57
KOMPOSISI VEGETASI PADA KAWASAN HUTAN LINDUNG NANGA-NANGA PAPALIA KELURAHAN ANDUONOHU KOTA KENDARI Oleh: Zulkarnain dan Sahindomi Bana 1)
ABSTRACT This study aims to determine the level of diversity and composition of vegetation in the protected forest area of Nanga-Nanga Anduonohu of District Papalia Kendari, conducted from August to October 2009. Method of determining the location using a purposive sampling transect placement of sample locations intentionally set. Placement plot examples berpetak line method (combination of lines and squares). In this study uses descriptive analysis based on quantitative and qualitative data collected at the research location. The results showed that the Protected Forest Nanga-Nanga Papalia in Kelurahan Anduonohu has a diverse plant composition with the amount of very varied types, which found 67 plant species are clustered in 33 families, with family Myrtaceae is the largest number of species. Some species with importance value index (IVI) in the highest, ie to the level of the tree Castanopsis buruana, to levels that Cleistantus sumatranus pole, stake levels of Jambu-jambu sp2 (Syzigium sp2) for the seedling level of Cleistanthus sumatranus is the greatest type of role in the community Protected Forest vegetation in Nanga-Nanga Papalia, so the loss of these species will greatly affect the balance of the forest ekosisitem. Index of species diversity in protected forest Nanga-Nanga Anduonohu of District Papalia criteria considered in abundance are.. Key words: level of diversity, protected forest, vegetation composition.
PENDAHULUAN Salah satu kawasan hutan yang berada di Kota Kendari yang mempunyai nilai strategis adalah hutan Nanga-Nanga Papalia. Secara hukum kawasan lindung Nanga-Nanga ditetapkan oleh Menteri Kehutanan melalui keputusan No.639/Kepts/um/9/1982 pada tanggal 1 September 1982. Kemudian dilakukan perubahan melalui Keputusan Menteri Kehutanan No. 426/Kepts-II/1997 pada tanggal 30 Juli 1997 tentang penetapan kawasan hutan lindung Nanga-Nanga sebagai kawasan hutan tetap dengan fungsi lindung dan hutan produksi. Kawasan hutan ini membentang dan melingkari Kota Kendari Provinsi Sulawesi Tenggara, yang keberadaannya tak hanya menjadi ciri khas Kota Kendari, yaitu sebagai bagian sabuk pengaman namun juga berfungsi sebagai daerah tangkapan air. Secara Administrasi kelurahan Anduonohu merupakan salah satu kelurahan yang di dalamnya terdapat kawasan hutan lindung Nanga-Nanga Papalia. Kawasan tersebut perlu mendapat perhatian, mengingat terus meningkatnya
tekanan terhadap kawasan tersebut yang diakibatkan oleh aktivitas-aktivitas penebangan liar, penambangan batu dan perubahan penutupan hutan menjadi lahan kebun. Tekanan terhadap hutan ini bahkan telah sampai pada daerah-daerah yang termasuk dalam kawasan hutan lindung yang merupakan wilayah yang seharusnya berfungsi sebagai daerah perlindungan dan pengawetan. Fenomena ini tentunya memberi pengaruh negatif terhadap kawasan tersebut dalam peranannya sebagai fungsi perlindungan dan sistem penyangga kehidupan, hilangnya kekayaan alam mulai dari keanekaragaman hayatinya hingga keindahan alamnya, dan berpotensi besar menyebabkan hilangnya spesies-spesies endemik yang merupakan aset yang tidak ternilai harganya. Gambaran di atas mengindikasikan perlunya upaya pelestarian untuk menjaga fungsi dan potensinya melalui pengelolaan yang baik. Salah satu indikator kelestarian suatu kawasan hutan dapat dilihat dari tingkat kestabilan komunitas hutan tersebut. yaitu kemampuan suatu komunitas untuk menjaga dirinya tetap stabil meskipun ada gangguan
) Staf Pengajar Pada AGRIPLUS, Jurusan Kehutanan Volume Fakultas 20 Nomor Pertanian :Universitas 01 Januari Haluoleo, 2010,Kendari. ISSN 0854-0128
1
57
58
Populasi dalam penelitian ini adalah semua jenis vegetasi pada semua tingkatan vegetasi, yang terdapat di hutan lindung NangaNanga Papalia Kelurahan Anduonohu Kota Kendari. Adapun sampel dalam penelitian ini adalah jenis vegetasi yang diukur meliputi semua tingkatan vegetasi yang terdapat dalam plot atau petak pengamatan. Tingkatan vegetasi yang dimaksud dikelompokkan sebagai berikut : Tingkat pohon (trees) yaitu individu yang mempunyai diameter batang lebih dari 20 cm, Tingkat tiang (poles) yaitu individu yang mempunyai diameter batang lebih dari 10 cm tetapi lebih kecil dan atau sama dengan 20 cm, Tingkat sapihan (saplings) yaitu individu yang mempunyai diameter batang lebih dari 1 cm tetapi lebih kecil dan atau sama dengan 10 cm, Tingkat semai (sedling) yaitu individu yang mempunyai diameter batang lebih kecil dari atau sama dengan 1 cm atau sejak perkecambahan sampai tinggi 1,5 meter. Bentuk desain sampel yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah bentuk garis berpetak atau transek berpetak, yang merupakan perpaduan antara bentuk transek dan petak. Di dalam transek (jalur) dibuat petak berukuran 20 x 20 meter untuk pengamatan pohon, l0 x l0 meter untuk pengamatan tiang, 5 x 5 meter untuk pengamatan pancang dan 2 x 2 meter untuk pengamatan semai. Desain plot pengamatan dapat dilihat pada Gambar 1.
terhadap komponen-komponennya. Stabil atau tidaknya suatu komunitas sangat ditentukan oleh tingkat keanekaragaman spesies yang ada pada komunitas tersebut. Semakin tinggi tingkat keanekaragaman spesies berarti semakin stabil komunitas tersebut karena interaksi spesies yang terjadi dalam komunitas itu sangat tinggi atau memiliki kompleksitas yang tinggi (Soegianto, 1994 dalam Indriyanto, 2007). Berdasarkan uraian-uraian yang telah dikemukakan di atas maka perlu untuk dilakukan penelitian mengenai Komposisi Vegetasi Pada Kawasan Hutan Lindung NangaNanga Papalia di Kelurahan Anduonohu Kota Kendari, yang diharapkan mampu memberikan masukan guna penentuan kebijakan pengelolaan Hutan Lindung Nanga-Nanga ke depan. METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan di Kawasan Hutan Lindung Nanga-Nanga Papalia Kelurahan Anduonohu Kota Kendari Propinsi Sulawesi Tenggara, pada bulan Agustus sampai Oktober 2009. Instrumen yang digunakan dalam membantu proses pengambilan data dalam penelitian ini terdiri dari : tali rafia, alat tulis menulis, meteran, Tallysheet, kompas, pita meter, buku petunjuk identifikasi pohon, peralatan pembuatan herbarium, GPS dan peta RBI lembar lokasi penelitian. 10m 5m
A
2m
100m
20m
D
100m
C B
Gambar 1. Desain jalur pengamatan vegetasi Keterangan gambar : A : Plot pengamatan untuk tingkatan pohon (berukuran 20 x 20 meter) B : Plot pengamatan untuk tingkatan tiang (berukuran 10 x 10 meter) C : Plot pengamatan untuk tingkatan pancang (berukuran 5 x 5 meter) D : Plot pengamatan untuk tingkatan semai (berukuran 2 x 2 meter)
AGRIPLUS, Volume 20 Nomor : 01 Januari 2010, ISSN 0854-0128
59
Variabel yang diukur dalam penelitian ini meliputi kerapatan; menggunakan persamaanpersamaan: Jumlah individu K = Luas seluruh petak contoh Kerapatan spesies ke-i KR-i =
x 100% Kerapatan seluruh spesies
Frekuensi dan frekuensi relatif dihitung dengan rumus: Jumlah petak contoh ditemukannya suatu spesies F = Jumlah seluruh petak contoh Frekuensi spesies ke-i FR-i =
x 100%
Jika H’>3 maka tingkat keanekaragaman melimpah tinggi; H’ 1-3 maka tingkat keanekaragaman melimpah sedang dan H’ <1 maka tingkat keanekaragaman sedikit atau rendah. Data yang diperoleh di lapangan di tabulasi untuk menghitung besaran dari variabel komposisi vegetasi yakni kerapatan, kerapatan relatif, frekuensi, frekuensi relatif, dominansi, dominansi relatif dan indeks nilai penting serta variabel tingkat keanekaragaman vegetasi. disajikan dalam bentuk tabel dan grafik. Untuk selanjutnya di analisis dengan Analisis deskriptif kualitatif maupun kuantitatif yang memaparkan dan mendeskripsikan data penelitian yang disajikan dalam bentuk tabel dan diagram. Datadata numerik di kompilasi untuk melihat sebaran data, jumlah dan nilai rata-rata, dari seluruh variabel yang digunakan dalam penelitian ini.
Frekuensi seluruh spesies
HASIL DAN PEMBAHASAN Dominansi dan Dominansi Relatif Luas basal area C = Luas seluruh petak contoh Penutupan spesies ke-i CR-i =
x 100% Penutupan seluruh spesies
Rekapitulasi jenis vegetasi Berdasarkan hasil pencacahan pada lokasi penelitian, terkoleksi sebanyak 1959 spesimen yang terkelompok dalam 67 jenis tumbuhan yang tergolong dalam 33 famili. Dengan rincian seperti pada Tabel 1.
Indeks Nilai Penting dihitung dengan rumus: INP-i = KR-i + FR-i + CR-i Untuk memperkirakan tingkat keanekaragaman spesies, digunakan persamaan Indeks Keanekaragaman Shanon atau Shanon index of general diversity:
H’ = Indeks Shanon-Whiener n1 = Nilai penting dari tiap spesies N = Total nilai penting
AGRIPLUS, Volume 20 Nomor : 01 Januari 2010, ISSN 0854-0128
60
Tabel 1. Rekapitulasi jenis-jenis vegetasi yang di temukan di lokasi penelitian No.
Nama lokal
Nama latin
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47
Jambu-jambu Jambu-jambu 2 Jambu-jambu 3 Jambu-jambu 4 Jambu-jambu daun lebar Kayu besi Kolaka Nona Iwoi Pondo Ruruhi Makaranga daun lebar Nogoai Umbana Umera Pondo anyurung Pondo kuning Raha-raha waio Rambutan hutan Beringin Cempedak Huhubi Petiole panjang Kopi-Kopi Lobani Mirip tolihe Tolihe Betau Mandula Raha-raha getah kuning Daun kecil tunggal Diospiros lotin Lawaru Mirip aglaila Eha Pololi Mangga hutan Mirip Ketapang Apu 2 Ngawe putih Batu-batu Mirip Batu-batu Horsfielda Raha-raha Daun kecil majemuk Kuma Kuma 2 Terculiaceae
Syzygium acuminatissimum Syzygium sp. 2 Syzygium sp.3 Syzigium sp.4 Kjelbergiodendron celebicum Metrosideros petiolata Syzygium sp. 1 Syzygium lineatum Syzygium cinnamomea Syzygium subglauca Macaranga gigantean Cleistanthus sumatranus Malotus sp Macaranga celebica Actinodaphne multiflora Cinnamomum subavenium Cryptocarya infectoria Litsea firma Ficus binjamina Artocarpus integra Artocarpus dadak Paratocarpus venenosa Nauclea sp Timonius celebicus Rubiaceae spp Gardenia anisophylla Calophyllum soulattri Garcinia tetrandra Garcinia celebica Diospyros buxifolia Diospyros lolin Diospyros ellipticifolia Archidendron pauciflorum Castanopsis buruana Lithocarpus cf. pseudomolucca Buchanania sp Semecarpus cuneiformis Popowia pisocarpa Cananga odorata Pternandra caerulescens Medinilla sp. Horsfieldia glabra knema sp Guioa cf. diplopetala Planchonella firma Palaquium luzoniense Sterculiacae sp
Famili
Jml indv
Myrtaceae Myrtaceae Myrtaceae Myrtaceae Myrtaceae Myrtaceae Myrtaceae Myrtaceae Myrtaceae Myrtaceae Euphorbiaceae Euphorbiaceae Euphorbiaceae Euphorbiaceae Lauraceae Lauraceae Lauraceae Lauraceae Moraceae Moraceae Moraceae Moraceae Rubiaceae Rubiaceae Rubiaceae Rubiaceae Clusiaceae Clusiaceae Clusiaceae Ebenaceae Ebenaceae Ebenaceae Fabaceae Fabaceae Fabaceae Anacardiaceae Anacardiaceae Annonaceae Annonaceae Melastomataceae Melastomataceae Myristicaceae Myristicaceae Sapindaceae Sapotaceae Sapotaceae Sterculiacae
70 115 1 1 5 72 92 14 37 78 11 192 8 4 38 12 6 19 3 2 2 2 4 8 3 57 10 48 18 26 100 2 4 75 2 90 6 5 134 11 3 2 6 37 72 15 6
AGRIPLUS, Volume 20 Nomor : 01 Januari 2010, ISSN 0854-0128
61
Tabel 1. Lanjutan No. 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67
Nama lokal
Nama latin
Bawah daun coklat Vitex Palem hutan Kayu cina Kasu rano Daun tunggal gerigi Hokio Micromellum Dysoxylum Eleocarpus Tawahuko Bintangur Sisio Platea latifolia Puta Kaliandra Mirip mangga Leseoha Apu Kulahi
Geunsia cinnamomea Vitex quinata Palmaceae sp2 Podocarpus neriifolius Xanthophyllum tenuipetalum Helicia serrata Prunus arborea Micromelum pubescens Dysoxylum alliaceum Elaeocarpus ovalis Gnetum gnemon Calophyllum inophyllum Cratoxylon formosum Platea latifolia Barringtonia reticulate Leguminoceae sp. Tabernaemontana cf. remota Santiria laevigata Gironniera subaequalis Fragrea fragran Jumlah Sumber : Data primer setelah diolah, 2009.
Tabel 5 menunjukkan bahwa kawasan hutan lindung Nanga-Nanga Papalia di Kelurahan Anduonohu, terdapat komunitas tumbuhan yang tersusun atas 67 spesies yang terkelompok dalam 33 Famili yang menyebar ke dalam 4 tingkatan vegetasi (pohon, tiang, pancang dan semai), dengan Myrtaceae sebagai famili dengan jumlah spesies terbanyak di temukan di lokasi penelitian yaitu 10 spesies, kemudian diikuti oleh famili-famili Euphorbiaceae, Lauraceae, Moraceae, dan Rubiaceae masing-masing dengan 4 anggota spesies. Kondisi diatas menunjukkan bahwa famili Myrtaceae merupakan famili yang mempunyai individu dengan daya toleransi dan adaptasi yang paling tinggi terhadap faktor lingkungan di lokasi penelitian, kemudian diikuti oleh famili-famili Euphorbiaceae, Lauraceae, Moraceae, dan Rubiaceae. Hal di atas terkait dengan pendapat yang dikemukakan oleh Indriyanto (2006) bahwa penyebaran tipe ekosistem hutan hujan tropis meliputi pulaupulau Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, Jawa,
Famili
Jml indv
Verbenaceae Verbenaceae Palmaceae Podocarpaceae Polygalaceae Proteaceae Rosaceae Rutaceae Meliaceae Elaeocarpaceae Gnetaceae Guttiferaceae Hypericaceae Icacinaceae Lecythidaceae Leguminoceae Apocynaceae Burseraceae Ulmaceae Loganiaceae 33
3 2 21 51 25 17 1 2 3 44 42 34 3 2 20 26 40 19 60 16 1959
Nusa Tenggara, Irian dan beberapa pulau di Maluku misalnya di pulau Taliabu, Mangole, Mandioli, Sanan, dan Obi, yang didominasi oleh spesies-spesies pohon anggota famili Dipterocarpaceae, Myrtaceae, Lauraceae, Myristicaceae, dan Ebenaceae, serta pohonpohon anggota genus Agathis, Kompasia, dan Dyera. Berdasarkan tingkatan vegetasinya maka rekapitulasi komposisi jenis vegetasi pada setiap tingkatan, dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Rekapitulasi jumlah vegetasi pada setiap tingkatan vegetasi No 1 2 3 4
Tingkat vegetasi Pohon Tiang Pancang Semai Jumlah
Tahun 2009 Jumlah Jumlah jenis individu 32 428 41 224 50 760 41 547 1959
Sumber : Data primer setelah diolah, 2009
AGRIPLUS, Volume 20 Nomor : 01 Januari 2010, ISSN 0854-0128
62
Tabel 2 menunjukkan bahwa tingkatan pancang merupakan tingkatan yang tersusun oleh jumlah individu dan jumlah jenis yang terbanyak. Hal ini diduga karena tingkat pohon dan tiang umumnya berada pada strata teratas/stratum A (A-storey), yang bersifat intoleran atau tidak suka terhadap adanya naungan, sehingga setiap individu selalu bersaing untuk menguasai ruang dan agar tidak terlindungi, akibatnya sangat jarang ditemukan tingkatan pohon dan tiang yang tumbuh rapat dalam luasan tertentu, karena menghindari terjadinya saling menaungi. Berbeda dengan tingkat pancang dan semai yang relatif lebih
toleran terhadap naungan sehingga mampu tumbuh lebih rapat di bawah tegakan pohon dan tiang. Selain itu hal ini juga diperparah dengan adanya fenomena penebangan liar yang banyak terjadi, dimana target utama penebangan umumnya individu-individu pohon dan tiang yang mempunyai diameter yang relatif besar. Komposisi vegetasi Berdasarkan hasil perhitungan terhadap data yang telah dikumpulkan di lokasi penelitian, maka rekapitulasi hasil analisis kuantitatif pada semua tingkatan, disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3. Rekapitulasi hasil perhitungan data pada semua tingkat vegetasi Vegetasi Nilai
P A N C A N G
Tertinggi
Terendah
40,97
0.69
0.50.
0,03
88,89
Jenis
Cleistanthus sumatranus
Nilai
Jenis
T I A N G
Terendah
Cleistanthus sumatranus
Nilai
Frekuensi
Tertinggi
Jenis
P O H O N
Kerapatan (Indv Ha-1)
Dominansi (M2 Ha-1)
Metrosideros Metrosideros Artocarpus Castanopsis Syzigium petiolata buruana petiolata, dadak, sp4 Syzigium sp5 Syzygium lineatum Macaranga gigantea Syzigium sp5
2,78
0.50.
Cleistantus Prunus sumatranus arborea Pternandra caerulescens Podocarpus neriifolius Cryptocarya infectoria
800
11,11
Cleistanthus sumatranus
Sterculiaceae spp. Castanopsis buruana Geunsia cinamomea Palmaceae sp2
0.75
0,03
Indeks Nilai Penting
Tertinggi Terendah Tertinggi 0.04m2 416 52,6 Ha-1
55.35
0.02
63.32
0.0004
80.00%
1.21
Castanopsis Syzigium sp4 buruana
62.06
Cleistantus Podocarpus Cleistantus Prunus sumatranus neriifolius sumatranus arborea Pternandra caerulescens Podocarpus neriifolius Syzygium lineatum Macaranga gigantea Cryptocarya infectoria
0,03
H’
Terendah
1,03
34.12
Syzigium sp2 Buchanani Sterculiaceae Syzigium Geuncia spp. a sp. sp2 cinamomea Syzygium Castanopsis sp2 buruana Geunsia cinamomea Palmaceae sp2
1.41
Podocarpus neriifolius Prunus arborea Macaranga gigantea
0.36 Dysoxylum alliaceum Castanopsis buruana Geunsia cinnamomea Sterculiaceae spp.
AGRIPLUS, Volume 20 Nomor : 01 Januari 2010, ISSN 0854-0128
1.5
63
Tabel 3. Lanjutan Vegetasi Nilai
S
Kerapatan (Indv Ha-1) Tertinggi
Terendah
Frekuensi Tertinggi
588.89 11,10 0.47 Cleistanthus Metrosidero Cananga sumatranus s petiolata odorata Syzigium sp3
M A
Jenis
E
I
Terendah 0,03 Metrosideros petiolata Syzygium sp3 Cryptocarya infectoria Calophyllum soulattri Xanthophyllu m sp Cinnamomu m subavenium Sterculiacae sp Syzygium lineatum
Dominansi (M2 Ha-1)
Indeks Nilai Penting
Tertinggi Terendah Tertinggi
H’
Terendah
17
0.64
1.4
Cleistanthus Metrosideros sumatranus petiolata
Syzygium sp3
Sumber: Data Primer Setelah diolah, 2009
Tabel 3 menunjukkan bahwa untuk parameter kerapatan nilai tertinggi pada tingkat pohon, tiang, pancang dan semai ditemukan pada jenis Cleistantus sumatranus. Hal ini mengindikasikan bahwa jenis-jenis inilah yang banyak ditemukan di lokasi penelitian, meskipun belum dapat memberikan informasi yang tepat mengenai tingkat penyebaran dari jenis-jenis tersebut. Hasil ini juga menunjukkan bahwa dari 67 spesies ditemukan di lokasi penelitian, jenis Cleistantus sumatranus merupakan spesies yang mempunyai jumlah individu terbanyak diantara spesies-spesies yang lain, atau dapat pula dikatakan jenis tersebut memiliki pola penyesuaian yang besar serta merupakan penciri umum komunitas tumbuhan pada lokasi studi. Fachrul (2007), bahwa banyaknya individu dan jenis tumbuhan dapat ditaksir atau dihitung. Apabila banyaknya individu tumbuhan dinyatakan per satuan luas, maka itu disebut kerapatan (density). Nilai kerapatan ini dapat menggambarkan bahwa jenis dengan nilai kerapatan tinggi memiliki pola penyesuaian yang besar. Kerapatan terendah untuk tingkat pohon ditemukan pada jenis Metrosederos petiolata dan Sizigium sp5, tingkat tiang ditemukan pada jenis
Prunus arborea, Ptemandra caerulescens, Podocarpus nerifolius dan Cryptocarya infectoria, pada tingkat pancang ditemukan pada jenis Sterculiaceae spp, Castanopsis buruana, Geunsia cinamomea dan Palmacea sp2 sedangkan pada tingkat semai kerapatan terendah ditemukan pada jenis Metrosideros petiolata dan Syzigium sp3. Dari gambaran di atas diketahui bahwa jenis-jenis tersebut memiliki kemampuan yang rendah dalam proses persaingan di dalam masyarakat hutan, baik itu terjadi persaingan antara individu dari satu jenis atau dari berbagai jenis untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dalam hal cahaya, ruang tumbuh, oleh tajuktajuk di atas lantai hutan, hara mineral, air tanah oleh akar di bawah lantai hutan. Kerapatan total vegetasi untuk tingkatan pohon diperoleh nilai 297,22 indv ha-1. tingkatan tiang, 622,22 indvh ha-1 tingkatan pancang 8444,44 indv ha-1 dan tingkatan semai sebesar 6077.78 indv ha-1. Berdasarkan Baku Mutu Lingkungan (Kepmen KLH No 02 tahun 1988), maka untuk parameter tingkat kerapatan vegetasi tingkatan pohon pada lokasi penelitian tergolong Sangat Rapat, yang dalam kategori mengindikasikan Banyaknya jumlah Individu vegetasi yang ditemukan pada lokasi penelitian.
AGRIPLUS, Volume 20 Nomor : 01 Januari 2010, ISSN 0854-0128
64
Untuk variabel frekuensi nilai tertinggi untuk tingkatan pohon ditunjukkan oleh jenis Metrosideros petiolata dengan nilai frekuensi 0.50, tingkat tiang. Kondisi ini memberikan gambaran pada tingkatan pohon, jenis tersebut mampu menyebar 50% per hektar kawasan atau dapat pula disimpulkan bahwa, jenis inilah yang penyebarannya paling luas pada lokasi penelitian dengan tingkat kemunculan yang tinggi atau ditemukan pada 18 plot pengamatan dari total 36 plot yang dibuat dalam penelitian ini. Pada tingkatan tiang nilai frekuensi tertinggi ditunjukkan oleh jenis Cleistantus sumatranus dengan nilai 0.5. Pada tingkat pancang frekuensi tertinggi ditemukan pada jenis Buchanania sp dan Syzigium sp2 dengan nilai 0.75 dan untuk tingkat semai ditunjukkan oleh jenis Canaga Jika faktor odorata dengan nilai 0,45. lingkungan pada wilayah studi diketahui, maka dapat dikatakan jenis-jenis tersebut mempunyai tingkat penyebaran yang luas dan memiliki kemampuan adaptasi yang paling tinggi terhadap faktor lingkungan dibandingkan spesies lainnya. Hasil ini juga menunjukkan kapasitas reproduksi dan kemampuan adaptasi yang tinggi dari jenisjenis tersebut dalam berbagai kondisi lingkungan yang berbeda pada lokasi penelitian, baik itu sekitar sungai, punggung bukit, maupun di atas bukit. Hal ini sejalan dengan pendapat yang dikemukakan oleh Fachrul (2007), yang menyatakan bahwa Frekuensi dipakai sebagai parameter vegetasi yang dapat menunjukkan distribusi atau sebaran jenis tumbuhan dalam ekosistem. Nilai yang diperoleh dapat pula untuk menggambarkan kapasitas reproduksi dan kemampuan adaptasi serta menunjukkan jumlah “sampling unit” yang mengandung jenis tumbuhan tertentu. Sedangkan nilai frekuensi terendah untuk tingkat pohon ditemukan pada jenis Artocarpus dadak, Syzigium lineatum, Macaranga gigantea dan Syzigium sp5, pada tingkat tiang ditunjukkan oleh jenis-jenis Prunus arborea, Ptemandra caerulescens, Podocarpus nerifolius, Syzigium lineatum, Macaranga gigantea dan Cryptocarya infectoria. Pada tingkatan pancang frekuensi terendah ditemukan pada jenis Sterculiaceae spp, Castanopsis buruana, Geunsia cinamomea dan Palmaceae sp2, Sedangkankan pada tingkat
semai ditemukan pada jenis Metrosideros petiolata, Syzigium sp3, Cryptocarya infectoria, Calophyllum soulatri, Xalthophyllum sp, Cinnamomum subavenium, Sterculiaceae sp dan Syzigium lineatum. Ini mengindikasikan bahwa jenis-jenis tersebut merupakan spesies yang penyebarannya terbatas yang juga berarti mempunyai kemampuan adaptasi yang rendah terhadap kondisi lingkungan pada lokasi penelitian. Indriyanto (2006) mengemukakan, apabila pengamatan dilakukan pada petak-petak contoh, makin banyak petak contoh yang di dalamnya ditemukan suatu spesies, berarti makin besar frekuensi spesies tersebut. Sebaliknya, jika makin sedikit petak contoh yang di dalamnya ditemukan suatu spesies, makin kecil frekuensi spesies tersebut. Dengan demikian, sesungguhnya frekuensi tersebut dapat menggambarkan tingkat penyebaran spesies dalam habitat yang dipelajari, meskipun belum dapat menggambarkan tentang pola penyebarannya. Spesies organisme yang penyebarannya luas akan memiliki nilai frekuensi perjumpaan yang besar, begitu pula sebaliknya. Untuk variabel dominansi, pada tingkatan pohon nilai tertinggi ditunjukkan oleh jenis Castanopsis buruana yaitu 416 m2/ha, pada tingkat tiang ditemukan pada jenis Cleistantus sumatranus dengan nilai 55.35 m2 ha-1 dan pada tingkatan pancang nilai dominansi tertinggi ditemukan pada jenis Syzigium sp2 dengan nilai 63.32 m2 ha-1. Ini mengindikasikan bahwa jenisjenis di atas menempati ruang tumbuh yang paling besar pada lokasi penelitian. Dengan indikator dominansi di atas maka dapat disimpulkan bahwa jenis–jenis tersebut merupakan spesies yang menguasai kawasan hutan pada lokasi studi, yang mempengaruhi dan melaksanakan kontrol terhadap komunitas dengan cara besarnya ukuran maupun pertumbuhannya yang dominan. Fachrul (2007), mengemukakan bahwa dominansi menyatakan suatu jenis tumbuhan utama yang mempengaruhi dan melaksanakan kontrol terhadap komunitas dengan cara banyaknya jumlah jenis, besarnya ukuran maupun pertumbuhannya yang dominan. Suatu
AGRIPLUS, Volume 20 Nomor : 01 Januari 2010, ISSN 0854-0128
65
jenis tumbuhan yang mampu melaksanakan kontrol atas aliran energi yang terdapat dalam komunitas dinamakan ekologi dominan. Parameter vegetasi dominan nilainya dapat diketahui dari nilai basal area dan penutup (cover). Hasil Perhitungan Indeks Nilai Penting, nilai terbesar untuk tingkatan pohon ditemukan pada jenis Castanopsis buruana yakni 52,62, pada tingkat tiang yaitu Cleistantus sumatranus yaitu 62.06, pada tingkat pancang ditemukan pada jenis Syzigium sp2 dengan nilai sebesar 34.12 dan pada tingkat semai nilai INP terbesar ditemukan pada jenis Cleistantus sumatranus dengan nilai INP 17. Ini menunjukkan bahwa secara umum Jenis-jenis di atas merupakan jenis yang paling besar peranannya dalam komunitas tumbuhan dan paling besar pengaruhnya terhadap kestabilan ekosistem pada lokasi studi, sehingga terganggunya jenis-jenis tersebut dapat berpengaruh besar terhadap ekosistem secara keseluruhan. Besarnya pengaruh jenis tersebut terhadap ekosistem disebabkan karena jenis-jenis tersebut mempunyai jumlah individu yang banyak yang ditandai oleh kerapatan yang tinggi. Juga mempunyai kemampuan adaptasi dan tingkat penyebaran yang luas yang ditandai dengan frekuensi yang tinggi, serta mempunyai tingkat penguasaan yang besar dalam ekosistem yang ditandai dengan nilai dominansi yang besar, sehingga menghasilkan nilai INP yang besar. Nilai penting suatu jenis memberikan gambaran besarnya sumberdaya lingkungan yang dimanfaatkan oleh jenis tersebut dalam pertumbuhannya. Semakin tinggi kemampuan suatu jenis memanfaatkan sumberdaya lingkungannya selama pertumbuhannya dari tingkatan anakan sampai pohon, semakin dominan kehadirannya dimasa yang akan datang. Ini juga memberikan gambaran besarnya pengaruh penguasaan jenis dalam habitatnya. Untuk jenis-jenis yang tergolong dalam INP terendah, pada tingkat pohon ditemukan pada jenis Syzigium sp4, pada tingkat tiang ditemukan pada jenis Podocarpus neriifolius, Prunus arborea dan macaranga gigantea, pada tingkat pancang ditemukan pada jenis Dysoxylum alliaceum, Castanopsis buruana, Geunsia
cinamomea dan Sterculiaceae spp, dan pada tingkat semai INP terendah ditemukan pada jenis Metrosideros petiolata dan Syzigium sp3. Ini mengindikasikan bahwa jenis-jenis tersebut merupakan jenis yang kritis karena disusun oleh kerapatan, frekuensi, dan dominansi yang kecil, yang berarti jenis-jenis tersebut sangat potensial untuk hilang dari ekosistem tersebut jika terjadi gangguan karena jumlahnya yang sangat sedikit dalam ekosistem tersebut. Oleh karenanya eksploitasi terhadap jenis-jenis ini perlu dihindarkan untuk menjaga dan melindungi eksistensi vegetasi tersebut dalam ekosistem. Hasil perhitungan tingkat keanekaragaman vegetasi pada lokasi penelitian menunjukkan, untuk tingkat pohon diperoleh indeks keanekaragaman sebesar 1.21, tingkat tiang sebesar 1.41, pada tingkat pancang sebesar 1.5 dan pada tingkat semai diperoleh nilai indeks keanekaragaman sebesar 1.4. Berdasarkan kriteria yang dikemukakan oleh ShannonWiener, maka tingkat keanekaragaman pada semua tingkatan vegetasi di lokasi penelitian termasuk dalam kriteria melimpah sedang. Berdasarkan Baku Mutu Lingkungan (Kepmen KLH No 02 tahun 1988) dalam Fandeli (2000), maka untuk parameter Heterogenitas (H’) pada lokasi penelitian tergolong dalam kategori Sedang. Hasil di atas memberikan gambaran bahwa komunitas tumbuhan pada semua tingkatan vegetasi di penelitian, disusun oleh jumlah spesies (jenis) yang relatif banyak dengan kelimpahan pada setiap spesies, sama atau hampir sama. Hal ini karena tingkat keanekaragaman jenis di suatu daerah tidak hanya ditentukan oleh banyaknya jenis, tetapi juga oleh banyaknya individu dari setiap jenis. Sebaliknya jika komunitas itu disusun oleh sangat sedikit spesies, dan jika hanya sedikit saja spesies yang dominan, maka keanekaragaman jenisnya rendah. Indeks keragaman juga mengindikasikan bahwa komunitas tumbuhan untuk tingkatan pada wilayah relatif kurang stabil atau spesies yang ada di dalamnya mulai terganggu. Ini semakin diperkuat dengan fenomena yang terjadi di lapangan dimana banyak ditemukan bekasbekas penebangan dan tunggak-tunggak kayu hasil penebangan liar. Hal ini tentu sangat
AGRIPLUS, Volume 20 Nomor : 01 Januari 2010, ISSN 0854-0128
66
disayangkan mengingat fungsi kawasan tersebut yang kawasan hutan lindung.
Djadjapertjunda, Sadikin., 2002. Hutan Dan Kehutanan Indonesia Dari Masa Ke Masa. UI Press. Jakarta.
KESIMPULAN DAN SARAN
Fachrul, M., 2007. Metode Sampling Bioekologi. Bumi Aksara, Jakarta.
Komposisi tumbuhan pada kawasan hutan lindung Nanga-Nanga Papalia Kelurahan Anduonohu, tersusun atas 67 spesies yang terkelompok dalam 33 famili, dengan Myrtaceae sebagai famili dengan jumlah spesies terbanyak, kemudian diikuti oleh famili-famili Euphorbiaceae, Lauraceae, Moraceae dan Rubiaceae. Beberapa jenis dengan Indeks Nilai Penting tertinggi yakni untuk tingkat pohon jenis Castanopsis buruana, tingkatan tiang jenis Cleistantus sumatranus, tingkatan pancang jenis Syzigium sp2 dan tingkat semai jenis Cleistanthus sumatranus, merupakan jenis-jenis yang mempunyai peranan yang besar dalam menjaga kestabilan ekosistem sehingga terganggunya jenis-jenis tersebut akan berpengaruh besar terhadap ekosistem Indeks keanekaragaman jenis di Hutan Lindung Nanga-Nanga Papalia Kelurahan Anduonohu termasuk dalam kategori melimpah sedang. Oleh karenanya perlu adanya upaya untuk menjaga kelestarian vegetasi yang ada di hutan lindung Nanga-Nanga Papalia Kelurahan Anduonohu agar keanekaragaman jenis dapat terjaga. DAFTAR PUSTAKA Anonim, 1992. Manual Kehutanan. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Departemen Kehutanan. Republik Indonesia. Arief, A., 1994. Hutan, Hakekat Dan Pengaruhnya Terhadap Lingkungan. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta. Departemen Kehutanan RI. Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan. Jakarta
Gendon, R dan Hidayat, W. 1983. Pengantar Kehutanan. Balai Latihan Kehutanan. Ujung Pandang. Hardjowigeno, S., 1993. Klasifikasi Tanah dan Pedogenesis. Akademika Presindo. Jakarta Husch B., 1987. Perencanaan Inventarisasi Hutan. Universitas Indonesia press. Jakarta. Indriyanto, 2006. Ekologi Hutan. Jakarta.
Bumi Aksara,
Junus, 1984. Dasar-Dasar Urnurn Ilmu Kehutanan. Hutan dan Fungsi Hutan. Badan Kerjasama Perguruan Tinggi Indonesia Bagian Timur. Lembaga Penerbitan Unhas. Kershaw, K.A., 1964. Quantitative an Dynamic Plant Ecology. Second Edition Butter dan Tanner, London. Marsono, Dj. 2004. Konservasi sumberdaya alam dan lingkungan hidup. P enerbit BIGRAF publishing bekerjasama dengan sekolah tinggi tekhnik lingkungan YLH. Yogyakarta Mueller-Dombois dan H., Ellenberg. 1974. Aims and Methods of Vegetasion Ecology. United State America. Odum, E. HLM. , 1993. Dasar-Dasar Ekologi. Terjemahan oleh Tjahjono Pamulardi, B., 1993. Hukum Kehutanan Dan Pembangunan Bidang Kehutanan. PT RajaGrafindo Persada. Jakarta. Polunin, 1990. Pengantar Geografi Tumbuhan dan Beberapa Ilmu Serumpun. Oerjemahan Gembong Trjosoepomo,). Gajah Mada University Press. Yogyakarta. Soerianegara, dan Indrawan, A. 1973. Ekologi Hutan Indonesia. Departemen Manajemen Hutan. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
AGRIPLUS, Volume 20 Nomor : 01 Januari 2010, ISSN 0854-0128