KONTRIBUSI PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) KABUPATEN DAN KOTA DI INDONESIA PERIODE TAHUN 2006-2010 Skripsi Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan
Oleh NINA ROSLINA NIM 1110015000054
PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVESRITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2014
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
I. IDENTITAS PRIBADI Nama
: Nina Roslina
Tempat & Tgl. Lahir : Tangerang, 6 Juni 1992 Tinggal di
: Kota Tangerang Selatan
Alamat
: Perumahan Benda Baru Jl. Bintan Blok E 24 no. 25 Kelurahan Benda Baru Kecamatan Pamulang, Kota Tangerang Selatan
Telepon
: 0821 1050 8006 / 0838 9424 6060
Agama
: Islam
Kewarganegaraan
: Warga Negara Indonesia (WNI)
Email
:
[email protected]
Motto Hidup
: “Do the best for the best future”
II. IDENTITAS FORMAL 1. SD
: SD Tirta Buaran
2. SMP
: SMP Negeri 2 Pamulang
3. SMA
: MA Al-Hamidiyah Depok
4. S1
: Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
III. IDENTITAS NON FORMAL 1. ISPAH (Ikantan Santri Pesantren Al-Hamidiyah 2. IKAH (Ikatan Alumni AL-Hamidiyah 3. IPNU/IPPNU Depok
IV. LATAR BELAKANG KELUARGA 1. Bapak
: H. Juandana
2. Ibu
: Rositawati, AMK.
Alamat
: Perumahan Benda Baru Jl. Bintan Blok E 24 no. 25 Kelurahan Benda Baru Kecamatan Pamulang, Kota
v
Tangerang Selatan 3. Telepon
: 0857 1515 9002/ 0812 8308 3065
4. Anak ke dari : 3 dari 3 bersaudara
vi
KONTRIBUSI PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH KABUPAEN DAN KOTA DI INDONESIA PERIODE TAHUN 2006 – 2010 Oleh: NINA ROSLINA 1110015000054
ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Kontribusi Pajak Daerah dan Retribusi Daerah terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten dan Kota di Indonesia. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dari tahun 2006-2010 yang diperoleh dari Kementrian Keuangan (Kemenkeu), dengan jumlah 539 Kabupaten dan Kota. Metode analisis yang digunakan adalah dengan analisis regresi linier berganda dengan pengujian asumsi klasik. Berdasarkan hasil uji korelasi maka diketahui bahwa Pajak Daerah (X 1) dengan PAD (Y) diperoleh nilai sebesar r = 0,487. Nilai ini menunjukkan hubungan yang lemah positif. Sedangkan hasil korelasi antara Retribusi Daerah (X2) dengan PAD (Y) diperoleh nilai sebesar r = -0,26 nilai ini menunjukkan hubungan yang kuat positif. Berdasarkan hasil Uji Regresi, maka diketahui bahwa Pajak Daerah dan Retribusi Daerah mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD). Nilai koefisien determinasi (r2) untuk Y sebesar 0.237, hal ini berarti 23,7% variabel PAD dapat dijelaskan oleh kedua variabel independen Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Sedangkan sisanya 76,3% (100%-23,7%) dijelaskan oleh sebab-sebab lain yang tidak dimasukkan dalam model. Berdasarkan hasil uji F menunjukkan sebesar 39,626 dengan nilai signifikansi sebesar 0,000 atau (0,000 < 0,05), ini berarti bahwa penerimaan pajak dan retribusi daerah secara bersama-sama berpengaruh terhadap realisasi penerimaan PAD. Sedangkan berdasarkan hasil uji t menunjukkan bahwa penerimaan pajak daerah merupakan variabel yang paling berkontribusi secara signifikan terhadap pendapatan asli daerah karena dari t sign penerimaan pajak daerah sebesar 8,980 lebih besar dari t sign penerimaan retribusi daerah 1,316. Kata Kunci: Pendapatan Asli Daerah (PAD), Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
iv
CONTRIBUTION OG REGIONAL TAX AND REGIONAL RETRIBUTION TO REGIONAL INCOME (PAD) IN DISTRICTS AND CITIES IN INDONESIA PERIOD 2006 – 2010 Oleh: NINA ROSLINA 1110015000054
ABSTRACT The purpose of this study is know contribution of Regional Tax and Regional Retribution to Regional Income (PAD) in Districts and Cities in Indonesia. Double Linier Regression with classic assumption test is applied to analysis method, it applies secondary data from year 2006-2010 obtained from Kementrian Keuangan (Kemenkeu), with tnumber of 539 districts and cities. Based on correlation outcome, the conclusion has already know that Regional Tax to Regional income (PAD) the correlation value is r = 0.487, it means that correlation weak positive. Meanwhile, based on correlation outcome Regional Retribution to Regional income (PAD) the correlation value is r = -0,26, it means that correlation strong positive. Based on the regression outcome, the conclusion has already known that Regional Tax and Regional Retribution have positive and significant influences to Regional Income (PAD) in Districts and Cities in Indonesia. The determination coefficients value for Y is 0.237, it means 23,7% of Regional Income (PAD) variable can be explained by two independen variabel: Regional Tax and Regional Retribution. Meanwhile, the rest of 76,3% can be explained by another factors. Based on F test that 39,626 with the signifikans number 0,000 or (0,000 < 0,05), it means that Regional Tax and Retribution Tax together influence to Regional income (PAD). Meanwhile, based on t test that Regional Tax on significan scale to Regional income (PAD) because from t sign Regional Tax is 9,980 more than t sign Regional Retribution 1,316. Keyword: Regional Income (PAD), Regional Tax and Regional Retribution.
v
KATA PENGANTAR Bismillahirahmaan nirrahiim Assalamu’alaikum wr.wb. Segala puji bagi Allah swt. yang telah mengkaruniakan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “Kontribusi Pajak Daerah dan Retribusi Daerah terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten dan Kota di Indonesia”. Penyusunan skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi sebagai syarat-syarat guna mencapai gelar Sarjana Pendidikan di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Pada kesempatan ini, peneliti mengucapkan rasa syukur atas rahmat dan karunia Allah swt. sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini serta tak lupa pula peneliti menghanturkan terimkasih kepada: 1. Dra. Nurlena, MA., Ph.D. selaku dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan. 2. Dr. Iwan Purwanto, M.Pd selaku Ketua Jurusan Pendidikan IPS. 3. Drs. Syaripulloh, M.Si selaku Sekretaris Jurusan Pendidikan IPS. 4. Anissa Windarti, M.Sc. selaku dosen pembimbing yang begitu telaten dan sabar dalam membimbing saya, memberikan pengarahan dan masukan dalam penulisan skripsi ini, serta sudah meluangkan banyak waktunya untuk memberikan ilmu, bimbingan, nasihat, serta saran dari awal hingga akhir penulisan skripsi ini. 5. Seluruh Bapak/Ibu Dosen Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan yang telah mencurahkan dan mengamalkan ilmunya, serta seluruh Karyawan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan. 6. Petugas Perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah, Perpustakaan Nasional, Perpustakaan UI, Perpustakaan IPB, dan seluruh Staf Pajak Bidang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, terima kasih atas seluruh bantuannya. 7. Kakak saya Rendi Faizal dan Imam Satria dan seluruh keluarga besar saya yang senantiasa mendukung dan mendo’akan saya. vi
8. Kepada Orang Tua saya tercinta, yang senantiasa selalu mendo’akan setiap langkah yang saya tempuh, dan mamah yang selalu menjadi inspirasi nyata saya yang ada di hidup saya. Terima kasih atas do’a yang tiada henti-hentinya dipanjatkan. 9. Teman terdekat saya Didi Pramana, dan teman-teman seperjuangan saya Denara Nurul, Ega Pratiwi, Retno Oktakarina yang selalu memberikan saya dorongan dan semangat tiada henti. 10. Teman-teman Bebong, L.O.V, Assalam, ATK dan khususnya teman-teman saya di konsentrasi Geografi. 11. Mungkin saya tidak dapat menuliskan semua nama teman-teman disini, tapi saya selalu menulis nama kalian di lubuk hati saya. Serta untuk semua teman yang telah dengan bersemangat mendukung saya, terima kasih atas semangat dan kebersamaannya. Semoga semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini mendapat balasan kebaikan dari Allah swt.. Peneliti menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak kekurangan. Dengan segala kerendahan hati peneliti memohon maaf dan mengharapkan kritik dan saran yang membangun bagi perbaikan peneliti dan bermanfaat bagi semua. Wassalamu’alaikum wr.wb. Jakarta, September 2014
Nina Roslina
vii
DAFTAR ISI Halaman Lembar Pengesahan Skripsi................................................................
i
Lembar Pengesahan Ujian Skripsi......................................................
ii
Lembar Pernyataan Keaslian Karya Ilmiah........................................
iii
Abstrak................................................................................................
iv
Abstract...............................................................................................
v
Kata Pengantar....................................................................................
vi
Daftar Isi..............................................................................................
viii
Daftar Tabel........................................................................................
xii
Daftar Grafik.......................................................................................
xiii
Daftar Bagan.......................................................................................
xiv
Daftar Gambar....................................................................................
xv
Daftar Lampiran..................................................................................
xvi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang......................................................................
1
B. Identifikasi Masalah..............................................................
5
C. Pembatasan Masalah.............................................................
5
D. Perumusan Masalah..............................................................
5
E. Tujuan Penelitian..................................................................
5
F. Manfaat Penelitian.................................................................
6
1. Pemerintah.....................................................................
6
2. Bagi Civitas Akademika UIN Syarif Hidayatullah Jakarta .......................................................................................
6
3. Penulis.............................................................................
6
4. Pembaca..........................................................................
6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori.....................................................................
7
1. Desentralisasi (Otonomi Daerah)....................................
7
2. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).......
8
viii
3. Sumber Pendanaan Pemerintah Daerah..........................
9
4. Pendapatan Asli Daerah (PAD)......................................
10
5. Pengertian Pajak Secara Umum......................................
13
6. Dasar Hukum Pajak dan Retribusi Daerah.....................
17
7. Pajak Daerah...................................................................
20
8. Jenis-Jenis Pajak Daerah Kabupaten/Kota......................
22
9. Retribusi Daerah.............................................................
25
B. Penelitian Relevan................................................................
27
C. Kerangka Berpikir.................................................................
29
D. Hipotesis Penelitian..............................................................
30
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian...............................................
31
B. Metode Penelitian.................................................................
31
C. Populasi dan Sampel.............................................................
32
D. Teknik Pengumpulan Data...................................................
33
E. Instrumen Penelitian.............................................................
34
F. Teknik Analisis Data.............................................................
34
1. Uji Asumsi Klasik..........................................................
34
a. Uji Multikolinieritas...........................................
34
b. Uji Heteroskedastisitas.......................................
36
c. Uji Autokolrelasi................................................
38
2. Uji Regresi Linear Berganda..........................................
39
3. Uji Hipotesis Penelitian..................................................
40
a. Uji Koefisien Determinasi..........................................
40
b. Uji Statistik F (Uji Simultan).....................................
41
c. Uji t-statistik................................................................
42
G. Operasional Variabel Penelitian...........................................
43
1. Variabel Independen......................................................
43
2. Variabel Dependen.........................................................
44
BAB IV HASIL PENELITIAN A. Gambaran Umum Objek Penelitian......................................
ix
45
1. Tempat dan Waktu Penelitian.........................................
45
2. Profil Negara Republik Indonesia...................................
45
B. Visi dan Misi Negara Republik Indonesia............................
46
1. Visi..................................................................................
46
2. Misi.................................................................................
47
C. Hasil Analisis dan Pembahasan............................................
50
1. Uji Asumsi Klasik...........................................................
50
a. Hasil Uji Multikolinearitas.........................................
50
b. Hasil Uji Autokorelasi.................................................
52
c. Hasil Uji Heteroskedastisitas......................................
51
2. Hasil Uji Regresi Linear Berganda.................................
53
3. Hasil Uji Hipotesis Penelitian.........................................
58
a. Hasil Uji Koefisien Determinasi.................................
58
b. Hasil Uji F...................................................................
59
c. Hasil Uji t....................................................................
59
4. Pendapatan Asli Daerah di Indonesia.............................
61
D. Hasil Operasional Variabel Penelitian..................................
63
1. Realisasi dan Kontribusi Pajak Daerah terhadap Pendapatan Asli Daerah.....................................................................
63
2. Realisasi dan Kontribusi Retribusi Daerah terhadap Pendapatan Asli Daerah..................................................
65
E. Pembahasan Hasil Penelitian................................................
67
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan...........................................................................
72
B. Implikasi...............................................................................
73
C. Saran.....................................................................................
74
DAFTAR PUSTAKA........................................................................
75
LEMBAR UJI REFERENSI............................................................
78
LAMPIRAN.......................................................................................
81
x
DAFTAR TABEL No.
Keterangan
Halaman
2.1
Perbandingan penelitian ini dengan penelitian lain yang relevan.....................................................................................
27
3.1
Susunan waktu Penelitian.......................................................
31
3.2
Hasil Pertimbangan sampel Kabupaten dan Kota di Indonesia
32
3.3
Deteksi Daerah Durbin Watson..............................................
39
4.1
Hasil Uji Multikolinearitas.....................................................
50
4.2
Hasil Uji Autokorelasi............................................................
52
4.3
Statistik Deskriptif..................................................................
53
4.4
Tabel Korelasi.........................................................................
54
4.5
Tabel Variabel yang Dimasukkan...........................................
55
4.6
Tabel Summary Model...........................................................
55
4.7
Tabel Anova............................................................................
55
4.8
Tabel Koefisien.......................................................................
57
4.9
Tabel Koefisien Determinasi..................................................
58
4.10
Hasil Uji F...............................................................................
59
4.11
Hasil Uji T...............................................................................
59
4.12
Persentase Kontribusi Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) Tahun 2006-2010 (dalam rupiah).........................................................................
xii
62
DAFTAR GRAFIK
No.
Keterangan
Halaman
4.1
Pertumbuhan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Tahun 2006-2010 (Persen %).............................................................
xiii
63
DAFTAR BAGAN No.
Keterangan
Halaman
2.1
Struktur Perpajakan di Indonesia............................................
20
2.2
Kerangka Berpikir...................................................................
39
xiv
DAFTAR GAMBAR
No.
Keterangan
Halaman
4.1
Hasil Uji Heteroskedastisitas..................................................
xv
51
DAFTAR LAMPIRAN No.
Keterangan
Halaman
1.
Lembar Uji Referensi..............................................................
78
2.
Data Pajak Daerah Tahun 2006..............................................
81
3.
Data Pajak Daerah Tahun 2007..............................................
83
4.
Data Pajak Daerah Tahun 2008..............................................
85
5.
Data Pajak Daerah Tahun 2009..............................................
87
6.
Data Pajak Daerah Tahun 2010..............................................
89
7.
Data Retribusi Daerah Tahun 2006.........................................
91
8.
Data Retribusi Daerah Tahun 2007.........................................
93
9.
Data Retribusi Daerah Tahun 2008.........................................
95
10.
Data Retribusi Daerah Tahun 2009.........................................
97
11.
Data Retribusi Daerah Tahun 2010.........................................
99
12.
Hasil Pengolahan Data SPSS..................................................
101
xvi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan, Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi terdapat daerah-daerah kabupaten dan kota. Tiap-tiap daerah mempunyai hak dan kewajiban mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahannya untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan kepada masyarakat. Untuk menyelenggarakan pemerintahannya, daerah berhak mengenakan pungutan kepada masyarakat. Berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 yang menempatkan perpajakan sebagai salah satu perwujudan kenegaraan, ditegaskan bahwa penempatan beban kepada rakyat, seperti pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa, diatur dengan undang-undang. Dengan demikian, pemungutan pajak daerah dan retribusi daerah harus didasarkan pada undang-undang. Dalam hal ini, pajak daerah dan retribusi daerah diatur dalam UU No. 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah sebagaimana telah diubah dengan UU No. 34 Tahun 2000 terakhir diubah dengan UU No. 28 Tahun 2009. Desentralisasi atau otonomi daerah membuat daerah memiliki kewenangan yang lebih besar dalam mengatur urusan rumah tangganya. Hal ini menuntut Pemerintah Daerah untuk lebih bijak dalam hal pemungutan pajak daerah dan retribusi daerah. Selain itu Pemerintah Daerah juga dituntut untuk dapat mengalokasikan hasil penerimaan pajak daerah dan restribusi daerah untuk mencapai masyarakat yang adil, makmur, dan merata berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Dengan demikian daerah mampu melaksanakan otonomi, yaitu mampu mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri. Dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 yang berisi ketentuan-ketentuan pokok yang memberikan pedoman kebijakan dan 1
2
arahan bagi daerah dalam pelaksanaan pemungutan pajak dan retribusi daerah, sekaligus menetapkan pengaturan untuk menjamin penetapan prosedur umum perpajakan daerah dan retribusi daerah. Meskipun beberapa jenis pajak daerah dan retribusi daerah sudah ditetapkan oleh Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang perubahan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, daerah Kabupaten atau Kota diberi peluang dalam menggali potensi sumber-sumber keuangannya dengan menetapkan jenis pajak daerah dan retribusi daerah selain yang telah ditetapkan dalam undang-undang tersebut di atas dan disesuaikan dengan aspirasi yang bersangkutan. Berdasarkan perubahan tersebut maka di awal tahun 2001 masih banyak Kabupaten dan Kota yang masih belum mengerti dan memahami konsep dari otonomi daerah sehingga pelaksanaan desentralisasi daerah masih belum mengalami peningkatan yang signifikan, kemudian di tahun 2002 penyelenggaraan desentralisasi daerah mulai mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Adapun penerimaan pajak daerah dapat diperoleh dari pajak kabupaten/kota diantaranya, Pajak Hotel, Pajak Restoran, Pajak Hiburan, Pajak Reklame, Pajak Penerangan Jalan, Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan, Pajak Parkir, Pajak Air Tanah, Pajak Sarang Burung Walet. Selain pajak daerah, retribusi daerah juga merupakan salah satu komponen penting dalam PAD. Retribusi daerah juga digolongkan menjadi Jenis Retribusi Jasa Umum yang terdiri dari, Retribusi Pelayanan Kesahatan, Retribusi Pelayanan Persampahan/Kebersihan, Retribusi Penggantian Cetak Kartu Tanda Penduduk dan Akta Catatan Sipil, Retribusi Pelayanan Pemakaman dan Pengabuan Mayat, Retribusi Pelayanan Parkir di Tepi Jalan Umum, Retribusi Pelayanan Pasar, Retribusi Pengujian Kendaraan Bermotor, Retribusi Pemeriksaan Alat Pemadam Kebakaran, Retribusi Penggantian Biaya Cetak Peta, Retribusi Penyediaan dan/atau Penyedotan Kakus, Retribusi Pengolahan Limbah cair, Retribusi Pelayanan Tera/Tera Ulang, Retribusi
Pelayanan
Pendidikan,
Retribusi
Pengendalian
Menara
Telekomuikasi, Jenis retribusi Jasa Usaha terdiri atas, Retribusi Pemakaian
3
Kekayaan Daerah, Retribusi Pasar Grosir dan/atau Pertokoan, Retribusi Tempat Pelelangan, Retribusi Terminal, Retribusi Tempat Khusus Parkir, Retribusi Tempat Penginapan/Pesanggarahan/Villa, Retribusi Rumah Potong Hewan, Retribusi Pelayanan Kepelabuhan, Retribusi Penjulan Produksi Usaha Daerah. Jenis Retribusi Perizinan Tertentu antara lain, Retribusi Izin Mendirikan
bangunan,
Retribusi
Izin
Tempat
Penjualan
Minuman
Beralkohol, Retribusi Izin Gangguan, Retribusi Izin Trayek, Retribusi Izin Usaha Perikanan. Secara agregat, rata-rata pajak yang bisa dipungut oleh pemerintah daerah baik provinsi maupun kabupaten dan kota hanya 2,1% dari PDRB non migas. Provinsi DKI Jakarta memiliki rasio pajak tertinggi yaitu sebesar 9,4%. Hal ini tentunya didukung oleh posisi DKI Jakarta sebagai pusat pemerintahan dan perekonomian, sehingga perkembangan ekonominya jauh lebih maju dan kemungkinan menggali pajak jauh lebih besar karena basis pajak yang ada di DKI Jakarta cukup banyak. Sementara itu, provinsi yang memiliki rasio pajak paling rendah adalah Provinsi Papua Barat yaitu sebesar 0,4%.1 Mengingat bahwa kewenangan yang diberikan kepada daerah untuk memungut pajak daerah bersifat terbatas (closed list) dan sumber penerimaan pajak daerah yang berlaku saat ini cenderung bias ke daerah yang tingkat urbanisasinya tinggi (urban-biased), seperti Pajak Hotel, Pajak Restoran, dan Pajak Kendaraan Bermotor, hal ini menyebabkan untuk daerah yang unsur kekotaannya tidak terlalu tinggi, potensi penerimaan pajaknya menjadi kecil. Anggaran Penerimaan dan Belanja Daerah (APBD) selanjutnya disebut APBD yang direncanakan setiap tahun dengan mendapatkan persetujuan dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) selanjutnya disebut DPRD pada dasarnya menunjukkan sumber-sumber Pendapatan Daerah, berapa besar alokasi belanja untuk melaksanakan program/kegiatan dan sumber-sumber pendapatan, serta pembiayaan yang muncul bila terjadi surplus atau defisit. 1
Kementrian keuangan Republik Indonesia, Deskripsi dan Analisis (Jakarta: Direktorat Jendral Perimbangan Keuanga, 2013), h. xiii.
4
Sumber Pendapatan Daerah tentunya masih bersandar pada pemerintah pusat serta bisa juga berasal dari lain-lain Pendapatan Daerah yang sah. Menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2008 tentang Pemerintah Daerah bahwa otonomi daerah adalah kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. pemerintah,
mulai
Kewenangan dari
sistem
daerah
mencakup
perencanaan,
kewenangan
pembiayaan
maupun
pelaksanaannya. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2009 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah mengisyaratkan bahwa dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah dalam desentralisasi fiskal, pemerintah daerah diberi keleluasaan untuk mengelola dan memanfaatkan sumber penerimaan daerah yang dimilikinya. Pelaksanaan otonomi daerah yang dititikberatkan pada Daerah Kabupaten dan Daerah Kota dimulai dengan penyerahan sejumlah wewenang dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah yang bersangkutan. Penyerahan wewenang ini tentunya disertai dengan penyerahan pengalihan pembiayaan dimana komponennya adalah penerimaan yang salah satunya berasal dari pajak daerah dan retribusi daerah. Pajak daerah dan retribusi daerah sebagai salah satu sumber Pendapatan Asli Daerah diharapkan dapat memberikan kontribusi yang besar bagi Pendapatan Asli Daerah itu sendiri sehingga dapat memperlancar pembangunan daerah. Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan salah satu indikator yang menentukan derajat kemandirian suatu daerah. Semakin besar penerimaan PAD suatu daerah maka semakin rendah tingkat ketergantungan pemerintah daerah tersebut terhadap pemerintah pusat dan sebaliknya. Hal ini dikarenakan PAD merupakan sumber penerimaan daerah yang berasal dari dalam daerah itu sendiri. Berdasarkan uraian di atas, dapat diketahui bahwa pajak daerah dan retribusi daerah merupakan komponen penting dalam penerimaan PAD. Oleh sebab itu penulis mencoba meneliti hal tersebut, untuk mengetahui seberapa
5
besar kontribusi penerimaan pajak daerah dan retribusi daerah terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) kabupaten dan kota di seluruh Indonesia.
B. Identifikasi Masalah Dari latar belakang masalah di atas, maka dapat diidentifikasikan bahwa seberapa besar Pajak daerah dan Retribusi daerah tersebut akan memberikan kontribusi terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) pemerintah daerah Kabupaten dan Kota di Indonesia?
C. Pembatasan Masalah Untuk memudahkan dan menyederhanakan masalah penelitian ini agar tidak terlalu melebar dan menyimpang dari tema, maka penulis membatasi dan menitikberatkan pada tahun periode 2006-2010.
D. Perumusan Masalah Mengacu pada latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah yang disampaikan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Seberapa besar kontribusi pajak daerah terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) di Indonesia? 2. Seberapa besar kontribusi retribusi daerah terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) di Indonesia? 3. Apakah penerimaan pajak daerah dan retribusi daerah berkontribusi secara bersama-sama terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) di Indonesia? E. Tujuan Penelitian Mengacu pada rumusan masalah di atas maka tujuan dan kegunaan penelitian ini adalah agar pembaca dan penulis dapat: 1. Mengetahui seberapa besar kontribusi pajak daerah terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten dan Kota di Indonesia. 2. Mengetahui seberapa beasar kontribusi retribusi daerah terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten dan Kota di Indonesia.
6
3. Mengetahui seberapa besar kontribusi pajak daerah dan retribusi daerah secara
bersama-sama
terhadap
Pendapatan
Asli
Daerah
(PAD)
Kabupaten dan Kota di Indonesia.
F. Manfaat Penelitian Adapun manfaat dari penelitian ini antara lain: 1. Pemerintah Dapat diketahui upaya-upaya dan kebijakan yang seharusnya dilakukan oleh Pemerintah Daerah dalam pemungutan pajak untuk menambah jumlah pajak daerah dan retribusi daerah Kabupaten dan Kota di Indonesia. Dengan bertambahnya penerimaan pajak daerah dan retribusi daerah secara tidak langsung akan menambah penerimaan Pandapatan Asli Daerah (PAD), sehingga dapat digunakan untuk menunjang
peningkatan
perekonomian
daerah
guna
tercapainya
kesejahteraan masyarakat. 2. Bagi civitas akademika UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan oleh peneliti lain baik mahasiswa UIN sendiri maupun mahasiswa dari kampus lainnya yang ingin mengulas masalah pajak dan retribusi daerah dengan objek penelitian yang sama. Selain itu penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang pajak di Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Bagi Penulis Penelitian ini digunakan sebagai syarat untuk mencapai gelar sarjana (S1) pada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, serta untuk memperluas dan memperdalam pengetahuan penulis. 4. Para Pembaca Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah dan memperluas ilmu pengetahuan dan wawasan yang membaca hasil penelitian ini.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Desentralisasi (Otonomi Daerah) Pada tahun 2007, pelaksanaan berbagai kegiatan dalam rangka mendukung kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah yang difokuskan pada penyelesaian seluruh peraturan pelaksanaan UU no. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan UU No. 33 Tahun 2004 tetang Pertimbangan Keuangan Antara Pemerintah Daerah dan UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, yang terkait dengan pengaturan urusan pemerintah, pengaturan organisasi perangkat daerah pengaturan kerja sama antar daerah, serta penyusunan instrumen dan tatacara pembentukkan, penghapusan, dan penggabungan daerah. Kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah sesuai dengan UndangUndang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah merupakan pelaksanaan dari salah satu tuntutan reformasi pada tahun 1998. Kebijakan ini merubah penyelenggaraan pemerintah dari yang sebeumnya bersifat pusat menjadi terdesentralisasi meliputi antara lain penyerahan kewenangan pemerintah pusat ke pemerintah daerah (kecuali politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, agama, fikal moneter, dan kewenangan bidang lain) dan perubahan perimbangan keuangan antara pusat dan daerah. Melalui kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah maka pengambilan keputusan dalam penyelenggaraan pemerintah dan penyediaan pelayanan publik diharapkan akan menjadi lebih sederhana dan cepat karena dapat dilakukan oleh pemerintah daerah terdekat sesuai kewenangan yang ada. Kebijakan ini dibutuhkan untuk menghadapi perkembangan keadaan, baik di dalam maupun di luar negeri. 7
8
2. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) APBD merupakan suatu gambaran atau tolak ukur penting keberhasilan suatu daerah di dalam meningkatkan potensi perekonomian daerah. Artinya, jika perekonomian daerah mengalami pertumbuhan, maka akan berdampak positif terhadap peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD), khususnya penerimaan pajak-pajak daerah. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan rencana keuangan tahunan pemerintah daerah yang disetujui oleh DPRD dan ditetapkan dengan peraturan daerah. APBD memiliki fungsi otoritas, perencanaan, pengawasan, alokasi, distribusi, dan stabilisasi. Fungsi otoritas mengandung arti bahwa Perda tentang APBD menjadi dasar untuk melaksanakan pendapatan dan belanja pada tahun yang bersangkutan, sedangkan fungsi pengawasan terlihat dari digunakannya APBD sebagai standar dalam penelitian penyelenggaraan pemerintahan daerah. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 29 tahun 2002 menyatakan bahwa Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) disusun berdasarkan pendekatan kinerja, yaitu suatu sistem anggaran yang mengutamakan upaya pencapaian hasil kerja atau output dari perencanaan alokasi biaya atau input yang ditetapkan. Selanjutnya, Pemerintah Daerah bersama-sama dengan DPRD akan menyusun Arah dan Kebijakan Umum Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang memuat petunjuk dan ketentuan umum yang disepakati sebagai pedoman dalam penyusunan Anggaran pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Sasaran yang dimuat dalam APBD harus sesuai dengan fungsi belanja, standar pelayanan yang diharapkan, dan perkiraan biaya kegiatan yang bersangkutan. APBD harus memuat bagian pendapatan yang digunakan untuk membiayai biaya administrasi umum, belanja operasi dan pemeliharaan, dan belanja modal/investasi. Apabila sasaran tersebut dimuat. APBD tersebut akan dapat digunakan untuk kepentingan masyarakat daerah. Instrumen kebijakan fiskal yang digunakan oleh Pemerintah Daerah di Indonesia dalam rangka melakukan pelayanan publik, diharapkan dapat
9
mendorong pertumbuhan ekonomi, peningkatan kesejahteraan masyarakat serta terus melakukan pembangunan di berbagai sektor tertuang dalam Anggaran
Pendapatan
dan
Belanja
Daerah
(APBD).
APBD
yang
direncanakan setiap tahun dengan mendapatkan persetujuan dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) pada dasarnya menunjukkan sumbersumber
Pendapatan Daerah, berapa besar alokasi belanja untuk
melaksanakan program/kegiatan dan sumber-sumber pendapatan, serta pembiayaan yang muncul jika terjadi surplus atau defisit. Sumber Pendapatan Daerah tentunya masih bersandar pada penerimaan pajak dan retribusi daerah ditambah dengan dana transfer dari pemerintah pusat serta bisa juga berasal dari lain-lain Pendapatan Daerah yang sah.1 3. Sumber Pendanaan Pemerintah Daerah Sebagaimana diketahui, berdasarkan UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara Pasal 6 ayat (1) Presiden selaku Kepala Pemerintahan memegang kekuasaan pengelolaan keuangan negara sebagai bagian dari kekuasaan pemerintahan. Selanjutnya berdasarkan ayat (2) kekuasaan pengelolaan keuangan negara tersebut dari presiden diserahkan kepada Gubernur/Bupati/Walikota
selaku
kepala
pemerintahan
daerah
untuk
mengelola keuangan daerah dan kepemilikian kekayaan negara yang dipisahkan. Berdasarkan UU N0. 32 Tahun 2004 kepada daerah diberikan hak untuk mendapatkan beberapa sumber keuangan. Pertama, kepastian tersedianya dana dari pemerintah sesuai dengan urusan yang diserahkan. Kedua, kewenangan memungut dan mendayakan pajak dan retribusi daerah serta hak untuk mendapatkan bagi hasil dari sumber-sumber daya nasional perimbangan lainnya. Ketiga hal untuk mengelola kekayaan daerah dan pendapatan lain yang sah serta sumber-sumber pembiayaan. Sumber penerimaan daerah, berdasarkan UU No. 32 Tahun 2004, sumber-sumber
1
Kementrian keuangan Republik Indonesia, Deskripsi dan Analisis (Jakarta: Direktorat Jendral Perimbangan Keuanga, 2013), h. 1.
10
penerimanaan daerah meliputi (1) Pendapatan Asli Daerah (PAD); (2) Dana Perimbangan; (3) Pinjaman Daerah; dan (4) Lain-lain PAD sah.2 Berdasarkan ketentuan Pasal 151 UU No. 32 Tahun 2004 menetapkan bahwa sumber penerimaan daerah meliputi: (1) PAD yang terdiri dari hasil Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang dipisahkan, dan lain-lain PAD yang sah.3 Sedangkan Pasal 5 ayat (1) UU No. 33 Tahun 2004 penerimaan daerah dalam pelaksanaan desentralisasi terdiri atas pendapatan daerah dan pembiayaan. Sumber penerimaan yang berasal dari pendapatan daerah dan pembiayaan. Sumber penerimaan yang berasal dari pendapatan daerah, berdasarkan UU No. 33 Tahun 2004 (a) PAD; (b) Dana Perimbangan; (c) lain-lain pendapatan. Tambahan Pendapatan Daerah bersumber dari pembiayaan daerah meliputi: (a) sisa lebih anggaran daerah; (b) penerimaan pinjaman daerah; (c) dana cadangan daerah; dan hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan.4 Penerimaan daerah tersebut harus dikelola secara cermat, tepat, dan hati-hati. Pemda hendaknya dapat menjamin bahwa semua potensi penerimaan telah terkumpul dan dicatat kedalam sistem akuntansi pemerintah daerah. Dalam hal ini daerah perlu memiliki sistem pengendalian yang memadai untuk menjamin ditaatnya prosedur dan kebijakan manajemen yang telah ditetapkan. Pemda perlu meneliti adakah penerimaan yang tidak disetor ke dalam kas pemerintahan daerah dan disalahgunakan oleh petugas di lapangan. Perlu juga diteliti masyarakat yang tidak membayar pajak dan pemberian sanksi atas tindakan penggelapan pajak.5 4. Pendapatan Asli Daerah (PAD) Pendapatan Asli Daerah
merupakan bagian dari sumber dan
pendapatan daerah sebagaimana diatur dalam Pasal 55 Undang-Undang No. 5
2
Ujang Bahar, Peran Daerah Dalam Pengadaan Tanah (Tinjauan Dari Segi Pembiayaan), (Hukum Keuangan: Jurnal Hukum Bisinis Vol 1) hlm. 41. 3 Ibid, hlm. 41. 4 Ibid, hlm. 41. 5 Ibid, hlm. 41.
11
Tahun 1947. Sebagai salah satu sumber pendapatan daerah dalam kaitan pelaksanaan otonomi daerah, pendapatan asli daerah harus betul-betul dominan dan mampu memikul beban kerja yang diperlukan hingga pelaksanaan otonomi daerah tidak dibiyai dari subsidi atau dari sumbangan pihak ketiga atau pinjaman daerah. Sedangkan menurut Undang-Undang No. 22 tahun 2008 tentang Pemerintah Daerah disebutkan bahwa Pendapatan Asli Daerah adalah sumber pendapatan daerah yang terdiri dari pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah. Pendapatan Asli Daerah (PAD) menurut Ujang Bahar yaitu: ”PAD dapat didefinisikan sebagai penerimaan yang diperoleh dari sumber-sumber atau potensi dalam wilayahnya yang dipungut berdasarkan Peraturan Daerah (Perda) sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. PAD dapat pula berasal dari potensi daerah guna membiayai program atau kegiatan daerahnya yang bertujuan memberikan kewenangan kepada Pemda untuk mendanai pelaksanaan otonomi daerah sebagai perwujudan dari desentralisasi. PAD merupakan pendapatan daerah yang bersumber dari pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah yang bertujuan untuk memberikan keleluasaan kepada daerah dalam menggali pendanaan dalam pelaksanaan otonomi daerah sebagai perwujudan asas desentralisasi.”6 Dalam hal Pendapatan Asli Daerah (PAD), Pemerintah daerah, Propinsi, Kabupaten dan Kota memiliki kewenangan penuh potensi daerah yang dapat meningkatkan pendapatan asli daerah, termasuk didalamnya membuat peraturan-peraturan daerah yang bertujuan mengoptimalkan pendapatan bagi daerah. Namun demikian, peraturan-peraturan tersebut tetap mengacu pada kapasitas lokal dan penciptaan iklim yang kondusif terhadap pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Hal ini mungkin saja terjadi, karena pemerintah daerah belum memiliki pemahaman dan pengalaman yang cukup matang dalam mengelola 6
ibid, hlm. 41-42.
12
Pendapatan Asli Daerah, dimana sebelumnya tergantung dari Dana Subsidi Otonomi daerah (DSO) yang ditransfer pusat yang tidak memiliki kreativitas untuk menutupi kesenjangan fiskal yang dialami, selain itu daerah dibatasi ruang geraknya dalam mengelola aset-aset daerah. Salah satu tujuan pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal adalah
untuk
meningkatkan
kemandirian
daerah
dan
mengurangi
ketergantungan fiskal terhadap pemerintah pusat. Peningkatan kemandirian daerah sangat erat kaitannya dengan kemampuan daerah dalam mengelola Pendapatan Asli Daerah (PAD). Semakin tinggi kemampuan daerah dalam menghasilkan PAD tersebut sesuai dengan aspirasi, kebutuhan, dan prioritas pembangunan daerah. Peningkatan PAD tidak hanya menjadi perhatian pihak eksekutif, namun legislatif pun berkepentingan sebab besar kecilnya PAD akan memengaruhi struktur gaji anggota dewan. Meskipun pelaksanaan otonomi daerah sudah dilaksanakan sejak 1 Januari 2001, namun hingga tahun 2009 baru sedikit pemerintah daerah yang mengalami peningkatan kemandirian keuangan daerah secara signifikan. Memang berdasarkan data yang dikeluarkan Departemen Keuangan, secara umum penerimaan PAD pada era otonomi daerah mengalami peningkatan yang cukup signifikan dibandingkan dengan era sebelumnya. Total PAD tingkat kabupaten dan kota penerimaan PAD pada tahun 1999 tercatat sebesar Rp 2.245,77 miliar, tahun 2000 sebesar Rp 2.491,94 miliar, tahun 2001 sebesar Rp 3.844,88 miliar, tahun 2002 naik menjadi Rp 7.228,73 miliar, tahun 2003 sebesar Rp 8.602.621.392, tahun 2004 menjadi Rp 9.463.688.507 (Sumber: Departemen Keuangan dan BPS). Sementara itu untuk kabupaten dan kota pada tahun 1999, PAD memiliki kontribusi terhadap total penerimaan sebesar 2,32% dan pada tahun 2002-2004 secara berturut-turut meningkat menjadi 7,46% dan 8,10%. Berdasarkan data dari Departemen Keuangan dan BPS diperoleh fakta bahwa bagian terbesar pendapatan daerah masih didominasi oleh dana perimbangan yang mencapai 75-94% total pendapatan daerah. Sementara itu PAD secara
13
rata-rata nasional hanya memberikan kontribusi antara 6-15% pendapatan daerah. Beradasarkan kenyataan tersebut, penting bagi pemerintah daerah untuk menaruh perhatian yang lebih besar terhadap manajemen Pendapatan Asli Daerah. Manajemen PAD tidak berarti ekspoitasi PAD, tetapi bagaimana pemerintah daerah mampu mengoptimalkan penerimaan PAD sesuai dengan potensi yang dimiliki. Bahkan lebih dari itu bagaimana pemerintah daerah mampu meningkatkan potensi PAD di masa datang.7 5. Pengertian Pajak Secara Umum Menurut kamus besar bahasa Indonesia Pajak adalah hak untuk mengusahakan sesuatu dengan membayar sewa kepada negara. 8 Menurut Undang-Undang No. 28 Tahun 2007, “Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh wajib pajak pribadi atau badan yang sifatnya memaksa berdasarkan Undang-Undang dan tidak mendapatkan imbalan secara langsung digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”. Sedangkan
menurut
Rochmat
Soemitro,
pajak
adalah
gejala
masyarakat, artinya pajak hanya ada di dalam masyarakat. Masyarakat adalah kumpulan manusia yang pada suatu waktu berkumpul untuk tujuan tertentu. Masyarakat terdiri atas individu, individu mempunyai hidup sendiri dan kepentingan sendiri, yang dapat dibedakan dari hidup masyarakat dan kepentingan masyarakat. Namun individu tidak mungkin hidup tanpa adanya masyarakat.9 Definisi pajak, sekedar untuk perbandingan, berikut ini disajikan definisi dari beberapa sarjana, yang dimuat secara kronologis.10 a. Definisi Prancis, termuat dalam buku Leroy Beaulieu yang berjudul Traite de la Science des Finances, 1906, berbunyi:
7
Mahmudi, Manajemen Keuangan Daerah (Jakarta: Erlangga, 2010), hlm. 19 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia. (Jakarta: Balai Pustaka, 2007), hlm. 812. 9 Erly Suandy, Hukum Pajak (Jakarta: Salemba Empat, 2011), hlm. 7. 10 Ibid, hlm. 8-10. 8
14
”L’impot et la contribution, soit directe soit dissimulee, que La Puissance Publique exige des habitants ou des biens pur subvenir aux depenses du Gouvernment”. (“pajak adalah bantuan, baik secara langsung maupun tidak yang dipaksakan oleh kekuasaan publik dari penduduk atau dari barang, untukmenutup belanja pemerintah”.) b. Definisi Deutsche Reichs Abgaben Ordnung (RAO-1919), berbunyi “Steuern sind einmalige oder laufende Geldleistungen die nicht eine Ggenleistung fur eine besondere Leistung darstellen, und von einem offentlichertlichen Gemeinwesen tur Erzeilung von Einkunften allen auferlegt werden, bei denen der Tatbestand zutrifft an den das Gesetz die Leistungsplicth knupft”. (“Pajak adalah bantuan uang secara insidental atau secara periodik (dengan tidak ada kontraprestasinya), yang dipungut oleh badan yang bersifat umum (negara), untuk memperoleh pendapatan, di mana terjadi suatu Tatbestand (sasaran pemajakan), yang karena undang-undang telah menimbulkan utang pajak”.) c. Definisi Prof. Edwin R. A. Seligman dalam Essays in Taxation, 1925 berbunyi: “Tax is compulsery contribution from the person, to the governmen to defray the expenes incurred in the common interest of all, without reference to special benefit conferred”. Banyak terdengar keberatan atas kalimat “without reference” karena bagaimanapun juga uang-uang pajak tersebut digunakan untuk produksi barang dan jasa, jadi benefit diberikan kepada masyarakat, hanya tidak mudah ditunjukkannya, apalagi secara DerOranzan. d. Philip E. Taylor dalam bukunya The Economics of Public Finance, 1984, mengganti “without reference”, menjadi “withlittle reference”. e. Definisi Mr. Dr. N. J. Feldmann dalam bukunya De overheidsmiddelen van 1949, berbunyi:
15
“Belastingen zijn aan de Overheid (Volgens algemene, door haar vastegestelde normen) verschuldigde afdwingbaresprestties, waar geen tegenprestatie tegenover staat en uitsluitend diemen tot dekking van publieke uitgaven”. (“Pajak adalah prestasi yang dipaksakan sepihak oleh dan terutang kepada penguasa (menurut norma-norma yang ditetapkannya secara umum), tanpa adanya kontraprestasi, dan semata-mata digunakan untuk menutup pengeluaran-pengeluaran umum”) Feldmann (seperti juga halnya dengan Seligman) berpendapat, bahwa terhadap pembayaran pajak, tidak ada kontraprestasi dari negara. Dalam mengemukakan kritikkritiknya terhadap definisi dari sarjana-sarjana lain seperti Taylor, Adriani, dan lain-lain ternyata, bahwa Feldmann tidak berhasil pula dengan definisinya untuk memberikan gambaran tentang pengertian pajak. f. Definisi Prof. Dr. M. J. H. Smeets dalam bukunya
De Economics
Betekenis der Belastigen 1951, berbunyi: “Belastingen zijn aan de overheid (volgens normen) verschuligde, afdwinghare pretties, zonder dat hiertegenover, in het individuele geval, aanwijsbare tegen-prestaties staan; zij strekken tot dekking van publieke uitgaven”. (“Pajak adalah prestasi kepada pemerintah yang terutang melalui normanorma umum, dan yang dapat dipaksakan, tanpa ada kalanya kontraprestasi yang dapat ditunjukkan dalam hal yang individual: maksudnya adalah untuk membiayai pengeluaran pemerintah”.) Dalam bukunya ini Smeets mengakui, bahwa definisinya hanya menonjolkan fungsi budgeter saja; baru kemudian ia menambahkan fungsi mengatur pada definisinya. g. Definisi Dr. Soeparman Soemahamidjaja dalam disertasinya 1964: “Pajak adalah iuran wajib, berupa uang atau barang, yang dipungut oleh penguasa berdasarkan norma-norma hukum, guna menutup biaya
16
produksi
barang-barang dan jasa-jasa kolektif dalam
mencapai
kesejahteraan umum”. Dengan
mencantumkan
istilah
iuran
wajib,
ia
mengharapkan
terpenuhinya ciri, bahwa pajak dipungut dengan bantuan dari dan kerjasama dengan Wajib Pajak, sehingga perlu pula dihindari penggunaan istilah “paksaan”. Lebih-lebih (demikian pula menurut beberapa sarjana lainnya) bilamana suatu kewajiban harus dilaksanakan, maka undang-undang menunjukkan cara pelaksanaannya yang lain. Hal ini tidak mengenai pajak saja (dan cara ini biasanya adalah untuk memaksa). Selanjutnya (menurut pendapatnya) berkelebihanlah kiranya, kalau khusus mengenai pajak, sekali lagi ditekankan pentingnya paksaan itu, seakan-akan tidak ada kesadaran masyarakat untuk melakukan kewajibannya. Ia sudah menganggapnya cukup dengan menyatakan bahwa pajak adalah “iuran wajib” (jadi, tidak perlu diberi tambahan: “yang dapat dipaksakan”). Adapun mengenai “kontraprestasi”, Dr. Soeparman berpendirian, bahwa justru untuk menyelenggarakan kontraprestasi itulah perlu dipungut pajak: bukankah pengeluaranpengeluaran pemerintah bagi penyelenggaraan bidang keamanan, kesejahteraan, kehakiman, pembangunan, dan hal-hal lainnya yang merupakan pemberian kontraprestasi bagi pembayar pajak selaku anggota masyarakat? h. Definisi Prof. Dr. Rochmat Soemitro, S.H., dalam bukunya Dasar-Dasar Hukum Pajak dan Pajak Pendapatan adalah sebagai berikut: “Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdaasarkan undangundang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa imbal (kontraprestasi), yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum”, dengan penjelasan sebagai berikut: “dapat dipaksakan” artinya: bila utang pajak tidak dibayar, utang itu dapat ditagih dengan menggunakan kekerasan, seperti Surat Paksa dan sita, dan juga penyanderaan; terhadap pembayaran pajak, tidak dapat ditunjukkan jasa-timbal-balik tertentu, seperti halnya dengan retribusi.
17
Definisinya yang kemudian dipertahankan (sebagai koreksi dari bagian pertama definisinya semula) dapat disimpulakn dari uraian dalam bukunya Pajak dan Pembangunan, 1974. Definisi tersebut kurang lebih dapat berbunyi sebagai berikut: “Pajak adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada kas negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan “surplus”-nya digunakan untuk public saving yang merupakan sumber utama untuk membiayai public investment”. Dari definisi diatas dapat ditarik kesimpulan tentang ciri-ciri yang terdapat pada pengertian pajak antara lain sebagai berikut: a. Pajak dipungut berdasarkan Undang-Undang Asas ini sesuai dengan perubahan ketiga UUD 1945 pasal 23A yang menyatakan “pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dalam undang-undang, dan dapat dikenakan sanksi sesuai peraturan perundang-undangan.” b. Tidak mendapatkan jasa timbal balik (kontraprestasi perseorangan) yang dapat ditunjukkan secara langsung. Misalnya, orang yang taat membayar pajak kendaraan bermotor akan melalui jalan yang sama kualitasnya dengan orang yang tidak membayar pajak kendaraan bermotor. c. Pemungutan pajak diperuntukkan bagi keperluan pembiayaan umum pemerintah dalam rangka menjalankan fungsi pemerintahan, baik rutin maupun pembangunan. d. Dan selain fungsi budgeter (anggaran) yaitu fungsi mengisi kas negara/anggaran negara yang diperlukan untuk menutup pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan, pajak juga berfungsi sebagai alat untuk mengatur dan melaksanakan kebijakan negara dalam lapangan ekonomi sosial (fungsi mengatur / regulatif). 6. Dasar Hukum Pajak dan Retribusi Daerah Hukum pajak adalah suatu kumpulan peraturan-peraturan yang mengatur hubungan antara pemerintah sebagai pemungut pajak dan rakyat sebagai pembayar pajak.
18
Dalam hukum pajak diatur mengenai:11 a. siapa-siapa yang menjadi subjek pajak dan Wajib Pajak; b. objek-objek apa saja yang menjadi objek pajak; c. kewajiban Wajib Pajak terhadap pemerintah; d. timbul dan hapusnya utang pajak; e. cara penagihan pajak; f. cara mengajukan keberatan dan banding. Hukum pajak sering juga disebut hukum fiskal. Istilah pajak sering disamakan dengan istilah fiskal, yang berasal dari bahasa lain fiscal yang berarti kantong uang atau keranjang uang. Istilah fiskal yang dimaksud sekarang adalah kas negara. Sedangkan fiskus disamakan dengan pihak yang mengurus penerimaan negara atau disebut juga administrasi pajak.12 Setiap jenis pajak dan retribusi daerah yang diberlakukan di Indonesia harus berdasarkan dasar hukum yang kuat untuk menjamin kelancaran pengenaan dan pemungutannya. Hal ini juga berlaku untuk pajak daerah. Dewasa ini yang menjadi dasar hukum pemungutan pajak daerah di Indonesia adalah sebagaimana dibawah ini.13 a. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, yang diundangkan di Jakarta dan mulai berlaku pada tanggal diundangkan, yaitu 23 Mei 1997. b. Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan UndangUndang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, yang diundangkan di Jakarta dan mulai berlaku pada tanggal diundangkannya, yaitu 20 Desember 2000. c. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah, yang diundangkan di Jakarta dan mulai berlaku pada tanggal diundangkan, 4 Juli 1997.
11
Erly Suandy, Hukum Pajak (Jakarta: Salemba Empat, 2011), hlm. 16. Erly Suandy, Hukum Pajak (Jakarta: Salemba Empat, 2011), hlm. 16. 13 Marihot Pahala Siahaan, Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Jakarta: Rajawali Pers: 2010), hlm. 39. 12
19
d. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1997 tentang Retribusi Daerah, yang diundangkan di Jakarta dan mulai berlaku pada tanggal diundangkan, yaitu 4 Juli 1997. e. Peraturan Pemeintah Nomor 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah, yang diundangkan di Jakarta dan mulai berlaku pada tanggal diundangkan, yaitu 13 September 2001. f. Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001 tentang Reribusi Daerah, yang diundangkan di Jakarta mulai berlaku pada tanggal diundangkan, yaitu 13 September 2001. g. Keputusan Presiden, Keputusan Menteri Dalam Negeri, Keputusan Menteri Keuangan, peraturan daerah provinsi, dan peraturan daerah kabupaten/kota di bidang retribusi daerah. Pajak di Indonesia didasarkan pada Ketentuan Hukum atau UndangUndang yang berlaku, yaitu Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, dan Pasal 23 A Undang-Undang Nomor Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2007 (Peribahan ketiga atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983) tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan yang disetujui Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR-RI) dan Presiden Republik Indonesia. Disamping
Undang-Undang
tersebut,
lebih
khusus
setelah
diterapkannya otonomi daerah maka Pajak Daerah mempunya legitimasi tersendiri, yakni Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 (Perubahan atas Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997) tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dan `diperkuat oleh peraturan dari masing-masing daerah otonom. Hingga kini semua pengenaan dan pemungutan pajak telah memiliki dasar hukum yang kuat yaitu dengan Undang-Undang. Berikut struktur perpajakan di Indonesia pada Bagan 2.1 berikut:14
14
10.
Liberty Pandiangan, Undang-Undang Perpajakan Indonesia (Jakarta: Gramedia, 2002), hlm.
20
Bagan 2.1 Struktur Perpajakan di Indonesia
Pajak Pusat/Negara
1) Direktorat Jenderal Pajak a. Pajak Penghasilan b. Pajak Pertambahan Nilai c. Pajak Penjualan atas Barang Mewah d. Pajak Bumi dan Bangunan e. Bea Materai f. Bea Perolehan Hak atas tanah dan Bangunan
2) Direktorat Jenderal Bea dan Cukai a. Bea Masuk b. Cukai
PAJAK
1) Propinsi a. Pajak Kendaraan Bermotor b. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor c. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor Pajak Daerah
2) Kabupaten/Kota a. Pajak Hotel dan Restoran b. Pajak Hiburan c. Pajak Reklame d. Pajak Penerangan Jalan e. Pajak Pengambilan dan Pengolahan Bahan Galian Golongan C f. Pajak Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan
Sumber: Undang-Undang Perpajakan Indonesia 7. Pajak Daerah Pajak Daerah adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah daerah dan pembangunan.15
15
Ibid.
21
Pajak daerah adalah kontribusi wajib kepada daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Pajak daerah merupakan pajak yang ditetapkan oleh pemerintah daerah dengan peraturan daerah (Perda), di mana wewenang pemungutannya dilaksanakan oleh pemerintah daerah, dan hasilnya digunakan untuk membiayai pengeluaran pemerintah daerah dalam melaksanakan penyelenggaraan pemerintah dan pembangunan di daerah. Karena pemerintah daerah di Indonesia terbagi menjadi dua, yaitu pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota, yang diberi kewenangan untuk melaksanakan otonomi daerah, maka pajak daerah di Indonesia dewasa ini juga dibagi menjadi dua, yaitu pajak provinsi dan pajak kabupaten/kota. Pajak daerah dikelompokkan sebagaimana di bawah ini: a. Pajak Provinsi, yang terdiri dari: 1) Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air 2) Bea Balik Nama Kendaraan Bemotor dan Kendaraan di Atas Air 3) Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor, dan 4) Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan. b. Pajak Kabupaten/Kota, yang terdiri dari: 1) Pajak Hotel 2) Pajak Restoran 3) Pajak Hiburan 4) Pajak Reklame 5) Pajak Penerangan Jalan 6) Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C 7) Pajak Parkir.16 Menurut Ujang Bahar Pajak, Daerah adalah:
16
Marihot Pahala Siahaan, Hukum Pajak Material (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2010), hlm. 2.
22
“Pajak daerah adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Berdasarkan tingkatan pemerintah yang berwenang memungut pajak, pajak daerah dibagi atas pajak provinsi, pajak kabupaten/kota.”17 Secara umum, pajak daerah memberikan kontribusi terbesar terhadap Pendapatan Asli Daerah. Kontribusi pajak daerah terhadap total penerimaan daerah juga terus mengalami peningkatan. Sebagai contoh, berdasarkan data yang dikeluarkan BPS, proporsi pajak daerah seluruh Kabupaten/kota dibandingkan total penerimaan daerah pada tahun 2003 adalah sebesar 2,52%, tahun 2004 meningkat menjadi 2,85%. Namun demikian, jika dibandingkan dengan total penerimaan pajak negara baik pajak pusat maupun pajak daerah, proporsi penerimaan pajak daerah kabupaten dan kota seluruh Indonesia hanyalah berkisar antara 3-7% dari total penerimaan pajak nasional.18 8. Jenis-Jenis Pajak Daerah Kabupaten/Kota Sebagaimana telah diuraikan sebelumnya, mulai tahun 2010 berlaku ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 terdapat beberapa perubahan mendasar dalam pemberlakuan pajak daerah di Indonesia, khususnya terkait dengan jenis pajak daerah. Perbedaan Jenis Pajak daerah yang diatur dalam UndangUndang Nomor 42 Tahun 2009 adalah sebagai dibawah ini19: a
Terminologi Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air serta Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air sebagai jenis pajak provinsi diubah menjadi Pajak Kendaraan Bermotor dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor. Perubahan ini sebenarnya hanya menyangkut terminologi saja karena sebenarnya walaupun kata “Kendaraan di Atas Air” dihilangkan, tetapi yang menjadi objek dari
17
Ujang Bahar, Peran Daerah Dalam Pengadaan Tanah (Tinjauan Dari Segi Pembiayaan), (Hukum Keuangan: Jurnal Hukum Bisinis Vol 1) hlm. 42. 18 Mahmudi, Manajemen Keuangan Daerah (Jakarta: Erlangga, 2010) h. 21 19 Marihot Pahala Siahaan, Hukum Pajak Material (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2010), h. 12.
23
kedua jenis pajak ini adalah kendaraan bermotor, termasuk kendaraan bermotor yang dioperasikan di air. b Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan dan Pajak Air Tanah. Pajak Air Permukaan ditetapkan menjadi pajak provinsi sedangkan Pajak Air Tanah ditetapkan menjadi pajak kabupaten/kota. c
Menambah satu jenis pajak provinsi, yaitu Pajak Rokok.
d Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C yang merupakan jenis pajak kabupaten/kota diubah namanya menjadi Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan. e
Menambah satu jenis pajak kabupaten/kota, yaitu Pajak Sarang Burung Walet.
f
Dua jenis pajak yang semula merupakan pajak pusat ditetapkan menjadi pajak kabupaten/kota, yaitu Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotan dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.
g Daerah dilarang memungut pajak selain jenis pajak daerah yang telah ditetapkan dalam pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009. h Jenis pajak daerah yang telah ditetapkan dalam pasal 2 ayat (1) UndangUndang Nomor 42 Tahun 2009 dapat jtidak dipungut oleh suatu daerah apabila potensinya kurang memadai dan atau disesuaikan dengan kebijakan daerah yang bersangkutan, yang ditetapkan dengan peraturan daerah. i
Khusus untuk daerah yang setingkat dengan daerah provinsi, tetapi tidak terbagi dalam daerah kabupaten/kota otonom, seperti Daerah Khusus Ibukota Jakarta, jenis pajak daerah yang dapat dipungut merupakan gabungan dari pajak untuk daerah provinsi dan pajak untuk daerah kabupaten/kota.
24
Pajak kabupaten/kota yang dapat dipungut oleh daerah Provinsi berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 adalah sebagaimana dibawah ini20: a
Pajak Hotel adalah pajak atas pelayanan yang disediakan oleh hotel. Hotel
adalah
fasilitas
penyediaan
jasa
penginapan/peristirahatan
termasuk jasa terkait lainnya dengan dipungut bayaran, yang mencakup juga motel, losmen, gubuk pariwisata, wisma pariwisata, pesanggrahan, rumah penginapan, dan sejenisnya, serta rumah kos dengan jumlah kamar lebih dari sepuluh. b Pajak Restoran adalah pajak atas pelayanan yang disediakan oleh restoran. Restoran adalah fasilitas penyedia makanan dan atau minuman dengan dipungut bayaran, yang mencakup juga rumah makan, kafetaria, kantin, warung, bar, dan sejenisnya termasuk juga boga/katering. c
Pajak Hiburan adalah pajak atas penyelenggaraan hiburan. Hiburan adalah semua jenis tontonan, pertunjukkan, permainan, dan atau keramaian yang dinikmati dengan dipungut bayaran.
d Pajak Reklame adalah pajak atas penyelenggaraan reklame. Reklame adalah benda, alat, perbuatan, atau media yang bentuk dan corak ragamnya
dirancang
untuk
tujuan
komersial
memperkenalkan,
menganjurkan, mempromosikan, atau untuk menarik perhatian umum terhadap barang, jasa, orang, atau badan yang dapat dilihat, dibaca, didengar, dirasakan, dan atau dinikmati oleh umum. e
Pajak Penerangan Jalan adalah pajak atas penggunaan tenaga listrik, baik yang dihasilkan sendiri maupun diperoleh dari sumber lain.
f
Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan adalah pajak atas kegiatan pengambilan mineral bukan logam dan batuan, baik dari sumber alam di dalam dan atau permukaan bumi untuk dimanfaatkan. Mineral bukan logam dan batuan adalah mineral bukan logam dan batuan sebagaimana dimaksud di dalam peraturan perundang-undangan di bidang mineral dan batubara.
20
Ibid, h. 15-16.
25
g Pajak Parkir adalah pajak atas penyelenggaraan tempat parkir di luar badan jalan, baik yang disediakan berkaitan dengan pokok usaha maupun yang disediakan sebagai suatu usaha, termasuk penyediaan tempat penitipan kendaraan bermotor. Parkir adalah keadaan tidak bergerak suatu kendaraan yang tidak bersifat sementara. h Pajak Air Tanah adalah pajak atas pengambilan dan atau pemanfaatan air tanah. Air tanah adalah air yang terdapat dalam lapisan tanah atau batuan dibawah permukaan tanah. i
Pajak Sarang Burung Walet adalah pajak atas pengambilan dan atau pengusahaan sarang burung walet. Burung Walet adalah satwa yang termasuk marga collocalia, yaitu collocalia fuchliap haga, collocalia maxina, collocalia esculanta, dan collocalia linchi.
j
Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan adalah pajak atas perolehan hak atas tanah dan atau bangunan, perolehan hak atas tanah dan
bangunan
adalah
perbuatan
atau
peristiwa
hukum
yang
mengakibatkan diperolehnya hak atas tanah dan atau bangunan oleh orang pribadi atau badan. Hak atas tanah dan atau bangunan adalah hak atas tanah, termasuk hak pengelolaan, beserta bangunan di atasnya, sebagaimana dimaksud salam undang-undang di bidang pertanahan dan bangunan. 9. Retribusi Daerah Pada prinsipnya pungutan dengan nama retribusi sama dengan pajak yaitu empat unsur-unsur dalam pengertian pajak sama dengan retribusi, sedangkan imbalan (kontraprestasi) dalam retribusi langsung dapat dirasakan oleh pembayar retribusi. Unsur yang melekat pada pengertian retribusi adalah:21 a. Pungutan retribusi harus berdasarkan undang-undang b. Sifat pungutannya dapat dipaksakan c. Pemungutannya dilakukan oleh Negara d. Digunakan untuk pengeluaran bagi masyarakat umum 21
Wirawan B Ilyas dan Richard Burton, Hukum Pajak (Jakarta: Salemba Empat, 2007), hlm. 7.
26
e. Kontra-prestasi (imbalan) langsung dapat dirasakan oleh pembayaran retribusi. Menurut Ujang Bahar, Retribusi Daerah adalah: “Sementara itu pajak retribusi daerah adalah pungutan bagi pembayaran atau izin tertentu yang khusus disediakan dan/ atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan pribadi atau badan. Prinsip pengenaan retribusi daerah adalah pembayaran yang berkaitan langsung dengan jasa pelayanan yang disediakan oleh pemerintah daerah.”22 Umumnya pungutan atas retribusi diberikan atas pembayaran berupa jasa atau pemberian izin tertentu yang disediakan atau diberikan oleh pemerintah kepada setiap orang atau badan. Misalnya retribusi atas penyediaan tempat penginapan, retribusi penyediaan tempat pencucian mobil, pembiayaan aliran listrik, pembayaran abonemen air minum. Retribusi tempat penitipan anak, retribusi pelayanan pemakaman dan pengabuan mayat, retribusi Izin Mendirikan Bangunan, Retribusi Izin Gangguan. Karena kontra-prestasinya langsung dapat dirasakan, maka dari sudut sifat paksaannya lebih mengarah pada hal yang bersifat ekonomis. Artinya, apabila seseorang atau badan tidak mau membayar retribusi maka manfaat ekonominya langsung dapat dirasakan. Namun, apabila manfaat ekonominya telah dirasakan tetapi retribusinya tidak dibayar, maka secara yuridis pelunasannya dapat dipaksakan seperti halnya pajak.23 Retribusi pada umumnya merupakan sumber pendapatan penyumbang PAD kedua setelah pajak daerah. Bahkan untuk beberapa daerah penerimaan retribusi daerah ini lebih tinggi daripada pajak daerah. Retribusi daerah memiliki karakteristik yang berbeda dengan pajak daerah. Pajak daerah merupakan pungutan yang dilakukan pemerintah daerah kepada wajib pajak daerah tanpa ada kontraprestasi langsung yang bisa diterima wajib pajak atas pembayaran pajak tersebut. Sementara itu, retribusi daerah merupakan pungutan yang dilakukan pemerintah daerah kepada wajib retribusi atas pemanfaatan suatu jasa tertentu yang disediakan pemerintah. Jadi dalam hal 22
Ujang Bahar, Peran Daerah Dalam Pengadaan Tanah (Tinjauan Dari Segi Pembiayaan), (Hukum Keuangan: Jurnal Hukum Bisinis Vol 1), hlm. 42. 23 Wirawan B Ilyas dan Richard Burton, loc. cit.
27
ini terdapat imbalan (kontraprestasi) langsung yang dapat dinikmati pembayar retribusi. Berbeda dengan pajak daerah yang bersifat tertutup, untuk retribusi ini pemerintah daerah masih diberi peluang untuk menambah jenisnya namun harus pula memenuhi persyaratan tertentu sebagaimana diatur undangundang. Karena retribusi ini terkait dengan pelayanan tertentu, maka prinsip manajemen retribusi daerah yang paling utama adalah perbaikan pelayanan tersebut. Tentunya selain perbaikan pelayanan, pemerintah daerah juga perlu melakukan berbagai perbaikan sebagaimana halnya pajak daerah, seperti perluasan basis retribusi, pengendalian atas kebocoran penerimaan retribusi, dan perbaikan administrasi pemungutan retribusi.24 B. Penelitian Relevan TABEL 2.1 Perbandingan Penelitian ini dengan Penelitian lain yang Relevan Judul
Tujuan Penelitian
“Analisis Pengaruh Penerimaan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah terhadap Peningkatan Pendapatan Asli Daerah (Studi Empiris pada Propinsi Bengkulu)” Dina Anggraini25
Mengerahui Pengaruh Penerimaan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah terhadap Peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD)
“Kontribusi Pajak Daerah dan Retribusi Daerah terhadap
Mengetahui seberapa besar kontribusi pajak daerah dan retribusi
24
Objek Metode Hasil Penelitian Penelitian Penelitian 35 Kuantitatif Terdapat pengaruh Kabupaten Deskriptif antara pajak daerah dan Kota dan retribusi daerah di terhadap pendapatan Bengkulu asli daerah. Hal ini selama 5 menunjukkan bahwa tahun pajak daerah dan 2004-2008 retribusi daerah memberikan sumbangan yang cukup besar dalam peningkatan pendapatan asli daerah. Seluruh Kuantitatif Kontribusi pajak kabupaten deskriptif daerah dan retribusi dan kota daerah terhadap di jawa pendapatan asli
Mahmudi, Manajemen Keuangan Daerah (Jakarta: Erlangga, 2010) h. 25. Dina Anggraini, Analisis Pengaruh Penerimaan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah terhadap Peningkatan Pendapatan Asli Daerah, (Jakarta: UIN Syarifhidayatullah, 2010). 25
28
Pendapatan Asli Daerah pada 16 Kabupaten dan Kota di Provinsi Jawa Barat” Siti Mustika26
“Analisis Kontribusi Pajak Penghasilan (PPh) dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) terhadap total penerimaan Pajak (studi pada kantor pelayanan pajak pratama jakarta tanah abang satu)” Devi Oktafianti27 “Kontribusi Pajak Daerah dan Retribusi Daerah terhadap Pendapatan Asli Daerah Kabupaten dan Kota di Indonesia Tahun 2006-2010” Nina Roslina
26
daerah terhadap pendapatan asli daerah pada kabupaten dan kota di provinsi jawa barat dan melihat kabupaten atau kota manakah yang paling dominan dalam memberikan kontribusi Mengetahui seberapa besar kontribusi yang diberikan pajak Penghasilan dan pajak pertambahan nilai terhadap total penerimaan pajak
barat tahun periode 2007-2009
daerah pada kabupaten dan kota di provinsi Jawa Barat yang terbesar adalah Kabupaten Depok sebesar 95,62% pada tahun 2009
Mengetahui seberapa besar kontribusi Pajak daerah terhadap PAD, seberapa besar kontribusi Retribusi Daerah terhadap PAD, dan seberapa besar kontribusi Pajak Daerah dan Retribusi Daerah secara bersamasama terhadap PAD
Kabupaten Kuantitatif Pajak daerah dan Kota Deskriptif mempunyai di kontribusi yang lemah Indonesia positif terhadap PAD dengan 50 sedangkan retribusi sampel, Daerah mempunyai pada kontribusi yang kuat tahun positif terhadap PAD, periode dan keduanya 2006-2010 bersama-sama berkontribusi terhadap PAD
Kantor Kuantitatif Kontribusi yang Pelayanan Deskriptif diberikan pajak Pajak penghasilan dan pajak Pratama pertambahan nilai Jakarta terhadap total tahun penerimaan pajak periodde terus meningkat dari 2006-2009 tahun ke tahun, sehingga terdapat pengaruh positif antara PPh dan PPN dengan total penerimaan pajak
Siti Mustika, Kontribusi Pajak daerah dan retribusi daerah terhadap pendapatan Asli Daerah (PAD) di Jawa Barat, (Jakarta: UIN Syarifhidayatullah, 2011). 27 Devi Oktafianti, Analisis Kontribusi Pajak Penghasilan (PPh) dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) terhadap Total Penerimaan Pajak, (Jakarta: UIN Syarifhidayatullah, 2011).
29
C. Kerangka Berpikir Sejalan dengan perumusan masalah dan tujuan penelitian yang dibuat, yaitu menganalisis Kontribusi Variabel Independen Pajak Daerah dan Retribusi Daerah terhadap Variabel Dependen Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten dan Kota di Indonesia. Penyelenggaraan otonomi daerah dengan diubahnya sistem sentralisasi (memusat) menjadi desentralisasi (menyebar) maka sebagai pemerintah daerah harus dapat menggali potensi daerahnya masing-masing dengan mandiri tanpa harus bergantung dengan pemerintah pusat. Kebijakan tersebut bukan berari pemerintah pusat lepas tangan, akan tetapi tetap memberikan bantuan jika suatu daerah tidak dapat mengembangkan daerahnya. Maka dalam pelaksanaan program tersebut
masing-masing
daerah
mampu
memberikan
kontribusi
kepada
Pendapatan Asli Daerah, maka timbul lah pertanyaan bahwa seberapa besar pajak daerah dan retribusi daerah memberikan kontribusi terhadap pendapatan asli daerah untuk mengembangkan daerahnya masing-masing? Berdasarkan laporan realisasi APBD, Pendapatan asli daerah termasuk kedalam jenis ppendapatan daerah, yang kemudian terdiri dari beberapa komponen PAD yaitu Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Bagian Laba Perusahaan Daerah, dan Pendapatan lain-lain PAD yang sah. Namun, dalam penelitian ini saya hanya menggunakan komponen Pajak Daerah dan Retribusi Daerah sebagai variabel independen. Dari data yang saya dapatkan untuk mengetahui seberapa besar kontribusi yang pajak daerah dan retribusi daerah berikan maka perlu dilakukan uji regresi linier berganda, karena variabel yang digunakan lebih dari satu. Bagan 2.2 Kerangka Berpikir Otonomi Daerah dan Desentralisasi Daerah Rumusan Masalah: Seberapa Besar kontribusi Pajak daerah dan retribusi daerah terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD)?
Pendapatan Daerah
30
Sisa Anggaran Tahun Lalu
Bagian Dana Perimbangan
Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Pinjaman Daerah
Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah
Komponen PAD
Pajak Daerah
Retribusi Daerah
Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Laporan Realisasi Angaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)
Laba Perusahaan Daerah
Uji Model Regresi
Uji Asumsi Klasik
Lain-lain PAD yang sah
Uji Regresi Berganda
Analisis Kontribusi
D. Hipotesis Penelitian Berdasarkan tinjauan dan kerangka konseptual yang telah diuraikan sebelumnya, maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. H0 : tidak terdapat kontribusi yang signifikan Pajak Daerah (X1) terhadap Pendapatan Asli Daerah (Y). Ha : terdapat kontribusi yang signifikan Pajak Daerah (X1) terhadap Pendapatan Asli Daerah (Y). 2. H0 : tidak terdapat kontribusi yang signifikan Retribusi Daerah (X2) terhadap Pendapatan Asli Daerah (Y). Ha : terdapat kontribusi yang signifikan Retribusi Daerah (X2) terhadap Pendapatan Asli Daerah (Y). 3. H0 : Pajak Daerah (X1) dan Retribusi Daerah (X2) tidak berkontribusi terhadap Pendapatan Asli Daerah (Y) Ha : Pajak Daerah (X1) dan Retribusi Daerah (X2) berkontribusi terhadap Pendpatan Asli Daerah (Y).
Uji Hipotesis Uji F Uji t Uji R2
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Dalam melakukan studi penelitian yang berhubungan dengan Kontribusi Pajak Daerah
dan Retribusi Daerah dalam kaitannya dengan
penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Data diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS). Data yang digunakan merupakan data sekunder yang telah disusun oleh lembaga/badan/dinas tersebut. Adapun rencana penelitian saya seperti tabel berikut ini: Tabel 3.1 Susunan Waktu Penelitian Keterangan Februari
Maret
Waktu Penelitian Tahun 2014 April Mei
Juni
Penyusunan BAB I Penyusunan BAB II Penyusunan BAB III Pencarian Data Sekunder dan Pengolahan data Penyusunan BAB IV Pengambilan Kesimpulan dan Penyusunan BAB V Penulisan Abstrak dan Penutupan B. Metode Penelitian Penelitian ini terdiri dari dua variabel yaitu variabel terikat dan variabel bebas. Variabel terikatnya adalah kontribusi Pendapatan Asli Daerah (PAD), dan variabel bebasnya adalah kontribusi Pajak Daerah (X1) dan Retribusi Daerah (X2). Metode yang digunakan penelitian ini adalah metode kuantitatif. Metode kuantitatif dinamakan metode tradisional, karena metode ini sudah cukup lama digunakan sehingga sudah mentradisi sebagai metode untuk penelitian. Metode kuantitatif dapat diartikan sebagai metode penelitian 31
Juli
32
yang berlandaskan pada filsafat positivisme, digunakan untuk meneliti pada populasi atau sampel tertentu, pengumpulan data menggunakan instrumen penelitian, analisis data bersifat kuantitatif/statistik, dengan tujuan untuk menguji hipotesis yang telah ditetapkan.1 C. Populasi dan Sampel Dalam penelitian kuantitatif, populasi diartikan sebagai wilayah generalisasi yang terdiri atas: obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya.2 Adapun populasi dalam penelitian ini adalah seluruh Pemerintah Daerah di Indonesia. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah Laporan Realisasi APBD Penerimaan Daerah Kota dan Kabupaten di Indonesia yang memenuhi kriteria Tahun Anggaran selama 5 tahun yaitu, Periode 20062010. Sampel adalah sebagian dari populasi itu, sedangkan metode penentuan sampel yang digunakan adalah teknik purposive sampling atau teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu.3 Adapun pertimbangan pengambilan sampel yang dilakukan adalah sebagai berikut: 1. Sampel diambil hanya Kabupaten dan Kota yang mengunggah data realisasi APBD dari tahun 2006-2010 2. Data yang diunduh di website resmi pajak www.djpk.kemenkeu.go.id Setelah melalui pertimbangan di atas maka sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Tabel 3.2 Hasil Pertimbangan sampel Kabupaten dan Kota di Indonesia Sampel 1. Jumlah Kabupaten dan Kota di
539
Indonesia
1
Sugiyono, Metode Penelitian Kombinasi (Bandung: Alfabeta, 2013) h. 11 Ibid, h. 297 3 Sugiyono, Metode Penelitian Kombinasi (Bandung: Alfabeta, 2013), h. 126 2
33
2. Jumlah Kabupaten dan Kota yang tidak mengunggah data realisasi APBD a. 2006
324 Kabupaten atau Kota
b. 2007
386 Kabupaten atau Kota
c. 2008
404 Kabupaten dan Kota
d. 2009
429 Kabupaten dan Kota
e. 2010
490 Kabupaten dan Kota
Sumber: Realisasi APBD 2006-2010 (diolah) D. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling utama dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data. Tanpa mengetahui teknik pengumpulan data, maka peneliti tidak akan mendapatkan data yang memenuhi standar data yang ditetapkan. Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder berupa data kuantitatif yang meliputi data APBD yakni data pajak daerah, retribusi daerah dan pendapatan asli daerah. Data dalam penelitian ini diperoleh melalui dinas atau instansi yang terkait yaitu Badan Pusat Statistik berupa Laporan Realisasi Penerimaan Pemerintah Daerah Kabupaten dan Kota tahun 2006-2010. Dari masing-masing data yang diperoleh dari BPS Jakarta dan melalui situs Internet Departemen Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan dengan alamat www.djpk.depkeu.go.id Bila dilihat dari sumber datanya, maka pengumpulan data dapat menggunakan
sumber
data
sekunder.
Dalam
penelitian
ini
saya
menggunakan data sekunder berupa data kuantitatif yang meliputi data APBD yakni data Pajak Daerah dan Pendapatan Asli Daerah. Data dalam penelitian ini diperoleh melalui dinas atau instansi yang terkait yaitu Badan Pusat Statistik berupa Laporan Realisasi Penerimaan Pemerintah Daerah. Dilihat dari segi cara atau teknik pengumpulan data, maka teknik pengumpulan data dapat
dilakukan dengan pengumpulan data-data
34
sekunder yang memenuhi kriteria Tahun Anggaran yang diperoleh dari BPS dan melalui situs internet Departemen Keuangan Republik Indonesia Direktorat
Jenderal
Perimbangan
Keuangan
dengan
alamat
www.djpk.depkeu.go.id dan www.pajak.go.id. E. Instrumen Penelitian Instrumen dalam penelitian kuantitatif ini saya menggunakan beberapa data sekunder lainnya berupa data anggaran APBD, dan realisasi APBD, hingga data pendukung lain yang digunakan untuk melakukan analisis time-series. F. Teknik Analisi Data 1.
Uji Asumsi Klasik a
Uji Multikolinieritas Multikolinearitas
adalah
kondisi
dimana
terdapatnya
hubungan linier atau korelasi yang tinggi antara masing-masing variabel independen dalam model regresi. Multikolinearitas biasanya terjadi ketika sebagian besar variabel yang digunakan saling terkait dalam suatu model regresi. Oleh karena itu masalah multikolinearitas tidak terjadi pada regresi linear sederhana yang hanya melibatkan satu variabel independen. Atau dalam menentukan ada tidaknya multikolinieritas dapat digunakan cara lain yaitu dengan: 1) Nilai tolerance adalah besarnya tingkat kesalahan yang dibenarkan secara statistik (α) =
=1−
2) Nilai variance inflation factor (VIF) adalah faktor inflasi penyimpangan baku kuadrat = Nilai tolerance (α) dan variance inflation factor (VIF) dapat dicari dengan menggabungkan kedua nilai tersebut sebagai berikut: 1) Besar nilai tolerance (α): α = 1/ VIF 2) Besar nilai variance inflation factor (VIF)
35
VIF = 1/ α Variabel bebas mengalami multikolinearitas jika: α hitung ˂ α dan VIF hitung > VIF. Variabel bebas tidak mengalami multikolinieritas jika : α hitung > α dan VIF hitung ˂ VIF. Cara mengatasi multikolinieritas: 1) Menghilangkan salah satu atau lebih variabel bebas yang mempunyai koefisien korelasi tinggi atau menyebabkan multikolinieritas. 2) Jika tidak dihilangkan (nomor 1) hanya digunakan untuk membantu memprediksi dan tidak untuk diinterpretasikan. 3) Mengurangi hubungan linier antar variabel bebas dengan menggunakan logaritma natural (ln). 4) Menggunakan metode lain misalnya metode regresi Bayesian, dan metode regresi ridge.4 Kasus multikolinearitas adalah kejadian adanya korelasi antar variabel bebas. Artinya ada korelasi antara X1, X2, ..., Xn. Konsekuensi dari adanya kasus multikolinearitas adalah: 1) Standar deviasi dari penaksir cenderung besar, akibatnya adalah interval kepercayaan bagi parameter anakn menjadi besar pula dengan demikian ketepatan estimasi parameter menjadi berkurang. 2) Penaksiran koefisien regresi menjadi sangat sensitif terhadap perubahan data (sangat volatif) yang berakibat pada kurang pastinya hasil estimasi dan tidak baik apabila dipergunakan untuk peramalan ke depan. 3) Tidak memungkinkan untuk mengisolasi pengaruh suatu variabel bebas secara individual.5
4
Ibid, hlm. 98. 5 Bambang Suharjo, Statistika Terapan (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2013) hlm. 118-119.
36
Selanjutnya untuk melaksanakan uji asumsi klasik, pada data tersebut menggunakan aplikasi SPSS, setelah kita melakukan pemasukan data dan melakukan analyze, regression dan Linear maka akan dapat diperoleh tabel multikolinearitas.6 Jika mendeteksi ada tidaknya multikolinearitas di dalam model regresi adalah sebagai berikut: 1) Nilai R2 dihasilkan oleh suatu entitas model regresi empiris sangat tinggi, tetapi secara individual variabel independen banyak
yang
tidak
signifikan
mempengaruhi
variabel
independen. 2) Multikolinearitas juga dapat dilihat dari nilai tolerance dan variance inflation factor (VIF). Regresi bebas dari masalah multikolonieritas jika nilai VIF < 10 dan nilai tolerance > 0.10. b Uji Heteroskedastisitas Dalam persamaan regresi berganda perlu juga diuji mengenai sama atau tidak varians dari residual dari observasi yang satu dengan observasi yang lain. Jika residualnya mempunyai varians yang sama disebut terjadi homoskedastisitas dan jika variansinya tidak sama/ berbeda disebut terjadi Heteroskedastisitas.7 Analisis uji asumsi heteroskedastisitas hasil output SPSS melalui grafik scatterplot antara Z prediction (ZPRED) yang merupakan variabel bebas (sumbu X = Y hasil prediksi) dan nilai residualnya (SRESID) merupakan variabel terikat (sumbu Y = Y prediksi – Y riil). Homoskedastisitas terjadi jika pada scatterplot titik-titik hasil pengolahan data antara ZPRED dan SRESID menyebar di bawah maupun di atas titik origin (angka 0) pada sumbu Y dan tidak mempunyai pola yang teratur.
6 7
Ibid, hlm. 120. Ibid, hlm. 100.
37
Heteroskedastisitas terjadi jika pada scatterplot titik-titiknya mempunyai pola teratur baik menyempit, melebar maupun gelombang-gelombang.8 Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain. Model regresi yang baik adalah tidak terjadi keterokedastisitas. Untuk mendeteksi ada atau tidaknya heteroskedastisitas adalah dengan melihat Grafik Plot antara nilai prediksi variabel terikan (dependen) yaitu ZPRED dengan residualnya SRESID, dengan dasar analisis: 1) Jika ada pola tertentu, seperti titik-titik yang ada membentuk pola tertentu yang teratur (bergelombang, melebar kemudian menyempit),
maka
mengindikasikan
telah
terjadi
heteroskedastisitas. 2) Jika ada pola yang jelas, serta titik-titik menyebar di atas dan di bawah angka 0 pada sumbu Y, maka tidk terjadi heteroskedastisitas. Metode formal dalam uji heteroskedastisitas juga dapat dilakukan dengan Uji Korelasi Spearman’s. Adapun langkahlangkah yang harus ditempuh lewat metode ini adalah sebagai berikut: 1) Regresikan variabel regressan dengan variabel regressor 2) Ambil nilai mutlak disturbance term error dan lakukan ranking terhadap nilai disturbance term error dan ranking nilai variabel regressan atau variabel regressor untuk menghitung koefisien korelasi Spearman (ρ). Nilai d dari koefisien korelasi Spearman dihitung berdasar selisih t\ranking regressan atau variabel regressor. Rumus koefisien korelasi Spearman’s: = 1− 8
Ibid, 101.
6∑ ( − 1)
38
Keterangan: n : banyaknya fenomena yang di ranking c
Uji Autokorelasi Autokorelasi adalah suatu korelasi antara nilai variabel dengan nilai variabel yang sama pada lag satu atau lebih sebelumnya. Misalnya pada variabel bebas X1 data ke i berkorelasi dengan data ke i-1 atau i-2. Uji autokorelasi digunakan untuk melihat apakah ada hubungan linier antara error serangkaian observasi yang diurutkan menurut waktu (data time series). Uji autokorelasi perlu dilakukan apabila data yang dianalisis merupkana data time series:
Dimana:
=
∑(
− ∑
)2
d = nilai Durbin Watson ∑
= jumlah kuadrat sisa Hasil perhitungan Durbin Watson kemudian dibandingkan
dengan nilai DW kritis sebagaimana terlihat pada tabel DW. Kemudian dilakukan penyimpulan apakah ada autokorelasi atau tidak ada autokorelasi yang ditandai dengan batas-batas atas (du) dan batas-batas bawa (dL) Jika terjadi korelasi, maka dinamakan ada problem autokorelasi. Model regresi yang baik adalah model regresi yang tidak terdapat problem autokorelasi. Pengambil keputusan ada tidaknya autokorelasi dalam penelitian ini dideteksi dengan menggunakan Uji Durbin-Watson dengan bentuk sebagai berikut: a) Bila D-W di bawah -2 berarti terdapat autokorelatif positif. b) Bila D-W di antara -2 s.d +2 berarti tidak terdapat autokorelasi.
39
c) Bila D-W di atas +2 berarti terdapat autokorelatif negatif.9
Berikut ini adalah daerah pengujian Durbin Watson: TABEL 3.3 Deteksi Daerah Durbin Watson Autokorelasi positif
0
dl
Daerah keraguraguan
Tidak ada autokorelasi
du
4-du
Daerah keraguraguan
Autokorelasi negarif
4-dl
4
Untuk mengetahui ada tidaknya autokorelatif perlu juga dikemukakan hipotesis dengan bentuk sebagai berikut: H0 = Tidak terjadi adanya autokorelasi di antara data pengamatan. Ha = terjadi adanya autokorelasi di antara data pengamatan. Persamaan regresi yang baik adalah yang tidak memiliki masalah autokorelasi, jika terjaadi autokorelasi maka persamaan tersebut menjadi tidak baik/ tidak layak dipakai prediksi. Masalah autokorelasi baru timbul jika ada korelasi secara linier antara kesalahan pengganggu periode t (berada) dengan kesalahan pengganggu priode t-1 (sebelumnya).10 2. Uji Regresi Linear Berganda Korelasi linear berganda merupakan alat ukur mengenai hubungan yang terjadi antara variabel terikat (Y) dengan dua atau lebih variabel bebas (X1, X2, X3, ..., Xl). Dengan korelasi linear berganda ini keeratan atau kuatvtidaknya hubungan (kuat, lemah, dan tidak ada hubungan sama sekali) antara variabel-variabel tersebut dapat diketahui.11 9
Ibid, 115. Sunyoto, op. cit., hlm. 110. 11 M. Iqbal Hasan, Pokok-pokok Materi Statistika 1 Edisi Kedua (Jakarta: Bumi Aksara, 2003), hlm. 263. 10
40
Bertujuan
untuk
memprediksi
besarnya
variabel
dengan
menggunakan data variabel bebas yang sudah diketahui besarnya, menentukan persamaan garis regresi berdasarkan nilai konstanta dan koefisien regresi yang dihasilakn, mencari korelasi bersama-sama antara variabel bebas dengan variabel bebas dengan variabel terikat (nilai R), menguji signifikansi pengaruh Variabel bebas terhadap variabel terikat melalui uji F. Dalam analisis persamaan regresi, selain mengukur kekuatan hubungan antara dua variabel atau lebih, juga menunjukkan arah hubungan antara dua variabel tersebut. Variabel terikat diasumsikan acak (random) yang berarti mempunyai distribusi probabilistik sedangkan variabel bebas diasumsukan memiliki nilai tetap. Pembahasan pada laporan skripsi ini khusus dibatasi pada regresi linear dengan menggunakan jenis analisis regresi berganda dengan Pajak Daerah, Retribusi Daerah sebagai variabel X1, X2, serta Pendapatan Asli Daerah sebagai variabel Y. Pengertian regresi berganda adalah analisis regresi dengan menggunakan dua atau lebih variabel bebas. Untuk menentukan persamaan regresi linear berganda dalam penelitian ini digunakan rumus sebagai berikut: Y = α + β1 X1 + β2 X2 + e Dimana: Y = Pendapatan Asli Daerah (PAD) X1 = Kontribusi Pajak Daerah X2 = Kontribusi Retribusi Daerah α = Konstanta β = Koefisien regresi variabel bebas e = error atau faktor pengganggu 3. Uji Hipotesis Penelitian a. Uji Koefisien Determinasi (adjusted R2/ r2)
41
Alat untuk mengukur tingkat kecocokan/kesempurnaan model regresi disebut koefisien determinasi (r2) misal r2 = 0,90 artinya nilai duga regresi yang kita peroleh memenuhi model yang kita kehendaki atau 90% (sembilan puluh persen) nilai nilai Y besarnya ditentukan oleh nilai-nilai variabel X yang dimasukkan dalam model, sedangkan 10% lagi ditentukan oleh variabel lain di luar model. Atau untuk menyatakan proporsi keragaman total nilai-nilai perubah Y yang dapat dijelaskan oleh nilai-nilai perubah X melalui hubungan linear tersebut. Koefisien determinasi ditulias r2 untuk regresi dua variabel dan nilainya 0 dan 1. Contoh halnya r2 = 0,6 artinya 0,36 atau 36% diantara keragaman total nilai-nilai Y dapat dijelaskan oleh hubungan linearnya dengan nilai-nilai X atau besarnya sumbangan X terhadap naik turunnya Y adalah 36% sedangkan 64% disebabkan oleh faktor lain.12 b. Uji Statistik F (Uji Simultan) Uji statistik F pada dasarnya menunjukkan apakah semua variabel independen atau bebas yang dimasukkan dalam model mempunyai pengaruh secara bersama-sama terhadap variabel dependen. Untuk menguji hipotesis ini digunakan statistik F dengan kriteria pengambilan keputusan sebagai berikut: 1) Quick Look: bila nilai F lebih besar dari pada 4 maka H0 dapat ditolak pada derajat kepercayaan 5%, dengan kata lain kita menerima hipotesis alternatif, yang menyatakan semua variabel independen secara serentak dan signifikan memppengaruhi variabel dependen. 2) Membandingkan nilai F hasil perhitungan dengan nilai F menurut tabel. Bila nilai F hitung lebih besar dari pada nilai F tabel, maka H0 ditolak dan menerima Ha. 12
Dwisa Riana, Statistika Deskriptif itu Mudah (Tangerang: Jelajah Nusa, 2012) hlm. 310.
42
Maka dapat dilihat hipotesis dari pengujian simultan F adalah sebagai berikut: Ho
: tidak terdapat pengaruh antara X1 dan X2 secara bersama-sama terhadap Y
Ha
: terdapat pengaruh antara X1 dan X2 secara bersama-sama terhadap Y Pengambilan keputusan dengan cara membandingkan antara
Fhitung dengan Ftabel.13 c. Uji t-statistik Menurut Ghozali, uji t-statistik pada dasarnya menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel penjelas/independen secara individual dalam menerangkan variasi variabel dependen. Cara menguji uji t adalah sebagai berikut: 1) Quick Look: bila jumlah degree of freedom (df) adalah 20 atau lebih, dan derajat kepercayaan sebesar 5%, maka h0 menyatakan h1 = 0 dapat ditolak apabila nilai t lebih besar dari 2. 2) Membandingkan nilai statistik t dengan titik kritis menurut tabel. Apabila nilai statistik t hasil perhitungan lebih tinggi dibandingkan nilai t tabel, kita menerima alternatif yang menyatakan bahwa suatu variabel independen secara individual mempengaruhi variabel dependen. Maka dapat dilihat hipotesis dalam pengujian parsial t yaitu sebagai berikut: Ho
: tidak terdapat kontribusi antara X1 terhadap Y
Ha
: terdapat kontribusi X1 terhadap Y
Ho
: tidak terdapat kontribusi antara X2 terhadap Y
Ha
: terdapat kontribusi X2 terhadap Y Pengambilan keputusan dengan cara membandingkan antara
thitung dengan ttabel.14 13
V. Wiratna Sujarweni dan Poly Endrayanto, Statistik untuk Penelitian (Yogyakarta: Graha ilmu, 2012), hlm. 95.
43
G. Operasional Variabel Penelitian Definisi Operasional Variabel adalah definisi yang diberikan kepada variabel atau konstrak dengan cara memberikan arti atau memspesifikasikan kegiatan. Variabel yang digunakan adalah: 1. Variabel Independen (X) Variabel independen adalah tipe variabel yang menjelaskan atau mempengaruhi variabel lain. Dalam penelitian ini variabel independen dibagi kedalam dua kelompok, yaitu: a. Pajak Daerah (X1) Pajak Daerah adalah kontribusi wajib kepada daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan daerah bagi sebesarbesarnya kemakmuran rakyat.15 Operasional variabel penelitian dalam kontribusi pajak daerah berupa presentase yang dapat dihitung dengan rumus: kontribusi Pajak Daerah =
b. Retribusi Daerah (X2)
Pajak Daerah × 100% PAD
Pada prinsipnya pungutan dengan nama retribusi sama dengan pajak yaitu empat unsur-unsur dalam pengertian pajak sama dengan retribusi, sedangkan imbalan (kontraprestasi) dalam retribusi langsung dapat dirasakan oleh pembayar retribusi.16 Operasional variabel penelitian dalam kontribusi pajak daerah berupa presentase yang dapat dihitung dengan rumus: kontribusi Retribusi Daerah =
14
Retribusi Daerah × 100% PAD
Ibid, hlm. 93-94. Marihot Pahala siahaan, Hukum Pajak Material (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2010), hlm 2. 16 Wirawan B Ilyas dan Richard Burton, Hukum Pajak (Jakarta: Salemba Empat, 2007), hlm. 7. 15
44
2. Variabel Dependen (Y) Variabel dependen penelitian adalah Pendapatan Asli Daerah (PAD). Menurut Undang-Undang No. 22 tahun 2008 tentang Pemerintah Daerah disebutkan bahwa Pendapatan Asli Daerah adalah sumber pendapatan daerah yang terdiri dari pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah. H. Hipotesis Statistika Setelah
dilakukan
pengujian
prasyarat
analisis
data
dengan
menggunakan Uji Normalitas, Uji Multikolinearitas, Uji Autokorelasi, dan Uji Heteroskedastisitas, selanjutnya dilakukan pengujian hipotesis. Pengujian hipotesis ini digunakan untuk mengetahui adanya perbedaan antara Kontribusi Pajak Daerah dan Retribusi Daerah terhadap Pendapatan Asli Daerah. Adapun hipotesis statistik yang akan diuji adalah sebagai berikut : H0 : 1 2 H1 : 1 2 Keterangan :
1
Rata-rata Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
2
Rata-rata Pendapatan Asli Daerah (PAD) Adapun kriteria pengujian untuk uji t ini adalah:
Ho diterima, apabila Fhitung ≤ Ftabel Ho ditolak, apabila Fhitung > Ftabel
BAB IV HASIL PENELITIAN A. Gambaran Umum Objek Penelitian 1. Tempat dan Waktu Penelitian Objek penelitian skripsi ini adalah seluruh kabupaten/kota di Indonesia, yang meliputi data pajak daerah, retribusi daerah, dan pendapatan asli daerah selama kurun waktu 7 tahun (2006-2012). Data-data yang menyangkut objek penelitian ini diperoleh dari website resmi Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (DJPK) Republik Indonesia yaitu www.djpk.depkeu.go.id. Waktu pengumpulan data dilakukan mulai dari tanggal 5 April 2014 sampai dengan 29 April 2014 yang dilakukan pada waktu-waktu tertentu yang disesuaikan dengan keadaan dan kondisi penulis. 2. Profil Negara Republik Indonesia Dari sisi geografis Negara Republik Indonesia terletak di antara 6 o LU 11o LS dan di antara 95o BT – 141o BT serta terletak antara dua benua yaitu benua Asia dan Australia/Oceania. Posisi strategis ini mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap kebudayaan, sosial, politik, ekonomi. Indonesia merupakan negara yang memiliki iklim tropis. Secara umum, negara-negara yang beriklim tropis adalah negara yang hangat dengan sinar matahari yang melimpah. Hanya ada dua musim pada negara-negara tropis, yaitu musim hujan dan musim kemarau, sebagian besar negara-negara yang berada dikawasan Asia Tenggara beriklim tropis seperti Indonesia, Singapura, dan Malaysia. Begitu juga dengan negara-negara dikawasan Asia Selatan Seperti India, Sri Lanka, dan Maladewa yang mayotitas daerah-daerahnya beriklim tropis. Indonesia adalah negara kepulauan terbesar dunia yang mempunya 17.508 pulau. Wilayah Indonesia terbentang sepanjang 3.977 mil antara Samudra hindia dan Samudra Pasifik. Apabila perairan antara pulau-pulau itu digabungkan, maka luas Indonesia menajdi 1,9 juta mil2. Lima pulau besar di Indonesia adalah: Sumatera dengan luas 473.606 km2, Jawa dengan luas 45
46
132.107 km2, Kalimantan (pulau terbesar ketiga terbesar di dunia) dengan luas 539.460 km2, Sulawesi dengan luas 189.216 km2, dan Papua dengan luas 421.981 km2. Indonesia saat ini memiliki 33 provinsi, termasuk 2 Daerah Istimewa (DI) dan satu Daerah Khusus Ibukota (DKI). Kedua DI tersebut adalah Nangroe Aceh Darussalam dan Daerah Istimewa Yogyakarta sedangkan Daerah Khusus Ibukotanya adalah Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Sebelum tahun 1999, Timor Timur merupakan salah satu provinsi di Indonesia, yang kemudian memisahkan diri melalui referendum menjadi negara Timor Leste. Populasi sebesar lebih dari 222 juta jiwa yang diketahui dari sensus penduduk tahun 2006 lalu. B. Visi dan Misi Negara Republik Indonesia 1. Visi Terwujudnya sistem politik yang demokratis, pemeritahan yang desentralistik, pembangunan daerah yang berkelanjutan, serta keberdayaan masyarakat yang partisipatif, dengan didukung sumber daya aparatur yang profesional dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Visi tersebut mencerminkan suatu keinginan atau cita-cita untuk menjadi terdepan dalam melakukan perjalanan organisasi motor penggerak perubahan dalam penyelenggaraan pemerintahan dan politik dalam negeri ke arah yang lebih baik, serta cerminan komitmen organisasi sebagai elemen penggerak dan motivator untuk menjadi semakin baik, yang harus disinergikan dengan elemen penggerak lainya dalam suatu kesisteman yang utuh, kata kunci dari visi Kementrian Dalam Negeri tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: a. Sistem Politik Demokratis, merupakan salah satu tujuan yang akan dicapai yaitu terwujudnya suatu tatanan kehidupan politik dengan meletakkan kedaulatan berada di tangan rakyat yang diwujudkan melalui
pengembangan
format
politik
dalam
negeri
dan
pengembangan sistem pemerintahan termasuk sistem penyelenggaraan pemerintahan daerah kearah yang lebih demokratis.
47
b. Pemerintah Desentralistik, merupakan salah satu tujuan yang akan dicapai yaitu terwujudnya sistem penyelenggaraan pemerintahan daerah yang efektif dan responsif dengan memerhatikan prinsipprinsip
demokrasi,
pemerataan,
keadilan,
keistimewaan,
dan
kekhususan suatu daerah dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia. c. Pembangunan Daerah, merupakan salah satu tujuan yang akan dicapai yaitu terwujudnya pembangunan daerah yang berkesinambungan melalui
peningkatan
kemandirian
daerah
dalam
pengelolaan
pembangunan yang berbasis wilayah, ekonomi, dan berdaya asing, secara profesional dan berkelanjutan. d. Keberdayaan Masyarakat, merupakan salah satu tujuan yang akan dicapai yaitu terwujudnya keberdayaan masyarakat yang partisipatif yang maju dan mandiri dalam berbagai aspek kehidupan. e. Sumber Daya Aparatur yang Profesional, merupakan salah satu prasyarat utama yang harus terpenuhi dalam mencapai tujuan sistem politik
yang
pembangunan
demokratis, daerah
yang
pemerintahan berkelanjutan,
yang serta
desentralistik, keberdayaan
masyarakat yang partisipatif. f. Wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) merupakan komitmen, sikap, dan arah yang tegas terhadap penegakkan kesatuan dan persatuan nasional dalam seluruh aspek penyelenggaraan pemerintahan, politik dalam negeri, pembangunan daerah, dan pemberdayaan masyarakat. Hal tersebut sekaligus mewadahi upaya mewujudkan cita-cita bangsa yaitu masyarakat Indonesia yang aman, adil, damai, dan sejahtera, yang juga merupakan refleksi visi, misi, dan prioritas kebijakan pembangunan nasional. 2. Misi Misi Kementrian Dalam Negeri yang ditetapkan merupakan peran strategik yang diinginkan dalam mencapai visi di atas, yaitu menetapkan kebijaksanaan nasional dan memfasilitasi penyelenggaraan Pemerintahan dalam, upaya:
48
a. Memperkuat keutuhan NKRI, serta menetapkan sistem politik dalam negeri yang demokratis; b. Memantapkan penyelenggaraan tugas-tugas pemerintahan umum; c. Memantapkan efektivitas dan efisiensi penyelenggaraan pemerintahan yang desentralistik; d. Mengembangkan keserasian hubungan pusat daerah, antar daerah dan antar kawasan, serta kemandirian daerah dalam pengelolaan pembangunan secara berkelanjutan; e. Memperkuat
otonomi
desa
dan
meningkatkan
keberdayaan
masyarakat dalam aspek ekonomi, sosial, dan budaya; serta f. Mewujudkan tata pemerintahan yang baik, bersih dan berwibawa. Adapun sumber-sumber pendapatan Negara Republik Indonesia antara lain terdiri atas: a. Pajak Daerah, terdiri dari: 1) Pajak Hotel 2) Pajak Restoran 3) Pajak Hiburan 4) Pajak Reklame 5) Pajak Penerangan Jalan 6) Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C 7) Pajak Parkir 8) Tunggakan Pajak, dan 9) Denda Pajak b.
Retribusi Daerah, terdiri dari: 1) Retribusi Pelayanan Kesehatan 2) Retribusi Kebersihan Pelayanan Persampahan 3) Retribusi Penggantian Biaya Cetak KTP dan Akte Catatan Sipil 4) Retribusi Parkir Tepi Jalan Umum 5) Retribusi Pelayanan Pasar 6) Retribusi Pengujian Kendaraan Bermotor 7) Retribusi Pemeriksaan Alat Pemadam Kebakaran
49
8) Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah 9) Retribusi Terminal 10) Retribusi Rumah Potong Hewan 11) Retribusi Ijin Mendirikan Bangunan (IMB) 12) Retribusi Ijin Gangguan (IG) 13) Retribus Ijin Bidan Industri 14) Retribusi Ijin Angkutan Umum 15) Retribusi Ijin Bidang Kesehatan 16) Retribusi Tempat Pendaratan Kapal 17) Retribusi Tempat Rekreasi dan Olahraga 18) Retribusi Pembuangan Limbah Cair 19) Retribusi Pelayanan Kesehatan Hewan 20) Retribusi Ijin Usaha Konstruksi 21) Retribusi Tanda Daftar Perusahaan (TDP) 22) Retribusi Ijin Usaha Perdagangan (IUP) c. Bagian Laba BUMD Bank Pembangunan Daerah (BPD), Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM), Perusahaan Daerah, Penyetaraan Modal kepada BPD. d. Lain-lain Pendapatan Daerah Lain-lain Pendapatan Daerah terdiri dari Hasil Penjualan Milik Daerah, Penerimaan Jasa Giro, Bunga Deposito, Sumbangan Pihak Ketiga, Angsuran/Cicilan Kendaraan Bermotor, Angsuran/Cicilan Rumah Dinas, Penggunaan Mobil Tinja, Tak Terduga Penambahan UUDP Rekening Listrik Pasar dan Sewa Mesin Listrik. e. Bagian Bagi Hasil Pajak Bagian Bagi Hasil Pajak terdiri dari Pajak Bumi dan Bangunan, Bea Perolehan atas Tanah dan Bangunan (B.P.H.T.B), dan Bagi Hasil PPH Pasal 21, Pajak Bahan Bakar Kendaraan, PKB/BBNKB dan Pajak Pemanfaatan air Tanah dan Air Permukaan. f. Bagi hasil Bukan Pajak
50
Bagi Hasil Bukan Pajak terdri dari Iuran Hasil Hutan (IHH), Iuran Tetap (Landrent), penerimaan dari Iuran Ekslorasi/Eksploitasi, Pungutan Hari Perikanan, Minyak Bumi dan Gas, serta Pemberian Hak atas Tanah Negara. g. Dana Alokasi Umum (DAU) h. Dana Alokasi Khusus (DAK) i. Dana Perimbangan Propinsi j. Dana Penyeimbangan C. Hasil Analisis dan Pembahasan 1. Uji Asumsi Klasik a
Hasil Uji Multikolinearitas Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas (independen). Model regresi yang baik seharusnya tidak memiliki korelasi antar variabel independennya. Untuk mendeteksi ada atau tidaknya multikolinearitas dapat dilihat nilai tolerance dan VIF (Variance Inflation
Faktor),
serta
model
dikatakan
tidak
terdapat
multikolinearitas apabila nilai VIF tidak ada yang melebihi angka 10 dan nilai Tolerance tidak ada yang kurang dari 0,10. Hasil uji multikolinearitas penelitian ini dapat dilihat dari tabel berikut: Tabel 4.1 Hasil Uji Multikolinearitas Coefficients Model
Unstandardized Coefficients
a
Standardized
t
Sig.
Collinearity Statistics
Coefficients B
Std. Error
(Constant)
14902032652,336
7522066226,454
1 Pajak Daerah
1648972926,340
185495460,139
168178967,449
127827172,121
Retribusi Daerah
a. Dependent Variable: PAD
Sumber: Hasil Pengolahan data SPSS
Beta
Tolerance
VIF
1,981
,049
,502
8,890
,000
,960
1,042
,074
1,316
,190
,960
1,042
51
Dari tabel 4.3 dapat diketahui bahwa hasil perhitungan nilai tolerance untuk penerimaan Pajak Daerah adalah 0,960 dan penerimaan Retribusi Daerah adalah 0,960. Hasil perhitungan tersebut menjelaskan bahwa tidak ada variabel bebas yang memiliki niai tolerance kurang dari 10%. Sedangkan hasil perhitungan nilai VIF penerimaan Pajak Daerah adalah 1,042 dan penerimaan Retribusi
Daerah
adalah
1,042.
Hasil
perhitungan
tersebut
menunjukkan tidak ada variabel bebas yang memiliki VIF lebih dari 10. b Uji Heterokedastisitas Uji heterokedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam suatu model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual suatu pengamatan ke pengamatan yang lain. Dasar analisis: 1) Jika ada pola tertentu, seperti titik-titik yang ada membentuk pola tertentu yang teratur (berkembang, melebar kemudian menyempit),
maka
mengindikasikan
telah
terjadi
heterokedastisitas. 2) Jika tidak ada pola yang jelas, serta titik-titik menyebar di atas dan d bawah angka 0 pada sumber Y, maka tidak terjadi heterokedastisitas. Gambar 4.1 Hasil Uji Heteroskedastisitas
Sumber: Hasil Pengolahan Data SPSS
52
Dari gambar 4.1 menunjukkan titik-titik data menyebar secara acak dan tidak membentuk suatu pola yang jelas, baik di atas dan di bawah angka 0 pada sumbu y, hal ini berarti tidak terjadi heteroskedastisitas pada model regresi. Sehingga dapat disimpulkan model penelitian ini tidak mengalami masalah heteroskedastisitas. c
Hasil Uji Autokorelasi Uji autokorelasi merupakan pengujian asumsi dalam model regresi dimana variabel independen tidak berkorelasi dengan dirinya sendiri. Maksud berkolerasi dengan dirinya sendiri adalah bahwa nilai dari variabel independen tidak berhubungan dengan nilai variabel itu sendiri. Dalam penelitian ini pengujian autokorelasi dilakukan dengan Durbin- Watson Uji Durbin Watson (DW Test) digunakan untuk autokorelasi tingkat satu (first order autocorrelation) dan mensyaratkan adanya intercept (constanta) dalam model regresi dan tidak ada variabel lagi di antara variabel independen. Hipotesis yang akan di Uji adalah: Ho = tidak terjadi adanya autokorelasi di antara data pengamatan Ha = terjadi adanya autokorelasi di antara data Pengamatan Tabel 4.2 Hasil Uji Autokorelasi b
Model Summary Model
1
R
,493
R Square
a
Adjusted R
Std. Error of the
Square
Estimate
,243
,237 34793609465,742
Durbin-Watson
1,895
a. Predictors: (Constant), Retribusi Daerah, Pajak Daerah b. Dependent Variable: PAD
Sumber: hasil Pengolahan data SPSS Persamaan regresi yang baik adalah yang tidak memiliki masalah autokorelasi, jika terjadi autokorelasi maka persamaan tersebut menjadi tidak baik/ tidak layak dipakai prediksi. Masalah autokorelasi baru timbul jika ada korelasi secara linier antara
53
kesalahan pengganggu periode t (berada) dengan kesalahan pengganggu periode t-1 (sebelumnya).1 Hasil output SPSS menunjukkan bahwa nilai Durbn Watson test 1,895 dan DW < 2, disimpulkan data di atas terjadi autokorelasi positif. Nilai Durbin Watson mengindikasikan tidak adanya autokorelasi yang terjadi yang diindikasikan dengan nilai 1,895. Maka, dari hasil uji Durbin Watson di atas maka Ho diterima karena tidak terjadi adanya autokorelasi di antara data pengamatan. 2. Uji Regresi Linear Berganda Tabel 4.3 Statistik Deskriptif Descriptive Statistics Mean PAD
Std. Deviation
N
57414224999,70
39826895183,704
250
Pajak Daerah
21,6149
12,13348
250
Retribusi Daerah
40,8480
17,60741
250
Sumber: Hasil Pengolahan Data SPSS Tabel Descriptive Statistic di atas dapat dianalisis: a
Jumlah anggota responden yang menjadi sampel 250
b Rata-rata
Pendapatan
Asli
Daerah
(PAD)
sebesar
Rp.
57.414.225.000,- (pembulatan) dengan standar deviasi sebesar Rp. 39.826.895.184,- (pembulatan), artinya jika dihubungkan dengan rata-rata PAD sebesar
Rp. 57.414.225.000,- maka PAD akan
berkisar antara
Rp. 57.414.225.000,- ± Rp.
39.826.895.184,c
Pajak Daerah rata-rata 21,62% (pembulatan) dengan standar deviasi sebesar 12,13% (pembulatan) dan Retribusi Daerah dengan rata-rata 40,85%
(pembulatan)
dan
standar
deviasi
sebesar
17,61%
(pembulatan). Jawaban yang diberikan untuk kedua variabel bebas cukup berkontribusi terhadap variabel terikat.
1
Danang Sunyoto, Uji Khi Kuadrat Dan Regresi (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2010), hlm. 110.
54
Tabel 4.4 Tabel Korelasi Correlations PAD
Pajak Daerah
Retribusi Daerah
PAD Pearson Correlation
1,000
,487
-,026
,487
1,000
-,201
-,026
-,201
1,000
.
,000
,339
Pajak Daerah
,000
.
,001
Retribusi Daerah
,339
,001
.
PAD
250
250
250
Pajak Daerah
250
250
250
Retribusi Daerah
250
250
250
Pajak Daerah Retribusi Daerah PAD
Sig. (1-tailed)
N
Sumber: Hasil Pengolahan Data SPSS Dari tabel 4.6 tabel korelasi di atas dapat dianalisis: a
Hasil perhitungan korelasi antara variabel Pajak Daerah (X1) dengan PAD (Y) diperoleh nilai sebesar r = 0,487. Nilai ini menunjukkan hubungan yang lemah positif. Maksud lemah positif di sini adalah terjadi hubungan yang searah antara Pajak Daerah (X1) dan PAD (Y). Artinya, bila X1 naik, maka variabel Y naik secara lemah. Kontribusi yang diberikan oleh variabel ini terhadap variabel (Y) adalah KP = (r)2 x 100% = (0,487)2 x 100% = 23,72%.
b Hasil korelasi antara variabel Retribusi Daerah (X2) dengan PAD (Y) diperoleh nilai sebesar r = -0,26. Nilai ini menunjukkan hubungan yang sangat kuat positif. Maksud kuat positif di sini adalah terjadi hubungan yang searah antara X2 dan Y. Artinya, bila nilai Retribusi Daerah (X2) naik, maka secara signifikan akan membuat tingkat PAD naik. Kontribusi yang diberikan oleh variabel ini terhadap variabel (Y) adalah: KP =(r)2 x 100% = (-0,26)2 x 100% = 6,76%
55
Tabel 4.5 Tabel Variabel yang Dimasukkan Variables Entered/Removed Model
Variables Entered
a
Variables
Method
Removed 1
Retribusi Daerah, Pajak Daerah
b
. Enter
a. Dependent Variable: PAD b. All requested variables entered.
Sumber: Hasil Pengolahan Data SPSS Pada tabel 4.7 hanya menginformasikan variabel yang dimasukkan, di mana variabel yang dimasukkan yaitu Retribusi Daerah dan Pajak Daerah. Dari kedua variabel yang dimasukkan di atas tidak ada yang dikeluarkan (removed). Hal ini disebabkan metode yang digunakan singlestep (entered) hanya satu proses dalam memproseskan data. Tabel 4.6 Tabel Summary Model b
Model Summary
Model
R
R Square
Adjusted R
Std. Error of the
Square
Estimate
Change Statistics R Square
F Change
df1
df2
Sig. F Change
Change 1
,493
a
,243
,237
34793609465,742
,243
39,626
2
247
,000
a. Predictors: (Constant), Retribusi Daerah, Pajak Daerah b. Dependent Variable: PAD
Sumber: Hasil Pengolahan data SPSS Hasil Korelasi (R) yang secara simultan (bersama-sama) antara variabel Pajak Daerah (X1) dan Retribusi Daerah (X2) terhadap PAD (Y) diperoleh nilai sebesar r = 0,237. Kontribusi yang diberikan oleh kedua variabel ini terhadap variabel (Y). KP= (rx1,x2,r)2 x 100 % = (0,237)2 x 100% = 5,6169% Tabel 4.7 Tabel Anova a
ANOVA Model
Sum of Squares Regression
1
Df
Mean Square
95942184278775720000000,000
2
47971092139387860000000,000
Residual
299017029134681470000000,000
247
1210595259654580700000,000
Total
394959213413457200000000,000
249
F 39,626
Sig. ,000
b
56
a. Dependent Variable: PAD b. Predictors: (Constant), Retribusi Daerah, Pajak Daerah
Sumber: Hasil Pengolahan data SPSS a
Tabel 4.9 di atas dapat dianalisis, dengan membuat hipotesis dalam uraian kalimat berikut: Ho
: Model regresi linier berganda tidak dapat digunakan untuk memprediksi PAD yang dipengaruhi oleh Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
Ha : Model regresi linier berganda dapat digunakan untuk PAD yang dipengaruhi oleh Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. b Pengambilan Keputusan 1) Kriteria keputusan yang diambil berdasarkan perbandingan antara Fhitung dan Ftabel Jika: Fhitung ≤ Ftabel, maka Ho diterima Jika: Fhitung > Ftabel, maka Ho ditolak
Nilai Fhitung dari tabel anova sebesar 39,626
Nilai Ftabel dari tabel F = 1,41
Membandingkan Ftabel dan Fhitung Ternyata : Fhitung = 39,626 > Ftabel = 1,41 sehingga Ho ditolak
Keputusannya: Ho ditolak berarti bahwa Ha dalam penelitian ini diterima yaitu Pajak Daerah dan Retribusi Daerah berkontribusi terhadap Pendapatan Asli Daerah
2) Kriteria keputusan diambil berdasarkan nilai probabilitas Jika probabilitas (sig) > α, maka Ho diterima. Jika probabilitas (sig) ˂ α, maka Ho ditolak.
Dari tabel anova nilai probabilitas (sig) = 0,00 dan nilai taraf signifikan α = 0,05.
Membandingkan nilai robabilitas (sig) dengan taraf nyata (α)
57
Jika probabilitas (sig) ˂ α, maka Ho ditolak. Ternyata : 0,00 ˂ 0,05, maka Ho ditolak.
Keputusannya: Ho ditolak berarti bahwa Ha dalam penelitian ini diterima yaitu Pajak Daerah dan Retribusi Daerah berkontribusi terhadap Pendapatan Asli Daerah
Melalui dua langkah dan dari hasil kedua tabel yaitu tabel Summary Model dan Tabel Anova menjelaskan bahwa keduanya samasama menghasilkan keputusan yang sama, dan membuktikan bahwa Ho ditolak dan Ha diterima. Tabel 4.8 Tabel Koefisien Coefficients Model
a
Unstandardized Coefficients
Standardized
t
Sig.
Coefficients
(Constant) 1
Pajak Daerah Retribusi Daerah
B
Std. Error
14902032652,336
7522066226,454
1648972926,340
185495460,139
168178967,449
127827172,121
Beta 1,981
,049
,502
8,890
,000
,074
1,316
,190
a. Dependent Variable: PAD
Sumber: Hasil Pengolahan data SPSS Dari tabel 4.10 menunjukkan bahwa model persamaan regresi berganda untuk memperkirakan PAD yang dipengaruhi oleh Pajak Daerah dan Retribusi Daerah adalah: Y = 14.902.032.652 + 1.648.972.926 X1 + 168.178.967 X2 Y adalah PAD, X1 adalah Pajak Daerah, dan X2 adalah Retribusi Daerah. Dari persamaan di atas, dapat dianalisis beberapa hal, antara lain: a
PAD, jika tanpa adanya Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (X1 dan X2 = 0), maka PAD hanya 14.902.032.652. maka diperkirakan PAD akan naik menjadi:
Y = 14.902.032.652 + 1.648.972.926 X1 + 168.178.967 X2 = 14.902.032.652 + 1.648.972.926 (1) + 168.178.967 (1) = 14.902.032.652 + 1.648.972.926 + 168.178.967
58
= 16.551.174.723 Maka dari hasil di atas dapat disimpulkan bahwa: X1, X2 = 0
Y = 14.902.032.652
X1, X2 = 1
Y = 16.551.174.723
Maka selisih PAD antara adanya Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dan antara tidak adanya Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yaitu sebesar 1.649.142.071. b Koefisien regresi berganda sebesar 1.648.972.926 dan 168.178.967 mengindikaikan bahwa besaran penambahan PAD setiap pertambahan untuk variabel Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. c
Persamaan regresi berganda Y = 14.902.032.652 + 1.648.972.926 X1 + 168.178.967 X2, yang digunakan sebagai dasar untuk memperkirakan PAD yang dipengaruhi oleh Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, akan di uji apakah valid untuk digunakan.
3. Hasil Uji Hipotesis Penelitian a
Hasil Uji Koefisien Determinasi Tabel 4.9 Hasil Uji Koefisien Determinasi b
Model Summary Model
R
R Square
Adjusted R
Std. Error of the Estimate
Square 1
,493
a
,243
,237
34793609465,742
a. Predictors: (Constant), Retribusi Daerah, Pajak Daerah b. Dependent Variable: PAD
Sumber: Hasil Pengolahan data SPSS Uji koefisien determinasi (R) digunakan untuk menentukan seberapa besar kemampuan variabel independen dapat menjelaskan variabel dependen. Pada penelitian ini, R square yang digunakan adalah R square yang sudah disesuaikan atau Adjusted R Square, karena disesuaikan dengan jumlah variabel independent yang digunakan dalam penelitian. Dari hasil uji koefisien determinasi pada tabel 4.11 di atas menunjukkan bahwa nilai Adjusted R Square sebesar 0,237 atau 23,7%.
59
Hal ini menunjukkan bahwa variabel independen yaitu penerimaan pajak daerah dan retribusi daerah dapat menjelaskan variabel dependen yaitu pendapatan asli daerah sebesar 23,7% dan sisanya 76,3% dijelaskan oleh variabel-variabel lain di luar penelitian ini, seperti Hasil Perusahaan Milik Daerah dan Pengelolaan Kekayaan Daerah yang dipisahkan serta Lain-lain PAD yang sah. b Hasil Uji F Tabel 4.10 Hasil Uji F a
ANOVA Model
Sum of Squares Regression
1
Df
Mean Square
F
95942184278775720000000,000
2
47971092139387860000000,000
Residual
299017029134681470000000,000
247
1210595259654580700000,000
Total
394959213413457200000000,000
249
Sig.
39,626
a. Dependent Variable: PAD b. Predictors: (Constant), Retribusi Daerah, Pajak Daerah
Sumber: Hasil Penngolahan data SPSS Dari hasil analisis pada tabel ANOVA di atas menunjukkan F sebesar 39,626 dengan nilai signifikasi sebesar 0,000 atau (0,000 ˂ 0,05), ini berarti adalah Ha diterima dan Ho ditolak. Artinya penerimaan pajak daerah dan retribusi daerah secara bersama-sama berpengaruh terhadap realisasi penerimaan PAD. c
Hasil Uji t Tabel 4.11 Haasil Uji t Coefficients
Model
a
Unstandardized Coefficients
Standardized
t
Sig.
Coefficients B
1
Std. Error
(Constant)
14902032652,336 7522066226,454
Pajak Daerah
1648972926,340
185495460,139
168178967,449
127827172,121
Retribusi Daerah a. Dependent Variable: PAD
Sumber: Hasil Pengolahan Data SPSS
Beta 1,981
,049
,502
8,890
,000
,074
1,316
,190
,000
b
60
Hasil uji t ditunjukkan pada tabel Coefficients. Dasar pengambil keputusan untuk menerima atau menolak hipotesis setiap variabel independen adalah sebagai berikut: 1) Jika nilai probabilitas signifikasi lebih kecil atau sama dengan nilai probabilitas 0,05 atau (sig. ˂ 0,05), maka Ha diterima dan Ho ditolak, artinya signifikan (terdapat pengaruh yang nyata). 2) Jika nilai probabilitas sig lebih besar dari nilai probabilitas 0,05 atau (sig > 0,05), maka Ha ditolak dan Ho diterima, artinya tidak signifikan (tidak terdapat pengaruh yang nyata) Hipotesis yang akan diuji untuk variabel tingkat penerimaan pajak daerah (X1) akan dirumuskan sebagai berikut: Ha = tingkat penerimaan pajak daerah berpengaruh signifikan terhadap pendapatan asli daerah. Ho = tingkat penerimaan pajak daerah tidak berpengaruh signifika terhadap pendapatan asli daerah. Berdasarkan hasil analisis penerimaan pajak daerah memiliki sig ˂ 0,05 yang berarti nilai probabilitas sig lebih kecil dari nilai probabilitas, maka Ho ditolak, yang artinya secara parsial ada pengaruh signifikan antara penerimaan pajak daerah terhadap pendapatan asli daerah. Hipotesis yang akan diuji untuk variabel tingkat penerimaan retribusi daerah (X2) akan dirumuskan sebagai berikut: Ha = tingkat penerimaan retribusi daerah berpengaruh signifikan terhadap pendapatan asli daerah. Ho = tingkat penerimaan retribusi daerah tidak berpengaruhsignifikan terhadap pendapatan asli daerah. Berdasarkan hasil analisis penerimaan retribusi daerah memiliki sig < 0,05 yang berarti nilai probabilitas sig lebih kecil dari nilai probabilitasmaka Ho ditolak, yang artinya secara parsial ada pengaruh signifikan antara penerimaan retribusi daerah terhadap pendapatan asli daerah. Hasil uji t menunjukkan bahwa variabel penerimaan pajak daerah merupakan variabel yang paling berpengaruh secara signifikan terhadap
61
pendapatan asli daerah karena t sign penerimaan pajak daerah sebesar 8,980 lebih besar dari t sign penerimaan retribusi daerah 1,316. Hal ini disebabkan karena semakin meningkatnya perkembangan pembangunan yang didasari peningkatan jumlah pajak-pajak setiap tahunnya seperti pajak kendaraan bermotor yang didasari tingginya jumlah kendaraan bermotor setiap tahunnya di Indonesia. Sedangkan untuk variabel penerimaan
retribusi
daerah
memiliki
pengaruh
yang
rendah
dibandingkan penerimaan pajak daerah. Hal ini disebabkan jumlah retribusi daerah yang lebih sedikit dalam sumbangsihnya terhadap Pendapatan Asli Daerah walaupun retribusi daerah juga mengalami peningkatan setiap tahunnya. Hal ini juga disebabkan masih banyaknya badan usaha yang masih sedikit memberikan kontribusi terhadap pendapatan asli daerah dalam pemungutan retribusi daerah. Penelitian ini menunjukkan bahwa variabel penerimaan pajak daerah berpengaruh positif terhadap pendapatan asli daerah. Penelitian ini konsisten dengan penelitian dengan menggambarkan pajak daerah memiliki pengaruh positif terhadap peningktan pendapatan asli daerah yang berarti sebagian besar dari total keseluruhan pendapatan asli daerah diperoleh dari pajak daerah, sebagian lainnya diperoleh dari sektor lainnya seperti dari sektor retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan lainnya yang dipisahkan, dan sektor lainlain pendapatan asli daerah yang sah. 4. Pendapatan Asli Daerah di Indonesia Untuk mengetahui perkembangan pemungutan asli daerah (PAD) di Indonesia selama lima tahun setelah otonomi daerah (2006-2010) dapat dilihat dari tabel 4.1 berikut ini:
62
Tabel 4.12 Persentase Kontribusi Pajak Daerah dan Retribusi Daerah terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) tahun Periode 2006-2010 (dalam rupiah) Tahun PAD Pajak Daerah % Retribusi Daerah % 38. 384.880.550.000 26.148.623.620.000 68,12% 4.955.681.000.000 12,91% 2006 2.532.369.957.389.670 34.980.593.876.203 13,81% 7.170.779.228.839 2,83% 2007 15.670.984.668.909 10.013.345.184.017 63,90% 2.535.144.736.150 16,18% 2008 29.712.679.575.451 20.500.820.856.293 69,00% 2.958.707.187.119 9,95% 2009 9.546.645.000.000 5.377.183.000.000 56,33% 1.532.464.000.000 16,05% 2010 Sumber: Direktorat Jenderal Pajak Kementrian Keuangan Indonesia (data diolah). Dari data tersebut dengan jumlah sampel 50 kabupaten dan kota dapat diketahui bahwa penerimaan pajak daerah yang diterima oleh kementrian keuangan jauh lebih berkontribusi dari pada retribusi pajak. Dari periode tahun 2006-2010 pajak terbesar yang diterima adalah tahun 2007 yaitu sebesar Rp 34.980.593.876.203,00 namun tidak memberikan kontribusi yang besar terhadap penerimaan asli daerah, karena hanya berkontribusi sebesar 13,81%, dan retribusi terbesar yang diterima adalah tahun 2007 yaitu sebesar Rp 7.170.779.228.839,00 dan juga tidak memberikan kontribusi yang besar terhadap penerimaan asli daerah, karena hanya berkontribusi sebesar 2,83%. Dari data tersebut berarti pada tahun 2007 pajak daerah dan retribusi daerah memang lebih besar dibandingkan tahun-tahun lainnya, namun konttribusi yang diberikan sangat sedikit, itu berarti kontribusi penerimaan asli daerah bukan dari pajak daerah dan retribusi daerahnya. Pajak daerah yang berkontribusi besar terhadap penerimaan daerah dari data diatas terdapat pada tahun 2009 yaitu sebesar 69,00% yang berarti bahwa pajak daerah di tahun 2009 memberikan kontribusi yang sangat besar. Retribusi yang berkontribusi besar terhadap penerimaan daerah dari data diatas terdapat pada tahun 2008 yaitu sebesar 16,18% yang berarti bahwa retribusi daerah di tahun 2008 memang retribusi terbesar namun tidak memberi pengaruh besar terhadap penerimaan asli daerah. Dari data tersebut juga pajak daerah dan retribusi daerah mengalami peningkatan dan penurunan setiap tahunnya yang berbeda-beda.
63
Grafik 4.1 Pertumbuhan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Tahun 2006-2010 (Persen %) 70 60 50 40
Pajak Daerah
30
Retribusi Daerah
20 10 0
2006
2007
2008
2009
2010
D. Hasil Operasional Variabel Penelitian 1. Realisasi dan Kontribusi Pajak Daerah terhadap Pendapatan Asli Daerah Untuk mengetahui sampai sejauh mana peranan Pajak Daerah kabupaten dan kota di Indonesia terhadap Pendapatan Asli Daerah, maka dapat dihitung dengan cara membandingkan realisasi penerimaan Pajak Daerah dengan realisasi Penerimaan Pendapatan Asli Daerah. Dari tabel 1 di lembar lampiran 1 dapat diketahui bahwa tahun 2006 pajak daerah memberikan kontribusi dengan rata-rata sebesar 21,40%. Kontribusi pajak daerah terhadap pendapatan asli daerah terbesar terdapat pada kota
Pekalongan sebesar 60,25%, sedangkan
kontribusi pajak daerah terhadap pendapatan asli daerah terkecil terdapat pada Kabupaten Aceh Tamiang sebesae 3,93%. Jadi rata-rata Kontribusi pada tahun 2006 mencapai 21,40% dengan rata-rata realisasi Pajak Daerah Rp. 11.831.950.340,- (dalam rupiah). Dari Tabel 2 di lembar lampiran 2 dapat diketahui bahwa kontribusi pajak daerah terhadap pendapatan asli daerah mengalami peningkatan meskipun tidak signifikan. Tahun 2007 pajak daerah memberikan kontribusi dengan rata-rata sebesar 21,63%. Kontribusi
64
pajak daerah terhadap pendapatan asli daerah terbesar terdapat pada kota Semarang sebesar 53,95%, sedangkan kontribusi pajak daerah terhadap pendapatan asli daerah terkecil terdapat pada kabupaten Aceh Tamian sebesar 6,00%. Jadi rata-rata kontribusi pada tahun 2007 mencapai 21,76% dengan rata-rata realisasi pajak daerah Rp. 13.633.939.960,(dalam rupiah). Dari tabel 3 di lembar lampiran 3 dapat diketahui bahwa kontribusi pajak daerah terhadap pendapatan asli daerah mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Tahun 2008 pajak daerah memberikan kontribusi dengan rata-rata sebesar 38,37%. Kontribusi pajak daerah terhadap pendapatan asli daerah terbesar terdapat pada Kota Banjarmasin 57,16%, sedangkan kontribusi pajak daerah terhadap pendapatan asli daerah terkecil terdapat pada Kabupaten Balangan sebesar 5,21%. Jadi rata-rata kontribusi pada tahun 2008 mencapai 38,37% dengan rata-rata realisasi pajak daerah Rp. 15.045.956.572,- (dalam rupiah). Dari tabel 4 di lembar lampiran 4 dapat diketahui bahwa kontribusi pajak daerah terhadap pendapatan asli daerah mengalami penurunan yang cukup signifikan. Tahun 2009 pajak daerah memberikan kontribusi dengan rata-rata sebesar 22,08%. Kontribusi pajak daerah terhadap pendapatan asli daerah terbesar terdapat pada kota Banjarmasin sebesar 57,93%, sedangkan kontribusi pajak daerah terhadap pendapatan asli daerah terkecil terdapat pada kabupaten Merauke sebesar 8,00%. Jadi rata-rata kontribusi pada tahun 2009 mencapai 22,08% dengan rata-rata realisasi pajak daerah Rp. 16.353.903.448,- (dalam rupiah). Dari tabel 5 di lembar lampiran 5 dapat diketahui bahwa kontribusi pajak daerah terhadap pendapatan asli daerah mengalami sedikit penurunan. Tahun 2010 pajak daerah memberikan kontribusi dengan rata-rata sebesar 20,33%. Kontribusi pajak daerah terhadap pendapatan asli daerah terbesar terdapat pada Kota Balikpapan sebesar 61,60%, sedangkan kontribusi pajak daerah terhadap pendapatan asli daerah terkecil terdapat pada Kabupaten Balangan sebesar 3,99%. Jadi rata-rata
65
kontribusi pada tahun 2010 mencapai 20,33% dengan rata-rata realisasi pajak daerah Rp. 16.085.866.760,- (dalam rupiah). 2. Realisasi dan Kontribusi Retribusi Daerah terhadap Pendapatan Asli Daerah Perkembangan pemungutan pajak daerah dapat dilihat dari hasil pemungutan pajak daerah terhadap pendapatan asli daerah (PAD) Kabupaten dan Kota di Indonesia yang relatif besar dari tahun-ketahun namun mengalami peningkatan atau penurunan. Untuk mengetahui sampai sejauh mana peranan retribusi daerah kabupaten dan kota di Indonesia terhadap pendapatan asli daerah, maka dapat dihitung dengan cara membandingkan realisasi penerimaan retribusi daerah dengan pendapatan asli daerah. Dengan memperhatikan tabel berikut ini, terlihat besarnya persentase (%) retribusi daerah terhadap pendapatan asli daerah. Dari tabel 5 di lembar lampiran 5 dapat diketahui bahwa tahun 2006 retribusi daerah memberikan kontribusi dengan rata-rata sebesar 42,78%. Kontribusi retribusi daerah terhadap pendapatan asli daerah terbesar terdapat pada Kota Sukabumi sebesar 81,82%, sedangkan kontribusi retribusi daerah terhadap pendapatan asli daerah terkecil terdapat pada kabupaten Balangan sebesar 7,10%. Jadi rata-rata kontribusi pada tahun 2006 mencapai 42,78% dengan rata-rata realisasi retribusi daerah Rp. 19.039.882.340,- (dalam rupiah). Dari tabel 7 di lembar lampiran 7 dapat diketahui bahwa kontribusi retribusi daerah terhadap pendapatan asli daerah mengalami peningkatan yang tidak begitu signifikan, atau hanya sedikit saja peningkatannya. Tahun 2007 retribusi daerah memberikan kontribusi dengan rata-rata sebesar 43,37%. Kontribusi retribusi daerah terhadap pendapatan asli daerah terbesar terdapat pada kabupaten Aceh Tamiang sebesar 86,88%, sedangkan kontribusi retribusi daerah terhadap pendapatan asli daerah terkecil terdapat pada kabupaten Balangan sebesar 5,62%. Jadi rata-rata
66
kontribusi pada tahun 2007 mencapai 43,37% dengan rata-rata realisasi retribusi daerah sebesar Rp. 22.882.915.166,- (dalam rupiah). Dari tabel 8 di lembar lampiran 8 dapat diketahui bahwa kontribusi retribusi daerah terhadap pendapatan asli daerah mengalami penurunan yang cukup signifikan. Tahun 2008 retribusi daerah memberikan kontribusi dengan rata-rata sebesar 43,23%. Kontribusi retribusi daerah terhadap pendapatan asli daerah terbesar terdapat pada Kota Sukabumi sebesar 71,53%, sedangkan kontribusi retribusi daerah terhadap pendapatan asli daerah terkecil terdapat pada Kabupaten Balangan sebesar 3,63%. Jadi rata-rata kontribusi pada tahun 2008 mencapai 43,23% dengan rata-rata realisasi retribusi daerah Rp. 26.301.699.255,(dalam rupiah). Dari tabel 9 di lembar lampiran 9 dapat diketahui bahwa kontribusi retribusi daerah terhadap pendapatan asli daerah mengalami penurunan yang cukup signifikan. Tahun 2009 retribusi daerah memberikan kontribusi dengan rata-rata sebesar 33,36%. Kontribusi retribusi daerah terhadap pendapatan asli daerah terbesar terdapat pada Kabupaten Pekalongan sebesar 70,07%, sedangkan kontribusi retribusi daerah terhadap pendapatan asli daerah terkecil terdapat pada Kota Magelang sebesar 9,41%. Jadi rata-rata kontribusi pada tahun 2009 mencapai 33,36% dengan rata-rata realisasi retribusi daerah Rp. 24.176.250.154,(dalam ribuan). Dari tabel 10 di lembar lampiran 10 dapat diketahui bahwa kontribusi retribusi daerah terhadap pendapatan asli daerah memberikan kontribusi dengan rata-rata sebesar 36,26%. Kontribusi retribusi daerah terhadap pendapatan asli daerah terbesar terdapat pada Kabupaten Pekalongan sebesar 68,1%, sedangkan kontribusi retribusi daerah terhadap pendapatan asli daerah terkecil terdapat pada Kota Sukabumi sebesar
6,29%.
Jadi
rata-rata
22.266.218.700,- (dalam rupiah)
realisasi
retribusi
daerah
Rp.
67
E. Pembahasan Hasil Penelitian Pembangunan daerah merupakan bagian integral dari pembangunan nasional yang dilaksanakan untuk memberikan kesempatan dan ruang gerak bagi upaya pengembaangan demokratisasi dan kinerja pemda untuk peningkatan kesejahteraan rakyat. Kebijakan otonomi daerah memberi peluang bagi perubahan paradigma pembangunan yang semula lebih mengedepankan pencapaian pertumbuhan menjadi pemerataan dengan prinsip mengutamakan keadilan dan perimbangan. Sebagai daerah otonom, daerah memiliki kewenangan dan tanggung jawabnya untuk mengakomodasi kepentingan masyarakat luas. Dengan semangat perubahan paradigma tersebut, pemda diharapkan mampu mengurus rumah tangganya sendiri. Kemandirian
dalam
mengelola
kepentingan
daerah
sendiri
telah
menempatkan mereka dalam keadaan di mana mereka mampu bertindak lebih baik.
Dan
itu
harus
disertai
dengan
kemampuan
daerah
untuk
mempertahankan dan meningkatkan penyelenggaraan pemerintahan tersebut baik dari segi finansial, sumber daya manusia (SDM), maupun kemampuan pengelolaan manajemen pemerintah daerah. Untuk mewujudkan kemampuan dan kemandirian daerah serta memperkuat struktur penerimaan daerah, mau tidak mau peranan PAD harus ditingkatkan, karena salah satu tolok ukur kemampuan dan cermin kemandirian daerah. Minimnya perolehan PAD masih dianggap sebagai hambatan dan ini harus segera dievaluasi secara sungguh-sungguh oleh masing-masing Pemda dalam upaya peningkatan pelayanan dan fasilitas kepada masyarakat. Padahal, kurang efektif dan efisiennya target untuk mencapai realita pemenuhan kebutuhan masyarakat merupakan salah satu hal yang menjadi pangkal permasalahan kurang tercapainya pendapatan daerah. Potensi sektor unggulan dalam pengembangan ekonomi dan investasi daerah harus diidentifikasi secara menyeluruh dan komprehensif mulai dari aspek perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi, data mengenai sumber pendapatan daerah dan sejarah perkembangan menjadi acuan untuk memantapkan kemandirian daerah yang dinamis dan bertanggung jawab,
68
serta mewujudkan pemberdayaan dan otonomi daerah dalam lingkup yang lebih nyata. Sehingga diperlukan pula upaya yang mendorong peningkatan efisiensi, efektivitas, dan profesionalisme dalam mengelola sumber pendapatan daerah. Hal ini harusnya sejalan dengan visi, misi, tujuan, sasaran, dan program yang dibuat oleh kepala daerah. Dengan kata lain, daerah seharusnya memiliki keunggulan budaya dan keunggulan lainnya yang mampu meningkatkan potensi, citra, dan Pendapatan asli daerah tersebut, misalkan Kota Solo, berupaya untuk menjadi kota maju dengan mengoptimalkan keunggulan daerah yang tentunya ini menjadi komitmen kepala daerah dan masyarakat yang berbudaya, sadar bahwa kemajuan kotanya akan membawa kemajuan bagi masyarakatnya. Dilain pihak, Provinsi Bali memiliki keunggulan pariwisata, budaya dan ini menjadi kebanggaan dan menjadi faktor pendorong kemajuan wilayah tersebut. Secara otomatis maka dengan kemajuan wilayah akan memberikan dorongan terhadap kemajuan kesejahteraan masyarakatnya. Sampai saat ini masih belum tergalinya potensi pendapatan daerah pada umumnya disebabkan karena kurangnya kepekaan daerah dalam menemukan keunggulan budaya dan potensi asli daerah, kepatuhan dan kesadaran wajib pajak/retribusi yang relatif rendah, kelemahan aparatur, kekhawatiran birokrasi akan kegagalan dalam menjalankan program dinaikkan sejak awal pada setiap anggarannya. Padahal jika sejak awal penganggaran biaya program diefektifkan sehemat mungkin, maka sisa yang ada dapat digunakan untuk mejalankan progam lainnya dalam peningkatan kualitas pelayanan publik. Untuk memperkuat struktur penerimaan serta optimalisasi PAD, beberapa langkah yang dapat ditempuh antara lain, pertama: melakukan upaya pengusahaan atau penggalian (eksploitasi) SDA yang baru, kedua: intensifikasi dan ekstensifikasi pajak dan retribusi daerah. Dengan melakukan intensifikasi berarti daerah setidaknya melakukan langkah instensifikasi terhadap komponen penerimaan daerah pada pos laba usaha daerah.
69
Optimalisasi tersebut dapat dilakukan dengan melakukan pembenahan pada sistem manajemen perusahaan daerah yang ada.2 Dalam Rapat Kerja Pemerintah Tahun 2013 Presiden Susilo Bambang Yudhoyono berpesan agar inflasi dapat dikelola dengan baik, terutama stabilitas harga pangan dan bahan pokok lainnya. Menurut Presiden, laju inflasi merupakan hal yang terkait erat dengan kesejahteraan rakyat. Presiden menilai, inflasi merupakan tantangan besar untuk menjaga pertumbuhan ekonomi nasional yang positif.3 Berdasarkan UU No. 28 Tahun 2009 terkait BBM bersubsidi. Penerapan aturan PBBKB (Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor) yang baru merupakan yang diperkirakan berdampak terhadap APBN dan APBD, adanya diskriminasi tarif diharapkan dapat mengurangi subsidi BBM. Sementara itu, adanya penetapan tarif maksimal yang memungkinkan daerah provinsi dapat menerapkan tarif PBBKB berbeda dengan daerah lainnya yang akan berdampak terhadap penerimaan APBD masing-masing daerah. Artinya, di satu pihak memang dapat meningkatkan penerimaan PAD, tetapi di lain pihak justru berdampak terhadap peningkatan subsidi BBM berpotensi menyebabkan kenaikan harga BBM sehingga perlu dilakukan secara hati-hati mengingat potensi dampak sosial yang akan ditimbulkan cukup besar.4 Direktur Pajak Daerah dan Retriubsi Daerah (PDRB) DJPK Rukijo menyatakan bahwa Pemerintah Kabupaten (Pembkab) Muara Enim memiliki peluang untuk dapat meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) melalui pendapatan dari PBB-P2 (Pajak Bumi Bangunan Perdesaan dan Perkotaan). Upaya peningkatan PAD dari PBB-P2 tersebut dapat diupayakan melalui validasi objek, sehingga peningkatan PAD Kabupaten Muara Enim yang saat
2
diakses dari //http: www. Bppk.depkeu.go.id pada tanggal 14/09/2014 pukul 12.38 Kementrian Keuangan, Presiden: Kelola Inflasi dengan Baik, 2013, hlm. 1 (http://kemenkeu.go.id). 4 Kementrian Keuangan, Penerapan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor berdasarkan UU nomor 28 Tahun 2009 terkait BBM Bersubsisi, 2011 hlm. 1 (http://kemenkeu.go.id). 3
70
ini naik sekitar tujuh persen per tahun dapat meningkat menjadi sepuluh persen setiap tahunnya.5 Oleh karenanya, jika Pemerintah Daerah ingin meningkatkan PAD, sumber penerimaan daerahnya harus dalam koridor Undang-Undang. Jadi, jika Pemerintah Daerah bermaksud meningkatkan PAD, maka mereka harus memperjuangkannya dari Dana Bagi Hasil (DBH), karena DBH diciptakan untuk mengatasi ketimpangan vertikal antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah. Dalam penelitian ini berdasarkan hasil uji statistik di atas penelitian ini sudah berdistribusi Normal atau sudah memenuhi asumsi normalitas, dan dalam uji Kolmogorov Smirnov penelitian ini juga berdistribusi normal. Dalam uji Multikolinearitas penelitian ini tidak memiliki korelasi antar variabel independennya, karena hasil perhitungan tersebut menunjukkan tidak ada variabel bebas yang memiliki VIF lebih dari 10. Dalam uji Autokorelasi penelitian ini tidak terjadi adanya autokorelasi di antara data pengamatan. Dalam pengujian Heteroskedastisitas penelitian ini menunjukkan tidak terjadi heteroskedastisitas pada model regresi, sehingga dapat disimpulkan model penelitian ini tidak mengalami masalah heteroskedastisitas. Dalam hasil uji regresi linier berganda penelitian ini membuktikan bahwa apabila variabel X 1 naik maka variabel Y naik secara lemah, dan apabila X2 naik maka secara signifikan akan membuuat variabel Y naik. Dari kedua variabel tersebut memberikan kontribusi sebesar 24,31% terhadap PAD. Dalam tabel Anova hasil Uji Regresi linier berganda menunjukkan bahwa Ho ditolak sehingga Pendapatan Asli Daerah dipengaruhi oleh Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, dari tabel koefisien pun penelitian ini di buktikan bahwa variabel Y dipengaruhi oleh Variabel X1 dan X2. Dari hasil uji koefisien determinasi menunjukkan bahwa variabel independen yaitu penerimaan pajak daerah dan retribusi daerah dapat menjelaskan variabel dependen yaitu pendapatan asli daerah sekitar 23, 7%. Dalam hasil uji t nilai probabilitas Ho ditolak, yang 5
Kementrian Keuangan, Direktorat Jenderal Pajak Perimbangan Keuangan Siap Bantu PBBP2 Muara Enim, 2013, hlm. 1 (http://kemenkeu.go.id).
71
artinya secara parsial ada pengaruh signifikan antara penerimaan pajak daerah dan retribusi daerah terhadap pendapatan asli daerah.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan Variabel penerimaan pajak daerah kabupaten dan kota di Indonesia secara signifikan berkontribusi terhadap Pendapatan Asli Daerah. Dengan rata-rata yang memberikan pengaruh terhadap PAD sebesar 54,23%, berdasarkan hasil uji korelasi maka diketahui bahwa Pajak Daerah (X1) dengan PAD (Y) diperoleh nilai sebesar r = 0,487. Nilai ini menunjukkan hubungan yang lemah positif, dan menunjukkan bahwa Hipotesis Penelitian (H1) dalam penilitian ini terjawab bahwa Pajak Daerah berkontribusi terhadap Pendapatan Asli Daerah. Hal ini dipengaruhi oleh kenaikan target pajak daerah dari tahun sebelumnya dan peningkatan penerimaan pendapatan asli
daerah juga disebabkan oleh
penambahan objek pajak seperti: pajak rokok, pajak sarang burung walet, pajak bumi bangunan perdesaan dan perkotaan, dan bea perolehan hak atas tanah dan bangunan. Variabel penerimaan retribusi daerah kabupaten dan kota di Indonesia secara signifikan berkontribusi terhadap Pendapatan Asli Daerah. Dengan ratarata yang memberikan pengaruh terhadap PAD sebesar 11,58%, hasil korelasi antara Retribusi Daerah (X2) dengan PAD (Y) diperoleh nilai sebesar r = -0,26 nilai ini menunjukkan hubungan yang kuat positif, dan menunjukkan bahwa Hipotesis Penelitian (H2) dalam penelitian ini terjawab bahwa Retribusi Daerah berkontribusi terhadap Pendapatan Asli Daerah. Hal ini disebabkan oleh penambahan objek retribusi daerah seperti: retribusi penyedotan kakus, retribusi pengolahan limbah cair, retribusi pelayanan pendidikan, retribusi pengendalian menara telekomunikasi, dan retribusi izin usaha perikanan. Berdasarkan hasil Uji Regresi, maka diketahui bahwa Pajak Daerah dan Retribusi Daerah mempunyai kontribusi yang signifikan terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD). Nilai koefisien determinasi (r2) untuk Y sebesar 0.237, hal ini berarti 23,7% variabel PAD dapat dijelaskan oleh kedua variabel independen Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Sedangkan sisanya 76,3% (100%-23,7%)
72
73
dijelaskan oleh sebab-sebab lain yang tidak dimasukkan dalam model. Dengan demikian maka dapat disimpulkan bahwa hipotesis penelitian (H3) terjawab bahwa Pajak Daerah dan Retribusi Daerah berkontribusi terhadap Pendapatan Asli Daerah. Variabel independen yang paling dominan mempengaruhi dan memberikan kontribusi yang besar terhadap penerimaan pendapatan asli daerah adalah pajak daerah. Hal ini dikarenakan oleh semakin meningkatnya perkembangan pembangunan yang didasari peningkatan penerimaan realisasi pajak-pajak setiap tahunnya di masing-masing Kabupaten/Kota di Indonesia. B. Implikasi Berdasarkan kesimpulan yang telah dilakukan, maka penulis dapat memberikan implikasi yang dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam menentukan kebijakan yang berhubungan dengan penerimaan pajak daerah dan retribusi daerah. 1. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan yang penting bagi pemerintah daerah Kabupaten dan Kota. Upaya untuk meningkatkan pajak daerah dan retribusi daerah di Kabupaten dan Kota di Indonesia setiap tahunnya yang dilatar belakangi penggantian Undang-Undang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Nomor 34 Tahun 2000 menjadi Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009. Berlakunya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah mulai 2011 berpotensi mengurangi pendapatan pemerintah daerah. Menghadapi hal ini, pemerintah provinsi telah mengajukan revisi Peraturan Daerah Pajak dan Retribusi ke Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dengan mengadakan program pemutihan dan memungut pajak dan retribusi. Dan dari penelitian tersebut ternyata realisasi Pendapatan Asli Daerah lebih besar dari target atau rencana anggaran. 2. Praktik pemungutan pajak daerah dan retribusi daerah didukung dengan adanya peningkatan perkembangan pembangunan kabupaten dan kota dan meningkatkan peran badan usaha dalam pencapaian target pajak daerah dan retribusi daerah dengan menggali potensi daerah yang ada.
74
3. Peran masyarakat sangat mendukung pelaksanaan dan peningkatan target penerimaan pajak daerah dan retribusi daerah yang bertujuan untuk membiayai pembangunan kabupaten/kota. Dengan demikian pemerintah daerah diharapkan untuk selalu meningkatkan kualitas pelayanan publik, karena dengan kemajuan wilayah akan memberikan dorongan terhadap kemajuan kesejahteraan masyarakatnya sehingga kebijakan dan tujuan perpajakan serta hak dan kewajiban masyarakat dapat terarah dengan baik. C. Saran Berdasarkan hasil penelitian, dapat dijabarkan beberapa saran untuk menyajikan penelitian yang lebih berkualitas di masa mendatang, diantaranya sebagai berikut: 1. Untuk penelitian selanjutnya disarankan menambah variabel independen yang berpengaruh terhadap penerimaan asli daerah kabupaten/kota. Contohnya: Hasil perusahaan milik daerah dan pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, lain-lain pendapatan asli daerah yang sah, dana perimbangan, bagi hasil pajak, bagi hasil bukan pajak/sumber daya alam, dana alokasi umum, dan dana khusus alokasi khusus. 2. Untuk penelitian selanjutnya diharapkan memperluas objek penelitian, memperluas daerah survei dan memperbanyak ragam sampel sehingga data yang diperoleh lebih valid. 3. Untuk penelitian selanjutnya hendaknya melibatkan pendapat dari Dinas Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPKAD) sehingga objek penelitian lebih berkualitas. 4. Untuk
penelitian
selanjutnya
diharapkan
mempersiapkan
biaya,
mempersiapkan lebih banyak waktu dan tenaga agar proses penelitian berjalan dengan lancar, sesuai yang diharapkan dan tepat waktu dalam penyajiannya sehingga hasil penelitian lebih berkualitas.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, Hamzah. dan Santoso, Ananda. Kamus Pintar Bahasa Indonesia. Surabaya: Fajar Mulya, 1996. Ambardi, Urbanus dan Prihawantoro, Socia. Pengembangan Wilayah dan Otonomi Daerah. Jakarta: BPPT, 2002. Anggraini, Dina. “Analisis Pengaruh Penerimaan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah terhadap Peningkatan Pendapatan Asli Daerah”. Skripsi pada UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: 2010. Tidak dipublikasikan. Bahar, Ujang. Peran Daerah dalam Pengadaan Tanah (Tinjauan dari segi Pembiayaan). Hukum Keuangan Jurnal Hukum Bisnis. 1, 2010. BPS, Badan Pusat Statistik Kota Tangerang Selatan, 2012. BPS, Badan Pusat Statistik Indonesia, 2012. Daniel, Moehar. Metode Penelitian Sosial Ekonomi. Jakarta: Bumi Aksara, 2003. Departemen Pendidikan Nasional. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka, 2007. Ghozali, Imam. Aplikasi dan Analisis Multivariate dengan Proses SPSS. Semarang: Universitas Diponegoro: 2005. Hasan, Muhammad Iqbal. Pokok-Pokok Materi Statistik 1 (statistik Deskriptif). Jakarta: Bumi Aksara, 2005. Hendriani, Ayu Sri Utami dan Findi, Muhammad. The Political Economy of Goverment Policy in Improving Leading Economic Sectors in Cirebon Regency. Al-Muzara’ah Jurnal Ekonomi Syari’ah. 1, 2013. Ilyas, Wirawan B dan Burton, Richard. Hukum Pajak. Jakarta: Salemba empat, 2007. Kementrian Keuangan Republik Indonesia. Deskripsi dan Analisis. Jakarta: Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan, 2013. Kurniawan, Panca dan Purwanto, Agus. Pajak Daerah dan Retribusi Derah di Indonesia. Malang: Bayumedia, 2006.
75
76
Lisa, Margareta. “Daerah Pusat Usaha Pasar Baru Kecamatan Sawah Besar Jakarta Pusat”. Skripsi pada Universitas Indonesia: 1993. Tidak dipublikasikan. Mahmudi. Manajemen Keuangan Daerah. Jakarta: Erlangga, 2010. Muljono, Djoko. PPh dan PPN untuk Berbagai Kegiatan Usaha. Yogyakarta: Andi Offset, 2007. Mustika, Siti. “Kontribusi Pajak Daerah dan Retribusi Daerah terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) di Jawa Barat”. Skripsi pada UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: 2011. Tidak dipublikasikan. Nugroho, Iwan dan Dahuri, Rokhim. Pembangunan Wilayah: Perspektif Ekonomi, Sosial dan Lingkungan. Jakarta: LP3ES, 2004. Oktafianti, Devi. “Analisis Kontribusi Pajak Penghasilan (PPh) dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) terhadap Total Penerimaan Pajak” Skripsi pada UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: 2011. Tidak dipublikasikan. Pandiangan, Liberty. Pemahaman Praktis Undang-Undang Perpajakan Indonesia. Jakarta: Erlangga, 2002. Penyelenggaraan Dekonsentrasi. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika, 2001. Prameka, Adelia Shabrina. “Kontribusi Pajak Daerah dan Retribusi Daerah terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Malang”. Skripsi Pada Universitas Brawijaya Malang: 2012. Tidak dipublikasikan. Prastowo, Yustinus, dkk. Buku Pintar Menghitung Pajak Profesi, Badan Usaha, dan Peristiwa Khusus. Depok: RAS. Riduansyah, Mohammad. Kontribusi Pajak Daerah dan Retribusi Daerah terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Guna Mendukung Pelaksanaan Otonomi Daerah Kota Bogor. Makara Sosial Humaniora. 7, 2003. Saragih, Juli Panglima. Desentralisasi Fiskal dan Keuangan Daerah dalam Otonomi. Jakarta: Ghalia, 2003. Siahaan, Marihot Pahala. Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Jakarta: Rajawali Pers, 2010. _____, Hukum Pajak Parlementer (Konsep Dasar Perpajakan Indonesia. Yogyakarta: Graha Ilmu, 2010.
77
_____, Hukum Pajak Elementer (Konsep Dasar Perpajakan Indonesia), Yogyakarta, Graha Ilmu, 2010. Siregar, Siahaan. Statistik Parametrik untuk Penelitian Kuantitatif. Jakarta: Bumi Aksara, 2013. Soemitro, Rochmat dan Sugiharti, Dewi Kania. Asas dan Dasar Perpajakan 1. Bandung: Refika Aditama, 2004. Suandy, Erly. Hukum Pajak. Jakarta: Salemba Empat, 2011. Sugiyono. Metodologi Penelitian Kombinasi. Bandung: Alfabeta, 2013. Sunarto. Pajak dan Retribusi Daerah. Yogyakarta: AMUS dan Citra Pustaka, 2005. Suparmoko, M. Keuangan Negara dalam Teori dan Praktek. Yogyakarta: BPFE, 2000. Susetyo, Budi. Statistika Untuk Analisis Data Penelitian. Bandung: Refika Aditama, 2010. Suyonto, Danang. Uji Khi Kuadrat dan Regresi Untuk Penelitian. Yogyakarta: Graha Ilmu, 2010. Syafitri, Lili. “Analisis Peranan dan Kontribusi Pajak Reklame terhadap Peningkatan Pendapatan Asli Daerah Kota Jambi”. Skripsi pada STIE MDP: 2012. Tidak dipublikasikan. Tambunan, Tulus. Usaha Mikro Kecil dan Menengah di Indonesia. Jakarta: LP3ES, 2012. Trywilda, Arinda. “Analisis Kontribusi Pajak Hotel dan Restoran terhadap Pendapatan Asli Daerah di Kota Samarinda”. Skripsi pada Universitas Mulawarman: 2012. Tidak dipublikasikan. Yani, Ahmad. Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah Indonesia Edisi Revisi. Jakarta: Rajawali Pers, 2009. www.djpk.kemenkeu.go.id www.kemenkeu.go.id
81
Lampiran 1
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37
Tabel 1 Persentase Kontribusi Pajak Daerah terhadap Pendapatan Asli Daerah Kabupaten dan Kota di Indonesia Tahun 2006 (dalam rupiah) Realisasi Persentase Realisasi Pajak Kabupaten/Kota Pendapatan Asli Pajak Daerah Daerah Daerah dan PAD Kab. Aceh Tamiang 7.240.750.000 284.770.000 3,93% Kab. Palalawan 24.580.900.000 2.532.600.000 10,3% Kota Sukabumi 43.564.080.000 4.365.170.000 10,02% Kab. Banjarnegara 43.900.256.000 6.538.706.000 14.89% Kab. Banyumas 84.391.271.000 16.832.560.000 19,95% Kab. Batang 31.030.140.000 7.093.483.000 22,86% Kab. Blora 36.637.785.000 5.613.868.000 15,32% Kab. Boyolali 59.307.283.000 9.442.747.000 15,92% Kab. Brebes 47.995.353.000 10.706.108.000 22,31% Kab. Cilacap 78.895.457.000 32.072.943.000 40,65% Kab. Demak 33.811.888.000 8.008.267.000 23,69% Kab. Grobogan 41.921.570.000 9.387.115.000 22,40% Kab. Jepara 54.220.690.000 11.931.316.000 22,01% Kab. Karanganyar 46.052.120.000 14.543.183.000 31,58% Kab. Kebumen 92.533.197.000 7.694.152.000 8,32% Kab. Kendal 63.330.009.000 17.052.569.000 26,93% Kab. Klaten 33.920.000.000 10.310.593.000 30,40% Kab. Kudus 51.311.620.000 13.045.214.000 25,42% Kab. Magelang 62.226.400.000 16.181.110.000 26,00% Kab. Pati 66.128.698.000 10.462.612.000 15,82% Kab. Pekalongan 30.803.316.000 7.783.349.000 25,27% Kab. Pemalang 58.457.261.000 8.144.117.000 13,93% Kab. Purbalingga 47.694.606.000 6.995.119.000 14,67% Kab. Purworejo 32.813.869.000 4.732.823.000 14,42% Kab. Rembang 39.998.290.000 5.342.910.000 13,36% Kab. Sragen 52.019.760.000 8.859.373.000 17,03% Kab. Sukoharjo 44.008.081.000 13.555.956.000 30,80% Kab. Tegal 53.852.887.000 11.788.318.000 21,89% Kab. Temanggung 31.643.817.000 4.792.942.000 15,15% Kab. Wonogori 47.864.470.000 6.417.830.000 13,41% Kab. Wonosobo 30.618.482.000 4.728.120.000 15,44% Kota Magelang 36.533.677.000 4.411.072.000 12,07% Kota Pekalongan 13.937.105.000 8.396.545.000 60,25% Kota Salatiga 32.449.466.000 6.514.964.000 20,08% Kota Semarang 224.822.680.000 114.570.396.000 50,96% Kota Surakarta 78.585.750.000 35.589.767.000 45,29% Kab. Kulon Progo 35.203.280.000 3.320.980.000 9,43%
82
38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50
Kab. Tanah Laut 39.389.650.000 3.318.790.000 8,43% Kota Banjarmasin 45.572.940.000 24.302.370.000 53,33% Kab. Balangan 6.819.740.000 547.690.000 8,03% Kota Balikpapan 98.138.690.000 45.633.070.000 46,50% Kab. Buol 4.637.020.000 1.219.870.000 26,31% Kab. Gowa 35.703.520.000 11.470.020.000 32,13% Kab. Sumba Barat 17.029.420.000 1.394.550.000 8.19% Kab. Merauke 50.355.350.000 2.403.580.000 4,77% Kab. Nabire 8.570.570.000 851.160.000 9,93% Kab. Kaur 2.737.700.000 633.810.000 23,15% Kab. Lampung Selatan 19.101.370.000 6.624.200.000 34,68% Kab. Semarang 66.625.755.000 15.020.514.000 22,54% Kota Tegal 63.725.637.000 8.134.226.000 12,76% Jumlah 2.352.713.626.000 591.597.517.000 1069,84% Rata-Rata 47.054.272.520 11.831.950.340 21,40% Sumber: Direktorat Jenderal Pajak Kementrian Keuangan Republik Indonesia (data diolah)
83
Lampiran 2
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37
Tabel 2 Persentase Kontribusi Pajak Daerah Terhadap Pendapatan Asli Daerah Kabupaten dan Kota di Indonesia Tahun 2007 (dalam rupiah) Realisasi Persentase Realisasi Pajak Kabupaten/Kota Pendapatan Asli Pajak Daerah Daerah Daerah dan PAD Kab. Aceh Tamiang 3.601.388.755 215.886.135 6,00% Kab. Palalawan 34.694.239.194 4.898.492.203 14,12% Kota Sukabumi 50.567.177.271 4.827.283.630 9,55% Kab. Banjarnegara 44.876.890.000 6.810.610.000 15,18% Kab. Banyumas 96.386.445.000 18.990.998.000 19,70% Kab. Batang 30.968.198.000 7.833.316.000 25,29% Kab. Blora 43.392.412.000 6.372.371.000 14,69% Kab. Boyolali 67.437.537.000 10.619.320.000 15,75% Kab. Brebes 64.365.360.000 12.272.083.000 19,07% Kab. Cilacap 82.143.538.000 32.841.910.000 39,98% Kab. Demak 34.892.079.000 7.696.437.000 22,06% Kab. Grobogan 53.458.621.000 9.431.471.000 17,64% Kab. Jepara 64.442.492.000 13.084.433.000 20,30% Kab. Karanganyar 56.923.919.000 19.053.559.000 33,47% Kab. Kebumen 54.260.879.000 8.713.201.000 16,06% Kab. Kendal 75.771.963.000 28.750.594.000 37,95% Kab. Klaten 42.545.342.000 12.689.833.000 29,83% Kab. Kudus 55.181.579.000 14.523.986.000 26,32% Kab. Magelang 70.074.706.000 20.164.064.000 28,78% Kab. Pati 69.152.362.000 12.121.193.000 17,53% Kab. Pekalongan 42.341.231.000 8.604.584.000 20,32% Kab. Pemalang 55.835.580.000 9.292.781.000 16,64% Kab. Purbalingga 52.727.439.000 8.153.289.000 15,46% Kab. Purworejo 48.237.524.000 6.224.341.000 12,90% Kab. Rembang 42.255.838.000 6.174.552.000 14,61% Kab. Sragen 65.257.983.000 10.454.240.000 16,02% Kab. Sukoharjo 42.449.899.000 14.532.968.000 34,24% Kab. Tegal 63.363.141.000 12.674.642.000 20% Kab. Temanggung 34.884.581.000 5.312.688.000 15,23% Kab. Wonogori 50.329.495.000 7.257.949.000 14,42% Kab. Wonosobo 36.582.594.000 5.192.089.000 14,19% Kota Magelang 35.814.774.000 5.052.455.000 14,11% Kota Pekalongan 25.745.975.000 9.156.598.000 35,57% Kota Salatiga 36.192.746.000 7.065.861.000 19,52% Kota Semarang 238.237.999.000 128.535.918.000 53,95% Kota Surakarta 89.430.978.000 41.404.082.000 46,30% Kab. Kulon Progo 38.637.833.503 3.366.877.168 8,71%
84
38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50
Kab. Tanah Laut 40.865.357.397 3.854.002.099 9,43% Kota Banjarmasin 62.555.977.748 32.907.282.295 52,61% Kab. Balangan 11.469.088.525 1.157.532.742 10,10% Kota Balikpapan 103.651.100.898 49.170.013.694 47,44% Kab. Buol 5.059.347.784 861.469.122 17,03% Kab. Gowa 34.032.475.753 11.808.576.897 34,70% Kab. Sumba Barat 19.152.341.322 2.317.103.031 12,10% Kab. Merauke 57.329.286.947 4.345.883.750 7,58% Kab. Nabire 9.209.521.828 2.295.432.226 24,93% Kab. Kaur 5.645.533.973 761.727.418 13,50% Kab. Lampung Selatan 24.459.293.346 6.824.191.637 27,90% Kab. Semarang 70.860.484.000 15.895.418.000 22,43% Kota Tegal 62.259.147.000 9.131.410.000 14,67% Jumlah 2.563.429.100.244 681.696.998.047 1081,46% Rata-Rata 51.268.582.005 13.633.939.960 21,63% Sumber: Direktorat Jenderal Pajak Kementrian Keuangan Republik Indonesia (data diolah)
85
Lampiran 3
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37
Tabel 3 Persentase Kontribusi Pajak Daerah Terhadap Pendapatan Asli Daerah Kabupaten dan Kota di Indonesia Tahun 2008 (dalam rupiah) Realisasi Persentase Realisasi Pajak Kabupaten/Kota Pendapatan Asli Pajak Daerah Daerah Daerah dan PAD Kab. Aceh Tamiang 10.610.683.498 752.226.413 7,09% Kab. Palalawan 31.978.312.404 5.285.998.210 16,53% Kota Sukabumi 64.281.971.384 6.164.554.414 9,59% Kab. Banjarnegara 46.528.340.000 7.314.771.000 15,72% Kab. Banyumas 107.425.765.000 21.342.097.000 19,87% Kab. Batang 41.192.714.000 9.112.037.000 22,12% Kab. Blora 50.203.193.000 7.008.512.000 13,96% Kab. Boyolali 63.733.408.000 11.155.036.000 17,50% Kab. Brebes 71.896.767.000 14.630.524.000 20,35% Kab. Cilacap 102.780.342.000 41.103.678.000 39,99% Kab. Demak 43.817.065.000 9.959.585.000 22,73% Kab. Grobogan 59.922.461.000 9.161.707.000 15,29% Kab. Jepara 70.427.234.000 13.941,163.000 19,8% Kab. Karanganyar 64.470.676.000 21.874.872.000 33,93% Kab. Kebumen 58.599.425.000 10.983.958.000 18,74% Kab. Kendal 71.684.588.000 19.835.902.000 27,67% Kab. Klaten 49.549.622.000 18.026.871.000 36,38% Kab. Kudus 71.520.068.000 15.745.884.000 22,02% Kab. Magelang 81.203.386.000 25.207.008.000 31,04% Kab. Pati 80.677.766.000 12.569.740.000 15,58% Kab. Pekalongan 50.136.941.000 9.522.187.000 18,99% Kab. Pemalang 66.737.480.000 10.324.671.000 15,47% Kab. Purbalingga 63.795.293.000 9.574.697.000 15,01% Kab. Purworejo 51.174.861.000 6.402.461.000 12,51% Kab. Rembang 51.150.558.000 7.622.039.000 14,90% Kab. Sragen 65.561.026.000 11.958.348000 18,24% Kab. Sukoharjo 41.898.319.000 15.421.729.000 36,81% Kab. Tegal 59.370.632.000 13.210.710.000 22,25% Kab. Temanggung 37.773.970.000 5.819.500.000 15,41% Kab. Wonogori 54.129.295.000 8.055.007.000 14,88% Kab. Wonosobo 38.158.244.000 5.886.039.000 15,43% Kota Magelang 40.549.584.000 5.423.120.000 13,37% Kota Pekalongan 30.098.049.000 10.175.694.000 33,81% Kota Salatiga 45.149.902.000 7.995.573.000 17,71% Kota Semarang 267.914.251.000 143.460.195.000 53,55% Kota Surakarta 102.929.502.000 46.855.622.000 45,52% Kab. Kulon Progo 42.289.208.476 3.709.445.561 8,77%
86
38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49
Kab. Tanah Laut Kota Banjarmasin Kab. Balangan Kota Balikpapan Kab. Buol Kab. Gowa Kab. Sumba Barat Kab. Merauke Kab. Nabire Kab. Kaur Kab. Lampung Selatan Kab. Semarang
50
Kota Tegal Jumlah
43.389.899.652 64.994.118.732 20.268.034.560 117.630.283.228 15.872.736.758 32.225.614.759 17.756.797.912 70.452.703.474 12.300.407.230 5.801.627.760 25.097.694.386 82.942.881.000
3.993.293.577 37.150.861.882 1.054.949.255 65.199.182.741 1.415.907.554 8.516.681.556 2.523.132.858 4.727.469.710 1.509.662.411 908.161.367 8.008.259.082 17.943.901.000
9,20% 57,16% 5,21% 55,43% 8,92% 26,43% 14,21% 6,71% 12,27% 15,65% 31,91% 21,63%
69.567.244.000
10.694.367.000
15,37%
2.879.417.753.213
752.297.828.591
1918,61%
Rata-Rata 57.588.355.064 15.045.956.572 38,37% Sumber: Direktorat Jenderal Pajak Kementrian keuangan Republik Indonesia (data diolah)
87
Lampiran 4
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37
Tabel 4 Persentase Kontribusi Pajak Daerah Terhadap Pendapatan Asli Daerah Kabupaten dan Kota di Indonesia Tahun 2009 (dalam rupiah) Realisasi Persentase Realisasi Pajak Kabupaten/Kota Pendapatan Asli Pajak Daerah Daerah Daerah dan PAD Kab. Aceh Tamiang 10.080.171.998 2.258.313.237 22,40% Kab. Palalawan 29.980.587.977 3.752.761.999 12,52% Kota Sukabumi 66.190.680.359 6.596.175.722 9,97% Kab. Banjarnegara 60.636.815.000 8.161.471.000 13,46% Kab. Banyumas 120.520.362.000 23.497.798.000 19,5% Kab. Batang 44.643.602.000 9.102.024.000 20,39% Kab. Blora 49.696.651.000 8.116.957.000 16,33% Kab. Boyolali 73.985.148.000 12.896.540.000 17,43% Kab. Brebes 80.275.021.000 15.405.411.000 19,19% Kab. Cilacap 120.745.426.000 44.266.569.000 36,66% Kab. Demak 49.822.371.000 13.058.548.000 26,21% Kab. Grobogan 77.079.602.000 11.177.230.000 14,5% Kab. Jepara 71.958.111.000 16.024.843.000 22,27% Kab. Karanganyar 66.971.683.000 21.644.561.000 32,32% Kab. Kebumen 63.016.364.000 10.964.523.000 17,4% Kab. Kendal 76.805.714.000 19.575.799.000 25,49% Kab. Klaten 53.142.865.000 18.921.063.000 35,6% Kab. Kudus 83.045.781.000 19.592,884.000 23,59% Kab. Magelang 75.582.196.000 21.981.355.000 29,08% Kab. Pati 90.667.623.000 14.590.186.000 16,09% Kab. Pekalongan 58.468.320.000 10.193.310.000 17,43% Kab. Pemalang 81.819.334.000 11.782.513.000 14,4% Kab. Purbalingga 83.177.001.000 10.934.150.000 13,15% Kab. Purworejo 60.814.317.000 6.818.626.000 11,21% Kab. Rembang 56.887.895.000 9.859.879.000 17,33% Kab. Sragen 72.681.309.000 16.248.229.000 22,36% Kab. Sukoharjo 48.842.529.000 18.003.313.000 36,86% Kab. Tegal 70.551.139.000 14.045.893.000 19,91% Kab. Temanggung 47.363.939.000 6.194.994.000 13,08% Kab. Wonogori 49.946.258.000 8.669.381.000 17,36% Kab. Wonosobo 46.324.944.000 5.685.183.000 12,27% Kota Magelang 47.704.619.000 5.969.582.000 12,51% Kota Pekalongan 32.238.176.000 11.070.205.000 34,34% Kota Salatiga 52.053.155.000 8.243.033.000 15,84% Kota Semarang 306.112.423.000 154.505.287.000 50,47% Kota Surakarta 101.972.319.000 52.163.819.000 51,15% Kab. Kulon Progo 39.358.629.412 3.549.894.569 9,02%
88
38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49
Kab. Tanah Laut Kota Banjarmasin Kab. Balangan Kota Balikpapan Kab. Buol Kab. Gowa Kab. Sumba Barat Kab. Merauke Kab. Nabire Kab. Kaur Kab. Lampung Selatan Kab. Semarang
50
Kota Tegal
36.411.064.419 67.765.852.500 17.379.556.775 144.400.358.366 9.272.948.298 49.522.385.718 22.185.675.365 90.865.565.697 12.431.884.195 9.012.332.811 25.030.107.579 90.389.871.000
4.358.201.888 39.254.332.892 1.999.043.778 76.186.347.295 3.167.021.917 11.305.904.862 2.651.316.755 7.271,141.033 2.261.286.059 1.017.018.729 7.215.853.685 20.439.129.000
11,97% 57,93% 11,50% 52,76% 34,15% 22,93% 11,85% 8,00% 18,19% 11,29% 28,83% 22,61%
90.840.877.000
11.910.295.000
13,11%
Jumlah 3.236.849.190.469 817.695.172.387 1104,21% Rata-Rata 64.736.983.809 16.353.903.448 22,08% Sumber: Direktorat Jenderal Pajak Kenmentrian Keuangan Republik Indonesia (data diolah)
89
Lampiran 5
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37
Tabel 5 Persentase Kontribusi Pajak Daerah Terhadap Pendapatan Asli Daerah Kabupaten dan Kota di Indonesia Tahun 2010 (dalam rupiah) Realisasi Persentase Realisasi Pajak Kabupaten/Kota Pendapatan Asli Pajak Daerah Daerah Daerah dan PAD Kab. Aceh Tamiang 8.953.000.000 2.054.000.000 22,94% Kab. Palalawan 29.478.000.000 2.939.000.000 9,97% Kota Sukabumi 73.665.000.000 5.391.000.000 7,32% Kab. Banjarnegara 60.036.077.000 8.043.000.000 13,40% Kab. Banyumas 65.364.093.000 24.145.133.000 36,94% Kab. Batang 44.570.205.000 8.689.025.000 19,5% Kab. Blora 56.500.000.000 9.416.800.000 16,67% Kab. Boyolali 80.020.241.000 12.000.000.000 15% Kab. Brebes 70.466.896.000 14.576.008.000 20,68% Kab. Cilacap 126.058.245.000 42.000.890.000 33,32% Kab. Demak 54.560.293.000 12.763.401.000 23,39% Kab. Grobogan 56.175.738.000 11.111.100.000 19,78% Kab. Jepara 71.081.298.000 15.419.796.000 21,69% Kab. Karanganyar 73.976.841.000 21.661.741.000 29,28% Kab. Kebumen 67.981.056.000 11.307.500.000 16,63% Kab. Kendal 75.773.781.000 17.003.000.000 22,44% Kab. Klaten 71.371.000.000 20.900.000.000 29,28% Kab. Kudus 92.294.396.000 21.194.751.000 22,96% Kab. Magelang 78.651.454.000 21.722.490.000 27,62% Kab. Pati 92.113.750.000 16.268.000.000 17,66% Kab. Pekalongan 55.967.925.000 9.730.969.000 17,39% Kab. Pemalang 61.498.796.000 10.581.000.000 17,21% Kab. Purbalingga 68.143.472.000 10.532.546.000 15,46% Kab. Purworejo 60.989.102.000 7.957.500.000 13,05% Kab. Rembang 78.227.428.000 13.000.000.000 16,62% Kab. Sragen 69.398.245.000 12.877.549.000 18,56% Kab. Sukoharjo 60.373.433.000 21.695.599.000 35,94% Kab. Tegal 74.304.065.000 15.556.039.000 20,94% Kab. Temanggung 55.095.179.000 6.339.053.000 11,51% Kab. Wonogori 64.818.342.000 7.641.500.000 11,79% Kab. Wonosobo 60.647.867.000 5.470.000.000 9,02% Kota Magelang 50.085.652.000 5.963.318.000 11,91% Kota Pekalongan 38.185.621.000 10.640.800.000 27,87% Kota Salatiga 51.590.175.000 7.899.581.000 15,31% Kota Semarang 293.826.726.000 155.760.000.000 53,01% Kota Surakarta 120.183.277.000 53.512.500.000 44,53% Kab. Kulon Progo 32.991.000.000 3.158.000.000 9,57%
90
38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49
Kab. Tanah Laut Kota Banjarmasin Kab. Balangan Kota Balikpapan Kab. Buol Kab. Gowa Kab. Sumba Barat Kab. Merauke Kab. Nabire Kab. Kaur Kab. Lampung Selatan Kab. Semarang
50
Kota Tegal
42.061.000.000 57.007.000.000 16.160.000.000 104.650.000.000 8.302.000.000 31.920.000.000 15.197.000.000 53.695.000.000 11.393.000.000 4.450.000.000 17.971.000.000 97.181.797.000
2.492.000.000 28.244.000.000 644.000.000 64.467.000.000 634.000.000 6.376.000.000 1.364.000.000 5.892.000.000 1.662.000.000 627.000.000 4.279.000.000 20.200.409.000
5,93% 49,55% 3,99% 61,60% 7,64% 19,98% 8,98% 10,97% 14,59% 14,09% 23,81% 20,79%
79.132.956.000
11.089.340.000
14,01%
Jumlah 3.184.538.422.000 804.893.338.000 1016,63% Rata-Rata 63.690.768.440 16.085.866.760 20,33% Sumber: Direktorat Jenderal Pajak Kementrian Keuangan Republik Indonesia (data diolah)
91
Lampiran 6
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36
Tabel 6 Persentase Kontribusi Retribusi Daerah Terhadap Pendapatan Asli Daerah Kabupaten dan Kota di Indonesia Tahun 2006 (dalam rupiah) Persentase Realisasi Realisasi Retribusi Retribusi Kabupaten/Kota Pendapatan Asli Daerah Daerah dan Daerah PAD Kab. Aceh Tamiang 7.240.750.000 2.767.270.000 38,22% Kab. Palalawan 24.580.900.000 4.166.250.000 16,95% Kota Sukabumi 43.564.080.000 35.641.720.000 81,82% Kab. Banjarnegara 43.900.256.000 22.41.486.000 51,12% Kab. Banyumas 84.391.271.000 47.699.380.000 58,86% Kab. Batang 31.030.140.000 14.172.647.000 45,67% Kab. Blora 36.637.785.000 15.310.835.000 41,79% Kab. Boyolali 59.307.283.000 33.628.502.000 56,7% Kab. Brebes 47.995.353.000 18.045.183.000 37,6% Kab. Cilacap 78.895.457.000 30.514.283.000 38,68% Kab. Demak 33.811.888.000 15.948.778.000 47,17% Kab. Grobogan 41.921.570.000 22.457.920.000 53,57% Kab. Jepara 54.220.690.000 31.445.500.000 58,11% Kab. Karanganyar 46.052.120.000 13.820.694.000 30,01% Kab. Kebumen 92.533.197.000 17.233.437.000 18,62% Kab. Kendal 63.330.009.000 17.052.569.000 26,93% Kab. Klaten 33.920.000.000 10.300.165.000 30,37% Kab. Kudus 51.311.620.000 28.999.307.000 56,52% Kab. Magelang 62.226.400.000 19.048.761.000 52,24% Kab. Pati 66.128.698.000 36,053.735.000 54,52% Kab. Pekalongan 30.803.316.000 17.131.252.000 55,61% Kab. Pemalang 58.457.261.000 31.741.992.000 53,39% Kab. Purbalingga 47.694.606.000 28.073.681.000 58,86% Kab. Purworejo 32.813.869.000 21.188.639.000 64,5% Kab. Rembang 39.998.290.000 22.634.030.000 56,59% Kab. Sragen 52.019.760.000 29.636.223.000 56,97% Kab. Sukoharjo 44.008.081.000 12.923.749.000 29,37% Kab. Tegal 53.852.887.000 27.204.905.000 50,52% Kab. Temanggung 31.643.817.000 18.638.551.000 58,9% Kab. Wonogori 47.864.470.000 19.020.960.000 39,74% Kab. Wonosobo 30.618.482.000 16.840.552.000 55% Kota Magelang 36.533.677.000 19.084.761.000 52,24% Kota Pekalongan 13.937.105.000 4.777.858.000 34,28% Kota Salatiga 32.449.466.000 27.425.939.000 53,7% Kota Semarang 224.822.680.000 71.725.388.000 31,9% Kota Surakarta 78.585.750.000 31.738.908.000 40,39%
92
37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50
Kab. Kulon Progo 35.203.280.000 20.018.580.000 50,82% Kab. Tanah Laut 39.389.650.000 12.544.550.000 31,85% Kota Banjarmasin 45.572.940.000 10.189.270.000 22,36% Kab. Balangan 6.819.740.000 484.430.000 7,10% Kota Balikpapan 98.138.690.000 23.019.100.000 23,46% Kab. Buol 4.637.020.000 1.621.460.000 34,97% Kab. Gowa 35.703.520.000 16.437.040.000 46,04% Kab. Sumba Barat 17.029.420.000 5.654.730.000 33,21% Kab. Merauke 50.355.350.000 8.113.680.000 16,11% Kab. Nabire 8.570.570.000 2.092.510.000 24,42% Kab. Kaur 2.737.700.000 735.870.000 26,88% Kab. Lampung Selatan 19.101.370.000 5.999.770.000 31,41% Kab. Semarang 66.625.755.000 35.201.253.000 52,83% Kota Tegal 63.725.637.000 31.841.285.000 49,97% Jumlah 2.352.713.626.000 951.994.117.000 2138,86% Rata-Rata 47.054.272.520 19.039.882.340 42,78% Sumber: Direktorat Jenderal Pajak Kementtrian Keuangan Republik Indonesia (data diolah)
93
Lampiran 7
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36
Tabel 7 Persentase Kontribusi Retribusi Daerah Terhadap Pendapatan Asli Daerah Kabupaten dan Kota di Indonesia Tahun 2007 (dalam rupiah) Persentase Realisasi Realisasi Pajak Retribusi Kabupaten/Kota Pendapatan Asli Daerah Daerah dam Daerah PAD Kab. Aceh Tamiang 3.601.388.755 3.128.912.640 86,88% Kab. Palalawan 34.694.239.194 7.162.662.558 20,65% Kota Sukabumi 50.567.177.271 39.713.886.780 78,54% Kab. Banjarnegara 44.876.890.000 25.214.470.000 56,19% Kab. Banyumas 96.386.445.000 57.734.035.000 59,9% Kab. Batang 30.968.198.000 13.197.701.000 42,62% Kab. Blora 43.392.412.000 18.777.568.000 43,27% Kab. Boyolali 67.437.537.000 40.020.928.000 59,35% Kab. Brebes 64.365.360.000 29.818.187.000 46,33% Kab. Cilacap 82.143.538.000 33.752.365.000 41,09% Kab. Demak 34.892.079.000 16.750.097.000 48,01% Kab. Grobogan 53.458.621.000 28.111.728.000 52,59% Kab. Jepara 64.442.492.000 37.388.293.000 48,01% Kab. Karanganyar 56.923.919.000 15.799.304.000 27,76% Kab. Kebumen 54.260.879.000 18.826.029.000 34,7% Kab. Kendal 75.771.963.000 26.046.780.000 34,38% Kab. Klaten 42.545.342.000 9.814.834.000 23,07% Kab. Kudus 55.181.579.000 33.851.695.000 61,35% Kab. Magelang 70.074.706.000 27.668.383.000 39,48% Kab. Pati 69.152.362.000 41.219.951.000 59,61% Kab. Pekalongan 42.341.231.000 24.430.217.000 57,7% Kab. Pemalang 55.835.580.000 32.179.733.000 57,63% Kab. Purbalingga 52.727.439.000 31.322.828.000 59,41% Kab. Purworejo 48.237.524.000 29.737.466.000 61,65% Kab. Rembang 42.255.838.000 26.097.927.000 61,76% Kab. Sragen 65.257.983.000 37.682.507.000 57,74% Kab. Sukoharjo 42.449.899.000 12.299.331.000 28,97% Kab. Tegal 63.363.141.000 29.269.979.000 46,19% Kab. Temanggung 34.884.581.000 19.274.955.000 55,25% Kab. Wonogori 50.329.495.000 17.945.757.000 35,66% Kab. Wonosobo 36.582,594.000 13.472.882.000 36,83% Kota Magelang 35.814.774.000 21.525.877.000 60,1% Kota Pekalongan 25.745.975.000 6.281.874.000 24,4% Kota Salatiga 36.192.746.000 19.427.776.000 53,68% Kota Semarang 238.237.999.000 77.049.366.000 32,34% Kota Surakarta 89.430.978.000 33.359.234.000 37,3%
94
37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50
Kab. Kulon Progo Kab. Tanah Laut Kota Banjarmasin Kab. Balangan Kota Balikpapan Kab. Buol Kab. Gowa Kab. Sumba Barat Kab. Merauke Kab. Nabire Kab. Kaur Kab. Lampung Selatan Kab. Semarang Kota Tegal Jumlah
38.637.833.503 40.865.357.397 62.555.977.748 11.469.088.525 103.651.100.898 5.059.347.784 34.032.475.753 19.152.341.322 57.329.286.947 9.209.521.828 5.645.533.973 24.459.293.346 70.860.484.000 62.259.147.000 2.563.429.100.244
22.355.637.683 14.319.832.199 10.036.562.569 644.869.958 25.109.265.308 1.624.693.376 15.120.960.518 5.355.841.538 10.349.504.583 3.272.082.838 1.206.457.259 7.053.393.533 37.823.768.000 34.517.370.000 1.144.145.758.340
57,86% 35,04% 16,05% 5,62% 24,23% 32,11% 44,43% 27,97% 18,05% 35,53% 21,37% 28,84% 53,38% 55,44% 2168,26%
Rata-Rata 51.268.582.005 22.882.915.166 43,37% Sumber: Direktorat Jendral Pajak Kementrian Keuangan Republik Indonesia (data diolah)
95
Lampiran 8
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35
Tabel 8 Persentase Kontribusi Retribusi Daerah Terhadap Pendapatan Asli Daerah Kabupaten dan Kota di Indonesia Tahun 2008 (dalam rupiah) Persentase Realisasi Realisasi Retribusi Kabupaten/Kota Pendapatan Asli Retribusi Daerah Daerah dan Daerah PAD Kab. Aceh Tamiang 10.610.683.498 3.754.580.606 35,39% Kab. Palalawan 31.978.312.404 6.325.183.302 19,78% Kota Sukabumi 64.281.971.384 45.982.669.506 71,53% Kab. Banjarnegara 46.528.340.000 27.229.681.000 58,52% Kab. Banyumas 107.425.765.000 63.895.747.000 59,48% Kab. Batang 41.192.714.000 20.811.791.000 50,52% Kab. Blora 50,203.193.000 21.593.457.000 43,01% Kab. Boyolali 63.733.408.000 38.959.750.000 61,13% Kab. Brebes 71.896.767.000 26.719.502.000 37,16% Kab. Cilacap 102.780.342.000 40.019.749.000 38,94% Kab. Demak 43.817.065.000 19.901.731.000 45,42% Kab. Grobogan 59.922.461.000 29.910.218.000 49,91% Kab. Jepara 70.427.234.000 44.636.562.000 63,38% Kab. Karanganyar 64.470.676.000 19.198.334.000 29,78% Kab. Kebumen 58.599.425.000 26.653.036.000 45,48% Kab. Kendal 71.684.588.000 30.012.268.000 41,87% Kab. Klaten 49.549.622.000 10.463.290.000 21,12% Kab. Kudus 71.520.068.000 44.428.917.000 62,12% Kab. Magelang 81.203.386.000 33.623.363.000 41,41% Kab. Pati 80.677.766.000 50.983.553.000 63,19% Kab. Pekalongan 50.136.941.000 31.949.797.000 63,73% Kab. Pemalang 66.737.480.000 35.497.457.000 53,19% Kab. Purbalingga 63.795.293.000 37.427.113.000 58,67% Kab. Purworejo 51.174.861.000 34.466.897.000 67,35% Kab. Rembang 51.150.558.000 33.259.284.000 65,02% Kab. Sragen 65.561.026.000 37.083.969.000 56,56% Kab. Sukoharjo 41.898.319.000 13.704.969.000 32,71% Kab. Tegal 59.370.632.000 31.303.155.000 52,72% Kab. Temanggung 37.773.970.000 20.004.662.000 52,96% Kab. Wonogori 54.129.295.000 18.624.878.000 34,41% Kab. Wonosobo 38.158.244.000 14.198.228.000 37,21% Kota Magelang 40.549.584.000 24.786.008.000 61,13% Kota Pekalongan 30.098.049.000 7.638.403.000 25,38% Kota Salatiga 45.149.902.000 22.321.903.000 49,44% Kota Semarang 267.914.251.000 84.757.259.000 31,64%
96
36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49
Kota Surakarta Kab. Kulon Progo Kab. Tanah Laut Kota Banjarmasin Kab. Balangan Kota Balikpapan Kab. Buol Kab. Gowa Kab. Sumba Barat Kab. Merauke Kab. Nabire Kab. Kaur Kab. Lampung Selatan Kab. Semarang
50
Kota Tegal
102.929.502.000 42.289.208.476 43.389.899.652 64.994.118.732 20.268.034.560 117.630.283.228 15.872.736.758 32.225.614.759 17.756.797.912 70.452.703.474 12.300.407.230 5.801.627.760 25.097.694.386 82.942.881.000
39.325.241.000 26.704.708.326 22.235.989.219 12.315.715.332 735.093.425 26.260.782.382 1.446.749.009 15.755.509.464 6.568.010.965 13.381.194.509 6.685.701.432 1.534.651.340 7.464.891.929 42.499.509.000
38,21% 63,15% 51,25% 18,95% 3,63% 22,33% 9,12% 48,89% 36,99% 18,99% 54,35% 26,45% 29,74% 51,24%
69.567.244.000
40.043.851.000
57,56%
Jumlah 2.879.417.753.213 1.315.084.962.746 2161,59% Rata-Rata 57.588.355.064 26.301.699.255 43,23% Sumber: Direktorat Jenderal Pajak Kementrian Keuangan Republik Indonesia (data diolah)
97
Lampiran 9
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36
Tabel 9 Persentase Kontribusi Retribusi Daerah Terhadap Pendapatan Asli Daerah Kabupaten dan Kota di Indonesia Tahun 2009 (dalam rupiah) Persentase Realisasi Realisasi Retribusi Kabupaten/Kota Pendapatan Asli Retribusi Daerah Daerah dan Daerah PAD Kab. Aceh Tamiang 10.080.171.998 3.883.138.240 38,52% Kab. Palalawan 29.980.587.977 5.357.758.446 17,87% Kota Sukabumi 66.190.680.359 6.656.601.925 10,06% Kab. Banjarnegara 60.636.815.000 39.104.932.000 64,49% Kab. Banyumas 120.520.362.000 26.893.820.000 22,31% Kab. Batang 44.643.602.000 22.764.686.000 50,99% Kab. Blora 49.696.651.000 23.542.075.000 47,3% Kab. Boyolali 73.985.148.000 47.897.948.000 64,74% Kab. Brebes 80.275.021.000 39.384.120.000 49,06% Kab. Cilacap 120.745.426.000 51.795.024.000 42,9% Kab. Demak 49.822,371.000 25.353.014.000 50,89% Kab. Grobogan 77.079.602.000 46.188.968.000 59,92% Kab. Jepara 71.958.111.000 9.296.167.000 12,92% Kab. Karanganyar 66.971.683.000 11.672.772.000 17,43% Kab. Kebumen 63.016.364.000 32.552.500.000 51,66% Kab. Kendal 76.805.714.000 38.433.219.000 50,04% Kab. Klaten 53.142.865.000 11.039.457.000 20,77% Kab. Kudus 83.045.781.000 46.876.817.000 56,45% Kab. Magelang 75.582.196.000 33.411.799.000 44,21% Kab. Pati 90.667.623.000 55.228.144.000 60,91% Kab. Pekalongan 58.468.320.000 40.969.784.000 70,07% Kab. Pemalang 81.819.334.000 39.554.384.000 48,34% Kab. Purbalingga 83.177.001.000 53.214.418.000 53,98% Kab. Purworejo 60.814.317.000 9.491.484.000 15,61% Kab. Rembang 56.887.895.000 36.008.817.000 63,3% Kab. Sragen 72.681.309.000 13.971.701.000 19,22% Kab. Sukoharjo 48.842.529.000 20.143.186.000 41,24% Kab. Tegal 70.551.139.000 10.166.068.000 14,41% Kab. Temanggung 47.363.939.000 25.991.032.000 54,88% Kab. Wonogori 49.946.258.000 19.651.479.000 39,35% Kab. Wonosobo 46.324.944.000 29.401.617.000 63,47% Kota Magelang 47.704.619.000 4.489.924.000 9,41% Kota Pekalongan 32.238.176.000 8.373.086.000 25,97% Kota Salatiga 52.053.155.000 6.843.378.000 13,15% Kota Semarang 306.112.423.000 69.874.090.000 22,83% Kota Surakarta 101.972.319.000 37.783.489.000 37,05%
98
37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49
Kab. Kulon Progo Kab. Tanah Laut Kota Banjarmasin Kab. Balangan Kota Balikpapan Kab. Buol Kab. Gowa Kab. Sumba Barat Kab. Merauke Kab. Nabire Kab. Kaur Kab. Lampung Selatan Kab. Semarang
50
Kota Tegal
39.358.629.412 36.411.064.419 67.765.852.500 17.379.556.775 144.400.358.366 9.272.948.298 49.522.385.718 22.185.675.365 90.865.565.697 12.431.884.195 9.012.332.811 25.030.107.579 90.389.871.000
5.918.692.238 17.382.224.744 12.855.435.512 1.678.672.822 27.713.514.688 1.746.412.018 29.782.199.331 7.631.587.088 17.968.162.477 7.022.096.156 1.488.913.452 12.742.714.584 52.201.870.000
15,04% 47,74% 18,97% 9,66% 19,19% 18,83% 60,14% 34,40% 19,78% 56,49% 16,52% 50,91% 57,75%
90.840.877.000
9.419.115.000
10,37%
Jumlah 3.236.849.190.469 1.208.812.507.721 1668,19% Rata-Rata 64.736.983.809 24.176.250.154 33,36% Sumber: Direktorat Jenderal Pajak Kementrian Keuangan Republik Indonesia (data diolah)
99
Lampiran 10
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36
Tabel 10 Persentase Kontribusi Retribusi Daerah Terhadap Pendapatan Asli Daerah Kabupaten dan Kota di Indonesia Tahun 2010 (dalam rupiah) Persentase Realisasi Realisasi Retribusi Kabupaten/Kota Pendapatan Asli Retribusi Daerah Daerah dan Daerah PAD Kab. Aceh Tamiang 8.953.000.000 2.828.000.000 31,59 Kab. Palalawan 29.478.000.000 3.171.000.000 10,76 Kota Sukabumi 73.665.000.000 4.632.000.000 6,29 Kab. Banjarnegara 60.036.077.000 40.393.434.000 67,28 Kab. Banyumas 65.364.093.000 28.329.882.000 43,34 Kab. Batang 44.570.205.000 24.650.900.000 55,31 Kab. Blora 56.500.000.000 26.844.120.000 47,51 Kab. Boyolali 80.020.241.000 26.324.920.000 32,9 Kab. Brebes 70.466.896.000 42.468.125.000 60,27 Kab. Cilacap 126.058.245.000 37.652.500.000 29,87 Kab. Demak 54.560.293.000 30.777.527.000 56,41 Kab. Grobogan 56.175.738.000 37.143.327.000 66,12 Kab. Jepara 71.081.298.000 9.827.992.000 13,83 Kab. Karanganyar 73.976.841.000 13.555.793.000 18,32 Kab. Kebumen 67.981.056.000 36.274.734.000 53,36 Kab. Kendal 75.773.781.000 11.119.985.000 14,68 Kab. Klaten 71.371.000.000 13.990.000.000 19,6 Kab. Kudus 92.294.396.000 53.979.251.000 58,49 Kab. Magelang 78.651.454.000 34.683.636.000 44,1 Kab. Pati 92.113.750.000 19.857.948.000 21,56 Kab. Pekalongan 55.967.925.000 38,115.695.000 68,1 Kab. Pemalang 61.498.796.000 33.333.225.000 54,2 Kab. Purbalingga 68.143.472.000 42.625.360.000 62,55 Kab. Purworejo 60.989.102.000 13.222.830.000 21,68 Kab. Rembang 78.227.428.000 24.913.609.000 31,85 Kab. Sragen 69.398.245.000 13.777.350.000 18,32 Kab. Sukoharjo 60.373.433.000 28.468.557.000 47,15 Kab. Tegal 74.304.065.000 10.307.884.000 13,87 Kab. Temanggung 55.095.179.000 33.971.100.000 61,66 Kab. Wonogori 64.818.342.000 33.622.052.000 51,87 Kab. Wonosobo 60.647.867.000 40.362.421.000 66,55 Kota Magelang 50.085.652.000 7.300.400.000 14,58 Kota Pekalongan 38.185.621.000 13.119.424.000 34,36 Kota Salatiga 51.590.175.000 6.132.209.000 11,89 Kota Semarang 293.826.726.000 82.057.313.000 27,93 Kota Surakarta 120.183.277.000 46.903.995.000 39,03
100
37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49
Kab. Kulon Progo Kab. Tanah Laut Kota Banjarmasin Kab. Balangan Kota Balikpapan Kab. Buol Kab. Gowa Kab. Sumba Barat Kab. Merauke Kab. Nabire Kab. Kaur Kab. Lampung Selatan Kab. Semarang
50
Kota Tegal
32.991.000.000 42.061.000.000 57.007.000.000 16.160.000.000 104.650.000.000 8.302.000.000 31.920.000.000 15.197.000.000 53.695.000.000 11.393.000.000 4.450.000.000 17.971.000.000 97.181.797.000
5.555.000.000 21.657.000.000 12.697.000.000 1.625.000.000 20.887.000.000 1.552.000.000 20.063.000.000 6.683.000.000 12.401.000.000 3.785.000.000 796.000.000 7.470.000.000 58.552.684.000
16,84 51,49 22,27 10,06 19,96 18,69 62,85 43,98 23,10 33,22 17,89 41,57 60,25
79.132.956.000
10.964.448.000
13,86
Jumlah 3.184.538.422.000 1.113.310.935.000 1813,21% Rata-Rata 63.690.768.440 22.266.218.700 36,26% Sumber: Direktorat Jenderal Pajak Kementrian Keuangan Republik Indonesia (data diolah)
101
Lampiran Hasil Pengolahan Data SPSS Tabel Hasil Statistik Data Statistics Pajak Daerah
Retribusi
PAD
Daerah Valid
250
250
250
0
0
0
21,6149
40,8480
57414224999,70
,76739
1,11359
2518874018,266
17,6500
42,7600
53300743000,00
a
a
N Missing Mean Std. Error of Mean Median Mode
9,02
Std. Deviation
12,13348
Variance
147,221
Skewness
10,06
17,60741
2737700000
a
39826895183,704
310,021 1586181579973724700000,000
1,313
-,142
3,066
,154
,154
,154
1,328
-,944
15,173
,307
,307
,307
57,67
83,25
303374723000
Minimum
3,93
3,63
2737700000
Maximum
61,60
86,88
306112423000
5403,73
10212,00
14353556249926
25
13,8225
25,1400
36098253000,00
50
17,6500
42,7600
53300743000,00
75
26,3125
55,7550
70456251605,50
Std. Error of Skewness Kurtosis Std. Error of Kurtosis Range
Sum
Percentiles
a. Multiple modes exist. The smallest value is shown
102
Grafik Hasil Uji Normalitas (Grafik P-Plot)
Grafik Hasil Uji Normalitas Menggunakan Grafik Histogram
103
Tabel Hasil Uji Normalitas (Kolomogorov-Smirnov) One –Sample Kolomogorov-Smirnov Test One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Pajak Daerah N Normal Parameters
250
250
21,6149
40,8480
57414224999,70
12,13348
17,60741
39826895183,704
Absolute
,156
,097
,145
Positive
,156
,075
,145
Negative
-,088
-,097
-,090
2,464
1,528
2,300
,000
,019
,000
Std. Deviation
Most Extreme Differences
PAD
250 Mean
a,b
Retribusi Daerah
Kolmogorov-Smirnov Z Asymp. Sig. (2-tailed) a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data.
Tabel Hasil Uji Multikolinearitas Coefficients Model
Unstandardized Coefficients
a
Standardized
t
Sig.
Collinearity Statistics
Coefficients B
Std. Error
(Constant)
14902032652,336
7522066226,454
1 Pajak Daerah
1648972926,340
185495460,139
168178967,449
127827172,121
Retribusi Daerah
Beta
Tolerance 1,981
,049
,502
8,890
,000
,960
1,042
,074
1,316
,190
,960
1,042
a. Dependent Variable: PAD
Tabel Hasil Uji Autokorelasi b
Model Summary Model
1
R
,493
R Square
a
,243
Adjusted R
Std. Error of the
Square
Estimate ,237 34793609465,742
a. Predictors: (Constant), Retribusi Daerah, Pajak Daerah b. Dependent Variable: PAD
VIF
Durbin-Watson
1,895
104
Gambar Hasil Uji Heteroskedastisitas
Tabel Statistik Deskriptif Descriptive Statistics Mean PAD
Std. Deviation
N
57414224999,70
39826895183,704
250
Pajak Daerah
21,6149
12,13348
250
Retribusi Daerah
40,8480
17,60741
250
Tabel Tabel Korelasi Correlations PAD
Pajak Daerah
Retribusi Daerah
PAD Pearson Correlation
Pajak Daerah Retribusi Daerah
Sig. (1-tailed)
PAD
1,000
,487
-,026
,487
1,000
-,201
-,026
-,201
1,000
.
,000
,339
105
N
Pajak Daerah
,000
.
,001
Retribusi Daerah
,339
,001
.
PAD
250
250
250
Pajak Daerah
250
250
250
Retribusi Daerah
250
250
250
Tabel Tabel Variabel yang Dimasukkan Variables Entered/Removed Model
Variables Entered
a
Variables
Method
Removed 1
Retribusi Daerah, Pajak Daerah
b
. Enter
a. Dependent Variable: PAD b. All requested variables entered.
Tabel Tabel Summary Model b
Model Summary
Model
R
R Square
Adjusted R
Std. Error of the
Square
Estimate
Change Statistics R Square
F Change
df1
df2
Sig. F Change
Change 1
,493
a
,243
,237
34793609465,742
,243
39,626
2
247
,000
a. Predictors: (Constant), Retribusi Daerah, Pajak Daerah b. Dependent Variable: PAD
Tabel Tabel Anova a
ANOVA Model
Sum of Squares Regression
1
Df
Mean Square
95942184278775720000000,000
2
47971092139387860000000,000
Residual
299017029134681470000000,000
247
1210595259654580700000,000
Total
394959213413457200000000,000
249
a. Dependent Variable: PAD b. Predictors: (Constant), Retribusi Daerah, Pajak Daerah
F 39,626
Sig. ,000
b
106
Tabel Tabel Koefisien Coefficients Model
a
Unstandardized Coefficients
Standardized
t
Sig.
Coefficients
(Constant) 1
B
Std. Error
14902032652,336
7522066226,454
1648972926,340
185495460,139
168178967,449
127827172,121
Pajak Daerah Retribusi Daerah
Beta 1,981
,049
,502
8,890
,000
,074
1,316
,190
a. Dependent Variable: PAD
Tabel Hasil Uji Koefisien Determinasi b
Model Summary Model
R
R Square
Adjusted R
Std. Error of the Estimate
Square 1
,493
a
,243
,237
34793609465,742
a. Predictors: (Constant), Retribusi Daerah, Pajak Daerah b. Dependent Variable: PAD
Tabel Hasil Uji F a
ANOVA Model
Sum of Squares Regression
1
Df
Mean Square
F
95942184278775720000000,000
2
47971092139387860000000,000
Residual
299017029134681470000000,000
247
1210595259654580700000,000
Total
394959213413457200000000,000
249
Sig.
39,626
a. Dependent Variable: PAD b. Predictors: (Constant), Retribusi Daerah, Pajak Daerah
Tabel Hasil Uji t Coefficients Model
a
Unstandardized Coefficients
Standardized
t
Sig.
Coefficients B
1
Std. Error
(Constant)
14902032652,336 7522066226,454
Pajak Daerah
1648972926,340
185495460,139
168178967,449
127827172,121
Retribusi Daerah a. Dependent Variable: PAD
Beta 1,981
,049
,502
8,890
,000
,074
1,316
,190
,000
b