Seminar Nasional Perumahan Permukiman dalam Pembangunan Kota 2010
Konsep Optimalisasi Program Perbaikan Kampung Malalui Peningkatan Partisipasi Masyarakat Di Kota Makassar Sukarlan Birro Allo1) Prof. Ir. Johan Silas2) Dr.Ir. Rimadewi Supriharjo, MIP3)
Abstrak Untuk menata kawasan perkampungan kumuh di Kota Makassar, pemerintah melaksanakan program perbaikan kampung melalui program Kampung Improvement Program (KIP) dan program Neighborhood Upgrading and Shelter Sector Project (NUSSP). Melalui program ini, masyarakat diajak untuk berpartisipasi agar dapat mandiri dalam melaksanakan program pembangunan. Selain itu, agar masyarakat merasa memiliki hasil pembangunan sehingga dampak program ini dapat berkelanjutan. Tetapi dalam kenyataannya, partisipasi masyarakat dalam program perbaikan kampung masih rendah. Lingkup aspek penelitian ini adalah bentuk partisipasi masyarakat, tingkat partisipasi masyarakat, tujuan partisipasi masyarakat dan evaluasi partisipasi masyarakat dalam upaya perbaikan kampung melalui program KIP dan NUSSP. Metode penelitian menggunakan pendekatan rasionalistik dengan metode kualitatif deskriptif. Teknik pengumpulan data melalui pengumpulan data primer dari masyarakat kawasan kampung yang diperbaiki, dan data sekunder dari studi literatur dan laporan pelaksanaan kegiatan serta data statistik yang dikeluarkan oleh BPS. Metode analisa yang digunakan adalah metode analisa deskriptif kuantitatif, analisa faktor, dan analisa triangulasi. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah konsep partisipasi yang efektif untuk optimalisasi program perbaikan kampung. Konsep peningkatan partisipasi masyarakat dalam program perbaikan kampung di Kota Makassar disusun berdasarkan faktor-faktor yang diperoleh pada analisa faktor. Untuk peningkatan partisipasi masyarakat dapat dilakukan dengan peningkatan elemen program dan peningkatan elemen sosial kemasyarakatan.
Kata Kunci: KIP, NUSSP, Partisipasi masyarakat, Perbaikan kampung.
1) Mahasiswa Program Pascasajana Arsitektur FTSP Surabaya, email:
[email protected] 2) Jurusan Arsitektur FTSP ITS, Surabaya Indonesia 60111. 3) Jurusan Pengembangan Wilayah Kota FTSP ITS Surabaya Indonesia 60111.
Jurusan Arsitektur ITS – Maret 2010 | 1
Seminar Nasional Perumahan Permukiman dalam Pembangunan Kota 2010
The Concept of Optimization Kampung Improvement Program Through the Participation of the People of Makassar City Sukarlan Birro Allo1) Prof. Ir. Johan Silas2) Dr.Ir. Rimadewi Supriharjo, MIP3)
Abstract To arrange the existing village, the government applies Kampung Improvement Program (KIP) and Neighborhood Upgrading and Shelter Sector Project (NUSSP). This program aims to involve people to take part in the implementation of the kampung improvement program indenpendently and to develop the people sense of belonging to the outcome therefore the effect of the program can be continual. But in reality, people participation to kampung improvement program is still low. The scope of the study are the form of people participation, the level of people participation, the purpose of their participation and the evaluation of their participation in order to improve it by KIP and NUSSP. The study method used rationalistic theory with the descriptive qualitative method. The data collected from the primary data of the people at the developed area and the secondary data were from the study literature, the report of the program and statistical data that has been issued by BPS. The analytical method was quantitative descriptive method, factorial analytics and triangulation analysis. The result of the study is the concept of an effective people participation to optimized the Kampung Improvement Program. The people participation improvement concept in Makassar is arranged according to the analyzed factors. To improve people participation, it can be done by improving society and program element.
Keyword: KIP, NUSSP, People Participation, Kampung Development 1) Mahasiswa Program Pascasajana Arsitektur FTSP Surabaya, email:
[email protected] 2) Jurusan Arsitektur FTSP ITS, Surabaya Indonesia 60111. 3) Jurusan Pengembangan Wilayah Kota FTSP ITS Surabaya Indonesia 60111.
Jurusan Arsitektur ITS – Maret 2010 | 2
Seminar Nasional Perumahan Permukiman dalam Pembangunan Kota 2010
I. PENDAHULUAN Makassar sebagai salah satu kota metropolitan di Indonesia dengan jumlah penduduk sebanyak 1.223.540 jiwa (BPS Kota Makassar, 2006), memiliki laju pertumbuhan penduduk 1,79% (BPS Kota Makassar, 2006) juga telah memiliki permasalahan permukiman yang harus segera ditangani. Jumlah kepala keluarga miskin yang ada di Kota Makassar sebesar 68.858 KK atau sekitar 29,4% dari jumlah total 234.023 KK (BPS Kota Makassar, 2006), yang sebagian besar belum ditangani dengan total oleh pemerintah Kota. Jumlah penduduk miskin ini akan semakin meningkat dari tahun ke tahun dengan rasio pertumbuhan 6,2% pertahun (BPS Kota Makassar, 2006). Untuk mengatasi masalah permukiman kumuh yang ada di Kota Makassar, pemerintah melaksanakan program perbaikan kampung melalui kegiatan Kampung Improvement Program (KIP) dan Neighborhood Upgrading and Shelter Sector Project (NUSSP). Dalam pelaksanaan kedua kegiatan tersebut, masyarakat diharapkan untuk berpartisipasi secara penuh agar pelaksanaan kegiatan tersebut dapat berkelanjutan. Namun pada pelaksanaannya, tingkat partisipasi masyarakat dalam program ini masih sangat rendah. Berdasarkan tingkat partisipasi masyarakat yang masih rendah untuk kedua program perbaikan kampung di atas, maka penelitian ini perlu dilakukan. Hal ini diperlukan untuk menyusun konsep yang efektif untuk peningkatan program perbaikan kampung melalui peningkatan program partisipasi masyarakat. Diharapkan dengan penelitian ini dapat menjadi pelengkap acuan pelaksanaan program perbaikan kampung selanjutnya. Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini yaitu: apa yang menyebabkan tingkat partisipasi masyarakat dalam program perbaikan kampung masih belum maksimal. Sedangkan tujuan dari penelitian ini adalah untuk menyusun konsep partisipasi yang efektif untuk optimalisasi program perbaikan kampung. Ruang lingkup wilayah penelitian ini adalah daerah dalam wilayah Kota Makassar yang merupakan lokasi pelaksanaan perbaikan kampung (KIP dan NUSSP). Ruang lingkup aspek penelitian ini adalah bentuk partisipasi masyarakat, tingkat partisipasi masyarakat, tujuan partisipasi masyarakat dan evaluasi partisipasi masyarakat dalam upaya perbaikan kampung melalui program KIP dan NUSSP. Ruang lingkup substansi penelitian ini adalah konsep/teori mengenai partisipasi masyarakat, konsep/teori pemberdayaan masyarakat, progam perbaikan kampung yang telah dilaksanakan.
II. KAJIAN TEORI Turner dan Ficchter (1976:6) menyatakan bahwa jika penghuni (masyarakat) bebas diberi kebebasan untuk mengambil keputusan dan bebas memberi kontribusinya pada desain, konstruksi atau manajemen rumahnya dan turut serta dalam proses dan produksi lingkungannya maka akan merangsang tumbuhnya timbal balik antara individu dan lingkungan sosialnya. Tetapi jika orang (masyarakat) tidak diberi kesempatan untuk mengontrolnya atau tidak diberi kesempatan untuk mengambil keputusan yang penting dalam proses perumahan, maka lingkungan perumahan tersebut tidak akan berkelanjutan. Adi (2008:110) partisipasi masyarakat adalah adanya keikutsertaan ataupun keterlibatan masyarakat dalam proses pengidentifikasian masalah, pengidentifikasian potensi yang ada di masyarakat, pemilihan dan pengambilan keputusan alternatif solusi penanganan masalah, pelaksanaan upaya mengatasi masalah, dan juga keterlibatan masyarakat dalam proses mengevaluasi perubahan yang terjadi. Driyamedia (1996:43) partisipasi masyarakat dapat diartikan sebagai keterlibatan atau keikutsertaan seseorang dalam kegiatan lingkungannya (bermasyarakat) untuk kepentingan bersama, terutama melalui kegiatankegiatan lembaga di dalam masyarakat. Mikkelsen (2005:53-54) menyatakan bahwa secara Jurusan Arsitektur ITS – Maret 2010 | 3
Seminar Nasional Perumahan Permukiman dalam Pembangunan Kota 2010
umum partisipasi masyarakat adalah kontribusi sukarela masyarakat dalam sebuah proses pembangunan, serta merupakan proses membuat peka masyarakat dalam menerima dan merespon berbagai proses pembangunan. Haeruman (1997:89), konsep pemberdayaan masyarakat mempunyai arti yang lebih luas dari hanya sekedar upaya pemenuhan dasar atau pengentasan kemiskinan dan keterbelakangan. Dari pengertian tersebut, konsep pemberdayaan masyarakat mempunyai tujuan memberi peluang tumbuh berkembangnya kekuatan inherent yang ada dalam masyarakat, melepaskan masyarakat yang paling lemah dan paling tertinggal dari belenggu kemiskinan dan keterbelakangan, serta untk memperkuat posisi masyarakat khususnya yang lemah dan tertinggal tadi dalam struktur dan mekanisme pembangunan sehingga memperkuat bargaining position dengan pihak-pihak lain yang lebih kuat. Dalam program perbaikan kampung, masyarakat dilibatkan agar dapat berperan aktif dalam proses pembangunan. Selain itu, dengan keterlibatan masayarakat, akan timbul rasa memiliki terhadap hasil pelaksanaan program perbaikan kampung. Sehingga keberlanjutan program akan terus dirasakan, utamanya pada tahap pemeliharaannya Hikmat (2006:229) menyatakan bahwa pengawasan dan evaluasi yang melibatkan masyarakat disebut evaluasi partisipatif. Dalam konteks partisipasi masyarakat dalam perbaikan kampung, evaluasi partisipatif memperlihatkan bahwa masyarakat memiliki peran dalam proses tersebut. Pemberdayaan masyarakat menunjukkan bahwa masyarakat mamiliki kemampuan dan kesempatan untuk mengawasi serta mengevaluasi proses pembangunan. Dalam evaluasi partisipatif ini juga sebagai indikator bahwa masyarakat telah memiliki kekuatan dalam mengontrol proses pembangunan (citizen power). Wibisana (1989:37) mengungkapkan ada sejumlah alasan mengapa partisipasi masyarakat dianggap perlu. Dari sudut pandang pemerintah, dapat dijelaskan yaitu: 1. Penghematan tenaga kerja dan pengeluaran dengan cara melibatkan masyarakat untuk tugas-tugas yang bias mereka tangani sendiri, khususnya dalam hal tenaga kerja kasar dan hasil-hasil pembangunan. 2. Mempromosikan pembangunan sosial ekonomi melalui peningkatan kepercayaan pada diri sendiri. 3. Menjadi modal politis dengan cara menunjukkan kerja sama yang baik antara pemerintah dan masyarakat. 4. Memaksimalkan efisiensi pelaksanan proyek dan memberikan fungsi-fungsi tertentu pada organisasi masyarakat. 5. Organisasi masyarakat dapat menjamin proyek terus berjalan walaupun tenaga berkurang. Hana (2003:53) menyebutkan, pada umumnya terdapat tiga hambatan utama untuk mewujudkan pembangunan partisipatif, yaitu: 1. Hambatan struktural yang memuat iklim atau lingkungan menjadi kurang kondusif untuk terjadinya partisipasi. Misalnya kurang kesadaran bebagai pihak akan pentingnya partisipasi serta kebijakan maupun aturan yang kurang mendukung terwujudnya partisipasi. 2. Hambatan internal masyarakat sendiri yang kurang inisiatif, tidak terorganisir dan tidak memiliki kapasitas memadai untuk terlibat secara produktif dalam proses pengambilan keputusan. 3. Hambatan karena kurang terkuasainya metode dan teknik partisipasi. Silas (1999:17) pada pembangunan pemukiman yang memanfaatkan bantuan pemerintah maka sasaran kelompok disesuaikan dengan sasaran kelompok program bantuan
Jurusan Arsitektur ITS – Maret 2010 | 4
Seminar Nasional Perumahan Permukiman dalam Pembangunan Kota 2010
tersebut. Secara khusus untuk kelompok masyarakat terorganisir hanya akan berhasil dilandasi dengan lima azas pembangunan yaitu: 1. Azas solidaritas. Solidaritas tak hanya antar anggota masyarakat tetapi juga antara masyarakat dengan kerabat kerja pambangunan lainnya. 2. Azas partisipasi. Partisipasi bersifat mengaktifkan para perilaku yang berlandaskan pada suatu tekad yang telah disepakati bersama. 3. Azas kemitraan. Dalam melaksanakan programnya masyarakat dapat bermitra dengan pelaku-pelaku pembangunan lainnya dalam bentuk kerjasama yang setara, seperti yang terjadi dalam satu kesatuan tubuh. Bila kemitraan ini terjalin di bidang ekonomi maka dapat diklasifikasikan dalam kemitraan permodalan, manajemen, teknologi dan pemasaran. Tetapi bila berkaitan dengan bidang jasa maka persoalannya adalah membuat akses ke informasi. 4. Azas memampukan. Karena sentralnya adalah masyarakat, maka sumberdaya manusia (kesadaran, wawasan, pengetahuan dan keterampilan) dan sumberdaya yang dikuasai harus ditingkatkan terus menerus. Umumnya pada masyarakat berpenghasilan rendah masih kekurangan sumberdaya yang dikuasai seperti perijinan, teknologi, dana, lahan, dan peluang serta kemudahan, maka peran pelaku pembangunan lainnya masih diharapkan sebagai enabler dan mediator. 5. Azas pemerataan. Menekankan pemerataan kesempatan pada semua warga masyarakat, terutama masyarakat berpenghasilan rendah dan tidak tetap. Sumberdaya pembangunan yang menggunakan konsep ini umumnya dari calon penghuni atau peserta program dengan berbagai pakar, misalnya perumahan gotong royong, swadaya (arisan), pinjaman dari bank atau lembaga keuangan, dan lain sebagainya. Silas (1999:12) dalam pelaksanaan program KIP,ter dapat bebrapa konsep pelaksanaan seperti: 1. Konsep politis. Program ini dipakai untuk memenuhi tuntutan pihak oposisi di parlemen jaman Belanda, maupun untuk memenuhi tanggung jawab pemerintah daerah. 2. Konsep proyek pekerjaan umum. Proyek ini dilakukan oleh pemerintah pada tahun 1960 sampai 1970-an berupa kegiatan-kegiatan yang dianggap penting oleh pemerintah. 3. Konsep perumahan. Dengan pinjaman Bank Dunia merupakan program pemerintah pusat. Cara ini ditempuh untuk memperoleh standar rumah yang dapat diterima oleh pemerintah tanpa harus membuat perumahan baru. 4. Konsep dengan peran serta masyarakat. Dengan menggunakan tenaga akademik, masyarakat diajak untuk mengungkapkan permasalahan yang dihadapi dan diprioritaskan. Dalam diskusi-diskusi, dapat dikumpulkan apa yang dapat dan tidak dapat dilakukan masayarakat serta apa yang harus dilengkapi oleh masyarakat. 5. Konsep pengembangan kota. Dengan menyadari keterbatasan dana dari pemerintah daerah maka program perbaikan kampung dimanfaatkan sebagai alat pengintegrasian perangsang dan “pemaksaan” adanya subsidi silang dari berbagai kegiatan pembangunan di daerah perkotaan. Berdasarkan pedoman umum NUSSP (2005:51), secara rinci pekuatan kapasitas pemerintah daerah diharapkan menghasilkan output sebagai berikut: 1. Meningkatnya daya kritis warga masyarakat terhadap permasalahan perumahan dan permukiman yang dihadapi serta mampu mencari upaya pemecahannya. 2. Terbangunnya BKM sebagai representasi warga setempat yang dapat melaksanakan peran dan fungsinya secara efektif , legimate dan berkelanjutan.
Jurusan Arsitektur ITS – Maret 2010 | 5
Seminar Nasional Perumahan Permukiman dalam Pembangunan Kota 2010
3. Terwujudnya Neighborhood Upgrading Plans (NUPs) yang representative sesuai kondisi dan kebutuhan warga masyarakat dalam rangka memenuhi kebutuhan layak pada lingkungan sehat. 4. Terbangunanya chanelling dan kerja sama dengan berbagai lembaga dan dinas pemerintah dalam rangka memfasilitasi aksesibilitas masyarakat untuk memenuhi kebutuhan rumah layak pada lingkungan sehat. 5. Terbangunnya kontrol sosial dan manajemen yang efektif dan berkelanjutan dalam rangka peningkatan kualitas lingkungan perumahan dan permukimannya. 6. Terbangunnya kemampuan masyarakat baik secara individu maupun kolektif dalam memmenuhi kebutuhan perumahan melalui kemitraan dengan lembaga keuangan yang terimplementasi dalam bentuk kredit mikro perumahan.
III. METODE PENELITIAN Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis konsep pastisipasi yang efektif dalam program perbaikan kampung di Kota Makassar. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif deskriptif yaitu lukisan realitas yang kompleks di dalam masyarakat sehingga hubungan yang diinginkan dapat tercapai (Vredenbergt, 1978:32-33). Konsekuensi dari penelitian ini adalah tingkat kedalaman penelitian yang tinggi dengan memperhatikan keunikan setiap obyek penelitian. Metode yang digunakan adalah pengamatan langsung, wawancara, dan pemanfaatan dokumen. Hasil akhir dari penelitian ini adalah analisa deskriptif yang berupa tulisan. Bungin (2008:105) menyatakan perlu dilakukan secara pasti perhitungan besaran sampel untuk populasi penelitian. Penentuan sampel merupakan jalan pintas untuk menghindari berbagai kesulitan karena besarnya populasi yang memiliki karakter yang sukar digambarkan. Rumus yang digunakan dalam penentuan besarnya sampel penelitian ini adalah:
n
N N (d ) 2 1
keterangan: n = jumlah sampel yang dicari N = jumlah populasi d = nilai presisi Untuk menghasilkan konsep optimalisasi program perbaikan kampung melalui peningkatan partisipasi masyarakat, dilakukan analisa yang mengacu kepada sasaran penelitian. Adapun jenis analisa yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Analisa Deskriptif Kuantitatif. Analisa ini digunakan untuk mendeskripsikan hasil evaluasi atau gambaran mengenai partisipasi masyarakat dalam pogram perbaikan kampung dengan program KIP (Kampung Improvement Program) dan NUSSP (Neighborhood Upgrading and Shelter Sector Project). Dengan metode ini, diperoleh pendeskripsian secara kuantitatif hasil dari data yang diperoleh. Analisa deskriptif kuantitatif bertujuan untuk menjelaskan dengan sistematis hasil evaluasi pastisipasi masyarakat dalam program perbaikan kampung. Bentuknya yaitu deskripsi dari bentuk statistik data. 2. Analisa Faktor. Untuk mengidentifikasi faktor penyebab partisipasi masyarakat yang tidak maksimal, dan untuk mengenalisis faktor-faktor yang dapat meningkatkan partisipasi masyarakat dalam Jurusan Arsitektur ITS – Maret 2010 | 6
Seminar Nasional Perumahan Permukiman dalam Pembangunan Kota 2010
program perbaikan kampung dilakukan dengan menggunakan analisa faktor. Supranto (2004:137) analisa faktor merupakan suatu kelas prosedur yang dipergunakan untuk mereduksi dan meringkas data. Setiap variabel dinyatakan sebagai kombinasi linier dari faktor yang mendasari. 3. Analisa Triangulasi. Bungin (2008:252), untuk menyusun konsep partisipasi yang efektif untuk optimalisasi program perbaikan kampung, digunakan metode analisa triangulasi. Proses triangulasi tersebut dilakukan terus menerus sepanjang proses pengumpulan data dan analisis data, sampai diperoleh konsep yang tepat, sehingga tidak ada yang perlu dikonfirmasikan. Analisa triangulasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah penggabungan antara sintesa teori, pendapat responden tokoh masyarakat, dan contoh kasus perbaikan kampung yang sudah ada (Kota Surabaya).
IV. ANALISIS DAN PEMBAHASAN Dalam sejarah perkembangan Kota Makassar, program perbaikan kampung sudah dilaksanakan dengan berbagai program yang menyentuh masyarakat kecil. 1. KIP (Kampung Improvement Program). KIP adalah program perbaikan kampung yang pertama ada di Kota Makassar. Pelaksanaannya sekitar tahun 1984 – 1988, dengan anggaran yang bersumber dari pinjaman IBRD, APBN, APBD TK I Sulawesi Selatan, APBD TK II Kota Makassar, dan dana Inpres terkait. Prinsip pelaksanaan program KIP di Kota Makassar sudah melibatkan peranserta masyarakat mulai dari perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan pembangunan. Proses perencanaan dari bawah ke atas dan dari atas ke bawah (Bottom-Up dan Top Down Planning) yang dilaksanakan ini sesuai dengan peraturan Menteri Dalam Negeri No.9 tahun 1982, dan Juklak Walikota Makassar. Pelaksanaan KIP di Kota Makassar semakin ditingkatkan dari tahun ke tahun karena merupakan fase perencanaan dua arah yaitu menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat. Selain itu, melalui program KIP ikut pula dijabarkan kebijakan pembangunan nasional di Kota Makassar. 2. NUSSP (Neighborhood Upgrading and Shelter Sector Project). Pelaksanaan program NUSSP di Kota Makassar yang berlangsung sejak tahun 2005, telah dilaksanakan di 42 kelurahan yang tersebar pada 11 kecamatan. Yang berperan penting dalam pelaksanaan program ini adalah masyarakat, tokoh masyarakat dan pengelola program (BKM). Masyarakat sudah ikut aktif dalam proses mulai dari perencanaan, bahkan sudah diikutkan dalam proses pemilihan anggota BKM. Dalam pelaksanaan program NUSSP di Kota Makassar, terdapat sepuluh kelurahan yang melibatkan masyarakat secara penuh dan 32 kelurahan yang lain belum melibatkan masyarakat secara penuh. Dalam penelitian ini dibahas sejauh mana partisipasi masyarakat di Kota Makassar dalam program perbaikan kampung. Data yang digunakan adalah data primer hasil kuisioner yang dikumpulkan langsung dari responden. Data berdasarkan variabel tersebut dianalisa dengan menggunakan SPSS. Dari hasil uji validitas dan reliabilitas yang dilakukan terhadap hasil kuisioner tersebut, diperoleh kesimpulan bahwa semua variabel sudah valid dan reliable. Hasil kuisioner dikatakan reliable jika masing-masing variabel memiliki nilai Cronbach’s Alpha lebih dari 0,6. Sedangkan hasil kuisioner dikatakan valid apabila masing-masing variabel memiliki nilai Corrected Item-Total Coorelation lebih besar dari df (degree of freedom). Dimana nilai df = N Jurusan Arsitektur ITS – Maret 2010 | 7
Seminar Nasional Perumahan Permukiman dalam Pembangunan Kota 2010
= 30 yang memiliki nilai 0,279 (Arikunto,2006). Jika dinyatakan valid maka semua variabel tersebut sudah layak untuk mendefenisikan variabel penelitian tentang evaluasi partisipasi masyarakat dalam program perbaikan kampung serta penyebab partisipasi masyarakat yang tidak maksimal. Karena data hasil kuisioner dinyatakan valid, maka selanjutnya dilakukan evaluasi terhadap partisipasi masyarakat dalam program perbaikan kampung. Acuan penilaian partisipasi masyarakat dilakukan berdasarkan: 1. Partisipasi Masyarakat Berdasarkan Tingkat Pendidikan. Berdasarkan hasil kuisioner, diperoleh data dari responden berupa hubungan antara tingkat pendidikan masyarakat dengan bentuk partisipasi yang mereka lakukan. Bentuk partisipasi yang dilaksanakan oleh masyarakat di Kota Makassar berupa pikiran, tenaga dan dana. Tabel 1. Korelasi Mata Pencarian dan Bentuk Partisipasi Masyarakat Tidak Tingkat Pendidikan Pikiran Tenaga Dana berpartisipasi 1 2 3 4 5 Sarjana 53,8 % 31,7 % 5,5 % 9% SMU 34,2 % 43,6 % 1,2 % 21 % SLTP 37,3 % 34,3 % 1,4 % 27 % Sekolah Dasar 31,2 % 48,6 % 2,2 % 18 % Tidak sekolah 16,2 % 56,4 % 3,4 % 4% Sumber : Hasil Analisa
Total 6 100 % 100 % 100 % 100 % 100 %
Masyarakat yang terlibat dalam program perbaikan kampung cenderung memiliki bentuk partisipasi pikiran dan tenaga. Masyarakat dengan tingkat pendidikan sarjana, SLTP lebih banyak yang melakukan partisipasi dalam bentuk pikiran. Masyarakat dengan pendidikan hingga pada tingkat SMU, Sekolah Dasar, dan yang tidak pernah sekolah lebih banyak memberikan partisipasi dalam bentuk sumbangan tenaga. Kecenderungan masyarakat di Kota Makassar dalam berpatisipasi adalah sebuah bentuk yang hanya melibatkan dan mendayagunakan sumber daya manusia dalam bentuk pikiran dan tenaga yang tersedia. Bentuk partisipasi dalam bentuk dana yang mereka lakukan sangat sedikit. Sumbangsih mereka dalam bentuk dana atau materi dilaksanakan dalam bentuk pemberian makanan dan minuman pada saat pelaksanaan kegiatan. Kedalaman tingkat partisipasi masyarakat dalam program perbaikan kampung telah diukur dengan menggunakan kuisioner. Perbandingan kedalaman partisipasi masyarakat berdasarkan tingkat pendidikan dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Korelasi Mata Pencarian dan Kedalaman Partisipasi Masyarakat Tingkat Pendidikan Rendah Sedang Tinggi Total 1 2 3 4 5 Sarjana 14,9 % 34,5 % 50,6 % 100 % SMU 29,7 % 48,9 % 21,4 % 100 % SLTP 40,5 % 40,8 % 18,7 % 100 % Sekolah Dasar 35,6 % 43,9 % 20,5 % 100 % Tidak sekolah 46,5 % 37,1 % 16,4 % 100 % Sumber : Hasil Analisa Jurusan Arsitektur ITS – Maret 2010 | 8
Seminar Nasional Perumahan Permukiman dalam Pembangunan Kota 2010
Dari tabel di atas, menunjukkan bahwa masyarakat dengan tingkat pendidikan sarjana lebih tinggi tingkat partisipasinya dibanding dengan masyarakat pada tingkatan pendidikan yang lain. Masyarakat dengan tingkatan pendidikan yang lebih rendah (SMU, SLTP, Sekolah Dasar, Tidak Pernah Sekolah) memiliki tingkat partisipasi yang relatif lebih rendah. 2. Partisipasi Masyarakat Berdasarkan Besarnya Penghasilan. Pada bagian ini dibahas tentang korelasi antara besarnya penghasilan dengan tingkat partisipasi masyarakat. Tingkatan besar penghasilan masyarakat di Kota Makassar yang dikukur dengan kuisioner dikelompokkan atas: a. Tingkat penghasilan sangat tinggi (> Rp. 5.000.000,00). b. Tingkat penghasilan tinggi (Rp. 2.000.001,00 – Rp. 5.000.000,00). c. Tingkat penghasilan sedang (Rp. 750.000,00 – Rp. 2.000.000,00). d. Tingkat penghasilan rendah (< Rp. 750.000,00). Berdasarkan hasil kuisioner, diperoleh data dari responden berupa hubungan antara besarnya penghasilan masyarakat dengan bentuk partisipasi yang mereka lakukan. Bentuk partisipasi yang dilaksanakan oleh masyarakat di Kota Makassar berupa pikiran, tenaga dan materi. Tabel 3. Korelasi Basarnya Penghasilan dan Bentuk Partisipasi Masyarakat Tidak Penghasilan Pikiran Tenaga Materi berpartisipasi 1 2 3 4 5 Sangat Tinggi 29,7 % 19,7 % 5% 45,6 % Tinggi 28,7 % 44,2 % 2,5 % 24,6 % Sedang 36,8 % 45,6 % 5% 12,6 % Rendah 31,2 % 48,8 % 2% 18 % Sumber : Hasil Analisa
Total 6 100 % 100 % 100 % 100 %
Masyarakat dengan tingkat penghasilan yang sangat tinggi cenderung kurang aktif dalam kegiatan yang berbasis pada partisipasi masyarakat. sebagaian besar masyarakat memilih berpartisipasi dengan memberikan bantuan tenaga. Kelompok masyarakat yang paling aktif berpartisipasi adalah kelompok masyarakat berpenghasilan sedang. Partisipasi masyarakat dalam bentuk materi sangat kecil karena pembiayaan kegiatan sudah menjadi tanggungan pemerintah. Kedalaman tingkat partisipasi masyarakat dalam program perbaikan kampung telah diukur dengan menggunakan kuisioner. Perbandingan kedalaman partisipasi masyarakat berdasarkan besar penghasilan dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Korelasi Besarnya Penghasilan dan Kedalaman Partisipasi Masyarakat Penghasilan Rendah Sedang Tinggi Total 1 2 3 4 5 Sangat Tinggi 63,2 % 23,2 % 13,6 % 100 % Tinggi 32,4 % 39 % 28,6 % 100 % Sedang 22,6 % 62,4 % 15 % 100 % Rendah 19,5 % 30,1 % 50,4 % 100 % Sumber : Hasil Analisa Jurusan Arsitektur ITS – Maret 2010 | 9
Seminar Nasional Perumahan Permukiman dalam Pembangunan Kota 2010
Dari tabel di atas, menunjukkan bahwa masyarakat yang berpenghasilan sangat tinggi (> Rp. 5.000.000,00) tingkat kedalaman partisipasinya sangat rendah. Masyarakat dengan penghasilan sedang (Rp. 750.000,00 – Rp. 2.000.000,00) berpartisipasi pada tingkatan yang sedang. Tingkat partisipasi yang tinggi dilaksanakan oleh masyarakat dengan penghasilan yang rendah. 3. Partisipasi Masyarakat Berdasarkan Jenis Pekerjaan. Pada bagian ini dibahas tentang korelasi antara jenis pekerjaan dengan tingkat partisipasi masyarakat. Jenis pekerjaan masyarakat di Kota Makassar yang diukur dengan kuisioner dikelompokkan atas: a. Pegawai negeri / TNI / Polri b. Pegawai /Karyawan swasta. c. Wiraswasta d. Petani e. Lainnya Berdasarkan hasil kuisioner, diperoleh data dari responden berupa hubungan antara jenis pekerjaan masyarakat dengan bentuk partisipasi yang mereka lakukan. Tabel 5. Korelasi Antara Jenis Pekerjaan dan Bentuk Partisipasi Masyarakat Tidak Jenis Pekerjaan Pikiran Tenaga Materi berpartisipasi 1 2 3 4 5 Pegawai Negeri/TNI/Polri 36,8 % 48,7 % 7% 7,5 % Karyawan Swasta 34 % 38,7 % 3% 24,3 % Wiraswasta 40,4 % 32 % 10,2 % 17,4 % Petani/Nelayan 31,4 % 45,6 % 0% 23 % Lainnya 20,7 % 48,7 % 0% 30,6 % Sumber : Hasil Analisa
Total 6 100 % 100 % 100 % 100 % 100 %
Masyarakat yang terlibat dalam program perbaikan kampung cenderung memiliki bentuk partisipasi pikiran dan tenaga. Kelompok masyarakat dengan pekerjaan sebagai pegawai negeri/TNI/polri memiliki tingkat partisipasi yang lebih baik jika dibanding dengan yang lain. Kelompok masyarakat dengan jenis pekerjaan sebagai karyawan swasta dan kelompok masayarakat dengan pekerjaan sebagai pekerja serabutan memiliki tingkat partisipasi yang lebih buruk jika dibanding dengan yang lain. Perbandingan kedalaman partisipasi masyarakat berdasarkan jenis pekerjaan dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Korelasi Jenis Pekerjaan dan Kedalaman Partisipasi Masyarakat Jenis Pekerjaan Rendah Sedang Tinggi 1 2 3 4 Pegawai Negeri/TNI/Polri 14,9 % 39,6 % 45,5 % Karyawan Swasta 30,4 % 43,5 % 26,1 % Wiraswasta 20,3 % 42,2 % 37,5 % Petani/Nelayan 27,3 % 37,6 % 35,1 % Lainnya 35,3 % 37,1 % 27,6 % Sumber : Hasil Analisa
Total 5 100 % 100 % 100 % 100 % 100 %
Jurusan Arsitektur ITS – Maret 2010 | 10
Seminar Nasional Perumahan Permukiman dalam Pembangunan Kota 2010
Dari tabel di atas, menunjukkan bahwa masyarakat dengan pekerjaan pegawai negeri/TNI/Polri memiliki tingkat partisipasi yang tinggi. Karyawan swasta merupakan kelompok masyarakat dengan tingkat partisipasi terendah. Masyarakat dengan pekerjaan berwiraswasta cenderung memiliki tingkat partisipasi sedang. Untuk mengetahui faktor-faktor penyebab partisipasi masyarakat tidak maksimal, telah dilakukan pengumpulan data dengan metode kuisioner. Hasil kuisioner ini kemudian diolah lebih lanjut dengan menggunakan program SPSS versi 17. Dari hasil output SPSS dengan 12 pertanyaan yang ditujukan kepada 100 orang responden dalam kuisioner, diperoleh hasil analisa. Berdasarkan output SPSS yang menunjukkan nilai KMO dan Bartlett`s Test sebesar 0,610 adalah diatas 0,5 dengan signifikan 0,000 adalah di bawah 0,05 maka variabel dan sampel sudah layak untuk dianalisis lebih lanjut. Dari hasil output SPSS, diperoleh 4 faktor dengan masing-masing komposisi variabel yang berbeda. Dari kumpulan variabel tersebut, kemudian diberikan label nama yang membentuk nama faktor untuk digunakan dalam pembahasan selanjutnya. Hasil dari penamaan faktor tersebut adalah: a. Faktor 1 terdiri dari variabel Kondisi Alam, Kesadaran Masyarakat, Kemampuan Berinteraksi, Keragaman Etnis, Pelibatan Masyarakat. Untuk selanjutnya diberi nama Faktor Sosial. b. Faktor 2 terdiri dari variabel Tingkat Pendidikan, Kondisi Ekonomi, Pekerjaan. Untuk selanjutnya diberi nama Faktor Ekonomi. c. Faktor 3 terdiri dari variabel Dominasi Kelompok Elit Lokal, Kelembagaan Masyarakat. Untuk selanjutnya diberi nama Faktor Kelembagaan. d. Faktor 4 terdiri dari variabel Koordinasi/Informasi, Waktu Pelaksanaan. Untuk selanjutnya diberi nama Sosialisasi Program. Urutan dari faktor yang dihasilkan tidak menunjukkan urutan prioritas faktor yang utama. Faktor-faktor yang dihasilkan merupakan kesatuan faktor penyebab tidak maksimalnya partisipasi masyarakat dalam program perbaikan kampung. Metode analisa yang digunakan untuk menganalisis faktor-faktor yang dapat meningkatkan partisipasi masyarakat dalam program perbaikan kampung adalah analisa faktor dengan menggunakan bantuan program SPSS versi 17. Data yang dianlisis dengan analisa faktor ini adalah data yang dikumpulkan dengan metode kuisioner. Dari hasil output SPSS dengan 12 pertanyaan yang ditujukan kepada 100 orang responden dalam kuisioner, diperoleh hasil analisa. Berdasarkan output SPSS yang menunjukkan nilai KMO dan Bartlett`s Test sebesar 0,643 adalah diatas 0,5 dengan signifikan 0,000 adalah di bawah 0,05 maka variabel dan sampel sudah layak untuk dianalisis lebih lanjut. Dari hasil output SPSS, diperoleh 5 faktor dengan masing-masing komposisi variabel yang berbeda. Dari kumpulan variabel tersebut, kemudian diberikan label nama yang memebentuk nama faktor untuk digunakan dalam pembahasan selanjutnya. Hasil dari penamaan faktor tersebut adalah: a. Faktor 1 terdiri dari variabel Sosialisasi/Informasi, Kultur/Budaya, Dampak Program. Untuk selanjutnya diberi nama Faktor Sosial Budaya dan Dampak Program. b. Faktor 2 terdiri dari variabel Prosedur Kegiatan, Peran Fasilitator, Monitoring dan Evaluasi, Kebebasan Mengutarakan Pendapat. Untuk selanjutnya diberi nama Faktor Pelaksanaan Program. c. Faktor 3 terdiri dari variabel Keyakinan/Agama, Kesehatan. Untuk selanjutnya diberi nama Faktor Agama dan Kesehatan. Jurusan Arsitektur ITS – Maret 2010 | 11
Seminar Nasional Perumahan Permukiman dalam Pembangunan Kota 2010
d. Faktor 4 terdiri dari variabel Pelatihan, Pendidikan. Untuk selanjutnya diberi nama Faktor Pendidikan dan Pelatihan. e. Faktor 5 terdiri dari variabel Kelembagaan Lokal. Untuk selanjutnya diberi nama Faktor Kelembagaan Lokal. Urutan dari faktor yang dihasilkan tidak menunjukkan urutan prioritas faktor yang utama. Faktor-faktor yang dihasilkan merupakan kesatuan faktor yang diperlukan untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam program perbaikan kampung. Analisa Triangulasi yang dilakukan untuk menyusun konsep peningkatan partisipasi masyarakat dalam program perbaikan kampung di Kota Makassar adalah menarik suatu konklusi yang sesuai dari tiga substansi yang disatukan. Skema dari analisis triangulasi yang dilakukan adalah sebagai berikut:
Kajian Pustaka
Faktor yang meningkatkan partisipasi di Kota Makassar
Contoh Kasus Kota Surabaya
Analisa Triangulasi Konsep Partisipasi yang Efektif Dalam Program Perbaikan Kampung
Gambar 1. Skema Analisa Triangulasi Sumber : Penulis Berdasarkan analisa triangulasi tersebut maka konsep partisipasi masyarakat dalam program perbaikan kampung disesuaikan dengan hasil analisa sebelumnya. Dengan menggunakan beberapa faktor dan subfaktor untuk meningkatkan partisipasi masyarakat maka diharapkan terjadi peningkatan partisipasi masyarakat untuk mengoptimalkan program perbaikan kampung yang ada di Kota Makassar. Konsep tersebut berupaya untuk meningkatkan partisipasi masyarakat yang masih rendah menjadi lebih baik. Pada tingkat kedalaman sedang, masyarakat telah terlibat tetapi belum memiliki suara dan keterwakilan yang signifikan dalam menentukan keputusan pada masingmasing tahapan. Peningkatan partisipasi dilakukan dengan meningkatkan kemandirian masyarakat dalam menentukan jalannya proses pengambilan keputusan pada setiap tahapan kegiatan. Jika partisipasi masyarakat menjadi lebih baik, perbaikan kampung dapat berkelanjutan (sustainable). Berikut ini adalah konsep peningkatan pertisipasi masyarakat dalam perbaikan kampung di Kota Makassar: a. Proses komunikasi dan penyampaian informasi kepada masyarakat mulai dari awal pelaksanaan sampai masa pemeliharaan, ini dimaksudkan agar tercipta keberlanjutan program perbaikan kampung. Penyampaian informasi sebaiknya melibatkan semua pihak terkait, utamanya BKM. Komunikasi dan informasi yang dimaksud dalam lingkup yang luas yaitu penyampaian informasi yang dilakukan terhadap semua pihak yang terlibat Jurusan Arsitektur ITS – Maret 2010 | 12
Seminar Nasional Perumahan Permukiman dalam Pembangunan Kota 2010
b.
c.
d.
e.
f.
g.
dalam program perbaikan kampung. Komunikas dan informasi dalam lingkup yang lebih kecil dilakukan pada tiap tahapan kegiatan dalam kelompok yang lebih kecil. Peningkatan peran tokoh masyarakat. Peran tokoh masyarakat yang dimaksud adalah metode yang digunakan dalam penggunaan unsur budaya lokal (Budaya Siri’) agar masyarakat dapat lebih berpartisipasi. Untuk memasukkan unsure budaya lokal tersebut dengan menggunakan peran tokoh masyarakat untuk penyampaian informasi dan untuk mengajak masyarakat agar ikut serta dalam program perbaikan kampung. Dalam proses penyuluhan tersebut, budaya Siri’ digunakan untuk menggugah masyarakat dalam berpartisipasi. Masyarakat sudah mengetahui sejak awal mutu dan dampak program yang akan mereka peroleh. Jika masyarakat sudah mengetahui keuntungan yang mereka peroleh, maka partisipasi mereka dalam program perbaikan kampung akan semakin meningkat. Mutu program yang ditingkatkan pada lingkup yang lebih luas yaitu semakin membaiknya kondisi lingkungan seperti perbaikan sarana dan prasarananya. Mutu program yang ditingkatkan pada lingkup yang lebih kecil yaitu pembinaan sumberdaya manusia seperti pelatihan keterampilan menjahit. Fungsi dari pembinaan keterampilan ini untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Peningkatan jumlah kegiatan sejenis yang lebih melibatkan masyarakat secara penuh agar masyarakat lebih terlatih untuk ikut dalam proses pembangunan. Dengan semakin banyaknya program sejenis, maka masyarakat akan lebih terampil dalam pelaksanaan program sejenis. Peranan pemerintah sangat dibutuhkan untuk pengadaan program yang melibatkan partisipasi masyarakat. Dalam tingkatan yang lebih kecil, diperlukan pembentukan kegiatan yang bekerja dalam kelompok yang lebih kecil untuk meningkatkan hubungan sosial masyarakat yang berguna pada proses pemanfaatan kegiatan. Dengan peran fasilitator yang efektif, maka peran masyarakat dalam program perbaikan kampung menjadi lebih baik. Pemerintah sebagai fasilitator kegiatan hanya berperan dalam mengontrol pelaksanaan kegiatan dan tidak ikut turut langsung dalam pelaksanaan kegiatan. Fasilitator hanya berfungsi untuk mengarahkan masyarakat tentang bagaimana pelaksanaan kegiatan yang dilaksanakan. Pelaksanaan monitoring pelaksanaan program dan evaluasi yang rutin terhadap pelaksanaan program. Monitoring dilaksanakan secara periodik seperti pertemuan mingguan atau bulanan untuk membahas kemajuan pelaksanaan kegiatan. Monitoring yang dilaksanakan dalam lingkup yang lebih luas dilaksanakan secara keseluruhan dalam satu kegiatan oleh fasilitator dan penanggung jawab pelaksanaan kegiatann. Monitoring ini dilaksanakan pada tiap bulan atau tiap triwulan pelaksaan kegiatan. Monitoring yang dilaksanakan dalam lingkup yang lebih kecil dilaksanakan untuk tiap sub kegiatan dan dilakukan oleh pihak BKM. Masyarakat yang terlibat dalam program perbaikan kampung diberikan kebebasan yang lebih untuk mengeksploitasi kemampuannya. Kemampuan yang dimaksud yaitu pada tahapan perencanaan dan sampai tahapan pemeliharaan. Pada tahapan perencanaan, masyarakat diberikan kebebasan untuk menentukan jenis kegiatan yang akan dilaksanakan. Perencanaan dilaksanakan langsung oleh masyarakat. Pada tahapan pelaksanaan kegiatan, masyarakat diberikan kebebasan untuk ikut serta dalam pelaksanaan program, baik kegiatan fisik maupun yang bersifat non fisik. Pada tahapan pemeliharaan atau pemanfaatan kegiatan, masyarakat diberi kebebasan untuk mengelola dan memelihara hasil kegiatan. Bentuk dan cara pemeliharaan hasil kegiatan dientukan dan dikelola langsung oleh masyarakat. Jurusan Arsitektur ITS – Maret 2010 | 13
Seminar Nasional Perumahan Permukiman dalam Pembangunan Kota 2010
h. Penyuluhan kepada masyarakat dilakukan melalui kegiatan keagamaan seperti pengajian, dan lain-lain. Pentingnya partisipasi dan ajakan untuk berpartisipasi dapat dimasukkan oleh tokoh agama yang melakukan ceramah agama dalam kegiatan keagaaman. Matode ini ditempuh karena masyarakat Kota Makassar yang masih religius. Penyampaian pesan dan penyuluhan masih mungkin dilakukan dan mudah diterima oleh masyarakat. i. Semakin baik kualitas kesehatan masyarakat yang terlibat dalam program perbaikan kampung, maka semakin besar pula tingkat partisipasinya. Kualitas kesehatan masyarakat semakin ditingkatkan dengan cara kerja bakti membersihkan lingkungan serta penyuluhan dan pembinaan kesehatan rutin yang dapat dirangkaikan dengan kegiatan lain seperti monitoring mingguan. Dengan kualitas kesehatan yang baik, maka peran masyarakat akan lebih baik. j. Dengan kualitas poendidikan yang semakin baik, maka partisipasi masyarakat akan semakin baik. Pada beberapa kelurahan, tingkat pendidikan masyarakatnya masih cukup rendah. Tingkat pendidikan masyarakat yang hanya sampai pada tingkat SLTP masih cukup tinggi. Dengan program perbaikan kampung, masyarakat dapat pula diajak untuk sadar dengan pendidikan. Metode yang dapat digunakan yaitu dengan penyuluhan. Pembinaan kualitas pendidikan dan kesadaran masyarakat melalui anggota masyarakat lain yang memiliki tingkat pendidikan yang lebih tinggi. k. Dengan semakin meningkatnya tingkat keterampilan masyarakat, maka terbuka peluang semakin meningkatnya tingkat partisipasi masyarakat. Melalui program perbaikan kampung, msyarakat dapat dilatih menjadi tenaga yang siap untuk terlibat dalam program sejenis. Pembinaan keterampilan juga dapat dilakukan dengan pembinaan kesejahteraan keluarga. l. Lembaga lokal menentukan keberlanjutan program perbaikan kampung. lembaga lokal perlu ditingkatkan kemampuannya, karena pada tahapan pemeliharaan/pemanfaatan hasil kegiatan, lembaga lokal akan sangat berperan. Keberlanjutan kegiatan perbaikan kampung sangat bergantung dari fungsi lembaga lokal yang ada. Lembaga lokal ditingkatkan kualitasnya dan jika perlu ada pembentukan lembaga yang baru dengan atau tanpa adanya program perbaikan kampung. Lembaga/kelompok lokal yang dibentuk berupa kelompok kesenian atau kelompok pembinaan kepemudaan.
V. KESIMPULAN Untuk peningkatan partisipasi masyarakat dapat dilakukan dengan peningkatan elemen program dan peningkatan elemen sosial kemasyarakatan. Peningkatan elemen program yang dimaksud yaitu peningkatan dampak program, perbaikan prosedur kegiatan, peningkatan kualitas monitoring dan evaluasi kegiatan, serta pemberian kebebasan bagi masyarakat dalam mengeksploitasi kemampuannya. Peningkatan elemen sosial kemasyarakatan yang dimaksud adalah peningkatan sosialisasi dan informasi, penggunaan unsur budaya lokal dan kearifan lokal, peningkatan kualitas pendidikan, peningktan kualitas kesehatan, pemberian pelatihan kepada masyarakat, dan penngkatan kualitas dan kuantitas kelembagaan lokal. Konsep yang diperoleh dari hasil analisa merupakan konsep yang utuh dan bukan bersifat parsial. Jika konsep tersebut dilaksanakan secara utuh, maka tingkat partisipasi masyarakat dalam program perbaikan kampung akan meningkat. Jika tingkat partisipasi masyarakat meningkat, maka masyarakat akan merasa memiliki hasil program perbaikan kampung. Optimalisasi program perbaikan kampung akan terwujud jika partisipasi
Jurusan Arsitektur ITS – Maret 2010 | 14
Seminar Nasional Perumahan Permukiman dalam Pembangunan Kota 2010
masyarakat sudah meningkat. Jika semua komponen tersebut sudah terlaksana, maka dengan sendirinya akan terjadi keberlanjutan program.
VI. DAFTAR PUSTAKA
Anonim (2005), Pedoman Umum Pelaksanan NUSSP, Jakarta. Anonim (2006), Pedoman Umum Pelaksanaan NUSSP versi 1.2, Jakarta. Adi, Isbandi Rukminto, 2008, Intervensi Komunitas Pengembangan Masyarakat Sebagai Upaya Pemberdayaan masyarakat, Jakarta. Ahmadin (2008), Kapitalisme Bugis Aspek Sosio-Kultural dalam Etika Bisnis Orang Wajo, Pustaka Refleksi, Makassar. Alisjabana (2001), Model Peran Serta Masyarakat dan Swasta serta Pemuda Dalam Pengelolaan dan Pembangunan Kota Dalam Manajemen Lingkungan Perkotaan, Lembaga Penelitian ITS, Surabaya. Arnstein, Sherry R (1969), A Ladder of Citizen Participation, JAIP Vol.35 No.4 July 1969. Badan Pelaksana Program Perbaikan Kampung (1983), KIP Program Perbaikan Kampung di Surabaya, Institut Teknologi 10 Nopember, Surabaya. Bungin, Burhan (2008), Penelitian Kualitatif: Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik, dan Ilmu Sosial Lainnya, Kencana, Jakarta. Departemen Pekerjaan Umum (1987), Laporan Triwulan Proyek Urban V Ujung Pandang, Ujung Pandang. Driyamedia (1996), Acuan Penerapan Participatory Rural Appraisal, Berbuat Bersama Berperan Setara, Studio Driyamedia, Bandung. Haeruman, Herman (1997), Perumahan rakyat Untuk Kesejahteraan dan Pemerataan, Properti, Jakarta. Hikmat, Harry (2006), Strategi Pembedayaan Masyarakat, Humaniora Utama, Bandung. Laporan Akhir Pelaksanaan KIP Komprehensif (2002), Tim Pendamping Masyarakat Jurusan Arsitektur ITS, Surabaya. Mikkelsen, Britha (2005), Methods for Development Work and Research. 2nd editor SAGE Publications, New Delhi. Parlindungan, AP (1997), Komentar Atas UU Perumahan dan Permukiman dan UU Rumah Susun, CV. Mandar Maju, Bandung. Silas, Johan (1999), Pembangunan Bersama Rakyat Dari Program Perbaikan Kampung ko Model IDELS, Lembaga Penelitian ITS, Surabaya. Silas, Johan (2001), Modul Peningkatan Kemampuan di Tingkat Lokal dan Pembangunan SDM, Dalam Pelatihan Manajemen Linkungan Perkotaan, Lembaga Penelitian ITS, Surabaya. Simond, John O (1978), Earthscape, London. Turner, Jhon F.C (1976), Housing by People, Marions Boyars, London. Vredenbergt, Jacob (1978), Metode dan Teknik Penelitian Masyarakat, Gramedia, Jakarta.
Jurusan Arsitektur ITS – Maret 2010 | 15