BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Koordinasi di bidang politik, hukum dan keamanan memiliki peran yang strategis dalam memperkokoh ketahanan bangsa dan negara serta keutuhan atau integritas nasional dari ancaman konflik horizontal maupun vertikal yang mengarah pada disintegrasi bangsa. Bila pada tahun pertama RPJMN 2015-2019 fokus pemerintah pada peletakan fondasi utama pembangunan, maka pada tahun kedua fokus pemerintah sebagai tahun percepatan pembangunan nasional. Hal tersebut dilakukan tidak lain untuk mewujudkan Nawacita yang merupakan konsep besar untuk memajukan Indonesia yang berdaulat, mandiri dan berkepribadian yang memerlukan kerja nyata. Dimulai dengan pembangunan pondasi dan dilanjutkan dengan upaya percepatan di berbagai bidang. Pencapaian kinerja tidak pernah lepas dari permasalahan dan tantangan kedepan yang mengindikasikan perlunya upaya perbaikan dan penyempurnaan kinerja organisasi. Permasalahan bidang politik, hukum dan keamanan baik dalam tataran nasional maupun dalam tataran regional dan global yang dalam pengelolaannya memerlukan koordinasi, LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA KEMENKO POLHUKAM 2016
1
khususnya selama tahun 2016 tidaklah ringan sebagaimana kejadian dan fakta – fakta permasalahan yang dihadapi oleh pemerintah. Iklim demokrasi dan reformasi memberi dampak kepada tumbuhnya ekspektasi masyarakat yang semakin tinggi dan dinamis terhadap tata kelola pemerintahan yang semakin baik. Pemenuhan hak warga negara yang berkaitan dengan prinsip demokrasi, keadilan, rasa aman serta kesejahteraan membutuhkan kestabilan bidang politik, hukum dan keamanan. Disamping itu dinamika globalisasi lingkungan strategis mempengaruhi situasi keamanan secara nasional, sehingga perlu langkah-langkah antisipasi melalui koordinasi semua unsur secara solid dan efektif. Setelah berakhirnya tahun 2016 maka capaian kinerja perlu dilaporkan sehingga menjadi gambaran mengenai tingkat pencapaian sasaran ataupun tujuan instansi pemerintah sebagai penjabaran dari visi, misi dan strategi instansi pemerintah yang mengindikasikan tingkat keberhasilan dan kegagalan pelaksanaan kegiatan – kegiatan sesuai dengan program dan kebijakan yang ditetapkan. Hasil pencapaian kinerja yang disusun dalam bentuk laporan merupakan amanat dari Pasal 19 Peraturan Presiden Nomor 29 Tahun 2014 tentang Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah, yang mewajibkan setiap instansi pemerintah untuk menyusun dokumen perencanaan strategis berupa Rencana Strategis, Rencana Kinerja Tahunan, Penetapan Kinerja dan Laporan Akuntabilitas Kinerja. Sesuai dengan tugas dan fungsinya, Kemenko Polhukam menyelenggarakan koordinasi, sinkronisasi dan pengendalian urusan Kementerian dalam penyelenggaraan pemerintah di bidang politik, hukum dan keamanan. Tugas ini dilaksanakan melalui penyelenggaraan Rapat Koordinasi, meliputi Rapat Koordinasi Paripurna Tingkat Menteri (RPTM), Rapat Koordinasi Terbatas (Rakortas), Rapat Koordinasi Khusus (Rakorsus) baik Tingkat Menteri atau Tingkat Eselon I, Rapat Kelompok Kerja (Pokja), Desk, pemantapan, monitoring dan evaluasi kebijakan, Forum Koordinasi, Fokus Group Discussion, Workshop, Tim Kerja dan lain sebagainya yang menghasilkan rekomendasi kebijakan yang disampaikan oleh Menko kepada Presiden/Wakil Presiden, Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah. LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA KEMENKO POLHUKAM 2016
2
B.
Kelembagaan Kemenko Polhukam 1. Tugas tan Fungsi Sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 43 tahun 2015 tentang Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan bahwa Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden. Adapun tugas dari Kemenko Polhukam ialah menyelenggarakan koordinasi, sinkronisasi dan pengendalian urusan Kementerian dalam penyelenggaraan pemerintah di bidang politik, hukum dan keamanan. Dalam melaksanakan tugas yang diamanatkan tersebut, Kemenko Polhukam melakukan fungsi sebagai berikut: a. Koordinasi dan sinkronisasi perumusan, penetapan dan pelaksanaan kebijakan K/L yang terkait dengan isu di bidang politik, hukum dan keamanan;
b. Pengendalian pelaksanaan kebijakan K/L yang terkait dengan isu di bidang politik, hukum dan keamanan; c. Koordinasi pelaksanaan tugas, pembinaan dan pemberian dukungan administrasi kepada seluruh unsur organisasi di lingkungan Kemenko Polhukam; d. Pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawab Kemenko Polhukam; e. Pengawasan atas pelaksanaan tugas di lingkungan Kemenko Polhukam; dan f. Pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Presiden. Untuk mendukung pelaksananaan tugas dan fungsi, kemenko Polhukam mengkoordinasikan Kementerian/Lembaga sebagai berikut: a. Kementerian Dalam Negeri; b. Kementerian Luar Negeri; c. Kementerian Pertahanan; d. Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia; e. Kementerian Komunikasi dan Informatika; f. Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi; g. Kejaksaan Agung; LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA KEMENKO POLHUKAM 2016
3
h. Badan Intelijen Negara; i.
Tentara Nasional Indonesia;
j.
Kepolisian Negara Republik Indonesia;
k. Instansi lain yang dianggap perlu.
2. Struktur Organisasi Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Kemenko Polhukam) diatur pada Peraturan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan RI No 4 Tahun 2015. Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan dibantu oleh 8 (delapan) Pejabat Eselon I-a yang terdiri dari Sekretaris Menko Polhukam dan 7 (tujuh) Deputi yang dengan susunan:
a. Deputi Bidang Koordinasi Politik Dalam Negeri; b. Deputi Bidang Koordinasi Politik Luar Negeri; c. Deputi Bidang Koordinasi Hukum dan Hak Asasi Manusia; d. Deputi Bidang Koordinasi Pertahanan Negara; e. Deputi Bidang Koordinasi Keamanan dan Ketertiban Masyarakat; f. Deputi Bidang Koordinasi Kesatuan Bangsa; g. Deputi Bidang Koordinasi Komunikasi, Informasi dan Aparatur; Selain dibantu pejabat Eselon I-a, Menko Polhukam juga dibantu oleh Staf Ahli dan Staf Khusus setingkat Eselon I-b dengan susunan: a. Staf Ahli Bidang Ideologi dan Konstitusi; b. Staf Ahli Bidang Ketahanan Nasional; c. Staf Ahli Bidang Kedaulatan Wilayah dan Kemaritiman ; d. Staf Ahli Bidang Sumber Daya Manusia dan Teknologi; e. Staf Ahli Bidang Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup; dan f. Staf Khusus sebanyak 3 (tiga) orang;
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA KEMENKO POLHUKAM 2016
4
Adapun skema struktur organisasi di Kemenko Polhukam sebagai berikut:
Selain para Pejabat Eselon I di atas, terdapat 39 (tiga puluh sembilan) Pejabat Eselon II, terdiri dari 28 (dua puluh delapan) Asisten Deputi dan 7 (tujuh) Sekretaris Deputi, dengan masingmasing Deputi membawahi Sekretaris Deputi dan 4 (empat) Asisten Deputi, dan 3 (tiga) Kepala Biro berada di bawah Sesmenko Polhukam. Dalam rangka pengawasan internal, Menko Polhukam dibantu Aparatur Pengawas Intern Pemerintah (APIP) yang dipimpin oleh Inspektur. Hal ini sesuai dengan hasil pelaksanaan penyempurnaan Organisasi dan Tata Kerja (OTK) Kemenko Polhukam sebagaimana yang diamanatkan dalam Peraturan Presiden No 43 Tahun 2015 tentang Kemenko Polhukam. Pelaksanaan penyempurnaan OTK juga menghasilkan perubahan nomenklatur beberapa Eselon I, II, III dan IV untuk menjawab tantangan ke depan sesuai isu yang berkembang di bidang politik, hukum dan keamanan. Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 17 Tahun 2011 dan Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2011, Kemenko Polhukam membawahi secara administratif 2 (dua) Sekretariat Komisi, yaitu Sekretariat Komisi Kejaksaan Republik Indonesia dan Sekretariat Komisi Kepolisian Nasional.
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA KEMENKO POLHUKAM 2016
5
BA B I I PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA
A. RPJMN 2015-2019 RPJMN 2015 – 2019 ditujukan untuk lebih memantapkan pembangunan secara menyeluruh di berbagai bidang dengan menekankan pencapaian daya saing kompetetif perekonomian
berlandaskan keunggulan sumber daya alam dan sumber daya manusia berkualitas serta kemampuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang terus meningkat. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 periode ke III merupakan penjabaran dari program-program yang tertuang dalam visi-Misi Presiden/Wakil Presiden yang disebut Nawa Cita (Sembilan Agenda Prioritas). Sembilan Agenda tersebut ialah 1. Menghadirkan kembali negara untuk melindungi segenap bangsa dan memberikan rasa aman pada seluruh warga negara, melalui pelaksanaan politik luar negeri bebas aktif, keamanan nasional yang terpercaya dan pembangunan pertahanan negara Tri Matra terpadu yang dilandasi kepentingan nasional dan memperkuat jati diri sebagai negara maritime; 2. Membuat pemerintah tidak absen dengan membangun tata kelola pemerintahan LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA KEMENKO POLHUKAM 2016
6
yang bersih, efektif, demokratis, dan terpercaya, dengan memberikan prioritas pada upaya memulihkan kepercayaan publik pada institusi-institusi demokrasi dengan melanjutkan konsolidasi demokrasi melalui reformasi sistem kepartaian, pemilu, dan lembaga perwakilan; 3. Membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan; 4. Menolak negara lemah dengan melakukan reformasi sistem dan penegakkan hukum yang bebas korupsi, bermartabat, dan terpercaya; 5. Meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia melalui peningkatan kualitas pendidikan dan pelatihan dengan program “Indonesia Pintar”, wajib belajar 12 tahun bebas pungutan; 6. Meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar international, sehingga bangsa Indonesia bisa maju dan bangkit bersama bangsa-bangsa Asia lainnya; 7. Mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakan sektor-sektor strategis ekonomi domestic; 8. Melakukan revolusi karakter bangsa, melalui kebijakan penataan kembali kurikulum pendidikan nasional dengan mengedepankan aspek pendidikan kewarganegaraan; 9. Memperteguh Kebhinekaan dan memperkuat restorasi sosial Indonesia, melalui kebijakan memperkuat pendidikan kebhinekaan dan menciptakan ruang-ruang dialog antarwarga; Adapun strategi yang digariskan dalam RPJMN 2015-2019 terdiri dari 4 bagian utama yang merupakan turunan dari Nawa Cita yaitu: 1. Norma Pembangunan 2. Tiga Dimensi Pembangunan 3. Kondisi Perlu agar pembangunan dapat berlangsung 4. Program-Program Quick Wins Tiga dimensi pembangunan dan kondisi perlu dari strategi pembangunan memuat sektor-sektor yang menjadi prioritas dalam pelaksanaan RPJMN 2015-2019. Adapun Agenda
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA KEMENKO POLHUKAM 2016
7
dari Dimensi Pembangunan ialah: Agenda I : Pembangunan Nasional Agenda II : Pembangunan Bidang Agenda III : Pembangunan Wilayah Selain dari pada 3 dimensi pembangunan dalam strategi Pembangunan RPJMN 2015-2019, terdapat kondisi perlu yang telah dijabarkan yaitu Kepastian dan Penegakan Hukum; Keamanan dan Ketertiban; Politik dan Demokrasi, dan; Tata Kelola dan Reformasi Birokrasi Kemenko Polhukam bertanggung jawab dalam lingkup koordinasi peningkatan kepastian dan penegakan hukum, politik dan demokrasi, keamanan dan ketertiban serta Tata kelola dan Reformasi Birokrasi. Sasaran pembangunan nasional yang terkait dengan tugas dan fungsi Kemenko Polhukam dalam penguatan demokrasi adalah tercapainya indeks demokrasi pada angka 72,82; pada keamanan dan ketertiban ialah tercapainya nilai MEF sebesar 50,45 % dan tercapainya Penyelesaian sengketa informasi publik 84,37 % selama tahun 2016.
B. Rencana Strategis Kemenko Polhukam 2015-2019 Rencana Strategis Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan tahun 2015-2019 ditetapkan melalui Rencana Strategis Kemenko Polhukam 2015-2019 mencakup Visi, Misi, Kebijakan, Program dan Indikator Kinerja. Rencana Strategis ini berorientasi pada hasil yang ingin dicapai dalam kurun waktu 5 (lima) tahun yaitu tahun 2015 sampai dengan tahun 2019, dengan memperhitungkan analisis situasi, kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman serta isu-isu strategis.
1. Visi tan Misi Sejalan dengan visi dan misi Kabinet Kerja serta tugas dan fungsi Kemenko Polhukam yang diselaraskan dengan tingkat capaian pembangunan bidang politik, hukum dan keamanan, maka Kemenko Polhukam menetapkan visi
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA KEMENKO POLHUKAM 2016
8
Terciptanya koordinasi yang efektif untuk mewujudkan keamanan nasional dan kedaulatan wilayah dalam masyarakat yang demokratis berlandaskan hukum Guna mewujudkan visi tersebut, Kemenko Polhukam menetapkan Misi yang diharapkan menjadi arah pelaksanaan kegiatan demi terwujudnya Visi yang telah ditetapkan yaitu: Meningkatkan kualitas koordinasi perencanaan, penyusunan, pelaksanaan, dan pengendalian kebijakan di bidang politik, hukum dan keamanan
2. Tujuan Tujuan yang akan dicapai dalam koordinasi kebijakan bidang Politik, Hukum dan Keamanan ialah a. Tercapainya efektifitas sinkronisasi dan koordinasi perencanaan, penyusunan, dan pelaksanaan kebijakan bidang poltik, hukum dan keamanan; b. Meningkatnya Kapasitas kelembagaan Kemenko Polhukam dalam rangka koordinasi dan sinkronisasi kebijakan bidang polhukam;
3. Sasaran Strategis Dalam rangka mencapai tujuan Kemenko Polhukam, maka disusunlah sasaran strategis beserta indikator untuk lima tahun kedepan yaitu:
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA KEMENKO POLHUKAM 2016
9
a. Semakin mantapnya reformasi birokrasi dan tata kelola b. Terwujudnya penegakan hukum c. Meningkatnya kualitas demokrasi dan diplomasi d. Terciptanya stabilitas keamanan e. Terciptanya Koordinasi/Konsolidasi pengarusutamaan wawasan kebangsaan dan karakter bangsa
4. Arah Kebijakan Dalam kerangka pencapaian visi jangka panjang, yakni Indonesia yang mandiri, maju, adil dan makmur, RPJPN 2005-2025 mengamanatkan bahwa RPJMN ke-3 periode 20152019 diarahkan untuk lebih memantapkan pembangunan secara menyeluruh dengan menekankan pembangunan keunggulan kompetitif perekonomian yang berbasis sumber daya alam yang tersedia, sumber daya manusia yang berkualitas serta kemampuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sebagaimana disebutkan dalam buku 1 RPJMN 2015-2019, bahwa terdapat tantangan utama pembangunan yang dapat dapat dikelompokkan; 1. Dalam
rangka
meningkatkan
wibawa
negara,
tantangan
utama
pembangunan mencakup peningkatan stabilitas dan keamanan negara, pembangunan tata kelola untuk menciptakan birokrasi yang efektif dan efisien, serta pemberantasan korupsi; 2. Dalam rangka memperkuat sendi perekonomian bangsa, tantangan utama pembangunan adalah pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkelanjutan, percepatan pemerataan dan keadilan, serta keberlanjutan pembangunan; 3. Dalam rangka memperbaiki krisis kepribadian bangsa termasuk intoleransi, tantangan utama pembangunan mencakup peningkatan kualitas sumberdaya manusia,
pengurangan
kesenjangan
antarwilayah
dan
percepatan
pembangunan kelautan.
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA KEMENKO POLHUKAM 2016
10
Selanjutnya untuk menunjukkan prioritas pembangunan, pada jalan perubahan menuju Indonesia yang berdaulat secara politik, mandiri dalam bidang ekonomi, dan berkepribadian dalam kebudayaan, dirumuskan sembilan agenda prioritas. Kesembilan agenda prioritas itu disebut NAWA CITA. Untuk mencapai Visi dan terlaksana serta tercapainya agenda pembangunan nasional 2015-2019 maka sasaran utama Pembangunan adalah: 1. Sasaran Makro; 2. Sasaran Pembangunan Manusia dan Masyarakat; 3. Sasaran Pembangunan Sektor Unggulan; 4. Sasaran Dimensi Pemerataan; 5. Sasaran Pembangunan Wilayah dan Antarwilayah; dan 6. Sasaran Politik, Hukum, Pertahanan dan Keamanan.
Kemenko Polhukam berperan strategis dalam rangka mendukung dimensi pembangunan nasional yaitu, dimensi pembangunan manusia, dimensi sektor unggulan serta dimensi pemerataan antar kelompok dan antar wilayah. Prakondisi yang harus diwujudkan adalah : 1. Kepastian dalam penegakan hukum 2. Rasa aman dan terciptanya ketertiban dalam masyarakat 3. Kondisi politik yang sehat dan demokrasi yang substansial serta 4. Dukungan birokrasi yang profesional sebagai cerminan dari kesuksesan implementasi reformasi birokrasi 5. Terlaksananya Konsolidasi Pengarusutamaan Wawasan Kebangsaan dan Karakter Bangsa.
C. Perjanjian Kinerja 2016 Penetapan Kinerja pada dasarnya adalah pernyataan komitmen pimpinan yang merepresentasikan tekad dan janji untuk mencapai kinerja yang jelas dan terukur dalam rentang waktu satu tahun tertentu dengan mempertimbangkan sumber daya yang LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA KEMENKO POLHUKAM 2016
11
dikelolanya. Tujuan khusus penetapan kinerja antara lain adalah untuk meningkatkan akuntabilitas, transparansi dan kinerja aparatur sebagai wujud nyata komitmen antara penerima amanah sebagai dasar penilaian keberhasilan/ kegagalan pencapaian tujuan dan sasaran organisasi, menciptakan tolak ukur kinerja sebagai dasar evaluasi kinerja aparatur, dan sebagai dasar pemberian reward atau penghargaan dan punishment atau sanksi
Tabel II.1 Perjanjian Kinerja Tahun 2016 Sasaran Strategis Intikator Kinerja (1)
Meningkatnya Kualitas Demokrasi tan Diplomasi Intonesia
Meningkatnya Supremasi Hukum tan Pemajuan HAM
(2) 1. Indeks Demokrasi Indonesia
(3) 73,6
2. Persentase Peningkatan daya tangkal Masyarakat dari pengaruh teroris
30%
3. Penyelesaian Sengketa Informasi Publik
60%
1. Indeks Perilaku Anti Korupsi (IPAK)
3.65
2. Indeks Persepsi Korupsi 3. Indeks Pembangunan Hukum
Terwujutnya Stabilitas Keamanan
Meningkatnya Pentayagunaan Aparatur tan Tata Kelola Kepemerintahan.
Target
40 0,68-0,70
1.
Skala Minimum Essential Forces (MEF)
51,20%
2.
Potensi Kontribusi Industri Pertahanan Nasional
38%
3.
Jumlah Kejadian Terorisme
0
1. Indeks Reformasi Birokrasi K/L Indeks Reformasi Birokrasi Provinsi
58% 35%
2. Tk. Kepuasan masyarakat terhadap layanan publik K/L Tk. Kepuasan masyarakat terhadap layanan publik Provinsi
53,5%
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA KEMENKO POLHUKAM 2016
51,5%
12
BAB III AKUNTABILITAS KINERJA
A. Capaian RPJMN 2015-2019 Bitang Polhukam Tahun 2016 Kemenko Polhukam mempunyai peran strategis sebagai katalisator maupun fasilitator bagi Kementerian/Lembaga teknis yang menjadi wilayah koordinasi, dalam mewujudkan sasaran yang diamanahkan dalam RPJMN 2015-2019 serta pemecahan masalah yang bersifat mendesak. Hal ini dilakukan melalui tugas dan fungsi koordinasi, sinkronisasi dan rekomendasi perumusan kebijakan di bidang politik, hukum dan keamanan yang diemban oleh Kemenko Polhukam. Beberapa percepatan pembangunan nasional di bidang politik, hukum dan keamanan menjadi agenda strategis pemerintah yang dicapai dalam dua tahun ini sebagai bagian dari perwujudan Nawacita. Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Kemenko Polhukam) sebagai pemegang otoritas koordinasi, pengendalian dan sinkronisasi Kementerian dan Lembaga terkait di sektor politik, hukum dan keamanan, telah melakukan beberapa percepatan di berbagai bidang terkait ruang lingkup Politik, Hukum, dan Keamanan. Secara umum capaian indikator kinerja tahun 2016 menunjukkan adanya
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA KEMENKO POLHUKAM 2016
13
perkembangan yang cukup signifikan karena hampir semua hasil realisasi indikator kinerja yang telah ditetapkan untuk tahun 2016 telah mencapai target hingga melampaui target. Pencapaian ini akan terus ditingkatkan lagi oleh Kemenko Polhukam dalam upaya mempersiapkan langkah-langkah strategis yang dapat diambil bagi pencapaian target RPJMN berikutnya. Selain itu dibutuhkan komitmen dan kerja keras bersama jajaran Kementerian/Lembaga di bawah koordinasi Kemenko Polhukam dalam mencapai targettarget RPJMN bidang politik, hukum dan keamanan pada tahun-tahun mendatang. Di bidang politik beberapa capaian selama dua tahun terakhir ini: pertama, konsolidasi politik yang menghasilkan perimbangan kekuatan politik di parlemen, sehingga program-program pemerintah dapat berjalan dengan efektif karena didukung oleh DPR. Pemerintah telah mampu untuk melakukan suatu komunikasi politik yang cukup sehat, komunikasi politik yang cukup kondusif, komunikasi politik yang bersifat soft approach, sehingga berhasil untuk melakukan konsolidasi politik yang menghasilkan perimbangan kekuatan politik di parlemen; kedua, Terobosan politik berupa Pilkada Serentak di tahun 2015 berlangsung sukses dengan angka partisipasi pemilih sebesar 69,6 persen; ketiga, Indeks Demokrasi Indonesia pada 2015 ialah 72,82 jika diukur dengan indikator dan variabel yang sama dengan Tahun 2014 yang saat itu mencapai angka 73,04; Di bidang hukum, capaian selama kurun waktu 2 tahun adalah, pertama, Deregulasi Peraturan Daerah dengan mencabut 3.143 Perda-Perda bermasalah; kedua, Kinerja Kepolisian semakin membaik dengan indikator menurunnya angka kejahatan dari 373.636 pada 2015 menjadi 165.147 pada 2016 (per Juni) dan angka kecelakaan lalu lintas menurun secara signifikan baik jumlah kecelakaan maupun korban, pada 2016 turun menjadi 1.947 kasus dari sebelumnya di tahun 2015 sebanyak 2.228 kasus; ketiga, Kejaksaan Agung berhasil menyelamatkan keuangan negara sebesar Rp. 14,2 triliun selama JanuariSeptember 2016; keempat, Program Tax Amnesty sebagai terobosan bidang hukum perpajakan hingga bulan Oktober telah berhasil meraih angka tebusan sebesar Rp 97,15 triliun atau sebesar 60% dari target Rp165 triliun; kelima, Penangkapan buronan koruptor yaitu Samadikun Hartono (kasus BLBI 1998) di Cina pada 14 April 2016, Totok Ary Prabowo (mantan Bupati Temanggung) di Kamboja pada 12 September 2015 dan Hartawan Aluwi LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA KEMENKO POLHUKAM 2016
14
(Kasus Bank Century) di Singapura pada 22 April 2016. Keenam, Meluncurkan Paket Kebijakan Reformasi Hukum Tahap I yaitu a. Pemberantasan pungutan liar; b. Pemberantasan penyelundupan; c. Percepatan pelayanan SIM, STNK, dan BPKB; d. Relokasi lapas yang telah over-capacity; e. Perbaikan layanan hak paten merk dan desain; ketujuh, Pembentukan Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar (SATGAS SABER PUNGLI) melalui Perpres Nomor 87 Tahun 2016 sebagai bagian dari realisasi Paket Reformasi Hukum Tahap Pertama. Di bidang keamanan yang dicapai dalam 2 tahun ini antara lain: Pertama, Pembangunan di wilayah perbatasan dengan mendirikan 7 (tujuh) Pos Lintas Batas Negara (PLBN) dan sarana penunjangnya; kedua, Pencegahan radikalisme dan terorisme dengan melumpuhkan teroris Poso dan berhasil menewaskan pemimpin Mujahidin Indonesia Timur (MIT) Santoso, serta menangkap tersangka teroris sebanyak 170 orang; ketiga, Pembebasan WNI yang disandera kelompok Abu Sayyaf melalui jalur diplomatis. Dinamika permasalahan nasional meliputi penegakan HAM, penataan hukum, pembentukan Badan Siber dan Crisis Center serta pemberantasan terorisme dan narkoba. dalam mengatasi permasalahan di bidang politik, hukum dan keamanan diperlukan upaya koordinasi dan sinkronisasi serta pengendalian kebijakan Kementerian/Lembaga di bawah koordinasi Kemenko Polhukam.
B. Pengukuran Capaian Kinerja Tahun 2016 Pengukuran tingkat capaian kinerja Kemenko Polhukam dilakukan dengan membandingkan target kinerja yang ditetapkan dalam Penetapan Kinerja dengan realisasi dari indikator Sasaran Strategis. Secara garis besar, tingkat capaian kinerja Kemenko Polhukam pada tahun 2016 dapat dilihat pada tabel berikut:
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA KEMENKO POLHUKAM 2016
15
Tabel III.1 Capaian Kinerja Tahun 2016 Sasaran Strategis
(1) Meningkatnya kualitas temokrasi tan tiplomasi Intonesia
Intikator Kinerja
a) b)
c)
Meningkatnya Supremasi Hukum tan Pemajuan HAM
a) b) c)
Terwujutnya stabilitas keamanan
a)
b)
c) Meningkatnya pentayagunaan aparatur tan tata kelola kepemerintahan
a)
b)
Target 2016
2014
(2) Inteks Demokrasi Intonesia Persentase peningkatan taya tangkal Masy. Dari pengaruh teroris Penyelesaian Sengketa Informasi Publik
(3) 73,6
(5) 63,72
(6) 73,04
(7) 72,82
% Capaian 2016 (8) 98,94
30%
n.a
n.a
36%
120%
60%
9,08%
132,39
84,37%
140,61%
Inteks Perilaku Anti Korupsi (IPAK) Inteks Persepsi Korupsi Inteks Pembangunan Hukum
3.65
3.4
3,6
n.a
n.a
40
34
36
37
123,33%
0,68-0,70
n.a
n.a
n.a
n.a
51,20%
42,3
43,67
50,45%
98,53%
38%
n.a
n.a
n.a
n.a
0
44
10
8
-
Skala Minimum Essential Forces (MEF) Potensi Kontribusi Intustri Pertahanan Nasional Jumlah Kejatian Terorisme Inteks Reformasi Birokrasi K/L Inteks Reformasi Birokrasi Provinsi Tk. Kepuasan masyarakat terhatap layanan Publik K/L Tk. Kepuasan masyarakat terhatap layanan Publik Provinsi
Realisasi 2015 2016
58%
n.a
n.a
66,77%
115,12%
35%
n.a
n.a
53,33%
152,37%
53,5%
n.a
n.a
55,33%
103,42%
51,5%
n.a
n.a
39,9%
77,47%
C. Evaluasi tan Analisis Capaian Kinerja tahun 2016 1. Sasaran I : Meningkatnya Kualitas Demokrasi tan Diplomasi Intonesia Pencapaian sasaran I yaitu meningkatnya kualitas demokrasi dan diplomasi Indonesia diukur dengan menggunakan 3 (tiga) indikator kinerja utama sebagai alat ukur
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA KEMENKO POLHUKAM 2016
16
yaitu (1) Indeks Demokrasi Indonesia; (2) Persentase Peningkatan Daya Tangkal masyarakat dari pengaruh teroris; (3) Penyelesaian Sengketa Informasi Publik. Adapun capaian kinerja yang telah dihasilkan sebagai berikut:
Tabel III.2 Capaian Sasaran I Meningkatnya Kualitas Demokrasi tan Diplomasi Intonesia Sasaran Strategis (1) Meningkatnya kualitas temokrasi tan tiplomasi Intonesia
Indikator Kinerja (2) a) Indeks Demokrasi Indonesia b) Persentase peningkatan daya tangkal masyarakat dari pengaruh teroris c) Penyelesaian Sengketa Informasi Publik
Target (3) 73,6
Realisasi (4) 72,82
Persentase (5) 98,94
30%
36%
120%
60%
84,37%.
140,61%
* Skor IDI Tahun 2015, dipublikasikan tahun 2016
a. Inteks Demokrasi Intonesia Indonesia adalah sebuah negara besar dengan tingkat keragaman antar-daerah yang besar pula, baik dalam hal pertumbuhan ekonomi, kesejahteraan masyarakat, tingkat ketimpangan pendapatan, penegakan hukum, maupum konflik komunal, dan lain-lain. Tak Koortinasi tan Sinkronisasi kebijakan bitang Poltagri berkontribusi talam pencapaian skor IDI nasional 2016 sebesar 72,82
pelak lagi keragaman ini juga membawa keragaman dinamika demokrasi di tingkat lokal. Dalam konteks inilah pengukuran demokrasi menjadi penting, khususnya pengukuran kuantitatif yang dibangun berdasarkan data empirik, untuk menilai kemajuan atau kemunduran demokrasi di provinsi-provinsi di tanah air (tingkat lokal).
Adapun alat ukur obyektif yang dipakai dalam mengukur tingkat demokratis di Indonesia dikenal dengan Indeks Demokrasi Indonesia (IDI). Indeks Demokrasi Indonesia (IDI) adalah alat ukur obyektif dan empirik terhadap kondisi demokrasi politik provinsi di Indonesia. IDI merupakan pengukuran yang country specific, yang dibangun dengan latar belakang perkembangan sosial-politik Indonesia. Oleh karena itu dalam merumuskan konsep demokrasi maupun metode pengukurannya IDI LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA KEMENKO POLHUKAM 2016
17
mempertimbangkan
kekhasan
persoalan
Indonesia.
Pengumpulan
data
IDI
mengombinasikan pendekatan kuantitatif dan kualitatif sebagai tahapan yang saling melengkapi. Tahap pertama data kuantitatif dikumpulkan dari koding surat kabar yang telah disepakati yaitu surat kabar yang berada pada masing-masing provinsi dengan jumlah oplah terbanyak, dan dokumen tertulis seperti Perda atau peraturan/keputusan kepala daerah, yang sesuai dengan indikator-indikator IDI. Tahap kedua temuan-temuan tersebut kemudian diverifikasi dan dielaborasi melalui fokus group discussion (FGD). FGD bertujuan untuk menggali kasus-kasus yang tidak tertangkap pada koding surat kabar maupun koding dokumen. Selanjutnya pada tahap ketiga data-data yang masih perlu klarifikasi
dilakukan
wawancara
mendalam
dengan
narasumber
yang
kompeten
memberikan
informasi tentang indikator IDI yang diklarifikasi. Sejak
tahun
2010,
Kemenko
Polhukam bertanggungjawab dalam pencapaian targt RPJM yaitu peningkatan nilai IDI yang dapt menggambarkan perkembangan demokrasi di Indonesia pasca Reformasi. Dalam pelaksanaannya, Kemenko Polhukam tidak hanya menyediakan anggaran operasional pengukuran indeks demokrasi yang secara teknis dilaksanakan oleh BPS selaku penyelenggara
survei
nasional.
Kemenko
Polhukam
juga
mengoordinasikan,
menyinkronkan dan mengendalikan upaya-upaya perbaikan dan peningkatan kualitas demokrasi hingga tingkat daerah melalui rekomendasi kebijakan yang disampaikan kepada K/L terkait. Selain itu Kemenko Polhukam juga melakukan analisa dan supervisi secara langsung proses peningkatan kualitas demokrasi bagi daerah-daerah yang masuk dalam kategori perlu perbaikan. IDI 2015 memperkenalkan dua indikator baru yaitu indikator 25 “Kebijakan pejabat pemerintah daerah yang dinyatakan bersalah oleh Keputusan PTUN” menggantikan indikator lama “Laporan dan berita penggunaan fasilitas pemerintah untuk kepentingan LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA KEMENKO POLHUKAM 2016
18
calon/parpol tertentu” serta indikator 26 “Upaya penyediaan informasi APBD oleh pemerintah daerah” menggantikan indikator “Laporan dan berita keterlibatan PNS dalam kegiatan politik parpol dan pemilu legislative”. Hal ini ditujukan agar IDI dapat lebih sensitif menangkap peristiwa yang dapat menunjukan kualitas Peran Birokrasi Pemerintah Daerah. Kualitas demokrasi Indonesia dalam IDI digolongkan ke dalam tiga kategori: “buruk” jika capainnya kurang dari 60, “sedang” jika capaiannya berkisar dari 60-80 dan “baik” jika capaiannya 80 ke atas. Adapun tingkat skor IDI selama 7 tahun berturut-turut adalah sebagai berikut
Grafik III.1 Inteks Demokrasi Intonesia 2009 – 2015
Perkembangan IDI dari 2009 hingga 2015 mengalami fluktuasi yaitu pada 2009 sebesar 67,3; 2010 sebesar 63,17; 2011 sebesar 65,48; 2012 sebesar 62,63; 2013 sebesar 63,72, 2014 sebesar 73,04 dan pada 2015 sebesar 72,82. Fluktuatifnya angka IDI merupakan cermin situasi dinamika demokrasi di negara kita. Gambaran demokrasi yang ditunjukkan hasil IDI selama tujuh tahun pengukuran juga memperlihatkan pola yang konsisten. Sungguhpun struktur (structure) dan perangkat aturan (rule) sebagai prosedur demokrasi telah disediakan relatif baik oleh pemerintah, namun dalam pelaksanaannya kurang ditopang oleh kultur (culture) berdemokrasi yang baik. Dalam kaitan inilah “urgensi untuk melakukan penguatan kultur politik” menemukan konteksnya yang signifikan; selain
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA KEMENKO POLHUKAM 2016
19
juga meningkatkan kapasitas lembaga demokrasi. Angka IDI 2015, yang dipublikasikan pada tahun 2016 merupakan indeks komposit yang disusun dari tiga nilai aspek yakni aspek kebebasan sipil, aspek hak-hak politik dan aspek lembaga demokrasi. Pada grafik menunjukkan nilai aspek kebebasan sipil sebesar 82,62; aspek hak-hak politik sebesar 63,72; dan dan aspek lembaga demokrasi sebesar 75,81. Secara umum tren capaian IDI nasional tersebut mengindikasikan bahwa aspek kebebasan sipil di Indonesia selama tujuh tahun terakhir ini tergolong baik, dengan indikasi ancaman terhadap kebebasan sipil secara umum relatif kecil. Terbukanya ruang-ruang publik dan aturan-aturan yang ditetapkan terlihat cukup efektif dalam memastikan bahwa negara tidak menginjak hak-hak sipil warganegara. Hak-hak politik warganegara juga secara umum terpenuhi walaupun masih belum memuaskan. Demikian pula lembagalembaga demokrasi secara prosedural berjalan cukup baik meskipun belum sepenuhnya menjadi representasi yang efektif dan memuaskan bagi warga negara. Dalam mengekspresikan ketidakpuasan ini, tampak pula bahwa warganegara menggunakan keterbukaan ruang publik dengan antusias sebagaimana tampak dari banyaknya partisipasi dalam pengawasan penyelenggaraan negara, meskipun ekspresinya sering berakhir dengan kekerasan yang justru tidak demokratik. Adapun tren aspek kebebasan sipil dapat dilihat pada grafik berikut Grafik III.2. Tren Aspek Kebebasan Sipil 2009 -2015
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA KEMENKO POLHUKAM 2016
20
Berbeda dengan aspek Kebebasan Sipil, aspek Hak-hak Politik secara konsisten memiliki capaian yang rendah selama lima tahun (2009-2013). Pada 2014 capaian variabel Hak Memilih dan Dipilih melonjak sangat tinggi dan bertahan pada capaian yang sama di tahun 2015, sebagaimana ditunjukkan oleh Grafik III.3. Grafik III.3 Tren Aspek Hak-hak Politik 2009-2015
Sementara itu, capaian aspek Lembaga Demokrasi selama enam tahun terakhir paling fluktuatif dibandingkan dua aspek lainnya. Selain berfluktuasi, juga terjadi tren pengelompokkan yang jelas diantara variabel-variabel di aspek ini, sebagaimana ditunjukkan oleh Grafik 1.5. berikut ini Grafik III.4 Tren Aspek Lembaga Demokrasi 2009 -2015
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA KEMENKO POLHUKAM 2016
21
Pada grafik 1.5. menunjukkan, dua variabel yakni: Peran DPRD dan Peran Partai Politik memiliki persoalan kronik sehingga sampai pada pengukuran tahun 2015 empat indikator yang terdapat di dalamnya masih tetap memiliki capaian kinerja dengan kategori "buruk", yaitu: Alokasi Anggaran Pendidikan dan Kesehatan (Indikator 20); Perda Inisiatif DPRD (Indikator 21); Rekomendasi DPRD kepada Eksekutif (Indikator 22); dan Kegiatan Kaderisasi yang Dilakukan oleh Partai Politik Peserta Pemilu (Indikator 23). Ada sejumlah hal yang dapat dibaca dari perkembangan demokrasi di Indonesia, khususnya bila didasarkan pada gambaran yang ditampilkan oleh IDI selama tujuh tahun berturut-turut, sejak IDI 2009 sampai dengan IDI 2015 1. Mayarakat sipil Indonesia memiliki modalitas berdemokrasi yang cukup kuat. Hal ini tercermin dari nilai-nilai yang selalu konsisten tinggi dan merata di antara variabel dan indikator pada aspek kebebasan sipil sejak IDI 2009 sampai dengan IDI 2015. Meskipun ada dinamika pada masyarakat, seperti ancaman/penggunaan kekerasan oleh masyarakat lainnya untuk berpendapat, tapi ancaman ini tidak bersifat sangat besar dan berskala nasional, melainkan hanya bersifat lokal. Masyarakat indonesia bisa dikatakan telah cukup matang menyikapi gangguan terhadap kebebasan kelompok lain dalam menjalankan hak-hak sipil mereka. Pemerintah juga telah memiliki kebijakan dan mekanisme terhadap ancaman/penggunaan kekerasan 2. Berdasarkan hasil IDI, pemerintah perlu mencari cara-cara terbaik untuk melakukan intervensi kebijakan dan anggaran agar terjadi penguatan yang signifikan pada lembaga-lembaga demokrasi, terutama pada peran partai politik dan peran DPRD. Sejak IDI 2009, ada konsistensi pada rendahnya nilai IDI terkait peran parpol dan peran DPRD. Peran parpol dan peran DPRD sangat berkaitan, karena DPRD merupakan cermin dari kapasitas parpol di daerah. UUD 1945 memberikan peran penting
pada
parpol
sebagai
instrumen
utama
bagi
masyarakat
untuk
mengartikulasikan aspirasi politiknya. 3. Hal lain yang secara konsisten menunjukan hasil yang kurang memuaskan adalah peran Partai Politik (Parpol) dan DPRD. Kaderisasi Parpol hanya terlihat dilakukan pada tahun 2012 yaitu dua tahun sebelum Pemilu Legislatif 2014. LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA KEMENKO POLHUKAM 2016
Seyogyanya 22
kaderisasi dapat terus dilakukan tanpa melihat apakah itu tahun Pemilu atau bukan sehingga kader-kader yang dihasilkan cukup matang dan paham akan fungsi serta tugas mereka kelak setelah terpilih. Secara tidak langsung hal ini berkontribusi pada rendahnya capaian Peran DPRD yang ditunjukan pada rendahnya alokasi anggaran kesehatan/pendidikan, jumlah perda inisiatif, dan rekomendasi kepada eksekutif sebagai ukuran upaya memperjuangkan kebutuhan masyarakat yang menjadi konstituen di wilayah masing-masing. 4. Pada aspek hak hak politik tetap masih ada problematik yang cukup serius, yakni pada partisipasi politik dalam pengambilan keputusan dan pengawasan, khususnya pada indikator demonstrasi/mogok yang bersifat kekerasan. Peran perempuan dalam politik di tingkat provinsi perlu ditingkatkan agar memiliki tingkat elektabilitas yang makin tinggi untuk masuk ke dalam lembaga perwakilan di DPRD. Dua hal ini secara merata masih rendah nilainya di dalam IDI 2015 Berangkat dari hasil IDI 2009-2015 secara umum beberapa langkah yang dapat diambil adalah: -
Melakukan pendidikan politik, terutama yang berkaitan dengan etika politik, hakhak dan kewajiban warganegara serta partisipasi yang berkualitas
-
Memastikan terjadinya proses kaderisasi yang baik dalam partai-partai politik sehingga dapat menghasilkan politisi-politisi yang berintegritas dan kompeten
-
Meningkatkan kompetensi politisi yang duduk di parlemen sehingga mampu menyuarakan dan memperjuangkan kepentingan serta aspirasi warganegara yang mereka wakili
-
Memperbaiki sistem proses dan prosedur dalam lembaga legislatif untuk memastikan capaian kinerja yang berkualitas Dalam rangka meningkatkan kualitas demokrasi. Masyarakat sipil memiliki peran
yang sangat penting. Nilai-nilai yang perlu ada dan dipelihara dalam kehidupan demokrasi seperti toleransi, nondiskriminasi dalam segala hal, akan menjadi modal utama Indonesia untuk bergerak menuju demokrasi yang lebih substansial. Pemerintah berperan untuk memastikan bahwa hak-hak konstitusional warganegara terlindungi. LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA KEMENKO POLHUKAM 2016
23
b. Persentase Peningkatan Daya Tangkal Masyarakat tari Pengaruh Teroris Kondisi obyektif bangsa Indonesia yang terdiri dari berbagai etnis, agama, dan kultur yang merupakan aset dan kekayaan bangsa, secara alamiah memiliki kerawanan yang dapat berkembang menjadi potensi konflik yang mengarah pada disintegrasi bangsa. Untuk
itu,
diperlukan
upaya
pemantapan
pemahaman masyarakat tentang pentingnya toleransi, saling percaya, dan membangun harmonisasi antar kelompok masyarakat melalui komunikasi sosial yang intensif. Dalam hal ini peran pemerintah menjadi sangat penting dan strategis untuk mengembangkan kehidupan masyarakat yang lebih harmonis. Dalam upaya
Peran koortinasi bitang kesatuan bangsa sangat penting sebagai koortinator K/L terkait talam memperkokoh persatuan tan kesatuan bangsa, keutuhan, tan integritas nasional tari ancaman konflik horizontal maupun vertikal yang mengarah pata tisintegrasi bangsa, serta ancaman terorisme.
tersebut, bangsa Indonesia menghadapi berbagai tantangan, diantaranya adalah radikalisme dan terorisme. Guna menghadapi berkembangnya ideologi radikal dan pengaruh-pengaruh lain yang dapat mengancam persatuan dan kesatuan, diperlukan pemantapan aktualisasi nilainilai Pancasila dalam kehidupan setiap warga negara dan komponen penyelenggara negara agar dapat menjadi filter terhadap pengaruh-pengaruh negatif tersebut. Untuk itu, perlu memposisikan
Pancasila
sebagai
salah
satu
pusat
kekuatan
strategis bangsa,
penyelenggaraan program pendidikan, pencerahan dan pengayaan nilai-nilai Pancasila sebagai way of life, serta mengimplementasikan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Berdasarkan Nawacita Kebinet Kerja pada nomor 1 yaitu menghadirkan kembali negara untuk melintungi segenap bangsa dan memberikan rasa aman pada seluruh warga negara. Untuk itu, berbagai program dan kegiatan diantaranya peningkatan daya tangkal masyarakat diperkuat dari pengaruh terorisme. Perang melawan terorisme tidak mungkin dimenangkan tanpa partisipasi masyarakat. Aksi teror itu sendiri berawal dari rangkaian kegiatan yang dilakukan di tengah-tengah aktivitas masyarakat sehari-hari. Bila gejala awal terorisme dapat dieliminir, LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA KEMENKO POLHUKAM 2016
24
maka tindakan terorisme dapat dicegah. Oleh karena itu, pemerintah mendorong partisipasi publik seoptimal mungkin agar masyarakat dengan cara sendiri-sendiri ataupun bersama-sama memerangi terorisme dalam batas-batas kerangka hukum yang berlaku. Perlu dibangun spirit dan komitmen bersama secara nasional dalam upaya memerangi terorisme melalui pencerahan dan penyebarluasan nilai-nilai kedamaian dan toleransi serta kerukunan umat beragama. Dalam dokumen RPJMN Tahun 2015-2019, fenomena terorisme masih akan menjadi persoalan serius bagi Indonesia, terutama apabila tidak ada strategi dan tindakantindakan mendasar untuk mengatasinya. Ancaman terorisme bukan saja tertuju pada keamanan masyarakat, melainkan langsung membahayakan ideologi bangsa yakni Pancasila sebagai konsensus dasar bangsa Indonesia, juga kepada UUD 1945, NKRI dan Bhinneka Tunggal Ika. Untuk itu salah satu elemen kunci untuk menanggulangi terorisme adalah melalui upaya pencegahan dengan meningkatkan daya tangkal (ketahanan) masyarakat dari pengaruh teroris. Sejalan dengan itu, peran koordinasi bidang kesatuan bangsa sangat penting sebagai koordinator K/L terkait dalam kegiatannya menjaga persatuan dan kesatuan bangsa bersama komponen bangsa lainnya, pemersatu bangsa agar cinta tanah air dalam wadah NKRI. Koordinasi bidang kesatuan bangsa antara lain memiliki peran strategis dalam memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa serta keutuhan dan integritas nasional dari ancaman konflik horizontal maupun vertikal yang mengarah pada disintegrasi bangsa, serta ancaman terorisme. Salah satu parameter untuk dapat mengukur daya tangkal masyarakat terhadap pengaruh teroris adalah melalui instrumen ideologis dan dimungkinkan untuk mengetahui daya tangkal masyarakat tersebut melalui kebijakan, program, kegiatan, serta berbagai forum yang selama ini sudah dikembangkan oleh pemerintah dan pemerintah daerah, khususnya melalui pendekatan sosial budaya, agama, wawasan kebangsaan dan bela negara. Berdasarkan hasil koordinasi, sinkronisasi dan pengendalian yang dilakukan oleh Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan terhadap K/L terkait atas LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA KEMENKO POLHUKAM 2016
25
hasil pencapaian peningkatan daya tangkal masyarakat dari ideologi radikal, sesuai dengan data dari BNPT pada tahun 2016 adalah sebesar 117 %. Apabila dibandingkan baseline tahun 2014 sebesar 85,89 %, sehingga prosentase peningkatannya adalah sebesar 36 % (melebihi target tahun 2016 yaitu 30 %). Disamping capaian tersebut, berkenaan dengan penanganan terorisme, pemerintah melalui lembaga terkait sudah berupaya membangun kesadaran masyarakat untuk menangkalnya melalui pembentukan dan pemberdayaan forum-forum diantaranya Forum Kewaspadaan Dini Masyarakat (FKDM), Forum Koordinasi Pemberantasan Terorisme (FKPT), Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB), dan Pusat Pendidikan Wawasan Kebangsaan (PPWK). Adapun data terkait dengan keberadaan forum-forum tersebut adalah sebagai berikut: Tabel III. 3 Daftar Forum yang tibentuk pemerintah NO.
NAMA FORUM
PROVINSI
% PROVINSI
KAB/KOTA
% KAB/KOTA
1.
FKPT
32
94 %
2.
FKDM
34
100 %
426
82 %
3.
FKUB
34
100 %
500
97 %
4.
PPWK
28
82 %
53
10 %
Rata-rata
tidak membentuk
94 %
63 %
Sumber: Kemendagri, Kemenag, dan BNPT (2016)
Forum-Forum tersebut dibentuk dan difasilitasi oleh pemerintah, namun secara keanggotaan yang terlibat dan berperan adalah masyarakat dalam hal ini tokoh-tokoh masyarakat. Selama ini forum-forum tersebut telah berupaya untuk mensosialisasikan dan mengembangkan pemahaman tentang Empat Konsensus Dasar Bangsa serta menyebarkan semangat kerukunan, toleransi, kewaspadaan dini, serta semangat pemberantasan terorisme.
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA KEMENKO POLHUKAM 2016
26
Foto: Menko Polhukam menyampaikan Sambutan pada Kegiatan Forum Koordinasi dan Sinkronisasi Kewaspadaan Nasional, Cirebon, 29 September 2016
Dalam kerangka pencapaian kinerja, apabila
peningkatan
daya
tangkal
masyarakat terhadap pengaruh terroris juga diukur melalui forum yang telah terbentuk dan terbina, maka rata-rata capaian kinerjanya adalah sebesar 94 % untuk tingkat Provinsi dan 63 % untuk tingkat Kabupaten/Kota. Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan melalui koordinasi bidang kesatuan bangsa selama ini secara aktif telah berupaya mengoordinasikan, menyinkronisasikan dan mengendalikan berbagai forum-forum tersebut sehingga dapat lebih berdaya sesuai dengan peran dan fungsinya masing-masing.
c. Penyelesaian Sengketa Informasi Publik Dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 28 F disebutkan bahwa setiap Orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh Informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, dan menyimpan Informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia. Hal tersebutlah yang melatarbelakangi adanya pembentukan UU No 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP) sebagai salah satu jaminan akses masyarakat dalam memperoleh informasi. Hal ini sangat diperlukan, mengingat hak untuk memperoleh Informasi merupakan hak asasi manusia sebagai salah satu wujud dari kehidupan berbangsa dan bernegara yang demokratis. United Nations Development Programme (UNDP) menjelaskan bahwa transparansi menjadi salah karakteristik dari good governance. Dengan adanya kebijakan keterbukaan informasi publik di Indonesia, maka kini pemerintah harus memberikan akses informasi seluas-luasnya kepada masyarakat dalam menuju tata kelola pemerintahan yang baik. LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA KEMENKO POLHUKAM 2016
27
Pemerintahan yang terbuka (open government) merupakan salah satu fondasi sebagai akuntabilitas demokrasi. Dalam pemerintahan yang terbuka, keterbukaan informasi publik adalah salah satu keharusan karena dengan adanya keterbukaan informasi publik, pemerintahan dapat berlangsung secara transparan dan partisipasi masyarakat terjadi secara optimal dalam seluruh proses pengelolaan pemerintahan. Oleh sebab itu, Kemenko Polhukam telah menjadikan sengketa informasi publik menjadi salah satu IKU yang dianggap penting untuk mendongkrak good governance di Indonesia. Melalui Deputi Bidang Koordinasi Komunikasi, Informasi, dan Aparatur, Kemenko Polhukam melakukan koordinasi dalam rangka menindaklanjuti sengketa informasi yang ada di pusat dan daerah melalui rapat koordinasi dengan Komisi Informasi Pusat dan Komisi Informasi Daerah. Kemenko Polhukam ikut mendorong Kementerian/Lembaga terkait untuk menyelesaikan kasus sengketa informasi secara tuntas. Selama Januari s/d Desember 2016, Komisi Informasi Pusat telah menerima dan meregister permohonan penyelesaian sengketa informasi sebanyak 64 register dengan rincian sebagai berikut: Tabel III.4 Register Permohonan Penyelesaian Sengketa Informasi Publik Tahun 2016
Periote Januari februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober
Jumlah 5 register 2 register 11 register 8 register 7 register 2 register 2 register 4 register 8 register 4 register
November Desember Total
3 register 8 register 64 register
Dari 64 kasus tersebut, sebanyak 38 berasal dari perseorangan dan 26 dari Badan Hukum, terdapat satu permohonan yang tidak layak register karena tidak melengkapi legal LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA KEMENKO POLHUKAM 2016
28
standing berupa Akta Notaris, pengesahan Kemenkum & HAM dan Surat Kuasa yang diajukan oleh pemohon LBH Jakarta selaku kuasa dari Makmud Murod/ Sri Wahyungsih dengan termohon BPN Jakarta Barat. Rekapitulasi register sengketa yang telah diselesaikan dari Januari - Desember 2016 sebanyak 54 register sebagai berikut : Tabel III.5 Rekapitulasi register sengketa yang telah tiselesaikan tahun 2016 Periote
Sepakat Metiasi
Putusan Ajutikasi
Putusan Sela
Penetapan Pencabutan
Total
Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Jumlah
1 1 1 5 1 4 13
1 15 1 1 5 2 2 27
4 4 8
1 3 2 6
0 1 1 1 1 1 19 9 1 8 10 2 54
Dengan bertambahnya 64 kasus permohonan pada Januari – Desember 2016 maka jumlah permohonan sengketa mencapai 2.684 kasus dari 2.620 kasus pada tahun 2015 dan jumlah penyelesaian sengketa dari 816 menjadi 870, seperti tabel dibawah ini : Tabel III.6 Penyelesaian Sengketa yang tiselesaikan pata tahun 2016
Tahun
Jumlah Permohonan
Jumlah yang tiselesaikan
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 Jumlah
76 419 323 377 1354 71 64 2.683
51 186 237 125 123 94 54 870
Sampai dengan Desember 2016, jumlah permohonan penyelesaian sengketa informasi yang masuk sebanyak 2684 kasus. Dari jumlah tersebut yang dapat diselesaikan
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA KEMENKO POLHUKAM 2016
29
sebanyak 870 kasus atau 32,41%. Bila dikonversi dengan target kinerja sebesar 60% maka capaian target kinerja sebesar 54,02%. Khusus untuk Tahun 2016, dari 64 permohonan sengketa, yang dapat diselesaikan sebanyak 54 kasus permohonan atau 84,37%. Apabila dibandingkan dengan pencapaian penyelesaian sengketa pada tahun sebelumnya, maka pada tahun 2016 merupakan pencapaian penyelesaian sengketa yang paling tinggi. Hal ini menunjukkan sikap kesungguhan pemerintah dalam menindaklanjuti penyelesaian sengketa informasi publik yang teregister. 2. Sasaran Strategis II : Meningkatnya Supremasi Hukum tan Pemajuan HAM Pencapaian sasaran II yaitu meningkatnya Supremasi Hukum dan Pemajuan HAM yang diukur dengan menggunakan 3 (tiga) indikator kinerja utama sebagai alat ukurnya yaitu (1) Indeks Perilaku Anti Korupsi; (2) Indeks Persepsi Korupsi; (3) Indeks Pembangunan Hukum. Adapun capaian kinerja yang telah dihasilkan sebagai berikut Tabel III.7 Capaian Sasaran II Meningkatnya Supremasi Hukum tan Pemajuan HAM Sasaran Strategis (1) Meningkatnya Supremasi Hukum tan Pemajuan HAM
Indikator Kinerja (2) a) Indeks Perilaku Anti Korupsi b) Indeks Persepsi Korupsi c) Indeks Pembangunan Hukum
Target (3) 3,65
Realisasi (4) -
Persentase (5) -
30%
37
123,33%
60%
-
-
a. Inteks Perilaku Anti Korupsi Peran hukum sebagai sarana pembaharuan sosial sejalan dengan Instruksi Presiden Nomor 10 Tahun 2016 tentang Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi. Inpers tersebut lebih menitik beratkan pada strategi pencegahan (23 butir) dibanding dengan strategi penegakan hukum/pemberatasan. Tindakan pencegahan tidaklah populer dibanding dengan penegakan hukum secara represif, karena pendekatan pencegahan bekerja dalam senyap sehingga tidak diketahui oleh banyak orang. Untuk itu, penting untuk diketahui sejauh mana sikap permisif masyarakat terhadap perilaku korupsi. LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA KEMENKO POLHUKAM 2016
30
Survei Perilaku Anti Korupsi atau disingkat dengan SPAK ditujukan untuk mengukur tingkat permisifitas masyarakat terhadap perilaku korupsi dengan menggunakan Indeks Perilaku Anti Korupsi (IPAK) dan berbagai indikator tunggal perilaku anti korupsi. Data yang dikumpulkan mencakup pendapat terhadap kebiasaan di masyarakat dan pengalaman berhubungan dengan layanan publik dalam hal perilaku penyuapan (bribery), pemerasan (extortion), dan nepotisme (nepotism). Survei Perilaku Anti Korupsi (SPAK) dilakukan untuk mendapatkan gambaran sikap responden terhadap praktek korupsi sehari-hari atau yang disebut petty corruption yang ada di masyarakat. Selain pemerintah, unsur masyarakat sipil seperti akademisi dan LSM juga terlibat dalam penyusunan SPAK. Tujuan dari pelaksanaan survei IPAK ini adalah untuk memperoleh gambaran secara lengkap mengenai sejauh mana budaya zero tolerance terhadap perilaku korupsi yang ada dalam setiap individu dilihat dari pendapat, pengetahuan, perilaku dan pengalaman. Nilai IPAK yang semakin mendekati lima menunjukkan bahwa masyarakat berprilaku semakin anti korupsi, yang berarti bahwa budaya zero tolerance terhadap korupsi melekat dan terwujud dalam perilaku masyarakat. Sebaliknya, nilai IPAK yang semakin mendekati nol menunjukkan bahwa masyarakat berprilaku permisif terhadap korupsi. IPAK dihitung tiap tahun untuk menggambarkan dinamika perilaku anti korupsi masyarakat. IPAK Indonesia 2016 belum dapat dirilis sehubungan dengan belum selesainya proses pengukuran dan penghitungan variable. Diharapkan pencapaiannya dapat lebih tinggi dari capaian tahun 2015 sebesar 3,59 dalam skala 0 sampai 5. Secara prestasi, Indonesia berhasil menekan perilaku korupsi yang kerap terjadi, meski tidak terlalu signifikan. Nilai IPAK selama ini termasuk dalam kategori “Anti Korupsi”. Kategorisasi nilai indeks adalah: 0–1,25 termasuk dalam kategori “Sangat Permisif Terhadap Korupsi”, nilai 1,26–2,50 termasuk dalam kategori “Permisif”, nilai 2,51–3,75 termasuk dalam kategori “Anti Korupsi”, dan nilai 3,76– 5,00 termasuk dalam kategori “Sangat Anti Korupsi”. Pada dasarnya Pemerintah Indonesia telah merumuskan Strategi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi (Stranas PPK) melalui Perpres No. 55/2012 tentang Stranas PPK Jangka Panjang Tahun 2012- 2025 dan Jangka Menengah Tahun 2012LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA KEMENKO POLHUKAM 2016
31
2016. Adapun strategi yang terdapat dalam Stranas PPK di implementasikan melalui berbagai
Aksi
Pencegahan
dan
Pemberantasan
Korupsi
(Aksi
PPK)
oleh
Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah. Hingga Tahun 2011- 2016 telah dilaksanakan Aksi PPK dimana Jumlah Kementerian Lembaga dan Pemerintah Daerah semakin meningkat dari tahun ke tahun. Adapun titik berat strategi pencegahan dan pemberantasan korupsi berbeda-beda dalam Aksi PPK setiap tahunnya. Survei Perilaku anti korupsi itu sendiri merupakan salah satu cara pemerintah dalam mengimplementasikan Perpres Nomor 55 Tahun 2012 tentang Strategi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi (Stranas PPK) Jangka Menengah Tahun 20122014 dan Jangka Panjang Tahun 2012-2025. Latarbelakang pelaksanaan kegiatan tersebut ialah meningkatkan upaya pendidikan dan budaya anti korupsi melalui pelaksanaan Survei Perilaku Anti Korupsi (SPAK) yang dimulai sejak Tahun 2015. Pemerintah secara aktif terus berupaya mengendalikan bahkan menghilangkan budaya koruptif di dalam dirinya dan masyarakat Indonesia. Hal tersebut dikarenakan pemahaman dan penilaian masyarakat cenderung semakin idealis dalam membenci perilaku korupsi, tetapi tidak sejalan dengan perilaku nyata dalam kehidupan sehari-hari. Hal tersebut menunjukan masyarakat masih melakukan perilaku korupsi ketika berhadapan dengan pelayanan publik. Pendekatan pemberantasan korupsi melalui upaya membangun integritas perlu terus didorong. Ke depan, masyarakat dengan kultur yang permisif, perlu diubah pola pikirnya agar terbebas dari nilai-nilai koruptif. Survei ini nantinya dapat menjadi salah satu variabel yang bermanfaat signifikan untuk menentukan keberhasilan pencapaian sasaran yang ditargetkan Adapun langkah yang dilakukan Kemenko Polhukam dalam membantu tercapainya strategi pencegahan dan pemberantasan korupsi Kemenko Polhukam adalah dengan terus mendorong sosialisasi dan assessment Strategi Komunikasi Pendidikan Budaya Anti Korupsi.
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA KEMENKO POLHUKAM 2016
32
b. Inteks Persepsi Korupsi Dalam rangka mengukur tingkat korupsi di suatu negara, Transparency International telah memiliki indikator yang dikenal dengan nama Indeks Persepsi Korupsi (IPK), yaitu indeks yang mengukur persepsi pelaku usaha terhadap praktik suap di suatu daerah. IPK merupakan indeks komposit yang mengukur persepsi pelaku usaha dan pakar terhadap korupsi disektor publik, yaitu korupsi yang dilakukan oleh pegawai negeri, penyelenggara negara dan politisi. Adapun tujuan dari IPK ialah untuk mengukur Indeks Persepsi Korupsi yang akan menggambarkan tingkat korupsi pada level kota berdasarkan persepsi pelaku usaha, Mengukur kualitas pelayanan publik yang diberikan oleh institusi publik kepada para pelaku usaha melalui Indeks Pelayanan/ Service Performance Index (SPI) dan Mengukur intensitas korupsi di institusi publik dalam hubungannya dengan pelaku usaha, dalam kegiatan pelayanan publik dan memperoleh kontrak bisnis dengan lembaga pemerintah. Korupsi merupakan kejahatan yang luar biasa karena terjadi di semua bidang kehidupan dan dilakukan secara sistematis, sehingga sulit untuk memberantasnya. Oleh sebab itu berbagai usaha telah dilakukan pemerintah baik reformasi hukum, pembangunan system hukum yang mumpuni dan penegakan hukum yang tegas. Indonesia menunjukkan kenaikan konsisten dalam pemberantasan korupsi, namun terhambat oleh masih tingginya korupsi di sektor penegakan hukum dan politik. Tanpa kepastian hukum dan pengurangan penyalahgunaan kewenangan politik, kepercayaan publik terhadap pemerintah akan turun dan memicu memburuknya iklim usaha di Indonesia. Pada Tahun 2016 ini Indonesia secara konsisten menunjukkan peningkatan dalam upaya pemberantasan korupsi di sektor publik. Konsistensi pembenahan di sektor publik tersebut tidak akan segera membuahkan hasil jika tidak dibarengi dengan langkah-langkah nyata semua pihak untuk mendorong penguatan integritas bisnis di dunia usaha/swasta. Pengalaman di berbagai negara menunjukkan bahwa, kombinasi strategi ini akan mempercepat terwujudnya pemerintahan yang bersih dan iklim usaha yang kondusif. Dengan demikian, diharapkan dua sampai empat tahun ke depan, Indonesia bisa segera duduk di anak tangga yang sejajar dengan negara-negara lain yang memiliki skor CPI sama LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA KEMENKO POLHUKAM 2016
33
atau di atas rerata regional dan global. Masuknya Indonesia ke dalam kelompok negara G20, juga harus dijadikan momentum pembenahan tersebut. Demikian temuan dan rekomendasi utama Transparency International (TI) dalam Corruption Perception Index (CPI) 2016 yang diluncurkan secara global.
"Skor Corruption Perception Index (CPI) Indonesia tahun 2016 meningkat tipis satu poin sebesar 37 dibandingkan Tahun 2015 sebesar 36. Skor CPI berada pada rentang 0-100. 0 berarti
negara
dipersepsikan
sangat korup, sementara skor 100 berarti
dipersepsikan
bersih.
Kenaikan
sangat
skor
ini
menandakan masih berlanjutnya
Gelar Press Briefing Menko Polhukam dalam kerangka Reformasi Hukum
tren positif pemberantasan korupsi di Indonesia. Rumus kenaikan skor CPI 2016 adalah 3-2-3. Artinya, 3 sumber data penyusun CPI yang mengalami kenaikan, 2 sumber mengalami stagnasi, dan 3 sumber mengalami penurunan. Peningkatan skor CPI 2016, disumbangkan oleh paket debirokratisasi (penyederhanaan layanan perizinan, perpajakan, bongkar muat, dll), pembentukan satgas antikorupsi lintas lembaga (Stranas PPK, Saber Pungli, dan reformasi hukum, dll) yang dinilai efektif menurunkan prevalensi korupsi. Langkah yang dilaksanakan oleh Kemenko Polhukam melalui Deputi Koordinasi Bidang Hukum dan HAM untuk meningkatkan skor Indeks Persepsi Korupsi adalah menyiapkan rekomendasi tentang paket kebijakan hukum. Paket kebijakan ini diharapkan dapat meningkatkan penegakan hukum dan mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap hukum. Paket kebijakan hukum kini tengah dibahas instrumen apa saja yang menjadi fokus. Mulai dari penegakan hukum hingga perbaikan terhadap aparat hukum. Untuk menyempurnakan paket kebijakan hukum, berbagai diskusi dan kajian masih terus dilakukan. LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA KEMENKO POLHUKAM 2016
34
Hal lain yang dilakukan adalah mengadakan Pelatihan Penerapan Restorative Justice Dalam Pemberantasan Korupsi Dihubungkan Dengan Asset Recovery. Konsep utama dari perwujudan keadilan restoratif adalah untuk memulihkan keadaan akibat terjadinya tindak pidana seperti sebelum terjadinya tindak pidana, dan apabila dikaitkan dengan tindak pidana korupsi maka pengembalian aset merupakan salah satu cara untuk memulihkan kerugian keuangan negara sebagai akibat tindak pidana korupsi. Penyelesaian perkara korupsi melalui out of court settlement, harus terhadap perkara-perkara yang kerugian keuangan negaranya “kecil“ dengan parameter kerugian keuangan negara yang besarnya sama dengan biaya operasional penanganan perkara tersebut sejak tahap penyidikan sampai dengan tahap eksekusi, sehingga penanganan perkara korupsi diarahkan kepada kasus yang “big fish” dan “still going on”.
c. Inteks Pembangunan Hukum Hingga saat ini, kualitas peraturan perundang-undangan masih belum memuaskan atau sejalan dengan kebutuhan global yang ditandai dengan banyaknya keluhan terhadap kualitas peraturan perundang-undangan yang masih memuat aturan-aturan yang disharmoni, tumpang tindih, tidak taat asas, dan sebagainya. Salah satu dampak dari hal tersebut adalah banyaknya keluhan investor terhadap hukum di Indonesia yang dipandang belum berkepastian hukum karena masih ada inkonsistensi antar peraturan satu dengan lainnya. Oleh sebab itu, Saat ini pemerintah masih dihadapkan pada penaataan materi hukum dalam mewujudkan peraturan perundang-undangan yang tertib, responsif, serta mampu menghadapi perkembangan global. Oleh sebab itu, untuk mengetahui sejauh mana kegiatan, program dan capaian kebijakan oleh pemerintah dapat diukur dan dipantau melalui Indeks Pembangunan Hukum atau IPH. Tujuan disusunnya IPH adalah mengukur intervensi program dan kegiatan/capaian kebijakan pemerintah pada kementerian/lembaga bidang hukum, yang direncanakan dan dianggarkan selama 5 tahun (2015 - 2019) yang berdasarkan sasaran strategis dan arah kebijakan RPJMN 2015-2019, dimana sasaran strategis ditetapkan menjadi aspek dan arah kebijakan ditetapkan menjadi variabel. Adapun IPH disusun dari data-data yang valid yang LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA KEMENKO POLHUKAM 2016
35
didasarkan pada pengumpulan data primer dan sekunder. Data primer diperoleh dari hasil FGD,
Trilateral
Meeting
(pertemuan
tiga
pihak),
kunjungan
ke
kementerian
negara/lembaga atau hasil dari wawancara dengan ahli atau beberapa ahli, dan mengumpulkan data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari bahan-bahan laporan kinerja K/L terkait laporan akuntabilitas kinerja (LAKIP), laporan tahunan (LAPTAH), data-data yang dicantumkan pada website instansi seperti data penanganan perkara pada website Mahkamah Agung. IPH ini juga berusaha mengukur capaian kebijakan/intervensi dilihat dari perspektif masyarakat yang diambil data sekunder. Untuk jangka menengah survei belum dapat dilakukan karena keterbatasan dana dan SDM, sehingga untuk jangka menengah IPH ini menggunakan beberapa hasil survei yang dilakukan oleh lembaga lain. Dalam rangka meningkatkan skor IPH, pemerintah telah melakukan berbagai upaya seperti reformasi hukum. pemerintah melakukan reformasi hukum agar dapat mengcover kebutuhan hukum bagi kepentingan ataupun kegiatan yang dilakukan khususnya terhadap masyarakat. Dapat dikatakan bahwa Reformasi di bidang hukum baru dimulai, namun bukan berarti sector hukum di Indonesia tanpa pencapaian. Capaian pertama pada sektor hukum yakni deregulasi dimana dalam 2 tahun Pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla membatalkan 3.143 peraturan daerah yang dianggap tumpang tindih dan tidak mendukung iklim investasi. Pembatalan ini guna peningkatan daya saing industri, iklim investasi, ekspor, wisata dan pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkelanjutan. Capaian kedua, yakni sektor penegakkan hukum. Selama dua tahun pemerintahan, Polri berhasil menciptakan situasi keamanan dan ketertiban masyarakat melalui pengurangan angka kejahatan. Pada 2014, angka kejahatan di Indonesia mencapai 373.636 kasus. Sementara, pada September 2016, menurun menjadi 166.147 kasus. Kedepan kemenko Polhukam berusaka agar angka ini semakin ditekan pada tahun-tahun selanjutnya. Selain itu, di bawah koordinasi Kemenko Polhukam, Polri dan Kejaksaan Agung telah berhasil menangkap sejumlah buronan perkara korupsi. Tiga buron yang dimaksud yakni Samadikun Hartono (kasus BLBI), Totok Ary Prabowo (kasus korupsi dana pendidikan DPRD Kabupaten Temanggung) dan Hartawan Alui (kasus Century). Capaian ketiga, khusus Kejaksaan Agung berhasil menyelamatkan uang negara sebesar Rp 14,2 triliun selama 2016. Melalui
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA KEMENKO POLHUKAM 2016
36
koordinasi yang dilaksanakan oleh Kemenko Polhukam, pemerintah terus mereformasi sektor hukum di Indonesia. Ada tiga yang disasar, yakni memulihkan kepercayaan publik kepada pemerintah, membangun kepastian hukum dan menciptakan keadilan di masyarakat.
Peran Kemenko Polhukam khususnya Deputi Bidang Koordinasi Hukum dan HAM dalam membantu meningkatkan skor Indeks Pembangunan Hukum adalah dengan membuat Nota kesepahaman tentang pengembangan sistem database penanganan perkara pidana secara terpadu dengan basis teknologi informasi tak hanya mempermudah dan mempercepat proses hukum, tetapi juga mendorong keterbukaan. Pengembangan sistem database penanganan perkara tindak pidana secara terpadu berbasis TI. Dengan berbasis TI penanganan perkara pidana akan jauh lebih terbuka, selain itu juga mudah dan cepat diselesaikan. Dengan sistem ini, hukum dari sisi proses dan administrasi dapat berjalan baik dan terbuka. Keterbukaan ini penting untuk mencegah hukum dipermainkan. Pengalaman masa lalu dalam proses hukum tertutup, memunculkan praktik percaloan hingga pemalsuan putusan. Dengan diberlakukannya sistem ini maka sedikitnya akan meminimalisir praktik kecurangan pada hukum. Sistem ini sangat substansial, ujungnya membawa kepastian hukum. Adapun penanganan perkara masih banyak dikeluhkan warga karena selain lambat juga kurang transparan. Penegak hukum dinilai belum optimal menangani perkara. Bahkan dikeluhkan penanganan perkara hanya tajam kebawah tetapi tumpul keatas. Selain MOU tentang pengembangan system database penanganan perkara tindak pidana secara terpadu dengan berbasis TI, juga ditandatangani MOU Pemberian Akses Bantuan Hukum ke orang miskin/kelompok miskin juga pembentukan dan pembinaan keluarga sadar hukum untuk mewujudkan desa sadar hukum. Sistem Database Penanganan Perkara Tindak Pidana Terpadu Berbasis Teknologi Infomarsi,
dilaksanakan
untuk
mempercepat
proses
penanganan
perkara
dan
kesinambungan data dalam proses penegakan hukum. Pembangunan dan pengembangan Sistem Database Penanganan Perkara Tindak Pidana Terpadu Berbasis Teknologi Informasi berupaya mewujudkan kemudahan akses publik kepada proses penegakan hukum, secara transparan dan akuntabel sesuai ketentuan perundang-undangan. Dengan tersajinya informasi dalam IPHN tersebut, mempermudah Pemerintah dan LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA KEMENKO POLHUKAM 2016
37
DPR untuk menata regulasi yang lebih baik sehingga Peraturan perundang-undangan yang dihasilkan menciptakan kepastian hukum, kemanfaatan, dan keadilan bagi Masyarakat. Selain itu melalui kegiatan IPHN dapat pula mengatasi persoalan yang bersifat the bottlenecking dan saling menyandera yang ada disetiap Kementerian/Lembaga. Adapun langkah yang akan dilakukan terkait dengan pelaksanaan pembentukan IPHN, sebagai berikut: 1. Persiapan pembentukan tim koordinasi penyusunan IPHN yang anggotanya berasal dari Kementerian/Lembaga terkait, dilakukan antara lain melalui rapat koordinasi (dilaksanakan tahun 2016) 2. Penentuan indikator IPHN dengan melibatkan ahli, antara lain dilakukan melalui rapat koordinasi dan FGD (Tahun 2016) 3. Penunjukan tim survey IPHN (dilaksanakan Tahun 2017 dst) 4. Pembentukan Tim IPHN di daerah (dilaksanakan tahun 2017 dst) 5. Sosialisasi dan pemanfaatan IPHN (dilaksanakan tahun 2017 dst) Keterlibatan BPS dalan Indeks Pembangunan Hukum hanya berperan sebagai konsultan yang menjelaskan metode-metode yang digunakan dalam pengukuran indeks, bukan sebagai pengumpul data dan penyusun indikator. Kemenko Polhukam berperan untuk mensinergikan program penyusunan Indeks Pembangunan Hukum yang telah ada di Bappenas
dan
Kemenko
Polhukam
dapat
melakukan
intervensi
terhadap
Kementerian/Lembaga yang memiliki kewajiban menyediakan data demi tersusunnya IPH setiap tahun yang valid, karena sebagian besar data yang dibutuhkan oleh Bappenas adalah data yang bersumber pada Kementerian/Lembaga dibawah koordinasi Kemenko Polhukam, sehingga nantinya Indeks Pembangunan Hukum dapat diukur melalui survey skala nasional, baik pusat maupun daerah. Melihat delik permasalahan terkait hukum di Indonesia dan untuk mendorong peningkatan pembangunan hukum yang baik, Kemenko Polhukam melalui kedeputian bidang koordinasi hukum dan keamanan memberikan rekomendasi yaitu:
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA KEMENKO POLHUKAM 2016
38
1. Perlu mempertegas Pancasila sebagai sumber segala sumber hukum Negara yang harus diterapkan sebagai dasar pengharmonisasian dan pengevaluasian peraturan perundang-undangan; 2. Perlu penataan perencanaan pembentukan peraturan perundang-undangan untuk menata sistem hukum nasional secara menyeluruh dan terpadu berdasarkan Pancasila dan UUD NRI Tahun 1945; 3. Perlu dipikirkan kemungkinan sistem “carry over”, dalam perencanaan hukum nasional sebagaimana dikenal dalam perencanaan pembangunan nasional; 4. Perlu pengaturan pengharmonisasian peraturan perundang-undangan dalam skala yang lebih luas termasuk di dalamnya Permen dan Perda agar terwujud sistem perundang-undangan yang terintegrasi; 5. Perlu sinkronisasi UU No 12 Tahun 2011 dengan UU No 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah daerah, agar terwujud sistem perundang-undangan yang terintegrasi; 6. Perlu mendaklanjuti Putusan Nomor 92/PUU-X/2012 sebagai wujud komitmen pemerintah menaati mekanisme konstitusi sebagai bagian yang tak terpisahkan dan tak boleh diabaikan dalam pembangunan hukum nasional; 7. Perlu diatur ketentuan mengenai evaluasi Peraturan Perundang-undangan di Indonesia dalam oleh Pemerintah sebagai bagian dari manajemen Peraturan Perundang-undangan di Indonesia; 8. Perlu dilakukan penguatan kelembagaan dalam pembentukan peraturan perundang-undangan yaitu Kemenkumham sebagai leading sector dalam pembentukan peraturan perundang-undangan dengan diberikan kewenangan dan peran yang kuat., sehingga dapat mempengaruhi kualitas peraturan perundang-undangan yang dibentuk.
3. Sasaran Stategis III: Terwujutnya Stabilitas Keamanan Pencapaian sasaran III yaitu terwujudnya stabilitas keamanan diukur dengan menggunakan 3 (tiga) indikator kinerja utama sebagai alat ukur yaitu (1) Skala Minimum LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA KEMENKO POLHUKAM 2016
39
Essential Forces (MEF); (2) Potensi Kontribusi Industri Pertahanan Nasional; (3) Jumlah Kejadian Terorisme. Adapun capaian kinerja yang telah dihasilkan sebagai berikut
Tabel III.8 Capaian Sasaran III Terwujutnya Stabilitas Keamanan Sasaran Strategis (1) Terwujutnya stabilitas keamanan
Intikator Kinerja (2) a) Skala Minimum Essential Forces b) Potensi Kontribusi Industri Pertahanan Nasional
c) Jumlah Kejadian Terorisme
Target (3) 51,20%
Realisasi Persentase (4) (5) 50,45% 98,53%
38%
-
-
0
8
-
a. Skala Minimum Essential Forces (MEF) Setiap negara di dunia dapat dipastikan akan membangun kekuatan militer (angkatan bersenjatanya) untuk sesuatu tujuan yang jelas. Tujuan yang dimaksud adalah untuk mengamankan dan untuk mencapai kepentingan nasional negara masing-masing. Keamanan dalam hal ini diwujudkan dalam bentuk kekuatan pertahanan. Pertahanan negara pada hakikatnya merupakan segala upaya pertahanan yang bersifat semesta bercirikan kerakyatan, kesemestaan, dan kewilayahan. Sistem pertahanan negara dalam menghadapi ancaman militer menempatkan Tentara Nasional Indonesia (TNI) sebagai komponen utama dengan didukung oleh komponen cadangan dan komponen pendukung.
Bila dibandingkan dengan luasnya wilayah Indonesia dan berkembangnya dinamika ancaman pertahanan dan keamanan maka postur kekuatan TNI yang dimiliki saat ini merupakan risiko yang sangat besar bagi terwujudnya kedaulatan dan pertahanan negara. Disamping itu, berdasarkan perkembangan lingkungan strategis dimana secara geografis Indonesia terletak di persilangan dunia antara dua benua (Asia dan Australia) dan dua samudra (Atlantik dan Hindia) yang rawan terhadap masuknya ancaman yang datang dari dalam maupun luar negeri. Ancaman dapat dicegah dengan meningkatkan daya tangkal pada sistem pertahanan negara. Dengan kondisi keuangan negara yang terbatas,
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA KEMENKO POLHUKAM 2016
40
Pemerintah RI telah menetapkan kebijakan bahwa kekuatan pertahanan yang akan dibangun adalah Minimum Essential Force (MEF). Kementerian Pertahanan Republik Indonesia telah menetapkan bahwa postur pertahanan tahun 2010-2029 diarahkan untuk membangun kekuatan yang bertaraf “Minimun Essential Force” (MEF). Force atau kekuatan disini mempunyai makna pada jumlah alat utama sistem senjata (Alutsista) TNI termasuk personelnya serta pendukungnya dari ketiga Angkatan Darat, Laut dan Udara. Adapun Minimum Essential Force (MEF) didefinisikan sebagai suatu standar kekuatan pokok dan minimum TNI yang mutlak disiapkan sebagai prasyarat utama serta mendasar bagi terlaksananya tugas pokok dan fungsi TNI dalam menghadapi ancaman aktual. Akselerasi pembangunan MEF tidak hanya mempertimbangkan aspek alutsista semata, namun lebih didasarkan atas penyelarasan antara doktrin dengan alutsista yang akan diakuisisi oleh kekuatan pertahanan. Secara berkelanjutan, pembangunan MEF akan lebih difokuskan untuk meningkatkan daya gentar (deterrent effect) agar kekuatan pertahanan dapat memberikan kontribusi yang siginifikan bagi peningkatan posisi tawar Indonesia. Adapun Pencapaian Skala MEF pada tahun 2016 ialah sebagai berikut: Tabel III.9 Proyeksi Capaian MEF
ORGANISASI Mabes TNI TNI AD TNI AL TNI AU RATA2 CAPAIAN
CAPAIAN MEF TAHAP I TAHAP II TAHUN 2015-2019 TAHUN 2010-2014 PLN PDN 0.00% 21.50% 15,00% 0.10% 27.70% 48,60% 0.20% 16.60% 45,00% 0.10% 0.20% 0.10% 18.80% 41.00% 9.45%
Pencapaian realisasi dari Skala Minimum Essential Forces (MEF) TNI tahun 2016 sebesar 50,45%, dibandingkan dengan target IKU di Kemenko Polhukam yaitu sebesar 51,20%, maka capaian yang dihasilkan sebesar 98,53%. Nilai MEF ini dapat dijadikan
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA KEMENKO POLHUKAM 2016
41
analisis pemerintah sejauh mana pemerintah siap menghadapi dinamika yang terjadi antar negara terutama negara yang berbatasan langsung dengan Indonesia yang rentan terjadinya konflik. Dinamika hubungan antar negara dalam mengamankan kepentingan nasionalnya tidak jarang berbenturan dengan kepentingan nasional negara lainnya. Ketegangan tersebut terkadang dapat diselesaikan secara damai melalui jalur diplomatik maupun dengan jalur militer. Situasi dan dinamika hubungan antar negara berbasis pada kepentingan nasional masing-masing melahirkan situasi mengancam dan diancam. Untuk memperkuat posisi tawar secara diplomatik maka kekuatan militer, dalam hal modernisasi dan kemandirian alutsista TNI, adalah satu faktor penunjang sehingga dapat memberikan detterence effect (efek penggentar) kepada negara-negara lain. Hal yang mempengaruhi pencapaian MEF tersebut ialah dengan memperkuat aspek MEF yang bertumpu pada 3 sasaran prioritas perwujudan MEF pada kekuatan, kemampuan, dan kerja sama pertahanan yaitu : 1. Terpenuhinya alutsista TNI yang didukung industri pertahanan. Penerimaan Alutsista pada tahun 2015-2016: TNI AD menerima MLRS/ASTROS 25 unit, Tank Leopard 71 Unit, Meriam 155 mm: 33 unit, Mistral MBDA (v-Shobad) A. MPC 1 Unit, b. Atlas Communication set 9 unit, Missile 3 unit. Sementara AL menerima 1 Kapal angkut tank, 3 Perahu Rawa, 4 Combat Boat, dan 3 Swamp boat. Untuk AU, 1 unit CN-298, 6 unit GROB G-120 TP, 8 unit EMB-314 Super Tucano, 9 unit F-16, 1 radar ATC Lanud Iswahudi, 2 Penangkis Serangan Udara Oerlikon, dan 1 Pesawat NC 212. Dalam rangka memenuhi tugas pemenuhan alutsista TNI, saat ini industri pertahanan telah merangkak naik dalam membangun dirinya menuju kemandirian industri. Hal tersebut dapat dilihat dari banyaknya joint production bersama industri pertahanan luar negeri, program transfer of technology (ToT) telah dapat dilaksanakan dengan baik. 2. Meningkatnya kesejahteraan dalam rangka pemeliharaan profesionalisme prajurit (fasilitas perumahan prajurit) Dalam rangka meningkatnya kesejahteraan dalam rangka pemeliharaan LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA KEMENKO POLHUKAM 2016
42
profesionalisme prajurit yaitu dilakukan dengan membangun kesejahteraan prajurit TNI melalui pemenuhan fasilitas perumahan yang menjadi sasaran prioritas dalam upaya mewujudkan profesionalisme prajurit. Sejauh ini telah dilakukan upaya-upaya pemenuhan yang melibatkan Bappenas, Kementerian PUPR, Kemhan dan Mabes TNI serta Mabes Angkatan; serta 3. Menguatnya keamanan laut dan keamanan wilayah Perbatasan negara. Sejauh ini ada 12 institusi keamanan, keselamatan dan penegakan hukum di laut, pemerintah berupaya agar 12 institusi ini dapat dikendalikan dalam satu komando dan pengendalian di bawah Bakamla. Dalam rangka mengantisìpasi perkembangan situasi baik yang bersifat internasional, regional maupun nasional, maka TNI telah menyusun strategi pembangunan kekuatan Postur TNI yang
saat
ini
implementasinya
diselenggarakan
melalui
kebijakan
pembangunan MEF TNl yang dituangkan dalam Peraturan Menteri Pertahanan Nomor 39 Tahun 2015 tentang MEF (Minimum Essential Force) TNI 2015. Dalam Peraturan Menteri Pertahanan No 39 Tahun 2015 tentang MEF telah secara rinci menjelaskan rencana pembangunan kekuatan TNI melalui kebijakan pembangunan MEF TNI sampai dengan tahun 2024, termasuk pembentukan dan peningkatan satuan. Diantaranya pada tahun 2016 ini yang dilaksanakan adalah: a. Pembentukan Kodam Xlll/Merdeka dìsebabkan adanya peningkatan resÌko keamanan pada ALKI (Alur Laut Kepulauan lndonesia)-ll wilayah utara pulau Sulawesi khususnya wilayah Sulawesi Utara merupakan daerah yang berbatasan langsung dengan negara tetangga Philipina, yang mempunyai kerawanan sewaktu-waktu dapat mengancam stabilitas keamanan dan menjadi pintu gerbang masuknya infiltrasi maupun invasi negara asing ke wilayah NKRI melalui wiìayah tersebut. Adanya kerawanan tersebut tentu memerlukan perhatian seríus dan strategi penangkalan guna meminimalisir segala dampak negatif yang mungkin timbul. Meskipun sampai saat ini bentuk ancaman dari luar yang mengarahkan digelarnya Operasì Militer untuk Perang (OMP) dapat dikatakan belum ada, dan ancaman dari dalam negeri yang mengarahkan LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA KEMENKO POLHUKAM 2016
43
digelarnya Operasi Militer Selain Perang (OMSP) dapat setiap saat terjadi, sepertí pelanggaran-pelanggaran yang terjadi di perbatasan, konflik antar warga yang diawali isu SARA, bencana alam, dan terorisme, sehingga diperlukan penataan gelar kekuatan dengan mengembangkan kekuatan TNI AD yang dapat melakukan pencegahan dan penangkalan setiap ancaman yang akan terjadi. b. Pembentukan Kodam XVIII/Kasuari dì Papua Barat merupakan pemekaran dari Kodam XVll/Cendrawasih dan bagian dari penilaian gelar satuan jajaran TNI AD. Saat ini Kodam XVll/Cen dengan Makodam berkedudukan di Jayapura memiliki wilayah tanggung jawab di Provinsi Papua dan Papua Barat. Guna mengoptimalkan pemberdayaan wilayah Papua bagian Barat, maka sesuai dokumen revisi MEF dan Renstra TNI AD, akan dibentuk Kodam XVlll/Kasuari di Papua Barat pada tahun 2024. Namun seiring dengan kebijakan Pimpinan TNI AD dalam mengantisipasi perkiraan dan perkembangan potensi ancaman di wllayah Papua dan perbatasan darat dengan Negara PNG yang masih rawan konflik dan separatis, maka pembentukan Kodam XVlll/Kasuari di Papua Barat dipercepat pada tahun 2016 dan dituangkan dalam revisi MEF maupun Renstra TNI AD. Pembentukan Kodam XVlll/Kasuari diharapkan akan meningkatkan pengawasan dan penguasaan wilayah serta meningkatan kemampuan daya tangkal dan tindakan preventif dalam mencegah kemungkinan terjadinya berbagai ancaman dan pelanggaran seperti pelanggaran lintas batas, konflik perbatasan, separatisme, penyelundupan narkoba, teroris, perdagangan manusia dan ilegal logging serta klaìm batas wilayah darat / laut antar Negara serta pulau terluar di wìlayah Papua Barat. c. Peningkatan satuan dari Lanal menjadi Lantamal (Pontianak, Tarakan dan Sorong) serta dari Lanud Tipe B menjadi Lanud Tipe A (Pekanbaru, Pontianak, Kalijati dan Bìak) juga bertujuan untuk mengantisipasi munculnva berbagaì macam AGHT di wilayah perbatasan dan trouble spot khususnya di seluruh ALKI baik ALKI l, ll, dan ll. LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA KEMENKO POLHUKAM 2016
44
Masih banyak tugas pemerintah dalam mengembangkan dan memperkuat kondisi pertahanan di perbatasan indonesia mengingat indonesia merupakan daerah kepulauan yang banyak berbatasan dengan negara lain. Beberapa langkah koordinasi oleh
yang
Kemenko
melalui
dilakukan Polhukam
Koordinasi
Pertahanan ditempuh
Negara dalam
Bidang yang rangka
menyelesaikan permasalahan wilayah
perbatasan
tahun
2016 adalah: Foto: Menko Polhukam melaksanakan evaluasi Pembangunan Perbatasan melalui Rapat Koordinasi Pengendalian Pengelolaan Perbatasan Negara Republik Indonesia
1. Koordinasi Penyusunan Rancangan Perpres tentang Perubahan atas Perpres Nomor 12 Tahun 2010 tentang BNPP saat ini sudah terealisasi sebesar 90%, yaitu sudah pada tahap finalisasi draft Perpres untuk kemudian diajukan kepada Presiden RI. 2. Koordinasi Penyusunan Rancangan Keppres tentang Pengelolaan Pulau-Pulau Kecil Terluar (PPKT), Penyusunan rancangan dimaksud diproses dengan pembahasan dan pengharmonisasian antar K/L. Penyusunan Rancangan Keppres PPKT yang sesuai dengan amanat PP Nomor 62 Tahun 2010 tentang Pemanfaatan PPKT tersebut saat ini sudah dalam capaian 90%. Leading sector: Kementerian Kelautan dan Perikanan. 3. Prioritas program ditujukan kepada pemenuhan pencapaian Minimum Essential Forces (MEF) yang mengacu pada ancaman aktual dan potensial bagi Indonesia serta
kebijakan
pemerintah
untuk
membangun
Indonesia
dengan
mengutamakan wilayah terdepan yang dalam hal ini adalah daerah perbatasan. 4. Upaya penetapan batas negara baik batas darat maupun batas maritim yang dilakukan di tahun 2015 dan dilanjutkan pada tahun 2016 merupakan bagian LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA KEMENKO POLHUKAM 2016
45
dari implementasi amanat konstitusi/UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dalam rangka menjaga seluruh tanah air Indonesia. Upaya penetapan batas negara baik batas darat maupun batas laut dalam perkembangannya sudah memiliki kemajuan/progress yang baik sehingga Tim Perunding/Tim Teknis maupun Utusan Khusus harus terus didukung dalam upaya penyelesaian batas negara. 5. Komitmen dan konsistensi Kementerian Teknis untuk terus melaksanakan pembangunan di wilayah perbatasan dan pulau-pulau kecil terluar selain untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat juga dalam rangka mewujudkan perbatasan dan pulau-pulau kecil terluar sebagai Halaman depan negara sesuai dengan Nawacita ke-3 Presiden. 6. Realisasi pembangunan alutsista mengalami link but not match dalam pengertian kurang adanya hubungan logis proporsional antara kebutuhan alutsista TNI dengan kemungkinan ancaman yang dihadapi. Hal ini antara lain tercermin dari tidak terealisasinya hal-hal yang sudah dituangkan dalam Perpres RI Nomor 97 Tahun 2016 yang menetapkan bahwa ancaman yang menuntut sinergisme yang tinggi dan harus mendapat perhatian serius pada Renstra II (2016-2019), berupa: Konflik di wilayah perbatasan dan keamanan pulau-pulau kecil terluar; Ancaman separatisme; Terorisme; Bencana alam; Konflik horizontal; Radikalisme; Kelangkaan energi; dan Ragam kegiatan illegal baik di darat maupun di laut, yang secara akumulatif dapat mengganggu dan membahayakan kedaulatan negara, keutuhan wilayah, serta keselamatan bangsa. 7. Perlu peningkatan sinergitas Kemhan, TNI dengan K/L terkait dalam merumuskan kebijakan dan strategi pertahanan negara khususnya berkaitan dengan analisa strategis intelijen sebagai pertimbangan dalam menentukan prioritas pembangunan kekuatan kemampuan pertahanan negara.
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA KEMENKO POLHUKAM 2016
46
Sebagai tindak lanjut, Kemenko Polhukam melalui Kedeputian Bidang Koordinasi Pertahanan Negara melakukan koordinasi dan sinkornisasi kebijakan dalam rangka pencapaian MEF dan Pemberdayaan industri pertahanan dengan K/L teknis terkait. Adapun beberapa tindak lanjut yang akan dilakukan adalah 1. Dalam rangka penyelesaian batas negara, perlu merumuskan langkah-langkah strategis dan terpadu, serta perlu dibentuknya Tim Perunding Batas Negara yang Berkualitas dan perlunya penguatan data perbatasan bagi referensi Tim Perunding dalam rangka penyelesaian batas negara khususnya batas darat di 9 OBP RI Malaysia, 2 Unresolved Segment di perbatasan RI-RDTL, dan batas laut RI dengan negara tetangga pada segmen yang belum selesai baik segmen laut teritorial, zona ekonomi ekslusif (ZEE) maupun landas kontinen. 2. Perlunya
peningkatan
koordinasi
dan
keterpaduan
antar
Kementerian/Lembaga terkait dan Pemda dalam implementasi pengelolaan perbatasan dan akselerasi pembangunan di kawasan perbatasan baik pembangunan infrastruktur maupun komunikasi. 3. Dalam rancangan penyebaran kekuatan, Tentara Nasional Indonesia (TNI) menyiapkan pangkalan militer di Pulau Natuna, Kepulauan Riau (Kepri) sebagai bagian dari pertahanan negara di garis terluar. Pangkalan ini dirancang begitu terpadu sehingga kondisi diyakini mampu memperkuat pertahanan negara. berdasarkan masterplan proyek pembangunan pangkalan TNI Terpadu di Natuna akan dijadikan Mako Batalyon Komposit. Batalyon ini memiliki kekuatan 1 Kompi yang merupakan ex Kompi C 138/TS. Lokasinya berada di Desa Sepempang. 4. Pangkalan militer akan ditempatkan Sisdalops TNI Terpadu, Mess prajurit integratif, dibangun hanggar pesawat dan heli integratif, rumah sakit integratif.Tidak hanya itu, dalam masterplan, di Desa Sungai Ulu 1 Kompleks Kompi D 136/TS dan Rai Arhanud Rudal. Di Tanjung Sekalung, dibangun dermaga bungker kapal selam. Sementara di Tanjung Datuk dibangun Radar Weibel, radar permukaan, long range camera dan 1 Rai Armed Mlrs. Di Desa LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA KEMENKO POLHUKAM 2016
47
Tanjung Payung, ditempatkan radar permukaan, long range camera. Dan di Selat Lampa, merupakan dermaga kapal atas air, dermaga beaching, disertai fasilitas pangkalan. Kemudian kehadiran kompi lainnya di Pangkalan militer TNI di Natuna, tepatnya di Desa Setengar dijadikan Kompi Komposit Marhanlan, Gudang perbekalan dan amunisi integratif, 1 Kizi tempur. 5. Pemberdayaan sumber daya nasional dalam rangka menyiapkan komponen cadangan dan komponen pendukung seyogyanya diatur dalam undang-undang dan dianggarkan oleh APBN serta disosialisasikan ke seluruh K/L dan warga Negara sebagai individu maupun anggota kelompok masyarakat
b. Potensi Kontribusi Intustri Pertahanan Nasional Pertahanan nasional adalah segala upaya untuk mempertahankan kedaulatan negara yang meliputi keutuhan wilayah dan juga keselamatan masyarakat dari segala gangguan yang mengancam keutuhan negara. Kebijakan pertahanan dalam rangka pencapaian tujuan keamanan nasional sangat bergantung kepada kesiapan komponen utama untuk pengelolaan sumber daya nasional. Oleh sebab itu sistem pertahanan dan keamanan negara membutuhkan ketersediaan peralatan utama yang didukung oleh kemampuan industri dalam negeri seperti industri pertahanan. Industri pertahanan adalah proses
pembuatan
(production)
dan
pengembangan
(development)
berbagai
barang/peralatan yang berkaitan dengan aspek pertahanan, khususnya militer, seperti alutsista (Tank, Helly Copter, Pesawat Terbang, Kapal Perang, Kapal Selam, dll.) dan peralatan pendukung lainnya disamping perlunya dilakukan evolusi terhadap doktrin pertahanan Indonesia dengan memperhatikan faktor-faktor geopolitik. Industri Pertahanan Nasional merupakan industri strategis yang berkelanjutan yang tercantum dalam undang-ndang RI No 16 tahun 2012 tentang industri pertahanan. UU No 16/2012 menegaskan, pengembangan industri strategis merupakan bagian terpadu dari perencanaan strategis sumber daya nasional untuk kepentingan pertahanan dan keamanan negara. Industri pertahanan adalah industri nasional, yang terdiri dari badan usaha milik negara (BUMN) atau swasta, yang ditetapkan pemerintah untuk sebagian atau LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA KEMENKO POLHUKAM 2016
48
seluruhnya menghasilkan alat pertahanan dan keamanan, jasa pemeliharaan untuk kepentingan strategis di bidang pertahanan dan keamanan negara di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Syarat dibangunnya industri pertahanan adalah kemampuan sumber daya manusia yang handal, sumber daya alam yang potensial, dan sumber daya buatan yang kuat. Kemampuan dasar dalam penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan hal yang mutlak dalam menopang berhasilnya industri pertahanan. Kekuatan anggaran yang besar untuk pembiayaan industri pertahanan merupakan kebutuhan wajib yang harus disediakan jika ingin mengembangkan industri pertahanan. Manfaat yang dapat dipetik dengan pembangunan industri pertahanan adalah keleluasaan dalam memproduksi sendiri peralatan militer sesuai dengan kebutuhan, kemampuan, kondisi wilayah, dan karakter ancaman yang diprediksi mengancam kedaulatan negara tersebut. Di lain sisi Pembangunan industri pertahanan untuk mencukupi kebutuhan pertahanan negara sehingga tidak tergantung pada pasokan/suply dari negara lain, apabila negara yang bersangkutan terkena sanksi internasional, berupa embargo militer. Dalam membicarakan industri pertahanan tidak lepas dari latar belakang bagaimana dapat menunjang tingkat MEF. Di bawah koordinasi kedeputian Pertahanan negara, Kementerian Pertahanan beserta TNI tengah berusaha untuk mengembangkan kemampuan pokok minimum atau minimum essential force (MEF). Industri pertahanan di Indonesia yang menjadi produsen alutsista kini tengah berupaya keras untuk menunjukkan komitmennya dalam memenuhi pesanan Alutsista dengan durasi waktu hingga 2024 nanti. Adapun pengelolaan semua industri strategis (industri pertahanan) harus di dalam koridor kontrol pemerintah. Pasalnya, tidak semua pelaku industri berminat dan ingin bergabung dalam proyek yang ada. Industri diletakkan sebagai penggerak, tetapi konseptor dan pendorong lahir dari pemerintah. Dengan dasar seperti itu, pemerintah tidak sekadar mengawasi, tetapi juga insentif dan dukungan penuh untuk dihadirkan. industri strategis tidak bisa sendiri, bukan masalah bagaimana mendirikan pabriknya, tetapi juga mengenai kepastian pasar. Pemerintah harus mendukung penuh industri pertahanan mulai dari menyiapkan sarana penelitian, pendanaan hingga penyerapan pasar. Pekerjaan rumah LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA KEMENKO POLHUKAM 2016
49
pemerintah ialah untuk membawa industri pertahanan dalam satu lokomotif yang sekarang ini masih terhambat. Dalam memajukan industri pertahanan pemerintah akan me-review ulang peta jalan industri guna memastikan pengembangannya akan lebih cepat dan tepat. Dalam rangka meningkatkan perkembangan di bidang pertahanan, pemerintah telah berkomitmen agar memberikan kontribusi lebih dengan meningkatkan anggaran pertahanan secara signifikan. Indonesia akan memiliki anggaran pertahanan yang tumbuh paling cepat di Asia Pasifik selama lima tahun ke depan. Fokus Anggaran Pertahanan Indonesia tahun 2016 hingga 2017 akan difokuskan pada memperbaiki pesawat angkut maupun tempur dan melengkapi roket serta peluru kendali atau rudal.
Grafik III. 5 Anggaran pertahanan Intonesia 2010-2019
Pada grafik terlihat bahwa dari tahun 2010 sampai 2019 pemerintah berkomitmen secara berkelanjutan menaikkan anggaran dibidang pertahanan dalam rangka menciptakan pertahanan Indonesia yang mumpuni. Selama lima tahun ke depan, Indonesia kemungkinan akan meningkat pertumbuhannya secara konsisten. Mencapai tingkat pertumbuhan yang tinggi berkelanjutan tampaknya sangat mungkin mengingat anggaran pertahanan mendapat dukungan politik yang kuat. IHS Aerospace, Defence & Security memperkirakan pengeluaran Pertahanan Indonesia akan melewati Rp 180 triliun ($ 14,3 miliar) per tahun pada tahun
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA KEMENKO POLHUKAM 2016
50
2020. perencanaan jangka panjang memang sangat diperlukan guna bisa memajukan industri pertahanan. Selain itu, kolaborasi antara pemerintah dengan perusahaan plat merah yang bergerak di bidang industri pertahanan harus terus ditingkatkan. Dalam rangka membangun pertumbuhan perindustrian pertahanan negara, pemerintah menargetkan kemandirian industri pertahanan yang artinya seluruh kebutuhan alutsista dalam negeri dipenuhi oleh pelaku industri lokal dan bukan impor, dicanangkan sudah dimulai sejak 2017. Hal tersebut sejalan dengan visi-misi kementerian pertahanan yaitu menciptakan Alutsista TNI yang mandiri dengan target Indonesia memiliki industri pertahanan yang mandiri pada tahun 2025 sebagai salah satu langkah menghemat pengeluaran negara untuk belanja alutsista. Untuk mendukung hal tersebut, pemerintah memfasilitasi kemudahan dalam perkembangannya seperti insentif berupa Bea Masuk barang impor terkait jenis barang komoditi industri pertahanan. Banyak dari bahan baku keperluan militer masih harus diimpor dari negara lain. Maka dari itu dibutuhkan suatu fasilitas dari pemerintah untuk memberikan insentif berupa pembebasan Bea Masuk agar dapat mengurangi biaya dan memperlancar produksi. Jika bangsa Indonesia mengabaikan kemandirian industri pertahanannya maka akan berdampak timbulnya akumulasi dalam bentuk ancaman serius yang bersifat multidimensional di masa yang akan datang. Strategi pemerintah dalam rangka mengawasi industri pertahanan nasional ialah dengan membentuk Komite Kebijakan Industri Pertahanan (KKIP) yang bertujuan menilai kondisi dan kemampuan manufakturing industri pertahanan strategis dalam negeri. Arah pengembangan industri telah tercantum dalam Komite Kebijakan Industri Pertahanan (KKIP). Komite ini yang mewakili Pemerintah untuk mengoordinasikan kebijakan nasional dalam perencanaan, perumusan, pelaksanaan, pengendalian, sinkronisasi, dan evaluasi Industri Pertahanan. KKIP menyusun tujuh program nasional untuk kemandirian alutsista a.l. pengembangan program jet KFX/IFX, program pembangunan kapal selam, program pembangunan industri propelan, pengembangan roket nasional, pengembangan peluru kendali nasional, pengembangan radar nasional, dan pengembangan medium tank. Beragam proyek yang dicantumkan sudah mulai dikerjakan, seperti propelan, roket nasional, kapal selam dan lainnya. LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA KEMENKO POLHUKAM 2016
51
Outcome dari adanya indutri pertahanan yang mandiri akan mempengaruhi capaian dari nilai MEF. Untuk memenuhi pencapaian Minimum Essential Forces (MEF) TNI tahun 2017 yang lebih maksimal maka perlu ditingkatkan dukungan terhadap kemampuan industri Pertahanan Dalam Negeri, dengan tidak menyampingkan peningkatan teknologi melalui transfer of technology (ToT) dengan negara maju, kerja sama dengan lembaga pendidikan dan penelitian serta BUMN pertahanan strategis.
c. Jumlah Kejatian Terorisme Terorisme menjadi isu yang sangat penting dan telah dibawa ke ranah internasional. Indonesia merasa perlunya kerjasama dan kebersamaan antar negaranegara di dunia untuk mengatasi terorisme. Pemberantasan terorisme dari berbagai sisi termasuk soft approach atau pendekatan lunak. Aktifitas jaringan terorisme di Indonesia masih sangat berpotensial melakukan serangan kepada sejumlah musuh-musuh mereka terutama yang mereka anggap pemerintahan Republik Indonesia sebagai pemerintahan thogut, sehingga mereka masih memprioritaskan melakukan aksi “amaliyah jihad” dengan cara apaupun untuk membunuh anggota Polri. Selain kegiatan amaliyah di dalam negeri, jaringan teroris Indonesia masih berusaha membangun hubungan baik dengan jaringan terorisme global di bawah Al-Qaeda dan Islamic State di wilayah Iraq dan Syuriah. Salah satu bentuk hubungan baik tersebut adalah mengirimkan sejumlah relawan untuk berjihad di negara-negara yang sedang dilanda konflik agama atau lebih dikenal dengan foreign terrorist fighters, seperti Syuriah, Iraq, Palestina dan Mesir. Selama tahun 2016, perkembangan dari jaringan teror di Indonesia dapat dikatakan cukup besar mulai dari awal tahun hingga akhir tahun. Adapun data terkait aksi trorisme selama tahun 2013-2016 ialah sebagai berikut
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA KEMENKO POLHUKAM 2016
52
Grafik III.6 Aksi terkait terorisme tahun 2013-2016
Aksi terkait terorisme tahun 2013 - 2016 27
30 25 20 15 10 5 0
5
3
4
4
6
6
5
2013
8
8 1
2014
0
2015
0
1
1
3
2016
Berdasarkan data aksi terkait terorisme selama tahun 2013-2016, teror Bom berjumlah 16 aksi, Penembakan dan Pembunuhan 18 aksi, Pencurian dengan pemberatan dalam rangka pendanaan berjumlah 35 serta Perencanaan terror atau penemuan bom berjumlah 13 aksi. Adapun aksi terorisme pada tahun 2016, teror bom 4, Penembakan dan pembunuhan 1 aksi, Pencurian dengan pemberatan dalam rangka pendanaan berjumlah 0 aksi, serta perencanaan terror atau penemuan bom berjumlah 3 aksi sehingga total aksi terorisme selama tahun 2016 adalah 8. Secara garis besar aksi terorisme dari tahun 2015 ke tahun 2016 mengalami penurunan 2 aksi dimana total aksi terorisme pada tahun 2015 sebanya 10 aksi. Hal tersebut menunjukkan komitmen pemerintah terhadap aksi teroris di Indonesia. Adapun penindakan yang dilakukan terhadap aksi terorisme ialah sebagai berikut: Grafik III.7 Data Penintakan Terorisme selama tahun 2013-2016
Data Penintakan Terorisme selama tahun 2013 2016 150 100
132 85 57
57
50 5
9
9
6
20
32 8
7
0 Ditangkap
Dipulangkan 2013
2014
2015
Meninggal Dunia 2016
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA KEMENKO POLHUKAM 2016
53
Berdasarkan data penindakan terorisme selama tahun 2013-2016, tersangka teroris yang ditangkap berjumlah 331 orang, dipulangkan berjumlah 29 orang serta yang meninggal dunia berjumlah 67 orang. Kemenko Polhukam, melalui Deputi Bidang Koordinasi Keamanan dan Ketertiban Masyarakat terus melaksanakan koordinasi, sinkronisasi dan pengendalian kepada Kementerian dan Lembaga terkait dalam rangka pencegahan dan penanggulangan tindak kejahatan terorisme untuk menciptakan keamanan dan ketertiban di masyarakat.
4. Sasaran IV : Meningkatnya Pentayagunaan Aparatur tan Tata Kelola Pemerintahan. Pencapaian sasaran IV yaitu Meningkatnya Pendayagunaan Aparatur dan Tata Kelola Pemerintahan diukur dengan menggunakan 2 (dua) indikator kinerja utama sebagai alat ukur yaitu (1) Indeks Reformasi Birokrasi K/L dan Provinsi; (2) Tingkat Kepuasan Masyarakat terhadap layanan publik K/L dan Provinsi. Adapun capaian kinerja yang telah dihasilkan sebagai berikut. Tabel III.10 Capaian Sasaran IV Meningkatnya Pentayagunaan Aparatur tan Tata Kelola Pemerintahan Sasaran Strategis (1) Meningkatnya pendayagunaan aparatur dan tata kelola kepemerintahan.
Indikator Kinerja (2) a) Indeks Reformasi Birokrasi K/L Indeks Reformasi Birokrasi Provinsi b) Tingkat Kepuasan Masyarakat thd layanan publik K/L Tingkat kepuasan masyarakat terhadap layanan publik provinsi
Target (3) 58%
Realisasi (4) 66,77%
Persentase (5) 115,12%
35%
53,33%
152,37%
53,5%
55,33%
103,42%
51,5%
39,9%
77,47%
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA KEMENKO POLHUKAM 2016
54
a. Inteks Reformasi Birokrasi K/L tan Provinsi Reformasi birokrasi merupakan salah satu upaya pemerintah untuk mencapai tata kelola pemerintahan yang baik (good govenance) dengan melakukan pembaharuan dan perubahan mendasar terhadap sistem penyelenggaraan pemerintahan. Sejumlah aspek yang menjadi ruang lingkup perubahan dan pembaharuan tersebut meliputi aspek kelembagaan (organisasi), ketatalaksanaan dan sumber daya manusia aparatur. Tujuan reformasi birokrasi adalah untuk menciptakan birokrasi pemerintah yang profesional dengan karakteristik, berintegrasi, berkinerja tinggi, bebas dan bersih KKN, mampu melayani publik, netral, sejahtera, berdedikasi, dan memegang teguh nilai-nilai dasar dan kode etik aparatur negara. Reformasi birokrasi merupakan proses yang berkelanjutan dan bukan pekerjaan yang bisa dilihat hasilnya secara instan. Saat ini pelaksanaannya telah memasuki tahun keenam sejak adanya Peraturan Presiden Nomor 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010- 2025. Dalam kurun waktu enam tahun tersebut cukup banyak perubahan-perubahan signfikan yang terkait dengan Tata Kelola Pemerintahan. Perwujudan RB dilingkungan pemerintah sangat penting karena mempengaruhi outcome instansi pemerintah yang berhasilguna dan berdayaguna. Semakin tinggi nilai reformasi birokrasi maka semakin tinggi pula performa “agen” kepada “principal” Untuk itu, sangat penting untuk mengetahui sejauh mana perwujudan Reformasi Birokrasi dalam suatu instansi pemerintah sebagai “agen” yaitu bertugas memberikan layanan kepada “principal” atau masyarakat. Sampai dengan akhir tahun 2016, pelaksanaan reformasi birokrasi nasional di tingkat pemerintah pusat telah menunjukkan perkembangan yang baik. Hal tersebut dapat di lihat dari capaian indeks reformasi birokrasi K/L pada tabel, adapun berdasarkan matriks tersebut terlihat bahwa dari target yang telah ditentukan ditahun 2016 yaitu 58 poin mampu melebihi target yaitu dengan skor 66,77 poin. Hal ini menunjukkan kenaikan skor RB pada K/L yang cukup signifikan karena mampu melampaui target 2 tahun kedepan.
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA KEMENKO POLHUKAM 2016
55
Tabel III. 11 Inteks reformasi Birokrasi ti K/L tan Provinsi
Indek Reformasi Birokrasi Target Target Realisasi Target RKP 2019 2016 2016 2017 Rata-Rata Nasional a.Kementerian/Lembaga
Skor 1-100
75
58
66,77
61
b. Provinsi
Skor 1-100
60
35
53,33
40
c.Kabupaten/Kota
Skor 1-100
45
n.a
56
25
Berdasarkan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi No 30 Tahun 2012, pelaksanaan reformasi birokrasi pada pemerintah daerah di mulai pada tahun 2012. pelaksanaan reformasi birokrasi pada pemerintah daerah merupakan langkah strategis untuk mewujudkan pemerintahan daerah dengan berpedoman pada prinsip tatakelola pemerintahan yang baik. Masing-masing pemerintah daerah mempunyai kondisi obyektif yang beragam, dalam hal karakteristik, kesiapan aparatur, dan lingkungan strategis. Oleh karena itu, pelaksanaan reformasi birokrasi pemerintah daerah dilakukan secara bertahap dan berkelanjutan sesuai dengan kemampuan pemerintah daerah tersebut. Dalam konteks percepatan Reformasi Birokrasi berdasarkan Peraturan Menteri PANRB Nomor 11 Tahun 2015 tentang Road Map RB 2015-2019, Pemerintah Daerah Provinsi, Kabupaten, dan Kota Dalam telah melakukan upaya pelaksanaan reformasi birokrasi namun belum terlaksana secara optimal. Oleh karena itu, Kemenko Polhukam perlu mendorong Kemen PANRB dan Kemdagri serta instansi terkait untuk mencari solusi pemecahan permasalahan yang berkaitan dengan upaya percepatan terwujudnya tata kelola pemerintahan yang baik sesuai grand design RB Nasional di tingkat daerah. Adapun pencapaian Indeks Reformasi Birokrasi Provinsi mencapai skor 53,33 Poin dengan target RKP Tahun 2016 36 Poin. Hal tersebut menunjukkan perkembangan indeks reformasi birokrasi yang baik dimana realisasi melebihi 100 persen yaitu sebesar 152,37 %.
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA KEMENKO POLHUKAM 2016
56
Pada umumnya implementasi Reformasi Birokrasi telah berlangsung dengan baik, hal tersebut dapat dilihat dari terpenuhinya semua K/L yang telah melaksanakan RB. Namun terdapat beberapa permasalahan terkait dengan penyelenggaraan kebijakan program reformasi birokrasi oleh K/L di bawah koordinasi Kemenko Polhukam sebagai berikut yaitu: a. Permasalahan
dengan adanya
otonomi daerah
bertujuan
meningkatkan
kesejahteraan rakyat, akan tetapi dengan paradigma baru kekuasaan yang mulai tersebar ke pemerintah daerah menjadikan kepala-kepala daerah merasa berkuasa lebih, enggan diperintah, dan menguasai birokrasi sedang aturan main kurang diperhatikan menjadikan malbirokrasi; b. Dalam pengelolaan Reformasi Birokrasi menjadi kurang maksimal karena penempatan pejabat tidak didasarkan karier birokrasi, akan tetapi didasarkan pada kedekatan partner politik; c. Adanya keterbatasan kemampuan aparaur daerah sehingga menyulitkan implementasi reformasi birokrasi mikro, mencakup 8 (delapan) Area Perubahan belum dapat diwujudkan secara maksimal; dan d. Masih terbatasnya penggunaan Teknologi Informasi berkaitan kemampuan sumberdaya manusia dan anggaran berkaitan pelaksanaan on line reformasi birokrasi menjadikan proses yang kurang transparan dan lambat. Realisasi Perwujudan Reformasi birokrasi yang baik dipengaruhi dari kualitas sumber daya manusianya atau yang sering disebut dengan ASN. Untuk itu, perlunya pengaturan ASN yaitu manajemen sumber dayanya agar dapat menunjang Reformasi Birokrasi pemerintahan. Untuk itu, perlunya disahkannya segera beberapa Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Manajemen ASN. Kemenko Polhukam melalui Deputi Bidang Koordinasi Komunikasi, Informasi dan Aparatur telah mendorong Kementerian Sekretariat Negara untuk menindaklanjuti proses otentifikasi RPP Manajemen PNS.
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA KEMENKO POLHUKAM 2016
57
b. Tingkat Kepuasan masyarakat terhatap layanan Publik K/L tan Layanan Publik Provinsi Kondisi penyelenggaraan pelayanan publik di Indonesia saat ini dihadapkan pada kondisi yang belum sesuai dengan kebutuhan dan perubahan di berbagai bidang kehidupan bermasyarakat. Dalam hal ini diperlukan inovasi dalam peningkatan pelayanan publik yang terselenggara melalui kegiatan yang berkesinambungan untuk membangun kepercayaan masyarakat. Tiga kunci sukses dalam inovasi pelayanan publik yaitu, komitmen pimpinan, kemauan pimpinan satuan kerja dan juga sumber daya manusia yang handal yang dapat mengimplementasikan semua program yang diberikan pimpinan. “Inovasi sebagai percepatan peningkatan pelayanan publik memerlukan kerja keras dan waktu yang tidak singkat. Berbagai inovasi dan kampanye program revolusi mental yang dikembangkan pemerintah akan memperbaiki kinerja pelayanan publik di seluruh daerah. Sistem AJIB (Antar Jemput Izin Bermotor) sebagai salah satu inovasi terbaru yang telah dijalankan selama 8 bulan di Badan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Pemprov DKI. Keberhasilan sistem AJIB yang telah mengeluarkan lebih dari 4 juta perizinan/non perizinan dan meningkatkan kemudahan perizinan usaha disertai turunnya tingkat komplain di BPTSP DKI. Pemberian pelayanan publik oleh aparatur pemerintah kepada masyarakat merupakan implikasi dari fungsi aparat negara sebagai pelayan masyarakat sehingga kedudukan aparatur pemerintah dalam pelayanan umum (publik services) sangat strategis karena akan menentukan sejauhmana pemerintah mampu memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya bagi masyarakat dan sejauhmana negara telah menjalankan perannya dengan baik sesuai dengan tujuan pendiriannya. Masyarakat semakin berani untuk mengajukan tuntutan, keinginan dan aspirasinya kepada pemerintah. Masyarakat semakin kritis dan semakin berani untuk melakukan kontrol terhadap apa yang dilakukan oleh pemerintahnya. Kesadaran akan hak-hak sipil yang terjadi di masyarakat tidak lepas dari pendidikan politik yang terjadi selama ini. Untuk itu Organisasi publik dalam memberikan pelayanan yang baik dituntut untuk dapat bertindak cepat dan akurat yang juga merupakan sebuah kewajiban yang harus dilakukan.
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA KEMENKO POLHUKAM 2016
58
Bagi organisasi publik, pelayanan yang baik tercermin dari setiap efektivitas dan efisiensi kegiatan yang dilakukan dengan lancar. Semakin cepat dan akurat pelayanan yang diberikan maka kualitas pelayanan akan semakin baik. Pemerintah sebagai penyedia layanan publik bertanggungjawab dan terus berupaya untuk memberikan pelayanan yang terbaik kepada masyarakat. Rendahnya mutu pelayanan publik yang diberikan oleh aparatur pemerintah menjadi citra buruk pemerintah di tengah masyarakat. Tidak jarang sebagian masyarakat yang pernah berurusan dengan birokrasi selalu mengeluh dan kecewa terhadap layanan publik. Perhatian terhadap layanan publikpun semakin hari semakin disoroti mengingat dasar pemerintah dibentuk. Tingkat kepuasan seseorang pelanggan dapat dilihat dari nilai produk atau jasa yang diberikan oleh instansi. Nilai tersebut ditentukan oleh berbagai faktor-faktor kualitas pelayanan. Kepercayaan publik terhadap aparatur dan pemerintah menurun yang berpotensi mengarah pada apatisme publik. KEPMENPAN No 63 tahun 2003 tentang pedoman umum penyelenggara pelayanan publik menyebutkan bahwa, ukuran keberhasilan penyelenggaraan pelayanan ditentukan oleh tingkat kepuasan publik. Untuk itu, adalah suatu keharusan untuk mengetahui sejauh mana publik terpuaskan akan kinerja pelayanan pemerintah yang diberikan. Tabel dibawah merupakan tingkat kepuasan masyarakat terhadap layanan publik:
Tabel III. 12 Tingkat Kepuasan masyarakat tht Pelayanan Publik
Birokrasi Yang Memiliki Target Target Realisasi Target Pelayanan Publik Yang 2019 2016 2016 RKP 2017 berkualitas a. Kementerian/Lembaga
% b. Pemerintah Provinsi
%
c. Pemerintah % Kabupaten/Kota
K:80%
K: 44%
K: 58%
L:35%
L:66,67%
L: 55%
100%
70%
39,39%
54,50%
80%
20%
18,00%
30,50%
100%
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA KEMENKO POLHUKAM 2016
59
Tingkat Kepuasaan Masyarakat terhadap Pelayanan Publik di tingkat Kementerian pada tahun 2016 tidak sesuai target 80% karena hanya mencapai target 44%, sedangkan di tingkat Lembaga melampaui target dari 35% mencapai 66,67%. Pada Tingkat Kepuasaan Masyarakat terhadap Pelayanan Publik di tingkat Provinsi pada tahun 2016 hanya mencapai 39,9% yang sebelumnya ditargetkan mencapai 70%. Beberapa permasalahan yang telah diinventarisasi selama melaksanakan koordinasi dan pemantauan adalah rendahnya kepatuhan/implementasi Standar Pelayanan mengakibatkan berbagai jenis maladministrasi berikutnya yang didominasi oleh perilaku aparatur atau secara sistematis terjadi di instansi pelayanan publik, misalnya: ketidakjelasan prosedur, ketidakpastian jangka waktu layanan, pungli, korupsi, ketidakpastian layanan perijinan investasi, kesewenang-wenangan secara makro mengakibatkan rendahnya kualitas pelayanan publik.
Adapun tabel dibawah ini
menunjukkan tingkat laporan pengaduan masyarakat terkait implementasi pelayanan publik Grafik III. 14 Dinamika Jumlah Laporan Pertahun
Menurut grafik diatas bahwa tingkat laporan pengaduan terus bertambah naik dari tahun 2011 hingga 2016 dimana pada tahun 2016 terjadi peningkatan yang cukup tinggi yaitu sebesar 31,65% atau sebesar 2171 pengaduan. Melihat dinamika tersebut, pemerintah wajib mengambil langkah tegas mengingat tugas pokok pemerintah sebagai penyelenggara pelayanan publik yang tidak lepas dari kehidupan masyarakat dari mulai lahir hingga meninggal. LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA KEMENKO POLHUKAM 2016
60
Kemenko Polhukam melalui Deputi Bidang Koordinasi Komunikasi, Informasi dan Aparatur berhasil mengkoordinasikan permasalahan tersebut dengan melibatkan Ombudsman RI untuk mengevaluasi laporan-laporan pengaduan masyarakat terkait dugaan maladministrasi kegiatan pelayanan publik yang mengakibatkan rendahnya pelayanan publik. Menanggapi hal tersebut, Evaluasi Pemantapan Koordinasi dalam Peningkatan Pelayanan Publik ialah dengan melakukan Pemantapan koordinasi Peningkatan Pelayanan Publik dilaksanakan dalam rangka untuk memperoleh data-data pelaksanaan program peningkatan Pelayanan Publik sebagai bahan untuk menyusun rekomendasi evaluasi program Peningkatan Pelayanan Publik dalam mengatasi masalah pelayanan di bidang barang, jasa dan administrasi serta pengawasannya dalam penyelenggaraan pelayanan publik. Adapun hasil dari pelaksanaan kegiatan pemantapan koordinasi program Peningkatan Pelayanan Publik, diperoleh data/informasi sebagai berikut : 1. Dalam konteks kelembagaan guna mendukung penyelenggaraan pelayanan publik yang berkualitas : Dalam peningkatan kapasitas kelembagaan dan penataan organisasi
berjalan
cukup baik, hanya dalam penempatan SDM Aparatur masih belum tepat fungsi sesuai kompetensi masing-masing pegawai yang ada, hal ini menjadikan kesan seolah-olah kurang tenaga SDM Aparatur; 2. Dalam konteks Ketatalaksanaan : Masih terdapat adanya tumpang tindih regulasi dan kejelasan kewenangan serta masih belum ditetapkannya 1 Rancangan Perpres Tentang Mekanisme dan Ketentuan Pembayaran Ganti Rugi Pelayanan Publik dari UU Nomor 29 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik; 3. Dalam kontek Pengawasan dan Akuntabilitas Aparatur Penyelenggara Pelayanan Publik : Dalam hal pengawasan, SPIP telah dilibatkan sejak mulai perencanaan sampai dengan evaluasi program, namun tindak lanjut dari rekomendasi hasil temuan pengawasan masih terdapat beberapa hal yang belum dapat ditindaklanjuti sebab LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA KEMENKO POLHUKAM 2016
61
menyangkut kebijakan Pimpinan. Disamping itu, berlangsungnya otonomi daerah ada beberapa hal seperti tidak adanya transparansi yang kurang sesuai dengan konsep administrasi pemeritahan, dan pembinaan kepegawaian kurang berjalan baik, karena para pimpinan daerah pada umumnya pejabat daerah sekaligus pejabat politik yang dipilih langsung oleh rakyat yang kurang memahami manajemen birokrasi; 4. Dalam kontek sumber daya manusia penyelenggara pelayanan publik: Sebagian besar aparatur daerah khususnya pelaksana pelayanan publik belum merubah paradigma dari dilayani menjadi melayani dan masih adanya primordial sempit dengan mengutamakan kekerabatan dan pertemanan; 5. Kesadaran untuk melaksanakan layanan terpadu satu pintu belum maksimal, ada beberapa dinas-dinas di daerah yang belum menyerahkan kewenangannya ke kepala PTSP, namun sudah dilakukan langkah-langkah penyatuan beberapa layanan dalam satu atap/terpadu satu pintu; 6. Penggunaan Teknologi Informasi dan Komunikasi dalam melaksanakan tugas mulai berlangsung dan semakin meningkat. Karena pada zaman sekarang ini penggunaan IT merupakan kebutuhan sekunder suatu organisasi yang memiliki perubahan yang dinamis
Capaian lain yang telah Kemenko Polhukam melalui kedeputian Bidang Koordinasi Komunikasi, Informasi dan Aparatur ialah sebagai berikut: 1. Kemenko Polhukam melalui Deputi Bidang Koordinasi Komunikasi, Informasi dan Aparatur dan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) telah melakukan upaya maksimal untuk melakukan pemantauan konten siaran lembaga-lembaga penyiaran yang ada di wilayah Provinsi. Dari hasil koordinasi di beberapa provinsi dapat diperoleh data sebagai berikut a. Adanya keterbatasan tenaga pemantauan belum semua mata acara dari lembaga penyiaran dapat dicover oleh tim pemantau. Sementara peran masyarakat yang diharapkan dapat membantu peningkatan mutu konten LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA KEMENKO POLHUKAM 2016
62
siaran melalui sikap kritis dan pengaduannya kepada komisi penyiaran juga mulai mengalami penurunan. Ini mungkin disebabkan karena masyarakat mulai apatis melihat kenyataan bahwa Komisi Penyiaran belum begitu kuat untuk mengubah prilaku pengelola penyiaran untuk mentaati Pedoman Perilaku Penyiaran (P3) dan Standar Program Siaran (SPS). b. Menjelang Pilkada semakin banyak lembaga penyiaran partisan yang tidak netral dan terjadi penyimpangan konten siaran, sehingga banyak aduan terhadap ketidaknetralan media tersebut ke KPI. c. Berbagai peringatan yang telah diberikan oleh Komisi Penyiaran terhadap berbagai
penyimpangan
yang
dilakukan
oleh
lembaga
penyiaran
mendapatkan respon yang cukup baik, keberadaan Komisi Penyiaran diakui dan diterima oleh berbagai lembaga penyiaran. Namun demikian itu tidak menjadi jaminan bahwa lembaga penyiaran menjadi taat dan patuh pada Pedoman Perilaku Penyiaran (P3) dan Standar Program Siaran (SPS). d. Lembaga Penyiaran Publik baik TVRI maupun RRI terbukti sangat taat dan patuh pada Pedoman Perilaku Penyiaran (P3) dan Standar Program Siaran (SPS). 2. Deputi Bidang Koordinasi Komunikasi, Informasi dan Aparatur memberikan rekomendasi bahwa KPI dan KPID harus berperan aktif dalam menyosialisasikan tentang aturan-aturan P3SPS sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan ditindaklanjuti dengan diselenggarakannya Sosialisasi secara intens tentang P3 SPS oleh KPI di daerah. 3. Kemenko Polhukam melalui Deputi Bidang Koordinasi Komunikasi, Informasi dan Aparatur telah berkoordinasi dengan berbagai pihak khususnya memberikan rekomendasi kepada Komisi I DPR RI untuk segera mensahkan Revisi UU No 32 tentang Penyiaran, dan rekomendasi telah diterima oleh Komisi I DPR RI 4. Masih tertundanya pengesahan RPP Manajeman ASN yang sudah lebih dari 2 tahun dan saat ini Kemenko Polhukam telah mendorong Kementerian Sekretariat Negara untuk segera menindaklanjuti proses otentikasi. LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA KEMENKO POLHUKAM 2016
63
5. Alur serangan melalui dunia maya dilakukan tanpa kekuatan ofensif secara fisik. Hal ini telah menjadi tren baru dalam ilmu dan konsep perang modern di abad ke-21. Untuk menghadapi ancaman siber, melalui Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Kemenko Polhukam) bersama seluruh pemangku kepentingan, telah sepakat untuk membangun sebuah kemitraan strategis yang komprehensif (comprehensive strategic partnership). Kemitraan tersebut dihimpun dalam bentuk sebuah desk koordinasi di Kemenko Polhukam yang dinamakan Desk Cyberspace Nasional. 6. Pembentukan
Badan
Siber
Nasional
(BASINAS)
sudah
dalam
tahap
penandatanganan R-Perpres oleh Presiden. Disamping itu pencapaian dari pelaksanaan
Desk
Cyber
Nasional
(DCN)
pada
tahun
2016
adalah
Diselenggarakannya Cybersecurity Policy Exercise bersama Belanda dan Australia di Jakarta; Salah satu Anggota DCN ditunjuk sebagai Wakil Cyberspace Indonesia di PBB; DCN ditunjuk sebagai Pendiri dan Ketua Cybersecurity Alliance for Mutual Progress (CAMP) bersama 43 Negara; DCN sebagai koordinator penyelesaian masalah Slot Satelit Pertahanan; DCN sebagai koordinator dalam investigasi dan perbaikan terkait pembobolan sistem LPSE yang terjadi secara masif (nasional).
D. CAPAIAN KINERJA LAIN Selain capaian indikator kinerja utama yang telah dijelaskan pada sub-bab sebelumnya. Koordinasi dan sinkronisasi kebijakan Kemenko Polhukam juga telah menghasilkan beberapa capaian lainnya sebagai berikut: I.
Pelaksanaan Koortinasi Peningkatan Diplomasi Intonesia Kemenko Polhukam melalui Deputi Bidang Koordinasi Politik Luar Negeri telah
melaksanakan koordinasi, sinkronisasi dan pengendalian dalam rangka peningkatan diplomasi dan kerjasama luar negeri Indonesia. Beberapa capaian yang dapat disampaikan diantaranya adalah dicapainya kesepakatan kerjasama regional dan multilateral, yaitu: a. Pengiriman pasukan perdamaian dalam kerangka PBB; b. Keluarnya Indonesia dari ancaman Blacklist FATF; LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA KEMENKO POLHUKAM 2016
64
c. MoU RI-Rusia di bidang politik, hukum dan keamanan; d. Cetak Biru Pilar Polkam ASEAN periode 2015-2016; e. ASEAN Convention Trafficking in Person f. Pembebasan Visa untuk pemegang Paspor Diplomatik dan paspor Dinas Indonesia untuk kunjungan ke Negara Italia, yang dituangkan dalam Peraturan Presiden Nomor 68 Tahun 2016; g. Pelaksanaan Cyber Tabletop Policy Exercise pada 20-21 Juli 2016 (RI – Belanda) di Kemenko Polhukam, sebagai upaya memperkuat ketahanan dan keamanan cyber security sebagai bagian dari ketahanan dan keamanan Negara untuk mengamankan pertumbuhan ekonomi nasional.
II.
Pelaksanaan Dukungan Atministratif Komisi Kejaksaan Republik Intonesia Gagasan tentang pembentukan Komisi ini dilatarbelakangi oleh adanya
kekurangpuasan masyarakat terhadap kinerja kejaksaan, khususnya dalam proses penegakan hukum. Dalam menjalankan tugas sebagai penegak hukum, masih ada oknumoknum Jaksa yang diduga menyalahgunakan wewenang, melakukan perbuatan tercela, atau bertindak tidak professional. Keberadaan KKRI diharapkan dapat melengkapi dan memperkuat mekanisme pengawasan internal dalam rangka menjaga martabat dan kehormatan aparatur Kejaksaan serta meningkatkan profesionalisme Jaksa dan Pegawai TU Kejaksaan Perpres Nomor 18 Tahun 2011 tentang Komisi Kejaksaan RI mengamantkan bahwa dibentuknya Komisi Kejasaan RI adalah untuk mendorong terwujudnya Kejaksaan yang lebih baik. Adapun Pada tahun 2016 telah dilaksanakan berbagai kegiatan dengan hasil sebagai berikut. 1. Selama tahun 2015, KKRI menerima pengaduan sebanyak 1048 lapdu. Sebanyak 59% lapdu/lapmas berkaitan dengan pengaduan terhadap kinerja jaksa/Kejaksaan, sedangkan sisanya 41 % lapdu/lapmas berkaitan dengan perilaku jaksa/pegawai Kejaksaan. Artinya, Laporan pengaduan dari masyarakat yang masuk ke KKRI umumnya masih didominasi oleh pengaduan yang LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA KEMENKO POLHUKAM 2016
65
berkenaan dengan kinerja jaksa/kejaksaan dalam proses penanganan perkara yang menjadi kewenangannya menurut peraturan perundang-undangan. 2. KKRI setiap hari mennerima pengaduan masyarakat. Setiap pengaduan yang masuk, dikelola melalui sistem database laporan pengaduan masyarakat. Sistem yang dibuat oleh KKRI tersebut berguna untuk mengadministrasikan laporan yang masuk secara mudah, memantau perkembangan penanganan pengaduan, dan menjadi data pendukung untuk melakukan analisa terhadap kinerja institusi kejaksaan. Dengan adanya sistem data base, Sekretariat KKRI akan mudah mendapatkan informasi terkait dengan jumlah laporan pengaduan, penanggungjawab Laporan pengaduan. Selain itu masyarakat juga dapat mengetahui perkembangannya dengan menghubungi staf sekretariat KKRI, namun untuk mendapatkan hasil yang lebih akurat terkait dengan penanganan lapdu tersebut, Sekretariat KKRI juga melakukan pemutakhiran data dengan cara turun kelapangan. 3. Dalam menangani sebuah kasus, KKRI tidak hanya menunggu laporan dari masyarakat tetapi juga aktif memantau melalui berbagai media untuk melihat kasus-kasus yang perlu mendapatkan perhatian khusus dari KKRI sehingga perlu diadakan pemantauan yang intensif dan telah yang lebih mendalam. Selama periode januari-desember 2016, ada 12 kasus yang dilakukan monitoring dan telaah lanjutan karena menarik perhatian publik. 4. Komisi kejaksaan telah melakukan 13 kegiatan sosialisasi yang dilakukan tidak hanya di lingkungan Kejaksaan Tinggi/Negeri saja akan tetapi juga dilakukan di instnasi lain baik pemerintah maupun swasta 5. Dalam rangka penguatan kelembagaan, Komisi Kejaksaan telah melakukan 8 kegiatan hubungan antar lembaga. Kerjasama dengan berbagai pihak tersebut dimaksudkan agar Komisi Kejaksaan dapat terbantu melaksanakan tugas, fungsi dan kewenangannya untuk melakukan pengawasan terhadap kinerja dan perilaku Jaksa dan/atau Pegawai Kejaksaan sehingga kelembagaan Komisi Kejaksaan akan menjadi lebih kuat. LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA KEMENKO POLHUKAM 2016
66
6. Pada tahun 2016 KKRI telah melaksanakan dan mengikuti berbagai kegiatan berupa workshop, FGD, Rapat koordinasi maupun rapat kerja baik yang diadakan sendiri oleh KKRI maupun yang dilaksanakan oleh instansi lain sebagai peserta maupun nara sumber 7. KKRI pada tahun anggaran 2016, melakukan perbaikan tampilan website, dan menambah fitur-fitur yang relevan untuk lebih memberikan informasi kepada masyarakat, dan memberikan kemudahan akses untuk menyampaikan pengaduan. 8. Komisi kejaksaan telah mengadakan 120 buku sesuai dengan target yang telah ditetapkan yaitu buku/referensi yang berkaitan dengan tugas pokok Komisi Kejaksaan dan juga telah melakukan pengadministrasian terhadap buku-buku tersebut 9. Dari kegiatan kunjungan lapangan, penyebaran quisioner, dan workshop yang melibatkan jaksa dan pegawai kejaksaan, KKRI memperoleh informasi tentang permasalahan yang dihadapi oleh kejaksaan. Permasalahan tersebut cukup banyak, bervariasi dan kompleks meliputi permasalahan sumber daya manusia, pemberian reward dan punishment, kesejahteraan, kelengkapan sarana dan prasarana, logistik dan pengamanan. 10. Sepanjang tahun 2016, Komisi Kejaksaan telah mengeluarkan rekomendasi kepada jaksa Agung sebanyak 371 rekomendasi terkait dengan laporan pengaduan masyarakat dan 10 laporan pengaduan terkait dengan hasil pemantauan dan penilaian terhadap organisasi Kejaksaan. Komisi Kejaksaan juga memberikan rekomendasi kepada Presiden terkait dengan rencana dikeluarkannya paket kebijakan pemerintah dalam bidang hukum 11. KKRI secara berkoordinasi dengan Komisi pemberantasan Korupsi (KPK) jika ada tindak pidana korupsi yang ditangani oleh KPK yang diduga melibatkan oknum di Kejaksaan. Koordinasi ini penting dilakukan untuk mendapatkan informasi yang akurat, dan menjadi bahan bagi KKRI untuk mengawal proses penegakan etik melalui mekanisme internal di kejaksaan LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA KEMENKO POLHUKAM 2016
67
III.
Pelaksanaan Dukungan Atministratif Komisi Kepolisian Nasional Berdasarkan Perpres No 17 tahun 2011 tentang Komisi Kepolisian Nasional,
Keberadaan Kompolnas adalah untuk memenuhi tuntutan manajemen birokrasi pemerintah dimana diperlukan satu wadah pendukung yang terpisah denga organisasi polri. Organisasi ini dibentuk untuk menangani rumusan dan perencanaan masalah kebijakan di bidang SDM, sarana prasarana serta anggaran Polri, disamping sebagai lembaga pengawas eksternal. Pada tahun 2015 telah dilaksanakan berbagai kegiatan dengan hasil sebagai berikut : 1. Kunjungan Kerja Kompolnas dalam kegiatan Monitoring dan evaluasi hasil klarifikasi Saran dan Keluhan Masyarakat 2. Pemberkasan SKM pelaksanaan penerimaan laporan pengaduan SKM, dengan target 1.300 kasus dan realisasi sejumlah 2.504 kasus dalam 12 bulan di tahun 2016 3. Pemberkasan penanganan SKM dan tindak lanjut laporan pengaduan SKM dengan keluhan yang tercatat sebanyak 2.485 kasus dapat ditangani seluruhnya dalam 12 bulan di tahun 2016 4. Kunjungan Kerja dalam rangka klarifikasi dan monitoring SKM di 28 Polda. 5. Klarifikasi dan monitoring SKM di Polda 9 daerah. 6. Pelaksanaan Sosialisasi, pengumpulan data, dan peninjauan Sarana dan Prasarana, serta sosialisasi Kompolnas di 9 Polda . 7. Kegiatan Konsultasi Publik di 5 Polda.
E.
Realisasi Anggaran Pada tahun 2016, Kemenko Polhukam mendapat alokasi anggaran dari APBN dengan total pagu belanja dalam pagu anggaran DIPA sebesar Rp 280.915.962.000,-. Realisasi Akhir tahun anggaran 2016 sebesar Rp 244.277.563.372,- atau sebesar 96,39% . Pagu Belanja dalam DIPA dialokasikan kedalam 3 program, yaitu :
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA KEMENKO POLHUKAM 2016
68
1. Peningkatan
Koordinasi
Bidang
Politik,
Hukum
dan
Keamanan
106.142.434.000 Realisasi akhir tahun anggaran 2016 sebesar 80,61%
Rp (Rp
85.561.893.979,-) 2. Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya Kemenko Polhukam Rp 154.276.924.000,- Realisasi akhir tahun anggaran 2016 sebesar 90,20 % (Rp 139.157.896.073,-) 3. Peningkatan
Sarana
dan
Prasarana
Aparatur
Kemenko
Polhukam
Rp_20.496.604.000,- Realisasi akhir tahun anggaran 2016 sebesar 94,73% (Rp_19.415.752.138,-)
Total Pagu Belanja Anggaran Kemenko Polhukam dalam Pagu Anggaran DIPA 2015 sebesar Rp 800.510.918.000, yang dibagi kepada 2 (dua) Satuan Kerja, yaitu Kemenko Polhukam sebesar Rp 186.484.442.000 dan Satuan Kerja Badan Koordinasi Keamanan Laut sebesar Rp 614.026.476.000. Tahun 2016 Satker Bakorkamla menjadi Badan Keamanan Laut dan memiliki Pagu Anggaran DIPA tersendiri. Pagu Kemenko Polhukam Tahun 2016 sebesar Rp 280.915.962.000,- merupakan Pagu untuk Satker Kemenko Polhukam. Anggaran tersebut mengalami kenaikan yang cukup signifikan dibandingkan dengan
tahun
2015.
Realisasi
anggaran
tahun
2016
sebesar
Rp_244.135.542.190,- atau 86,91%. Terdapat penurunan persentase realisasi dibandingan persentase realisasi tahun 2015, yaitu sebesar 94.87%. Penurunan realisasi disebabkan adanya pemblokiran sejumlah anggaran sesuai dengan Inpres Nomor 8 Tahun 2016 tentang Langkah-langkah Penghematan Belanja
Kementerian/Lembaga
Dalam
Rangka
Pelaksanaan
Anggaran
Pendapan dan Belanja Negara Perubahan Tahun Anggaran 2016. Penghematan anggaran
Kemenko
Polhukam
berupa
blokir
anggaran
sebesar
Rp_27.495.045.000.- yang secara singkat dapat digambarkan sebagai berikut :
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA KEMENKO POLHUKAM 2016
69
Pagu 2016
Inpres No.8 Tahun 2016
Pagu tiluar blokir
Realisasi 2016
280.915.962.000
27.495.045.000
253.420.917.000
244.135.542.190
Jika realisasi anggaran 2016 dibandingkan dengan Pagu DIPA Kemenko Polhukam, maka realisasi Kemenko Polhukam sebesar 86,91%. Jika realisasi anggaran 2016 dibandingkan dengan Pagu DIPA Kemenko Polhukam setelah dikurangi Inpres No. 8 Tahun 2016, maka relaisasi Kemenko Polhukam menjadi sebesar 96,34%.
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA KEMENKO POLHUKAM 2016
70
Realisasi anggaran Kemenko Polhukam dalam pencapaian sasaran strategisnya secara umum dapat dijelaskan sebagai berikut:
Tabel III.15 Realisasi Anggaran Alokasi Pagu (Rp) (4) 35.699.424.000
Realisasi Anggaran (Rp) (5) 27.549415903
10.389.058.000
8.595.496.415
82,74
6.639.899.000
5.011.921.678
75,48
Kedeputian Pertahanan Negara
14.790.452.000
11.573.331.062
78,25
Kedeputian Keamanan Nasional
24.886.707.000
21.235.055.460
85,33
Target Kinerja
Realisasi Kinerja
Penanggungjawab
73,6
72,82
(3) Kedeputian Politik Dalam Negeri
b) Persentase Peningkatan daya tangkal Masyarakat dari pengaruh teroris
30%
36%
c) Penyelesaian Sengketa Informasi Publik
60%
84,37%
Meningkatnya Supremasi Hukum tan Pemajuan HAM
a) Indek Perilaku Anti Korupsi (IPAK) b) Indeks Persepsi Korupsi c) Indeks Pembangunan Hukum
3.65
n.a
40 0.68-0.70
37 n.a
Kedeputian Hukum dan HAM
Terwujutnya stabilitas keamanan
a) Skala Minimum Essential Forces (MEF) b) Potensi Kontribusi Industri Pertahanan Nasional c) Jumlah Kejadian Terorisme
51.20%
50,45%
38%
n.a
0
8
Sasaran Strategis
Intikator Kinerja
(1) Meningkatnya kualitas temokrasi tan tiplomasi Intonesia
(2) a) Indeks Demokrasi Indonesia
Kedeputian Kesatuan Bangsa
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA KEMENKO POLHUKAM 2016
71
Persentase (6) 77,17
Sasaran Strategis
Intikator Kinerja
a) Indeks Reformasi Birokrasi Meningkatnya K/L pentayagunaan Indeks Reformasi Birokrasi aparatur tan Provinsi tata kelola kepemerintahan. b) Tk. Kepuasan masyarakat terhadap layanan publik K/L Tingkat Kepuasan masyarakat terhadap layanan publik Provinsi
Target Kinerja 58% 35%
Realisasi Kinerja 66,77% 53,33%
53.5%
55,33%
51,5%
39,9%
Penanggungjawab
Kedeputian Komunikasi, Informasi dan Aparatur
Alokasi Pagu (Rp)
7.468.949.000
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA KEMENKO POLHUKAM 2016
Realisasi Anggaran (Rp)
Persentase
6.422.737.006
85,99
72
BAB IV PENUTUP Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Kemenko Polhukam Tahun 2016 disusun untuk mewujudkan akuntabilitas kepada pihak-pihak yang memberi amanah dan perwujudan pertanggungjawaban pelaksanaan tugas dan fungsi serta media untuk menginformasikan capaian kinerja tahun anggaran 2016. LAKIP Kemenko Polhukam 2016 diharapkan dapat berperan sebagai alat kendali kualitas kinerja serta alat pendorong terwujudnya tata kelola pemerintahan yang transparan dan akuntabel. Pelaporan Kinerja ini menjadi media evaluasi, sekaligus menjadi instrumen untuk melakukan perbaikan yang berkesinambungan. Secara umum, peran yang dilakukan oleh kemenko Polhukam dalam perumusan, pelaksanaan dan evaluasi kebijakan serta pengendalian di bidang politik, hukum dan keamanan telah berjalan dengan optimal, walaupun dalam tataran implementasi masih ditemukan berbagai permasalahan yang sangat kompleks dan cenderung mengedepankan ego sektoral. Keberhasilan pelaksanaan capaian kinerja tersebut diatas tidak terlepas dari dukungan, kerjasama dan partisipasi semua pihak. Kami menyadari bahwa pelaksanaan kinerja Kemenko Polhukam masih menghadapi beberapa permasalahan dan tantangan yang
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA KEMENKO POLHUKAM 2016
73
mensyaratkan perlunya peningkatan kualitas kinerja terkait koordinasi dan sinkronisasi yang lebih intensif dalam menjawab permasalahan. Beberapa langkah ke depan yang akan dilakukan oleh Kemenko Polhukam antara lain adalah: 1. Meningkatkan kualitas perumusan tujuan dan sasaran dokumen perencanaan tingkat unit organisasi serta rumusan indikator kinerja sehingga lebih berorientasi hasil; 2. Menyempurnakan sistem pengumpulan data kinerja secara memadai melalui pembangunan Sistem Pengukuran Kinerja Berbasis elektronik; 3. Meningkatkan kualitas evaluasi akuntabilitas kinerja internal sekalligus penguatan fungsi aparat pengawasan internal sehingga hasil evaluasi tersebut dapat menjadi bahan bagi perbaikan perencanaan, penerapan manajemen kinerja dan pengukuran keberhasilan unit-unit kerja 4. Meningkatkan kapasitas SDM dalam bidang akuntabilitas dan manajemen kinerja di seluruh jajaran Kemenko Polhukam. Keberhasilan pelaksanaan koordinasi bidang politik, hukum dan keamanan serta pencapaian sasaran strategisnya, sangat ditentukan oleh komitmen, keterlibatan dan dukungan aktif baik dari internal organisasi maupun segenap stakeholder di bawah koordinasi Kemenko Polhukam. Hal ini dimaksudkan agar dalam penyelenggaraan sistem pemerintahannya, Kemenko Polhukam dapat lebih berorientasi pada hasil, berbasis kinerja dan melayani masyarakat.
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA KEMENKO POLHUKAM 2016
74
LAMPIRAN
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA KEMENKO POLHUKAM 2016
75
MATRIK PENGUKURAN KINERJA PROGRAM/KEGIATAN-ANGGARAN KEMENKO POLHUKAM TAHUN ANGGARAN 2016 Sasaran Strategis
Intikator Kinerja
(1) (2) Meningkatnya 1. Indeks Demokrasi Indonesia kualitas demokrasi dan 2. Persentase Peningkatan daya diplomasi tangkal Masyarakat Dari Indonesia pengaruh terotis 3. Penyelesaian Sengketa Informasi Publik Meningkatnya Supremasi Hukum dan Pemajuan HAM
1. Indeks Perilaku Anti Korupsi
2. Indeks Persepsi Korupsi 3. Indeks Pembangunan Hukum
Target
Realisasi
%
Program
(3)
(4)
(5)
(6)
73,6
72,82
98,94
30%
36%
120
60%
84,37%
140,61
3.65
n.a
n.a
40
37
0.68-0.70
n.a
Anggaran Realisasi (8)
Pagu (7)
% (9)
35.699.424.000
27.549.415.903
77.17
10.389.058.000
8.595.496.415
82.74
Peningkatan Koordinasi Bidang Politik, Hukum dan Keamanan
123,33
6.639.899.000
5.011.921.678
n.a
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA KEMENKO POLHUKAM 2016
1
75.48
(1) Terwujudnya stabilitas keamanan
Meningkatnya pendayagunaan aparatur dan tata kelola kepemerintahan
(2) 1. Skala Minimum Essential Forces (MEF)
(3)
(4)
(5)
51,20%
50,45%
98,53
2. Potensi Kontribusi Industri Pertahanan Nasional
38%
n.a
n.a
3. Jumlah Kejadian Terorisme
0
8
-
58%
6,77%
115,12
35%
53,33%
152,37
2. Tk. Kepuasan masyarakat terhadap layanan publik K/l
53,5%
55,33%
103,42
Tk. Kepuasan masyarakat terhadap layanan publik provinsi
51,5%
39,9%
77,47
1. Indeks Reformasi Birokrasi K/L Indeks Reformasi Birokrasi Provinsi
(6)
(7)
(8)
(9)
14.790.452.000
11.573.331.062
78.25
24.886.707.000
21.235.055.460
85.33
7.468.949.000
6.422.737.006
85.99
Jumlah Anggaran Tahun 2016 : Rp 280.915.962.000,00 Realisasi Anggaran Tahun 2016 : Rp 244.135.542.190,00 (86,91%)
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA KEMENKO POLHUKAM 2016
2
MATRIK CAPAIAN KINERJA KEMENKO POLHUKAM TAHUN 2014-2016 Sasaran Strategis (1) Meningkatnya kualitas temokrasi tan tiplomasi Intonesia
Intikator Kinerja (2)
a) Inteks Demokrasi Intonesia b) Persentase peningkatan taya tangkal Masy. Dari pengaruh teroris c) Penyelesaian Sengketa Informasi Publik Meningkatnya a) Inteks Perilaku Anti Supremasi Hukum Korupsi (IPAK) tan Pemajuan HAM b) Inteks Persepsi Korupsi c) Inteks Pembangunan Hukum
Target 2014 (3) 68-70
Target 2015 (4) 66-70
Target 2016 (5) 73,6
2014 (6) 63,72
Realisasi 2015 (7) 73,04
2016 (8) 72,82
% Capaian 2016 (9) 98,94
n.a
n.a
30%
n.a
n.a
36%
120%
n.a
n.a
60%
9,08%
132,39
84,37%
140,61%
n.a
3,7
3,65
3.4
3,6
n.a
n.a
50
n.a
40
34
36
37
123,33%
n.a
n.a
0,68-0,70
n.a
n.a
n.a
n.a
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA KEMENKO POLHUKAM 2016
3
(1) Terwujutnya stabilitas keamanan
Meningkatnya pentayagunaan aparatur tan tata kelola kepemerintahan
(2) a) Skala Minimum Essential Forces (MEF) b) Potensi Kontribusi Intustri Pertahanan Nasional c) Jumlah Kejatian Terorisme a) Inteks Reformasi Birokrasi K/L Inteks Reformasi Birokrasi Provinsi b) Tk.Kepuasan masyarakat terhatap layanan Publik K/L Tk.Kepuasan masyarakat terhatap layanan Publik Provinsi
(3) 43,67
(4) 43,67
(5) 51,20%
(6) 42,3
(7) 43,67
(8) 50,45%
(9) 98,53%
n.a
n.a
38%
n.a
n.a
36%
94,74%
n.a
n.a
0
44
10
8
-
n.a
n.a
58%
n.a
n.a
66,77%
115,12%
n.a
n.a
35%
n.a
n.a
53,33%
152,37%
n.a
n.a
53,5%
n.a
n.a
55,33%
103,42%
n.a
n.a
51,5%
n.a
n.a
39,9%
77,47%
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA KEMENKO POLHUKAM 2016
4