Komunike, Volume viii, No. 1, Juni 2016
KONSEP DAF’U (PERTAHANAN DAN PERLINDUNGAN) DALAM AL-QUR’AN DAN TAFSIRNYA “Versi Kementerian Agama RI Edisi yang Disempurnakan” Khairul Hamim Dosen Fakultas Syari’ah dan Ekonomi Islam IAIN Mataram Email:
[email protected] Abstract The efforts of Al-Qur’an interpretation have been done during Rasulullah SAW era until current era. The prophet interpreted the Al-Qur’an to his friends through a variety of interpretations, either action or verbal explanation to some expressions in AlQur’an, so the global expressions can be known the goals and objectives. The word “daf ’u” in al-Qur’an with various forms (itsishtiqaq) is mentioned 10 times in 9 verses. The word “daf ’u” has many meanings; those are paying, resisting, rejecting, preventing, protecting, delivering, etc. The linguistic meaning of word daf ’u can be adapted to the context of the word use. First, Allah commands the prophet and Muslims to respond negative deed from infidels to them by good ways, like showing chivalry, gentle attitude, wise attitude, and patient attitude. Second, if the attitude of infidels is highly outrageous level by expelling, hurting, and bedeviling, and Muslims have shown the good, patient, and wise attitude, Allah allows Muslims to fight them and Allah will defend Muslims who uphold peace in the universe. Keywords: Interpretation, Al-Qur’an, Daf ’u
Khairul Hamim
79
Komunike, Volume viii, No. 1, Juni 2016
Abstrak Upaya penafsiran al-Qur’an al-Karim telah dilakukan pada masa Rasulallah saw sampai saat ini. Nabi menafsirkan al-Qur’an kepada para sahabatnya melalui berbagai macam penafsiran, baik dengan tindakan nyata atau penjelasan secara lisan terhadap beberapa ungkapan yang ada dalam al-Qur’an sehingga ungkapan-ungkapan yang masih global bisa diketahui maksud dan tujuannya. Kata daf ’u dalam al-Qur’an dengan berbagai bentuknya (ishtiqaq-nya) disebut sebanyak 10 kali dalam 9 ayat. Lafaz daf ’u memiliki banyak makna antara lain, membayar, melawan, menolak, mencegah, melindungi, menyerahkan, dan lain-lain. Makna kebahasaan kata daf ’u dapat disesuaikan dengan konteks penggunaan kata tersebut. Pertama, Allah memerintah kepada Nabi demikian juga kaum mukmin untuk merespon sikap kurang baik (negatif ) kaum kafir terhadap mereka dengan cara yang baik, seperti menunjukkan sikap kesatria, bersikap lemah lembut, bijaksana, dan sabar. Kedua, Jika sikap kaum kafir sudah pada tingkat “keterlaluan” yakni dengan mengusir, menyakiti dan menganiaya, sementara kaum muslim sudah bersikap baik, sabar, bijaksana sebelumnya, maka Allah mengizinkan kaum mukmin untuk berperang melawam mereka. Dan Allah akan membela kaum mukmin yang istiqamah demi menegakkan kemaslahatan alam semesta. Kata Kunci: Tafsir, al-Qur’an, Daf ’u. A. Pendahuluan Di dalam magnum opusnya, al-Muqaddimah, Ibnu Khaldun menyebutkan bahwa sejarah perang dan segala bentuk perseteruan antar manusia, sebenarnya seumur dengan sejarah dunia. Perseteruan dan konflik terjadi semenjak Tuhan menciptakan dunia yang akan terus terjadi selama manusia
masih maujud di pentas dunia.1 AlQuran sendiri menyatakan bahwa peperangan adalah suatu hal yang sulit dihindari sama sekali, sehingga bila tujuannya legal (syar’i), yaitu untuk mengantisipasi serangan musuh,2 perang diizinkan bahkan diwajibkan meskipun terasa berat
Ibnu Khaldun, al-Muqaddimah, ( Jakarta: Pustaka Firdaus, 2013), 145. 2 Lihat antara lain: al-Qur’an, 22: 39. Dan al-Qur’an, 2: 190. 1
80
Konsep Daf ’u (Pertahanan dan Perlindungan) dalam Al-Qur’an dan Tafsirnya
Komunike, Volume viii, No. 1, Juni 2016
dan menyakitkan, sesuai firman Allah swt: Yang artinya: “Diwajibkan atas kamu berperang, Padahal berperang itu adalah sesuatu yang kamu benci. boleh Jadi kamu membenci sesuatu, Padahal ia Amat baik bagimu, dan boleh Jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, Padahal ia Amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.” (alBaqarah: 216).
Sebagaimana agama yang membumi dan kompatibel dengan perkembangan dan kemajuan zaman, serta sesuai dengan hidup dan kehidupan manusia termasuk dalam menyikapi “keniscayaan” perang dan konflik dalam ke hidupan maka tak aneh bila islam menyuguhkan sejumlah basis etika untuk “mengesahkan” peperangan. Peperangan sangat identik dengan situasi dimana seseorang membutuhkan perlawanan, per tahanan dan perlindungan. Setiap orang ingin agar kehidupannya terasa aman, nyaman, damai dan sejahtera. Segala sesuatu yang dapat menghalangi tujuan tersebut harus dilawan demi mempertahankan reputasi dan eksistensi dirinya. Kata daf ’u yang penulis artikan disini dengan istilah pertahanan dan perlindungan sangat erat hubungannya dengan aktivitas dalam peperangan, karena dalam peperangan itu sendiri memuat
di dalamnya pertahanan dan perlindungan diri dari musuh baik itu perang dalam arti lahiriyah maupun perang dalam arti bathiniyah. Perang dalam arti zahiriyah menekankan pada pertahanan manusia terhadap hal-hal yang dapat membahayakan dan mengancam keberlangsungan hidupnya. Sedang kan pertahanan atau daf ’u yang sifatnya bathiniyah lebih ditekan kan pada upaya membela dan melindungi diri dari ancaman luar yang dapat merusak dan menghancurkan nilai-nilai moral dan akidahnya. Dalam konteks perang, kata pertahanan, perlawanan, penjagaan, dan perlindungan sangat akrab di telinga kita. Selain dalam konteks peperangan, kata daf ’u juga memiliki makna-makna lain sebagaimana yang akan dijelaskan pada penjelasan berikutnya dalam makalah ini. Pemahaman aneka makna daf ’u dapat diperoleh atau dipahami dari arti/isi makna yang terkandung dalam ayat-ayat al-qur’an yang merupakan basis kajian ini. Dalam makalah ini penjelasan makna lafaz daf ’u lebih banyak diambil dari perspektif kitab AlQur’an dan Tafsirnya Kementerian Agama RI (Edisi Revisi). Selain itu, untuk melengkapi dan memperkaya pembahasan, digunakan pula beberapa kamus dan kitab tafsir selain kitab tafsir Kemenag RI.
Khairul Hamim
81
Komunike, Volume viii, No. 1, Juni 2016
B. Pembahasan 1. Al-Qur’an dan Tafsirnya: Edisi Revisi
yang meringkas kitab tafsir terdahulu atau memberikan komentar atas tafsir terdahulu.
Upaya penafsiran Al-Qur’an alKarim telah dilakukan sejak dahulu kala yakni pada masa kehidupan Rasulallah saw sampai dengan sekarang. Nabi menafsirkan alQur’an kepada para sahabatnya melalui berbagai macam penafsiran, baik dengan tindakan nyata atau penjelasan secara lisan terhadap beberapa ungkapan yang ada dalam al-Qur’an sehingga ungkapanungkapan yang masih global bisa diketahui maksud dan tujuannya.
Pada abad 19 baru muncul gairah untuk menafsir kembali alQur’an. Munculnya karya tafsir alMannar karangan Rasyid Ridha merupakan salah satu karya tafsir yang menggugah banyak kalangan untuk menafsirkan al-Qur’an dengan semangat pengetahuan. Gaya penafsiran Rasyid Ridha kemudian ditiru oleh banyak penafsir sesudahnya, antara lain adalah tafsir al-Maraghi.3
Setelah masa nabi, ilmu tafsir mengalami kemajuan yang cukup pesat, dimulai dari tafsir bi alMa’tsur, puncaknya pada masa Ibnu Jarir al-Tabari dengan tafsirnya jami’ul bayan. Kemudian muncul aliran dan corak tafsir lain, baik yang bercorak bahasa, fikih, tasawuf, dan lain sebagainya. Aliran-aliran dalam Islam seperti syi’ah, mu’tazilah dan khawarij, mempunyai peran yang cukup berarti dalam memperkaya khazanah penafsiran al-Qur’an. Masa kejayaan penafsiran penafsiran al-Qur’an berlangsung cukup lama, yaitu sampai kira-kira abd ke 7 hijriyah. Setelah itu penafsiran mengalami stagnasi yang juga cukup lama. Pada masa stagnasi in, penulisan tafsir tidak mengalami kemajuan yang berarti. Penulis tafsir hanya mengulang pemikiran lama
82
Sebagaimana diketahui bahwa al-Qur’an adalah kitab suci bukan untuk satu generasi melainkan terus untuk generasi ke genarasi sampai hari kiamat. Begitu juga alQur’an bukan saja diperuntukkan untuk bangsa arab, tetapi juga untuk seluruh bangsa yang ada di alam ini termasuk salah satunya Bangsa Indonesia, oleh karena itu para ulama di Indonesia merasa bertanggung jawab secara moral untuk berusaha memberi penjelasan (tafsir) dengan menggunakan bahasa Indonesia. Berkaitan dengan ini, Kementerian Agama Republik Indonesia mempunyai tugas sosialisasi kitab suci al-Qur’an ini kepada seluruh umat Islam di Indonesia. Salh satu cara Kementerian Agama Agama RI, AlQur’an dan Tafsirnya , ( Jakarta: Widiya Cahaya, 2011), xxx. 3
Konsep Daf ’u (Pertahanan dan Perlindungan) dalam Al-Qur’an dan Tafsirnya
Komunike, Volume viii, No. 1, Juni 2016
sosialisasi tersebut adalah dengan menerjemahkan al-Qur’an ke dalam Bahasa Indonesia, dan ayang sekarang sedang dikerjakan adalah penyempurnaan Tafsir Kementerian Agama (dulunya bernama Departemen Agama). 2. Hal-Hal yang Diperbaiki dalam Tafsir Kemenag Beberapa perbaikan yang telah dilakukan oleh Tim Penyusun Tafsir Departemen Agama dapat dikemukakan bahwa susunan tafsir pada edisi penyempurnaan tidak berbeda dari tafsir yang sudah ada, yaitu terdiri dari mukaddimah yang berisi tentang: nama surat, tempat diturunkannya, banyak ayat, dan pokok-pokok isinya. Mukaddimah akan dihadirkan setelah penyempurnaan atas ke30 juz tafsir selesai dilaksanakan. Setelah itu penyempurnaan tafsir dimulai dengan mengetengahkan beberapa pembahasan yaitu mulai judul, penulisan, kelompok ayat, terjemah kosa kata, munasabag, sebab nuzul, penafsiran, dan diakhiri dengan kesimpulan . untuk lebih jelasnya di bawah ini akan dijelaskan tentang perbaikan yang dilakukan oleh Tim Penyempurnaan Tafsir Departemen Agama. Tidak hanya itu diantara yang harus diperhatikan yaitu: Pertama, Judul. Sebelum memulai penafsiran, ada judul yang disesuai kan dengan kandungan kelompok
ayat yang akan ditafsirkan. Dalam tafsir edisi revisi ada perbaikan judul dari segi struktur bahasa. Tim Penyempurnaan Tafsir kadangkala merasa perlu untuk mengubah judul jika hal itu diperlukan, misalnya judul yang ada kurang tepat dengan kandungan ayat-ayat yang akan ditafsirkan. Kedua: Penulisan Kelompok Ayat. Dalam penulisan kelompok ayat ini, rasm yang digunakan adalah rasm dari mushaf yang standar Indonesia yang sudah banyak beredar dan terakhir adalah mushaf yang ditulis ulang (juga mushab standar Indonesia) yang diwakafkan dan disumbangkan oleh Yayasan “Ilmu Jama” kepada Departemen Agama untuk dicetak dan disebarluaskan, dalam kelompok ayat ini, tidak banyak mengalami perubahan. Hanya jika kelompok ayatnya terlalu panjang, maka tim perlu merasa membagi kelompok ayat tersebut menjadi beberapa kelompok dan setiap kelompok diberi judul baru. Ketiga, Terjemah. Dalam menerjemahkan kelompok ayat, terjemah yang dipakai adalah AlQur’an dan Terjemahannya edisi 2002 yang telah diterbitkan oleh Departemen Agama pada tahun 2004. Keempat, Kosa Kata. Pada AlQur’an dan Tafsirnya Departemen Agama lama tidak ada penyertaan kosakata ini. Dalam edisi
Khairul Hamim
83
Komunike, Volume viii, No. 1, Juni 2016
penyempurnaan ini, tim merasa perlu mengetengahkan unsure kosakata ini. Dalam penulisan kosakata, yang diuraikan terlebih dahulu arti kata dasar dari kata tersebut, lalu diuraikan pemakaian kata tersebut dalam Al-Qur’an dan kemudian mengetengahkan arti yang paling pas untuk kata tersebut pada ayat yang sedang ditafsirkan. Kemudian jika kosakata tersebut memerlukan uraian yang lebih panjang, maka diuraikan sehingga sehingga bisa member pengertian yang utuh tentang hal tersebut. Kelima, Munasabah. Sebenarnya ada beberapa bentuk munasabah atau keterkaitan antara ayat yang satu dengan ayat berikutnya atau antara satu surah dengan surah yang lainnya. Munasabah awal surah dengan akhir surah, munasabah antar akhir surah dengan awal surah, munasabah antara satu ayat dengan ayat berikutnya, dan munasabah antara satu kelompok ayat dengan kelompok ayat yang lainnya. Yang dioergunakan dalam tafsir ini adalah dua macam saja, yaitu munasabah antara satu surah dengan surah sebelumnya dan munasabah antara kelompok ayat dengan kelompok ayat sebelumnya. Keenam, Sabab Nuzul. Dalam tafsir penyempurnaan ini, sabab nuzul dijadikan sub tema. Jika dalam kelompok ayat ada beberapa riwayat tentang sabab nuzul maka sabab
84
nuzul yang pertama yang dijadikan sub judul. Sedangkan sabab nuzul berikutnya cukup diterangkan dalam tafsir saja. Ketujuh, Tafsir. Secara garis besar penafsiran yang sudah ada tidak banyak mengalami perubahan, karena masih cukup memadai sebagaimana telah disinggung sebelumnya. Jika ada perbaikan, maka perbaikannya pada perbaikan redaksi, atau menulis ulang terhadap penjelasan yang sudah ada tetapi tidak mengubah makna, atau meringkas uraian yang sudah ada, membuang uraian yang tidak perlu atau uraian yang berulang-ulang, atau membuang uraian yang tidak terkait langsung dengan ayat yang sedang ditafsirkan, men takhrij hadis atau ungkapan yang belum ditakhrij, atau mengeluarkan hadis yang tidak sahih. Tafsir ini juga berusaha me masukkan corak tafsir ‘ilmi atau corak tafsir yang bernuansa sains dan teknologi secara sederhana sebagai refleksi atas kemajuan teknologi yang sedang berlangsung saat ini dan juga untuk mengemukakan kepada beberapa kalangan saintis bahwa al-Qur’an berjalan seiring bahkan memacu kemajuan teknologi. Dalam hal ini kajian ayat-ayat kauniyah dilakukan oleh tim dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Kedelapan, Kesimpulan. Tim juga banyak melakukan perbaikan dalam
Konsep Daf ’u (Pertahanan dan Perlindungan) dalam Al-Qur’an dan Tafsirnya
Komunike, Volume viii, No. 1, Juni 2016
kesimpulan. Karena tafsir ini bercorak Hida’I, maka dalam kesimpulan akhir tafsir ini juga berusaha mengetengahkan sisi hidayah dari ayat-ayat yang telah ditafsirkan.4 3. Memahami Makna Daf ’u Kata دفعmerupakan bentuk masdar dari kata kerja يدفع دفع-- دفعا yang berarti: membayar, mendorong, memaksa, menangani. Lafaz daf’u juga berarti membayar. Dari akar kata ini juga melahirkan kata difa’ yang berarti melawan atau membentengi.5 Arti lainnya juga adalah menjauhkan dan menolak seperti perkataan dafa’a al-qaula bihujjah; maknanya adalah menolak perkataan tersebut dengan argumentasi. Kata dafa’a jika dihubungkan dengan kata ‘an berarti memelihara dan menjaga (seperti dafa’a ‘anhu al-Adza). Sedangkan kata daf’u jika dihubungkan dengan kata ila berarti selesai, habis, atau ujung (intaha). Sedangkan jika dihubungkan dengan kata fi berarti memasukkan seperti dikatakan “dafa’a ila al-Makan” yakni adkhalahu fihi (memasukkan ke dalamnya6 Kementerian Agama Agama RI, AlQur’an dan Tafsirnya “Mukaddimah”, ( Jakarta: Widiya Cahaya, 2011), xxxiii-xxxv. 5 Rohi Baalbaqi, Al-Mawrid a modern Arabic-English Dictionary, (Beirut: Dar ilmiy Lilmalayin,1993), 545-546. 6 Lois Ma’luf, al-Munjid fi al-Lughah wa al-a’lam, (Beirut: Dar al-Masyrik, 1998), 218. Lihat juga, Al-Ragib al-Asfahani, Mu’jam alMufradat li Alfaz al-Qur’an,(Dimasyq: Dar alNasyr, tt),188. Juga baca kitabnya al-Mufradat fi Gharaib al-Qur’an, Juz I (t.tp.t,Maktabah Nazar Musthafa al-Baz, tt), 227. 4
Dalam kitab Lisan al-‘Arab7 dijelaskan bahwa arti daf ’u adalah menghilangkan dengan kekuatan yakni menghilangkan sesuatu hal yang negatif untuk mendapatkan sesuatu yang baik (positif ) seperti perkataan seseorang yang mengatakan دفع اهلل “ عنك السسؤAllah menghilangkan kejelekan darimu”. Selanjutnya Ibnu Faris menjelaskan bahwa kata daf ’un yang terdiri dari huruf ف, دdan ع menunjukkan berakhirnya sesuatu sebagaimana dikatakan “ دفعت الشئ “ ادفعه دفعاaku membayar sesuatu maka menjadi lunaslah harga yang harus dibayarkan. Demikian juga perkataan seseorang “دفاعا دافع اهلل ”عنه السؤ. Dan kata املدفعdiartikan dengan الفقيرkarena dia diberi atau dikasih pada saat dia minta.8 Kata daf ’u disebut dalam AlQur’an sebanyak 10 kali dalam sembilan ayat yang tersebar di berbagai surah. Kesepuluh kata tersebut dengan berbagai bentuk (ishtiqaqnya) mengandung makna yang beraneka ragam. Pertama, dalam bentuk masdar (invinitif, kata benda yang tidak terkait dengan waktu) sebanyak 2 kali. Kedua, dalam bentuk fi’il madi (kata kerja bentuk lampau) sebanyak 1 kali. Bentuk Muhammad bin Mukrim Ibnu Manzur al-Afriqi, Lisan al-Arab, Volume 16, (Kairo: Dar al-Ma’arif, tt), 1393. 8 Ibnu al-HusainAhmad bin Faris bin Zakaria, Tahqiq: Abdussalam Muhammad Harun, Mu’jam Maqayis al-Lughah , Juz II, (Beirut: Dar Al-Fikr, 1977), 288. 7
Khairul Hamim
85
Komunike, Volume viii, No. 1, Juni 2016
ketiga, dalam bentuk fi’il mudhari’ (kata kerja yang menunjukkan arti sekarang, sedang berlangsung, atau akan berlangsung) sebanyak 1 kali. Keempat, dalam bentuk fi’il amr (kata kerja yang menunjukkan perintah) sebanyak 4 kali Sedangkan bentuk kelima, dalam bentuk isim fa’il (pelaku atau subyak) sebanyak 2 kali. Dari sembilan ayat tersebut 4 ayat turun di Makkah (makkiyah) dan 5 ayat turun di Madinah (madaniyah).
4. Ayat-Ayat Qur’an
Berikut tabel surah dan ayat daf ’u lengkap sesuai dengan urutan kronologi turunnya wahyu.9
Kata Hamim dalam surat Fussilat ayat 34 di atas berasal dari kata dasar Ha’mim-mim yang artinya
N0 Nama Surat
Daf ’u
dalam
Dalam hal ini penulis mengutip ayat al-Qur’an yang artinya: “Dan tidaklah sama kebaikan dan kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, Maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara Dia ada permusuhan seolaholah telah menjadi teman yang sangat setia.” (Fussilat:34).
1
Fussilat
N0. Surat N0. Ayat Makkiyah/ Madaniyah 41 34 Makkiyah
2
Al-Mukminun
23
96
Makkiyah
74
Fi’l Amr
3
Al-Thur
52
8
Makkiyah
76
Isim Fa’il
4
Al-Ma’arij
70
2
Makkiyah
79
Isim Fa’il
5
Al-Baqarah
2
251
Madaniyah
87
Mashdar
6
Al-Imran
3
167
Madaniyah
89
Fi’il Amr
7
Al-Nisa’
4
176
Madaniyah
92
Fi’il Amr
8
Al-Nisa’
4
176
Madaniyah
92
Fi’il Madhi
9
Al-Haj
22
38
Madaniyah
103
Fi’il Mudari’
10 Al-Haj
22
40
Madaniyah
103
Mashdar
U r u t a n Isytiqaq Wahyu 61 Fi’il Amr
ادفع ادفع دافع دافع
دفع
ادفعوا
فادفعوا دفعتم
يدافع
دفع
Tabel ini Diambil dan di susun berdasarkan software “Zekr” versi 1.1.0 http://zekr.org 9
86
Al-
Konsep Daf ’u (Pertahanan dan Perlindungan) dalam Al-Qur’an dan Tafsirnya
Komunike, Volume viii, No. 1, Juni 2016
air yang sangat panas. Hammam berarti tempat mandi air hangat. Hamim juga diartikan dengan teman dekat. Kaitannya dengan arti dasar dari kata ini adalah bahwa teman dekat akan merasa tersengat jika ada yang mengganggu teman yang dikasihinya. Dia akan membelanya dengan sepenuh hati. Untuk mengetahui arti yang pas untuk kata ini harus dilihat konteksnya. Pada surah Muhammad ayat, 15, alAn’am: 70, al-Shaffat: 70, Shad: 57, yang dimaksud dengan hamim adalah air mendidih. Sedangkan pada surah al-Syu’ara’: 101, al-Ma’arij: 10, yang dimaksud dengan hamim adalah teman dekat. Adapun Munasabah ayat diatas dengan ayat sebelumnya adalah bahwa pada ayat sebelumnya, Allah memberikan janji kepada orangorang yang beriman dan teguh pendiriannya bahwa mereka selalu didampingi para malaikat yang menuntunnya ke jalan yang lurus. Pada ayat-ayat berikutnya, Allah menerangkan perbuatan orangorang yang paling baik disisinya, dan menyuruh agar orang mukmin menghadapi sikap orang-orang musyrik itu dengan sikap yang baik dan dapat melunakkan hati mereka. Dalam surat al-Mu’minun ayat 96 yang artinya: “Tolaklah perbuatan buruk mereka dengan yang lebih baik. Kami lebih
mengetahui apa yang mereka sifatkan.” (Al-Mu’minun: 96). “Tidak seorangpun yang dapat menolaknya,” (Al-Thur:8). “Orang-orang kafir, yang tidak seorangpun dapat menolaknya,”(AlMa’arij: 2) “Mereka (tentara Thalut) mengalahkan tentara Jalut dengan izin Allah dan (dalam peperangan itu) Daud membunuh Jalut, kemudian Allah memberikan kepadanya (Daud) pemerintahan dan hikmah (sesudah meninggalnya Thalut) dan mengajarkan kepadanya apa yang dikehendaki-Nya. seandainya Allah tidak menolak (keganasan) sebahagian umat manusia dengan sebagian yang lain, pasti rusaklah bumi ini. tetapi Allah mempunyai karunia (yang dicurahkan) atas semesta alam.” (Al-Baqarah:251). “dan supaya Allah mengetahui siapa orang-orang yang munafik. kepada mereka dikatakan: «Marilah berperang di jalan Allah atau pertahankanlah (dirimu)». mereka berkata: «Sekiranya Kami mengetahui akan terjadi peperangan, tentulah Kami mengikuti kamu». mereka pada hari itu lebih dekat kepada kekafiran dari pada keimanan. mereka mengatakan dengan mulutnya apa yang tidak terkandung dalam hatinya. dan Allah lebih mengetahui dalam hatinya. dan Allah lebih
Khairul Hamim
87
Komunike, Volume viii, No. 1, Juni 2016
mengetahui apa yang mereka sembunyikan.” (Al-Imran: 167). “dan ujilah anak yatim itu sampai mereka cukup umur untuk kawin. kemudian jika menurut pendapatmu mereka telah cerdas (pandai memelihara harta), Maka serahkanlah kepada mereka harta-hartanya. dan janganlah kamu Makan harta anak yatim lebih dari batas kepatutan dan (janganlah kamu) tergesa-gesa (membelanjakannya) sebelum mereka dewasa. barang siapa (di antara pemelihara itu) mampu, Maka hendaklah ia menahan diri (dari memakan harta anak yatim itu) dan Barangsiapa yang miskin, Maka bolehlah ia Makan harta itu menurut yang patut. kemudian apabila kamu menyerahkan harta kepada mereka, Maka hendaklah kamu adakan saksi-saksi (tentang penyerahan itu) bagi mereka. dan cukuplah Allah sebagai Pengawas (atas persaksian itu).” (Al-Nisa’:6). “Sesungguhnya Allah membela orang-orang yang telah beriman. Sesungguhnya Allah tidak menyukai tiap-tiap orang yang berkhianat lagi mengingkari nikmat.” (Al-Haj: 38). “(yaitu) orang-orang yang telah diusir dari kampung halaman mereka tanpa alasan yang benar, kecuali karena mereka berkata: «Tuhan Kami hanyalah Allah». dan Sekiranya Allah tiada menolak (keganasan) sebagian
88
manusia dengan sebagian yang lain, tentulah telah dirobohkan biara-biara Nasrani, gereja-gereja, rumah-rumah ibadat orang Yahudi dan masjid- masjid, yang di dalamnya banyak disebut nama Allah. Sesungguhnya Allah pasti menolong orang yang menolong (agama)-Nya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha kuat lagi Maha perkasa.” (Al-Haj: 40).
Makna kata Ukhriju pada Ukhriju min diyarihim ayat di atas dalam bentuk majhul (tidak disebutkan pelakunya) yang secara harfiah berarti dikeluarkan atau diusir. Kata tersebut terbentuk dari akhrajayukhriju-ikhrajan yang berarti mengeluarkan. Kata dasarnya adalah kharaja–yakhruju-ikhrajan yang berarti keluar. Kata diyar adalah jamak dari kata dar yang secara harfiyah berarti rumah. Ia terbentuk dari kata yang berarti rumah. Ia terbentuk dari kata dara-yadurudauratan yang berarti mengelilingi atau mengitari. Rumah dalam bahasa Arab disebut dar karena manusia banyak berputar-putar di dalamnya. Kata dar sering disebut di dalam al-Qur’an dengan makna negeri, sebagaimana yang terdapat pada ayat yang sedang dibahas ini. Di dalam al-Qur’an kata ini sering digandengkan dengan kata akhirat,
Konsep Daf ’u (Pertahanan dan Perlindungan) dalam Al-Qur’an dan Tafsirnya
Komunike, Volume viii, No. 1, Juni 2016
dan biasa diterjemahkan dengan kata negeri.10 Adapun sebab turun (asbab alnuzul) ayat di atas adalah sebagaimana yang dikatakan oleh Ibnu Abbas “Tatkala Rasulallah SAW diusir dari Mekah, Abu Bakar berkata, “Mereka telah mengusir Nabi mereka sesungguhnya kita kepunyaan Allah, sesungguhnya kita kembali kepada-Nya benarbenar hancurlah kaum itu.” Maka Allah menurunkan ayat ini yang artinya: Diizinkan (berperang) kepada orang-orang yang diperangi, karena sesungguhnya mereka dizhalimi. Dan sungguh, Allah mahakuasa menolong mereka itu. Abu Bakar berkata, “maka tahulah aku sesungguhnya aka nada peperangan.” (Riwayat Ahmad, al-Tirmizi, al-Nasa’I dan Ibnu Majah).
Sedangkan munasabah ayat tersebut adalah bahwa pada ayatayat yang lalu Allah menerangkan usaha orang-orang musyrik Mekah menghalangi-halangi manusia masuk Islam, melakukan dakwah dan masuk Masjidil Haram, menyebutkan perintah menunaikan ibadah haji, dan berkurban. Selain itu, Allah juga menerangkan manfaatmanfaat yang akan diperoleh orang yang mengerjakannya di Kementerian Agama RI, Al-Qur’an dan Tafsirnya…, Juz 16-18, 412.
dunia dan di akhirat. Pada ayatayat ini Allah menerangkan sikap yang harus diambil oleh kaum muslimin terhadap-orang-orang yang menghalang-halangi manusia dari jalan Allah, Ayat berikutnya Allah mengizinkan orang-orang mukmin melakukan peperangan terhadap-orang-orang yang zalim, dan Allah berjanji akan memberi pertolongannya.11 5. Penafsiran Kata Daf ’u dalam Kitab Tafsir Kemenag RI Kata Daf ’u yang terdapat dalam surah al-Fushilat: 34, dan surah al-Mu’minun: 96 kedua-duanya berbentuk fi’il amr (perintah). Kedua ayat tersebut menerangkan tentang cara seseorang dalam merespon tindakan kejahatan yang dilakukan seseorang terhadap orang lain. Ayat ini pada mulanya berkaitan erat dengan dakwah nabi kepada kaum kafir dimana kaum kafir tersebut seringkali berbuat jahat kepada nabi. Sehingga dakwah yang dilakukan nabi disifati dengan hasanah (kebaikan), sedangkan perbuatan mencela orang-orang yang melaksanakan dakwah itu disifati dengan sayyiah (keburukan). Menurut Ibnu Abbas kata hasanah dalam ayat tersebut adalah la ilaha illa Allah dan kata al-sayyi’ah diartikan dengan syirk. Sedangkan menurut
10
11
Ibid.,
Khairul Hamim
89
Komunike, Volume viii, No. 1, Juni 2016
Ali bin Abi Thalib, makna hasanah adalah mencintai keluarga Nabi dan Sayyiah adalah mebenci mereka.12 Dengan ayat ini, seakanakan Allah mengatakan kepada Rasulallah saw bahwa jika ia mengerjakan kebaikan, maka akan memperoleh ganjaran kebaikan berupa penghargaan selama hidup di dunia dan pahala yang besar di akhirat kelak. Sedang orang-orang kafir yang mengerjakan kejahatan itu akan memperoleh penghinaan di dunia, dan di akhirat mereka akan mendapat azab yang pedih. Rasulallah saw juga dilarang untuk membalas kejahatan mereka dengan kejahatan. Jika Ia membalas kejahatan dengan kejahatan tentu Ia akan memperoleh kerugian yang berlipat ganda. Oleh karena itu, Rasulallah diperintahkan untuk membalas kejahatan mereka dengan kebaikan. Adapun cara atau sikap yang diperintahkan kepada Rasulallah untuk membalas kejahatan orang kafir atau musyrik itu diantaranya adalah dengan cara tetap bersikap lemah lembut terhadap mereka, membalas kebodohan dn kejahatan mereka dengan cara yang paling baik, memaafkan kesalahan mereka, dan menghadapi kemarahan
mereka dengan kesabaran.13 Bila mereka hendak melakukan tindakan penganiayaan, hindari mereka dan jauhi sedapat mungkin kesempatan yang dapat membawa kepada tindakan seperti itu. Nabi juga diperintahkan untuk menunjukkan kepada mereka sikap kesatria yang tidak ada niat sedikitpun untuk mencelakakan mereka. Dengan sikap lemah lembut dan bijaksana itu, mereka tidak akan merajalela terhadap kaum muslimin. Lambat laun mereka yang keras seperti batu, akan menjadi lembut dan menyadari sendiri kesalahan yang sudah mereka lakukan.14 Selanjutnya, dalam dua surat tersebut di atas (al-fushilat: 34 dan al-Mu’minun: 96) Allah juga menerangkan hasil yang akan diperoleh oleh orang-orang yang beriman jika membalas perbuatan buruk orang-orang kafir dengan perbuatan baik. Allah mengatakan jika orang-orang beriman berhasil berbuat demikian, tentu permusuhan orang-orang kafir kepada mereka akan berubah menjadi persahabatan, kebencian akan berubah menjadi kecintaan. Ibnu Abbas berkata bahwa pada ayat ini, Allah memerintahkan Kementerian Agama RI, Al-Qur’an dan Tafsirnya (Edisi yang Disempurnakan), Jilid 8/ Juz 22-24 ( Jakarta: Widya Cahaya, 2011), 621. 14 Ibid., Juz 16-18, 543. 13
Al-Qurtubi, Tafsir al-Jami’ li Ahkam alQur’an,Juz 18, (Beirut: Muassasah al-Risalah, 2006), 420. 12
90
Konsep Daf ’u (Pertahanan dan Perlindungan) dalam Al-Qur’an dan Tafsirnya
Komunike, Volume viii, No. 1, Juni 2016
kepada manusia agar berlaku sabar ketika marah, penyantun terhadap orang yang bodoh, dan memaafkan kesalahan orang. Jika seseorang mengerjakan yang demikian, Allah akan memelihara mereka dari setan, dan musuh-musuh mereka akan tunduk dan patuh kepada mereka. Diriwayatkan bahwa seorang laki-laki mencela qunbur, budak Ali bin Abi Thalib, yang telah dimerdekakannya. Ali lalu memanggilnya dan berkata, wahai qunbur, tinggalkanlah orang yang mencelamu itu, biarkanlah ia, semoga Tuhan Yang Maha Penyayang meridai dan setan menjadi marah. Menurut Muqatil, ayat ini turun berhubungan dengan Abu Sofyan. Dia adalah salah seorang musuh Rasulallah yang paling besar. Akan tetapi karena kesabaran dan sikap Nabi yang baik kepadanya, Abu Sofyan menjadi sahabat Nabi yang akrab, dengan mengadakan hubungan perbesanan (mushaharah).15 Pada surah selanjutnya yakni surah al-Thur: 8, dan surah alMa’arij: 2, kata daf ’u berposisi sebagai subjek (isim fa’il) ditafsirkan dengan arti menolak yakni tidak ada seorang pun yang dapat menolak apalagi menghindar pada saat Allah akan memberikan azab kepada orang 15Imam Husain bin Mas’ud Al-Baghawi, Tafsir al-Baghawai (Libanon: Dar al-Ma’rifah, 2003) 480.
kafir yang mendustakan kehadiran para Rasul.16 Adapun sebab turunnya ayat 2 surah al-Ma’arij ini adalah sebagaimana yang diriwayatkan oleh Al-Nasa’i dari Ibnu Abbas bahwa al-Nadari bin Haris, salah seorang musyrik Mekah telah memperolok-olok Nabi Muhammad dengan meminta agar Allah segera menimpakan azab kepada kaum musyrik, sebagaimana yang telah diancamkan. Maka turunlah ayat ini yang menyatakan bahwa azab yang dijanjikan itu pasti datang dan kedatangan azab itu tidak bisa ditangguhkan atau ditolak oleh siapapun.17 Pada surah al-Haj: 38 kata daf ’u dengan bentuk fi’il mudhari’ (yudafi’u) mengandung arti membela, bahwa orang-orang beriman selalu mendapat cobaan dan rintangan dari musuh-musuh Allah dan orangorang yang menginginkan agar agama Allah lenyap dari muka bumi, meskipun demikian, Allah tetap membela orang-orang yang beriman dengan menguatkan hati mereka, memantapkan langkah-langkah mereka untuk mengikuti jalan yang lurus sekaligus memperkuat kesabaran dan ketabahan hati mereka. Jaminan Allah terhadap 16
Kemenag RI. Al-Qur’an…, Juz 25-27,
17
Ibid., Juz 28-30, 330.
497.
Khairul Hamim
91
Komunike, Volume viii, No. 1, Juni 2016
pembelaan-Nya pada orang Mukmin ditegaskan dalam firmannya:
tidak diacuhkan Allah di akhirat nanti, Allah berfirman:
Artinya: Allah telah menetapkan: «Aku dan rasul-rasul-Ku pasti menang». Sesungguhnya Allah Maha kuat lagi Maha Perkasa. 18
“Sesungguhnya orang-orang yang Menyembunyikan apa yang telah diturunkan Allah, Yaitu Al kitab dan menjualnya dengan harga yang sedikit (murah), mereka itu sebenarnya tidak memakan (tidak menelan) ke dalam perutnya melainkan api, dan Allah tidak akan berbicara kepada mereka pada hari kiamat dan tidak mensucikan mereka dan bagi mereka siksa yang Amat pedih.”20
Allah membela orang-orang yang beriman karena mereka telah menepati janjinya untuk menegakkan agama Allah, oleh sebab itu Allah membenci orang yang berkhianat dan orang kafir yang telah mengkhianati janji Allah yang telah ditetapkan-Nya, sebagaimana yang telah diterangkan dalam firmanNya: “Artinya: dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): «Bukankah aku ini Tuhanmu?» mereka menjawab: «Betul (Engkau Tuban kami), Kami menjadi saksi». (kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: «Sesungguhnya Kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)»,19
Mereka mengingkari perintah Allah dan tidak mengindahkan larangan-larangan-Nya,mendustakan ayat-ayat Allah, sehingga mereka 18 19
92
al-Qur’an, 58: 21. al-Qur’an, 7: 172.
Pada ayat selanjutnya, yakni ayat 40 surah al-Haj, Allah juga beranji untuk membela dan menolong orang-orang yang beriman. Ayat 3839 tersebut sesungguhnya berbicara mengenai peperangan antara orang yang beriman dengan orang kafir. Ayat tersebut membolehkan orangorang yang beriman memerangi orang kafir.21 Sebagaimana yang Ibid., 2:174. Perintah Allah dalam al-Qur’an untuk melakukan perang melawan kaum kafir tidak turun sekaligus, akan tetapi turun tahap demi tahap. Ayat 39 surah al-Haj merupakan ayat yang pertama kali diturunkan yang berhubungan dengan perintah berperang. Ayat kedua yang berkaitan dengan perintah berperang adalah diperbolehkannya kaum muslimin memerangi orang kafir namun secara terbatas yaitu:al-Qur’an surah al-Baqarah ayat 190 yang berbunyi: Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, (tetapi) janganlah kamu melampaui batas, karena Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas. Sedangkan 20 21
Konsep Daf ’u (Pertahanan dan Perlindungan) dalam Al-Qur’an dan Tafsirnya
Komunike, Volume viii, No. 1, Juni 2016
terjadi pada saat peperangan antara tentara Talut melawan Jalut. Allah membantu dan memberi kemenangan kepada Bani Isra’il yang konsisten dengan iman mereka lewat kemampuan dan kekuatan Nabi Daud meski jumlah bala tentaranya sedikit. 22 Ayat ini menguatkan pemahaman terkait dengan persoalan peperangan. Bahwa sekiranya Allah tidak menolak keganasan yang dilakukan oleh orang kafir terhadap orang mukmin, maka rusaklah bumi ini; dan seandainya Allah tidak menolak orang-orang jahat dan zhalim dengan orangorang yang berbuat kebajikan niscaya kejahatan itu akan merajalela dan akan menghancurkan orang yang baik. Tetapi Allah sengaja mengatur benteng-benteng pertahanan itu karena Allah mempunyai karunia yang dianugrahkan kepada semesta alam.
ayat ketiga perintah berperang adalah surah al-Taubah: 9/29 yang berbunyi:Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan tidak (pula) kepada hari Kemudian, dan mereka tidak mengharamkan apa yang diharamkan oleh Allah dan RasulNya dan tidak beragama dengan agama yang benar (agama Allah), (Yaitu orang-orang) yang diberikan Al-Kitab kepada mereka, sampai mereka membayar jizyah[638] dengan patuh sedang mereka dalam Keadaan tunduk. 22 Al-Qur’an, 2: 251. Mengenai detail cerita perang antara Thalut melawan Jalut itu dapat dibaca di halaman 364-367 kitab al-Qur’an dan Tafsirnya, Kemenag RI, Juz 1-3.
Selanjutnya pada ayat 40 surah alHaj Allah menginformasikan tentang kondisi kaum mukmin Mekah yang pada waktu ini diusir, dihina, dicaci maki, dianiaya oleh kaum kafir dan kaum musyrik. Mereka disiksa dan dianiaya bukan karena sesuatu kesalahan atau kejahatan yang telah mereka perbuat, tetapi semata-mata karena mereka telah berkeyakinan bahwa tiada tuhan yang berhak untuk disembah, selain Tuhan Yang Mahakuasa. Mereka tidak mempercayai lagi kepercayaan nenek moyang mereka. Mereka telah berserah diri kepada Allah dan mereka telah menjadi orang-orang muslim. keadaan tersebut menjadi sebab orang mukmin diizinkan untuk berperang, karena orangorang musyrik Mekah telah melakukan tindakan yang tidak berkeprimanusiaan terhadap kaum Muslimin. Tindakan kaum musyrik Mekah terhadap kaum Muslimin itu diterangkan dalam firman Allah: “Mereka mengusir Rasul dan (mengusir) kamu karena kamu beriman kepada Allah.” 23 Penderitaan dan kesengsaraan yang dialami oleh Nabi dan para sahabat karena mereka beriman kepada Allah, telah dialami pula oleh 23
al-Qur’an, 60: 1.
Khairul Hamim
93
Komunike, Volume viii, No. 1, Juni 2016
para rasul dan umatnya yang telah diutus dahulu. Allah berfirman: “orang-orang kafir berkata kepada Rasul-rasul mereka: «Kami sungguh-sungguh akan mengusir kamu dari negeri Kami atau kamu kembali kepada agama kami». Maka Tuhan mewahyukan kepada mereka: «Kami pasti akan membinasakan orang- orang yang zalim itu,”24
Mereka yang diizinkan berperang itu telah diusir sebelumnya oleh kaum musyrikin dari kampung halaman mereka, telah disiksa, disakiti tanpa alasan yang benar. Seandainya perbuatan kaum musyrik itu dibiarkan, tentulah kezaliman mereka akan berambah, semakin lama mereka semakin bertambah gila kekuasaan, mereka akan menghancurkan biara-biara, gerejagereja, rumah-rumah ibadah dan masjid-masjid yang ada didalamnya disebut dan diagungkan nama Allah. Karena itu Allah mensyariatkan dalam agama-Nya, agar tiap-tiap orang yang beriman membela agamanya, berperang di jalan Allah, yakni membela kebenaran, menolak kebatilan dan kezaliman.25 Pada ayat ini Allah menguatkan perintah berperang pada ayat-ayat sebelumnya (ayat 28-29) dengan Ibid., 14:13. Kementerian Agama, Al-Qur’an…, Juz 16-18., 416-417. 24
memberikan perintah dan janji. Yang diperintahkan oleh Allah adalah agar kaum muslimin membela dan menolong agama Allah. Yang dijanjikan adalah barang siapa yang membela agama Allah, ia berhak mendapat pertolongan Allah berupa kemenangan dan pahala di akhirat nanti. Janji Allah itu pasti ditepatinya, karena dia maha kuasa dan maha perkasa. Allah berfirman: « Hai orang-orang mukmin ,jika kamu menolong( agama )Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu26 .”
Pada permulaan ayat di atas Allah menjanjikan kemenangan bagi orang-orang yang beriman. Kemudian pada akhir ayat, Allah menegaskan lagi bahwa kemenangan itu pasti diperoleh orang-orang yang beriman. Pada permulaaannya kaum muslimin belum meyakini kebenaran janji itu maka perlu dikuatkan dengan pernyataan kedua. Maksudnya ialah untuk menenangkan dan menenteramkan hati, mengokohkan pendirian pada saat kaum muslimin sedang mendapat cobaan dari Allah. Arti lain kata daf ’u adalah menyerahkan sebagaimana dijelaskan dalam ayat 6 surah alNisa’. Ayat tersebut menjelaskan bahwa para wali dan pelaksana wasiat
25
94
26
al-Qur’an, 47: 7.
Konsep Daf ’u (Pertahanan dan Perlindungan) dalam Al-Qur’an dan Tafsirnya
Komunike, Volume viii, No. 1, Juni 2016
yang memelihara anak yatim agar menyerahkan harta anak yatim yang ada dalam kekuasaannya apabila anak yatim tersebut telah dewasa dan telah dapat menjaga hartanya. Apabila belum mampu maka tetaplah harta tersebut dipelihara dengan sebaik-baiknya karena harta adalah modal kehidupan. Menurut Rasyid Ridha harta anak yatim baru diserahkan setelah melewati beberapa tahap “ujian”. Ayat ini juga merupakan perincian dari ayat kedua surah al-Nisa’ (wabtalul yatama…) yang sifatnya global mengenai kapan diserahkan harta anak yatim tersebut oleh walinya, selain juga tidak menyebutkan cara dilakukannya pengujian (al-Ibtila’). Disini ulama berbeda pendapat tentang kata rusyd sebagai salah satu indikator waktu penyerahan harta anak yatim tersebut. Sebagian ulama menjelaskan bahwa cara mengujinya adalah dengan cara memberikan kepada mereka seuatu yang berharga untuk ditransaksikan. Jika ia mampu melaksanakannya dengan baik maka boleh menyerahkan hartanya tersebut, tetapi sebaliknya apabila belum mampu maka belum boleh. Ulama lain berpendapat bahwa penyerahan harta anak yatim dilakukan setelah melalui serangkaian pengujian (ibtila’) dan tercapainya kedewasaan (rusydan)
jika itu tidak dilaksanakan maka hal tersebut menyalahi perintah ayat. Namun yang benar menurut Rasyid Ridho bahwa cara yang tepat untuk mengetahui apakah anak yatim itu sudah rusydan atau tidak yakni dengan cara menyerahkan sejumlah uang untuk dibelanjakan dan dipantau apakah sesuatu yang dibelanjakan tersebut benar adanya maka itu indikator yang baik.27 Penyerahan harta anak yatim tersebut sebaiknya disertai dengan mengikutsertakan saksi guna menghindari tuduhan yang bukanbukan dan untuk menjaga nama baik sang wali serta menghindari fitnah. 28 Segala keperluan anak yatim seperti pakaian, makanan, pendidikan, pengobatan dan sebagainya dapat diambil dari keuntungan harta itu apabila harta tersebut diusahakan (diinvestasikan). Kepada mereka hendaklah berkata lemah lembut, penuh kasih sayang dan memperlakukan mereka seperti anak sendiri. C. Penutup Kata daf ’u dalam al-Qur’an dengan berbagai bentuknya (ishtiqaqnya) disebut sebanyak 10 kali dalam Rasyid Ridha, Tafsir al-Mannar, Juz 4, (Kairo: Dar al-Manar, 1947), 386. 28 Mutawalli al-Sya’rawi, Tafsir al-Sya’rawiy, Juz 4, (Beirut: Dar al-Fikr, 1998), 68. 27
Khairul Hamim
95
Komunike, Volume viii, No. 1, Juni 2016
9 ayat. Lafaz daf ’u memiliki banyak makna antara lain, membayar, melawan, menolak, mencegah, melindungi, menyerahkan, dan lainlain. Makna kebahasaan kata daf ’u dapat disesuaikan dengan konteks penggunaan kata tersebut. Allah memerintah kepada Nabi demikian juga kaum mukmin untuk merespon sikap kurang baik (negatif ) kaum kafir terhadap mereka dengan cara yang baik, seperti menunjukkan sikap kesatria, bersikap lemah lembut, bijaksana, dan sabar. Jika sikap kaum kafir sudah pada tingkat “keterlaluan” yakni dengan mengusir, menyakiti dan
96
menganiaya, sementara kaum muslim sudah bersikap baik, sabar, bijaksana sebelumnya, maka Allah mengizinkan kaum mukmin untuk berperang melawam mereka. Dan Allah akan membela kaum mukmin yang istiqamah demi menegakkan kemaslahatan alam semesta. Dalam konteks harta anak yatim, para wali atau yang mengelola harta anak yatim dilarang untuk menyerahkan harta anak yatim selama mereka masih belum mampu untuk mengurusnya.bahkan ketika mereka sudah dianggap mampu pun harus dilakukan tes agar benar-benar yakin mereka bisa mengelola harta mereka secara mandiri.
Konsep Daf ’u (Pertahanan dan Perlindungan) dalam Al-Qur’an dan Tafsirnya
Komunike, Volume viii, No. 1, Juni 2016
Daftar Pustaka Al-Qur’an al-Kariem Al-Qurtubi, Tafsir al-Jami’ li Ahkam alQur’an, Juz, (Beirut: Muassasah al-Risalah, 2006) Asfahaniy, Al-Raghib, (Al), Al-Mu’jam Fi Gharaib al-Qur’an, (tt.t, Nazar Maktabah Musthafa al-Baz, tt) --------------, Mu’jam al-Mufradat li AlfazI al- Qur’an, (Dimasyq: Dar al-Nasyr, tt) Baalbaqi, Rohi, Al-Mawrid a modern Arabic-English Dictionary, (Beirut: Dar ilmiy Lilmalayin,1993) Baghawai, Imam Husain bin Mas’ud (Al), Tafsir al-Baghawai (Libanon: Dar al-Ma’rifah, 2003) Faris, Abil Husain Ahmad Ibnu, Mu’jam Maqayis al-Lughah , Juz II (Beirut: Dar Al-Fikr, 1977)
Kementerian Agama RI, Al-Qur’an dan Tafsirnya (Edisi yang Disempurnakan), ( Jakarta: Widya Cahaya, 2011) Khaldun, Ibnu al-Muqaddimah, ( Jakarta: Pustaka Firdaus, 2013) Ma’luf, Lois, al-Munjid fi al-Lughah wa al-a’lam, (Beirut: Dar alMashrik, 1998) Manzur, Muhammad bin Mukrim Ibnu, Lisan al-Arab, Volume 16, (Kairo: Dar al-Ma’arif, tt) Rashid Ridha, Tafsir al-Mannar, Juz 4 (Kairo: Dar al-Manar, 1947) Sha’rawi, Mutawalli, Tafsir alSha’rawi, Juz 4, (Beirut: Dar alFikr, 1998) Software “Zekr” versi 1.1.0 http:// zekr.org
Khairul Hamim
97