri, Probolinggo dan Malang) karena kelima wilayah tersebut merupakan wilayah tersubur dan penyumbang pajak terbesar dari Jawa Timur (Mackie, 1997). Sebagai daerah yang memiliki keterbatasan sumberdaya alam, tidak menjadikan perekonomian Kota Mojokerto kurang berkembang. Daerah yang terdiri atas dua kecamatan dan 18 kelurahan ini, berupaya mengakselerasi perekonomian daerah melalui pemberdayaan sektor industri khususnya usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) serta industri kecil dan menengah (IKM) , perdagangan, maupun jasa. Bahkan untuk merealisasikan program tersebut, pemerintah daerah setempat memfasilitasi proses penguatan kelompok-kelompok masyarakat yang tergabung dalam komunitas atau lembaga yang sedang dalam proses menjadi koperasi alias prakoperasi dengan jalan menyediakan fasilitasi akses permodalan. Di sisi lain, besarnya potensi perdagangan kota ini, disinyalir jauh meninggalkan dua wilayah di sekitarnya yaitu Kabupaten Jombang dan Kabupaten Mojokerto sehingga Kota Mojokerto berpeluang untuk menjadi pusat perputaran uang bagi penduduk di kedua daerah tersebut. Kota Malang, wilayah yang berada di ketinggian antara 440-667 m di atas permukaan laut, merupakan kota terbesar kedua di Provinsi Jawa Timur setelah Surabaya. Dengan semboyan Tri Bina Cita yang berarti Kota Pendidikan, Kota
77
Industri serta Kota Pariwisata, kota ini tumbuh dan berkembang sebagai sumber pertumbuhan ekonomi utama di luar lingkar Kota Surabaya (Surabaya, Gresik, Sidoarjo). Sesuai dengan semboyannya, Kota Malang ditopang oleh sektor industri dengan kontribusi terhadap PDRB sebesar 33,48 persen dan sektor perdagangan, hotel dan restoran yang menyumbang 38,06 persen. Beberapa industri besar sedang yang beroperasi di wilayah ini seperti PT. Bentoel (rokok), PT. Beiersdorf Indonesia (kosmetik), PT. Adiputro (karoseri dan perakitan mobil), PT. Phillip Morris (rokok), PT. Indomarine (konstruksi), dan lain-lain, menjadi lokomotif bagi perekonomian daerah. Bahkan sektor industri Kota Malang, merupakan penyumbang terbesar ke lima (setelah Kota Surabaya, Kota Kediri, Kabupaten Sidoarjo dan Kabupaten Gresik) bagi industri di Jawa Timur. Pesona wisata yang dimiliki oleh Kota Malang, seperti pemandangan alam yang indah dengan hawa yang sejuk dan asri, bangunan-bangunan kuno peninggalan Belanda, menjadikan daerah ini sebagai salah satu destinasi wisata di Jawa Timur. Dukungan fasilitas tempat perbelanjaan, dari tradisional sampai modern yang tersebar hampir di seluruh penjuru kota, semakin memperkuat daya tarik wisatawan untuk berkunjung ke daerah ini. Peningkatan citra, posisi, maupun peran Kota Malang terus diupayakan pemerintah daerah setempat dalam hubungan antarkota, antarprovinsi maupun antarbangsa sehingga pada akhirnya mampu memberikan manfaat bagi masyarakatnya. Berdirinya sejumlah perguruan tinggi ternama baik negeri maupun swasta seperti Universitas Brawijaya (UB), Universitas Negeri Malang (UM), Universitas Islam Negeri Malang (UIN MALANG), Politeknik Negeri Malang (POLINEMA), Sekolah Tinggi Akuntansi
78
Negara (STAN, pendidikan diploma I), , Universitas Muhammadiyah Malang (UNMUH), Universitas Islam Malang, Universitas Kanjuruhan, Universitas Wisnu Wardhana, STIE Malangkucecwara dan lain-lain, memberikan stimulus bagi masyarakat, tidak hanya di Jawa Timur tetapi dari seluruh Indonesia untuk menuntut ilmu di kota ini yang pada akhirnya semakin memperkokoh dinamisasi perekonomian wilayah. Ketersediaan prasarana transportasi, seperti kereta api yang menghubungkan Kota Malang dengan Kota Surabaya, Bandung dan Jakarta, serta Bandara Abdulrahman Saleh memberikan kemudahan bagi masyarakat untuk mengakses kota yang terkenal dengan bakwannya ini. Letaknya yang strategis, berada di jalur yang menghubungkan Kota Surabaya dengan Yogyakarta, memberikan peluang tersendiri bagi Kota Madiun. Dengan sumbangan sektor perdagangan, hotel dan restoran yang mencapai 43,27 persen (BPS Provinsi Jawa Timur, 2011), kota ini menjadi pusat perekonomian bagi Provinsi Jawa Timur bagian barat dan selatan yang selama ini relatif kurang berkembang. Berdasarkan Rencana Tata Ruang dan Wilayah Kota, Madiun disiapkan sebagai daerah hinterland dari Kota Surabaya. Bahkan pemerintah Provinsi Jawa Timur berencana membangun jalan bebas hambatan dari Kota Surakarta (tanpa lewat Sragen dan Ngawi) melewati Maospati, Magetan sampai Kota Madiun dan diteruskan ke Nganjuk hingga berujung di Waru, Sidoarjo untuk mewujudkan Kota Madiun sebagai kota metropolitan kedua di Jawa Timur. Di balik kesunyian dan keteduhannya, Kota Blitar menyimpan prestasi yang luar biasa. Kota kelahiran presiden pertama RI tersebut, dinobatkan sebagai kota yang paling berhasil dalam penataan ruang yang berkelanjutan pada 2010
79
oleh Kementerian Pekerjaan Umum yang meliputi aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan.
Dalam
menjalankan
roda
perekonomiannya,
Kota
Blitar
menggunakan sistem ekonomi mikro yaitu memfasilitasi para pedagang kaki lima maupun pelaku usaha mikro lainnya dengan kemudahan fasilitas maupun permodalan. Di saat kota-kota lain gencar membangun pusat perbelanjaan modern, Kota Blitar justru membatasi masuknya investor di bidang perdagangan dan lebih memilih menyediakan kios bagi pedagang kecil. Dengan cara tersebut, sektor perdagangan, hotel dan restoran yang memberikan kontribusi 30,64 persen (BPS Provinsi Jawa Timur, 2011) terhadap perekonomian wilayah, dapat tumbuh dengan pesat sekaligus bisa memberikan manfaat langsung bagi masyarakatnya. Kebijakan serupa juga diterapkan oleh Pemerintah Kota Probolinggo, yang memberdayakan ekonomi lokal dengan jalan mendukung dan melakukan penataan pedagang kaki lima, di mana sekitar enam ratusan pedagang kaki lima tersebut didistribusikan ke sembilan kawasan strategis, kemudian memberikan mereka Kartu Kendali Pedagang Kaki Lima (KKPKL) sehingga para pedagang tersebut tidak bisa pindah ke tempat lain di luar yang telah ditentukan. Fasilitas permodalan juga disediakan untuk meningkatkan skala usaha. Dengan kebijakan ini, pemandangan kota yang indah dan teratur tetap terjaga, ekonomi rakyat juga bisa semakin berkembang, sehingga tidak salah jika The Jawa Pos Institute of Pro-Otonomi (JPIP) di tahun 2009 pernah menganugerahi Kota Probolinggo sebagai kota yang sukses dalam pemberdayaan ekonomi. Keunggulan dari kelompok ini adalah pencapaian kinerja pembangunan manusia yang juga tergolong tinggi. Menurut data dari BPS Provinsi Jawa Timur,
80
ketujuh kota tersebut masuk ke dalam 12 besar peraih Indeks Pembangunan Manusia (IPM) tertinggi di Jawa Timur. Bahkan, Kota Blitar menduduki peringkat pertama dengan nilai IPM tahun 2010 sebesar 77,42 disusul Kota Malang di peringkat ketiga dengan nilai IPM di tahun yang sama 77,20. Tabel 4.9 Indikator Makro Sosial 7 Kota dan Provinsi Jawa Timur Tahun 2010 Kota (1) Blitar Malang Probolinggo Pasuruan Mojokerto Madiun Batu Jawa Timur
AHH (2) 72,23 70,32 70,17 66,37 71,56 71,01 69,44 69,58
AKB (3) 20,94 27,85 28,35 41,97 22,80 24,27 30,52 29,99
AMH (4) 97,24 97,20 92,49 96,41 97,12 97,79 98,26 88,02
RLS (5) 9,84 11,12 8,46 8,90 9,76 10,50 8,51 7,32
TPAK Kemiskinan (6) (7) 66,16 7,63 63,81 5,90 63,00 19,03 63,29 9,00 68,26 7,42 66,63 6,11 68,24 5,11 69,08 15,26
Sumber: BPS Provinsi Jawa Timur, 2011. Keterangan: AHH : Angka Harapan Hidup (tahun) AKB : Angka Kematian Bayi (persen) AMH : Angka Melek Huruf (persen) RLS : Rata-rata Lama Sekolah (tahun) AKB : Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (persen) Kemiskinan : Persentase Jumlah Penduduk Miskin (persen)
Sementara itu, berdasarkan indikator makro sosial tahun 2010, pembangunan sumberdaya manusia di ketujuh kota tersebut secara umum juga lebih baik dari Jawa Timur, walaupun masih ada beberapa wilayah yang kurang optimal. Hal ini menjadi modal berharga untuk senantiasa mewujudkan keselarasan antara pembangunan ekonomi dan manusia. Kelompok 5, dengan ciri-ciri faktor ekonomi sangat tinggi, faktor sumberdaya manusia tinggi, dan faktor prasarana tinggi, memiliki 3 anggota, yaitu: Kota Kediri, Kabupaten Sidoarjo dan Kabupaten Gresik. Kota Kediri, Kabupaten Sidoarjo dan Kabupaten Gresik merupakan
81
kabupaten/kota yang menjadi basis industri di Jawa Timur di samping Kota Surabaya dan Kota Malang. Sebesar 45,65 persen (BPS Provinsi Jawa Timur, 2011) kontribusi sektor industri pengolahan terhadap PDRB Jawa Timur berasal dari kabupaten/kota tersebut. Perkembangan industri ini tidak terlepas dari pola spasial yang semula hanya di sepanjang koridor Surabaya-Malang atau disebut sebagai Pita Pembangunan, kini mulai melebar di kawasan Gresik dan Sidoarjo (SUGRESID) serta Kediri. Seiring dengan meningkatnya kuantitas maupun kualitas pembangunan dalam berbagai aspek, perkembangan Kota Kediri juga semakin pesat. Kota yang hampir 70 persen perekonomiannya ditopang dari sektor industri, khususnya industri rokok (PT Gudang Garam) ini, dalam beberapa kurun waktu terakhir mampu sejajar dengan Kota Surabaya, Kabupaten Gresik maupun Kabupaten Sidoarjo, sebagai daerah kantong penyangga utama perekonomian Jawa Timur. Sektor UMKM seperti industri kecil dan kerajinan rumah tangga, yang menjadi tumpuan masyarakat kecil terus didorong untuk turut serta berkontribusi bagi perekonomian daerah. Hal ini dibuktikan dengan produk Tahu Pong, jajanan khas Kota Kediri yang dihasilkan oleh industri rumahan. Beragam fasilitas perdagangan dan pariwisata, semakin memperluas diversifikasi ekonomi kota yang terkenal dengan wisata Selomangleng-nya ini. Kondisi tersebut didukung dengan banyaknya perguruan tinggi swasta dan pondok pesantren yang menarik pendatang sehingga meningkatkan tingkat konsumtif dari masyarakatnya. Di bidang pendidikan, pembangunan prasarana
82
sekolah baik dari level sekolah dasar hingga menengah atas terus diupayakan. Bahkan di tahun 2009, Universitas Brawijaya yang berbasis di Malang membuka kampus di kota ini dan diharapkan mampu meningkatkan kualitas sumberdaya manusia masyarakat Kota Kediri dan sekitarnya. Berdekatan dengan pusat bisnis kawasan Indonesia Timur (Surabaya), kemudahan akses ke Pelabuhan Laut Tanjung Perak maupun Bandar Udara Juanda, didukung sumberdaya manusia yang produktif menjadikan perkembangan ekonomi Sidoarjo begitu pesat. Gangguan bencana lumpur lapindo yang melanda mulai tahun 2006 hingga saat ini, tidak secara mutlak menjadikan kabupaten ini begitu terpuruk. Tercatat kurang lebih 16 ribu unit usaha (Dinas Koperasi UMKM Kabupaten Sidoarjo, 2011) beroperasi di daerah ini. Iklim sosial politik yang kondusif semakin menarik minat investor untuk menanamkan modalnya di Kabupaten Sidoarjo. Berdasarkan data BPS Provinsi Jawa Timur Tahun 2011, struktur perekonomian daerah yang terkenal dengan krupuk udangnya ini didominasi oleh sektor industri pengolahan dengan kontribusi 48,68 persen. Beberapa perusahaan besar yang beroperasi di wilayah ini di antaranya adalah PT. Charoen Pokphand Indonesia, Tjiwi Kimia, JAPFA dan Langgeng Makmur Industri. Sedangkan industri mikro kecil yang cukup berkembang adalah sentra industri kerajinan tas dan koper di Tanggulangin, sentra industri sandal dan sepatu di Wedoro-Waru dan Tebel-Gedangan, serta sentra industri kerupuk di TelasihTulangan. Besarnya potensi sektor industri tersebut, menjadi landasan bagi pemerintah daerah setempat untuk terus melakukan ekspansi, salah satunya
83
dengan cara mengembangkan kawasan industri Siborian (Sidoarjo, Jabon, Krian). Sesuai dengan namanya, kawasan industri tersebut berada di tiga kecamatan di wilayah Kabupaten Sidoarjo, yaitu Kecamatan Sidoarjo, Kecamatan Jabon serta Kecamatan Krian. Dengan adanya industri yang terkonsentrasi ini, diharapkan dapat memberikan stimulus bagi perkembangan sektor lain. Sementara di sektor perdagangan, saat ini telah dibangun Puspa Agro, pasar induk terbesar dan terlengkap di Indonesia, yang mengintegrasikan berbagai produk agro dalam satu kawasan yang tertata rapi. Dengan dukungan fasilitas yang lengkap dan memadai, Puspa Agro menjadi ikon baru sektor perdagangan di Kabupaten Sidoarjo. Hal ini tentu semakin meningkatkan perekonomian daerah. Sebagaimana dengan Kabupaten Sidoarjo, Gresik juga tumbuh menjadi daerah industri terkemuka. Beberapa industri di Gresik antara lain Petrokimia Gresik, Semen Gresik, BHS-Tex, Nippon Paint, Industri perkayuan/Plywood serta Maspion. Tingginya kontribusi sektor industri yang mencapai 49,98 persen (BPS Provinsi Jawa Timur, 2011) menjadi bukti empiris bahwa Kabupaten Gresik sangat bergantung pada sektor tersebut. Di daerah yang terkenal dengan sebutan kota pelabuhan ini, juga terdapat sebuah Pembangkit Listrik Tenaga Gas dan Uap berkapasitas 2.200 MW. Dibangunnya infrastruktur jalan tol Surabaya-Manyar, yang menghubungkan Gresik dan Surabaya, semakin membuka akses untuk mengembangkan perekonomian. Di sisi lain, sektor wiraswasta juga menjadi salah satu sumber ekonomi bagi masyarakatnya di antaranya industri songkok, pengrajin tas, pengrajin perhiasan emas dan perak, industri garment (konveksi). Pengembangan infrastruktur fisik seperti Bandara Juanda, revitalisasi
84
Terminal
Bis
Bungurasih
serta
pembangunan
jalan
layang
yang
menghubungkan Sidoarjo, Gresik dan daerah lain di sekitarnya, semakin memperkokoh jalannya roda perekonomian di wilayah ini. Kondisi tersebut pada akhirnya juga dapat meningkatkan pelayanan kesehatan, pendidikan maupun
ketenagakerjaan
bagi
penduduk.
Dengan
kata
lain,
proses
pembangunan ekonomi bisa sejalan dengan pembangunan manusia sebagai obyek dari pembangunan itu sendiri. Menurut data BPS Provinsi Jawa Timur tahun 2010, kondisi pembangunan sumberdaya manusia Kota Kediri, Kabupaten Sidoarjo dan Kabupaten Gresik bisa dikatakan cukup berhasil. Hal ini diindikasikan dengan pencapaian beberapa indikator makro sosial dari ketiga daerah tersebut (Tabel 4.10), yang secara umum (kecuali tingkat kemiskinan Kabupaten Gresik) lebih baik dibandingkan kondisi Jawa Timur. Tabel 4.10 Indikator Makro Sosial Kota Kediri, Kabupaten Kabupaten Gresik serta Provinsi Jawa Timur Tahun 2010 Wilayah
AHH
AKB
AMH
(1)
(2)
(3)
(4)
Kota Kediri 70,40 27,29 97,61 Kabupaten Sidoarjo 70,57 25,43 97,41 Kabupaten Gresik 70,98 24,29 94,47 Jawa Timur 69,58 29,99 88,02 Sumber: BPS Provinsi Jawa Timur, 2011.
RLS
TPAK
Sidoarjo,
Kemiskinan
(5)
(6)
(7)
10,19 9,87 8,63 7,32
66,54 68,81 67,07 69,08
9,31 7,45 16,42 15,26
Keterangan: AHH : Angka Harapan Hidup (tahun) AKB : Angka Kematian Bayi (persen) AMH : Angka Melek Huruf (persen) RLS : Rata-rata Lama Sekolah (tahun) AKB : Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (persen) Kemiskinan : Persentase Jumlah Penduduk Miskin (persen)
Uraian tersebut dapat memberikan gambaran bahwa sinergi yang
85
berjalan baik antara pembangunan ekonomi (dengan didukung pembangunan prasarana) dan pembangunan manusia, merupakan kunci untuk menciptakan kemajuan suatu daerah. Dari hasil klasifikasi dan pencapaian kinerja pembangunan ekonomi, sumberdaya manusia dan prasarana sebagaimana yang telah diuraikan sebelumnya, maka didapat nilai konversi kategori skor faktor dari masingmasing kelompok seperti yang terlihat pada Tabel 4.11: Tabel 4.11 Nilai Konversi Kategori Skor Faktor Pada Masing-masing Kelompok Jumlah Nilai
Kategori dan Nilai Skor Faktor Kelompok Ekonomi
Nilai
Sumberdaya Nilai Prasarana Manusia
Nilai (3)+(5)+(7)
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
Kelompok 1
ST
5
T
4
ST
5
14
Kelompok 2
S
3
R
2
R
2
7
Kelompok 3
S
3
S
3
S
3
9
Kelompok 4
S
3
T
4
T
4
11
Kelompok 5
ST
5
T
4
T
4
13
Sumber: Hasil Pengolahan SPSS. Keterangan: ST = Sangat Tinggi T = Tinggi S = Sedang R= Rendah SR = Sangat Rendah Berdasarkan jumlah nilai yang tertera pada kolom 8 Tabel 4.11 tersebut,
selanjutnya
dapat
dilakukan
pengurutan
pencapaian
kinerja
pembangunan daerah dari lima kelompok yang terbentuk sebagai berikut: Peringkat I diduduki oleh Kelompok 1 dengan anggota Kota Surabaya, disusul kelompok 5 di peringkat II yang beranggotakan Kota Kediri, Kabupaten Sidoarjo dan Kabupaten Gresik. Peringkat III ditempati oleh Kelompok 4 yang memiliki 7 anggota, yaitu: Kota Blitar, Malang, Probolinggo, Pasuruan,
86
Mojokerto, Madiun, dan Batu. Kelompok 3 yang berjumlah 17 anggota, yaitu Kabupaten Pacitan, Ponorogo, Trenggalek, Tulungagung, Blitar, Kediri, Malang, Lumajang, Banyuwangi, Mojokerto, Jombang, Nganjuk, Madiun, Magetan, Ngawi, Tuban dan Lamongan berada di urutan ke IV. Sedangkan peringkat ke V diraih oleh kelompok 2 yang terdiri dari Kabupaten Jember, Bondowoso, Situbondo, Probolinggo, Pasuruan, Bojonegoro, Bangkalan, Sampang, Pamekasan dan Sumenep. Peta hasil klasifikasi dan pengurutan bisa dilihat pada Gambar 4.5:
23
21 20
19 77
18 71
02 01
03
26
24
22
04
25 78 76 15 17 16 75 06 79 14 73 72 05
07
27
74 08
28
13
29
11
12
09 10
N W
E S
Sumber: BPS Provinsi Jawa Timur, 2011, diolah. Gambar 4.5 Peta Hasil Klasifikasi dan Pengurutan Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Timur Tahun 2010 Keterangan: : Peringkat I (kelompok 1) : Peringkat II (kelompok 5) : Peringkat III (kelompok 4) : Peringkat IV (kelompok 3) : Peringkat V (kelompok 2)
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Kinerja pembangunan ekonomi, sumberdaya manusia, dan prasarana kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur sangat bervariasi antara satu dengan yang lain. Hal ini ditunjukkan dari skor faktor ketiga kinerja pembangunan yang dimiliki tiap-tiap kabupaten/kota tersebut. Masing-masing memiliki kemajuan juga ketertinggalan dalam perekonomian, sumberdaya manusia, dan atau prasarana. Perbedaan antara nilai skor faktor tertinggi dan terendah sangat besar. Secara umum, kinerja pembangunan Kota Surabaya bisa dikatakan yang terbaik jika dibandingkan kabupaten/kota lain di provinsi ini. Sementara kinerja pembangunan Kabupaten Sampang berada diurutan paling belakang 2. Berdasarkan indikator kinerja pembangunan daerah yang terangkum dalam skor faktor ekonomi, skor faktor sumberdaya manusia dan skor faktor prasarana, kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur diklasifikasikan menjadi lima kelompok dengan jumlah anggota dari kelompok 1, 2, 3, 4 dan 5 masing-masing adalah 1, 10, 17, 7 dan 3 kabupaten/kota. Wilayah dengan karakteristik yang sama terkumpul dalam satu kelompok. Sedangkan antar kelompok memiliki karakteristik yang berbeda 3. Berdasarkan rata-rata kinerja pembangunan ekonomi, sumberdaya manusia
88
dan prasarana kabupaten/kota pada tiap-tiap kelompok, dapat diketahui karakteristik pencapaian kinerja pembangunan dari kelompok yang bersangkutan yaitu: Kelompok 1 memiliki karakteristik kinerja ekonomi sangat tinggi, sumberdaya manusia tinggi, dan prasarana sangat tinggi. Kinerja ekonomi sedang, sumberdaya manusia rendah dan prasarana rendah dimiliki oleh Kelompok 2. Sedangkan Kelompok 3 bercirikan kinerja ekonomi, sumberdaya manusia dan prasarana sedang. Kelompok 4 memiliki ciri kinerja ekonomi sedang, sumberdaya manusia tinggi dan prasarana tinggi. Sementara kelompok dengan karakteristik faktor ekonomi sangat tinggi, sumberdaya manusia dan prasarana tinggi dimiliki kelompok 5. Sesuai
karakteristik
yang
dimiliki,
selanjutnya
dapat
dilakukan
pemeringkatan. Peringkat I diduduki oleh Kelompok 1, disusul kelompok 5 di peringkat II. Peringkat III ditempati oleh Kelompok 4. Kelompok 3 berada di urutan ke IV. Sedangkan peringkat ke V diraih oleh kelompok 2.
5.2 Saran Berdasarkan hasil temuan dalam penelitian ini, maka saran yang bisa direkomendasikan adalah: 1. Kebijakan
pembangunan
yang
diambil
pemerintah
kabupaten/kota
seyogyanya disesuaikan dengan karakteristik yang dimiliki oleh masingmasing daerah. Adanya klasifikasi wilayah diharapkan dapat menjadi referensi bagi para pengambil kebijakan sehingga dapat menentukan strategi pembangunan secara tepat dan efisien. Bagi daerah yang tidak memiliki
89
potensi kekayaan alam yang bisa ditransformasi menjadi produk dengan nilai jual lebih tinggi seperti sebagian wilayah yang ada di kelompok 2, bisa menerapkan strategi pemberdayaan ekonomi mikro, seperti mendukung ekonomi basis rakyat yang sudah menjadi penopang hidup sehari-hari dengan menyediakan akses permodalan, pelatihan maupun dari sisi pemasaran. Sementara bagi daerah yang unggul sumberdaya alam khususnya bidang pertanian, seperti kabupaten-kabupaten yang tergabung ke dalam kelompok 3, menjalankan sistem ekonomi modern yang berbasis sumberdaya alam merupakan strategi yang tepat. Pengembangan konsep daerah agropolitan (integrasi pertanian, industri dan perdagangan) ataupun minapolitan (integrasi perikanan, industri dan perdagangan) dapat menjadi alternatif langkah untuk memberdayakan ekonomi daerah 2. Pembangunan sumberdaya manusia harus senantiasa menjadi prioritas, karena manusia merupakan obyek dari pembangunan itu sendiri. Menerapkan public private partnership (kemitraan antara pemerintah dan swasta) bisa menjadi pilihan kebijakan, misalnya kerjasama dengan perusahaan swasta untuk memberikan beasiswa pendidikan bagi masyarakat yang kurang mampu, fasilitas sekolah gratis hingga ke jenjang SMA ataupun perguruan tinggi, biaya keringanan kesehatan dan lain-lain 3. Pembangunan infrastruktur pedesaan perlu terus diupayakan sehingga kesenjangan antara kota dan desa bisa diminimalisir. Peningkatan prasarana transportasi seperti jalan dan jembatan termasuk menyediakan sarana transportasi yang menghubungkan antara kota dan desa mutlak diperlukan
90
untuk membuka akses bagi desa yang relatif terisolir. Penyediaan fasilitas kesehatan serta pendidikan dasar yang memungkinkan masyarakat pedesaan memiliki kemudahan akses disinyalir merupakan faktor penting dalam mendukung peningkatan kualitas hidup manusia di wilayah tersebut 4. Untuk penelitian selanjutnya perlu dimasukkan peubah potensi sumberdaya alam serta peubah pembangunan infrastruktur yang lebih komprehensif dan terkini. Analisis kesenjangan antar kelompok juga bisa dilakukan untuk membuktikan adanya ketimpangan pembangunan.
DAFTAR PUSTAKA Abdullah. 2008. “Hubungan Kecerdasan Emosional dengan Stres Kerja pada Polisi Lalu-lintas di Kota Malang” [Skripsi]. UIN, Malang. Arianti, P.T.S. 2009. “Pengelompokan Kecamatan Di Kabupaten Probolinggo Berdasarkan Indeks Pembangunan Manusia Dengan Cluster Analysis” [Skripsi]. ITS, Surabaya. Arsyad, L. 1999. Pengantar Perencanaan dan Daerah. Edisi Kelima. PT BPFE, Yogyakarta.
Pembangunan Ekonomi
Azis, I.J. 1994. Ilmu Ekonomi Regional dan Beberapa Aplikasinya di Indonesia. Lembaga Penerbit FE UI, Jakarta. Badan Pusat Statistik. 2011. PDRB Kabupaten/Kota Indonesia 2005-2010, Jakarta. ________________. 2010. Statistik Potensi Desa Provinsi Jawa Timur Tahun 2008, Jakarta. BPS Provinsi Jawa Timur. 2011. Produk Domestik Regional Bruto Provinsi Jawa Timur Tahun 2005-2010, Surabaya. ________________. 2011. Data Makro Sosial dan Ekonomi Jawa Timur 20052010, Surabaya. ________________. 2011. Hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional Tahun 2010 Provinsi Jawa Timur, Surabaya. ________________. 2011. Jawa Timur Dalam Angka 2010, Surabaya. Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional [Bappenas]-United Nation Development Program [UNDP]. 2006. Laporan Studi Pengembangan Indikator Kinerja Pembangunan Regional Dalam Pencapaian Tujuan Pembangunan Nasional, Jakarta. Dumairy. 1996. Perekonomian Indonesia. Erlangga, Jakarta. Ekaria. 2004. Modul Pelatihan Analisis Multivariate, Jakarta. Hasibuan, A.J. 2007. “Pengelompokan Ibukota Provinsi di Indonesia Berdasarkan Kualitas Lingkungan Hidup Tahun 2005” [Skripsi]. STIS, Jakarta. Johnson, R.A. dan D.W. Wichern, 2002. Applied Multivariate Statistical Analysis, Fifth Edition. Pearson Education International, New Jersey.
92
Morrison, D.F. 1990. Multivariate Statistical Methods, Third Edition. McGrawHill, Singapore. Mackie, J. 1997. “Ekonomi Jawa Timur: Dari Dualisme ke Pembangunan Berimbang”, dalam Dick, Fox dan Mackie, Pembangunan yang Berimbang-Jawa Timur dalam Era Orde Baru. Gramedia, Jakarta. Naibaho, M. 2003. “Pengelompokan Propinsi di Indonesia Berdasarkan Indikator Sosial-Ekonomi Tahun 2001” [Skripsi]. STIS, Jakarta. Nofika, H. 2005. “Analisis Kinerja Pembangunan Regional di Provinsi Sumatera Selatan”[Tesis]. Program Pasca Sarjana Universitas Sriwijaya, Palembang. Prahasta, E. 2002. Sistem Informasi Geografis: Tutorial ArcView. Informatika, Bandung. Qomariah, A.N. 2006. “Studi Klasifikasi Kabupaten Dan Kota Di Jawa Timur Berdasarkan Variabel-variabel Sosial Ekonomi Dengan Pendekatan Analisis Diskriminan Dan Regresi Logistik” [Skripsi]. ITS, Surabaya Rahmalaila, M. 2004. “Pengelompokan Kabupaten/Kota di Propinsi Sulawesi Selatan Berdasarkan Faktor Ekonomi, Manusia dan Lingkungan Tahun 2002” [Skripsi]. STIS, Jakarta. Santosa, B.H. dan H. McMichael. 2004. Industrial Development in East Java: A Special Case?, Working Papers in Trade and Development No.2004/07. Division of Economics, Research School of Pasific and Asian Studies, The Australian National University, Australia. Santoso, S. 2001. Buku Latihan SPSS Statistik Multivariat. PT Elex Media Komputindo, Jakarta. Setiawan, D.O. 2010. “Analisis Pengelompokkan Kabupaten/Kotamadya Berdasarkan Indikator Partisipasi Perempuan Propinsi Jawa Timur [Skripsi]”. ITS, Surabaya. Setyarini, D. 1999. “Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kesenjangan Pembangunan Ekonomi Antar Daerah di Propinsi Jawa Tengah” [Tesis]. Program Pasca Sarjana UGM, Yogyakarta. Sjafrizal. 2008. Ekonomi Regional, Teori dan Aplikasi. Baduose Media, Padang Soebagiyo, D. 2000. “Disparitas Pembangunan dan Faktor-faktor Yang Mempengaruhinya (Studi Kasus di Daerah Sumbagsel)”, Jurnal Ekonomi Pembangunan Vol.1, Juni 2000:21-34. Sutarno dan M. Kuncoro. 2003. “Pertumbuhan Ekonomi dan Ketimpangan Antar Kecamatan di Kabupaten Banyumas, 1993-2000”, Jurnal Ekonomi Pembangunan, Vol.8 No.2:97-110.
93
Suardika, I. G. 2002. “Disparitas Pembangunan Ekonomi Antar Wilayah Tingkat II di Propinsi Kalimantan Selatan” [Tesis]. Program Pasca Sarjana UGM, Yogyakarta. Sukirno, S. 2004. Makroekonomi Teori Pengantar. PT Raja Grafindo Persada, Jakarta. _________. 2007. Ekonomi Pembangunan: Proses, Masalah, dan Dasar Kebijakan. Kencana, Jakarta. Supranto, J. 2004. Analisis Multivariat: Arti dan Interprestasi. Rineka Cipta, Jakarta. Tambunan, T.H. 2001. Perekonomian Indonesia: Beberapa Masalah Penting. Ghalia Indonesia, Bogor. _____________. 2003. Perekonomian Indonesia: Temuan dan Teori Empiris. Ghalia Indonesia, Bogor. _____________. 2011. Perekonomian Indonesia: Kajian Teoritis dan Analisis Empiris. Ghalia Indonesia, Bogor. Tarigan, R. 2005. Ekonomi Regional, Teori dan Aplikasi. Bumi Aksara, Jakarta. Todaro, M.P. dan Smith, S.C. 2006. Pembangunan Ekonomi. Jilid I Edisi Kesembilan. Haris Munandar (penerjemah). Erlangga, Jakarta. ________________________. 2006. Pembangunan Ekonomi. Jilid II Edisi Kesembilan. Andri Yelvi (penerjemah). Erlangga, Jakarta. Wijayanti, D. 2004. “Analisis Kesenjangan Pembangunan Regional:Indonesia, 1999-2001”, Jurnal Ekonomi Pembangunan Vol.9 No.2:129-142. http://id.wikipedia.org/wiki/Jawa_Timur [22 November 2011].
Lampiran 1 Nilai Peubah Kinerja Pembangunan Ekonomi Kabupaten/Kota (1)
E2
E3
E4
E5
E6
E7
E8
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
6,53 5,78 6,11 6,48 6,08 6,03 6,27 5,92 6,05 6,22 5,64 5,75 6,19 6,14 5,62 6,74 6,12 6,28 5,92 5,79 6,09 11,84 6,22 6,89
6.199.534 8.710.220 8.703.957 16.460.065 11.023.211 10.623.312 12.832.292 13.797.340 10.839.358 15.139.614 9.488.332 12.775.956 13.588.557 10.300.754 29.104.824 17.801.011 11.693.937 10.817.772 10.416.631 11.898.937 8.860.544 18.351.943 17.024.169 9.986.061
25.217 49.777 50.622 70.955 61.999 62.318 124.389 66.052 146.453 78.153 46.483 36.440 37.294 87.686 288.732 62.870 100.571 71.846 35.958 45.000 26.562 73.200 73.740 94.066
13,12 8,49 8,42 22,44 5,34 23,43 24,03 18,21 13,85 6,76 17,96 13,83 21,95 36,21 51,20 38,17 15,32 9,40 8,50 16,36 12,09 10,66 29,13 8,56
45,51 53,87 50,15 58,51 46,76 44,62 46,31 44,89 44,54 42,46 36,98 52,33 46,75 38,03 45,44 41,04 54,40 58,20 53,82 52,85 50,78 29,29 29,96 46,28
0,44 0,98 0,78 2,15 1,63 2,11 4,15 1,84 3,34 3,11 0,92 1,09 1,97 2,06 7,47 2,41 1,86 1,45 0,91 0,98 0,96 2,93 2,52 1,56
2.270 0 0 0 0 0 103.907 9.078 4.267 10.894 0 0 0 1.093.282 2.127.756 1.917.337 2.969.958 0 0 0 0 0 2.834.152 288.408
0 0 0 0 0 2.156.836 925.956 0 46.196 17.800 0 0 0 1.759.921 8.086.821 641.330 0 525.000 77.000 0 0 35.000 0 267.235
94
Pacitan Ponorogo Trenggalek Tulungagung Blitar Kediri Malang Lumajang Jember Banyuwangi Bondowoso Situbondo Probolinggo Pasuruan Sidoarjo Mojokerto Jombang Nganjuk Madiun Magetan Ngawi Bojonegoro Tuban Lamongan
E1 (2)
Lampiran 1 (lanjutan) Kabupaten/Kota
E1
E2
E3
E4
E5
E6
E7
E8
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
32.299.586 8.233.784 6.505.095 6.177.183 10.744.101 213.205.217 15.399.527 37.553.032 22.104.941 14.203.239 23.286.963 29.224.505 74.186.380 17.096.943
160.961 35.356 35.120 38.147 37.940 77.667 40.838 101.519 40.071 34.614 29.519 28.146 1.036.167 30.000
Gresik Bangkalan Sampang Pamekasan Sumenep Kota Kediri Kota Blitar Kota Malang Kota Probolinggo Kota Pasuruan Kota Mojokerto Kota Madiun Kota Surabaya Kota Batu
6,86 5,44 5,34 5,75 5,64 5,91 6,32 6,25 6,12 5,66 6,09 6,93 7,09 7,01
52,92 12,75 3,78 8,97 4,33 75,31 18,11 38,01 15,80 27,29 18,18 24,15 32,68 9,98
32,31 53,39 43,78 40,77 37,98 24,51 74,18 61,59 76,48 68,70 78,36 73,88 67,23 71,67
5,02 1,01 0,75 0,65 1,48 7,57 0,27 4,07 0,63 0,35 0,37 0,66 27,11 0,43
4.845.473 0 0 5.447 9.078 0 0 0 0 0 0 0 2.236.629 0
16.062.465 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 9.725.631 0
Sumber: Publikasi BPS
Keterangan: E1 E2 E3 E4 E5 E6 E7 E8
: Laju Pertumbuhan Ekonomi Tahun 2010 Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000 (Persen) : Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Perkapita Atas Dasar Harga Berlaku (Rupiah) : Pendapatan Asli Daerah (Juta Rupiah) : Kontribusi Sektor Sekunder Terhadap PDRB Kabupaten/Kota (Persen) : Kontribusi Sektor Tersier Terhadap PDRB Kabupaten/Kota (Persen) : Kontribusi PDRB Kabupaten/Kota Terhadap PDRB Propinsi Jawa Timur (Persen) : Nilai Penanaman Modal Asing (Juta Rupiah) : Nilai Penanaman Modal Dalam Negeri (Juta Rupiah)
95
Lampiran 2 Nilai Peubah Kinerja Pembangunan Sumberdaya Manusia Kabupaten/Kota (1)
SDM2
SDM3
SDM4
SDM5
SDM6
SDM7
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
71,26 69,93 71,62 71,48 70,88 69,66 68,96 67,17 62,84 67,58 63,23 63,19 61,13 64,01 70,55 70,19 70,09 68,89 68,90 71,17 69,91 67,15 67,78 68,20
23,54 28,97 22,55 23,07 24,60 29,86 32,10 39,67 57,74 38,29 56,62 56,45 65,45 53,34 25,43 27,89 28,05 32,27 32,07 23,88 29,10 39,41 36,96 34,58
91,58 85,73 92,83 93,55 92,00 92,81 89,55 86,32 83,48 86,66 76,72 78,24 78,91 89,99 97,42 94,11 92,52 90,48 89,53 90,54 85,14 84,78 85,79 87,15
6,90 6,68 7,24 7,84 7,35 7,60 6,80 6,10 6,53 6,85 5,54 6,18 5,57 6,34 9,84 7,81 7,77 7,19 7,38 7,57 6,36 6,66 6,41 7,19
83,00 73,74 74,30 72,73 70,13 68,04 68,26 63,78 66,36 70,24 71,48 71,78 73,28 70,12 68,81 70,51 68,31 65,66 68,03 78,75 70,73 67,88 69,96 66,40
631,40 636,80 637,10 631,55 649,38 628,59 634,85 628,60 626,60 631,30 626,74 633,58 636,00 635,84 646,97 640,19 636,99 631,90 625,21 637,09 622,75 616,11 629,13 631,84
19,50 13,22 15,98 10,64 12,14 15,52 12,54 13,98 13,27 11,25 17,89 16,23 25,22 13,18 7,45 12,23 13,84 14,91 15,45 12,95 18,26 18,78 20,19 18,70
540.881 855.281 674.411 990.158 1.116.639 1.499.768 2.446.218 1.006.458 2.332.726 1.556.078 736.772 647.619 1.096.244 1.512.468 1.941.497 1.025.443 1.202.407 1.017.030 662.278 620.442 817.765 1.209.973 1.118.464 1.179.059
96
Pacitan Ponorogo Trenggalek Tulungagung Blitar Kediri Malang Lumajang Jember Banyuwangi Bondowoso Situbondo Probolinggo Pasuruan Sidoarjo Mojokerto Jombang Nganjuk Madiun Magetan Ngawi Bojonegoro Tuban Lamongan
SDM8
SDM1
Lampiran 2 (lanjutan) Kabupaten/Kota (1)
Gresik Bangkalan Sampang Pamekasan Sumenep Kota Kediri Kota Blitar Kota Malang Kota Probolinggo Kota Pasuruan Kota Mojokerto Kota Madiun Kota Surabaya Kota Batu
SDM1
SDM2
SDM3
SDM4
SDM5
SDM6
SDM7
SDM8
(2)
(3)
(4)
(5)
(5)
(6)
(7)
(8)
70,98 63,32 63,00 63,99 64,71 70,41 72,23 70,32 70,17 66,37 71,56 71,01 71,01 69,44
24,29 55,69 58,92 53,72 49,85 27,29 20,94 27,85 28,35 41,97 22,80 24,27 24,32 30,52
94,47 82,84 66,03 80,84 78,64 97,53 97,24 97,20 92,49 96,41 97,12 97,79 98,06 98,26
8,53 5,16 3,95 6,11 5,63 10,20 9,72 10,83 8,52 8,85 9,97 10,43 9,95 8,51
67,07 67,51 72,30 74,72 73,90 66,54 66,16 63,81 63,00 63,29 68,26 66,63 63,02 68,24
640,59 632,41 632,47 625,49 644,19 643,35 650,38 650,75 650,48 651,93 648,01 640,32 652,80 640,75
16,42 28,12 32,47 22,48 24,61 9,31 7,63 5,90 19,03 9,00 7,42 6,11 7,07 5,11
1.177.042 906.761 877.772 795.918 1.042.312 268.507 131.968 820.243 217.062 186.262 120.196 170.964 2.765.487 190.184
Sumber: Publikasi BPS
Keterangan: : Jumlah Penduduk : Angka Harapan Hidup (Tahun) : Angka Kematian Bayi (Persen) : Angka Melek Huruf (Persen) : Rata-rata Lama Sekolah (Tahun) : Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (Persen) : Pengeluaran Perkapita Disesuaikan (Rupiah) : Persentase Tingkat Kemiskinan (Persen)
97
SDM1 SDM2 SDM3 SDM4 SDM5 SDM6 SDM7 SDM8
Lampiran 3 Nilai Peubah Kinerja Pembangunan Prasarana Kabupaten/Kota (1)
Pacitan Ponorogo Trenggalek Tulungagung Blitar Kediri Malang Lumajang Jember Banyuwangi Bondowoso Situbondo Probolinggo Pasuruan Sidoarjo Mojokerto Jombang Nganjuk Madiun Magetan Ngawi Bojonegoro Tuban Lamongan
P1
P2
P3
P4
P5
P6
P7
P8
P9
P10
P11
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
(10)
(11)
(12)
11,70 12,79 14,01 16,97 18,55 17,15 17,95 15,61 20,24 31,34 14,16 11,03 9,39 11,78 38,53 17,43 19,93 19,01 16,99 17,87 15,21 12,56 10,98 13,71
97,08 77,38 58,60 85,98 92,34 96,80 92,31 67,32 47,37 59,91 14,16 23,53 30,00 49,04 86,12 72,37 84,97 63,38 93,20 92,77 82,95 55,12 65,55 82,70
9,94 4,26 0,64 8,12 3,63 0,87 15,90 14,15 1,62 11,98 7,31 7,35 7,58 4,93 20,11 7,57 3,59 4,93 9,71 36,60 7,37 9,53 15,85 18,14
84,21 63,61 87,26 79,70 86,29 87,50 84,87 77,07 57,89 90,32 67,58 94,85 76,67 96,44 98,58 86,51 86,60 86,62 83,01 94,04 43,32 38,14 100,00 64,77
95,91 99,34 98,73 99,63 100,00 99,71 100,00 100,00 99,60 99,54 99,09 97,79 97,58 100,00 99,72 99,67 100,00 98,24 100,00 100,00 99,54 99,07 100,00 96,84
100,00 99,34 100,00 98,89 100,00 99,71 100,00 99,51 100,00 100,00 99,09 100,00 97,88 100,00 99,43 99,34 100,00 99,30 99,51 100,00 100,00 99,53 99,39 98,95
53,22 84,26 63,06 85,98 92,74 92,44 89,49 85,37 91,09 92,17 87,67 86,03 87,88 76,99 93,77 87,83 90,85 92,96 89,32 93,19 81,57 85,35 86,28 90,72
2,34 5,90 7,64 9,23 6,05 4,36 7,95 6,34 8,10 16,13 4,11 5,15 2,12 5,48 24,65 8,22 7,84 4,58 6,80 5,53 3,69 3,49 3,35 3,59
99,42 99,02 84,71 96,68 60,48 98,84 98,72 99,02 94,33 91,24 86,30 94,12 97,58 100,00 97,45 93,42 99,67 100,00 97,09 100,00 99,54 99,07 99,09 100,00
41,52 24,26 47,13 24,35 31,05 18,31 31,03 18,05 40,49 40,09 12,79 22,06 16,06 9,59 10,20 7,24 12,75 17,96 21,84 24,68 35,02 16,74 23,17 21,31
32,16 18,69 40,76 25,46 29,03 23,26 23,59 25,37 57,49 44,24 25,57 39,71 25,76 19,73 16,43 17,43 23,53 29,93 27,67 23,83 29,03 15,35 16,46 22,78
98
Lampiran 3 (lanjutan) Kabupaten/Kota (1)
Gresik Bangkalan Sampang Pamekasan Sumenep Kota Kediri Kota Blitar Kota Malang Kota Probolinggo Kota Pasuruan Kota Mojokerto Kota Madiun Kota Surabaya Kota Batu
P1
P2
P3
P4
P5
P6
P7
P8
P9
P10
P11
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
(10)
(11)
(12)
80,06 77,22 51,08 68,25 63,25 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 98,77 100,00
99,44 97,51 89,25 96,83 92,77 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 98,16 100,00
96,63 97,86 100,00 99,47 98,80 95,65 100,00 100,00 100,00 97,06 100,00 100,00 97,55 100,00
84,55 83,99 78,49 88,89 64,46 100,00 100,00 98,25 100,00 100,00 100,00 100,00 98,77 100,00
8,43 4,27 2,69 2,12 2,11 54,35 52,38 70,18 27,59 32,35 50,00 55,56 66,26 29,17
97,47 99,64 91,40 96,30 77,11 97,83 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 98,77 100,00
18,54 25,27 28,49 25,40 30,12 45,65 23,81 59,65 58,62 17,65 33,33 48,15 54,60 16,67
21,07 23,84 25,27 25,40 21,69 54,35 61,90 52,63 65,52 76,47 77,78 59,26 48,47 16,67
22,75 9,25 7,53 13,23 6,93 69,57 57,14 87,72 41,38 44,12 83,33 70,37 80,98 58,33
96,07 65,12 19,35 46,56 33,73 95,65 100,00 98,25 79,31 85,29 100,00 100,00 99,39 95,83
22,47 4,98 6,99 8,47 6,93 8,70 0,00 73,68 20,69 44,12 5,56 85,19 98,16 29,17
Sumber: Publikasi BPS
99
Keterangan: P1 : Persentase banyaknya desa dengan jalan aspal P2 : Persentase banyaknya desa dengan jalan dapat dilalui kendaraan roda empat P3 : Persentase banyaknya desa yang terdapat bangunan SD P4 : Persentase banyaknya desa yang terdapat jaringan telepon seluler P5 : Persentase banyaknya desa yang terdapat sarana internet P6 : Persentase banyaknya desa yang terlayani listrik PLN P7 : Persentase banyaknya desa yang terdapat pasar P8 : Persentase banyaknya desa yang terdapat puskesmas pembantu P9 : Persentase banyaknya desa yang terdapat tenaga kesehatan (dokter) di desa P10 : Persentase banyaknya desa yang terdapat prasarana sanitasi (jamban sendiri) P11 : Persentase banyaknya desa yang terlayani Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM)
Lampiran 4 Nilai Standarisasi (Z-score) Peubah Kinerja Pembangunan Ekonomi Kabupaten/Kota (1)
Z-score E2
Z-score E3
Z-score E4
Z-score E5
Z-score E6
Z-score E7
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
0,23258 -0,50027 -0,17742 0,18153 -0,21331 -0,25512 -0,02250 -0,36159 -0,23793 -0,07262 -0,63726 -0,52768 -0,10067 -0,14611 -0,65597 0,44260 -0,16732 -0,01718 -0,36359 -0,49681 -0,19828 5,43476 -0,06930 0,58284
-0,44774 -0,37423 -0,37441 -0,14731 -0,30650 -0,31821 -0,25353 -0,22527 -0,31189 -0,18597 -0,35144 -0,25518 -0,23139 -0,32766 0,22294 -0,10805 -0,28686 -0,31252 -0,32426 -0,28086 -0,36983 -0,09191 -0,13079 -0,33687
-0,41310 -0,26391 -0,25878 -0,13526 -0,18966 -0,18773 0,18932 -0,16504 0,32335 -0,09154 -0,28392 -0,34492 -0,33973 -0,03363 1,18762 -0,18437 0,04464 -0,12985 -0,34785 -0,29292 -0,40493 -0,12163 -0,11835 0,00512
-0,48043 -0,78506 -0,78991 0,13355 -0,99268 0,19863 0,23806 -0,14502 -0,43218 -0,89863 -0,16133 -0,43311 0,10091 1,04017 2,02717 1,16927 -0,33518 -0,72493 -0,78408 -0,26705 -0,54818 -0,64205 0,57422 -0,78011
-0,36696 0,24946 -0,02515 0,59186 -0,27503 -0,43270 -0,30840 -0,41298 -0,43867 -0,59204 -0,99666 0,13559 -0,27565 -0,91906 -0,37255 -0,69714 0,28842 0,56906 0,24542 0,17413 0,02122 -1,56324 -1,51385 -0,31045
-0,49303 -0,37106 -0,41809 -0,10760 -0,22637 -0,11848 0,34178 -0,17940 0,16000 0,10858 -0,38472 -0,34652 -0,14933 -0,12899 1,08962 -0,04936 -0,17421 -0,26529 -0,38746 -0,37306 -0,37713 0,06829 -0,02593 -0,24230
-0,43425 -0,43629 -0,43629 -0,43629 -0,43629 -0,43629 -0,34296 -0,42814 -0,43246 -0,42651 -0,43629 -0,43629 -0,43629 0,54570 1,47487 1,28587 2,23135 -0,43629 -0,43629 -0,43629 -0,43629 -0,43629 2,10936 -0,17724
Z-score E8 (9)
-0,32918 -0,32918 -0,32918 -0,32918 -0,32918 0,33983 -0,04196 -0,32918 -0,31485 -0,32366 -0,32918 -0,32918 -0,32918 0,21672 2,17920 -0,13025 -0,32918 -0,16633 -0,30529 -0,32918 -0,32918 -0,31832 -0,32918 -0,24629
100
Pacitan Ponorogo Trenggalek Tulungagung Blitar Kediri Malang Lumajang Jember Banyuwangi Bondowoso Situbondo Probolinggo Pasuruan Sidoarjo Mojokerto Jombang Nganjuk Madiun Magetan Ngawi Bojonegoro Tuban Lamongan
Z-score E1
Lampiran 4 (lanjutan) Kabupaten/Kota
Z-score E1
Z-score E2
Z-score E3
Z-score E4
Z-score E5
Z-score E6
Z-score E7
Z-score E8
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
(1)
Gresik Bangkalan Sampang Pamekasan Sumenep Kota Kediri Kota Blitar Kota Malang Kota Probolinggo Kota Pasuruan Kota Mojokerto Kota Madiun Kota Surabaya Kota Batu
0,55945 -0,83524 -0,93121 -0,53448 -0,63852 -0,37550 0,02745 -0,04560 -0,16864 -0,61838 -0,19965 0,62392 0,77958 0,70342
0,31648 -0,38818 -0,43880 -0,44840 -0,31468 5,61348 -0,17836 0,47030 0,01798 -0,21339 0,05259 0,22644 1,54295 -0,12866
0,41148 -0,35151 -0,35294 -0,33456 -0,33581 -0,09449 -0,31821 0,05040 -0,32287 -0,35602 -0,38696 -0,39530 5,72790 -0,38404
2,13992 -0,50478 -1,09508 -0,75333 -1,05862 3,61468 -0,15167 1,15869 -0,30380 0,45274 -0,14718 0,24585 0,80770 -0,68717
-1,34109 0,21396 -0,49481 -0,71678 -0,92281 -1,91634 1,74711 0,81876 1,91705 1,34350 2,05535 1,72494 1,23451 1,56207
0,53911 -0,36583 -0,42286 -0,44648 -0,25943 1,11166 -0,53236 0,32427 -0,45001 -0,51410 -0,50953 -0,44411 5,51581 -0,49606
3,91594 -0,43629 -0,43629 -0,43140 -0,42814 -0,43629 -0,43629 -0,43629 -0,43629 -0,43629 -0,43629 -0,43629 1,57266 -0,43629
4,65310 -0,32918 -0,32918 -0,32918 -0,32918 -0,32918 -0,32918 -0,32918 -0,32918 -0,32918 -0,32918 -0,32918 2,68753 -0,32918
Sumber: Hasil Pengolahan SPSS
101
Lampiran 5 Nilai Standarisasi (Z-score) Peubah Kinerja Pembangunan Sumberdaya Manusia Kabupaten/Kota (1)
(2)
-0,71203 -0,20936 -0,49854 0,00628 0,20850 0,82105 2,33424 0,03234 2,15279 0,91108 -0,39884 -0,54137 0,17589 0,84135 1,52729 0,06269 0,34562 0,04924 -0,51794 -0,58482 -0,26934 0,35772 0,21142
Z-score SDM2 (3)
0,94668 0,52520 1,05967 1,01583 0,82471 0,44059 0,21926 -0,34968 -1,71885 -0,21910 -1,59596 -1,60801 -2,26064 -1,35051 0,72280 0,60902 0,57462 0,19559 0,19854 0,91774 0,51909 -0,35611 -0,15413
Z-score SDM3 (4)
-0,93038 -0,51133 -1,00744 -0,96677 -0,84904 -0,44263 -0,26959 0,31439 1,70931 0,20822 1,62278 1,60980 2,30458 1,36970 -0,78482 -0,59531 -0,58259 -0,25687 -0,27214 -0,90469 -0,50116 0,29431 0,10492
Z-score SDM4 (5)
0,31967 -0,47577 0,48971 0,58685 0,37697 0,48596 0,04341 -0,39559 -0,78140 -0,34938 -1,70003 -1,49397 -1,40258 0,10356 1,11348 0,66329 0,44704 0,16952 0,04133 0,17851 -0,55602 -0,60458 -0,46802
Z-score SDM5 (6)
-0,35514 -0,48846 -0,14371 0,22564 -0,07758 0,07396 -0,41477 -0,84616 -0,58615 -0,38487 -1,19612 -0,79751 -1,17725 -0,69927 1,45735 0,20517 0,18256 -0,17504 -0,05863 0,05926 -0,68807 -0,50121 -0,65744
Z-score SDM6 (7)
3,18862 1,01952 1,15069 0,78293 0,17390 -0,31567 -0,26414 -1,31355 -0,70920 0,19966 0,49012 0,56040 0,91176 0,17155 -0,13531 0,26291 -0,25243 -0,87318 -0,31802 2,19308 0,31444 -0,35315 0,13407
Z-score SDM7 (8)
-0,57041 0,02279 0,05573 -0,55398 1,40548 -0,87923 -0,19124 -0,87789 -1,09755 -0,58163 -1,08185 -0,33094 -0,06473 -0,08276 1,14018 0,39535 0,04364 -0,51551 -1,25051 0,05494 -1,52092 -2,25035 -0,82008
Z-score SDM8 (9)
0,73767 -0,25689 0,18021 -0,66549 -0,42793 0,10736 -0,36458 -0,13653 -0,24897 -0,56888 0,48269 0,21980 1,64354 -0,26323 -1,17068 -0,41368 -0,15870 0,01075 0,09627 -0,29965 0,54129 0,62364 0,84694
102
Pacitan Ponorogo Trenggalek Tulungagung Blitar Kediri Malang Lumajang Jember Banyuwangi Bondowoso Situbondo Probolinggo Pasuruan Sidoarjo Mojokerto Jombang Nganjuk Madiun Magetan Ngawi Bojonegoro Tuban
Z-score SDM1
Lampiran 5 (lanjutan) Kabupaten/Kota
Z-score SDM1
(1)
Lamongan Gresik Bangkalan Sampang Pamekasan Sumenep Kota Kediri Kota Blitar Kota Malang Kota Probolinggo Kota Pasuruan Kota Mojokerto Kota Madiun Kota Surabaya Kota Batu
(2)
0,30830 0,30507 -0,12706 -0,17340 -0,30427 0,08966 -1,14750 -1,36580 -0,26538 -1,22975 -1,27899 -1,38462 -1,30345 2,84469 -1,27272
Z-score SDM2 (3)
-0,02294 0,85661 -1,56840 -1,66831 -1,35620 -1,12742 0,67675 1,25365 0,64928 0,60179 -0,60146 1,04266 0,86778 0,86869 0,37118
Z-score SDM3 (4)
-0,07874 -0,87258 1,55139 1,80039 1,39890 1,10039 -0,64111 -1,13159 -0,59785 -0,55968 0,49230 -0,98817 -0,87472 -0,87044 -0,39174
Z-score SDM4 (5)
-0,28328 0,71202 -0,86835 -3,15312 -1,13983 -1,43999 1,12779 1,08815 1,08350 0,44313 0,97567 1,07290 1,16286 1,19976 1,22680
Z-score SDM5 (6)
-0,17521 0,65167 -1,42693 -2,17681 -0,84425 -1,13922 1,68330 1,38544 2,07125 0,64318 0,84745 1,53806 1,82178 1,52701 0,63674
Z-score SDM6 (7)
-0,69984 -0,54289 -0,43982 0,68221 1,24908 1,05700 -0,66704 -0,75605 -1,30653 -1,49626 -1,42833 -0,26414 -0,64596 -1,49158 -0,26883
Z-score SDM7 (8)
-0,52155 0,43989 -0,45936 -0,45311 -1,21946 0,83469 0,74290 1,51549 1,55623 1,52641 1,68588 1,25500 0,40990 1,78153 0,45706
Z-score SDM8 (9)
0,61097 0,24989 2,10282 2,79172 1,20961 1,54694 -0,87612 -1,14218 -1,41616 0,66324 -0,92521 -1,17544 -1,38290 -1,23087 -1,54127
Sumber: Hasil Pengolahan SPSS
103
Lampiran 6 Nilai Standarisasi (Z-score) Peubah Kinerja Pembangunan Prasarana Kabupaten/Kota
Z-score P1
Z-score P2
Z-score P3
Z-score P4
Z-score P5
Z-score P6
Z-score P7
Z-score P8
Z-score P9
Z-score P10
Z-score P11
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
(10)
(11)
(12)
0,07073 -1,14655 0,25097 -0,19547 0,19361 0,26508 0,10980 -0,35094 -1,48401 0,43184 -0,91181 0,69949 -0,37496 0,79316 0,91990 0,20677 0,21198 0,21307 -0,00021 0,65161 -2,34521
-1,31592 0,66629 -3,33643 -0,69714 0,45602 1,00538 -0,09221 -0,68459 0,93910 -0,31249 0,25423 0,05370 -0,38885 -0,51947 0,40424 -0,25256 -0,86187 -0,63829 0,16096 -0,56320 -0,02810 0,66629 -2,40210 -0,43260 -1,45265 1,41453 0,39903 -0,58628 -0,58080 -0,72324 0,38519 -0,36787 -0,22597 -0,35371 0,10079 -0,24586 -0,47503 -0,46062 0,50071 -0,39299 0,55372 0,66629 0,41623 -0,51215 -4,59826 0,24208 -0,27107 -0,39382 0,75197 -0,59116 0,42095 0,39472 0,38774 -0,59633 0,38098 -0,68613 -0,60100 -0,45311 0,92829 -0,71286 0,55372 0,66629 0,10721 -0,41737 0,36550 0,24042 -0,58193 -0,41927 0,75074 -0,04957 0,55372 0,21058 -0,28407 -0,49753 0,40528 -0,70546 -0,48048 -0,51851 -0,23642 -0,12687 0,36881 0,66629 0,25969 -0,40997 -0,20391 0,92997 1,35433 -0,32192 -1,02442 -0,67987 0,34325 0,66629 0,36154 -0,00939 -0,60478 0,90127 0,59752 0,14880 -0,52909 -0,22244 0,13662 -0,18686 -0,06520 -0,60884 -1,24649 -1,08910 -0,46878 -0,58023 -2,33638 -0,42884 -0,45376 0,66629 -0,22107 -0,55710 -0,23174 -0,41317 0,33857 -0,71287 -1,96609 -0,42677 -0,55349 -1,31533 -0,04549 -0,70801 0,21721 -0,85037 -0,45811 -0,78226 -1,71049 -0,41693 0,55372 0,66629 -1,07965 -0,54052 0,53194 -1,32208 -0,80261 -0,68098 -0,95834 -0,53366 0,42434 0,13700 0,51362 0,41537 0,20094 -1,27767 -0,99083 0,45391 0,50628 0,13654 0,40348 0,05169 -0,05022 -0,40366 -0,32217 -1,49353 -0,93351 -0,44110 -0,03688 -0,41737 0,55372 0,66629 0,23657 -0,42264 0,48951 -1,09204 -0,58537 -0,33500 0,46079 -0,59267 -0,25038 0,00841 0,43672 -0,58551 0,53194 -0,71209 -0,21982 -0,37406 -0,39193 -0,53375 0,55372 0,21280 0,09138 -0,47486 0,15381 -0,42878 -0,34888 -0,45993 0,78614 -0,32277 0,55372 0,66629 0,45891 -0,53791 0,53194 -0,22205 -0,56822 -0,42251 0,76885 0,86415 0,34325 0,66629 -0,64476 -0,62994 0,47211 0,53179 -0,27107 -0,53559 0,38108 -0,42587
104
Pacitan Ponorogo Trenggalek Tulungagung Blitar Kediri Malang Lumajang Jember Banyuwangi Bondowoso Situbondo Probolinggo Pasuruan Sidoarjo Mojokerto Jombang Nganjuk Madiun Magetan Ngawi
Lampiran 6 (lanjutan) Kabupaten/Kota (1)
Bojonegoro Tuban Lamongan Gresik Bangkalan Sampang Pamekasan Sumenep Kota Kediri Kota Blitar Kota Malang Kota Probolinggo Kota Pasuruan Kota Mojokerto Kota Madiun Kota Surabaya Kota Batu
Z-score P1
Z-score P2
Z-score P3
Z-score P4
Z-score P5
Z-score P6
Z-score P7
Z-score P8
Z-score P9
Z-score P10
Z-score P11
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
(10)
(11)
(12)
-2,65115 1,00358 -1,07794 -0,17471 -0,34202 -1,88691 -0,87198 -1,16744 1,00358 1,00358 1,00358 1,00358 1,00358 1,00358 1,00358 0,93109 1,00358
0,12886 0,55372 -0,89161 0,29713 -0,58403 -4,35731 -0,89620 -2,74791 0,55372 0,55372 0,55372 0,55372 0,55372 0,55372 0,55372 -0,28688 0,55372
0,23178 0,09666 -0,31915 -2,48267 -1,32842 0,66629 0,17201 -0,45924 -3,39541 0,66629 0,66629 0,66629 -2,08133 0,66629 0,66629 -1,62620 0,66629
-0,28569 -0,19724 0,22401 -0,36148 -0,41510 -0,93645 0,05041 -2,26913 1,10533 1,10533 0,93876 1,10533 1,10533 1,10533 1,10533 0,98883 1,10533
-0,64800 -0,71515 -0,59899 -0,21542 -0,78826 -0,86149 -0,61960 -0,88691 1,77093 1,24383 2,54125 0,57494 0,69114 2,35514 1,80510 2,25535 1,29434
-0,71837 -0,30627 0,37124 0,89926 -0,32303 -2,13099 -1,05632 -1,56296 0,88286 1,05460 0,98530 0,23733 0,47370 1,05460 1,05460 1,03037 0,89001
-0,33045 -0,05151 0,04958 0,24066 -0,53142 -0,44282 -0,37765 -0,44554 -0,36749 -0,75136 2,50141 0,16198 1,19620 -0,50611 3,00912 3,58186 0,53619
-0,63982 0,41117 -0,80055 -1,05262 -0,64654 0,41320 -0,33212 -0,98896 -0,63493 0,53194 -0,46789 -0,62790 -0,39352 0,20348 -0,66970 -0,72599 -0,60082 0,48574 -0,17933 -0,56744 -0,67973 -0,58484 0,05593 -0,48602 -0,70825 0,05111 -0,16986 -0,47871 -0,70865 -2,43997 0,17444 -0,69062 1,89671 0,24971 1,30654 1,17487 1,79861 0,53194 -0,28556 1,60650 2,68609 0,53194 2,32677 1,07684 0,56202 0,53194 2,25181 1,81283 0,79975 0,53194 -0,73474 2,43845 1,67987 0,53194 0,40863 2,51311 1,95694 0,53194 1,48847 1,45539 2,49069 0,37265 1,95883 0,83894 0,64084 0,53194 -0,80620 -0,97735
Sumber: Hasil Pengolahan SPSS
105
106
Lampiran 7 Output AKU dan Analisis Faktor Kinerja Pembangunan Ekonomi
KMO and Bartlett's Test Kaiser-Meyer-Olkin Measure of Sampling Adequacy. Bartlett's Test of Sphericity Approx. Chi-Square df Sig.
.528 261.674 28 .000
Communalities
Zscore: Pertumbuhan Ekonomi Zscore: PDRB Perkapita Zscore: PAD Zscore: Kontribusi Sektor Sekunder Zscore: Kontribusi Sektor Tersier Zscore: Kontribusi PDRB Kab/Kota Zscore: PMA Zscore: PMDN
Initial Extraction 1.000 .907 1.000 1.000 1.000
.947 .934 .853
1.000
.733
1.000
.936
1.000 1.000
.879 .865
Extraction Method: Principal Component Analysis.
Component Matrix(a)
1 Zscore: Pertumbuhan Ekonomi Zscore: PDRB Perkapita Zscore: PAD Zscore: Kontribusi Sektor Sekunder Zscore: Kontribusi Sektor Tersier Zscore: Kontribusi PDRB Kab/Kota Zscore: PMA Zscore: PMDN
.160
Component 2 3 .098 -.368
4 .858
.565 .798 .731
-.481 .517 -.511
.593 .146 .209
.213 .095 -.123
-.209
.683
.432
-.193
.865
.334
.225
.163
.710 .821
-.049 .128
-.523 -.338
-.315 -.246
Extraction Method: Principal Component Analysis. a. 4 components extracted.
107
Lampiran 7 (lanjutan)
Rotated Component Matrix(a)
Zscore: Pertumbuhan Ekonomi Zscore: PDRB Perkapita Zscore: PAD Zscore: Kontribusi Sektor Sekunder Zscore: Kontribusi Sektor Tersier Zscore: Kontribusi PDRB Kab/Kota Zscore: PMA Zscore: PMDN
Component 2 3 .132 -.052
1 -.006
4 .942
-.073 .320 .421
.213 .894 .105
.946 .147 .811
.031 .105 -.089
-.405
.513
-.378
-.405
.301
.836
.354
.147
.922 .827
.138 .406
.090 .129
.025 .017
Extraction Method: Principal Component Analysis. Rotation Method: Varimax with Kaiser Normalization. a. Rotation converged in 6 iterations.
Total Variance Explained
Comp. 1 2 3 4 5 6 7 8
Initial Eigenvalues % of Cumulative Total Variance % 3.485 43.560 43.560 1.364 17.056 60.616 1.176 14.700 75.316 1.029 12.862 88.178 .605 7.562 95.740 .208 2.597 98.337 .129 1.609 99.946 .004 .054 100.000
Extraction Sums of Squared Loadings % of Cumulative Total Variance % 3.485 43.560 43.560 1.364 17.056 60.616 1.176 14.700 75.316 1.029 12.862 88.178
Extraction Method: Principal Component Analysis.
Component Transformation Matrix Component 1 2 3 4
1 .631 -.096 -.660 -.397
2 .568 .728 .365 .121
3 .514 -.678 .507 .138
Extraction Method: Principal Component Analysis. Rotation Method: Varimax with Kaiser Normalization.
4 .124 -.036 -.418 .899
Rotation Sums of Squared Loadings % of Cumulative Total Variance % 2.074 25.925 25.925 2.018 25.229 51.154 1.869 23.367 74.521 1.093 13.657 88.178
108
Lampiran 8 Output AKU dan Analisis Faktor Kinerja Pembangunan Sumberdaya Manusia
KMO and Bartlett's Test Kaiser-Meyer-Olkin Measure of Sampling Adequacy. Bartlett's Test of Sphericity Approx. Chi-Square df Sig. Communalities
Zscore: Jumlah Penduduk Zscore: Angka Harapan Hidup Zscore: Angka Kematian Bayi Zscore: Angka Melek Huruf Zscore: Rata-rata Lama Sekolah Zscore: Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja Zscore: Pengeluaran Perkapita Zscore: Kemiskinan
Initial Extraction 1.000 .380 1.000 .876 1.000
.869
1.000
.910
1.000
.904
1.000
.735
1.000
.472
1.000
.762
Extraction Method: Principal Component Analysis.
Component Matrixa
Zscore: Jumlah Penduduk Zscore: Angka Harapan Hidup Zscore: Angka Kematian Bayi Zscore: Angka Melek Huruf Zscore: Rata-rata Lama Sekolah Zscore: Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja Zscore: Pengeluaran Perkapita Zscore: Kemiskinan
Component 1 2 -.159 -.595 .865 .358 -.867
-.343
.954
-.019
.944
-.115
-.397
.760
.662
-.185
-.854
.177
Extraction Method: Principal Component Analysis. a. 2 components extracted.
.764 382.830 28 .000
109
Lampiran 8 (lanjutan) Rotated Component Matrixa
Zscore: Jumlah Penduduk Zscore: Angka Harapan Hidup Zscore: Angka Kematian Bayi Zscore: Angka Melek Huruf Zscore: Rata-rata Lama Sekolah Zscore: Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja Zscore: Pengeluaran Perkapita Zscore: Kemiskinan
Component 1 2 -.162 -.594 .866 .354 -.869
-.339
.954
-.023
.943
-.119
-.393
.762
.661
-.188
-.854
.181
Extraction Method: Principal Component Analysis. Rotation Method: Varimax with Kaiser Normalization. a. Rotation converged in 3 iterations.
Total Variance Explained
Comp. 1 2 3 4 5 6 7 8
Extraction Sums of Squared Rotation Sums of Squared Initial Eigenvalues Loadings Loadings % of Cumulative % of Cumulative % of Cumulative Total Variance % Total Variance % Total Variance % 4.651 58.131 58.131 4.651 58.131 58.131 4.650 58.131 58.131 1.257 15.715 73.847 1.257 15.715 73.847 1.257 15.716 73.847 .952 11.904 85.750 .553 6.916 92.666 .384 4.798 97.464 .117 1.463 98.927 .085 1.061 99.988 .001 .012 100.000
Extraction Method: Principal Component Analysis.
Component Transformation Matrix Component 1 2 1 1.000 -.004 2 .004 1.000 Extraction Method: Principal Component Analysis. Rotation Method: Varimax with Kaiser Normalization.
110
Lampiran 9 Output AKU dan Analisis Faktor Kinerja Pembangunan Prasarana
KMO and Bartlett's Test Kaiser-Meyer-Olkin Measure of Sampling Adequacy. Bartlett's Test of Sphericity Approx. Chi-Square df Sig. Communalities
Zscore: % Desa dengan jalan aspal Zscore: % Desa dengan jalan dapat dilalui roda empat Zscore: % Desa terdapat bangunan SD Zscore: % Desa terdapat jaringan telepon seluler Zscore: % Desa terlayani internet Zscore: % Desa terlayani listrik PLN Zscore: % Desa terdapat pasar Zscore: % Desa terdapat puskesmas pembantu Zscore: % Desa terdapat tenaga kesehatan Zscore: % Desa terdapat prasarana sanitasi Zscore: % Desa terlayani PDAM
Initial Extraction 1.000 .556 1.000
.765
1.000
.771
1.000
.609
1.000
.918
1.000
.398
1.000
.791
1.000
.646
1.000
.907
1.000
.572
1.000
.588
Extraction Method: Principal Component Analysis.
.774 254.343 55 .000
111
Lampiran 9 (lanjutan) Component Matrixa
1 Zscore: % Desa dengan jalan aspal Zscore: % Desa dengan jalan dapat dilalui roda empat Zscore: % Desa terdapat bangunan SD Zscore: % Desa terdapat jaringan telepon seluler Zscore: % Desa terlayani internet Zscore: % Desa terlayani listrik PLN Zscore: % Desa terdapat pasar Zscore: % Desa terdapat puskesmas pembantu Zscore: % Desa terdapat tenaga kesehatan Zscore: % Desa terdapat prasarana sanitasi Zscore: % Desa terlayani PDAM
Component 2 .690 .221
3 .176
.501
.649
.305
-.181
-.029
.859
.699
.341
-.059
.935
-.195
-.072
.343
.426
-.314
.534 .714
-.686 -.353
.188 .108
.943
-.132
-.026
.673
.315
.141
.702
-.221
-.214
Extraction Method: Principal Component Analysis. a. 3 components extracted.
Rotated Component Matrix a
1 Zscore: % Desa dengan jalan aspal Zscore: % Desa dengan jalan dapat dilalui roda empat Zscore: % Desa terdapat bangunan SD Zscore: % Desa terdapat jaringan telepon seluler Zscore: % Desa terlayani internet Zscore: % Desa terlayani listrik PLN Zscore: % Desa terdapat pasar Zscore: % Desa terdapat puskesmas pembantu Zscore: % Desa terdapat tenaga kesehatan Zscore: % Desa terdapat prasarana sanitasi Zscore: % Desa terlayani PDAM
Component 2 .390 .636
3 -.008
-.026
.869
-.102
-.083
.071
-.871
.309
.675
.240
.835
.419
.213
-.028
.456
.435
.858 .777
-.135 .207
-.190 -.028
.802
.481
.180
.314
.687
.037
.669
.221
.303
Extraction Method: Principal Component Analysis. Rotation Method: Varimax with Kaiser Normalization. a. Rotation converged in 5 iterations.
112
Lampiran 9 (lanjutan) Total Variance Explained
1
Extraction Sums of Squared Rotation Sums of Squared Initial Eigenvalues Loadings Loadings % of Cumulative % of Cumulative % of Cumulative Total Variance % Total Variance % Total Variance % 4.872 44.294 44.294 4.872 44.294 44.294 3.481 31.646 31.646
2
1.566
14.239
58.533 1.566
14.239
58.533 2.815
25.592
57.238
3
1.082
9.840
68.374 1.082
9.840
68.374 1.225
11.136
68.374
4
.858
7.797
76.171
5
.721
6.559
82.730
6
.609
5.537
88.268
7
.530
4.820
93.087
8
.363
3.300
96.387
9
.203
1.844
98.231
10
.176
1.599
99.830
11
.019
.170
100.000
Comp.
Extraction Method: Principal Component Analysis.
Component Transformation Matrix Component 1 2 3
1 .917 -.386 .100
2 .396 .857 -.330
Extraction Method: Principal Component Analysis. Rotation Method: Varimax with Kaiser Normalization.
3 .042 .342 .939
Lampiran 10 Nilai Skor Faktor Hasil Analisis Faktor dan Rata-rata Berbobot Skor Faktor dari Tiga Peubah Kinerja Pembangunan Kabupaten/kota (1)
(2)
-0,1989 -0,3398 -0,3012 -0,4853 -0,2844 0,1582 -0,0518 -0,1718 -0,2023 -0,2548 0,0461 -0,3072 -0,2119 0,8393 1,9574 0,9286 1,0802 -0,4198 -0,3547 -0,2957 -0,2891 -0,5752 1,4996
skor fe_2 (3)
-0,4842 -0,1062 -0,2228 0,1718 -0,2014 -0,3062 0,0882 -0,3259 0,0620 -0,1552 -0,7432 -0,2166 -0,3414 -0,6502 0,5742 -0,6595 -0,1798 0,1791 -0,1408 -0,2026 -0,2791 -0,2764 -1,0570
skor fe_3 (4)
-0,3327 -0,4988 -0,4698 -0,0674 -0,4510 0,0233 0,0842 0,0073 -0,1782 -0,2616 0,0572 -0,2407 0,0784 0,3465 0,6832 0,4044 -0,6544 -0,5554 -0,4756 -0,1996 -0,3576 -0,2695 0,2461
Skor fe_4 (5)
0,3870 -0,4138 -0,0361 -0,0307 0,0677 -0,1206 0,1134 -0,1303 0,0783 0,3217 -0,1919 -0,4490 0,0126 -0,0215 -0,8329 0,3824 -0,3329 -0,1023 -0,2982 -0,4587 -0,1082 5,4858 0,2654
skor fe (6)
-0,23 -0,33 -0,28 -0,12 -0,25 -0,05 0,05 -0,16 -0,08 -0,14 -0,21 -0,29 -0,14 0,15 0,79 0,25 0,04 -0,24 -0,32 -0,27 -0,28 0,53 0,24
skor fsdm_1 (7)
-0,1080 -0,0286 0,3567 0,5161 0,6308 0,1322 -0,0068 -0,3689 -1,0510 -0,2575 -1,4617 -1,1846 -1,7734 -0,6385 1,1375 0,5110 0,3890 0,0795 -0,0648 0,2929 -0,3929 -0,7641 -0,5677
Skor fsdm_2 (8)
3,0047 1,0170 1,5298 0,9797 0,2041 -0,2032 -1,1147 -0,7999 -2,2073 -0,3827 -0,0435 -0,1219 -0,4271 -1,0127 -0,8728 0,3177 -0,0475 -0,3349 0,3867 2,0514 0,9757 -0,0867 0,2183
Skor fsdm (9)
0,55 0,19 0,61 0,61 0,54 0,06 -0,24 -0,46 -1,30 -0,28 -1,16 -0,96 -1,49 -0,72 0,71 0,47 0,30 -0,01 0,03 0,67 -0,10 -0,62 -0,40
skor fp_1 (10)
0,2784 -0,7883 0,5896 -0,5587 0,2186 -0,9205 -0,4020 -0,7729 0,3641 0,5178 -0,6979 -0,2302 -0,7596 -1,1498 -0,6327 -1,0823 -1,0030 -0,6617 -0,6468 -0,4449 -0,3566 -1,0241 -0,7974
skor fp_2 (11)
-1,1621 -0,0265 -1,1560 0,2416 -0,1518 0,9111 0,6177 0,2900 -0,5798 -0,0151 -0,7891 -0,4992 -0,7738 0,4323 1,0637 0,5273 0,9446 0,2085 0,6385 0,9025 -0,3681 -0,5000 0,5197
skor fp_3
Skor fp
(12)
(13)
-0,9248 0,0790 -1,8155 0,1845 -2,4003 -0,3064 -0,6073 0,0039 -0,9208 -1,0533 0,0789 -0,5843 1,4150 -0,3971 0,2653 0,0352 -0,3561 0,2813 -0,2571 -0,3036 -0,5150 0,3778 -0,0718
-0,46 -0,36 -0,46 -0,14 -0,35 -0,13 -0,05 -0,25 -0,20 0,06 -0,61 -0,39 -0,41 -0,44 0,15 -0,30 -0,17 -0,18 -0,10 0,08 -0,39 -0,60 -0,19
113
Pacitan Ponorogo Trenggalek Tulungagung Blitar Kediri Malang Lumajang Jember Banyuwangi Bondowoso Situbondo Probolinggo Pasuruan Sidoarjo Mojokerto Jombang Nganjuk Madiun Magetan Ngawi Bojonegoro Tuban
skor fe_1
Lampiran 10 (lanjutan) Kabupaten/kota (1)
Lamongan Gresik Bangkalan Sampang Pamekasan Sumenep Kota Kediri Kota Blitar Kota Malang Kota Probolinggo Kota Pasuruan Kota Mojokerto Kota Madiun Kota Surabaya Kota Batu
skor fe_1 skor fe_2 skor fe_3 Skor fe_4 (2)
-0,1521 4,4859 -0,2643 -0,1157 -0,0600 -0,0730 -1,1222 -0,7561 -0,6165 -0,8533 -0,5190 -0,8754 -0,8894 0,8917 -0,8465
(3)
-0,1277 -0,4637 -0,2115 -0,4961 -0,6055 -0,5905 -0,5564 0,4419 0,4412 0,5600 0,1479 0,5506 0,4485 5,4884 0,4460
(4)
-0,4840 0,2742 -0,3488 -0,4856 -0,3273 -0,3141 5,5988 -0,4644 0,7441 -0,4268 -0,0896 -0,3652 -0,0705 0,5090 -0,6680
(5)
0,7388 0,1560 -0,7409 -0,5009 -0,1231 -0,0835 0,0085 -0,5725 -0,4055 -0,7749 -1,0891 -0,8803 -0,0868 0,6013 0,1656
skor fe (6)
-0,10 1,28 -0,35 -0,38 -0,30 -0,29 1,00 -0,31 0,08 -0,32 -0,30 -0,33 -0,17 2,06 -0,27
skor fsdm_1 (7)
-0,2222 0,6524 -1,4609 -2,3629 -1,4074 -1,1991 1,1816 1,4866 1,4727 0,7019 0,7394 1,3772 1,3460 1,3787 0,9389
Skor fsdm_2 (8)
-0,3699 -0,0933 -0,5619 0,2450 0,5820 0,2012 0,0987 0,3215 -0,9572 -0,1985 -1,0380 0,5490 0,2672 -2,3633 0,2873
Skor fsdm (9)
-0,25 0,49 -1,27 -1,81 -0,98 -0,90 0,95 1,24 0,96 0,51 0,36 1,20 1,12 0,58 0,80
skor fp_1 (10)
-0,5502 -0,6565 -0,5816 0,3790 -0,3900 0,3526 1,2847 0,6268 2,5583 1,4108 0,6828 1,3673 2,1236 2,5942 -0,2410
skor fp_2 (11)
-0,3504 0,0549 -0,5832 -3,1619 -0,7854 -2,9696 0,2911 1,3257 0,6004 0,4406 0,6431 1,1676 0,7430 -0,1330 1,4408
skor fp_3
Skor fp
(12)
(13)
0,8124 2,0897 1,2316 0,2156 0,1544 -0,1151 2,3375 -0,5538 -0,3070 -1,0202 1,9141 -0,7093 -0,1447 1,8842 0,0032
-0,25 0,06 -0,29 -0,97 -0,45 -0,97 1,08 0,70 1,36 0,65 0,87 0,95 1,24 1,46 0,43
Sumber: Hasil Pengolahan SPSS
fp1 : skor faktor pembangunan prasarana 1 fp2 : skor faktor pembangunan prasarana 2 fp3 : skor faktor pembangunan prasarana 3 f_p : skor faktor pembangunan prasarana
114
Keterangan: fe1 : skor faktor pembangunan ekonomi 1 fe2 : skor faktor pembangunan ekonomi 2 fe3 : skor faktor pembangunan ekonomi 3 fe4 : skor faktor pembangunan ekonomi 4 f_e : skor faktor pembangunan ekonomi fsdm1 : skor faktor pembangunan sumberdaya manusia 1 fsdm2 : skor faktor pembangunan sumberdaya manusia 2 f_sdm : skor faktor pembangunan sumberdaya manusia
115
Lampiran 11
Matriks Korelasi Peubah Kinerja Pembangunan Ekonomi Correlation Matrix
Correla Zscore: Pertumb. tion Ekonomi Zscore: PDRB Perkapita Zscore: PAD Zscore: Kontr. Sektor Sekunder Zscore: Kontr. Sektor Tersier Zscore: Kontr. PDRB Kab/Kota Zscore: PMA Zscore: PMDN
Zscore: Kontr. Sektor Sekunder
Zscore: Kontr. Sektor Tersier
Zscore: Kontr. PDRB Kab/Kota
Zscore: Pertumb. Ekonomi
Zscore: PDRB Perkapita
1.000
.026
.134
-.022
-.134
.155
.078
.092
.026
1.000
.283
.722
-.191
.472
.086
.168
.134 -.022
.283 .722
1.000 .279
.279 1.000
.106 -.242
.971 .426
.407 .492
.599 .513
-.134
-.191
.106
-.242
1.000
-.011
-.254
-.131
.155
.472
.971
.426
-.011
1.000
.398
.593
.078 .092
.086 .168
.407 .599
.492 .513
-.254 -.131
.398 .593
1.000 .757
.757 1.000
Zscore: PAD
Zscore: PMA
Zscore: PMDN
Matriks Korelasi Peubah Kinerja Pembangunan Sumberdaya Manusia Correlation Matrix
Correla Zscore: Jumlah tion Penduduk Zscore: Angka Harapan Hidup Zscore: Angka Kematian Bayi Zscore: Angka Melek Huruf Zscore: Ratarata Lama Sekolah Zscore: Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja Zscore: Pengeluaran Perkapita Zscore: Kemiskinan
Zscore: Jumlah Penduduk 1.000
Zscore: Zscore: Angka Angka Harapan Kematian Hidup Bayi -.161 .146
Zscore: Zscore: Zscore: Tingkat Zscore: Angka Rata-rata Partisipasi Pengelua Zscore: Melek Lama Angkatan ran Kemiski Huruf Sekolah Kerja Perkapita nan -.105 -.168 -.127 -.154 .007
-.161
1.000
-.999
.801
.715
-.086
.398
-.619
.146
-.999
1.000
-.809
-.715
.100
-.390
.625
-.105
.801
-.809
1.000
.894
-.364
.566
-.830
-.168
.715
-.715
.894
1.000
-.453
.667
-.826
-.127
-.086
.100
-.364
-.453
1.000
-.319
.376
-.154
.398
-.390
.566
.667
-.319
1.000
-.484
.007
-.619
.625
-.830
-.826
.376
-.484
1.000
116
Lampiran 11 (lanjutan)
Matriks Korelasi Peubah Kinerja Pembangunan Prasarana Correlation Matrix
Corre lation
Zscore: % ds dgn jln aspal Zscore: % ds dgn jln dilalui roda 4 Zscore: % ds tdpt SD Zscore: % ds tdpt telepon seluler Zscore: % ds tdpt internet Zscore: % ds terlayani listrik PLN Zscore: % ds tdpt pasar Zscore: % ds tdpt pustu Zscore: % ds tdpt nakes Zscore: % ds tdpt sanitasi Zscore: % ds terlayani PDAM
Zscore: % ds tdpt internet .576
Zscore: % ds terlaya ni listrik PLN .163
Zscore: % ds tdpt pasar .182
Zscore: % ds tdpt pustu .415
Zscore: % ds tdpt nakes .584
Zscore: % ds tdpt sanitasi .479
Zscore: % ds terlayani PDAM .381
.519
.290
.242
-.028
.208
.337
.536
.133
1.000
-.141
-.193
-.094
.037
-.087
-.153
-.075
-.163
.519
-.141
1.000
.595
.272
.060
.429
.639
.388
.394
.576
.290
-.193
.595
1.000
.245
.552
.697
.977
.524
.682
.163
.242
-.094
.272
.245
1.000
-.053
.118
.253
.292
.239
.182
-.028
.037
.060
.552
-.053
1.000
.596
.519
.264
.471
.415
.208
-.087
.429
.697
.118
.596
1.000
.683
.259
.330
.584
.337
-.153
.639
.977
.253
.519
.683
1.000
.565
.654
.479
.536
-.075
.388
.524
.292
.264
.259
.565
1.000
.387
.381
.133
-.163
.394
.682
.239
.471
.330
.654
.387
1.000
Zscore: % ds dgn jln aspal 1.000
Zscore: % ds dgn jln dilalui roda 4 .466
Zscore: % ds tdpt SD -.070
Zscore: % ds tdpt telepon seluler .425
.466
1.000
.018
-.070
.018
.425
Matriks Korelasi Nilai Rata-rata Berbobot Skor Faktor Ekonomi, Sumber Daya Manusia dan Prasarana Correlation Matrix
Correlation Skor faktor ekonomi Skor faktor SDM Skor faktor prasarana
Skor faktor ekonomi 1.000
Skor faktor SDM .224
Skor faktor prasarana .377
.224
1.000
.700
.377
.700
1.000
117
Lampiran 12 Hasil Analisis Cluster Initial Cluster Centers
1 Skor fe Skor fsdm Skor fp
2 2.06 .58 1.46
-.38 -1.81 -.97
Cluster 3 -.10 -.25 -.25
4
5 -.31 1.24 .70
1.28 .49 .06
Iteration Historya Iteration
1
1 2 3 4 5
.000 .000 .000 .000 .000
Change in Cluster Centers 2 3 4 .646 .172 .399 .096 .102 .000 .073 .046 .000 .093 .098 .104 .000 .000 .000
5 .507 .000 .000 .000 .000
a. Convergence achieved due to no or small change in cluster centers. The maximum absolute coordinate change for any center is .000. The current iteration is 5. The minimum distance between initial centers is 1.598.
Final Cluster Centers
1
2
Skor fe Skor fsdm Skor fp
2.06 .58 1.46
-.13 -1.12 -.53
Skor fe Skor fsdm Skor fp
Cluster Mean Square 2.055 5.051 2.940
Cluster 3 -.13 .13 -.21
4
5 -.23 .88 .89
1.02 .72 .43
ANOVA df 4 4 4
Error Mean Square .045 .133 .071
df 33 33 33
F 45.482 37.902 41.642
Sig. .000 .000 .000
The F tests should be used only for descriptive purposes because the clusters have been chosen to maximize the differences among cases in different clusters. The observed significance levels are not corrected for this and thus cannot be interpreted as tests of the hypothesis that the cluster means are equal.
Number of Cases in each Cluster Cluster
Valid Missing
1 2 3 4 5
1.000 10.000 17.000 7.000 3.000 38.000 .000
118
Lampiran 12 (lanjutan) Nilai Skor Faktor Ekonomi, Sumber Daya Manusia, Prasarana, Cluster Membership (qcl_1) dan Distance from Cluster Center (qcl_2) Kabupaten/Kota (1) Pacitan Ponorogo Trenggalek Tulungagung Blitar Kediri Malang Lumajang Jember Banyuwangi Bondowoso Situbondo Probolinggo Pasuruan Sidoarjo Mojokerto Jombang Nganjuk Madiun Magetan Ngawi Bojonegoro Tuban Lamongan Gresik Bangkalan Sampang Pamekasan Sumenep Kota Kediri Kota Blitar Kota Malang Kota Probolinggo Kota Pasuruan Kota Mojokerto Kota Madiun Kota Surabaya Kota Batu
Skor Faktor Ekonomi (2) -0,23 -0,33 -0,28 -0,12 -0,25 -0,05 0,05 -0,16 -0,08 -0,14 -0,21 -0,29 -0,14 0,15 0,79 0,25 0,04 -0,24 -0,32 -0,27 -0,28 0,53 0,24 -0,10 1,28 -0,35 -0,38 -0,30 -0,29 1,00 -0,31 0,08 -0,32 -0,30 -0,33 -0,17 2,06 -0,27
Sumber: Hasil Pengolahan SPSS
Skor Faktor SDM (3) 0,55 0,19 0,61 0,61 0,54 0,06 -0,24 -0,46 -1,30 -0,28 -1,16 -0,96 -1,49 -0,72 0,71 0,47 0,30 -0,01 0,03 0,67 -0,10 -0,62 -0,40 -0,25 0,49 -1,27 -1,81 -0,98 -0,90 0,95 1,24 0,96 0,51 0,36 1,20 1,12 0,58 0,80
Skor Faktor Prasarana (4) -0,46 -0,36 -0,46 -0,14 -0,35 -0,13 -0,05 -0,25 -0,20 0,06 -0,61 -0,39 -0,41 -0,44 0,15 -0,30 -0,17 -0,18 -0,10 0,08 -0,39 -0,60 -0,19 -0,25 0,06 -0,29 -0,97 -0,45 -0,97 1,08 0,70 1,36 0,65 0,87 0,95 1,24 1,46 0,43
qcl_1
qcl_2
(5) 3 3 3 3 3 3 3 3 2 3 2 2 2 2 5 3 3 3 3 3 3 2 3 3 5 2 2 2 2 5 4 4 4 4 4 4 1 4
(6) 0,49531 0,25572 0,55273 0,48645 0,44438 0,13026 0,44595 0,59698 0,38135 0,50135 0,11542 0,26350 0,38598 0,50153 0,36467 0,51234 0,23772 0,18193 0,24282 0,62577 0,32856 0,83461 0,65185 0,39132 0,50674 0,35576 0,85388 0,22719 0,51085 0,69513 0,40944 0,57163 0,44942 0,52716 0,34038 0,42778 0,00000 0,46599
119
Lampiran 13 Nilai Statistik Deskriptif Skor Faktor Pembangunan Ekonomi, Sumberdaya Manusia dan Prasarana Descriptive Statistics N Skor fe Skor sdm Skor fp Valid N (listwise)
38 38 38 38
Sumber: Hasil Pengolahan SPSS
Minimum Maximum -0,38 -1,81 -0,97
2,06 1,24 1,46
Mean 0,0000 0,0000 0,0000
Std. Deviation 0,51236 0,81544 0,61712
120
Lampiran 14 Hasil Klasifikasi Indikator Pembangunan Ekonomi SDM Prasarana Peringkat Kabupaten/ Kota
Kelompok 1 Sangat Tinggi Tinggi Sangat Tinggi I Kota Surabaya
2
3
4
5
Sedang
Sedang
Sedang
Sangat Tinggi
Rendah
Sedang
Tinggi
Tinggi
Rendah
Sedang
Tinggi
Tinggi
V
IV
III
II
Jember
Pacitan
Kota Blitar
Sidoarjo
Bondowoso
Ponorogo
Kota Malang
Gresik
Situbondo
Trenggalek
Kota Probolinggo Kota Kediri
Probolinggo
Tulungagung
Kota Pasuruan
Pasuruan
Blitar
Kota Mojokerto
Bojonegoro
Kediri
Kota Madiun
Bangkalan
Malang
Kota Batu
Sampang
Lumajang
Pamekasan
Banyuwangi
Sumenep
Mojokerto Jombang Nganjuk Madiun Magetan Ngawi Tuban Lamongan
121
Lampiran 15 Ringkasan Rumusan Masalah Bagaimana kinerja ekonomi, sdm, prasarana kab/kota di Jawa Timur? Bagaimana pengelompokan kab/kota berdasarkan peubah ekonomi, sumberdaya manusia dan prasarana?
Alat Analisis AKU Analisis Faktor
Temuan Dari masingmasing peubah dapat dibentuk skor faktor
Kesimpulan Kinerja ekonomi,sdm dan prasarana berbeda antar kab/kota
Analisis Gerombol
Kab/kota di Jawa Timur dapat dikelompokkan menjadi lima
Bagaimana karakteristik tiap kelompok?
Selang Pengkategorian
Terdapat nilai sangat tinggi, tinggi, sedang, Rendah dan sangat rendah untuk tiap peubah pada masingmasing kelompok
Hasil Pengelompokan: Kelompok 1 (1 daerah) Kelompok 2 (10 daerah) Kelompok 3 (17 daerah) Kelompok 4 (7 daerah) Kelompok 5 (3 daerah) Kategori Kelompok Kelompok 1,dengan ciri: pembangunan ekonomi sangat tinggi, sdm tinggi, prasarana sangat tinggi Kelompok 2, dengan ciri: pembangunan ekonomi sedang, sdm rendah, prasarana rendah Kelompok 3, dengan ciri: pembangunan ekonomi, sdm dan prasarana sedang Kelompok 4, dengan ciri: pembangunan ekonomi sedang, sdm tinggi dan prasarana tinggi Kelompok 5, dengan ciri: pembangunan ekonomi sangat tinggi, sdm tinggi dan prasarana tinggi