FAKTOR RISIKO HIPERTENSI PADA EMPAT KABUPATEN/KOTA DENGAN PREVALENSI HIPERTENSI TERTINGGI DI JAWA DAN SUMATERA
FARIDA NUR AISYIYAH
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009
RINGKASAN FARIDA NUR AISYIYAH. Faktor Risiko Hipertensi pada empat Kabupaten/Kota dengan Prevalensi Hipertensi Tertinggi di Jawa dan Sumatera. Dibimbing oleh HARDINSYAH, IKEU EKAYANTI, dan BONA SIMANUNGKALIT. Hipertensi merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang terjadi di negara maju maupun negara berkembang. Prevalensi hipertensi yang tinggi dikhawatirkan dapat mengganggu pembangunan yang ada. Peningkatan kejadian hipertensi tidak terlepas dari perubahan perilaku masyarakat. Jika hipertensi tidak ditangani dengan baik, maka akan menyebabkan komplikasi penyakit degeneratif seperti gagal ginjal, gagal jantung dan penyakit pembuluh darah tepi. Oleh karena itu perlu diketahui faktor-faktor apa saja yang dapat menghambat (protektif) dan meningkatkan (pemicu) kejadian hipertensi, sehingga dapat dilakukan pengelolaan dan pencegahan hipertensi maupun komplikasinya. Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor risiko hipertensi pada empat kabupaten/kota dengan prevalensi hipertensi tertinggi di Jawa dan Sumatera. Adapun tujuan khususnya adalah (1) Mengetahui profil kejadian hipertensi, (2) Menganalisis hubungan gaya hidup, status gizi, karakteristik individu dan karakteristik sosial ekonomi terhadap kejadian hipertensi, (3) Menganalisis faktor-faktor yang menghambat (protektif) kejadian hipertensi, (4) Menganalisis faktor-faktor yang meningkatkan (pemicu) kejadian hipertensi dan (5) Menganalisis faktor risiko hipertensi yang paling kuat dari masing-masing kabupaten/kota. Penelitian ini menggunakan metode cross-sectional study (pengambilan data sewaktu). Data yang digunakan seluruhnya merupakan data sekunder dari Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007 yang dilakukan oleh Balitbangkes Depkes RI. Contoh penelitian ini adalah orang dewasa di Kuantan Singingi, Rokan Hilir, Wonogiri dan Salatiga yang diambil secara purposive karena memiliki prevalensi hipertensi yang lebih tinggi dari prevalensi nasional, dengan persyaratan: tinggal di daerah tersebut, dapat berkomunikasi dengan baik, bersedia dijadikan contoh, berumur ≥18 tahun, tidak hamil dan dapat diukur tekanan darahnya menggunakan tensimeter digital. Contoh yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 5 564 orang. Drop out saat proses cleaning sebanyak 460 orang, sehingga contoh yang digunakan sebanyak 5 104 orang. Data yang digunakan meliputi karakteristik contoh (umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, tipe wilayah, status perkawinan, pengeluaran perkapita), aktivitas fisik (aktivitas fisik berat, sedang, berjalan kaki/bersepeda kayuh), kebiasaan makan (konsumsi buah dan sayur, makanan manis, makanan asin, makanan berlemak, jeroan, makanan yang diawetkan, konsumsi alkohol, minuman berkafein), kebiasaan merokok, pengendalian stress, status gizi dan hipertensi. Data karakteristik contoh, aktivitas fisik, konsumsi alkohol, kebiasaan merokok, dan stress diperoleh melalui wawancara dengan kuesioner. Data kebiasaan makan dikumpulkan dengan food frequency quesionnaire (kualitatif). Data status gizi diperoleh dari perhitungan pengukuran berat badan dan tinggi badan, kategori IMT berdasarkan Depkes (2004). Data hipertensi diperoleh dari pengukuran tekanan darah mengunakan tensimeter digital dan dikategorikan berdasarkan JNC-7 (2003). Data diolah dan dianalisis menggunakan Microsoft Excel 2007 for Windows dan SPSS 13.0 for Windows. Uji multivariat regresi logistik digunakan untuk menganalisis faktor risiko hipertensi. Rata-rata umur contoh adalah 42.04±16.26 tahun dengan kisaran usia 18-97 tahun. Proporsi terbesar (40.3%) umur contoh berada pada rentang usia
35-54 tahun (dewasa menengah) (Hurlock 1980). Proporsi contoh perempuan (51.2%) lebih besar daripada laki-laki. Sebagian besar contoh memiliki status gizi normal (66.7%) dengan rata-rata IMT 22.38±3.7, sedangkan sebanyak 11.3% contoh mengalami obesitas. Proporsi terbesar contoh berpendidikan
1 kali per hari (62.1%), dan minuman berkafein 1 kali per hari (52.3%); sebelumnya merokok (68.8%), dan stress (52.9%). Faktor umur, status perkawinan, tingkat pengeluaran perkapita, aktivitas fisik sedang, aktivitas berjalan kaki/bersepeda kayuh, konsumsi makanan asin, makanan berlemak, jeroan, makanan awetan, minuman beralkohol dan stress berhubungan nyata positif dengan hipertensi; sedangkan pendidikan, rata-rata batang rokok yang dihisap per hari dan status gizi berhubungan nyata negatif dengan hipertensi. Faktor risiko yang berhubungan nyata (p<0.05) dengan kejadian hipertensi di Kuantan Singingi adalah umur, pendidikan, status perkawinan, aktivitas berjalan kaki atau bersepeda, konsumsi makanan berlemak, makanan awetan dan status gizi. Faktor yang berhubungan nyata di Rokan Hilir adalah umur, jenis kelamin, status perkawinan, pengeluaran, aktivitas fisik kumulatif, aktivitas fisik sedang, aktivitas berjalan kaki atau bersepeda, konsumsi makanan asin, makanan berlemak, minuman berkafein, kebiasaan merokok, dan status gizi. Faktor yang berhubungan nyata di Wonogiri adalah umur, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, aktivitas fisik berat, konsumsi makanan asin, jeroan, minuman beralkohol, minuman berkafein, stress dan status gizi. Sementara itu, faktor yang berhubungan nyata di Salatiga adalah umur, pendidikan, konsumsi jeroan, makanan awetan, minuman berlkohol, minuman berkafein dan status gizi. Faktor risiko yang menghambat kejadian hipertensi di keempat daerah adalah umur 40-60 tahun (OR=0.229) dan umur >60 tahun (OR=0.501), tidak melakukan aktivitas fisik sedang (OR=0.814), tidak melakukan aktivitas berjalan kaki/bersepeda kayuh (OR=0.744) dan status gizi kurus (OR=0.544) serta obesitas OR=0.372); sedangkan faktor risiko yang meningkatkan kejadian hipertensi adalah pendidikan (OR=1.292) dan konsumsi makanan asin (OR=1.258). Faktor protektif hipertensi di Kuantan Singingi adalah umur 40-60 tahun (OR=0.147) dan umur >60 tahun (OR=0.451), tidak melakukan aktivitas
berjalan kaki/bersepeda kayuh (OR=0.674) dan status gizi kurus (OR=0.574) serta obesitas (OR=0.286); sedangkan faktor pemicunya adalah konsumsi makanan berlemak (OR=1.642). Faktor protektif hipertensi di Rokan Hilir adalah umur 40-60 tahun (0.430), pengeluaran perkapita ≥kuintil ke-3 (OR=0.491), tidak melakukan aktivitas fisik sedang (0.619) dan berjalan kaki/bersepeda kayuh (OR=0.711); serta sering konsumsi minuman berkafein (0.655). Faktor protektif hipertensi di Wonogiri adalah umur 40-60 tahun (OR=0.312) dan umur >60 tahun (OR=0.509), pekerjaan petani/buruh (OR=0.665), tidak melakukan aktivitas berjalan kaki/bersepeda kayuh (OR=0.758), stress (0.450) dan status gizi kurus (OR=0.533) serta obesitas (OR=0.320); sedangkan faktor risikonya adalah pendidikan tamat SD dan SLTP (OR=1.662) serta telah menikah (OR=1.418). Faktor protektif hipertensi di Salatiga adalah umur 40-60 tahun (OR=0.137) dan umur >60 tahun (OR=0.328), status gizi kurus (OR=0.310) serta obesitas (OR=0.224), sedangkan faktor risikonya adalah pendidikan tamat SD dan SLTP (OR=1.761). Makanan berlemak merupakan faktor risiko hipertensi yang paling kuat di Kuantan Singingi. Aktivitas berjalan kaki/bersepeda kayuh merupakan faktor risiko hipertensi yang paling kuat di Rokan Hilir. Sementara itu, pendidikan merupakan faktor risiko hipertensi yang paling kuat di Wonogiri dan Salatiga. Peningkatan aktivitas fisik, pembatasan konsumsi makanan asin dan makanan/minuman manis, dan peningkatan konsumsi buah dan sayur perlu dipromosikan kepada masyarakat, mengingat profil perilaku tersebut terhadap kejadian hipertensi masih mendominasi daerah tersebut. Istirahat yang cukup, hubungan yang baik dengan orang lain, dan berpikir positif dapat dilakukan untuk menghindari stress. Mempertahankan status gizi normal dapat dilakukan dengan menjaga keseimbangan antara energi yang dikonsumsi dan yang dikeluarkan. Pelayanan dan promosi kesehatan melalui media cetak maupun elektronik hendaknya dilakukan oleh pemerintah dan dibantu oleh pihak swasta dan LSM. Hasil penelitian ini juga perlu disosialisasikan kepada pihak legislatif sebagai bahan pertimbangan pengalokasian dana APBD untuk bidang kesehatan. Hendaknya masyarakat peduli dengan kesehatan diri, keluarga dan lingkungan sekitar; khususnya yang mengalami penyakit hipertensi. Sementara itu, institusi pendidikan dan lembaga penelitian dapat berperan aktif mengkaji penyebab, pencegahan maupun pengobatan hipertensi.
ABSTRACT FARIDA NUR AISYIYAH. Risk Factors of Hypertension in Four Region with Highest Prevalence of Hypertension in Java and Sumatera. Supervised by HARDINSYAH, IKEU EKAYANTI, and BONA SIMANUNGKALIT. Hypertension is a common public health problem that occur both of developed and developing countries. Increasing prevalence of hypertension independently associated with diet and lifestyle. Untreated hypertension leads to many degenerative diseases, including renal disease, congestive heart failure and peripheral vascular disease. Therefore the purpose of this study is to examine factors that can be protective and enhance hypertension prevalence, so that population can save their blood pressure (BP) by preventive and rehabilitative methodes. This study is a cross-sectional analysis in 5 104 subjects aged 18-97 y, consist of 2 491 males and 2 613 females. Data on Body Mass Index (BMI), BP, and other background characteristics of study partisipant were generated using the Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007, at four demographics surveillance sites in Kuantan Singingi and Rokan Hilir (Riau Island), Wonogiri and Salatiga (Central Java). Hypertension was define as SBP≥140 mmHg or DBP≥90 mmHg, with adaptation of the recent JNC-7 definitions. Multiple logistic regression analyses were carried out to determine the odds of hypertension across the whole characteristic, while controlling for possible confounding. A high prevalence of hypertension was noted among four regions population in Kuantan Singingi (48.8%), Rokan Hilir (49.8%), Wonogiri (50.7%) and Salatiga (47.0%). The risk factor which can be reduce hypertension prevalence are ages 40-60 y (OR=0.229) and >60 y (OR=0.501), didn’t do middle physical activity (OR=0.814), didn’t do walking or ride bicycle (OR=0.744), underweight (OR=0.544) and overweight (OR=0.372). While the risk factor which can be enhance hypertension prevalence are education junior and senior high school (OR=1.292) and eating much salty foods (OR=1.258). Keywords: hypertension, public health, lifestyle, risk factors.
FAKTOR RISIKO HIPERTENSI PADA EMPAT KABUPATEN/KOTA DENGAN PREVALENSI HIPERTENSI TERTINGGI DI JAWA DAN SUMATERA
FARIDA NUR AISYIYAH
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi pada Departemen Gizi Masyarakat
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009
Judul Skripsi
: Faktor Risiko Hipertensi pada empat Kabupaten/Kota dengan Prevalensi Hipertensi Tertinggi di Jawa dan Sumatera
Nama
: Farida Nur Aisyiyah
NRP
: I14050020
Disetujui, Pembimbing I
(Prof. Dr. Ir. Hardinsyah, MS) NIP.131 287 340
Pembimbing II
(Dr. Ir. Ikeu Ekayanti, MKes) NIP.131 879 338
Pembimbing III
(Dr. Bona Simanungkalit, DHSM, MKes) NIP.140 353 766
Diketahui, Ketua Departemen Gizi Masyarakat
(Dr. Ir. Evy Damayanthi, MS) NIP.131 861 469
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas Rahmat dan Karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Faktor Risiko Hipertensi pada empat Kabupaten/Kota dengan Prevalensi Hipertensi Tertinggi di Jawa dan Sumatera”. Penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan atas semua keikhlasan bantuan yang telah diberikan, yaitu kepada: 1. Prof. Dr. Ir. Hardinsyah, MS, Dr. Ir. Ikeu Ekayanti, MKes, dan Dr. Bona Simanungkalit, DHSM, MKes, selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu dalam memberikan bimbingan, arahan, dan dorongan sejak awal penyusunan hingga terselesaikannya skripsi ini. 2. dr. Yekti Hartati Effendi selaku dosen pemandu seminar dan dosen penguji yang telah memberikan ulasan dan saran untuk perbaikan skripsi. 3. Balitbangkes Depkes RI, yang memberikan izin penggunaan data Riskesdas. 4. Masyarakat Kabupaten/Kota Kuantan Singingi & Rokan Hilir (Riau) serta Wonogiri & Salatiga (Jawa Tengah) yang telah bersedia menjadi responden. 5. Bapak dan ibu tercinta, adik-adikku (Fatimah dan Fajar), serta keluarga besar Narto Sarjono dan Cipto Dihardjo yang selalu memberikan kasih sayang, doa, dukungan dan perhatian kepada penulis. 6. Mega, Andri, Supi, Ira, dan Nita selaku staf statistika atas bantuannya; teman-teman satu penelitian Elya, Agnita, dan Wardina atas dukungan dan kerjasamanya; sahabat dan teman-teman GMSK (40, 41), GM (42, 43, 44), “Pondok Dinar” Community, Omda Keluarga Mahasiswa Klaten (KMK) (angkatan 40 - 45), asrama A3 lorong 7 (2005), Laskar “T” (Mbak Hanif dkk); guru, sahabat, dan teman-teman alumni SDN Kahuman, alumni SLTP AlIslam, alumni SMA Muh I Klaten “Laskar Paidji 2005”, alumni Fariska 2004, dan alumni PD IRM 2005 atas dukungan, semangat, dan keceriaan yang diberikan. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu, namun tidak dapat disebutkan satu persatu. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak.
Bogor, Juli 2009
Farida Nur Aisyiyah
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Klaten pada tanggal 13 April 1988 dari ayah Sigit Raharjo dan ibu Eni Siswanti. Penulis merupakan putri pertama dari tiga bersaudara. Pendidikan dasar hingga menengah penulis selesaikan di Kabupaten Klaten, Jawa Tengah. Penulis menyelesaikan pendidikan di SDN Kahuman tahun 1999. Pada tahun 2002 penulis menyelesaikan pendidikan di SLTP
Al-Islam.
Penulis
kemudian
melanjutkan
pendidikan
di
SMU
Muhammadiyah I Klaten dan lulus pada tahun 2005. Pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk IPB melalui jalur USMI. Penulis memilih Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia. Semasa kuliah, penulis pernah aktif dalam organisasi kemahasiswaan Himpunan Mahasiswa Peminat Gizi Pertanian (Himagita) 2006/2007, Himpunan Mahasiswa Peduli Pangan Indonesia (HMPPI) 2006/2008, dan Organisasi Mahasiswa Daerah Keluarga Mahasiswa Klaten (Omda KMK) 2005-2009. Selain itu, penulis juga menjadi asisten mata kuliah Analisis Zat Gizi Mikro pada semester ganjil dan Metodologi Penelitian Gizi pada semester genap tahun ajaran 2008/2009.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI ....................................................................................................
vii
DAFTAR TABEL ............................................................................................ .
ix
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................
x
PENDAHULUAN Latar Belakang ......................................................................................... Tujuan ...................................................................................................... Kegunaan................................................................................................ ..
1 4 4
TINJAUAN PUSTAKA Hipertensi dan Faktor Risikonya............................................................... Faktor Risiko Yang Tidak Bisa Diubah..................................................... Kondisi Fisiologis Tubuh.................................................................. Umur ........................................................................................... .... Jenis Kelamin .................................................................................. Faktor Risiko Yang Bisa Diubah............................................................... Gaya Hidup...................................................................................... Aktivitas Fisik......................................................................... Kebiasaan Makan.................................................................. Kebiasaan Merokok............................................................... Stress .................................................................................... Status Gizi .......................................................................................
5 6 6 6 7 7 8 8 9 14 15 16
KERANGKA PEMIKIRAN ..............................................................................
18
METODE Desain, Waktu dan Tempat ..................................................................... Jumlah dan Cara Pengambilan Contoh ................................................... Jenis dan Cara Pengumpulan Data ......................................................... Pengolahan dan Analisis Data ................................................................. Asumsi dan Keterbatasan ........................................................................ Definisi Operasional .................................................................................
21 21 22 23 27 27
HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi ............................................................................ Karakteristik Contoh ................................................................................. Karakteristik Individu ....................................................................... Karakteristik Sosial Ekonomi ........................................................... Karakteristik Gaya Hidup ................................................................ Profil Kejadian Hipertensi......................................................................... Kejadian Hipertensi Berdasarkan Karakteristik Individu ................. Kejadian Hipertensi Berdasarkan Karakteristik Sosial Ekonomi.... Kejadian Hipertensi Berdasarkan Karakteristik Gaya Hidup .......... Hubungan Faktor Risiko dengan Hipertensi ............................................ Hubungan Umur dengan Hipertensi ................................................ Hubungan Jenis Kelamin dengan Hipertensi ..................................
30 33 33 35 37 40 41 43 45 50 50 51
Halaman Hubungan Pendidikan dengan Hipertensi ....................................... Hubungan Pekerjaan dengan Hipertensi ........................................ Hubungan Tipe Wilayah dengan Hipertensi ................................... Hubungan Status Perkawinan dengan Hipertensi .......................... Hubungan Pengeluaran Perkapita dengan Hipertensi ................... Hubungan Aktivitas Fisik dengan Hipertensi .................................. Hubungan Konsumsi Buah dan Sayur dengan Hipertensi ............ Hubungan Konsumsi Makanan Manis dengan Hipertensi ............. Hubungan Konsumsi Makanan Asin dan Awetan dengan Hipertensi ........................................................................................ Hubungan Konsumsi Makanan Berlemak dan Jeroan dengan Hipertensi ........................................................................................ Hubungan Konsumsi Minuman Beralkohol dengan Hipertensi ....... Hubungan Konsumsi Minuman Berkafein dengan Hipertensi ......... Hubungan Kebiasaan Merokok dengan Hipertensi ......................... Hubungan Stres dengan Hipertensi ................................................ Hubungan Status Gizi dengan Hipertensi ....................................... Faktor Risiko Hipertensi............................................................................ Faktor Risiko Hipertensi di Kuantan Singingi................................... Faktor Risiko Hipertensi di Rokan Hilir............................................ Faktor Risiko Hipertensi di Wonogiri............................................... Faktor Risiko Hipertensi di Salatiga................................................. Pembahasan Umum ................................................................................ Penatalaksanaan Hipertensi ........................................................... Keterbatasan Penelitian .................................................................. Penelitian Lanjutan ..........................................................................
52 52 52 53 53 53 54 54 55 55 56 56 57 57 58 58 61 62 64 65 66 66 67 68
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan............................................................................................... Saran........................................................................................................
69 71
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................
72
LAMPIRAN .....................................................................................................
76
DAFTAR TABEL Halaman 1
Klasifikasi hipertensi ................................................................................
5
2
Kategori batasan IMT ..............................................................................
16
3
Cara pengkategorian variabel ..................................................................
24
4
Sebaran contoh berdasarkan karakteristik individu .................................
34
5
Sebaran contoh berdasarkan karakteristik sosial ekonomi .....................
36
6
Sebaran contoh berdasarkan kebiasaan aktivitas fisik ............................
37
7
Sebaran contoh berdasarkan kebiasaan makan .....................................
38
8
Sebaran contoh berdasarkan kebiasaan merokok ..................................
39
9
Sebaran contoh berdasarkan status stress .............................................
40
10
Sebaran contoh berdasarkan klasifikasi hipertensi .................................
41
11
Sebaran contoh berdasarkan karakteristik individu dengan kejadian hipertensi .................................................................................................
42
Sebaran contoh berdasarkan karakteristik sosial ekonomi dengan kejadian hipertensi ..................................................................................
44
Sebaran contoh berdasarkan kebiasaan aktivitas fisik dengan kejadian hipertensi .................................................................................................
46
Sebaran contoh berdasarkan kebiasaan makan dengan kejadian hipertensi .................................................................................................
47
Sebaran contoh berdasarkan kebiasaan merokok dengan kejadian hipertensi .................................................................................................
49
16
Sebaran contoh berdasarkan tingkat stress dengan kejadian hipertensi
50
17
Faktor-faktor yang berhubungan dengan hipertensi ................................
51
18
Faktor risiko hipertensi di keempat daerah ..............................................
59
19
Faktor risiko hipertensi di Kuantan Singingi .............................................
62
20
Faktor risiko hipertensi di Rokan Hilir ......................................................
63
21
Faktor risiko hipertensi di Wonogiri ..........................................................
64
22
Faktor risiko hipertensi di Salatiga ...........................................................
66
12
13
14
15
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1
Sebaran contoh berdasarkan variabel gangguan mental emosional
77
2
Hasil analisis korelasi Spearman ..........................................................
78
3
Hasil analisis regresi logistik .................................................................
83
4
Contoh poster yang dihasilkan ..............................................................
86
5
Variabel data yang digunakan ...............................................................
87
6
Surat pernyataan pemanfaatan data Riskesdas ...................................
91
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Tingkat kesejahteraan penduduk di suatu negara dapat diukur dengan Human Developement Indeks (HDI). Skor HDI ditentukan berdasarkan aspek ekonomi, kesehatan dan pendidikan. Indikator yang sering digunakan untuk mengukur derajat kesehatan adalah angka kesakitan (morbidity), angka kematian (mortality), status gizi, dan angka harapan hidup. Berdasarkan United Nation Development Program (UNDP) tahun 2007, Indonesia menduduki peringkat ke107 dengan skor 68.2, jauh berada di bawah Malaysia dan Vietnam dengan skor 79.0 dan 68.8. Hal ini menunjukkan bahwa pemerintah harus berusaha lebih keras untuk mensejahterakan penduduknya. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan meningkatkan derajat kesehatan individu maupun masyarakat. Oleh karena itu, pada tahun 1995 disusunlah Model Pengembangan Upaya Kesehatan (Health Development Model) yang menyempurnakan konsep HL. Bloem (1974). Hal ini mendorong adanya perubahan paradigma dalam kesehatan, yaitu paradigma sakit yang hanya berorientasi pada pelayanan kesehatan dengan pengobatan (kuratif), menuju paradigma sehat yang berorientasi
pada
pemeliharaan
kesehatan
dengan
upaya
pencegahan
(preventif) dan peningkatan kesehatan (promotif) disamping pengobatan (kuratif) dan pemulihan (rehabilitatif). Model baru ini menetapkan bahwa derajat kesehatan masyarakat dipengaruhi oleh empat faktor yaitu genetik (20%), faktor pelayanan kesehatan (10%), perilaku hidup sehat dan pola konsumsi makan (50%) dan faktor lingkungan (20%) (Azwar 1994). Hal tersebut perlu dilakukan mengingat telah bergesernya penyebab dan jenis penyakit, yang mulanya berupa penyakit yang disebabkan oleh infeksi atau penyakit menular berkembang menjadi penyakit non-infeksi atau penyakit tidak menular. Bila dibandingkan dengan hasil SKRT 1995 dan SKRT 2001, menurut empat kelompok penyebab kematian tampak bahwa selama 12 tahun (19952007) telah terjadi transisi epidemiologi yang diikuti transisi demografi. Proses ini diprediksi akan berjalan terus seiring dengan perubahan status sosial ekonomi dan gaya hidup. Proporsi penyebab kematian oleh penyakit menular di Indonesia telah menurun sepertiganya dari 44% menjadi 28%, sedangkan proporsi kematian akibat penyakit tidak menular mengalami peningkatan yang cukup tinggi dari 42% menjadi 60% (Depkes 2008). Hal ini tidak terlepas dari perubahan
2
perilaku sedentary, yaitu suatu gaya hidup yang tidak sehat, tingginya konsumsi junk-food dan fast-food, konsumsi pangan tinggi kalori, konsumsi makanan berlemak, konsumsi rokok dan alkohol; serta rendahnya konsumsi serat, buah dan sayur, dan aktivitas fisik. Hipertensi merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang terjadi di negara maju maupun negara berkembang. Hipertensi merupakan penyebab kematian utama ketiga di Indonesia untuk semua umur (6.8%), setelah stroke (15.4%) dan tuberculosis (7.5%) (Depkes 2008). Seseorang dikatakan hipertensi jika memiliki tekanan darah sistolik 140 mmHg dan tekanan darah diastolik 90 mmHg. Hipertensi bersama-sama dengan obesitas, hiperlipidemia, dan hiperglikemia, yang dikenal dengan istilah sindrom metabolik, dapat meningkatkan risiko penyakit degeneratif diabetes mellitus tipe 2 dan penyakit kardiovaskular (Armilawati 2007). Selain itu, hipertensi juga merupakan salah satu penyebab terjadinya penyakit stroke, gagal jantung, dan penyakit pembuluh darah yang berujung pada kesakitan dan kematian (Khomsan 1996). Berdasarkan data Depkes (2008), prevalensi hipertensi di Indonesia sebesar 31.7%. Cakupan diagnosis hipertensi oleh tenaga kesehatan hanya mencapai 24.0%, atau dengan kata lain sebanyak 76.0% kejadian hipertensi dalam masyarakat belum terdiagnosis. Menurut Krummel (2004), hipertensi yang tidak ditangani dengan baik akan menyebabkan penyakit degeneratif seperti gagal ginjal, gagal jantung, dan penyakit pembuluh darah tepi. Hipertensi sering disebut dengan pembunuh yang diam-diam (silent killer), karena penderita hipertensi mengalami kejadian tanpa gejala (asymtomatic) selama beberapa tahun dan kemudian mengalami stroke atau gagal jantung yang fatal. Prevalensi hipertensi di Jawa dan Sumatera memiliki prevalensi yang lebih tinggi dari prevalensi nasional (Depkes 2008). Kabupaten Wonogiri (49.48%) dan Kota Salatiga (45.19%) merupakan dua kabupaten/kota di Jawa Tengah yang memiliki prevalensi hipertensi tertinggi di pulau Jawa. Jumlah penduduk di Kabupaten Wonogiri sebesar 159 000 (2003) dengan tingkat kepadatan penduduk 8 898 jiwa/m 2 dan jumlah penduduk di Kota Salatiga sebesar 77 134 jiwa (tahun 2003) dengan tingkat kepadatan 930 jiwa/m 2. Sementara itu, Rokan Hilir (47.74%) dan Kuantan Singingi (46.29%) merupakaan dua daerah di Kepulauan Riau yang memiliki prevalensi hipertensi tinggi di pulau Sumatera. Jumlah penduduk di Rokan Hilir sebesar 440 894 (2004) jiwa dengan
3
tingkat kepadatan penduduk 49.46 jiwa/m 2 dan jumlah penduduk di Kuantan Singingi sebesar 214 554 dengan tingkat kepadatan 28 jiwa/m 2. Pulau Jawa dan Sumatera merupakan dua pulau yang memiliki jumlah dan kepadatan penduduk lebih tinggi dibanding wilayah lain di Indonesia. Jumlah penduduk yang besar tersebut memiliki peluang yang positif bagi pembangunan daerah atau wilayah. Bahkan saat ini, beberapa daerah di Jawa dan Sumatera telah menjadi daerah atau wilayah metropolitan. Status sosial ekonomi, pendidikan, kesehatan, pemerintahan, pekerjaan, akses transportasi, dan informasi cukup baik. Namun seiring dengan perkembangan tersebut, tingkat persaingan hidup semakin meningkat dan kemungkinan berdampak pada munculnya aneka pergeseran gaya hidup, mulai dari pola makan, aktivitas fisik, dan stress. Pergeseran gaya hidup ini berpeluang besar menimbulkan berbagai masalah kesehatan, khususnya hipertensi. Kebiasaan hidup atau gaya hidup seseorang salah satunya ditentukan oleh kebudayaan dan kepercayaan di suatu wilayah (pantangan makan, mitosmitos tentang pangan, proses penyediaan pangan, preferensi pangan dan jenis mata pencaharian pokok penduduk) (Suhardjo 1989). Suatu daerah atau wilayah terkadang memiliki masalah gizi dan kesehatan yang unik, terkait dengan gaya hidup yang diterapkan di wilayah tersebut. Melihat besarnya prevalensi hipertensi di kabupaten/kota tersebut, yang hampir mencapai 50% dari total penduduk, perlu adanya perhatian dan penanganan lebih lanjut. Faktor risiko apa yang dapat menjadi pencegah (faktor protektif) dan menjadi pencetus (faktor pemicu) kejadian hipertensi di daerah tersebut, terkait dengan gaya hidup dan status gizi. Berdasar uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk mengkaji dan menganalisis faktor risiko kejadian hipertensi di Kabupaten/Kota Wonogiri, Salatiga, Rokan Hilir dan Kuantan Singingi. Keempat kabupaten/kota tersebut dipilih karena memiliki prevalensi hipertensi tertinggi di masing-masing wilayah, jumlah penduduk yang besar dan heterogenitas latar belakang sosial, ekonomi dan demografi yang tinggi. Sehingga hasil penelitian diharapkan dapat merepresentasikan seluruh populasi yang ada. Hal ini ditunjang dengan tersedianya data hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007 Departemen Kesehatan RI. Dengan demikian, penelitian ini dapat digolongkan sebagai penelitian lanjutan dari penelitian Riskesdas yang telah dilakukan sebelumnya.
4
Tujuan Tujuan Umum Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor risiko hipertensi pada empat kabupaten/kota dengan prevalensi hipertensi tertinggi di Jawa dan Sumatera. Tujuan Khusus -
Mengetahui profil kejadian hipertensi di empat kabupaten/kota tersebut.
-
Menganalisis hubungan gaya hidup, status gizi, karakteristik individu dan karakteristik sosial ekonomi terhadap kejadian hipertensi.
-
Menganalisis faktor yang menghambat kejadian hipertensi (protektif).
-
Menganalisis faktor yang meningkatkan kejadian hipertensi (pemicu).
-
Menganalisis faktor risiko hipertensi yang paling kuat dari masing-masing kabupaten/kota. Kegunaan Penelitian ini diharapkan dapat menyediakan data mengenai besaran
prevalensi serta profil kejadian hipertensi di Kabupaten/Kota Rokan Hilir, Kuantan Singingi, Wonogiri dan Salatiga. Penelitian ini dapat dijadikan sebagai dasar upaya pencegahan (preventif) dan peningkatan kesehatan dasar (promotif) untuk meningkatkan derajat kesehatan individu maupun masyarakat dalam rangka mewujudkan kesejahteraan penduduk yang optimal. Secara khusus penelitian ini diharapkan dapat: 1. Menyadarkan masyarakat akan adanya faktor risiko hipertensi, sehingga masyarakat dapat mengelola dan mencegah kejadian hipertensi maupun komplikasinya. 2. Menjadi bahan advokasi legislatif dan pertimbangan pemerintah setempat dalam upaya pencegahan dan penanganan masalah hipertensi. Hasil penelitian
dapat
digunakan
sebagai
pertimbangan
pengambilan
keputusan dan pengalokasian dana kesehatan di pemerintahan daerah. 3. Menjadi tambahan acuan bahan ajar maupun penelitian lanjut di institusi pendidikan. Adanya penemuan-penemuan baru terkait dengan kesehatan dan pola hidup sehat (khususnya hipertensi), diharapkan dapat menambah khasanah keilmuan untuk kebaikan manusia. 4. Menjadi pertimbangan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dalam melakukan intervensi. Pihak swasta (khususnya industri pangan), dapat memanfaatkannya untuk pengontrolan produksi pangan berisiko.
5
TINJAUAN PUSTAKA Hipertensi dan Faktor Risikonya Hipertensi merupakan masalah kesehatan masyarakat baik di negara maju maupun negara berkembang. Hipertensi merupakan suatu keadaan tanpa gejala, dimana tekanan yang abnormal tinggi di dalam arteri menyebabkan meningkatnya risiko terhadap stroke, aneurisma, gagal jantung, serangan jantung dan kerusakan ginjal (Armilawati 2007). Seseorang dikatakan mengalami hipertensi jika memiliki tekanan darah sistolik ≥140 mmHg atau tekanan darah diastolik ≥90 mmHg atau keduanya. Pada pengukuran tekanan darah dikenal dua istilah, yaitu tekanan darah sistolik dan diastolik. Tekanan darah sistolik menunjukkan besarnya tekanan pada dinding pembuluh darah pada saat jantung berkontraksi. Tekanan ini merupakan tekanan tertinggi pada pembuluh darah pada satu waktu tertentu, yaitu pada saat darah dipompakan dari ventrikel kiri. Tekanan darah diastolik menunjukkan besarnya tekanan pada dinding pembuluh darah pada saat otot jantung relaks diantara dua denyutan. Tekanan ini merupakan tekanan terkecil di pembuluh darah pada satu waktu tertentu, yaitu saat darah kembali ke atrium kanan (Purwati et al. 2002). Tekanan darah sistolik berpengaruh terhadap tekanan arteri pada gangguan kardiovaskular. Laki-laki yang memiliki TDD normal (<82 mmHg) tetapi TDS tinggi (>158 mmHg) memiliki risiko terkena gangguan kardiovaskular 2.5 kali lebih besar daripada seseorang dengan nilai TDD sama tetapi TDS nya normal (<130 mmHg) (Williams 1991). Klasifikasi hipertensi selengkapnya dapat dilihat pada tabel berikut Tabel 1 Klasifikasi hipertensi Klasifikasi Hipertensi TDS* (mmHg) TDD** (mmHg) Normal <120 <80 Pre-hipertensi 120-139 80-89 Hipertensi tingkat 1 140-159 90-99 Hipertensi tingkat 2 ≥160 100 *TDS, Tekanan Darah Sistolik **TDD, Tekanan darah Diastolik Sumber: The Seventh Report of Joint National Committee (JNC-7) (2003)
Penyakit hipertensi berdasarkan penyebabnya dibagi menjadi 2 jenis, yaitu hipertensi primer dan hipertensi sekunder. Hipertensi primer atau esensial adalah hipertensi yang tidak/belum diketahui penyebabnya (terdapat pada kurang lebih 90 % dari seluruh hipertensi). Hipertensi primer kemungkinan
6
memiliki banyak penyebab; beberapa perubahan pada jantung dan pembuluh darah kemungkinan bersama-sama menyebabkan meningkatnya tekanan darah. Hipertensi sekunder adalah hipertensi yang disebabkan oleh adanya penyakit lain. Jika penyebabnya diketahui, maka disebut hipertensi sekunder. Sekitar 510% penderita hipertensi disebabkan oleh penyakit ginjal, sementara itu sekitar 1-2% disebabkan oleh kelainan hormon atau pemakaian obat tertentu (misalnya pil KB) (Armilawati 2007). Sementara itu, faktor risiko diartikan sebagai karakteristik yang berkaitan dengan kejadian suatu penyakit diatas rata-rata. Faktor risiko memiliki pengaruh yang sangat kuat dan lemah (Krisnatuti dan Yenrina 2005). Faktor risiko hipertensi dibedakan menjadi faktor risiko yang tidak bisa diubah dan faktor risiko yang bisa diubah. Faktor Risiko yang Tidak Bisa Diubah Hipertensi dapat disebabkan oleh adanya faktor-faktor yang secara alami telah ada pada seseorang. Faktor risiko yang tidak bisa diubah tersebut antara lain adalah kondisi fisiologis tubuh, genetik, umur dan jenis kelamin. Karakteristik genetik, umur dan jenis kelamin tersebut pada akhirnya juga berpengaruh terhadap kondisi fisiologis tubuh. Kondisi Fisiologis Tubuh Munculnya hipertensi, tidak hanya disebabkan oleh tingginya tekanan darah, akan tetapi juga karena adanya faktor risiko lain seperti keturunan/genetik, komplikasi penyakit, dan kelainan pada organ target, yaitu jantung, otak, ginjal, dan pembuluh darah. Hipertensi sering muncul dengan faktor risiko lain yang timbul sebagai sindrom metabolik, yaitu hipertensi dengan gangguan toleransi glukosa atau diabetes mellitus (DM), dislipidemia (tingginya kolesterol darah) dan obesitas (Krummel 2004). Kondisi fisiologis lainnya yang dapat menyebabkan hipertensi diantaranya adalah aterosklerosis (penebalan dinding arteri yang menyebabkan hilangnya elastisitas pembuluh darah), bertambahnya jumlah darah yang dipompa ke jantung, penyakit ginjal, kelenjar adrenal, dan sistem saraf simpatis (Ganong 1998). Kelebihan berat badan, tekanan psikologis, stress, dan ketegangan pada ibu hamil bisa menyebabkan hipertensi (Khomsan 2004). Umur Sejalan dengan bertambahnya usia, hampir setiap orang mengalami kenaikan tekanan darah. Tekanan sistolik terus meningkat sampai usia 80 tahun
7
dan tekanan diastolik terus meningkat sampai usia 55-60 tahun, kemudian berkurang secara perlahan atau bahkan menurun drastis. Penyakit hipertensi paling banyak dialami oleh kelompok umur 31-55 tahun dan umumnya berkembang pada saat umur seseorang mencapai paruh baya yakni cenderung meningkat khususnya yang berusia lebih dari 40 tahun bahkan pada usia lebih dari 60 tahun keatas (Krummel 2004). Tekanan darah sistolik dan diastolik berpengaruh nyata dengan umur pada laki-laki maupun perempuan. Koefisien korelasi antara umur dan TDS sebesar 0.38 pada laki-laki dan 0.40 pada wanita. Kejadian hipertensi meningkat drastis pada usia 55-64 tahun dan IMT kuintil ke-5 (Tesfaye et al. 2007). Williams (1991) menyatakan bahwa umur, ras, jenis kelamin, merokok, kolesterol darah, intoleransi glukosa, dan berat badan dapat mempengaruhi kejadian hipertensi. Jenis kelamin Penyakit hipertensi cenderung lebih
rendah pada jenis kelamin
perempuan dibandingkan dengan laki-laki. Namun demikian, perempuan yang mengalami masa premenopause cenderung memiliki tekanan darah lebih tinggi daripada laki-laki. Hal tersebut disebabkan oleh hormon estrogen, yang dapat melindungi wanita dari penyakit kardiovaskuler. Hormon estrogen ini kadarnya akan semakin menurun setelah menopause (Armilawati 2007). Prevalensi hipertensi pada wanita (25%) lebih besar daripada pria (24%) (Tesfaye et al. 2007). Selain sebagai hormon pada wanita, estrogen juga berfungsi sebagai antioksidan. Kolesterol LDL lebih mudah menembus plak di dalam dinding nadi pembuluh darah apabila dalam kondisi teroksidasi. Peranan estrogen sebagai antioksidan adalah mencegah proses oksidasi LDL, sehingga kemampuan LDL untuk menembus plak akan berkurang. Peranan estrogen yang lain adalah sebagai pelebar pembuluh darah jantung, sehingga aliran darah menjadi lancar dan jantung memperoleh suplai oksigen yang cukup (Khomsan 2004). Faktor Risiko Hipertensi yang Bisa Diubah Kejadian hipertensi juga ditentukan oleh faktor yang dapat diubah. Modifikasi perilaku/gaya hidup melalui pengetahuan dan pendidikan gizi dapat dilakukan untuk meminimalisir faktor yang dapat memicu dan meningkatkan faktor yang dapat mencegah kejadian hipertensi. Faktor risiko yang bisa diubah antara lain adalah gaya hidup dan status gizi.
8
Gaya Hidup Gaya hidup merupakan ciri pribadi yang dimiliki oleh setiap orang. Sebagai ciri atau karakteristik, gaya hidup banyak berpengaruh terhadap tingkah laku dalam kehidupan individu. Dengan kata lain, gaya hidup merupakan disposisi atau watak yang melatarbelakangi perilaku, reaksi atau respon seseorang terhadap diri dan lingkungan yang mempengaruhinya (Mulyono 1994 dalam Andiyani 2007). Sedangkan, menurut Sanjur (1982) dalam Andiyani (2007), gaya hidup adalah hasil pengaruh beragam peubah bebas yang terjadi di dalam individu atau keluarga. Peubah yang membentuk gaya hidup termasuk penyediaan materi, sifat situasi, kerangka ide budaya, dan sifat-sifat psikologis serta kesehatan. Gaya hidup merupakan hasil penyaringan dari sejumlah interaksi sosial, budaya, keadaan dan hasil pengaruh beragam variabel bebas yang terjadi di dalam keluarga atau rumah tangga. Gaya hidup dapat diartikan sebagai cara hidup masyarakat (Suhardjo 1989). Gaya hidup yang diduga berhubungan dengan kejadian hipertensi antara lain meliputi aktivitas fisik, kebiasaan makan, kebiasaan merokok, dan stress. Kebiasaan makan yang diamati adalah kebiasaan konsumsi buah dan sayur; makanan manis, asin, berlemak, jeroan, makanan yang diawetkan, minuman beralkohol dan minuman berkafein. Aktivitas Fisik Tekanan darah dipengaruhi oleh aktivitas fisik. Tekanan darah akan lebih tinggi pada saat melakukan aktivitas fisik dan lebih rendah ketika beristirahat (Armilawati 2007). Aktivitas fisik adalah gerakan yang dilakukan oleh otot tubuh dan sistem penunjangnya. Selama melakukan aktivitas fisik, otot membutuhkan energi diluar metabolisme untuk bergerak, sedangkan jantung dan paru-paru memerlukan tambahan energi untuk mengantarkan zat-zat gizi dan oksigen ke seluruh tubuh dan untuk mengeluarkan sisa-sisa dari tubuh (Supariasa 2001). Seseorang dengan aktivitas fisik yang kurang, memiliki kecenderungan 30%-50% terkena hipertensi daripada mereka yang aktif. Penelitian dari Farmingharm Study menyatakan bahwa aktivitas fisik sedang dan berat dapat mencegah kejadian stroke. Selain itu, dua meta-analisis yang telah dilakukan juga menyebutkan hal yang sama. Hasil analisis pertama menyebutkan bahwa berjalan kaki dapat menurunkan tekanan darah pada orang dewasa sekitar 2% (Kelley 2001). Analisis kedua pada 54 randomized controlled trial (RCT), aktivitas aerobik menurunkan tekanan darah rata-rata 4 mmHg TDS dan 2 mmHg TDD
9
pada pasien dengan dan tanpa hipertensi (Whelton et al. 2002). Peningkatan intensitas aktivitas fisik, 30 – 45 menit per hari, penting dilakukan sebagai strategi untuk pencegahan dan pengelolaan hipertensi. Olah raga atau aktivitas fisik yang mampu membakar 800-1000 kalori akan meningkatkan high density lipoprotein (HDL) sebesar 4.4 mmHg (Khomsan 2004). Kemajuan teknologi seperti transportasi dan alat bantu komunikasi berkontribusi pada meningkatnya prevalensi kegemukan. Tersedianya sarana transportasi membuat orang lebih memilih naik kendaraan daripada berjalan kaki walaupun pada jarak yang tidak jauh. Orang lebih memilih naik eskalator atau lift daripada naik tangga. Selain itu, diciptakannya mesin-mesin yang dapat menggantikan tugas manusia semakin membuat ”manja”, serta membuat enggan mengeluarkan tenaganya. Akibatnya aktivitas fisik menurun yang berarti makin sedikit energi yang digunakan dan makin banyak energi yang ditimbun (Rimbawan dan Siagian 2004). Hasil analisis Korelasi Pearson menunjukkan adanya hubungan antara aktivitas fisik (pengeluaran energi) dengan status gizi remaja (p<0.01). Hal ini membuktikan bahwa semakin aktif secara fisik maka kemungkinan semakin baik status gizi (Amelia 2008). Kebiasaan Makan Kebiasaan makan merupakan cara individu atau kelompok individu memilih pangan dan mengkonsumsinya sebagai tanggapan pengaruh fisiologis, psikologis, budaya dan sosial. Banyak faktor yang mempengaruhi kebiasaan makan, diantaranya adalah perbedaan etnis, tingkat sosial ekonomi, geografi, iklim, agama, dan kepercayaan serta tingkat kemajuan teknologi (Suhardjo 1989). Pada penelitian ini, kebiasaan makan yang diduga berhubungan dengan kejadian hipertensi adalah konsumsi buah dan sayur, makanan manis, makanan asin, makanan berlemak, jeroan, makanan awetan, minuman beralkohol, dan minuman berkafein. Konsumsi Buah dan Sayur Penelitian yang dilakukan oleh Dauchet et al. (2007) menyebutkan bahwa peningkatan konsumsi sayur dan buah serta penurunan konsumsi lemak pangan, disertai dengan penurunan konsumsi lemak total dan lemak jenuh, dapat menurunkan tekanan darah. Penemuan ini memperkuat hasil penelitian sebelumnya, the Nurses’ Health Study and the Health Professionals Follow-up Study groups, yang menemukan bahwa penurunan risiko jantung koroner dan
10
stroke berhubungan dengan tingginya pola konsumsi buah, sayur, kacangkacangan, ikan, dan padi-padian tumbuk. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa kerusakan pembuluh darah bisa dicegah dengan mengkonsumsi antioksidan sejak dini. Dalam hal ini, antioksidan mampu menangkap radikal bebas dan mencegah dimulainya proses kerusakan pembuluh darah. Radikal bebas adalah suatu molekul oksigen dengan atom pada orbit terluarnya memiliki elektron yang tidak berpasangan. Karena kehilangan pasangannya itu, molekul lalu menjadi tidak stabil, liar, dan radikal. Dalam hal ini, antioksidan mampu menstabilkan radikal bebas dengan melengkapi kekurangan elektronnya dan menghambat terjadinya reaksi berantai dari pembentukan radikal bebas yang dapat menimbulkan stress oksidatif. Antioksidan terbagi atas dua jenis, yakni antioksidan endogen dan eksogen. Antioksidan endogen berupa enzim dalam tubuh, misalnya superoksida dismutase (SOD), glutathion, dan katalase. Sedangkan, antioksidan eksogen mencakup beta karoten, vitamin C, vitamin E, zinc (Zn), dan selenium (Se). Menkonsumsi sayur-sayuran dan buah-buahan dalam porsi yang memadai akan menjadi sumber asupan antioksidan bagi tubuh (Almatsier 2003). Konsumsi buah dan sayur >400 gram per hari dapat menurunkan risiko hipertensi dengan semakin bertambahnya umur. Hal ini tidak saja disebabkan oleh aktivitas antioksidan dalam buah dan sayur, tetapi juga karena adanya komponen lain seperti serat, mineral kalium, dan magnesium. Orang yang mengkonsumsi buah dan sayur biasanya memiliki kebiasaan yang lebih sehat, seperti: melakukan aktivitas fisik lebih banyak, tidak merokok, dan tidak mengkonsumsi alkohol; yang secara keseluruhan dapat menurunkan risiko hipertensi (TDS: -1.6 mmHg, P<0.02; TDD: -1.0 mmHg, P<0.005) (Dauchet et al. 2007). Pasien hipertensi dianjurkan mengkonsumsi sayur dan buah yang mengandung serat pangan minimal 30 mg/hari (Hartono 2006). Tingginya konsumsi biji-bijian dengan kulit berhubungan dengan penurunan hipertensi pada orang dewasa dan lansia wanita (Wang et al. 2007). Konsumsi tinggi sayur dan buah serta rendah karbohidrat dan lemak dapat digunakan sebagai pola makan untuk penurunan berat badan. Penelitian yang dilakukan oleh Ledikwe et al. (2007) pada 810 orang penderita prehipertensi dan hipertensi ringan, menemukan hubungan nyata antara konsumsi pangan yang memiliki densitas energi rendah dengan penurunan berat badan (p<0.001). Contoh dengan pola konsumsi rendah densitas energi dapat
11
menurunkan asupan energi dan penurunan berat badan. Pola konsumsi rendah densitas energi dapat dilakukan dengan peningkatan konsumsi buah, sayur, serat, vitamin dan mineral. Serat pangan dapat membantu meningkatkan pengeluaran kolesterol melalui feces dengan jalan meningkatkan waktu transit bahan makanan melalui usus kecil. Selain itu, konsumsi serat sayuran dan buah akan mempercepat rasa kenyang. Keadaan ini menguntungkan karena dapat mengurangi pemasukan energi dan obesitas, dan akhirnya akan menurunkan risiko hipertensi (Krisnatuti & Yenrina 2005). Konsumsi Makanan Manis dan Tinggi Energi Makanan
atau
minuman
manis
mengandung
unsur
karbohidrat
sederhana yang menghasilkan energi tinggi. Kelebihan konsumsi energi dan aktivitas fisik yang rendah merupakan faktor penting yang menyebabkan epidemik obesitas. Menurut penelitian Johnson et al. (2007), dosis fruktosa yang tinggi (10% air menghasilkan ½ asupan energi, dibandingkan dengan jumlah fruktosa yang biasa dikonsumsi 60%) dapat meningkatkan tekanan darah dan perubahan mikrovaskular. Fruktosa (gula sederhana yang menghasilkan rasa manis), tidak memberikan efek kepuasan setelah makan. Seseorang yang mengkonsumsi makanan/minuman manis tidak akan merasa puas dan akan makan terus menerus. Konsumsi yang berlebihan akan meningkatkan asupan energi yang selanjutnya disimpan tubuh sebagai cadangan lemak. Penumpukan lemak tubuh pada perut akan menyebabkan obesitas sentral, sedangkan penumpukan pada pembuluh darah akan menyumbat peredaran darah dan membentuk plak (aterosklerosis) yang berdampak pada hipertensi dan jantung koroner. Konsumsi pangan dengan densitas energi yang rendah (kkal/g) telah dimasukkan dalam Dietary Guidelines for Americans 2005 sebagai strategi untuk mengurangi konsumsi energi. Banyak penelitian menemukan fakta bahwa konsumsi pangan dengan densitas energi rendah berhubungan dengan berat badan yang lebih sehat. Konsumsi pangan dengan densitas energi rendah dapat menurunkan berat badan secara signifikan (r=0.28 P<0.001). Selanjutnya Ledikwe et al. (2007) menemukan adanya penurunan tekanan darah sistolik pada sampel dengan intervensi Dietary Approach to Stop Hypertension (DASH), berupa pangan berdensitas energi rendah (konsumsi buah dan sayur 9-12
12
porsi/hari, protein hewani rendah lemak 2-3 porsi/hari, dan konsumsi total lemak dan lemak jenuh <25% dan <7% dari total energi) dan penyuluhan. Makanan Asin dan Awetan Makanan asin dan makanan yang diawetkan adalah makanan dengan kadar natrium tinggi. Natrium adalah mineral yang sangat berpengaruh pada mekanisme timbulnya hipertensi. Makanan asin dan awetan biasanya memiliki rasa gurih (umami), sehingga dapat meningkatkan nafsu makan (Krisnatuti dan Yenrina 2005). Pengaruh asupan natrium terhadap hipertensi terjadi melalui peningkatan volume plasma (cairan tubuh) dan tekanan darah (William 1991). Studi epidemiologi pada berbagai populasi menunjukkan adanya peranan garam dalam kejadian hipertensi. Masyarakat perdesaan yang mengkonsumsi garam dalam jumlah kecil (70mEq/hari) terbukti memiliki riwayat hipertensi yang lebih rendah, yang mengalami peningkatan tekanan darah seiring dengan meningkatnya umur dan modernisasi masyarakat. Populasi lain dari 24 komunitas memiliki kebiasaan konsumsi jumlah natrium yang berbeda, yaitu 100 mEq/24 jam, berhubungan dengan penurunan 10 mmHg TDS pada orang dewasa berumur 60-69 tahun. Peningkatan TDS karena penuaan (umur >30 tahun) berkurang 9 mmHg dan peningkatan TDD berkurang 4.5 mmHg jika ratarata konsumsi natrium lebih rendah dari 100 mEq/ hari (Krummel 2004). Salah satu rekomendasi pencegahan hipertensi di Amerika adalah dengan membatasi konsumsi garam 6 g/hari (100 mEq atau 2400 mg Na per hari). Sebanyak 60% populasi yang mengalami hipertensi esensial, memiliki tekanan darah yang responsif terhadap jumlah konsumsi natrium. Williams (1991) menjelaskan bahwa mekanisme yang mendasari sensitivitas garam pada beberapa pasien mungkin disebabkan oleh beberapa hal, antara lain: ketidakmampuan ginjal untuk mengeskresikan natrium, pengaturan sirkulasi ginjal yang tidak normal dan sekresi aldosteron. Konsumsi natrium akan mengatur reaksi adrenal dan renal vascular terhadap angiotensin II. Reaksi adrenal akan meningkat dan reaksi renal vascular akan menurun dengan adanya pembatasan konsumsi natrium (Williams 1991). Konsumsi Makanan Berlemak dan Jeroan Konsumsi jenis pangan yang digoreng (deep frying) berpengaruh meningkatnya asupan energi dari lipid. Penelitian yang dilakukan oleh GuallarCastillon et al. (2007) di Spanyol menunjukkan bahwa makanan berlemak berhubungan dengan obesitas 1.26 (95% CL: 1.09,1.45; P<0.001) pada pria 1.25
13
(1.11,1.41; P<0.001) pada wanita dan obesitas sentral 1.17 (1.02,1.34; P<0.001) pada pria dan 1.27 (1.13,1.42; P<0.001) pada wanita. Makanan yang digoreng memiliki rasa yang gurih, renyah, enak dan kaya lemak. Hal ini menyebabkan seseorang ingin makan terus menerus, sehingga memiliki densitas energi yang tinggi dan tingkat kepuasan yang rendah. Rendahnya tingkat kepuasan dapat berpengaruh terhadap kemampuan respon insulin dan leptin, hormon yang menstimulasi rasa lapar-kenyang. Konsumsi pangan tinggi lemak juga dapat menyebabkan penyumbatan pembuluh darah yang dikenal dengan aterosklerosis. Lemak yang berasal dari minyak goreng tersusun dari asam lemak jenuh rantai panjang (long-saturated fatty acid). Keberadaannya yang berlebih di dalam tubuh akan menyebabkan penumpukan dan pembentukan plak di pembuluh darah. Pembuluh darah menjadi semakin sempit dan elastisitasnya berkurang. Kandungan lemak atau minyak yang dapat mengganggu kesehatan jika jumlahnya berlebih lainnya adalah: kolesterol, trigliserida, low density lipoprotein (LDL) (Almatsier 2003). Jeroan (usus, hati, babat, lidah, jantung, dan otak, paru) banyak mengandung asam lemak jenuh (saturated fatty acid/ SFA). Jeroan mengandung kolesterol 4-15 kali lebih tinggi dibandingkan dengan daging. Secara umum, asam lemak jenuh cenderung meningkatkan kolesterol darah, 25-60% lemak yang berasal dari hewani dan produknya merupakan asam lemak jenuh. Setiap peningkatan 1% energi dari asam lemak jenuh, diperkirakan akan meningkatkan 2.7 mg/dL kolesterol darah, akan tetapi hal ini tidak terjadi pada semua orang. Lemak jenuh terutama berasal dari minyak kelapa, santan dan semua minyak lain seperti minyak jagung, minyak kedelai yang mendapat pemanasan tinggi atau dipanaskan berulang-ulang. Kelebihan lemak jenuh akan menyebabkan peningkatan kadar LDL kolesterol (Almatsier 2003). Konsumsi Alkohol Konsumsi alkohol diakui sebagai faktor penting yang berhubungan dengan tekanan darah. Kebiasaan konsumsi alkohol harus dihilangkan untuk menghindari peningkatan tekanan darah (Hartono 2006). Jika dibandingkan dengan orang yang bukan peminum alkohol, maka terdapat perbedaan yang signifikan dalam hal tingginya tekanan darah. Konsumsi alkohol 3 kali per hari dapat menjadi pencetus meningkatnya tekanan darah, dan berhubungan dengan peningkatan 3 mmHg. Konsumsi alkohol seharusnya kurang dari 2 kali per hari (24 oz bir, 10 oz wine, atau 2 oz whiskey murni) pada laki-laki untuk pencegahan
14
peningkatan tekanan darah. Bagi perempuan dan orang yang memiliki berat badan berlebih, direkomendasikan tidak lebih dari 1 kali minum per hari (Krummel 2004). Namun akan lebih baik jika konsumsi alkohol tidak dilakukan. Konsumsi Kafein Penelitian mengenai pengaruh kafein terhadap kejadian hipertensi belum menunjukkan hasil yang konsisten. Beberapa penelitian menunjukkan adanya pengaruh negatif antara konsumsi kafein dengan kejadian hipertensi. Dua studi kohort yang dilakukan selama 15 tahun pada 155 594 wanita berusia 30-55 tahun dari Nurses Health Studies (NHSs), keduanya tidak menunjukkan hubungan linear antara konsumsi kafein dengan risiko kejadian hipertensi. Namun ditemukan adanya hubungan dengan pola invers U antara konsumsi kopi dengan kejadian hipertensi (Whinkelmayer et al. 2005). Hasil tersebut juga didukung oleh penelitian kohort yang dilakukan oleh Uiterwaal et al. (2007) yang menunjukkan adanya hubungan ”invers U” antara jumlah kopi yang dikonsumsi dengan kejadian hipertensi. Seseorang yang tidak mengkonsumsi kopi memiliki risiko rendah terkena hipertensi daripada orang yang mengkonsumsi >0-3 gls/hari (OR: 0.54; 95% CI: 0.31, 0.92). Wanita yang mengkonsumsi >6 gls/hari memiliki risiko yang lebih rendah daripada wanita yang mengkonsumsi >0-3 gls/hari (OR: 0.67; 95% CI: 0.46, 0.98). Kafein mempunyai sifat antagonis endogenus adenosin, sehingga dapat menyebabkan vasokontriksi dan peningkatan resistensi pembuluh darah tepi. Namun dosis yang digunakan dapat mempengaruhi efek peningkatan tekanan darah. Seseorang yang biasa minum kopi dengan dosis kecil mempunyai adaptasi yang rendah terhadap efek kafein daripada orang yang biasa mengkonsumsinya dengan dosis besar. Kebiasaan Merokok Asap rokok (CO) memiliki kemampuan menarik sel darah merah lebih kuat dari kemampuan menarik oksigen, sehingga dapat menurunkan kapasitas sel darah merah pembawa oksigen ke jantung dan jaringan lainnya. Laporan dari Amerika Serikat menunjukkan bahwa upaya menghentikan kebiasaan merokok dalam jangka waktu 10 tahun dapat menurunkan insiden penyakit jantung koroner (PJK) sekitar 24.4% (Karyadi 2002). Tandra (2003) menyatakan bahwa nikotin mengganggu sistem saraf simpatis yang mengakibatkan meningkatnya kebutuhan oksigen miokard. Selain menyebabkan ketagihan merokok, nikotin juga meningkatkan frekuensi denyut
15
jantung, tekanan darah, dan kebutuhan oksigen jantung; merangsang pelepasan adrenalin,
serta
menyebabkan
gangguan
irama
jantung.
Nikotin
juga
mengganggu kerja saraf, otak, dan banyak bagian tubuh lainnya. Merokok dapat mengubah metabolisme kolesterol ke arah aterogenik. Merokok dapat meningkatkan kadar kolesterol darah dan dapat menurunkan kadar HDL. Rokok dapat meningkatkan kadar LDL dalam darah dan menurunkan kadar HDL. Framingham Heart Study yang meneliti pria dan wanita sekitar 20 – 49 tahun dilaporkan bahwa kadar kalesterol HDL lebih rendah 4.5 – 6.5 % pada perokok, dan pada studi lain dilaporkan bahwa pria yang merokok lebih dari 20 batang sehari akan mengalami penurunan HDL hingga 11% dibandingkan bukan perokok (Karyadi 2002). Selain itu, merokok juga dapat meningkatkan pengaktifan platelet (sel-sel penggumpal darah) (Khomsan 2004). Stress Stress dapat meningkatkan aktivitas saraf simpatik yang mengatur fungsi saraf dan hormon, sehingga dapat meningkatkan denyut jantung, menyempitkan pembuluh darah, dan meningkatkan retensi air dan garam (Syaifuddin 2006). Pada saat stress, sekresi katekolamin semakin meningkat sehingga renin, angiotensin, dan aldosteron yang dihasilkan juga semakin meningkat (Klabunde 2007). Peningkatan sekresi hormon tersebut berdampak pada peningkatan tekanan darah. Faktor psikososial dari waktu terdesak/tidak sabar, prestasi kerja, kompetisi, permusuhan, depresi dan rasa gelisah berhubungan dengan kejadian hipertensi. Studi kohort pada orang dewasa berusia 18-30 tahun menunjukkan adanya hubungan nyata antara tingginya waktu terdesak/tidak sabar dan permusuhan terhadap kejadian hipertensi pada keseluruhan sampel yang diikuti selama 15 tahun. Nilai OR dari perbandingan waktu terdesak/tidak sabar terhadap skor terendah sebesar 1.51 (95% CI, 1.12-2.03) p<0.01, dan permusuhan 1.06 (95% CI, 0.76-1.47) p<0.01 (Yan et al. 2003). Penelitian Gangwisch et al. (2006) pada subjek berusia 32-59 tahun menyebutkan bahwa waktu tidur yang sedikit (≤ 5 jam per malam), berhubungan nyata dengan peningkatan kejadian hipertensi (hazart rasio, 2.19; 95% CI, 1.58-2.79). Status Gizi Masalah kekurangan atau kelebihan gizi pada orang dewasa merupakan masalah penting karena selain mempunyai risiko penyakit-penyakit tertentu juga dapat mempengaruhi produktivitas kerja. Oleh karena itu, pemantauan keadaan
16
tersebut perlu dilakukan secara berkesinambungan. Salah satu cara adalah dengan mempertahankan berat badan yang ideal atau normal. Penilaian status gizi secara langsung dapat dibagi menjadi empat, yaitu: antropometri, klinis, biokimia, dan biofisik; sedangkan secara tidak langsung dibagi menjadi tiga, yaitu: survei konsumsi pangan, statistik vital dan faktor ekologi (Supariasa 2002). Indeks Massa Tubuh (IMT) adalah salah satu cara untuk mengukur status gizi seseorang. Menurut Supariasa (2002), penggunaan IMT hanya berlaku untuk orang dewasa berumur di atas 18 tahun. IMT tidak dapat diterapkan pada bayi, anak, remaja, ibu hamil, dan olahragawan. Disamping itu, IMT tidak bisa diterapkan pada keadaan khusus (penyakit) lainnya seperti edema, asites, dan hepatomegali. Rumus perhitungan IMT adalah sebagai berikut: IMT = BB (kg)/ TB2 (m2) Keterangan: IMT = Indeks Massa Tubuh BB = Berat badan (kg) TB = Tinggi Badan (m) Klasifikasi status gizi menggunakan IMT orang dewasa disajikan pada tabel berikut: 2
Tabel 2. Kategori batasan IMT (kg/m ) Kategori IMT Kurus < 18.5 Normal ≥ 18,5 - <25,0 BB lebih ≥ 25,0 - <27,0 Obesitas ≥ 27,0 Sumber: Departemen Kesehatan (Depkes) (1994) diacu dalam Depkes (2008)
Seseorang dikatakan kegemukan atau obesitas jika memiliki nilai IMT≥25.0. Obestitas merupakan faktor risiko munculnya berbagai penyakit degeneratif, seperti hipertensi, penyakit jantung koroner dan diabetes mellitus. Data dari studi Farmingham (AS) yang diacu dalam Khomsan (2004) menunjukkan bahwa kenaikan berat badan sebesar 10% pada pria akan meningkatkan tekanan darah 6.6 mmHg, gula darah 2 mg/dl, dan kolesterol darah 11 mg/dl. Prevalensi hipertensi pada seseorang yang memiliki IMT>30 pada lakilaki sebesar 38% dan wanita 32%, dibanding dengan 18% laki-laki dan 17% perampuan yang memiliki IMT<25 (Krummel 2004). Risiko hipertensi pada anak meningkat seiring dengan peningkatan BMI. Obesitas pada anak berisiko terkena hipertensi tiga kali lebih besar daripada anak non-obesitas. Aktivitas sistem
17
syaraf simpatik berlebih karena stress dan resistansi insulin berkontribusi dalam kejadian hipertensi pada anak maupun orang dewasa (Peebles & Hammer 2006). Penelitian
yang
dilakukan
pada
remaja
berumur
17-20
tahun
menunjukkan adanya hubungan nyata positif antara status gizi (IMT) dengan tekanan darah sistolik (r=0.458; p<0.01). Hubungan nyata positif juga terdapat pada status gizi (IMT) dengan tekanan darah diastolik (r=0.250; p<0.05). Hal ini mengindikasikan bahwa contoh pada kategori status gizi gemuk memiliki tekanan darah sistolik maupun distolik yang lebih tinggi (Sabunga 2007). Hubungan linear antara IMT dan tekanan darah ditemukan pada negara-negara berkembang seperti Indonesia, Ethiopia dan Vietnam. Risiko hipertensi pada orang yang overweight dan obesitas (IMT≥25.0) lebih tinggi di Indonesia (OR=7.68, 95% CI: 3.88-15.0), di Ethiopia (OR= 2.47, 95% CI: 1.42-4.29) dan Vietnam (OR=2.67, 95% CI: 1.75-4.08) (Tesfaye et al. 2007). Hubungan antara kelebihan berat badan dengan hipertensi dapat dijelaskan
sebagai
perubahan
fisiologis,
yaitu
resistensi
insulin
dan
hiperinsulinemia; aktivasi sistem saraf simpatik dan sistem renin-angiotenin; serta perubahan organ ginjal. Peningkatan asupan energi juga berhubungan dengan peningkatan insulin plasma, yang berperan sebagai faktor natriuretik dan menyebabkan peningkatan reabsorbsi natrium ginjal sehingga menyebabkan meningkatnya tekanan darah (Krummel 2004).
18
KERANGKA PEMIKIRAN Hipertensi merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat, baik di negara maju maupun negara berkembang. Hipertensi merupakan suatu keadaan tanpa gejala, dengan kondisi tekanan yang abnormal tinggi di dalam arteri. Seseorang dikatakan hipertensi jika memiliki tekanan darah sistolik ≥140 mmHg atau tekanan darah diastolik ≥90 mmHg atau keduanya. Hipertensi dapat menyebabkan meningkatnya risiko terhadap stroke, aneurisma, gagal jantung, serangan jantung, dan kerusakan ginjal. Hingga saat ini penyebab hipertensi belum dapat diketahui secara pasti. Namun, adanya gangguan organ tubuh lain seperti ginjal, jantung, otak, dan pembuluh darah diduga sebagai faktor risiko hipertensi. Keturunan, ras/genetik, kelainan hormonal, penggunaan obat tertentu, intoleransi glukosa, dan hiperkolesterolemia juga diduga memiliki kontribusi pada kejadian hipertensi. Kejadian hipertensi semakin tinggi dengan semakin meningkatnya umur. Pembentukan plak di pembuluh darah (aterosklerosis) dan penurunan elastisitas pembuluh darah akan semakin meningkat dengan meningkatnya umur. Laki-laki juga diduga berpeluang lebih besar terkena hipertensi daripada perempuan. Hal ini terkait dengan hormon estrogen yang bersifat protektif terhadap gangguan pembuluh darah. Berkembangnya pengetahuan, teknologi dan informasi berdampak besar pada perubahan gaya hidup penduduk. Gaya hidup yang kurang baik antara lain adalah: kurangnya aktivitas fisik, kurangnya konsumsi buah dan sayur, meningkatnya konsumsi makanan yang berisiko (manis, asin, berlemak, jeroan, makanan yang diawetkan), kebiasaan merokok, minum alkohol dan kafein serta meningkatnya tingkat stress. Gaya hidup yang kurang baik tersebut diduga berhubungan dengan kejadian hipertensi. Masyarakat semakin malas melakukan aktivitas fisik dengan adanya kemajuan IPTEK. Kemajuan tersebut semakin mempermudah pemenuhan kebutuhan hidup manusia. Jika sebelumnya seseorang masih berjalan kaki, melakukan perkerjaan rumah, saling mengunjungi teman/kerabat, dan bermain di luar rumah, saat ini hal tersebut sulit ditemukan. Masyarakat lebih suka mengendarai kendaraan, menggunakan mesin pembersih, menggunakan telepon atau pesan singkat, dan menonton TV atau bermain play station. Hal ini menyebabkan kurangnya aktivitas fisik seseorang. Seseorang yang kurang melakukan aktivitas fisik, memiliki kecenderungan 30% - 50% terkena hipertensi
19
daripada mereka yang aktif. Selain itu, aktivitas fisik yang kurang juga berhubungan dengan obesitas. Meningkatnya tingkat pendapatan juga berpengaruh terhadap pemilihan jenis makanan. Seseorang yang memiliki pendapatan tinggi cenderung mengkonsumsi pangan tinggi kalori (tinggi lemak dan karbohidrat) daripada pangan tinggi serat. Seperti banyak diketahui bahwa pangan tinggi kalori dan rendah serat dapat menyebabkan obesitas yang berdampak pada peningkatan tekanan darah dan penyakit degeneratif. Makanan berisiko lainnya adalah makanan asin, makanan awetan, dan jeroan. Semua makanan tersebut berkontribusi dalam peningkatan timbunan lemak tubuh yang berujung pada peningkatan berat badan, penimbunan lemak berlebih dan peningkatan tekanan darah. Peningkatan asupan kalori juga berhubungan dengan peningkatan insulin plasma, yang berperan sebagai faktor natriuretik dan menyebabkan peningkatan reabsorbsi natrium ginjal sehingga menyebabkan meningkatnya tekanan darah. Merokok dan konsumsi alkohol dapat meningkatkan kadar low density lipoprotein (LDL) darah. LDL yang teroksidasi dapat membentuk plak di pembuluh darah dan dapat menembus dinding nadi pembuluh darah. Plak yang terbentuk dapat mempersempit pembuluh darah dan akhirnya menyebabkan peningkatan tekanan darah. Selain itu, pada perokok berat yang menghentikan kebiasaan merokoknya akan beralih pada peningkatan konsumsi pangan, khususnya makanan ringan yang mengandung kalori tinggi (karbohidrat dan lemak) dan tinggi natrium. Demikian juga pada orang yang mengalami stress, akan mengalami peningkatan nafsu makan dan ada beberapa perubahan hormonal tubuh yang mempengaruhi sistem metabolisme tubuh. Hal tersebut menyebabkan peningkatan timbunan lemak tubuh dan peningkatan berat badan (obesitas), yang akhirnya akan meningkatkan tekanan darah. Kelebihan berat badan (obesitas) diduga berhubungan dengan hipertensi. Perubahan fisiologis yang terjadi pada orang yang obesitas antara lain: resistensi insulin dan hiperinsulinemia; aktivasi sistem saraf simpatik dan sistem reninangiotenin; serta perubahan organ ginjal. Perubahan fisiologis tersebut diduga mempengaruhi metabolisme dan sistem homeostasis tubuh.
20
Gaya Hidup - Aktivitas fisik - Kebiasaan konsumsi buah & sayur - Kebiasaan konsumsi makanan berisiko (manis, asin, berlemak, jeroan, yg diawetkan) - Kebiasaan merokok - Kebiasaan minum alkohol - Kebiasaan konsumsi kafein - Tingkat stress
Status Gizi
HIPERTENSI
Faktor lain: - Keturunan/ras (genetik) - Kelainan hormonal - Penggunaan obat - Intoleransi glukosa - Hiperkolestelemia
Karakteristik Individu - Umur - Jenis Kelamin
Penyakit/gangguan organ lain: - Ginjal - Jantung - Otak - Aterosklerosis
Gambar 1. Kerangka pemikiran faktor-faktor yang berhubungan dengan hipertensi
Variabel yang diteliti Variabel yang tidak diteliti Hubungan yang diteliti Hubungan yang tidak diteliti
21
METODE Desain, Waktu dan Tempat Desain penelitian ini adalah cross-sectional study dengan menganalisis data hasil penelitian Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007 yang dilakukan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan RI. Penelitian dilakukan pada bulan Agustus 2007 - Januari 2008 di seluruh pelosok Indonesia. Sedangkan pengolahan, analisis dan interpretasi data dilakukan pada bulan Maret - Mei 2009 di Kampus IPB Darmaga Bogor, Jawa Barat. Pada penelitian ini hanya akan digunakan data dari Kabupaten/Kota Wonogiri, Salatiga (Jawa) dan Rokan Hilir, Kuantan Singingi (Sumatera). Lokasi tersebut dipilih secara purposive karena memiliki prevalensi hipertensi yang tinggi di Jawa dan Sumatera, yaitu Wonogiri (49.48%), Salatiga (45.19%), Rokan Hilir (47.74%), dan Kuantan Singingi (46.29%). Prevalensi tersebut lebih tinggi dari prevalensi hipertensi nesional, yaitu sebesar 31.7% (Depkes 2008). Jumlah dan Cara Pengambilan Sampel1 Sampel awal yang digunakan dalam penelitian ini berjumlah 5 564 orang. Pengambilan sampel dilakukan oleh Tim Riskesdas 2007, dengan populasinya adalah seluruh rumah tangga di seluruh Indonesia. Metodologi perhitungan dan cara penarikan sampel yang digunakan identik dengan two stage sampling yang digunakan oleh Susenas 2007, sehingga daftar sampel rumah tangga dan anggota rumah tangganya juga identik. Setiap kabupaten/kota yang masuk dalam kerangka sampel diambil sejumlah blok sensus (BS) yang proporsional terhadap jumlah rumah tangga di kabupaten/kota tersebut (Probability proportional to size). Blok sensus tersebut dipilih dan ditentukan oleh BPS, sehingga data hasil Riskesdas identik dengan data SUSENAS dan dapat di-link dengan data sosial ekonomi SUSENAS. Secara keseluruhan diperoleh 17 150 BS pada 438 kabupaten/kota. Selanjutnya dipilihlah empat kabupaten/kota dengan purposive sampling, yaitu daerah yang memiliki prevalensi hipertensi tertinggi di Indonesia. Berdasarkan penarikan BS, maka di Provinsi Jawa Tengah terkumpul 1576 BS dan Provinsi Riau terkumpul 426 BS. Masing-masing BS dipilih 16 rumah tangga (RT) secara acak sederhana (Simple random sampling), sehingga diperoleh 24 578 RT di Provinsi Jawa Tengah dan 6 420 RT di Provinsi Riau. 1
Disarikan dari Depkes (2008)
22
Selanjutnya, seluruh anggota rumah tangga (ART) dari setiap rumah tangga terpilih dari kedua proses penarikan contoh tersebut diambil sebagai sampel individu. Sehingga diperoleh 87 119 ART di Provinsi Jawa Tengah dan 25 530 ART di Provinsi Riau. Namun merujuk pada JNC VII 2003, kriteria penetapan hipertensi hanya berlaku untuk usia 18 tahun ke atas. Oleh karena itu, penelitian ini menetapkan kriteria inklusi umur lebih besar dari 18 tahun dan tidak hamil. Sehingga jumlah contoh keseluruhan adalah 5 104 orang (drop out 460 orang). Jenis dan Cara Pengumpulan Data2 Data yang digunakan dalam penelitian ini seluruhnya merupakan data sekunder yang diperoleh dari survei Riset Kasehatan Dasar (Riskesdes) oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Departemen Kesehatan RI. Data telah dientri dan dicoding oleh petugas Riskesdas berdasarkan Buku Pedoman Pengisian Kuesioner. Data sekunder yang diperoleh berupa raw data dalam bentuk electronic file. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari karakteristik sosial ekonomi (pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, tipe wilayah, dan pengeluaran perkapita); gaya hidup (aktivitas fisik, kebiasaan makan, dan stress); karakteristik individu (umur, jenis kelamin, dan status gizi) serta variabel dependen (kejadian hipertensi). Data
karakteristik
contoh
seluruhnya
diperoleh
dengan
metode
wawancara menggunakan kuesioner. Data gaya hidup terdiri dari aktivitas fisik, kebiasaan konsumsi buah dan sayur, konsumsi makanan berisiko (manis, asin, berlemak, jeroan, dan makanan yang diawetkan), kebiasaan merokok, konsumsi alkohol, konsumsi kafein, dan gangguan mental emosional (stress). Data aktivitas fisik diperoleh dengan pengumpulan data frekuensi beraktivitas fisik dalam seminggu terakhir. Data kebiasaan konsumsi buah dan sayur dikumpulkan dengan menghitung jumlah hari konsumsi dalam seminggu dan jumlah porsi ratarata dalam sehari. Data konsumsi makanan berisiko (manis, asin, berlemak, jeroan, dan yang diawetkan) dan kebiasaan konsumsi kafein diperoleh dengan pengumpulan data frekuensi konsumsi per hari, per minggu, dan per bulan. Data kebiasaan merokok diperoleh berdasarkan riwayat merokok setiap hari, merokok kadang-kadang, mantan merokok, dan tidak merokok. Data perilaku minum alkohol diperoleh dengan menanyakan perilaku minum alkohol dalam periode 12 bulan dan satu bulan terakhir. Penduduk menjawab ”ya” dan ”tidak”. Kesehatan 2
Disarikan dari Depkes (2008)
23
mental (stress) dinilai dengan Self Reporting Questionnaire (SRQ) yang terdiri dari 20 butir pertanyaan, yang mempunyai pilihan jawaban ”ya” dan ”tidak” Data status gizi ditentukan berdasarkan berat badan (BB) dan tinggi badan (TB). Berat badan contoh diukur dengan timbangan digital yang memiliki presisi 0.1 kg, panjang badan diukur dengan microtoise yang meliliki presisi 0.1 cm. Timbangan digital yang digunakan selalu dikalibrasi sebelum digunakan dan baterai yang digunakan segera diganti jika habis. Data hipertensi diperoleh dengan metode pengukuran tekanan darah menggunakan alat ukur tensimeter digital. Tensimeter digital divalidasi menggunakan standar baku pengukur tekanan darah (sfigmomanometer air raksa manual). Setiap contoh diukur tekanan darahnya minimal 2 kali, jika hasil pengukuran kedua berbeda lebih dari 10 mmHg dibanding pengukuran pertama, maka dilakukan pengukuran ketiga. Dua data pengukuran dengan selisih terkecil dihitung reratanya sebagai hasil ukur tekanan darah. Pengukuran ini dilakukan oleh tenaga medis dan tenaga terlatih. Dengan demikian, hasil pengukuran yang diperoleh cukup valid. Pengolahan dan Analisis Data Data
yang
telah
diperoleh
dan
terkumpul
kemudian
dianalisis
menggunakan Microsoft Excel 2007 for Windows dan SPSS 13.0 for Windows. Tahap pengolahan data pertama adalah cleaning dan editing data yang sudah ada, kemudian dipilih berdasarkan variabel yang akan diteliti. Selain variabel yang sudah ada, variabel baru juga dibutuhkan untuk keperluan analisis. Variabel tersebut adalah hipertensi, status gizi, gangguan mental emosional (stress), aktivitas fisik kumulatif, dan konsumsi buah dan sayur. Proses cleaning data dilakukan dengan menghilangkan contoh yang datanya tidak lengkap. Data tekanan darah, berat badan, dan tinggi badan yang tidak lengkap dan/atau memiliki nilai ekstrim akan dihilangkan. Setelah mengalami proses cleaning data, diperoleh total sampel akhir sebanyak 5 104 orang dari total contoh awal 5 564 orang. Variabel hipertensi diperoleh dari hasil perhitungan rata-rata pengukuran tekanan darah sistolik dan diastolik, kemudian diklasifikasikan berdasarkan kriteria hipertensi JNC-7 (2003). Variabel status gizi diperoleh dari perhitungan IMT contoh dengan rumus BB (kg)/(TB/100)2 (m2), kemudian diklasifikasikan berdasarkan kriteria Depkes (2004). Status gangguan emosional (stress) ditentukan berdasarkan hasil jawaban 20 pertanyaan. Skor jawaban dari 20 pertanyaan dijumlahkan, jawaban ”ya” bernilai 1 dan jawaban ”tidak” bernilai 2,
24
dan contoh dinilai memiliki gangguan stress jika memiliki skor < 35 poin. Aktivitas fisik kumulatif dikatakan ”cukup” apabila kegiatan tersebut dilakukan secara terus-menerus sekurangnya 10 menit dalam satu kegiatan tanpa henti dan secara kumulatif 150 menit selama lima hari dalam satu minggu. Konsumsi buah dan sayur dikatakan “cukup” apabila konsumsi buah dan sayur ≥ 5 porsi/hari selama 7 hari dalam seminggu. Tabel 2 Cara pengkategorian variabel No 1.
*
Variabel Karakteristik contoh Umur
Status Gizi
Pendidikan
Pekerjaan
Tipe wilayah Status perkawinan
Pengeluaran rumah tangga perkapita 2.
Aktivitas fisik kumulatif
3
Aktivitas fisik berat, sedang, bersepeda/ berjalan kaki Konsumsi buah dan sayur
Kategori Pengukuran 1. 18 - 24 2. 25 - 34 3. 35 - 44 4. 45 - 54 5. 55 - 64 6. 65 - 74 7. ≥75 1. Kurus (IMT<18.5) 2. Normal (18.527.0) 1. Tidak pernah sekolah 2. Tidak Tamat SD 3. Tamat SD 4. Tamat SLTP 5. Tamat SLTA 6. Tamat PT 1. Tidak kerja 2. Sekolah 3. Ibu Rumah Tangga 4. Polri/TNI 5. PNS 6. Pegawai BUMN 7. Pegawai Swasta 8. Wiraswasta/pedagang 9. Petani 10.Nelayan 11.Buruh 12.Lainnya 1. Perkotaan 2. Perdesaan 1. Belum kawin 2. Kawin 3. Cerai hidup 4. Cerai mati 1. Kuintil ke-1 sampai Kuintil ke-5 1. Kurang 2. Cukup 1. Ya 2. Tidak 1. Kurang 2. Cukup
25
No
Variabel Frekuensi konsumsi makanan manis, asin, berlemak, jeroan, awetan, minuman berkafein
Konsumsi alkohol 4.
Riwayat merokok
5.
Tingkat stress**
6.
Hipertensi (JNC-7 2003)
Kategori Pengukuran 1. 2. 3. 4. 5. 6. 1. 2. 1. 2. 3. 4. 1. 2. 1.
>1 kali per hari 1 kali per hari 3 – 6 kali per minggu 1 – 2 kali per minggu <3 kali per bulan Tidak pernah Ya Tidak Setiap hari Kadang-kadang Sebelumnya pernah Tidak pernah Tidak stress Stress Normal (TDS <120 mmHg;TDD <80 mmHg) 2. Pre-hipertensi (TDS 120-139 mmHg; TDD 80-89 mmHg) 3. Hipertensi tingkat 1 (TDS 140-159 mmHg; TDD 90-99 mmHg) 4. Hipertensi tingkat 2 (TDS ≥160 mmHg; TDD ≥100 mmHg)
* Depkes (2008) **Self Reporting Questionnaire (SRQ) WHO
Analisis croostab (tabulasi silang) digunakan untuk mengetahui frekuensi dari masing-masing variabel. Analisis hubungan antara variabel dependen terhadap variabel independen diuji sesuai dengan skala data yang digunakan. Analisis bivariat dengan Uji korelasi Spearman digunakan untuk menguji hubungan variabel ordinal, sedangkan Uji korelasi kontingensi digunakan untuk menguji hubungan variabel nominal. Variabel yang berhubungan dan bermakna akan mengalami analisis lanjut dengan analisis multivariat. Penelitian ini menggunakan nilai kemaknaan P<0.05. Analisis multivariat Model Multiple Logistic Regression dengan Metode Backward Wald digunakan untuk mengetahui nilai faktor risiko atau Odds Ratio (OR) variabel independen terhadap variabel dependen. Seluruh variabel independen dianalisis secara bersama-sama untuk mengetahui variabel independen mana yang paling berpengaruh terhadap variabel dependen. Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut:
0 1 x1 2 x 2 3 x3 ... n x n 1 0 1 x1 2 x 2 3 x3 ... n x n
π1 (x) = Keterangan:
π1 (_) : peluang terjadinya hipertensi (0= tidak ,1= ada)
26
_
: eksponensial
β0
: konstanta
β1-βn
: koefisien regresi
X1
: Umur (0= 18-40 tahun 1= 41-60 tahun 2= >60 tahun)
X2
: Jenis Kelamin (0= Perempuan 1= Laki-laki )
X3
: Pendidikan (0=
X4
: Pekerjaan (0=Tidak bekerja 1=Pegawai & wiraswasta 2=Petani & buruh)
X5
: Tipe Wilayah (0= Perkotaan 1= Perdesaan)
X6
: Status perkawinan (0= Belum/Cerai 1= Kawin)
X7
: Pengeluaran rumah tangga perkapita (0=
X8
: Aktivitas fisik kumulatif (0= Cukup 1= Kurang)
X9
: Aktivitas fisik berat (0= Ya 1= Tidak)
X 10
: Aktivitas fisik sedang (0= Ya 1= Tidak)
X 11
: Berjalan kaki/ bersepeda kayuh (0= Ya 1= Tidak)
X 12
: Konsumsi buah dan sayur (0= Cukup 1= Kurang)
X 13
: Konsumsi makanan/ minuman manis (0= Jarang 1= Sering)
X 14
: konsumsi makanan asin (0= Jarang 1= Sering)
X 15
: Konsumsi makanan berlemak (0= Jarang 1= Sering)
X 16
: Konsumsi jeroan (0= Jarang 1= Sering)
X 17
: Konsumsi makanan awetan (0= Jarang 1= Sering)
X 18
: Konsumsi minuman beralkohol (0= Tidak 1= Ya)
X 19
: Konsumsi minuman berkafein (0= Jarang 1= Sering)
X 20
: Kebiasaan merokok (0= Tidak setiap hari 1= Setiap hari)
X 21
: Rata-rata batang rokok yang dihisap (0= < 10 batang 1= ≥ 10 batang)
X 22
: Stress (0= Tidak 1= Ya)
X 23
: Status Gizi (0= Kurus 1= Normal 2= Obesitas) Kategori pekerjaan dikategorikan menjadi 3, yaitu tidak bekerja (tidak
kerja, sekolah, ibu rumah tangga, lainnya); pegawai dan wiraswasta (TNI/Polri, PNS, pegawai BUMN, pegawai swasta, wiraswasta, dan pelayanan jasa); petani dan buruh (petani, nelayan, buruh). Frekuensi konsumsi digolongkan menjadi 2, yaitu jarang (< 1 kali per hari) dan sering (≥ 1 kali per hari). Konsumsi buah dan sayur dikatakan ‘cukup’ apabila makan buah dan/atau sayur sekurangnya 5 porsi per hari selama 7 hari dalam seminggu. Aktivitas fisik dikatakan cukup apabila dilakukan terus-menerus sekurangnya 10 menit dalam satu kegiatan tanpa henti dan secara kumulatif 150 menit selama lima hari dalam satu minggu.
27
Asumsi dan Keterbatasan Penelitian Penelitian
ini
menggunakan
asumsi
dan
mempunyai
beberapa
keterbatasan. Asumsi-asumsi tersebut digunakan agar hasil penelitian dapat diterima secara umum. Adapun asumsi yang digunakan dalam penelitian ini adalah data-data sekunder yang digunakan dalam penelitian seluruhnya benar serta keadaan wilayah yang diteliti stabil dan normal. Adapun keterbatasan dalam penelitian ini adalah terbatas pada asumsi-asumsi tertentu, tergantung pada data-data sekunder yang digunakan, dan tergantung pada hasil penelitian asal yang dilakukan oleh Balitbangkes Depkes RI. Definisi Operasional Aktivitas fisik kumulatif adalah kegiatan fisik yang dilakukan sehari-hari oleh seseorang yang dapat dibedakan menjadi pekerjaan ringan, sedang, dan berat; yang dikategorikan “cukup” apabila kegiatan tersebut dilakukan secara terus-menerus sekurangnya 10 menit dalam satu kegiatan tanpa henti dan secara kumulatif 150 menit selama lima hari dalam satu minggu. Blok Sensus (BS) adalah unit sensus rumah tangga yang dibuat oleh BPS dalam menentukan sampel survey SUSENAS dan digunakan juga pada survey Riskesdas, sehingga sampel keduanya dapat identik dan BS tersebut dapat digunakan sebagai link antara hasil survey kesehatan Riskesdas dan SUSENAS. Faktor Risiko adalah faktor-faktor yang keberadaannya dapat meningkatkan (faktor pemicu) atau menurunkan (faktor protektif) peluang kejadian suatu penyakit. Gaya hidup adalah kebiasaan hidup individu maupun masyarakat yang terdiri dari aktivitas fisik, kebiasaan makan, dan pengendalian stress. Gaya hidup yang baik adalah kebiasaan hidup individu maupun masyarakat yang terdiri dari aktivitas fisik dan konsumsi buah sayur yang cukup; rendah konsumsi makanan berisiko; tidak merokok, konsumsi alkohol, dan minuman berkafein; serta pengendalian stress yang baik. Hipertensi adalah kondisi seseorang yang memiliki tekanan darah sistolik 140 mmHg dan diastolik 90mmHg atau keduanya. Indeks Massa Tubuh adalah suatu cara yang digunakan untuk menentukan status gizi berdasarkan hasil pengukuran antropometri dan digolongkan
28
berdasarkan perbandingan antara berat badan (kg) dengan kuadrat tinggi badan (m2). Jeroan adalah usus, babat, dan paru (tidak termasuk hati); yang dinilai berdasarkan frekuensinya selama satu hari, satu minggu, dan satu bulan. Karakteristik individu adalah kondisi individu yang dapat mempengaruhi kejadian hipertensi; meliputi umur dan jenis kelamin. Karakteristik sosial ekonomi adalah kondisi individu yang terdiri dari pendidikan, pekerjaan, tipe wilayah (desa-kota), status perkawinan, dan pengeluaran rumah tangga perkapita. Kebiasaan
makan
adalah
makanan/minuman
yang
perilaku terdiri
contoh dari
dalam
konsumsi
mengkonsumsi
buah
dan
sayur;
makanan/minuman manis, makanan asin, makanan berlemak, jeroan, makanan awetan, minuman beralkohol dan minuman berkafein. Kebiasaan merokok adalah kebiasaan seseorang dalam menghisap rokok, dibedakan menjadi setiap hari merokok, kadang-kadang merokok, sebelumnya pernah merokok, dan tidak pernah merokok. Konsumsi alkohol adalah kebiasaan seseorang minum alkohol yang dinilai berdasar frekuensinya selama satu minggu atau satu bulan; yang dikategorikan “sering” bila konsumsinya satu kali atau lebih setiap hari. Konsumsi buah dan sayur adalah kebiasaan seseorang makan buah dan sayur; yang dinilai dengan mengumpulkan hari porsi dalam seminggu dan jumlah porsi rata-rata dalam sehari; yang dikategorikan “cukup” apabila konsumsi buah dan sayur ≥ 5 porsi/hari selama 7 hari dalam seminggu. Makanan asin adalah makanan yang lebih dominan rasa asin seperti ikan asin, peda, pindang, telur asin dsb; yang dinilai berdasarkan frekuensinya selama satu hari, satu minggu, dan satu bulan. Makanan berisiko adalah makanan yang jika dikonsumsi dalam jumlah yang tidak tepat akan menimbulkan risiko penyakit degeneratif; yang terdiri dari makanan manis, asin, berlemak, jeroan, dan makanan yang diawetkan. Makanan berlemak adalah makanan yang lebih dominan kandungan lemak, seperti sop buntut, sate, pizza, burger, makanan gorengan dsb; yang dinilai berdasarkan frekuensinya selama satu hari, satu minggu, dan satu bulan. Makanan yang diawetkan adalah makanan yang diawetkan dengan garam, atau gula atau bahan pengawet lainnya seperti dendeng, ikan asin, buah
29
kaleng, ikan kaleng dll; yang dinilai berdasarkan frekuensinya selama satu hari, satu minggu, dan satu bulan. Makanan/minuman manis adalah makanan atau minuman yang lebih dominan rasa manis seperti dodol, cake, biskuit, buah kaleng dsb; yang dinilai berdasarkan frekuensinya selama satu hari, satu minggu, dan satu bulan. Minuman berkafein adalah minuman yang mengandung kafein seperti kopi, coca cola, keratingdaeng; yang dinilai berdasarkan frekuensinya selama satu hari, satu minggu, dan satu bulan. Obesitas adalah keadaan kelebihan berat badan karena adanya penimbunan lemak yang berlebihan di dalam tubuh, yang memiliki nilai IMT ≥ 27,0. Pekerjaan adalah jenis aktivitas yang mendatangkan penghasilan utama yang dikategorikan menjadi tidak bekerja, sekolah, ibu rumah tangga, TNI/Polri, PNS, pegawai BUMN, pegawai swasta, wiraswasta/pedagang, pelayanan jasa, petani, nelayan, buruh, dan lainnya. Pendidikan adalah jenjang pendidikan formal tertinggi yang pernah ditempuh seseorang yang dikategorikan menjadi tidak pernah sekolah, tidak tamat SD, tamat SD, tamat SLTA, dan tamat Perguruan Tinggi. Profil kejadian hipertensi adalah keragaan atau gambaran kejadian hipertensi pada populasi berdasarkan kriteria-kriteria tertentu seperti karakteristik individu, sosial ekonomi, dan gaya hidup. Status Gizi adalah tanda-tanda atau penampilan fisik yang diakibatkan oleh keseimbangan pemasukan dan pengeluaran zat gizi, yang dikategorikan berdasarkan indikator Indeks Massa Tubuh (IMT). Stress adalah suatu keadaan yang mengindikasikan individu mengalami suatu gangguan mental emosional yang dapat berkembang menjadi keadaan patologis apabila terus berlanjut; yang diketahui berdasarkan jawaban terhadap sejumlah pertanyaan, dan dinilai “stress” apabila seseorang menjawab minimal 6 pertanyaan atau lebih jawaban “ya”.
30
HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Kuantan Singingi – Kepulauan Riau Kabupaten Kuantan Singingi merupakan hasil pemekaran dari Kabupaten Daerah Tingkat II Indragiri Hulu pada tahun 1999, yang terletak di Provinsi Riau. Kabupaten yang memiliki Ibu Kota Taluk Kuantan ini secara geografis terletak pada 0º00' LU - 1º00' LS dan 101º02' BT - 101º55' BT dan mempunyai batasbatas wilayah sebagai berikut: Kabupaten Kampar dan Pelalawan (sebelah utara), Provinsi Jambi (sebelah selatan), Provinsi Sumatera Barat (sebelah barat), dan Kabupaten Indragiri hulu (sebelah timur). Kuantan Singingi memiliki luas wilayah 7 656.03 Km2 dan terdiri dari 12 kecamatan. Cerenti, Kuantan Hilir, Benai, Kuantan Tengah, Kuantan Mudik, Singingi, Inuman, Pangean, Logas Tanah Darat, Hulu Kuantan, Gunung Toar, dan Singingi Hilir merupakan ke-12 kecamatan yang berada di Kuantan Singingi. Penduduk di Kuantan Singingi berjumlah 270 320 jiwa (tahun 2007). Masyarakat yang tinggal di Kabupaten Kuantan Singingi merupakan masyarakat yang cukup heterogen, yaitu suku asli masyarakat melayu kuantan dan beberapa suku pendatang. Mayoritas pendatang berasal dari suku jawa dan mendiami wilayah yang terletak di daerah perdesaan atau perkebunan. Lebih dari setengah jumlah penduduk Kuantan Singingi bekerja pada sektor pertanian. Daya dukung dan luas lahan yang besar, ketrampilan dasar yang dimiliki, dan tersedianya pasar dengan infrastruktur yang sedang digalakkan, merupakan modal dasar pengembangan agribisnis di Kuantan Singingi. Pemerintah daerah Kuantan Singingi mencanangkan beberapa progam dengan tujuan untuk meningkatkan Kualitas Sumber Daya Manumur, antara lain: pemberian insentif kepada guru-guru SD, SLTP, dan SMU negeri/swasta di seluruh Kabupaten Kuantan Singingi; peningkatan kualitas guru SD, SLTP, dan SMU melalui penataran, Semiloka dan Lokakarya, menggalakan program orang tua asuh; pendirian Puskesmas/Puskesmas Pembantu pada setiap kecamatan dan desa; dan pemberian bantuan pelayanan kesehatan gratis kepada masyarakat yang tergolong tidak mampu/miskin. Sampai dengan tahun 2001, jumlah Sekolah Dasar di Kabupaten Kuantan Singingi sebanyak 222 buah, pendidikan menengah ada sebanyak 34 SLTP dan 20 Madrasah Tsanawiyah, sedangkan SLTA ada sebanyak 15 SLTA dan 7 Madrasah Aliyah.
31
Rokan Hilir – Kepulauan Riau Rokan Hilir adalah sebuah kabupaten di Provinsi Riau yang memiliki ibu kota di Bagan Siapi-api. Kabupaten ini memiliki luas sebesar 8 941 Km2 dan secara geografis terletak pada 1°14'-2°45' LU dan 100°17'-101°21' BT dan memiliki batas-batas wilayah sebagai berikut: Selat Malaka dan Provinsi Sumatera Utara (sebelah utara), Kota Dumai (sebelah timur), Kabupaten Bengkalis dan Rokan Hulu (sebelah selatan), dan Kabupaten Pelabuhan BatuSumatera Utara (sebelah barat). Kabupaten Rokan Hilir mempunyai 13 kecamatan, yaitu: Bangko, Sinaboi, Rimba Melintang, Bangko Pusako, Tanah Putih Tanjung Melawan, Tanah Putih, Kubu, Bagan Simembah, Pujud, Simpang Kanan, Pasir Limau Kapas, Batu Hampar, dan Rantau Kopar. Penduduk di Rokan Hilir sejumlah 510 857 (tahun 2007). Mayoritas penduduk Rokan Hilir bekerja di sektor pertanian dan perkebunan. Hal ini didasarkan pada topografi dan potensi wilayah setempat. Sebagian besar wilayah Kabupaten Rokan Hilir terdiri dari dataran rendah dan rawa-rawa, terutama di sepanjang Sungai Rokan hingga ke muaranya. Wilayah ini memiliki tanah yang sangat subur dan menjadi lahan persawahan padi terkemuka di Propinsi Riau. Wilayah ini juga memiliki potensi agroindustri dan agrowisata dengan wilayah perkebunan yang luas. Pendidikan
merupakan
salah
satu
sarana
untuk
meningkatkan
kecerdasan dan keterampilan manusia, sehingga kualitas sumber daya manusia sangat tergantung dari kualitas pendidikan. Pemeritah daerah Rokan Hilir mulai menggalakkan peningkatan kualitas pendidikan. Peningkatan kualitas pendidikan salah satunya dapat dilihat dari rata-rata lama sekolah dan angka melek huruf. Pada tahun 2006, rata-rata lama sekolah di Kabupaten Rokan Hilir adalah 7.2 tahun, meningkat dari tahun 2004 yang hanya mencapai 7.0 tahun. Usaha peningkatan pendidikan juga terlihat dari perubahan angka melek huruf yaitu 97.4% (tahun 2007), meningkat daripada tahun 2004 (88.8%). Peningkatan pendidikan
tersebut
diharapkan dapat menjadi salah
satu
cara untuk
meningkatkan kualitas SDM secara menyeluruh. Wonogiri – Jawa Tengah Wonogiri adalah sebuah kabupaten yang terletak di Provinsi Jawa Tengah dan secara geografis terletak pada 7º32’ - 8º15’ LS dan 110º41’ 111º18’ BT. Kabupaten ini memiliki luas wilayah 182 236,02 Ha dan penduduk sejumlah 77 134 jiwa. Batas-batas wilayah Kabupaten Wonogiri adalah sebagai
32
berikut: Kabupaten Sukoharjo dan Karanganyar (sebelah utara), Kabupaten Karanganyar dan Ponorogo (sebelah timur), Kabupaten Pacitan dan Samudra Indonesia (sebelah selatan), dan Daerah Istimewa Yogyakarta dan Kabupaten Klaten (sebelah barat). Wilayah ini terdiri dari 25 kecamatan 294 desa/kelurahan dengan perincian 251 desa dan 43 kelurahan. Potensi pertanian yang dimiliki oleh Kabupaten Wonigiri adalah padi gogo, jagung, dan palawija. Potensi perkebunannya adalah kelapa, cengkeh, kopi, dan tebu. Potensi perikanan berasal dari pembenihan ikan dan penangkapan ikan laut maupun ikan darat. Kondisi tanah yang banyak mengandung batu kapur, membuat Wonogiri terkenal dengan penambangan batu kapur/batu gamping. Banyaknya potensi wilayah tersebut membuat beranekaragamnya mata pencaharian penduduk. Mayoritas penduduk bermata pencaharian sebagai nelayan dan petani. Namun topografi daerah yang tidak rata, perbedaan antara satu kawasan dengan kawasan lain, membuat kondisi sumber daya alam juga saling berbeda. Keadaan alamnya sebagian besar terdiri dari pegunungan yang berbatu gamping, terutama di bagian selatan, termasuk jajaran Pegunungan Seribu yang merupakan mata air Sungai Bengawan Solo. Hampir sebagian besar tanah/lahan di Wonogiri tidak terlalu subur untuk pertanian (berbatu dan kering), sehingga penduduknya lebih banyak yang merantau (boro). Salatiga – Jawa Tengah Salatiga adalah sebuah kota di Provinsi Jawa Tengah. Secara geografis kota ini terletak di 110°28' 37.79" - 110°32' 39.79" BT. Kota salatiga memiliki luas wilayah 1 787 275 Ha dan penduduk sejumlah 159 000 (tahun 2003). Kota Salatiga letaknya dikelilingi wilayah Kabupaten Semarang. Salatiga terdiri dari 4 kecamatan, yaitu Kecamatan Argomulyo, Tingkir, Sidomukti, dan Sidorejo. Suatu wilayah yang secara morfologis berada di daerah cekungan kaki Gunung Merbabu dan diantara gunung-gunung kecil antara lain Gajah Mungkur, Telomoyo, Payung, dan Rong. Kondisi tersebut membuat Kota Salatiga berpotensi tinggi dalam sektor agroindustri dan agrowisata. Selain sektor pertanian, perkebunan dan pariwisata, Kota Salatiga juga memiliki sektor industri yang cukup maju. Wilayah tersebut memiliki 4 industri besar dan ratusan industri menengah maupun industri kecil. Industri besar yang ada di Salatiga antara lain adalah industri tekstil, sedangkan industri menengahnya adalah industri pangan olahan hasil pertanian atau perkebunan
33
setempat seperti tepung pisang, keripik/dodol salak dan minuman berbahan dasar umbi jahe. Sektor peternakan yang cukup maju di wilayah ini antara lain usaha sapi perah, budidaya perikanan laut dan usaha penggemukan sapi. Pendidikan di Kota Salatiga sudah cukup baik. Tersedianya lembaga pendidikan dari taman kanak-kanak hingga perguruan tinggi, membuat terbukanya akses pendidikan dan informasi yang tinggi. Daerah ini memiliki berbagai perguruan tinggi negeri maupun swasta, baik Universitas (strata 1) maupun Akademi dan Sekolah Tinggi (diploma). Hal inilah yang menyebabkan tingginya jumlah mahasiswa/pelajar di Kota Salatiga.
Karakteristik Contoh Karakteristik contoh yang diamati pada penelitian ini terdiri dari karakteristik individu, karakteristik sosial ekonomi dan karakteristik gaya hidup. Karakteristik individu meliputi umur, jenis kelamin, dan status gizi berdasarkan kategori IMT; karakteristik sosial ekonomi meliputi pendidikan, pekerjaan, tipe wilayah, status perkawinan dan pengeluaran rumah tangga perkapita; sedangkan karakteristik gaya hidup meliputi aktivitas fisik, kebiasaan makan, dan stres. Karakteristik Individu Umur Menurut Hurlock (1980), masa kedewasaan seseorang dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu young adult/dewasa awal (18-40 tahun), middle life/dewasa menengah (40-60 tahun), dan late adulthood/dewasa lanjut (>60 tahun). Umur contoh pada penelitian ini berkisar antara 18 hingga 97 tahun, dengan rata-rata umur 42.04±16.26 tahun (Tabel 3). Secara umum proporsi terbanyak umur contoh pada keempat daerah berkisar antara 25-35 tahun (23.0%) (umur dewasa awal). Rata-rata umur contoh di Kuantan Singingi adalah 38.56±14.24 tahun, Rokan Hilir 37.34±14.29 tahun, Wonogiri 47.27±16.92 tahun, sedangkan ratarata umur contoh di Salatiga adalah 42.92±16.78 tahun. Jenis Kelamin Secara umum, proporsi perempuan pada penelitian ini lebih besar daripada laki-laki. Sebanyak 2 613 contoh (51.2%) berjenis kelamin perempuan dan sebanyak 2 491 contoh (48.8%) berjenis kelamin laki-laki. Proporsi contoh perempuan dari masing-masing lokasi penelitian juga menunjukkan nilai yang lebih besar yaitu lebih dari 50%, kecuali di Kabupaten Rokan Hilir yang
34
proporsinya senilai 48.4%. Rincian sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat pada Tabel 3. Status Gizi (Kategori IMT) Status gizi merupakan indikator bahwa penduduk mengkonsumsi pangan secara
cukup
dan
seimbang.
Ketidakseimbangan
konsumsi
pangan
menyebabkan timbulnya masalah gizi yang dicerminkan oleh penyakit gizi lebih maupun gizi kurang. Gizi lebih disebabkan oleh konsumsi karbohidrat dan lemak yang berlebihan sehingga memicu timbulnya penyakit degeneratif (Khomsan 1996). Salah satu cara yang dapat digunakan untuk menentukan status gizi adalah dengan kategori indeks massa tubuh (IMT), yang ditentukan berdasarkan berat badan dan tinggi badan. Contoh pada penelitian ini memiliki IMT rata-rata 22.38±3.7 dan sebagian besar contoh memiliki IMT normal (66.7%). Namun demikian, beberapa contoh memiliki berat badan lebih yang berisiko obesitas (10.8%) dan obesitas (11.3%). Sebaran status gizi contoh pada keempat daerah juga menunjukkan kecenderungan yang sama. Sebaran contoh berdasarkan status gizi (kategori IMT) dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel 3 Sebaran contoh berdasarkan karakteristik individu Kabupaten/Kota (n (%)) Karakteristik Individu
Kuantan Singingi (n=1 119)
Umur 18-24 176 (15.7) 25-34 331 (29.6) 35-44 250 (22.3) 45-54 192 (17.2) 55-64 91 (8.1) 65-74 56 (5.0) >=75 23 (2.1) Mean±SD 38.56±14.24 Jenis Kelamin Laki-laki 553 (49.4) Perempuan 566 (50.6) Status Gizi Kurus 136 (12.2) Normal 777 (69.4) BB lebih 96 (8.6) Obesitas 110 (9.8) Mean±SD 22.08±3.6
Total (n=5104)
Rokan Hilir (n=1 218)
Wonogiri (n=1 586)
Salatiga (n=1 181)
235 (19.3) 353 (29.0) 284 (23.3) 197 (16.2) 83 (6.8) 46 (3.8) 20 (1.6) 37.34±14.29
140 (8.8) 248 (15.6) 355 (22.4) 301 (19.0) 257 (16.2) 186 (11.7) 99 (6.2) 47.27±16.92
181 (15.3) 241 (20.4) 247 (20.9) 228 (19.3) 132 (11.2) 84 (7.1) 68 (5.8) 42.92±16.78
732 (14.3) 1 173 (23.0) 1 136 (22.3) 918 (18.0) 563 (11.0) 372 (7.3) 210 (4.1) 42.04±16.26
628 (51.6) 590 (48.4)
742 (46.8) 844 (53.2)
568 (48.1) 613 (51.9)
2491 (48.8) 2613 (51.2)
86 (7.1) 818 (67.2) 189 (15.5) 125 (10.3) 22.85±3.2
223 (14.1) 1 108 (69.9) 125 (7.9) 130 (8.2) 21.69±3.5
123 (10.4) 702 (59.4) 142 (12.0) 214 (18.1) 23.09±4.2
568 (11.1) 3 405 (66.7) 552 (10.8) 579 (11.3) 22.38±3.7
35
Karakteristik Sosial Ekonomi Pendidikan Pendidikan contoh dibedakan menjadi enam kategori, yaitu tidak sekolah, tidak tamat SD (Sekolah Dasar), tamat SD, tamat SLTP (Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama), tamat SLTA (Sekolah Lanjutan Tingkat Atas), dan tamat PT (Perguruan Tinggi). Tabel 4 menyajikan sebaran contoh berdasarkan tingkat pendidikannya. Proporsi terbesar contoh berpendidikan tamat SD (26.4%), hanya sebagian kecil contoh yang melanjutkan ke perguruan tinggi (4.9%). Proporsi terbesar contoh dari Kuantan Singingi berpendidikan tamat SD (28.3%), dan sebanyak 9.3% contoh tidak pernah sekolah. Pendidikan contoh di Kabupaten Rokan Hilir dan Kota Salatiga sudah lebih baik, yaitu 26.4% dan 34.3% telah tamat SLTA. Tingkat pendidikan contoh yang paling rendah adalah Kabupaten Wonogiri, yaitu 19.4% contoh tidak pernah bersekolah dan 32.3% contoh yang berpendidikan tamat SD. Pekerjaan Pekerjaan berhubungan dengan tingkat penghasilan. Sementara itu, penghasilan berhubungan dengan gaya hidup seseorang. Berbagai jenis pekerjaan akan menimbulkan respon stress atau tekanan psikis yang berbeda. Pegawai tetap cenderung lebih stabil daripada pegawai tidak tetap. Jenis pekerjaan juga berhubungan dengan aktivitas fisik. Petani, nelayan, dan buruh cenderung melakukan aktivitas fisik lebih besar daripada pegawai kantor. Tabel 4 menunjukkan sebaran contoh berdasarkan jenis pekerjaannya. Proporsi terbesar contoh bekerja sebagai petani (34.8%), demikian juga dengan contoh dari Kuantan Singingi (51.4%) dan Wonogiri (58.5%). Hal tersebut diduga karena topografi wilayah kedua kabupaten tersebut yang sebagian besar berupa pegunungan dan lahan persawahan. Proporsi terbesar contoh di Rokan Hilir bekerja sebagai ibu rumah tangga (31.1%), demikian halnya dengan Kota Salatiga (20.0%). Tipe wilayah Tipe wilayah dibedakan menjadi 2, yaitu perkotaan dan perdesaan. Sebagian besar contoh berasal dari perdesaan (63.2%), kecuali contoh dari Kota Salatiga (Tabel 4). Kebiasaan dan gaya hidup seseorang dipengaruhi oleh budaya yang tercipta di lingkungan tempat tinggalnya (Suhardjo 1989), salah satunya dipengaruhi oleh perbedaan budaya di perkotaan dan perdesaan.
36
Tabel 4 Sebaran contoh berdasarkan karakteristik sosial ekonomi Kabupaten/Kota (n (%)) Karakteristik Sosial Ekonomi
Kuantan Singingi (n=1 119)
Rokan Hilir (n=1 218)
Wonogiri (n=1 586)
Pendidikan Tidak sekolah 104 (9.3) 98 (8.0) 308 (19.4) Tidak tamat SD 188 (16.8) 184 (15.1) 309 (19.5) Tamat SD 317 (28.3) 289 (23.7) 512 (32.3) Tamat SLTP 232 (20.7) 302 (24.8) 212 (13.4) Tamat SLTA 240 (21.4) 322 (26.4) 205 (12.9) Tamat PT 38 (3.4) 23 (1.9) 40 (2.5) Pekerjaan Tidak kerja 81 (7.2) 122 (10.0) 128 (8.1) Sekolah 29 (2.6) 36 (3.0) 12 (0.8) Ibu umah tangga 196 (17.5) 379 (31.1) 107 (6.7) TNI/Polri 2 (0.2) 8 (0.7) 6 (0.4) PNS 32 (2.9) 5 (0.4) 25 (1.6) Pegawai BUMN 1 (0.1) 23 (1.9) 2 (0.1) Pegawai swasta 25 (2.2) 59 (4.8) 53 (3.3) Wiraswasta/ 89 (8.0) 172 (14.1) 185 (11.7) Pedagang Pelayanan Jasa 10 (0.9) 30 (2.5) 25 (1.6) Petani 575 (51.4) 228 (18.7) 928 (58.5) Nelayan 3 (0.3) 85 (7.0) 0 (0.0) Buruh 60 (5.4) 39 (3.2) 94 (5.9) Lainnya 16 (1.4) 32 (2.6) 21 (1.3) Tipe Wilayah Perkotaan 154 (13.8) 342 (28.1) 270 (17.0) Perdesaan 965 (86.2) 876 (71.9) 1316 (83.0) Status Perkawinan Belum kawin 169 (15.1) 188 (15.4) 147 (9.3) Kawin 903 (80.7) 959 (78.7) 1 256 (79.2) Cerai hidup 10 (0.9) 8 (0.7) 26 (1.6) Cerai mati 37 (3.3) 63 (5.2) 157 (9.9) Tingkat Pengeluaran Rumah Tangga Perkapita Kuintil 1 229 (20.5) 260 (21.3) 359 (22.6) Kuintil 2 243 (21.7) 257 (21.1) 346 (21.8) Kuintil 3 231 (20.6) 249 (20.4) 314 (19.8) Kuintil 4 213 (19.0) 247 (20.3) 293 (18.5) Kuintil 5 203 (18.1) 205 (16.8) 274 (17.3)
Salatiga (n=1 181)
Total (n=5 104)
80 (6.9) 124 (10.7) 225 (19.3) 189 (16.3) 399 (34.3) 146 (12.6)
590 (11.6) 805 (15.8) 1343 (26.4) 935 (18.4) 1166 (22.9) 247 (4.9)
157 (13.3) 58 (4.9) 235 (20.0) 6 (0.5) 72 (6.1) 7 (0.6) 145 (12.3)
488 (9.6) 135 (2.6) 917 (18.0) 22 (0.4) 134 (2.6) 33 (0.6) 282 (5.5)
199 (16.9)
645 (12.6)
43 (3.7) 43 (3.7) 0 (0.0) 176 (15.0) 36 (3.1)
108 (2.1) 1774 (34.8) 88 (1.7) 369 (7.2) 105 (2.1)
1 112 (94.2) 69 (5.8)
1 878 (36.8) 3 226 (63.2)
230 (19.5) 838 (71.0) 22 (1.9) 91 (7.7)
734 (14.4) 3 956 (77.5) 66 (1.3) 348 (6.8)
268 (22.7) 250 (21.2) 253 (21.4) 219 (18.5) 191 (16.2)
1 116 (21.9) 1 096 (21.5) 1 047 (20.5) 972 (19.0) 873 (17.1)
Status Perkawinan Emosi seseorang akan semakin stabil setelah menikah dan menurun kembali ketika berpisah dengan pasangannya. Adanya rasa saling berbagi dan menghadapi masalah secara bersama diduga dapat menurunkan tekanan psikis (stress) pada beberapa orang. Menurut Hurlock (1980) yang diacu dalam Widyaningsih (2008), keadaan jasmani, keadaan ekonomi dan kematian istri dapat menyebabkan stress yang banyak dialami pada masa dewasa menengah. Sebanyak 77.5% contoh pada penelitian ini telah menikah dan 6.8% contoh
37
mengalami cerai mati. Sebaran contoh berdasarkan status perkawinan disajikan dalam Tabel 4. Pengeluaran Rumah Tangga Perkapita Pengeluaran rumah tangga perkapita perbulan dihitung berdasarkan jumlah uang yang dibelanjakan untuk kebutuhan seluruh anggota keluarga baik kebutuhan pangan maupun non-pangan dalam sebulan. Tabel 4 menyajikan sebaran contoh berdasarkan tingkat pengeluaran rumah tangga perkapita. Secara umum tingkat pengeluaran contoh cenderung menyebar normal pada setiap kuintil pengeluaran, dengan proporsi tertinggi pada kuintil ke-1 (21.9%). Tingkat pengeluaran pada keempat kabupaten/kota juga memiliki kecenderungan yang sama, yaitu proporsi yang lebih kecil pada pengeluaran yang lebih tinggi. Karakteristik Gaya Hidup Aktivitas Fisik Masih banyak contoh yang kurang melakukan aktivitas fisik (82.7%), tidak melakukan aktivitas fisik berat (61.4%), tidak melakukan aktivitas fisik sedang (26.0%), dan tidak beraktivitas jalan kaki/bersepeda (45.6%). Aktivitas fisik contoh pada masing-masing daerah juga menunjukkan kecenderungan yang hampir sama (Tabel 5). Hal ini perlu diberikan perhatian khusus mengingat aktivitas fisik berhubungan dengan pengeluaran energi (Supariasa 2001), peningkatan High Density Lypoprotein (HDL) (Khomsan 2004), dan penurunan tekanan darah (Kelley 2001). Tabel 5 Sebaran contoh berdasarkan aktivitas fisik Kabupaten/Kota (n (%)) Aktivitas Fisik
Kuantan Singingi (n=1 119)
Rokan Hilir (n=1 218)
Aktivitas Fisik Aktivitas Fisik Kumulatif Cukup 164 (14.7) 131 (10.8) Kurang 955 (85.3) 1 087 (89.2) Aktivitas Fisik Berat Ya 447 (39.9) 429 (35.2) Tidak 672 (60.1) 789 (64.8) Aktivitas Fisik Sedang Ya 819 (73.2) 785 (64.4) Tidak 300 (26.8) 433 (35.6) Berjalan kaki/bersepeda kayuh Ya 487 (43.5) 580 (47.6) Tidak 632 (56.5) 638 (52.4)
Wonogiri (n=1 586)
Salatiga (n=1 181)
Total (n=5 104)
452 (28.5) 1 134 (71.5)
138 (11.7) 1 043 (88.3)
885 (17.3) 4 219 (82.7)
814 (51.3) 772 (48.7)
279 (23.6) 902 (76.4)
1 969 (38.6) 3 135 (61.4)
1 275 (80.4) 311 (19.6)
899 (76.1) 282 (23.9)
3 778 (74.0) 1 326 (26.0)
974 (61.4) 612 (38.6)
736 (62.3) 445 (37.7)
2 777 (54.4) 2 327 (45.6)
38
Kebiasaan Makan Tabel 6 menunjukkan kebiasaan makan contoh berdasarkan kebiasaan mengkonsumsi buah dan sayur; makanan berisiko, minuman beralkohol, dan minuman berkafein. Masih banyak contoh yang kurang mengkonsumsi buah dan sayur (95.0%); sering mengkonsumsi (≥1 kali per hari) makanan/minuman manis (73.3%), makanan asin (22.3%), makanan berlemak (15.9%), jeroan (2.4%), makanan awetan (4.2%), minuman beralkohol (94.3%), dan minuman berkafein (27.9%).
Kebiasaan
makan
contoh
pada
masing-masing
daerah
juga
menunjukkan kecenderungan yang sama. Tabel 6 Sebaran contoh berdasarkan kebiasaan makan Kabupaten/Kota (n (%)) Kebiasaan Makan
Kuantan Singingi (n=1 119)
Buah dan Sayur Cukup 29 (2.6) Kurang 1 090 (97.4) Makanan/ minuman manis > 1 kali per hari 206 (18.4) 1 kali per hari 520 (46.5) 3 – 6 kali per minggu 84 (7.5) 1 – 2 kali per minggu 123 (11.0) < 3 kali per bulan 78 (7.0) Tidak pernah 108 (9.7) Makanan Asin > 1 kali per hari 34 (3.0) 1 kali per hari 85 (7.6) 3 – 6 kali per minggu 318 (28.4) 1 – 2 kali per minggu 396 (35.4) < 3 kali per bulan 226 (20.2) Tidak pernah 60 (5.4) Makanan Berlemak > 1 kali per hari 74 (6.6) 1 kali per hari 173 (15.5) 3 – 6 kali per minggu 107 (9.6) 1 – 2 kali per minggu 371 (33.2) < 3 kali per bulan 300 (26.8) Tidak pernah 94 (8.4) Makanan Jeroan > 1 kali per hari 26 (2.3) 1 kali per hari 17 (1.5) 3 – 6 kali per minggu 25 (2.2) 1 – 2 kali per minggu 122 (10.9) < 3 kali per bulan 437 (39.1) Tidak pernah 492 (44.0) Makanan Awetan > 1 kali per hari 24 (2.1) 1 kali per hari 28 (2.5) 3 – 6 kali per minggu 87 (7.8) 1 – 2 kali per minggu 308 (27.5)
Rokan Hilir (n=1 218)
Wonogiri (n=1 586)
Salatiga (n=1 181)
Total (n=5 104)
32 (2.6) 1 186 (97.4)
175 (11.0) 1 411 (89.0)
17 (1.4) 1 164 (98.6)
253 (5.0) 4 851 (95.0)
321 (26.4) 455 (37.4) 89 (7.3) 154 (12.6) 128 (10.5) 71 (5.8)
839 (52.9) 474 (29.9) 89 (5.6) 80 (5.0) 20 (1.3) 77 (4.9)
429 (36.3) 497 (42.1) 109 (9.2) 84 (7.1) 20 (1.7) 39 (3.3)
1 795 (35.2) 1 946 (38.1) 371 (7.3) 441 (8.6) 246 (4.8) 295 (5.8)
168 (13.8) 188 (15.4) 359 (29.5) 251 (20.6) 114 (9.4) 138 (11.3)
205 (12.9) 134 (8.4) 350 (22.1) 395 (24.9) 271 (17.1) 223 (14.1)
87 (7.4) 238 (20.2) 258 (21.8) 338 (28.6) 122 (10.3) 131 (11.1)
494 (9.7) 645 (12.6) 1 285 (25.2) 1 380 (27.0) 733 (14.4) 552 (10.8)
14 (1.1) 78 (6.4) 234 (19.2) 326 (26.8) 406 (33.3) 160 (13.1)
84 (5.3) 27 (1.7) 135 (8.5) 349 (22.0) 457 (28.8) 525 (33.1)
124 (10.5) 235 (19.9) 262 (22.2) 309 (26.2) 152 (12.9) 95 (8.0)
296 (5.8) 513 (10.1) 738 (14.5) 1 355 (26.5) 1 315 (25.8) 874 (17.1)
19 (1.6) 20 (1.6) 77 (6.3) 383 (31.4) 476 (39.1) 243 (20.0)
4 (0.3) 15 (0.9) 36 (2.3) 116 (7.3) 361 (22.8) 1 047 (66.0)
9 (0.8) 15 (1.3) 93 (7.9) 220 (18.6) 408 (34.5) 432 (36.6)
58 (1.1) 67 (1.3) 231 (4.5) 841 (16.5) 1 682 (33.0) 2 214 (43.4)
17 (1.4) 19 (1.6) 111 (9.1) 255 (20.9)
8 (0.5) 27 (1.7) 102 (6.4) 219 (13.8)
14 (1.2) 77 (6.5) 200 (16.9) 298 (25.2)
63 (1.2) 151 (3.0) 500 (9.8) 1 080 (21.2)
39
Kabupaten/Kota (n (%)) Kebiasaan Makan
Kuantan Singingi (n=1 119) 297 (26.5) 375 (33.5)
< 3 kali per bulan Tidak pernah Minuman Beralkohol Ya 93 (8.3) Tidak 1 026 (91.7) Minuman Berkafein > 1 kali per hari 94 (8.4) 1 kali per hari 197 (17.6) 3 – 6 kali per minggu 43 (3.8) 1 – 2 kali per minggu 102 (9.1) < 3 kali per bulan 131 (11.7) Tidak pernah 552 (49.3)
Rokan Hilir (n=1 218)
Wonogiri (n=1 586)
Salatiga (n=1 181)
Total (n=5 104)
331 (27.2) 485 (39.8)
212 (13.4) 1 010 (63.7)
226 (19.1) 364 (30.8)
1 066 (20.9) 2 234 (43.8)
109 (8.9) 1 109 (91.1)
16 (1.0) 1 570 (99.0)
75 (6.4) 1 106 (93.6)
293 (5.7) 4 811 (94.3)
186 (15.3) 338 (27.8) 201 (16.5) 106 (8.7) 50 (4.1) 337 (27.7)
84 (5.3) 175 (11.0) 212 (13.4) 224 (14.1) 211 (13.3) 673 (42.4)
101 (8.6) 252 (21.3) 103 (8.7) 143 (12.1) 84 (7.1) 496 (42.0)
465 (9.1) 962 (18.8) 559 (11.0) 575 (11.3) 476 (9.3) 2 058 (40.3)
Kebiasaan Merokok Kebiasaan merokok contoh dibagi menjadi 4, yaitu merokok setiap hari, merokok kadang-kadang, tidak merokok tetapi sebelumnya pernah, dan tidak pernah merokok sama sekali. Proporsi contoh yang memiliki kebiasaan merokok setiap hari sebesar 29.5% dan sebelumnya pernah merokok sebesar 5.3% (Tabel 7). Angka tersebut lebih tinggi daripada prevalensi nasional, yaitu 23.7% perokok setiap hari dan 3.0% mantan perokok (Depkes 2008). Hal ini perlu diwaspadai mengingat banyaknya dampak negatif rokok, seperti penyakit degeneratif, gangguan pernapasan, gangguan kehamilan, dll. Tabel 7 Sebaran contoh berdasarkan kebiasaan merokok Kabupaten/Kota (n (%)) Kebiasaan Merokok
Kuantan Singingi (n=1 119) Setiap hari 371 (33.2) Kadang-kadang 37 (3.3) Sebelumnya pernah 48 (4.3) Tidak pernah 663 ( 59.2)
Rokan Hilir (n=1 218) 371 (30.5) 74 (6.1) 50 (4.1) 723 (59.4)
Wonogiri (n=1 586)
Salatiga (n=1 181)
449 (28.3) 88 (5.5) 52 (3.3) 997 (62.9)
314 (26.6) 83 (7.0) 119 (10.1) 665 (56.3)
Total (n=5 104) 1 505 (29.5) 282 (5.5) 269 (5.3) 3 048 (59.7)
Stress Status stress dinilai dengan Self Reporting Questionnaire (SRQ) WHO, yang berisi 20 pertanyaan mengenai gangguan mental emosional. Kondisi tertekan (stress) dapat berpengaruh terhadap kondisi fisik seseorang dan diduga dapat memicu kenaikan tekanan darah seseorang (Yan et al. 2003). Sebanyak 13.4% contoh mengalami stress (Tabel 8), sementara itu pada masing-masing daerah juga menunjukkan angka yang lebih tinggi dari prevalensi nasional yaitu 11.6% (Depkes 2008). Berdasarkan sejumlah pertanyaan yang diajukan untuk
40
menilai stress, proporsi terbesar contoh menjawab menderita sakit kepala (45.8%), sulit tidur (22.8%), tidak memiliki nafsu makan (19.8%), mudah lelah (36.1%), dan merasa tidak enak perut (17.3%) (Lampiran 1). Tabel 8 Sebaran contoh berdasarkan status stress Kabupaten/Kota (n (%)) Stress Tidak stress Stress
Kuantan Singingi (n=1 119) 957 (85.5) 162 (14.5)
Rokan Hilir (n=1 218)
Wonogiri (n=1 586)
Salatiga (n=1 181)
Total (n=5 104)
975 (80.0) 1 475 (93.0) 1 011 (85.6) 4 418 (86.6) 243 (20.0) 111 (7.0) 170 (14.4) 686 (13.4)
Profil Kejadian Hipertensi Hipertensi merupakan suatu kondisi seseorang yang memiliki tekanan darah sistolik dan diastolik diatas normal. Ada beberapa cut-off point yang dapat digunakan untuk menentukan klasifikasi hipertensi, namun pada penelitian ini digunakan klasifikasi hipertensi berdasarkan The Seventh Report of Joint National Committee (JNC-7) tahun 2003. Klasifikasi hipertensi menurut JNC-7 dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel 9 Klasifikasi hipertensi Klasifikasi Hipertensi TDS* (mmHg) Normal <120 Pre-hipertensi 120-139 Hipertensi tingkat 1 140-159 Hipertensi tingkat 2 ≥160 *TDS Tekanan Darah Sistolik **TDD Tekanan darah Diastolik Sumber : U.S. Department of Health and Human Services (2004)
TDD** (mmHg) <80 80-89 90-99 100
Berdasarkan klasifikasi tersebut dapat diketahui bahwa sebanyak 20.0% contoh mengalami hipertensi tingkat 2 (yang selanjutnya disebut hipertensi 2). Sebanyak 29.2% contoh mengalami hipertensi tingkat 1 (yang selanjutnya disebut hipertensi 1) dan sebanyak 38.9% contoh mengalami pre-hipertensi (Tabel 10). Kecenderungan yang sama juga terjadi pada contoh di keempat kabupaten/kota. Pada pembahasan selanjutnya, yang dimaksud dengan hipertensi adalah hipertensi 1 dan hipertensi 2. Hasil perhitungan prevalensi hipertensi yang diperoleh pada penelitian ini sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan hasil survei Riskesdas 2007. Hasil survei tersebut menemukan prevalensi hipertensi di Kuantan Singingi, Rokan Hilir, Wonogiri dan Salatiga berturut-turut adalah 46.29%, 47.74%, 49.48%, dan 45.19%. Sementara itu, pada penelitian ini ditemukan prevalensinya berturut-
41
turut adalah 48.8%, 49.8%, 50.7%, dan 47.0%. Hal ini mungkin disebabkan oleh penghilangkan sejumlah data yang tidak lengkap dan/atau memiliki nilai ekstrim pada proses cleaning. Contoh yang drop out ditemukan sejumlah 460 orang. Selain itu data ibu hamil tidak diikutsertakan dalam analisis karena pada masa kehamilan terjadi perubahan fisiologis tubuh (fungsi hormonal), yang mempengaruhi pengaturan tekanan darah. Tekanan darah pada trimester pertama kehamilan biasanya sama dengan sebelum hamil, pada trimester kedua tekanan darah cenderung turun tetapi pada trimester ketiga biasanya tekanan darah naik kembali (Anonim 2008). Hipertensi merupakan gejala menonjol pada toksemia kehamilan, suatu keadaan yang mungkin disebabkan oleh polipeptida presor yang disekresikan plasenta (Ganong 1998). Kelebihan berat badan, tekanan psikologis, stress, dan ketegangan pada ibu hamil bisa menyebabkan hipertensi (Khomsan 2004). Tabel 10 Sebaran contoh berdasarkan klasifikasi hipertensi Kabupaten/Kota Total Kuantan Rokan Hilir Wonogiri Salatiga n (%) Singingi n (%) n (%) n (%) n (%) Normal 108 (9.7) 132 (10.8) 169 (10.7) 196 (16.6) 605 (11.9) Prehipertensi (ringan) 465 (41.6) 479 (39.3) 612 (38.6) 430 (36.4) 1986 (38.9) Hipertensi 1 (sedang) 354 (31.6) 350 (28.7) 467 (29.4) 319 (27.0) 1490 (29.2) Hipertensi 2 (berat) 192 (17.2) 257 (21.1) 338 (21.3) 236 (20.0) 1023 (20.0) Total 1 119 (100.0) 1 218 (100.0) 1 586 (100.0) 1 181 (100.0) 5 104 (100.0) Klasifikasi Hipertensi
Kejadian Hipertensi Berdasarkan Karakteristik Individu Umur Pada Tabel 11 dapat dilihat bahwa prevalensi hipertensi tertinggi dialami oleh golongan umur ≥75 tahun. Hal ini sesuai dengan hasil survei Riskesdas 2007 yang menetapkan prevalensi hipertensi tertinggi di Indonesia pada golongan umur ≥75 tahun. Lebih dari separuh contoh pada golongan umur ≥35 tahun telah mengalami kejadian hipertensi di Kuantan Singingi dan Rokan Hilir. Sementara itu kejadian hipertensi di Wonogiri dan Salatiga mulai banyak dialami oleh golongan ≥45 tahun. Hal ini sejalan dengan Krummel (2004) yang menyatakan bahwa penyakit hipertensi paling banyak dialami oleh kelompok umur 31-55 tahun. Sejalan dengan bertambahnya umur hampir setiap orang mengalami kenaikan tekanan darah. Tekanan sistolik terus meningkat sampai umur 80 tahun dan tekanan
42
diastolik terus meningkat sampai umur 55-60 tahun, kemudian berkurang secara perlahan atau bahkan menurun drastis. Tabel 11 Sebaran contoh berdasarkan kondisi individu dengan kejadian hipertensi Hipertensi (n (%)) Kondisi Individu Umur 18-24 25-34 35-44 45-54 55-64 65-74 >=75 Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Status Gizi Kurus Normal BB lebih Obesitas Total
Kuantan Singingi
Rokan Hilir
Wonogiri
Salatiga
Total
52 (29.5) 118 (35.6) 139 (55.6) 113 (58.9) 59 (64.8) 45 (80.4) 20 (87.0)
64 (27.2) 139 (39.2) 161 (56.7) 131 (66.5) 62 (74.7) 34 (73.9) 16 (80.0)
36 (25.7) 83 (33.5) 143 (40.3) 165 (54.8) 152 (59.1) 145 (78.0) 81 (81.8)
39 (21.5) 72 (29.9) 97 (39.3) 133 (58.3) 91 (68.9) 70 (83.3) 53 (77.9)
191 (26.1) 412 (35.1) 540 (47.5) 542 (59.0) 364 (64.7) 294 (79.0) 170 (81.0)
278 (50.3) 268 (47.3)
338 (53.8) 269 (45.6)
373 (50.3) 432 (51.2)
262 (46.1) 1 251 (50.2) 293 (47.8) 1 262 (48.3)
57 (41.9) 367 (47.2) 46 (47.9) 76 (69.1) 546 (48.8)
43 (50.0) 389 (47.6) 102 (54.0) 73 (58.4) 607 (49.8)
101 (45.3) 548 (49.5) 73 (58.4) 83 (63.8) 805 (50.8)
42 (34.1) 243 (42.8) 282 (40.2) 1 586 (46.6) 86 (60.6) 307 (55.6) 145 (67.8) 377 (65.1) 555 (47.0) 2 513 (49.2)
Jenis Kelamin Tabel 11 menyajikan sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin dengan kejadian hipertensi. Secara umum prevalensi hipertensi pada laki-laki (50.2%) lebih tinggi daripada perempuan (48.3%), namun prevalensi hipertensi pada lakilaki di Wonogiri dan Salatiga lebih rendah daripada perempuan. Hal tersebut diduga karena adanya hormon estrogen yang dapat melindungi wanita dari penyakit kardiovaskuler. Sementara itu, contoh perempuan di Wonogiri dan Salatiga diduga berumur dewasa menengah atau dewasa akhir sehingga kadar hormon estrogennya menurun. Hormon estrogen kadarnya akan semakin menurun
setelah
menopause.
Perempuan
yang
mengalami
masa
premenopause cenderung memiliki tekanan darah lebih tinggi daripada laki-laki (Armilawati 2007). Status Gizi Prevalensi hipertensi tertinggi dialami oleh contoh yang memiliki kategori IMT obesitas, baik secara keseluruhan maupun pada masing-masing daerah. Sementara itu prevalensi hipertensi pada contoh yang berstatus gizi normal lebih tinggi daripada status gizi kurus (Tabel11). Hal ini sesuai dengan Tesfaye et al. (2007) yang menemukan adanya hubungan linear positif antara IMT dengan
43
tekanan darah. Sabunga (2007) menambahkan, contoh berstatus gizi gemuk memiliki tekanan darah sistolik maupun diastolik yang lebih tinggi. Kejadian Hipertensi Berdasarkan Karakteristik Sosial Ekonomi Pendidikan Tabel 12 menyajikan sebaran contoh berdasarkan tingkat pendidikan dengan kejadian hipertensi. Prevalensi hipertensi tertinggi terjadi pada contoh yang tidak tamat sekolah (65.3%). Hal ini sesuai dengan hasil survei nasional, dimana prevalensi hipertensi tertinggi di Indonesia dialami oleh golongan tidak sekolah (14.5%) (Depkes 2008). Sementara itu prevalensi hipertensi tertinggi pada keempat daerah masing-masing terjadi pada contoh tidak sekolah 61.5% (Kuantan Singingi), tamat perguruan tinggi 55.2% (Rokan Hilir), tidak sekolah 68.8% (Wonogiri), dan tidak sekolah 78.8% (Salatiga). Contoh yang tidak sekolah cenderung tidak bekerja, sekalipun bekerja tidak akan mendapatkan penghasilan yang besar. Golongan ini diduga memiliki tekanan psikis yang lebih besar dari lingkungan sekitar. Rasa tertekan (depresi) berhubungan dengan kejadian hipertensi (Yan et al. 2003). Sementara itu, contoh yang memiliki tingkat pendidikan tinggi diduga memiliki penghasilan yang tinggi, sehingga mempermudah akses terhadap pangan (Suhardjo 1989). Konsumsi pangan berlebih (khususnya pangan berisiko) diduga berhubungan dengan peningkatan tekanan darah. Pekerjaan Sebaran contoh berdasarkan jenis pekerjaan dengan kejadian hipertensi dapat dilihat pada Tabel 12. Secara umum prevalensi hipertensi tertinggi dialami oleh golongan tidak bekerja (60.9%). Sementara itu prevalensi hipertensi tertinggi di Kuantan Singingi, Rokan Hilir, Wonogiri, dan Salatiga masing-masing terjadi pada golongan pegawai swasta (64.0%), petani (58.3%), tidak bekerja (72.7%), dan tidak bekerja (61.8%). Ditemukan hal yang senada dengan tingkat pendidikan contoh, dimana prevalensi hipertensi tertinggi dialami oleh golongan tidak sekolah dan tidak bekerja. Pekerjaan berhubungan dengan penghasilan dan kebiasaan makan seseorang (Suhardjo 1989). Tipe Wilayah Prevalensi hipertensi di perdesaan (50.1%) lebih tinggi daripada di perkotaan (47.8%). Prevalensi pada keempat daerah juga menunjukkan kecenderungan yang sama (Tabel 12). Hal ini berbeda dengan asumsi bahwa
44
perkotaan (dengan gaya hidup yang kurang baik) memiliki kecenderungan mengalami hipertensi lebih tinggi. Sebelumnya terdapat asumsi bahwa di perkotaan cenderung lebih mudah mengakses informasi dan teknologi yang membuat rendahnya aktivitas fisik dan konsumsi serat; tingginya konsumsi makanan/minuman berisiko, pangan tinggi kalori, merokok, alkohol, serta tingginya tingkat stress dapat memicu kejadian hipertensi. Asumsi ini mungkin sedikit berkurang dengan semakin meningkatnya kesadaran akan pentingnya hidup sehat dan upaya memperpanjang umur harapan hidup. Status Perkawinan Berdasarkan status perkawinan, prevalensi hipertensi tertinggi dialami oleh contoh yang telah bercerai, baik cerai hidup (74.2%) maupun cerai mati (73.6%). Prevalensi pada keempat daerah juga menunjukkan kecenderungan yang sama (Tabel 12). Hal ini diduga karena contoh yang telah bercerai mengalami tekanan dan rasa sedih berpisah dengan pasangannya, sehingga ia mengalami depresi. Selain itu, contoh diduga memiliki kebiasaan yang kurang baik; seperti kurang beraktivitas fisik, tinggi konsumsi pangan berisiko, dan rendah konsumsi serat; sehingga memicu peningkatan tekanan darah. Pengeluaran Rumah Tangga Perkapita Pada Tabel 12 dapat terlihat bahwa prevalensi hipertensi tertinggi dialami oleh golongan pengeluaran kuintil ke-5, yakni golongan pengeluaran tertinggi (52.5%). Sementara itu prevalensi hipertensi tertinggi di Kuantan Singingi, Rokan Hilir, Wonogiri, dan Salatiga masing-masing dialami oleh kuintil ke-5 (52.5%), kuintil ke-5 (67.3%), kuintil ke-2 (54.3%), dan kuintil ke-4 (51.1%). Meskipun demikian, prevalensi hipertensi hampir menyebar merata pada masing-masing golongan pengeluaran. Tingkat pengeluaran seseorang berhubungan dengan gaya hidupnya (Suhardjo 1989). Tabel 12 Sebaran contoh berdasarkan kondisi sosial ekonomi dengan kejadian hipertensi Hipertensi n (%) Kondisi Sosial Ekonomi Pendidikan Tidak pernah sekolah Tidak tamat SD Tamat SD Tamat SLTP Tamat SLTA Tamat perguruan tinggi
Kuantan Singingi
Rokan Hilir
64 (61.5) 101 (53.7) 157 (49.5) 102 (44.0) 100 (41.7) 22 (57.9)
46 (46.9) 95 (51.6) 142 (49.1) 144 (47.7) 168 (52.2) 12 (52.2)
Wonogiri
Salatiga
212 (68.8) 63 (78.8) 177 (57.3) 74 (59.7) 255 (49.8) 114 (50.7) 71 (33.5) 77 (40.7) 75 (36.6) 156 (39.1) 15 (37.5) 64 (43.8)
Total 385 (65.3) 447 (55.5) 668 (49.7) 394 (42.1) 499 (42.8) 113 (45.7)
45
Hipertensi n (%) Kondisi Sosial Ekonomi Pekerjaan Tidak kerja Sekolah Ibu rumah tangga TNI/ Polri PNS Pegawai BUMN Pegawai swasta Wiraswasta/ pedagang Pelayanan jasa Petani Nelayan Buruh Lainnya Tipe Wilayah Perkotaan Perdesaan Status Perkawinan Belum kawin Kawin Cerai hidup Cerai mati Tingkat Pengeluaran Kuintil ke-1 Kuintil ke-2 Kuintil ke-3 Kuintil ke-4 Kuintil ke-5 Total
Kuantan Singingi
Rokan Hilir
41 (50.6) 12 (41.4) 84 (42.9) 1 (50.0) 18 (56.3) 0 (0) 16 (64.0) 48 (53.9) 6 (60.0) 295 (51.3) 2 (66.7) 15 (25.0) 8 (50.0)
66 (54.1) 10 (27.8) 174 (45.9) 3 (37.5) 2 (40.0) 13 (56.5) 32 (54.2) 90 (52.3) 17 (56.7) 133 (58.3) 36 (42.4) 16 (41.0) 15 (46.9)
93 (72.7) 97 (61.8) 3 (25.0) 15 (25.9) 51 (47.7) 111 (47.2) 1 (16.7) 2 (33.3) 11 (44.0) 31 (43.1) 0 (0) 4 (57.1) 17 (32.1) 65 (44.8) 72 (38.9) 98 (49.2) 9 (36.0) 16 (37.2) 496 (53.4) 23 (53.5) 41 (43.6) 68 (38.6) 11 (52.4) 23 (63.9)
71 (46.1) 475 (49.2)
169 (49.4) 438 (50.0)
136 (50.4) 521 (46.9) 897 (47.8) 669 (50.8) 34 (49.3) 1 616 (50.1)
52 (30.8) 462 (51.2) 6 (60.0) 26 (70.3)
62 (33.0) 495 (51.6) 6 (75.0) 44 (69.8)
54 (36.7) 70 (30.4) 238 (32.4) 610 (48.6) 403 (48.1) 1 970 (49.8) 20 (76.9) 17 (77.3) 49 (74.2) 121 (77.1) 65 (71.4) 256 (73.6)
106 (46.3) 124 (51.0) 104 (45.0) 106 (49.8) 106 (52.2) 546 (48.8)
111 (42.7) 113 (44.0) 124 (49.8) 121 (49.0) 138 (67.3) 607 (49.8)
174 (48.5) 188 (54.3) 160 (51.0) 157 (53.6) 126 (46.0) 805 (50.8)
Wonogiri
Salatiga
Total 297 (60.9) 40 (29.6) 420 (45.8) 7 (31.8) 62 (46.3) 17 (51.5) 130 (46.1) 308 (47.8) 48 (44.4) 947 (53.4) 38 (43.2) 140 (37.9) 57 (54.3)
126 (47.0) 517 (46.3) 113 (45.2) 538 (49.1) 116 (45.8) 504 (48.1) 112 (51.1) 496 (51.0) 88 (46.1) 458 (52.5) 555 (47.0) 2 513 (49.2)
Kejadian Hipertensi Berdasarkan Gaya Hidup Aktivitas Fisik Aktivitas fisik yang teratur mempunyai manfaat yang penting bagi kesehatan antara lain mengurangi risiko faktor penyakit jantung, stroke, diabetes mellitus, kanker payudara, kanker kolon, dan osteoporosis. Selain itu, aktivitas fisik yang teratur juga dapat membantu menurunkan berat badan, memelihara berat badan, dan mengurangi risiko jatuh pada orang umur lanjut (Supariasa 2001). Pada penelitian ini aktivitas fisik dikatakan cukup apabila dilakukan terusmenerus sekurangnya 10 menit dalam satu kegiatan tanpa henti dan secara kumulatif 150 menit selama lima hari dalam satu minggu. Berdasarkan pada Tabel 13, dapat diketahui bahwa contoh yang kurang melakukan aktivitas fisik mengalami hipertensi lebih tinggi daripada contoh yang cukup melakukan aktivitas fisik. Jika dilihat dari masing-masing jenis kegiatan, contoh yang tidak melakukan aktivitas fisik berat memiliki proporsi yang lebih
46
tinggi terkena hipertensi daripada yang melakukannya, kecuali di Rokan Hilir. Prevalensi hipertensi lebih tinggi pada contoh yang tidak memiliki kebiasaan aktivitas fisik sedang daripada yang melakukannya. Sementara itu, prevalensi hipertensi pada contoh yang tidak memiliki kebiasaan berjalan kaki atau bersepeda kayuh lebih tinggi daripada yang melakukannya, kecuali di Salatiga. Namun
demikian,
hasil
dari
tabulasi
silang
ini
hanya
menunjukkan
kecenderungannya saja. Analisis lanjut dibutuhkan untuk mengetahui tingkat signifikansi hubungan aktivitas fisik dengan hipertensi. Tabel 13 Sebaran contoh berdasarkan kebiasaan aktivitas fisik dengan kejadian hipertensi Hipertensi (n %) Kategori
Kuantan Singingi
Rokan Hilir
Aktivitas fisik kumulatif Kurang 472 (49.4) Cukup 74 (45.1) Aktivitas fisik berat Ya 213 (47.7) Tidak 333 (49.6) Aktivitas fisik sedang Ya 399 (48.7) Tidak 147 (49.0) Berjalan kaki/bersepeda kayuh Ya 207 (42.5) Tidak 339 (53.6)
Wonogiri
Salatiga
Total
559 (51.4) 48 (36.6)
576 (50.8) 229 (50.7)
492 (47.2) 63 (45.7)
2 099 (49.8) 414 (46.8)
228 (53.1) 379 (48.0)
393 (48.3) 412 (53.4)
123 (44.1) 432 (47.9)
957 (48.6) 1 556 (49.6)
344 (43.8) 263 (60.7)
635 (49.8) 170 (54.7)
412 (45.8) 143 (50.7)
1 790 (47.4) 723 (54.5)
250 (43.1) 357 (56.0)
468 (48.0) 337 (55.1)
349 (47.4) 206 (46.3)
1 274 (45.9) 1 239 (53.2)
Kebiasaan Makan Kebiasaan makan merupakan cara individu atau kelompok individu memilih pangan dan mengkonsumsinya sebagai tanggapan pengaruh fisiologis, psikologis, budaya, dan sosial. Banyak faktor yang mempengaruhi kebiasaan makan, diantaranya adalah perbedaan etnis, tingkat sosial ekonomi, geografi, iklim, agama dan kepercayaan, serta tingkat kemajuan teknologi (Suhardjo 1989). Pada penelitian ini kebiasaan makan yang dinilai berhubungan dengan kejadian hipertensi adalah konsumsi buah dan sayur; makanan manis, makanan asin, makanan berlemak, jeroan, makanan awetan, minuman beralkohol, dan minuman berkafein. Berdasarkan kebiasaan konsumsi buah dan sayur, contoh yang memiliki kebiasaan kurang (49.4%) cenderung mengalami hipertensi lebih tinggi daripada yang mengkonsumsinya dalam jumlah cukup (46.2%). Prevalensi pada keempat daerah juga menunjukkan kecenderungan yang sama (Tabel 14). Pada penelitian ini seseorang dikatakan “cukup” konsumsi buah dan sayur apabila
47
makan buah dan/atau sayur sekurangnya 5 porsi per hari selama 7 hari dalam seminggu. Menurut Krisnatuti dan Yenrina (2005), konsumsi serat sayuran dan buah akan mempercepat rasa kenyang. Keadaan ini menguntungkan karena dapat mengurangi pemasukan energi dan obesitas, yang akhirnya akan menurunkan risiko hipertensi. Tabel 14 Sebaran contoh berdasarkan kebiasaan makan dengan kejadian hipertensi Hipertensi (n %) Kebiasaan Makan
Kuantan Singingi
Buah dan Sayur Kurang 533 (48.9) Cukup 13 (44.8) Makanan/ minuman manis > 1 kali per hari 89 (43.2) 1 kali per hari 274 (52.7) 3 – 6 kali per minggu 34 (40.5) 1 – 2 kali per minggu 61 (49.6) < 3 kali per bulan 37 (47.4) Tidak pernah 51 (47.2) Makanan Asin > 1 kali per hari 18 (52.9) 1 kali per hari 31 (36.5) 3 – 6 kali per minggu 184 (57.9) 1 – 2 kali per minggu 177 (44.7) < 3 kali per bulan 110 (48.7) Tidak pernah 26 (43.3) Makanan Berlemak > 1 kali per hari 32 (43.2) 1 kali per hari 64 (37.0) 3 – 6 kali per minggu 53 (49.5) 1 – 2 kali per minggu 195 (52.6) < 3 kali per bulan 156 (52.0) Tidak pernah 46 (48.9) Jeroan > 1 kali per hari 17 (65.4) 1 kali per hari 5 (29.4) 3 – 6 kali per minggu 10 (40.0) 1 – 2 kali per minggu 60 (49.2) < 3 kali per bulan 197 (45.1) Tidak pernah 257 (52.2) Makanan Awetan > 1 kali per hari 8 (33.3) 1 kali per hari 11 (39.3) 3 – 6 kali per minggu 40 (46.0) 1 – 2 kali per minggu 142 (46.1) < 3 kali per bulan 142 (47.8) Tidak pernah 203 (54.1) Minuman Beralkohol Ya 44 (47.3) Tidak 502 (48.9) Minuman Berkafein > 1 kali per hari 44 (46.8)
Rokan Hilir
Wonogiri
596 (50.3) 11 (34.4)
719 (51.0) 86 (49.1)
548 (47.1) 2 396 (49.4) 7 (41.2) 117 (46.2)
172 (53.6) 184 (40.4) 38 (42.7) 100 (64.9) 77 (60.2) 36 (50.7)
444 (52.9) 223 (47.0) 51 (57.3) 37 (46.3) 7 (35.0) 37 (48.1)
212 (49.4) 228 (45.9) 37 (33.9) 40 (47.6) 10 (50.0) 25 (64.1)
917 (51.1) 909 (46.7) 160 (43.1) 238 (54.0) 131 (53.3) 149 (50.5)
105 (62.5) 71 (37.8) 135 (37.6) 114 (45.4) 76 (66.7) 106 (76.8)
106 (51.7) 54 (40.3) 163 (46.6) 192 (48.6) 159 (58.7) 123 (55.2)
41 (47.1) 116 (48.7) 113 (43.8) 150 (44.4) 53 (43.4) 76 (58.0)
270 (54.7) 272 (42.2) 595 (46.3) 633 (45.9) 398 (54.3) 331 (60.0)
8 (57.1) 34 (43.6) 103 (44.0) 132 (40.5) 205 (50.5) 125 (78.1)
48 (57.1) 14 (51.9) 60 (44.4) 163 (46.7) 223 (48.8) 290 (55.2)
64 (51.6) 103 (43.8) 113 (43.1) 148 (47.9) 76 (50.0) 48 (50.0)
152 (51.4) 215 (41.9) 329 (44.6) 638 (47.1) 660 (50.2) 509 (58.2)
13 (68.4) 15 (75.0) 39 (50.6) 188 (49.1) 233 (48.9) 119 (49.0)
2 (50.0) 9 (60.0) 18 (50.0) 47 (40.5) 173 (47.9) 550 (52.5)
4 (44.4) 6 (40.0) 38 (40.9) 92 (41.8) 182 (44.6) 230 (53.2)
36 (62.1) 35 (52.2) 105 45.5) 387 (46.0) 785 (46.7) 1 156 (52.2)
10 (58.8) 13 (68.4) 45 (40.5) 124 (48.6) 179 (54.1) 236 (48.7)
3 (37.5) 17 (63.0) 52 (51.0) 106 (48.4) 95 (44.8) 526 (52.1)
5 (35.7) 26 (41.3) 31 (40.3) 72 (47.7) 89 (44.5) 226 (45.2) 136 (45.6) 508 (47.0) 105 (46.5) 521 (48.9) 187 (51.4) 1 152 (51.6)
49 (45.0) 558 (50.3)
3 (18.8) 802 (51.1)
23 (30.7) 119 (40.6) 532 (48.1) 2 394 (49.8)
111 (59.7)
36 (42.9)
Salatiga
40 (39.6)
Total
231 (49.7)
48
Hipertensi (n %) Kebiasaan Makan 1 kali per hari 3 – 6 kali per minggu 1 – 2 kali per minggu < 3 kali per bulan Tidak pernah
Kuantan Singingi 101 (51.3) 19 (44.2) 57 (55.9) 52 (39.7) 273 (49.5)
Rokan Hilir 198 (58.6) 85 (42.3) 40 (37.7) 24 (48.0) 149 (44.2)
Wonogiri
Salatiga
82 (46.9) 102 (48.1) 95 (42.4) 115 (54.5) 369 (54.8)
Total
122 (48.4) 503 (52.3) 45 (43.7) 251 (44.9) 56 (39.2) 248 (43.1) 30 (35.7) 221 (46.4) 260 (52.4) 1 051 (51.1)
Makanan berisiko seperti makanan/minuman manis, makanan asin, makanan berlemak, jeroan, dan makanan yang diawetkan diduga berhubungan dengan kejadian hipertensi. Prevalensi hipertensi tertinggi terjadi pada contoh yang memiliki kebiasaan mengkonsumsi makanan/minuman manis 1-2 kali per minggu (54.0%), tidak pernah mengkonsumsi makanan asin (60.0%) dan makanan berlemak (58.2%), mengkonsumsi jeroan >1 kali per hari (62.1%), dan tidak pernah mengkonsumsi makanan yang diawetkan (51.6%) (Tabel 14). Prevalensi hipertensi tertinggi di Kuantan Singingi terjadi pada contoh yang memiliki kebiasaan mengkonsumsi makanan/minuman manis 1 kali per hari (52.7%), mengkonsumsi makanan asin >1 kali per hari (52.9%), makanan berlemak 1-2 kali per minggu (52.6%); tidak pernah mengkonsumsi jeroan (65.4%) dan makanan yang diawetkan (54.1%). Kejadian hipertensi tertinggi di Rokan Hilir terjadi pada contoh yang memiliki kebiasaan mengkonsumsi makanan/minuman
manis
1-2
kali
per
minggu
(64.9%),
tidak
pernah
mengkonsumsi makanan asin (76.8%), makanan berlemak (78.1%) dan jeroan (68.4%); dan konsumsi mengmakanan yang diawetkan 1 kali per hari (68.4%). Kejadian hipertensi tertinggi di Wonogiri terjadi pada contoh yang memiliki kebiasaan mengkonsumsi makanan/minuman manis 3-6 kali per minggu (57.3%), mengkonsumsi makanan asin <3 kali per bulan (58.7%), mengkonsumsi makanan berlemak >1 kali per hari (57.1%), mengkonsumsi jeroan 1 kali per hari (60.0%), dan makanan yang diawetkan 1 kali per hari (63.0%). Sementara itu, kejadian hipertensi tertinggi di Salatiga terjadi pada contoh yang memiliki kebiasaan tidak pernah mengkonsumsi makanan/minuman manis (64.1%) dan makanan asin (58.0%), mengkonsumsi makanan berlemak >1 kali per hari (51.6%), tidak pernah mengkonsumsi jeroan (53.2%), dan tidak pernah mengkonsumsi makanan yang diawetkan (51.4%) (Tabel 14). Berdasarkan pada Tabel 14 dapat diketahui bahwa contoh yang memiliki kebiasaan
mengkonsumsi
minuman
beralkohol
memiliki
kecenderungan
mengalami hipertensi lebih tinggi dibandingkan dengan contoh yang tidak
49
mengkonsumsi alkohol. Kecenderungan yang sama juga terjadi pada keempat daerah. Sementara itu, contoh yang memiliki kebiasaan mengkonsumsi minuman berkafein 1 kali perhari dan tidak pernah mengkonsumsi kopi memiliki proporsi kejadian hipertensi lebih tinggi dibandingkan dengan frekuensi konsumsi lainnya. Kebiasaan Merokok Berdasarkan pada Tabel 15, dapat diketahui kebiasaan merokok contoh terhadap kejadian hipertensi. Kebiasaan merokok dibedakan menjadi merokok setiap hari, kadang-kadang, sebelumnya pernah merokok, dan tidak pernah merokok sama sekali. Prevalensi hipertensi tertinggi dialami oleh contoh yang sebelumnya pernah memiliki kebiasaan merokok (68.8%), demikian pula pada masing-masing daerah. Contoh yang sebelumnya pernah merokok memiliki prevalensi hipertensi yang lebih tinggi dari kelompok lain : 68.8% di Kuantan Singingi, 80.0% di Rokan Hilir, 67.3% di Wonogiri, dan 64.7% di Salatiga. Sementara itu contoh yang merokok setiap hari memiliki prevalensi hipertensi yang lebih rendah. Hal ini diduga karena contoh yang merokok setiap hari memiliki gaya hidup yang lebih baik daripada yang lain. Selain itu, jenis rokok yang dihisap juga diduga mempengaruhi efek yang ditimbulkan. Orang yang sebelumnya pernah merokok mungkin menghisap jenis rokok tanpa filter, sementara orang yang setiap hari merokok menghisap rokok dengan filter. Filter pada rokok terbuat dari bahan busa serabut sintetis yang berfungsi menyaring nikotin. Orang yang menghisap rokok tanpa filter akan memasukkan nikotin yang lebih banyak ke dalam tubuhnya. Sebagaimana telah diketahui bahwa nikotin dapat mengganggu kesehatan (Tandra 2003). Tabel 15 Sebaran contoh berdasarkan kebiasaan merokok dengan kejadian hipertensi Kebiasaan Merokok Setiap hari Kadang-kadang Sebelumnya pernah Tidak pernah
Hipertensi (n %) Kuantan Singingi 162 (43.7) 20 (54.1) 33 (68.8) 331 (49.9)
Rokan Hilir 195 (52.6) 33 (44.6) 40 (80.0) 339 (46.9)
Wonogiri
Salatiga
Total
213 (47.4) 51 (58.0) 35 (67.3) 506 (50.8)
124 (39.5) 45 (54.2) 77 (64.7) 309 (46.5)
694 (46.1) 149 (52.8) 185 (68.8) 1485 (48.7)
Stress Prevalensi hipertensi pada contoh yang mengalami stress (52.9%) lebih tinggi daripada contoh yang tidak stress (48.7%), demikian pula di Rokan Hilir dan Wonogiri. Prevalensi hipertensi di Salatiga lebih tinggi dialami oleh contoh
50
yang tidak stress (47.5%) daripada yang mengalami stress (44.1%), sedangkan di Kuantan Singingi tidak ditemukan prevalensi yang berbeda antara contoh yang stress maupun yang tidak. Faktor psikososial dari waktu terdesak, tidak sabar, prestasi kerja, kompetisi, permusuhan, depresi, dan rasa gelisah berhubungan dengan hipertensi (Yan et al. 2003). Tabel 16 Sebaran contoh berdasarkan tingkat stress dengan kejadian hipertensi Hipertensi (n %) Stress Tidak Ya Total
Kuantan Singingi 467 (48.8) 79 (48.8) 546 (48.8)
Rokan Hilir 478 (49.0) 129 (53.1) 607 (49.8)
Wonogiri
Salatiga
725 (49.2) 80 (72.1) 805 (50.8)
480 (47.5) 75 (44.1) 555 (47.0)
Total 2 150 (48.7) 363 (52.9) 2 513 (49.2)
Hubungan Faktor Risiko dengan Hipertensi Kejadian hipertensi berhubungan dengan banyak faktor, baik secara langsung maupun tidak langsung. Berikut akan disajikan hubungan antara faktorfaktor yang diduga berhubungan dengan kejadian hipertensi. Faktor-faktor tersebut antara lain adalah umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, tipe wilayah, status perkawinan, pengeluaran rumah tangga, aktivitas fisik, kebiasaan makan, kebiasaan merokok, stress, dan status gizi. Hubungan Umur dengan Hipertensi Berdasarkan pada Tabel 11, dapat diketahui bahwa kejadian hipertensi cenderung meningkat pada usia yang lebih tinggi. Hal ini didukung dengan hasil analisis korelasi Spearman yang menunjukkan adanya hubungan nyata positif antara umur dan hipertensi (r=0.327, p<0.05). Hasil korelasi nyata positif juga ditemukan pada keempat daerah, yang masing-masing memiliki nilai koefisien korelasi sebesar (r=0.298, p<0.05) Kuantan Singingi, (r=0.325, p<0.05) Rokan Hilir, (r=0.333, p<0.05) Wonogiri dan (r=0.298, p<0.05) Salatiga (Tabel 20). Hubungan bersifat positif berarti bahwa meningkatnya umur akan diikuti dengan meningkatnya kejadian hipertensi. Sejalan dengan Krummel (2004), semakin bertambahnya umur hampir setiap orang mengalami kenaikan tekanan darah. Hal ini diduga karena penurunan elastisitas pembuluh darah yang disebabkan oleh aterosklesoris, yang terbentuk dari penumpukan lemak, kolesterol, karbohidrat kompleks, lipoprotein, jaringan ikat, dan pengapuran kalsium. Secara alamiah proses ini berlangsung di dalam tubuh, yang semakin meningkat dengan bertambahnya umur dan keberadaan faktor pemicu.
51
Tabel 17 Faktor-faktor yang berhubungan dengan hipertensi
Variabel Kelompok umur Jenis kelamin Pendidikan Pekerjaan Tipe Wilayah Status perkawinan Pengeluaran Aktivitas fisik AF berat 10 menit AF sedang 10 menit AF jalan kaki/ bersepeda Kebiasaan makan Buah dan sayur Makanan manis Makanan asin Makanan berlemak Jeroan Makanan awetan Minuman beralkohol Minuman berkafein Kebiasaan merokok Stress Status gizi * Hubungan nyata (p<0.05)
Kuantan Singingi
Hipertensi (Koefisien korelasi (r)*) Rokan Wonogiri Salatiga Hilir
Total
0.298* 0.029 -0.097* 0.067 0.021 0.096* 0.028 -0.030 0.019 0.002 0.110*
0.325* 0.082* 0.016 0.061 0.005 0.068* 0.142* -0.092* -0.049 0.162* 0.128*
0.333* 0.009 -0.232* 0.137* 0.003 0.085* -0.010 -0.001 0.051* 0.039 0.068*
0.394* 0.017 -0.169* 0.068 0.011 0.034 0.013 -0.010 0.032 0.042 -0.011
0.327* 0.019 -0.133* 0.029 0.022 0.021 0.039* -0.023 0.010 0.063* 0.073*
-0.013 0.005 -0.040 0.074* 0.048 0.081* 0.009 0.001 0.046 0.000 0.109*
-0.051 0.050 0.121* 0.173* -0.030 0.004 0.031 -0.134* -0.058* 0.032 0.061*
-0.011 -0.038 0.079* 0.058 0.061* 0.033 0.065* 0.086* 0.015 0.117* 0.091*
-0.014 -0.025 0.028 0.028 0.099* 0.068* 0.085* 0.070* 0.028 -0.024 0.233*
-0.014 -0.005 0.063* 0.083* 0.048* 0.049* 0.043* 0.011 0.008 0.029* 0.120*
Hubungan Jenis Kelamin dengan Hipertensi Berdasarkan pada Tabel 11, terlihat bahwa prevalensi hipertensi pada laki-laki lebih tinggi daripada perempuan. Sementara itu prevalensi hipertensi di Wonogiri dan Salatiga cenderung lebih banyak dialami oleh perempuan daripada laki-laki. Hubungan yang nyata (p<0.05) hanya terdapat di Rokan Hilir saja, sedangkan yang lainnya tidak. Hal ini menunjukkan kecenderungan hipertensi yang berbeda pada masing-masing daerah terkait jenis kelamin. Beberapa penelitian sebelumnya juga menyebutkan hasil yang berbeda mengenai pengaruh jenis kelamin terhadap hipertensi. Khomsan (2004) menyebutkan bahwa hipertensi pada laki-laki lebih tinggi daripada perempuan, karena perempuan memiliki hormon estrogen yang berperan sebagai protektor peningkatan tekanan darah. Sementara itu Tesfaye et al. (2007) menyebutkan bahwa prevalensi hipertensi pada wanita (25%) lebih besar daripada pria (24%). Hal ini diduga karena pengaruh genetik dan umur. Wanita dewasa muda cenderung lebih terlindungi daripada wanita dewasa akhir, karena kadar hormon estrogen yang semakin menurun seiring dengan masa menopouse.
52
Hubungan Pendidikan dengan Hipertensi Secara umum, prevalensi hipertensi pada contoh yang memiliki tingkat pendidikan tinggi lebih rendah daripada contoh yang memiliki tingkat pendidikan rendah (Tabel 12). Hal ini didukung dengan hasil uji statistik yang menemukan adanya hubungan nyata negatif (r=-0.133, p<0.005). Hubungan nyata negatif antara pendidikan dengan hipertensi juga ditemukan di Kuantan Singingi, Wonogiri, dan Salatiga (Tabel 17). Namun demikian, tidak ditemukan adanya hubungan yang nyata di Rokan Hilir (p>0.05). Hanya terdapat kecenderungan positif, artinya orang yang memiliki pendidikan tinggi cenderung lebih tinggi mengalami hipertensi daripada orang yang memiliki pendidikan rendah. Pendidikan juga berhubungan nyata dengan gaya hidup, stress dan status gizi (Lampiran 2). Hubungan Pekerjaan dengan Hipertensi Secara keseluruhan tidak terdapat hubungan yang nyata antara jenis pekerjaan dengan kejadian hipertensi (p>0.05), namun di Wonogiri terdapat hubungan yang nyata (Tabel 17). Hal ini berarti semua jenis pekerjaan memiliki peluang yang sama untuk mengalami hipertensi. Namun demikian, berdasarkan pada Tabel 12 dapat diketahui bahwa kejadian hipertensi pada contoh yang tidak bekerja lebih tinggi daripada jenis pekerjaan lainnya. Hal ini juga diduga karena pekerjaan berhubungan dengan pendapatan dan pengeluaran rumah tangga. Pada umumnya orang yang tidak bekerja tidak memiliki pendapatan ataupun memiliki pendapatan yang rendah, sehingga pola konsumsinya kurang beragam dan hanya mengkonsumsi nasi dengan ikan asin, tempe goreng dan sayur seadanya. Hubungan Tipe Wilayah dengan Hipertensi Hasil analisis statistik tidak menunjukkan adanya hubungan yang nyata antara tipe wilayah dengan hipertensi (p>0.05) (Tabel 17). Hal ini berarti bahwa orang yang tinggal di perkotaan maupun di perdesaan memiliki peluang yang sama untuk mengalami hipertensi. Namun demikian, kejadian hipertensi di perdesaan cenderung lebih tinggi daripada di perkotaan (Tabel 12). Hal ini diduga
karena
rendahnya
pengetahuan
gizi masyarakat
perdesaan. Informasi gizi melalui media cetak dan elektronik di perkotaan telah berkembang pesat, sehingga memungkinkan tingginya tingkat pengetahuan gizi.
53
Pengetahuan gizi yang baik serta tersedianya aspek finansial dan teknologi yang memadai, mendukung masyarakat perkotaan untuk hidup sehat. Hubungan Status Perkawinan dengan Hipertensi Berdasarkan pada Tabel 12, dapat diketahui bahwa contoh yang ditinggal oleh pasangan (cerai) memiliki prevalensi hipertensi lebih tinggi daripada golongan lainnya. Fakta tersebut diperkuat dengan hasil analisis statistik yang menunjukkan hubungan nyata (p<0.05) di Kuantan Singingi, Rokan Hilir, dan Wonogiri (Tabel 17). Hal ini diduga karena orang yang ditinggal oleh pasangannya memiliki tekanan psikis (stress) yang lebih tinggi daripada orang yang belum menikah. Seperti telah diketahui, stress dapat memicu kenaikan darah seseorang. Hubungan Pengeluaran Perkapita dengan Hipertensi Hasil uji statistik secara umum dan di Rokan Hilir menunjukkan hubungan nyata positif antara pengeluaran dengan hipertensi (p<0.05), sedangkan di Kuantan Singingi dan Salatiga hanya menunjukkan kecenderungan positif. Hubungan bersifat positif artinya bahwa kejadian hipertensi lebih tinggi pada kuintil pengeluaran ke-5 daripada kuintil ke-1. Sementara itu, terdapat kecenderungan hubungan negatif di Wonogiri (Tabel 17). Secara umum, pengeluaran rumah tangga juga berhubungan nyata dengan gaya hidup dan status gizi. Semakin tinggi pengeluaran perkapita, seseorang memiliki kebiasaan tidak melakukan aktivitas fisik (r=0.106, p<0.05), semakin sering mengkonsumsi makanan/minuman manis (r=-0.053, p<0.05), makanan berlemak (r=-0.050, p<0.05), makanan jeroan (r=-0.112, p<0.05), minuman beralkohol (r=-0.041, p<0.05), dan mengalami obesitas (r=0.039, p<0.05) (Lampiran 2). Hubungan Aktivitas Fisik dengan Hipertensi Berdasarkan pada Tabel 17, dapat diketahui bahwa aktivitas fisik sedang dan kebiasaan berjalan kaki atau bersepeda kayuh yang masing-masing dilakukan minimal 10 menit berhubungan nyata positif dengan hipertensi. Hal ini berarti bahwa kejadian hipertensi lebih tinggi pada orang yang tidak memiliki kebiasaan aktivitas fisik tersebut daripada orang yang melakukannya (p<0.05). Sementara itu, orang yang memiliki aktivitas fisik kumulatif yang cukup
54
cenderung lebih kecil mengalami hipertensi dan orang yang tidak melakukan aktivitas fisik berat cenderung lebih tinggi mengalami hipertensi (p>0.05). Hubungan nyata negatif antara aktivitas fisik kumulatif hanya ditemukan di Rokan Hilir. Hubungan nyata positif antara aktivitas fisik berat dengan hipertensi hanya ditemukan di Wonogiri. Hubungan nyata positif antara aktivitas fisik sedang dengan hipertensi ditemukan pada keseluruhan contoh dan di Rokan Hilir. Hubungan nyata positif antara aktivitas berjalan kaki atau bersepeda kayuh dengan hipertensi ditemukan pada setiap daerah kecuali Salatiga (Tabel 17). Olahraga isotonik, seperti jalan kaki, jogging, dan berenang, mampu menekan hormon noradrenalin dan hormon-hormon lain penyebab menyempitnya pembuluh darah. Sementara itu, olahraga isometrik seperti angkat beban justru akan meningkatkan tekanan darah (Perdughi 2006). Hubungan Konsumsi Buah dan Sayur dengan Hipertensi Tidak ada hubungan yang nyata antara konsumsi buah dan sayur dengan kejadian hipertensi (p>0.05) (Tabel 17). Namun demikian berdasarkan pada Tabel 14 dapat diketahui bahwa prevalensi hipertensi tertinggi terdapat pada contoh yang kurang mengkonsumsi buah dan sayur. Hal ini sejalan dengan penelitian yang menyatakan bahwa peningkatan konsumsi sayur dan buah dan penurunan konsumsi lemak pangan disertai dengan penurunan konsumsi lemak total dan lemak jenuh dapat menurunkan tekanan darah (Dauchet et al. 2007). Selain itu, tingginya konsumsi biji-bijian dengan kulit berhubungan dengan penurunan risiko hipertensi pada orang dewasa dan lansia wanita (Wang et al. 2007). Krisnatuti dan Yenrina (2005) menambahkan, tingginya serat pangan dalam buah dan sayur dapat mengurangi pemasukan energi dan obesitas, dan akhirnya akan menurunkan risiko hipertensi. Hubungan Konsumsi Makanan Manis dengan Hipertensi Berdasarkan pada Tabel 14, dapat diketahui bahwa prevalensi hipertensi tertinggi dialami oleh contoh yang memiliki kebiasaaan mengkonsumsi makanan/minuman manis dengan frekuensi jarang. Namun demikian, hasil uji statistik tidak menunjukkan adanya hubungan yang nyata (Tabel 17). Hal ini sejalan dengan Johnson et al. (2007) yang menyatakan bahwa dosis fruktosa yang tinggi dapat meningkatkan tekanan darah dan perubahan mikrovaskular. Selain itu fruktosa (gula sederhana) yang menghasilkan rasa manis tidak memberikan efek kepuasan setelah makan. Seseorang yang mengkonsumsi
55
makanan/minuman yang manis tidak akan merasa puas dan akan makan terus menerus (Johnson et al. 2007). Konsumsi yang berlebihan akan meningkatkan asupan energi yang selanjutnya disimpan tubuh sebagai cadangan lemak. Penumpukan lemak tubuh pada perut akan menyebabkan obesitas sentral sedangkan penumpukan pada pembuluh darah akan menyumbat peredaran darah dan membentuk plak (aterosklerosis) yang berdampak pada hipertensi dan jantung koroner. Hubungan Konsumsi Makanan Asin dan Awetan dengan Hipertensi Sesuai dengan Tabel 14, hasil uji statistik juga menemukan bahwa konsumsi makanan asin dan makanan awetan berhubungan nyata positif dengan hipertensi (Tabel 17). Hal ini berarti bahwa kejadian hipertensi lebih tinggi pada orang yang memiliki kebiasaan konsumsi makanan asin dan makanan awetan dengan
frekuensi
kadang-kadang
atau
jarang,
daripada
orang
yang
mengkonsumsinya dengan frekuensi sering. Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan Williams (1991) yang menjelaskan bahwa makan natrium berlebih dapat mengganggu kerja ginjal. Krummel (2004) menambahkan, populasi yang mengkonsumsi garam dalam jumlah yang kecil (70mEq/hari) terbukti memiliki riwayat hipertensi yang rendah pula. Hal ini diduga karena contoh penderita hipertensi tidak mengalami sensitivitas garam yang tinggi. Beberapa orang penderita hipertensi tidak mengalami kenaikan tekanan darah dengan mengkonsumsi garam yang tinggi (salt-resistant hypertension). Sekitar 30-50% penderita hipertensi dan 15-25% bukan penderita hipertensi mengalami sensitivitas garam yang tinggi, yang banyak ditemukan pada orang kulit hitam, obesitas, lanjut usia, diabetes, disfungsi ginjal, dan pengguna obat cyclosporine (Johnson et al. 2002). Hubungan Konsumsi Makanan Berlemak dan Jeroan dengan Hipertensi Hubungan nyata positif antara makan makanan berlemak dengan hipertensi hampir ditemukan pada setiap daerah, kecuali di Wonogiri dan Salatiga
(Tabel
17).
Pada
kedua
daerah
tersebut
hanya
ditemukan
kecenderungan positif, artinya kejadian hipertensi lebih tinggi dialami oleh contoh yang tidak pernah mengkonsumsi makanan berlemak. Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan Tesfaye et al. (2007) yang menyatakan bahwa konsumsi pangan tinggi lemak dan energi dapat menyebabkan obesitas dan berakhir pada peningkatan tekanan darah.
56
Berdasarkan Tabel 14, dapat diketahui bahwa prevalensi hipertensi lebih tinggi pada contoh yang mengkonsumsi jeroan dengan frekuensi kadang-kadang atau jarang, daripada yang mengkonsumsinya dengan frekuensi sering. Fakta ini diperkuat dengan uji statistik yang menemukan adanya hubungan nyata positif antara frekuensi makan jeroan dengan hipertensi (p<0.05). Namun demikian, pada beberapa daerah seperti Kuantan Singingi dan Rokan Hilir tidak ditemukan adanya hubungan yang nyata (Tabel 17). Hal ini tidak sesuai dengan Almatsier (2003) yang menyatakan bahwa konsumsi jeroan berlebih dapat menimbulkan penimbunan kolesterol LDL dan meningkatkan penyempitan pembuluh darah. Hubungan Konsumsi Minuman Beralkohol dengan Hipertensi Berdasarkan pada Tabel 14, dapat diketahui bahwa prevalensi hipertensi pada orang yang tidak mengkonsumsi alkohol lebih tinggi daripada orang yang mengkonsumsinya. Fakta ini didukung dengan uji statistik yang menemukan adanya hubungan nyata positif antara konsumsi minuman beralkohol dengan hipertensi (Tabel 17). Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan Krummel (2004), yang menyatakan bahwa konsumsi alkohol merupakan faktor penting yang menyebabkan peningkatan tekanan darah. Sementara itu Renaud et al. (2004) menemukan adanya efek dari salah satu jenis minuman beralkohol, yaitu wine, yang bersifat protektif terhadap hipertensi, penyakit jantung, dan stroke. Hal ini diduga karena kelemahan jenis studi yang digunakan. Salah satu kelemahan studi cross sectional ini adalah tidak dapat mempelajari pengaruh paparan (exposure) dan penyakit (outcome), karena pengumpulan datanya dilakukan sewaktu. Adanya budaya atau norma agama di suatu masyarakat yang melarang atau hanya mengkonsumsi alkohol pada perayaan hari-hari penting saja menyebabkan kerancuan data yang dikumpulkan. Boleh jadi pada saat pengumpulan data bersamaan dengan upacara keagamaan tertentu, sehingga seseorang yang mengkonsumsi alkohol pada saat itu dianggap memiliki kebiasaan mengkonsumsi alkohol. Hubungan Konsumsi Minuman Berkafein dengan Hipertensi Hasil uji statistik menunjukkan adanya hubungan yang nyata antara konsumsi minuman berkafein dengan hipertensi (Tabel 17). Namun demikian, terdapat dua hubungan yang saling berlawanan. Hubungan nyata negatif ditemukan di Rokan Hilir, sedangkan hubungan nyata positif ditemukan di Wonogiri dan Salatiga. Hal ini sejalan dengan Uiterwaal et al. (2007) yang
57
menyatakan bahwa penelitian mengenai pengaruh kafein terhadap kejadian hipertensi belum menunjukkan hasil yang konsisten. Beberapa penelitian menunjukkan adanya pengaruh negatif antara konsumsi kafein dengan kejadian hipertensi, sebagian lagi menunjukkan adanya pengaruh positif. Hubungan Kebiasaan Merokok dengan Hipertensi Hubungan yang nyata antara kebiasaan merokok dengan hipertensi hanya ditemukan di Rokan Hilir (Tabel 17). Hubungan bersifat negatif, artinya contoh yang tidak pernah merokok lebih rendah mengalami kejadian hipertensi. Berdasarkan Tabel 15, prevalensi hipertensi tertinggi (68.8%) terdapat pada contoh yang sebelumnya merokok. Hal ini diduga karena pengaruh nikotin dalam
rokok.
Nikotin
dapat
mengganggu
sistem
saraf
simpatis
yang
mengakibatkan meningkatnya kebutuhan oksigen miokard. Selain menyebabkan ketagihan merokok, nikotin juga merangsang pelepasan adrenalin, meningkatkan frekuensi denyut jantung, tekanan darah, kebutuhan oksigen jantung, serta menyebabkan gangguan irama jantung. Nikotin juga mengganggu kerja saraf, otak dan banyak bagian tubuh lainnya (Tandra 2003). Selain itu, merokok juga dapat mengubah metabolisme kolesterol ke arah aterogenik, meningkatkan kadar kolesterol darah, meningkatkan LDL, menurunkan kadar HDL (Karyadi 2002), dan mengaktifkan platelet (sel-sel penggumpal darah) (Khomsan 2004). Hubungan Stress dengan Hipertensi Secara umum ditemukan adanya hubungan nyata positif antara stress dengan hipertensi (r=0.029, p<0.05). Sementara itu, hubungan tingkat stress dengan hipertensi di masing-masing daerah tidak menunjukkan hubungan yang nyata (Tabel 17). Hasil penelitian ini sesuai dengan Peebles dan Hammer (2006) yang menyatakan bahwa aktivitas sistem syaraf simpatik berlebih karena stress dan resistansi insulin berkontribusi dalam kejadian hipertensi pada anak maupun orang dewasa. Hasil yang berbeda ini diduga karena adanya bias informasi dari contoh dan bias rentang waktu pengumpulan data. Bias informasi dapat terjadi jika contoh merasa malu dan tidak jujur atau lupa saat menjawab pertanyaan yang diajukan. Sementara itu, bias rentang waktu pengumpulan data dapat terjadi karena pertanyaan yang diajukan hanya berlaku pada 30 hari terakhir saja. Sedangkan seperti telah diketahui, hipertensi dapat disebabkan oleh tekanan atau stress yang berlangsung lama.
58
Hubungan Status Gizi dengan Hipertensi Hasil uji statistik menemukan adanya hubungan nyata positif antara status gizi dengan hipertensi pada masing-masing daerah (Tabel 170). Hubungan positif berarti bahwa kejadian hipertensi lebih tinggi pada contoh yang memiliki kategori IMT tinggi (BB lebih dan Obesitas) daripada orang yang memiliki IMT rendah. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Peebles & Hammer (2006) dan Sabunga (2007) yang menyatakan bahwa risiko hipertensi meningkat seiring dengan peningkatan BMI. Hubungan antara kelebihan berat badan dengan hipertensi diduga karena perubahan fisiologis, yaitu resistensi insulin dan hiperinsulinemia; aktivasi sistem saraf simpatik dan sistem renin-angiotenin; dan perubahan organ ginjal. Peningkatan asupan energi juga berhubungan dengan peningkatan insulin plasma, yang berperan sebagai faktor natriuretik dan menyebabkan peningkatan reabsorbsi natrium ginjal sehingga menyebabkan meningkatnya tekanan darah (Krummel 2004).
Faktor Risiko Hipertensi Hipertensi merupakan masalah kesehatan masyarakat baik di negara maju maupun negara berkembang. Hipertensi merupakan suatu keadaan tanpa gejala, dimana tekanan yang abnormal tinggi di dalam arteri menyebabkan meningkatnya risiko terhadap stroke, aneurisma, gagal jantung, serangan jantung, dan kerusakan ginjal. Sebanyak 49.2% contoh dalam penelitian ini mengalami hipertensi dan 38.9% contoh mengalami pre-hipertensi. Faktor risiko diartikan sebagai faktor-faktor yang keberadaannya dapat meningkatkan (faktor pemicu) atau menurunkan (faktor protektif) peluang kejadian suatu penyakit. Hubungan faktor-faktor risiko dengan kejadian hipertensi dianalisis secara bersama-sama menggunakan analisis multivariat regresi logistik. Variabel yang masuk dalam analisis multivariat ini adalah yang memiliki nilai signifikansi p<0.05. Faktor-faktor risiko tersebut (Tabel 17) dimasukkan ke dalam analisis regresi logistik multivariat. Banyak faktor yang diduga dapat menyebabkan hipertensi di keempat kabupaten/kota dengan prevalensi hipertensi tertinggi di Indonesia ini. Akan tetapi, setelah dianalisis lebih lanjut dengan analisis multivariat, ada beberapa variabel yang sebelumnya signifikan tetapi setelah dibandingkan dengan variabel lain menjadi tidak signifikan. Hal ini dapat terjadi karena ada kemungkinan
59
pengaruh variabel tersebut tidak cukup besar apabila dibandingkan dengan variabel-variabel lain, sehingga variabel tersebut akan keluar dengan sendirinya. Beberapa faktor yang mempengaruhi kejadian hipertensi secara keseluruhan di keempat daerah tersebut disajikan pada Tabel 18. Tabel 18 Faktor risiko hipertensi di keempat daerah Faktor Risiko
B
Umur (tahun) (0=18-40 40-60 >60 Pendidikan (0=
Sig.
OR
95.0% C.I.for EXP(B) Lower Upper
-1.475 -.691
.000 .000
.229 .501
.188 .412
.278 .609
.256
.003
1.292
1.090
1.531
-.206
.003
.814
.712
.931
-.296
.000
.744
.661
.837
.230
.002
1.258
1.092
1.450
-.609 -.989 1.546
.000 .000 .000
.544 .372 4.692
.472 .299
.628 .463
Negelkerke R Square = 12.8%
Berdasarkan pada Tabel 18 dapat diketahui bahwa umur, aktivitas fisik sedang, berjalan kaki/bersepeda kayuh, dan status gizi merupakan faktor protektif (OR<1); sedangkan pendidikan dan konsumsi makanan asin merupakan faktor pemicu hipertensi (OR>1). Faktor protektif adalah faktor risiko yang dapat menurunkan peluang kejadian hipertensi, sedangkan faktor pemicu adalah faktor risiko yang dapat meningkatkan peluang kejadian hipertensi. Faktor protektif yang pertama adalah umur. Orang yang berumur 40-60 tahun memiliki peluang 77% lebih rendah (OR=0.229) dan orang yang berumur >60 tahun mengalami peluang 50% lebih rendah (OR=0.501) mengalami kejadian hipertensi daripada orang yang berumur 18-40 tahun. Berbeda dengan hasil analisis bivariat, dalam analisis multivariat umur yang lebih tua memiliki peluang hipertensi yang lebih rendah daripada umur yang lebih muda. Orang yang lebih tua mungkin lebih menyadari bahwa dirinya memiliki peluang mengalami berbagai penyakit komplikasi yang lebih tinggi. Oleh karena itu, adanya sikap waspada dan pengelolaan gaya hidup yang baik dilakukan untuk
mencegah
timbulnya
penyakit
tersebut.
Hal inilah
menyebabkan umur lebih tua bersifat protektif terhadap hipertensi.
yang
diduga
60
Faktor kedua adalah aktivitas fisik sedang. Orang yang tidak melakukan aktivitas fisik sedang memiliki peluang 19% lebih rendah (OR=0.814) daripada orang yang melakukannya. Faktor ketiga adalah berjalan kaki/bersepeda, yang memiliki peluang hipertensi 26% lebih rendah (OR=0.744) daripada orang yang melakukannya. Pada penelitian ini, kurangnya aktivitas fisik dapat mencegah kejadian hipertensi. Hal ini diduga karena intensitas aktivitas fisik dan energi yang dikeluarkan. Karena dalam penelitian ini hanya menekankan aspek kualitatif, maka tidak dapat diketahui intensitas aktivitas fisik dan jumlah energi yang dikeluarkan. Selain itu, orang yang tidak melakukan aktivitas fisik diduga memiliki pola konsumsi pangan yang lebih baik, sehingga dapat terhindar dari kejadian hipertensi. Orang yang tidak melakukan aktivitas fisik berhubungan dengan kebiasaan mengkonsumsi buah dan sayur dalam jumlah cukup (r=-0.028, p<0.05); jarang mengkonsumsi makanan/minuman manis (r=0.057, p<0.05), makanan berlemak (r=0.065, p<0.05), makanan awetan (r=0.037, p<0.05); dan tidak merokok setiap hari (r=0.042, p<0.05) (Lampiran 2). Faktor keempat adalah status gizi. Baik status gizi kurus maupun obesitas memiliki peluang hipertensi sebesar 46% dan 63% lebih rendah daripada status gizi normal. Status gizi kurus yang bersifat protektif diduga karena rendahnya konsumsi pangan, termasuk makanan berisiko. Orang yang memiliki status gizi kurus relatif terlindungi dari gangguan dislipidemia dan aterosklerosis yang dapat meningkatkan tekanan darah. Sementara itu, status gizi obesitas juga berperan sebagai faktor protektif. Hal ini diduga karena seseorang tidak mengkonsumsi makanan berisiko (khususnya makanan asin) meskipun dirinya mengalami obesitas. Faktor pemicu yang pertama adalah pendidikan. Pendidikan tamat SD dan tamat SLTP memiliki peluang mengalami hipertensi 29% lebih tinggi daripada pendidikan
yang lebih mudah. Suhardjo (1989)
mengatakan bahwa semakin tinggi pendapatan seseorang maka semakin tinggi harga energi yang dikonsumsi.
61
Faktor kedua adalah makanan asin. Orang yang sering mengkonsumsi makanan asin memiliki peluang 26% lebih tinggi daripada orang yang jarang mengkonsumsinya. Orang yang sering mengkonsumsi makanan asin memiliki peluang hipertensi yang lebih tinggi. Hal ini diduga karena beberapa hal, antara lain: ketidakmampuan ginjal untuk mengeskresikan natrium, pengaturan sirkulasi ginjal yang tidak normal, dan sekresi aldosteron (Williams 1991). Pembatasan konsumsi garam perlu dilakukan untuk mencapai tekanan darah normal, khususnya bagi yang memiliki sensitivitas garam yang tinggi. Salah satu rekomendasi pencegahan hipertensi di Amerika adalah dengan membatasi konsumsi garam 6 g/hari (100 mEq atau 2400 mg Na per hari). Nilai Negelkerke R Square menunjukkan persentase peluang kejadian yang dapat ditentukan oleh variabel-variebel pengaruh (Suharjo 2008). Berdasarkan nilai Negelkerke R Square model tersebut hanya dapat mewakili 12.8% dari variabel yang mempengaruhi hipertensi. Dengan kata lain, sebanyak 87.2% variabel yang berpengaruh terhadap hipertensi tidak diteliti. Variabel tersebut antara lain: faktor keturunan/genetik, kelainan hormon, penggunaan obat tertentu, intoleransi glukosa, kadar kolesterol darah, dan kelainan organ lain (ginjal, jantung, aterosklerosis). Faktor Risiko Hipertensi di Kuantan Singingi Umur, berjalan kaki/bersepeda, dan status gizi merupakan faktor protektif hipertensi di Kuantan Singingi. Orang yang berumur 40-60 tahun memiliki peluang 85% lebih rendah dan orang yang berumur >60 tahun memiliki peluang 55% lebih rendah mengalami hipertensi daripada orang yang berumur 18-40 tahun. Orang yang tidak memiliki kebiasaan berjalan kaki/bersepeda kayuh memiliki peluang mengalami hipertensi 35% lebih rendah daripada orang yang melakukannya. Orang yang memiliki status gizi kurus memiliki peluang hipertensi 43% lebih rendah dan orang yang berstatus gizi obesitas memiliki peluang hipertensi 71% lebih rendah daripada orang yang berstatus gizi normal. Sementara itu, konsumsi makanan berlemak merupakan faktor pemicu yang paling besar (OR=1.642). Makanan yang digoreng memiliki rasa yang gurih, renyah, enak, dan kaya lemak. Hal ini menyebabkan seseorang ingin makan terus menerus, sehingga memiliki densitas energi yang tinggi dan tingkat kepuasan yang rendah (Johnson et al. 2007). Rendahnya tingkat kepuasan dapat berpengaruh terhadap kemampuan respon insulin dan leptin, hormon yang menstimulasi rasa lapar-kenyang (Castillon et al. 2007). Konsumsi pangan tinggi
62
lemak juga dapat menyebabkan penyumbatan pembuluh darah yang dikenal dengan aterosklerosis (Almatsier 2003). Penumpukan dan pembentukan plak tersebut membuat pembuluh darah semakin sempit dan elastisitasnya berkurang. Peluang masing-masing faktor risiko terhadap kejadian hipertensi dapat dilihat dari nilai OR pada Tabel 19. Tabel 19 Faktor risiko hipertensi di Kuantan Singingi Faktor Risiko Umur (tahun) (0=18-40) 40-60) >60 Berjalan kaki/bersepeda (0=Ya) Tidak Makanan berlemak (0=Jarang) Sering Status gizi (0=Normal) Kurus Obesitas Constant
B
Sig.
OR
95.0% C.I.for EXP(B) Lower Upper
-1.916 -.797
.000 .005
.147 .451
.085 .257
.254 .791
-.435
.001
.647
.501
.836
.496
.002
1.642
1.199
2.249
-.555 -1.252 1.720
.001 .000 .000
.574 .286 5.587
.411 .175
.801 .468
Negelkerke R Square = 16.0%
Faktor risiko tersebut hampir sama dengan dengan faktor-faktor sebelumnya. Hal ini menguatkan fakta bahwa faktor-faktor tersebut berpengaruh kuat terhadap kejadian hipertensi, sehingga perlu mendapatkan perhatian serius agar dapat mencegah dan mengelola kejadian hipertensi. Masyarakat Kuantan Singingi hendaknya mengurangi konsumsi makanan berlemak mengingat konsumsi makanan berlemak merupakan faktor pemicu hipertensi di daerah ini. Salah satu cara mensosialisasikannya adalah dengan poster (Lampiran 4). Berdasarkan nilai Negelkerke R Square, faktor risiko tersebut dapat menjelaskan kejadian hipertensi sebanyak 16.0%, sedangkan 84.0% kejadian hipertensi dijelaskan oleh faktor atau variabel lain. Tanpa adanya faktor risiko yang mempengaruhinya (Tabel 19), orang dewasa di Kuantan Singingi memiliki peluang mengalami hipertensi sebesar 1.720 kali (Lampiran 3). Faktor Risiko Hipertensi di Rokan Hilir Faktor risiko yang ditemukan di Rokan Hilir semuanya merupakan faktor protektif, tidak ada yang merupakan fator pemicu. Faktor-faktor tersebut adalah umur, tingkat pengeluaran, aktivitas fisik sedang, berjalan kaki/bersepeda dan konsumsi minuman berkafein. Besar peluang masing-masing faktor risiko dapat dilihat pada Tabel 20.
63
Tabel 20 Faktor risiko hipertensi di Rokan Hilir Faktor Risiko Umur (tahun) (0=18-40) 40-60 Tingkat pengeluaran (0=
B
Sig.
OR
95.0% C.I.for EXP(B) Lower Upper
-.843
.000
.430
.272
.682
-.470
.000
.625
.491
.796
-.480
.000
.619
.478
.801
-.341
.005
.711
.559
.904
-.423
.001
.655
.512
.838
1.435
.000
4.202
Negelkerke R Square = 12.5%
Orang yang berumur 40-60 tahun memiliki peluang hipertensi sebesar 57% lebih rendah daripada orang yang berumur 18-40 tahun. Orang yang tidak melakukan aktivitas fisik sedang memiliki peluang hipertensi 38% lebih rendah daripada orang yang melakukannya. Sementara itu, orang yang tidak melakukan kebiasaan berjalan kaki/bersepeda kayuh memiliki peluang hipertensi 29% lebih rendah daripada yang melakukannya. Tingkat pengeluaran kuintil ≥ke-3 memiliki peluang mengalami hipertensi 38% lebih rendah daripada
64
model tersebut hanya dapat mewakili 12.5% dari variabel yang mempengaruhi hipertensi. Dengan kata lain, sebanyak 87.5% variabel yang berpengaruh terhadap hipertensi tidak diteliti. Faktor Risiko Hipertensi di Wonogiri Umur, pekerjaan, berjalan kaki/bersepeda, stress, dan status gizi merupakan faktor protektif hipertensi di Wonogiri; sedangkan pendidikan dan status perkawinan merupakan faktor pemicu hipertensi. Peluang masing-masing faktor risiko hipertensi di Wonogiri dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 21 Faktor risiko hipertensi di Wonogiri Faktor Risiko Umur (tahun) (0=18-40) 40-60 >60 Pendidikan (0=
B
95.0% C.I.for EXP(B) Lower Upper
Sig.
OR
-1.166 -.675
.000 .000
.312 .509
.228 .380
.426 .683
.508
.007
1.662
1.147
2.409
-.407
.011
.665
.486
.911
.349
.014
1.418
1.073
1.873
-.278
.016
.758
.604
.951
-.799
.001
.450
.283
.714
-.630 -1.140 .620
.000 .000 .399
.533 .320 1.858
.395 .214
.718 .477
Negelkerke R Square = 15.4%
Golongan umur 40-60 tahun memiliki peluang hipertensi 69% lebih rendah dan golongan umur >60 tahun memiliki peluang 49% lebih rendah daripada golongan umur 18-40 tahun. Pendidikan tamat SD dan SLTP memiliki peluang 66% lebih tinggi daripada pendidikan
65
yang telah menikah memiliki peluang 42% lebih tinggi daripada yang belum atau berpisah dengan pasangannya. Hal ini diduga karena orang yang telah menikah cenderung menyesuaikan diri dengan pasangannya, termasuk dalam hal gaya hidup dan perilaku makan. Sementara itu, orang yang stress memiliki peluang 55% lebih rendah mengalami hipertensi daripada orang yang tidak stress. Hal ini diduga karena orang yang tidak mengalami stress mengkonsumsi makanan berisiko lebih banyak dan memiliki kebiasaan hidup yang dapat meningkatkan tekanan darah, seperti merokok, konsumsi alkohol, dll. Tanpa adanya faktor risiko seperti pada Tabel 21, peluang kejadian hipertensi pada orang dewasa di Wonogiri sebesar 0.620 kali (Lampiran 3). Dengan kata lain orang dewasa di daerah tersebut memiliki peluang hipertensi yang lebih rendah. Namun demikian, model yang didapat tidak signifikan (p>0.05) dan berdasarkan nilai Negelkerke R Square model tersebut hanya dapat mewakili 15.4% dari variabel yang mempengaruhi hipertensi. Dengan kata lain, sebanyak 84.6% variabel yang berpengaruh terhadap hipertensi tidak diteliti. Faktor Risiko Hipertensi di Salatiga Tabel 22 Faktor risiko hipertensi di Salatiga Faktor Risiko Umur (tahun) (0=18-40) 40-60 >60 Pendidikan (0=
B
95.0% C.I.for EXP(B) Lower Upper
Sig.
OR
-1.988 -1.116
.000 .000
.137 .328
.089 .216
.210 .498
.566
.005
1.761
1.191
2.604
-1.172 -1.496 2.036
.000 .000 .000
.310 .224 7.662
.233 .138
.412 .363
Negelkerke R Square = 23.3%
Faktor protektif hipertensi di Salatiga adalah umur dan status gizi, sedangkan faktor pemicunya adalah pendidikan. Umur 40-60 tahun memiliki peluang mengalami hipertensi 86% lebih rendah, sedangkan umur >60 tahun memiliki peluang 67% lebih rendah daripada umur 18-40 tahun. Pendidikan tamat SD dan tamat SLTP memiliki peluang 76% lebih tinggi daripada pendidikan
66
hipertensi daripada status gizi normal. Peluang kejadian hipertensi dapat dilihat dari nilai OR pada Tabel 22. Tanpa adanya faktor risiko tersebut (Tabel 22), peluang kejadian hipertensi pada orang dewasa di Salatiga sebesar 2.036 kali (Lampiran 3). Model tersebut sangat signifikan pada nilai p<0.01, namun berdasarkan nilai Negelkerke R Square model tersebut hanya dapat mewakili 23.3% dari variabel yang mempengaruhi hipertensi (Lampiran 3). Dengan kata lain, sebanyak 76.7% variabel yang berpengaruh terhadap hipertensi tidak diteliti.
Pembahasan Umum Prevalensi hipertensi di keempat daerah menunjukkan angka yang lebih tinggi daripada prevalensi nasional (31.7%). Pada masing-masing daerah prevalensi hipertensi adalah sebagai berikut: Kuantan Singingi (48.8%), Rokan Hilir (49.8%), Wonogiri (50.7%), dan Salatiga (47.0%). Tingkat keparahan hipertensi contoh pada masing-masing juga berbeda, mulai dari pre-hipertensi, hipertensi sedang, dan hipertensi berat. Penatalaksanaan yang baik perlu dilakukan sesuai dengan tingkat keparahan hipertensi yang diderita. Sementara itu, faktor risiko yang ditemukan pada penelitian ini masih mengundang pedebatan. Artinya, hasil analisis yang diperoleh berlawanan dengan literatur atau teori yang sudah ada. Oleh karena itu perlu adanya benang merah yang dapat mendasari diterimanya hasil penelitian ini. Penatalaksanaan Hipertensi Beaglehole (WHO, 1993) membagi upaya pencegahan menjadi 3 bagian: primordial prevention (pencegahan awal) yaitu pada pre patogenesis, primary prevention (pencegahan pertama) yaitu health promotion dan general and specific protection, secondary prevention (pencegahan tingkat kedua) yaitu early diagnosis and prompt treatment dan tertiary prevention (pencegahan tingkat ketiga)
yaitu
dissability
limitation.
Penerapan
upaya
tersebut
dalam
penatalaksanaan hipertensi dapat disesuaikan dengan tingkat keparahannya. Hipertensi tingkat berat (hipertensi 2) perlu mendapatkan tertiary prevention yaitu dengan upaya pengobatan dan pencegahan komplikasinya, hipertensi tingkat sedang (hipertensi 1) perlu mendapatkan secondary prevention yaitu dengan upaya diagnosis dini penanganan yang tepat sesuai penyebabnya, sedangkan pre hipertensi perlu mendapatkan promosi kesehatan (edukasi dan konseling) sebagai upaya peringatan dini dan pencegahan fluktuasi peningkatan
67
tekanan darah lebih lanjut. Pemilihan tindakan yang tepat perlu dilakukan mengingat
perbedaan
tingkat
keparahan
hipertensi
dan
karakteristik
patofisiologinya. Selain penatalaksanaan medis seperti pemberian obat antihipertensi (diuretics, beta blockers, vasodilators, ACE-inhibitors) dan modifikasi gaya hidup (aktivitas fisik, pengendalian stress, konseling gaya hidup); penatalaksanaan gizi seperti pengaturan berat badan, pembatasan natrium dan alkohol, peningkatan konsumsi buah dan sayur serta pendidikan gizi perlu dilakukan (Anderson & Garner
2000).
Edukasi
dan
pendidikan
gizi
dapat
dilakukan
dengan
menempelkan poster di tempat-tempat umum seperti sarana kesehatan (rumah sakit, puskesmas, apotek), pusat kebugaran dan kecantikan (fitness and spa centre) dan supermarket (khususnya di retail penjaja makanan). Contoh poster yang digunakan untuk promosi kesehatan dapat dilihat di Lampiran 4. Keterbatasan Penelitian Berdasarkan analisis yang dilakukan, telah ditemukan adanya faktorfaktor yang berpengaruh maupun berhubungan dengan hipertensi. Keberadaan dan sifat hubungan tersebut berbeda-beda pada masing-masing daerah. Beberapa faktor mengalami perubahan sifat hubungan dari analisis bivariat ke analisis multivariat; seperti umur, pengeluaran, yang sebelumnya bersifat sebagai pemicu serta pendidikan, konsumsi makanan asin, makanan berlemak, dan minuman berkafein, yang sebelumnya bersifat sebagai protektif. Hal ini diduga karena pada analisis bivariat hanya menghubungkan dua faktor, sedangkan multivariat menghubungkan lebih dari dua faktor. Faktor lain tersebut dimungkinkan sebagai faktor pengganggu (confounding factor), yang dapat bersifat sinergis sehingga menguatkan hubungan, maupun kontradiktif sehingga dapat melemahkan/mengubah sifat hubungan. Pada penelitian ini ditemukan hubungan beberapa faktor, seperti aktivitas fisik dan status gizi terhadap hipertensi, yang tidak sesuai dengan teori yang ada. Hal ini diduga karena keterbatasan desain studi yang digunakan. Studi cross sectional tidak dapat digunakan untuk mengetahui dapak langsung dari faktor risiko (paparan) terhadap penyakit (out come). Hal ini dikarenakan pengumpulan data paparan maupun out come dilakukan dalam satu waktu. Berbeda dengan studi kohort maupun eksperimental yang dapat langsung melihat pengaruhnya. Selain itu, apabila pengumpulan data dilakukan pada saat seseorang telah mengubah gaya hidupnya menjadi lebih baik, maka hubungan yang
68
dihasilkan akan bersifat negatif. Kebiasaan atau gaya hidup sebelumnya, yang mungkin mempengaruhi terjadinya hipertensi, tidak terekam dalam pengumpulan data. Misalnya seseorang yang didiagnosa hipertensi, sebelumnya memiliki kebiasaan makan tinggi natrium, tinggi kalori, dan merokok; namun atas saran dokter ia mulai mengubah kebiasaan tersebut. Data yang terekam pada saat pengambilan contoh adalah data kebiasaan baru tersebut, bukan data kebiasaan lama yang mungkin berhubungan positif dengan hipertensi. Data kebiasaan makan diperoleh dengan mengumpulkan data kualitatif yaitu frekuensi makan. Salah satu kelemahan pengumpulan data dengan metode ini adalah tidak diketahuinya jumlah pangan yang benar-benar dikonsumsi. Sehingga apabila ada dua orang, seorang mengkonsumsi satu cangkir kecil kopi kental satu kali sehari dan seorang lainnya mengkonsumsi satu gelas besar kopi encer satu kali sehari, maka kedua orang tersebut akan terekam mempunyai kebiasaan
mengkonsumsi
minuman
berkafein
satu
kali
sehari,
tidak
memperhatikan jumlah kopi yang diminum. Hal ini juga diduga mempengaruhi hasil analisis yang tidak sesuai dengan teori. Penelitian Lanjutan Melihat hasil yang diperoleh pada penelitian ini masih mengundang perdebatan, yakni hasilnya berbeda dengan teori, maka penelitian dan kajian lebih lanjut sangat diperlukan. Berdasarkan hasil dari penelitian ini, faktor gaya hidup yang berpengaruh nyata terhadap hipertensi adalah konsumsi makanan berlemak dan minuman berkafein. Penelitian yang bisa dilakukan antara lain adalah studi kohort (longitudinal design) mengenai pengaruh konsumsi makanan berlemak di Kuantan Singingi dan pengaruh konsumsi minuman berkafein di Rokan Hilir. Benarkah faktor tersebut berpengaruh nyata terhadap hipertensi dan seberapa besar pengaruhnya terhadap peningkatan tekanan darah. Penelitian lain mengenai pengaruh intoleransi glukosa, gangguan hormon, kolesterol, dan kelainan organ lain perlu dilakukan mengingat kontribusi variabel gaya hidup dan status gizi hanya mewakili 12.8% dari total variabel yang mempengaruhi hipertensi. Faktor genetik, seperti riwayat hipertensi keluarga dan umur mulai menderita hipertensi, perlu dikaji lebih lanjut mengingat faktor ini memiliki proporsi yang cukup besar (20%-25%) dalam menyebabkan hipertensi.
69
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Prevalensi hipertensi di keempat kabupaten/kota cukup tinggi bila dibandingkan dengan prevalensi nasional. Secara umum, prevalensi hipertensi tertinggi dialami oleh golongan umur ≥75 tahun, laki-laki, status gizi obesitas, tidak tamat sekolah, tidak bekerja, tinggal di wilayah perdesaan, berstatus cerai hidup, dan memiliki pengeluaran kuintil ke-5. Berdasarkan gaya hidup, prevalensi hipertensi tertinggi dialami oleh orang yang kurang melakukan aktivitas fisik dan konsumsi buah sayur; tidak melakukan aktivitas fisik berat, sedang, dan berjalan kaki/bersepeda kayuh; tidak pernah mengkonsumsi makanan asin, makanan berlemak,
makanan
awetan,
dan
minuman
beralkohol;
mengkonsumsi
makanan/minuman manis 1-2 kali per minggu, jeroan >1 kali per hari, minuman berkafein 1 kali per hari; sebelumnya merokok, dan stress. Prevalensi hipertensi tertinggi di Kuantan Singingi dialami oleh golongan umur ≥75 tahun, laki-laki, status gizi obesitas, tidak pernah sekolah, bekerja sebagai nelayan, tinggal di perdesaan, berstatus cerai mati, dan memiliki pengeluaran kuintil ke-5. Berdasarkan gaya hidup, prevalensi hipertensi tertinggi dialami oleh orang yang kurang melakukan aktivitas fisik dan konsumsi buah sayur; tidak melakukan aktivitas fisik berat, sedang, dan berjalan kaki/bersepeda kayuh; tidak pernah mengkonsumsi jeroan, makanan awetan, dan minuman beralkohol; mengkonsumsi makanan/minuman manis 1 kali per hari, makanan asin >1 kali per hari, makanan berlemak dan minuman berkafein 1-2 kali per minggu; dan sebelumnya pernah merokok. Prevalensi hipertensi tertinggi di Rokan Hilir dialami oleh golongan umur ≥75 tahun, laki-laki, status gizi obesitas, tamat perguruan tinggi, bekerja sebagai petani, tinggal di perdesaan, berstatus cerai hidup dan memiliki pengeluaran kuintil ke-5. Berdasarkan gaya hidup, prevalensi hipertensi tertinggi dialami oleh orang yang kurang melakukan aktivitas fisik dan konsumsi buah sayur, melakukan aktivitas fisik berat, tidak melakukan aktivitas fisik sedang, dan berjalan kaki/bersepeda kayuh; tidak pernah mengkonsumsi makanan asin, makanan
berlemak,
jeroan,
dan
minuman
beralkohol;
mengkonsumsi
makanan/minuman manis 1-2 kali per minggu, makanan yang diawetkan 1 kali per hari, dan minuman berkafein >1 kali per hari; sebelumnya pernah merokok dan mengalami stress.
70
Prevalensi hipertensi tertinggi di Wonogiri dialami oleh umur ≥75 tahun, perempuan, status gizi obesitas, tidak pernah sekolah, tidak bekerja, tinggal di wilayah perdesaan, berstatus cerai mati, dan memiliki pengeluaran kuintil ke-2. Berdasarkan gaya hidup, prevalensi hipertensi tertinggi dialami oleh orang yang kurang melakukan aktivitas fisik dan konsumsi buah sayur, tidak melakukan aktivitas fisik berat, sedang dan berjalan kaki/bersepeda kayuh; tidak pernah mengkonsumsi minuman berkafein dan minuman beralkohol; mengkonsumsi makanan/minuman manis 3-6 kali per minggu, makanan asin <3 kali per bulan, makanan berlemak >1 kali per hari, jeroan 1 kali per hari, dan makanan yang diawetkan 1 kali per hari; sebelumnya pernah merokok dan mengalami stres. Prevalensi hipertensi tertinggi di Salatiga dialami oleh golongan umur 6574 tahun, perempuan, status gizi obesitas, tidak pernah sekolah, tidak bekerja, tinggal di wilayah perdesaan, berstatus cerai hidup, dan memiliki pengeluaran kuintil ke-4. Berdasarkan gaya hidup, prevalensi hipertensi tertinggi dialami oleh orang yang kurang melakukan aktivitas fisik dan konsumsi buah sayur, melakukan aktivitas berjalan kaki/bersepeda kayuh, dan tidak melakukan aktivitas fisik berat dan sedang; tidak pernah mengkonsumsi makanan/minuman manis, makanan asin, jeroan, makanan yang diawetkan, minuman berkafein, dan minuman beralkohol; mengkonsumsi makanan berlemak >1 kali per hari, sebelumnya merokok, dan tidak stress. Secara umum pada keempat daerah, umur, pendidikan, pengeluaran perkapita, aktivitas fisik sedang, aktivitas berjalan kaki atau bersepeda, konsumsi makanan asin, makanan berlemak, jeroan, makanan awetan, minuman beralkohol, stress, dan status gizi berhubungan nyata dengan kejadian hipertensi (p<0.05). Faktor risiko yang berhubungan nyata (p<0.05) dengan kejadian hipertensi di Kuantan Singingi adalah umur, pendidikan, status perkawinan, aktivitas berjalan kaki atau bersepeda, konsumsi makanan berlemak, makanan awetan, dan status gizi. Di Rokan Hilir adalah umur, jenis kelamin, status perkawinan, pengeluaran, aktivitas fisik kumulatif, aktivitas fisik sedang, aktivitas berjalan kaki atau bersepeda, konsumsi makanan asin, makanan berlemak, minuman berkafein, kebiasaan merokok, dan status gizi. Di Wonogiri adalah umur, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, aktivitas fisik berat, konsumsi makanan asin, jeroan, minuman beralkohol, minuman berkafein, stress, dan status gizi. Sementara itu di Salatiga adalah umur, pendidikan, konsumsi jeroan, makanan awetan, minuman berlkohol, minuman berkafein, dan status gizi.
71
Hasil analisis multivariat regresi logistik menemukan faktor protektif hipertensi di keempat daerah adalah umur ≥40 tahun, tidak melakukan aktivitas fisik sedang, tidak melakukan aktivitas berjalan kaki atau bersepeda kayuh, status gizi kurus, dan obesitas; sedangkan faktor pemicunya adalah pendidikan dan konsumsi makanan asin. Faktor protektif hipertensi di Kuantan Singingi adalah umur ≥40 tahun, tidak melakukan aktivitas berjalan kaki/bersepeda kayuh, status gizi kurus, dan obesitas; sedangkan faktor pemicunya adalah konsumsi makanan berlemak. Faktor protektif hipertensi di Rokan Hilir adalah umur ≥40 tahun, pengeluaran perkapita ≥kuintil ke-3, tidak melakukan aktivitas fisik sedang dan berjalan kaki/bersepeda kayuh; serta sering konsumsi minuman berkafein. Faktor protektif hipertensi di Wonogiri adalah umur ≥40 tahun, pekerjaan petani/buruh, tidak melakukan aktivitas berjalan kaki/bersepeda kayuh, stress, status gizi kurus, dan obesitas; sedangkan faktor pemicunya adalah pendidikan tamat SD dan SLTP serta telah menikah. Faktor protektif hipertensi di Salatiga adalah umur ≥40 tahun, status gizi kurus, dan obesitas; sedangkan faktor pemicunya adalah pendidikan tamat SD dan SLTP.
Saran 1. Hendaknya masyarakat mulai menyadari adanya faktor risiko hipertensi, khususnya di daerah tempat penelitian, sehingga dapat mengelola dan mencegah hipertensi maupun komplikasinya. Upaya sosialisasi dapat menggunakan poster terlampir (Lampiran 4). 2. Adanya promosi kesehatan oleh dinas kesehatan yang dibantu oleh LSM dan swasta, khususnya pada kelompok yang berisiko besar mengalami hipertensi. Pemilihan sasaran yang tepat serta penggunaan metode penyuluhan disesuaikan dengan umur, tipe wilayah dan tingkat pendidikan. 3. Advokasi legislatif pada masing-masing daerah perlu dilakukan mengingat pentingnya penentuan alokasi APBD untuk dana kesehatan yang digunakan. 4. Mengingat hasil penelitian ini masih mengundang perdebatan maka diperlukan penelitian dan kajian lebih lanjut, khususnya untuk variabelvariabel terkait diluar variabel yang telah diteliti.
72
DAFTAR PUSTAKA [Anonim]. 2008. Risiko kehamilan pada penderita hipertensi [Artikel]. Harian Kompas: Edisi Minggu, 2 November 2008. http://kesehatan.kompas.com/ read/xml/2008/11/02/14173748/risiko.kehamilan.bagi.penderita.hipertensi. [4 Mei 2009]. Almatsier S. 2003. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Amelia F. 2008. Konsumsi pangan, pengetahuan gizi, aktivitas fisik dan status gizi pada remaja di Kota Sungai Penuh Kabupaten Kerinci Propinsi Jambi [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Anderson J dan Garner SC. 2000. Pathophysiology algorithm: treatment of hypertension. Di dalam: Mahan LK dan Escott-Stump S, editor. 2004. Food, Nutrition and Diet Therapy. USA: Saunders co. hlm. 913. Andiyani SF. 2007. Faktor-faktor yang mempengaruhi gaya hidup dan coping mecanism guru SD negeri dan swasta (kejadian di Kecamatan Purwakarta, Kota Cilegon, Jawa Barat) [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Armilawati, dkk. 2007. Hipertensi dan faktor risikonya dalam kajian epidemiologi. Makassar: Bagian Epidemiologi FKM UNHAS. Azwar A. 1994. Program Menjaga Mutu Pelayanan Kesehatan. Jakarta: Yayasan Penerbit Ikatan Dokter Indonesia. Beaglehole R, Bonita R, Kjellstrom T. 1993. Basic epidemiology. Geneva: WHO. Buckle KA, Edwards RA, Fleet GH, Wootton M. 1987. Ilmu Pangan Edisi kedua. Hari Purnomo dan Adiono, penerjemah. Jakarta: UI Press. Terjemahan dari: Food Science. Dauchet et al. 2007. Dietary patterns and blood pressure change over 5-y followup in the SU.VI.MAX cohort. Am J Clin Nutr 85:1650–6. [Depkes] Departemen Kesehatan. 2008. Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Indonesia Tahun 2007. Jakarta: Balitbangkes-Depkes RI. Gangwisch et al. 2006. Short sleep duration as a risk factor for hypertension, analyses of the First National Health and Nutrition Examination Survey. J Hypertension 47:833. Ganong WF. 1998. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Ed.17. Widjajakusumah MD dkk, penerjemah; Widjajakusumah MD, editor. Jakarta: EGC. Terjemahan dari: Review of Medical Physiology. hlm.567-569. Guallar-Castillon et al. 2007. Intake of fried foods is associated with obesity in the cohort of Spanish adults from the European Prospective Investigation into Cancer and Nutrition. Am J Clin Nutr 86:198 –205.
73
Hartono A. 2006. Terapi Gizi dan Diet Ed-2. Jakarta: EGC. Hurlock EB. 1980. Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Istiwidayanti dan Soedjarwo, penerjemah; Silabat RM, editor. Mc Graw-Hill, Inc. Terjemahan dari: Developmental Psycology. JNC-7. 2003. The Seventh Report of the Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure. JAMA 289:2560-2571. Johnson et al. 2002. Subtle acquired renal injury as a mechanism of saltsensitive hypertension. N Eng J Med 346:913. ______. 2007. Potential role of sugar (fructose) in the epidemic of hypertension, obesity and the metabolic syndrome, diabetes, kidney disease, and cardiovascular disease. Am J Clin Nutr 86:899 –906. Karyadi E. 2002. Hidup Bersama Penyakit Hipertensi, Asam Urat, Jantung Koroner. Jakarta: PT. Intisari Mediatama. Kelley GA, Kelley KS, Tran ZV. 2001. Walking and resting blood pressure in adults: a meta analysis. Preventive Med 33:120-7. Khomsan A. 1996. Defisiensi dan Kelebihan Gizi. Di dalam: Khomsan A dan Sulaeman A, editor. 1996. Gizi dan Kesehatan dalam Pertanian. Bogor: IPB Pres. ______. 2004. Peranan Pangan dan Gizi Untuk Kualitas Hidup. Jakarta: PT. Grasindo. Klabunde RE. 2007. Cardiovascular physiology concept: renin-angiotensinaldosteron. www.cvpharmacology.com. [27 Juni 2009] Krisnatuti D, Yenrina R. 2005. Perencanaan Menu Bagi Penderita Jantung Koroner. Jakarta: Trubus Agriwidya. Krummel DA. 2004. Medical Nutrition Therapy in Hypertension. Di dalam: Mahan LK dan Escott-Stump S, editor. 2004. Food, Nutrition and Diet Therapy. USA: Saunders co. hlm. 900-918. Ledikwe et al. 2007. Reductions in dietary energy density are associated with weight loss in overweight and obesitas participants in the PREMIER trial. Am J Clin Nutr 85:1212–21. Mulyono E. 1994. Analisis profil gaya hidup konsumen dan pilihan penggunaan media: satu pendekatan strategis media iklan (kejadian di masyarakat Kotamadya Bogor) [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Peebles R, Hammer LD. 2006. Chilhood Obesity. Di dalam: Bronner F, editor. Nutritional and Clinical Management of Chronic Conditions and Disease. USA: CRC Press. hlm. 1-34.
74
[Perdughi] Perhimpunan Peduli Ginjal Hipertensi Indonesia. 2006. Tips hidup sehat bagi penderita hipertensi [artikel]. http://perdughi.com/uploads/ Tips%20Hipertensi-perbaikan.doc. [13 Maret 2009] Purwati, Salimar, dan Rahayu S. 2002. Perencanaan Menu untuk Penderita Tekanan Darah Tinggi. Jakarta: PT Panebar Swadaya. Renaud et al. 2004. Moderate wine drinkers have lower hypertension-related mortality: a prospective cohort study in French men. Am J Clin Nutr 80: 621–5. Rimbawan dan A. Siagian. 2004. Indeks Glikemik Pangan. Bogor: Panebar Swadaya. Sabunga A. 2007. Keragaan status gizi dan tekanan darah pada mahasiswa program diploma Institut Pertanian Bogor 2006/2007 [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Sanjur D. 1982. Social and Culture Perspective in Nutrition. New York: Prentice Hall. Suhardjo. 1989. Sosio Budaya Gizi. Bogor: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi - Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi - Institut Pertanian Bogor. Suharjo B. 2008. Analisis Regresi Terapan dengan SPSS. Yogyakarta: Graha Ilmu. Supariasa I.D.M, dkk. 2001. Penilaian Status Gizi. Jakarta: EGC. Syaifuddin. 2006. Anatomi Fisiologi untuk Mahasiswa Keperawatan Ed-3. Monica Ester, editor. Jakarta: EGC. Tandra H. 2003. Merokok dan kesehatan. Http:/www.Antirokok.or.id/berita/ beritarokok kesehatan. htm. [3 Feb 2009] Tesfaye F et al. 2007. Association between body mass index and blood pressure across three population in Africa and Asia. J of Human Hypertension 21: 28-37. U.S. Department of Health and Human Services. 2004. The Seventh Report of the Joint National Commitee (JNC-7) on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure. USA: National Institute of Health Complete Report. Uiterwaal et al. 2007. Coffee intake and insidence of hypertension. Am J Clin Nutr 85(3):718-723. Wang et al. 2007. Whole- and refine-grain intakes and the risk of hypertension in women. Am J Clin Nutr 86(2):472-479.
75
Whelton SP, Chin A, Xin X, He J. 2002. Effect of aerobic exercise and blood pressure: a meta-analysis of randomized controlled trials. Ann Intern Med 136(7):493-503. Widyaningsih NN. 2008. Pengaruh keadaan sosial ekonomi, gaya hidup, status gizi dan tingkat stress terhadap tekanan darah [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Williams GH. 1991. Hypertensive vascular disease. Di dalam: Wilson Jean D. et al.,editor. Harrison’s Principles of Internal Medicine - 12th ed. Spanish: McGraw-Hill, Inc. hlm. 1001-1015. Whinkelmayer WC et al. 2005. Habitual caffeine intake and the risk of hypertension in women. JAMA 294: 2330-2335. Yan Lijing L et al. 2003. Psycoscial factors and risk of hypertension: The coronary artery risk development in young adult (CARDIA) study. JAMA 290 (16):2138-2148.
76
LAMPIRAN
77
Lampiran 1 Sebaran contoh berdasarkan variabel gangguan mental emosional
Variabel Stress
Kuantan Singingi n (%)
Rokan Hilir n (%)
Wonogiri n (%)
Salatiga n (%)
Menderita sakit kepala
709 (63.4)
463 (38.0)
639 (40.3)
526 (44.5)
2 337 (45.8)
Tidak nafsu makan
320 (28.6)
371 (30.5)
112 (7.1)
208 (17.6)
1 011 (19.8)
Sulit tidur
305 (27.3)
377 (31.0)
177 (11.2)
305 (25.8)
1 164 (22.8)
Mudah takut
114 (10.2)
174 (14.3)
71 (4.5)
96 (8.1)
455 (8.9)
Merasa tegang, cemas, kuatir
149 (13.3)
234 (19.2)
113 (7.1)
232 (19.6)
728 (14.3)
Tangan gemetar
104 (9.3)
149 (12.2)
177 (11.2)
143 (12.1)
573 (11.2)
Pencernaan terganggu/buruk
126 (11.3)
117 (9.6)
113 (7.1)
210 (17.8)
566 (11.1)
82 (7.3)
165 (13.5)
66 (4.2)
68 (5.8)
381 (7.5)
Merasa tidak bahagia
111 (9.9)
56 (4.6)
47 (3.0)
37 (3.1)
251 (4.9)
Menangis lebih sering
90 (8.0)
56 (4.6)
46 (2.9)
45 (3.8)
237 (4.6)
Sulit menikmati kegiatan sehari-hari
88 (7.9)
97 (8.0)
52 (3.3)
42 (3.6)
279 (5.5)
Sulit mengambil keputusan
82 (7.3)
182 (14.9)
58 (3.7)
52 (4.4)
374 (7.3)
Pekerjaan sehari-hari terganggu
63 (5.6)
142 (11.7)
45 (2.8)
29 (2.5)
279 (5.5)
Tidak mampu melakukan hal-hal yang bermanfaat dalam hidup
79 (7.1)
54 (4.4)
34 (2.1)
20 (1.7)
187 (3.7)
Kehilangan minat dalam berbagai hal
79 (7.1)
59 (4.8)
28 (1.8)
32 (2.7)
198 (3.9)
Merasa tidak berharga
84 (7.5)
58 (4.8)
44 (2.8)
32 (2.7)
218 (4.3)
Mempunyai pikiran untuk mengakhiri hidup
53 (4.7)
36 (3.0)
23 (1.5)
12 (1.0)
124 (2.4)
Merasa lelah sepanjang waktu
126 (11.3)
148 (12.2)
232 (14.6)
220 (18.6)
726 (14.2)
Mengalami rasa tidak enak perut
215 (19.2)
224 (18.4)
196 (12.4)
249 (21.1)
884 (17.3)
Mudah lelah
430 (38.4)
389 (31.9)
545 (34.4)
480 (40.6)
1 844 (36.1)
Sulit berpikir jernih
Total n (%)
78
Lampiran 2 Hasil Analisis Korelasi Spearman 1. Total Contoh A B C D E F G H I J K L M N O P Q R S
A 1.000 -.485* .013 .051* -.023 .063* .011 .049* -.114* .093* .147* .168* .120* -.045* .130* .002 .116* -.015 .327*
B -.485* 1.000 .227* -.152* .119* -.024 .091* -.067* .036* -.069* -.216* -.243* -.127* -.017 -.093* -.021 -.141* .099* -.133*
C .013 .227* 1.000 -.113* .106* .003 .113* .023 -.053* .034* -.050* -.112* -.021 .030* -.041* .044* -.046* .105* .039*
D .051* -.152* -.113* 1.000 -.578* -.271* -.419* .091* -.072* .053* .061* .097* -.001 -.112* .002 .001 -.033* -.035* -.023
E -.023 .119* .106* -.578* 1.000 -.119* .211* -.034* .055* -.022 -.071* -.119* -.085* .300* .066* .088* .076* .045* .010
F .063* -.024 .003 -.271* -.119* 1.000 .151* -.028* .057* -.009 .026 -.014 .037* -.161* -.061* -.085* .065* -.041* .063*
G .011 .091* .113* -.419* .211* .151* 1.000 -.075* .057* .005 .065* -.043* .067* .042* -.035* -.015 .016 .014 .073*
H .049* -.067* .023 .091* -.034* -.028* -.075* 1.000 -.070* .068* .078* .078* -.084* .001 .002 -.012 -.016 -.008 -.014
I J K L M N O P Q R S -.114* .093* .147* .168* .120* -.045* .130* .002 .116* -.015 .327* .036* -.069* -.216* -.243* -.127* -.017 -.093* -.021 -.141* .099* -.133* -.053* .034* -.050* -.112* -.021 .030* -.041* .044* -.046* .105* .039* -.072* .053* .061* .097* -.001 -.112* .002 .001 -.033* -.035* -.023 .055* -.022 -.071* -.119* -.085* .300* .066* .088* .076* .045* .010 .057* -.009 .026 -.014 .037* -.161* -.061* -.085* .065* -.041* .063* .057* .005 .065* -.043* .067* .042* -.035* -.015 .016 .014 .073* -.070* .068* .078* .078* -.084* .001 .002 -.012 -.016 -.008 -.014 1.000 .151* .013 -.024 -.031* .102* -.020 .030* .069* .018 -.005 .151* 1.000 .270* .035* -.016 -.012 -.023 .013 .004 -.044* .063* .013 .270* 1.000 .214* .229* .022 .058* -.036* .027 -.066* .083* -.024 .035* .214* 1.000 .301* .047* .087* .167* -.063* -.029* .048* -.031* -.016 .229* .301* 1.000 .032* .085* .059* .003 -.039* .049* .102* -.012 .022 .047* .032* 1.000 .275* .278* .056* .115* .008 -.020 -.023 .058* .087* .085* .275* 1.000 .080* .001 .009 .043* .030* .013 -.036* .167* .059* .278* .080* 1.000 -.051* .005 .011 .069* .004 .027 -.063* .003 .056* .001 -.051* 1.000 -.028* .029* .018 -.044* -.066* -.029* -.039* .115* .009 .005 -.028* 1.000 .120* -.005 .063* .083* .048* .049* .008 .043* .011 .029* .120* 1.000
Keterangan: * Signifikansi pada tingkat kepercayaan 0.05 (A) Umur (B) Pendidikan (C) Pengeluaran rumah tangga (D) Aktivitas fisik kumulatif (E) Aktivitas fisik berat (F) Aktivitas fisik sedang (G) Berjalan kaki/ bersepeda (H) Konsumsi buah dan sayur (I) Makanan manis (J) Makanan asin (K) Makanan berlemak (L) Jeroan (M) Makanan awetan (N) Kebiasaan merokok (O) Minuman beralkohol (P) Minuman berkafein (Q) Stress (R) Status gizi (S) Hipertensi
79
Lampiran 2 Hasil Analisis Korelasi Spearman (Lanjutan) 2. Kuantan Singingi A B C D E F G H I J K L M N O P Q R S
A 1.000 -.408* -.013 .136* -.082* .012 -.009 .018 -.113* .066* .059* -.011 .039 -.063* .103* -.101* .216* -.023 .298*
B C D E F G -.408* -.013 .136* -.082* .012 -.009 1.000 .187* -.172* .120* .007 .120* .187* 1.000 -.102* .058 .023 .072* -.172* -.102* 1.000 -.508* -.251* -.472* .120* .058 -.508* 1.000 -.330* .241* .007 .023 -.251* -.330* 1.000 .108* .120* .072* -.472* .241* .108* 1.000 -.020 .082* .028 .007 -.010 -.016 .032 -.018 -.065* .121* -.022 .060* -.089* -.030 .056 .017 -.030 -.069* -.208* -.255* .099* -.059* -.075* .051 .001 -.087* -.059* -.075* .068* .120* -.004 -.034 -.071* -.012 -.004 .149* .039 .020 -.102* .352* -.202* .189* .004 .013 -.049 .151* -.095* .082* .105* .038 -.017 .047 -.020 .054 -.218* -.033 .181* -.033 -.008 -.110* .058 .125* -.015 .039 -.038 -.050 -.097* .028 -.030 .019 .002 .110*
H .018 -.020 .082* .028 .007 -.010 -.016 1.000 .049 -.008 .014 -.043 -.054 -.036 -.032 -.030 .029 .024 -.013
I -.113* .032 -.018 -.065* .121* -.022 .060* .049 1.000 -.044 -.053 .129* .062* .184* .057 .124* -.053 -.023 .005
J .066* -.089* -.030 .056 .017 -.030 -.069* -.008 -.044 1.000 .145* -.200* -.052 -.039 -.066* -.087* .042 .016 -.040
K .059* -.208* -.255* .099* -.059* -.075* .051 .014 -.053 .145* 1.000 .081* .132* -.033 -.040 -.115* .063* -.142* .074*
L M N O P Q R S -.011 .039 -.063* .103* -.101* .216* -.023 .298* .001 -.004 .039 .004 .105* -.218* .058 -.097* -.087* -.034 .020 .013 .038 -.033 .125* .028 -.059* -.071* -.102* -.049 -.017 .181* -.015 -.030 -.075* -.012 .352* .151* .047 -.033 .039 .019 .068* -.004 -.202* -.095* -.020 -.008 -.038 .002 .120* .149* .189* .082* .054 -.110* -.050 .110* -.043 -.054 -.036 -.032 -.030 .029 .024 -.013 .129* .062* .184* .057 .124* -.053 -.023 .005 -.200* -.052 -.039 -.066* -.087* .042 .016 -.040 .081* .132* -.033 -.040 -.115* .063* -.142* .074* 1.000 .279* .070* .060* .248* -.110* -.052 .048 .279* 1.000 .053 .043 .160* -.057 -.080* .081* .070* .053 1.000 .300* .249* .017 .161* .046 .060* .043 .300* 1.000 .046 -.005 .055 .009 .248* .160* .249* .046 1.000 -.055 .029 .001 -.110* -.057 .017 -.005 -.055 1.000 -.095* .000 -.052 -.080* .161* .055 .029 -.095* 1.000 .109* .048 .081* .046 .009 .001 .000 .109* 1.000
Keterangan: * Signifikansi pada tingkat kepercayaan 0.05 (A) Umur (B) Pendidikan (C) Pengeluaran rumah tangga (D) Aktivitas fisik kumulatif (E) Aktivitas fisik berat (F) Aktivitas fisik sedang (G) Berjalan kaki/ bersepeda (H) Konsumsi buah dan sayur (I) Makanan manis (J) Makanan asin (K) Makanan berlemak (L) Jeroan (M) Makanan awetan (N) Kebiasaan merokok (O) Minuman beralkohol (P) Minuman berkafein (Q) Stress (R) Status gizi (S) Hipertensi
80
Lampiran 2 Hasil Analisis Korelasi Spearman (Lanjutan) 3. Rokan Hilir A B C D E F G H I J K L M N O P Q R S
A 1.000 -.391* .104* -.078* .024 .156* .134* .005 -.011 .074* .097* .047 .038 -.089* .038 -.182* .247* .107* .325*
B -.391* 1.000 .147* -.075* -.011 -.007 .077* -.014 -.011 -.020 .002 -.061* -.131* -.023 -.083* .074* -.268* .074* .016
C .104* .147* 1.000 -.165* .158* .041 .169* .019 -.069* .143* .180* .078* -.131* -.004 -.078* .042 -.082* .123* .142*
D -.078* -.075* -.165* 1.000 -.471* -.258* -.364* .076* -.057* -.078* -.215* -.051 .097* -.241* -.086* .054 -.061* -.133* -.092*
E .024 -.011 .158* -.471* 1.000 -.257* .154* -.062* -.033 .038 -.002 -.035 -.116* .416* .118* .146* .080* .033 -.049
F G H I J K L M N O P Q R S .156* .134* .005 -.011 .074* .097* .047 .038 -.089* .038 -.182* .247* .107* .325* -.007 .077* -.014 -.011 -.020 .002 -.061* -.131* -.023 -.083* .074* -.268* .074* .016 .041 .169* .019 -.069* .143* .180* .078* -.131* -.004 -.078* .042 -.082* .123* .142* -.258* -.364* .076* -.057* -.078* -.215* -.051 .097* -.241* -.086* .054 -.061* -.133* -.092* -.257* .154* -.062* -.033 .038 -.002 -.035 -.116* .416* .118* .146* .080* .033 -.049 1.000 .148* .039 .123* .077* .235* .078* .036 -.130* -.062* -.219* .088* -.005 .162* .148* 1.000 .013 .111* .063* .210* .076* -.136* .076* -.034 -.094* .028 .065* .128* .039 .013 1.000 -.102* .051 -.035 -.003 -.049 -.068* -.038 -.010 -.018 -.019 -.051 .123* .111* -.102* 1.000 .330* .214* .037 .082* -.024 -.048 -.308* .049 -.077* .050 .077* .063* .051 .330* 1.000 .324* -.055 .017 -.057* -.036 -.145* -.012 -.103* .121* .235* .210* -.035 .214* .324* 1.000 .242* .223* .095* .037 -.285* .091* .000 .173* .078* .076* -.003 .037 -.055 .242* 1.000 .248* .043 .024 -.051 -.008 .133* -.030 .036 -.136* -.049 .082* .017 .223* .248* 1.000 .058* .122* -.135* .126* -.018 .004 -.130* .076* -.068* -.024 -.057* .095* .043 .058* 1.000 .321* .221* .097* .039 -.058* -.062* -.034 -.038 -.048 -.036 .037 .024 .122* .321* 1.000 .091* .063* -.010 .031 -.219* -.094* -.010 -.308* -.145* -.285* -.051 -.135* .221* .091* 1.000 -.145* -.023 -.134* .088* .028 -.018 .049 -.012 .091* -.008 .126* .097* .063* -.145* 1.000 -.068* .032 -.005 .065* -.019 -.077* -.103* .000 .133* -.018 .039 -.010 -.023 -.068* 1.000 .061* .162* .128* -.051 .050 .121* .173* -.030 .004 -.058* .031 -.134* .032 .061* 1.000
Keterangan: * Signifikansi pada tingkat kepercayaan 0.05 (A) Umur (B) Pendidikan (C) Pengeluaran rumah tangga (D) Aktivitas fisik kumulatif (E) Aktivitas fisik berat (F) Aktivitas fisik sedang (G) Berjalan kaki/ bersepeda (H) Konsumsi buah dan sayur (I) Makanan manis (J) Makanan asin (K) Makanan berlemak (L) Jeroan (M) Makanan awetan (N) Kebiasaan merokok (O) Minuman beralkohol (P) Minuman berkafein (Q) Stress (R) Status gizi (S) Hipertensi
81
Lampiran 2 Hasil Analisis Korelasi Spearman (Lanjutan) 4. Wonogiri A B C D E F G H I J K L M N O P Q R S
A 1.000 -.591* .004 -.009 .025 .147* .068* .012 -.008 .124* .142* .125* .062* -.073* .081* .097* .103* -.114* .333*
B -.591* 1.000 .183* -.071* .015 -.093* .073* -.037 -.034 -.097* -.224* -.251* -.017 -.030 -.090* -.108* -.103* .077* -.232*
C .004 .183* 1.000 -.089* .104* -.046 .109* .012 -.076* .000 -.110* -.180* .025 .041 -.089* .024 -.030 .066* -.010
D E F G H I J K -.009 .025 .147* .068* .012 -.008 .124* .142* -.071* .015 -.093* .073* -.037 -.034 -.097* -.224* -.089* .104* -.046 .109* .012 -.076* .000 -.110* 1.000 -.615* -.312* -.500* .067* .023 .126* .107* -.615* 1.000 .046 .293* .019 .008 -.028 -.012 -.312* .046 1.000 .157* -.032 -.043 -.102* -.040 -.500* .293* .157* 1.000 -.134* -.049 -.068* -.104* .067* .019 -.032 -.134* 1.000 -.036 .085* .046 .023 .008 -.043 -.049 -.036 1.000 .168* .017 .126* -.028 -.102* -.068* .085* .168* 1.000 .283* .107* -.012 -.040 -.104* .046 .017 .283* 1.000 .102* -.097* .033 -.198* .065* .084* .103* .302* -.106* -.021 .156* .111* -.271* -.034 -.168* .077* -.091* .285* -.209* .015 .034 .141* .023 .025 .036 -.015 .002 -.050* -.025 .021 .001 .055* -.073* .158* -.007 .006 -.056* .194* .052* .103* -.069* .119* .057* .077* .022 .054* .066* .028 .046 -.040 -.061* -.020 .026 .032 -.001 .034 -.001 .051* .039 .068* -.011 -.038 .079* .058*
L M N O P Q R S .125* .062* -.073* .081* .097* .103* -.114* .333* -.251* -.017 -.030 -.090* -.108* -.103* .077* -.232* -.180* .025 .041 -.089* .024 -.030 .066* -.010 .102* -.106* -.091* .036 -.073* -.069* .046 -.001 -.097* -.021 .285* -.015 .158* .119* -.040 .051* .033 .156* -.209* .002 -.007 .057* -.061* .039 -.198* .111* .015 -.050* .006 .077* -.020 .068* .065* -.271* .034 -.025 -.056* .022 .026 -.011 .084* -.034 .141* .021 .194* .054* .032 -.038 .103* -.168* .023 .001 .052* .066* -.001 .079* .302* .077* .025 .055* .103* .028 .034 .058* 1.000 .246* .019 .072* .126* .070* .004 .061* .246* 1.000 -.030 .024 .118* .046 -.003 .033 .019 -.030 1.000 .133* .297* .021 .119* .015 .072* .024 .133* 1.000 .053* -.046 -.030 .065* .126* .118* .297* .053* 1.000 .080* .023 .086* .070* .046 .021 -.046 .080* 1.000 .014 .117* .004 -.003 .119* -.030 .023 .014 1.000 .091* .061* .033 .015 .065* .086* .117* .091* 1.000
Keterangan: * Signifikansi pada tingkat kepercayaan 0.05 (A) Umur (B) Pendidikan (C) Pengeluaran rumah tangga (D) Aktivitas fisik kumulatif (E) Aktivitas fisik berat (F) Aktivitas fisik sedang (G) Berjalan kaki/ bersepeda (H) Konsumsi buah dan sayur (I) Makanan manis (J) Makanan asin (K) Makanan berlemak (L) Jeroan (M) Makanan awetan (N) Kebiasaan merokok (O) Minuman beralkohol (P) Minuman berkafein (Q) Stress (R) Status gizi (S) Hipertensi
82
Lampiran 2 Hasil Analisis Korelasi Spearman (Lanjutan) 5. Salatiga A B C D E F G H I J K L M N O P Q R S
A 1.000 -.445* -.017 -.030 .063* .065* -.002 .009 -.100* .036 .138* .224* .196* .003 .201* .026 .039 .062* .394*
B C D E F G -.445* -.017 -.030 .063* .065* -.002 1.000 .427* -.116* .109* -.064* .098* .427* 1.000 -.128* .114* -.009 .088* -.116* -.128* 1.000 -.654* -.204* -.283* .109* .114* -.654* 1.000 -.025 .153* -.064* -.009 -.204* -.025 1.000 .134* .098* .088* -.283* .153* .134* 1.000 .007 .020 .022 .017 -.034 -.006 .018 -.058* -.047 .041 .065* -.037 -.027 -.001 -.029 -.045 .071* .073* -.073* -.037 -.079* .057 .083* .198* -.340* -.222* .076* -.058* -.043 -.031 -.078* .033 -.053 .012 .009 .164* -.015 .064* -.084* .190* -.090* -.089* -.112* -.031 .008 .068* -.001 -.091* -.033 .066* -.027 .076* .007 .001 -.117* -.044 -.059* .063* .042 .005 .052 .123* .007 .054 -.106* .057 -.169* .013 -.010 .032 .042 -.011
H I .009 -.100* .007 .018 .020 -.058* .022 -.047 .017 .041 -.034 .065* -.006 -.037 1.000 -.040 -.040 1.000 .096* .134* .072* .082* .014 .000 .028 -.047 -.015 .159* -.027 .038 -.024 .239* -.009 .079* .012 .069* -.014 -.025
J K L M N .036 .138* .224* .196* .003 -.027 -.073* -.340* -.078* -.015 -.001 -.037 -.222* .033 .064* -.029 -.079* .076* -.053 -.084* -.045 .057 -.058* .012 .190* .071* .083* -.043 .009 -.090* .073* .198* -.031 .164* -.089* .096* .072* .014 .028 -.015 .134* .082* .000 -.047 .159* 1.000 .314* .052 .131* -.016 .314* 1.000 .031 .204* -.053 .052 .031 1.000 .270* .042 .131* .204* .270* 1.000 .017 -.016 -.053 .042 .017 1.000 -.034 .073* .050 .023 .329* .060* .004 .067* .053 .387* -.008 .061* -.024 .002 .103* -.015 -.029 .014 .061* .158* .028 .028 .099* .068* .028
O .201* -.112* -.031 .008 .068* -.001 -.091* -.027 .038 -.034 .073* .050 .023 .329* 1.000 .088* .018 .055 .085*
P Q R S .026 .039 .062* .394* -.033 -.117* .052 -.169* .066* -.044 .123* .013 -.027 -.059* .007 -.010 .076* .063* .054 .032 .007 .042 -.106* .042 .001 .005 .057 -.011 -.024 -.009 .012 -.014 .239* .079* .069* -.025 .060* -.008 -.015 .028 .004 .061* -.029 .028 .067* -.024 .014 .099* .053 .002 .061* .068* .387* .103* .158* .028 .088* .018 .055 .085* 1.000 .081* .070* .070* .081* 1.000 -.029 -.024 .070* -.029 1.000 .233* .070* -.024 .233* 1.000
Keterangan: * Signifikansi pada tingkat kepercayaan 0.05 (A) Umur (B) Pendidikan (C) Pengeluaran rumah tangga (D) Aktivitas fisik kumulatif (E) Aktivitas fisik berat (F) Aktivitas fisik sedang (G) Berjalan kaki/ bersepeda (H) Konsumsi buah dan sayur (I) Makanan manis (J) Makanan asin (K) Makanan berlemak (L) Jeroan (M) Makanan awetan (N) Kebiasaan merokok (O) Minuman beralkohol (P) Minuman berkafein (Q) Stress (R) Status gizi (S) Hipertensi
83
Lampiran 3 Hasil Analisis Regresi Logistik 1. Total Case Processing Summary Unweighted Cases(a) N Selected Cases Included in 5086 Analysis Missing Cases 18 Total 5104 Unselected Cases 0 Total 5104
Percent 99.6 .4 100.0 .0 100.0
a If weight is in effect, see classification table for the total number of cases.
Variables in the Equation
Step 7(a)
umur umur(1) umur(2) pendidikan pendidikan(1) pendidikan(2) aktivitas fisik sedang(1) berjalan kaki/bersepeda(1) makanan asin(1) status gizi status gizi(1) status gizi(2) Constant
B
S.E.
-1.475 -.691
.100 .100
.256 .029
Wald
Exp(B)
95.0% C.I.for EXP(B) Lower Upper
df
Sig.
2 1 1 2 1 1
.000 .000 .000 .004 .003 .686
.229 .501
.188 .412
.278 .609
.087 .072
267.136 217.412 48.239 11.081 8.754 .163
1.292 1.030
1.090 .894
1.531 1.186
-.206
.069
9.027
1
.003
.814
.712
.931
-.296
.060
23.997
1
.000
.744
.661
.837
.230
.072
.002 .000 .000 .000 .000
1.092
1.450
.073 .112 .139
1 2 1 1 1
1.258
-.609 -.989 1.546
10.076 98.197 69.573 77.931 123.942
.544 .372 4.692
.472 .299
.628 .463
a Variable(s) entered on step 1: umur, pendidikanidikan, tingkat pengeluaran, aktivitas fisik sedang, berjalan kaki/bersepeda, makanan asin, berlemak, jeroan, awetan, alkohol, stresss, status gizi.
Model Logit 1 = 1.546 - 1.475 (umur 40-60 tahun) - 0.691 (umur >60 tahun) + 0.256 (tamat SD dan SLTP) - 0.206 (tidak aktivitas fisik sedang) - 0.296 (tidak berjalan kaki/bersepeda) + 0.230 (sering konsumsi makanan asin) - 0.609 (status gizi kurus) - 0.989 (status gizi obesitas)
2. Kuantan Singingi Variables in the Equation B Step 4(a)
Umur umur(1) umur(2) berjalan kaki/bersepeda(1) berlemak(1) Status gizi status gizi(1) status gizi(2) Constant
S.E.
Wald
df
Sig.
-1.916 -.797
.278 .287
92.425 47.566 7.727
2 1 1
.000 .000 .005
-.435
.130
11.138
1
.496
.160
-.555 -1.252 1.720
.170 .251 .328
9.552 25.186 10.671 24.818 27.508
1 2 1 1 1
Exp(B)
95.0% C.I.for EXP(B) Lower
Upper
.147 .451
.085 .257
.254 .791
.001
.647
.501
.836
.002 .000 .001 .000 .000
1.642
1.199
2.249
.574 .286 5.587
.411 .175
.801 .468
84
Model Logit 2 = Logit 2 = 1.720 - 1.916 (umur 40-60 tahun) - 0.797 (umur >60 tahun) 0.435 (tidak berjalan kaki/bersepeda) + 0.496 (sering konsumsi makanan berlemak) - 0.555 (status gizi kurus) - 1.252 (status gizi obesitas)
3. Rokan Hilir Case Processing Summary Unweighted Cases(a) N Percent Selected Cases Included in Analysis 1218 100.0 Missing Cases 0 .0 Total 1218 100.0 Unselected Cases 0 .0 Total 1218 100.0 a If weight is in effect, see classification table for the total number of cases. Variables in the Equation B
S.E.
Wald
df
Sig.
Exp(B)
95.0% C.I.for EXP(B)
Lower Upper Umur 43.920 2 .000 umur(1) -.843 .235 12.885 1 .000 .430 .272 .682 umur(2) -.013 .248 .003 1 .958 .987 .607 1.605 tingkat -.470 .123 14.565 1 .000 .625 .491 .796 pengeluaran(1) aktivitas fisik -.480 .131 13.331 1 .000 .619 .478 .801 sedang(1) berjalan -.341 .122 7.772 1 .005 .711 .559 .904 kaki/bersepeda(1) minuman -.423 .126 11.294 1 .001 .655 .512 .838 berkafein(1) Constant 1.435 .240 35.897 1 .000 4.202 a Variable(s) entered on step 1: umur, jenis kelamin, status perkawinan, tingkat pengeluaran, aktivitas kumulatif, aktivitas fisik sedang, berjalan kaki/bersepeda, makanan asin, berlemak, minuman berkafein, merokok, status gizi. Step 8(a)
Model Logit 3 = 1.435 - 0.843 (umur 40-60 tahun) - 0.470 (pengeluaran kuintil ke-3) 0.480 (tidak aktivitas fisik sedang) - 0.341 (tidak berjalan kaki/bersepeda) - 0.423 (sering konsumsi minuman berkafein)
4. Wonogiri Case Processing Summary Unweighted Cases(a) N Percent Selected Cases Included in Analysis 1586 100.0 Missing Cases 0 .0 Total 1586 100.0 Unselected Cases 0 .0 Total 1586 100.0 a If weight is in effect, see classification table for the total number of cases.
Variables in the Equation
Step 4(a)
Umur umur(1) umur(2) pendidikan
B
S.E.
Wald
-1.166 -.675
.159 .150
54.021 53.792 20.335 11.430
df
Sig.
Exp(B)
2 1 1 2
.000 .000 .000 .003
.312 .509
95.0% C.I.for EXP(B) Lower Upper .228 .380
.426 .683
85
pendidikan(1) pendidikan(2) Peker peker(1) peker(2) status perkawinan(1) berjalan kaki/bersepeda(1) makanan asin(1) alkohol(1) stresss(1) status gizi status gizi(1) status gizi(2) Constant
B
S.E.
Wald
.508 .124
.189 .171
.218 -.407
95.0% C.I.for EXP(B) Lower Upper 1.147 2.409 .809 1.584
df
Sig.
Exp(B)
1 1 2 1 1
.007 .470 .003 .171 .011
1.662 1.132
.159 .160
7.206 .523 11.451 1.875 6.481
1.244 .665
.910 .486
1.699 .911
.349
.142
6.030
1
.014
1.418
1.073
1.873
-.278
.116
5.751
1
.016
.758
.604
.951
.255 1.184 -.799
.133 .657 .236
.055 .072 .001 .000 .000 .000 .399
.995 .901 .283
1.675 11.834 .714
.152 .204 .735
1 1 1 2 1 1 1
1.291 3.266 .450
-.630 -1.140 .620
3.684 3.247 11.457 31.794 17.115 31.137 .711
.533 .320 1.858
.395 .214
.718 .477
a Variable(s) entered on step 1: umur, pendidikan, peker, status perkawinan, af_berat, berjalan kaki/bersepeda, makanan asin, jeroan, alkohol, minuman berkafein, stresss, status gizi.
Model Logit 4 = 0.620 - 1.166 (umur 40-60 tahun) - 0.675 (umur >60 tahun) + 0.508 (tamat SD dan SLTP) - 0.407 (petani & buruh) + 0.349 (kawin) - 0.278 (tidak berjalan kaki/bersepeda) - 0.799 (Stress) - 0.630 (status gizi kurus) - 1.140 (status gizi obesitas)
5. Salatiga Case Processing Summary Unweighted Cases(a) N Percent Selected Cases Included in Analysis 1163 98.5 Missing Cases 18 1.5 Total 1181 100.0 Unselected Cases 0 .0 Total 1181 100.0 a If weight is in effect, see classification table for the total number of cases. Variables in the Equation
B Step 5(a)
Umur umur(1) umur(2) pendidikan pendidikan(1) pendidikan(2) status gizi status gizi(1) status gizi(2) Constant
S.E.
Wald
-1.988 -1.116
.217 .213
.566 -.066
.200 .146
-1.172 -1.496
.146 .247
92.273 83.837 27.358 10.678 8.031 .207 73.705 64.456 36.797
2.036
.247
68.220
df
Sig.
2 1 1 2 1 1 2 1 1
.000 .000 .000 .005 .005 .649 .000 .000 .000
1
.000
Exp(B)
95.0% C.I.for EXP(B) Lower
Upper
.137 .328
.089 .216
.210 .498
1.761 .936
1.191 .703
2.604 1.246
.310 .224
.233 .138
.412 .363
7.662
a Variable(s) entered on step 1: umur, pendidikan, jeroan, awetan, alkohol, minuman berkafein, status gizi.
Model Logit 5 = 2.036 - 1.988 (umur 40-60 tahun) - 1.116 (umur >60 tahun) + 0.566 (tamat SD dan SLTP) - 1.172 (kurus) -1.496 (obesitas)
86
Lampiran 4 Contoh poster yang dihasilkan
Gb. Poster Kuantan Singingi
Gb. Poster Wonogiri
Gb. Poster Rokan Hilir
Gb. Poster Salatiga
87
Lampiran 5 Variabel data yang digunakan Kode
Nama Variabel
Tipe
IDART B1R2 B1R5
Karakteristik individu Identitas Anggota Rumah Tangga String Kode Kabupaten/ Kota Number Kalsifikasi desa/ kelurahan Number
B4K2 B4K4
Nama anggota rumah tangga Janis kelamin
String Number
B4K5 B4K6
Umur (Tahun) Status Kawin
Number Number
B4K7
Pendidikan tertinggi
Number
B4K8
Pekerjaan Utama
Number
Eko-kapit
Pendapatan rumah tangga perkapit
Number
B4K9
Apakah anda sedang hamil
D22
D23
D24A
D24B
Number Aktivitas Fisik Apakah [NAMA] biasa melakukan Number aktivitas fisik berat, yang dilakukan terus-menerus paling sedikit selama 10 menit setiap kali melakukannya? Biasanya berapa hari dalam Number seminggu, [NAMA] melakukan aktivitas fisik berat tersebut? Biasanya pada hari ketika NAMA] Number melakukan aktivitas fisik berat, berapa total waktu yang digunakan untuk melakukan seluruh kegiatan tersebut? (jam) Biasanya pada hari ketika [NAMA] Number melakukan aktivitas fisik berat, berapa total waktu yang digunakan untuk melakukan
Nilai Variabel
1. Perkotaan 2. Perdesaan 1.Laki-laki 2.Perempuan 1. Belum kawin 2. Kawin 1. Tidak pernah sekolah 2. tidak tamat SD 3. Tamat SD 4. Tamat SLTP 5. Tamat SLTA 6. Tamat perguruan tinggi 1.Tidak kerja 2.Sekolah 3.Ibu rumah tangga 4.TNI/ Polri 5.PNS 6.Pegawai BUMN 7.Pegawai swasta 8.Wiraswasta/ pedagang 9.Pelayanan jasa 10. Petani 11. Nelayan 12. Buruh 13. Lainnya 1. Kuintil 1 2. Kuintil 2 3. Kuintil 3 4. Kuintil 4 5. Kuintil 5 1. Ya 2. Tidak 1. Ya 2. Tidak
88
Kode D25
D26
D27A
D27B
D28
D29
D30A
D30B
D31
D32
D33
D34
D35A
Nama Variabel
Tipe
seluruh kegiatan tersebut? (menit) Apakah [NAMA] biasa melakukan Number aktivitas fisik sedang, yang dilakukan terus-menerus paling sedikit selama 10 menit setiap kalinya? Biasanya berapa hari dalam Number seminggu, [NAMA] melakukan aktivitas fisik sedang tersebut? Biasanya pada hari ketika [NAMA] Number melakukan aktivitas fisik sedang, berapa total waktu yang digunakan untuk melakukan seluruh kegiatan tersebut? (jam) Biasanya pada hari ketika [NAMA] Number melakukan aktivitas fisik sedang, berapa total waktu yang digunakan untuk melakukan seluruh kegiatan tersebut? (menit) Apakah [NAMA] biasa berjalan kaki Number atau menggunakan sepeda kayuh yang dilakukan terus-menerus paling sedikit selama 10 menit setiap kalinya? Biasanya berapa hari dalam Number seminggu, [NAMA] berjalan kaki atau bersepeda selama paling sedikit 10 menit terus-menerus setiap kalinya? Biasanya dalam sehari, berapa total Number waktu yang [NAMA] gunakan untuk berjalan kaki atau bersepeda? (jam) Biasanya dalam sehari, berapa total Number waktu yang [NAMA] gunakan utuk berjalan kaki atau bersepeda? (menit) Kebiasaan Makan Biasanya dalam 1 minggu, berapa Number hari [NAMA] makan buah-buahan segar? Berapa porsi rata-rata [NAMA] makan Number buah-buahan segar dalam satu hari dari hari-hari tersebut? Biasanya dalam 1 minggu, berapa Number hari [NAMA] mengkonsumsi sayursayuran segar? Berapa porsi rata-rata [NAMA] Number mengkonsumsi sayur-sayuran segar dalam sehari? Makanan/ minuman manis Number
Nilai Variabel 1. Ya 2. Tidak
1. Ya 2. Tidak
1. > 1 kali per hari 2. 1 kali per hari 3. 3 – 6 kali per minggu 4. 1 – 2 kali per minggu 5. < 3 kali per bulan 6. Tidak pernah
89
Kode
Nama Variabel
Tipe
Nilai Variabel
D35B
Makanan asin
Number
D35C
Makanan berlemak
Number
D35D
Jeroan (usus, babat, paru)
Number
D35F
Makanan yang diawetkan
Number
D18
Apakah dalam 12 bulan terakhir [NAMA] mengkonsumsi minuman yang mengandung alkohol (minuman alkohol bermerk: contohnya bir, whiskey, vodka, anggur/ wine, dll dan minuman tradisional: contohnya tuak, poteng, sopi)? Apakah dalam 1 bulan terakhir [NAMA] pernah mengkonsumsi minuman yang mengandung alkohol? Minuman berkafein (kopi, dll)
Number
1. > 1 kali per hari 2. 1 kali per hari 3. 3 – 6 kali per minggu 4. 1 – 2 kali per minggu 5. < 3 kali per bulan 6. Tidak pernah 1. > 1 kali per hari 2. 1 kali per hari 3. 3 – 6 kali per minggu 4. 1 – 2 kali per minggu 5. < 3 kali per bulan 6. Tidak pernah 1. > 1 kali per hari 2. 1 kali per hari 3. 3 – 6 kali per minggu 4. 1 – 2 kali per minggu 5. < 3 kali per bulan 6. Tidak pernah 1. > 1 kali per hari 2. 1 kali per hari 3. 3 – 6 kali per minggu 4. 1 – 2 kali per minggu 5. < 3 kali per bulan 6. Tidak pernah 1. Ya 2. Tidak
Number
1. Ya 2. Tidak
Number
1. > 1 kali per hari 2. 1 kali per hari 3. 3 – 6 kali per minggu 4. 1 – 2 kali per minggu 5. < 3 kali per bulan 6. Tidak pernah
D19
D35H
D11
F01 F02 F03 F04 F05 F06 F07
Riwayat Merokok Apakah [nama] merokok/ mengunyah Number tembakau selama 1 bulan terakhir
1. Ya, setiap hari 2. Ya, kadang-kadang 3. Tidak, sebelumnya pernah 4. Tidak pernah sama sekali Gangguan Mental Emosional (Stress) Apakah [NAMA] sering menderita Number 1. Ya 2. Tidak sakit kepala? Apakah [NAMA] tidak nafsu makan? Number 1. Ya 2. Tidak Apakah [NAMA] sulit tidur? Number 1. Ya 2. Tidak Apakah [NAMA] mudah takut? Number 1. Ya 2. Tidak Apakah [NAMA] merasa tegang, Number 1. Ya 2. Tidak cemas atau kuatir? Apakah tangan [NAMA] gemetar? Number 1. Ya 2. Tidak Apakah pencernaan [NAMA] Number 1. Ya 2. Tidak
90
Kode
Nama Variabel
Tipe
U1 U2A U3_1A
terganggu/ buruk? Apakah [NAMA] sulit untuk berpikir Number jernih? Apakah [NAMA] merasa tidak Number bahagia? Apakah [NAMA] menangis lebih Number sering? Apakah [NAMA] merasa sulit untuk Number menikmati kegiatan seharihari? Apakah [NAMA] sulit untuk Number mengambil keputusan? Apakah pekerjaan [NAMA] sehari-hari Number terganggu? Apakah [NAMA] tidak mampu Number melakukan hal-hal yang bermanfaat dalam hidup? Apakah [NAMA] kehilangan minat Number pada berbagai hal? Apakah [NAMA] merasa tidak Number berharga? Apakah [NAMA] mempunyai pikiran Number untuk mengakhiri hidup? Apakah [NAMA] merasa lelah Number sepanjang waktu? Apakah [NAMA] mengalami rasa tidak Number enak di perut? Apakah [NAMA] mudah lelah? Number Pengukuran dan Pemeriksaan Berat Badan Number Tinggi Badan/ Panjang Badan Number Sistolik 1 Number
U3_1B
Diastolik 1
Number
U3_2D
Sistolik 2
Number
U3_2E
Diastolik 2
Number
U3_3G
Sistolik 3
Number
U3-3H
Diastolik 3
Number
F08 F09 F10 F11 F12 F13 F14
F15 F16 F17 F18 F19 F20
Nilai Variabel 1. Ya 2. Tidak 1. Ya 2. Tidak 1. Ya 2. Tidak 1. Ya 2. Tidak 1. Ya 2. Tidak 1. Ya 2. Tidak 1. Ya 2. Tidak
1. Ya 2. Tidak 1. Ya 2. Tidak 1. Ya 2. Tidak 1. Ya 2. Tidak 1. Ya 2. Tidak 1. Ya 2. Tidak
777. Manset tidak cukup 888. Alat tdk dpt mengukur/ hipertensi 777. Manset tidak cukup 888. Alat tdk dpt mengukur/ hipertensi 777. Manset tidak cukup 888. Alat tdk dpt mengukur/ hipertensi 777. Manset tidak cukup 888. Alat tdk dpt mengukur/ hipertensi 777. Manset tidak cukup 888. Alat tdk dpt mengukur/ hipertensi 777. Manset tidak cukup 888. Alat tdk dpt mengukur/ hipertensi