KOMBINASI PELAPISAN LIDAH BUAYA (Aloe vera L.) DAN VOID VOLUME KEMASAN UNTUK MEMPERTAHANKAN KESEGARAN BUAH RAMBUTAN (Nephelium lappaceum, Linn.)
BUDDY HERIANSYAH
DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Kombinasi Pelapisan Lidah Buaya (Aloe vera L.) dan Void Volume Kemasan Untuk Mempertahankan Kesegaran Buah Rambutan (Nephelium lappaceum, Linn.) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan dan tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Oktober 2014
Buddy Heriansyah NIM F14100112
ABSTRAK BUDDY HERIANSYAH. Kombinasi Pelapisan Lidah Buaya (Aloe vera L.) dan Void Volume Kemasan Untuk Mempertahankan Kesegaran Buah Rambutan (Nephelium lappaceum, Linn.). Dibimbing oleh EMMY DARMAWATI. Kesegaran buah rambutan umumnya hanya dari tampak luarnya, seperti dari warna rambut dan kulit buah tersebut. Salah satu cara untuk mempertahankan kesegaran buah rambutan adalah menggunakan pelapis lidah buaya (Aloe vera L.) dikombinasikan dengan void volume kemasan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh dari konsentrasi lidah buaya (Aloe vera L.) dan pemberian ruang bebas udara (void volume) pada kemasan kantong plastik terhadap kesegaran buah rambutan. Pelapisan Aloe vera L. dilakukan pada kulit rambutan dengan 3 konsentrasi yaitu 0%, 25% dan 50% serta pengemasan dengan void volume kemasan sebesar 0% dan 25% dan disimpan pada suhu 10 oC. Hasil pengamatan dan analisis statistik menunjukkan bahwa untuk mempertahankan kesegaran buah rambutan adalah dengan perlakuan pelapisan Aloe vera L. dengan konsentrasi 25% dan void volume kemasan 25%. Pada perlakuan tersebut buah rambutan berdasarkan penampakan kulit dan rambut masih diterima oleh konsumen sampai hari ke-10 penyimpanan. Kata kunci : Aloe vera L., kesegaran, pelapisan, rambutan, void volume kemasan.
ABSTRACT BUDDY HERIANSYAH. The Combination of Aloe vera L. Coating and Packaging (Void Volume) to Maintain The Freshness of Rambutan fruits (Nephelium lappaceum, Linn.). Supervised by EMMY DARMAWATI. The freshness of Rambutan fruits is sometimes is only observed by the outer appearance, likely its hair and the skin colour of the fruits. To maintain the freshness of rambutan fruits, one of which to do is the Aloe vera L. coating combined to void volume packaging. The purpose of this research were to determine the influence of optimum concentration of Aloe vera L. and void volume given in the packaging towards rambutan fruits freshness. This research was conducted at 3 different concentration (0%, 25% and 50%) of Aloe vera L. solution and 2 different void volume combinations (0% and 25%) of packaging with 10 oC of storage temperature. According to observation and statistical analysis showed that the best results were 25 % Aloe vera L. coating and 25 % void volume of packaging. Based on that treatment, skin and hair appearance of the fruits could be accepted by consumer until 10 day of storage. Keywords : Aloe vera L., freshness, coating, rambutan, void volume packaging.
KOMBINASI PELAPISAN LIDAH BUAYA (Aloe vera L.) DAN VOID VOLUME KEMASAN UNTUK MEMPERTAHANKAN KESEGARAN BUAH RAMBUTAN (Nephelium lappaceum, Linn.)
BUDDY HERIANSYAH
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik pada Departemen Teknik Mesin dan Biosistem
DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
Judul Skripsi : Kombinasi Pelapisan Lidah Buaya (Aloe vera L.) dan Void Volume Kemasan untuk Mempertahankan Kesegaran Buah Rambutan (Nephelium lappaceum, Linn.) Nama : Buddy Heriansyah NIM : F14100112
Disetujui oleh
Dr Ir Emmy Darmawati, MSi Pembimbing Akademik
Diketahui oleh
Dr Ir Desrial, MEng Ketua Departemen
Tanggal Lulus :
PRAKATA Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunianya sehingga penyusunan skripsi dengan judul Kombinasi Pelapisan Lidah Buaya (Aloe vera L.) dan Void Volume Kemasan Untuk Mempertahankan Kesegaran Buah Rambutan (Nephelium lappaceum, Linn.) dapat diselesaikan. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2014 hingga Juni 2014. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Dr Ir Emmy Darmawati, MSi selaku dosen pembimbing terima kasih atas bimbingannya serta saran dan kritik bagi penulis. 2. Prof Dr Ir Sutrisno, MAgr dan Dr Ir Dyah Wulandani, MSi selaku dosen penguji yang telah memberikan kritik dan saran yang membangun bagi penulis. 3. Ayahanda Abdul Syukur, Ibunda Muningsih, kakaku Astri Restika, adikku Citra Yulivia dan semua keluarga besar karena kasih sayang, moral dan dukungannya. 4. Bapak Sulyaden, Mas Abas dan seluruh karyawan teknisi Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian yang membantu penulis saat melakukan penelitian. 5. Dhany Apriyatna, Rizkia Indi Novitasari, Verayanti Sembiring dan Dinar Intan Hairani selaku teman sebimbingan terima kasih atas bantuan dan kerjasamanya. 6. Teman-teman seperjuangan TMB 47 terima kasih atas bantuan dan kerjasamanya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat dan dapat dijadikan acuan para pembaca untuk melakukan penelitian dalam bidang ilmu pengetahuan khususnya di bidang pascapanen. . Bogor, Oktober 2014
Buddy Heriansyah
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
x
DAFTAR GAMBAR
x
DAFTAR LAMPIRAN
xi
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Rumusan Masalah
2
Tujuan
2
Manfaat Penelitian
2
TINJAUAN PUSTAKA
3
Buah Rambutan (Nephelium lappaceum, Linn.)
3
Lidah Buaya (Aloe vera L.)
6
Penyimpanan Suhu Dingin
7
METODOLOGI
7
Waktu dan Tempat
7
Bahan dan Alat
7
Prosedur Penelitian
8
Analisis Perubahan Mutu
12
HASIL DAN PEMBAHASAN
15
SIMPULAN DAN SARAN
39
Simpulan
39
Saran
39
DAFTAR PUSTAKA
40
LAMPIRAN
43
RIWAYAT HIDUP
54
DAFTAR TABEL 1 2 3 4
Kandungan nutrisi buah rambutan per 100 gram daging buah Karakteristik beberapa varietas buah rambutan Rancangan percobaan penelitian Kombinasi pelapisan Aloe vera L. dan void volume kemasan terbaik terhadap penilaian panelis pada buah rambutan selama penyimpanan dingin 10 oC 5 Kombinasi pelapisan Aloe vera L. dan void volume terbaik
4 5 15
37 38
DAFTAR GAMBAR 1 Buah rambutan (a) rambutan segar (b) rambutan dengan kulit dan rambut menghitam (tidak segar) 2 Lidah buaya (Aloe vera L.) 3 Diagram alir pembuatan gel Aloe vera L. 4 Proses pembuatan larutan Aloe vera L. (a) gel Aloe vera L. (b) pengenceran gel Aloe vera L. 5 Pengemasan buah rambutan pada kemasan PE (a) void volume kemasan 0% (b) void volume kemasan 25% 6 Penyimpanan buah rambutan pada lemari pendingin 7 Bagan alir penelitian 8 Diagram Hunter 9 Grafik laju konsumsi O2 selama penyimpanan suhu ruang 10 Grafik laju konsumsi O2 selama penyimpanan suhu 10 oC 11 Grafik laju produksi CO2 selama penyimpanan suhu ruang 12 Grafik laju produksi CO2 selama penyimpanan suhu 10 oC 13 Keadaan buah rambutan pada konsentrasi Aloe vera L. (a) 0% (b) 25% (c) 50% di hari ke-4 peyimpanan pada suhu ruang 14 Keadaan buah rambutan pada konsentrasi Aloe vera L. (a) 0% (b) 25% (c) 50% di hari ke-10 peyimpanan pada suhu 10 oC 15 Grafik perubahan susut bobot buah rambutan yang disimpan dalam void volume kemasan 0% (V1) selama penyimpanan dingin 10 oC 16 Grafik perubahan susut bobot buah rambutan yang disimpan dalam void volume kemasan 25% (V2) selama penyimpanan dingin 10 oC 17 Grafik perubahan kadar air kulit buah rambutan yang disimpan dalam void volume kemasan 0% (V1) selama penyimpanan dingin 10 oC 18 Grafik perubahan kadar air kulit buah rambutan yang disimpan dalam void volume kemasan 25% (V2) selama penyimpanan dingin 10 oC 19 Grafik perubahan kesegaran rambut buah rambutan yang disimpan dalam void volume kemasan 0% (V1) selama penyimpanan dingin 10 oC 20 Grafik perubahan kesegaran rambut buah rambutan yang disimpan dalam void volume kemasan 25% (V2) selama penyimpanan dingin 10 oC
3 6 9 10 10 11 11 13 16 16 17 18 19 19 20 20
22
22
24
24
21 Grafik perubahan nilai L kulit buah rambutan yang disimpan dalam void volume kemasan 0% (V1) selama penyimpanan dingin 10 oC 22 Grafik perubahan nilai L kulit buah rambutan yang disimpan dalam void volume kemasan 25% (V2) selama penyimpanan dingin 10 oC 23 Grafik perubahan nilai a dan b kulit buah rambutan yang disimpan dalam void volume kemasan 0% (V1) selama penyimpanan dingin 10 oC 24 Grafik perubahan nilai a dan b kulit buah rambutan yang disimpan dalam void volume kemasan 25% (V2) selama penyimpanan dingin 10 oC 25 Grafik perubahan warna daging buah rambutan yang disimpan dalam void volume kemasan 0% (V1) selama penyimpanan dingin 10 oC 26 Grafik perubahan warna daging buah rambutan yang disimpan dalam void volume kemasan 25% (V2) selama penyimpanan dingin 10 oC 27 Grafik perubahan total padatan terlarut buah rambutan yang disimpan dalam void volume kemasan 0% (V1) selama penyimpanan dingin 10 oC 28 Grafik perubahan total padatan terlarut buah rambutan yang disimpan dalam void volume kemasan 25% (V2) selama penyimpanan dingin 10 oC 29 Grafik hasil penilaian panelis terhadap perubahan kesegaran rambut buah rambutan pada berbagai perlakuan selama penyimpanan dingin 10 oC 30 Grafik hasil penilaian panelis terhadap perubahan warna kulit buah rambutan pada berbagai perlakuan selama penyimpanan dingin 10 oC 31 Grafik hasil penilaian panelis terhadap perubahan rasa daging buah rambutan pada berbagai perlakuan selama penyimpanan dingin 10 oC
25 26
27
28 29 30
32
32
34 35 36
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Analisis sidik ragam susut bobot buah rambutan Analisis sidik ragam kadar air kulit buah rambutan Analisis sidik ragam kesegaran rambut buah rambutan Analisis sidik ragam perubahan warna kulit (L) buah rambutan Analisis sidik ragam perubahan warna kulit (a) buah rambutan Analisis sidik ragam perubahan warna kulit (b) buah rambutan Perubahan warna kulit dan rambut buah rambutan pada berbagai perlakuan selama penyimpanan dingin 10 oC Analisis sidik ragam perubahan warna daging (derajat putih) buah rambutan Perubahan warna daging buah rambutan pada berbagai perlakuan selama penyimpanan dingin 10 oC Analisis sidik ragam perubahan total padatan terlarut buah rambutan Form isian organoleptik buah rambutan dalam berbagai konsentrasi dan void volume kemasan selama penyimpanan dingin 10 oC
43 43 44 44 45 46 47 49 50 52 53
PENDAHULUAN Latar Belakang Buah unggulan Indonesia yang dapat bersaing di pasar internasional diantaranya adalah pisang, mangga, manggis, jeruk, salak, pepaya, nenas, rambutan, durian, semangka, nangka dan duku (Direktorat Jenderal Bina Produksi Hortikultura 2006). Hal ini menunjukkan bahwa buah rambutan merupakan komoditas pertanian yang mempunyai potensi besar untuk dikembangkan, baik untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri maupun luar negeri. Masalah utama yang terjadi pada rambutan adalah produk ini mudah mengalami kerusakan akibat masih berlangsungnya proses fisiologis seperti respirasi, transpirasi dan produksi etilen. Kerusakan yang sering terjadi pada buah rambutan segar adalah kulit buah menjadi coklat/kehitaman dan kering (Rosalina 2010). Kerusakan ini semakin cepat bila diawali kerusakan fisik dan mekanis selama penanganan pascapanen dan panen. Hal ini merupakan kerugian yang besar bagi petani dan pedagang, apalagi harganya sangat rendah saat panen raya akibat produksi yang tinggi dan tidak lancarnya distribusi pemasaran. Kesegaran dari buah rambutan sering kali dilihat hanya dari tampak luarnya saja, seperti dari warna kulit dan rambut buah rambutan yang terlihat kecoklatan atau menghitam dan tidak segar. Hasil penelitian O’hare et al. (1994) menunjukkan bahwa rambut buah menjadi lebih cepat rusak karena jumlah stomata terbanyak pada buah rambutan terdapat pada rambut buah, hampir mencapai 50-70 stomata per mm2 dan jenis stomata tersebut membuka secara permanen sehingga laju transpirasi tinggi, sehingga penting dilakukan penanganan yang tepat untuk mempertahankan kesegaran dari rambut pada kulit buah rambutan. Untuk mempertahankan kesegaran buah rambutan adalah dengan menutup stomata rambut buah dengan pelapisan dan perlakuan kemasan. Pelapisan buah menggunakan edible coating merupakan salah satu alternatif yang dapat digunakan untuk meminimalisir penurunan mutu buah. Edible coating adalah lapisan tipis dan kontinu yang dibuat dari bahan yang dapat dimakan, dibentuk di atas komponen makanan yang berfungsi sebagai penghambat terhadap transfer massa (misalnya kelembaban, oksigen dan zat terlarut) dan atau sebagai pembawa atau carrier bahan tambahan makanan seperti bahan pengawet untuk meningkatkan kualitas dan umur simpan makanan (Krochta 1992). Metode yang paling umum dilakukan edible coating adalah pencelupan, dimana produk yang akan digunakan dicelupkan pada larutan yang digunakan sebagai bahan coating (Miskiyah et al. 2011). Bahan dasar pembentuk edible coating yaitu lidah buaya (Aloe vera L.). Lidah buaya (Aloe vera L.) merupakan tanaman yang banyak dibudidayakan oleh masyarakat Indonesia sehingga mudah dicari dan harganya relatif murah. Gel Aloe vera L. berpotensi untuk diaplikasikan dalam teknologi edible coating, karena gel tersebut terdiri dari polisakarida yang mengandung banyak komponen fungsional yang mampu menghambat kerusakan pascapanen produk pangan segar, seperti acemannan yang memiliki aktivitas antiviral, antidiabetes, antikanker, dan antimikroba serta dapat mencegah chilling injury. Selain itu, gel Aloe vera L. juga mampu menjaga kelembaban dengan cara mengontrol kehilangan air dan pertukaran komponen-komponen larut air (Dweck
2 dan Reynold 1999). Aplikasi gel Aloe vera L. sebagai edible coating telah dicoba sebelumnya pada buah anggur dengan menggunakan gel Aloe vera L. yang dilarutkan dengan sejumlah air (Valverde et al. 2005). Selain metode pelapis, perlakuan kemasan dengan memberi ruang bebas udara (void volume) pada kemasan plastik juga efektif untuk mempertahankan mutu buah. Void volume adalah ruang bebas dalam kemasan plastik yang berfungsi untuk mencegah keluarnya gas dari produk yang mengakibatkan terjadinya pemuaian sehingga kemasan tersebut mengembung. Aplikasi pemberian ruang bebas udara (void volume) pada kemasan plastik ini belum ada yang melakukan sebelumnya oleh karena itu, penelitian ini ditujukan untuk mengkaji penggunaan lidah buaya (Aloe vera L.) sebagai bahan pelapis rambutan segar berkulit yang dikombinasikan dengan perlakuan kemasan berupa pemberian ruang bebas udara (void volume) pada kemasan plastik PE.
Perumusan Masalah Buah rambutan termasuk buah yang cepat mengalami penurunan mutu, penurunan mutu yang sering terjadi pada buah rambutan segar yaitu kulit dan rambut buah menjadi coklat/kehitaman dan kering. Pelapisan Aloe vera L. dan pemberian ruang bebas udara (void volume) pada kemasan diharapkan mampu mempertahankan kesegaran kulit dan rambut buah rambutan. Permasalahan yang ingin dijawab pada penelitian ini adalah memperoleh konsentrasi Aloe vera L. yang terbaik dan pemberian void volume pada kemasan plastik polythylene (PE) yang dapat memperpanjang umur simpan buah rambutan.
Tujuan Penelitian Secara umum tujuan penelitian ini adalah untuk menentukan kombinasi perlakuan konsentrasi lidah buaya (Aloe vera L.) dan void volume pada kemasan untuk mempertahankan kesegaran buah rambutan. Sedangkan tujuan secara khusus adalah : 1. Mengkaji pengaruh konsentrasi lidah buaya (Aloe vera L.) terhadap kesegaran buah rambutan. 2. Mengkaji pengaruh pemberian ruang bebas udara (void volume) pada kemasan kantong plastik terhadap kesegaran buah rambutan. 3. Menentukan kombinasi perlakuan konsentrasi Aloe vera L. dan void volume kemasan plastik yang terbaik untuk mempertahankan kesegaran buah rambutan.
Manfaat Penelitian Penelitian ini bermanfaat untuk mengurangi kerugian akibat sifat buah rambutan yang mudah rusak dengan teknologi penanganan pascapanen yang diaplikasikan pada petani, pedagang, skala industri besar maupun outlet-outlet buah rambutan siap konsumsi seperti supermarket untuk dapat mempertahankan
3 kesegaran buah rambutan selama beberapa waktu setelah pemanenan dan memperpanjang umur simpan buah rambutan.
TINJAUAN PUSTAKA Buah Rambutan (Nephelium lappaceum, Linn.) Buah rambutan (Nephelium lappaceum, Linn.) merupakan buah tropis asli Indonesia, namun saat ini telah menyebar luas di daerah yang beriklim tropis seperti Filipina dan negara-negara Amerika Latin dan ditemukan pula di daratan yang mempunyai iklim sub-tropis. Buah rambutan berbentuk bulat sampai lonjong dan seluruh permukaan kulitnya banyak ditumbuhi rambut-rambut (duri-duri lunak), oleh karena itu disebut rambutan (Kosiyachinda dan Salma 1987). Taksonomi buah rambutan sebagai berikut : Kingdom Divisi Kelas Ordo Famili Genus Spesies
: Plantae : Spermatophyta : Dycotyledoneae : Sapindales : Sapindaceae : Nephelium : Nephelium lappaceum, Linn.
Struktur anatomis buah rambutan terdiri dari kulit yang seluruh permukaannya ditumbuhi rambut, aril, dan biji. Buah rambutan segar dan tidak segar ditunjukkan pada Gambar 1.
(a)
(b)
Gambar 1 Buah rambutan (a) rambutan segar (b) rambutan dengan kulit dan rambut menghitam (tidak segar) Buah rambutan termasuk golongan buah non klimakterik sehingga proses pematangannya terjadi sempurna selama buah masih di pohon. Perubahanperubahan penting setelah tahap akhir pendewasaan buah rambutan adalah perubahan warna kulit dan rambut, peningkatan kadar gula, penurunan keasaman, peningkatan kadar padatan total terlarut dan vitamin C (Broto dan Laksmi 1989). Kandungan nutrisi buah rambutan dapat dilihat pada Tabel 1.
4 Tabel 1 Kandungan nutrisi buah rambutan per 100 gram daging buah Kandungan Nutrisi Jumlah Air (g) 82.1 Protein (g) 0.9 Lemak (g) 0.3 Abu (g) 0.3 Glukosa (g) 2.8 Fruktosa (g) 30.0 Sukrosa (g) 9.9 Pati (g) 0.0 Serat makanan (g) 2.8 Asam malat (mg) 0.05 Asam sitrat (mg) 0.31 Vitamin C (mg) 70.0 Niasin (mg) 0.5 Kalsium (mg) 15.0 Besi (mg) 0.8 Thiamin (mg) 0.01 Riboflavin (mg) 0.07 Sumber : Lam et al. (1987) Menurut Broto (1990) terdapat 22 varietas buah rambutan yang tumbuh di Indonesia, baik yang berasal dari galur murni maupun dari hasil okulasi atau penggabungan dari dua jenis galur yang berbeda. Dari ke 22 verietas buah rambutan yang tumbuh di Indonesia, hanya beberapa varietas yang dibudidayakan oleh masyarakat, dengan pertimbangan nilai ekonomis yang relatif tinggi. Faktor yang membedakan dari masing-masing varietas adalah sifat buah, yang meliputi: warna daging buah, kandungan air daging buah, bentuk buah, warna kulit dan ukuran rambut. Karakteristik beberapa varietas rambutan dapat dilihat di Tabel 2.
5 Tabel 2 Karakteristik beberapa varietas buah rambutan Varietas Binjai
Karakteristik Rambutan terbaik di Indonesia Ukuran buah cukup besar dan lonjong Kulit buah berwarna merah darah sampai merah tua Rambut agak kasar dan jarang Daging buah rasanya manis dan sedikit asam Rapiah Rambutan mutu tinggi Bentuk buah bulat, kecil-sedang, dan kurang menarik Kulit buah berwarna hijau-kuning-merah tidak merata Rambut agak jarang, sangat pendek dan kasar Daging buah manis dan agak kering, kenyal, ngelotok, dan tebal Lebak Bulus Produktivitas rata-rata 160-170 ikat per pohon Bentuknya bulat, besar dan menarik Kulit buah berwarna merah-kuning Rambut panjang, agak kasar dan halus Daging buah rasanya segar manis-asam, banyak mengandung air dan ngelotok Sinyonya Buah pada setiap pohonnya banyak, dan cocok untuk diokulasi Kulit buah berwarna merah tua sampai merah anggur Rambut halus dan rapat Daging buah rasanya manis asam, banyak mengandung air, lembek dan tidak ngelotok Cimacan Bentuk buah lonjong, besar dan menarik Kulit berwarna merah kekuningan sampai merah tua Rambut panjang, kasar dan agak jarang Daging buah rasanya manis dan sedikit berair Silengkeng Bentuk buah agak bulat, kecil dan kurang menarik Kulit buah berwarna merah dan agak keras Rambut kasar, dan agak jarang Daging buah rasanya manis, banyak mengandung air, agak kenyal dan kurang ngelotok Sumber : Broto (1990) Tabel 2 menunjukkan bahwa, varietas Lebak Bulus menghasilkan produktivitas yang relatif tinggi, sehingga lebih banyak dibudidayakan oleh masyarakat di Indonesia. Varietas Lebak Bulus mempunyai bentuk fisik yang cukup menarik dengan rambut halus dan panjang. Buah rambutan yang memiliki rambut panjang dan halus lebih cepat mengalami kerusakan dari pada buah rambutan yang memiliki rambut kasar dan pendek, oleh karena itu perlu dilakukan penanganan yang tepat untuk mencegah kerusakan agar buah rambutan varietas Lebak Bulus dapat bertahan lama umur simpannya dan memiki nilai harga jual yang tinggi.
6 Lidah Buaya (Aloe vera L.) Lidah buaya (Aloe vera L.) pada Gambar 2 merupakan tanaman tropis ataupun subtropis yang sudah digunakan selama berabad-abad lalu karena fungsi pengobatannya. Lidah buaya (Aloe vera L.) memiliki ciri-ciri morfologi antara lain yaitu pelepah daun yang runcing dan permukaan yang lebar, berdaging tebal, tidak bertulang, mengandung getah, permukaan pelepah daun dilapisi lilin, bersifat sukulen, berbatang pendek tetapi tidak bercabang. Pelepah tanaman Aloe vera L. terdiri dari dua bagian utama, yakni mucilage gel dan exudate (lendir) (Yaron 1991). Taksonomi tanaman lidah buaya seperti berikut ini (Furnawanthi 2002) : Divisi Sub divisi Kelas Ordo Famili Genus Spesies
: Spermatophyta : Angiospermae : Monocotyledoneae : Liliales : Liliaccae : Aloe L. : Aloe vera L.
Gambar 2 Daun lidah buaya Lidah buaya dapat diolah menjadi produk makanan dalam bentuk serbuk, gel, jus dan ekstrak. Menurut Reynolds dan Dweck (1999), gel Aloe vera L. memiliki aktivitas-aktivitas fungsional antara lain sebagai anti-mikroba, penurun kolesterol darah, anti-diabetes, anti-kanker, anti-virus, mencegah chilling injury, serta dapat menyembuhkan luka dan mencegah peradangan (anti-inflammatory). Lidah buaya telah diaplikasikan sebagai edible coating pada produk buah dan sayuran, antara lain anggur (Valverde et al. 2005), strawberry (Citra 2008) dan apel malang (Ririn 2013). Menurut Valverde et al. (2005), gel Aloe vera L. sebagai edible coating dapat menahan laju respirasi dan beberapa perubahan fisiologis akibat proses pematangan pada buah anggur selama penyimpanan. Menurut Citra (2008), aplikasi gel Aloe vera L. sebagai edible coating dapat mengawetkan buah strawberry. Sedangkan menurut Ririn (2013), gel Aloe vera L. sebagai edible coating dapat menghambat proses pencoklatan pada buah potong apel malang. Berdasarkan penelitian mereka, edible coating lidah buaya bersifat higroskopis sehingga mampu menjaga kelembaban dinding sel buah. Coating dari gel ini juga bersifat permeabel terhadap transfer gas dan air, serta dapat mencegah chilling injury. Gel lidah buaya ini juga terbukti dapat mereduksi aktivitas enzim pada dinding sel buah sehingga mengurangi reaksi browning dan pelunakan
7 tekstur. Selain itu, senyawa antimikroba yang terkandung dalam gel lidah buaya ternyata mampu mencegah proliferasi mikroba pada buah tersebut.
Penyimpanan Suhu Dingin Suhu merupakan salah satu faktor utama yang mempengaruhi metabolisme fisiologis produk pascapanen. Semakin tinggi suhu penyimpanan reaksi metabolisme seperti respirasi akan semakin meningkat. Pengaruh utama dalam produk adalah kemunduran mutu dan umur simpan (Ryall dan Lipton 1982). Penyimpanan dingin merupakan salah satu cara menghambat turunnya mutu buahbuahan, dengan cara pengaturan kelembaban dan kondisi udara serta penambahan zat pengawet kimia. Kegunaaan pendinginan secara umum adalah untuk pengawetan, penyimpanan dan distribusi bahan pangan yang rentan rusak. Pendinginan maupun pembekuan tidak dapat meningkatkan mutu bahan pangan, hasil terbaik yang dapat diharapkan hanyalah mempertahankan mutu tersebut pada kondisi terdekat dengan saat akan memulai proses pendinginan. Hal ini berarti mutu hasil pendinginan sangat dipengaruhi oleh mutu bahan pada saat awal proses pendinginan (Poerwanto 2002). Penyimpanan buah rambutan dalam bentuk segar merupakan usaha untuk memperpanjang waktu pemakaian buah pada kondisi yang dikehendaki, baik kondisi fisik maupun kimiawinya. Proses penyimpanan buah segar tidak ditujukan untuk memperbaiki mutu buah, tetapi menjaga dan mempertahankan kualitas, kuantitas, harga dan ketersediaanya dengan meminimalkan faktor-faktor yang dapat mengakibatkan penurunan mutu buah selama penyimpanan. Suhu penyimpanan buah rambutan terolah minimal yang optimum adalah 8-15 oC. (Rokhani 2006)
METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan bulan Juni 2014 bertempat di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP), Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Dramaga, Bogor. Bahan dan Alat Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah buah rambutan varietas Lebak Bulus yang diperoleh dari petani di daerah Jonggol-Kabupaten Bogor, lidah buaya (Aloe vera L.) yang diperoleh dari petani di daerah LANUD Atang Sanjaya Parung-Bogor, alkohol 70%, asam sitrat 10%, air destilata diperoleh dari toko kimia di dekat Stasiun Bogor dan kemasan plastik polyethylene (PE) diperoleh dari toko plastik di Surya Kencana Bogor. Alat yang digunakan antara lain lemari pendingin dengan suhu 10o C, Cosmotector untuk mengukur laju respirasi pada buah rambutan, Refractometer
8 merk Atago tipe PR-210 untuk uji total padatan terlarut, Chromameter merk Minolta tipe CR-310 untuk uji warna, Moisture Tester untuk mengukur kadar air, kamera digital untuk dokumentasi perubahan warna pada buah rambutan, stopwatch, baskom, sarung tangan, gelas ukur, pisau, saringan ikan untuk pencelupan buah rambutan kedalam larutan lidah buaya (Aloe vera L.), timbangan mettler, dan alat-alat untuk analisis dan uji organoleptik.
Prosedur Penelitian Penelitian ini dilakukan dalam beberapa tahap yaitu mulai dari persiapan, pembuatan gel Aloe vera L., pencelupan buah rambutan pada gel Aloe vera L. dan penyimpanan buah rambutan yang telah dilapisi gel Aloe vera L. pada suhu 10 0C dengan kemasan polyethylene (PE), pengkajian laju respirasi buah rambutan, dan analisis perubahan mutu. Persiapan Seluruh alat dan bahan yang disiapkan dalam jumlah dan takaran yang diperlukan. Buah rambutan dipilih pada tingkat kematangan yang seragam (90% buah berwarna merah). Buah rambutan kemudian disortasi dan dipilih buah yang cocok untuk perlakuan dengan ukuran yang hampir sama yaitu buah yang terlihat segar, tidak menghitam kulit dan rambut buah rambutan dan buah yang tidak luka atau cacat. Buah rambutan yang sudah terpilih dibersihkan untuk menghilangkan kotoran dan getah dengan menggunakan serbet pembersih. Pembuatan Larutan Aloe vera L. Konsentrasi Aloe vera L. yang digunakan dalam penelitian ini sebesar 25% dan 50%. Pada penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Hutabarat (2008), Herdiana (2010) dan Ratna (2011) dimana menggunakan konsentrasi Aloe vera L. 100% tanpa pengenceran. Untuk buah seperti rambutan yang memiliki rambut banyak tidak memungkinkan menggunakan konsentrasi 100% karena dapat menyebabkan kelembaban pada permukaan kulit sehingga terjadi proses anaerob. Menurut Ahmad (2013), buah rambutan tidak cocok untuk diberi lapisan tipis karena buah rambutan termasuk produk yang tidak dapat mengering dengan cepat setelah diberi lapisan tipis. Oleh karena itu pada penelitian ini dilakukan pengenceran gel Aloe vera L. dengan menggunakan air destilata yang menghasilkan larutan Aloe vera L. dengan konsentrasi 25% dan 50% untuk mengetahui apakah penggunaan Aloe vera L. dengan konsentrasi 25% dan 50% memiliki pengaruh yang lebih baik terhadap kesegaran buah rambutan. Diagram alir proses pembuat gel Aloe vera L. ditunjukkan pada Gambar 3. Pada tahap pembuatan gel Aloe vera L. mengacu pada pembuatan gel Aloe vera L. yang dilakukan pada penelitian Citra (2008) dengan memberikan perlakuan seperti dilakukannya perendaman pelepah lidah buaya dalam larutan asam sitrat 10% selama 30 menit. Perendaman ini berfungsi mengurangi cemaran mikroba dan kotoran pada permukaan daun sehingga diharapkan tidak ada kontaminasi silang ke dalam gel Aloe vera L. yang dihasilkan (Barroso et al. 2004). Penggunaan asam sitrat dilakukan untuk menghindari penggunaan klorin. Pencucian dengan air matang dilakukan untuk menghilangkan lendir berwarna kuning yang dapat menurunkan mutu gel, seperti terjadinya perubahan
9 warna gel menjadi lebih kuning dan timbulnya bau tidak sedap. Selain itu, untuk menghilangkan sisa-sisa larutan sitrat yang menempel sehingga tidak ada lagi bau sitrat yang menyengat. Proses trimming dan filleting dilakukan pada daun Aloe vera L. bagian pangkal, ujung, sisi-sisi yang berduri, serta semua kulit daun dibuang dengan menggunakan pisau. Pembuangan bagian-bagian tersebut dilakukan untuk menghilangkan yellow sap (senyawa anthraquinone beserta turunannya) dan dari proses ini diharapkan diperoleh gel Aloe vera L. yang bersih. Potongan lidah buaya hasil trimming dan filleting kemudian dihancurkan menggunakan blender selama 2 menit. Proses penghancuran yang terlalu lama akan menyebabkan terjadinya reaksi pencoklatan enzimatis dalam gel. Hasil dari proses penghancuran akan menghasilkan gel Aloe vera L. (Gambar 4a) setelah itu dilakukan pengenceran. Pengenceran gel Aloe vera L. dilakukan dengan menggunakan air destilata (Gambar 4b). Pengenceran yang dilakukan adalah gel Aloe vera L. : air = 1 : 2 untuk menghasilkan larutan Aloe vera L. 50 % dan gel Aloe vera L. : air = 1 : 4 untuk menghasilkan larutan Aloe vera L. 25 %. Mulai
Daun Lidah Buaya Sortasi dan Pencucian dengan Air Matang Perendaman dengan Larutan Asam Sitrat 10%, selama 30 menit Pembilasan dengan Air Matang Trimming dan Filleting Pembilasan dengan Air Matang untuk Menghilangkan Yellow Sap (Lendir Berwarna Kuning)
Penghancuran dengan Blender Gel Aloe vera L. Selesai Gambar 3 Diagram alir pembuatan gel Aloe vera L.
10
(a)
(b)
Gambar 4 Proses pembuatan larutan Aloe vera L. (a) gel Aloe vera L. (b) pengenceran gel Aloe vera L. Pencelupan Buah Rambutan pada Larutan Aloe vera L. Metode aplikasi coating pada buah dan sayuran terdiri dari beberapa cara, yaitu metode pencelupan, pembusaan, penuangan, dan penetesan terkontrol (Donhowe dan Fenneme 1994). Metode yang paling banyak digunakan untuk sayuran dan buah adalah metode pencelupan. Pada metode ini, produk dicelupkan ke dalam larutan Aloe vera L. yang digunakan sebagai bahan coating. Pencelupan buah rambutan pada larutan aloe vera dengan konsentrasi 25 % dan 50 % dilakukan perendaman selama 30 detik (Del Valle et al. 2005), setelah itu dilakukan penirisan selama 30 menit diatas tray. Penyimpanan dengan Kemasan Polyethylene (PE) pada Suhu 10 o C Buah rambutan yang telah dilakukan pelapisan Aloe vera L. dikemas dalam plastik polyethylene (PE) dengan isi buah sebanyak 300 gram, setelah itu diberikan perlakuan ruang bebas udara (void volume) 0% dan 25% pada kemasan plastik PE dari 300 gram buah rambutan (Gambar 5). Buah rambutan tanpa perlakuan coating disimpan juga pada kemasan plastik PE dengan void volume 0% dan 25% digunakan sebagai kontrol, kemudian disimpan pada lemari pendingin dengan suhu 10 oC (Gambar 6). Diagram alir penelitian pelapisan Aloe vera L. pada buah rambutan ditunjukkan pada Gambar 7.
(a)
(b)
Gambar 5 Pengemasan buah rambutan pada kemasan PE (a) void volume kemasan 0% (b) void volume kemasan 25%
11
Gambar 6 Penyimpanan buah rambutan pada lemari pendingin Buah Rambutan Utuh Sortasi dan Pembersihan Buah Rambutan Utuh Bersih
Kontrol tanpa Pelapis Aloe vera L.
Pencelupan dalam Larutan Aloe vera L. dengan Konsentrasi 25% dan 50% Penirisan, selama 30 menit
Pengemasan dengan Plastik PE diisi 300 gram Buah Rambutan dengan Void Volume Kemasan 0% dan 25% dari 300 gram Buah Rambutan
Penyimpanan dengan Suhu 10 oC
Pengukuran Susut Bobot
Pengukuran Kadar Air Kulit
Uji Kesegaran Rambut, Warna Kulit dan Daging Buah
Pengukuran Total Padatan Terlarut
Pengukuran setiap dua hari sekali Hasil Pengukuran Gambar 8 Bagan alir penelitian
Uji Organoleptik
12 Pengkajian Laju Respirasi Tahap ini dilakukan untuk mengkaji pengaruh laju respirasi terhadap buah rambutan segar sebelum dilapisi Aloe vera L. dan sesudah dilapisi Aloe vera L. yang disimpan pada suhu ruang dan suhu 10 oC. Sampel buah rambutan sebanyak 500 gram dimasukkan ke dalam jar gelas dengan volume 3310 ml. Jar gelas ditutup dengan penutup plastik tebal yang telah dilengkapi dengan dua buah selang plastik fleksibel sebagai saluran pengeluaran dan pemasukan udara atau gas. Jarak antara ujung jar gelas dengan penutupnya ditutup dengan lilin malam untuk mencegah udara keluar masuk jar gelas, setelah itu selang plastik ditutup dengan menggunakan penjepit. Jar gelas berisi buah rambutan disimpan pada suhu ruang dan suhu dingin 10 oC. Pengukuran gas di dalam jar gelas dilakukan setiap hari sampai laju respirasi terhenti dengan selang waktu 3 jam sekali dalam sehari, kemudian selang waktu perilisan buah dalam stoples selama 24 jam. Pengukuran laju respirasi buah rambutan diukur menggunakan O2 meter dan CO2 meter (Cosmotector). Setiap pengukuran dilakukan sebanyak 2 kali ulangan per 1 sampel uji. Laju respirasi dihitung berdasarkan laju konsumsi O2 dan laju produksi CO2. Laju konsumsi O2 dihitung dengan cara selisih dari nilai konsumsi O2 di udara dan nilai komsumsi O2 yang terukur, sedangkan laju produksi CO2 dihitung dengan cara selisih dari nilai produksi yang terukur dengan nilai produksi CO2 di udara. Laju respirasi dihitung dengan persamaan Mannapperuma dan Singh (1989) : R = ⁄ × Dimana :
R V W ⁄
⁄
= laju respirasi (ml/kg.jam) = volume bebas wadah (ml) = berat sampel (kg) = laju perubahan konsentrasi CO2 atau O2 (%/jam)
Analisis Perubahan Mutu Susut Bobot Pengukuran susut bobot dilakukan menggunakan timbangan digital merk Metller tipe PM-4800. Pengukuran dilakukan sebelum buah disimpan (bo) dan setiap kali akhir pengamatan (bt) yaitu setiap dua hari. Selanjutnya susut bobot didapatkan dengan membandingkan pengurangan bobot awal pengamatan dan dinyatakan dalam persen (%). Pengukuran susut bobot dilakukan setiap dua hari sekali dengan sampel yang tetap. Rumus lengkap susut bobot adalah sebagai berikut : Susut Bobot = Keterangan: bo = bobot awal pengamatan (gr) bt = bobot akhir pengamatan (gr)
13 Kadar Air Kulit Kadar air kulit buah rambutan dihitung dengan cara menimbang bahan yang telah dioven dengan timbangan analitik dan membandingkannya dengan bobot awal sebelum penyimpanan. Adapun langkah-langkah untuk melakukan perhitungan kadar air yaitu sejumlah sampel ditimbang dalam cawan, cawan dimasukkan dalam oven bersuhu 105 oC selama 20 jam. Cawan dan sampel didinginkan dalam desikator dan ditimbang setelah dingin. Cawan dan sampel dimasukkan kembali ke dalam oven, dikeringkan lagi sampai diperoleh berat yang tetap. Pengukuran kadar air kulit dilakukan setiap dua hari sekali. Kadar air dihitung dengan rumus : Kadar air (%) = Uji Warna Kulit, Daging Buah, dan Kesegaran Rambut Intensitas warna kulit buah diukur dengan menggunakan Chromameter Minolta CR-400. Pada Chromameter Minolta CR-400 digunakan sistem L, a, dan b. Nilai L menunjukkan kecerahan sampel, nilai –a menunjukkan nilai warna yang mendekati hijau, sedangkan nilai +a menunjukkan warna mendekati merah. Nilai –b menunjukkan warna yang mendekati biru, sedangkan +b menunjukkan warna mendekati kuning. Sistem notasi warnanya dinyatakan dengan menggunakan diagram hunter (Gambar 8).
Gambar 8 Diagram Hunter (Suyatma 2009) Intensitas warna daging buah diukur dengan menggunakan Chromameter Minolta CR-400. Nilai L, a, dan b dapat digunakan untuk menentukan derajat putih. Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut : W = 100-((100-L)2+(a2+b2))0.5 Intensitas kesegaran rambut diukur dengan menghitung jumlah rambut yang segar dalam sampel yang telah ditentukan. Pengukuran warna kulit, warna daging dan kesegaran rambut dilakukan setiap dua hari sekali dengan sampel yang tetap.
14 Total Padatan Terlarut (TPT) Besar total padatan terlarut pada buah rambutan dapat diketahui dengan menggunakan refracktometer digital. Daging buah diambil sarinya (dipress hingga sarinya keluar), lalu hasilnya diletakan pada prisma refractometer. Total padatan terlarut dalam sari daging buah yang diperas sebagian besar tersusun atas gula. Besarnya nilai padatan dinyatakan dengan derajat oBrix. Pengukuran total padatan terlarut dilakukan setiap dua hari sekali. Uji Organoleptik Uji organoleptik yang dilakukan berupa uji kesukaan atau uji hedonik dengan panelis sebanyak 15 orang mahasiswa. Sifat mutu yang diuji adalah kesegaran rambut buah, warna rambut buah, dan rasa daging buah (membandingkan dengan buah rambutan yang segar). Skala hedonik yang digunakan mempunyai rentang skor antara 1-7, yaitu : 1 (sangat tidak suka), 2 (tidak suka), 3 (agak tidak suka), 4 (netral), 5 (agak suka), 6 (sangat suka), 7 (sangat-sangat suka). Uji organoleptik dilakukan setiap dua hari sekali. Rancangan Percobaan Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap faktorial (RALF) dengan faktor konsentrasi pelapis Aloe vera L. dan void volume kemasan. Faktor pertama perbandingan konsentrasi pelapis Aloe vera L. terdiri atas 3 taraf, yakni K0 (Konsentrasi 0%), K1 (konsentrasi 25%), K2 (Konsentrasi 50%). Faktor kedua yaitu void volume kemasan dengan 2 taraf, void volume 0% (V1), void volume 25% (V2) (Tabel 3). Model linier yang digunakan untuk faktor pembanding konsentrasi pelapis Aloe vera L. dan void volume kemasan. Sehingga dapat diperoleh model matematis dari rancangan percobaan Steel dan Torric (1993) serta Matjik dan Sumertajya (2000). Yijk = μ + αi + βj + (αβ)ij + εijk Yijk = respon setiap parameter yang diamati µ = nilai rata-rata umum αi = pengaruh konsentrasi pelapis Aloe vera L. ke-i βj = pengaruh void volume kemasan ke-j (αβ)ijk = pengaruh interaksi konsentrasi pelapis Aloe vera L. ke-i dan void volume kemasan ke-j εijk = pengaruh galat percobaan konsentrasi pelapis Aloe vera L. ke-i, void volume kemasan ke-j, dan ulangan ke-k Data diperoleh dari pengukuran susut bobot (dua kali ulangan), kadar air kulit (dua kali ulangan), kesegaran rambut (dua kali ulangan), warna kulit (dua kali ulangan), warna daging buah (dua kali ulangan), total padatan terlarut (dua kali ulangan). Metode analisa yang digunakan adalah analisis varian (ANOVA) dengan alat bantu pengolah data menggunakan software SPSS 20. Untuk melihat taraf perlakuan yang berbeda, dilakukan uji lanjut Duncan pada taraf kepercayaan 95% atau (α) = 5%.
15 Tabel 3 Rancangan percobaan penelitian Perlakuan P0 P1 P2 P3 P4 P5
Kode K0V1 K0V2 K1V1 K1V2 K2V1 K2V2
Keterangan Konsentrasi Aloe vera L. 0% dalam void volume kemasan 0% Konsentrasi Aloe vera L. 0% dalam void volume kemasan 25% Konsentrasi Aloe vera L. 25% dalam void volume kemasan 0% Konsentrasi Aloe vera L. 25% dalam void volume kemasan 25% Konsentrasi Aloe vera L. 50% dalam void volume kemasan 0% Konsentrasi Aloe vera L. 50% dalam void volume kemasan 25%
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengaruh Konsentrasi Pelapis Aloe vera L. terhadap Laju Respirasi Buah rambutan melangsungkan proses kehidupannya dengan melakukan respirasi. Proses respirasi ini tidak hanya berlangsung ketika buah rambutan berada di pohon saja, tetapi juga setelah dipanen buah rambutan terus melakukan respirasi. Respirasi merupakan suatu proses perombakan bahan organik secara oksidatif senyawa kompleks seperti pati, gula-gula, asam-asam organik dan asamasam lemak menjadi molekul-molekul sederhana seperti CO2 dan air serta secara serempak menghasilkan energi panas. Oleh karena itu laju respirasi sangat perlu diketahui karena mempengaruhi sistem metabolisme buah pascapanen (Pantastiaco 1986). Laju Konsumsi O2 Perubahan laju konsumsi O2 buah rambutan pada suhu ruang dan 10 oC dapat dilihat pada Gambar 9 dan Gambar 10. Berdasarkan grafik laju konsumsi O2 pada suhu ruang, di ketiga sampel menunjukkan nilai konsumsi O2 yang menaik dari hari ke-1 hingga hari ke-4 penyimpanan. Hal ini diduga oleh faktor suhu karena pada saat pengukuran laju konsumsi O2 dilakukan pada siang hari dimana pada saat itu udara panas lingkungan bagi rambutan. Buah dengan perlakuan K0 dan K2 menunjukkan kenaikan laju konsumsi O2 dari hari ke-1 hingga hari ke-4 penyimpanan. Menaiknya laju konsumsi O2 diduga kemungkinan lebih cepat timbulnya jamur dan meningkatnya aktivitas mikroba pada buah dengan perlakuan K0 dan K2. Buah dengan perlakuan K1 menunjukkan kenaikan konsumsi O2 pada hari ke-1 hingga hari ke-2 dan setelah itu mengalami penurunan hingga akhir penyimpanan. Buah dengan perlakuan K1 memiliki nilai konsumsi O2 yang rendah dibandingkan dengan perlakuan K2. Laju konsumsi O2 pada suhu 10 oC pada ketiga sampel perlakuan menunjukkan hasil yang fluktuatif dengan pola yang sama di ketiga sampel. Buah perlakuan K0 memiliki nilai konsumsi O2 yang tinggi selama penyimpanan. Buah dengan konsentrasi K1 memiliki nilai konsumsi O2 yang rendah selama penyimpanan bila dibandingkan dengan perlakuan K2. Hal ini menunjukkan perlakuan pelapis Aloe vera L. dengan konsentrasi 25% dapat menekan laju konsumsi O2 hingga akhir penyimpanan bila dibandingkan dengan konsentrasi 50%. Hal ini diduga karena metode coating dengan cara pencelupan dan lama
16
Laju Konsumsi O2 (ml O2/kg.jam)
pencelupan ini dinilai kurang efisien untuk melapisi buah rambutan dengan konsentrasi 50%, dikarenakan bahan coating yang melapisi buah rambutan menggumpal dan tidak merata keseluruh permukaan kulit, selain itu juga pada saat penirisan diatas tray bahan coating menetes sehingga bahan coating yang melapisi buah rambutan tidak sepenuhnya melapisi permukaan kulit. Nilai rata-rata laju konsumsi O2 buah rambutan di dalam suhu ruang lebih tinggi bila dibandingkan dengan suhu dingin 10 oC. Hal ini menunjukkan suhu merupakan faktor utama yang mempengaruhi laju respirasi suatu produk hasil pertanian, sebab suhu yang tinggi mampu membuat proses metabolisme di dalam jaringan buah menjadi lebih aktif untuk memproduksi senyawa-senyawa kimia dalam melangsungkan proses kehidupan setelah tidak lagi berada pada pohon atau batang induknya. (Pantastico 1986)
95 85 75 65 55 45 1
2
3
4
Lama Penyimpanan (Hari ke-) K0 (K0%TR)
K1 (K25%TR)
K2 (K50%TR)
Laju Konsumsi O2 (ml O2/kg.jam)
Gambar 9 Grafik laju konsumsi O2 selama penyimpanan suhu ruang
20
15
10
5 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Lama Penyimpanan (Hari ke-) K0 (K0%T10)
K1 (K25%T10)
K2 (K50%T10)
Gambar 10 Grafik laju konsumsi O2 selama penyimpanan suhu 10 oC
17
Laju Produksi CO2 (ml CO2/kg.jam)
Laju Produksi CO2 Grafik pengukuran laju produksi CO2 buah rambutan pada suhu ruang dan 10 oC dapat dilihat pada Gambar 11 dan Gambar 12. Hasil pengukuran laju produksi CO2 pada suhu ruang di ketiga sampel menunjukkan kenaikan nilai produksi CO2 selama penyimpanan. Menaiknya laju produksi CO2 diduga oleh faktor suhu karena pada saat pengukuran laju produksi CO2 dilakukan pada siang hari dimana pada saat itu udara panas lingkungan bagi rambutan. Secara grafik, buah dengan perlakuan K0 mengalami penurunan produksi CO2 pada hari ke-1 hingga hari ke-2 dan setelah itu mengalami kenaikan hingga akhir penyimpanan. Buah dengan perlakuan K1 dan K2 menunjukkan kenaikan produksi CO2 dari awal hingga akhir penyimpanan namun pada perlakuan K1 terjadi penurunan di akhir penyimpanan. Menurunnya laju produksi CO2 ini diduga karena buah telah mengalami tahap pembusukan dan terjadi penurunan kualitas. Buah dengan perlakuan K0 memiliki nilai produksi CO2 yang tinggi dibanding perlakuan K1 dan K2. Buah dengan perlakuan K1 memiliki nilai produksi CO2 yang rendah bila dibandingkan dengan perlakuan K2. Hal ini menunjukkan perlakuan pelapis Aloe vera L. dengan konsentrasi 25% dapat menekan laju produksi CO2 hingga akhir penyimpanan bila dibandingkan dengan konsentrasi 50%. Laju produksi CO2 pada suhu 10 oC, menunjukkan hasil yang fluktuatif dengan pola yang sama di ketiga sampel. Pada suhu 10 oC juga menunjukkan bahwa buah dengan perlakuan K0 memiliki nilai produksi CO2 yang tinggi dibanding perlakuan K1 dan K2. Buah dengan perlakuan K1 memiliki nilai produksi CO2 yang rendah bila dibandingkan dengan perlakuan K2. Hal ini menunjukkan perlakuan pelapis Aloe vera L. dengan konsentrasi 25% dapat menekan laju produksi CO2 hingga akhir penyimpanan bila dibandingkan dengan konsentrasi 50%.
95 85 75 65 55 45 1
2
3
4
Lama Penyimpanan (Hari ke-) K0 (K0%TR)
K1 (K25%TR)
K2 (K50%TR)
Gambar 11 Grafik laju produksi CO2 selama penyimpanan suhu ruang
Laju Produksi CO2 (ml CO2/kg.jam)
18
55 45 35 25 15 5 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Lama Penyimpanan (Hari ke-) K0 (K0%T10)
K1 (K25%T10)
K2 (K50%T10)
Gambar 12 Grafik laju produksi CO2 selama penyimpanan suhu 10 oC Berdasarkan laju respirasi keseluruhan, jika dibandingkan dengan buah rambutan tanpa pelapis maka laju respirasi buah rambutan dengan pelapis Aloe vera L. lebih kecil. Hal ini menandakan bahwa pelapian Aloe vera L. dapat mempertahankan laju respirasi yang rendah dari buah rambutan. Buah dengan perlakuan konsentrasi pelapis Aloe vera L. 25% menunjukkan laju respirasi yang rendah bila dibanding buah dengan konsentrasi 50%. Hal ini diduga makin besar konsentrasi menyebabkan interaksi protein-air semakin besar sehingga pelapis akan membengkak (swollen), selanjutnya memudahkan uap air melewati pelapis dan permeabilitas uap airnya menjadi semakin tinggi (Avena-Bustillos dan Krochta 1994). Selama penyimpanan dingin, nilai rata-rata laju konsumsi O2 dan produksi CO2 menunjukkan nilai yang rendah bila dibandingkan dengan suhu ruang, hal ini disebabkan pemberian pelapisan Aloe vera L. dan penyimpanan dingin akan menghambat laju respirasi. Sebagaimana yang diterangkan Pantastico (1986) banyak cara untuk mempertahankan mutu produk hortikultura, tetapi cara-cara tersebut kurang memuaskan tanpa dikombinasikan dengan pendinginan. Pendinginan (refrigerasi) dapat menurunkan kecepatan respirasi sehingga buah akan mencapai puncak respirasi lebih lama dan hal ini dapat memperpanjang umur simpan. Berdasarkan pengamatan, laju respirasi buah rambutan pada suhu ruang bertahan hingga hari ke-4, sedangkan pada suhu 10 oC bertahan lebih lama sampai hari ke-10 dengan keadaan buah rambutan terlihat sudah rusak yang ditandai dengan kulit mengelupas, rambut menghitam, adanya jamur dan tercium bau aroma yang tidak sedap dapat dilihat pada Gambar 13 dan 14. Perbedaan suhu ini menunjukkan umur simpan yang berbeda, respirasi yang rendah dapat mencegah transpirasi dan menekan pertumbuhan bakteri perusak.
19
(a)
(b)
(c)
Gambar 13 Keadaan buah rambutan pada konsentrasi Aloe vera L. (a) 0% (b) 25% (c) 50% di hari ke-4 penyimpanan pada suhu ruang
(a)
(b)
(c)
Gambar 14 Keadaan buah rambutan pada konsentrasi Aloe vera L. (a) 0% (b) 25% (c) 50% di hari ke-10 penyimpanan pada suhu dingin 10 oC
Pengaruh Konsentrasi Pelapis Aloe vera L. dan Void Volume Kemasan terhadap Perubahan Mutu Buah Rambutan Susut Bobot Susut bobot buah rambutan setelah panen merupakan kehilangan alami sebagai akibat dari transpirasi dan respirasi yang juga dapat mencerminkan tingkat kesegaran. Grafik perubahan susut bobot buah rambutan pada berbagai perlakuan selama penyimpanan dingin 10 oC dapat dilihat pada Gambar 15 dan 16. Dari hasil pengamatan dapat dilihat bahwa bobot rambutan selama penyimpanan mengalami penurunan yang disebabkan karena terjadinya penguapan air pada proses respirasi. Berkurangnya kandungan air menimbulkan perubahan pada produk yang disimpan yaitu penampakan, tekstur dan bobotnya (Pantastico 1986). Kader (1992) mengatakan bahwa terjadinya susut bobot disebabkan oleh transpirasi atau hilangya air dalam buah dan sebagian kecil oleh respirasi yang mengubah gula menjadi CO2 dan H2O.
20
Susut Bobot (%)
5 4 3 2 1 0 0
2
4
6
8
10
12
14
16
Lama Penyimpanan (Hari ke-) K0V1 (K0%V0%)
K1V1 (K25%V0%)
K2V1 (K50%V0%)
Gambar 15 Grafik perubahan susut bobot buah rambutan yang disimpan dalam void volume kemasan 0% (V1) selama penyimpanan dingin 10 oC
Susut Bobot (%)
5 4 3 2 1 0 0
2
4
6
8
10
12
14
16
Lama Penyimpanan (Hari ke-) K0V2 (K0%V25%)
K1V2 (K25%V25%)
K2V2 (K50%V25%)
Gambar 16 Grafik perubahan susut bobot buah rambutan yang disimpan dalam void volume kemasan 25% (V2) selama penyimpanan dingin 10 oC Dari Gambar 15 dan 16 terlihat bahwa terjadinya peningkatan susut bobot pada buah yang disimpan dalam kemasan V1 lebih tinggi dibanding V2. Hal ini diduga karena pada kemasan V1 memiliki suhu yang tinggi sehingga bahan lebih cepat menguap dan proses transpirasi lebih cepat sehingga air yang keluar dari bahan lebih banyak dibandingkan dengan kemasan V2. Menurut Ahmad (2013), suhu, kelembaban dan aliran udara adalah faktor-faktor utama dari lingkungan yang mempengaruhi laju kehilangan air dari produk hortikultura segar. Suhu tinggi dan kelembaban rendah akan meningkatkan laju kehilangan air pada produk.
21 Peningkatan susut bobot terbesar pada kemasan V1 terjadi pada perlakuan K0 dengan total susut sebesar 4.53%. Susut bobot terkecil terjadi pada buah dengan perlakuan K1 yaitu 2.31%. Peningkatan susut bobot terbesar terjadi pada perlakuan K0. Hal ini diduga tidak adanya pelapisan pada perlakuan K0 yang berfungsi sebagai barrier terhadap CO2, O2 dan H2O menyebabkan CO2, O2 dan H2O yang masuk/keluar bahan tinggi sehingga respirasi meningkat dan kehilangan air tinggi. Pada kemasan V2, peningkatan susut bobot buah terbesar terjadi pada perlakuan K0 dengan total susut sebesar 4.15%. Buah dengan perlakuan K1 mengalami peningkatan susut bobot terkecil. Hal ini diduga karena pelapisan dengan gel Aloe vera L. mampu menutup stomata pada buah rambutan sehingga proses penguapan dan pernafasan dari buah lebih kecil yang mengakibatkan perubahan persentase susut bobot buahnya lebih rendah. Dalam Herdiana (2010) menyebutkan bahwa perlakuan pelapisan Aloe vera L. 100% memiliki kemampuan dalam menghambat terjadinya proses respirasi dan transpirasi. Penelitian Hutabarat (2008) menyatakan bahwa perlakuan Aloe vera L. coating dapat mengurangi perubahan susut bobot buah tomat. Gel lidah buaya memiliki kemampuan sebagai pelembab karena mengandung glukomannan dan bahanbahan yang bersifat hidrofilik seperti gula, asam amino khususnya glutamate dan arginin serta asam amino lainnya yang secara sinergis dapat mempertahankan kelembaban. Aloe vera L. coating mampu menjaga kelembaban dinding sel buah. Hasil analisis sidik ragam pada Lampiran 1 menunjukkan bahwa perlakuan konsentrasi Aloe vera L. berpengaruh nyata terhadap parameter mutu peningkatan susut bobot selama penyimpanan sedangkan void volume kemasan dan interaksi dari kedua perlakuan tidak berpengaruh nyata selama penyimpanan. Hasil uji lanjut Duncan yang ditampilkan pada Lampiran 1 menunjukkan bahwa buah dengan perlakuan K1 (konsentrasi 25%) yang terbaik mempertahankan susut bobot buah rambutan selama penyimpanan dibanding K2 (konsentrasi 50%). Secara statistik void volume kemasan dan interaksi keduanya tidak menunjukkan beda nyata, tetapi ada tren penurunan susut bobot yang mengindikasikan perlakuan konsentrasi 25% (K1) dan void volume kemasan 25% (V2) dapat menurunkan susut bobot lebih rendah dibanding perlakuan lainnya. Kadar Air Kulit Kadar air pada kulit buah rambutan berkaitan dengan jumlah air yang dikandung pada kulit buah rambutan. Pada umumnya, kadar air pada kulit buah rambutan akan menurun karena adanya aktifitas fisiologis buah yaitu respirasi dan transpirasi. Perubahan kadar air kulit buah rambutan selama penyimpanan pada berbagai perlakuan dapat dilihat pada Gambar 17 dan 18. Gambar 17 dan 18 menunjukkan bahwa kadar air kulit buah rambutan dengan perlakuan pelapisan dan tanpa pelapisan menunjukkan tren grafik yang meningkat selama penyimpanan dengan nilai yang berfluktuasi. Fluktuasi nilai ini terjadi karena penggunaan sampel yang berbeda tiap pengukurannya. Peningkatan kadar air kulit diduga terjadi karena proses pematangan buah yang terjadi karena aktivitas enzim dan pemecahan senyawa-senyawa sehingga menyebabkan jumlah air dalam kulit bertambah. Hal ini diduga pula karena air yang keluar dari bahan akibat proses transpirasi terjadi pengembunan di dalam kemasan sehingga air diserap kembali oleh bahan (kulit) yang menyebabkan jumlah air dalam kulit
22 bertambah. Rata-rata total kadar air terbesar terjadi pada kulit buah yang disimpan pada kemasan V1 dibanding V2. Hal ini diduga karena pada kemasan V1 memiliki suhu yang tinggi sehingga bahan lebih cepat menguap dan proses transpirasi lebih cepat sehingga air yang keluar dari bahan lebih banyak dibandingkan dengan kemasan V2.
Kadar Air Kulit (%)
80 78 76 74 72 70 0
2
4
6
8
10
12
14
16
Lama Penyimpanan (Hari ke-) K0V1 (K0%V0%)
K1V1 (K25%V0%)
K2V1 (K50%V0%)
Gambar 17 Grafik perubahan kadar air kulit buah rambutan yang disimpan dalam void volume kemasan 0% (V1) selama penyimpanan dingin 10o C
Kadar Air Kulit (%)
80 78 76 74 72 70 0
2
4
6
8
10
12
14
16
Lama Penyimpanan (Hari ke-) K0V2 (K0%V25%)
K1V2 (K25%V25%)
K2V2 (K50%V25%)
Gambar 18 Grafik perubahan kadar air kulit buah rambutan yang disimpan dalam void volume kemasan 25% (V2) selama penyimpanan dingin 10o C Pada kemasan V1, kulit buah dengan perlakuan K0 mengalami kehilangan air terkecil. Kulit buah rambutan dengan perlakuan K1 & K2 mengalami kehilangan air terbesar. Hal ini diduga air yang keluar dari kulit buah dengan perlakuan K1 & K2 masih berada pada kemasan atau terjadi pengembunan
23 sehingga diserap kembali ke kulit buah. Kulit buah dengan perlakuan K1 mengalami kehilangan air terbesar bila dibanding dengan perlakuan K2. Pada kemasan V2, kulit buah dengan perlakuan K0 mengalami kehilangan air terbesar bila dibanding dengan perlakuan K1 & K2. Hal ini diduga karena pada perlakuan K0 buah tidak dilapisi edible coating. Edible coating merupakan barrier yang baik terhadap air dan oksigen, sehingga mampu mencegah kehilangan air dalam buah. Qanytah (2004) menjelaskan bahwa penurunan kadar air terjadi karena hilangnya air akibat buah masih mengalami respirasi dan transpirasi selepas panen yang menyebabkan air keluar melalui pori-pori permukaan buah. Penguapan cairan di ruang-ruang antarsel menyebabkan sel menyusut sehinggga ruang antarsel menyatu dan zat pektin saling berikatan. Sedangkan kenaikan kadar air terjadi karena perubahan komposisi penyusun dinding sel maupun komponen makro lainnya pada saat pematangan sehingga buah mengalami pelunakan. Perlakuan K2V2 merupakan perlakuan yang menunjukkan kehilangan air terkecil selama penyimpanan jika dibandingkan dengan perlakuan pelapisan lainnya. Hasil analisis sidik ragam pada Lampiran 2 menunjukkan bahwa perlakuan konsentrasi Aloe vera L. dan void volume kemasan serta interaksi dari kedua perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap parameter mutu kadar air kulit selama penyimpanan. Hal ini senada dengan penelitian Septiana (2009), dimana perlakuan coating tidak mampu menghambat penurunan kadar air. Pelapisan edible coating seharusnya menghambat penurunan kadar air. Pelapisan edible coating dapat menurunkan laju respirasi dan transpirasi buah yang selanjutnya menghambat penurunan kadar air. Kesegaran Rambut Rambut yang segar merupakan salah satu kriteria mutu yang penting bagi konsumen. Masalah utama yang terjadi pada rambutan adalah kerusakan pada kulit dan rambut buah yang menjadi coklat/kehitaman dan kering. Hal ini disebabkan oleh pada kulit dan rambut tersebut terdapat stomata-stomata, sehingga respirasi yang tinggi terjadi pada rambut buah rambutan yang menyebabkan hilangnya air akibat dari respirasi sehingga rambut buah sering mengalami kerusakan menjadi coklat/kehitaman dan kering. Jumlah rambut segar dihitung berdasarkan luas permukaan tertentu pada buah rambutan yang diamati. Grafik penurunan kesegaran rambut pada berbagai perlakuan selama penyimpanan dapat dilihat pada Gambar 19 dan 20. Berdasarkan grafik persentase jumlah rambut segar pada semua perlakuan yang mencapai kesegaran dibawah 50% terjadi pada hari ke-10. Buah yang disimpan pada kemasan V1 persentase kesegaran rambutnya 43.63%, lebih rendah dibanding pada kemasan V2 dimana persentase kesegaran rambutnya 44.26%. Hal ini diduga pada kemasan V1, kehilangan air pada buah akibat dari proses transpirasi lebih cepat, sehingga air yang keluar dari buah menyebabkan kesegaran rambutnya berkurang (menjadi kering). Pada kemasan V1, buah rambutan dengan perlakuan K0 pada hari ke-8 menunjukkan persentase kesegaran rambutnya dibawah 50%. Buah dengan perlakuan K1 & K2 menunjukkan persentase kesegaran rambutnya dibawah 50% terjadi pada hari ke-10. Pada kemasan V2, buah rambutan dengan perlakuan K0 pada hari ke-8 menunjukkan persentase kesegaran rambutnya dibawah 50%. Buah dengan perlakuan K2 menunjukkan persentase kesegaran rambutnya dibawah
24
Jumlah Rambut Segar (%)
50% terjadi pada hari ke-10. Buah dengan perlakuan K1 menunjukkan persentase kesegaran rambutnya dibawah 50% terjadi pada hari ke-12.
100 80 60 40 20 0 0
2
4 6 8 10 12 Lama Penyimpanan (Hari ke-)
K0V1 (K0%V0%)
K1V1 (K25%V0%)
14
16
K2V1 (K50%V0%)
Jumlah Rambut Segar (%)
Gambar 19 Grafik perubahan kesegaran rambut buah rambutan yang disimpan dalam void volume kemasan 0% (V1) selama penyimpanan dingin 10 oC 100 80 60 40 20 0 0
2
4 6 8 10 12 Lama Penyimpanan (Hari ke-)
K0V2 (K0%V25%)
K1V2 (K25%V25%)
14
16
K2V2 (K50%V25%)
Gambar 20 Grafik perubahan kesegaran rambut buah rambutan yang disimpan dalam void volume kemasan 25% (V2) selama penyimpanan dingin 10 oC Berdasarkan grafik diatas buah rambutan dengan perlakuan K1V2 merupakan perlakuan terbaik dibanding dengan perlakuan lainnya, karena mampu mempertahankan kesegaran rambut hingga hari ke-12. Hal ini menunjukkan bahwa pelapisan Aloe vera L. dan pemberian void volume pada kemasan buah rambutan dapat menunda perubahan warna pada rambut buah rambutan sehingga rambut pada buah rambutan dapat terlihat segar.
25 Hasil analisis sidik ragam pada Lampiran 3 menunjukkan bahwa perlakuan konsentrasi Aloe vera L. dan void volume kemasan serta interaksi dari kedua perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap parameter mutu kesegaran rambut selama penyimpanan. Warna Kulit Warna kulit buah rambutan merupakan salah satu ukuran mutu dan kualitas dari buah-buahan yang dapat meningkatkan daya tarik konsumen. Warna kulit digunakan sebagai indikator untuk menentukan kualitas buah rambutan. Warna kulit buah rambutan akan sangat cepat mengalami perubahan warna menjadi hitam karena respirasi yang tinggi. Pengamatan terhadap perubahan warna kulit rambutan dilakukan dengan menggunakan 3 parameter yaitu L, a, dan b. Nilai L menyatakan nilai kecerahan (1-100) warna kulit rambutan, semakin besar nilai L maka semakin tinggi tingkat kecerahan kulit rambutan. Nilai a menunjukkan posisi kecerahan antara warna merah/magenta dan hijau (nilai a+ menyatakan merah dan nilai a- menyatakan hijau) sedangkan nilai b menjelaskan posisi kecerahan antara warna kuning dan biru (nilai b+ menyatakan kuning dan nilai b- menyatakan biru). Grafik perubahan tingkat kecerahan (nilai warna L) kulit buah rambutan pada berbagai perlakuan selama penyimpanan dapat dilihat pada Gambar 21 dan 22. 50
Nilai L
45 40 35 30 25 20 0
2
4
6
8
10
12
14
16
Lama Penyimpanan (Hari ke-) K0V1 (K0%V0%)
K1V1 (K25%V0%)
K2V1 (K50%V0%)
Gambar 21 Grafik perubahan nilai L kulit buah rambutan yang disimpan dalam void volume kemasan 0% (V1) selama penyimpanan dingin 10 oC
26
50
Nilai L
45 40 35 30 25 20 0
2
4
6
8
10
12
14
16
Lama Penyimpanan (Hari ke-) K0V2 (K0%V25%)
K1V2 (K25%V25%)
K2V2 (K50%V25%)
Gambar 22 Grafik perubahan nilai L kulit buah rambutan yang disimpan dalam void volume kemasan 25% (V2) selama penyimpanan dingin 10 oC Berdasarkan grafik menunjukkan nilai kecerahan kulit pada tiap perlakuan mengalami penurunan selama penyimpanan. Penurunan nilai kecerahan pada kulit buah rambutan dalam kemasan V2 tidak secepat pada V1. Hari ke-16 penyimpanan nilai kecerahan pada kemasan V2 masih berada di kisaran 25-33, sedangkan pada kemasan V1 dihari ke-16 nilai kecerahan menurun menunjukkan kisaran 20-30. Hal ini diduga karena pada kemasan V1, tidak adanya udara pada kemasan yang menyebabkan kelembaban bahan sehingga pertumbuhan mikroba dan jamur serta aktifitas enzim fenolase (penyebab warna coklat) lebih cepat. Kulit buah rambutan dengan perlakuan K0 yang disimpan pada kemasan V1 mengalami penurunan kecerahan yang cepat dibandingkan kulit buah dengan perlakuan K1 & K2. Pada kemasan V2, kulit buah dengan perlakuan K1 & K2 mengalami penurunan kecerahan yang lambat dibandingkan kulit buah dengan perlakuan K0. Tidak adanya barier pada kontrol yang dapat menghambat laju kerusakan karena proses metabolisme dan mikroba menyebabkan nilai kecerahan yang terjadi pada kontrol lebih rendah daripada perlakuan pelapis. Nilai kecerahan yang menurun menunjukkan bahwa kecerahan kulit buah rambutan semakin berkurang dan menjadi warna gelap. Perubahan warna ini terjadi karena adanya reaksi pencoklatan (browning) yang menyebabkan berkurangnya tingkat kecerahan. Menurut Rusmono (1989), reaksi pencoklatan terjadi akibat kerusakan mekanis sehingga oksigen berhubungan langsung dengan senyawa fenol (substrat) dan dikatalis oleh enzim polifenol oksidase membentuk melanin dengan cepat. Hasil analisis sidik ragam pada Lampiran 4 menunjukkan bahwa perlakuan konsentrasi Aloe vera L. berpengaruh nyata terhadap parameter mutu kulit buah rambutan selama penyimpanan sedangkan void volume kemasan dan interaksi dari kedua perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap parameter mutu kulit selama penyimpanan. Hasil uji lanjut Duncan yang ditampilkan pada Lampiran 4 menunjukkan bahwa perlakuan K1 (konsentrasi 25%) yang terbaik mempertahankan kecerahan kulit selama penyimpanan dibanding K2 (Konsentrasi
27 50%). Kulit buah dengan perlakuan K1V2 adalah perlakuan terbaik karena mampu mempertahankan kecerahan warna secara lambat dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Grafik perubahan nilai a dan b kulit buah rambutan pada berbagai perlakuan selama penyimpanan dapat dilihat pada Gambar 23 dan 24.
Hari ke-0
Hari ke-4
Hari ke-12 Keterangan :
Hari ke-8
Hari ke-16
K0V1 (K0%V0%) K1V1 (K25%V0%) K2V1 (K50%V0%) Gambar 23 Grafik perubahan nilai a dan b buah rambutan yang disimpan dalam void volume kemasan 0% (V1) selama penyimpanan dingin
28
Hari ke-0
Hari ke-4
Hari ke-12
Hari ke-8
Hari ke-16
Keterangan :
K0V2 (K0%V25%) K1V2 (K25%V25%) K2V2 (K50%V25%) Gambar 24 Grafik perubahan nilai a dan b buah rambutan yang disimpan dalam void volume kemasan 25% (V2) selama penyimpanan dingin Gambar 23 dan 24 memperlihatkan perubahan warna a dan b pada kulit buah selama penyimpanan. Dilihat bahwa tingkat warna merah kulit buah rambutan pada semua perlakuan mengalami penurunan mendekati 0 yaitu perubahan dari warna merah cerah menjadi warna merah gelap yang disebabkan kulit buah rambutan telah mengalami kerusakan. Perubahan warna ini disebabkan terdegradasinya klorofil sehingga muncul karoten. Karoten dan senyawa fenol (substrat) akan mengalami oksidasi membentuk warna kehitaman (Senjaya 2006). Perubahan warna a dan b pada kulit buah baik yang disimpan pada kemasan V1 dan V2 tidak menunjukkan perubahan yang berbeda. Kulit buah untuk semua perlakuan pada penyimpanan hari ke-0 hingga hari ke-4 memiliki nilai warna a dan b yang hampir sama. Pada penyimpanan hari ke-8 hingga hari ke-16 kulit buah dengan perlakuan kontrol memiliki nilai warna a dan b lebih rendah dibanding dengan perlakuan pelapisan. Tidak adanya barier pada kontrol yang dapat menghambat laju kerusakan karena proses metabolisme dan mikroba menyebabkan nilai a dan b yang terjadi pada kontrol lebih rendah daripada perlakuan pelapisan. Perubahan warna a dan b terlambat dialami oleh kulit buah dengan perlakuan K1V2 yaitu dengan nilai a dan b berturut-turut sebesar 17.92 dan 8.42 pada awal penyimpanan menjadi 6.37 dan 4.84 di hari ke-16 dibanding perlakuan lainnya.
29 Hasil analisis sidik ragam pada Lampiran 5 menunjukkan bahwa perlakuan konsentrasi Aloe vera L. berpengaruh nyata terhadap parameter mutu warna kulit buah rambutan (nilai a dan b) selama penyimpanan sedangkan void volume kemasan dan interaksi dari kedua perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap parameter mutu kulit. Hasil uji lanjut Duncan yang ditampilkan pada Lampiran 5 menunjukkan bahwa perlakuan K1 (konsentrasi 25%) dapat mempertahankan nilai a dan b selama penyimpanan dibanding perlakuan K2 (konsentrasi 50%). Dari hasil pengamatan secara keseluruhan, didapatkan nilai a dan b yang bergerak dari nilai yang tinggi ke nilai yang rendah. Perlakuan terbaik yang mampu mempertahankan nilai a dan b apabila dilihat dari parameter perubahan warna kulit buah adalah buah rambutan dengan perlakuan K1V2. Perubahan warna kulit dan buah rambutan pada berbagai perlakuan selama penyimpanan dingin 10 oC dapat dilihat pada Lampiran 6. Warna Daging Selama penyimpanan, buah rambutan tidak hanya mengalami perubahan pada warna kulit, perubahan pada warna daging buah juga akan terjadi. Pengukuran warna daging buah juga sama dengan pengukuran warana kulit yaitu derajat warna L, derajat warna a serta derajat warna b, yang selanjutnya dikonversi menjadi derajat putih. Grafik perubahan derajat putih daging buah rambutan pada berbagai perlakuan penyimpanan dapat dilihat pada Gambar 25 dan 26. 57 Derajat Putih
56 55 54 53 52 51 50 0
2
4
6
8
10
12
14
16
Lama Penyimpanan (Hari ke-) K0V1 (K0%V0%)
K1V1 (K25%V0%)
K2V1 (K50%V0%)
Gambar 25 Grafik perubahan warna daging buah rambutan yang disimpan dalam void volume kemasan 0% (V1) selama penyimpanan dingin 10 oC
30
57 Derajat Putih
56 55 54 53 52 51 50 0
2
4
6
8
10
12
14
16
Lama Penyimpanan (Hari ke-) K0V2 (K0%V25%)
K1V2 (K25%V25%)
K2V2 (K50%V25%)
Gambar 26 Grafik perubahan warna daging buah rambutan yang disimpan dalam void volume kemasan 25% (V2) selama penyimpanan dingin 10 oC Berdasarkan grafik diatas dapat dilihat bahwa tingkat warna daging buah rambutan yang disimpan pada kemasan V1 dan V2 menunjukkan tren grafik yang berbeda dengan nilai berfluktuasi selama penyimpanan. Fluktuasi nilai ini terjadi karena penggunaan sampel yang berbeda-beda dan tingkat kematangan daging buah beragam. Perubahan nilai derajat putih pada daging buah rambutan dalam kemasan V2 tidak secepat pada V1. Hal ini diduga pada kemasan V1, kehilangan air pada buah akibat proses penguapan karena adanya aktivitas respirasi lebih cepat dibanding pada kemasan V2 sehingga memungkinkan daging buah lebih cepat membusuk. Pada kemasan V1, daging buah dengan perlakuan K0 menunjukkan tren grafik yang menurun selama penyimpanan. Daging buah dengan perlakuan K1 dan K2 yang menunjukkan tren grafik yang meningkat selama penyimpanan. Hal ini diduga pada perlakuan pelapis mampu menghambat perubahan nilai derajat putih pada daging buah rambutan selama penyimpanan. Pada kemasan V2, daging buah dengan perlakuan K0 menunjukkan tren grafik yang meningkat selama penyimpanan. Daging buah dengan perlakuan K1 dan K2 yang menunjukkan tren grafik yang menurun selama penyimpanan. Peningkatan warna daging buah pada perlakuan K0 diduga karena pada waktu pengukuran keadaan daging buah berair sehingga terlihat cerah. Pada kemasan V1, perubahan nilai derajat putih tercepat dialami oleh daging buah dengan perlakuan K0. Daging buah rambutan dengan perlakuan K2 mengalami perubahan nilai derajat putih yang terlihat lambat dibanding K1. Pada kemasan V2, perubahan nilai derajat putih tercepat dialami oleh daging buah dengan perlakuan K2. Daging buah dengan perlakuan K1 mengalami perubahan nilai derajat putih yang lambat. Perubahan nilai derajat putih ini diakibatkan perubahan warna putih pada daging buah yang mulai berubah menjadi warna kecoklatan karena buah mulai membusuk. Warna coklat timbul akibat adanya reaksi pencoklatan secara enzimatis yang menyebabkan terbentuknya senyawa
31 melanin yang berwarna coklat. Reaksi terjadi akibat kerusakan mekanis sehingga oksigen berhubungan langsung dengan senyawa fenol (substrat) dan dikatalis oleh enzim polifenol oksidase membentuk melanin dengan cepat (Rusmono 1989). Reaksi ini akan semakin cepat bila terdapat cukup oksigen disekitar bahan serta keadaan suhu cukup untuk aktivitas enzim. Perlakuan K2V1 merupakan perlakuan yang dapat menghambat perubahan warna daging buah dengan lambat selama penyimpanan dibanding perlakuan lainnya. Hasil analisis sidik ragam pada Lampiran 7 menunjukkan bahwa perlakuan konsentrasi Aloe vera L. dan void volume kemasan serta interaksi dari kedua perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap parameter mutu warna daging buah rambutan (nilai derajat putih) selama penyimpanan. Perubahan warna daging buah rambutan pada berbagai perlakuan selama penyimpanan dapat dilihat pada Lampiran 8. Total Padatan Terlarut (TPT) Total padatan terlarut merupakan jumlah total padatan yang terlarut dalam produk dari seluruh unsur penyusunnya misalnya gula, garam, dan lain-lain. Total padatan terlarut merepresentasikan kadar gula atau kadar padatan terlarut dalam bahan tersebut (Winarno 1997). Perubahan total padatan terlarut buah rambutan pada berbagai perlakuan selama penyimpanan dapat dilihat pada grafik yang disajikan dalam Gambar 27 dan 28. Perubahan total padatan terlarut buah rambutan baik yang disimpan kemasan V1 dan V2 mengalami tren grafik yang menaik dan menurun selama penyimpanan. Terjadinya kenaikan dan penurunan kandungan gula pada perlakuan yang dicobakan selain disebabkan oleh hidrolisis pati menjadi sukrosa, glukosa, dan fruktosa juga diduga karena keheterogenan buah yang diuji. Hal ini dapat terjadi karena buah dalam satu pohon tingkat kematangannya bervariasi bahkan dalam satu tangkaipun menunjukkan ketidakseragaman buah. Menurut Winarno dan Aman (1981), bahwa peningkatan total gula disebabkan terjadinya akumulasi gula sebagai hasil degradasi pati, sedangkan penurunan terjadi karena sebagian gula digunakan untuk proses respirasi.
Total Padatan Terlarut (o Brix)
32
21 20 19 18 17 16 15 0
2
4
6
8
10
12
14
16
Lama Penyimpanan (Hari ke-) K0V1 (K0%V0%)
K1V1 (K25%V0%)
K2V1 (K50%V0%)
Total Padatan Terlarut (oBrix)
Gambar 27 Grafik perubahan total padatan terlarut buah rambutan yang disimpan dalam void volume kemasan 0% (V1) selama penyimpanan dingin 10 oC 21 20 19 18 17 16 15 0
2
4
6 8 10 12 Lama Penyimpanan (Hari ke-)
K0V2 (K0%V25%)
K1V2 (K25%V25%)
14
16
K2V2 (K50%V25%)
Gambar 28 Grafik perubahan total padatan terlarut buah rambutan yang disimpan dalam void volume kemasan 25% (V2) selama penyimpanan dingin 10 oC Berdasarkan grafik, nilai total padatan terlarut tertinggi pada kemasan V1 terjadi pada buah rambutan dengan perlakuan K0 sedangkan nilai total padatan terlarut terendah terjadi pada perlakuan K1. Hal yang sama ditunjukkan pada kemasan V2 nilai total padatan terlarut tertinggi terjadi pada buah rambutan dengan perlakuan K0, sedangkan nilai total padatan terlarut terendah terjadi pada perlakuan K1. Dari data yang didapatkan bahwa perlakuan K2 tidak mampu mempertahankan TPT dengan baik, sedangkan perlakuan K1 dapat mempertahankan TPT dengan baik dapat dilihat bahwa perlakuan K1 memiliki nilai yang lebih rendah dibanding K2. Hal ini disebabkan karena terhambatnya
33 proses penguraian gula, asam pektat, pektinat dan lainnya menjadi senyawa sederhana, akibat terhambatnya proses fisiologis termasuk respirasi (Senjaya 2006). Pada proses respirasi buah dengan perlakuan K0 mengalami laju respirasi yang tinggi selama penyimpanan, buah dengan perlakuan K1 mengalami laju respirasi yang rendah dibanding dengan perlakuan K2. Perlakuan K1V2 merupakan hasil terbaik karena dapat mempertahankan total padatan terlarut selama penyimpanan dibanding perlakuan lainnya. Menurut Wolfe dan Kipps (1953), menyatakan bahwa nilai total padatan terlarut yang tinggi menunjukkan bahwa buah lebih cepat mengalami proses perombakan pati yang ditandai dengan proses pematangan yang juga berlangsung cepat. Terjadi proses terhidrolisisnya pati menjadi glukosa, fruktosa dan sukrosa, setelah itu akan terjadi fase penurunan total padatan terlarut karena telah melewati batas kematangannya. Hasil analisis sidik ragam pada Lampiran 9 menunjukkan bahwa perlakuan konsentrasi Aloe vera L. tidak berpengaruh nyata terhadap parameter mutu total padatan terlarut buah rambutan selama penyimpanan, sedangkan void volume kemasan berpengaruh nyata dan interaksi dari kedua perlakuan tidak berpengaruh nyata. Organoleptik Pengujian hedonik organoleptik penting dilakukan untuk mengetahui penerimaan konsumen terhadap buah rambutan yang telah diberi perlakuan selama penyimpanan. Uji organoleptik akan sangat relatif hasilnya karena setiap orang mempunyai kepekaan indera yang berbeda-beda terutama jika panelisnya tidak terlatih khusus untuk keperluan ini (Winarno 1973). Pengujian dilakukan terhadap buah rambutan utuh dengan perlakuan Segar, K0V1 (K0%V0%), K0V2 (K0%V25%), K1V1 (K25%V0%), K1V2 (K25%V25%), K2V1 (K50%V0%), K2V2 (K50%V25%). Uji hedonik meliputi kesegaran rambut, warna kulit, dan rasa daging buah. Pengujian organoleptik dilakukan oleh 15 panelis dengan menggunakan indra manusia dimana skala hedonik yang digunakan berkisar 1 (sangat tidak suka) sampai 7 (sangat suka) dan 4 (netral). Batas terendah penerimaan panelis ditetapkan pada nilai hedonik 4 (netral). Format isian organoleptik dapat dilihat pada Lampiran 10. a. Kesegaran Rambut Penilaian panelis terhadap kesegaran rambut buah rambutan melalui indra penglihatan. Rambut yang segar merupakan salah satu kriteria mutu yang penting bagi konsumen. Pada umumnya kesegaran rambut akan semakin menurun seiring dengan proses pematangan buah. Hasil peniliaian panelis terhadap kesegaran rambut buah rambutan selama penyimpanan dapat dilihat pada Gambar 29.
34
Skor Penerimaan Panelis
7 6 5 4 3 2 1 0 2
4
6
8
10
12
14
16
Lama penyimpanan (Hari ke-) Segar
Keterangan :
K0V1
K0V2
Segar (K0%V0%) (K0%V25%
K1V1
K1V2
(K25%V0%) (K25%V25%)
K2V1
K2V2
(K50%V0%) (K50%V25%)
Gambar 30 Grafik hasil penilaian panelis terhadap perubahan kesegaran rambut buah rambutan pada berbagai perlakuan selama penyimpanan dingin 10 oC Secara keseluruhan kesegaran rambut buah rambutan pada semua perlakuan dapat diterima panelis sampai hari ke-8 penyimpanan. Pada hari ke-10 penyimpanan, kesukaan terhadap kesegaran rambut buah rambutan berkurang khususnya perlakuan K0V1 dan K0V2 mulai tidak disukai panelis sedangkan perlakuan lainnya masih disukai panelis. Kesegaran rambut buah rambutan pada perlakuan lainnya mulai tidak disukai panelis pada hari ke-12 penyimpanan. Panelis mulai tidak suka dikarenakan warna rambut dari buah rambutan sudah berwarna kehitaman dan mengering serta sudah terlihat munculnya jamur yang menandakan buah rambutan mengalami proses pembusukan. Kesegaran rambut pada perlakuan K1V2 merupakan perlakuan terbaik bila dibandingkan dengan perlakuan lainnya, hal ini dapat dilihat dari kesukaan konsumen pada uji organoleptik. b. Warna Kulit Warna kulit merupakan salah satu ukuran mutu dan kualitas dari buah rambutan yang dapat meningkatkan daya tarik konsumen. Warna kulit buah rambutan pada awal penyimpanan berwarna merah cerah kemudian akan menjadi gelap seiring dengan proses pematangan buah. Hasil penilaian panelis terhadap warna kulit buah rambutan selama penyimpanan dapat dilihat pada Gambar 30.
35
Skor Penerimaan Panelis
7 6 5 4 3 2 1 0 2
4
6
8
10
12
14
16
Lama penyimpanan (Hari ke-) Segar
Keterangan :
K0V1
K0V2
Segar (K0%V0%) (K0%V25%)
K1V1
K1V2
(K25%V0%) (K25%V25%)
K2V1
K2V2
(K50%V0%) (K50%V25%)
Gambar 31 Grafik hasil penilaian panelis terhadap perubahan warna kulit buah rambutan pada berbagai perlakuan selama penyimpanan dingin 10 oC Berdasarkan hasil penilaian panelis terhadap warna kulit buah rambutan pada semua perlakuan dapat diterima panelis sampai hari ke-8 penyimpanan. Buah rambutan mulai tidak disukai pada hari ke-10. Ketidaksukaan panelis dikarenakan warna kulit buah rambutan sudah berwarna kehitaman dan mulai mengelupas mengeluarkan air ketika dibuka. Pada kulit terlihat muncul jamur yang menandakan buah rambutan mengalami proses pembusukan. Warna kulit buah rambutan pada perlakuan K1V2 merupakan perlakuan terbaik bila dibandingkan dengan perlakuan lainnya, hal ini dapat dilihat dari kesukaan konsumen pada uji organoleptik. c. Rasa Daging Buah Rasa daging buah rambutan selama penyimpanan sangat beragam, hal ini dikarenakan tingkat kematangan yang berbeda pada tiap buahnya. Pada umumnya seiring dengan proses pematangan pada buah, rasa daging buah rambutan akan semakin menurun tingkat kemanisannya karena buah akan mendekati kebusukan. Hasil penilaian panelis terhadap rasa daging buah rambutan selama penyimpanan dapat dilihat pada Gambar 31.
36
Skor Penerimaan Panelis
7 6 5 4 3 2 1 0 2
4
6
8
10
12
14
16
Lama penyimpanan (Hari ke-) Segar
Keterangan :
K0V1
K0V2
Segar (K0%V0%) (K0%V25%)
K1V1
K1V2
(K25%V0%) (K25%V25%)
K2V1
K2V2
(K50%V0%) (K50%V25%)
Gambar 34 Grafik hasil penilaian panelis terhadap perubahan rasa daging buah rambutan pada berbagai perlakuan selama penyimpanan dingin 10 oC Secara penilaian panelis terhadap rasa daging buah rambutan pada semua perlakuan dapat diterima panelis sampai hari ke-10 penyimpanan. Rasa daging buah rambutan mulai tidak disukai pada hari ke-12. Panelis mulai tidak suka dikarenakan rasa daging buah rambutan sudah terasa pahit dan berlendir yang menandakan daging buah sudah membusuk. Rasa daging buah rambutan dengan perlakuan K1V2 merupakan perlakuan terbaik bila dibandingkan dengan perlakuan lainnya, hal ini dapat dilihat dari kesukaan konsumen pada uji organoleptik. Berdasarkan pengamatan dan penilaiaan oleh para panelis dapat dijelaskan bahwa pelapisan Aloe vera L. dan void volume pada kemasan dapat memperpanjang umur simpan buah rambutan. Pada Tabel 4 dapat dilihat kombinasi pelapisan Aloe vera L. dan void volume kemasan terbaik terhadap penilaian panelis pada buah rambutan selama penyimpanan. Berdasarkan hasil organoleptik penilaian terhadap kesegaran rambut dan warna kulit pada semua perlakuan dapat diterima dengan baik oleh panelis hingga hari ke-8 penyimpanan. Perlakuan K1V2 adalah perlakuan terbaik terhadap kesegaran rambut dan warna kulit dengan nilai rata-rata hedoniK berturut-turut ialah 5.13 dan 4.26. Penilaian terhadap rasa daging buah pada semua perlakuan masih diterima dengan baik hingga hari ke-10. Perlakuan K1V2 adalah perlakuan terbaik terhadap penilaian rasa daging buah dengan nilai rata-rata 4.66. Dari keseluruhan, bahwa nilai yang terbaik untuk setiap kriteria penilaian mutu dalam organoleptik dihasilkan oleh perlakuan K1V2 dibandingkan dengan perlakuan lainnya yang memiliki nilai rendah. Mutu kesegaran buah dapat diperpanjang dengan metode merubah
37 lingkungan produk setelah buah dipanen melalui penurunan suhu, penggunaan bahan kimia, memodifikasi komposisi atmosfir disekitar produk atau kombinasi perlakuan-perlakuan tersebut (Irving 1984). Tabel 4 Kombinasi pelapisan Aloe vera L. dan void volume kemasan terbaik terhadap penilaian panelis pada buah rambutan selama penyimpanan Perlakuan K0V1 K0V2 K1V1 K1V2 K2V1 K2V2
Kesegaran Rambut Nilai Hari ke3.86 8 4.00 8 5.00 8 5.13 8 4.80 8 4.86 8
Warna Kulit Nilai Hari ke3.73 8 3.86 8 4.00 8 4.26 8 4.13 8 4.20 8
Rasa Daging Buah Nilai Hari ke3.86 10 4.06 10 4.46 10 4.66 10 4.60 10 4.53 10
Pemilihan Kombinasi Pelapisan Aloe vera L. dan Void Volume Terbaik Masalah utama dalam penyimpanan rambutan adalah mempertahankan warna kulit dan rambut selama proses penyimpanan. Penyebab paling kritis pada perubahan warna kulit dan rambut buah rambutan adalah kehilangan air akibat proses transpirasi dan respirasi. Selama proses respirasi buah rambutan kehilangan air dan karbon hasil respirasi. Proses respirasi juga menghasilkan panas yang akan meningkatkan proses transpirasi sehingga terjadi kehilangan air selama penyimpanan. Kehilangan air pada buah rambutan selama penyimpanan tidak hanya menyebabkan kehilangan berat, tetapi dapat juga menyebabkan kerusakan tekstur yang akhirnya menyebabkan perubahan mutu dari buah rambutan terebut. Akibatnya, buah rambutan terlihat tidak segar dan mengurangi tingkat penerimaan konsumen. Penurunan kualitas buah segar ini dapat diperlambat dengan membatasi oksigen selama buah dalam penyimpanan. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk memperlambat proses transipirasi dan respirasi adalah dengan cara penutupan stomata-stomata pada permukaan kulit buah rambutan dengan pelapisan Aloe vera L. Pelapisan Aloe vera L. dapat dikombinasikan dengan void volume pada kemasan kantong plastik polyethilen. Untuk mengetahui keefektifan kombinasi pelapisan Aloe vera L. dan void volume pada kemasan kantong plastik tersebut dalam mempertahankan kesegaran buah rambutan, dilakukan penyimpanan dan pengamatan beberapa parameter mutu selama penyimpanan. Kombinasi pelapisan Aloe vera L. dan void volume terbaik dari setiap pengamatan diurutkan berdasarkan hasil terbaik di setiap pengamatan dapat dilihat pada Tabel 5. Berdasarkan hasil pengamatan susut bobot, perlakuan K1V2 merupakan hasil terbaik karena dapat dapat menurunkan susut bobot lebih rendah dibanding perlakuan lainnya. Kadar air kulit pada perlakuan K2V2 menunjukkan kehilangan air terkecil selama penyimpanan jika dibandingkan dengan perlakuan pelapisan lainnya. Kesegaran rambut pada perlakuan K1V2 merupakan perlakuan terbaik, karena mampu mempertahankan kesegaran rambut hingga hari ke-12 penyimpanan. Warna kulit pada perlakuan K1V2 merupakan perlakuan terbaik
38 yang mampu mempertahankan nilai L, a dan b dari kulit buah rambutan. Warna daging buah pada perlakuan K2V1 merupakan perlakuan yang dapat menghambat perubahan warna daging buah dengan lambat selama penyimpanan. Total padatan terlarut pada perlakuan K1V2 merupakan hasil terbaik karena dapat mempertahankan total padatan terlarut selama penyimpanan. Pada uji organoleptik bahwa nilai yang terbaik untuk setiap kriteria penilaian mutu dalam organoleptik dihasilkan oleh perlakuan K1V2. Berdasarkan hal tersebut maka dapat disimpulkan bahwa perlakuan K1V2 memberikan hasil yang lebih baik dibanding dengan perlakuan yang lainnya. Tabel 5 Kombinasi pelapisan Aloe vera L. dan void volume terbaik Parameter Mutu Susut Bobot Kadar Air Kulit Kesegaran Rambut Warna Kulit (nilai L) Warna Kulit (nilai a) Warna Kulit (nilai b) Warna Daging Buah Total Padatan Terlarut Organoleptik Kesegaran Rambut Organoleptik Warna Kulit Organoleptik Rasa Daging Buah
Perlakuan Terbaik K1V2 K2V2 K1V2 K1V2 K1V2 K1V2 K2V1 K1V2 K1V2 K1V2 K1V2
39
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan 1. Pelapisan Aloe vera L. pada buah rambutan secara nyata berpengaruh lebih baik dibandingkan dengan tanpa pelapis (kontrol) dalam perubahan mutu kesegaran buah rambutan. Berdasarkan pengamatan dan analisis sidik ragam perlakuan K1 (konsentrasi pelapis 25%) adalah perlakuan yang terbaik bila dibandingkan dengan K2 (konsentrasi pelapis 50%) untuk melapisi buah rambutan yang dapat mempertahankan kesegaran buah rambutan. 2. Pemberian void volume pada kemasan plastik berpengaruh terhadap kesegaran buah rambutan. Berdasarkan pengamatan perlakuan pemberian void volume 25% (V2) lebih baik bila dibandingkan dengan void volume 0% (V1) untuk mempertahankan kesegaran buah rambutan. Pada analisis sidik ragam secara keseluruhan pemberian void volume pada kemasan tidak berpengaruh nyata, hanya saja yang berpengaruh nyata pada mutu total padatan terlarut. 3. Kombinasi pelapisan Aloe vera L. dan pemberian void volume pada kemasan plastik yang terbaik untuk mempertahankan kesegaran buah rambutan adalah kombinasi pelapisan Aloe vera L. 25% (K1) dengan pemberian void volume 25% (V2) pada kemasan plastik yang mampu mempertahankan kesegaran buah rambutan selama penyimpanan.
Saran 1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap pemberian lubang perforasi pada kemasan untuk menghindari pengembunan didalam kemasan agar buah tidak cepat mengalami pembusukan. 2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai pemilihan bahan coating yang lebih tepat lagi untuk mencegah browning pada kulit buah rambutan. 3. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai metode coating dengan lama perendaman yang disesuaikan dengan konsentrasi dan jenis bahan coating. Selain itu perlu diteliti metode penyemprotan agar coating merata keseluruh permukaan kulit buah rambutan.
40
DAFTAR PUSTAKA Ahmad U. 2013. Teknologi Penanganan Pascapanen Buahan dan Sayuran. Yogyakarta (ID) : Graha Ilmu. Avena-Bustillos RJ and Krochta JM. 1994. Optimization of edible coating formulation on zucchini to reduce water loss. J. Food Eng. 21 : 197-214. Barroso PS, Habitante SM, Jorge AOC, and Faria LS. 2004. Microorganisms growth in endodontic citric-acid solutions with and without microbiological stablizier. Journal of Endodontics. 30 : 42-44. Broto W dan Laksmi DS. 1989. Kajian sifat kimia beberapa jenis buah rambutan (Nephelium lappaceum, Linn) pada berbagai tingkat ketuaan. Penelitian Hort. 3 : 69-74. Broto W. 1990. Kajian sifat-sifat mutu buah rambutan (Nephelium lappaceum, Linn) varietas Binjai pada saat panen [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Citra. 2008. Aplikasi edible coating gel lidah buaya (Aloe vera L.) pada pengawetan buah strawberry [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Direktorat Jenderal Hortikultura. 2006. Statistik Hortikultura Tahun 2006, Departemen Pertanian. [internet]. [diunduh 2014 Jan 28]. Tersedia pada: http://www.deptan.go.id. Del Valle V, Hernandez-Munoz P, Guarda A, and Galotto MJ. 2005. Development of a cactus mucilage edible coating (Opuntia ficus indica) and its application to extend strawberry (Fragaria ananassa) shelf life. Journal of Food Chemistry. 91 : 751-756. Donhowe IG and Fennema O. 1994. Edible Films and Coating. Lancester Basel (US): Technomic Publishing Co. Inc. Furnawanthi. 2002. Khasiat dan Manfaat Lidah Buaya. Jakarta (ID): Agromedia Pustaka. Hasbullah R. 2006. Teknologi pengolahan minimal. Majalah Food Review Indonesia. 10 : 40-45. Hayati N. 2013. Pengaruh pelilinan pada ujung buah salak pondoh pascapanen dengan suhu yang berbeda terhadap investasi penyakit [skripsi]. Bogor (ID): Instititut Pertanian Bogor. Herdiana N. 2010. Pengaruh chilling injury melalui heat shock treatment dan Aloe vera L. coating buah tomat (Lycopersicon esculantum, Mill) selama penyimpanan dingin [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Hutabarat ON. 2008. Kajian pengurangan gejala chilling injury tomat yang disimpan pada suhu rendah [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Irving AR. 1984. Transport of fresh horticulture product under modified atmosphere. Food res. 44 : 25-33. Kader AA. 1992. Postharvest Technology of Horticultura Crops. California (US): Division of Agriculture and Natural Resources, University of California.
41 Kosiyachinda S, Lam PF, Mendoza DD Jr, Broto W, and Wanichikul K. 1987. Matury Indices for Harvesting of Rambutan. In: Lam PF and Kosiyachinda S, editor. Rambutan: Fruit Development. Postharvest Physiology and Marketing in ASEAN. Kuala Lumpur (ML): ASEAN Food Handling Bureau. 32-38. Krochta JM. 1992. Edible Coating and Film to Improve Food Quality. Pennsylvania (US): Technomic Publ. Co. Inc. Lam PF, Kosiyachinda S, Lizada MCC, Mendoza DD Jr, Prabawati S Jr, and Lee SK. 1987. Postharvest Physiology and Storage of Rambutan. In: Lam PF and Kosiyachinda S, editor. Rambutan: Fruit Development. Postharvest Physiology and Marketing in ASEAN. Kuala Lumpur (ML): ASEAN Food Handling Bureau. 39-50. Matjik AA dan Sumertajaya M. 2000. Perancangan Percobaan dengan Aplikasi SAS dan Minitab. Bogor (ID): IPB Pr. Miskiyah, Widaningrum, dan Winarti C. 2011. Aplikasi edible coating berbasis pati sagu dengan penambahan vitamin C pada paprika: preferensi konsumen dan mutu mikrobiologi. J. Hort. 21 : 68-76. Mannaperuma JD, Singh RP, and Montero ME. 1989. Simultaneous gas diffusion and chemical reaction in foods stored in modified atmosphere. J. Food Eng. 14 : 167-183. Muchtadi D. 1992. Fisiologi Pasca Panen Sayuran dan Buah-buahan. Petunjuk Laboratorium. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. O'Hare TJ, Prasad A, and Cooke AW. 1994. Low temperature and controlled atmosphere storage of rambutan. Postharvest Biology and Technology. 4 : 147-157. Pantastico EB. 1986. Fisiologi Pasca Panen, Penanganan dan Pemanfaatan Buah-buahan dan Sayur-sayuran Tropika dan Subtropika. Penerjemah; Kamariyani, editor. Yogyakarta (ID): Universitas Gajah Mada Pr. Poerwanto R. 2002. Peningkatan produksi dan mutu untuk mendukung ekspor manggis. Makalah dalam Seminar Agribisinis Manggis. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Qanytah. 2004. Kajian perubahan mutu buah manggis (Garcinia mangostana, L.) dengan perlakuan precooling dan penggunaan giberelin selama penyimpanan [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Reynolds T and Dweck AC. 1999. Aloe vera L. leaf gel: a review update. Journal of Ethnopharmacology. 68 : 3-37. Ririn. 2013. Kajian efektivitas asam askorbat dan lidah buaya untuk menghambat pencoklatan pada buah potong apel malang [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Rosalina Y. 2010. Teknologi pengemasan atmosfir termodifikasi (MAP) menggunakan bahan pengemas LDPE antifog dengan perforasi pada penyimpanan buah rambutan [tesis]. Bogor (ID): Insitut Pertanian Bogor. Rusmono M. 1989. Pengembangan model simulasi penyimpanan buah terolah minimal berlapis edibel dalam kemasan atmosfer termodifikasi [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
42 Ryall AL and Lipton WJ. 1982. Handling transportation and storage of fruits and vegetables. Vegetables and Melons 2nd. 1 : 587. Salma. 1987. Change in Rambutan during Growth and Development. p. 16-26. In: Lam PF and Kosiyachida S, editor. Rambutan: Fruit Development. Postharvest Physiology and Marketing in ASEAN. Kuala Lumpur (ML): ASEAN Food Handling Bureau. 32-38. Senjaya AT. 2006. Kajian penyimpanan buah rambutan (Nephelium lappaceum, Linn) dalam kemasan atmosfir termodifikasi [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Septiana E. (2009). Formulasi dan aplikasi edible coating berbasis pati pagu dengan penambahan minyak sereh pada paprika (Capsium nnuum var athena) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Steel Robert GD and Torrie JH. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistika Suatu Pedoman Biometrik. Jakarta (ID): PT Gramedia. Suyatma. 2009. Diagram warna Hunter (kajian pustaka). Jurnal Penelitian Ilmiah Teknologi Pertanian. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. 8-9. Valverde JM. 2005. Novel edible coating based on Aloe vera L. gel to maintain table grape quality and safety. Journal of Agricultural and Food Chemistry. 53 : 7807-7813. Winarno FG dan Aman M. 1981. Fisiologi Lepas Panen. Jakarta (ID): Sastra Husada. Winarno FG. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta (ID): PT. Gramedia Pustaka Utama. Wolfe TK and Kipps MS. 1953. Production of Field Crops. New York (US): Mc Graw-Hill Book Company, INC. Yaron A. 1991. Aloe vera L. chemical and physical properties and stabilization. Di dalam: Reynolds T dan Dweck AC, editor. Aloe vera L. leaf gel: a review update. Journal of Ethnopharmacology. 68 : 3-37.
43 Lampiran 1 Analisis sidik ragam susut bobot buah rambutan Perubahan persentase susut bobot buah rambutan selama penyimpanan Source
Type III Sum of Squares 23.089 .652 .424
Mean Square
df
F
Konsentrasi Aloe vera L. 2 11.545 11.210 Void Volume 1 .652 .634 Konsentrasi Aloe vera L.*Void 2 .212 .206 Volume Error 105.500 102 1.030 Total 309.801 108 Ket : jika sig. < alpha 5% maka faktor berpengaruh nyata terhadap respon
Sig .000 .428 .814
Uji lanjut Duncan perubahan persentase susut bobot buah rambutan selama penyimpanan Subset Konsentrasi N Aloe vera L. 1 2 50 32 .8795 25 32 1.0613 0 32 1.9385 Sig. .449 1.000 Ket : nilai subset yang berjejer pada baris yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji alpha 5%
Lampiran 2 Analisis sidik ragam kadar air kulit buah rambutan Perubahan persentase kadar air kulit buah rambutan selama penyimpanan Source
Type III Sum of Squares 8.989 .357 29.382
df
Mean Square
F
Konsentrasi Aloe vera L. 2 4.495 .452 Void Volume 1 .357 .036 Konsentrasi Aloe vera L.*Void 2 14.691 1.478 Volume Error 1013.527 102 9.937 Total 625659.349 108 Ket : jika sig. < alpha 5% maka faktor berpengaruh nyata terhadap respon
Sig .637 .850 .233
44 Lampiran 3 Analisis sidik ragam kesegaran rambut buah rambutan Perubahan persentase kesegaran rambut buah rambutan selama penyimpanan Source
Type III Sum of Squares 729.147 23.453 16.535
df
Mean Square
F
Konsentrasi Aloe vera L. 2 364.573 .356 Void Volume 1 23.453 .023 Konsentrasi Aloe vera L.*Void 2 8.268 .008 Volume Error 104486.811 102 1024.380 Total 464270.762 108 Ket : jika sig. < alpha 5% maka faktor berpengaruh nyata terhadap respon
Sig .701 .880 .992
Lampiran 4 Analisis sidik ragam perubahan warna kulit (L) buah rambutan. Perubahan warna kulit (L) buah rambutan selama penyimpanan Source
Type III Sum of Squares 208.450 109.043 67.295
df
Mean Square
F
Konsentrasi Aloe vera L. 2 104.225 3.230 Void Volume 1 109.043 3.379 Konsentrasi Aloe vera L.*Void 2 33.647 1.043 Volume Error 3291.752 102 32.272 Total 148204.120 108 Ket : jika sig. < alpha 5% maka faktor berpengaruh nyata terhadap respon
Sig .044 .069 .356
Uji lanjut Duncan perubahan warna kulit (L) buah rambutan selama penyimpanan Subset Konsentrasi N Aloe vera L. 1 2 0 36 34.6197 50 36 37.4719 25 36 37.6533 Sig. 1.000 .893 Ket : nilai subset yang berjejer pada baris yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji alpha 5%
45 Lampiran 5 Analisis sidik ragam perubahan warna kulit (a) buah rambutan Perubahan warna kulit (a) buah rambutan selama penyimpanan Source
Type III Sum of Squares 190.920 8.715 3.537
df
Mean Square
F
Konsentrasi Aloe vera L. 2 95.460 4.465 Void Volume 1 8.715 .408 Konsentrasi Aloe vera L.*Void 2 1.769 .083 Volume Error 2180.782 102 21.381 Total 16601.782 108 Ket : jika sig. < alpha 5% maka faktor berpengaruh nyata terhadap respon
Sig .014 .525 .921
Uji lanjut Duncan perubahan warna kulit (a) buah rambutan selama penyimpanan Subset Konsentrasi N Aloe vera L. 1 2 0 36 9.6042 50 36 12.2344 25 36 12.5825 Sig. 1.000 .750 Ket : nilai subset yang berjejer pada baris yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji alpha 5%
46 Lampiran 6 Analisis sidik ragam perubahan warna kulit (b) buah rambutan Perubahan warna kulit (b) buah rambutan selama penyimpanan Source
Type III Sum of Squares 27.787 8.858 .537
df
Mean Square
F
Konsentrasi Aloe vera L. 2 13.893 6.060 Void Volume 1 8.858 3.864 Konsentrasi Aloe vera L.*Void 2 .268 .117 Volume Error 233.831 102 2.292 Total 4672.576 108 Ket : jika sig. < alpha 5% maka factok berpengaruh nyata terhadap respon
Sig .003 .052 .890
Uji lanjut Duncan perubahan warna kulit (b) buah rambutan selama penyimpanan Subset Konsentrasi N Aloe vera L. 1 2 0 36 5.7167 50 36 6.4897 25 36 6.9456 Sig. 1.000 .204 Ket : nilai subset yang berjejer pada baris yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji alpha 5%
Lampiran 7 Perubahan warna kulit dan rambut buah rambutan pada berbagai perlakuan selama penyimpanan dingin 10 oC Hari
Perlakuan K0V1
K0V2
K1V1
K1V2
K2V1
K2V2
0
2
4
6
47
8
10
12
14
16
48
2
49 Lampiran 8 Analisis sidik ragam perubahan warna daging (derajat putih) buah rambutan. Perubahan warna daging buah rambutan (derajat putih) selama penyimpanan Source
Type III Sum of Squares 2.890 .457 10.363
df
Mean Square
F
Konsentrasi Aloe vera L. 2 1.445 .485 Void Volume 1 .457 .154 Konsentrasi Aloe vera L.*Void 2 5.181 1.739 Volume Error 303.950 102 2.980 Total 300942.603 108 Ket : jika sig. < alpha 5% maka faktor berpengaruh nyata terhadap respon
Sig .617 .696 .181
50
Lampiran 9 Perubahan warna daging buah rambutan pada berbagai perlakuan penyimpanan dingin 10 oC. Hari
0
2
4
6
Perlakuan K0%V0%
K0%V25%
K25%V0%
K25%V25%
K50%V0%
K50%V25%
2
8
10
12
14
16
51
54 52 Lampiran 10 Analisis sidik ragam perubahan total padatan terlarut buah rambutan Perubahan total padatan terlarut selama penyimpanan Source
Type III Sum of Squares .862 10.145 6.820
Df
Mean Square
F
Konsentrasi Aloe vera L. 2 .431 .198 Void Volume 1 10.145 4.652 Konsentrasi Aloe vera L.*Void 2 3.410 1.564 Volume Error 222.407 102 2.180 Total 37155.150 108 Ket : jika sig. < alpha 5% maka faktor berpengaruh nyata terhadap respon
Sig .821 .033 .214
55 53 Lampiran 11 Form isian organoleptik buah rambutan dalam berbagai perlakuan selama penyimpanan dingin 10 oC. Kuisoner Penilaian Organoleptik Buah Rambutan Nama panelis
:
Tanggal Penilaian
:
Intruksi
:
1. Panelis diminta untuk memberikan penilaian terhadap sampel buah rambutan sesuai dengan tingkat kesukaan. 2. Isilah nilai tingkat kesukaan pada kolom yang telah disediakan. 3. Panelis diminta untuk meminum air sebelum dan sesudah mencicipi tiap sampel. Selang Penilaian : 1 = Sangat tidak suka 2 = Tidak suka 3 = Agak tidak suka 4 = Netral 5 = Agak suka 6 = Suka 7 = Sangat suka Sampel Segar K0V1 K0V2 K1V1 K1V2 K2V1 K2V2
Kesegaran Rambut
Warna Kulit
Rasa Daging Buah
57 RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Cirebon pada 21 Maret 1992 dari Bapak Abdul Syukur dan Ibu Muningsih. Penulis merupakan anak kedua dari tigas bersaudara (kakak Astri Restika dan adik Citra Yulivia). Penulis menyelesaikan pendidikan akademik di SDN Kalijaga Permai Cirebon pada tahun 2004, SMPN 6 Cirebon pada tahun 2007, SMAN 3 Cirebon pada tahun 2010, dan diterima di IPB melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB) pada tahun 2010 pada program Studi Teknik Mesin dan Biosistem, Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian. Selama masa perkuliahan, penulis pernah aktif dalam organisasi kemahasiswaan yaitu anggota Himpunan Mahasiswa Tekik Mesin dan Biosistem pada tahun 2011-2012 dan ikut berbagai kegiatan kemahasiswaan lainya. Penulis mengikuti kegiatan praktik lapangan di PT Perkebunanan Nusantara VIII kebun Sinumbra, Bandung Jawa Barat pada bulan Juni-Agustus 2013 dengan judul Mempelajari Sistem Transportasi dan Penanganan Pascapanen Pucuk Daun Teh. Tugas akhir penulis dalam menyelesaikan pendidikan tinggi di Institut Pertanian Bogor untuk mendapatkan gelar Sarjana Teknik berjudul Kombinasi Pelapisan Lidah Buaya (Aloe vera L.) dan Void Volume Kemasan Untuk Mempertahankan Kesegaran Buah Rambutan. Penulis sangat mengucapkan terimakasih kepada Ayah, Ibu, Kakak, Adik dan semua keluarga besar yang selama ini telah mendukung penulis dalam segala hal. Penulis tidak dapat membalas kebaikan Ayah, Ibu, Kakak, Adik dan semua keluarga besar sampai kapanpun. Penulis sayang Ayah, Ibu, Kakak, Adik dan semua keluarga besar karena Allah SWT.