UNIVERSITAS INDONESIA
KORELASI PARAMETER INTERAKSI BINER PERSAMAAN KEADAAN SOAVE-REDLICH-KWONG UNTUK MEMPREDIKSI KELARUTAN ZAT PADAT DALAM KARBON DIOKSIDA SUPERKRITIS
SKRIPSI
ANTONIUS CHRISNANDY 0806332780
FAKULTAS TEKNIK PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA DEPOK JULI 2012
Korelasi parameter..., Antonius chrisnandy, FTUI, 2012
UNIVERSITAS INDONESIA
KORELASI PARAMETER INTERAKSI BINER PERSAMAAN KEADAAN SOAVE-REDLICH-KWONG UNTUK MEMPREDIKSI KELARUTAN ZAT PADAT DALAM KARBON DIOKSIDA SUPERKRITIS
SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik
ANTONIUS CHRISNANDY 0806332780
FAKULTAS TEKNIK PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA DEPOK JULI 2012 HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
ii Korelasi parameter..., Antonius chrisnandy, FTUI, 2012
iii
Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar.
Nama
: Antonius Chrisnandy
NPM
: 0806332780
Tanda Tangan : Tanggal
:
Universitas Indonesia Korelasi parameter..., Antonius chrisnandy, FTUI, 2012
LEMBAR PENGESAHAN
Skripsi ini diajukan oleh Nama NPM Program Studi Judul Skripsi
: : Antonius Chrisnandy : 0806332780 : Teknik Kimia : Korelasi Parameter Interaksi Biner Persamaan Keadaan Soave-Redlich-Kwong untuk Memprediksi Kelarutan Zat Padat dalam Karbon Dioksida Superkritis
Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Sarjana S1 pada Program Studi Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia.
DEWAN PENGUJI
Pembimbing : Kamarza Mulia, Ph.D
(.........................................)
Penguji
: Dr. rer. nat. Ir. Yuswan M., M.T.
(.........................................)
Penguji
: Dr. Ing. Ir. Misri Gozan, M.Tech.
(.........................................)
Penguji
: Dr. Ir. Praswasti PDK Wulan, M.T. (.........................................)
Ditetapkan di : .......................... Tanggal
: ..........................
iv
Korelasi parameter..., Antonius chrisnandy, FTUI, 2012
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan yang Maha Esa atas selesainya skripsi ini. Skripsi dengan judul “Korelasi Parameter Interaksi Biner Persamaan Keadaan Soave-Redlich-Kwong untuk Memprediksi Kelarutan Zat Padat dalam Karbon Dioksida Superkritis” dibuat sebagai persyaratan kelulusan dalam kuliah S1 Teknik Kimia Universitas Indonesia. Dalam penyusunan makalah ini, banyak hambatan yang penulis hadapi. Namun Penulis menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan materi ini tidak lain berkat bantuan orang-orang di sekitar penulis. Oleh karena itu, pada kesempatan ini, Penulis secara khusus ingin mengucapkan terima kasih kepada Kamarza Mulia, Ph.D. sebagai pembimbing dan guru yang sangat baik dalam proses pembuatan makalah ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam proses pembuatan makalah ini: -
Prof. Dr. Ir Widodo W. P. DEA selaku Ketua Departemen Teknik Kimia UI.
-
Para dosen Departemen Teknik Kimia UI yang telah membuka wawasan dan kerangka berpikir Penulis.
-
Ali Eslamimanesh yang telah memberikan referensi data ekperimental.
-
Michael Natanael yang telah memberikan bantuan dalam mengakses jurnal.
-
Teman-teman Departemen Teknik Kimia UI angkatan 2008, yang telah membantu dan mendukung dalam proses belajar di Teknik Kimia UI.
-
Orang tua penulis yang memberikan dukungan dalam pembuatan makalah ini.
-
Serta kepada semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Dalam penyusunan skripsi ini penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis sendiri maupun kepada pembaca umumnya.
Depok, Juli 2012
Penulis
v
Korelasi parameter..., Antonius chrisnandy, FTUI, 2012
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama
: Antonius Chrisnandy
NPM
: 0806332780
Program Studi
: Teknik Kimia
Departemen
: Teknik Kimia
Fakultas
: Teknik
Jenis Karya
: Skripsi
demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive RoyaltyFree Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul :
“Korelasi Parameter Interaksi Biner Persamaan Keadaan Soave-Redlich-Kwong untuk Memprediksi Kelarutan Zat Padat dalam Karbon Dioksida Superkritis” beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihmedia /formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan memublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di
: …………………….
Pada tanggal
: …………………….
Yang menyatakan
Antonius Chrisnandy
vi
Korelasi parameter..., Antonius chrisnandy, FTUI, 2012
ABSTRAK Nama : Antonius Chrisnandy Program Studi : Teknik Kimia Judul : Korelasi Parameter Interaksi Biner Persamaan Keadaan SoaveRedlich-Kwong untuk Memprediksi Kelarutan Zat Padat dalam Karbon Dioksida Superkritis Prediksi kelarutan zat padat dalam CO2 superkritis menjadi bagian penting dalam menentukan kondisi operasi ekstraksi fluida superkritis. Prediksi ini menggunakan model termodinamika dengan parameter interaksi biner sebagai faktor koreksi yang didapatkan melalui curve fitting terhadap data eksperimental. Model ini menggunakan persamaan keadaan SRK dan van der Waals mixing rule untuk mendapatkan nilai parameter interaksi biner pada suhu 308-338K dan tekanan 150-225bar. Studi ini menghasilkan persamaan umum parameter interaksi biner yang independen terhadap tekanan dan suhu dengan menggunakan data eksperimental dari 23 senyawa. Hasil optimum diperoleh saat parameter interaksi biner dikorelasikan terhadap tekanan sublimasi dan sifat fisik zat. Persamaan ini menghasilkan average absolute logarithmic deviation sebesar 0,51 dalam memprediksi kelarutan zat padat dalam CO2 superkritis dibandingkan dengan persamaan sejenis yang sudah dipublikasikan sebelumnya sebesar 2,55 dan 3,47. Kata Kunci : Karbon dioksida superkritis, Kelarutan zat padat, Parameter interaksi biner, Persamaan keadaan SRK, Persamaan umum.
vii Universitas Indonesia
Korelasi parameter..., Antonius chrisnandy, FTUI, 2012
ABSTRACT Name : Antonius Chrisnandy Study Program : Chemical Engineering Title : Generalized Correlation of Soave-Redlich-Kwong Equation of State Binary Interaction Parameters for Predicting Solubility of Solute in Supercritical CO2 Solubility prediction in supercritical CO2 has attracted much interest recently and become important to determine the operating condition especially in industrial used. Twenty three well-known varied chemical solutes in SC CO2 have been investigated using SRK EoS and van der Waals mixing rule to obtain the binary interaction parameters which were evaluated at pressure of 150-225 bar and temperature above the critical temperature of CO2 in the range of 308K – 338K and were observed to be correlated to sublimation pressure and solute physical properties. Furthermore this study offers more suitable generalized correlation of binary interaction parameters for predicting solubility of solids in SC CO2 which resulted average absolute logarithmic deviation 0.51 compared to the previous published correlations resulted 2.55 and 3.47. Key words: Binary interaction parameter; Generalized correlation; Solubility; SRK EoS; Supercritical carbon dioxide
viii Universitas Indonesia
Korelasi parameter..., Antonius chrisnandy, FTUI, 2012
DAFTAR ISI
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS .................................................. ii LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................. iv KATA PENGANTAR ......................................................................................... v HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ............................................... vi ABSTRAK ........................................................................................................ vii ABSTRACT ..................................................................................................... viii DAFTAR ISI ...................................................................................................... ix DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xi DAFTAR TABEL ............................................................................................. xii DAFTAR SIMBOL .......................................................................................... xiii 1. PENDAHULUAN .......................................................................................... 1 1.1. Latar Belakang....................................................................................... 1 1.2. Perumusan Masalah ............................................................................... 3 1.3. Tujuan ................................................................................................... 3 1.4. Batasan Masalah .................................................................................... 3 2. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................. 4 2.1. Karbon Dioksida Superkritis .................................................................. 4 2.2. Ekstraksi Zat Padat Menggunakan Karbon Dioksida Superkritis ............ 4 2.3. Model Termodinamika Kelarutan Zat Padat Fluida Superkritis .............. 5 2.4. Koefisien Fugasitas (φ) dan Persamaan Keadaan SRK (SoaveRedlich-Kwong) .................................................................................... 7 2.5. Mixing Rule VDW1............................................................................... 8 2.6. Parameter Interaksi Biner (kij) ................................................................ 9 2.7. Data Kelarutan dan Tekanan Crossover ............................................... 11 2.8. Metode Optimasi dan Metode Analisis................................................. 13 3. METODOLOGI PENELITIAN .................................................................. 15 3.1. Diagram Penelitian .............................................................................. 15 3.2. Alat dan Bahan Penelitian .................................................................... 16 3.3.1. Bahan ......................................................................................... 16 3.3.2. Alat/Perangkat Lunak ................................................................. 16 3.3. Prosedur Penelitian .............................................................................. 16 3.3.3. Variabel Penelitian...................................................................... 16 3.3.4. Persiapan .................................................................................... 17
ix Universitas Indonesia
Korelasi parameter..., Antonius chrisnandy, FTUI, 2012
3.3.5.
3.3.6. 3.3.7. 3.3.8. 3.3.9. 3.3.10.
Pembuatan Program Mendapatkan Parameter Interaksi yang Optimum pada Suhu, Tekanan, dan Jenis Zat Padat Tertentu ...................................................................................... 17 Analisis Ketergantungan kij Terhadap Tekanan ........................... 19 kij Optimum untuk rentang tekanan operasi tertentu .................... 19 Pembuatan Korelasi Parameter Interaksi Biner ............................ 21 Evaluasi Korelasi yang Dibuat .................................................... 21 Perbandingan Korelasi yang Ditawarkan dengan Korelasi yang Sudah Ada .......................................................................... 21
4. HASIL DAN PEMBAHASAN ..................................................................... 22 4.1. Pemilihan Zat Padat ............................................................................. 22 4.2. Parameter Interaksi Sebagai Fungsi Tekanan ....................................... 22 4.3. Parameter Interaksi Sebagai Fungsi Suhu ............................................. 26 4.4. Korelasi Parameter Interaksi Biner ....................................................... 27 4.5. Prediksi Kelarutan Menggunakan Korelasi Umum Parameter Interaksi Biner yang Diusulkan............................................................ 30 4.6. Perbandingan Korelasi Parameter Interaksi Biner yang Diusulkan dengan Korelasi yang Sudah Dipublikasikan Sebelumnya ................... 35 5. KESIMPULAN DAN SARAN ..................................................................... 42 5.1. Kesimpulan.......................................................................................... 42 5.2. Saran ................................................................................................... 42 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 43 Lampiran A Sifat Fisik Zat Padat ....................................................................... 48 Lampiran B Metode Group Contribution ........................................................... 49 Lampiran C Hasil Plot kij Terhadap Tekanan...................................................... 52 Lampiran D Program Menghitung kij dan Kelarutan........................................... 56
x Universitas Indonesia
Korelasi parameter..., Antonius chrisnandy, FTUI, 2012
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Prediksi kelarutan beberapa zat padat pada 308,15K (Yazdizadeh et al., 2011) ................................................................. 9 Gambar 2.2. Prediksi kelarutan phenzopyridine pada berbagai suhu (Yazdizadeh et al., 2011) ............................................................... 10 Gambar 2.3. Profil data kelarutan pyrene dalam CO2 superkritis untuk suhu 313K, 323K, dan 333K (Anitescu & Tavlarides, 1997) .................. 12 Gambar 3.1. Diagram alir penelitian .................................................................. 15 Gambar 3.2. Diagram alir program mendapatkan interaksi optimal untuk 1 jenis senyawa pada 1 kondisi suhu dan tekanan ............................. 18 Gambar 3.3. Algoritma menentukan kij optimum ............................................... 20 Gambar 4.1. Plot parameter interaksi biner sebagai fungsi tekanan pada variasi suhu untuk (a) Naphthalene, (b) 1-Hexadecanol, (c) Acenaphthrene, dan (d) Lactic Acid. .............................................. 23 Gambar 4.2. Profil k ij dan kelarutan terhadap tekanan untuk Naphthalene pada suhu 308K. ............................................................................ 25 Gambar 4.3. Plot parameter interaksi biner sebagai fungsi suhu untuk beberapa jenis senyawa padat yang digunakan dalam perhitungan. .................................................................................. 27 Gambar 4.4. Hubungan antara parameter interaksi biner SRK dengan parameter A pada Persamaan 4.1. .................................................. 29 Gambar 4.5. Perbandingan hasil perhitungan parameter interaksi biner SRK dari Persamaan 4.2. dengan nilai optimum parameter interaksi biner .............................................................................................. 29 Gambar 4.6. Hasil perhitungan kelarutan zat padat menggunakan (a) nilai optimum parameter interaksi biner dan (b) persamaan yang diusulkan ....................................................................................... 34 Gambar 4.7. Hasil perhitungan kelarutan zat padat menggunakan (a) persamaan yang diusulkan dan dibandingkan (b) Issaoui 2011, dan (c) Bartle et al. 1992................................................................ 41 Gambar C.1. Pengaruh tekanan terhadap nilai kij untuk berbagai zat padat ......... 55 xi Universitas Indonesia
Korelasi parameter..., Antonius chrisnandy, FTUI, 2012
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Koefisien Antoine untuk beberapa senyawa padat yang digunakan pada Persamaan 2.3 (Yazdizadeh et al., 2011) ...................................... 6 Tabel 2.2. Data eksperimental tekanan sublimasi (Yazdizadeh et al., 2011) .......... 6 Tabel 4.1. Hasil perhitungan dari persamaan yang diusulkan dan dibandingkan dengan nilai optimum parameter interaksi biner ........... 31 Tabel 4.2. Hasil perhitungan dari persamaan yang diusulkan dan dibandingkan dengan korelasi yang sudah dipublikasikan sebelumnya ........................................................................................ 36 Tabel A.1. Sifat fisik zat padat yang digunakan pada studi ini ............................ 48 Tabel B.1. Radius atom dan volume atom (Zhao et al., 2003) ............................. 50 Tabel B.2. Parameter untuk non-ring group contribution (Coutsikos et al., 2003) ................................................................................................. 50 Tabel B.3. Parameter untuk ring group contribution (Coutsikos et al., 2003) ..... 51
xii Universitas Indonesia
Korelasi parameter..., Antonius chrisnandy, FTUI, 2012
DAFTAR SIMBOL
a(T) AAD AALD aij b bm cal exp f i kij Mr N Nc P PL Psat Pc R SRK T Tc Vc Vs Vw y Z α φ μ ω
Parameter atraksi persamaan keadaan SRK average absolute deviation average absolute logarithmic deviation Parameter atraksi campuran Parameter volume persamaan keadaan SRK Parameter volume untuk campuran dalam persamaan keadaan SRK Menunjukan hasil perhitungan Menunjukan data eksperimental Fugasitas Menunjukan komponen i Parameter interaksi biner Massa molekul Jumlah data eksperimental Jumlah atom karbon Tekanan sistem (bar) Tekanan uap hypothetical liquid (bar / atm) Tekanan uap / sublimasi zat padat (bar / atm) Tekanan kritis (bar) Konstanta gas (83,14 bar cm3/mol atau 82,06 cm3 atm mol− 1 K−1 ) Soave-Redlich-Kwong Suhu sistem (K) Suhu kritis (K) Volume kritis (cm3) Volume molar (cm3/mol) Volume van der Waals Fraksi mol kelarutan zat padat Faktor kompresibilitas Parameter dalam parameter atraksi persamaan keadaan SRK Koefisien fugasitas Momen dipol Faktor aksentrik
xiii Universitas Indonesia
Korelasi parameter..., Antonius chrisnandy, FTUI, 2012
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Dewasa ini, fluida superkritis sering digunakan dalam proses kimia seperti ekstraksi, purifikasi, separasi, reaksi, dan fraksinasi (Yazdizadeh et al., 2012; Teja & Eckert, 2000; Mukhopadhyay, 2000; Gharagheizi et al., 2010; Gupta, 2006). Pada kondisi superkritis, kelarutan zat padat dalam fuilda akan meningkat secara signifikan (Eslamimanesh et al., 2011). Salah satu fluida superkritis yang sering digunakan adalah karbon dioksida. CO2 sering digunakan karena mudah didapatkan, murah, tidak eksplosif, dan mudah dipisahkan dengan zat terkstraksinya (Gharagheizi et al., 2010; Gupta, 2006; Mukhopadhyay, 2000; Yazdizadeh et al., 2012). CO2 superkritis sudah diaplikasikan sebagai pelarut dari asam lemak, hidrokarbon, dan antioksidan (Yamini et al., 2003; Ismadji, 2008). Data kelarutan eksperimental diperlukan untuk mendapatkan hasil yang optimal pada ekstraksi menggunakan CO2 superkritis. Pada eksperimen umumnya ditemukan kesulitan dalam mengukur kelarutan suatu padatan dalam fluida karena kelarutan zat padat yang kecil, ditambah lagi eksperimen memakan banyak waktu dan biaya untuk mendapatkan kondisi optimal dari ekstraksi (Eslamimanesh et al., 2011). Oleh sebab itu, penting digunakan suatu model untuk memprediksi kelarutan tersebut. Salah satu model yang digunakan adalah menggunakan pendekatan termodinamika untuk memprediksi kelarutan zat padat dalam CO2 superkritis pada kondisi kesetimbangan. Model termodinamika tersebut menggunakan kesetimbangan fasa pada kondisi superkritis. Persamaan keadaan biasa digunakan untuk memodelkan kesetimbangan fasa ini (Stamataki S., 1998). Sudah ada beberapa persamaan keadaan yang dikembangkan, salah satu persamaan keadaan yang mampu memprediksi dengan tepat adalah persamaan keadaan Soave-Redlich-Kwong (SRK). Persamaan keadaan kubik ini bersama dengan van der Waals mixing rule biasa diaplikasikan untuk mengevaluasi kelarutan zat padat dalam CO2 superkritis 1 Universitas Indonesia
Korelasi parameter..., Antonius chrisnandy, FTUI, 2012
2 (Škerget et al., 2002). Metode ini dapat digunakan untuk mengestimasi kelarutan zat padat dalam CO2 superkritis, tetapi model ini belum berlaku secara umum atau masih diperlukan data eksperimental untuk memprediksi kelarutan tersebut (Yazdizadeh et al., 2011). Keterbatasan ini disebabkan penggunaan dari parameter interaksi biner sebagai faktor koreksi yang spesifik untuk setiap senyawa dan berubah terhadap suhu (Stamataki S., 1998). Studi menggunakan persamaan keadaan pada model termodinamika untuk memprediksi kelarutan zat padat telah dilakukan. Studi tersebut membandingan beberapa persamaan keadaan dan mixing rule untuk mengetahui model yang mempunyai deviasi paling kecil (Yazdizadeh et al., 2011). Studi selanjutnya menggunakan
persamaan
Chrastil
untuk
menghilangkan
ketergantungan
parameter interaksi terhadap suhu (Yazdizadeh et al., 2012). Namun, kedua studi tersebut masih belum dapat memprediksi secara umum kelarutan zat padat karena tidak berlaku untuk senyawa yang belum diinvestigasi dan nilai koefisien Chrastil yang spesifik untuk setiap senyawa sangat terbatas. Untuk mendapatkan model yang berlaku umum, sudah ada studi yang mengorelasi persamaan parameter interaksi biner dalam CO2 superkritis ini. Studi terdahulu menggunakan sifat fisik zat padat untuk mengestimasi nilai parameter interaksi biner ini (Bartle et al., 1992). Studi lainnya mengorelasikan parameter interaksi biner sebagai fungsi dari momen dipol (Issaoui, 2011). Namun, kedua studi tersebut masih menghasilkan deviasi yang besar dalam memprediksi kelarutan kelarutan zat padat dalam CO2 superkritis terhadap data eksperimental. Maka dari itu, studi lebih lanjut perlu dilakukan untuk memperoleh korelasi yang lebih sesuai dari parameter interaksi biner dalam CO2 superkritis. Parameter interaksi biner pada model termodinamika diperoleh dengan metode curve fitting terhadap data eksperimental. Parameter ini akan dikorelasikan dengan sifat fisik zat padat dan CO2 yang sudah biasa tersedia secara umum. Korelasi yang terbaik diperoleh dengan metode least square dan kemampuan memprediksi nilai parameter interaksi biner dari hasil eksperimental yang paling tepat. Selanjutnya persamaan baru ini akan dibandingkan dengan 2 korelasi yang sudah dipublikasikan sebelumnya. Universitas Indonesia
Korelasi parameter..., Antonius chrisnandy, FTUI, 2012
3
Keluaran yang diharapkan dari penelitian ini adalah diperoleh sebuah korelasi parameter interaksi biner sehingga korelasi ini dapat digunakan dalam model termodinamika untuk memprediksi kelarutan zat padat dalam CO2 superkritis. Korelasi ini diharapkan mempunyai deviasi yang lebih kecil dibandingkan 2 studi sebelumnya. Model yang bersifat prediktif ini akan membantu dalam memperoleh kondisi operasi yang optimum pada ekstraksi zat padat pada CO2 superkritis untuk semua zat padat dan dapat menghemat waktu serta biaya dalam penentuan kondisi optimum ekstraksi terutama untuk studi awal dalam industri.
1.2.
Perumusan Masalah
Masalah dalam studi ini adalah persamaan parameter interaksi biner pada CO2 superkritis yang sudah ada mempunyai deviasi yang besar dalam memprediksi kelarutan zat padat dalam CO2 superkritis. Maka diperlukan persamaan yang mempunyai deviasi yang lebih kecil dalam memprediksi kelarutan zat padat dalam CO2 superkritis dibandingkan persamaan yang sudah ada sebelumnya.
1.3.
Tujuan
Keluaran studi ini adalah mendapatkan korelasi parameter interaksi biner pada sistem CO2 superkritis – zat padat dari sifat fisik senyawa yang sudah tersedia secara umum untuk memprediksi kelarutan zat padat dalam CO2 superkritis dengan mempunyai deviasi terhadap data eksperimental yang lebih kecil daripada persamaan yang sudah ada sebelumnya.
1.4.
Batasan Masalah
Persamaan keadaan yang digunakan dalam model termodinamika adalah persamaan keadaan SRK (Soave-Redlich-Kwong) dengan mixing rule van der Waals. Prediksi kelarutan zat padat dalam CO2 superkritis dilakukan pada suhu dekat dari suhu kritis CO2 yaitu 308K - 338K (Yazdizadeh et al., 2011) karena kondisi operasi ekstraksi yang digunakan biasanya tidak jauh di atas suhu krtis CO2 dan zat padat biasanya merupakan bahan alam yang tidak tahan suhu tinggi ditambah lagi operasi pada suhu yang mendekati suhu ruang akan lebih murah. Universitas Indonesia
Korelasi parameter..., Antonius chrisnandy, FTUI, 2012
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Karbon Dioksida Superkritis
Karbon dioksida (CO2) sangat mudah temui dalam kehidupan sehari-hari, biasanya senyawa ini ditemui dalam fasa gas. CO2 mempunyai suhu kritis 304,4 K dan tekanan kritis 73,8 bar (Smith, 2001), dan bersifat non-polar. Pada keadaan superkritis, CO2 mempunyai viskositas yang rendah dan difusivitas yang tinggi(Eslamimanesh et al., 2011) maka dari itu terjadi peningkatan kelarutan zat padat dalam proses ekstraksi. Sifatnya yang mudah didapatkan dalam keadaan superkritis, murah, tidak mudah meledak, dan mudah melepaskan zat terlarutnya, membuat CO2 sangat cocok menjadi pelarut senyawa padat untuk proses ekstraksi (Yazdizadeh et al., 2011).
2.2.
Ekstraksi Zat Padat Menggunakan Karbon Dioksida Superkritis
Pada kondisi tekanan operasi sedikit di atas tekanan kritis, kelarutan zat padat akan meningkat dengan signifikan. Sehingga dengan menurunkan tekanan sedikit saja, zat terlarut dalam CO2 sudah dapat dipisahkan.
Maka dari itu, CO2
superkritis cocok dalam proses purifikasi (Yazdizadeh et al., 2011). Aplikasi CO2 superkritis yang sudah dilakukan adalah ekstraksi dari senyawasenyawa non-polar antara lain beberapa jenis ester (Ismadji, 2008), beberapa jenis obat (phenazopyridine, propranolol dan methimazole) (Yamini et al., 2003), bahan herbal (α-asarone) (Cheng et al., 2003), dan minyak (Reverchon & Marrone, 2001), serta beberapa jenis senyawa organik lainnya (Zhao et al., 2003). Melihat sudah banyak aplikasi CO2 superkritis, prediksi kelarutan zat padat dalam CO2 superkritis diperlukan untuk menghemat waktu dan biaya terutama untuk studi awal dalam aplikasi industri.
4 Universitas Indonesia
Korelasi parameter..., Antonius chrisnandy, FTUI, 2012
5
2.3.
Model Termodinamika Kelarutan Zat Padat Fluida Superkritis
Salah satu metode yang dapat digunakan untuk memprediksi kelarutan zat padat
dalam CO2 superkritis adalah kesetimbangan fasa pada
model
termodinamika (Eslamimanesh et al., 2011). Sehingga untuk mendapatkan prediksi kelarutan padat dalam CO2 dapat menggunakan fugasitas untuk komponen padat dan CO2 (Yazdizadeh et al., 2011).
f ipadat f isup er kritis
(2.1)
Dengan f merupakan fugasitas dan variabel i menunjukan untuk komponen i dalam campuran. Untuk penyelesaian Persamaan 2.1 diperlukan asumsi sebagai berikut sehingga dapat diturunkan menjadi seperti pada Persamaan 2.2.
CO2 tidak terlarut dalam padat
Fugasitas dari zat padat pada campuran adalah fugasitas zat padat murni.
Volume molar zat padat adalah variabel yang independen atau fasa padat tidak terkompresi
Vs P Pisat Pisat exp RT
y P
i
(2.2)
i
Dengan P adalah tekanan (bar), Vs adalah volum molar padatan (cm3/mol), R adalah konstanta gas (83,14 bar cm3/mol), T adalah suhu kondisi operasi (K), superskrip sat menunjukan kondisi jenuh, y dan φ adalah fraksi mol padat dan koefisien fugasitas untuk kondisi superkritis. Tekanan sublimasi zat padat dapat dihitung menggunakan Persamaan 2.3.
P sat A
B TK C
(2.3)
Universitas Indonesia
Korelasi parameter..., Antonius chrisnandy, FTUI, 2012
6
Seperti pada Tabel 2.1 nilai A, B, dan C adalah koefisien persamaan Antoine untuk mengitung tekanan sublimasi. Prediksi dari kelarutan zat padat juga memerlukan informasi dari sifat fisik komponen-komponen yang terlibat dalam ekstraksi seperti pada Tabel A.1.
Tabel 2.1. Koefisien Antoine untuk beberapa senyawa padat yang digunakan pada Persamaan 2.3 (Yazdizadeh et al., 2011) Senyawa
A
B
C
Perylene Acenaphthene Mandelic Acid Propyl 4-hydroxybenzoate Benzoin 1-Octadecanol 1 Hexadecanol Naphthalene Anthracene 2,6 Dimethylnaphthalene Phenanthrene Pyrene Fluorene Benzocaine Lactic Acid Cholesterol Aspirin
19,94 10,95 49,8 41,1 12,53 25 22,8 13,575 9,7 9,43 9,6 8,35 9,43 10,28 11,03 8,95 7,59
15347 6038,5 17200 14200 6511,2 9780 8740 3729,3 5310 4420 4870 4900 4420 4572,3 4354 4681,8 3131,2
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Unit Tekanan bar bar Pa Pa bar kPa kPa Pa bar bar bar bar bar bar bar bar bar
Ref (Smith, 2001) (Smith, 2001) (Esmaeilzadeh et al., 2009) (Esmaeilzadeh et al., 2009) (Esmaeilzadeh et al., 2009) (Esmaeilzadeh et al., 2009) (Esmaeilzadeh et al., 2009) (Huang et al., 2001) (Huang et al., 2001) (Esmaeilzadeh et al., 2009) (Esmaeilzadeh et al., 2009) (Huang et al., 2001) (Esmaeilzadeh et al., 2009) (Smith, 2001) (Smith, 2001) (Smith, 2001) (Smith, 2001)
Tabel 2.2. Data eksperimental tekanan sublimasi (Yazdizadeh et al., 2011)
Tekanan sublimasi (bar) pada suhu Ref 308 K 318 K 328 K -10 -10 -09 Triphenylene 1,11 x 10 4,69 x 10 1,83 x 10 (Barna et al., 1996) Fluoranthene 2,57 x 10-08 9,05 x 10-08 2,95 x 10-07 (Barna et al., 1996) Propranolol 3,90 x 10-10 1,30 x 10-09 3,70 x 10-09 (Housaindokht & Bozorgmehr, 2008) Benzoic Acida 1,28 x 10-05 3,15 x 10-05 7,31 x 10-05 Palmitic Acida 2,14 x 10-07 5,90 x 10-07 1,51 x 10-06 Stearic Acida 7,94 x 10-09 2,68 x 10-08 1,11 x 10-07 a tekanan sublimasi dihitung dengan menggunakan group contribution method (Coutsikos et al., Senyawa
2003)
Universitas Indonesia
Korelasi parameter..., Antonius chrisnandy, FTUI, 2012
7
2.4.
Koefisien Fugasitas (φ) dan Persamaan Keadaan SRK (SoaveRedlich-Kwong)
Koefisien fugasitas adalah salah satu bilangan tak berdimensi yang merupakan perbandingan fugasitas dengan tekanan. Koefisien ini dapat menggambarkan sifat gas pada kondisi tertentu. Saat gas ideal, gas tersebut mempunyai nilai koefisien fugasitas yang bernilai 1. Nilai koefisien fugasitas pada penelitian ini dicari melalui Persamaan 2.4.
lni Z 1 ln(Z β) qI
(2.4)
Persamaan keadaan dapat digunakan untuk mengevaluasi nilai dari koefsien ini. Banyak pengembangan yang sudah dikembangkan mengenai persamaan keadaan. Salah satu persamaan keadaan yang dapat memprediksi fugasitas dari suatu zat secara tepat adalah dengan persamaan keadaan SRK (Soave-RedlichKwong). Pemilihan persamaan keadaan SRK disebabkan persamaan keadaan ini sudah terbukti dapat memprediksi dengan baik sifat fluida murni(Soave, 1972).
P
RT a T V b VV b
(2.5)
b
0,08664 RTC PC
(2.6)
a T a C T
(2.7)
T = (1 + (0.48 + 1.574 - 0.176 2 ) (1 - (Tr0.5 )) 2
(2.8)
aC =
0.42748 (R TC ) 2 PC
(2.9)
q
a T bTR
(2.10)
bP RT
(2.11)
Universitas Indonesia
Korelasi parameter..., Antonius chrisnandy, FTUI, 2012
8
Dengan Tc dan Pc adalah suhu dan tekanan kritis, Tr adalah suhu tereduksi (T/Tc) dan ω adalah faktor aksentrik. Korelasi koefisien fugasitas (φ) sebagai fungsi dari bilangan b dan β berdasarkan persamaan keadaan SRK dan faktor kompresibilitas (Z) dapat dievaluasi menggunakan Persamaan 2.12.
(2.12) Namun, penurunan persamaan termodinamika Persamaan 2.4 – 2.12 hanya berlaku untuk sistem 1 komponen saja. Sistem ekstraksi dengan CO2 superkritis merupakan sistem 2 komponen yaitu zat padat dan CO2 superkritis maka diperlukan pendekatan termodinamika menggunakan mixing rule. Mixing rule yang digunakan pada studi ini adalah van der Waals (VDW1).
2.5.
Mixing Rule VDW1
Pada mixing rule VDW1 digunakan korelasi yang sudah biasa digunakan seperti pada Persamaan 2.13 - 2.16.
a m y i y j a ij i
(2.13)
j
b m y jb j
(2.14)
j
a ij a ii a jj 1 k ij
a i 2 yi a i y j a i a j
(2.15)
0.5 1 k ij
(2.16)
Penambahan mixing rule akan mempengaruhi perhitungan koefisien fugasitas menjadi seperti pada Persamaan 2.17.
ln i
bi b Z 1 ln Z q a i I bm a m bm
(2.17)
Universitas Indonesia
Korelasi parameter..., Antonius chrisnandy, FTUI, 2012
9
Pada Persamaan 2.15 terdapat parameter interaksi biner (kij) yang biasa diperoleh dari curve fitting terhadap data eksperimental dan penggunakan mixing rule VDW1 ini hanya menggunakan 1 parameter interaksi biner.
2.6.
Parameter Interaksi Biner (kij)
Prediksi menggunakan persamaan keadaan saja belum dapat menghasilkan hasil yang sesuai dengan data eksperimental (Smith, 2001). Untuk mendapatkan hasil yang tepat perlu dilakukan curve fitting terhadap parameter interaksi biner yang hanya merupakan faktor koreksi (Zhao et al., 2003; Smith, 2001).
Gambar 2.1. Prediksi kelarutan beberapa zat padat pada 308,15K (Yazdizadeh et al., 2011)
Universitas Indonesia
Korelasi parameter..., Antonius chrisnandy, FTUI, 2012
10
Gambar 2.2. Prediksi kelarutan phenzopyridine pada berbagai suhu (Yazdizadeh et al., 2011) Studi yang sudah ada sebelumnya (Yazdizadeh et al., 2011), nilai parameter interaksi biner yang berbeda digunakan untuk setiap perubahan suhu sebagai parameter kondisi operasi. kij akan mempunyai nilai mendekati 0 untuk campuran yang relatif sederhana (seperti alkana rantai pendek). Sedangkan untuk campuran lainnya nilai kij bernilai tidak 0 dan merupakan fungsi dari suhu (Anderko, 2000). Nilai kij juga beragam dan dapat bernilai negatif, biasanya berkisar di antara -1 sampai 1 (McHugh, 1986). Selain itu, nilai parameter ini juga bergantung dari tekanan sistem berlangsungnya proses ekstraksi. kij menjadi fungsi tekanan pada tekanan dekat daerah kritis CO2 yaitu berkisar 75 sampai 150 bar. Dengan kenaikan tekanan di atas 150 bar, nilai parameter ini akan relatif konstan (Škerget et al., 2002). Studi mengenai korelasi untuk memprediksi nilai parameter interaksi biner sehingga dapat dilakukan prediksi kelarutan zat padat dalam CO2 superkritis sudah dikembangkan oleh Bartle et al. (1992) dan Issaoui (2011). Model pertama dikembangkan oleh Bartle et al. (1992), parameter kij dikorelasikan terhadap sifat fisik zat padat seperti pada Persamaan 2.18 – 2.20.
Universitas Indonesia
Korelasi parameter..., Antonius chrisnandy, FTUI, 2012
11
Vc, 2 B A 2 1 V c,1
Pc, 2 P c,1
2
(2.18)
RT Vc,i A0.291 0.08i c,i P c,i
(2.19)
K12 0.51B
(2.20)
Dengan Tc, Pc, dan Vc adalah suhu, tekanan, dan volume kritis dan ω adalah faktor aksentrik, dan angka 1 adalah untuk CO2 superkritis dan 2 menunjukan sifat fisik zat padat. Parameter A bernilai ½ untuk senyawa yang mengandung gugus –OH k12 adalah kij. Studi lainnya membuat korelasi parameter ini terhadap polaritas dari senyawa yang direpresentasikan dengan momen dipole (Issaoui, 2011) tetapi persamaan ini hanya berlaku untuk senyawa yang bersifat polar seperti pada Persamaan 2.21 dan 2.22.
.
N 3c
(2.21)
K ij 0.25 0.15 exp 100Cos 100
(2.22)
Dengan μ adalah momen dipol, Nc adalah jumlah atom karkon pada senyawa. Pada studi ini, parameter interaksi biner kembali dikorelasikan terhadap sifat fisik zat padat yang biasa sudah tersedia agar dapat berlaku umum. Dengan mempunyai nilai parameter interaksi biner, kelarutan zat padat dalam CO2 superkritis pun dapat diprediksi.
2.7.
Data Kelarutan dan Tekanan Crossover
Data kelarutan menjadi hal penting dalam membuat korelasi terhadap parameter interaksi biner. Gambar 2.3. Menunjukan contoh Pyrene dalam CO2 superkritis dengan variasi 3 suhu. Pada profil tersebut terlihat seakan-akan ada perpotongan antara 3 plot isothermal untuk senyawa Pyrene. Titik perpotongan ini Universitas Indonesia
Korelasi parameter..., Antonius chrisnandy, FTUI, 2012
12
disebut titik crossover. Pada kondisi tekanan di atas tekanan crossover suhu tinggi mempunyai kelarutan yang lebih tinggi pula, tetapi sebaliknya pada tekanan di bawah tekanan crossover suhu tinggi justru mempunyai kelarutan yang lebih kecil. Fenomena ini dapat dijelaskan dengan melihat kondisi sebagai berikut, kenaikan suhu akan menaikan tekanan uap zat padat dan kenaikan tekanan akan menaikan densitas CO2. Pada kondisi di atas tekanan crossover dapat dikatakan yang lebih berpengaruh terhadap kelarutan adalah tekanan sublimasi zat padat sebaliknya pada tekanan di bawah tekanan crossover yang lebih dominan terhadap kelarutan adalah densitas CO2 (Anitescu & Tavlarides, 1997).
Gambar 2.3. Profil data kelarutan pyrene dalam CO2 superkritis untuk suhu 313K, 323K, dan 333K (Anitescu & Tavlarides, 1997)
Universitas Indonesia
Korelasi parameter..., Antonius chrisnandy, FTUI, 2012
13
2.8.
Metode Optimasi dan Metode Analisis
Pada perhitungan model termodinamika ini akan ditemukan banyak penyelesaian persamaan non-linier. Untuk itu digunakan metode Newton Raphson dan metode Secant, metode ini melakukan pendekatan yang menggunakan satu atau 2 titik awal dan mendekatinya dengan memperhatikan gradien pada titik tersebut. Titik pendekatan ke n+1 dituliskan dengan Persamaan 2.23.
X n 1 X n
F(X n ) F' (X n )
(2.23)
Metode ini sudah pernah digunakan dan dapat memprediksi secara tepat akarakar persamaan dari suatu persamaan non-linier (Anitescu & Tavlarides, 1997). Sehingga penggunaan metode numeris dapat membantu mempercepat perhitungan yang iteratif pada model termodinamika. Selain itu dalam membuat sebuah korelasi digunakan metode least square, dimana metode ini akan memberikan persamaan garis yang mempunyai deviasi terendah terhadap data eksperimental. Metode ini saja belum cukup untuk dapat memilih persamaan mana yang memberikan hasil terbaik dalam memprediksi parameter interaksi biner, masih diperlukan parameter lainnya yaitu nilai R2. Nilai R2 menggambarkan kecocokan korelasi terhadap data eksperimental. Nilai R2 merupakan hasil dari persamaan Pearson. Sehingga optimasi parameter dalam korelasi tersebut dilakukan sampai mendapatkan korelasi dengan nilai R2 yang tertinggi. Metode least square dan persamaan Pearson sudah sering digunakan secara umum untuk penyelesaian data statistik, kedua metode ini di selesaikan menggunakan bantuan perangkat lunak. Untuk mendukung perhitungan yang banyak dan rumit, studi ini menggunakan media yaitu perangkat lunak computer berupa Ms Excel yang diimplementasikan dengan Ms. Visual Basic (VBA- Visual Basic for Application). Dengan Ms. Visual Basic memungkinkan memasukan algoritma pemrograman terutama pada perhitungan numeris dengan keluaran berupa grafik dengan database pada Ms. Excel. Sehingga program ini akan sangat sesuai pada penelitian ini. Selain itu Ms. Excel sudah mempunyai kemampuan dalam menghitung least square dan R2. Universitas Indonesia
Korelasi parameter..., Antonius chrisnandy, FTUI, 2012
14
Untuk mengetahui performa suatu model termodinamika, digunakan deviasi absolut rata-rata model dengan data eksperimental. Deviasi absolut rata-rata ini merupakan selisih atau deviasi antara data eksperimental dengan model yang dapat digunakan sebagai indicator seberapa tepat model dapat memprediksi. Deviasi absolut rata-rata atau average absolute deviation (AAD) dapat dihitung dengan Persamaan 2.24. Selain itu karena kelarutan zat padat yang ordenya sangat kecil, diperlukan metode perhitungan deviasi yang lebih tepat. Maka dalam membandingkan model tersebut digunakan average absolute logarithmic deviation (AALD) seperti pada Persamaan 2.25.
exp cal 1 N y i,solid y i,solid AAD(%) 100% N 1 y iexp ,solid
AALD
1 N cal log y iexp ,solid log y i ,solid N 1
(2.24)
(2.25)
Dengan N adalah jumlah data (Number of Data), superskrip cal adalah nilai fraksi mol padat (y) pada model termodinamika, dan superskrip exp adalah nilai fraksi mol padat (y) pada data ekspermiental.
Universitas Indonesia
Korelasi parameter..., Antonius chrisnandy, FTUI, 2012
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN
3.1.
Diagram Penelitian
Algoritma penelitian dalam mendapatkan korelasi parameter interaksi biner untuk memprediksi kelarutan zat padat dalam CO2 superkritis adalah seperti pada Gambar 3.1.
Pengumpulan data kelarutan eksperimental, sifat fisik, data tekanan sublimasi, dan koefisien antoine Pemilihan data dan senyawa zat padat Melakukan curve fitting untuk mendapatkan parameter interaksi biner Menganalisis pengaruh tekanan terhadap kij Menganalisis pengaruh suhu terhadap kij Mendapatkan nilai kij Membuat korelasi parameter interaksi biner Melakukan optimasi korelasi R2 maksimum?
Tidak
Ya Tidak
Menghitung kembali kelarutan zat dapat dan AALD Membandingkan hasil perhitungan dengan korelasi sebelumnya
AALD korelasi yang diusulkan leibh kecil? Ya Mendapatkan persamaan umum parameter interaksi biner untuk memprediksi kelarutan zat padat
Gambar 3.1. Diagram alir penelitian 15 Universitas Indonesia
Korelasi parameter..., Antonius chrisnandy, FTUI, 2012
16
3.2.
Alat dan Bahan Penelitian
3.3.1. Bahan Bahan yang diperlukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Data eksperimental kelarutan solid dalam ekstraksi menggunakan CO 2 superkritis yang didapatkan dari jurnal internasional berupa aplikasi CO2 pada proses ekstraksi, seperti pada refrensi (Gupta, 2006). b. Koefisien Persamaan Antoine seperti pada Tabel 2.1 untuk menghitung tekanan sublimasi. c. Karaketeristik dari setiap spesies murni seperti pada Tabel A.1. (Yazdizadeh et al., 2011)
3.3.2. Alat/Perangkat Lunak Studi ini menggunakan bantuan perangkat lunak komputer yaitu berupa bahasa pemrograman dan database yang dapat menghasilkan sebuah keluaran plot. Bahasa pemrograman juga diperlukan untuk perhitungan matematis sehingga digunakan: a. Ms. Visual Basic untuk bahasa pemrograman untuk menyelesaikan perhitungan model termodinamika dan numeris. b. Ms. Excel sebagai database program, melakukan plot, dan regresi.
3.3.
Prosedur Penelitian
3.3.3. Variabel Penelitian a. Variabel bebas: Jenis zat padat terlarut dalam karbon dioksida superkritis, kondisi operasi ekstraksi (suhu dan tekanan. b. Variabel terikat: Nilai parameter interaksi biner pada sistem CO2 superkritis - zat padat, nilai kelarutan zat padat, serta deviasi terhadap data eksperimental kelarutan zat padat dalam CO2 superkritis.
Universitas Indonesia
Korelasi parameter..., Antonius chrisnandy, FTUI, 2012
17
3.3.4. Persiapan a. Mencari literatur mengenai data kelarutan zat padat dalam CO2 superkritis pada variasi tekanan dan suhu. b. Mencari data literatur mengenai tekanan sublimasi dan data termodinamika senyawa murni. c. Melakukan pemilihan zat-zat padat yang akan diinvestigasi dalam penelitian ini berdasarkan ketersediaan data. d. Mempelajari pembuatan program dengan bahasa pemrograman Visual Basic yang diimplementasikan dalam Ms. Excel atau Visual Basic for Application (VBA).
3.3.5. Pembuatan Program Mendapatkan Parameter Interaksi yang Optimum pada Suhu, Tekanan, dan Jenis Zat Padat Tertentu a. Membuat model termodinamika untuk memprediksi kelarutan zat padat. b. Meng-input data berupa data kelarutan untuk zat-zat padat tertentu dengan variasi suhu dan tekanan tertentu. c. Membuat algortitma program untuk 1 jenis senyawa dan 1 kondisi suhu dan tekanan seperti pada Gambar 3.2.
Universitas Indonesia
Korelasi parameter..., Antonius chrisnandy, FTUI, 2012
18
MULAI
Data sifat fisik Tekanan dan Suhu Data eksperimental kelarutan Tekanan sublimasi pada Suhu sistem Input kij (Estimasi awal = 0.5) Mendapatkan nilai kij baru dengan metode numeris (Persamaan 2.23)
Menghitung kelarutan zat padat (Persamaan 2.2 )
Nilai kelarutan kalkulasi = eksperimental
Tidak
Ya Mendapat nilai kij optimum pada setiap tekanan
SELESAI
Gambar 3.2. Diagram alir program mendapatkan interaksi optimal untuk 1 jenis senyawa pada 1 kondisi suhu dan tekanan d. Memindahkan algoritma ke dalam bahasa pemrograman Visual Basic. e. Mengulangi algortima tersebut pada kondisi tekanan yang berbeda f. Menampilkan keluaran program berupa plot antara kij vs tekanan. Universitas Indonesia
Korelasi parameter..., Antonius chrisnandy, FTUI, 2012
19
g. Dengan melakukan perubahan suhu operasi dan jenis senyawa akan dihaslkan plot grafik kij terhadap tekanan untuk variasi suhu dan jenis senyawa.
3.3.6. Analisis Ketergantungan kij Terhadap Tekanan a. Memilih salah satu zat padat dan suhu sistem tertentu. b. Menganalisis grafik yang sudah dibentuk pada pada langkah 3.3.5 c. Mencari kondisi dimana kij bernilai relatif konstan dan membatasi daerah tersebut agar korelasi yang dibentuk independen terhadap tekanan. d. Mengulangi langkah 2-3 dengan variabel suhu yang berbeda sesuai dengan data experimental e. Mengulangi langkah 2-4 pada zat padat yang lain. f. Mendapatkan daerah tekanan operasi pembuatan korelasi parameter interaksi biner.
3.3.7. kij Optimum untuk rentang tekanan operasi tertentu a. Memilih 1 jenis senyawa pada 1 suhu tertentu. b. Mengambil data eksperimental yang tersedia pada rentang tekanan yang sudah ditentukan sebelumnya. c. Menghitung kembali kelarutan tetapi hanya menggunakan 1 nilai kij untuk rentang tekanan tersebut, menggunakan algoritma adalah seperti pada Gambar 3.3.
Universitas Indonesia
Korelasi parameter..., Antonius chrisnandy, FTUI, 2012
20
MULAI
Data sifat fisik, Suhu operasi Tekanan sublimasi pada Suhu sistem
Input kij (Estimasi rata-rata nilai Kij pada rentang tekanan yang ditentukan) Mendapatkan nilai kij baru dengan metode numeris (Persamaan 2.23)
Tekanan Data kelarutan pada tekanan tersebut
Mengubah tekanan Menginput data kelarutan pada tekanan baru
Menghitung kelarutan zat padat (Persamaan 2.2 )
Data tersedia pada tekanan lain pada rentang tersebut?
Tidak Tidak
Ya Menghitung ALD untuk data-data tersebut
AAD minimum (Persamaan 2.24)?
Ya
Mendapat nilai kij optimum pada suhu tertentu SELESAI
Gambar 3.3. Algoritma menentukan kij optimum
d. Mendapatkan nilai kij optimum untuk setiap suhu. e. Mengubah suhu operasi, maka akan dapat dibuat plot kij terhadap suhu. f. Mengulangi langkah 2-5 dengan mengubah jenis senyawa yang akan diinvestigasi. g. Melakukan analisis terhadap hasil plot tersebut untuk setiap senyawa yang diinvestigasi untuk menentukan apakah kij sebagai fungsi suhu pada range tersebut.
Universitas Indonesia
Korelasi parameter..., Antonius chrisnandy, FTUI, 2012
21
3.3.8. Pembuatan Korelasi Parameter Interaksi Biner a. Melakukan curve fitting terhadap parameter interaksi yang sudah dibuat terhadap sifat fisik dari zat padat. b. Mencari korelasi terhadap persamaan dengan metode least square. c. Menghitung nilai dari R2 dengan persamaan Pearson. d. Mengoptimasi nilai koefisien dan parameter yang digunakan pada persamaan sampai mendapatkan nilai R2 korelasi yang tertinggi.
3.3.9. Evaluasi Korelasi yang Dibuat a. Menghitung kembali nilai parameter interaksi biner sesuai dengan korelasi yang sudah dibuat. b. Menghitung nilai kelarutan zat padat dalam CO2 superkritis untuk setiap titik data yang digunakan dalam pembuatan korelasi. c. Menghitung deviasi AALD (Persamaan 2.25) dari korelasi ini.
3.3.10. Perbandingan Korelasi yang Ditawarkan dengan Korelasi yang Sudah Ada a. Melakukan
evaluasi
terhadap
korelasi
yang
sudah
pernah
dipublikasikan sesuai dengan kondisi yang disebutkan di publikasi. b. Menghitung AALD (Persamaan 2.25) dengan nilai parameter interaksi yang diberikan pada publikasi untuk setiap titik data yang sama yang digunakan pada penelitian ini c. Membandingkan dan menganalisis nilai AALD korelasi pada penelitian ini dengan AALD korelasi dari publikasi sebelumnya.
Universitas Indonesia
Korelasi parameter..., Antonius chrisnandy, FTUI, 2012
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1.
Pemilihan Zat Padat
Pada penelitian ini digunakan 23 zat padat yang sudah biasa digunakan dalam aplikasi dengan menggunakan karbon dioksida superkritis seperti pada (Yazdizadeh et al., 2011). 23 senyawa ini merupakan gabungan dari berbagai macam grup senyawa seperti alkohol, asam, aromatik, dan lainnya. Pemilihan ini didasarkan pada ketersediaan data eksperimental dan juga data tekanan sublimasi dari zat padat tersebut, yaitu sebagai berikut:
4.2.
Naphthalene
2,6 Dimethylnaphthalene
Anthracene
1-Hexadecanol
Benzoic Acid
1-Octadecanol
Pyrene
Palmitic Acid
Fluorene
Stearic Acid
Acenaphthrene
Cholesterol
Perylene
Benzocaine
Mandelic Acid
Benzoin
Propyl 4-
Aspirin
hydroxybenzoate
Triphenylene
Lactic Acid
Propranolol
Phenantherene
Fluoranthene
Parameter Interaksi Sebagai Fungsi Tekanan
Dengan pemilihan 23 jenis senyawa tersebut, setiap senyawa akan diinvestigasi pada rentang suhu 308-338K. Rentang suhu ini dipilih karena pada operasi menggunakan CO2 superkritis kondisi operasi suhu tidak jauh dari suhu kritis dari CO2. Selain itu, senyawa yang biasa digunakan adalah senyawa alam sehingga tidak bisa digunakan kondisi suhu yang tinggi karena senyawa alam
22 Universitas Indonesia
Korelasi parameter..., Antonius chrisnandy, FTUI, 2012
23
mudah rusak pada suhu tinggi. Ditambah lagi bekerja pada suhu yang lebih rendah mendekati suhu ruang akan lebih ekonomis. 23 senyawa tersebut dapat diinvestigasi pengaruh tekanan terhadap parameter interaksi biner. Plot parameter interaksi biner terhadap tekanan dapat dilakukan untuk melihat bagaimana pengaruh tekanan pada parameter ini. Gambar 4.1 pengaruh tekanan terhadap parameter interaksi biner dengan variasi suhu.
Naphthalene 1.0
0.5
0.5
kij
kij
1-Hexadecanol 1.0
0.0 308 K 318 K 328 K
-0.5
0.0 308 K 318 K 328 K
-0.5
-1.0
-1.0 40
60
80
0
100 120 140 160 180 200 220
50
100
(a)
250
300
350
(b)
1.0
1.0
308 K 318 K 328 K
0.5
kij
0.5
kij
200
Lactic Acid
Acenaphthrene
0.0
-0.5
-1.0 100
150
P (bar)
P (bar)
0.0 313 K 318 K 323 K
-0.5
-1.0 150
200
250 P (bar)
(c)
300
350
400
40
60
80
100 120 140 160 180 200 220 P (bar)
(d)
Gambar 4.1. Plot parameter interaksi biner sebagai fungsi tekanan pada variasi suhu untuk (a) Naphthalene, (b) 1-Hexadecanol, (c) Acenaphthrene, dan (d) Lactic Acid. Gambar 4.1.(a) menunjukan bagaimana pengaruh tekanan terhadap senyawa aromatik seperti naphthalene. Hasil tersebut menunjukan parameter interaksi biner berubah nilainya terhadap tekanan pada tekanan di bawah 150 bar. Universitas Indonesia
Korelasi parameter..., Antonius chrisnandy, FTUI, 2012
24
Demikian pula pada senyawa alkohol yang ditampilkan pada Gambar 4.1.(b). Terlihat untuk senyawa alkohol seperti 1-hexadecanol perubahan yang signifikan dari nilai kij pada tekanan di bawah 100 bar sampai akhirnya konstan. Perubahan signifikan terlihat dengan adanya perubahan tanda yaitu pada tekanan rendah (<100 bar) kij bernilai negatif sampai akhirnya konstan pada tekanan di atas 100 bar dan bernilai positif. Fenomena ini sesuai dengan apa yang ditemui pada referensi dimana nilai parameter interaksi bisa bernilai positif maupun negatif dan berubah sepanjang tekanan (Škerget et al., 2002). Gambar 4.1.(c) menunjukan contoh jika kij dapat bernilai konstan pada nilai yang negatif. Hasil ini juga menunjukan kesesuaian terhadap teori yaitu nilai kij dapat berkisar antara -1 sampai dengan 1 (Škerget et al., 2002). Selanjutnya Gambar 4.1.(d) menunjukan kecenderungan yang diberikan untuk senyawa asam, yaitu Lactic Acid. Hasil tersebut juga membuktikan bahwa nilai kij akan konstan pada tekanan yang tinggi. Kecenderungan yang sama terlihat pada profil kij untuk setiap senyawa lainnya pada Lampiran C.Sehingga dapat disimpulkan nilai parameter interaksi biner relatif konstan untuk tekanan di atas 150 bar. Fenomena ini sesuai dengan studi yang sudah ada sebelumnya (Škerget et al., 2002). Untuk menjelaskan fenomena ini, perubahan nilai k ij terlihat jelas pada daerah dekat tekanan kritisnya. Pada daerah dekat dengan titik kritis CO 2 kelarutan zat padat akan meningkat dengan signifikan. Kenaikan ini disebabkan kenaikan densitas yang tinggi mendekati densitas zat cair tetapi tetap mempunyai viskositas yang rendah (Gupta, 2006). Profil kij dan kelarutan terhadap tekanan dapat digunakan untuk merepresentasikan fenomena ini seperti Gambar 4.2. Profil dari senyawa Naphthalene merepresentasikan kecenderungan dari zat padat lainnya pula. Gambar 4.2. menunjukan bahwa nilai kij berubah terhadap tekanan saat terjadi peningkatan kelarutan yang tinggi dekat tekanan kritis CO 2. Pada kondisi di atas tekanan kritis tidak terjadi lagi peningkatan yang sangat signifikan terhadap kelarutan zat padat dan termati bahwa nilai kij relatif konstan pada suhu tinggi. Maka dari itu pengaruh tekanan terhadap interaksi dari CO 2 dan zat padat pada tekanan dekat tekanan kritis tidak dapat diabaikan (Škerget et al., 2002). Universitas Indonesia
Korelasi parameter..., Antonius chrisnandy, FTUI, 2012
25
Naphthalene 308K 0.15
0.1
0.10
0.01
Kelarutan (y)
kij
0.05
0.00
-0.05
0.001 kij
-0.10
y -0.15
0.0001 0
50
100
150
200
250
300
350
P (bar)
Gambar 4.2. Profil kij dan kelarutan terhadap tekanan untuk Naphthalene pada suhu 308K.
Melihat kecenderungan ini, studi ini menggunakan 1 nilai parameter interaksi biner untuk 1 suhu dan 1 senyawa tertentu. Nilai ini diambil pada kondisi di atas 150 bar atau saat nilai parameter interaksi biner bernilai konstan. Selain itu prediksi pada kondisi tekanan terlalu tinggi juga tidak diperlukan. Sejauh ini belum banyak industri yang beroperasi pada tekanan lebih besar dari 200 bar (Beckman, 2004). Dengan data eksperimental yang ada tidak semua mempunyai data kelarutan pada tekanan yang tinggi (>250 bar) maka pada studi ini akan digunakan pembatasan pada prediksi parameter interaksi biner pada tekanan tidak lebih dari 225 bar, atau penelitian ini beroperasi pada tekanan 150-225 bar (Pr CO2: 2 – 3) agar nilai parameter interaksi biner yang diambil untuk setiap zat padat sama. Adanya kecenderung nilai parameter interaksi biner yang konstan pada tekanan lebih dari 150 bar, nilai prediksi ini nantinya masih dapat dipertimbangkan untuk dapat memprediksi pada tekanan yang lebih tinggi dari 225 bar.
Universitas Indonesia
Korelasi parameter..., Antonius chrisnandy, FTUI, 2012
26
Optimasi dapat dilakukan untuk mendapatkan 1 nilai parameter interaksi biner untuk 1 kondisi suhu setiap senyawa. Optimasi dilakukan dengan mencari nilai parameter interaksi biner yang memberikan deviasi terhadap data eksperimental terendah pada rentang tekanan yang disebutkan di atas. Sehingga 1 senyawa pada 1 suhu tertentu hanya akan mempunyai 1 nilai parameter interaksi biner. Sampai tahap ini parameter interaksi biner yang didapat merupakan parameter interaksi biner yang independen terhadap tekanan dan dependen terhadap suhu. 4.3.
Parameter Interaksi Sebagai Fungsi Suhu
Tahap selanjutnya adalah akan dilihat pengaruh suhu terhadap nilai-nilai parameter interaksi biner yang independen terhadap tekanan tersebut. Plot parameter interaksi biner tersebut dengan suhu operasi dapat menunjukan pengaruh suhu terhadap parameter tersebut. Gambar 4.3 menggambarkan hubungan parameter interaksi biner sebagai fungsi suhu. Dari hasil tersebut dapat terlihat bahwa nilai parameter interaksi untuk setiap senyawa cenderung konstan pada rentang suhu 308 – 338K. Secara umum 23 senyawa mempunyai profil yang sama, sehingga parameter interaksi biner pada rentang suhu ini dapat dianggap independen terhadap suhu.
Universitas Indonesia
Korelasi parameter..., Antonius chrisnandy, FTUI, 2012
27
0.8 0.6
1-hexadecanol Acenaphthene 2,6 Dimethylnaphthalene Naphthalene Perylene Aspirin Triphenylene Stearic Acid
kij optimum
0.4 0.2 0.0 -0.2 -0.4 -0.6 -0.8 -1.0 305
310
315
320
325
330
335
340
Suhu (K)
Gambar 4.3. Plot parameter interaksi biner sebagai fungsi suhu untuk beberapa jenis senyawa padat yang digunakan dalam perhitungan.
Nilai optimum kij lainnya dapat dilihat pada Tabel 4.1. Penentuan nilai parameter interaksi biner yang independen terhadap suhu ini dilakukan dengan melakukan rata-rata nilai parameter interaksi biner untuk setiap variasi suhu. Dengan demikian 1 nilai optimum untuk parameter interaksi biner untuk 1 jenis senyawa sudah diperoleh. Nilai optimum dari parameter interaksi biner ini bersifat independen terhadap tekanan dan suhu.
4.4.
Korelasi Parameter Interaksi Biner
Nilai-nilai optimum parameter interaksi biner yang sudah didapatkan sebelumnya akan digunakan sebagai landasan dalam membuat koreasi umum parameter interaksi biner untuk memprediksi kelarutan zat padat dalam CO2 superkritis. Dengan nilai parameter interaksi biner yang bersifat independen terhadap tekanan dan suhu, maka persamaan umum ini pun diharapkan juga bukan merupakan fungsi suhu dan tekanan. Untuk membuat korelasi terhadap parameter interaksi, pada studi ini telah dilihat bagaimana hubungan parameter interaksi terhadap sifat fisik zat padat. Universitas Indonesia
Korelasi parameter..., Antonius chrisnandy, FTUI, 2012
28
Pada penelitian ini, berbagai variasi persamaan sudah dilakukan dan hasil terbaik yang didapatkan adalah melakukan korelasi terhadap tekanan sublimasi zat padat pada suhu tertentu dan juga sifat fisik lainnya. Tekanan sublimasi dipertimbangkan menjadi salah satu parameter penting karena parameter ini diharapkan dapat memprediksi kelarutan pada tekanan tinggi. Pada tekanan tinggi berarti sudah melewati tekanan crossover. Pada tekanan di atas tekanan crossover faktor yang lebih dominan terhadap kelarutan adalah tekanan sublimasi, sebaliknya di bawah tekanan crossover yang lebih dominan adalah pengaruh densitas CO2 (Anitescu & Tavlarides, 1997). Dengan kij diperkirakan berubah mengikuti perubahan kelarutan zat padat, maka tekanan sublimasi diperkirakan dapat menjadi parameter penting dalam korelasi yang diusulkan. Dihasilkan persamaan seperti pada Persamaan 4.1. dan 4.2. Persamaan ini diperoleh dengan melakukan regresi terhadap nilai optimum parameter interaksi biner. Optimasi dilakukan terhadap 3 parameter dan dilakukan sesuai dengan Bagian 3.3.8 sampai mendapatkan nilai R2 yang tertinggi.
Mr Sat A log P@ CO 2 308 K MrSolid
0,57
Tc CO 2 TcSolid
1, 24
0,36solid
k ij = 0,0798A 2 - 0,6838A + 0,5129
(4.1)
(4.2)
Pada Persamaan 4.1. dan Persamaan 4.2. dalam menghitung kij digunakan tekanan sublimasi pada suhu 308K. Dalam menghitung kij, nilai kij akan sangat dipengaruhi dengan tekanan sublimasi. Sehingga tekanan sublimasi zat padat menjadi variabel dalam menghitung kij. Pemilihan suhu ini didasarkan pada ketersediaan data selain itu nilai ini merupakan kondisi operasi yang memang digunakan dalam aplikasi menggunakan CO2 superkritis karena nilainya yang dekat dengan suhu kritis CO2. Selain itu dengan memilih 1 suhu saja membuat korelasi yang diusulkan ini menjadi independen terhadap suhu. Korelasi ini mempunyai nilai R2 mencapai 0,938 hampir mendekati 1, nilai ini akan menggambarkan kesesuaian korelasi dengan nilai optimum parameter
Universitas Indonesia
Korelasi parameter..., Antonius chrisnandy, FTUI, 2012
29
interaksi biner. Gambar 4.5. menunjukan kesesuaian dan performa korelasi ini dalam memprediksi nilai parameter interaksi biner yang optimum. Terlihat bahwa persamaan ini mampu memprediksi nilai tersebut dengan baik pada saat bernilai positif maupun negatif.
0.8 Nilai kij optimum
0.6
Persamaan yang diusulkan
0.4
kij
0.2 0.0 -0.2 -0.4 -0.6 -0.8 0
1
2
3
4
A
Gambar 4.4. Hubungan antara parameter interaksi biner SRK dengan parameter A pada Persamaan 4.1. 1.0
kij optimum
0.5
0.0
-0.5
-1.0 -1.0
-0.5
0.0
0.5
1.0
kij terhitung
Gambar 4.5. Perbandingan hasil perhitungan parameter interaksi biner SRK dari Persamaan 4.2. dengan nilai optimum parameter interaksi biner Universitas Indonesia
Korelasi parameter..., Antonius chrisnandy, FTUI, 2012
30
Terlihat dari Persamaan 4.1. dan 4.2. serta Gambar 4.4. bahwa parameter interaksi akan berbanding terbalik dengan parameter A. Di sisi lain parameter A juga berbanding terbalik dengan tekanan sublimasi zat padat. Sehingga dapat disimpulkan bahwa parameter interaksi biner ini berbanding lurus dengan tekanan sublimasi zat padat. Semakin besar tekanan sublimasi suatu zat padat akan mempunyai nilai k ij yang lebih positif mendekati 1, sebaliknya semakin kecil tekanan sublimasi zat padat akan mempunyai nilai kij yang lebih negatif mendekati -1. Kecenderungan ini tentu akan didukung dengan berat molekul zat padat dan suhu kritisnya. Setelah dapat memprediksi nilai parameter interaksi dengan nilai R2 yang tinggi, persamaan ini perlu digunakan dalam memprediksi kelarutan zat padat dalam CO2 superkritis.
4.5.
Prediksi Kelarutan Menggunakan Korelasi Umum Parameter Interaksi Biner yang Diusulkan
Prediksi kelarutan menggunakan korelasi yang diusulkan (Persamaan 4.1. dan Persamaan 4.2) perlu dilakukan. Evaluasi ini penting karena nilai parameter interaksi biner sangat sensitif terhadap nilai kelarutan zat padat tersebut. Sedikit perubahan pada parameter interaksi biner dapat mengakibatkan perubahan yang signifikan pada nilai kelarutan untuk beberapa jenis zat padat. Tabel 4.1 menunjukan hasil prediksi kelarutan dengan beberapa metode dalam menghitung parameter interaksi biner. Komparasi dilakukan dengan nilai parameter interaksi biner yang masih merupakan fungsi suhu dan juga dilakukan terhadap parameter interaksi biner yang sudah independen terhadap suhu. Observasi dilakukan sesuai pada zat padat dan rentang suhu dan tekanan yang sudah ditetapkan sebelumnya. Penelitian ini menggunakan 292 titik data dalam prediksi kelarutan dan membuat korelasi parameter interaksi biner.
Universitas Indonesia
Korelasi parameter..., Antonius chrisnandy, FTUI, 2012
31
Tabel 4.1. Hasil perhitungan dari persamaan yang diusulkan dan dibandingkan dengan nilai optimum parameter interaksi biner
Zat Padat
T(K)
NDa
Naphthalene
308 318 328 313 323 333 308 318 328 313 323 333 308 318 328 308 318 328 323 333 308 318 328 308
5 3 6 13 9 13 2 3 3 11 11 9 15 7 10 3 3 3 2 2 5 5 4 4
Anthracene
Benzoic Acid
Pyrene
Fluorene
Acenaphthrene
Perylene Mandelic Acid
Propyl 4-hydroxybenzoate
kij optimum (T dependen) b kij AALD 0,1027 0,1027 0,0995 0,0995 0,0964 0,0964 0,0969 0,0969 0,0912 0,0912 0,0870 0,0870 0,1096 0,1096 0,0921 0,0921 0,0755 0,0755 0,1575 0,1575 0,1555 0,1555 0,1521 0,1521 0,1716 0,1716 0,1788 0,1788 0,1831 0,1831 -0,2502 0,2502 -0,2738 0,2738 -0,2855 0,2855 -0,6988 0,6988 -0,7479 0,7479 -0,1945 0,1945 -0,1298 0,1298 -0,0581 0,0581 -0,1211 0,1211
kij Optmum (T independen) c kij AALD 0,0995 0,0347 0,0049 0,0569 0,0917 0,0496 0,0047 0,0487 0,0924 0,1062 0,0069 0,1156 0,1550 0,0273 0,0030 0,0205 0,1778 0,0704 0,0025 0,0402 -0,2698 0,1822 0,0868 0,3844 -0,7234 0,2371 0,9181 -0,1275 0,8320 0,0358 1,1888 -0,0668 0,6422
Persamaan yang Diusulkan d kij AALD 0,2092 0,9471 0,9297 0,9752 0,0251 0,7479 0,6096 0,4911 0,0870 0,1545 0,0363 0,0788 0,1310 0,3475 0,2857 0,2297 0,1956 0,2678 0,1857 0,1277 -0,1514 1,0221 1,1694 1,3333 -0,7257 0,2863 0,8748 -0,2027 0,1111 1,2360 2,2162 -0,1182 0,0536
Ref e
(Tsekhanskaya, 1964)
(Anitescu & Tavlarides, 1997)
(Schmitt & Reid, 1986)
(Anitescu & Tavlarides, 1997)
(Bartle et al., 1990)
(Yamini & Bahramifar, 1999) (Anitescu & Tavlarides, 1997) (Cheng et al., 2002) (Cheng et al., 2002) Universitas Indonesia
Korelasi parameter..., Antonius chrisnandy, FTUI, 2012
32
Lactic Acid
Phenantherene
2,6 Dimethylnaphthalene
1-Hexadecanol
1-Octadecanol
Palmitic Acid
Stearic Acid
Cholesterol
Benzocaine Benzoin
Aspirin
318 328 313 318 323 308 318 328 308 318 328 308 318 328 308 318 328 308 318 328 318 328 338 313 323 333 308 318 308 318 328 308
4 4 3 4 4 4 4 4 2 2 2 4 3 3 3 3 3 2 2 2 4 3 2 3 3 3 4 4 3 4 4 5
-0,0693 -0,0100 0,2994 0,3054 0,3231 0,1290 0,1299 0,1252 0,1035 0,0981 0,0978 0,0305 0,0489 0,0787 0,0366 0,0466 0,0660 0,2431 0,2435 0,2382 0,1028 0,1007 0,0926 0,3864 0,4116 0,4421 0,2386 0,3158 0,0324 0,0334 0,0297 0,5529
0,0693 0,0100 0,2994 0,3054 0,3231 0,1290 0,1299 0,1252 0,1035 0,0981 0,0978 0,0305 0,0489 0,0787 0,0366 0,0466 0,0660 0,2431 0,2435 0,2382 0,1028 0,1007 0,0926 0,3864 0,4116 0,4421 0,2386 0,3158 0,0324 0,0334 0,0297 0,5529
0,3093
0,1280
0,0998
0,0527
0,0497
0,2416
0,0987
0,4134
0,2772 0,0318
0,5857
0,0476 0,5326 0,0558 0,0200 0,0722 0,0156 0,0151 0,0440 0,0337 0,0247 0,0630 0,3742 0,0838 0,4284 0,2775 0,0589 0,2735 0,0665 0,1325 0,1517 0,0811 0,1380 0,1308 1,0169 0,4723 0,0061 0,2931 0,1621 0,0002 0,0088 0,0685 0,3391
0,2652
0,1485
0,1527
0,0802
0,0601
0,2110
0,1211
0,4656
0,1148 0,0254
0,5299
0,4918 1,1374 0,2147 0,2281 0,3130 0,2302 0,2083 0,2412 0,4990 0,5069 0,4943 0,7995 0,4901 0,0495 0,4556 0,2255 0,0884 0,5058 0,3747 0,2860 0,2943 0,4656 0,4237 2,1979 1,5179 0,9263 0,8709 1,1934 0,0814 0,0650 0,0051 0,2539
(Gregorowicz, 1999)
(Sako T, 1994)
(Kurnik et al., 1981)
(Yau & Tsai, 1992)
(Yau & Tsai, 1992)
(Gordillo et al., 2004)
(Kramer & Thodos, 1988)
(Yun et al., 1991) (Weinstein et al., 2004) (Cheng et al., 2002) (Huang et al., 2004) Universitas Indonesia
Korelasi parameter..., Antonius chrisnandy, FTUI, 2012
33
Triphenylene
Propranolol
Fluoranthene
318 328 308 318 328 308 318 328 308 318 328
Total a ND adalah jumlah data yang diinvestigasi
5 5 3 3 3 3 3 3 3 3 3 292
0,5811 0,6231 0,1004 0,0974 0,0909 0,2424 0,2288 0,2113 0,1397 0,1372 0,1336
0,5811 0,6231 0,1004 0,0974 0,0909 0,2424 0,2288 0,2113 0,1397 0,1372 0,1336 0,1889
0,0962
0,2275
0,1369
0,1161 0,1784 0,0525 0,0070 0,0900 0,2821 0,0165 0,2549 0,0337 0,0099 0,0507 0,1743
b
nilai kij sebagai fungsi suhu yang diperoleh dengan optimasi data kelarutan
c
nilai kij optimum yang diperoleh bukan sebagai fungsi hanya merepresentasikan 1 jenis senyawa
d
nilai kij yang diperoleh menggunakan persamaan yang diusulkan
e
Referensi diperoleh dari (Gupta, 2006)
0,0563
0,2359
0,1287
0,4151 0,6530 0,6194 0,4950 0,3491 0,1239 0,1224 0,3753 0,1478 0,1114 0,0382 0,5120
(Yamini & Bahramifar, 1999)
(Yamini et al., 2003)
(Yamini & Bahramifar, 1999)
Universitas Indonesia
Korelasi parameter..., Antonius chrisnandy, FTUI, 2012
34
Tabel 4.1. menunjukan bahwa dengan menggunakan parameter interaksi biner yang merupakan fungsi suhu akan menghasilkan deviasi yang paling kecil atau dapat memprediksi secara tepat nilai kelarutan zat padat. Ketepatan ini diikuti dengan parameter interaksi biner yang independen terhadap suhu. Performa dalam memprediksi kelarutan zat padat terlihat seperti pada Gambar 4.6. Tetapi, kedua metode ini hanya berlaku untuk senyawa yang memang sudah ada nilai parameter interaksi binernya. Tidak berlaku untuk senyawa yang belum diinvestigasi.
10 kij optimum (T independen) - log y eksperimen
8 6 4 2
(a) 0 0
2
4
6
8
10
- log y terhitung
10
Persamaan yang diusulkan - log y eksperimen
8 6 4 2
(b) 0 0
2
4
6
8
10
- log y terhitung
Gambar 4.6. Hasil perhitungan kelarutan zat padat menggunakan (a) nilai optimum parameter interaksi biner dan (b) persamaan yang diusulkan Universitas Indonesia
Korelasi parameter..., Antonius chrisnandy, FTUI, 2012
35
Secara umum, hasil yang diperoleh dari korelasi yang diusulkan (Gambar 4.6 (b)) ini mempunyai deviasi yang besar dibandingkan dengan kondisi optimalnya (Gambar 4.6 (a)). Namun, kelebihan dari menggunakan persamaan ini adalah dapat berlaku umum untuk semua jenis senyawa baik yang terinvestigasi maupun belum terinvestigasi. Sehingga persamaan yang diusulkan ini bisa digunakan sebagai estimasi awal pada industri atau studi awal proses dalam industri. Selanjutnya komparasi terhadap korelasi yang sudah dipublikasikan sebelumnya perlu dilakukan untuk mengevaluasi kinerja korelasi ini.
4.6.
Perbandingan Korelasi Parameter Interaksi Biner yang Diusulkan dengan Korelasi yang Sudah Dipublikasikan Sebelumnya
Evaluasi ketepatan korelasi yang diusulkan ini dapat dilakukan dengan membandingkan dengan korelasi sejenis yang sudah dipublikasikan sebelumnya. Terdapat 2 publikasi mengenai korelasi parameter interaksi biner pada sistem zat padat dalam CO2 superkritis yaitu Bartle et al. (1992) dan Issaoui (2011). Pada studi yang dilakukan Bartle et al. (1992), parameter interaksi biner dikorelasikan dengan sifat fisik zat padat sedangkan pada studi Issaoui (2011) dikkorelasikan dengan polaritas dari zat padat sehingga korelasi ini ditujukan untuk memprediksi nilai parameter interaksi biner pada senyawa polar. Tabel 4.2. menunjukan hasil komparasi korelasi yang diusulkan dengan kedua korelasi pembanding.
Universitas Indonesia
Korelasi parameter..., Antonius chrisnandy, FTUI, 2012
36
Tabel 4.2. Hasil perhitungan dari persamaan yang diusulkan dan dibandingkan dengan korelasi yang sudah dipublikasikan sebelumnya
Zat Padat
T(K)
NDa
Naphthalene
308 318 328 313 323 333 308 318 328 313 323 333 308 318 328 308 318 328 323 333 308 318 328 308 318
5 3 6 13 9 13 2 3 3 11 11 9 15 7 10 3 3 3 2 2 5 5 4 4 4
Anthracene
Benzoic Acid
Pyrene
Fluorene
Acenaphthrene
Perylene Mandelic Acid
Propyl 4-hydroxybenzoate
Persamaan yang Diusulkan b kij AALD 0,2092 0,9471 0,9297 0,9752 0,0251 0,7479 0,6096 0,4911 0,0870 0,1545 0,0363 0,0788 0,1310 0,3475 0,2857 0,2297 0,1956 0,2678 0,1857 0,1277 -0,1514 1,0221 1,1694 1,3333 -0,7257 0,2863 0,8748 -0,2027 0,1111 1,2360 2,2162 -0,1182 0,0536 0,4918
Issaoui c kij 0,4000
0,3016
0,3214
0,4000
0,3220
0,3016
Bartle et al. d AALD 2,4157 2,2128 2,1067 2,1387 1,9255 1,7341 1,7497 1,6720 1,5562 3,1593 2,8065 2,5060 1,6096 1,4087 1,2217 5,5034 5,1362 4,8026
kij 0,1661
0,2445
0,4473
0,4693
0,3186
0,2751
0,3096 0,3021
5,9885 4,6242 3,3178
0,4361
0,4036
AALD 0,3116 0,2246 0,1785 1,3301 1,0996 0,8819 2,7734 2,5524 2,2687 4,2824 3,7430 3,2543 1,5353 1,2718 1,0125 5,1405 4,7367 4,3538 21,8147 20,1288 7,6249 6,0048 4,4039 6,0171 4,7330
Universitas Indonesia
Korelasi parameter..., Antonius chrisnandy, FTUI, 2012
37
Lactic Acid
Phenantherene
2,6 Dimethylnaphthalene
1-Hexadecanol
1-Octadecanol
Palmitic Acid
Stearic Acid
Cholesterol
Benzocaine Benzoin
Aspirin
328 313 318 323 308 318 328 308 318 328 308 318 328 308 318 328 308 318 328 318 328 338 313 323 333 308 318 308 318 328 308 318
4 3 4 4 4 4 4 2 2 2 4 3 3 3 3 3 2 2 2 4 3 2 3 3 3 4 4 3 4 4 5 5
0,2652
0,1485
0,1527
0,0802
0,0601
0,2110
0,1211
0,4656
0,1148 0,0254
0,5299
1,1374 0,2147 0,2281 0,3130 0,2302 0,2083 0,2412 0,4990 0,5069 0,4943 0,7995 0,4901 0,0495 0,4556 0,2255 0,0884 0,5058 0,3747 0,2860 0,2943 0,4656 0,4237 2,1979 1,5179 0,9263 0,8709 1,1934 0,0814 0,0650 0,0051 0,2539 0,4151
0,2497
0,4000
0,3425
0,1876
0,2330
0,1824
0,2324
0,3383
0,3117 0,3175 0,4004 3,0956 2,7731 2,4788 2,2917 2,0894 1,8728 2,4219 1,9494 1,4120 3,3782 2,8244 2,2610 1,2783 1,0278 0,8074 2,0612 2,0113 1,7878 0,7584 1,2359 1,8640
0,8584
0,4213
0,3393
0,1881
0,2010
0,2767
0,2498
0,5112
0,1429 0,1145
0,3174
1,0330 0,9406 0,8679 7,2487 6,9251
0,2830
0,4591
3,5487 3,6928 3,4002 3,1598 3,4201 3,0147 2,6215 2,2500 1,9892 1,6982 2,4273 1,8211 1,1252 2,9312 2,2904 1,6034 0,8638 0,7063 0,4688 2,3856 2,1117 1,6833 4,2174 3,2740 2,3792 0,9178 1,3182 2,9988 2,6200 2,1497 0,9307 1,0981
Universitas Indonesia
Korelasi parameter..., Antonius chrisnandy, FTUI, 2012
38
Triphenylene
Propranolol
Fluoranthene
Total a ND adalah jumlah data yang diinvestigasi
328 308 318 328 308 318 328 308 318 328
5 3 3 3 3 3 3 3 3 3 292
0,0563
0,2359
0,1287
0,6530 0,6194 0,4950 0,3491 0,1239 0,1224 0,3753 0,1478 0,1114 0,0382 0,5120
0,4000
6,7231 4,2431 3,8102 3,4171
0,5418
0,4966
0,3596
b
nilai kij yang diperoleh menggunakan persamaan yang diusulkan
c
nilai kij yang diperoleh menggunakan Persamaan 2.18-2.20 (Issaoui, 2011) dievaluasi dengan SRK EoS
d
nilai kij yang diperoleh menggunakan Persamaan 2.21-2.22 (Bartle et al., 1992) dievaluasi dengan PR EoS
2,9932 2,6700 2,3949 2,5539
0,5750
1,4070 6,5814 5,8587 5,1643 5,0696 4,6435 4,2228 6,3547 5,6442 4,9740 3,4734
Universitas Indonesia
Korelasi parameter..., Antonius chrisnandy, FTUI, 2012
39
Untuk melihat bagaimana ketepatan korelasi dalam memprediksi dapat dilakukan plot antara data eksperimental dengan hasil perhitungan kelarutan. Gambar 4.7. menunjukan bagaimana performa korelasi-korelasi yang akan dibandingkan dalam memprediksi kelarutan zat padat dalam CO2 superkritis. Secara umum korelasi yang diusulkan ini pada Gambar 4.7. (a) dapat memprediksi jauh lebih tepat dibandingkan 2 korelasi lainnya. Dari hasil prediksi dengan menggunakan 3 korelasi yang berbeda, korelasi yang diusulkan mempunyai deviasi yang terkecil pada Gambar 4.7. (a). Deviasi persamaan ini dengan AALD sebesar 0,51 dapat dikatakan jauh lebih kecil dibandingkan dengan korelasi Issaoui (2011) dan Bartle et al. (1992) pada Gambar 4.7. (b) dan (c) dengan AALD masing-masing sebesar 2,5 dan 3,5.
Universitas Indonesia
Korelasi parameter..., Antonius chrisnandy, FTUI, 2012
40
10
Persamaan yang diusulkan
- log y eksperimental
8
6
4
2
(a) 0 10 0
2
4
6
8
10
Issaoui, 2011
- log y eksperimental
8
6
4
2
(b) 0 10
0
4
6
8
10
Bartle et al., 1992
8
- log y eksperimental
2
6
4
2
(c) 0 0
2
4 6 - log y terhitung
8
10
Universitas Indonesia
Korelasi parameter..., Antonius chrisnandy, FTUI, 2012
41
Gambar 4.7. Hasil perhitungan kelarutan zat padat menggunakan (a) persamaan yang diusulkan dan dibandingkan (b) Issaoui 2011, dan (c) Bartle et al. 1992. Kelebihan korelasi yang diusulkan ini dibandingkan dengan korelasi Issaoui (2011) dan Bartle et al. (1992) adalah kemampuan dalam memprediksi nilai parameter interaksi biner yang bernilai negatif. Dapat terlihat untuk senyawasenyawa seperti Perylene, Mandelic Acid, dan Acenaphthrene, korelasi Issaoui (2011) dan Bartle et al. (1992) mempunyai deviasi yang tinggi dalam memprediksi kelarutannya karena ketiga zat padat tersebut mempunyai nilai kij yang negatif. Penelitian ini mengusulkan sebuah persamaan umum yang dapat memprediksi kelarutan zat padat dalam CO2 superkritis dengan lebih tepat. Meskipun korelasi ini dibuat dengan batasan tekanan kurang dari 225 bar, tetapi dengan nilai parameter interaksi biner yang cenderung konstan pada tekanan lebih besar dari 150 bar, persamaan umum ini dipertimbangkan untuk masih dapat digunakan pada tekanan lebih dari 225 bar. Namun, tekanan sublimasi zat padat pada suhu 308 K harus tersedia jika menggunakan persamaan ini dalam memprediksi kelarutan zat. Ketersediaan data ini sangat penting bukan hanya dalam korelasi yang diusulkan ini melainkan dalam penggunaan model termodinamika. Jika prediksi kelarutan menggunakan pendekatan termodinamika maka nilai tekanan sublimasi pun juga seharusnya sudah diketahui sebelumnya. Untuk mengatasi keterbatasan akan data tekanan sublimasi dapat digunakan prediksi tekanan sublimasi zat padat, salah satunya dengan metode group contribution (Coutsikos et al., 2003) seperti pada Lampiran B. Dengan metode tersebut prediksi tekanan sublimasi dapat dilakukan, sehingga persamaan ini tidak lagi bergantung pada keterbatasan data tekanan sublimasi artinya sudah berlaku secara umum sepenuhnya. Metode ini pun masih mempunyai keterbatasan dimana sulit dalam penggunaan mengingat struktur zat padat yang relatif komplex dan juga tidak tersedia untuk semua jenis ikatan. Ikatan yang belum tersedia antara lain untuk zat padat yang mempunyai unsur nitrogen dan ikatan (-O-).
Universitas Indonesia
Korelasi parameter..., Antonius chrisnandy, FTUI, 2012
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1.
Kesimpulan
Parameter interaksi biner antara zat padat dalam CO2 superkritis dapat dikorelasikan dengan tekanan sublimasi dan sifat fisik zat padat sehingga dapat digunakan untuk memprediksi kelarutannya, dengan persamaan:
MrCO 2 Sat A log P@ 308K Mr Solid
0,57
Tc CO 2 TcSolid
1, 24
0,36solid
k ij = 0,0798A 2 - 0,6838A + 0,5129 Korelasi yang diusulkan ini baik digunakan pada rentang suhu 308–338K dan tekanan 150-225 bar, tetapi korelasi ini dipertimbangkan dapat digunakan untuk rentang tekanan di atas 225 bar karena nilai parameter interaksi biner yang relatif konstan pada tekanan di atas 150 bar. Korelasi yang diusulkan ini dapat memprediksi kelarutan lebih tepat dengan deviasi (AALD) sebesar 0,5 dibandingkan korelasi Bartle et al. (1992) dan Issaoui (2011) dengan AALD masing-masing 3,5 dan 2,5. Prediksi dengan deviasi yang lebih kecil disebabkan korelasi ini dapat memprediksi nilai parameter interaksi biner yang bernilai positif maupun negatif. Namun, data tekanan sublimasi pada 308K diperlukan untuk menggunakan persamaan ini. Jika data eksperimental tidak tersedia, tekanan sublimasi dapat diprediksi dengan menggunakan metode group contribution.
5.2. Saran Data tekanan sublimasi yang tepat sebaiknya diperoleh untuk mengurangi deviasi dalam memprediksi kelarutan. Selanjutnya untuk mengurangi deviasi dalam memprediksi kelarutan, pengembangan persamaan ini dapat dibuat menjadi dependen terhadap suhu yaitu menggunakan tekanan sublimasi pada suhu sistem ekstraksi.
42 Universitas Indonesia
Korelasi parameter..., Antonius chrisnandy, FTUI, 2012
DAFTAR PUSTAKA
Anderko, A. 2000. 4 Cubic and generalized van der waals equations. In: J.V. SENGERS, R. F. K. C. J. P. & WHITE, H. J. (eds.) Experimental Thermodynamics. Elsevier. Anitescu, G. & Tavlarides, L. L. (1997). Solubilities of solids in supercritical fluids—I. New quasistatic experimental method for polycyclic aromatic hydrocarbons (PAHs) + pure fluids. The Journal of Supercritical Fluids, 10, 175-189. Barna, L., Blanchard, J.-M., Rauzy, E. & Berro, C. (1996). Solubility of Flouranthene, Chrysene, and Triphenylene in Supercritical Carbon Dioxide. Journal of Chemical & Engineering Data, 41, 1466-1469. Bartle, K. D., Clifford, A. A. & Jafar, S. A. (1990). Measurement of solubility in supercritical fluids using chromatographic retention: the solubility of fluorene, phenanthrene, and pyrene in carbon dioxide. Journal of Chemical & Engineering Data, 35, 355-360. Bartle, K. D., Clifford, A. A. & Shilstone, G. F. (1992). Estimation of solubilities in supercritical carbon dioxide: A correlation for the peng-robinson interaction parameters. The Journal of Supercritical Fluids, 5, 220-225. Beckman, E. J. (2004). Supercritical and near-critical CO2 in green chemical synthesis and processing. The Journal of Supercritical Fluids, 28, 121-191. Cheng, K.-W., Tang, M. & Chen, Y.-P. (2002). Solubilities of benzoin, propyl 4hydroxybenzoate and mandelic acid in supercritical carbon dioxide. Fluid Phase Equilibria, 201, 79-96. Cheng, K.-W., Tang, M. & Chen, Y.-P. (2003). Calculations of solid solubility in supercritical fluids using a simplified cluster solvation model. Fluid Phase Equilibria, 214, 169-186. Coquelet, C., A. Chapoy, D. Richon (2004). Development of a new alpha function for the Peng–Robinson equation of state: comparative study of alpha function models for pure gases (natural gas components) and water-gas systems. International Journal of Thermophysics, 25, 133–158. 43 Universitas Indonesia
Korelasi parameter..., Antonius chrisnandy, FTUI, 2012
44
Coutsikos, P., Voutsas, E., Magoulas, K. & Tassios, D. P. (2003). Prediction of vapor pressures of solid organic compounds with a group-contribution method. Fluid Phase Equilibria, 207, 263-281. Eslamimanesh, A., Gharagheizi, F., Mohammadi, A. H. & Richon, D. (2011). Artificial Neural Network modeling of solubility of supercritical carbon dioxide in 24 commonly used ionic liquids. Chemical Engineering Science, 66, 3039-3044. Esmaeilzadeh, F., As’adi, H. & Lashkarbolooki, M. (2009). Calculation of the solid solubilities in supercritical carbon dioxide using a new Gex mixing rule. The Journal of Supercritical Fluids, 51, 148-158. Gharagheizi, F., Eslamimanesh, A., Mohammadi, A. H. & Richon, D. (2010). Artificial Neural Network Modeling of Solubilities of 21 Commonly Used Industrial Solid Compounds in Supercritical Carbon Dioxide. Industrial & Engineering Chemistry Research, 50, 221-226. Gordillo, D., Pereyra, C. & Martínez de la Ossa, E. J. (2004). Supercritical Fluid−Solid Phase Equilibria Calculations by Cubic Equations of State and Empirical Equations: Application to the Palmitic Acid + Carbon Dioxide System. Journal of Chemical & Engineering Data, 49, 435-438. Gregorowicz, J. (1999). Solubilities of lactic acid and 2-hydroxyhexanoic acid in supercritical CO2. Fluid Phase Equilibria, 166, 39-46. Gupta, R. B., Jae-Jin Shim (2006). Solubility in Supercritical Carbon Dioxide, CRC Press. Housaindokht, M. R. & Bozorgmehr, M. R. (2008). Calculation of solubility of methimazole, phenazopyridine and propranolol in supercritical carbon dioxide. The Journal of Supercritical Fluids, 43, 390-397. Huang, C.-C., Tang, M., Tao, W.-H. & Chen, Y.-P. (2001). Calculation of the solid solubilities in supercritical carbon dioxide using a modified mixing model. Fluid Phase Equilibria, 179, 67-84. Huang, Z., Lu, W. D., Kawi, S. & Chiew, Y. C. (2004). Solubility of Aspirin in Supercritical Carbon Dioxide with and without Acetone. Journal of Chemical & Engineering Data, 49, 1323-1327.
Universitas Indonesia
Korelasi parameter..., Antonius chrisnandy, FTUI, 2012
45
Ismadji, S. (2008). Solubility of Methyl Salicylate in Supercritical Carbon Dioxide at Several Temperatures. Journal of Chemical & Engineering Data, 53, 2207-2210. Issaoui, A., Ali Ben Moussa, Hatem Ksibi (2011). Correlation of the Binary Interaction Factor for Polar Solutes Dissolved in Supercritical Carbon Dioxide. International Journal of Thermodynamics, 14, 37-42. Joback, K. K., R. Reid (1987). Estimation of pure component properties from group contribution. Chem. Eng. Commun, 57, 233–247. Kramer, A. & Thodos, G. (1988). Solubility of 1-hexadecanol and palmitic acid in supercritical carbon dioxide. Journal of Chemical & Engineering Data, 33, 230-234. Kurnik, R. T., Holla, S. J. & Reid, R. C. (1981). Solubility of solids in supercritical carbon dioxide and ethylene. Journal of Chemical & Engineering Data, 26, 47-51. McHugh, M. A., Val J. Krukonis (1986). Supercritical Fluid Extraction: Principles and Practice, Stoneham, Butter-worth. Mukhopadhyay, M. (2000). Natural Extracts Using Supercritical Carbon Dioxide, Boca Raton, FL, USA, CRC Press. Reverchon, E. & Marrone, C. (2001). Modeling and simulation of the supercritical CO2 extraction of vegetable oils. Journal of Supercritical Fluids, 19, 161-175. Sako T, Y. S., Negishi A,Sato M (1994). Sekiyu Gakkaishi 37, 321-327. Schmitt, W. J. & Reid, R. C. (1986). Solubility of monofunctional organic solids in chemically diverse supercritical fluids. Journal of Chemical & Engineering Data, 31, 204-212. Škerget, M., Novak-Pintarič, Z., Knez, Ž. & Kravanja, Z. (2002). Estimation of solid solubilities in supercritical carbon dioxide: Peng–Robinson adjustable binary parameters in the near critical region. Fluid Phase Equilibria, 203, 111132. Smith, J. M., H. C. Van Ness, M. M. Abbott (2001). Introduction to Chemical Engineering Thermodynamics, New York, McGraw-Hill. Universitas Indonesia
Korelasi parameter..., Antonius chrisnandy, FTUI, 2012
46
Soave, G. (1972). Equilibrium constants from a modified Redlich-Kwong equation of state. Chemical Engineering Science, 27, 1197-1203. Stamataki S., T. D. (1998). Performance of cubic EOS at high pressures. Oil & Gas Science and Technol, 53, 367- 377. Teja, A. S. & Eckert, C. A. (2000). Commentary on Supercritical Fluids: Research and Applications. Industrial & Engineering Chemistry Research, 39, 4442-4444. Tsekhanskaya, Y. V., Iomtev M. B., Mushkina E. V. Z. (1964). Fiz. Khim, 38, 2166-2171. Weinstein, R. D., Muske, K. R., Moriarty, J. & Schmidt, E. K. (2004). The Solubility of Benzocaine, Lidocaine, and Procaine in Liquid and Supercritical Carbon Dioxide. Journal of Chemical & Engineering Data, 49, 547-552. Yamini, Y., Arab, J. & Asghari-khiavi, M. (2003). Solubilities of phenazopyridine, propranolol, and methimazole in supercritical carbon dioxide. Journal of Pharmaceutical and Biomedical Analysis, 32, 181-187. Yamini, Y. & Bahramifar, N. (1999). Solubility of Polycyclic Aromatic Hydrocarbons in Supercritical Carbon Dioxide. Journal of Chemical & Engineering Data, 45, 53-56. Yau, J. S. & Tsai, F. N. (1992). Solubilities of 1-hexadecanol and 1-octadecanol in subcritical and supercritical carbon dioxide. Journal of Chemical & Engineering Data, 37, 285-287. Yazdizadeh, M., Eslamimanesh, A. & Esmaeilzadeh, F. (2011). Thermodynamic modeling of solubilities of various solid compounds in supercritical carbon dioxide: Effects of equations of state and mixing rules. The Journal of Supercritical Fluids, 55, 861-875. Yazdizadeh, M., Eslamimanesh, A. & Esmaeilzadeh, F. (2012). Applications of cubic equations of state for determination of the solubilities of industrial solid compounds in supercritical carbon dioxide: A comparative study. Chemical Engineering Science, 71, 283-299.
Universitas Indonesia
Korelasi parameter..., Antonius chrisnandy, FTUI, 2012
47
Yun, S. L. J., Liong, K. K., Gurdial, G. S. & Foster, N. R. (1991). Solubility of cholesterol in supercritical carbon dioxide. Industrial & Engineering Chemistry Research, 30, 2476-2482. Zhao, Y. H., Abraham, M. H. & Zissimos, A. M. (2003). Fast Calculation of van der Waals Volume as a Sum of Atomic and Bond Contributions and Its Application to Drug Compounds. The Journal of Organic Chemistry, 68, 7368-7373.
Universitas Indonesia
Korelasi parameter..., Antonius chrisnandy, FTUI, 2012
48
Lampiran A Sifat Fisik Zat Padat Tabel A.1. Sifat fisik zat padat yang digunakan pada studi ini Zat Padat Mr Tc (K) Pc (bar) ω Vs( cm3/mol) -log Psat (bar)@ 308K Referensi 1 Hexadecanol 242,44 761 14,9 0,75 296,5 7,5766 a (Esmaeilzadeh et al., 2009) 1-Octadecanol 270,49 777 13,4 0,86 333 8,7532 a (Esmaeilzadeh et al., 2009) 2,6 Dimethylnaphthalene 156,22 777 31,8 0,42 139,2 4,9206 a (Esmaeilzadeh et al., 2009) Acenaphthene 154,21 803,15 31 0,38 126,2 8,6555 a GCMd a Anthracene 178,23 882,65 30,8 0,35 142,6 7,5403 (Esmaeilzadeh et al., 2009) Aspirin 180,16 762,9 32,8 0,82 128,7 2,5762 a GCMd a Benzocaine 165,19 699,4 42,2 0,36 141,9 4,5651 GCMd b Benzoic Acid 122,12 752 45,6 0,62 92,5 4,8913 (Cheng et al., 2003) Benzoin 212,24 853,52 26,6 0,6 162 8,6103 a (Esmaeilzadeh et al., 2009) Cholesterol 386,65 959 12,5 0,95 367,5 6,2506 a GCMd c Fluoranthene 202,25 905 26,1 0,59 161,6 7,5901 GCMd a Fluorene 166,22 826,4 29,5 0,41 139,3 4,9206 (Esmaeilzadeh et al., 2009) Lactic Acid 90,8 627 59,6 1,03 75 3,1064 a GCMd a Mandelic Acid 152,15 903,79 34,73 0,65 117 11,044 (Esmaeilzadeh et al., 2009) Naphthalene 128,17 748,35 40,51 0,3 112,4 3,5331 a (Esmaeilzadeh et al., 2009) Palmitic Acid 256,42 776 14,9 1,08 285,7 6,6694 b (Esmaeilzadeh et al., 2009) Perylene 252,31 863 8,68 0,92 201,9 29,888 a GCMd a Phenanthrene 178,23 882,65 31,72 0,44 182 6,2117 (Esmaeilzadeh et al., 2009) Phenazopyridine 213,24 1148,4 27,56 0,74 160,3 8,2596 a (Housaindokht & Bozorgmehr, 2008) Propranolol 259,35 958,5 22 1,06 214,3 9,4089 c (Housaindokht & Bozorgmehr, 2008) Propyl 4-hydroxybenzoate 180,2 815,92 31,3 0,72 131,6 10,004 a (Esmaeilzadeh et al., 2009) Pyrene 202,25 936 25,7 0,51 158,5 7,5591 a (Esmaeilzadeh et al., 2009) Stearic Acid 284,48 779 13,4 1,08 302,4 8,1002 b (Esmaeilzadeh et al., 2009) Triphenylene 228,29 1013,6 29,28 0,49 175 9,9547 c (Cheng et al., 2003) a Tekanan sublimasi dihitung menggunakan Persamaan 2.3. pada 308K b Tekanan sublimasi dihitung dengan menggunakan group contribution method (Coutsikos et al., 2003) c Tekanan sublimasi didapatkan melalui data eksperimental pada Tabel 2.1 d Sifat fisik dievaluasi oleh (Yazdizadeh et al., 2011) menggunakan group contribution method (Joback, 1987; Coquelet, 2004) Universitas Indonesia
Korelasi parameter..., Antonius chrisnandy, FTUI, 2012
49
Lampiran B Metode Group Contribution Menghitung Tekanan Sublimasi Metode group contribution (Coutsikos et al., 2003) dapat digunakan untuk menghitung tekanan sublimasi dari zat padat.
ln P S ln P L
ln P L A
fusS Tm 1 R T
B C ln T DT ET 2 T
fusS fusSi ni R i R 1 Eo R A ln s ln lns 1! ln 2 R Vw
B
Eo R
C
3 s 2
D
s 1 Eo R
E
s 3s 1 2 2Eo R
s n isi i
Eo n i oi R i R Vw n i Vw i i
PS adalah tekanan sublimasi, PL adalah tekanan uap hypothetical liquid, T adalah suhu, ∆fusS adalah fusion entropi pada triple point (melting), Tm adalah triple
Universitas Indonesia
Korelasi parameter..., Antonius chrisnandy, FTUI, 2012
50 point (melting), δfusSi adalah kontribusi dari grup tipe i dan ni adalah jumlah grup tipe i dalam molekul. Vw adalah volume van der Waals, E0 adalah entalpi penguapan dari hypothetical liquid pada T=0, s adalah jumlah oscillator ekivalen per molekul, R adalah konstanta gas (82,06 cm3 atm mol−1 K−1 ), α bernilai 0,0966 saat P dalam atm dan T dalam K. Menghitung Volume van der Waals (Zhao et al., 2003) Volume van der Waals dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut (Zhao et al., 2003). Vw all atom contributions 5.92N B 14.7R A 3.8R NB N B N 1 R A R NA
Vw adalah volume van der Waals, NB adalah jumlah ikatan dalam molekul, R A adalah jumlah cincin aromatic, RNA jumlah cincin non-aromatik, N adalah jumlah atom total dalam molekul. All atom contribution dapat dilihat pada Tabel B.1.
Tabel B.1. Radius atom dan volume atom (Zhao et al., 2003)
Parameter group contribution
untuk menghitung tekanan
sublimasi
(Coutsikos et al., 2003) Untuk menghitung dengan group contribution, parameter dari group contribution diperlukan. Tabel B.1. dan B.2. menyajikan nilai dari parameter tersebut. Tabel B.2. Parameter untuk non-ring group contribution (Coutsikos et al., 2003) Universitas Indonesia
Korelasi parameter..., Antonius chrisnandy, FTUI, 2012
51
Tabel B.3. Parameter untuk ring group contribution (Coutsikos et al., 2003)
Universitas Indonesia
Korelasi parameter..., Antonius chrisnandy, FTUI, 2012
52
Lampiran C Hasil Plot kij Terhadap Tekanan
Gambar C.1 menunjukan hasil perhitungan kij untuk variasi tekanan pada suhu dan jenis zat pada tertentu.
Pyrene
Fluorene 1.0
0.5
0.5
0.5
0.0 313 K 323 K 333 K
-0.5
-1.0 100
kij
1.0
kij
kij
Anthracene 1.0
0.0 313 K 323 K 333 K
-0.5
200
250 P (bar)
300
350
400
308 K 318 K 328 K
-0.5
-1.0
150
0.0
-1.0 50
100
150
200
250
300
350
400
P (bar)
60
80 100 120 140 160 180 200 220 240 260 280 P (bar)
Universitas Indonesia
Korelasi parameter..., Antonius chrisnandy, FTUI, 2012
53
Mandelic Acid
Perylene
1.0 323 K 333 K
308 K 318 K 328 K
0.0
0.0
-0.5
-0.5
-1.0 160 180 200 220 240 260 280 300 320 340 360
-1.0
0.0
-0.5
-1.0 80
100
120
140
160
180
200
220
240
80
0.5
0.5
308 K 318 K 328 K
-0.5
kij
0.5
kij
1.0
0.0
0.0 308 K 318 K 328 K
-0.5
-1.0 250
300
180
200
220
240
0.0
308 K 318 K 328 K
-0.5
-1.0 200
160
1-Octadecanol
1.0
P (bar)
140
2,6 Dimethylnaphthalene
Phenanthrene
150
120
P (bar)
1.0
100
100
P (bar)
P (bar)
50
308 K 318 K 328 K
0.5
kij
0.5
kij
kij
0.5
kij
Propyl 4-hydroxybenzoate
1.0
1.0
-1.0 50
100
150
200
250
300
P (bar)
40
60
80
100
120 140 160 180
200 220
P (bar)
Universitas Indonesia
Korelasi parameter..., Antonius chrisnandy, FTUI, 2012
54
Stearic Acid
0.5
0.5
0.5
0.0
308 K 318 K 328 K 100
150
200
250
300
350
0.0
318 K 328 K 338 K
-0.5
-1.0 100
-1.0 50
kij
1.0
-0.5
400
0.0
200
250
300
350
400
450
80
500
Benzocaine
P (bar)
Benzoin
Aspirin
0.5
0.5
0.5
0.0
-1.0 100 120 140 160 180 200 220 240 260 P (bar)
0.0 308 K 318 K 328 K
-0.5
308 K 318 K
80
kij
1.0
kij
1.0
60
100 120 140 160 180 200 220 240 260
P (bar)
1.0
-0.5
313 K 323 K 333 K
-0.5
-1.0
150
P (bar)
kij
Cholesterol
1.0
kij
kij
Palmitic Acid 1.0
-1.0 100
120
140
160
180
200
220
240
0.0 308 K 318 K 328 K
-0.5
260
P (bar)
-1.0 100
120
140
160
180
200
220
240
260
P (bar)
Universitas Indonesia
Korelasi parameter..., Antonius chrisnandy, FTUI, 2012
55
Propanolol
Fluoroanthene
0.5
0.5
0.5
0.0
308 K 318 K 328 K
-0.5
-1.0 100
150
200
250
300
350
kij
1.0
kij
1.0
0.0 308 K 318 K 328 K
-0.5
-1.0 100
400
150
200
P (bar)
250
300
350
0.0 308 K 318 K 328 K
-0.5
400
-1.0 100
150
200
250
300
350
400
P (bar)
P (bar)
Benzoic Acid 1.0
0.5
kij
kij
Tryphenylene
1.0
0.0 308 K 318 K 328 K
-0.5
-1.0 50
100
150
200
250
300
350
400
P (bar)
Gambar C.1. Pengaruh tekanan terhadap nilai kij untuk berbagai zat padat
Universitas Indonesia
Korelasi parameter..., Antonius chrisnandy, FTUI, 2012
56
Lampiran D Program Menghitung kij dan Kelarutan
Program yang digunakan ditulis dalam bahasa pemrograman Visual Basic.
Fungsi-Fungsi yang Digunakan a. Fungsi dalam Persamaan Keadaan dan Mixing Rule Function Tr(T, Tc) Tr = T / Tc End Function Function b(R, Tc, Pc) b = 0.08664 * R * Tc / Pc End Function Function alpha(w, Tr) alpha = (1 + (0.48 + (1.574 * w) - (0.176 * (w ^ 2))) * (1 - (Tr ^ 0.5))) ^ 2 End Function Function ac(R, Tc, Pc) ac = 0.42748 * ((R * Tc) ^ 2) / Pc End Function Function a(ac, alpha) a = ac * alpha End Function Function q(a, b, T, R) q = a / (b * T * R) End Function Function beta(b, P, R, T) beta = b * P / R / T End Function Function fuga(Psat, P, y, vs, R, T) fuga = Psat / (P * y) * Exp(vs * (P - Psat) / R / T) End Function Function yield(Psat, P, lnf, vs, R, T) yield = Psat / (P * lnf) * Exp(vs * (P - Psat) / R / T) End Function Function I(Z, beta) 'for SRK' Universitas Indonesia
Korelasi parameter..., Antonius chrisnandy, FTUI, 2012
57
I = Log((Z + 1 * beta) / (Z + 0 * beta)) End Function Function Z(q, beta) aa = q * beta bb = beta 'Coefficient cubic equation in Z be = -1 'K1 ce = aa - bb ^ 2 - bb 'K2 de = -(aa * bb) 'K3 'Z^3 +K1*Z^2 +K2*Z +K3 =0 z1 = 1 z2 = 1.01 For j = 1 To 3 fz1 = z1 ^ 3 + be * z1 ^ 2 + ce * z1 + de fz2 = z2 ^ 3 + be * z2 ^ 2 + ce * z2 + de If Abs(fz2) > 0.0001 Then j=1 Else End If dfdz = (fz2 - fz1) / (z2 - z1) z3 = z1 - (fz1) / dfdz z1 = z2 z2 = z3 Next j Z = z3 End Function Function abar(y1, y2, a1, a2, kij) abar = 2 * (y1 * a1 + y2 * (a1 * a2) ^ 0.5 * (1 - kij)) End Function Function amix(y1, y2, a1, a2, kij) amix = y1 ^ 2 * a1 + 2 * y1 * y2 * (a1 * a2) ^ 0.5 * (1 - kij) + y2 ^ 2 * a2 End Function Function lnfugacal(b1, bmix, z2, beta2, qmix, abar, amix, i2) lnfugacal = b1 / bmix * (z2 - 1) - Log((z2 - beta2)) - qmix * (abar / amix - b1 / bmix) * i2 End Function
b. Fungsi Menghitung Tekanan Sublimasi Function Psat_solid(T) Row = Worksheets("DATA").Cells(1, 1).Value a_ant = Worksheets("data").Cells(8 + Row, 9).Value b_ant = Worksheets("data").Cells(8 + Row, 10).Value c_ant = Worksheets("data").Cells(8 + Row, 11).Value temp = Worksheets("face").Cells(4, 3).Value
Universitas Indonesia
Korelasi parameter..., Antonius chrisnandy, FTUI, 2012
58
logP = a_ant - b_ant / (c_ant + temp) P = 10 ^ logP If T = 1 Then Psat_solid = P ElseIf T = 2 Then Psat_solid = P / 100000 ElseIf T = 3 Then Psat_solid = P / 100 ElseIf T = 4 Then Psat_solid = P / 760 Else Psat_solid = a_ant End If End Function
Program untuk Memanggil Data Kelarutan Eksperimental Sub getdata() 'clear content' Worksheets("face").Cells(4, 3).ClearContents Worksheets("face").Cells(6, 24).ClearContents Worksheets("face").Range("b8:d90").ClearContents Worksheets("face").Range("o8:y100").ClearContents Worksheets("face").Range("z4:z5").ClearContents 'get temperature begin' Row = Worksheets("DATA").Cells(1, 1).Value Worksheets("face").Cells(4, 3).Value = Worksheets("DATA").Cells(8 + Row, 13).Value 'get exp data' n = Worksheets("DATA").Cells(8 + Row, 15).Value / 2 For j = 1 To n Worksheets("face").Cells(7 + j, 2).Value = Worksheets("data").Cells(8 + Row, 15 + j * 2) Worksheets("face").Cells(7 + j, 3).Value = Worksheets("data").Cells(8 + Row, 16 + j * 2) Next j End Sub
Program Menghitung kij Pada Tekanan dan Suhu Tertentu Sub Cal_ijk() Row = Worksheets("DATA").Cells(1, 1).Value 'Variable' '1 for solid & 2 for CO2' T = Worksheets("face").Cells(4, 3).Value R = 83.14 'gas constant' Universitas Indonesia
Korelasi parameter..., Antonius chrisnandy, FTUI, 2012
59
'1' Tc1 = Worksheets("DATA").Cells(8 + Row, 4).Value Pc1 = Worksheets("DATA").Cells(8 + Row, 5).Value w1 = Worksheets("DATA").Cells(8 + Row, 6).Value vsol1 = Worksheets("DATA").Cells(8 + Row, 7).Value Tr1 = Tr(T, Tc1) b1 = b(R, Tc1, Pc1) alpha1 = alpha(w1, Tr1) ac1 = ac(R, Tc1, Pc1) a1 = a(ac1, alpha1) q1 = q(a1, b1, T, R) Psat1 = Psat_solid(Worksheets("data").Cells(8 + Row, 8).Value) '2' Tc2 = Worksheets("DATA").Cells(8, 4).Value Pc2 = Worksheets("DATA").Cells(8, 5).Value w2 = Worksheets("DATA").Cells(8, 6).Value Tr2 = Tr(T, Tc2) b2 = b(R, Tc2, Pc2) alpha2 = alpha(w2, Tr2) ac2 = ac(R, Tc2, Pc2) a2 = a(ac2, alpha2) q2 = q(a2, b2, T, R) 'amount of data= n' n = Worksheets("DATA").Cells(8 + Row, 15).Value / 2 For j = 1 To n P = Worksheets("face").Cells(7 + j, 2).Value y1 = Worksheets("face").Cells(7 + j, 3).Value y2 = 1 - y1 beta1 = beta(b1, P, R, T) beta2 = beta(b2, P, R, T) 'mixture variable using VW 1' bmix = y1 * b1 + y2 * b2 betamix = beta(bmix, P, R, T) 'fugacity convergency target' fuga1 = fuga(Psat1, P, y1, vsol1, R, T) lnfuga1 = Log(fuga1) 'log = ln in VB' z2 = Z(q2, beta2) kij1 = 0.5 kij2 = 0.5 * 1.01 For Iter = 1 To 3 Universitas Indonesia
Korelasi parameter..., Antonius chrisnandy, FTUI, 2012
60
abar1 = abar(y1, y2, a1, a2, kij1) amix1 = amix(y1, y2, a1, a2, kij1) qmix1 = q(amix1, bmix, T, R) zmix1 = Z(qmix1, betamix) i21 = I(zmix1, betamix) lnfugacal1 = lnfugacal(b1, bmix, zmix1, betamix, qmix1, abar1, amix1, i21) abar2 = abar(y1, y2, a1, a2, kij2) amix2 = amix(y1, y2, a1, a2, kij2) qmix2 = q(amix2, bmix, T, R) zmix2 = Z(qmix2, betamix) i22 = I(zmix2, betamix) lnfugacal2 = lnfugacal(b1, bmix, zmix2, betamix, qmix2, abar2, amix2, i22) ffuga1 = lnfugacal1 - lnfuga1 ffuga2 = lnfugacal2 - lnfuga1 If Abs(ffuga2) > 0.00001 Then Iter = 1 Else End If If Abs(kij2 - kij1) > 0.000001 Then dfdkij = (ffuga2 - ffuga1) / (kij2 - kij1) kij3 = kij1 - (ffuga1) / dfdkij kij1 = kij2 kij2 = kij3 Else End If Next Iter kij = kij3 Worksheets("face").Cells(7 + j, 4).Value = kij Next j End Sub
Program Menghitung kij Optimum Pada Suhu Tertentu Sub Getopt() Row = Worksheets("DATA").Cells(1, 1).Value 'Variable' '1 for solid & 2 for CO2' T = Worksheets("face").Cells(4, 3).Value R = 83.14 'gas constant' '1' Tc1 = Worksheets("DATA").Cells(8 + Row, 4).Value Universitas Indonesia
Korelasi parameter..., Antonius chrisnandy, FTUI, 2012
61
Pc1 = Worksheets("DATA").Cells(8 + Row, 5).Value w1 = Worksheets("DATA").Cells(8 + Row, 6).Value vsol1 = Worksheets("DATA").Cells(8 + Row, 7).Value Tr1 = Tr(T, Tc1) b1 = b(R, Tc1, Pc1) alpha1 = alpha(w1, Tr1) ac1 = ac(R, Tc1, Pc1) a1 = a(ac1, alpha1) q1 = q(a1, b1, T, R) Psat1 = Psat_solid(Worksheets("data").Cells(8 + Row, 8).Value) '2' Tc2 = Worksheets("DATA").Cells(8, 4).Value Pc2 = Worksheets("DATA").Cells(8, 5).Value w2 = Worksheets("DATA").Cells(8, 6).Value Tr2 = Tr(T, Tc2) b2 = b(R, Tc2, Pc2) alpha2 = alpha(w2, Tr2) ac2 = ac(R, Tc2, Pc2) a2 = a(ac2, alpha2) q2 = q(a2, b2, T, R) 'amount of data= n' n = Worksheets("FACE").Cells(6, 15).Value 'stop' aads = 100 kij1 = Worksheets("face").Cells(5, 17).Value If Worksheets("face").Cells(5, 18).Value = 0 Then kijs = kij1 aads = Worksheets("face").Cells(4, 21).Value Else For Iter = 1 To Worksheets("face").Cells(5, 18).Value For j = 1 To n P = Worksheets("face").Cells(7 + j, 15).Value y1 = Worksheets("face").Cells(7 + j, 16).Value y2 = 1 - y1 beta1 = beta(b1, P, R, T) beta2 = beta(b2, P, R, T) 'mixture variable using VW 1' bmix = y1 * b1 + y2 * b2 betamix = beta(bmix, P, R, T) z2 = Z(q2, beta2) abar1 = abar(y1, y2, a1, a2, kij1) amix1 = amix(y1, y2, a1, a2, kij1) Universitas Indonesia
Korelasi parameter..., Antonius chrisnandy, FTUI, 2012
62
qmix1 = q(amix1, bmix, T, R) zmix1 = Z(qmix1, betamix) i2 = I(zmix1, betamix) lnfugacal1 = lnfugacal(b1, bmix, zmix1, betamix, qmix1, abar1, amix1, i2) lnf = Exp(lnfugacal1) yy = yield(Psat1, P, lnf, vsol1, R, T) Worksheets("face").Cells(7 + j, 24).Value = yy Worksheets("face").Cells(7 + j, 25).Value = (Abs(y1 - yy)) / y1 Next j AAD = Worksheets("face").Cells(4, 25).Value If (AAD < aads) Then aads = AAD kijs = kij1 Else End If kij1 = kij1 + 0.001 Next Iter End If Worksheets("face").Cells(4, 26).Value = aads Worksheets("face").Cells(5, 26).Value = kijs Worksheets("face").Cells(6, 24).Value = kij1 End Sub
Program Menghitung Kelarutan Zat Padat dalam CO 2 Superkritis Sub ywkij() Row = Worksheets("DATA").Cells(1, 1).Value 'Variable' '1 for solid & 2 for CO2' T = Worksheets("face").Cells(4, 3).Value R = 83.14 'gas constant' '1' Tc1 = Worksheets("DATA").Cells(8 + Row, 4).Value Pc1 = Worksheets("DATA").Cells(8 + Row, 5).Value w1 = Worksheets("DATA").Cells(8 + Row, 6).Value vsol1 = Worksheets("DATA").Cells(8 + Row, 7).Value Tr1 = Tr(T, Tc1) b1 = b(R, Tc1, Pc1) alpha1 = alpha(w1, Tr1) ac1 = ac(R, Tc1, Pc1) a1 = a(ac1, alpha1) q1 = q(a1, b1, T, R) Psat1 = Psat_solid(Worksheets("data").Cells(8 + Row, 8).Value) Universitas Indonesia
Korelasi parameter..., Antonius chrisnandy, FTUI, 2012
63
'2' Tc2 = Worksheets("DATA").Cells(8, 4).Value Pc2 = Worksheets("DATA").Cells(8, 5).Value w2 = Worksheets("DATA").Cells(8, 6).Value Tr2 = Tr(T, Tc2) b2 = b(R, Tc2, Pc2) alpha2 = alpha(w2, Tr2) ac2 = ac(R, Tc2, Pc2) a2 = a(ac2, alpha2) q2 = q(a2, b2, T, R) 'amount of data= n' n = Worksheets("FACE").Cells(6, 15).Value For j = 1 To n y1 = Worksheets("face").Cells(7 + j, 16).Value ye = y1 For itery = 1 To 5 P = Worksheets("face").Cells(7 + j, 15).Value y2 = 1 - y1 beta1 = beta(b1, P, R, T) beta2 = beta(b2, P, R, T) 'mixture variable using VW 1' bmix = y1 * b1 + y2 * b2 betamix = beta(bmix, P, R, T) z2 = Z(q2, beta2) For Iter = 1 To 1 kij1 = Worksheets("face").Cells(6, 18 + Iter * 2).Value abar1 = abar(y1, y2, a1, a2, kij1) amix1 = amix(y1, y2, a1, a2, kij1) qmix1 = q(amix1, bmix, T, R) zmix1 = Z(qmix1, betamix) i2 = I(zmix1, betamix) lnfugacal1 = lnfugacal(b1, bmix, zmix1, betamix, qmix1, abar1, amix1, i2) lnf = Exp(lnfugacal1) yy = yield(Psat1, P, lnf, vsol1, R, T) Worksheets("face").Cells(7 + j, 18 + Iter * 2).Value = yy Worksheets("face").Cells(7 + j, 19 + Iter * 2).Value = (Log(ye) - Log(yy)) / Log(10) Next Iter If yy < 1 Then y1 = yy Else y1 = 0.9 End If Next itery Next j 'stop' End Sub Universitas Indonesia
Korelasi parameter..., Antonius chrisnandy, FTUI, 2012