Korelasi Hukuman Dalam Pendidikan Dengan Pengamalan Ajara Islam (Studi kasus di SMA Muhammadiyah 3 Limau Jakarta Selatan) Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Guna Memenuhi Syarat-syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan Agama Islam (Spd.I)
Oleh:
Abdul Aziz 103011026753
FAKULTAS FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN JURUSAN ILMU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2008 BIODATA PENULIS Nama
: Abdul Aziz,
Tempat/tgl lahir
: Purbalingga/ 4 Maret 1981
Nama Ayah
: Sudarmo
Nama Ibu
: Nasiyah
Alamat asal
: Desa Babakan Rt 24/07, Kecamatan Kalimanah Kabupaten Purbalingga, Jawa Tengah, Kode Pos 53372
No Tlp/Hp
: (021) 93428867 / (0815) 14850268
Alamat sekarang
: Jl. Martapura Raya No 8A, Kelurahan Kebon Melati Kecamatan Tanah Abang, Jakarta pusat
Riwayat Pendidikan Terakhir -
Sarjana Pendidikan Islam (Universitas Islam Negeri UIN)
(2007)
-
SMK Muhammadiyah I, Purbalingga
(2000)
-
MYs. Yappi, Karang Klesemen, Purbalingga
(1997)
-
MI Muhammadiyah, Babakan
(1994)
-
TK. Aisyiyah Babakan 2
(1987)
Pengalaman Organisasi -
Dewan Perwakilan Mahasiswa Fakultas (DPMF).
-
Anggota Kementrian Kebudayaan Badan Mahasiswa Jurusan.
-
Ketua 2 Ikatan Remaja Muhammadiyah SMK Muhammadiyah I Purbalingga.
-
Ketua OSIS MTs Yappi Karang Klesem, Purbalingga.
-
Ketua Barisan Muda PAN Ranting Babakan.
Karya Tulis -
Korelasi Hukuman Dalam Pendidikan Dengan Pengamalan Ajaran Islam.
Jakarta, 30 Desember 2007
(Abdul Aziz)
LEMBAR PENGESAHAN Skripsi berjudul : “Korelasi Hukuman Dengan Pengamalan Ajaran Islam Studi Kasus di SMA Muhammadiyah 3 Jakarta” diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, dan telah dinyatakan lulus dan lam Ujian Munaqosah pada, 8 Januari 2008 di hadapan dewan penguji. Karena itu, penulis berhak memperoleh gelar Sarjana S1 (S.P.d.I) dalam bidang Pendidikan Agama. Jakarta, 26 Februari 2008 Panitia Ujian Munaqosah Ketua Panitia (Ketua Jurusan/Program Studi) Drs. Abdul Fatah Wibisono, M.Ag.
Tanggal
Tanda Tangan
……………………..
……………….
……………………..
………………..
……………………
………………..
…………………..
………………..
NIP. : 150233009 Sekretaris (Sekretaris Jurusan/Prodi) Drs. Sapiudin, M.Ag. NIP. : 150299477 Penguji I Drs. Sapiudin, M.Ag. NIP. : 150299477 Penguji II Drs. H. Alisuf Sobri NIP. : 150034454 Mengetahui: Dekan,
Prof. Dr. Dede Rosyada, MA. NIP. : 150231256
LEMBAR PENGESAHAN Skripsi berjudul : “Korelasi Hukuman Dengan Pengamalan Ajaran Islam Studi Kasus di SMA Muhammadiyah 3 Jakarta” diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, dan telah dinyatakan lulus dalam Ujian Ulang Munaqosah pada, 3 November 2008 di hadapan dewan penguji. Karena itu, penulis berhak memperoleh gelar Sarjana S1 (S.P.d.I) dalam bidang Pendidikan Agama. Jakarta, 3 November 2008 Panitia Ujian Munaqosah Ketua Panitia (Ketua Jurusan/Program Studi) Dr.H. Abdul Fatah Wibisono, M.A.
Tanggal
Tanda Tangan
……………………..
……………….
……………………..
………………..
……………………
………………..
…………………..
………………..
NIP. : 150233009 Sekretaris (Sekretaris Jurusan/Prodi) Drs. Sapiudin, M.A. NIP. : 150299477 Penguji I Drs. Sapiudin, M.A. NIP. : 150299477 Penguji II Dr. Khalimi, MA NIP. : 150267202 Mengetahui: Dekan,
Prof. Dr. Dede Rosyada, MA. NIP. : 150231256
ABSTRAK Abdul Aziz Korelasi Hukuman Dalam Pendidikan di SMU Muhammadiyah 3 Jakarta Dengan Pengamalan Ajaran Islam”. Hukuman dalam pendidikan merupakan salah satu alat yang dapat menunjang proses belajar mengajar di suatu lembag pendidikan (sekolah), perhatian lebih rasanya perlu diberikan dalam hal ini, kesesuaian antara pelanggaran yang dilakukan siswa dengan bentuk hukuman yang diberikan perlu mempertimbangkan berbagai aspek, tujuannya bukan hanya membuat siswa jera akan tetapi harus mengandung unsur pendidikan yang mengarahkan siswa pada sesuatu yang lebih baik dan untuk selalu menjaga sikap serta berdisiplin dalam segala hal khususnya terhadap peraturan dan kewajiban di sekolah. Ketidak sesuaian hukuman akan berdampak bagi diri anak, tak jarang suatu hukuman bukan membuat siswa berfikir akan tetacai justru makin menjadi-jadi dan tidak ada perubahan, karena itulah guru sebagai pendidik di sekolah perlu menyesuaikan bentuk hukuman bagi tiap siswa yang melnggar. Karena itulah penulisan skripsi ini bertujuan untuk mengetahui korelasi bentuk Hukuman dalam Pendidikan di SMU Muhammadiyah 3 Jakarta dengan Pengamalan Ajaran Islam. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif dengan menggunakan instrumen angket untuk variabel X (bentuk hukuman dalam pendidikan) dan variabel Y (pengamalan ajaran islam). Setelah dilakukan penelitian ke lapangan diperoleh xy 0,57, kemudian angka tersebut bila dilakukan interpretasi sederhana berada pada kisaran 0,40-0,70 yang sifat hubungannya masuk dalam kategori sedang atau cukup, kemudian apabila diinterpretasikan dengan cara berkonsultasi pada tabel nilai “r” product moment baik pada taraf signifikan 1% ataupun 5% diperoleh hasil, 1% (0,372) dan 5% (0,288) yang artinya “r” Hit lebih besar dari “r” Tab. Dengan demikian terdapat korelasi positif yang signifikan antara bentuk hukuman dalam pendidikan di SMU Muhammadiyah 3 Jakarta dengan pengamalan ajaran Islam.
KATA PENGANTAR Ucapan syukur alhamdulillah, dengan selesainya skripsi ini, shalawat dan salam semoga tetap tercurah pada junjungan kita Nabi Muhammad saw, keluarga, sahabatsahabatnya serta para pengikutnya yang senantiasa memperjuangkan ajarannya, amiin. Tulisan ini masih jauh dari kesempurnaan, numun begitu penulis sudah berusaha semaksimal mungkin untuk mempersembahkan yang terbaik bagi semua yang berperan dalam kehidupan penulis. Tanpa do’a dan dorongan, bantuan dan arahan mereka rasanya penulis tak sanggup menjalani proses akhir studi ini. Untuk itu ucapan terimakasih yang terdalam penulis haturkan kepada : 1. Dekan Fakulatas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan. 2. Ketua dan Sekertaris Jurusan Pendidikan Agama Islam. 3. Drs. Abdul Haris, M.ag dan Drs. Manerah, dosen pembimbing skripsi yang dengan sabar memberikan arahan, masukan dan motivasi kepada penulis hingga terselesaikan skripsi ini. 4. Para dosen Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, khususnya jurusan Pendidikan Agama Islam, yang membuat wawasan penulis terbuka luas. 5. Drs. Jaenal Lestaluhu, Kepala Sekolah SMA Muhammadiyah 3 Limau (Jakarta Selatan) berserta guru-guru, para staf dan para karyawan yang dengan ikhlas memberi bantuan kepada penulis. 6. Kepada keluarga Bapak Imhar Burhanudin dan keluarga yang telah memberi bantuan moril dan materiil serta dorongan untuk menyelesaikan study S1. 7. Kepada Bapak Sudarmo dan Mama Nasiyah yang saya cintai dan banggakan, berkat do’a dan ridlonya hingga penulis menyelesaikan tugas akhir ini. 8. Kepada teman-teman kelas D yang penulis sayangi, yang tulus ikhlas mendampingi dan membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 9. Teman-teman satu angkatan yang tidak dapat penulis sebut satu persatu. 10. Semua pihak yang langsung maupun tidak langsung telah membantu penulis.
Jakarta 27 Desember, 2007
DAFTAR ISI
ABSTRAK ....................................................................................................
i
KATA PENGANTAR..................................................................................
ii
DAFTAR ISI.................................................................................................
iii
DAFTAR TABEL ........................................................................................
v
BAB I
PENDAHULUAN ................................................................
1
A. Latar Belakang Masalah ..................................................
1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ..............................
3
C. Tujuan dan Signifikansi Penelitian ..................................
4
D. Sistematika dan Teknik Penulisan ...................................
5
Kerangka Teori dan Pengajuan Hipotesis.........................
7
A. Pengertian dan dasar hukuman…………………………
7
B. Tujuan dan fungsi hukuman……………………………
11
C. Prinsip dan syarat-syarat hukuman dalam pendidikan...
13
D. Macam-macam hukuman dalam pendidikan…………..
17
E. Pengertian Pengamalan Ajaran Islam………………….
20
F. Faktor yang mempengaruhi pengamalan ajaran Islam...
21
G. Pengajuan hipotesis…………………………………….
26
BAB II
BAB III
Metodologi penelitian A. Lokasi dan waktu penelitian ………………………….
27
B. Populasi dan sampel …………………………………..
27
C. Sumber data ……………………………………………
27
D. Teknik pengumpulan data...............................................
28
E. Instrument penelitian .......................................................
29
F. Teknik analisa data……………………………………...
31
HASIL PENELITIAN .........................................................
35
A. Deskripsi Data..................................................................
35
B. Analisa Data.....................................................................
59
C. Pengujian Hipotesis .........................................................
63
D. Interpretasi Data...............................................................
65
PENUTUP.............................................................................
67
A. Kesimpulan ......................................................................
67
B. Saran ................................................................................
67
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................
68
BAB IV
BAB V
LAMPIRAN-LAMPIRAN
DAFTAR TABEL Tabel 01
Kisi-kisi Instrumen Penerapan Hukuman...................................
30
Tabel 02
Kisi-kisi Instrumen Pengamalan Ajaran Islam...........................
31
Tabel 03
Angka Indeks Korelasi “ r “Product Moment...........................
33
Table 04
Membaca Al-Quran dengan memperhatikan tajwidnya……...
Table 05
Mengucapkan salam bila bertemu sesama muslim...................
37
Table 06
Melaksanakan shalat Dhuha ketika berada di sekolah..............
37
Table 07
Mengganti puasa yang putus tanpa diingatkan orang lain ........
38
Table 08
Mengganti puasa yang putus tanpa diingatkan orang lain ........
38
Table 09
Sholat Dzuhur sekaligus kultum yang dibawakan
36
oleh teman sekolah....................................................................
39
Table 10
Belajar di rumah walaupun tidak ada PR..................................
39
Table 11
Membereskan tempat tidur sendiri............................................
40
Table 12
Melaksanakan shalat tahujud/tarawih .......................................
40
Table 13
Membantu orang tua membersihkan rumah………………….
41
Table 14
Mengerjakan PR atau tugas dari guru di rumah……………...
41
Table 15
Frekuensi menjalankan puasa ramadhan sebulan penuh ..........
42
Table 16
Membuang sampah pada tempatnya.........................................
42
Table 17
Tidak berpuasa ramadhan tanpa alasan……………………...
43
Table 18
Shalat tarawih sebelum mendapat hukuman dari guru………..
43
Table 19
Shalat tarawih setelah mendapat hukuman dari guru………....
44
Table 20
Melaksanakan puasa Senin dan Kamis .....................................
44
Table 21
Membiasakan membaca Al-Quran di rumah dan di sekolah…
45
Table 22
Aktif dalam kegiatan pengajian di mushola atau di masjid…..
45
Table 23
Membaca al-Quran lebih dari 100 ayat dalam satu minggu....
46
Table 24
Membiasakan bersedekah kepada fakir miskin……………...
46
Tabel 25
Bersedekah lebih dari 4 kali dalam satu minggu
dalam jumlah yang tidak tetap ..................................................
47
Tabel 26
Memulai belajar di rumah/di sekolah dengan bismillah……..
47
Table 27
Mengakhiri belajar di rumah/di sekolah dengan alhamdulillah……………………………………….....
48
Table 28
Menyisihkan uang jajan untuk sodaqoh…………………….....
48
Table 29
Hukuman fisik karena melanggar peraturan sekolah………….
49
Tabel 30
Mengingatkan untuk mematuhi peraturan sekolah…………….
49
Tabel 31
Memarahi/membentak siswa ribut di dalam kelas……………..
50
Tabel 32
Dikeluarkan dari sekolah………………………………………. 50
Tabel 33
Dimarahi oleh guru di depan kelas…………………………….. 51
Tabel 34
Hukuman fisik jika tidak berpakaian dengan rapih dan sesuai ketentuan……………………………………………………….
51
Tabel 35
Langsung diperintahkan untuk segera masuk………………….
52
Tabel 36
Hukuman skorsing……………………………………………..
52
Tabel 37
Dipulangkan karena terlambat masuk sekolah………………...
53
Tabel 38
Mengerjakan tugas dua kali lebih banyak …………………….
53
Tabel 39
Mengganti kaca yang dipecahkannya………………………….
54
Tabel 40
Membersihkan kembali lingkungan sekolah yang kotor ……… 55
Tabel 41
Surat panggilan kedua orang tua ………………………………
55
Tabel 42
Tugas menghafal……………………………………………….
56
Tabel 43
Mengambil kebali sampah yang dibuangnya…………………..
56
Tabel 44
Dilarang masuk kembali ke kelas……………………………… 57
Tabel 45
Hukuman berdiri di depan kelas……………………………….
57
Tabel 46
Mengganti buku perpustakaan yang hilang……………………
58
Tabel 47
Diharuskan minta maaf,tugas tambahan/nilai nol……………..
58
Tabel 48
Hukuman skorsing atau surat peringatan terakhir……………..
59
Tabel 49
Skor hukuman dalam pendidikan (variabel X)…………….......
60
Table 50
Skor pengamalan ajaran Islam (variabel Y)……………….......
61
Table 51
Uji korelasi antara Pemberian hukuman dan Pengamalan ajaran Islam…………………………………..
63
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk ciptaan Alloh swt yang telah diberi kesempurnaan jasmani dan rohani yang lebih tinggi derajatnya dari makhluk-makhluk lainnya. Akal dan perasaan merupakan bagian dari sistem organ manusia yang memiliki peranan sangat penting sebagai alat interaksi antar sesama manusia maupun dengan lingkungan sekitarnya. Dengan kesempurnaan itu manusia dapat menjalankan tugasnya sebagai khalifah di bumi, yang tentunya juga dalam menjaga kelestarian alam semesta serta kemajuan di berbagai aspek kehidupan manusia itu sendiri. Hal itu bukanlah datang dengan sendirinya, tetapi dengan usaha dan kerja keras manusia. Pendidikan adalah salah satu usaha manusia, agar dapat menjalankan tugasnya dengan baik dan benar. Dengan pendidikan, jasmani dan rohani terlibat dalam proses pembelajarannya dan akal sebagai bagian rohani pun terasah. Maka tak salah bila pendidikan dikatakan sebagai proses pendewasaan manusia. Banyak pihak yang ikut serta menyelenggarakan pelayanan pendidikan bagi anak. Pendidikan yang paling asasi (bersifat kodrati, pertama dan utama), pendidikan yang diselenggarakan oleh negara atau lembaga swasta melalui sekolah diusahakan demi penataan hidup bermasyarakat yang membangun berdasarkan Pancasila. Sehubungan dengan peran sosial sekolah dapatlah ditegaskan bahwa pendidikan yang diselenggarakan oleh sekolah hendaknya merupakan titik temu dari dua kepentingan, yakni menjawab kepentingan orang tua dan menjawab kepentingan yang diinginkan oleh negara, kedua kepentingan tersebut hendaknya seimbang (proporsional) dan serasi dalam menempatkannya.1 Pendidikan di sekolah memerlukan kerjasama antar berbagai pihak, yaitu antara orang tua, guru, administrator dan konselor sekolah, lembaga-lembaga sosial 1
A.Samana, Sistem Pengajaran (Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional dan Pertimbangan Metodolongisnya), (Yogyakarta: Kanisius, 1992), Cet. I, h.11
kemasyarakatan dan pemerintah. Kerjasama itu meliputi berbagai hal, misalnya penentuan tujuan pengajaran, bahan pengajaran, proses pengajaran, pengadaan alatsarana pengajaran dan lain-lain.2 Hukuman merupakan salah satu dari sekian banyak alat pendidikan yang dapat menunjang kelancaran proses pelaksanaan pendidikan. Muhammad Qutb menyatakan; “Apabila teladan tidak mampu dan begitu juga nasehat, maka harus diadakan tindakan tegas, tindakan tegas itu adalah hukuman”.3 Secara umum tujuan hukuman adalah untuk memperbaiki tabiat dan tingkah laku anak ke arah kebaikan dan anak menyesali serta menyadari perbuatan salah yang telah dilakukannya, walaupun pada dasarnya hukuman sendiri kurang di senangi oleh anak. Oleh karena itu dampak yang ditimbulkannya pun bisa positif dan bisa pula negatif. Seorang pendidik (orang yang berwenang menghukum) apabila memberikan hukuman dengan sewenang-wenang tanpa memperhatikan efek si terhukum dan kesesuaian antara berat dan ringannya pelanggaran dengan hukuman yang diberikan, besar kemungkinan akibat yang ditimbulkannya pun negatif, begitu juga halnya apabila pendidik (orang yang berwenang menghukum) tersebut mengabaikan sifat sabar, adil dan pemaaf dalam memberikan hukuman. Charles Schaefer mengemukakan bahwa “Penggunaan hukuman yang terlalu sering, apabila hukuman itu keras, bisa menimbulkan resiko yang berbahaya, yaitu merendahkan harga diri anak, menyebabkan timbulnya rasa takut, kecemasan, perasaan salah dan permusuhan terhadap yang melimpahkan hukuman”.4 Hukuman akan berpengaruh positif apabila hukuman itu bermakna mendidik untuk mencapai kearah kedewasaan dan dapat dipertanggungjawabkan, seperti pendapat
Langeveld
sebagai
berikut
“Supaya
suatu
hukuman
dapat
dipertanggungjawabkan dan penderitaan yang ditimbulkannya mempunyai nilai pedagogies, maka hukuman itu harus membantu anak menjadi dewasa dan dapat berdiri sendiri”. Dampak yang ditimbulkan dari hukuman seperti ini, anak didik akan menerima hukuman tersebut sebagai ganjaran atas perbuatannya yang salah dan 2
Ibid., h. 12 M. Qutb, Sistem Pendidikan Islam, Alih Bahasa, Salman Harun, (Bandung: Al-Ma’arif, 1993), Cet. III, h. 34 3
4
Charles Schaefer, Cara Efektif Mendidik dan Mendisiplinkan Anak, Alih Bahasa, R. Turmun Sirait, (Jakarta: Mitra Utama, 1996), Cet. VI, h. 5
keliru, dan ia berusaha untuk memperbaiki dan memperkuat keinginannya untuk berbuat kebaikan. Dengan demikian seorang pendidik dituntut untuk memberikan yang terbaik terhadap anak didiknya, tidak terkecuali dalam menghukum. Sama halnya dengan alat-alat pendidikan yang lain, berhasil dengan baik atau tidaknya suatu hukuman tergantung kepada pribadi si pendidik, pribadi si peserta didik, bahan dan cara yang dipakai dalam menghukum peserta didik. Selain itu, juga dipengaruhi oleh hubungan antara pendidik dan anak didik serta suasana atau situasi ketika hukuman itu diberikan kepada peserta didik. Oleh sebab itu, belum tentu dan bahkan tidak mungkin hukuman serupa yang dilakukan oleh seorang yang berwenang terhadap beberapa orang peserta didik menghasilkan akibat yang serupa pula. SMU Muhammadiyah 3 Jakarta sebagai salah satu lembaga pendidikan Islam, dalam implementasi proses pendidikan, para pendidiknya juga melaksanakan hukuman dalam rangka pembinaan anak didiknya, terutama dalam usaha menegakkan dan mengembangkan disiplin/tata-tertib/ peraturan sekolah kepada para siswanya. Berdasarkan eksplorasi wacana di atas, penulis tertarik untuk meneliti lebih dalam tentang hukuman sebagai salah satu alat pendidikan dalam tinjauan Islam dalam bentuk karya ilmiah berupa skripsi dengan judul: “Korelasi Hukuman dalam Pendidikan Dengan Pengamalan Ajaran Islam”.
B.
Pembatasan dan Perumusan Masalah 1. Pembatasan Masalah Mengingat luasnya permasalahan dan untuk menghindari salah pengertian dan perbedaan persepsi serta untuk mengarahkan penelitian ini, maka penulis membatasi permasalahan pada: a. Hukuman yang dimaksud adalah sekor yang diperoleh responden dalam menjawab tertanyaan pada angket yang terdiri dari 20 soal dengan tiga dimensi : pemberian stimulus derita, melaksanakan perbuatan yang tidak menyenangkan dan menimpakan kesakitan. b. Pengamalan ajaran Islam yang dimaksud adalah pengamalan ibadah siswa yang diperoleh dengan menjawab pertanyaan pada angket yang
terdiri dari 25 soal, dengan tiga dimensi : pribadi, sosial, pribadi dengan Tuhannya. c. Korelasinya dengan pengamalan ajaran Islam yang dimaksud adalah hubungan yang positif antara hukuman dengan pengamalan ibadah sehari-hari siswa di lingkunghan sekolah. d. Penelitian ini dilakukan terhadap siswa-siswa, dan guru-guru SMU Muhammadiyah 3 Jakarta, tahun ajaran 2006-2007.
2. Perumusan Masalah Agar tidak terjadi salah paham dan perbedaan penafsiran, maka penulis akan merumuskan masalah utama yakni : “Apakah ada korelasi positif antara hukuman yang diterapkan terhadap siswa di SMA Muhammadiyah 3 Jakarta dengan pelaksanaan ajaran Islam?”
C. Tujuan dan Signifikansi Penelitian 1. Tujuan Penelitian adalah: a. Untuk mengetahui korelasi positif dari hukuman-hukuman yang masih dijalankan di dalam dunia pendidikan khususnya di SMU Muhammadiyah 3 Jakarta, dengan pengamalan ajaran Islam. b. Sebagai bahan pertimbangan dalam memilih jenis-jenis hukuman yang diterapkan agar dapat meminimalisir implikasi yang negatif terhadap pihak terhukum maupun yang berwenang memberikan hukuman. c. Sebagai pertimbangan dalam pengambilan keputusan bagi pendidik dalam pemberian hukuman terhadap kesalahan-kesalahan siswa agar tetap sesuai dengan syariat Islam.
2. Signifikansi Penelitian Kegunaan (manfaat) dari penelitian ini antara lain: a. Sebagai tugas akhir untuk mendapatkan gelar kesarjanaan di bidang pendidikan agama Islam (S.Pd.I).
b. Sebagai bahan referensi bagi yang berniat melakukan penelitian lebih mendalam tentang masalah ini. c. Sebagai tambahan pengetahuan mengenai kondisi faktual masalah hukuman dalam pendidikan yang dikaitkan dengan pengamalan ajaran Islam. d. Untuk memberikan masukan, khususnya kepada para tenaga pengajar dan pihak pengelola sekolah mengenai kebolehan memberikan hukuman pada para siswanya yang telah melanggar tata tertib setelah melewati beberapa tahapan pemberian peringatan. e. Sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan dan kebijakan bagi pendidik (orang yang berwenang menghukum) di sekolah dalam memilih alternatif jenis hukuman yang lebih efektif dan bernilai pendidikan.
D. Sistematika dan Teknik Penulisan Sistematika penulisan skripsi adalah sebagai berikut : Bab I
Menguraikan tentang Pendahuluan, yang meliputi : Latar belakang masalah, Pembatasan dan Perumusan Masalah, Tujuan dan Signifikansi Penelitian, Sistematika dan Teknik Penulisan.
Bab II
Menjelaskan tentang Landasan Teori dan Kerangka Berpikir dan Pengajuan Hipotesis, yang meliputi: Teori-teori yang memuat pengertian dan dasar hukuman, tujuan dan fungsi hukuman, prinsip dan syarat hukuman, syaratsyarat hukuman dalam pendidikan, macam-macam hukuman dalam pendidikan dan pelaksanaannya dan pengajuan hipotesis.
Bab III Metodologi penelitian, yang meliputi : Lokasi dan waktu penelitian, populasi dan sampel, sumber data, teknik pengumpulan data, instrument penelitian, serta teknik analisa data. Bab IV Menguraikan Hasil Penelitian Lapangan, yang meliputi : Deskripsi Data, dan Analisa Data. Bab V Merupakan bab Penutup, yang meliputi: Kesimpulan dan Saran-saran dari penulis.
BAB II KERANGKA TEORI DAN PENGAJUAN HIPOTESIS A. LANDASAN TEORI 1. Pengertian dan dasar hukuman Ditinjau dari segi bahasa (etimologi) Indonesia, kata hukuman berasal dari kata dasar hukum yang mendapat akhiran-an. Menurut Armai Arief dalam buku “Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam” yang dikutip dari kamus besar Bahasa Indonesia, diartikan dengan: “1. Siksa dan sebagainya yang dikenakan kepada orang-orang yang melanggar undang-undang dsb; 2. Keputusan yang dijatuhkan oleh hakim; 3. Hasil atau akibat menghukum. Suatu lembaga atau instansi, menerapkan hukuman kepada mereka yang melanggar peraturan dengan maksud dan tujuan agar tingkah laku yang tidak diinginkan dapat diperbaiki. Hukuman memang sesuatu yang penting dalam dunia pendidikan, karena dengan adanya hukuman diharapkan dapat memperbaiki tingkah laku siswa yang tidak dapat teratasi dengan teladan dan nasihat. Untuk lebih memperjelas pemahaman mengenai hukuman, berikut ini penulis paparkan pendapat dari beberapa ahli. Menurut W.J.S Poerwadarminta, hukum adalah “Peraturan yang dibuat oleh suatu kekuasaan atau dapat yang dianggap berlaku untuk orang banyak”.5 Sedangkan menurut J.C.T Simorangkir hukum adalah “Himpunan petunjuk hidup (Perintah dan larangan) yang mengatur tata tertib dalam masyarakat yang bersangkutan”.6 Adapun kata hukuman bila ditinjau dari dimensi bahasa Arab, merupakan terjemahan dari kata ‘iqab ( )باقا, bentuk masdar dari fi’il (kata kerja)…….7 Seperti dalam Surat Al-Mukmin sebagai berikut:
5
W.J.S Poerwadarminta, Kamus Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka,1985), h.350 J.C.T Simorangkir, Pelajaran hukum, Jakarta: Aksara Baru, 1980), Cet.III, h.13 7 Mahmud Yunus, Kamus Arab Indonesia, (Jakarta: Hida Karya Agung, 1989), h.173 6
ﺷﺪِﻳ ُﺪ َ ي ﺧ َﺬ ُه ُﻢ اﻟﻠﱠ ُﻪ ِإﻧﱠ ُﻪ َﻗ ِﻮ ﱞ َ ت َﻓ َﻜ َﻔﺮُوا َﻓ َﺄ ِ ﺳُﻠ ُﻬ ْﻢ ﺑِﺎ ْﻟ َﺒ ﱢﻴﻨَﺎ ُ ﺖ َﺗ ْﺄﺗِﻴ ِﻬ ْﻢ ُر ْ ﻚ ِﺑ َﺄ ﱠﻧ ُﻬ ْﻢ آَﺎ َﻧ َ َذ ِﻟ ِا ْﻟﻌِﻘَﺎب “Yang demikian itu karena telah datang kepada mereka rasul-rasul mereka dengan membawa bukti-bukti yang nyata lalu mereka kafir. Maka Alloh mengazab (menghukum) mereka. Sesungguhnya Dia Maha Kuat lagi Maha Keras hukumannya-Nya”. (QS. Al-Mukmin/40: 22)8 Selain itu, kata hukuman juga merupakan terjemahan dari kata ‘azab ( ) bentuk masdar dari kata kerja……,9 seperti disebutkan dalam Al-Qur’an:
ﻋﺬَاﺑًﺎ َأ ِﻟﻴﻤًﺎ َ ﻦ َﻗ ْﺒ ُﻞ ُﻳ َﻌ ﱢﺬ ْﺑ ُﻜ ْﻢ ْ ن َﺗ َﺘ َﻮﱠﻟﻮْا َآﻤَﺎ َﺗ َﻮﱠﻟ ْﻴ ُﺘ ْﻢ ِﻣ ْ َوِإ “…Dan jika kamu tidak patuh, seperti dulu kamu tidak patuh, Dia akan menghukummu dengan siksaan yang pedih”. (QS. Al-Fath/48: 16). Disamping itu, hukuman juga merupakan terjemahan dari kata jaza’ () ءازج,10 seperti disebutkan dalam Al-Quran:
ﻦ اﻟﻠﱠﻪِ وَاﻟﱠﻠ ُﻪ ﻋَﺰِﻳ ٌﺰ َ ﺴﺒَﺎ َﻧﻜَﺎﻟًﺎ ِﻣ َ ﺟﺰَا ًء ِﺑﻤَﺎ َآ َ ق وَاﻟﺴﱠﺎ ِر َﻗ ُﺔ ﻓَﺎ ْﻗﻄَﻌُﻮا أَ ْﻳﺪِﻳَ ُﻬﻤَﺎ ُ وَاﻟﺴﱠﺎ ِر ﺣَﻜِﻴ ٌﻢ “Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri potonglah tangan keduanya sebagai balasan/hukuman baginya terhadap apa yang mereka lakukan dan sebagai siksaan dari Alloh swt…”. (QS. Al-Maidah/5: 38)11
8
Tim Depag RI, Al-Quran dan Terjemahnya, (Semarang: Kumudasmoro Grafindo, 1994), Edisi Revisi, h. 192 9
Mahmud Yunus, op.cit., h. 259. Mahmud Yunus, op.cit., h.88 11 Tim Depag RI, op.cit., h. 165 10
Selain itu terdapat kata lain yang mengandung kata hukuman yaitu kata hudud ( )دودحbentuk jamak dari kata دحseperti disebutkan Abuddin Nata dan Fuzan dalam Buku “Pendidikan dalam Perspektif Hadis” dalam hadis Nabi :
: ﻋﻦ اﺑﻲ هﺮﻳﺮة رﺿﻲ اﷲ ﻋﻨﻪ ﻗﺎل ﻗﺎل رﺳﻮل اﷲ ﺻﻠﻲ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ ادﻓﻌﻮا اﻟﺤﺪود ﻣﺎ وﺟﺪﺗﻢ ﻟﻬﺎ ﻣﺪﻓﻌﺎ “Dari Abu Hurairah ra. Rasulullah saw bersabda, “Elaklah suatu hukuman selama kamu punya alasan untuk mengelaknya”. (H.R. Ibnu Majah).12 Sedangkan dari dimensi istilah (terminology), terdapat beberapa definisi yang dikemukakan oleh para ahli tentang pengertian hukuman, diantaranya : Menurut M. Ngalim Purwanto, hukuman adalah “Penderitaan yang diberikan atau yang ditimbulkan dengan sengaja (orang tua, guru, dan sebagainya), sesudah terjadi pelanggaran, kejahatan atau kesalahan”.13 Sementara itu menurut Charles Schaefer hukuman ialah “Suatu bentuk kerugian atau kesakitan yang ditimpakan kepada seseorang yang berbuat kesalahan”.14 Menurut Amir Daien Indra Kusuma, hukuman adalah “Tindakan yang dijatuhkan kepada anak secara sengaja dan sadar sehingga menimbulkan nestapa, dengan adanya nestapa ini, anak menjadi sadar akan perbuatannya dan berjanji di dalam hatinya untuk tidak mengulanginya”.15 Menurut A. Mursal Hadi yang dikutip dalam buku karangan Dr. Zainudin, et.al., hukuman adalah “suatu perbuatan dimana seseorang sadar dan sengaja menjatuhkan nestapa pda orang lain dengan tujuan untuk memperbaiki dan melindungi dirinya
12
Abuddin Nata dan Fuzan, Pendidikan dalam Perspektif Hadis, (Jakarta : UIN Jakarta Press, 2005), cet I, h. 374. 13
M. Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 1995), Cet. VIII, h. 186 14 Charles Schaefer, Cara Efektif Mendidik dan Mendisiplinkan Anak, Alih Bahasa, R. Turmun Sirait, (Jakarta: Mitra Utama, 1996), Cet. VI, h. 93. 15
Amir Daien Indrakusuma, Pengantar Ilmu Pendidikan, (Surabaya: Usaha Nasional, 1993), h.
150
sendiri dari kelemahan jasmani dan rohani sehingga terhidar dari segala macam pelanggaran”.16 Sehubungan dengan itu, dapat ditemukan beberapa ayat Al-Quran dan Hadis Nabi yang berkaitan dengan hukuman, diantaranya: 1. Dasar Al-Quran
ﺟ ِﻊ ِ ﺠﺮُو ُهﻦﱠ ﻓِﻲ ا ْﻟ َﻤﻀَﺎ ُ ن ُﻧﺸُﻮ َز ُهﻦﱠ َﻓ ِﻌﻈُﻮ ُهﻦﱠ وَا ْه َ …وَاﻟﻠﱠﺎﺗِﻲ َﺗﺨَﺎ ُﻓﻮ.. ن اﻟﱠﻠ َﻪ آَﺎنَ ﻋَﻠِﻴًّﺎ ﺳﺒِﻴﻠًﺎ ِإ ﱠ َ ﻦ ﻋ َﻠ ْﻴ ِﻬ ﱠ َ ﻃ ْﻌ َﻨ ُﻜ ْﻢ َﻓﻠَﺎ َﺗ ْﺒﻐُﻮا َ ن َأ ْ ﻦ َﻓ ِﺈ ﺿ ِﺮﺑُﻮ ُه ﱠ ْ وَا ….َآﺒِﻴﺮًا “…….Dan wanita-wanita yang kamu khawatir nusuznya, maka nasehatilah mereka dan pisahkan mereka di tempat tidur, pukullah mereka, kemudian jika mereka menta’atimu, maka janganlah mencari jalan untuk menyusahkannya…” An-Nisa/4 : 34 2. Dasar As-Sunnah
ﻋﻦ ﻋﻤﺮ ﺑﻦ ﺷﻌﻴﺐ ﻋﻦ اﺑﻴﻪ ﻋﻦ ﺟﺪﻩ رﺿﻲ اﷲ ﻋﻨﻪ ﻗﺎل ﻗﺎل رﺳﻮل اﷲ ﻣﺮو هﻢ ﺑﺎﻟﺼﻼة وهﻢ اﺑﻨﺎء ﺳﺒﻊ ﺳﻨﻴﻦ واﺿﺮﺑﻮ هﻢ: ﺻﻠﻲ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ ﻋﻠﻴﻬﺎ وهﻢ اﺑﻨﺎء ﻋﺸﺮ ﺳﻨﻴﻦ “Dari Umar bin Syu’aib, dari ayahnya, dari kakeknya r.a berkata: Rasulullah saw bersabda, Suruhlah anak-anak kalian mengerjakan shalat sejak mereka berusia tujuh tahun dan pukullah mereka jika melalaikannya ketika mereka berumur sepuluh tahun, dan dan disahkan mereka dari tempat tidunya”. (HR Abu Daud dan Hakim) Ayat dan hadis diatas selain mengakui keberadaan hukuman dalam rangka perbaikan ummat manusia, juga menunjukkan hukuman itu tidak diberlakukan kepada semua manusia, melainkan khusus kepada mereka yang melakukan 16
h. 86
Zainudin, et.al.,Seluk Beluk Pendidikan dari Al-Ghazali, (Jakarta: Bumi Aksara, 1991), Cet. I,
pelanggaran-pelanggaran. Pelanggaran dimaksud adalah perbuatan atau tingkah laku yang bertentangan dengan ajaran agama atau tidak sesuai dengan aturan/nilai-nilai yang diberlakukan dalam lingkungan hidupnya. Dari pengertian-pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud hukuman adalah tindakan pendidik yang sengaja dan sadar diberikan kepada anak didik yang melakukan kesalahan/pelanggaran aturan sekolah, agar anak didik tersebut menyadari kesalahannya dan berjanji tidak mengulanginya. Atau dalam pengertian lain hukuman dapat diartikan sebagai penderitaan yang diberikan atau ditimbulkan dengan
sengaja
oleh
seseorang
sesudah
terjadinya
penganggaran,
kejahatan/kesalahan. Untuk mengukur efektifitas penerapan hukuman dapat dilihat dari pelaksanaan hukuman di sekolah yang meliputi pemberian stimulus derita kepada para siswa, melaksanakan perbuatan yang tidak menyenangkan dan menimpakan kesakitan.
2. Tujuan Dan Fungsi Hukuman A. Tujuan Hukuman Beberapa ahli mengemukakan tentang maksud atau tujuan dari hukuman, salah satunya rumusan Charles Schaefer yang menyatakan bahwa “Tujuan jangka pendek dari menjatuhkan hukuman adalah untuk menghentikan tingkah laku salah, sedangkan tujuan jangka panjangnya ialah untuk mengajar dan mendorong anak-anak menghentikan sendiri tingkah laku mereka yang salah, agar anak dapat mengarahkan dirinya”.17 Sedangkan M. Ngalim Purwanto mengemukakan bahwa maksud atau tujuan orang memberi hukuman sangat bertalian erat dengan pendapat orang-orang mengenai teori-teori tentang hukuman tersebut, seperti :
1. Teori Pembalasan Teori inilah yang tertua. Menurut teori ini hukuman diadakan sebagai pembalasan dendam terhadap kelalaian dan pelanggaran yang telah dilakukan seseorang. Teori ini tidak boleh dipakai dalam pendidikan di sekolah. 17
Charles Schaefer, loc cit.,
2. Teori Perbaikan Menurut teori ini hukuman itu diadakan untuk membasmi kejahatan. Maksudnya ialah memperbaiki si pelanggar agar jangan berbuat kejahatan lagi. Teori inilah yang bersifat paedagogis karena bermaksud memperbaiki si pelanggar, baik lahiriah maupun batiniah.
3. Teori Perlindungan Menurut teori ini hukuman diadakah untuk melindungi masyarakat dari perbuatan-perbuatan yang tidak wajar. Dengan adanya hukuman ini, masyarakat dapat dilindungi dari kejahatan-kejahatan yang telah dilakukan pelanggar.
4. Teori ganti rugi Menurut teori ini hukuman diadakan untuk mengganti kerugian-kerugian yang telah diderita dari kejahatan-kejahatan atau pelanggaran itu. Hukuman ini banyak dilakukan dalam masyarakat maupun pemerintahan. Dalam proses pendidikan teori ini tidak cocok, karena dengan menerima hukuman semacam ini anak akan merasa menjadi tidak bersalah karena kesalahannya telah terbayar dengan hukuman.
5. Teori menakut-nakuti Menurut teori ini hukuman diadakan untuk menimbulkan perasaan takut kepada si pelanggar akibat perbuatannya yang telah melanggar itu, sehingga ia akan selalu takut melakukan perbuatan tersebut dan mau meninggalkannya. Teori ini juga memerlukan perbaikan, sebab dengan teori ini besar kemungkinan anak akan meninggalkan suatu perbuatan itu hanya karena takut, bukan karena keinsyafan bahwa perbuatannya memang terbentuk dari kata hatinya.18 Berdasarkan pendapat-pendapat yang dikemukakan diatas dapat disimpulkan bahwa tujuan atau maksud dari hukuman ialah mencegah dan mengoreksi anak didik sekaligus memberi kesadaran bagi mereka untuk mengenal dan mengetahui 18
M. Ngalim Purwanto, op.cit., h. 187-188
kesalahannya serta untuk memperbaiki tabi’at dan tingkah laku mereka ke arah ke baikan/kedewasaan.
B. Fungsi Hukuman Fungsi Hukuman selain sebagai alat pendidikan yang dapat membantu tercapainya tujuan pendidikan, juga dapat menjadi alat motivasi bagi anak didik, sebagaimana yang diungkapkan oleh Amir Dien Indrakusuma, sebagai berikut: Hukuman walaupun alat pendidikan yang tidak menyenangkan, alat pendidikan yang bersifat negatif, namun dapat pula menjadi alat motivasi, alat pendorong untuk mempergiat belajar. Murid-murid yang pernah mendapatkan oleh karena kelalaian, karena tidak mengerjakan tugas, maka ia akan berusaha untuk dapat selalu memenuhi tugas-tugas belajarnya agar terhindar dari bahaya hukuman. Hal ini berarti ia didorong untuk selalu belajar.19 3. Prinsip dan Syarat-syarat Hukuman Prinsip pokok dalam mengaplikasikan pemberian hukuman yaitu, bahwa hukuman adalah jalan yang terakhir dan harus dilakukan secara terbatas dan tidak menyakiti anak didik. Tujuan utama dari pendekatan ini adalah untuk menyadarkan peserta didik dari kesalahan-kesalahan yang ia lakukan.20 Prisnip-prinsip hukuman dalam pendidikan antara lain:
A. Prinsip Psikologis (kejiwaan) Seorang pendidik dengan lainnya baik segi tabi’at, pembawaan, kesenangan, akhlak dan kejiwaannya. Oleh karena itu, Pendidik harus mengenal anak didiknya lebih dekat agar ia dapat melayani setiap anak didik dengan layanan yang sesuai, terutama ketika terpaksa harus menggunakan hukuman. Suatu hukuman yang mungkin cocok untuk seorang anak, namun bukan berarti cocok pula buat anak lainnya. Sebagaimana ungkapan Al-Ghazali:
19
Amir Daien Indrakusuma, op.cit., h. 165 Armai Arief, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, (Jakarta: Ciputat Pers, Juli 2002), Cet I, h. 131 20
Bila dokter mengobati seluruh pasiennya dengan satu macam obat saja tentu banyak dari mereka yang akan mati. Begitu juga bila seorang guru membawakan satu macam metode, sistem dan latihan kepada seluruh murid tentu banyak pula dari mereka yang akan rusak dan mati jiwanya serta tumpul semangat berpikirnya, seharusnya para guru lebih dulu meneliti sifat, watak, umur dan lingkungan anak didik, barulah diterapkan asuhan, latihan dan metode yang harus dibawakan kepada tiap-tiap murid.21
B. Prinsip kasih sayang Salah satu syarat hukuman yang pedagogis ialah hukuman harus diberikan atas dasar cinta kasih sayang.22 Ini berarti anak dihukum bukan atas dasar marah dan benci atau pendidik ingin menyakiti anak atau karena ingin balas dendam. Tetapi pendidik memberikan hukuman demi kebaikan anak, demi kepentingan dan masa depan anak. Oleh karena itu setelah hukuman diberikan jangan sampai berakibat putusnya hubungan kasih sayang antara pendidik dan anak didiknya.
C. Prinsip keadilan M. Ngalim Purwanto mengemukakan pendapat mengenai prinsip ini, “Dalam menghukum
hendaklah
kita
bersifat
adil”23
Sedangkan
Charles
Shaefer
mengemukakan bahwa “Untuk kepentingan keadilan, tetaplah ingat untuk mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut : pelanggaran pertama atau sudah beberapa kali, pelanggaran karena dorongan tiba-tiba, tingkah laku yang umum dan pelanggaran karena tekanan-tekanan atau situasi tertentu”.24 Pandangan di atas menjelaskan bahwa seseorang pendidik dalam memberikan hukuman terhadap anak didiknya seyogyanya tidak membeda-bedakan anak orang berpangkat, anak orang kaya, anak saudara atau anak sendiri dan sebagainya. Disamping itu hukuman yang diberikan harus sepadan dengan besarnya kesalahan yang diperbuat anak dan disesuaikan dengan situasi dan kondisi serta pribadi dan watak anak didik.
21
43
22
Nasharuddin Thaha, Tokoh-tokoh Pendidikan Islam di Zaman Jaya, (Jakarta: Mutiara, 1997), h.
M. Ngalim Purwanto, op.cit., h. 191 M. Ngalim Purwanto, op.cit., h. 193 24 Charles Schaefer, op.cit., h. 18 23
D. Prinsip keharusan dan keterpaksaan Hukuman bukan satu-satunya alat dan bukan pula alternative pertama yang harus dilakukan pendidik terhadap peserta didik yang melakukan pelanggaran. Hal ini berarti bahawa penggunaan hukuman sebagai alat pendidikan didasari adanya unsur keharusan, yaitu bila keadaan memaksa untuk menggunakan hukuman sedangkan cara yang lain sudah ditempuh, akan tetapi peserta didik tetap saja melakukan pelanggaran.
E. Prinsip tanggung jawab M. Ngalim Purwanto mengemukakan pendapat bahwa, “Hukuman yang kita berikan (kepada anak didik) hendaknya dapat menimbulkan rasa tanggung jawab pada diri anak”.25 Ini berarti bahwa hukuman yang diberikan dapat membuat anak lekas insaf dan menyadari kesalahannya, bukan malah tidak mengakui kesalahannya dan melemparkan kesalahan itu kepada orang lain, dalam arti tidak berani bertanggung jawab atas perbuatannya. Situasi semacam ini merupakan suatu kesempatan yang harus dipergunakan oleh guru untuk mengajari anak senantiasa berani memikul tanggung jawab atas segala perbuatan yang dilakukannya.
4. Syarat-syarat hukuman dalam pendidikan Agus Sujanto dalam bukunya yang berjudul Psikologi perkembangan merumuskan tentang syarat-syarat hukuman yang mendidik, yaitu : “Hukuman harus menerbitkan rasa bersalah, hukuman harus menimbulkan rasa kesadaran bagi si terhukum dan hukuman harus berakhir dengan pengampunan”.26 Menurut Abdullah Nashieh Ulwan sebagaimana dikutip oleh Ramayulis, menjelaskan beberapa syarat pemberian hukuman agar bersifat mendidik, yaitu : a. Pendidik hendaknya menggunakan cara lain seperti nasihat dan tauladan, sebelum menggunakan hukuman. b. Pendidik tidak menghukum ketika dalam keadaan marah.
25 26
M. Ngalim Purwanto, op.cit., h. 193 Agus Sujanto, Psikologi Perkembangan, (Surabaya: Aksara Baru, 1986), Cet. I, h. 122
c. Ketika menggunakan hukuman badan/fisik, pendidik hendaknya menghindari bagian tubuh yang peka. d. Pukulan jangan terlalu keras dan membahayakan dan tidak diberikan kepada anak yang berumun dibawah 10 tahun.27 Menurut M. Ngalim Purwanto, syarat-syarat hukuman yang pedagogis itu antara lain: a. Tiap-tiap hukuman hendaklah dapat dipertanggung jawabkan. Ini berarti hukuman tidak boleh dilakukan dengan sewenang-wenang, tetapi harus dilandasi dengan kasih sayang. b. Hukuman itu sedapat-dapatnya memperbaiki yang berarti bernilai mendidik. c. Hukuman tidak boleh bersifat ancaman atau pembalasan dendam yang bersifat perorangan, karena hukuman yang demikian tidak memungkinkan adanya hubungan baik antara pendidik dengan anak didiknya. d. Hukuman jangan diberikan sewaktu kita sedang marah, sebab jika demikian kemungkinan besar hukuman itu tidak adil atau terlalu berat. e. Tiap-tiap hukuman harus diberikan dengan sadar dan diperhitungkan terlebih dahulu. f. Bagi anak didik, hukuman itu hendaknya dirasakan sendiri sebagai kedukaan atau penderitaannya sehingga anak merasa menyasal. g. Hukuman jangan diterapkan pada badan, karena hukuman badan tidak meyakinkan kita adanya perbaikan pada si terhukum, tetapi sebaliknya hanya menimbulkan dendam atau sikap suka melawan. h. Hukuman tidak boleh merusak hubungan baik antara pendidik dengan anak didiknya. i. Sehubungan dengan butir diatas, maka perlulah adanya kesanggupan memberi maaf dari si pendidik sesudah menjatuhkan hukuman dan setelah anak itu menginsafi kesalahannya.28 Berdasarkan uraian diatas dijelaskan bahwa pendidik dalam menjatuhkan hukuman kepada anak didik yang bersalah tidak dapat bertindak sesukan hati, tetapi 27
Rama Yulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 1998), Cet.ke-1, h.156
28
M. Ngalim Purwanto, op.cit., h. 191-192
harus diberikan dengan adil, sesuai dengan kepribadian anak didik, harus ada hubungannya dengan kesalahan dan bagi si pendidik sanggup memberi maaf setelah hukuman itu dijalankan.
5. Macam-macam hukuman dalam pendidikan dan pelaksanaanya. Berat ringannya hukuman yang diberikan kepada anak sangat tergantung pada besar kecilnya kesalahan yang ia perbuat, tujuan yang hendak dicapai dan keadaan anak didik. Dalam hal ini pendidik janganlah cepat-cepat memberikan hukuman terhadap anak didiknya. Pada tahap pertama, anak didik diberi kesempatan untuk memperbaiki sendiri kesalahannya (introspeksi diri), sehingga ia mempunyai rasa percaya diri dan menghormati dirinya serta merasakan akibat perbuatannya tersebut. Apabila pada tahap pertama ini belum berhasil, maka dilanjutkan dengan tahap yang kedua yaitu berupa teguran, peringatan dan nasehat-nasehat, sebagaiman penjelasan Al-Ghazali: “Maka dalam tindakan yang demikian kalau anak masih kembali berbuat tidak baik untuk kedua kalinya maka sebaiknya ia ditegur”.29 Pada tahap yang kedua ini apabila masih belum berhasil, maka saatnya untuk memberikan hukuman. Ada beberapa macam bentuk hukuman yang dapat digunakan oleh seorang pendidik terhadap peserta didik, diantaranya:
a. Hukuman intelektual Yaitu hukuman yang dilakukan dengan cara memberikan kegiatan tertentu kepada anak didik, dengan pertimbangan kegiatan tersebut membawanya ke arah perbaikan. Misalnya, seorang siswa yang tidak mengerjakan PR disuruh mengerjakan PR-nya di depan kelas sedangkan teman-temannya yang lain belajar seperti biasa.30
b. Hukuman perasaan Hukuman ini dapat berupan ejekan, makian atau dipermalukan yang bersifat mendidik. Seperti dalam hadits Rasulullah saw yang artinya sebagai berikut: Al-Bukhari meriwayatkan dari Abu Dzar ra. Ia berkata: “Saya mencaci seorang lakilaki dengan mengejekkan ibunya, dengan berkata, Hai anak wanita hitam, maka Rasulullah berkata, Wahai Abu Dzar, kamu telah mencacinya dengan mengejekkan 29 30
Zaenudin et.al., op.cit., h. 87 M. Alisuf Sabri, Pengantar Ilmu Pendidikan, (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1999), Cet. I, h. 44
ibunya. Sesungguhnya kamu orang yang masih berperilaku jahiliyah…” (H.R. Bukhari).31 Dari hadis ini dapat diambil pengertian bahwa Rasulullah memperbaiki Abu Dzar ketika mencaci seseorang dengan menyebutnya “Anak wanita hitam.” Rasulullah memaki dengan perkataannya, “Wahai Abu Dzar, sesungguhnya kamu masih berperilaku jahiliyah”.
c. Hukuman fisik Yaitu hukuman yang dilakukan dengan cara memberikan rasa sakit terhadap tubuh anak didik, hukuman ini dapat berupa pukulan dan sebagainya. Hukuman ini diberikan ketika cara-cara di atas telah dilakukan dan anak tetap mengulangi perbuatannya. Islam ketika menetapkan hukuman fisik memberikan batasan dan persyaratan sehingga tidak keluar dari maksud pendidikan, yaitu: 1. Hukuman tidak digunakan sebagai alat pendidikan, terkecuali setelah menggunakan semua metode yang ada. 2. Pendidik tidak memukul, ketika ia dalam keadaan marah. 3. Hendaknya menghindari anggota badan yang peka seperti muka, kepala, dada dan perut. 4. Pukulan pertama hendaknya tidak terlalu keras dan tidak menyakiti pada kedua tangan atau kaki dengan tongkat yang tidak besar. 5. Tidak memukul sebelum anak berusia sepuluh tahun. 6. Pendidik hendaknya memukul anak dengan tangannya sendiri, dan tidak menyerahkan kepada teman-temannya, sehingga tidak timbul api kebencian diantara mereka. 7. Janganlah mengeluarkan kata-kata kasar ketika memukul.32
31
Abdullah Nasih Ulwan, Pedoman Pendidikan Anak dalam Islam,Alih Bahasa, Saefullah Humlie, (Bandung: As-Syifa, 1981) h. 168 32 Abdullah Nasih Ulwan, op.cit., h. 168
Rumusan di atas memberikan penjelasan bahwa hukuman fisik diperbolehkan dalam batas-batas tertentu sehingga tidak terlalu menyakitkan fisik/badan dan psikis/jiwa anak apalagi sampai membuat tubuhnya cacat. Sejalan dengan pendapat diatas Armai Arief
dalam bukunya yang berjudul
Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, mengemukakan cara melakukan hukuman jasmani yaitu: 1. Memukul muka, karena ditakutkan menciderai alat indera yang ada di bagian muka, misalnya apabila mata cedera, maka akan menghalangi penglihatan. 2. Kekerasan yang berlebihan, menjadikan murid sangat menderita jasmaniah. 3. Berkata buruk, meninggalkan kesan tidak baik di hati murid. 4. Memukul ketika marah, karena pukulan yang didasari oleh perasaan marah sering melampaui batas dan dapat membahayakan anak didik. 5. Menendang dengan kaki, dipandang tidak sopan dan tidak bermoral. Adapun bentuk-bentuk hukuman di atas menunjukkan tata cara yang tertib dalam menghukum anak didik, dalam arti pendidik tidak boleh menggunakan hukuman yang keras jika yang ringan sudah bermanfaat. M. Alisuf Sabri mengemukakan pendapat mengenai hal ini, “Pendidik jangan menggunakan hukuman badan dan hukuman perasaan, kerena hal ini mengganggu hubungan kasih sayang antara pendidik dan anak didik, tetapi biasakanlah dengan hukuman intelektual”.33 Wasty Soemanto dalam buku Psikologi Pendidikan, membedakan hukuman itu menjadi dua macam bentuknya, yaitu: 1. Pemberian Stimulus derita, misalnya bentakan, cemoohan atau ancaman. 2. Pembatalan perlakuan positif, misalnya mengambil kembali suatu barang atau benda atau mainan, atau mencegah anak untuk bermain bersama temantemannya.34
6. Pengertian Pengamalan Ajaran Islam Sebelum penulis, menguraikan pengertian pengamalan ajaran Islam, terlebih dahulu penulis menguraikan pengertian pengamalan, ajaran dan Islam.
33 34
M. Alisuf Sabri, loc. Cit. Wasty Soemanto, Psikologi Pendidikan, (Jakarta : Rineka Cipta, 1998), cet. Ke-4, h. 217.
Dalam kamus Besar Bahasa Indonesia pengamalan berasal dari kata amal yaitu perbuatan baik atau buruk, dalam pandangan Islam amal adalah perbuatan baik yang mendatangkan pahala. Kata amal mendapat imbuhan “pe” dan akhiran “an” yang berarti proses perbuatan, cara melaksanakan dan menunaikan kewajiban dan tugas. Ajaran dalam kamus besar Bahasa Indonesia didefinisikan “sebagai segala sesuatu yang diajarkan, nasehat dan petunjuk. Kata Islam berasal dari kata aslama-yuslimu-islaman yang berarti memelihara dalam keadaan selamat sentosa, dan berarti juga menyerahkan diri, tunduk, patuh dan taat. Jadi Islam dari segi kebahasaan mengandung arti patuh, tunduk, taat dan berserah diri kepada Alloh swt dalam upaya mencari keselamatan dan kebahagiaan hidup baik di dunia maupun di akhirat. Dalam buku “PAI Upaya Pembentukan Pemikiran dan Kepribadian Muslim” Muhammad Alim menyatakan , hal ini dilakukan atas kesadaran dan kemauan diri sendiri, bukan paksaan atau berpura-pura, melainkan sebagai panggilan dari fitrah dirinya sebagai makhluk yang sejak dalam kandungan sudah menyatakan patuh dan tunduk kepada Alloh swt. Dengan demikian pengamalan ajaran Islam suatu perbuatan, pendapat atau keyakinan terhadap sesuatu hal yang berhubungan dengan peraturan Alloh swt yang akan mempengaruhi kehidupan manusia sehingga mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat. Seorang yang menjalankan ajaran agamanya terlihat pada sikap dan tingkah laku dalam kehidupan sehari-hari sebagai tanda kepatuhan dan ketundukkannya kepada ajaran agama yang terkandung didalamnya.
7. Faktor yang Mempengaruhi Pengamalan Ajaran Islam Sebelum penulis menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi pengamalan ajaran Islam, penulis akan menyebutkan indikator-indikator yang mengukur tingkat religiusitas seseorang. Menurut pendapat Blok dan Strak untuk mengukur tingkat religiusitas seseorang dapat dipakai kerangka sebagai berikut: A. Keterlibatan ritual (ritual involvement) yaitu tingkatan sejauh mana seseorang mengerjakan kewajiban ritual agama mereka.
B. Keterlibatan ideologis (Ideologic Involvement) yaitu yang tingkatan sejauh mana seseorang menerima hal-hal yang dogmatis dalam agama mereka. C. Keterlibatan intelektual (Intelectual Involvement) yaitu yang menggambarkan sejauh mana seseorang mengetahui tentang ajaran agamanya dan seberapa jauh aktivitasnya dalam menambah pengetahuan agama. D. Keterlibatan pengamalan (Eksperimental Involvement) yaitu yang menunjukkan apakah seseorang pernah mengalami pengalaman yang spektakuler yang merupakan keajaiban yang datang dari Tuhan. E. Keterlibatan secara konsekuen (Concequetial Involvement) yaitu tingkatan sejauh mana perilaku seseorang konsekuen dengan ajaran agamanya. Menurut Muhammad Alim dalam buku “Pendidikan Agama Islam Upaya Pembentukan Pemikiran dan Kepribadian Muslim”, indikator religiusitas seseorang ada 7 yaitu: 1. Komitmen terhadap perintah dan larangan agama. 2. Bersemangat mengkaji ajaran agama. 3. Aktif dalam kegiatan keagamaan. 4. Menghargai simbol-simbol keagamaan. 5. Akrab dengan kitab suci. 6. Mempergunakan pendekatan agama dalam menentukan pilihan. 7. Ajaran agama dijadikan sebagai sumber pengembangan ide. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi pengamalan ajaran Islam diantaranya dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. a. Faktor Internal Kebutuhan manusia akan agama merupakan kebutuhan manusia terhadap pedoman hidup yang dapat menunjukkan kearah kebahagiaan dunia dan akhirat. Menurut Robert Rutin dalam buku Jalaludin “Dorongan beragama merupakan salah satu dorongan yang bekerja dalam diri manusia sebagaimana dorongan-dorongan lainnya seperti makan, minum, intelek dan lain sebagainya.” Sejalan dengan itu maka dorongan beragama pun menuntut untuk dipenuhi sehingga pribadi manusia itu
mendapat kepuasan dan ketenangan. Selain itu dorongan beragama juga merupakan kebutuhan insaniyah yang tumbuhnya dari berbagai faktor yang bersumber dari keagamaan.35 Sejak lahir kita telah membutuhkan agama, yang dimaksud dengan agama dalam kehidupan adalah iman yang diyakini oleh pikiran, diresapkan oleh perasaan dan dilaksanakan/diamalkan dalam tindakan, perbuatan perkataan dan sikap. Iman ditumbuh kembangkan melalui pengalaman hidup.36 Dengan demikian sesungguhnya kebutuhan manusia terhadap agama pada umumnya dan kepada Islam pada khususnya, bukanlah merupakan kebutuhan sekunder (sampingan, pelengkap), melainkan kebutuhan primer (dasar, asasi) yang berhubungan erat dengan substansi kehidupan manusia. Dalam Islam instink agama itu disebut dengan fitrah. Ini sesuai dengan firman Alloh swt yang artinya:
ﻖ ِ ﺨ ْﻠ َ ﻋ َﻠ ْﻴﻬَﺎ ﻟَﺎ ﺗَ ْﺒﺪِﻳﻞَ ِﻟ َ س َ ﻄ َﺮ اﻟﻨﱠﺎ َ ت اﻟﻠﱠﻪِ اﱠﻟﺘِﻲ َﻓ َ ﻄ َﺮ ْ ﺣﻨِﻴﻔًﺎ ِﻓ َ ﻦ ِ ﻚ ﻟِﻠﺪﱢﻳ َ ﺟ َﻬ ْ َﻓ َﺄ ِﻗ ْﻢ َو ن َ س ﻟَﺎ َﻳ ْﻌ َﻠﻤُﻮ ِ ﻦ َأ ْآ َﺜ َﺮ اﻟﻨﱠﺎ ﻦ ا ْﻟ َﻘﻴﱢ ُﻢ َو َﻟ ِﻜ ﱠ ُ ﻚ اﻟﺪﱢﻳ َ اﻟﻠﱠﻪِ َذ ِﻟ “Maka hadapkanlah wajahmu secara lurus ke agama (Alloh), tetaplah berada diatas fitrah Alloh yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. itulah agama yang lurus akan tetapi kebanyakan manusia itu tidak mengetahuinya”. (Rum: 30). Sedangkan hadis Nabi yang menjelaskan tentang fitrah manusia diantaranya hadis berikut yang artinya adalah : “Diceritakan dari Adam, diceritakan dari Ibnu Abi Dzi’bin dari Az-Zuhri dari Abi Salamah bin Abd Rahman dari Abu Hurairah ra. Berkata: Nabi saw bersabda: “Setiap anak dilahirkan di atas fitrah, maka tergantung pada kedua orang tuanya yang menjadikannya penganut agama Yahudi, Nasrani ataupun Majusi….” HR Bukhari b. Faktor Eksternal 1. Lingkungan keluarga
35 36
Jalaludin, Psikologi Agama, (Jakarta: Grafindo Persana, 2000), Cet IV, h.89 Nuryanis, Panduan PAI Pada Masyarakat, (Jakarta: Depag RI, 2003), h.78.
Yang dimaksud keluarga adalah masyarakat terkecil sekurang-kurangnya terdiri dari pasangan suami istri sebagai sumber intinya berikut anak-anak yang lahir dari mereka. Jagi setidaknya keluarga adalah pasangan suami istri yang mempunyai anak atau tidak sama sekali.37 Orang tua merupakan pendidik pertama dan utama dalam kehidupan anak. Keluarga mempunyai peranan yang sangat penting terhadapa pembentukan sikap dan pengamalannya. Hal ini dikarenakan keluarga merupakan lingkungan terdekat yang dikenali seseorang setelah dilahirkan ke dunia. Pendidikan yang diberikan dalam keluarga dalam bentuk contoh dan pembiasaan membuat pengaruh dalam pembentukan sikap beragama. Dalam pelaksanaan pendidikan meliputi keteladanan orang tua yang mencerminkan keimanan dan ketaatan beragama, dipenuhi dengan kasih sayang dan perhatian latihan dan pembiasaan untuk melaksanakan ajaran agama sejak kecil, maka akan menimbulkan sikap positif terhadap agama. Agar anak terbiasa melakukan kebiasaan yang baik, orang tua seharusnya memberikan contoh tauladan kepada anaknya. Orang tua harus berusaha menjadi panutan yang baik bagi anaknya. Jangan ada kata-kata yang diucapkan seorang bapak seperti ini “Biarlah bapak merokok kamu jangan merokok”, tetapi boleh diucapkan “Biarlah bapak sekolahnya rendah tapi kamu harus berusaha sekolah tinggi”.38 2. Lingkungan sekolah Sekolah mempunyai tugas penting, yaitu berusaha membina sikap yang disenangi, lalu menumbuhkan sikap-sikap tersebut. Apabila sikap-sikap tersebut telah terbina, maka ia menjadi pendorong yang akan menolong dalam pembinaan pribadi murid.39 Dalam kata pengantarnya A.Syafi’I pada buku ”Kapita Selekta Pendidikan Islam” mengatakan:
“Pendidikan
Islam
adalah
pendidikan
yang
pendirian
dan
penyelenggaraannya didorong oleh keinginan dan semangat cita-cita luhur untuk mengejawantahkan nilai-nilai Islam, baik yang tercermin dari nama lembaganya maupun kegiatan-kegiatan yang diselenggarakannya”. Dengan demikian sistem 37
Nuryanis, Panduan PAI Pada Masyarakat, (Jakarta: Depag RI, 2003), h 32. Nuryanis, Panduan PAI Pada Masyarakat, (Jakarta: Depag RI, 2003), h 28. 39 Musthafa Fahmi, Kesehatan Jiwa dalam Keluarga, Sekolah, dan Masyarakat III, alih bahasa Zakiyah Daradjat, (Jakarta: Bulan Bintang, cet I, 1977), h. 183 38
pendidikan khususnya Islam, secara makro merupakan usaha pengorganisasian proses kegiatan kependidikan yang berdasarkan ajaran Islam.40 Pendidikan agama yang diselenggarakan di sekolah mempunyai porsi yang sangat besar dalam sikap beragama, dalam keluarga pendidikan agama didapatkan melalui contoh-contoh dan latihan dari orang tua. Sedang di sekolah, disamping mendapatkan pengajaran agama sebagai pengetahuan formal, mendapatkan suasana lingkungan yang memantulkan jiwa agama. Sikap dan perbuatan serta semua tingkah laku, peraturan yang berlaku, pelajaran dan bacaan semuanya itu tidak bertentangan dengan agama. 3. Lingkungan masyarakat Masyarakat berasal dari kata musyarakah yang artinya berserikat. Dalam bahasa Arab masyarakat disebut dengan mujtama’. Menurut Ibnu al-Manzur dalam Lisan alArab yang dikutip Nuryanis dalam buku Panduan PAI Pada Masyarakat, kata mujatama’ mengandung arti : a. Pokok dari segala sesuatu. b. Kumpulan dari orang banyak yang berbeda-beda, sedangkan musyarakah mengandung arti berserikat, bersekutu dan saling kerja sama. Jadi dari kata musyarakat dan mujatama’ dapat diambil pengertian bahwa masyarakat adalah kumpulan dari orang-orang yang berbeda-beda tetapi menyatu dalam ikatan kerja sama, dan mematuhi peraturan yang disepakati bersama. Lingkungan masyarakat merupakan lingkungan pendidikan tidak formal. Semaraknya kegiatan keagamaan seperti di majelis taklim, shalat berjama’ah di masjid serta ketaatan masyarakat dalam menjalankan ajaran-ajaran agama membawa pengaruh bagi pembentukan sikap beragama dan pengamalan seseorang.
2. Pengajuan Hipotesis Hipotesis pada dasarnya merupakan suatu preposisi atau anggapan yang mungkin benar dan sering digunakan sebagai dasar pembuatan keputusan dan penelitian lebih lanjut. Dalam penelitian ini terdapat hipotesis alternatif ( Ha ) dan hipotesis nol ( Ho ) 40
Muzayyin Arifin, Kapita Selekta Pendidikan Islam,editor A. Syafi’I, (Jakarta: Bumi Aksara, Cet I, 2003), h. 73
Adapun rumusan kedua hipotesis tersebut adalah : Ha
: Ada
hubungan
yang
signifikan
antara
hukuman
dalam
pendidikan
terhadap pengamalan ajaran Islam di SMA Muhammadiyah 3 Jakarta. Ho
: Tidak ada hubungan yang signifikan antara hukuman dalam pendidikan terhadap pengamalan ajaran Islam di SMA Muhammadiyah 3 Jakarta.
BAB III Metodologi Penelitian A. Lokasi dan waktu Penelitian Lokasi yang dijadikan objek penelitian oleh penulis yakni di SMU Muhammadiyah 3 Jakarta di Jl. Limau I, II Kebayoran Baru, Jakarta selatan. Waktu penelitian dimulai tanggal 5 Februari 2007 sampai dengan bulan Agustus 2007.
B. Populasi dan Sampel Populasi merupakan sejumlah masa (manusia atau bukan) yang terdapat dalam kawasan tertentu dalam satu unit kesatuan.41 Adapun teknik yang digunakan dalam penarikan sampelnya ialah “Stratified Proportional Random Sampling”, yaitu dengan cara penulis mengambil perwakilan dari kelas dan perwakilan guru secara acak dan seimbang sebagai sampel.42 Dalam penelitian ini yang menjadi populasi adalah siswa kelas XI (sebelas) SMA Muhammadiyah 3 Jakarta tahun ajaran 2007/2008 yang berjumlah 175 yang tersebar di 5 kelas. Dari jumlah populasi tersebut siswa yang akan dijadikan sampel adalah 35 siswa yang penulis ambil dari salah satu kelas.
C. Sumber Data Untuk memperoleh data yang diperlukan dalam menunjang pencapaian tujuan penelitian tersebut, maka sumber data diambil dari : a. Kepala Sekolah SMU Muhammadiyah 3 Jakarta b. Staf kesiswaan SMU Muhammadiyah 3 Jakarta c. Staf BK (Bimbingan dan Konseling) SMU Muhammadiyah 3 Jakarta d. Guru-guru Khusus Pembina Akademik dan Non Akademik di SMU Muhammadiyah 3 Jakarta e. Guru-guru SMU Muhammadiyah 3 Jakarta f. Siswa – siswi SMU Muhammadiyah 3 Jakarta 41 42
Aminuddin Rasyad, Metodologi Riset, ( Jakarta: Fakultas Tarbiyah IAIN, 1987 ), cet. 1, h. 62 Ibid., h. 116-117
D. Teknik Pengumpulan Data Untuk memperoleh data dan informasi di lapangan, penulis menggunakan beberapa teknik pendekatan dan methodologies (instrumen pengumpulan data) yang dapat menunjang hasil penelitian tersebut, yaitu: a. Wawancara atau Interview Interview yang sering juga disebut dengan wawancara atau questioners lisan adalah sebuah dialog yang dilakukan oleh seorang yang mewawancarai untuk memperoleh informasi dari orang yang diwawancarai. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan jenis “Interview Bebas Terpimpin”, yaitu kombinasi antara interview bebas dan interview terpimpin. Dalam melaksanakan interview, penulis membawa pedoman yang hanya merupakan garis besar saja tentang hal-hal yang akan ditanyakan berkaitan dengan tema yang diteliti. b. Pengamatan atau Observasi Dalam pengertian psikolog, observasi atau pengamatan meliputi pemuatan terhadap suatu objek dengan menggunakan seluruh alat panca indera yang meliputi penglihatan, penciuman, pendengaran, peraba dan pengecap. Observasi dapat dilakukan dengan tes, questioners, Rekaman Gambar dan Rekaman Suara. Dalam penelitian ini penulis menggunakan jenis “Observasi Non Sistematis”, yaitu pengamatan yang dilakukan dengan tidak menggunakan instrumen pengamatan. Hal-hal yang diamati adalah proses pemberian hukuman terhadap siswa oleh pihakpihal yang diberi kewengan untuk melaksanakannya. c. Studi Dokumen Dokumen artinya adalah barang-barang tertulis. Dalam pengertian yang lebih luas, dokumen bukan hanya yang berwujud tulisan saja, tetapi dapat berupa bendabenda peninggalan seperti prasasti dan simbol-simbol.43 Di dalam melaksanakan metode studi dokumen, penulis menyelidiki benda-benda tertulis seperti Peraturan-peraturan, Nilai Kredit Pelanggaran Kumulatif (NKPK) siswa, dan sebagainya. d. Angket 43
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian (Suatu Pendekatan Praktek), (Jakarta: Rieneka Cipta, 2002), Cet. XII, h. 128-136
Angket merupakan salah satu bentuk daftar yang berisikan rangkaian pertanyaan secara tertulis mengenai salah satu masalah atau bidang yang diteliti untuk memperoleh data dan informasi yang diperlukan.
E. Instrumen Penelitian 1. Variabel Hukuman Variabel adalah segala sesuatu yang menjadi objek penelitian menurut Kerlinger dalam buku “Behavioral Research”. Dalam penalitian ini terdapat dua jenis variabel yang akan digunakan, yaitu independent variable yang merupakan variabel bebas (X) dan dependent variable yang berarti variabel terikat (Y). Hukuman-hukuman dalam pendidikan sebagai variabel bebas dan pengamalan ajaran Islam sebagai variabel terikat. Variabel hukuman dalam pendidikan variabel X. adapun pengamalan ajaran Islam merupakan variabel Y yang meliputi pengamalan-pengamalan rukun Islam. a. Definisi Konseptual Variabel Hukuman Hukuman adalah tindakan pendidik yang sengaja dan sadar diberikan kepada anak didik yang melakukan kesalahan/pelanggaran aturan sekolah, agar anak didik tersebut menyadari kesalahannya dan berjanji tidak mengulanginya. Atau dalam pengertian lain hukuman dapat diartikan sebagai penderitaan yang diberikan atau ditimbulkan dengan sengaja oleh seseorang sesudah terjadinya penganggaran, kejahatan/kesalahan. Untuk mengukur efektifitas penerapan hukuman dapat dilihat dari pelaksanaan hukuman di sekolah yang meliputi pemberian stimulus derita kepada para siswa, melaksanakan perbuatan yang tidak menyenangkan dan menimpakan kesakitan.
b. Definisi Operasional Secara Operasional, yang dimaksud dengan pemberian hukuman adalah sekor yang diperoleh responden dalam menjawab pertanyaan yang terdapat pada angket dengan dimensi : (1) pemberian stimulus derita, (2) melaksanakan perbuatan yang tidak menyenangkan, (3) menimpakan kesakitan.
c. Kisi-kisi Instrumen Penerapan Hukuman Berdasarkan ketiga dimensi tersebut kemudian dikembangkan dalam 20 butir pertanyaan seperti terlihat dalam tabel di bawah ini. Tabel I. Kisi-kisi Instrument Penerapan Hukuman dan Pengamalan Ajaran Islam
NO Demensi
Indikator
No soal
1
Peringatan/ancaman
2,7,13,20
Bentakan
3,5
Melaksanakan perbuatan
Memberikan tugas tambahan
10,14.15.19
yang tidak menyenangkan
Membayar ganti rugi
11,12,18
Menimpakan kesakitan
Memberikan sanksi fisik
1,6,17
Memberikan sanksi psikis
4,8,9,16
2
3
Pemberian stimulus derita
Jumlah
20
2. Variabel Pengamalan Ajaran Islam a. Definisi Konseptual Pengamalan ajaran Islam adalah pelaksanaan ibadah-ibadah yang rutin dilakukan oleh siswa.suatu perbuatan, pendapat atau keyakinan terhadap sesuatu hal yang berhubungan dengan peraturan Alloh swt (Al-Quran dan Hadis) yang akan mempengaruhi kehidupan manusia sehingga mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat. b. Definisi Operasional Secara Operasional, yang dimaksud dengan pengamalan ajaran Islam adalah sekor yang diperoleh responden dalam menjawab pertanyaan yang terdapat pada angket dengan dimensi : (1) pribadi (2) sosial/pribadi dengan masyarakat , (3) pribadi dengan Alloh swt. c. Kisi-kisi Instrumen Pengamalan Ajaran Islam Berdasarkan ketiga dimensi tersebut kemudian dikembangkan dalam 25 butir pertanyaan seperti terlihat dalam tabel di bawah ini.
Tabel I. Kisi-kisi Instrument Pengamalan Ajaran Islam
NO Demensi
Indikator
No soal
1
Belajar
7,11
Membaca al-Quran
1,18,20
Sosial (pribadi dengan
Menjaga kebersihan
8,10,13
masyarakat)
Infak, zakat, sodaqoh
21,22,25
Norma
2,19,23,24
Shalat
3,5,6,9,15,16
Puasa
4,12,14,17
2
3
Pribadi
Pribadi dengan Alloh swt
Jumlah
25
E. Teknik analisa Data Setelah penulis menerima data-data yang masuk, maka penulis akan menganalisa data tersebut dengan teliti, yaitu dengan mengoreksi kembali apakah data-data yang telah penulis dapat tersebut sudah benar dan dapat diakui. Dengan cara mengoreksi kembali penulis akan dapat mengetahui data-data yang benar dan akurat. Analisa data yang hendak digunakan adalah analisa data kuantitatif yaitu analisa yang dilakukan dengan analisis statistik, yaitu: a. Statistik deskriptif, untuk mengolah gambaran umum penelitian b. Mencari prosentase dengan rumus sebagai berikut: P= F N Ket : P = Angka Prosentase F = Frekuensi yang sedang dicari prosentasenya N = Number of cases ( jumlah / banyaknya individu ) c. Korelasi product moment, cara operasional analisa data dilakukan melalui tahap berikut:
1. Mencari angka korelasi, dengan rumus :
rxy
N ∑ XY − (∑ X )(∑ Y )
=
[ N (∑ X 2 ) − (∑ X ) 2 ][ N (∑ Y 2 − (Y ) 2 ]
Ket :
rxy
= Angka
N
= Number of cases
indeks korelasi “ r “ product moment
ΣXY = Jumlah hasil perkalian antara skor X dan skor Y ΣX
= Jumlah seluruh skor X
ΣY
= Jumlah seluruh skor Y
2. Memberikan interpretasi terhadap rxy, yaitu : a. Interpretasi sederhana dengan cara mencocokkan hasil perhitungan dengan angka indeks korelasi “ r “product moment seperti di bawah ini:
Tabel 2 Angka Indeks Korelasi “ r “Product Moment Besarnya “r” product
Interpretasi
moment ( rxy ) 0,00 – 0,20
Antara variable X dan variabel Y terdapat korelasi, akan tetapi korelasi itu sangat lemah atau sangat rendah sehingga korelasi itu diabaikan ( dianggap tidak ada korelasi antara variable X dan variabel Y )
0,20 – 0, 40
Antara variabel X dan variabel Y terdapat korelasi yang
lemah atau rendah 0, 40 – 0, 70
Antara variabel X dan variabel Y terdapat korelasi yang sedang atau cukup
0, 70 – 0, 90
Antara variabel X dan variabel Y terdapat korelasi yang kuat dan tinggi
0, 90 – 1, 00
Antara variabel X dan variabel Y terdapat korelasi yang sangat kuat dan sangat tinggi
b. Interpretasi terhadap angka indeks korelasi “ r “ product moment dengan jalan berkonsultasi pada tabel nilai “ r “ product moment. Apabila cara ini ditempuh, maka prosedur yang kita lalui adalah sebagai berikut: 1. Merumuskan hipotesa alternatif (Ha) dan hipotesa nihil (Ho) 2. Menguji kebenaran dari hipotesa yang telah dirumuskan dengan jalan membandingkan besarnya “ r ‘” product moment dengan “ r “. Yang tercantum dalam tabel nilai , terlebih dahulu mencari derajat bebasnya (db) atau degrees of freedomnya (df) yang rumusnya sebagai berikut : df = N – nr Ket : Df
= degrees of freedom
N
= Number of cases
Nr
= Banyaknya variabel yang dikorelasikan. 44
Adapun teknik penulisan skripsi ini, penulis menggunakan buku “Pedoman Penulisan Skripsi, Tesis dan Disertasi”, yang disusun oleh Prof. Dr. Azyumardi Azra, MA., et.al., terbitan UIN Jakarta Press, 2007.
44
180
Anas Sudijono, Pengantar Statistik Pendidikan, ( Jakarta: Grafindo Persada, 2003 ), cet. 12, h.
BAB IV HASIL PENELITIAN A. Deskripsi Data Penelitian ini dilakukan di SMA Muhammadiyah 3 Limau, Kebayoran Baru yaitu untuk mengetahui bagaimana korelasi antara hukuman dan pengamalan ajaran Islam. Alasan yang paling utama dalam memberikan hukuman bagi siswa-siswa adalah untuk mendidik mereka agar jadi lebih dewasa, lain dari itu tidak ada. Biarpun baik tujuannya, adakalanya orang tua menuntut atas perlakuan terhadap anaknya : dengan alasan tidak ada dasar hukumnya (kesepakatan antara pihak sekolah dengan para wali murid). Namun bila ditinjau secara teliti ternyata hal itu semua sudah ada dalam buku panduan masuk yang diberikan pada masing-masing siswa. Menurut hemat penulis hal itu kurang diperhatikan oleh orang tua siswa, sehingga ketika sesuatu hukuman dikenakan kepada anaknya, mereka balik menuntut pihak sekolah. Untuk mengantisipasi hal ini yang berkelanjutan maka untuk tahun ajaran
2007/2008 akan ada perjanjian secara tertulis antara pihak sekolah dengan siswa (wali murid) yang ditandatangani diatas kertas bermaterai. Waktu pemberian hukuman tidak ada ketentuan (any time), disesuaikan dengan dengan keadaan. Hukuman ini biasanya dilakukan di kelas, di BP atau di ruang kepala sekolah. Pertimbangan pemilihan waktu dan tempat pemberian hukuman tergantung kebijaksanaan atau pertimbangan guru atau yang berwenang sesuai dengan berat ringannya pelanggaran namun tidak sampai mengganggu proses belajar mengajar. Guru juga dapat melaporkan perbuatan yang melanggar peraturan tersebut kepada wali kelas dan diteruskan untuk pembinaan lebih lanjut oleh pihak BP. Tindakan pemberian hukuman dapat pula dilakukan langsung oleh bagian kesiswaan dan kalau perlu pimpinan sekolah pun dapat langsung turun tangan untuk memberikan hukuman tersebut. Untuk memperoleh data penulis menyebarkan angket kepada responden (siswa). Setelah data tentang hukuman dalam pendidikan dan pengamalan ajaran Islam diperoleh, maka kemudian data itu dideskripsikan ke dalam bentuk tabel deskriptif yang menggunakan rumus: P = F x100% N Ket :
P = Angka Prosentase F = Frekuensi yang sedang dicari prosentasenya N = Number of cases ( jumlah / banyaknya individu )
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat tabel-tabel berikut ini: Tabel 8 Membaca Al-Quran dengan memperhatikan tajwidnya NO 1 2 3
Skala Sikap Selalu Sering Kadang-kadang
Frekuensi 12 11 18
Persentase 26,7% 24,4% 40%
4 Tidak Pernah Jumlah
4 45
8,9% 100%
Tabel diatas menunjukan untuk pernyataan membaca Al-Quran dengan memperhatikan tajwidnya 26,7% menyatakan selalu, 24,4% menyatakan sering dan 40% menyatakan kadang-kadang dan 8,9% menyatakan tidak pernah. Hal ini menunjukkan sebagian siswa selalu dan sering memperhatikan bacaan-bacaan alQuran yang dibacanya walaupun masih ada sebagian kecil mereka yang membaca hanya sekedarnya saja seperti membaca buku, koran, novel dan lain-lain. Atau dengan kata lain hukuman yang mereka terima belum cukup menyentuh hati sanubari mereka dalam mengapalkan ajaran Islam yang dimulai dari membaca al-Quran dengan benar. Table 9 Mengucapkan salam bila bertemu sesama muslim. Skala Sikap Frekuensi Persentase
NO 1
Selalu
11
24,4%
2
Sering
11
24,4%
3
Kadang-kadang
23
51,1%
4
Tidak Pernah
0
0
45
100%
Jumlah
Dari data di atas menunjukan siswa yang selalu mengucapkan salam bila bertemu sesame muslim adalah 24,4%, sering 24,4% dan kadang-kadang mengucapkan salam bila bertemu ada 51%. Ini berarti siswa sudah mulai memiliki kebiasaan baik, dengan menebar salam ketika bertemu juga merupakan pengamalan ajaran Islam. Dengan kata lain hukuman bila diberikan dengan tepat akan membawa dampak yang baik. Table 10 Melaksanakan shalat Dhuha ketika berada di sekolah. NO 1 2 3 4
Skala Sikap Selalu Sering Kadang-kadang Tidak Pernah
Frekuensi 3 2 28 14
Persentase 6,7% 4,4% 62,2% 31,1%
45
Jumlah
100%
Tabel di atas menunjukan bahwa sebanyak 6,7% anak selalu melaksanakan shalat Dhuha ketika berada di sekolah, 4,4% menyatakan sering, 62% menyatakan kadangkadang dan 31,1% menyatakan tidak pernah. Hal ini menunjukan kesadaran anak terhadap shalat Dhuha sudah mulai tumbuh dan ini memang perlu pembinaan yang lebih baik lagi agar mereka sadar terhadap ajaran shalat. Sedang beberapa anak secara jelas meyatakan sering dan selalu melaksanakannya walaupun itu ada di sekolah. Table 11 Mengganti puasa yang putus tanpa diingatkan orang lain NO Skala Sikap 1 Selalu 2 Sering 3 Kadang-kadang 4 Tidak Pernah Jumlah
Frekuensi 14 7 16 8 45
Persentase 31,1% 15,5% 35,5% 17,7% 100%
Dari data tersebut di atas siswa yang menyatakan selalu mengganti puasa yang terputus tanpa diingatkan orang lain sebanyak 31%, menyatakan sering 15%, menyatakan kadang-kadang sebanyak 35% dan 17% menyatakan tidak pernah menggati hutang puasanya. Hal ini menunjukan bahwa kesadaran siswa untuk mengganti dan mempertanggung jawabkan kesalahannya masih kurang dan perlu untuk mendapatkan bimbingan dari bapak dan ibu gurunya serta orang tua mereka. Table 12 Melaksanakan shalat wajib lima waktu di manapun berada NO Skala Sikap 1 Selalu 2 Sering 3 Kadang-kadang 4 Tidak Pernah Jumlah
Frekuensi 8 16 20 1 45
Persentase 17,7% 35,5% 44,4% 2,2% 100%
Data di atas menyatakan melaksanakan shalat wajib lima waktu di manapun berada sebanyak 17% menjawab selalu, menjawab sering 35%, menjawa kadangkadang sebanyak 44,4% dan menjawab tidak pernah 2,2%. Dengan kata lain masih banyak siswa yang memerlukan pembiasaan dan pembinaan agar mereka sadar betul bahwa shalat itu adalah tiang dari agama. Atau boleh juga dinyatakan bahwa ternyata hukuman sebagai faktor dari luar diri masih kurang berpengaruh terhadap kewajiban untuk selalu melaksanakan shalat wajib.
Table 13 Sholat Dzuhur sekaligus kultum yang dibawakan oleh teman sekolah. NO Skala Sikap 1 Selalu 2 Sering 3 Kadang-kadang 4 Tidak Pernah Jumlah
Frekuensi 28 10 5 2 45
Persentase 62,2% 22,2% 11,1% 4.4% 100%
Dari tabel di atas siswa yang selalu melaksanakan shalat Dzuhur dan kultum dari teman-teman mereka sebanyak 62%, menyatakan sering 22%, kadang-kadang 11% dan tidak pernah 4,4%. Hal ini menunjukan kesadaran terhadap peraturan sekolah dan dalam mengamalkan ajaran Islam sudah cukup baik. Akan tetapi masih terdapat orang-orang yang memang memerlukan penangan dan penggemblengan lagi agar mereka menjadi lebih baik. Table 14 Belajar di rumah walaupun tidak ada PR NO Skala Sikap 1 Selalu 2 Sering 3 Kadang-kadang 4 Tidak Pernah Jumlah
Frekuensi 9 8 25 3 45
Persentase 20% 17,7% 55,5% 6,6% 100%
Data di atas menyebutkan selalu belajar di rumah walaupun tidak ada PR 20%, menyatakan sering 17%, menyatakan kadang-kadang 55% dan tidak pernah belajar dirumah ketika tidak ada PR sebanyak 66%. Hal ini bisa dikatakan kesadaran untuk melaksanakan ajaran agama khususnya belajar masih kurang dan perlu untuk di tingkatkan lagi. Atau mungkin lebih rutin guru memberikan PR akan menjadikan siswa jadi terbiasa untuk selalu belajar. Table 15 Membereskan tempat tidur sendiri. NO Skala Sikap 1 Selalu 2 Sering 3 Kadang-kadang 4 Tidak Pernah Jumlah
Frekuensi 14 8 15 7 45-1= 44
Persentase 31,1% 17,7% 33,3% 15,5% 100%
Data di atas menunjukkan siswa yang selalu membereskan tempat tidurnya sebanyak 31%, menyatakan sering 17,7%, menyatakan kadang-kadang 33,3% dan menyatakan tidak pernah membereskan tempat tidur sebanyak 15,5%. Ada 2,2% anak yang tidak sama sekali memberi respon terhadap pernyataan ini. Hal tersebut menunjukkan kesadaran siswa dalam mengamalkan ajaran Islam khususnya dalam hal membantu orang tua (membereskan tempat tidur sendiri) masih memerlukan pembinaan lebih lanjut. Table 16 Melaksanakan shalat tahujud/tarawih NO Skala Sikap 1 Selalu 2 Sering 3 Kadang-kadang 4 Tidak Pernah Jumlah
Frekuensi 7 10 26 2 45
Persentase 15,5% 22,2% 57,7% 4,4% 100%
Dari data tersebut menunjukkan siswa yang selalu melaksanakan shalat tahajjud/tarawih sebanyak 15%, menyatakan sering 22,2%, kadang-kadang 57% dan
tidak pernah sebanyak 4,4%. Dapat dikatakan kesadaran siswa untuk menjalankan hal-hal yang sunnah mulai tumbuh dan bahkan menunjukkan suatu yang sangat positif. Tetapi terdapat beberapa anak yang tidak sama sekali mengerjakan dan ini memerlukan penanganan segera dari semua pihak baik lembaga maupun personalnya. Table 17 Membantu orang tua membersihkan rumah NO Skala Sikap 1 Selalu 2 Sering 3 Kadang-kadang 4 Tidak Pernah Jumlah
Frekuensi 11 6 25 3 45
Persentase 24,4% 13,3% 55,5% 6,6% 100%
Tabet tersebut menyatakan selalu membantu orang tua sebanyak 24%, sering 13%, kadang-kadang 55,5% dan tidak pernah sebanyak 6,6%. Hal ini bisa dikatakan bahwa kesadaran dan kemauan siswa dalam membatu orang tua mereka khususnya membersihkan rumah sudah mulai ada dan harus lebih ditingkatkan lagi. Meskipun masih ada sebagian anak yang tidak sama sekali mau memberihkan rumah mereka, namun hal tersebut masih dapat diperbaiki jika anak dibiasakan untuk selalu menyukai kebersihan. Table 18 Mengerjakan PR atau tugas dari guru di rumah Skala Sikap Frekuensi Persentase
NO 1
Selalu
15
33,3%
2
Sering
12
26,6%
3
Kadang-kadang
17
37,7%
4
Tidak Pernah
1
2,2%
45
100%
Jumlah
Data di atas menunjukkan siswa yang selalu mengerjakan PR atau tugas dari guru di rumah sebanyak 33,3%, menyatakan sering 26,6%, kadang-kadang 37% dan tidak pernah 2,2%. Hal ini dapat di katakan pengamalan ajaran Islam khususnya dalam hal
belajar di rumah mulai menunjukkan hal yang menggembirakan dan tetap harus dipertahankan dan diperbaiki, ada sebagian kecil siswa yang tidak sama sekali mau mengerjakan PR dan tugas dari guru di rumah, tidaklah menjadi persoalan karena mungkin ada banyak hal yang membuatnya begitu, bisa jadi anak tersebut tidak pernah membawa PR dan tugas tersebut di rumah dan langsung dikerjakan di sekolah. Table 19 Frekuensi menjalankan puasa ramadhan sebulan penuh NO 1
Skala Sikap Selalu
2 Sering 3 Kadang-kadang 4 Tidak Pernah Jumlah
Frekuensi 23
Persentase 51,1%
14 7 1 45
31,1% 15,5% 2,2% 100%
Tabel di atas menunjukkan siswa yang selalu menjalankan puasa ramadhan sebulan penuh 51,1%, sering 31,1%, kadang-kadang 15,5%, tidak pernah penuh satu bulan sebanyak 2,2%. Hal ini dapat dikatakan pengamalan ajaran Islamnya sudah baik dan tetap harus dipertahankan serta ditingkatkan.
Table 20 Membuang sampah pada tempatnya. NO Skala Sikap 1 Selalu 2 Sering 3 Kadang-kadang 4 Tidak Pernah Jumlah
Frekuensi 15 15 15 0 45
Persentase 33,3% 33,3% 33,3% 0 100%
Data tersebut menunjukkan siswa yang selalu membuang sampah pada tempatnya 33,3%, yang menyatakan sering 33,3% dan kadang-kadang 33,3%. Hal ini dapat dinyatakan bahwa kesadaran terhadap kebersihan sebagai bagian dari iman sudah baik sekali dan harus tetap dijaga dan terus ditingkatkan.
Table 21 Tidak berpuasa ramadhan tanpa alasan NO
Skala Sikap
Frekuensi
Persentase
1
Selalu
0
0
2
Sering
4
8,8%
3
Kadang-kadang
11
24,4%
4
Tidak Pernah
30
66,6%
45
100%
Jumlah
Dari tabel di atas siswa yang menyatakan selalu tidak berpuasa ramadhan tanpa alasan 0, menyatakan sering 8,8%, kadang-kadang 24% dan tidak pernah 66,6%. Ini menunjukkan bahwa kesadaran siswa untuk menjalankan puasa Ramadhan baik sekali, dan tidak ada satupun responden yang mejawab selalu tidak berpuasa Ramadhan tanpa alasan. Table 22 Shalat tarawih sebelum mendapat hukuman dari guru NO
Skala Sikap
Frekuensi
Persentase
1
Selalu
12
26,6%
2
Sering
7
15,5%
3
Kadang-kadang
6
13,3%
4
Tidak Pernah
20
44,4%
45
100%
Jumlah
Dari tabel di atas yang menyatakan selalu shalat tarawih sebelum mendapat hukuman dari guru sebanyak 26,6%, sering 15,5%, kadang-kadang 13,3%, dan tidak pernah 44,4%. Ini dapat di katakan mereka cukup memiliki kesadaran untuk melaksanakan shalat sunnah tarawih sebelum mereka mendapatkan hukuman yang bertujuan untuk memperbaiki mereka.
Table 23 Shalat tarawih setelah mendapat hukuman dari guru
NO
Skala Sikap
Frekuensi
Persentase
1
Selalu
1
2,2%
2
Sering
0
0
3
Kadang-kadang
6
13,3%
4
Tidak Pernah
38
84,4%
45
100%
Jumlah
Dari tabel di atas siswa yang selalu shalat tarawih setelah mendapat hukuman dari sebanyak 2,2%, kadang-kadang 13% dan tidak pernah 84%. Hal ini dapat dijelaskan bahwa mereka sebagian besar tidak shalat tarawih setelah mendapatkan hukuman, namun ada kemungkinan lain mereka tetap shalat tarawih dan hukuman dari guru tidak pernah mereka dapat. Table 24 Melaksanakan puasa Senin dan Kamis NO Skala Sikap 1 Selalu 2 Sering 3 Kadang-kadang 4 Tidak Pernah Jumlah
Frekuensi 1 5 24 15 45
Persentase 2,2% 11,1% 53,3% 33,3% 100%
Data di atas menunjukkan siswa selalu melaksanakan puasa sunnah Senin dan Kamis sebanyak 2,2%, menyatakan sering 11,1%, kadang-kadang 53,3% dan tidak pernah 33,3%. Hal ini bisa dikatakan bahwa sebenarnya kesadaran untuk melakukan puasa sunnah sedang tumbuh, dan sebagian lagi memang belum menunjukkan perubahannya. Namun anak yang tidak pernah melakukan puasa sunnah Senin dan Kamis itu akan dapat dipengaruhi bila mereka yang telah tumbuh kesadaran lebih dahulu terus melaksanakan secara terus menerus menjadikan lingkungannya terbiasa melakukan hal-hal yang sunnah. Table 25 Membiasakan membaca Al-Quran di rumah dan di sekolah
NO Skala Sikap 1 Selalu 2 Sering 3 Kadang-kadang 4 Tidak Pernah Jumlah
Frekuensi 5 14 24 1 44
Persentase 11,4% 31,8% 54,6% 2,3% 100%
Dari tabel di atas menunjukkan siswa yang membiasakan membaca Al-Quran di rumah da di sekolah 11,4% menyatakan selalu, 31,8% sering, 54,6% kadang-kadang dan 2,3% menyatakan tidak pernah. Hal ini berarti siswa-siswa di SMA Muhammadiyah 3 cukup baik dalam usaha pembiasaan membaca kitabullah yang nantinya dapat menjadi pedoman hidup bagi mereka kelak. Table 26 Aktif dalam kegiatan pengajian di mushola atau di masjid NO 1
Skala Sikap Selalu
2 Sering 3 Kadang-kadang 4 Tidak Pernah Jumlah
Frekuensi 1
Persentase 2,2%
4 26 14 45
8,8% 57,8% 31,1% 100%
Data tersebut menyatakan selalu aktif dalam kegiatan pengajian di mushola atau di masjid 2,2%, sering 8,8%, kadang-kadang 57% dan tidak pernah 31%. Hal ini dapat di katakana keikut sertaan mereka dalam kegiatan-kegiatan sosial khususnya dalam mengikuti pengajian-pengajian yang ada di mushola atau di masjid merek masih kurang dan harus terus mendapat dorongan dan motivasi untuk memperbaikinya. Table 27 Membaca al-Quran lebih dari 100 ayat dalam satu minggu NO 1
Skala Sikap selalu
Frekuensi
Persentase
4
8,8%
2
Sering
3
6,6%
3
Kadang-kadang
18
40%
4
Tidak Pernah
20
44,4%
45
100%
Jumlah
Dari data di atas yang menyatakan selalu membaca al-Quran lebih dari 100 ayat dalam satu minggu sebanyak 8,8%, sering 6,6%, kadang-kadang 40% dan tidak pernah 44,4%. Bisa dikatakan cukup bagus karena banyak diantara siswa yang ternyata walaupun tidak rutin menargetkan lebih dari seratus ayat, namun demikian bukan berarti sudah cukup tetapi harus selalu ada peningkatan. Hal ini menunjukkan masih perlunya memperketat hukuman yang lebih memotivasi atau setidaknya dapat merangsang minat anak untuk selalu membaca al-Quran. Table 28 Membiasakan bersedekah kepada fakir miskin NO Skala Sikap 1 Selalu 2 Sering 3 Kadang-kadang 4 Tidak Pernah Jumlah
Frekuensi 4 15 25 1 45
Persentase 8,8% 33,3% 55,6% 2,2% 100%
Tabel di atas menyatakan siswa yang selalu membiasakan bersedekah kepada fakir 8,8%, sering 33,3%, kadang-kadang 55,5%, dan tidak perhah 2,2%. Hal ini dapat dikatakan baik karena hampir semua responden menyatakan pernah membiasakan hal tersebut itu berarti tujuan pemberian hukuman tercapai, walaupun demikian itu harus tetap ditingkatkan agar mereka menjadi terbiasa untuk melakukannya, tanpa ada pengaruh dari orang lain. Table 29 Bersedekah lebih dari 4 kali dalam satu minggu dalam jumlah yang tidak tetap NO
Skala Sikap
Frekuensi
Persentase
1
Selalu
2
17,7%
2
Sering
9
35,5%
3
Kadang-kadang
20
44,4%
4
Tidak Pernah
14
31,1%
45
100%
Jumlah
Dari tabel di atas siswa yang menyatakan selalu bersedekah lebih dari 4 kali dalam satu minggu derngan jumlah yang tidak tetap ada 17,7%, sering 35,5%, kadang-kadang 44,4% dan tidak pernah31,1%. Dengan kata lain hukuman pembiasaan yang baik terhadap siswa belum tercapai dengan memuaskan. Untuk itu siswa perlu lebih di bimbing lagi agar mereka menyukai beramal untuk orang lain yang lebih membutuhkan. Table 30 Memulai belajar di rumah/di sekolah dengan bismillah NO
Skala Sikap
Frekuensi
Persentase
1
Selalu
17
17,7%
2
Sering
11
24,4%
3
Kadang-kadang
16
44,4%
4
Tidak Pernah
1
2,2%
45
100%
Jumlah
Data di atas menunjukkan siswa yang selalu memulai belajar dengan bismillah sebanyak 17,7%, sering 24,4%, kadang-kadang 44,4%, dan tidak pernah 2,2%. Hal ini dapat dikatakan tujuan pemberian hukuman bagi siswa untuk selalu memulai segala perbuatan yang baik dengan bismillah telah tercapai dengan baik tetapi masih perlu untuk ditingkatkan lagi. Table 31 Mengakhiri belajar di rumah/di sekolah dengan alhamdulillah. NO Skala Sikap 1 Selalu 2 Sering 3 Kadang-kadang 4 Tidak Pernah Jumlah
Frekuensi 13 12 17 3 45
Persentase 17,7% 26,7% 44,4% 6,7% 100%
Tabel diatas menyatakan selalu mengakhiri belajar dengan alhamdulillah 17,7%, sering 26,7%, kadang-kadang 44,4% dan tidak pernah sebanyak 6,7%. Hal ini menunjukkan hal yang positif dimana sebagian besar siswa terlah terbiasa untuk bersyukur terhadap apa-apa yang telah mereka lakukan. Tetapi itu tetap harus lebih ditingkatkan lagi dan lagi. Table 32 Menyisihkan uang jajan untuk sodaqoh Skala Sikap NO 1 Selalu 2 Sering 3 Kadang-kadang 4 Tidak Pernah Jumlah
Frekuensi 3 8 30 3 24
Persentase 17,7% 35,5% 44,4% 6,7% 100%
Dari tabel di atas menunjukkan selalu menyisihkan uang jajan untuk sodaqoh 17,7%, sering 35,5%, kadang-kadang 44,4%, dan tidak pernah 6,7%. Hal ini menunjukkan hal yang positif telah mulai terbiasa siswa merespon kehidupan sosial orang-orang di sekitarnya yang membutuhkan uluran tangan. Dan ini harus menjadi kebiasaan yang terus ditumbuhkan agar kehidupan antar muslim menjadi harmonis, dengan kehidupan di mana muslim selalu memikirkan kebutuhan dan kepentingan muslim lain dan tidak memaksakan kebutuhan pribadi di atas penderitaan muslim yang lain.
Tabel 33. Satu pelanggaran menerima lebih dari satu bentuk hukuman fisik (skotjam, jalan jongkok, jewer, push up, tampar, pukul, lari mengelilingi lapangan/sekolah dll) NO
Skala Sikap
Frekuensi
Persentase
1
Selalu
1
2,2%
2
Sering
2
4,4%
3
Kadang-kadang
15
33,3%
4
Tidak Pernah
Jumlah
27
60%
45
100%
Tabel di atas menunjukkan bahwa lebih dari satu hukuman yang ditimpakan pada satu anak ketika melanggar peraturan sekolah adalah 60% menjawab tidak pernah, 33,3% kadang-kadang, 4,4% sering dan 2,2% menjawab selalu. Dengan ini dapat dikatakan bahwa jenis hukuman fisik pada dasarnya hanya digunakan pada saat-saat tertentu saja, atau bila pelanggaran yang dilakukan sudah berulangkali mendapat teguran/akumulasi pelanggaran melebihi 50 point. Tabel 34. Guru mengingatkan kami semua untuk mematuhi peraturan sekolah. NO
Skala Sikap
Frekuensi
Persentase
1
Selalu
13
28,9%
2
Sering
20
44,4%
3
Kadang-kadang
11
24,4%
4
Tidak Pernah
1
2,2%
45
100%
Jumlah
Data tersebut menunjukkan bahwa siswa itu selalu diberi peringatan untuk mematuhi peraturan sekolah sebanyak 28,9%, sering 44,4%, kadang-kadang 24,4%, dan tidak pernah sebanyak 2,2%. Hal ini menunjukkan pihak sekolah tidak henti-hentinya memberi peringatan agar siswa tetap dalam aturan sekolah dan tidak melanggarnya sehingga tidak perlu dikenakan sanksi-sanksi yang tidak mengenakan di kedua belah pihak. Tabel 35. Bentakan/marahan dari guru bagi siswanya yang membuat keributan di dalam kelas. NO
Skala Sikap
Frekuensi
Persentase
1
Selalu
3
6,7%
2
Sering
14
31%
3
Kadang-kadang
20
44,4%
4
Tidak Pernah
7
16%
44
100%
Jumlah
Dari tabel di atas kadang-kadang bentakan/marahan dari guru terhadap siswa yang membuat keributan di kelas sebanyak 44,4%, merespon sering 31%, tidak pernah 16% dan 6,7% mengatakan selalu mendapat hal itu. Hal ini dapat dikatakan guru-guru di sekolah tersebut tetap menjaga kenyamanan proses belajar mengajar walaupun ada segelintir siswa yang melakukan keributan di kelas. Tabel 36. Hukuman di keluarkan dari sekolah jika siswa terbukti melanggar aturan berat (seks bebas & narkoba). NO
Skala Sikap
Frekuensi
Persentase
1
Selalu
17
39,6%
2
Sering
0
0%
3
Kadang-kadang
0
0%
4
Tidak Pernah
25
58,1%
43
100%
Jumlah
Data tabel tersebut menunjukkan hukuman dikeluarkannya siswa dari sekolah karena terbukti melakukan seks bebas atau membawa/memakai/mengedarkan narkoba adalah skalanya kecil karena hanya 58% siswa yang mengatakan tidak pernah, dan selebihnya mengatakan selalu. Tabel 37. Hukuman marah oleh guru di depan kelas karena siswa tidak mengerjakan PR. NO
Skala Sikap
Frekuensi
Persentase
1
Selalu
2
4,4%
2
Sering
6
13,3%
3
Kadang-kadang
24
53,3%
4
Tidak Pernah
Jumlah
13
28,9%
45
100%
Tabel di atas menunjukkan siswa kadang-kadang mendapat hukuman marah guru di depan kelas sebanyak 53%, mengatakan tidak pernah sebanyak 28,9%, sering 13,3%, dan selalu 4,4%. Hal ini dapat dikatakan bahwa hukuman marah memang sering dilakukan oleh guru-guru di sekolah ini, terutama dalam hal tidak mengerjakan tugas perkerjaan rumah yang telah diberikan untuk memenuhi tagihan syarat ketuntasan belajar mengajar (SKBM). Tabel 38. Apabila siswa tidak mengenakan pakaian dengan rapih dan sesuai ketentuan sekolah maka diberi hukuman fisik NO
Skala Sikap
Frekuensi
Persentase
1
Selalu
1
2,2%
2
Sering
9
20%
3
Kadang-kadang
15
33,3%
4
Tidak Pernah
20
44,4%
45
100%
Jumlah
Dari tabel di atas menunjukkan bahwa siswa tidak pernah menerima hukuman fisik skotjam, jalan jongkok, dijewer, push up, ditampar, dipukul, lari mengelilingi lapangan/sekolah dll sebanyak 44,4% tidak pernah, 33,3% kadang-kadang, 20% sering dan 2.2% selalu. Dapat dikatakan mereka selalu memakai pakain telah ditentukan sekolah dan tidak memakai pakaian yang bukan ketentuan sekolah, walaupun merekan mampu dan memiliki pakaian yang bagus-bagus. Tabel 39. Perintahkan segera masuk bagi siswa yang keluar kelas pada jam-jam pelajaran. NO
Skala Sikap
Frekuensi
Persentase
1
Selalu
18
40%
2
Sering
14
31,1%
3
Kadang-kadang
10
22,2%
4
Tidak Pernah
3
6,7%
45
100%
Jumlah
Data tersebut menunjukkan teguran bagi siswa yang keluar kelas tanpa alasan yang jelas adalah selalu sebanyak 40%, sering 31%, kadang-kadang 22,2% dan tidak pernah sebanyak 6,7%. Hal ini dapat dikatakan sekolah ketat dalam menegur siswa untuk tetap aktif dalam mengikuti pelajaran di dalam kelas. Tabel 40. Hukuman skorsing bagi siswa yang terbukti merokok, berjudi di lingkungan sekolah. NO
Skala Sikap
Frekuensi
Persentase
1
Selalu
8
17,8%
2
Sering
5
11,1%
3
Kadang-kadang
13
28,9%
4
Tidak Pernah
19
42,2%
45
100%
Jumlah
Data tersebut menunjukkan hukuman skorsing dari sekolah bagi siswa yang terbukti merokok, berjudi di lingkungan sekolah 42,2% mengatakan tidak pernah, 28,9% kadang-kadang, 17,8% selalu dan 11,1% sering. Pelangaran seperti ini jarang sekali terjadi sehingga hukuman tersebut juga nyaris tidak pernah diberikan pada siswa-siswa di sekolah ini. Tabel 41. Hukukan dipulangkan karena terlambat masuk sekolah lewat dari 30 menit bel masuk. NO
Skala Sikap
Frekuensi
Persentase
1
Selalu
5
11,1%
2
Sering
5
11,1%
3
Kadang-kadang
8
17,8%
4
Tidak Pernah
Jumlah
27
60%
45
100%
Dari data tersebut kita dapat melihat 60% siswa tidak pernah dipulangkan yang disebabkan keterlambatannya masuk sekolah, 17,8% mengatakan kadang-kadang, 11,1% merespon sering dan juga selalu. Hal ini dapat dikatakan bahwa siswa-siswa di sekolah ini rajin datang ke sekolah dan tidak terlambat. Tabel 42. Hukuman mengerjakan tugas dua kali lebih banyak dari tugas sebelumnya karena tidak mengerjakan tugas/PR. NO
Skala Sikap
Frekuensi
Persentase
1
Selalu
0
0%
2
Sering
1
2,2%
3
Kadang-kadang
20
44,4%
4
Tidak Pernah
24
53,3%
45
100%
Jumlah
Dari tebel di atas dapat dikatakan siswa-siswa di sekolah ini rajin untuk mengerjakan PR, dengan ditunjukkan pada angka 53,3% tidak pernah, 44,4% kadangkadang dan 2,2% sering. Atau dapat pula dikatakan apapun tugas rumah yang diberikan guru pelajaran mereka selalu berusaha untuk mengerjakannya walaupn dalam kenyataannya mereka mengerjakannya disekolah, tapi belum masuk pelajaran tersebut, sehingga mereka tidak mendapatkan sanksi ini. Tabel 43. Bila siswa memecahkan kaca sekolah, hukuman yang diterima adalah menggantinya. NO
Skala Sikap
Frekuensi
Persentase
1
Selalu
6
13,3%
2
Sering
4
8,9%
3
Kadang-kadang
7
15,6%
4
Tidak Pernah
28
62,2%
45
100%
Jumlah
Dari tabel tersebut dapat dikatakan siswa-siswa di sekolah ini mampu bertanggurng jawab untuk menjaga perlengkapan belajarnya, dengan ditunjukkan angka 62,2% tidak pernah memecahkan kaca sekolah apalagi menggantinya. Sebanyak 15,6% mengatakan kadang-kadang, 8,9% sering dan 13,3% selalu. Hal ini berarti hukuman ini pada dasarnya selalu diterapkan di sekolah ini namun ternyata siswa-siswanya mampu bertanggung jawab untuk menjaganya sehingga hukuman ini jarang sekali diterapkan.
Tabel 44. Hukum untuk memberihkan kembali lingkungan sekolah yang telah dikotorinya (karena membuang sampah sembarangan, mencorat-coret bangku/meja dll). NO
Skala Sikap
Frekuensi
Persentase
1
Selalu
1
2,2%
2
Sering
12
26,7%
3
Kadang-kadang
15
33,3%
4
Tidak Pernah
17
37,8%
45
100%
Jumlah
Dari tabel di atas siswa merespon tidak pernah 37,8%, kadang-kadang 33,3%, sering 26,7% dan selalu 2,2%. Dapat dikatakan siswa sekolah ini tidak melakukan pelanggaran berupan mengotori lingkungan sekolahnya, atau artinya mereka rajin menjaga kebersihan sekolah. Tabel 45.
Surat panggilan bagi kedua orang tua siswa karena terbukti membolos atau kesalahan yang lain. NO
Skala Sikap
Frekuensi
Persentase
1
Selalu
3
6,7%
2
Sering
12
26,7%
3
Kadang-kadang
12
26,7%
4
Tidak Pernah
18
40%
45
100%
Jumlah
Dari tabel tersebut 40% tidak pernah, 26,7% kadang-kadang dan sering, serta 6,7% selalu. Hal ini dapat dikatakan mereka tidak mengulangi kesalahan terhadap peraturan sekolahnya. Kesalahan-kesalahan tersebut tidak terulang untuk kedua kalinya apalagi sampai mendapat surat panggilan untuk wali murid. Tabel 46. Diberikan tugas menghafal, karena jarang masuk sekolah atau sebab lainnya. NO
Skala Sikap
Frekuensi
Persentase
1
Selalu
2
4,4%
2
Sering
3
6,7%
3
Kadang-kadang
13
28,9%
4
Tidak Pernah
27
60%
45
100%
Jumlah
Dari data tersebut menunjukkan hukuman menghafal karena jarang masuk sekolah atau sebab melanggar peraturan lainnya adalah tidak pernah 60%, kadang-kadang 28,9%, sering 6,7% dan selalau 4,4%. Dapat dikatakan hukuman ini jarang sekali diterapkan di sekolah ini. Atau dalam pengamatan penulis pada dasarnya mereka kurang suka untuk menghafal, karena mereka cenderung meminta tugas yang memerlukan pemikiran atau hanya sekedar menyalin saja. Tabel 47.
Hukuman untuk mengambil kebali sampah yang dibuang tidak pada tempatnya. NO
Skala Sikap
Frekuensi
Persentase
1
Selalu
4
8,9%
2
Sering
5
11,1%
3
Kadang-kadang
14
31,1%
4
Tidak Pernah
21
46,7%
44
100%
Jumlah
Dari tabel di atas menunjukkan 46,7% tidak pernah, 31,1% kadang-kadang, 11,1% sering dan 8,9% selalu. Hukuman bentuk ini sifatnya spontanitas dan terbukti hukuman ini jarang diberlakukan. Hal ini dapat dikatakan mereka rajin menjaga kebersihan, terbukti bentuk hukuman ini yang merespon selalu skalanya kecil. Tabel 48. Dilarang masuk kembali ke kelas oleh guru yang mengajar terlambat masuk kelas setelah bel istirahat. NO
Skala Sikap
Frekuensi
Persentase
1
Selalu
1
2,2%
2
Sering
2
4,4%
3
Kadang-kadang
20
44,4%
4
Tidak Pernah
22
48,9%
45
100%
Jumlah
Data tersebut menunjukkan tidak pernah 48,9%, kadang-kadang 44,4%, sering 4,4% dan selalu 2,2%. Hal ini berarti siswa sekolah ini tidak melupan kewajiban belajarnya walaupun dalam waktu istirahat yang sebentar. Mereka tetap memperhatikan bel masuk kelas sekalipun mereka sedang asyik dengan kesibukannya masing-masing. Walaupun ada itu terjadi di luar kesengajaan mereka, misalnya mereka sedang disuruh oleh guru yang lain untuk ini dan itu yang tidak memungkinkan mereka mendengar bunyi bel masuk kelas. Tabel 49.
Hukuman berdiri di depan kelas sampai jam pelajaran berakhir, karena tidak memperhatikan keterangan dari guru atau tidak mengerjakan tugas harian. NO
Skala Sikap
Frekuensi
Persentase
1
Selalu
0
0%
2
Sering
3
6,7%
3
Kadang-kadang
10
22,2%
4
Tidak Pernah
32
71,1%
45
100%
Jumlah
Data tersebut menunjukkan 71,1% tidak pernah, 22,2% kadang-kadang, dan sering 6,7%. Hal ini dapat dikatakan pada saat terjadinya belajar mengajar siswa-siswa tersebut memperhatikan keterangan yang diberikan guru. Dan hukuman ini jarang terjadi karena memang siswanya mematuhi aturan dalam kegiatan belajar di kelasnya. Pernah terjadi namun guru tidak meneruskannya sampai pelajaran usai mereka langsung disuruh duduk dan mengikuti pelajaran sampai selesai. Tabel 50. Hukuman mengganti buku perpustakaan yang telah dihilangkannya. NO
Skala Sikap
Frekuensi
Persentase
1
Selalu
9
20%
2
Sering
2
4,4%
3
Kadang-kadang
8
17,9%
4
Tidak Pernah
26
57,8%
45
100%
Jumlah
Dari tabel tersebut terlihat bahwa sebanyak 57,8% tidak pernah, 20% selalu, 17,9% kadang-kadang, dan 4,4% sering. Hal ini menunjukkan sebagian besar siswa apabila meminjam atau memakai buku perpustakaan tersebut selalu dijaganya. Hukuman mengganti buku ini jarang terjadi kalau dilihat dari tabel ini. Dan kebanyakan mereka memang telah memiliki buku paket atau buku-buku pelajaran lainnya, sehingga mereka tidak perlu ke perpus untuk meminjam/membaca pada saat-saat istirahat misalnya dan memang karena terbatasnya waktu di luar kelas.
Tabel 51. Hukuman untuk minta maaf dan diberi tugas tambahan/diberi nilai nol karena berkata kotor/menghina guru. NO
Skala Sikap
Frekuensi
Persentase
1
Selalu
5
11,1%
2
Sering
5
11,1%
3
Kadang-kadang
6
13,3%
4
Tidak Pernah
29
64,4%
45
100%
Jumlah
Dari tabel tersebut tidak pernah 64,4%, kadang-kadang 13,3%, 11,1% sering dan selalu. Hal ini dapat dikatakan siswa-siswa disekolah ini dapat bersopan santun dengan gurunya, dengan tidak mengatakan kata-kata kotor atau bahkan menghinanya. Terbukti frekuesi mereka sangat kecil itupun mungkin karena hal-hal yang tidak disengaja melalukannya. Tabel 52. Dihukum skorsing atau surat peringatan terakhir terbukti membawa barang yang dilarang (buku porno, senjata tajam dan yang sejenisnya). NO
Skala Sikap
Frekuensi
Persentase
1
Selalu
6
13,3%
2
Sering
4
8,9%
3
Kadang-kadang
11
24,4%
4
Tidak Pernah
24
53,3%
45
100%
Jumlah
Dari tabel di atas menunjukkan 53,3% tidak pernah, 24,4% kadang-kadang, 13,3% selalu dan 8,9% sering. Hal ini dapat dikatakan siswa-siswa di sekolah ini tidak melakukan perbutan tersebut yaitu membahwa barang-barang yang terlarang seperti buku porno, senjata tajam atau yang sejenisnya yang membahayakan atau menganggu kegiatan belajar mengajar. Pada kenyataan hukuman ini jarang terjadi karena mereka tidak melanggar peraturan sekolah.
A. Analisa Data Seperti yang telah penulis ungkapkan bahwa penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana korelasi antara pemberian hukuman dalam pendidikan (variable X) dan pengamalan ajaran Islam (variabel Y). Untuk itu digunakan rumus korelasional product moment. Adapun untuk mencari angka indeks korelasi “r” product moment, maka langkah yang ditempuh adalah :
1. Skor hukuman dalam pendidikan (variabel X) berdasarkan hitungan aslinya : Table 53 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26
Responden Aditya Rizky Andriyanto Wibowo Annisa Ayu Imanda Danny Febrian Della Anita D. Dibyo Previan C. Dio M. Putra Ervilina Sandra Haikal Kamil G. Ismunandar F. Isnaini Noor P. Kessy Lia Mindra Meidiana K. Muthi'ah Hanifah Okky Ficrada Jaya Reza Adi Prasetyo Ryan Ibrahim Sahid Fahmy R. Shabariman R. S. Abd. Hakim A. Tiarani Saputri Ahmad Armindo Andri R. Putra Carrie Carissa Purti Denta Wahyu H. Diah Andini P.R
Nilai 44 57 53 45 46 51 47 52 55 28 29 49 24 35 46 31 42 42 28 43 30 30 30 26 29 27
27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45
Dodi Ramdani Eggi Anugrah Fauziah R. Riyadi Ganar Priambodo Haria Bima N.M.Y. Kartika Octaviantyi Kateno Pratowo Mahma Matahari Mira Mayangsari Muh. Ja'far Nur Adlia R.R Aryanti T. A Rahmo Mahesa N. Reza Lutfi Aulia Rizky Maulana P. Sebastian Candra Syihabuddin Violeta Adam Lutfi Farhan JUMLAH
26 36 30 48 38 29 37 24 28 38 26 29 33 30 45 44 34 35 25 1654
Untuk mengetahui nilai rata-rata skor digunakan rumus sebagai berikut : Mx =
∑x N
Keterangan : Mx
= Mean
∑x
= Jumlah variabel X
N
= Number of Cases
Mx
=
Mx
= 36,7
1654 45
2. Skor pengamalan ajaran Islam (variabel Y) berdasarkan hitungan aslinya: Table 54
No 1 2
Responden Aditya Rizky Andriyanto Wibowo
Nilai 85 75
3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45
Annisa Ayu Imanda Danny Febrian Della Anita D. Dibyo Previan C. Dio M. Putra Ervilina Sandra Haikal Kamil G. Ismunandar F. Isnaini Noor P. Kessy Lia Mindra Meidiana K. Muthi'ah Hanifah Okky Ficrada Jaya Reza Adi Prasetyo Ryan Ibrahim Sahid Fahmy R. Shabariman R. S. Abd. Hakim A. Tiarani Saputri Ahmad Armindo Andri R. Putra Carrie Carissa Purti Denta Wahyu H. Diah Andini P.R Dodi Ramdani Eggi Anugrah Fauziah R. Riyadi Ganar Priambodo Haria Bima N.M.Y. Kartika Octaviantyi Kateno Pratowo Mahma Matahari Mira Mayangsari Muh. Ja'far Nur Adlia R.R Aryanti T. A Rahmo Mahesa N. Reza Lutfi Aulia Rizky Maulana P. Sebastian Candra Syihabuddin Violeta Adam Lutfi Farhan JUMLAH
84 79 88 89 79 75 86 85 92 89 88 86 45 69 63 60 61 62 50 55 72 65 67 79 52 44 61 70 68 86 72 84 80 85 82 85 82 79 76 79 88 83 80 3364
Untuk mengetahui nilai rata-rata skor digunakan rumus sebagai berikut :
Mx =
∑x N
Keterangan : Mx
= Mean
∑x
= Jumlah variabel X
N
= Number of Cases
Mx
=
3364 45
= 74,76
B. Pengujian Hipotesis Tahap selanjutnya adalah pengujian hipotesis menggunakan koefisien korelasi product moment : -
Ho diterima jika r hitung < r tabel
-
Ha diterima jika r hitung > r tabel Table 35 Uji korelasi antara Pemberian hukuman dan Pengamalan ajaran Islam
No
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Nama
Aditya Rizky Andriyanto Wibowo Annisa Ayu Imanda Danny Febrian Della Anita D. Dibyo Previan C. Dio M. Putra Ervilina Sandra Haikal Kamil G. Ismunandar F. Isnaini Noor P. Kessy Lia Mindra Meidiana K. Muthi'ah Hanifah Okky Ficrada Jaya
x
y
44 57 53 45 55 51 47 52 55 28 29 50 24 35 46
x2
52 70 58 58 64 69 67 65 62 90 68 63 58 55 45
y2
1936 3249 2809 2025 3025 2601 2209 2704 3025 784 841 2500 576 1225 2116
xy
2704 4900 3364 3364 4096 4761 4489 4225 3844 8100 4624 3969 3364 3025 2025
2288 3990 3074 2610 3520 3519 3149 3380 3410 2520 1972 3150 1392 1925 2070
16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45
Reza Adi Prasetyo Ryan Ibrahim Sahid Fahmy R. Shabariman R. S. Abd. Hakim A. Tiarani Saputri Ahmad Armindo Andri R. Putra Carrie Carissa Purti Denta Wahyu H. Diah Andini P.R Dodi Ramdani Eggi Anugrah Fauziah R. Riyadi Ganar Priambodo Haria Bima N.M.Y. Kartika Octaviantyi Kateno Pratowo Mahma Matahari Mira Mayangsari Muh. Ja'far Nur Adlia R.R Aryanti T. A Rahmo Mahesa N. Reza Lutfi Aulia Rizky Maulana P. Sebastian Candra Syihabuddin Violeta Adam Lutfi Farhan Jumlah
31 57 42 28 51 30 30 30 26 29 27 26 36 30 48 38 29 37 24 28 52 26 29 33 30 28 30 29 24 25 1654
69 63 60 61 62 50 55 72 65 67 90 100 100 100 41 75 90 80 100 80 70 100 100 100 80 100 100 90 100 100 3364
961 3249 1764 784 2601 900 900 900 676 841 729 676 1296 900 2304 1444 841 1369 576 784 2704 676 841 1089 900 784 900 841 576 625 66056
4761 3969 3600 3721 3844 2500 3025 5184 4225 4489 8100 10000 10000 10000 1681 5625 8100 6400 10000 6400 4900 10000 10000 10000 6400 10000 10000 8100 10000 10000 265878
2139 3591 2520 1708 3162 1500 1650 2160 1690 1943 2430 2600 3600 3000 1968 2850 2610 2960 2400 2240 3640 2600 2900 3300 2400 2800 3000 2610 2400 2500 118840
Setelah diketahui N = 45, jumlah X = 1718, jumlah Y = 2730, jumlah X kuadrat = 70492, jumlah Y kuadrat = 169176, dan jumlah XY = 104018, maka dapatlah dicari indeks korelasinya dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
rxy
=
N ∑ XY − (∑ X )(∑ Y )
[ N (∑ X 2 ) − (∑ X ) 2 ][ N (∑ Y 2 − (Y ) 2 ]
rxy
=
rxy
=
rxy
=
rxy
=
rxy
=
rxy
=
45.104018 − (1654).(3364) [45.(3364) − (1654.1654)][45.265878 − 3364.3364] 5347800 − 5564056 [2972520 − (2735716)][11964510 − 11316496] − 216256 [236804][648014]
− 216256
153452307256 − 216256 391729,89 0,55
Dari perhitungan tersebut diketahui bahwa korelasi antara Pemberian hukuman dengan Pengamalan ajaran Islam sebesar 0,55.
C. Interpretasi Data Untuk mengetahui hal uji coba tersebut apakah Ho atau Ha yang diterima, maka akan diinterpretasikan dengan menggunakan dua cara, yaitu: 1. Interpretasi sederhana
Interpretasi dengan cara ini yaitu menyesuaikan hasil perhitungan dengan angka indeks korelasi product moment sebagaimana yang terdapat pada tabel di bawah ini Berdasarkan hasil perhitungan di atas, ternyata angka korelasi antara variabel x dan y tidak bertanda negative, berarti antara keduanya terdapat korelasi positif (korelasi berjalan searah). Kemudian dengan memperhatikan besarnya rxy (0,55), yang besarnya berkisar antara 0,40-0,70 berarti korelasi positif antara variabel x dan y itu adalah termasuk korelasi positif yang sedang atau cukup. 2. Interpretasi dengan berkonsultasi pada tabel “r” product moment.
Untuk menguji hipotesis, maka rxy yang didapat dari perhitungan statistik dikonsultasikan dengan “r” dalam tabel product moment dengan telebih dahulu mencari derajat bebas (db) atau degree of freedom (df). Angka yang diperoleh adalah:
Df
= N-nr
= 45-2 = 43 rxy
= 0,55
r tabel
= pada taraf signifikan 5% = 0,288
r tabel
= pada taraf signifikan 1% = 0,372
Dengan memeriksa tabel nilai “r” product moment ternyata df sebesar 43 pada taraf signifikan 5% diperoleh r tabel = 0,288, sedangkan pada taraf 1% diperoleh r tabel = 0,372, karena r tabel pada taraf signifikan 5% ataupun 1% lebih kecil dari rxy (0,55>0,288 dan 0,372), maka pada taraf signifikan 5% dan 1% Hipotesis Nol ditolak dan hipotesis Alternatif diterima, yang berarti bahwa taraf signifikan 5% ataupun 1% ini terdapat korelasi positif yang signifikan antara variabel x dan y. Setelah memberikan interpretasi secara kasar atau sederhana maupun dengan menggunakan nilai r tabel, langkah selanjutnya yaitu mencari kontribusi yang diberikan variabel x terhadap y, dalam hal ini penulis menggunakan rumus sebagai berikut : KD = r2 X 100%
= 0,55 X 0,55 X 100% = 0,30 X 100% = 30% Hal ini menunjukkan bahwa pengamalan ajaran Islam siswa ditentukan oleh faktor hukuman hanya sebesar 30% sedangkan 70% ditentukan oleh faktor lain.
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Hasil penelitian menunjukkan bahwa koefisien korelasi antara hukuman dengan pengamalan ajaran Islam di SMA Muhammadiyah 3 di Jl. Limau Limau I, II Kebayoran Baru, Jakarta Selatan yaitu sebesar 0,55 (nol koma lima puluh lima), yang berarti korelasi positif antara variabel x dan y itu adalah termasuk korelasi positif yang sedang atau cukup. Jadi antara hukuman dengan pengamalan ajaran Islam terdapat korelasi positif yang signifikan antara hukuman dalam pendidikan dan pengamalan ajaran Islam bagi siswa di SMA Muhammadiyah 3 Limau (Jakarta Selatan).
B. Saran-saran Untuk SMA Muhammadiyah tempat penulis melakukan penelitian, penulis menyarankan : pemberian skor untuk siswa yang melanggar, pada praktiknya masih belum sesuai dan tidak berjalan secara efektif. Jadi hendaknya pemberian hukuman langsung atau dapat diistilahkan shock terapy untuk lebih diterapkan, karena terbukti bahwa hukuman itu berpengaruh terhadap pengamalan ajaran Islam siswa. Kepada pihak yang ingin memperdalam penelitian ini, penulis menyarankan agar pengambilan sampel diambil dari siswa-siswa yang bermasalah/pernah dihukum. Dalam hal pengambilan indikator dapat memperdalam misalnya hanya memakai satu indikator hukuman fisik, atau intelektual. Pengambilan tempat disarankan untuk memakai sekolah yang bukan berlatar belakang agama tetapi sekolah-sekoah umum, perlu juga digali alasan pemberian hukumannya.
DAFTAR PUSTAKA Ahmadi, Abu, et al, Ilmu Pendidikan, Jakarta: PT Rienika Cipta, 1991, Cet ke-1. Alisuf Sabri, M., Pengantar Ilmu Pendidikan, Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1999, Cet. I. Amin, M. Pengantar Ilmu Pendidikan Islam, Pasuruan: PT Beona Garuda Indah, 1992, Cet. Ke-2. An-Nahlawi, Abdurrahman, Prinsip-prinsip dan Metode Pendidikan Islam dalam Keluarga, di sekolah dan di Masyarakat, Bandung : CV Diponegoro, 1991, Cet. II. Arief, Armai Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, Jakarta : Ciputat Pers, Juli 2002, Cet I Ariefin, HM. Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 1991, Cet.ke-1. Arikunto, Suharsimi, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta : Rieneka Cipta, 2002, Cet. XII. Azra Azyumardi., et.al., Pedoman Penulisan Skripsi, Tesis dan Disertasi”, Jakarta: UIN Jakarta Press, 2007. -------------, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta : Bumi Aksara, 1994 Cet ke-4. Darajat, Zakiah, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta : Bumi Aksara, Mei 1996, Cet. III. Daien Indrakusuma, Amir Pengantar Ilmu Pendidikan, Surabaya: Usaha Nasional, 1973. Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta : Balai Pustaka, 1995, edisi kedua D.Marimba, Ahmad Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, Bandung : AlMa’arif, 1980. Langeveld, M, GBeknopte Theorische _Paedagogien, Jakarta : Nasco, 1980 Nasih, Ulwan Abdullah, Pedoman Pendidikan Anak dalam Islam, Alih Bahasa, Saefullah Humlie, Bandung : As-Syifa, 1981, Jilid 2, Cet III. Purwanto, Ngalim Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis, Bandung : Remaja Rosda Karya, 1995, Cet. VIII. Qutb, M, Sistem Pendidikan Islam, Alih Bahasa, Salman Harun, Bandung: Al-Ma’arif, 1993, Cet. III Rosyada, Dede Hukum Islam dan Pranata Sosial, Jakarta : Raja Grafindo Persada, 1999.
Samana, A, Sistem Pengajaran Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional dan Pertimbangan Metodolongisnya, Yogyakarta : Kanisius, 1992, Cet. I. Schaefer, Charles, Cara Efektif Mendidik dan Mendisiplinkan Anak, Alih Bahasa R. Turmun Sirait, Jakarta : Mitra Utama, 1996, Cet. VI. Sujanto, Agus Psikologi Perkembangan, Surabaya : Aksara Baru, 1986, Cet. I. Thaha, Nasharuddin Tokoh-tokoh Pendidikan Islam di Zaman Jaya, Jakarta : Mutiara, 1997. Yulis, Rama, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta : Kalam Mulia, 1998, Cet. I. Zainuddin et,al., Seluk Beluk Pendidikan dari Al-Ghazali, Jakarta : Bumi Aksara, 1991, Cet. I.
BAB III PEMBINAAN DAN PEMBELAJARAN SISWA DI SMA MUHAMMADIYAH 3 JAKARTA A. PEMBINAAN AKADEMIK Pembinaan akademik merupakan rangkaian dari program ketuntasan kompetensi dasar/kompetensi dalam setiap mata pelajaran yang diterapkan sekolah, bertujuan untuk melayani siswa/siswi yang mempunyai kompetensi di bawah standar ketuntasan minimal, standar atau yang memiliki kompetensi lebih dengan program sebagai berikut : 1. Program Remidial; untuk siswa yang belum mencapai Syarat Ketuntasan Belajar Mengajar (SKBM) atau Kriteria Ketuntasan Mengajar (KKM) mata pelajaran tertentu. 2. Program pengayaan/pengembangan; untuk siswa yang sudah mencapai SKBM dari mata pelajaran tertentu. 3. Program pembinaan siswa berbakat; bagi siswa yang mempunyai potensi dalam salah satu mata pelajaran (Science club) dengan tujuan mempersiapkan lombalomba/kompetisi karya ilmiah/olympiade. 4. Program pendalaman materi, untuk siswa yang merasa kurang atau perlu tambahan dalam pelajaran tertentu. 5. Program Try Out khusus untuk kelas XII dalam rangka persiapan ujian sekolah ujian nasional dan SPMB.
B. PEMBINAAN NON AKADEMIK Pembinaan non akademik adalah pembinaan yang diarahkan kepada pembinaan potensi yang dimiliki siswa di luar ketrampilan/keahlian akademik, tapi dapat menunjang prestasi akademik dan dapat tersalurkannya bakat yang dimiliki para siswa dengan tujuan mempersiapkan siswa/siswi menjadi pemimpin di masa mendatang (minimal menjadi pemimpin dirinya sendiri), mengarahkan cita-citanya ke jenjang yang lebih tinggi berkaitan dengan bidang non akademik. Program tersebut antara lain: 1. MOS (Masa Orientasi Siswa).
2. LDK (Latihan Dasar Kepemimpinan). 3. Regenerasi OSIS. 4. Panitia peringatan Hari-hari Besar Islam dan Nasional. 5. Pembinaan bidang ekstra kurikuler (Pengembangan IPTEK, Seni budaya dan olah raga).
C.
PEMBINAAN
ISMUBA
(Al-Islam,
KEMUHAMMADIYAHAN,
B.ARAB, dan AL QURAN). Pembinaan ISMUBA merupakan ciri khusus yang ada pada sekolah-sekolah Muhammadiyah
yang
terdiri
dari
kumpulan
pelajaran-pelajaran
Al-Islam,
Kemuhammadiyahan, Bahasa Arab dan Al-Qur’an. Hal ini ada untuk dapat memenuhi tuntutan visi dan misi yang ada pada sekolah-sekolah Muhammadiyah. Adapun pelaksanaan pembinaan ini dapat dilihat pada hal-hal sebagai berikut: 1. Setiap jenjang kelas, kelas X, XI, dan XII diberikan jam pelajaran ciri khusus sekolah Muhammadiyah (Kurikulum ISMUBA) yaitu : Al Islam 3 jam pelajaran (menambah 1 jam dari kurikulum nasional 2 jam) dan ditekankan pada praktik ibadah, Kemuhammadiyahan 1 jam pelajaran, Bahasa Arab 2 jam pelajaran dan Al Quran 2 jam pelajaran tiap minggunya. 2. Sebelum pelajaran jam pertama dimulai setiap harinya siswa dibiasakan untuk berdoa dan bertadarus Al Quran dengan waktu 15 menit yang dibimbing oleh Bapak/ibu guru yang mengajar jam pertama. 3. Untuk pelatihan praktik ibadah tiap minggu secara bergiliran tiap kelas, dilaksanakan sholat dhuha berjama’ah dibimbing oleh wali kelas/guru ISMUBA, dan untuk pengamalan dalam keseharian dianjurkan dan dipantau setiap siswa untuk melakukan sholat dhuha saat jam istirahat. 4. Pembinaan dan pembetulan ibadah praktis seperti bersuci/wudhu, sholat wajib dll, dilakukan dalam kegiatan sholat dzuhur berjama’ah tiap hari. 5. Setiap hari (kecuali hari Jum’at) secara bergilir ba’da dzuhur berjama’ah dilaksanakan kultum oleh siswa, dan hari Sabtu oleh guru sebagai evaluasi/pesan akhir pecan. 6. Kedalam setiap mata pelajaran diupayakan terintegrasinya antara Imtaq dan Iptek.
7. Untuk hari Jum’at jam 8-9 sholat Jum’at bagi siswa putra di masjid At Taqwa (masjid sekolah) secara berjama’ah dan untuk putri di ruang aula majelis Dikdasmen PCM Kebayoran Baru. 8. Setiap selesai melaksanakan sholat dzuhur/sholat Jum’at berjama’ah siswa wajib lapor kepada wali kelas masing-masing (absensi sholat). 9. Pesantren Ramadhan wajib untuk siswa baru paling tidak sekali selama menjadi siswa SMA Muhammadiyah 3 Jakarta. 10. Amaliah Ramadhan, pendalaman Al Islam selama bulan Ramadhan, buka puasa bersama, penerimaan dan penyaluran zakat fitrah. 11. Pelatihan berqurban, penyebelihan qurban di sekolah dan di salah satu desa binaan. 12. Melaksanakan peringatan hari-hari besar Islam (Maulid Nabi, Isra Mi’raj dan Tahun Baru Islam). 13. Seminggu sekali (Tiap hari Jum’at) siswa/siswi diharapkan menyisihkan uang jajannya untuk pembiasaan bershodaqoh yang bertujuan untuk membantu program Bea Siswa bagi siswa yang tidak mampu, dan membantu kegiatankegiatan social lainnya. 14. Pembinaan baca tulis huruf Al Qur’an bagi siswa/siswi yang belum dapat baca tulis huruf Al-Qur’an. 15. Pembinaan seni baca Al Qur’an bagi siswa/siswi yang berminat dan berbakat. 16. Pembinaan kemampuan tabligh. 17. Khatamul Qur’an dan berdoa bersama bagi kelas XII, 2 hari sebelum ujian akhir. 18. Pengajian kelas yang dikordinir oleh wali kelas masing-masing.
D. PEMBINAAN KHUSUS KARYA TULIS Pembinaan karya tulis ini dimaksudkan untuk membiasakan dan mempersiapkan peserta didik dapat menulis yang baik dan benar sebagai bekal untuk melanjutkan ke perguruan tinggi. Hal ini terlihat jelas hasilnya dalam bentuk karya tulis yang menjadi tugas akhir yang menjadi kewajiban bagi para siswa kelas XII. Pembinaan ini dilaksanakan untuk siswa kelas XII (3) dengan guru dan waktu yang telah ditentukan masing-masing.
E. PEMBELAJARAN Dalam proses pembelajaran SMA Muhammadiyah 3 Jakarta menggunakan kurikulum Depdiknas (Standar isi/KTSP : Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) dan kurikulum Muhammadiyah yang dikenal dengan ISMUBA (Al-Islam, Kemuhammadiyahan, Bahasa Arab dan Al-Qur’an). Diharapkan dengan perpaduan antara kurikulum Depdiknas (Standar isi/KTSP) dan kurikulum Muhammadiyah terwujudnya pengembangan potensi peserta didik secara optimal dan seimbang antara Iman, Ilmu dan Amal.
F. STRUKTUR PROGRAM PEMBELAJARAN 1. Intrakurikuler Alokasi jam pelajaran tiap minggu adalah 6 hari belajar (Senin s.d Sabtu), 48 jam pelajaran, 45 menit perjam pelajaran dimulai dari 07.00 s.d 14.15 WIB. 2. Ekstrakurikuler Alokasi waktu kegiatan ekstrakurikuler dilaksanakan diluar jam pelajaran (pk.14.30-16.30). atau dengan disesuaikan jenis ekskulnya. Kegiatan ini terdiri dari : a. KMM (Kader Mubaligh Muhammadiyah) b. KIR (Karya Ilmiah Remaja) c. Jurnalistik d. Pengembangan Komputer e. Paskibra f. Softball g. Basket h. Sepak Bola/Futsal i. Teater Nadi j. Sanggar Tari dan seni
G. PROGRAM KETUNTASAN KOMPETENSI 1. Kompetensi yang akan dicapai
Kompetensi yang akan dicapai mengacu kepada kurikulum Standar isi/KTSP. Standar Ketuntasan Kompetensi Belajar SMA Muhammadiyah 3 Jakarta pada tahun pelajaran 2006/2007 dari masing-masing mata pelajaran didasarkan pada nilai tes
awal bagi siswa kelas X, dan nilai semester akhir kelas sebelumnya bagi kelas XI dan XII untuk setiap mata pelajaran. 2. Strategi penyampaian untuk mencapai kompetensi
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut ini: Tabel 3 No
Hari
Waktu
Kegiatan
1
Senin-
06.45-14.15
KBM di kelas/luar kelas
Kamis
Keterangan
Pembelajaran
tidak
hanya
kelas
didalam
tetapi juga diluar kelas 2
Jum’at
06.45-11.50
KBM di kelas
11.50-13.00
Sholat Jum’at di masjid (Jum’at)
Setiap
hari
kecuali dilakukan
sekolah untuk putra di kultum (ba’da Dzuhur
13.00-14.00
aula untuk putri
berjamaah) oleh siswa
Program remidial
secara
KBM dikelas/luar
bergilir/bergantian
Sholat Dzuhur dengan berjamaah
3
Sabtu
07.40-12.00
Program remedial
12.00-12.40 12.40-14.00 3. Sistem Evaluasi
Sistem evaluasi atau pengujian yang digunakan untuk menentukan keberhasilan mencapai kompetensi dari masing-masing mata pelajaran bertentuk nilai tagihan berupa: ulangan harian, tagihan/tugas, ujian block, ujian sekolah dan ujian Nasional (untuk kelas XII). Penilaian terdiri dari tiga ranah : Kognitif, Psikomotorik dan Afektif. H. KRITERIA KENAIKAN KELAS, PENJURUSAN DAN KELULUSAN 1. Kriteria Kenaikan Kelas
a. Kriteria Umum Kenaikan Kelas antara lain:
1) Nilai harian diambil dari tiap-tiap KD (kompetensi dasar). 2) Dalam pelaksanaannya setiap tes boleh lebih dari satu KD. 3) Nilai Kognitif dan nilai psikomotorik ditulis dalam bentuk angka 1-100. 4) Nilai Afektif dinyatakan dalam : Tinggi (T), Sedang (S) dan Rendah (R). 5) Standar ketuntasan minimal ditentukan oleh tim mata pelajaran berdasarkan analisis SKBM/KKM. 6) Penilaian tiap semester (Raport) diambil dari seluruh tagihan yaitu : ulangan harian, ujian block, tugas dan ujian semester. 7) Ulangan harian, ujian block menggunakan soal PG maupun essay/uraian berstruktur, dan khusus tugas dalam bentuk forto folio. 8) Ujian semester bentuk soal pilihan ganda. 9) Untuk dapat mengikuti ujian semester kehadiaran minimal 85% kecuali bagi yang sakit. 10) Nilai raport diperoleh dari semua tagihan yaitu: tugas-tugas, ulangan harian dan ujian block kemudian diolah secara komputerisasi. b. Kriteria Khusus Kenaikan Kelas 1) Tidak ada nilai kognitif yang kurang dari SKBM lebih dari 3 mata pelajaran. 2) Tidak ada nilai psikomotorik yang kurang dari SKBM/KKM. 3) Tidak ada nilai afektif yang bernilai rendah (R) lebih dari 3 mata pelajaran. 4) Nilai kognitif, psykomotor untuk mata pelajaran ISMUBA (AlIslam, Kemuhammadiyahan, B.Arab, dan Al Quran) tidak boleh kurang dari SKBM. 5) Nilai afektif ISMUBA minimal sedang (S). 6) Penentuan kenaikan kelas dan penjurusan berdasarkan nilai raport semester 1dan 2. c. Kriteria Nilai Sikap Nilai sikap/Budi pekerti adalah penilaian perilaku siswa yang mencakup empat komponen dasar sebagai acuan untuk pertimbangan di dalam menentukan kenaikan kelas dan kelususan.
Keempat komponen dasar tersebut adalah : kelakuan, kerajinan, kerapihan, kebersihan. Keempat komponen tersebut dijabarkan dalam tata tertib sekolah yang telah disepakati oleh siswa, orang tua siswa dan sekolah setiap awal tahun pelajaran baru. Tabel 4 Komponen Sikap (Kelakuan) No 1 2 3 4 5 6 7 8
Sikap Siswa Duduk di atas meja kelas dan di atas pagar/teras Duduk dengan kaki diatas bangku Mengganggu ketertiban pada saat KBM berlangsung Makan, minum, makan permen pada saat jam pelajaran berlangsung Mengeluarkan kata-kata kasar dan tidak sopan Siswa putra memakai gelang/kalung/anting, asesoris secara berlebihan Murid putri memakai perhiasan, make up, asesoris secara berlebihan Menggunakan walkman/HP atau alat lainnya serta membaca komik pada saat jam pelajaran berlangsung
Point 2 2 3 5 5 5 5 10
9 10 11 12 13 14 15 16
Penyalahgunaan jam pelajaran untuk makan/minum di kantin/koperasi Mengotori,mencoret, merusak milik sekolah, guru/karyawan, teman Berkumpul, makan, minum di kantin pada saat teman lain shalat jamaah Melompat pagar sekolah untuk keluar/masuk Menyontek/memberi atau menerima bantuan pada saat ulangan Membawa rokok atau merokok di sekolah Merokok di luar sekolah dalam keadaan berseragam sekolah Membawa, melihat, memperjual belikan buku, majalah, stensil, kaset, CD/VCD/DVD, gambar porno, alat kontrasepsi dan sejenisnya
10 10 10 20 25 30 30 30
17 18
Mencuri dan membocorkan soal ulangan/ujian Malak/mengompas, memalsukan tanda tangan, melakukan tindakan perjudian dalam bentuk apapun
50 50
19 20
Berkelahi antar murid SMA Muhammadiyah 3 Jakarta Mengancam, mengintimidasi, bermusuhan sesame murid di dalam maupun di luar sekolah
55 76
21 22 23
Mengancam/mengintimidasi kepala sekolah, guru dan karyawan Membawa senjata tajam/api Menganiaya, mengeroyok kepala sekolah, guru dan karyawan
76 100 105
24 25
Menggunakan senjata tajam/api untuk mengancam, melukai orang lain Menjadi provokator perkelahian sesama murid SMA Muhammadiyah 3 dan atau dengan murid sekolah lain
105 105
26
Membawa, mengkonsumsi atau memperjual belikan narkoba, miras di dalam maupun di luar sekolah
105
27 28
Melakukan perbuatan asusila/melanggar norma agama termasuk mencuri Berkelahi antar murid SMA Muhammadiyah 3 dengan melibatkan sekolah lain
105 105
29
Berkelahi/tawuran dengan sekolah lain
105
Tabel 5 Komponen Sikap (Kerajinan) No 30 31 32 33 34 35 36 37
38 39 40 41 42
Sikap Siswa Terlambat jam pertama kurang dari 15 menit setelah bel berbunyi Terlambat jam pertama lebih dari 15-30 menit Terlambat lebih dari 30 menit Terlambat masuk setelah jam istirahat Terlambat masuk ketika pergantian pelajaran Tidak masuk tanpa keterangan Tidak masuk dengan keterangan palsu Tidak masuk 6 hari berturut-turut tanpa keterangan sah dari orang tua/wali murid Berseragam tapi tidak hadir di kelas Tidak mengerjakan PR/membawa buku pelajaran/buku praktikum Tidak ikut kegiatan sekolah Membolos atau tidak ikut pelajaran Menempel pengumuman/stiker atau sejenis yang tidak sesuai ketentuan sekolah
Point 5 10 15 2 2 5 20 50
25 5 10 20 5
Tabel 6 Komponen Sikap (Kerapihan/Kebersihan) No Sikap Siswa 43 Memakai seragam yang tidak sesuai dengan harinya 44 Membuat model seragam sendiri atau menggunakan bahan dan atau warna yang tidak sesuai dengan ketentuan sekolah 45 Baju lengan panjang dilipat 46 Kancing baju/lengan tidak dikancingkan 47 Tidak memakai kaos dalam 48 Murid putri memakai pakaian dalam berwarna warni
Point 5 5
2 2 5 5
49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65
Berseragam dengan atribut sekolah lain Memakai sepatu sandal Tidak memakai kaos kaki/tali sepatu tidak diikatkan dan memakai sepatu dengan tidak semestinya Tidak memakai sepatu kets Tidak memakai seragam olah raga Berkuku panjang dan di cat Celana/rok, baju/kemeja yang ujungnya tidak di jahit Celana/rok, baju/kemeja seragam sekolah ada gambar/tulisan, kumal sobek Baju/rok, celana/kemeja ketat atau panjangnya tidak sesuai dengan ketentuan sekolah Warna jilbab tidak sesuai dengan ketentuan sekolah Rambut panjang, dicat, potongan punk dan potongan tidak rapih Rambut murid putri keluar jilbab Baju murid putra tidak dimasukan ke celana Murid putra tidak memakai ikat pinggang Ikat pinggang murid putra tidak berwarna gelap Baju/celana/rok kotor Baju/celana/rok kumal
10 5 2 2 5 5 5 5 20 5 5 5 5 5 2 2 2
Tabel 7 Nilai Kerajinan, kerapihan dan kelakuan Point
Keterangan
Nilai
0-15
Sangat baik/sangat terpuji
A
16-40
Baik/terpuji
B
41-75
Cukup/cukup terpuji
C
76-99
Kurang terpuji
D
Nilai sikap siswa yang berada antara A sampai dengan C adalah nilai sikap yang tidak diperlukan pertimbangan ketika kenaikan kelas. Adapun nilai D adalah nilai yang masih harus ada berbagai pertimbangan untuk menaikkan siswa tersebut ke kelas selanjutnya. Atau dengan kata lain point pelanggaran yang dilakukan siswa masihdalam tahap wajar yaitu antara 0 sampai dengan 75 point pelanggaran yang dilakukan sepanjang tahun ajaran tersebut.
2. PENJURUSAN
Penjurusan ditetapkan di kelas XI (kelas X naik ke kelas XI). Jurusan IPA (Ilmu Pengetahuan Alam). -
Tidak ada nilai kognitif yang kurang dari SKBM/KKM pada mata pelajaran : Matematika, Fisika, Kimia dan Biologi.
-
Jumlah nilai kognitif minimal untuk 4 (empat) mata pelajaran (Matematika, Fisika, Kimia dan Biologi) adalah 260. Jurusan IPS (Ilmu Pengetahuan Sosial).
Jurusan ini diisi oleh siswa yang tidak memiliki kualifikasi di jurusan IPA 3. KELULUSAN
b. Kelulusan mengacu kepada peraturan yang dikeluarkan oleh Mendiknas untuk UN dan ketatapan sekolah untuk US. c. Khusus untuk mata pelajaran ISMUBA (Al-Islam, Kemuhammadiyahan, B.Arab, dan Al Quran) harus sesuai dengan SKBM yang ditentukan.
I. FASILITAS SEKOLAH Untuk memperlancar jalannya pembinaan dan pembelajaran terhadap siswasiswinya, sekolah ini memiliki fasilitas sekolah yang lengkap diantaranya: 1. Ruang belajar full AC 2. Perpustakaan 3. Laboratorium Bahasa berbasis computer 4. Laboratorium computer 5. Laboratorium Fisiki 6. Laboratorium Biologi 7. Laboratorium Kimia 8. Green House 9. Ruang Audio Visual 10. Lapangan olah raga 11. Masjid At-Taqwa 12. Rumah Sakit 13. Kantin 14. Layanan Online (Internet)
15. Aula pertemuan 16. OHP (Over Head Projector) 17. LCD 18. Dan lain sebagainya. Disamping fasilitas-fasilitas yang telah disebutkan diatas, juga ada beberapa fasilitas yang tidak kalah pentingnya dalam menunjang proses pembinaan dan pembelajaran, diantaranya adalah 4 pintu sebagai akses untuk masuk dan keluar siswa yang selalu dijaga oleh satpam. Pintu-pintu tersebut hanya dapat dibuka apabila ada salah satu dari hal-hal berikut ini : 1. Jam masuk sekolah sampai dengan 30 menit setelah bel masuk, pintu yang dibuka hanya gerbang utama. 2. Jam pulang sekolah yang dibuka gerbang parkir dan gerbang utama. 3. Jam Shalat Dhuhur yang dibuka selama ada kegiatan di masjid bagi siswa sampai selesai kultum (kurang lebih 12.45 WIB) gerbang ke masjid yang dijaga oleh guru piket. 4. Surat
izin
dari
guru
piket/wali
kelas
bagi
siswa
untuk
masuk/meninggalkan sekolah dalam urusan tertentu. 5. Tamu.
J. SISTEM PEMBINAAN 3. Mengintegrasikan nilai-nilai Islam kedalam setiap mata pelajaran yang diajarkan. 4. Sebelum pelajaran jam pertama dimulai, seluruh siswa dengan bimbingan
Bapak/Ibu guru melakukan tadarus setiap hari. 5. Pembinaan/pembetulan ibadah praktis seperti shalat tiap hari dalam kegiatan
shalat Dzuhur berjama’ah, perilaku (akhlak) dalam kehidupan sehari-hari. 6. Remedial dan pengembangan mata pelajaran. 7. Pembinaan baca tulis Al-Quran dan seni baca Al-Quran. 8. Bimbingan/Pembinaan bahasa Inggris (EEC).
Pertanyaan:
1. Hukuman apa saja yang pernah Bapak berikan selama tahun ajaran 2006/2007? 2. Kenapa
hukuman
itu
diberikan?
Pertimbangan
akhlak,
teologis
dan
psikologisnya? 3. Kapan dan dimana hukuman itu diberikan? Jawaban: 1. Hukuman-hukuman yang saya berikan berupa peringatan-peringatan lisan pada siswa-siswa yang melakukan pelanggaran terhadap peraturan sekolah sebanyak tiga kali peringatan. Apabila hal tersebut ternyata masih terulangi maka mulai pada tahap dikeluarkan dari kelas dan tidak boleh mengikuti pelajaran. Pelanggaran yang dilakukan siswa tahap ini akan dimasukkan dalam buku Jurnal serta akan dimasukan dalam buku catatan pribadi guru, yang akan dilaporkan pada sidang kenaikan kelas. Contohlah saat diluar kelas : saat sholat dzuhur sepatu wajib dilepas namun masih saja anak yang memakainya maka hukuman yang diberikan berupa penyitaan sepatu dengan perjanjian orang tua siswa datang serta siswa wajib berjanji untuk tidak mengulanginya lagi dalam bentuk surat perjanjian yang disaksikan oleh orang tuanya. Saat siswa terlambat maka hukuman yang diberikan berupa tidak boleh mengikuti pelajaran (ditahan) atau bila lebih dari 30 menit maka akan dipulangkan. Dan hukuman-hukuman yang lain sifatnya hanya berupa shock terapi saja, yang dilakukan menurut kondisi dan situasi saat kejadian terjadi menurut kebijaksanaan dari guru yang bersangkutan (yang sedang mengajar). 2. Alasan yang paling utama dalam memberikan hukuman bagi siswa-siswa adalah untuk mendidik mereka agar jadi lebih dewasa, lain dari itu tidak ada. Biarpun baik tujuannya, adakalanya orang tua menuntut atas perlakuan terhadap anaknya : dengan alasan tidak ada dasar hukumnya (kesepakatan antara pihak sekolah dengan para wali murid). Namun bila ditinjau secara teliti ternyata hal itu semua sudah ada dalam buku panduan masuk yang diberikan pada masing-masing siswa. Menurut hemat saya hal itu kurang diperhatikan oleh orang tua siswa, sehingga ketika sesuatu hukuman dikenakan kepada anaknya, mereka balik menuntut pihak sekolah. Untuk mengantisipasi hal ini yang berkelanjutan maka untuk tahun
ajaran 2007/2008 akan ada perjanjian secara tertulis antara pihak sekolah dengan siswa (wali murid) yang ditandatangani diatas kertas bermaterai. 3. Hukuman diberikan langsung pada saat pelanggaran dilakukan siswa. Saat dikelas misalnya guru dapat memberikan hukuman langsung berupa mengeluarkan siswa dari kelas atau dengan cara lain menurut kebijaksanaan guru tersebut. Guru juga dapat melaporkan perbuatan yang melanggar peraturan tersebut kepada wali kelas dan diteruskan untuk pembinaan lebih lanjut oleh pihak BP. Tindakan pemberian hukuman dapat pula dilakukan langsung oleh bagian kesiswaan dan kalau perlu pimpinan sekolah pun dapat langsung turun tangan untuk memberikan hukuman tersebut. Adapun pelanggaran berat sebenarnya dapat saja langsung diselesaikan namun antara wali kelas dan guru masih kurang kordinasi. Dan untuk tahun ajaran baru akan dicoba dengan surat perjanjian yang akan ditandatangani di atas kertas bermaterai dan peran kepala sekolah yang tegas pun menjadi suatu keharusan. Skoring merupan alternatif hukuman yang sebenarnya ringan namun ternyata untuk menerapkannya terasa amat berat karena beberapa hal antara lain karena latar belakang siswa yang berasal dari keluarga broken home, siswa-siswa yang masuk (input) kurang bagus (dalam nilainya). Dan alasan yang mungkin mendasar adalah bahwa sekolah ini juga merupakan misi dakwah yang harus tetap dilestarikan. Kabag. Kurikulum (Moh. Romdon Dasuki) Pertanyaan : 1. Ada data bahwa tiga anak dikeluarkan, mengapa mereka dikeluarkan? 2. Apa pernah memberi hukuman? Dalam bentuk apa? Dan dengan pertimbangan apa? 3. Bagaimana proses pemberian hukuman sehingga sampai kepada Bapak? 4. Kapan dan di mana hukuman itu diberikan? Kenapa? Jawaban :
1. Ya, benar memang ada dan secara umum mereka sampai dikeluarkan adalah karena melanggar peraturan. Satu anak karena absensi yang sudah tidak dapat lagi ditolerir dan dua anak lainnya karena terlibat tawuran secara langsung. 2. Ya pernah, dalam bentuk seperti dikeluarkan dari kelas, dijewer, push up dll. Pertimbangannya bergantung dari berat ringannya pelanggaran. Dan biasanya setelah siswa melakukan pelanggaran guru memberi kesempatan siswa untuk berjanji tidak mengulangi kesalahan serupa , namun bila masih juga melanggar maka tidak diperbolehkan masuk kelas pada pelajaran-pelajaran tertentu. Push up dll seperti diatas adalah jenis hukuman ringan. 3. Proses pemberian dimulai dari guru pelajaran yang sedang mengajar, bila juga tidak juga dapat diatasi maka masalah ini berlanjut kepada wali kelas. Dan bila belum juga selesai maka akan diteruskan ke BP untuk diberi penyuluhan dan pengertian agar jangan mengulangi lagi kesalahan serupa. Bila pada tahap ini siswa masih juga melakukan pelanggaran yang sama maka masalah ini akan diteruskan kepada staf kesiswaan/wakil kepala sekolah. Dan untuk masalah yang masih juga berlanjut maka akan diselesaikan langsung oleh kepala sekolah. Pada tahap ini penyelesaian persoalan berhenti pada siswa diberi persyaratan bila memang masih ingin melanjutkan pendidikannya. 4. Waktu pemberian hukuman tidak ada ketentuan (any time), disesuaikan dengan keadaan. Hukuman ini biasanya dilakukan di kelas, di ruang BP atau di ruang kepala sekolah. Pertimbangan pemilihan waktu dan tempat pemberian hukuman tergantung kebijaksanaan atau pertimbangan guru atau semua yang berwenang menghukum sesuai dengan berat ringannya pelanggaran namun tidak sampai mengganggu proses belajar mengajar. Kepala Sekolah
(Drs. Jaenal Lestaluhu) Pertanyaan :
1. Pengalaman menghadapi siswa-siswa yang suka membuata gaduh di kelas, bagaimana menghadapinya? 2. Bagaimana bapak memberi hukuman pada siswa-siswa tersebut? 3. Berapa kali biasanya anak mendapat hukuman dalam satu jenis pelanggaran dan tidak mengulanginya? 4. Apa pertimbangan ketika akan memberikan hukuman pada siswa? 5. Apa korelasi antara hukuman dengan ajaran Islam? Jawaban : 1. Cara menghadapi agar anak jangan sampai membuat gaduh di kelas adalah dengan menarik perhatian mereka sepenuhnya pada kita dan pelajaran yang akan kita sampaikan. Namun bila terjadi kegaduhan, maka anak yang menjadi biangnya akan di keluarkan dari kelas.
Hal ini bergantung pada kemampuan masing-
masing guru mata pelajaran yang bersangkutan. 2. Anak-anak tersebut akan dipanggil untuk diingatkan dan diberikan pengertian, dimana peristiwa ini akan dimasukkan pada kartu siswa juga akan disampaikan kepada wali kelas dan BP untuk memberikan hukuman yang sesuai dengan pelanggarannya. Anak ini akan mendapat sekor sesuai dengan peraturan yang berlaku dan bila telah mencapai sekor maksimal yang tidak dapat lagi ditolerir, maka anak tersebut dapat langsung dikeluarkan dari sekolah atau dikembalikan kepada orang tua siswa. 3. Hal ini berfariasi tergantung pada si anak, namun yang pasti anak tidak akan mengulangi kesalahan serupa sampai tiga kali. Bila terjadi maka yang ketiga kalinya dilakukan perjanjian di atas kertas materai bahwa perbuatan itu tidak akan diulangi lagi. Untuk peristiwa ini biasanya ada pemanggilan orang tua siswa agar menyaksikannya.
Pemanggilan
ini
dilakukan
oleh
wali
kelas
dengan
pertimbangan kesalahan siswa yang sudah cukup mengganggu kenyamanan pembelajaran bagi siswa-siswa yang lain. Orang tua yang dipanggil harus langsung bertemu dengan wali kelas yang memanggilnya. 4. Yang menjadi ukurang pokok adalah aturan sekolah yang berlaku. Namun dalam hal ini guru juga harus dapat mempertimbangkan aspek-aspek psikologis siswa yang menjadi latar belakang terjadinya pelanggaran ini. Apakah hanya sebuah
kelalaian atau hanya merupakan bagian dari proses perkembangan anak atau mungkin merupakan penyakit psikologis yang diderita anak. Di sini peran guru untuk sepenuhnya memahami aspek-aspek kepribagian anak didiknya, namun tidak kalah penting juga untukk selalu mengadakan cek dan ricek tentang hal-hal yang berhubungan dengan peristiwa pelanggaran-pelanggaran peraturan sekolah tersebut. 5. Selama sekolah
yang dimaksud adalah sekolah yang berbasis Islam, maka
seluruh peraturan-peraturan yang ada adalah sesuai dengan Islam seperti sekolah ini. Dan guru-gurunya adalah guru-guru yang memahami Islam secara mendalam adalah syarat lain agar tidak sampai terjadi pemberian hukuman yang lepas kontrol dari aturan Islam. Kepala Sekolah
Drs. Basri, M.Pd.