KONSEP AUTOPOIESIS DALAM ERGONOMI SISTEM KERJA (STUDI KASUS INDUSTRI GULA)
LAMTO WIDODO
SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012
PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi dengan judul Konsep Autopoiesis dalam Ergonomi Sistem Kerja (Studi Kasus Industri Gula) adalah karya saya dengan arahan komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.
Bogor, Januari 2012 Lamto Widodo NIM F161050032
ABSTRACT LAMTO WIDODO. Autopoietic Concept on Ergonomics of Worksystem (Case Study : Sugar Cane Industry). Under advisory of BAMBANG PRAMUDYA, SAM HERODIAN, and M FAIZ SYUAIB. Sugar factory is one of industry that involves multiple parties as stakeholders. The design of work system should consider all interests, to ensure the sustainability of the system itself. Optimum conditions can be achieved by designing work system based on ergonomic considerations. In the concept of ergonomic, human beings are positioned as the center of the design process. Humans have the capacity and limitations and should be considered since the beginning of the design process. This concept is known as fit the job to the man. In preliminary studies, found several phenomena that deviate from this concept. In many ways, people can improve their skills so they can adapt to the workload and working environment. This study combines deductive and inductive methods, combined with some relevant philosophical outlook. Field research was conducted in two industries namely PG Jatitujuh Cirebon and PG Bungamayang Lampung. This study focused on the work of manual harvesting systems, transportation and milling sugarcane. The results showed that some parameters are less ergonomic working conditions, workload values are categorized between moderate to very severe, the contradiction between workload and perception of the operator and the phenomenon of adaptation of workers to harvest and transport worksytem manual. The workload of worker cutting transport was measured based on increase of the ratio of heart rate (IRHR), which compares the heart rate at work and at restRegression curve of IRHR vs experiences on morning harvesting follow the function Y= -0.105 ln(X) + 1.7484; for morning transporting Y= -0.046ln (X) + 1.7323 ; for afternoon harvesting Y= -0.063 ln(X) +1.5482, and for afternoon transporting Y= -0.044 ln(X) + 1.595. Differences of the slope of the regression curve shows that the level of adaptation required by the workers on the harvesting longer than transporting. This is due to cut sugar cane requires greater physical energy and skill. Novice workers learn to be able to cut the cane with a limit of 50-10 cm above the ground, in an upright cane conditions, collapsed or angled, even crossing each other. The results indicate that with increasing experience, response to fatigue and workload tends to decrease. This process can be explained by the concept of autopoeitic, which is each component in a system will make the process of self-organizing. This adaptation process is one of the autopoeitic mechanism. To adapt to the harvesting and transporting jobs, workers may take between 6-10 years experience. Keywords: worksystems, manual harvesting, transporting, milling, ergonomic, adaptation, autopoietic
RINGKASAN LAMTO WIDODO. Konsep Autopoiesis dalam Ergonomi Sistem Kerja (Studi Kasus: Industri Gula). Dibimbing oleh BAMBANG PRAMUDYA, SAM HERODIAN, dan M FAIZ SYUAIB. Pabrik gula merupakan salah satu industri yang melibatkan banyak pihak sebagai stakeholder. Desain sistem kerja dalam industri harus mempertimbangkan semua kepentingan, untuk memastikan keberlanjutan dari sistem itu sendiri. Kondisi optimum dapat dicapai dengan merancang sistem kerja berdasarkan pertimbangan ergonomis. Dalam konsep ergonomis, manusia diposisikan sebagai pusat dari proses desain. Manusia memiliki kemampuan dan keterbatasan dan harus dipertimbangkan sejak awal proses desain. Konsep ini dikenal sebagai fit the job to the man (FJM). Dalam penelitian pendahuluan, ditemukan beberapa fenomena yang menyimpang dari konsep ini. Dalam berbagai hal, manusia dapat meningkatkan ketrampilan sehingga dapat beradaptasi dengan beban kerja dan lingkungan kerja. Studi ini menggabungkan metode deduktif dan induktif, dikombinasikan dengan beberapa pandangan filosofis yang relevan. Penelitian lapangan dilakukan pada dua industri gula yaitu PG Jatitujuh Cirebon dan PG Bungamayang Lampung. Penelitian difokuskan pada pekerjaan sistem tebang, angkut dan giling. Dari hasil penelitian kondisi lingkungan fisik untuk seluruh stasiun kerja, dapat disimpulkan bahwa beberapa parameter lingkungan kerja yaitu iluminasi, suhu, kelembaban, kebisingan berada di luar ambang batas yang diijinkan. Data ekstrim yang terjadi di lapang mencakup iluminasi sangat rendah 7.5 lux, suhu tertinggi mencapai 37 0C, kelembaban terendah 31.7% dan tertinggi 74.6%, serta kebisingan mencapai 97.5 dB. Kondisi paling membahayakan pada seluruh kerja adalah tingkat kebisingan yang seluruhnya di atas batas aman dengan nilai tertinggi 97,5dB. Dalam jangka panjang kondisi ini berpotensi membuat gangguan pendengaran serius bahkan dapat menyebabkan ketulian. Untuk mengurangi risiko tersebut, perusahaan sudah melakukan perbaikan dengan memberikan alat pelindung diri (APD). Fakta di lapangan menunjukkan bahwa sebagian besar pekerja hanya mau menggunakan penutup telinga sederhana yaitu gulungan kapas kecil dan masih enggan menggunakan pelindung telinga standar yang diberikan perusahaan. Bahkan penggunaan alat sederhana tersebut hanya dipakai jika para pekerja harus melakukan pemeriksaan visual berkeliling. Pada posisi di meja kerja, mereka hampir tidak pernah menggunakan alat tersebut. Persepsi pekerja PG Jatitujuh terhadap beban kerja dan tingkat kelelahan kontradiktif dengan fakta kondisi lingkungan yang kurang ergonomis. Hal ini mencerminkan bahwa tubuh pekerja dalam jangka waktu yang lama mengalami proses penyesuaian sehingga tetap dalam kondisi yang cukup baik. Dengan persentase persepsi beban kerja dan kelelahan dalam tingkat ringan sedang sebanyak 78% dan 98%, terlihat bahwa telah terjadi proses perubahan pada diri pekerja setelah memasuki pekerjaan tersebut yaitu telah terjadi proses penyesuaian atau adaptasi terhadap kondisi lingkungan kerja. Hal ini dapat disimpulkan karena pengalaman terbanyak pekerja adalah lebih dari 10 tahun yaitu sebesar 82%. Faktor kelelahan biasanya terkait langsung dengan kecelakaan kerja. Demikian juga hasil kuisioner persepsi pekerja terhadap tigkat kecelakaan yang menunjukkan bahwa 96% menyatakan ringan sampai dengan sedang. Hal ini sesuai dengan persesi pekerja
terhadap beban kerja dan tingkat kelelahan. Kondisi ini dapat dimaknai bahwa dengan risiko ergonomi yang tinggi dan semakin tinggi pengalaman kerja, masingmasing pekerja dapat menahan kondisi tersebut dan terhindar dari kecelakaan, walaupun secara umum penggunaan alat pelindung diri sangat minim. Persepsi pekerja PG Bungamayang terhadap beban kerja agak berbeda dengan persepsi pekerja PG Jatitujuh. Jika pekerja PG Jatitujuh yang mempersepsikan beban kerja sedang sebanyak 59%, pekerja PG Bungamayang mempersepsikan sedang sebanyak 47%. Kondisi tersebut dapat dinilai hampir sama. Namun demikian persepsi bahwa beban kerja termasuk berat di PG Jatitujuh hanya 22%, namun di PG Bungamayang sebesar 45%. Pekerja PG Bungamayang mempersepsikan bahwa tingkat kelelahan berat hanya sebesar 5% pekerja, sedangkan persepsi terhadap beban kerja yang mempersepsikan berat sebanyak 45% pekerja. Pekerja PG Bungamayang mempersepsikan bahwa tingkat kelelahan berat hanya sebesar 5% pekerja, sedangkan persepsi terhadap beban kerja yang mempersepsikan berat sebanyak 45% pekerja. Sementara pekerja yang mempersepsikan beban ringan hanya 8% namun persepsi bahwa kelelahan ringan mencapai 47%. Dari analisis biplot didapatkan bahwa pada dua perusahaan gula yaitu PG Jatitujuh dan PG Bungamayang terlihat adanya proses adaptasi pekerja namun dengan kecepatan yang berbeda. Tingkat kelelahan yang dirasakan dibandingkan dengan umur/pengalaman juga berbeda. Pekerja PG Jatitujuh relatif lebih cepat beradaptasi dibandingkan dengan pekerja PG Bungamayang. Kultur sebagai sebuah perusahaan swasta dengan pengaturan kerja yang lebih menekankan prestasi membawa dampak berbeda terhadap pekerja perusahaan badan usaha milik negara yang lebih menekankan pada pengalaman kerja sebagai pertimbangan pemberian penghargaan. Analisis beban kerja dilakukan melalui pendekatan analisis denyut jantung dengan metode increase rasio of heart rate (IRHR). Secara umum beban kerja pada pekerja berpengalaman lebih rendah dibanding pekerja tidak berpengalaman. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi perubahan internal dari tubuh pekerja, yaitu adanya penyesuaian diri dari pekerja terhadap beban kerja yang dihadapi. Pekerja yang memiliki pengalaman kurang dari 6 tahun mengalami punurunan nilai IRHR secara drastis pada pekerjaan tebang baik pada waktu tebang pagi maupun tebang siang. Pada rentang pengalaman setelah 10 tahun kurva IRHR cenderung mendatar dengan variabilitas nilai yang lebih kecil daripada pekerja dengan pengalaman di bawah 6 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa pada tahun-tahun awal pekerja mulai melakukan tugas menebang memiliki kemampuan yang sangat bervariatif, kemudian mulai seragam setelah periode 6-10 tahun. Variabilitas IRHR pekerja dengan pengalaman kurang dari 6 tahun (pekerja pemula) cukup besar antara kerja tebang pagi dan siang yaitu sebesar 0.32. Untuk pekerja berpengalaman rentang IRHR terbesar adalah 0.14. Pekerja pemula yang sedang dalam proses belajar memiliki rentang maksimum 2 kali lipat dibandingkan pekerja berpengalaman. Kondisi ini juga mengindikasikan bahwa selain perbedaan temperatur lingkungan mempengaruhi beban kerja, pekerja pemula lebih sensitif terhadap beban eksternal yaitu kondisi cuaca yang cukup tinggi pada siang hari. Dengan beban tebang yang cukup berat pekerja pemula memiliki kemampuan menahan variasi beban yang lebih rendah. Hubungan pengalaman dengan IRHR pada proses angkut hampir sama dengan proses tebang. Pekerjaan angkut siang lebih berat daripada angkut pagi baik untuk pekerja dengan pengalaman kurang dari 6 tahun maupun yang sudah berpengalaman.
Pekerja pemula memiliki nilai IRHR tinggi kemudian akan menurun secara signifikan sampai dengan tahun ke-6. Setelah masa tersebut nilai IRHR berfluktuasi naik turun, namun kenaikan maksimum tidak sampai mencapai nilai untuk pekerja awal. Variabilitas IRHR pekerja dengan pengalaman kurang dari 6 tahun (pekerja pemula) pada pekerjaan tebang pagi dan siang yaitu sebesar 0.22, nilai ini hampir sama dengan variabilitas IRHR pekerja berpengalaman yaitu sebesar 0.18. Nilai ini mengindikasikan bahwa untuk pekerjaan angkut faktor dominan beban kerja adalah faktor beban fisik, dibandingkan dengan faktor eksternal. Karena beban fisik angkut pagi dan siang tidak berbeda, maka nilai variabilitasnya juga tidak berbeda untuk masing-masing kelompok pekerja. Secara umum nilai IRHR angkut pagi dan siang pekerja berpengalaman lebih rendah dari pekerja pemula. Hal ini terjadi juga sebagaimana pekerjaan tebang, dan disebabkan karena pekerja pemula masih harus menyesuaikan diri dengan kondisi kerja yang dihadapi. Respon fisik pekerja pemula masih belum sekuat jika dibandingkan dengan pekerja berpengalaman. Hasil kurva IRHR pekerjaan tebang memiliki karakter yang berbeda dengan kurva IRHR pekerjaan angkut. Pada pekerjaan tebang, nilai variabilitas pekerja pemula terbesar adalah 0.32 dan menurun hingga 0.14 untuk pekerja berpengalaman. Sedangkan untuk pekerjaan angkut nilai varibailitas pekerja pemula tidak jauh berbeda dengan yang berpengalaman yaitu antara 0.22 dan 0.18. Kondisi ini berarti bahwa tingkat adaptasi yang diperlukan oleh pekerja pada pekerjaan tebang lebih sulit dibandingkan dengan pekerjaan angkut. Pekerjaan tebang selain memerlukan energi fisik yang cukup besar, juga memerlukan kemampuan skill yang baik. Pekerja pemula harus belajar untuk dapat memotong dengan baik batang tebu dengan batas 5-10 cm di atas tanah, dalam kondisi batang tebu yang tegak, rebah atau miring, bahkan saling menyilang dengan batang yang lain. Diperlukan ketrampilan khusus untuk dapat melakukan hal tersebut. Pekerjaan lain yang memerlukan ketrampilan lebih adalah proses pembersihan kotoran, pembuangan pucuk dan proses mengikat batang tebu. Sementara pekerjaan angkut kemampuan pekerja yang domiman diperlukan adalah kemampuan fisik. Proses angkut lebih sederhana yaitu hanya menaikkan ikatan tebu ke pundak kemudian berjalan membawanya ke truk. Posisi ikatan tebu sudah teratur melintang di atas guludan, sehingga tidak diperlukan kemampuan khusus. Temuan pada penelitian ini menunjukkan bahwa dengan bertambahnya pengalaman, pekerja yang sudah cukup lama menghadapi kondisi kerja tersebut, respon peningkatan kelelahan terhadap beban kerja cenderung menurun. Proses ini dapat dijelaskan dengan konsep autopoiesis, yaitu setiap entitas dalam sebuah sistem akan melakukan proses swa-atur. Proses penyesuaian ini merupakan salah satu bagian dari mekanisme autopoiesis. Waktu yang diperlukan untuk melakukan swaatur sehingga manusia dapat nyaman dengan kondisi kerja dan lingkungan sangat pada masing-masing individu. Berdasarkan pada definisi ini, maka proses penyesuaian dalam sistem kerja dapat diarahkan atau dikendalikan dengan baik jika memiliki pemahaman utuh terhadap pola adaptasi masing-masing komponen. Satu hal yang menjadi catatan hasil penelitian ini adalah bahwa secara garis besar waktu penyesuaian pekerja tebang angkut lebih kurang 6 - 10 tahun. Namun demikian kesimpulan ini masih perlu dibuktikan dengan penelitian lanjutan dengan jumlah data yang jauh lebih banyak. Kata kunci: sistem kerja, tebang, angkut, giling, ergonomi, adaptasi, autopoiesis
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2012 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah. b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB
KONSEP AUTOPOIESIS DALAM ERGONOMI SISTEM KERJA (STUDI KASUS INDUSTRI GULA)
LAMTO WIDODO
Disertasi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada Program Studi Ilmu Keteknikan Pertanian
SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tertutup : 1. Dr. Ir. I Wayan Astika, MS. 2. Dr. Ir. Wawan Hermawan, MS.
Penguji Luar Komisi pada Ujian Terbuka : 1. Dr. Ir. Iftikar Z Sutalaksana 2. Dr. Ir. Setyo Pertiwi
Judul Penelitian Nama Mahasiswa Nomor Pokok
: Konsep Autopoiesis Dalam Ergonomi Sistem Kerja (Studi Kasus Industri Gula) : Lamto Widodo : F161050032
Disetujui Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Bambang Pramudya. M.Eng. Ketua
Dr. Ir. Sam Herodian, M.S. Anggota
Dr. Ir. M. Faiz Syuaib, M.Agr Anggota
Mengetahui Ketua Program Studi Ilmu Keteknikan Pertanian
Dekan Sekolah Pasca Sarjana
Dr. Ir. Wawan Hermawan, M.S. Tanggal Ujian : 20 Januari 2012
Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc.Agr. Tanggal lulus :
PRAKATA Segala puji penulis panjatkan hanya bagi Allah swt. Atas segala kemurahan dan ridlaNya saja sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan disertasi ini. Disertasi yang berjudul “Konsep Autopoiesis Dalam Ergonomi Sistem Kerja (Studi Kasus Industri Gula)” merupakan syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada Program Studi Ilmu Keteknikan Pertanian, Sekolah Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Disertasi ini merupakan hasil penelitian yang mencakup Pendahuluan, Studi Pustaka, Metodologi Penelitian, Hasil dan Pembahasan, serta Kesimpulan dan Saran. Penelitian ini menggali faktor-faktor ergonomi yang berpengaruh dalam sistem kerja yaitu faktor manusia, alat/mesin dan lingkungan kerja. Sudut pandang yang digunakan dimulai dengan kajian konsep ergonomi mikro dan makro. Pada akhirnya didapatkan sebuah konsep baru dalam bidang ergonomi sebagai pelengkap konsep ergonomi yang saat ini berkembang yaitu konsep autopoiesis. Dengan konsep ini diharapkan dapat memberikan sumbangsih keilmuwan bagi ergonom, serta sumbangsih aplikasi bagi perancang sistem kerja. Penulis dengan tulus menyampaikan ucapan terima kasih kepada yang terhormat Prof. Dr. Ir. Bambang Pramudya MEng., selaku Ketua Komisi Pembimbing, Dr. Ir. Sam Herodian M.S. dan Dr. Ir. M Faiz Syuaib, M.Agr. selaku Anggota Komisi Pembimbing, atas segala jerih payahnya memberikan arahan kepada penulis sehingga disertasi ini dapat diselesaikan. Iungkapan terima kasih juga disampaikan kepada bapak, ibu, serta seluruh keluarga atas segala doa, dukungan dan pengorbannya. Semoga hasil penelitian yang ditulis dalam disertasi ini dapat bermanfaat. Wassalam.
Bogor, Januari 2012 Lamto Widodo TEP/F161050032
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Gunungkidul, Yogyakarta pada tanggal 20 Desember 1968 sebagai anak kedua dari pasangan Ratno Sumarto dan Wijiyem. Pendidikan sarjana ditempuh di Program Studi Teknik Mesin (Peminatan: Desain) Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya, lulus pada tahun 1993. Pada tahun 1997 penulis diterima di Program Studi Teknik Mesin (Peminatan: Manajemen Industri) pada Program Pascasarjana Universitas Indonesia (UI) dan menamatkannya pada tahun 1999. Penulis mendapat kesempatan untuk melanjutkan ke Program Doktor pada Program Studi Ilmu Keteknikan Pertanian Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor pada tahun 2005. Beasiswa pendidikan pascasarjana diperoleh dari Yayasan Tarumanagara Jakarta. Penulis bekerja sebagai staf pengajar tetap Program Studi Teknik Industri Fakultas Teknik Universitas Tarumanagara Jakarta sejak tahun 1994 (waktu itu masih tergabung pada Jurusan Teknik Mesin Peminatan Manajemen Indsutri). Mata kuliah yang diajarkan selama ini adalah mata kuliah Mekanika Teknik, Perancangan Sistem Kerja, Ekonomi Teknik dan Ergonomi. Selama mengikuti program S3, penulis menjadi anggota beberapa ikatan profesi yaitu Persatuan Insinyur Indonesia (PII), Ikatan Sarjana Teknik dan Manajemen Industri (ISTMI) serta Perhimpunan Ergonomi Indonesia (PEI). Karya ilmiah berjudul Konsep Self Oganizing System dan Need Fullfil Compensation dalam Pendekatan Ergonomi Makro-Sebuah Tinjauan Filosofis telah disajikan pada Seminar Nasional Pengembangan Produk Universitas Pasundan Bandung bulan Juli 2007. Makalah dengan judul Beban Kerja Pada Buruh Tebang Angkut Pabrik Gula PT XXX dengan Parameter Increase Ratio of Heart Rate (IRHR) telah disajikan dalam Seminar Nasional Ergonomi Universitas Sultan Ageng Tirtayasa Banten pada bulan April 2009. Artikel berjudul Adaptasi Sebagai Salah Satu Metode Interaksi Manusia dalam Sistem Kerja dalam Pendekatan Konsep Autopoiesis diterbitkan pada Jurnal Ilmiah Teknik Industri Jurusan Teknik Mesin Universitas Tarumanagara Jakarta Volume 1 No. 2 November 2011. Artikel lain berjudul Kajian Aspek Ergonomi Mikro pada Sistem Kerja Agro Industri (Studi Kasus Pabrik Gula pada Proses Tebang Angkut dan Giling) akan diterbitkan pada Jurnal Teknik Industri Universitas Trisakti Jakarta Volume 2 No. 1 Maret 2012. Karya-karya ilmiah tersebut merupakan bagian dari program S-3 penulis.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL .............................................................................................
iii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................
iv
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................
v
1
PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang .............................................................................. 1.2 Identifikasi dan Rumusan Masalah ............................................... 1.3 Tujuan Penelitian ........................................................................... 1.4 Manfaat Penelitian ......................................................................... 1.5 Batasan Masalah dan Asumsi ........................................................
1 1 4 5 5 6
2
TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................ 2.1 Sistem Kerja Pabrik Gula .................................................................... 2.2 Ergonomi ............................................................................................. 2.2.1 Man-Machine Model ................................................................. 2.2.2 Prinsip FJM dan FMJ ................................................................ 2.2.3 Ergonomi Mikro dan Makro ..................................................... 2.2.4 Aplikasi Ergonomi di Industri .................................................. 2.3 Lingkungan Fisik Tempat Kerja ......................................................... 2.3.1 Kebisingan ................................................................................ 2.3.2 Suhu dan Kelembaban .............................................................. 2.3.3 Pencahayaan ............................................................................. 2.3.4 Getaran ..................................................................................... 2.4 Kelelahan ............................................................................................ 2.5 Beban Kerja ........................................................................................ 2.6 Kecelakaan Kerja ................................................................................ 2.7 Mekanisme Autopoeisis ......................................................................
7 7 21 24 27 29 32 34 34 39 39 41 43 45 48 49
3
METODE PENELITIAN .......................................................................... 3.1 Tempat dan Waktu .............................................................................. 3.2 Obyek dan Alat ................................................................................... 3.3 Diagram Alir Penelitian …………………………………………….. 3.4 Metode Pengembangan Konsep Autopoiesis ……………………….
53 53 54 56 57
4
HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................. 4.1 Kondisi Lingkungan Kerja Fisik ........................................................ 4.2 Hasil Kuisioner Persepsi Pekerja di Pabrik ........................................ 4.3 Beban Kerja Operator Boiler .............................................................. 4.4 Beban Kerja Buruh Tebang Angkut ................................................. 4.5 Pengembangan Konsep Autopoeisis dalam Sistem Kerja ..................
59 59 65 77 78 90
5
KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................. 5.1 Kesimpulan ......................................................................................... 5.2 Saran ...................................................................................................
104 104 105
ii
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................
107
LAMPIRAN ............................................................................................... 113
iii
DAFTAR TABEL Halaman 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
Perbandingan antara Ergonomi mikro dan Ergonomi makro ................. Tingkat kebisingan dalam kantor ...................................................................... Tingkat kebisingan di industri ..........................................................................
Skala tingkat bising ................................................................................. Beberapa standar nilai ambang batas kebisingan dan lama kerja kontinyu yang diperkenankan ................................................................. Pemandu untuk kadar cahaya ................................................................. Kategori pekerjaan berdasarkan IRHR ................................................... Kondisi lingkungan fisik stasiun gilingan ............................................... Kondisi lingkungan fisik stasiun pemurnian ........................................... Kondisi lingkungan fisik stasiun penguapan............................................ Kondisi lingkungan fisik stasiun masakan .............................................. Kondisi lingkungan fisik stasiun puteran ................................................ Kondisi lingkungan fisik stasiun boiler ... ............................................... Kondisi lingkungan fisik stasiun power house ........................................ Kategori beban kerja di stasiun boiler PG Jatitujuh ................................ Kategori beban kerja di stasiun boiler PG Bungamayang ....................... Spesifikasi subyek pekerja berpengalaman tebang angkut PG Jatitujuh Spesifikasi subyek pekerja tidak berpengalaman tebang angkut PG Jatitujuh ................................................................................................. Spesifikasi subyek pekerja berpengalaman tebang PG Bungamayang ... Spesifikasi subyek pekerja tidak berpengalaman tebang PG Bungamayang .................................................................................... Spesifikasi subyek pekerja berpengalaman angkut PG Bungamayang ... Spesifikasi subyek pekerja tidak berpengalaman angkut PG Bungamayang .................................................................................... Kategori pekerjaan berdasarkan IRHR pekerja berpengalaman PG Jatitujuh ................................................................................................... Kategori pekerjaan berdasarkan IRHR pekerja tidak berpengalaman PG Jatitujuh ............................................................................................ Kategori pekerjaan berdasarkan IRHR pekerja berpengalaman PG Jatitujuh ................................................................................................... Kategori pekerjaan berdasarkan IRHR pekerja tebang tidak berpengalaman PG Bungamayang .......................................................... Kategori pekerjaan berdasarkan IRHR pekerja angkut berpengalaman PG Bungamayang ................................................................................... Kategori pekerjaan berdasarkan IRHR pekerja angkut tidak berpengalaman PG Bungamayang .......................................................... Hasil uji-t IRHR ...................................................................................... Kondisi lingkungan kerja, beban fisik, persepsi pekerja dan analisis sistem kerja tebang angkut giling ............................................................
31 35 36 36 38 40 46 59 60 61 62 63 64 64 77 77 78 78 79 79 79 79 81 82 83 83 84 84 85 91
iv
DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36
Halaman Sistem tebang angkut bundle cane (full manual) .................................... 10 Sistem tebang angkut loose cane (semi manual) ..................................... 13 Sistem tebang angkut chopped cane (full mechanic) .............................. 14 Proses pabrikasi gula secara umum ........................................................ 15 Ekstraksi gula .......................................................................................... 16 Sentrifugasi gula ...................................................................................... 18 Bidang keilmuan yang terkait dengan ergonomi ..................................... 22 Man-machine model Leamon .................................................................. 24 Posisi manusia dalam sistem kerja .......................................................... 27 Berbagai ritme biologi manusia (circardian rythm) selama 1 hari .......... 33 Hubungan antara IRHR dan jumlah observasi pada operator traktor 47 tangan ...................................................................................................... Hubungan antara IRHR dan jumlah operator traktor kemudi ................. 47 Hubungan antara beban kerja otot dengan durasi aman .......................... 48 Fitur kunci dalam sistem autopoiesis...................................................... 50 Skema diagram alir penelitian ................................................................. 56 Persentase tingkat pengalaman pekerja PG Jatitujuh .............................. 66 Persentase tingkat pendidikan pekerja PG Jatitujuh ................................ 66 Persentase persepsi pekerja PG Jatitujuh terhadap beban kerja .............. 67 Persentase persepsi pekerja PG Jatitujuh terhadap kelelahan selama bekerja ..................................................................................................... 68 Persentase persepsi pekerja PG Jatitujuh terhadap kecelakaan selama bekerja ..................................................................................................... 68 Persentase persepsi pekerja PG Jatitujuh terhadap lingkungan organisasi ................................................................................................. 69 Persentase tingkat pengalaman pekerja PG Bungamayang ..................... 70 Persentase tingkat pendidikan pekerja PG Bungamayang ...................... 70 Persentase persepsi pekerja PG Bungamayang terhadap beban kerja ..... 71 Persentase persepsi pekerja PG Bungamayang terhadap kelelahan selama bekerja ......................................................................................... 71 Persentase persepsi pekerja PG Bungamayang terhadap kecelakaan selama bekerja ......................................................................................... 72 Persentase persepsi pekerja PG Bungamayang terhadap lingkungan organisasi ................................................................................................. 73 Hasil analisis biplot persepsi pekerja PG Jatitujuh ................................. 74 Hasil analisis biplot persepsi pekerja PG Bungamayang......................... 75 Grafik denyut jantung pekerja P3 saat tebang pagi ................................. 80 Grafik denyut jantung pekerja P3 saat tebang siang................................ 80 Grafik denyut jantung pekerja P3 saat angkut pagi ................................. 81 Hubungan antara pengalaman dan IRHR tebang .................................... 87 Hubungan antara pengalaman dan IRHR angkut .................................... 89 Hubungan antara pengalaman dan absensi pekerja (dalam 2 bulan) ....... 93 Skema proses autopoeisis dalam ergonomi sistem kerja ......................... 96
v
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
Kuisioner persepsi operator terhadap beban kerja, kecelakaan kerja, kelelahan dan lingkungan organisasi ...................................................... Nilai IRHR gabungan tebang pagi dan siang ......................................... Nilai IRHR gabungan angkut pagi dan siang ......................................... Jumlah absensi pekerja tebang angkut PG Jatitujuh ............................... Data kondisi ergonomi mikro PG Bungamayang pagi ........................... Data kondisi ergonomi mikro PG Bungamayang siang ......................... Data kondisi ergonomi mikro PG Bungamayang malam ....................... Data kondisi ergonomi mikro PG Jatitujuh pagi .................................... Data kondisi ergonomi mikro PG Jatitujuh siang .................................. Data kondisi ergonomi mikro PG Jatitujuh malam ................................ Hasil Rekapitulasi Form Kuisioner Penelitian pada PG Bungamayang . Hasil Rekapitulasi Form Kuisioner Penelitian pada PG Jatitujuh........... Program SAS untuk simulasi biplot PG Jatitujuh Program SAS untuk simulasi biplot PG Bungamayang
114 116 117 118 119 122 125 128 133 138 143 146 145 152
1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Sistem kerja industri merupakan sebuah sistem yang melibatkan beberapa pihak sebagai pemangku kepentingan. Pihak-pihak tersebut antara lain pemilik/pengelola, pegawai, pasar dan regulator. Masing-masing pihak secara mendasar memiliki kepentingan yang berbeda, bahkan kadang-kadang saling bertentangan. Pihak pemilik perusahaan berkepentingan agar perusahaan dapat berjalan dengan lancar, efektif dan efisien, biaya operasi rendah dan keuntungan yang tinggi. Pihak pegawai berkepentingan agar pekerjaan ringan, lingkungan kerja nyaman, kesejahteraan memadai dan gaji yang tinggi. Pihak pasar atau konsumen memiliki kepentingan yang lain yakni mendapatkan barang berkualitas, harga murah dan tepat waktu pengiriman. Sedangkan pihak regulator dalam hal ini pemerintah, menghendaki agar sebuah perusahaan dapat memberikan kontribusi kepada pemerintah baik secara ekonomi, lingkungan maupun kepada kehidupan sosial masyarakat terutama masyarakat sekitar perusahaan. Beberapa kasus perancangan sistem kerja industri menghasilkan sistem yang lebih banyak mementingkan salah satu pihak, sementara kepentingan pihak lain kurang diperhatikan. Hal ini akan mendatangkan resiko jangka pendek maupun jangka panjang mulai dari maraknya demo buruh sebagai akibat hubungan industrial yang kurang harmonis sampai dengan penutupan sebuah industri. Buruh merasa diperas tenaganya dengan kompensasi gaji yang kurang memadai. Sementara itu, pihak manajemen juga merasa para buruh bekerja kurang sesuai dengan standar kerja sehingga efektivitas dan efisiensi perusahaan menurun. Lembaga Sosial Masyarakat (LSM) sering melakukan aksi-aksi protes karena perusahaan kurang memperhatikan aspek lingkungan hidup dan sosial budaya masyarakat sekitar. Hubungan industrial seperti ini merupakan hubungan industrial yang tidak sehat sehingga pada akhirnya merugikan semua pihak terkait. Jika sampai terjadi gangguan serius apalagi berujung
2
pada penutupan operasi, pemerintah akan dirugikan dengan berkurang atau hilangnya devisa, serta berkurangnya lapangan kerja bagi masyarakat. Perancangan sistem industri harus memperhatikan segala kepentingan, terutama kepentingan besar yaitu keberkelanjutanan sistem itu sendiri. Sebagai sebuah organisasi besar, agroindustri, visi dan misi perusahaan sebagai kerangka pijak operasional harus dipegang teguh baik oleh pemilik maupun pegawai. Pemilik tidak hanya mementingkan margin keuntungan yang besar sesaat saja, tetapi harus berorientasi pada keuntungan jangka panjang dan keberlanjutan usaha tersebut. Sementara itu pegawai/buruh juga tidak hanya menuntut kompensasi dari pekerjaannya saja tanpa memperhatikan kepentingan perusahaan agar terus berkembang dan mampu bertahan dalam segala kondisi perubahan lokal dan global. Seluruh stakeholder harus memiliki pola pikir yang sama yaitu bagaimana menjaga keberlanjutan perusahaan ini sehingga memberikan jaminan kerja jangka panjang. Titik temu dari berbagai kepentingan stakeholder dapat didekati dengan perencanaan sistem kerja dari sudut pandang ergonomi. Secara teoritis, pada pendekatan ergonomi
mikro, perancangan sistem kerja menempatkan manusia,
pelaku kerja, sebagai pusat pertimbangan perancangan. Manusia dengan kemampuan dan keterbatasannya harus dipertimbangkan sejak awal proses perancangan dimulai. Pertimbangan faktor manusia dalam hal ini pegawai dan pemilik dimana masingmasing memiliki kebutuhan yang harus terpenuhi selama proses industri berlangsung. Sesuai dengan definisi ergonomi, sebuah sistem kerja harus dapat menjamin keamanan, kesehatan dan keselamatan kerja, serta terpenuhinya kebutuhan hidup mendasar, akan memberikan dampak terhadap hasil kerja tersebut yaitu meningkatnya efektivitas dan efisiensi industri. Dampak lainnya adalah sedikitnya absensi karyawan, kualitas produk meningkat, kecelakaan kerja berkurang, biaya kesehatan dan asuransi berkurang dan tingkat keluar masuk karyawan (turn-over) juga berkurang. Pada gilirannya akan meningkatkan pendapatan perusahan dan mengurangi pengeluaran, walaupun pada awalnya perlu investasi ergonomi. Dengan demikian ergonomi yang baik berarti juga ekonomi yang baik.
3
Dalam prakteknya, kajian ergonomi mikro mampu untuk menjelaskan kondisi sistem kerja mencakup karakter individu (kemampuan dan keterbatasannya), kondisi alat/mesin yang dipergunakan, serta kondisi lingkungan fisik tempat kerja. Namun demikian, beberapa kasus di lapangan sering kali berbeda dengan kondisi teoritis. Sebagai contoh, secara empiris kondisi manusia/pekerja dengan usia yang lebih tua yang secara fisiologis memiliki kemampuan yang kurang ternyata beban kerja terukur justru lebih rendah. Hal lain yang sering ditemui adalah kondisi lingkungan fisik kerja yang kurang ergonomis, seharusnya menimbulkan banyak persoalan-persoalan serius dalam kesehatan dan kecelakaan kerja, namun yang ditemui tidak terjadi gangguan yang signifikan. Hal ini terjadi karena kemampuan manusia beradaptasi dengan lingkungan di sekitarnya. Proses penyesuaian diri dalam sebuah sistem kerja ini terjadi secara terus menerus dan mengikuti konsep autopoiesis (self organizing system). Dengan atau tanpa rekayasa pekerja secara alamiah akan menyesuaikan diri dengan lingkungan dan kondisi kerjanya. Perbedaan kemampuan fisik, perbedaan ketrampilan yang dimiliki dengan yang dituntut pekerjaan, kondisi kerja yang kurang nyaman akan mendorong terjadinya perubahan internal pada diri pekerja tersebut. Dengan demikian perlu kajian yang lebih luas yang mencakup kajian sosio-teknik untuk dapat menjelaskan fenomena di atas. Ranah kajian tersebut berkembang di akhir abad 21 yaitu topik kajian ergonomi makro. Dalam pendekatan ergonomi makro, pusat perhatiannya adalah pendekatan optimisasi sistem kerja dalam kaitannya dengan perilaku organisasi dan psikologi organisasi. Model pengembangan yang ditekankan adalah organization-machine interface technology. Proses perancangan dilakukan penilaian terhadap organisasi dari atas ke bawah menggunakan pendekatan sistem sosio-teknik. Yang perlu diperhatikan adalah bahwa perancangan level komponen atomistik spesifik tidak dapat dilakukan secara efektif tanpa diawali dengan membuat keputusan ilmiah tentang keseluruhan organisasi, termasuk bagaimana hal tersebut nantinya akan diatur. Jadi perilaku organisasi akan sangat menentukan bagaimana budaya kerja di organisasi/sistem kerja tersebut diatur. Setiap pemangku kepentingan harus dilibatkan dalam pengambilan keputusan pada level masing-masing, sehingga akan didapatkan
4
sistem kerja yang harmonis, yang dapat menguntungkan semua pihak. Persoalan kondisi kerja mikro yang tidak mungkin dirubah karena tuntutan produksi misalnya, dapat direduksi dengan bagaimana memberikan pelatihan penggunaan alat pelindung diri (APD) sehingga kesehatan dan keselamatan kerja pegawai tetap terjaga. Motivasi kerja juga dapat dikembangkan dengan melaksanakan pelatihan motivasi, pendekatan budaya dan spiritualitas. Perubahan perilaku dan budaya kerja secara menyeluruh sangat mempengaruhi hasil akhir dari efektivitas, efisiensi dan produktifitas kerja dari organisasi tersebut. 1.2 Identifikasi dan Rumusan Masalah Masalah sistem kerja industri gula yang akan diteliti dan dikaji dari sudut pandang ergonomi adalah sebagai berikut: a) Variabilitas kondisi pekerja tebang, angkut dan giling cukup besar. b) Kondisi kerja tebang, angkut dan giling secara umum mencakup beban dan lingkungan kerja kurang ergonomis. c) Persepsi subyektif pekerja dan manajemen terhadap kondisi sistem kerja tidak selalu sesuai dengan konsep ergonomi (mikro). d) Perlu penjelasan fenomena temuan melalui pengembangan konsep ergonomi dengan memperhatikan faktor-faktor makro. Dalam rangka mengembangkan konsep untuk analisis, beberapa hasil spesifik ergonomi juga ditemui di perusahaan sebagai berikut: a) Kondisi sistem kerja yang kurang ergonomis secara fisik (mikro) tidak linier terhadap persepsi karyawan pada saat wawancara awal. b) Keluhan pekerja, tingkat kecelakaan kerja serta turnover minim. c) Adanya keseimbangan baru akibat proses adaptasi pekerja dengan kondisi kerja yang dihadapi yang menyebabkan penyimpangan terhadap konsep ergonomi mikro. Dari beberapa identifikasi masalah tersebut rumusan masalah yang ditentukan adalah bagaimana rumusan konsep ergonomi yang dapat menjelaskan fenomena
5
hubungan kemampuan manusia, tuntutan pekerjaan dan kinerja sistem kerja dengan studi kasus industri gula. 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk merumuskan prinsip sistem kerja yang mengikuti konsep autopoiesis (self-organizing system) dalam ergonomi sistem kerja dengan studi kasus industri gula. Rumusan konsep tersebut diharapkan dapat menjelaskan perilaku sistem kerja agroindustri gula sebagai sistem kerja yang dinamis sehingga setiap pemangku kepentingan akan mengetahui perilaku sistem yang dihadapi dan mampu beradaptasi terhadap perubahan-perubahan sistem di masa yang akan datang. Dalam rangka menuju tujuan utama tersebut beberapa tujuan antara yang ingin dicapai adalah : a) Mengetahui kondisi lingkungan fisik kerja. b) Mengetahui persepsi pekerja terhadap pekerjaan yang dihadapi c) Mengetahui penyebab perbedaan tingkat kejerihan antara pekerjaan tebang angkut pagi dan siang. d) Mendefinikan hubungan antara tingkat kejerihan (beban kerja yang dirasakan oleh pekerja) dengan pengalaman. 1.4 Manfaat Penelitian Berdasarkan tujuan penelitian yang ditetapkan, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut: a) Mengetahui faktor-faktor ergonomi dalam sistem kerja tebang, angkut dan giling. b) Mengetahui beban kerja fisik untuk pekerja. c) Mengetahui persepsi pekerja dan manajemen terhadap kondisi kerja. d) Adanya rumusan konsep interaksi pada sistem kerja berdasarkan pendekatan ergonomi yang dapat menjelaskan fenomena perbedaan persepsi dengan fakta terukur kondisi kerja di lapangan serta fenomena adaptasi pekerja.
6
e) Menjadi masukan bagi pengambil keputusan di industri gula dalam merancang sistem kerja yang lebih ergonomis dan ekonomis. 1.5 Batasan Masalah dan Asumsi-Asumsi Penelitian ini dibatasi untuk ruang lingkup sebagai berikut: a) Sistem kerja yang dikaji adalah sistem kerja di lingkungan industri gula mencakup proses tebang, angkut dan giling. b) Sistem kerja di pabrik pada waktu pabrikasi berjalan diamati dalam rentang waktu 3 sampai 4 jam selama 3 shift per hari kerja. c) Sistem kerja tebang angkut diteliti untuk kerja pagi (08.00-12.00) dan kerja siang (13.00-16.00), dengan kondisi cuaca terang (tidak hujan). d) Penelitian dilakukan pada waktu tidak terjadi gejolak moneter, sosial, politik serta bencana alam yang luar biasa sehingga tidak ada perilaku komponen sistem kerja yang ekstrim.
2 2.1
TINJAUAN PUSTAKA
Sistem Kerja Pabrik Gula Tebu merupakan salah satu komoditi pertanian Indonesia yang memberikan
nilai tambah yang cukup besar terhadap produk domestik secara nasional. Lahan tebu tersebar baik di pulau Jawa maupun di luar Pulau Jawa. Menurut data Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia (P3GI 2009)
terdapat 58 pabrik gula
dengan penyebaran 46 pabrik di Jawa dan 12 pabrik di luar Jawa. Total lahan tebu seluruh Indonesia seluas 434 127 ha, yang terdiri dari 279 650 ha di pulau Jawa dan 154 477 ha di luar Jawa, potensi ini sangat mungkin dikembangkan untuk produk-produk turunan selain produk utama gula pasir dan tetes. Potensi ini belum termasuk jika dihitung seluruh lahan tanam yang tersedia. Pengembangan komoditas tebu masih sangat terbuka dan potensial. Luas lahan tanam masih dapat dikembangkan khususnya di luar pulau Jawa. Demikian juga dengan rendemen dan yeild tebu yang dihasilkan lahan. Menurut prediksi Asosiasi Gula Indonesia (AGI 2009), rendemen yang dihasilkan lahan di Jawa rata-rata 8.72 dan di luar Jawa sebesar 8.14. Nilai ini sangat mungkin dinaikkan dengan teknologi pengolahan lahan yang lebih baik. Permintaan gula untuk pasar dunia menurut FAO (2009) meningkat dari 158.4 juta ton pada tahun 2007 menjadi 162.2 juta ton pada tahun 2008. Sementara produksi gula dunia sebesar 167.6 juta ton tahun 2007 menurun menjadi 158.5 juta ton pada tahun 2008. Dengan demikian produk utama tebu yaitu gula akan langsung terserap pasar dunia karena jumlah permintaan lebih besar dari jumlah produksi. Jika dilihat dari hasil produksi, hasil utama dari tebu sampai saat ini adalah raw sugar, white sugar dan tetes. Raw sugar dan white sugar dapat langsung digunakan oleh konsumen akhir maupun industri makanan, obat, dan minuman. Sementara tetes tebu dapat diolah lanjut menjadi MSG atau etanol.
MSG
dimanfaatkan industri makanan dan minuman sementara etanol dapat diolah lanjut menjadi bio-fuel sebagai bahan bakar alternatif. Tuntutan penggunaan bio-fuel juga meningkat tajam seiring dengan problem lingkungan global yang menjadi issue internasional. Di Amerika dan Brazil, etanol bukan hanya digunakan sebagai campuran bensin 5%, 10% saja, bahkan sudah mencapai 80% - 100% mobil
8
berbahan bakar etanol. Pengembangan produk ini di masa datang merupakan hal yang sangat potensial dan strategis. Produk lain yang dihasilkan pabrik gula adalah bagas atau ampas tebu. Produk ini adalah produk sampingan dan merupakan limbah industri. Namun demikian limbah ini masih memiliki nilai ekonomi yang cukup tinggi. Bagas yang sudah dikeringkan dapat langsung digunakan sebagai bahan bakar boiler (mesin utama dalam industri gula). Hasil suatu pabrik gula mencukupi untuk mensuplai bahan bakar boilernya. Dengan demikian akan didapatkan efisiensi energi. Setelah dibakar, residu bagas dapat digunakan sebagai bahan baku pupuk organik yang dapat dikembalikan ke lahan atau dilepas ke pasaran sebagai media tanam tanaman lainnya. Sistem kerja industri gula dimulai dengan proses budidaya tanaman tebu. Proses budidaya terdiri dari dua kategori yaitu Replanting Cane (RPC) dan Ratoon Cane (RC). RPC adalah tanaman tebu yang ditanam pada areal bekas tanaman tebu yang dibongkar. RC adalah tanaman tebu yang tumbuh dari keprasannya. Dalam proses budidaya tebu terdapat perbedaan antara RPC dengan RC. Pada budidaya tanaman RPC, terdapat proses penyiapan lahan bekas tanaman tebu yang dibongkar. Pembongkaran ini dilakukan untuk mengolah kembali tanah yang telah padat akibat berbagai perlakuan pada tebu keprasan dan dapat memperbaiki kualitas tanah sehingga diharapkan bisa meningkatkan produksi tebu yang dihasilkan. Sebelum ditanami tebu, lahan dipersiapkan dengan berbagai tahapan yaitu penebaran
blotong,
aplikasi
stillage,
penebaran
dolomite,
pembajakan,
penggaruan, trackmarking, penaburan gypsum, ripping, furrowing dan basalt. Setelah lahan siap kemudian mulai ditanami bibit tebu. Bibit yang akan ditanam sebagian besar berasal dari kebun bibit sendiri. Varietas yang ditanam didasarkan atas pertimbangan-pertimbangan bahwa varietas tersebut mempunyai potensi gula tinggi, tahan terhadap hama dan penyakit, mudah ditebang, tidak roboh, dan disesuaikan dengan bulan tanam. Bulan tanam berkorelasi dengan tingkat kemasakan tebu. Varietas masak awal ditanam pada bulan April–Juni, varietas masak tengah ditanam pada bulan Juli– Agustus, dan varietas masak akhir ditanam pada bulan September-Oktober. Proses
9
penanamannya masih menggunakan cara manual oleh tenaga harian atau dengan sistem borongan. Dalam penanaman ini terdiri dari beberapa tahapan yaitu, tebang bibit dan angkut, pembongkaran bibit, pengeceran, pencacahan, penutupan bibit dan pemadatan Setelah proses penanaman, tahap berikutnya adalah proses perawatan tanaman. Pemeliharaan terhadap tanaman perlu dilakukan sebagai suatu cara untuk mendapatkan pertumbuhan dan hasil yang optimal. Kegiatan perawatan ini terbagi menjadi dua bagian, yaitu pemeliharaan secara mekanis (mechanical maintenance)
dan
pemeliharaan
secara
manual
(manual
maintenance).
Pemeliharaan mekanis meliputi pemupukan, kultivasi, remounding, preemergence, serta tabur carbuforan. Sedangkan pemeliharaan manual meliputi penyulaman, post-emergence, hand weeding, dan pengendalian hama secara biologis. Proses terakhir di lahan adalah proses pemanenan.
Pemanenan dapat
didefinisikan sebagai keseluruhan kegiatan memungut hasil gula yang masih potensial berada pada bagian tanaman tebu di kebun untuk diolah menjadi butiran kristal gula di pabrik. Kegiatan ini dapat dikatakan berhasil apabila; (1) kesegaran tebu (cane freshness), yaitu total jam mulai dari tebu dibakar sampai tebu tersebut digiling dapat terjaga, (2) kebersihan tebu dari kotoran. Kotoran disini adalah dapat berupa klaras, daun pucuk, sogolan, siwilan, batang mati, akar, dan tanah serta gulma, dan (3) tebu tertinggal (cane wastage) berupa lonjoran, tunggul yang tertinggal di kebun, dan batang pucuk seminimal mungkin. Pemanenan dilakukan pada musim kering, yaitu sekitar bulan April-Oktober. Hal ini berkaitan dengan tingkat kemasakan tebu yang diprogramkan akan mencapai optimal pada musim kering serta kemudahan transportasi tebu dari areal menuju pabrik. Kegiatan panen diawali dengan tahap persiapan yang sekurangkurangnya tiga bulan sebelum panen dimulai. Tahap persiapan meliputi kegiatan estimasi produksi
tebu, pembuatan program tebangan, penentuan kemasakan
tebu, dan persiapan sarana dan prasarana tebang. Selain itu juga perlu dilaksanakan analisa kemasakan tebu (Maturity Test) untuk mengetahui periode kemasakan optimal tebu dan untuk memperkirakan kapan tebu harus ditebang.
10
Pelaksanaan tebangan dilakukan dalam tiga sistem tebang, yaitu manual (bundle cane), semi mekanis (loose cane), dan mekanis (chopped cane). a) Bundle Cane Sistem tebang ini adalah sistem tebang dengan menggunakan 100% tenaga manusia (full manual). Proses tebang angkut manual terdiri dari proses penebangan dan pengangkutan. Proses penebangan dimulai dengan pemotongan batang tebu, pembersihan kotoran dan pucuk tebu, peletakan batang tebu di guludan sampai dengan pengikatan batang tebu. Proses pengangkutan mulai dari pengangkatan ikatan tebu dari guludan dinaikkan ke pundak, pengangkutan ke truk dan penaikan ke bak truk.
Penebang tebu terdiri dari laki-laki dan
perempuan, berusia antara 17 - 55 tahun dengan kondisi fisik yang baik. Rata-rata penebang memiliki kemampuan fisik yang memadai, sebab tuntutan kondisi kerja cukup berat meliputi kebutuhan tenaga untuk menebang, kondisi lahan, kondisi rumpun tebu, lama waktu kerja, serta lingkungan fisik terutama temperatur udara yang cukup tinggi. Proses tebang angkut bundle cane secara umum ditunjukkan pada Gambar 1.
Gambar 1 Sistem tebang angkut bundle cane (full manual) Proses tebang dimulai dengan pemotongan batang tebu menggunakan alat potong berupa sabit atau golok. Kecepatan potong batang tebu secara manual
11
ditentukan oleh beberapa hal yaitu tenaga penebang, alat yang digunakan, cara melakukan penebangan, serta karakter rumpun batang tebu. Jenis alat yang digunakan bermacam-macam. Sebagian besar perusahaan tidak melakukan hal tersebut dan menyerahkan pemilihan alat tebang kepada masing-masing penebang. Karena faktor kebiasaan setempat yang berlainan, bentuk alat tebang yang digunakan satu dengan yang lain berbeda. Pekerja memilih alat tebang yang paling sesuai untuk masing-masing baik dari segi bentuk maupun ukurannya. Beberapa perusahaan melakukan standardisasi bentuk dan ukuran sabit berdasarkan pada studi yang dilakukan, yaitu berdasarkan karakteristik batang tebu dan biomekanika posisi efektif proses tebang. Cara melakukan penebangan cukup sederhana yaitu dengan mengayunkan alat tebang baik berupa golok atau sabit ke batang tebu, dengan posisi potong ideal maksium 5 cm dari tanah. Posisi potong ini tidak boleh terlalu tinggi sebab nilai rendemen gula dalam batang tebu paling banyak terdapat pada batang bawah. Untuk melakukan pemotongan dan mencapai kondisi ideal ini tidaklah terlalu mudah karena posisi batang tebu satu dengan yang lain seringkali tidak beraturan, saling menyilang. Posisi ini terutama untuk jenis tebu Ratoon Cane (RC), jenis tebu yang sudah mengalami beberapa kali penumbuhan ulang tanpa pembongkaran lahan. Untuk jenis tebu Replanting Cane (RPC), bentuk susunan batang tebu lebih teratur dan lebih mudah dilakukan penebangan sesuai dengan batas ideal. Pada tebu jenis RPC penebang dapat melakukan penebangan beberapa batang tebu dengan sekali ayunan alat potong, dengan demikian proses potong lebih cepat. Sedangkan pada jenis tebu RC, penebang hanya dapat melakukan pemotongan batang tebu 1 atau 2 batang saja, sehingga kecepatan potong lebih rendah dari jenis RPC. Setelah batang tebu dipotong, penebang akan membersihkan batang tebu dari daun-daun tebu kering yang masih menempel di batang, serta membuang pucuk batang yang masih muda.
Kecepatan proses pembersihan ini juga
tergantung pada jenis tebu yang dipanen. Tebu jenis RC biasanya lebih banyak daun-daun kering yang tertinggal di batang, sebab pada saat pemeliharaan cukup sulit untuk membuangnya. Tebu jenis RPC lebih sedikit daun kering dan bentuk tebunya lurus sehingga mudah dibersihkan.
12
Tahap berikutnya adalah meletakkan batang-batang tebu yang sudah dibersihkan melintang di atas guludan. Batang-batang tebu ini selanjutnya akan diikat dengan tali dari bambu atau kulit tebu dengan ukuran berat angkat kira-kira 18 – 25 kg per ikat. Pekerjaan mengikat dilakukan sebagian besar oleh pekerja laki-laki sebab diperlukan tenaga yang cukup besar agar ikatan cukup kuat. Hanya sedikit pekerja perempuan yang dapat melakukan tugas ini. Proses selanjutnya adalah mengangkat dan mengangkut ikatan-ikatan tebu ke atas truk untuk dibawa ke pabrik. Tugas ini dilakukan hanya oleh pekerja laki-laki, bahkan di beberapa tempat tidak semua pekerja laki-laki penebang sanggup melakukan pekerjaan ini. Pekerja angkut harus mengangkat ikatan tebu dari guludan, dinaikkan ke atas pundak, kemudian berjalan melintasi lahan dengan kondisi yang sulit dan licin sampai ke truk pengangkut. Pada saat awal penaikan tebu ke truk posisi truk masih kosong atau baru berisi sedikit tebu, pekerja dapat melemparkan ikatan tebu langsung ke atas truk, satu pekerja lain akan berada di atas truk untuk mengatur tumpukan agar rapi. Setelah bak truk bagian bawah terisi, semakin ke atas pekerja angkut tidak dapat melempar langsung ikatan tebu dari pundak ke atas truk, mereka harus berjalan menaiki tangga bambu atau kayu sambil memikul ikatan tebu. Semakin ke atas tumpukan semakin sulit pekerja menaiki tangga tersebut. Setelah truk terisi penuh, kembali pekerja yang di atas truk harus membersihkan kotoran-kotoran baik daun-daun kering yang masih terlalu banyak atau tanahtanah yang menempel pada ikatan tebu. Setelah semuanya selesai tebu akan dikirim ke pabrik. Namun demikian, sistem ini merupakan sistem tebangan yang dalam pelaksanaan tebang, ikat, dan pemuatannya dilakukan dengan tenaga manusia, sedangkan pengangkutan ke pabriknya menggunakan truk. b) Loose Cane Sistem tebangan semi mekanis ini adalah sistem penebangan dengan kegiatan tebang dilakukan secara manual, namun dalam pemuatannya dilakukan secara mekanik yaitu dengan menggunakan grab loader. Proses tebang sama dengan proses bundle cane, menggunakan 100% tenaga manusia, sampai dengan meletakkan hasil potongan batang tebu di atas guludan dan batang tebu diikat. Setelah itu proses pemuatan ke atas truk dilakukan dengan menggunakan grab loader yang akan mengangkat ikatan tebu dengan lengan mekanis dan diletakkan
13
di atas trailer atau truk. Tahap selanjutnya, trailer akan ditarik dengan traktor ke pabrik. Proses tebang angkut dengan metode loose cane atau semi manual tersaji pada Gambar 2.
Gambar 2 Sistem tebang angkut Loose Cane (semi manual) c) Chopped Cane Penebangan dengan sistem chopped cane adalah proses tebang angkut yang full mechanic, artinya mulai dari penebangan sampai pengangkutan seluruhnya menggunakan tenaga mesin. Pekerja hanya bertugas mengoperasikan mesin tersebut. Proses tebang dilakukan dengan menggunakan mesin cane harvester, seperti tersaji pada Gambar 3. Sebelum dilakukan penebangan tebu harus dibersihkan dari kotoran daun-daun kering. Metode pembersihan yang digunakan biasanya menggunakan metode cepat membersihkan kotoran daun-daun kering. Jarak antara waktu pembakaran dan proses giling tidak boleh lebih dari 24 jam, karena akan menurunkan rendemen tebu. Setelah tebu dibakar, harvester akan memotong batang tebu, kemudian tebu masuk ke dalam mesin dipotong-potong menjadi potongan pendek berukuran lebih kurang 40 – 60 cm, dan hasilnya akan dilempar ke dalam truk angkut yang posisinya sudah siap di samping harvester. Mesin pemotong ini berdimensi cukup besar dan posisinya harus di atas guludan,
14
sehingga setelah panen tanah akan menjadi keras. Oleh karena itu lahan yang dipanen dengan harvester adalah lahan yang akan dilakukan replanting (metode tanam dengan pembongkaran tanah) bukan yang ratoon (metode tanam dengan pemapasan/kepras).
Gambar 3 Sistem tebang angkut Chopped Cane (full mechanic) Hal lain yang menjadi kendala proses ini adalah kondisi lahan yang belum benar-benar kering, mengurangi jumlah tenaga kerja, investasi awal serta biaya operasi yang cukup besar. Dengan demikian proses ini pada pelaksanaannya hanya dilakukan sebagai penyangga atau membantu memenuhi kuota pengiriman tebu, yaitu jika terjadi kekurangan suplai tebu ke pabrik karena kendala tebang angkut manual, misalnya dilakukan pada kondisi jumlah tenaga kerja yang sedikit dan diperlukan pengiriman tebu dalam waktu yang cepat. Setelah tebu selesai ditebang, kemudian diangkut ke pabrik dengan truk, dan mulai proses selanjutnya yaitu pabrikasi untuk menghasilkan gula. Dimulai dengan timbangan tebu untuk mengetahui banyaknya tebu yang akan digiling, kemudian tebu dimasukkan ke dalam Cane Yard untuk diproses lanjut. Skema proses pembuatan gula dari tebu dapat dilihat pada Gambar 4.
15
POLYMER
3
CANE RECEIVING
1
BIOCIDES OXYGEN SCAVENGERS ANTISCALANTS DISPERSANTS CORROSION INHIBITORS
WATER
WATER FILTER
RAW JUICE
MILLING
POLYMERS
EVAPORATORS
COAGULANT SULFUR DIOXIDE
BOILER
RAW JUICE
CORROSION
VACUUM PANS
VISCOSITY CLEANER MODIFIER
CALCIUM 4
FLOATATION
5
DISTILLATION
CRYSTALIZER
POLYMERS
CENTRIFUGE DRYER
ALCOHOL ANHYDROUS ALCOHOL HYDRATE
ALCOHOL NEUTRALIZATION
6
PHOSPHATE
ANTISCALANTS CLARIFIERAND CLEANERS POLYMERS
NEUTRALIZATION
7
AIR
SUGAR STORAGE
ANTISEPTIC YEAST PREPARATION
FINISHED PRODUCT
10
CENTRIFUGE
INTERMEDIATE TANK
WATER
FERMENTATION
FERMENTATION PRODUCT
9
ANTISCALANTS
ANTIFOAMS DISPERSAN 2
COOLING TOWER
TO REFINERY
8
BIOCIDE, DISPERSANTS, AND CORROSION INHIBITORS
Gambar 4 Proses pabrikasi gula secara umum (Sumber: PG Jatitujuh Cirebon) Secara umum proses pabrikasi sampai menghasilkan gula dapat dibagi dalam 4 stasiun operasi yaitu: a) Proses Ekstraksi b) Pengendapan Kotoran Dengan Kapur (Liming) c) Proses Penguapan (Evaporasi) d) Proses Kristalisasi e) Proses Penyimpanan f) Proses Pemurnian g) Proses Pendidihan h) Proses Pengolahan Sisa a. Proses Ekstraksi Tahap pertama pengolahan adalah ekstraksi jus atau sari tebu. Di kebanyakan pabrik, tebu dihancurkan dalam sebuah serial penggiling putar yang
16
berukuran besar. Cairan tebu manis dikeluarkan dan serat tebu dipisahkan, untuk selanjutnya digunakan di mesin pemanas (boiler). Di lain pabrik, sebuah diffuser digunakan seperti yang digambarkan pada pengolahan gula bit. Jus yang dihasilkan masih berupa cairan yang kotor: sisa-sisa tanah dari lahan, serat-serat berukuran kecil dan ekstrak dari daun dan kulit tanaman, semuanya bercampur di dalam gula. Skema proses ekstraksi dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5 Proses ekstraksi gula (Sumber: PG Jatitujuh Cirebon) Jus dari hasil ekstraksi mengandung sekitar 15% gula dan serat residu, dinamakan bagasse, yang mengandung 1 hingga 2% gula, sekitar 50% air serta pasir dan batu-batu kecil dari lahan yang terhitung sebagai “abu”. Sebuah tebu bisa mengandung 12 hingga 14% serat dimana untuk setiap 50% air mengandung sekitar 25 hingga 30 ton bagasse untuk tiap 100 ton tebu atau 10 ton gula. b. Pengendapan kotoran dengan kapur (Liming) Pabrik dapat membersihkan jus dengan mudah dengan menggunakan semacam kapur (slaked lime) yang akan mengendapkan sebanyak mungkin kotoran untuk kemudian kotoran ini dapat dikirim kembali ke lahan. Proses ini dinamakan liming. Jus hasil ekstraksi dipanaskan sebelum dilakukan liming untuk mengoptimalkan proses penjernihan. Kapur berupa kalsium hidroksida atau Ca(OH)2 dicampurkan ke dalam jus dengan perbandingan yang diinginkan dan jus yang sudah diberi kapur ini kemudian dimasukkan ke dalam tangki pengendap gravitasi: sebuah tangki penjernih (clarifier). Jus mengalir melalui clarifier dengan kelajuan yang rendah sehingga padatan dapat mengendap dan jus yang
17
keluar merupakan jus yang jernih. Kotoran berupa lumpur dari clarifier masih mengandung sejumlah gula sehingga biasanya dilakukan penyaringan dalam penyaring vakum putar (rotasi) dimana jus residu diekstraksi dan lumpur tersebut dapat dibersihkan sebelum dikeluarkan, dan hasilnya berupa cairan yang manis. Jus dan cairan manis ini kemudian dikembalikan ke proses. c. Proses Penguapan (Evaporasi) Setelah mengalami proses liming, jus dikentalkan menjadi sirup dengan cara menguapkan air menggunakan uap panas dalam suatu proses yang dinamakan evaporasi. Terkadang sirup dibersihkan lagi tetapi lebih sering langsung menuju ke tahap pembuatan kristal tanpa adanya pembersihan lagi. Jus yang sudah jernih mungkin hanya mengandung 15% gula tetapi cairan (liquor) gula jenuh (yaitu cairan yang diperlukan dalam proses kristalisasi) memiliki kandungan gula hingga 80%. Evaporasi dalam ‘evaporator majemuk' (multiple effect evaporator) yang dipanaskan dengan steam merupakan cara yang terbaik untuk bisa mendapatkan kondisi mendekati kejenuhan (saturasi). d. Kristalisasi Pada tahap akhir pengolahan, sirup ditempatkan ke dalam panci yang sangat besar untuk dididihkan. Di dalam panci ini sejumlah air diuapkan sehingga kondisi untuk pertumbuhan kristal gula tercapai. Pembentukan kristal diawali dengan mencampurkan sejumlah kristal ke dalam sirup. Sekali kristal terbentuk, kristal campur yang dihasilkan dan larutan induk (mother liquor) diputar di dalam alat sentrifugasi untuk memisahkan keduanya, bisa diumpamakan seperti pada proses mencuci dengan menggunakan pengering berputar. Kristal-kristal tersebut kemudian dikeringkan dengan udara panas sebelum disimpan. Larutan induk hasil pemisahan dengan sentrifugasi masih mengandung sejumlah gula sehingga biasanya kristalisasi diulang beberapa kali. Sayangnya, materi-materi non gula yang ada di dalamnya dapat menghambat kristalisasi. Hal ini terutama terjadi karena keberadaan gula-gula lain seperti glukosa dan fruktosa yang merupakan hasil pecahan sukrosa. Oleh karena itu, tahapan-tahapan berikutnya menjadi semakin sulit, sampai pada suatu tahap di mana kristalisasi tidak mungkin lagi dilanjutkan.
18
Gambar 6 Sentifugasi gula
Dalam sebuah pabrik pengolahan gula kasar (raw sugar) umumnya dilakukan tiga proses pendidihan. Pertama atau pendidihan “A” akan menghasilkan gula terbaik yang siap disimpan. Pendidihan “B” membutuhkan waktu yang lebih lama dan waktu tinggal di dalam panci pengkristal juga lebih lama hingga ukuran kristal yang diinginkan terbentuk. Beberapa pabrik melakukan pencairan ulang untuk gula B yang selanjutnya digunakan sebagai umpan untuk pendidihan A, pabrik yang lain menggunakan kristal sebagai umpan untuk pendidihan A dan pabrik yang lainnya menggunakan cara mencampur gula A dan B untuk dijual. Pendidihan “C” membutuhkan waktu secara proporsional lebih lama daripada pendidihan B dan juga membutuhkan waktu yang lebih lama untuk terbentuk kristal. Gula yang dihasilkan biasanya digunakan sebagai umpan untuk pendidhan B dan sisanya dicairkan lagi. Sebagai tambahan, karena gula dalam jus tidak dapat diekstrak semuanya, maka terbuatlah produk samping (byproduct) yang manis: molasses. Produk ini biasanya diolah lebih lanjut menjadi pakan ternak atau ke industri penyulingan untuk dibuat alkohol.
19
e. Penyimpanan Gula kasar yang dihasilkan akan membentuk gunungan coklat lengket selama penyimpanan dan terlihat lebih menyerupai gula coklat lunak yang sering dijumpai di dapur-dapur rumah tangga. Gula ini sebenarnya sudah dapat digunakan, tetapi karena kotor dalam penyimpanan dan memiliki rasa yang berbeda maka gula ini biasanya tidak diinginkan orang. Oleh karena itu gula kasar biasanya dimurnikan lebih lanjut ketika sampai di negara pengguna. f. Pemurnian Proses pemurnian terdiri dari afinasi, karbonatasi, penghilangan warna, pendidihan dan pengolahan sisa (recovery). Tahap pertama pemurnian gula yang masih kasar adalah pelunakan dan pembersihan lapisan cairan induk yang melapisi permukaan kristal dengan proses yang dinamakan dengan “afinasi”. Gula kasar dicampur dengan sirup kental (konsentrat) hangat dengan kemurnian sedikit lebih tinggi dibandingkan lapisan sirup sehingga tidak akan melarutkan kristal, tetapi hanya sekeliling cairan (coklat). Campuran hasil (‘magma') di-sentrifugasi untuk memisahkan kristal dari sirup sehingga pengotor dapat dipisahkan dari gula dan dihasilkan kristal yang siap untuk dilarutkan sebelum perlakuan berikutnya (karbonatasi). Cairan yang dihasilkan dari pelarutan kristal yang telah dicuci mengandung berbagai zat warna, partikel-partikel halus, gum dan resin dan substansi bukan gula lainnya. Bahan-bahan ini semua dikeluarkan dari proses. Tahap pengolahan cairan (liquor) gula berikutnya bertujuan untuk membersihkan cairan dari berbagai padatan yang menyebabkan cairan gula keruh. Pada tahap ini beberapa komponen warna juga akan ikut hilang. Salah satu dari dua teknik pengolahan umum dinamakan dengan karbonatasi. Karbonatasi dapat diperoleh dengan menambahkan kapur/ lime [kalsium hidroksida, Ca(OH)2] ke dalam cairan dan mengalirkan gelembung gas karbondioksida ke dalam campuran tersebut. Gas karbondioksida ini akan bereaksi dengan lime membentuk partikelpartikel kristal halus berupa kalsium karbonat yang menggabungkan berbagai padatan supaya mudah untuk dipisahkan. Supaya gabungan-gabungan padatan tersebut stabil, perlu dilakukan pengawasan yang ketat terhadap kondisi-kondisi
20
reaksi. Gumpalan-gumpalan yang terbentuk tersebut akan mengumpulkan sebanyak mungkin materi-materi non gula, sehingga dengan menyaring kapur keluar maka substansi-substansi non gula ini dapat juga ikut dikeluarkan. Setelah proses ini dilakukan, cairan gula siap untuk proses selanjutnya berupa penghilangan warna. Selain karbonatasi, teknik yang lain berupa fosfatasi. Secara kimiawi teknik ini sama dengan karbonatasi tetapi yang terjadi adalah pembentukan fosfat dan bukan karbonat. Fosfatasi merupakan proses yang sedikit lebih kompleks, dan dapat dicapai dengan menambahkan asam fosfat ke cairan setelah liming seperti yang sudah dijelaskan di atas. Ada dua metoda umum untuk menghilangkan warna dari sirup gula, keduanya mengandalkan pada teknik penyerapan melalui pemompaan cairan melalui kolom-kolom medium. Salah satunya dengan menggunakan karbon teraktivasi
granular
(granular
activated
carbon,
GAC)
yang
mampu
menghilangkan hampir seluruh zat warna. GAC merupakan cara modern setingkat “bone char”, sebuah granula karbon yang terbuat dari tulang-tulang hewan. Karbon pada saat ini terbuat dari pengolahan karbon mineral yang diolah secara khusus untuk menghasilkan granula yang tidak hanya sangat aktif tetapi juga sangat kuat. Karbon dibuat dalam sebuah oven panas dimana warna akan terbakar keluar dari karbon. Cara yang lain adalah dengan menggunakan resin penukar ion yang
menghilangkan
lebih
sedikit
warna
daripada
GAC
tetapi
juga
menghilangkan beberapa garam yang ada. Resin dibuat secara kimiawi yang meningkatkan jumlah cairan yang tidak diharapkan. Cairan jernih dan hampir tak berwarna ini selanjutnya siap untuk dikristalisasi kecuali jika jumlahnya sangat sedikit dibandingkan dengan konsumsi energi optimum di dalam pemurnian. Oleh karenanya cairan tersebut diuapkan sebelum diolah di panci kristalisasi. Sejumlah air diuapkan di dalam panci sampai pada keadaan yang tepat untuk tumbuhnya kristal gula. Sejumlah bubuk gula ditambahkan ke dalam cairan untuk mengawali/memicu pembentukan kristal. Ketika kristal sudah tumbuh campuran dari kristal-kristal dan cairan induk yang dihasilkan diputar dalam sentrifugasi untuk memisahkan keduanya. Proses ini dapat diumpamakan dengan tahap pengeringan pakaian dalam mesin cuci yang berputar. Kristal-kristal
21
tersebut kemudian dikeringkan dengan udara panas sebelum dikemas dan/ atau disimpan siap untuk didistribusikan. Cairan sisa baik dari tahap penyiapan gula putih maupun dari pembersihan pada tahap afinasi masih mengandung sejumlah gula yang dapat diolah ulang. Cairan-cairan ini diolah di ruang pengolahan ulang (recovery) yang beroperasi seperti pengolahan gula kasar, bertujuan untuk membuat gula dengan mutu yang setara dengan gula kasar hasil pembersihan setelah afinasi. Seperti pada pengolahan gula lainnya, gula yang ada tidak dapat seluruhnya diekstrak dari cairan sehingga diolah menjadi produk samping: molase murni. Produk ini biasanya diolah lebih lanjut menjadi pakan ternak atau dikirim ke pabrik fermentasi seperti misalnya pabrik penyulingan alkohol. 2.2 Ergonomi Menurut Bridger (1995) istilah ergonomi berasal dari bahasa latin yaitu “Ergos” yang berarti kerja dan “Nomos” yang berarti hukum. Ergonomi adalah aplikasi informasi pengetahuan tentang keinginan manusia pada permasalahan perancangan. Dengan demikian ergonomi adalah dasar pengetahuan mencakup data dan metodologi yang menitikberatkan faktor-faktor pengguna dalam perancangan. Ergonomi berkenaan pula dengan optimasi, efisiensi, kesehatan, keselamatan dan kenyamanan manusia di tempat kerja, di rumah, dan tempat rekreasi. Ergonomi disebut juga human factor engineering. Ergonomi digunakan oleh berbagai macam ahli seperti ahli anatomi, arsitektur, perancangan produk industri, fisika, fisioterapi, psikologi dan teknik industri. Ergonomi dimaksudkan sebagai disiplin keilmuan yang mempelajari manusia dalam kaitannya dengan pekerjaanya. Disiplin ini akan secara khusus mempelajari kemampuan dan keterbatasan manusia dalam berinteraksi dengan teknologi dan produk-produk buatannya. Disiplin ini berangkat dari kenyataan bahwa manusia memiliki batas-batas kemampuan baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang pada saat berhadapan dengan lingkungan pekerjaannya yang berupa perangkat keras (mesin, peralatan kerja, dsb.) dan perangkat lunak (metode kerja, sistem dan prosedur).
22
Aspect Science Human Science Medicine Psychology Sociology Pedagogics
Engineering Science Physics Construction Measurement and Control
Economics and Social Science Ecologics Economics Industrial Law
ERGONOMICS Praxeologies Micro Ergonomics Rules for the technical design of work tools and workplaces
Macro Ergonomics Rules for the design of organization, production and working groups
Gambar 7 Bidang keilmuan yang terkait dengan ergonomi (sumber:http://www.lfe.mw.tumuenchen.de/lehrstuhl) Pada bulan Agustus 2000 IEA Council
(International Ergonomics
Association) mendefinisikan bahwa Ergonomics (or human factors) is the scientific discipline concerned with the understanding of interactions among humans and other elements of a system, and the profession that applies theory, principles, data and methods to design in order to optimize human well-being and overall system performance. Dengan demikian ergonomi adalah multidisiplin ilmu mencakup human science, engineering science dan economic and social science. Secara organisatoris bidang ilmu, hubungan antar bidang ilmu tersebut dapat dilihat pada Gambar 7. Dalam membahas penerapan ergonomi, Schmidtke (1993) menyatakan bahwa tujuan ergonomi
adalah untuk meningkatkan
performansi seluruh sistem kerja dan pada waktu yang sama mengurangi ketegangan pekerja selama melaksanakan pekerjaan tersebut dengan cara menganalisa pekerjaan, lingkungan kerja dan interaksi manusia mesin. Lingkup ini adalah lingkup ergonomi mikro atau disebut juga traditional ergonomic. Komponen manusia dalam sudut pandang ergonomi merupakan komponen utama yang harus diperhatikan. Manusia terdiri dari komponen fisik dan non fisik. Ilmu yang mempelajari aspek fisik dikenal dengan antropometri, yang merupakan bagian dari ranah ergonomi berkaitan dengan pengukuran dimensi dan karakteristik tertentu dari tubuh manusia seperti volume, titik berat. Antropometri
23
terdiri atas antropometri statis, dinamis dan
newtonian. Antropometri statis
mengukur dimensi fisik manusia dengan 2 posisi yaitu duduk dan berdiri statis. Pengukuran dilakukan dengan kursi ukur atau antropometer standar. Antropometri dinamis adalah ilmu yang mempelajari dimensi fisik manusia pada waktu manusia melakukan gerakan-gerakan relatif terhadap posisi statis. Gerakan relatif misalnya menjulurkan tangan ke depan untuk menjangkau sesuatu, kemudian digerakkan ke atas dan ke bawah, maka akan didapat sudut-sudut maksimum gerakan pada masing-masing arah tersebut. Contoh lain adalah gerakan bola mata naik turun terdapat juga batasan sudut yang dapat dilakukan. Antropometri newtonian membahas tentang kemampuan tenaga komponen tubuh manusia. Misalnya berapa kemampuan angkat maksimum tangan kanan, berapa kemampuan maksimum tangan kiri, berapa kemampuan punggung dan sebagainya.
Data
antropometri digunakan untuk menentukan dimensi tempat kerja, peralatan, furnitur dan pakaian sehingga dapat memenuhi kebutuhan manusia dan untuk meyakinkan bahwa ketidaksesuaian antara dimensi peralatan atau produk dengan dimensi pengguna dapat dihindarkan. Hal lain yang terkait dengan ergonomi adalah biomekanika, yaitu ilmu yang menyelidiki tentang aktivitas-aktivitas manusia ketika bekerja atau beraktivitas dan bagaimana cara pengukurannya (berhubungan dengan biomekanika). Menurut Kromer (2001) biomekanika adalah penerapan prinsip-prinsip fisika mekanika pada sistem tubuh manusia mencakup keseimbangan statis dan dinamis. Sedangkan untuk penerapan dalam sistem kerja industri menurut Chaffin( 1991) yang mengutip dari Frankel dan Nordin (1980), biomekanika menerapkan hukumhukum fisika dan konsep teknik untuk menggambarkan gerakan-gerakan dari berbagai segmen tubuh manusia dan besarnya gaya-gaya yang bekerja pada bagian-bagian tubuh tersebut selama aktifitas normal harian. Biomekanika kerja merupakan ilmu yang mempelajari gerakan-gerakan tubuh saat bekerja dimana meliputi kekuatan, kecepatan, ketelitian, ketahanan dan ketrampilan gerak. Pengukuran kekuatan fisik individu tidak hanya ditentukan oleh kekuatan otot saja, tetapi juga dipengaruhi oleh faktor-faktor subjektif lainnya seperti: besarnya tenaga yang dikeluarkan, cara dan sikap melaksanakan aktivitas, jenis kelamin, umur dan arah dari gerakan anggota tubuh.
24
2.2.1
Man-Machine Model Ergonomi adalah ilmu tentang perancangan sistem kerja. Menurut Leamon
dalam Bridger (1995) sistem kerja terdiri dari manusia, mesin (alat) dan lingkungan. Masing-masing komponen berinteraksi dengan yang lain, saling mempengaruhi seperti skema Man-Machine Model yang disampaikan oleh Leamon pada Gambar 8.
Gambar 8 Man-machine model Leamon, diadaptasi dari Bridger (1995) Interaksi antar komponen terjadi secara terus-menerus sepanjang proses kerja dilakukan. Perubahan yang terjadi pada satu komponen akan mempengaruhi komponen yang lain dan dengan demikian harus direspon terutama oleh manusia yang mengendalikan proses tersebut. Komponen mesin/alat mencakup proses yang dikendalikan dalam alat tersebut, display dan sistem kendali. Proses yang dikendalikan adalah proses yang dilakukan mesin sesuai dengan fungsi dari alat tersebut yang disesuaikan dengan tugas yang yang harus diselesaikan. Untuk menggerakkan mesin/alat diperlukan alat pengandali yaitu control. Bagian ini bisa berupa pegangan, tuas, tombol tekan atau tombol putar, atau bahkan berupa penerima sinyal suara yang akan menggerakkan mesin. Jika sudah mendapat perintah operator melalui aksi dari efektor, mesin akan beroperasi sesuai dengan kondisi yang diinginkan. Beberapa saat kemudian mesin akan memberikan informasi keadaan operasi melalui display pada mesin tersebut. Informasi display ini akan ditangkap oleh panca indera manusia/operator. Informasi yang diperlukan berbagai macam, misalnya : cahaya, suara, panas, tekanan, gelombang, ketinggian, posisi dll. Display dapat berupa layar baca, penunjuk temperatur, getaran, suara atau bentuk display digital.
25
Display yang baik adalah jika informasi yang dapat ditangkap oleh indera manusia
sesuai dengan kondisi mesin yang sesungguhnya. Persoalan yang timbul pada display sehingga susah memberikan rangsangan pada pekerja untuk beraksi meliputi: a) terlalu kecil b) terlalu besar c) bercampur dengan gangguan d) di luar batas penerimaan indera manusia e) perlu diamati lebih teliti f) perlu disimpan untuk jangka waktu lama, misalnya peta g) harus dirubah dalam format yang lain, misalnya sirine, bau gas. Komponen manusia terdiri atas efektor, indera dan pemroses informasi. Efektor adalah bagian dari tubuh manusia yang memberikan aksi kepada mesin/alat. Bagian ini mencakup tangan (jari-jari sampai pergelangan tangan), kaki (jari-jari dan telapak kaki), serta suara. Bagian tubuh ini berfungsi untuk memberikan perintah kepada alat sesuai dengan kebutuhan dari pekerjaan yang dikehendaki.
Pada
alat-alat
tradisional
sebagian
besar
pengendalinya
digerakkan/dioperasikan dengan tangan atau kaki. Namun beberapa alat modern saat ini banyak yang menggunakan perintah berupa suara. Aksi dari efektor harus cukup untuk menggerakkan control pada alat, sehingga dalam hal ini diperlukan perhitungan besarnya tenaga yang diperlukan, dan berapa kekuatan tangan atau kaki sesuai dengan data antropometri newtonian. Setelah alat bekerja, kondisi kerja akan ditampilkan alat dalam bentuk display. Informasi ini akan ditangkap indera manusia, yang terdiri dari panca indera. Jika informasi berupa visual dispaly, maka akan ditangkap oleh mata. Jika informasi berupa temperatur, akan ditangkap oleh indera perasa pada kulit dan seterusnya. Informasi keadaan alat ini selanjutnya akan dikirim ke otak untuk diolah, dibandingkan dengan referensi yang dimiliki operator/manusia. Jika informasi ini sudah sesuai dan dalam kondisi baik, maka operator tidak akan memberikan aksi tambahan kepada alat melalui efektor. Namun jika informasi ini kurang baik atau belum sesuai dengan keadaan yang dikehendaki sesuai dengan referensi operator, maka operator akan memberikan aksi melalui efektor untuk mengatur kondisi operasi mesin, demikian
26
seterusnya. Proses ini berjalan terus sehingga kondisi mesin dapat bekerja sesuai dengan yang dikehendaki sepanjang waktu kerjanya. Dalam melakukan pekerjaan, manusia juga memiliki suatu perilaku/behaviour yang akan menentukan apakah dia akan bekerja sesuai tugas dengan baik atau tidak. Salah satu aspek pendukung perilaku kerja manusia adalah motivasi. Seseorang yang memiliki motivasi yang baik akan melakukan kerja dengan baik, sedikit melakukan kesalahan (human error), produktivitas tinggi dan tingkat kelelahan dan kecelakaan kerja yang rendah. Komponen ketiga dalam man-machine model dari Leamon adalah komponen lingkungan. Komponen lingkungan terdiri dari ruang kerja (work space), lingkungan fisik, dan lingkungan organisasi. Ruang kerja adalah ruangan yang diperlukan untuk meletakkan alat, material, pendukung, ruang gerak serta ruang meletakkan hasil kerja. Lingkungan fisik meliputi kondisi pencahayaan, kebisingan, getaran, polusi, kelembaban, bau-bauan, dan temperatur. Kondisi fisik ini akan mempengaruhi langsung kepada manusia, sebab manusia memiliki keterbatasan fisik dan psikis dalam menerima kondisi lingkungan. Jika ambang batas kemampuan manusia dilewati, akan menimbulkan ketidaknyamanan, kelelahan yang berlebihan, motivasi kerja yang menurun, banyaknya kesalahan serta secara umum akan menurunkan produktivitas kerja. Lingkungan organisasi mencakup bagaimana pengorganisasian pekerjaan, pembagian jam kerja dan jam istirahat, kompensasi yang didapat pekerja, hari libur kerja, sistem kerja lembur dan sebagainya yang menyangkut organisasi dari perusahaan/tempat kerja tersebut. Wignjosoebroto (2003) memberikan penjelasan tentang posisi manusia dalam sistem kerja seperti pada Gambar 9. Komponen sistem kerja terdiri dari human operator, firmware, sofware, hardware dan dipengaruhi oleh lingkungan. Output dari sistem akan memberikan input sehingga perlu peningkatan kinerja selanjutnya. Sistem kerja akan didesain ulang sehingga mendapatkan nilai output yang dikehendaki
27
Gambar 9 Posisi manusia dalam sistem kerja (Sumber: Wignjosoebroto 2003) 2.2.2
Prinsip FJM dan FMJ Menurut Bridger (1995), dalam perancangan sistem kerja, perancangan akan
mempertimbangkan 2 komponen yang saling terkait yaitu komponen manusia dan komponen pekerjaan. Manusia akan selalu berinteraksi dengan pekerjaan dengan segenap kemampuan dan keterbatasan yang dimiliki. Di lain fihak sistem menuntut
agar
pekerjaan
dapat
diselesaikan
tanpa
banyak
kesalahan,
menghasilkan kualitas produk yang baik dan dapat diselesaikan dalam waktu yang cepat. Keberhasilan dari sebuah sistem kerja dapat dilihat dari tingkat efektifitas, efisiensi dan produktivitas kerja. Semakin baik sebuah sistem kerja artinya semakin efisien, semakin efektif dan semakin produktif. Dalam melakukan perancanangan sistem kerja, perancang dihadapkan dengan 2 pilihan prinsip perancangan yaitu prinsip ‘fit the man to the job’ (menyesuaikan manusia kepada tuntutan pekerjaan), dan prinsip ‘fit the job to the man’ (menyesuaikan pekerjaan dengan kemampuan dan keterbatasan manusia). Prinsip fit the man to the job didasarkan pada pemikiran bahwa produktivitas dan efisiensi suatu sistem kerja dapat ditingkatkan dengan cara memilih pekerja yang sesuai dengan tugas dan kondisi kerja yang harus dihadapi. Prinsip ini sesuai untuk beberapa pekerjaan, terutama yang menyangkut keamanan baik keamanan institusi, komunitas maupun keamanan negara. Misalnya
28
pekerjaan sebagai operator sistem keamanan bank yang harus memiliki kualifikasi khusus di bidang information technology (IT), serta memiliki integritas moral yang sangat baik. Hal ini harus dilakukan karena nasib bank tersebut termasuk jutaan nasabah tergantung kepada hasil kerjanya. Kesalahan sekecil apapun akan memiliki imbas yang sangat besar, sehingga harus dapat dihindari. Contoh lain adalah pekerjaan pilot pesawat tempur. Pekerjaan ini menuntut manusia/pilot memiliki kemampuan fisik sangat luar biasa, karena akan dituntut melakukan menuver-manuver ekstrim yang sangat sulit. Tuntutan lain pada pilot adalah kecerdasan tinggi sebab pada kondisi perang yang sesungguhnya perhitungan penyerangan atau bertahan bukan saja mempertaruhkan nyawa sang pilot, namun juga keamanan negara. Pilot juga dituntut memiliki moral sangat baik, memiliki kesetiaan terhadap institusi bahkan harus berjiwa patriotik sejati. Dalam 2 kasus di atas, prinsip perancangan yang harus memilih, menyesuaikan dengan tuntutan pekerjaan tepat untuk diambil. Namun demikian, jika prinsip ini diterapkan dalam banyak pekerjaan yang tidak menyangkut keamanan terlalu mendasar, maka akan menimbulkan banyak kesulitan, misalnya perancangan lantai produksi di perusahaan tekstil yang memerlukan jumlah pekerja sangat banyak, dilakukan sepanjang hari (24 jam, 3 shift). Jika pada saat melakukan perancangan alat kerjanya hanya berdasarkan kepada kebutuhan, dan hasilnya adalah alat canggih yang rumit, maka akan sangat kesulitan mencari operator apalagi dalam jumlah ribuan. Pendekatan alternatif dalam perancangan sistem kerja adalah prinsip fit the job to the man menitik-beratkan
yang mendasarkan metode perancanan sistem kerja dengan kepada
manusia/pekerjanya.
Perancang
akan
melihat
karakteristik manusia sebagai pertimbangan utama dalam menentukan tingkat kesulitan dari sebuah alat. Karakteristik
yang dimaksud mencakup karakter
anatomi, fisiologis dan psikologisnya. Jika sebuah alat disesuaikan dengan kemampuan manusia, maka pada waktu penggunaan alat tersebut akan dapat berjalan dengan lancar, operator tidak banyak melakukan kesalahan dan dengan demikian efisiensi dan efektifitas juga akan meningkat. Contoh perancangan yang sesuai dengan prinsip ini sangat banyak. Pendek kata selain sistem kerja yang menyangkut sistem keamanan, prinsip fit the job to the man dapat digunakan.
29
Prinsip ini yang sampai dengan saat ini dianggap paling ergonomi dalam merancang sistem kerja. 2.2.3
Ergonomi Mikro dan Makro Sampai saat ini ada dua pendekatan perancangan secara ergonomi yaitu
pendekatan ergonomi mikro dan ergonomi makro.
Pada awal perkembangan
ergonomi, para ergonom lebih memfokuskan pada perancangan sistem kerja yang menitikberatkan
pada
kaitan
kesesuaian
kemampuan
manusia
dengan
pekerjaan/tugas yang harus diselesaikan. Pendekatan seperti ini menurut Pulat (1991) adalah ciri khusus dari ergonomi mikro. Tahapan proses dari pendekatan ergonomi mikro adalah sebagai berikut: a) Identifikasi masalah. b) Pembandingan pekerjaan/tugas dengan kemampuan manusia. Kemudian memverifikasi apakah benar-benar ada masalah dengan persoalan yang dimaksud. c) Pengembangan solusi alternatif, mencakup solusi teknis dan administratif. d) Memilih solusi terbaik. e) Mengimplementasi solusi. f) Melakukan tindak lanjut (follow up). Dari tahapan di atas terlihat bahwa interaksi di luar lingkungan fisik hanya diperhatikan pada saat implementasi dan tindak lanjut. Pendekatan ini yang nantinya diubah dalam ergonomi makro. Dalam perkembangan selanjutnya, Hendrick (1987, 2002) menyampaikan suatu pendekatan perancangan sistem kerja yang dikaitkan dengan struktur organisai, interaksi manusia dan organisasi serta aspek motivasi dalam pekerjaan. Pendekatan ini dikenal dengan Macro Ergonomics. Di dalam sistem industri, pendekatan ini disebut juga dengan Organizational Design (OD) dan digunakan dalam perancangan struktur organisasi dan hubungan antar komponen struktur tersebut. Dalam paper yang berjudul “Macro Ergonomics : A Concep Whose Time Has
Come”,
Hendrick
menyampaikan
bahwa
ada
3
urutan
generasi
pengembangan. Generasi pertama adalah ergonomi yang memfokuskan pada perancangan tugas secara spesifik, kelompok kerja, hubungan manusia-mesin,
30
termasuk display, pengaturan ruang kerja, lingkungan fisik kerja. Penelitian ergonomi dalam tahap ini diarahkan pada antropometri dan karakteristik fisik manusia dan implikasinya dalam perancangan alat. Menurut IEA, definisi ergonomi generasi pertama ini disebut Physical Ergonomics. Generasi kedua menitikberatkan pada peningkatan perhatian faktor kognitif kerja yang direfleksikan dalam perancangan sistem. Model pengembangan yang ditekankan adalah user-system interface technology. Pengembangan ergonomi di era kedua ini menjadi dasar pada pengembangan selanjutnya karena sudah mulai banyak menyentuh masalah sistem teknologi. Pendekatan yang serupa ini di Amerika Serikat disebut juga Human Factor Engineering. Menurut IEA, ranah ini disebut dengan Cognitive Ergonomics. Generasi ketiga yang menurut IEA disebut dengan Organizational Ergonomics, lebih menitikberatkan pada perancangan sistem secara makro, optimisasi sistem kerja dalam kaitannya dengan perilaku organisasi dan psikologi organisasi. Model pengembangan yang ditekankan adalah organization-machine interface technology. Pendekatan ini disebut dengan ergonomi makro, dimana dalam proses perancangan dilakukan penilaian terhadap organisasi dari atas ke bawah menggunakan pendekatan sistem sosio-teknik. Yang perlu diperhatikan adalah bahwa perancangan level komponen atomistik spesifik tidak dapat dilakukan secara efektif tanpa diawali dengan membuat keputusan ilmiah tentang keseluruhan organisasi, termasuk bagaimana hal tersebut nantinya akan diatur. Perbedaan utama antara
pendekatan micro ergonomics dan macro
ergonomics dipaparkan pada Tabel 1. Aspek penerapan ergonomi makro memiliki jangka pendek sehingga memerlukan penelitian berkelanjutan untuk dapat mengikuti perkembangan sistem organisasi yang sangat dinamis. Masalah lain yang membuka peluang penelitian adalah perbedaan tempat dan waktu yang akan berbeda satu dengan yang lain sesuai dengan pola hidup dan kehidupan masyarakat setempat. Pendekatan lain yang serupa dan merupakan ranah ergonomi makro diperkenalkan oleh Manuaba (2002, 2005) dengan istilah SHIP Approach. SHIP merupakan singkatan dari Sistemic, Holistic, Interdisciplinary, Participatory. Pendekatan ini merangkum dari berbagai kepentingan perencanaan dan dalam
31
cakupan aspek yang sangat luas, sehingga tingkat keberterimaan hasil di lapangan sangat baik. Artinya dalam merancang sistem kerja harus mempertimbangan segala faktor terkait dan dalam tinjauan sistem (bukan parsialis), setiap elemen harus diintegrasikan dalam rancangan dengan prinsip optimasi dan harus melibatkan pihak-pihak terkait dalam pertimbangan rancangannya. Tabel 1 Perbandingan antara Ergonomi mikro dan Ergonomi makro. Micro Ergonomics Macro Ergonomics Level of detail
Micro
Macro
Unit of Work
Task-sub task
Group, Division
Goal
Optimize Worker
Optimize Work System
Focus
Details
Broad Overview
Measurement tools
Generally physical
Generally organizational
measure such as length,
and/or subjective measures
force, lumens, decibles,
such as number of people,
time
span of control, attitude, morale
Reseach History as Part 20 - 40 years
3 – 5 years
of Ergonomics Field Application History
10 -20 years
1 – 2 years
Application Skill
Anatomy, Physiology,
Organizational Behavior,
Perceptual Psychology,
Organizational Psychology
Industrial Engineering
(sumber : Pulat, Babur Mustafa dan David C. Alexander (Editors), Industrial Ergonomics – Case Study, 1991) Dalam perkembangan terbaru bahkan masalah pengembangan berkelanjutan (sustainable environment, sustainable energy dan sutainable development) sangat dipertimbangkan dalam perancangan sistem kerja. Pendekatan participatory ergonomic juga dikemukakan oleh Haims (1998), Jeppensen (2003), dan Hignet (2005), dan untuk menentukan strategi dan penelitian sistem kerja bergilir, melakukan perbaikan secara kontinyu dan sebagai solusi perancangan ergonomi. Dalam penelitian penulis sebelumnya (Widodo 2005), diketemukan terjadinya perubahan ritme biologi yang terkait dengan ritme sosio-spiritual sebuah komunitas yang pada gilirannya harus diperhatikan khususnya dalam perancangan
32
sistem kerja bergilir. Jika hal tersebut diabaikan akan terjadi ketidakseimbangan pola kehidupan individu dan terjadi kesenjangan dalam kehidupan sosial kemasyarakatan. 2.2.4
Aplikasi Ergonomi Makro di Industri Beberapa aplikasi ergonomi makro di industri yang sudah dan sedang
dikembangkan antara lain Ergonomics Circle at Work, Crew Toolbox Meetings, Work Teams, Autonomous Work Group, Shifting Work Hour, Sociotechnical System Approach, Sistemic Holistic Interdisciplinair Partisipatory (SHIP) Approach dan lain-lain. Semua aplikasi tersebut memberikan hasil bahwa perancangan sistem kerja yang sukses (terutama di industri) harus memperhatikan faktor manusia (fisik, psikis, emosional dan spiritual), hubungan antar pekerja, pengaruh sosial dan lingkungan, pola perilaku organisasi, serta proses pengorganisasian masyarakat secara menyeluruh. Nagamachi (1996) telah mengkaji masalah hubungan antara perancangan sistem kerja, ergonomi makro dan produktivitas. Dalam penelitian tersebut ditunjukkan bahwa ada hubungan sangat erat antara perkembangan teknologi dan perkembangan manusia, terutama dalam sistem industri yang banyak melibatkan tenaga kerja. Harus dilakukan harmonisasi dari kedua aspek tersebut sehingga akan didapatkan sistem yang produktivitasnya meningkat. Hendrick (2002) mempublikasikan bahwa perancangan ergonomi yang baik mencakup ergonomi makro dan mikro yang dikaitkan dengan organisasi akan memberikan keuntungan ekonomi yang juga baik. Efektifitas organisasi juga akan meningkat jika Ergonomi Makro diterapkan dalam rancangan kerja organisasi. Sedangkan menurut Demerouti (2004), terdapat hubungan antara konflik di rumah, tanggung jawab pekerjaan, kesehatan kerja dan tingkat absensi dari pekerja dengan tatacara pengaturan kerja bergilir. Tidak terlalu bermasalah bagi pekerja yang selalu bekerja siang hari (dayshift) selama seminggu, sedangkan bagi pekerja yang bekerja senantiasa pergiliran malam akan mengalami konflik di rumah yang cukup banyak walaupun ada hari libur pada akhir minggu. Dengan demikian harus ada fleksibilitas pengaturan kerja bergilir sesuai karakter individu pekerja. Cruz et al. (2003) menyatakan bahwa pengaturan kerja bergilir dengan rotasi searah jarum
33
jam dan berlawanan arah tidak terlalu mempengaruhi durasi tidur, waktu dan kualitasnya, tetapi yang menjadi masalah adalah perubahan pada pergiliran pagi (06.00) dan pergiliran tengah malam (10.00). Dalam berbagai penelitiannya, Costa (2002) yang mengkaji pengaruh dan dampak sosial dari pengaturan jam kerja bergilir (shiftwork). Hasil penelitiannya menyatakan bahwa biaya sosial akibat pengaturan jam kerja lembur sangat besar untuk jangka waktu yang panjang. Perancangan jam kerja bergilir harus mempertimbangkan ritme biologi (circardian rhythm), serta ritme social masyarakat pekerja tersebut (socio rhythm). Seperti dikutip Kroemer (2001) bahwa menurut Colligan dan Tepas, beberapa pola biologis manusia mengikuti ritme yang senantiasa berulang selama satu hari. Keberulangan ini tergantung dari berbagai kebiasaan hidup masing-masing individu. Berbagai ritme biologi manusia dapat dilihat pada Gambar 10.
degrees (Celcius)
beasts/min
mm Hg
μmoles/ min Midnight
Noon
Midnight
Gambar10 Berbagai ritme biologi manusia (circardian rhythm) selama 1 hari (sumber : Kroemer 2001)
34
Efek dari circardian Rythm juga dibahas oleh Natale et al. (2003), yang mempengaruhi tipologi kebiasaan tidur-bangun pada pengendali lalu lintas udara. Secara khusus dalam ranah teknologi manufaktur, Pinochet et al. (1996), melakukan konstruksi sistem knowledge-based untuk mendiagnosis integrasi sosioteknik pada teknologi manufaktur yang modern. Beberapa peneliti lain seperti Carayon (2000), Kleiner (2001), dan Axtell (2001) juga mencermati tentang berbagai hubungan penerapan teknologi, pendekatan ergonomi dan aspek sosioteknik yang ditimbulkan. 2.3 Lingkungan Fisik Tempat Kerja Lingkungan fisik ruang kerja mencakup kondisi fisik yang terdiri dari kebisingan, temperatur, kelembaban, getaran, pencahayaan, bau-bauan, sirkulai dan tingkat polusi. Kondisi fisik ruang kerja sangat mempengaruhi kinerja operator, apalagi jika posisi kerja operator di ruang tersebut harus terpapar dalam waktu yang cukup lama. Pengaturan lingkungan fisik yang baik harus dilakukan dengan memperhatikan tingkat ambang batas ketahanan fisik dan psikis pekerja. Jika dalam hal tertentu kondisi lingkungan fisik tidak dapat diubah, alat pelindung diri (APD) harus dipersiapkan untuk melindungi pekerja. Alat pelindung diri sangat membantu pekerja dalam menghadapi kondisi ekstrim lingkungan kerja. Namun kesadaran ini di lapangan belum merata. Masih banyak pekerja yang enggan untuk menggunakan APD dengan alasan mengganggu gerakan, panas atau tidak nyaman. Dengan demikian perlu senantiasa diberikan pencerahan dan pengarahan kepada seluruh pekerja agar kesadaran untuk melindungi diri sendiri ini terbentuk dan risiko kecelakaan kerja dapat dikurangi. Berikut dipaparkan halhal utama yang merupakan komponen lingkungan fisik ruang kerja. 2.3.1 Kebisingan Menurut Suma’mur (1996), bunyi didengar sebagai rangsangan-rangsangan pada telinga melalui media elastis, dan manakala bunyi-bunyi tersebut tidak dikehendaki, maka dinyatakan sebagai kebisingan. Kebisingan dapat didefinisikan sebagai bunyi yang tidak disukai, suara yang mengganggu atau bunyi yang menjengkelkan yang dalam jangka waktu yang panjang akan dapat mengganggu kenyamanan saat bekerja. Keberadaan kebisingan sedapat mungkin harus
35
dihilangkan, setidaknya harus dikendalikan sehingga dampak yang ditimbulkan tidak terlalu merugikan, tetapi seharusnya kebisingan yang terjadi tidak boleh menimbulkan kerugian bagi pekerja yang ada. Menurut Moriber (1974), bising adalah sesuatu hal yang berbeda dari polutan yang lain dalam hal: a) Keberadaannya yang gampang menghilang, tidak seperti polutan udara lainnya yang bisa terakumulasi di atmosfer. b) Menimbulkan masalah pada masyarakat yang tidak dilibatkan dalam berbagai interaksi antara tumbuhan, hewan, dan manusia. Jenis-jenis kebisingan yang sering ditemukan di lingkungan kerja menurut Suma’mur (1996), yaitu sebagai berikut: a) Kebisingan kontinyu dengan spektrum frekuensi yang luas (steady state, wide band noise), misalnya mesin-mesin, kipas angin, dll. b) Kebisingan kontinyu dengan spektrum frekuensi sempit (stedy state, narrow band noise), misalnya gergaji sirkuler, katup gas, dll. c) Kebisingan terputus-putus (intermittent), misalnya lalu lintas, suara pesawat terbang di lapangan udara. d) Kebisingan impulsif (impact or impulsive noise), seperti tembakan senapan atau meriam, ledakan. e) Kebisingan impulsif berulang, misalnya mesin tempa di perusahaan. Tabel 2 Tingkat kebisingan dalam kantor Keadaan Kantor sangat tenang, penggunaan telepon memuaskan, cocok untuk konferensi besar Kantor tenang, memuaskan untuk konferensi (jarak meja 15 kaki) Memuaskan, dengan jarak meja 6-8 kaki Percakapan telepon agak terganggu Tidak memuaskan untuk konferensi lebih dari 2 sampai 3 orang Sangat bising untuk konferensi Sumber : Depnaker (1999)
Level (dB) 20-30 30-35 35-40 40-50 50-55 >55
36
Tabel 3 Tingkat kebisingan dalam industri Level (dB)
Keadaan
85-100
Terdapat pada pabrik tekstil, tempat kerja mekanis seperti penggiling, pengguna udara bertekanan, bor listrik, gergaji mekanis, dan lain-lain Terdapat pada pabrik pengalengan, ruang ketel, pneumatic
100-115
drill, dan sebagainya Terdapat pada mesin-mesin diesel besar, mesin turbin,
115-130
pesawat terbang dengan mesin turbo, compressor, sirine, dan lain-lain Terdapat pada mesin-mesin jet, roket, dan peledak
130-160
Sumber : Depnaker (1999) Tabel 4 Skala tingkat bising Skala
Tingkat Bising
Intensitas
(dB(A))
Menulikan
100-120
Sangat hiruk
80-100
Kuat
60-80
Sedang
40-60
Tenang
20-40
Sangat tenang
0-20
Ilustrasi Halilintar, meriam, mesin uap Jalan
hiruk
pikuk,
perusahaan
gaduh, pluit Kantor
gaduh,
jalan
pada
umumnya, radio Rumah gaduh, percakapan kuat, kantor pada umumnya Rumah tenang, percakapan biasa, kantor perorangan Berbisik, suara daun jatuh, tetesan air
Sumber : Notoatmodjo ( 2003)
Intensitas atau arus energi persatuan luas biasanya dinyatakan dalam suatu logaritmik yang disebut desibel (dB) dengan membandingkan kekuatan dasar 0.0002 dyne/cm2 (2x10-5 N/m2) yaitu kekuatan dari bunyi dengan frekuensi 1000 Hz yang tepat dapat didengar oleh telinga normal. Ukuran kebisingan dinyatakan
37
dengan istilah sound pressure level (SPL). Alat yang digunakan untuk mengukur kebisingan yaitu sound level meter. Alat ini mengukur kebisingan diantara 30-130 dB dan dengan frekuensi 20-20000 Hz. Hasil keluaran pengukuran dengan alat ini adalah desibel (dB) dengan menggunakan dasar persamaan (Chanlett, 1979): SPL = 10 log (P/Pref)2..........................................................................(1) dimana SPL : tingkat tekanan kebisingan (dB) P
: tekanan suara (N/m2)
Pref : tekanan bunyi reference (2x10-5 N/m2) Terdapat 3 skala pengukuran untuk sound level meter yaitu: a) Skala pengukuran A: untuk memperlihatkan perbedaan kepekaan yang besar pada frekuensi rendah dan tinggi yang menyerupai reaksi telinga untuk intensitas rendah (35-135 dB). b) Skala pengukuran B: untuk suara dengan kekerasan yang moderat (> 40 dB) tetapi sangat jarang digunakan dan mungkin tidak digunakan lagi. c) Skala pengukuran C: digunakan untuk suara yang sangat keras (> 45 dB) yang menghasilkan gambaran respon terhadap bising antara 20 sampai dengan 20000 Hz. Pada dasarnya pengaruh kebisingan pada jasmani para pekerja dibagi menjadi 2 golongan (Soemanegara 1975), yaitu: a) Tidak mempengaruhi indera penginderaan tetapi memberikan pengaruh berupa keluhan samar-samar dan tidak jelas berwujud penyakit. b) Pengaruh terhadap indera pendengaran baik bersifat sementara ataupun bersifat permanen (tetap), terdiri dari: 1) Accoustic trauma, yaitu tiap-tiap pelukaan insidential yang merusak sebagian atau seluruh alat-alat pendengaran disebabkan oleh letusan senjata api, ledakan-ledakan atau suara yang dahsyat. 2) Occuptional deafness, yaitu kehilangan sebagian atau seluruh pendengaran seseorang yang bersifat permanen pada satu atau kedua telinga disebabkan oleh bising atau suara gaduh yang terus menerus dilingkungan kerja. Lama mendengar ditentukan oleh beban bising yaitu jumlah perbandingan antara waktu mendengar pada tingkat bising tertentu dengan waktu mendengar pada tingkat bising bersangkutan sesuai dengan Tabel 4. Nilai ambang batas
38
kebisingan menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) secara umum adalah 85 dB(A). Namun untuk menghitung waktu terpapar aman terhadap kebisingan dapat menggukan 2 buah standar yaitu : The U.S. Department of Defense standard (standar DOD) dan Occuptional Safety and Health Administration standard (standar OSHA). Rumus yang digunakan pada pada kedua standar adalah: Untuk DOD : Waktu (jam) =
8 2
L −84 ) / 4
........................................(1)
8 .......................................(2) 2 L −90 ) / 5 dimana : L = intensitas kebisingan (dB)
Untuk OSHA : Waktu (jam) =
Tabel 5 Beberapa standar nilai ambang batas kebisingan dan lama kerja kontinu yang diperkenankan ISO 85 ... 88 ... 91 94 97 100
Intensitas (dB) OSHA Indonesia (MENAKER) 90 85 92 87.5 95 90 97 92,5 100 95 105 100 110 105 115 110
Waktu kerja (jam) 8 6 4 3 2 1 0,5 0,25
Sumber (Sudirman 1992 dalam Wijaya 2005) Untuk meminimalisasi efek kebisingan yang ditimbulkan terhadap kesehatan manusia, upaya pengendalian kebisingan di antaranya sebagai berikut: a) Pengendalian keteknikan, yaitu memodifikasi peralatan penyebab kebisingan, modifikasi proses dan modifikasi lingkungan dimana peralatan dan proses tersebut berjalan. b) Pengendalian sumber kebisingan, yang dilakukan dengan subtitusi antar mesin, proses dan material terutama penambahan penggunaan spesifikasi kebisingan pada peralatan baru. c) Perlindungan diri, yaitu dengan menggunakan sumbat telinga Alat-alat tersebut dapat mengurangi intensitas kebisingan sekitar 20 - 30 dB.
39
2.3.2
Suhu dan Kelembaban Salah satu kondisi lingkungan fisik yang sangat mudah dideteksi adalah
temperatur. Keadaan pabrik yang terdiri dari beberapa mesin yang berputar sepanjang hari akan menghasilkan panas yang cukup tinggi di lingkungan sekitar. Suhu kerja adalah suhu lingkungan tempat kerja yang merupakan kombinasi suhu udara, kelembaban udara, kecepatan gerak dan suhu radiasi. Kelembaban adalah banyaknya air yang terkandung dalam udara (dinyatakan dalam %) dan sangat dipengaruhi oleh temperatur udara. Dalam bekerja diperlukan suhu lingkungan yang baik, misalnya di tempat kita bekerja ditanami pohon-pohonan agar memberikan rasa sejuk bagi pekerja. Seorang pekerja dalam melakukan kegiatannya sebaiknya dalam keadaan suhu badan yang normal agar konsentrasi pekerjaannya tidak terganggu. Suhu badan manusia konstan dengan sedikit fluktuasi di sekitar 37 °C terdapat di bagian dalam otak, jantung, dan organ bagian dalam (= suhu inti). Suhu inti yang konstan diperlukan agar alat-alat itu dapat berfungsi normal, sedang perubahan yang menyolok tidak baik karena tidak akan sesuai dengan kehidupan makhluk yang berdarah panas (Sulistyadi dan Susanty 2003).
Berdasarkan penelitian suhu
optimum kerja daerah tropis (di Indonesia) antara 24 - 26 °C. Menurut Sulistyadi (2003) kelembaban relatif normal pada saat bekerja antara 50-70%. 2.3.3
Pencahayaan Menurut Susanti (2003), ada tiga aspek penting tentang pencahayaan yaitu
kekuatan, arah datang dan jenis cahaya. Kesalahan sering dilakukan karena pemahaman yang tidak benar yaitu semakin terang berarti semakin baik. Pada kenyataannya kekuatan cahaya yang berlebihan akan cepat melelahkan mata sebagaimana halnya pencahayaan yang kurang: mata akan silau akibat pantulan cahaya yang terlampau kuat, dan bekerja berat bila cahaya tak mencukupi. Jumlah pencahayaan yang dibutuhkan pada berbagai aktivitas terdapat pada Tabel di bawah ini. Kadar cahaya didefinsikan sebagai “kepadatan (density) sinar yang mengalir dari sebuah sumber cahaya (sumber energi radian)”. Satuan internasional
40
yang dipakai adalah ‘lux” ialah banyaknya cahaya yang menerpa sebuah bidang. Selain itu sering dipakai satuan lumen (lm) dan candela (Cd). Tabel 6 . Pemandu Untuk Kadar Cahaya Kebutuhan kadar cahaya
Hasil pekerjaan
Jenis pekerjaan
80- 170
Tidak cermat
Melihat
170 – 350
Agak cermat
Memasang
350 – 700
Cermat/Teliti
Mambaca, menggambar
1000 - 10 000
Amat Teliti
Mencocokkan
Sumber : Susanti (2003) Kecerahan (luminance) merupakan ukuran dari sebuah permukaan yang memancarkan sinar atau yang memantulkan sinar dan surnber cahaya. Pencahayaan sangat mempengaruhi kemampuan manusia untuk melihat obyek secara jelas, cepat, tanpa menimbulkan kesalahan. Kebutuhan akan pencahayaan yang baik akan makin diperlukan pada saat mengerjakan suatu pekerjaan yang memerlukan ketelitian pada penglihatan. Kemampuan mata untuk dapat melihat obyek dengan jelas ditentukan olch ukuran obyek, derajat kontras diantara obyek dan sekelilingnya, luminensi (brigntness) dan lama kegiatan melihat. Arah yang salah dari datangnya cahaya dapat menyebabkan silau sehingga menimbulkan bayangan pada permukaan pandang.
Keadaan bayangan dapat
ditentukan oleh jenis cahaya. Cahaya lampu pijar menimbulkan bayangan yang tajam, berbeda dengan lampu neon, sementara itu jenis lampu dapat berperan dalam mencitrakan warna 2.3.4
Getaran Getaran mekanis merupakan getaran yang ditimbulkan oleh alat mekanis.
Besarnya getaran sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu intensitas, frekuensi, dan lamanya paparan terhadap getaran tersebut. Getaran tersebut dapat menyebabkan terganggunya konsentrasi kerja, mempercepat proses kelelahan dan menyebabkan gangguan pada anggota tubuh seperti: mata, telinga, saraf, otot dan lain-lain (Sulistyadi 2003). Menurut Bridger (1995), getaran dengan frekwensi antara 4-8 Hz sangat berbahaya. Menurut ISO (ISO 2631-1, 1985), getaran dengan percepatan lebih besar dari 0.32 m/s2 dapat
41
menimbulkan efek yang sangat serius bagi kesehatan seperti kesulitan dalam menulis atau minum, sulit bicara dan pandangan mata kabur. 2.4
Kelelahan Menurut Grandjean (1988), kelelahan adalah berkurangnya sebagian
kemampuan fisik maupun non fisik manusia. Kelelahan merupakan fenomena dimana seseorang akan mengalami penurunan produktivitas dalam bekerja. Tarwaka et al.(2004) mengatakan definisi kelelahan adalah suatu mekanisme perlindungan tubuh agar tubuh terhindar dari kerusakan lebih lanjut sehingga terjadi pemulihan setelah istirahat. Kelelahan adalah aneka keadaan yang disertai penurunan efisiensi dan ketahanan dalam bekerja (Sedarmayanti 1996). Ramadhani (2003) mengatakan definisi kelelahan kerja adalah suatu pola yang timbul pada suatu keadaan yang secara umum terjadi pada setiap orang, yang telah tidak sanggup lagi untuk melakukan kegiatan. Kelelahan adalah suatu kondisi yang telah dikenal dalam kehidupan sehari hari yang mengarah pada kondisi melemahnya tenaga untuk melakukan suatu kegiatan (Suma'mur 1989). Menurut Sritomo Wignjosoebroto (2008), jenis kelelahan terbagi menjadi 2 yaitu kelelahan otot dan kelelahan umum. Kelelahan Otot (Muscular Fatique) adalah kelelahan yang disebabkan karena aktifitas otot yang berlebihan. Kelelahan otot ditunjukkan melalui gejala sakit nyeri yang luar biasa, seperti ketegangan otot pada daerah sendi. Kelelahan otot adalah gejala nyeri atau sakit mendadak yang terjadi pada otot yang mengalami pembebanan berlebihan yang terlokalisir ditempat tersebut. Tanda-tandanya: kekuatan kontraksinya melemah, kontraksi dan relaksasi melamban serta fase laten memanjang. Otot yang lelah akan menyebabkan gangguan koordinasi, sehingga dapat meningkatkan resiko atau kemungkinan terjadinya kesalahan dan kecelakaan kerja, di samping itu pada otot yang lelah kandungan asam laktat dan karbondioksidanya akan meningkat (Kurniawan 2000). Secara fisiologi dan gejala yang ditunjukkan tidak hanya berupa berkurangnya tekanan fisik namun juga pada makin rendahnya gerakan. Kelelahan fisik ini dapat menyebabkan sejumlah hal yang kurang menguntungkan seperti melemahnya kemampuan tenaga kerja dalam melakukan pekerjaannya dan meningkatnya kesalahan dalam melakukan kegiatan dan akibat fatalnya adalah terjadinya kecelakaan kerja.
42
Kelelahan Umum (General fatique) adalah suatu perasaan letih yang luar biasa dan terasa aneh yang berupa perasaan lamban dan keengganan untuk melakukan aktifitas. Beberapa jenis kelelahan fisik secara umum dapat dikelompokkan sebagai berikut: a) Kelelahan penglihatan muncul dari terlalu letihnya mata. b) Kelelahan seluruh tubuh sebagai akibat terlampau besarnya beban fisik bagi seluruh organ tubuh. c) Kelelahan mental yang disebabkan oleh pekerjaan yang bersifat mental dan intelektual. d) Kelelahan saraf yang disebabkan oleh karena terlalu tertekannya salah satu bagian dari sistem psikomotorik. e) Terlalu monotonnya pekerjaan dan suasana sekitarnya. f) Kelelahan kronis sebagai akibat terjadinya akumulasi efek kelelahan pada jangka waktu panjang. g) Kelelahan siklus hidup sebagai bagian dari irama hidup siang dan malam serta pertukaran periode tidur Gambaran mengenai gejala kelelahan (Fatique Symptom) secara subjektif dan objektif menurut Rama (2003), antara lain: a) Perasaan lesu, ngantuk dan pusing b) Tidak atau kurang mampu berkonsentrasi c) Berkurangnya tingkat kewaspadaan d) Persepsi yang buruk dan lambat e) Tidak atau berkurangnya gairah untuk kerja f) Menurunnya kinerja jasmani maupun rohani Bila kelelahan telah merupakan keadaan penyakit, kelelahan tersebut telah bersifat medis dan gejala-gejala yang ditemukan pada tenaga kerja menurut Suma'mur (1989), adalah: a) Pusing kepala b) Jantung berdebar-debar c) Nafas sesak d) Hilang nafsu makan e) Gangguan pencernaan
43
f) Tidak bisa tidur Nurmianto (1996) mengatakan bahwa kelelahan dapat ditandai dengan kondisi yang cenderung untuk mengantuk, gejala-gejalanya adalah: a) Rasa letih, lelah, lesu dan lemah b) Mengantuk c) Motivasi kerja menurun d) Rasa pesimis Terdapat 5 kelompok sebab kelelahan menurut Suma'mur (1989), yaitu: a) Keadaan monoton b) Beban dan lamanya pekerjaan baik fisik maupun mental c) Keadaan lingkungan seperti: cuaca kerja, penerangan dan kebisingan d) Keadaan kejiwaan seperti: tanggung jawab, kekhawatiran dan konflik e) Penyakit, perasaan sakit dan keadaan gizi Grandjean (1988) menjelaskan bahwa faktor penyebab terjadinya kelelahan di industri sangat bervariasi, dan untuk memelihara/mempertahankan kesehatan dan efisiensi, proses penyegaran harus dilakukan di luar tekanan (cancel out the stress). Penyegaran terjadi terutama selama waktu tidur malam, tetapi periode istirahat dan waktu-waktu berhenti kerja juga dapat memberikan penyegaran. 2.5
Beban Kerja Menurut Mc. Cormick dan Sanders (1978), metabolisme merupakan proses
kimia yang mengubah bahan makanan menjadi dua bentuk, yaitu energi panas dan energi mekanik. Energi panas terjadi akibat kita melakukan suatu pekerjaan, dan energi mekanik digunakan untuk kegiatan internal tubuh (proses pernafasan maupun pencernaan) dan kegiatan eksternal seperti bekerja, berjalan maupun kegiatan lainnya. Energi yang tersedia dalam tubuh dihasilkan melalui proses metabolisme yang terjadi di dalam sel-sel otot tubuh. Metabolisme ini berkaitan dengan kelancaran transportasi bahan-bahan metabolik ke seluruh tubuh yang diedarkan oleh sistem transportasi tubuh.
Kelancaran sistem peredaran darah ini dapat
dipantau melalui jumlah denyut jantung dan nadi per satuan waktu yang berperan
44
layaknya pompa darah. Semakin besar kebutuhan tenaga dalam melakukan suatu aktifitas maka akan semakin cepat pula jantung dan nadi itu berdenyut. Beban kerja merupakan beban seseorang ketika melakukan suatu pekerjaan. Beban ini akan diketahui pada saat operator menanggapi kerja dengan memberikan respon seperti denyut jantung yang tinggi atau keringat yang keluar (Rasyani 2001). Kapasitas kerja manusia dibatasi dan terutama ditentukan oleh kemampuan untuk menyediakan oksigen dan makanan yang cukup. Pengukuran beban kerja fisik dapat dilakukan dengan memperhatikan empat parameter fisiologis meliputi suhu tubuh, konsumsi oksigen, laju paruparu/frekuensi pernafasan dan denyut jantung (Zanders 1972). Peningkatan beban kerja akan menaikkan suhu tubuh, sehingga suhu tubuh dapat dijadikan parameter pengukuran beban kerja fisik. Pada pekerja yang bekerja pada suhu udara tinggi, peningkatan suhu tubuh tidak proporsional dengan laju konsumsi O2, sifat ini dapat dijadikan indikasi pengukuran hear stress. Perubahan karbohidrat, lemak, dan protein menjadi energi memerlukan O2, dengan demikian konsumsi O2 dapat dijadikan parameter untuk pengukuran beban kerja, dengan mengequivalenkan antara kebutuhan energi dan kebutuhan O2 diperoleh hubungan yang nyata antara keduanya. Konsumsi energi bersih per kegiatan dapat diukur dengan cara menguranginya dengan energi yang diperlukan untuk metabolisme basal. Laju paru-paru dan frekuensi pernafasan seimbang dengan konsumsi O2, sehingga dengan mengetahui laju paru-paru dan frekuensi pernafasan dapat dihitung besarnya konsumsi O2 dan dapat diketahui besarnya beban kerja. Kerja jantung akan meningkat jika tubuh melakukan tenaga mekanis. Laju denyut jantung yang tinggi akan diikuti oleh konsumsi O2 yang rendah, biasanya menunjukkan kelelahan otot, terutama untuk pekerjaan statis. Pengukuran beban kerja fisik yang termudah untuk dilakukan pada kondisi lapang adalah dengan mempergunakan pengukuran denyut jantung. Tetapi, walaupun bagaimana cara pengukuran ini memiliki kelemahan, karena hasil pengukuran tidak hanya dipengaruhi oleh usaha-usaha fisik, melainkan juga oleh kondisi dan tekanan mental. Kelemahan lainnya adalah bervariasinya karakter
45
denyut jantung pada setiap orang, dan dapat pula terjadi penyimpangan (Hayashi et al. 1997). Salah satu metode yang dipergunakan untuk kalibrasi pengukuran denyut jantung ini adalah dengan mempergunakan metode step test atau metode langkah, selain dari sepeda ergometer. Dengan metode step test dapat diusahakan suatu selang yang pasti dari beban kerja dengan hanya mengubah tinggi bangku step test dan intensitas langkah. Metode ini juga lebih mudah, karena dapat dilakukan dimana-mana, terutama di lapang, dibandingkan dengan menggunakan sepeda ergometer (Hayashi et al. 1997). Menurut Hayashi et al. (1997), denyut jantung sebanding dengan konsumsi oksigen. Beban kerja yang pasti dapat diketahui dengan mengkalibrasi antara kurva denyut jantung saat bekerja dengan beban kerja (denyut jantung) yang ditetapkan sebelum bekerja (metode step test). Step test mempunyai komponen pengukuran yang mudah, selalu tersedia dimana saja dan kapan saja, sehingga dengan demikian ketidakstabilan denyut jantung seseorang dapat dengan mudah dianalisa (Hayashi et al.1997). Dengan metode ini beberapa faktor individual seperti umur, jenis kelamin, berat dan tinggi badan, harus diperhatikan sebagai faktor penting untuk menentukan karakteristik individu yang diukur (Herodian 1998). Penelitian beban kerja operator menggunakan parameter denyut jantung (heart rate- HR) yang diukur pada saat istirahat dan pada saat bekerja. Kerja jantung akan meningkat jika tubuh melakukan tenaga mekanis. Laju denyut jantung yang tinggi akan diikuti oleh konsumsi O2 yang rendah, biasanya menunjukkan kelelahan otot, terutama untuk pekerjaan statis (Zander 1972 dan Sanders 1987). Indikator-indikator fisiologis beban kerja dapat menentukan berapa lama seseorang dapat bekerja, sesuai dengan kapasitas kerjanya. Untuk menghindari subyektivitas nilai denyut jantung yang umumnya sangat dipengaruhi faktor-faktor personal, psikologis, dan lingkungan, maka perhitungan nilai denyut jantung harus dinormalisasi agar diperoleh nilai denyut jantung yang lebih obyektif (Syuaib 2003). Normalisasi nilai denyut jantung dilakukan dengan cara perbandingan denyut jantung relatif saat kerja terhadap denyut jantung saat
46
istirahat. Nilai perbandingan HR tersebut dinamakan IRHR (Increase Ratio of Heart Rate) atau dengan persamaan: IRHR =
HRwork HRrest
dimana HRwork : denyut jantung pada saat bekerja HRrest Tabel 7 menunjukkan
: denyut jantung pada saat istirahat
kategori nilai IRHR dari jenis pekerjaan untuk
masing-masing pekerja (Syuaib 2003). Tabel 7 Kategori pekerjaan berdasarkan IRHR Kategori
Nilai IRHR
Ringan
1.00 < IRHR < 1.25
Sedang
1.25 < IRHR < 1.50
Berat
1.50 < IRHR < 1.75
Sangat berat
1.75 < IRHR < 2.00
Nilai IRHR dapat digunakan sebagai indikasi tingkat kejerihan atau tingkat beban yang dirasakan oleh pekerja. Tingkat ini juga dapat digunakan untuk memprediksi kurva belajar (learning curve) dari seorang pekerja pemula dibandingkan dengan pekerja berpengalaman (skillful). Menurut Syuaib (2002, 2003, 2007) pekerja berpengalaman memiliki nilai IRHR cenderung konstan berbagai pengamatan, sementara pekerja pemula memiliki nilai IRHR yang tinggi pada awal pengamatan, kemudian akan menurun menuju posisi konstan secara lagaritmik. Pekerjaan yang memerlukan tenaga yang lebih dan ketrampilan yang lebih tinggi yaitu pekerjaan mengoperasikan traktor tangan memiliki kecuraman kurva yang lebih tajam daripada pekerjaan yang memerlukan tenaga lebih kecil dan ketrampilan lebih sedikit yaitu pada pengoperasian traktor kemudi. Kurva untuk masing-masing jenis pekerjaan disampaikan pada Gambar 11 dan 12. Nilai ketajaman penurunan kurva ditunjukkan oleh koefisien pada fungsi logaritmik yaitu sebesar 0.16 untuk traktor tangan dan 0.03 untuk traktor kemudi. Dengan kata lain proses belajar untuk kedua macam pekerjaan berbeda.
47
Gambar 11 Hubungan antara IRHR dan jumlah observasi pada operator traktor tangan (Syuaib 2002)
Gambar 12 Hubungan antara IRHR dan jumlah observasi pada operator traktor kemudi. (Sumber: Syuaib 2003) Kelelahan kerja manusia juga dipengaruhi oleh seberapa besar kemampuan yang digunakan. Jika kemampuan maksimum yang digunakan, maka durasi ketahanan manusia jauh lebih pendek dibandingkan jika hanya menggunakan sebagian saja dari kemampuan maksimum. Grandjaen (1988) memberikan gambaran hubungan antara lama waktu yang dapat dilakukan secara aman oleh
48
manusia terhadap persentase beban kerja fisik yang dilakukan. Grafik hubungan tersebut seperti pada Gambar 13 berikut.
Gambar 13 Hubungan antara beban kerja otot dengan durasi aman (Sumber: Grandjean 1998) Jika beban yang diterima terlalu berat atau durasi penerimaan beban melebihi waktu aman, maka akan sangat mungkin terjadi kelelahan yang berlebihan. Pekerja akan mampu bertahan untuk waktu yang lama jika beban fisik yang diterima antara 10-15% kemampuan maksimumnya. 2.6 Kecelakaan Kerja Keberhasilan seseorang operator dalam bekerja sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor. Faktor tersebut harus diperhatikan agar dapat memaksimalkan fungsi kerja operator sehingga mampu menyelesaikan pekerjaan dengan cepat dan dapat meningkatkan produktivitas kerja. Untuk menghindari kecelakaan kerja dari awal seseorang operator perlu memperhatikan faktor tersebut. Secara garis besar faktor tersebut dapat dibedakan menjadi dua (2) kelompok, yaitu: a) Kelompok faktor diri (individual), dan b) Kelompok faktor situasional. Kelompok faktor diri terdiri dari beberapa faktor yang datang dari diri pekerja itu sendiri. Beberapa hal seperti penalaran, pengalaman, dan pendidikan merupakan faktor yang mempengaruhi kemampuan seseorang bekerja.
49
Kelompok faktor situasional terdiri dari faktor yang dapat diubah atau diatur. Faktor ini berada di luar diri manusia. Kelompok faktor situasional terbagi ke dalam dua sub kelompok yaitu: 2.
Faktor sosial keorganisasiannya seperti kepuasan kerja dan semangat dalam bekerja
3.
Faktor fisik pekerjaan yang bersangkutan seperti keterkaitan antara seseorang yang bekerja dengan alat, mesin dan lingkungan kerja .
2.7 Mekanisme Autopoiesis Menurut Jackson (2007), istilah autopoiesis berasal dari bahasa latin “auto” yang berarti swa/mandiri dan “poiesis” yang berarti kreasi atau produksi. Dengan demikian secara kebahasaan autopoiesis berarti swa-kreasi atau swa-poduksi. Teori autopoiesis berkembang dari Maturana dan Varela (1980) yang melakukan eksplorasi tentang apa yang membedakan sistem kehidupan dari nonkehidupan dan bagaimana sistem kehidupan bertahan walaupun ada perubahan dalam struktur dan komponen. Berangkat dari pertanyaan, apa yang membuat sebuah sistem kehidupan menjadi sistem kehidupan? Apakah jenis fenomena biologis adalah fenomena kognitif? Kedua pertanyaan ini telah sering dipertimbangkan, namun kedua orang ahli biologi tersebut menganggapnya sebagai pertanyaan biologis yang mendasar. Analisis mereka sangat menarik perhatian dan provokatif, karena telah membangun sebuah teori biologi sistematis yang mencoba untuk mendefinisikan sistem hidup tidak sebagai obyek observasi dan deskripsi, atau bahkan sebagai sistem yang berinteraksi, tetapi sebagai kesatuan mandiri yang hanya memiliki referensi untuk diri mereka sendiri. Konsekuensi dari penyelidikan mereka dan sistem hidup mereka sebagai pengambilan keputusan mandiri, mengacu kesatuan otonom secara mandiri, adalah mereka menemukan bahwa dua pertanyaan memiliki jawaban yang umum: sistem hidup adalah sistem kognitif, dan hidup sebagai suatu proses adalah proses kognisi. Hasil investigasi mereka adalah perspektif yang sama sekali baru tentang fenomena biologi (manusia). Selama penyelidikan, ditemukan bahwa deskripsi linguistik yang lengkap berkaitan dengan 'organisasi yang hidup' adalah kurang lengkap dan, pada kenyataannya, akan mengganggu hasil penelitian. Oleh karena
50
itu, diciptakan istilah 'autopoiesis' kata untuk menggantikan ekspresi 'organisasi melingkar'. Pendekatan sistem kehidupan berfokus pada otonomi yang diwujudkan melalui proses: a) swa-produksi (self-production), b) produksi dari respon yang mampu bertahan terhadap gangguan, c) sturktur hubungan antar sistem, d) bagaimana sistem bertahan dan mempertahankan identitas meskipun terjadi perubahan dalam komponen dan struktur Gambar 14 menunjukkan bagaimana komponen kunci dalam sistem autopoietik.
Gambar 14 Fitur kunci dalam sistem autopoiesis. (Sumber : Gregory 2006) Secara khusus, gambar ini menekankan bahwa sifat swa-produksi dari bagian komponen berfungsi untuk membedakan secara jelas sistem dari lingkungannya (sebaliknya, dari pandangan sistem terbuka di mana batas terletak ditentukan melalui penilaian subjektif tentang kekayaan interaksi antara komponen).
51
Dalam konteks fisika, Maturana dan Varela (1980) mendefinisikan bahwa mesin terbagi menjadi dua macam yaitu autopoiesis dan alopoietis. Mesin alopoietis melakukan kerja/produksi memberikan sesuatu untuk yang lain, bukan untuk dirinya sendiri. Contohnya adalah lampu, blender dan komputer. Sedangkan mesin autopoiesis memproduksi daya untuk keperluan menjalankan mesin itu sendiri, misalnya sebuah mobil Proses autopoesis, menurut Whitaker (2005) dan Mingers (1995) adalah sebuah proses ”self-organization, self-creation, self-configuration, self-steering, dan self-maintenance”.
Autopoiesis berarti proses yang terjadi dalam suatu
keadaan tertentu yang secara mandiri mengatur diri sehingga terbentuk satu keadaan baru yang lebih baik. Istilah ini sebenarnya berkembang awal di dalam ranah biologi, kemudian menyebar dalam ranah-ranah lain termasuk ranah teknik dan sosial. Berdasarkan pada definisi ini, maka proses pembentukan sistem baru mengikuti proses yang tidak selamanya dapat diarahkan atau dikendalikan dengan baik. Dalam kapasitas tertentu proses dapat difahami sebagiannya, namun jika akan melakukan suatu proses manipulasi menemui beberapa anomali atau penyimpangan, hal ini disebabkan pemahaman kita yang tidak utuh terhadap proses tersebut. Al-Rasyid (2005) dalam beberapa makalahnya menyampaikan bahwa setiap benda baik hidup maupun benda mati memiliki nilai azali yang tidak berubah. Nilai ini berupa kecerdasan awal yang disebut dengan proto limit. Istilah proto limit menunjukkan bawa kecerdasan tersebut dapat kita tangkap secara ilmiah tetapi akan berhenti pada pertanyaan kenapa dimikian dan ternyata tidak ada satu jawabanpun yang dapat menyelesaikannya. Batas ini yang disebut sebagai proto limit. Contoh sederhana dari konsep protolimit adalah jika kita mengkaji materi air (H2O). Sudah diketahui bahwa atom hidrogen memiliki sifat dasar tertentu yang tidak diketahui kenapa dapat berperilaku demikian. Demikian juga atom oksigen memiliki proto limitnya sendiri. Kemudian jika 2 buah atom hidrogen bertemu dengan 1 atom oksigen, maka akan terbentuk ekologi baru (proto ekologi) yang kita sebut dengan H2O atau air. Kenapa tidak membentuk H4O? Jawabannya adalah bahwa hidrogen dan oksigen telah memiliki kecerdasan awal untuk saling mengikat membentuk ekologi baru. Sifat ekologi baru H2O ini
52
sangat berbeda dengan sifat atom pembentuk hidrogen dan oksigennya. Proses terjadi ekologi baru ini disebut dengan proses autipoiesis. Mekanisme autopoiesis ini bukan hanya terjadi dalam satu organisme, namun terus berkembang antar organisme membentuk sebuah ekologi, kemudian berkembang terus menjadi semakin besar. Intervensi dapat dilakukan dalam proses ini sepanjang tidak bertentangan dengan kecerdasan awal yang dimiliki oleh entitas sebelumnya. Hasil setiap proses autopoiesis ditentukan oleh kecerdasan awal setiap komponen dan saling komplementer dengan komponen yang lain. Satu komponen saja tidak akan mampu membentuk bentukan baru, setiap komponen memerlukan komponen yang lain untuk proses ini. Dalam ranah sosial menurut Gregory (2006), masyarakat industri ditandai oleh pemisahan masyarakat ke dalam berbagai sub-sistem fungsional. Masyarakat adalah sebuah contoh terbaik yang menunjukkan sistem memproduksi sendiri atau autopoietik yang terdiri dari enam subsistem: ekonomi, politik, hukum, ilmu pengetahuan, agama dan pendidikan. Sistem pendidikan diperlakukan sebagai kasus khusus seperti melalui itu siswa dapat belajar tentang subsistem lainnya seperti hukum, ekonomi, dll. Subsistem pendidikan meskipun tidak dapat menginstruksikan murid dalam segala hal, maka pilihan harus dibuat tentang prioritas pengetahuan dan kekuatan luar yang berasal dari sub-sistem pendukung. Oleh karena itu masing-masing sub-sistem, kecuali pendidikan, mengalami proses autopoiesis sendiri dan terkait satu dengan yang lain.
3
METODE PENELITIAN
3.1 Tempat dan Waktu Ide penelitian dimulai dengan kunjungan pada 2 industri gula nasional baik swasta maupun perusahaan milik pemerintah, yaitu di PT. Gula Putih Mataram (PT GPM) dan PG Jatitujuh Cirebon. PT GPM berlokasi di Sukadana Lampung Timur adalah salah satu perusahaan gula swasta yang cukup besar dengan hasil produksi cukup baik. Sementara PG Jatitujuh adalah perusahaan gula milik pemerintah di daerah Cirebon Jawa Barat merupakan salah satu BUMN yang terbaik. Pada kunjungan lapangan ditemukan beberapa kondisi kerja baik di lahan maupun di pabrik yang kurang ergonomis ditinjau secara mikro. Persepsi pekerja bervariasi, namun sebagian besar menyatakan bahwa kondisi tersebut sebagai kondisi kerja yang normal, tidak menjadi masalah. Untuk kondisi lingkungan yang ekstrimpun misalnya kebisingan yang tinggi, pekerja enggan menggunakan alat pelindung diri (APD), kecuali jika pengawas datang ke ruang tersebut. Indikasi ergonomi lain seperti tingkat kelelahan, kecelakaan, kesehatan dan tingkat turn over cukup rendah. Hal tersebut tentu bertentangan dengan konsep ergonomi mikro tentang hubungan kenyamanan, keamanan, efektifitas dan efisiensi kerja. Berdasarkan pada temuan awal tersebut, penelitian lapangan lanjutan dilaksananakan untuk memperoleh data-data yang lebih lengkap. Penelitian lapangan lanjutan dilakukan dengan mengambil sampel pada dua pabrik gula dan kondisi sistem kerja yang diamati adalah beberapa kondisi yaitu sistem kerja tebang manual, angkut manual dan giling. Perusahaan gula yang dipilih adalah PG Jatitujuh Cirebon dan PG Bungamayang Lampung. Pemilihan dua pabrik tersebut dengan pertimbangan satu di pulau Jawa yang mewakili kriteria lahan basah, serta satu di luar pulau Jawa yang mewakili lahan kering. Waktu penelitian keseluruhan dimulai dengan penelitian pendahuluan berupa kunjungan lapangan pada bulan September 2007, pengambilan data utama September sampai November 2008, serta Juli 2011 untuk mendapatkan beberapa data tambahan yang diperlukan dalam perancangan konsep.
54
3.2 Obyek dan Alat Obyek yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah : 1. Sistem kerja di tempat pabrikasi Penelitian difokuskan pada jumlah dan komposisi karyawan, shift kerja, alat/mesin yang ditangani, lingkungan kerja (kebisingan, getaran, temperatur, pencahayaan) dan persepsi subyektif pekerja. Disamping itu salah satu stasiun kerja juga diteliti beban kerja operatornya, yaitu stasiun boiler. Pemilihan ini dilakukan sebab hanya pada stasiun ini pekerja banyak melakukan aktifitas fisik. 2. Sistem kerja di lahan budidaya pada saat pemanenan/tebang angkut Penelitian difokuskan pada kondisi lingkungan kerja, jumlah dan kondisi pekerja, serta kondisi beban fisik yang harus diterima. Analisis beban kerja untuk tebang angkut diukur dengan parameter denyut jantung yaitu membandingkan antara denyut jantung pada saat istirahat dan pada saat bekerja. Pengukuran denyut jantung dilakukan pada beberapa aktifitas yang berbeda tingkat kelelahan yang dapat ditimbulkan, yaitu: a) Pada saat melakukan penebangan b) Pada saat melakukan pengangkutan c) Pada saat pekerja beristirahat Sebelum melakukan pengukuran denyut jantung pekerja pada saat melakukan penebangan dan pengangkutan, Pengukuran denyut jantung pada saat tebang angkut dilakukan sebanyak 4 kali ulangan untuk meminimalkan kesalahan dalam pengambilan data. Responden yang diambil adalah para pekerja tebang dan angkut dengan kriteria bekerja secara wajar, tidak terlalu lambat ataupun terlalu cepat. Sebelum dilakukan pengukuran, responden diberi penjelasan tentang pengukuran yang dimaksud, dengan pesan bahwa pekerja tidak akan dinilai, tidak akan dikurangi atau ditambah gajinya, dipersilahkan bekerja dalam keadaan wajar, serta hari itu dilakukan wawancara pada pagi hari untuk memastikan dalam keadaan sehat secara fisik dan psikis. Responden dibagi menjadi 2 kelompok ytaitu kelompok pekerja berpengalaman (telah bekerja lebih dari 5,3 tahun) atau kurang berpengalaman (telah bekerja kurang dari atau sama dengan 5,3 tahun). Seluruh responden berjenis kelamin pria, hal ini karena faktor teknis kemudahan memasang alat, serta populasi terbanyak pekerja adalah pria.
55
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini terbagi dalam 4 kelompok yaitu sebagai berikut : 1) Alat untuk mengukur kondisi lingkungan fisik meliputi: a) humidity meter, adalah alat yang digunakan untuk mengukur tingkat kelembaban udara, yaitu tingkat kandungan air di udara. b) lux and light meter, adalah alat untuk mengukur tingkat pencahayaan di dalam maupun di luar ruangan. c) sound level meter, adalah alat yang digunakan untuk mengukur tingkat kebisingan suara di sebuah tempat kerja d) vibration meter, adalah alat untuk mengukur tingkat getaran mekanis tempat kerja. Alat ukur ini menggunakan sensor magnetis sehingga yang dapat diukur adalah getaran lantai atau permukaan yang memiliki sifat magnetis baik seperti logam. e) distometer digital, adalah alat ukur jarak yang digunakan untuk mengukur jarak dengan sinar laser sehingga memudahkan pengukuran posisi di pabrik dengan kontur lantai yang tidak datar. 2) Alat untuk mengukur biomekanika meliputi: a) meteran manual, untuk mengukur tinggi badan b) timbangan digital, untuk mengukur berat badan responden c) video kamera dan kamera digital, untuk mengetahui berbagai posisi/postur tubuh pekerja selama melakukan aktifitas 3) Alat untuk mengukur beban kerja fisik meliputi: a) heart rate monitor (HRM), untuk mendeteksi denyut jantung responden selama bekerja b) interface HRM ke komputer, untuk mentransfer data denyut jantung ke komputer untuk diolah 4) Alat ukur persepsi pekerja berupa kuisioner persepsi untuk mengetahui pendapat pekerja tentang kondisi kerja, tingkat kelelahan, tingkat kecelakaan, serta kebijakan perusahaan terhadap kondisi kerja.
56
3.3 Diagram Alir Penelitian Secara diagramatis diagram alir penelitian ditunjukkan pada Gambar 15. Penelitian dimulai dengan studi pendahuluan berupa studi pustaka dan kunjungan lapangan.
Gambar 15 Skema diagram alir penelitian
57
Kegiatan selanjutnya adalah identifikasi, rumusan masalah dan penetapan tujuan penelitian. Tahap berikutnya adalah pengumpulan dan pengolahan data. Pengambilan data dilakukan di sistem kerja pabrik dan sistem kerja tebang angkut manual. Data pabrik yang diambil adalah kondisi lingkungan pabrik mencakup pencahayaan, kebisingan, temperatur dan getaran, data pekerja, data kuisioner persepsi karyawan serta data denyut jantung operator boiler. Data pada pekerjaan tebang angkut meliputi data pekerja, kondisi temperatur, denyut jantung pekerja saat istirahat, tebang dan angkut, serta data absensi. Setelah data dikumpulkan, dilakukan proses pengolahan data untuk mendapatkan gambaran kondisi lingkungan kerja, persepsi karyawan serta beban kerja. Data kondisi lingkungan pabrik ditabulasikan, sementara data kuisioner persepsi dianalisis dengan biplot untuk mengetahui hubungan antar persepsi pekerja. Beban kerja boiler dihitung dengan menggunakan metode increase ratio of heart rate (IRHR) yaitu dengan membandingkan denyut jantung pekerja saat bekerja dan saat istirahat. Data IRHR tebang angkut ditabulasikan dan diuji dengan uji-t untuk mengetahui perbedaan antara masing-masing kelompok pekerja. Hasil yang sama disajikan dalam bentuk grafik IRHR sebagai fungsi pengalaman. Dari data ini dilakukan analisa bagaimana pengaruh pengalaman terhadap beban kerja yang dinyatakan dengan nilai IRHR. Data lain yang dibandingkan adalah data absensi/ketidakhadiran pekerja tebang angkut. Data ini sebagi data pendukung telah terjadi proses adaptasi pekerja selama melaksanakan pekerjaannya. Tahap akhir penelitian adalah penarikan kesimpulan dan saran. Hasil akhir dari penelitian ini adalah rumusan sebuah konsep baru dalam ranah ergonomi yang bersifat lebih luas yang dapat menjelaskan lebih banyak fenomena. Selain manfaat teoritis tersebut, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat praktis, misalnya pengamatan tentang lamanya waktu adaptasi, rekayasa manusia, serta rekayasa sistem sehingga dapat mempercepat
waktu adaptasi
sehingga tujuan bersama dalam sistem industri tercapai. 3.4 Metode Pengembangan Konsep Autopoiesis Tujuan utama penelitian ini adalah untuk mengembangkan konsep ergonomi yang dapat menjelaskan berbagai fenomena kejadian lapang. Pengembangan
58
konsep dimulai dengan kajian mendalam tentang konsep ergonomi mikro dan makro. Konsep utama dlam ergonomi mikro adalah konsep man-machine model (Leamon) , konsep fit the job to the man (FJM) serta konsep fit the man to the job. (FMJ). Konsep tersebut kemudian dibandingkan dengan data temuan lapang tentang keadaan lingkungan fisik kerja, tentang kuisioner persepsi dan pengukuran beban kerja secara obyektif. Fenomena yang terjadi di lapang ternyata tidak mengikuti secara tegas ke salah satu pemahaman ergonomi khususnya ergonomi mikro yaitu FJM atau FMJ. Untuk dapat menjelaskan berbagai fenomena lapang yang dalam beberpa hal menyimpang dari konsep ergonomi, dilakukan studi mendalam dalam ranah lain yaitu ranah filsafat, dimana ditemukan beberapa konsep dan prinsip umumj yang ternyata dapat menjelaskan fenomena ergonomi sistem kerja. Tinjauan filosofis ini bersifat luas dan multi dimensi, sehingga dalam ranah ergonomi dikategorikan dalam kelompok ergonomi makro. Konsep yang dimaksud adalah konsep autopoiesis, konsep swa-atur (self organizing system). Berdasarkan pada konsep tersebut, dibuatlah diagram proses yang terjadi pada sistem kerja yang menghubungkan antara perubahan kinerja sistem (system performance), tuntutan pekerjaan (job demand) untuk memenuhi kinerja sistem, serta bagaimana manusia harus meningkatkan kemampuannya (human capacity) untuk mencapai keseimbangan dengan tuntutan pekerjaannya. Diagran tersebut dapat menjelaskan bagaimana hubungan antara proses FJM dan FMJ demikian erat dan terus menerus ketika keinginan kinerja sistem harus ditingkatkan atau dijaga dalam posisi tertentu.
4
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian dilakukan pada dua sistem kerja yaitu di pabrik dan di lahan tebang angkut. Masing-masing dilakukan di dua lokasi yang berbeda yaitu di PG Jatitujuh Cirebon dan di PG Bungamayang Lampung Utara. Meskipun jenis produk utama dari pabrik tersebut adalah sama yaitu gula, namun kondisi kerja masing-masing memiliki spesifikasi yang berbeda. Perbedaan tersebut dikarenakan kondisi iklim lokasi, kondisi demografi pekerja, detail sistem pemrosesan tebu, serta kondisi topografi alam yang berbeda. 4.1. Kondisi Lingkungan Fisik Pabrik Kondisi lingkungan fisik di pabrik yang diteliti meliputi pencahayaan, temperatur (suhu), kelembaban, kebisingan dan getaran. Data disajikan per stasiun kerja di PG Jatitujuh dan PG Bungamayang yang dibagi menjadi 7 stasiun kerja yaitu Stasiun Gilingan, Stasiun Pemurnian, Stasiun Penguapan, Stasiun Masakan, Stasiun Puteran, Stasiun Boiler dan Stasiun Power house. Hasil dan gambaran tugas masing-masing stasiun kerja disampaikan pada Tabel 8 sampai 14. Selain stasiun bolier, pekerja secara umum melakukan pekerjaan pemeriksaan pada panel-panel kendali dan membuat catatan secara periodik. Untuk stasiun boiler, sebagian besar memeriksa panel kendali dan membuat laporan periodik, sementara ada satu pekerja yang secara rutin membuka tungku pembakaran bagas, memeriksa dann mengaduk bagas jika ada poenumpukan bagas yang belum terbakar dalam tungku. Tabel 8 Kondisi fisik stasiun gilingan Parameter
Ambang Batas
Iluminasi (lux)
Shift Pagi
Kelembaban (% uap air) Kebisingan (dB)
PG JT
PG BM
PG JT
PG BM
PG JT
3598.1
4526.2
6863.3
5492.8
1773.4
1871.8
30.1
36.9
35.7
35.9
29.9
30.0
67.1
51.5
36.3
52.1
72.6
74.6
85 4)
85.8
87.7
85.4
87.9
81.8
86.0
45)
1.1
3.9
1.6
3.9
1.2
3.8
50-70
2
Getaran (m/s ) 1)
Shift Malam
PG BM 2000-100000 (sun) 50-500 (light) 1) 25-30 2)
Suhu (0C)
Shift Siang
3)
Grandjean (1988),
2)
3)
Menaker (1999), Sulistyadi (2003)
60
Tugas dan kegiatan dari stasiun gilingan secara umum adalah sebagai berikut: a) Pemotongan batang tebu pada Cane Cutter b) Pencacahan potongan-potongan tebu pada Shredder c) Pemerahan Nira dan mensuplai ampas tebu untuk bahan bakar boiler Dari hasil pengukuran di stasiun gilingan, tingkat pencahayaan pada stasiun gilingan cukup baik. Semua nilai berada dalam ambang batas. Kondisi temperatur cukup tinggi yakni untuk shift pagi dan siang untuk kedua pabrik. Kondisi shift siang cukup ekstrim yakni sampai dengan 35 0C yang secara ergonomi sudah sangat menganggu pekerja. Kondisi kelembaban hanya sedikit di luar ambang batas, sedangkan kondisi kebisingan sebagian besar di luar ambang, hanya 1 kondisi yang dalam ambang yakni shift malam untuk PG Bungamayang. Namun demikian, nilai kebisingan tersebut masih cukup tinggi yaitu 81.8 dB, sebuah nilai yang menurut beberapa literatur cukup membahayakan, sebab beberapa standar menggunakan ambang batas maksimum 80 dB. Kondisi getaran stasiun gilingan seluruhnya memenuhi ambang batas yang diijinkan. Tabel 9 Kondisi fisik stasiun pemurnian Param er
Ambang Batas
Iluminasi (lux)
Shift Pagi
2000-100000 (sun) 50-500 (light) 1) 25-30 2)
Suhu (0C) Kelembaban (% uap air) Kebisingan (dB)
50-70
3)
85 4)
2
Getaran (m/s )
4 1)
5)
Grandjean (1988),
2)
Shift Siang
Shift Malam
PG BM
PG JT
PG BM
PG JT
PG BM
PG JT
214.3
30.3
169.1
7.5
11.0
12.0
33.0
37.0
35.2
29.5
31.8
30.3
51.1
42.3
39.0
65.2
63.8
68.0
86.3
88.7
87.8
87.4
87.1
86.7
1.3
1.0
0.9
0.7
0.9
0.8
3)
Menaker (1999), Sulistyadi (2003)
Tugas dan kegiatan dari stasiun pemurnian secara umum adalah sebagai berikut: a) Menampung nira dari stasiun gilingan b) Pemberian susu kapur dan gas SO2 c) Pengendapan dan pemisahan nira dari kotoran d) Nira jernih dikirim ke stasiun penguapan
61
Dari hasil pengukuran di stasiun pemurnian, tingkat pencahayaan berada di bawah ambang batas yang diijinkan, artinya kondisi kerja terlalu gelap. Kondisi ini akan mengurangi kenyamanan visual dan mengurangi ketelitian kerja. Kondisi temperatur cukup tinggi, hanya di PG Jatitujuh shift siang yang di bawah ambang, yakni sebesar 29.5 0C, namun nilai ini nilai yang sudah sangat dekat dengan ambang bawah yakni 30 0C. Jadi dapat disimpulkan bahwa kondisi temperatur stasiun pemurnian tidak ergonomis. Kondisi kelembaban dan getaran stasiun pemurnian seluruhnya dalam ambang batas aman. Berbeda halnya dengan kondisi kelembaban, seluruh data kebisingan menunjukkan semua nilai berada di luar ambang batas. Kondisi ini cukup membahayakan bagi pekerja pada stasiun tersebut. Sumber kebisingan pada stasiun kerja ini adalah dari putaran mesin yang cukup tinggi. Putaran tinggi tersebut diperlukan untuk proses pemurnian, namun berakibat negatif terhadap pekerja. Cara mengurangi adalah dengan membuat peredam getar serta membuat ruang isolasi untuk mesin. Kedua cara tersebut tidak mudah dilakukan dan memerlukan biaya yang cukup tinggi. Jika sumber suara penyebab kebisingan tidak dapat dikurangi, satu-satunya cara mengurangi dampak negatif adalah dengan menggunakan pelindung telinga. Kedua perusahaan sudah berusaha menyediakan alat tersebut, namun pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa sebagian besar pekerja enggan menggunakan dengan alasan mengganggu gerakan dan menambah panas. Hal lain yang menarik adalah bahwa sebagian pekerja lain mengatakan bahwa kondisi tersebut tidak mengganggu atau sudah terbiasa, sehingga tidak perlu menggunakan alat pelindung. Tabel 10 Kondisi fisik stasiun penguapan Parameter
Ambang Batas
Iluminasi (lux)
Shift Pagi
2000-100000 (sun) 50-500 (light) 1) 25-30 2)
Suhu (0C)
Getaran (m/s2) 1)
Shift Malam
PG BM
PG JT
PG BM
PG JT
PG BM
PG JT
214.3
30.3
169.1
7.5
11.0
12.0
33.0
37.0
35.2
29.5
31.8
30.3
51.1
42.3
39.0
65.2
63.8
68.0
85 4)
86.3
88.7
87.8
87.4
87.1
86.7
45)
1.3
1.0
0.9
0.7
0.9
0.8
50-70
Kelembaban (% uap air) Kebisingan (dB)
Shift Siang
3)
Grandjean (1988),
2)
3)
Menaker (1999), Sulistyadi (2003)
62
Tugas dan kegiatan dari stasiun penguapan secara umum adalah sebagai berikut : a) Menampung nira jernih dari stasiun pemurnian b) Penguapan nira jernih pada badan penguapan c) Pemberian suhu (105
0
C – 58
0
C) ke badan penguapan untuk
menghasilkan nira kental (± 64% brix) d) Nira jernih direaksikan dengan gas SO2 untuk Bleaching (pemucatan warna) Dari hasil pengukuran di stasiun penguapan, beberapa nilai tingkat pencahayaan pada stasiun ini berada di bawah ambang batas terutama di PG Jatitujuh. Kondisi temperatur cukup tinggi yakni untuk shift pagi dan siang untuk kedua pabrik. Bahkan ada yang mencapai suhu 37 0C yang secara ergonomi sudah membahayakan pekerja karena sangat potensial mengalami dehidrasi jika terpapar cukup lama. Kondisi kelembaban dan getaran keduanya berada dalam ambang batas aman. Kondisi kebisingan seluruhnya di atas batas aman, sehingga alat pelindung diri (APD) yang melindungi telinga harus digunakan. Seperti halnya pada stasiun pemurnian, pekerja enggan menggunakan alat ini dengan alasan yang sama yakni merasa terganggu dan membuat semakin panas. Tabel 11 Kondisi fisik stasiun masakan Parameter
Ambang Batas
Iluminasi (lux)
Shift Pagi
PG BM
PG JT
PG BM
PG JT
21.7
33.0
104.2
8.8
12.8
15.1
35.4
34.8
35.8
29.3
31.8
29.7
42.1
45.2
36.3
66.1
62.8
70.9
85 4)
83.6
91.9
82.7
87.6
83.9
88.1
45)
1.4
1.1
0.6
1.1
0.7
1.1
50-70
Kelembaban (% uap air) Kebisingan (dB) 2
Getaran (m/s ) 1)
Shift Malam
PG JT
2000-100000 (sun) 50-500 (light) 1) 25-30 2)
Suhu (0C)
Shift Siang
PG BM
3)
Grandjean (1988),
2)
3)
Menaker (1999), Sulistyadi (2003)
Tugas dan kegiatan dari stasiun penguapan secara umum adalah sebagai berikut: a) Menerima nira kental tersulfitir dari stasiun penguapan b) Membesarkan kristal masakan dengan Continous Vacuum Pan
63
c) Menghasilkan masakan utama (A) dengan ukuran kristal 0.9-1.1 mm d) Menghasilkan masakan bibit (C) dengan ukuran kristal 0.4-0.6 mm e) Menghasilkan masakan akhir (D) dengan ukuran kristal ± 0.3 mm Dari hasil pengukuran di stasiun penguapan, sebagian besar nilai tingkat pencahayaan pada stasiun ini berada di bawah ambang batas, hanya ada 1 yang masuk dalam ambang yakni di PG Bungamayang shift siang. Kondisi ini secara ergonomis akan cukup mengganggu ketelitian kerja operator. Kondisi temperatur rata-rata cukup tinggi yakni di atas 30
0
C, sehingga cukup
mengganggu. Dua nilai rata-rata terendahpun masih cukup tinggi walaupun di bawah ambang yakni di atas 29 0C. Kondisi kelembaban sebagain besar di luar ambang batas, namun kondisi getaran keduanya dalam ambang batas aman. Kondisi kebisingan seluruhnya di atas batas aman. Tabel 12 Kondisi fisik stasiun puteran Parameter
Ambang Batas
Iluminasi (lux)
Shift Pagi
2000-100000 (sun) 50-500 (light) 1) 25-30 2)
Suhu (0C)
50-70
Kelembaban (% uap air) Kebisingan (dB)
3)
85 4)
2
Getaran (m/s )
4 1)
5)
Grandjean (1988),
2)
Shift Siang
Shift Malam
PG BM
PG JT
PG BM
PG JT
PG BM
PG JT
471.1
32.8
96.9
26.4
55.3
32.1
35.4
37.5
36.8
29.8
31.7
31.0
42.6
44.8
33.1
64.1
55.0
59.3
82.9
93.3
84.6
89.6
83.6
91.9
0.7
2.0
1.2
2.1
0.5
2.2
3)
Menaker (1999), Sulistyadi (2003)
Tugas dan kegiatan dari stasiun puteran secara umum adalah sebagai berikut: a) Memisahkan kristal gula masakan utama (A), masakan bibit (C), masakan akhir (D) dari stroop dan tetes. b) Menghasilkan gula SHS (super high sugar) dan tetes Dari hasil pengukuran di stasiun puteran, sebagian tingkat pencahayaan pada stasiun ini berada di bawah ambang batas, namun lebih baik jika dibandingkan dengan stasiun masakan atau penguapan. Kondisi temperatur rata-rata cukup tinggi yakni di atas 30 0C, bahkan maksimum mencapai 370C. Beberapa nilai kondisi kelembaban beberapa di luar ambang batas. Kondisi getaran semuanya dalam ambang batas aman. Kondisi kebisingan seluruhnya
64
di atas batas aman dengan nilai tertinggi 93.3 dB yang mengindikasi potensi gangguan pendengaran cukup tinggi. Tabel 13 Kondisi fisik stasiun boiler Parameter
Ambang Batas
Iluminasi (lux)
Shift Pagi PG JT
PG BM
PG JT
PG BM
PG JT
239.3
296.2
55.3
10.5
19.6
17.2
31.8
31.2
34.8
28.3
29.8
28.5
45.9
62.0
31.7
63.3
57.9
64.7
85 4)
90.1
93.2
90.3
93.1
91.6
92.9
45)
1.0
0.3
0.9
0.3
0.5
0.5
50-70
Kelembaban (% uap air) Kebisingan (dB) 2
Getaran (m/s ) 1)
Shift Malam
PG BM 2000-100000 (sun) 50-500 (light) 1) 25-30 2)
Suhu (0C)
Shift Siang
3)
Grandjean (1988),
2)
3)
Menaker (1999), Sulistyadi (2003)
Tugas dan kegiatan dari stasiun boiler secara umum adalah sebagai berikut: a) Menghasilkan uap pada tekanan 20 kg/cm2 dengan temperatur 325 0C , dengan memindahkan panas dari bahan bakar ke air dalam suatu bejana tertutup b) Menyalurkan uap panas antara lain untuk: 1) Stasiun Gilingan untuk Turbin Uap : Cane Cutter, Semi Hammer Shredder dan Mill 2) Stasiun Listrik untuk Turbin Uap : Generator Dari hasil pengukuran di stasiun boiler, sebagian tingkat pencahayaan pada stasiun ini berada di bawah ambang batas. Kondisi temperatur dan kelembaban sebagian berada di luar ambang batas. Kondisi kebisingan stasiun boiler seluruhnya berada di atas ambang batas, sehingga sangat mengganggu operator. Nilai getaran seluruhnya dalam batas aman. Tabel 14 Kondisi fisik stasiun power house Parameter
Ambang Batas
Iluminasi (lux)
Shift Pagi
PG BM
PG JT
PG BM
PG JT
33.9
22.8
24.1
35.7
19.7
74.3
35.6
34.2
35.7
31.1
31.3
28.4
38.7
44.7
35.6
47.4
58.9
64.7
85 4)
92.7
95.5
92.5
97.5
91.9
96.3
45)
0.6
1.4
0.6
1.5
0.6
1.1
50-70
Kelembaban (% uap air) Kebisingan (dB) 2
Getaran (m/s ) 1)
Shift Malam
PG JT
2000-100000 (sun) 50-500 (light) 1) 25-30 2)
Suhu (0C)
Shift Siang
PG BM
3)
Grandjean (1988),
2)
3)
Menaker (1999), Sulistyadi (2003)
65
Tugas dan kegiatan dari stasiun power house secara umum adalah memenuhi kebutuhan tenaga listrik yang selanjutnya akan disalurkan untuk: a) Memenuhi seluruh keperluan tenaga listrik dalam pabrik b) Bengkel Induk c) Penerangan Jalan d) Perumahan Dari hasil pengukuran di stasiun power house, sebagian tingkat pencahayaan pada stasiun ini berada di bawah ambang batas, Demikian juga kondisi temperatur dan kelembaban yang sebagian besar berada di luar ambang batas. Kondisi paling membahayakan pada stasiun ini adalah tingkat kebisingan yang seluruhnya di atas batas aman dengan nilai tertinggi 97.5 dB. Dalam jangka panjang kondisi ini berpotensi membuat gangguan pendengaran serius bahkan dapat menyebabkan ketulian. Fakta di lapangan menunjukkan bahwa sebagian besar pekerja hanya mau menggunakan penutup telinga sederhana yaitu gulungan kapas kecil dan masih enggan menggunakan pelindung telinga standar yang diberikan perusahaan. Bahkan penggunaan alat sederhana tersebut hanya dipakai jika para pekerja harus melakukan pemeriksaan visual berkeliling. Pada posisi di meja kerja, mereka hampir tidak pernah menggunakan alat tersebut. Dari hasil penelitian kondisi lingkungan fisik untuk seluruh stasiun kerja, dapat disimpulkan bahwa beberapa parameter lingkungan kerja yaitu iluminasi, suhu, kelembaban, kebisingan berada di luar ambang batas yang diijinkan. Data ekstrim yang terjadi di lapangan mencakup iluminasi sangat rendah 7.5 lux, suhu tertinggi mencapai 37 0C, kelembaban terendah 31.7% dan tertinggi 74.6%, serta kebisingan mencapai 93.2 dB. Hal ini secara teoritis akan
sangat
mengganggu
kinerja
operator,
meningkatkan
kelelahan,
meningkatkan potensi kecelakaan yang mungkin terjadi, menurunkan semangat kerja dan produktifitas personal. 4.2. Hasil Kuisioner Persepsi Pekerja di Pabrik Hasil kuisioner mencerminkan pandangan subyektif dari pekerja PG Jatitujuh dan ditampikan pada Gambar 16 sampai 21.
66
Gambar 16 Persentase Tingkat Pengalaman pekerja PG Jatitujuh Hasil penelitian menunjukkan bahwa pekerja pabrik PG Jatitujuh sebagian besar sudah berpengalaman di antara 10 tahun, dengan komposisi 48% berpengalaman 10 – 20 tahun dan 34% berpengalaman lebih dari 20 tahun. Dengan usia pengalaman pekerja yang sebagian besar di atas 10 tahun yaitu sebanyak 82%, dapat dipastikan bahwa pekerja pabrik sudah sangat berpengalaman dengan kondisi pekerjaannya tersebut. Pengalaman pekerja muda antara 0 – 5 tahun sangat sedikit yaitu hanya sebesar 4%. Kondisi ini karena beberapa tahun terakhir tidak banyak dilakukan rekruitmen pekerja menjadi tenaga tetap. Pekerja muda biasanya direkrut menjadi tenaga honorer atau tenaga kontrak.
Gambar 17 Persentase tingkat pendidikan pekerja PG Jatitujuh Tingkat pendidikan pekerja pabrik PG Jatitujuh didominasi oleh lulusan SMA atau yang sederajat yakni sebanyak 59%. Dengan tingkat pendidikan tersebut pekerja cukup memadai untuk dapat melaksanakan pekerjaan sebagai
67
operator alat/mesin di pabrik. Namun demikian perlu dicermati juga bahwa sebanyak 30% pekerja berpendidikan SD. Jumlah ini merupakan jumlah yang cukup besar. Tingkat pendidikan yang hanya SD tersebut tentu akan sangat butuh waktu yang cukup lama untuk dapat mengoperasikan mesin dengan baik. Sebagian besar pekerja PG Jatitujuh memiliki persepsi bahwa pekerjaan yang dilakukan memberikan beban yang sedang yakni sebanyak 59%. Persentase yang menganggap ringan dan berat hampir sama yakni masingmasing sebesar 19% dan 22%.
Gambar 18 Persentase persepsi pekerja PG Jatitujuh terhadap beban kerja Jika dibandingkan dengan kondisi lingkungan fisik kerja di mana sebagian besar di luar batas ambang, secara ergonomis seharusnya beban kerja akan dominan berkategori berat bahkan sangat berat. Kondisi ini merupakan salah satu data anomali dari sudut pandang persepsi pekerja. Persepsi yang hampir sama terjadi pada pekerja PG Jatitujuh adalah persepsi terhadap kelelahan selama bekerja. Dengan kondisi kerja yang cukup berat, pekerja masih memiliki persepsi yang ringan sampai dengan sedang, lebih kurang jumlah ini mencapai 98%. Hanya 2% pekerja yang menyatakan kondisi kerja tersebut menyebabkan kelelahan yang berat.
68
Gambar 19 Persentase persepsi pekerja PG Jatitujuh terhadap kelelahan selama bekerja Persepsi pekerja terhadap beban kerja dan tingkat kelelahan kontradiktif dengan fakta kondisi lingkungan yang kurang ergonomis. Hal ini mencerminkan bahwa tubuh pekerja dalam jangka waktu yang lama mengalami proses penyesuaian sehingga tetap dalam kondisi yang cukup baik. Dengan persentase persepsi beban kerja dan kelelahan dalam tingkat ringan sedang sebanyak 78% dan 98%, terlihat bahwa telah terjadi proses perubahan pada diri pekerja setelah memasuki pekerjaan tersebut yaitu telah terjadi proses penyesuaian atau adaptasi terhadap kondisi lingkungan kerja. Hal ini dapat disimpulkan karena pengalaman terbanyak pekerja adalah lebih dari 10 tahun yaitu sebesar 82%.
Gambar 20 Persentase persepsi pekerja PG Jatitujuh terhadap kejadian kecelakaan selama bekerja
69
Faktor kelelahan biasanya terkait langsung dengan kecelakaan kerja. Demikian juga hasil kuisioner persepsi pekerja terhadap tigkat kecelakaan yang menunjukkan bahwa 96% menyatakan ringan sampai dengan sedang. Hal ini sesuai dengan persesi pekerja terhadap beban kerja dan tingkat kelelahan. Kondisi ini dapat dimaknai bahwa dengan risiko ergonomi yang tinggi dan semakin tinggi pengalaman kerja, masing-masing pekerja dapat menahan kondisi tersebut dan terhindar dari kecelakaan, walaupun secara umum penggunaan alat pelindung diri sangat minim. Fakta di lapangan menunjukkan bahwa perusahaan memang memberikan perhatian yang cukup baik terhadap kondisi kerja. Kepedulian ini ditunjukkan dengan memberikan alat pelindung diri (APD) serta memberikan tambahan nutrisi berupa susu bagi karyawan. Kebijakan ini dilakukan sebab kondisi lingkungan fisik tidak dapat dikendalikan sampai ambang batas aman kecuali pada beberapa ruang kendali.
Gambar 21 Persentase persepsi pekerja PG Jatitujuh terhadap lingkungan organisasi Kepedulian perusahaan ini sejalan pula dengan persepsi karyawan terhadap kebijakan perusahaan yang sebagian besar menyatakan bahwa perusahaan sangat peduli dengan kondisi kerja sebesar 85%. Namun demikian, pada kenyataannya kepedulian ini ditanggapi kurang serius oleh
pekerja,
sebagai contoh data penggunaan alat pelindung diri yang hampir tidak digunakan misalnya pelindung telinga, sepatu aman, serta topi/helm proyek. Pekerja lebih banyak tidak menghiraukan himbauan perusahaan.
70
Hasil kuisioner mencerminkan pandangan subyektif dari pekerja PG Bungamayang ditampikan pada Gambar 22 sampai 27.
Gambar 22 Persentase tingkat pengalaman operator/pekerja pabrik PG Bungamayang PG Bungamayang memiliki karyawan yang sebagian
besar sudah
berpengalaman lebih dari 10 tahun dengan total jumlah sebesar 79%. Pekerja muda dengan pengalaman antara 0 – 5 tahun sangat sedikit yaitu hanya sebesar 6%. Seperti halnya kondisi pekerja pada PG Jatitujuh, pekerja PG Bungamayang juga merupakan pekerja yang sangat berpengalaman dengan keadaan kerja pabrik gula.
Gambar 23 Persentase tingkat pendidikan operator pabrik PG Bungamayang Tingkat pendidikan pekerja pabrik PG Bungamayang secara umum lebih baik dari pekerja PG Jatitujuh, yakni didominasi oleh lulusan SMA atau yang sederajat sebanyak 71%. Pekerja dengan tingkat pendidikan SD hanya sedikit yakni sebesar 4%. Kondisi ini sangat menguntungkan bagi perusahaan sebab
71
dengan tingkat pendidikan yang lebih baik kemampuan untuk menangani mesin juga lebih baik.
Gambar 24 Persentase persepsi pekerja PG Bungamayang terhadap beban kerja Data lain yang didapat dari lapangan adalah bahwa sebagian besar pekerja tetap PG Bungamayang adalah pekerja dari daerah Jawa Timur, walaupun lokasi pabrik tersebut di Provinsi Lampung. Persepsi pekerja PG Bungamayang terhadap beban kerja agak berbeda dengan persepsi pekerja PG Jatitujuh. Jika pekerja PG Jatitujuh yang mempersepsikan
beban kerja sedang sebanyak 59%, pekerja PG
Bungamayang mempersepsikan sedang sebanyak 47%. Kondisi tersebut dapat dinilai hampir sama. Namun demikian persepsi bahwa beban kerja termasuk berat di PG Jatitujuh hanya 22%, namun di PG Bungamayang sebesar 45%.
Gambar 25 Persentase persepsi pekerja PG Bungamayang terhadap kelelahan kerja
72
Pekerja PG Bungamayang mempersepsikan bahwa tingkat kelelahan berat hanya sebesar 5% pekerja, sedangkan persepsi terhadap beban kerja yang sedang sebanyak 48% pekerja. Sementara pekerja yang mempersepsikan beban ringan hanya 47. Persepsi ini juga merupakan persepsi yang saling kontradiktif, yakni jika beban berat, mestinya kelelahan juga akan dominan berat dan sebaliknya jika beban dipersepsikan ringan oleh sedikit pekerja, seharusnya jumlah pekerja yang mempersepsikan kelelahan ringan juga sedikit. Kondisi demikian terjadi sebagaimana pada pekerja PG Jatitujuh, yaitu pekerja yang berpengalaman cukup lama telah dapat menyesuaikan diri dengan kondisi kerja, bahkan kondisi kerja cukup ekstrim yaitu kebisingan dan temperatur yang tinggi.
Gambar 26 Persentase persepsi pekerja PG Bungamayang terhadap potensi kecelakaan kerja Pekerja PG Bungamayang mempersepsikan bahwa tingkat kecelakaan kerja berat hanya sebesar 28% pekerja, sedangkan persepsi terhadap kecelakaan kerja sedang sebanyak 35% pekerja. Sementara pekerja yang mempersepsikan kecelakaan kerja ringan hanya 37%. Hasil kuisioner persepsi pekerja PG Bungamayang terhadap potensi kecelakaan hampir sama dengan persepsi terhadap beban kerja. Hal ini sejalan dengan prinsip ergonomi, yakni semakin besar beban kerja akan semakin besar potensi kecelakaan yang mungkin terjadi. Namun demikian, jika kita kembali pada analisis bahwa persepsi terhadap beban kerja bertentangan dengan persepsi terhadap kelelahan, maka persepsi terhadap kecelakaan ini juga bertentangan dengan persepsi terhadap kelelahan.
73
Gambar 27 Persentase persepsi pekerja PG Bungamayang terhadap lingkungan organisasi Pekerja PG Bungamayang mempersepsikan bahwa lingkungan organisasi sangat baik. Persepsi ini sejalan dengan kenyataan bahwa cukup banyak alat pelindung diri yang disediakan untuk mengantisipasi keadaan lingkungan kerja yang kurang ergonomis. Namun demikian perilaku pekerja sendiri yang kurang memperhatikan keamanan diri sendiri sehingga masih enggan memanfaatkan alat-alat tersebut. Hal ini perlu mendapat perhatian lanjut sebab terdapat kontradiksi dengan persepsi karyawan terhadap beban kerja, kelelahan dan kecelakaan kerja yang dinyatakan dalam kategori berat. Sebab yang mungkin adalah karena kondisi lingkungan kerja yang kurang ergonomis dan keengganan menggunakan alat pelindung diri. Persepsi pekerja pabrik terhadap beban kerja, kelelahan, kecelakaan kerja dapat pula dibandingkan dengan membuat analisa biplot. Analisis ini utuk mengetahui hubungan antar persepsi pekerja yang ditunjukkan dengan kedekatan arah vektor. Analisa biplot juga dapat menunjukkan seberapa dalam atribut tertentu memberikan informasi tentang variabel yang dibandingkan, ditunjukkan dengan panjang vektornya. Analisis biplot dilakukan dengan software bantu SAS. Hasil dari analisis biplot ditampilkan pada Gambar 28 dan 29. Analisis biplot PG Jatitujuh tentang persepsi pekerja terhadap atributnya memberikan informasi sebesar 74.8% dari total keragaman data dengan sumbu utama pertama 39.0% dan sumbu kedua 35.8%. Hal ini menunjukkan bahwa
74
interpretasi biplot yang dihasilkan mampu menerangkan dengan baik hubungan antara persepsi pekerja terhadap atributnya.
Gambar 28 Hasil analisis biplot persepsi pekerja PG Jatitujuh Dari gambar biplot, vektor umur dan pengalaman memiliki posisi sangat berdekatan serta panjang vektor juga hampir sama, artinya antara umur dan pengalaman sangat berkorelasi dan memiliki keragaman data yang hampir sama. Vektor kecelakaan, kelelahan dan beban kerja memiliki arah yang hampir sama (sudut antara yang lancip), artinya memiliki korelasi yang dekat. Keragaman beban lebih kecil dibandingkan dengan kelelahan dan kecelakaan, yang ditunjukkan oleh panjang vektor yang paling pendek. Persepsi beban tidak terlalu bervariatif terhadap umur dan pengalaman, dengan kata lain beban dipersepsikan hampir sama untuk seluruh pekerja dengan umur yang berbedabeda. Pekerja PG Jatitujuh secara umum mempersepsikan beban kerja yang hampir sama, meskipun dengan tingkat pengalaman yang berbeda. Namun demikian, jika dibandingkan dengan hasil pie-chart, nilai beban tersebut adalah dalam kategori ringan dan sedang (78%). Jika dibandingkan dengan kondisi lingkungan kerja, secara ergonomis beban tersebut dalam kategori berat.
75
Artinya telah terjadi adaptasi pada diri pekerja secara cepat pada PG Jatitujuh, sebab untuk pekerja berpengalaman maupun tidak mempersepsikan hampir sama yaitu ringan dan sedang. Kondisi ini mungkin terjadi karena PG Jatitujuh adalah salah satu perusahaan gula swasta yang memiliki pola kerja yang lebih baik, pola pengupahan yang lebih menekankan pada prestasi serta pola pembinaan sumber daya manusia yang memadai. Panjang vektor persepsi kelelahan lebih besar dari beban kerja, artinya persepsi terhadap beban kerja relatif seragam, namun persepsi terhadap kelelahan lebih bervariasi, artinya tingkat beban kerja yang dirasakan operator lebih bervariatif, hal ini menunjukkan bahwa tingkat kemampuan penerimaan beban tiap operator bervariasi yang mengindikasikan proses adaptasi yang terjadi untuk masing-masing individu tidak sama.
Gambar 29 Hasil analisis biplot persepsi pekerja PG Bungamayang Analisis biplot PG Bungamayang tentang persepsi pekerja terhadap atributnya memberikan informasi sebesar 69.1% dari total keragaman data dengan sumbu utama pertama 41.7% dan sumbu kedua 27.4%. Hal ini menunjukkan bahwa interpretasi biplot yang dihasilkan mampu menerangkan dengan cukup baik hubungan antara persepsi pekerja terhadap atributnya.
76
Seperti pada PG Jatitujuh, hasil biplot PG Bungamayang menunjukkan vektor umur dan pengalaman memiliki posisi sangat berdekatan serta panjang vektor juga hampir sama, artinya antara umur dan pengalaman sangat berkorelasi dan memiliki keragaman data yang hampir sama. Vektor kecelakaan, kelelahan dan beban kerja memiliki arah yang hampir sama (sudut antara yang lancip), artinya memiliki korelasi yang dekat. Keragaman beban lebih kecil dibandingkan dengan kelelahan dan kecelakaan, yang ditunjukkan oleh panjang vektor yang paling pendek. Sudut antara vektor persepsi beban dan kecelakaan hampir mendekati nilai 900 terhadap umur dan pengalaman, artinya hampir tidak ada korelasi antara beban dan kecelakaan dengan pengalaman. Vektor umur dan pengalaman (pada kuadran 2), berkebalikan arah dengan vektor kelelahan (kuadran 4), artinya jika pengalaman bertambah, maka
persepsi
tehadap
kelelahan
akan
menurun.
Kondisi
pada
PG Bungamayang ini menunjukkan bahwa proses adaptasi pekerja terhadap beban kerja sebanding dengan pengalaman/umur. Semakin lama bekerja, semakin baik respon pekerja terhadap beban kerja yang diterima. Keadaan ini sedikit berbeda dengan PG Jatitujuh, karena PG Bungamayang adalah perusahaan gula berbentuk BUMN, dengan pola penghargaan dan insentif yang lebih menekankan kepada lama waktu kerja, sehingga pekerja akan melakukan kegiatannya dengan lebih santai, dengan motivasi yang lebih rendah untuk berprestasi tinggi. Lebih baik melaksanakan pekerjaan dengan wajar, karena penghargaan yang diterima tidak jauh berbeda antra pekerja dengan prestasi sangat baik dan yang kurang. Dengan demikian pekerja tidak terlalu mengejar prestasi kerja, lebih kepada pemenuhan kewajiban sebagai buruh. Dari dua kasus perusahaan gula tersebut terlihat bahwa proses adaptasi pekerja berbeda satu dengan yang lain. Tingkat kelelahan yang dirasakan dibandingkan dengan umur/pengalaman juga berbeda. Pekerja PG Jatitujuh relatif lebih cepat beradaptasi dibandingkan dengan pekerja PG Bungamayang. Kultur sebagai sebuah perusahaan swasta dengan pengaturan kerja yang lebih menekankan prestasi membawa dampak berbeda terhadap pekerja perusahaan
77
badan usaha milik negara yang lebih menekankan pada pengalaman kerja sebagai pertimbangan pemberian penghargaan. Satu yang sama terjadi pada pekerja kedua perusahaan adalah bahwa pekerja melakukan proses adaptasi diri terhadap beban kerja berat yang diterima, sehingga tingkat kelelahan dipersepsikan dalam ringan atau sedang. 4.3. Beban Kerja Operator Boiler Analisis beban kerja berdasarkan metode IRHR (Syuaib 2003) dan hasil dari perhitungan IRHR terhadap pekerja stasiun boiler PG Jatitujuh dan PG Bungamayang ditampilkan pada Tabel 15 dan 16. Pengukuran beban kerja operator boiler hanya terbatas dengan masingmasing dua sampel, disebabkan karena jumlah pekerja pada stasiun kerja tersebut per shift yang bertugas untuk mengaduk bagas hanya 1 orang. Beban kerja fisik yang diterima operator adalah pada saat melakukan pengadukan bagas (ampas tebu) sebagai bahan bakar boiler. Tabel 15 Kategori beban kerja di stasiun boiler PG Jatitujuh Shift Pagi Subyek IRHR Klasifikasi
Shift Siang IRHR
Shift Malam
Klasifikasi IRHR Klasifikasi
1
1.46
Sedang
1.33
Sedang
1.42
Sedang
2
1.52
Berat
1.46
Sedang
1.55
Berat
Tabel 16 Kategori beban kerja di stasiun boiler PG Bungamayang Shift Pagi Subyek IRHR Klasifikasi
Shift Siang IRHR
Shift Malam
Klasifikasi IRHR Klasifikasi
1
1.42
Sedang
1.67
Berat
1.39
Sedang
2
1.33
Sedang
1.42
Sedang
1.48
Sedang
Hasil dari pengukuran beban kerja yang menggunakan parameter IRHR menunjukkan bahwa beban kerja operator boiler terkategori sedang sampai dengan berat dengan IRHR maksimum mencapai 1.67. Dengan kondisi ini
78
dapat disimpulkan bahwa tingkat beban kerja operator secara umum dalam kategori sedang. Dengan kondisi lingkungan kerja yang kurang ergonomis, namun kejerihan pekerja dalam kategori sedang, hal ini juga menunjukkan bahwa pekerja telah melakukan proses adaptasi terhadap kondisi kerja dan memiliki ketahanan diri yang baik untuk menghadapi kondisi tersebut. 4.4. Beban Kerja Buruh Tebang Angkut Pengukuran beban kerja buruh tebang angkut dilakukan dengan metode IRHR seperti yang dilakukan untuk operator boiler. Responden dibagi menjadi dua kelompok yaitu pekerja berpengalaman (P - lebih dari tahun ke-6 bekerja), serta tenaga kerja tidak berpengalaman (TP - kurang dari tahun ke-6 bekerja). Responden tebang di PG Jatitujuh adalah juga responden angkut. Jumlah responden PG Jatitujuh sebanyak 6 pekerja, terdiri dari 3 pekerja berpengalaman dan 3 pekerja tidak berpengalaman. Spesifikasi subyek penelitian tebang angkut PG Jatitujuh disampaikan pada Tabel 17 dan 18. Tabel 17 Spesifikasi subyek pekerja berpengalaman tebang angkut PG Jatitujuh Subyek
Umur (tahun)
Berat badan (kg)
Pengalaman kerja (tahun)
54.7
Tinggi badan (cm) 163
P1
41
P2
32
59.2
162
16.2
P3
50
48.7
152
20.2
20.2
Tabel 18 Spesifikasi subyek pekerja tidak berpengalaman tebang angkut PG Jatitujuh Subyek
Umur (tahun)
Berat badan (kg)
Pengalaman kerja (tahun)
48.5
Tinggi badan (cm) 153
TP1
17
TP2
19
53.1
172
1.2
TP3
21
45.4
169
3.4
1.2
Responden tebang Bungamayang hanya melakukan 1 pekerjaan yaitu tebang atau angkut. Jumlah responden tebang sebanyak 7 pekerja terdiri dari 4 reponden
pekerja
berpengalaman
dan
3
responden
pekerja
tidak
79
berpengalaman. Responden angkut PG Bungamayang sebanyak 3 orang terdiri dari 2 responden berpengalaman dan 1 responden tidak berpengalaman. Spesifikasi subyek penelitian pekerja tebang angkut PG Jatitujuh disampaikan pada Tabel 19 sampai 22. Tabel 19 Spesifikasi subyek pekerja berpengalaman tebang PG Bungamayang Subyek
Umur (tahun)
Berat badan (kg)
Pengalaman kerja (tahun)
42.1
Tinggi badan (cm) 159
P4
29
P5
32
51
162
11.3
P6
46
59.2
169
18.3
P7
40
56.2
160
24.3
10.3
Tabel 20 Spesifikasi subyek pekerja tidak berpengalaman tebang PG Bungamayang Subyek
Umur (tahun)
Berat badan (kg)
Pengalaman kerja (tahun)
54.1
Tinggi badan (cm) 164
TP4
18
TP5
22
52.1
168
0.3
TP6
22
52.2
167
0.3
0.3
Tabel 21 Spesifikasi subyek pekerja berpengalaman angkut PG Bungamayang Subyek
Umur (tahun)
Berat badan (kg)
Pengalaman kerja (tahun)
58.8
Tinggi badan (cm) 158
P7
25
P8
32
58.5
169
10.3
5.3
Tabel 22 Spesifikasi subyek pekerja tidak berpengalaman angkut PG Bungamayang Subyek
TP7
Umur
Berat badan
(tahun)
(kg)
18
52.1
Tinggi badan (cm) 156
Pengalaman kerja (tahun) 2.3
Kondisi lingkungan fisik lapangan dominan yang terukur adalah temperatur, di mana untuk pekerjaan pagi hari rata-rata temperatur 30 – 32 0C,
80
sedangkan untuk pekerjaan siang rata-rata berkisar antara 31 – 38 0C. Secara umum kondisi tempertaur tersebut kurang ergonomis karena berada di luar ambang batas, yaitu 30 0C. Contoh grafik hasil pengukuran denyut jantung pekerja tebang angkut disajikan pada Gambar 30 sampai 32 yang menunjukkan hubungan antara denyut jantung dan waktu.
Gambar 30 Grafik denyut jantung pekerja P3 saat tebang pagi
Gambar 31 Grafik denyut jantung pekerja P3 saat tebang siang
81
Gambar 32 Grafik denyut jantung pekerja P3 saat kerja angkut pagi Nilai perbandingan antara HRwork dan HRrest (IRHR) disajikan pada Tabel 23 sampai 24 yang menunjukkan kategori dari pekerjaan tebang dan angkut untuk masing-masing pekerja. Pekerja angkut PG Jatitujuh sekaligus melaksanakan tugas tebang. Namun tidak semua pekerja tebang menjadi pekerja angkut. Responden yang dipilih dalam penelitian ini adalah pekerja tebang yang sekaligus sebaga pekerja angkut. Tabel 23 Kategori pekerjaan berdasarkan IRHR pekerja berpengalaman PG Jatitujuh Tebang Pagi
Tebang Siang
Angkut Pagi
Angkut Siang
Subyek
IRHR
Kategori
IRHR
Kategori
IRHR
Kategori
IRHR
Kategori
P1
1.30
sedang
1.44
sedang
1.64
berat
1.44
sedang
P2
1.45
sedang
1.66
berat
1.33
sedang
1.58
berat
P3
1.27
sedang
1.28
sedang
1.43
berat
1.61
berat
Ratarata
1.34
sedang
1.46
sedang
1.47
sedang
1.54
berat
Dari ketiga responden pekerja berpengalaman tebang angkut PG Jatitujuh, nilai IRHR rata-rata tebang pagi, tebang siang dan angkut pagi termasuk kategori sedang. Nilai IRHR rata-rata angkut siang terkategori berat dengan nilai rata-rata di dekat ambang bawah yaitu 1.54 (ambang batas bawah beban kategori berat adalah 1.5). Keadaan ini menunjukkan bahwa terjadi peningkatan tingkat beban kerja angkut pada siang hari. Karena beban fisik
82
yang diangkut yaitu berupa ikatan tebu antara pagi dan siang tetap, peningkatan ini terjadi karena beban akibat kondisi temperatur lingkungan yang cukup panas pada siang hari. Secara fisiologis tubuh manusia harus mengeluarkan sejumlah energi lebih karena kondisi lingkungan sekitar di luar ambang batas ketahanan terhadap panas yang menurut Depnaker adalah 25-30 0C. Tabel 24 Kategori pekerjaan berdasarkan IRHR pekerja tidak berpengalaman PG Jatitujuh Tebang Pagi
Tebang Siang
Angkut Pagi
Angkut Siang
Subyek
IRHR
Kategori
IRHR
Kategori
IRHR
Kategori
IRHR
Kategori
TP1
1.5
berat
1.57
berat
1.73
berat
1.93
TP2
1.4
sedang
1.52
berat
1.5
berat
1.65
sangat berat berat
TP3
1.36
sedang
1.59
sedang
1.61
berat
1.63
berat
Ratarata
1.42
sedang
1.56
berat
1.61
berat
1.74
berat
Kondisi beban kerja pekerja tidak berpengalaman PG Jatitujuh berbeda dengan pekerja yang berpengalaman. Sebagian besar nilai IRHR rata-rata berada dalam kategori berat bahkan hampir sangat berat (1.74). Hanya terdapat satu nilai rata-rata sedang yaitu pada saat tebang pagi. Nilai ini menunjukkan bahwa untuk pekerja yang masih belum berpengalaman, keadaan fisik dan psikisnya masih belum dapat merespon dengan baik beban eksternal, sehingga nilai IRHRnya cukup tinggi. Pekerja tidak berpengalaman sedang dalam proses adaptasi dengan kondisi kerja yang dihadapi baik terhadap beban fisik maupun beban psikis yaitu harus memiliki keterampilan/skill seperti yang dikehendaki dalam proses tebang angkut. Secara umum untuk pekerjaan tebang angkut PG Jatitujuh, nilai IRHR pekerjaan tebang lebih rendah dari angkut baik pada pagi maupun siang hari. Nilai IRHR pagi dan siang juga berbeda yakni, pekerjaan siang nilai IRHR lebih tinggi yang mengindikasikan beban kerja lebih berat. Hal ini dapat diterima sebab kondisi lingkungan kerja yang semakin panas bahkan mencapai 380C, ditambah pekerja sudah mengalami kelelahan kumulatif akibat kerja dari pagi hari.
83
Tabel 25 Kategori pekerjaan berdasarkan IRHR pekerja tebang berpengalaman PG Bungamayang Tebang Pagi
Tebang Siang
Subyek
IRHR
Kategori
IRHR
Kategori
P4
1.25
sedang
1.46
sedang
P5
1.46
sedang
1.47
sedang
P6
1.39
sedang
1.51
berat
P7
1.50
berat
1.78
sangat berat
Rata-rata
1.40
sedang
1.56
sedang
Pekerjaan tebang angkut di PG Bungamayang dilakukan oleh pekerja yang berbeda, artinya seorang pekerja hanya melaksanakan tugas 1 macam saja, yaitu menebang atau mengangkut. Kategori beban kerja rata-rata pekerja tebang berpengalaman PG Bungamayang adalah sedang, baik untuk proses tebang pagi maupun siang. Fenomena ini sama dengan di PG Jatitujuh, di mana pekerja yang sudah berpengalaman memiliki IRHR yang rendah yang berarti sudah dapat menyesuaikan diri dengan pekerjaannya. Tabel 26 Kategori pekerjaan berdasarkan IRHR pekerja tebang tidak berpengalaman PG Bungamayang Tebang Pagi
Tebang Siang
Subyek
IRHR
Kategori
IRHR
Kategori
TP4
1,74
sangat berat
2,10
luar biasa berat
TP5
1,68
berat
1,99
sangat berat
TP6
1,63
berat
1,81
sangat berat
Rata-rata
1.68
berat
1.96
sangat berat
Untuk pekerja tidak berpengalaman, nilai IRHR tebang pagi rata-rata termasuk kategori berat dan IRHR tebang siang termasuk kategori sangat berat. Fenomena ini dapat difahami sebagai kondisi di mana pekerja tidak berpengalaman masih harus menyesuaikan diri dengan kondisi kerja. Penyesuaian mencakup kemampuan fisik, keterampilan dan motivasi kerja. Nilai IRHR rata-rata pekerja angkut PG Bungamayang berpengalaman dan tidak berpengalaman disajikan pada Tabel 27 dan 28.
84
Tabel 27 Kategori pekerjaan berdasarkan IRHR pekerja angkut berpengalaman PG Bungamayang Angkut Pagi Subyek P8 P9 Rata-rata
Angkut Siang
IRHR
Kategori
IRHR
Kategori
1.50
berat
1.56
berat
1.61
berat
1.76
sangat berat
1.56
berat
1.66
berat
Tabel 28 Kategori pekerjaan berdasarkan IRHR pekerja angkut tidak berpengalaman PG Bungamayang Angkut Pagi
Angkut Siang
Subyek
IRHR
Kategori
IRHR
Kategori
TP7
1.57
berat
1.815
sangat berat
Nilai IRHR rata-rata pekerja angkut PG Bungamayang berpengalaman termasuk kategori berat baik untuk angkut pagi maupun siang .Untuk pekerja tidak berpengalaman kategori IRHR adalah berat untuk angkut pagi dan sangat berat untuk angkut siang. Fenomena ini sesuai dengan analisis biomekanika. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa untuk pekerjaan angkut PG Bungamayang, nilai IRHR sesuai dengan konsep ergonomi. Namun demikian, salah satu dapat dicatat bahwa untuk pekerja tidak berpengalaman, nilai IRHR sangat tinggi sebesar 1.82 pada proses angkut siang. Jika dibandingkan dengan pekerja berpengalaman, nilai ini cukup jauh yakni hanya 1.56 untuk tebang siang. Dengan kata lain walaupun beban dikategorikan berat, namun tetap terjadi proses adaptasi pada pekerja tersebut. Untuk mengetahui perbedaan antara hasil pengukuran setiap pekerja yang diukur, maka dilakukan sidik statistik dengan metode uji nilai tengah (uji-t). Untuk membandingkan perbedaan antara pekerja pengalaman dan pemula terhadap nilai IRHR digunakan uji-t tidak berpasangan, karena kedua data didapat dari dua populasi yang berbeda (tingkat pengalamannya berbeda). Sementara untuk membandingkan perbedaan nilai IRHR pada kerja pagi dan siang hari digunakan uji-t berpasangan, karena kedua data diperoleh dari dua populasi yang sama hanya dikondisikan pada keadaan yang berbeda (kondisi pagi dan siang hari). Pada uji-t selang kepercayaan yang digunakan adalah
85
95%. Di mana 0.95 merupakan daerah penerimaan hipotesis, dan 0.05 daerah penolakan hipotesis. Apabila probabilitasnya lebih besar dari 0.05 maka hipotesis diterima, artinya nilai IRHR kedua populasi tidak berbeda nyata. Sedangkan apabila probabilitas lebih kecil dari 0.05 maka hipotesis ditolak, artinya nilai IRHR kedua populasi berbeda nyata (Sugiyono 2011). Tabel 29 Hasil uji-t nilai IRHR No
Parameter yang dibandingkan
1
Tebang pagi dan siang untuk pekerja berpengalaman Angkut pagi dan siang untuk pekerja berpengalaman Tebang pagi dan siang untuk pekerja tidak berpengalaman Angkut pagi dan siang untuk pekerja tidak berpengalaman Tebang pagi untuk pekerja berpengalaman dan tidak berpengalaman Tebang siang untuk pekerja berpengalaman dan tidak berpengalaman Angkut pagi untuk pekerja berpengalaman dan tidak berpengalaman Angkut siang untuk pekerja berpengalaman dan tidak berpengalaman
2 3 4 5
6
7
8
Nilai uji t
Keterangan
0.0113
Beda nyata
0.323
Tidak beda nyata Beda nyata
0.0054 0.051 0.070
Tidak beda nyata Tidak beda nyata
0.074
Tidak beda nyata
0.235
Tidak beda nyata
0.091
Tidak beda nyata
Hasil uji-t nilai IRHR disajikan dalam Tabel 29 meliputi; uji-t untuk seluruh pekerja pada pekerjaan tebang pagi dan siang, angkut pagi dan siang; uji-t pekerja berpengalaman pada pekerjaan tebang pagi dan siang, angkut pagi dan siang; uji-t pekerjaan tebang pagi antara pekerja berpengalaman dan tidak berpengalaman; uji-t pekerjaan tebang siang antara pekerja berpengalaman dan tidak berpengalaman; uji-t pekerjaan angkut pagi antara pekerja berpengalaman dan tidak berpengalaman; uji-t pekerjaan angkut siang antara pekerja berpengalaman dan tidak berpengalaman.
86
Dari hasil uji-t dapat disimpulkan bahwa beban kerja untuk tebang pagi dan siang baik untuk pekerja berpengalaman maupun tidak berpengalaman berbeda nyata. Artinya tingkat kejerihan pekerja pada pagi dan siang berbeda. Karena kondisi beban kerja fisik dan sama, pengaruh kondisi lingkungan (temperatur) dan ritme biologi pekerja yang berubah pada siang hari (denyut jantung, temperatur tubuh meningkat) akan meningkatkan kejerihan pekerja. Hasil
uji-t
untuk
beban
angkut
pekerja
berpengalaman
dan
tidak
berpengalaman pagi dan siang menunjukkan kondisi kejerihan yang tidak beda nyata. Hal ini dapat disimpulkan bahwa dengan kondisi beban kerja yang sama, namun keadaan lingkungan yang berbeda, pekerja mengalami kejerihan yang sama. Jika dibandingkan dengan pekerjaan tebang, di mana tebang pagi dan siang berbeda, hal ini disebabkan karena pekerjaan tebang selain memerlukan kemampuan fisik, diperlukan juga kemampuan psikis berupa keterampilan/skill untuk dapat melaksanakan proses tebang dengan baik. Pekerja harus senantiasa menggunakan keterampilan sebab untuk masing-masing kondisi tebu memerlukan metode penebangan yang berbeda mulai dari cara memotong, menarik batang tebu potongan, membersihkan daun dan mengatur di atas guludan sampai mengikat batang. Dengan pekerjaan yang memerlukan banyak keterampilan tersebut, kejerihan pekerja akan berubah lebih tinggi jika kondisi beban eksternal berubah. Dalam kasus ini kondisi eksternal adalah perubahan temparatur.
Sementara
untuk
proses
angkut,
pekerja
lebih
banyak
menggunakan kemampuan fisik karena proses kerja yang sederhana, sehingga perubahan eksternal tidak terlalu mempengaruhi kejerihan pekerja. Perbandingan hasil uji-t antara pekerja berpengalaman dan tidak berpengalaman pada pekerjaan tebang pagi, tebang siang, angkut pagi dan angkut siang semuanya menunjukkan tidak beda nyata. Hal ini berarti bahwa pada seluruh pekerjaan tersebut kejerihan masing-masing kelompok pekerja tidak berbeda, yang mengindikasikan bahwa baik untuk pekerja berpengalaman maupun tidak berpengalaman keduanya mengalami beban fisik, beban psikis dan beban eksternal yang sama. Untuk melihat hubungan antara pengalaman kerja dengan tingkat kejerihan pekerja yang dicerminkan dengan besarnya nilai IRHR, dibuat grafik
87
yang menghubungkan antara pengalaman dan IRHR. Nilai IRHR ini mencerminkan tingkat reaksi operator terhadap beban kerja yang diterima. Perbandingan nilai IRHR untuk pekerjaan tebang angkut berdasarkan pengalaman secara diagramatis ditunjukkan pada Gambar 33 dan 34.
Gambar 33 Hubungan antara pengalaman dan IRHR tebang Kurva IRHR dalam Gambar 33 mengikuti pola logaritmik. Pada awal bekerja, pekerja masih harus belajar menyesuaikan diri dengan kondisi kerja sehingga mengalami tingkat kejerihan yang tinggi dan akan semakin menurun sebagai fungsi waktu. Hal ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa untuk pekerja pemula akan memerlukan waktu belajar untuk dapat melakukan pekerjaan dengan baik mendekati kemampuan pekerja berpengalaman/skillful (Syuaib 2002, 2003, 2007). Pekerja yang memiliki pengalaman kurang dari 5 tahun mengalami penurunan nilai IRHR secara drastis pada pekerjaan tebang baik pada waktu tebang pagi maupun tebang siang. Kemudian pada rentang pengalaman setelah 10 tahun kurva IRHR cenderung mendatar dengan variabilitas nilai yang lebih kecil daripada pekerja dengan pengalaman di bawah 5 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa pada tahuntahun awal pekerja mulai melakukan tugas menebang memiliki kemampuan yang sangat bervariatif, kemudian mulai seragam setelah periode 5 - 10 tahun. Variabilitas IRHR pekerja dengan pengalaman kurang dari 5 tahun (pekerja
88
pemula) cukup besar antara kerja tebang pagi dan siang yaitu sebesar 0.32. Sementara untuk pekerja berpengalaman rentang IRHR terbesar adalah 0.14. Pekerja pemula yang sedang dalam proses belajar memiliki rentang maksimum 2 kali lipat dibandingkan pekerja berpengalaman. Kondisi ini juga mengindikasikan bahwa selain beban fisik dan psikis yang tinggi, pekerja pemula lebih sensitif terhadap beban eksternal yaitu kondisi cuaca yang cukup tinggi pada siang hari. Dengan beban tebang yang cukup berat pekerja pemula memiliki kemampuan menahan variasi beban yang lebih rendah. Untuk pekerja berpengalaman, perbedaan IRHR antara pekerjaan tebang pagi dan siang karena secara fisiologis kondisi perubahan temperatur kerja yang semakin tinggi akan meningkatkan beban kerja. Penyebab lain tingkat kejerihan pekerja pada pekerjaan siang adalah kondisi ritme biologi pekerja secara umum di mana setelah pukul 12.00 sampai 18.00, temperatur tubuh, denyut jantung, tekanan darah dan eksresi jauh lebih tinggi dibandingkan untuk pagi hari pukul 06.00 sampai pukul 12.00 (Kromer, 2001) sehingga beban internal dalam tubuh sudah cukup tinggi Dari gambar tersebut juga dapat disimpulkan bahwa utuk pekerjaan tebang, secara umum pekerja berpengalaman memiliki nilai IRHR yang lebih rendah daripada pekerja tidak berpengalaman baik untuk pekerjaan tebang baik untuk pagi maupun siang. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi perubahan internal dari tubuh pekerja, yaitu adanya penyesuaian diri dari pekerja terhadap beban kerja yang dihadapi. Nilai R2 fungsi cukup rendah artinya korelasi antara data dengan fungsi kurang baik. Hal ini karena dispersi nilai IRHR yang cukup tinggi disebabkan jumlah sampel yang terbatas. Hubungan pengalaman dengan IRHR pada proses angkut hampir sama dengan proses tebang. Secara grafis hubungan tersebut disajikan pada Gambar 34. Secara umum kejerihan pekerja angkut pada siang hari lebih tinggi dari siang hari karena temperatur siang yang lebih tinggi, beban kumulatif dari pagi serta kondisi intermal badan manusia yaitu ritme biologis meliputi tekanan darah, denyut jantung, temperatur tubuh dan eksresi yang lebih tinggi. Pekerja pemula memiliki nilai IRHR tinggi kemudian akan menurun secara signifikan sampai 5,3 tahun. Setelah masa tersebut nilai IRHR berfluktuasi naik turun,
89
namun kenaikan maksimum tidak sampai mencapai nilai untuk pekerja awal. Nilai R2 fungsi yang mencermikan korelasi juga rendah, dengan fenomena dan penyebab yang sama seperti pada proses tebang.
Gambar 34 Hubungan antara pengalaman dan IRHR angkut Variabilitas IRHR pekerja dengan pengalaman kurang dari atau sama dengan 5.3 tahun (pekerja pemula) pada pekerjaan tebang pagi dan siang yaitu sebesar 0.22, nilai ini hampir sama dengan variabilitas IRHR pekerja berpengalaman yaitu sebesar 0.18. Nilai ini mengindikasikan bahwa untuk pekerjaan angkut faktor dominan beban kerja adalah faktor beban fisik, dibandingkan dengan faktor eksternal. Karena beban fisik angkut pagi dan siang tidak berbeda, maka nilai
variabilitasnya juga tidak berbeda untuk
masing-masing kelompok pekerja. Secara umum nilai IRHR angkut pagi dan siang pekerja berpengalaman lebih rendah dari pekerja pemula. Hal ini terjadi juga sebagaimana pekerjaan tebang, dan disebabkan karena pekerja pemula masih harus menyesuaikan diri dengan kondisi kerja yang dihadapi. Respon fisik pekerja pemula masih belum sekuat jika dibandingkan dengan pekerja berpengalaman. Hasil regresi kurva IRHR pekerjaan tebang pagi memiliki kecuraman yang lebih tajam mengikuti fungsi Y = -0.105 ln(X) + 1.7484. dibandingkan
90
dengan kecuraman IRHR untuk angkut pagi yang mengikuti fungsi Y = -0.046 ln(X) + 1.7323. Pekerjaan tebang
siang
mengikuti fungsi
Y = -0.063 ln(X) + 1.5482, dan untuk pekerjaan angkut siang mengikuti fungsi Y = -0.044 ln(X) + 1.595. Perbedaan kecuraman kurva regresi antara proses tebang dan angkut menunjukkan bahwa tingkat adaptasi yang diperlukan oleh pekerja pada pekerjaan tebang lebih sulit dibandingkan dengan pekerjaan angkut. Hal ini disebabkan karena pekerjaan tebang selain memerlukan energi fisik yang cukup besar, juga memerlukan kemampuan skill yang baik. Pekerja pemula harus belajar untuk dapat memotong dengan baik batang tebu dengan batas 5-10 cm di atas tanah, dalam kondisi batang tebu yang tegak, rebah atau miring, bahkan saling menyilang dengan batang yang lain. Diperlukan keterampilan khusus untuk dapat melakukan hal tersebut. Pekerjaan lain yang memerlukan
keterampilan
lebih
adalah
proses
pembersihan
kotoran,
pembuangan pucuk dan proses mengikat batang tebu. Sementara dalam pekerjaan angkut kemampuan pekerja yang domiman diperlukan adalah kemampuan fisik. Proses angkut lebih sederhana yaitu hanya menaikkan ikatan tebu ke pundak kemudian berjalan membawanya ke truk. Posisi ikatan tebu sudah teratur melintang di atas guludan, sehingga tidak diperlukan kemampuan khusus. Namun demikian pada pekerjaan angkut ada satu komponen kerja yang harus hati-hati yaitu pada saat menaikkan ikatan ke truk dan harus menaiki tangga dari bambu atau kayu. 4.5. Pengembangan Konsep Autopoiesis Dalam Sistem Kerja Dari hasil penelitian mengenai kondisi beban kerja, kondisi lingkungan fisik, persepsi pekerja serta beban kerja tebang angkut dapat disimpukan bahwa sebagian besar kondisi kerja tidak nyaman, kurang ergonomis dan beban kerja bervariasi. Sebagian kecil pekerja pabrik memberikan persepsi bahwa pekerjaan mereka berat, sementara yang lain menganggap ringan sampai sedang. Secara umum kondisi lingkungan kerja, beban fisik, persepsi dan analisis fenomena tersebut disajikan pada Tabel 30.
91
Tabel 30 Kondisi lingkungan kerja, beban fisik, persepsi pekerja dan analisis sistem kerja tebang angkut giling Kondisi kerja di pabrik
Kondisi kerja di lahan saat tebang angkut
Kondisi lingkungan kerja
Kondisi di pabrik kurang ergonomis terutama temperatur dan kebisingan
Beban fisik
Untuk stasiun boiler beban kerja Fisik antara sedang sampai berat
Temperatur kerja cukup tinggi, pagi hari mencapai 30 – 320C, sedangkan untuk siang hari rata-rata berkisar antara 31 – 380C 1) Pekerja tidak berpengalaman memiliki IRHR rata-rata yang tinggi 2) Pekerja berpengalaman memiliki IRHR yang rendah. Terjadi penurunan nilai IRHR pekerja mulai dari tahun pertama sampai tahun keenam mengikuti pola logaritmik.
Persepsi
1) Beban kerja : sedang sampai berat 2) Kelelahan: ringan 3) Kecelakaan kerja: sedang sampai berat 4) Lingkungan organisasi sangat baik 1) Persepsi beban kerja sesuai dengan kondisi lingkungan fisik 2) Terdapat kontradiksi antara persepsi kelelahan dengan kecelakaan. Persepsi kelelahan dan kecelakaan juga berbeda dengan persepsi terhadap beban kerja. 3) Terjadi proses adaptasi pekerja pabrik namun kecepatan adaptasi pekerja PG Jatitujuh tidaksama dengan pekerja PG Bunyamayang
Analisis
Pengalaman kerja menentukan tingkat kejerihan pekerja. Untuk pekerja berpengalaman, nilai IRHR menunjukkan lebih rendah dari pekerja pemula. Hal ini terjadi karena pekerja melakukan penyesuaian diri yaitu beradaptasi dengan kondisi kerja yang dihadapi. Proses ini berlangsung sampai mencapai kondisi keseimbangan antara beban luar yang diterima dan tingkat kejerihan pekerja.
Secara konseptual, jika mengikuti kaidah-kaidah ergonomi khususnya prinsip fit the task to the man, dalam kondisi kerja yang tidak sesuai (fit) dengan manusia/pekerja, akan menimbulkan tingkat beban kerja berat dan tingkat kelelahan
tinggi. Keadaan ini akan berpotensi menyebabkan
kecelakaan kerja yang tinggi. Namun hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terjadi perubahan respon dari pekerja, yaitu untuk pekerja yang berpengalaman memiliki ketahanan yang baik sehingga mamapu beradaptasi yang ditunjukkan dengan tingkat kejerihan atau beban kerja yang relatif rendah atau sedang. Fenomena ini dapat dijelaskan dengan pendekatan konsep lain yang
92
menyatakan bahwa proses interaksi dalam sebuah komunitas atau sistem mengikuti pola yang disebut autopoiesis. Dari Tabel 30 dapat dilihat bahwa fenomena lapangan persepsi pekerja dan respon beban kerja berubah dengan bertambahnya pengalaman. Data pendukung lain proses adaptasi yang didapat di lapangan adalah hubungan antara pengalaman kerja dengan jumlah absensi (kemangkiran) pekerja tebang angkut. Sampel yang dipilih adalah pekerja PG Jatitujuh yang seluruhnya adalah penebang dari daerah Jawa Timur (sebagian besar dari Kediri dan Trenggalek). Sedangkan pekerja tebang angkut PG Bungamayang tidak dipilih karena sebagian besar pekerja adalah petani setempat. Dari hasil wawancara dengan mandor dan pekerja PG Jatitujuh, sembilan puluh persen (90%) alasan absensi adalah karena kelelahan pekerja. Hal ini karena mereka adalah pendatang yang kehadirannya di Cirebon, Jawa Barat untuk bekerja, sehingga ketidakhadiran mereka di tempat kerja lebih banyak disebabkan oleh faktor kelelahan. Ketidakhadiran karena kebutuhan
kemasyarakatan/sosial
sangat minim sebab mereka tinggal di mess buruh yang ada di dalam lokasi kebun, tidak berinteraksi langsung dengan masyarakat di sekitarnya. Absensi pekerja di Bungamayang tidak dapat dijadikan rujukan karena sebagian besar mereka adalah penduduk setempat yang memanen di tanah mereka sendiri secara bergotong royong. Penyebab absensi lebih bervariasi karena banyak kebutuhan dan urusan mereka dalam komunitas. Hubungan antara pengalaman terhadap absensi pekerja PG Jatitujuh ditampilkan pada Gambar 35 . Dari Gambar 35 dapat disimpulkan bahwa pada awal pekerja berkenalan dengan sistem kerja tebang angkut, tingkat kelelahan cukup tinggi diindikasikan dengan banyaknya absensi pekerja. Absensi semakin menurun dan setelah bekerja lebih kurang selama 6 tahun, pekerja mengalami kelelahan yang cenderung konstan, diindikasikan dengan jumlah absensi yang cenderung konstan. Artinya pekerja rata-rata memerlukan waktu 6 tahun untuk beradaptasi dengan lingkungan dan beban kerjanya.
93
Gambar 35 Hubungan antara pengalaman dan absensi pekerja (dalam 2 bulan)
Untuk menjelaskan fenomena adaptasi dan bagaimana hubungannya dengan konsep ergonomi, dilakukan kajian lebih mendalam untuk mencermati konsep-konsep
ergonomi
tersebut.
Menurut
Bridger
(2005),
dalam
perancangan sistem kerja, perancangan akan mempertimbangkan 2 komponen yang saling terkait yaitu komponen manusia dan komponen pekerjaan. Manusia akan selalu berinteraksi dengan pekerjaan dengan segenap kemampuan dan keterbatasan yang dimiliki. Di lain fihak sistem menuntut agar pekerjaan dapat diselesaikan tanpa banyak kesalahan, menghasilkan kualitas produk yang baik dan dapat diselesaikan dalam waktu yang cepat. Keberhasilan dari sebuah sistem kerja dapat dilihat dari tingkat efektifitas, efisiensi dan produktifitas kerja. Dalam melakukan perancangan sistem kerja, perancang dihadapkan dengan 2 pilihan prinsip perancangan yaitu prinsip ‘fit the man to the job’ (menyesuaikan manusia kepada tuntutan pekerjaan), dan prinsip ‘fit the job to the man’ (menyesuaikan pekerjaan dengan kemampuan dan keterbatasan manusia). Dari kedua prinsip tersebut, prinsip fit the job to the man
yang mendasarkan metode perancanan sistem kerja dengan menitik-
beratkan kepada manusia/pekerja adalah prinsip yang disebut lebih ergonomis. Perancang akan melihat karakteristik manusia sebagai pertimbangan utama dalam menentukan tingkat kesulitan dari sebuah alat. Karakteristik
yang
94
dimaksud mencakup karakter anatomi, fisiologi dan psikologinya. Jika sebuah alat disesuaikan dengan kemampuan manusia, maka pada waktu penggunaan alat tersebut akan dapat berjalan dengan lancar, operator tidak banyak melakukan kesalahan dan dengan demikian efisiensi dan efektifitas juga akan meningkat. Pendekatan lain hubungan manusia dalam sistem kerja adalah ManMachine Model dari Leamon, di mana manusia berinteraksi dengan alat dan lingkungan kerja sepanjang kerjanya. Manusia memberikan aksi kepada alat/mesin, alat merespon dengan bekerja dan menunjukkan kondisi kerjanya melalui display. Tampilan display akan ditangkap dengan panca indera, kemudian informasi ini dikirim ke otak, dicerna, dibandingkan dengan meori yang dimiliki kemudian jika terdapat perbedaan persepsi kondisi mesin, manusia akan memberikan aksi ke mesin untuk mengendalikan. Demikian seterusnya proses terjadi dalam lingkungan kerja berupa ruangan kerja, lingkungan fisik dan lingkungan organisasi. Berdasarkan konsep tersebut, sistem kerja yang ergonomis adalah jika sesuai
dengan
kemampuan
dan
keterbatasan
manusia.
Jika
terjadi
ketidaksesuaian misalnya tuntutan tenaga fisik untuk menangani alat lebih dari kemampuan, keterampilan untuk menyelesaikan tugas melebihi kemampuan atau kondisi lingkungan kerja yang di luar ambang batas, maka akan terjadi kelelahan yang tinggi bahkan berpotensi pada kecelakaan kerja. Pekerja akan memberikan respon negatif jika kondisi kerja tidak sesuai dengan kemampuan dan keterbatasannya. Fakta temuan pada penelitian ini menunjukkan dengan bertambahnya pengalaman,
pekerja yang sudah cukup lama menghadapi kondisi kerja,
memberikan respon terhadap kelelahan dan beban kerja yang cenderung menurun. Proses ini dapat dijelaskan dengan konsep autopoiesis, yaitu setiap entitas dalam sebuah sistem akan melakukan proses swa-atur. Proses penyesuaian ini merupakan salah satu bagian dari mekanisme autopoiesis. Waktu yang diperlukan untuk melakukan swa-atur sehingga manusia dapat nyaman dengan kondisi kerja dan lingkungan sangat tergantung pada masingmasing individu. Berdasarkan pada definisi ini, maka proses penyesuaian
95
dalam sistem kerja dapat diarahkan atau dikendalikan dengan baik jika memiliki pemahaman utuh terhadap pola adaptasi masing-masing komponen. Pengembangan pemikiran ini sejalan dengan beberapa pemikiran dalam ranah filsafat yang ternyata dapat menjelaskan beberapa fenomena menyimpang dari kaidah ergonomi yang selama ini berkembang. Menurut Hunex (1986), Marinoff (2003) dan Collinson (2001) salah satu yang menarik adalah pernyataan, bahwa pengetahuan dan kekuatan manusia menjadi satu. Tanpa mengetahui sebab maka akibat tidak dapat dihasilkan. Aturan alam hendaknya dipenuhi. Seluk beluknya lebih besar dari seluk beluk penginderaan dan pemahaman. Filososi lain yang menarik disampaikan oleh Heraclitus, yang menyatakan bahwa tidak ada yang bertahan kecuali perubahan. Phytagoras juga menyatakan bahwa tidak ada orang bebas yang tidak dapat memberi perintah kepada diri sendiri. Bahkan Frederich Nietzshe lebih ekstrim lagi menyampaikan bahwa apapun yang tidak membunuhku secara langsung, membuatku lebih kuat. Dari berbagai kajian tersebut dapat disimpulkan bahwa manusia bukanlah benda statis namun merupakan makhluk dinamis yang sanggup merubah dirinya sehingga dapat beradaptasi dengan kondisi di sekitar. Secara diagramatis konsep autopoiesis, fit the job to the man dan fit the man to the job dapat digambarkan seperti pada Gambar 36. Dari Gambar 36 dapat ditunjukkan bahwa perancangan sistem kerja merupakan tuntutan dari kinerja sistem yang dikehendaki. Misalnya dikehendaki peningkatan kinerja sistem (system performance – SP) dari posisi 1 ke posisi 2 (proses I). Untuk mencapai kinerja tersebut desainer harus merancang pekerjaan (job demandJD) dengan meningkatkan dari posisi JD1 ke JD2. Dalam proses ini harus mempertimbangkan aspek kemampuan dan keterbatasan manusia, sehingga konsep yang digunakan adalah konsep fit the job to the man (FJM). Hasil rancangan pekerjaan selanjutnya dihadapkan pada pekerja/human dengan kapasitas (human capacity – HC) pada posisi HC1. Untuk dapat melaksanakan pekerjaan dengan baik, pekerja akan berusaha untuk dapat melakukan tugas dengan cara menyesuaikan kemampuan yang dimiliki dengan yang dituntut oleh pekerjaan yaitu menjadi HC2, kapasitas yang dituntut oleh JD2. Dalam tahapan ini pekerja mengikuti prinsip fit the man to the job (FMJ). Artinya
96
pekerja menyesuaikan dengan pekerjaan. Setelah mencapai HC2, kondisi ini adalah kondisi fit, kondisi kesesuaian antara pekerja dan pekerjaannya. Proses peningkatan kapasitas HC1 ke HC2 adalah proses adaptasi pekerja. Pada awal peningkatan kemampuan akan terjadi fenomena produktivitas yang rendah dan tingkat kelelahan yang tinggi. Dengan berjalannya waktu pekerja semakin dapat menyesuaikan dirinya sehingga produktivitas meningkat dan tingkat kelelahan menurun. Penurunan tingkata kelelahan mengikuti kurva logaritmik seperti hasil penelitian hubungan IRHR dan pengalaman. Setelah pekerja memiliki kapasitas HC2 dan melaksanakan pekerjaan dengan kondisi JD2, pekerja akan mengalami kondisi yang cenderung
stabil baik tingkat
produktivitas maupun tingkat kelelahannya.
Gambar 36 Skema proses autopoiesis dalam ergonomi sistem kerja Siklus rancangan berikutnya akan berulang dari posisi SP2 ke SP3 dengan metode yang sama, yakni dimulai dengan peningkatan job demand dengan prinsip FJM, penyesuaian dengan peningkatan human capacity denga prinsip FMJ, sampai tercapai kondisi keseimbangan, demikian seterusnya. Batasan rancangan sistem kerja yang utama adalah kapasitas manusia.
97
Proses yang senantiasa menggabungkan antara konsep FJM dan FMJ inilah yang mengikuti konsep autopoiesis. Proses yang senantiasa terjadi selfadapting dan self-organizing. Agar tujuan kinerja sistem dapat dicapai, perancang harus memiliki pengetahuan tentang kemampuan manusia saat ini, tingkat kinerja sistem yang akan dicapai, tingkat teknologi yang dapat dimanfaatkan dan yang sesuai, bagaimana rekayasa kemampuan manusia, serta perlu data histori untuk mengetahui berapa lama waktu yang diperlukan manusia untuk beradaptasi dengan kondisi kerjanya. Manusia memiliki kemampuan namun juga keterbatasan. Kemampuan fisik manusia secara umum dapat diteliti dan diketahui batasan-batasannya, namun kemampuan lain misalnya kemampuan kognitif dan motivasi sangat sulit ditentukan batasnya. Namun demikian, secara hukum alam apapun jenis kemampuan manusia tetap memiliki batasan. Berdasarkan pada pandangan ini, seperti pada Gambar 36 jika kemampuan manusia sudah mendekati batas yang ditandai dengan kondisi bahwa peningkatan tuntutan pekerjaan sudah tidak dapat diimbangi oleh manusia, pada saat tersebut harus dilakukan rekayasa yaitu dengan membuat alat bantu sehingga dengan keterbatasan manusia tetap dapat melaksanakan pekerjaan dengan baik. Pengoperasian alat bantu tersebut tetap harus memperhatikan kemampuan manusia. Tujuannya adalah dapat mengurangi penggunaan kapasitas manusia, atau hanya memerlukan sedikit tambahan kapasitas. Skema pada gambar 36 dapat menjelaskan fenomena lapang yang terjadi pada proses tebang angkut.
Kinerja sistem (misalnya posisi SP2) yang
dikehendaki dalam hal ini adalah jumlah hasil tebang (dalam ikat) dan lama waktu yang diperlukan untuk mengangkut tebu ikat ke atas truk sampai penuh. Untuk dapat memenuhi kinerja tebang diperlukan tuntutan pekerjaan (job demand–JD2) meliputi cara memotong tebu, cara membersihkan daun kering, acara memotong pucuk tebu, cara meletakkan tebu melintang di atas guludan, serta cara mengikat tebu. Untuk dapat memenuhi kinerja angkut diperlukan tuntutan pekerjaan meliputi cara mengangkat tebu ke atas pundak, cara berjalan menuju truk serta cara meniki tangga bambu/kayu ke atas truk. Tuntutan pekerjaan ini harus dipenuhi oleh kemampuan manusia (human capacity-HC2).
98
Kemampuan yang dimaksud adalah kemampuan fisik, kemampuan psikis/skill, serta motivasi yang kuat untuk mencapai target kerja. Jika sesorang pekerja pada waktu pertama kali memulai pekerjaan memiliki kemampun HC1, maka dia harus meningkatkan kemampuan tersebut menjadi HC2. Selama peningkatan tersebut harus ada usaha untuk beradaptasi, meningkatkan kemampuan dan daya tahan. Pada awal masa adaptasi gap antara HC2 dan HC1 cukup besar, artinya selisih kemampuan ini akan menimbulkan tingkat kejerihan yang tinggi. Seiring dengan berjalannya waktu, pekerja makin meingkat kemampuannya, gap antara HC2 dan HC1 makin kecil, semakin menurun pula tingkat kejerihan yang dialami pekerja, sampai suatu saat kondisi pekerja memiliki kemampuan HC2, sehingga posisi pekerja sudah teradaptasi, pada saat itu terjadi tingkat kejerihan yang cenderung konstan. Kejerihan (beban kerja yang dirasakan) tetap akan ada walaupun untuk pekerja berpengalaman, sebab hal tersebut menunjukkan bahwa pekerja telah menerima sejumlah beban tertentu dan memanfaatkan kemampuannya untuk menahan beban tersebut. Jika bebannya konstan dan kemampuan menahan beban sudah stabil, maka tingkat kejerihan juga akan stabil, dan nilainya akan jauh lebih rendah jika dibanding pada awal masa adaptasi. Pada saat berikutnya dilakukan evaluasi sistem kerja, misalnya karena adanya tuntutan peningkatan kapasitas produksi pabrik, tuntutan persaingan usaha, kemampuan produksi lahan yeng meningkat atau karena kebijakan ekspansi lahan. Jika kemudian manejemen memutuskan untuk meningkatkan kinerja sistem menjadi SP3, maka proses selanjutnya adalah merancang tuntutan kerja ke posisi JD3 dengan prinsip fit the job to the man, serta pekerja akan meningkatkan kemampuannya sampai mencapai HC3 secara fit the man to the job. Proses ini akan senantiasan berulang dan itulah yang dimaksud dengan proses autopoiesis. Kemiringan kurva kinerja sistem (SF) dapat berbeda untuk satu individu dengan yang lain, tergantung kecepatan individu tersebut untuk dapat memenuhi tuntutan pekerjaan (JD). Kemiringan yang lebih tajam seperti kurva SF’ menunjukkan bahwa individu tersebut lebih cepat beradaptasi dan mencapai kemampuan yang dituntut oleh pekerjaan. Dalam waktu yang sama individu tersebut dapat meningkatkan kemampuannya (HC) yang lebih tinggi
99
sehingga dapat mencapai kinerja sistem yang lebih tinggi. Kurva yang lain dapat memiliki kemiringan yang lebih landai, artinya kemampuan seseorang untuk beradaptasi cukup lama, sehingga kinerja sistem yang dapat dicapai dalam waktu yang sama juga rendah. Dalam kasus tebang angkut, pekerja yang telah memiliki kemampuan tertentu (usia 15 sampai 17 tahun) pada saat memulai menjadi pekerja tebang angkut, akan menyesuaikan diri dengan tuntutan pekerjaanya. Dalama masa adaptasi ini, pekerja akan mengalami kelelahan (yang ditunjukkan dengan nilai IRHR) yang tinggi dan akan semakin berkurang secara logaritmik setelah memiliki pengalaman kerja dalam waktu tertentu. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa secara garis besar waktu penyesuaian pekerja tebang angkut lebih kurang 5 sampai 10 tahun, namun demikian kesimpulan ini masih perlu dibuktikan dengan penelitian lanjutan dengan jumlah data yang jauh lebih banyak. Faktor-faktor individu yang menjadi penyebab munculnya tingkat kelelahan yang berbeda-beda menurut temuan lapangan adalah tiga hal yaitu; perbedaan antara tuntutan kemampuan fisik dengan kemampuan fisik pekerja,
perbedaan
keterampilan/skill
antara
tuntutan
pekerjaan
dan
keterampilan pekerja serta tinggi rendahya motivasi pekerja untuk dapat beradaptasi dengan lingkungan. Di antara 3 aspek tersebut, aspek motivasi memegang peranan terpenting. Menurut Hendrick (2000) dan Bridger (1985) motivasi seseorang akan menumbuhkan usaha untuk penyelarasan diri dengan kondisi organisasi. Konsep pendukung bahwa motivasi memegang peranan penting adalah konsep need fullfil compensation, the power of suggestion, dan common goal. Konsep need fullfil compensation menurut Al Rasyid (2005) adalah, seseorang akan dituntut oleh dirinya sendiri untuk mememuhi kebutuhan hidupnya. Segala hal dapat dilakukan jika tujuannya adalah untuk mempertahankan kehidupan, baik untuk diri sendiri, keluarga maupun orang terdekat di sekitarnya. Jika kebutuhan hidupnya tercukupi apalagi dapat lebih dari yang lain, seseorang akan memiliki motivasi tinggi untuk tetap bekerja walaupun dalam kondisi yang kurang baik. Pembiasaan ini akan berubah menjadi perilaku yang pada akhirnya mengarah kepada kenyamanan individu. Dengan demikian seseorang akan memiliki daya dalam dirinya untuk berbuat
100
sesuatu yang akan memberikan keuntungan bagi dirinya. Ini adalah konsep the power of suggestion. Dorongan internal ini menjadi energi positif bagi seseorang sehingga memberikan sugesti untuk mendapatkan hasil terbaik dan dalam waktu yang sama menolak hal-hal negatif. Salah satu contoh adalah bahwa jika dalam kondisi
normal seseorang berada dalam kondisi panas,
kotor, berdebu, beban kerja berat maka tidak akan dapat mengerjakan pekerjaan tebang angkut dengan baik. Apalagi jika berfikir negatif tentang kemungkinan kecelakaan, hasil yang didapat tidak cukup, pekerjaan tidak pantas dan sebagainya, maka tidak mungkin pekerja akan bertahan dalam kondisi tersebut. Yang menjadi sugesti adalah bagaimana mendapatkan rizki untuk menghidupi keluarga bahkan menyekolahkan anaknya supaya mereka memiliki masa depan yang jauh lebih baik dari bapaknya. Sugesti yang berangkat dari fikiran positif ini menurut Elfiki (2009) akan mempengaruhi keyakinan dan tata nilai serta membentuk perilaku. Dorongan ini tertanam dalam benak mereka sehingga panas dingin hujan dan kotoran dijadikan teman, bukan ancaman. Dalam penelitian ini pekerja tebang angkut yang sudah lama bertahan rata-rata memiliki motivasi tinggi untuk tetap bekerja, untuk dapat memenuhi kebutuhan rumah tangganya, dengan kesadaran kemampuan dan peluang yang dimiliki. Pekerja muda mengalami kelelahan lebih tinggi sebab motivasinya tidak seutuh para pekerja berpengalaman, disamping faktor fisik dan keterampilan. Pengembangan konsep autopoiesis yang lebih luas dapat dilakukan yaitu dengan menambahkan konsep common goal. Dalam sebuah komunitas terjadi interaksi antar individu dengan sebuah tata aturan yang disepakati bersama. Aturan yang dimaksud adalah norma kemasyarakatan, norma keagamaan, keluhuran budaya, kepentingan bersama sampai dengan budaya kerja perusahaan. Seluruh aturan tersebut dibuat dan dilaksanakan untuk memenuhi kebutuhan bersama dalam komunitas. Budaya kerja perusahaan misalnya, merupakan budaya yang dikembangkan untuk mendukung tercapainya visi misi dan tujuan perusahaan. Hasil akhirnya harus meguntungkan seluruh stakeholder perusahaan tersebut. Jika perusahaan dapat menunjukkan bahwa commom goal adalah benar-benar merupakan tujuan bersama, bukan hanya
101
menguntungkan satu fihak dengan yang lain, maka budaya tersebut akan dipatuhi dan dilaksanakan oleh seluruh karyawan walaupun pada awalnya harus merubah sikap dan perilaku sehingga tidak nyaman. Dalam jangka panjang budaya tersebut akan menjadi budaya individu, menjadi pijakan etos kerja dan memberikan keuntungan kepada semuanya. Dalam kasus tebang angkut salah satu contoh common goal adalah bahwa produktivitas perusahaan harus tinggi, bahan baku tebu giling harus dapat dipasok oleh seluruh kelompok tebang. Proses giling berlangsung selama 24 jam, artinya tidak boleh ada kekurangan dalam hari tersebut, sebab kekurangan berarti kerugian yang besar buat perusahaan. Seluruh kelompok tebang harus bertanggungjawab memasok jumlah tebu tebangan seperti yang sudah ditentukan. Pengaturan ini juga harus mempertimbangkan bahwa proses tebang angkut giling maksimum selesai dalam waktu 24 jam, sebab jika lebih akan mengakibatkan rendemen gula menurun, artinya gula yang dihasilkan akan berkurang sehingga merugikan perusahaan dan petani/pemiliki lahan. Berdasarakan pada common goal ini seluruh pekerja tebang angkut memiliki tanggung jawab bersama untuk dapat menjaga kesinambungan pasokan dengan tetap menjaga kualitas rendemen tebu. Pemahaman terhadap konsep autopoiesis yang terjadi pada sistem kerja khususnya sistem kerja tebang angkut dapat diterapkan pada industri gula. Pada proses tebang angkut selama ini pekerja baru mengikuti pekerjaan tersebut dengan belajar mandiri, mencontoh pada pekerja lain yang sudah berpengalaman. Pada pekerjaan tebang, di mana diperlukan keterampilan yang lebih khusus, sebaiknya perusahaan menetapkan metode kerja terbaik serta standardisasi alat tebang. Pekerja pemula perlu diberikan pelatihan bagaimana menebang yang baik, efektif, dan memiliki kemampuan menggunakan alat tebang dengan mahir.
Instruktur tebang harus memberikan pengarahan
bagaimana melakukan penebangan yang baik, memenuhi standar, dapat menghemat waktu, mengurangi gerakan-gerakan tidak ekonomis, serta bagaimana mengatur tenaga untuk dapat bertahan selama 1 hari kerja. Ritme penebangan dan pengaturan ini dapat dilatih dan dengan pengawasan instruktur tebang pekerja pemula akan lebih cepat beradaptasi dengan tugasnya.
102
Perusahaan juga dapat memberikan pengarahan-pengarahan berupa motivasi kerja dengan pendekatan kearifan lokal, misalnya dengan pendekatan budaya atau keagamaan. Motivasi juga dapat diberikan dengan memberikan sistem insentif kepada pekerja yang dapat melaksanakan tugas lebih dari yang lain. Jika selama ini pekerja tebang angkut diberi upah merata dalam satu kelompok, sebaiknya setiap orang diberi upah sebanding dengan jumlah tebu yang dapat ditebang pada hari tersebut dengan menghitung berapa ikat tebu yang dihasilkan. Untuk pekerjaan angkut, perlu dipilih pekerja yang memiliki kemampaun fisik di atas rata-rata karena pekerjaan ini lebih mengandalkan kemampuan fisik. Pekerja pemula perlu diberi sedikit pengarahan bagaimana melakukan tugas ini ditambah pesan kehati-hatian sebab jalur yang dilewati di lahan tebang cukup sulit, termasuk cara berjalan ke atas truk melewati tangga kayu atau bambu. Proses
pekerja
di
pabrik
lebih
banyak
melakukan
pekerjaan
pengendalian di control room dibandingkan pekerjaan fisik. Kemampuan yang diperlukan lebih banyak kemampuan fisik untuk bertahan terhadap kondisi lingkungan yang cukup berat terutama kebisingan dan temperatur. Sumber kedua masalah ini adalah putaran/getaran mesin produksi. Sangat sulit untuk melakukan modifikasi mesin, kecuali mengganti dengan unit yang baru dan harganya akan sangat mahal. Untuk mengurangi efek negatif terhadap pekerja perusahaan wajib menyediakan alat pelindung diri, memberikan pengarahan dan penyadaran pentingnya menggunakan alat tersebut, dan mewajibkan menggunakannya selama waktu bekerja. Pendekatan yang dapat dilakukan adalah dengan pendekatan kultural dan spiritual. Cara terakhir yang dapat dilakukan adalah dengan memberikan penghargaan bagi pekerja yang mentaati peraturan dan memberikan sangsi bagi mereka yang melanggar. Dengan pembiasaan ini akan terbentuk perilaku aman bagi pekerja. Dalam beberapa kasus ruang kerja, distribusi getaran dan temperatur tidak merata. Untuk menghindari pengaruh negatif, dapat dilakukan pengaturan tempat duduk atau posisi panel pengendali ditempatkan sedemikian rupa sehingga didapat nilai terendah pada posisi tersebut.
103
Proses autopoiesis adalah proses swa-atur, artinya setelah kondisi kerja dan pekerjanya diarahkan sedemikian rupa, hasil akhirnya akan tergantung banyak hal yang sifatnya dapat berbeda satu dengan yang lain. Misalnya pengaturan tebang angkut di Jatitujuh Cirebon bisa berbeda metodenya dengan di Bungamayang. Hal ini karena kondisi lingkungan dan kultur setempat yang berlainan. Proses autopoiesis adalah proses dinamis sehingga dibutuhkan kecermatan untuk memilih metode intervensi terbaik sehingga proses adaptasi berjalan dengan cepat. Perlu penelitian mendalam untuk masing-masing sistem kerja sehingga perilaku setiap komponen sistem dapat diarahkan kepada tujuan komunal yaitu sistem kerja yang berkelanjutan.
5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan Dari hasil penelitian sistem kerja tebang, angkut dan giling pada industri gula ini dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Beberapa nilai rata-rata parameter kondisi lingkungan fisik pabrik melewati batas rekomendasi yang diijinkan, yaitu temperatur tertinggi mencapai 37 0C, iluminasi terendah 7.5 lux, serta kebisingan tertinggi mencapai 93.2 dB. Kondisi ini sangat mengganggu pekerja dalam melaksanakan tugasnya. 2. Dari analisis biplot didapatkan bahwa pada dua perusahaan gula yaitu PG Jatitujuh dan PG Bungamayang terlihat adanya proses adaptasi pekerja namun dengan kecepatan yang berbeda. Tingkat kelelahan yang dirasakan dibandingkan dengan umur/pengalaman juga berbeda. Pekerja PG Jatitujuh relatif
lebih
cepat
beradaptasi
dibandingkan
dengan
pekerja
PG
Bungamayang. Kultur sebagai sebuah perusahaan swasta dengan pengaturan kerja yang lebih menekankan prestasi membawa dampak berbeda terhadap pekerja perusahaan badan usaha milik negara yang lebih menekankan pada pengalaman kerja sebagai pertimbangan pemberian penghargaan. 3. Hasil regresi kurva IRHR terhadap pengalaman mengikuti kurva logaritmik. Persamaan regresi untuk tebang pagi adalah Y= -0.105 ln(X) + 1.7484; angkut pagi Y=-0.046ln (X) + 1.7323; tebang siang Y= -0.063 ln(X) +1.5482, dan angkut siang Y= -0.044 ln(X) + 1.595. Variabel Y mewakili beban kerja dan variabel X mewakili tingkat pengalaman. 4. Perbedaan kemiringan kurva regresi menunjukkan bahwa pekerja perlu waktu yang lebih lama untuk beradaptasi dengan pekerjaan tebang dibandingkan dengan pekerjaan angkut. 5. Untuk pekerja berpengalaman, perbedaan IRHR antara pekerjaan tebang angkut pagi dan siang karena temperatur kerja semakin tinggi yang secara fisiologis akan meningkatkan beban kerja. Penyebab lain tingkat kejerihan pekerja pada pekerjaan siang adalah kondisi ritme biologi pekerja secara umum dimana setelah pukul 12.00 sampai 18.00, temperatur tubuh, denyut jantung, tekanan darah dan eksresi jauh lebih tinggi dibandingkan untuk pagi
105
hari pukul 06.00 sampai pukul 12.00 sehingga beban internal dalam tubuh sudah cukup tinggi 6. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan meningkatnya pengalaman, beban kerja yang diterima pekerja semakin menurun menuju ke garis konstan. Hal ini dapat dijelaskan dengan konsep autopoiesis, dimana dalam suatu sistem kerja akan terjadi proses self-organizing sehingga tercapai kondisi keseimbangan. 7. Konsep autopoiesis dalam ranah ergonomi sistem kerja adalah proses yang terjadi pada sebuah sistem kerja dimana terjadi swa-atur dengan tujuan utama untuk peningkatan kinerja sistem. Peningkatan kinerja harus dipenuhi dengan meningkatkan tuntutan pekerjaan yang pada saat perancangannya harus memperhatikan aspek manusia sesuai prinsip fit the job to the man (FJM). Setelah tuntutan kerja ditentukan, manusia yang akan melakukan pekerjaan tersebut
akan
berusaha
menyesuaikan
diri
sehingga
mencapai
keseimbangan/kesesuian. Proses ini mengikuti konsep fit the man to the job (FMJ). Setelah keseimbangan baru dicapai, akan muncul lagi pengembangan sistem kerja untuk meningktakan kinerja yang lebih tinggi lagi. Proses berikutnya akan berulang. Dengan kata lain auotopoiesis dalam sistem kerja adalah gabungan antara prinsip FJM dan FMJ secara terus menerus dengan prioritas utama kinerja sistem, tanpa merugikan komponen manusianya. 8. Penerapan pemahaman konsep autopoiesis pada sistem kerja khususnya pekerjaan tebang angkut dan giling adalah dengan melakukan perancangan tuntutan kerja yang tepat, melakukan pelatihan bagaimana cara terbaik untuk melakukan pekerjaan, memberikan insentif berdasarkan kinerja individu, menyediakan alat pelindung diri, serta memberikan motivasi secara terus menerus agar pekerja dapat berperilaku kerja yang aman, senantiasa meningkatkan produktifitas dan kualitas hasil.
5.2 Saran Konsep autopoiesis dapat menjelaskan interaksi manusia dalam sistem kerja sesuai dengan
pendekatan ergonomi. Konsep autopoiesis dapat menjelaskan
fenomena-fenomena kontradiktif dengan konsep ergonomi fit the job to the man.
106
Salah satu mekanisme yang terjadi adalah proses adaptasi. Namun demikian perlu kajian lebih lanjut untuk mengetahui berapa lama proses tersebut akan sampai pada kondisi keseimbangan atau kondisi presisi bagi individu pekerja sehingga akan merasa nyaman dengan tingkat beban yang harus diterima.
DAFTAR PUSTAKA Al-Rasyid EH. 2005. Sunnatullah Dalam Cermin Swa Atur Alam Fisik. Buletin terbatas Revivalist Islamic Community. Jakarta. Al-Rasyid EH. 2005. Revolusi Menakar Realitas. Buletin terbatas Revivalist Islamic Community. Jakarta. Al-Rasyid EH. 2005. Revolusi Menakar Realitas 2. Buletin terbatas Revivalist Islamic Community. Jakarta. Amelia T. 2003. Tingkat Beban Kerja Operator Dan Antropometri Traktor Roda Empat Yanmar Tipe YM 330T. Skripsi. Jurusan Teknik Pertanian. IPB Bogor. Axtell C, Pepper K, Clegg C, Wall T, Gardner P. 2001. Designing and evaluating new ways of working: The application of some sociotechnical tools, Abstract, Human Factors and Ergonomics in Manufacturing Volume 11, Issue 1, Date: Winter 2001, Pages: 1-18, down load 10 Februari 2006 (http://www.ingentaconnect.com/ ) Bridger R S. 1995, Introduction to Ergonomics. McGraw Hill. New York. Bruel K. 1984. Instruction Manual Precision Integrating Sound Level Meter Type 2230. Denmark. Chanlett ET. 1979. Environmental Protection. McGraw-Hill Book Company. USA. Carayon P, Smith MJ. 2000. Work organization and ergonomics, Abstract, Applied Ergonomics Volume 31, Issue 6, December 2000, Pages 649-662, downloaded 10 Februari 2006 (http://www.ingentaconnect.com ) Chaffin DB, Gunnar BJ, Anderson. 1991. Occupational Biomechanics. 2nd edition. John Wiley and Sons. Canada. Collinson D. 2001. Lima Puluh Filosof Dunia yang Menggerakkan.. Murai Kencana. Jakarta Costa G. 2002. Working Time Organization And Health, Prosiding International Seminar On Egonomics and Sport Physiology. Denpasar. Costa G. 2002. The 24-H Society Between Myth And Reality . Prosiding International Seminar On Egonomics and Sport Physiology. Denpasar. Costa G. 2003. Factors Influencing Health Of Workers And Tolerance To Shift Work. Abstract. Theoritical Issues In Ergonomics Science. Taylor & Francis, Volume 4 No. 3-4, pages 263 - 288, down load 23 Januari 2006 (http://journalsonline. tandf.co.uk)
108
Elfiky. I. 2009. Terapi Berpikir Positif –Quwwat Al-Tafkir. Penerbit Zaman. Jakarta Grandjean E. 1988. Fitting The Task to The Man. Taylor and Fancis. London. Geyer F, Van der Zouwen (editor). 2001. Sociocybernetics : complexity, autopoiesis, and observation of social systems. Library of Congress Cataloging in Publication. Greenwood Press, USA. Gregory A. 2006. The state we are in: insigfts from autopoiesis and complexity theory. Management Decision. Management Decision, Vol.44, Iss:7 pp 962972. Emerald Group Publishing Limited. (online journal). Hayashi N. Moriizumi S. dan Jin H. 1997. The step test as a new type of ergometer using both oxygen consumption and heart rate. Proceeding. XXVII CIOSTA CIGR V Congress. Kaposvar Hungary. 25-27 August 1997. Haims MC, Carayon P. 1998., Theory and practice for the implementation of 'inhouse', continuous improvement participatory ergonomic programs. Abstract. Applied Ergonomics, Volume 29, Number 6, December 1998, pp. 461472(12), Elsevier Science down load 10 Februari 2006 (http://www.ingentaconnect.com/ ) Hendrawansyah. 1998. Penentuan Koefisien Tenaga Manusia Dengan Metode Step Test. Skripsi. Jurusan Teknik Pertanian. IPB, Bogor. Hendrick HW. 1987, Macro Ergonomics : A Concept Whose Time Has Come, Human Factor Society Bulletin. Santa Monica. USA Hendrick HW, Kleiner BM. 2001. Macro Ergonomics : An Introduction To Work Design. Human Factor Society. Santa Monica. USA Hendrick. HW. 2002. Good Ergonomics is Good Economics. Prosiding International Seminar On Egonomics and Sport Physiology. Denpasar. Hendrick. HW. 2002. Macro Ergonomics: A Systems Approach To Improving Organizational Effectiveness. Prosiding International Seminar On Egonomics and Sport Physiology. Denpasar. Herodian S. 1997, Workload calibration by using step test method. Proceeding. XXVII CIOSTA CIGR V Congress. Kaposvar Hungary. 25-27 August 1997. Hignett S, Wilson JR, Morris W. 2005. Finding ergonomic solutions— participatory approaches , Abstract. Occupational Medicine. Volume 55. Number 3. May 2005, pp. 200-207(8). Oxford University Press. down load 10 Februari 2006 (http://www.ingentaconnect.com/ ) Hunnex MD. 1986. Peta Filsafat, Pendekatan kronoogis dan Tematis. terj. Penerbit Mizan Media Utama. Bandung
109
International Ergonomics Association (IEA). The Discipline of Ergonomics. downloaded: 6 Oktober 2005, http://www.iea.cc/ergonomics/ Jackson TW. 2007. Appling autopoiesis to knowledge management in organisations. Jorunals of Knowledge Management, Vol 11 Iss:3, pp 78-91. Emerald Group Publishing Limited. (online journal). Jeppensen HJ. 2003, Participatory Approaches To Strategy And Research In Shift Work, Abstract. Theoritical Issues In Ergonomics Science, 2003, Taylor & Francis, Volume 4 No. 3-4 , pages 289 - 301, down load 23 Januari 2006 (http://journalsonline. tandf.co.uk) Kirkhorn S, Schenker MB. 2001. Human Health Effects of Agriculture: Physical Diseases and Illnesses (Taken from ASH-NET 2001),download 16 August 2005.(http://www.cdc.gov/nasd/docs/d001701-d001800/d001772 /d001772.html) Kroemer KHE, Kroemer HB. 2001. Ergonomics, How To Design For Ease And Efficiency. Prentice Hall. Manuaba A. 2002. ‘SHIP’ Approach Workshop On Democracy And Human Right. Proceeding International Seminar On Ergonomics and Sport Physiology, Denpasar. Manuaba A. 2005. Pendekatan Total Perlu Untuk Adanya Proses Produksi Dan Produk Yang Manusiawi, Kompetitif dan Lestar. Prosiding Seminar Nasional 2005-Perancangan Produk – Collaborative Product Design. Atmajaya Yogyakarta. Maturana HR, Varela FJ.1980. Autopoiesis and Cognition. D Reidel Publishing Company. Holland. Marinoff L. 2003. Plato Not Prozac! Menerapkan Filsafat dalam Masalah Seharihari. terj. Penerbit Teraju. Bandung Menteri Tenaga Kerja. 1999. Nilai Ambang Batas Iklim Kerja dalam Kebisingan di Tempat Kerja. Edisi 1999/ 2000. Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Jakarta. Mingers J. 1995. Contemporary System Thinking-Self Producing System. Plenum Press, New York. Moriber G. 1974. Environmental Science. Allyn and Bacon, Inc. Boston. Nagamachi M. 1996. Relationship Between Job Design, Macroergonomics, And Productivity. Abstract. International Journal Of Human Factor In Manufacturing. John Wiley and Sons. Volume 6 Issue 4. Pages 309 – 322. (published online 7 Dec 1998), downloaded 18 October 2005. (http://www3.interscience.wiley.com/cgi-bin/jissue)
110
Niebel BW, Freivalds A. 1999, Methods, Standards, and Work Design, Mc Graw Hill Inc., Singapore. Netty F. 2003. Modifikasi dan Uji Performansi Alat Pemanen Buah Rambutan (Paraserianthes falcataria (L) NIELSEN) Secara Manual. Skripsi. Jurusan Mekanisasi Pertanian. IPB. Bogor. Notoatmodjo S. 2003. Prinsip-Prinsip Dasar Ilmu Kesehatan Masyarakat. Cet. ke2, Mei. Jakarta : Rineka Cipta. http://www.geocities.com /klinikikm/kesehatankerja/faktor-fisik.htm ( didownload 8 Februari 2008) Nurmianto E. 2004. Ergonomi Konsep Dasar dan Aplikasinya Edisi Kedua. Guna Widya. Surabaya. Oborne DJ. 1987. Ergonomics At Work. John Wiley and Sons. Liverpool. Pinochet A, Matsubara Y, Nagamachi M. 1996. Construction of a knowledgebased system for diagnosing the sociotechnical integration in advanced manufacturing technologies. Abstract. International Journal Of Human Factor In Manufacturing. John Wiley and Sons. Volume 6 Issue 4, Pages 323-348, (published online 7 Dec 1998), down load 18 October 2005. (http://www3.interscience.wiley.com/cgi-bin/jissue) Pheasant S. 1988. Body Space Anthropometri, Ergonomic and Design, Taylor and Francis. New York Pulat BM, David CA, Editors. 1991. Industrial Ergonomics – Case Study. Mc Graw Hill, Inc. New York. Pages: 6 – 11, Pages:275-285 Ramadhani R. 2006. Analisis Beban Kerja Serta Kebisingan dan Temperatur Pada Proses Pabrikasi Alat Berat PT Natra Raya. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Rasyani L. 2001. Pengukuran Beban Kerja Lokal Pada Otot Lengan dengan Menggunakan Elektromiografi Pada Operator Penggiling Jagung Semi Mekanis, Skripsi. Jurusan Teknik Pertanian. IPB. Bogor. Sanders SM, Mc Cormick, EJ. 1982. Human Factor In Engineering and Design Fifth Edition. McGraw Hill. New Delhi. Schmidtke H. 1993. Der Leistungsbegriff der Ergonomie. In H. Schmidtke (Hrsg.): Ergonomie, Carl Hanser München. Germany. Singleton WT. 1982. The Body at Work, Biological Ergonomics. New York: Cambridge University Press. Soemanegara, R. 1975. Ketulian Akibat Pekerjaan dan Pemeliharaan Indera Pendengaran Di Dalam Lingkungan Bising. Majalah Hiegene Perusahaan Keselamatan dan Kesehatan Kerja VIII (2): 27-29. Lembaga Hiperkes. Departemen Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Koperasi. Jakarta.
111
Stevenson MG. 1999. Notes On The Principles Of Ergonomics. Australia. Sulistyadi K, Susanty SL. 2003. Perancangan Sistem Kerja dan Ergonomi. Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Sahid. Jakarta Suma'mur. Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja. Gunung Agung, Jakarta, 1976. Susanto H. 1996. Kajian Tentang Kondisi Penerangan, Institut Teknologi Bandung. Syuaib MF. 2002. Ergonomic Study on the Process of Mastering Tractor Operation. –Rotary Tillage Operation using Walking Type Tractor. Journal of the Japanese Society of Agricultural Machinery. Syuaib MF. 2003. Ergonomic Study on the Process of Mastering Tractor Operation. Desertasi. Tokyo University of Agriculture and Technology. Tokyo. Japan Syuaib MF, Moriizumi S, Shimizu H, Ishizuki K. 2003. Ergonomic Evaluation of Ride-on Tractor Operation between Beginner and Skillful Operators. Journal of the Japanese Society of farm Work Research. Japan. Syuaib MF, Moriizumi S, Shimizu H. 2007. Ergonomic Study on the Process of Mastering Reversible Plow Operation Using Ride-On Tractor. Journal of the Japanese Society of farm Work Research. Japan. Sugiyono. 2011. Statistika untuk Penelitian. Alfabeta. Bandung. Sutalaksana IZ, Anggawiwastra R, Tjakraatmaja JH. 2005. Teknik Tata Cara Kerja. Jurusan Teknik Indutri ITB. Tarwaka dkk. 2005. Ergonomi untuk Keselamatan, Kesehatan dan Produktivitas. UNISBA Press. Surakarta. Ulrich KT, Eppinger SD. 1995. Product Design and Development. Mc Graw Hill. New York. Widodo L, Hendri. 2003 Rancang Bangun Sistem Kerja Ergonomis pada PT Laksa Jaya Garment Untuk Mengurangi Keluhan Sakit Operator, Prosiding Seminar Nasional Ergonomi, UGM Yogyakarta 13 September 2003. Widodo L, Sukania IW, Gunawan D. 2003. Rancang Bangun Sabuk Pengaman (Seat Belt) Dengan Penahan Inersia Ganda Berdasarkan Analisa Ergonomi. Prosiding Seminar Nasional Ergonomi. UGM Yogyakarta. Widodo L, Utomo YU. 2004. Perbandingan Analisa Keseimbangan Statis (Grasp), Rapid Upper Limb Assesment (RULA), dan Bio Mekanika (Mannikin Pro 7) Pada Rancangan Mobil Golf Ergonomis. Prosiding Seminar Nasional Ergonomi – Aplikasi Ergonomi di Industri. Forum Komunikasi Teknik Industri Yogyakarta.
112
a) Widodo L. 2005. Human Integrated Design Sebagai Solusi Mis-Order Perancangan Produk, Prosiding Seminar Nasional 2005-Perancangan Produk – Collaborative Product Design. Atmajaya Yogyakarta. b) Widodo L. 2005. Biorytyhm dan Sisio-Spiritual Rhythm Dalam Pengaturan Jam Kerja, Prosiding Temu Ilmiah Dosen 2005. Universitas Tarumanagara Jakarta. c) Widodo L. 2005. The End Of Product Design - Sebuah Tinjauan Filosofis Perancangan Produk Dalam Uniformitas Tuntutan Global Konsumen Prosiding, Seminar Nasional Product Design and Development 2005. Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Widodo L, Putra RMS. 2005. Rancang Ulang Alat Treadmill Berdasarkan Analisa Nordic Bodymap, Kuisioner Persepsi, dan RULA, Prosiding Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI), Universitas Tarumanagara Jakarta. Wignjosoebroto S. 2003. Ergonomi Studi Gerak Dan Waktu. Penerbit Guna Widya. Surabaya. Whitaker R. 2005. Self-Organization, Autopoiesis, and Enterprises, downloaded 15 Desember 2005. ((http://www710.univ-lyon1.fr/~jmathon/ autopoesis/ Main.html) Wijaya AT. 2005. Analisis Kebisingan dan Getaran Mekanis di Ruang Engineering Divisi Cold Storage PT. Central Pertiwi Bahari, Lampung. Skripsi. FATETA-IPB. Bogor Woodson W, Tilman B, Tilman P. 1992. Human Factor Design Handbook, Mc Graw Hill, New York. USA. Zander J. 1972. Ergonomics In Machine Design. N. V. Veeman and Zonen, Wageningen.
LAMPIRAN
114
Lampiran 1 Kuisioner persepsi operator terhadap beban kerja, kecelakaan kerja, kelelahan dan lingkungan organisasi
115
Lampiran 1(lanjutan) Kuisioner persepsi operator terhadap beban kerja, kecelakaan kerja, kelelahan dan lingkungan organisasi
116
Lampiran 2 Nilai IRHR gabungan tebang pagi dan siang
Umur
Berat badan
(tahun)
(kg)
31
54.7
32
Tinggi Pengalaman badan kerja (cm)
Tebang Pagi
Tebang Siang
(tahun)
IRHR
Kategori
IRHR
Kategori
163
20,2
1.30
sedang
1.44
sedang
59.2
162
16,2
1.45
sedang
1.66
berat
50
48.7
152
20,2
1.27
sedang
1.28
sedang
17
48.5
153
3,2
1.50
berat
1.57
berat
19
53.1
172
1,2
1.40
sedang
1.52
berat
21
45.4
169
1,2
1.26
sedang
1.49
sedang
29
42.1
159
10,2
1.253
sedang
1.455
sedang
32
51
162
21,2
1.456
sedang
1.47
Sedang
36
59.2
169
20,2
1.388
sedang
1.514
berat
40
56.2
160
24,2
1.501
Berat
1.78
Sangat berat
164
0,2
1.74
berat
2.1
Luar biasa berat
18
54.1
22
52.1
168
0,2
1.678
Berat
1.99
Sangat berat
22
52.2
167
0,2
1.627
berat
1.81
Sangat berat
117
Lampiran 3 Nilai IRHR gabungan angkut pagi dan siang Umur
Berat Tinggi Pengalaman badan badan (cm) kerja
(tahun) (kg)
Angkut Pagi
Angkut Siang
(tahun)
IRHR
Kategori
IRHR
Kategori
31
54.7
163
20,2
1.64
berat
1.44
sedang
32
59.2
162
16,2
1.33
sedang
1.58
berat
50
48.7
152
20,2
1.43
berat
1.61
sedang
17
48.5
153
0,2
1.73
berat
1.93
sangat berat
19
53.1
172
3,2
1.50
berat
1.65
berat
21
45.4
169
1,2
1.61
berat
1.63
berat
25
58.8
158
5,2
1.5
berat
1.56
Berat
22
58.5
169
10,2
1.61
berat
1.76
Sangat berat
18
52.1
156
2,2
1.57
berat
1.815 Sangat berat
118
Lampiran 4 Jumlah absensi pekerja tebang angkut PG Jatitujuh
Pekerja
UMUR (tahun)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
42 40 41 45 35 35 32 24 24 23 32 32 33 35 36 37 18 19 18 21 20 27 33 27
Pengalaman Absensi (tahun) bulan I (hari) 25 20 20 23 15 16 10 5 7 7 12 13 15 18 18 19 1 2 1 3 1 5 17 10
2 1 1 1 2 2 2 3 3 2 2 2 3 2 2 2 4 4 5 4 4 4 2 2
Absensi bulan II (hari)
total (hari)
1 2 1 3 2 2 1 4 3 3 4 3 3 3 2 3 5 4 5 5 5 4 3 2
3 3 2 4 4 4 3 7 6 5 6 5 6 5 4 5 9 8 10 9 9 8 5 4
119
Lampiran 5 Data kondisi ergonomi mikro PG Bungamayang pagi NO
1
TEMPAT
CANE YARD
RATA-RATA
2
RUANG KONTROL CANE YARD RATA-RATA
3
CANE CUTTER
RATA-RATA
4
KONVEYOR
RATA-RATA
5
DRIVE HEADER
RATA-RATA
6
DIFUSER KONTROL PANEL RATA-RATA
7
POMPA INTERMEDIATE JUICE RATA-RATA
8
CANE MILL
RATA-RATA
9
CANE MILL KONTROL PANEL RATA-RATA
LUX 19240 19210 19150 19190 19230 19190 19250 19190 19230 19180 19206 168 166 167 149 166 150 168 183 165 203 168,5 6020 5830 5880 5840 5880 5850 5880 5850 5870 5860 5876 700 779 714 754 719 741 698 734 690 716 724,5 18920 2240 19300 2220 2180 2210 2230 2220 2190 2200 5591 22,8 52,8 50,2 52,1 55,4 57,1 52,9 58,8 51,7 57,9 51,17 660 684 652 684 682 686 683 681 681 682 677,5 64 54,9 66,4 52,8 63,2 50,8 3,6 51,4 62,2 54,3 52,36 39,1 34,4 39,2 34,3 38,7 34,4 35,7 34,5 35,2 34,5 36
SUHU 28,7 28,7 28,7 28,6 28,6 28,63 28,8 28,9 28,9 28,9 28,9 28,89 30 30 30 30 31 30,1 31 30,2 30,2 30,2 30,3 30,34 30,4 30,4 30,4 30,4 30,4 30,4 30,2 30,2 30,2 30,2 30,2 30,2 30,3 30,3 30,2 30,2 30,3 30,28 31,1 31,1 31,1 31,1 31,1 31,1 31,2 31,2 31,2 31,1 31,1 31,13
28,6 28,6 28,6 28,6 28,6 28,9 28,9 28,9 28,9 28,9 30 30 30 30 30 30,3 30,3 30,3 30,3 30,3 30,4 30,4 30,4 30,4 30,4 30,2 30,2 30,2 30,2 30,2 30,3 30,3 30,3 30,3 30,3 31,1 31,1 31,1 31,1 31,1 31,1 31,1 31,1 31,1 31,1
RH 76 75,9 75,7 75,8 75,9 75,93 74,2 74,2 74,2 74,2 74,1 74,08 65,2 65,1 65,1 65 64,9 64,54 71,8 71,8 71,8 71,8 71,9 72,15 68,7 68,8 68,6 68,7 68,9 69,03 46,8 46,7 46,6 46,6 46,6 46,82 70 69,9 69,7 69,6 69,5 69,5 86,8 86,8 86,9 86,7 86,5 86,67 45 45 45 45 45 45,05
75,9 75,9 75,9 76 76,3 74 74 74 74 73,9 64,7 64,1 63,9 63,7 63,7 72,7 72,3 72,4 72,4 72,6 69,1 69,2 69,3 69,4 69,6 46,6 46,9 47,3 47,3 46,8 69,4 69,3 69 69,2 69,4 86,4 86,4 86,9 86,7 86,6 45,1 45,1 45,1 45,1 45,1
dB 88 91,5 91,5 91,4 91,4 91,08 81,1 81,1 81,1 81,1 81,1 83,29 98,5 99 100 98 98,2 98,54 80,9 81,6 80,8 80,6 87,7 81,67 84,8 85,1 84,9 84,9 85,2 84,91 69,3 72,2 68,9 70,9 70,5 70,07 80,9 80,9 81,5 82,3 80,9 81,03 92,8 97,3 97,3 98,4 98,1 97,74 86,7 82,9 82,9 84,9 84,9 84,21
91,4 91,4 91,4 91,4 91,4 85 85 85 86,2 86,2 97 98,8 99,9 98,5 97,5 80,8 81,6 87 82,4 73,3 85,2 85,2 84,6 85 84,2 70,3 69,9 70,1 69,1 69,5 80,9 81,1 80,9 80,6 80,3 99,1 98,6 100,3 96,7 98,8 85,3 82,2 84 83,3 85
Getaran 0,4 0,44 0,45 0,43 0,45 0,453 0,18 0,19 0,19 0,19 0,28 0,179 1,66 1,93 1,96 1,97 1,97 1,865 3,01 2,91 2,07 0,66 2,14 1,635 1,77 2,25 2,2 2,04 2,1 2,06 0 0,3 0,33 0,39 0,43 0,314 0,14 0,14 0,15 0,15 0,15 0,148 2,77 2,92 2,81 2,76 2,79 2,632 0,46 0,46 0,46 0,41 0,39 0,414
Ket 0,46 0,47 0,48 0,47 0,48
gilingan
0,13 0,17 0,16 0,15 0,15
gilingan
1,87 1,81 1,81 1,83 1,84
gilingan
2 1,32 1,32 0,64 0,28
gilingan
2,09 2,13 2,01 2,07 1,94
gilingan
0,43 0,3 0,32 0,32 0,32
gilingan
0,15 0,15 0,15 0,15 0,15
gilingan
2,56 2,5 2,78 2,29 2,14
gilingan
0,41 0,4 0,4 0,38 0,37
gilingan
120
Lampiran 5(lanjutan) Data kondisi ergonomi mikro PG Bungamayang pagi NO
11
TEMPAT
BOILER ATAS
RATA-RATA
12
BOILER BAWAH
RATA-RATA
13
EVAPORATOR 1 (TEMPAT KUMPUL) RATA-RATA
14
EVAPORATOR 2
RATA-RATA
15
PEMURNIAN (DEKAT JUICE HEATER) RATA-RATA
PEMURNIAN 2 16 (DEKAT TEMPAT ISTIRAHAT) RATA-RATA
17
PEMURNIAN (TALO)
RATA-RATA
18
MASAKAN 1
RATA-RATA
19
MASAKAN 2
RATA-RATA
LUX 21 21 21 21 21 20,7 787 798 800 506 553 661,6 322 325 335 340 330 308,7 131,8 134,1 124,7 119,7 118,1 119,84 257 264 266 262 262 260,6 288 289 293 295 295 293,8 328 338 345 350 350 345,6 255 257 258 256 257 255,1 330 329 327 329 332 332,3
21 21 20 20 20 617 602 594 678 681 321 297 288 243 286 118,8 115,1 109,5 112,2 114,4 264 260 259 258 254 296 296 297 297 292 353 356 348 343 345 255 254 254 253 252 335 336 337 333 335
SUHU 32,1 32,2 32,2 32,2 32,2 32,19 32,4 32,4 32,4 32,4 32,4 32,4 32,9 32,9 32,9 32,9 32,9 32,9 33 33 33 33 33 33 34,6 34,6 34,6 34,6 34,6 34,6 35 35 35 35,1 35,1 35,07 35,3 35,3 35,3 35,3 35,3 35,3 35,1 35,1 35,1 35,2 35,2 35,17 35,7 35,7 35,7 35,7 35,7 35,7
32,2 32,2 32,2 32,2 32,2 32,4 32,4 32,4 32,4 32,4 32,9 32,9 32,9 32,9 32,9 33 33 33 33 33 34,6 34,6 34,6 34,6 34,6 35,1 35,1 35,1 35,1 35,1 35,3 35,3 35,3 35,3 35,3 35,2 35,2 35,2 35,2 35,2 35,7 35,7 35,7 35,7 35,7
RH 55 54,4 54,3 54,4 54,5 54,69 56,1 56,1 56 55,9 55,5 55,24 49,8 54,6 52,1 51,5 51,4 52,07 51 50,8 50,2 50,1 49,8 50,16 43,1 43,2 43,5 43,6 43,7 43,93 45,7 46,1 46,2 46,2 46,3 46,2 53,8 53,8 53,8 53,8 53,9 53,93 43,6 43,7 43,6 43,6 43,6 43,77 40,4 40,5 40,5 40,5 40,5 40,39
54,7 54,7 54,8 55 55,1 55,2 54,7 54,5 54,2 54,2 51,7 52 52,3 52,5 52,8 49,9 50 50 50 49,8 44,1 44,3 44,4 44,6 44,8 46,4 46,4 46,4 46,2 46,1 54 54 54,1 54,1 54 43,7 43,9 44 44,1 43,9 40,4 40,4 40,5 40,2 40
dB 92,7 92,8 92,6 92,8 92,7 92,8 93,0 93,1 92,7 92,8 92,8 101,8 101,9 101,5 101,8 101,4 101,4 101,8 101,9 101,6 101,4 101,65 84,3 85,0 85,5 86,6 86,1 85,5 85,4 85,3 85,5 85,8 85,5 85,3 85,5 89,0 87,3 88,2 86,8 86,9 86,3 88,5 87,0 87,08 83,9 85,5 89,0 87,3 88,2 86,8 86,9 86,3 88,5 87,0 86,94 95,0 83,9 89,5 85 85,2 85,2 84,4 85,3 84,4 85 86,29 82,5 82,8 83,4 84,3 83,1 87 82,7 86 82,9 82,9 83,76 87,1 84 86,6 86,1 87,5 85,2 85,5 85,4 83,0 85,4 85,58 81,4 83,1 81,1 81 81,3 81,7 82,0 81,9 82,0 81,5 81,7
Getaran 2,33 2,26 2,16 2,24 2,11 2,154 0,43 0,42 0,42 0,43 0,43 0,44 1,85 2 1,9 1,85 1,95 1,971 0,57 0,57 0,63 0,74 0,52 0,627 3,05 3,72 3,49 3,31 3,28 3,261 0,4 0,34 0,84 0,48 0,41 0,539 0,62 0,92 0,92 0,96 0,95 0,877 1,83 1,53 1,78 1,81 1,82 1,788 1 1,1 1,01 1,05 1,05 1,026
Ket 2,03 2,01 2,01 2,09 2,3
boiler
0,45 0,45 0,46 0,46 0,45
boiler
2 2,02 2,06 evaporator 2,06 2,02 0,61 0,62 0,65 evaporator 0,68 0,68 3,29 3,09 3,08 pemurnian 3,15 3,15 0,59 0,53 0,6 pemurnian 0,6 0,6 0,93 0,86 0,84 pemurnian 0,87 0,9 1,85 1,82 1,82 masakan 1,79 1,83 0,97 1,02 1,01 1,01 1,04
masakan
121
Lampiran 5(lanjutan) Data kondisi ergonomi mikro PG Bungamayang pagi NO
20
TEMPAT
POWER HOUSE (ALTERNATOR)
RATA-RATA
21
DISPLAY POWER HOUSE
RATA-RATA
23
PUTERAN (FEED MIXER 1)
RATA-RATA
24
PUTERAN (FEED MIXER 2)
RATA-RATA
25
PUTERAN KONTROL PANEL RATA-RATA
LUX 18,22 18,45 19,49 24,6 25,9 21,736 42 42,9 41,9 42,3 44,9 46,02 1305 1346 1346 1341 1292 1293,1 64,1 54,5 52,9 51 50,4 51,68 63,8 64,5 65,4 66,7 70,1 68,44
22,8 22,8 22,5 22 20,6 47,8 48,8 49,1 49,9 50,6 1294 1278 1221 1228 1280 51 48,5 49,5 48,3 46,6 70,1 70,8 70,7 71,3 71
SUHU 35,3 35,4 35,4 35,4 35,4 35,38 35,8 35,8 35,9 35,9 35,9 35,88 35,7 35,7 35,7 35,7 35,7 35,7 35,8 35,8 35,8 35,8 35,8 35,8 34,8 34,8 34,8 34,8 34,8 34,71
35,3 35,4 35,4 35,4 35,4 35,9 35,9 35,9 35,9 35,9 35,7 35,7 35,7 35,7 35,7 35,8 35,8 35,8 35,8 35,8 34,7 34,6 34,6 34,6 34,6
RH 40,7 40,8 40,9 40,7 40,6 40,69 36,8 36,7 36,6 36,6 36,6 36,77 49,1 49,5 49,2 49,1 48,8 49,69 57,2 57,1 57,8 57,8 57,6 58,04 20 20 20 20,1 20,1 20,16
40,6 40,6 40,7 40,6 40,7 37,1 37,2 36,9 36,7 36,5 49,3 50,1 50,3 50,6 50,9 57,5 57,4 57,9 59,3 60,8 20,2 20,3 20,3 20,3 20,3
dB 100,1 101,6 104,5 103,1 102,0 100,33 83,4 85,0 84,7 85,0 86,0 85,1 88,4 89,0 88,8 88,8 88,6 88,48 88,3 89,4 88,6 89,5 89,5 89,52 61,3 72,6 71,4 71,3 71,1 70,8
103 101 97 94 97 84,4 85,5 86 85 86 89,1 88,5 88,4 87,3 87,9 90 91,5 90,2 89,2 89 70,6 74 72 71,7 72
Getaran 0,64 0,82 0,82 0,85 0,86 0,84 0,32 0,34 0,32 0,32 0,35 0,327 1,79 1,69 1,69 1,63 1,55 1,61 0,46 0,47 0,47 0,48 0,48 0,453 0,18 0,13 0,13 0,13 0,14 0,145
Ket 0,89 0,88 0,86 0,88 0,9
power house
0,32 0,33 0,33 0,32 0,32
power house
1,47 1,53 1,56 1,56 1,63
puteran
0,43 0,43 0,44 0,44 0,43
puteran
0,15 0,15 0,15 0,15 0,14
puteran
122
Lampiran 6 Data kondisi ergonomi mikro PG Bungamayang siang NO
1
TEMPAT
CANE YARD
RATA-RATA
2
RUANG KONTROL CANE YARD RATA-RATA
3
CANE CUTTER
RATA-RATA
4
KONVEYOR
RATA-RATA
5
DRIVE HEADER
RATA-RATA
6
DIFUSER KONTROL PANEL RATA-RATA
7
POMPA INTERMEDIATE JUICE RATA-RATA
8
CANE MILL
RATA-RATA
9
CANE MILL KONTROL PANEL RATA-RATA
10
BOILER KONTROL PANEL RATA-RATA
LUX 20000 20000 20000 20000 20000 20000 20000 20000 20000 20000 20000 232 167 178 170 185 180 171 199 166 283 193,1 20000 20000 20000 20000 20000 20000 20000 20000 20000 20000 20000 20000 20000 20000 20000 20000 20000 20000 20000 20000 20000 20000 1282 1109 1104 1064 1177 1051 1129 1151 1143 1083 1129,3 63,4 64,2 65 64,5 64,7 64,5 64,8 64,6 64,5 64,3 64,45 303 296 316 312 311 321 304 317 299 315 309,4 41,7 41,8 41,8 41,8 42,1 41,8 41,9 41,5 41,6 41,7 41,77 30,3 31,8 29,8 31,8 30,3 31,7 32 31,7 31,8 31,8 31,3 38 37,8 38,1 37,9 37,1 37,9 37,9 37,8 37,8 38 37,83
SUHU 34,9 34,9 35 35 35 34,98 35,5 35,5 35,5 35,5 35,5 35,5 37 36,9 36,4 36,4 36,4 36,51 37 36,9 36,9 36,9 36,9 36,91 36,9 36,9 36,9 36,9 36,9 36,9 35,5 35,5 35,5 35,5 35,5 35,5 34,5 34,5 34,5 34,5 34,5 34,5 34,9 35 34,9 35 35 34,98 35,3 35,4 35,3 35,4 35,4 35,38 34,9 34,9 34,9 34,9 34,9 34,9
35 35 35 35 35 35,5 35,5 35,5 35,5 35,5 36,4 36,4 36,4 36,4 36,4 36,9 36,9 36,9 36,9 36,9 36,9 36,9 36,9 36,9 36,9 35,5 35,5 35,5 35,5 35,5 34,5 34,5 34,5 34,5 34,5 35 35 35 35 35 35,4 35,4 35,4 35,4 35,4 34,9 34,9 34,9 34,9 34,9
RH 29,9 30,1 30,3 30,5 30,7 30,12 29,2 29,6 29,7 29,8 29,7 29,67 32,5 33,5 33,4 33,4 33,4 33,28 32,5 32,4 32,3 32,2 31,9 31,56 43 42,1 41,8 42,1 41,6 42 37,6 37,7 37,8 37,8 38 38,05 38,6 38,8 38,9 38,9 38,9 38,73 48,9 48,2 47,6 46,7 46,2 46,2 37,1 37,4 37,4 37,4 37,4 37,31 19,9 20 20 20 20,1 20,02
31 30,3 29,8 29,4 29,2 29,7 29,7 29,8 29,8 29,7 33,3 33,4 33,4 33,3 33,2 31,8 31,4 30,5 30,4 30,2 41,8 41,8 41,9 41,8 42,1 38 38,1 38,2 38,5 38,8 38,8 38,6 38,5 38,6 38,7 45,5 45,1 45 44,6 44,2 37,5 37,3 37,2 37,2 37,2 20,1 20,1 20 20 20
dB 83,9 84,2 84,8 84,6 83,3 84,25 75,7 79,2 75,4 81,4 82,6 78,35 98,4 99 98,5 98,4 97,3 98,22 82 82,4 82,3 82,6 84,7 82,82 83,9 85,5 86,9 85,4 86,4 85,53 72,4 68,1 74,5 73,3 75,1 72,7 78,6 82,8 83,3 84,6 83,4 83,16 100,4 96,3 97,3 98,8 97,9 98,74 83,3 84,7 84,3 85,7 83,9 84,41 77,2 76,1 73,3 76,5 80,9 77,18
83 84 82,2 84,4 88,1 82 83,8 74,4 78,6 70,4 97,2 97,3 98,9 99,2 98 83 82,9 83,1 81,9 83,3 84,8 86,1 85,2 85,1 86 70,9 74,1 77 74,3 67,3 85,3 84,4 83,8 82,9 82,5 98,8 99,9 98,5 100,4 99,1 84,4 84,1 83,7 85,6 84,4 84 76,1 74,1 77,5 76,1
Getaran 0,7 0,79 0,69 0,55 0,74 0,667 0,64 0,17 0,19 0,16 0,17 0,23 0,51 2,05 1,61 1,38 2,16 1,895 2,63 2,63 3,02 2,61 2,72 2,917 2,17 3,86 3,91 3,73 3,71 3,632 0,2 0,26 0,13 0,35 0,26 0,244 0,1 0,13 0,13 0,13 0,15 0,12 3,31 4,37 4,19 4,29 3,95 3,925 0,2 0,27 0,63 0,66 0,62 0,521 0,37 0,36 0,39 0,49 0,37 0,4
Keterangan 0,7 0,65 0,61 0,67 0,57
gilingan
0,18 0,18 0,19 0,21 0,21
gilingan
2,07 2,07 2,19 2,4 2,51
gilingan
2,83 2,93 3,14 3,31 3,35
gilingan
3,5 3,66 3,77 3,89 4,12
gilingan
0,24 0,25 0,25 0,25 0,25
gilingan
0,12 0,11 0,11 0,11 0,11
gilingan
3,94 3,81 3,79 3,79 3,81
gilingan
0,55 0,59 0,56 0,56 0,57
gilingan
0,35 0,38 0,44 0,42 0,43
boiler
123
Lampiran 6 (lanjutan) Data kondisi ergonomi mikro PG Bungamayang siang NO
11
TEMPAT
BOILER ATAS
RATA-RATA
12
BOILER BAWAH
RATA-RATA
13
EVAPORATOR 1 (TEMPAT KUMPUL) RATA-RATA
14
EVAPORATOR 2
RATA-RATA
15
PEMURNIAN (DEKAT JUICE HEATER) RATA-RATA
PEMURNIAN 2 16 (DEKAT TEMPAT ISTIRAHAT) RATA-RATA
17
PEMURNIAN (TALO)
RATA-RATA
18
MASAKAN 1
RATA-RATA
19
MASAKAN 2
RATA-RATA
LUX 29,9 29,4 29,3 29,6 29,1 29,53 99,6 100 99,7 99,9 101,4 98,48 60 48,8 53,9 43,1 34,4 39,94 281 304 301 303 301 298,3 145 112 112 100 100 108,41 1127 1119 1133 1143 1167 1164 53,1 53,8 52,8 52,6 50,7 52,72 72,3 73,2 73,8 73,5 73,5 72,93 106 117 120 121 122 135,4
28,8 29,2 29,8 30,2 30 97,6 98,9 100 90,8 96,9 31,9 32,9 31,9 31,5 31 298 299 300 299 297 104,1 100 99 104 108 1191 1182 1186 1191 1201 52,8 52,9 52,7 52,8 53 73,8 68,2 74,3 74,4 72,3 141 136 136 174 181
SUHU 33,9 33,9 33,9 33,9 33,9 33,9 35,6 35,7 35,7 35,7 35,7 35,69 35,2 35,2 35,2 35,2 35,2 35,2 35,1 35,1 35,1 35,1 35,1 35,1 35,4 35,4 35,4 35,4 35,4 35,4 36 36 36 36 36 36 36,7 36,7 36,7 36,7 36,7 36,7 35,5 35,5 35,5 35,5 35,5 35,5 36 36 36 36 36 36
33,9 33,9 33,9 33,9 33,9 35,7 35,7 35,7 35,7 35,7 35,2 35,2 35,2 35,2 35,2 35,1 35,1 35,1 35,1 35,1 35,4 35,4 35,4 35,4 35,4 36 36 36 36 36 36,7 36,7 36,7 36,7 36,7 35,5 35,5 35,5 35,5 35,5 36 36 36 36 36
RH 38,3 38,4 38,2 38,1 38,8 38,33 37,7 37,7 37 36,8 36,7 36,83 42,3 42,3 42,2 42,2 42,2 42,2 36 35,7 35,5 35,3 35,4 35,72 34,4 34,2 34,1 34,1 34,1 34,22 42,1 42,1 41,7 41 40,6 40,81 36,6 36,5 36,5 36,6 36,7 36,48 38,8 38,4 38,4 38,3 38,3 38,29 34,8 34,7 34,5 34,4 34,3 34,27
38,5 38,3 38,2 38,2 38,3 36,6 36,5 36,5 36,5 36,3 42,3 42,1 42,8 42,5 41,1 35,5 35,5 35,7 35,8 36,8 34,2 34,2 34,2 34,3 34,4 40,5 40,3 40,1 40 39,7 37 36,4 36,3 36,1 36,1 38,2 38,1 38,1 38,1 38,2 34,2 34,1 34 33,9 33,8
dB 90,6 90,8 91,1 90,6 90,8 90,9 90,6 90,6 91,1 90,7 90,78 102,3 101,6 115,0 101,8 100,8 101,7 100,9 101,9 101,1 101,8 102,89 85,2 90,0 87,9 86,6 85,6 87,4 88,0 91,1 86,2 88,4 87,64 87,7 88,7 87,1 88,0 87,2 89,2 87,9 87,9 88,0 88,1 87,98 86,3 87,7 86,4 89,7 87,4 89,6 87,6 87,1 86,3 87,1 87,52 87,5 87,7 85,2 87,5 88,2 80,5 89,2 87,7 87,2 89,9 87,06 80,1 81,1 80,4 80,8 80,5 80,5 81,0 80,7 80,7 80,0 80,58 79,8 83,6 82,7 83,8 83,2 83,6 84,0 83,4 82,9 83,5 83,05 82,3 82,1 82,9 82,0 82,0 82,5 82,2 82,3 82,7 83,1 82,41
Getaran 0,89 1,94 1,94 1,93 1,95 1,864 0,44 0,48 0,49 0,36 0,49 0,424 1,58 1,53 1,25 1,27 1,29 1,317 0,55 0,55 0,45 0,45 0,45 0,475 3,35 3,89 3,79 3,79 3,82 3,615 0,35 0,34 0,39 0,34 0,39 0,371 0,54 0,54 0,7 0,98 0,88 0,739 0,43 0,51 0,43 0,43 0,43 0,441 0,67 0,74 0,68 0,68 0,67 0,679
Ket 1,93 1,92 2 2,05 2,09
boiler
0,42 0,39 0,39 0,4 0,38
boiler
1,25 1,28 1,26 evaporator 1,26 1,2 0,46 0,46 0,46 evaporator 0,46 0,46 3,25 3,59 3,59 pemurnian 3,59 3,49 0,39 0,38 0,38 pemurnian 0,37 0,38 0,92 0,68 0,71 pemurnian 0,71 0,73 0,44 0,44 0,44 masakan 0,43 0,43 0,68 0,66 0,66 0,67 0,68
masakan
124
Lampiran 6 (lanjutan) Data kondisi ergonomi mikro PG Bungamayang siang NO
20
TEMPAT
POWER HOUSE (ALTERNATOR)
RATA-RATA
21
DISPLAY POWER HOUSE
RATA-RATA
22
PUTERAN (FEED MIXER 1)
RATA-RATA
23
PUTERAN (FEED MIXER 2)
RATA-RATA
24
PUTERAN KONTROL PANEL RATA-RATA
LUX 28,1 27,6 27,6 27,6 27,6 27,53 21,7 21,2 21 20,9 20,7 20,72 144 145 143 147 148 144,8 48,3 48,9 48,9 49,1 48,5 48,66 96,7 96,7 97,3 96,3 96,8 97,23
27,6 27,6 27,1 27,2 27,3 20,6 20,5 20,1 20,1 20,4 145 146 143 144 143 49 49,2 47,8 48,6 48,3 97 97,8 97,1 98,3 98,3
SUHU 35,6 35,6 35,6 35,6 35,6 35,6 35,7 35,7 35,7 35,7 35,7 35,7 36,8 36,8 36,8 36,8 36,8 36,8 36,9 36,9 36,8 36,9 36,9 36,88 36,7 36,8 36,7 36,7 36,7 36,71
35,6 35,6 35,6 35,6 35,6 35,7 35,7 35,7 35,7 35,7 36,8 36,8 36,8 36,8 36,8 36,8 36,9 36,9 36,9 36,9 36,7 36,7 36,7 36,7 36,7
RH 35,1 34,9 34,9 34,8 34,7 34,64 36,6 36,5 36,6 36,6 36,6 36,54 38,8 37,8 37,5 37,2 37 37,89 39,9 39,8 39,8 39,9 40,2 40,23 21,3 21,3 21,3 21,2 21,3 21,28
34,5 34,5 34,5 34,4 34,1 36,5 36,5 36,5 36,5 36,5 37,9 37,8 38,1 37,4 39,4 40 40,3 40,9 41,5 40 21,2 21,3 21,3 21,3 21,3
dB 95,2 97,0 97,8 98,7 96,4 97,34 88,2 88,4 87,4 88,0 87,1 87,65 88,1 86,5 86,8 87,6 87,1 87,25 84,4 84,8 84,7 89,1 89,2 87,85 73,0 76,0 79,0 82,0 80,0 78,8
97,6 96,8 102,4 95,6 95,9 87,0 87,2 88,0 87,7 87,5 87,4 86,7 87,3 87,5 87,5 89,9 88,4 89,4 89,0 89,6 81,0 84,0 74,0 84,0 75,0
Getaran 0,87 0,88 0,86 0,91 0,91 0,878 0,35 0,31 0,33 0,38 0,35 0,342 2,03 2,13 2,13 2,1 2,2 2,156 0,95 0,11 1 0,99 0,99 0,853 0,41 0,5 0,5 0,5 0,5 0,447
Ket 0,89 0,89 0,87 0,86 0,84
power house
0,35 0,34 0,34 0,34 0,33
power house
2,24 2,27 2,2 2,13 2,13
puteran
0,95 0,94 0,88 0,88 0,84
puteran
0,44 0,44 0,39 0,42 0,37
puteran
125
Lampiran 7 Data kondisi ergonomi mikro PG Bungamayang malam NO
1
TEMPAT
CANE YARD
RATA-RATA
2
RUANG KONTROL CANE YARD RATA-RATA
3
CANE CUTTER
RATA-RATA
4
KONVEYOR
RATA-RATA
5
DRIVE HEADER
RATA-RATA
6
DIFUSER KONTROL PANEL RATA-RATA
7
POMPA INTERMEDIATE JUICE RATA-RATA
8
CANE MILL
RATA-RATA
9
CANE MILL KONTROL PANEL RATA-RATA
LUX 61,9 61,8 62,2 62,2 62,2 62,13 23,5 23,1 22,7 22,8 22,8 22,89 32,7 32,1 31,1 29,9 29,9 30,52 78,1 81 83,3 84,5 84,5 83,39 302 303 306 302 302 302,5 50,6 50,7 50,9 50,4 50,4 50,5 23,7 23,4 23,6 23,9 23,9 23,8 66,5 60,8 60,7 63,5 63,5 63,25 21,4 21,3 21,2 21,2 21,2 21,23
62,2 62,2 62,2 62,2 62,2 22,8 22,8 22,8 22,8 22,8 29,9 29,9 29,9 29,9 29,9 84,5 84,5 84,5 84,5 84,5 302 302 302 302 302 50,4 50,4 50,4 50,4 50,4 23,9 23,9 23,9 23,9 23,9 63,5 63,5 63,5 63,5 63,5 21,2 21,2 21,2 21,2 21,2
SUHU 30,3 30,3 30,3 30,3 30,3 30,3 30 30 30 30 30 30 30,4 30,4 30,4 30,4 30,4 30,4 30,7 30,2 30,2 30,2 30,2 30,25 30,4 30,4 30,4 30,4 30,4 30,4 29,4 29,4 29,4 29,4 29,4 29,4 29,8 29,8 29,8 29,8 29,8 29,8 29 29 29 28,9 28,9 28,93 29,4 29,4 29,4 29,4 29,4 29,4
30,3 30,3 30,3 30,3 30,3 30 30 30 30 30 30,4 30,4 30,4 30,4 30,4 30,2 30,2 30,2 30,2 30,2 30,4 30,4 30,4 30,4 30,4 29,4 29,4 29,4 29,4 29,4 29,8 29,8 29,8 29,8 29,8 28,9 28,9 28,9 28,9 28,9 29,4 29,4 29,4 29,4 29,4
RH 74,9 75 75,1 75,1 75,1 75,07 69,7 77,7 77,7 77,7 77,7 76,9 77,8 78,9 78,9 78,8 78,8 78,72 68 71 74 74 74 73,1 77,9 77,8 77,9 77,8 77,8 77,82 57 56,3 56,7 56,9 56,9 56,83 64,3 69,4 69,4 69,3 69,3 68,82 91,4 91,5 91,6 91,7 91,7 91,64 56,1 55,1 54,7 54,2 54,2 54,53
75,1 75,1 75,1 75,1 75,1 77,7 77,7 77,7 77,7 77,7 78,8 78,8 78,8 78,8 78,8 74 74 74 74 74 77,8 77,8 77,8 77,8 77,8 56,9 56,9 56,9 56,9 56,9 69,3 69,3 69,3 69,3 69,3 91,7 91,7 91,7 91,7 91,7 54,2 54,2 54,2 54,2 54,2
dB 70 72,9 75,4 77,6 77,6 76,15 61 63 62,6 68,6 68,6 66,68 90,5 89,8 89,8 89,8 89,8 89,87 82,4 82,8 83,2 82,5 82,5 82,59 88,4 89 88,8 89,3 89,3 89,13 72,2 74,4 74,2 74,1 74,1 73,95 85,6 88,8 84,8 85,4 85,4 85,7 81,6 88,0 81,4 87,8 87,8 86,56 76,0 75,7 83,1 88,6 88,6 85,5
77,6 77,6 77,6 77,6 77,6 68,6 68,6 68,6 68,6 68,6 89,8 89,8 89,8 89,8 89,8 82,5 82,5 82,5 82,5 82,5 89,3 89,3 89,3 89,3 89,3 74,1 74,1 74,1 74,1 74,1 85,4 85,4 85,4 85,4 85,4 87,8 87,8 87,8 87,8 87,8 88,6 88,6 88,6 88,6 88,6
Getaran 0,75 0,6 0,57 0,48 0,48 0,528 0,21 0,21 0,19 0,2 0,2 0,201 0,88 0,86 0,76 0,76 0,76 0,782 4,61 4,98 4,61 4,76 4,76 4,752 3,25 3,41 3,41 3,52 3,52 3,471 0,12 0,11 0,11 0,1 0,1 0,104 0,22 0,22 0,21 0,22 0,22 0,219 0,22 0,16 0,16 0,17 0,17 0,173 0,2 0,19 0,2 0,2 0,2 0,199
Keterangan 0,48 0,48 0,48 0,48 0,48
gilingan
0,2 0,2 0,2 0,2 0,2
gilingan
0,76 0,76 0,76 0,76 0,76
gilingan
4,76 4,76 4,76 4,76 4,76
gilingan
3,52 3,52 3,52 3,52 3,52
gilingan
0,1 0,1 0,1 0,1 0,1
gilingan
0,22 0,22 0,22 0,22 0,22
gilingan
0,17 0,17 0,17 0,17 0,17
gilingan
0,2 0,2 0,2 0,2 0,2
gilingan
126
Lampiran 7(lanjutan) Data kondisi ergonomi mikro PG Bungamayang malam NO
10
TEMPAT BOILER KONTROL PANEL RATA-RATA
11
BOILER ATAS
RATA-RATA
12
BOILER BAWAH
RATA-RATA
13
EVAPORATOR 1 (TEMPAT KUMPUL) RATA-RATA
14
EVAPORATOR 2
RATA-RATA
15
PEMURNIAN (DEKAT JUICE HEATER) RATA-RATA
PEMURNIAN 2 16 (DEKAT TEMPAT ISTIRAHAT) RATA-RATA
17
PEMURNIAN (TALO)
RATA-RATA
18
MASAKAN 1
RATA-RATA
19
MASAKAN 2
RATA-RATA
LUX 33,4 33,6 33,6 34,1 34,1 33,93 16,78 17,11 17,68 17,81 17,81 17,624 8,7 8,7 7 6,8 6,8 7,2 9,2 8,9 9,7 9,3 9,3 9,29 12,3 12,4 13 12,8 12,8 12,73 16,1 10,9 10,9 10,9 10,9 11,42 19,1 20,5 21,1 20,8 20,8 20,63 4,9 4,9 4,8 4,9 4,9 4,89 12,2 10,5 10,5 10,4 10,4 10,6 15 15 14,9 15 15 14,99
34,1 34,1 34,1 34,1 34,1 17,81 17,81 17,81 17,81 17,81 6,8 6,8 6,8 6,8 6,8 9,3 9,3 9,3 9,3 9,3 12,8 12,8 12,8 12,8 12,8 10,9 10,9 10,9 10,9 10,9 20,8 20,8 20,8 20,8 20,8 4,9 4,9 4,9 4,9 4,9 10,4 10,4 10,4 10,4 10,4 15 15 15 15 15
SUHU 29,7 29,8 29,7 29,7 29,7 29,71 30 29,6 29,6 29,6 29,6 29,64 30 30 30 30 30 30 31,7 31,7 31,7 31,7 31,7 31,7 31,9 31,9 32 31,9 31,9 31,91 33,5 32,5 32,5 32,5 32,5 32,6 32,2 32,1 32,1 32,2 32,2 32,18 32,5 32,5 32,5 32,5 32,5 32,5 31,8 31,8 31,8 31,8 31,8 31,8 31,8 31,8 31,8 31,8 31,8 31,8
29,7 29,7 29,7 29,7 29,7 29,6 29,6 29,6 29,6 29,6 30 30 30 30 30 31,7 31,7 31,7 31,7 31,7 31,9 31,9 31,9 31,9 31,9 32,5 32,5 32,5 32,5 32,5 32,2 32,2 32,2 32,2 32,2 32,5 32,5 32,5 32,5 32,5 31,8 31,8 31,8 31,8 31,8 31,8 31,8 31,8 31,8 31,8
RH 32,8 32,9 33 33,2 33,2 33,11 69,3 70,2 70,1 70,1 70,1 70,03 76,5 70,2 70,1 69,7 69,7 70,47 67 66,8 66,8 66,7 66,7 66,75 61,5 61,1 60,8 60,7 60,7 60,83 57,9 58,3 58,3 58,3 58,3 58,26 68,3 68,3 68,5 68,7 68,7 68,6 72 72 71,8 71,4 71,4 71,56 63,4 64,2 65,6 65,2 65,2 64,96 60,8 60,7 60,5 60,5 60,5 60,55
33,2 33,2 33,2 33,2 33,2 70,1 70,1 70,1 70,1 70,1 69,7 69,7 69,7 69,7 69,7 66,7 66,7 66,7 66,7 66,7 60,7 60,7 60,7 60,7 60,7 58,3 58,3 58,3 58,3 58,3 68,7 68,7 68,7 68,7 68,7 71,4 71,4 71,4 71,4 71,4 65,2 65,2 65,2 65,2 65,2 60,5 60,5 60,5 60,5 60,5
dB 78,0 78,9 78,6 78,9 77,6 78,9 78,9 78,9 78,9 78,9 78,65 91,6 92,4 91,7 92,4 91,6 92,4 92,4 92,4 92,4 92,4 92,17 104,0 104,1 104,0 104,1 104,1 104,1 104,1 104,1 104,1 104,1 104,08 68,3 87,6 87,3 87,6 87,3 87,6 87,6 87,6 87,6 87,6 85,61 88,4 88,7 88,5 88,7 88,6 88,7 88,7 88,7 88,7 88,7 88,64 86,7 86,7 86,7 86,7 86,7 86,7 86,7 86,7 86,7 86,7 86,7 87,5 89,7 87,4 89,7 89,7 89,7 89,7 89,7 89,7 89,7 89,25 83,8 83,8 83,9 83,8 83,3 83,8 83,8 83,8 83,8 83,8 83,76 84,4 84,1 84,4 84,1 84,4 84,1 84,1 84,1 84,1 84,1 84,19 83,5 83,6 83,7 83,6 83,4 83,6 83,6 83,6 83,6 83,6 83,58
Getaran 1,04 1,04 1,04 1,04 1,04 1,04 0,25 0,22 0,22 0,2 0,2 0,209 0,31 0,21 0,36 0,35 0,35 0,333 1,128 1,38 1,31 1,68 1,68 1,5578 0,32 0,3 0,32 0,32 0,32 0,318 3,39 3,32 3,5 3,5 3,5 3,471 0,9 0,87 0,42 0,39 0,39 0,492 0,5 0,48 0,47 0,45 0,45 0,46 0,59 0,52 0,5 0,5 0,5 0,511 1,2 0,89 0,8 0,77 0,77 0,828
Keterangan 1,04 1,04 1,04 1,04 1,04
boiler
0,2 0,2 0,2 0,2 0,2
boiler
0,35 0,35 0,35 0,35 0,35
boiler
1,68 1,68 1,68 evaporator 1,68 1,68 0,32 0,32 0,32 evaporator 0,32 0,32 3,5 3,5 3,5 pemurnian 3,5 3,5 0,39 0,39 0,39 pemurnian 0,39 0,39 0,45 0,45 0,45 pemurnian 0,45 0,45 0,5 0,5 0,5 masakan 0,5 0,5 0,77 0,77 0,77 masakan 0,77 0,77
127
Lampiran 7(lanjutan) Data kondisi ergonomi mikro PG Bungamayang malam NO
20
TEMPAT
POWER HOUSE (ALTERNATOR)
RATA-RATA
21
DISPLAY POWER HOUSE
RATA-RATA
22
PUTERAN (FEED MIXER 1)
RATA-RATA
23
PUTERAN (FEED MIXER 2)
RATA-RATA
24
PUTERAN KONTROL PANEL RATA-RATA
LUX 20,1 20 20,1 20,1 20,1 20,09 15,7 19,7 19,5 19,6 19,6 19,21 42,9 39,9 41,3 41,4 41,4 41,39 59 58,9 58,9 58,4 58,4 58,56 62,5 66,2 66,6 66,1 66,1 65,8
20,1 20,1 20,1 20,1 20,1 19,6 19,6 19,6 19,6 19,6 41,4 41,4 41,4 41,4 41,4 58,4 58,4 58,4 58,4 58,4 66,1 66,1 66,1 66,1 66,1
SUHU 31,5 31,5 31,4 31,4 31,4 31,42 31,1 31,1 31,1 31,1 31,1 31,1 31,8 31,7 31,7 31,7 31,7 31,71 31,7 31,7 31,7 31,7 31,7 31,7 31,6 31,7 31,7 31,7 31,7 31,69
31,4 31,4 31,4 31,4 31,4 31,1 31,1 31,1 31,1 31,1 31,7 31,7 31,7 31,7 31,7 31,7 31,7 31,7 31,7 31,7 31,7 31,7 31,7 31,7 31,7
RH 59,5 59,5 59,4 59,4 59,4 59,42 58,1 58,3 58,4 58,5 58,5 58,43 67,8 67,8 67,8 67,8 67,8 67,8 67,8 67,8 67,8 67,8 67,8 67,8 30,1 29,6 29,4 29,3 29,3 29,42
59,4 59,4 59,4 59,4 59,4 58,5 58,5 58,5 58,5 58,5 67,8 67,8 67,8 67,8 67,8 67,8 67,8 67,8 67,8 67,8 29,3 29,3 29,3 29,3 29,3
dB 93,0 92,7 92,9 93,0 93,0 92,96 91,0 90,5 90,9 90,8 90,8 90,8 89,4 88,5 88,4 88,3 88,3 88,44 88,5 88,4 89,4 88,3 88,3 88,44 74,4 73,6 74,5 73,9 73,9 73,98
93,0 93,0 93,0 93,0 93,0 90,8 90,8 90,8 90,8 90,8 88,3 88,3 88,3 88,3 88,3 88,3 88,3 88,3 88,3 88,3 73,9 73,9 73,9 73,9 73,9
Getaran 0,71 0,86 0,96 0,99 0,99 0,946 0,37 0,38 0,34 0,34 0,34 0,347 0,68 0,79 0,69 0,69 0,69 0,699 0,68 0,79 0,69 0,69 0,69 0,699 0,23 0,13 0,1 0,1 0,1 0,116
Keterangan 0,99 0,99 0,99 0,99 0,99
power house
0,34 0,34 0,34 0,34 0,34
power house
0,69 0,69 0,69 0,69 0,69
puteran
0,69 0,69 0,69 0,69 0,69
puteran
0,1 0,1 0,1 0,1 0,1
puteran
128
Lampiran 8 Data kondisi ergonomi mikro PG Jatitujuh pagi NO
TEMPAT
1,0 CANE YARD I RATA-RATA 2,0
CANE YARD II RATA-RATA
3,0
CANE CUTTER RATA-RATA
4,0
UNIGRATOR RATA-RATA
5,0
MILL 1 RATA-RATA
6,0
MILL 2 RATA-RATA
7,0
MILL 3 RATA-RATA
8,0
MILL 4 RATA-RATA
LUX 20000,0 20000,0 20000,0
SUHU 36,3 36,1 36,1
RH 47,2 48,1 46,0
dB 68,5 68,4 69,4
Getaran Keterangan 0,9 0,9 0,9
20000,0 13200,0 13190,0 13120,0
36,2 36,4 36,4 36,4
47,1 47,7 47,8 47,9
68,8 81,0 82,2 81,4
0,9
13170,0 1453,0 1489,0 1546,0
36,4 36,7 36,7 36,7
47,8 68,3 71,7 71,8
81,5 93,4 92,9 93,6
0,9
1496,0 1221,0 991,0 1209,0
36,7 36,7 36,8 36,8
70,6 57,1 57,4 58,8
93,3 90,1 89,7 89,9
7,9
1140,3 83,6 86,1 86,4
36,8 37,0 37,0 37,0
57,8 47,3 47,8 47,9
89,9 90,3 90,8 91,0
3,4
85,4 54,7 47,9 49,5
37,0 37,1 37,1 37,1
47,7 46,0 47,1 47,5
90,7 90,9 90,8 91,0
4,3
50,7 64,7 71,2 71,0
37,1 37,9 37,9 37,4
46,9 50,0 49,6 49,5
90,9 92,0 92,0 92,4
5,6
69,0 149,8 148,2 149,2
37,7 37,7 37,7 37,7
49,7 42,8 43,0 43,3
92,1 92,8 92,9 93,0
4,1
149,1
37,7
43,0
92,9
4,4
0,9 0,9 0,9
8,3 8,0 7,5
3,2 3,1 3,9
4,4 4,3 4,2
5,5 5,6 5,6
4,1 4,1 4,1
4,4 4,5 4,4
129
Lampiran 8(lanjutan) Data kondisi ergonomi mikro PG Jatitujuh pagi NO
TEMPAT ROTARY VACUM 9,0 FILTER (RVF) 1 RATA-RATA ROTARY VACUM 10,0 FILTER (RVF) 2 RATA-RATA TIMBANGAN 11,0 NIRA RATA-RATA 12,0
SULPHUR TOWER RATA-RATA
13,0
JUICE HEATER 1 RATA-RATA
14,0
JUICE HEATER 2 RATA-RATA
15,0
JUICE HEATER 3 RATA-RATA
16,0
JUICE HEATER 4 RATA-RATA
17,0
LUX 640,0 669,0 651,0
SUHU 37,3 37,2 37,2
RH 49,9 49,6 48,8
dB 87,2 87,4 87,6
653,3 151,7 161,6 142,1
37,2 37,1 37,0 37,0
49,4 50,6 50,5 50,3
87,4 90,2 90,4 90,2
0,6
151,8 42,9 37,2 51,4
37,0 37,0 37,0 37,0
50,5 51,7 51,8 51,9
90,3 91,7 91,8 91,9
1,2
43,8 33,0 32,7 31,0
37,0 37,0 37,1 37,1
51,8 55,0 57,2 58,5
91,8 94,3 94,4 94,4
1,2
32,2 9,7 9,8 9,6
37,1 37,5 37,5 37,5
56,9 58,8 59,9 60,3
94,4 94,0 93,9 93,8
1,4
9,7 15,7 14,2 14,0
37,5 37,7 37,7 37,7
59,7 42,5 42,5 42,5
93,9 93,6 93,8 93,7
1,1
14,6 10,7 10,8 10,9
37,7 38,0 38,0 38,0
42,5 38,8 39,4 39,7
93,7 94,5 94,5 94,6
0,7
10,8 7,8 8,6 8,8
38,0 38,3 38,3 38,3
39,3 39,3 39,9 40,8
94,5 95,7 95,8 95,8
1,2
8,4
38,3 38,6 38,6 38,6
40,0 36,5 35,5 35,1
95,8 95,9 96,0 96,1
1,0
38,6
35,7
96,0
1,6
6,5 6,7 6,7
JUICE HEATER 5 RATA-RATA
6,6
Getaran Keterangan 0,6 0,6 0,6
1,2 1,2 1,2
1,2 1,2 1,2
1,4 1,4 1,3
1,1 1,1 1,0
0,8 0,6 0,6
0,9 1,3 1,3
1,0 1,0 1,1
1,4 2,1 1,4
130
Lampiran 8(lanjutan) Data kondisi ergonomi mikro PG Jatitujuh pagi NO
TEMPAT
18,0
EVAPORATOR PAN 1 RATA-RATA
EVAPORATOR 19,0 PAN 2 RATA-RATA EVAPORATOR 20,0 PAN 3 RATA-RATA EVAPORATOR 21,0 PAN 4 RATA-RATA EVAPORATOR 22,0 PAN 5 RATA-RATA 23,0
EVAPORATOR PAN 6 RATA-RATA
VACUM PAN 24,0 D(5) RATA-RATA VACUM PAN 25,0 C/D (4) RATA-RATA VACUM PAN 26,0 C (3) RATA-RATA VACUM PAN 27,0 A (2) RATA-RATA VACUM PAN 28,0 A (1) RATA-RATA
LUX 29,3 29,4 29,8
SUHU 37,4 37,5 37,5
RH 43,1 42,2 42,2
dB 91,0 90,9 90,9
Getaran Keterangan 0,6 0,6 0,4
29,5 33,3 34,0 33,4
37,5 37,4 37,4 37,4
42,5 43,1 43,3 44,0
90,9 89,1 89,2 89,3
0,5
33,6 34,6 32,8 32,4
37,4 37,3 37,3 37,4
43,5 41,3 41,8 42,3
89,2 88,5 88,5 88,6
1,6
33,3 20,3 23,3 26,9
37,3 37,1 37,1 37,1
41,8 41,1 41,1 41,4
88,5 87,7 88,2 87,9
0,6
23,5 27,1 27,2 28,2
37,1 36,7 36,7 36,7
41,2 41,3 41,3 41,8
87,9 87,5 87,4 87,6
0,9
27,5 39,7 41,4 30,1
36,7 36,1 36,1 36,2
41,5 43,1 42,8 42,3
87,5 87,7 87,7 87,9
1,1
37,1 45,7 40,4 40,2
36,1 32,9 33,0 33,0
42,7 47,0 46,5 46,3
87,8 92,8 92,7 92,7
0,9
42,1 49,4 51,3 51,4
33,0 33,6 33,6 33,7
46,6 45,3 45,9 46,1
92,7 91,6 91,3 91,4
0,6
50,7 28,1 27,8 28,1
33,6 34,4 34,5 34,8
45,8 46,0 46,0 46,1
91,4 89,3 89,3 95,0
2,0
28,0 22,0 15,5 20,7
34,6 34,8 34,9 34,9
46,0 42,2 42,6 42,9
91,2 89,5 89,5 89,3
0,6
19,4 15,5 17,8 19,9
34,9 35,5 35,5 35,5
42,6 39,6 40,2 40,9
89,4 89,4 89,3 90,5
1,2
17,7
35,5
40,2
89,7
0,7
1,8 1,6 1,5
0,7 0,6 0,6
1,1 1,0 0,7
1,1 1,1 1,1
0,9 0,9 0,9 0,6 0,6 0,6
2,1 2,0 2,0
0,6 0,6 0,6
1,2 1,2 1,2
0,6 0,6 0,8
131
Lampiran 8(lanjutan) Data kondisi ergonomi mikro PG Jatitujuh pagi NO
TEMPAT
LUX 43,7 35,8 37,9
SUHU 37,2 37,3 37,3
RH 48,5 48,5 49,5
dB 93,8 93,9 93,5
29,0
PUTERAN D1 (1)
39,1 42,2 42,2 38,0
37,3 37,3 37,3 37,3
48,8 46,9 46,2 46,5
93,7 93,6 93,5 93,6
1,5
40,8 11,6 11,1 11,3
37,3 37,3 37,3 37,4
46,5 46,5 46,5 46,5
93,6 93,0 93,5 93,7
1,7
11,3 26,0 24,0 25,0
37,3 37,4 37,4 37,4
46,5 42,4 42,3 42,3
93,4 91,3 92,3 92,6
1,7
25,0 48,8 49,0 50,1
37,4 37,4 37,4 37,4
42,3 42,4 42,1 43,1
92,1 93,4 93,5 92,8
1,9
49,3 48,0 46,6 42,4
37,4 37,4 37,4 37,4
42,5 44,6 45,9 43,8
93,2 91,8 92,6 92,7
1,7
45,7 11,8 12,7 12,6
37,4 37,4 37,4 37,4
44,8 43,8 43,7 43,5
92,4 91,1 92,7 90,8
2,1
12,4 31,5 31,3 31,3
37,4 37,4 37,5 37,4
43,7 43,1 42,8 42,7
91,5 91,9 91,4 91,6
1,3
31,4 38,1 37,7 38,7
37,4 37,6 37,6 37,6
42,9 44,7 44,7 44,8
91,6 90,8 91,3 91,4
2,2
38,2 59,7 47,4 47,3
37,6 37,7 37,7 37,7
44,7 59,3 63,3 61,6
91,2 92,0 92,5 92,2
2,3
51,5 38,6 39,1 40,1
37,7 37,9 37,9 37,9
61,4 44,4 44,5 43,7
92,2 93,0 94,9 94,7
2,3
39,3 25,2 20,7 25,1
37,9 37,8 37,8 37,8
44,2 38,2 38,0 38,1
94,2 95,1 94,9 97,5
2,3
37,8 37,6 37,6 37,6
38,1 41,0 41,1 41,1
95,8 97,5 97,3 97,2
2,7
PUTERAN A1 (2)
23,7 33,0 29,7 29,6
RATA-RATA
30,8
37,6
41,1
97,3
2,3
RATA-RATA 30,0
PUTERAN D1 (2) RATA-RATA
31,0
PUTERAN D1 (3) RATA-RATA
PUTERAN D2 32,0 (1) RATA-RATA 33,0
PUTERAN D2 (2) RATA-RATA
34,0
PUTERAN C-C (1) RATA-RATA
35,0
PUTERAN C-C (2) RATA-RATA
36,0
PUTERAN A2 (1) RATA-RATA
PUTERAN A2 37,0 (2) RATA-RATA 38,0
PUTERAN A2 (3) RATA-RATA
39,0
PUTERAN A2 (4) RATA-RATA
40,0
PUTERAN A1 (1) RATA-RATA
41,0
Getaran Keterangan 1,3 1,5 1,6
1,7 1,7 1,7
1,6 1,7 1,7
1,9 1,9 2,0
1,7 1,7 1,7
2,1 2,2 2,1
1,4 1,4 1,3
2,1 2,2 2,2
2,4 2,2 2,3
2,3 2,3 2,3
2,4 2,2 2,3
2,8 3,0 2,5
2,3 2,3 2,3
132
Lampiran 8(lanjutan) Data kondisi ergonomi mikro PG Jatitujuh pagi NO
TEMPAT
LUX 11300,0 11460,0 11510,0
SUHU 33,4 33,4 33,5
RH 44,7 44,9 45,3
dB 89,5 89,8 89,4
Getaran 0,5 0,5 0,5
42,0
WATER TREATMENT
11423,3 31,0 ALTERNATOR 35,6 43,0 30,0 1
33,4 34,4 34,5 34,6
45,0 45,6 44,9 44,0
89,6 95,9 97,8 96,2
0,5
32,2 16,3 15,9 14,6
34,5 33,9 33,9 33,9
44,8 50,0 4,9 49,6
96,6 93,8 94,0 94,8
1,2
15,6 272,0 363,0 360,0
33,9 32,3 32,4 32,4
34,8 52,4 52,0 51,4
94,2 94,0 94,4 94,6
1,5
331,7 454,0 511,0 448,0
32,4 31,7 31,7 31,7
51,9 55,4 54,7 64,0
94,3 93,8 94,2 94,1
0,3 0,2 0,3 0,4
471,0 278,0 239,0 288,0
31,7 31,2 31,2 31,2
58,0 64,0 64,1 64,1
94,0 94,9 94,7 94,6
0,3 0,2 0,3 0,4
268,3 94,8 90,9 97,2
31,2 29,3 29,4 29,4
64,1 70,1 70,0 70,2
94,7 89,4 89,4 89,4
0,3 0,2 0,2 0,4
94,3
29,4
70,1
89,4
0,3
RATA-RATA
RATA-RATA ALTERNATOR 44,0 2 RATA-RATA 45,0
STEAM HEADER RATA-RATA
46,0
BOILER 1 RATA-RATA
47,0
BOILER 2 RATA-RATA
48,0
BOILER 3 RATA-RATA
1,1 1,1 1,4
1,5 1,5 1,6
0,2 0,2 0,4
Keterangan
133
Lampiran 9 Data kondisi ergonomi mikro PG Jatitujuh siang NO
TEMPAT
1,0 CANE YARD I
RATA-RATA
2,0
CANE YARD II RATA-RATA
3,0
CANE CUTTER RATA-RATA
4,0
UNIGRATOR
RATA-RATA
5,0
MILL 1
RATA-RATA
6,0
MILL 2
RATA-RATA
7,0
MILL 3
RATA-RATA
8,0
MILL 4
RATA-RATA
LUX 20000,0 20000,0 20000,0
SUHU 36,2 36,1 36,1
RH 43,2 43,2 43,1
dB 64,8 69,5 70,0
Getaran Keterangan 0,9 0,9 0,9
20000,0 20000,0 20000,0 20000,0
36,1 36,1 36,1 36,0
43,2 46,3 46,4 46,4
68,1 82,6 82,5 81,5
0,9
20000,0 2630,0 2340,0 2280,0
36,1 35,8 35,8 35,8
46,4 59,9 60,2 60,5
82,2 95,3 93,6 94,3
0,8
2416,7 1301,0 1289,0 1273,0
35,8 35,8 35,8 35,8
60,2 61,3 62,7 65,1
94,4 90,3 90,4 89,9
8,0
1287,7 87,6 89,0 85,2
35,8 36,0 36,0 36,0
63,0 52,4 51,2 49,3
90,2 89,9 90,0 89,8
5,2
87,3 71,4 71,4 71,9
36,0 36,0 32,0 36,0
51,0 52,3 51,1 50,9
89,9 91,4 91,1 91,3
4,1
71,6 80,0 79,7 78,7
34,7 35,9 35,8 35,8
51,4 50,2 50,2 50,0
91,3 92,0 91,9 92,0
3,9
79,5 85,3 92,7 111,6
35,8 35,7 35,7 35,7
50,1 51,9 50,4 51,1
92,0 94,6 94,5 94,3
3,5
96,5
35,7
51,1
94,5
4,6
0,9 0,8 0,8
7,8 8,1 8,1
5,6 5,0 4,9
4,1 4,2 4,1
4,0 3,7 3,9
3,2 3,6 3,6
4,5 4,6 4,7
134
Lampiran 9(lanjutan) Data kondisi ergonomi mikro PG Jatitujuh siang NO
TEMPAT
9,0
ROTARY VACUM FILTER (RVF) 1 RATA-RATA
ROTARY VACUM 10,0 FILTER (RVF) 2 RATA-RATA TIMBANGAN 11,0 NIRA RATA-RATA
12,0
SULPHUR TOWER RATA-RATA
13,0
JUICE HEATER 1 RATA-RATA
14,0
JUICE HEATER 2 RATA-RATA
15,0
JUICE HEATER 3 RATA-RATA
16,0
JUICE HEATER 4 RATA-RATA
17,0
JUICE HEATER 5 RATA-RATA
LUX 724,0 601,0 643,0
SUHU 36,4 36,4 36,4
RH 51,1 50,3 49,8
dB 87,4 86,9 88,6
Getaran Keterangan 1,1 1,1 1,1
656,0 113,8 113,9 113,2
36,4 37,4 37,4 37,4
50,4 50,9 49,7 49,4
87,6 90,1 90,0 89,7
1,1
113,6 63,1 61,5 65,3
37,4 37,6 37,6 37,6
50,0 47,0 46,7 46,5
89,9 91,8 91,9 91,8
1,6
63,3 78,0 74,8 74,7
37,6 37,7 37,7 37,7
46,7 44,3 44,4 44,4
91,8 93,8 93,7 94,0
0,8
75,8 10,0 10,4 10,1
37,7 37,9 37,9 37,9
44,4 40,3 40,3 39,6
93,8 93,7 93,9 93,6
2,8
10,2 17,3 15,8 14,9
37,9 38,5 38,5 38,7
40,1 37,4 35,2 34,1
93,7 93,8 93,6 93,8
1,5
16,0 15,9 13,3 12,5
38,6 38,9 38,9 38,9
35,6 31,3 31,3 31,5
93,7 95,1 95,1 95,2
1,0
13,9 13,9 9,4 12,0
38,9 32,9 39,3 39,3
31,4 32,1 32,4 33,0
95,1 95,8 95,7 96,0
1,4
11,7 9,4 11,0 8,7
37,2 39,7 39,7 39,7
32,5 34,4 35,3 35,1
95,8 97,1 97,1 97,0
0,8
9,7
39,7
34,9
97,1
1,9
1,3 1,6 1,8
0,7 0,8 0,7
2,8 2,9 2,6
1,5 1,5 1,4
0,9 1,0 1,0
1,6 1,4 1,3
0,8 0,8 0,8
2,6 0,3 2,9
135
Lampiran 9(lanjutan) Data kondisi ergonomi mikro PG Jatitujuh siang NO
TEMPAT
18,0
EVAPORATOR PAN 1 RATA-RATA
EVAPORATOR 19,0 PAN 2 RATA-RATA EVAPORATOR 20,0 PAN 3 RATA-RATA
LUX 3,4 3,2 3,1
SUHU 29,3 29,3 29,3
RH 64,7 64,6 64,5
dB 86,6 86,5 86,0
3,2 11,3 10,7 10,9
29,3 29,5 29,4 29,4
64,6 68,1 67,9 67,8
86,4 90,6 91,3 90,7
0,9
11,0 6,3 5,9 6,1
29,4 29,6 29,6 29,6
67,9 64,4 64,4 64,4
90,9 87,6 88,1 87,6
1,1
29,6 29,6 29,6 29,6
64,4 64,3 64,4 64,4
87,8 86,7 86,9 86,9
1,0
9,7 9,7 9,7
29,6 29,5 29,5 29,5
64,4 64,8 64,5 65,3
86,8 86,6 86,6 86,2
0,6
9,6 10,2 10,0
29,5 29,4 29,4 29,4
64,9 64,5 64,6 64,8
86,5 86,8 87,0 86,8
0,2
5,3 5,2 5,2
29,4 29,2 29,2 29,2
64,6 67,8 68,0 68,0
86,9 88,4 88,6 88,0
0,3
6,2 6,5 6,4
6,3 19,5 20,4 20,2
29,2 29,1 29,2 29,2
67,9 66,4 66,5 66,5
88,3 87,6 87,3 87,8
0,6
20,0 3,6 5,3 5,3
29,2 29,2 29,2 29,2
66,5 66,1 66,5 66,9
87,6 87,6 87,2 87,1
1,1
29,2 29,2 29,3 29,3
66,5 64,4 64,8 65,0
87,3 88,2 88,0 87,6
0,7
2,9 2,7 5,3
29,3 29,3 29,3 29,3
64,7 68,0 67,0 66,5
87,9 88,5 88,4 88,4
1,2
8,4 9,1 8,8
29,3
67,2
88,4
1,3
6,1
EVAPORATOR 21,0 PAN 4 RATA-RATA EVAPORATOR 22,0 PAN 5 RATA-RATA
9,7
9,9
EVAPORATOR 23,0 PAN 6 RATA-RATA
24,0
VACUM PAN D(5) RATA-RATA
25,0
VACUM PAN C/D (4) RATA-RATA
26,0
VACUM PAN C (3) RATA-RATA
27,0
4,8
VACUM PAN A (2) RATA-RATA
28,0
5,2
3,6
VACUM PAN A (1) RATA-RATA
8,8
Getaran Keterangan 0,9 1,0 0,9
1,1 1,1 1,1
0,9 1,0 1,1
0,6 0,6 0,6
0,3 0,2 0,2
0,3 0,3 0,3
0,6 0,6 0,6
1,3 1,1 0,9
0,7 0,7 0,7
1,2 1,2 1,2
1,1 1,3 1,5
136
Lampiran 9(lanjutan) Data kondisi ergonomi mikro PG Jatitujuh siang NO
TEMPAT
29,0
PUTERAN D1 (1) RATA-RATA
30,0
PUTERAN D2 (1) RATA-RATA
33,0
PUTERAN D2 (2) RATA-RATA
34,0
PUTERAN C-C (1) RATA-RATA
PUTERAN C-C 35,0 (2) RATA-RATA
36,0
PUTERAN A2 (1) RATA-RATA
37,0
PUTERAN A2 (2) RATA-RATA
38,0
PUTERAN A2 (3) RATA-RATA
39,0
PUTERAN A2 (4) RATA-RATA
40,0
PUTERAN A1 (1) RATA-RATA
41,0
RH 64,0 64,0 63,7
dB 86,5 86,7 86,8
29,6 29,3 29,3 29,3
63,9 68,6 68,2 67,9
86,7 91,4 91,2 90,8
1,7
7,3 8,2 7,8
29,3 29,2 29,2 29,2
68,2 68,2 68,2 68,1
91,1 92,7 92,2 92,2
1,7
5,5 6,1 6,5
29,2 29,3 29,2 29,3
68,2 67,9 68,2 68,2
92,4 90,2 90,0 89,0
1,7
3,9 4,0 3,9
3,9 41,0 41,8 49,6
29,3 29,3 29,3 29,3
68,1 66,5 66,5 66,5
89,7 89,6 90,0 89,8
1,9
44,1 44,4 43,7 42,9
29,3 29,5 29,5 29,5
66,5 66,4 67,1 67,0
89,8 89,5 88,9 89,5
1,9
43,7 26,6 16,2 16,2
29,5 29,6 29,7 29,7
66,8 64,4 64,6 64,7
89,3 88,0 88,4 88,8
1,8
19,7 24,2 24,8 24,3
29,7 29,8 29,8 29,8
64,6 64,2 64,1 64,0
88,4 88,7 89,4 89,2
1,7
24,4 28,2 28,8 28,5
29,8 30,0 30,0 30,0
64,1 63,3 63,7 63,6
89,1 90,0 90,0 90,5
2,1
28,5 50,6 47,0 46,3
30,0 30,0 30,0 30,0
63,5 61,7 61,7 61,7
90,2 90,0 90,3 90,5
2,1
48,0 6,8 43,8 37,9
30,0 30,1 30,1 30,1
61,7 60,4 60,2 60,1
90,3 91,0 90,7 88,9
2,3
29,5 32,6 33,7 32,6
30,1 30,4 30,4 30,5
60,2 56,3 56,3 56,2
90,2 89,6 89,1 88,7
2,3
33,0 18,1 17,7 23,6
30,4 30,6 30,6 30,6
56,3 60,6 60,9 60,7
89,1 87,2 87,1 87,1
2,3
19,8
30,6
60,7
87,1
2,6
8,3
7,8
PUTERAN D1 (3) RATA-RATA
32,0
SUHU 29,6 29,6 29,6
PUTERAN D1 (2) RATA-RATA
31,0
LUX 9,0 8,8 7,1
PUTERAN A1 (2) RATA-RATA
6,0
Getaran Keterangan 1,6 1,7 1,8
1,6 1,6 1,7
1,7 1,7 1,7
1,9 1,8 1,8
1,8 1,8 2,0
2,0 1,9 1,6
1,2 1,2 2,8
2,2 2,2 2,1
2,1 2,1 2,0
2,3 2,3 2,3
2,3 2,4 2,3
2,2 2,3 2,3
2,4 2,6 2,6
137
Lampiran 9(lanjutan) Data kondisi ergonomi mikro PG Jatitujuh siang NO
TEMPAT
42,0
WATER TREATMENT RATA-RATA
43,0
ALTERNATOR 1 RATA-RATA
44,0
ALTERNATOR 2 RATA-RATA
45,0
BOILER 1
RATA-RATA
47,0
BOILER 2
RATA-RATA
48,0
SUHU 28,9 29,0 29,0
RH 58,5 59,2 59,2
dB 87,8 87,6 87,5
83,7 60,0 69,6 69,9
29,0 31,6 31,7 31,7
59,0 44,7 44,8 44,9
87,6 96,4 97,9 97,8
0,5 1,6 1,7 1,6
66,5 5,4 5,6 1,8
31,7 30,5 30,6 30,6
44,8 51,8 50,1 49,7
97,4 95,4 99,5 97,3
1,6 1,4 1,3 1,3
4,3 5,2 5,2 5,3
30,6 28,7 28,7 28,7
50,5 59,3 59,2 59,2
97,4 96,6 96,2 96,2
1,3 0,2 0,2 0,2
5,2 18,0 15,8 16,3
28,7 28,3 28,3 28,4
59,2 58,6 58,8 58,8
96,3 93,7 93,4 93,8
0,2 0,2 0,2 0,3
16,7 14,0 11,5 10,4
28,3 27,6 27,6 27,7
58,7 72,6 71,5 70,3
93,6 92,9 92,8 93,3
0,2 0,4 0,4 0,4
11,9 9,2 9,2 9,3
27,6 28,3 28,3 28,3
71,5 64,9 64,7 64,4
93,0 89,4 89,3 89,2
0,4 0,5 0,5 0,5
9,3
28,3
64,7
89,3
0,5
STEAM HEADER RATA-RATA
46,0
LUX 84,3 83,2 83,6
BOILER 3
RATA-RATA
Getaran Keterangan 0,5 0,5 0,5
138
Lampiran 10 Data kondisi ergonomi mikro PG Jatitujuh malam NO
TEMPAT
1,0 CANE YARD I
RATA-RATA
2,0 CANE YARD II
RATA-RATA
3,0 CANE CUTTER
RATA-RATA
4,0
UNIGRATOR
RATA-RATA
5,0
MILL 1
RATA-RATA
6,0
MILL 2
RATA-RATA
7,0
MILL 3
RATA-RATA
8,0
MILL 4
RATA-RATA
LUX SUHU 7380,0 30,0 7720,0 29,9 7750,0 29,9
% 70,9
dB 70,1 69,9 70,6
Getaran 0,9 0,9 0,9
7616,7 6260,0 6290,0 6310,0
29,9 30,3 30,2 30,2
70,9 70,1
70,2 81,8 81,7 81,3
0,9 0,9 0,9 0,9
6286,7 402,0 422,0 421,0
30,2 30,3 30,3 30,3
70,1 72,4 72,1 71,6
81,6 92,6 93,6 91,7
0,9 8,3
415,0 293,0 292,0 304,0
30,3 30,2 30,2 30,2
72,0 74,0 72,9 72,5
92,6 88,1 88,7 87,9
8,4 4,5
296,3 73,3 72,7 72,0
30,2 30,0 30,0 30,0
73,1 81,2 80,8 80,1
88,2 88,8 89,0 89,7
4,5 4,1
72,7 48,8 49,5 49,5
30,0 29,7 29,7 29,7
80,7 81,8 82,5 83,5
89,2 89,2 88,0 89,1
4,1 3,8
49,3 50,4 44,5 49,5
29,7 29,6 29,6 29,6
82,6 72,6 73,0 74,3
88,8 89,0 88,7 88,4
3,8 3,6
48,1 55,5 41,0 75,3
29,6 29,9 29,7 29,8
73,3 73,5 73,5 73,9
88,7 89,8 89,1 89,3
3,6 4,7
57,3
29,8
73,6
89,4
4,6
8,6 8,3
4,5 4,4
4,1 4,1
3,8 3,8
3,6 3,6
4,6 4,5
Keterangan
139
Lampiran 10(lanjutan) Data kondisi ergonomi mikro PG Jatitujuh malam NO
TEMPAT
9,0
ROTARY VACUM FILTER (RVF) 1 RATA-RATA
ROTARY VACUM 10,0 FILTER (RVF) 2 RATA-RATA TIMBANGAN 11,0 NIRA RATA-RATA
12,0
SULPHUR TOWER RATA-RATA
13,0
JUICE HEATER 1 RATA-RATA
14,0
JUICE HEATER 2 RATA-RATA
15,0
JUICE HEATER 3 RATA-RATA
16,0
JUICE HEATER 4 RATA-RATA
17,0
JUICE HEATER 5 RATA-RATA
LUX 136,0 122,0 115,0
SUHU 29,9
RH 71,2
dB 85,6 86,4 86,1
124,3 34,3 27,7 24,5
29,9 30,3 30,0 30,0
71,2 71,1 71,0 71,0
86,0 88,8 88,3 82,9
1,4
28,8 22,7 21,6 21,9
30,1 30,0
71,0 67,3
86,7 82,9 89,1 89,8
1,4
23,0 24,0 22,0 23,0
30,0 30,0 30,1 30,1
67,3 67,7 67,8 67,8
87,3 90,9 90,1 90,2
1,8
23,0 10,5 9,8 10,1
30,1 29,4
67,8 68,5 68,7 68,8
90,4 89,5 89,2 89,4
1,8
10,1 6,0 7,0 6,7
29,4 29,5
68,7 68,1 69,5 69,5
89,4 89,0 89,1 89,2
1,4
6,6
29,5 29,6
69,0 69,3 69,3 69,4
89,1 89,2 89,5 89,4
1,4
6,2 12,8 13,7 13,1
29,6 29,7
69,3 68,6 68,9 69,0
89,4 90,6 90,7 90,9
2,0
13,2 11,5 9,7 9,4
29,7 29,8
68,8 71,0 41,1 71,0
90,7 90,8 90,9 90,7
1,9
10,2
29,8
61,0
90,8
2,1
6,6 6,6 5,4
Getaran Keterangan 1,4 1,4 1,4
2,0 1,0 1,0
1,9 1,8 1,8
1,5 2,0 2,0
1,4 1,4 1,4
1,4 1,4 1,4
2,0 2,0 2,0
1,9 1,9 1,9
2,1 2,1 2,0
140
Lampiran 10(lanjutan) Data kondisi ergonomi mikro PG Jatitujuh malam NO
TEMPAT
18,0
EVAPORATOR PAN 1 RATA-RATA
EVAPORATOR 19,0 PAN 2 RATA-RATA EVAPORATOR 20,0 PAN 3 RATA-RATA EVAPORATOR 21,0 PAN 4 RATA-RATA EVAPORATOR 22,0 PAN 5 RATA-RATA
23,0
EVAPORATOR PAN 6 RATA-RATA
24,0
VACUM PAN D(5) RATA-RATA
25,0
VACUM PAN C/D (4) RATA-RATA
26,0
VACUM PAN C (3) RATA-RATA
27,0
VACUM PAN A (2) RATA-RATA
28,0
VACUM PAN A (1) RATA-RATA
LUX 11,6 10,4 10,4
SUHU 30,5
RH 67,4 67,4 67,4
dB 87,1 87,5 87,3
10,8 15,0 15,0 15,2
30,5 30,3
67,4 67,4
87,3 86,6 86,3 86,6
0,9
15,0 14,8 15,3 15,4
30,3 30,3 30,2 30,3
67,4 67,6 67,8 67,6
86,5 86,4 86,1 86,2
1,1
15,2 13,5 13,3 13,2
30,3 30,2
67,7 66,2 67,2 67,3
86,2 86,2 86,0 86,0
0,8
13,3 9,8 9,6 9,6
30,2 30,2
66,9 68,8
86,1 87,3 87,1 86,7
0,6
9,7
30,2 30,1 30,0 30,0
68,8 69,4 69,6 69,6
87,0 87,0 87,0 87,1
0,2
8,3 10,5 11,6 12,2
30,0 29,2
69,5 68,0 68,6 68,6
87,0 88,5 89,5 89,1
0,3
11,4 38,2 37,9 35,7
29,2 29,3
68,4 72,1 71,5 71,5
89,0 85,8 86,8 86,6
0,6
37,3 9,2 8,5 9,2
29,3 29,5
71,7 74,0 74,3 74,1
86,4 86,9 86,7 86,3
0,9
9,0 12,5 14,0 14,0
29,5 29,6
74,1 70,4 70,3 70,5
86,6 88,0 87,7 87,3
0,7
13,5 13,9 14,2 14,2
29,6 30,0 29,9 29,9
70,4 72,5 73,9 73,1
87,7 88,6 88,3 88,6
1,2
14,1
29,9
73,2
88,5
1,5
8,4 8,2 8,3
Getaran Keterangan 0,9 0,9 0,9
1,1 1,1 1,1
1,1 0,7 0,6
0,6 0,6 0,6
0,2 0,2 0,2
0,3 0,4 0,4
0,6 0,6 0,6
0,9 0,9 1,0
0,7 0,7 0,7
1,2 1,2 1,2
1,5 1,5 1,5
141
Lampiran 10(lanjutan) Data kondisi ergonomi mikro PG Jatitujuh malam NO
TEMPAT
29,0
PUTERAN D1 (1) RATA-RATA
30,0
PUTERAN D1 (2) RATA-RATA
31,0
PUTERAN D1 (3) RATA-RATA
32,0
PUTERAN D2 (2) RATA-RATA
PUTERAN C-C 34,0 (1) RATA-RATA
35,0
PUTERAN C-C (2) RATA-RATA
36,0
PUTERAN A2 (1) RATA-RATA
37,0
PUTERAN A2 (2) RATA-RATA
38,0
PUTERAN A2 (3) RATA-RATA
39,0
PUTERAN A2 (4) RATA-RATA
40,0
PUTERAN A1 (1) RATA-RATA
41,0
SUHU 30,6
RH 67,4
dB 90,9 90,9 90,7
4,9 10,9 10,2 10,4
30,6 30,8 30,7 30,7
67,4 65,6 65,8 65,9
90,8 91,6 91,9 91,8
1,8
10,5 4,8 5,0 4,5
30,7 30,8
65,8 63,1 63,5 63,6
91,8 92,6 92,5 92,6
1,8
30,8 31,0 30,9 30,9
63,4 62,7 62,8 62,9
92,6 91,1 90,8 90,8
1,8
7,8 48,9 49,3 49,1
30,9 31,0
62,8 60,9 61,0 61,0
90,9 90,6 90,6 90,6
1,8
49,1 50,0 47,0 46,3
31,0 31,0
61,0 61,5 61,7 61,8
90,6 89,9 90,4 90,3
2,1
47,8 22,1 19,6 21,6
31,0 31,2
61,7 59,8 58,5 58,8
90,2 88,7 90,0 89,5
1,6
21,1 26,1 26,4 26,2
31,2 31,2 31,3 31,2
59,0 56,2 56,4 56,5
89,4 90,3 91,2 90,3
3,5
26,2 44,5 43,9 41,8
31,2 31,3
56,4 58,6 59,4 59,4
90,6 90,9 91,1 91,3
2,1
43,4 80,0 79,0 78,9
31,3 31,2
59,1 53,6 53,7 53,8
91,1 92,7 92,9 90,5
2,0
79,3 43,3 38,1 37,7
31,2 31,1
53,7 55,0 54,9 55,0
92,0 92,5 92,3 92,9
2,4
39,7 49,4 50,7 50,6
31,1 31,0
55,0 55,7 55,8 55,8
92,6 95,3 95,7 95,0
2,4
50,2 10,2 9,2 9,2
31,0 30,8
55,8 58,2 57,6 57,7
95,3 95,8 95,6 96,5
2,3
30,8
57,8
96,0
2,4
4,8 7,6 8,0 7,7
PUTERAN D2 (1) RATA-RATA
33,0
LUX 4,7 5,0 5,2
PUTERAN A1 (2) RATA-RATA
9,5
Getaran Keterangan 1,8 1,8 1,7
1,8 1,8 1,8
1,7 1,8 1,9
1,8 1,7 1,7
2,1 2,1 2,1
1,6 1,9 1,4
3,5 3,6 3,5
2,1 2,1 2,0
2,0 2,0 1,9
2,4 2,4 2,4
2,4 2,4 2,4
2,3 2,3 2,3
2,4 2,4 2,5
142
Lampiran 10(lanjutan) Data kondisi ergonomi mikro PG Jatitujuh malam NO
TEMPAT
42,0
WATER TREATMENT RATA-RATA
43,0
ALTERNATOR 1 RATA-RATA
44,0
ALTERNATOR 2 RATA-RATA
45,0
STEAM HEADER RATA-RATA
46,0
BOILER 1
RATA-RATA
47,0
BOILER 2
RATA-RATA
48,0
BOILER 3
RATA-RATA
LUX SUHU 15,4 27,7 15,2 15,6
RH 68,7 68,7 68,5
dB 88,1 88,4 88,5
Getaran Keterangan 0,4 0,5 0,4
15,4 70,8 72,8 72,9
27,7 28,5 28,6 28,6
68,6 61,5 61,4 61,3
88,3 96,0 97,1 96,5
0,4 0,6 0,6 0,6
72,2 78,3 76,3 75,6
28,6 28,2
61,4 68,0
96,5 93,1 94,7 96,7
0,6 1,6 1,7 1,7
76,7 13,3 13,2 13,6
28,2 28,9
68,0 62,7 62,8 62,8
94,8 95,8 96,1 95,8
1,7 0,3 0,3 0,3
13,3 25,1 24,8 24,7
28,9 28,1
62,8 66,8
95,9 93,8 93,5 93,0
0,3 0,2 0,2 0,2
24,9 17,3 17,4 17,9
28,1 28,2 28,2 28,2
66,8 66,9
93,4 93,3 93,4 93,3
0,2 0,3 0,3 0,3
17,5 13,1 12,7 12,7
28,2 28,6 28,6 28,6
66,9 62,8 62,5 62,4
93,3 89,5 89,3 89,2
0,3 0,4 0,4 0,4
12,8
28,6
62,6
89,3
0,4
143
Lampiran 11 Hasil Rekapitulasi Form Kuisioner Penelitian pada PG Bungamayang NO
NAMA
PENG UMUR ALA STATUS MAN
KERJA DI
SHIFT
PENDI DIKAN
SKOR KUISIONER BEBAN KERJA
KECELAKA KELELAHAN AN KERJA
LINGKUNGAN ORGANISASI
1 MISLAN
47
23 MENIKAH BOILER
A (PAGI)
STM
20 Berat
21 Ringan
44 Berat
21 Sangat Peduli
2 SUTIKNO
47
24 MENIKAH BOILER
A (PAGI)
SLTA
22 Berat
44 Sedang
25 Sedang
20 Sangat Peduli
3 BAMBANG E
53
24 MENIKAH BOILER
A (PAGI)
STM
22 Berat
38 Sedang
19 Ringan
17 Sangat Peduli
4 ARIYONO
48
24 MENIKAH BOILER
A (PAGI)
STM
18 Berat
25 Ringan
44 Berat
19 Sangat Peduli
5 BAMBANG T
46
23 MENIKAH BOILER
A (PAGI)
SLTA
31 Berat
25 Ringan
21 Ringan
15 Sangat Peduli
6 KARYADI
51
24 MENIKAH BOILER
B (SORE)
SMK
20 Berat
23 Ringan
18 Ringan
17 Sangat Peduli
7 HERU S
50
24 MENIKAH BOILER
B (SORE)
STM
18 Berat
8 IBNU H
48
24 MENIKAH BOILER
B (SORE)
SPBMA
9 BUDIARSO
48
22 MENIKAH BOILER
B (SORE)
STM
49
25 MENIKAH BOILER
C (MALAM) SLTA
10 SUBAGIO
36 Sedang
23 Sedang
15 Sangat Peduli
29 Ringan
15 Ringan
15 Sangat Peduli
20 Berat
52 Berat
29 Sedang
17 Sangat Peduli
22 Berat
25 Ringan
23 Sedang
15 Sangat Peduli
9 Ringan
11 TONY AYNAM
44
24 MENIKAH BOILER
C (MALAM) STM
20 Berat
34 Sedang
21 Ringan
19 Sangat Peduli
12 MUJIONO
50
24 MENIKAH BOILER
C (MALAM) SMP
12 Sedang
30 Ringan
21 Ringan
19 Sangat Peduli
13 ALI MUSA
49
24 MENIKAH BOILER
C (MALAM) SLTA
16 Sedang
26 Ringan
23 Sedang
13 Peduli
14 PARWOTO
44
24 MENIKAH BOILER
C (MALAM) STM
22 Berat
50 Sedang
43 Berat
20 Sangat Peduli
15 NASRONI
48
24 MENIKAH EVAPORATOR A (PAGI)
SMP
14 Sedang
43 Sedang
23 Sedang
19 Sangat Peduli
16 BAMBANG
42
24 MENIKAH EVAPORATOR A (PAGI)
SMP
16 Sedang
36 Sedang
25 Sedang
19 Sangat Peduli
17 SAMIN
42
12 MENIKAH EVAPORATOR A (PAGI)
SD
20 Berat
36 Sedang
35 Berat
19 Sangat Peduli
18 SUPARMAN
35
12 MENIKAH EVAPORATOR A (PAGI)
SMP
18 Berat
35 Sedang
27 Sedang
17 Sangat Peduli
19 SAJAT
40
20 MENIKAH EVAPORATOR B (SORE)
SD
15 Sedang
31 Ringan
34 Berat
20 Sangat Peduli
20 SUWARNO
30
9 MENIKAH EVAPORATOR B (SORE)
STM
16 Sedang
50 Sedang
32 Sedang
20 Sangat Peduli
21 HARIYONO
25
4 BELUM
EVAPORATOR B (SORE)
SMP
16 Sedang
50 Sedang
32 Sedang
20 Sangat Peduli
22 EKMANUDIN
45
20 MENIKAH EVAPORATOR B (SORE)
STM
15 Sedang
29 Ringan
37 Berat
17 Sangat Peduli
23 SUSANTO
37
10 MENIKAH EVAPORATOR B (SORE)
SMP
15 Sedang
42 Sedang
37 Berat
17 Sangat Peduli
24 SANTOMO
43
24 MENIKAH EVAPORATOR B (SORE)
SLTP
15 Sedang
38 Sedang
28 Sedang
17 Sangat Peduli
25 TEKATNO
46
23 MENIKAH EVAPORATOR C (MALAM) SMP
18 Berat
32 Ringan
19 Ringan
18 Sangat Peduli
26 ABDUL MUN
44
24 MENIKAH GILINGAN
A (PAGI)
SMP
13 Normal
15 Ringan
15 Sangat Peduli
27 BAMBANG S
47
24 MENIKAH GILINGAN
A (PAGI)
STM
18 Berat
48 Sedang
35 Berat
16 Sangat Peduli
28 PURNOMO
49
25 MENIKAH GILINGAN
A (PAGI)
SLTA
14 Sedang
34 Sedang
23 Sedang
21 Sangat Peduli
29 SUGENG P
46
24 MENIKAH GILINGAN
B (SORE)
STM
10 Ringan
21 Ringan
22 Sedang
19 Sangat Peduli
30 CH MALIK
46
23 MENIKAH GILINGAN
B (SORE)
SLTA
10 Ringan
38 Sedang
15 Ringan
15 Sangat Peduli
31 KRISTOMO
43
21 MENIKAH GILINGAN
B (SORE)
SMP
12 Sedang
42 Sedang
20 Ringan
16 Sangat Peduli
32 ACH HIDAYA
48
25 MENIKAH GILINGAN
B (SORE)
SLTA
10 Ringan
28 Ringan
15 Ringan
15 Sangat Peduli
33 HERU SUBAG
45
25 MENIKAH GILINGAN
B (SORE)
STM
22 Berat
42 Sedang
39 Berat
17 Sangat Peduli
34 SUNARI
47
21 MENIKAH GILINGAN
C (MALAM) SLTA
24 Berat
45 Sedang
19 Ringan
17 Sangat Peduli
35 BUDIMAN
45
23 MENIKAH GILINGAN
C (MALAM) SLTA
22 Berat
47 Sedang
22 Sedang
17 Sangat Peduli
36 KAMAD
49
24 MENIKAH GILINGAN
C (MALAM) SLTP
24 Berat
38 Sedang
19 Ringan
17 Sangat Peduli
37 WARYANTO
46
23 MENIKAH GILINGAN
C (MALAM) SLTA
18 Berat
30 Ringan
19 Ringan
17 Sangat Peduli
38 SARWED
47
23 MENIKAH GILINGAN
C (MALAM) SLTA
24 Berat
30 Ringan
19 Ringan
17 Sangat Peduli
39 GATOT TRIA
45
20 MENIKAH MASAKAN
A (PAGI)
16 Sedang
31 Ringan
38 Berat
16 Sangat Peduli
40 SANTOSO
46
15 MENIKAH MASAKAN
A (PAGI)
SMA
16 Sedang
27 Ringan
38 Berat
16 Sangat Peduli
41 WAHYO
46
20 MENIKAH MASAKAN
A (PAGI)
SMA
16 Sedang
30 Ringan
35 Berat
16 Sangat Peduli
42 GUFRON
40
15 MENIKAH MASAKAN
A (PAGI)
SMK
16 Sedang
31 Ringan
37 Berat
14 Peduli
43 SUHARTO
48
26 MENIKAH MASAKAN
B (SORE)
SMA
17 Sedang
32 Ringan
27 Sedang
17 Sangat Peduli
44 JULIANTO
37
15 MENIKAH MASAKAN
B (SORE)
SMA
22 Berat
27 Ringan
38 Berat
19 Sangat Peduli
45 ANDI SETIAW
27
MASAKAN
B (SORE)
SMK
19 Berat
16 Normal
21 Ringan
17 Sangat Peduli
46 M.DHOFIR
38
16 MENIKAH MASAKAN
B (SORE)
SLTP
16 Sedang
33 Ringan
21 Ringan
21 Sangat Peduli
47 SARMAN.S
48
25 MENIKAH MASAKAN
B (SORE)
SD
48 SUWARNO
42
20 MENIKAH MASAKAN
C (MALAM) SMP
49 ROFICH
36
15 MENIKAH MASAKAN
C (MALAM) SMU
16 Sedang
44 Sedang
43 Berat
15 Sangat Peduli
50 ENDINGS
41
20 MENIKAH MASAKAN
C (MALAM) SMP
18 Berat
36 Sedang
23 Sedang
17 Sangat Peduli
6 BELUM
SMA
8 Ringan
19 Berat
36 Sedang
25 Sedang
21 Sangat Peduli
16 Sedang
36 Sedang
23 Sedang
20 Sangat Peduli
144
Lampiran 11 (lanjutan) Hasil Rekapitulasi Form Kuisioner Penelitian pada PG Bungamayang
NO
NAMA
PENG UMUR ALA STATUS MAN
KERJA DI
SHIFT
PENDI DIKAN
SKOR KUISIONER BEBAN KERJA
KECELAKA KELELAHAN AN KERJA
LINGKUNGAN ORGANISASI
51 TUKIJAN
45
22 MENIKAH MASAKAN
C (MALAM) SMP
18 Berat
36 Sedang
23 Sedang
15 Sangat Peduli
52 HERU SUNAN
46
24 MENIKAH PEMURNIAN
A (PAGI)
STM
12 Sedang
29 Ringan
18 Ringan
16 Sangat Peduli
53 DWI HARTON
33
12 MENIKAH PEMURNIAN
B (SORE)
STM
12 Sedang
30 Ringan
21 Ringan
15 Sangat Peduli
54 PONIDIN
38
13 MENIKAH PEMURNIAN
B (SORE)
SMP
14 Sedang
32 Ringan
19 Ringan
17 Sangat Peduli
55 SULISTIYO
40
20 MENIKAH PEMURNIAN
B (SORE)
SLTA
16 Sedang
14 Normal
15 Ringan
19 Sangat Peduli
56 RIDWAN
45
12 MENIKAH PEMURNIAN
B (SORE)
SLTA
15 Sedang
46 Sedang
35 Berat
15 Sangat Peduli
57 HASAN BASR
45
25 MENIKAH PEMURNIAN
C (MALAM) SLTP
10 Ringan
42 Sedang
25 Sedang
14 Peduli
58 IMAN S
39
18 MENIKAH PEMURNIAN
C (MALAM) SLTA
16 Sedang
38 Sedang
17 Ringan
17 Sangat Peduli
59 JOKO SUJIWO
37
17 MENIKAH PEMURNIAN
C (MALAM) SLTA
12 Sedang
32 Ringan
17 Ringan
16 Sangat Peduli
60 SUWARNO
48
24 MENIKAH PEMURNIAN
C (MALAM) SLTA
12 Sedang
32 Ringan
19 Ringan
15 Sangat Peduli
61 ZENI M
44
24 MENIKAH PEMURNIAN
C (MALAM) SLTA
12 Sedang
32 Ringan
19 Ringan
15 Sangat Peduli
62 SUPARDI
40
20 MENIKAH POWER HOUSE A (PAGI)
SLTA
22 Berat
36 Sedang
20 Ringan
17 Sangat Peduli
63 CHODING AR
52
29 MENIKAH POWER HOUSE A (PAGI)
SLTA
16 Sedang
28 Ringan
20 Ringan
19 Sangat Peduli
64 DARMA
28
5 MENIKAH POWER HOUSE B (SORE)
STM
20 Berat
36 Sedang
32 Sedang
15 Sangat Peduli
65 SYAMSUDIN
48
23 MENIKAH POWER HOUSE B (SORE)
STM
20 Berat
30 Ringan
21 Ringan
15 Sangat Peduli
66 CHOIRUL FUA
41
18 MENIKAH POWER HOUSE B (SORE)
STM
18 Berat
31 Ringan
35 Berat
16 Sangat Peduli
67 NGARNAWI
42
18 MENIKAH POWER HOUSE B (SORE)
STM
19 Berat
33 Ringan
34 Berat
16 Sangat Peduli
68 H.CHOMSYA
47
24 MENIKAH POWER HOUSE C (MALAM) SLTA
16 Sedang
38 Sedang
41 Berat
21 Sangat Peduli
69 MUNARI
53
23 MENIKAH POWER HOUSE C (MALAM) SMP
14 Sedang
44 Sedang
33 Berat
17 Sangat Peduli
70 SUHERMAN
47
23 MENIKAH PUTERAN
A (PAGI)
SLTA
14 Sedang
44 Sedang
29 Sedang
17 Sangat Peduli
71 BAMBANG F
45
22 MENIKAH PUTERAN
A (PAGI)
SLTA
14 Sedang
42 Sedang
29 Sedang
17 Sangat Peduli
72 SUDARYANT
43
24 MENIKAH PUTERAN
A (PAGI)
SMP
16 Sedang
32 Ringan
29 Sedang
16 Sangat Peduli
73 HERRY S
43
22 MENIKAH PUTERAN
A (PAGI)
SMA
14 Sedang
30 Ringan
29 Sedang
17 Sangat Peduli
74 THOMAS TH
40
16 MENIKAH PUTERAN
A (PAGI)
SLTA
18 Berat
28 Ringan
28 Sedang
17 Sangat Peduli
75 MB FADIL
50
24 MENIKAH PUTERAN
A (PAGI)
SMP
20 Berat
27 Ringan
22 Sedang
11 Peduli
76 PARDJAN
45
24 MENIKAH PUTERAN
B (SORE)
SLTA
18 Berat
36 Sedang
33 Berat
17 Sangat Peduli
77 SUNARTO
41
20 MENIKAH PUTERAN
B (SORE)
SMA
18 Berat
36 Sedang
35 Berat
17 Sangat Peduli
78 T.BUKHARI
48
24 MENIKAH PUTERAN
C (MALAM) STM
20 Berat
35 Sedang
21 Ringan
19 Sangat Peduli
79 MARYANTO
39
18 MENIKAH PUTERAN
C (MALAM) STM
16 Sedang
27 Ringan
25 Sedang
17 Sangat Peduli
145
Lampiran 12 Hasil Rekapitulasi Form Kuisioner Penelitian pada PG Jatitujuh
NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46
NAMA
PENG UMUR ALA STATUS MAN
ROCHYAT NANA SUNAR HAMZAH M. NASIR TUMBAL. P TAKAM NONAME NONAME NONAME CASDAM SALWI DARKUM NONO D DURJA ELIYONO RENO PUSPO IRIYANTO ABDUROHMA KARSUM MISTA SARKIMAN ABUL KOHAR RATNADEN DANIM SAIRIN LEMAN WASTIKA NANA NANANG SUD JAELANI MAMAN JAYA KUSNO TONI.K CARSIM TASNADI SARKUM TATANG SUH SAMSURI EDIH USMAN SUGIONO SUTARNO WARLAM NUROSID KADMI
52 48 53 21 29 31 48 38 51 49 52 39 52 35 48 39 51 49 42 41 44 46 43 43 49 44 54 33 53 50 54 54 49 54 36 43 49 50 42 57 51 48 30 49 44 39
30 25 28 3 5 6 25 23 27 25 27 23 29 17 26 18 30 28 14 14 24 19 28 25 29 27 28 13 28 14 19 28 26 31 17 25 27 25 24 14 30 22 14 27 14 28
KERJA DI
SHIFT
MENIKAH BOILER A (PAGI) MENIKAH BOILER A (PAGI) MENIKAH BOILER A (PAGI) BELUM BOILER B (SORE) MENIKAH BOILER B (SORE) MENIKAH BOILER B (SORE) MENIKAH BOILER B (SORE) MENIKAH BOILER C (MALAM) MENIKAH BOILER C (MALAM) MENIKAH A (PAGI) MENIKAH A (PAGI) MENIKAH A (PAGI) MENIKAH B (SORE) MENIKAH EVAPORATOR B (SORE) MENIKAH C (MALAM) MENIKAH EVAPORATOR C (MALAM) MENIKAH GILINGAN C (MALAM) MENIKAH C (MALAM) MENIKAH C (MALAM) MENIKAH MASAKAN A (PAGI) MENIKAH A (PAGI) MENIKAH A (PAGI) MENIKAH MASAKAN B (SORE) MENIKAH MASAKAN B (SORE) MENIKAH C (MALAM) MENIKAH C (MALAM) MENIKAH C (MALAM) BLM MENI PEMURNIAN C (MALAM) MENIKAH PEMURNIAN C (MALAM) MENIKAH C (MALAM) MENIKAH POWER HOUSE A (PAGI) MENIKAH POWER HOUSE A (PAGI) MENIKAH POWER HOUSE B (SORE) MENIKAH POWER HOUSE B (SORE) MENIKAH POWER HOUSE C (MALAM) MENIKAH POWER HOUSE C (MALAM) MENIKAH POWER HOUSE C (MALAM) MENIKAH PUTERAN A (PAGI) MENIKAH PUTERAN A (PAGI) MENIKAH PUTERAN A (PAGI) MENIKAH PUTERAN B (SORE) MENIKAH PUTERAN B (SORE) MENIKAH PUTERAN B (SORE) MENIKAH PUTERAN C (MALAM) MENIKAH PUTERAN C (MALAM) MENIKAH PUTERAN C (MALAM)
PENDI DIKAN STM SLTP SLTP SMA SMK SD STM STM STM STM STM SLTA STM SLTP STM SLTA SLTA STM STM SD STM STM SD SD SD SD SD SMA STM SD SD SD STM SLTA SLTA STM STM SLTA SLTP SD SD SLTP SLTA SD SD STM
SKOR KUISIONER BEBAN KERJA 14 20 20 18 16 16 20 18 16 14 20 12 14 13 20 14 14 20 16 8 10 8 10 8 10 12 16 8 10 12 14 14 18 16 12 14 20 16 16 14 10 14 12 14 16 13
Sedang Berat Berat Berat Sedang Sedang Berat Berat Sedang Sedang Berat Sedang Sedang Sedang Berat Sedang Sedang Berat Sedang Ringan Ringan Ringan Ringan Ringan Ringan Sedang Sedang Ringan Ringan Sedang Sedang Sedang Berat Sedang Sedang Sedang Berat Sedang Sedang Sedang Ringan Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang
KECELAKA KELELAHAN AN KERJA 51 44 45 48 42 26 36 48 48 46 46 46 42 47 46 30 39 46 44 31 30 48 36 38 22 26 28 21 31 30 21 26 21 48 36 38 44 39 36 30 30 36 38 54 44 46
Berat Sedang Sedang Sedang Sedang Ringan Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Ringan Sedang Sedang Sedang Ringan Ringan Sedang Sedang Sedang Ringan Ringan Ringan Ringan Ringan Ringan Ringan Ringan Ringan Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Ringan Ringan Sedang Sedang Berat Sedang Sedang
34 23 23 29 32 17 28 25 29 28 36 22 26 22 34 19 25 18 18 14 20 26 26 28 20 12 22 18 15 22 22 26 18 27 32 20 30 25 27 11 10 11 9 9 8 11
Berat Sedang Sedang Sedang Sedang Ringan Sedang Sedang Sedang Sedang Berat Sedang Sedang Sedang Berat Ringan Sedang Ringan Ringan Ringan Ringan Sedang Sedang Sedang Ringan Ringan Sedang Ringan Ringan Sedang Sedang Sedang Ringan Sedang Sedang Ringan Sedang Sedang Sedang Ringan Normal Ringan Normal Normal Normal Ringan
LINGKUNGAN ORGANISASI 17 19 19 15 15 19 19 16 21 15 15 16 15 15 15 17 16 19 11 13 10 16 16 18 16 10 10 19 13 13 21 21 19 21 19 18 17 17 17 17 16 18 20 21 19 17
Sangat Peduli Sangat Peduli Sangat Peduli Sangat Peduli Sangat Peduli Sangat Peduli Sangat Peduli Sangat Peduli Sangat Peduli Sangat Peduli Sangat Peduli Sangat Peduli Sangat Peduli Sangat Peduli Sangat Peduli Sangat Peduli Sangat Peduli Sangat Peduli Peduli Peduli Peduli Sangat Peduli Sangat Peduli Sangat Peduli Sangat Peduli Peduli Peduli Sangat Peduli Peduli Peduli Sangat Peduli Sangat Peduli Sangat Peduli Sangat Peduli Sangat Peduli Sangat Peduli Sangat Peduli Sangat Peduli Sangat Peduli Sangat Peduli Sangat Peduli Sangat Peduli Sangat Peduli Sangat Peduli Sangat Peduli Sangat Peduli
146
Lampiran 13 Program SAS untuk simulasi biplot PG Jatitujuh %macro BIPLOT( data=_LAST_, */ var =_NUM_, */ id =ID, */ dim =2, */ factype=SYM, */ scale=1, */ power=1, */ out =BIPLOT, */ anno=BIANNO, */ xanno=dim1, yanno=dim2, zanno=dim3, std=MEAN, NONE|MEAN|STD*/ colors=BLUE RED, */ symbols=none none, */ interp=none vec, VARS */ pplot=NO, */ gplot=YES, haxis=, */ vaxis=, axes */ name=biplot);
/* Data set for biplot /* Variables for biplot /* Observation ID variable /* Number of biplot dimensions /* Biplot factor type: GH, SYM, or JK /* Scale factor for variable vectors /* Power transform of response /* Output dataset: biplot coordinates /* Output dataset: annotate labels
/* How to standardize columns: /* Colors for OBS and VARS /* Symbols for OBS and VARS /* Markers/interpolation for OBS and /* Produce printer plot?
/* AXIS statement for horizontal axis /* and for vertical axis- use to equate
%let std=%upcase(&std); %let factype=%upcase(&factype); %if &factype=GH %then %let p=0; %else %if &factype=SYM %then %let p=.5; %else %if &factype=JK %then %let p=1; %else %do; %put BIPLOT: FACTYPE must be GH, SYM, or JK. "&factype" is not valid.; %goto done; %end; %if %upcase("&var") ^= "_NUM_" %then %let var={&var}; %if &data=_LAST_ %then %let data=&syslast; proc iml; start biplot(y,id,vars,out, g, scale); N = nrow(Y); P = ncol(Y);
147 %if &std = NONE %then Y = Y - Y[:] %str(;); mean */ %else Y = Y - J(N,1,1)*Y[:,] %str(;); means */ %if &std = STD %then %do; S = sqrt(Y[##,] / (N-1)); Y = Y * diag (1 / S ); %end;
/* remove grand /* remove column
*-- Singular value decomposition: Y is expressed as U diag(Q) V prime Q contains singular values, in descending order; call svd(u,q,v,y); reset fw=8 noname; percent = 100*q##2 / q[##]; cum = cusum(percent); c1={'Singular Values'}; c2={'Percent'}; c3={'Cum % '}; Print "Singular values and variance accounted for",, q [colname=c1 format=9.4 ] percent [colname=c2 format=8.2 ] cum [colname=c3 format=8.2 ]; d = &dim ; *-- Assign macro variables for dimension labels; lab = '%let p' + char(t(1:d),1) + '=' + left(char(percent[t(1:d)],8,1)) + ';'; call execute(lab); /* call execute('%let p1=', char(percent[1],8,1), ';'); call execute('%let p2=', char(percent[2],8,1), ';'); if d > 2 then call execute('%let p3=', char(percent[3],8,1), ';'); */ *-- Extract first d columns of U & V, and first d elements of Q; U = U[,1:d]; V = V[,1:d]; Q = Q[1:d]; *-- Scale the vectors by QL, QR; * Scale factor 'scale' allows expanding or contracting the variable vectors to plot in the same space as the observations; QL= diag(Q ## g ); QR= diag(Q ## (1-g)); A = U * QL; B = V * QR; ratio = max(sqrt(A[,##])) / max(sqrt(B[,##])); print 'OBS / VARS ratio:' ratio 'Scale:' scale; if scale=0 then scale=ratio; B = B # scale; OUT=A // B; *-- Create observation labels; id = id // vars`;
148 type = repeat({"OBS "},n,1) // repeat({"VAR "},p,1); id = concat(type, id); factype = {"GH" "Symmetric" "JK"}[1 + 2#g]; print "Biplot Factor Type", factype; cvar = concat(shape({"DIM"},1,d), char(1:d,1.)); print "Biplot coordinates", out[rowname=id colname=cvar f=9.4]; %if &pplot = YES %then %do; call pgraf(out[,{1 2}],substr(id,5),'Dimension 1', 'Dimension 2', 'Biplot'); %end; create &out from out[rowname=id colname=cvar]; append from out[rowname=id]; finish; start power(x, pow); if pow=1 then return(x); if any(x <= 0) then x = x + ceil(min(x)+.5); if abs(pow)<.001 then xt = log(x); else xt = ((x##pow)-1) / pow; return (xt); finish; /*--- Main routine */
*
use &data; read all var &var into y[ c=vars ]; %if &id = %str() %then %do; id=compress(char(1:nrow(xy),4))`; %end; %else %do; read all var{&id} into id; %end; read all var &var into y[colname=vars rowname=&id]; %if &power ^= 1 %then %do; y = power(y, &power); %end;
scale = &scale; run biplot(y, id,vars,out, &p, scale ); quit; /*----------------------------------* | Split ID into _TYPE_ and _NAME_ | *----------------------------------*/ data &out; set &out; drop id; length _type_ $3 _name_ $16; _type_ = substr(id,1,3); _name_ = substr(id,5); label %do i=1 %to &dim; dim&i = "Dimension &i (&&p&i%str(%%))" %end; ;
149 /*--------------------------------------------------* | Annotate observation labels and variable vectors | *--------------------------------------------------*/ %*-- Assign colors and symbols; %let c1= %scan(&colors,1); %let c2= %scan(&colors,2); %if &c2=%str() %then %let c2=&c1; %let v1= %upcase(%scan(&symbols,1)); %let v2= %upcase(%scan(&symbols,2)); %if &v2=%str() %then %let v2=&v1; %let i1= %upcase(%scan(&interp,1)); %let i2= %upcase(%scan(&interp,2)); %if &i2=%str() %then %let i2=&i1; data &anno; set &out; length function color $8 text $16; xsys='2'; ysys='2'; %if &dim > 2 %then %str(zsys='2';); text = _name_; if _type_ = 'OBS' then do; /* Label observations (row points) */ color="&c1"; if "&i1" = 'VEC' then link vec; x = &xanno; y = &yanno; %if &dim > 2 %then %str(z = &zanno;); %if &v1=NONE %then %str(position='5';); %else %do; if dim1 >=0 then position='>'; /* rt justify */ else position='<'; /* lt justify */ %end; function='LABEL '; output; end; if _type_ = 'VAR' then do; /* Label variables (col points) */ color="&c2"; if "&i2" = 'VEC' then link vec; x = &xanno; y = &yanno; if dim1 >=0 then position='6'; /* down justify */ else position='2'; /* up justify */ function='LABEL '; output; /* variable name */ end; return; vec:
/* Draw line from the origin to point */ x = 0; y = 0; %if &dim > 2 %then %str(z = 0;); function='MOVE' ; output; x = &xanno; y = &yanno; %if &dim > 2 %then %str(z = &zanno;); function='DRAW' ; output; return; %if &gplot = YES %then %do; %if &i1=VEC %then %let i1=NONE;
150 %if &i2=VEC %then %let i2=NONE; %let legend=nolegend; %let warn=0; %if %length(&haxis)=0 %then %do; %let warn=1; axis2 offset=(1,5) ; %let haxis=axis2; %end; %if %length(&vaxis)=0 %then %do; %let warn=1; axis1 offset=(1,5) label=(a=90 r=0); %let vaxis=axis1; %end; proc gplot data=&out &GOUT; plot dim2 * dim1 = _type_/ anno=&anno frame &legend href=0 vref=0 lvref=3 lhref=3 vaxis=&vaxis haxis=&haxis vminor=1 hminor=1 name="&name" des="Biplot of &data"; symbol1 v=&v1 c=&c1 i=&i1; symbol2 v=&v2 c=&c2 i=&i2; run; quit; %if &warn %then %do; %put WARNING: No VAXIS= or HAXIS= parameter was specified, so the biplot axes have not; %put WARNING: been equated. This may lead to incorrect interpretation of distance and; %put WARNING: angles. See the documentation.; %end; goptions reset=symbol; %end; /* %if &gplot=YES */ %done: %mend BIPLOT; data kecap; input id$ umur pengalaman bebankerja kecelakaankerja kelelahan lingkunganorganisasi; cards; 1 52 30 14 51 34 17 2 48 25 20 44 23 19 3 53 28 20 45 23 19 4 21 3 18 48 29 15 5 29 5 16 42 32 15 6 31 6 16 26 17 19 7 48 25 20 36 28 19 8 38 23 18 48 25 16 9 51 27 16 48 29 21 10 49 25 14 46 28 15 11 52 27 20 46 36 15 12 39 23 12 46 22 16 13 52 29 14 42 26 15 14 35 17 13 47 22 15 15 48 26 20 46 34 15 16 39 18 14 30 19 17 17 51 30 14 39 25 16 18 49 28 20 46 18 19 19 42 14 16 44 18 11
151 20 41 21 44 22 46 23 43 24 43 25 49 26 44 27 54 28 33 29 53 30 50 31 54 32 54 33 49 34 54 35 36 36 43 37 49 38 50 39 42 40 57 41 51 42 48 43 30 44 49 45 44 46 39 ; %biplot; run;
14 24 19 28 25 29 27 28 13 28 14 19 28 26 31 17 25 27 25 24 14 30 22 14 27 14 28
8 10 8 10 8 10 12 16 8 10 12 14 14 18 16 12 14 20 16 16 14 10 14 12 14 16 13
31 30 48 36 38 22 26 28 21 31 30 21 26 21 48 36 38 44 39 36 30 30 36 38 54 44 46
14 20 26 26 28 20 12 22 18 15 22 22 26 18 27 32 20 30 25 27 10 11 11 10 9 11 10
13 10 16 16 18 16 10 10 19 13 13 21 21 19 21 19 18 17 17 17 17 16 18 20 21 19 17
152
Lampiran 14 Program SAS untuk simulasi biplot PG Bungamayang
%macro BIPLOT( data=_LAST_, */ var =_NUM_, */ id =ID, */ dim =2, */ factype=SYM, */ scale=1, */ power=1, */ out =BIPLOT, */ anno=BIANNO, */ xanno=dim1, yanno=dim2, zanno=dim3, std=MEAN, NONE|MEAN|STD*/ colors=BLUE RED, */ symbols=none none, */ interp=none vec, VARS */ pplot=NO, */ gplot=YES, haxis=, */ vaxis=, axes */ name=biplot);
/* Data set for biplot /* Variables for biplot /* Observation ID variable /* Number of biplot dimensions /* Biplot factor type: GH, SYM, or JK /* Scale factor for variable vectors /* Power transform of response /* Output dataset: biplot coordinates /* Output dataset: annotate labels
/* How to standardize columns: /* Colors for OBS and VARS /* Symbols for OBS and VARS /* Markers/interpolation for OBS and /* Produce printer plot?
/* AXIS statement for horizontal axis /* and for vertical axis- use to equate
%let std=%upcase(&std); %let factype=%upcase(&factype); %if &factype=GH %then %let p=0; %else %if &factype=SYM %then %let p=.5; %else %if &factype=JK %then %let p=1; %else %do; %put BIPLOT: FACTYPE must be GH, SYM, or JK. "&factype" is not valid.; %goto done; %end; %if %upcase("&var") ^= "_NUM_" %then %let var={&var}; %if &data=_LAST_ %then %let data=&syslast; proc iml; start biplot(y,id,vars,out, g, scale);
153 N = nrow(Y); P = ncol(Y); %if &std = NONE %then Y = Y - Y[:] %str(;); mean */ %else Y = Y - J(N,1,1)*Y[:,] %str(;); means */ %if &std = STD %then %do; S = sqrt(Y[##,] / (N-1)); Y = Y * diag (1 / S ); %end;
/* remove grand /* remove column
*-- Singular value decomposition: Y is expressed as U diag(Q) V prime Q contains singular values, in descending order; call svd(u,q,v,y); reset fw=8 noname; percent = 100*q##2 / q[##]; cum = cusum(percent); c1={'Singular Values'}; c2={'Percent'}; c3={'Cum % '}; Print "Singular values and variance accounted for",, q [colname=c1 format=9.4 ] percent [colname=c2 format=8.2 ] cum [colname=c3 format=8.2 ]; d = &dim ; *-- Assign macro variables for dimension labels; lab = '%let p' + char(t(1:d),1) + '=' + left(char(percent[t(1:d)],8,1)) + ';'; call execute(lab); /* call execute('%let p1=', char(percent[1],8,1), ';'); call execute('%let p2=', char(percent[2],8,1), ';'); if d > 2 then call execute('%let p3=', char(percent[3],8,1), ';'); */ *-- Extract first d columns of U & V, and first d elements of Q; U = U[,1:d]; V = V[,1:d]; Q = Q[1:d]; *-- Scale the vectors by QL, QR; * Scale factor 'scale' allows expanding or contracting the variable vectors to plot in the same space as the observations; QL= diag(Q ## g ); QR= diag(Q ## (1-g)); A = U * QL; B = V * QR; ratio = max(sqrt(A[,##])) / max(sqrt(B[,##])); print 'OBS / VARS ratio:' ratio 'Scale:' scale; if scale=0 then scale=ratio; B = B # scale; OUT=A // B;
154 *-- Create observation labels; id = id // vars`; type = repeat({"OBS "},n,1) // repeat({"VAR "},p,1); id = concat(type, id); factype = {"GH" "Symmetric" "JK"}[1 + 2#g]; print "Biplot Factor Type", factype; cvar = concat(shape({"DIM"},1,d), char(1:d,1.)); print "Biplot coordinates", out[rowname=id colname=cvar f=9.4]; %if &pplot = YES %then %do; call pgraf(out[,{1 2}],substr(id,5),'Dimension 1', 'Dimension 2', 'Biplot'); %end; create &out from out[rowname=id colname=cvar]; append from out[rowname=id]; finish; start power(x, pow); if pow=1 then return(x); if any(x <= 0) then x = x + ceil(min(x)+.5); if abs(pow)<.001 then xt = log(x); else xt = ((x##pow)-1) / pow; return (xt); finish; /*--- Main routine */
*
use &data; read all var &var into y[ c=vars ]; %if &id = %str() %then %do; id=compress(char(1:nrow(xy),4))`; %end; %else %do; read all var{&id} into id; %end; read all var &var into y[colname=vars rowname=&id]; %if &power ^= 1 %then %do; y = power(y, &power); %end;
scale = &scale; run biplot(y, id,vars,out, &p, scale ); quit; /*----------------------------------* | Split ID into _TYPE_ and _NAME_ | *----------------------------------*/ data &out; set &out; drop id; length _type_ $3 _name_ $16; _type_ = substr(id,1,3); _name_ = substr(id,5); label %do i=1 %to &dim; dim&i = "Dimension &i (&&p&i%str(%%))"
155 %end; ; /*--------------------------------------------------* | Annotate observation labels and variable vectors | *--------------------------------------------------*/ %*-- Assign colors and symbols; %let c1= %scan(&colors,1); %let c2= %scan(&colors,2); %if &c2=%str() %then %let c2=&c1; %let v1= %upcase(%scan(&symbols,1)); %let v2= %upcase(%scan(&symbols,2)); %if &v2=%str() %then %let v2=&v1; %let i1= %upcase(%scan(&interp,1)); %let i2= %upcase(%scan(&interp,2)); %if &i2=%str() %then %let i2=&i1; data &anno; set &out; length function color $8 text $16; xsys='2'; ysys='2'; %if &dim > 2 %then %str(zsys='2';); text = _name_; if _type_ = 'OBS' then do; /* Label observations (row points) */ color="&c1"; if "&i1" = 'VEC' then link vec; x = &xanno; y = &yanno; %if &dim > 2 %then %str(z = &zanno;); %if &v1=NONE %then %str(position='5';); %else %do; if dim1 >=0 then position='>'; /* rt justify */ else position='<'; /* lt justify */ %end; function='LABEL '; output; end; if _type_ = 'VAR' then do; /* Label variables (col points) */ color="&c2"; if "&i2" = 'VEC' then link vec; x = &xanno; y = &yanno; if dim1 >=0 then position='6'; /* down justify */ else position='2'; /* up justify */ function='LABEL '; output; /* variable name */ end; return;
vec:
/* Draw line from the origin to point */ x = 0; y = 0; %if &dim > 2 %then %str(z = 0;); function='MOVE' ; output; x = &xanno; y = &yanno; %if &dim > 2 %then %str(z = &zanno;);
156 function='DRAW' ; output; return; %if &gplot = YES %then %do; %if &i1=VEC %then %let i1=NONE; %if &i2=VEC %then %let i2=NONE; %let legend=nolegend; %let warn=0; %if %length(&haxis)=0 %then %do; %let warn=1; axis2 offset=(1,5) ; %let haxis=axis2; %end; %if %length(&vaxis)=0 %then %do; %let warn=1; axis1 offset=(1,5) label=(a=90 r=0); %let vaxis=axis1; %end; proc gplot data=&out &GOUT; plot dim2 * dim1 = _type_/ anno=&anno frame &legend href=0 vref=0 lvref=3 lhref=3 vaxis=&vaxis haxis=&haxis vminor=1 hminor=1 name="&name" des="Biplot of &data"; symbol1 v=&v1 c=&c1 i=&i1; symbol2 v=&v2 c=&c2 i=&i2; run; quit; %if &warn %then %do; %put WARNING: No VAXIS= or HAXIS= parameter was specified, so the biplot axes have not; %put WARNING: been equated. This may lead to incorrect interpretation of distance and; %put WARNING: angles. See the documentation.; %end; goptions reset=symbol; %end; /* %if &gplot=YES */
%done: %mend BIPLOT; data kecap; input id$ umur pengalaman bebankerja kecelakaankerja kelelahan lingkunganorganisasi; cards; 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
47 47 53 48 46 51 50 48 48 49 44 50 49
23 24 24 24 25 24 24 24 22 26 24 24 24
20 22 22 18 31 20 18 9 20 22 20 12 16
21 44 38 25 25 23 36 29 52 25 34 30 26
44 25 19 44 21 18 23 15 29 23 21 21 23
21 20 17 19 15 17 15 15 17 15 19 19 13
157 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72
44 48 42 42 35 40 30 25 45 37 43 46 44 47 49 46 46 43 48 45 47 45 49 46 47 45 46 46 40 48 37 27 38 48 42 36 41 45 46 33 38 40 45 45 39 37 48 44 40 52 28 48 41 42 47 53 47 45 43
24 24 24 12 12 20 8 3 20 10 24 21 24 24 25 22 22 20 25 25 20 23 23 23 23 20 15 20 15 25 15 4 16 23 20 15 18 20 24 6 12 20 22 21 15 12 24 24 18 28 4 23 20 20 22 23 23 22 24
22 14 16 20 18 15 16 16 15 15 15 18 8 18 14 10 10 12 10 22 24 22 24 18 24 16 16 16 16 17 22 19 16 19 16 16 18 18 12 12 14 16 15 10 16 12 12 12 22 16 20 20 18 19 16 14 14 14 16
50 43 36 36 35 31 50 50 29 42 38 32 13 48 34 21 38 42 28 42 45 47 38 30 30 31 27 30 31 32 27 16 33 36 36 44 36 36 29 30 32 14 46 42 38 32 32 32 36 28 36 30 31 33 38 44 44 42 32
43 23 25 35 27 34 32 32 37 37 28 19 15 35 23 22 15 20 15 39 19 22 19 19 19 38 38 35 37 27 38 21 21 25 23 43 23 23 18 21 19 15 35 25 17 17 19 19 20 20 32 21 35 34 41 33 29 29 29
20 19 19 19 17 20 20 20 17 17 17 18 15 16 21 19 15 16 15 17 17 17 17 17 17 16 16 16 14 17 19 17 21 21 20 15 17 15 16 15 17 19 15 14 17 16 15 15 17 19 15 15 16 16 21 17 17 17 16
158 73 43 74 40 75 50 76 45 77 41 78 48 79 39 ; %biplot; run;
22 16 24 24 20 24 18
14 18 20 18 18 20 16
30 28 27 36 36 35 27
29 28 22 33 35 21 25
17 17 11 17 17 19 17