Kontribusi Effort, Self-efficacy, dan Reflection terhadap Self-Regulated Learning Atlet Putra Sepakbola Timnas Indonesia U19 Fridondy Prawira Dilaga dan Sri Hartati D. Reksodiputro Suradijono Fakultas Psikologi, Universitas Indonesia, Kampus Baru UI, Depok, 16242, Indonesia Email:
[email protected]
Abstrak Penelitian ini membahas tentang Self-Regulated Learning pada atlet putra sepakbola. Penelitian ini dilakukan pada atlet putra sepakbola timnas Indonesia U19. Penelitian ini diikuti oleh partisipan yang berjumlah 30 pemain terbaik yang tergabung dalam timnas sepakbola putra Indonesia U19. Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan kuantitatif yaitu dengan meminta kesediaan partisipan untuk mengisi kuisioner self-regulated scale. Pengukuran self-regulated learning dilakukan secara kuantitatif menggunakan alat ukur The Self Regulation Scale (The SRS) dari Toering, T. T., Elferink-Gemser, M. T., Jordet, G., & Visscher, C. (2009) yang telah diadaptasi ke dalam bahasa Indonesia. Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan gambaran Self-Regulated Learning pada atlet putra sepakbola timnas Indonesia U19. Dari hasil analisis penelitian, dari 30 pemain, 16 diantaranya memiliki skor self-regulated learning di atas rata-rata keseluruhan pemain. Kemudian apabila dilihat berdasarkan aspek yang ada pada alat ukur SRS, diketahui bahwa partisipan memiliki skor rata-rata tertinggi pada aspek effort dan skor rata-rata terendah pada aspek reflection. Kata Kunci: Self-Regulated Learning, Atlet Sepakbola Pria, Timnas Sepakbola Indonesia U-19
Contribution of effort, self-efficacy dan reflection in Self-regulated learning among Indonesia National Team U19 Football Player Abstract This research discusses about the Self-regulated learning among football athletes. This participants in this research are the best natioanal team player under 19 years old (U19). This research followed by 30 players who joined in Indonesia U19 football team. This research used quantitative methods, which asked the participants to fill out the SRS questionnaire. The SRS questionnaire by Toering, TT, Elferink-Gemser, MT, Jordet, G., & Visscher, C. (2009) was used to measure the self-regulated learning variable among the participants has been adapted into bahasa Indonesia. Based on analysis of the research, found that of the 30 players, 16 of whom have self-regulated learning score above average overall player. Based on the existing aspects of the SRS measurement tool, the maximu score belongs to effort aspect and the minimum score was on the reflection aspect. Keyword: Self-Regulated Learning, Male football athlete, Indonesia National Football Team U19
Kontribusi effort…, Fridondy Prawira Dilaga, FPsi UI, 2014
Pendahuluan Olahraga sepakbola adalah salah satu cabang olahraga yang paling populer di dunia. Selama beberapa dekade terakhir, sepakbola telah menjadi salah satu olahraga populer yang baru-baru ini telah tumbuh menjadi pasar bisnis (Hoffmann, Ging, & Ramasamy, 2002). Selama beberapa dekade terakhir, sepakbola telah menjadi salah satu olahraga populer yang baru-baru ini telah tumbuh menjadi pasar bisnis (Hoffmann, Ging, & Ramasamy, 2002). Prestasi sepakbola Indonesia belum mampu berbicara banyak di kancah internasional. Selain masalah sumber daya manusia, permasalahan baik internal atau eksternal dalam persepakbolaan Indonesia silih berganti membuat potensi negara untuk menjadi yang terbaik tidak mampu dicapai. Kebangkitan persepakbolaan Indonesia sedang dirintis timnas U-19. Setelah menjuarai turnamen antar negara di Asia Tenggara, tahun ini mereka akan berjuang di Piala Asia U-19. Berdasarkan pengamatan peneliti, melihat prestasi timnas sepakbola Indonesia U-19 ini yang sedang dalam performa bagus, sepertinya perlu ditelaah lebih jauh tentang faktor apa saja dibalik kesuksesan timnas U19 saat ini. Pertanyaan yang akan mungkin muncul adalah faktor apa saja yang mempengaruhi prestasi pemain timnas U-19 sekarang di usia mereka yang masih tergolong muda ? Hal itu sepertinya perlu dipertahankan karena pembinaan atlet usia muda khususnya atlet-atlet yang sudah berprestasi di usia sekarang adalah salah satu solusi agar tim sepakbola Indonesia menjadi disegani baik di Asia Tenggara hingga dunia untuk sekarang ataupun untuk beberapa tahun ke depan. Salah satu komponen tim di balik kesuksesan timnas sepakbola putra Indonesia U19 sejauh ini diyakini karena adanya pelatih mental atau pelatih yang bertugas mengawasi mental psikologis pemain. (http://gunturutomo.com/2014/04/mereka-di-balik-sukses-indra-sjafri-dantimnas-u-19-bagian-i/). Jabatan yang mungkin tidak lazim di kancah sepakbola Indonesia ini ternyata menjadi komponen penting dibalik kesuksesan tim. Guntur Cahyo Utomo, lulusan S2 Psikologi UGM ini direkrut oleh pelatih timnas U19 yang bernama Indra Sjafri karena menurutnya pelatih mental sangat dibutuhkan oleh sebuah tim. Indra Sjafri berujar bahwa pelatih mental dalam sepakbola sangat diperlukan karena dalam sepakbola diperlukan memenuhi ketiga aspek yaitu teknik, fisik, dan mental. Oleh karena itu saya merekrut Guntur. Salah satu alasan Indra Sjafri itu mungkin dikarenakan ungkapkan Brown (2001) yang
Kontribusi effort…, Fridondy Prawira Dilaga, FPsi UI, 2014
mengucapkan bahwa atlet yang berhasil adalah mereka yang memiliki kualifikasi terbaik, tidak hanya dari aspek fisik tetapi juga psikis. Gould dan Dieffenbach (2002) juga pernah melakukan studi terhadap 10 atlet Amerika peraih medali emas Olimpiade untuk membuktikan karakteristik psikologis yang dimiliki atlet berpengaruh terhadap pencapaian prestasi si atlet tersebut. Dengan dasar itu, mengkaji prestasi atlet dari perspektif psikologis memiliki argumentasi yang kuat untuk saya teliti lebih lanjut lagi dalam skripsi ini. Dalam studi ini, saya akan membahas lebih jauh di faktor psikologis. Fokus terhadap faktor psikologis bukan tanpa alasan. Gunarsa (1990) mengemukakan bahwa penampilan atlet dalam permainan atau pertandingan tidak dapat dilepaskan dari tingkah laku dan aspek psikis yang mendasarinya. Kondisi fisik yang mumpuni dan ketrampilan yang tinggi tidak cukup menjamin performa yang gemilang karena harus ada yang mengemudikan dan mengarahkan sehingga penampilannya merupakan perpaduan antara berbagai faktor, dimana faktor psikis acapkali menjadi penentu dan berperan lebih besar. Atlet yang mempunyai kondisi fisik yang bagus dan prima belum tentu menghasilkan prestasi yang gemilang kalau tidak didukung oleh mental ataupun kondisi psikis yang baik (Gunarsa dkk, 1990). Pertanyaan yang kemudian muncul adalah faktor psikologis apa yang efektif dalam menunjang performan dan prestasi atlet timnas sepakbola U-19 ? Berkaitan dengan prestasi sepakbola timnas U19 yang setahun kebelakang ini sangat membanggakan, peneliti ingin menelaah lebih jauh faktor psikologis apa yang mempengaruhi performa dan prestasi mereka. Oleh karena itu, peneliti memutuskan untuk meneliti salah satu term psikologis, self-regulated learning karena dianggap mampu membantu individu belajar lebih efektif dan menerima banyak perhatian dalam penelitian tentang prestasi (Zimmerman, 2008). Pembelajaran yang efektif dapat menjelaskan perbedaan tingkat performa di kalangan pesepakbola. Self-regulated learning adalah bentuk self-regulasi dalam konteks belajar. Peneliti akan bahas terlebih dahulu perihal self-regulation. Self-Regulation adalah kemampuan individu untuk mengontrol pikiran dan tindakannya untuk mencapai tujuan pribadi dan respon terhadap faktor lingkungan (Zimmerman, 2008). Individu mengatur diri sendiri secara efektif untuk menyelesaikan tugas (misalnya, apa yang dibutuhkan dari saya dalam melakukan ini ?), menolak hal yang dapat menggangunya (distraksi), dan tidak mudah menyerah ketika tugas sulit dan dalam menangani tantangan dengan tepat, adaptif, dan fleksibel. Dengan mengontrol semuanya itu, individu dapat memegang penuh kendali atas dirinya sendiri dalam segala kondisi. Secara
Kontribusi effort…, Fridondy Prawira Dilaga, FPsi UI, 2014
fungsional psikologis, memungkinkan individu untuk beradaptasi dengan lingkungan sosial dan fisik (Schmeichel & Baumeister, 2004) sesuai dengan yang mereka inginkan. SelfRegulation telah dipelajari oleh beberapa ahli dan ditemukan berkorelasi positif dengan pencapaian di berbagai aspek seperti musik, olahraga, dan akademis (Cleary & Zimmerman, 2001). Self-Regulation dideskripsikan oleh Zimmerman (2006) adalah sejauh mana individu dalam proses pembelajaran mereka dapat menerapkan metakognitif, motivasional, dan secara perilaku bersikap proaktif. Hal itu berarti individu dapat mengetahui bagaimana mencapai tujuannya, mereka termotivasi, dan mereka berusaha untuk mencapai tujuan mereka. Proses Self-Regulatory tidak akan memproduksi tingkat keahlian yang tinggi sesegera mungkin, tetapi membantu individu memperoleh pengetahuan dan kemampuan mereka lebih efektif (Zimmerman, 2006). Pembelajar yang sukses mampu memilih strategi regulasi yang tepat ketika mereka merasa adanya kekurangan keterampilan yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan (Ertmer & Newby, 1996). Pada skripsi ini, penulis akan fokus membahas Self-Regulation dengan kaitannya dalam belajar atau disebut juga Self-Regulated Learning (SRL). Self-regulation dianggap sebagai salah satu kunci unsur keberhasilan dalam belajar (Zimmerman, 2002). SRL yang merupakan fokus khusus dari self-regulation secara umum meliputi metakognisi, motivasi, dan belajar menerapkan strategi dalam bertindak (Winne & Perry, 2000). Metakognisi adalah kesadaran, dan pengetahuan tentang, sendiri berpikir dan terdiri dari perencanaan, pemantauan diri, evaluasi, dan refleksi (Ertmer & Newby, 1996). Motivasi mengacu dengan sejauh mana peserta didik adalah self-efficiously, mandiri, dan secara intrinsik terdorong untuk mencapai mereka tujuan dan terdiri dari usaha dan self-efficacy (Hong & O'Neil Jr, 2001). Dalam penelitian ini, peneliti ingin melihat kontribusi ketiga aspek pendukung terhadap self-regulated learning pada atlet timnas Sepakbola U19. Disarankan untuk individu yang ingin meregulasi diri dengan baik harus: a. Merencanakan bagaimana pendekatan tindakan terhadap tugas mereka (Planning) ; b. Memantau perbaikan mereka selama kinerja tugas (Self-Monitoring) ; c. Mengevaluasi proses dan hasil setelah pelaksanaan rencana mereka (Evaluation) ; d. Selama ketiga siklus tersebut, refleksikan proses pembelajaran yang berarti menggunakan pengetahuan mereka menjadi tindakan dan meningkatkan jumlah strategi yang kemungkinan dapat mereka gunakan untuk melakukan tugas-tugas di masa mendatang (Ertmer & Newby. 1996) ; e. Melakukan keempat hal di atas merupakan
Kontribusi effort…, Fridondy Prawira Dilaga, FPsi UI, 2014
serangkaian effort yang jika dilakukan maksimal akan menghasil self-regulated learning yang baik juga. Untuk memaksimalkan performa, effort yang maksimal perlu dilakukan (Ericksson, Krampe, & Tesch-Romer, 1993). Pada penelitian kali ini, peneliti menggunakan alat ukur Toering dkk (2011) yang alat ukurnya dinamakan The Self-Regulation Scale (SRS). The SRS terdiri dari 6 aspek yaitu planning, self-monitoring, evaluation, reflection, effort, dan self-efficacy. Penelitian ini akan melibatkan subyek atlet remaja yang sudah memiliki pengalaman bertanding yang banyak yaitu punggawa timnas Indonesia di bawah usia 19 tahun. Mereka yang tergabung dalam timnas U19 adalah pemain-pemain yang telah diseleksi dengan serangkaian tes yang membuat mereka dapat disebut sebagai pemain terbaik yang terpilih untuk membela negara Indonesia dalam meraih kejayaan di dunia sepakbola. Latihan yang keras, target yang tingi akan membuat tingkat sasaran yang ia tetapkan akan lebih menantang dan umpan balik yang mereka terima akan lebih banyak dan lebih spesifik. Keterlibatan dalam olahraga kompetitif dapat membiasakan atlet dengan nilai penetapan tujuan dan membantu mereka mengidentifikasi kekuatan kelemahan mereka dengan cara umpan balik sehingga membantu mereka belajar untuk mengatur diri sendiri (Boekaerts & Corno, 2005). Mengapa peneliti menentukan sampel penelitian ini pemain timnas U19 ? Dengan status mereka yang merupakan pemain tim nasional, hal tersebut menandakan mereka adalah pilihan terbaik pelatih timnas Indonesia. Hal itu membuat para pemain dituntut untuk menjaga konsistensi performa mereka di lapangan karena selain harus berkompetisi dengan negara lain, para pemain ini juga harus berkompetisi dengan rekannya sendiri di timnas agar dapat dipilih pelatih untuk menjadi pilihan utama di tim nasional. Konsistensi penampilan mereka dibutuhkan agar dapat menjaga konsistensi prestasi tim nasional Indonesia U19 ke depannya. Menurut peneliti penting untuk meneliti gambaran Self-Regulated Learning pada remaja khususnya pemain timnas U19 yang terdiri dari pemain yang tergolong remaja yaitu 12-21 tahun. Monks,dkk (2002) menyatakan bahwa rentang usia remaja berlangsung antara 12-21 tahun. Selama masa remaja, tuntutan terhadap kemandirian sangat besar dan jika tidak direspon dengan baik bisa menimbulkan dampak yang tidak menguntungkan bagi perkembangan psikologis remaja di masa mendatang. Diharapkan dengan penelitian ini, pelatih dan pemain dapat mengetahui betapa pentingnya self-regulated learning untuk pemain U-19 agar jika ada individu yang ternyata masih kurang dalam hal SRL tersebut masih bisa diperbaiki agar tidak berdampak negatif terhadap performanya di lapangan. Pada penelitian
Kontribusi effort…, Fridondy Prawira Dilaga, FPsi UI, 2014
kali ini, peneliti menggunakan alat ukur Toering dkk yang alat ukurnya dinamakan The SelfRegulation Scale
(SRS). The SRS yang pernyataannya berbentuk bahasa Inggris telah
diadaptasi ke bahasa Indonesia untuk menyesuaikan dengan karakteristik partisipan supaya lebih mudah dimengerti juga. Tinjauan Teoritis Self-Regulated Learning Regulasi diri dianggap telah mewakili tingkatan tertinggi dari aktivitas metakognitif (Borkowski, 1996). Sejak Flavell (1976) mengkonsepkan metakognisi, banyak penelitian telah dikhususkan untuk memahami bagaimana individu memeroleh dan memproses informasi. Metakognisi adalah kemampuan individu untuk berpikir tentang pikirannya sendiri saat melakukan tugas. Contohnya adalah kegiatan metakognitif mencakup self-monitoring (pemantauan), planning (perencanaan) dan rehearsing atau mengingat kembali (Zimmerman & Martinez-Pons, 1988). Salah satu bentuk regulasi diri individu, yaitu Self-Regulated Learning adalah sebuah konsep tentang bagaimana individu menjadi regulator atau pengatur bagi dirinya sendiri dalam belajar (Zimmerman, 1988). Proses self-regulation seharusnya membawa efek yang positif bagi individu karena proses ini diyakini membantu individu memperoleh pengetahuan dan keterampilan secara efektif (Zimmerman, 2006). Self-Regulation dalam konteks belajar merujuk pada proses self-directed yang memberikan kesempatan kepada individu untuk mengubah kemampuan mental mereka menjadi keterampilan dalam berperforma atau kinerja (Zimmerman, 2008). Pembelajar SelfRegulated dianggap sebagai individu yang proaktif terhadap tugas belajar mereka, yang berarti mereka menunjukkan inisiatif pribadi, ketekunan, dan keterampilan adaptif yang berasal dari strategi metakognitif yang menguntungkan dan keyakinan motivasi (Zimmerman, 2008). Oleh karena itu, penting untuk atlet dapat meregulasi dirinya karena atlet yang mampu meregulasi diri lebih baik akan lebih mampu meraih status elit dan prestasi yang lebih baik dibandingkan yang lain (Anshel & Porter, 1996). Self regulation adalah suatu pembelajaran dimana individu mengatur dirinya sendiri. Pengaturan yang meliputi proses berpikir dan akan dimunculkan menjadi suatu perilaku yang terarah dan teratur (Ormrod, 2010) adalah salah satu bentuk pembelajaran yang termasuk
Kontribusi effort…, Fridondy Prawira Dilaga, FPsi UI, 2014
didalamnya. Elvina (2008) menjelaskan self regulation merupakan cara belajar individu aktif secara individu untuk mencapai tujuan akademik, dengan cara mengontrol perilaku, memotivasi diri sendiri dan menggunakan proses berpikir dalam dirinya. Self regulation yang diterapkan dalam self regulated learning, mengharuskan individu fokus pada proses pengaturan diri guna memperoleh kemampuan yang ingin dia miliki. Menurut Zimmerman (1989), self regulated learning terdiri atas pembelajaran akademis, yaitu kognisi, motivasi, dan perilaku. Sesuai aspek diatas, Wolters (2003) menjelaskan secara detail penerapan tiga strategi dalam setiap aspek self regulated learning sebagai berikut. Pertama, strategi untuk mengontrol atau meregulasi kognisi meliputi macam-macam aktivitas kognitif dan metakognitif yang mengharuskan individu terlibat untuk mengadaptasi dan mengubah kognisinya. Strategi pengulangan (rehearsal), elaborasi (elaboration), dan organisasi (organization) dapat digunakan individu untuk mengontrol kognisi dan belajarnya. Kedua, strategi untuk meregulasi motivasi melibatkan aktivitas yang penuh tujuan dalam memulai, mengatur atau menambah kemauan untuk memulai, mempersiapkan tugas berikutnya, atau menyelesaikan aktivitas tertentu atau sesuai tujuan. Ketiga, strategi untuk meregulasi perilaku merupakan usaha individu untuk mengontrol sendiri perilaku yang nampak. Sesuai dengan penjelasan Bandura (dalam Zimmerman, 1989), bahwa perilaku adalah aspek dari pribadi (person), walaupun bukan “self” internal yang direpresentasikan oleh kognisi, motivasi, dan afeksi. Meskipun begitu, individu dapat melakukan observasi, memonitor, dan berusaha mengontrol dan meregulasinya seperti pada umumnya aktivitas tersebut dapat dianggap sebagai self-regulatory bagi individu. Regulasi perilaku meliputi regulasi usaha (effort regulation), waktu dan lingkungan (time/study environment, dan pencarian bantuan (helpseeking). Terdapat tiga fase utama dalam siklus SRL yang biasa disebut SRL Cycle (Schunk and Zimmerman, 1998). Ketiga fase ini saling berkaitan satu sama lain untuk menghasilkan kemampuan self-regulated learning yang baik pada seseorang. Ketiga fase itu adalah planning,
monitoring,
dan
evaluating.
Fase disamping menunjukkan diantara ketiga fase itu ada satu hal penting yaitu reflection. Faktanya, proses yang terlibat dalam siklus ini perlu dilatih berkali-kali. Ketika Anda sudah mampu menguasai proses itu, di lain kesempatan Anda akan membutuhkan waktu yang lebih sedikit untuk melakukan proses tersebut dan kemampuan Anda untuk memahami dan
Kontribusi effort…, Fridondy Prawira Dilaga, FPsi UI, 2014
mengingat informasi saat belajar akan membuat Anda terkejut karena membaik seiringnya waktu dan latihan. Ketiga siklus itu adalah :
1. Fase Planning Fase Planning atau perencanaan. Dalam fase ini, diharapkan individu melakukan beberapa hal dalam belajar, yaitu : a. Menganalisis tugas belajar b. Menetapkan tujuan belajar (pastikan tujuan yang ditetapkan sudah jelas) 2. Rencanakan strategi belajar (mempertimbangkan berbagai cara untuk menyelesaikan tugas belajar) Fase Monitoring Dalam fase ini, diharapkan individu menerapkan rencana dari fase satu sambil memantau diri Anda untuk memastikan Anda membuat kemajuan menuju tujuan belajar Anda. Selama fase ini, Anda harus mengajukan pertanyaan pada diri sendiri, seperti : a. Apakah saya telah menggunakan strategi yang sesuai dengan rencana saya ? b. Apakah saya kembali ke kebiasaan lama saya ? c. Apakah saya masih tetap fokus ? d. Apakah strategi yang ada membuat saya mencapai tujuan belajar atau saya perlu menyesuaikan strategi baru ? 3. Fase Evaluating Selama fase evaluasi, Anda menentukan seberapa baik strategi yang Anda pilih saat mengerjakan tugas. Pertimbangkan isu-isu seperti : a. Apa yang saya pikirkan dan rasakan tentang strategi tertentu ? Apakah saya menggunakannya dengan baik ? b. Seberapa baik strategi yang saya gunakan dan pembelajaran apa yang saya dapatkan ?
Kontribusi effort…, Fridondy Prawira Dilaga, FPsi UI, 2014
c. Apakah strategi yang saya gunakan cocok dengan tipe tugas yang saya hadapi ? Untuk mendukung ketiga proses tersebut, dibutuhkan komponen lain yang untuk menyempurnakan cycle sehingga dapat membentuk self-regulated learning yang baik, yaitu reflection, self-efficacy, dan effort. 4. Reflection Refleksi bukanlah fase keempat atau terpisah di siklus SRL. Refleksi berlangsung sepanjang siklus SRL. Ertmer dan Newby (1996) menyatakan refleksi yang menyediakan
hubungan antara apa yang peserta didik tahu tentang belajar
(pengetahuan metakognitif) dan apa yang mereka lakukan tentang belajar (selfregulation). Mereka juga menyarankan bahwa kita memahami refleksi sebagai strategi atau keterampilan yang beroperasi pada strategi lain. Reflection adalah proses kunci dari expert learning yang menafsirkan pengetahuan menjadi tindakan, membuat pengetahuan tersebut berubah menjadi aktivitas spesifik (Ertmer & Newby, 1996). Self-questioning memfasilitasi proses reflektif. Membaca kembali contoh pertanyaan yang disebutkan dalam deskripsi fase SRL di atas ini adalah contoh yang baik dari apa yang Ertmer dan Newby (1996) sebut reflection-in-action. 5. Effort Skala yang mengukur kesediaan responden untuk menerapkan dirinya sendiri untuk mencapai tujuan yang ditetapkan. Ketika individu membuat rencana tentang tujuannya, diharapkan individu tersebut berusaha dengan giat untuk mencapai tujuan yang ia ingin capai. Effort atau usaha diidentifikasikan sebagai komponen dari motivasi (Hong & O’Neil, 2001). Untuk memaksimalkan performa, effort yang maksimal perlu dilakukan (Ericksson, Krampe, & Tesch-Romer, 1993). Self-regulated learners menampilkan effort yang luar biasa dan ketahanan saat belajar (Zimmerman, 1990). 6. Self-Efficacy Dalam Teori sosial kognitif, self-efficacy diyakini sebagai variabel kunci yang mempengaruhi self-regulated learning (Bandura, 1997). Untuk meyakini hal tersebut,
Kontribusi effort…, Fridondy Prawira Dilaga, FPsi UI, 2014
persepsi individu akan self-efficacy-nya ditemukan berkorelasi dengan dua aspek penting, yaitu penggunaan self-regulated learning individu dan self-monitoring. Individu dengan self-efficacy tinggi memiliki kualitas strategi yang lebih baik (Kurtz & Borkowski, 1984) dan lebih sering memantau diri akan hasil pembelajarannya (Diener & Dweck, 1978) dibanding individu yang dengan self-efficacy rendah. Self-efficacy
adalah
keyakinan
bahwa
seseorang
mampu
berhasil
melaksanakan perilaku yang diperlukan untuk mencapai tujuan tertentu (Bandura, 1997). Dengan demikian, effort dan self-efficacy adalah variabel motivasi yang termasuk dalam pengaturan diri dalam model pembelajaran. Self regulated learning didasari oleh asumsi teori triardik resiprokal. Secara umum, SelfRegulation adalah proses mengarahkan diri dimana satu set kognisi belajar, perilaku, dan tanggapan emosional digunakan untuk mencapai tujuan yang berharga dan akurat dalam suatu lingkungan yang terkontrol oleh diri si individu tersebut. Menurut teori yang diungkapkan Bandura (1997), perilaku terjadi karena ada tiga determinan yang saling berkaitan yakni diri (self), perilaku (behavior), dan lingkungan (environment) yang disebut sebagai teori social cognitive. Oleh karena itu, individu mampu meregulasi lingkungan, melakukan tindakan atau berperilaku. Setiap ketiga faktor tersebut berkerja bersamaan untuk pencapaian tujuan, namun masing-masing masih memiliki tingkat pengaruh yang berbeda-beda tergantung pada sifat situasi dan orang yang berbeda pula. Menurut para ahli sosial kognitif, self-regulated learning tidak hanya ditentukan oleh proses personal, tetapi juga lingkungan dan perilaku. Berkaitan dengan hal ini maka faktor-faktor yang mempengaruhi self regulated learning berasal dari tiga determinan ini. Zimerman menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi self regulated learning adalah faktor personal, perilaku, dan lingkungan (Zimmerman, 1986). Metode Penelitian Metode penelitian ini tergolong one-shot study karena pengambilan data dalam penelitian hanya dilakukan sekali dan dalam penelitian ini peneliti tidak ingin melihat perubahan jangka panjang yang terjadi pada partisipan penelitian terkait dengan variabel yang akan penulis ukur sehingga model yang digunakan adalah one-shot study (Kumar, 2005).
Kontribusi effort…, Fridondy Prawira Dilaga, FPsi UI, 2014
Peneliti pada kali ini tidak melakukan uji coba alat ukur karena populasi yang atlet sepakbola timnas U19 hanya berjumlah 30 orang sehingga peneliti menggunakan kuisioner alat ukur dengan status tryout terpakai. Peneliti akan mengumpulkan semua partisipan yang hanya 30 orang dan akan langsung diberikan kuisioner untuk dikerjakan tanpa ada batas waktu. Dalam pengukuran tersebut, terdapat 50 item yang terbagi dalam setiap aspek, yaitu perencanaan (planning) 9 item, pengawasan diri (self-monitoring) 8 item, usaha (effort) 10 item, Self Efficacy 10 item. Keempat aspek tersebut diitung dengan skoring skala likert dari 14 yang menggambarkan respon 1 (Hampir tidak pernah) dan respon 4 (Hampir selalu). Dua aspek lain yaitu evaluasi (evaluation) terdiri dari 8 item dengan skala likert 1-5 yang menggambarkan respon 1 (tidak pernah) dan respon 5 (selalu). Aspek refleksi (reflection) terdiri dari 5 item dengan skala likert 1-5 yang menggambarkan respon 1 (Sangat setuju) dan respon 5 (Sangat tidak setuju). Kedua aspek tersebut diitung dengan skoring skala likert 1-5. Dalam Toering dkk (2011), peneliti menjumlahkan skor setiap aspek seperti total skor planning, total skor self-monitoring, dllnya. Toering dkk (2011) juga mentotalkan keseluruhan aspek untuk menghasilkan total skor self-regulated learning juga. Hasil Penelitian Data Partisipan Pada penelitian ini, terdapat total 30 atlet sepakbola timnas Indonesia U19. Dari 30 partisipan yang keseluruhannya laki-laki tersebut ditemui bahwa klasifikasi usia pemain timnas di dominasi oleh pemain berusia 18 tahun (46.67%). Dari 30 partisipan tersebut, hanya dua partisipan yang tidak berlatar pendidikan SMA, yaitu SMK. Mean tiap kelompok Berikut ini adalah tabel yang berisi rata-rata (mean) dari empat kelompok pada penelitian ini : Tabel 1. Perhitungan Nilai Rata-rata tiap aspek
Aspek
Mean
Standar Deviasi
Planning
27.60
4.04
Kontribusi effort…, Fridondy Prawira Dilaga, FPsi UI, 2014
Self-Monitoring
24.50
3.36
Evaluation
32.33
3.66
Effort
32.50
3.88
Self-Efficacy
29.76
3.91
Reflection
22.06
3.36
Dari tabel diatas dapat disimpulkan bahwa effort dan evaluation adalah aspek yang memiliki skor mean tertinggi dibandingkan yang lain sehingga dapat disimpulkan bahwa para pemain timnas Indonesia U19 memiliki planning dan evaluation yang baik. Selain itu, reflection menjadi skor rata-rata terendah sehingga dapat disimpulkan bahwa tingkat reflection pada pemain timnas Indonesia U19 tidak baik. Berikut peneliti paparkan tabel perihal ketiga komponen dan kontribusinya terhadap skor total self-regulated learning. Tabel 4.20 Gambaran Kontribusi Komponen terhadap Self-Regulated Learning Komponen
n
r
R Square
Planning
30
0.801
0.641
Self-Monitoring
30
0.673
0.452
Effort
30
0.840
0.705
Evaluation
30
0.802
0.643
Self-Efficacy
30
0.773
0.597
Reflection
30
0.406
0.164
Berdasarkan tabel tersebut, dapat dilihat bahwa pada planning diperoleh R = 0.801, dengan R2 = 0.641. Berarti 64.1% dari besarnya self-regulated learning dapat dijelaskan oleh data planning, sedangkan sisanya yaitu sebesar 35.9% self-regulated learning dipengaruhi oleh faktor lain. Pada self-monitoring diperoleh R = 0.673, dengan R2 = 0.452. Berarti 45.2% dari besarnya self-regulated learning dapat dijelaskan oleh data self-monitoring, sedangkan sisanya yaitu sebesar 54.8% self-regulated learning dipengaruhi oleh faktor lain.
Kontribusi effort…, Fridondy Prawira Dilaga, FPsi UI, 2014
Pada effort diperoleh R = 0.840, dengan R2 = 0.705 Berarti 70.5% dari dari besarnya self-regulated learning dapat dijelaskan oleh data effort, sedangkan sisanya yaitu sebesar 29.5% self-regulated learning dipengaruhi oleh faktor lain. Pada evaluation diperoleh R = 0.802, dengan R2 = 0.643. Berarti 64.3% dari dari besarnya self-regulated learning dapat dijelaskan oleh data evaluation, sedangkan sisanya yaitu sebesar 35.7% self-regulated learning dipengaruhi oleh faktor lain. Pada self-efficacy diperoleh R = 0.773, dengan R2 = 0.597. Berarti 59.7% dari dari besarnya self-regulated learning dapat dijelaskan oleh data self-efficacy, sedangkan sisanya yaitu sebesar % self-regulated learning dipengaruhi oleh faktor lain. Pada reflection diperoleh R = 0.406, dengan R2 = 0.164. Berarti 16.4% dari dari besarnya self-regulated learning dapat dijelaskan oleh data reflection, sedangkan sisanya yaitu sebesar 83.6% self-regulated learning dipengaruhi oleh faktor lain. Dari semua paparan diatas, dapat disimpulkan bahwa effort dan evaluation memiliki pengaruh terhadap self-regulated learning yang lebih besar dibandingkan komponen yang lain. peneliti ingin memaparkan korelasi tiga komponen pendukung dari planning, self-monitoring, dan evaluation. Dijelaskan di bab 2 bahwa ketiga komponen tersebut didukung oleh tiga komponen yaitu effort, self-efficacy, dan reflection.
Planning
Self-Monitoring
r
r2
Effort
0.605
0.366
0.514
0.264
0.514
Self-
0.459
0.210
0.614
0.376
0.165
0.027
0.073
0.005
r
r2
Evaluation r
r2
0.264
0.664
0.440
0.472
0.222
0.619
0.383
0.073
0.005
0.149
0.022
r
r2
Total PME
Efficacy Reflection
**siginifikan pada los 0.01 (2 tailed) Berdasarkan hasil penghitungan menggunakan Pearson Product Moment, didapatkan koefisien kontribusi antara effort terhadap skor planning, self-monitoring, dan evaluation serta total skor planning, self-monitoring, dan evaluation signifikan paada level of confidance 95%.
Kontribusi effort…, Fridondy Prawira Dilaga, FPsi UI, 2014
Berdasarkan hasil penghitungan menggunakan Pearson Product Moment, didapatkan koefisien kontribusi antara self-efficacy terhadap skor planning, self-monitoring, dan evaluation serta total skor planning, self-monitoring, dan evaluation signifikan paada level of confidance 95%. Berdasarkan hasil penghitungan menggunakan Pearson Product Moment, didapatkan koefisien kontribusi antara reflection terhadap skor planning, self-monitoring, dan evaluation serta total skor planning, self-monitoring, dan evaluation tidak signifikan pada level of confidance 95%. Pembahasan Berdasarkan hasil penelitian ini, terlihat bawa peneliti mendapatkan
hasil yang
diinginkan dalam melihat tingkat self-regulated learning pada atlet putra timnas Indonesia U19. Hasil analisis penelitian menemukan bahwa sebagian besar partisipan memiliki skor di atas skor rata-rata. Temuan ini menunjukkan bahwa sebagian besar atlet timnas sepakbola Timnas U19 merasa mampu menerapkan proses self-regulated learning dalam kehidupan sehari-hari dengan baik Peneliti juga melakukan analisis untuk melihat dari keenam komponen yang terdapat dalam alat ukur ini, komponen manakah yang paling berkontribusi paling besar terhadap tingkat self-regulated learning pada atlet putra timnas sepakbola timnas U19. Dari hasil penghitungan, dapatdisimpulkan bahwa effort dan evaluation memiliki pengaruh terhadap self-regulated learning yang lebih besar dibandingkan komponen yang lain. Selain menelaah lebih dalam perihal pemain dengan skor regulated learning yang tinggi, peneliti juga ingin menelaah lebih dalam perihal pemain dengan skor regulated learning yang rendah dibandingkan pemain lainnya. Rendahnya skor rata-rata pada aspek reflection (refleksi) menunjukkan bahwa kebanyakan pemain timnas U19 ini merasa kurang mampu dalam melakukan reflection (refleksi). Ada beberapa faktor yang menurut peneliti membuat skor pada reflection tidak signifikan, salah satunya latar belakang pendidikan dan pengertiannya tentang reflection. Peneliti menduga bahwa kesalahpahaman beberapa partisipan mendefinisikan reflection dan juga tidak membaca perintah dengan baik menjadi salah satu kemungkinan yang bisa terjadi. Selain itu juga, bagian item yang terdapat di kuisioner ditempatkan di bagian terakhir. Skala likert yang terdiri dari angka 1-5 pada bagian aspek pernyataan yang berisi perihal reflection memang berbeda dengan dua bagian yang
Kontribusi effort…, Fridondy Prawira Dilaga, FPsi UI, 2014
sebelumnya sehingga dikhawatirkan partisipan tidak memperhatikan arti skala likert pada bagian reflection sehingga kemungkinan apa yang partisipan persepsikan tidak sesuai dengan yang diisikan pada kuisioner. Ketika peneliti melakukan wawacara ke salah satu pemain yang memiliki skor rendah, ia tidak mengerti definisi reflection itu apa. Dia mengungkapkan istilah tersebut jarang ia dengar saat ia bersekolah maupun di lingkungan kesehariannya yang tinggal di pesisir pantai salah satu pulau di NTB. Oleh karena itu diperlukan pendampingan saat pengisian agar para partisipan bisa dengan jelas mengerti kata per kata sehingga didapatkan hasil kuisioner yang lebih terukur karena pada dasarnya self-regulated learning adalah term psikologis yang perlu diajarkan sehingga perlunya pengenalan aspek-aspek self-regulated learning penting untuk dilakukan.
Kesimpulan Tujuan utama dari penelitian ini ialah untuk melihat kontribusi effort, reflection, dan selfefficacy pada self-regulated learning atlet sepakbola pria timnas Indonesia U-19. Dari penelitian yang dilakukan terhadap 30 atlet pria timnas sepakbola Indonesia U-19 didapatkan skor rata-rata sebesar 168.77 dari perhitungan skor total alat ukur SRS. Dari skor rata-rata tersebut terdapat sebanyak 16 partisipan yang mendapat skor self-regulated learning di atas skor rata-rata kelompok dan 14 partisipan yang mendapatkan skor self-regulated learning dibawah skor rata-rata kelompok. Hal tersebut menunjukan bahwa mayoritas partisipan telah memiliki self-regulated yang tinggi (16 pemain), yang berarti mayoritas partisipan telah memiliki penilaian yang positif dan baik terhadap kemampuannya dalam menjalankan selfregulated learning. Peneliti juga menghitung skor subyek dalam setiap dimensi untuk mendapatkan skor rata-rata tertinggi dan juga terendah pemain dalam setiap dimensi. Terdapat enam dimensi dalam alat ukur SRS ini. Jika dipaparkan skor rata-rata tiap dimensi, didapatkan skor rata-rata planning 27.60, self-monitoring 24.50, effort 32.50, self-efficacy 29.76, evaluation 32.33, dan reflection 22.60. Skor rata-rata tertinggi didapat pada aspek effort dan skor rata-rata terendah ada pada aspek reflection. Skor tinggi pada effort menunjukkan effort atau usaha para pemain timnas Indonesia ini sangat baik, sedangkan nilai rendah pada reflection ada menunjukkan kemampuan refleksi diri pemain timnas Indonesia tidak terlalu baik.
Kontribusi effort…, Fridondy Prawira Dilaga, FPsi UI, 2014
Berdasarkan analisis tambahan yang dilakukan peneliti berdasarkan usia, pendidikan terakhir, jumlah menit bermain, dan lamanya bermain bola terhadap self-regulated learning, hasil analisis menunjukkan bahwa hanya seberapa lamanya atau sejak kapan mereka bermain bola yang memiliki perbedaan yang signifikan terhadap self-regulated learning. Hal tersebut menunjukkan bahwa perbedaan skor rata-rata yang terjadi disebabkan oleh perbedaan lamanya bermain bola yang dimiliki oleh masing-masing partisipan. Peneliti juga melakukan analisis untuk melihat dari keenam komponen yang terdapat dalam alat ukur ini, komponen manakah yang paling berkontribusi paling besar terhadap tingkat self-regulated learning pada atlet putra timnas sepakbola timnas U19. dapat Dari hasil penghitungan, dapatdisimpulkan bahwa effort dan evaluation memiliki pengaruh terhadap self-regulated learning yang lebih besar dibandingkan komponen yang lain.
Saran Dalam penelitian ini karena subyeknya atlet timnas sepakbola U19 dan hanya 30 pemain, maka tidak dapat dilakukan uji coba alat ukur karena sampelnya juga merupakan populasi. Penelitian ke depan diharapkan selain kuantitatif, perlu dilakukan juga teknik kualitatif seperti wawancara untuk lebih menggali lagi informasi yang telah didapat berdasarkan metode kuantitatif, sehingga didapatkan hasil yang lebih kaya dan dalam. Membuat penelitian serupa namun dengan membandingkan partisipan dengan karakteristik lain, misalnya pemain sepakbola pada usia yang sama tetapi non-timnas. Dengan hal itu, penelitian bisa memberikan hasil perbandingan self-regulated learning atlet sepakbola timnas U19 dan atlet sepakbola non timnas. Mengingat karakteristik partisipan yang merupakan atlet dan banyak kegiatan ataupun latihan, ada baiknya alat ukur yang diberikan saat pengambilan data dibagi dalam beberapa bagian, tidak diberikan sekaligus. Hal itu dimaksudkan untuk memberikan istirahat kepada partisipan agar mereka tetap mampu serius untuk mengerjakan. Jika memungkinkan, karena melihat kegiatan para pemain yang begitu padat dan dalam mengisi kuisioner dibutuhkan fokus yang tinggi, ditakutkan jika menggunakan kuisioner akan membuat para pemain kurang fokus dan tidak mengisinya dengan serius. Disarankan agar item-nya dibacakan saja agar pemain bisa lebih santai dan bisa menanyakan hal-hal yang kurang dimengerti secara langsung dan mampu menjawab pertanyaan wawancara dengan serius. Selain itu, penelitian selanjutnya diharapkan mampu lebih mengukur hubungan
Kontribusi effort…, Fridondy Prawira Dilaga, FPsi UI, 2014
perilaku dari Self-Regulation dalam belajar dan menguji hubungan dari SRS dengan pembelajaran yang sebenarnya untuk menentukan validitas prediktif dari SRS. Yang terakhir, diharapkan penelitian
selanjutnya tidak hanya meneliti tentang gambaran self-regulated
learning saja, tetapi teliti juga pengaruhnya dengan performa atlet. Dengan begitu bisa lebih diperdalam lagi fungsi atau manfaat dari self-regulated learning untuk atlet. Saran praktis dalam penelitian ini adalah diharapkan Hasil penelitian ini dapat dijadikan landasan apabila akan dilakukan intervensi dari para pelatih kepada pemain terkait self-regulated learning kepada atlet sepakbola putra timnas Indonesia U-19 maupun atlet olahraga lain.
Kepustakaan Anastasi, A., Urbina, S. (1997). Psychological testing. New Jersey: Prentice Hall International. Anshel, M. H. & Porter, A. (1996). Self-‐regulatory characteristics of competitive swimmers as a function of skill level and gender. Journal of Sport Behavior, 19, 91-‐ 110. Bandura, A., & Cervone, D. (1986). Differential engagement of self-reactive influences in cognitive motivation. Organizational Behaviors and Human Decision Processes, 38, 92113. Bandura, A. (1997). Self-‐efficacy: Toward a unifying theory of behavioral change. Psychological Review, 84,191-‐215.. Brown, H. D. (2001) Teaching by Principles: An interactive approach to language pedagogy (second edition) New York: Longman Cleary, T. J. & Zimmerman, B. J. (2001). Self-regulation differences during athletic practice by experts, non-experts, and novices. Journal of Applied Sport Psychology, 13, 185206. Diener, C. L, & Dweck, C. S. (1978). An analysis of learned helplessness: Continuous changes in performance strategy and achievement cognitions following failure. Journal of Personality and Social Psychology, 36, 451-462. Domjan M. (2010). The Principles of Learning and Behavior (6th ed.). Belmont CA; Wadsworth/Cengage Learning
Kontribusi effort…, Fridondy Prawira Dilaga, FPsi UI, 2014
Ertmer, P. A., & Newby, T. J. (1996). The Expert Learner: Strategic, Self-Regulated, and Reflective. Instructional Science, 24:1-24. Ericsson, K. A., Krampe, R. T. & Tesch-Römer, C. (1993). The role of deliberate practice in the acquisition of expert performance. Psychological Review, 100, 363- 406. doi: 10.1037/0033-295X.100.3.363
FIFA (2006) Big Count 2006: Statistical summary report by gender/category/region. Retrieved
October
2010,
from:
http://www.fifa.com/mm/document/fifafacts/bcoffsurv/bigcount.summaryreport_7022.p df Fisher, A.C. (1976). Phychology of Sport. Palo Alto: Mayfiel Publ. Co. Gould, D., Dieffenbach, K, & Moffett, A. (2002). Psychological talent and their development in Olympic champions. Journal of Applied Sport Psychology, 14, 172-204. Gunarsa, S.D (1990). Psikologi Olahraga. Jakarta: BPK Gunung Mulia. Gravetter, F. J., & Forzano, L. B. (2009). Research methods for the behavioral sciences (3rd ed.). Belmont, CA: Wadsworth Cengage Learning. Gravetter, F. J., & Wallnau, L. B. (2007). Statistics for the behavioral sciences (7th ed.). Canada: Thomson Learning, Inc. Hong, H. E., O’Neil Jr., H. F., Chung, G. K. W. K., Bianchi, C., Wang, S. L., Mayer, R. et al. (1999, March). Final report for validation of problem-‐solving measures (CSE Tech. Rep.
No.
501).
Retrieved
November
20,
2006,
from:
http://www.cse.ucla.edu/products/ Reports/TECH501.pdf Hoffmann, Robert, Lee Chew Ging, & Bala Ramasamy. (2002). ‘‘The Socio-‐Economic Determinants of International Soccer Performance.’’ Journal of Applied Economics, 5, 253-‐272 Kumar, R. (2005). Research Methodology: A Step-by-Step Guide for Beginners. SAGE Publications. Kurtz, B. E., & Borkowski, J. G. (1984). Children's metacognition: Exploring relations among knowledge, process, and motivational variables. Journal of Experimental Child Psychology, 37, 335-35. Magee, J., & Sugden, J. (2002). “The world at their feet”: Professional football and international labor migration. Journal of Sport and Social Issues, 26, 421-37
Kontribusi effort…, Fridondy Prawira Dilaga, FPsi UI, 2014
Ormrod, J. E. (2010). Educational psychology: developing learners (7th ed.). Upper Saddle River, NJ: Pearson-Prentice Hall. Papalia, D. E., Olds, S. W., & Feldman, R. D. (2009). Human development (8th ed.). Boston: McGraw-Hill. Schunk, D. H., & Zimmerman, B. J. (1998). Self-Regulated Learning: From Teaching to SelfReflective Practice. New York: Guilford Press. Santrock, J. W. (2011). Educational Psychology. New York: McGraw-Hill. Siebelink, J. (2008). De voetbalbelofte: achter de schermen van de jeugdopleiding. [The soccer promise: Behind the scenes of the youth academy]. Amersfoort: De Vrije Uitgevers Schmeichel, B. J. & Baumeister, R. F. (2004). Self Regulatory strength. In R. F. Baumeister & K. D. Vohs (Eds.), Handbook of self-regulation: Research, theory, and applications (pp. 84-98). New York, NY: Guilford Press. Suinn, Richard M. (2005) International Journal of Stress Management, Vol 12(4) 343-362. doi:10.1037/1072-5245.12.4.343 Toering, T. T., Elferink-‐Gemser, M. T., Jordet, G., & Visscher, C. (2011). Self-‐regulation and performance level of elite and non-‐elite youth soccer players. Journal of Sports Sciences, 27, 1509-‐1517. Wolters, C. A. (2003). Regulation of motivation: Evaluating an underemphasized aspect of self-‐regulated learning. Educational Psychologist, 38, 189–205 Young, B. W., Starkes, J. L. (2006). Measuring outcomes of swimmers’ non-‐regulation during practice: Relationships between self-‐report, coaches’ judgement, and video-‐ observation. International Journal of Sport Science & Coaching, 1, 131-‐148. doi: 10.1260/174795406777641320 Zimmerman, B. J. (2006). Development and adaptation of expertise: The role of selfregulatory processes and beliefs. In K. A. Ericsson, N. Charness, P. J. Feltovich & R. R. Hoffman (Eds.), The Cambridge handbook of expertise and expert performance. (pp. 705- 722). New York, NY: Cambridge University Press.
Kontribusi effort…, Fridondy Prawira Dilaga, FPsi UI, 2014
Zimmerman, B. J. (2008). Investigating self-regulation and motivation: Historical background, methodological developments, and future prospects. American Educational Research Journal, 45, 166-183. doi: Zimmerman, B.J., & Martinez-‐Pons, M. (1986). Development of a structured interview for assessing students’ use of self-‐regulated learning strategies. American Educational Research Journal, 23, 614-‐628. doi: 10.2307/1163093. Zimmerman, B.J. (1989). A Social cognitive view of self-regulated academic learning. Journal of Education Psychology, 81, 329-339. Zimmerman, B.J., & Martinez-Pons, M. (1988). Construct validation of a strategy model of student self-regulated learning. Journal of Educational Psychology, 80, 284-290. Zimmerman, B. J., & Martinez-‐Pons, M. (1990). Student differences in self-‐regulated learning: relating grade, sex, and giftedness to self-‐efficacy and strategy use. Journal of Educational Psychology, 82, 51-‐59. Zimmerman, B. J. (2006). Development and adaptation of expertise: The role of self-‐ regulatory processes and beliefs. In K. A. Ericsson, N. Charness, P. J. Feltovich & R. R. Hoffman (Eds.), The Cambridge handbook of expertise and expert performance (pp.705-‐722). New York, NY: Cambridge University Press. Zimmerman, B. J. (2008). Investigating selfregulation and motivation: Historical background, methodological developments, and future prospects. American Educational Research Journal, 45, 166-‐183. doi:
Kontribusi effort…, Fridondy Prawira Dilaga, FPsi UI, 2014