KONSUMSI FAST FOOD DAN FAKTOR-FAICTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEGEMUKAN ANAK SEKOLAH DI SD BINA INSANI BOGOR
INNE INDRAARYANI SURYAALAMSAH
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Konsumsi Fast Food dan FaktorFaktor yang Berhubungan dengan Kegemukan Anak Sekolah di SD Bina lnsani Bogor adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Februari 2009
Inne Indraaryani Suryaalamsah NIM A55103401 1
ABSTRACT
INNE INDRAARYANI SURYAALAMSAH. Fast Food Consumption and Factors Related to the Overweight among the Pupils of 'Bina Insani' Elementary School of Bogor. Under the Supervision of ALI KHOMSAN and BUD1 SETIAWAN The general objective of this research was to study the consumption of fast food and analyze the factors linked to the overweight among the pupils of 'Bina Insani' Elementary School of Bogor. The specific objectives were (1) to determine the prevalence of overweight among the pupils in the 'Bina Insani' Elementary School, (2) to measure the frequency of fast food consumption among overweight pupils and normal pupils, (3) to calculate the level of energy consumption among overweight and normal school children, (4) to examine the physical activities of overweight and normal pupils during the school days and holidays, (5) to analyze the relationship between parents' (father and mother) education, mother's knowledge of nutrition, family income, family size, food information and food preference with the frequency of fast food consumption among the pupils in the 'Bina Insani' Elementary School of Bogor, and (6) to analyze the factors which are related to the obesity among the pupils 'Bina Insani' Elementary School. This research is of a cross sectional design with the use of a survey method. The study was conducted from April to June 2007 - examining 60 pupils (30 overweight children and 30 normal children) randomly selected as samples. The statistical analyses in the research involved independent samples T-test, Mann Whitney test, Spearman correlation, and Pearson correlation. From the research results it was found that the overweight prevalence among the pupils in 'Bina Insani'; Elementary School was 18.4%. The overweight children consumed fast food the most with the frequent category (more thzn twice a week), while the normal pupils were in the seldom category (1-2 times a week). The level of energy consumption among overweight children and normal pupilswas in the normal category (90-1 19% AKG). No significant difference (p>0.05) was found between the level of energy for overweight children and normal pupils. As for the activities during the school days, there was a significant difference (p<0.05) between light and moderate activities. Meanwhile, there was a significant difference in the activities during holidays (p
INNE INDRAARYANI SURYAALAMSAH. Konsumsi Fast Food dan Faktorfaktor Yang Berhubungan dengan Kegemukan Anak Sekolah Di SD Bina Insani Bogor. Dibimbing oleh ALI KHOMSAN dan BUD1 SETIAWAN Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mempelajari konsumsifast food dan menganalisis faktor-faktor yang berhubungan dengan kegemukan anak sekolah di SD Bina Insani Bogor. Sedangkan tujuan khusus dari penelitian ini adalah (1) mengetahui prevalensi kegemukan anak sekolah di SD Bina Insani Bogor (2) mempelajari fiehensi konsumsi fast food anak sekolah gemuk dan normal (3) mengetahui tingkat konsumsi energi anak sekolah gemuk dan normal (4) mempelajari aktivitas fisik pada hari sekolah dan hari libur anak sekolah gemuk dan normal (5) menganalisis hubungan pendidikan ayah dan ibu, pengetahuan gizi ibu, pendapatan keluarga, besar keluarga, informasi pangan dan tingkat kesukaan dengan frekuensi konsumsi fast food anak sekolah di SD Bina Insani Bogor (6) menganalisis faktor-faktor yang berhubungan dengan kegemukan anak sekolah di SD Bina Insani Bogor. Desain penelitian ini adalah cross sectional study dengan menggunakan metode survey. Penelitian dilakukan selama 3 bulan yaitu pada bulan April-Juni 2007 dengan anak berjumlah 60 orang (30 anak gemuk dan 30 anak normal) yang diambil secara acak. Data dianalisis menggunakan Microsoft Excel 2003 dan SPSS 15.0 for Windows. Analisis statistik yang digunakan pada penelitian ini antara lain uji beda t (independent samples T-test), uji Mann Whitney, korelasi Spearman, dan korelasi Pearson. Dari hasil penelitian diketahui prevalensi kegemukan anak sekolah di SD Bina Insani adalah 18.4%. Anak gemuk paling banyak mengkonsumsi fast food dengan frekuensi sering (lebih dari 2 kali seminggu), sedangkan anak normal pada frekuensi jarang (1=2 kali seminggu). Tingkat konsumsi energi anak gemuk dan anak normal termasuk dalam kategori normal (90-119% AKG). Tidak terdapat perbedaan yang nyata @>0.05) antara tingkat konsumsi energi anak gemuk dan normal. Untuk aktivitas hari sekolah, terdapat perbedaan nyata @<0.05) pada kegiatan ringan dan sedang. Sedangkan aktivitas hari libur perbedaan nyata (pC0.05) terdapat pada aktivitas belajar, nonton, kegiatan ringan, kegiatan sedang, dan kegiatan berat antara anak gemuk dan normal. Berdasarkan hasil analisis korelasi Spearman, diperoleh hasil bahwa tingkat kesukaan berhubungan positif ( ~ 0 . 2 7 3 ; p=0.034) dengan frekuensi konsumsi fast food. Hal ini berarti semakin tinggi tingkat kesukaan (sangat suka) maka frehensi konsumsifast food semakin sering. Berdasarkan analisis korelasi Pearson maka diperoleh faktor-faktor yang berhubungan positif dengan kegemukan (IMT) antara lain frekuensi konsumsifast food (r=0.396 p=0.002), yang berarti semakin sering mengkonsumsi fast food maka IMT semakin tinggi (gemuk). Konsumsi energi baik hari sekolah (r=0.479 p=0.000) maupun hari libur (1-0.369 p=0.004) berhubungan positif dengan kegemukan, semakin tinggi konsumsi energi maka IM'I semakin tinggi. Status gizi ibu berhubungan positif ( ~ 0 . 3 8 6p=0.002) terhadap kegemukan, berarti ibu yang gemuk memiliki peluang yang besar untuk mempunyai anak gemuk pula.
Kegiatan ringan hari sekolah ( ~ 0 . 3 5 3p=0.006) dan hari libur (r=0.351 p=0.006) berhubungan positif dengan kegemukan, semakin lama waktu melakukan kegiatan yang bersifat ringan maka tubuh semakin gemuk. Nonton televisi hari libur juga berhubungan positif dengan kegemukan ( ~ 0 . 4 9 8p= 0.000), artinya semakin lama menonton TV maka tubuh menjadi semakin gemuk. Faktor-faktor yang berhubungan negatif dengan kegemukan (IMT) antara lain kegiatan sedang hari sekolah (F-0.545 p=0.000) dan libur (I=-0.511 p=0.000), yang berarti semakin lama waktu melakukan kegiatan sedang maka IMT akan semakin rendah (tubuh normal). Kegiatan berat (olah raga) di hari libur (F-0.359 p=0.005) berhubungan negatif dengan kegemukan, semakin lama waktu melakukan olah raga maka tubuh semakin normal. Kegiatan belajar di hari libur (I=-0.479 p=0.000) berhubungan negatif dengan kegemukan, artinya semakin lama waktu melakukan kegiatan belajar maka tubuh akan semakin normal. Kebiasaan minum susu juga berpengaruh negatif (I=-0.368 p= 0.004), berarti semakin banyak minum susu tubuh semakin normal. Kata kunci : anak sekolah dasar, fast food, kegemukan
O Hak Cipta milik IPB, tahun 2009 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau selzrruh karya tulis ini tanpa mencantumkap atau meyebutkan sunzbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan kmya iltniah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atarr tinjauan suatu masalah; dun pengutipan tersebzrt tidak merugikan kepentingap yang wajar IPB Dilarang mengumumkan dun memperbanyak sebagian atau selunrh Katya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
KONSUMSI FAST FOOD DAN FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEGEMUKAN ANAK SEKOLAH DI SD BINA INSANI BOGOR
Tesis sebagai salah satu syarzt untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumbcrdaya Keluarga
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009
Judul Tesis
: Konsumsi Fast Food dan Faktor - Faktor yang Berhubungan
dengan Kegemukan Anak Sekolah di SD Bina Insani Bogor Nama
: I m e Indraaryani Suryaalamsah
NRP
: A551034011
Disetujui Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Ali Khomsan, MS Ketua
Anggota
Diketahui Ketua Program Studi Gizi Masyar dan Sumberdaya Keluarga
ekolah Pascasarjana
/w Dr. Ir. Hadi Rivadi, MS
Tanggal Ujian : 11 Februari 2009
Tanggal Lulus :
.'i 9 F ti3 2009
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia dan ridhoNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini dengan baik. Penulis menyampaikan penghargan dan terima kasih yang tak terhingga kepada Prof. Dr. Ir Ali Khomsan, MS sebagai ketua komisi pembimbing dan juga Dr. Ir Budi Setiawan, MS sebagai anggota komisi pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan, arahan dan saran selama penulis menjalankan kuliah sampai tersusunnya tesis ini. Dr. Ir. Dadang Sukandar, MSc sebagai penguji luqr komisi atas sarannya dalam penulisan tesis ini. Kepala Sekolah Dasar Bina Insani Bogor beserta staf pengajar yang telah mengijinkan untuk dapat melakukan penelitian dan memberi bantuan selama pelaksanaan penelitian. Siswa siswi SD Bina Insani Bogor atas kesediaannya menjadi contoh dalam penelitian ini. Ketua Yayasan Dana Sejahtera Mandiri yang telah memberikan bantuan dana penelitian. Penghargaan dan terima kasih yang tulus ikhlas terutama kepada Ibunda tercinta Hj. Aidawati, SH dan Ayahanda tercinta Ir. H. Dadang Sugriwa, MP besetta Kakak-kakak keluarga Benny Khrismawan Suryaalamsah, ST dan keluarga AKP Rikky Ariessetiawan, ST atas limpahan kasih sayang, doa, dukungan dan semangat yang selalu diberikan selama ini. Kepada Keluarga besqr
H. Nanang Permana dan Hj. Cicih Kurniasih atas kasih sayang dan doanya. Suami tercinta Asep Wawan Permana STP, MSi, anakku Nasywa Namira Tuparevy dan anakku yang masih berada dalam rahim atas cinta kasih, kesabaran, doa dan pengertiannya sehingga penulis lebih bersemangat dalam menyelesaikan studi. Rekan-rekan Atit, Fia, Pak Suryono, Wiwik, Mas Roes dan Rina, Sanya, Yudith, Inna, Eni, Evi, Nisa, terima kasih atas bantuannya selama melakukan penelitian sampai penyelesaian tesis ini. Terima kasih banyak kepada semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu atas bantuan, doa dan dukungannya selama menyelesaikan studi di IPB. Semoga karya ilmiah ini dapat betmanfaat. Bogor, Februari 2009 Inne Indraaryani Suryaalamsah
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Kabupaten Indramayu pada tanggal 8 April 1980 dari ayah Ir. H. Dadang Sugriwa, MP dan Ibu Hj. Aidawati Pagar Alam, SH. Penulis merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara. Tahun 1998 penulis lulus dari SMU Negeri 1 Sindang lndramayu dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk (USMI) IPB pada Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi, Fakultas Teknologi Pertanian dan lulus pada tahun 2003. Penulis sempat bekerja di PD. Sari Sedap (Kecap Nasional) sebagai Nutrition Staffsebelum melanjutkan kuliah Magister Sains di Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga Pascasarjana IPB pada Tahun 2004. Tahun 2005, Penulis menikah dengan Asep Wawan Permana, STP MSi dan dikamniai seorang putri Nasywa Namira Tuparevy pada tahun 2006 dan pada tahun 2007 penulis mendapatkan beasiswa dari Yayasan Dana Sejahtera Mandiri.
DAFTAR IS1
Halaman DAFTAR TABEL ...............................................................
........................................................... DAFTAR LAMPIRAN ........................................................... PENDAHULUAN ............................................................. Latar Belakang ................................................................... Perumusan Masalah ............................................................. .. Tujuan Penelltian ................................................................. .. Manfaat Penelltian ............................................................... TINJAUAN PUSTAKA ........................................................... Kegemukan dan Obesitas pada Anak .......................................... Faktor-Faktor Penyebab Kegemukan ......................................... Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Konsumsi fistfood ........................ KERANGKA PEMIKIRAN .................................................... METODE PENELITIAN ..................................................... Desain. Tempat dan Waktu Penelitian ........................................ Teknik Penarikan Contoh ...................................................... Jenis dan Cara Pengumpulan Data ............................................. Pengolahan dan Analisis Data ................................................ .. Definls~Operasional ............................................................. HASIL DAN PEIvBAHASAN .................................................. Gambaran Umum Lokasi ..................................................... . . I ............................................................... Status G I ~Anak DAFTAR GAMBAR
...
VIII
x xi 1 1 4 4
4 5 5 8 17
21 23 23 23 24 25
27
29 29 30
Karakteristik Anak ............................................................... Sosial Ekonomi Keluarga ....................................................... Konsumsi Fastfood .............................................................. Konsumsi dan Tingkat Konsumsi Zat Gizi ..................................
31 32 38 44
Kebiasaan Makan Anak ....................................................... Aktivitas Fisik Anak .........................................................................
49 58
Status Glzl Orang Tua .........................................................
61
Hubungan antara Karakteristik Sosial Ekonomi Keluarga, Sumber Informasi dengan Frekuensi Konsumsi Fastfood ....................................
62
Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kegemukan...........................
63
..
KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................. Kesimpulan .......................................................................................
67 67
........................................................................................................ DAFTAR PUSTAKA ............................................................. LAMPIRAN ........................................................................
68
Saran
69 75
DAFTAR TABEL
Hala Cut oflpoint untuk menggambarkan status gizi anak dan remaja umur 2-20 tahun berdasarkan IMTIU ......................................
Angka kecukupan energi dan protein pada anak usia sekolah ............. Referensi IMTKJ untuk menggambarkan status gizi anak................... Status Gizi Anak Kelas IV dan V SD Bina Insani Bogor..................... Sebaran anak menurut umur ................................................................. Sebaran anak menurut uang saku per hari ............................................ Sebaran anakmenurut pendidikan orang tua ......................................... Sebaran anak menurut pekerjaan orang tua .........................................
....................... Sebaran anak menurut besar keluarga ...................................................
Sebaran anak menurut pendapatan orang tua per bulan
Sebaran anak berdasarkan jawaban yang benar untuk setiap .. pertanyaan pengetahuan grzl ................................................................ Sebaran anak menurut tingkat pengetahuan gizi ibu ............................ Sebaran anak menurut tingkat kesukaan fast food ................................ Sebaran anak menurut jenis fast food yang paling sering dikonsumsi . Sebaran anak menurut alasan mengkonsumsi fast food ........................ Sebaran anak menurut restoran fast food yang . . . paling sering dlkunjungl .......................................................................
...................... Sebaran anak menurut sumber informasi fmt food .............................. Sebaran anak menurut frekuensi konsumsi fast food 1 minggu ........... Sebaran anak menurut rata-rata konsumsi energi dan zat gizi .............
Sebaran anak menurut waktu mengkonsumsi fast food
Kontribusi energi fast food terhadap total konsumsi energi anak......... Konsumsi. angka kecukupan dan tingkat konsumsi energi dan protein anak......................................................................... Sebaran anak menurut frekuensi makan dalam sehari .........................
.............. Sebaran anak menurut kebiasaan minum susu beserta waktunya ........ Sebaran anak menurut kebiasaan sarapan dan jenis sarapan
Sebaran anak menurut kebiasaan mengemil. waktu dan jenis
55
29
..... Sebaran anak menurut kebiasaan makan sayur dan jenis sayuran ....... Sebaran anak menurut kebiasaan makan buah dan jenis buah .............
30
Jenis dan rata-rata alokasi waktu kegiatan pada hari sekolah ..............
58
31
Jenis dan rata-rata alokasi waktu kegiatan pada hari libur ...................
59
32
Sebaran anak menurut status gizi ayah dan ibu ...............................
61
33
Sebaran anak menurut pasangan status gizi orang tua .....................
62
27
28
Sebaran anak menurut kebiasaan jajan dan jenis makanan jajanan
56 57
DAFTAR GAMBAR
Halaman 1
2
Kerangka pemikiran konsumsi fast food dan faktor . faktor yang berpengaruh terhadap kegemukan .........................................................
22
Bagan penarikan anak.............................................................................
24
.............................. 4 Rata-rata konsumsi energi anak hari sekolah dan libur ......................... 3
Rata-rata konsumsi energi anak gemuk dan nonnal
46 46
DAFTAR LAMPIRAN
Malaman 1
Variabel Penelitian Bese~taKategorinya ................................. 75
2
Indeks Massa Tubuh menurut Umur (IMTIU) Anak Gemulc .........
77
3
Indeks Massa Tubuh menurut Umur (IMTIU) Anak Normal ......
78
4
Icuesioner Pengumpulan Data ............................................. 79
PENDAHULUAN Latar Belakang Kemajuan teknologi di bidang informasi dan teknologi pangan menyebabkan sebagian masyarakat, terutama di perkotaan mengalami perubahan gaya hidup dalam pemilihan makanan yaitu cenderung menyukai makanan cepat saji @sr food) yang kandungan gizinya tidak seimbang. Perubahan gaya hidup dan pola konsumsi pangan dengan kandungan lemak, gula dan garam yang tinggi tetapi miskin serat ini dapat mengakibatkan kegemukan dan obesitas. Seperti yang dinyatakan Meilany (2001), salah satu jenis makanan yang diduga ikut berperan dalam meningkatnya prevalensi obesitas adalah fast food. Fast food dapat diartikan sebagai makanan yang dapat dihidangkan dan dikonsumsi dalam waktu seminimal mungkin atau dapat juga diartikan sebagai makanan yang dapat dikonsumsi secara cepat. Pada umumnya komposisi fast food mengandung lebih tinggi energi, garam dan lemak termasuk kolesterol, dan hanya sedikit mengandung serat (Bowman et al. 2004). Saat ini fast food telah menjadi bagian dari perilaku konsumsi sebagian anak sekolah dan remaja di luar rumah di berbagai kota dan diperkirakan cenderung akan semakin meningkat. Peningkatan daya beli masyarakat berdampak pada sikap orang tua yang memanjakan anak-anaknya dalam pemberian makanan, khususnya makanan berenergi tinggi. Pada umumnya fast food diberikan dalam jumlah besar dengan frekuensi yang lebih sering sehingga berkontribusi pada terjadinya kegemukan dan obesitas. Hal ini sesuai dengan pernyataan St-Onge et al. (2003), bahwa asupan energi yang lebih besar pada anak-anak yang mengkonsumsi dalam jumlah banyak fast food dan so3 drink yang tidak diimbangi dengan aktivitas fisik dapat menyebabkan obesitas. Kegemukan dan obesitas merupakan bentuk masalah gizi lebih, yang tidak hanya mengganggu penampilan fisik seseorang tetapi juga dapat mengganggu kesehatan bahkan dapat meningkatkan angka kematian. Kedua ha1 tersebut dapat menyebabkan terjadinya penyakit degeneratif antara lain jantung koroner, diabetes mellitus, hipertensi, kanker dan sebagainya.
Faktor utama penyebab kegemukan adalah keseimbangan energi positif, yaitu pemasukan energi rnelalui konsuinsi pangan yang melebihi pengeluaran energi untuk metabolisme basal dan aktivitas fisik. Seperti yang dinyatakan oleh Almatsier (2002) bahwa keseimbangan energi yang positif terjadi apabila pemasukan energi lebih besar dibandingkan dengan pengeluaran energi. Selain konsumsi pangan dan aktivitas fisik, terdapat faktor lain yang dapat menyebabkan kegemukan yaitu faktor genetik, metabolisme, kerja enzim dan hormon, serta pengaruh penggunaan obat-obatan (Punvati et al. 2005). Meningkatnya
jumlah
penderita
kegemukan
disebabkan
oleh
meningkatnya keadaan ekonomi masyarakat. Akan tetapi gaya hidup dan pola makan yang dijalankan tidak sesuai dengan kaidah hidup sehat. Sebelumnya fenomena kegemukan dan obesitas lebih banyak terjadi pada orang dewasa, akan tetapi saat ini kedua ha1 tersebut juga terjadi pada anak-anak dan remaja terutama anak usia sekolah dasar. Dari hasil penelitian Sakamoto et al. (1999) diacu dalam Prihatini dan Jahari (2007), pada murid SD umur 8-10 tahun di Bogor menunjukkan 7.6% anak laki-laki dan 4.9% anak perempuan termasuk dalam kategori gemuk. Kegemukan pada masa anak-anak adalah sebuah masalah kesehatan masyarakat yang penting dan harus mendapat perhatian serius. Hal ini disebabkan kegemukan pada masa anak-anak merupakan faktor resiko terjadinya kegemukan pada masa dewasa, yang akan menirnbulkan penyakit degeneratif. Beberapa hasil penelitian menunjukkan adanya keterkaitan antara konsumsi fast food dengan kejadian obesitas. Pereira et al. (2003) menemukan odd rasio menjadi obes periode lebih dari 15 tahun meningkat 86% di antara remaja kulit putih (tidak termasuk kulit hitam) yang mengunjungi restoran fast food lebih dari dua kali seminggu. Dibandingkan dengan mereka yang mengunjungi restoran fast food hanya satu kali seminggu. Sementara di Indonesia Padmiari
dan Hadi (2003)
melaporkan
bahwa
anak-anak yang biasa
mengkonsumsi empat jenis fast food atau lebih mempunyai resiko untuk menderita obesitas 9,7 kali lebih tinggi dibandingkan anak yang mengkonsumsi kurang dari empat jenis fast food. Di beberapa daerah penelitian-penelitian tentang konsumsi fast food kaitannya dengan obesitas pada anak sekolah dasar menunjukkan angka prevalensi yang cukup tinggi, seperti di Kota Yogyakarta
sekitar 9.5% (Ismail et al., 1999), Kota Denpasar 13.6% (Padmiari dan Hadi, 2003) dan di Jakarta sekitar 27.5% (Meilany, 2001). Menurut Sanjur (1982) perilaku konsumsi pangan anak-anak dipengaruhi oleh dua faktor yaitu pengetahuan dan sikap terhadap makanan. Pe~nbentukan dua faktor tersebut tergantung pada lingkungan sekolah serta lingkungan rumah dan keluarga. Perilaku konsumsi pangan akan membentuk kebiasaan makan yang dapat menyebabkan masalah gizi lebih. Selain makanan yang disiapkan di rumah, kebiasaan mengkonsumsi makanan jajanan yang sudah sangat membodaya pada sebagian besar masyarakat juga menjadi salah satu faktor penyebab kegemukan. Sekolah Dasar Bina lnsani Bogor merupakan salah satu sekolah dasar swasta favorit di Kotamadya Bogor. Biaya pendidikan di SD Bina lnsani pun cukup tinggi, sehingga pada umumnya anak-anak yang bersekolah di sekolah tersebut berasal dari golongan ekonomi menengah ke atas. Keadaan ekonomi yang memadai ini menyebabkan mereka terbiasa dengan gaya hidup dan pola makan yang beragam. Lingkungan sekolah pun menunjang kebiasaan mereka dengan menyajikan menu katering dan jajanan di kantin berupa produk fast food serta makanan lain yang berenergi tinggi. Sekolah memegang peranan penting dalam mencegah .kegemukan dengan mengajarkan dan memberi contoh kebiasaan yang sehat dan berusaha melengkapinya di rumah (Story et al. 1999). Miller (2004) menyatakan beberapa sekolah menyediakan fast food di kantin yang dijadikan sebagai alternatif makan siang anak sekolah. Banyaknya anak yang mengalami kegemukan secara klinis dan lokasi sekolah yang dekat dengan pusat perbelanjaan dan restoran-restoran khususnya restoran fast food. Selain itu adanya menu jajanan berupa fast food di kantin sekolah serta pengaruh negatif yang muncul akibat mengkonsumsi fast food secara berlebihan, membuat penulis tertarik untuk meneliti bagai~nanakonsumsi fast food dan faktor-faktor yang berhubungan dengan kegemukan anak sekolah di SD Bina Insani Bogor tersebut.
Perumusan Masalah Penelitian ini dilakukan untuk menjaivab pertanyaan seberapa seringkah anak SD Bina lnsani Bogor mengkonsumsi jasr food dan faktor-faktor apa saja yang berhubungan dengan kegemukan anak sekolah di SD Bina lnsani Bogor serta berapakah prevalensi kegemukan tersebut. Tujuan Penelitian Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mempelajari konsumsi fast food dan menganalisis faktor-faktor yang berhubungan dengan kegemukan anak sekolah di SD Bina Insani Bogor. Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah
1. Mengetahui prevalensi kegemukan anak sekolah di SD Bina Insani Bogor. 2. Mempelajari frekuensi konsumsi fast food anak sekolah gemuk dan normal. 3. Mengetahui tingkat konsumsi energi anak sekolah gemuk dan normal.
4. Mempelajari aktivitas fisik pada hari sekolah dan hari libur anak sekolah gemuk dan normal. 5. Menganalisis hubungan pendidikan ayah dan ibu, pengetahuan gizi ibu,
pendapatan keluarga, besar keluarga, sumber informasi dan tingkat kesukaan dengan frekuensi konsumsi fast food anak sekolah di SD Bina Insani Bogor.
6. Menganalisis faktor-faktor yang berhubungan dengan kegemukan anak sekolah di SD Bina Insani Bogor. Manfaat Penelitian
1. Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan informasi tentang konsumsi fast fooddan prevalensi kegemukan anak sekolah di SD Bina lnsani Bogor.
2. Hasil penelitian dapat dijadikan sumber informasi bagi orang tua dan pihak sekolah di SD Bina Insani Bogor tentang kegemukan pada anak Sekolah Dasar.
TZNJAUAN PUSTAKA Kegemukan dan Obesitas Pada Anak Istilah kegemukan (overweight) dan obesitas (obesity) seringkali dianggap sama, walaupun sebenarnya berbeda. Kegemukan menurut Rimbawan dan Siagian (2004) adalah kondisi berat tubuh melebihi berat tubuh normal, sedangkan obesitas adalah kondisi kelebihan berat tubuh akibat tertimbunnya lemak untuk pria melebihi 20% dan wanita 25% dari berat tubuh. Pendapat yang sama dinyatakan oleh Meilany (2001) bahwa overweight adalah suatu keadaan yang ditandai dengan berat badan seseorang melebihi berat badan normal. Sedangkan obesitas didefinisikan sebagai suatu keadaan terjadinya penimbunan jaringan lemak tubuh secara berlebihan yang dapat mengganggu kesehatan atau menempatkan seorang individu pada resiko masalah kesehatan. Misnadiarly (2007) menyatakan manifestasi klinis dan komplikasi yang sering ditemukan pada penderita obesitas antara lain penyakit jantung koroner, diabetes mellitus, hipertensi, infeksi saluran pemafasan, perlemakan hati dan hipertrigliserid. Anak yang meuderita obesitas pasti mengalami ovenveight, tetapi anak yang mengalami ovenveight belum tentu menderita obesitas (Khomsan 2004). Menurut Rimbawan dan Siagian (2004), kegemukan dan obesitas dapat terjadi pada berbagai kelompok usia dan jenis kelamin. Juvenil obesity, adalah obesitas yang terjadi pada usia muda (anak-anak). Orang yang menderita kegemukan di usia muda memiliki resiko lebih tinggi menderita obesitas pada saat dewasa dibandingkan orang yang memiliki berat tubuh normal. Fukuda et al. (2001) menyatakan bahwa umur 10-12 tahun merupakan masa kritis terakhir dalam terjadinya obesitas. Risiko ini lebih besar pada anak perempuan daripada anak laki-laki. Kurang lebih 30% obesitas wanita dewasa berasal dari obesitas pada awal masa remaja, sedangkan pada pria hanya 10%. Arora (2008) menyatakan bahwa obesitas sebenamya merupakan konsekuensi dari ketidakseimbangan energi karena asupan energi lebih besar dibandingkan jumlah energi yang dikeluarkan.
Keseimbangan energi adalah
selisih antara energi yang didapat dari konsumsi pangan dengan penggunaan energi untuk metabolisme dan aktifitas otot (Almatsier 2002). Menurut Sizer &
,
Whitney (2000), dua variabel yang membentuk persamaan keseimbangan energi (energy balanced) yaitu pemasukan energi (energy in) dan pengeluaran energi (energy our). Pemasukan energi diperoleh dari makanan dan minuman, sedangkan komponen pengeluaran energi adalah energi metabolisme basal dan energi aktivitas fisik. Hasil penelitian Risma (2005) bahwa keseimbangan energi pada anak obes menunjukkan hasil yang positif pada hari sekolah dan hari libur. Subardja et al. (2000) menyatakan bahwa pola makan dan aktivitas fisik yang kurang, berhubungan erat dengan terjadinya obesitas pada anak-anak sekolah dasar. Sama halnya dengan pernyataan Hill et al. (2003) bahwa memelihara keseimbangan antara asupan energi dan pengeluaran energi mempakan faktor penting dalam pengaturan berat badan. Jadi beberapa faktor yang dapat meningkatkan asupan energi atau menumnkan pengeluaran energi akan berdampak pada tejadinya ovenveighr dan obesitas.
Khomsan (2004)
menyatakan bahwa penyebab kegemukan ada yang bersifat eksogenous dan endogenous. Penyebab eksogenous misalnya kegemaran makan secara berlebihan terutama makanan tinggi energi tanpa diimbangi oleh aktivitas fisik yang cukup sehingga surplus energinya kemudian disimpan sebagai lemak tubuh. Penyebab endogenous adalah adanya gangguan metabolik dalam tubub, misalnya kejadian tumor pada hipotalamus yang dapat menyebabkan hiperfagia atau nafsu makan berlebihan. Menurut Meilany (2001), kriteria untuk menentukan obesitas pada prinsipnya ada dua cam, yaitu secara medis dalam pelayanan kesehatan individu anak dan cam antropometri pada populasi anak. Berdasarkan antropometri, kegemukan dan obesitas dapat ditentukan berdasarkan : 1) berat badan terhadap tinggi badan. Cara ini lebih mencenninkan proporsi atau penampilan tubuh. Hasil pengukuran berat badan dibandingkan tinggi badan, bila lebih dari 120% tergolong obesitas. Interpretasi IMT tergantung pada umur dan jenis kelamin anak, karena anak laki-laki dan perempuan memiliki lemak tubuh yang berbeda 2) pengukuran langsung lemak subkutan dengan mengukur lipatan kulit (tebal lipatan kulitt TLK). Pengukuran tersebut dilakukan di empat bagian tubuh untuk mendapatkan proporsi lemak tubuh yaitu biceps (daerah tengah lengan bagian depan), triceps (daerah tengah lengan bagian belakang), subscapzrlar (daerah
bagian bawah bahu belakang) dan strprailiac (daerah pinggang bagian depan) 3) metode yang lebih kompleks, misalnya densitometri, hidrometri dan spektrometri sinar gamma. Cara ini tidak digunakan pada anak-anak karena sulit secara teknis dan tidak praktis. Para ahli antropometri di Amerika sekarang ini menyarankan penggunaan indeks massa tubuh menurut umur (IMTIU) untuk menilai overweight (? persentil ke-95) dan resiko overweight (? persentil ke-85 - < persentil ke-95) pada anak-anak
dan remaja prepubescent
(sebelum periode peralihan
perkembangan karakteristik seksual sekunder dari pola anak-anak ke pola dewasa). Pada bulan Juni tahun 2000 ini telah dibuat referensi indeks massa tubuh menurut umur yang terbaru untuk Amerika Serikat, yang memuat IMTIU dari umur 2-20 tahun (Riyadi 2001). Sedangkan berdasarkan berat badan (BB) terhadap tinggi badan (TB), obesitas pada anak dibagi ke dalam tiga kategori yaitu obes ringan jika BBmB >120%-170%, obes sedang BBITB >170%-240% dan obes berat jika BB/TB >240% (Subardja 2004). Cut
08point
untuk
menggambarkan status gizi menurut Centersfor Disease Control and Prevention atau CDC (2000) dapat dilihat pada Tabel 1 berikut ini. Tabel 1 Cut ofpoint untuk menggambarkan status gizi anak dan remaja umur 2-20 tahun berdasarkan IMTIU Status Gizi
Cut OffPoiizt
Undenveight
< Persentil ke-5
Normal
? Persentil ke-5 - < Persentil ke-85
At Risk of Ovenveight
> Persentil ke-85 - < Persentil ke-95
Ovenveight
? Persentil ke-95
Surnber : CDC (2000)
Komposisi tubuh terdiri atas komponen massa lemak dan massa bukan lemak. Massa bukan lemak tubuh terdiri dari otot (protein), tulang (mineral), dan air. Lemak merupakan bentuk simpanan euergi utama dalam tubuh dan sensitjf terhadap malnutrisi yang akut. Untuk menilai obesitas anak dapat dilakukan dengan cara mengukur Tebal Lipatan Lemak di Bawah Kulit. Seseorang dikatakan obes jika lemak tubuh lebih besar dari 20% untuk pria, sedangkan untuk wanita lebih besar dari 30% (Riyadi 2001).
Faktor-Faktor Penyebab Kegemukan Kegemukan berkaitau dengan banyak faktor antara lain sosial ekonomi (pendapatan, pengetahuan gizi, pendidikan) yang me~npengaruhidaya beli dan pemilihan makanan, konsumsi pangan, kebiasaan makan, ketersediaan informasi tentang makanan berenergi tinggi seperti fast food, frekuensi konsumsi fast food, berkurangnya aktivitas fisik, serta faktor lain yang bersifat internal yaitu keturunan, metabolisme, kerja enzim dan hormon. Konsumsi Pangan Menurut Madanijah (2004b) konsumsi pangan merupakan informasi tentang jenis dan jumlah pangan yang dikonsumsi (dimakan) oleh seseorang atau kelompok orang pada waktu tertentu. Konsumsi pangan dipengaruhi oleh banyak faktor, pemilihan jenis maupun banyaknya pangan yang dimakan dapat berlainan dari tiap individu serta masyarakat. Faktor-faktor tersebut antara lain kuantitas dan ragam pangan yang tersedia dan diproduksi, pendapatan serta tingkat pengetahuan gizi (Harper et al. 1986). Konsep mengenai makanan dan pemilihan makanan seseorang sangat dipengaruhi oleh kebutuhan antara lain : I) kebutuhan biogenik yaitu dalam memilih makanan tidak sembaraug untuk memenuhi rasa laparnya tetapi yang sesuai baginya, 2) kebutuhan psikogenik yaitu untuk memenuhi rasa laparnya seseorang akan mencari makanan yang disukainya, kebutuhan ini berkaitan dengan aspek-aspek seperti, tekstur, rasa, aroma dan warna makanan, 3) kebutuhan sosiogenik yaitu bila seseorang merasa lapar maka akan mencari makanan yang sesuai menurut keyakinannya dan tidak bertentangan dengan sistem sosial, budaya dan agama dimana ia hidup dan dibesarkan (Sanjur 1982). Konsumsi pangan berlebih yang tidak diiringi aktivitas fisik merupakan faktor resiko tejadinya obesitas (Crawford & Ball 2002). Wiensier dan Butterworth Jr (1981) diacu dalam Aktaria (2004) menyatakan bahwa adanya perbedaan respon terhadap makanan antara orang yang obes dan tidak obes. Orang yang tidak obes lebih berespon terhadap rangsangan internal seperti gerakan lambung dan hipoglikemia sedangkan orang obes lebih karena
rangsangan ekstemal seperti bau, rasa makanan, pengartih iklan dan ukuran porsi makanan yang ada dihadapannya. Suhardjo (1989) menyatakan bahwa cukup tidaknya konsumsi inakanan ditentukan dengan menganalisis kandungan zat gizinya, kemudian dibandingkan dengan standar yang dianjurkan untuk mencapai suatu tingkat gizi dan kesehatan yang optimal. Standar yang dimaksud adalah Angka Kecukupan Gizi (AKG) yang dianjurkan. Angka Kecukupan Gizi (AKG) adalah nilai yang menunjukkan jumlah zat gizi yang diperlukan tubuh untuk hidup sehat setiap hari bagi hampir semua populasi menurut kelompok umur, jenis kelamin dan kondisi fisiologis tertentu seperti kehamilan dan menyusui (Muhilal & Hardinsyah 2004). Hardinsyah dan Tambunan (2004) mengartikan Angka Kecukupan Energi (AKE) adalah rata-rata tingkat konsumsi energi dari pangan yang seimbang dengan pengeluaran energi pada kelompok umur, jenis kelarnin, ukuran tubuh (berat) dan tingkat kegiatan fisik agar hidup sebat dan dapat melakukan kegiatan ekonomi dan sosial yang diharapkan. Selanjutnya Angka Kecukupan Protein (AKP) dapat diartikan rata-rata konsumsi protein untuk menyeimbangkan protein yang hilang ditambah sejumlah tertentu, agar mencapai hampir semua populasi sehat (97.5%) di suatu kelompok umur, jenis kelamin, dan ukuran tubuh tertentu pada tingkat aktivitas sedang. Angka kecukupan energi dan protein pada anak usia sekolah dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 Angka kecukupan energi dan protein pada anak usia sekolah Umur (tahun) 7-9 Pria 10-12 Wanita 10-12
1
Berat Tinggi Badan Badan fk) (cm) 25.0 120.0 35.0 38.0
1
138.0 145.0
1
Angka Kecukupan Energi (kkaUorang1hari)
Angka Kecukupan Protein (gram/orang/hari)
1800
45
2050 2050
I
50 50
Surnber : Hardinsyah dan Tarnbunan (2004) diacu dalam Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VI11,2004
Deutsch dan Morril (1993) diacu dalam Susanti (1999) aktivitas fisik mempengaruhi kebutuhan zat gizi, terutama kebutuhan energi. Kebutuhan energi untuk aktivitas sedentari adalah 50% dari kebutuhan energi basal, untuk aktivitas sangat berat adalah 80% dan untuk aktivitas ekstrim adalah 90-100%. Kebutuhan
energi yang meningkat sejalan dengan beratnya aktivitas memicu konsumsi pangan lebih banyak. Kebutuhan energi menurut Depkes (2002) dapat dipenuhi dengan mengkonsumsi makanan sumber karbohidrat, protein dan lemak. Kecukupan masukan energi bagi seseorang ditandai oleh berat badan yang normal. Konsumsi energi yang melebihi kecukupan akan disimpan sebagai cadangan di dalam tubuh berbentuk lemak. Apabila keadaan ini berlanjut akan menyebabkan kegemukan disertai berbagai gangguan kesehatan (jantung, diabetes mellitus, tekanan darah tinggi dan lain-lain) Kebiasaan Makan Anak
Kebiasaan yang dilakukan terus menerus dalam jangka waktu relatif lama akan menjadi suatu pola hidup (Punvati et al. 2005). Kebiasaan makan menurut Suhardjo (1989) adalah cara individu atau kelompok individu memilih pangan dan mengkonsumsi sebagai reaksi terhadap pengaruh fisiologi, psikologi dan sosial budaya. Kebiasaan makan yang berpengaruh terhadap pemilihan makanan, konsumsi energi dan intik zat gizi, umumnya terbentuk pada masa kanak-kanak dan sebagian pada masa remaja. Walaupun mmah dan lingkungan sekolah memegang peranan terbesar dalam pembentukan pola konsumsi, namun terdapat peningkatan tendensi pada anak, terutama remaja, untuk memilih makanannya sendiri di luar mmah dan lingkungan sekolah. Namun tidak selamanya makanan yang dipilih tersebut sesuai dengan kaidah gizi yang seimbang (Kbumaidi 1989). Faktor lingkungan yang mempengaruhi pola makan meliputi perubahan persediaan makanan, meningkatnya kepercayaan terhadap makanan yang dikonsumsi di luar rumah karena adanya pengamh iklan makanan. Selain itu beberapa keluarga yang kedua orang tuanya bekerja dan waktu yang terbatas menjadi faktor penting dalam menentukan jenis-jenis makanan yang dikonsumsi (St-Onge et 01. 2003). Soelistijani dan Herlianty (2003) menyatakan kebiasaan makan yang tidak baik (kalori tinggi) pada anak-anak tanpa asupan zat gizi yang seimbang, dalam jangka waktu tertentu dapat menyebabkan kelebihan berat badan. Jika kondisi ini berlanjut maka dapat menimbulkan kegemukan. Pola makan dengan frekuensi terlalu sering, disertai adanya gangguan regulasi di pusat hipotalamus sehingga membuat seseorang makan secara
berlebihan
dapat berdampak pada terjadinya kegemukan
dan obesitas
(Misnadiarly 2007). Khomsan (2006) menganjurkan frekuensi makan sebaiknya
3 kali sehari untuk menghindari kekosongan lambung. Lebih lanjut Khomsan menyatakan bahwa kebiasaan minum susu sebaiknya dilakukan sepanjang hayat. Hal ini dikarenakan susu yang kaya kalsium akan membuat tulang kerangka tidak mudah keropos. Retensi kalsium untuk mencegah keropos tulang tidak hanya tejadi pada masa an&-an&
dan remaja, tetapi juga pada usia dewasa.
Menghindari sarapan dapat memicu terjadinya kegemukan. Hal ini terjadi karena menurut Punvati et al. (2005) umumnya orang mengompensasikan sarapan dengan makan siang yang berlebih atau memakan makanan kecil yang tinggi lemak dan kalori dalam jumlah yang relatif banyak. Melihat kondisi seperti ini, jika dihitung jumlah kalori yang masuk ke dalam tubuh lebih banyak bila dibandingkan dengan melakukan sarapan. Kebiasaan jajan dan kebiasaan mengkonsumsi camilan juga dapat mempengaruhi asupan energi, khususnya makanan yang mengandung energi tinggi. Madanijah (1994) diacu dalam Aktaria (2004) bahwa ada tiga alasan mengapa anak suka jajan yaitu tidak sempat sarapan, adanya uang saku dan kebutuhan biologis untuk kegiatan fisik. Jenis makanan jajanan yang dikonsumsi anak sekolah tersebut hampir semuanya merupakan pangan sumber energi (chiki, roti, bakso, siomay, gorengan dan sebagainya). Mengemil merupakan kegiatan makan diluar waktu makan.
Bila tidak dikontrol ha1 ini akan menyebabkan
kegemukan karena jenis makanan yang dikonsumsi adalah makanan tinggi kalori yang umumnya rasanya gurih, manis dan digoreng (Purwati et al. 2005). Menurut Hui (1985) diacu dalam Adiningrum (2008) sayuran dan juga buahbuahan dapat mencegah kejadian obesitas karena dapat mengurangi rasa lapar tetapi tidak menimbulkan kelebihan lemak. Selain itu, dapat membantu memperlancar pencemaan dan dapat mencegah konstipasi pada anak.
Aktivitas Fisik Anak Aktivitas fisik menurut Subardja (2004) adaiah setiap gerakan fisik sebagai hasil dari adanya kontraksi ;tot skeletal dan diukur sebagai pengeluaran energi. Gaya hidup yang sedikit menggunakan aktivitas fisik akan berpengaruh
terhadap kondisi tubuh seseorang. Berkurangnya aktivitas fisik dan gaya hidup sedentaris berpengaruh terhadap terjadinya obesitas. Sesuai dengan pernyataan Miller et al. (2004) bahwa telah terjadi perubahan gaya hidup (lifes~le) di seluruh dunia khususnya pada anak-anak. Hal ini ditandai dengan penurunan aktivitas fisik dan peningkatan konsumsi energi. Lebih lanjut Miller menyatakan bahwa anak-anak lebih banyak menggunakan kendaraan atau alat-alat yang otomatis (lift dan eskalator) dibandingkan dengan menaikki tangga atau berjalan kaki dari suatu tempat ke tempat lain. Punvati et al. (2005) menambahkan bahwa aktivitas fisik akan membakar energi dari dalam tubuh. Sementara itu kemajuan teknologi banyak menciptakan alat-alat yang mampu menghemat pengeluaran energi dari dalam tubuh seperti mesin cuci, blender, eskalator, lift, mobil, bus dan sebagainya. Selain itu, kesibukan rutinitas kerja yang semakin meningkat menyebabkan seseorang tidak mempunyai waktu untuk berolah raga. Dengan demikian jika asupan energi ke dalam tubuh berlebihan dan tidak diimbangi dengan aktivitas fisik yang tinggi, maka tubuh akan mengalami kegemukan. Anak-anak sekolah memiliki aktivitas yang berbeda pada hari sekolah dengan hari libur. Penelitian yang dilakukan Bahren (2000) menunjukkan bahwa kegiatan di sekolah adalah kegiatan utama anak pada hari sekolah dengan total waktu 300 menit. Alokasi waktu anak sekolah meliputi bagaimana seorang anak sekolah yang tugas utamanya adalah belajar dapat mengatur waktunya antara kegiatan di sekolah, di luar sekolah, kegiatan di rumah dan di luar rumah baik pada hari sekolah dan hari libur. Kegiatan tersebut antara lain tidur, sekolah, belajar, bennain, nonton TV, olah raga dan seni, serta kegiatan lainnya. Berdasarkan hasil penelitian Aktaria (2004) walaupun anak-anak mengikuti kurikulum olah raga di sekolah, namun mereka lebih tidak aktif setelah pulang sekolah. Kegiatan umum setelah pulang sekolah antara lain tidur, nonton TV, mendengarkan musik, dan main playstation atau komputer. Menurut Proctor et al. (2003), anak-anak lebih banyak menghabiskan waktunya untuk menonton TV dan main komputer daripada berolahraga. Menonton TV menyebabkan obesitas 8 kali lebih besar pada anak-anak yang menonton TV lebih dari 5 jamlhayi
dibandingkan dengan yang menonton TV hanya 2 jamlhari atau kurang.
Faktor Genetik Masih banyak kontroversi sejauh mana sebetulnya peranan faktor genetik (keturunan) dalam terjadinya kegemukan pada individu. Menurut Ebbeling et al. (2002), seseorang sering menghubungkan berat badannya dengan faktor genetik, karena gen dapat mempengaruhi kecenderungan peningkatan berat badan. Akan tetapi pengaruh gen tersebut hanya sedikit, karena tidak hanya genetik saja tapi juga faktor kebiasaan dan lingkungan berperan penting dalam terjadinya obesitas anak.
Faktor keturunan telah diketahui mempunyai peranan kuat sebagai
parentalfatness, anak yang obesitas biasanya berasal dari keluarga yang obesitas (Meilany 2001). Punvati et al. 2005 menyatakan bahwa anak-anak dari orang tua dengan berat badan normal mempunyai peluang 10% menjadi gemuk. Bila salah satu orang tuanya menderita kegemukan, maka peluang itu akan meningkat menjadi 40-50%. Bila kedua orang tuanya menderita kegemukan, peluang faktor keturunan meningkat menjadi 70-80%. Pernyataan yang sama dari Khomsan (2004) orang yang menderita kegemukan lebih sering mempunyai orang tua yang gemuk pula. Apabila salah satu orang tua gemuk maka anak-anaknya mempunyai kemungkinan 40% menjadi gemuk. Bila kedua orang tuanya gemuk maka anaknya mempunyai peluang 80% menjadi gemuk. Hal ini didukung oleh hasil penelitian Whitaker el al. (1997) menemukan bahwa obesitas pada orangtua secara signifikan menyebabkan resiko obesitas pada masa dewasa untuk anak yang obes dan tidak obes, terutama bagi mereka yang usianya di bawah 10 tahun. Peningkatan resiko menjadi obesitas pada satu atau kedua orangtua, mempengaruhi obesitas pada ketumnan mereka karena faktor gen dan juga faktor lingkungan dalam keluarga itu sendiri. Whitaker (2004) juga menyatakan prevaiensi obesitas pada anak usia 2, 3, dan 4 tahun yang mempunyai ibu obes masing-masing 9.5%, 12.5%, dan 14.8%. Resiko obesitas pada anak ini dikaitkan dengan obesitas ibu pada trimester pertama kehamilan. Selain itu Wirakusumah (1994) menyatakan bahwa apabila ada fsktor keturunan obesitas, maka ada kecendemngan pada seseorang untuk membangufi lemak lebih banyak dari orang lain karena ada sifat metabolisme yang ditumnkan, misalnya ada gen bawaan pada kode untuk enzim Adipose Tissue
Lipoprotein Lipase lebih aktif. Enzim ini berperan dalam menghidrolisis triasilgliserol lipoprotein dalam jaringan yang akan disintesis menjadi lemak lagi atau dibakar.
Konsumsi Fast food lstilah fast food pertama kali diperkenalkan di Amerika Serikat sekitar tahun 1950-an dan menjadi pola makan yang dominan diantara anak-anak. Jumlah restoran fast food sampai saat ini diperkirakan ada 247.1 15 unit di seluruh negara (Bowman et al. 2004). Menurut Bertram (1975) diacu dalam Hayati (2000), fast food merupakan istilah yang mengandung dua arti berbeda, namun keduanya sama-sama mengacu pada penghidangan dan konsumsi makanan secara cepat. Kedua arti tersebut adalah sebagai berikut: 1) Fast food dapat diartikan sebagai makanan yang dapat dihidangkan dan dikonsumsi dalam waktu seminimal mungkin, 2) Fast food juga dapat diartikan sebagai makanan yang dapat dikonsumsi secara cepat. Pada umumnya restoran-restoran &st food yang ada di Indonesia menggunakan pola Franchising atau waralaba dan biasanya menggunakan nama atau merek yang sudah mendunia seperti Mc Donald, Kentucky Fried Chicken, Pizza Hut dan sebagainya (Hayati 2000). Menurut Khomsan (2006), pangan di restoran fast food tersusun dari berbagai jenis bahan yang sudah dikenal. Sumber karbohidrat utamanya adalah nasi, kentang dan terigu. Sedangkan sumber protein didominasi oleh daging (ayam d m sapi), ikan, telur dan susu. Produk fart food dapat dibedakan menjadi dua, yaitu produk fast food yang berasal dari Barat dan lokal. Fast food yang berasal dari Barat sering disebut fast food moderen seperti fried chicken (ayam goreng), french fries potatoes (kentang goreng), burger, pizza, hotdog,
cheesebtirgers, sandtvich, salad, dan sebagainya. Sedangkan fast food lokal disebut dengan istilah fast food tradisional seperti warung tegal (Warteg), restoran Padang, warung sunda, dan sejenisnya. Makanan yang biasa dihidangkan berupa ketoprak, gado-gado, dan sejenisnya (Hayati 2000). Kehadiran fast food juga didukung oleh manajemen yang handal d m juga dilakukannya terobosan yang membuat konsumen semakin terpikat. Misalnya, desain interior restoran yang dibuat rapi, menarik dan bersih. Untuk anak-anak
disediakan tempat bermain yang representatif. Pada waktu-waktu tertentu restoran fast food memberikan hadiah mainan anak-anak yang membuat mereka menjadi pelanggan setia (Khomsan 2006). Fasilitas-fasilitas tersebut dapat menarik konsumen khususnya anak-anak untuk lebih sering mengunjungi restoran fast food bersama keluarga maupun teman sebayanya. Meilany (2001) menyatakan bahwa frekuensi makan di luar rumah cenderung meningkat, terutama dilakukan oleh anak-anak usia sekolah. Makanan jajanan yang tersedia dan sering menjadi pilihan para orang tua maupun anak adalah fast food. Bahkan keberadaan fast food dewasa ini bagi masyarakat perkotaan mempunyai daya tarik gaya hidup, di mana orang yang makan di restoran tersebut ingin tampak wlesternized dan modern. Banyaknya keluarga dengan kedua orang tua bekerja,
tejadi peningkatan ketergantungan terhadap makanan cepat saji fist food). Makanan semacam ini cenderung tinggi lemak sehingga merugikan kesehatan, karena temyata adipositas pada manusia berkorelasi positif dengan kandungan lemak makanan dan berkorelasi negatif dengan kandungan karbohidrat dan protein nabati (Subardja 2004) Menurut Punvati et al. (2005), salah satu penyebab kegemukan adalah kesalahan dalam memilih makanan (makanan cepat saji) hanya karena prestise atau gengsi semata. Makanan cepat saji @st food) tersebut banyak mengandung lemak, kalori, dan gula berlebih. Pendapat yang sama dinyatakan oleh Misnadiarly (2007) bahwa mengkonsumsi makanan cepat saji dan minuman bersoda memiliki andil dalam peningkatan berat badan. Makanan dan minuman seperti ini biasanya memiiiki kandungan kalori, gula atau garam yang tinggi. Penelitian-penelitian menemukan adanya kaitan antara riwayat kebiasaan mengkonsumsi makanan tinggi energi dan lemak, dengan meningkatnya kegemukan dan obesitas. Padmiari dan Hadi (2003) melaporkan bahwa semakin banyak jenis fast food (3 4 jenis) yang dikonsumsi, maka semakin tinggi risiko anak untuk menderita obesitas (OR = 9.66). Hal ini berkaitan dengan jumlah energi dari fast food yang dikonsumsi berpengaruh-terhadap tejadinya obesitas. Menurut Ebbeling ef al. (2002) beberapa faktor makanan yang berkaitan dengan obesitas antara lain porsi yang berlebihan, kandungan energi yang tinggi, palatabilitas (kesukaan terhadap rasa lemak, gula dan garam), kandungan lemak
jenuh, tingginya indeks glikemik, dan kandungan serat yang rendah. Meilany (2001), fenomena makanan cepat saji Vast food) menjadi salah satu penyebab utama terjadinya obesitas. Makanan yang cepat saji ini mengandung energi yang sangat tinggi, karena 40%-50%-nya adalah lemak. Padahal kebutuhan tubuh terhadap lemak hanya sekitar 15% saja. Sebagian besar kebutuhan tubuh semestinya adalah karbohidrat yang mencapai 60% dan protein sekitar 20%. Bowman et al. (2004) menyatakan bahwa anak-anak yang makan fast food, mengkonsumsi energi rata-rata
187 kkal per hari lebih banyak
dibandingkan yang tidak mengkonsumsi fast food. Menurut Pereira et al. (2003) odd rasio menjadi obes periode lebih dari 15 tahun meningkat 86% di antara retnaja kulit putih (tidak termasuk kulit hitam) yang mengunjungi restoran fast food lebih dari dua kali seminggu. Dibandingkan dengan mereka yang
mengunjungi restoran fast food hanya satu kali seminggu. Sebuah penelitian yang dilakukan oleh French et al. (2001) melaporkan bahwa 75% remaja makan di restoran fast food selama beberapa minggu sebelumnya. Siswa laki-laki dan perempuan yang mengunjungi restoran fast food 2 3 kali dalam seminggu memiliki asupan energi masing-masing sebesar 40% dan 37% lebih tinggi dari siswa yang tidak makan di restoran fast food. Bowman et al. (2004) melaporkan bahwa anak-anak dan remaja yang mengkonsumsi fast food pada hari tertentu dibandingkan dengan yang tidak akan mengkonsumsi lebih banyak energi, lemak jenuh, garam dan sedikit serat (dietary Jiber). Hal ini terjadi karena kandungan fast food yang tinggi energi, lemak
jenuh, garam akan tetapi rendah serat. Oleh sebab itu jenis makanan lain yang dikonsumsi oleh konsumen fast food hams dipilih dengan baik untuk mensuplai kebutuhan zat gizi dan serat yang kurang dalam fast food (Hartati 1999).
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Konsumsi Fast Food Aspek Sosiai Ekonomi Keadaan sosial ekonomi dalam kaitannya dengan gizi dapat ditinjau dari tingkat pendidikan formal, pengetahuan gizi, pendapatan dan besar keluarga. Tingkat pendidikan akan berhubungan dengan jenis pekerjaan seseorang. Semakin tinggi tingkat pendidikan maka kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan yang layak semakin besar (Engel et al. 1994). Selain itu menurut hasil penelitian Madanijah (2004a), terdapat hubungan positif antara pendidikan ibu dengan pengetahuan gizi, kesehatan dan pengasuhan anak. Ibu yang memiliki pendidikan tinggi cendemng mempunyai pengetahuan gizi, kesehatan dan pengasuhan anak yang baik. Jenis pekerjaan akan mempengaruhi pendapatan seseorang. Pendapatan keluarga adalah besarnya rata-rata penghasilan yang diperoleh dari seluruh anggota keluarga. Pendapatan keluarga juga tergantung pada jenis pekerjaan suami dan anggota keluarga lainnya (Susanti 1999). Tingkat pendapatan keluarga sangat berpengaruh
terhadap konsumsi
energi keluarganya.
Perubahan
pendapatan secara langsung dapat mempengaruhi perubahan konsumsi pangan keluarga. Orangtua yang mempunyai pendapatan perbulannya cukup tinggi akan mempunyai daya beli yang tinggi, sehingga memberi peluang yang lebih besar untuk membeli makanan berenergi tinggi @st food). Holman (1987) diacu dalam Novitasari (2005) menyatakan bahwa sesuai dengan hukum Bennet semakin meningkat pendapatan seseorang maka konsumsi pangan akan bergeser ke arah konsumsi pangan dengan harga kalori yang lebih mahal, seperti pangan hewani yang kandungan lemaknya lebih tinggi. Madanijah (2004b) juga menyatakan bahwa meningkatnya pendapatan berarti memperbesar peluang untuk membeli pangan dengan kualitas dan kuantitas yang lebih baik dibandingkan dengan keluarga dengan tingkat pendapatan rendah. Penelitian Meilany (2001), subyek penelitiannya sebanyak 51.8% yaitu anak obes berasal dari keluarga dengan tingkat pendapatan menengah ke atas, dengan pendapatan perkapita tingkat tinggi. Hasil penelitian Bowman et al. (2004) bahwa anak-anak dengan status sosial ekonomi tinggi mempunyai uang
lebih banyak, oleh sebab itu kelnampuan untuk membeli fast food yang kandungan energi tinggi lebih besar. Menurut Sanjur (1982) besar keluarga adalah banyaknya anggota keluarga yang terdiri dari ayah, ibu, anak dan anggota keluarga lain yang hidup dari pengelolaan sumberdaya yang sama. Dikatakan pula bahwa besar keluarga mempengaruhi jumlah pangan yang dikonsumsi dan pembagian ragam yang dikonsumsi dalam keluarga. Kualitas maupun kuantitas pangan secara langsung akan menentukan status gizi keluarga dan individu. Besar keluarga juga mempengaruhi pengeluaran pangan. Suhardjo (1989) juga menyatakan bahwa terdapat hubungan yang sangat nyata antara jumlah anggota keluarga dengan status gizi, khususnya bagi keluarga yang berpenghasilan rendah pemenuban makan akan lebih mudah jika jumlah anggota keluarganya sedikit. Pada taraf ekonomi yang sama, keluarga miskin dengan jumlah anak yang banyak akan sulit memenuhi kebutuhan hidupnya. Umumnya penyelenggaraan makan di rumah tangga sehari-bari dikelola oleh seorang ibu. Dengan demikian tingkat pengetahuan gizi ibu berhubungan erat dengan makanan yang dikonsumsi keluarga. Hal ini sesuai dengan pernyataan Padmiari dan Hadi (2003) bahwa pengetahuan gizi mempunyai peranan sangat penting dalam pembentukan kebiasaan makan seseorang dalam memilih jenis dan jumlah makanan yang dikonsumsi. Akan tetapi Sanjur (1982) menambahkan bahwa pengaruh pengetahuan gizi terhadap konsumsi makanan tidak selalu linier, artinya semakin tinggi tingkat pengetahuan gizi ibu rumah tangga, belum tentu konsumsi makanan menjadi baik. Konsumsi makanan jarang dipengaruhi oleh pengetahun gizi secara tersendiri, tetapi merupakan interaksi dengan sikap dan keterampilan gizi.
Informasi Pangan Informasi sangat menentukan bagi konsumen dalam menjatuhkan pilihan pada produk yang akan dibelinya. Selain itu tinggi rendahnya pemahaman konsumen terhadap suatu produk sangat tergantung pada informasi yang disampaikan oleh produsen. Informasi tersebut dapat berupa keterangan lisan, brosur, pamflet, majalah, iklan radio maupun televisi (Laksono 1997). Selain
pengaruh reaksi indera terhadap pemilihan pangan, kesukaan pangan pribadi makin terpengaruh oleh pendekatan melalui media massa. Radio, TV, pamflet, iklan, dan bentiik media massa lain, beberapa diantaranya kini telah mencapai daerah pedesaan, efektif dalam merubah kebiasaan makan (Harper ei al. 1986). Menurut Engel et al. (1994) kemampuan iklan untuk menciptakan sikap memilih suatu produk mungkin sering bergantung pada sikap konsumen terhadap iklan itu sendiri. Iklan yang disukai atau dievaluasi secara menguntungkan dapat menghasilkan sikap yang lebih positif terhadap produk. Iklan yang tidak disukai mungkin menurunkan evaluasi produk oleh konsumen. Sumber informasi yang berkenaan dengan makanan dapat berupa iklan, promosi, pengalaman masa lalu maupun pengaruh orang-orang terkemuka serta lingkungan sosial terdekat yang dijumpai. Dari berbagai sumber informasi yang ada pada saat ini, iklan yang terdapat pada media televisi merupakan sumber informasi yang cukup efektif dalam menyampaikan informasi tentang produk makanan. Seperti yang diungkapkan oleh The Henry J. Kaiser Family Foundation (2004) menonton televisi secara signifikan berkaitan dengan asupan energi anak-anak, karena adanya permintaan mereka mempengaruhi pembelanjaan orang tua terhadap makanan yang diiklankan di televisi. Hasil penelitian Nikmah (2007) terhadap restoran McDonald's
menyatakan bahwa promosi yang dilakukan oleh
McDonald's bertujuan untuk mengkomunikasikan informasi dari produsen ke konsumen sehingga menarik minat konsumen untuk membeli produk yang ditawarkan. Selain itu promosi juga berfungsi menciptakan kesadaran konsumen akan merek McD, meningkatkan citra merek McD dan meningkatkan nilai penjualan produk serta mengembangkan pangsa pasar. Kegiatan promosi tersebut diantaranya adalah beriklan baik di media cetak maupun elektronik, billboard, spanduk, brosur, leajet dan banner. Selain televisi lingkungan sekolah juga dapat dijadikan sebagai sumber informasi pangan, dengan menyediakan menu kantin maupun katering makan siang dengan menu fast food. Selain iklan yang terdapat dalam media cetak maupun elektronik, teman dan keluarga juga merupakan sumber informasi penting tentang produk makanan baru, karena
seseorang cenderung lebih mudah menerima informasi pangan dari orang-orang terdekat khususnya keluarga. Kesukaan Manusia menerima jenis pangan yang dapat dimakan dan menolak pangan yang tidak dapat dimakan. Di antara jenis pangan yang dapat dimakan akan terbentuk kesukaan atas dasar reaksi panca indera dan karakteristik budaya. Reaksi panca indera yang meliputi faktor psiko-fisikal, kognitif, dan afektif akan membentuk perbedaan rasa dan pemilihan terhadap pangan.
Karakteristik
budaya yang mencakup faktor simbolik, sosial dan ekonomi akan berinteraksi dengan panca indera dan preferensi akan membentuk pola makan dan mempengaruhi pemilihan pangan (Berg 1986). Kesukaan terhadap makanan diperoleh dari pengalaman di lingkungan keluarga sejak masih kecil yang dilanjutkan sampai tumbuh dewasa. Makanan yang disukai anggota keluarga biasanya akan disukainya dan yang tidak disukai anggota keluarganya mungkin tidak disukainya juga. Pengalaman yang menjadi dasar terbentuknya pemilihan terhadap makanan meliputi tekstur, bau, rupa dan rasa terhadap suatu makanan (Sanjur 1982). Apakah suatu makanan dianggap memenuhi selera atau tidak tergantung tidak hanya pada pengaruh sosial budaya tetapi juga dari sifat fisiknya.
Reaksi indera rasa terhadap makanan sangat
berbeda dari orang ke orang. Penampilan yang meliputi wama dan bentuk juga mempengaruhi sikap terhadap pangan (Harper et al. 1986). Setiap masyarakat mempunyai aturan-aturan, rasa suka dan tidak suka serta mengalami perubahan sehingga membatasi konsumsi terhadap jenis-jenis makanan.
Televisi juga
menyajikan iklan produk makanan yang dapat mempengaruhi kesukaan maupun pilihan makanan seorang anak.
KERANGKA PEMIKIRAN Fast food merupakan salah satu jenis makanan yang sedang menjadi trend saat ini. Umumnya fast food disukai oleh anak-anak, kaum muda sampai orang dewasa. Fast food merupakan makanan cepat saji yang mengandung energi tinggi. Saat ini fast food telah menjadi bagian dari perilaku konsumsi sebagian anak dan remaja di luar rumah di berbagai kota dan diperkirakan cenderung akan semakin meningkat. Konsumsi fastfood dipengaruhi oleh keadaan sosial ekonomi keluarga. Semakin tinggi tingkat pendidikan maka kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan yang layak semakin besar. Jenis pekerjaan orang tua akan mempengaruhi
pendapatan
keluarga.
Pendapatan
keluarga yang
tinggi
meningkatkan kemampuan untuk membeli fast food yang harganya relatif mahal. Sedangkan pengetahuan gizi ibu berpengaruh terhadap pemilihan makanan dan penentuan jumlah makanan yang diberikan untuk memenuhi kebutuhan gizi anak. Kecenderungan anak sekolah dalam mengonsumsi fast food semakin meningkat seiring dengan perubahan pola konsumsi keluarga.
Hal ini terjadi karena
keluarga merupakan sumber informasi pangan yang penting berkaitan dengan kebiasaan makan dan sikap pemilihan makanan. Anak-anak biasanya meniru bagaimana ayah, ibu dan anggota keluarganya makan. Selain iklan di televisi, lingkungan sekolah yang terdiri dari teman sebaya dan juga kantin yang selalu menyediakan fast food dapat dijadikan sumber informasi pangan yang cukup efektif mengubah kebiasaan makan anak. Kesukaan atau ketidaksukaan juga mempengaruhi anak untuk memilih jenis fast
food yang akan dikonsumsi. Fast food yang mengandung energi tinggi jika dikonsumsi secara berlebihan dapat mempengaruhi asupan energi yang akan menimbulkan terjadinya kegemukan dan obesitas pada anak. Kegemukan dan obesitas dapat terjadi karena adanya keseimbangan energi yang positif. Keseimbangan energi positif ini disebabkan oleh pemasukan energi melalui konsumsi pangan yang lebih besar dibandingkan penggunaan energi untuk aktivitas fisik. Selain itu kebiasaan makan dengan frekuensi sering, kebiasaan minum susu, kebiasaan jajan dan mengonsumsi camilan berenergi
tinggi pada anak usia sekolah ditambah dengan kurangnya makan sayur dan buah akan mempengaruhi asupan energi, sehingga jika tidak diimbangi dengan aktivitas fisik dapat menyebabkan penumpukan energi yang memungkinkan timbulnya kegemukan. Aktivitas anak sekolah tentunya berbeda pada hari sekolah dan hari libur. Dampak dari kemajuan teknologi membuat anak biasa dengan gaya hidup sedentari, sehingga energi yang dikeluarkan hanya sedikit. Status gizi dari orang tua yang gemuk memberi peluang yang lebih besar pada anak untuk menjadi gemuk. Keadaan ini akan semakin nyata jika didukung oleh konsumsi energi yang berlebihan dan kurangnya melakukan aktivitas fisik. Sehingga terjadinya kelebihan berat badan (kegemukan) dan penimbunan lemak tubuh yang mengakibatkan obesitas anak. SosiaI ekonomi : - Pendidikan orang tua - Pengetahuan giri ibu Pendapatan keluarga Sesar keluarga
-
I Kebiasaan m a k a n :
-
I
Frekuen~imakan sehari Keblasaan sarapan, minum susu, jajan, mengemii Makan sayur dan buah
I
'4' K o n r u m r i F a s t Food : Frekuensi
-
-
L.........
I
-
Kesvkaan
I
Status Gizi : -Normal Kegemukan - Obe~ita~
., .......... ; - MetabOliSme
+I
Akti"ita3 fi~ik
................... InfekSi Penyakit .. ...............;
:
Enzim & Hormon Obat-obatan
..t
I.... .................., Keterangan :
diteliti -- - - - - - - -
tidak diteliti
Gambar 1 Kerangka pemikiran konsumsi fast food dan faktor-faktor yang berhubungan dengan kegemukan
METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Penelitian y menggunakan Desain penelitian ini adalah cross sectional ~ t ~ t ddengan metode survey. Penelitian dilakukan di S D Bina Insani Bogor, dengan pertimbangan status ekonomi orang tua siswa sebagian besar tergolong menengah ke atas dan banyaknya jumlah anak yang mengalami kegemukan. Penelitian dilakukan selama 3 bulan yaitu pada bulan April-Juni 2007, yang disesuaikan dengan kalender akademik SD Bina Insani Bogor agar tidak mengganggu kegiatan belajar mengajar. Teknik Penarikan Contoh Populasi contoh penelitian ini adalah siswa-siswi SD Bina Insani Bogor yang duduk di kelas IV, dan V. Populasi yang berjumlah 299 orang tersebut ditentukan status gizinya melalui pengukuran antropometri dengan menimbang berat badan dan diukur tinggi badan. Kemudian dikelompokkan menjadi empat kelompok berdasarkan status gizinya menurut CDC (2000), yaitu undenveight (IMTN < persentil ke-5) sebanyak 16 orang, normal (IMT/U 2 persentil ke-5 - cPersentil ke-85) sebanyak 171 orang, at risk of ovenveight (IMTN 2 persentil ke-85 - < persentil ke-95) sebanyak 57 orang dan ovenveight (IMTN
> persentil
ke-95) sebanyak 55 orang. Metode yang digunakan dalam penarikan contoh adalah pengambilan contoh acak (random sampling).
Setelah diacak, maka
jumlah contoh yang diambil dari kelompok gemuk (ovenveight) adalah 30 orang dan dari kelompok normal adalah 30 orang. Pengumpulan data penunjang diperoleh dari kuesioner yang diberikan kepada orangtua siswa sebagai responden. Prosedur penarikan contoh dapat dilihat pada Gambar 2.
1 299 orang siswa Kelas IVdan VSD Bina lnsani 1 ,......-.. Penenluan slahls gizi (IMTRI)
I 30 orang overweight (aemuki
Gambar 2 Bagan penarikan contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data Data penelitian yang dikumpulkan adalah data primer dan data sekunder. Data primer meliputi data karakteristik anak (usia, jenis kelamin, dan uang saku), karakteristik sosial ekonomi keluarga (pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua, pendapatan orang tua, pengetahuan gizi ibu, dan besar keluarga), sumber informasi pangan, tingkat kesukaan, konsumsi fast food, kebiasaan makan, konsumsi pangan, status gizi orang tua dan aktivitas fisik. Pengumpulan data primer dilakukan melalui wawancara dengan menggunakan kuesioner. Data frekuensi konsumsi fast food dikumpulkan dengan menggunakan food 3equency q~restionnaire(FFQ).
Untuk data konsumsi
pangan dan aktivitas fisik digunakan metode recall 2 x 24 jam pada 1 hari sekolah dan 1 hari libur, serta menduga lama waktu yang dihabiskan untuk setiap aktivitas. Dalam pengukuran antropometri (IMTAJ) berdasarkan standar CDC (2000), pertama-tama dilakukan penentuan umur anak dalam bulan. Kemudian diukur berat badan dan tinggi badan untuk dihitung dengan menggunakan rumus Indeks Massa Tubuh menurut Umur (IMTIU) sebagai berikut : IMT = BB (kg)/7'~' (m)
Hasilnya dibandingkan dengan referensi IMT (Tabel 3) pada umur yang sama dengan anak yang dinilai status gizinya.
Menimbang berat badan
menggunakan timbangan injak digital (kapasitas 200 kg dengan ketelitian 0,1 kg). Tinggi badan diukur menggunakan Microtoise (panjang 200 cm dengan ketelitian 0,l cm). Data sekunder meliputi gambaran umum sekolah tempat penelitian berlangsung. Tabel 3. Referensi I M T N untuk menggambarkan status gizi anak No
Status Gizi (kglm2)
Jenis Umur kelamin (tahun) Underweight
Normal
ovenveight Risk
~venveigltf
1 Laki-Laki
9
< 13.96
13.96- 18.62
18.63 -21.07
2 21.08
2 Laki-Laki
10
< 14.22
14.22- 19.38
19.39-22.14
2 22.15
Laki-Laki 11 Perempuan 9 Perempuan 10 Perempuan I I Sumber : CDC (2000)
<14.56 < 13.74 < 14.03 < 14.40
14.56-20.18 13.74- 19.10 14.03 - 19.97 14.40-20.85
20.19-23.20 19.11 -21.80 19.98 -22.97 20.86-24.13
223.21 221.81 2 22.98 2 24.14
3 4 5 6
Pengolahan dan Analisis Data
Data primer dan sekunder yang dikumpulkan dalam penelitian kemudian diolah dan dianalisis secara deskriptif dan inferensia. Program yang digunakan untuk mengolah dan menganalisis data adalah Microsoft Excel dan SPSS 15.0 for
Windows. Hasil recall makanan total sehari-hari selama 2 hari yang dikonsumsi anak perhari dicatat, dikonversi beratnya dalam gram, dirata-ratakan kemudian dihitung kandungan energi dan zat gizinya. Setelah konsumsi energi dan zat-zat gizi diketahui, selanjutnya dihitung Tingkat Konsumsi Gizi (TKG) terutama energi dan protein bagi setiap individu dengan menggunakan rumus sebagai berikut : TKGi =
Ki
x 100%
AKGi keterangan :
i
TKGi
= tingkat konsumsi zat gizi
Ki
=
AKGi
= angka kecukupan gizi berdasarkan berat badan ideal
konsumsi zat gizi i
Angka kecukupan energi untuk contoh ditentukan berdasarkan berat badan ideal contoh dengan menggunakan rumus berikut : BBideal
x TB
=
IMT,,,,I
BBideal
=
berat badan ideal contoh (kg)
IMT,,,,,I
=
indeks massa tubuh status gizi normal (kg/m2) menurut
keterangan :
CDC (2000)
TB
=
tinggi badan a h a 1 contoh (m2) AKE = BBideulx AKEWPG BBWNPG
maka diperoleh : keterangan : AKE
=
angka kecukupan energi berdasarkan berat badan ideal (kkal)
BBid-1
=
berat badan ideal contoh (kg)
AKEWPG= angka kecukupan energi berpedoman pada angka kecukupan energi yang dianjurkan dalam Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII tahun 2004 BBwPG
=
berat badan standar menurut Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII tahun 2004
Analisis statistik yang digunakan pada penelitian ini antara lain uji beda t (independent samples t-test) untuk menganalisis perhedaan uang saku, frekuensi konsumsi fast food, pengetahuan gizi, konsumsi energi, status gizi orang tua dan aktivitas fisik.
Sedangkan uji Mann Whitney untuk menganalisis perbedaan
karakteristik sosial ekonomi keluarga, sumber informasi, tingkat kesukaan dan kebiasaan makan. Untuk menganalisis hubungan karakteristik sosial ekonomi keluarga, sumber informasi fast food dan tingkat kesukaan dengan frekuensi konsumsi fast food digunakan uji korelasi Spearman. Analisis korelasi Pearson digunakan untuk melihat faktor-faktor yang berhubungan dengan kegemukan anak sekolah di SD Bina Insani Bogor. Variabel yang diteliti pada penelitian beserta kategorinya dapat dilihat pada Lampiran 1.
Definisi Operasional Contoh adalah siswa-siswi yang duduk di kelas IV dan V SD Bina lnsani Bogor yang berstatus gizi gemuk dan normal.
Fast Food adalah makanan cepat saji (ayam goreng, kentang goreng, burger, pizza, spaghetti dan beef teriyaki ) yang berasal dari restoran-restoran
fast food : McDonald's, Kentucky Fried Chicken (KFC), California Fried Chicken (CFC), Pizza Hut, Texas, Hoka-Hoka Bento, Hartz Chicken Buffet dan A&W. Frekuensi konsumsi Fast Food adalah seberapa sering anak gemuk dan normal mengonsumsi fast food selama 1 minggu yang dibeli di restoran fast
food. Kegemnkan adalah status gizi lebih dengan nilai IMTRJ 2 persentil ke-95 menurut CDC (2000). Konsumsi pangan adalah jenis dan jumlah makanan yang dikonsumsi anak gemuk dan normal dalam satu hari dengan cara recall 2 x 24 jam pada satu hari kuliah dan sat- hari libur. Kebiasaan makan adalah perilaku makan anak gemuk dan normal yang terdiri dari frekuensi makan dalam sehari, kebiasaan sarapan, kebiasaan minum susu, kebiasaan makan sayur dan buah, kebiasaan makan camilan, kebiasaan jajan di rumah dan di sekolah. Kesukaan adalah pilihan terhadap salah satu jenis fast food (aroma, tekstur dan rasa) yang paling disukai anak. Informasi Pangan adalah semua informasi tentang fast food yang diperoleh anak melalui keluarga, teman, lingkungan sekolah maupun iklan di televisi. Aktivitas Fisik adalah alokasi waktu (24 jam) yang dihabiskan anak gemuk dan normal untuk melakukan aktivitas setiap hari di sekolah, di luar sekolah, kegiatan di rumab dan di luar rumah baik pada hari sekolah dan hari libur. Kegiatan tersebut antara lain tidur, sekolah, belajar, bermain, nonton TV, olah raga dan seni, serta kegiatan lainnya. Besar keluarga adalah jumlah keluarga yang terdiri dari ayah, ibu, kakak atau adik dan anggota keluarga lainnya yang tinggal satu rumah dengan anak gemuk dan normal.
Pendapatan orang tua adalah jumlah seluruh uang yang dihasilkan oleh kedua orang tua dari usaha atau pekerjaan dalam waktu satu bulan. Pengetahuan gizi ibu adalah pemahaman ibu baik terhadap gizi dan kesehatan secara umum, fast food maupun tentang kegemukan yang diketahui berdasarkan jawaban ibu terhadap pertanyaan pada kuesioner yang diberikan. Status gizi orang tua adalah keadaan gizi kedua orang tua anak gemuk dan normal yang dinilai dengan pengukuran indeks massa tubuh (IMT).
HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Sekolah Dasar Bina Insani adalah salah satu sekolah swasta favorit yang terletak di Jalan KH. Sholeh Iskandar Tanah Sareal Bogor, berdiri di atas areal tanah seluas 12.000 m2. Sekolah yang bernuansa islami ini didirikan pada tahun 1990 dengan motto " mendidik insan beriman, berilmu dan beramal
". Jumlah
staf pengajar (guru) di SD Bina lnsani adalah 48 orang dan staf Tata Usaha sebanyak 3 orang. Sekolah tersebut dipimpin oleh kepala sekolah yang bergelar Magister Pendidikan. Siswa SD Bina Insani Bogor berjumlah 879 orang, terdiri dari 481 orang laki-laki dan 398 orang perempuan. Jumlah kelas pada tiap jenjang kelas adalah
5 kelas dan diberi nama sesuai susunan alphabet (A-E). Sekolah tersebut menjalankan sistem 5 hari belajar (Senin-Jumat), yang dimulai pada pukul 07.15 sampai dengan pukul 14.30 WIB. Fasilitas yang ada di SD Bina Insani adalah ruang kelas, ruang guru dan staf TU, laboratorium komputer, laboratorium bahasa, perpustakaan, UKS, masjid, kantin, dan kamar mandi. Kegiatan ekstrakurikulernya adalah karate, sepak bola, paduan suara, drama, Al Qur'an, bahasa Inggris, band cilik, seni tari, drum band, seni lukis, pramuka dan jumalis. Setiap bulan April, kegiatan ekstrakurikuler tersebut ditampilkan pada acara apresiasi seni. SD Bina Insani juga mengadakan kegiatan widya wisata sekali dalam satu semester yang diikuti oleh seluruh siswa kelas I sampai kelas VI. Kegiatan Career Day yang khusus untuk kelas VI dilaksanakan setiap hari Rabu, dengan mendatangkan para profesional kerja di berbagai bidang. Prestasi yang diraih oleh SD Bina Insani ini cukup banyak, salah satunya adalah mendapat medali emas pada Olympiade Matematika dan Sains (International Match and Sains Olynpiade) pada tahun 2004.
Status Gizi Anak Setelah dilakukan pengukuran berat badan dan tinggi badan maka dilakukan penentuan status gizi anak dengan menggunakan perhitungan indeks massa tubuh menurut umur (IMTN). Kisaran IMT anak dalam penelitian ini adalah 16.14 - 18.92 kg/m2 untuk anak normal, sedangkan untuk anak gemuk adalah 24.04
- 33.86
kg/mz. Menurut Guo dan Chumlea (1999) mengemukakan
bahwa nilai IMT dengan rata-rata 22 kg/m2 memiliki resiko tinggi untuk mengalami obesitas. Tabel 4 menunjukkan status gizi anak khususnya kelas IV dan V SD Bina Insani Bogor. Tabel 4 Status gizi anak keias IV dan V SD Bina Insani Bogor Status Gizi (kglm2) Jumlah (orang) Underweight 16 Normal
171
At risk of ovenveight
57
Ovenveight
55
Jumlah
299
Dari hasil penelitian diketahui prevalensi kegemukan anak sekolah di S p Bina lnsani adalah 18.4%. Jumlah ini hampir sama dengan hasil penelitian Padmiari dan Hadi (2003), bahwa prevalensi obesitas anak SD (SD negeri dan swasta) di Denpasar yaitu 13.6%. Prevalensi ini lebih tinggi pada sekolah swasta (18.2%) dibandingkan anak di sekolah negeri (12.4%).
Sementara penelitian
yang dilakukan Hermina et al. (2001) di beberapa SD Favorit di Kota Bandung juga menemukan kejadian kegemukan dialami oleh siswa SD negeri (12.8%) dan SD swasta (19.4%). Dari hasil penelitian di beberapa kota tersebut dapat disimpulkan bahwp kegemukan anak sekolah banyak terjadi di SD swasta salah satunya SD Bina Insani Bogor. Hal ini diduga disehabkan oleh perbedaan latar belakang sosial ekonomi orang tua, umumnya orang tua yang anaknya bersekolah di SD swasta tergolong ekonomi menengah ke atas yang memiliki kemampuan daya beli cukup tinggi.
Karakteristik Anak Umur Anak dalam penelitian ini berumur 9-1 1 tahun. Persentase anak gemuk
(33.3%) adalah sama pada setiap rentang umur. Sedangkan anak normal didominasi oleh anak yang berusia 10 tahun (40%). Berbeda dengan Aktaria
(2004) bahwa sebagian besar contoh dalam penelitiannya berada pada rentang usia 11 tahun untuk semua kelompok status gizi yaitu normal (87.1%),
overweight (84.9%), dan obesitas (76.7%). Sebaran anak menurut umur dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5 Sebaran anak menurut umur Umur 9 10
Gemuk n 10 10
11
10
Jumlah
30
%
33.3 33.3 33.3 100
Normal
n 11 12 7 30
YO 36.7 40.0 23.3 100
JumIah
%
21 22 17 60
35.0 36.7 28.3 100
Berdasarkan analisis statistik, tidak terdapat perbedaan yang nyata
(pz0.05) umur anak gemuk dan normal. Waspadji et al. (2003) menyatakan bahwa kecepatan pertambahan lemak badan antara pria dan wanita berbeda sejak usia 8 tahun. Jumlah lemak badan wanita lebih besar dibandingkan laki-laki. Biasanya jumlah lemak dalam tubuh akan cenderung meningkat dengan bertambahnya usia. Dengan demikian kecenderungan untuk obes pada anak-anak yang awalnya telah kelebihan berat badan akan meningkat seiring dengan bertambahnya umur. Akan tetapi, pada penelitian ini tidak dilakukan pembedaan berdasarkan jenis kelamin anak tetapi hanya berdasarkan status gizinya saja. Uang Saku Uang saku mempengaruhi daya beli, terutama daya beii terhadap pangan. Uang saku yang besar akan meningkatkan kualitas dan kuantitas pangan yang dibeli. Tabel 6 di bawah ini menunjukkan besarnya jumlah uang saku anak per hari.
Tabel 6 Sebaran anak menurut uang saku per hari Uang Saku (Rphari) < 5000 5000 - 10000 > 10000 Jumlah
Gemuk Yo n 4 13.3 24 80.0 2 6.7 30 100
Normal % n 9 30.0 20 66.7 1 3.3 30 100
Jumlah
Yo
13 44 3 60
21.7 73.3 5.0 100
Dari Tabel 6 dapat diketahui bahwa sebagian besar anak (73.3%) mendapat uang saku diantara Rp 5000,OO - Rp 10.000,OO per hari, baik untuk anak gemuk (80.0%) dan normal (66.7%). Hal ini dikarenakan anak berasal dari keluarga dengan keadaan sosial ekonomi menengah ke atas, sehingga mempengaruhi besarnya uang saku anak. Seperti yang dinyatakan Napitu (1994) bahwa uang saku merupakan bagian dari pengalokasian pendapatan keluarga yang diberikan kepada anak untuk jangka waktu tertentu seperti keperluan harian, mingguan atau bulanan. Tidak terdapat perbedaan yang nyata (p0.05) besar uang saku yang diperoleh anak gemuk dan normal. SosiaI Ekonorni ICeluarga Pendidikan Orang Tua Tingkat pendidikan orang tua anak diukur berdasarkan tingkat pendidikan formal dari ayah dan ibu. Tingkat pendidikan orang tua anak beragam mulai dari SMA sampai Perguruan Tinggi (Tabel 7). Tabel 7 Sebaran anak menurut pendidikan orang tua Gemuk n YO
Normal n %
SMA S1 S2lS3 Jumlah
3 19 8 30
10.0 63.3 26.7 100
3 20 7 30
SMA Diploma S1 S2IS3 Jumlah
7 7
23.3 23.3 40.0 13.3 100
5 4 16 5 30
Pendidikan Orang T u a
Jumlah
%
10.0 66.7 23.3 100
6 39 15 60
10.0 65.0 25.0 100
16.7 13.3 53.3 16.7 100
12 11 28 9 60
20.0 18.3 46.7 15.0 100
Ayah
Ibu
12 4 30
Tabel 7 menunjukkan bahwa persentase terbesar tingkat pendidikan ayah anak gemuk dan normal adalah SI. Dengan persentase masing-masing (63.3%) dan (66.7Y0). Demikian juga dengan tingkat pendidikan ibu anak gemuk (40.0%) dan anak normal (53.3%) adalah SI. Menurut Engel er al. (1994), tingkat pendidikan akan berhubungan dengan jenis pekerjaan seseorang. Semakin tinggi tingkat pendidikan, maka kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan yang layak semakin besar. Tidak terdapat perbedaan yang nyata (p>0.05) baik tingkat pendidikan ayah maupun ibu pada kedua anak. Pekerjaan Orang Tua Jenis pekerjaan ayah untuk kedua anak paling banyak adalah sebagai pegawai swasta. Dengan persentase masing-masing ayah anak gemuk (53.3%) dan anak normal (53.3%). Untuk pekerjaan ibu, pada anak gemuk sebesar 36.7% ibu bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS). Sedangkan separuh (50.0%) daj'i ibu anak normal hanya sebagai ibu rumah tangga atau tidak bekerja. Jenis pekerjaan orang tua anak dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8 Sebaran anak menurut pekerjaan orang tua Jenis Pekerjaan Ayah PNS Pegawai Swasta Wiraswasta BUMN Dokter Jumlah Ibn Ibu Rumah Tangga PNS Pegawai Swasta Wiraswasta BUMN Dokter Jumlah
Gemuk
Normal
Jumlah
%
36.7 53.3 3.3 6.7 0.0 100.0
17 32 3 6 2 60
28.3 53.3 5.0 10.0 3.3 100.0
50.0 13.3 36.7 0.0 0.0 0.0 100.0
24 15 16 3 1 1 60
40.0 25.0 26.7 5.0 1.7 1.7 100.0
n
%
n
%
6 16 2 4 2 30
20.0 53.3 6.7 13.3 6.7 100.0
11 16 1 2 0 30
9 11 5 3 1 1 30
30.0 36.7 16.7 10.0 3.3 3.3 100.0
15 4 11 0 0 0 30
Jenis pekerjaan akan mempengaruhi pendapatan seseorang. Tingkat pendapatan keluarga sangat berpengaruh terhadap konsumsi energi keluargnnyg. Holman (1987) diacu dalam Novitasari (2005) menyatakan bahwa sesuai dengan
hukum Benuet semakin meningkat pendapatan seseorang maka konsumsi pangan akan bergeser ke arah konsumsi pangan dengan harga kalori yang lebih mahal, seperti pangan hewani yang kandungan lemaknya lebih tinggi. Tidak terdapat perbedaan yang nyata (p>0.05) baik jenis pekerjaan ayah maupun ibu pada kedqa anak. Pendapatan Orang tua Pendapatan orang tua anak yang dapat dilihat pada Tabel 9, merupakan jumlah dari pendapatan ayah dan ibu setiap bulannya. Persentase tingkat pendapatan orang tua dengan kategori sangat tinggi (> Rp 4.000.000,0/bulan) pada anak normal (63.3%) lebih tinggi daripada anak gemuk (56.7%). BerbecJa dengan hasil penelitian Padmiari dan Hadi (2003), menunjukkan bahwa kejadian obesitas terdapat pada keluarga yang mempunyai pendapatan yang tinggi atau golongan ekonomi menengah ke atas. Tabel 9 Sebaran anak menurut pendapatan orang tua per bulan Pendapatan (Rplbulan) Ro 1.000.000-Ro 2.000.000 R; 2.000.001-R; 3.000.000 Rp 3.000.001-Rp 4.000.000 > Rp 4.000.000 Jumlah
Gemuk
Normal
n
%
n
%
2 6 5 17 30
6.7 20.0 16.7 56.7 100.0
2 4 5 19 30
6.7 13.3 16.7 63.3 100.0
Jumlah
%
4 10 10 36 60
6.7 16.7 16.7 60.0 100.0
Tidak terdapat perbedaan yang nyata (p>0.05) diantara pendapatan orang tua anak gemuk dan normal. Hal ini diduga karena kedua anak berasal dari keluarga yang tergolong ekonomi menengah ke atas dengan pendapatan tinggi. Sehingga mereka mempunyai daya beli yang tinggi terhadap berbagai jenjs makanan dengan harga yang beragam. Seperti yang dinyatakan Madanijah (2004b) bahwa meningkatnya pendapatan berarti memperbesar peluang untuk membeli pangan dengan kualitas dan kuantitas yang lebih baik dibandingkan dengan keluarga dengan tingkat pendapatan rendah. Besar Keluarga Besar keluarga menurut BKKBN (1998) dibagi menjadi keluarga kecil jika jumlah anggota keluarga 5 4 orang, sedang jika 5-6 orang, dan besar jika 2 7
orang. Dalam penelitian ini besar keluarga anak hanya terdiri dari dua kategori yaitu keluarga kecil dan sedang. Dari Tabel 10 dapat diketahui bahwa kedqa anak gemuk dan normal paling banyak termasuk dalam keluarga kecil, dengan persentase masing-masing 56.7% dan 60.0%. Akan tetapi, berdasarkan analisis statistik tidak terdapat perbedaan yang nyata (p>0.05) besar keluarga anak gemuk dan nonnal. Besar keluarga anak dapat dilihat pada Tabel 10 di bawah ini. Tabel 10 Sebaran anak menurut besar keluarga
Besar Keluarga Kecil(14 orang) Sedang (5-7 orang) Jurnlah
Gemuk
n
%
17 13 30
56.7 43.3 100.0
Normal Jumlah n % 18 60.0 35 12 40.0 25 30 100.0 60
%
58.3 41.7 100.0
Jumlah anggota keluarga juga akan berpengaruh terhadap jumlah dan jenis makanan yang tersedia dalam keluarga. Akan tetapi dalam penelitian ini besar keluarga sebenamya bukanlah aspek yang besar pengaruhnya terhadap konsumsi pangan anak, karena tingkat pendapatan keluarga rata-rata tinggi. Hal tersebut menyebabkan distribusi pangan dalam keluarga diharapkan dapat menjangkau semua anggotanya. Berbeda kenyataannya jika terjadi pada keluarga yang berpenghasilan rendah. Seperti yang dinyatakan Suhardjo (1989) bahwa terdapat hubungan yang sangat nyata antara jumlah anggota keluarga dengan status gizi, khususnya bagi keluarga yang berpenghasilan rendah pemenuhan makan akan lebih mudah jika jumlah anggota keluarganya sedikit. Pada taraf ekonomi yang sama, keluarga miskin dengan jumlah anak yang banyak akan sulit memenuhi kebutuhan hidupnya.
Pengetahuan Gizi Ibu Pada umumnya dalam suatu keluarga penentuan jenis makanan (menu) yang dipilib serta cara pengolahannya masih ditentukan oleh ibu, meskipun proses pengolahan lebih sering dilakukan oleh pembantu. Oleh sebab itu seorang ibu diharapkan memiliki pengetahuan gizi dan kesehatan yang lebih baik dari anggota keluarga lainnya. Pengetahuan gizi sendiri diharapkan dapat membentuk perilaku konsumsi pangan seseorang yang sesuai dengan kaidah hidup sehat. Pengetahuan gizi ibu pada penelitian ini yang terdiri dari 20 pertanyaan, dinilai
berdasarkan pemahaman ibu terhadap pengetahuan gizi secara umuln (6 pertanyaan),
pengetahuan gizi tentang fast food (7 pertanyaan) dan tentang
kegemukan (7 pertanyaan).
Persentase responden yang menjawab benar untuk
setiap pertanyaan dapat dilihat pada Tabel I I . Tabel 11
Sebaran anak berdasarkan jawaban yang benar untuk setiap pertanyaan pengetahuan gizi Jumlah yang Menjawab Benar Pertanyaan
Gemuk n %
I. Pengetahuan Gizi secara Umum - Fungsi . makanan di dalam tubuh - Zat-zat gizi yang terdapat dalam makanan - Zat gizi untuk pertumbuban anak - Susunan menu makanan yang baik - Dampak dari kekurangan yodium - Cara menyiapkan sayuran yang benar
Normal n %
Jumlah n %
30
100.0 30 100.0
60
100.0
27 22 30
90.0 24 80.0 73.3 26 86.7 100.0 30 100.0
51 48 60
85.0 80.0 100.0
26 30 20 30
86.7 100.0 66.7 100.0
52 60 43 60
86.7 100.0 71.7 100.0
11. Pengetahuan Tentang Fast Food - Pengertianfast food - Zat gizi yang relatif tinggi dalamfast food - Zat gizi yang relatif rendah dalamfast food - Dampak konsumsifast food secara berlebihan - Cara mengimbangi konsumsi fast food - Pangan untuk mengimbangi konsumsi fast food - Perihal penting dalam mengonsumsifast fnnd
III.Pengetahuan tentang Kegemukan - Istilah lain dari kegemukan - Penyebab kegemukan - Diet yang baik untuk mengatasi kegemukan - Pola konsumsi penderita obesitas - Penyakit yang muncul akibat obesitas - Bentuk simpanan energi yang berlebih - Aktivitas fisik yang banyak mengeluarkan energi Hampir seluruh pertanyaan
pengetahuan
26 86.7 30 100.0 23 76.7 30 100.0
gizi secara umum
dan
pengetahuan tentang fast food dapat dijawab oleh ibu dari kedua anak penelitian. Ada beberapa responden lebih banyak dari anak gemuk (30.0%) Inenganggap
perihal penting dari konsumsi fast food adalah cara pengolahan bukan frekuensinya. Hal ini yang didoga akan mempengaruhi kebiasaan mengonsumsi fast food anak. Sedangkan untuk pertanyaan pengetahuan kegemukan dan obesitas, beberapa responden menjawab kurang tepat pada pertanyaan penyebab kegemukan dan bentuk simpanan energi berlebih. Hal ini disebabkan responden menganggap penyebab kegemukan hanyalah konsumsi makanan berlebih, tanpa dipengaruhi aktivitas fisik yang rendah. Banyak responden yang belum mengetahui bahwa energi yang berlebih itu akan disimpan sebagai lemak bukan tenaga. Sama halnya dengan hasil penelitian Mudjianto dan Hermina (2004) sebagian besar ibu-ibu yang memiliki anak gemuk menjawab penyebab kegemukan adalah terlalu banyak makan (37.5%) dan terlalu banyak ngemil (27.7%). Hanya sedikit ibu-ibu yang mengetahui penyebab kegemukan adalah kombinasi dari terlalu banyak makan dan kurangnya aktivitas fisik (5.4%). Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan kemudian diberi skor dan dilakukan pengkategorian untuk diketahui tingkat pengetahuan gizi ibu dari kedua anak (Tabel 12). Dari Tabel 12, hampir seluruh ibu dari anak gemuk dan anak normal memiliki tingkat pengetahuan gizi yang baik dengan persentase masing-masing adalah 83.3% dan 93.3%. Secara statistik tidak ada perbedaan (p>0.05) antara tingkat pengetahuan gizi ibu anak gemuk dan anak normal. Tabel 12 Sebaran anak berdasarkan tingkat pengetahuan gizi Pengetahuan Gizi Ibu Baik Sedang Kurang Jumlah
Gemuk n 25 4 1 30
Normal %
n
%
83.3 13.3 3.3 100
28 2 0 30
93.3 6.7 0.0 100
Tingkat pengetahuan gizi ibu yang baik ini disebabkan tingkat pendidikan ibu yang juga tinggi yaitu sarjana (Sl). Ibu yang berpendidikan tinggi cenderung untuk memilih makanan yang lebih baik kualitas dan kuantitasnya. Hal ini sesuai dengan pernyataan Padmiari dan Hadi (2003) bahwa pengetahuan gizi mempunyai peranan sangat penting dalam pembentukan kebiasaan makan seseorang dalam memilih jenis dan jumlah makanan yang dikonsumsi. Akan
tetapi Sanjur (1982) menyatakan bahwa pengaruh pengetahuan gizi terhadap konsumsi makanan tidak selalu linier, artinya semakin tinggi tingkat pengetahuan gizi ibu rumah tangga, belum tentu konsumsi makanan menjadi baik. Konsumsi makanan jarang dipengaruhi oleh pengetahun gizi secara tersendiri, tetapi merupakan interaksi dengan sikap dan keterampilan gizi. Konsumsi Fast Food Tingkat Kesukaan Fast Food Dari hasil penelitian, diketahui bahwa hampir semua anak gemuk (53.3%) dan anak normal (60%) menyukai fast food.
Ada beberapa orang dari anak
gemuk sebesar 40% yang sangat menyukai fast food, sedangkan anak normal hanya 16.7%. Menurut Khomsan (2002), tingkat kesukaan terhadap suatu jenis makanan dipengaruhi oleh karakteristik makanan itu sendiri yang meliputi tekstur, warna, rasa dan harga. Sebaran anak menurut tingkat kesukaan fast food dapat dilihat pada Tabel 13. Tabel 13 Sebaran anak menurut tingkat kesukaan fast food Tingkat Kesukaan Biasa Suka Sangat Suka Jumlah
Gemuk % n 2 6.7 16 53.3 12 40.0 30 100
Normal n Yo 7 23.3 18 60.0 5 16.7 30 100
Jumlah
%
9 34 17 60
15.0 56.7 28.3 100
Hasil analisis statistik menunjukkan terdapat perbedaan yang nyata (p<0.05) tingkat kesukaan fast food anak gemuk dan normal. Tingkat kesukaan inilah yang dapat meningkatkan konsumsi fast food pada kedua anak, bahkan menjadi bagian dari perilaku konsumsi sebagian anak sekolah dan remaja. Seperti yang diungkapkan Suhardjo (1989) bahwa derajat kesukaan atau ketidaksukaan seseorang terhadap makanan akan berpengaruh terhadap konsumsi pangan. Jenis Fast Food yang Paling Sering Dikonsumsi Jenisfast food yang paling sering dikonsumsi oleh kedua anak gemuk dan normal (Tabel 14) adalah fried chicken (58.3%). Urutan jenis fast food yang
dikonsumsi selanjutnya yaitu burger (15%),pizza (I l.7%), spaghetti (6.7%), beef
teriyaki (5%), dan french fries (3.3%). Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Rahmadi (2003) di beberapa restoran fast food di Kota Bogor, bahwa jenis fast
food yang biasa dikonsumsi oleh konsumenfried chicken, burger, spaghetti, dan frenchfries. Disebutkan pula bahwafried chicken merupakan menu favorit pada beberapa restoran fast food.
Sama halnya dengan hasil penelitian Novitasari
(2005) bahwa jenis fast food yang paling banyak disukai oleh anak obes (40.3%) dan normal (35.6%) adalah fried chicken. Tabel 14 Sebaran anak menurut jenis fast food yang paling sering dikonsumsi
Jenis Fast Food Fried Chicken French Fries Pizza Burger Spaghetti Beef Teriyaki Jumlah
Gemuk N 20 0 2 5 I 2 30
Normal
%
n
%
66.7 0.0 6.7 16.7 3.3 6.7 100
15 2 5 4 3 1 30
50.0 6.7 16.7 13.3 10.0 3.3 100
Jumlah
Yo
35 2 7 9 4 3 60
58.3 3.3 11.7 15.0 6.7 5.0 100
Dipilihnya fried chicken sebagai jenis fast food yang paling sering dikonsumsi
kemungkinan
disebabkan
oleh
bahan
baku
dan
proses
pengolahannya. Fried chicken berbahan baku ayam broiler dan diolah dengan cara digoreng. Jenis fast food yang diolah dengan cara digoreng ini akan lebih banyak menyerap minyak daripada yang diolah dengan cara dipanggang, dengan penambahan tepung terigu dan bumbu-bumbu membuat fiied chicken memiliki cita rasa yang lebih gurih dan renyah.
Menurut Khomsan (2004) bahwa
meskipun kandungan zat gizi akan msak selama penggorengan, namun makanap yang digoreng rasanya lebih gurih dan mengandung kalori lebih banyak. Cita rasanya seringkali lebih enak dibandingkan makanan rebusan.
Alasan Mengonsumsi Fast Food Keputusan konsumen dalam memilih dan mengonsumsi makanan pada suatu restoran diawali ketika konsumen tersebut menyadari akan adanya kebutuhan biologis yang harus dipenuhi pada dirinya yaitu rasa lapar. Dalam
penelitian ini kedua anak diberikan beberapa pilihan alasan yang paling lnewakili anak dalam mengonsumsifast food. Dari Tabel 15 diketahui alasan yang paling banyak dipilih kedua anak dalam mengonsumsi fast food adalah rasa yang enak (gemuk 60.0% dan normal 56.7%).
Sama halnya dengan hasil penelitian Friza (2007) yaitu alasan
responden memilih makan di restoran fast food karena cita rasa makanannya. Dengan demikian sebuah restoran akan banyak dikunjungi konsumen jika rasa makanan yang dihidangkan di restoran tersebut enak dan sesuai selera masyarakat. Tabel 15 Sebaran anak menurut alasan mengonsumsi fast food Alasan Mengonsumsi Fast Food Aroma yang . - lezat Rasa yang enak Harga terjangkau Tempat yang nyaman Penyajiannya cepat Jumlah
Gemuk n YO 7 23.3 18 60.0 0 0.0 4 13.3 1 3.3 30 100
Normal u YO 5 16.7 17 56.7 1 3.3 5 16.7 2 6.7 30 100
Jumlah
%
12 35 1 9 3 60
20.0 58.3 1.7 15.0 5.0 100
Kandungan lemak dan garam yang berasal dari bahan-bahan makanan penyusun fast food diduga memberikan cita rasa yang gurih dan lezat, sehingga fast food banyak disukai oleh anak-anak maupun orang dewasa. Rasa makanan
harus diperhatikan oleh sebuah restoran jika ingin tetap dapat bertahan dan maju dalam bisnis makanan. Selain harga, rasa makanan juga dapat dijadikan penentu kualitas dari suatu restoran (Friza, 2007). Restoran Fast Food yang Paling Seriug Dikunjuugi
Pada penelitian ini, kedua anak penelitian yaitu gemuk (53.3%) dan normal (60%) memilih Mc Donald's sebagai restoran yang paling sering dikunjungi (Tabel 16). Beberapa penelitian oleh Hayati (2000); Aryarini (2001) dan Novitasari (2005) juga mengatakan Mc Donald's sebagai restoran yang paling sering dikunjungi oleh sebagian besar anak penelitian.
Hal ini
kemungkinan karena menu-menu di Mc Donald's cukup beragam dan sesuai dengan selera anak-anak, remaja dan orang dewasa. Selain itu letak restoran yang cukup strategis dan didukung promosi atau iklan yang menarik baik di
media cetak maupun televisi, membuat Mc Donald's lebih populer dibandingkan dengan restoran fast food lainnya. Tabel 16 Sebaran anak menurut restoran fast food yang paling sering dikunjungi Restoran Fast Food Mc Donald's KFC CFC Texas Pizza Hut Hoka-hoka Bento A&W Hartz Chicken Buffet Jumlah
Gemuk % n 16 53.3
Normal n % 18 60.0
Jumlah
%
34
56.7
Seperti hasil penelitian Nikmah (2007) bahwa Mc Donald's melakukan kegiatan promosi berupa periklanan, promosi penjualan serta publisitas dan hubungan masyarakat. Kegiatan periklanan dilakukan melalui media cetak dan elektronik,
pemasangan
billboard, spanduk, penyebaran
brosur,
leaflet.
Sedangkan bentuk promosi penjualan bempa paket produk dengan harga hemat (paket hematfpahe, paket nasilpanas, paket ayam, happy meal with premium), kupon serta pemberian hadiah pada produk tertentu. Selain itu Mc Donald's juga melibatkan diri dalam kegiatan-kegiatan kemanusiaan, pendidikan (beasiwa) dan sponsorship. Waktu Mengonsumsi Fast Food Pada Tabel 17, diketahui sebagian besar anak gemuk (60%) mengonsumsi fmt food pada waktu yang tidak tentu, berarti mereka mengonsumsi fast food tidak terbatas pada hari sekolah atau saat liburan. Konsumsi fast food dengan waktu yang tidak tentu ini, menggambarkan bahwa f a t food tidak hanya dikonsumsi pada waktu libur saja yaitu ketika seseorang sedang berekreasi atau ingin makan di luar mmah. Akan tetapi, pada sebagian anak kemungkinan fast food telah menjadi bagian dari menu makan harian dan fiekuensi konsumsinya cenderung meningkat.
Tabel 17 Sebaran anak menurut waktu mengonsumsi fast food Waktu Konsumsi Hari sekolah Hari liburlakhir pekan Hari sekolah dan libur Jumlah
Gemuk n % I 3.3 11 36.7 18 60.0 30 100
*Orma'
n 5 15 10 30
%
17 50.0 33.3 100
Jumlah
%
6 26 28 60
10.0 43.3 46.7 100
Untuk anak normal sebagian anak (50%) mengonsumsi fast food pada hari libur. Sama dengan hasil penelitian Aryarini (2001) menyebutkan bahwa waktu yang dipilih responden untuk mengonsumsi fast food adalah akhir pekan tepatnya pada jam makan sore/malam (jam 17.00-21.00 WIB). Umumnya, pada akhir pekan atau hari libur anak-anak bersama keluarga pergi rekreasi ke tempattempat hiburan atau ke pusat perbelanjaan. Kegiatan semacam ini memungkinkan anak-anak untuk mengonsumsi makanan yang praktis dan tidak tersedia di rumah salah satunya adalah fast food. Sumber Informasi Fast Food Informasi sangat menentukan bagi konsumen dalam menjatuhkan pilihan pada produk yang akan dibelinya. Sumber informasi yang berkenaan dengan makanan dapat berupa iklan, promosi, pengalaman masa Ialu maupun pengaruh orang-orang terkemuka serta lingkungan sosial terdekat yang dijumpai. Dalam penelitian ini anak gemuk 80% dan anak normal 53.3% banyak mendapatkan informasi tentang fast food dari iklan di televisi dan sisanya dari keluarga. Sama halnya dengan hasil penelitian Friza (2007), sumber informasi fast food paling banyak adalah televisi (46.67%) dan brosur (26.67%). Sebaran anak menurut sumber informasi fast food dapat dilihat pada Tabei 18 di bawah ini. Tabel 18 Sebaran anak menurut sumber informasi fmt food Sumber Informasi Iklan televisi Keluarga Teman Jumlah
Gemuk n % 24 80.0 6 20.0 0 0 30 100
Normal Jumlah n YO 16 53.3 40 14 46.7 20 0 0 0 30 100 60
%
66.7 33.3 0 100 7
Salah satu cara untuk meningkatkan penjualan adalah dengan melakukan promosi baik melalui media cetak maupun elektronik. Menonton televisi merupakan kegiatan di saat santai yang disukai oleh semua orang dari mulai balita, anak-anak sampai orang dewasa. Melalui televisi dapat diperoleh berbagai informasi baik yang bersifat pengetahuan maupun hiburan. Iklan-iklan yang ditampilkan disela-sela acara televisi, disajikan sedemikian rupa agar menarik penontonnya. Iklan tersebut merupakan sumber informasi yang cukup efektif dalam menyarnpaikan informasi khususnya tentang produk makanan @st food), sehingga dapat mempengaruhi konsumen untuk membelinya. Menurut Engel et
al. (1994) kemampuan iklan untuk menciptakan sikap memilih suatu produk mungkin sering bergantung pada sikap konsumen terhadap iklan itu sendiri. Iklan yang disukai atau dievaluasi secara menguntungkan dapat menghasilkan sikap yang lebih positif terhadap produk. Iklan yang tidak disukai mungkin menumnkan evaluasi produk oleh konsumen. Dalam penelitian ini selain iklan televisi, keluarga juga merupakan sumber informasi fast food bagi anak. Dengan seringnya anak makan fast food bersama keluarga atau tersedianya fast food di rumah, membuat anak menjadi terbiasa mengonsumsi fast food. Lingkungan sekolah seperti teman juga dapat dijadikan sumber informasi pangan, akan tetapi pada penelitian ini tidak satupun anak menjadikan teman sebagai sumber informasifast food. Hal ini menunjukkan bahwa bukan berarti hubungan pertemanan b e e r grotrp) di SD Bina Insani tidak terjalin dengan baik. Akan tetapi pengaruh teman terhadap kebiasaan makan anak kemungkinan sangat kecil, sehingga kurang dirasakan dampaknya oleh anak.
Frekuensi Mengonsurnsi Fast Food Umumnya fast food disukai anak-anak, remaja maupun orang dewasa karena rasanya sesuai dengan selera dan harganya terjangkau. Berdasarkan data frekuensi konsumsi fast food selama 1 minggu pada Tabel 19, diketahui bahwa anak gemuk (70%) paling banyak mengonsumsi fast food dengan frekuensi lebih dari 2 kali seminggu, sedangkan anak normal (53.3%) paling banyak pada
fiekuensi 1-2 kali seminggu. Dengan demikian anak normal mengonsumsi fast
food masih dalam batas yang wajar, sedangkan anak gemuk mengonsumsi fast food secara berlebihan. Sesuai dengan pernyataan Khomsan (2006) banyak fast food yang mengandung tinggi kalori sehingga konsumsi yang berlebihan akan menimbulkan masalah kegemukan, namun konsumsi 1-2 kali seminggu mungkin masih dapat dianggap wajar. Terdapat perbedaan yang nyata (pi0.05) frekuensi konsumsi fast foodanak gemuk dan normal. Tabel 19 Sebaran anak menurut fiekuensi konsumsi fast food selama 1 minggu Frekuensi Konsumsi Fast Food Tidak pernah 1-2 kali seminggu > 2 kali seminggu Jumlah
Gemuk
Normal
n
%
n
?4"
3 6 21 30
10.0 20.0 70.0 100
4 16 10 30
13.3 53.3 33.3 100
Jumlah
%
7 22 31 60
11.7 36.7 51.7 100
Sebuah penelitian yang dilakukan oleh French et al. (2001) melaporkan bahwa 75% remaja makan di restoran fast food selama beberapa minggu sebelumnya. Siswa laki-laki dan perempuan yang mengunjungi restoran fast
food t 3 kali dalam seminggu memiliki asupan energi masing-masing sebesar 40% dan 37% lebih tinggi dari siswa yang tidak makan di restoran fast food. Menurut Pereira et a1 (2003) odd rasio menjadi obes periode lebih dari 15 tahun meningkat 86% di antara remaja kulit putih (tidak termasuk kulit hitam) yang mengunjungi restoran fast food lebih dari dua kali seminggu. Dibandingkan dengan mereka yang mengunjungi restoran fast food hanya satu kali seminggu. Konsumsi dan Tingkat Konsumsi Zat Gizi Rata-rata Konsumsi Energi dan Zat Gizi Manusia membutuhkan energi untuk mempertahankan hidup, menunjang pertumbuhan dan melakukan aktivitas fisik. Selain energi, dalam penelitian ini zat-zat gizi yang dihitung adalah protein, lemak dan karbohidrat. Keempat zqt gizi dipilih karena zat gizi tersebut berhubungan dengan konsumsi energi yang jika berlebihan akan menyebabkan kegemukan. Menurut Depkes (2002) bahwa kebutuhan energi dapat dipenuhi dengan mengonsumsi makanan sumber
karbohidrat, protein dan lemak. Rata-rata konsumsi energi dan zat gizi tersebut pada kedua kelompok status gizi, dapat dilihat pada Tabel 20 di bawah ini. Tabel 20 Sebaran anak menurut rata-rata konsumsi energi dan zat gizi Zat Gizi Energi (kkal) Karbohidrat (m) .- . Protein (gr) Lemak (gr)
Status Gizi Gemuk 2220 790.6 68.2 47.3
Normal 2012 726.7 55.4 47.7
Tabel 20 menunjukkan bahwa rata-rata konsumsi energi anak gemuk yaitu 2220 kkal lebih tinggi dibandingkan anak normal yang hanya 2012 kkal. Hal ini diduga karena pengaruh rata-rata konsumsi karbohidrat (790.6 g) dan protein (68.2 g) anak gemuk yang lebih tinggi dibandingkan anak normal (726.7 g dan 55.4 g), sedangkan rata-rata konsumsi lemak hampir sama diantara keduanya (anak gemuk 47.3 g dan normal 47.7 g).
Hal ini memperkuat
pemyataan Almatsier (2002) bahwa energi diperoleh dari karbohidrat, lemak dan protein yang ada di dalam bahan makanan. Kandungan karbohidrat, protein, dap lemak dalam bahan makanan menentukan nilai energinya. Uji statistik menunjukkan bahwa konsumsi energi antara anak gemuk dall normal berbeda nyata (p<0.05).
Sesuai dengan hasil penelitian Padmiari dan
Hadi (2003), melalui uji statistik terlihat bahwa konsumsi energi antara kasus (obesitas) dan kontrol berbeda nyata (p<0.05). Konsumsi Energi Hari Sekolah dan Libur Konsumsi energi anak pada penelitian ini, dibedakan pada hari sekolah dan libur. Berdasarkan hasil recall konsumsi pangan selama 2 hari, terdapat kecenderungan konsumsi pada hari libur lebih banyak dibandingkan hari sekolah. Dapat dilihat dari Gambar 3, rata-rata konsumsi energi pada masing-masing anak lebih banyak pada hari libur.
Sedangkan Gambar 4. menunjukkan rata-rata
konsumsi energi anak gemuk dan normal pada hari sekolah dan libur. Konsumsi energi rata-rata anak gemuk pada hari sekolah adalah 2133 kkal dan hari libur 2308 kkal. Sedangkan anak normal masing-masing 1925 kkal dan 2099 kkal. Beberapa ha1 yang diduga mempengamhinya antara lain waktu yang tersedia bagi
aktivitas yang mendorong untuk mengonsumsi makanan lebih banyak pada hari libur seperti rekreasi bersama keluarga, menonton TV, rnembaca buku dan kegiatan santai lainnya.
gem"!,
no-, Sht"S
S k i CQ"tOi,
msekolah
Olibur
Gambar 3 Rata-rata konsumsi energi anak gemuk dan normal
"ae
Bgemuk
Onormal
Gambar 4 Rata-rata konsumsi energi anak hari sekolah dan libur
Berdasarkan uji statistik terdapat perbedaan yang nyata (p<0.05) antara rata-rata konsumsi energi anak gemuk dan normal baik pada hari sekolah maupun hari libur. Hal ini menunjukkan bahwa konsumsi energi anak gemuk lebih banyak dibandingkan dengan anak normal baik pada hari sekolah maupun libur. Wiensier dan Bunenvorth Jr (1981) diacu dalam Aktaria (2004) menyatakan bahwa adanya perbedaan respon terhadap makanan antara orang yang obes dan tidak obes. Orang yang tidak obes lebih berespon terhadap rangsangan internal seperti gerakan lambung dan hipoglikemia sedangkan orang obes lebih karena rangsangan eksternal seperti bau, rasa makanan, pengaruh iklan dan ukuran porsi makanan yang ada dihadapannya. Hal inilah yang menyebabkan perbedaan konsumsi energi anak gemuk dan normal.
Anak gemuk akan lebih banyak
makan dibandingkan anak normal walaupun tidak dalam kondisi lapar. Kontribusi Energi Fast Food terhadap Total Konsumsi Energi Energi dari fast food yang dikonsumsi oleh kedua anak pada hari sekolah maupun libur tentu akan mempengaruhi total konsumsi eneginya. Tabel 21 di bawah ini menunjukkan persentase kontribusi energi fast food terhadap tot81 konsumsi energi. Tabel 21 Kontribusi energi fast food terhadap total konsumsi energi anak Variabel Total konsumsi energi (kkal) Total konsumsi energi fast food (kkal) Kontribusi energi fast food (%)
Status Gizi Gemuk Normal 2220 227 10.2
2012 119 5.9
Dari hasil penelitian kontribusi energi dari fast food terhadap total konsumsi energi pada kedua anak penelitian sangat kecii. Adapun jumlahnya masing-masing anak gemuk (10.2%) dan anak normal (5.9%).
Hal ini
disebabkan terbatasnya waktu pada saat recall yang dilakukan untuk konsumsi 2
x 24 jam, sehingga ada beberapa anak yang melaporkan bahwa tidak mengonsumsifasi food pada hari sebelum dilakukan wawancara.
Tingkat Konsumsi Energi dan Protein Angka kecukupan energi dan protein dalam penelitian ini disesuaikan dengan berat badan ideal menurut CDC (2000) dan tinggi badan aktual anak. Status gizi lebih salah satunya disebabkan oleh konsumsi energi yang melebihi kecukupan. Sebaliknya kecukupan masukan energi bagi seseorang ditandai oleh berat badan yang normal (Depkes 2002). Tingkat konsumsi energi dan protein anak dapat dilihat pada Tabel 22. Tabel 22. Konsumsi, angka kecukupan dan tingkat konsumsi energi dan protein anak Status Gizi Gemuk Normal Energi Protein Energi Protein Variabel (kka1) (9) (kkal) (9) Konsumsi 2220 55.4 68.2 2012 Angka Kecukupan 2077 48.0 48.0 1950 108 115.7 140.1 104.1 Tingkat Konsumsi (%) Dari Tabel 22 diketahui anak gemuk tingkat konsumsi energi sebesar 108% dan anak normal 104.1%. Dengan demikian tingkat konsumsi energi anak gemuk dan anak normal termasuk dalam kategori normal yaitu 90-1 19% AKG (Depkes 1996). Tingginya angka kecukupan energi anak gemuk diduga dipengaruhi oleb rata-rata tinggi badan aktual anak gemuk (141 cm) yang lebih tinggi dibandingkan anak normal sebesar 136 cm (Lampiran 2 dan 3). Berdasarkan analisis statistik, tidak terdapat perbedaan yang nyata (p0.05) tingkat konsumsi energi anak gemuk dan normal. Hal ini dikarenakan tidak cukup data untuk membuat tingkat konsumsi energi anak gemuk dan normal berbeda. Untuk konsumsi protein, anak gemuk telah melebihi angka kecukupannya yaitu sebesar 140.1% sedangkan anak normal masih tergolong dalam kategori normal yaitu 115.7%. Kelebihan konsumsi protein ini diduga karena anak gemuk banyak mengonsumsi pangan sumber energi yang kaya protein antara lain daging, ikan, telur, susu dan aneka produk turunannya (Hardinsyah dan Tambunan, 2004). Terdapat perbedaan yang nyata (p<0.05) tingkat konsumsi protein anak gemuk dan normal.
Kebiasaan Makan Anak Beberapa pertanyaan dalam kuesioner mengenai kebiasaan ~nakan diajukan untuk melihat kebiasaan makan anak pada masa ini. Kebiasaan makan meliputi frekuensi makan dalam sehari, kebiasaan sarapan, kebiasaan minum susu, kebiasaan mengemil, kebiasaan jajan di rumah maupun di sekolah, dan kebiasaan makan sayuran dan buah. Frekuensi Makan dalam Sehari Dalam penelitian ini frekuensi makan dalam sehari dibagi menjadi 4 kategori yaitu 1 kali, 2 kali, 3 kali dan lebih dari 3 kali yang didasarkan pada frekuensi makan seseorang pada umumnya.
Dari Tabel 23 di bawah ini,
diketahui frekuensi makan sebagian besar anak adalah 3 kali sehari. Adapun masing-masing jumlahnya yaitu anak gemuk sebesar 73.3% dan anak normal 93.3%. Seperti yang diungkapkan Khomsan (2006) frekuensi makan sebaiknya adalah 3 kali sehari untuk menghindari kekosongan lambung. Tabel 23 Sebaran anak menurut frekuensi makan dalam sehari Frekuensi Makan 2 kali 3 kali > 3 kali Jumlah
Gemuk n 3 22 5 30
%
10.0 73.3 16.7 100
Norma' n % 1 3.3 28 93.3 1 3.3 30 100
Jumlah
%
4 50 6 60
6.7 83.3 10.0 100
Pada frekuensi makan lebih dari 3 kali sehari terdapat kecendemngan semakin gemuk anak frekuensi makan akan semakin sering dengan jumlah 16.7% untuk anak gemuk dan 3.3% anak normal. Dari hasil analisis statistik, tidak terdapat perbedaan yang nyata (p>0.05) frekuensi makan anak gemuk dan normal. Hal ini dikarenakan tidak cukup data untuk membuat frekuensi makan anak gemuk dan normal berbeda. Hasil penelitian Aktaria (2004), menunjukkan pada frekuensi makan lebih dari 3 kali anak obes memiliki jumlah paling besar yaitu 16.7% sedangkan anak
ovenveight 12.1% dan anak normal 9.7%.
Hal ini diduga dapat membawa
mereka pada konsumsi energi yang banyak. Untuk menghindari kegemukan, Punvati et al. (2005) menganjurkan makanlah secara teratur dan hanya pada jam-
jam tertentu saja, yalini 3 kali sehari. Jika diantara dua waktu lnaltan merasa lapar, makanlah makanan rendah lcalori tetapi mengenyangkan seperti buahbuahan. Kebiasaan Sarapan Sarapan penting bagi semua anggota keluarga, agar dapat menjalanltan akctivitasnya sehari-hari. Menurut IUlomsan (2006) manfaat dari meinililti kebiasaan
sarapan
antara lain
dapat
menyedialcan
lcarbohidrat untuk
meningkatkan kadar gula darah yang berdampak positif pada produlttivitas dan lconsentrasi belajar bagi anak sekolah. Selain itu, sarapan dapat memberiltan lcontribusi penting akan beberapa zat gizi yang diperlultan untuk berfungsinya proses fisiologis dalam tubuh (seperti protein, lemak, vitamin dan mineral). Kebiasaan sarapan dan jenis sarapan anak dapat dilihat pada Tabel 24 di bawah ini. Tabel 24 Sebaran anak menurut kebiasaan sarapan dan jenis sarapan
lcebiasaan Sarapan Ya Tidak Jenis Sarapan a. Bubur ayam b. Roti+susu c. Nasi+lauk+susu d. Mie instan+lauk+susu e. Nasi+lauk+pauk+susu
26 4
86.7 13.3
30 0
100 0
56 4
93.3 6.7
1 5 12 5 3
1.9 9.6 23.1 9.6 5.8
0 9 9 4 8
0 19.1 19.1 8.5 17
1 14 21 9 11
1.8 25.0 37.5 16.1 19.6
Pada penelitian ini diketahui hampir seluml~anak gemuk (86.7%) biasa melakukan sarapan, sedangkan sisanya 13.3% menyatakan tidak biasa sarapan. Adapun alasan analc tidak biasa sarapan antara lain tidak seinpat (75%) dan sakit perut jika diisi makanan di pagi hari (25%). Dari data tersebut diduga kebiasaan tidak sarapan dapat menyebabkan kegemukan. Hal ini sesuai dengall pernyataan Punvati el al. (2005) menghindari sarapan dapat memicu ltegemukan karena sarapan akan dikompensasikan dengan makan siang yang berlebih atau meinakan makanan kecil yang tinggi lemak dan ltalori dalam jumlah yang relatif banyak dibanding jika sarapan sebelumnya. Berbeda dengan anak gemuk, seluruh anak
normal (100%) memiliki kebiasaan sarapan yang telah menjadi rutinitas di pagi hari. Terdapat perbedaan yang nyata (p<0.05) kebiasaan sarapan anak gemuk dan normal. Dari Tabel 24 juga diketahui jenis sarapan yang biasa dikonsumsi oleh anak. Jenis sarapan yang banyak dikonsumsi oleh kedua anak adalah sarapan dengan menu nasi beserta lauknya dan minum susu (37.5%).
Dari jumlah
tersebut 23.1% merupakan anak gemuk dan 19.1% anak normal. Melihat dari susunan menu sarapan anak, tidak satupun yang memenuhi konsep empat sehat lima sempurna. Seperti yang dianjurkan Khomsan (2006) yaitu sarapan hendaknya memenuhi syarat empat sehat lima sempurna dengan kuantitas dan kualitas yang cukup. Ada sebesar 19.6% anak dengan menu sarapan hampir memenuhi konsep tersebut, hanya saja sayur atau buah masih jarang dikonsumsi anak pada saat sarapan. Menu sarapan dengan ditambah sayuran kurang diminati oleh kedua anak untuk dikonsumsi di pagi hari. Umumnya menu sarapan yang disajikan mempakan makanan yang praktis, mudah dan cepat dalam penyajiannya. Kebiasaan Minum Susu
Dari hasil penelitian pada Tabel 25 diketahui anak gemuk sebesar 86.7% memiliki kebiasaan minum susu dan 13.3% anak menyatakan tidak biasa minum susu, dengan alasan takut bertambah gemuk (100%) jika minum susu. Dalam ha1 ini persepsi body irnage telah dimengerti beberapa anak gemuk.
Mereka
menganggap dengan meminum susu yang tinggi lemak dapat membuat tubuh menjadi gemuk.
Padahal anak usia sekolah yang masih dalam maqa
pertumbuhan, kebiasaan minum susu sangatlah penting.
Seperti yang
diungkapkan Khomsan (2004) susu adalah sumber kalsium dan fosfor yang sangat penting untuk pembentukan tulang. Berbeda dengan anak gemuk, seluruh anak normal (100%) telah memiliki kebiasaan minum susu. Hal ini diduga pada anak normal tidak memiliki faktorfaktor psikososial yang mengharuskan konsumsi susu dibatasi. Terdapat perbedaan yang nyata (pc0.05) kebiasaan minum susu anak gemuk dan normal.
Tabel 25 Sebaran anak menurut kebiasaan minum susu beserta waktunya Variabel Kebiasaan Minum Susu Ya Tidak Waktu Minum Susu a. Pagi b. Malam c. Pagi dan malam
Gemuk n %
Normal n %
26 4
86.7 13.3
30 0
19 5 2
73.1 19.2 7.7
14 4 12
Jumlah
%
100 0
56 4
93.3 6.7
46.7 13.3 40.0
33 9 14
58.9 16.1 25.0
Tabel 25 juga menunjukkan waktu minum susu anak sekaligys menggambarkan berapa kali anak minum susu dalam sehari. Sebagian besar anak (58.9%) biasa minum susu 1 kali sehari yaitu di pagi hari, dengan rincian anak gemuk sebesar 73.1% dan anak normal 46.7%. Sedangkan ada sebanyak 40% anak normal yang biasa minum susu 2 kali dalam sehari yaitu pada pagi dan malam hari. Ini sudah merupakan kebiasaan yang baik bagi anak usia sekolah khususnya. Porsi susu yang dianjurkan untuk anak-anak adalah sebanyak 1-2 gelas setiap hari (Almatsier 2002). Dari hasil penelitian, anak yang umumnya minum susu 2 kali sehari cenderung akan memiliki tubuh normal. Hal ini diduga karena minum susu akan membuat perut merasa kenyang sehingga kebiasaan makan camilan pada anak jadi berkurang. Selain air putih, susu telah menjadi minuman yang biasa dikonsumsi anak pada saat sarapan maupun malam hari sebelum tidur. Seperti yang dinyatakan Khomsan (2006) bahwa minum susu di pagi hari sangat baik karena susu selain sebagai sumber vitamin atau mineral juga kaya akan lemak. Apabila mengonsumsi lemak, maka kita akan relatif lebih tahan lapar karena di dalam tubuh lemak dicerna lebih lama dibandingkan karbohidrat dan protein. Selain itu lemak adalah penyumbang energi terbesar yaitu 9 kal per gram lemak, sementara karbohidrat dan protein hanya 4 kal per gramnya. Minum susu di malam hari tepatnya sebelum tidur pun sangat dianjurkan. Susu dapat mengoptimalisasi produksi melatonin yaitu hormon yang dihasilkan kelenjar pineal pada malam hari. Melatonin ini yang membuat kita merasa mengantuk dan dapat tidur lebih nyenyak (Khomsan 2004).
Kebiasaan Mengemil Pada penelitian ini (Tabel 26) hampir seluruh anak memiliki kebiasaan mengemil yaitu anak gemuk sebesar 96.7% dan anak normal 90%. Hanya 3.3% anak gemuk tidak biasa mengemil, dengan alasan dilarang orang tuanya agar tidak bertambah gemuk. Sedangkan 10% anak normal menyatakan memang tidak suka makan makanan selain makanan utalna (camilan).
Tidak terdapat
perbedaan yang nyata (p>0.05) kebiasaan mengemil anak gemuk dan normal. Tabel 26 Sebaran anak menurut kebiasan mengemil, waktu dan jenis camilan Variabel Kebiasaan Mengemil Ya Tidak Waktu Mengemil Saat nonton TV Sambil belajar Saat santai Jenis Camilan Chiki Coklat Keripik Biskuit Gorengan Kacang-kacangan
Gemuk n %
Normal n %
29 1
96.7 3.3
27 3
16 0 13
55.2 0 44.8
17 10 14 6 4 2
58.6 34.5 48.3 20.7 13.8 6.9
Jumlah
%
90.0 10.0
56 4
93.3 6.7
8 3 16
29.6 11.1 59.3
24 3 29
42.9 5.4 51.8
13 5 11 8 5 4
48.1 18.5 40.7 29.6 18.5 14.8
30 15 25 14 9 6
30.3 15.2 25.3 14.1 9.1 6.1
Dari Tabel 26 dapat diketahui jenis camilan yang biasa dikonsumsi oleh kedua anak umumnya makanan berenergi tinggi yang rasanya gurih, manis, dan digoreng. Makanan camilan yang paling banyak dikonsumsi kedua anak adalah chiki (25.9%). Persentase terbesar konsumsi chiki terdapat pada anak gemuk yaitu 58.6%, sedangkan anak normal 48.1%. Chiki termasuk ke dalam junk food (makanan sampah) yang rasanya gurih dan hanya padat kalori namun rendah zat gizi. Junk food jika dikonsumsi secara berlebih dapat menyebabkan kegemukan. Namun, jika rasa lapar sulit ditahan Punvati et al. 2005 menganjurkan makanlah makanan yang rendah kalori, tetapi tinggi serat seperti buah-buahan, sayuran, umbi-umbian rebus, yoghurt, atau susu nonfat. Tabel 26 juga menunjukkan waktu-waktu yang dipilih kedua anak untuk mengemil. Waktu yang banyak dipilih anak normal adalah pada saat santai yaitu
sebesar 59.3%. Sedangkan anak gemuk (55.2%) banyak mengemil pada saat menonton TV. Ini berarti terdapat kecenderungan semakin sering mengemil sambil menonton TV maka semakin gemuk.
Menonton TV sambil ~nakan
camilan merupakan kebiasaan yang kurang baik. Hasil yang sama diperoleh dari penelitian Aktaria (2004) yaitu 50% anak obesitas lebih banyak ngemil saat nonton TV dibandingkan anak normal (48.4%) dan ovenveighr (48.5%). Hal ini juga diperkuat dengan pernyataan Soelistijani dan Herlianty (2003) kebiasaan menonton TV berjam-jam pada anak, dengan menyediakan berbagai makanan camilan menyebabkan kebiasaan ngemil pada anak yang tanpa disadari dapat memicu kenaikan berat badan anak. Kebiasaan Jajan
Pada penelitian ini diamati kebiasaan jajan anak baik di sekolah maupun di rumah.
Tabel 27 di bawah ini menggambarkan kebiasaan jajan anak di
sekolah dan di rumah berikut jenis makanan jajanannya.
Jajan merupakan
kebiasaan yang tidak bisa dihindari dari keseharian anak usia sekolah. Hal ini terbukti dari hasil penelitian seluruh anak gemuk (100%) dan hampir seluruh anak normal (96.7%) memiliki kebiasaan jajan di sekolah. Salah satu faktor yang diduga mendorong anak untuk jajan di sekolah adalah adanya uang saku. Seperti yang dinyatakan oleh Madanijah (1994) diacu dalam Aktaria (2004) bahwa ada tiga alasan mengapa anak suka jajan yaitu tidak sempat sarapan, adanya uang saku dan kebutuhan biologis untuk kegiatan fisik. Jumlah uang saku kedua anak pada penelitian ini umumnya berkisar Rp 5.000,OO - Rp 10.000,OO per hari yang dialokasikan selumhnya hanya untuk jajan. Pemberian uang saku yang besar ini memungkinkan anak untuk membeli makanan dan minuman yang mengandung energi tinggi. Seperti diketahui dari Tabel 27 jenis makanan jajanan yang anak beli umumnya mengandung energi tinggi antara lain mie instan (20.3%), minuman dingin (19.6%), chiki 14%, gorengan (l0.5%), makaroni (10.5%), batagor (8.4%) dan burger (7.7%).
Tabel 27 Sebaran anak menurut kebiasaan jajan dan jenis makanan jajanan Variabel Kebiasaan Jaian di Sekolah Ya Tidak Jenis Makanan Jajanan Mie instant Gorengan Chiki Makaroni Batagor Burger Minuman dingin Kebiasaan Jajan di Rumah Ya Tidak Jenis Makanan Jajanan Siomay Basolmie ayam Roti Es h i m Burger Ketoprak
Gemuk n %
Normal n %
30 0
100.0 0
29 1
16 8 11 10 5 6 13
20.8 10.4 14.3 13.0 6.5 7.8 16.9
10 20 5 7 2 5 4 2
Jumlah
YO
96.7 3.3
59 1
98.3 1.7
13 7 9 5 7 5 15
19.7 10.6 13.6 7.6 10.6 7.6 22.7
29 15 20 15 12 11 28
20.3 10.5 14.0 10.5 8.4 7.7 19.6
33.3 66.7
7 23
23.3 76.7
17 43
28.3 71.7
20.0 28.0 8.0 20.0 16.0 8.0
4 5 3 4 3 0
21.1 26.3 15.8 21.1 15.8 0.0
9 12 5 9 7 2
20.5 27.3 11.4 20.5 15.9 4.5
Menumt Khomsan (2006), jajan memiliki aspek positif jika tujuannya untuk memenuhi asupan gizi tambahan di antara kedua waktu makan pagi dan makan siang. Akan tetapi seringkali makanan jajanan banyak mengandung karbohidrat dan hanya sedikit mengandung protein, vitamin atau mineral. Dikarenakan ketidaklengkapan gizi dalam makanan jajanan, maka pada dasarnya makanan jajanan tidak dapat mengganti sarapan atau makan siang. Pada penelitian ini beberapa anak tidak hanya memiliki kebiasaan jajan di sekolah tapi juga di mmah. Jumlah anak gemuk yang biasa jajan di mmah sebanyak 33.3% sedangkan anak normal 23.3%. Sedikitnya jumlah anak yang jajan di mmah dikarenakan sudah tersedianya camilan di mmah (65.1%) dan dilarang orang tua jajan di luar rumah (34.9%). Jenis jajanan di rumah yang paling banyak dibeli oleh kedua anak (27.3%) adalah mie baso atau mie ayam. Dari hasil analisls
statistik tidak terdapat perbedaan yang nyata (p>0.05) kebiasaan jajan baik di sekolah maupun di rumah antara anak gemuk dan normal.
Kebiasaan Makan Sayur dan Buah-buahan Sayuran dan buah-buahan sangat penting untuk pemenuhan kebutuhan vitamin, mineral, dan serat bagi tubuh sehingga dapat mencegah kegemukan. Tabel 28 menggambarkan kebiasaan makan sayur berikut jenis sayuran yang paling sering dikonsumsi oleh anak. Tabel 28 Sebaran anak menurut kebiasaan makan sayur dan jenis sayuran
Variabel Kebiasaan Makan Sayur Ya Tidak Jenis Sayuran Sayuran bersantan Sayuran bening Sayuran tl~mis Gado-gado/urap/pecel
Gemuk n %
Normal n %
21 9
70.0 30.0
26 4
6 10 4 1
14.0 23.3 9.3 2.3
1 19 3 3
Jumlah
%
86.7 13.3
47 13
78.3 21.7
3.8 73.1 11.5 11.5
7 29 7 4
14.9 61.7 14.9 8.5
Dari Tabel 28 diketahui sebanyak 70% anak gemuk dan 86.7% anak normal biasa mengonsumsi sayuran. Dari hasil penelitian diketahui bahwa anak yang tidak biasa makan sayuran cenderung gemuk (30%). Menurut Hui (1985) diacu dalam Adiningrum (2008) sayuran dan juga buah-buahan dapat mencegah kejadian obesitas karena dapat mengurangi rasa lapar tetapi tidak menimbulkan kelebihan lemak. Selain itu, dapat membantu memperlancar pencemaan dan dapat mencegah konstipasi pada anak. Mengingat fungsinya yang penting bagi tubuh, maka dianjurkan agar mengonsumsi sayuran dan buah setiap hari. Jenis sayuran yang biasa dikonsumsi oleh anak gemuk (23.3%) dan anak normal (73.1%) adalah sayur bening.
Dengan demikian, anak yang banyak
mengonsumsi sayur bening cenderung memiliki tubuh normal. Sayur bening diduga mengandung rendah kalori karena di dalam proses pemasakannya tidak menggunakan minyak dan santan yang tinggi kalori. Akan tetapi ada sebanyak
14% anak gemuk yang biasa mengonsumsi sayuran bersantan dibandingkan anak normal yang hanya 3.8%. Padahal menurut Punvati et al. (2005) minyak dan
santan dapat menyebabkan kegemukan, karena selain tinggi kalori juga merupakan lemak yang mengandung ikatan jenuh sehingga sulit dipecah menjadi bahan bakar. Tabel 29 menunjukkan bahwa kebiasaan anak mengonsumsi buah berikut jenis buah-buahannya. Berbeda dengan sayur, hampir seluruh anak gemuk 97% dan seluruh anak normal (100%) biasa mengonsumsi buab-buahan setiap hari haik dimakan utuh maupun dibuat dalam bentuk minuman jus.
Jenis buab yang paling banyak
dikonsumsi oleh anak gemuk adalah jeruk sebanyak 35.9%. Sedangkan anak normal adalah ape1 (32.2%). Umumnya anak mengonsumsi sayuran dan buah lebih sering pada saat makan siang yang mereka lakukan bersama-sama di kelas. Tabel 29 Sebaran anak menurut kebiasaan makan buah dan jenis buah Variabel
Gemuk n %
Norma'
n
%
Jumlah
%
Kebiasaan Makan Bnah Tidak Jenis Buair Jeruk Anggur Apel Melon Mangga
1
3.0
0
0
23 14 10 9 8
35.9 21.9 15.6 14.1 12.5
16 10 19 3 11
27.1 16.9 32.2 5.1 18.6
1
1.7
39 24 29 12 19
31.7 19.5 23.6 9.8 15.4
Menu makan siang yang mereka dapatkan dari sekolah (katering) sudah cukup bewariasi yang terdiri dari nasi, lauk pauk, sayur dan buah. Makan bersama inilah yang diduga memotivasi anak untuk membiasakan konsumsi sayur dan buah. Hal ini menunjukkan perilaku anak yang cukup baik dengan membiasakan mengonsumsi sayur dan buah dalam kesehariannya dan diharapkan dapat mengatasi kegemukan anak. Menurut Newby et al. (2005) menyatakan bahwa pola makan tinggi serat, seperti konsumsi sayuran, buah-buahan, sereal dan kacang-kacangan, berhubungan terbalik dengan IMT, kejadian overweight dan obesitas. Sama halnya dengan Drapeau et al. (2004) yang menyatakan bahwa, konsumsi sayuran dan buah-buahan yang tinggi dapat menurunkan berat badan atau mencegab kenaikan berat badan. Dari hasil analisis statistik tidak terdapat perbedaan yang nyata (p>0.05) kebiasaan makan sayur dan buah-buahan antara anak gemuk dan normal.
Aktivitas Fisilc Anak Aktivitas fisik anak adalah bagaimana cara analc mengalolcasilcan waktunya selama 24 jam dalam kehidupan sehari-hari untuk melalculcan suatu jenis ltegiatan secara rutin dan berulang-ulang. Aktivitas anak pada penelitian ini dibedakan pada aktivitas hari sekolah dan hari libur. Jenis dan waktu yang dialolcasikan anak untuk berbagai kegiatan disajikan pada Tabel 30. Berdasarltail Tabel 30, sekolah merupakan kegiatan yang memililci alokasi waktu terbesar untuk kedua anak gemuk dan normal yaitu 9 jamlhari. Tabel 30 Jenis dan rata-rata alokasi waktu kegiatan pada hari sekolah Jenis Kegiatan Tidur Sekolah Nonton TV Main playstation Kegiatan Ringan Kegiatan Sedang Kegiatan Berat Jumlah
Rata-rata Alokasi Waldu (jam) Gemuk Normal 8.3 5.2 9.0 9.0 2.5 2.1 0.2 0.4 2.8 2.0 0.3 1.4 0.9 0.9 24 24
Hal ini disebabkan selain waktu belajar di sekolah yang memalcan waktu sekitar i 6 jam, juga adanya les pelajaran tambahan di luar jam pelajaran di sekolah dan mengerjakan PR di rumah. Sehingga alokasi waktu untuk kegiatan sekolah di hari sekolah menjadi lebih banyak. Seperti hasil penelitian Bahren (2000) menunjukkan bahwa kegiatan di sekolah adalah kegiatan utama anak pada hari sekolah dengan total waktu 300 menit (5 jam), ditambah lagi dengan kegiatan-kegiatan di luar sekolah seperti les ataupun mengaji. Sebagian besar pada hari sekolah rutinitas yang dilakukan setiap anak hampir sama sesuai dengan kurikulum yang ditetapkan pihak sekolah. Waktu banyak diisi dengan kegiatan yang bersifat pendidikan baik di sekolah maupun di luar sekolah (les). Sehingga rata-rata alokasi waktu kedua anal< penelitian untuk ltegiatail tidur, nonton TV, main playstation, ltegiatan ringan, sedang dan kegiatan berat tidak jauh berbeda karena terbatasnya waktu. Pada hari sekolah waktu untuk menonton TV dan main playstation atau ltomputer tidak terlalu banyalc digunakan anak gemuk (2.5 jam) dan anak normal (2.1 jam), Itarena
adanya larangan orangtua maka mereka mengisinya dengan belajar atau mengerjakan PR. Waktu yang digunakan untuk kegiatan ringan antara anak gemuk 2.8 jam lebih tinggi dibandingkan anak normal yang hanya 2.0 jam. Sebaliknya untuk kegiatan sedang, waktu yang digunakan anak normal (1.4 jam) lebih banyak dibandingkan anak gemuk (0.3 jam). Kegiatan berat (olah raga) anak pada hari sekolah hanya dilakukan di sekolah, yaitu pada saat jam pelajaran olah raga (0.9 jam).
Dalam penelitian ini, semakin lama melakukan kegiatan ringan maka
tubuh semakin gemuk.
Kegiatan ringan lebih sedikit mengeluarkan energi
dibandingkan dengan kegiatan sedang dan berat. Dari hasil analisis statistik, untuk aktivitas hari sekolah perbedaan nyata (p<0.05) hanya terdapat pada kegiatan ringan dan sedang. Aktivitas anak pada hari sekolah berbeda dengan hari libur. Pada hari libur kegiatan yang banyak dilakukan lebih bersifat santai atau hiburan. Tabel 3 1 di bawah ini menunjukkan jenis dan rata-rata alokasi waktu kegiatan pada hari libur. Hampir semua kegiatan mempunyai alokasi waktu yang lebih banyak pada hari libur kecuali aktivitas belajar yaitu anak gemuk 0.8 jam dan anak normal 1.7 jam. Hal ini dikarenakan tidak ada jadwal pelajaran yang wajib diikuti, oleh sebagian anak kegiatan belajar diisi dengan kegiatan mengaji dan les atau kursys yang bersifat seni (tari, musik, lukis). Tabel 31 Jenis dan rata-rata alokasi waktu kegiatan pada hari libur Jenis Kegiatan Tidur Belajar Nonton TV Mainplqstation Kegiatan Ringan Kegiatan Sedang Kegiatan Berat Jumlah
Rata-rata Alokasi Waktu (jam) Gemuk Normal 9.0 8.6
Waktu yang dihabiskan anak gemuk untuk tidur pada hari libur lebih banyak (9.0 jam) dibandingkan anak normal (8.6 jam).
Sama halnya dengan
hasil penelitian Anggraini (2008) bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara lamanya waktu yang dihabiskan untuk tidur dalam satu hari dengan status
gizi obes anak (p= 0.046). Dalam penelitiannya terdapat 60% anak obes yang menghabiskan waktu tidur lebih dari 8 jam sehari. Rata-rata waktu yang dialokasikan untuk kegiatan nonton TV anak gemuk 5.5 jam lebih banyak dibandingkan anak normal yaitu 4 jam.
Jika ha1 ini
berlangsung secara terus menerus dapat memicu terjadinya kegemukan. Menurut Dietz dan Gortmaker (1985), energi yang digunakan anak-anak untuk menonton
TV lebih sedikit daripada energi untuk bermain sepeda atau bermain kejarkejaran. Apalagi jika menontonnya sambil makan camilan (meal snacking) dapaf menyebabkan ketidakseimbangan antara energi yang masuk (energy intake) dengan energi yang dikeluarkan (energy expenditure). Hari libur dimanfaatkan oleh hampir seluruh anak untuk bermain playstation, sebagai pengganti waktu yang biasanya dialokasikan untuk sekolah pada hari sekolah. Rata-rata waktu yang dialokasikan pun tidak jauh berbeda yaitu anak gemuk 1.8 jam dan anak normal 1.5 jam. Untuk kegiatan sedang dan berat rata-rata waktu yang dialokasikan anak normal (3.6 jam dan 1.6 jam) lebih banyak dibandingkan anak gemuk (1.8 jam dan 0.7 jam). Anak gemuk lebih banyak mengalokasikan waktunya pada kegiatan ringan (4.4 jam) daripada berolah raga. Hal ini diduga umumnya anak yang menderita kegemukan cenderung lebih malas untuk beraktivitas karena bobot tubuhnya yang besar, sehingga mereka lebih suka melakukan aktivitas yang sedikit menggunakan energi (ringan). Padahal menurut Misnadiarly (2007), olah raga mempakan salah satu aktivitas otot skeletal yang memerlukan banyak energi. Olah raga ada yang intensitasnya tinggi untuk waktu yang pendek misalnya sprint (lari 100 m) dan ada yang intensitasnya rendah untuk waktu yang lama misalnya marathon. Misnadiarly mengatakan olah raga yang dapat mengurangi obesitas adalah olah raga yang intensitasnya rendah untuk waktu yang lama misalnya jogging, berenang, sepak bola dan sebagainya. Berdasarkan hasil analisis statistik, pada hari libur terdapat perbedaan yang nyata (p<0.05) pada aktivitas belajar, nonton, kegiatan ringan, kegiatan sedang, dan kegiatan berat antara anak gemuk dan normal.
Status Gizi Orang Tua Untuk melihat adanya faktor genetik yang mempengaruhi timbulnya kegemukan pada anak-anak, maka pada penelitian ini dilihat pula keadaan kegemukan pada kedua orang tua anak dengan cara mengukur Indeks Massa Tubuh (IMT). Pada Tabel 32 diketahui sebagian besar anak gemuk dan normal memiliki ayah dan ibu yang berstatus gizi normal. Akan tetapi terdapat 33.3% anak gemuk memiliki ayah berstatus gizi gemuk dan gemuk sekali atau obes (23.3%), jumlah tersebut lebih besar dibandingkan anak nonnal yang hanya 13.3% dan 6.7%. Begitu juga dengan status gizi ibu, anak gemuk yang memiliki ibu gemuk dan obes sebanyak 26.7%. Ini berarti baik kedua ataupun salah satu dari orang tua yang obes memiliki kecenderungan untuk melahirkan anak yang obes. Tabel 32 Sebaran anak menurut status gizi ayah dan ibu Status Gii Orang Tua Ayah Kurus Normal Gemuk Gemuk sekali Ibu Kurus Normal Gemuk Gemuk sekali
Gemuk n
O ,/
Normal n
a/n
0 13 10 7
0 43.3 33.3 23.3
1 23 4 2
3.3 76.7 13.3 6.7
0 14 8 8
0 46.7 26.7 26.7
2 22 6 0
6.7 73.3 20.0 0
Tabe! 33 menunjukkan pasangan status gizi kedua orang tua anak yang menggambarkan peluang memiliki anak obes. Anak gemuk (26.7%) tidak hanya berasal dari kedua orang tua yang berstatus gizi gemuk dan gemuk saja, tetapi jika salah satu dari orang tua ada yang gemuk pun bisa mempunyai anak yang gemuk (56.7%). Bahkan ada beberapa anak gemuk yang berasal dari pasangan orang tua berstatus gizi normal (16.7%).
Tabel 33 Sebaran anak menurut pasangan status gizi orang tua
Kurus - Gemuk Normal - Normal Gemuk -Normal Gemuk - Gemuk Jumlah
0 5 17 8 30
0 16.7 56.7 26.7 100
I 17 9 1 30
3.3 56.7 30.0 3.3 100
Punvati et al. (2005) menyatakan bahwa anak-anak dari orang tua dengan berat badan normal mempunyai peluang 10% menjadi gemuk. Bila salah satu orang tuanya menderita kegemukan, maka peluang itu akan meningkat menjadi 40-50%. Bila kedua orang tuanya menderita kegemukan, peluang faktor keturunan meningkat menjadi 70-80%. Menurut Ebbeling et al. (2002) bahwa seseorang sering menghubungkan berat badannya dengan faktor genetik, karena gen dapat mempengaruhi kecenderungan peningkatan berat badan. Akan tetapi pengaruh gen tersebut hanya sedikit, karena tidak hanya genetik saja tapi juga faktor kebiasaan dan lingkungan berperan penting dalam tejadinya obesitqs anak. Hubuugan antara Karakteristik Sosial-Ekonomi Keluarga, Sumber Iuformasi dan Tingkat Kesukaan dengan Frekuensi Konsumsi Fast Food Berdasarkan hasil analisis korelasi Spearman, diperoleh hasil bahwa terdapat hubungan yang nyata (piO.05) antara tingkat kesukaan dengan frekuensi konsumsi fast food. Sedangkan pendidikan ayah, pendidikan ibu, pendapatan orang tua, pengetahuan gizi ibu, besar keluarga dan sumber informasi tidak berhubungan nyata (p0.05) dengan frekuensi konsumsi fast food. Tingkat kesukaan berhubungan positif (1-0.273; p=0.034) dengan frekuensi konsumsi fast food. Hal ini berarti semakin tinggi tingkat kesukaan (sangat suka) maka frekuensi konsumsi fast food semakin sering. Dalam penelitian ini harnpir selumh anak menyukai fast food dan alasan kedua anak sering mengonsumsi fast food karena rasanya yang enak. Kesukaan terhadap raqa yang enak inilah diduga membuat anak jadi sering mengonsumsi fast food.
Suhardjo (1989), derajat kesukaan atau ketidaksukaan seseorang terhadap makanan akan berpengaruh pada konsumsi pangan. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kegemukan Berdasarkan analisis korelasi Pearson maka diperoleh faktor-faktor yang berhubungan positif dengan kegemukan (IMT) antara lain frekuensi konsumsi
fast food ( ~ 0 . 3 9 6p=0.002), yang berarti semakin sering mengonsumsi fasl food maka IMT semakin tinggi (gemuk). Berpengaruhnya fast food terhadap IMT anak kemungkinan disebabkan frekuensi konsumsi yang berlebihan.
Seperti
yang dinyatakan Khomsan (2006) konsumsi fast food bukanlah ha1 yang jelek, pada hakekatnya fast food tidak sama dengan junk food (makanan sampah yang hanya padat kalori).
Bahan penyusun fast food termasuk golongan pangap
bergizi seperti daging ayam atau daging sapi, kentang, susu dan masih banyak lagi, yang terpenting adalah pengaturan frekuensi makannya agar tidak berlebihan. Bowman et al. (2004) melaporkan bahwa anak-anak dan remaja yang mengonsumsi fast food pada hari tertentu dibandingkan dengan yang tidak akan mengonsumsi lebih banyak energi, lemak jenuh, garam dan sedikit serat
(dietaiy fiber). Hal ini tejadi karena kandungan fast food yang tinggi energi, lemak jenuh, garam akan tetapi rendah serat. Konsumsi energi baik hari sekolah ( ~ 0 . 4 7 9p=0.000) maupun hari libur (1-0.369 p=0.004) berhubungan positif dengan kegemukan, semakin tinggi konsumsi energi maka IMT semakin tinggi. Hasil ini selaras dengan hasil penelitian Risma (2005) bahwa keseimbangan energi pada anak obes menunjukkan hasil yang positif pada hari sekolah dan hari libur, yang berarti konsumsi pangan lebih besar daripada pengeluaran energi. Hasil penelitiap Padmiari dan Hadi (2003) juga melaporkan bahwa obesitas pada kasus disebabkan konsumsi energi yang tinggi. Konsumsi energi yang diperoleh dari makanan sehari-hari jika berlebihan tanpa diimbangi aktivitas fisik yang tinggi akan menyebabkan ketidakseimbangan energi. Ketidakseimbangan energi ini yang akan menaikkan nilai IMT seseorang sehingga beresiko pada terjadinya kegemukan dan obesitas. Seperti yang dinyatakan oleh Arora (2008) bahwa
obesitas sebenamya merupakan konsekuensi dari ketidakseimbangan energi karena asupan energi lebih besar dibandingkan jumlah energi yang dikeluarkan. Status gizi ibu berhubungan positif (r=0.386 p=0.002) terhadap kegemukan, berarti ibu yang gemuk memiliki peluang yang besar untuk mempunyai anak gemuk pula. Wirakusumah (1994) menyatakan bahwa apabila ada faktor keturunan obesitas, maka ada kecenderungan pada seseorang untuk membangun lemak lebih banyak dari orang lain karena ada sifat metabolisme yang diturunkan, misalnya ada gen bawaan pada kode untuk enzim Adipose Tissue Lipoprotein Lipase lebih aktif. Enzim ini berperan dalam menghidrolisis triasilgliserol lipoprotein dalam jaringan yang akan disintesis menjadi lemak lagi atau dibakar. Tidak hanya pengaruh gen saja, kegemukan anak pada penelitian ini kemungkinan didukung pula oleh faktor lingkungan (kebiasaan makan orang ma). Soelistijani dan Herlianty (2003) menyatakan bahwa anak-anak yang mempunyai bakat gemuk karena faktor genetik akan cepat menjadi gemuk, apalagi jika didukung kebiasaan makan orang tua yang menyukai makanan berkalori tinggi dan anak menin kebiasaan makan orang tuanya tersebut. Kegiatan ringan hari sekolah (1-0.353 p=0.006) dan hari libur ( ~ 0 . 3 5 1 p=0.006) berhubungan positif dengan kegemukan, semakin lama waktu melakukan kegiatan yang bersifat ringan maka tubuh semakin gemuk. Hal ini diduga karena untuk melakukan kegiatan ringan (duduk diam, berdiri diam, makan, mengobrol, bermain sambil duduk dan sebagainya) dibutuhkan sedikit energi. Sehingga jika kegiatan ringan yang lebih banyak dilakukan maka pengeluaran energi menjadi sedikit. Nonton televisi hari libur juga berhubungan positif dengan kegemukan ( ~ 0 . 4 9 8p=0.000), artinya semakin lama menonton TV maka tubuh menjadi semakin gemuk. Menonton TV merupakan kegiatan yang bersifat sedenta~y hanya sedikit energi yang dibutuhkan untuk melakukan kegiatan ini, jika dilakukan terlalu lama apalagi dibarengi dengan konsumsi makanan tinggi energi maka akan menyebabkan kegemukan dan obesitas.
Seperti yang dinyatakan
Proctor et al. (2003), bahwa anak-anak lebih banyak menghabiskan waktunya untuk menonton TV dan main komputer daripada berolahraga. Menonton TV menyebabkan obesitas 8 kali lebih besar pada anak-anak yang menonton TV
lebih dari 5 jamhari dibandingkan dengan yang menonton TV hanya 2 jamlhari atau kurang. Faktor-faktor yang berhubungan negatif dengan kegemukan (IMT) antara lain kegiatan sedang hari sekolah (I=-0.545 p=0.000) dan libur (r=-0.511 p=0.000), yang berarti semakin lama waktu melakukan kegiatan sedang maka IMT akan semakin rendah (tubuh normal). Kegiatan sedang meliputi pekerjaan rumah tangga, jalan-jalan (rekreasi), bermain ringan dan sebagainya. Untuk melakukannya dibutuhkan energi yang lebih banyak. Hal inilah yang diduga mempengaruhi IMT anak. Biasanya anak-anak pada hari libur pergi berekreasi bersama keluarga, akan tetapi pada penelitian ini tidak jarang ada anak-anak yang membantu orangtua di rumah dan bermain ringan bersama teman atau saudara. Kegiatan berat (olah raga) di hari libur (r=-0.359 p=0.005) berhubungan negatif dengan kegemukan, semakin lama waktu melakukan olah raga maka tubuh semakin normal. Olah raga tergolong ke dalam kegiatan berat yang banyak mengeluarkan energi. Selain di sekolah, anak-anak pada hari libur sebaiknya melakukan olah raga di rumah dan waktu yang dialokasikan lebih banyak dari hari sekolah. Hal ini akan membantu dalam menjaga ataupun menurunkan berat badan. Sebaliknya jika jarang melakukan olah raga, pengeluaran energi menjadi sedikit sehingga pengaturan berat badan menjadi sulit dilakukan. Seperti yang dinyatakan Arora (2008) sangat sulit menjaga berat badan yang sehat jika hanya memiliki sedikit aktivitas fisik.
Lebih lanjut Arora mengatakan cara paling
efisien untuk tidak menambah lemak ke dalam tubuh adalah dengan berolahraga, olah raga akan meningkatkan metabolisme dan membakar kalori.
Khomsan
(2006) menganjurkan exercise dilakukan dengan prinsip FIT:frequency, intensity dan time. Frekuensi artinya kita melakukan latihan fisik (olah raga) secara teratur dengan jeda waktu yang tetap (umumnya 3 kali seminggu). Intensitas latihan yang tepat penting untuk mencapai kebugaran yang optimal. Meluangkan waktu selama 30 menit untuk kegiatan aerobik, maka kita akan mendapatkan manfaat berupa penurunan berat badan dan perbaikan profil lipid. Kegiatan belajar di hari libur (F-0.479 p=0.000) berhubungan negatif dengan kegemukan, artinya semakin lama waktu melakukan kegiatan belajar maka tubuh akan semakin normal.
Hari libur umumnya banyak diisi anak
dengan kegiatan yang bersifat ringan, santai, dan menghibur atau melakukan bobi, sebagai pengganti waktu yang biasanya dialokasikan untuk sekolah pada hari sekolah. Akan tetapi jika pada hari libur diisi dengan melakukan kegiatan belajar (les seni, mengaji, mengerjakan PR) yang lebih banyak mengeluarkan energi tentunya lebih baik daripada harus bermalas-malasan di rutnah. Kebiasaan minum susu juga berpengaruh negatif (r=-0.368 p= 0.004), berarti semakin banyak minum susu tubuh semakin normal.
Hal ini terjadi
kemungkinan anak yang banyak minum susu (1-2 kali sehari) akan lebih tahan lapar sehingga mengonsumsi makanan camilan diantara dua waktu makan pun jadi berkurang.
Sebagaimana kita ketahui, susu tinggi kalsium dan lemak.
Kandungan lemak pada susu inilah yang diduga dapat membuat perut merasa kenyang. Seperti yang dinyatakan Khomsan (2006) bahwa minum susu di pagi hari sangat baik karena susu selain sebagai sumber vitamin atau mineral juga kaya akan lemak. Apabila mengonsumsi lemak, maka kita akari relatif lebih tahan lapar karena di dalam tubuh lemak dicema lebih lama dibandingkan karbohidrat dan protein. Selain itu lemak adalah penyumbang energi terbesar yaitu 9 kal per gram lemak, sementara karbohidrat dan protein hanya 4 kal per gramnya.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Prevalensi kegemukan anak sekolah di SD Bina Insani Bogor cukup tinggi
yaitu sebesar 18.4%. 2. Anak gemuk paling banyak mengonsumsi fast food dengan frekuensi sering (lebih dari 2 kali seminggu), sedangkan anak normal pada frekuensi jarang (1-2 kali seminggu). Dengan demikian anak normal mengonsumsi fast food masih dalam batas yang wajar, sedangkan anak gemuk mengonsumsi fast
food secara berlebihan. Terdapat perbedaan yang nyata (p<0.05) antara frekuensi konsumsi fastfood anak gemuk dan normal. 3. Tingkat konsumsi energi anak gemuk dan anak normal termasuk dalam
kategori normal (90-119% AKG). Tidak terdapat perbedaan yang nyata (p>0.05) antara tingkat konsumsi energi anak gemuk dan normal. Hal ini dikarenakan tidak cukup data untuk membuat tingkat konsumsi energi anak gemuk dan normal berbeda.
4. Untuk aktivitas hari sekolah, perbedaan nyata (p<0.05) terdapat pada kegiatan ringan dan sedang. Sedangkan aktivitas hari libur perbedaan nyata ( ~ ~ 0 . 0 5 ) terdapat pada aktivitas belajar, nonton, kegiatan ringan, kegiatan sedang, dan kegiatan berat antara anak gemuk dan normal. 5. Dalam penelitian ini anak gemuk (26.7%) tidak hanya berasal dari kedua orang tua yang berstatus gizi gemuk dan gemuk saja, tetapi jika salah satu dari orang tua ada yang gemuk pun bisa mempunyai anak yang gemuk (56.7%). Bahkan ada beberapa anak gemuk yang berasal dari pasangan orang tua berstatus gizi normal (16.7%). 6. Terdapat hubungan positif (p<0.05) antara tingkat kesukaan dengan frekuensi konsumsi fast food. Hal ini berarti semakin tinggi tingkat kesukaan (sangat suka) maka frekuensi konsumsi fast food semakin sering.
7. Berdasarkan analisis korelasi Pearson maka diperoleh faktor-faktor yang berhubungan positif dengan kegemukan (IMT) antara lain 1) frekuensi konsumsi fast food, yang berarti semakin sering mengonsumsi fast food maka IMT semakin tinggi (gemuk) 2) konsumsi energi baik hari sekolah maupun
hari libur, semakin tinggi konsumsi energi maka tubuh semakin gemuk 3) status gizi ibu, berarti ibu yang gemuk memiliki peluang yang besar untuk mempunyai anak gemuk pula 4) kegiatan ringan hari sekolah dan hari libur, semakin lama waktu melakukan kegiatan yang bersifat ringan maka tubuh semakin gemuk dan 5) nonton televisi hari libur, berarti semakin lama menonton TV maka tubuh menjadi semakin gemuk.
Sedangkan yang
berhubungan negatif dengan kegemukan (IMT) antara lain 1) kegiatan sedang hari sekolah dan libur, berarti semakin lama w a h melakukan kegiatan sedang maka IMT akan semakin rendah (tubuh normal) 2) kegiatan berat (olah raga) di hari libur, semakin lama waktu melakukan olah raga maka tubuh semakin normal 3) kegiatan belajar di hari libur, semakin lama waktu melakukan kegiatan belajar maka tubuh akan semakin normal dan
4)
kebiasaan minum susu, berarti semakin banyak minum susu (1-2 kali sehari) tubuh semakin normal. Saran 1. Peranan orang tua dan pihak sekolah sangatlah penting dalam mengajarkan
gaya hidup sehat. Melalui konsumsi makanan bergizi seimbang dan peningkatan aktivitas fisik untuk mencegah dan mengatasi kegemukan anak. 2. Untuk penelitian selanjutnya dalam mengukur konsumsi fast food dilakukan
secara kuantitatif tidak hanya secara kualitatif. 3. Dalam menentukan kegemukan dan obesitas, selain menggunakan IMTm maka perlu dilakukan pengukuran ketebalan lapisan lemak.
DAFTAR PUSTAKA
Aktaria, E. 2004. Keseimbangan energi pada anak usia sekolah dasar dengan status gizi normal, overweight, dan obesitas. [skripsi]. Bogor: Departemen Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, lnstitut Pertanian Bogor. Almatsier S. 2002. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gmmedia Pustaka Utama. Anggraini S. 2008. Faktor risiko obesitas pada anak taman kanak-kanak di Kota Bogor. [skripsi]. Bogor: Departemen Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Arora A. 2008. 5 Langkah Mengendalikan Obesitas. Jakarta: Bhuana Ilmu Populer. Aryarini, A. 2001. Faktor-faktor yang mempengaruhi proses keputusan pembelian fast food di restoran waralaba Kotamadya Bogor. [skripsi]. Bogor: Jurusan Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, lnstitut Pertanian Bogor. Bahren, I. 2000. Jenis dan alokasi waktu kegiatan anak sekolah dasar pada sekolah favorit dan non favorit di Kota Bogor. [skripsi]. Bogor: Departemen Gizi Masyarakat din Sumberdaya Keluarga, Fakultqs Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Berg, A. 1986. Peranan Gizi dalam Pembangtman Nasional (terjemahan). Jakarta: Rajawali. [BKKBN] Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional. 1998. Gerakan Kelzrarga Berencana dun Keluarga Sejahtera. Jakarta. Bowman SA et a[. 2004. Effects of fast food consumption on energy intake and diet quality among children in a national household survey. Pediatrics, 113: 112-118. [CDC] Centers for Disease Control and Prevention. 2000.Use andlnterpretation of the CDC Growth Charts. httv:llwww.cdc.~ovi (tanggal 3 Mar@ 2007) Crawford D, Ball K. 2002. Behavioural determinants of the obesity epidemic. Asia Pacific Journal of Clinical Nz1trition.l I : 718-72 1 . Dietz WH, Gortmaker SL. 1985. Do we fatten our children at the television set? Obesity and television viewing in children and adolescents. Pediatrics 75: 807-812. [Depkes]. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Perloman Uinum Gizi Seimbang. 2002. Jakarta.
[Depkes]. 1996. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman Praktis Pernantauan Gizi Orang Dewasa. Jakarta. Drapeau V et al. 2004. Modification in food group consumption are related to long-term body-weight changes. American Journal of Clinical Nutritiop Vol. 80 : 29-37 Ebbeling CB, Pawlak DB, Ludwig DS. 2002. Childhood obesity : public-health crisis, common sense cure. Lancet. 360 : 473-482. Engel F,Backwell RD, Miniard PW. 1994. Perilalnr Konsurnen. Ed ke-6 Jilid I. Budiyanto FX, penerjemah. Jakarta: Binapura Aksara. Fast food facts 2007. httu://www.olen.com/food/book.html/(tanggal 16 Desemher 2007) Friza DET. 2007. Analisis sikap dan faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan konsumen dalam memilih restoran fast food (kasus pada restoran KFC Pajajaran dan A&W Botani Square Bogor). [skripsi]. Bogor: Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Fukuda S, Takeshita T, Morimoto K. 2001. Obesity and lifestyle, Asian Medical Journal, 44. Gibson RS. 1990. Principles of Nutritional Assessment. NewYork: Oxford University Press. Guo SS, Chumlea WC. 1999. Tracking of body mass index in children in relation to overweight in adulthood. Dalam. W. H. Dietz and Belizzi, M. C. (eds). Assesment of Childhood and Adolescent, Supplement to The American Journal of Clinical Nutrition, 70 : 126-130s. Hardinsyah, Tambunan V. 2004. Kecukupan Energi, Protein, Lemak dan Serat Makanan. Widyaka~yaNasional Pangan dan Gizi VIII Jakarta 18 Mei.
, Briawan D. 1994. Penilaian dan Perencanaan Konsumsi Pangan. [diktat]. Bogor: Departemen Gizi Masyarakat d m Sumberdayp Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Harper LJ, Deaton BJ, Driskel JA. 1986. Pangan, Gizi dan Pertanian. (Suhardj~, penerjemah). Jakarta: UI Press. Hartati Y. 1999. Kajian tentang pembelian, konsumsi dan respon konsumen fast food di wilayah DKI Jakarta. [skripsi]. Bogor: Departemen Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Hayati F. 2000. Faktor-faktor yang berhubungan dengan konsumsi fast food waralaba moderen dan tradisional pada remaja siswa SMU Negeri di Jakarta Selatan. [skripsi]. Bogor: Departemen Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Hermina, Tjukarni T, Afriansyah N, Hidayat TS, Jahari AB. 2001. Pengembangan Materi Pesan-pesan Gizi Untuk Pencegahan dan Penanggulangan Masalah Kegemukan pada Anak Usia Dini. Laporan Penelitian. Pusat Penelitian dan Pengembangan Gizi dan Makanan. Bogor. Hill JO, Wyatt HR, Reed GW, Peters JC. 2003. Obesity and the environment: where do we go from here? Science; 299: 853-5 Khumaidi M. 1989. Gizi Masyarakat. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Pusat antar Universitas Pangan dan Gizi, PAU. Bogor: IPB. Khomsan A. 2000. Teknik Pengukuran Status Gizi. [diktat]. Departemen Gizi Masyarakat dan Sumber Daya Keluarga, Fakultas Pertanian, IPB, Bogor. 2004. Peranan Pangan dun Gizi zintuk Kz~alitas Hidup. Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia. 2006. Solusi Makanan Sehat. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Laksono HN. 1997. "Hak Konsumen atas Informasi". Warta Konsumen No.11 November. hlm 9-10. Madanijah S. 2004a. Model pendidikan "GI-PSI-SEHAT" bagi ibu serta dampaknya terhadap perilaku ibu, lingkungan pembelajaran, konsumsi pangan dan status gizi anak usia dini. [disertasi]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. 2004b. Penganlar Pangan dun Gizi : Pola Konstimsi Pangan. Jakarta: Penebar Swadaya. Meilany TA. 2001. Profil klinis dan laboratoris ohesitas pada murid sekolah dasar. [tesis]. Jakarta: Peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis. Bagian Ilmu Kesehatan Anak. Fakultas Kedokteran Universitqs Indonesia-RSCM. Miller J, Arlan R, Janet S. 2004. Chilhood obesity. J Clin End & Metab. 89 : 421 1-4218. Misnadiarly. 2007. Obesitas Sebagai Faktor Risiko Beberapa Penyakit. Jakarta: Pustaka Obor Populer. Muhilal & Hardinsyah. 2004. f'enentuan Kebutuhan Gizi dan Kesepakatan Harmonisasi di Asia Tenggara. Prosiding WNPG: Ketahanan Pangan dan Gizi di Era Otonomi Daerah dan Globalisasi. Jakarta: Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. hlm 301-303. Mudjianto TT, Hermina. 2004. Pengetahuan dan sikap terhadap kegemukan pada anak di antara ibu-ibu murid SD usia 9-10 tahun di kota Bandung. The
Journal of Food and Nutrition Research. 27(2): 1-1 1. Pusat Penelitian dan Pengembangan Gizi dan Makanan. Bogor. Newby PK, Tucker KL, Walk A. 2005. Risk of overweight obesity among semivegetarians, lactovegetarians, and vegan women. American Journal of Clinical Nutrition. 81 : 1267-1274. Nikmah A. 2007. Analisis implikasi promosi terhadap perpindahan merek (brand switching) fast food (studi kasus di McDonald's cabang Pajajaran, Bogor). [skripsi]. Bogor: Departemen Teknologi lndustri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Napitu, N. 1994. Perilaku jajan di kalangan siswa SMA di kota dan di pinggiran Kota Jakarta [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana Institut, Pertanian Bogor Novitasari. 2005. Kebiasaan mengkonsumsi western fast food pada remaja SMU yang berstatus gizi normal dan obese di Kota Bogor. [skripsi]. Bogor: Departemen Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultqs Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Padmiari IDE, Hadi H. 2003. Konsumsi Fast Food Sebagai Faktor Risiko Obesitas pada Anak SD. Medika. 29 : 159-165 Pereira MA et al. 2003. Fast food meal frequency and the incidence of obesity and abnormal glucose homoestasis in young black and white adults: the CARDIA study [abstract]. Circulation. 107 : 35. Prihatini S, Jahari AB. 2007. Faktor risiko kegemukan pada anak sekolah usia 618 tahun di DKI Jakarta. The Journal of Food and Nutrition Research. 30(1): 31-39. Pusat Penelitian dan Pengembangan Gizi dan Makanan. Bogor. Proctor MH, Moore LL, Gao D, Cupples LA, Bradlee ML, Hood MY, Ellison RC. 2003. Television viewing and change in body fat from preschool to early adolescence: The Framingham Children's Study. In? J Obes Relat Metab Disord 27927- 833 Punvati S, Rahayuningsih S, Salimar. 2005. Perencanaan Menu Untuk Penderita Kegemukan. Jakarta: Penebar Swadaya. Rahmadi. 2003. Faktor-faktor yang mempenganthi keputusan pembelian fast food di restoran waralaba ayam goreng di Kota Bogor. [skripsi]. Bogor: Departemen Sosial Ekonomi Industri Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Rimbawan, Siagian A. 2004. Indeks Glikemik Pangan: Cara Mudah Metnilih Pangan yang Menyehatkan. Jakarta: Penebar Swadaya. Risma K D. 2005. Keragaan keseimbangan energi pada remaja (kasus pads remaja yang memiliki status gizi normal dan obes). [skripsi]. Bogor:
Departemen Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultqs Pertanian, lnstitut Pertanian Bogor. Riyadi H. 2001. Metode Penilaian Status Gizi Secara Antropometri. [diktat]. Bogor: Departemen Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, lnstitut Pertanian Bogor. Sanjur D. 1982. Social and Cultural Perspective in Nutrition. Englowood Cliffs Prentice-Hall, New Jersey. Sizer FS, Whitney EN. 2000. Nutrition Concepts and Controversies (81h ed). Wadsworth, Australia. Soelistijani DA, Herlianty MP. 2003. Mencegah dun Mengatasi Kegemukan Pada Balita. Jakarta: Puspa Swara Story, M. et al. 1999. The epidemic of obesity in American Indian communities and the need for childhood obesity-prevention programs. Am J Clin Nutr 69 : 747s - 54s Styne, DM. 2005. Obesity in childhood: what's activity got to do with it? Am J Clin Nutr 81 : 337 - 8 St-Onge MP, Keller KL, Heymsfield SB. 2003. Changes in childhood food consumption patterns: a cause for concern in light of increasing body weights. Am JClin Nutr 78:1068-1073 Subardja, D. 2004. Obesiras Primer pada Anak (Diagnosis, Patogenesis dqn Patofisiologi). Bandung: Kiblat Buku Utama.
, Sjahid SI, Kania N, Idjradinata PS. 2000. Hubungan Pola Makan dan Pola Aktivitas Fisik dengan Obesitas Primer Pada Anak. Media Gizi & Keluarga, XXIV (2), 123-131. Suhardjo. 1989. Sosio Budaya Gizi. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Pusat antar Universitas Pangan dan Gizi. Bogor: Institut Pertanian Bogor. 1987. Ekonomi Gizi. [diktat]. Bogor: Departemen Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Susanti, L. 1999. Kebiasaan makan dan aktivitas fisik dalam hubungannya dengan gizi lebih pada murid taman kanak-kanak di Kotamadya Bengkulu. [tesis]. Bogor: Program Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. The Henry J. Kaiser Family Foundation. 2004. The role of media in childhood obesity. http://www.kff.org (tanggal 17 September 2007) Waspadji S, Suyono S, Sukardji K, Hartati B. 2003. Pengkajian Status Gizi: Studi Epidemiologi. Pusat Diabetes dan Lipid RSCWFKUI dan Instalasi Gizi RSCM, Jakarta.
Whitaker RC, Wright JA, Pepe MS, Siedel KD, Dietz WH. 1997. Predicting obesity in young adulthood from childhood and parental obesity. NEngl JMed. 337: 869-874. Whitaker, R.C. 2004. Predicting preschooler obesity at birth : the role of maternel obesity in early pregnancy. Pediatrics.1 I4 : 29-36. Wirakusumah ES. 1994. Cara Aman dan Efektif Menttrunkan Berat Badan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Lampiran 1. Variabel penelitian beserta kategorinya Variabel Karakteristik contoh : Umur anak Uang saku per hari
1
Kategori
9- 1 1 tahun < Rp 5000,OO Rp 5.000,OO - Rp 10.000,OO > RP 10.000,OO I IMT/U : < Persentil ke-5 = Undenveighr > Persentil ke-5 - < Persentil ke-85 =Normal 2 Persentil ke- 85 - < Persentil ke-95 = at Risk of Ovenveight > Persentil ke-95 = Ovenveighr (CDC 2000) IMT (Indeks Massa Tubuh) : Kurus sekali = < 17.0 Kurus = 17.0 - 18.4 Normal = 18.5 - 25.0 Gemuk = 25.1 - 27.0 Gemuk sekali = > 27.0
I Status Gizi Contoh
Status Gizi Orang Tua
Sosial ekonomi keluarga Pendidikan orang tua (Ayah dan Ibu)
Pekerjaan orang tua (Ayah dan Ibu)
.
SMA Diploma S1 Ibu mmah tangga PNS Pegawai swasta Wiraswasta BUMN Dokter
pendapatan orang tua (Rp/kap/bulan)
Rendah = Rp 1.000.000-Rp 2.000.000 Sedang = Rp 2.000.001-Rp 3.000.000 Tinggi = Rp 3.000.001-Rp 4.000.000 Sangat tinggi = > Rp 4.000.000
Besar keluarga
Keluarga kecil = 1 4 orang Keluarga sedang = 5-7 orang Keluarga besar = > 7 orang (BKKBN 1998)
Pengetahuan gizi ibu
Baik = > 80 % benar Sedane = 60-80 % benar Kurang = < 60 % benar (Khomsan 2000)
-
Variabel Kebiasaan Makan Frekuensi makan sehari
Kebiasaan sarapan * Kebiasaan minum susu Kebiasaan makan sayuran Kebiasaan makan buah Kebiasaan makan camilan Kebiasaan jajan: di rumah di sekolah
-
1 kali 2 kali 3 kali > 3 kali 0 =Tidak I = Y a 0 =Tidak 1 = Ya 0 =Tidak I = Ya
0 = Tidak l = Ya
Konsumsi Pangan Recall 2 x 24 jam
Defisit tingkat berat (konsumsi < 70 %) Defisit tingkat sedang (konsumsi 70-79 %) Defisit tingkat ringan (konsumsi 80-89 %) Normal (90 - 119 %) Di atas kecukupan ( konsumsi >_ 120%) (Depkes 1996)
Informasi Pangan
1 = Iklan TV 2 = Keluarga 3 = Teman I= Tidak suka 2= Biasa saja 3= Suka 4= Sangat suka Sering = > 2dminggu Jarang = I-2dminggu Tidak pernah = Oxlminggu Alokasi waktu untuk kegiatan : - tidur - sekolah (belajarlmengerjakan PR; les; membaca; mengaji) - nonton televisi - main game / komputer - kegiatan ringan (duduk diam, berdiri diam, makan, mengobrol, bermain sambil duduk) - kegiatan sedang (pekerjaan RT, jalan-jalan, bermain) - kegiatan berat (olah raga)
Kesukaan
Konsumsi Fast Food Aktivitas Fisik
Lampiran 3. Indeks Massa Tubuh .. .~~~~ menurut Umur (IMT/u) ~nakxo~mal -. ~
JENIS UMUR BERAT UADAN KELAMIN ( T ~ I I ) A K T U A L ( ~ ~ ) 1 L 9 N1 29,30 24.50 2 N2 L 9 -3 N3 P 9 32,OO 4 N4 L 9 32,55__ 5 NS P 9 30,90 6 N6 P 9 28.30
NAMA
TINGGI BADAN BERAT BADAN IDEAL ( ~ g ) (m) 16329 1,34 1622 .17,99 16,29 1,17 22,2.-.17,16 16,42 1.37 30,6 18,92 16,29 1,31 - -28,O 16,62 16,421,36 30,s 16,50 16,42 1,31 28,2
IMTIU
lMT NORMAL CDC
2
16,80
1,41
UERAT BADAN WNPG ( ~ g )
25,0 25,O 25,O 25,0 25,0 25,O
-_
3736
38,O
33,5--_
35,0_.-.
33.8
35,O 35,0_-_.
-
Lampiran 4. Kuesioner Pengumpulan Data
KUESIONER KONSUMSI FAST FOOD DAN FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEGEMUKAN ANAK SEKOLAH DI SD BINA INSAN1 BOGOR
.......................................... Kelas .......................................... Enumerator .......................................... Tanggal Wawancara : ......................................... Narna Anak
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007
Lampiran 4. Kuesioner Pengumpulan Data (lanjutan)
A. KARAKTERISTIK ANAK
.......................................................................................................... Jenis Kelamin : ......................................................................................................... Umur .......................................................................................................... Tempaflgl lahir : ..................................................................................................... Agama ......................................................................................................... Suku ......................................................................................................... Jumlah uang saku: ..................................................... (per harilper minggu /per bulan)*
1. Nama 2. 3.
4. 5.
6. 7.
(tidak termasuk transport)
8. Alamat Rumah
:
........................................................................................................ 9. No. Tlp. R u m a m p : .......................... 10. Berat badan ........................... kg Tinggi badan : ................... cm B. KARAKTERISTIK KELUARGA 1. Identitas Keluarga /NO
1
Nama
/ L/ I
Status
/ Usia I Pendidikan I Berat I Tinggi I Pekeriaan
1
Lampiran 4. Kuesioner Pengumpulan Data (lanjutan) 2. Pendapatan Orang tua
Keterangan : a. < I juta b. 1 juta- 2 juta c. 2 juta - 3 juta
d. 3 - 4 juta e. > 4 juta
Jawablah pertanyaan di bawah ini dengan memberi tanda silang ( X ) pada jawaban yang kamu pilih. Jika jawaban kamu di luar pilihan yang ada, maka isilah titik-titik di bawah ini dengan jawaban kamu.
FAST FOOD 1. Apakah kamu menyukai fast food ? a. Sangat suka b. Suka c. Biasa Saja
d. Tidak suka
2. Kapan biasanya kamu mengunjungi restoran fast food? a. Hari sekolah b. Akhir pekan c. Hari libur
d. Tidak tentu
3. Darimana kamu mengetahui informasi tentang fast food? a. Ikian TV b. Keluarga c. Teman
d. Lainnya
4. Faktor apa yang menyebabkan kamu menyukai fastfood? a. Aroma yang lezat b. Rasanya enak c. Harga tejangkau d. Tempat yang nyaman e. Lainnya : ............................. 5. Sebutkan nama restoran fast food yang biasa kamu kunjungi !
6. Sebutkan jenis fast food yang paling sering kamu konsumsi !
.....................
Lampiran 4. Kuesioner Pengumpulan Data (lanjutan)
KEBIASAAN MAKAN Jawablah ertanyaan di bawah ini dengan memberi tanda silang (X) pada jawaban yang kamu pilih atau k o r e t jawaban yang tidak perlu atau isilah dititik-titik yang tersedia 1. Berapa frekuensi kamu makan dalam sehari ? a. 1 kali b. 2 kali c. 3 kali d. > 3 kali
2. Apakah kamu biasa sarapan pagi ? (Ya 1Tidak) * Jika Ya, sebutkan jenis makanan dan minuman yang biasa dikonsumsi saat sarapan ;
Jika Tidak, sebutkan alasannya...................................................................................... 3. Apakah kamu biasa minum susu ? (Ya / Tidak) * Jika Ya, kapan waktu kamu minum susu : a. Pagi b. Siang c. Malam
d. Lainnya ..................................
Jika Tidak, sebutkan alasannya ...................................................................................... 4. Apakah kamu memiliki kebiasaan mengemil ? (Ya / Tidak) ' Jika Ya, sebutkan 3 jenis makanan camilan yang biasa dikonsumsi : (1) ..................................................... (2) ...................................................................... Jika Tidak, sebutkan alasannya ..................................................................................... 5 . Kapan biasanya kamu mengkonsumsi camilan tersebut ?
a. Saat menonton TV b. Sambil belajar di rumah c. Saat santai d. Lainnya.......... 4. Apakah kamu menyukai sayur-sayuran ? (Ya / Tidak) *
5. Apakah kamu makan sayuran sewaktu : (Ya / Tidak / Kadang-kadang) * a. Sarapan b. Makan siang (Ya I Tidak / Kadang- kadang) ' c. Makan malam (Ya I Tidak I Kadang-kadang) * d. Lainnya ...............................
6. Jika kamu menyukai sayuran, jenis sayuran apa yang paling sering dimakan ? (1) Sayuran bersantan (Ya 1Tidak) *
(3) Sayuran tumis (Ya / Tidak) *
(2) Sayuran bening (Ya / Tidak ) '
(4) Gado-gado/Urap/Pecel (Ya / Tidak) '
Lampiran 4. Kuesioner Pengumpulan Data (lanjutan) 7. Apakah kamu menyukai buah-buahan ? (Ya / Tidak) *
8. Sebutkan 3 jenis buah-buahan yang kamu sukai !
................................................... (3) .........................................................
(1)
(2)
.................................................................
9. Apakah kamu suka jajan di sekolah ? (Ya / Tidak) * 10. Sebutkan 3 jenis jajanan yang biasa kamu beli di sekolah? (1) ......................................................... (2) ................................................................. (3)
.........................................................
11. Apakah kamu suka jajan bila di rumah? (Ya / Tidak) * 12. Sebutkan 3 jenis jajanan yang biasa kamu beli di rumah? (1) ......................................................... (2) ................................................................. (3)
.........................................................
Lampiran 4. Kuesioner Pengumpulan Data (lanjutan)
PENGETAHUAN GIZI IBU Pilihlah salah satu jawaban yang dianggap benar dengan memberi tanda ( X ) dari pertanyaanpertanyaan di bawah ini :
1. Apakah fungsi utama makanan di dalam tubuh a. Sumber zat pengatur b. Sumber zat tenaga, zat pembangun dan zat pengatur c. Sumber zat pembangun dan zat pengatur d. Tidak tahu 2. Zat gizi yang terdapat di dalam makanan antara lain a. Karbohidrat dan lemak b. Protein, Vitamin dan Mineral c. a dan b benar d. Tidak tahu 3. Zat gizi untuk mendukung pertumbuhan anak-anak adalah .... a. Protein b. Vitamin c. Karbohidrat d. Tidak tahu
4. Contoh susunan menu makanan yang baik adalah terdiri dari a. Nasi, ikan, tahu, sayur asem, jeruk b. Burger, susu c. Nasi, perkedel kentang, ayam goreng d. Tidak tahu 5. Kekurangan yodium dapat mengakibatkan : a. Gusi berdarah b. Darah tinggi c. Kecerdasan berkurang
6. Bagaimana sebaiknya cara menyiapkan sayuran a. Dipotong-potong kemudian dicuci b. Dicuci terlebih dahulu kemudian dipotong-potong c. Tidak perlu dicuci d. Tidak tahu 7. Menurut anda apakah yang disebut fast food? a. Makanan cepat saji tinggi kalori dan garam b. Makanan instan tinggi kalori dan garam c. Makanan tinggi serat d. Tidak tahu
8. Zat gizi apa yang relatif tinggi terkandung dalam fast food yaitu : c Lemak dan garam a. Vitamin dan serat d. Tidak tahu b. Lemak dan serat
d. Tidak tahu
Lampiran 4. Kuesioner Pengumpulan Data (lanjutan)
9. Zat gizi apa yang relatif rendah terkandung dalam fast food yaitu : a. Vitamin dan serat b. Lemak dan serat
c. Lemak dan garam d. Tidak tahu
10. Konsumsi fast foodyang berlebihan pada anak-anak akan menimbulkan a. Tubuh ideal b. Obesitas c. Anak yang sehat d. Tidak tahu 11. Kebiasaan makan fasf food sebaiknya diimbangi dengan : a. Pengeluaran energi melalui aktivitas fisik b. Minum air putih yang banyak c. Mengkonsumsi minuman bersoda d. Tidak tahu 12. Pangan apa yang perlu dikonsumsi untuk mengimbangi asupan gizi bagi tubuh bila telah mengkonsumsi fast food b. Soj'i drink c. Salad dan buah d. Tidak tahu a. Kentang goreng 13.
Apa yang harus diperhatikan dalam ha1 mengkonsumsi fast food? a. Cara pengolahan b. Waktu mengkonsumsi c. Frekuensi konsurnsi d. Tidak tahu
14. Mana diantara kata-kata berikut ini yang berarti kegemukan yaitu : a. Diabetes c. Obesitas d. Tidak tahu b. Ovenveight 15.
Kegemukan dapat terjadi akibat dari : a. Konsumsi makanan berlebihan b. Kurangnya aktifitas fisik c. a dan b benar d. Tidak tahu
16. Diet, yang baik untuk mengatasi kegemukan adalah a. Tidak sarapan pagi b. Hanya makan sayur dan buah tiap hari c. Mengurangi asupan kalori secara seimbang dan berolah raga d. Tidak tahu 17. Obesitas umumnya diderita oleh masyarakat dengan pola konsumsi sehari-hari yaitu : c. Tinggi karbohidrat tinggi lemak a. Rendah lemak rendah kalori d. Tidak tahu b. Tinggi lemak tinggi protein 18.
Penyakit yang dapat muncul akibat obesitas adalah a. Penyakit Jantung a. Maag c. Osteoporosis
d. Anemia
85 Lampiran 4. Kuesioner Pengumpulan Data (lanjutan) 19. Konsumsi energi yang berlebih akan disimpan dalam bentuk : a. Tenaga b. Energi c. Lemak d. Tidak tahu 20.
Berikut ini contoh aktifitas fisik anak-anak yang banyak mengeluarkan energi d. Tidak tahu a. Nonton TV b. Main bola c. Main playsration
RECALL KONSUMSI PANGAN 1 X 24 JAM HARI SEKOLAHlLIBUR Isilah tabel dibawah ini dengan semua makanadminuman yang kamu makadminum pada hari sekolah
Waktu (1)
Nama Makanan dan Minuman (2)
Jumlah (3) URT
(4) Sisa M a k a ~ a n (Jika ada)
Pagi Jajan Camilan
Siang Jajan Camilan
Malam Camilan
Keterangan :
- URT adalah Ukuran Rumah Tangga (URT) antara lain : 1 piring, 1 gelas, 1 mangkok, 1 sendok, 2 sendok, 112 piring, 112 gelas, dan sebagainya.. - Kolom (2) diisi dengan semua makanadminuman yang dimakan pada pagi, siang dan malam - Kolom (3) diisi dengan "iumlah makanadminuman dalam URT - Kolom i4) diisi dengan jumlah makananlminuman yang tersisa dalam URT
-
,
Lampiran 4. Kuesioner Pengumpulan Data (lanjutan) AKTIVITAS FISIK HARI SEKOLAHfLIBUR Isilah tabel berikut dengan aktivitas (kegiatan) yang kamu lakukan di hari sekolah selama 24 jam
I
JENIS AKTIVITAS Aktivitas Hari Sekolah : - Mandi pagi - Sarapan - Sekolah (mulai berangkat-pulang sekolah) - Les - Olah raga (sebutkan jenis olah raga +jamnya) - Tidur (siang) - Belajar di rumah - Nonton TV siang - Main game (Playstation) 1komputer - Mandi sore - Nonton TV sore - Mengaji - Nonton TV malam - Tidur (malam) - Kegiatan lainnya (jika dilakukan) : - membantu orang tua - bermain - jaian-jalan
WAKTU (jam)
Lampiran 4. Kuesioner Pengumpulan Data (lanjutan)
FREKUENSI KONSUMSI FAST FOOD Berapa kalikah anda mengkonsumsi fast food dalam 1 minggu terakhir ? lsilah tabel dengan memberi tanda ( d ) pada kolom jawaban yang anda pilih.
Per Minggu Jenisfast food
Tidak pernah
IX
2X
3X
4X
5X
6X
7X
>7X
----
---
-
-
-