KONDISI DAN POTENSI PENGEMBANGAN KEPELABUHANAN PERIKANAN DI KABUPATEN SUBANG
RIO FANY NAIKTA GINTING
MAYOR TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN TANGKAP DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
ABSTRACT RIO FANY NAIKTA GINTING, C44053282. Condition and Potential Development Fishing Port at District Subang. Mentoring by ANWAR BEY PANE and ERNANI LUBIS. The condition of fishing port facilities related to its number availability and the facilities management had an effect on the outcome. This research aims to analyze the condition of facilities and activities, to know the production of fishing catch and supply trip, and to determine fishing port that potentially to develop. This research used literature study method, descriptive analysis, group, and scoring technique to analyze data. Pursuant to research result known that the condition of fishing port facility in district Subang was far from proper. So that required some effort to make the facilities proper. Gas station, water tank, and ice factory were the facilities that need to repairing, maintenance and improvement in PPP Muara Ciasem, PPP Blanakan, PPI Patimban, and PPI Mayangan. The condition of landing activity, auction, and fish processing was good at district Subang fishing port nor the supply trip such as water, ice and fuel. Pursuant to the result of scoring technique showed that PPP Blanakan get 117 points. It means that PPP Blanakan get the first priority to develop and then PPI Mayangan was the second place with 72,7 points and the last place was PPI Patimban with 71,7 points. Key word: Disctrict Subang, fishing port, development
ABSTRACT RIO FANY NAIKTA GINTING, C44053282. Condition and Potential Development Fishing Port at District Subang. Mentoring by ANWAR BEY PANE and ERNANI LUBIS. The condition of fishing port facilities related to its number availability and the facilities management had an effect on the outcome. This research aims to analyze the condition of facilities and activities, to know the production of fishing catch and supply trip, and to determine fishing port that potentially to develop. This research used literature study method, descriptive analysis, group, and scoring technique to analyze data. Pursuant to research result known that the condition of fishing port facility in district Subang was far from proper. So that required some effort to make the facilities proper. Gas station, water tank, and ice factory were the facilities that need to repairing, maintenance and improvement in PPP Muara Ciasem, PPP Blanakan, PPI Patimban, and PPI Mayangan. The condition of landing activity, auction, and fish processing was good at district Subang fishing port nor the supply trip such as water, ice and fuel. Pursuant to the result of scoring technique showed that PPP Blanakan get 117 points. It means that PPP Blanakan get the first priority to develop and then PPI Mayangan was the second place with 72,7 points and the last place was PPI Patimban with 71,7 points. Key word: Disctrict Subang, fishing port, development
ABSTRAK RIO FANY NAIKTA GINTING, C44053282. Kondisi dan Potensi Pengembangan Kepelabuhanan Perikanan di Kabupaten Subang. Dibimbing oleh ANWAR BEY PANE dan ERNANI LUBIS. Fasilitas merupakan input di pelabuhan perikanan yang kondisinya berhubungan dengan ketersediaan dan jumlahnya di pelabuhan perikanan. Fasilitas yang dikelola dengan optimal akan menghasilkan output yang optimal pula. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran kondisi fasilitas dan aktivitas, mendapatkan besaran output (produksi hasil tangkapan dan penyediaan bahan kebutuhan melaut) yang berpotensi untuk dikembangkan dari semua pelabuhan perikanan dan menentukan pelabuhan perikanan di Kabupaten Subang yang berpotensi untuk dikembangkan. Metode penelitian yang digunakan adalah studi literatur dan menggunakan analisis data deskriptif kualitatif, pengelompokan dan teknik skoring. Berdasarkan hasil penelitian diketahui kondisi fasilitas pelabuhan perikanan di Kabupaten Subang masih jauh dari layak untuk dipergunakan sehingga dibutuhkan beberapa upaya untuk melayakkannya seperti perbaikan fasilitas BBM, tangki air bersih dan depot es di beberapa pelabuhan perikanan yaitu PPP Muara Ciasem, PPP Blanakan, PPI Patimban dan PPI Mayangan. Kondisi aktivitas pendaratan, pemasaran dan pengolahan sangat baik sedangkan penyediaan kebutuhan melaut (BBM, es, air) di seluruh pelabuhan perikanan Kab. Subang masih belum dapat dipenuhi. Hasil perhitungan dengan teknik skoring menunjukkan bahwa pelabuhan yang paling potensil untuk dikembangkan adalah PPP Blanakan (nilai 117), selanjutnya adalah PPI Mayangan (nilai 72,7) dan PPI Patimban (nilai 71,7).
Kata kunci: Kabupaten Subang, kepelabuhanan perikanan, pengembangan
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Kondisi dan Potensi Pengembangan Kepelabuhanan Perikanan di Kabupaten Subang adalah benar dan merupakan hasil karya saya sendiri dengan arahan dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya ilmiah yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Maret 2011 Rio Fany Naikta Ginting
KONDISI DAN POTENSI PENGEMBANGAN KEPELABUHANAN PERIKANAN DI KABUPATEN SUBANG
RIO FANY NAIKTA GINTING
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan
MAYOR TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN TANGKAP DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
© Hak cipta IPB, Tahun 2011 Hak cipta dilindungi Undang-Undang 1) Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber: a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah. b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. 2) Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa seizin IPB
Judul Skripsi
: Kondisi dan Potensi Pengembangan Kepelabuhanan Perikanan di Kabupaten Subang
Nama Mahasiswa
: Rio Fany Naikta Ginting
NRP
: C44053282
Mayor
: Teknologi dan Manajemen Perikanan Tangkap
Program Studi
: Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan
Departemen
: Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan
Menyetujui:
Pembimbing I,
Pembimbing II,
Dr.Ir. Anwar Bey Pane, DEA NIP. 19541014 198003 1 003
Dr. Ir. Ernani Lubis, DEA. NIP. 19561123 198203 2 002
Mengetahui: Ketua Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan,
Dr. Ir. Budy Wiryawan, M.Sc NIP. 19621223 198703 1 001 Tanggal lulus : 11 Februari 2011
UCAPAN TERIMA KASIH Banyak pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, bantuan secara moril, tenaga maupun materi yang sangat berguna bagi penulis. Penulis menyampaikan terimakasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada pihak yang berjasa dalam menyelesaikan skripsi ini, yaitu: 1) Ayah Alm. P. Ginting dan ibu J. Sembiring dan kedua adik serta keluarga besar di Medan yang tiada henti mendidik, berdoa dan mencurahkan kasih sayang untuk penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Saya bersyukur berada ditengah keluarga yang luar biasa dalam mendidik anaknya. 2) Oce dan keluarga di Subang yang telah menyediakan tempat tinggal bagi penulis selama proses penelitian. 3) The SABAR (Sahat, Arief, Budiman, dan Asep) yang saling mendukung selama proses penulisan. 4) Keluarga Perwira 43 yang selalu di hati. Terima kasih atas kebersamaan dan keceriaan yang telah kalian berikan. 5) Teman – teman PSP angkatan 42, atas dukungan dan semangatnya. 6) Yessy Winda Panggabean yang selalu mendorong penulis untuk lebih giat dan bersemangat dalam menyelesaikan skripsi. 7) Seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah membantu dalam kelancaran penyelesaian skripsi ini.
Bogor, Maret 2011 Rio Fany Naikta Ginting
KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Yesus Kristus yang telah melimpahkan rahmat-Nya sehingga dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul ” Kondisi
dan
Potensi
Pengembangan
Kepelabuhanan
Perikanan
di
Kabupaten Subang”. Skripsi ini merupakan hasil penelitian yang dilakukan pada bulan Februari hingga November 2010. Skripsi ditujukan untuk memenuhi syarat mendapatkan
gelar sarjana pada Departemen Pemanfaatan Sumberdaya
Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada: 1) Dr. Ir. Anwar Bey Pane, DEA dan Dr. Ir. Ernani Lubis, DEA selaku komisi pembimbing atas pengarahan, bimbingan, curahan pemikiran dan motivasi yang telah diberikan sejak proses penulisan proposal, pelaksanaan penelitian sampai penulisan skripsi. 2) Dr. Ir. Muhammad Imron, M.Si selaku Ketua Program Studi Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 3) Retno Muninggar S.Pi, M.E selaku dosen penguji yang telah memberikan saran dan kritikan bagi penulis, semoga bermanfaat. 4) Dr. Ir. Budy Wiryawan, M.Sc selaku Ketua Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 5) Pihak DKP Kabupaten Subang yang telah bersedia menyediakan data untuk penelitian. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kata sempurna, sehingga kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun diharapkan untuk perbaikan penulis. Akhir kata semoga skripsi ini bermanfaat khususnya bagi penulis dan juga bagi semua pihak yang memerlukan.
Bogor, Februari 2011 Rio FN Ginting
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR ISI .............................................................................................................. i DAFTAR TABEL ................................................................................................... iii DAFTAR GAMBAR ................................................................................................ v DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................... vi 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ............................................................................................... 1 1.2 Perumusan Masalah ....................................................................................... 3 1.3 Tujuan ............................................................................................................ 4 1.4 Manfaat .......................................................................................................... 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelabuhan Perikanan ...................................................................................... 5 2.1.1 Fasilitas pelabuhan perikanan ............................................................... 5 2.1.2 Aktivitas pelabuhan perikanan .............................................................. 8 2.2 Pengelolaan dan Output Pelabuhan Perikanan............................................. 15 2.2.1 Pengelolaan pelabuhan perikanan ....................................................... 15 2.2.2 Output pelabuhan perikanan................................................................ 16 3. METODOLOGI 3.1 Bahan Penelitian ........................................................................................... 19 3.2 Metode Penelitian ......................................................................................... 19 3.3 Analisis Data ................................................................................................ 21 4. KEADAAN UMUM 4.1 Keadaan Umum Daerah Penelitian ............................................................. 27 4.1.1 Kondisi geografi, topogrofi dan penduduk ......................................... 27 4.1.2 Pendidikan ........................................................................................... 28 4.1.3 Prasarana umum .................................................................................. 29 4.2 Keadaan Umum Perikanan Tangkap ............................................................ 32 4.2.1 Produksi dan nilai produksi ................................................................. 32 4.2.2 Unit penangkapan ikan ........................................................................ 35 4.2.3 Nelayan................................................................................................ 39 4.2.4 Daerah penangkapan ikan ................................................................... 40 4.2.5 Prasarana perikanan tangkap ............................................................... 41
i
5. KONDISI KEPELABUHANAN PERIKANAN DI SUBANG 5.1 Unit Penangkapan Ikan ............................................................................... 44 5.1.1 Armada penangkapan ikan .................................................................. 44 5.1.2 Alat penangkap ikan ............................................................................ 45 5.1.3 Nelayan................................................................................................ 47 5.2 Fasilitas dan Aktivitas Kepelabuhanan Perikanan di Kabupaten Subang..............49 5.2.1 Fasilitas tersedia menurut pelabuhan perikanan.................................. 49 5.2.2 Aktivitas menurut pelabuhan perikanan .............................................. 57 6. OUTPUT PELABUHAN PERIKANAN DI SUBANG 6.1 Produksi dan nilai produksi pelabuhan perikanan ........................................ 71 6.2 Penyediaan kebutuhan melaut ....................................................................... 75 7. POTENSI PENGEMBANGAN PELABUHAN PERIKANAN DI SUBANG 7.1 Fasilitas......................................................................................................... 85 7.2 Aktivitas ....................................................................................................... 92 7.3 Pelabuhan Potensial untuk Dikembangkan .................................................. 94 8. KESIMPULAN DAN SARAN 8.1 Kesimpulan................................................................................................... 98 8.2 Saran ............................................................................................................. 98 DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................. 99 LAMPIRAN .......................................................................................................... 103
ii
DAFTAR TABEL Halaman 1 Data yang dikumpulkan pada penelitian kondisi fasilitas dan aktivitas Pelabuhan perikanan di Kab. Subang ............................................................... 20 2 Kriteria pengambilan keputusan untuk fasilitas ................................................ 25 3 Kriteria pengambilan keputusan untuk aktivitas ............................................... 25 4 Kriteria pengambilan keputusan untuk output .................................................. 25 5 Jumlah penduduk Kab. Subang tahun 2004-2008 ............................................ 26 6 Perkembangan dan pertumbuhan produksi dan nilai produksi hasil Tangkapan di Kab. Subang tahun 2000-2009 ................................................... 33 7 Perkembangan dan pertumbuhan jumlah alat tangkap di Kab. Subang tahun 1999-2008 ..................................................................... 34 8 Perkembangan dan pertumbuhan jumlah kapal di Kab. Subang tahun 2000-2009 ..................................................................... 38 9 Perkembangan dan pertumbuhan jumlah nelayan di Kab. Subang tahun 2005-2009 ...................................................................... 39 10 Lokasi pelabuhan dan KUD di Kab. Subang ................................................. 42 11 Jumlah armada penangkap ikan menurut kategori armada dan pelabuhan perikanan Kab. Subang tahun 2009................................................................. 44 12 Jumlah alat tangkap menurut pelabuhan perikanan di Kab. Subang tahun 2009 ....................................................................................................... 46 13 Jumlah nelayan menurut pelabuhan perikanan di Kab. Subang tahun 2009 ....................................................................................................... 47 14 Profil unit penangkapan dominan di ketujuh pelabuhan di Kab. Subang ...... 48 15 Jenis fasilitas tersedia di pelabuhan perikanan Kab. Subang tahun 2009 ....... 51 16 Aktivitas kepelabuhanan perikanan Kab. Subang tahun 2009 ........................ 58 17 Profil fasilitas di ketujuh pelabuhan perikanan Kab. Subang tahun 2009 ...... 60 18 Profil aktivitas di ketujuh pelabuhan perikanan Kab. Subang tahun 2009 ..... 61 19 Kategori pelabuhan perikanan Kab. Subang berdasarkan perhitungan dengan teknik skoring ..................................................................................... 64 20 Kategori pelabuhanan perikanan Kab. Subang berdasarkan perhitungan dengan teknik skoring ..................................................................................... 65 21 Volume dan nilai serta rasio nilai produksi terhadap hasil tangkapan didaratkan si seluruh pelabuhan perikanan Kab. Subang tahun 2009............. 72
iii
22 Jenis hasil tangkapan ekonomis penting per pelabuhan perikanan di Kab. Subang .............................................................................................. 73 23 Pendapatan hasil usaha unit SPDN di KUD Mandiri Mina Fajar Sidik PPP Blanakan periode tahun 2005-2009 ............................................... 77 24 Pendapatan hasil usaha unit penjualan es di KUD Mandiri Mina Fajar Sidik PPP Blanakan periode tahun 2005-2009 ............................................... 79 25 Profil output ketujuh pelabuhan perikanan Kab. Subang tahun 2009............ 81 26 Kategori pelabuhan perikanan Kab. Subang berdasarkan perhitungan dengan teknik skoring ..................................................................................... 84 27 Analisis kebutuhan fasilitas per pelabuhan perikanan per hari di Kab. Subang tahun 2009 ............................................................................. 88 28 Profil fasilitas yang perlu dikembangkan di pelabuhan perikanan Kab. Subang tahun 2009 ................................................................................. 91 29 Kriteria pengembangan pelabuhan perikanan Kab. Subang tahun 2009 ........ 95
iv
DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Grafik perkembangan produksi dan nilai produksi hasil tangkapan di Kab. Subang periode tahun 1998-2009 .......................................................... 33 2 Grafik perkembangan alat tangkap dominan di Kab. Subang periode tahun 1999-2008 ................................................................................................. 36 3 Grafik perkembangan jumlah armada penangkapan ikan di Kab. Subang periode tahun 2000-2009 .................................................................................... 37 4 Grafik perkembangan jumlah nelayan di Kab. Subang periode tahun 2005-2009 ................................................................................................. 40 5 Peta lokasi seluruh pelabuhan perikanan di Kab. Subang tahun 2010 ................ 43 6 Peta kondisi fasilitas seluruh pelabuhan perikanan di Kab. Subang tahun 2000-2009 ................................................................................................. 50 7 Beberapa fasilitas dan aktivitas pelelangan di PPP Blanakan tahun 2010 .......... 66 8 Beberapa fasilitas di PPP Muara Ciasem tahun 2010 ......................................... 67 9 Beberapa fasilitas di PPI Mayangan tahun 2010 ................................................ 68 10 Beberapa fasilitas di PPI Rawameneng tahun 2010............................................ 69 11 Beberapa fasilitas di PPI Cilamaya Girang tahun 2010 ...................................... 70 12 Histogram rasio nilai produksi NP/P hasil tangkapan didaratkan di seluruh Kab. Subang tahun 2009 ................................................................... 74 13 Histogram jumlah pendapatan hasil usaha pabrik es PT Tirta Ratna di PPP Blanakan Kab. Subang tahun 2005-2009 ............................................... 80
v
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Perhitungan variabel output ............................................................................... 102 2 Perhitungan variabel fasilitas ............................................................................. 105 3 Perhitungan variabel aktivitas ............................................................................ 107 4 Perhitungan skoring gabungan ........................................................................... 109 5 Perhitungan kebutuhan melaut aktual ................................................................ 110
vi
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang Sektor perikanan merupakan salah satu sektor ekonomi yang memberi kontribusi dalam pembangunan nasional. Pendapat ini tidak lepas dari hasil pendugaan stok ikan yang terdapat pada perairan pantai, perairan nusantara, serta perairan ZEE yang dilakukan sejak tahun 1970. Wilayah Indonesia memiliki potensi sumberdaya ikan yang sangat besar, diperkirakan sebesar 6,41 juta ton per tahun. Jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JTB) adalah 80% dari potensi lestari atau sekitar 5,12 juta ton per tahun (PRPT, 2001). Secara umum pemanfaatan sumberdaya ikan di Indonesia sampai saat ini belum optimal dan masih berpeluang untuk dikembangkan. Salah satu pengembangannya adalah melalui pembangunan dan rehabilitasi sarana dan prasarana di bidang perikanan yang diharapkan mampu meningkatkan usaha perikanan tangkap baik untuk skala kecil maupun besar yang nantinya dapat menghidupkan sektor perekonomian bagi penduduk di sekitar wilayah pelabuhan perikanan. Kinerja pelabuhan perikanan tidak terlepas dari input pelabuhan itu sendiri. Fasilitas yang ada merupakan input di pelabuhan perikanan. Kondisi fasilitas berhubungan dengan ketersediaan dan jumlahnya di pelabuhan perikanan. Kondisi aktivitas berhubungan dengan kemampuan memanfaatkan fasilitas yang tersedia. Kedua kondisi tersebut apabila dikelola dengan optimal, selanjutnya mengalami proses untuk menghasilkan output yang baik. Pelabuhan dimilikinya
perikanan
merupakan
dengan
tempat
berbagai
kelengkapan
dilaksanakannya
segala
fasilitas aktivitas
yang seperti
pendaratan, perdagangan dan pendistribusian produksi hasil tangkapan. Hal ini menunjukkan bahwa fasilitas merupakan salah satu pendorong kinerja pelabuhan perikanan. Ironisnya, tidak semua pelabuhan perikanan memiliki fasilitas yang dibutuhkannya. Berdasarkan hasil penelitian Indrianto (2006), pada umumnya pelabuhan perikanan di Kabupaten Subang memiliki kondisi fasilitas cenderung memprihatinkan atau bahkan tidak ada sama sekali padahal fasilitas tersebut sangat diperlukan. Hal ini terlihat pada Pelabuhan Perikanan Pantai Muara
2 Ciasem, dimana fasilitas yang terdapat di pelabuhan tersebut masih jauh dari kondisi yang sesuai dengan kapasitasnya. Gambaran mengenai kondisi ketersediaan dan jumlah fasilitas yang berbeda ini merupakan salah satu faktor yang menghambat kinerja pelabuhan perikanan. Suatu pelabuhan perikanan memerlukan berbagai aktivitas kepelabuhanan perikanan, agar fungsi pelabuhan terpenuhi. Berbagai aktivitas tersebut haruslah diselenggarakan dengan baik dan dikembangkan. Pengembangan aktivitas yang terjadi di pelabuhan perikanan pada umumnya terkait dengan ketersediaan fasilitas. Sebagai contoh, aktivitas pelelangan di suatu pelabuhan perikanan terjadi apabila di pelabuhan tersebut memiliki Tempat Pelelangan Ikan (TPI) yang merupakan fasilitas fungsional. Begitu juga untuk aktivitas – aktivitas lainnya seperti pendaratan hasil tangkapan, karena adanya fasilitas dermaga pendaratan dan fasilitas lainnya; sarana pengangkut ikan, basket/keranjang ikan, air bersih. Aktivitas yang terjadi di pelabuhan perikanan merupakan proses dari pelaksanaan fungsi pelabuhan tersebut. Hasil dari proses tersebut akan memberikan output. Sebagai contoh, fasilitas – fasilitas tangki bahan bakar, instalasi air minum dan pabrik es bersama dengan aktivitas – aktivitasnya akan memberikan output volume produksi BBM, air minum, dan es. Secara umum output pelabuhan perikanan dapat digolongkan menjadi dua. Golongan pertama adalah hasil tangkapan yang meliputi produksi, nilai, dan jenis hasil tangkapan, serta harganya. Golongan kedua adalah penyediaan kebutuhan melaut yang meliputi produksi air, BBM, dan es. Kabupaten Subang merupakan salah satu daerah tingkat dua di Pantai Utara Jawa Barat yang memiliki volume produksi ikan yang cukup besar. Rata-rata volume produksi ikan yang didaratkan di Kabupaten Subang selama periode tahun 1995-2009 mencapai 18.562,8 ton/tahun atau 50,72 ton/hari. Nilai produksi ikan yang dihasilkan pada periode tersebut rata-rata sebesar Rp 147.269.359.350,/tahun (Anonymous, 2010a,data diolah kembali). Produksi ikan tersebut didaratkan di berbagai pelabuhan perikanan yang terdapat di Kabupaten Subang. Di Kabupaten Subang sampai saat ini didominasi oleh unit pelabuhan tipe D atau Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) yaitu PPI Rawameneng, PPI Patimban, PPI Mayangan, PPP Blanakan, PPP Muara Ciasem, PPI Cilamaya Girang, dan PPI
3 Cirewang (Anonymous, 2009b). Oleh karena itu kegiatan pengembangan perlu menjadi
perhatian
bagi
pengembang
kawasan
di
pelabuhan
tersebut.
Pengembangan yang dilakukan dapat mencakup perbaikan fasilitas sesuai kapasitas dan penambahan fasilitas. Dengan demikian diharapkan dapat terjadi berbagai aktivitas di kawasan pelabuhan tersebut yang nantinya dapat pula meningkatkan status pelabuhan perikanan tersebut. Produksi hasil tangkapan yang didaratkan di seluruh pelabuhan perikanan yang ada di Kabupaten Subang tersebut hendaknya dapat terjamin pemasarannya, yaitu pada tingkat harga yang layak dan memenuhi standar mutu ikan untuk konsumsi. Hal ini dapat tercapai apabila didukung oleh ketersediaan sarana dan prasarana perikanan yang ada antara lain pelabuhan perikanan. Berdasarkan pemaparan di atas, adalah menarik untuk menelaah berbagai fasilitas dan aktivitas yang dimiliki oleh berbagai pelabuhan perikanan yang ada di Kabupaten Subang beserta outputnya. Beberapa penelitian sebelumnya mengenai kepelabuhanan perikanan di Kabupaten Subang telah dilakukan secara parsial per pelabuhan perikanan antara lain terkait fasilitas dan aktivitasnya di Kabupaten Subang, yaitu aktivitas dan fasilitas di PPP Muara Ciasem (Indrianto,2006), keadaan perikanan tangkap di PPP Muara Ciasem (Hartati, 1996), analisis hasil tangkapan jaring arad di PPP Blanakan (Windarti, 2008), keadaan koperasi di PPP Blanakan (Kurniawan, 2009). Dengan demikian fasilitas, aktivitas dan output dari pelabuhan perikanan di Kabupaten Subang belum diteliti secara menyeluruh. Oleh karena itu penelitian ini penting dilakukan agar dapat diketahui gambaran kondisi pelabuhan perikanan secara keseluruhan di Kabupaten Subang.
1.2. Permasalahan 1) Belum diketahuinya gambaran kondisi fasilitas dan aktivitas secara menyeluruh dari pelabuhan perikanan dan pangkalan pendaratan ikan yang ada di Kabupaten Subang 2) Belum diketahuinya output secara menyeluruh dari pelabuhan perikanan dan pangkalan pendaratan ikan yang ada di Kabupaten Subang
4 3) Belum diketahuinya pelabuhan perikanan mana saja yang berpotensi untuk dikembangkan di Kabupaten Subang
1.3 Tujuan Penelitian 1) Mengetahui gambaran kondisi fasilitas dan aktivitas dari semua pelabuhan perikanan dan pangkalan pendaratan ikan yang ada di Kabupaten Subang; 2) Mendapatkan besaran output ( produksi HT dan penyediaan kebutuhan melaut) dari semua pelabuhan perikanan dan pangkalan pendaratan ikan yang ada di Kabupaten Subang; 3) Menentukan pelabuhan perikanan di Kabupaten Subang yang berpotensi untuk dikembangkan;
1.4 Manfaat Penelitian 1) Memberikan informasi tentang kondisi fasilitas dan aktivitas pelabuhan perikanan di Kabupaten Subang untuk berinvestasi dibidang perikanan tangkap. 2) Memberikan informasi tentang besaran output dari semua pelabuhan perikanan dan pangkalan pendaratan ikan di Kabupaten Subang; 3) Sebagai bahan masukan kepada PEMDA dan Kementrian Kelautan dan Perikanan (KKP) setempat dalam menentukan langkah dan kebijakan selanjutnya dalam membangun perikanan tangkap khususnya pelabuhan perikanan di Kabupaten Subang;
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pelabuhan perikanan Pelabuhan perikanan adalah tempat yang terdiri atas daratan dan perairan di sekitarnya dengan batas-batas tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan kegiatan sistem bisnis perikanan yang dipergunakan sebagai tempat kapal perikanan bersandar, berlabuh dan atau bongkar muat ikan yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan pelayaran dan kegiatan penunjang perikanan (DKP, 2008). Keberadaan pelabuhan perikanan diperlukan untuk memperlancar aktivitas perikanan tangkap mulai saat pendaratan sampai pada pemasarannya. Oleh karena itu keterpaduan antara fasilitas dan aktivitas di pelabuhan perikanan mutlak diperlukan guna memperoleh hasil yang optimal. 2.1.1 Fasilitas Pelabuhan Perikanan Kondisi suatu pelabuhan perikanan dapat dilihat dari fasilitas dan aktivitas yang ada. Kapasitas dan jenis fasilitas yang ada di suatu pelabuhan perikanan umumnya akan menentukan skala atau tipe dari suatu pelabuhan dan akan berkaitan pula dengan skala usaha perikanannya. Fasilitas-fasilitas tersebut selanjutnya akan berkembang sesuai dengan kemajuan usaha perikanannya. Berkembangnya fasilitas-fasilitas tersebut dapat berarti bertambahnya fasilitas baru dan atau bertambahnya kapasitas dari fasilitas yang telah ada. Dengan kata lain jenis dan kapasitas yang ada berkembang sesuai dengan kebutuhan operasional pelabuhan (Lubis, 2006). Pelabuhan perikanan dalam pelaksanaan fungsi dan perannya dilengkapi dengan berbagai fasilitas. Fasilitas-fasilitas tesebut berupa fasilitas pokok, fasilitas fungsional dan fasilitas penunjang. 1) Fasilitas Pokok Fasilitas pokok atau juga dikatakan infrastruktur adalah fasilitas dasar yang diperlukan oleh suatu pelabuhan perikanan guna melindungi tempat tersebut dari gangguan alam, tempat tambat labuh dan bongkar muat sehingga kapal aman keluar masuk (Anonymous, 2004 vide Indrianto 2006). Fasilitas-fasilitas pokok tersebut antara lain terdiri dari:
6
(1) Dermaga merupakan bangunan yang berfungsi sebagai tempat berlabuh dan bertambatnya kapal, bongkar muat hasil tangkapan dan mengisi bahan perbekalan untuk keperluan di laut (Lubis, 2006). Tipe dermaga ada tiga yaitu wharf/quay, bulkhead/quaywall, dan pier/jetty. (2) Kolam pelabuhan adalah perairan pelabuhan untuk masuknya kapal yang akan bersandar di dermaga. Menurut Murdiyanto (2004) kolam pelabuhan menurut fungsinya terbagi dua yaitu berupa: a.
Alur pelayaran yang merupakan pintu masuk kolam pelabuhan sampai ke dermaga (navigational channels)
b. Kolam putar yaitu daerah perairan untuk berputarnya kapal (turning basin) (3) Breakwater adalah struktur bangunan kelautan yang berfungsi khusus untuk melindungi pantai atau daerah di sekitar pantai terhadap pengaruh gelombang laut. Menurut Pradoto vide Lubis (2006) bahwa ditinjau dari bentuk bangunannya, breakwater terdiri atas beberapa tipe antara lain tipe timbunan dan tipe dinding tegak. (4) Alat bantu navigasi adalah alat bantu yang berfungsi untuk memberikan peringatan atau tanda terhadap bahaya yang tersembunyi, misalnya batu karang di suatu perairan dan memberikan petunjuk pada waktu kapal akan keluar masuk pelabuhan atau ketika kapal akan merapat dan membuang jangkar. Alat bantu yang biasa digunakan adalah: a. Pelampung dan channel markers, digunakan terutama untuk memberi tanda pada pantai bagi kapal yang akan keluar masuk pelabuhan dan alur pelayaran; b. Lampu navigasi, diletakkan untuk memberitahukan suatu bangunan kelautan antara lain pier, warf, breakwater; c. Mercusuar, merupakan bangunan menara yang tinggi dengan lampu di atasnya yang berfungsi untuk membimbing kapal sepanjang perjalannya mendekati pelabuhan akan bahaya-bahaya seperti adanya karang dan pendangkalan; d. Instalasi lampu jajar atau suar penuntun, berfungsi khusus untuk memberikan petunjuk bagi kapal agar berlayar dengan aman, terutama
7
pada daerah sempit yang berbahaya, seperti belokan pada alur pelayaran maupun pintu masuk pelabuhan (Hanan, 2006). 2) Fasilitas Fungsional Menurut Lubis (2006), fasilitas fungsional dikatakan juga suprastruktur adalah fasilitas yang berfungsi untuk meninggikan nilai guna dari fasilitas pokok sehingga dapat menunjang aktivitas di pelabuhan. Fasilitas-fasilitas ini tidak harus ada seketika semuanya di suatu pelabuhan namun dapat disediakan secara bertahap sesuai dengan kebutuhan operasional pelabuhan perikanan tersebut. Fasilitas fungsional tersebut antara lain adalah: (1) Tempat Pelelangan Ikan, merupakan tempat untuk melelang ikan hasil tangkapan, dimana terjadi pertemuan antara penjual dengan pembeli (pedagang atau agen perusahaan perikanan) (Lubis, 2006). Keberadaan TPI di daerah produksi baik di pusat pendaratan ikan maupun pelabuhan perikanan sangatlah penting. (2) Slipway atau docking merupakan suatu landasan dengan kelandaian tertentu yang dibangun di pantai untuk meluncurkan ke laut ataupun menaikkan kapal dari dan ke daratan. Alat ini biasanya digunakan untuk membangun dan mereparasi kapal. Slipway digunakan untuk membangun atau merawat kapal dibawah tonase kotor sekitar 1000 GT, untuk kapalkapal yang lebih besar digunakan galangan kapal jenis yang lain (Wikipedia, 2009). (3) Pabrik es bertujuan untuk menghasilkan es yang dipergunakan untuk mempertahankan mutu ikan pada saat operasi penangkapan, di TPI dan selama pengangkutan ke pasar atau ke pabrik. (4) Tangki air tawar dan tangki pengisian bahan bakar merupakan bagian dari fasilitas perbekalan. 3) Fasilitas Tambahan Fasilitas tambahan adalah fasilitas yang secara tidak langsung meningkatkan peranan pelabuhan atau para pelaku mendapatkan kenyamanan melakukan aktivitas di pelabuhan.
8
(1) Fasilitas kesejahteraan: MCK, poliklinik, mess, kantin/warung, dan musholla (2) Fasilitas administrasi : Kantor pengelola pelabuhan, ruang operator, kantor syahbandar dan kantor beacukai 2.1.2
Aktivitas Pelabuhan Perikanan Pelabuhan perikanan dapat mempunyai beberapa aktivitas mulai dari
pendaratan sampai pemasaran hasil tangkapan. Dalam hal ini pelabuhan perikanan lebih diutamakan sebagai pemusatan kegiatan pendaratan serta penjualan hasil tangkapan. 1) Aktivitas Pendaratan Hasil Tangkapan Menurut Pane (2005) aktivitas pendaratan hasil tangkapan meliputi pembongkaran hasil tangkapan dari palkah ke dek, penurunan hasil tangkapan dari dek ke dermaga dan pengangkutan hasil tangkapan dari dermaga menuju TPI. (1) Pembongkaran Hasil Tangkapan Pembongkaran hasil tangkapan merupakan proses sebelum hasil tangkapan didaratkan di dermaga. Proses ini memerlukan waktu yang cukup lama karena hasil tangkapan terlebih dahulu disortir berdasarkan jenis dan ukurannya. Mekanisme pembongkaran hasil tangkapan yang baik adalah pembongkaran dengan memperhatikan kualitas hasil tangkapan. Pane (2005) mengemukakan bahwa pada pendaratan hasil tangkapan di pelabuhan perikanan atau pangkalan pendaratan ikan terdiri atas proses, penyortiran dan penyiapan pendistribusian hasil tangkapan. Pembongkaran merupakan proses mengeluarkan hasil tangkapan dengan menggunakan alat bantu atau tanpa alat bantu dari dalam palkah kapal ke atas dek kapal yang selanjutnya dilakukan penyortiran kemudian diangkut menuju tempat lain (dermaga, TPI dan atau konsumen). Cara pembongkaran ikan dari dalam palkah dilakukan bermacam-macam, ada yang menggunakan alat bantu berupa peti, kantong-kantong yang terbuat dari jaring, sekop atau ganco (Ilyas, 1983). Hasil tangkapan di dalam palkah harus mendapatkan penanganan yang baik saat proses pembongkaran terjadi. Penanganan tersebut antara lain adalah hasil tangkapan selama proses pembongkaran tidak boleh terkena sinar matahari
9
langsung, karena dapat menurunkan kualitas hasil tangkapan tersebut serta alatalat untuk pembongkaran tidak boleh merusak hasil tangkapan. Menurut Djulaeti (1994) mekanisme pembongkaran hasil tangkapan sebagaimana yang terjadi di PPN Palabuhanratu adalah sebagai berikut : a.
Sebelum kapal melakukan pembongkaran, nahkoda kapal melapor untuk melakukan pembongkaran dengan membawa surat-surat kapal, yaitu pas biru, surat izin berlayar dan buku lapor kedatangan kapal;
b.
Petugas tambat labuh mencatat waktu dan kedatangan kapal di buku lapor kapal serta memberi izin untuk melakukan pembongkaran;
c.
Pembongkaran diawali dengan pengeluaran hasil tangkapan ikan dari palkah ke geladak. Pengangkatan ikan-ikan yang berukuran besar seperti cakalang, tuna, tongkol diangkat satu persatu sedangkan untuk ikan-ikan yang berukuran kecil dengan menggunakan keranjang. Jenis ikan yang besar dan berat seperti cucut, pengeluaran ikan dibantu dengan menggunakan tali yang berdiameter dua sampai empat centimeter ke geladak kapal oleh dua sampai tiga Anak Buah Kapal (ABK). Cara pembongkaran hasil tangkapan disesuaikan dengan kondisi tempat
pendaratannya. Dalam pembongkaran hasil tangkapan, selain cara-cara dalam pembongkaran yang benar, alat-alat yang dipergunakan harus sesuai dengan karakteristik ikan, bersih dan tidak bersifat merusak sehingga mampu mempertahankan mutu hasil tangkapan agar tidak menurun. (2) Penurunan hasil tangkapan Penurunan hasil tangkapan merupakan proses setelah hasil tangkapan dilakukan pembongkaran dari dalam palkah, penyortiran di atas dek menuju ke dermaga. Penurunan hasil tangkapan ini dilakukan dengan menggunakan alat bantu, yaitu papan peluncur yang terbuat dari kayu maupun fiberglass. Hasil tangkapan sebelumnya diletakkan di dalam basket-basket sesuai ukuran dan jenis ikan. Penurunan hasil tangkapan dari dek ke dermaga (Pane, 2005) yaitu dengan: a.
Menggunakan tenaga pengangkut (ABK, buruh angkut di banyak pelabuhan perikanan di Indonesia).
10
Tenaga pengangkut dalam hal ini adalah ABK atau buruh angkut, yaitu orang yang bertugas mengangkut hasil tangkapan setelah didaratkan dari dek ke dermaga untuk dibawa ke TPI. b.
Menggunakan papan peluncur (di PPS Nizam Zachman Jakarta, PPN Pekalongan) Papan peluncur merupakan alat yang digunakan untuk mempermudah
penurunan hasil tangkapan dari atas dek ke dermaga. Bahan papan peluncur ini biasanya terbuat dari lempengan kayu atau fiberglass. c.
Menggunakan ban berjalan (di PP di Eropa seperti Prancis, Inggris dan Jerman) Ban berjalan digunakan untuk membawa hasil tangkapan yang dimasukkan
ke dalam basket setelah diturunkan ke dermaga menuju ke TPI. (3) Pengangkutan Hasil Tangkapan Pengangkutan merupakan proses pemindahan sesuatu dari satu tempat ke tempat lain dengan menggunakan media angkut yang bertujuan mempermudah pemindahan ke tempat lain. Pengadaan alat bantu untuk pengangkutan hasil tangkapan, sangat penting dalam aktivitas pendaratan. Menurut Djulaeti (1994), alat bantu yang digunakan dalam pengangkutan hasil tangkapan di PPN Palabuhanratu adalah sebagai berikut: a.
Gerobak dorong Digunakan untuk mengangkut hasil tangkapan dari dermaga ke daerah sekitar Palabuhanratu.
b.
Tong-tong plastik (blong) Alat ini dilengkapi dengan es dan diangkut dengan kendaraan pick up untuk daerah luar Pelabuhanratu.
c.
Keranjang Digunakan untuk mengangkut hasil tangkapan yang akan diolah.
d.
Traise (keranjang plastik) Alat ini digunakan untuk mengangkut hasil tangkapan ke daerah di sekitar Pelabuhanratu.
11
2) Aktivitas Penyediaan Kebutuhan Melaut Aktivitas ini merupakan aktivitas yang disiapkan sebelum melakukan operasi penangkapan ikan. Persiapan yang dilakukan biasanya menyangkut perbekalan yang akan dibawa. Perbekalan yang akan dibawa meliputi es, BBM, air bersih dan bahan makanan yang akan dibawa. (1)
Es Pemerintah seharusnya mendorong penggunaan es sebagai bahan pengawet
untuk menciptakan cold chain system dalam mempertahankan mutu ikan yang didaratkan di pelabuhan perikanan. Selain itu juga hal ini untuk mencegah penggunaan formalin sebagai bahan pengawet ikan. Es merupakan salah satu perbekalan kapal yang berfungsi untuk mengawetkan ikan dengan cara menurunkan suhu ikan, sehingga pada akhirnya penurunan mutu ikan dapat dihambat. Bentuk penggunaan es pada kapal penangkapan ikan adalah es curah agar lebih memudahkan penanganan saat berada di palka serta pendinginan yang dilakukan terhadap ikan lebih merata. Kebutuhan perbekalan es di suatu pelabuhan perikanan biasanya dihasilkan oleh pabrik es yang ada di pelabuhan tersebut. Menurut Ningsih (2006), kebutuhan perbekalan es di Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS) Nizam Zachman
telah
mampu
disediakan
oleh
Perum
PPS.
Perum
ini
mengoperasikan/mengelola 2 unit pabrik es dengan kapasitas 150 ton/hari sebanyak 3.000 es balok/hari dan pabrik es yang dikelola swasta yaitu PT. Safritindo Dwi Santoso mempunyai kapasitas 240 ton/hari sebanyak 4.000 es balok/hari sedangkan permintaan es rata-rata sebesar 9.000-10.000 es balok/hari. (2)
BBM BBM merupakan salah satu perbekalan penting dalam melakukan operasi
penangkapan ikan yang dibawa saat melaut. BBM diperlukan sebagai bahan bakar mesin diesel yang merupakan mesin utama bagi armada penangkapan ikan. Berdasarkan Perpres No. 55/2005 tentang kenaikan harga BBM yang mengacu pada UU No. 22/2001 tentang Minyak dan Gas Bumi. Pada 1 Oktober 2005 kenaikan harga BBM mencapai rata-rata diatas 100%. Hal ini terjadi setelah harga minyak dunia meroket hingga mencapai US$80 per barel, lonjakan harga minyak mentah ini memaksa patokan harga minyak Indonesia dalam APBN 2005
12
diubah dari US$24 per barel menjadi US$45 per barel dan akhirnya diputuskan menjadi sekitar US$54 per barel (Bisnis Indonesia, 2005 vide Wibowo 2009). Harga BBM yang semakin meningkat akan mempengaruhi biaya operasional melaut. Biaya operasional yang paling mahal adalah biaya kebutuhan akan solar dan oli. Semakin jauh daerah penangkapan ikan (DPI) akan membutuhkan jumlah solar dan oli yang semakin banyak. Tingginya harga BBM dan dengan jumlah hasil tangkapan di laut yang tidak pasti maka pendapatan pemilik kapal dan nelayan akan semakin menurun, sehingga banyak pemilik kapal yang meminjam uang sebelum mereka beroperasi ke laut. Keadaan ini akan mengakibatkan banyak pengusaha perikanan yang menjual kapalnya maupun pindah usaha, sehingga nelayan-nelayan tidak melaut, khususnya nelayan skala kecil akan merasa terbebani dengan meningkatnya harga BBM. Menurut
Mahyuddin (2007) kebutuhan BBM solar untuk nelayan
Palabuhanratu yang memiliki kapal berukuran <30 GT dipasok dari SPDN (Station Package Dealer untuk Nelayan) dengan harga Rp 4.300 per liter (Oktober 2005). (3)
Air Bersih Kebutuhan air bersih untuk nelayan biasanya dipasok dari PDAM kemudian
dikelola oleh pelabuhan perikanan yang bersangkutan. Kebutuhan air bersih tidak hanya diperlukan oleh nelayan yang hendak melaut saja tetapi juga untuk kegiatan lainnya antara lain aktivitas kantor, kapal, TPI dan WC umum. 3) Aktivitas Pemasaran Pelelangan ikan adalah salah satu mata rantai tata niaga ikan. Aktivitas pelelangan ikan di tempat pelelangan ikan merupakan salah satu aktivitas di suatu pelabuhan perikanan yang termasuk dalam kelompok aktivitas yang berhubungan dengan pendaratan dan pemasaran ikan. Pelelangan ikan memiliki peran yang cukup penting untuk menciptakan iklim yang kondusif dalam pemasaran ikan. Pelelangan ikan adalah suatu kegiatan di tempat pelelangan ikan guna mempertemukan penjual dan pembeli sehingga terjadi tawar-menawar harga ikan yang disepakati bersama. Fungsi tempat pelelangan ikan adalah untuk melelang ikan, dimana terjadi pertemuan antara penjual (nelayan atau pemilik kapal) dengan pembeli (pedagang
13
atau agen perusahaan perikanan). Letak dan pembagian ruang di gedung pelelangan harus direncanakan supaya aliran produk (flow of product) berjalan dengan cepat (Lubis, 2006). Hal ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa produk perikanan merupakan produk yang cepat mengalami penurunan mutu, sehingga apabila aliran produk ini terganggu akan menyebabkan terjadinya penurunan mutu ikan. Ruangan yang ada pada gedung pelelangan adalah: a.
Ruang sortir, yaitu tempat membersihkan, menyortir, dan memasukkan ikan ke dalam peti atau keranjang;
b.
Ruang pelelangan, yaitu tempat menimbang, memperagakan dan melelang ikan;
c.
Ruang pengepakan, yaitu tempat memindahkan ikan ke dalam peti lain dengan diberi es, garam, dan lain-lain selanjutnya siap untuk dikirim; dan
d.
Ruang administrasi pelelangan, terdiri dari loket-loket, gudang peralatan lelang, ruang duduk untuk peserta lelang, toilet dan ruang cuci umum. Fungsi lain dari tempat pelelangan ikan adalah sebagai pusat pendaratan
ikan, pusat pembinaan mutu hasil tangkapan, pusat pengumpulan data dan pusat kegiatan para nelayan di bidang pemasaran. Proses pelelangan ikan yang terjadi di dalam gedung TPI bertujuan untuk menarik sejumlah pembeli yang potensial, menjual dengan penawaran tinggi, menerima harga sebaik mungkin dan menjual sejumlah besar ikan dalam waktu yang sesingkat mungkin (Biro Pusat Statistik, 1990 vide Desiwardani, 2007). 4) Aktivitas Pengolahan Aktivitas pengolahan yang ada di wilayah pelabuhan perikanan Indonesia masih bersifat tradisional. Namun ada juga yang sudah bersifat semi modern maupun modern. Pengolahan tradisional meliputi pemindangan, pengeringan, pengasapan, dan fermentasi ikan. Pengolahan semi modern antara lain meliputi pengalengan, fillet, pembuatan makanan jadi berbahan ikan (bakso ikan, fish nugget). Pengolahan modern meliputi surimi, industri tingkat tiga “rumput laut” (bahan kosmetik, obat-obatan) (Sumiati, 2008). Aktivitas pengolahan di suatu pelabuhan perikanan dimaksudkan untuk menambah nilai jual hasil tangkapan. Pengolahan memegang peranan penting
14
untuk mempertahankan kemunduran mutu hasil tangkapan. Pengolahan hasil tangkapan juga berfungsi agar hasil tangkapan dapat dipertahankan seperti saat musim dimana harga ikan menjadi murah dan saat paceklik harga ikan menjadi mahal. Menurut Lubis (2006), jenis olahan yang umumnya terdapat di pelabuhan perikanan Indonesia (kecuali PPS Nizam Zahman Jakarta), masih bersifat tradisional dan kiranya belum memperhatikan kualitas ikan, sanitasi dan cara pengepakan yang baik antara lain jenis pengolahan pengasinan dan pemindangan. Jenis industri olahan lainnya yang sering dijumpai di lingkungan luar pelabuhan seperti pengalengan ikan, kerupuk dan terasi. Beberapa perusahaan di Pelabuhan Nizam Zachman, telah memodernisasi penanganan dan pengolahan ikannya yang memungkinkan dipatuhinya norma-norma higienis internasional untuk tujuan ekspor. Pelabuhan perikanan berfungsi sebagai awal dari kegiatan distribusi dan pengolahan ikan, sehingga untuk memenuhi fungsi ini, pelabuhan perikanan dilengkapi dengan fasilitas pelelangan, tempat untuk usaha pengepakan ikan basah, pengolahan, gudang dingin, dan gudang beku. Tersedia pula lapangan parkir yang cukup luas untuk memperlancar pengiriman (Ilyas, 1983). 2.2 Pengelolaan dan Output Pelabuhan Perikanan Kinerja pelabuhan perikanan sangat dipengaruhi oleh input pelabuhan itu sendiri. Selanjutnya input tersebut akan mengalami proses untuk menghasilkan produk/output. Tingkat keberhasilan proses yang terjadi salah satunya dipengaruhi oleh pengelolaan pelabuhan perikanan itu sendiri. 2.2.1 Pengelolaan Pelabuhan Perikanan Suatu pelabuhan perikanan haruslah memperhatikan pengorganisasian dan pengelolaan dengan baik agar pengoperasian dapat berjalan sesuai fungsinya. Oleh karena itu perlu diketahui terlebih dahulu rincian kegiatan-kegiatan yang dikelola oleh suatu pelabuhan dan kesiapan dalam mengelola kegiatan dan fasilitas yang ada. Berhasilnya pengelolaan suatu pelabuhan antara lain bergantung kepada pelaku-pelaku yang ada di pelabuhan, misalnya kualitas dan kuantitas sumberdaya manusianya, adanya hubungan baik antara pengelola pelabuhan, pedagang, nelayan, pengolah dan buruh. Pelaku-pelaku tersebut harus
15
dapat bekerja secara profesional, bekerja sama dan patuh terhadap peraturan yang berlaku. Pada dasarnya terdapat empat tipe pengelolaan pelabuhan, dimana masingmasing tipe mempunyai pola yang berbeda menurut Lubis (2006) yaitu: (1) Pengelolaan oleh Pemerintah Daerah Pemerintah daerah merupakan pengelola pelabuhan sekaligus pemiliknya. Biaya pengoperasian pelabuhan dapat ditunjang oleh pemerintah daerah tidak terkecuali dalam hal-hal tertentu seperti perbaikan dan perluasan dermaga ada juga bantuan finansial dari pemerintah pusat. (2) Pengelolaan oleh Perusahaan Umum (Semi Publik) Pengelolaan
pelabuhan
dilakukan
oleh
perusahaan
umum
yang
dipercayakan oleh pemerintah setempat. Pelayanan umum dapat porsi yang layak dalam pengelolaan tipe ini. Anggaran tidak lagi merupakan bagian anggaran pemerintah daerah tapi dari pelabuhan sendiri. (3) Pengelolaan oleh Pemerintah Pusat Pengelola dan pemilik pelabuhan ini adalah pemerintah pusat. Fasillitas yang ada sifatnya milik umum dan dikelola oleh wakil-wakil yang ditunjuk pemerintah pusat dan bertanggung jawab langsung kepadanya. (4) Pengelolaan oleh Swasta Infrastruktur dibangun oleh perusahaan swasta sendiri atau sebagian mendapatkan bantuan pembiayaan dari pemerintah pusat ataupun pemerintah daerah. Pelabuhan ini dikelola oleh suatu perusahaan swasta atau satu grup swasta yang bertujuan untuk mencari keuntungan sematamata, dalam hal ini kepentingan umum terabaikan, hanya pelayanan atau kegiatan yang memberikan keuntungan saja dilakukan sedangkan kegiatan yang tidak menguntungkan meskipun diperlukan oleh masyarakat tidak dilakukan 2.2.2
Output Pelabuhan Perikanan Secara umum output pelabuhan perikanan dapat digolongkan menjadi dua.
Golongan pertama adalah hasil tangkapan yang meliputi produksi hasil tangkapan, nilai produksi, jenis hasil tangkapan, dan harga. Golongan kedua adalah penyediaan kebutuhan melaut yang meliputi produksi air, BBM, dan es.
16
1)
Produksi Hasil Tangkapan Produksi perikanan pada dasarnya dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu
produksi hasil tangkapan di laut dan produksi budidaya. Pada umumnya, produksi perikanan yang didaratkan di pelabuhan perikanan berasal dari hasil tangkapan nelayan di laut. Menurut Hanafiah dan Saefudin (1983), produksi perikanan laut antara lain sangat tergantung pada perahu atau kapal yang digunakan atau dimiliki nelayan. Mengingat sifat ikan yang sering bermigrasi atau berpindah tempat maka fishing ground juga berpindah, dengan demikian, maka motorisasi kapal atau perahu akan dapat
meningkatkan
hasil
tangkapan.
Perkembangan
motorisasi
kapal
penangkapan ikan di Indonesia sangat lambat. Hal tersebut antara lain sebagai salah satu hal yang menyebabkan lambatnya perkembangan produksi perikanan laut Indonesia. Peningkatan produksi secara tidak langsung dapat meningkatkan kesejahteraan nelayan. Peningkatan produksi tidak terbatas pada kuantitas saja tetapi juga harus memperhatikan kualitas hasil tangkapan. Jenis hasil tangkapan juga akan sangat berpengaruh sehingga akan mendongkrak harga jual hasil tangkapan yang nantinya akan meningkatkan kesejahteraan nelayan. Jenis hasil tangkapan perikanan laut yang diharapkan adalah jenis hasil tangkapan ekonomis penting. Hal ini dikarenakan hasil tangkapan jenis ini memiliki harga pasar relatif lebih mahal. Hasil tangkapan jenis ini biasanya dipasarkan ke luar negeri (ekspor) baik dalam keadaan segar maupun olahan. Harga akan semakin mahal apabila nelayan mampu menjual hasil tangkapannya dalam keadaan segar dibanding dalam bentuk olahan. Negara yang biasa mengimpor hasil tangkapan Indonesia dalam bentuk segar maupun olahan adalah Jepang, China, Amerika, dan Uni Eropa. Seluruh negara pengimpor tersebut memiliki aturan masing-masing dalam hal pengawasan mutu makanan. Oleh karenanya masalah mutu hasil tangkapan juga menjadi mutlak untuk diperhatikan mengingat kondisi perikanan kita yang bersifat tradisional.
17
2)
Penyediaan Kebutuhan Melaut Salah satu fungsi pelabuhan perikanan adalah melayani kapal-kapal
penangkap ikan dalam penyediaan bahan bakar, air bersih dan es. Penyediaan kebutuhan melaut tersebut merupakan hasil yang diperoleh dari pengadaan fasilitas yang ada di pelabuhan perikanan. Ketiga unsur tersebut merupakan hal penting yang harus dipenuhi oleh pelabuhan perikanan. Bahan bakar merupakan unsur utama yang harus dipenuhi ketika unit penangkapan akan melakukan usaha penangkapan. Khusus bagi nelayan skala usaha mikro dan kecil, Bahan Bakar Minyak (BBM) memang merupakan elemen sangat penting dalam menjalankan kegiatannya, karena komponen biaya BBM berkisar antara 40-60 % dari seluruh biaya operasional penangkapan ikan. Bahan bakar tersebut akan digunakan untuk menggerakkan kapal dari fishing base menuju fishing ground. Bahan bakar ini biasanya dijual dalam bentuk solar, bensin maupun minyak tanah. Melalui kerjasama yang sinergis antara KKP, Pertamina, dan Dewan Pimpinan Pusat Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (DPP HNSI), maka pembangunan SPDN di daerah telah terwujud. Program ini mulai diinisiasi pada tahun 2003, hasilnya pun cukup menggembirakan karena sampai dengan Mei tahun 2008 telah terbangun 225 SPDN. Penyediaan air bersih merupakan unsur penting dalam menjaga kualitas mutu ikan. Selain dipergunakan sebagai perbekalan untuk kebutuhan nelayan, air bersih juga digunakan untuk menyiram ikan yang akan dilelang. Tingkat kebutuhan air bersih bergantung kepada besarnya unit pelabuhan perikanan. Persediaan air bersih biasanya disalurkan oleh PAM namun tidak jarang juga pasokan air pelabuhan perikanan didapat dari sumur-sumur yang sengaja dibangun. Berdasarkan penelitian Wibowo (2009), Air ledeng (PAM) lebih banyak digunakan di kawasan sekitar pelabuhan dari pada air sumur karena sifatnya yang netral, bersih dan tidak mengandung garam. Jumlah pasokan air yang cukup di pelabuhan perikanan sebenarnya dapat dipergunakan untuk membuat balok es. Es yang dihasilkan ini dapat dijual kepada nelayan baik dalam bentuk beku maupun dalam bentuk curah. Sistem penjualan yang terjadi di PPS Nizam Zachman berdasarkan penelitian Ningsih (2006) adalah
18
Perum tidak langsung menjual es yang dihasilkan kepada nelayan tetapi oleh agennya es tersebut ditawarkan kepada nelayan. Oleh nelayan, es akan digunakan untuk menjaga kualitas mutu hasil tangkapan.
3. METODOLOGI
3.1 Bahan Penelitian Penelitian dilakukan pada bulan Mei - Juni 2010 dengan menggunakan data dan informasi literatur mengenai pelabuhan perikanan dan pangkalan pendaratan ikan Kabupaten Subang. Sumber-sumber literatur diperoleh dari Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Jawa Barat, Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Subang, Perpustakaan, dan Website. 3.2 Metode Penelitian Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode studi literatur. Pada penelitian ini akan diteliti mengenai aspek input, proses dan output yang dimiliki oleh seluruh pelabuhan perikanan yang ada di Kabupaten Subang. Di dalam aspek tersebut akan diteliti mengenai : 1) Pada input diteliti gambaran kondisi fasilitas pelabuhan perikanan di Kabupaten Subang. 2) Pada proses, diteliti kondisi ada tidaknya aktivitas pelabuhan perikanan di Kabupaten Subang. 3) Pada output diteliti besaran produksi hasil tangkapan, termasuk di dalamnya nilai produksi, jenis hasil tangkapan, dan harga atau rasio antara nilai produksi dan produksi (NP/P) per jenis ikan; dan besaran perbekalan bahan melaut di pelabuhan perikanan di Kabupaten Subang Pada penelitian ini akan dilakukan pemetaan gambaran/kondisi input, proses dan output semua pelabuhan perikanan dan pangkalan pendaratan ikan di KabupatenSubang. Input berupa fasilitas (pokok, fungsional, tambahan) dan proses berupa aktivitas-aktivitas yang ada sedangkan output berupa ketersediaan produksi hasil tangkapan terkait kekuatan hasil tangkapan (volume, jenis hasil tangkapan, mutu, harga, dan ukuran) dan ketersediaan bahan kebutuhan melaut. Pengumpulan data pada penelitian ini dikelompokkan menjadi dua, yaitu data utama dan data tambahan. Data dikumpulkan: Data utama meliputi: 1) Jenis fasilitas pelabuhan perikanan di Kabupaten Subang 2) Aktivitas pelabuhan perikanan (pendaratan, pelelangan, pengolahan)
20
3) Output: (1) Produksi pelabuhan perikanan di Kabupaten Subang (2) Nilai produksi pelabuhan perikanan di Kabupaten Subang (3) Jenis hasil tangkapan pelabuhan perikanan di Kabupaten Subang (4) Besaran perbekalan (BBM, es, air bersih) pelabuhan perikanan di Kabupaten Subang Data tambahan meliputi: 1) Kondisi geografis pelabuhan perikanan di Kabupaten Subang 2) Kependudukan di KabupatenSubang 3) Sarana dan prasarana umum di Kabupaten Subang Tabel 1 Data yang dikumpulkan pada penelitian kondisi fasilitas dan aktivitas pelabuhan perikanan di Kabupaten Subang Informasi Kondisi fasilitas
Kondisi aktivitas
Output pelabuhan perikanan
Kondisi umum Kabupaten Subang
Data Fasilitas pokok (dermaga, kolam pelabuhan, breakwater), fungsional (TPI, pabrik es, bengkel, lap. perbaikan alat tangkap, SPDN, tangki air tawar), Fasilitas kesejahteraan dan administrasi seluruh pelabuhan perikanan di Kabupaten Subang, Aktivitas (pendaratan, pelelangan, pengolahan) seluruh pelabuhan perikanan di Kabupaten Subang Jumlah produksi yang didaratkan di tempat-tempat pendaratan, volume produksi, nilai produksi, jenis hasil tangkapan, besaran perbekalan melaut (BBM, Es, Air tawar) Data kondisi geografis PP/PPI di Kabupaten Subang, data kependudukan di Kabupaten Subang, data sarana dan prasarana umum di Kabupaten Subang
Sumber Dinas Perikanan Provinsi Jawa Barat
Sifat Data Utama
Dinas Perikanan Provinsi Jawa Barat
Utama
Dinas Perikanan Provinsi Jawa Barat
Utama
BPS Provinsi Tambahan Jawa Barat, KabupatenSubang dan Perpustakaan Dept. PSP FPIK IPB dan Perpustakaan FPIK IPB
21
3.3 Analisis Data 1) Analisis untuk mengetahui gambaran kondisi fasilitas dan aktivitas dari semua pelabuhan perikanan dan pangkalan pendaratan ikan yang ada di KabupatenSubang Gambaran kondisi fasilitas dan aktivitas dianalisis secara deskriptif dengan menggunakan tabulasi, penghitungan rata-rata dan grafik. Ketersediaan fasilitas terkait dari masing-masing pelabuhan akan dipetakan dengan menggunakan Software Arc View 3.2. Gambaran kondisi fasilitas berhubungan dengan ketersediaan dan jumlahnya di pelabuhan perikanan sedangkan kondisi aktivitas meliputi pendaratan, pelelangan, dan pengolahan. Selanjutnya kondisi tersebut akan ditabulasi dan dipetakan. Fasilitas pelabuhan
akan
dianalisis
secara
deskriptif
kelengkapannya
terhadap
kebutuhannya. Fasilitas yang akan diteliti dibatasi pada fasilitas pendaratan, pelelangan, dan pengolahan. Adapun fasilitas yang diteliti pada proses pendaratan adalah terkait dengan ketersediaan dan jumlah breakwater, dermaga, dan kolam pelabuhan. Pada proses pelelangan yang diteliti adalah ketersediaan dan jumlah fasilitas TPI, air bersih, pabrik es. Pada proses pengolahan akan diteliti ketersediaan dan jumlah gedung pengolahan, fasilitas pendingin seperti cool room dan cold storage serta fasilitas penanganan dan pengolahan hasil perikanan seperti transit sheed dan laboratorium pembinaan mutu. Hal tersebut akan digunakan sebagai salah satu kriteria untuk pengembangan pelabuhan perikanan. Aktivitas pelabuhan perikanan yang terjadi dibatasi pada aktivitas pendaratan, pelelangan, dan pengolahan. Pembatasan dilatarbelakangi oleh metode penelitian yang dilakukan sehingga tidak memungkinkan peneliti untuk mengamati langsung proses yang terjadi di lapangan. Alasan yang kedua adalah bahwa ketiga aktivitas tersebut merupakan produk dari fasilitas yang ada sehingga dapat dinilai langsung berdasarkan ketersediaan maupun kondisi fasilitas yang terkait. Selain itu ketiga aktivitas tersebut juga sudah mewakili untuk melihat output seluruh pelabuhan perikanan yang ada di KabupatenSubang.
22
2) Analisis untuk mendapatkan besaran output ( produksi hasil tangkapan dan penyediaan kebutuhan melaut) dari semua pelabuhan perikanan dan pangkalan pendaratan ikan yang ada di Kabupaten Subang Besaran output yang diperoleh yaitu berupa produksi hasil tangkapan dan penyediaan
kebutuhan
melaut
akan
dianalisis
melalui
pengelompokan.
Pengelompokan produksi hasil tangkapan dilakukan berdasarkan masing-masing pelabuhan
perikanan dan pangkalan pendaratan ikan KabupatenSubang.
Berdasarkan pengelompokan tersebut akan diketahui volume produksi dan nilai produksi yang nantinya dapat digunakan sebagai salah satu kriteria untuk pengembangan pelabuhan perikanan. Besaran output penyediaan kebutuhan melaut berupa BBM, es, dan air tawar dilihat jumlah yang mampu diproduksi dan terdistribusikan kepada nelayan menurut pelabuhan perikanan dan pangkalan pendaratan ikan KabupatenSubang. Penghitungan dilakukan dengan cara pengurangan antara kebutuhan aktual dengan ketersediaan BBM, es, dan air bersih di setiap pelabuhan perikanan. Hasil yang diperoleh akan menunjukkan kesimpulan berupa upaya pembenahan yang harus dilakukan di setiap pelabuhan perikanan tersebut. 3) Analisis untuk menentukan pelabuhan perikanan dan pangkalan pendaratan ikan di KabupatenSubang yang berpotensi untuk dikembangkan Penentuan pelabuhan perikanan di KabupatenSubang yang berpotensi untuk dikembangkan dibatasi pada fasilitas dan aktivitas melalui metode skoring berdasarkan kriteria terbaik yang akan disusun untuk itu. Variabel yang digunakan dalam penghitungan teknik skoring untuk faktor fasilitas adalah variabel jenis fasilitas. Faktor aktivitas yang diamati akan menggunakan variabel ketersediaan aktivitas di masing-masing pelabuhan perikanan. Faktor output yang akan dihitung menggunakan variabel volume produksi, nilai produksi, rasio nilai produksi
per
produksi
(NP/P)
di
masing-masing
pelabuhan
perikanan
KabupatenSubang. Masing-masing variabel yang ada memiliki bobot yang berbeda bergantung dari tingkat kepentingan yang dibutuhkan peneliti. Selanjutnya dari masing-masing variabel yang ada akan dibuat selang kelas untuk menentukan skor dari variabel tersebut. Penentuan selang kelas dibuat berdasarkan banyaknya data yang diperoleh sehingga dapat mewakili seluruh data variabel yang diperoleh. Skor yang dibuat akan berbeda antara masing-masing
23
variabel yang diamati. Hal ini disesuaikan dengan banyaknya data variabel yang diamati. Hasil dari skor yang didapat akan dikalikan dengan bobot variabel yang telah ditentukan sebelumnya. Hasil dari perkalian antara bobot dan skor akan disebut dengan nilai. Nilai dari masing-masing variabel yang diamati akan dijumlahkan untuk mendapat nilai terbaik. Nilai terbaik yang diperoleh akan digunakan sebagai cara untuk pengambilan keputusan. Kategori pengambilan keputusan yang digunakan disesuaikan dengan kategori yang digunakan. Dalam menentukan kategori penilaian analisis yang yang digunakan melalui pendekatan teori statistik. Pembagian kategori penilaian tersebut didekati melalui aturan sturges vide Sudjana (1996) tentang penentuan kelas interval yang berbentuk : (N) = 1 + 3,3 log (n) dengan
N = banyaknya kelas atau kategori Penilaian n = banyaknya data = 17 untuk fasilitas; 4 untuk aktivitas; 6 untuk output
Banyaknya kelas di dalam penelitian ini diasumsikan sebagai banyaknya kategori penilaian, sedangkan banyaknya data yang diamati terbagi dalam tiga kelompok data yaitu fasilitas, aktivitas dan output. Fasilitas yang diamati sebagai banyaknya data sebanyak 17 (4 fasilitas pokok, 8 fasilitas fungsional, 5 fasilitas penunjang) menghasilkan banyaknya kategori N= 5,06 sehingga banyaknya kategori penilaian yang disarankan adalah 5. Pemilihan 5 kategori dilandasi oleh nilai pengkategorian yang lebih sederhana dan mudah, yakni kategori baik sekali, baik, cukup, buruk, dan buruk sekali. Pemilihan kategori ini pun masih sesuai dengan yang dikemukakan Walpole (1988) bahwa biasanya banyaknya selang kelas diambil antara 5 sampai 20. Semakin sedikit jumlah data maka akan semakin sedikit pula banyaknya kelas yang diambil. Selain itu kategori yang digunakan untuk menilai aktivitas berbeda dengan fasilitas. Aktivitas yang digunakan sebagai variabel adalah sebanyak 4 (aktivitas penyediaan kebutuhan melaut, pendaratan dan pembongkaran, pemasaran,
24
pengolahan). Sedikitnya jumlah data yang dimiliki oleh aktivitas menghasilkan N= 2,98 sehingga menyebabkan jumlah selang kelas yang digunakan hanya 3. Kelompok output yang diamati menghasilkan 6 variabel yaitu air besih, BBM, es, volume produksi, rasio NP/P dan nilai produksi. Dengan demikian jumlah kategori penilaian yang dihasilkan N=3,56 sehingga banyaknya selang kelas yang digunakan adalah 4. Persentase yang diperoleh per kelompok fasilitas, akivitas dan output akan menentukan kategori penilaian. Kategori dan interval persentase kondisi fasilitas adalah sama untuk semua kelompok fasilitas. Kondisi layak pakai menjadi acuan utama dalam menentukan kategori penilaian secara umum yang akan diberikan. Hal ini disebabkan persentase yang diperoleh pada kondisi layak pakai sudah dapat memberikan gambaran kategori penilaian yang akan diberikan. Pembobotan yang digunakan untuk fasilitas dilakukan sebanyak dua kali. Pembobotan pertama diberikan pada kelompok fasilitas (pokok (3), fungsional (2), penunjang (1)). Pembobotan kedua diberikan pada jenis fasilitas. Besarnya bobot bergantung kepada tingkat kepentingan yang telah disusun oleh peneliti. Berbeda dengan kelompok fasilitas, kelompok aktivitas hanya menilai ada atau tidaknya aktivitas yang diteliti. Hal ini disebabkan oleh keterbatasan peneliti dalam melihat langsung ke lokasi penelitian. Pembobotan juga dilakukan kepada faktor aktivitas. Besarnya bobot yang diberikan berdasarkan tingkat kepentingan yang telah disusun untuk itu. Penilaian untuk output masing-masing pelabuhan perikanan ditentukan berdasarkan jumlah terbanyak hingga yang paling sedikit.pembobotan juga dilakukan pada faktor output dengan tingkat kepentingan yang telah disusun peneliti untuk itu. Penerapan interval persentase kondisi fasilitas dan aktivitas dapat dilihat pada pada Tabel 2, Tabel 3 dan Tabel 4. Selang nilai yang digunakan pada masing-masing kriteria adalah berbeda. Selang nilai yang digunakan pada pengambilan keputusan untuk fasilitas adalah sebanyak 5 selang kelas. Hal ini dikarenakan jumlah kategori yang ada pada fasilitas adalah sebanyak 5. Perolehan angka persentase yang digunakan dibuat berdasarkan perhitungan dengan cara jumlah selang nilai yang ada (5) dibagi dengan 100 %, sehingga akan diperoleh selisih 20% untuk setiap kelasnya. Berdasarkan itu, dapat disusun selang nilai berdasarkan tingkatan kategori yang
25
digunakan. Demikian juga cara yang sama dilakukan untuk memperoleh selang nilai pada aktivitas dan output. Tabel 2 Kriteria pengambilan keputusan untuk fasilitas Kategori Pelabuhan Perikanan PP Baik Sekali PP Baik PP Cukup PP Buruk PP Buruk Sekali
Selang Nilai 81 – 100% x Nilai Max 61 - 80% x Nilai Max 41 – 60% x Nilai Max 21 – 40% x Nilai Max 0 – 20% x Nilai Max
Tabel 3 Kriteria pengambilan keputusan untuk aktivitas Kategori Pelabuhan Perikanan PP Baik PP Cukup PP Buruk
Selang Nilai 68 – 100% x Nilai Max 34 – 67% x Nilai Max 0 – 33 % x Nilai Max
Tabel 4 Kriteria pengambilan keputusan untuk output Kategori Pelabuhan Perikanan PP Baik Sekali PP Baik PP Cukup PP Buruk
Selang Nilai 76 – 100% x Nilai max 51 – 75% x Nilai Max 25 – 50% x Nilai Max 0 – 25% x Nilai Max
Kategori penilaian pelabuhan perikanan juga berbeda antara variabel fasilitas, aktivitas dan output. Kategori baik sekali menunjukkan nilai yang tertinggi berdasarkan selang kelas nilai. Fasilitas yang dimiliki oleh kategori ini merupakan fasilitas terlengkap yang dimiliki oleh sebuah PPP maupun PPI. Selanjutnya, kategori baik pada variabel aktivitas digunakan untuk menunjukkan bahwa seluruh aktivitas yang diteliti telah terjadi di seluruh PPP/PPI yang ada di Kabupaten Subang. Terakhir, pada variabel output kategori baik sekali digunakan untuk menunjukkan bahwa seluruh output yang diteliti mendapat nilai tertinggi di PPP/PPI yang ada di Kabupaten Subang. Penentuan pengembangan
pelabuhan perikanan dilakukan dengan
menghitung nilai terbaik dari ketiga faktor yang diamati yaitu fasilitas, aktivitas, dan output yang ada di seluruh pelabuhan perikanan di Kabupaten Subang. Hasil dari ketiga faktor tersebut akan diskor kembali dengan mengalikan bobot masingmasing faktor, sehingga diperoleh nilai untuk kemudian dijumlahkan. Bobot
26
untuk fasilitas dianggap yang terbesar yaitu 3 karena tanpa adanya fasilitas tidak akan ada aktivitas. Bobot terbesar kedua adalah aktivitas (2) dan terakhir adalah output (1). Jumlah nilai tertinggi dari ketiga faktor tersebut akan menjadi acuan dalam menentukan pelabuhan perikanan yang menjadi prioritas utama, kedua dan ketiga untuk dikembangkan.
4. KEADAAN UMUM 4.1 Keadaan Daerah Penelitian 4.1.1 Kondisi geografi, topografi dan penduduk Kabupaten Subang berada pada ketinggian antara 0 – 1.500 m di atas permukanan laut (dpl) dan secara geografis terletak di bagian utara Provinsi Jawa Barat, yaitu antara 6°11’- 6°49’ Lintang Selatan dan 107°31’-
107°54’ Bujur
Timur (Anonymous, 2009a). Kondisi ini membuat sebagian wilayah Kabupaten Subang berada di Pantai Utara Jawa dan sebagian aktivitasnya berupa perikanan laut termasuk perikanan tangkap. Menurut Anonymous, 2009 Kabupaten Subang terletak di sebelah utara Pulau Jawa. Batas-batas wilayah administratif Kabupaten Subang adalah sebagai berikut : Sebelah Utara
: Laut Jawa
Sebelah Timur
: Kabupaten Indramayu dan Sumedang
Sebelah Selatan
: Kabupaten Bandung
Sebelah Barat
: Kabupaten Karawang dan Purwakarta
Letak Kabupaten Subang yang berbatasan langsung dengan Laut Jawa menjadikan kabupaten ini cukup strategis sehingga berpotensi bagi pengembangan perikanan tangkap. Luas wilayah Kabupaten Subang adalah 205.175,95 ha atau sekitar 4,64 % dari luas wiayah Provinsi Jawa Barat. Dilihat dari kemiringan lahan, maka tercatat bahwa 80,80 % wilayah Kabupaten Subang memiliki kemiringan 0° - 17°, sedangkan sisanya memiliki kemiringan di atas 18° (Anonymous, 2009a). Secara topografi wilayah Kabupaten Subang terbagi ke dalam tiga zona, yaitu : 1) Daerah pegunungan dengan ketinggian 500 – 1500 m dpl dengan luas wilayah sekitar 20 % dari luas wilayah kabupaten subang, 2) Daerah berbukit dengan ketinggian 50 500 m dpl dengan luas wilayah sekitar 35,85 % dari seluruh luas wilayah kabupaten subang, dan 3) Daerah dataran rendah dengan ketinggian 0 – 50 m dpl dengan luas wilayah sekitar 44,15 % dari seluruh luas wilayah kabupaten subang.
28
Secara administratif, Kabupaten Subang terdiri dari 22 kecamatan dengan jumlah desa 244 desa dan 8 kelurahan. Terdapat empat kecamatan yang merupakan kecamatan pesisir yaitu Kecamatan Blanakan, Kecamatan Pamanukan, Kecamatan Pusakanegara, dan Kecamatan Legonkulon. Luas wilayah pesisir Kabupaten Subang adalah 333,57 km2 atau 16% dari luas seluruh kabupaten (Anonymous, 2009a). Sebagian penduduk di keempat kecamatan tersebut melakukan kegiatan perikanan tangkap dan tambak. Jumlah Penduduk Kabupaten Subang pada tahun 2008 berjumlah 1.425.677 jiwa, terdiri dari 711.443 laki-laki (49,90%) dan 714.234 perempuan (50,10%) (Tabel 5). Selama periode tahun 2004 sampai dengan 2008 jumlah penduduk Kabupaten Subang mengalami kenaikan setiap tahunnya, dengan rata-rata 0,828% pertumbuhan per tahun atau kisaran 0,26% - 1,13% (Anonymous, 2009a). Kepadatan penduduk Kabupaten Subang pada tahun 2008 sebesar 694,72 jiwa/km2. Kepadatan penduduk di kabupaten ini juga cenderung meningkat dalam kurun waktu 2004-2008 dengan rata-rata 684,292 jiwa/km2 atau pada kisaran 673,65 – 694,72 jiwa/km2. Hal ini dikarenakan semakin banyaknya areal pertanian yang dibuka menjadi kawasan industri (Anonymous, 2009a). Tabel 5 Jumlah penduduk Kabupaten Subang periode tahun 2004-2008 Tahun Jumlah (jiwa) Pertumbuhan (%) Kepadatan (jiwa/km2)
2004
2005
2006
2007
2008
Rataan
1.379.534
1.386.400
1.402.134
1.422.028
1.425.677
-
0,50
1,13
1,42
0,26
0,828
676,17
683,38
693,54
694,72
684,29
673,65
Sumber : Anonymous, 2009a
4.1.2 Pendidikan Pendidikan merupakan suatu kegiatan penting untuk meningkatkan kemampuan penduduk, termasuk masyarakat dan nelayan. Pendidikan dapat berupa pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah atau swasta. Pada hakekatnya pemerintah berkewajiban memberikan pendidikan atau pengajaran bagi masyarakat. Agar pendidikan berkualitas, maka penyelenggaraan pendidikan
29
haruslah diimbangi dengan penyediaan fasilitas fisik pendidikan serta tenaga guru yang berkualitas oleh pemerintah. Pada tahun 2008, Pemerintah Kabupaten Subang telah menyediakan fasilitas-fasilitas pendidikan berupa Taman Kanak-kanak (TK) sebanyak 25 unit, Sekolah Dasar (SD) sebanyak 105 unit, Sekolah Menengah Pertama (SMP) 126 unit, Sekolah Menengah Umum (SMU) 15 unit, Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) 10 unit dan perguruan tinggi sebanyak 5 unit (Anonymous, 2009a). Fasilitas yang telah ada diharapkan dapat mengurangi jumlah penduduk buta huruf di Indonesia, khususnya di Kabupaten Subang. Fasilitas yang telah ada juga diharapkan mampu meningkatan kualitas sumberdaya manusia (SDM) Kabupaten Subang. Kontribusi pemerintah dalam penyediaan fasilitas pendidikan di atas menghasilkan partisipasi penduduk dalam pendidikan yaitu meningkatnya adanya jumlah murid TK 2.127 laki-laki dan 2.063 perempuan, murid SD sebanyak 12.918 laki-laki dan 12.127 perempuan, murid SMP sebanyak 6.323 laki-laki dan 6.319 perempuan, murid SMA sebanyak 2.033 laki-laki dan 2.544 perempuan, sedangkan murid SMK sebanyak 2.885 laki-laki dan 2.399 perempuan pada tahun 2008 dibandingkan tahun sebelumnya (Anonymous, 2009a). Pembangunan sektor kelautan dan perikanan di Kabupaten Subang tidak diikuti oleh pengembangan SDM khusus kelautan dan perikanan. Hal ini diperlihatkan dengan belum adanya pembangunan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Perikanan dan Pelayaran. Selain itu, walau di kabupaten ini telah terdapat Universitas Subang namun masih belum memiliki fakultas perikanan. Belum adanya sekolah dan perguruan tinggi yang memiliki bidang ilmu perikanan di Kabupaten Subang
kiranya dapat menjadi perhatian bagi pemerintah daerah
Kabupaten Subang dalam membenahi sektor kelautan dan perikanan khususnya dalam mempersiapkan pemimpin di masa depan. 4.1.3 Prasarana umum 1). Air Air minum merupakan salah satu kebutuhan vital bagi penduduk untuk memenuhi hajat hidupnya. Ketersediaan air minum yang sehat bagi penduduk secara memadai akan membantu meningkatkan derajat kesehatan masyarakat
30
secara keseluruhan. Sumber air baku bagi sistem penyediaan air bersih di Kabupaten Subang terdiri atas air sumur dalam dan mata air. Sistem penyediaan air bersih yang ada di Kabupaten Subang dikelola oleh pemerintah daerah melalui Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) dengan menggunakan sistem pendistribusian menggunakan pipa (Anonymous, 2009a). Konsumen air bersih tidak hanya terbatas pada kawasan rumah tangga saja. Dewasa ini kawasan industri dan instansi-instansi lain seperti perkantoran juga menjadi pelanggan PDAM. Pelanggan air minum yang dikelola oleh PDAM Kabupaten Subang pada tahun 2008 mencapai 25.740 konsumen sedangkan pada tahun sebelumnya jumlahnya hanya mencapai 24.443 konsumen. Jumlah ini mengalami peningkatan sebesar 5,04% dibandingkan pada tahun sebelumnya. Sejak 5 tahun terakhir hingga sekarang jumlahnya terus meningkat (Anonymous, 2009a). Air sumber PDAM tersebut sangat penting untuk memenuhi kebutuhan persediaan air sehari-hari bagi warga Kabupaten Subang termasuk nelayan dan di setiap pelabuhan perikanan. Kebutuhan tersebut banyak digunakan antara lain untuk pembuatan es, perbekalan kapal, pencucian basket atau keranjang ikan dan pencucian lantai TPI. 2). Listrik Pembangunan instalasi listrik di suatu wilayah pada saat ini merupakan suatu keharusan oleh pemerintah daerah, apalagi daerah tersebut merupakan wilayah yang sedang berkembang. Pembangunan tersebut disamping ditujukan untuk mendukung pembangunan sosial juga diarahkan guna mendukung peningkatan produktivitas sektor-sektor ekonomi, seperti industri, kontruksi, kelautan dan perikanan serta jasa. Kabupaten Subang sebagai salah satu kabupaten yang sedang berkembang telah menggunakan daya listrik sebesar 81.551 KVA untuk mengaliri seluruh desa di kabupaten ini (253 desa). Adapun jumlah gardu listrik sebanyak 3 buah gardu induk dan 909 gardu distribusi; sedangkan untuk penerangan jalan umum (PJU) di Kabupaten Subang, sampai dengan akhir tahun 2008 terdapat 2.066 titik PJU, dengan jumlah desa/ kelurahan yang mendapat PJU sebanyak 140 desa/kelurahan (Anonymous, 2009a).
31
3). Komunikasi Pada masa teknologi yang canggih seperti sekarang ini, sarana komunikasi yang cepat dan mudah sangat diperlukan oleh berbagai pihak. Adanya sarana komunikasi telepon dan surat membuat proses komunikasi di Kabupaten Subang dapat terjalin dengan lancar. Sarana komunikasi banyak digunakan oleh pihakpihak instansi/kantor, industri, rumah tangga dan lain-lain. Terdapat 2 (dua) jenis sarana komunikasi di Kabupaten Subang, yaitu telepon dan pos. Penggunaan telepon sebagai sarana komunikasi memudahkan penyampaian dan penerimaan informasi ke berbagai pihak dengan cepat. Telkom sebagai perusahaan jasa telekomunikasi di Indonesia mengharuskan penggunanya untuk mendaftarkan diri terlebih dahulu. Setelah mendaftar di PT. Telkom maka pengguna telepon otomatis akan tercatat sebagai pelanggan telepon di wilayah tersebut. Tercatat banyaknya jumlah pelanggan telepon PT. Telkom Pekalongan tahun 2008 sebanyak 45.564 pelanggan (Anonymous, 2009a). 4). Transportasi Transportasi darat di daerah ini meliputi kendaraan umum dan kereta api. Menurut Anonymous, 2009a, Kabupaten Subang terdapat berbagai jenis kendaraan alternatif transportasi darat yang cukup banyak dimanfaatkan penduduk Kabupaten Subang khususnya di wilayah pantura seperti bus, mini bus, angkot dan truk. Jalan merupakan prasarana angkutan darat yang umumnya paling penting untuk memperlancar kegiatan perekonomian. Dengan semakin meningkatnya kegiatan perekonomian, maka akan menuntut peningkatan pembangunan jalan untuk memudahkan mobilitas penduduk dan memperlancar lalu lintas barang. Dengan adanya pembangunan jalan maka panjang jalan akan bertambah karena adanya proses pembukaan lahan dan pelebaran jalan. Selanjutnya, pembangunan jalan akan semakin meningkatkan kegiatan ekonomi di suatu tempat karena menolong orang untuk pergi atau mengirim barang lebih cepat ke suatu tujuan. Transportasi darat di Kabupaten Subang dijadikan sebagai transportasi utama, termasuk untuk aktivitas pendistribusian hasil tangkapan ke daerah-daerah distribusi di daerah pemasaran. Biaya yang dibutuhkan melalui jalur darat lebih
32
rendah dari pada jalur lainnya, sehingga dapat lebih meningkatkan pendapatan bagi para pedagang mendistribusikan hasil tangkapan. Panjang jalan di Kabupaten Subang pada tahun 2008 mencapai 1.054,50 km. Sepanjang 963,46 km jalan tersebut berada di bawah wewenang pemerintah daerah kabupaten subang, telah diaspal dan dalam keadaan baik dan sedang. Sepanjang 50,72 km berada di bawah wewenang propinsi, telah di aspal namun kondisinya dalam keadaan berkerikil, serta sisanya sepanjang 40,39 dalam keadaan rusak (Anonymous, 2009a). Kondisi jalan yang tidak mendukung dapat memberikan pengaruh negatif terhadap wilayah Kabupaten Subang. Efek negatif yang ditimbulkan dapat berupa terhambatnya pasokan hasil pertanian dan perikanan dari dan ke Kabupaten Subang. Efek lainnya adalah jumlah orang yang akan menuju Subang ataupun sebaliknya akan berkurang. Di wilayah Kabupaten Subang terdapat tujuh buah perhentian/halte kecil angkutan kereta api. Jumlah penumpang yang terangkut pada tahun 2008 tercatat sebanyak 47.334 orang. Jumlah ini mengalami kenaikan bila dibandingkan dengan jumlah penumpang pada tahun 2007 yaitu sebanyak 34.297 orang (Anonymous, 2009a). Transportasi kereta api digunakan oleh penduduk Kabupaten Subang untuk perjalanan ke kota lain di Pulau Jawa. Kabupaten Subang tidak memiliki transportasi udara karena belum ada prasarana lapangan udara atau bandara udara untuk pesawat terbang, demikian pula untuk transportasi laut (pelabuhan umum). 4.2
Keadaan Perikanan Tangkap di Kabupaten Subang
4.2.1 Jenis, produksi dan nilai produksi hasil tangkapan Jenis - jenis hasil tangkapan yang didaratkan di Kabupaten Subang terdiri dari beragam jenis antara lain ikan ayam-ayam, banyar, bawal, cucut, cumi-cumi, tembang, kakap merah, alu-alu, layang, lemuru, layaran, layur, manyung, pari, remang, selar, tongkol, tenggiri, tetengkek, teri, gendhut, belong, bloso, kapaskapas, kuniran, kurisi, lemadang, pepetek, dan udang (Anonymous, 2009b).
Tabel 6 Perkembangan dan pertumbuhan produksi dan nilai produksi hasil tangkapan di Kabupaten Subang tahun 2000-2009 Tahun 2
Produksi
(10 ton) Pertumbuhan (%) Rataan (%) Kisaran (%)
2000 136 3,6
2001 2002 141 145 3,7 2,4
2003 148 2,0
Simpangan
Nilai Produksi
Rp (109) Pertumbuhan (%) Rataan (%) Kisaran (%)
102,9 130 -37,6 26,4
Simpangan
129,3 -0,6
141,4 9,4
2004 180 22,2
2005 2006 2007 2008 176 178 180 181 -2,3 1,1 0,9 0,7 -4,24 -76,7 – 22,2 40,9 156,7 153,2 155,6 156,9 148,5 10,8 -2,3 1,6 0,9 -5,4 -8,06 -83,8 – 26,4 42, 4
2009 42 -76,7
24 -83,8
Sumber : Anonymous, 2009b diolah kembali
Nilai Produksi
Produksi (ton)
(Rp 109)
Sumber : Anonymous, 2009b diolah kembali
33
Gambar 1 Grafik perkembangan produksi dan nilai produksi hasil tangkapan di Kabupaten Subang tahun 1998 – 2009
28
Tabel 7 Perkembangan dan pertumbuhan jumlah alat tangkap di Kabupaten Subang periode tahun 2000-2009 Jenis Alat Tangkap 1. Payang 2.Dogol 3. Pukat Pantai 4. Jaring Insang Hanyut 5. Jaring Klitik 6. Gillnet 7. Lain-lain 8. Jumlah (unit)
J (unit) P (%) J (unit) P (%) J (unit) P (%) J (unit) P (%) J (unit) P (%) J (unit) P (%) J (unit) P (%)
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
47 62 74 117 135 165 235 835
50 6,4 65 4,8 77 4,1 120 2,6 140 3,7 165 0 235 0,0 852
50 0 65 0 77 0 127 5,8 140 0,0 165 0 235 0,0 859
50 0 65 0 77 0 132 3,9 142 1,4 172 4,2 232 -1,3 870
53 6 67 3,1 80 3,9 135 2,3 170 19,7 174 1,2 347 49,6 1026
52 -1,9 67 0 79 -1,3 122 -9,6 142 -16,5 165 -5,2 343 -1,2 970
68 30,8 75 11,9 80 1,3 125 2,5 170 19,7 175 6,1 197 -42,6 890
104 52,9 20 -73,3 49 -38,8 15 -88 177 4,1 147 -16 187 -5,1 699
101 -2,9 17 -15 52 6,1 13 -13,3 138 -22 127 -13,6 153 -18,2 601
52 -48,5 67 294, 1 79 51,9 122 838,4 142 2,9 165 29,9 241 57,5 870
Rataan (%)
Kisaran
10,6
-48,5 – 52,9
-8,6
-73,3 – 294,1
3,3
-38,8 – 51,9
-9,9
-88
– 838,4
1,4
-22
– 54,1
-2,2
-16
– 79,8
21,6
-42,6 – 57,5
Sumber: Anonymous, 2009b, data diolah kembali Keterangan: P= Pertumbuhan (%) J= Jumlah (unit)
34
35
Seluruh produksi hasil tangkapan tersebut didaratkan di TPI yang ada di seluruh pelabuhan perikanan Kabupaten Subang. Produksi perikanan tangkap Kabupaten Subang pada tahun 2009 mencapai 42.000 ton. Hasil ini menurun dari tahun sebelumnya yaitu sebesar 76,6%. Perkembangan produksi hasil tangkapan di kabupaten Subang mengalami fluktuasi selama periode tahun 1998 – 2009. Selama periode tersebut rata-rata pertumbuhan produksi hasil tangkapan adalah 4,24% per tahun atau pada kisaran -76,7% – 22,2%. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi penurunan produksi hasil tangkapan di Kabupaten Subang. Penurunan produksi yang signifikan terjadi pada tahun 2009 sebesar 76,7%. Hal ini diduga terjadi karena adanya penurunan jumlah nelayan pada tahun yang sama. Produksi hasil tangkapan Kabupaten Subang pada tahun 2009 memberikan nilai produksi sebesar Rp 24.000.000.000. Secara keseluruhan, selama periode tahun 2000-2009 terjadi fluktuasi perkembangan jumlah produksi hasil tangkapan. Namun nilai produksi ini mengalami penurunan yang signifikan pada tahun 2009. sebesar 83,8%. Hal ini sesuai dengan penurunan produksi hasil tangkapan pada tahun yang sama di Kabupaten Subang. 4.2.2 Unit penangkapan 1). Alat tangkap Alat tangkap yang digunakan oleh para nelayan Kabupaten Subang sangat beragam jenisnya. Mulai dari alat tangkap payang, dogol, pukat pantai, gillnet (jaring insang hanyut, jaring insang tetap), jaring klitik, dan lain-lain (pancing tangan), pengumpul kerang, dan alat tangkap lainnya. Alat tangkap dominan di Kabupaten ini meliputi jenis jaring klitik, jaring insang tetap, dan payang. Perkembangan jumlah alat tangkap di Kabupaten Subang periode 1999 sampai 2008 disajikan pada Tabel 7. Grafik perkembangan ketiga jenis alat tangkap dominan tersebut dapat diihat pada Gambar 2. Jumlah alat tangkap yang digunakan nelayan Kabupaten Subang pada tahun 2009 adalah sebanyak 807 unit. Persentase jenis alat tangkap yang dominan digunakan nelayan selama tahun 2009 berturut-turut adalah gillnet 19%, jaring klitik 16,3%, dan jaring insang hanyut 14%. Jumlah alat tangkap pada tahun 2009 mengalami peningkatan sebesar 44,8% dari tahun sebelumnya. Pada tahun 2008
36
tercatat sebanyak 601 alat tangkap yang dioperasikan oleh nelayan di Kabupaten Subang.
Sumber: Anonymous, 2009b diolah kembali
Gambar 2
Grafik perkembangan alat tangkap dominan di Kabupaten Subang periode tahun 2000-2009
Perkembangan jumlah alat tangkap dominan yang digunakan di Kabupaten Subang selama periode tahun 2000 – 2009 cukup berfluktuatif terutama pada jenis jaring insang hanyut (Gambar 2). Penurunan pertumbuhan jumlah alat tangkap ini terjadi sejak tahun 2006 hingga 2008, selanjutnya meningkat pada tahun 2009. Kondisi ini diduga terjadi karena pihak statistik DKP Kabupaten Subang menggolongkan alat tangkap jaring klitik ini sebagai kumpulan dari berbagai alat tangkap yang menggunakan jaring. Secara keseluruhan, jumlah masing-masing ketiga jenis alat tangkap dominan tersebut mengalami penurunan pada tahun 2008; masing-masing sebesar -13,3%, -22,0%, dan -13,6%. Hal ini sesuai dengan terjadinya penurunan jumlah produksi hasil tangkapan namun bertolak belakang terhadap peningkatan jumlah armada PMT pada tahun yang sama (Tabel 6 dan 10). Hal ini diduga PMT yang bertambah tersebut merupakan PMT yang bertipe pengangkut atau carrier, sehingga walaupun jumlah PMT tersebut bertambah tetapi tidak diikuti oleh peningkatan jumlah alat tangkap dan hasil tangkapan yang didaratkan.
37
2). Armada Armada penangkapan di Kabupaten Subang digunakan selain untuk menangkap ikan di laut juga membawa hasil tangkapan (carrier). Armada penangkapan tersebut diklasifikasikan menjadi tiga jenis yaitu perahu tanpa motor (PTM), perahu motor tempel (PMT) dan kapal motor (KM). Armada KM umumnya menggunakan bahan bakar solar namun pada beberapa pelabuhan para nelayan sudah terbiasa menggunakan bahan bakar jenis minyak tanah yang dicampur oli (Anonymous, 2009b). Pada Tabel 8 dan Gambar 3 terlihat bahwa jumlah perahu dan kapal di Kabupaten Subang pada tahun 2009 adalah sebanyak 798 unit. Jumlah perahu motor tempel adalah yang paling mendominasi yaitu 708 unit (88,7%) kemudian diikuti oleh kapal motor sebanyak 60 unit (7,52%) dan perahu tanpa motor sebanyak 30 unit (3,76%). Perkembangan jumlah kapal di Kabupaten Subang mengalami peningkatan selama sembilan tahun terakhir periode tahun 2000 hingga 2009.
Sumber : Anonymous, 2009b; 2010b
Gambar 3 Grafik perkembangan jumlah armada penangkapan ikan di Kabupaten Subang periode tahun 2000-2009 Jumlah perahu tanpa motor selama periode tahun 2000 hingga 2009 mengalami fluktuasi. Terjadi penurunan kuantitas dari tahun 2002 hingga tahun 2007 dan kembali meningkat pada tahun berikutnya. Pada periode 2000-2009 untuk armada PMT, walaupun rata-rata peningkatan pertumbuhan per tahun tidak terlalu besar, tetapi jumlah unit per tahun adalah besar. Rata-rata pertumbuhannya
38
meningkat 3,7% per tahun (kisaran -3,7% – 19,8% per tahun), jumlah unitnya pada kisaran 501-608 unit per tahun. Peningkatan pertumbuhan terbesar dapat terlihat pada kapal motor sebesar rata-rata 186 % per tahun atau pada kisaran 0 – 186% per tahun, akan tetapi jumlah unitnya sangat sedikit dibandingkan dengan armada PMT yaitu pada kisaran 4 - 60 unit. Tabel 8 Perkembangan dan pertumbuhan jumlah kapal di Kabupaten Subang periode tahun 2000-2009 Tahun 1. PTM (unit) P (%) R (%) K (%) 2. PMT (unit) P (%) R (%) K (%) 3. KM (unit) P (%) R (%) K (%) Jumlah Armada (unit) P (%) R (%) K (%) s
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
40
38
40
34
30
28
23
23
25
30
-
-5,0
5,3
-15,0
-11,8
-6,7 -2,48 -17,9 – 20,0
-17,9
0,0
8,7
20,0
520
501
600
625
645
651
671
671
680
708
-
-3,7
19,8
4,2
3,2
0,9 3,66 -3,7 – 19,8
3,1
0,0
1,3
4,1
4
5
5
5
13
15
21
60
-
25,0
0,0
0,0
0,0 0,0 47,34 0,0 – 186,0
160,0
15,4
40,0
186,0
564
544
645
664
680
684
707
709
726
798
-
-3,5
18,6
2,9
2,4
0,6 3,64 -3,5 – 18,6 292,7
3,4
0,3
2,4
9,9
5
Keterangan : R : Persentase pertumbuhan P : Persentase pertumbuhan K : Kisaran persentase pertumbuhan
5
2009
PTM: Perahu Tanpa Motor PMT: Perahu Motor Tempel KM : Kapal Motor
s : Simpangan Sumber : Anonymous, 2009b; 2010b diolah kembali
Berdasarkan hasil wawancara dengan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Subang diketahui bahwa peningkatan armada KM merupakan salah
39
satu upaya DKP Kabupaten Subang dalam menaikkan rangking kelas pelabuhan perikanannya. Jumlah PMT juga mengalami peningkatan, namun rata-rata pertumbuhannya tidak terlalu besar yaitu rata-rata hanya sebesar 3,7 % per tahun. Berdasarkan Tabel 7 dan 8, di Kabupaten Subang pada tahun 2008 terdapat 601 unit alat tangkap dan 726 unit perahu dan kapal. Hal ini mengindikasikan bahwa terdapat sejumlah 125 unit (17,2%) perahu dan atau kapal yang tidak mengoperasikan alat tangkap ikan. Diduga sebagian perahu atau kapal tersebut digunakan hanya untuk pengangkutan ikan saja atau pengangkutan lainnya. 4.2.3 Nelayan Kelompok nelayan umumnya dikenal ada dua yaitu pemilik dan buruh. Nelayan pemilik biasa disebut juragan adalah orang yang memiliki armada penangkapan ikan dan tidak selalu ikut dalam operasi penangkapan ikan sedangkan nelayan buruh adalah orang yang aktif melakukan pekerjaan sebagai pekerja dalam operasi penangkapan ikan. Nelayan yang terdapat di Kabupaten Subang sebenarnya juga dapat dikategorikan menjadi juragan dan nelayan buruh. Namun data statistik perikanan DKP Kabupaten Subang tahun 2005-2009 (Tabel 9) tidak memisahkan antara jumlah nelayan juragan dan nelayan buruh. Pada umumnya jumlah nelayan juragan pada suatu daerah akan cenderung lebih sedikit bila dibandingkan dengan jumlah nelayan buruh. Mayoritas nelayan yang terdata di Kabupaten Subang berdasarkan data statistik DKP Provinsi Jawa Barat tahun 2009 merupakan nelayan buruh dengan jumlah 2.885 orang sedangkan nelayan pemilik berjumlah 698 orang (Anonymous, 2009b). Tabel 9 Perkembangan dan pertumbuhan jumlah nelayan di Kabupaten Subang Tahun 2005 -2009 Tahun 2005 2006 2007 2008 2009 Rata-rata (%) Kisaran (%) Simpangan
Nelayan (Orang) 4.483 4.528 4.582 4.604 3.583 -
Sumber : Anonymous, 2009b; Anonymous 2010b
P (%) 1,0 1,1 0,4 -22,1 0,83 0,8 – 1,1 54,5
40
Jumlah nelayan Kabupaten Subang yang tersaji pada Tabel 7 hanya selama periode enam tahun. Hal ini disebabkan karena data jumlah nelayan pada tahun – tahun sebelumnya yang dimiliki oleh Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Subang telah hilang. Jumlah nelayan di Kabupaten Subang pada tahun 2009 terdapat sebanyak 3.583 nelayan, jumlah tersebut menurun 22,13% dibanding tahun 2008 sebesar 4.604 nelayan (Anonymous, 2009b). Selama periode 2005-2009, perkembangan jumlah nelayan memperlihatkan trend peningkatan positif; semenjak tahun 2005 namun terjadi penurunan pada tahun 2009. Hal ini diduga disebabkan oleh semakin banyaknya nelayan Subang yang memilih untuk berkarir di profesi lain. Berdasarkan wawancara dengan kepala bagian penangkapan DKP Kabupaten Subang biaya/modal melaut yang semakin besar dan jumlah hasil tangkapan yang tak menentu turut membuat sejumlah nelayan beralih ke profesi lain. Dampak yang terjadi akibat menurunnya jumlah nelayan terlihat juga pada Grafik 4 yaitu menurunnya jumlah dan nilai produksi hasil tangkapan nelayan pada tahun yang sama.
Sumber : Anonymous, 2009b; Anonymous 2010b
Gambar 4 Grafik perkembangan jumlah nelayan di Kabupaten Subang periode tahun 2005-2009 4.2.4
Daerah penangkapan ikan Salah satu faktor penentu keberhasilan operasi penangkapan ikan adalah
penentuan daerah penangkapan (DPI). Dalam penentuan DPI oleh para nelayan Indonesia biasanya masih berdasarkan pengalaman nelayan yang melakukan trip-
41
trip penangkapan sebelumnya yang memberikan banyak hasil tangkapan. Kemampuan seperti ini oleh nelayan di negara maju sudah sejak lama dilengkapi dengan teknologi seperti fish finder, GPS, dan informasi daerah penangkapan seperti peta-peta daerah penangkapan ikan yang lebih akurat. Berdasarkan data Statistik Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Subang pada tahun 2009, sebagian besar nelayan di Kabupaten Subang melakukan operasi penangkapan ikan di daerah-daerah penangkapan ikan di perairan utara Jawa seperti perairan Blanakan, Muara Ciasem, Singabuntu (Karawang), Cilamaya sampai dengan wilayah Eretan (Anynomus 2009b). Namun demikian tidak semua alat tangkap yang digunakan nelayan Kabupaten Subang mencapai DPI yang disebutkan diatas. Berdasarkan data yang disajikan pada Tabel 7 diketahui bahwa terdapat alat tangkap yang hanya digunakan di sekitar wilayah pantai seperti alat tangkap pukat pantai dan alat pengumpul kerang misalnya. Hal ini tentu menguntungkan dari sisi biaya, yang tidak pernah mengeluarkan biaya pembelian BBM karena DPI yang tidak terlalu jauh dari fishing base. Selain itu juga biaya untuk mengawetkan hasil tangkapan tidak terlalu banyak mengingat waktu pengoperasian yang relatif pendek. Daerah penangkapan ikan (DPI) yang cukup jauh dari fishing base dan lama trip operasi penangkapan dapat memberikan pengaruh yang besar terhadap kualitas hasil tangkapan yang didaratkan di pangkalan pendaratan ikan. Selain itu, efek negatif lainnya yang ditimbulkan adalah berupa biaya yang lebih besar untuk melakukan operasi penangkapan. Lokasi DPI nelayan Kabupaten Subang yang relatif dekat dengan wilayah Kabupaten Subang membuat nelayan dapat meminimalis dua efek negatif yang telah disebutkan di atas. 4.2.5
Prasarana Perikanan Tangkap Kabupaten Subang memiliki tujuh unit pelabuhan perikanan, dua
diantaranya bertipe pelabuhan perikanan pantai (PPP) dan lima unit lainnya bertipe pangkalan pendaratan ikan (PPI). Keseluruhan unit pelabuhan perikanan tersebut berada di tiga kecamatan yaitu Kecamatan Blanakan, Legunkulon, dan Pusakanagara. Lokasi ketujuh pelabuhan perikanan tersebut dapat dilihat pada tabel berikut ini (Tabel 10). Berdasarkan klasifikasinya sebagian besar pelabuhan perikanan telah mempunyai berbagai fasilitas yang terdiri atas: TPI, listrik, dan air
42
tawar serta dermaga, talud/turap, depot es, SPDN, breakwater, bengkel, rumah nelayan, dan pujasera. Fasilitas yang belum sama sekali dibangun terdiri atas docking, slipway, bangsal olahan, laboratorium pengujian mutu. Beberapa fasilitas yang belum tersedia tersebut, pada dasarnya dibutuhkan oleh setiap pelabuhan perikanan namun mengingat pelabuhan perikanan yang ada di Kabupaten Subang masih tergolong PPI (tipe D) maka keberadaan fasilitas tersebut bukan yang menjadi utama ketika PPI tersebut didirikan. Namun dalam perkembangan ke depannya keberadaan fasilitas tersebut akan sangat dibutuhkan mengingat pelabuhan perikanan yang ada di Kabupaten Subang memiliki potensi untuk berkembang menjadi pelabuhan perikanan bertipe C maupun B. Tabel 10 Lokasi pelabuhan perikanan dan KUD di Kabupaten Subang Nama PPI dan PPP 1. PPI Rawameneng 2. PPI Patimban 3. PPI Mayangan 4. PPP Muara Ciasem 5. PPP Blanakan 6. PPI Cilamaya Girang 7. PPI Cirewang
Lokasi Ds. Rawameneng Kec. Blanakan Ds. Patimban Kec. Pusakanegara Ds. Mayangan Kec. Legonkulon Ds. Ciasem Kec. Blanakan Ds. Blanakan Kec. Blanakan Ds. Cilamaya Girang Kec. Blanakan Ds. Pangarengan Kec. Legonkulon
KUD Karya Baru Misaya Guna Saluyu Mulya Mina Bahari Inti Fajar Sidik Mina Jaya Laksana Sinar Agung
Sumber : Anonymous, 2009b
Tempat pelelangan ikan di Kabupaten Subang pada umumnya memiliki fasilitas ruang sortir, ruang lelang, ruang packing, dan ruang kantor. Secara umum Koperasi Unit Desa (KUD) TPI tersebut mempunyai distribusi dan pemasaran ikan laut hasil tangkapan yang sama, yaitu nelayan menjual ikan ke konsumen atau bakul melalui KUD secara lelang. KUD bertindak sebagai juru tawar, juru karcis, kasir dan keamanan. Berdasarkan jasanya tersebut, maka KUD melakukan potongan atau retribusi untuk potongan pajak penjualan. Dari kegiatan ini diperoleh penghasilan baik untuk KUD maupun untuk Kabupaten Subang. Lokasi ketujuh PPI tersebut di Kabupaten Subang digambarkan pada peta di Gambar 6.
43
Rio, 2010 Sumber: Bakosurtanal, 2010
Gambar 5 Peta Lokasi Seluruh Pelabuhan Perikanan di Kabupaten Subang Tahun 2010 43
5. KONDISI KEPELABUHANAN PERIKANAN DI KABUPATEN SUBANG 5.1 Unit Penangkapan Ikan Unit penangkapan ikan yang dimiliki oleh setiap pelabuhan perikanan di Kabupaten Subang terdiri dari kapal, alat tangkap, dan nelayan. Dalam melakukan operasi penangkapan ketiga aspek ini saling terkait satu sama lain. 5.1.1 Armada Penangkapan Ikan Armada penangkapan ikan yang digunakan oleh masyarakat nelayan Subang umumnya masih berupa kapal atau perahu kayu. Armada ini digolongkan menjadi tiga kategori yaitu perahu tanpa motor (PTM), perahu motor tempel (PMT), dan kapal motor (KM). Perahu motor tempel (PMT) merupakan jenis yang paling banyak digunakan oleh nelayan di pelabuhan perikanan Kabupaten Subang bila dibandingkan dengan kategori PTM dan KM. Tabel 11 Jumlah armada penangkapan ikan menurut kategori armada dan pelabuhan perikanan di Kabupaten Subang tahun 2009 Kategori Armada PTM PMT < 10 GT KM >10 GT Jumlah
Jumlah Armada per Pelabuhan Perikanan (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) 6 5 4 2 3 4 6 42 113 110 229 75 93 46 13 4 15 8 13 14 2 48 144 119 260 88 97 52
Keterangan: (1) PPI Rawameneng (5) PPP Muara Ciasem (2) PPI Patimban (6) PPI Cilamaya Girang (3) PPI Mayangan (7) PPI Cirewang (4) PPP Blanakan Sumber: Anonymous, 2009b(data diolah kembali)
Jumlah Unit % 30 3,7 708 87,6 40 8,6 29 808 100
PTM : perahu tanpa motor PMT : perahu motor tempel KM : kapal motor
Jumlah armada penangkapan ikan yang terdapat di Kabupaten Subang pada tahun 2009 sebanyak 808 unit dengan jumlah terbanyak adalah armada PMT dengan jumlah 708 unit (87,6 %) dan yang paling sedikit adalah armada PTM dengan jumlah 30 unit (3,7 %). Armada penangkapan KM memiliki jumlah armada sebanyak 69 unit (8,6 %) yang berukuran di bawah 10 GT sebanyak 40 unit (58 %) dan yang berukuran di atas 10 GT sebanyak 29 unit (42 % ). Data statistik Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Subang tahun 2009 (Tabel 11) memperlihatkan bahwa jumlah armada penangkapan terbanyak
45
terdapat di PPP Blanakan dengan jumlah armada sebanyak 260 unit kemudian diikuti oleh PPI Patimban dengan jumlah armada sebanyak 144 unit. Jumlah armada penangkapan yang paling sedikit terdapat di PPI Rawameneng dengan jumlah armada sebanyak 48 unit. Pelabuhan Perikanan Pantai Blanakan memiliki armada penangkapan perahu motor tempel terbanyak di Kabupaten Subang dengan jumlah 229 unit. Selanjutnya diikuti oleh PPI Patimban dengan jumlah armada sebanyak 144 unit. Jumlah armada yang paling sedikit terdapat di PPI Rawameneng. Berdasarkan data DKP Kabupaten Subang, diketahui bahwa di PPI Rawameneng tidak terdapat kapal motor. Selain PPI Rawameneng masih terdapat dua dari tujuh pelabuhan perikanan yang ada di Kabupaten Subang yang tidak memiliki kapal motor antara lain PPI Cilamaya Girang dan PPI Cirewang. Ketiadaan kapal motor tersebut mengindikasikan bahwa usaha penangkapan yang dilakukan oleh masyarakat nelayan di wilayah Rawameneng, Cilamaya Girang, dan Cirewang masih tergolong usaha kecil apabila ditinjau dari kategori armada penangkapan ikan yang digunakan. Keadaan ini dapat pula diartikan bahwa kemampuan nelayan Kabupaten Subang dalam mengoperasikan armada penangkapan ikan yang menggunakan teknologi kapal motor masih sangat rendah. Pemerintah Kabupaten Subang melalui Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Subang diharapkan memperhatikan kondisi diatas sehingga dapat mengembangkan kemampuan armada penangkapannya di setiap pelabuhan perikanan ikan ini. 5.1.2 Alat Penangkapan Ikan Alat tangkap merupakan bagian penting dari unit penangkapan ikan yang digunakan oleh nelayan. Masyarakat nelayan di Kabupaten Subang pada umumnya menggunakan jaring sebagai alat tangkap utamanya (Tabel 9, subsubbab 4.2.1) Alat tangkap jaring terdiri dari berbagai jenis yaitu jaring insang hanyut, jaring insang tetap, jaring klitik, jaring rampus, jaring kantong, jaring arad, dan jaring
rajungan.
Dinas
Kelautan
dan
Perikanan
Kabupaten
Subang
mengelompokkan berbagai jenis jaring tersebut ke dalam kelompok alat tangkap jaring.
46
Penggunaan alat tangkap jaring sebagai alat tangkap yang dominan di wilayah perairan Kabupaten Subang mengindikasikan bahwa alat tangkap jaring memiliki harga yang terjangkau oleh nelayan, kemudian mampu memberikan keuntungan dalam pengusahaannya, mudah dalam pengoperasiannya, serta mudah dalam perawatannya. Jumlah alat tangkap yang terdapat di Kabupaten Subang pada tahun 2009 tercatat sebanyak 1.106 unit dengan jumlah terbanyak adalah alat tangkap jaring sebanyak 958 unit (86,6 %) diikuti dengan alat tangkap pancing sebanyak 103 unit (9,3 %) dan alat tangkap lainnya sebanyak 54 unit (4,9 %). Data statistik Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Subang tahun 2009 (Tabel 12) memperlihatkan bahwa jumlah alat tangkap terbanyak terdapat di PPI Patimban dengan jumlah alat tangkap sebanyak 359 unit. Selanjutnya jumlah alat tangkap terbanyak kedua berada di PPP Blanakan dengan jumlah alat tangkap sebanyak 260 unit kemudian diikuti oleh PPI Mayangan dengan jumlah alat tangkap sebanyak 185 unit. Jumlah alat tangkap yang paling sedikit terdapat di PPI Rawameneng dengan jumlah alat tangkap sebanyak 46 unit. Tabel 12 Jumlah alat tangkap menurut pelabuhan perikanan di Kabupaten Subang tahun 2009 Alat Tangkap 1. Jaring 2. Pancing 3. Lainnya Jumlah
(1) 45 10 46
Pelabuhan Perikanan (unit) (2) (3) (4) (5) (6) 340 182 198 92 45 19 32 52 3 30 6 5 359 185 260 98 102
Keterangan: (1) PPI Rawameneng (4) PPP Blanakan (2) PPI Patimban (5) PPP Muara Ciasem (3) PPI Mayangan (6) PPI Cilamaya Girang Sumber: Anonymous, 2010b (data diolah kembali)
(7) 56 56
Jumlah Unit % 958 86,6 103 9,3 54 4,9 1.106 100
(7) PPI Cirewang
Pangkalan Pendaratan Ikan Patimban menggunakan alat tangkap jaring sebagai alat tangkap utamanya. Jumlah penggunaan alat tangkap jenis ini merupakan yang terbanyak bila dibandingkan dengan pelabuhan perikanan lainnya yaitu sebanyak 340 unit. Selanjutnya alat tangkap jenis ini juga banyak digunakan di PPP Blanakan dan PPI Mayangan dengan jumlah berturut-turut adalah 198 dan 182 unit. Jumlah penggunaan alat tangkap jaring yang paling
47
sedikit terdapat di PPI Rawameneng dan Cilamaya Girang dengan jumlah yang sama yaitu sebanyak 45 unit. 5.1.3 Nelayan Nelayan merupakan salah satu bagian penting dari unit penangkapan ikan. Peranan seorang nelayan ketika melakukan operasi penangkapan adalah selain berperan dalam menentukan daerah penangkapan ikan juga berperan dalam pengoperasian alat tangkap dan kapal. Data statistik Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Subang tahun 2009 (Tabel 13) memperlihatkan bahwa di ketujuh pelabuhan perikanan yang ada di Kabupaten Subang, terdapat sebanyak 3.610 orang nelayan, meliputi 698 orang nelayan pemilik/juragan (19,3 %) dan 2.912 orang nelayan buruh (80,7 %). Jumlah nelayan terbanyak terdapat di PPP Blanakan dengan jumlah nelayan 1.278 orang (35,4 %) kemudian diikuti oleh PPP Muara Ciasem dengan jumlah nelayan 708 orang (19,6 %) dan selanjutnya adalah PPI Patimban dengan jumlah nelayan 548 orang (15,2 %). Jumlah nelayan yang paling sedikit terdapat di PPI Rawameneng dengan jumlah nelayan 143 orang (4 %). Nelayan pemilik/juragan yang paling banyak di Kabupaten Subang terdapat di PPP Blanakan dengan jumlah 204 orang kemudian diikuti oleh PPI Patimban sebanyak 129 orang. Selanjutnya adalah PPI Mayangan dan Cilamaya Girang dengan jumlah yang sama yaitu sebanyak 97 orang. Jumlah nelayan buruh terbanyak terdapat di PPP Blanakan dengan jumlah 1.074 orang kemudian diikuti oleh PPP Muara Ciasem yaitu 708 orang dan selanjutnya adalah PPI Patimban dengan jumlah 548 orang. Tabel 13 Jumlah nelayan menurut pelabuhan perikanan di Kabupaten Subang tahun 2009 Kategori Nelayan 1. Nelayan Pemilik 2. Nelayan Buruh Orang Jumlah %
(1) 38 105 143 4,0
Pelabuhan Perikanan (unit) (2) (3) (4) (5) (6) 129 97 204 81 97 419 315 1.074 627 279 548 412 1.278 708 376 15,2 11,4 35,4 19,6 10,4
Keterangan: (1) PPI Rawameneng (4) PPP Blanakan (2) PPI Patimban (5) PPP Muara Ciasem (3) PPI Mayangan (6) PPI Cilamaya Girang Sumber: Anonymous, 2010b ( data diolah kembali)
(7) 52 93 145 4,0
Jumlah Orang % 698 19,3 2.912 80,7 3.610 100
(7) PPI Cirewang
48
Faktor armada, alat tangkap, dan nelayan yang terdapat di masing-masing pelabuhan perikanan yang berada di Kabupaten Subang dapat dijadikan sebagai acuan dalam pengembangan unit kepelabuhan di daerah tersebut. Berikut disajikan tabel profil unit penangkapan dominan diketujuh pelabuhan perikanan di Kabupaten Subang. Tabel 14 Profil unit penangkapan dominan diketujuh pelabuhan perikanan di Kabupaten Subang Pelabuhan Perikanan 1. PPI Rawameneng 2. PPI Patimban 3. PPI Mayangan 4. PPP Blanakan 5. PPP Muara Ciasem 6. PPI Cilamaya Girang 7. PPI Cirewang
Armada dominan
Alat tangkap dominan
PMT (42 unit) PMT (113 unit) PMT (110 unit) PMT (229 unit) PMT (75 unit) PMT (93 unit) PMT (46 unit)
Jaring (45 unit) Jaring (340 unit) Jaring (182 unit) Jaring (198 unit) Jaring (92 unit) Pancing (52 unit) Jaring (56 unit)
Jumlah Nelayan (orang) 143 548 412 1.278 708 376 145
Sumber: Anonymous, 2010 b ( data diolah kembali)
Armada penangkapan dominan pada ketujuh pelabuhan perikanan di Kabupaten Subang adalah jenis PMT. Pengguna paling banyak berada di PPP Blanakan dengan jumlah 229 unit. Selanjutnya diikuti oleh PPI Patimban dan Mayangan dengan jumlah berturut-turut adalah 113 dan 110 unit. Penggunaan PMT sebagai armada yang dominan pada ketujuh pelabuhan perikanan tidak diikuti oleh alat tangkap jaring. Pengguna alat tangkap jaring paling banyak ditemukan di PPI Patimban dengan jumlah 340 unit dan selanjutnya alat tangkap ini banyak ditemukan di PPP Blanakan dan PPI Mayangan dengan jumlah berturut-turut adalah 198 dan 182 unit. Alat tangkap jaring dominan dipakai di seluruh pelabuhan perikanan di Kabupaten Subang kecuali di PPI Cilamaya Girang. Pangkalan Pendaratan Ikan Cilamaya Girang menggunakan alat tangkap pancing sebagai alat tangkap dominan dengan jumlah 52 unit. Selanjutnya adalah jumlah nelayan yang paling banyak ditemukan diantara ketujuh pelabuhan perikanan yang ada di Kabupaten Subang adalah PPP Blanakan dengan jumlah nelayan sebanyak 1.278 orang.
49
5.2 Fasilitas dan Aktivitas Kepelabuhanan Perikanan di Kabupaten Subang Kebutuhan akan fasilitas-fasilitas di suatu pelabuhan perikanan sangat penting guna memperlancar berbagai aktivitas di pelabuhan tersebut, sehingga keberlangsungan berbagai aktivitas yang terkait dengan fasilitas tersebut dapat berjalan dengan optimal. Fasilitas-fasilitas tersebut berupa fasilitas pokok, fasilitas fungsional dan fasilitas penunjang. Keberadaan ketiga jenis fasilitas tersebut tidak seluruhnya terdapat pada masing-masing pelabuhan perikanan di Kabupaten Subang. 5.2.1 Fasilitas kepelabuhanan perikanan tersedia Fasilitas kepelabuhanan perikanan terbagi menjadi tiga fasilitas yaitu fasilitas pokok, fungsional dan fasilitas penunjang. Fasilitas-fasilitas tersebut bertujuan agar fungsi pelabuhan perikanan dapat berjalan dengan optimal. Pelabuhan perikanan yang ada rata-rata masih belum dilengkapi fasilitas yang lengkap, terutama pelabuhan perikanan tipe C dan D. Pelabuhan perikanan di Kabupaten Subang juga telah dilengkapi dengan berbagai fasilitas. Fasilitas tersebut terbagi menjadi tiga bagian yaitu fasilitas pokok, fasilitas fungsional dan fasilitas penunjang. Kelengkapan fasilitas-fasilitas tersebut terlihat pada Tabel 15 dan peta pada Gambar 7. Pada Tabel 15 dapat diketahui bahwa sebagian besar pelabuhan perikanan telah mempunyai berbagai fasilitas yang terdiri atas: TPI, listrik, dan air tawar serta dermaga, talud/turap, BBM, pabrik es, breakwater, rumah nelayan RSS dan dispenser/pompa BBM (Anonymous, 2009). Fasilitas yang belum sama sekali dibangun terdiri atas bangsal olahan, BPN, bengkel (Docking/Slipway) dan fasilitas mutu. Selain itu terdapat juga beberapa fasilitas pokok yang hanya dimiliki oleh beberapa pelabuhan perikanan saja yaitu seperti fasilitas air bersih, SPDN, pabrik es, pasar ikan, bengkel dan mesjid. Menurut Ditjen perikanan (1994) vide Lubis (2006) disebutkan bahwa salah satu kriteria pokok yang wajib dimiliki oleh pangkalan pendaratan ikan adalah tersedianya fasilitas untuk pengujian mutu.
Rio, 2010 Sumber: Bakosurtanal, 2010
50
Gambar 6 Peta Kondisi Fasilitas Seluruh Pelabuhan Perikanan di Kabupaten Subang, 2010
51
Tabel 15 Jenis – jenis fasilitas tersedia di Pelabuhan perikanan Kabupaten Subang tahun 2009 Jenis fasilitas 1
2
1. Pokok a. Breakwater x x b.Turap x x c. Dermaga x x d. Kolam pelabuhan x x 2. Fungsional a. TPI x x b. Pasar ikan c. Air bersih x d. Pabrik es x e. SPBN/SPDN x f. Listrik x x g. Bengkel x h. Alat angkut ikan x x 3. Penunjang X a. Kantor syahbandar x X b.Kantor pengelola PP x c.Perumahan nelayan X X d.Pertokoan e. Masjid x Keterangan* : 1. PPI Rawameneng 3. PPI Mayangan 2. PPI Patimban 4. PPP Blanakan X = fasilitas tersedia - = fasilitas tidak tersedia Sumber: Anonymous, 2009 b
Pelabuhan Perikanan* 3 4 5
6
7
X
X
X
x
X
X
X
X
X
X
x x
x x
x x
x x
X
x x x x
X
X
X
X
X
-
-
X
X
-
-
X
X
-
-
X
x x x x
X
X
X
x x x -
X
X X
X
-
X
X
x
-
x x x -
X
X
X X
x X
5. PPP Muara Ciasem 6. PPI Cilamaya Girang
-
X
X
X
-
7. PPI Cirewang
1) Fasilitas Pokok Fasilitas pokok adalah fasilitas dasar atau utama yang diperlukan dalam melakukan aktivitas perikanan di pelabuhan. Fasilitas ini berfungsi untuk menjamin keamanan dan kelancaran kapal sewaktu berlayar, keluar masuk maupun hendak tambat labuh di area pelabuhan. Fasilitas pokok yang terdapat di pelabuhan perikanan di Kabupaten Subang antara lain terdiri dari breakwater, turap, dermaga, dan kolam pelabuhan. a.
Breakwater Breakwater atau lebih dikenal dengan istilah pemecah gelombang
merupakan suatu fasilitas yang harus dimiliki oleh sebuah pelabuhan perikanan. Fasilitas ini berfungsi untuk menghalau ombak sehingga arus air yang tercipta di kolam pelabuhan menjadi lebih tenang. Kondisi arus yang tenang ini diperlukan untuk mencegah terjadinya tabrakan antar kapal yang sedang tambat labuh di area
52
kolam pelabuhan. Keberadaan fasilitas ini dapat ditemui di seluruh pelabuhan perikanan di Kabupaten Subang. b.
Turap Turap atau reveatment merupakan bangunan pantai yang digunakan untuk
melindungi pantai terhadap gelombang dan arus laut yang berpotensi merusak atau menyebabkan sedimentasi. Keberadaan fasilitas ini dapat dijumpai pada seluruh pelabuhan perikanan yang ada di Kabupaten Subang. c.
Dermaga Fasilitas ini dapat ditemui di seluruh pelabuhan perikanan yang ada di
Kabupaten Subang. Keberadaan fasilitas ini sangat vital mengingat fungsinya selain sebagai tempat untuk bertambat dan berlabuhnya kapal, tempat mengisi bahan perbekalan untuk melaut, juga sebagai tempat untuk kegiatan bongkar muat hasil tangkapan. d.
Kolam pelabuhan
Fasilitas ini juga dimiliki oleh seluruh pelabuhan perikanan yang ada di Kabupaten Subang. Kolam pelabuhan merupakan suatu area lokasi perairan tempat masuknya kapal yang akan bersandar di dermaga (Lubis, 2006). Selain untuk tempat tambat-labuh kapal, area kolam pelabuhan juga digunakan sebagai tempat untuk memutar (turning basin) kapal. 2) Fasilitas Fungsional Fasilitas fungsional di pelabuhan perikanan Kabupaten Subang terdiri dari tempat pelelangan ikan (TPI), pasar ikan, air bersih, pabrik es, SPDN, listrik, bengkel perbaikan, dan alat angkut ikan. Namun tidak semua fasilitas tersebut ada di setiap pelabuhan perikanan di Kabupaten Subang; sebagaimana digambarkan sebagai berikut: a.
Tempat pelelangan ikan (TPI) Tempat pelelangan ikan (TPI) merupakan tempat berinteraksi langsung
antara nelayan dan pedagang dalam hal pemasaran hasil tangkapan melalui pelelangan. Pengelolaan TPI dilakukan langsung oleh KUD, diatur dalam Perda Jawa Barat Nomor 5 Tahun 2005 yang menyatakan bahwa penyelenggara pelelangan ikan harus memiliki izin dari gubernur dan diberikan kepada KUD Mina yang memenuhi syarat. Sehingga walaupun pelabuhan perikanan berada di
53
bawah dinas kelautan dan perikanan namun pelabuhan perikanan tidak memiliki wewenang dalam mengatur penyelenggaran sebuah pelelangan di TPI. Tujuan dibangunnya TPI adalah untuk mengupayakan stabilitas dan peningkatan harga ikan melalui aktivitas pelelangan ikan yang dapat menciptakan keseimbangan harga jual bagi nelayan maupun bakul. Secara keseluruhan pelabuhan perikanan di Kabupaten Subang memiliki unit TPI masing-masing. Keberadaan TPI ini berfungsi sebagai sarana untuk pelelangan ikan yang nantinya akan diambil retribusinya sebagai pemasukan bagi daerah dan sebagian kembali ke pelabuhan tersebut. Namun pemakaian fasilitas ini diduga semakin menurun, hal ini dikarenakan jumlah hasil tangkapan yang didaratkan di Kabupaten Subang cenderung menurun (Tabel 8, Subsubbab 4.2.1). b.
Pasar ikan Pasar ikan adalah tempat bertransaksinya penjual dan pembeli ikan sehingga
terjadi kesepakatan harga. Pasar ikan sengaja dibangun untuk melayani kebutuhan eceran para konsumen yang ingin membeli ikan segar yang baru didaratkan dan dilelang di TPI. Umumnya pihak penjual di pasar ikan tersebut adalah para bakul atau pengumpul kecil, dan pihak konsumennya adalah masyarakat sekitar pelabuhan. Keberadaan pasar ikan tidak dapat dijumpai di seluruh pelabuhan perikanan yang ada di Kabupaten Subang. Pelabuhan Perikanan Pantai Blanakan dan Cirewang merupakan PPI yang memiliki unit fasilitas pasar ikan di lingkungannya. Pangkalan pendaratan ini telah memfasilitasi masyarakat nelayannya dalam pemenuhan kebutuhan ikan melalui penyediaan pasar ikan. Diharapkan juga melalui pasar ikan yang telah ada mampu menyerap tenaga kerja dan memberikan harga yang murah untuk memenuhi kebutuhan harian masyarakat di sekitar pelabuhan. c.
Air bersih Instalasi air bersih merupakan salah satu fasilitas yang terkait dengan
produksi hasil tangkapan yang didaratkan. Keberadaan fasilitas ini sangat vital peranannya selain digunakan untuk kebutuhan hidup orang banyak, air bersih ini juga dibutuhkan untuk membersihkan ikan hasil tangkapan yang akan maupun
54
telah
dilelang agar tidak terkontaminasi dengan darah ikan lainnya maupun
kotoran sehingga mutu ikan tersebut tetap terjaga. Saat ini perkembangan fasilitas instalasi air bersih di Kabupaten Subang cenderung memperlihatkan kondisi yang memprihatinkan. Ketersediaan fasilitas air bersih hanya terdapat di empat pelabuhan perikanan saja yaitu PPI Rawameneng, PPP Blanakan, PPP Muara Ciasem dan PPI Cilamaya Girang. d.
Pabrik es Pelayanan penyediaan kebutuhan es di suatu unit pelabuhan perikanan dapat
difasilitasi melalui keberadaan pabrik es. Hanafiah dan Saefuddin (2006) mengatakan bahwa, fasilitas seperti pabrik es sangat diperlukan di tempat pendaratan ikan, karena es digunakan untuk mempertahankan kesegaran ikan setelah ikan ditangkap, pada saat proses pendaratan serta dalam proses pengangkutan, penyimpanan dan pemasaran. Namun tidak semua unit pelabuhan perikanan mampu untuk membangun pabrik es di wilayahnya. Hal ini dapat disebabkan oleh hasil tangkapan yang didaratkan sangat sedikit dan hasilnya tidak menentu. Oleh karena itu kondisi tersebut dapat disiasati dengan pembangunan depot-depot penyediaan es. Depot es merupakan tempat penyimpanan sementara balok-balok es sebelum disalurkan kepada nelayan. Suplai es dapat diperoleh melalui pabrik es terdekat. Keberadaan pabrik es tidak dapat dijumpai di setiap pelabuhan perikanan yang ada di Kabupaten Subang. Pabrik es hanya terdapat di PPI Rawameneng dan PPP Blanakan. Pemenuhan kebutuhan es untuk PPI lainnya yaitu PPI Patimban, PPI Mayangan, PPI Cilamaya Girang, dan PPI Cirewang, berdasarkan wawancara diketahui bahwa biasa dilakukan di luar PPI seperti di daerah Pamanukan dan Eretan. Namun berbeda dengan PPP Muara Ciasem walaupun
tidak
memiliki
pabrik es sendiri, pelabuhan ini telah mampu menjaga kebutuhan esnya dengan membangun depot es di lingkungan pelabuhannya. Suplai es untuk kebutuhan PPP Muara Ciasem didatangkan dari PT. Tirta Ratna yang berlokasi di PPP Blanakan. e.
Solar Packed Dealer Nelayan Solar packed dealer nelayan (SPDN) di pelabuhan perikanan Kabupaten
Subang merupakan salah satu unit usaha yang dikelola oleh KUD. Unit usaha
55
SPDN merupakan bentuk bantuan dari DKP pusat melalui Dinas Kelautan dan Perikanan Subang, BP – MIGAS dan Pertamina. Tujuan didirikannya SPDN ini adalah untuk memenuhi kebutuhan nelayan akan bahan bakar minyak, khususnya solar dengan harga yang murah. Keberadaan SPDN ini tidak sepenuhnya mampu difasilitasi oleh seluruh PPI di Kabupaten Subang. Berdasarkan data pada Tabel 15 diketahui bahwa hanya empat pelabuhan perikanan di Kabupaten Subang yang telah memiliki fasilitas SPDN yaitu PPI Patimban, PPI Mayangan, PPP Blanakan dan PPP Muara Ciasem. f.
Listrik Fasilitas ini dapat dijumpai di seluruh pelabuhan perikanan yang ada di
Kabupaten Subang. Fasilitas ini berfungsi selain sebagai penerang di malam hari, fasilitas ini juga diperlukan dalam pembekuan es. g.
Bengkel Bengkel adalah tempat perbaikan dan perawatan mesin kapal. Letak bengkel
tersebut sebaiknya berada di dalam kawasan pelabuhan perikanan. Hal ini bertujuan untuk memberikan kemudahan bagi nelayan dalam penggunaan fasilitas ini. Nelayan di Kabupaten Subang apabila ingin melakukan perbaikan kapal biasanya akan melakukannya di PPP Blanakan dan PPI Rawameneng. Hal ini dikarenakan tidak semua pelabuhan perikanan yang ada di Kabupaten Subang memiliki fasilitas perawatan berupa bengkel. h.
Alat angkut ikan Fasilitas alat angkut ikan dapat dijumpai di seluruh pelabuhan perikanan
yang ada di Kabupaten Subang. Fasilitas ini diperlukan dalam proses pembokaran hasil tangkapan yang didaratkan menuju TPI sebelum pelelangan dilakukan. 3) Penunjang Fasilitas penunjang di pelabuhan perikanan Kabupaten Subang terdiri dari kantor syahbandar, kantor pengelola pelabuhan, perumahan nelayan, pertokoan dan pujasera, rumah ibadah. namun tidak semua fasilitas tersebut ada di setiap pelabuhan perikanan di Kabupaten Subang; sebagaimana digambarkan sebagai berikut:
56
a.
Kantor Syahbandar Pengelolaan kantor syahbandar berada di bawah Departemen Perhubungan,
Direktorat Jenderal Perhubungan Laut. Tugas pokok syahbandar ini adalah melakukan pemeriksaan terhadap peralatan keselamatan kapal, pengukuran dan pendaftaran kapal, pengawakan dan tertib bandar, pencegahan pencemaran laut, serta kegiatan jasa maritim. Pembangunan kantor syahbandar di setiap pelabuhan perikanan di Kabupaten Subang dapat digolongkan telah merata (Tabel 15). Setiap kapal penangkap ikan yang memasuki pelabuhan perikanan harus menyerahkan semua dokumen-dokumen kepada syahbandar untuk diperiksa dan disimpan. Dokumen tersebut antara lain Surat Ukur, Grosse Akte, Pas Tahunan, Sertifikat Kelaiklautan dan Pengawakan, serta Pas Kecil Kapal Penangkap Ikan (Anonymous, 1978). b.
Kantor pengelola pelabuhan perikanan Fasilitas
kantor
pengelola
pelabuhan
perikanan
digunakan
untuk
melaksanakan tugas administrasi untuk kelancaran operasional pelabuhan perikanan. Selain itu fasilitas ini juga melayani keluhan-keluhan dari nelayan yang disampaikan melalui pihak KUD ataupun UPT. Fasilitas perkantoran ini dapat dijumpai pada seluruh pelabuhan perikanan yang ada di Kabupaten Subang. c.
Perumahan nelayan Perumahan nelayan merupakan fasilitas yang diberikan kepada nelayan oleh
pihak pelabuhan dalam meningkatkan kesejahteraan nelayan. Fasilitas perumahan ini biasanya berupa rumah yang disewakan atau dikontrakkan kepada nelayan lokal maupun nelayan pendatang. Fasilitas perumahan nelayan ini hanya terdapat di PPP Blanakan. Perumahan nelayan yang terdapat di PPP Blanakan meliputi 150 unit rumah dengan type 36/120. Perumahan tersebut dibangun diatas areal lahan seluas 52.500 m². Kepemilikan rumah nelayan tersebut adalah melalui kredit yang wajib disetorkan melalui KUD Mina Fajar Sidik (Kurniawan, 2009) d.
Pertokoan Fasilitas pertokoan merupakan salah satu fasilitas yang dibutuhkan oleh
nelayan ketika melakukan operasi penangkapan. Melalui fasilitas ini nelayan dapat memenuhi kebutuhan logistiknya selama melakukan operasi penangkapan.
57
Fasilitas pertokoan yang terdapat di pelabuhan perikanan Kabupaten Subang antara lain meliputi toko bahan alat perikanan, warung kebutuhan pokok, hiburan dan rumah makan. Keberadaan fasilitas ini dapat ditemui di seluruh pelabuhan perikanan yang ada di Kabupaten Subang yaitu pada PPI Rawameneng, PPI Patimban, PPI Mayangan, PPP Blanakan, PPP Muara Ciasem, PPI Cilamaya Girang, dan PPI Cirewang. e.
Masjid Masjid dibangun dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan rohani para
pengguna di pelabuhan. Namun sangat disayangkan jumlah masjid yang tersedia hingga saat ini baru berjumlah dua unit yaitu pada pada PPP Blanakan dan PPI Rawameneng. Selain berbagai fasilitas yang disebutkan di atas (Tabel 15) terdapat juga fasilitas lain yang sangat vital peranannya dan berfungsi untuk meningkatkan nilai guna pelabuhan perikanan yang ada di Kabupaten Subang. Fasilitas tersebut adalah fasilitas penghubung yang menghubungkan antara pelabuhan perikanan dengan komunnitas (konsumen) yang berada di luar pelabuhan perikanan. Fasilitas tersebut terdiri dari jalan, drainase, dan jembatan. Pada dasarnya fasilitas penghubung di pelabuhan perikanan di Kabupaten Subang masih dapat digunakan hingga saat ini. Namun seiring dengan berkembangnya pelabuhan perikanan tersebut maka perawatan dan penambahan fasilitas penghubung ini mutlak dilakukan agar tidak mengganggu kelancaran akses bagi masyarakat untuk berinteraksi dengan kawasan pelabuhan perikanan. 5.2.2 Aktivitas kepelabuhanan perikanan Kemajuan suatu pelabuhan perikanan dapat dilihat dari ada tidaknya serangkaian aktivitas yang terjadi di dalamnya. Fungsi pelabuhan perikanan ditinjau dari segi aktivitasnya merupakan pusat kegiatan ekonomi perikanan baik ditinjau dari aspek pendaratan dan pembongkaran ikan maupun pengolahan, pemasaran dan pembinaan terhadap masyarakat nelayan. Keseluruhan aktivitas ini saling terkait satu dengan yang lainnya dengan bahan baku yang yang sama yaitu ikan hasil tangkapan yang didaratkan. Aktivitas kepelabuhanan perikanan yang terdapat di Pelabuhan perikanan Kabupaten Subang dapat dilihat pada Tabel 16.
58
Tabel 16 Aktivitas kepelabuhanan perikanan di pelabuhan perikanan di Kabupaten Subang tahun 2009 Jenis aktivitas
1
2
Pelabuhan Perikanan* 3 4 5
X X X X X 1. Pendaratan dan pembongkaran X X X X X 2. Penyediaan kebutuhan melaut X X X X X 3. Pemasaran X X X X X 4. Pengolahan Keterangan* : 1. PPI Rawameneng 3. PPI Mayangan 5. PPI Muara 2. PPI Patimban 4. PPP Blanakan 6. PPI Cilamaya Girang X = fasilitas tersedia - = fasilitas tidak tersedia Sumber: Sumber: Anonymous, 2010 b ( data diolah kembali)
6 x x x x
7 x x x x
7. PPI Cirewang
Rangkaian aktivitas yang terjadi di beberapa pelabuhan perikanan Kabupaten Subang terdiri atas aktivitas pendaratan dan pembongkaran, pengolahan, dan pemasaran. Keseluruhan jenis aktivitas tersebut telah berjalan di seluruh pelabuhan perikanan di Kabupaten Subang. Hal ini mengindikasikan bahwa fasilitas yang berkaitan dengan keberlangsungan aktivitas tersebut telah dimanfaatkan oleh pelabuhan tersebut. Aktivitas pendaratan dan pembongkaran ikan dilakukan oleh nelayan dengan baik karena tersedia dermaga. Selain itu juga aktivitas pendaratan dan pembongkaran ikan memerlukan pelayanan penyediaan es dan atau garam untuk mempertahankan kualitas hasil tangkapan. Aktivitas penyediaan kebutuhan melaut telah dimiliki oleh seluruh pelabuhan perikanan yang ada di Kabupaten Subang. Hal ini ditunjukkan oleh adanya unit pertokoan pujasera yang ada hampir di setiap pelabuhan perikanan (Tabel 13). Unit pertokoan pujasera ini biasanya menjual kebutuhan logistik nelayan seperti beras, sayur, mie instan, dan kebutuhan lainnya. Selain itu juga unit pertokoan dan pujasera ini juga melayani kebutuhan lain seperti yang berhubungan dengan perbaikan alat tangkap nelayan yang rusak. Aktivitas
pemasaran
hasil
tangkapan
didaratkan
terutama
melalui
pelelangan ikan merupakan kegiatan utama yang sangat diandalkan dalam memenuhi salah satu fungsi pelabuhan perikanan. Dalam pelaksanaannya, KUD sebagai penyelenggara pelelangan ikan berpedoman pada Perda Jawa Barat Nomor 5 Tahun 2005 dan hasil keputusan rapat anggota. Seluruh pelabuhan perikanan di Kabupaten Subang melakukan aktivitas pemasaran hasil tangkapan yang didaratkan melalui kegiatan pelelangan. Salah
59
satu contoh pelabuhan perikanan di Kabupaten Subang yang melakukan pelelangan adalah PPP Muara Ciasem. Proses pelelangan di TPI ini hampir sama dengan pelelangan di TPI-TPI pelabuhan perikanan lainnya di Kabupaten Subang pada umumnya. Ikan hasil tangkapan yang didaratkan disusun berdasarkan jenisnya pada masing-masing basket. Setelah semua ikan disusun maka pelelangan dimulai. Proses pelelangan di TPI PPP Muara Ciasem dipimpin oleh seorang juru lelang dari pihak TPI, dalam hal ini berasal dari pihak Muara Ciasem dan dihadiri oleh juru catat, peserta lelang dan nelayan pemilik ikan. Juru lelang akan menyebutkan harga penawaran ikan untuk tiap jenis ikan per tumpukan melalui alat pengeras suara. Harga penawaran awal disesuaikan dengan harga pasaran ikan pada saat itu, kemudian meningkat sampai tercapai harga penawaran tertinggi dari calon pembeli dengan cara mengacungkan tangan sebagai tanda setuju dengan harga yang ditawarkan. Setelah terjadi kesepakatan harga, ikan akan langsung diangkut oleh pemenang lelang. Selama proses pelelangan, nelayan pemilik akan mencatat jenis ikan, jumlah tumpukan ikan, harga ikan per tumpuk dan nama pemenang lelang. Setelah selesai pelelangan catatan tersebut akan diberikan kepada petugas TPI, yaitu juru catat untuk dibuatkan karcis lelang. Karcis lelang ini dibuat 3 rangkap, satu untuk pemenang lelang, satu untuk nelayan dan satu lagi untuk arsip pihak TPI. Para pemenang lelang akan menyetorkan sejumlah uang atas pembelian ikannya ditambah retribusi lelang sebesar 3% dari total pembelian kepada kasir TPI untuk mendapat karcis sebagai tanda lunas pembayaran. Setelah semua pemenang lelang menyelesaikan
pembayarannya
kepada
kasir
TPI,
pihak
TPI
akan
membayarkannya kepada nelayan pemilik setelah dipotong retribusi lelang sebesar 2% dari total penjualan dan nelayan mendapat karcis lelang sebagai tanda terima uang (Indrianto, 2006). Kegiatan pelelangan ini merupakan salah satu sumber penghasilan baik untuk KUD maupun untuk Kabupaten Subang. Adapun kegiatan lain yang dapat dijadikan sebagai sumber penghasilan bagi pelabuhan perikanan adalah aktivitas perbengkelan. Namun sangat disayangkan kegiatan ini terbatas hanya pada beberapa pelabuhan saja yaitu PPP Blanakan dan PPI Rawameneng (Tabel 15).
60
Keberadaan fasilitas di unit pelabuhan perikanan bertujuan untuk meningkatkan kinerja pelabuhan perikanan tersebut. Peningkatan kinerja ini berkaitan dengan pemanfatan fasilitas yang mendukung aktivitas. Oleh karena itu, keberadaan fasilitas dan aktivitas yang terjadi saling terkait satu sama lain. Pada dasarnya fasilitas yang dimiliki oleh pelabuhan perikanan adalah sama dengan fasilitas yang dimiliki oleh pangkalan pendaratan ikan, hanya kapasitas fasilitasnya saja yang berbeda (Lubis & Pane, 2006). Selanjutnya Lubis Et all, 2005 bahwa berdasarkan pada kepentingannya terhadap kebutuhan pengoperasian suatu pelabuhan perikanan secara ideal maka terdapat 9 unsur yang termasuk dalam kategori fasilitas yang “mutlak diperlukan” atau “vital” yakni : 1) dermaga pendaratan ikan dan muat, 2) Kolam pelabuhan, 3) Sistem rambu-rambu, 4) TPI, 5) Pabrik es, 6) Tangki dan Instalasi air, 7) Tempat penyediaan bahwa bahan bakar, 8) Bengkel reparasi kapal, 9) Kantor administrasi. Tabel 17 Profil fasilitas di ketujuh pelabuhan perikanan Kabupaten Subang tahun 2009 Fasilitas 1
2
1. Pokok X X a. Breakwater X X b.Turap X X c. Dermaga X X d. Kolam pelabuhan 2. Fungsional X X a. TPI b. Pasar ikan X c. Air bersih X d. Pabrik es X e. SPBN/SPDN X X f. Listrik g. Bengkel X X h. Alat angkut ikan X 3. Penunjang X X a. Kantor syahbandar X X b.Kantor pengelola PPI c.Perumahan nelayan X X d.Pertokoan X e. Masjid Keterangan* : 1. PPI Rawameneng 3. PPI Mayangan 2. PPI Patimban 4. PPP Blanakan X = fasilitas tersedia - = fasilitas tidak tersedia Sumber: Anonymous, 2009b
Pelabuhan Perikanan* 3 4 5
6
7
X
X
X
x
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
x x
X
X
X
X
X
-
X
-
-
X
-
X
x
X
-
-
X
-
-
-
X X
X X
x
-
-
X
X
X
X
-
X
-
-
-
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
-
X
-
X
X
X
-
X
-
x x x -
X
X
5. PPP Muara Ciasem 6. PPI Cilamaya Girang
X X -
7. PPI Cirewang
61
Aktivitas pengolahan ikan yang telah dilakukan oleh masyarakat wilayah pesisir Kabupaten Subang meliputi pembuatan bandeng presto, penggaraman, pemindangan, pembuatan terasi dan penjualan ikan dalam bentuk fillet ikan. kegiatan pengolahan ini telah dilakukan di seluruh pelabuhan perikanan yang ada di Kabupaten Subang yaitu pada PPI Rawameneng, PPI Patimban, PPI Mayangan, PPP Blanakan, PPP Muara Ciasem, PPI Cilamaya Girang, dan PPI Cirewang. Pada umumnya usaha pengolahan yang ada tergolong usaha skala kecil (home industry) dan menengah; yang membutuhkan dana investasi lebih kecil atau menengah. Pangsa pasarnya meliputi lokal dan antar kota atau antar provinsi. Beberapa diversifikasi produk olahan ikan sebenarnya dapat juga dikembangkan seperti usaha pembuatan abon ikan, nugget ikan, otak-otak, siomay, kaki naga, baso ikan dan bandeng presto. Tabel 18 Profil aktivitas di ketujuh Pelabuhan perikanan Kabupaten Subang tahun 2009 Jenis aktivitas 1 X 1. Pendaratan dan pembongkaran X 2. Penyediaan kebutuhan melaut X 3. Pemasaran X 4. Pengolahan Keterangan* : 3. PPI Rawameneng 3. PPI Mayangan 4. PPI Patimban 4. PPP Blanakan X = fasilitas tersedia - = fasilitas tidak tersedia Sumber: Anonymous, 2009b
2 X X X X
Pelabuhan Perikanan* 3 4 5 X X x X X x X X x X X x 5. PPP Muara Ciasem 6. PPI Cilamaya Girang
6
7
X
X
X
X
X
X
X
X
7. PPI Cirewang
Berdasarkan Tabel 18 diketahui bahwa kebanyakan pelabuhan perikanan belum memiliki fasilitas yang mendukung dalam mempertahankan kualitas mutu hasil tangkapan seperti air bersih dan es. Selain itu keberadaan kedua fasilitas ini juga berkaitan dengan aktivitas yang berlangsung di pelabuhan perikanan yaitu aktivitas
pendaratan
dan pembongkaran, penyediaan kebutuhan
melaut,
pemasaran, dan pengolahan. Pelabuhan perikanan yang ada di Kabupaten Subang telah melakukan aktivitas pendaratan dan pembongkaran, penyediaan kebutuhan melaut, pemasaran, dan pengolahan. Aktivitas ini berlangsung di seluruh pelabuhan perikanan yang ada di Kabupaten Subang. Keberadaan prasarana sangat penting dalam menunjang aktivitas perikanan tangkap. Keberadaan pelabuhan perikanan mampu membantu usaha nelayan, pedagang ikan, pengolah
62
hasil perikanan dan pengusaha perikanan untuk meningkatkan pendapatan di satu pihak dan menghemat biaya usaha dipihak lainnya. Hal demikian dimungkinkan melalui berbagai pelayanan yang diberikan pelabuhan perikanan, antara lain dapat mengarah kepada kesempatan penangkapan ikan lebih banyak, biaya operasi yang lebih rendah serta mutu dan harga jual yang lebih banyak (Lubis, 2006) Pelabuhan perikanan di Kabupaten Subang belum memiliki fasilitas yang lengkap, terutama fasilitas fungsional (Tabel 17). Oleh karena itu perlu mendapat perhatian serius dari Pemerintah Daerah Kabupaten Subang untuk melakukan pembenahan. Hal ini perlu dilakukan mengingat pendapatan pelabuhan perikanan merupakan salah satu sumber pemasukan bagi daerah. Selain itu juga dengan dilakukannya pembenahan di unit pelabuhan perikanan atau PPI dapat menarik investor untuk membuka usaha di sektor perikanan tangkap. Namun, selain fasilitas, pelayanan pelabuhan merupakan hal yang harus diperhatikan juga. Menurut Kottler (2000) tingkat kepuasan pelanggan terhadap pelayanan merupakan faktor yang penting dalam mengembangkan suatu sistem penyediaan pelayanan yang tanggap terhadap kebutuhan pelanggan. Selain itu Yulia (2005) menyebutkan bahwa tidak semua fasilitas yang disediakan oleh unit pelabuhan perikanan akan digunakan oleh nelayan. Hal ini dapat disebabkan oleh perbedaan tingkat kebutuhan dan rendahnya pengetahuan nelayan terhadap fasilitas yang disediakan pelabuhan perikanan. Oleh karena itu pembenahan yang dilakukan tidak semata untuk mengejar peningkatan jumlah fasilitas pelabuhan perikanan namun harus sesuai dengan kebutuhan para pengelola dan pengguna pelabuhan perikanan tersebut atau perlu melengkapi fasilitas pelabuhan perikanan dengan memanfaatkannya secara optimal. Prioritas pembenahan pelabuhan perikanan yang ada di Kabupaten Subang dapat dilakukan dengan menggunakan analisis teknik skoring. Hasil perhitungan melalui teknik ini akan meunjukkan prioritas pembenahan yang perlu dilakukan. Skoring yang dilakukan adalah untuk melihat pelabuhan perikanan terbaik berdasarkan fasilitas yang dimilikinya dan skoring yang kedua adalah untuk melihat pelabuhan terbaik berdasarkan aktivitas yang terjadi. Variabel yang digunakan dalam penghitungan teknik skoring faktor fasilitas adalah variabel jenis fasilitas di masing-masing pelabuhan Kabupaten Subang. Faktor aktivitas
63
menggunakan
variabel
penyediaan
kebutuhan
melaut,
pendaratan
dan
pembongkaran hasil tangkapan, pengolahan dan pemasaran hasil tangkapan. Masing-masing variabel yang ada memiliki bobot yang berbeda bergantung dari tingkat kepentingan yang dibutuhkan peneliti. Selanjutnya dari masing-masing variabel yang ada akan dibuat kriteria nilai untuk menentukan skor dari variabel tersebut. Penentuan krieria nilai dibuat berdasarkan ketersediaan variabel, berfungsi atau tidaknya variabel yang diamati. Skor yang dibuat akan berbeda antara masing-masing variabel yang diamati. Hal ini disesuaikan dengan banyaknya data variabel yang diamati. Skor untuk variabel jenis failitas dan variabel aktivitas pelabuhan perikanan memiliki angka tertinggi 3 dan terendah 0. Angka tertinggi 3 menunjukkan adanya fasilitas di pelabuhan perikanan dan masih berfungsi. Angka 2 menunjukkan adanya fasilitas namun sudah tidak berfungsi. Angka terendah 0 menunjukkantidak adanya fasilitas di pelabuhan perikanan tersebut. Kategori yang digunakan untuk faktor fasilitas terbagi menjadi lima kategori yaitu kategori pelabuhan perikanan baik sekali, baik, cukup, buruk dan buruk sekali. Nilai untuk kategori pelabuhan perikanan baik sekali dihitung dengan cara mengalikan nilai maksimal yang diperoleh dengan persentase nilai yang digunakan. Selang nilai yang digunakan yaitu 81% - 100% dikalikan nilai maksimal yaitu antara 14,5 - 18. Nilai untuk kategori pelabuhan perikanan baik adalah 61% - 80% dikalikan nilai maksimal yaitu antara 10,9 – 14,4. Nilai untuk kategori pelabuhan perikanan cukup adalah 41% - 60% dikalikan dengan nilai maksimal yaitu 7,3 – 10,8. Nilai untuk pelabuhan perikanan buruk adalah 21% 40% dikalikan dengan nilai maksimal yaitu 3,7 – 7,2. Terakhir, untuk nilai kategori pelabuhan buruk sekali adalah 0 – 20% dikalikan nilai maksimal yaitu 0 – 3,6. Teknik penghitungan skoring yang dilakukan memperlihatkan bahwa terdapat dua unit pelabuhan perikanan terbaik di Kabupaten Subang yaitu PPP Blanakan dan PPI Rawameneng apabila ditinjau dari ketersediaan fasilitas yang ada di Kabupaten Subang. Kedua unit pelabuhan ini merupakan PPP terbaik yang memiliki fasilitas terlengkap dari seluruh pelabuhan perikanan yang ada di
64
Kabupaten Subang. Hasil penghitungan yang dilakukan disajikan pada Tabel 19 berikut ini. Tabel 19 Kategori pelabuhan perikanan di Kabupaten Subang berdasarkan penghitungan dengan teknik skoring untuk kelompok fasilitas Pelabuhan Perikanan 1. PPI Rawameneng 2. PPI Patimban 3. PPI Mayangan 4. PPP Blanakan 5. PPP Muara Ciasem 6. PPI Cilamaya Girang 7. PPI Cirewang
Jumlah Nilai 16,1 15,7 13,9 18 14 13,2 14,8
Kategori Fasilitas Baik Sekali Baik Sekali Baik Baik Sekali Baik Baik Baik Sekali
Perhitungan nilai diperoleh dari penjumlahan nilai antara masing-masing fasilitas yang dimiliki (Lampiran 1). Berdasarkan hasil analisis dengan menggunakan teknik skoring diketahui bahwa sebagian besar pelabuhan perikanan yang ada di Kabupaten Subang berada dalam kategori baik sekali dengan selang antara 81 - 100%. Pelabuhan perikanan terbaik dengan dengan nilai 18 dimiliki oleh PPP Blanakan sedangkan nilai terendah dimiliki oleh PPI Cilamaya Girang dengan nilai 13,2. Tingginya nilai yang diperoleh tiap pelabuhan perikanan disebabkan oleh perbedaan bobot yang dimiliki oleh masing-masing fasilitas. Bobot yang diberikan antara tiga jenis fasilitas utama yaitu fasilitas pokok, fungsional, dan penunjang adalah berbeda yaitu dengan nilai berturut-turut adalah 3, 2 dan 1. Selanjutnya bobot nilai masing-masing fasilitas yang dimiliki oleh ketiga jenis fasilitas utama tersebut seperti dermaga, TPI dan rumah nelayan adalah berbeda juga sesuai dengan kepentingannya. Selain itu, faktor ketersediaan data juga turut mempengaruhi hasil perhitungan yang telah dilakukan. Banyaknya data fasilitas yang tidak dimiliki oleh pelabuhan perikanan di Kabupaten Subang membuat pelabuhan tersebut hanya memperoleh nilai nol (0). Berbeda dengan faktor fasilitas, kategori yang dilakukan pada faktor aktivitas hanya terbagi menjadi tiga kategori yaitu pelabuhan perikanan baik, cukup, dan buruk. Nilai untuk kategori pelabuhan perikanan baik dihitung dengan cara mengalikan nilai maksimal yang diperoleh dengan persentase nilai yang digunakan. Selang nilai yang digunakan yaitu 68 - 100% dikalikan nilai maksimal
65
yaitu 2,5 - 3. Kategori pelabuhan perikanan bernilai cukup berkisar antara 34 67% selanjutnya dikalikan nilai maksimal dihasilkan nilai antara 1,0 – 2,0 dan untuk kategori pelabuhan perikanan buruk adalah 0 - 33% dikalikan dengan nilai maksimal sehingga dihasilkan nilai antara 0 – 0,9. Tabel 20 Kategori pelabuhan perikanan untuk kelompok aktivitas di Kabupaten Subang berdasarkan penghitungan dengan teknik skoring Pelabuhan Perikanan 1. PPI Rawameneng 2. PPI Patimban 3. PPI Mayangan 4. PPP Blanakan 5. PPP Muara Ciasem 6. PPI Cilamaya Girang 7. PPI Cirewang
Jumlah Nilai 3 3 3 3 3 3 3
Kategori Aktivitas Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik
Perhitungan nilai diperoleh dari penjumlahan nilai antara masing-masing aktivitas (Lampiran 2). Berdasarkan perhitungan teknik skoring diketahui bahwa seluruh pelabuhan perikanan yang ada di Kabupaten Subang berada dalam kategori baik dengan selang nilai lebih dari 75% (>75%) atau sama dengan nilai maksimal yaitu 3. Tingginya nilai yang diperoleh tiap pelabuhan perikanan disebabkan oleh penghitungan yang dilakukan hanya menggunakan faktor ada atau tidaknya aktivitas yang diamati pada masing-masing pelabuhan perikanan. Apabila semua aktivitas terdapat di pelabuhan perikanan maka akan diberi angka 3 atau angka tertinggi. Selanjutnya seluruh nilai yang diperoleh dari hasil perhitungan skoring terhadap 3 variabel (fasilitas, aktivitas, output) dijumlahkan kemudian ditentukan nilai yang tertinggi adalah pelabuhan yang menjadi prioritas untuk dikembangkan di Kabupaten Subang. Kebutuhan akan fasilitas-fasilitas di suatu pelabuhan perikanan sangat penting guna memperlancar berbagai aktivitas di pelabuhan tersebut, sehingga keberlangsungan berbagai aktivitas yang terkait dengan fasilitas tersebut dapat berjalan dengan optimal. Namun, kenyataannya tidak seluruh fasilitas tersebut tersedia di pelabuhan perikanan yang ada di Kabupaten Subang atau tidak sesuai dengan kapasitasnya. Berikut ini dapat dilihat beberapa fasilitas dan aktivitas yang ada di pelabuhan perikanan di Kabupaten Subang.
66
Wisudawan, R. W. 2010
1. Aktivitas Pelelangan di PPP Blanakan 2. Dermaga PPP Blanakan Sumber: Janah, 2010 Sumber: Wisudawan, 2010
3.Breakwater PPP Blanakan Sumber: Janah, 2010
4. Pabrik Es PPP Blanakan Sumber: Kurniawan, 2010
5. Fasilitas SPDN di PPP Blanakan Sumber: Kurniawan, 2010
6. Gedung KUD PPP Blanakan Sumber: Wisudawan, 2010
Gambar 7. Beberapa fasilitas dan aktivitas pelelangan di PPP Blanakan, tahun 2010
67
1. Gedung TPI di PPP Muara Ciasem Sumber: Indrianto, 2006
2. Dermaga di PPP Muara Ciasem Sumber: Indriano, 2006
3. Turap di PPP Muara Ciasem Sumber: Puspaningsih, 2006
4. Depot Es di PPP Muara Ciasem Sumber: Puspaningsih, 2010
5. Fasilitas SPDN di PPP Muara Ciasem Sumber: Puspaningsih, 2010
6. Waserda di PPP Muara Ciasem Sumber: Puspaningsih, 2010
Gambar 8. Beberapa fasilitas di PPP Muara Ciasem, tahun 2010
68
1. Fasilitas TPI di PPI Mayangan Sumber: Rusdi, 2010
2. Dermaga di PPI Mayangan Sumber: Rusdi, 2010
3. Kolam Pelabuhan di PPI Mayangan Sumber: Rusdi, 2010
4. Turap di PPI Mayangan Sumber: Rusdi, 2010
5. Gedung SPDN di PPI Mayangan Sumber: Rusdi, 2010 Gambar 9. Beberapa fasilitas di PPI Mayangan, tahun 2010
69
1. Gedung TPI di PPI Rawameneng Sumber: Sulkhani, 2010
2. Dermaga di PPI Rawameneng Sumber: Sulkhani, 2010
3. Kolam Pelabuhan di PPI Rawameneng Sumber: Sulkhani, 2010
4.Tandon Air Bersih di PPI Rawameneng Sumber: Sulkhani, 2010
5. Gedung KUD di PPI Rawameneng Sumber: Sulkhani, 2010
Gambar 10. Beberapa fasilitas PPI Rawameneng, tahun 2010
70
1. Gedung TPI di PPI Cilamaya Girang Sumber: Sulkhani, 2010
2. Dermaga di PPI Cilamaya Girang Sumber: Sulkhani, 2010
3. Kolam Pelabuhan PPI Cilamaya Girang 4. Tandon air bersih Sumber: Sulkhani, 2010 PPI Cilamaya Girang Sumber: Sulkhani, 2010
5. Gedung KUD di PPI Cilamaya Girang Sumber: Sulkhani, 2010 Gambar 10. Beberapa fasilitas di PPI Cilamaya Girang, tahun 2010
6. OUTPUT PELABUHAN PERIKANAN KABUPATEN SUBANG Tersediaanya prasarana pelabuhan perikanan mempunyai arti yang sangat penting dalam usaha menunjang peningkatan produksi perikanan laut. Hal tersebut dikarenakan pelabuhan perikanan merupakan tempat pendaratan, pengolahan, pemasaran dan pendistribusian hasil tangkapan ikan yang ada. Secara singkat, pelabuhan perikanan merupakan pusat pengembangan ekonomi perikanan ditinjau dari aspek produksi, pengolahan, dan pemasaran (Lubis, 2006). Output pelabuhan perikanan yang terjadi di setiap pelabuhan perikanan di Kabupaten Subang dapat dilihat sebagai berikut; 6.1 Produksi dan Nilai Produksi Pelabuhan Perikanan di Kabupaten Subang Produksi dan nilai produksi hasil tangkapan didaratkan di suatu pelabuhan perikanan dapat dijadikan salah satu tolok ukur keberhasilan pengelolaan suatu pelabuhan perikanan. Produksi yang dimaksud adalah hasil tangkapan yang didaratkan di pelabuhan perikanan yang tujuannya bukan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari nelayan, kebutuhan penelitian, maupun kegiatan khusus lainnya seperti sport fishing, melainkan untuk dilelang. Hasil tangkapan yang telah dilelang selanjutnya akan memberikan pemasukan bagi pemerintah daerah melalui KUD sebagai pihak pengelola TPI dan pelabuhan perikanan yang diberikan ijin serta kewenangan untuk menyelenggarakan aktivitas di setiap wilayah pelabuhan perikanan, sehingga diharapkan pemasukan tersebut dapat digunakan untuk pengelolaan dan pengembangan pelabuhan perikanan di Kabupaten Subang. 1) Volume dan nilai produksi menurut pelabuhan perikanan di Kabupaten Subang Kabupaten Subang sebagai salah satu kabupaten yang sedang berkembang memiliki tujuh unit pelabuhan perikanan di wilayahnya. Ketujuh pelabuhan perikanan tersebut apabila dikelola secara bijaksana tentunya akan dapat memberikan keuntungan finansial berupa Pendapatan Asli Daerah (PAD) bagi Pemerintah Daerah Kabupaten Subang.
72
Data statistik Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Jawa Barat menunjukkan bahwa, pada tahun 2009 terjadi penurunan hasil tangkapan di Kabupaten Subang. Selama periode tahun 1998 - 2009 hanya sekali terjadi penurunan produksi dan nilai produksi hasil tangkapan yaitu pada tahun 2009. Terjadi selisih hasil tangkapan yang cukup jauh antara masing-masing pelabuhan perikanan di Kabupaten Subang. Tabel 21 Volume produksi dan nilai produksi serta rasio nilai produksi terhadap hasil tangkapan didaratkan di seluruh pelabuhan perikanan Kabupaten Subang tahun 2009 Pelabuhan Perikanan
Volume (ton)
Nilai Produksi (Rp 1000)
1. PPI Rawameneng 2. PPI Patimban 3. PPI Mayangan 4. PPP Blanakan 5. PPP Muara Ciasem 6. PPI Cilamaya Girang 7. PPI Cirewang Jumlah Rata-rata
95,9 152,1 20,3 2.882,9 916,5 31,8 14,3 4.114.067 587.723,86
763.828 710.906 110.183 16.653.019 6.415.743 421.626 98.526 25.173.831 3.596.261,571
Rasio NP/P (Rp/kg) 7.960 4.671 5.422 5.777 7.000 13.241 6.879 50.949 7.278
Sumber: Anonymous, 2010b (data diolah kembali)
Pelabuhan Perikanan Pantai Blanakan melalui KUD Fajar Sidik sebagai pengelola TPI, pada tahun 2009 memproduksi sebanyak 2.882.900 kg ikan hasil tangkapan dengan jumlah nilai produksi mencapai Rp16.653.019.000,00. Pelabuhan Perikanan Pantai Blanakan merupakan daerah sentra penghasil ikan utama di Kabupaten Subang. Selanjutnya PPP Muara Ciasem melalui KUD Mina Bahari, pada tahun yang sama hanya menghasilkan 916.531 kg ikan hasil tangkapan dengan nilai produksi sebesar Rp 6.415.743.000,00 atau berada di urutan kedua Pelabuhan perikanan Kabupaten Subang. KUD Sinar Agung sebagai pengelola TPI di PPI Cirewang hanya mampu menghasilkan 14.323 kg ikan hasil tangkapan untuk dilelang pada tahun 2009 dengan nilai produksi Rp 98.526.000,00 berada di urutan terakhir (Tabel 21). Dari seluruh PPP dan PPI yang ada, rasio NP/P tertinggi adalah PPP Cilamaya Girang. Hal ini diduga ikanikan yang ada banyak yang bernilai ekonomis tinggi.
73
2) Jenis hasil tangkapan Jenis hasil tangkapan yang didaratkan di Kabupaten Subang sangat beragam. Hasil tangkapan tersebut dikategorikan sebagai hasil tangkapan dominan yang didaratkan di seluruh TPI yang ada di Kabupaten Subang dan hasil tangkapan ekonomis penting yang didaratkan tidak di seluruh TPI yang ada di Kabupaten Subang. Hasil tangkapan yang dominan didaratkan di ketujuh pelabuhan perikanan yang ada di Kabupaten Subang adalah ikan kembung, peperek, udang jerbung, udang dogol, cumi-cumi, selar, kuro, kakap hitam, belanak, dan tigawaja. Jenis ikan hasil tangkapan tersebut tidak seluruhnya termasuk ke dalam kategori hasil tangkapan ekonomis penting (Anonymous, 2009). Tabel 22 Jenis hasil tangkapan ekonomis penting per pelabuhan di Kabupaten Subang tahun 2009 PP
Jenis hasil tangkapan Kerapu Tenggiri Bawal (ton) (ton) (ton)
1 2 3 4 5 6 7
3,4 56,1 19,9 25,9 -
27,3 67,3 409,4 144,9 38,3 -
31,3 21,7 194,1 68,7 -
Keterangan: 1. PPI Rawameneng 2. PPI Patimban 3. PPI Mayangan Sumber: Anonymous, 2009b
Kakap Pari Udang Ekor Jumlah hitam (ton) (ton) kuning (ton) (ton) (ton) 3,7 65,3 69,0 40,2 6,5 389,2 494,5 10,7 43,4 154, 3 146,5 107,8 415,1 487,5 76,8 1746,8 38,2 146,9 172, 2 27,2 445,8 6,3 14,3 75,2 160,0 4,1 21,1 87,1 112,3 4. PPP Blanakan 5. PPP Muara Ciasem 6. PPI Cilamaya Girang
7. PPI Cirewang PP = Pelabuhan Perikanan
Beberapa jenis hasil tangkapan yang tergolong ikan ekonomis penting adalah kerapu, tenggiri, bawal, kakap hitam, pari, ekor kuning, dan udang. Keseluruhan hasil tangkapan tersebut tidak didaratkan seluruh TPI yang ada di Kabupaten Subang namun hanya di beberapa TPI saja yaitu di TPI PPP Blanakan, PPP Muara Ciasem, PPI Patimban, PPI Mayangan dan PPI Cilamaya Girang (Tabel 22). Jumlah hasil tangkapan ikan ekonomis penting yang terbanyak didaratkan di PPP Blanakan dengan jumlah 1746,80 ton. Selanjutnya diikuti oleh PPI
74
Patimban dan PPP Muara Ciasem dengan jumlah berturut-turut adalah 494,50 ton dan 445, 80 ton. 3) Rasio NP/P per jenis ikan Rasio NP/P adalah perbandingan nilai produksi terhadap produksi pada suatu waktu tertentu. Rasio ini merupakan suatu indikator bagi harga jual ikan hasil tangkapan yang didaratkan di suatu pelabuhan pada waktu tertentu (Pane, 2010). Rasio tersebut bukan merupakan harga riil ikan yang terjual pada saat transaksi penjual dan pembeli (pelelangan). Harga riil yang terjadi adalah harga yang tercatat pada saat transaksi tersebut berlangsung. Tidak terdapat data harga riil di pelabuhan perikanan Kabupaten Subang, oleh karena itu digunakan pendekatan rasio NP/P di atas untuk menduga harga jualnya. Ikan dan produk hasil perikanan memiliki sifat cepat atau mudah rusak (perishable) dan sangat cepat mengalami kemunduran mutu sehingga akan berpengaruh terhadap harga ikan yang akan cenderung mengalami penurunan baik di tingkat produsen maupun tingkat konsumen. Harga ikan di pelabuhan perikanan Kabupaten Subang mengalami fluktuasi yang diindikasikan dengan tidak stabilnya nilai rasio NP/P. 13.241 (100%)
Rasio NP/P (Rp/kg)
14.000 12.000 10.000 8.000 6.000
7.960 (60%) 4.671 (35%)
5.422 (41%)
5.777 (44%)
7.000 (53%)
6.879 (52%)
4.000 2.000 0
Pelabuhan Perikanan
Gambar 12 Histogram rasio nilai produksi terhadap produksi (NP/P) hasil tangkapan didaratkan di seluruh PPI Kab. Subang tahun 2009
75
Grafik pada Gambar 6 memperlihatkan bahwa rasio NP/P untuk ikan hasil tangkapan di pelabuhan perikanan Kabupaten Subang pada tahun 2009 mengalami fluktuasi. Nilai rasio NP/P tertinggi terjadi di PPI Cilamaya Girang dengan nilai rasio NP/P Rp13.240,8 ditetapkan sebagi nilai indeks (100%). Nilai rasio NP/P terendah dimiliki oleh PPI Patimban dengan rasio Rp 4.671,3 (35%). Volume hasil tangkapan didaratkan yang tertinggi di PPP Blanakan (2.882, 9 ton) hanya menghasilkan nilai rasio NP/P Rp 5.776,5. Hal ini sangat bertolak belakang dengan PPI Cilamaya Girang dengan volume produksi pada tahun yang sama sebesar 31,843 ton (urutan kelima) namun mampu menghasilkan nilai rasio NP/P tertinggi yaitu Rp 13.240,8. Tingginya nilai rasio NP/P yang ada di PPI Cilamaya Girang menunjukkan bahwa harga jual ikan di PPI Cilamaya Girang adalah relatif lebih tinggi daripada di PPP Blanakan dan di pelabuhan lainnya di Kabupaten Subang. Faktor harga jual yang tinggi ini selain dipengaruhi oleh jenis hasil tangkapan yang bernilai ekonomis tinggi yang tersedia di PPI Cilamaya Girang juga diduga dikarenakan lebih baiknya kondisi pemasaran ikan di PPI Cilamaya Girang dibandingkan di pelabuhan perikanan lainnya. Dapat dikatakan bahwa PPI Cilamaya Girang memiliki kondisi pemasaran ikan terbaik di Kabupaten Subang. Berdasarkan gambaran kondisi pemasaran di atas, Pemerintah Daerah Kabupaten Subang melalui DKP Kabupaten Subang sudah sepatutnya memberikan perhatian lebih kepada PPI Cilamaya Girang. Telah diketahui bersama (Tabel 13) PPI Cilamaya Girang belum memiliki fasilitas yang lengkap baik fasilitas pokok dan penunjang. Oleh karena itu Pemerintah Daerah Kabupaten Subang hendaknya dapat segera atau memprioritaskan melengkapi fasilitas pokok, fungsional, dan penunjang di PPI ini. 6.2 Penyediaan Kebutuhan Melaut Tingkat kebutuhan melaut yang diperlukan oleh masing-masing kapal perikanan sangat bergantung pada lamanya operasi penangkapan ikan. Nelayan yang biasa melakukan operasi penangkapan one day fishing seperti nelayan bagan di Teluk Palabuhanratu akan memiliki kebutuhan bahan bakar, es dan air bersih yang berbeda dengan nelayan gillnet yang biasanya melakukan operasi penangkapan lebih dari sehari.
76
Ketersediaan kebutuhan melaut di seluruh pelabuhan perikanan yang ada di Kabupaten Subang dapat juga dijadikan sebagai output dari pelabuhan perikanan tersebut. 1) Jumlah air yang diproduksi dan terdistribusikan menurut pelabuhan perikanan Kabupaten Subang Air bersih di suatu pelabuhan perikanan mutlak diperlukan. Penggunaan air bersih tersebut tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan pribadi masyarakat di sekitar pelabuhan ataupun pengguna pelabuhan saja. Hasil tangkapan yang didaratkan di pelabuhan perikanan pun membutuhkan air bersih. Menurut Pane (2005) kegunaan air di suatu pelabuhan bergantung kepada penggunanya, dan nelayan sebagai pengguna akan menggunakan air bersih tersebut untuk keperluan minum, mandi, WC, membersihkan hasil tangkapan, membersihkan kapal dan alat tangkap sedangkan oleh pihak pelabuhan perikananan maupun TPI air tersebut antara lain akan digunakan untuk membersihkan dermaga, lantai TPI dan basket hasil tangkapan. Pembersihan hasil tangkapan, lantai TPI, basket hasil tangkapan dan dermaga bertujuan untuk meminimalisir kontaminasi bakteri yang berasal dari ikan ke ikan lainnya yang dapat menurunkan mutu hasil tangkapan yang dijual di TPI; sehingga diharapkan ikan yang nantinya akan mengikuti proses pelelangan memiliki mutu yang baik sehingga layak untuk dikonsumsi oleh masyarakat. Instalasi air yang tersedia di masing-masing pelabuhan perikanan jumlahnya akan sangat berbeda antara satu pelabuhan dengan pelabuhan yang lainnya dikarenakan kebutuhan yang berbeda pula. Pada tahun 2006 terdapat instalasi air di masing-masing pelabuhan di Kabupaten Subang yaitu di PPI Rawameneng, PPP Blanakan, PPI Patimban, PPI Mayangan, PPI Cilamaya Girang, PPP Muara Ciasem, PPI Cirewang. Semenjak tahun 2009 hanya tersisa tiga instalasi saja yang masih berfungsi yaitu di PPI Patimban, PPP Blanakan dan PPI Cilamaya Girang. Namun disayangkan tidak tersedia data mengenai volume air yang diproduksi oleh masing-masing instalasi di ketiga pelabuhan di atas. Tidak berkembangnya instalasi air bersih di masing-masing pelabuhan perikanan di Kabupaten Subang mengindikasikan bahwa sebagian besar masyarakat nelayan di Kabupaten Subang belum mengerti mengenai mutu dan
77
kesehatan. Terlihat bahwa air bersih hanya digunakan untuk minum saja. Kebutuhan lainnya seperti mandi, mencuci dan membersihkan ikan hasil tangkapan masih dilakukan dengan air laut ataupun air hujan. Apabila hal ini tetap dibiarkan maka secara perlahan ketiga instalasi yang masih berfungsi tersebut juga akan mengalami kerusakan hingga akhirnya tidak berfungsi lagi. 2) Jumlah BBM yang diproduksi dan terdistribusikan menurut pelabuhan perikanan Kabupaten Subang Bahan Bakar Minyak (BBM) merupakan elemen sangat penting bagi nelayan dalam menjalankan kegiatan operasionalnya, karena komponen biaya BBM berkisar antara 40-60 % dari seluruh biaya operasional melaut penangkapan ikan (Anonymous, 2009c). Kenaikan harga BBM jenis solar akan menambah beban biaya produksi penangkapan bagi nelayan. Artinya dengan kenaikan tersebut, nelayan mengalami beban tambahan yang harus dikeluarkan untuk melakukan operasi penangkapan padahal dengan adanya kenaikan tersebut belum menjamin kenaikan pendapatan nelayan. Kejadian seperti ini sangat memberatkan nelayan. Selama ini masyarakat pesisir pada umumnya memenuhi kebutuhan BBM Solar melalui pihak ketiga (tengkulak), yang harganya lebih mahal Rp 500,dari harga ketentuan Pemerintah. Untuk itu program pembangunan System Packet Dealer for Nelayan (SPDN) dihadirkan guna membantu nelayan maupun pembudidaya ikan skala mikro dan kecil dalam pemenuhan kebutuhan BBM. Tabel 23 Pendapatan hasil usaha unit SPDN di KUD Mandiri Mina Fajar Sidik PPP Blanakan periode tahun 2005-2009 Tahun 2005 2006 2007 2008 2009
Penjualan BBM Solar (liter) 1.718.990,00 824.662,00 698.305,00 62.043,00 109.111,00
Nilai (Rp) 3.906.457.000,00 3.546.046.600,00 3.002.711.500,00 268.146.900,00 111.086.165,00
Sumber: Laporan Tahunan ( Keuangan KUD Mandiri Mina Fajar Sidik Periode tahun 20005-2008 yang diolah kembali); Anonymous, 2010
Kabupaten Subang yang memiliki tujuh unit pelabuhan perikanan hanya memiliki empat unit SPDN. Ketiga unit SPDN tersebut berada di PPP Blanakan, PPI Patimban, PPP Muara Ciasem dan PPI Mayangan. Pelabuhan Perikanan Pantai Blanakan sebagai salah satu pemilik SPDN di Kabupaten Subang
78
merupakan yang paling berkembang penjualannya diantara ketiga SPDN lainnya yaitu SPDN-PPI Patimban, SPDN-PPP Muara Ciasem dan SPDN-PPI Mayangan. System Packet Dealer for Nelayan (SPDN) di Blanakan resmi berdiri sejak tanggal 28 Februari 2003 dan mulai beroperasi pada tanggal 13 Maret 2003. Unit usaha SPDN di KUD Mandiri Mina Fajar Sidik mendapat pasokan solar dari depot Cikampek sebesar 5.333 liter/hari, namun jumlah tersebut dirasakan masih kurang karena dalam hitungan normal SPDN KUD Mandiri Mina Fajar Sidik membutuhkan 8.000 liter/hari (Kurniawan, 2009). Hal tersebut dikarenakan adanya kebijakan yang ditetapkan oleh depot Cikampek. Tujuan dari penetapan kuota solar ditetapkan langsung oleh PT. Pertamina yaitu untuk mengatur ketersediaan solar di Indonesia sehingga dapat memenuhi kebutuhan solar secara merata. Alasan penjatahan solar tersebut antara lain (Pertamina, 2003 vide Utomo, 2006): 1) Bahan subsidi pemerintah (khusus untuk BBM dengan harga rupiah) baik dari harga BBM itu sendiri maupun ongkos angkut dan biaya margin penjualan. 2) Keterbatasan stok BBM di tangki timbun supply point (instalasi/depot), mengingat BBM tersebut akan disalurkan secara merata kepada masyarakat dalam jangka waktu tertentu untuk kedatangan pasokan berikutnya. 3) Kemungkinan BBM yang diserahkan Pertamina/mitra usahanya kepada pelangggan akan dijual kembali oleh pelangggan tersebut kepada pihak lain, sehingga menciptakan pedagang BBM lain di luar struktur usaha dan kemitraan PT. Pertamina. Hal berbeda justru ditunjukkan oleh dua unit SPDN lainnya yaitu SPDN di Mayangan dan Patimban. Tangki BBM yang dimiliki oleh SPDN PPI Mayangan memiliki kapasitas sebanyak 16.000 liter dan SPDN di PPI Patimban memiliki tangki dengan kapasitas 10.000 liter. Namun sangat disayangkan semenjak dibangun pada bulan Maret 2007 SPDN ini belum mendapat respon dari para nelayan. Kebiasaan nelayan menggunakan bahan bakar jenis minyak tanah yang dicampur oli membuat tingkat penjualan solar sangat lamban di kedua PPI tersebut. Tidak terdapat data atau instalasi tentang BBM di keempat pelabuhan perikanan lainnya yaitu PPI Rawameneng, PPI Cirewang, PPP Muara Ciasem, PPI Cilamaya Girang.
79
3) Jumlah es yang diproduksi dan terdistribusikan menurut pelabuhan perikanan Kabupaten Subang Penggunaan es oleh para nelayan hanya terbatas pada pengawet hasil tangkapan. Es tetap memiliki peranan penting dalam operasi penangkapan baik yang bersifat one day fishing maupun yang tidak di masing-masing pelabuhan perikanan. Pelabuhan perikanan biasanya menyediakan es dalam bentuk balok sedangkan es yang biasa yang digunakan oleh nelayan Kabupaten Subang biasanya adalah es curah. sehingga oleh para nelayan, es tersebut akan diubah terlebih dahulu menjadi es curah menggunakan mesin; sebelum dibawa melaut. Kabupaten Subang yang memiliki tujuh unit pelabuhan perikanan hanya memiliki satu unit pabrik es yaitu Perseroan Terbatas (PT) Tirta Ratna di PPP Blanakan. Perusahaan PT. Tirta Ratna, yang berdiri sejak tanggal 8 September tahun 2000 bekerja sama dengan KUD Mina Fajar Sidik, mampu memproduksi sekitar 300 balok es per hari. Pihak KUD Mina Fajar Sidik menjual es balok kepada nelayan seharga Rp11.000,00/balok (Kurniawan, 2009). Tabel 24 Pendapatan hasil usaha unit penjualan es di KUD Mandiri Mina Fajar Sidik PPP Blanakan periode tahun 2005-2009 Pendapatan Hasil Usaha (PHU)
Pertumbuhan (%)
21.423.238,36 31.474.615,00 25.575.286,00 44.387.688,00 25.700.250,00 -
46,9 -18,7 73,6 -42,1 14,1 -42,1 – 73,6
Tahun 2005 2006 2007 2008 2009 Rataan (%) Kisaran (%)
Sumber: Laporan Tahunan ( Keuangan KUD Mandiri Mina Fajar Sidik Periode tahun 2005-2008 yang diolah kembali); Anonymous, 2010
Periode tahun 2005 sampai 2009 pendapatan hasil usaha pabrik es mengalami fluktuasi. Secara umum pendapatan hasil usaha pabrik es PT Tirta Ratna mengalami pertumbuhan rata-rata sebesar 14,1% setiap tahunnya selama periode 2005-2009 atau dengan kisaran -42,1% – 73,6%. Jumlah pendapatan hasil usaha pabrik es yang terbesar terjadi pada tahun 2008 yaitu sebesar Rp
80
44.387.688,00 dengan pertumbuhan sebesar 73,6%. Jumlah pendapatan hasil usaha pabrik es terkecil terjadi pada tahun 2005 sebesar Rp 21. 423.238,36 (Tabel
Pendapatan Hasil Usaha (Juta rupiah)
24) 50 45 40 35 30 25 20 15 10 5 0 2005
2006
2007
2008
2009
TAHUN
Gambar 13 Histogram jumlah pendapatan hasil usaha pabrik es PT Tirta Ratna di PPP Blanakan periode tahun 2005-2009 Peningkatan pendapatan tertinggi diduga terjadi karena ikan hasil tangkapan yang didaratkan sangat banyak. Selain itu faktor seringnya nelayan melaut juga dapat meningkatkan penjualan es. Terjadinya penurunan pendapatan hasil usaha pabrik es tersebut diduga karena ikan hasil tangkapan yang didaratkan sangat sedikit akibat terjadinya kelangkaan BBM. Kelangkaan ini membuat nelayan tidak melakukan kegiatan usaha penangkapan sehingga aktivitas penjualan hasil tangkapan yang didaratkan berkurang. Hasil wawancara dengan Kepala Bagian Penangkapan DKP Subang memperlihatkan bahwa untuk memenuhi kebutuhan es, para nelayan biasanya membeli es di pabrik yang berada di luar pelabuhan, yaitu di daerah yang terdapat tiga unit pabrik es yang berdiri di sekitar daerah Pamanukan dan Eretan. Menurut Christanti (2005) pihak pelabuhan yang tidak mampu lagi memenuhi kebutuhan es sehingga harus mendatangkan es dari luar pelabuhan sehingga hal ini menunjukkan bahwa semakin tingginya aktifitas pendaratan ikan di pelabuhan tersebut. Menurut (Novianti, 2008) ketiadaan pabrik es/depot menjadi kendala utama bagi para nelayan. Kebutuhan es yang harus dipesan dari luar pelabuhan membuat nelayan. Kesulitan mendapatkan es ketika dibutuhkan kedatangan
81
pesanan es yang terbatas tersebut mengakibatkan aktivitas penanganan kurang optimal. Fasilitas penyediaan es di suatu pelabuhan perikanana dilakukan oleh pabrik es. Pabrik es merupakan bagian dari fasilitas fungsional dari suatu pelabuhan perikanan, dimana fasilitas tersebut memproduksi dan menyuplai es untuk kegiatan perikanan. Namun tidak semua unit pelabuhan perikanan mampu untuk membangun pabrik es di wilayahnya. Hal ini dapat disebabkan oleh hasil tangkapan yang didaratkan sangat sedikit dan hasilnya tidak menentu. Oleh karena itu kondisi tersebut dapat disiasati dengan pembangunan depot-depot penyediaan es. Pelabuhan Perikanan Pantai Muara Ciasem memiliki dua unit depot es yang mampu menampung 120 es balok per hari yang diperuntukan bagi nelayan untuk memenuhi kebutuhan melaut. Depot es ini memperoleh pasokan esnya dari PT. Tirta Ratna yang berada di PPP Blanakan. Tabel 25 Profil output seluruh pelabuhan perikanan di Kabupaten Subang tahun 2009
Pelabuhan Perikanan PPI Rawameneng PPI Patimban PPI Mayangan PPP Blanakan PPP Muara Ciasem PPI Cilamaya Girang PPI Cirewang
Volume Nilai Produksi Produksi (ton) (Rp 1000) 95,9 763.828 152,1 710.906 20,3 110.183 2.882,9 16.653.019 916,5 6.415.743 31,8 421.626 14,3 98.526
Output Rasio Air BBM Es NP/P bersih (liter) (balok/ (Rp/kg) (liter) hari) 7.960 5.000 ----4.671 - - - 10.000 --5.422 - - - 16.000 --5.777 10.000 5.333 300 7.000 10.000 10.000 120 13.241 5.000 ----6.879 -------
Sumber: Anonymous, 2010b data diolah kembali - - - = Data tidak tersedia
Secara umum seluruh pelabuhan perikanan yang ada di Kabupaten Subang didirikan dengan tujuan untuk mempermudah aktivitas nelayan. Kegiataan ini dapat dilakukan melalui penyediaan aktivitas pemenuhan kebutuhan melaut, pemasaran hasil tangkapan, dan pengolahan hasil tangkapan di pelabuhan perikanan. Ketiga nilai atau hasil kegiatan tersebut di setiap pelabuhan perikanan dapat digolongkan sebagai output pelabuhan perikanan. Pelabuhan perikanan yang ada di Kabupaten Subang belum sepenuhnya mampu mempermudah nelayan dalam melakukan aktivitasnya. Masih banyak terdapat unit pelabuhan yang belum
82
memiliki fasilitas yang berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan melaut seperti fasilitas pabrik es, tangki BBM, dan instalasi air bersih. Kategori output yang disajikan merupakan output dari aktivitas produksi perikanan dan output dari aktivitas pemenuhan kebutuhan melaut. Apabila ditinjau dari aktivitas produksi perikanan yang dihasilkannya, PPP Blanakan merupakan pelabuhan yang memiliki volume produksi dan nilai produksi yang tertinggi dengan nilai berturut-turut adalah 2.882,9 ton dan Rp 16.653.019.000,00 Namun pelabuhan ini hanya memperoleh nilai rasio NP/P sebesar Rp 5.777,00 per kg. Keadaan ini bertolak belakang dengan PPI Cilamaya Girang yang memperoleh nilai rasio NP/P tertinggi yaitu sebesar Rp 13.241,00 per kg. Pangkalan pendaratan ikan Cilamaya Girang sendiri hanya memiliki volume produksi dan nilai produksi sebesar 31,8 ton dan Rp 421.626.000,00 (Tabel 25). Selanjutnya apabila ditinjau dari aktivitas pemenuhan kebutuhan melautnya PPP Blanakan sebagai satu-satunya pelabuhan yang mampu menyediakan fasilitas pemenuhan kebutuhan melaut bagi nelayannya. Kondisi ini berbeda sekali dengan keenam unit pelabuhan lainnya. Fasilitas air bersih hanya dimiliki oleh tiga unit pelabuhan saja yaitu PPI Rawameneng, PPP Blanakan, dan PPI Cilamaya Girang. Selanjutnya fasilitas BBM juga hanya dimiliki oleh tiga unit pelabuhan saja yaitu PPI Patimban, PPI Mayangan, dan PPP Blanakan. Fasilitas pabrik es di Kabupaten Subang hanya dimiliki di PPP Blanakan sedangkan yang ada di PPP Muara Ciasem merupakan depot es yang pasokan esnya diperoleh dari pabrik es yang berada di PPP Blanakan. Pengembangan unit pelabuhan perikanan yang ada dapat dilakukan dengan memperhatikan output. Variabel yang digunakan dalam penghitungan teknik skoring faktor output adalah variabel volume produksi, nilai produksi, rasio nilai produksi per produksi (NP/P), ketersediaan air bersih, BBM dan es di masingmasing pelabuhan perikanan Kabupaten Subang. Masing-masing variabel yang ada memiliki bobot yang berbeda bergantung dari tingkat kepentingan yang dibutuhkan peneliti. Selanjutnya dari masing-masing variabel yang ada akan dibuat selang kelas untuk menentukan skor dari variabel tersebut. Penentuan selang kelas dibuat berdasarkan banyaknya data yang diperoleh sehingga dapat mewakili seluruh data variabel yang diperoleh. Skor yang dibuat akan berbeda
83
antara masing-masing variabel yang diamati. Hal ini disesuaikan dengan banyaknya data variabel yang diamati. Skor untuk variabel aktivitas produksi seperti volume produksi, nilai produksi, dan rasio NP/P dan variabel aktivitas penyediaan kebutuhan melaut seperti air bersih, BBM dan es memiliki angka tertinggi 7 dan terendah 1. Kurangnya sumberdaya manusia baik jumlah maupun kualitas, menjadikan pelabuhan perikanan yang ada menjadi tidak berkembang. Hal ini juga berpengaruh pada proses pendataan, dimana dalam pendataan tidak adanya pembukuan atau pencatatan oleh pihak pelabuhan perikanan sehingga banyak menghasilkan data yang kosong. Akibatnya ketika dilakukan proses penghitungan terdapat nilai nol (0) bagi sebagian pelabuhan. Hal ini tentu saja akan menimbulkan kerugian bagi pelabuhan perikanan tersebut yaitu PPI Patimban, PPI Mayangan, PPP Muara Ciasem, PPI Cilamaya Girang, PPI Cirewang dan PPI Rawameneng. Kategori yang digunakan terbagi menjadi empat yaitu kategori pelabuhan perikanan baik sekali, baik, cukup dan buruk. Nilai untuk kategori pelabuhan perikanan baik sekali dihitung dengan cara mengalikan nilai maksimal yang diperoleh dengan persentase nilai yang digunakan. Selang nilai yang digunakan yaitu 76 - 100% dikalikan nilai maksimal yaitu 63,8 - 84. Nilai untuk kategori pelabuhan perikanan baik adalah 51 - 75% dikalikan nilai maksimal yaitu antara 42,8 – 63. Nilai untuk kategori pelabuhan perikanan cukup adalah 26 – 50% dikalikan dengan nilai maksimal yaitu 21,8 – 42. Nilai untuk kategori pelabuhan perikanan buruk adalah 0 – 25% dikalikan dengan nilai maksimal yaitu 0 – 21. Teknik penghitungan skoring yang dilakukan memperlihatkan bahwa PPP Blanakan merupakan pelabuhan terbaik yang menghasilkan output dari semua pelabuhan perikanan yang ada di Kabupaten Subang (Tabel 26). Walaupun PPP Blanakan memperlihatkan sebagai pelabuhan terbaik dari sisi output dibanding pelabuhan perikanan lainnya di Kabupaten Subang, akan tetapi PPP Blanakan sesungguhnya berada pada kategori output pelabuhan cukup, belum berupa kategori baik. Tidak satu pun pelabuhan perikanan di Kabupaten Subang yang memiliki kategori output yang baik.
84
Tabel 26 Kategori pelabuhan perikanan untuk kelompok output di Kabupaten Subang berdasarkan penghitungan dengan teknik skoring Pelabuhan Perikanan 1. PPI Rawameneng 2. PPI Patimban 3. PPI Mayangan 4. PPP Blanakan 5. PPP Muara Ciasem 6. PPI Cilamaya Girang 7. PPI Cirewang
Jumlah Nilai 12 18 25 57 37 16 8
Kategori Output Buruk Buruk Cukup Baik Cukup Buruk Buruk
Perhitungan nilai diperoleh dari penjumlahan nilai antara masing-masing output (Lampiran 3). Keseluruhan nilai yang disajikan pada Tabel 26 memperlihatkan bahwa PPP Blanakan merupakan pelabuhan terbaik pertama di Kabupaten Subang
berdasarkan dari output aktivitas produksi perikanan dan
output aktivitas pemenuhan kebutuhan melaut. Ditinjau dari output aktivitas produksi perikanannya, volume produksi dan nilai produksi perikanan yang dihasilkan PPP Blanakan merupakan yang tertinggi di Kabupaten Subang yaitu sebesar 2.882,9 dan Rp 16.653.019.000,00. Selanjutnya adalah PPP Muara Ciasem dengan volume produksi dan nilai produksi yang dihasilkan berturut-turut adalah 916,5 ton dan Rp 6.415.743.000,00 Output aktivitas pemenuhan kebutuhan melaut menunjukkan PPP Blanakan sebagai pelabuhan yang terbaik. Pemenuhan kebutuhan akan air bersih, BBM, dan es telah dilaksanakan di Kabupaten ini. Penilaian pelabuhan perikanan terbaik berdasarkan output ini hanya menjadi milik PPP Blanakan dikarenakan di keenam pelabuhan lainnya keberadaan fasilitas yang menunjang pemenuhan kebutuhan melaut nelayan belum terpenuhi. Kondisi ini tentunya menimbulkan kerugian bagi nelayan.
7. POTENSI PENGEMBANGAN FASILITAS DAN AKTIVITAS PELABUHAN PERIKANAN DI KABUPATEN SUBANG Kondisi dan aktivitas pelabuhan perikanan seharusnya dievaluasi secara berkala untuk menghasilkan rencana pengembangan; guna meningkatkan fungsi pelabuhan perikanan. Evaluasi yang bisa dijadikan acuan untuk pengembangan pelabuhan perikanan diantaranya adalah evaluasi unit penangkapan, produksi hasil tangkapan, dan fasilitas yang tersedia. 7.1 Fasilitas Fasilitas merupakan modal utama sebuah pelabuhan perikanan ketika beroperasional. Fasilitas yang terdapat di pelabuhan perikanan adalah fasilitas pokok, fungsional, dan tambahan. Hanya terdapat satu pelabuhan perikanan di Kabupaten Subang yang memiliki fasilitas yang lengkap. Tabel 14 pada Bab 5 telah memperlihatkan bahwa fasilitas yang paling lengkap berada di PPP Blanakan. Fasilitas tersebut adalah adanya dermaga, turap, TPI, instalasi listrik, instalasi air tawar, SPDN, pabrik es, pasar ikan, bengkel, masjid, kantor syahbandar, kantor pengelola pelabuhan, perumahan nelayan, pertokoaan dan pujasera di wilayah pelabuhan. Surat Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan No: KEP.10/MEN/2006 menyebutkan bahwa pelabuhan perikanan dengan tipe D (PPI) diharuskan untuk memiliki dermaga dengan panjang sekurang-kurangnya 50 m. Hasil penelitian menunjukkan bahwa seluruh pelabuhan perikanan di Kabupaten Subang memiliki dermaga. Namun dari beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa dermaga di beberapa pelabuhan perikanan sudah tidak layak lagi seperti halnya di PPP Blanakan dermaga yang ada sudah tidak sesuai lagi dengan kapasitasnya dan dalam kondisi yang tidak baik (Kurniawan, 2009). Demikian halnya di PPP Muara Ciasem dermaga yang ada sudah tidak sesuai dengan kapasitasnya walaupun kondisinya baik (Indrianto, 2006) Diantara beberapa fasilitas yang terdapat di pelabuhan perikanan, fasilitas yang harus ada dan mempunyai peranan penting dalam produksi hasil tangkapan adalah kolam pelabuhan, dermaga pendaratan ikan serta TPI. Fasilitas-fasilitas tersebut apabila dikelola dengan baik dan benar maka akan dapat meningkatkan
86
produksi hasil tangkapan karena banyak kapal-kapal akan memilih mendaratkan hasil tangkapannya ke pelabuhan tersebut. Fasilitas-fasilitas lainnya yang ada di pelabuhan perikanan secara tidak langsung akan meningkatkan produksi hasil tangkapan. Pelabuhan perikanan berfungsi sebagai salah satu penyedia jasa sehingga aktivitas operasional yang digunakan oleh pengguna pelabuhan dapat dilakukan dengan baik. Kebutuhan yang didapatkan nelayan maupun pengusaha perikanan dapat dilihat dari fasilitas yang telah disediakan oleh pelabuhan baik itu fasilitas pokok, fasilitas fungsional dan bahkan fasilitas pendukung yang disediakan di pelabuhan perikanan. Salah satu jasa yang disediakan oleh pelabuhan adalah pelayanan terhadap penyediaan kebutuhan melaut seperti solar, es dan air bersih. Beberapa pelabuhan perikanan di Indonesia mekanisme penyediaan sarana dan fasilitas perbekalan melaut diserahkan pengaturan dan pengelolaannya kepada PERUM Prasarana Pelabuhan Perikanan Samudera setempat, namun ada juga yang dikelola langsung oleh pihak UPT pelabuhan. Pelayanan jasa yang diberikan oleh pihak pelabuhan akan memberikan tingkat kepuasan bagi pengguna fasilitas-fasilitas di pelabuhan perikanan tersebut. Tingginya tingkat pelayanan jasa akan mempengaruhi pengguna pelabuhan perikanan dalam hal ini nelayan dan pedagang untuk memilih pelabuhan perikanan tersebut. Nelayan akan memilih mendaratkan hasil tangkapannya ke pelabuhan tersebut maka produksi hasil tangkapan di pelabuhan perikanan akan meningkat. Sebaliknya jika tingkat pelayanan jasa yang diberikan oleh pihak pelabuhan rendah atau tidak maksimal maka para nelayan juga tidak akan mendaratkan hasil tangkapannya di pelabuhan perikanan tersebut sehingga produksi hasil tangkapan di pelabuhan perikanan akan menurun. Pengembangan pelabuhan perikanan di Kabupaten Subang penting untuk dilakukan. Pengembangan dapat dilakukan dengan melihat kelengkapan fasilitas yang dimiliki oleh setiap pelabuhan perikanan yang ada di Kabupaten Subang. Fasilitas yang dikembangkan sebaiknya adalah fasilitas yang berkaitan dengan volume produksi hasil tangkapan, mutu hasil tangkapan dan nilai hasil tangkapan. Selain itu fasilitas-fasilitas lain yang menjadi prioritas dalam pembangunan selanjutnya fasilitas yang berkaitan dengan aktivitas penyediaan kebutuhan
87
melaut. Fasilitas tersebut adalah depo BBM, pabrik es, instalasi air tawar. Pembangunan fasilitas ini selain berguna untuk kepentingan nelayan juga akan berpengaruh terhadap peningkatan status pelabuhan. Penyediaan tangki BBM, pabrik es atau depot es dan instalasi air bersih di setiap pelabuhan perikanan mutlak dilakukan. Keberadaan tangki BBM di setiap pelabuhan dapat memudahkan nelayan dalam memperoleh pasokan bahan bakar sebelum melaut. Selain itu juga dengan tersedianya bahan bakar solar di kawasan pelabuhan perikanan telah meringankan biaya nelayan karena telah mendapat subsidi dari pemerintah. Penentuan pengambilan keputusan pengembangan fasilitas BBM, pabrik es dan instalasi air bersih dilakukan dengan dua tahap. Tahap pertama adalah penghitungan kebutuhan aktual BBM, es dan air bersih per hari oleh nelayan di setiap pelabuhan perikanan di Kabupaten Subang. Selanjutnya pada tahap kedua dilakukan penghitungan untuk mendapatkan ketersediaan BBM, es dan air bersih per hari yang disediakan oleh setiap pelabuhan perikanan di Kabupaten Subang. Penghitungan kebutuhan BBM aktual per hari dilakukan dengan cara mengalikan jumlah armada penangkapan yang membutuhkan BBM yang ada di salah satu pelabuhan dengan jumlah BBM yang diperlukan ketika melakukan operasi penangkapan per hari. Ketersediaan BBM yang ada di setiap pelabuhan yang telah diketahui kapasitasnya akan dikurangi dengan kebutuhan aktual BBM per hari yang dibutuhkan oleh nelayan. Selanjutnya setelah kebutuhan BBM per hari diperoleh dilakukan pengurangan antara kebutuhan BBM aktual per hari dengan pasokan BBM yang tersedia akan didapatkan hasil BBM yang sebenarnya. Hasilnya dapat berupa kekurangan ataupun kelebihan pasokan BBM. Apabila hasil yang diperoleh adalah kekurangan pasokan BBM maka keputusan yang dapat dilakukan adalah dilakukannya perawatan tangki dan penambahan pasokan BBM. Namun apabila hasil yang diperoleh adalah kelebihan pasokan maka keputusan yang diambil adalah perawatan tangki BBM yang ada dan penyaluran pasokan kepada nelayan yang membutuhkan semakin ditingkatkan. Selanjutnya cara yang sama dilakukan untuk menghitung ketersediaan kebutuhan pasokan es dan air bersih yang terjadi di setiap pelabuhan perikanan yang ada di Kabupaten
88
Subang (Lampiran). Berikut ini disajikan analisis kebutuhan fasilitas per pelabuhan di Kabupaten Subang. Tabel 27 Analisis kebutuhan bahan perbekalan seluruh armada per pelabuhan perikanan per hari di Kabupaten Subang tahun 2009 PP
1
Bahan Perbekalan dan satuan BBM (liter) Es (balok) Air (liter)
Kebutuhan
Tersedia
3.150 48 864
0 0 5.000
10.035
10.000
Es (balok) Air (liter)
170 2.904
0 0
BBM (liter)
9.990
16.000
Es (balok) Air (liter)
124 2.336
0 0
BBM (liter)
18.915
5.333
Es (balok) Air (liter) BBM (liter) Es (balok) Air (liter) BBM (liter) Es (balok) Air (liter)
289 5.284 6.225 98 1.752 6.975 97 1.876
300 10.000 10.000 120 10.000 0 0 5.000
BBM (liter) Es (balok) Air (liter)
3.450 52 944
0 0 0
BBM (liter) 2
3
4
5
6
7
Keterangan: 1. PPI Rawameneng 2. PPI Patimban 3. PPI Mayangan
Kekurangan
Kesimpulan
-3.150 *Pengadaan SPDN -48 *Pengadaan depot es 0 Perawatan tangki air Penambahan kapasitas -35 tangki BBM -170 *Pengadaan depot es -2.904 *Pengadaan tangki air *Perawatan tangki -6.010 BBM -124 *Pengadaan depot es -2.336 *Pengadaan tangki air Penambahan kapasitas -13.582 tangki BBM -11 *Pengadaan depot es 0 Perawatan tangki air 0 Perawatan SPDN 0 Perawatan depot es 0 Perawatan tangki air -6.975 *Pengadaan SPDN -97 *Pengadaan depot es 0 Perawatan tangki air -3.450 *Pengadaan SPDN -52 *Pengadaan depot es -944 *Pengadaan tangki air
4. PPP Blanakan 5. PPP Muara Ciasem 6. PPI Cilamaya Girang
7. PPI Cirewang * = Perlu PP = Pelabuhan Perikanan
Sumber: Indrianto, 2006; Kurniawan, 2010; Puspaningsih, 2010; Rusdi, 2010; Janah, 2010, data diolah kembali
Penyediaan solar di pelabuhan perikanan adalah sangat penting karena diperlukan para nelayan dalam melakukan operasi penangkapan ikan. Kebutuhan nelayan akan pasokan solar seharusnya didukung oleh pengelola pelabuhan perikanan. Keberadaan Solar Packed Dealer Nelayan (SPDN) di pelabuhan perikanan di Kabupaten Subang hanya dimiliki oleh empat unit pelabuhan saja yaitu PPI Patimban, PPI Mayangan, PPP Blanakan dan PPP Muara Ciasem.
89
Kebutuhan pasokan BBM tertinggi berada di PPP Blanakan dengan jumlah 13.582 liter per hari sedangkan kapasitas tangki BBM yang tersedia di pelabuhan ini hanya sebesar 5.333 liter. Selanjutnya kekurangan pasokan BBM juga terjadi di PPI Cilamaya Girang dengan jumlah 6.975 liter per hari. Keadaan yang terjadi di PPI Cilamaya Girang dengan PPP Blanakan yaitu tidak adanya tangki BBM yang tersedia di kedua pelabuhan perikanan. Hal ini menyebabkan nelayan akan membeli kebutuhan bahan bakar solarnya di luar pelabuhan. Oleh karenanya sangat penting bagi DKP Subang dan pengelola pelabuhan perikanan yang ada di Kabupaten Subang untuk segera melakukan pengadaan tangki BBM (SPDN) di pelabuhan perikanan yang belum memiliki unit SPDN dan segera menambah kapasitas tangki BBM di PPP Blanakan mengingat kebutuhan aktual bahan bakar solar di pelabuhan tersebut sangat tinggi apabila dalam satu periode waktu yang sama seluruh armada penangkapan melakukan aktivitas penangkapan. Pemenuhan kebutuhan BBM yang dilakukan oleh nelayan di luar pelabuhan akan menyebabkan nelayan mengeluarkan biaya tambahan seperti biaya pengangkutan BBM. Pembelian bahan bakar solar diluar kawasan pelabuhan akan memaksa nelayan
untuk menyewa kendaraan (mobil pick-up atau sepeda
motor/ojek) untuk membawa bahan bakar kapal nelayan. Selain itu juga harga bahan bakar yang dibeli di luar pelabuhan biasanya lebih mahal daripada harga yang ditawarkan SPDN. Hal ini tentu saja sangat memberatkan bagi nelayan. Sebagaimana diketahui bahwa operasi penangkapan ikan merupakan kegiatan yang membutuhkan biaya produksi yang sangat besar dengan hasil yang belum pasti. Selain itu kebutuhan akan es sebagai pengawet hasil tangkapan tidak bisa dikesampingkan. Kebutuhan es bagi operasi penangkapan sangat penting untuk menjaga kualitas mutu hasil tangkapan selama operasi penangkapan sehingga ketika hasil tangkapan tersebut didaratkan masih layak untuk dilelang. Penyediaan es di kawasan pelabuhan perikanan digunakan untuk keperluan penanganan hasil tangkapan sehingga dapat mempertahankan mutu hasil tangkapan sebelum dilelang maupun setelah pelelangan.
90
Kebutuhan es di seluruh pelabuhan perikanan di Kabupaten Subang masih sangat memprihatinkan. Kondisi ini dikarenakan hanya terdapat satu pabrik es di Kabupaten Subang yaitu PT. Tirta Ratna di PPP Blanakan. Kebutuhan pasokan es tertinggi terdapat di PPI Patimban dengan jumlah 170 balok per hari. Selanjutnya kekurangan pasokan es juga terjadi di PPI Mayangan dan PPI Cilamaya Girang dengan jumlah berturut-turut adalah 124 balok per hari dan 97 balok per hari. Berdasarkan wawancara dengan Kepala Bagian Penangkapan DKP Subang diketahui bahwa para nelayan di ketiga PPI ini dan nelayan dari pelabuhan lainnya yang kekurangan pasokan es biasanya membeli es balok di luar pelabuhan yaitu di daerah Pamanukan dan Eretan. Mengingat fungsi es yang sangat penting dalam mempertahankan mutu hasil tangkapan maka DKP Subang dan pengelola pelabuhan perikanan yang ada di Kabupaten Subang untuk segera melakukan pengadaan pabrik es ataupun depot es di pelabuhan yang belum memiliki pabrik es ataupun depot es seperti di PPI Rawameneng, PPI Patimban, PPI Mayangan, PPI Cilamaya Girang, dan PPI Cirewang. Kebutuhan akan air bersih juga sangat penting. Air bersih di kawasan pelabuhan perikanan digunakan untuk kegiatan industri pengolahan ikan, pabrik es, perbekalan kapal perikanan, pencucian basket atau keranjang ikan, dan pencucian lantai TPI. Selain itu air bersih juga digunakan untuk kepentingan umum antara lain perkantoran, rumah tinggal, mess dan masyarakat di sekitar pelabuhan perikanan (Pane, 2006). Selama melakukan operasi penangkapan selain untuk keperluan sehari-hari para nelayan dapat juga dipakai untuk membersihkan hasil tangkapan dari kotoran yang menempel seperti darah maupun benda asing lain yang menempel pada hasil tangkapan. Menurut Pane (2005) kebutuhan air bersih untuk kapal penangkap ikan di Indonesia saat ini tidak mengikuti patokan teoritis sebagaimana yang disebutkan diatas. Hal ini disebabkan oleh berbagai faktor, diantaranya sebagian armada kapal penangkap ikan di Indonesia melakukan aktivitas penangkap yang bersifat one day fishing dengan lama operasi 1 hari sehingga tidak memerlukan alokasi air bersih untuk mandi dan cuci atau kalaupun mandi menggunakan air laut maka setelah itu dibilas menggunakan air tawar atau terkadang mandi dengan “menyeburkan” diri ke laut selesai haulling seperti pada purseiner di Laut Jawa.
91
Selanjutnya menurut Pane untuk kapal penangkap ikan di Indonesia dengan lama trip >1 hari pada umumnya belum dilengkapi dengan fasilitas/ sarana yang layak untuk menyimpan ketersediaan air selama di kapal. Faktor yang juga turut mempengaruhi rendahnya pemanfaatan air bersih di kapal adalah untuk keperluan MCK, pencucian peralatan dan penanganan hasil tangkapan dimana nelayan lebih menggunakan air laut. Disamping itu, ketersediaan air bersih di kapal-kapal penangkapan lebih diprioritaskan untuk kebutuhan makan dan minum, sedangkan untuk mandi/cuci sangat terbatas atau sengaja dibatasi kecuali pada kapal-kapal berukuran besar seperti >200GT. Kebutuhan pasokan air bersih tertinggi di seluruh pelabuhan perikanan di Kabupaten Subang terdapat di PPI Patimban sebesar 2.904 liter per hari. Selanjutnya kekurangan pasokan air bersih juga terjadi di PPI Mayangan dengan jumlah 2.336 liter per hari. Tingginya kekurangan pasokan air bersih di kedua pelabuhan ini disebabkan oleh tidak tersedianya instalasi air bersih, sehingga nelayan yang berada di pelabuhan ini akan memenuhi kebutuhan air bersihnya dengan cara mencarinya di luar kawasan pelabuhan. Fasilitas pelabuhan perikanan adalah sarana dan prasarana yang tersedia di kawasan pelabuhan perikanan untuk mendukung operasional pelabuhan (KepMen No.10 tahun 2004 tentang Pelabuhan perikanan). Dalam pelaksanaan fungsi dan peranannya, pelabuhan perikanan dilengkapi dengan berbagai fasilitas. Kapasitas dan jenis fasilitas atau sarana yang ada pada umumnya menentukan skala atau tipe dari suatu pelabuhan dan akan berkaitan pula dengan skala usaha perikanannya (Lubis, 2006). Tabel 28. Profil fasilitas yang perlu dikembangkan di pelabuhan perikanan Kabupaten Subang tahun 2009 Pelabuhan Perikanan 1. PPI Rawameneng 2. PPI Patimban 3. PPI Mayangan 4. PPP Blanakan 5. PPP Muara Ciasem 6. PPI Cilamaya Girang 7. PPI Cirewang
Fasilitas yang perlu dikembangkan BBM Air bersih BBM BBM Depot es BBM BBM
92
Hampir seluruh pelabuhan perikanan di Kabupaten Subang membutuhkan pengadaan dan perbaikan pada fasilitas yang berkaitan dengan aktivitas pemenuhan kebutuhan melaut. Fasilitas yang paling dibutuhkan di setiap pelabuhan perikanan di Kabupaten Subang adalah fasilitas tangki BBM (Tabel 28). 7.2 Aktivitas Aktivitas pengembangan pelabuhan perikanan di Kabupaten Subang dapat ditinjau dari aktivitas kepelabuhanan perikanan menurut kelompok aktivitasnya, dan salah satu kelompok aktivitas yang dimaksud adalah kelompok aktivitas yang berhubungan dengan penyediaan kebutuhan melaut (Pane, 2002). Kelompok aktivitas yang berhubungan dengan penyediaan kebutuhan melaut terdiri dari aktivitas penyediaan air, es, BBM, garam, kebutuhan konsumsi, sparepart, dan penyediaan bahan alat tangkap. Selain itu, aktivitas yang berhubungan dengan hasil tangkapan adalah aktivitas pelelangan dan pengolahan hasil tangkapan. Kelompok aktivitas yang berhubungan dengan penyediaan kebutuhan melaut meliputi BBM, es, dan air bersih di pelabuhan perikanan di Kabupaten Subang sangat memprihatinkan (Tabel 13). Cukup banyak pelabuhan perikanan di Kabupaten ini yang kekurangan BBM, es dan atau air bersih. Kondisi demikian membuat aktivitas yang terjadi di pelabuhan tersebut menjadi terhambat. Oleh karena itu diharapkan adanya perbaikan terhadap fasilitas yang berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan melaut tersebut agar aktivitas-aktivitas penyediaan kebutuhan melaut berlangsung dengan baik sehingga pada akhirnya dapat memperlancar proses kerja nelayan dan pengguna pelabuhan lainnya. Hasil tangkapan yang didaratkan di pelabuhan perikanan menghasilkan volume produksi di suatu pelabuhan perikanan, melalui aktivitas pendaratan dan pemasaran hasil tangkapan. Aktivitas pendaratan dan pelelangan telah menghasilkan volume produksi dan nilai produksi bagi Kabupaten Subang. Aktivitas pendaratan yang tertinggi di Kabupaten Subang berada di PPP Blanakan dengan jumlah 2.882,9 ton. Selanjutnya melalui aktivitas pelelangan didapat PPP Blanakan sebagai PPI terbaik dengan nilai produksi sebesar Rp 16.653.019.000,00 (Tabel 21 Subbab 6.2). Selain itu juga diketahui nilai rasio NP/P tertinggi di Kabupaten Subang berada di PPI Cilamaya Girang dengan nilai Rp13.240,8
93
(Tabel 17 Subbab 6.1). Jenis hasil tangkapan yang didaratkan dan dilelang di PPI tersebut adalah ikan pepetek, cucut, kakap, swangi, kuwe, kembung, tenggiri, belanak, cumi-cumi, selar, manyung, pari, kuro, kakap, kerapu, tigawaja, udang jerbung, dan udang dogol. Tingginya hasil tangkapan di PPP Blanakan menunjukkan tingginya aktivitas pendaratan dan pelelangan hasil tangkapan dibandingkan dengan enam pelabuhan lainnya. Selain dipasarkan dalam keadaan segar melalui sistem pelelangan, nelayan juga masih bisa meningkatkan nilai jual hasil tangkapannya dengan menerapkan konsep diversifikasi usaha melalui pengolahan ikan. Penerapan konsep tersebut selain dapat meningkatkan daya jual hasil tangkapan yang dapat menambah penghasilan nelayan juga membuka lapangan pekerjaan baru terutama bagi anggota keluarga nelayan atau rumah tangga di sekitarnya. Hasil tangkapan yang tergolong tidak layak (tidak segar) tidak dilelang tetapi langsung diolah kemudian dipasarkan. Teknik dan bentuk pengolahan hasil tangkapan yang dapat dilakukan di lingkungan pelabuhan biasanya bersifat pengolahan tradisional seperti pemindangan, pengeringan, pembuatan terasi dan, pembuatan kerupuk kulit ikan. Selain itu terdapat juga teknik pengolahan lain seperti membuat bakso ikan, kaki naga (fish nugget), dan abon ikan. Pengembangan aktivitas kepelabuhanan perikanan di pelabuhan perikanan yang ada di Kabupaten Subang sebaiknya lebih diarahkan kepada aktivitas penyediaan kebutuhan melaut. Hal ini dikarenakan aktivitas penyediaan kebutuhan melaut mempunyai peranan yang sangat penting. Kebutuhan BBM, es, dan air bersih diperlukan nelayan sebelum melakukan operasi penangkapan, sehingga tanpa ketiga komponen itu nelayan tidak akan dapat melaut dan tidak akan menghasilkan hasil tangkapan yang nantinya akan menjadi produksi pelabuhan tersebut. Selain itu juga kebutuhan BBM, es dan air bersih juga merupakan jasa yang disediakan oleh suatu pelabuhan perikanan. Dengan demikian apabila aktivits penyediaan pemenuhan kebutuhan melaut tersebut telah dilakukan maka akan dapat menjadi sebagai salah satu sumber pemasukan bagi pelabuhan perikanan yang bersangkutan.
94
7.3
Pelabuhan Perikanan Potensial untuk dikembangkan di Kabupaten Subang Pengembangan suatu kawasan pelabuhan perikanan dilakukan untuk
mendukung kinerja pelabuhan tersebut. Pengembangan dapat dilihat dari aspek fasilitas maupun aktivitas kepelabuhanannya. Selain itu pengembangan pelabuhan perikanan membutuhkan investasi yang besar. Oleh karena itu, diperlukan suatu perencanaan yang baik. Salah satu usaha ke arah tersebut adalah dengan cara mengestimasi keadaan di masa yang akan datang dengan melihat keadaan pada masa lalu dan sekarang (Ditjen Perikanan, 1980 vide Fatmawati, 2003). Keadaan pelabuhan perikanan di masa lalu dan sekarang dapat dievaluasi dari: 1) Keadaan usaha perikanan dan tingkat pengusahaannya pada saat ini 2) Potensi sumberdaya perikanan yang mungkin dikembangkan 3) Sarana dan prasarana serta industri penunjang yang ada 4) Pemanfaatan sarana yang ada 5) Keadaan pasar dan konsumsi ikan laut dewasa ini 6) Beberapa faktor yang mungkin menjadi hambatan Pelabuhan perikanan yang ada di Kabupaten Subang jika dilihat dari operasional yang ada masih dapat beroperasi dan dimanfaatkan oleh nelayan. Walaupun pada kenyataannya masih banyak pelabuhan perikanan di Kabupaten Subang yang tidak dilengkapi dengan fasilitas yang mendukung aktivitas kepelabuhanannya. Penentuan
pengembangan
pelabuhan
perikanan
dilakukan
dengan
menghitung nilai terbaik dengan menggunakan metode skoring dari ketiga faktor yang diamati yaitu fasilitas, aktivitas, dan output yang ada di pelabuhan perikanan Kabupaten Subang. Skoring pertama dilakukan terhadap faktor fasilitas dengan mengamati variabel jenis fasilitas di masing-masing pelabuhan perikanan Kabupaten Subang. Selanjutnya variabel tersebut akan dinilai berdasarkan ketersediaan variabel, berfungsi atau tidaknya variabel yang diamati. Nilai yang diperoleh akan digunakan sebagai alat untuk pengambilan keputusan berdasarkan kategori yang telah disusun. Skoring kedua dilakukan terhadap faktor aktivitas dengan mengamati variabel penyediaan kebutuhan melaut, pendaratan dan pembongkaran hasil
95
tangkapan, pemasaran hasil tangkapan, dan pengolahan hasil tangkapan. Masingmasing variabel yang ada memiliki bobot yang berbeda bergantung dari tingkat kepentingan yang dibutuhkan peneliti. Selanjutnya variabel-variabel tersebut akan dinilai berdasarkan faktor ada atau tidaknya variabel-variabel aktivitas yang diamati pada masing-masing pelabuhan perikanan. Nilai yang diperoleh akan digunakan sebagai alat untuk pengambilan keputusan berdasarkan kategori yang telah disusun. Skoring ketiga dilakukan terhadap faktor output dengan mengamati variabel volume produksi, nilai produksi, rasio nilai produksi per produksi (NP/P), ketersediaan air bersih, BBM dan es di masing-masing pelabuhan perikanan Kabupaten Subang. Selanjutnya dari masing-masing variabel yang ada akan dibuat selang kelas untuk menentukan skor dari variabel tersebut. Penentuan selang kelas dibuat berdasarkan banyaknya data yang diperoleh sehingga dapat mewakili seluruh data variabel yang diperoleh sehingga akan diperoleh nilai dari masing-masing variabel yang diamati. Nilai yang diperoleh akan digunakan sebagai alat untuk pengambilan keputusan berdasarkan kategori yang telah disusun. Hasil skoring dari ketiga faktor tersebut akan diskor kembali untuk menentukan pelabuhan perikanan yang menjadi prioritas utama, kedua dan ketiga untuk dikembangkan di Kabupaten Subang, yaitu dengan mengalikan bobot masing-masing faktor tersebut. Tabel 29 Urutan pelabuhan perikanan potensial untuk dikembangkan di Kabupaten Subang tahun 2010 Nama Pelabuhan Perikanan
Nilai Menurut Variabel
1. Blanakan
2. Mayangan
3. Patimban
Fasilitas = 54 Aktivitas = 6 Output = 57 Fasilitas = 41,7 Aktivitas = 6 Output = 25 Fasilitas = 47,1 Aktivitas = 6 Output = 18
Jumlah nilai
Urutan Prioritas
117
1
72,7
2
71,7
3
Penghitungan dengan menggunakan teknik skoring menunjukkan bahwa PPP Blanakan sebagai satu-satunya pelabuhan perikanan di Kabupaten Subang
96
yang tergolong kategori baik dengan nilai tertinggi yaitu 117 (Lampiran 4). Tingginya nilai yang dimiliki oleh PPP Blanakan dibandingkan pelabuhan lainnya menjadikan PPP Blanakan sebagai pelabuhan perikanan yang potensil untuk dikembangkan (Tabel 29). Diketahui bahwa jumlah nilai yang dimiliki PPP Blanakan
menjadikan
dikembangkan.
PPP
Tingginya
tersebut
nilai
PPP
sebagai Blanakan
prioritas tersebut
pertama
untuk
diperoleh
dari
penjumlahan antara variabel fasilitas, aktivitas dan output. Diantara ketujuh pelabuhan perikanan yang ada di Kabupaten Subang terdapat satu pelabuhan terbaik yang berpotensi untuk dikembangkan yaitu PPP Blanakan. Dilihat dari aspek fasilitasnya pelabuhan ini sebagai satu-satunya pelabuhan yang mempunyai fasilitas yang lengkap diantara ketujuh pelabuhan lainnya (Tabel 17 Subbab 5.2). Hal ini menjadi keuntungan bagi PPP Blanakan karena hanya perlu dilakukan perbaikan dan penambahan kapasitas dari fasilitas saja. Menurut Lubis (2006) ada tiga alternatif untuk mengembangkan fasilitas pelabuhan yaitu dengan cara memperluas fasilitas yang ada, menambah jenis fasilitas yang ada, serta menambah jenis dan memperluas fasilitas yang ada. Pelabuhan Perikanan Pantai Blanakan sebagai salah satu pelabuhan yang memiliki tingkat operasional yang paling tinggi diharapkan bisa mendorong pelabuhan
sekitarnya
untuk
ikut
berkembang.
Sebagai
contoh
dengan
pertumbuhan aktivitas yang tinggi di PPP Blanakan akan mendorong tumbuhnya sektor-sektor usaha baik sektor perikanan maupun di luar sektor perikanan seperti sektor perbankan, sektor perhubungan, dan sektor perindustrian. Selain itu juga apabila dilihat dari aspek output kepelabuhanannya pelabuhan ini juga yang terbaik. Volume produksi dan nilai produksi yang tertinggi di Kabupaten Subang dihasilkan di pelabuhan ini yaitu sebanyak 2.882,9 ton dan Rp 16.653.019.000 (Tabel 21 Subbab 6.2). Menurut Elfandi (2000) vide Kurniawan (2001), pola pengembangan pelabuhan perikanan didasarkan pada konsepsi “multi-base system” yakni suatu sistem yang menyeluruh berdasarkan pengembangan wilayah yang dalam operasionalnya akan mencakup berbagai aspek produksi, pengolahan, dan pemasaran hasil sampai pada aspek sosial-ekonomi perikanan yang disesuaikan dengan adanya fungsi-fungsi yang dimiliki oleh pelabuhan perikanan tersebut.
97
Oleh karena itu, hal ini akan mendorong pertumbuhan dan perkembangan kegiatan perekonomian seperti lembaga perkreditan, sarana transportasi, industri/pabrik yang dapat menyerap bahan baku maupun tenaga kerja sehingga menjadikan wilayah pesisir benar-benar sebagai pusat kegiatan tidak hanya aktivitas perikanan tetapi juga aktivitas terkait. Seiring dengan kebijakan Pemerintah Kabupaten Subang yaitu pengembangan kawasan perikanan diharapkan dapat mendorong untuk cepat terciptanya pengembangan wilayah kawasan pesisir.
7. KESIMPULAN DAN SARAN 7.1 Kesimpulan 1) Kondisi fasilitas pelabuhan perikanan di Kabupaten Subang masih jauh dari layak untuk dipergunakan. Dibutuhkan beberapa perbaikan fasilitas seperti BBM, tangki air bersih dan depot es di beberapa pelabuhan perikanan seperti PPP Muara Ciasem, PPP Blanakan, PPI Patimban dan PPI Mayangan. Kondisi aktivitas pendaratan, pemasaran dan pengolahan di seluruh pelabuhan perikanan di Kabupaten Subang relatif sangat baik. 2) Besaran output berupa produksi hasil tangkapan masing-masing pelabuhan perikanan pada tahun 2009 di Kabupaten Subang yang terbesar adalah PPP Blanakan 2.882,9 ton dan PPP Muara Ciasem 916,5 ton, sedangkan pelabuhan perikanan lainnya memiliki produksi kurang dari 160 ton, yaitu PPI Patimban 152,1 ton, PPI Rawameneng 95, 9 ton, PPI Cilamaya Girang 31,8 ton, PPI Mayangan 20,3 ton dan PPI Cirewang 14,3 ton. Penyediaan kebutuhan melaut (BBM, es, air) di seluruh pelabuhan perikanan Kab. Subang masih belum dapat dipenuhi. 3) Hasil perhitungan dengan teknik skoring menunjukkan bahwa pelabuhan yang menjadi prioritas utama dalam pengembangan adalah PPP Blanakan (nilai 117), selanjutnya adalah PPI Mayangan (nilai 72,7) dan PPI Patimban (nilai 71,7). 7.2 Saran Diperlukan upaya perbaikan dan pembenahan fasilitas yang ada di beberapa pelabuhan perikanan seperti PPP Muara Ciasem, PPP Blanakan, PPI Patimban dan PPI Mayangan. Upaya pembenahan diperlukan untuk meningkatkan output pelabuhan perikanan berupa penyediaan kebutuhan melaut. Selain itu juga input lain perlu diteliti seperti SDM dan lay out.
DAFTAR PUSTAKA Anonymous. 2009a. Subang dalam Angka. BPS. Subang Anonymous. 2009b. Statistik Pelabuhan Perikanan Kabupaten Subang. Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Subang. Anonymous. 2010a. Statistik Perikanan Provinsi Jawa Barat Tahun 2009. Dinas Kelautan dan Perikanan Jawa Barat. Anonymous, 2010b. Papan Dinas. Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Subang. Aziza, L. 2000. Studi Perbandingan Fasilitas Pangkalan Pendaratan Ikan Labuhan Mainggai dan Lempasing Berkaitan dengan Kualitas Produksi Ikan yang Didaratkan [Skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Christanti, N. 2005. Tingkat Penyediaan dan Kebutuhan Es Untuk Kapal Ikan di Pelabuhan Perikanan Nusantara Pekalongan [Skripsi]. Bogor; Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. [DKP]. 2008. Himpunan Peraturan Perundang-undangan di Bidang Kelautan dan Perikanan. Biro Hukum dan Organisasi Departemen Kelautan dan Perikanan Jakarta. Desiwardani, S. 2007. Pengaruh Hasil Tangkapan dan Kondisi Kesejahteraan Nelayan di Desa Sungaibuntu Karawang Jawa Barat [Skripsi]. Bogor; Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Djulaeti, N. 1994. Proses Pembongkaran-Pendataan dan Komposisi Hasil Tangkapan Ikan yang Didaratkan di Pelabuhan Perikanan Nusantara Pelabuhanratu, Sukabumi. Laporan Praktek Lapang (tidak dipublikasikan) Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Elfandi, 2000. Pembangunan dan pengembangan pelabuhan perikanan/pangkalan pendaratan ikan: Makalah pada seminar on fishery activities and fishing port systems. PK2PTM-LP-IPB. Fatmawati, D. 2003. Studi Pengelolaan PPI Kronjo Kabupaten Tangerang, Prospek Dan Strategi Pengembangannya. Skripsi (tidak dipublikasikan). Jurusan Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Hanafiah, A.M dan A.M. Saefuddin. 1986. Tata Niaga Hasil Perikanan. Jakarta. UI-Press.
100
Hanan, F.A. 2006. Kajian Awal Peningkatan Status PPN di Brondong Lamongan Menjadi PPS Ditinjau Dari Teknis Operasional [Skripsi]. Bogor; Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Indrianto, J. 2006. Pengelolaan Aktivitas dan Pengembangan PPP Muara Ciasem, Kabupaten Subang Ditinjau Dari Aspek Fasilitas dan Kualitas Pemasaran Hasil Tangkapan [Skripsi]. Bogor; Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Janah, E. 2010. Karakteristik Usaha Unit Perikanan Jaring Arad di PPI Blanakan, Kabupaten Subang, Jawa Barat. [Skripsi]. Bogor: Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Kottler, P. 2000. Bagaimana Mengukur Kepuasan Pelanggan. www.deliveri.org./ Guidelines/misc/proj papers KUD Mandiri Mina Fajar Sidik. 2004-2009. Selayang Pandang KUD Mandiri Mina Fajar Sidik. Kec. Blanakan Kab. Subang. Kurniawan, F. 2009. Hubungan Status Keanggotaan KUD Mandiri Mina Fajar Sidik Dengan Karakteristik Nelayan Di Sekitar PPI Blankan Subang. [Skripsi]. Bogor: Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Kurniawan, Y. 2001. Kebijakan PPI Pondok Mimbo di Kecamatan Banyuputih, Kabupaten Situbondo Provinsi Jawa Timur. [Skripsi]. Bogor: Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Lubis, E. 2006. Pengantar Pelabuhan Perikanan. Bahan Kuliah Pelabuhan Perikanan. Laboratorium Pelabuhan Perikanan. Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Lubis, E dan A.B. Pane. 2006. Tingkat Kondisi dan Keberadaan Fasilitas Pelabuhan Perikanan di Pulau Jawa Prosiding Seminar Nasional Perikanan Tangkap “Menuju Paradigma Teknologi Perikanan Tangkap Yang Bertanggung Jawab Dalam Mendukung Revitalisasi Perikanan” Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan Tangkap. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Lubis, E., A.B. Pane, Y. Kurniawan, J. Chaussade, C. Lamberts, P. Pottier. 2005. Atlas of Fisheries and Fishing Ports in Java (A Geographical Approach to Indonesian Fisheries). Bogor. Géolitomer Université de Nantes-PK2PTM LP IPB.
101
Mahyuddin, B. 2007. Pola Pengembangan Pelabuhan Perikanan Dengan Konsep Triptyque Portuaire: Khusus Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu [Disertasi]. Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Murdiyanto, B. 2004. Fungsi, Fasilitas, Panduan Operasional, Antrian Kapal. Cetakan kedua. Bogor: Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Ningsih, T. 2006. Strategi peningkatan kapasitas kelembagaan Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS) Nizam Zachman, Jakarta [Tesis]. Bogor: sekolah pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Pane, AB. 2002. Bahan Kuliah Analisis Hasil Tangkapan. Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Pane, AB. 2005. Bahan kuliah teknik perencanaan pelabuhan perikanan: Fungsi Air (Air Tawar/Air bersih) dan kebutuhannya di Pelabuhan Perikanan/Pangkalan Pendaratan Ikan (Tidak Dipublikasikan). Bogor: Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Fakultas Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Pertamina, 2003. Buku Panduan Pelayanan Bunker BBM Kapal 2003. Pertamina. Jakarta. Puspaningsih, R. G. 2010. Tingkat Pendapatan Usaha Penangkapan Ikan Armada Jaring Arad di PPP Muara Ciasem dan PPI Blanakan Subang. [Skripsi]. Bogor: Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. [PRPT] Pusat Riset Perikanan Tangkap. 2001. Pengkajian Stok Ikan di Perairan Indonesia. Jakarta: PRPT-BRKP-DKP,P3O LIPI. Rusdi. 2010. Pengaruh Bentuk Celah Pelolosan (Escape Gap) Pada Bubu Lipat Terhadap Hasil Tangkapan Kepiting Bakau (Scylla sp) di Desa Mayangan, Kabupaten Subang. [Skripsi]. Bogor: Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Sudjana. 1996. Metode Statistik. Bandung. Tarsito. Sumiati, 2008. Kajian fasilitas dan Produksi HT Dalam menunjang industri pengolahan ikan di PPN Palabuhanratu, Sukabumi Jawa Barat [Skripsi]. Bogor: Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Utomo, R. 2006. Analisis Kebutuhan Solar Untuk Keperluan Penangkapan Ikan Di PPP Bajomulyo Kabupaten Pati Jawa Tengah[Skripsi]. Bogor: Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
102
Yulia, S. 2005. Kajian Operasional dan Tingkat pelayanan PPN Palabuhanratu Sukabumi Jawa Barat [Skripsi]. Bogor; Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Walpole, R. E. 1998. Pengantar Stastik Edisi ke-2. Jakarta. Gramedia. Wibowo, A. 2009. Faktor-faktor Penurunan Produksi Hasil Tangkapan dan Upaya-upaya serta Strategi Peningkatannya di PPN Pekalongan [Skripsi]. Bogor: Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Wisudawan, R. W. 2010. Tingkat Kepuasan Stakeholder Terhadap Pemanfaatan Fasilitas Fungsional PPI Blanakan Subang. [Skripsi]. Bogor: Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Lampiran 1Perhitungan Variabel Output Tabel 1 Kriteria Skor Variabel Output Selang kelas Selang Kelas Volume Skor Skor Nilai Produksi Produksi > 3.000 7 > 18.000 7 2.500 – 3.000 6 15.000 – 18.000 6 2.000 – 2.500 5 12.000 – 15.000 5 1.500 – 2.000 4 9.000 – 12.000 4 1.000 – 1.500 3 6.000 – 9.000 3 500 – 1.000 2 3.000 – 6.000 2 < 500 1 < 3.000 1 BOBOT= 3 BOBOT= 2
Selang Kelas Rasio NP/P > 14.000 12.000 – 14.000 10.000 – 12.000 8.000 – 10.000 6.000 – 8.000 4.000 – 6.000 < 4.000 BOBOT= 1
Skor 7 6 5 4 3 2 1
Selang Kelas Air Bersih > 14.000 12.000 – 14.000 10.000 – 12.000 8.000 – 10.000 6.000 – 8.000 4.000 – 6.000 < 4.000 BOBOT= 2
Skor 7 6 5 4 3 2 1
Selang Kelas BBM > 18.000 15.000 – 18.000 12.000 – 15.000 9.000 – 12.000 6.000 – 9.000 3.000 – 6.000 <3.000 BOBOT= 3
Skor 7 6 5 4 3 2 1
Selang Kelas Es
skor
> 700 7 600 - 700 6 500 - 600 5 400 - 300 4 300 - 200 3 200 - 100 2 < 100 1 BOBOT= 1
Jumlah Nilai Max 84 72 60 48 36 24 12
Tabel 2 Kriteria Pengambilan Keputusan Kategori PP BAIK SEKALI PP BAIK PP CUKUP PP BURUK PP BURUK SEKALI
Selang Nilai 81 - 100% x Nilai Max 61 - 80% x Nilai Max 41 – 60% x Nilai Max 21 – 40% x Nilai Max 0 – 20% x Nilai Max
Nilai 68 – 84 51,2 – 67,2 34,4 – 50,4 17,6 – 33,6 0 – 16,8
103
Tabel 3 Skoring variabel output Output Pelabuhan Perikanan
Volume Produksi (ton)
PPI Rawameneng
Skor
Nilai
Nilai Produksi (Rp 1000)
Skor
Nilai
Rasio NP/P (Rp/kg)
Skor
Nilai
Air Bersih (liter)
Skor
Nilai
95,9 1
3
763.828
1
2
7.960
3
3
5.000
2
4
PPI Patimban
152,1 1
3
710.906
1
2
4.671
1
1
...
0
0
PPI Mayangan
20,3 1
3
110.183
1
2
5.422
2
2
...
0
0
PPP Blanakan
2.882,90 7
21
16.653.019
7
14
5.777
2
2
10.000
5
10
916,5 2
6
6.415.743
2
4
7.000
3
3
10.000
5
10
PPI Cilamaya Girang
31,8 1
3
421.626
1
2
13.241
7
7
5.000
2
4
PPI Cirewang
14,3 1
3
98.526
1
2
6.879
3
3
...
0
0
PPP Muara Ciasem
Sumber: Anonymous, 2009b
104
Lanjutan... Output
Pelabuhan Perikanan
BBM (liter)
PPI Rawameneng
Skor
Nilai
Es (balok/hari)
skor
Jumlah Nilai
Nilai
...
0
0
...
0
0
12
PPI Patimban
10.000
4
12
...
0
0
18
PPI Mayangan
16.000
6
18
...
0
0
25
PPP Blanakan
5.333
2
6
300
4
4
57
10.000
4
12
120
2
2
37
PPI Cilamaya Girang
...
0
0
...
0
0
16
PPI Cirewang
...
0
0
...
0
0
8
PPP Muara Ciasem
Tabel 4. Keputusan hasil perhitungan No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Pelabuhan Perikanan PPI Rawameneng PPI Patimban PPI Mayangan PPP Blanakan PPP Muara Ciasem PPI Cilamaya Girang PPI Cirewang
Nilai 12 18 25 57 37 16 8
Kategori Buruk Buruk Cukup Baik Cukup Buruk Buruk
105
Lampiran 2 Perhitungan Variabel Fasilitas Tabe1. Skoring variabel fasilitas Fasilitas
Jenis Fasilitas Bobot Breakwater 20% Turap 15% Pokok (bobot= 3) Dermaga 35% Kolam Pelabuhan 30% TPI 25% Pasar ikan 5% Air Bersih 20% 10% Fungsional Pabrik es (bobot= 2) SPDN 20% Listrik 10% Bengkel 5% Alat angkut ikan 5% Kantor PPI 30% Kantor Syahbandar 25% Penunjang 20% (bobot= 1) Pertokoan Perumahan Nelayan 15% Masjid 10% Jumlah Nilai Kriteria Bobot dan Skor 3 = ADA dan BERFUNGSI
Rawameneng Patimban Mayangan Blanakan Muara Ciasem Cilamaya Girang Cirewang Skor Nilai Skor Nilai Skor Nilai Skor Nilai Skor Nilai Skor Nilai Skor Nilai 3 1,8 3 1,8 0 0 3 1,8 0 0 0 0 3 1,8 3 1,4 3 1,4 3 1,4 3 1,4 3 1,4 3 1,4 3 1,4 3 3,2 3 3,2 3 3,2 3 3,2 3 3,2 3 3,2 3 3,2 3 2,7 3 2,7 3 2,7 3 2,7 3 2,7 3 2,7 3 2,7 3 1,5 3 1,5 3 1,5 3 1,5 3 1,5 3 1,5 3 1,5 0 0 0 0 0 0 3 0,3 0 0 0 0 3 0,3 3 0,6 2 0,8 2 0,8 3 1,2 2 0,8 3 1,2 2 0,8 3 0,3 0 0 0 0 3 0,6 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0,4 1 0,4 3 1,2 3 1,2 0 0 0 0 3 0,6 3 0,6 3 0,6 3 0,6 3 0,6 3 0,6 3 0,6 3 0,3 0 0 0 0 3 0,3 0 0 0 0 0 0 3 0,3 3 0,3 3 0,3 3 0,3 3 0,3 3 0,3 3 0,3 3 0,9 3 0,9 3 0,9 3 0,9 3 0,9 3 0,9 3 0,9 3 0,8 3 0,8 3 0,8 3 0,8 3 0,8 3 0,8 3 0,8 3 0,6 3 0,6 3 0,6 3 0,6 3 0,6 3 0,6 3 0,6 0 0 0 0 0 0 3 0,5 0 0 0 0 0 0 0 3 0,3 0 0 0 3 0,3 0 0 0 0 0 0 16,1 15,7 13,9 18 14 13,2 14,8
; 2 = ADA dan TIDAK BERFUNGSI
106
Tabel 2. Kriteria Pengambilan Keputusan Variabel Fasilitas Kategori PP BAIK SEKALI PP BAIK PP CUKUP PP BURUK PP BURUK SEKALI
Selang Nilai 81%–100% X Nilai Max 61%–80% X Nilai Max 41%–60% X Nilai Max 21%–40% X Nilai Max 0%–20% X Nilai Max
Nilai 14,5–18 10,9–14,4 7,3–10,8 3,7– 7,2 0 – 3,6
Tabel 3. Keputusan hasil perhitungan Pelabuhan Perikanan PPI Rawameneng PPI Patimban PPI Mayangan PPP Blanakan PPP Muara Ciasem PPI Cilamaya Girang PPI Cirewang
Nilai 16,1 15,7 13,9 18 14 13,2 14,8
Kategori Baik Sekali Baik Sekali Baik Baik Sekali Baik Baik Baik Sekali
107
Lampiran 3 Perhitungan Variabel Aktivitas Kriteria Skor 3 = ADA 1 = TIDAK ADA Tabel 1. Skoring variabel aktivitas Aktivitas Pelabuhan Perikanan
PPI Rawameneng PPI Patimban PPI Mayangan PPP Blanakan PPP Muara Ciasem PPI Cilamaya Girang PPI Cirewang
Penyediaan Pendaratan dan Pemasaran Pengolahan kebutuhan melaut Pembongkaran (30%) (20%) (10%) (40%) Skor Nilai Skor Nilai Skor Nilai Skor Nilai 3 1,2 3 0,9 3 0,6 3 0,3 3 1,2 3 0,9 3 0,6 3 0,3 3 1,2 3 0,9 3 0,6 3 0,3 3 1,2 3 0,9 3 0,6 3 0,3 3 1,2 3 0,9 3 0,6 3 0,3 3 1,2 3 0,9 3 0,6 3 0,3 3 1,2 3 0,9 3 0,6 3 0,3
Jumlah Nilai 3 3 3 3 3 3 3
Tabel 2. Kriteria Pengambilan Keputusan Kategori PP BAIK PP CUKUP PP BURUK
Selang Nilai 68%–100% x Nilai Max 34%– 67% x Nilai Max 0%– 33% x Nilai Max
Nilai 2,5 – 3 1,0 – 2,0 0 – 0,9
108
Tabel 3. Keputusan hasil perhitungan Pelabuhan Perikanan PPI Rawameneng PPI Patimban PPI Mayangan PPP Blanakan PPP Muara Ciasem PPI Cilamaya Girang PPI Cirewang
Jumlah Nilai 3 3 3 3 3 3 3
Kategori Aktivitas Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik
109
Lampiran 4 Perhitungan Skoring Gabungan
Tabel 1 Skoring keseluruhan variabel Pelabuhan Perikanan PPI Rawameneng PPI Patimban PPI Mayangan PPP Blanakan PPP Muara Ciasem PPI Cilamaya Girang PPI Cirewang
Sub Jumlah Bobot Nilai Nilai Fasilitas 16,1 3 48,3 15,7 3 47,1 13,9 3 41,7 18 3 54 14 3 42 13,2 3 39,6 14,8 3 44,4
Sub Jumlah Nilai Output 12 18 25 57 15 16 8
Bobot
Nilai
1 1 1 1 1 1 1
12 18 25 57 15 16 8
Sub Jumlah Nilai Aktivitas 3 3 3 3 3 3 3
Bobot 2 2 2 2 2 2 2
Nilai 6 6 6 6 6 6 6
Jumlah 66,3 71,1 72,7 117 63 61,7 58,4
Tabel 2. Keputusan hasil perhitungan
Nama pelabuhan perikanan Blanakan
Mayangan
Patimban
Nilai Menurut Variabel Fasilitas = 54 Aktivitas = 6 Output = 57 Fasilitas = 41,7 Aktivitas = 6 Output = 25 Fasilitas = 47,1 Aktivitas = 6 Output = 18
Jumlah nilai 117
Urutan Prioritas 1
72,7
2
71,7
3
110
Lampiran 5 Perhitungan Kebutuhan Melaut Aktual Tabel 1 Perhitungan Kebutuhan Air aktual
Pelabuhan Perikanan PPI Rawameneng PPI Patimban
PPI Mayangan
PPP Blanakan
PPP Muara Ciasem
PPI Cilamaya Girang PPI Cirewang
Jenis Armada PTM PMT PTM PMT KM PTM PMT KM PTM PMT KM PTM PMT KM PTM PMT PTM PMT
Jumlah Armada 6 42 5 113 26 4 110 5 2 229 29 3 75 10 4 93 6 46
Jumlah Air Lama Total Air Total Air/hari/jenis Total dibutuhkan (Liter) trip/hari (Liter) armada air/hari 24 4 1 24 864 840 60 3 7.560 20 4 1 20 2.260 2.904 60 3 20.340 624 120 5 15.600 16 4 1 16 2.200 2.336 60 3 19.800 120 120 5 3.000 8 4 1 8 4.580 5.284 60 3 41.220 696 120 5 17.400 12 4 1 12 1.500 1.752 60 3 13.500 240 120 5 6.000 16 4 1 16 1.876 1.860 60 3 16.740 24 4 1 24 944 920 60 3 8.280
111
Tabel 2 Perhitungan Kebutuhan Es Aktual
Pelabuhan Perikanan PPI Rawameneng PPI Patimban
PPI Mayangan
PPP Blanakan
PPP Muara Ciasem
PPI Cilamaya Girang PPICirewang
Jenis Jumlah Jumlah Es Lama Armada Armada dibutuhkan (balok) trip/hari PTM 6 1 1 PMT 42 3 3 PTM 5 1 1 PMT 113 3 3 KM 26 10 5 PTM 4 1 1 PMT 110 3 3 KM 5 10 5 PTM 2 1 1 PMT 229 3 3 KM 29 10 5 PTM 3 1 1 PMT 75 3 3 KM 10 10 5 PTM 4 1 1 PMT 93 3 3 PTM 6 1 1 PMT 46 3 3
Total Es Total Es Total (balok) balok/hari/jenis armada es/hari 6 6 48 42 378 5 5 113 170 1.017 52 1.300 4 4 110 124 990 10 250 2 2 229 289 2.061 58 1.450 3 3 75 98 675 20 500 4 4 97 93 837 6 6 52 46 414
112
Tabel 3 Perhitungan Kebutuhan BBM aktual
Pelabuhan Perikanan PPI Rawameneng PPI Patimban PPI Mayangan PPP Blanakan PPP Muara Ciasem PPI Cilamaya Girang PPI Cirewang
Jenis Armada PMT PMT KM PMT KM PMT KM PMT KM PMT PMT
Jumlah Armada 42 113 26 110 29 229 29 75 10 93 46
Jumlah BBM dibutuhkan 150 150 300 150 300 150 300 150 300 150 150
Lama trip/hari 2 2 5 2 5 2 5 2 5 2 2
Total BBM Total BBM/hari 3.150 3.150 8.475 10.035 1.560 8.250 9.990 1.740 17.175 18.915 1.740 5.625 6.225 600 6.975 6.975 3.450 3.450
113