KONGLOMERASI INDUSTRI MEDIA PENYIARAN DI INDONESIA ANALISIS EKONOMI POLITIK PADA GROUP MEDIA NUSANTARA CITRA
SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi persyaratan memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Sosial Islam (S. Kom. I)
Oleh : Sagita Ning Tyas NIM: 105051001873
JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2010
KONGLOMERASI INDUSTRI MEDIA PENYIARAN DI INDONESIA ANALISIS EKONOMI POLITIK PADA GROUP MEDIA NUSANTARA CITRA
SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi persyaratan memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Sosial Islam (S. Kom. I)
Oleh :
Sagita Ning Tyas NIM: 105051001873
Di Bawah Bimbingan :
Gun Gun Heryanto, S. Ag, M.Si NIP. 19760812 200501 1 005
JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2010
PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi yang berjudul “KONGLOMERASI INDUSTRI MEDIA PENYIARAN DI INDONESIA ANALISIS EKONOMI POLITIK PADA GROUP MEDIA NUSANTARA CITRA”, telah diujikan dalam sidang Munaqosah Fakultas Dakwah dan Komunikasi Jakarta pada tanggal 18 Juni 2010. skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Program Strata Satu (S1) pada Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam. Jakarta, 20 Juni 2010 Sidang Munaqosah Ketua Merangkap Anggota,
Sekretaris Merangkap Anggota,
Umi Musyarrofah, M.A. NIP. 19710816 199703 2 002
Drs. Studi Rizal Lk, M.A. NIP. 19640428 199303 1 002 Anggota
Penguji I
Penguji II
Prof. Andi Faisal Bakti, M.A. NIP. 19621231 198803 1 032
Dra. Mahmudah Fitriyah ZA, M. Pd NIP. 19640212 199703 2 001 Pembimbing
Gun Gun Heryanto, S.Ag, M.Si NIP. 19760812 200501 1 005
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM
SAGITA NING TYAS 105051001873
KONGLOMERASI INDUSTRI MEDIA PENYIARAN DI INDONESIA ANALISIS EKONOMI POLITIK PADA GROUP MEDIA NUSANTARA CITRA (MNC)
X Halaman + 102 Halaman + 55 Lampiran + 32 Buku + 9 Webside + 3 Dokumen Laporan Tahunan MNC
ABSTRAK Konsentrasi kepemilikan media mengacu pada pandangan bahwa mayoritas media besar memiliki sejumlah kecil pemilik (owner) perusahaan secara proporsional melalui sistem konglomerasi dalam korporasi. Konsentrasi kepemilikan media mengacu pada proporsi relatif antara dua besaran: pertama, jumlah orang atau pihak yang memiliki, menguasai, atau pengaruh media tertentu; dan kedua, jumlah orang atau pihak yang terkena, dipengaruhi oleh, atau dipengaruhi oleh, medium itu. Secara keseluruhan, ukuran dan kekayaan menentukan pasar keragaman kedua media output dan kepemilikan media. Rumusan masalah dalam penelitian adalah bagaimanakah regulasi media penyiaran tentang implementasi kepemilikan di Media Nusantara Citra? Dan Bagaimana dampak konglomerasi di Media Nusantara Citra terhadap proses komodifikasi, strukturasi, dan spasialisasi? Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif. Paradigma dalam penelitian ini menggunakan paradigma kritis. Penelitian ini menggabungkan pendekatan critic political economy yang melihat media, ekonomi, politik, sejarah dan budaya sebagai sesuatu yang tidak dapat dipisahkan dan genre penelitian perspektif kritikal. Adapun kunci informasi yang diwawancarai adalah Gilang Iskandar sebagai Corporate Secretary MNC. Dan dokumentasi yang berasal dari laporan tahunan MNC pada tahun 2008 dan tahun 2009.
i
Dalam melihat konglomerasi media yang di pegang MNC dibentuk untuk menaungi dan mengelola berbagai unit usaha media di bawah satu payung perusahaan induk dan operasi group media, maka teori yang digunakan oleh Vincent Mosco adalah Ekonomi Politik Media yang merupakan kajian tentang hubungan sosial, khususnya yang berhubungan dengan kekuasaan dalam bidang produksi, distribusi, dan konsumsi sumber daya dalam komunikasi. Substansi teori ekonomi politik media adalah keterkaitan kepemimpinan dan faktor-faktor lain yang menyatukan industri media dengan industri lainnya, serta hubungannya dengan elit-elit politik, ekonomi, dan sosial. Temuan yang dapat dikemukakan dalam penelitian meliputi: 1) konglomerasi kepemilikan media di Indonesia lebih didorong oleh persaingan dalam perebutan iklan serta efisiensi produksi, 2) Dilihat dari pemusatan penguasaan lembaga penyiaran yang dilakukan MNC maka akan menyalahi aturan dari pemerintah dengan tujuan saling mendukung operasi dari masingmasing media, 3) Dengan kekuatan ini dapat meminimalisir penyiaran sebagai bentuk suatu upaya pemanfaatan, dimana memanfaatkan platform media yang terintegrasi untuk meningkatkan nilai produk atau menciptakan produk dan layanan baru, 4) Kritik media deregulasi dan konsentrasi kepemilikan yang mengakibatkan ketakutan bahwa kecenderungan semacam itu hanya akan terus mengurangi keragaman informasi yang diberikan, serta untuk mengurangi akuntabilitas penyedia informasi kepada publik.
ii
ISLAMIC STATE UNIVERSITY SYARIF HIDAYATULLAH OF JAKARTA FACULTY OF DA’WA SCIENCE AND COMMUNICATION SCIENCE STUDY OF PROGRAM COMMUNICATION AND ISLAMIC BROADCASTING
SAGITA NING TYAS 105051001873
THE CONGLOMERATION OF BROADCASTING INDUSTRIAL MEDIA IN INDONESIA POLITICAL ECONOMY ANALYSIS ON MEDIA NUSANTARA CITRA
X Pages + 102 Pages + 55 Enclosures + 32 Books + 9 Webside + 3 Annual Report MNC Documents
ABSTRACT Concentration of media ownership refers to the view that the majority of the major media outlets are owned by a proportionately small number of owner conglomeration in corporations. Concentration of media ownership refers to the relative proportion between two quantities: first, the numbers of people or parties who own, control, or influence a given medium; and second, the numbers of people or parties who are exposed to, affected by, or influenced by, that medium. Overall, the size and wealth of the market determine the diversity of both media output and media ownership. The research quastion are how’s the broadcasting media regulation about ownership impelementation in Media Nusantara Citra? And how the effects of conglomeration in Media Nusantara Citra towards comodification process, structuration and spatialization? The method that used in this research is qualitative. The paradigm of the research is critical paradigm. This research combine critic political economy approach by seeing media, economy, politics, history and culture as something unseparatable and gender of this research is critical perspective. While, the key information that interviewed is Gilang Iskandar as MNC’s Corporate Secretary. And the documentation taken from MNC’s 2008 and 2009 Annual Reports. Looking to media conglomeration which held by MNC was established to incorporate the media business units under one holding and operating company. So the theory that is used from Vincent Mosco is political economy
iii
media which elaborates social relation especially authority relation among in production, distribution, and consumption of resources in communication which introduced. The political economy of media noted many factors can influens media institute of political elite, economy, social and market. The findings go this research are: 1) The conglomeration of media ownership in Indonesia is pushed by the competition in fighting of commercial and production efficiency, 2) Viewed centralized control of the broadcasting board which has been done by MNC against the government rules goaled by supporting each media operation, 3) With this strenght can minimized the broadcasting as a form of using integrated media platform to increase product value or creating new products and services, 4) Critics of media deregulation and the resulting concentration of ownership fear that such trends will only continue to reduce the diversity of information provided, as well as to reduce the accountability of information providers to the public.
iv
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim Segala puji dan Syukur penulis panjatkan kehadirat Illahi Robbi Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, yang telah memberikan begitu banyak nikmat dan senantiasa memberikan hidayah-Nya kepada setiap makhluk ciptaanNya sehingga berkat izin-Nya pula akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat beserta salam selalu tercurahkan kepada baginda Nabi besar Muhammad SAW, yang telah membawa umatnya mina dzulumatiin ilanuur. Dan kesejahteraan semoga selalu menyertai keluarga beliau, sahabat-sahabatnya, dan kita sebagai umatnya yang mengharapkan syafa’at dari beliau. Dalam penulisan skripsi ini, penulis menyadari masih jauh dari sempurna baik dalam hal bentuk maupun isinya. Namun berkat bantuan serta dukungan dari berbagai pihak, baik secara moril maupun materil, alhamdulillah skripsi ini dapat terselesaikan sesuai dengan waktu yang diharapkan. Dan sudah sepatutnya penulis mengucapkan rasa terimakasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Dr. H. Arief Subhan, MA selaku Dekan Fakultas Dakwah dan Komunikasi beserta Pembantu Dekan (PUDEK) I Drs. Wahidin Saputra, MA, PUDEK II Drs. Mahmud Djalal, MA, dan PUDEK III Drs. Study Rizal LK, MA. 2. Drs. Jumroni, M.Si, selaku Ketua Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam, dan Umi Musyarofah, MA, selaku Sekretaris Jurusan KPI. Serta para dosen dan staf pengajar Fakultas Dakwah dan Komunikasi yang telah banyak
v
memberikan ilmu pengetahuan dalam mendidik penulis selama penulis melakukan studi. 3. Gun Gun Heryanto, S.Ag, M.Si, selaku dosen pembimbing yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk membimbing dan memberikan pengarahan serta dorongan kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sesuai dengan waktu yang diinginkan. 4. Bagian administrasi dan tata usaha yang telah banyak membantu memberikan kelancaran kepada penulis dalam penyelesaian administrasi. Serta pimpinan dan segenap karyawan perpustakaan umum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, dan Perpustakaan FDK, yang telah memfasilitasi penulis untuk mempelajari dan mencari bahan untuk menyelesaikan skripsi ini. 5. Bapak Gilang Iskandar, sebagai Corporate Secretary MNC dan segenap karyawan di RCTI yang telah meluangkan waktunya untuk penulis melakukan wawancara, memberikan data-data yang penulis butuhkan, memberikan izin, bantuan informasi, dan lainnya, sehingga membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 6. Orangtua penulis Ayahanda tercinta Sudiarto dan Ibunda tercinta Wajiyati, S.Pd, yang dengan penuh kesabaran membesarkan dan merawat penulis dengan penuh cinta dan kasih sayang, serta memberikan motivasi dengan baik moril dan materil. Dan telah banyak memberikan do’a, ridho, dan semangat sehingga penulis dapat menyelesaikan studi di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Semoga penulis tidak akan mengecewakan semua yang telah memberikan kasih sayangnya sampai saat ini.
vi
7. Adik-adik ku tersayang Ristiar Rahmawati dan Maulina Widya Ningrum, yang selalu memberikan support dan semangat untuk terus berjuang menyelesaikan studi S1. 8. Teman-teman KPI A angkatan 2005, terutama kepada Rizka, Resti, Novita, Selly, dan seluruh sahabat yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu, karena kalian semua adalah yang terbaik. Penulis hanya bisa mengucapkan terima kasih atas segala bantuan dan doa yang telah diberikan. Semoga ilmu yang kita dapat di UIN bermanfaat serta membuat hidup kita menjadi lebih baik. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat, khususnya bagi penulis dan umumnya bagi pembaca dan semoga Allah SWT memberikan balasan pahala yang berlipat ganda atas segala bantuan dan motivasi dari berbagai pihak dalam penulisan skripsi ini. Amin.
Jakarta, Juni 2010
Penulis
vii
DAFTAR ISI Halaman ABSTRAKSI...................................................................................................
i
KATA PENGANTAR....................................................................................
v
DAFTAR ISI...................................................................................................
viii
BAB I
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah.............................................................
1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ........................................
6
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian .................................................
7
D. Metodologi Penelitian ................................................................
9
E. Kajian Pustaka ...........................................................................
15
F. Sistematika Penulisan ................................................................
16
BAB II KERANGKA TEORI A. Teori Ekonomi Politik Komunikasi ..........................................
17
B. Pengertian Regulasi Penyiaran ..................................................
30
C. Konseptualisasi Konglomerasi ..................................................
33
D. Industri Media Massa ................................................................
34
BAB III GAMBARAN UMUM MEDIA NUSANTARA CITRA A. Sejarah Berdiri MNC ................................................................
44
B. Visi, Misi, dan Tujuan MNC .....................................................
51
viii
C. Struktur Organisasi MNC...........................................................
52
D. Struktur Bisnis Perusahaan MNC .............................................
53
E. Logo Perusahaan MNC ..............................................................
53
BAB IV TEMUAN DAN ANALISIS PENELITIAN A. Analisa Komodifikasi Media Nusantara Citra ..........................
56
1. RCTI ....................................................................................
60
2. GLOBAL TV ......................................................................
63
3. TPI .......................................................................................
66
B. Analisa Spasialisasi Media Nusantara Citra ..............................
68
C. Analisa Strukturasi Media Nusantara Citra................................
79
D. Konglomerasi MNC Dalam Ekonomi-Poltik.............................
84
E. Regulasi Kepemilikan MNC ......................................................
87
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan.................................................................................
97
B. Saran-saran .................................................................................
99
DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................
101
LAMPIRAN
ix
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Dalam industri media saat ini, persaingan ketat untuk menunjukan kelas pemodal yang menggunakan kekuasaan ekonomi sebagai sistem pasar yang dipengaruhi oleh faktor ekonomi maupun faktor-faktor lainnya seperti: sosial dan budaya, politik, individu dan seterusnya. Ekonomi disini dapat diartikan sebagai kekuatan, kelemahan ataupun keterbataasan kapital. Dalam arti kekuatan kapital, perusahaan media ini dapat atau mampu untuk mengakuisisi perusahaan lain. Sementara dalam keterbatasan kapital atau ingin memperkuat basis bisnis dapat dilakukan dengan konsolidasi atau merger ke berbagai media. Dugaan yang berkembang kuat selama ini adalah reformasi telah mengubah performa dan sikap pers secara umum. Tidak seperti pers Orde Baru yang terkungkung keseragaman isi dan kemasan, media pada era reformasi dapat bebas mengembangkan model pemberitaan sesuai dengan keinginannya. Akan tetapi kata bebas ini dapat bermakna lain sebab sulit mempercayai bahwa media adalah entitas yang benar-benar mandiri. Meskipun rezim berubah dan iklim politik telah terbuka tetap diperlukan kecurigaan faktor eksternal yang berpotensi untuk mempengaruhi prilaku media dalam mengkonstruksi dan memaknai realitas.
1
2
Menurut Ben H. Bagdikian, selama dekade 1980-an, Amerika Serikat menyaksikan semakin terpusatnya kepemilikan media di tangan sedikit orang atau perusahaan. Tidak pernah terjadi sebelumnya, korporasi-korporasi media ini memiliki kekuasaan yang sangat besar hingga dapat membentuk dan mempengaruhi lanskap sosial di Amerika. 1 Hal ini adalah yang terjadi pada Indonesia saat ini, di era globalisasi media banyak bersaing untuk mencapai media yang dikontrol elit, akan semakin memiliki pengaruh besar baik bagi masyarakat maupun pemerintah. Dalam konteks Indonesia, kita memang harus memikirkan sesuatu pendekatan yang dapat mengakomodasi soal peran negara dan kelompok kepentingan atau kelompok usaha yang mendasarkan bisnisnya pada relasi pribadi antara negara dan dunia usaha, yaitu kaum pencari rente, the rent seekers. Media massa mampu mempresentasikan diri sebagai ruang-publik yang utama dan turut menentukan dinamika sosial, politik dan budaya, ditingkat lokal maupun global. Media massa adalah kelas yang mengatur dimana bukan sekedar medium lalu-lintas pesan antara unsur-unsur sosial dalam suatu masyarakat. Media juga menjadi medium pengiklanan utama secara signifikan mampu meningkatkan penjualan produk barang dan jasa yang mampu menghasilkan surplus ekonomi dengan menjalankan peran penghubung antara dunia produksi dan konsumsi.
1
Ben H. Bagdikian, , The New Media Monopoly, Beacon Press, 1997. h. 14.
3
Seiring dengan terjadinya revolusi teknologi penyiaran dan informasi, korporasi-korporasi media terbentuk dan menjadi besar dengan cara kepemilikan saham, penggabungan dalam joint-venture, pembentukan kerjasama, atau pendirian kartel komunikasi raksasa yang memiliki puluhan bahkan ratusan media. 2 Fenomena ini bukanlah semata-mata fenomena bisnis, melainkan fenomena ekonomi-politik yang melibatkan kekuasaan. Kepemilikan media, bukan hanya berurusan dengan persoalan produk, tetapi berkaitan dengan bagaimana lanskap sosial, citraan, berita, pesan dan kata-kata dikontrol dan disosialisasikan ada masyarakat. Contohnya dalam korporasi media saat ini di Indonesia seperti PT. MNC Group, PT. Trans Corp, KKG, Salim Grup, Jawa Pos Grup, dan lain-lain. PT. Media Nusantara Cipta (PT. MNC Terbuka) merupakan salah satu perusahaan media di Indonesia yang memiliki bisnis di bidang broadcasting media (RCTI, Global TV, TPI, SUN TV Network), Print media (Sindo, Genie, Mom&Kiddie, Realita, HighEnd, HighEndTeen), Radio (Trijaya Network, Radoo Dangdut TPI, Globalradio, Women Radio), Agency & Content Production (Cross Media International, Star Media Nusantara, MNC Picture), 24-hour program channels (MNC Entertaiment, MNC News, MNC Music, MNC The Indonesian Channels, Online Media (Okezone.com), dan VAS (Linktone). Perusahaan ini boleh dikatakan sebagai perusahaan media terbesar di Indonesia. 2
Werner J. Severin – James W. Tankard, Jr. Teori Komunikasi: Sejaarah, Metode, Dan Terapan di Dalam Media Massa, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2007), Ed ke-5, Cet. 2, h. 434.
4
Media komersial harus selalu bisa mempertahankan dan menjaring pelanggan agar bertahan hidup, tetapi sekarang penekanannya adalah memberi perhatian lebih kepada khalayak dan hal ini memunculkan keraguan tentang keseimbangan antara mencari keuntungan dan tugas untuk menyediakan jasa publik. Jaringan televisi MNC merupakan yang terbesar di Indonesia dengan nama perusahaan atau stasiun: RCTI, TPI dan Global TV. RCTI (PT Rajawali Citra Televisi Indonesia) merupakan stasiun televisi swasta pertama di Indonesia. Berdiri pada tanggal 21 Agustus 1987, televisi ini mulai mengudara pada Agustus 1989. RCTI dengan cepat menjadi televisi swasta terbesar karena fasilitasi bisnis dari keluarga Cendana (Soeharto) di masa Orde Baru. 3 Hary Tanoesoedibjo adalah Presiden Direktur dan CEO MNC. Hary telah berkiprah di industri televisi sejak 2003 ketika ia menjadi presiden grup dan CEO RCTI yang merupakan anak perusahaan grup Bimantara, sebuah grup perusahaan yang dimiliki putra mantan penguasa Orde Baru, Bambang Trihatmojo. Selain di industri televisi, Hary meniti karirnya dari perusahaanperusahaan investasi milik grup Bimantara. Kalau kita perhatikan, grup MNC ini merupakan salah satu grup televisi Indonesia yang dengan jelas dikontrol oleh orang-orang Soeharto. Televisi seperti RCTI dan TPI merupakan televisi-televisi yang hadir saat Soeharto berkuasa dan mendapatkan banyak fasilitas dari kekuasaan Orde Baru. TPI,
3
http://pravdakino.multiply.com/journal/item/27/Konglomerasi_Media_dalam_Grup_MNC_
Media_Nusantara_Citra.
5
misalnya, pada kehadiran pertamanya menggunakan saluran transmisi TVRI yang merupakan saluran televisi pemerintah. Selama orde baru, bisnis media terkonsentrasi pada segelintir pelaku bisnis dan aktor politik yang mempunyai akses kuat ke lingkar kekuasaan. Tekanan-tekanan eksternal yang akhirnya memaksa Orde Baru untuk mengoreksi sebuah kebijjakan liberalisasi selektif yang telah melahirkan struktur kapitalisme kroni, termasuk pada sektor industri media. Grup perusahaan MNC ini memiliki lobi dan pengaruh yang sangat besar pada proses politik Indonesia. Kebijakan deregulasi yang dilakukan secara bertahap hingga, pada tahun 1996-1997 saat krisis ekonomi, perusahaanperusahaan televisi menolak RUU Penyiaran yang membatasi transmisi siaran televisi secara nasional. RUU Penyiaran ini akhirnya disahkan pada tahun 1997 dengan menghilangkan larangan transmisi secara nasional. Pada akhirnya, lahirlah UU Penyiaran No. 32 Tahun 2002 yang terlepas dari beberapa kelemahan, yang memberikan landasan bagi transformasi menuju sistem media penyiaran yang demokratis dan modern. Dedi N. Hidayat menjelaskan tentang kondisi-kondisi yang ditemukan pada level kepemilikan media bahwa praktik-praktik pemberitaan, dinamika industri radio, televisi, perfilman, dan periklanan, mempunyai hubungan yang saling menentukan dendan kondisi-kondisi ekonomi-politik spesifik yang berkembang di suatu negara, serta pada gilirannya juga dipengaruhi oleh kondisi-kondisi ekonomi-politik global. 4
4
Dedi N. Hidayat, “Jurnalis, Kepentingan Modal dan Perubahan Sosial” dalam Dedy N. Hidayat et.al, Pers dalam Revolusi Mei, Runtuhnya Sebuah Hegemoni, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2000), h. 441.
6
Pola kepemilikan media serta praktik industri dan distrinusi produk media yang terkonsentrasi pada kelompok-kelompok bisnis besar. Fenomena konsentrasi media disatu sisi menghendaki upaya-upaya yang mengarah pada konsolidasi dan konvergensi dalam bisnis media modern. Namun, konsentrasi media juga menimbulkan sejumlah paradoks yang berkaitan dengan fungsi media sebagai ruang publik dengan sejumlah fungsi-fungsi sosial yang melekat didalamnya. Disinilah, terlihat bagaimana korporasi media, seperti MNC memiliki peran besar dalam menyaring apa yang boleh dan tidak boleh ditonton oleh masyarakat, apa yang baik dan tidak baik, serta bagaimana masyarakat harusnya bersikap. Seperti yang terjadi di AS, media yang dikontrol elit, akan semakin memiliki pengaruh besar baik bagi masyarakat maupun pemerintah. Dari latar belakang masalah yang peneliti sebutkan di atas maka penggabungan media massa atau konglomerasi media ini dapat berkembang dengan intervensi untuk meningkatkan keuntungan bagi konglomerat media.
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah Dalam latar belakang yang dikemukakan maka peneliti ini membatasi pada ekonomi politik media oleh PT. Media Nusantara Citra Group. Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini antara lain: 1. Bagaimana dampak konglomerasi di Media Nusantara Citra terhadap proses komodifikasi, strukturasi, dan spasialisasi? 2. Bagaimanakah
regulasi
media
penyiaran
kepemilikan di Media Nusantara Citra?
tentang
implementasi
7
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk: 1. Untuk mengetahui bagaimana regulasi yang dibuat oleh industri media penyiaran sebagai media komersial di tengah persaingan pasar dalam kepemilikan media yang melakukan konglomerasi. Serta taktik dan strategi yang digunakan MNC dalam mengembangkan usaha, yakni dalam kepemilikan atau pengelola MNC menerapkan prinsip korporasi berupa manajemen modern dalam mengelola redaksi dan bagian bisnis yang selalu menekankan efisiensi, sinergi, dan perluasan jangkauan usaha yang tujuannya meningkatkan keuntungan, akumulasi modal, dan kepentingan publik. 2. Untuk mengetahui kecenderungan konglomerasi di atas kepemilikan usaha media atas dasar ekonomi, politik, struktur sosial, dan kebudayaan, terhadap struktur kepemilikan dan mekanisme kerja kekuatan pasar media dengan ketersediaan modal, kuantitas, dan kualitas SDM. 3. Kaitan antara perkembangan media massa saat ini yaitu MNC sebagai salah satu perusahaan yang mempunyai beberapa anak perusahaan di bidang media. Hal ini juga memberikan penjelasan tentang teori Ekonomi Politik Media seperti komodifikasi, spasialisasi, dan strukturasi dari Mosco.
8
Dalam penelitian ini terdapat beberapa manfaat antara lain: 1. Manfaat Akademis Penelitian ini dapat dijadikan acuan ilmiah, pengembangan dalam ilmu pengetahuan yang menggunakan analisis Ekonomi Politik Media, sebagai suatu disiplin ilmu yang baru di perguruan tinggi di Indonesia. Melalui penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah pengetahuan akademik dan diharapkan mampu sebagai sumber informasi dan peningkatan pemahaman ilmiah yang dapat digunakan oleh mahasiswa dan akademisi tentang perkembangan tentang industri media massa Indonesia yang mengarah kepada pemusatan kepemilikan media massa yang muaranya adalah homogenisasi informasi dan opini. 2. Manfaat Praktis Dengan adanya penelitian analisis Ekonomi Politik Media ini diharapkan
dapat
memberikan
kontribusi
yang
positif
dalam
perkembangan studi tentang analisis media saat ini, khususnya bagi pemerintah, politisi, dan pemerhati media yang mengarah kepada perkembangan konglomerasi industri media penyiaran Indonesia. Dengan penelitian ini diharapkan pemerintah dan masyarakat dalam memikirkan bentuk kepemilikan media yang memiliki kekuasaan lebih dapat menilai apa yang cocok di masa depan dan jika produk hukum baru yang secara jelas dan tegas mengatur pola kepemilikan media dan organisasi
yang
kepentingan publik.
mengawasi
pelaksanaannya
untuk
melindungi
9
D. Metodologi Penelitian 1. Paradigma Penelitian Penelitian
ini
menggunakan
paradigma
kritis.
Penelitian
ini
menggabungkan pendekatan critical political economy yang melihat media, ekonomi, politik, sejarah dan budaya sebagai sesuatu yang tidak dapat dipisahkan dan genre penelitian perspektif kritikal yang mendefinisikan ilmu sosial sebagai sutu proses yang secara kritis berusaha mengungkap ”the real structures” di balik ilusi, false needs yang dinampakkan dunia materi, dengan tujuan membantu membentuk kesadaran sosial agar memperbaiki kondisi kehidupan mereka. Dalam perkembangannya, Guba dan Lincoln dalam Denzin dan Lincoln, dkk, paradigma kritis memiliki asumsi-asumsi ontologis, epistemologi, aksiologi, dan metodologis yang membedakannya dari paradigma lain. 5 Pertama, secara ontologis, bahwa paradigma kritis tertuju pada realisme historis, memandang realitas yang teramati sebagai realitas ’semu’ yang telah terbentuk oleh berbagai proses sejarah dan kekuatankekuatan sosial, budaya, dan ekonomi politik. Realitas penuh berisi konflik dan diatur oleh hidden underlaying structures. Kedua, secara epistimologi bahwa peneliti dalam paradigma ini memandang pemisahan antara nilai-nilai subjektif yang dimilikinya
5
Lincoln, S. Yvonna dan Denzin, Norman K., Handbook of Qualitative Reseach, (California: Sage, 1994), h. 110.
10
dengan fakta objektif yang diteliti adalah hal yang tidak mungkin dan tidak perlu dilakukkan. Hubungan peneliti dengan yang diteliti selalu dijembatani oleh nilai tertentu. Pemahaman tentang suatu realitas merupakan value mediated findings. Ketiga, secara aksiologi, nilai, etika dan pilihan moral merupakan bagian yang tak terpisahkan dari suatu penelitian. Peneliti menempatkan diri sebagai transformative intelektual, advocad, activist. Tujuan dari penelitian ini adalah melakukan kritik sosial, transformatif, emansipasi, dan pemberdayaan sosial. Keempat, secara metodologis, penelitian bersifat partisipatif. Ia mengutamakan analisa komprehensif, konstektual, multi-level analysis yang menempat diri sebagai aktivis/ partisipan dalam proses transformasi sosial. Dengan demikian, kriteria kualitas penelitian didasarkan pada historical situatedness, sejauhmana penelitian memperhatikan konteks sejarah, budaya, sosial, ekonomi, dan politik.
2. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di RCTI sebagai salah satu anak perusahaan MNC, jalan raya perjuangan kebon jeruk, Jakarta 11530. Adapun penelitian dilakukan selama bulan Desember 2009 - Maret 2010 dengan objek penelitian yaitu MNC pada tahun 2009 (Januari – Desember).
11
3. Metode Penelitian Penelitian
tentang
MNC
ini
mengembangkan
menggunakan
pendekatan kualitatif, karena peneliti dapat melakukan pengamatan yang menyeluruh dan mendalam dari sebuah keadaan nyata. Menurut Bogdan dan Tylor, metode kualitatif merupakan suatu prosedur penelitian yang menghasilkan sejumlah data deskriptif, baik yang tertulis maupun lisan dari orang-orang yang serta tingkah laku yang diamati. Dalam hal ini individu atau organisasi harus dipandang sebagai bagian dari suatu keseluruhan. Artinya tidak boleh diisolasikan ke dalam variable atau hipotesis. 6 Menurut Lexy J. Moleong bahwa penelitian kualitatif digunakan atas pertimbangan berikut: Pertama, metode ini lebih fleksibel karena mudah disesuaikan ketika ditemukan kenyataan ganda atau jamak, Kedua, hakikat hubungan antara peneliti dan responden disajikan secara langsung, dan Ketiga, metode kualitatif ini lebih peka dan mudah disesuaikan dengan penajaman pengaruh bersama dan terhadap pola-pola nilai yang dihadapi.7 Penelitian ini menggunakan metode Eksplanatif, yaitu, “penelitian yang berusaha menjawab dan menjelaskan dengan kritis dari suatu gejala, peristiwa, kejadian yang terjadi pada saat sekarang secara mendalam. 8 Dengan penelitian eksplanatif peneliti menjelaskan lebih mendalam tentang praktek konglomerasi media yang terjadi di tingkat MNC sebagai
6
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja Rosda Karya, 2006), h. 4. 7 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, h. 9-10. 8 Prasetya Irawan, Logika dan Prosedur Penelitian, (Jakarta: STIA-LAN Press, 2000), Cet. Ke-2, h. 61-62.
12
sebuah kelompok media massa yang membawahi televisi, majalah, tabloid, surat kabar, media internet.
4. Teknik Pengumpulan Data Dalam penelitian ini menggunakan beberapa teknik pengumpulan data, yaitu: a. Document Analysis: dipergunakan untuk menelaah data-data yang telah ada baik yang berupa dokumen peraturan-peraturan pemerintah tentang media, buku-buku, jurnal, makalah, atau bahkan hasil penelitian yang sudah ada sebelumnya yang relevan. Hasil Penelitian ini juga dibantu berdasarkan laporan tahunan MNC, yaitu laporan tahun 2008 dan 2009. b. Depth Interviewing: wawancara mendalam dengan key person yang di jadikan narasumber yang relevan dengan substansi utama penelitian. Maksud mengadakan wawancara, seperti yang ditegaskan oleh Lincoln dan Guba adalah mengkonstruksi mengenai orang, kejadian, organisasi, perasaan, motivasi, tuntutan, kepedulian, dan diharapkan untuk dapat mengubah, dan memperluas informasi yang telah diperoleh. 9 Dalam hal ini wawancara berfungsi sebagai metode pelengkap yakni sebagai alat untuk melengkapi informasi yang telah diperoleh dari hasil wawancara digunakan untuk melengkapi data
9
Lincoln Yvona S., dan Egon G. Guba, Naturalistic Inquiry, (Beverly Hills: Sage Publication, 1995), h. 266.
13
yang telah diperoleh melalui cara pengumpulan data yang lain. 10 Dalam hal ini peneliti mewawancarai seorang nara sumber dari MNC yaitu bapak Gilang Iskandar sebagai Corporate Secretary MNC. c. Unstructure Observation: observasi langsung yang tidak berstruktur dengan mengamati berbagai perkembangan-perkembangan yang terjadi pada MNC. Namun, dengan cara melihat dan memperhatikan, ”kegiatan memperhatikan secara akurat, dan mencatat fenomena yang muncul dan mempertimbangkan hubungan antara aspek dalam fenomena yang terjadi pada media di Indonesia”. Jadi observasi adalah pengamatan bertujuan untuk mendapatkan data tentang suatu masalah, sehingga memperoleh pamahaman atau sebagai alat re-cheking atau pembuktian terhadap informasi atau keterangan yang diperoleh sebelumnya. 11
Observasi
yang
dilakukan
oleh
peneliti
yaitu
mengamati secara langsung kinerja perusahaan di salah satu anak perusahan MNC yaitu RCTI yang dilaksanakan pada bulan DesemberFebruari 2010.
5. Teknik Analisis Data Data yang diperoleh melalui penelitian ini baik dengan observasi, dokumen, dan wawancara yang mendalam akan dianalisa dengan
10 11
lin Tri Rahayu, Observasi dan Wawancara, (Jawa Timur, Bayumedia, 2004), h. 63. lin Tri Rahayu, Observasi dan Wawancara, h. 66
14
perspektif Critical Political Economy dari varian konstruktivisme. 12 Secara epistimologi, Critical Political Economy melihat secara holistik bahwa terdapat hubungan yang saling terkait antara organisasi ekonomi dengan politik, sosial, dan budaya. Dipandang dari sudut kesejahteraan, perspektif ini secara khusus tertarik dalam menganalisa perkembangan dari late capitalism. Berkaiatan dengan fokus kajian dari Critical Political Economy adalah pada bagaimana aktivitas komunikatif di distrukturkan oleh distribusi sumber daya yang tidak seimbang. Sedangan concern atau bidang kajiannya adalah masalah keseimbangan antara organisasi kapitalis dan intervensi publik serta menekankan pada kepentingan aspek keadilan, kesamarataan, dan barang publik.
6. Kelemahan penelitian Kelemahan penelitian ini adalah pada uji validitas konstruk yang digunakan berasal dari negara Barat belum tentu sepenuhnya cocok dengan konteks Indonesia karena perbedaan latar belakang sejarah, budaya, sosial, ekonomi, politik, dan perbedaan tingkat perkembangan media massa.
12
Secara spesifik, Critical Political Economy varian konstruktivisme memandang negara dan kelas kapitalis tidak selalu dapat menggunakan media sebagai instrumen mereka sebagaimana harapannya. Mereka mengoperasikan media dalam struktur yang memberikan pembatasan juga kemudahan. Varian ini juga mengakui adanya kontradiksi dalam struktur dan sisitem. Struktur merupakan bentuk dinamis yang secara kesinambungan direproduksi dan diubah melalui tindakan pelaku sosial. Olek karena itu, struktur ada melalui tindakan yang secara timbal balik tindakan juga dikonstruksi secara struktural. Dengan kata lain, terdapat interplay antara struktur dan agency dalam berbagai prosesnya.
15
Kelemahan lain adalah sulit untuk mengukur implikasi dari praktek konglomerasi yang menunjukkan pemilikan media terhadap peraturan media, meskipun konglomerasi ini
memberikan dampak terhadap isi
pemberitaan media. Sedangkan keterbatasan penelitian ini adalah terbatasnya waktu, tenaga, biaya, dan akses kepada pemilik untuk melakukan suatu penelitian yang dapat menggambarkan peta permasalahan konglomerasi secara lengkap. Keterbatasan lain adalah sulitnya mencari data baru baik dalam segi buku-buku, literatur, majalah, surat kabar, dan internet sebagai bahan pembantu dalam penelitian ini.
E. Kajian Pustaka Penelitian ini tentang analisis Ekonomi Politik Media yang memahami dari pengaruh konglomerat media terhadap isi media atau terhadap sejumlah kepemilikan media di Indonesia. Sejumlah ahli media telah menyebutkan bahwa kepemilikan media menentukan kontrol media, yang pada gilirannya menentukan isi media, mungkin menjadi penyebab utama pengaruh media. Oleh karena itu, masalah yang akan diangkat oleh peneliti dengan judul “Konglomerasi Industri Media Penyiaran di Indonesia Analisis Ekonomi Politik pada Group Media Nusantara Citra”. Dari pengamatan literatur yang ada, maka peneliti menemukan dengan analisis yang sama tentang ekonomi politik media sebagai pedoman dalam penulisan skripsi ini. Diantaranya yaitu:
16
1. Skripsi-skripsi atau tesis yang berhubungan dengan analisis Ekonomi Politik Media. Diantaranya Tesis Gun Gun Heryanto, FISIP UI dengan judul “Relasi Kekuasaan Pada Kebijakan Status Hukum TVRI: Studi Ekonomi Politik Media”. Dan Tesis Heru Sutadi dengan judul “Konstruksi Sosial
Kebijakan
Pengembangan
Layanan
Pemerintahan
Secara
Elektronik (E-Government) Untuk Akses Informasi Publik: Studi Ekonomi Politik Media” FISIP, pada Universitas Indonesia.
F. Sistematika Penulisan Untuk mempermudah pembahasan dalam penelitian ini, penulis membagi dalam lima bab, dengan sistematika penulisan sebagai berikut: Bab I
: Pendahuluan meliputi; Latar Belakang Masalah, Pembatasan dan Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Metodologi Penelitian, Tinjauan Pustaka, dan Sistematika Penulisan.
Bab II
: Landasan Teori, terdiri dari Teori Ekonomi Politoik Media, Pengertian Regulasi Penyiaran, Konseptualisasi Konglomerasi, dan Industri Media Massa.
Bab III
: Gambaran Umum PT Media Nusantara Citra Group yang mengemukakan tentang Sejarah, Visi, Misi dan Tujuan MNC Group, dan Struktur Organisasi.
Bab IV
: Temuan dan Analisis Data
Bab V
: Penutup, terdiri dari Kesimpulan dan Saran-saran.
BAB II KERANGKA TEORI
A. Teori Ekonomi Politik Komunikasi Pada perkembangannya ekonomi politik mengaitkan aspek ekonomi (seperti kepemilikan dan pengendalian media), keterkaitan kepemimpinan dan faktor-faktor lain yang menyatukan industri media dengan industri lainnya, serta hubungannya dengan elit-elit politik, ekonomi, dan sosial. Menurut Phillip Elliot, kajian ekonomi politik media melihat bahwa isi dan maksudmaksud yang terkandung dalam pesan-pesan media yang ditentukan oleh dasar-dasar ekonomi dari organisasi media yang memproduksinya 1 . Secara historis, awalnya konsep ekonomi politik bermula dari upaya dukungan terhadap akselerasi kapitalis yang menolak pada sistem politik merkantilis yang dianggap tidak efektif dan efisien pada abad ke-18. The New Palgrave, membuat definisi politik ekonomi sebagai studi tentang kesejahteraan dan usaha manusia untuk memenuhi nafsu perolehan (penawaran dan pemenuhan hasrat). Pengertian ekonomi-politik dalam pandangan sempit menurut Vincent Mosco, dapat diartikan sebagai kajian tentang hubungan sosial, khususnya yang berhubungan dengan kekuasaan dalam bidang produksi, distribusi, dan konsumsi sumber daya dalam komunikasi. Dalam hal ini konteks yang lebih
1
Agus Sudibyo, Ekonomi Politik Media Penyiaran (LKiS, Jakarta, 2000), h. 65.
17
18
luas
dengan
relasi
kekuasaan
media
dalam
ekonomi-politik
ialah
konglomerasi PT. Media Nusantara Citra Group. 2 Secara singkat Chris Barker mengemukakan pendapat tentang ekonomi politik sebagai: “A domain of knowledge concerned with power and at distribution of economic resources. Political economy explores the questions of who owns and controls the institutions of economy, society, and culture.” (Sebuah ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan kekuatan distribusi daripada sumber daya ekonomi. Ekonomi politik membahas pertanyaan tentang siapa yang memiliki dan mengontrol institusi ekonomi, sosial, dan budaya). 3 Dari definisi tersebut dapat kita cermati bahwa terdapat dua poin penting dalam ekonomi politik, yaitu kekuasaan (power), dan pembagian sumbersumber ekonomi (distribution of economy resources). Keterkaitan kedua poin ini selalu mencoba menjawab pertanyaan dan aktor-aktor yang memiliki dan mengontrol institusi ekonomi, sosial dan budaya. Proses perkembangan ekonomi politik ditentukan oleh empat variabel dasar: ekonomi, politik, struktur sosial, dan kebudayaan. Namun dalam perkembangannya variabel-variabel tersebut berkembang sendiri-sendiri dan kini tersisa dua variabel pokok: ekonomi dan politik. Pun begitu, ekonomi politik tak dapat melepaskan dirinya dari konteks sejarah dimana itu selalu tergantung juga pada kondisi struktur sosial dan kebudayaan. 4
2
Vincent Mosco, The Political Economy of Communication, (London: SAGE Publication, 1996), h. 25. 3 Chris Barker, Cultural Studies Theory and Practice, (London: Sage Publication, 2004), h. 445. 4 Yanuar Ikbar, Ekonomi Politik Internasional, (Bandung: Angkasa, 1995), h. 1.
19
Dalam hal ini Mosco merumuskan empat karakteristik penting mengenai ekonomi-politik. Pertama, ekonomi-politik merupakan bagian dari studi mengenai perubahan sosial dan transformasi sejarah. Dalam hal ini terdapat varian yang berbeda, ada yang critical dan juga ada yang liberal. Bagi teoritisi critical political economy menurut Golding & Murdoch, ekonomi-politik secara khusus tertarik dalam menginvestivigasi dan mendeskripsikan kepada late capitalism, hal ini pada dasarnya bersifat holistik. Isu dan fokusnya terutama mengenai cara-cara bagaimana aktivitas komunikasi distrukturkan oleh distribusi yang tidak merata mengenai sumber daya material dan simbolik. 5 Late capitalism adalah kapitalis yang terpusat pada satu negara. Perbedaan prinsip antara kedua pendekatan ini terletak pada bagaimana aspek ekonomi dan politik media itu dilihat. Pada pendekatan liberal aspek ekonomi dilihat sebagai bagian dari kerja dan praktek profesional yang memang semestinya ada. Liberal political economy mengartikan bahwa ekonomi-politik merupakan dalam perubahan sosial dan transformasi sejarah, dimana suatu doktrin dan seperangkat prinsip untuk mengorganisir dan menangani ekonomi pasar, guna untuk tercapainya suatu efisiensi yang maksimum, pertumbuhan ekonomi, dan kesejahteraan individu. Isu dan fokusnya terletak pada mekanisme dan struktur pasar yang membuat konsumer memilih antara komoditas bersaing pada basis kegunaan dan kepuasan. Dimana ekonomi-politik kritis ini berusaha menjelaskan secara memadai bagaimana perubahan-perubahan dan dialektika yang berkaitan 5
Graham Murdock dan Peter Golding, Political Economy of Mass Communication,In Curan, James and Gurevitch, Michael (eds.) Mass Media and Society, Edward Arnold: A Devision of Holder & Stoughten, 1992. h. 16-18.
20
dengan posisi dan peranan media komunikasi dalam sistem kapitalisme global. Kedua, ekonomi-politik mempunyai minat dalam menguji keseluruhan sosial atau totalitas dari hubungan sosial yang meliputi bidang ekonomi, politik, sosial dan budaya dalam suatu masyarakat, serta menghindari dari kecenderungan mengabstraksikan realitas-realitas sosial ke dalam bidang teori ekonomi maupun teori politik. Ketiga, berhubungan dengan filsafat moral, artinya hal ini mengacu kepada nilai-nilai sosial (wants about wants) dan konsepsi mengenai praktek sosial. Prinsip-prinsip keadilan, kesetaraan dan public good merupakan reference utama dari pertanyaan moral mendasar ekonomi-politik. Perhatian ini tidak hanya ditujukan pada “what is” (apa itu), tetapi “what ought be” (apa yang seharusnya). Misalnya saja studi ekonomi pilitik kritis yang concern terhadap peranan media dalam membangun konsesus dalam masyarakat kapitalis yang ternyata penuh distorsi. Dalam masyarakat yang tidak sepenuhnya egaliter, kelompok-kelompok marginal tidak mempunyai banyak pilihan selain menerima dan bahkan mendukung sistem yang memelihara subordinasi mereka terhadap kelompok dominan. 6 Keempat, karakteristiknya praxis, yakni suatu ide mengacu kepada aktivitas manusia dan secara khusus mengacu pada aktivitas kreatif dan bebas dimana orang dapat menghasikan dan mengubah dunia dan diri mereka. 7 Golding dan Murdock menambahkan bahwa ekonomi politik juga concern 6 7
Agus Sudibyo, Ekonomi Politik Media Penyiaran, (Yogyakarta: LkiS, 2004), Cet-1, h. 8-9. Vincent Mosco, The Political Economy of Communication, h. 27-37.
21
dengan keseimbangan antara organisasi kapitalis dan intervensi atau campur tangan publik. 8 Satu prinsip yang harus diperhatikan di sini adalah dalam sistem sistem industri kapitalis, media massa harus diberi fokus perhatian yang memadai sebagaimana institusi-institusi produksi dan distribusi yang lain. Kondisikondisi yang ditemukan pada level kepemilikan media, praktik-praktik pemberitaan, dinamika industri radio, televisi, perfilman, dan periklanan, mempunyai hubungan yang saling menentukan dengan kondisi-kondisi ekonomi spesifik yang berkembang di suatu negara, serta pada gilirannya juga dipengaruhi oleh kondisi-kondisi ekonomi politik global. 9 Bagi Mosco, ada tiga entry konsep dalam penerapan ekonomi politik media, antara lain 10 : 1. Commodification (komodifikasi) Yakni mengubah makna dari sistim fakta atau data yang merupakan pemanfaatan isi media dilihat dari kegunaannya sebagai komoditi yang dapat dipasarkan. Bentuk komodifikasi dalam komunikasi ada tiga macam, yaitu: a. Intrinsic commodification (komodifikasi intrinsik atau komodifikasi isi), yakni proses pengubahan pesan dari sekumpulan data ke dalam
8
Boyd Barret, Oliver, The Political Economy Approach, dalam Approaches to Media A Reader, Oliver Boyd Barret dan Chris Newbold, (New York: Arnold, 1995), h. 186. 9 Dedy N. Hidayat, “Jurnalis, Kepentingan Modal dan Perubahan Sosial”, dalam Dedy N. Hidayat et.al, Pers Dalam Revolusi Mei, Runtuhnya Sebuah Hegemoni, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama,, 2000, h. 441. 10 Vincent Mosco, The Political Economy of Communication, h. 141-245.
22
sistem makna dalam wujud produk yang dapat dipasarkan seperti paket produk yang dipasarkan oleh media. b. Extrinsic commodification (komodifikasi ekstrinsik atau komodifikasi khalayak), yakni proses modifikasi peran media massa oleh perusahaan media dan pengiklan dari fungsi awal sebagai konsumen media kepada konsumen produk yang bukan media di mana perusahaan
media
memproduksi
khalayak
dan
kemudian
menyerahkannya pada pengiklan. Singkatnya yang terjadi adalah kerja sama yang saling menguntungkan antara perusahaan media dan pengiklan: pogram-pogram media digunakan sebagai sarana untuk menarik khalayak yang kemudian dijual kepada pengiklan yang membayar perusahaan media. c. Cybernetic commodification (komodifikasi cibernetik), yakni proses mengatasi kendali dan ruang. Dalam prakteknya dapat dibagi dua, yaitu: Pertama, komodifikasi intrinsik adalah khalayak sebagai media yang berpusat pada pelayanan jasa rating khalayak. Jadi yang dipertukarkan bukan pesan atau khalayak melainkan rating. Kedua, komodifikasi ekstensif adalah proses komodifikasi yang menjangkau seluruh kelembagaan pendidikan informasi pemerintah, media, dan budaya yang menjadi motif atau pendorong sehingga tidak semua orang dapat mengakses.
23
2. Spatialization (spasialisasi) Yakni proses untuk mengatasi hambatan ruang dan waktu dalam kehidupan sosial oleh perusahaan media dalam bentuk perluasaan usaha seperti proses integrasi: integrasi horizontal, integrasi vertikal, dan internasionalisasi. Integrasi horizontal adalah: “when a firm in one line of media buys a major interest in another media operation, not directly related to the original business, or when it takes a major stake in a company entirely outside of the media” (Ketika suatu perusahaan dibawah naungan sebuah media yang mengambil keuntungan terbesar di perusahaan yang lain, maka tidak langsung dihubungkan dari bisnis aslinya atau ketika mengambil sejumlah besar saham di dalam sebuah perusahaan di luar dari pada media). Yaitu ketika sebuah perusahaan yang ada dalam jalur media yang sama membeli sebagian besar saham pada media lain, yang tidak ada hubungannya langsung dengan bisnis aslinya, atau ketika perusahaan mengambil alih sebagian besar saham dalam suatu perusahaan yang sama sekali tidak bergerak dalam media. 11 Pada prakteknya integrasi horizontal adalah cross-ownership (kepemilikan silang) beberapa jenis media massa seperti telivisi, suratkabar, stasiun radio, majalah, dan tabloid oleh suatu grup perusahaan media massa seperti yang dilakukan oleh MNC, KKG, Trans Cop Grup, Jawa Post Grup, Sinar Kasih Grup, Grup Media Indonesia, dan Salim Grup.
11
Vincent Mosco, The Political Economy of Communication, h. 176.
24
Integrasi vertikal adalah: “the concentration of firms within a line of business that extends a company’s control over the process of production”. Yaitu konsentrasi perusahaan dalam suatu jalur usaha atau garis bisnis yang memperluas kendali sebuah perusahaan atas produksi. Di Indonesia, praktek integrasi vertikal dilakukan oleh Subentra Grup milik pengusaha Sudwikatmono yang menguasai impor film dan sekaligus distribusinya melalui jaringan Bioskop 21 yang tersebar hampir di seluruh kota besar di Indonesia. Internasionalisasi atau globalisasi dipandang dari prestektif ekonomi adalah konglomerasi ruang bagi global, yang dilakukan oleh perusahaan transional dan negara, yang mengubah ruang melalui arus sumberdaya dan komoditas, termasuk komunikasi dan informasi.
3. Strukturation (strukturasi) Yakni proses penggabungan agensi manusia (human agency) dengan proses perubahan sosial ke dalam analisis struktur-struktur. Dengan memberikan posisi-posisi jabatan struktur yang ada dalam kelompok tersebut, diharapkan dapat memainkan peranan penting dalam setiap bidang yang telah diembannya. Strukturasi ini menyimbangkan kecenderungan dalam analisis ekonomi politik media untuk menggambarkan struktur seperti lembaga bisnis dan pemerintahan dengan menunjukkan dan menggambarkan ideide agensi, hubungan sosial, proses, dan praktek sosial. Agensi manusia
25
merupakan konsepsi sosial fundamental yang mengacu kepada peran para individu sebagai aktor sosial yang perilakunya dibangun oleh matriks hubungan sosial dan positioning termasuk kelas, ras, dan gender. 12 Proses strukturasi ini mengkonstruksi hegemoni, sesuatu yang apa adanya, masuk akal, dialamiahkan cara berfikir tentang dunia termasuk segala sesuatu dari kosmologi melalui etika. Pada praktek sosial yang digambarkan dan dikontekskan dalam kehidupan struktur. Sekalipun sumbangan terbesar dari teori Ekonomi Politik Media terhadap kajian komunikasi adalah analisis institusi media dan konteks medianya, konsep yang disodorkan oleh Mosco juga relevan untuk mengkaji keseluruhan kegiatan media dan merumuskan suatu model yang holistik dari keseluruhan siklus produksi sampai penerimaannya (termasuk konteksnya). Kemudian juga bagaimana kekuasaan mempengaruhi proses komodifikasi,
spasialisasi,
dan
strukturasi
pemanfaatan
teknologi
informasi untuk akses informasi publik di era Orde Baru maupun di era Orde Reformasi sekarang ini. Vincent Mosco merumuskan tiga karakter tambahan studi ekonomipolitik, yaitu realis, inklusif, dan kritis. 13 Pengaruh realisme membuat ekonomi-politik kritis sangat menghindari ketergantungan eksklusif terhadap teori abstrak atau deskripsi empiris. Ekonomi-politik dalam hal ini memberikan bobot yang sama terhadap pertimbangan teoretis dan 12 13
Vincent Mosco, The Political Economy of Communication, h. 215. Vincent Mosco, The Political Economy of Communication, h.13.
26
empiris. Watak deskripsi berasal dari kesadaran bahwa kehidupan sosial tidak dapat dirangkum ke dalam satu teori. Tidak ada pendekatan yang paling mendekati ideal dalam studi ekonomi-politik komunikasi. Watak kritis ekonomi-politik mewujud kepada kepakaan terhadap berbagai bentuk ketimpangan dan ketidakadilan. Ekonomi-politik memberi perhatian besar terhadap faktor-faktor ideologis dan politis yang pengaruhnya bersifat laten terhadap suatu masyarakat. 14 Tiga konsep utama Mosco sejalan dengan empat proses historis dari Golding dan Murdock yang merupakan kunci dari kajian kritis Ekonomi Politik Media, yaitu (1) pertumbuhan media, (2) perluasan jangkauan usaha, (3) proses komodifikasi informasi, dan (4) perubahan peranan negara dan pemerintah. Tiap proses yang dijelaskan oleh Golding dan Murdock membuka peluang bagi peneliti media untuk menganalisa lebih dalam persoalan seperti komodifikasi, spasialisasi, dan strukturisasi. 15 Keempat proses menurut Golding dan Murdock yang mengarah kepada struktur kepemilikan media yang terkosentrasi dan merupakan salah satu rangkaian dari perubahan yang mencerminkan perubahan basis ekonomi, yakni: Pertama, produksi dengan skala kecil atau pribadi dari suatu perluasan produk budaya, distribusi dan penjualan mulai dipisah dan dikomersialisasikan. Kedua, masuknya teknologi baru ke dalam industri 14
Agus Sudibyo, Ekonomi Politi Media Penyiaran, 2004. h. 9. Boyd Barrett, Oliver and Chris Newbold (eds.), Approaches to Media: a Reader, London : Arnold, 1995. h. 187. 15
27
media menyebabkan mulai terjadinya industrialisasi dalam proses produksi maupun distribusi. Ketiga, ketika masalah industri telah mengalami masa-masa kejunuhan karena tekanan berturut-turut seperti naiknya harga, menurunnya pendapatan, mengakibatkan munculnya pemusatan-pemusatan industri. Empat, perkembangan dari ketegangan antara kemampuan teknologi dan perhatian di bidang ekonomi. 16 Mengenai kecenderungan dunia komunikasi saat ini, dimana kesadaran besar akan kebutuhan untuk menunjukkan secara tepat bagaimana formasi-formasi ekonomi politik media dihubungkan dengan isi media, dan kepada diskursus debat publik serta kesadaran privat yang akan berkelanjutan dari perencanaan dan perluasan berbagai produksi dan kebudayaan yang dikontrol atau dipengaruhi oleh perusahaan-perusahaan besar. Maka Cees J. hamelink mencatatnya dalam empat kunci, yaitu: digitization
(digitalisasi),
consolidation
(konsolidasi),
deregulation
(deregulasi), dan globalization (globalisasi). Hamelink melihat bahwa keempat proses tersebut saling berhubungan satu sama lainnya. Proses digitalisasi memfasilitasi integrasi teknologi dan konsolidasi institusi, kemudian mendorong makin besarnya konglomerasi, sehingga kemudian terjadi globalisasi secara berkelanjutan meyongkong kekuasaan dan
16
Graham Murdock dan Peter Golding, Political Economy of Mass Communication, Volume 1, (Edward Edgar Publishing Limited, 1997), h. 201-204.
28
meningkatkan angka pertumbuhan melalui pendapatan dan penetrasi pasar yang mendorong deregulasi dan privatisasi media. Golding dan Murdock menunjukkan bahwa berbagai sektor media tidak dapat dipelajari sendiri-sendiri karena media memiliki keterkaitan dengan faktor kendali korporasi kegiatan media hanya dipahami apabila merujuk kepada konteks ekonomi yang luas. Analisa juga diperluas sampai pada tataran bagaimana praktek ideologi media dalam penyebar luaskan ide-ide tentang struktu ekonomi dan politik. Dengan begitu studi ekonomi poltik dari industri media tidak bisa difokuskan hanya pada produksi, distribusi dari komoditas, tetapi harus mempertimbangkan bentuk unik dari komoditasi ini dan praktek-praktek ediologi media. Dengan demikian, apabila dikaitkan dalam konteks perubahan-perubahan peran dan fungsi media massa dan lingkungan sekitarnya, menjadi menarik dapat menggunakan pendekatan ekonomi politik media. Tujuan yang diharapkan adalah untuk melihat perubahan-perubahan yang terjadi dengan mulai bergesernya peran-peran dalam media massa yang mencoba menerapkan konsep baru. Dalam mempengaruhi proses historis maka ada dua aspek penting yang mempengaruhi yaitu inovasi teknologi dan privatisasi. 17 Revolusi teknologi membuka kemungkinan bagi beragam aktivitas produksi baru demi menciptakan peluang-peluang maksimalisasi dan perluasan proses produksi dan distribusi. Dalam mendukung ekspansi teknologi serta 17
James Currant and Michael Gurevitch (eds), Mass Media and Society, (Edward Arnold: London and New York, 1992), h. 16-18.
29
mendorong
perkembangan
industri
modern,
bahkan
dibutuhkan
perubahan-perubahan dalam konteks politik, terutama regulasi-regulasi yang mengakomodasi prinsip-prinsip liberal. Terminologi privatisasi, terutama merespon berbagi bentuk intervensi yang meningkatkan kapasitas pasar dalam industri komunikasi dan informasi, serta meningkatkan kapasitas pelaku pasar untuk melakukan ekspansi bisnis. Kajian ekonomi politik media bermula dari pengakuan bahwa media adalah sebuah organisasi industri dan komersial utama dan terkemuka yang memproduksi dan mendistribusikan barang-barang yang ditunjang oleh proses integrasi (horizontal dan vertikal) dan diversifikasi. Kajian tentang beragamnya media tidak dapat dilakukan secar sendiri-sendiri atau tertutup, melainkan harus dipahami dengan konteks ekonomi makro karena keterkaitan media dengan kontrol perusahaan besar atas media. Maka dalam hal ini, hukum-hukum pasar juga cenderung membatasi banyaknya pemain yang bisa bersaing dalam sebuah pasar. Yang lazim terjadi kemudian adalah dominasi dan monopoli. Integrasi ekonomi yang terjadi melalui mekanisme merger dan akuisisi membuka jalan bagi berkembangnya fenomena konglomerasi. Studi ekonomi politik kritis mempunyai tiga varian, yaitu: instrumentalis, strukturalis, dan kontrutifis. Perbedaan satu dengan yang lainnya yaitu terletak pada ide-ide dasar dalam menganalisis permasalahan pasar dan keterkaitannya dengan lingkungan ekonomi, politik, dan budaya. Pertama, Instrumentalis, media massa dipandang sebagai
30
instrumen dominasi kelas. Kelas pemodal menggunakan kekuasaan ekonomi dalam sistem pasar untuk memastikan bahwa arus informasi publik berjalan sesuai dengan misi dan tujuan mereka. Kedua, analisis strukturalis cenderung melihat struktur sebagai sesuatu yang monolitik, mapan, statis, dan determinan. Analisis strukturalis mengabaikan potensi dan kapasitas agen sosial untuk memberi respons terhadap kondisi-kondisi struktural. Mereka menafikan terjadinya interaksi antar agen sosial serta interaksi timbal-balik antara agen dan struktur. Ketiga, analisis konstruktivis memandang struktur sebagai sesuatu yang belum sempurnan dan bergerak dinamis. Bahwa kehidupan media tidak hanya dipengaruhi oleh faktor ekonomi tetapi juga oleh faktor lainnya seperti budaya, politik, individu, dan seterusnya. Pandangan konstruksionis, negara dan pemodal tidak selalu menggunakan media sebagai instrumen penundukkan terhadap kelompok lain. Mereka beroperasi dalam struktur yang bukan hanya menyediakan fasilitas namun juga hambatan-hambatan bagi praktik dominasi dan hegemoni. 18
B. Pengertian Regulasi Penyiaran Ada tiga hal regulasi penyiaran dipandang urgent. Pertama, dalam iklim demokrasi yang menjadi salah satu urgensi mendasari penyusunan regulasi penyiaran adalah hak asasi manusia tentang kebebasan berbicara (freedom of 18
Agus Sudibyo, Ekonomi Politi Media Penyiaran, 2004. h. 11-12.
31
speech), yang menjamin kebebasan seseorang untuk memperoleh dan menyebarkan pendapatnya tanpa adanya intervensi, bahkan dari pemerintah. Namun pada saat bersamaan, juga berlaku regulasi pembatasan aktivasi media seperti regulasi UU Telekomunikasi yang membatasi penggunaan spektrum gelombang radio. 19 Nilai demokrasi karenanya menghendaki kriteria yang jelas dan fair tentang pengaturan alokasi akses media. Regulasi akan menentukan interferensi signal siapa yang berhak “menyiarkan” dan siapa yang tidak. Alam peran konteks demikian regulasi berperan sebagai mekanisme kontrol (control mechanism). Kedua, demokrasi menghendaki adanya “sesuatu” yang menjamin keberagaman (diversity) politik dan kebudayaan, dengan menjamin kebebasan aliran ide dan posisi dari kelompok minoritas. Dalam batas tertentu, kebebasan untuk menyampaikan informasi (freedom of information) memang dibatasi oleh hak privasi seseorang (right to privacy) dan adanaya hak privasi seseorang untuk tidak menerima informasi tertentu. Menurut Feintuck diungkapkan bahwa limitasi keberagaman (diversity) sendiri, seperti kekerasan dan pornografi merupakan hal yang tetap tidak dapat dieksploitasi atas nama keberagaman. Dalam perkembangannya aspek diversity, lebih banyak diafliasikan sebagai aspek politik dan ekonomi dan ekonomi dalam konteks ideologi suatu negara. 20
19
Leen d’Heanans & Frieda Saeys, Western Broadcasting at the Dawn of the 21th Century, (New York: Mouten de Gruyter, 2000), h. 24-26. 20 Mike Feintuck, Media Regulation, Public Interest and Law, (Edinburgh University Press, 1998), h. 43
32
Ketiga, terdapat alasan ekonomi mengapa regulasi media diperlukan. Tanpa regulasi akan terjadi konsentrasi, bahkan monopoli media. dalam hal ini sinkronisasi diperlukan bagi penyusunan regulasi media agar tidak berbenturan dengan berbagai kesepakatan internasional, misalnya tentang pasar bebas dan AFTA. Menurut Feintuck , dewasa ini regulasi penyiaran mengatur tiga hal yakni struktur, tingkah laku dan isi. 21 Regulasi struktur (structural regulation) berisi pola-pola kepemilikan media oleh (behavioural
regulation)
pasar,
dimaksudkan
regulasi
untuk
tingkah
mengatur
laku
tata-laksana
penggunaan properti dalam kaitannya dengan kompetitor, dan regulasi isi (content regulation) bensi batasan material siaran yang boleh dan tidak untuk disiarkan. Dalam konteks diversitas politis dan kultural, regulasi penyiaran juga mesti
berisi
peraturan
yang
mencegah
terjadinya
monopoli
atau
penyimpangan kekuatan pasar, proteksi terhadap nilai-nilai pelayanan publik (public service values) dan pada titik tertentu berisi pula aplikasi sensor yang bersifat patemalistik. Menurut Berger&Luckmann, proses mengkonstruksi berlangsung melalui interaksi sosial yang dialektis dari tiga bentuk realitas, yakni symbolic reality, objective reality dan subjective reality yang berlangsung dalam suatu proses dengan tiga momen simultan; eksternalisasi, objektivasi dan internalisasi. 22
21 22
Mike Feintuck, Media Regulation, Public Interest and Law, h. 51 Peter Berger, L dan Thomas Luckmann, Social Construction of Reality (terj.), (Jakarta:
LP3ES, 1990), h. 185-187.
33
Objective reality, merupakan suatu kompleksitas definisi realitas (termasuk ideologi dan keyakinan) serta rutinitas tindakan dan tingkah laku yang telah mapan terpola (tercakup di dalamnya adalah berbagai institusi sosial dalam pasar), yang kesemuanya dihayati oleh individu secara umum sebagai fakta. Symbolic reality, merupakan semua ekspresi simbolik dari apa yang dihayati sebagai 'objectiver reality', termasuk di dalamnya teks produk industri media, representasi pasar, kapitalisme dan sebagainya dalam media. Sedangkan subjective reality merupakan kcnstruksi definisi realitas realita (dalam hal ini misalnya media, pasar, dan seterusnya) yang dimiliki individu dan dikonstruksi melalui proses internalisasi.
C. Konseptualisasi Konglomerasi Perkembangan bisnis media melalui bentuk kegiatan korporasi usaha di Indonesia yang menimbulkan kontroverisal dibanding dengan aktivitas usaha konglomerasi. Konglomerasi adalah sejumlah pelaku konglomerat yang menanamkan sahamnya pada tumbuhnya kelompok (Grup) perusahaan dalam satu tangan, sedemikian rupa sehingga praktis seluruh kebijakan manajemen yang pokok ditentukan oleh satu pusat. 23 Bahwa pengertian konglomerat adalah sebagai kata benda yang artinya pengusaha. Konglomerasi ini merupakan satu kesatuan yang sangat besar kekuatannya, sehingga mudah mengalahkan pesaingnya, bisa mengatur harga transaksi antar perusahaan (untuk menghindari pajak), bisa mengadakan subsidi silang sehingga 23
Drs. Djafar H. Assegaff, Konglomerasi, Taipan, dan Koneksi Bisnis, (Jakarta: Warta Ekonomi, 1994), Cet-1, h. 263.
34
harganya selalu bisa bersaing, dan mempunyai “barganing power” yang sangat kuat. 24 Menurut Anggito Abimanyu, konglomerasi dalam istilah bisnis bisa diartikan sebagai bentuk usaha yang melakukan kegiatan usaha atau bisnis dalam berbagai macam bidang yang kurang terkait satu sama lain. Di Indonesia,
khususnya
pada
negara
berkembang,
bisnis
konglomerat
diasosiasikan dengan bisnis pemilikan keluarga. 25 Konglomerat dapat diartikan sebagai seseorang atau unit usaha yang bergerak dalam berbagai bidang usaha dengan sejumlah perusahaan atau afiliasi bisnisnya. Kegiatan usaha konglomerasi ini, dalam konteks kegiatan orientasi yang memiliki kinerja ekonomi atau bisnis yang handal dan hal tersebut dapat disinyalir kurang sepadan dengan fasilitas yang dimilikinya. Dalam hal kedudukan swasta semakin kuat, dan konsentrasi berbagai kegiatan semakin tinggi,
dan
konglomerasi
tumbuh
hampir
tanpa
pengaturan,
maka
kebijaksanaan-kebijaksanaan intervensi semakin tinggi investasinya.
D. Industri Media Massa 1. Pengertian Industri Media Massa Industri media massa memiliki masing-masing populasi terdiri dari media-media yang secara tidak langsung membentuk suatu kelompok 24
Priasmono P,dkk, Konglomerasi Ekonomi Indonesia dalam Rangka Persatuan Bangsa Suatu Tanggung Jawab Sosial, (Jakarta: LPSI, 1994), h. 17. 25 Anggito Abimayu, “Orientasi Usaha dan Kinerja Bisnis Konglomerasi” Seminar Nasional Industri Oligopoli dan Konglomerasi di Indonesia, tanggal 17 Desember 1994, diselenggararakan oleh Fakultas Ekonomi, Universitas Islam Indonesia (UII), Yogyakarta. h. 1.
35
yang hidup dari sumber daya yang sama, Misalnya polpulasi radio, populasi surat kabar, atau populasi televisi. Pada dasarnya ada tiga sumber utama yang menjadi sumber penunjang kehidupan industri media, yakni: a. Modal (capital), Misalnya pemasukkan iklan, iuran berlangganan. b. Jenis isi Media (Type of Content), Misalnya Quis, Sinetron, informasi. c. Jenis khalayak sasaran (Types of Audiens), Misalnya Usia, berdasarkan jenis kelamin, tingkat pendidikan, jenis pekerjaan, dan lain sebagainya. 26 Smythe membagi tiga hal yang bisa digunakan sebagai patokan untuk mengidentifikasi karakteristik suatu industri media, yaitu: 27 (1) Customer Requirements, (Merujuk kepada harapan konsumen tentang produk yang mencangkup aspek kualitas, diversitas, dan ketersediaan). (2) Competitive Environment, (lingkungan pesaing yang dihadapi oleh perusahaan). (3) Social Expectation, (Berhubungan dengan tingkat harapan masyarakat terhadap keberadaan industri). Pemerintah Indonesia memberlakukan kebijakan persaingan di Industri penyiaran melalui adanya regulasi lisensi kepemilikan dan
26
Rahcmat Kriyantono, Tekhnik Praktis Riset Komunikasi, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2006), Edisi Pertama, h. 272. 27 Muhammad Mufid, Komunikasi dan Regulais Penyiaran, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2007), Edisi pertama, h. 90.
36
kepemilikan silang di industri penyiaran dengan tujuan untuk membatasi konsentrasi (concentration) dan kekuatan pasar (market power) 28 . Care yang paling umum untuk mengetahui kemungkinan adanya tindakan anti persaingan
dalam
perekonomian
adalah
dengan
melihat
tingkat
konsentrasi industri. Industri yang terkonsentrasi tinggi akan memudahkan perusahaan-perusahaan untuk melakukan kolusi dengan memanfaatkan kekuatan
pasar
untuk
keuntungan
mereka.
Meskipun
demikian,
konsentrasi yang tinggi bukan merupakan faktor utama atau pun keharusan yang menyebabkan timbulnya tindakan yang anti persaingan. Konsentrasi dapat muncul karena perusahaan yang tidak efisien telah terpaksa keluar dari pasar dan muncul perusahaan yang efisien atau pada industri padat modal. 29
2. Persaingan (Kompetisi) di Industri Penyiaran Televisi Pasar di industri penyiaran televisi dapat dibedakan menurut bentuk penyiaran itu sendiri. Jelas radio merupakan subtitusi yang lemah bagi free-to-air television atau stasiun televisi swasta25. Share pasar merupakan salah satu aspek yang diperhatikan untuk mengatur strategi perusahaan dalam meraih keberhasilan. Keberhasilan sebuah perusahaan biasanya ditunjukkan dengan profit yang diperoleh, 28
Martin, Stephen, Industrial Economics: Economics Analysisand Public Policy, (New Jersey: Prentice Hall, 1993), h. 82. 29 Harold Demsetz, Industry Structure, Market Rivalry and Public Policy, ”Journal of law and Economics 16 (April 1973), h. 1-9.
37
harga saham yang menguat (bagi perusahaan yang telah go public) serta seberapa besar share pasar perusahaan tersebut dalam industri. Konsentrasi pasar merupakan penjumlahan pasar dari perusahaanperusahaan terbesar, biasanya merupakan penjumlahan dari 4 share pasar perusahaan terbesar. 30
Studi empiris yang dilakukan oleh Bain
memperlihatkan adanya hubungan yang positif antara kondisi entry dan konsentrasi pasar terhadap kekuatan pasar sehingga semakin tinggi konsentrasi pasar, maka semakin sulit bagi pendatang baru untuk memasuki pasar. Akibatnya kekuatan pasar akan semakin besar.
3. Faktor-Faktor Penentu Struktur Pasar di Suatu Industri Bahwa dalam meningkatkan struktur pasar suatu industri dapat diamati melalui: 31 a. Jumlah perusahaan b. Kondisi entry c. Ukuran/ besarnya perusahaan Dalam pasar persaingan sempurna, terdapat banyak penjual dan pembeli, sehingga tak satu pun dari mereka mampu mepengaruhi harga. Kondisi pasar persaingan sempurna akan memberikan tingkat persaingan yang efisien dalam industri. Di sisi lain, pada pasar yang bersifat monopoli, hanya terdapat satu penjual43 yang memiliki kekuatan pasar
30 31
Martin, Stephen, Industrial Economics: Economics Analysisand Public Policy, h. 113. Martin, Stephen, Industrial Economics: Economics Analysisand Public Policy, h. 3.
38
untuk menentukan berapa jumlah output dan harga yang akan dilempar ke pasar. Beberapa faktor yang menjadi sumber terjadinya konsentrasi industri: a. Kemajuan Teknologi Kemajuan teknologi pada satu sisi berguna untuk meningkatkan, efisiensi, tetapi di sisi lain menyebabkan tidak semua pengusaha dapat menguasainya muncul
untuk
akumulasi
mencapai modal
dan
kinerja
yang
kekayaan
efisien sehingga
di tangan beberapa
orang atau kelompok. b. Merger Merger akan menyebabkan peningkatan kekuatan pasar yang berpotensi mengurangi persaingan sehingga merger harus dibatasi. Pembatasan merger biasanya didasarkan pada ukuran konsentrasi (kekuatan pasar yang besar akan menyebabkan perusahaan tersebut dalam posisi dominan). 4. Jenis Struktur Industri Struktur industri oleh para ekonom sering diidentikkan dengan struktur pasar, yang dikategorikan ke dalam jenis pasar berdasarkan kriteria tertentu. Kriteria yang sering dipakai antara lain berdasarkan faktor-faktor yang menentukan struktur pasar seperti ukuran dan distribusi penjual, diffrensiasi produk dan hambatan masuk atau keluar pasar.
39
Indikator untuk mengkategorikan masing-masing pasar ke dalam jenisjenis pasar adaiah jumlah penjual dan pembeli, kondisi entry dan exit, keragaman produk (barang atau jasa) yang dihasilkan, kondisi informasi serta kemampuan (penjual atau pembeli) untuk mempengaruhi tingkat harga.
5. Karakteristik dan Kekuatan Struktur Pasar Media Ada 4 karakteristik utama dari pasar persaingan sempurna yaitu (Rahardja dan Manurung, 1999: 209-210): a. Terdapat banyak penjual dan pembeli dan penjual serta pembeli tidak dapat mempengaruhi tingkat harga (price taker). b. Produk homogen c. Bebas dan mudah keluar masuk pasar, yang berarti asset yang dibutuhkan dalam kegiatan operasi bukan bersifat sunk. Dengan begitu jika sebuah perusahaan bermaksud untuk menutup usahanya, maka perusahaan tersebut dapat menjual kembali assetnya tanpa ada modal yang hilang. d. Terdapat pengetahuan yang lengkap dan sempurna sehingga perusahaan mengetahui teknologi yang ada serta Penjual dan pembeli tahu tingkat harga yang terjadi di pasar. Kekuatan pasar mempunyai kemampuan mempengaruhi harga oleh penjual maupun pembeli. Di mana kekuatan pasar ini muncul dengan
40
berbeda-beda di seluruh perusahaan serta mempengaruhi kesejahteraan konsumen dan produsen yang hal ini dapat dibatasi oleh pemerintah. Adapun kekuatan struktur pasar di bagi menjadi 4, yaitu: a. Struktur Pasar Persaingan Monopolistik (Monopolistic Competion) Terdapat banyak penjual dan pembeli. Setiap perusahaan menghadapi persaingan dari banyak perusahaan lainnya di pasar persaingan monopolistik (Sheperd, 1990: 75). Pada struktur pasar ini dikenal adanya diferensiasi produk sehingga konsumen dapat memilih produk (di antara yang ditawarkan oleh konsumen) sesuai dengan preferensinya. Model pasar ini mengakui adanya kekuasaan monopoli, tertentu yang timbul dari penggunaan merk dan tanda dagang (brandnames dan Trademarks). Bahwa suatu pasar yang bersaing secara monopolistik mempunyai dua karakteristik utama, yaitu: (1) Perusahaan-perusahaan bersaing dengan menjual produk-produk yang telah terdiferensiasi, yang sangat dapat digantikan oleh satu sama lain tetapi bukan pengganti yang sempurna dan (2) Adanya kemungkinan untuk masuk dan keluar secara bebas: hal ini relatif mudah bagi perusahaan-perusahaan baru untuk memasuki pasar tersebut dengan mereknya sendiri dan bagi perusahaan-perusahaan yang sudah ada untuk keluar jika produknya akhirnya tidak lagi menguntungkan.
41
Tidak ada ketergantungan diantara perusahaan yang satu dengan yang lain. Serta perusahaan menjual suatu merek atau versi produk yang berbeda dalam hal kualitas, penampilan, atau reputasi, dan masing-masing perusahaan merupakan produsen tunggal mereknya sendiri, contohnya pasta gigi, deterjen cuci, shampo, dan lain-lain. 32 b. Struktur Pasar Oligopoli (Oligopoly) Industri berada pada pasar oligopoli bila 4 perusahaan terbesar menguasai 40% dari total penjualan atau lebih.33 Dalam struktur pasar oligopoli, penjual menjual produk subtitusi (yang saling menggantikan satu sama lain). Karena produk yang dijual adalah produk subtitusi maka persaingan dalam pasar oligopoli lebih pada memproduksi produk yang differentiated (differentiated product) melalui kualitas dan disain. 34 Karena itu pada model pasar oligopoli peranan iklan sangat penting untuk bisa menggeser ke kanan kurva permintaan (meningkatkan permintaan konsumen). Dalam usahanya menarik kelompok pembeli yang berbeda, maka perusahaan akan mengadakan perubahan kualitas dan disain.
32
Robert S. Pindyck dan Daniel L. Rubinfeld, Mikro Ekonomi, (Jakarta, PT Indeks, 2001), Edisi ke-5, Jilid ke-2, h. 103. 33 Martin, Stephen, Industrial Economics: Economics Analysisand Public Policy, (New Jersey: Prentice Hall, 1993), h. 113. 34 Churc, Jefferey and Roger Ware, Industrial Organization: A Strategic Approach, The McGraw Hill, Siangapore, 2000. h. 232-234.
42
Pada struktur perusahaan oligopoli terdapat suatu pasar di mana hanya sedikit perusahaan bersaing satu sama lain, dan masuknya perusahaan-perusahaan baru akan dihalangi, serta produk yang dihasilkan
perusahaan-perusahaan
tersebut
mungkin
sudah
terdiferensiasi. 35 Kekuatan monopoli dan profitabilitas dalam industrii oligopolistik sebagaian tergantung pada bagaimana perusahaanpersusahaan tersebut saling berinteraksi. c. Monopoli Monopoli terdapat dalam sistem pasar dimana hanya ada satu penjual dan produk yang dijual tidak memiliki subtitusi. Kondisi monopoli terjadi karena para pesaing tidak masuk ke dalam industri tersebut karena adanya hambatan untuk masuk (barrier to entry). Rintangan tersebut dapat berupa paten dan lisensi yang diberikan oleh pemerintah dalam pengendalian bahan baku, penggunaan nama merek dan investasi modal besar yang diperlukan untuk memasuki industri tersebut. Dengan tidak adanya penjual lain, maka seorang monopoli tidak memiliki pesaing. Pesaing potensial bagi seorang monopolis sangat minim sebab adanya halangan untuk masuk ke dalam industri.
35
Robert S. Pindyck dan Daniel L. Rubinfeld, Mikro Ekonomi, h.103.
43
d. Monopsoni Monopsoni ini merujuk pada suatu pasar di mana hanya ada satu pembeli. Dengan satu atau hanya sedikit pembeli, beberapa pembeli mungkin akan mempunyai kekuatan monopsoni di mana kemampuan pembeli untuk membeli barang tersebut lebih murah daripada harga yang seharusnya berlaku dalam suatu pasar yang bersaing. 36
36
Robert S. Pindyck dan Daniel L. Rubinfeld, Mikro Ekonomi, h. 29-30.
BAB III GAMBARAN UMUM MEDIA NUSANTARA CITRA
A. Sejarah Berdiri Media Nusantara Citra PT Media Nusantara Citra Tbk (MNC) didirikan pada tanggal 17 Juni 1997 dan dibentuk untuk menaungi dan mengelola berbagai unit usaha media di bawah payung satu perusahaan induk dan operasi agar dapat terbentuk sebuah grup media yang sinergis, terintegrasi, dinamis, dan kreatif dalam menghadapi persaingan bisnis media yang kompetitif. MNC melaksanakan penawaran umum saham perdana pada tanggal 22 Juni 2007 dengan menawarkan 4.125.000.000 lembar saham yang mewakili 30% (dimana 20% adalah saham baru) dari saham yang diterbitkan dengan harga Rp 900 per lembar. Saham MNC tercatat di Bursa Efek Indonesia dengan mayoritas kepemilikan dan kendali pada PT Global Mediacom Tbk. 1 Saat ini, Media Nusantara Citra (MNC) merupakan perusahaan media dan multimedia terintegrasi yang terkemuka di Indonesia. MNC mencapai posisi tersebut melalui implementasi strategi-strategi yang senantiasa berkembang yang memberikan nilai tambah pada perusahaan dan pemegang saham. Sebagai perusahaan media terintegrasi di Indonesia, MNC memiliki dan mengoperasikan stasiun RCTI, TPI, dan Global TV yang merupakan tiga dari sepuluh stasiun televisi swasta nasional Free-To-Air di Indonesia.
1
Laporan Tahunan Media Nusantara Citra, pada Tahun 2009.
44
45
Pada tahun 1989 RCTI didirikan sebagai stasiun TV swasta pertama di Indonesia dan susunan program RCTI mencakup drama serial, berita, olahraga, musik, hiburan, variety show, acara anak-anak, film nasional dan internasional. Kemudian disusul oleh perkembangan stasiun TV swasta ketiga di Indonesia yaitu TPI yang didirikan pada tahun 1991 dan TPI diposisikan untuk menarik konsumen dengan penghasilan menengah hingga menengah ke bawah di Indonesia. Bertambahnya waktu maka perkembangan MNC mengakuisisi 70% saham Global TV yaitu pada tahun 2001. Selanjutnya pada tahun 2002 Global TV dikonsolidasikan ke dalam MNC dan mulai menyiarkan program-program MTV Asia selama 24 jam secara eksklusif di Indonesia. 2 Dalam mengelola berbagai unit usaha pada bulan Januari 2004 MNC mulai membangun content library melalui produksi in-house dan akuisisi program. MNC mulai melisensi content kepada pihak ketiga Global TV yaitu pada bulan Januari 2005 memperluas cakupannya untuk melayani dalam penyiaran yang bernuansa kebutuhan anak muda dan keluarga muda. Pada bulan Maret MNC dalam kepemilikan saham Global TV meningkat menjadi 100%. Seiring berputarnya waktu pada bulan Juni 2005 didirikannya PT. Media Nusantara Informasi dan meluncurkan surat kabar harian Seputar Indonesia (Sindo). Surat kabar harian tersebut melakukan diferensiasi dengan menyajikan kepada pembaca empat bagian berbeda yang terdiri dari laporan
2
Laporan Tahunan Media Nusantara Citra, pada Tahun 2009.
46
yang mendalam mengenai berita, gaya hidup, olah raga, dan hiburan. Seputar Indonesia tersebut juga khas karena tersedia sebagai surat kabar nasional dan juga sebagai surat kabar lokal dengan content lokal dan halaman depan yang berbeda. Saat ini, “Seputar Indonesia” tersedia dalam edisi nasional dan enam edisi lokal di propinsi Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Sulawesi Selatan. Alasan mengenai diedarkannya edisi lokal adalah karena keterikatan masing-masing kawasan regional terhadap koran yang meliput berita lokal dengan pandangan dari orang lokal. Oleh karena itu MNC dapat memberikan pembacanya liputan yang lebih mendalam mengenai berita nasional dan lokal dan juga dapat memperluas cakupan pengiklan yang memiliki target pasar dan tujuan yang berbeda-beda. Seiring perkembangan teknologi dan kebutuhan publik maka MNC Networks didirikan pada bulan Agustus 2005 yang mengoperasikan dan mengelola jaringan radio terbesar di Indonesia dengan lebih dari 9 juta pendengar di 209 kota dengan menggunakan 43 jaringan. Kiat kami untuk masuk ke industri radio adalah untuk memberikan solusi iklan media yang menyeluruh dan merupakan komponen starategis kepada pengiklan dan radio adalah pelengkap untuk TV dan usaha surat kabar harian kami sebagai perusahaan media terintegrasi. Bisnis radio kami terdiri dari empat format (Trijaya FM, Women Radio, Radio Dangdut TPI, and ARH Global) yang menargetkan semua golongan ekonomi, yaitu 3 :
3
Laporan Tahunan Media Nusantara Cipta Tahun 2009
47
1. Trijaya FM adalah stasiun radio yang inspiratif dengan content berita dan gaya hidup dengan jaringan yang terbesar dan terluas, yang memiliki 17 stasiun radio yang beroperasi di beberapa jaringan di seluruh Indonesia. 2. Women Radio Jakarta merupakan radio untuk pendengar wanita yang menyajikan informasi mengenai masalah wanita seperti kesehatan, keluarga, hubungan ibu dan anak, pendidikan, kecantikan, dan informasi mengenai mode masa kini. 3. Radio Dangdut TPI menjangkau lebih dari 3 juta pendengar di 14 kota di Indonesia khususnya di Jabodetabek (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi) dan merupakan stasiun radio dangdut populer dan terbaik di Jabodetabek. 4. ARH Global adalah satu-satunya stasiun radio yang menargetkan pendengar generasi muda dengan penyiaran secara bersamaan di dua kawasan yang berbeda, yaitu Jakarta dan Bandung, Jawa Barat. Pada bulan Desember 2005 MNC mengakuisisi MNI Global, penerbit tabloid mingguan Genie. Genie merupakan tabloid infotainment yang berfokus pada gaya hidup dan gosip selebriti. Pada bulan Januari 2006 MNC memulai operasi dalam bisnis Value Added Services. MNC terus mengembangkan content yang dapat diterapkan di seluruh platform bisnisnya. Bisnis MNC yang berbasis content di televisi, radio, dan media cetak telah menciptakan media digital in-house yang berfokus
pada
internet,
teknologi
broadband,
komunikasi
wireless,
programming on-demand dan produk interaktif sesuai dengan permintaan. Hal
48
ini meningkatkan kemampuan kami dalam bidang VAS yang berkaitan dengan platform media yang berbeda, baik secara tersendiri maupun secara kolektif. Selain kegiatan bisnis VAS yang dilakukan di Indonesia, MNC juga mengoperasikan bisnis Wireless Value Added Services (WVAS) di Cina melalui Linktone Ltd. Linktone Ltd adalah salah satu penyedia terdepan jasa hiburan interaktif wireless untuk konsumen di Cina. Linktone menyediakan jasa portofolio yang beragam kepada konsumen wireless dan pelanggan korporasi dengan fokus khusus pada media, hiburan dan komunikasi. Jasa-jasa tersebut dipromosikan melalui jaringan distribusi Linktone yang kuat, berbagai wadah layanan yang terintegrasi, dan jalur-jalur marketing sales, serta melalui jaringan operator telekomunikasi selular di Cina Melalui pengembangan in-house dan persekutuan dengan mitra internasional dan merek content lokal, Linktone mengembangkan, membentuk paket, dan mendistribusikan produk-produk yang inovatif serta menarik untuk memaksimalkan kedalaman, kualitas, dan keragaman dari produk-produk yang ditawarkan. Pada bulan Februari 2006 Global TV memulai penyiaran program anakanak Nickelodeon sebanyak delapan jam per hari secara eksklusif di Indonesia. Namun kemajuannnya bidang media, MNC meluncurkan channel MNC News melalui Indovision dan mengakuisisi 75% saham TPI serta meluncurkan channel MNC Entertainment melalui Indovision. Dalam jangka waktu beberapa bulan kemudian, perkembangan MNC terus meningkat
49
dengan diterbitkannya tabloid Realita dan Mom&Kiddie. Tabloid Realita mengangkat cerita tentang pengalaman pribadi selebriti dan tokoh publik. Tabloid Mom&Kiddie berfokus pada informasi dan artikel yang berkaitan dengan ibu, anak, yang mengenai bimbingan dan saran kepada orang tua dalam membesarkan dan mendidik anak. Selanjutnya pada bulan September tahun 2006 MNC BV menerbitkan obligasi (guaranteed secured bonds) senilai 168 juta US$ untuk investor internasional. 4 Media merupakan teknologi terpenting bagi informasi yang berkembang pesat, salah satunya media online. Maka pada awal bulan Maret tahun 2007 MNC meluncurkan media online yang pertama, okezone.com, sebuah situs berita online dan hiburan. Okezone.com diluncurkan pada bulan Maret 2007 sebagai
portal
internet
yang
memberikan
platform
online
untuk
mendistribusikan content berita dan non-berita, termasuk content dari bisnis televisi, radio, dan media cetak yang sudah ada. Okezone.com didirikan untuk memiliki sebuah usaha yang telah berjalan yang dapat dikembangkan seketika jika ada perubahan mendadak pada tren pemakaian media online. Diharapkan melalui okezone.com, MNC dapat meraih keuntungan dari potensi pertumbuhan internet di Indonesia yang pada akhirnya memampukan kami untuk mencapai basis konsumen yang lebih luas dan memberi pilihan media yang lebih luas kepada konsumen kami.
4
Laporan Tahunan Media Nusantara Cipta Tahun 2008
50
Kemudian disusunlah dengan mendirikan saluran program internasional pada bulan April di Jepang melalui IPS Inc, MNC The Indonesian Channel. Trijaya FM Radio Networks juga disiarkan di Jepang (juga melalui IPS Inc), pada bulan Juni MNC membayar US$25 juta dari total obligasi (Eurobond) sebesar US$168 juta pada harga 101%. MNC juga melakukan penawaran saham perdana dan mencatatkan sahamnya di Bursa Efek Indonesia. 5 Di tahun 2007 MNC menandatangani perjanjian dengan Linktone Ltd (NASDAQ:LTON) di bulan November, dimana MNC melalui anak perusahaan miliknya membeli minimal 51% saham Linktone dengan cara penggabungan penawaran tender terhadap American Depository Shares (ADSs) yang beredar dan pembelian harga saham baru. Pada bulan Maret 2008 Sebagai bagian dari strategi distribusi content untuk pasar internasional, MNC telah memulai penyiaran program MNC The Indonesian Channel di Starhub Singapura pada bulan Maret 2008 dan di Timur Tengah dengan potensi pemirsa sekitar 3,5 juta orang Indonesia. Hal ini merupakan tambahan dari layanan penyiaran di Jepang di awal tahun 2007. Serta MNC meluncurkan dua majalah premium yang berfokus pada mode dan gaya hidup dengan nama High End dan High End Teen pada tanggal 7 April 2008. High End Teen memiliki content yang ditargetkan pada kaum remaja. RCTI meraih Best Corporate Image untuk kategori stasiun televisi nasional, dalam IMAC (Indonesia’s Most Admired Companies) 2008 oleh Frontier Consulting dan Majalah Business Week. 5
Laporan Tahunan Media Nusantara Citra, pada Tahun 2009.
51
B. Visi, Misi, dan Tujuan MNC 1. Visi PT. Media Nusantara Citra Untuk menjadi group media dan Multimedia yang terintergrasi yang terfokus pada penyiaran dan isi (content) yang berkualitas dengan pemanfaatan teknologi yang tepat sesuai dengan memenuhi kebutuhan pasar.
2. Misi Media Nusantara Citra Untuk mengantarkan atau memberikan konsep hiburan keluarga yang terlengkap dan sebagai sumber informasi bagi seluruh komunitas atau masyarakat dengan latar belakang pendidikan dan sosial yang berbeda.
3. Tujuan Media Nusantara Citra Media Nusantara Citra didukung oleh manajement yang kuat yang datang dari berbagai macam industri yang saling menguatkan satu sama lain untuk menciptakan tim manajemen yang kuat. Melalui operasi-operasi yang didukung oleh isi produksi, distribusi, jaringan tv nasinaol, saluran-saluran program televisi, surat kabar, tabloid dan jaringan radio. MNC adalah perusahaan media yang terbesar dan terintegrasi di Indonesia. Pengembangan ke depan mencakup pendapatan dan penggabungan dari pembayaran bisnis televisi untuk menglengkapi aktivitas distribusi MNC. Isi dari perpustakaan MNC adalah yang terbesar di Indonesia, yang terdiri dari; hiburan dan berita, yang mana meningkat lebih dari 10000 jam
52
per tahun. Perpustakaan ini merupakan hasil dari akumulasi dari produksiproduksi MNC sumberdaya, dan operasi program multimedia MNC. Sebagai perusahaan media terintegrasi di Indonesia, MNC memiliki dan mengoperasikan stasiun RCTI, TPI, dan Global TV yang merupakan tiga dari sepuluh stasiun televisi swasta nasional Free-To-Air di Indonesia.
C. Struktur Organisasi MNC Di bawah ini adalah struktur organisasi PT. Media Nusantara Citra, Tbk (MNC) yang di pimpin oleh Hary Tanoesoedibjo sebagai Presiden Direktur dan CEO MNC, sebagaimana terlihat dalam struktur organisasi berikut ini: Tabel 1 Struktur Organisasi MNC Tahun 2009 Group CEO Harry Tanoesoedibjo
Investor Relations
Corporate Secretary
William Utama
Gilang Iskandar
Audit Internal Anna Listiana Limena
Direktur Keuangan &
Direktur
Direktur
Operasional
Legal, IT & HR
Sutanto Hartono
Agus Mulyanto
Administrasi Umum Oerianto Guyadi
Direktur Strategi Korporasi & Pengembangan Bisnis Muliawan Pahala Guptha
53
D. Struktur Bisnis Perusahaan MNC Group 6
E. Logo Perusahaan MNC
6
http://www.mnc.co.id/cms/headline.php, di akses pada tanggal 23 April 2010.
54
Bentuk logo segi empat dengan teks MNC secara keseluruhan membentuk sebuah anak panah yang bergerak dinamis ke depan yang menggambarkan MNC sebagai perusahaan yang memiliki visi yang selalu kedepan. Empat warna kotak yang dominan menggambarkan keragaman, kedinamisan dan kesolidan dari semua bisnis dengan lingkaran putih ditengah yang menggabungkan semua kotak tersebut sebagai gambaran Media Nusantara Citra (MNC) adalah holding company yang mengintegrasi dan mensinergikan perusahan yang dinaungi. 7 Cahaya yang muncul dari tengah menggambarkan sinergi yang membuat semua kotak menyatu adalah sebagai gambaran semangat dari Media Nusantara Citra (MNC) dalam menjalankan bisnis di masa sekarang dan mendatang. Bentuk huruf MNC memiliki keunikan tersendiri karena mengakomodasi nilai kesolidan dan kekokohan MNC sebagai holding company dalam menjalankan bisnisnya secara profesional.
7
Laporan Tahunan Media Nusantara Citra, Tahun 2009. h 5.
BAB IV TEMUAN DATA DAN ANALISIS
Kebijakan peraturan media penyiaran merupakan suatu keputusan yang dibuat bersama-sama oleh pemerintah dan masyarakat yang isinya mengatur media agar memberikan kontrubusi yang baik kepada khalayak. Kebijakan media mengatur bagaimana penggunaan media oleh pemerintah dan masyarakat dalam berbagai kepentingan, terutama mengenai isu yang sedang menjadi perhatian atau yang tengah diangkat. Namun seiring banyaknya informasi yang disuguhkan oleh media, semakin banyak pula kebutuhan masyarakat untuk mengetahui situasi dan kondisi dunia di luar sana, media massa mampu mempresentasikan dirinya sebagai salah satu kebutuhan masyarakat, dan saat ini media massa telah menjadi sebuah industri yang sangat berkembang, korporasi-korporasi media telah terbentuk. Dalam perkembangannya, banyak korporasi-korporasi media ini yang melakukan kerjasama, bahkan hingga level penggabungan perusahaan, dan membentuk sebuah kartel komunikasi raksasa, menurut penulis inilah posisi yang tengah dialami oleh Media Nusantara Citra Grup. Karena jika kita lihat sebelumnya, MNC Grup adalah bukan perusahaan penyiaran yang besar pada awal kelahirannya di ruang publik, akan tetapi sebuah grup yang mengikuti kepada Grup Bimantara, sebuah grup besar milik salah satu anak penguasa Orde Baru, yaitu Bambang Triatmodjo.
55
56
Namun kini MNC telah menjadi sebuah perusahaan yang sangat besar yang bergerak dalam bidang bisnis penyiaran dan bisnis produksi program, distribusi program dan saluran televisi terestrial, saluran program televisi, surat kabar, tabloid dan jaringan radio. Perusahaan ini boleh dikatakan sebagai perusahaan media yang terintegrasi secara raksasa. Sebagai perusahaan media penyiaran raksasa, sangat mustahil bila MNC sama sekali tidak terlibat arus politik nasional, karena dalam sejarahnya pers selalu memiliki hubungan yang erat dengan arus politik, baik nasional maupun global. Dalam penelitian inilah penulis berusaha melakukan analisa-analisa yang mengarah pada hubungan erat antara MNC dan ekonomi-politik. Teori ekonomi-politik vincent mosco dalam hal ini adalah salah satu teori yang dianggap penulis tepat untuk digunakan pisau analisa dalam penulisan skripsi ini, tentunya dengan beberapa alasan yang mengacu pada pengembangan pasar media.
A. Analisa Komodifikasi Media Nusantara Citra Komodifikasi adalah yakni mengubah makna dari sistim fakta atau data yang merupakan pemanfaatan isi media di lihat dari kegunaannya sebagai komoditi yang dapat dipasarkan. 1 Dengan demikian para produsen media mengubahnya menjadi sesuatu yang layak untuk dipasarkan, seperti halnya olah raga, musik, sinetron, atau tepatnya pertandingan sepak bola yang ada di dunia, kini telah menjadi barang komersilisasi oleh perusahaan penyiaran.
1
Vincent Mosco, The Political Economy of Communication, (London: SAGE Publication, 1996), h. 141- 245.
57
Tiga jaringan siaran TV Nasional yang MNC miliki mempunyai peranan penting dalam industri televisi nasional. Melalui ketiga TV swasta nasional MNC yaitu RCTI, TPI dan Global TV, per 31 Desember 2009, MNC mencapai total pangsa pemirsa sebesar 35% dan total pangsa belanja iklan kotor sebesar 34% (sumber: Nielsen Research). Pemirsa yang tersegmentasi telah meningkatkan efektifitas kampanye pemasaran televisi. Hal ini memberikan keyakinan bagi para pemasang iklan untuk mendapatkan nilai tambah atas anggaran iklan yang mereka alokasikan dalam pemasangan iklan di RCTI, TPI dan Global TV.
58
TOP 10 PROGRAM - RCTI, TPI, GLOBAL TV, Target Penonton (5 Tahun teratas) yang diambil dari 10 Kota, Januari - Desember 2009
Analisis
:
Program
Periode
:
01/01/2009 - 31/12/2009;
Stasiun TV
:
RCTI; TPI; GLOBAL TV;
Waktu
:
02.00.00 - 25.59.59 (SMTWTFs);
Sasaran
:
Jakarta; Surabaya; Medan; Semarang; Bandung;
Makassar;
Yogyakarta;
Palembang; Denpasar; Banjarmasin; Target Penonton
:
Usia 5 Tahun Ke Atas;
Total Penonton
:
46,719,474 Penonton
Saluran
Program
Jenis Program
Nilai Rata-rata
Rating
Penonton
Jumlah Penonton
dalam Ribuan
(in%)*
(%)
Acara Pilihan
5,023
10.8
40.2
Acara Pilihan
4,285
9.2
27.6
3,634
7.8
23.5
3,454
7.4
27.3
Televisi PUBLICITY STUNT RCTI LIMBAD SPC 20 THE MASTER PREDIKSI PILPRES IN AFC 2011 Olah Raga : ACQ:INDONESIA VS Pertandingan AU(L) AFC ACQ:INDONESIA
Olah Raga :
VS KUWAIT(L)
Pertandingan
59
Hiburan : DANGDUT NEVER DIES
TPI
2,331
5.0
21.1
Hiburan :Musik
2,104
4.5
16.4
Film :Drama
1,961
4.2
15.2
Film :Drama
1,886
4.0
1,533
3.3
12.2
1,492
3.2
12.4
Musik MELODI CINTA SATRIA BERGITAR SARAS & BUAYA EMAS SAKTI ASAL MULA DANAU
15.1
RANU GRATI FIFA CC:SPAIN VS
Olah Raga
IRAQ(L)
:Pertandingan
FIFA CC:BRAZIL VS
Olah Raga :
GLOBAL
TV EGYPT(L)
Pertandingan
Source : Nielsen Audence Measurement
60
MNC yang memiliki tiga stasiun televisi swasta, yang berusaha untuk meminimalkan penyiaran dengan mengambil laba yang besar, contoh sebagai berikut: 1. Rajawali Citra Televisi Indonesia (RCTI) Konglomerasi kepemilikan media di Indonesia lebih didorong oleh persaingan dalam perebutan iklan serta efisiensi produksi. Sebagai hasilnya, RCTI tetap mempertahankan posisi nomor satu dengan rata-rata pangsa
pemirsa
sebesar
18-20% 2 .
Bahwa
kekuatan
ini
dapat
meminimalisir penyiaran sebagai bentuk suatu upaya pemanfaatan, dimana
memanfaatkan
platform
media
yang
terintegrasi
untuk
meningkatkan nilai produk atau menciptakan produk dan layanan baru. Daya saing Induk Jaringan (RCTI) dalam industri pertelevisian nasional, yaitu memimpin perolehan audience share, jangkauan siaran terluas, program unggulan dengan rating dan share tertinggi, kinerja program In-House (Produksi dan Redaksi) unggul dibanding kompetitor, memiliki program spesial terdepan, dan Menjadi trendsetter bagi industri televisi. 3 Dari tabel diatas, maka RCTI mempunyai beberapa Program unggulan yang ratingnya berada diatas dari pada program-program lainnya yang di bawah naungan MNC yaitu “Publicity Stunt Limbad spc 20”, “The Master
2
Laporan Tahunan Media Nusantara Citra, Tahun 2009. Presentasi Evaluasi Dengar Pendapat RCTI Satu Dengan KPID Jawa Barat, (Bandung, 23 Desember 2009), Tahun 2009. 3
61
Prediksi Pilpres In”, Afc 2011 Acq:Indonesia vs Au (L)”, dan “Afc Acq:Indonesia vs Kuwait (L)”. Beberapa program televisi RCTI yang ada salah satu stasiun televisi yang pernah menayangkan Liga Indonesia, Piala Dunia Afrika yang disiarkan langsung pada tiga saluran televisi yaitu RCTI, Global TV, dan TPI. Kondisinya yang wajar untuk saat ini apabila RCTI dan beberapa stasiun televisi yang di bawah naungan MNC berani menyiarkan pertandingan sepak bola internasional, selain memiliki pendanaan yang cukup kuat, juga di tunjang sponsorship yang memadai, selain itu juga ada pemasukan yang dihasilkan dari sistem polling SMS yang cukup menunjang. Sistem polling SMS lah yang kemudian di sebut oleh Golding dan Murdoch adalah komodifikasi intrinsik atau komodifikasi isi. Komodifikasi Intrinsik yakni proses pengubahan pesan ke dalam sistem makna dalam wujud produk yang dapat dipasarkan seperti paket produk yang dipasarkan oleh media.
Tabel 3 5 TOP PROGRAM DENGAN PENGELUARAN OLEH IKLAN – RCTI; Target Penonton (5 Tahun teratas) yang diambil dari 10 kota, Januari - Desember 2009
No.
Program
Harga
Ranking
1
CINTA DAN ANUGRAH
Rp. 310,544,260
20,88
2
DAHSYAT
Rp. 293,150,100
30,039
3
SILET
Rp. 214,226,400
25,101
62
4
DEWI
Rp. 147,940,000
9,486
5
SEPUTAR INDONESIA PAGI
Rp. 134,098,400
21,475
Source : Nielsen Audence Measurement
Dalam hal ini RCTI menjadi nomor satu pada tahun 2009 mempunyai program yang menjadi andalan dari MNC yaitu diantaranya seperti “Cinta dan Anugrah”, “Dahsyat”, “Silet”, “Dewi”, dan “Seputar Indonesia Pagi”. Menurut Gilang Iskandar sebagai Corporate Secretary MNC dalam meningkatkan kekuatan industri penyiaran, yaitu: 4 “Sebagai perusahaan media terintegrasi di Indonesia, MNC memiliki dan mengoperasikan stasiun RCTI, TPI, dan Global TV yang merupakan tiga dari sepuluh stasiun televisi swasta nasional Free-To-Air di Indonesia. Serta memiliki platform media terlengkap, dan jaringan media terbesar seperti TV, Radio, Koran, Majalah, Tabloid, dan Portal atau (Online) yang memberikan basis yang kuat untuk mengambil manfaat dari pesatnya prospek pertumbuhan periklanan di Indonesia. Perusahaan media massa terbesar di Indonesia dan satusatunya penyedia media yang terintegrasi dengan berbagai platform media yang saling mendukung. Seperti: Content library yang luas dan bertumbuh yang dapat digunakan pada berbagai platform media serta didistribusikan kepada pihak ketiga, memiliki sejarah yang baik sebagai penyedia program televisi yang menarik bagi pemirsa, dan manajemen yang tangguh dan terbukti sukses.” Seperti yang kita lihat pagi, berbagai program acara musik, yang menghadirkan berbagai anak band, dimulai dari yang paling gaul hingga yang paling jadul, selalu menghiasi layar televisi kita, RCTI adalah salah satu stasiun televisi yang selalu eksis menghibur pemirsa, baik di layar kaca, maupun di tempat lokasi. Yaitu dengan programnya yang bernama 4
Gilang Iskandar, Hasil Wawancara Dengan Corporate Secretary MNC, (Jakarta, 18 Februari 2010).
63
“Dahsyat”, yang berhasil meraih penghargaan “Panasonic Award” pada tahun 2009 berdasarkan kategori acara musik terfavorit dengan berhasil menyingkirkan saingannya dari stasiun televisi lainnya yang di luar naungan MNC. Dengan perolehan rating tertinggi tersebut, sudah barang tentu penulis melihatnya dari kacamata analisa komoditas cibernetik. Dengan hadirnya acara-acara tersebut tanpa kita sadari secara langsung, telah memberikan sumbangsih yang cukup besar dalam arus musik tanah air. Hasilnya adalah bukan kualitas dari para band tersebut yang diutamakan, akan tetapi panggung yang selalu dipenuhi kawula muda yang hanya ingin tenar dan masuk televisi saja. Namun terlepas dari semua itu, penulis melihat hal tersebut berdasarkan azas pemanfaatan komodifikasi yang ada.
2. Global TV Konsentrasi dan konglomerasi memiliki implikasi yang serius pada isi media. Sedangkan konglomerasi global lebih dimotifi oleh kapitalisasi informasi, sehingga penekanan pada “bisnis informasi” menjadi sangat dominan. Media tidak hanya sebagai penayang, tetapi juga pemasok informasi atau isi tayangan ke media-media lain. Dengan demikian, iklan tidak menjadi “panglima” bisnis, tetapi informasi-lah yang menjadi panglimanya. Mereka menjual hak siar di mana-mana dan menghasilkan keuntungan yang berlipat ganda. Dari tabel 2 di atas, maka Global TV mempunyai beberapa Program unggulan yang ratingnya berada di nomor tiga dari pada program-program
64
lainnya yang di bawah naungan MNC yaitu “FIFA CC: Spain VS Iraq (L)”, dan “FIFA CC: Brazil VS Egypt (L)” Global TV mempunyai tujuan memperluas cakupannya untuk melayani dalam penyiaran yang bernuansa kebutuhan anak muda, keluarga muda,dan profesional muda dengan penghasilan menengah keatas dalam kategori ABC 5-39. Tabel 4 5 TOP PROGRAM DENGAN PENGELUARAN OLEH IKLAN – GLOBAL TV; Target Penonton (5 Tahun teratas) yang diambil dari 10 kota , Januari - Desember 2009
No. No.
Program
Harga Kedudukan
SPONGEBOB 1
SQUAREPANTS
Rp. 254,776,100
34,016
2
MTV AMPUH
Rp. 120,854,600
12,505
Rp. 103,911,200
10,731
ABDEL & TEMON BUKAN 3
SUPERSTAR(R) ABDEL&TEMON BUKAN
4
SUPERSTAR
Rp. 103,113,100
9,352
5
OBSESI
Rp. 90,575,600
11,699
Source : Nielsen Audence Measurement
Dalam hal ini GLOBAL TV menjadi nomor tiga pada tahun 2009 mempunyai program yang menjadi andalan dari MNC yaitu di antaranya
65
seperti “Spongebob Squarepants”, “MTV Ampuh”, “Abdel&Temon Bukan Superstar (R)”, “Abdel&Temon Bukan Superstar” dan “Obsesi”. Dengan demikian, industri televisi dengan didorong oleh suatu keinginan komersial untuk menarik pemasang iklan atau sponsorship. Industri ini bermaksud mengemas khalayak yang kemudian menjual khalayak ini ke para pemasang iklan, dengan demikian terjadi sebuah hunbungan yang saling menguntungkan antara industri televisi dengan pemasang iklan dengan menjual khalayak, dan khalayak yang kondisinya saat ini tengah pada posisi profesi yang berusaha menghasilkan nominasi dan pundi-pundi berdasarkan jumlah pemirsa 5 . Hasil wawancara penulis dengan bapak Gilang Iskandar sebagai Secretary Corporate MNC bahwa untungnya bagi suatu media yang bekerjasama di bawah naungan MNC, yaitu: 6 “Sumber daya yang ada seperti materi program, SDM, peralatan, studio, dan lain-lain. Yang bisa disinergikan atau digunakan bersama sehingga biaya bisa lebih efisien dan efektif. Faktor pendukungnya adalah adanya kebutuhan konsumen (Needs) dan prospek bisnis atau peluang usaha.”
Namun, Media massa mempunyai tugas yaitu sebagai institusi politik artinya sebagi jalan meraih sebuah kekuaan (power), yang akan membawa kecerdasan, kesejahteraan masyarakat, penyalur aspirasi masyarakat serta alat kontrol masyarakat terhadap pemerintah.
5
Efendi Ghazali, Fundamentalisme Pasar dan Kontruksi Sosial Industri Penyiaran: Kerangka Teori Mengamati Pertarungan Di Sektor Penyiaran (jakarta: Fisip UI, 2003), h 34. 6 Gilang Iskandar, Hasil Wawancara Dengan Corporate Secretary MNC, (Jakarta, 18 Februari 2010).
66
3. TPI Televisi swasta nasional yang berdiri pada tahun 1991 ini tercermin pada slogan yaitu “ Makin Indonesia Makin Asik Aja”. Hal ini seolah menegaskan bahwa TPI adalah stasiun yang program-programnya mencerminkan rakyat Indonesia dan memang dirasakan dekat dengan kultur masyarakat Indonesia. Pengaruh atau dampak yang dihadapi TPI dalam perkembangan usaha medianya di dalam kepemilikan MNC pada tahun 2009 mengalami sedikit penurunan terutama pada kuartal keempat 2009, sehubungan dengan adanya kasus litigasi. Wawancara penulis dengan bapak Gilang Iskandar sebagai Secretary Corporate MNC tentang masalah TPI pada tahun 2009 untungnya dampak bagi suatu media yang bekerjasama di bawah naungan MNC, yaitu: 7 “Dampak yang dihadapi oleh TPI dan perusahaan di bawah naungan MNC tidak terlalu signifikan karena kegiatan bisnis terus berjalan. Untuk menanggulanginya yaitu dengan di bentuk tim khusus untuk menangani suatu permasalahan yang terjadi pada saat itu.” Kepemilikan media, bukan hanya berurusan dengan persoalan produk, tetapi berkaitan dengan bagaimana lanskap sosial, pencitraan, berita, pesan dan kata-kata dikontrol, dan disosialisasikan ada masyarakat. Jika mengacu pada Jurgen Habemas menyatakan media massa sesungguhnya adalah sebuah Public Sphere yang semestinya dijaga dari berbagai pengaruh yang tidak sesuai dengan iklim demokrasi. Dalam artian media 7
Gilang Iskandar, Hasil Wawancara Dengan Corporate Secretary MNC, (Jakarta, 18 Februari 2010).
67
selayaknya menjadi tempat penawaran berbagai gagasan sebagaimana setiap konsep pasar, yang mana hanya ide terbaik sajalah yang pantas dijual dan ditawarkan.
Tabel 5 5 TOP PROGRAM DENGAN PENGELUARAN OLEH IKLAN – TPI; Target Penonton (5 Tahun teratas) yang diambil dari 10 kota , Januari - Desember 2009 No. No.
Program
Harga Kedudukan
1
RONALDOWATI BABAK 2
Rp. 114,407,400
7,371
2
NINJA WARRIOR
Rp. 108,791,800
9,582
3
CERITA
Rp. 86,668,100
10,282
4
1001 CERITA
Rp. 76,518,000
8,516
5
BEN 7
Rp. 74,573,600
5,077
Source : Nielsen Audence Measurement
Dalam hal ini TPI menjadi nomor dua pada tahun 2009 mempunyai program yang menjadi andalan dari MNC yaitu diantaranya seperti “Ronaldowati Babak 2”, “Ninja Warrior”, “Cerita”, “1001 Cerita” dan “Ben 7”. Sebuah pendapat menarik datang dari Dedy Mulyana, Dosen Fakultas Komunikasi Universitas Padjajaran tentang perlu tidaknya larangan cross ownership di media massa. Menurut Dedy, pengaturan cross ownership masuk akal ditinjau dari aspek ekonomi. Melarang cross ownership media massa oleh satu kekuatan modal, diperlukan bagi masyarakat Indonesia
68
yang disparitas ekonomi dan tingkat pendidikannya sangat tinggi. Pelarangan cross ownership media massa justru akan melindungi masyarakat dan kebebasan pers dari sisi politik, ekonomi, dan etika. 8 Bagaimana tidak, banyak kenyataan-kenyataan yang terjadi di lapangan yang seharusnya menjadi berita krusial bagi masyaakat namun output yang dihasilkan dan diketahui, didengar, dan ditonton oleh masyarakat tidaklah sesuai kenyataan yang terjadi di lapangan, hal ini tentunya
sangat
merugikan
khalayak
media.
Konsentrasi
dan
Konglomerisasi media tentunya sangat tidak menguntungkan karena khalayak butuh berita asli bukan berita yang sudah ‘dikebiri’.
B. Analisa Spasialisasi Media Nusantara Citra Spasialisasi adalah bentuk perluasan usaha oleh perusahaan media. Dalam bahasa politik, adalah ekspansi dan akuisisi, sepertri yang dilakukan oleh MNC. Karena seperti yang kita tahu, PT Bhkati Investama adalah cikal-bakal dari lahirnya MNC, PT Bhakti Investama yang didirikan pada tahun 1982, dalam waktu setahun perusahaan ini mampu mengakuisisi PT Bimantara Citra Tbk, lalu dengan semangat bisnis yang tinggi pada tahun 1989 perusahaan ini dengan berani mendirikan stasiun televisi swasta pertama di Indonesia yang di beri nama RCTI, lalu beberapa media cetak mulai bergabung, dilanjutkaan
8 http://www.hukumonline.com/berita/baca/hol3355/font-size1-colorff0000bkepemilikansilang-di-media-penyiaran-bfontbr-kebebasan-pers--atau-ancaman-demokrasi, di akses pada tanggal 5 April 2010.
69
pada tahun berikutnya dengan bergabungnya beberapa media penyiaran suara atau radio, seperti ARH Global dan Women Radio, dan pada tahun 1997, atas permintaan Viacom Indonesia dan Bhakti Investama, dengan menghimpunnya semua perusahaan yang di mulai pada tahun 1987, maka pada tahun 1991 dari hasil dihimpunnya beberapa perusahaan tersebut maka berdirilah Media Nusantara Citra (MNC Grup). Dengan mengkonsentrasikan seluruh program dan kegiatannya pada satu jalur, yaitu media 9 . Berikut ini adalah macam-macam perusahaan yang berada di bawah naungan Media Nusantara Citra, yaitu: 1. Broadcasting Media Di bawah ini adalah struktur bagan perusahaan Broadcasting Media di bawah naungan Media Nusantara Citra yang membawahi TV dan Radio, yaitu:
Gambar 1
9
Berdasarkan data yang penulis rangkum dari hasil wawancara penulis dengan pihak MNC.
70
Struktur Bagan MNC Broadcast Media
PT Media Nusantara Citra, Tbk (MNC) yang dimiliki Hary Tanoesoedibjo yang membawahi perusahaan yang menaungi beberapa stasiun TV dan Radio ternama di Indonesia. Stasiun TV seperti, RCTI (PT Rajawali Citra Televisi Indonesia), TPI (PT Cipta Televisi Pendidikan Indonesia), Global TV (PT Global Informasi Bermutu), dan SUN TV (Sun Televisi Network). Adapun Radio yang di bawah naungan MNC Networks seperti, Trijaya Networks, Radio Dangdut TPI, Women Radio, dan Globalradio ARH. 10 Di bawah ini adalah beberapa perusahaan Broadcasting Media yang memiliki kepemilikan saham di bawah naungan Media Nusantara Citra, antara lain: 10
PT. Media Nusantara Citra Tbk, Annual Report, tahun 2008.
71
Tabel 6 Kepemilikan Saham Broadcasting Media
No
Nama Broadcasting Media
Kepemilikan Saham MNC
1
RCTI
100% kepemilikan MNC
2
TPI
75% kepemilikan MNC
3
Global TV
100% kepemilikan MNC
Di bawah ini adalah beberapa perusahaan media penyiaran Radio di bawah naungan MNC Networks yang memiliki kepemilikan saham dibawah naungan Media Nusantara Citra, antara lain: Tabel 7 Kepemilikan Saham Radio Networks
No
Nama Radio
Kepemilikan Saham MNC
1
Trijaya Networks
95% kepemilikan MNC
2
Radio Dangdut TPI
95% kepemilikan MNC
3
Women Radio
95% kepemilikan MNC
4
Globalradio ARH
95% kepemilikan MNC
Dan pada saat ini, MNC juga berusaha mengembangkan perluasan usahanya pada wilayah yang lebih global, dengan mengikuti jejak seorang pengusaha Sudwikatmono dengan perusahaannya Subentra Grup, dalam pengembangan usaha produksi film layar lebar melalui akses jaringan bioskop 21 yang tersebar hampir di seluruh kota besar yang berada di
72
Indonesia. Beraneka ragam film Indonesia, dari mulai kategori film horor, film yang bernuansa religi, drama percintaan, juga yang agak action hasil olahan sutradara yang dimiliki MNC mulai sibuk memasuki bioskopbioskop besar di tanah air. Dalam hal ini, penulis menganalisa spasialisasi adalah sejumlah pelaku konglomerat yang menanamkan sahamnya pada tumbuhnya kelompok (Grup) perusahaan dalam satu tangan, karena dengan banyaknya modal yang dimiliki perorangan dalam hal ini, sebuah perusahaan mampu mengakuisisi perusahaan lain, baik yang dengan sengaja melakukan kerjasama atau pun penggabungan perusahaannya ke dalam perusahaan yang telah besar dari mulai lahirnya, atau pun yang perusahaan yang dalam masalah, dalam kasus ini TPI misalnya yang pada tahun
2006
mengalami
kesulitan
keuangan
di
dalamnya,
demi
menyelamatkan sebuah stasiun televisi tersebut dari pihak manager melakukan penjualan saham kepada MNC11 . Oleh karena itu, dalam hal ini penulis mengasumsikan analisa spasialisasi pada kepemilikan modal, sehingga membentuk suatu kata yang kemudian menjadi judul besar dalam skripsi ini, yaitu konglomerasi. Kiat MNC untuk masuk ke industri radio adalah untuk memberikan solusi iklan media yang menyeluruh kepada pengiklan dan radio adalah pelengkap untuk TV dan usaha koran MNC.
2. Print Media
11. Veranika Kusuma, Konglomerasi Media Dalam Grup MNC, dalam situs http://fordiletante.wordpress.com/2008/01/29/konglomerasi-media-dalam-grup-mnc-medianusantara-citra/ diakses pada tanggal 23 Maret 2020, dan di ekspos pada tanggal 29 Januari 2008.
73
Ini adalah struktur bagan perusahaan Print Media di bawah naungan Media Nusantara Citra yang membawahi Newspaper, Tabloid dan Magazine, yaitu: Gambar 2. Struktur Bagan MNC Print Media
PT Media Nusantara Citra, Tbk (MNC) ini membawahi perusahaan yang menaungi Newspaper (MNI) seperti, Seputar Indonesia (Nasional dan Regional). Dalam bidang Tabloid (MNI Global) seperti, Tabloid Genie, Tabloid Mom&Kiddie, dan Tabloid Realita. Dalam bidang Magazine seperti, MNI Publishing, MNI Entertainment, HighEnd, dan HighEndteen. 12 Di bawah ini adalah beberapa perusahaan Print Media yang memiliki kepemilikan saham dibawah naungan Media Nusantara Citra, antara lain:
12
Laporan Tahunan Media Nusantara Citra 2009.
74
Tabel 8 Kepemilikan Saham Print Media
No
Nama Print Media
Kepemilikan Saham MNC
1
Seputar Indonesia
100% kepemilikan MNC
2
Tabloid Genie
100% kepemilikan MNC
3
Tabloid Mom&Kiddie
100% kepemilikan MNC
4
Tabloid Realita
100% kepemilikan MNC
5
MNI Publishing
75% kepemilikan MNC
6
MNI Entertainment
80% kepemilikan MNC
7
HighEnd
80% kepemilikan MNC
8
HighEndteen
80% kepemilikan MNC
Dalam hal ini juga, penulis MNC dalam melakukan ekspansi dan akuisisi dalam bidang media, karena selain tujuan MNC adalah meningkatkan mutu dan kualitas berbagai macam program, juga melakukan perluasan wilayah dalam bidang media, baik dengan mendirikan perusahaan dan industri baru dalam bidang yang sama, maupun berusaha menyelamatkan media lain dengan membeli beberapa persen saham yang di miliki perusahaan tersebut.
3. Value Added Services Ini adalah struktur bagan perusahaan Print Media di bawah naungan Media Nusantara Citra yang membawahi Value Added Services, yaitu:
75
Gambar 3 Struktur Bagan MNC Value Added Services
PT Media Nusantara Citra, Tbk (MNC) ini membawahi perusahaan yang menaungi Value Added Services seperti, VAS & Mobile Games, Linktone Ltd, dan Letang Game Ltd. Di bawah ini adalah beberapa perusahaan Value Added Services yang memiliki kepemilikan saham dibawah naungan Media Nusantara Citra, antara lain: Tabel 9 Kepemilikan Saham Value Added Services
No
Nama Print Media
Kepemilikan Saham MNC
1
VAS & Mobile Games
100% kepemilikan MNC
2
Linktone Ltd
95% kepemilikan MNC
76
3
Letang Game Ltd
95% kepemilikan MNC
Linktone Ltd ialah suatu perusahaan yang bergerak dalam bidang bisnis nilai tambah seperti content provider dan SMS. Linktone Ltd adalah salah satu penyedia terdepan jasa hiburan interaktif wireless untuk konsumen di Cina. Pada bulan Januari 2006 MNC memulai operasi dalam bisnis Value Added Services. MNC terus mengembangkan content yang dapat diterapkan di seluruh platform bisnisnya. Bisnis MNC yang berbasis content di televisi, radio, dan media cetak telah menciptakan media digital in-house yang berfokus pada internet, teknologi broadband, komunikasi wireless, programming ondemand dan produk interaktif sesuai dengan permintaan. Hal ini meningkatkan kemampuan kami dalam bidang VAS yang berkaitan dengan platform media yang berbeda, baik secara tersendiri maupun secara kolektif. Selain kegiatan bisnis VAS yang dilakukan di Indonesia, MNC juga mengoperasikan bisnis Wireless Value Added Services (WVAS) di Cina melalui Linktone Ltd.
4. Agency & Content Production Ini adalah struktur bagan perusahaan Print Media di bawah naungan Media Nusantara Citra yang membawahi Agency & Content Production, yaitu:
77
Gambar 4 Struktur Bagan MNC Agency & Content Production
PT Media Nusantara Citra, Tbk (MNC) ini membawahi perusahaan yang menaungi Agency & Content Production seperti, Production House, MNC Picture, Creative & Talent Agency, Cross Media International (CMI) 100% kepemilikan MNC, dan Star Media Nusantara (SMN) 70% kepemilikan MNC. 13 Di bawah ini adalah beberapa perusahaan Agency & Content Production yang memiliki kepemilikan saham dibawah naungan Media Nusantara Citra, antara lain: Tabel 10 Kepemilikan Saham Agency & Content Production
13
Laporan Tahunan Media Nusantara Citra, Tahun 2009.
78
No
Nama Print Media
Kepemilikan Saham MNC
1
Production House
100% kepemilikan MNC
2
MNC Picture
100% kepemilikan MNC
3
Creative & Talent Agency
100% kepemilikan MNC
4
Cross Media International (CMI)
100% kepemilikan MNC
5
Star Media Nusantara (SMN)
70% kepemilikan MNC
Integrasi keseluruhan platfrom media pada tahun 2009, menurut Hary Tanoesoedibjo sebagai CEO Media Nusantara Citra dalam meningkatkan rencana dan strategi tersebut adalah “Integrasi Menyeluruh Berbagai Platform Media” untuk mendapatkan keunggulan penuh dari konsolidasi dan sinergi dan mencapai pertumbuhan bisnis yang berkelanjutan untuk hasil jangka panjang. 14 MNC telah membentuk Star Media Nusantara (SMN) yang bertanggung jawab untuk mengindentifikasi, mengikat, mempromosikan, dan mengelola artis-artis berbakat untuk menjadi generasi bintang berikutnya dalam dunia hiburan. Posisi MNC sebagai perusahaan media terpadu yang terkemuka memungkinkan Perseroan untuk menawarkan kepada artis-artis kami sebuah eksposur yang besar melalui kekuatan di tiga stasiun siaran TV nasional, selain peluang-peluang signifikan untuk mengembangkan karier di berbagai media melalui TV, radio, dan media cetak. Saat ini SMN mengelola lebih dari 70 artis yang berasal dari juara
14
Laporan Tahunan Media Nusantara Citra tahun 2008, h. 33.
79
dan finalis dari Indonesian Idol, KDI, Miss Indonesia, MTV VJ Hunt, Idola Cilik, Star Teen, serta berbagai bintang akting drama serial.
C. Analisa Strukturasi Media Nusantara Citra Strukturasi adalah proses penyeimbangan kecenderungan, jika dalam proses ekonomi-politik media, fungsinya untuk menggambarkan struktur lembaga bisnis, dan setiap individu agar berusaha menggambarkan ide dan kreativitasnya berdasarkan hubungan sosial dan berdasarkan peranan dalam bidangnya. jika membaca teorinya Mosco tentang analisa strukturalisme ini, seolah penulis ditarik pada wilayah sosiologi yang menggambarkan strata sosial setiap individu, karena karakteristik pada analisa ini terletak pada kekuatan yang diberikan pada perubahan sosial. Artinya dalam hal ini, setiap media apapun, termasuk MNC harus bisa mengetahui keadaan yang ada pada masyarakat, baik dari segi ekonomi, budaya maupun politik. Oleh karena itu, MNC dalam hal ini juga harus bisa membagi konsentrasinya kepada pasar (konsumen, penonton), agar dapat mengatur startegi perusahaan dalam melakukan penyiaran dan agenda program yang lainnya, untuk meraih keberhasilan. Dengan tidak serta merta memaksakan kehendak sebuah siaran atau program kepada pasar, artinya MNC harus mengetahui minat dan kemauan pasar dalam hal ini, hal ini sangatlah penting dilakukan, selain memperkuat posisi saham MNC di kancah bursa saham, juga memperoleh rating yang tinggi dari pemirsa. Biasanya, kondisi yang terjadi pada perusahaan media besar adalah berusaha menampilkan siaran-siaran
80
yang konsep dan pengeluaran dananya tinggi, namun perjalannnya, justru kurang diminati oleh pasar. Tentunya hal ini sangat tidak diinginkan oleh semua kalangan industri televisi, MNC khususnya. Seperti contoh kasus adalah program-program realiti show, baik dari kisah percintaan, masalah keluarga, atau yang lainnya, yang sifatnya hanya memberikan gambaran kepada masyarakat tentang aib seseorang atau sebuah keluarga. Tentu saja hal ini kurang diminati oleh pemirsa, karena tak ada satu pun manusia yang aibnya tiba-tiba diketahui oleh publik. Kajian mengenai analisa strukturasi sangat berkaitan erat dengan organisasi manajemen media yang berorientasi pada structural determination berpijak pada teori pluralisme liberal, yang kemudian dikembangkan dalam strukturasi. Dalam perspektif teori pluralisme liberal, pekerja media bukan budak ideologi dominan dan kelas berkuasa. Demikian juga manajemen media bukanlah sebuah organisasi yang tunduk pada kepentingan pemilik media atau kelas dominan yang berkuasa. Teori yang banyak dianut oleh media di dunia Barat secara ”resmi” ini mengasumsikan media sebagai entitas yang terpisah dalam manajemen dari pemilik modal. Pada titik inilah kemudian teori pluralisme liberal sering mendapat kritik, terutama dari penganut pandangan kritis. Sebuah prestasi yang gemilang bagi MNC, adalah ketika mampu membaca selera pemirsa Indonesia, hasilnya adalah seluruh jaringan televisi yang dibawah naungan MNC semakin diminati oleh pemirsa atau pasar. Dengan bukti, semakin banyaknya penghargaan yang diperoleh industri
81
televisi yang dibawah asuhan MNC. Artinya MNC sebagai konglomerasi media massa mampu menepis kritik sosial budaya yang berkembang, jika banyak kalangan pengamat media yang mengatakan bahwa MNC adalah konglomerasi, dan jika konglomerasi hanya mementingkan keuntungan dan bisnis semata, tanpa melihat dampak dari masyarakat, jika demikian sama dengan dengan kapitalisme. Namun hal tersebut mampu di tepis oleh pihak MNC, terlebih lagi dengan adanya program-program yang sifatnya membantu (secara finansial) kaum pinggiran, program “Minta Tolong” dan “Bedah Rumah” adalah sejumlah program penyiaran yang setidak sudah membantu dan berpartisipasi kaum miskin dimanapun tempatnya. Oleh karena itu, tidak sepenuhnya benar apabila MNC dikatakan hanya mementingkan bisnis saja. 15 Media elektronik memainkan suatu peran yang amat vital dalam interaksi kontemporer yang telah ditetapkan oleh peraturan. Dalam teori demokrasi modern, kebebasan pers dan peranan media selalu dianggap sebagai sebuah indikator demokrasi, dalam semboyan demokrasi dinyatakan, tidak akan ada demokrasi tanpa kebebasan pers. Pengalaman demokrasi di negara maju menunjukkan bahwa demokrasi hanya mungkin jika terdapat persaingan politik yang di dukung oleh aliran informasi yang bebas 16 . Yaitu, para pemilik modal di perusahaan media, ancaman yang terakhir ini bukan saja ancaman terhadap pekerja industri penyiaran, akan tetapi sekaligus merupakan ancaman terhadap kematangan demokrasi itu sendiri, isi media, informasi, dan beberapa
15 Sen, Krishna dan David T. Hill, Media, Budaya dan Politik di Indonesia,(Jakarta: ISAI, 2001), bab 4. Televisi:Lintas Batas, Transmisi dan Citra Lokal. 16 James Lull, Media, Komunikasi, Kebudayaan, Suatu Pendekatan Global, (jakarta: yayasan Obor Indonesia, 1998). h. 70-71.
82
kegiatan penyiaran publik, akan tayang apabila sudah mendapatkan persetujuan dari pemilik modal itu sendiri. Dan hal ini pun pernah terjadi di dalam tubuh MNC Grup, yaitu dalam pemberitaan terhadap kasus 27 Juli 1996 (penyerangan kantor PDI Perjuangan di Jl. Diponegoro, Jakarta) dan terbukti bahwa media-media seperti RCTI lebih menampilkan narasumber pemerintah dan militer dalam menanggapi kasus ini. Penulis dalam hal ini, tidak mengatakan hal demikian adalah buruk untuk dilakukan. Akan tetapi, hal demikian bukanlah hal yang benar untuk dilakukan sebagai media penyiaran sekelas MNC, tentu saja dalam hal ini MNC, menurut penulis sama sekali tidak memberikan data yang seimbang bagi masyarakat, seharusnya yang dilakukan oleh MNC adalah mendatang kedua narasumber dari yang bersangkutan dalam kasus tersebut, jadi dalam hal ini yang dilakukan oleh pihak MNC adalah hanya mendatangkan dari satu pihak narasumber yang bersangkutan saja, mungkin demikianlah yang oleh penulis sebut sebagai monopoli informasi 17 . Sistem bisnis media yang demokratis sangat penting untuk diciptakan, selain agar media massa mampu membatasi dirinya dari kekuatan-kekuatan yang mungkin saja bisa membahayakan bagi kelangsungan demokrasi itu sendiri. Namun suatu saat, kekuatan tersebut terkooptasi atau berkolaborasi dengan kekuatan politik tertentu dalam menjalankan agenda politik tersendiri.
17
Ignatius Haryanto, Konglomerasi Media, Serikat Pekerja Media Dan Kebebasan Pers, dalam situs http://kelana-tambora.blogspot.com/2010/03/konglomerasi-media-serikatpekerja.html, diakses pada tanggal 23 maret, 2010, dan di ekspos pada tanggal 06 Maret 2010.
83
Bila hal ini terjadi, tentu saja akan membahayakan proses demokrasi yang sedang kita impikan bersama. Karena hal ini pun pernah terjadi di masa Orde Baru yang hampir sepenuhnya menghegemoni kekuatan media massa, khususnya RCTI dan MNC. Hasilnya sebagaimana kita ketahui, hampir sepenuhnya informasi dan berita yang mengandung kebenaran tersebut, tak pernah boleh disiarkan oleh pemerintah dan beberapa oknum yang merasa terancam posisi dan reputasinya oleh hadirnya berita tersebut. Memang tidak mudah berjuang untuk melahirkan media yang demokratis, selamanya kita akan selalu berhadapan dan dihadapkan dengan pihak-pihak yang penuh kekuasaan, kekayaan, dan keahlian khusus dalam arus perkembangan tekhnologi media massa. oleh karena itu dalam hal ini sangat dibutuhkan peran masyarakat secara bersama untuk mencegah terjadinya halhal yang dahulu pernah terjadi. Hal ini penting karena media penyiaran mempunyai fungsi sosial dalam membangun karakter nasional dalam penyampaian informasi kepada seluruh masyarakat berkembang. D. Konglomerasi MNC dalam Ekonomi-Politik Holding company di mana bernaung puluhan bahkan ratusan perusahaan, di satu pihak memang merupakan konsekuensi dan akibat dari kebijakan ekonomi pemerintah yang diperlukan untuk pembangunan. Bahwa tujuan dari perusahaan ini adalah mencari laba sebesar-besarnya (profit center) sebagai efisiensi, konglomerasi ini jelas menghimpun perusahaan-perusahaan yang
84
beragam untuk dapat meningkatkan laba yang sebesar-besarnya dan membagi kemungkinan rugi jika terjadi. Menurut Kaye dan Yuwono menyatakan bahwa diversified holding companies atau “Conglomerates” dipandang struktur konglomerat tidak efisien dan tidak fokus dan unit bisnis dalam konglomerasi yang memiliki kinerja baik untuk merefleksikan kinerja baiknya pada harga saham perusahaan. 18 Namun argumen tersebut dengan mudah dipatahkan oleh sikap MNC yang selalu konsisten dan fokus dalam bidangnya, selain itu programprogram yang dikerjakan oleh pihak MNC hampir sepenuhnya menarik investor untuk bekerjasama dalam beberapa program, seperti penyiaran “Liga Champion”, “Indonesian Idol” yang ditayangkan secara langsung oleh RCTI. Belum lagi jika dibeberkan beberapa program yang dimiliki oleh Global TV yang bekerjasama dengan MTV dan Nickelondeon. Mungkin bagi industri penyiaran lain selain MNC yang juga memiliki beberapa industri media, argumen tersebut ada benarnya, namun tidak bagi MNC, karena selama ini MNC telah membuktikannya secara nyata. Hasil penelitian lain Kaye dan Yuwono menunjukan bahwa konglomerasi memberikan dampak negatif pada nilai perusahaan. Jika terobsesi menciptakan empire building, mengorbankan nilai bagi pertumbuhan, membayar tinggi dalam akuisisi, tetap bertahan pada bisnis yang tidak pernah sukses (atau lebih biak di pegang oleh pihak lain), dan gagal mengembangkan
18
Kaye, Cris, dan Yuwono Jeffrey (2003), Conglomerate Discount or Premium? How Some Diversified Companies Create Exeptional Value, Marakon Assosiastes Research, http://www.marakon.com/ideas_pdf.
85
struktur yang menekankan disiplin dan budaya yang mempertahankan pertumbuhan nilai. Tetapi kegiatan konglomerasi ini menunjukan bahwa tidak semua mengandung konotasi yang negatif. 19 Konotasi negatif tersebut hanya terdapat oleh industri penyiaran yang hanya mementingkan keuntungan semata. Kesuksesan yang diraih MNC dalam arus media, bukanlah hal yang setengah-setengah, faktanya setelah MNC mengakuisisi TPI, tidak lama pendapatan yang dihasilkan oleh MNC meningkat 51% dari nilai tahun lalu, mencapai 326 miliar rupiah atau sekira $51 juta. Total pendapatan kotor naik 51% menjadi 2,2 triliun rupiah atau sekira $350 juta. 20 Belum lagi jika dihitung dengan pendapatan total yang dihasilkan oleh perusahaan media yang berada di bawah naungan MNC yang setiap bulannya terus meningkat. Oleh karena itu salah apabila penelitian kaye dan Yuwono ditujukan kepada pihak MNC. Saat ini, kontribusi TPI terhadap MNC adalah sekitar 14 persen dari total pendapatan konsolidasi perseroan. Di luar TPI, bisnis utama MNC terdiri dari Stasiun TV RCTI, Global TV, media ce,(afc harian, tabloid mingguan dan jarjngan radio. Hingga 30 September 2009, pemegang saham MNC terdiri dari PT Global Mediacom Tbk sebesar 71,14 persen, Mediacorp Investment
19 Kaye, Cris, dan Yuwono Jeffrey (2003), Conglomerate Discount or Premium? How Some Diversified Companies Create Exeptional Value, Marakon Assosiastes Research, http://www.marakon.com/ideas_pdf. 20 Laporan Tahunan Media Nusantara Citra pada Tahun 2008.
86
sebesar 6,85 persen, dan sisanya 22,01 persen dimiliki oleh publik dengan kepemilikan masing-masing kurang dari 5 persen 21 . Secara umum bisa dikatakan bahwa prospek konglomerasi MNC adalah cerah, secerah ekonomi Indonesia sendiri di masa depan, sejauh para pelakunya-konglomeratnya sendiri bisa menempatkan diri sesuai sebagai anggota masyarakat Indonesia seutuhnya. Prospeknya baik tersebut tentunya didukung oleh banyaknya peluang yang terbuka seperti globalisasi ekonomi dunia, yang berarti semakin eratnya ekonomi indonesia menjadi bagian yang tak bisa dibatasi secara tegas dari ekonomi dunia. Dalam pada itu, kecenderungan global terutama dalam bidang ekonomi dan pertumbuhan ekonomi regional menuntut perlu tumbuhnya perusahaanperusahaan besar seperti MNC yang dapat diandalkan di dalam menghadapi persaingan dari luar negeri pada satu sisi, dan pada sisi yang lain perusahaanperusahaan tersebut tidak menimbulkan ketimpangan di dalam negeri. E. Regulasi Kepemilikan MNC 1. MNC di lihat dari UU No. 32 Tahun 2002 Tentang Penyiaran Undang-Undang No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran bahwa penyiaran diselenggarakan dalam suatu sistem penyiaran nasional yang memiliki prinsip dasar keberagaman kepemilikan dan keberagaman
21
Koran jakarta, dalam situs http://bataviase.co.id/detailberita-10526991.html, di akses pada tanggal 23 Maret 2010, dan di posting pada tanggal 18 januari 2010.
87
program siaran dengan pola siaran yang memiliki pengaruh besar dalam pembentukan pendapat, sikap, dan perilaku khalayak. Bahwa penerapan kebijakan
penyelenggaraan
penyiaran
pada
dasarnya
harus
mempertimbangkan perkembangan teknologi penyiaran, kecenderungan permintaan pasar, ekonomi, sosial, budaya, dan kondisi lingkungan serta yang terpenting adalah terjaminnya masyarakat untuk memperoleh informasi. Konflik kepentingan antara negara dan market di satu sisi serta organisasi media dan publik pada sisi lain seperti di atas tampak kemudian berlanjut pada setelah regulasi penyiaran tersebut (UU Penyiaran No. 32 tahun 2002) disahkan. Karenanya, keseluruhan tarik-menarik kepentingan seputar penyusunan UU Penyiaran No. 32 tahun 2002 yang pada banyak sisi melibatkan interaksi kekuasaan yang menjadi menarik untuk dijadikan isu penelitian terutama bila dikaitkan dengan faktor ekonomi-politik media massa. Dalam hal ini ada beberapa Pasal yang di analisa sebagai pelanggaran, yaitu: a. UU N0. 32 tahun 2002 Pasal 5 (huruf g) tentang Arah Penyiaran, menyebutkan
bahwa:
“Mencegah
monopoli
kepemilikan
mendukung persaingan yang sehat di bidang penyiaran”. 22
22
Undang-Undang Penyiaran dan Pers, (Bandung, Fokus Media, 2005). h. 7
dan
88
Di Indonesia, kepemilikan media juga diatur dalam UU penyiaran, bahwa dalam hal kepemilikan ini MNC banyak sekali manaungi beberapa perusahaan yang bergerak dalan media massa. Secara umum, hukum dan kebijakan media mengatur beberapa isu seperti : Ownership
atau
Kepemilikan
Media
seharusnya
merupakan
representasi masyarakat, sehingga isinya harus mewakili keragaman yang ada di masyarakat. Apabila media dimiliki oleh beberapa orang yang sama dalam satu naungan perusahaan, maka isinya akan cenderung homogen. Setiap kepemilikan yang berbeda mempunyai pengaruh yang berbeda terhadap perspektif isi media tersebut. Monopoli
ini
terjadi
apabila
sebuah
perusahaan
media
mendominasi produksi dan distribusi dalam suatu lingkup industri tertentu, baik secara nasional maupun lokal (Campbell, 2006: 457).23 Dahulu, TVRI memonopoli siaran televisi di Indonesia. Namun, pada awal 90-an diperbolehkan mengudaranya stasiun televisi swasta, lambat laun perusahaan-perusahaan ini melepaskan monopolinya dengan adanya perkembangan secara demokrasi. Namun, kasus-kasus monopoli ini pun menimpa kalangan swasta, seperti dugaan monopoli kepemilikan media oleh kelompok MNC. Misalnya saja seorang individu yaitu Hary Tanoesoedibjo sebagai CEO yang memiliki saham lebih dari 75 persen pada lebih dari satu stasiun televisi. Saat ini, masih banyak usaha dilakukan untuk 23
Dalam situs http://bambangsukmawijaya.wordpress.com/category/kajian-media/, di akses pada tanggal 20 April 2010.
89
menghentikan monopoli RCTI, TPI dan Global TV yang dipegang oleh satu pemilik dalam satu atap perusahaan media. Karenanya, kepemilikan menjadi penting untuk dibahas dalam regulasi karena hal ini menyangkut keberagaman isi media. Namun, karena konten media sangat mempengaruhi penanaman nilai dalam masyarakat, media diharapkan tidak hanya mementingkan rating dan keuntungan tetapi juga memikirkan nilai-nilai yang nantinya akan tertanam dalam benak masyarakat.
b. UU No. 32 tahun 2002 Pasal 18 Tentang Lembaga Penyiaran Swasta Ayat 1 : “Pemusatan kepemilikan dan pengusaan Lembaga Penyiaran Swasta oleh satu orang atau satu badan hukum, baik di satu wilayah siaran maupun di beberapa wilayah, dibatasi”. 24
Pemusatan dan kepemilikan media penyiaran memang menjadi salah satu peraturan yang dibuat oleh pemerintah. Dalam hal ini beberapa media tergabung dalam satu holding company yaitu RCTI, TPI dan Global TV merupakan televisi dengan pemilik dan saham yang sama dengan tujuan saling mendukung operasi dari masingmasing media. Dilihat dari pemusatan penguasaan lembaga penyiaran yang dilakukan MNC maka akan menyalahi aturan dari pemerintah. Maka menjadi wajar adanya ketika muncul berbagai kekhawatiran.
24
Undang-Undang Penyiaran dan Pers, (Bandung, Fokus Media, 2005). h. 14.
90
Lahirnya sistem media yang terkonsentrasi kepemilikannya di tangan segilintir raksasa kapitalis sebenarnya telah melanggar semangat kebebasan pers berdasarkan teori-teori demokrasi yang ada. Akibatnya adalah jurnalisme akan dikontrol oleh orang yang diuntungkan oleh ketidakadilan ini dan yang menginginkan bertahannya status quo. Status quo adalah keadaan atau situasi sosial politik yang dikondisikan oleh suatu sistem pemerintahan pada jangka waktu tertentu. Publik juga memandang industri penyiaran sebagai realitas yang tidak membahayakan, karena momentum penyusunan regulasi penyiaran yang baru ini harus memberi garis yang tegas bagi aktivitas industri media, sehingga nilai-nilai publik dalam dunia penyiaran tetap terjaga.
Ayat 2 : “Kepemilikan silang antara Lembaga Penyiaran Swasta yang menyelenggarakan jasa penyiaran radio dan Lembaga Penyiaran Swasta yang menyelenggarakan jasa penyiaran televisi, antara Lembaga Penyiaran Swasta dan perusahaan media cetak, serta antara Lembaga Penyiaran Swasta dan antara lembaga penyiaran swasta jasa penyiaran lainnya, baik langsung maupun tidak langsung, dibatasi. Keragaman kepemilikan alias diversity of ownership lambat laun menjadi antitesis dari monopoli kepemilikan lembaga penyiaran televisi yang hingga kini masih didominasi oleh pengusaha-pengusaha ”pusat”. Dengan demikian diharapkan tercipta iklim penyiaran yang sehat karena terbebas dari monopoli kepemilikan.
91
Tanpa pengaturan yang luwes sesuai dengan kondisi sosiologis masyarakat, kebebasan cross ownership berpotensi menjurus pada monopoli informasi. Hal ini jelas bertentangan dengan wacana kebebasan pers yang susah payah dikembangkan. Di satu sisi tumbuh media dalam berbagai lini yang berbeda, namun di sisi yang lain, kepemilikan dari media semakin memusat pada segelintir orang saja. Pengusaha media lebih banyak memikirkan untung, para redatur yang berorientas politik lebih sering cari aman. Sementara wartawan lapangan yang berkerja dalam sturuktur kapitalis teralienasi dari pekerjaan dan hasil kerjanya. Publik yang selalu diposisikan lemah hanyalah objek “Pelengkap Penderita” yang tidak punya kekuasan apa-apa. Publik malah dienakan oleh iklan yang membius dan mau tidak mau secara berlahan namun pasti masuk lingkaran kapitalisme dengan membeli prodak yang ditawarkan. Jadi siasat kapitalisme dalam media sudah sedemikian liciknya, sehingga hampir tidak ada celah lagi untuk melalukan protes dan penolakan. Jangan-jangan, media massa hari ini tidak tertolong lagi, dalam artian menafikan sama sekali kepentingan publik secara tidak mampu lagi menjadi ruang publik itu sendiri. Media massa hari ini telah dalam cengkeraman kapitalisme yang licik itu sehingga keberadaannya tidak lebih dari institusi yang menjadi sarana bagi pemilik modal untuk semakin menggelembungkan modalnya.
92
Bagaimanapun, persoalan kepemilikan media yang terpusat memiliki risiko tersendiri bagi perkembangan demokrasi, kebebasan pendapat, dan tumbuhnya iklim industri media yang sehat. Dalam banyak analisis, terkonsentrasinya kepemilikan media penyiaran di tangan satu atau sekelompok orang pengusaha menjadikan media penyiaran sebagai alat untuk kepentingan pengumpulan laba sebesarbesarnya. Hal ini bukan saja tidak sehat bagi perkembangan industri media karena persaingan yang tidak wajar. Belum lagi konsentrasi kepemilikan
tersebut
dikaitkan
ke
ranah
politik:
monopoli
kepemilikan media memberi dampak yang lebih buruk karena lazimnya pemilik media akan menggalang opini publik secara massif kepentingan politiknya.
2. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers Seperti yang telah kita ketahui, UU No. 40 Tahun 1999 mengawali masa baru dunia pers Indonesia, yaitu masa kebebasan Pers. UU ini benarbenar membawa perubahan yang besar karena dikeluarkan setelah pers melalui era kepemimpinan otoriter dimana kebebasan pers benar-benar tunduk dibawah pemerintahan yang berlaku. Sebelum UU ini keluar, aturan untuk menerbitkan suatu media pemberitaan sangatlah ketat. Belum lagi adanya pengawasan penuh pemerintah terhadap isi pemberitaan yang dapat mengakibatkan dibrendelnya suatu media hanya karena artikel dari media tersebut dinilai tidak berpihak kepada pemerintah yang berkuasa
93
saat itu. Tidak heran, jika kemudian pihak pers menyambut antusias UU ini. Melalui UU No. 40 tahun 1999 ini, diharapkan dunia pers Indonesia dapat berkembang dengan lebih baik, demokratis, dan kredibel karena tidak berpihak pada kelompok tertentu, termasuk pemerintah, atau dengan kata lain pers diharapkan mampu bersikap netral dan bijaksana. Tidak adanya aturan mengenai sentralisasi kepemilikan media, sebagai akibatnya sekarang terjadi sentralisasi kepemilikan media kepada golongan tertentu di Indonesia. Padahal sentralisasi kepemilikan media dapat berefek pada termonopolinya informasi, atau pengendalian arus informasi oleh kalangan tertentu sehingga pada akhirnya informasi yang diperoleh oleh masyarakat hanyalah informasi yang telah disusun oleh sekelompok pihak dengan kepentingan mereka masing-masing. Masyarakat hanya mengetahui kenyataan yang sepotong alias tidak utuh dan akhirnya mendorong masyarakat untuk memiliki persepsi yang diinginkan oleh kelompok kepentingan yang memiliki media ini. Apalagi bila disadari bahwa penguasaan media dan pemilikan pribadi telah memberi peluang bagi kepentingan komersial yang mempengaruhi isi media. Dalam hal ini ada beberapa Pasal pada UU No. 40 Tahun 1999 yang di analisa sebagai pelanggaran, yaitu: a. UU No. 40 Tahun 1999 Bab IV Pasal 14 Tentang Perusahaan Pers
94
“Untuk mengembangkan pemberitaan ke dalam dan keluar negeri, setiap warna negara Indonesia dan negara dapat mendirikan kantor berita”. 25
Walaupun mendirikan perusahaan Pers adalah suatu hak dan kebebasan bagi setiap warga negara Indonesia, namun tetap harus ada aturan dan persyaratan yang jelas. Misalnya mengenai sumber dana pendirian perusahaan Pers, atau latar belakang orang yang mendirikannya sehingga tidak terjadi penyalahgunaan hukum yang mengakibatkan pendirian sebuah perusahaan Pers hanya untuk kedok pencucian uang saja. 26 Tidak adanya aturan khusus dan menyeluruh mengenai tata cara pendirian sebuah media, sehingga sebagian institusi media atau perusahaan pers didirikan sebagai alat pencucian uang untuk sebagian oknum masyarakat Indonesia.
b. UU No. 40 Tahun 1999 Bab VII Pasal 17 Ayat 2 (huruf a dan b) Tentang Peran Serta Masyarakat
25
26
2010.
Undang-Undang Penyiaran dan Pers, (Bandung, Fokus Media, 2005). h. 166 http://thecozycorner.wordpress.com/tag/communication/, di akses pada tanggal 28 April
95
a. “Memantau dan melaporkan analisis mengenai pelanggaran hukum, dan kekeliruan teknis pemberitaan yang dilakukan oleh pers”. b. “Menyampaikan usulan dan saran kepada Dewan Pers dalam rangka menjaga dan meningkatkan kualitas pers nasional”. 27
Contoh kasus yang diangkat adalah pada “Seputar Indonesia” di Yogya Malam Tahun Baru tidak ada apa-apa (Hanya Polisi memang sempat menemukan 2 bungkusan "bom" yang berisi Kotoran/ Kulit Anjing di Gamping dan Pasir/Kaca di Bausasran) dan Tidak ada Konferensi Pers pada hari sesudahnya (1 Januari 2001). Memang ada musibah : 1 Orang terkena lemparan mercon, tetapi ini justru tidak diberitakan. RCTI di Seputar Indonesia, Senin malam 1 Januari 2001 memberitakan "Polisi Yogya telah MENJINAKKAN 2 BOM" dan diberi Ilustrasi Konferensi Pers di Mapolda DIY TANPA DISERTAI caption "DOK.RCTI" (sehingga seolah-olah memang ada Konferensi Pers sehari sesudahnya). 28 Deregulasi pada media adalah tren yang berbahaya, memfasilitasi peningkatan konsentrasi kepemilikan media, dan kemudian mengurangi kualitas dan keragaman keseluruhan informasi disampaikan melalui saluran media utama. Akibatnya, jika perusahaan mendominasi pasar media memilih untuk menekan cerita yang tidak melayani kepentingan mereka, masyarakat
27
Undang-Undang Penyiaran dan Pers, (Bandung, Fokus Media, 2005). h. 168 http://groups.yahoo.com/group/indonesia_damai/message/145, di akses pada tanggal 26 April 2010. 28
96
menderita, karena mereka tidak cukup informasi tentang beberapa masalah penting yang dapat mempengaruhi mereka. Persaingan dalam pasar bebas media telah berakibat sebagian pemilik dan praktisi media menjual profesionalitas, kode etik, dan tanggung jawab moral jurnalisme. Semua ini dilakukan demi meraih keuntungan untuk bertahan terbit di tengah pasar yang amat ketat. Tampaknya, penolakan keras larangan cross ownership di RUU Penyiaran oleh praktisi dan pemilik media penyiaran bukanlah sematamata keinginan untuk mendapatkan kebebasan berusaha seiring dengan makna kebebasan pers. Namun, juga ada alasan lain, yaitu bagaimana pemilik media penyiaran dengan kekuatan modalnya melalui free trade memperoleh keuntungan yang sebesar-besar dari bisnis ini.
BAB V PENUTUP
A. KESIMPULAN Setelah menjelaskan dan menganalisis pembahasan-pembahasan yang telah dikemukakan di atas, maka penulis memperoleh beberapa kesimpulan yang dapat diambil, antara lain: 1. Seiring banyaknya informasi yang disuguhkan oleh media, semakin banyak pula kebutuhan masyarakat untuk mengetahui situasi dan kondisi dunia di luar sana, karena media massa mampu mempresentasikan dirinya sebagai salah satu kebutuhan masyarakat, dan saat ini media massa telah menjadi sebuah industri yang sangat berkembang, korporasi-korporasi media telah terbentuk. Di Indonesia, kepemilikan media juga diatur dalam UU penyiaran No. 32 tahun 2002, bahwa dalam hal kepemilikan ini MNC banyak sekali manaungi beberapa perusahaan yang bergerak dalam media massa. Secara umum, hukum dan kebijakan media mengatur beberapa isu seperti : Ownership atau Kepemilikan Media seharusnya merupakan representasi masyarakat, sehingga isinya harus mewakili keragaman yang ada di masyarakat. Apabila media dimiliki oleh beberapa orang yang sama dalam satu naungan perusahaan,
97
98
maka isinya akan cenderung homogen. Setiap kepemilikan yang berbeda mempunyai pengaruh yang berbeda terhadap perspektif isi media tersebut. 2. Karenanya, kepemilikan menjadi penting untuk dibahas dalam regulasi karena hal ini menyangkut keberagaman isi media. Namun, karena konten media sangat mempengaruhi penanaman nilai dalam masyarakat, media diharapkan tidak hanya mementingkan rating dan keuntungan tetapi juga memikirkan nilai-nilai yang nantinya akan tertanam dalam benak masyarakat. Dalam hal ini beberapa media tergabung dalam satu holding company yaitu RCTI, TPI, dan Global TV yang merupakan pemusatan penguasaan lembaga penyiaran yang dilakukan MNC. 3. Selain itu, persaingan dalam pasar bebas media telah berakibat sebagian pemilik dan praktisi media menjual profesionalitas, kode etik, dan tanggung jawab moral jurnalisme. Semua ini dilakukan demi meraih keuntungan untuk bertahan terbit di tengah pasar yang amat ketat. Publik juga memandang industri penyiaran sebagai realitas yang tidak membahayakan, karena momentum penyusunan regulasi penyiaran yang baru ini harus memberi garis yang tegas bagi aktifitas industri media, sehingga nilai-nilai publik dalam dunia penyiaran tetap terjaga. Dengan kekuatan konglomerasi ini dapat meminimalisir penyiaran sebagai bentuk suatu upaya pemanfaatan, dimana
99
memanfaatkan platform media yang terintegrasi untuk meningkatkan nilai produk atau menciptakan produk dan layanan baru. 4. Bahwa prospek konglomerasi MNC adalah cerah, secerah ekonomi Indonesia sendiri di masa depan, sejauh para pelaku konglomeratnya sendiri bisa menempatkan diri sesuai sebagai anggota masyarakat Indonesia seutuhnya. Walaupun secara garis besar yang kita tahu bahwa MNC merupakan suatu perusahaan yang menaungi beberapa perusahaan media di bawahnya. Namun, kepemilikan saham tetap di share kepada beberapa orang pemegang saham pada perusahaan tersebut.
B. Saran Banyak sekali pelajaran berharga dari pengalaman sebuah penelitian di Media Nusantara Citra, Tbk (MNC). Setelah penulis menyelesaikan penelitian ini, maka ada beberapa saran yang dapat penulis sampaikan, antara lain: 1. Semua pihak; lembaga swadaya masyarakat, akademisi, dan media cetak atau media penyiaran lokal sebaiknya terus bergerak untuk memajukan demokratis pada praktik penyiaran ini. Di sisi lain, itikad baik pemerintah dan lembaga ekstraeksekutif (KPI) senantiasa diharapkan karena penyiaran mempunyai dampak yang luar biasa pada masyarakat sehingga penanganan pelanggaran penyiaran seharusnya menjadi prioritas.
100
2. Seorang wartawan sebaiknya dalam menyampaikan informasi hendaknya bersikap jujur, tidak memutar balikan fakta memberikan informasi yang akurat, dengan cara chek and recheck kembali informasi yang di peroleh tanpa adanya tekanan dari pihak manapun. Serta bertanggung jawab terhadap hasil liputannya. Melalui peraturan yang telah ditetapkan oleh pemerintah, diharapkan dunia pers atau perusahaan media massa di Indonesia dapat berkembang dengan lebih baik, demokratis, dan kredibel karena tidak berpihak pada kelompok tertentu, termasuk pemerintah, atau dengan kata lain pers diharapkan mampu bersikap netral dan bijaksana. 3. Dosen-dosen dan mahasiswa Fakultas Dakwah lebih memperdalam diskusi dan penelitian tentang media yang menunjang perkuliahan dengan mengembangkan pola pikir yang kritis.
101
DAFTAR PUSTAKA
Abimayu, Anggito. “Orientasi Usaha dan Kinerja Bisnis Konglomerasi” Seminar Nasional Industri Oligopoli dan Konglomerasi di Indonesia, tanggal 17 Desember 1994, diselenggararakan oleh Fakultas Ekonomi, Universitas Islam Indonesia (UII), Yogyakarta. Assegaff, Djafar H.. Konglomerasi, Taipan, dan Koneksi Bisnis, Jakarta: Warta Ekonomi, 1994, Cet-1. Barker, Chris. Cultural Studies Theory and Practice, London: Sage Publication, 2004. Barret, Boyd, Oliver. The Political Economy Approach, dalam Approaches to Media A Reader, Oliver Boyd Barret dan Chris Newbold, New York: Arnold, 1995. Barrett, Boyd, Oliver and Chris Newbold (eds.). Approaches to Media: a Reader, London : Arnold, 1995. Ben H.,Bagdikian. The New Media Monopoly, Beacon Press, 1997. Churc, Jefferey and Ware, Roger. Industrial Organization: A Strategic Approach, The McGraw Hill, Siangapore, 2000. Currant, James and Gurevitch, Michael (eds). Mass Media and Society, Edward Arnold: London and New York, 1992. Demsetz, Harold. Industry Structure, Market Rivalry and Public Policy, ”Journal of law and Economics 16 April 1973. Gie, Kwik Kian. “Saya Bermimpi Jadi Konglomerat”, Jakarta: Gramedia,1994. Golding, Peter dan Murdock, Graham (Ed). The Political Economy Of The Media, Volume 1, Cheltenhamuk: Edward Elgar Publishing Limited, 1997. Hamid, Edy Suandi. “Perilaku Industri Dan Konglomerasi Di Indonesia”, Seminar Nasional Industri Oligopoli dan Konglomerasi di Indonesia, tanggal 17 Desember 1994, diselenggararakan oleh Fakultas Ekonomi, Universitas Islam Indonesia (UII), Yogyakarta. Hidayat, Dedi N.. “Jurnalis, Kepentingan Modal dan Perubahan Sosial” dalam Dedy N. Hidayat et.al, Pers dalam Revolusi Mei, Runtuhnya Sebuah Hegemoni, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2000. Ikbar, Yanuar. Ekonomi Politik Internasional, Bandung: Angkasa, 1995.
102
Irawan, Prasetya. Logika dan Prosedur Penelitian, Jakarta: STIA-LAN Press, 2000), Cet. Ke-2. Kaye, Cris, dan Jeffrey, Yuwono (2003). Conglomerate Discount or Premium? How Some Diversified Companies Create Exeptional Value, Marakon Assosiastes Research, http://www.marakon.com/ideas_pdf. Kriyantono, Rahcmat. Tekhnik Praktis Riset Komunikasi, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2006, Edisi Pertama. Martin, Stephen. Industrial Economics: Economics Analysisand Public Policy, New Jersey: Prentice Hall, 1993. Moleong, Lexy J.. Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2006. Mosco, Vincent. The Political Economy of Communication, London: SAGE Publication, 1996. Mufid, Muhammad. Komunikasi dan Regulais Penyiaran, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2007, Edisi pertama. Murdock, Graham dan Golding, Peter. Political Economy of Mass Communication,In Curan, James and Gurevitch, Michael (eds.) Mass Media and Society, Edward Arnold: A Devision of Holder & Stoughten, 1992. Nugroho, Bimo, Eriyanto, dan Sudiarsis, Franz. Politik Media mengemas Berita, Jakarta: Institut Studi Arus Informasi, 1999. Pindyck, Robert S. dan Rubinfeld, Daniel L.. Mikro Ekonomi, Jakarta, PT Indeks, 2001, Edisi ke-5, Jilid ke-2. Priasmono P,dkk. Konglomerasi Ekonomi Indonesia dalam Rangka Persatuan Bangsa Suatu Tanggung Jawab Sosial, Jakarta: LPSI, 1994. Rahayu, Lin Tri. Observasi dan Wawancara, Jawa Timur, Bayumedia, 2004. Severin, Werner J.– James W. Tankard, Jr. Teori Komunikasi: Sejaarah, Metode, Dan Terapan di Dalam Media Massa, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2007, Ed ke-5, Cet. 2. Sudibyo, Agus. Ekonomi Politik Media Penyiaran, Yogyakarta: LkiS, 2004, Cet-1. Tebba, Sudirman. Jurnalistik Baru, Jakarta: Kalam Indonesia, 2005, Cet-1. Undang-Undang Penyiaran dan Pers, Bandung, Fokus Media, 2005. Yvona S.,Lincoln, dan Guba, Egon G., Naturalistic Inquiry, Beverly Hills: Sage Publication, 1995.
103
Referensi Internet http://www.mnc.co.id/cms/headline.php, di akses pada tanggal 23 April 2010. http://www.hukumonline.com/berita/baca/hol3355/font-size1colorff0000bkepemilikan-silang-di-media-penyiaran-bfontbr-kebebasanpers--atau-ancaman-demokrasi, di akses pada tanggal 5 April 2010. Veranika Kusuma, Konglomerasi Media Dalam Grup MNC, dalam situs http://fordiletante.wordpress.com/2008/01/29/konglomerasi-media-dalamgrup-mnc-media-nusantara-citra/ diakses pada tanggal 23 Maret 2020, dan di ekspos pada tanggal 29 Januari 2008. Ignatius Haryanto, Konglomerasi Media, Serikat Pekerja Media Dan Kebebasan Pers, dalam situs http://kelanatambora.blogspot.com/2010/03/konglomerasi-media-serikat-pekerja.html, diakses pada tanggal 23 maret, 2010, dan di ekspos pada tanggal 06 Maret 2010. Kaye, Cris, dan Yuwono Jeffrey (2003), Conglomerate Discount or Premium? How Some Diversified Companies Create Exeptional Value, Marakon Assosiastes Research, http://www.marakon.com/ideas_pdf. Koran jakarta, dalam situs http://bataviase.co.id/detailberita-10526991.html, di akses pada tanggal 23 Maret 2010, dan di posting pada tanggal 18 januari 2010. http://bambangsukmawijaya.wordpress.com/category/kajian-media/, di akses pada tanggal 20 April 2010. http://thecozycorner.wordpress.com/tag/communication/, di akses pada tanggal 28 April 2010. http://groups.yahoo.com/group/indonesia_damai/message/145, di akses pada tanggal 26 April 2010.
Wawancara
Narasumber
: Bapak Gilang Iskandar (Secretary Corporate MNC)
Hari/ Tanggal
: Kamis, 18 Februari 2010
1. Bagaimana latar belakang berdirinya MNC? Jawab: PT. Bhakti Investama Tbk merupakan perusahaan multimedia yang bergerak di bidang finansial yang berlokasi di Jakarta, Indonesia, didirikan pada tahun 1982. Perusahaan ini memegang mayoritas kepemilikan saham Global Mediacom (sebelumnya bernama Bimantara Citra). Pada tahun didirikan tahun 1981 dengan nama PT. Bimantara Citra Tbk, perusahaan ini mengembangkan lebih dari 19 juta pengusaha. Perusahaan yang sekarang bernama PT. Global Mediacom Tbk ini mendirikan RCTI pada tahun 1989 dan diresmikan sebagai stasiun televisi swasta pertama. Sempat juga menghimpun MTV Asia dan Nickelodeon Indonesia pada tahun yang sama. Pada tahun 1991, merintis berdirinya PT. Sindo Citra Media (sekarang bernama PT. Surya Citra Media), dan mendirikan Trijaya FM dan Surya Citra Televisi (SCTV). TPI, diambil alih pada tahun 2003 menyusul Global TV (2001), Radio Dangdut TPI, Koran SINDO (tahun 2005), majalah TRUST, tabloid Genie (tahun 2004), ARH Global dan Women Radio (masing-masing didirikan tahun 2005), Realita, Mom and Kiddie, serta portal Okezone.com. Sejak tahun 2001.
Pada tahun 1997, atas permintaan Viacom Indonesia dan Bhakti Investama, menghimpun semua stasiun yang didirikan tahun 1987-1991 dalam satu kelompok bernama Media Nusantara Citra. Kecenderungan bisnis global yang sukses adalah bisnis yang fokus, pada tahun 1998 semua perusahaan yang bergerak dengan berbagai macam barang melebur dan akhirnya terfokus pada media, maka MNC bukanlah konglomerasi.
2. Bagaimana pengelolaan media di bawah naungan MNC? Jawab: -
Hal ini dilakukan level masing-masing media platform (Penyiaran TV, Penyiaran Radio, Cetak, dan Online).
-
Atau dilakukan juga pada level lintas media platform (TV dengan Radio, TV dengan surat kabar harian, Surat kabar harian dengan online, dan lain sebagainya). MNC mengimplementasikan konsep-konsep dasar yang disingkat dengan
CARR (Content, Awareness, Reception, and Reach). Prioritas strategis MNC telah dipusatkan pada penerapan konsep-konsep tersebut, antara lain: perbaikan kualitas program, pelaksanaan promosi program baik on-air maupun off-air, perbaikan sarana-sarana transmisi dan penyiaran, serta perluasan jangkauan siaran. Hasilnya, MNC memperlihatkan peningkatan yang signifikan dalam pangsa pemirsa di RCTI, TPI, dan Global TV. Konsepkonsep ini kemudian diterapkan pada semua bentuk media lainnya yang
dimiliki MNC. Ketiga televisi Free-to-Air yang dimiliki MNC secara keseluruhan memiliki pangsa pasar yang terbesar dalam hal jumlah pemirsa dan belanja iklan. 3. Bagaimana pengaruh MNC terhadap media yang dibawahnya? Jawab: MNC bertindak sebagai holding company yang menggariskan policy, strategi, target, program-program, dan untuk group atau unit usaha.
4. Bagaimana cara MNC mengelola media yang berbeda seperti radio, TV, media online, majalah? Jawab: Dalam hal ini pengelolaan media MNC dilakukan koordinasi di masingmasing atau juga antar media platform, seperti: penyiaran TV, penyiaran radio, cetak, dan online. Memanfaatkan platform media yang terintegrasi untuk meningkatkan nilai produk atau menciptakan produk dan layanan baru.
5. Siapa yang menentukan kebijakan (policy) MNC? Jawab: Yang menentukan policy MNC adalah Board of Director (BOD). Direksi bertanggung jawab penuh untuk mengelola Perseroan secara hati-hati dan sesuai dengan peraturan yang berlaku, demi kepentingan dan sejalan dengan tujuan Perseroan.
Direktur, baik perorangan maupun secara kolektif, harus bertindak tepat, hati-hati, dan mempertimbangkan seluruh aspek dalam menjalankan tugas mereka dan menghindari benturan kepentingan. Tugas-tugas umum dan tanggung jawab Direksi ditetapkan secara menyeluruh dalam Anggaran Dasar Perseroan. Tugas dan tanggung jawab utama mereka adalah: -
Menentukan kebijakan Perseroan dengan mengindahkan tata kelola dan manajemen Perseroan.
-
Menetapkan strategi dan rencana anggaran secara berkala, serta mengukur kinerja dengan mengacu pada tujuan, strategi, dan rencana tersebut.
-
Menetapkan kebijakan ketenagakerjaan, termasuk kebijakan pengangkatan dan pemberhentian, gaji, pensiun, dan manfaat lainnya.
-
Mewakili Perseroan dalam semua kegiatan Direksi dengan pihak internal dan kesepakatan bisnis dengan pihak eksternal.
-
Menjalankan aktivitas lainnya dengan mengindahkan Anggaran Dasar Pereroan atau petunjuk Rapat Dewan Komisaris maupun Rapat Umum Pemegang Saham. Dilakukan rapat Komisaris dan Direksi selama menjalankan tugasnya,
Direksi bertemu secara berkala atau jika diperlukan. Dewan Komisaris dan Direksi melakukan rapat sekurang-kurangnya dua kali dalam setahun untuk mengevaluasi sasaran bisnis dan mendiskusikan masalah tertentu berkenaan dengan perkembangan Perseroan.
Dewan Komisaris Dewan Komisaris bertugas dan berkewajiban untuk mengawasi dan memberikan saran kepada Direksi berkenaan dengan kebijakan Perseroan. Dewan Komisaris secara terus-menerus memantau efektivitas dari kebijakan Perseroan dan proses pengambilan keputusan oleh Direksi, termasuk pelaksanaan strategi untuk memenuhi harapan pemegang saham. Segenap tugas dan tanggung jawab Dewan Komisaris secara umum ditetapkan secara menyeluruh dalam Anggaran Dasar Perseroan. Pokok-pokok tugas dan tanggung jawab Dewan Komisaris adalah: -
Memberikan pendapat dan saran kepada Direksi mengenai laporan keuangan tahunan, rencana pengembangan Perseroan dan hal-hal penting lainnya.
-
Mengikuti perkembangan kegiatan Perseroan dan dalam hal Perseroan menunjukan gejala kemunduran maka dengan segera memberikan saran mengenai langkah-langkah perbaikan yang harus ditempuh.
-
Memberikan pendapat dan saran kepada Direksi mengenai setiap persoalan lainnya yang dianggap penting bagi pengelolaan Perseroan.
6. Apa untungnya bagi suatu media yang bekerjasama di bawah naungan MNC? Jawab: Sumber daya yang ada seperti materi program, SDM, peralatan, studio, dan lain-lain. Bisa disinergikan atau digunakan bersama sehingga biaya bisa lebih efisien dan efektif.
7. Apa saja faktor pendukung berdirinya unit media dibawah naungan MNC? Jawab: Faktor pendukungnya adalah adanya kebutuhan konsumen (Needs) dan prospek bisnis atau peluang usaha. 8. Strategi apa yang digunakan oleh MNC dalam persaingan? Jawab: Strategi yang digunakan yaitu konsumen yang fokus (Segmented audience, listener, viewers, and readers) dengan sajian isi atau konten yang bagus dan disukai oleh konsumen tersebut, yaitu: •
Fokus pada program-program atau content yang berkualitas tinggi untuk meningkatkan pangsa pemirsa dan pendapatan iklan.
•
Memanfaatkan
content
library
yang
terus
berkembang
untuk
meningkatkan pendapatan. •
Mengembangkan bisnis media cetak dan radio dengan fokus pada masyarakat perkotaan dan content yang bersifat lokal.
•
Memaksimalkan content pada berbagai platform yang sedang berkembang diIndonesia, seperti media online.
•
Menerapkan tolok ukur efisiensi yang baik untuk bisnis yang sudah ada serta bertindak dengan penuh kehati-hatian untuk bisnis baru.
9. Kendala internal dan eksternal apa saja yang di hadapi MNC dalam persaingan industri penyiaran? Jawab: Kendala-kendala yang dihadapi MNC dalam persaingan industri penyiaran yaitu a. Internal : Mensinergikan kultur (budaya) dan ukuran (size) bisnis yang berbeda antar unit usaha penyiaran. b. Eksternal : Berubah-ubahnya Regulasi Penyiaran dan selera konsumen.
10. Kekuatan apa yang dimiliki MNC dalam persaingan industri penyiaran? Jawab : Sebagai perusahaan media terintegrasi di Indonesia, MNC memiliki dan mengoperasikan stasiun RCTI, TPI, dan Global TV yang merupakan tiga dari sepuluh stasiun televisi swasta nasional Free-To-Air di Indonesia. Serta memiliki platform media terlengkap, dan jaringan media terbesar seperti TV, Radio, Koran, Majalah, Tabloid, dan Portal atau (Online) yang memberikan basis yang kuat untuk mengambil manfaat dari pesatnya prospek pertumbuhan periklanan di Indonesia. Media Nusantara Citra adalah perusahaan media massa terbesar di Indonesia dan satu-satunya penyedia media yang terintegrasi dengan berbagai platform media yang saling mendukung, seperti: •
Content library yang luas dan bertumbuh yang dapat digunakan pada berbagai platform media serta didistribusikan kepada pihak ketiga.
•
Memiliki sejarah yang baik sebagai penyedia program televisi yang menarik bagi pemirsa.
•
Manajemen yang tangguh dan terbukti sukses.
11. Bagaimana tata cara pengelolaan MNC? Jawab: Pengelolaan MNC yaitu diadakannya meeting regular BOD yang secara berkala, Managers forum, asistensi dari group ke unit-unit usaha. MNC secara konsisten menempatkan tata kelola Perseroan sebagai alat yang efektif untuk menjunjung tinggi asas keterbukaan, akuntabilitas, tanggung jawab, kewajaran, dan kemandirian dalam kegiatan usaha dan segenap operasional Perseroan. MNC menjalankan tata kelola Perseroan yang baik sebagai alat untuk memastikan adanya suatu garis wewenang dan tanggung jawab yang jelas dalam sebuah lingkungan terbuka dimana integritas diharapkan dapat tumbuh dengan baik. Hal-hal terpenting dalam kebijakan dan penerapan tata kelola Perseroan adalah sebagai berikut: -
Peran dan tanggung jawab yang jelas dan terpisah antara Komisaris dan Direktur.
-
Fokus pada strategi dan rencana usaha yang terarah.
-
Perilaku bisnis yang baik.
-
Keterbukaan dan kesepakatan yang adil dengan pemangku kepentingan.
-
Perlindungan hak-hak terhadap pemegang saham minoritas.
-
Penekanan pada manajemen risiko dan antisipasi risiko.
-
Peningkatan pengawasan dan kendali operasional melalui Komite Audit dan Divisi Internal Audit.
-
Sistem pengambilan keputusan yang efektif.
-
Pengumuman dan penyebarluasan informasi yang materil kepada pemangku kepentingan secara tepat waktu dan akurat, serta
-
Memiliki rasa tanggung jawab terhadap isu-isu sosial, lingkungan, dan pembangunan.
12. Penekanan apa saja untuk memajukan sinergi di antara unit-unit usaha media? Jawab: Penekanannya melalui Cost Efficiency dan Effectiveness (Keefektifan). MNC menyadari pentingnya sinergi dan integrasi diantara anak-anak perusahaan medianya untuk mencapai tingkat operasional yang lebih tinggi, memaksimalkan kinerja, dan bersaing secara efektif dalam pasar yang sangat kompetitif. Sinergi menghasilkan pendapatan yang lebih tinggi, operasional yang lebih efisien, dan posisi yang lebih kuat di industri. Rasio marjin keuangan MNC merupakan salah satu yang tertinggi di industri media.
13. Jika salah satu media industri penyiaran sedang mengahadapi suatu masalah, seperti yang terjadi pada TPI kemarin. Maka akan berdampak apakah bagi MNC? Bagaimana cara menanggulanginya? Jawab: Dampak yang dihadapi oleh TPI dan perusahaan di bawah naungan MNC tidak terlalu signifikan karena kegiatan bisnis terus berjalan. Untuk menanggulanginya yaitu dengan di bentuk tim khusus untuk menangani suatu permasalahan yang terjadi pada saat itu.
14. Bagaimana hubungan MNC dengan pemerintah dan lembaga regulator independen? Jawab: Sejauh ini MNC berhubungan baik dengan pemerintah dan lembaga regulator independen.
Jakarta, 18 Februari 2010 Narasumber
Gilang Iskandar Corporate Secretary MNC