BUKU LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2010
PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR
PEMERINTAH PROVINSI JAW A TIMUR
BADAN LINGKUNGAN HIDUP (B L H) Jl. Wisata Menanggal No. 38 Telp. (031) 8543852-53 Fax. 8543851 SURABAYA
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat ALLAH SWT karena atas ijin dan kemurahan-NYA, Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah (LSLHD) Provinsi Jawa Timur Tahun 2010 ini dapat diselesaikan sesuai dengan pedoman umum penyusunan Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota – Kementerian Negara Lingkungan Hidup Tahun 2009. Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Jawa Timur Tahun 2010 ini disusun dalam rangka memenuhi amanat Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Pasal 65 ayat 2 yaitu setiap orang berhakmendapatkan pendidikan lingkungan hidup, akses informasi, akses partisipasi, dan akses keadilan dalam memenuhi hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat. Serta untuk mendokumentasikan perubahan dan kecenderungan kondisi lingkungan dalam setiap tahunnya, sehingga terjamin akses informasi lingkungan yang terkini dan akurat. Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Jawa Timur Tahun 2009 berisi analisis keterkaitan atau hubungan sebab akibat dimana kegiatan manusia memberikan tekanan kepada lingkungan (pressure) dan menyebabkan perubahan pada sumber daya alam dan lingkungan baik secara kualitas maupun kuantitas (state), yang selanjutnya umpan balik terhadap tekanan melalui kegiatan manusia (response). Karena itu saya sampaikan terima kasih dan penghargaan kepada semua pihak atas segala sumbangan pemikiran sehingga terselesainya Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Jawa Timur Tahun 2010. Akhirnya, semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi pelaksanaan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup di Jawa Timur, dan tak lupa kami mohon saran dan masukan yang konstruktif untuk penyempurnaan Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Jawa Timur yang akan datang.
Surabaya, Maret 2010 KEPALA BADAN LINGKUNGAN HIDUP PROVINSI JAWA TIMUR
INDRA WIRAGANA, SH Pembina Utama Madya NIP. 510 090 148
GUBERNUR JAWA TIMUR
SEKAPUR SIRIH
Kualitas dan kuantitas DAS Brantas secara signifikan menurun dari tahun ke tahun, hal ini terjadi karena tidak menyatunya kegiatan perlindungan fungsi lingkungan hidup dengan kegiatan pemanfaatan sumber daya alam, sehingga sering melahirkan konflik kepentingan antara ekonomi sumber daya alam dan lingkungan. Hutan yang seharusnya dijaga jenis dan luasannya ditebang dan dialih fungsikan, akibatnya jumlah mata air DAS Brantas menurun drastis sebesar 50%. Belum lagi limbah domestik, peternakan, pertanian dan industri yang dibebankan pada DAS Brantas menyebabkan kualitas DASBrantas bergeser dari peruntukannya. Kondisi lingkungan hidup di Jawa Timur terangkum dalam Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah (SLHD) Provinsi Jawa Timur Tahun 2010yang merupakanwujud aplikasi Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dalam hal keterbukaan informasi. Laporan SLHD ini dapat digunakan dalam menilai dan menentukan prioritas masalah, dan membuat rekomendasi bagi penyusunan kebijakan dan perencanaan pembangunan berkelanjutanPemerintah Provinsi Jawa Timur. Keberhasilan pembangunan berkelanjutan tidak terlepas dari peran serta masyarakat, karena saya menyadari berbagai regulasi pengelolaan lingkungan hidup ternyata belum cukup, tanpa diiringi dengan upaya untuk meningkatkan kepedulian dan kesadaran semua pihak. Sekian terima kasih, Semoga ALLAH SWT selalu memberikan petunjuk dan kekuatan kepada kita dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
GUBERNUR JAWA TIMUR
Dr. H. SOEKARWO
DAFTAR ISI KATA PENGANTAR .................................................................................................................................. DAFTAR ISI ................................................................................................................................................ DAFTAR TABEL ........................................................................................................................................ DAFTAR GAMBAR ....................................................................................................................................
i ii iii iv
BAB I. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang ........................................................................................ 1.2. Gambaran Umum ................................................................................... 1.2.1. Geografis ................................................................................................. 1.2.2. Topografi ................................................................................................ 1.2.3. Struktur Geologi ..................................................................................... 1.3. Isu Lingkungan Hidup ...........................................................................
I-1 I-3 I-3 I-5 I-5 I-6
BAB II. Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya 2.1. Lahan dan Hutan .....................................................................................II-3 2.1.1. Topografi ............................................................................................... II-5 2.1.1.1. Lahan Pertanian ................................................................................ II-9 2.1.1.2. Lahan Kritis ...................................................................................... II-13 2.1.1. Hutan ......................................................................................................II-15 2.2. Keanekaragaman Hayati ...........................................................................II-19 2.3. Air .......................................................................................................II-22 2.3.1. Kondisi Kuantitas dan Kualitas Air .......................................................II-23 2.3.1.1. Ketersediaan / Kuantitas Air ............................................................ II-24 2.3.1.2. Kuantitas Air di Jawa Timur ............................................................ II-27 2.4. Udara ........................................................................................................ II-46 2.5. Pesisir dan Laut ........................................................................................ II-51 2.6. Iklim ......................................................................................................... II-66 2.7. Bencana Alam .......................................................................................... II-71 BAB III. Tekanan Terhadap Lingkungan 3.1. Kependudukan ....................................................................................... III-1 3.2. Pemukiman..... ....................................................................................... III-6 3.3. Kesehatan..... .......................................................................................... III-10 3.4. Pertanian ...... ......................................................................................... III-13 3.5. Industri..... .............................................................................................. III-19 3.6. Pertambangan......................................................................................... III-19
3.7. Energi .................................................................................................... III-20 3.8. Transportasi ........................................................................................... III-21 3.9. Pariwisata .............................................................................................. III-22 3.10. Limbah B3 ............................................................................................ III-23 BAB IV. Upaya Pengelolaan Lingkungan 4.1. Pengelolaan Lahan................................................................................... IV-2 4.2. Rehabilitasi Lahan................................................................................... IV-9 4.3. Pengamanan Hutan.................................................................................. IV-11 4.4. Kegiatan Lain Rehabilitasi Lahan............................................................ IV-12 4.5. Pengawasan AMDAL.............................................................................. IV-13 4.6. Penegakan Hukum.................................................................................... IV-13 4.7. Peran Serta Masyarakat............................................................................ IV-14 4.8. Kelembagaan............................................................................................ IV-33
BAB I PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang Sebagai tindak lanjut amanah Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup terutama pada Pasal 62 ayat 1, disebutkan bahwa ”Pemerintah dan pemerintah daerah mengembangkan sistem informasi lingkungan hidup untuk mendukung pelaksanaan dan pengembangan kebijakan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup” dan ditegaskan dalam ayat 2 bahwa “Sistem informasi lingkungan hidup paling sedikit memuat informasi mengenai status lingkungan hidup, peta rawan lingkungan hidup, dan informasi lingkungan hidup lain”. Selaras dengan hal tersebut, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP), menekankan bahwa Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib menyediakan, memberikan dan atau menerbitkan informasi yang berkaitan dengan kepentingan publik. Selain itu, di dalam melaksanakan ketentuan Pasal 6 ayat (3) UndangUndang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah telah ditetapkan Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2008 tentang Pedoman Evaluasi Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah yang menjelaskan bahwa pemerintah berkewajiban mengevaluasi kinerja pemerintahan daerah untuk mengetahui keberhasilan penyelenggaraan pemerintahan daerah dalam memanfaatkan hak yang diperoleh daerah dengan capaian keluaran dan hasil yang telah direncanakan. Untuk itu, sebagai perwujudan tranparansi dan akuntabilitas publik, Badan Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur menyusun Status Lingkungan Hidup Daerah yang disingkat SLHD Provinsi Jawa Timur Tahun 2010, melalui SLHD dapat diketahui tentang deskripsi, analisis dan presentasi informasi ilmiah mengenai kondisi, kecenderungan dan
SLHD Provinsi Jawa Timur
I-1
pengaruh signifikan lingkungan yang optimum, status keberlanjutan ekosistem, pengaruhnya pada kegiatan manusia, serta pada kesehatan dan kesejahteraan sosioekonomis. Laporan SLHD dimaksudkan untuk mendokumentasikan perubahan/ kecenderungan kondisi lingkungan dan juga akan menyediakan referensi dasar tentang keadaan lingkungan bagi pengambil kebijakan sehingga akan memungkinkan diambilnya kebijakan yang baik dalam rangka mempertahankan proses ekologis. Sedangkan tujuan dasar dalam penyusunan Laporan SLHD Provinsi Jawa Timur Tahun 2010, adalah : • Menyediakan dasar bagi perbaikan pengambilan keputusan pada semua tingkat; • Meningkatkan kesadaran dan kefahaman akan kecenderungan dan kondisi lingkungan; • Memfasilitasi pengukuran kemajuan menuju keberlanjutan. Selanjutnya guna mempermudah dalam presentasi suatu laporan Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Jawa Timur Tahun 2010 ini, maka SLHD dibagi dalam dua buah buku yaitu : 1. Buku Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah (Buku I) Berisi analisis keterkaitan antara perubahan kualitas lingkungan hidup (status), kegiatan yang menyebabkan terjadinya perubahan kualitas lingkungan hidup (tekanan), dan upaya untuk mengatasinya (respon). 2. Buku Kumpulan Data (Buku II) Berisi data kualitas lingkungan hidup menurut media lingkungan (air, udara, lahan serta pesisir dan pantai), data kegiatan/hasil kegiatan yang menyebabkan terjadinya perubahan kualitas lingkungan hidup, data upaya atau kegiatan untuk mengatasi permasalahan lingkungan,
SLHD Provinsi Jawa Timur
I-2
dan data penunjang lainnya yang diperlukan untuk melengkapi analisis. I.2. Gambaran Umum I.2.1. Geografis Provinsi Jawa Timur terletak pada 111˚0’ hingga 114˚4’ Bujur Timur, dan 7˚12’ hingga 8˚48’ Lintang Selatan. Luas wilayah Provinsi Jawa Timur mencapai 46.428 km², terbagi ke dalam empat badan koordinasi wilayah (Bakorwil), 29 kabupaten, sembilan kota, dan 658 kecamatan dengan 8.457 desa/kelurahan (2.400 kelurahan dan 6.097 desa). Secara umum wilayah Jawa Timur terbagi dalam dua bagian besar, yaitu Jawa Timur daratan hampir mencakup 90% dari seluruh luas wilayah Provinsi Jawa Timur, dan wilayah Kepulauan Madura yang sekitar 10% dari luas wilayah Jawa Timur. Di sebelah utara, Provinsi Jawa Timur berbatasan dengan Laut Jawa. Di sebelah timur berbatasan dengan Selat Bali. Di sebelah selatan berbatasan dengan perairan terbuka, Samudera Indonesia, sedangkan di sebelah barat berbatasan dengan Provinsi Jawa Tengah. Panjang bentangan barat-timur sekitar 400 kilometer. Lebar bentangan utara-selatan di bagian barat sekitar 200 kilometer, sedangkan di bagian timur lebih sempit, hanya sekitar 60 kilometer. Madura adalah pulau terbesar di Jawa Timur, dipisahkan dengan daratan Jawa oleh Selat Madura. Pulau Bawean berada sekitar 150 kilometer sebelah utara Jawa. Di sebelah timur Madura terdapat gugusan pulau, paling timur adalah Kepulauan Kangean, dan paling utara adalah Kepulauan Masalembu. Di bagian selatan terdapat dua pulau kecil, Nusa Barung dan Pulau Sempu.
SLHD Provinsi Jawa Timur
I-3
Secara
fisiografis,
dikelompokkan
dalam
wilayah
tiga
zona:
Provinsi zona
Jawa
Timur
selatan-barat
dapat (plato),
merupakan pegunungan yang memiliki potensi tambang cukup besar; zona tengah (gunung berapi), merupakan daerah relatif subur terdiri dari dataran rendah dan dataran tinggi (dari Ngawi, Blitar, Malang, hingga Bondowoso); dan zona utara dan Madura (lipatan), merupakan daerah relatif kurang subur (pantai, dataran rendah dan pegunungan). Di bagian utara (dari Bojonegoro, Tuban, Gresik, hingga Pulau Madura) ini terdapat Pegunungan Kapur Utara dan Pegunungan Kendeng yang relatif tandus. Pada bagian tengah wilayah Jawa Timur terbentang rangkaian pegunungan berapi: Di perbatasan dengan Jawa Tengah terdapat Gunung Lawu (3.265 meter). Di sebelah selatan Nganjuk terdapat Gunung Wilis (2.169 meter) dan Gunung Liman (2.563 meter). Pada koridor tengah terdapat kelompok Anjasmoro dengan puncakpuncaknya Gunung Arjuno (3.239 meter), Gunung Welirang (3.156 meter), Gunung Anjasmoro (2.277 meter), Gunung Wayang (2.198 meter), Gunung Kawi (2.681 meter), dan Gunung Kelud (1.731 meter). Pegunungan tersebut terletak di sebagian Kabupaten Kediri, Kabupaten
Blitar,
Kabupaten
Malang,
Kabupaten
Pasuruan,
Kabupaten Mojokerto, dan Kabupaten Jombang. Kelompok Tengger memiliki puncak Gunung Bromo (2.192 meter) dan Gunung Semeru (3.676 meter). Semeru, dengan puncaknya yang disebut Mahameru adalah gunung tertinggi di Pulau Jawa. Di bagian timur terdapat dua kelompok pegunungan: Pegunungan Iyang dengan puncaknya Gunung Argopuro (3.088 meter), dan Pegunungan Ijen dengan puncaknya Gunung Raung (3.332 meter). Pada bagian selatan terdapat rangkaian perbukitan, yakni dari pesisir pantai selatan Pacitan, Trenggalek, Tulungagung,
SLHD Provinsi Jawa Timur
I-4
Blitar, hingga Malang. Pegunungan Kapur Selatan merupakan kelanjutan dari rangkaian Pegunungan Sewu di Yogyakarta. I.2.2. Topografi Provinsi Jawa Timur dapat dibedakan menjadi tiga wilayah dataran, yakni dataran tinggi, sedang, dan rendah. Dataran tinggi merupakan daerah dengan ketinggian rata-rata di atas 100 meter dari permukaan laut (Magetan, Trenggalek, Blitar, Malang, Batu, Bondowoso). Dataran sedang mempunyai ketinggian 45-100 meter di atas permukaan laut (Ponorogo, Tulungagung, Kediri, Lumajang, Jember, Nganjuk, Madiun, Ngawi). Kabupaten/kota (20) sisanya berada di daerah dataran rendah, yakni dengan ketinggian di bawah 45 meter dari permukaan laut. Surabaya sebagai Ibukota Provinsi Jawa Timur merupakan kota yang letaknya paling rendah, yaitu sekitar 2 meter di atas permukaan laut. Sedangkan kota yang letaknya paling tinggi dari permukaan laut adalah Malang, dengan ketinggian445 meter di atas permukaan laut.
I.2.3. Struktur Geologi Struktur Geologi Jawa Timur di dominasi oleh Alluvium dan bentukan hasil gunung api kwarter muda, keduanya meliputi 44,5 % dari luas wilayah darat, sedangkan bantuan yang relatif juga agak luas persebarannya adalah miosen sekitar 12,33 % dan hasil gunung api kwarter tua sekitar 9,78 % dari luas total wilayah daratan. Sementara itu batuan lain hanya mempunyai proporsi antara 0 - 7% saja.
SLHD Provinsi Jawa Timur
I-5
Batuan sedimen Alluvium tersebar disepanjang sungai Brantas dan Bengawan Solo yang merupakan daerah subur. Batuan hasil gunung api kwater muda tersebar dibagian tengah wilayah Jawa Timur membujur kearah timur yang merupakan daerah relatif subur. Batuan Miosen tersebar disebelah selatan dan utara Jawa Timur membujur kearah Timur yang merupakan daerah kurang subur Bagi kepulauan Madura batuan ini sangat dominan dan utamanya merupakan batuan gamping. Dari beragamnya jenis batuan yang ada, memberikan banyak kemungkinan mengenai ketersediaan bahan tambang di Jawa Timur. Atas dasar struktur, sifat dan persebaran jenis tanah diidentifikasi karakteristik wilayah Jawa Timur menurut kesuburan tanah : Jawa Timur bagian Tengah, Merupakan daerah subur, mulai dari daerah kabupaten Banyuwangi. Wilayah ini dilalui sungai sungai Madiun, Brantas, Konto, Sampean. Jawa Timur bagian Utara, Merupakan daerah Relatif tandus dan
merupakan
daerah
yang
persebarannya
mengikuti
alur
pegunungan kapur utara mulai dari daerah Bojonegoro , Tuban kearah Timur sampai dengan pulau Madura.
I.3. Isu Lingkungan Hidup. Menurunnya kualitas lingkungan hidup di Jawa Timur kian hari semakin memprihatinkan. Hal ini ditunjukkan antara lain dengan adanya perubahan kualitas udara dan atmosfer yang terjadi secara berkelanjutan yang
membahayakan
bagi
kelangsungan
kehidupan
ekosistem.
Selanjutnya adalah meningkatnya pencemaran air sebagai akibat dari
SLHD Provinsi Jawa Timur
I-6
aktifitas manusia melalui kegiatan industri, rumah tangga, pertambangan dan pertanian. Selain itu, degradasi hutan yang disebabkan berbagai kegiatan ilegal terus meningkat, peralihan fungsi kawasan hutan menjadi permukiman, perkebunan, perindustrian, dan pertambangan; terjadinya kebakaran hutan; serta makin meningkatnya illegal logging. Degradasi hutan dan lahan kritis yang terus berlanjut menyebabkan daya dukung ekosistem terhadap pertanian dan pengairan makin menurun, dan mengakibatkan kekeringan dan banjir. Dampak paling krusial yang saat ini perlu ditangani secara serius adalah
masalah
ketersediaan
air
dan
pencemaran
lingkungan.
Berkurangnya kawasan hutan sebagai akibat lemahnya pelaksanaan sistem pengelolaan hutan menyebabkan terganggunya kondisi tata air dan ekosistem keanekaragaman hayati disekitarnya. Gejala ini terlihat dari berkurangnya ketersediaan air tanah terutama di daerah perkotaan, turunnya debit air waduk dan sungai pada musim kemarau yang mengancam pasokan air untuk pertanian dan pengoperasian pembangkit listrik
tenaga
air
(PLTA),
membesarnya
aliran
permukaan
yang
mengakibatkan meningkatnya ancaman bencana banjir pada musim penghujan. Kerusakan lingkungan hidup pada akhirnya akan membawa kerugian sosial ekonomi yang sangat besar bagi penduduk yang bermukim di wilayah itu khususnya, dan masyarakat secara keseluruhan. Karena itu, pembangunan ekonomi seharusnya mutlak diarahkan pada kegiatan yang ramah
lingkungan
sehingga
pencemaran
dan
penurunan
kualitas
lingkungan dapat dikendalikan, serta semestinya dapat diarahkan pada pengembangan ekonomi yang lebih memanfaatkan jasa lingkungan. Dari kondisi-kondisi yang telah disebutkan diatas dapat ditarik 5 (lima) Isu Pokok Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur Tahun 2010
SLHD Provinsi Jawa Timur
I-7
yaitu :
Pengelolaan Hutan, Lahan dan Sumber Air Kerusakan ekosistem hutan telah memberikan dampak pada konservasi lahan maupun kelangkaan sumber air. Kecenderungan ini telah tampak dari indikator menurunnya kualitas lingkungan hidup karena tekanan penduduk dan pemanfaatan berlebihan sumber daya alam yang melampaui daya dukung lingkungannya. Kasus pembalakan hutan secara liar, erosi dan longsor, rusaknya habitat biota, menurunnya biodiversitas, banjir dan kekeringan, berubahnya iklim, kebakaran hutan, masalah dampak
sosial
ekonomi
akibat
eksploitasi
dan
sebagainya,
telah
menjadikan masalah laten yang memerlukan pendekatan holistik dan bertahap guna menyelesaikan atau menangani masalah tersebut. Berdasarkan penetapan SK Menteri Kehutanan No 417/Kpts‐II/ 1999, menetapkan bahwa luas kawasan hutan berdasarkan fungsinya di Jawa Timur seluas 1.357.206,30 Ha atau 28,78% dari seluruh luas wilayah Provinsi Jawa Timur, dimana 82,86% dikuasai oleh Perhutani Unit II Jatim, 59,8% Hutan Produksi dan 23,07% Hutan Lindung. Sisa dari hutan dimaksud dikuasai oleh Balai atau instansi Pusat, sedangkan Pemerintahan Provinsi Jawa Timur hanya menguasai 2,04% yaitu Tahura R. Soerjo (Dishut Jatim). Kondisi eksisting luas hutan di Jawa Timur di Jawa Timur pada tahun 2010 sebesar 1.067.749,17 Ha (BPN Jatim, 2010) atau 22,64% itu berarti Jawa Timur kekurangan 7,36% untuk mencapai kondisi ideal sesuai dengan pasal 18 ayat (2) Undang Undang Nomor 41 Tahun 1999 bahwa luas kawasan hutan yang harus dipertahankan kecukupan luas kawasan hutan dan penutupan hutan untuk setiap daerah aliran sungai
SLHD Provinsi Jawa Timur
I-8
dan atau pulau, guna optimalisasi manfaat lingkungan, manfaat sosial, dan manfaat ekonomi masyarakat setempat minimal 30 % dari luas daerah aliran sungai dan atau pulau dengan sebaran yang proposional. Berdasarkan kondisi eksisting tersebut, Hutan di Jawa Timur masih terdapat lahan kritis. Data BP Das Brantas menunjukkan bahwa lahan kritis di dalam kawasan hutan adalah 231.289,65 Ha, dan potensial kritis sebesar 196.020 Ha. Sehingga dengan berdasarkan pada hal tersebut luas hutan di Jawa Timur berkurang menjadi 836.459,52 (Kondisi eksiting Hutan-Lahan Kritis) atau tinggal 18% dari luas wilayah Jawa Timur. Disamping itu, Data Perum Perhutani menyebutkan, bahwa 80 persen lebih hutan di Pulau Jawa adalah hutan produksi miskin jenis (monokultur), didominasi oleh jati 51,73 persen dan pinus 35,14 persen yang sama sekali tidak bisa diandalkan sebagai penyangga kehidupan, penyimpan air, atau penahan banjir. Artinya Provinsi Jawa Timur dengan prosentase luasan kawasan hutan yang tidak jauh berbeda amat rentan akan terjadinya bencana alam berupa banjir, erosi, dan tanah longsor. Selanjutnya untuk kondisi lahan kritis, dengan mengacu pada laporan BP Das Brantas Provinsi Jawa Timur menunjukkan luas lahan kritis di dalam dan di luar kawasan hutan berbasis Daerah Aliran Sungai Provinsi Jawa Timur pada tahun 2010 yaitu sebesar 2.692.892,777 Ha. Hal ini terjadi sebagai akibat kebutuhan manusia, sehingga penggunaan lahan sawah di Jawa Timur cenderungan mengalami penurunan luas lahan sawah. Dinas Pertanian Jawa Timur melaporkan bahwa penggunaan lahan sawah di Provinsi Jawa Timur pada tahun 2009 seluas 1.151.529 Ha, dimana dari luas dimaksud sekitar 6,3% belum difungsikan. Dari Luas seluruhnya lahan pertanian dimaksud, produksi yang dihasilkan sebesar
SLHD Provinsi Jawa Timur
I-9
59,11 Ku/Ha dan tanaman padi masih terbesar yaitu 93,86% dari seluruh hasil pertanian di Jawa Timur. Trend perubahan penggunaan sawah sejak tahun 2005 sampai dengan 2010, dapat digambarkan bahwa rata-rata perubahan lahan pertanian menjadi pemukiman/bangunan sebesar 794,6 atau 40% dari total perubahan lahan selama 5 tahun,
berubah menjadi lahan
perindustrian sebesar 469,3 atau 23,7%, prasarana 4,8% (94,3 Ha), Lahan kering 4,1% (80,2 Ha) Tambak 13,9% (274,6 Ha) dan Lainnya sebesar 6,2% (123,1 Ha). Selanjutnya untuk ketersediaan dan kebutuhan air tersebut di atas, jumlah total tahunan air yang tersedia di Jawa Timur masih lebih besar dari kebutuhan air Dengan kata lain, sampai tahun 2010 di Jawa Timur masih surplus air ditinjau dari volume air tahunan yaitu sebesar 56%. Meskipun jumlah air surplus tersebut cenderung semakin berkurang. Oleh karena itu dimasa mendatang dengan semakin meningkatnya penduduk dan pembangunan di Jawa Timur maka ketersediaan air akan menjadi masalah. Pada saat sekarangpun kalau kita lihat neraca air bulanan, dibeberapa tempat banyak mengalami defisit air, karena distribusi hujan bulanan tidak merata sepanjang tahun sehingga pada bulan-bulan tertentu di Jawa Timur secara keseluruhan akan mengalami defisit. Dampak lain sebagai akibat kerusakan lahan dan hutan adalah keberadaan Mata Air. Berdasarkan laporan dari Dinas Pengairan Provinsi Jawa Timur mencatat pada tahun 2010 bahwa Jawa Timur mempunyai mata air sebanyak 4.389 buah tersebar di 30 kabupaten. Signifikasi data yang dirilis oleh Dinas Pengairan Provinsi Jawa Timur tidak sesuai dengan kekritisan hutan, karena pada tahun yang sama kondisi hutan di Jawa tinggal 18% atau berkurang + 10 %. Namun demikian karena proses
SLHD Provinsi Jawa Timur
I-10
inventarisasi tidak pernah dilakukan update/perubahan sehingga dirasakan kesulitan untuk memastikan berapa kondisi terkini mata air di Jawa Timur. Beberapa media massa melaporkan bahwa kondisi mata air yang tersebar pada 30 Kab/kota telah berkurang sebesar + 50%, dari sisa 50% dimaksud secara umum telah mengalami penurunan debit airnya. Sebagai gambaran sebagaimana laporan Perum Jasatirta I, menunjukkan bahwa kondisi awal, jumlah mata air di wilayah DAS Brantas sebanyak 1.597 buah yang tersebar 10 kabupaten. Kabupaten/Kota Malang dan terdapat 358 sumber mata air dan kota Batu sebanyak 109 sumber mata air. Kondisi saat ini sumber mata air
yang berada di Batu telah
mengalami kekeringan 52 mata air dan 30 % berada di Kec. Bumiaji. Letak sumber mata air yang mengalami kekeringan tersebut
20 buah
berada di lahan milik Perhutani dan 32 sumber mata air di lahan rakyat. Investigasi yang dilakukan di daerah Toyomerto - Gunung Arjuno dan Sumberdem - Gunung Kawi menunjukkan mengecilnya mata air yang ada dan bahkan hilangnya beberapa sumber mata air. Sumber mata air terbesar Kali Brantas yaitu di Sumber Brantas, Kota Batu sebanyak 50% mata air hilang dalam kurun 2 (dua) tahun terakhir. 11 (sebelas) mata air mengering, sedangkan 46 mata air mengalami penurunan debit dari 10 m3/ detik menjadi kurang dari 5 m3/ detik (Jumlah mata air tahun 2007: 170; tahun 2008: 111; tahun 2009: 46). Permasalahan Wilayah Pesisir dan laut Potensi ekosistem pesisir Provinsi Jawa Timur tersebar di 22 Kabupaten/Kota pesisir.
Sumberdaya pesisir yang potensial berupa
mangrove, terumbu karang, wisata bahari.
Mangrove merupakan
ekosistem utama pendukung kehidupan di wilayah pesisir, mempunyai
SLHD Provinsi Jawa Timur
I-11
fungsi ekologis penyedia nutrient biota perairan, tempat pemijahan dan asuhan biota perairan, penahan abrasi, angin dan gelombang tsunami, penyerap limbah polutan, dan pencegah intrusi air laut ke daratan. Selain itu dari sisi fungsi ekonomisnya adalah sebagai penyedia kayu, pemanfaatan daun dan biji untuk bahan baku obat-obatan, kalau tidak dikendalikan hal ini menjadi salah satu penyebab keruasakan hutan mangrove. Luas hutan mangrove kurang lebih 85.000 Ha atau 6,24% luas hutan di Jawa Timur, tumbuh di kawasan pesisir dan rentan terhadap kerusakan. Hutan mangrove yang mengalami kerusakan seluas 13.000 Ha; sebagai akibat adanya alih fungsi menjadi tambak, dan/atau peruntukan lain seperti industry dan pemukiman, termasuk penebangan yang dilakukan masyarakat. Dengan kondisi kerusakan yang makin parah tanpa upaya rehabilitasi, akan mempengaruhi produktifitas perikanan serta mengganggu fungsi-fungsi ekologisnya. Selanjutnya untuk Luasan terumbu karang di Jawa Timur belum diketahui secara pasti, namun demikian hasil pengamatan menunjukan tingkat kerusakanya mencapai 60%.
Keberadaan terumbu karang
memberi pengaruh terhadap system ruang dan habitat jenis ikan karang dan sebangsanya. Kerusakan disebabkan oleh dampak penangkapan ikan dengan menggunakan potassium maupun bahan peledak.
Hamparan
terumbu karang antar lain di sekitar Pulau Bawean Kab. Gresik, Pulau Mandangin Kab. Sampang, Kab.Probolinggo, Madura Kepulauan Kab. Sumenep, Kab. Situbondo, Kab. Banywangi, Kab. Jember, Kab. Malang, Kab. Trenggalek, dan Kab. Pacitan. Sebagian besar terumbu karang dijumpai dalam kondisi rusak, terutama disebabkan oleh aktivitas anthropogenic dengan digunakannya alat tangkap ikan yang kurang tepat, antar lain penggunaan pukat dasar. Pengaruh anthropogenic pada ekosistem
SLHD Provinsi Jawa Timur
terumbu karang
bersifat
I-12
langsung ataupun tidak langsung. Kerusakan karang akibat penggunaan alat tangkap merupakan salah satu pengaruh langsung, adapun pengaruh tidak langsung dapat disebabakan oleh penurunan kualitas air seperti kekeruhan maupun pencemaran. Menurut hasil kajian Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Jawa Timur tahun 2009 menunjukkan bahwa banyak dijumpai terumbu karang mati yang tertutup turf algae dan lumpur, dan tidak dijumpai adanya jenis karang bercabang baik dari family Acroporidae maupun family lainya. Karang yang dijumpai kebanyakan merupakan jenis yang tahan terhadap kekeruhan seperti jenis karang massif (seperti Favites spp, Porites sp dan Platygira sp), karang submatif (Goniopora sp, Symphillia sp), karang merayap (Leptoseris sp), mushroom coral (Heliofungia actiniformis dan Halomitra pileus). Jenis dominan adalah Goniopora sp dan berbagai jenis sponge seperti Haliclona spp, Xestospongia testudinaria, Plakortis nigra dan Gelliodes sp. Dan untuk kondisi Padang lamun Provinsi Jawa Timur menurut pendataan BPS dan DKP Jatim pada tahun 2010 seluas 1.442,59 Ha, dari luas dimaksud 805,22 Ha dalam kondisi baik, sedang : 267,19 Ha dan kondisi rusak 370,17 Ha. Bila dibandingkan dengan tahun 2006 s/d 2010 rata-rata mengalami penurunan 2 Ha. Dalam setiap tahunnya.
Permasalahan Pencemaran Air, Tanah dan Udara Kualitas air sungai di Provinsi Jawa Timur cenderung semakin menurun, hal ini berakibat pada kualitas air bersih di Jawa Timur semakin terbatas. DAS Brantas, misalnya yang mempunyai panjang 320 km dengan luas 12.000 km2 yang mencakup kurang lebih 25% luas Propinsi Jawa Timur atau melewati 18 Kab/Kota di Jawa Timur, dan jumlah air per tahun 12 milyar m3. mempunyai fungsi strategis sebagai penyedia air baku
SLHD Provinsi Jawa Timur
I-13
untuk berbagai kebutuhan seperti sumber tenaga untuk pembangkit tenaga listrik, PDAM, irigasi, industri dan lain-lain. Saat ini kondisi DAS Brantas memburuk sebagai akibat :
a. DAS Brantas Bagian Hulu Das Brantas Hulu berada pegunungan di Kab. Blitar, Kab. Malang, Kota Malang dan Kota Batu,kondisi saat mengkuatirkan sebagai akibat penebangan liar dan pengelolaan lahan yang tidak mengindahkan aspek konservasi tanah, hal ini menyebabkan peningkatan erosi lahan dan berakibat peningkatan sedimentasi, berkurangnya volume efektif waduk,
penurunan
base-flow
pada
musim
kemarau
panjang,
kekeringan pada musim kemarau dan terjadinya banjir bandang di musim penghujan. Disamping itu matinya mata air DAS Brantas, degradasi dasar sungai dan penurunan kualitas air akibat pencemaran. b. DAS Brantas Bagian Tengah Wilayah ini berada di Kab/Kota Kediri, Kab. Tulungagung, Kab. Nganjuk, Kab. Jombang. telah terjadi kerusakan-kerusakan sebagai akibat eksploitasi pengerukan pasir. Aktivitas pengerukan ini sangat luar biasa. Hampir setiap jengkal 500 meter terlihat ada aktivitas pengerukan pasir, mulai dari para penyelam hingga memakai alat mekanik. Eksploitasi pengambilan pasir di sungai Brantas tiap tahunnya mencapai 1,6 juta meter kubik, padahal secara normal kapasitas pasir di sungai ini hanya sekitar 450 ribu meter kubik tiap tahun. Akibatnya dasar sungai terus tergerus dan rusaknya beberapa tanggul sungai, dampaknya sejumlah bangunan yang berada di sekitar lokasi DAS Brantas terancam tergerus. Seperti anjloknya dinding dam Jatimlerek di Jombang, keroposnya jembatan Senden dan jembatan Bansongan, Kediri.
SLHD Provinsi Jawa Timur
I-14
c. DAS Brantas Bagian Hilir, Kab/Kota Mojokerto, Kab. Sidoarjo, Kab. Gresik dan Kota Surabaya masuk wilayah hilir das brantas, tekanan terbesar pada wilayah ini penurunan kualitas air sebagai akibat pencemaran limbah domestik 50%, 40% dari Limbah industri dan 10 % dari Limbah Pertanian, Peternakan dan lainnya. Disamping itu bagian tengah dan Hilir DAS Brantas harus menanggung beban limbah cair 330 ton per hari. Limbah cair tersebut dihasilkan oleh aktivitas manusia di sepanjang DAS Brantas yang meliputi limbah cair industri dan limbah domestik permukiman, rumah sakit, dan hotel. Terdapat 483 industri yang mempunyai pengaruh secara langsung dengan kontribusi pencemaran sebesar 125 ton per hari. Pencemaran ini mengakibatkan meningkatnya biaya operasional beberapa PDAM yang mengambil bahan baku air dari Sungai Brantas, Secara makro peningkatan pencemaran selama ini mengakibatkan naiknya biaya produksi PDAM sekitar 25 persen. Sedangkan untuk masalah pencemaran udara adalah masuknya atau dimasukkannya zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam udara ambien oleh kegiatan manusia, sehingga mutu udara ambien turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan udara ambien tidak dapat memenuhi fungsinya. Kabupaten Banyuwangi
dan Kota Surabaya nilai
SO2 ambien di udara melebihi nilai standar Baku mutu, yaitu 0,1962 ppm untuk Kabupaten Banyuwangi dan 0,2451 ppm untuk Kota Surabaya. Untuk mengetahui faktor risiko dari parameter tersebut dilakukan analisis dengan metode ARKL (Analisis Risiko Kesehatan Lingkungan). mengacu pada nilai resiko RQ, Daerah yang paling beresiko yakni Kota Surabaya dengan nilai risiko (RQ) tertinggi. Waktu awal terjadinya penyakit akibat parameter SO2 tercepat ada di Kota Surabaya yaitu 3,5 tahun, disusul Banyuwangi yang akan berdampak dalam 4,4 tahun. SO2
SLHD Provinsi Jawa Timur
I-15
atau sulfur dioksida adalah gas berbau yang dapat menyebabkan iritasi pernafasan.
Permasalahan Lingkungan Perkotaan Permasalahan lingkungan yang paling utama di perkotaan adalah masalah pengelolaan sampah, banjir, emisi kendaraan bermotor, limbah cair domestik, minimnya ruang terbuka hijau (RTH), penataan ruang kota dan sebagainya. Sebagai contoh pengelolaan limbah padat, produksi sampah di Surabaya dikumpulkan pada lokasi-lokasi TPA (Tempat Pembuangan Akhir) Sukolilo. Rata-rata produksi sampah di Surabaya sebesar 8.700 M3/hari atau 2.436 ton/hari, sedangkan produksi sampah di Gresik rata-rata 1.580 M3/hari atau 442,45 ton/hari. Hal ini ditambah dengan sistem pengelolaannya yang kurang tepat, yaitu dengan ‘open dumping’ dan bukan ‘sanitary landfil’ sehingga mengakibatkan umur TPA terbatas, pencemaran lindi cair,dan harus menyediakan lahan TPA baru. Permasalahan Sosial Kemasyarakatan Dalam upaya pelestarian Kali Brantas, Pemerintah Provinsi Jawa Timur telah melakukan Gerakan Nasional tanam dan pelihara pohon yang telah dicanangkan oleh Presiden R.I pada tanggal 28 Nopember 2008, dan Gerakan Nasioanal semilyard, Program Kali Bersih (PROKASIH), Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan (PROPER), dan Patroli Air bersama
dengan
Badan
Lingkungan
Hidup
Provinsi
Jawa
Timur,
Perusahaan Umum Jasa Tirta dan Polwiltabes Surabaya serta penegakan hukum dan pembinaan kepada industri. Berdasarkan hasil penilaian peringkat kinerja industri dalam pengelolaan lingkungan pada tahun 20082009 dari 89 industri sebanyak 62% mempunyai peringkat baik dan 38% berperingkat buruk dan telah diberikan peringatan. Peningkatan peringkat ini tidak lepas dari upaya kerjasama antara POLRI, PJT I Malang dan
SLHD Provinsi Jawa Timur
I-16
Pemerintah
Provinsi Jawa Timur dalam
kegiatan Patroli Air dan
Penegakan Hukum. Pada tahun 2008 s/d 2010 telah dilakukan penegakan hukum
terhadap
14
industri,
10
industri
masih
dalam
proses
pemberkasan/penyidikan, 3 industri telah diputuskan pengadilan, dan 1 industri diberikan SP3 karena belum cukup bukti. Namun demikian Trend kontribusi beban pencemaran dari sumber limbah domestik menunjukan peningkatan yang signifikan. Karenanya pengendalian pencemaran DAS Brantas dari limbah domestik menjadi tanggung jawab kita bersama yaitu pemerintah dan masyarakat, karena tanpa dukungan masyarakat maka program-program pemerintah dalam pengendalian pencemaran air akan sulit untuk berhasil dengan baik. Untuk itu diperlukan kebersamaan semua pihak, karena disadari bahwa hal ini menyangkut perubahan perilaku, perubahan etika, dan sikap masyarakat. Ini diperlukan karena titik sentral apakah itu perusakan atau pencemaran, sentralnya adalah manusia itu sendiri. Kebersamaan semua pihak merupakan kunci keberhasilan pembangunan berkelanjutan.
SLHD Provinsi Jawa Timur
I-17
BAB II KONDISI LINGKUNGAN HIDUP DAN KECENDERUNGANNYA
Jawa Timur terletak antara 111,0′ BT hingga 114,4′ BT dan Garis Lintang 7,12” LS dan 8,48 ‘LS dengan luas wilayah 47.154,7 Km2 atau 4.715.470,13 Hektar. Terbagi menjadi dua bagian utama, yaitu Jawa Timur daratan dengan proporsi lebih luas hampir mencakup 90% dari seluruh luas wilayah Propinsi Jawa Timur dan wilayah Kepulauan Madura yang hanya sekitar 10 % saja. Wilayah Jawa Timur mempunyai 229 pulau terdiri dari 162 pulau bernama dan 67 pulau tak bernama, dengan panjang pantai sekitar 2.833,85 Km. Batas-batas wilayah propinsi Jawa Timur sebagai berikut : - Sebelah Utara dengan Laut Jawa dan Pulau
Gambar 2.1 Peta Penggunaan Lahan Provinsi Jawa Timur
Kalimantan, Propinsi Kalimantan Selatan - Sebelah Selatan dengan Samudra Indonesia - Sebelah Barat dengan Propinsi Jawa Tengah - Sebelah Timur dengan Selat Bali / Propinsi Bali Secara adminitrasi pemerintahan Provinsi Jawa Timur terdiri dari 38 Kab/Kota, 662 Kecamatan dan 8.506 Desa/Kelurahan. Kabupaten Malang mempunyai jumlah kecamatan terbanyak yaitu 33 kecamatan sedangkan Kabupaten yang mempunyai jumlah desa/kelurahan terbanyak adalah Kabupaten Lamongan yaitu sebesar 474 desa/kelurahan. Sementara itu, daerah dengan luas wilayah yang paling besar adalah Kabupaten Malang dengan luas total wilayah sebesar 3.518,73 km2 / 351,872.62 Ha / 7.46%
Status Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur
II - 1
dari total luas wilayah Jawa Timur (Tabel 2.1 dan Gambar 2.1 – Peta Penggunaan lahan Provinsi Jawa Timur). Tabel 2.1. Luas Wilayah Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Timur
No
Kabupaten /Kota
Luas Wilayah
(%)
∑ Kec
N o
Kabupaten /Kota
Luas Wilayah
(%)
∑
Kec
KOTA
1
Surabaya
35,500.00
0.75
31
20
Ponorogo
150,291.00
3.19
21
2
Mojokerto
1,646.54
0.03
2
21
Madiun
101,086.00
2.14
15
3
Madiun
3,392.00
0.07
3
22
Trenggalek
126,140.00
2.68
14
4
Kediri
6,340.01
0.13
3
23
Tulungagung
113,167.00
2.40
19
5
Blitar
3,257.75
0.07
3
24
Nganjuk
122,433.00
2.60
20
6
Malang
11,005.66
0.23
5
25
Kediri
138,604.99
2.94
26
7
Pasuruan
3,657.90
0.08
3
26
Blitar
162,880.00
3.45
22
8
Probolinggo
5,211.84
0.11
5
27
Malang
351,872.62
7.46
33
18,986.71
0.40
3
9
Batu KABUPATEN
10
Gresik
11
28
Pasuruan
147,357.00
3.12
24
29
Probolinggo
169,616.65
3.60
24
119,513.00
2.53
18
30
Lumajang
179,079.99
3.80
21
Sidoarjo
71,478.97
1.52
18
31
Jember
329,333.94
6.98
31
12
Mojokerto
96,936.00
2.06
18
32
Bondowoso
156,010.00
3.31
23
13
Jombang
115,950.01
2.46
21
33
Situbondo
163,849.99
3.47
17
14
Lamongan
181,280.00
3.84
27
34
Banyuwangi
345,669.00
7.33
24
15
Tuban
185,839.00
3.94
20
35
Bangkalan
124,888.00
2.65
18
16
Bojonegoro
230,706.00
4.89
27
36
Sampang
122,887.00
2.61
14
17
Pacitan
141,943.81
3.01
12
37
Pamekasan
79,126.00
1.68
13
18
Magetan
68,884.74
1.46
18
38
Sumenep
199,853.99
4.24
27
19
Ngawi
129,794.01
2.75
19
4,715,470.13
100
662
JUMLAH
Sumber data : Kanwil BPN Prop.Jatim, dan BPS Jatim tahun 2010
Seiring dengan berjalannya waktu, pengelolaan sumber daya alam yang kurang bijak telah memberikan tekanan pada stabilitas lingkungan. Terlebih dengan pertambahan jumlah penduduk yang penyebarannya tidak merata, semakin berkontribusi memberi tekanan terhadap sumber
Status Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur
II - 2
daya alam. Itu sebabnya kejadian bencana alam meningkat secara signifikan paralel dengan rusaknya sumber daya alam dan lingkungan hidup. Karenanya berikut ini digambarkan kondisi lingkungan hidup di Jawa Timur dan kecenderungannya. 2.1. Lahan dan Hutan Berdasarkan data Menuju Indonesia Hijau (SLI, 2009), ditunjukkan bahwa prosentase lahan bervegatasi dan non vegetasi sejak tahun 2007 s/d 2009 tidak terlihat perubahan yang signifikan, sebagaimana gambar 2.2 yaitu perbandingan vegetasi dan non vegetasi mengalami kenaikan rata-rata sebesar 2,94%. Data Badan Pertanahan Nasional Provinsi Jawa Timur menunjukkan bahwa
Kondisi
umum
tutupan lahan dan hutan di Provinsi Jawa Timur sejak tahun 2007 – 2010, terjadi penambahan
lahan
Non
pertanian sebesar 19.722 Ha
atau
0,42%
dari
seluruh wilayah Jawa Timur, Perkebunan sebesar 2,68%
Gambar 2.2. Prosentase Vegetasi dan Non Vegetasi Lahan di Jawa Timur Tahun 2007 s/d 2009
(126.561 Ha) dan Kawasan lainnya sebesar 0,69% (32.524 Ha), disamping itu khusus untuk lahan persawahan, lahan kering dan hutan terjadi pengurangan masing-masing sebesar 0,41% (-19.722 Ha), 0,29% (-13.757 Ha) dan kawasan hutan berkurang 3,09% (-145,908 Ha). Semuanya itu dapat diapreasikan pada gambar 2.3. Disamping hal tersebut, berikut ini akan dijelaskan Tingkat kemiringan permukaan tanah yang merupakan salah satu faktor fisik tanah yang dapat menjadi pembatas pemanfaatan tanah serta kegiatan Status Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur
II - 3
pembangunan yang berlangsung di atasnya. Tingkat kemiringan tanah dinyatakan dengan persentase yang
menunjukkan kondisi derajat
kemiringan tanah, mulai dari yang rata, landai, curam sampai sangat curam. Kemiringan tanah dengan tingkat persentase yang semakin rendah mengindikasikan kemiringan
bahwa
tanah
tanah
dengan
tersebut
tingkat
semakin
presentase
rata
sedangkan
semakin
tinggi
mengindikasikan wilayah tersebut semakin curam. Berdasarkan data dari BPN Provinsi Jawa Timur, digunakan enam klasifikasi
kemiringan
tanah
di
wilayah Provinsi Jawa Timur, yaitu lereng
0-2%,
lereng
2-15%,
lereng 15-40% dan lereng di atas 40%.
Tingkat
kemiringan
di
wilayah Provinsi Jawa Timur yang terbesar
adalah
tingkat
kemiringan 0-2% yaitu menempati
Gambar 2.3. Luas Wilayah Menurut Tutupan Lahan Tahun 2007 -2010
wilayah seluas 1.683.829,81 Ha (35,7 %), sedangkan tingkat kemiringan 15-40%, menempati wilayah paling kecil yaitu seluas
663.173,29 Ha
(14,06). Dan kemiringan > 40 %, merupakan daerah seluas 965.147,39 Ha (20,47 %). Selanjutnya wilayah dengan tingkat kemiringan 0-2% yang terbesar berada pada Kabupaten Banyuwangi seluas 122.539,56 Ha. Selanjutnya untuk wilayah dengan tingkat kemiringan tanah 2-15 % yang terbesar berada pada Kabupaten Malang seluas 133.381,57 Ha. Wilayah dengan tingkat kemiringan 15-40 % yang terbesar berada pada Kabupaten Malang seluas 76.630,41 Ha. Untuk wilayah dengan tingkat kemiringan 40 % yang terbesar berada pada Kabupaten Lumajang seluas 123.466,46 Ha dan Kabupaten Jember seluas 105.395,32 Ha.
Status Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur
II - 4
2.1.1. Lahan Pola penggunaan lahan pada hakekatnya adalah gambaran ruang dari hasil jenis usaha dan tingkat teknologi, jumlah manusia dan keadaan fisik daerah, sehingga pola penggunaan lahan di suatu daerah dapat mencerminkan kegiatan manusia yang berada di daerah tersebut. Karenanya Penggunaan lahan bersifat dinamis, artinya penggunaan tanah dapat berubah tergantung dari dinamika pembangunan dan kebutuhan masyarakat wilayah memenuhi sosial, lingkungan kepentingan
di
suatu dalam
kebutuhan ekonomi, dan lainnya.
Berdasarkan pemikiran tersebut diatas, maka Gambar 2.4.
data luas dan letak
penggunaan lahan menjadi sangat penting, terutama untuk mengetahui berapa lahan yang masih tersedia untuk suatu kegiatan. Untuk itu Pola penggunaan tanah wilayah Provinsi Jawa Timur terdiri
atas lima kelompok penggunaan tanah yaitu kawasan Non
Pertanian 620,789.68 Ha (13.16 %), sawah seluas 1,110,848.54 Ha (23.56 %), Lahan Kering seluas 1,122,369.89 Ha (23.80 %), Perkebunan seluas 374,851.07 Ha (7.95 %), Hutan seluas 1,067,749.17 ha (22.64%), Lainnya seluas 418,861.78 ha (8.88 %). Atau dapat digambarkan pada Gambar 2.4. − Non Pertanian Merupakan lahan yang digunakan untuk segala jenis bangunan, termasuk daerah sekitar yang dalam penggunaan sehari-hari berkaitan dengan keperluan pemukiman seperti rumah mukim, daerah industri,
Status Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur
II - 5
daerah perdagangan, daerah perkantoran, daerah rekreasi, dan lain sebagainya. Terdapat secara mengelompok di sekitar / menyesuaikan arah aliran sungai, pola jalan, dan kawasan-kawasan yang berpotensi untuk
dapat
berkembang.
Luasan
keseluruhan
kurang
lebih
620,789.68 Ha (13.16 %). Penggunaan tanah non pertanian terluas terdapat di Kabupaten Jember yaitu 53.495,87 Ha dan yang terkecil terdapat di ota Mojokerto seluas 832,09 Ha. Lahan ini merupakan lahan yang tergolong sangat baik/subur dan permukaan datar dengan lereng tanah berkisar antara (0 - 2%) sampai dengan (2 – 8%). Sifat tanah tidak peka terhadap erosi, tekstur lempung pasiran dan mudah diolah. Permeabilitas tanah sedang, drainase baik sampai dengan sedang, terdapat genangangenangan bersifat sementara. − Persawahan Secara umum lahan persawahan di Provinsi Jawa Timur dapat ditanami padi 2x satu tahun dengan luas kurang lebih 1.110.848,54 Ha (23,56%),
Persawahan
kabupaten/kota.
tersebar
Persawahan
terdapat
terluas
di
terdapat
seluruh di
wilayah
Kabupaten
Banyuwangi seluas 76.615,27 Ha. Lahan ini merupakan lahan yang tergolong sangat baik/subur dengan permukaan rata-rata datar dengan lereng tanah 0-8 persen. Tanah tidak peka terhadap erosi, tekstur lempung dan mudah diolah. Permeabilitas tanah sedang dengan drainase umumnya baik sampai sedang terdapat genangan-genangan kecil bersifat sementara dan setempat-setempat. − Lahan Kering Tegalan adalah pertanian kering semusim yang tidak pernah diairi dan ditanami dengan jenis tanaman umur pendek saja, tanaman keras
Status Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur
II - 6
yang mungkin ada hanya pada pematang-pematang. Di Provinsi Jawa Timur, tanah tegalan mempunyai luasan kurang lebih 1.122.369,89 Ha (23,80%). Luas tegalan terbesar terletak di Kabupaten Malang seluas 100.221,42 Ha. Umumnya menempati kemiringan tanah (lereng 825%). − Perkebunan Perkebunan adalah usaha pertanian dengan komoditas tanaman keras/tahunan, pada umumnya dilakukan oleh perusahan/badan hukum maupun perorangan. Di Provinsi Jawa Timur, Perkebunan mempunyai luasan kurang lebih 374,851.07 Ha (7.95 %), Luas Perkebunan terbesar terletak di Kabupaten Banyuwangi seluas 96.730,15 Ha. Umumnya menempati kemiringan tanah bervariasai dari (lereng 8-45% dan lebih dari 45 %). − Hutan Hutan adalah suatu lapangan yang ditumbuhi pohon-pohon yang secara keseluruhan merupakan persekutuan hidup alam hayati beserta alam lingkungannya dan ditetapkan oleh pemerintah sebagai hutan. Di Provinsi Jawa Timur, hutan menempati areal seluas 1.067.749,17 Ha (22,64%), dari luas hutan dimaksud terluas berada di Kabupaten Banyuwangi seluas 109,085.76 Ha. Penggunaan tanah hutan sebagian besar
menempati sebagian daerah bagian utara, barat dan bagian
selatan.
− Lainnya Penggunaan tanah lainnya adalah merupakan teori sisa dari seluruh penggunaan tanah yang ada di Provinsi Jawa Timur,terdiri dari berbagai
macam
penggunaan
tanah
Status Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur
terdiri
dari
sungai,
jalan,
II - 7
danau/waduk/rawa, tanah tandus, tanah rusak, dimungkinkan juga merupakan daerah pertambangan, padang, tanah terbuka, tanah terlantar, kawasan wisata dan lain-lain. Di Provinsi Jawa Timur menempati areal seluas 418.861,78 Ha (8,88%). Penggunaan tanah lain-lain ini mempunyai manfaat yang besar dan penting dalam pengaturan tata air, pencegah erosi, iklim, keindahan dan kepentingan strategis. 2.1.1.1. Lahan Pertanian Karakteristik Ekosistem Lahan Pertanian berdasarkan kondisi geofisik dan alamiahnya, Wilayah Jawa Timur dapat dibagi menjadi empat sub-wilayah, yaitu: a. Wilayah dataran tinggi bagian tengah yang dikategorikan
sebagai
daerah subur dan sudah berkembang, mulai dari Ngawi hingga Banyuwangi. b. Wilayah dataran rendah bagian utara yang dikategorikan sebagai daerah yang memiliki kesuburan medium dan sedang berkembang, mulai dari Bojonegoro, Gresik hingga Madura. c. Wilayah pegunungan kapur bagian selatan yang dikategorikan sebagai daerah kurang subur dan baru mulai berkembang, mulai dari Pacitan hingga Malang bagian selatan. d. Pulau-pulau terpencil yang belum berkembang, terletak di Kabupaten Sumenep, Sampang, Gresik, Probolinggo, Jember dan Malang. Pembagian wilayah tersebut di atas mengisyaratkan adanya potensi ekosistem lahan yang berbeda-beda dan menghendaki upaya pengelolaan yang berbeda pula. Konsepsi-konsepsi tentang ekosistem lahan dan pengelolaannya,
mengisyaratkan
bahwa
lahan
di
suatu
wilayah
merupakan suatu sitem yang kompleks terdiri atas berbagai komponen
Status Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur
II - 8
yang
saling
berinteraksi
membentuk suatu struktur yang mantap dan perilakunya menghasilkan keluarankeluaran Demikian Gambar 2.5 Penggunaan Lahan Sawah di Jatim 2009
yang
tertentu.
juga
pengelolaannya
upaya
melibatkan
berbagai aktivitas menejerial yang biasanya mempunyai horison waktu panjang (50-100 tahun), terutama kalau melibatkan nilai investasi yang besar. Karenanya sebagai akibat kebutuhan manusia, penggunaan lahan sawah di Jawa Timur cenderungan mengalami penurunan luas lahan. Dinas Pertanian Jawa Timur melaporkan bahwa penggunaan lahan sawah di Provinsi Jawa Timur pada tahun 2009 seluas 1.151.529 Ha, dimana dari luas dimaksud sekitar 6,3% belum difungsikan. Penggunaan lahan sawah dimaksud dapat dibagi dalam beberapa klas dan yang paling besar irigasi teknis yaitu sebesar 58,9% atau 686.265 Ha, pembagian lahan secara rinci dapat digambarkan dengan gambar 2.5., Dari lahan
Luas
seluruhnya
pertanian
dimaksud,
yang
dihasilkan
produksi sebesar
59,11
Ku/Ha
Gambar 2.6
dan
tanaman padi masih terbesar yaitu 93,86% dari seluruh hasil pertanian Secara
di
Jawa
lengkap
Timur. produksi
Tanaman Palawija di Jawa Timur 20.482.782 Ton dengan rincian dapat dilihat pada Gambar 2.6.
Status Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur
II - 9
Secara makro, sebagaimana laporan BPS Jatim 2010, menunjukkan Struktur perekonomian Jawa Timur secara kumulatif selama Januari – Desember tahun 2010 masih didominasi oleh tiga sektor utama, yaitu sektor perdagangan, hotel, dan restoran, sektor industri pengolahan dan sektor pertanian yang kontribusi ketiganya sebesar 72,71 persen, sedikit agak menurun dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2009 yang sebesar 72,90 persen. Kondisi ini bila dibandingkan dengan tahun 2000 kebawah dimana sektor pertanian memberikan sumbangan terbesar, saat ini sektor ini terus mengalami penurunan secara signifikan. Trend perubahan penggunaan sawah sejak tahun 2005 sampai dengan 2010, dapat digambarkan bahwa rata-rata perubahan lahan pertanian menjadi pemukiman/bangunan sebesar
794,6 atau terjadi
perubahan dalam tiap tahunbnya sebesar 40%, berubah menjadi lahan perindustrian sebesar 469,3 atau 23,7%. Secara lengkap dapat dilihat pada tabel 2.3. Bilamana ditinjau dari Kabupaten/Kota di Jawa Timur, tingkat perubahan lahan pertanian terbesar berada di Kabupaten Sidoarjo yaitu seluas 166,6
Ha atau kondisi lahan pertanian yang sebelumnya
23.369,8 Ha menjadi 23.203, 2 Ha.
Tabel 2.2 Perubahan Sawah Menjadi Non Sawah Provinsi Jatim 2005 s/d 2009 Berubah menjadi Bangunan Industri Prasarana Lahan kering Perkebunan Tambak Lain-lain Jumlah
Perubahan Sawah menjadi non sawah 2005 1.560,8 529,5 106,7 382,9 264,7 75,0 253,3 3.172,9
2006 348,5 797,5 50,2 148,0 54,7 100,0 59,0 1.557,9
2007 1.521,5 325,0 297,1 122,0 66,7 1.197,2 295,5 3.825,0
2008 406,5 620,6 14,1 18,0 14,7 0,5 1.074,3
Status Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur
2009 135,5 74,1 3,4 41,0 0,0 0,3 7,7 262,0
Rerata 5 thn(ha) 794,6 469,3 94,3 142,4 80,2 274,6 123,1 1.978,4
% 40,2 23,7 4,8 7,2 4,1 13,9 6,2 100,0
II - 10
Selanjutnya untuk lahan perkebunan sebagian besar dikuasai oleh masyarakat yaitu sebesar 823.555 Ha pada tahun 2010 dan negara hanya menguasai 111.006 Ha. Kapasitas Produksi pada tahun yang sama yaitu sebesar 1.582.257 Ton, dengan rincian 148.840 Ton Perkebunan Negara dan 1.433.417 Ton Perkebunan Rakyat. Bilamana dlihat trend luas lahan perkebunan sejak tahun 2009 sampai dengan tahun 2010 mengalami peningkatan sebesar 27.654,0 Ha dengan kapasitas produksi meningkat sebesar 50.958 Ton. Lebih lengkap lihat Tabel 2.4. Tabel 2.3 Luas Lahan dan Produksi Perkebunan Besar dan Rakyat menurut Jenis Tanaman Provinsi Jawa Timur Tahun 2010 Tahun 2009 No.
Jenis Tanaman
Luas Lahan (Ha) Besar 24.869
1.
Karet
2.
Kelapa
3.
Kelapa sawit
4.
Kopi
95.216
5.
Kakoa
6.
Teh
7. 8.
Tahun 2010
Produksi (Ton)
Rakyat -
Besar 16.910
293.518
Luas Lahan (Ha)
Rakyat
Besar
Rakyat
Produksi (Ton) Besar
Rakyat
-
25.920
-
248.244
4.265
289.379
26.490 2.491
247.900
-
-
-
21.352
53.831
24.606
29.413
-
52.217
-
31.023
22.984
17.877
4.800
22.984
-
4.800
-
1.345
2.460
-
3.653
-
57 35.855
4.091 1.298
53 9.540
Cengkeh Tebu
41.258 186.026
-
11.162 1.079.000
5.952 15.831
170.195
69.001
1.010.286
1.350
110.657
1.116
79.545
9.
Tembakau
112.007
-
79.822
1.291
465
10.
Kapas
2.600
-
921
5.489
3.816
11.
Jarak
-
-
-
12.
Kapuk Randu
79.972
-
30.017
13.
Kina
-
-
14.
Jambu mete
45.997
15.
Pala
16.
Kayu manis
JUMLAH
145.529
75.384
1.870
28.848
4.126
1.236
-
48.284
14.907
-
4.553
3.639
748
-
-
-
1.928
1.635
-
-
-
761.378
77.580
1.453.719
456 823.555
JUMLAH TOTAL 906.907 1.531.299 Sumber : Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Timur 2010
3.968
111.006
1.531.299
148.840
225 1.433.417
1.582.257
2.1.1.1. Lahan Kritis Penetapan lahan kritis mengacu pada lahan yang telah rusak karena kehilangan penutupan vegetasinya, sehingga kehilangan atau berkurang fungsinya sebagai penahan air, pengendali erosi, siklus hara,
Status Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur
II - 11
pengatur iklim mikro dan retensi karbon. Berdasarkan kondisi vegetasi, kondisi lahan dapat diklasifikasikan sebagai sangat kritis, agak kritis, potensial kritis dan kondisi
Gambar 2.7
normal. Berdasarkan kriteria tersebut, BP Das Brantas Provinsi
Jawa
Timur
melaporkan luas lahan kritis di dalam dan di luar kawasan hutan berbais Daerah Aliran Sungai Provinsi Jawa Timur pada tahun 2010 yaitu sebesar 2.692.892,777 Ha, seperti terlihat pada Gambar 2.7. Sedangkan lahan kritis di luar kawasan hutan adalah 409.349 Ha (BP Das Brantas, 2010), dan yang di dalam kawasan hutan (kawasan budidaya dan kawasan lindung) sebesar 14.217,65 Ha (perhutani Unit II Jawa Timur, 2010). Bila dilihat lahan kritis menurut kab/kota terbesar berada di kabupaten Banyuwangi yaitu sebesar 494.938,23
Ha dan
Kabupaten Jember sebesar 314.636,87 Ha, secara lengkap lihat dapat dilihat pada Gambar 2.8. Gambar 2.8
Status Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur
II - 12
2.1.2. HUTAN Berdasarkan
penetapan
SK
Menteri
Kehutanan
No
417/Kpts‐II/1999, menetapkan bahwa luas kawasan hutan berdasarkan fungsinya di Jawa Timur seluas 1.357.206,30 Ha atau 28,78% dari seluruh luas wilayah Provinsi Jawa Timur. Sedangkan berdasarkan data dari Dinas kehutanan Provinsi Jawa Timur Tahun 2010 menunjukkan bahwa luas hutan di Jawa Timut adalah
1.364.399,61 Ha atau 28,93% dari luas
daratan Jawa Timur atau selisih 0,15% bila dibandingkan dengan hasil penetapan SK MenHut tersebut. Dari luasan hutan tersebut dapat dibagi berdasarkan fungsinya : a. Kawasan Hutan Lindung
= 314.720,50 Ha,
b. Kawasan Hutan Produksi
=
815.850,61 Ha
c. Kawasan Hutan Konservasi
=
233.828,50 Ha
dari Kawasan Hutan Konservasi seluas 233.828,50 ha, terdiri dari : a. Cagar Alam seluas
: 10.957,90 ha
b. Suaka Margasatwa seluas
: 18.008,60 ha
c. Taman Wisata Alam seluas
:
d. Taman Nasional seluas
: 176.696,20 ha
e. Taman Hutan Raya seluas
: 27.868,30 ha
297,50 ha
Kalau dilihat dari pengelolanya, Hutan di Jawa Timur 82,86% dikuasai oleh Perhutani Unit II Jatim, 59,8% Hutan Produksi dan 23,07% Hutan Lindung. Sisa dari hutan dimaksud dikuasai oleh Balai atau instansi Pusat, sedangkan Pemerintahan Provinsi Jawa Timur hanya menguasai 2,04% yaitu Tahura R. Soerjo (Dishut Jatim). Kondisi eksisting luas hutan di Jawa Timur di Jawa Timur pada tahun 2010 sebesar 1.067.749,17 Ha (BPN Jatim, 2010) atau 22,64% (Rincian dapat dilihat pada gambar 2.4.), itu berarti Jawa Timur kekurangan 7,36% untuk mencapai kondisi ideal. Berdasarkan data yang
Status Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur
II - 13
dirilis oleh BPN Jatim tahun 2010, kondisi eksisting luasan kawasan hutan terbesar terdapat di Kabupaten Banyuwangi yaitu 10,47%. Selanjutnya berdasarkan pasal 18 ayat (2) Undang Undang Nomor 41 Tahun 1999 bahwa luas Gambar 2.8
kawasan hutan yang harus dipertahankan kecukupan luas kawasan hutan dan penutupan
hutan
untuk
setiap daerah aliran sungai dan
atau
pulau,
optimalisasi
guna
manfaat
lingkungan, manfaat sosial, dan manfaat ekonomi masyarakat setempat minimal 30 % dari luas daerah aliran sungai dan atau pulau dengan sebaran yang proposional. Disamping itu kondisi hutan yang masih belum optimum, Hutan di Jawa Timur masih terdapat lahan kritis, data BP Das Brantas menunjukkan bahwa lahan kritis di dalam kawasan hutan adalah 231.289,65 Ha, dan potensial kritis sebesar
196.020,00. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat
pada gambar 2.8 Sehingga dengan berdasarkan pada hal tersebut luas hutan di Jawa Timur berkurang menjadi 836.459,52 (Kondisi eksiting Hutan-Lahan Kritis) atau tinggal 18% dari luas wilayah Jawa Timur. Proses
konversi
pemanfaatan/penggunaan
hutan
di
kawasan
Provinsi hutan
Jawa oleh
Timur
terdapat
pihak
lain
( Pemerintah/Instansi, Perusahaan swasta, BUMN, masyarakat ) yang digunakan untuk kegiatan di luar sektor kehutanan yang melalui prosedur Tukar Menukar Kawasan Hutan seluas 5.392,30 ha yang tersebar di 114 Unit / lokasi.
Status Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur
II - 14
Adapun penggunaan kawasan hutan yang melalui prosedural yaitu prosedur tukar menukar kawasan hutan tersebut diatas, berupa : Peruntukan pemukiman seluas 1.609,40 ha yang tersebar di 23 wilayah pengelolaan Perum Perhutani Unit II Jawa Timur. Peruntukan perkebunan (perkebunan tebu) oleh PTPN XI seluas 1.110,68 ha yang berada di Kabupaten Banyuwangi dan Kabupaten Kediri. Peruntukan Industri seluas 97,03 ha yang terdiri dari untuk pabrik, pabrik semen, PLTA. Peruntukan pertambangan seluas 140,75 ha diantaranya tambang batu marmer, andesit, batu besi, tambang minyak. Peruntukannya lain-lain seluas 2.434,44 ha terdiri dari untuk PLN, obyek wisata, waduk/bendungan/embung, TNI, pondok pesantren, tambak, LAPAN, Tempat Pelelangan Ikan (TPI / PPI). Pemanfaatan / penggunaan kawasan hutan tersebut seluas 5.392,30 ha yang tersebar di Provinsi Jawa Timur, sebanyak 114 Unit / lokasi, pada hakekatnya cukup sesuai peruntukannya, dikarenakan dengan keberadaan terbangunnya lokasi - lokasi tersebut diharapkan dapat berdampak kepada perkembangan perekonomian khususnya masyarakat setempat dan pada umumnya perekonomian di Provinsi Jawa Timur. Disamping itu, Data Perum Perhutani menyebutkan, bahwa 80 persen lebih hutan di Pulau Jawa adalah hutan produksi miskin jenis (monokultur), didominasi oleh jati 51,73 persen dan pinus 35,14 persen yang sama sekali tidak bisa diandalkan sebagai penyangga kehidupan, penyimpan air, atau penahan banjir. Artinya Provinsi Jawa Timur dengan prosentase luasan kawasan hutan yang tidak jauh berbeda amat rentan akan terjadinya bencana alam berupa banjir, erosi, dan tanah longsor.
Status Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur
II - 15
2.2. Keanekaragaman Hayati Keanekaragaman hayati (biodiversity) adalah keanekaragaman organisme yang hidup di berbagai kawasan baik di daratan, lautan, dan ekosistem
perairan
lainnya.
Didalamnya
terdapat
berbagai
keanekaragaman dalam satu spesies, antar spesies, dan keanekaragaman ekosistem/ kawasan. Manfaat keanekaragaman hayati adalah untuk menjaga pelestarian fungsi dan tata air, tata udara, tata guna tanah, juga sangat strategis bagi pengembangan pertanian, yakni untuk pangan, sandang, papan, obatobatan, dan energi biomassa secara berelanjutan, selain sebagai potensi ekowisata. Tabel 2.4. Jumlah Spesies Flora dan Fauna yang Diketahui dan Dilindungi Provinsi Jawa Timur Tahun 2008 - 2010
No. 1
Golongan
Hewan menyusui 2 Burung 3 Reptil 4 Amphibi 5 Ikan 6 Keong 7 Serangga 8 Tumbuhtumbuhan Jumlah
2008 Jumlah Jumlah spesies spesies diketahui dilindungi 16 6
2009 Jumlah Jumlah spesies spesies diketahui dilindungi 16 8
2010 Jumlah Jumlah spesies spesies diketahui dilindungi 23 23
35 3 2
9 3 0
35 3 2
83 3 2
-
-
-
-
18
-
30 1 1 2 42
-
83 3 1 6 15 6
137
Sumber : BBKSDA Jawa Timur, 2010
Jumlah spesies dilindungi di Jawa timur menunjukkan trend meningkat sejak tahun 2008. Pada tahun 2008, jumlah spesies dilindungi di Jawa Timur mencapai 18 jenis, selanjutnya meningkat menjadi 42 spesies pada tahun 2009 dan 137 spesies pada tahun 2010. Spesies dilindungi pada tahun 2010 terdiri dari : hewan menyusui 16,79% ,
Status Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur
II - 16
burung 60,58%, reptil 2,19%, ikan 0,73%, moluska 4,38%, serangga 10,95%, dan tumbuhan 4,38%. Jumlah spesies hewan menyusui pada tahun 2010 meningkat dari tahun-tahun sebelumnya. Jumlah spesies meningkat dari 8 spesies pada tahun 2009 menjadi 23 spesies pada tahun 2010. Golongan burung juga meningkat dari 30 spesies pada tahun 2009 menjadi 83 spesies pada tahun 2010. Peningkatan jumlah hewan menyusui dan burung didukung oleh identifikasi spesies baik di dalam maupun diluar kawasan, selain beberapa jenis yang mulai ditangkarkan di Jawa Timur. Selanjutnya, golongan reptil meningkat dari 1 spesies menjadi 3 spesies. Ketiga reptil yang ditemukan merupakan penyu hijau, penyu sisik dan ular sanca bodo. Penyu hijau ditangkarkan di Ngagelan, Taman Nasional Alas Purwo dan di Sukomade, Taman Nasional Meru Betiri. Spesies ikan dilindungi yang diketahui adalah Belida Jawa (Nothopterus spp.), keberadaan spesies ini diketahui dari penggagalan pengiriman spesies ini dari Tulungagung ke Gorontalo. Spesies keong yang diketahui keseluruhan mempunyai habitat ekosistem terumbu karang. Peningkatan jumlah spesies didukung oleh identifikasi di lapangan maupun penggagalan penyelundupan dan ketidaklengkapan dokumen pengiriman baik ke dalam maupun keluar negeri. Golongan serangga meningkat menjadi 15 spesies pada tahun 2010 yang keseluruhan spesies tidak ditemukan pada tahun-tahun sebelumnya. Peningkatan jumlah spesies serangga didukung adanya penangkaran ke-15 jenis kupu-kupu yang dilindungi. Keanekaragaman hayati merupakan salah satu indikator kelestarian lingkungan, karena dapat menggambarkan berfungsinya sistem ekologi pada sebuah ekosistem. Jumlah spesies yang diketahui dan dilindungi di wilayah Provinsi Jawa Timur pada tahun 2010 dapat dilihat pada tabel ....
Status Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur
II - 17
Beberapa spesies yang dalam status terancam adalah Elang Laut, Elang Bodo, Madu Sriganti, Perkutut, Jalak Putih (Burung); Tupai, Kalong, Lutung, Kucing Hutan, Macan Tutul, Trenggiling (Hewan Menyususi); Ular Sowo, Biawak (Reptilia); Katak Kebun, Katak Sawah (Amphibia) (Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Provinsi Jawa Timur, 2009).
Status Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur
II - 18
2 .3 . A ir Peningkatan jumlah penduduk membawa banyak konsekuensi, diantaranya terhadap kecukupan penyediaan air. Berdasarkan dugaan para ahli kelangkaan air bersih akan terjadi dalam beberapa tahun yang akan datang. Pada tahun 2040 ketersediaan air bersih akan berkurang sebanyak
50%
dari
jumlah
kebutuhan,
hal
ini
disebabkan
oleh
peningkatan jumlah penduduk, semakin panjangnya masa harapan hidup serta hampir selalu terjadi pemborosan dalam setiap pemakaian air. Secara umum tingkat konsumsi air bersih per kapita (rumah tangga pelanggan PDAM) menurut standar kuantitas WHO sebesar 150 liter per hari,
yaknii
mencapai 37.1 m3 per
orang
setara
atau
Gambar 2.9 Kapasitas Curah Hujan berdasarkan Station Pemantauan Provinsi Jawa Timur Tahun 2010
dengan
101.64 liter per hari. Karenanya kuantitas dan kualitas air di sumber-sumber di
daratan
air
perlu
dijaga, karena air adalah salah satu kebutuhan
dasar
bagi makhluk hidup dalam melangsungkan keberlanjutan hidupnya. Mengambil standar WHO tersebut, dengan jumlah penduduk 37.476.011 jiwa pada tahun 2010, maka kebutuhan air bersih di Jawa Timur seharusnya
1.390.360.008
m3 per
orang
atau
setara
dengan
3.809.061.758 liter perhari atau 1.371.262.232.880 liter pertahun.
Status Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur
II - 19
Kecenderungan kebutuhan air sangat dipengaruhi oleh tingkat pendapatan dan jumlah penduduk. Berdasarkan data jumlah penduduk dan tingkat pendapatan penduduk dari tahun ke tahun dapat dilihat bahwa kebutuhan air bersih di Jawa Timur cenderung terus meningkat. Tabel 2.6 Sifat Hujan Jawa Timur Tahun 2010 SIFAT HUJAN ( % ) BULAN
ATAS NORMAL JANUARI 41,67 FEBRUARI 42,97 MARET 57,50 APRIL 73,98 MEI 97,56 JUNI 65,62 JULI 86,61 AGUSTUS 77,05 SEPTEMBER 100 OKTOBER 70,16 NOPEMBER 62,6 DESEMBER 49,62 Sumber data : BMG Juanda, 2010
NORMAL 30,30 35,16 24,17 14,63 1,63 17,19 5,51 3,28 16,94 19,1 28,24
BAWAH NORMAL 28,03 21,88 18,33 11,38 0,81 17,19 7,87 19,67 12,90 18,3 22,14
CURAH HUJAN ( mm ) 43 – 1153 46 – 745 63 – 696 53 – 747 56 – 1270 0 – 638 0 – 311 0 – 435 37 – 1507 28 – 1018 12 – 873 51 – 806
2.3.1. Kondisi Kuantitas dan Kualitas Air Untuk
Gambar 2.10
mengetahui
kondisi
kuantitas
kualitas
dan
dapat dilihat dari curah hujan,
sebagaiamana
Gambar 2.9. Disamping itu
sebaran
menurut
tempat
hujan tidak
merata, yaitu tinggi di pantai
selatan
dan
Status Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur
II - 20
semakin rendah ke arah utara dan dari ujung barat ke arah timur juga semakin menurun jumlah hujannya. Berdasarkan waktu, distribusi hujanpun tidak merata, dimana lebih dari 80%
dari
seluruh
hujan
turun dalam periode Desember s/d bulan Mei dan sisanya sebesar 20% turun pada bulan Agustus hingga bulan Nopember. Berdasarkan laporan Badan Meteorololgi dan Geofisika Jawa Timur (GMG-Juanda) menunjukkan bahwa Intensitas hujan di Jawa Timur Tahun 2010 (Gambar 2.10) adalah curah hujan dibagi hari hujan,dari data curah hujan kita peroleh sifat hujan yang terdiri dari Atas Normal,Normal dan Bawah Normal. Dari hasil evaluasi bulanan di ketahui sepanjang tahun 2010 di Jawa Timur sifat hujannya di atas normal artinya sebagian besar Kab/Kota intensitas hujannya tinggi. 2.3.1.1. Ketersedian/Kuantitas Air di Jawa Timur Ketersediaan air di Provinsi Jawa Timur pada tahun 2009 mencapai 54.524,25 milyard m3, yang terbagi atas air permukaan sebesar 44.285,32 Gambar 2.11
milyar m3 per tahun dan ketersediaan air tanah
sebesar
10.238,93 milyar m3. Sumber
daya
air
tersebut dimanfaatkan dalam bentuk
berbagai kepentingan
penggunaan
yaitu
:
kepentingan
domes-
tik : 5.861,06 Juta m3/tahun, industri : 132,08 Juta m3/tahun, dan pertanian sebesar 18.112,36 Juta m3/tahun. Sedangkan yang belum
Status Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur
II - 21
digunakan sebesar 30.418,75 Juta m3/tahun (laporan Pengairan Dalam Angka, Tahun 2010). Berdasarkan angka-angka perkiraan ketersediaan dan kebutuhan air tersebut di atas, jumlah total tahunan air yang tersedia di Jawa Timur masih lebih besar dari kebutuhan air (Gambar 2.11). Dengan kata lain, sampai tahun 2010 di Jawa Timur masih surplus air ditinjau dari volume air tahunan. Meskipun jumlah air surplus tersebut cenderung semakin berkurang.
Oleh
karena
itu
dimasa
mendatang
dengan
semakin
meningkatnya penduduk dan pembangunan di Jawa Timur maka ketersediaan air akan menjadi masalah. Pada saat sekarangpun kalau kita lihat neraca air bulanan, dibeberapa tempat banyak mengalami defisit air, karena distribusi hujan bulanan tidak merata sepanjang tahun sehingga pada bulan-bulan tertentu di Jawa Timur secara keseluruhan akan mengalami defisit. Tabel 2.5 Fluktuasi Debit yang mengalami Kritis dan Ambang Kritis Provinsi Jawa Timur 2010 Debit (m3/dtk) No. I 1 2
Nama Sungai
Fluktuasi Max-Min
Ket
Maks
Min
270,63 1197,3 92,54 104,24 960,8 1398,9 98,26 1862,32 1336,41
38,78 196,19 1,34 8,78 12,03 6,84 0 277,7 258,6
231,9 1.001,1 91,2 95,5 948,8 1.392,1 98,3 1.584,6 1.077,8
Kritis Kritis Ambang Kritis Ambang Kritis Kritis Kritis Ambang Kritis Kritis Kritis
94,8 617,2
Ambang Kritis Kritis
Bengawan Solo K.Bengawan Solo Kauman
3
K. Bengawan Solo Napel K. Grindulu
4
K. Lorok
5
K. Solo Padangan
6
K. Madiun Ngawi
7
K. Kening
8
K. Solo babat
9
K. Solo Karang geneng
II.
Brantas
10
K. Pundensari
295,21
200,43
11
K. Brantas
964,20
347,00
Sumber : Data Pengairan dalam Angka Th 2010.
Disisi lain sebagaimana gambaran kondisi lahan dan hutan di Jawa Timur, ternyata kondisi air permukaan bila dilihat dari fluktuasi debit Status Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur
II - 22
maximum dan minimum, dapat dicermati bahwa tingkat kerusakan sebuah DAS di Jawa Timur dapat dilihat pada table 2.5. di adalah aliran maksimum (Q-maks) yang besar dan aliran minimum (Q-min) yang kecil, sehingga nisbah Q-maks/Q-min adalah besar. Dampak lain sebagai akibat kerusakan lahan dan hutan adalah keberadaan Mata Air. Berdasarkan laporan dari Dinas Pengairan Provinsi Jawa Timur mencatat pada tahun 2010 bahwa Jawa Timur mempunyai mata air sebanyak 4.389 buah tersebar di 30 kabupaten. Signifikasi data yang dirilis oleh Dinas Pengairan Provinsi Jawa Timur tidak sesuai dengan kekritisan hutan, karena pada tahun yang sama kondisi hutan di Jawa tinggal 17% atau berkurang + 11 %. Namun demikian karena proses inventarisasi tidak pernah dilakukan update/perubahan sehingga dirasakan kesulitan untuk memastikan berapa kondisi terkini mata air di Jawa Timur. Beberapa media massa melaporkan bahwa kondisi mata air yang tersebar pada 30 Kab/kota telah berkurang sebesar + 50%, dari sisa 50% dimaksud secara umum telah mengalami penurunan debit airnya. Sebagai gambaran sebagaimana laporan Perum Jasatirta I, menunjukkan bahwa kondisi awal, jumlah mata air di wilayah DAS Brantas sebanyak 1.597 buah yang tersebar 10 kabupaten. Kabupaten/Kota Malang dan terdapat 358 sumber mata air dan kota Batu sebanyak 109 sumber mata air. Kondisi saat ini sumber mata air
yang berada di Batu telah
mengalami kekeringan 52 mata air dan 30 % berada di Kec. Bumiaji. Letak sumber mata air yang mengalami kekeringan tersebut
20 buah
berada di lahan milik Perhutani dan 32 sumber mata air di lahan rakyat. Investigasi yang dilakukan di daerah Toyomerto - Gunung Arjuno dan Sumberdem - Gunung Kawi menunjukkan mengecilnya mata air yang ada dan bahkan hilangnya beberapa sumber mata air.
Status Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur
II - 23
Sumber mata air terbesar Kali Brantas yaitu di Sumber Brantas, Kota Batu sebanyak 50% mata air hilang dalam kurun 2 (dua) tahun terakhir. 11 (sebelas) mata air mengering, sedangkan 46 mata air mengalami penurunan debit dari 10 m3/ detik menjadi kurang dari 5 m3/ detik (Jumlah mata air tahun 2007: 170; tahun 2008: 111; tahun 2009: 46).
2.3.1.2. Kuantitas Air di Jawa Timur 2.3.1.2.1.
Sungai
Kualitas air sungai di Provinsi Jawa Timur cenderung semakin menurun, hal ini berakibat pada kualitas air bersih di Jawa Timur semakin terbatas. Berdasarkan pemantauan kualitas air sungai di Jawa Timur pada tahun 2010, menunjukkan hal-hal sebagai berikut :
2.3.1.2.1.1. DAS BENGAWAN SOLO Kualitas sungai Bengawan Solo secara umum berada pada Kelas II dan Kelas III, kalau dicermati
dalam
Gambar 2.12
konsentrasi DO, BOD, COD tahun
dan
Tss
2010
pada
(Januari
s/d Nopember 2010), hasil pemantaun pada 39 titik pantau, dimana 7
titk
pantau
mempunyai Kelas I, 28 titik pantau kelas II
Status Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur
II - 24
dan 9 titik pantau mempunyai Kelas III. Hasil Pemantauan dari titik-titik tersebut masih belum sepenuhnya sesuai dengan Baku Mutu Kelas II dan III, hal ini dapat diuraikan bahwa : Parameter DO (Dissolved Oxygen ) Parameter Oksigen Terlarut (DO) di DAS Bengawan solo wilayah Jawa Timur secara umum telah memenuhi baku mutu kelas II >= 4 mg/l, dan Kelas III, khusus untuk parameter Kelas I yang terpenuhi hanya hanya 41%. Selanjutnya hasil analisis kecenderungan DO pada 9 Titik Pantau sebagaimana Gambar 2.12, menggambarkan bahwa rata-rata titk pantau sungan dimaksud selama tahun 2010 belum memenuhi baku mutu kelas I dan II, dan hanya beberapa segmen saja yang memenuhi Baku Mutu Kelas I, dan pada bulan berikut kembali turun tidak memenuhi baku mutu klas I.
Parameter Biologycal Oxygen Demand (BOD) Kebutuhan Oksigen untuk mereduksi zat organik secara biologi/ alami pada DAS Bengawan Gambar 2.13
Solo
Wilayah
Timur
yang
memenuhi
Jawa belum kualitas
baku mutu pada kelas III sebesar 79%, Kelas II sebanyak 27% dan untuk Kelas I <= 2 mg/l yang memenuhi sebanyak 12%. Sebagai perbandingan dapat dilihat pada 2.13, dimana secara rata-rata belum memenuhi baku mutu kelas II <= 3 mg/l.
Status Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur
II - 25
Parameter Chemical Oxygen Demand (COD) Kebutuhan
oksigen
Gambar 2.14
untuk mengurangi zat orga- nik secara kimiawi (laboratorium)
menun
jukkan
secara
bahwa
umum di DAS Bengawan Solo,
telah memenuhi
Baku Mutu Kelas III <= 50 mg/l yaitu sebesar 95%. Sedangkan untuk baku mutu kelas II yang memenuhi baku mutu kelas II <= 25 mg/l, sebesar 67%. Dan untuk Kelas I, hanya 22 % yang memenuhi baku mutu <= 10 mg/l. Parameter Total Suspended Solids (TSS), Kepadatan Gambar 2.15
yang terlarut di DAS Bengawan Solo,
73% memenuhi
baku kelas
mutu III
<=
400 mg/l, dan 28%
belum memenuhi
baku mutu kelas II <= 50 mg/l dan Kelas I <= 50 mg/l.
Status Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur
II - 26
2.3.1.2.1.2. DAS BRANTAS Proses pemantauan baku mutu air dilakukan secara berurutan pada bulan Januari s/d Gambar 2,16
Nopember pada
2010
beberapa
ruas
sungai
di
Kelas I dan II, Secara
umum
konsentrasi
PH
dan NO3 pada 18 titk telah
pengamatan memenuhi
baku mutu Kelas I dan II sebagaimana PP No. 82 tahun 2001. Beberapa parameter yang dibawah ambang batas kelas I dan II, yaitu pada parameter NO2 (Nitrit) hanya 39% yang memenuhi baku mutu baik Kelas I dan II, Cu (tembaga) yang memenuhi sebesar 30% dan parameter Fenol terpenuhi sebesar 0,51% atau 95% belum memenuhi baku mutunya. Parameter DO (Dissolved Oxygen) Oksigen terlarut di 18 Titik Pengamatan sebanyak 63% telah memenuhi kriteria baku mutu kelas I, 30% memenuhi baku mutu kelas II. Nilai DO tertinggi yaitu sebesar 6,21 mg/l terdeteksi di pada Juli di Titik pengamatan PK.1. yang berada di Desa Prambon Kecamatan prambon Kab. Sidoarjo, dan pada bulan Nopember di Saluran Kanal Mangetan di Desa Mliriprowo Kec, Tarik Kab. Sidoarjo.
Status Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur
II - 27
Kalau dilihat dari seluruh ruas sungai DAS brantas yang dimulai dar AFVOUR
di
Gambar 2.17
Kertosono Nganjuk secara umum sejak
bulan
Januari 2009 s/d Desember 2010
belum
memenuhi baku
mutu
kelas 2, pada bulan Mei s/d Juli 2009 dan Bulan Januari 2010 yang memenuhi baku mutu kelas II >= 4 mg/l. Hal sama terjadi di Kali Lanang dan Kali Kresek – Kediri. Selain itu Hasil pemantauan kualitas air di 6 (enam) gunung yang menjadi sumber Kali Brantas, 2 (dua) sumber air dinyatakan tidak tercemar dan 4 (empat) sumber lainnya masuk dalam kategori tercemar. Pemantauan
dilakukan
dengan
menggunakan
parameter
Dissolved
Oxygen (DO)/ oksigen terlarut dan indeks serangga air. 2 (dua) sumber air yang dinyatakan tidak tercemar adalah Gunung Kawi, Kali Lesti dan Gunung Argowayang, Kali Jurang Jerot, sedangkan 4 (empat) sumber air yang dinyatakan tercemar adalah Gunung Wilis, Kali Kuncir; Gunung Anjasmoro, Kali Konto; Gunung Kelud, Kali Bladak; dan Gunung Arjuno, Kali Krecek (SLHD Jatim, 2009).
Status Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur
II - 28
Parameter BOD Kebutuhan Oksigen untuk mereduksi zat organik secara biologi/ alami pada DAS Brantas di Gambar 2.18
18 Titik Pengamatan sebanyak 58% telah memenuhi
kriteria
baku mutu kelas III, 10% memenuhi baku mutu kelas II. Dan hanya
4%
yang
memenuhi baku mutu kelas I. Nilai BOD terbesar terpantau di Kali Tengah, di Desa Bambe Kecamatan Driyorejo – Gresik yaitu sebesar 72,24 mg/l, hal ini jauh melampaui baku mutu yang seharusnya yaitu kali tengah berada pada Kelas I <= 2 mg/l. Grafik 2.18 menggambarkan kondisi BOD di Kali Tengah, hasil pantau bulan Januari s/d Nopember 2010, dimana pada umumnya belum memenuhi Baku Mutu kelas I. Parameter Chemical Oxygen Demand (COD) Kebutuhan
oksigen
Gambar 2.19
untuk mengurangi zat organik secara kimiawi (laboratorium)
menun
jukkan
secara
bahwa
umum di DAS Brantas, telah memenuhi Baku Mutu Kelas III <= 50 mg/l yaitu sebesar 91%. Sedangkan untuk baku mutu kelas II yang
Status Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur
II - 29
memenuhi baku mutu kelas II <= 25 mg/l, sebesar 57%. Dan untuk Kelas I, hanya 9 % yang memenuhi baku mutu <= 10 mg/l. Hasil pemantauan pada bulan januari s/d Nopemebr 2010 terdeteksi adanya parameter COD sebesar 216,83 mg/l di Kali Kwangen Jembatan Perning – Mojokerto, dimana seharusnya Kali Kwangen mempunyai Baku Mutu Kelas II atau <= 25 mg/l. Secara lengkap perkembangan hasil pemantauan di Kali Kwangen dapat dilihat pada Grafik 2.19. Parameter Total Suspended Solids (TSS), Kepadatan yang terlarut di DAS Brantas, 87% memenuhi baku mutu kelas III <= Gambar 2.20
400 mg/l, dan 25%
belum
memenuhi baku
mutu
kelas II <= 50 mg/l dan Kelas I <= 50 mg/l. Hasil Pemantauan pada 18 Titik sungai ditemukan parameter Tss terbesar di Kali Pelayaran di Desa penambangan Kec Balongbendo Sidoarjo. Selanjutnya bilamana dicermati beban Tss di Hulu Das Brantas menunjukkan bahwa beban Tss saat pemantauan bulan Januari s/d September 2010 yang memenuhi baku mutu yang telah ditetapkan pada Kelas II <= 50 mg/l hanya sebesar 27% atau 73% di kali Hulu Das Brantas belum memenuhi baku mutu Kelas II. Bahkan, Pada
Status Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur
II - 30
Gambar 2.20 terlihat bahwa beban Tss saat bulan Januari dan Pebruari melebihi 2.000 mg/l pada Kali Metro dan Kali Amprong.
2.3.1.2.2.
Air Bersih
Berdasarkan hasil pemantauan air bersih di Propinsi Jawa Timur adalah sebagai berikut: 1. Parameter Fisika Pemeriksaan Fisika air yang dilakukan di Jawa Timur menunjukkan air bersih di masing-masing Kabupaten/Kota di Jawa Timur tidak berbau, tidak berasa Gambar 2.21
(kecuali
di
Kab. Gresik) dan memiliki tingkat keke ruhan
yang
normal
indi-
kator air Indikator
warna
juga
menunjukkan
bahwa
air
fisika bersih.
bersih
di
Kabupaten/Kota di Jawa Timur masih memenuhi standar baku mutu. Berdasarkan Gambar 2.21 diatas, jumlah zat terlarut dalam air bersih di beberapa Kabupaten/Kota menunjukkan nilai diatas baku mutu (Nilai baku mutu jumlah zat terlarut = 1500 mg/l), yaitu Kota Surabaya (2674 mg/l) dan Kabupaten Gresik (2016 mg/l). Jumlah zat padat terlarut (TDS) yang melebihi batas dapat mengakibatkan rasa tidak enak di lidah, rasa mual akibat NaSO4/MgSO4, penyakit jantung dan toxemia pada wanita hamil.
Status Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur
II - 31
2. Kimia Anorganik Berdasarkan hasil pemeriksaan Anorganik air Bersih di Kabupaten/Kota Jawa Timur,
rata-rata air bersih memiliki pH 7, nilai
Gambar 2.22
tersebut memenuhi
kriteria sebagai air bersih. Hasil pemeriksaan kandungan besi (Fe), (F), (Cd),
Fluorida Kadmium Khlorida
(Cl), Khromium (Cr), Mangan (Mn), Nitrat, Nitrit, Seng (Zn), Sianida dan Timbal (Pb) dalam air bersih di Kabupaten/Kota di Jawa Timur menunjukkan bahwa konsentrasi zat-zat tersebut masih sesuai dengan nilai baku mutu yang disyaratkan (Gambar 2.22). Sedangkan kesadahan dan konsentrasi Sulfat ditunjukkan sebagai berikut: Berdasarkan memiliki
Gambar
3.23,
beberapa
Kabupaten/kota
nilai Gambar 2.23
kesadahan diatas baku mutu yang disyaratkan yaitu 500 mg/l. Daerah dengan
tingkat
kesadahan air bersih paling tinggi yaitu di Kabupaten
Gresik
(1118
disusul
mg/l),
Kabupaten Mojokerto (891 mg/l) dan Kota Surabaya (566 mg/l).
Status Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur
II - 32
Gambar 2.24, menunjukkan konsentrasi sulfat dalam air bersih di Kabupaten/kota Jawa Timur, konsentrasi sulfat di Kabupaten/Kota di Jawa Timur menunjukkan nilai dibawah baku Gambar 2.24
mutu yang disya ratkan
sebagai
air bersih yaitu 400 mg/l. Konsentrasi paling
tinggi
ditunjukkan
di
Kabupaten Bojonegoro yaitu 234,67 mg/l. Secara perhitungan Analisis Resiko Kesehatan Lingkungan, semua parameter kimia anorganik dalam air bersih masih menunjukan nilai RQ < 1, yang artinya secara prediksi kandungan konsentrasi zat-zat tersebut masih aman untuk dikonsumsi dalam jangka waktu 30 tahun kedepan oleh masyarakat dengan berat badan 55 Kg.
3. Kimia Organik Berdasarkan pemeriksaan yang dilakukan terhadap air bersih di Kabupaten/Kota di Jawa Timur, untuk parameter Kimia Organik dalam air bersih yaitu konsentrasi Detergen dan Zat Organik (KmnO4) dalam air bersih di Kabupaten/Kota di Jawa Timur
Status Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur
II - 33
menunjukkan nilai dibawah standar baku mutu yang ditetapkan, yaitu 0,5 mg/l untuk detergen dan 10 mg/l untuk zat organik (KmnO4). Berdasarkan Gambar 2.25 diatas, nilai zat organik (KmnO4) paling
tinggi
Gambar 2.25
ditemukan
di
Kabupaten Nganjuk
yaitu
8,59 mg/l. Efek kesehatan yang muncul apabila zat melebihi baku
organik nilai mutu
adalah menimbulkan rasa, bau tidak sedap, menyebabkan sakit perut dan korosif.
Status Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur
II - 34
2.3.2.2.3.
Air Laut
Berdasarkan laporan dari BBTKL Provinsi Jawa Timur yang secara rutin melakukan pemantauan, dan pada Tahun 2010 dapat dirangkum sebagai berikut : 1. Fisika Berdasarkan pemantauan fisik air laut yang meliputi warna, bau, kecerahan, kekeruhan, TSS, Sampah, temperatur dan lapisan minyak, hanya parameter kekeruhan yang terdapat di beberapa titik lokasi pemantauan memiliki nilai diatas baku mutu yang ditetapkan yaitu 5 NTU yang terdapat di air laut di Kota Surabaya, Kabupaten Lamongan dan Sidoarjo. Nilai kekeruhan paling tinggi terdapat di air laut kali lamong 1 yang bernilai 25,18 NTU. 2. Kimia Pada pemantauan Kimia air laut di Kabupaten/Kota Propinsi Jawa Timur untuk parameter pH, Salinitas, DO, BODs, BOD, Amonia Total, PO4, Sianida, Sulfida, minyak, fenol, pestisida, PCB, Detergen, Merkuri, Krom, Arsen, Kadmium, Tembaga, Timbal, Seng dan Nikel masih sesuai dengan nilai baku mutu yang ditetapkan. Sedangkan untuk parameter NO3, di beberapa titik di Kota Surabaya, Probolinggo, Tuban, Lamongan, Pacitan dan Sidoarjo melebihi nilai baku mutu yang disyaratkan yaitu 0,008 mg/l, konsentrasi paling tinggi ditunjukkan di Air laut PT QL Hasil Laut yaitu 4,3121 mg/l. 3. Biologi Pada pemeriksaan E. Coli dan Coliform di Madiun dan lamongan, hasilnya menunjukkan kedua kabupaten tersebut dalam air lautnya masih memenuhi nilai baku mutu yang ditetapkan yaitu 1000 JPT/100ml.
Status Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur
II - 35
2.4.
Udara Udara memiliki arti sangat penting bagi kelangsungan hidup dari
seluruh makhluk hidup yang ada di dunia ini, sehingga kualitasnya harus dijaga. Menurut Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 1999 tentang pengendalian Pencemaran Udara, yang dimaksud dengan pencemaran udara adalah masuknya atau dimasukkannya zat, energi, dan/ atau komponen lain ke dalam udara ambien oleh kegiatan manusia, sehingga mutu udara ambien turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan udara ambien tidak dapat memenuhi fungsinya. Adapun udara ambien didefinisikan sebagai udara bebas di permukaan bumi pada lapisan troposfir yang berada di dalam wilayah yurisdiksi Republik Indonesia yang dibutuhkan dan mempengaruhi kesehatan manusia, makhluk hidup, dan unsur lingkungan hidup lainnya. Pemantauan kualitas udara ambien perkotaan di wilayah Propinsi Jawa Timur diperlukan untuk mengetahui dampak yang dihasilkan oleh kegiatan (domestik, industri, transportasi) terhadap kualitas udara ambien suatu wilayah. Kegiatan monitoring udara ambien juga diperlukan untuk mengetahui tingkat penurunan kualitas udara, memperkirakan dampak terhadap lingkungan akibat pencemaran udara, dan untuk mengetahui tingkat keberhasilan program pemerintah dalam rangka menjaga kualitas udara. Berikut disampaikan hasil pemantauan udara di Provinsi Jawa Timur Tahun 2010 yang dilakukan oleh BBTKL (Balai Besar Teknik Kesehatan Lingkungan) adalah sebagai berikut :
Status Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur
II - 36
1. Parameter SO2 Hasil pemantauan kualitas udara ambien sesaat di propinsi Jawa Timur menunjukkan bahwa: Berdasarkan hasil pemantauan, sebagian besar kualitas SO2 ambien sesaat di Kabupaten dan kota masih dibawah standar baku mutu udara ambien yang ada
(Baku
Gambar 2.26
mutu
udara ambien SO2 = 0,1ppm), namun di Kab.
Banyuwangi
dan Kota Surabaya nilai SO2 ambien di udara melebihi nilai standar Baku mutu, yaitu
0,1962
ppm
untuk Kabupaten Banyuwangi dan 0,2451 ppm
untuk Kota Surabaya.
Untuk mengetahu faktor risiko dari parameter tersebut dilakukan analisis dengan
metode
ARKL
(Analisis
Risiko
Kesehatan
Lingkungan).
Berdasarkan hasil perhitungan ARKL, Daerah yang memiliki nilai RQ > 1 adalah sebagai berikut : Berdasarkan tabel diatas, nilai SO2 di Kabupaten Jombang, Kota Kediri,
Kabupaten
Banyuwangi
dan
Kota
sangat
tidak
Tabel 2.7. Hasil Perhitungan Analisis Resiko Kesehatan Lingkungan SO2
Tahun 2010
Daerah
Nilai RQ SO2
Dt awal
Surabaya
Jombang
1,085182
27,6 tahun
aman
Kota Kediri
1,053778
28,5 tahun
menimbulkan
Banyuwangi
6,846071
4,4 Tahun
karsinogenik) bila dihirup
Kota Surabaya
8,552354
3,51 Tahun
0,83 m3/jam selam 24 jam
Sumber Data : BBTKL Jatim, 2010
dalam
(dapat efek
waktu
non
350
hari/tahun serta jangka waktu 30 tahun oleh orang dengan berat badan
Status Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur
II - 37
55 Kg atau kurang. Berdasarkan nilai RQ tersebut, Daerah yang paling beresiko yakni Kota Surabaya dengan nilai risiko (RQ) tertinggi. Dengan mentehaui nilai RQ maka dapat diprediksi waktu awal terjadinya gangguan kesehatan pada masyarakat. Dari tabel di atas, dapat diketahui bahwa waktu awal terjadinya penyakit akibat parameter SO2 tercepat ada di Kota Surabaya yaitu 3,5 tahun, disusul Banyuwangi yang akan berdampak dalam 4,4 tahun. SO2 atau sulfur dioksida adalah gas berbau yang dapat menyebabkan iritasi pernafasan. SO2 terjadi akibat pembakaran batu bara, bahan bakar minyak, dan bahan bakar fosil lainnya yang mengandung sulfur.
2. Parameter NO2 Nitrogen dioksida (NO2) adalah gas yang menyebabkan gangguan pernafasan dalam kadar tinggi, terjadi akibat pembakaran kendaraan bermotor dan juga mesin berbagai industri. Kualitas NO2 sesaat di tiaptiap kota dan kabupaten di Propinsi Jawa Timur masih berada dibawah standar baku mutu udara ambien yang ada (baku mutu udara ambien NO2 = 0,05 ppm). Konsentrasi tertinggi terdapat di Kabupaten banyuwangi, yakni 0,04. Walaupun
Gambar 2.27
secara
keseluruhan
konsentrasi
di
Kabupaten/kota masih dibawah nilai standar baku
mutu,
namun
secara
perhitungan
Anilisis
Resiko
Kesehatan Lingkungan (ARKL),
Status Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur
Kabupaten
II - 38
Banyuwangi memiliki nilai RQ > 1 yaitu 1,2, yang sangat tidak aman (dapat menimbulkan efek non karsinogenik) bila dihirup 0,83 m3/jam selam 24 jam dalam waktu 350 hari/tahun dalam jangka waktu 30 tahun oleh orang dengan berat badan 55 Kg atau kurang. Dengan nilai RQ tersebut, diprediksi masyarakat Banyuwangi akan mengalami dampak kesehatan akibat menghirup NO2 dalam jangka waktu 27,6 Tahun.
3. Parameter O3
Gambar 2.28
Berdasarkan grafik di atas, dapat diketahu
bahwa
dari
pemantauan
O3,
konsentrasi tinggi
paling
terdapat
Kabupaten dengan
nilai
di
Pacitan, 0,0022
mg/Nm3.
4. Parameter CO Karbon Monoksida (CO) adalah gas yang tidak berwarna, tidak berbau, dan beracun yang dihasilkan dari proses pembakaran yang tidak sempurna dari bahan bakar fosil. Kualitas CO sesaat di tiap-tiap kota/kabupaten di Propinsi Jawa Timur masih berada dibawah standar baku mutu udara ambien yang ada (baku mutu udara ambien CO = 20 ppm). Kota Surabaya adalah kota di Jawa Timur dengan konsentrasi CO sesaat tertinggi, yaitu 15,84 ppm. Dari paparan di atas, setiap parameter polutan yang ada di udara mengandung faktor risiko yang dapat menyebabkan terjadinya gangguan kesehatan pada manusia.
Status Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur
II - 39
2.4.1. Suspended Particular Meter (SPM) Berdasarkan laporan BMG Juanda Jawa Timur, dijelaskan berikut ini kondisi SPM dapat diterangkan pada Gambar 2.29. •
Gambar 2.29 adalah Grafik konsentrasi debu (SPM) Stasiun Meteorologi
Gambar 2.29
Juanda Periode JanuariSeptember 2010. Konsentrasi rata-rata
SPM
pada periode ini adalah
90,67
µg/m3 per hari. Konsentrasi minimum SPM terukur pada tanggal 1 Maret 2010 yaitu 23,97 µg/m3, sedangkan konsentrasi maksimum SPM terukur pada tanggal 23 Juni 2010 sebesar 281,91 µg/m3. •
Nilai baku mutu nasional untuk konsentrasi SPM adalah 230 µg/m3. Pada tanggal 23 Juni 2010 konsentrasi SPM di Stasiun Meteorologi Juanda melebihi nilai baku mutu nasional yaitu 281,91 µg/m3.
•
SPM yang berada pada konsentrasi yang tinggi di udara dapat menyebabkan gangguan pernafasan. Selain itu, tingginya konsentrasi SPM juga berdampak pada berkurangnya jarak pandang/visibility.
Status Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur
II - 40
2.6. PESISIR DAN LAUT Wilayah pesisir merupakan daerah pertemuan antara ekosistem darat dan laut, ke arah darat meliputi bagian tanah baik yang kering maupun yang terendam air laut, dan masih dipengaruhi oleh sifat-sifat fisik laut seperti pasang surut, ombak dan gelombang serta perembesan air laut, sedangkan ke arah laut mencakup bagian perairan laut yang dipengaruhi oleh proses alami yang terjadi di darat seperti sedimentasi dan aliran air tawar dari sungai maupun yang disebabkan oleh kegiatan manusia di darat seperti penggundulan hutan, pembuangan limbah, perluasan permukiman serta intensifikasi pertanian (UU No. 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil). Dan Jika dilihat dari tujuannya, wilayah pesisir salah satunya bertujuan untuk melindungi,
mengonservasi,
memperkaya
sumber
daya
merehabilitasi, pesisir
dan
memanfaatkan,
pulau-pulau
kecil
dan serta
sistemekologisnya secara berkelanjutan (UU No. 27 Tahun 2007 tentang PWP dan PPK). Tren penurunan kualitas dan kuantitas sumber daya pesisir dan laut mengalami tekanan dan terus meningkat dari tahun ke tahun. Sumber daya yang paling terdegradasi adalah terumbu karang dan hutan mangrove.
Dari beberapa data terlihat penurunan penutupan karang
hidup di beberapa lokasi kawasan timur Indonesia dan bahkan di beberapa kawasan konservasi. Lingkungan pesisir dan lautan yang bersih dan tidak tercemar merupakan jaminan bagi potensinya sebagai sumber daya alam. Berbagai pihak harus terus memberikan dorongan kepada masyarakat untuk menjaga kebersihan lingkungan pesisir. Dibutuhkan suatu gerakan yang melibatkan seluruh unsur masyarakat khususnya masyarakat yang tinggal di wilayah pesisir,pemerintah dan dunia usaha, serta stakeholder lainnya yang terkait dengan kehidupan di wilayah pesisir.
Status Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur
II - 41
Provinsi jawa Timur dengan luas perairan 208.138 km2, panjang garis pantai 1.600 kilometer, dan memiliki 446 pulau, merupakan tempat hunian bagi banyak biota laut dan sekitar 60 persen penduduk Jawa Timur bermukim di kawasan pesisir. 2.6.1. Distribusi Mangrove di Jawa Timur Kawasan Pesisir di Jawa Timur sebanyak 20 Kab/Kota, secara umum luas lokasi hutan mangrove seluas 7.679,05 Ha. Sebagian besar dari wilayah pantai diatas memiliki ciri topografi wilayah pantai yang relatif datar dengan kemiringan 0-3 derajat, banyaknya sungai yang bermuara
No.
Tabel 2.8 Luas dan Kerapatan Hutan Mangrove Jawa timur 2010 Luas Persentase Kerapatan Lokasi Lokasi tutupan (pohon/ha) (ha) (%)
1
Kabupaten Pacitan
2
Blitar
3
Tulungagung
4
Malang
340,00
5
Lumajang
222,00
6
Jember
7
Situbondo
724,21
Pasuruan
550,70
70 – 90 3 - 24
6.000 – 10.000 500 - 1000
8
83,3 97,18
2000 2333
60
20
9
Probolinggo
366,20
Banyuwangi
*
*
*
11
1.236,42
*
12
Sidoarjo Tuban
* 4500 5000
13
Lamongan
14
Gresik
678,88
15 16
Sumenep Bangkalan
825,86
17
Sampang
5 - 87
22,00
pantainya
semakin menjorok kelaut
Menurut data dari BKSDA
Jawa
(2009),
di
pesisir
Selat
Timur
sepanjang Madura
terdapat kurang lebih 25
30,00
644,80
mengalami
(sedimentasi).
10
270,20
tersebut
sehingga
2,50
1.000,00
wilayah dikawasan pesisir
pertambahan luas tanah
13,00
15,00
mengakibatkan beberapa
5000 3-24 40 - 65
2.000 3.600
jenis
tumbuhan
mangrove.
Tumbuhan
yang ditemukan sebagian
Kota 18
Probolinggo
19
Pasuruan
20
Surabaya
378, 19
*
JUMLAH
7.679,05
60
1.233,70
besar
740,00
Sumber Data : LSLHD Kab/Kota dan DPK Jatim, 2010
Status Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur
*
merupakan
jenis
bakau dan api-api, kedua golongan ini paling umum
II - 42
dijumpai dan dikenal masyarakat pesisir karena selain tumbuh alami di tepi pantai jenis ini ditanam masyarakat ditepi-tepi tambak tradisional yang difungsikan sebagai penahan pematang tambak agar tidak longsor. Sebagian lagi ditanam ditengah tambak untuk mengundang kawanan burung untuk bersarang dipohon. Oleh karena itu sebagian besar petambak di daerah Ujung Pangkah Gresik, Sememi (Surabaya) dan Curah sawo (Probolinggo) merasakan manfaat keberadaan burung tersebut karena menurut mereka kotoran burung berpengaruh pada produksi ikan yang mereka panen. Secara kualitatif kondisi tutupan dan kerapatan mangrove di Provinsi Jawa Timur dapat dilihat pada Gambar 2.30. Dan luas Hutan Mangrove terbesar berada di Kabupaten Sidoarjo yaitu 1.236,42 Ha dan Kabupaten Probolinggo seluas seluas 1.233,70. Dari total luas Hutan Mangrove di Jawa Timur 60% telah mengalami mangrove yang ada di Jawa Timur umumnya menempati daerah muara sungai, kawasan terbesar adalah
daerah
delta
Brantas
yang
meliputi
Gambar 2.30
Gresik, Surabaya, Sidoarjo, Pasuruan
dan
Probolinggo, karena transport sedimen
yang
cukup besar dari Sungai yang bermuara disepanjang pantai tersebut lambat laun daerah tersebut membentuk tanah yang terus maju kelaut (tanah oloran) hal ini semakin dipercepat dengan pantai yang landai dengan ombak yang tenang.
Status Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur
II - 43
Pada tahun 70-an kawasan ini merupakan belantara mangrove yang menyimpan keanekaragaman hayati tinggi, hal ini terbukti dengan digunakannya
daerah
ini
sebagai
daerah
persinggahan
burung
pengembara (migran) yang berasal dari benua eropa menuju Australia, tempat tinggal dari puluhan jenis burung air diantaranya kuntul (Egretta alba),
Bangau
Tongtong
(Leptoptilos
javanicus),
Belibis
kembang
(Dendrocygna arquata), Pecuk ular (Anhinga melanogaster), dan jenis burung air lainnya, namun sekarang
karena semakin bertambah
banyaknya jumlah manusia di Jawa Timur keberadaan mangrove digantikan oleh lahan-lahan yang memenuhi kebutuhan hidup manusia seperti tambak udang dan bandeng, pemukiman, tempat rekreasi, pelabuhan laut, pemukiman dan persawahan. Hutan mangrove dapat tumbuh pada daerah pesisir Selat Madura yang memiliki ciri khusus yaitu: 1. Memiiliki topografi pantai yang landai dengan kemiringan 0-5 derajat. 2. Adanya pengaruh pasang surut dan memiliki suplai air tawar 3. Kondisi sedimen pantai yang didominasi oleh substrat lumpur 4. Beriklim sedang dengan kisaran suhu 25 - 30 Derajat Celcius. Kondisi pesisir Selat Madura di Jawa Timur saat ini telah mengalami kerusakan lahan, terutama daerah yang pernah digunakan sebagai tambak intensif yang mengalami kegagalan dan ditinggalkan pemiliknya, sehingga saat ini banyak lahan tidur yang terdapat di daerah Situbondo dan Probolinggo. Di Sidoarjo keberadaan mangrove dilindungi oleh Perda 17 Tahun 2003 tentang Kawasan lindung yang menetapkan sepanjang 400 meter pada daerah pasang surut merupakan kawasan lindung, untuk lebih melindungi mangrove dalam Perda ini juga diatur tentang sanksi 5 Juta rupiah bagi penebangan mangrove pada kawasan lindung. Dengan kebijakan ini mangrove di Sidoarjo dapat dikatakan relatif terlindungi, hal ini berbeda dengan Hutan Mangrove di Wilayah Kota Surabaya yang
Status Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur
II - 44
sebagian besar diubah menjadi kawasan pengembangan Real Estate dan budidaya perikanan Payau di Pesisir Timur serta pengembangan kawasan industri dan Pergudangan untuk Kawasan Utara. Bahkan untuk Wilayah Gresik sebagian besar mangrovenya telah direklamasi Menjadi kawasan pergudangan dan industri. Berikut disampaikan Kondisi ekosistem mangrove pada tiap kabupaten/kota : 1. Kota Surabaya Ekosistem hutan mangrove di wilayah kota Surabaya banyak tersebar di beberapa lokasi pesisir, antara
lain
Rungkut, Selain
itu,
:
Gununganyar,
Sukolilo, ekosistem
Mulyorejo. ini
juga
tredapat di Benowo dan Kenjeran meskipun
luasannya
relative
sedikit. Luas total ekosistem hutan mangrove di wilayah kota Surabaya pada tahun 2009 adalah seluas 378,19 Ha. Daerah dengan luas hutan mangrove tertinggi adalah Sukolilo
(119,99
Gununganyar
(96,49
Ha). Ha)
dan Rungkut (63,78 Ha). Akan tetapi,
berdasarkan
klasifikasi berdasarkan indeks NDVI terlihat bahwa sebagian besar hutan mangrove di Kota Surabaya memiliki kerapatan rendah (jarang atau sangat jarang) dengan prosentase 33,05% dan 37,83%. Sedangkan hutan mangrove dengan kerapatn tinggi, hanya memiliki Status Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur
II - 45
prosentase sebesar 7,86% (rapat) dan 0,13% (sangat rapat).
Dari
data-data tersebut, dapat dikatakan bahwa secara umum kondisi mangrove di Kota Surabaya sudah mengkhawatirkan. Menurut beberapa penelusuran data, kerusakan ekosistem mangrove di Surabaya banyak disebabkan oleh perubahan peruntukan lahn (land use) untuk dijadikan lahan tambak (fish ponds) dan perumahan (housing). Untuk mencegah agar kerusakan terus terjadi, mak telah dilakukan beberapa upaya konservasi, seperti misalnya di muara Wonokromo dan muara kali Wonorejo. 2. Kabupaten Sidoarjo Hutan mangrove di Kabupaten Sidoarjo banyak tersebar di kawasan delta, muara sungai, peisir pantai berlumpur dan sebagai tumbuhan yang ditanam di areal tambak.
Berdasarkan hasil
pengamtan dari citra satelit, mangrove banyak ditemukan di wilayah Sedati, Buduran, Sidoarjo, Candi, Porong dan Jabon. Menurut hasil analisa citra Landsat yang kemudian dilanjutkan dengan klasifikasi
Tabel 2.9 Luas ekosistem mangrove di wilayah Kab. Sidoarjo Menurut Citra Landsat TM-5
tingkat kerapatan vegetasi, dapat
maka
diketahui
bahwa luas total hutan mangrove di Kab. Sidoarjo adalah Ha.
1.236,42 Jenis
Kecamatan Buduran Candi Jabon Porong Sedati Sidoarjo Tanggulangin Waru Grand Total
Sangat Jarang 48,95 62,37 131,37 9,72 137,58 67,72 10,37 66,65 534,74
Klasifikasi Kerapatan (Ha) Jarang Sedang Rapat 28,53 36,21 86,22 3,61 106,63 39,56 7,43 41,13 349,32
14,09 34,65 55,81 0,40 75,94 24,59 0,32 28,14 233,93
0,91 5,33 29,31 0,09 60,42 8,61 12,52 117,18
Sangat rapat 0,17
1,02 0,06
1,25
Grand Total 92,48 138,74 302,70 13,81 381,59 140,54 18,12 148,44 1,236,42
Sumber data : Dinas Perikanan dan Kelautan Jatim, 2010
mangrove yang mendominasi adalah Avicennia sp diikuti jenis Bruguiera sp, Rhizophora stylosa dan Sonneratia alba. Secara umum, dari table diatas terlihat bahwa prosentase antara hutan dengan kondisi rusak
Status Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur
II - 46
(kerapatan jarang dan sangat jarang) dengan kondisi hutan mangrove yang masih baik (kerapatan sedang sampai dengan sangat tinggi) cukup jauh berbeda. Akan tetapi apabila dilihat dari luasanya, hal ini dinilai lebih baik daripada kondisi di Surabaya. LUas hutan mangrove yang rusak di Kab. Sidoarjo mencapai 884,06 Ha, sedangkan hutan mangrove dengan kondisi baik mencapai luas kurang lebih 356,06 Ha, sedangkan hutan mangrove dengan kondisi baik mencapai luas kurang lebih 356,36 Ha. Secara lengkap dapat dilihat pada tabel 2.12.
3. Pasuruan Ekosistem Mangrove di Pasuruan meliputi kawasan Kabupaten dan Kota. mangrove
Ekosistem di
Pasuruan
tersebar di 5 kecamatan yang terletak di daerah pesisir,
antara
lain
:
Bangil, Kraton, Rejoso, Lekok dan Nguling. Berdasarkan 2.10, kondisi
terlihat
Tabel bahwa
mangrove
Kabupaten
dan
di Kota
Tabel 2.10 Luas Ekosistem Mangrove di Wilayah Pasuruan menurut Citra Landsat TM-5 Tahun 2009 Kecamatan Klasifikasi Kerapatan (Ha) S. Jarang Jarang Sedang Rapat Bugukidul 32,83 22,91 10,20 1,04 Gadingrejo 6,34 1,60 0,14 Purworejo 1,85 1,38 0,79 0,12 Total Kota 41,01 25,90 11,14 1,16 Bangil 52,68 27,70 12,45 5,61 Beji 4,34 1,79 0,52 0,17 G. Wetan 7,16 3,50 5,27 0,49 Grati 7,71 5,92 7,50 0,88 Kraton 26,81 15,98 8,51 3,89 Lekok 27,66 6,15 0,60 Nguling 10,91 6,41 2,88 0,06 Pohjentrek 5,96 2,48 0,79 0,12 Rembang 8,39 3,71 0,29 0,06 Winongah 8,01 6,00 4,66 0,37 Total Kab 159,63 79,64 43,48 11,65
Grand Total 66,97 8,09 4,14 79,20 98,44 6,83 16,43 22,00 55,19 34,40 20,26 9,35 12,45 19,05 294,40
Sumber data : DPK Jatim, 2010
Pasuruan cukup mengkuatirkan.
Hal ini terlihat dari prosentase
ekosistem mangrove dengan tingkat kerapatan yang rendah (sangat jarang) yaitu sekitar 54,22% di Kabupaten Pasuruan dan 51,78% di wilayah Kota Pasuruan.
Sebaliknya kawasan hutan mangrove yang
dapat dikategorikan baik hanya sedikit sekali, yaitu kurang dari 5% saja.
Status Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur
II - 47
4. Probolinggo Kondisi ekosistem Mangrove di Probolinggo, secara umum berdasarkan hasil pengamatan citra satelit Landsat, tampak bahwa ekosistem hutan mangrove di wilayah Kabupaten dan Kota Probolinggo dapat dijumpai di sepanjang pantai utara yang berbatasan dengan Selat Madura.
Tidak banyak dijumpai hutan mangrove yang tumbuh di
sekitar aliran sungai, seperti halnya yang terdapat di Sidoarjo dan Pasuruan.
Wilayah dimana ditemui ekosistem mangrove antara lain
Tongas, Sumberasih, Dringu, Gending, Pajarakan dan Kraksaan, serta di pesisir Kota Probolinggo. Jenis yang banyak dijumpai antara lain Rhizopora sp, Avicennia sp, Sonneratia
Tabel 2.11 Luas ekosistem mangrove di wilayah Probolinggo menurut Citra Landsat TM-5 Kecamatan Dringu Gending Kraksan Pajarakan Sumberasih Sumberasih Tongas Wonomerto Total Kab Kademangan Mayangan Wonoasih Total Kota
S. Jarang 11,30 16,72 19,50 7,34 5,25 13,58 13,18 86,87 3,70 3,96 0,11 7,77
Klasifikasi Kerapatan (Ha) Jarang Sedang Rapat 10,42 8,99 3,15 12,80 7,03 2,31 18,88 16,35 2,62 3,70 2,62 1,20 5,64 4,62 1,81 16,54 14,18 14,13 12,59 13,39 6,57 0,06 80,57 67,24 31,79 5,07 4,69 3,33 6,36 6,93 4,44 0,14 11,58 11,63 7,77
S. Rapat 0,09 0,27 0,09 0,32 0,12 0,29 1,18 0,20
0,20
Sumber data : DPK Jatim, 2010
sp Grand Total 33,95 39,13 57,35 14,95 17,64 58,55 46,02 0,06 267,65 16,99 21,69 0,26 38,94
dan
Brugueira
sp.
Seperti halnya di lokasi-lokasi lainnya,
eko-
sistem
hutan
mangrove
di
wilayah tersebut juga sudah
mulai terdegradasi, akibat kerusakan lingkungan dan ulah masyarakat. Masalah lingkungan yang ditemui di lokasi ini antara lain adalah sampah domestic, penebangan liar dan pengurukan pasir. Berdasarkan hasil analisa citra satelit sebagaimana tabel 2.11, luas ekosistem mangrove di wilayah Kab. Probolinggo adalah sebesar 267,65 Ha.
Akan tetapi sebagian besar dapat dikategorikan dalam
kondisi yang rusak (tingkat kerapatan sangat jarang dan jarang), yaitu kurang lebih seluas 167,5 Ha.
Status Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur
II - 48
Di wilayah Kota Probolinggo, dapat dideteksi bahwa hanya terdapat sekitar 38,94 Ha hutan mangrove.
Sebagian besar
dikategorikan dalam tingkat kerapatan jarang dan sedang.
5. Situbondo Ekosistem mangrove di wilayah Kabupaten Situbondo dapat ditemui di dua lokasi utama, yaitu di sepanjang pantai (terutama di kawasan Basuki, Bungatan, Panarukan) serta di sepanjang aliran sungai (seperti di daerah Panji, Kapongan dan Jangkar). Luas total hutan mangrove yang dapat ditemui di Kab. Situbondo adalah Tabel 2.15 Luas ekosistem mangrove di wilayah Kab. Situbondo Menurut Citra Landsat TM-5 Akuisisi Klasifikasi Kerapatan (Ha) Kecamatan S. Jarang Jarang Sedang Rapat S. Rapat Banyuglugur 9,98 15,33 7,69 0,82 Besuki 15,59 4,95 2,25 1,24 1,80 Bungatan 3,00 1,60 1,40 2,33 0,49 Mlandingan 0,38 0,59 0,68 1,98 0,18 Suboh 9,15 7,39 5,73 1,49 0,88 Grand Total 38,10 29,87 17,74 7,86 3,36
Sumber data : DPK Jatim, 2010
sebesar 96,93 Ha. Grand Total 33,82 25,84 8,82 3,81 24,65 96,93
Akan
tetapi,
seperti halnya di wilayah
lainnya,
sebagian
besar
berada
pada
kondisi
yang
mengkwatirkan. Sekitar 39,31% dapat dikategorikan kerapatan sangat rendah dan sekitar 30,81 dapat dikategorikan kerapatan rendah. Hanya sekitar 31% hutan mangrove di Kabupaten ini masih dalam keadaan baik.
2.6.2. Terumbu Karang Terumbu karang adalah ekosistem khas daerah tropis dengan produktivitas dan keanekaragaman yang tinggi. Terumbu karang tersusun atas beberapa jenis karang batu yang didalamnya hidup beraneka ragam biota perairan. Ekosistem terumbu karang dibagi menjadi 2 (dua) tipe
Status Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur
II - 49
yaitu terumbu karang pantai dan terumbu karang penghalang (barrier reefs). Luas tutupan terumbu karang di Provinsi Jawa Timur tahun 2009 dapat dilihat pada Gambar 2.31 berikut.
Gambar 2.31
Luas Tutupan Terumbu Karang di Provinsi Jawa Timur Tahun 2009 14.000 12.393
12.000
L u a s (h a )
10.000 8.000 6.000 4.000 2.000 40
-
-
84
700
111
-
-
-
6
Kab. Banyuw angi Kab. S itu b o n d o
-
Kab. Jem ber
-
Kab. B a n g k a la n Kab. Sam pang Kab. Pam ekasan Kab. Sum enep
8
K a b . G r e s ik
-
K o ta S id o a r jo
-
Kab. T u lu n g a g u n g Kab. T r e n g g a le k Kab. P r o b o lin g g o K o ta P r o b o lin g g o Kab. P as uruan K o ta P as uruan Kab. L u m a ja n g K o ta Surabay a
K a b . B lita r
6 Kab. Lam ongan
820 155 Kab. T uban
K a b . M a la n g
245 11 K a b . P a c ita n
-
Lokasi
Secara kuantitatif Kabupaten Sumenep memiliki luasan tutupan terumbu karang tertinggi di Jawa Timur, potensi terbesar tersebar di 3 (tiga) kecamatan kepulauan yaitu Kecamatan Sapeken dengan luas 5.120,88 hektar, Kecamatan Arjasa 3.495,80 hektar, dan Kecamatan Kangayan 4.315,96 hektar. Jenis terumbu karang yang banyak dijumpai adalah Acropora sp., gorgonia (Kipas Laut), Cemeti Laut, Karang Lunak, dan Karang Masif. Berdasarkan Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Jawa Timur 2009, kerusakan terumbu karang terparah terjadi di pesisir Laut Utara Jawa Timur, mulai Kabupaten Tuban, Lamongan, Gresik, serta pesisir Pulau Madura. Penyelamatan terumbu karang di kawasan Pantai Utara Jawa Timur sangat memprihatinkan. Sejauh ini langkah yang dilakukan Dinas Kelautan
Status Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur
II - 50
dan Perikanan Jawa Timur baru sebatas sosialisasi larangan penggunaan bom ikan dan racun sianida, sedangkan pembuatan terumbu karang buatan hanya dilakukan di 2 (dua) daerah yaitu Kabupaten Situbondo dan Sampang dengan jumlah 100 unit. Padahal 60 persen terumbu karang di sepanjang Pantai Utara Jawa Timur rusak parah. Penyelamatan terumbu karang di kawasan Pantai Utara Jawa Timur sangat mendesak dilakukan, karena setiap bulan sekitar 20 ton terumbu karang diambil. Pengambilan terumbu karang melanggar Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentag Perikanan dan Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2007 tentang Konservasi Sumberdaya Ikan.
2.6.3. Padang Lamung Kondisi ekosistem padang lamun diperairan pesisir Indonesia sekitar 30-40%. Di pesisir pulau Jawa kondisi ekosistem padang lamun telah mengalami gangguan yang cukup serius akibat pembuangan limbah industri dan pertumbuhan penduduk dan diperkirakan sebanyak 60% lamun telah mengalami kerusakan.
Di pesisir pulau Bali dan pulau
Lombok gangguan bersumber dari penggunaan potassium sianida dan telah berdampak pada penurunan nilai dan kerapatan sepsiens lamun (Anonymous, 2009). Rekolonialisasi ekosistem padang lamun dari kerusakan yang telah terjadi membutuhkan waktu antara 5-15 tahun dan biaya yang dibutuhkan dalam mengembalikan fungsi ekosistem padang lamun di daerah tropis berkisar 228.000 – 684.000 US $/Ha.
Oleh karena itu aktivitas
pembangunan di wilayah pesisir hendaknya dapat meminimalkan dampak negative melalui pengkajian yang mendalam pada tiga aspek yang terkait yaitu : aspek kelestarian lingkungan, aspek ekonomi dan aspek social (Anonymou, 2009).
Status Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur
II - 51
Hasil rekapitulasi luas padang lamun dari LSLHD Kab/Kota di Jawa Timur menunjukkan bahwa luas padang lamun di Jawa Timur yaitu 2.173,92 Ha dengan tingkat kerusakan dalam setiap tahun sebesar 20%. Luas Padang lamun
terbesar berada di Kabupaten Sumenep yaitu
1.145,98 Ha. Berdasarkan laporan dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Jawa Timur sebagaimana Gambar 2.31, menunjukkan bahwa kondisi tingkat kerusakan padang lamung sejak tahun 2006 s/d 2010 terus mengalami penurunan. Kerusakan yang terjadi pada padang lamun dapat disebabkan oleh natural stress dan anthrogenik stress.
Natural stress bisa disebabkan
gunung meletus, tsunami, kompeisi, predasi.
Sedangkan anthrogenik
stress bisa disebabkan oleh (1) Perubahan fungsi pantai untuk pelabuhan atau dermaga, (2) Eutrofikasi (Blooming mikro alga dapat menutupi lamun dalam
Gambar 2.31
memperoleh sinar matahari, (3) Aquakultur (pembabatan dari
hutan
mangrove untuk tambak) dan (4)
Water
pollution (logam berat dan minyak). Selain beberapa ancaman tersebut limbah pertanian, industry, dan rumah tangga yang dibuang ke laut, pengerukan lumpur, lalu lintas perahu yang padat dapat mempengaruhi kerusakan lamun.
Status Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur
II - 52
2.7.
Iklim Perubahan iklim merupakan salah satu isu global yang paling
banyak dibicarakan di seantero dunia. Perubahan iklim yang disebabkan oleh
pemanasan
global
(global
warming)
menyebabkan
kenaikan
temperatur dan pergeseran musim. Kenaikan temperatur menyebabkan es dan gletser di
Kutub Utara
dan Selatan mencair.
Peristiwa ini
menyebabkan terjadinya pemuaian masa air laut dan kenaikan permukaan air laut. Bagi kehidupan nelayan atau masyarakat pesisir hal ini akan menurunkan produksi tambak ikan dan udang. Pola musim yang tidak beraturan menyebabkan pada musim kemarau cenderung kering dengan trend hujan makin turun yang mengakibatkan salah satu dampak kebakaran lahan dan hutan sering terjadi. Kondisi perubahan iklim berupa peningkatan suhu wilayah-wilayah di Provinsi Jawa Timur dilihat dengan membandingkan kondisi suhu ratarata bulanan tahun 2008 dengan tahun 2007. Hasilnya adalah di Kabupaten Lumajang peningkatan suhu terjadi pada bulan januari, mei, dan oktober; Kabupaten Nganjuk terjadi selama satu tahun; Kabupaten Magetan terjadi pada bulan april dan nopember; Kabupaten Bojonegoro terjadi pada bulan januari; Kabupaten Lamongan justru mengalami penurunan suhu; dan Kabupaten Sampang terjadi pada bulan januari, juni, juli, agustus, dan september. Kondisi perubahan iklim di Provinsi Jawa Timur dapat dilihat pada Gambar 2.32, 2.33, 2.34, 2.35, 2.36, dan 2.37. Berdasarkan data yang dimiliki oleh BLH Provinsi Jawa Timur, suhu tertinggi di Provinsi Jawa Timur adalah 31oC terjadi di Kabupaten Nganjuk, sedangkan suhu terendah adalah 18,10
o
C terjadi di Kabupaten
Bondowoso. Suhu udara rata-rata bulanan di Provinsi Jawa Timur pada tahun 2010 diwakili oleh 8 (delapan) kota dapat dilihat pada Gambar 2.35.
Status Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur
II - 53
S uhu Udara R ata-rata /B ulan K ab. L umajang T ahun 2007-2008 30,00 29,00 28,00 27,00 S uhu ( ˚C) 26,00
L umajang 2008
25,00
L umajang 2007
24,00 23,00 22,00 J an
F eb
Mar
A pr
Mei
J un
J ul
A gs
S ep
Okt
Nop
Des
B ula n
Gambar 2.32. Suhu Udara Rata-Rata Bulanan di Kabupaten Lumajang Tahun 2007 - 2008 Sumber: BLH Provinsi Jawa Timur, 2008; BLH Provinsi Jawa Timur, 2009.
S uhu Udara R ata-rata /B ulan K ab. Ng anjuk T ahun 20072008 35,00 30,00 25,00 20,00 S uhu ( ˚C) 15,00 10,00 5,00 0,00
Nganjuk 2008 Nganjuk 2007
J an
F eb
Mar
A pr
Mei
J un
J ul
A gs
S ep
O kt
Nop
Des
B ula n
Gambar 2.33. Suhu Udara Rata-Rata Bulanan di Kabupaten Nganjuk Tahun 2007 - 2008 Sumber: BLH Provinsi Jawa Timur, 2008; BLH Provinsi Jawa Timur, 2009.
Status Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur
II - 54
S uhu Udara R ata-rata /B ulan K ab. Mag etan T ahun 20072008 30,00 29,50 29,00 28,50 S uh u ( ˚C) 28,00
Magetan 2008
27,50
Magetan 2007
27,00 26,50 26,00 J an
F eb
Mar
A pr
Mei
J un
J ul
A gs
S ep
Okt
Nop
Des
B ula n
Gambar 2.34. Suhu Udara Rata-Rata Bulanan di Kabupaten Magetan Tahun 2007 - 2008 Sumber: BLH Provinsi Jawa Timur, 2008; BLH Provinsi Jawa Timur, 2009. S uhu Udara R ata-rata /B ulan K ab. B ojoneg oro T ahun 2007-2008 29,50 29,00 28,50 28,00 S uh u ( ˚C) 27,50
B ojonegoro 2008
27,00
B ojonegoro 2007
26,50 26,00 25,50 J an
F eb
Mar
A pr
Mei
J un
J ul
Ag
Se
B u la n
Gambar 2.35. Suhu Udara Rata-Rata Bulanan di Kabupaten Bojonegoro Tahun 2007 - 2008 Sumber: BLH Provinsi Jawa Timur, 2008; BLH Provinsi Jawa Timur, 2009.
Status Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur
II - 55
S uhu Udara R ata-rata /B ulan K ab. L among an T ahun 2007-2008 29,50 29,00 28,50 28,00 S uhu ( ˚C) 27,50
Lamongan 2008
27,00
Lamongan 2007
26,50 26,00 25,50 J an
F eb
Mar
A pr
Mei
J un
J ul
Ag
Se
B ula n
Gambar 2.36. Suhu Udara Rata-Rata Bulanan di Kabupaten Lamongan Tahun 2007 - 2008 Sumber: BLH Provinsi Jawa Timur, 2008; BLH Provinsi Jawa Timur, 2009.
S uhu Udara R ata-rata /B ulan K ab. S ampang T ahun 2007-2008 32,00 31,00 30,00 29,00 S uhu ( ˚C) 28,00
S ampang 2008 S ampang 2007
27,00 26,00 25,00 24,00 J an
F eb
Mar
A pr
Mei
J un
J ul
A gs
S ep
Okt
Nop
Des
B ula n
Gambar 2.36. Suhu Udara Rata-Rata Bulanan di Kabupaten Sampang Tahun 2007 - 2008 Sumber: BLH Provinsi Jawa Timur, 2008; BLH Provinsi Jawa Timur, 2009.
Status Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur
II - 56
S uhu Udara R ata-rata /B ulan T ahun 2008 35,00 30,00
L umajang
25,00
B ondowos o
20,00
S itubondo
15,00
Nganjuk
10,00
Magetan
S uhu ( ˚C)
B ojonegoro
5,00
L amongan
0,00 J an
F eb
Mar
A pr
Mei
J un
J ul
A gs
S ep
O kt
Nop
Des
S ampang
B ula n
Gambar 2.37. Suhu Udara Rata-Rata Bulanan 8 (Delapan) Kota di Provinsi Jawa Timur Tahun 2008 Sumber: BLH Provinsi Jawa Timur, 2009.
Status Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur
II - 57
2.8. Bencana Alam 2.8.1. KERUSAKAN HUTAN Hutan merupakan sumber daya alam yang memiliki manfaat nyata bagi kehidupan baik manfaat ekologi, sosial, budaya maupun ekonomi sehingga
keberadaan
hutan
harus
dijaga
kelestariannya
demi
kesejahteraan masyarakat. Pada prinsipnya semua hutan dan kawasan hutan
dapat
dimanfaatkan
dengan
tetap
memperhatikan
sifat,
karakteristik dan daya dukungnya serta tidak dibenarkan mengubah fungsi pokoknya. Pemanfaatan hutan dan kawasan hutan harus sesuai dengan fungsi pokoknya yaitu fungsi konservasi, lindung dan produksi. Karena multi fungsi tersebut, maka hutan perlu dilindungi dari berbagai macam gangguan. Sampai saat ini kondisi kawasan hutan di Provinsi Jawa Timur banyak mengalami permasalahan terkait dengan kerusakan hutan antara lain : kebakaran hutan, penebangan liar, perambahan, pencurian, penjarahan dan bencana alam.
A. Gangguan Keamanan Kawasan Hutan Lindung dan Kawasan Hutan Produksi Kawasan hutan lindung dan kawasan hutan produksi merupakan kawasan yang terluas di Jawa Timur yaitu mencapai 82,86%, salah satu produk unggulannya adalah kayu jati yang memiliki nilai ekonomi yang tinggi sehingga menjadi suatu usaha yang menjanjikan baik untuk pengusaha maupun masyarakat yang tinggal disekitar hutan Kondisi yang demikian ini dapat menjadi tekanan berat bagi keberadaan kawasan hutan khususnya kawasan hutan produksi maupun kawasan hutan lindung, sepuluh tahun terakhir telah terjadi gangguan
Status Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur
II - 58
keamanan hutan yang berupa pencurian kayu serta perambahan kawasan hutan dengan jumlah fluktuasi yang sangat signifikan dalam setiap tahunnya. Kondisi keamanan Sumber Daya Hutan secara umum dalam situasi terkendali walaupun masih terjadi pencurian dikategorikan wajar. Apabila dibandingkan tahun yang lalu (2008) nilai kerugian akibat gangguan keamanan hutan naik Rp 137 juta (2%), kenaikan disebabkan terjadinya bencana kebakaran hutan dibeberapa lokasi. Namun apabila secara keseluruhan nilai kerugian gangguan hutan termasuk bencana alam menurun Rp. 1,6 M (13%).
B. Gangguan Keamanan Pada kawasan Hutan Konservasi Pada umumnya pada kawasan hutan konservasi juga mengalami permasalahan yang sama dengan intensitas dan bentuk yang lebih bervariasi, untuk gangguan pada kawasan hutan konservasi meluas pada pencurian hasil hutan non kayu diantaranya: rebung, bamboo, pohon pakis, humus hutan dan satwa dengan frekensi dan volume yang sangat berpengaruh bagi kelangsungan ekosistem kawasan hutan konservasi.
C. Daerah Rawan Kebakaran Daerah rawan kebakaran hutan adalah suatu wilayah dimana daerah tersebut sangat rentan terhadap terjadinya kebakaran hutan. Kreteria suatu daerah dikatakan rawan terhadap terjadinya kebakaran hutan yaitu daerah tersebut merupakan kawasan hutan yang berbatasan dengan pemukiman atau dekat dengan pemukiman, adanya aktifitas manusia keluar dan masuk hutan, curah hujan rendah, musim kemarau dan terdapat gunung berapi.
Status Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur
II - 59
Di Provinsi Jawa Timur untuk daerah rawan kebakaran hutan meliputi 23 wilayah pengelolaan Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH), 4 wilayah pengelolaan Taman Nasional, wilayah pengelolaan Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam serta wilayah pengelolaan UPT Tahura R. Soerjo. Berikut data kebakaran hutan di wilayah Provinsi Jawa Timur seluas + 9.244,06 ha, dengan perincian : Kawasan hutan yang dikelola Perum Perhutani seluas 7.265 ha Kawasan hutan yang dikelola Taman Nasional seluas 637,10 ha Kawasan hutan yang dikelola Balai BKSDA Jatim seluas 3,4635 ha Kawasan hutan yang dikelola UPT Tahura R. Soerjo seluas 1.338,50 ha Pada kawasan hutan produksi kejadian kebakaran hutan relatif lebih sering terjadi dikarenakan letak lokasi merupakan sangat strategis serta pada umumnya aktifitas manusia sering keluar dan masuk melewati kawasan hutan, sehingga mempunyai resiko yang besar terhadap terjadinya gangguan keamanan hutan.
2.8.2. Banjir dan Tanah Longsor Bencana banjir, tanah longsor, gagal panen, seakan-akan menjadi langganan bagi Provinsi Jawa Timur. Berdasarkan laporan SLHD Kabupaten/Kota di Jawa Timur yang telah direkapitulasi menunjukkan bahwa luas areal yang tergenang adalah 957,28 Ha, 4020 orang mengungsi, 2 orang meninggal dunia dengan kerugian material 35.997.195.000,- .
Rp.
Jumlah kejadian banjir terbesar pada tahun 2010
terjadi di Kabupaten Jember dengan luas areal tergenang sebesar 197 Ha, 1263 orang mengungsi dengan kerugian material Rp. 8.748.500.000,-
Status Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur
II - 60
Sebagai akibat banjir tersebut diatas, Kabupaten Tulungagung mengalami
gagal
panen
seluas
3.856
Ha
dengan
kerugian
Rp.
3.857.000.000,-. Dan kalau ditinjau dalam skala Provinsi Jawa Timur didapatkan
data
4.006
Ha
gagal
panen
dengan
kerugian
Rp.
7.085718.500,- . Bencana banjir menimbulkan jumlah korban jiwa meninggal sebanyak 2 (dua) orang yaitu di Kabupaten Blitar. Kerugian material paling tinggi diderita oleh Kota Probolinggo sekitar Rp 20.220.000.000,- (LSLHD Kota Probolinggo, 2010).
Inventarisasi dan Konsintensi data bencana
alam belum terecord dengan baik, sehingga seringkali tidak sinkron dengan satuan kerja yang lain.
Status Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur
II - 61
BAB III TEKANAN TERHADAP LINGKUNGAN
3 .1 .
Kependudukan Hasil sensus penduduk tahun 2010 di Jawa Timur, menunjukkan
bahwa penduduk Jawa Timur sebesar 37.476.011 jiwa, terdiri dari 18.488.290
Gambar 3.1. Jumlah Penduduk Jawa Timur Tahun 2010
laki-laki dan 18.987.721 perempuan. Selama periode lima puluh tahun (1961-2010) penduduk Jawa Timur hanya bertambah tujuh per sepuluh kali lipat yaitu dari 21.823.020 orang, pada tahun 1961 menjadi 37.476.011 orang pada tahun 2010. Jumlah penduduk di setiap Kab./Kota bervariasi, dari yang tertinggi Kota Surabaya dengan jumlah penduduk 2.765.980 orang dan yang terendah Kota Mojokerto sejumlah 120.132 orang. Sejak tahun 2000 pertumbuhan penduduk di Jawa Timur sudah dibawah 1,00 persen per tahun. Kabupaten/Kota yang memiliki tingkat laju pertumbuhan di atas 2,00 persen hanya Kabupaten Sidoarjo tepatnya 2,21 persen, ternyata bencana lumpur Sidoarjo yang terjadi mulai tahun 2007 tidak mempengaruhi tingkat pertumbuhan di daerah tersebut, sehingga pemerintah perlu berhati-hati dengan tingkat pertumbuhan penduduk dikaitkan dengan luasan wilayah. Sementara Kab./Kota yang memiliki tingkat laju pertumbuhan terendah adalah Kabupaten Ngawi sebesar 0,05 persen, bahkan Kabupaten Lamongan tumbuh minus 0,02 persen per tahun.
SLHD PROVINSI JAWA TIMUR 2010
III - 1
Kepadatan penduduk Jawa Timur rata-rata adalah 795 jiwa/km2, sedangkan kepadatan penduduk di Kabupaten/Kota bervariasi, kepadatan penduduk tertinggi di Jawa Timur Gambar 3.2. Laju Pertambahan Penduduk
pada umumnya berada di daerah perkotaan
yaitu
Kota
Malang,
Kota Blitar, Kota Pasuruan, Kota Mojokerto, Kota Probolinggo, Kota Batu, dan Kota Surabaya, dimana kepadatan paling tinggi berada di Surabaya, hal ini sesuai dengan sebutannya
sebagai
Kota
Metropolitan dimana kepadatannya sepuluh kali lipat kepadatan rata-rata di Jawa Timur yaitu 7.791 Jiwa/ km2 (kepadatan ratarata Jatim 795 jiwa/km2), sedang kepadatan penduduk terendah berada di Kab. Pacitan 321 jiwa/km2. Tingkat kepadatan yang tinggi di suatu daerah akan berdampak meningkatkan kepadatan dan tingkat pertumbuhan penduduk di daerah sekitarnya. Tingkat kepadatan yang tinggi di Kota Surabaya berdampak eksploitasi lahan di Kab. Sidoarjo, Kab. Gresik, dan Kab. Mojokerto dengan peruntukkan lahan sebagai tempat pemukiman khususnya bagi sebagian penduduk yang bekerja di Kota Surabaya. Daerah-daerah
tersebut
menjadi alternatif lokasi pembangunan perumahan sederhana hingga Real estate, akibatnya tingkat pertumbuhan di Kab. Sidoarjo dan Kab. Gresik menjadi tertinggi di Jawa Timur. Begitu pula yang terjadi di Kota Malang yang berdekatan dengan Kota Batu, karena tekanan penduduk di Kota Malang yang merupakan
SLHD PROVINSI JAWA TIMUR 2010
III - 2
kota pendidikan menyebar ke Kota Batu dan Kabupaten Malang. Kondisi eksisting
Gambar 3.3. Kepadatan Penduduk Jawa Timur Tahun 2010
menunjukkan eksploitasi lahan Kota
di Batu sudah
sampai pada kondisi
yang memprihatinkan, padahal seharusnya Kota
Batu merupakan daerah resapan air untuk Daerah Aliran Sungai (DAS) Brantas yang harus dijaga hutannya sebagai tutupan lahan. Kondisi tata guna lahan Kota Batu saat ini mulai berubah menjadi pemukiman, tempat wisata dan pertanian semusim, akibatnya 50 % mata air DAS Brantas di Kota Batu telah mati dan sisanya sebanyak 57 mata air telah berkurang kuantitasnya dan dalam kondisi
Gambar 3.4. Piramida Penduduk Jawa Timur
kritis.
Tahun 2010
Berdasarkan
kelompok
Laki-laki
umur dan jenis kelamin, piramida penduduk
Jawa
Timur
menunjukkan jumlah penduduk mulai anak-anak 0-4 th meningkat hingga usia 10-14 th, kemudian menurun mulai usia 45-49 tahun Perempuan
hingga tua 65+ th. Jumlah penduduk laki-laki dan perempuan di Jawa Timur menunjukkan angka sex rasio rata-rata penduduk
97
yang
perempuan
berarti lebih
SLHD PROVINSI JAWA TIMUR 2010
III - 3
banyak dibanding laki-laki, angka ini hampir sama di seluruh Kab./Kota di Jawa Timur, kecuali di Kab. Kediri, Kab. Malang dan Kota Batu yang memiliki sex rasio 101 yang berarti penduduk laki-laki lebih banyak dibanding penduduk perempuan. Gambar 3.5. Migrasi Penduduk Jawa Timur per Kab,/Kota
Penduduk di suatu wilayah dipengaruhi oleh tiga komponen demografi yaitu kelahiran (birth), kematian (death) dan perpindahan penduduk (migration). Kelahiran yang terjadi akan bersifat penambahan sedang kematian akan bersifat pengurangan terhadap jumlah penduduk. Begitu pula halnya dengan migrasi, jumlah penduduk yang masuk bersifat penambahan dan penduduk yang keluar bersifat pengurangan. Angka migrasi di Kab./Kota Jawa Timur sangat fluktuatif, dari 38 Kab./Kota yang memiliki angka migrasi posistif tertinggi adalah Kab Sidoarjo, Kab. Gresik dan Kab. Lamongan, berarti jumlah penduduk yang datang ke daerah tersebut lebih banyak dibanding jumlah penduduk yang pindah. Sedangkan di Kab./Kota yang lain jumlah penduduk yang datang seimbang dengan yang pindah, kecuali Kota Kediri memiliki angka migrasi negatif yang berarti jumlah peduduk yang pindah lebih banyak dibanding penduduk yang datang. Kejadian penduduk yang datang tercacat pada bulan Mei, Juni dan Juli, bagaimana hal tersebut bisa terjadi diperlukan penelitian lebih lanjut,
SLHD PROVINSI JAWA TIMUR 2010
III - 4
apakah terkait dengan tahun ajaran baru ataukah hal lain. Jenis kelamin penduduk yang bermigrasi antara laki-laki dan perempuan jumlahnya relatif sama di semua daerah, hal ini berarti bahwa migrasi tersebut dilakukan oleh penduduk yang berpasangan atau suami istri. Sebaran penduduk Jawa Timur ditinjau dari tempat tinggal meliputi penduduk yang bertempat tinggal di daerah pegunungan atau di pantai dan pesisir, khusus untuk penduduk di pantai dan pesisir yang terbanyak berada di Kab. Lumajang dan Pasuruan, penduduk tersebut pada umumnya berprofesi sebagai nelayan atau petani tambak atau petani garam. Angka melek huruf merupakan salah satu indikator pendidikan yang digunakan
untuk
mengukur
keberhasilan
program-program
pemberantasan buta huruf terutama di daerah pedesaan dimana jumlah penduduk yang tidak pernah bersekolah/tidak tamat SD masih cukup tinggi. Indikator angka melek huruf dapat digunakan untuk mengukur kemampuan penduduk di suatu wilayah dalam menyerap informasi dari berbagai media dan kemampuan penduduk untuk berkomunikasi secara lisan dan tertulis. Tingkat pendidikan tertinggi bagi penduduk di Jawa Timur diatas umur 10 tahun menunjukkan bahwa masih cukup banyak penduduk yang tidak/belum sekolah yaitu sebesar 3.476.789 orang, dari jumlah tersebut lebih banyak didominasi perempuan (2.656.382 orang) yaitu 3 kali dari jumlah laki-laki (820.407 orang). Kondisi ini terjadi dimungkinkan karena masih rendahnya kesadaran untuk menyekolahkan anak, adanya prinsip di masyarakat pedesaan bahwa “anak perempuan tidak perlu bersekolah karena nantinya hanya akan di rumah saja sebagai ibu rumah tangga”, disamping kemungkinan karena tingkat
ekonomi penduduk masih
rendah/miskin sehingga tidak mampu untuk menyekolahkan anaknya.
SLHD PROVINSI JAWA TIMUR 2010
III - 5
Daerah yang memiliki penduduk tidak/belum pernah sekolah terbesar adalah Kab. Jember disusul daerah-daerah di kepulauan Madura. Pendidikan tertinggi tidak tamat SD, SD, dan SLTP antara laki-laki dan perempuan jumlahnya sama, perbedaan cukup menyolok terjadi pada tingat pendidikan SLTA dimana laki-laki dengan pendidikan tertinggi SLTA lebih banyak dibanding perempuan. Sedangkan apabila diperhatikan antara tingkat pendidikan, menunjukkan bahwa setelah lulus SD hanya 50 persen saja meneruskan ke tingkat pendidikan yang lebih tinggi (SLTP), yaitu 6.317.311 orang lulusan SD dan lulusan SLTP 3.703.935 orang. Sedangkan dari tingkat pendidikan SLTP ke SLTA jumlahnya hampir sama, maka dapat diasumsikan bahwa setelah lulus SLTA pada umumnya dilanjutnya ke SLTA. Di seluruh daerah Jawa Timur, pendidikan SD masih mendominasi, disusul status pendidikan SLTP dan SLTA, kecuali Kota Surabaya dimana SLTA merupakan status pendidikan yang cukup dominan. Sedangkan status pendidikan Diploma, S1, S2 atau S3 masih sangat rendah di semua Kab./Kota, hal ini berarti bahwa masih belum semua atau masih sangat sedikit penduduk Jawa Timur yang dapat merasakan pendidikan di perguruan tinggi. Kebutuhan sekolah di Jawa Timur sangat besar hal ini dapat dilihat dari bentuk piramida penduduk dimana penduduk usia sekolah paling besar. Pada saat ini sudah tersedia cukup banyak sekolah baik negeri maupun swasta, untuk tingkat SD paling banyak dimiliki Kab. Malang, Kab. Jember dan Kab. Sumenep serta Kabupaten di kepulauan Madura lainnya, keadaan ini sudah menjawab permasalahan tingginya penduduk yang tidak/belum pernah sekolah di daerah yang bersangkutan.
SLHD PROVINSI JAWA TIMUR 2010
III - 6
Gambar 3.6. Tingkat Pendidikan Penduduk Jawa Timur per Kab,/Kota Laki-laki
Perempuan n
Gambar 3.7. Jumlah sekolah di Jawa Timur per Kab,/Kota
3 .2 .
Permukiman Diketahui
secara
luas
bahwa
kaum
miskin
menanggung
konsekuensi terbesar dari kerusakan lingkungan untuk berbagai alasan : a. Mata pencaharian sebagian besar kaum miskin terkait langsung dengan mutu dan produktivitas sumber daya alam (air, tanah, hutan, perikanan). b. Keluarga miskin memiliki tingkat akses terendah ke jasa dan manfaat lingkungan seperti air minum, sanitasi, energi bersih. c.
Rumah tangga yang berpenghasilan rendah lebih rentan terhadap bencana alam dan antropogenik karena mereka biasanya hidup di daerah beresiko lebih tinggi.
SLHD PROVINSI JAWA TIMUR 2010
III - 7
d. Kaum miskin tidak mampu menghadapi kerusakan lingkungan seefektif segmen masyarakat yang lebih berada. Kaum miskin pada umumnya Gambar 3.8. Rumah Tangga Miskin di Jawa Timur Tahun 2010
memiliki mata pencaharian terkait dengan
lingkungan,
misalkan
terkait dengan hutan, kehilangan hutan akan memperlemah mata pencaharian, sehingga kaum miskin akan menjadi lebih kesulitan dalam memenuhi kehidupannya. tangga miskin di
Jawa
Rumah Timur
tahun 2010 mencapai jumlah 3.332.264 orang atau 33% dari total jumlah rumah tangga di Jawa Timur. Sebaran rumah tangga miskin Kab./Kota paling besar di Kota Blitar (47 %) disusul Kab. Pasuruan dan Kab. Pacitan. Rumah sehat adalah bangunan rumah tinggal yang memenuhi syarat
kesehatan
memiliki
jamban
pembuangan
diantaranya sehat,
sampah,
bersih,
sarana
limbah,
dsb.
lingkungan akibat
tempat
sarana
air
pembuangan
air
Penurunan
Gambar 3.9. Rumah Tangga dan sumber air
kualitas
kependudukan
beriringan dengan kondisi pemukiman, semakin banyak penduduk memiliki rumah sehat maka kualitas lingkungan akan semakin terjaga. Peningkatan jumlah penduduk mengakibatkan kebutuhan air bersih semakin bertambah. Berbagai upaya dilakukan agar akses masyarakat terhadap air air bersih meningkat, salah satunya melalui pendekatan partisipatori yang mendorong masyarakat berperan aktif dalam pembangunan perpipaan air bersih di daerahnya. Air bersih yang
SLHD PROVINSI JAWA TIMUR 2010
III - 8
dimiliki dan dipergunakan oleh masyarakat Jawa Timur berasal dari sumur sebesar 57,80%, air ledeng 14,75 %, dan air sungai 13,8 %. Penggunaan air ledeng sebagai sumber air minum terbesar terdapat di Kota Surabaya yaitu 301.190 rumah tangga dan Kab. Malang sebesar 183.420 rumah tangga. Penggunaan sungai sebagai sumber air minum terbesar terjadi di Kabupaten Malang (190.052 rumah tangga) dan Kab. Pasuruan (108.793 rumah Gambar 3.10. Rumah Tangga dan pembuangan Sampah
tangga). Untuk penggunaan air hujan
sebagai
air
minum
terbesar di Kab. Jember (6.668 rumah tangga) dan Kab. Malang (6.378
rumah
tangga).
Sedangkan untuk air minum yang
berasal
dari
sumur,
pengguna terbesar di Kabupaten Jember (516.133 rumah tangga) dan Kab. Kediri (340.502 rumah tangga). Upaya peningkatan kualitas air bersih akan berdampak positif apabila diikuti perbaikan sanitasi yang meliputi kepemilikan jamban, pembuangan
air
limbah
dan
sampah
dilingkungan
sekitar
kita.
Pengelolaan sampah, air limbah maupun tinja yang tidak memenuhi syarat dapat meningkatkan kualitas lingkungan dan mengurangi resiko penyakit . Pengelolaan sampah di Jawa Timur dengan sistem pengelolaan ke TPS dan TPA menggunakan transportasi angkutan sebanyak 11,47 persen, 10,50 persen ditimbun dan 3 persen, sedang sebanyak 74,91 persen penduduk pengelola sampah dengan cara lainnya, diantaranya dengan cara memilah sampah, dan memanfaatkannya menjadi kompos. Data ini belum sepenuhnya akurat karena belum tersedia data di semua Kab./Kota. Dalam penyediaan sarana tempat buang air besar pada umumnya masyarakat sudah memiliki jamban sendiri, jamban bersama atau jamban
SLHD PROVINSI JAWA TIMUR 2010
III - 9
umum, tetapi dari data menunjukkan masih banyak jumlah tempat buangan akhir tanpa septik tank. Untuk sanitasi rumah tangga, total rumah tangga yang belum memiliki tangki septik adalah 2.585.273 rumah tangga atau sebesar 25,36 persen dari total rumah tangga di Provinsi Jawa Timur menghasilkan limbah cair
domestik yang berpotensi
mencemari air permukaan dan air tanah. Kab./Kota yang terbanyak tidak memiliki tanki septik adalah Kab. Blitar dan Kab. Banyuwangi sedangkan yang paling sedikit tidak memiliki tanki septik adalah Kab Situbondo dan Kota Blitar. Gambar 3.11. Rumah Tangga dan sumber air minum per Kab./Kota
Kab./Kota yang memiliki tempat buang air besar sendiri terbesar berada di Kota Surabaya disusul Kab. Lumajang, sedangkan yang paling besar memiliki tempat buang air besar umum adalah Kab. Trenggalek dan Kab. Lumajang. Gambar 3.12. Rumah Tangga dan tempat buangan akhir
SLHD PROVINSI JAWA TIMUR 2010
III - 10
Gambar 3.13. Rumah Tangga dan tempat buangan akhir tinja tanpa tanki septik
3 .3 .
Kesehatan Untuk menggambarkan situasi derajat kesehatan di Provinsi
Jawa Timur digunakan indikator-indikator pembangunan kesehatan antara lain mortalitas, morbiditas dan status gizi. Mortalitas atau kejadian kematian dalam masyarakat seringkali digunakan sebagai indikator dalam menilai keberhasilan pelayanan kesehatan dan program pembangunan kesehatan lainnya. Data kematian di masyarakat pada umumnya diperoleh melalui survei karena sebagian besar kejadian kematian terjadi di rumah, sedangkan data kematian yang ada di fasilitas kesehatan hanya memperlihatkan kasus rujukan. Gambar 3.14. Jumlah kelahiran menurut Kab./Kota
Perempuan usia subur di Jawa Timur dengan umur antara 19 s.d 49 tahun berjumlah 10.126.152 orang dan pada tahun 2010 terjadi jumlah
SLHD PROVINSI JAWA TIMUR 2010
III - 11
anak lahir sebanyak 28.967 anak. Kejadian anak lahir paling banyak terjadi di Kabupaten Jember (2040 bayi) disusul Kab. Trenggalek (1.904 bayi). Apabila ditinjau dari jenis kelamin maka anak lahir laki-laki dibanding perempuan pada umumnya hampir sama di seluruh Kab./Kota di Jawa Timur, kecuali Kab. Jember dan Kab. Trenggalek lebih banyak anak lahir perempuan dibanding laki-laki. Sedangkan jumlah anak lahir paling sedikit terjadi di Kota Batu dan Kota Pasuruan. Umur harapan hidup adalah keberhasilan pembangunan kesehatan
Gambar 3.15. Prosentase Kematian
serta sosial ekonomi, salah satunya dapat diukur melalui peningkatan Umur harapan hidup penduduk di wilayah tersebut. Umur harapan hidup waktu lahir adalah rata-rata tahun hidup yang masih akan dijalani oleh bayi yang baru lahir pada tahun tertentu. Umur harapan hidup digunakan untuk menilai derajat kesehatan dan kualitas kesejahteraan masyarakat. Gambar 3.16. Jumlah kematian menurut Kab./Kota
Dalam tahun 2010 di Jawa Timur terjadi kematian sejumlah 16.556 orang, dengan perbandingan 51,94 persen laki-laki dan 48,06 persen perempuan. Sebaran angka kematian di wilayah Kab./Kota paling banyak terjadi Kota Kediri sejumlah 1.855 orang disusul Kab. Ponorogo (1.116 orang) dan Kab. Lamongan (805 orang). Sedang angka kematian SLHD PROVINSI JAWA TIMUR 2010
III - 12
yang paling sedikit terjadi di Kota Batu dan Kota Blitar. Apabila ditinjau dari jenis kelamin maka angka kematian laki-laki dibanding perempuan di seluruh wilayah Jawa Timur relatif sama, kecuali Kota Kediri dan Kota Surabaya angka kematian laki-laki lebih banyak 100 orang dibanding angka kematian perempuan. Gambar 3.17. Jumlah penyakit utama di Jawa Timur
Angka kesakitan pada penduduk di Jawa Timur khususnya pada penyakit utama tampak bahwa infeksi akut lain pernapasan atas paling dominan terjadi, tercatat 1.696.975 penderita atau 24,3 persen dari seluruh penderita untuk berbagai jenis penyakit, diikuti penyakit pulpa dan jaringan periapikal dan penyakit otot dan jaringan. Sedangkan penyakit diare menempati peringkat ke enam dengan jumlah penderita 389.460 orang atau 5,58 persen, sampai saat ini penyakit diare masih menjadi masalah kesehatan masyarakat dan merupakan salah satu penyebab angka kematian dan kesakitan tertinggi pada anak, terutama pada anak dibawah usia 5 tahun. Dari hasil survei SDKI 2002-2003, prevalensi diare pada anak-anak usia kurang dari 5 tahun adalah laki-laki 10,8% dan perempuan 11,2%, sedangkan berdasarkan umur prevalensi tertinggi terjadi pada usia 6-11 bulan (19,4%), 12-23 bulan (14,8%). Gambar 3.18. Kasus penyakit berbasis lingkungan di Jawa Timur
SLHD PROVINSI JAWA TIMUR 2010
III - 13
Beberapa kasus penyakit dapat terjadi karena buruknya kualitas lingkungan,
diantaranya
penyakit
diare,
DHF,
malaria,
TBC,
dan
sebagainya. Berdasarkan cacatan Dinas Kesehatan Provinsi tahun 2010 menunjukkan bahwa diare merupakan kasus penyakit yang paling banyak terjadi di seluruh Kab./Kota, kasus terbanyak terjadi di Kota Mojokerto sebanyak 67.835 kasus, Kab. Probolinggo 47.134 kasus dan Kab. Pasuruan 45.974 kasus. Selanjutnya penyakit malaria merupakan salah satu penyakit yang juga dapat terpicu karena buruknya kualitas lingkungan, Indonesia merupakan negara dengan angka kesakitan dan kematian akibat malaria cukup tinggi. Malaria masih endemis di beberapa wilayah Jawa Timur yaitu pantai selatan, kepulauan Sumenep dan sekitar gunung wilis. Kasus penyakit malaria di Jawa Timur paling menonjol terjadi di Kab. Lumajang sebanyak 5.406 kasus, selanjutnya Kab. Pacitan 285 kasus dan Kab. Trenggalek 231 kasus. Peningkatan sanitasi lingkungan dapat menekan kasus penyakit pada penduduk, disamping diperlukan pula pelayanan kesehatan melalui rumah sakit klinik, dokter pribadi, bidan, dan sebagainya. Dalam operasional pelayanan kesehatan dapat timbul limbah domestik (sampah), limbah cair, maupun limbah infeksius (limbah B3), agar limbah dimaksud tidak
menjadi
sumber
penularan
penyakit
maka
perlu
dilakukan
pengelolaan sesuai ketentuan yang berlaku, limbah cair harus diolah
SLHD PROVINSI JAWA TIMUR 2010
III - 14
dengan Instalasi Pengolah Limbah (IPAL) sehingga effluent air limbah memenuhi baku mutu yang berlaku, limbah infeksius (limbah B3) harus dibakar di Incinerator dengan efisiensi pembakaran mencapai 9,99 % dan suhu diatas 1.000 derajad celcius. Jumlah limbah cair dari Rumah sakit di Jawa Timur pada tahun 2010 adalah 1.379,49 m3/hari sedang limbah padat 105,52 m3/hari (data ini merupakan data sementara, karena belum semua rumah sakit tercatat limbah yang dihasilkan).
3 .4 .
Pertanian Pertanian merupakan sektor ekonomi unggulan di Jawa Timur,
karena lahan pertanian di Jawa Timur sangat subur sehingga masa tanam padi bisa mencapai 3 kali dalam satu tahun. Berbagai upaya pemerintah Jawa Timur dilakukan agar produksi pertanian terus meningkat seiring dengan harapan peningkatan perekonomian petani. Dibalik manfaat dari pertanian, ternyata sektor pertanian berpotensi mencemari lingkungan, yaitu dari penggunaan pupuk dan insektisida dapat mencemari air permukaan. Disamping hal tersebut sektor pertanian juga menghasilkan gas rumah kaca berupa CO2 dan CH4 terutama dari lahan sawah, kegiatan peternakan, dan aplikasi penggunaan pupuk urea, gas rumah kaca tersebut menjadi penyumbang terjadinya pemanasan global. . Pada tahun 2010 luas lahan sawah di Jawa Timur tercatat sebesar 1.080.861 Ha dengan produksi rata-rata sebesar 59,11 ton/Ha, frekuensi penanaman 1 kali sampai 3 kali dalam satu tahun. Kabupaten/Kota di Jawa Timur yang memiliki lahan sawah terluas adalah Kab. Lamongan sebesar 83.829 Ha atau 7,8% dari seluruh luas sawah di Jawa Timur dan Kab Jember seluas 80.110 Ha atau 7,4%, frekuensi penanaman pada umumnya 2 kali dalam satu tahun. Gambar 3.19. Luas lahan Pertanian menurut frekuensi tanam dalam se tahun
SLHD PROVINSI JAWA TIMUR 2010
III - 15
Lahan sawah yang sangat produktif dengan frekuensi tanam 3 kali dalam se tahun paling luas terdapat di Kab. Ngawi, Kab. Bondowoso, Kab. Banyuwangi, Kab. Jember, dan Kab. Sidoarjo. Sedangkan daerah yang memiliki lahan sawah dengan dominasi frekuensi tanam 1 kali dalam se tahun berada di Kab. Pamekasan, Kab. Sampang, Kab. Sumenep, dan Kab. Grsik. Produksi
Gambar 3.20. Produksi palawija Jawa Timur tahun 2010
tanaman
palawija berdasar jenis tanaman di Jawa Timur pada tahun 2010, tampak
bahwa
produksi
padi
paling mendominasi yaitu sebesar 11.259.085 ton atau 54,97 % dari produksi
tanaman
palawija,
disusul jagung 5.266.720 ton atau 25,71 % dan kedele 3.222.636 ton atau 15,73 %. Jawa Timur memiliki potensi perkebunan cukup bagus, beberapa produksi perkebunan yang menjadi andalan adalah karet, kopi, cengkeh, tebu dan kelapa sawit, dan sebagainya. Perkebunan besar yang terluas adalah perkebunan kopi 31.023 Ha dan karet 25.920 Ha, sedang perkebunan rakyat yang terluas adalah perkebunan kelapa 289.379 Ha dan cengkeh 170.195 Ha. Sedangkan produksi perkebunan yang paling SLHD PROVINSI JAWA TIMUR 2010
III - 16
dominan dari perkebunan besar adalah cengkeh 69.001 ton dan 26.490 ton, dari perkebunan rakyat adalah cengkeh 1.010.286 ton dan kelapa 247.900 ton. Sejak tahun 2010 Jawa Timur memiliki perkebunan kelapa sawit baik dari perkebunan besar (21.352 Ha) dan perkebunan rakyat (53.831 Ha), dengan hasil 29.413 ton dan 24.606 ton. Gambar 3.21. Penggunaan pupuk untuk perkebunan menurut jenis tanaman
Gambar 3.22. Penggunaan pupuk untuk perkebunan
Jenis pupuk yang sering digunakan pada tanaman perkebunan adalah pupuk organik sebesar 189.473 ton atau 43,33 % dari seluruh pupuk yang dipergunakan untuk tanaman perkebunan dan NPK sebesar 97.405 ton atau 14,73% . Jenis tanaman kakao dan kopi lebih banyak menggunakan pupuk organik dibandingkan pupuk kimia, tanaman tembakau dan tebu lebih banyak menggunakan pupuk SP.36, sedangkan pupuk urea dipergunakan pada semua jenis tanaman namun jumlahnya sedikit hanya pada tanaman tebu diperlukan urea banyak banyak. Gambar 3.23. Penggunaan pupuk untuk padi dan palawija menurut jenis tanaman
SLHD PROVINSI JAWA TIMUR 2010
Gambar 3.24. Penggunaan pupuk untuk perkebunan
III - 17
Jenis pupuk yang sering digunakan pada tanaman padi dan palawija adalah pupuk urea sebesar 1.075.242,26 ton atau 44,84 % dari seluruh pupuk yang dipergunakan untuk tanaman padi dan palawija dan SP.36 sebesar 705.288,85 ton atau 29,4 % . Jenis tanaman padi cukup banyak menggunakan pupuk urea, SP.36, Phonska, dan ZA, tanaman jagung cukup banyak menggunakan pupuk urea, SP.36, dan Phonska, sedangkan tanaman kedele, kacang tanah, ubi kayu dan ubi jalar relatif hanya sedikit menggunakan pupuk. Gambar 3.25. Prosentase
Gambar 3.26. Prosentase hewan
hewan ternak
unggas
Data luas perubahan lahan pertanian tahun 2009 menunjukkan di Jawa Timur telah terjadi perubahan lahan pertanian seluas 261,96 Ha, perubahan yang terbesar untuk perumahan seluas 135,47 dan industri seluas 74,06 Ha. Potensi hewan ternak di Jawa Timur pada tahun 2010 tercatat sebesar 7,62 juta ekor, meliputi sapi potong, sapi perah, kerbau, kambing, domba, kuda, dan babi. Jenis hewan ternak terbesar adalah sapi potong 3,75 juta ekor atau 49 % dan kambing 2,82 juta ekor atau 37 %.
SLHD PROVINSI JAWA TIMUR 2010
III - 18
Kabupaten Sumenep memiliki jumlah sapi potong terbanyak di Jawa Timur yaitu sebesar 316 ribu ekor, Kab. Trenggalek memiliki jumlah kambing terbanyak yaitu 219 ribu ekor, sedangkan sapi perah paling banyak terdapat di Kab. Pasuruan yaitu 64 ribu ekor. Potensi hewan unggas di Jawa Timur pada tahun 2010 tercatat sebesar 106,6 juta ekor, meliputi ayam petelur, ayam pedaging, ayam kampung, dan itik. Jenis hewan unggas terbesar adalah ayam pedaging 56,99 juta ekor atau 53,44 % dan ayam petelur 24 juta ekor atau 22,51 %. Kabupaten Malang memiliki ayam pedaging paling banyak di Jawa Timur, sedangkan Kab. Blitar memiliki ayam kampung dan ayam petelur dengan jumlah terbanyak. Dari data luasan lahan sawah, jumlah hewan ternak, dan unggas, maka dapat diperkirakan jumlah emisi gas metan yang dihasilkan. Perkiraan emisi gas metan dari lahan sawah tertinggi adalah di Kabupaten Jember 19.319.274 ton per tahun, Kabupaten Lamongan 16.380.702 ton per tahun, Kabupaten Bojonegoro 16.205.787 ton per tahun, Kabupaten Banyuwangi 15.520.401 ton per tahun, dan Kabupaten Ngawi 13.932.477 ton per tahun. Berdasarkan data luas lahan sawah dan frekuensi tanam, serta jumlah hewan ternak dan unggas
tersebut di atas maka dapat
diperkirakan besarnya emisi gas metan (CH4) di Jawa Timur yang berasal dari kegiatan pertanian pada tahun 2010. Tabel 3.1. Tabel Emisi dari Pertanian Sumber Emisi CH4 (ton) CO2 (ton) Lahan Sawah Pupuk Urea
280.444
-
-
308.415
Dari
tabel
disamping
tampak bahwa gas metan yang disumbangkan ke lingkungan dari sektor pertanian sebesar 295 ribu
Hewan Ternak
11.876
Hewan Unggas
2.740
SLHD PROVINSI JAWA TIMUR 2010
ton CH4 dan 308 ribu ton CO2,
III - 19
JUMLAH
295.040
308.415 sumbangan terbesar dari lahan sawah, disusul hewan ternak.
EMISI
Emisi gas metan dari hewan ternak paling banyak disumbangkan oleh ternak sapi potong (176 ribu ton), sedangkan dari hewan unggas paling banyak dari ayam pedaging/potong (1,7 ribu ton). Gambar 3.27. CH4 dari hewan Gambar 3.28.CH4 dari hewan ternak
unggas
Kabupaten Kota yang menyumbang emisi CO2 akibat pemakaian Urea paling besar dari Kab Jember (20,98 ribu ton) dan disusul Kab. Lamongan (19,66 ribu ton), kedua daerah tersebut memiliki lahan sawah terluas di Jawa Timur. Gambar 3.29. CO2 dari pemakaian Urea
Sedangkan Kabupaten Kota yang menyumbang CH4 dari lahan sawah yang terbesar adalah Kab. Jember (19,6 Juta Ton), Kab. Lamongan (13,8 Juta Ton) dan Kab. Banyuwangi (13,8 Juta Ton). Gambar 3.30. Emisi gas Metan dari lahan sawah
SLHD PROVINSI JAWA TIMUR 2010
III - 20
3.5.
In d u stri Di Jawa Timur tercacat ada sekitar 1,12 ribu industri skala
menengah dan besar yang berpotensi mencemari lingkungan air, tanah dan udara, jenis industri yang dominan adalah Kertas, tekstil, gula, penyamakan kulit, semen, pupuk, besi dan baja, dan pengolahan ikan. Sedangkan untuk industri skala kecil diperkirakan ada 12,6 ribu industri yang berpotensi mencemari air, tanah, dan udara, jenis industri yang ada meliputi besi dan baja, kapur, kayu lapis, tekstil, pengolahan ikan, dan karet. Sebaran industri di Jawa Timur terutama terpusat pada beberapa Kabupaten Kota saja, daerah yang memiliki banyak industri adalah Kab. Grsik, Kab. Pasuruan, Kab. Sidoarjo, Kab. Mojokerto, Kab. Malang, dan Kota Surabaya. Beban limbah industri di Jawa Timur belum terdata dengan baik, karena pemantauan kualitas air limbah industri yang dilakukan oleh Badan Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur, Perum Jasa Tirta I Malang hanya memantau kualitas air limbah saja belum dilengkapi dengan data debit, sehingga beban limbah industri belum bisa diprediksi/dihitung. Beban limbah industri yang sudah diketahui berasal dari PT. Ajinomoto, PT. Wing Surya, PT. Miwon, PG. Lestari, PG. Jombang Baru, PG Tjoekir dan PT.
SLHD PROVINSI JAWA TIMUR 2010
III - 21
Aneka Tuna Indonesia. Beban limbah industri untuk parameter COD yang terbesar berasal dari PT Miwon yaitu 92,16 ton/hari dan PT Ajinomoto 73,4 ton/hari, sedang untuk paramater BOD dari PT. Miwon 43,2 ton/hari dan PT. Ajinomoto 12,6 ton/hari. 3 .6 .
Pertambangan Data pengusahaan pertambangan mineral batuan yang pernah
dikeluarkan
oleh
Pemerintah
Provinsi
Jawa
Timur
berjumlah
21
perusahaan, dengan luas areal 3.485,2 Ha, total produksi sebesar 3.894.111,46
Ton, sehingga disamping sebagai indikator pertumbuhan
perekonomian bekerja baik, juga membutuhkan pengelolaan bagi pemulihan lahan bekas tambang karena terambilnya potensi Sumber Daya Mineral yang ada, sehingga ke depan Provinsi Jawa Timur seharusnya memiliki data pemulihan lahan bekas tambang. Sedangkan data luas areal pertambangan rakyat yang dominan adalah tambang Pasir 1860,8 Ha, tambang Batu Kapur 2.439 Ha, dan tambang Sirtu 1.777.598 Ha. Dari luas areal pertambangan rakyat yang diusahakan, produksi menurut jenis mineral batuan adalah Pasir Urug 11.795.037 Ton/Th, Marmer 2.596.081 Ton/Th, Batu Kapur 1.222.396,8 Ton/Th, Pasir 587.054 Ton/Th. Gambar 3.31. Luas pertambangan rakyat
3 .7 .
Gambar 3.32. Produksi pertambangan rakyat
Energi Dalam kegiatan industri, transportasi dan rumah tangga diperlukan
konsumsi bahan bakar. Kebutuhan bakar bakar di Jawa Timur dipengaruhi
SLHD PROVINSI JAWA TIMUR 2010
III - 22
dari jumlah industri dan jumlah kendaraan bermotor, serta jumlah rumah tangga. Pada tahun 2010 jumlah kendaraan bermotor di Jawa Timur yang menggunakan bahan bakar premium adalah 10,8 juta didominasi kendaraan roda dua sebesar 10,2 juta, sedangkan kendaraan berbahan bakar solar sebanyak 0,5 juta. SPBU di Jawa Timur berjumlah 299 buah, paling banyak berada di Kota Surabaya, penjualan rata-rata per bulan
untuk premium 37.343
kiloliter, solar 9.274n kiloliter. Sedangkan bahan bakar untuk konsumsi industri meliputi LPG, Solar, bensi, minyak pelumas, minyak tanah, gas, dan batu bara. Konsumsi terbesar untuk bahan bakar industri adalah batu bara yaitu sebesar 172 juta ton per tahun. Konsumsi bahan bakar minyak di Jawa Timur pada tahun 2010 mencapai 573 juta kiloliter per tahun, untuk konsumsi transportasi mencapai 172 juta kiloliter solar dan premium, sedangkan untuk industri 0,61 juta kiloliter solar, premium, minyak pelumas, dan minyak tanah. Untuk kegiatan industri, selain menggunakan bahan bakar minyak tersebut juga menggunakan batu bara, LPG dan gas sebagai sumber bahan bakar. Pemakaian batu bara sebagai bahan bakar paling dominan dipakai industri yaitu sebesar 172,9 juta ton per tahun, karena batu bara merupakan alternatif yang paling murah dibanding minyak bumi untuk pembangkit listrik. Sesuai dengan kebijakan pemerintah dalam pengalihan bahan bakar rumah tangga dari minyak tanah ke LPG, maka pada tahun 2010 tercatat 9.706 ton LPG dikonsumsi rumah tangga di Jawa Timur. Gambar 3.33. Emisi CO2 akibat pemakaian bahan bakar tahun 2010
SLHD PROVINSI JAWA TIMUR 2010
III - 23
Konsumsi bahan bakar fosil dapat berkontribusi pada pencemaran udara, dalam tingkat lokal menyebabkan polusi udara yang dapat menimbulkan masalah kesehatan, data penyakit utama yang diderita penduduk Jawa Timur menunjukkan penyakit infeksi pernapasan atas sebesar 24,3 % dengan jumlah penderita 1.696.975 orang. Di tingkat regional dampak konsumsi bahan bakar fosil
berkontribusi pada hujan
asam, sedang di tingkat global dapat meningkatkan gas rumah kaca di atmosfir. Kontribusi Jawa Timur dalam emisi gas CO2 akibat pembakaran fosil sebesar 76.807 juta ton per tahun, paling besar dari sektor industri akibat pembakaran batu bara yaitu 68.708 juta ton.
3 .8 .
Transportasi Panjang
nasional,
jalan provinsi,
kabupaten,
dan
kota
Gambar 3.34. Informasi Panjang Jalan di Jawa Timur
di
Provinsi Jawa Timur berturutturut
adalah
1.899,21
kilometer,
2.000,98
kilometer,
23.491,92
kilometer,
dan
23.491,92
kilometer.
SLHD PROVINSI JAWA TIMUR 2010
III - 24
Terminal kendaraan umum 66 persen adalah terminal B, sedangkan sisanya adalah terminal A. Untuk pelabuhan laut terdapat 15 pelabuhan laut di Provinsi Jawa Timur. Pelabuhan laut berkelas internasional adalah Pelabuhan Tanjung Perak dengan luas kawasan 574,7 hektar, sedangkan yang berkelas nasional ada 10 buah, dan regional 4 buah. Untuk pelabuhan udara terdapat 5 (lima) buah pelabuhan udara, 1 (satu) buah adalah pelabuhan internasional di Bandara Juanda, Kota Surabaya dengan luas kawasan 51.500 m2 dan sisanya adalah pelabuhan udara domestik.
3 .9 .
Pariwisata Jumlah pengunjung obyek pariwisata di Provinsi Jawa Timur
mencapai 14.146.762 orang per tahun, lokasi wisata yang dikunjungi berupa wisata alam, wisata agro, wisata bahari, wisata sejarah, wisata safari, dan wisata religi. Tempat wisata yang paling favorit dan paling banyak dikunjungi adalah Taman Wisata Bahari Lamongan dengan pengunjung berjumlah 1,2 juta orang, disusul Kebun Binatang Surabaya.
Gambar 3.35. Jumlah wisatawan menurut lokasi wisata
SLHD PROVINSI JAWA TIMUR 2010
III - 25
Dalam melayani wisatawan nusantara dan mancanegara, terdapat 28 (dua puluh delapan) hotel berbintang di Jawa Timur, belum termasuk hotel kelas melati dan losmen. Wilayah Kab./Kota yang memiliki hotel terbanyak adalah Kab. Pasuruan sebanyak 392 hotel, Kota Batu sebanyak 261 hotel, dan Kota Surabaya sebanyak 135 hotel, tetapi apabila ditinjau dari jumlah kmar yang tersedia maka Kota Surabaya merupakan daerah dengan jumlah kamar hotel terbanyak yaitu 6.967 kamar, kemudian Kota Batu 3.380 kamar dan Kab. Pasuruan 2.179 kamar. Perkiraan volume limbah padat dari obyek wisata dan perkiraan pencemaran limbah cair dan volume limbah padat dari hotel belum dapat dihitung.
3.10. Limbah B3 Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) umumnya diguanakan pada sekgtor
industri,
pertanian,
pertambangan
dan
rumah
tangga.
Penggunaan B3 pada berbagai sektor tersebut akan menghasilkan limbah B3 yang memerlukan pengelolaan lebih lanjut. Pembangunan di bidang industri, di satu sisi akan memberikan dampak bermanfaat bagi kesejahteraan hidup rakyat namun di sisi lain bidang indutri akan menghasilkan limbah yang diantaranya berbentuk limbah B3. Limbah B3 yang dibuang langsung kde lingkungan dapat menimbulkan bahaya bagi lingkungan, keselamatan manusia dan juga makhluk hidup lainnya. Bahan
SLHD PROVINSI JAWA TIMUR 2010
III - 26
kimia dapat menyebabkan kanker, alergi, dan merusak susunan saraf, juga diketahui dapat mengganggu sistem endokrin yang menyebabkan kerusakan pada sistem reproduksi dan sistem kekebalan yang terjadi pada makhluk hidup termasuk janin. Tabel 3.2. Limbah B3 di Jawa Timur No
Jenis Limbah B3
Jumlah
Satuan
Jumlah penghasil
1.
Pelumas Bekas
1.912.247 Ton/th
56 industri
2.
Sludge IPAL
3.860.741 Ton/th
50 industri
3.
Limbah Laboratorium
3.991 Liter/th
13 industri
4.
Kain Majun terkontaminasi
11,3 Ton/th
21 industri
5.
Oli bekas
329.349 Liter/th
56 industri
6.
Lampu TL bekas
0,048 Ton/th
11 industri
7.
Fly Ash
11.773,6 Ton/th
53 industri
8.
Kemasan dan bahan Kimia
810.488 Liter/th
81 industri
Kadaluwarsa
151.340 Ton/th
81 industri
Potensi limbah B3 dii Jawa Timur sangat besar mengingat berbagai jenis induatri ada di Jawa Timur, pada tahun 2010 tercacat limbah B3 yang besar adalah sludge IPAL yaitu 3.860.741 ton/th dihasilkan oleh 50 industri, dan pelumas bekas yaitu 1.912.247 ton/th dihasilkan oleh 56 industri, sedangkan limbah B3 yang paling sedikit adalah lampu TL bekas. Pemgelolaan limbah B3 harus dilaksanakan dengan prinsip kehatihatian dan sesuai peraturan yang berlaku serta wajib dilengkapi dengan perijinan. Dari industri-industri yang terdapat di Jawa Timur, sebanyak 97 industri telah memiliki ijin dalam pengelolaan limbah B3. Jenis-jenis ijin pengelolaan limbah B3 yang ada meliputi ijin penyimpanan, ijin pengoperasian alat incinerator, ijin pemanfaat, ijin Tempat Penyimpanan
SLHD PROVINSI JAWA TIMUR 2010
III - 27
Sementara, ijin pengolahan, dan ijin Bioremediasi, serta 83 ijin pengangkutan/transporter limbah B3.
SLHD PROVINSI JAWA TIMUR 2010
III - 28
BAB IV UPAYA PENGELOLAAN LINGKUNGAN
Berangkat dari 5 Isu Pokok Lingkungan Hidup di Jawa Timur Tahun 2010, maka Pemerintah Provinsi Jawa Timur telah menetapkan Visi dan Misi sebagai berikut : Visi Terwujudnya Jawa Timur Makmur & Berakhlak Dalam Bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia Misi Mewujudkan MAKMUR bersama WONG CILIK melalui APBD untuk RAKYAT. Strategi yang dilakukan melalui 4 tahapan yaitu Pro Job, Pro Poor, Pro Gender dan Pro Environmental. Sebagaimana Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor : 38 Tahun 2009 tentang RPJMD Provinsi Jawa Timur Tahun 2009 -2014, maka prioritas program bidang Lingkungan Hidup adalah Memelihara kualitas dan fungsi lingkungan hidup, serta meningkatkan perbaikan pengelolaan sumber daya alam, dan penataan ruang. Arah kebijakan yang ditempuh dalam pengelolaan sumber daya alam dan pelestarian fungsi lingkungan hidup sebagai berikut : 1. Pengarusutamaan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan ke seluruh bidang pembangunan. 2. Meningkatkan koordinasi pengelolaan lingkungan hidup di tingkat Provinsi dan kabupaten/kota. 3. Meningkatkan upaya harmonisasi pengembangan peraturan perundangan lingkungan, dan penegakannya secara konsisten terhadap pencemar lingkungan.
Status Lingkungan Hidup Provinsi Jatim
III - 1
4. Meningkatkan upaya pengendalian dampak lingkungan akibat kegiatan pembangunan. 5. Meningkatkan kapasitas lembaga pengelola lingkungan hidup, baik di tingkat Provinsi maupun kabupaten/kota, terutama dalam menangani permasalahan yang bersifat akumulatif, fenomena alam yang bersifat musiman dan bencana. 6. Membangun kesadaran masyarakat agar peduli pada isu lingkungan hidup, dan berperan aktif sebagai kontrol-sosial dalam memantau kualitas lingkungan hidup. 7. Meningkatkan penyebaran data dan informasi lingkungan, termasuk informasi wilayah-wilayah rentan dan rawan bencana lingkungan dan informasi kewaspadaan dini terhadap bencana.
3.1. Pengelolaan Lahan Perkembangan pelaksanaan kegiatan dari pengelolaan lahan pada tahun 2006 ~ 2009 di provinsi Jawa Timur meliputi : •
Optimasi Lahan, yaitu usaha meningkatkan pemanfaatan sumber daya lahan yang kurang produktip menjadi lahan usahatani yang lebih produktif, melalui perbaikan aspek teknis, fisik dan kimiawi tanah serta fasilitasi penanganan faktor pembatas lainnya dalam menunjang peningkatan areal tanam/indeks pertanaman dan tahun 2009 telah terealisasi 1.395 hektar;
•
Reklamasi Lahan sebagai upaya pemanfaatan, perbaikan, dan peningkatan kesuburan lahan pertanian baik yang rusak secara alami maupun pengaruh manusia melalui Konservasi Lahan yang merupakan usaha pemanfaatan lahan dalam usahatani dengan memperhatikan kelas
kemampuannya
dan
dengan
menerapkan
kaidah-kaidah
konservasi tanah dan air agar lahan dapat digunakan secara lestari telah tercapai seluas 1.213 hektar; •
System of Rice Intensification (SRI), yaitu usahatani padi sawah irigasi secara intensif dan efisien dalam pengelolaan tanah, tanaman,
Status Lingkungan Hidup Provinsi Jatim
III - 2
dan air melalui pemberdayaan kelompok dan kearifan lokal serta berbasis pada kaidah ramah lingkungan di 29 kabupaten; •
Jalan Usaha Tani (JUT) yaitu suatu prasarana transportasi di dalam kawasan pertanian (tanaman pangan, hortikultura) guna memperlancar pengangkutan sarana produksi, hasil produksi dan mobilitas alat mesin pertanian tercapai total sepanjang 141 kilometer;
•
Konservasi Daerah Aliran Sungai (DAS) yaitu usahatani yang menekankan pada upaya pelestarian pemanfaatan lahan semaksimal mungkin sepanjang tahun untuk meningkatkan produksi pertanian (tanaman pangan, hortikultura) dengan memperhatikan kaidah dan menerapkan teknik-teknik konservasi tanah dan air (terasering, pembuatan guludan, dan penanaman tanaman penguat teras dll) di daerah Aliran Sungai tercapai total seluas 2.800 hektar;
•
Sekolah Lapang Konservasi yaitu metode pendekatan Pendidikan Orang Dewasa (POD) untuk mengembangkan dan memberdayakan petani/masyarakat dalam melaksanakan konsevasi DAS Hulu. Untuk kegiatan Sekolah Lapang Konservasi dimulai tahun 2009 sebanyak 7 paket. Tabel 3.1. Kegiatan Pengelolaan Lahan 2006-2009 Provinsi Jawa Timur Kegiatan
Optimasi Lahan (Ha) Reklamasi Lahan (Ha) Konservasi Lahan (Ha) Pengembangan Sri (Paket) Pengembangan Dampak Sri (Paket) Jalan Usaha Tani (Km) Konservasi Daerah Aliran Sungai (Ha) Sekolah Lapang Konservasi (Paket) Sumber
2006 158 47 -
Tahun 2007 2008 535 810 450 195 695 260 7 2 7 44 45 1.500 650 3
2009 50 110 100 22 9 5 650 4
Jumlah
: Dinas Pertanian Provinsi Jawa Timur, Tahun 2009
3.1.2. Lahan Pertanian Berkelanjutan
Status Lingkungan Hidup Provinsi Jatim
III - 3
1.395 755 1.213 29 18 141 2.800 7
Sesuai dengan amanat dari Undang-Undang No. 41 tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan, maka dilakukan Penyusunan Rencana Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LPPB). Yang dimaksud dengan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan sesuai dengan Pasal 1 ayat 3 Undang-Undang No. 41 tahun 2009, dalah bidang
lahan
pertanian
yang
ditetapkan
untuk
dilindungi
dan
dikembangkan secara konsisten guna menghasilkan pangan pokok bagi kemandirian, ketahanan dan kedaulatan pangan nasional. Dan maksud dari Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan sesuai dengan pasal 1 ayat 5 Undang-Undang No.41 tahun 2009, adalah sistem dan proses
dalam
merencanakan
dan
menetapkan,
mengembangkan,
memanfaatan dan membina, mengendalikan dan mengawasi lahan pertanian pangan dan kawasannya secara berkelanjutan. Untuk mendukung Rencana Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LPPB) tersebut yang nantinya tercantum dalam Rencana Tata Ruang dan Wilayah
(RTRW)
Provinsi
Jawa
Timur,
maka
diperlukan
data
ketersediaan/potensi lahan pertanian masing-masing Kabupaten/kota. Sesuai dengan Pasal 5 Undang-Undang No. 41 tahun 2009 bahwa Lahan Pertanian Pangan yang ditetapkan sebagai Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan dapat berupa: a) Lahan Beririgasi; b) lahan reklamasi rawa pasang surut dan nonpasang surut (lebak); dan/atau c) lahan tidak beririgasi.
Tabel 3.1
Status Lingkungan Hidup Provinsi Jatim
III - 4
DATA LUAS LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN (LPPB) PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2010 NO.
KABUPATEN/ KOTA
01. 02. 03. 04. 05. 06. 07. 08. 09. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32. 33.
PACITAN PONOROGO TRENGGALEK TULUNG AGUNG BLITAR KEDIRI MALANG LUMAJANG JEMBER BANYUWANGI BONDOWOSO SITUBONDO PROBOLINGGO PASURUAN SIDOARJO MOJOKERTO JOMBANG NGANJUK MADIUN MAGETAN NGAWI BOJONEGORO TUBAN LAMONGAN GRESIK BANGKALAN SAMPANG PAMEKASAN SUMENEP KOTA KEDIRI KOTA BLITAR KOTA MALANG KOTA P.LINGGO
34. 35. 36. 37. 38.
6.702 33.120 10.935 24.343 30.665 44.371 45.521 35.716
Luas (Ha) Pasang Surut/ Lebak 32
84.571 65.452 32.682 32.023 36.789 36.788 22.539 31.951 44.085 38.486 30.147 25.446 45.407 38.278 25.938 57.561 10.346 7.960 4.713 6.808 9.187 2.001 1.141 1.395
272 1.979 -
Irigasi
Non Irigasi
Jumlah
5.409 1.680 1.176 2.758 1.073 2.802 4.001 238
12.111 34.800 12.111 27.101 31.738 47.173 49.522 35.986
67.918 489 1.616 1.903 3.330 5.150 4.867 3.784 2.366 1.144 5.069 38.348 27.774 30.710 27.438 21.502 15.872 6.094 16.786 50 -
152.489 66.213 32.682 33.639 38.692 40.118 22.539 37.101 48.952 42.270 32.513 26.590 50.476 76.626 55.691 88.271 37.784 29.462 20.585 12.902 25.973 2.051 1.141 1.395
1.963
-
-
1.963
KOTA PASURUAN
1.210
-
-
1.210
KOTA MJ.KERTO KOTA MADIUN KOTA SURABAYA KOTA BATU JAWA TIMUR
586 1.098 373 2.528 930.825
2.283
45 1.368 302.760
631 1.098 1.741 2.528 1.235.868
3.1.2. Penerapan Budidaya Yang Baik dan Benar (GAP)
Status Lingkungan Hidup Provinsi Jatim
III - 5
Konsep GAP (Good Agriculture Practicess) diartikan sebagai aplikasi
ilmu
pengetahuan
dan
teknologi
memanfaatkan
sumberdaya
alam
dengan
yang cara
tersedia yang
untuk
menjamin
keberlanjutan dalam menghasilkan produk pertanian yang sehat, aman dan bermutu dengan cara yang manusiawi dan ramah lingkungan. Tujuan utama dari kegiatan ini adalah dapat dihasilkannya produk hortikultura segar yang berkualitas dan aman konsumsi, yang diproduksi melalui cara-cara yang aman dan tidak membahayakan bagi pekerja maupun lingkungannya. Agar penerapan GAP dapat berhasil baik maka perlu tersedianya buku panduan yang disebut Standar Opetasional Procedur (SOP) budidaya masing-masing komoditas. Keberadaan SOP budidaya tersebut merupakan persyaratan dasar dalam penerapan GAP. Buku SOP budidaya pada dasarnya merupakan petunjuk teknis baku yang bersifat spesifik (komoditas dan lokasi), jelas dan praktis dari setiap tahapan kegiatan untuk menjamin produk akhir yang dihasilkan berkualitas baik. Sosialisasi prinsip-prinsip GAP/SOP hortikultura telah dilakukan sejak periode tahun 2004-2005, yang dilanjutkan dengan kegiatan penyusunan SOP maupun penerapan GAP di masing-masing daerah melalui
alokasi
dana APBD. Kegiatan
penerapan GAP/SOP untuk
komoditas Buah-buahan diawali pada tahun 2005 dengan penumbuhan Kebun Percontohan di beberapa lokasi sentra. Model operasional penerapan GAP hortikultura dilakukan pada kebun/plot percontohan di lahan milik petani dengan luasan sesuai komoditas yang diusahakan. Untuk buah-buahan dilakukan pada kebun percontohan seluas 3-5 ha dalam satu hamparan. Sedangkan untuk sayuran dilakukan pada plot percontohan seluas 1-2 hektar, yang berada di tengah hamparan areal dampak seluas minimal 5 hektar yang telah melaksanakan Sekolah Lapang Pengendalian Hama Terpadu (SLPHT).
Status Lingkungan Hidup Provinsi Jatim
III - 6
Penerapan GAP di Jawa Timur sejauh ini diutamakan pada beberapa komoditas unggulan yang memiliki nilai ekonomi tinggi dengan pasar khusus yang menghendaki persyaratan mutu dan aman konsumsi. Komoditas hortikultura unggulan tersebut adalah Cabe merah, Bawang merah, Kentang, Mangga, Jeruk, Pisang, Manggis, Salak, Apel dan Krisan. Dimasa mendatang penerapan GAP ini juga akan diperluas cakupannya pada beberapa komoditas prospektif seperti : Paprika, Jamur, Tomat, Durian, Anggur, Nanas, Anggrek , Jahe, maupun aneka komoditas tanaman hias maupun Biofarmaka lainnya. Hingga tahun 2008, telah terdapat 17 (tujuh belas) kabupaten yang telah melaksanakan penerapan GAP untuk komoditas hortikultura, yakni : Malang (Cabe merah, Apel dan Jeruk manis), Pasuruan (Kentang, Mangga dan Krisan), Probolinggo (Kentang, Bawang merah dan Mangga), Bondowoso (Kentang dan Mangga), Situbondo (Mangga), Jember (Cabe merah dan Jeruk siem), Banyuwangi (Cabe merah, Manggis dan Jeruk siem), Trenggalek (Pisang dan Manggis), Kediri (Cabe merah, Tomat dan Mangga Podang), Blitar (Cabe merah dan Manggis), Lumajang (Cabe merah dan Pisang), Magetan (Bawang merah dan Pomelo), Nganjuk (Bawang merah), Pacitan (Jeruk Siem), Bangkalan (Salak), Pamekasan (Bawang merah), Sampang (Cabe merah). 3.1.3. Pengembangan Hortikultura Organik Untuk menyediakan produk segar yang tidak mengandung residu pestisida maka didorong pengembangan sayuran/buah-buahan organik yang dilakukan oleh pengusaha maupun petani. Melalui kegiatan tersebut, diharapkan petani akan lebih terdorong untuk menggunakan pupuk dan pestisida organik serta dapat menerapkan prinsip-prinsip Pengendalian Hama Terpadu (PHT)
secara benar. Sehingga produk yang dihasilkan
akan rendah residu kimianya dan aman dikonsumsi.
Status Lingkungan Hidup Provinsi Jatim
III - 7
Meski jumlahnya masih terbatas, di Jawa Timur sudah mulai bermunculan pelaku usaha hortikultura organik, antara lain yang berada di wilayah Malang (CV. Kurnia Kitri Ayu, FKPM) dan Batu (PT. Herbal Estate dan Gapoktan Vegori). Produk yang dihasilkan oleh pelaku usaha tersebut dipasarkan di beberapa supermarket dan telah dikemas khusus dengan menggunakan plastik berlabel organik. Pada beberapa suprmarket, produk segar organik biasanya juga ditempatkan pada rak khusus atau terpisah dengan produk lain yang dibudidayakan secara konvensional (masih menggunakan pupuk dan prstisida kimia) Selain dilakukan secara swadana oleh petani/pelaku usaha, pengembangan
hortikultura
organik
juga
didukung
oleh
kegiatan
keproyekan utamanya yang berasal dari dana APBN, baik melalui anggaran dekonsentrasi maupun tugas pembantuan. Pengembangan hortikultura melalui anggaran tugas pembantuan telah dimulai sejak tahun 2007, diprioritaskan untuk kelompok komoditas buah-buahan semusim (semangka, melon, straberi), sayuran daun, jamur dan tanaman obat rimpang. Adapun kabupaten/kota yang menjadi lokasi kegiatan tersebut adalah : Pasuruan, Bondowoso, Malang Pacitan, Sampang, Pamekasan, Mojokerto, Bondowoso dan Kota Batu.
3.1.4. Optimalisasi Pemanfaatan Pekarangan Luas pekarangan Jawa Timur meliputi ± 593.992 ha atau 13 % dari luas lahan pertanian keseluruhannya, merupakan sumber penghasil bahan makanan yang bernilai gizi dan bernilai ekonomi tinggi. Luas pekarangan yang berada di daerah perkotaan sekitar 27.326 ha sebagian besar masih belum diusahakan secara optimal. Ditinjau dari potensi lahan dan tingkat kesadaran masyarakat yang cukup tinggi dalam mengelola lingkungan sekitarnya, masih terbuka
Status Lingkungan Hidup Provinsi Jatim
III - 8
peluang untuk meningkatkan optimalisasi lahan pekarangan dengan tanaman hortikultura. Kegiatan
ini
bertujuan
untuk
mempertahankan
potensi
pekarangan yang berkesinambungan (tidak semusim) sehingga dapat meningkatkan gizi dan menambah pendapatan keluarga sekaligus ikut menjaga/ memelihara kelestarian lingkungan. Melalui
kegiatan ini
diharapkan dapat memotivasi sekaligus menggerakkan upaya penyediaan buah-buahan/sayuran/bumbu-bumbuan
secara
swadaya.
Kegiatan
optimalisasi pemanfaatan pekarangan/lahan sempit ini juga sangat sejalan dengan upaya peningkatan pendapatan keluarga melalui pengusahaan tanaman hortikultura yang meskipun dalam skala kecil tapi tetap memiliki nilai jual, seperti aneka tanaman hias yang dijual dalam bentuk bibit ataupun siap dikoleksi. Sasaran utama dari kegiatan ini adalah pekarangan atau lahanlahan sempit yang ada di lingkungan pemukiman penduduk di perkotaan. Kegiatan ini dilakukan dengan melibatkan kelompok ibu PKK/Dasa Wisma. Teknis budidaya yang dilakukan adalah dengan penanaman buah dalam pot/pekarangan (tabulapot/tabulakar), penanaman sayuran/tanaman hias dengan sistem vertikal (vertikultur) maupun penanaman Taman Obat Keluarga (TOGA).
3.2. Rehabilitasi Lahan
Kegiatan Penghijauan yang dilakukan oleh Kab/Kota berdasarkan laporan dari Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Timur Tahun 2010 menunjukkan bahwa rencana luas penghijauan sebesar 16.912,36 Ha, dengan jumlah pohon yang akan ditanam sebanyak 12.949.429 ternyata jumlah lahan yang dapat dihijaukan sebesar 21.576,23 Ha atau melebihi target sebesar 28% (4.664 Ha) dan pohon yang berhasil ditanam
Status Lingkungan Hidup Provinsi Jatim
III - 9
melampuai target 411% (53.182.860) atau menjadi 66.132.289 pohon. Rincian luas dan pohon dapat dilihat pada Grafik 4.1.
Gambar 4.1
.
Selanjutnya jumlah pohon yang paling banyak adalah Kabupaten Bojonegoro yaitu 6.855.966 dan untuk luas lahan yang berhasil dihijaukan seluas 7.697,00 Ha berada di kabupaten Ngawi. Sedangkan untuk kegiatan Reboisasi pada tahun 2010 berdasarkan Gambar 4.2
laporan
Dinas
Kehutanan jatim, 2010
berhasil
reboisasi
lahan
seluas 9.899 Ha atau
6.952.179
dari
rencana
seluas
36.079
dengan
jumlah
pohon
sebanyak
7.420.727 itu berarti kekurangan seluas 26.179 Ha atau 468.548 batang pohon.
Status Lingkungan Hidup Provinsi Jatim
III - 10
Untuk Kabupaten/Kota yang paling banyak melakukan reboisasi berada di kab. Tulungagung seluas 3.310 Ha. Dan untuk lebih jelas dapat dilihat pada gambar 4.2.
3.3. Pengamanan Hutan Dalam rangka untuk menjembatani penanganan permasalahan kehutanan di Jawa Timur dan sebagai tindak lanjut terbitnya Instruksi Presiden Nomor 4 Tahun 2005 dan Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 3 Tahun 2005 tentang pemberantasan penebangan kayu secara illegal di kawasan hutan dan peredarannya di seluruh wilayah RI dan di Jawa Timur ditindaklanjuti dengan dikeluarkannya Keputusan Gubernur Jawa Timur sebagai berikut : 1. Nomor : 188/226/KPTS/013/2005 tanggal 29 Mei 2005 tentang Tim Koordinasi pengamanan Hutan dan hasil Hutan Terpadu (TKPH3T) Provinsi Jawa Timur 2. Nomor : 188/194/KPTS/013/2007 tanggal 15 Mei 2007 tentang Tim Koordinasi Pengamanan hutan dan Hasil Hutan Terpadu (TKPH3T) Provinsi Jawa Timur (Perubahan). 3. Pembentukan Posko Pengendalian Kebakaran Hutan dan Bencana Alam
:
SK.
Dinas
Kehutanan
provinsi
Jawa
Timur
Nomor
360/75/117.03/2010
Disamping itu,
Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Timur bersama
Perum Perhutani Unit II Jawa Timur, UPT Kementerian Kehutanan, Dinas Kehutanan Kabupaten / Kota serta para pihak terkait terus melakukan kegiatan-kegiatan pengamanan hutan, diantaranya adalah koordinasi, penyuluhan kesejahteraan
masyarakat melalui
tentang
penerapan
manfaat pengelolaan
hutan,
peningkatan
sumberdaya
hutan
bersama masyarakat (PHBM) dan melaksanakan patroli gabungan dengan kepolisian dan instansi terkait.
Status Lingkungan Hidup Provinsi Jatim
III - 11
3.4.
Kegiatan lain Rehabilitasi Lahan Kegiatan-kegiatan fisik lainnya adalah kegiatan-kegiatan
yang dilakukan oleh Badan Lingkungan Hidup (BLH) Provinsi Jawa Timur dalam kerangka upaya pengelolaan lingkunga. Kegiatan-kegiatan tersebut antara lain: Tabel 3.2 Kegiatan Fisik Lainnya – BLH Jatim, 2010 No. 1 2
3
4
5
6 7 8 9 10
Nama Kegiatan
Lokasi Kegiatan
Sampling Air Limbah Industri Sampling Air Badan Air
Industri DAS Brantas
BLH Prov. Jawa Timur BLH Prov. Jawa Timur
Pembangunan IPAL Domestik Komunal Sepanjang Kali Surabaya di Kab. Gresik Beserta Jaringan Perpipaan (Tahun 2009)
DAS Bengawan Solo RT. 20 - RW 20 Desa Bambe Kecamatan Driyoredjo Kabupaten Gresik
BLH Prov. Jawa Timur BLH Prov. Jawa Timur
Pembangunan IPAL RS Paru RS Paru Dungus Madiun milik Pemerintah Provinsi Jawa Timur Pembangunan IPAL RS Paru RS Paru Paru Jember milik Pemerintah Provinsi Jawa Timur
Kab. Madiun
BLH Prov. Jawa Timur
Kab. Jember
BLH Prov. Jawa Timur
Pembangunan IPAL RS Paru RS Paru Batu milik Pemerintah Provinsi Jawa Timur Pembangunan Laboratorium Lingkungan BLH Prov. Jatim Demplot Pengolahan Limbah Ternak Menjadi Biogas
Kota Batu
BLH Prov. Jawa Timur
BLH Prov. Jatim
BLH Prov. Jawa Timur
Uji Kualitas Udara Emisi Uji Kualitas Udara Ambien
Industri Industri
BLH Prov. Jawa Timur BLH Prov. Jawa Timur
Penghijauan di DAS Brantas
Kab. Malang, Kota Batu, Kab. Mojokerto, kab. Tulungagung
BLH Prov. Jawa Timur
Demplot Pengembangan Tanaman Penyerap Karbon
BLH Prov. Jawa Timur
BLH Prov. Jawa Timur
11
BLH Prov. Jawa Timur
13
Demplot Pengelolaan Sumber Mata Air
Kab. Tuban, Kab. Probolinggo, Kab. Jember Kab. Pacitan, Trenggalek dan Kota Batu.
14
Demplot Eco Pesantren
Kab. Pamekasan
12
Instansi Penanggung Jawab
Status Lingkungan Hidup Provinsi Jatim
BLH Prov. Jawa Timur
III - 12
Demplot Hutan Kota
Kota Malang, Kota Probolinggo, Kab. Lumajang, bangkalan, Jombang, Lamongan
BLH Prov. Jawa Timur
Demplot Sumur Resapan Demplot Pengolahan Limbah Ternak Menjadi Biogas Pengadaan SMS Gateway untuk peningkatan pelayanan pengaduan pencemaran lingkungan Pengadaan papan himbauan "Selamatkan DAS Brantas" Pembuatan materi ajar lingkungan hidup untuk SD, SMP dan SMA
Kab. Pacitan Kab. Lamongan
BLH Prov. Jawa Timur BLH Prov. Jawa Timur
BLH Prov Jatim
BLH Prov. Jawa Timur
BLH Prov Jatim
BLH Prov. Jawa Timur
Se Jawa Timur
BLH Prov. Jawa Timur
Pengadaan alat komposter aerob untuk bantuan kepada masyarakat dan sekolah adiwiyata
Se Jawa Timur
BLH Prov. Jawa Timur
Pengadaan Alat BIOPORI untuk Se Jawa Timur bantuan sekolah Adiwiyata dan Kab./Kota Keterangan : Sumber: Badan Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur
BLH Prov. Jawa Timur
15 16 17 18 19 20 21
22
3 .5 .
Pengawasan AMDAL Kegiatan pengawasan AMDAL dalam bentuk rekomendasi AMDAL/
UKL-UPL/DPPL yang telah ditetapkan oleh Komisi AMDAL Provinsi Jawa Timur selama tahun 2010 sebanyak 14 dokumen. Kegiatan pengawasan UKL dan UPL lebih cenderung menjadi kewenangan Kab./Kota, hal ini sesuai dengan pembagian kewenangan.
3 .6 .
Penegakan Hukum Pengaduan masalah lingkungan sepanjang tahun 2010 terdapat 9
pengaduan, meliputi 5 pengaduan pencemaran air, 3 pengaduan pencemaran udara, dan 1 masalah pengaduan pencemaran tanah, sedang jumlah industri/kegiatan yang diadukan 8 industri. Tahapan
pelayanan
pengaduan
masyarakat
terhadap
kasus
lingkungan meliputi verifikasi lapangan, pengambilan sampel dan uji
Status Lingkungan Hidup Provinsi Jatim
III - 13
laboratorium apabila diperlukan, pemberian surat peringatan apabila terbukti telah mencemari lingkungan. Gambar 4.1. Jenis pengaduan kasus lingkungan
3 .7 .
Peran Serta Masyarakat Jumlah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Lingkungan yang
terdapat di Provinsi Jawa Timur adalah sebanyak 38 (tiga puluh delapan), diantaranya adalah Klub Tunas Hijau, Sahabat Lingkungan, ECOTON, PPLH Trawas, dan lain-lain. LSM-LSM ini bergerak di bidang advokasi lingkungan, pengolahan sampah, pengolahan air, dan edukasi lingkungan.
Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Lingkungan di Jawa Timur
No.
Nama LSM
Alamat
1
Aliansi Peduli Lingkungan (APEL)
Jl.Musi No.2 Bendo Pare-Kediri
2
Bahana Lingkungan Hidup (BLH)
Jl.Tlogo Indah I/52 Tlogo Mas Malang
3
ECOTON
Jl. Raya Driyorejo Gresik
4
Forum Peduli Masyarakat dan Lingkungan
Jl.Pucang Sewu 49 Surabaya
Himpunan Mahasiswa Jurs.Biologi (FMIPA)
7
Klub Tunas Hijau
Sekret Student Center Kampus UNAIR Jl. Mulyorejo Surabaya Sekret bace Camp Kompas-ITS Jl.Menur 127 Surabaya Jl.Semolowaru Indah T-9 Surabaya
8
Kelompok Kerja Pemerhati Lingkungan Malang
Jl.Andalas No.21 Malang
9
KSM Hamin
Jl.Mangga V/41 Jember
5 6
Komunitas Peduli Lingkungan Surabaya
Status Lingkungan Hidup Provinsi Jatim
III - 14
Perum Pondok Indah P-8B Kebon Sari Jember
11
KAPPALA Indonesia Klub Indonesia Hijau (KIH) Regional 13 Madiun
12
Komplek Sidorukun Indah Gresik
Jl.Madura K-13 Gresik Pemda Kabupaten Lamongan
10
13 14 15 16 17
Komite Peduli Lingkungan Hidup Lamongan (KOLILA) Lembaga Bumi Biru
Jl. Salak Timur VI/5 Madiun
Jl.Bukit Hijau E-77 Malang
Lab/Komunikasi Peran Serta Masyarakat Lingkungan Jawa Timur Lembaga Mitra Usaha Masyarakat (LINMAS)
Jl.Cipto 144 A/K Bedali Lawang
MAPALSA IAIN Sunan Ampel Surabaya
Base camp Mapalsa IAIN Sunan Ampel Surabaya Jl. Dukuh Kupang XXV Surabaya
Jl.Veteran VI/43 Blitar
19
Mahapala kawaru (Mhs Pecinta Alam kampong waringin Unggul Univ.Wijaya Kusuma Surabaya MAPAS-ITATS
20
PUSDAKOTA Surabaya
Jl.Rungkut Lor III/87 Surabaya
21
PATASARLINKARA
Jl.Dr.Cipto 144 A/K Bedali Lawang
22
PPLH UNAIR Surabaya
FKM Unair Surabaya
23
PPLH-PPGT Malang
24
Pengembangan Lingkungan Masyarakat
Ds.,Pucangro-Kali Tengah kab.Lamongan
25
PPLH Trawas
Desa Seloleman Trawas Mojokerto Jl.Hikmat 47 Betro Sedati Sidoarjo
27
Pusat Kajian Demokratisasi HAM dan Lingkungan Hidup (PUKADHALI) Sahabat Lingkungan
28
SIKLUS ITS
Gedung Kaca RL 100 ITS Sukolilo Surabaya
29
SPMAA Tuban
Desa Jonorejo Kec.kelok Tuban
Yayasan Mitra Alam Indonesia
18
26
Jl.Arief Rahman hakim No.100 Surabaya
Jl.Apel 49-51 Mojokerto
31
Yayasan Katulistiwa
Jl.Emolowaru tengah IX/2 Bintang Diponggo Surabaya Jl.KH.Pasreh Jaya IA Bumiayu Malang
32
Yayasan Mapenia
Perum Pondok bamboo P.88 Jember
33
Yayasan Karya Mandiri Indonesia
Jl.RE.Mardinata No.2A Pacitan
34
Yayasan Prihati Nusa Padha
30
36
Walhi Surabaya
Jl.Raya kasin No.166 Ampeldento Karang ploso malang Jl.Gubeng Kertajaya IX G/17 Surabaya
37
Yayasan Mekar Sejati
Kampung Malang Kulon I No.50 Surabaya
38
Yayasan Dian Masa
Ruko Jemur Sari Blok C-16 Surabaya
35
Yayasan Paramita Jawa Timur
Provinsi Jawa Timur telah memperoleh berbagai penghargaan lingkungan, baik yang diperoleh oleh personal, kelompok, maupun institusi. Penghargaan-penghargaan
tersebut
berupa
Penghargaan
Kalpataru,
Penghargaan Sekolah ADIWIYATA, dan Penghargaan ADIPURA. Prestasiprestasi tersebut diperoleh salah satunya adalah berkat kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh BLH Provinsi/ Kota/ Kabupaten ataupun institusi pemerintah yang lain dalam usaha peningkatan peran serta masyarakat di bidang pelestarian lingkungan.
Status Lingkungan Hidup Provinsi Jatim
III - 15
1. ADIPURA Pelaksanaan program Adipura sesuai dengan Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 99 Tahun 2006
Maksud : Mencapai good governance dan good environment Tujuan : Mendorong Pemerintah daerah dan masyarakat dalam mewujudkan kota bersih dan teduh dengan menerapkan prinsip-prinsip good governance Sasaran : - Kota yang bersih dan teduh ( clean and green city) - Pemda yang mampu/efektif dan masyarakat yang partisipasif dalam pengelolaan lingkungan perkotaan Anugerah Adipura Tahun 2010 No. 1
KAB./KOTA Tulungagung
JENIS PENGHARGAAN Anugerah
2
Lumajang
Anugerah
3
Mojosari
Anugerah
4
Jombang
Anugerah
5
Madiun
Anugerah
6
Gresik
Anugerah
7
Probolinggo
Anugerah
8
Blitar
Anugerah
9
Nganjuk
Anugerah
10
Lamongan
Anugerah
11
Caruban
Anugerah
12
Tuban
Anugerah
13
Kraksaan
Anugerah
14
Wlingi
Anugerah
15
Bangkalan
Anugerah
16
Sidoarjo
Anugerah
Status Lingkungan Hidup Provinsi Jatim
III - 16
17
Magetan
Anugerah
18
Sumenep
Anugerah
19
Mojokerto
Anugerah
20
Pacitan
Anugerah
21
Bojonegoro
Anugerah
22
Kediri
Anugerah
23
Ponorogo
Anugerah
24
Surabaya
Anugerah
25
Malang
Anugerah
26
Trenggalek
Anugerah
27
Kepanjen
Anugerah
28
Bangil
Anugerah
29
Ngawi
Anugerah
30
Sampang
Anugerah
31
Pasuruan
Anugerah
32
Situbondo
Piagam
33
Pamekasan
Piagam
34
Batu
-
35
Bondowoso
-
36
Pare
-
37
Banyuwangi
-
38
Jember
-
2. Penghargaan ADIWIYATA Adiwiyata yaitu kopetisi antar sekolah (SD, SLTP, SLTA) dalam mewujudkan kawasan sekolah yang berwawasan lingkungan. Program ini bertujuan menciptakan kondisi yang baik bagi sekolah untuk menjadi tempat pembelajaran dan penyadaran warga sekolah (guru, murid dan pekerja lainnya) sehingga warga sekolah dapat peduli dan berbudaya lingkungan. Sasaran program ini adalah pemberdayaan sekolah-sekolah baik SD, SLTP dan SLTA/SMK dalam pelaksanaan dan pengembangan pendidikan lingkungan hidup.
Status Lingkungan Hidup Provinsi Jatim
III - 17
Tahun 2008 Propinsi Jawa Timur telah mendapatkan Piala Adiwiyata (Sekolah Peduli dan Berbudaya Lingkungan) sebagai berikut : Penerima Penghargaan Adiwiyata Propinsi Jawa Timur Tahun 2008 Katagori Adiwiyata Mandiri
Penghargaan Adiwiyata
Penerima
Penghargaan
1.
SDN Kampung Dalem1 Kab.Tulungagung
Presiden RI
2.
SMPN 1 Kedamean Kab.Gresik
Presiden RI
3.
SMA 4 Kab.Gresik
Presiden RI
4.
SMAN Gondang Kab.Mojokerto
Presiden RI
5.
SDN Sumbersono Kabupaten Mojokerto
Presiden RI
6.
SDN Tunjungsekar 1 Kota Malang
Presiden RI
7.
SD ST Theresia Kota Surabaya
Presiden RI
8.
SMPN 1 Dlanggu Kabupaten Mojokerto
Presiden RI
9.
SMPN 5 Kota Malang
Presiden RI
10.
SMPN 1 Sukodono Kabupaten Lumajang
Presiden RI
11.
SMA Semen Gresik Kabupaten Gresik
Presiden RI
12.
SMAN 5 Kota Malang
Presiden RI
13.
SMAN 2 Kota Probolinggo
Presiden RI
SD :
1.
SDN Kandangan III Kota Surabaya
Menteri Neg LH
2.
SDN Dinoyo II Kota Malang
Menteri Neg LH
3.
SDN Gemarang VI Kabupaten Ngawi
4.
SDN Petrokimia Kabupaten Gresik
5.
SD Al Muslim Kabupaten Sidoarjo
6.
SDN Mangunharjo VI Kota Probolinggo
Menteri Neg LH
7.
SDK Santa Maria Kota Blitar
Menteri Neg LH
Menteri Neg LH Menteri Neg LH Menteri Neg LH Menteri Neg LH
SMP :
SMPN2 Kebomas Kabupaten Gresik
Menteri Neg LH
2.
SMPN 1 Merakurak Kabupaten Tuban
Menteri Neg LH
3.
SMPN 5 Kepanjen Kota Malang
4.
SMPN 1 Sumberasih Kabupaten Probolinggo
5.
SMPN 4 Kota Probolinggo
1.
Menteri Neg LH Menteri Neg LH Menteri Neg LH Menteri Neg LH Menteri Neg LH
6. SMK/SMA :
Status Lingkungan Hidup Provinsi Jatim
III - 18
1. SMAN 1 Wringinanom Kabupaten Gresik 2. SMAN 5 Kabupaten Jember 3. SMAN 1 Geger Kabupaten Madiun 4. SMAN 10 Kota Malang 5. SMKN 1 Kota Probolinggo 6. SMAN Tempeh Kabupaten Lumajang 7. Penghargaan Calon Adiwiyata
Menteri Neg LH Menteri Neg LH Menteri Neg LH Menteri Neg LH Menteri Neg LH Menteri Neg LH Menteri Neg LH
SMKN 6 Kota Malang
SD : 1. SDN Petemon XIII Kota Surabaya 2. SDK Santa Maria Kota Surabaya 3. SDN Pandanwangi 1 Kota Malang 4. SDN Kandangan I / 121 Kota Surabaya 5. SDN Sukabumi 6 Kota Probolinggo SMP : 1. SMPN 1 Diwek Kabupaten Jombang 2. SMPN 7 Kota Madiun 3. SMPN 1 Boyolangu Kabupaten Tulungagung
Menteri Neg LH Menteri Neg LH Menteri Neg LH Menteri Neg LH Menteri Neg LH Menteri Neg LH Menteri Neg LH
Menteri Neg LH Menteri Neg LH Menteri Neg LH Menteri Neg LH Menteri Neg LH Menteri Neg LH Menteri Neg LH
SMA/SMK : 1. SMAN 4 Kota Probolinggo 2. SMAN 1 Grati Kabupaten Pasuruan 3. SMAN 1 Kabupaten Lamongan 4. SMAN 1 Mejayan Kabupaten Madiun 5. SMKN 1 Panji Kabupaten Situbondo 6. SMKN 2 Boyolangu Kabupaten Tulungagung
Status Lingkungan Hidup Provinsi Jatim
Menteri Neg LH Menteri Neg LH Menteri Neg LH Menteri Neg LH Menteri Neg LH Menteri Neg LH Menteri Neg LH
III - 19
Penghargaan KALPATARU 1. Kalpataru
adalah
Pohon
Kehidupan
yang
mencerminkan lingkungan
tatanan yang
serasi
selaras dan seimbang yang diidamkan 2. Pemberian Penghargaan Kalpataru merupakan bentuk apresiasi pemerintah atas peran masyarakat, dan penghargaan ini ditujukan
untuk
mendorong
peran
masyarakat
dalam
pelestarian fungsi lingkungan hidup. 3. Pasal 10 UU No 23 Tahun 1997, huruf I menyebutkan : “ …. Pemerintah berkewajiban memberikan penghargaan kepada orang atau kelompok yang berjasa di bidang lingkungan hidup”. 4. Penghargaan lingkungan hidup nasional yang diberikan Presiden pada Hari Lingkungan Hidup Sedunia, setiap tanggal 5 Juni, antara lain terdiri dari penghargaan Kalpataru. 5. Penghargaan
Kalpataru
diberikan
kepada
anggota
atau
kelompok masyarakat yang menunjukkan kepeloporan dan memberikan sumbangsihnya bagi upaya-upaya pelestarian fungsi lingkungan hidup. 6. Penghargaan Kalpataru terdiri dari empat Kategori, yaitu Kategori Perintis Lingkungan, Pengabdi Lingkungan, Penyelamat Lingkungan dan Pembina Lingkungan. a. Kategori Perintis Lingkungan diperuntukkan bagi warga masyarakat yang bukan pegawai negeri dan bukan pula tokoh
dari
organisasi
formal,
yang
berhasil
merintis
pengembangan dan melestarikan fungsi lingkungan hidup
Status Lingkungan Hidup Provinsi Jatim
III - 20
secara menonjol luar biasa dan merupakan kegiatan baru bagi daerah atau kawasan yang bersangkutan. b. Kategori
Pengabdi
Lingkungan diperuntukkan bagi
petugas lapangan dan atau pegawai negeri (antara lain pegawai negeri sipil/TNI/Polri, guru, Petugas Lapangan Penghijauan,
Petugas
Penyuluh
Lapangan,
yang
mengabdikan diri dalam usaha pelestarian fungsi lingkungan hidup yang jauh melampaui kewajiban dan tugas pokoknya serta berlangsung cukup lama. c. Kategori Penyelamat Lingkungan diperuntukkan bagi kelompok masyarakat yang berhasil melakukan upaya-upaya pelestarian dan pencegahan kerusakan (penyelamatan) lingkungan
hidup,
seperti
kelompok
masyarakat
desa/dusun/kampung/rukun warga, paguyuban, kelompok tani, kelompok masyarakat adat, pondok pesantren, PKK, Karang Taruna, LSM, Koperasi, Asosiasi Profesi, Organisasi Kepemudaan, badan usaha, lembaga penelitian dan lembaga pendidikan. d. Kategori Pengusaha
Pembina atau
Lingkungan
Tokoh
diperuntukkan
Masyarakat
yang
bagi
berhasil
melestarikan fungsi lingkungan hidup melalui pengaruhnya dalam membangkitkan kesadaran lingkungan dan peran masyarakat guna melestarikan fungsi lingkungan hidup. Juga bagi mereka yang berhasil menemukan teknoogi baru yang ramah lingkungan, seperti pendidik, budayawan, wartawan, peneliti, artis, pengusaha, manager, tokoh LSM/Ornop, tokoh agama, tokoh politik dan lain-lain.
Status Lingkungan Hidup Provinsi Jatim
III - 21
Pengusulan calon penerima penghargaan Kalpataru dapat oleh setiap orang secara individu maupun kelompok, seperti : warga masyarakat, perguruan tinggi, pers, organisasi swadaya masyarakat, pejabat pemerintah dll. Disampaikan kepada Menteri Negara LH dan yang masuk nominasi akan diteliti kebenarannya dilapangan oleh Dewan Pertimbangan Kalpataru Sejak
Tahun
1980 hingga
2010,
jumlah
penerima
penghargaan Kalpataru di Provinsi Jawa Timur sebanyak 42 orang/kelompok, terdiri dari : •
Perintis Lingkungan sebanyak 11 orang,
•
Pengabdi Lingkungan sebanyak 16 orang,
•
Penyelamat Lingkungan sebanyak 13 kelompok masyarakat
•
Pembina Lingkungan sebanyak 2 orang.
Penerima Penghargaan Kalpataru Propinsi Jawa Timur Tahun 1981 – 2010 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 1 2 3 4 5 6
Nama
Kab./Kota Kategori Penyelamat Lingkungan Mayar (Alm) Kab. Sumenep Kelompok Tani Sumber Makmur Sunu Kab. Probolinggo Agus Gunarto, EP Kab. Blitar Tim Rowi Kab. Magetan Sarni Kab. Magetan Kelompok Tani Harapan Masa Kab. Bangkalan Arfa’e Kab. Sumenep Julita Joylita Wahyu Mumpuni Kab. Ponorogo, Nurhidayati Kab. Malang Supeno Kab. Lumajang Supri Kab. Magetan KPSA Kali Jambe/ Heri Gunawan Kab. Malang Titik Tarwati Kab. Nganjuk Kategori Perintis Lingkungan Mukarim Kab. Mojokerto Wayan Sutiari Mastoer Kab. Sampang Kelompok Tani Murakapi (Surat) Kab. Bondowoso Dr. (HC) KH. Abdul Ghofur Kab. Gresik, Jadjit Bustami Kab. Kediri Kelompok Tani Argo Mulya/ Saekan Kota Surabaya
Status Lingkungan Hidup Provinsi Jatim
Tahun 1981 1982 1983 1984 1985 1988 1990 1996 1998 2002 2006 2007 2008 1983 1990 1998 2000 2000 2004
III - 22
No 7 8 9 10 11 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 1 2
Nama
Kab./Kota H. Sudarno, ST Kab. Pasuruan Kelompok Tani Tribakti/Saban Martoprawiro Kota Surabaya Sriyatun Jupri Kota Surabaya KHOLIFAH, Kab. Pasuruan KPSA’’PUSPITA HIJAU’’ Ketua:MASJIDIN Kab. Bondowoso Kategori Pengabdi Lingkungan Soewono Blong (Alm) Kab. Banyuwangi Kelompok Tani Margo Utomo/ Harjo uratman Kota Blitar Waras Soebroto (Alm.) Kab. Gresik Desa Getas Anyar Kab. Malang Poni Soesilo Kab. Magetan Pondok Pesantren Sabi’il Muttaqin / KH. Kab. Banyuwangi Zakariah Hatip (Alm) Kota Malang Suradi Kab. Magetan Kelompok Tani Gunung Mere/ H. Ansori (Alm) Kab. Bondowoso H. Abd. Malik Kab. Bondowoso Pesantren Nurul Huda Kota Surabaya Sardi Kab. Bondowoso Soewono Blong (Alm) Kab. Banyuwangi Kelompok Tani Margo Utomo/ Harjo uratman Kota Blitar SUMADI Petugas Kesehatan Kab. Nganjuk ENDANG SULISTYOWATI Kota Probolinggo Kategori Pembina Lingkungan Pondok Pesantren An Nuqoyah H. Tsabi Kab. Kediri Khozin LKMD Desa Curah Sawo/ Mustakim Kab. Lamongan
Tahun 2005 2006 2008 2010 2010 1984 1985 1985 1987 1992 1994 1997 1998 2000; 2003 2007 2008 1984 1985 2010 2010 2004 2006
3. Penghargaan PROPER PROPER merupakan perwujudan dari demokratisasi dalam pengendalian dampak lingkungan yang memberikan kesempatan kepada
masyarakat
untuk
berperan
secara
aktif
dalam
pengendalian dampak lingkungan. Pelaksanaan PROPER di Jawa Timur telah memberikan dampak positif
berupa
peningkatan
penaatan
perusahaan
dalam
pengelolaan lingkungan yang akhirnya dapat meminimalkan terjadinya
pencemaran namun di sisi lain PROPER dapat
menimbulkan dampak negatif khususnya bagi perusahaan yang tidak taat, bahkan ada beberapa industri dengan peringkat hitam menjadi tutup perusahaannya karena tidak layak mendapat dana pinjaman dari bank.
Status Lingkungan Hidup Provinsi Jatim
III - 23
Industri di Jawa Timur sebagai peserta PROPER berjumlah 106 industri , perolehan peringkat PROPER pada tahun 2010 adalah 6 industri memperoleh peringkat Hijau, 56 industri memperoleh peringkat Biru, 26 industri memperoleh peringkat Merah, 15 industri memperoleh peringkat Hitam, dan 1 industri telah tutup. PEROLEHAN PROPER TAHUN 2010 PERINGKAT : Hijau No
Nama Perusahaan
Sektor
Jenis Industri
Kab./Kota
Peringkat PROPER 2009-2010
1
PT. Nestle Indonesia - Kejayan Factory
Agro Industri
Susu
Pasuruan
HIJAU
2
PT. Semen Gresik (Persero), Tbk.
Semen
Gresik
HIJAU
3
PT. Unilever Indonesia, TbkPabrik Rungkut
Manufaktur
Consumer Goods
Kota Surabaya
HIJAU
4
PT. Jawa Power
PEM
PLTU
Probolinggo
HIJAU
5
Kodeco Energy Co., Ltd EP
PEM
Migas
Gresik
HIJAU
6
PT. Indonesia Power UBP Perak-Grati PLTGU Perak
PEM
PLTGU
Pasuruan
HIJAU
Sektor
Jenis Industri
Kab./Kota
Peringkat PROPER 2009-2010
Agro Industri
Gula
Bondowoso
BIRU
Agro Industri
Gula
Jombang
BIRU
Agro Industri
Gula
Kediri
BIRU
Agro Industri
Gula
Lumajang
BIRU
Agro Industri
Gula
Madiun
BIRU
Manufaktur
PERINGKAT : Biru No
7
8
9
10
11
Nama Perusahaan PT. Perkebunan Nusantara XI (Persero) PG Pradjekan PT. Perkebunan Nusantara X (Persero) PG Tjoekir PT. Perkebunan Nusantara X (Persero) PG Ngadirejo PT. Perkebunan Nusantara XI (Persero) PG Djatiroto PT. Perkebunan Nusantara XI (Persero) PG Pagottan
Status Lingkungan Hidup Provinsi Jatim
III - 24
12
13
14
15
16
17
18
19
PT. Perkebunan Nusantara XI (Persero) PG Soedhono PT. PG Rajawali I Unit PG Rejo Agung Baru PT. PG Rajawali I Unit PG Krebet Baru II PT. Perkebunan Nusantara X (Persero) PG Gempolkrep PT. Perkebunan Nusantara X (Persero) PG Lestari PT. Perkebunan Nusantara X (Persero) PG Modjopanggung PT. Perkebunan Nusantara X (Persero) PG Meritjan PT. Perkebunan Nusantara X (Persero) PG Pesantren Baru
Agro Industri
Gula
Madiun
BIRU
Agro Industri
Gula
Madiun
BIRU
Agro Industri
Gula
Malang
BIRU
Agro Industri
Gula
Mojokerto
BIRU
Agro Industri
Gula
Nganjuk
BIRU
Agro Industri
Gula
Tulung Agung
BIRU
Agro Industri
Gula
Kota Kediri
BIRU
Agro Industri
Gula
Kota Kediri
BIRU
20
PT. Kutai Timber Indonesia
Agro Industri
Plywood
Kota Probolinggo
BIRU
21
PT. Alp Petro Industry ( AGIP)
Kawasan Jasa
Pengolah Oli Bekas
Pasuruan
BIRU
Kawasan Jasa
Kawasan Industri
Pasuruan
BIRU
Kawasan Jasa
Kawasan Industri
Kota Surabaya
BIRU
22
23
PT. Pasuruan Industrial Estate Rembang (PIER) PT. Surabaya Industrial Estate Rungkut (SIER)
24
PT. Kertas Basuki Rachmat
Manufaktur
Kertas
Banyuwangi
BIRU
25
PT. Keramik Diamond
Manufaktur
Keramik
Gresik
BIRU
26
PT. Adiprima Suraprinta
Manufaktur
Kertas
Gresik
BIRU
27
PT. Surabaya Mekabox
Manufaktur
Kertas
Gresik
BIRU
28
PT. Miwon Indonesia
Manufaktur
MSG
Gresik
BIRU
29
PT. Timur Megah Steel
Manufaktur
Pelapisan logam
Gresik
BIRU
30
PT. Smelting
Manufaktur
Peleburan Logam
Gresik
BIRU
31
PT. Petrokimia Gresik
Manufaktur
Pupuk
Gresik
BIRU
Status Lingkungan Hidup Provinsi Jatim
III - 25
32
PT. Surya Zig Zag
Manufaktur
Kertas
Kediri
BIRU
33
PT. Otsuka Indonesia
Manufaktur
Farmasi
Malang
BIRU
34
PT. Molindo Raya
Manufaktur
Industri Kimia
Malang
BIRU
35
PT. Ekamas Fortuna
Manufaktur
Kertas
Malang
BIRU
36
PT. Sopanusa Tissue & Packaging Saranasukses
Manufaktur
Kertas
Mojokerto
BIRU
37
PT. Ajinomoto Indonesia
Manufaktur
MSG
Mojokerto
BIRU
Manufaktur
Tekstil
Mojokerto
BIRU
Manufaktur
MSG
Pasuruan
BIRU
38
39
PT. Mermaid Textile Industry Indonesia (Mertex) PT. Cheil Jedang Indonesia Pasuruan
40
PT. Sorini Towa
Manufaktur
Sorbitol
Pasuruan
BIRU
41
PT. Behaestex
Manufaktur
Tekstil
Pasuruan
BIRU
42
PT. Paberik Tekstil Kasrie
Manufaktur
Tekstil
Pasuruan
BIRU
43
PT. Kertas Leces (Persero)
Manufaktur
Kertas
Probolinggo
BIRU
44
PT. Sasa Inti
Manufaktur
MSG
Probolinggo
BIRU
45
PT. Asahimas Flat Glass, Tbk.
Manufaktur
Kaca
Sidoarjo
BIRU
46
PT. Philip Indonesia
Manufaktur
Lampu
Kota Surabaya
BIRU
47
PT. Hanil Jaya Steel
Manufaktur
Peleburan Logam
Sidoarjo
BIRU
48
PT. Ispat Indo
Manufaktur
Peleburan Logam
Sidoarjo
BIRU
49
PT. Hari Terang Industri
Manufaktur
Batteray
Surabaya
BIRU
50
PT. Platinum Ceramic Industries
Manufaktur
Keramik
51
PT. New Simomulyo
Manufaktur
Pelapisan logam
52
PT. Sepanjang Baut Sejahtera
Manufaktur
Pelapisan logam
53
PT. Lotus Indah Textile Industries
Manufaktur
Tekstil
Status Lingkungan Hidup Provinsi Jatim
Kota Surabaya Kota Surabaya Kota Surabaya Kota Surabaya
BIRU BIRU BIRU BIRU
III - 26
54
PT. Indonesia Power UBP Perak-Grati PLTGU Grati
PEM
PLTGU
Pasuruan
BIRU
55
Kangean Energi Indo Migas nesia
PEM
EP Migas
Sumenep
BIRU
56
Lapindo Brantas Lap. Wunut
PEM
EP Migas
Sidoarjo
BIRU
57
PT. Pertagas Jawa Bagian Timur
PEM
EP Migas
Sidoarjo
BIRU
58
PT. Pertamina (Persero) S&D Region III - Instalasi Tg. Perak
PEM
Distribusi Migas
Surabaya
BIRU
59
PT. Paiton Energy
PEM
PLTU
Probolinggo
BIRU
60
PT. PJB UP Gresik
PEM
PLTGU
Gresik
BIRU
61
PT. PJB UP Paiton
PEM
PLTU
Probolinggo
BIRU
62
Hess (Pangkah) Ltd.
PEM
EP Migas
Gresik
BIRU
63
JOB Pertamina Petrochina East Java
PEM
EP Migas
Bojonegoro
BIRU
64
PT. Santos Maleo
PEM
EP Migas
Sumenep
BIRU
PERINGKAT : Merah No
65
66
67
68
69
70
Nama Perusahaan PT. Perkebunan Nusantara XI (Persero) PG Semboro PT. Perkebunan Nusantara X (Persero) PG Djombang Baru PT. Perkebunan Nusantara XI (Persero) PG Rejosarie PT. Kebon Agung PG Kebon Agung PT. PG Rajawali I Unit PG Krebet Baru I PT. Amarta Carragenan Indonesia
Sektor
Jenis Industri
Kab./Kota
Peringkat PROPER 2009-2010
Agro Industri
Gula
Jember
MERAH
Agro Industri
Gula
Jombang
MERAH
Agro Industri
Gula
Magetan
MERAH
Agro Industri
Gula
Malang
MERAH
Agro Industri
Gula
Malang
MERAH
Agro Industri
Agar-Agar
Pasuruan
MERAH
Status Lingkungan Hidup Provinsi Jatim
III - 27
71
PT. Satelit Sriti
Agro Industri
Agar-Agar
Pasuruan
MERAH
72
PT. Perkebunan Nusantara XI (Persero) PG Kedawoeng
Agro Industri
Gula
Pasuruan
MERAH
73
PT. Aneka Tuna Indonesia
Agro Industri
Pengolahan Ikan
Pasuruan
MERAH
74
PT. Indo Lakto Pasuruan
Agro Industri
Susu
Pasuruan
MERAH
75
PT. PG Candi Baru
Agro Industri
Gula
Sidoarjo
MERAH
76
PT. Perkebunan Nusantara XI (Persero) PG Assembagoes
Agro Industri
Gula
Situbondo
MERAH
77
PT. Ngoro Industrial Persada (NIP)
Kawasan Jasa
Kawasan Industri
Mojokerto
MERAH
78
PT. Wing Surya Gresik Plant
Manufaktur
Detergent
Gresik
MERAH
Manufaktur
Kertas
Gresik
MERAH
Manufaktur
MSG
Pasuruan
MERAH
79
80
PT. Surabaya Agung Industri Pulp & Kertas, Tbk. PT. Cheil Jedang Indonesia Jombang Plant
81
PT. Surya Pamenang
Manufaktur
Kertas
Kediri
MERAH
82
PT. Pindad (persero) divisi amunisi
Manufaktur
Amunisi
Malang
MERAH
83
PT. New Minatex
Manufaktur
Tekstil
Malang
MERAH
84
PT. Pabrik Kertas Indonesia (Pakerin)
Manufaktur
Kertas
Mojokerto
MERAH
85
PT. Integra Lestari
Manufaktur
Kertas
Kota Surabaya
MERAH
86
PT. Sorini agro corporation
Manufaktur
Sorbitol
Pasuruan
MERAH
87
CV. Setia Kawan
Manufaktur
Kertas
88
PT. Suparma, Tbk.
Manufaktur
Kertas
89
PT. Bondi Syad Mulia (Mulcindo)
Manufaktur
Pelapisan logam
90
PT. Duta Cipta Perkasa
Manufaktur
Status Lingkungan Hidup Provinsi Jatim
Tulung Agung Kota Surabaya Kota Surabaya Kota Surabaya
MERAH MERAH MERAH MERAH
III - 28
PERINGKAT : Hitam Sektor
Jenis Industri
Kab./Kota
Peringkat PROPER 2009-2010
CV. Pasific Harvest
Agro Industri
Pengolahan Ikan
Banyuwangi
HITAM
92
PT. Avila Prima Intra Makmur
Agro Industri
Pengolahan Ikan
Banyuwangi
HITAM
93
PT. Blambangan Raya
Agro Industri
Pengolahan Ikan
Banyuwangi
HITAM
94
PT. Maya Muncar
Agro Industri
Pengolahan Ikan
Banyuwangi
HITAM
95
PT. Prima Lautan Indonesia
Agro Industri
Pengolahan Ikan
Banyuwangi
HITAM
96
PT. Sari Laut Jaya Lestari
Agro Industri
Pengolahan Ikan
Banyuwangi
HITAM
97
PT. Sarifeed Indojaya
Agro Industri
Pengolahan Ikan
Banyuwangi
HITAM
98
PT. Sumber Yalasamudera
Agro Industri
Pengolahan Ikan
Banyuwangi
HITAM
99
PT. Centram
Agro Industri
Agar-Agar
Pasuruan
HITAM
100
PT. Rex Canning Indonesia
Agro Industri
Pengolahan Ikan
Pasuruan
HITAM
101
PT. Nipsea Paint & Chemicals-Surabaya
Manufaktur
Cat
Gresik
HITAM
102
PT. Avia Avian
Manufaktur
Cat
Sidoarjo
HITAM
103
PT. Wing Surya Surabaya Plant
Manufaktur
Detergent
Surabaya
HITAM
104
PT. Jaya Pari Steel Corporation
Manufaktur
Baja
Surabaya
HITAM
105
PT. Trans Pasifik Petrochemical Indotama
PEM
EP Migas
Tuban
HITAM
No
Nama Perusahaan
Sektor
Jenis Industri
Kab./Kota
Peringkat PROPER 2009-2010
Agro Industri
Agar-Agar
Pasuruan
tutup
No
Nama Perusahaan
91
106
PT. Agar Sehat Makmur Lestari
Dalam rangka meningkatkan kinerja Badan Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur serta untuk meningkatkan peran serta masyarakat,
Status Lingkungan Hidup Provinsi Jatim
III - 29
maka dilaksanakan kegiatan sesuai rencan program sebagai berikut. Dalam RPJMD telah ditetapkan program Prioritas dan Program Penunjang serta arahan kegiatan pokok pengelolaan sumber daya alam dan pelestarian fungsi lingkungan hidup sebagai berikut :
Program Prioritas a. Program
Pengendalian
Pencemaran
dan
Perusakan
Lingkungan Hidup Program ini bertujuan meningkatkan kualitas lingkungan hidup dalam upaya mencegah perusakan dan/atau pencemaran lingkungan hidup, baik di darat, perairan tawar, dan laut, maupun udara, sehingga masyarakat memperoleh kualitas lingkungan hidup yang bersih dan sehat. Kegiatan pokok yang dilaksanakan oleh Badan Lingkungan Hidup dititik beratkan, antara lain pada: 1.
Pengawasan Kinerja Pengelolaan Lingkungan Industri Hasil Tembakau
2. Penerapan AMDAL bagi Usaha dan Kegiatan Industri Rokok dan Perkebunan Tembakau 3.
Penyusunan regulasi pengendalian pencemaran dan perusakan lingkungan hidup, pedoman teknis, baku mutu (standar kualitas) lingkungan hidup, dan penyelesaian kasus pencemaran dan perusakan lingkungan secara hukum
4.
Pengembangan dan penerapan berbagai instrumen pengelolaan lingkungan
hidup,
termasuk
tata
ruang,
kajian
dampak
lingkungan, dan perijinan 5.
Pemantauan Kualitas Udara dan Air Tanah di Perkotaan, Kualitas Air Permukaan, serta Kualitas Air Laut di Kawasan Pesisir
6.
Pengawasan Penaatan Baku Mutu Air Limbah, Emisi atau Gas Buang dan Pengelolaan Limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun)
7.
Peningkatan
Kelembagaan
Laboratorium
Status Lingkungan Hidup Provinsi Jatim
Lingkungan,
serta
III - 30
Fasilitas Pemantauan Udara (Ambient) di Kota-kota Besar 8.
Pengembangan
Teknologi
yang
Berwawasan
Lingkungan,
termasuk Teknologi Tradisional dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam, Pengelolaan Limbah, dan Teknologi Industri yang Ramah Lingkungan 9.
Upaya Konservasi Tanah dan Air pada Budidaya Tanaman Tembakau
10. Sosialisasi tentang Bahaya Pencemaran Udara akibat Merokok pada
Masyarakat
sejak
Dini
dan
Publikasi
Pengelolaan
Lingkungan Industri Rokok dan Pendukungnya
a. Program Perlindungan dan Konservasi Sumber Daya Alam Program ini bertujuan melindungi sumber daya alam dari kerusakan, dan mengelola kawasan yang sudah ada untuk menjamin kualitas ekosistem agar fungsinya senagai penyangga sistem kehidupan dapat terjaga dengan baik. Kegiatan pokok yang dilaksanakan oleh Badan Lingkungan Hidup dititik beratkan, antara lain pada: 1.
Pengembangan koordinasi kelembagaan pengelolaan daerah aliran sungai (DAS) terpadu.
2.
Pengembangan daya dukung dan daya tampung lingkungan
3.
Pengelolaan dan perlindungan keanekaragaman hayati dari ancaman kepunahan.
4.
Pengembangan kemitraan dalam rangka perlindungan dan pelestarian sumber daya alam.
b. Program Rehabilitasi dan Pemulihan Cadangan Sumber Daya Alam Program ini bertujuan Merehabilitasi alam yang telah rusak, dan mempercepat pemulihan cadangan sumber daya alam, sehingga selain berfungsi sebagai penyangga sistem kehidupan, juga memiliki potensi dimanfaatkan secara berkelanjutan.
Status Lingkungan Hidup Provinsi Jatim
III - 31
Kegiatan pokok yang dilaksanakan oleh Badan Lingkungan Hidup dititik beratkan, antara lain pada: 1.
Rehabilitasi daerah hulu untuk menjamin pasokan air irigasi pertanian, dan mencegah terjadinya erosi dan sedimentasi di wilayah sungai dan pesisir
2.
Rehabilitasi ekosistem dan habitat yang rusak di dalam kawasan hutan dan di luar kawasan hutan, pesisir (terumbu karang dan mangrove)
serta
pengembangan
sistem
manajemen
pengelolaannya
Program Penunjang a. Program Pengembangan Kapasitas Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup Program ini bertujuan meningkatkan kapasitas pengelolaan sumber daya alam dan fungsi lingkungan hidup melalui tata kelola yang baik (good
environmental
governance)
berdasarkan
prinsip
transparansi, partisipasi dan akuntabilitas. Kegiatan pokok yang dilaksanakan oleh Badan Lingkungan Hidup dititik beratkan, antara lain pada: 1.
Penegakan hukum terpadu dan penyelesaian hukum atas kasus perusakan sumber daya alam dan lingkungan hidup.
2.
Peningkatan pendidikan lingkungan hidup formal dan non formal.
3.
Pengembangan program Good Environmental Governance (GEG) secara terpadu
4.
Peningkatan Kapasitas Kelembagaan Pengelola Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup
5.
Pendidikan
Kemasyarakatan
Produktif
melalui
Peningkatan
Sumber Daya Manusia Pengawas Lingkungan
b. Program Peningkatan Kualitas dan Akses Informasi Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup
Status Lingkungan Hidup Provinsi Jatim
III - 32
Program ini bertujuan meningkatkan kualitas dan akses informasi sumber daya alam dan lingkungan hidup dalam rangka mendukung perencanaan pemanfaatan sumber daya alam dan perlindungan fungsi lingkungan hidup. Kegiatan pokok yang dilaksanakan oleh Badan Lingkungan Hidup dititik beratkan, antara lain pada: 1.
Peningkatan pelibatan peran masyarakat dalam bidang informasi dan pemantauan kualitas lingkungan hidup
2.
Penyebaran
dan
Peningkatan
Akses
Informasi
kepada
Masyarakat, termasuk Informasi Mitigasi Bencana dan Potensi Sumber Daya Alam dan Lingkungan
Beberapa kegiatan
fisik perbaikan kualitas
lingkungan
juga
dilakukan oleh masyarakat banyak secara swadaya, ataupun bekerjasama dan didorong oleh pemerintah provinsi/ kota/ kabupaten. Beberapa contoh kegiatan fisik perbaikan kualitas lingkungan yang dilakukan oleh masyarakat adalah Gerakan Sejuta Pohon yang dilaksanakan oleh BLH Kota/ Kabupaten bersama masyarakat, Rehabilitasi Lahan Kritis dan Budidaya Kolam Ikan oleh Hj. M. Nasir, Rehabilitasi Hutan Mangrove oleh Mohson, dan lain-lain.
Data-data yang ada menunujukkan adanya kerjasama yang baik dan terjalin rapi antara institusi Pemerintah seperti BLH Provinsi/ Kota/ kabupaten dengan masyarakat, baik perorangan, kelompok masyarakat, tani, dan LSM.
3 .8 .
Kelembagaan Produk hukum bidang pengelolaan lingkungan yang digunakan
sebagai dasar pengelolaan lingkungan di Provinsi Jawa Timur meliputi Peraturan Pemerintah (13 buah), Peraturan Daerah (12 buah), Keputusan
Status Lingkungan Hidup Provinsi Jatim
III - 33
Gubernur (39 buah), Surat Edaran Gubernur (1 buah), dan Surat Keputusan Kepala Bapedalda (1 buah). Anggaran pengelolaan lingkungan hidup tahun 2010 di Propinsi Jawa Timur mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan 1 - 4 (satu sampai dengan empat) tahun sebelumnya. Anggaran pengelolaan lingkungan hidup tahun 2010 mencapai Rp 39.264.588.342,- (Tiga puluh sembilan milyar dua ratus enam puluh empat juta lima ratus delapan puluh delapan ribu tiga ratus empat puluh dua rupiah). Sumber anggaran pengelolaan lingkungan hidup tahun 2010 berasal dari APBD,dan APBN sebesar Rp 500.000.000,- (Lima ratus juta rupiah). Grafik perbandingan anggaran pengelolaan lingkungan hidup pemerintah
dan sumber anggaran pengelolaan lingkungan hidup
pemerintah Propinsi Jawa Timur tahun 2004 - 2010 dapat dilihat pada Gambar berikut.
Grafik 4.4. peningkatan Anggaran dari tahun 2004 - 2010
Status Lingkungan Hidup Provinsi Jatim
III - 34
Jumlah personil BLH Provinsi Jawa Timur adalah 114 orang yang terdiri dari 69 personil laki-laki dan 45 perempuan. Strata pendidikan paling tinggi adalah pada tingkatan master (S2) berjumlah 21 orang (13 laki-laki; 9 perempuan), berikutnya adalah sarjana (S1) dengan jumlah 41 orang (24 laki-laki; 17 perempuan), diploma (D3/ D4) berjumlah 3 orang (2 laki-laki; 1 perempuan), dan SLTA 22 orang (17 laki-laki; 5 perempuan). Jumlah total jabatan PPNS dalam lingkungan institusi pengelola lingkungan di Provinsi Jawa Timur adalah 31 jabatan, sedangkan untuk PPLHD berjumlah 7 orang, sedang PPNS 6 orang.
Status Lingkungan Hidup Provinsi Jatim
III - 35