Wasis Susetio – Konsep Welfare State dalam Amandemen UUD 1945: Implementasinya dalam Peraturan Perundang-Undangan (Beberapa Tinjauan dari Putusan MKRI)
KONSEP WELFARE STATE DALAM AMANDEMEN UUD 1945: IMPLEMANTASINYA DALAM PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN (BEBERAPA TINJAUAN DARI PUTUSAN MKRI) Oleh: WASIS SUSETIO Dosen Fakultas Hukum – UIEU
[email protected]
ABSTRAK Rumusan UUD 1945 sebelum diamandemen merupakan kombinasi rejim sosialis dan konservatif, di mana pemahaman ini dapat dilihat lebih jelas dalam bunyi Penjelasan UUD 1945 yang menyatakan “bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung dalam bumi adalah pokokpokok kemakmuran rakyat. Sebab itu harus dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”. Paham tersebut lebih menekankan peran Negara selaku penguasa, pemilik, sekaligus pengelola, sehingga kental sekali pengertian etatis yang oleh Esping-Andersen dikelompokkan pada rejim konservatif. Perubahan UUD 1945 kita telah mengikuti berbagai fenomena-fenomena global yang terjadi, termasuk konsep ketatanegaraan yang menerapkan model welfare state. Dalam hal ini, Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia juga turut memperjelas kedudukan tiga aktor utama pembentukan kebijakan (law makers) tersebut melalui berbagai putusan MKRI dalam perkara pengujian UU yang dilakukan di beberapa sektor yang terkait dengan masalah pencapaian cita-cita negara (staatsidee) kesejahteraan (welfare state). Kata Kunci:
Welfare State, Amandemen UUD 1945, Implementasi perundang-undangan.
Pernyataan di atas menggam-
Pendahuluan “Societies throughout history have devised ways to support people who cannot support themselves, particularly older people, people with disabilities, and people without family. The Code of Hammurabi, a body of laws created by King Hammurabi of Babylonia in the 18 century BC, is one of the oldest documents to discuss social support. The code defined the rights that widows and orphans should have to the estates of their relatives”. (Richard C. Longworth)
barkan
betapa
panjangnya
sejarah
konsep welfare state dilaksanakan di dunia, termasuk di Indonesia yang sejak pertama pembentukan Negara Republik Indonesia (NRI), para pendiri (the founding fathers) NRI telah mencanangkan konsep welfare state dalam Konstitusi Negara, UUD 1945. Hal ini dicantumkan dalam Pembukaan alinea IV UUD 1945 yang menyatakan “…dan
Lex Jurnalica Vol.4 No.2, April 2007
56
Wasis Susetio – Konsep Welfare State dalam Amandemen UUD 1945: Implementasinya dalam Peraturan Perundang-Undangan (Beberapa Tinjauan dari Putusan MKRI)
untuk
memajukan
kesejahteraan
tan utama, yaitu: Negara, Pasar dan
umum,..”, yang kemudian dituangkan
Publik. Ketiga kekuatan tersebut saling
dalam pasal-pasal di dalam UUD antara
mempengaruhi
lain; Pasal 31 tentang Pendidikan, Pasal
bersinerji dalam proses tersebut (law
33 dan Pasal 34 tentang Kesejahteraan
making process) .
tetapi
juga
saling
Sosial. Sejak
adanya
amandemen
Tinjauan Teori
patkan berbagai aktor utama dalam
“The democratic process is enriched when different groups are involved to equip legislators with competing policy arguments. For example, a proposal to regulate tobacco advertising may attract expert comment from cancer relief and research charities and medical experts on the hand and groups representing smokers and tobacco companies on the other. Care must be taken, however, to ensure that well-funded groups or industries are not simply able to „buy‟ influence among legislators. Where there is a range of such views reflected in debates the parliamentary process is considerably strengthened, beyond the capacities of the political parties. Such expertise may be available by formal evidence to legislative or other parliamentary committees, where the procedural rules permit this, or by briefing individual legislators. Public campaigns may coincide with the process in an attempt to mobilise a wider range of public opinion and attract the interest of the press, so as bring additional pressure to bear on parliamentarians”. (Ian Leigh, 2004).
pembentukan Negara welfare state yang
Dalam paham demokrasi sosial
saling tarik menarik, sebagai instrumen
(social democracy), Negara berfungsi
terpenting dalam pembentukan kebija-
sebagai
kan. Dalam unsur-unsur negara demo-
state). Meskipun gelombang liberalisme
krasi yang berbasis pada civil sociaty,
dan kapitalisme terus berkembang dan
maka Negara dalam arti proses pemben-
mempengaruhi hampir seluruh kehi-
tukan kebijakan, terbentuk dari 3 kekua-
dupan umat manusia melalui arus
pertama UUD 1945 pada tahun 1999, dan diikuti oleh perubahan berikutnya sebanyak 3 kali, yaitu, telah menandai adanya perubahan sistem ketatanegaraan yang cukup signifikan, dalam pembentukan welfare state yang memberikan akses pada partisipasi masyarakat sipil dalam bidang pemerintahan, seperti sistem
pemilihan
umum
langsung.
Namun satu sisi, memberikan lebih banyak lagi peran negara untuk mewujudkan cita Negara (staatsidée) kesejahteraan. Hal ini sejatinya merupakan gejala paradoxal dari trend global yang cenderung mencari titik keseimbangan diantara konsep-konsep ekonomi, seperti sosialis, kapitalis, komunis, maupun liberal, sehingga terkadang menem-
57
alat
Lex Jurnalica Vol.4 No.2, April 2007
kesejahteraan
(welfare
Wasis Susetio – Konsep Welfare State dalam Amandemen UUD 1945: Implementasinya dalam Peraturan Perundang-Undangan (Beberapa Tinjauan dari Putusan MKRI)
globalisasi yang terus meningkat, tetapi aspirasi ke arah sosialisme baru di seluruh dunia juga berkembang sebagai penyeimbang. Oleh karena itu, konsep welfare state merupakan keniscayaan dinamis yang terus mengikuti situasi dan perkembangan masyarakat. Demikian pula pengaruh globalisasi yang menciptakan
adanya
modifikasi
terhadap
konsep Negara kesejahteraan. (Jimly Asshiddiqie, 2006). Dalam Perkembangannya saat ini, konsep welfare state telah menciptakan 3 rejim yang oleh EspingAnderson's dituangkan dalam bukunya yang berjudul "The Three Worlds of Welfare Capitalism", yaitu: Liberal, Social Democratic, dan Conservative. Dari 3 rejim welfare state tersebut Esping-Anderson’s memetakan tiaptiap rejim tersebut dalam tiga kelompok negara-negara penganut Welfare yaitu seperti yang diterangkan oleh Michael Baggesen
Klitgard
(Klitgard:2006)
sebagai berikut: “Esping-Andersen groups Anglo-Saxon welfare states together as liberal regimes (i.e. US, UK, New Zealand and Australia). Liberal welfare states are characterised by means-tested assistance, modest universal transfers or social-insurance plans, and a state that encourages the market by guaranteeing only a minimum or subsidizing private welfare schemes. Liberal welfare regimes reflect political commitments to minimize the state, individualize risks, and promote market solutions to citizen
welfare (Esping-Andersen, 1990: 26-27, 1999: 74-75). The universal welfare states in Scandinavia are translated into Social Democratic regimes (Sweden, Norway, Denmark). These welfare states are committed to universal coverage of citizens and egalitarianism (EspingAndersen, 1999: 78). Universal welfare institutions have formed solidarity among different societal groups and founded a strong and embracing prowelfare state coalition (Korpi, 1988; Rothstein, 1998; Pierson, 2001). The social democratic regime is furthermore distinct for expanded provision of public services as day-care, kindergarten, health, and education. Not least in respect to welfare service have Nordic countries struggled to close off the market (Esping-Andersen, 1999: 78-79). Esping-Andersen labels the welfare states in continental Europe as conservative regimes (Germany, Austria, France, Italy, the Netherlands and Spain). Conservative regimes are characteristic for their blend of status segmentation, and the role of the family and church for promoting welfare (Esping-Andersen, 1999: 81). These regimes were never obsessed with market efficiency. Instead, an etatist and corporatist legacy is reflected in the attachment of social rights to class and status rather than citizenship. Furthermore, Christian democratic parties‟ considerable role in the expansion of conservative welfare states (Kersbergen, 1995) is reflected in church and religious organisations expanded role for provision of especially social-service as day-care, kindergarten, health, and education (Esping-Andersen, 1990: 27)”. Dari apa yang diuraikan di atas, maka sesungguhnya perubahan UUD 1945 kita telah mengikuti berbagai fenomena-fenomena global yang terjadi, termasuk konsep ketatanegaraan yang
Lex Jurnalica Vol.4 No.2, April 2007
58
Wasis Susetio – Konsep Welfare State dalam Amandemen UUD 1945: Implementasinya dalam Peraturan Perundang-Undangan (Beberapa Tinjauan dari Putusan MKRI)
menerapkan model welfare state yang
bersifat sosialis, di mana sumber-sumber
dicermati
Espan-Andersen.
kemakmuran dijalankan bersama-sama
Pertanyaannya adalah, termasuk dalam
antara Negara dan anggota-anggota
rejim welfare apakah konsep yang
masyarakat sebagai public agent of
diterapkan dalam konstitusi Indonesia,
welfare state. Konsep neo-sosialisme
dan apakah terjadi pergeseran paradigma
tersebut merupakan buah pemikiran
dan perubahan konsep welfare?
Mohammad Hatta cs yang menyusun
oleh
Boleh dikatakan, rumusan UUD
pola perekonomian berbasis koperasi
1945 sebelum diamandemen merupakan
yang menyandarkan pada asas kekeluar-
kombinasi rejim sosialis dan konser-
gaan dan gotong royong. Menurut
vatif, di mana pemahaman ini dapat
beliau, dasar dari koperasi tersebut
dilihat
bunyi
dibangun dengan dua pilar, pertama
Penjelasan UUD 1945 yang menyatakan
solidaritas, dan kedua adalah individual
“bumi dan air, dan kekayaan alam yang
dalam arti kesadaran atas harga diri yang
terkandung dalam bumi adalah pokok-
berupa sifat atau karakter kukuh yang
pokok kemakmuran rakyat. Sebab itu
berbeda dengan makna individualisme
harus dikuasai oleh Negara dan diper-
(Hatta:1945)
gunakan untuk sebesar-besar kemak-
Andersen dikualifikasi sebagai ciri rejim
muran rakyat”. Paham tersebut lebih
social democratic.
lebih
menekankan
jelas
peran
dalam
Negara
Hal ini oleh Esping-
selaku
penguasa, pemilik, sekaligus pengelola,
Pembahasan
sehingga kental sekali pengertian etatis
Sejak amandemen UUD 1945
yang oleh Esping-Andersen dikelom-
pada tahun 1999, perubahan tersebut
pokkan pada rejim konservatif.
didasarkan pada agenda reformasi yang
Di sisi lain, frasa sebesar-besar
menitikberatkan pada penegakan Hak
kemakmuran rakyat yang ada pada Pasal
Asasi, rule of law dan demokrasi, hal ini
33 UUD 1945 dalam Bab Kesejahteraan
kemudian dituangkan dalam bentuk
Rakyat, dan ditambah dengan Penje-
rumusan-rumusan norma dalam UUD
lasan Pasal 33 yang menyebutkan
1945. Terhadap pengertian rule of law,
“Hanya perusahaan yang tidak mengua-
maka konsep Negara hukum sebagai-
sai hajat hidup orang banyak boleh ada
mana dikembangkan oleh Julius Stahl
maka
merupakan parameter bagi pelaksa-
di
tangan
orang
perorang”,
rumusan tersebut mirip dengan aliran
naannya.
keynesian - meskipun lebih condong 59
Lex Jurnalica Vol.4 No.2, April 2007
Wasis Susetio – Konsep Welfare State dalam Amandemen UUD 1945: Implementasinya dalam Peraturan Perundang-Undangan (Beberapa Tinjauan dari Putusan MKRI)
Dalam hal ini ada 4 syarat Negara
Belanja Daerah (APBD).
Hukum:
atas 20% memang lahir dari gagasan
1. Penyelenggaraan negara berdasar
yang menginginkan adanya pelayanan
Konstitusi yang tertulis,
Ketentuan
pendidikan, antara lain penidikan gratis
2. Pembagian Kekuasaan Negara,
di sekolah-sekolah dasar hingga mene-
3. Perlindungan Hak-hak Asasi Manu-
ngah. Hal ini sejalan dengan misi
sia, dan
Negara kesejahteraan (welfare state)
4. Peradilan
Administrasi
(peme-
rintah). Dengan
yang menitikberatkan fungsi Negara terhadap core of public services, yaitu:
demikian
maka
fungsi
Pendidikan dan Kesehatan.
pemerintah akan memiliki mekanisme
Namun
pada
check and balance atas jalannya peme-
Negara
rintahan yang baik yang pada akhirnya
memenuhi kewajiban anggaran pendi-
akan mensejahterakan rakyat.
dikan 20 %, hal ini dibuktikan dengan
Beberapa sektor dalam kehidu-
mengalami
kenyataannya, kesulitan
untuk
adanya pengujian UU APBN di Mahka-
pan kenegaraan yang merupakan bagian
mah
dari kewajiban Negara cq pemerintah
(MKRI) terhadap UU APBN sampai 3
untuk memenuhi kebutuhan warganya,
kali karena Pemerintah dianggap tidak
telah
melaksanakan ketentuan konstitusi atas
ditambah
(addendum)
dalam
beberapa ketentuan dalam UUD, seperti
Republik Indonesia
sector tersebut.
misalnya di bidang pendidikan, bidang HAM, bidang ekonomi, dan sosial.
Konstitusi
Pertama kali pengujian atas UU APBN adalah Perkara Nomor 012/PUUIII/2005 tanggal 13 Oktober 2005. Dalam perkara a quo, UU dinyatakan
Bidang Pendidikan Dalam bidang pendidikan yang
bertentangan dengan amanah konstitusi,
diatur dalam Pasal 31, terdapat penam-
khususnya Pasal 31 ayat (4) UUD 1945.
bahan 3 ayat, dengan ketentuan wajib
Majelis Hakim Konstitusi dalam pertim-
belajar yang harus dilaksanakan oleh
bangan hukumnya mengatakan bahwa
warganegara. Dalam hal ini pemerintah
dari sudut pandang hak asasi manusia,
wajib menyediakan prioritas anggaran
hak untuk mendapatkan pendidikan
terhadap sektor pendidikan
sekurang-
termasuk dalam hak asasi di luar hak
kurangnya 20 % dari Anggaran Penda-
sipil dan politik, dan termasuk dalam
patan dan Belanja Negara (APBN),
hak
maupun
Kewajiban negara untuk menghormati
Anggaran
Pendapatan
dan
sosial,
Lex Jurnalica Vol.4 No.2, April 2007
ekonomi,
dan
budaya.
60
Wasis Susetio – Konsep Welfare State dalam Amandemen UUD 1945: Implementasinya dalam Peraturan Perundang-Undangan (Beberapa Tinjauan dari Putusan MKRI)
(to respect) dan memenuhi (to fulfil) hak
bertentangan
sosial,
(inkonstitusional).
ekonomi,
politik merupakan
kewajiban atas hasil (obligation to
dengan
Namun
UUD
dalam
1945
melaksanakan
result) dan bukan merupakan kewajiban
putusannya
untuk bertindak (obligation to conduct)
bahwa apabila Mahkamah menyatakan
sebagaimana pada hak sipil dan politik.
permohonan dikabulkan, maka berdasar-
Kewajiban negara dalam arti “obliga-
kan Pasal 23 ayat (3) UUD 1945 akan
tion to result” telah dipenuhi apabila
berlaku ketentuan APBN tahun yang
negara dengan itikad baik telah meman-
lalu.
faatkan sumber daya maksimal yang
diterapkan pada permohonan a quo,
tersedia (maximum available resources)
karena akan menimbulkan kekacauan
dan telah melakukan realisasi progresif
(governmental disaster) dalam adminis-
(progressive realization).
trasi keuangan negara, yang dapat
Hal
Mahkamah
tersebut
berpendapat
tidak
mungkin
Demikian pula dalam pengujian
mengakibatkan ketidakpastian hukum
UU Nomor 13 Tahun 2005 tentang Ang-
(rechtsonzekerheid) dan bahkan aki-
garan Pendapatan dan Belanja Negara
batnya dapat akan lebih buruk apabila
Tahun Anggaran 2006 pada tahun
ternyata anggaran pendidikan
berikutnya . Dalam perkara Nomor
APBN sebelumnya lebih kecil jum-
026/PUU-III/2005
lahnya.
menyatakan hukumnya
tersebut,
dalam bahwa
MKRI
pada
pertimbangan karena,
jumlah
Bidang Hak Asasi Manusia
konkret persentase anggaran pendidikan
Rumusan atas hak-hak warga-
yang disebut Pasal 31 ayat (4) UUD
negara dalam mendapatkan fasilitas dan
1945 merupakan salah satu ukuran
akses pelayanan publik, dielaborasi,
konstitusionalitas UU APBN, maka
ditambah, dan dirinci dalam berbagai
telah terbukti dalam persidangan MKRI
ketentuan tentang Hak Asasi Manusia,
bahwa alokasi anggaran pendidikan
misalnya, Pasal 28 yang semula hanya
dalam APBN tersebut tidak sesuai (non-
mengatur tentang kebebasan berserikat
conforming) dengan amanat Pasal 31
dan berkumpul dalam mengeluarkan
ayat (4) UUD 1945, sehingga oleh
pendapat dan pikiran, telah mendapat-
karenanya alokasi anggaran pendidikan
kan penambahan dan elaborasi 26 keten-
sebesar 9,1% (sembilan koma satu
tuan baru, berupa pasal dan ayat, dan
persen) dalam UU APBN tersebut,
kemudian diatur dalam bab tersendiri, yaitu BAB XA.
61
Lex Jurnalica Vol.4 No.2, April 2007
Wasis Susetio – Konsep Welfare State dalam Amandemen UUD 1945: Implementasinya dalam Peraturan Perundang-Undangan (Beberapa Tinjauan dari Putusan MKRI)
Hal ini jelas memperkuat perlindungan
membentuk dan mengembangkan ber-
hak konstitusional warganegara dalam
bagai sarana, prasarana serta dukungan
mendapatkan
administratif agar setiap warga masya-
hak-hak
kesejahteraan,
seperti misalnya dalam pasal 28 C ayat
rakat
(1) yang menyatakan bahwa “setiap
hakikinya.
orang
berhak
mengembangkan
diri
dapat
Dalam
terpenuhi
kebutuhan
konstruksi
bangunan
melalaui pemenuhan kebutuhan dasar-
welfare state maka perlu dilihat berbagai
nya, berhak mendapat pendidikan dan
pendekatan yang lebih efektif untuk
memperoleh manfaat dari ilmu penge-
memberikan
tahuan dan teknologi, seni dan budaya,
Pada posisi ini, Pasal 28 C ayat (1) harus
demi meningkatkan kualitas hidupnya
dibaca sebagai obligation to result oleh
dan demi kesejahteraan umat manusia”.
negara terhadap hak-hak konstitusional
Dengan dengan
kemasyarakatan.
sesuai
warganya. Sehingga setiap akibat yang
pasal 28 I ayat (4) yang
ditimbulkan karena tidak terpenuhinya
menyatakan
demikian,
solusi
bahwa
“Perlindungan,
hak-hak tersebut, atau adanya halangan
pemajuan, penegakan dan pemenuhan
bagi pemenuhan hak tersebut yang
hak asasi manusia adalah tanggung
disebabkan oleh kebijakan pemerintah,
jawab negara terutama pemerintah”,
maka
telah membawa konsekwensi yuridis
warganegara, melalui saluran penga-
atas pemenuhan hak-hak asasi manusia
dilan, seperti: Pengadilan Tata Usaha
yang
dituangkan
dalam
pasal-pasal
Negara.
HAM
tersebut,
berupa
kewajiban
Di sisi lain, ketentuan pasal 28 I
pemerintah untuk menciptakan kesejah-
ayat (4) UUD 1945 tidak dapat diberla-
teraan masyarakat. Hal ini dilaksanakan
kukan secara interventif oleh negara
baik melalui peran regulasi berupa
dalam melaksanakan
pembentukan
perundang-
Asasi Manusia terkait dengan hak sipil
undangan, maupun peran aktif peme-
dan politik (ICCPR), justru dalam hal ini
rintah melaksankan ketentuan HAM
negara harus bersikap netral, sebab
tersebut misalnya: pelaksanaan pro-
tindakan negara yang terlalu mengatur
gram aksi HAM-nya (RANHAM).
dan mengurangi hak warganegara dalam
peraturan
hal
ini
dapat
digugat
oleh
ketentuan Hak
Ketentuan atas hak ekonomi,
hak ICCPR, dapat dianggap ’merampas’
sosial dan budaya, (IESCR), memang
kebebasan orang yang seharusnya justru
merupakan hak asasi yang memberikan
dilindungi oleh negara.
ruang pada Negara cq Pemerintah untuk
adalah
hak
Lex Jurnalica Vol.4 No.2, April 2007
mengeluarkan
Contohnya pendapat 62
Wasis Susetio – Konsep Welfare State dalam Amandemen UUD 1945: Implementasinya dalam Peraturan Perundang-Undangan (Beberapa Tinjauan dari Putusan MKRI)
(freedom of expression), harus dijamin
dan kebebasan orang lain tersebut,
kebebasannya, dan setiap upaya peme-
bersifat relatif. Namun, hal ini tetap
rintah
terhalangnya
dimungkinkan untuk menilainya melalui
seseorang dalam mengemukakan penda-
saluran pengadilan, seperti Mahkamah
pat baik lisan maupun tulisan merupa-
Konstitusi yang dalam hal ini diberikan
kan pengingkaran pasal 28 UUD 1945.
kewenangan menguji UU yang dianggap
yang
berakibat
Dalam
perkembangannya
di
bertentangan dengan UUD 1945, dan
negara-negara demokrasi, seperti Eropa,
salah satunya jika ada UU yang mem-
maka hak-hak sipil seperti freedom of
batasi hak ICCPR tersebut.
religion, freedom of expression, dan lain lain yang terkait dengan hak ICCPR, hanya dapat dibatasi oleh ketentuan dalam
rangka
Sementara di dalam ketentuan
ketertiban,
pasal 33, telah terjadi perubahan judul
keamanan dan gangguan sistem demo-
BAB, yang semula hanya mencan-
krasi
tumkan judul
di
menjaga
Bidang Ekonomi
negara
tersebut.
Adanya
“Kesejahteraan Sosial”,
ketentuan pasal 28 J ayat 2 yang
menjadi “Perekonomian Nasional dan
membatasi kebebasan seseorang dapat
Kesejahteraan Sosial”. Hal ini menjadi
ditafsirkan
pelaksanaan
menarik sebab perubahan itu dapat
penegakan HAM yang diberlakukan
menimbulkan proses reconceptualizing
pada umumya International Custom-
terhadap paradigma atas pelaksanaan
mary Law.
konsep Welfare State yang berdasarkan
sebagaimana
Dengan demikian, negara
hanya bertindak dan mengatur jika ada
UUD 1945 hasil amandemen.
pelanggaran
agama,
Di mulai dengan perdebatan dalam
keamanan, dan ketertiban umum dalam
Panitia Ad Hoc I BP MPR atas peru-
masyarakat demokratis, sebagaimana
musan amandemen pasal 33 mengaki-
diatur dalam pasal 28 J ayat (2) UUD
batkan adanya pertentangan dua kelom-
1945.
pok yang memiliki mainstream berbeda,
atas
Memang
nilai-nilai
yang
di satu sisi konsep ekonomi kerakyatan
diatur dalam pasal 28 J ayat (2) tersebut,
diusulkan oleh Mubyarto sementara
agak sulit mendapatkan tolok ukurnya,
secara berhadap-hadapan kelompok neo-
sebab jika ada peraturan perundang-
liberalis yang diketuai oleh Prof. Sri
undangan yang dibuat dalam rangka
Adiningsih juga memberikan kontribusi
membatasi kebebasan untuk menjamin
pemikiran atas perumusan pasal 33
pengakuan serta penghormatan atas hak
tersebut.
63
pembatasan
Lex Jurnalica Vol.4 No.2, April 2007
Wasis Susetio – Konsep Welfare State dalam Amandemen UUD 1945: Implementasinya dalam Peraturan Perundang-Undangan (Beberapa Tinjauan dari Putusan MKRI)
Hal ini yang kemudian di kriitk oleh
prakteknya di Indonesia, yang semakin
Prof. Sri Edi Swasono, mengingat pada
banyak membuat peraturan perundang-
hasil final rumusan tersebut menim-
undangan untuk memberikan ruang
bulkan penafsiran yang tidak jelas atas
lebih luas bagi sektor swasta untuk dapat
konsep perekonomian Negara, khusus-
menggantikan peran Negara sebagai
nya pasal 33 ayat (4) yang menjabarkan
agent of public services, misalnya: di
makna demokrasi ekonomi. Dalam ayat
sektor tenaga listrik, sumber daya air,
tersebut, dinyatakan salah satu unsurnya
minyak dan gas bumi, serta transportasi.
adalah prinsip efisiensi berkeadilan, hal
Hal yang menarik dalam bidang
mana kata “efisiensi” tersebut mestilah
ekonomi,
diukur dengan teori-teori ekonomi ber-
membatalkan Undang-Undang Nomor
orientasi pasar.
20 Tahun 2002 Tentang Ketenaga-
Kata
“efisiensi”
adalah
ketika
MKRI
memiliki
listrikan. Putusan itu boleh dikatakan
makna luas dalam tingkat operasio-
sebagai Landmark Decision bagi dunia
nalnya, dan seperti yang dikatakan oleh
perekenomian
Richard A. Posner dalam bukunya
putusan
Analysis Economy of Law maka tingkat
penafsiran atas makna pasal 33 UUD
efisiensi dirumuskan dengan formula
pasca amandemen.
di
tersebut
Indonesia, telah
sebab
melahirkan
cost and benefit. Hal ini merupakan
Dalam putusan Perkara Nomor
adagium ekonomi pasar yang dibidani
001-021-022/PUU-I/2003 tersebut terda-
oleh mazhab neo-liberalism. Konse-
pat beberapa pemikiran yang mempe-
kuensinya
ngaruhi pembentukan konsep Welfare
adalah
segala
hal
bersifat tidak cost efficient
yang
haruslah
State di Indonesia.
Pemikiran utama
diminimalkan. Dari perspektif ekonomi
ketentuan UUD 1945 yang memberikan
pasar, maka peran Negara yang bersifat
kewenangan
terlalu mengatur dan sangat birokratis
menguasai
akan menimbulkan biaya-biaya yang
yang penting bagi negara dan menguasai
tidak efisien (high cost economic),
hajat hidup orang banyak tidaklah
akibat adanya rantai birokrasi yang
dimaksudkan demi kekuasaan semata
panjang dan ongkos perizinan.
dari negara, tetapi mempunyai maksud
kepada
negara
cabang-cabang
untuk
produksi
Oleh karena itu, seiring dengan
agar negara dapat memenuhi kewa-
perkembangan konsep tersebut, maka
jibannya sebagaimana disebutkan dalam
gerakan
public
Pembukaan UUD 1945, “.… melindungi
sektor semakin luas. Demikian juga
segenap bangsa Indonesia dan seluruh
privatisasi
terhadap
Lex Jurnalica Vol.4 No.2, April 2007
64
Wasis Susetio – Konsep Welfare State dalam Amandemen UUD 1945: Implementasinya dalam Peraturan Perundang-Undangan (Beberapa Tinjauan dari Putusan MKRI)
tumpah darah Indonesia dan untuk
bahwa mekanisme pasar dapat secara
memajukan kesejahteraan umum …”
otomatis memenuhi ketiga hal tersebut
dan juga “mewujudkan suatu keadilan
di atas adalah penyederhanaan logika
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”.
yang jauh dari kenyataan, yaitu adanya
Misi yang terkandung dalam penguasaan
mekanisme (sistem) pasar yang sem-
negara tersebut dimaksudkan bahwa
purna. Kenyataan tidak adanya meka-
negara harus menjadikan penguasaan
nisme pasar yang sempurna ini dapat
terhadap cabang produksi yang dikua-
disimak dari apa yang dinyatakan oleh
sainya itu untuk memenuhi tiga hal yang
Joseph E. Stiglitz:
menjadi kepentingan masyarakat, yaitu:
”… presumption that markets, by themselves, lead to efficient outcomes, failed to allow for desirable government interventions in the market and make everyone better off.“
1. Ketersediaan yang cukup, 2. Distribusi yang merata, dan 3. terjangkaunya harga bagi orang banyak. Hubungan antara penguasaan
Melihat penafsiran sebagaimana
negara atas cabang produksi yang
di atas maka hal tersebut semacam
penting bagi negara dan hajat hidup
antitesis terhadap penetrasi gelombang
orang banyak, serta misi yang terkan-
pemikiran
dung
menyederhanakan peran Negara dan
dalam
penguasaan
negara
liberal
kapitalisme
merupakan keutuhan paradigma yang
menyerahkan
dianut oleh UUD 1945, bahkan dapat
mekanisme pasar. Dalam bukunya C.F.
dikatakan
Strong menjelaskan perkembangan ini
sebagai
cita
hukum
(rechtsidee) dari UUD 1945. Dengan demikian jelas bahwa
fungsi
ekonomi
yang
pada
dalam fase collectivism (Strong,2004). Sekilas, kebijakan ini tampak seperti
UUD 1945 telah menentukan pili-
sebuah
reaksi
dari
praktek
politik
hannya. Pertanyaannya, bukankah ketiga
sebelumnya, yang menerapkan kebija-
hal tersebut di atas dapat dipenuhi oleh
kan Laiseez-faire atau non-interferensi
sistem ekonomi pasar, dan oleh kare-
Negara dalam aktifitas ekonomi masya-
nanya mengapa tidak diserahkan saja
rakat.
kepada mekanisme pasar, tentu haruslah
Dalam putusan MKRI berikut-
dijawab secara normatif bahwa UUD
nya yang terkait dengan sektor pereko-
1945 tidak memilih sistem tersebut
nomian, seperti dalam perkara Nomor
sebagaimana tercermin dalam Pasal 33
058-059-060-063/PUU-II/2004 dan Per-
ayat (4). Dasar pilihan tersebut tidak
kara Nomor 008/PUU-III/2005 tentang
berarti tanpa alasan sama sekali. Asumsi
pengujian UU Sumber Daya Air, serta
65
Lex Jurnalica Vol.4 No.2, April 2007
Wasis Susetio – Konsep Welfare State dalam Amandemen UUD 1945: Implementasinya dalam Peraturan Perundang-Undangan (Beberapa Tinjauan dari Putusan MKRI)
Perkara Nomor 002/PUU-I/2003 Ten-
Pemerintah (eksekutif). Fungsi penge-
tang Pengujian UU Minyak dan Gas,
lolaan (beheersdaad) dilakukan melalui
telah mengikuti bunyi putusan 001-021-
mekanisme pemilikan saham (share-
022/PUU-I/2003 yang intinya menya-
holding) dan/atau melalui keterlibatan
takan bahwa perkataan “dikuasai oleh
langsung
negara” haruslah diartikan mencakup
Usaha
makna penguasaan oleh negara dalam
pelaksanaan Pasal 34 seperti:Badan
arti luas yang bersumber dan berasal
Hukum Milik Negara sebagai instrumen
dari
rakyat
kelembagaan melalui mana negara c.q.
Indonesia atas segala sumber kekayaan
Pemerintah mendayagunakan pengua-
“bumi dan air dan kekayaan alam yang
saannya atas sumber-sumber kekayaan
terkandung di dalamnya”, termasuk pula
itu untuk digunakan bagi sebesar-
di dalamnya pengertian kepemilikan
besarnya kemakmuran rakyat. Demikian
publik oleh kolektivitas rakyat atas
pula fungsi pengawasan oleh negara
sumber-sumber
dimaksud.
(toezichthoudensdaad) dilakukan oleh
Rakyat secara kolektif itu dikons-
negara c.q. Pemerintah dalam rangka
truksikan oleh UUD 1945 memberikan
mengawasi dan mengendalikan agar
mandat kepada negara untuk menga-
pelaksanaan penguasaan oleh negara
dakan kebijakan (beleid) dan tindakan
atas cabang produksi yang penting
pengurusan (bestuursdaad), pengaturan
dan/atau yang menguasai hajat hidup
(regelendaad),
orang banyak dimaksud benar-benar
konsepsi
kedaulatan
kekayaan
pengelolaan
(beheer-
dalam Milik
manajemen
Negara
sdaad) dan pengawasan (toezichthou-
dilakukan
densdaad)
kemakmuran seluruh rakyat.
untuk
tujuan
sebesar-
untuk
atau
Badan dalam
sebesar-besarnya
besarnya kemakmuran rakyat. Fungsi
pengurusan
(bestuur-
sdaad) oleh negara dilakukan oleh pemerintah
Negara Indonesia sebagai demo-
kewenangannya
cratiche rechsstaat memiliki konsep
untuk mengeluarkan dan mencabut fasi-
Welfare State yang kemudian semakin
litas perizinan (vergunning), lisensi
diperkuat dan dikembangkan dengan
(licentie),
adanya amandemen UUD 1945 yang
Fungsi
dengan
Bidang Sosial
dan
konsesi
pengaturan
(concessie).
oleh
negara
dilakukan sejak tahun 1999 hingga
(regelendaad) dilakukan melalui kewe-
2002, salah satunya adalah bunyi pasal
nangan legislasi oleh DPR bersama
34. Dalam pasal 34 ayat (2) tersebut
dengan Pemerintah, dan regulasi oleh
dinyatakan bahwa “Negara mengem-
Lex Jurnalica Vol.4 No.2, April 2007
66
Wasis Susetio – Konsep Welfare State dalam Amandemen UUD 1945: Implementasinya dalam Peraturan Perundang-Undangan (Beberapa Tinjauan dari Putusan MKRI)
bangkan sistem jaminan sosial bagi
democrat
seluruh rakyat dan memberdayakan
yang berpendapat bahwa kesetaraan
masyarakat
tidak
merupakan prasyarat penting dalam
mampu sesuai dengan martabat kema-
memperoleh kemandirian dan kebe-
nusiaan”.
basan. Dalam konteks ini, aliran social
yang lemah
dan
menurut
Espan-Anderssen,
Dalam melaksanakan amanah
democrat memandang jaminan sosial
pasal a quo, dibuatlah Undang-Undang
sebagai upaya meningkatkan kebebasan,
No. 40 Tahun 2004 Tentang Penyeleng-
karena apabila sesorang telah memiliki
garaan Sistem Jaminan Sosial Nasional
penghasilan dasar, maka orang tersebut
(SJSN) yang meliputi jaminan kese-
akan memiliki kemampuan (capabi-
hatan,
kerja,
lities) untuk memenuhi kebutuhan dan
jaminan kematian, dan jaminan hari tua,
menentukan pilihan-pilihannya (choi-
bagi seluruh penduduk melalui iuran
ces). Sebaliknya, ketiadaan jaminan
wajib pekerja. Program-program jami-
sosial dasar dapat menyebabkan keter-
nan sosial tersebut diselenggarakan oleh
gantungan (dependency) karena dapat
beberapa Badan Penyelenggara Jaminan
membuat orang tidak memiliki kemam-
Sosial. Badan Penyelenggara Jaminan
puan dalam memenuhi kebutuhan dan
Sosial dalam UU ini adalah transformasi
menentukan pilihan-pilihannya.
dari
jaminan
Badan
kecelakaan
Penyelenggara
Jaminan
Hal lain yang menarik untuk
Sosial yang sekarang telah berjalan dan
diperjelas, apakah pelaksanaan sistem
dimungkinkan membentuk badan penye-
jaminan sosial di tingkat daerah harus
lenggara baru sesuai dengan dinamika
bersifat sentralistik? Dalam perkara No.
perkembangan jaminan sosial.
007/PUU-III/2005 Tentang Pengujian
Dalam perspektif Welfare State,
UU Sistem Jaminan Sosial Negara
maka berdasarkan bunyi pada kalimat
(SJSN), peran daerah dalam model
pembukaan UUD 1945 alinea keempat
Negara Kesejahteraan dikaitkan dengan
yang menyatakan bahwa “…membentuk
konsep
suatu Pemerintah Negara Indonesia yang
putusannya MKRI menyatakan bahwa
melindungi segenap Bangsa Indonesia
pengembangan sistem jaminan sosial
dan seluruh tumpah darah Indonesia dan
adalah bagian dari pelaksanaan fungsi
untuk memajukan kesejahteraan umum,
pelayanan sosial negara yang kewena-
mencerdaskan bangsa…..”, maka sangat
ngannya untuk menyelenggarakan jami-
relevan jika ruh dari kalimat tersebut
nan sosial berada di tangan pemegang
masih mengacu kepada ideologi social
kekuasaan
67
otonomi
daerah.
pemerintahan
Lex Jurnalica Vol.4 No.2, April 2007
Dalam
negara,
di
Wasis Susetio – Konsep Welfare State dalam Amandemen UUD 1945: Implementasinya dalam Peraturan Perundang-Undangan (Beberapa Tinjauan dari Putusan MKRI)
mana kewajiban pelaksanaan sistem
sesungguhnya UUD 1945 telah meru-
jaminan sosial tersebut, sesuai dengan
muskan konsep Negara Kesejahteraan,
Pasal 18 ayat (5) UUD 1945 sebagai-
hal
mana dijabarkan lebih lanjut dalam UU
rumusannya melalui amandemen UUD
Nomor
Tentang
1945. Hal yang menjadi masalah adalah
Pemerintahan Daerah, khususnya Pasal
bahwa perumusan Welfare State dalam
22 huruf h. Dalam hal ini, kewajiban
UUD 1945 pasca amandemen menim-
menjalankan Sistem Jaminan Sosial
bulkan interpretasi atas konsep welfare
bukan
kewenangan
state Indonesia yang baru terhadap
Pemerintah Pusat tetapi dapat juga
posisi negara, masyarakat dan juga
menjadi
peran
32
Tahun
hanya
2004
menjadi
kewenangan
Pemerintahan
ini
bahkan
swasta
semakin
dalam
diperkuat
pembentukan
Daerah. Dalam hal ini UU SJSN tidak
peraturan perundang-undangan. Dalam
boleh menutup peluang Pemerintahan
hal ini, Mahkamah Konstitusi Republik
Daerah untuk ikut juga
Indonesia
mengem-
juga
turut
memperjelas
bangkan sistem jaminan sosial. Hal ini
kedudukan tiga aktor utama pemben-
sesuai
social
tukan kebijakan (law makers) tersebut
democratic sebagaimana dijelaskan oleh
melalui berbagai putusan MKRI dalam
klitgaard (2004):
perkara pengujian UU yang dilakukan di
“ With this approach to public sector reforms, social democratic wel-fare states are expected to enhance userinfluence through for example decentralisations and delegation of political authority to local government. In line with this, au-thority can be delegated further to the users and employees at the institutional level. Decentralisation and increased userinfluence can enhance service institutions‟ responsiveness and ability to meet with citizen preferences. Thus, Social democratic welfare state regimes are expected to develop voice-based reform-strategies”
beberapa sektor yang terkait dengan
juga
dengan
prinsip
masalah
pencapaian
(staatsidee)
cita
negara
kesejahteraan
(welfare
state).
Daftar Pustaka C.F.
Strong, Politik
”Konstitusi-konstitusi Modern:
Studi
Perbandingan tentang Sejarah dan Bentuk-bentuk Konstitsui Dunia”, Penerbit Nuansa dengan Penerbit Nusamedia, Bandung,
Penutup
2004.
Kesimpulan
Hasil-hasil Rapat Badan Pekerja MPR,
Dari apa yang diuraikan di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa
Buku Kedua, Jilid 7, Sekretariat Jendral MPR, Jakarta, 1999.
Lex Jurnalica Vol.4 No.2, April 2007
68
Wasis Susetio – Konsep Welfare State dalam Amandemen UUD 1945: Implementasinya dalam Peraturan Perundang-Undangan (Beberapa Tinjauan dari Putusan MKRI)
Mohammad Hatta, “Beberapa Fasal Human Rights in International Law,
Ekonomi, Jalan Keekonomi dan
Council of Europe Publishing,
Kooperasi”
Koelblin-German, 2000.
Jakarta, 1945.
Ian Leigh, “Civil Society, Democracy and The Law, Working Paper –
of
NO. 130. Professor of Law and
Division of Aspen Publishers,
Co-Director
Inc, New York, 1998.
of
of
the
Law,
Human
University
Durham,United
Law,
of
Kingdom
Geneva,
2004.
Asshiddiqie,
“Konstitusi
&
Konstitusionalisme Indonesia”, Sekretariat Jendral dan Kepaniteraan
Mahkamah
Republik
Konstitusi
Indonesia,
Jakarta,
2006. ______,
“Pengantar
Hukum
Tata
Negara, Jilid 1” Sekretariat Jendral
dan
Kepaniteraan
Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Jakarta, 2006. Michael Baggesen Klitgaard, “Welfare State
Regimes
and
Public
Sector. Reforms: Searching for the Connection” sam.sdu.dk/
http://www.
politics/
publika
tioner/WelfareStateMBK8.pdf M.
Koesnardi, “Hukum Indonesia”
Harmaily
Ibrahim,
Tata
Negara
PSHTN,Jakarta,
1988.
69
Pustaka,
Richard A. Posner, ” Economy Analysis
Rights Centre,The Department
Jimly
Balai
Lex Jurnalica Vol.4 No.2, April 2007
Fifth
Edition”
A