Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/ BAPPENAS
KONEKTIVITAS NASIONAL Oleh: Dr. Ir. Dedy S. Priatna, MSc Deputi Menteri Bidang Sarana dan Prasarana
Indonesia Broadband Economy Forum Jakarta, 21 September 2011
DEPUTI BIDANG SARANA DAN PRASARANA, BAPPENAS
BAGIAN 1
KONEKTIVITAS NASIONAL DALAM KERANGKA MP3EI 2
DEPUTI BIDANG SARANA DAN PRASARANA, BAPPENAS
STRUKTUR ORGANISASI KP3EI* Ketua : Presiden RI Wakil Ketua: Wakil Presiden RI Tim Kerja Koridor Ekonomi Sumatera Tim Kerja Koridor Ekonomi Jawa
Ketua Harian : Menko Perekonomian Waka Harian 1 : Menteri PPN/Ka. Bappenas Waka Harian 2 : Ketua KEN Anggota Sekretariat
Tim Kerja Koridor Ekonomi Kalimantan Tim Kerja Koridor Ekonomi Sulawesi
Tim Kerja Deregulasi Sesmenko Perekonomian
Tim Kerja Konektivitas Wamen PPN/Waka Bappenas
Tim Kerja SDM dan IPTEK Wamen Diknas
Tim Kerja Koridor Ekonomi Bali-Nusra Tim Kerja Koridor Ekonomi Papua-Maluku
* Sebagaimana diamanatkan dalam Perpres No. 32 Tahun 2011 tentang MP3EI dan Permenko Perekonomian No. PER-06/M.EKON/08/2011
3
DEPUTI BIDANG SARANA DAN PRASARANA, BAPPENAS
STRUKTUR ORGANISASI TIM KERJA KONEKTIVITAS Ketua : WAMEN PPN/WAKA BAPPENAS Wakil Ketua I : Wamen Perhubungan Wakil Ketua II : Wamen PU Wakil Ketua III : Wamen Perdagangan SUB TIM KERJA TRANSPORTASI Koord: Wamen Perhubungan
SUB TIM KERJA JALAN, SUMBER DAYA AIR, DAN ISU KE-PU-AN LAINNYA Koord: Wamen PU
Wakil Ketua IV : Wamen Keuangan Wakil Ketua V : Dr. Raden Pardede, KEN
SUB TIM KERJA SISLOGNAS DAN KAWASAN KHUSUS TERTENTU Koord: Wamen Perdagangan
SUB TIM KERJA ICT Koord: Sekjen Kemenkominfo
SUB TIM KERJA ENERGI DAN INFRASTRUKTUR LAINNYA Koord: Deputi Sarana Prasarana, Bappenas
ANGGOTA TIM KERJA KONEKTIVITAS (26 Orang berdasarkan SK Menko Perekonomian No. KEP-35/M.EKON/08/2011)
UNIT PENDUKUNG TIM KERJA KONEKTIVITAS (Akan ditetapkan melalui SK MenPPN/Kepala Bappenas)
4
DEPUTI BIDANG SARANA DAN PRASARANA, BAPPENAS
TUGAS DAN TATA KERJA TIM KERJA KONEKTIVITAS TUGAS 1. (Komprehensif: pembangunan fisik 2. dan penguatan kerangka kebijakan/ 3. regulasi)
Mengkaji dan mengidentifikasi kebutuhan dan ketersediaan infrastruktur untuk mendukung peningkatan konektivitas dalam pelaksanaan MP3EI;
4.
Melaksanakan tugas terkait lainnya berdasarkan arahan Ketua Harian MP3EI.
Menyiapkan rekomendasi kebijakan dan langkah-langkah strategis dalam rangka sinkronisasi penyediaan infrastruktur untuk mendukung peningkatan konektivitas dalam pelaksanaan MP3EI; Melakukan sinkronisasi kebijakan penyediaan infrastruktur untuk mendukung peningkatan konektivitas dalam pelaksanaan MP3EI; dan
KEANGGOTAAN (Kolaborasi pemerintah dan swasta)
Dapat berunsur wakil dari Kementerian/Lembaga, asosiasi pengusaha/perusahaan, akademisi, praktisi, dan asosiasi profesi terkait yang dipandang perlu
TATA KERJA (Terjadwal dan intensif)
1. Tim Kerja menyampaikan rekomendasi kebijakan dan strategi perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi MP3EI kepada Ketua Harian KP3EI 2. Rapat Tim Kerja KP3EI dilaksanakan paling kurang 1 (satu) kali dalam 2 (dua) minggu 3. Rapat Sub Tim Kerja dilaksanakan sesuai kebutuhan 5
DEPUTI BIDANG SARANA DAN PRASARANA, BAPPENAS
TUJUAN DAN STRATEGI PENGUATAN KONEKTIVITAS NASIONAL TUJUAN
1. Memastikan tersedianya dukungan konektivitas yang dibutuhkan bagi investasi kegiatan usaha di berbagai koridor 2. Tercapainya mobilisasi penumpang/barang/jasa/informasi yang lancar, aman, handal, dan efisien 3. Terwujudnya Indonesia yang locally integrated, globally connected
OPTIMALISASI (Value Creation)
STRATEGI
Penguatan kerangka kerja konektivitas nasional melalui sinkronisasi dan integrasi transportasi, logistik, ICT dan pengembangan koridor/KEK/ Klaster Industri Pengembangan upaya-upaya debottlenecking melalui reformasi kebijakan dan regulasi Peningkatan produktivitas prasarana yang tersedia
PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR BARU (Asset Creation)
Pengembangan proyek-proyek konektivitas yang terintegrasi dengan kebutuhan industri Pembangunan proyek-proyek debottlenecking
6
DEPUTI BIDANG SARANA DAN PRASARANA, BAPPENAS
TAHAPAN KONEKTIVITAS NASIONAL 2011 - 2025
STRATEGI
KEGIATAN SUB TIM KERJA ICT (FASE I: 2011 - 2012)
Pembangunan infrastruktur baru (Asset Creation)
Mempercepat penyelesaian pembangunan jaringan backbone serat optik Palapa Ring wilayah timur Indonesia
Optimalisasi (Value Creation)
1. Pengaturan pemanfaatan ICT Fund 2. Mengintegrasikan sistem komunikasi dan informasi instansi pemerintah 7
DEPUTI BIDANG SARANA DAN PRASARANA, BAPPENAS
BAGIAN 2
RENCANA PEMBANGUNAN ICT DALAM KERANGKA PENGUATAN KONEKTIVITAS NASIONAL 8
DEPUTI BIDANG SARANA DAN PRASARANA, BAPPENAS
A. KONDISI INFRASTRUKTUR ICT SAAT INI
9
DEPUTI BIDANG SARANA DAN PRASARANA, BAPPENAS
PERTUMBUHAN AKSES Akses
2005
2006
2007
2008
2009
2010
PSTN
8,824,467
8,806,702
8,717,872
8,674,228
8,423,973
8.351.937
FWA
4,683,363
6,014,031
10,811,635
21,703,843
26,385,654
32.023.497
Seluler
46,992,118
63,803,015
93,386,881
140,578,243
163,676,961
211.315.550
Total
60,499,948
78,623,748
112,916,388
170,956,314
198,486,588
251.690.984
Sumber: Kominfo, 2011
Tingkat Penetrasi Akses Telekomunikasi 2005-2010 (%) 120
107,50
100
86,06 75,05
80
60 40
90,25
50,21 35,41 27,60 13,68
20
3,57
2005
2006 PSTN
2007 FWA
2008 Cellular
2009 Total
2010
Akses Telekomunikasi Penyediaan akses telekomunikasi tumbuh dengan pesat yaitu dari 60 juta akses (2005) menjadi 198 juta (2009) dengan total penetrasi mencapai 86%. Jumlah akses tahun 2010 sebesar 251 juta bahkan telah melebihi total penduduk Indonesia. Seperti negara lain, PSTN terus mengalami penurunan sedangkan seluler semakin mendominasi. Hal ini menuntut pengelolaan spektrum yang semakin efektif dan efisien. 10
DEPUTI BIDANG SARANA DAN PRASARANA, BAPPENAS
Infrastruktur Internet
178
165
Internet Service Provider Network Access Provider
114 84 48
39
36 10
2005
17
2006
22
2007
2008
2009
14.059.137
Pelanggan Internet Mobile Internet Subscribers Fixed Internet Subscribers
5.538.262 3.137.634 1.110.945 742.049 2005
1.745.235
1.429.121 884.320
2006
Akses Internet Peningkatan jumlah pengguna layanan seluler dalam lima tahun terakhir pada dasarnya mendorong pertumbuhan jumlah pelanggan mobile internet yang meningkat dari 1 juta (2005) menjadi 14 juta (2009). Sebaliknya, pertumbuhan jumlah pelanggan fixed internet stagnan dengan peningkatan hanya dua kali dalam periode yang sama. Jumlah pengguna internet diperkirakan dua kali lebih banyak dari pelanggan internet.
1.937.942
1.594.385
2007
2008
2009
Sumber: Kominfo, 2010
11
DEPUTI BIDANG SARANA DAN PRASARANA, BAPPENAS
DISTRIBUSI AKSES Wilayah
PSTN
Sumatera
13,1%
Jawa, Bali, Nusra
72,9%
Kalimantan
4,8%
Sulawesi, Maluku, Papua
9,2%
Sebagian besar akses terdapat di bagian barat Indonesia. Jumlah akses di DKI Jakarta dan Banten meliputi 35,7% dari total akses PSTN, sedangkan Kalimantan dan total akses di Sulawesi, Maluku, dan Papua hanya single digit. Sumber: PT Telkom, 2009
Daerah berwarna putih menunjukkan daerah blank spot infrastruktur nirkabel yang sebagian besar berlokasi di wilayah timur Indonesia. 12 Sumber: Kominfo, 2010
12
DEPUTI BIDANG SARANA DAN PRASARANA, BAPPENAS
Jangkauan jaringan backbone serat optik PT Telkom telah mencapai 98% ibukota kab/kota di Jawa, namun sebaliknya, jaringan tersebut belum menyentuh ibukota kab/kota di Maluku dan Papua.
Jumlah Kab/Kota
% Kab/Kota terjangkau FO (2010)
Sumatera
151
66%
Jawa
118
Bali Nusra
Kalimantan
Wilayah
Jumlah Kab/Kota
% Kab/Kota terjangkau FO (2010)
Sulawesi
73
57%
98%
Maluku
20
0%
40
23%
Papua
40
0%
55
62%
Total
497
62%
Wilayah
Akses wireline broadband pada tahun 2011 mencapai 1.750.000 rumah tangga Tahun 2011 Akses broadband (Homepass)
Sumatera 324.300
Jawa 1.183.800
Kalimantan 97.800
Sulawesi 66.900
Nusra 60.500
Maluku Papua 16.700
Sumber: PT Telkom, 2011
13
DEPUTI BIDANG SARANA DAN PRASARANA, BAPPENAS
B. KONSEP PENGEMBANGAN ICT
14
DEPUTI BIDANG SARANA DAN PRASARANA, BAPPENAS
FOKUS ISU ICT DALAM KONEKTIVITAS NASIONAL
INSTRUMEN
PRIORITAS IMPLEMENTASI
RUANG LINGKUP
PENGEMBANGAN EKOSISTEM BROADBAND NASIONAL SUPPLY (PENYEDIAAN): available, accessible, affordable PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR
dalam pulau antar pulau internasional
PEMBIAYAAN pembiayaan swasta USO & ICT Fund KPS skema lain
Pembangunan jaringan backbone, ekstension ke ibukota kab/kota, dan last mile ke pengguna BUMN/swasta sebagai pelaku utama Dukungan fiskal pemerintah diberikan untuk wilayah non komersial melalui ICT Fund
DEMAND (PEMANFAATAN): usable, productive/empowering PENCIPTAAN NILAI (VALUE CREATION) demand (aplikasi/ layanan/konten) industri dalam negeri
REKAYASA SOSIAL (SOCIAL ENGINEERING)
e-leadership ICT-literasi pemberdayaan masyarakat
E-logistik E-government Peningkatan kualitas & kemampuan SDM ICT (a.l sertifikasi berstandar internasional)
Kebijakan dan Kerangka Regulasi Sektoral: perizinan, spektrum, interkoneksi, open access, tarif, kompetisi, dsb Lintas sektoral: insentif perpajakan, infrastructure sharing, dsb Proyek
15
DEPUTI BIDANG SARANA DAN PRASARANA, BAPPENAS
KETERKAITAN MP3EI DENGAN RPJMN 2010-2014
SASARAN RPJMN 2010-2014 YANG TERKAIT: 1. Tingkat penetrasi pengguna layanan broadband sekurang-kurangnya 30%; 2. Jaringan backbone serat optik menghubungkan antarpulau besar 100%; 3. Jumlah ibukota kab/kota yang dilayani jaringan broadband mencapai 88%*; 4. Indeks e-government nasional mencapai 3,4 (kategori baik). * target awal RPJMN sebesar 75% telah direvisi menjadi 88% dalam RKP 2012
16
DEPUTI BIDANG SARANA DAN PRASARANA, BAPPENAS
B.1. PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR ICT
17
DEPUTI BIDANG SARANA DAN PRASARANA, BAPPENAS
STRATEGI PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR Pengembangan Regional
LOCALLY INTEGRATED, GLOBALLY CONNECTED: DALAM PULAU (INTER ISLAND) Pembangunan jaringan ekstension backbone ke ibukota Kabupaten/Kota Pemerataan jaringan akses ke perdesaan, perbatasan negara, daerah terpencil, daerah blank spot, dan wilayah non komersial lain serta perkuatan jaringan backhaul Pengembangan jaringan broadband, terutama fixed broadband Pembangunan Nusantara Internet Exchange (NIX) di ibukota provinsi Pengalokasian spektrum frekuensi yang memadai Infrastructure sharing termasuk infrastruktur pasif termasuk dengan operator non-telekomunikasi Mendorong pemanfaatan energi baru terbarukan untuk mendukung penyediaan layanan di wilayah non komersial INTERNASIONAL Pembukaan link/gateway internasional baru sebagai alternatif link eksisting Pembangunan International Internet Exchange (IIX) di beberapa ibukota provinsi sebagai hub internasional
ICT
Konektivitas Nasional
Sistem Transportasi
Sistem Logistik ANTAR PULAU (INTRA ISLANDS) Pengintegrasian jaringan backbone multi-moda (serat optik, satelit) Pembangunan jaringan backbone serat optik berkonfigurasi ring 18
DEPUTI BIDANG SARANA DAN PRASARANA, BAPPENAS
INVESTASI INFRASTRUKTUR ICT DALAM MP3EI
Rp 169,7 T
NILAI INVESTASI PROYEK ICT TAHUN 2011 - 2015 (Rp Miliar) Sumatera
Jawa
Kalimantan
Sulawesi
Bali Nusra
Maluku Papua
Total
49.670
32.000
18.660
33.537
3.990
31.910
169.767 19
DEPUTI BIDANG SARANA DAN PRASARANA, BAPPENAS
PROYEK KONEKTIVITAS PT TELKOM (Nusantara Super Highway/True Broadband) Backbone: Link: Palapa Ring (Ring-10) yang menjangkau Ternate, Ambon, Fakfak, Timika, Sorong, Manokwari, dan Jayapura Sumber investasi: dana perusahaan Dukungan pemerintah yang diperlukan: belum diidentifikasi BNA
JEPANGHONGKONG USA (AAG)
LSM
Ring-1B MDN SBG
Ring-1A PBR PD
MLN
(DMCS) MELAKA
SINGAPORE
Ring-3A
BTA
PRCMLK SGT MTW SMR BPP
PTK PLK
KTP
LT
PG
TGT PRE
Ring-8
Ring-4
TT LBH MGL
SOR
Ring-10 Palapa Ring KDI
UP
KLK
SNN
NML
MW
BIA SMI
MSH
FF
JAP
BUL AB
TIM CKP Ring-5 PKL CRB
BDG PWT
YK
SM
Ring-7
NIR
Ring-6 SB MN
Ring-9
SLO ML
TUAL
Ring-11
DPR JR BW
Plan > 2014 ASON dengan OXC
BKP
PRG LWK BNP
BJM
JKT
TMB
PAL
PKB
TJN
BDL
Eksisting Ongoing Plan 2011 Plan 2012 - 2014
SBS SAG STG
Ring-2 Ring-3B JB BN
JLO MO
BTM
DMI
TAR
(BSCS)
MTR
ATM DLI
END
MRK
KP
Sumber: PT Telkom, 2011
20
DEPUTI BIDANG SARANA DAN PRASARANA, BAPPENAS
Ekstensi dan Akses: Sasaran ekstensi: 421 ibukota kab/kota (85% dari total ibukota kab/kota) terhubung dengan jaringan broadband pada tahun 2014 dan 446 ibukota kab/kota (90%) pada tahun 2015 Sasaran akses: layanan true broadband access menjangkau 10,85 juta rumah tangga pada tahun 2014 dan 13 juta rumah tangga pada tahun 2015 Sumber investasi: dana perusahaan Sumber: PT Telkom, 2011 Ekstensi Total Kab/ Kota
Eksisting Kab/kota dgn broadband (2010)
% Eksisting (2010)
Sumatera
151
100
Jawa
118
Kalimantan
Akses s/d 2014** (satuan: homepass)
Rencana PT Telkom s/d 2014
Total Kab/ Kota dgn broadband s/d 2014
% Kab/ Kota dgn broadband s/d 2014*
66%
36
136
90%
2.030.200
116
98%
2
118
100%
7.293.900
55
34
62%
19
53
96%
605.100
Sulawesi
82
47
57%
18
65
79%
425.200
Bali Nusra
40
9
23%
23
32
80%
396.000
Maluku Papua
51
0
0%
17
17
33%
99.600
TOTAL Nasional
497
306
62%
115
421
85%
10.850.000
Koridor Ekonomi
* PT Telkom berkomitmen menyediakan jaringan broadband ke 90% ibukota kab/kota pada tahun 2015 ** PT Telkom berkomitmen membangun 13 juta homepass hingga tahun 2015
21
DEPUTI BIDANG SARANA DAN PRASARANA, BAPPENAS
PERKIRAAN KESENJANGAN SASARAN RPJMN 2010-2014
KOMITMEN PT TELKOM
KEKURANGAN DI 2014
Pulau besar yang terhubung dengan backbone serat optik
Terpenuhi melalui pembangunan Ring-10
Jumlah ibukota kab/kota yang dilayani jaringan broadband mencapai 88%
85%
16 ibukota kab/kota yang masih harus dijangkau broadband
Tingkat penetrasi pengguna layanan broadband sekurangkurangnya 30%
10,85 juta homepass (wireline)
Dari target 73,6 juta populasi dengan broadband, masih terdapat kekurangan sekitar 30,2 juta orang yang harus dijangkau melalui wireless broadband
Memerlukan intervensi pemerintah untuk menutup kekurangan/ mempercepat pembangunan, yaitu melalui: Kerangka regulasi Kerangka anggaran
--
Asumsi: Perkiraan populasi Indonesia tahun 2014 adalah 245,4 juta jiwa (sumber: BPS) Satu rumah tangga terdiri dari empat orang.
22
DEPUTI BIDANG SARANA DAN PRASARANA, BAPPENAS
B.2. PEMANFAATAN ICT LINTAS SEKTOR
23
DEPUTI BIDANG SARANA DAN PRASARANA, BAPPENAS
E-LOGISTIK Permasalahan sistem logistik eksisting: Proses logistik di Indonesia masih terpisah-pisah, tidak terintegrasi, dan tidak terhubung secara global sehingga para pelaku bisnis sulit untuk memonitor dan mengendalikan bisnis yang dilaksanakannya di Indonesia Pihak yang bertransaksi tidak saling terhubung sehingga tidak ada kemampuan untuk menjadi transparan, traceable, dan trackable (3T) Biaya logistik Indonesia tinggi (24% dari PDB) dibandingkan Korea (16,3%), Jepang (10,6%), AS (10,1%) Belum mampu memenuhi tuntutan internasional untuk memiliki sistem logistik yang terintegrasi dan compatible dengan negara lain Persepsi industri global terhadap proses logistik Indonesia buruk, terlihat dari peringkat Logistic Performance Index yang rendah yaitu ke-75 di bawah Singapura (2), Malaysia (29), Thailand (35), dan Vietnam (53)
Diperlukan platform logistik nasional yang terintegrasi dan memenuhi standar internasional yaitu ILCS (Indonesia Logistics Community Services) Sumber: PT Pelindo II dan PT Telkom, 2011
24
DEPUTI BIDANG SARANA DAN PRASARANA, BAPPENAS
E-GOVERNMENT
Peringkat
Indeks PBB untuk Pengembangan E-Government Peringkat Indonesia 70 85 96 106 2003
2004
2005
109
2008
2010
Tahun
Peringkat PBB untuk Pengembangan E-Government 2010 1 11 ASEAN +3 (+ Korea) 17 32
90
Sumber: Dewan TIK Nasional, 2010
Indonesia
Vietnam
Filipina
Thailand
Cina
Brunei
Malaysia
Jepang
Singapura
Korea
109
119 140
141
151
Laos
78
Myanmar
76
Kamboja
72
India
68
Permasalahan: Peringkat e-government Indonesia di tingkat global menurun padahal investasi yang telah dikeluarkan besar. Kemampuan e-government instansi pemerintah masih rendah (indeks rata-rata: 2,49 dari skala 4). Penyebab: Rendahnya e-leadership dan kesatuan visi egovernment nasional sehingga setiap instansi pemerintah membangun dan mengoperasikan sistem komunikasi dan informasi sendiri-sendiri secara terpisah sehingga menyulitkan pertukaran dan validasi informasi dan data. Kesinambungan komitmen tidak konsisten dengan implementasi program, sehingga kegiatan terpotong-potong. Implementasi program strategis e-government mengalami keterlambatan yang serius: National Single Window (NSW), Single ID Number (e-KTP), Palapa Ring (national broadband), dsb.
Diperlukan revitalisasi dan refocusing e-government nasional
DEPUTI BIDANG SARANA DAN PRASARANA, BAPPENAS
C. STRATEGI PENCAPAIAN TARGET
26
DEPUTI BIDANG SARANA DAN PRASARANA, BAPPENAS
STRATEGI 1: MEMPERKUAT KERANGKA KEBIJAKAN/REGULASI antara lain:
ICT Fund sebagai bentuk dukungan pemerintah Pemanfaatan spektrum frekuensi radio secara optimal spectrum refarming migrasi sistem penyiaran dari analog ke digital untuk mendapatkan digital dividend Infrastructure sharing dan open access Broadband sebagai bagian dari kewajiban universal (program USO)
Pengembangan konten lokal Program demand-side (aggregate demands): e-government, e-health, eeducation, dsb 27
DEPUTI BIDANG SARANA DAN PRASARANA, BAPPENAS
STRATEGI 2: OPTIMALISASI PEMANFAATAN PEMBIAYAAN EKSISTING SUMBER
KELEBIHAN
KEKURANGAN
APBN (Rupiah Murni dan pinjaman luar negeri)
Pengalokasian sesuai dengan target Pemerintah
Kapasitas APBN terbatas Hanya bersifat pengadaan (procurement) Bersifat tahun tunggal (kecuali pinjaman luar negeri). Pengalokasian anggaran untuk tahun jamak harus mendapat persetujuan Menkeu
Kerjasama Pemerintah dan Swasta (KPS) skema perizinan
Tidak membebani APBN Risiko (terutama risiko teknologi) dikelola oleh swasta
Berorientasi profit Tanpa sinkronisasi perencanaan dan pengawasan pelaksanaan pembangunan yang memadai, justru akan melebarkan kesenjangan digital
Indonesia Infrastructure Fund
Skema yang beragam antara lain pinjaman dan penyertaan modal
Hanya untuk proyek yang bersifat commercially/financially feasible
Instrumen pembangunan: di wilayah non komersial dilaksanakan oleh swasta tanpa membebani keuangan negara (tidak mencari dana baru/on top)
Dana USO 28
DEPUTI BIDANG SARANA DAN PRASARANA, BAPPENAS
INVESTASI SEKTOR ICT TAHUN 2005 - 2009 Investasi Total Sektor ICT 2005 – 2009: Rp 188.476,0 Miliar APBN Rp 14.058,7 Miliar (7,5%)
Kominfo: Rp 9.530 M
Dana USO : Rp 3.207 M (33,7% dari APBN Kominfo/ 22,8% dari APBN sektor)*
PSO Pos: Rp 646 M
TVRI/RRI: Rp 3.882 M
PRIVATE (PMA dan PMDN): Rp 174.417,3 Miliar (92,5%)
PMA: Rp 173.073,1 M
PMDN: Rp 1.344,2 M
Investasi sektor ICT hampir seluruhnya berasal dari swasta (private sector). Hal ini sejalan dengan UU No. 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi yang menetapkan peran pemerintah sebagai penyusun kebijakan dan regulasi, sedangkan peran pembangunan (fisik) diserahkan kepada penyelenggara. Namun demikian, intervensi APBN tetap diperlukan untuk pembangunan di wilayah non komersial. * Kontribusi USO tahun 2006-2008 sebesar 0,75% ditingkatkan menjadi 1,25% mulai tahun 2009 Sumber: APBN, berbagai tahun dan BKPM, 2010
29
DEPUTI BIDANG SARANA DAN PRASARANA, BAPPENAS
PEMANFAATAN DANA USO Kontribusi penyelenggara sebesar 1,25% dari total pendapatan kotor tahunan (sekitar Rp 1,3 Triliun/tahun).
Proyek berjalan (2009-2014)
DANA USO (2006 – sekarang)
Desa Dering PLIK dan Mobile PLIK Internet exchange
proyek baru (tahap pengembangan)
ICT Fund Diadministrasikan dalam APBN dan dikelola oleh BP3TI (BLU di bawah Kementerian Kominfo)
Palapa Ring Jaringan backbone di wilayah timur Indonesia Jaringan ekstensi ke ibukota kab/kota
Rencana pemanfaatan selanjutnya: Pengembangan aplikasi/konten Pengembangan industri ICT dalam negeri
30
DEPUTI BIDANG SARANA DAN PRASARANA, BAPPENAS
KONTRIBUSI/PORSI PNBP ICT Tahun
Pagu Definitif Kominfo (Rp Miliar)
Alokasi PNBP Non BLU (Rp Miliar)
Alokasi PNBP BLU/ Dana USO (Rp Miliar)
Total PNBP Kominfo (Rp Miliar)
2008
2.409,69
252,96
949,95
1.202,91
49,92
7.748,22
15,52
2009
2.061,00
553,16
579,79
1.132,99
54,97
10.050,78
11,27
2010
2.811,97
485,40
1.433,10
1.918,50
68,23
12.852,43
14,93
2011
3.450,27
972,43
1.591,98
2.564,41
74,32
n/a
Prosentase PNBP thdp Pagu (%)
Realisasi PNBP (Rp Miliar)
Prosentase Alokasi thdp Realisasi (%)
n/a
Porsi PNBP terhadap total Pagu Definitif Kementerian Kominfo setiap tahun semakin besar yaitu dari sekitar 50% di tahun 2008 menjadi 74% di tahun 2011 12.000,00 2008
2009
2010
10.000,00
8.000,00 6.000,00
4.000,00 2.000,00
BHP Frekuensi
KPU (USO)
BHP Jastel
Lainnya
Besaran Dana USO yang dikumpulkan dari operator “hanya” sekitar 11% dari total realisasi PNBP, sedangkan bagian terbesar (sekitar 80%) berasal dari BHP Frekuensi. Diperlukan strategi optimalisasi pemanfaatan PNBP (Non BLU) agar lebih efektif mendukung pembangunan ICT tidak hanya untuk hard infrastructure tetapi juga soft infrastructure (aplikasi, konten, dsb) 31
DEPUTI BIDANG SARANA DAN PRASARANA, BAPPENAS
STRATEGI 3: KERJASAMA PEMERINTAH DAN SWASTA Skema
Kelayakan Proyek
1
Layak secara ekonomi tetapi tidak layak secara finansial
2
Layak secara ekonomi dan finansial marjinal
3
Layak secara ekonomi dan finansial Operasi dan Pemeliharaan
Swasta Pemerintah Swasta Swasta
Pemerintah
Swasta Swasta
Hybrid Financing
PPP dengan Dukungan Pemerintah PPP Reguler (perizinan)
Konstruksi
Pada Perpres No. 13 Tahun 2010 (Pasal 4) yang merupakan perubahan pertama Perpres No. 67 Tahun 2005 ditetapkan bahwa jenis infrastruktur ICT yang dapat dikerjasamakan dengan Badan Usaha adalah jaringan telekomunikasi dan infrastruktur e-government Skema KPS saat ini masih berorientasi kepada hard infrastructure (jaringan) dan belum mengakomodasi soft infrastructure (aplikasi, industri manufaktur dsb) Hingga saat ini, bentuk KPS yang digunakan pada sektor ICT hanya perizinan (licensing) 32
DEPUTI BIDANG SARANA DAN PRASARANA, BAPPENAS
PROYEK KPS PERTAMA SEKTOR ICT: KONSEP ICT FUND UNTUK PALAPA RING* SASARAN BISNIS MODEL
PERMASALAHAN
Tersedianya konektivitas broadband Kerjasama Pemerintah-Swasta (KPS) dengan Dukungan Pemerintah berbentuk fiskal finansial (Perpres No. 56 Tahun 2011) untuk meningkatkan kelayakan proyek Berorientasi output (layanan), bukan berbasis aset Konsideran: Sesuai UU No. 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi, pembangunan infrastruktur dilakukan oleh penyelenggara Swasta mempunyai kemampuan pemilihan dan pengelolaan teknologi dan infrastruktur yang efisien Infrastruktur ICT lebih bersifat liability bagi pemerintah karena memerlukan dukungan APBN yang besar dan konsisten untuk mengelolanya (pemerintah bukan pihak yang tepat untuk mengelola risiko teknologi) Diperlukan dukungan pemerintah untuk wilayah non komersial Bentuk Dukungan Pemerintah yang diusulkan (fiskal finansial) belum diatur secara rinci (sedang disusun oleh Kemkeu terkait viability gap fund)
* Merupakan hasil diskusi Kominfo, Bappenas, dan PPK BLU Kemkeu. Akan difinalisasi oleh Kominfo.
33
DEPUTI BIDANG SARANA DAN PRASARANA, BAPPENAS
MILESTONE ICT FUND DAN PALAPA RING MILESTONE
STATUS
Revisi Perpres No. 13 Tahun 2010 (revisi kedua Perpres No. 67 Tahun 2005) khususnya terkait persetujuan Menkeu tentang pemberian Dukungan Pemerintah dalam bentuk kontribusi fiskal dalam bentuk finansial yang diusulkan oleh Menteri sektor
Sudah selesai, terbit tanggal 9 September 2011. Perpres No. 56 Tahun 2011, Pasal 17A ayat (4).
Permen Keuangan tentang viability gap fund yang mengatur tentang transfer dana dari pemerintah ke badan usaha pemenang lelang sebagai bentuk dukungan pemerintah fiskal finansial
Sedang disusun Kemkeu
Permen Kominfo tentang ICT Fund
Sedang difinalisasi
Perubahan tupoksi BLU-BTIP menjadi BLU-BP3TI termasuk fungsi pemanfaatan ICT Fund
Segera setelah penetapan Permen Kominfo ICT Fund
PERSIAPAN REGULASI
PERSIAPAN PROYEK Pemilihan bentuk (modality) proyek
Sudah selesai
Penyusunan dokumen lelang
Segera setelah seluruh regulasi selesai 34
DEPUTI BIDANG SARANA DAN PRASARANA, BAPPENAS
BAGIAN 3
ACTION PLAN
35
DEPUTI BIDANG SARANA DAN PRASARANA, BAPPENAS
PERUBAHAN PARADIGMA PEMANFAATAN ICT FUND: PERGESERAN DARI HARD INFRASTRUCTURE KE SOFT INFRASTRUCTURE Rencana Saat Ini Hard Infrastructure (Palapa Ring): Jaringan backbone di wilayah timur Indonesia Jaringan ekstensi ke ibukota kab/kota
Soft Infrastructure: Pengembangan aplikasi dan konten Pengembangan industri ICT dalam negeri dll
Komitmen BUMN/Swasta
Pembangunan Ring-10 (PT Telkom) Menjangkau 85% kab/kota di tahun 2014 dan 90% di 2015 (PT Telkom) Belum diidentifikasi Belum diidentifikasi
Strategi Pemanfaatan ICT Fund Dengan adanya komitmen PT Telkom untuk mengembangkan infrastruktur broadband baik jaringan backbone, ekstensi, maupun akses, diperlukan strategi agar pemanfaatan ICT Fund dapat lebih efektif dan efisien, termasuk mengidentifikasi bentuk dukungan pemerintah (subsidi, stimulus, insentif perpajakan, dsb) untuk mendukung kegiatan soft infrastructure.
36
DEPUTI BIDANG SARANA DAN PRASARANA, BAPPENAS
TAHAPAN
Menyelesaikan konsep ICT Fund Implementasi ICT Fund untuk hard infrastructure (Palapa Ring) Identifikasi Dukungan Pemerintah yang diperlukan untuk soft infrastructure
Memastikan ketersediaan regulasi pendukung yang memungkinkan pemanfaatan ICT Fund untuk soft infrastructure Identifikasi proyek KPS soft infrastructure
Implementasi proyek KPS lainnya (selain Palapa Ring) di sektor ICT Kajian sumber pendanaan ICT Fund (tidak saja dari Dana USO tetapi juga dari PNBP lainnya)
Perlu kesepakatan dan komitmen semua pihak terkait
37
DEPUTI BIDANG SARANA DAN PRASARANA, BAPPENAS
TERIMA KASIH
38